Anda di halaman 1dari 57

1

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN BIDARA


(Ziziphus mauritiana L.) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Oleh
SURIANTI
18.115.AF

AKADEMI FARMASI
YAYASAN MA’BULO SIBATANG
MAKASSAR
2021
2

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN BIDARA


(Ziziphus mauritiana L.) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Laporan Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Memenuhi


Syarat Dalam Menyelesaikan Program
Pendidikan Ahli Madya Farmasi

Oleh
SURIANTI
18.115.AF

AKADEMI FARMASI
YAYASAN MA’BULO SIBATANG
MAKASSAR
2021

ii
3

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SURIANTI
NIM : 18.115.AF
Program Studi : Farmasi
Judul Tugas Akhir : Skrining Fitoimia Ekstrak Etanol Daun
Bidara (Ziziphus mauritiana L.) Dengan
Metode Kromatografi Lapis Tipis
Dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini bebas dari segala bentuk
plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti adanya indikasi plagiarisme
dalam tugas akhir ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Makassar, Juli 2021

Surianti

iii
4

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN BIDARA (Ziziphus


mauritiana L.) DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Oleh :
SURIANTI
18.115.AF

Telah disetujui untuk Diujikan di Hadapan Tim Penguji LTA


Akademi Farmasi Yamasi Makassar

Makassar, Juli 2021


Pembimbing 1 Pembimbing 2

apt. Arief Azis, S.Si.,M.Kes apt. Ermawati, S.Farm.,M.Si


NIDN : 0921038502 NIDN : 085151322206

Mengetahui :
Direktur AKFAR Yamasi

Dr. Hj. Harningsih Karim, S.Si.,M.Sc


NIDN : 0907066803

iv
5

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SURIANTI
NIM : 18.115.AF
Program Studi : Farmasi
Dengan ini menyetujui untuk memberikan izin kepada pihak akademi
Farmasi Yamasi Makassar atas Hak Bebas Royalty Non Eksklusif (Non
Eksklusive Royalty-Free Right) peneltian tugas akhir berjudul : Skrining
fitokimia ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) dengan
metode kromatografi lapis tipis.

Dengan Hak Bebas Royalty Non Eksklusif ini maka pihak akademi farmasi
yamasi makassar berhak untuk menyimpan, mengalih-media atau
formatkan, mengelola dalam pangkalan data (database),
mendistribusikannya, menampilkan atau mempublikasikannya di internet,
jurnal atau media untuk kepentingan akademis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Makassar, Juli 2021

Surianti

v
i

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan baik, sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar ahli madya farmasi akademi farmasi
yamasi makassar.

Penulis menyadari bahwa begitu banyak bantuan dari berbagai


pihak untuk penyelesaian laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
nasehat, serta kesabaran yang luar biasa dalam setiap langkah hidup
penulis, yang merupakan anugerah terbesar dalam hidup. Saya
berharap dapat menjadi anak yang dapat dibanggakan.
2. Bapak Drs.soleh Bin Said, selaku ketua Yayasan Akademi Farmasi
Ma’bulo Sibatang Makassar
3. Ibu Dr. Hj. Harningsih Karim, S.Si.,M.Sc selaku Direktur utama
Akademi Farmasi Yamasi Makassar.
4. Bapak apt. Arief Azis, S.Si.,M.Kes selaku pembimbing pertama saya
dan Ibu apt. Ermawati S.Farm,.M.Si selaku pembimbing kedua saya
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran
dan dukungan selama proses penelitian dan penyusunan Laporan
Tugas Akhir.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membantu penulis memberikan
motivasi dan arahan selama mengikuti Pendidikan di Akademi Farmasi
Yamasi Makassar.
6. Staf Tata Usaha yang telah banyak membantu saya mulai dari
administrasi Pendidikan sampai penyelesaian Laporan Tugas Akhir.
7. Sahabat-sahabat penulis, Paje, Hilmi, yenni, Iin, dan Indah telah
memberikan saran dan support kepada penulis dalam menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini.

vi
ii

Penulis menyadari bahwa karya Laporan Tugas Akhir ini mungkin


masih ada kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis memohon maaf serta kritik dan saran. Semoga Laporan Tugas
akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Makassar, Juli 2021

Penulis

vii
iii

ABSTRAK

Surianti. Skrining fitokimia ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus


mauritiana L.) dengan metode kromatografi lapis tipis. (Dibimbing oleh
Arief Azis, dan Ermawati ).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang
terdapat pada daun bidara (Ziziphus mauritiana L.). Jenis penelitian ini
adalah observasi laboratorium. Penelitian ini menggunakan metode
skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis. Dengan hasil penelitian
skrining fitokimia alkaloid dengan pereaksi dragendroff dan mayer hasil
positif, flavonoid dengan pereaksi serbuk Mg dan HCl 2N hasil positif,
Tanin dengan pereaksi FeCl 3 hasil positif dan Saponin dengan aquadest
hasil positif. Sedangkan hasil penelitian Kromatografi lapis tipis didapatkan
hasil untuk alkaloid dengan nilai Rf1 (0,17), Rf2 (0,39), Rf3 (0,88). Untuk
flavonoid nilai Rf1 (0,4), Rf2 (0,95). Pada saponin nilai Rf1 (0,53), Rf2 (0,90).
Kesimpulan penelitian ini adalah pada identifikasi senyawa kimia melalui
metode skrining fitokimia daun bidara (Ziziphus mauritiana L.)
mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.
sedangkan berdasarkan hasil dengan metode kromatografi lapis tipis
didapatkan hasil bahwa terdapat 3 senyawa kimia dalam ekstrak sampel.
Kata kunci :Ekstrak daun bidara, skrining fitokimia, dan kromatografi lapis
tipis.

viii
iii

ABSTRACK

Surianti. Phytochemical screening of ethanol extract of bidara leaves


(Ziziphus mauritiana L.) by thin layer chromatography method. (Supervised
by Arief Azis, and Ermawati).

This study aims to determine the chemical content of bidara leaves


(Ziziphus mauritiana L.). This type of research is laboratory observation. This
study used phytochemical screening methods and thin layer chromatography.
With the results of phytochemical screening research for alkaloids with
Dragendroff and Mayer reagents, positive results, positive results for
flavonoids with Mg powder and 2N HCl reagents, positive results for Tannins
with FeCl3 reagents and positive results for Saponins with aquadest. While
the results of the study of thin layer chromatography obtained results for
alkaloids with values of Rf1 (0.17), Rf2 (0.39), Rf3 (0.88). For flavonoids the
value of Rf1 (0.4), Rf2 (0.95). In saponins the value of Rf1 (0.53), Rf2 (0.90).
The conclusion of this study is the identification of chemical compounds
through the phytochemical screening method of bidara leaves (Ziziphus
mauritiana L.) containing chemical compounds of alkaloids, flavonoids,
tannins and saponins. while based on the results with the thin layer
chromatography method, it was found that there were 3 chemical compounds
in the sample extract.

Keywords : Bidara leaf extract, phytochemical screening, and thin layer


chromatography.

ix
iv

DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL.........................................................................................i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ii
SURAT BEBAS PLAGIAT............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI..........................................................iv
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI..........................................................v
KATA PENGANTAR.....................................................................................vi
ABSTRAK.....................................................................................................viii
ABSTRACK...................................................................................................ix
DAFTAR ISI..................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
I.1 Latar Belakang..............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah .......................................................................3
I.3 Tujuan Penelitian..........................................................................3
I.4 Manfaat Penelitian .......................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
II.1 Uraian Tumbuhan.......................................................................4
II.1.1 Klasifikasi tumbuhan ........................................................4
II.1.2 Nama daerah.....................................................................4
II.1.3 Morfologi tumbuhan...........................................................4
II.1.4 Kandungan kimia...............................................................5
II.2 Skrining Fitokimia.......................................................................6
II.3 Uraian Senyawa Metabolit Sekunder.........................................6
II.4 Uraian Tentang Metode Pembuatan Ekstraksi...........................9
II.4.1 Ekstraksi............................................................................9

x
v

II.4.2 Tujuan ekstraksi.................................................................10


II.4.3 Metode ekstraksi................................................................10
II.5 Uraian Kromatografi Lapis Tipis.................................................12
II.5.1 Fase diam..........................................................................13
II.5.2 Fase gerak.........................................................................13
II.5.3 Cara pemisahan KLT.........................................................14
II.6 Uraian Bahan.............................................................................14
II.7 Defenisi Operasional.................................................................17
BAB III METODE KERJA .............................................................................18
III.1 Jenis Penelitian ........................................................................18
III.2 Alat dan Bahan.........................................................................18
III.2.1 Alat yang digunakan.......................................................18
III.2.2 Bahan yang digunakan...................................................18
III.3 Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................18
III.4 Prosedur Penelitian...................................................................19
III.4.1 Pengolahan sampel.........................................................19
III.4.2 Pembuatan ekstrak..........................................................19
III.4.3 Pembuatan preaksi..........................................................20
III.4.4 Skrining fitokimia..............................................................20
III.5 Kromatografi Lapis Tipis............................................................21
III.5.1 Pengaktifan lempeng KLT...............................................21
III.5.2 Penjenuhan eluen............................................................22
III.5.3 Identifikasi komponen kimia............................................22
III.5.4 Penyemprotan pereaksi...................................................22
III.5.5 Perhitungan nilai Rf.........................................................23
III.6 Pengelolaan Data......................................................................23
III.6.1 Pengumpulan data...........................................................23

xi
vi

III.6.2 Pengelolaan data.............................................................23


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................24
IV.1 Hasil Penelitian.........................................................................24
IV.2 Pembahasan............................................................................26
BAB V PENUTUP.........................................................................................30
V.1 Kesimpulan.................................................................................30
V.2 Saran..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31

xii
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstrak Daun Bidara........................................... 34


Lampiran 2. Skema Kerja Uji Spesifik...........................................................35
Lampiran 3. Skema Kerja Kromatografi Lapis Tipis......................................37
Lampiran 4. Hasil dan Perhitungan................................................................38
Lampiran 5. Gambar Penelitian.....................................................................39
viii

xiii

vii
ix

DAFTAR GAMBAR

Tabel 1. Hasil ekstraksi............................................................................24


Tabel 2. Skrining fitokimia........................................................................24
Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis....................................................25

xiv
1

BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang banyak dan


tersebar di berbagai daerah dan banyak digunakan dibidang
kesehatan. Keanekaragaman hayati yang ada tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional. World
Health Organization (WHO) juga merekomendasikan untuk
memelihara kesehatan dan mengobati penyakit menggunakan obat
tradisional. Masyarakat Indonesia juga telah lama mengenal dan
memakai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit.
Penggunaan obat tradisional dipercaya lebih aman dari pada
mengkomsumsi obat-obatan kimia (Fauziah Nugraha. 2016).

Indonesia kaya akan sumber bahan alam yang telah digunakan


oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun-temurun.
Salah satu tumbuhan obat yang sering digunakan sebagai obat
tradisional oleh masyarakat adalah daun bidara (Ziziphus mauritiana
Lam) (Fauziah Nugraha, 2016).

Bidara (Ziziphus mauritiana Lam) adalah salah satu tumbuhan


yang berpotensi sebagai antioksidan alami. Bidara memiliki beberapa
kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai obat seperti fenolat
dan flavonoid yang berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi,
antimikroba, antifungi dan menghambat pertumbuhan tumor (Abalaka
et al., 2011; Kaur et al., 2015).

Skrining fitokimia merupakan langkah awal atau metode yang


digunakan untuk mengetahui bahan aktif yang merupakan metabolit
sekunder pada tumbuhan (Purwati et al., 2017). Skrining fitokimia
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat,
dapat dilakukan dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif
2

yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang bersangkutan,


selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari (Septyaningsih,
2010).

Hasil yang didapat dari skrining fitokimia dapat ditegaskan dengan


uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Karena berfungsi sebagai
penegasan, maka uji KLT hanya dilakukan untuk golongan-golongan
senyawa yang menunjukkan hasil postif pada skrining fitokimia seperti
flavonoid. Uji KLT pada tanin dan polifenol tidak dilakukan karena tidak
ditemukan prosedur yang tepat (Marliana et al., 2005).

Upaya untuk memberikan nilai tambah dari tanaman ini yaitu perlu
dilakukan penelitian terhadap kandungan kimia serta khasiatnya,
karena peneliti ingin membandingkan literatur terkait senyawa daun
bidara (Ziziphus mauritiana L) yang ada dengan tanaman daun bidara
yang berasal dari daerah Kabupaten Pangkep Kecamatan minasate’ne
Provinsi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan skrining fitokimia


untuk melihat golongan senyawa yang terdapat pada daun bidara
(Ziziphus mauritiana Lam). Skrining fitokimia yang dilakukan pada
penelitian ini mencakup uji keberadaan beberapa senyawa metabolit
sekunder yaitu flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin. Dalam skrining
fitokimia digunakan beberapa pereaksi spesifik dan untuk mengetahui
lebih jelas kandungan senyawa yang ada pada tanaman maka
dilakukan pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
3

I.2 Rumusan Masalah

Kandungan senyawa apakah yang terkandung dalam Daun Bidara


(Ziziphus mauritiana Lam) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).

I.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengidentifikasi kandungan senyawa (flavonoid, alkaloid,
terpenoid, tanin dan saponin) pada ekstrak etanol Daun Bidara
(Ziziphus mauritiana Lam).

I.4 Manfaat Penelitian


1. Peneliti
Bagi peneliti sebagai acuan menambah wawasan ilmu
pengetahuan tentang identifikasi senyawa kimia Daun Bidara
(Ziziphus mauritiana Lam) dan dapat dijadikan referensi untuk
peneliti selanjutnya.

2. Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi instansi dan
memberikan wawasan tentang kandungan senyawa kimia yang
terkandung pada ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
serta tambahan referensi penelitian perpustakaan Akademi Farmasi
Yamasi Makassar.

3. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada
masyarakat tentang manfaat kandungan senyawa kimia yang
terkandung pada ekstrak Etanol Daun Bidara (Ziziphus mauritiana
Lam).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tumbuhan Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
II.1.1 Klasifikasi daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
Regnum : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Invrakingdom : Streptophyta
Superdivision : Embriophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Rosales
Family : Rhamnaceae
Genus : Ziziphus Mill.
Species : Ziziphus mauritiana Lam (Itis. Gov, 2018).
II.1.2 Nama daerah

Daun Bidara (Ziziphus mauritiana L) banyak tumbuh di


indonesia. Dikenal pula dengan berbagai nama daerah, seperti di
(Madura) dikenal dengan bukkol, widara (Sunda), bekul (Bali),
sawu (NTT), bidara (Makassar), kalangga (Sumba) dan widara
atau dipendekkan menjadi dara (Jawa).

II.1.3 Morfologi tumbuhan bidara

Bidara (Ziziphus mauritiana L) merupakan pohon tropis yang


berasal dari Timur Tengah dan telah menyebar keberbagai
wilayah tropis dan subtropis. Bidara merupakan pohon berduri
dengan penghasil buah yang tumbuh di wilayah kering. Memiliki
akar tunggang yang sangat kuat, tinggi pohonnya bisa mencapai
20 m dengan diameter 60 cm (Orwa 2009).
5

1. Daun
Daun pada tumbuhan bidara berbentuk bundar atau bulat
telur oval, memiliki tulang daun 3, berwarna hijau muda dan
hijau tua, tepi daun tumpul atau membulat dari bawah daun
berwarna putih (Van Steenis, 2008 dalam Sareng, 2018).
2. Batang
Batang pada tumbuhan bidara yaitu bulat dan berkayu,
memiliki warna hijau keabu-abuan, dan pada setiap ruas pada
batang tersebut terdapat duri yang tajam berwarna
kemerahan.
3. Bunga
Pada tumbuhan bidara bunga tumbuh disekitar ketiak
daun, berwarna putih kekuningan, bentuk bunga seperti
bintang, jenis bunga pada tanaman bidara termasuk bunga
tunggal.
4. Buah
Buah pada bidara berbentuk bulat menyerupai buah tomat,
daging buah berwarna putih serta memiliki rasa yang manis,
memiliki biji yang kecil berwarna coklat, kulit buah halus
berwarna hijau mengkilat jika masih muda akan berwarna
hijau dan berwarna merah ketika sudah matang.

II.1.4 Kandungan kimia

Kandungan senyawa aktif dalam daun bidara sangat lengkap,


meliputi polifenol, saponin, dan tannin. Sterol seperti sitosterol,
terpenoid, pitosterol, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavonoid dan
glikosida.

Kandungan senyawa kimia yang berperan sebagai


pengobatan dalam tumbuhan bidara antara lain alkaloid, fenol,
flavonoid, kuercetin, rutin, dan terpenoid (Adzu, dkk., 2007).
6

Tumbuhan Bidara (Ziziphus mauritiana L) memiliki kandungan


fenolat dan flavonoid yang kaya akan manfaat. Senyawa fenolat
adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan
satu atau lebih gugus hidroksi, senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang memiliki ciri yang sama, yaitu cincin aromatic
yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Salah satu
kegunaan senyawa fenolat dan flavonoid adalah dapat digunakan
sebagai obat antikanker (Mangan, 2009).

II.2 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang


golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang diteliti.
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan pengujian warna yang
menggunakan suatu pereaksi warna (Widayanti dkk, 2009). Hal yang
berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut
dan metode ekstraksi. Pemilihan pelarut ekstraksi umumnya
menggunakan prinsip like dissolves like, di mana senyawa yang non
polar akan larut dalam pelarut non polar sedangkan senyawa yang
polar akan larut pada pelarut polar. Hal ini akan mempengaruhi hasil
kandungan kimia yang dapat terekstraksi (Seidel, 2008).

II.3 Uraian Senyawa Metabolit Sekunder

1. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder mengandung


unsur nitrogen (N) biasanya pada cincin heterosiklis dan bersifat
basa. Alkaloid dalam tumbuhan umumnya berbentuk garam, yaitu
berikatan dengan asam-asam organik yang terdapat dalam
tumbuhan, seperti asam suksinat, maleat, kinat, dan bersifat larut
dalam pelarut polar etanol ataupun air. Dalam bentuk basa, alkaloid
lebih larut dalam pelarut non polar seperti eter, benzene, toluene
7

dan kloroform. Sifat kelarutan alkaloid tersebut digunakan sebagai


dasar ekstraksi alkaloid dari suatu simplisia (Endang, 2017).

Ribuan senyawa alkaloid telah berhasil diisolasi dan


diidentifikasi dari tumbuhan sejak sekitar abad ke-19. Senyawa
pertama yang ditemukan adalah morfin (1805) oleh sertuner,
kemudian diikuti dengan senyawa emetin oleh pelletierin pada
tahun 1817. Penemuan terus berlanjut dengan ditemukan alkaloid-
alkaloid lain, seperti striknin (91817), hiosiamin (1833), atropine
(1833) dan papaverin (1848) (Endang, 2017).

Fungsi alkaloid pada tumbuhan diantaranya untuk


mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme, virus ataupun
serangga, dan sebagai penatur tubuh, sedangkan fungsi alkaloid
sebagai cadangan makanan atau energy bagi tumbuhan masih
menjadi perdebatan beberapa peneliti (Endang, 2017).

2. Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang tersebar luas


dalam tumbuhan, dan pada beberapa tenaman terdapat terutama
dalam jaringan kayu seperti kulit batang, dan jaringan lain, yaitu
daun dan buah. Beberapa pustaka mengelompokkan tannin dalam
senyawa golongan fenol. Tannin berbentuk amorf yang
mengakibatkan terjadinya koloid dalam air, memiliki rasa sepat,
dengan protein membentuk endapan yang menghambat kerja
enzim proteolitik, dan dapat digunakan dalam industry sebagai
penyamak kulit hewan. Bobot molekul tannin biasanya diatas 1000,
sedangkan yang memiliki bobot molekul dibawah 1000 sering
disebut dengan ”pseudotanin” (contohnya, asam galat, katekin,
asam klorogenat). Ada dua jenis tannin dalam dunia tumbuhan,
yaitu tannin terhidrolisis dan terkondensasi yang sering disebut
kelompok proantosianidin.
8

Sifat tannin sebagai astrigen dapat dimanfaatkan sebagai


antidiare, menghentikan pendarahan, dan mencegah peradangan
terutama pada mukosa mulut, serta digunakan sebagai antidortun
pada keracunan logam berat dan alkaloid. Tannin juga digunakan
sebagai antiseptic karena adanya gugus fenol. Dalam Ayurveda,
tanaman yang mengandung banyak tannin digunakan untuk
berbagai penyakit, antara lain leucorrhea (leukorea), rhinorrhea
(rinorea) dan diare, serta sering dikombinasikan dengan tanaman
lain.
3. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki


struktur inti C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatic yang dihubungkan
dengan 3 atom, biasanya dengan ikatan atom O yang berupa
ikatan oksigen heterosiklik. Senyawa ini dapat dimasukkan sebagai
senyawa polifenol karena mengandung dua atau lebih gugus
hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa.
Umumnya flavonoid, ditemukan berikatan gula membentuk
glikosida yang menyababkan senyawa ini lebih muda larut dalam
pelarut polar seperti methanol, etanol, butanol, etil asetat. Bentuk
glikosida memiliki warna yang lebih pucat dibandingkan bentuk
aglikon. Dalam bentuk aglikon, sifatnya kurang polar, cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut kloroform dan eter (Endang, 2017).

Flavonoid khususnya dalam bentuk glikosida akan mengalami


dekomposisi oleh enzim jika dalam bentuk masih segar atau tidak
dikeringkan. Untuk mengekstraksi flavonoid,harus diperhatikan
polaritas dan tujuan yang dikehendaki. Beberapa flavonoid yang
bersifat polar (isoflavon, flavonon, flavon termetilasi, dan flavonol)
dapat diekstraksi menggunakan pelarut dengan polaritas rendah,
seperti kloroform dari eter. Dalam tumbuhan biasanya flavonoid
9

terdapat dalam bentuk glikosida baik sebagai flavonoid O-glikosida


atau flavonoid C-glikosida (Endang, 2017).
Pada dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung,
flavon terhidroksilasi memiliki efek diuretik, dan sebagai antioksidan
pada lemak. Beberapa isoflavon menunjukkan aktivitas mengurangi
atau menurunkan kadar kolesterol serum. Hesperidin memiliki
aktivitas terhadap pembuluh darah kapiler dan sebagai antimikroba
(Endang, 2017).
4. Saponin

Saponin adalah suatu senyawa yang memiliki bobot molekul


tinggi atau besar,tersebar dalam beberapa tumbuhan, merupakan
bentuk glikosida dengan molekul gula yang terikat dengan aglikon
triterpen atau steroid. Molekul gula biasanya terikat pada gugus OH
terutama pada posisi C-3 atau pada 2 gugus OH atau pada satu
gugus OH dan satu gugus COOH. Beberapa triterpen memiliki rasa
pahit, seperti limonin yang terdapat dalam buah jeruk, terutama
pada bagian kulit, kukurbitasin yang terdapat pada biji labu merah,
sedangkan glisirizin yang terdapat dalam akar manis memiliki rasa
manis.
Saponin merupakan senyawa yang bersifat racun karena dapat
menyebabkan terjadinya hemolisis darah. Beberapa saponin
memiliki efek terapeutik contohnya pada tanaman digitalis purpurea
yang memiliki aktivitas terhadap jantung. Sehingga sering disebut
dengan glikosida jantung. Dan khasiat lain bersifat hipolipidemik
dan berkhasiat terhadap kanker (Endang, 2017).

II.4 Uraian Tentang Metode Pembuatan Ekstraksi

II.4.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan kimia


untuk memisahkan atau menarik satu atau lebih komponen atau
10

senyawa-senyawa (analit) dari suatu sampel dengan


menggunakan pelarut tertentuyang sesuai (Aloisia, 2017).
Pada ekstraksi ini prinsip pemisahan didasarkan pada
kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut tertentu.
Dengan demikian pelarut yang digunakan harus mampu menarik
komponen analit dari sampel secara maksimal (Aloisia, 2017).
Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang
merupakan hasil proses ekstraksi atau penyarian suatu simplisia
menurut cara yang sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi
yang masih mengandung sebagian besar cairan penyari. Ekstrak
kental akan didapat apabila sebagian besar cairan penyari sudah
diuapkan, sedangkan ekstrak kering akan diperoleh jika sudah
tidak mengandung cairan penyari (Hanani, 2014).

II.4.2 Tujuan ekstraksi

Menarik atau memisahkan senyawa dari campurannya atau


simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah diketahui.
Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pemilihan metode di lakukan dengan
memperhatikan antara lain sifat senyawa, pelarut yang
digunakan dan alat yang tersedia (Hanani, 2014).

II.4.3 Metode ekstraksi

Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah


sebagai berikut:
a. Maserasi
Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair
yang paling sederhana. Proses ekstraksi dilakukan dengan
cara merendam sampel pada suhu kamar menggunakan
pelarut yang sesuai sehingga dapat melarutkan analit dalam
sampel. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari sambil
11

diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan analit.


Ekstraksi dilakukan berulang kali sehingga analit terekstraksi
secara sempurna. Indikasi bahwa semua analit telah
terekstraksi secara sempurna. Adalah pelarut yang
digunakan tidak berwarna (Alosia, 2017).
Kelebihan ekstraksi ini adalah alat dan cara yang
digunakan sangat sederhana, dapat digunakan untuk analit
baik yang tahan terhadap pemanasan maupun yang tidak
tahan terhadap pemanasan. Kelemahannya adalah
menggunakan banyak pelarut (Alosia, 2017).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan
pelarut yang selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui
simplisia hingga senyawa tersari sempurna. Cara ini
memerlukan waktu yang lebih lama dan pelarut yang lebih
banyak. Untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna,
perkolat dapat di uji adanya metabolit dengan pereaksi yang
spesifik (Hanani, 2014).
c. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relative konstan dengan adanya pending balik.
Agar hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks
umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu
pertama (Hanani, 2014).
d. Soxhletasi
Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut
organik pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada
soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu berbeda.
Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap. Dan uap yang
masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi jatuh pada
12

bagian simplisia sehingga ekstraksi berlangsung terus-


menerus dengan jumlah pelarut yang relative konstan
(Hanani, 2014).

II.5 Uraian Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang


digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat
dan sederhana.

Pada prinsipnya pemisahan pada KLT didasarkan atas adsorpsi


senyawa-senyawa oleh fase diam dan fase gerak. Pemisahan dapat
terjadi akibat perbedaan kepolaran antara senyawa-senyawa dalam
campuran dengan fase diam dan fase gerak. Perbedaan kepolaran
inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan yang diamati melalui
tempaknya bercak-bercak atau noda dengan nilai Rf yang berbeda
berdasarkan kecepatan migrasi tiap senyawa (Aloisia, 2017).

Zat-zat warna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan


pereaksi penyemprot untuk melihat warna bercak yang timbul. Jumlah
sampel bahan uji yang dapat dideteksi pada KLT lebih sedikit (0,01-
10µg). kromatogram pada KLT merupakan bercak-bercak yang
terpisah setelah visualisasi dengan atau tanpa pereaksi deteksi
(penyemprot) pada sinar tampak atau ultraviolet pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Jarak rambat senyawa pada
kromatogram dinyatakan dengan nilai Rf (Retardation factor) atau hRf
(hundred Retardation factor). Nilai Rf diperoleh dengan mengukur
jarak rambat senyawa dari titik awal hingga pusat bercak di bagi
dengan jarak rambat fase gerak hingga garik garis depan.

jarak rambat senyawa dari titik awal penotolan hingga pusat bercak
Rf =
jarak rambat fase gerak dari titik awal penotolan hingga garis depan
13

Nilai Rf yang diperoleh selalu berupa pecahanan akan lebih


mudah bila bilangan Rf dikalikan 100 yang dinyatakan sebagai hRf.
Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk pemeriksaan
identitas kemurnian senyawa obat, pemeriksaan simplisia tanaman
dan hewan, pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat
menurut label deklarasi, dan untuk penentuan kuantitatif masing-
masing senyawa aktif campuran senyawa obat (Endang, 2017).

II.5.1 Fase diam

Pendukung fase diam yang digunakan berupa pelat/


lempeng kaca yang berbentuk planar. Lempeng kaca yang
digunakan biasanya persegi panjang dengan ukuran yang
bervariasi. Lempeng kaca dilapisi bubuk silica yang berfungsi
sebagai fase diam.

Silika merupakan suatu padatan dengan struktur tetrahedral


dimana atom-atom silikanya diikat oleh atom-atom oksigen.
Fase diam yang umumnya digunakan adalah silica gel, alumina
dan serbuk selulosa. Fase diam umumnya telah disbanded
dengan senyawa lain seperti kalsium sulfat untuk memberi
kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada pelat kaca
(Aloisia, 2017).

II.5.2 Fase gerak

Fase gerak atau eluen pada KLT dapat berupa pelarut


tunggal dan campuran pelarut dengan perbandingan tertentu.
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang tinggi
terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat
menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.

Agar noda terpisah dengan baik digunakan kombinasi


eluen non polar dengan polar. Apabila jarak noda yang
14

diperoleh terlalu jauh, kecepatannya dapat di kurangi dengan


mengurangi kepolaran. Namun apabilah nodanya terlalu dekat
bahkan tidak terpisah maka kepolaran dapat ditambah (Aloisia,
2017).

II.5.3 Cara pemisahan KLT

Dalam melakukan pemisahan dengan KLT, pelat KLT harus


diaktifkan terlebih dahulu. Aktivasi dilakukan dengan cara
pemanasan dalam oven pada temperature 110º C selama
beberapa jam. Sebelum analisis, mula-mula pelat KLT di beri
garis sekitar 1 cm pada salah satu ujung menggunakan
penggaris dan pensil (Aloisia, 2017).

II.6 Uraian Bahan

1. Aquadest (Depkes RI, 200)

Nama Resmi : AIR MURNI


Nama Lain : Purified Water
Rumus molekul/Berat : H2O / 18,02
molekul
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat
2. Asam Sulfat (Depkes RI, 2020)

Nama Resmi : : ASAM SULFAT


Nama Lain : Sulfuric Acid
Rumus molekul/Berat : H2SO4/ 98,07
molekul
Pemerian : Cairan jernih seperti minyak; tidak
berwarna, bau sangat tajam dan
15

korosif, bobot jenis lebih kurang 1,84.


Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat
3. Asam Klorida (Kemenkes RI, 2014)

Nama Resmi : ASAM KLORIDA


Nama Lain : Hydrochloric Acid
Rumus molekul/ Berat : HCL / 36,46
molekul
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau
merangsang. Jika diencerkan dengan
dua bagian volume air, asap hilang,
bobot jenis lebih kurang 1,18.
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat
4. Besi (III) Klorida (Depkes RI, 1995)

Nama Resmi : FERRI CLORIDUM


Nama Lain : Besi (III) klorida
Rumus molekul/ Berat : FeCl3.6H2O/270,3
molekul
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam
kehijauan, bebas warna jingga dari
garam hidrat yang telah terpengaruh
oleh kelembapan.
Kelarutan : Larut dalam air, larutan bervalensi
berwarna.
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat
5. Etil Asetat (Depkes RI, 1995)

Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM


16

Nama Lain : Etil Asetat


Rumus molekul/ Berat : CH3COOC2H5/88,11
molekul
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, bau khas.
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
6. N-Heksan (Depkes RI, 1995)

Nama Resmi : HEXAMINUM


Nama Lain : Heksamina
Rumus molekul/ Berat : C6H12N4/140,19
molekul
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
membakar dan manis kemudian agak
pahit. Jika dipanaskan dalam suhu ±
260º menyublim.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5
ml etanol (95%) P dan dalam lebih
kurang 10 bagian kloroform P.
Kegunaan : Sebagai eluen
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Baik
7. Etanol (Depkes RI, 2020)

Nama Resmi : ETANOL


Nama Lain : Alcohol
Rumus molekul/ Berat : C2H6O/46,07
molekul
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak
berwarna; bau khas dan menyebabkan
rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap walaupun pada suhu rendah
dan mendidih pada suhu 78º, mudah
17

terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis
bercampur dengan semua pelarut
organik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat , jauh
dari api.

II.7 Defenisi Operasional

a. Skrining fitokimia adalah salah satu cara yang dapat dilakukan


untuk mengidentifikasi senyawa Alkaloid, tanin, flavonoid dan
saponin.
b. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) adalah sediaan
pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi daun bidara
menggunakan pelarut etanol 96%.
c. Pengujian senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, tannin dan
saponin dengan menggunakan pelarut spesifik
d. Skrining fitokimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
adalah untuk mempertegas hasil reaksi positif.
18

BAB III
METODE KERJA
III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasi laboratorium,


untuk mengidentifikasi kandungan alkaloid, tannin, flavonoid, saponin.

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah


batang pengaduk, wadah maserasi, penangas air, botol
semprot, rotavapor, timbangan analitik dan lampu uv, lempeng
klt, tabung reaksi, cawan porselin, rak tabung, pipet volume,
chumber, pipet tetes, gelas kimia, gelas ukur.

III.2.2 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Aquadest, asam klorida 2N, etanol 96%, NaOH, HCL etil
asetat, n-heksan, asam sulfat 10%, preaksi bouchardat,
pereaksi dragendrof, pereaksi mayer, kertas saring, tissue,
aluminium foil dan simplisia daun bidara.

III.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan April-Juni Tahun


2021 di Laboratorium Fitokimia Akademi Farmasi Yamasi Makassar.

III.4 Prosedur Penelitian


19

III.4.1 Pengolahan sampel

Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam) yang telah


dikumpulkan, dibersihkan dengan cara dicuci di air yang
mengalir untuk menghilangkan kotoran atau benda asing yang
melekat, setelah dibersihkan, kemudian sampel dipotong-
potong kecil kemudian dikeringkan dengan cara di angin-
anginkan.

III.4.2 Pembuatan ekstrak

Simplisia ditimbang sebanyak 200 g kemudian dimasukan


kedalam wadah maserator yang gelap, ditambahkan 2000 mL
pelarut (etanol 96%). Rendam selama 6 jam pertama sambil
sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan
maserat dengan cara sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.
Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya satu kali dengan
jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut sebanyak
setengah kali jumlah volume pelarut pada penyarian pertama.
Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan
penguapan vakum (rotary evaporator) sehingga diperoleh
ekstrak kental. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu
persentase bobot (b/b) antara randamen dengan bobot serbuk
simplisia yang digunakan dengan penimbangan. Randamen
harus mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana
ditetapkan pada masing- masing monografi ekstrak (FHI,
2017).

Berat ekstrak
Randeman= x 100
Berat simplisia

III.4.3 Pembuatan pereaksi

a. Larutan pereaksi Dragendrof


20

Sebanyak 8 gram Bismuth Nitrat dilarutkan dalam Asam


Nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan Kalium
Iodida sebanyak 27,2 gram dalam 50 ml Air suling.
Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan
jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga
100 ml.
b. Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 gram Kalium Iodida dilarutkan dalam 20 ml
air suling kemudian ditambah 2 gram Iodium sambil diaduk
sampai larut, lalu ditambah Air suling hingga 100 ml.
c. Pereaksi Mayer
Sebanyak 5 gram Kalium Iodida dalam 10 ml Air suling
kemudian ditambahkan larutan 1,36 gram Merkuri (III)
Klorida dalam 60 ml Air suling. Larutan dikocok dan
ditambahkan Air suling hingga 100 ml.
d. Larutan pereaksi Lieberman-Bourchard
20 tetes Asam Asetat Anhidrat dan 1 tetes Asam Sulfat
Pekat.

III.4.4 Skrining fitokimia

1. Uji Alkaloid
Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan diatas cawan
porselin, hingga diperoleh residu. Residu kemudian
dilarutkan dengan 5 ml HCL 2N Setelah dingin, larutan
disaring. Larutan yang didapat kemudian dibagi ke dalam
3 tabung reaksi. Tabung pertama berfungsi sebagai
control, tabung ke dua ditambahkan 3 tetes pereaksi
dragendroff dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes
pereaksi mayer (melalui dinding tabung). Terbentuknya
endapan jingga pada tabung kedua dan endapan putih
21

sampai kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya


alkaloid (Putri, 2015).
2. Uji flavonoid
Sebanyak 2 ml larutan ekstrak dimasukkan ke dalam
2 tabung reaksi. Tabung pertama sebagai kontrol, tabung
kedua ditambahkan serbuk mg dan 2 ml HCL 2N,
senyawa flavonoid akan menujukkan warna jingga
sampai merah (Nirwan, 2015).
3. Tanin
Sebanyak 2 ml larutan uji dimasukkan ke dalam 2
tabung reaksi, tabung pertama sebagai control dan
tabung kedua ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl 3
5% dan FeCl3 10%, adanya tannin ditunjukkan dengan
terbentuknya biru tua atau hitam kehijauan (Nirwana,
2015).
4. Saponin
Sebanyak 2 ml ekstrak dimasukkan dalam 2 tabung
sebagai control, tabung 2 ditambahkan 2ml aquadest,
lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu, dipanaskan
selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin kocok
dengan kuat. Adanya busa yang stabil selama 30 detik
menunjukkan sampel mengandung saponin. Harbone
tahun 1987 (Nafisah et al, 2014).

III.5 Kromatografi Lapis Tipis

III.5.1 Pengaktifan lempeng KLT

Lempeng silika gel diaktifkan dengan cara dimasukkan


dalam oven pada suhu 110º C selama 30 menit lalu
dikeluarkan, kemudian digunting lempeng dengan ukuran 2 cm
22

x 7 cm. ditandai batas lempeng dengan pensil pada jarak 1 cm


pada batas bawah dan 0,5 cm pada batas atas.

III.5.2 Penjenuhan eluen

Kertas saring dipotong memanjang dimasukkan dari dasar


chamber yang berisi cairan pengelusi sehingga menjujur keluar
kemudian ditutup. Eluen atau cairan pengelusi yang
dimasukkan kedalam chamber dikatakan jenuh bila cairan
pengelusi telah mencapai ujung atas kertas saring.

III.5.3 Identifikasi komponen kimia

Ekstrak etanol daun bidara yang telah dilarutkan dengan


etanol ditotolkan pada batas bawah lempeng menggunakan
pipa kapiler. Diameter totolan diusahakan sekecil mungkin dan
dibiarkan mengering. Kemudian lempeng dimasukkan kedalam
chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen, dengan posisi
tegak dan bagian tepi bawah tercelup dalam eluen, akan tetapi
totolan tidak sampai terendam. Chamber ditutup rapat dan fase
gerak dibiarkan merambat hingga batas jarak rambat.

Lempeng diangkat dan di keringkan, kemudian diamati


noda yang muncul dengan sinar UV, ultraviolet pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm, selanjutnya diukur dan dicatat
jarak rambat setiap bercak yang muncul dan dihitung nilai Rf.
Lempeng disemprot dengan pereaksi yang sesuai, warna yang
terjadi pada setiap pengamatan di catat.

III.5.4 Penyemprotan pereaksi

a. Identifikasi senyawa alkaloid menggunakan pereaksi


dragendroff hasil positif di tandai dengan bercak coklat
jingga berlatar belakang kuning. Berwarna kuning muda
pada sinar tampak dan hijau muda dan UV 366 nm.
23

b. Identifikasi senyawa flavonoid dengan menggunakan


pereaksi sitroborat hasil positif ditandai dengan warna hijau.
c. Identifikasi senyawa saponin menggunakan pereaksi
Libermann-Burchard memberikan warna hijau hingga biru
setelah pemanasan.
d. Identifikasi senyawa tanin menggunakan pereaksi FeCl 3
ditandai dengan warna hijau kehitaman.

III.5.5 Perhitungan nilai Rf

Noda tampak kemudian dihitung nilai Rf-nya dengan


menggunakan rumus:

jarak rambat senyawa dari titik awal penotolan hingga pusat bercak
Rf =
jarak rambat fase gerak dari titik awal penotolan hingga garis depan

III.6 Pengolahan Data

III.6.1 Pengumpulan data

Data yang diperoleh adalah perubahan warna pada larutan


sampel dengan pereaksi-pereaksi kimia serta warna noda yang
timbul dibawah sinar UV.

III.6.2 Pengelolaan data

Data diolah dengan mengidentifikasi apakah terdapat


alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin pada daun bidara
(Ziziphus mauritiana L.) yang diperoleh dari Kabupaten
Pangkep, Kecamatan Minasate’ne, Provinsi Sulawesi Selatan.
24

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu skrining


fitokimia ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana L) dengan
metode kromatografi lapis tipis maka dapat diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 1. Hasil ekstraksi

Berat sampel Jumlah cairan penyari Berat sampel kental


Kering
200 g 2L 18 gr

Tabel 2. Skrining fitokimia

Pemeriksaan Pereaksi Hasil pengamatan Ket.


Senyawa pelarut
Pengamatan Pustaka
Alkaloid Dragendorf Adanya Endapan Positif
endapan Jingga
jingga
Mayer Ada Endapan Positif
endapan kuning
kuning
Flavonoid Serbuk Mg Merah Merah, Positif
+ HCL 2N jingga dan kuning,
kuning atau jingga
Saponin Aquadest + Terbentuk Berbusa Positif
HCL pekat busa selama
10 menit
Tanin FeCL3 10% Hijau Hijau Positif
kehitaman kehitaman
25

Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak Etanol Daun


Bidara (Ziziphus mauritiana L.) Dengan Eluen N-Heksan :
Etilasetat (8:2)

a. Alkaloid

No Penyemprotan Rf Ket.
Dragendroff
1 Coklat 0,17 +
2 Coklat 0,39 +
3 Coklat 0,88 +
b. Flavonoid

No Penyemprotan Rf Ket.
Sistriborat
1 Hijau 0,4 +
2 Hijau 0,95 +
c. Saponin

No Penyemprotan Rf Ket.
Asam asetat
encer
1 Biru 0,53 +
2 Biru 0,90 +
26

IV. 2 Pembahasan

Pembuatan ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana L)


dilakukan dengan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan
menggunakan pelarut etanol yang merupakan pelarut universal
dengan indeks polaritas 5,2 (Snyder, 1997) sehingga berbagai
senyawa baik polar maupun nonpolar seperti alkaloid, flavonoid,
saponin, tannin, serta steroid dan terpenoid yang terkandung pada
daun bidara dapat tertarik ke dalam pelarut.

Skrining fitokimia merupakan proses atau tahapan awal untuk


mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung di dalam
tumbuhan, karena pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan
senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang diteliti.
Dengan demikian, skrining fitokimia dimaksudkan untuk pengujian
pendahuluan.

Kromatografi lapis tipis merupakan metode yang digunakan untuk


pemisahan komponen senyawa kimia secara sederhana, cepat dan
akurat, dimana dalam kromatografi lapis tipis terdiri dari dua fase
diam (silica gel) dan fase gerak (eluen). Prinsip yang digunakan yaitu
partisi (pemisahan) dan adsorbsi (penyerapan).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


komponen kimia yang terdapat pada daun bidara (Ziziphus
mauritiana L) dengan metode skrining fitokimia dan kromatografi
lapis tipis. Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun bidara
(Ziziphus mauritiana L) yang di peroleh dari daerah minasate’ne
Kabupaten Pangkep.

Pada penelitian ini tahap awal yang dilakukan yaitu persiapan


dan ekstraksi sampel daun bidara (Ziziphus mauritiana L).
27

Persiapan sampel dilakukan dengan menggunakan bagian


tumbuhan berupa daun bidara yang masih segar, dibersihkan,
dipisahkan daun dari tangkainnya dan dikeringkan. Daun bidara yang
sudah dikeringkan kemudian dipotong kecil-kecil, lalu diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama
1 x 24 jam dengan dilakukan pengadukan sesekali. Setelah maserasi
dan penyaringan ekstrak, selanjutnya filtrate diuapkan di atas
waterbath sampai hasil yang diperoleh berupa ekstrak kental
berwarna hitam pekat sebanyak 18 gram dengan rendamen sebesar
9 %. Ekstrak inilah yang akan digunakan untuk skrining fitokimia
golongan senyawa kimia yang terdapat pada daun bidara.

Pada tahap skrining fitokimia, digunakan beberapa pereaksi


untuk mengetahui senyawa atau komponen kimia yang terdapat
pada sampel penelitian yang akan di uji. Adapun komponen
kimiannya yaitu alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Pereaksi yang
digunakan yaitu pereaksi HCL 2N, Mg, FeCl 3 5% dan 10%, pereaksi
mayer dan pereaksi dragendroff.

Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem


sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi seperi gugus
amina, amida, fenol, dan metoksi sehingga alkaloid bersifat
semipolar (Purba, 2001). Saponin memiliki gugus nonpolar berupa
gugus steroid dan triterpenoid, akan tetapi lebih cenderung bersifat
polar karena ikatan glikosidanya. Flavonoid dan tanin merupakan
senyawa polifenol yang memiliki sejumlah gugus hidroksi sehingga
cenderung bersifat polar (Harbone, 2006)

Pada pengujian alkaloid pada sampel ekstrak daun bidara


(Ziziphus mauritiana L), diuapkan diatas cawan porselin hingga
menghasilkan residu, kemudian sampel dilarutkan dengan HCL
encer, kemudian tes dilkukan pada filtrat yang telah diberi pereaksi
28

Dragendroff dan Mayer. Pada pereaksi Dragendroff menunjukkan


hasil positif karena adanya endapan jingga, sedangkan pada
pereaksi Mayer menunjukkan hasil positif karena adanya endapan
kuning yang menunjukkan adanya alkaloid.

Pada pengujian flavonoid, sampel ditambahakan Mg


(Magnesium) dan HCL 2N pada pengujian ini, menunjukkan hasil
positif karena terbentuknya larutan merah jingga dan kuning.

Pada pengujian tanin, sampel ditambahkan dengan pereaksi


FeCl3 10%. Sampel menunjukkan hasil positif karena terbentuknya
larutan hijau kehitaman.

Pada pengujian saponin, sampel 2 mL ditambahkan dengan 10


mL aquadest kemudian sampel dikocok kuat-kuat hingga terbentuk
busa yang stabil. Ditemukan bahwa sampel positif mengandung
saponin, karena terbentuknya busa yang sesuai.

Kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT)


dimana metode ini bertujuan sebagai uji penegasan atau untuk
pemisahan berdasarkan proses mirgrasi dari komponen-komponen
senyawa diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Dimana
fase gerak berupa pelarut (eluen) dan fase diam berupa lempeng
KLT yang terbuat dari silika gel.

Pada peoses kromatografi lapis tipis (KLT) di gunakan 2 pelarut


yaitu, n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 8 : 2. Sebelum
melakukan proses pemisahan secara KLT, lempeng KLT terlebih
dahulu dipanaskan dalam oven dengan suhu 110º C selama 30
menit. Kemudian eluen dijenuhkan dalam chamber menggunakan
kertas saring.

Selanjutnya lempeng silika gel ditotolkan dengan ekstrak etanol


daun bidara (Ziziphus mauritiana L.), lalu dimasukkan kedalam
29

chamber. Setelah itu chamber ditutup dan dibiarkan hingga terelusi


keatas sampai batas elusi yang telah dibuat. Setelah terelusi
sempurna lempeng dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga kering.
Selanjutnya pemeriksaan terhadap noda yang terbentuk pada
permukaan lempeng KLT dibawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm, dan juga dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan pereaksi yang sesuai.

Noda yang terpisah dari elusi menggunakan KLT, selanjutnya


diukur nilai Rf-nya. Nilai Rf (retention factor). Nilai Rf didapatkan
berdasarkan rumus :

noda yang terbentuk


nilai Rf =
jarak tempuh noda

Hasil pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) dengan senyawa


alkaloid dengan eluen n-heksan:etil asetat perbandingan (8:2)
menunjukkan noda yang tampak pada lampu sinar UV 254 nm
dengan nilai Rf pada lempeng 1 yaitu 0,17, lempeng 2 0,39, dan
pada lempeng ke 3 0,85. Setelah penyemprotan dragendroff noda
yang timbul adalah bercak coklat jingga.

Hasil pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) dengan senyawa


flavonoid dengan eluen n-heksan:etil asetat perbandingan (8:2)
menunjukkan noda yang tampak pada lampu sinar UV 254 nm
dengan nilai Rf pada lempeng 1 yaitu 0,4, dan pada lempeng ke 2
0,95. Setelah penyemprotan sitroborat noda yang timbul adalah
warna hijau.

Hasil pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) dengan senyawa


saponin dengan eluen n-heksan:etil asetat perbandingan (8:2)
menunjukkan noda yang tampak pada lampu sinar UV 254 nm
dengan nilai Rf pada lempeng 1 yaitu 0,53, dan pada lempeng ke 2
30

0,90. Setelah penyemprotan asam pekat encer noda yang timbul


adalah warna biru.

Hasil pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) dengan senyawa


tanin dengan eluen n-heksan:etil asetat perbandingan (8:2)
menunjukkan noda pada lampu sinar UV 254 nm tetapi setelah
penyemprotan pereaksi tidak menunjukkan noda, dimana pada
literaturseharusnya menimbulkan hasil positif ditandai dengan hijau
kehitaman. Hasil negative pada pengujian KLT tanin disebabkan
karena proses pada saat pengolahan sampel serta pengaruh lokasi
pertumbuhan yang kurang baik.
31

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa pada identifikasi senyawa kimia melalui metode
observasi (skrining fitokimia) dan metode pemisahan (uji
Kromatograpi Lapis Tipis) ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana
L.) mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.
Sedangakan dengan metode kromatografi lapis tipis diperoleh 3 noda
(coklat, hijau dan biru).

V.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis-jenis


senyawa kimia yang terkandung dalam daun bidara (Ziziphus
mauritiana L.)
32

DAFTAR PUSTAKA
Abalaka, M.E, Daniyan SY dan Mann A. 2011: 28-34. Studies on
InVitroAntioxidant and Free Radical Scavenging Potential and
Phtytochemical Screening of Leaves of Ziziphus mauritiana L. and
Ziziphus spinachristil. Compared with Ascorbid Acid. J. Med.
Gener. Genomics Vol.3.
Adzu B dan Haruna AK. 2007: 1317-1324. Studied on the use of Ziziphus
spina-christi against pain in rats and mice. Afr. J. Biotechnol, 6 (11).
Alosia, maria. 2017, Ekstraksi dan Real Kromatografi Cetakan pertama.
Deepublish. Sleman.
Departemen Kesehatan. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Hanani, E. 2017, Analisis Fitokimia. Buku Kedokteran EGC Jakarta
Hanani, E. 2014. Analisis Fitokimia. Jakarta : EGC
Hanani Endang. 2017. Analisis fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Harbone, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Edisi Kedua. Bandung : Penerbit ITB. pp 4-
147.
ITIS. 2018. Integrated Taxonomic Information System. (Online) (http: itis.
Gov diakses pada 9 April 2021), Jakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Mangan, Y. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta:
Agromedia Pustaka. 2009).
Marliana, S, D., Suryanty, V., dan Suyono 2005, Skrining Fitokimia dan
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimiah Buah Labu
Siam (Sechium edule jacq. Swartz) dalam Ekstrak Etanol, FMIPA,
Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Nafisah, Minhatun dkk. 2014: 279-286. Uji Skrining Fitokimia Pada Ekstrak
Heksan, Kloroform Dan Metanol Dari Tanaman Patikan Kebo
(Euphorbiae Hirtae). Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negri
Surabaya.
33

Nirwana, A.P. 2015: 9-15. Skrining fitokimia ekstrak etanol daun benalu
kersen. Jurnal EL-VIVO Vol.3, No.2, September 2015.
Nugrahwati Fauziah. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Bidara
(Ziziphus mauritiana Lam.) Terhadap Mencit Jantan (Mus
musculus). Makassar. UIN ALAUDDIN
Orwa C, dkk. 2009. Agroforestree Database, a tree reference and
selection guide version 4.0.
Purba, R.D 2001. Analisis Komposisi Alkaloid Daun Handeuleum
(Graptophyllum pictum (Linn), Griff) yang Dibudidayakan dengan
Taraf Nitrogen yang Berbeda (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Putri, W.S., Warditiani, N.K., dan Larasaty, L.P.F. 2015, Skrining Fitokimia
Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.I),
Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Udayana, Jimbaran.
Seidel, V. 2008: 33-34. Initial and Bulk Extraction. In: Sarker, S. D., Latif,
Z. and Gray, A. I., editors. Natural Products Isolation. 2nd Ed. New
Jersey: Humana Press.
Septyaningsih, D. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak
Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk). Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta
Widayanti, S. M., A. dkk. 2009. Kapasitas Kadar Antosianin Ekstrak
Tepung Kulit Buah Manggis (Gracinia mangostana L.) Pada
Berbagai Pelarut Dengan Metode Maserasi. J. Pascapanen, 6 (2):
61-68.
34

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstrak Daun Bidara

Daun Bidara (Ziziphus mauritiana L.)

Dicuci, dirajang dan dikeringkan

Simplisia

Diekstraksi menggunakan pelarut etanol


96% dengan metode maserasi.

Ekstrak Etanol

Uji spesifik Identifikasi


Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)

Hasil

Pembahasan

Kesimpulan
35

Lampiran 2. Skema kerja Uji Spesifik


1. Uji Alkaloid

Larutan uji 2 ml

Diuapkan

Residu

Dilarutkan dengan 5 ml HCL 2N

Dinginkan, disaring

Larutan

Kontrol Endapan jingga Endapan kuning

- Ditambahkan pereaksi
dragendroff
- Ditambahkan pereaksi
mayer
2. Uji flavonoid

Larutan uji 2 ml

Ditambahkan serbuk Mg dan 2 ml HCL


Kontrol Warna jingga
36

3. Uji Tanin

larutan uji 2 ml

Kontrol FeCl3 5% dan 10%

Hijau kehitaman dan


biru tua

4. Uji Saponin

Larutan uji 4 ml

Kontrol 2 ml aquadest

kocok

Panaskan

Dinginkan

kocok

Busa stabil 30
detik
37

Lampiran 3 Skema Kerja Kromatografi Lapis Tipis

Disiapkan ekstrak

- Ditotolkan pada lempeng KLT


- Dimasukkan lempeng kedalam
chamber yang berisi eluen yang
sesuai
- Dielusi sampai tanda batas
- Diamati pada sinar tampak, UV 254
nm dan UV 366 nm

Uji alkaloid Uji flavonoid Uji saponin Uji tanin

dragendroff sitriborat Asam sulfat


FeCl3
pekat

Diamati perubahannya pada sinar tampak,


UV 254 dan UV 366 nm

(+) alkaloid (+) flavonoid (+) saponin jika (+) tanin jika
noda berwarna jika noda noda berwarna noda berwarna
coklat jingga berwarna hijau hijau hingga ungu
biru, kuning
38

Lampiran 4 Hasil dan Perhitungan

1. % Rendamen
Nilai rendamen ekstrak etanol daun bidara
Berat simplisia: 200 g
Berat ekstrak etanol: 18 g

Berat ekstrak etanol


Rendamen = x 100
Berat simplisia

18
= x 100
200

=9%

2. Nilai Rf
0,9 cm
a. Alkaloid = Rf1 : = 0,17
5,5 cm
2,1 cm
Rf2 : = 0,39
5,5 cm
4,8 cm
Rf3 : = 0,88
5,5 cm

2,2 cm
b. Flavonoid = Rf1 : = 0,4
5,5 cm
5,2 cm
Rf2 : = 0,95
5,5 cm

c. Tanin =-
2,9 cm
d. Saponin = Rf1 : = 0,53
5,5 cm
4,9 cm
Rf2 : = 0,90
5,5 cm
39

Lampiran 5. Gambar Penelitian

Gambar 1. Pengolahan sampel


40

Alkaloid Alkaloid

Flavonoid Tanin

Saponin

Gambar 2. Hasil pengujian uji spesifik

Eluen N-Heksan: Etilasetat (8:2)


41

UV 254 nm

Lempeng alkaloid setelah


penyemprotan pereaksi
dragendroff

Lempeng flavonoid setelah


penyemprotan pereaksi
sistraborat
42

Lempeng saponin setelah


penyemprotan pereaksi asam
sulfat encer

Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis

Anda mungkin juga menyukai