SKRIPSI
Oleh:
Henny Puspitasari
NIM: 068114045
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN HIDROKORTISON ASETAT
DAN KLORAMFENIKOL DALAM KRIM MEREK “X”
MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Oleh:
Henny Puspitasari
NIM: 068114045
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
ii
iii
Life is…
(Mother Theresa)
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang penuh kasih, hanya
karena berkat dan kasih karunia-Nya maka skripsi yang berjudul “OPTIMASI
dapat diselesaikan oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis
kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
3. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
vi
4. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak
dalam perkuliahan.
5. Jeffry Julianus, M.Si. dan Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. atas saran dan
6. PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah bersedia memberikan senyawa standar
7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu dan pengalaman yang berharga
8. Happy Suryawan E.W., S.Farm. yang telah memberikan saran dan semangat
penyusunan skripsi.
10. Seluruh staf laboratorium kimia: Bimo, Kunto, Parlan, dan Kasiran yang telah
11. Hendro, Hendri, Hendra dan Hendiwan terimakasih telah menjadi kakak-
12. Novita Dewi atas semangat dan pengertian yang diberikan selama penelitian
13. Lise Natalia atas pinjaman laporan yang sangat berguna selama perkuliahan,
15. Marissa Winata, Vita Felicia, Handayani atas dukungan, kritik, masukan dan
vii
16. Yola, Adit, Nia, Lulu, Shinta, Yosephine, Lia Yumi, Ardani, Robby, Wilasto,
Utami, Nika, Rico, Reni dan Linda sebagai teman yang sering satu kelompok
ujian skripsi.
17. Jimmy, Eka, Irene, Wiwit, Nisia, Yuvita, dan Bayu terima kasih atas
18. Teman-teman kos putri 9999 dan kos kana yang pernah menjadi teman
seperjuangan di Yogyakarta.
20. Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak tertulis di sini, terima
Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
Penulis
viii
ix
Intisari
x
Abstract
Chloramphenicol and hydrocortisone acetate cream are possessed of
dermatitis and antiinfection functions. The both active ingredients can be
degradated to unwanted product in storage. The method that can be use for
separating and quantifying those two active ingredient is Reversed Phase High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) with UV detector.
The HPLC system were Kromasil-100 C18 250 x 4.6 mm, 5 µm column,
mobile phase of methanol-water and UV detector at 255 nm. Optimizing
parameters were mobile phase; methanol-water composition and flow rate. The
result show conditions to get a good separation were methanol : water (63 : 35
v/v) mobile phase with the flow rate 1.2 ml/menit. All the component were fully
resolved in less than 10 minutes.
Validation parameters studied included accuracy, precision, sensitivity,
Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ). The research result
showed that the method have good linearity in the range 10 – 70 ppm for
chloramphenicol (r = 0.9998) and 12.5 – 87.5 ppm for hydrocortisone acetate (r =
0.9999). The recovery and CV of low, medium and high consentration were 100.5
%, 1.00 % ; 100.53 %, 0.79 % ; 100.00 %, 1.47 % for chloramphenicol and
100.47 %, 1.14% ; 99.44 %, 1.34 % ; 99.63, 0.62 % for hydrocortisone acetate.
Value of LOD and LOQ were 1.28 ; 4.28 ppm for chloramphenicol dan 1.44 ;
4.81 ppm for hydrocortisone acetate.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
INTISARI...................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................... xi
BAB I PENGANTAR.................................................................................. 1
1. Permasalahan............................................................................... 3
xii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ......................................................... 5
B. Kloramfenikol ................................................................................... 7
1. Antibiotik .................................................................................... 7
C. Krim .................................................................................................. 9
D. Spektrofotometer UV ........................................................................ 10
1. Akurasi ........................................................................................ 23
2. Presisi .......................................................................................... 23
3. Linieritas ..................................................................................... 24
4. Spesifisitas .................................................................................. 24
H. Hipotesis ........................................................................................... 25
xiii
2. Variabel Pengacau Terkendali .................................................... 26
C. Bahan-bahan Penelitian..................................................................... 27
xiv
D. Validasi Metode Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan
Kloramfenikol ................................................................................... 62
1. Linearity ...................................................................................... 62
3. Keseksamaan (presisi)................................................................. 64
4. Spesifisitas ................................................................................. 64
A. Kesimpulan ....................................................................................... 66
B. Saran.................................................................................................. 67
LAMPIRAN .................................................................................................. 72
xv
DAFTAR TABEL
Tabel IV. Hasil optimasi komposisi fase gerak pada flow rate 2
ml/menit ................................................................................ 53
Tabel VII. Nilai persen penyimpangan flow rate pada uji akurasi
pompa .................................................................................... 58
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam .................. 21
xvii
Gambar 16. Kromatogram waktu retensi kloramfenikol dan
Gambar 21. Kromatogram sampel optimasi fase gerak tahap ketiga ....... 48
Gambar 22. Kromatogram sampel optimasi fase gerak tahap keempat .... 49
Gambar 28. Kurva flow rate vs HETP dengan fase gerak metanol :
xviii
Gambar 30. Hubungan antara konsentrasi kloramfenikol dengan
xix
DAFTAR LAMPIRAN
kloramfenikol ..................................................................... 75
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lemah yang sering digunakan masyarakat. Jika pada dermatitis tersebut ditemukan
sukses tanpa menyebabkan komplikasi (Orosz et al., 2007). Salah satu antibiotik
terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Mekanisme kerjanya
dalam sediaan tetes telinga dengan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan
1
2
oleh Li X (1998). Fase diam yang digunakan adalah kolom YWG-C18 150 x 5
antara lain: dalam penelitian ini akan ditetapkan kadar hidrokortison asetat dan
digunakan pada penelitian ini adalah krim sedangkan Li X tetes telinga, merek
kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromasil dengan panjang 25
pada penelitian ini. Hal tersebut menjadi dasar dilakukannya penelitian optimasi
pemisahan kedua senyawa tersebut dengan dengan fase gerak campuran metanol
dan aquabides untuk mendapatkan kondisi optimal dan metode tervalidasi yang
presisi, spesifisitas, limit deteksi, limit kuantitasi, linearity, range dan robustness
(Anonim, 2007). Metode KCKT fase terbalik dipilih karena dengan metode ini
asetat sekaligus penetapan kadar tiap zat aktif tersebut dalam campuran.
3
1. Permasalahan
sebagai berikut:
asetat dan kloramfenikol dalam krim merek “X” secara simultan dengan
metode KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18 dan fase gerak
campuran metanol-aquabides?
2. Keaslian Penelitian
pada suhu 30oC dan fase gerak metanol : aquabides (60 : 40). Namun optimasi
dengan metode KCKT menggunakan kolom Kromasil-C18 100 250 x 4,6 mm i.d.,
5 µm dan fase gerak campuran aquabides dan metanol belum pernah dilakukan.
4
3. Manfaat Penelitian
simultan.
B. Tujuan Penelitian
secara simultan.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hidrokortison Asetat
golongan kortikosteroid yang sangat efektif untuk pengobatan pada kulit. Pada
penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi, krim hidrokortison asetat akan segera
memberi efek berkurangnya: radang, rasa gatal dan sakit (Anonim, 2009a).
O
HO
HO O O
H H
lebih dari 102,0% C23H32O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Serbuk
hablur putih hingga praktis putih, tidak berbau. Hidrokortison asetat dalam
mg hidrokortison asetat dapat larut dalam 100 ml air dan 3,9 mg dapat larut dalam
netral dengan menggunakan etil asetat yang baru didistilasi (Clarke, 1986).
dalam sediaan suspensi dengan menggunakan beberapa jenis kolom. Kolom yang
5
6
dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit dengan fase gerak campuran
oleh Kamata et al (1982) menggunakan sitem KCKT fase normal dengan fase
diam Zorbak SIL Column dan fase gerak etanol : kloroform : heksan (1 : 2 : 7).
Linearity metode ditunjukkan pada range kadar 0,01-0,1 µg dan nilai recovery
dilakukan oleh Blanco et al. (1999). Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang
baik, namun metode ini tidak praktis dan memerlukan waktu yang cukup lama.
asam selama 20 menit pada suhu 600C. Senyawa berwarna yang terbentuk diukur
hidrokortison dan kortison asetat serta metil paraben dan propil paraben dalam
adalah kolom 5 µm SUPELCO Discovery C18 125 x 4 mm i.d. dan fase gerak
7
warna biru hijau yang akan diukur absorbansinya pada 780 nm. Nilai standar
deviasi dari metode ini berkisar antara 0,03-1,06 %. Metode ini dikatakan
memiliki akurasi dan presisi yang baik serta waktu analisis yang cepat.
B. Kloramfenikol
1. Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi,
yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Berdasarkan sifat
mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh
mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Sifat antibiotik dapat berbeda satu
dengan yang lain (Ian, 1995). Kloramfenikol merupakan antibiotik yang pertama
2. Sifat kimia
O NH O
N
O
Cl Cl
lempeng memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan, stabil
dalam larutan netral atau larutan sedikit asam (Anonim, 1995). Serapan 1cm tebal
larutan dengan konsentrasi 0,002 % b/v dalam air pada 278 nm adalah 0,58
sampai 0,61 (Anonim, 1979). Kloramfenikol sangat larut dalam metanol dan
memiliki berat molekul 323,1; pKa 5,5; kelarutan dalam alkohol 1 : 2-5; dalam air
terdegradasi oleh cahaya dan oksidasi (Boer dan Pijnenburg, 1983). Penetapan
kadar kloramfenikol dan produk hidrolisisnya pernah dilakukan oleh Khalil et al.
dengan menggunakan KCKT fase terbalik. Metode tersebut dikatakan lebih baik
dari pada metode yang disarankan oleh British Pharmacepoeia karena memiliki
Pack CLC-ODS (6,0 x 150 mm) dan fase gerak terdiri dari campuran larutan bufer
C. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar. Istilah ini secara tradisional
telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif
cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari
emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan
penambahan salah satu fase krim secara berlebihan atau pencampuran dua tipe
krim yang zat pengemulsinya tidak saling campur satu dengan yang lainnya. Zat
pengemulsi yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Zat pengemulsi yang dapat digunakan antara lain: emulgid, Lemak
digunakan antara lain: metil paraben dan propil paraben (Anonim, 1979).
2003).
D. Spektrofotometer UV
antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau molekul. Adanya interaksi tadi
maka akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai
orbital elektron antibonding. Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin
memberikan energi yang terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang
*
diberikan oleh ikatan tunggal, misalnya alkana. Eksitasi elektron
→π (π )
diberikan oleh ikatan rangkap dua dan tiga, juga terjadi pada daerah ultraviolet
jauh. Eksitasi elektron (n→σ *) terjadi juga pada gugus karbonil (dimetil keton dan
asetaldehid) yang terjadi pada daerah ultraviolet jauh (Mulya dan Suharman,
1995).
*
Transisi elektronik yang berguna dalam penelitian adalah transisi n→π
dan π→π * karena memberikan spektra pada 200-700 nm. Kedua transisi ini
fungsional tidak jenuh yang menyediakan orbital π yang dapat menyerap pada
jenuh yang bila terikat pada kromofor mengubah panjang gelombang dan
dikenal dengan absorban (A) tanpa satuan atau radiasi elektromagnetik yang
diteruskan yang dikenal dengan transmitan dengan satuan persen (% T). Bouger,
transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang
It
T= = 10−Є C b (1)
I0
1
A = log T = ε. C. b (2)
A = serapan/absorbansi
kromatografi cair yang fase geraknya dialirkan secara cepat dengan bantuan
tekanan, dan hasilnya dideteksi dengan instrumen (Willard et al., 1988). Pada
yang baik atau menghasilkan penampilan peak yang baik sehingga sistem ini lebih
cair partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi cair-cair tergantung pada
dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak bercampur dan keseluruhan
kondisi dibiarkan seimbang, solut akan tersebar antara kedua fase itu menurut
persamaan:
Cs
K = Cm (3)
K adalah koefesien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam dan
kemasan fase terikat. Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi
fase balik adalah oktadesilsilan (ODS). Selain ODS, dikenal pula silika dengan
b. Fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan
sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase terbalik, kandungan
utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti
kepolaran fase gerak. Karakteristik beberapa pelarut yang sering digunakan pada
rentang respon liniernya lebar, tidak dipengaruhi perubahan suhu dan aliran,
memberikan hasil dengan keterulangan yang baik, dan tidak banyak noise.
15
perubahan sifat fisik fase gerak dan solut. Detektor tipe ini cenderung
mengukur sifat fisik solut. Detektor tipe ini 1000 kali lebih sensitif dan
mampu mengukur solut sampai satuan nanogram atau lebih kecil lagi.
dan kondisi kerja yang tepat. Ukuran kinerja kolom dapat dilihat dari kemampuan
puncak atau menghasilkan puncak yang sangat sempit (Johnson dan Stevenson,
1978).
Faktor resolusi adalah ukuran pemisahan dari 2 puncak. Daya pisah (R),
(t R 2 −t R 1 ) 2Δt
R= 1 =w (4)
� �(w 1 +w 2 ) 1 +w 2
2
Nilai tR2 dan tR1 adalah waktu retensi senyawa, diukur pada titik
maksimum puncak dan Δt adalah selisih antara tR2 dan tR1. Nilai w2 dan w1 adalah
16
lebar alas puncak. Pemisahan dua senyawa dapat digambarkan sebagai berikut
(Gambar 3):
dua puncak dengan ukuran yang sama. Dalam praktiknya, pemisahan dengan nilai
R= 1,0 (kedua puncak berhimpit lebih kurang 2%) dianggap memadai (Pescok et
al., 1976).
efisiensi kolom. Pada efisiensi kolom terdapat dua teori yang menjelaskan
a. Teori lempeng
digambarkan sebagai suatu seri lapisan tipis horizontal yang disebut lempeng
teoritis. Setiap molekul analit akan mengalami keseimbangan dalam fase diam dan
fase gerak. Pemisahan akan lebih baik jika terjadi keseimbangan berkali-kali
dalam jumlah yang tinggi. Hal ini terjadi jika jumlah lempeng teoritis juga tinggi.
17
Oleh karena itu, jumlah teoritis juga dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi
kolom (Noegrohati, 1994). Hubungan antara waktu retensi (tR), lebar alas peak
(W), dan jumlah lempeng teoritik (N) dapat dinyatakan dengan persamaan
2 2
t t
N = 16 � wR � = 5,54 �W R � (5)
1/2
koefisien kolom yang tidak tergantung pada panjang kolom. HETP (Height
b. Teori laju
menyebabkan terjadinya pelebaran peak, oleh karena itu perlu diketahui teori laju.
Pada waktu migrasi, solut mengalami transfer dalam fase diam dan fase gerak
berkali-kali. Solut hanya dapat bergerak jika berada dalam fase gerak sehingga
migrasi di dalam kolom juga tidak teratur dan mengakibatkan laju rata-rata solut
relatif terhadap fase gerak juga sangat bervariasi, sehingga terjadi pelebaran peak
Van Deemter yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Willard et al., 1988):
B
H=A+ µ
+ Cstasionery.µ + Cmobi⸩le .µ (7)
µ = kecepatan alir
sekitar partikel yang terpack-ing (Gambar 5). Lintasan alir yang tidak sama
pasti ditemukan dalam kolom terpack-ing. Suatu molekul solut dapat melewati
kolom dekat dinding kolom di mana kerapatan kolom rendah dengan cepat
mencapai akhir kolom, khususnya pada kolom dengan diameter kecil. Molekul
solut yang melewati bagian tengah kolom akan mencapai akhir kolom lebih
lambat. Hal ini menyebabkan perbedaan laju tiap molekul melalui kolom
partikel dalam kolom harus sekecil mungkin dan seseragam mungkin. Difusi
(Gambar 4):
kecepatan fase gerak yang rendah/lambat. Kecepatan difusi solut yang tinggi
pada fase gerak dapat menyebabkan molekul solut terdispers secara aksial
Cmobile. Cstasionery merupakan hasil dari ditahannya solut karena adanya fase
diam. Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul
lainnya melaju melalui kolom bersama dengan fase gerak. Untuk mengatasi
hal ini diperlukan fase diam yang lebih encer (tidak terlalu kental). Peristiwa
bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Hal ini dapat digambarkan
yang simetris selalu lebih disukai, karena puncak yang asimetris dapat
tidak akurat, perhitungan yang tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan puncak-
puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak, serta waktu retensi yang
adalah peak asymmetry factor (As), yang diukur pada 10% tinggi puncak. Peak
yang simetri memiliki nilai As sama dengan 1, sedangkan puncak dengan nilai As
pada rentang 0,95-1,1 masih dikatakan baik. Parameter lain yang masih dapat
21
digunakan yaitu peak tailing factor (Tf), yang diukur pada 5% tinggi puncak. Cara
Gambar 7. Penentuan peak asymmetry dan peak tailing factor (Snyder et al., 1997)
Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam pada saat terjadi tailing
Gambar 8. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam (Kuwana, 1980)
Gugus silanol yang tidak bereaksi karena adanya halangan sterik dapat
pada puncak kromatogram. Untuk mengurangi gugus silanol yang masih bebas,
22
gugus silanol karena ukurannya yang lebih kecil dibanding organoklorosilan yang
masih bebas, namun tidak semua gugus tersebut dapat tertutupi (Skoog et al.,
1998).
dijumpai bila konsentrasi solut dalam fase gerak terlalu besar. Senyawa-senyawa
polar juga berpotensi menimbulkan tailing apabila masih terdapat residu gugus
silanol pada fase diam. Penyebab tailing yang lain yaitu ketidaksesuaian antara
solut dan kolom, pengemasan kolom yang tidak seragam, dan faktor yang terjadi
Waktu tambat atau waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan
oleh linarut (solut) mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya
ditangkap oleh detektor dan dinyatakan sebagai tR (Mulya dan Suharman, 1995).
senyawa murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel. Respon
yang berupa tinggi peak maupun luas area peak dapat digunakan untuk analisis
Tujuan Keterangan
Resolusi Presisi dan ketahanan metode analisis kuantitatif memerlukan
nilai Rs lebih besar dari 1,5
Waktu pemisahan < 5-10 menit merupakan waktu yang diinginkan untuk prosedur
rutin
Kuantifikasi Nilai CV ≤ 2%
Tekanan kolom < 150 bar adalah yang diharapkan, namun biasanya < 200 bar
masih diijinkan
TInggi Peak Bentuk peak yang sempit sangat diharapkan
Konsumsi fase Jumlah fase gerak yang minimum setiap pengujian sangat
gerak diharapkan
(Snyder et al., 1997)
1. Akurasi
Akurasi adalah suatu ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai
recovery. Rentang perolehan kembali untuk kadar analit pada matriks sampel
sebesar 100% dan lebih dari sama dengan 10% adalah 98-102 % (Harmita, 2004).
2. Presisi
Presisi adalah suatu ukuran kedekatan nilai data satu dengan data lainnya
dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Presisi seringkali
dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih standar deviasi
relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5%. Secara umum diterima bahwa
3. Linieritas
hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel yang
dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Persyaratan data linieritas yang bisa
diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,999 (Snyder et al., 1997).
4. Spesifisitas
akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel yang mungkin ada dalam
matriks sampel (Mulja dan Hanwar, 2003). Spesifisitas metode KCKT dapat
dikatakan baik jika nilai resolusi peak analit dengan senyawa lain lebih besar atau
F. Landasan Teori
tersebut dalam krim merek “X” secara simultan karena adanya perbedaan
interaksi hidrokortison asetat, kloramfenikol dan senyawa lain dalam krim yang
mungkin ikut terekstraksi dalam metanol terhadap fase diam dan fase gerak yang
digunakan. Pada penetapan kadar dengan metode KCKT ini dipilih fase terbalik
sehingga kedua senyawa tersebut dapat berinteraksi dengan fase diam melalui
G. Hipotesis
berikut:
asetat dan kloramfenikol dalam krim merek “X” memiliki validitas yang baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
deskriptif dua tingkat karena pada subjek uji diberikan dua perlakuan.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas.
b. Variabel tergantung.
asetat dan kloramfenikol yang dapat dilihat dari waktu retensi masing-
masing senyawa.
2) Nilai recovery dan presisi yang didapatkan dari hasil validasi metode.
yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut yang pro analysis yang
26
27
C. Bahan-bahan Penelitian
Analysis (CoA) terlampir pada lampiran 1 dan 2, metanol p.a. (E. Merck),
mg.
D. Alat-alat Penelitian
UV/Vis merek Perkin Elmer Lambda 20, kuvet, seperangkat alat KCKT yang
terdiri dari pompa merek Shimadzu LC-10 AD, detektor UV-Vis merek Shimadzu
SPD 10 AV, CBM 101 merek Shimadzu, seperangkat komputer merek ACER,
printer merek Hewlett Packard Deskjet 670 C, injektor jenis katup suntik model
77251, Kolom Kromasil-100 C18 250 x 4,6 mm i.d., 5µm, syringe merek
Hamilton Part, alat degassing ultrasonik merek Retsch tipe T640, penyaring
kapasitas 300 ml, neraca analitik merek Scaltec SBC 22, vakum merek Gast
merek Biohit, pipet volume, Beaker glass, Erlenmeyer, pipet tetes, flakon, Buret,
E. Tatacara Penelitian
sebanyak 0,1 ml baku kloramfenikol dan 0,125 ml baku hidrokortison asetat dari
baku hidrokortison asetat dan diencerkan dengan metanol 10,0 ml. Masing-
yang optimal.
(v/v). Masing-masing perbandingan fase gerak dibuat sesuai dengan volume yang
kloramfenikol baku ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0
ml.
baku. Sejumlah 0,5 ml larutan baku induk hidrokortison asetat dan kloramfenikol
KCKT dengan fase diam C18 dan detektor UV pada panjang gelombang 255 nm,
kemudian dielusi dengan fase gerak yang akan dioptimasi dan flow rate tertentu
e. Preparasi sampel krim merek “X”. Timbang seksama kurang lebih 0,25
menit. Ambil 2,0 ml dari larutan tersebut kemudian encerkan dengan fase gerak
yang akan dioptimasi hingga 10,0 ml. Larutan disaring dengan millipore dan
dalam sampel krim merek “X” dengan metode KCKT. Optimasi dilakukan pada
sistem KCKT dengan fase diam C18. Perbandingan fase gerak yang digunakan dan
kromatogram yang baik (memiliki resolusi dan waktu retensi yang efisien).
Campuran larutan baku 125 ppm hidrokortison asetat dan 100 ppm kloramfenikol
diinjeksikan sebanyak 10 kali ke dalam sistem KCKT dengan fase gerak metanol :
aquabides dengan perbandingan 65 : 35 dan flow rate 1,2 ml/menit. Hitung nilai
CV dari AUC atau tinggi puncak yang dihasilkan dan amati waktu retensi masing-
masing zat. Presisi sistem injeksi yang baik ditunjukkan oleh nilai CV ≤ 1,0% dan
kesesuaian sistem yang memenuhi syarat ditunjukkan oleh waktu retensi masing-
masing zat setiap replikasi masuk dalam range waktu retensi yaitu x� ± 3 SD
35) pada fllow rate 1,2 ml/menit kemudian ditampung pada labu ukur 10,0 ml
dengan merek dan ketelitian yang sama. Lakukan sebanyak 10 kali. Catat waktu
yang diperlukan untuk menampung 10,0 ml fase gerak dalam labu. Hitung % bias
antara nilai flow rate hasil pengukuran dengan nilai flow rate yang diatur pada
sistem KCKT. Perbedaan nilai flow rate hasil pengukuran sebesar ± 1% dari flow
Dari larutan baku induk campuran hidrokortison asetat 1000 ppm dan
kloramfenikol 800 ppm dalam metanol, dipipet 0,125; 0,250; 0,375; 0,500; 0,625;
0,750; dan 0,875 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan
diencerkan dengan fase gerak metanol : aquabides (65 : 35) sampai tanda
sehingga didapatkan konsentrasi seri hidrokortison asetat 12,5; 25,0; 37,5; 50,0;
62,5; 75,0 dan 87,5 ppm dan kloramfenikol 10; 20; 30; 40; 50; 60 dan 70 ppm.
menggunakan flow rate 1,2 ml/menit dan fase gerak metanol:aquabides (65:35).
AUC (Area Under Curve) untuk tiap peak yang muncul diamati dari kromatogram
yang didapat. Kemudian ditentukan persamaan regresi linear antara kadar tiap seri
tersebut diambil 0,4; 0,5 dan 0,6 ml dan diencerkan dengan 10,0 ml fase gerak
32
metanol : aquabides (65 : 35). Larutan disaring dengan millipore dan didegassing
KCKT dengan kolom C18 sejumlah 20 µl dengan fase gerak metanol : aquabides
sebanyak 3 kali untuk setiap seri kadarnya. AUC (Area Under Curve) tiap peak
yang muncul diamati dari kromatogram yang didapat. Kemudian kadar analit
dihitung dengan memasukkan nilai AUC yang diperoleh dari tiap analit ke dalam
persamaan kurva baku yang telah diperoleh dari analisis regresi linear sehingga
F. Analisis Hasil
krim merek “X” dapat dilihat dari kromatogram yang diperoleh dengan
menggunakan fase gerak dan flow rate tertentu. Hasil optimasi ini kemudian
kadar terukur
Recovery = x 100%
kadar diketahui (9)
simpangan baku
CV = x 100%
kadar rata - rata (10)
metode yang dapat diterima dari suatu metode KCKT ditunjukan dengan nilai
resolusi ≥ 2.
4. Linieritas ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari
penentuan persamaan kurva baku dengan analisis regresi linear. Nilai r yang
A. Optimasi Metode
pada panjang gelombang ultraviolet (UV). Gugus auksokrom dan kromofor kedua
34
35
saat serapan dari hidrokortison asetat maksimal adalah pada 241,6 nm.
hidrokortison asetat hanya sebesar 0,4 nm, hasil ini dikatakan memenuhi syarat
gelombang saat serapannya maksimal adalah pada 273,2 nm. Menurut Clarke
(1986) serapan maksimal kloramfenikol dalam etanol ialah pada 271 nm. Hasil
pengukuran ini menunjukkan pergeseran panjang gelombang sebesar 2,2 nm, hal
36
ini mungkin disebabkan kondisi pengujian pada saat penelitian berbeda dengan
senyawa. Selain itu, pelarut yang digunakan pada penelitian adalah metanol
gelombang overlapping yang digunakan adalah pada 255 nm karena lebih dekat
retensi digunakan untuk analisis kualitatif karena bersifat spesifik untuk senyawa
tertentu pada kondisi tertentu. Waktu retensi suatu senyawa dipengaruhi oleh
interaksi senyawa tersebut terhadap fase gerak dan fase diam yang digunakan.
dan non polar yang dapat berinteraksi dengan fase gerak dan fase diam. Gugus
polar berinteraksi dengan fase gerak melalui ikatan hidrogen sedangkan gugus
non polar berinteraksi dengan fase diam oktadesisilan melalui ikatan Van Der
37
Waals. Interaksi antara kloramfenikol dan hidrokortison asetat dengan fase gerak
H H
H3CO H H OCH3
H O
H O H H
H
H3CO O H O O
H
O N O
O H
H N
H O
H3CO O H OCH3
Cl Cl
H O H H H
H O
H3CO H OCH3
H H
Gambar 11. Ikatan hidrogen antara kloramfenikol dengan fase gerak metanol :
aquabides
H H
H
H OCH3
OCH3
H H OCH3
OCH3 H
H O
O
H H OCH3 H
H
O H
HO
H O OCH3
O H
H
H
O H O
CH3 H O
O O O H
H O
H
H3CO
H H
H
H O O
Gambar 12. Ikatan hidrogen antara hidrokortison asetat dengan fase gerak metanol
: aquabides
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa hidrokortison asetat (Gambar 12)
hidrogen maka ikatan antara solut dengan fase gerak akan semakin kuat sehingga
waktu retensi yang lebih singkat. Hal ini disebabkan hidrokortison asetat lebih
banyak memiliki gugus non polar yang dapat berikatan dengan fase diam
oktadesisilan dari pada kloramfenikol. Ikatan yang terjadi tersebut adalah ikatan
Van der Waals. Ikatan ini menyebabkan hidrokortison asetat tertahan lebih lama
di dalam kolom dibanding kloramfenikol. Ikatan Van der Waals antara gugus
hidrokortison asetat (Gambar 14) yang berperan dalam ikatan Van der Waals:
OH OH
O NH O
N
O
Cl Cl
O
HO
HO O O
H3C
Selain dari analisis interaksi senyawa terhadap fase gerak dan fase diam
yang digunakan, untuk memprediksi waktu retensi dari suatu senyawa dapat juga
dilihat dari polaritas senyawa tersebut. Polaritas suatu senyawa ditunjukkan oleh
nilai log P senyawa tersebut. Semakin kecil nilai log P maka semakin polar
39
senyawa tersebut. Nilai log P kloramfenikol adalah -0,23 dan hidrokortison asetat
adalah 0,73. Dari nilai log P tersebut dapat disimpulkan bahwa kloramfenikol
lebih polar dibanding hidrokortison asetat. Oleh sebab itu kloramfenikol akan
terelusi terlebih dahulu karena fase gerak yang digunakan bersifat polar
lebih kuat dengan fase diam yang bersifat nonpolar sehingga waktu retensi
(Gambar 16):
Gambar 15. Kromatogram waktu retensi kloramfenikol baku dengan fase gerak
dan flow rate hasil optimasi
40
Gambar 16. Kromatogram waktu retensi kloramfenikol dan hidrokotison asetat baku
dengan fase gerak dan flow rate hasil optimasi
ditunjukkan oleh peak nomor 5 dengan waktu retensi 3,488 menit. Pada
3,469 menit dan hidrokortison asetat ditunjukkan oleh peak nomor 10 dengan
sampel
Waktu retensi dari peak sampel akan dibandingkan dengan waktu retensi
salah satu dari peak tersebut adalah kloramfenikol. Oleh karena itu, dilakukan
penambahan luas area maupun tinggi peak merupakan peak kloramfenikol. Hasil
Dari hasil kromatogram yang diperoleh (Gambar 17), peak pada waktu
retensi 3,872 menit mengalami pertambahan tinggi dan area (kromatogram sampel
tanpa penambahan baku kloramfenikol dapat dilihat pada lampiran 3), sehingga
dapat disimpulkan bahwa peak tersebut adalah kloramfenikol hal ini diperkuat
peak pengawet yang sering digunakan dalam krim yaitu metil paraben atau propil
paraben. Hal ini didasarkan pada kelarutan metil paraben dan propil paraben yang
baik dalam metanol sehingga dapat ikut terekstraksi ke dalam metanol saat
preparasi sampel, sedangkan senyawa lain yang digunakan dalam pembuatan krim
seperti emulgator krim (misalnya trietanolamin stearat) dan basis krim (misalnya
lanolin) tidak larut dalam metanol sehingga tidak akan ikut tereskstraksi pada saat
preparasi sampel. Metil paraben memiliki nilai log P sebesar 1,69 sedangkan
propil paraben 2,52. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peak yang selalu
berhimpit dengan peak kloramfenikol adalah metil paraben karena memiliki nilai
log P yang lebih mendekati log P kloramfenikol (-0,23) sehingga waktu retensi
kedua senyawa tersebut hampir sama. Kloramfenikol memiliki nilai log P yang
lebih kecil daripada metil paraben, oleh karena itu peak yang lebih dahulu muncul
(waktu retensi lebih pendek) merupakan kloramfenikol dan peak yang lebih lama
asetat untuk flow rate 1,2 ml/menit dan fase gerak metanol : aquabides (65 : 35)
43
masing-masing adalah 3,488 menit dan 8,553 menit (Gambar 15 dan 16). Pada
kromatogram sampel (gambar 18) terdapat 3 peak yang besar dengan waktu
retensi 3,488; 3,863; dan 8,593 menit. Jika dibandingkan dengan peak baku dapat
disimpulkan bahwa peak dengan waktu retensi 3,488 dan 8,593 menit pada
Gambar 18. Kromatogram waktu retensi sampel dengan fase gerak dan flow rate hasil
optimasi
kromatografi partisi fase terbalik yaitu fase gerak yang lebih polar dari pada fase
diam. Kolom yang digunakan adalah Kromasil-C18 berukuran 250 x 4,6 mm i.d.,
5µm, sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol dan
44
aquabides yang bersifat lebih polar dari pada fase diam yang digunakan. Pada
tahap optimasi fase gerak digunakan flow rate yang sama untuk setiap komposisi
fase gerak yang dioptimasi sehingga bila ada perbedaan pada hasil yang diperoleh
gerak yang digunakan. Nilai flow rate yang digunakan adalah 2 ml/menit, hal ini
bertujuan untuk mempercepat waktu elusi dari kedua senyawa yang akan
ditetapkan.
Fase gerak yang dioptimasi adalah metanol dan aquabides dengan berbagai
gerak yang telah dibuat terlebih dahulu disaring dengan penyaring Whattman
pemisahan sampel.
dan kloramfenikol dalam tetes telinga, dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa
fase gerak yang optimal adalah metanol : aquabides dengan perbandingan 60 : 40.
Penelitian ini dilakukan optimasi pada komposisi fase gerak yang tidak terlalu
senyawa tersebut dengan fase gerak dan fase diam juga akan mirip. Berikut ini
Pada proses optimasi fase gerak ini menggunakan sampel yang telah
dipreparasi dengan tujuan agar hasil optimasi ini dapat langsung digunakan pada
Dalam proses ekstraksi mungkin senyawa lain tersebut ikut terekstraksi karena
memiliki sifat yang hampir sama (dalam hal kelarutannya) dengan hidrokortison
overlapping. Hal ini dapat dilihat dari peak kloramfenikol yang selalu diikuti oleh
peak lain. Oleh karena itu optimasi dilakukan juga mempertimbangkan nilai
gerak ini dapat dilihat pada gambar 17 (hlm 40). Pada kromatogram tersebut dapat
dilihat bahwa waktu retensi kloramfenikol adalah 3,872 menit dan hidrokortison
asetat adalah 17,233 menit. Oleh karena itu, pengunaan fase gerak dengan
46
komposisi metanol : aquabides (55 : 45) v/v ini tidak efisien karena waktu elusi
aquabides (60 : 40) v/v. Pada fase gerak ini, jumlah metanol yang digunakan
mengelusi analit lebih cepat sehingga waktu retensi analit juga akan semakin
pendek. Hasil dari optimasi ini dapat dilihat pada kromatogram (Gambar 20) di
bawah ini:
dengan waktu retensi 3,084 menit dan peak nomor 16 adalah hidrokortison asetat
dengan waktu retensi 10,070 menit. Penggunaan fase gerak ini dari segi waktu
47
elusi lebih efisien dari pada fase gerak sebelumnya, namun pada kondisi ini
tekanan kolom sebesar 300 atm, kondisi ini tidak diinginkan karena tekanan
kolom yang terlalu tinggi ini akan merusak kolom yang digunakan serta
menurunkan realibilitas dari sistem KCKT yang digunakan. Tekanan kolom yang
diinginkan adalah tidak lebih dari 197,4 atm (Snyder et al., 1997). Oleh karena
itu, dalam optimasi selanjutnya dilakukan penurunan flow rate yang digunakan,
dengan menurunnya flow rate maka tekanan kolom juga akan menurun tetapi
waktu retensi juga akan semakin lama sehingga akan memperpanjang waktu elusi.
Hasil penurunan flow rate fase gerak metanol : aquabides (60 : 40) v/v dapat
Tabel III. Hasil optimasi flow rate fase gerak metanol : aquabides (60 : 40)
Dari hasil tersebut (Tabel III) dapat diamati bahwa pada penurunan flow
rate hingga 1,7 ml/menit tekanan kolom nilainya lebih dari 197,4 atm dan waktu
HETP dan Rs dapat dilihat pada lampiran 5). Dengan demikian, fase gerak ini
Kromatogram hasil penurunan flow rate fase gerak metanol : aquabides (60 :40
ini ditingkatkan agar waktu elusi dapat lebih singkat. Hasil kromatogram dari
optimasi fase gerak ini dapat dilihat pada kromatogram (Gambar 21) di bawah
ini:
2,342 menit dan peak nomor 14 adalah hidrokortison asetat dengan waktu retensi
5,967 menit dan tekanan kolom pada kondisi tersebut sebesar 233 atm. Pada
kondisi ini tekanan kolom berada di atas 197,4 atm, sehingga langkah selanjutnya
terbanyak dari fase gerak yang telah dioptimasi sebelumnya, dengan demikian
kemampuan mengelusi fase gerak ini lebih besar dari fase gerak sebelumnya.
Hasil yang diharapkan dari penggunaan fase gerak ini adalah mendapatkan waktu
elusi yang lebih singkat daripada sebelumnya. Hasil kromatogram (Gambar 22)
kloramfenikol (6) sangat dekat dengan peak nomor 7 dan peak hidrokortison
asetat (12) tidak memisah dengan sempurna dari peak lainnya. Solusi yang
ditempuh agar pemisahan kedua senyawa tersebut lebih baik adalah dengan
menurunkan flow rate yang hasilnya dapat dilihat dari kromatogram dibawah ini
(Gambar 23 – 27):
50
Gambar 23. Kromatogram sampel optimasi tahap keempat dengan flow rate 1,8
ml/menit
Gambar 24. Kromatogram sampel optimasi tahap keempat dengan flow rate 1,6 ml/menit
51
Gambar 25. Kromatogram sampel optimasi tahap keempat dengan flow rate 1,4 ml/menit
Gambar 26. Kromatogram sampel optimasi tahap keempat dengan flow rate 1,2 ml/menit
52
Gambar 27. Kromatogram sampel optimasi tahap keempat dengan flow rate 1,0 ml/menit
mengatasi permasalahan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari kromatogram
(Gambar 27) peak hidrokortison asetat (14) tidak memisah dengan peak lainnya,
oleh karena itu tidak dilanjutkan penurunan flow rate lebih kecil karena akan
Dari keseluruhan optimasi fase gerak dengan flow rate 2 ml/menit maka
v/v (Gambar 21) adalah yang optimal dilihat dari segi waktu retensi, tekanan
kolom, resolusi dan nilai HETP, rangkuman hasil optimasi fase gerak secara
Tabel IV. Hasil optimasi komposisi fase gerak pada flow rate 2 ml/menit
Dari tabel IV di atas dapat diamati nilai HETP dari fase gerak metanol :
aquabides (65 : 35 v/v) adalah yang terbesar, sedangkan menurut Van Deemter
nilai HETP yang baik adalah yang paling kecil selain itu nilai resolusi yang
dihasilkan juga tidak memenuhi syarat Rs≥ 2 (Snyder et al., 1997) namun fase
gerak metanol : aquabides (65 : 35 v/v) tetap dipilih karena dilihat dari segi waktu
retensi dan tekanan kolom yang lebih efisien sedangkan untuk nilai resolusi dapat
ditingkatkan dengan penurunan flow rate yang digunakan. Hasil optimasi flow
rate fase gerak tersebut dapat dilihat pada tabel V dan kromatogram hasil optimasi
fase gerak metanol : aquabides (65 : 35 v/v) dapat dilihat pada lampiran 7.
Tabel V. Hasil optimasi flow rate fase gerak metanol : aquabides (65 : 35)
Hasil optimasi flow rate bila digambarkan dalam bentuk kurva adalah
6
5,5
5
4,5
HETP (10-3)
4
3,5
3
2,5
2
0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
flow rate fase gerak metanol : aquabides
65 :35 v/v (ml/menit)
Gambar 28. Kurva flow rate vs HETP dengan fase gerak metnanol : aquabides (65 : 35)
rate tidak selalu meningkatkan nilai HETP namun terdapat suatu kecepatan alir
optimum yang dapat menghasilkan nilai HETP terkecil hal ini sesuai dengan teori
Dari tabel V dapat diamati bahwa nilai HETP yang paling kecil pada flow
rate 0,5 ml/menit. Namun flow rate tersebut tidak dipilih sebagai kondisi
optimum karena dari sisi waktu elusi tidak efisien. Flow rate yang dipilih adalah
1,2 ml/menit karena memiliki nilai HETP yang cukup kecil, resolusi yang
memenuhi syarat, waktu elusi yang efisien dan tekanan kolom yang diinginkan
siap untuk digunakan atau tidak dan untuk memperoleh data yang reprodusibel
pada saat analisis. Beberapa uji yang dilakukan untuk menguji kesiapan sistem
yang dilakukan antara lain verifikasi sistem injeksi, uji kesesuaian sistem dan
ketelitian injeksi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu injektor
untuk menggambarkan jumlah yang sama dari suatu sampel yang diinjeksikan
adalah nilai CV dari respon (AUC dan tinggi peak) 10 kali hasil injeksi baku
(Snyder, 1997). Hasil penetapan presisi injeksi dapat dilihat dari tabel VI dan
56
kromatogram dan nilai AUC, waktu retensi dan peak height verifikasi
Tabel VI. Hasil uji kesesuaian sistem dan verifikasi presisi sistem injeksi KCKT
Dari tabel VI di atas dapat dilihat bahwa nilai CV tinggi peak dan AUC
dari 10 kali injeksi baik untuk kloramfenikol maupun hidrokortison asetat (HCA)
injeksi KCKT yang digunakan dalam kondisi yang baik dan dapat digunakan
untuk analisis.
KCKT yang digunakan dapat menunjukkan hasil yang memiliki akurasi dan
presisi yang dapat diterima. Uji yang dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat
kesesuaian sistem KCKT adalah waktu retensi (TR) dari 10 kali injeksi baku
(kromatogram dapat dilihat pada lampiran 8). Kesesuaian sistem KCKT yang
dilakukan memenuhi range TR yang peroleh dari 10 kali injeksi larutan baku.
57
Range TR yang diperoleh (Tabel VI) untuk kloramfenikol dan hidrokortison asetat
pada validasi metode. Pada saat pembuatan kurva baku ataupun penetapan
recovery baku, TR kloramfenikol dan HCA seharusnya tidak boleh keluar dari
range yang dihasilkan. Namun pada saat pengujian terdapat waktu retensi yang
berada di luar range. Akan tetapi hal ini masih dapat diterima karena hanya ada
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kinerja pompa KCKT yang digunakan
mempertahankan ketepatan dan konsistensi laju fase gerak yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada keterulangan waktu retensi zat. Uji ini dilakukan dengan
cara mengukur waktu yang diperlukan untuk menampung 10,0 ml fase gerak
kemudian dihitung flow rate yang terukur dan dibandingkan dengan flow rate
yang diatur pada sistem. Penyimpangan yang dapat diterima adalah 1 % (Lam,
2004). Hasil perhitungan penyimpangan uji akurasi pompa dapat dilihat pada tabel
VII dan data perhitungan penyimpangan flow rate dapat dilihat pada lampiran 14.
58
Tabel VII. Nilai % penyimpangan flow rate pada uji akurasi pompa KCKT
%
Replikasi
penyimpangan
1 0,83
2 0,83
3 0
4 0,83
5 0,83
6 0
masing zat (contoh kromatogram hasil penetapan kurva baku dapat dilihat pada
lampiran 9). Tujuan dilakukannya replikasi adalah untuk memperoleh kurva baku
Dari hasil pembuatan kurva baku, rata-rata sudut yang dibentuk oleh kurva
asetat sebesar 89,99o. Sudut yang terbentuk ini hampir tegak lurus dan sangat
59
berdempet dengan sumbu Y. Oleh karena itu, dari segi sensitivitas kurva tersebut
tidak layak ditampilkan, sehingga diperlukan faktor koreksi agar diperoleh kurva
hubungan konsentrasi dan AUC memiliki kemiringan kurang lebih 45o. Faktor
dilihat pada tabel VIII (penimbangan baku, contoh perhitungan kadar dan data
70
60
50
y=0,9043x - 0,0959
AUC/10000
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Kadar kloramfenikol baku (ppm)
Gambar 30. Hubungan antara konsentrasi kloramfenikol dengan AUC / 10000 (replikasi I)
120
100
80
y=1,1023x + 0,0622
AUC
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100
Kadar hidrokortison asetat baku (ppm)
Gambar 31. Hubungan antara konsentrasi hidrokortison asetat dengan AUC / 15000
(replikasi I)
Pada tabel VIII di atas dapat dilihat bahwa kurva baku kloramfenikol
replikasi I dan II memiliki nilai r yang memenuhi syarat, namun yang dipilih
untuk digunakan pada perhitungan kadar selanjutnya dalah kurva baku replikasi I
karena nilai r-nya lebih besar. Kurva hubungan konsentrasi dengan AUC
hubungan antara konsentrasi analit dengan respon (AUC) yang ditimbulkan juga
lebih besar. Demikian juga untuk hidrokortison asetat, kurva baku yang dipilih
hidrokortison asetat tersaji pada gambar 30. Dengan demikian persamaan kurva
0,9999.
62
Kloramfenikol
metode memiliki validitas yang baik. Suatu metode dikatakan memiliki validitas
penelitian ini adalah linearity, akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi dan batas
kuantitasi.
1. Linearity
(r) kurva baku. Linearity suatu metode dikatakan baik jika nilai r lebih besar dari
0,999 (Snyder et al., 1997). Dari hasil pembuatan kurva baku nilai r untuk
0,9996; dan replikasi III = 0,9956. Nilai r yang dihasilkan pada setiap replikasi
untuk masing-masing zat cukup besar, hal ini menunjukkan metode KCKT
hidrokortison asetat.
2. Kecermatan (akurasi)
sebanyak 3 kali (kromatogram hasil penetapan akurasi dapat dilihat pada lampiran
63
(Tabel XI) disajikan pada tabel berikut (data AUC, penimbangan dan contoh
Rentang recovery untuk kadar analit pada matriks sampel sebesar 100%
dan XI) menunjukkan masing senyawa berada pada rentang persyaratan recovery
yang baik pada setiap level kadar. Dengan demikian metode KCKT yang
3. Keseksamaan (presisi)
atau coefficient of variations (CV). Semakin kecil nilai CV, maka presisi suatu
metode semakin baik. Secara umum suatu metode analisis dikatakan memiliki
presisi yang baik memiliki nilai CV kurang dari 2 % (Harmita, 2004). Hasil
hidrokortison asetat masih memenuhi persyaratan pada ketiga level kadar (Tabel
X dan XI). Hal ini menunjukkan bahwa metode KCKT yang digunakan untuk
baik.
4. Spesifisitas
tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
dapat diamati dari pemisahan peak analit yang dihasilkan. Metode KCKT
yang sempurna antara hidrokortison asetat dengan senyawa lainnya. Dari hasil
65
sampel sebesar 2,16; hasil yang didapatkan telah memenuhi syarat. Oleh karena
itu, metode KCKT untuk penetapan kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat
menggunakan fase gerak metanol : aquabides (65 : 35) v/v dengan flow rate 1,2
diartikan kadar analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria
cermat dan seksama. Semakin kecil nilai LOD dan LOQ suatu metode maka
dikatakan metode tersebut semakin sensitif. Pada penelitian ini parameter LOD
asetat adalah kandungan utama dalam sampel yang digunakan, namun parameter
ini tetap ditentukan untuk menambah kelengkapan data. Nilai LOD untuk
kloramfenikol dan hidrokortison asetat berturut-turut adalah 1,28 dan 1,44 ppm
Nilai LOQ ini digunakan untuk menentukan kadar terkecil yang digunakan
dalam pembuatan kurva baku. Kadar seri baku hidrokortison asetat yang paling
atas nilai LOQ dari kedua senyawa tersebut, sehingga kurva baku tersebut dapat
A. Kesimpulan
AUFs/Attenuation : 0,01/7
krim topikal dengan KCKT pada kondisi optimum di atas memiliki akurasi
yang baik dilihat dari rata-rata nilai recovery untuk hidrokortison asetat dan
kloramfenikol 98–102%; presisi yang baik dilihat dari nilai CV < 2%;
spesifisitas yang baik ditunjukkan oleh nilai resolusi peak ≥ 2; linearity yang
baik ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) kurva baku kedua senyawa
yang bernilai > 0,999; nilai LOD untuk hidrokortison asetat sebesar 1,44 ppm
dan kloramfenikol sebesar 1,28 ppm dan nilai LOQ untuk hidrokortison asetat
66
67
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2003, Ilmu Meracik Obat, 71-72, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Anonim, 1989, The Merck Index, edisi XI, 2068, 4711, 7727, Merck & Co., Inc,
New York.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 189, 436, 1066, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Blanco, M., Coello, J., Iturriaga, H., Maspoch, S., and Villegas, N. ,1999, Kinetic
Spectrophotometric Determination Of Hydrocortisone Acetate In A
Pharmaceutical Preparation By Use Of Partial Leastsquares
Regression, Vol 124, Analyst,
http://www.rsc.org/ej/AN/1999/a900856j.pdf, diakses tanggal 20
Agustus 2009.
69
Eboka, C. J., Smart, J., and Adelusi, S.A., 2003, An Alternative Colorimetric
Method for The Determination of Chloramphenicol, Vol 2, Trop J
Pharm Res, http://www.tjpr.org/vol2_no2/22eboka.pdf, diakses tanggal
7 Agustus 2009.
Hajkova R., Solich P., Dvorak J., and Sıcha J., 2003, Simultaneous
Determination Of Methylparaben,Propylparaben, Hydrocortisone
Acetate And Its Degradation Products In A Topical Cream By RP-
KCKT, Vol 32, J. Pharm. Biomed. Anal.,
http://www.elsevier.com/locate/jpba, diakses tanggal 3 Februari 2009.
Ian, T., 1995, Farmakologi dan Terapi, diterjemahkan oleh Ganiswara, S. G.,
Edisi IV, 214, Bagian Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Iqbal, M.S., Shad, M.A., Ashraf, M.W., Bilal, M., and Saeed, M., 2006,
Development and Validation of an HPLC Method for the Determination
of Dexamethasone, Dexamethasone Sodium Phosphate and
Chloramphenicol in Presence of Each Other in Pharmaceutical
Preparations, Vol 64, Chromatographia,
http://www.springerlink.com/contentb, diakses tanggal 11 Februari
2009.
70
Kamata, K., Kan, T., Yoshihara, T. and Harada, H., 1982, Determination of
Corticosteroid in Cosmetics by High Performance Liquid
Chromatography,
http://nels.nii.ac.jp/els/110003642993.pdf?id=ART0004157214&type=
pdf&lang=en&host=cinii&order_no=&ppv_type=0&lang_sw=&no=12
56024834&cp, diakses tanggal 19 Oktober 2009.
Khalil, S. A. H., Shah, A. H. and Al-Shareef, H., 1993, A Reverse Phase HPLC
Method for the Determination of Chloramphenicol and Its Hydrolytic
Product in Ophthalmic Solutions,
http://www.informaworld.com/smpp/content~db=all~content=a756818
061, diakses tanggal 21 Oktober 2009.
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, 189, diterjemahkan oleh A.
Saptohardjo, Pendamping Agus Nurhadi, UI Press, Jakarta.
Kuwana, 1980, Physical Methods in Modern Chemical Analysis, Vol. II, hal 13,
Academic Press, New York.
Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Indonesia Airlangga, III
(2), hal 71-76, Universitas Airlangga Press, Surabaya.
Orosz, M., Agh-Bíró, Z., Osztheimer, I., and Pánczél, P., 2007, Latest papers on
Chloramphenicol Therapeutic Use,
http://lib.bioinfo.pl/citwww/author/290092, diakses tanggal 11 April
2009.
Pescok, R. L., Shields, L. D., and Cains, T., 1976, Modern Methods of Chemical
Analysis, 2nd ed, 51, John Wiley Sons, Canada.
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, 2nd Edition, 13, 690, 710, 722-723, JohnWiley & Sons,
Inc., New York.
Willard, H.H., Merritt, Jr., Dean, J.A, and Settle Jr, F.A., 1988, Instrumental
Methods of Analysis, 7th Edition, 614-615, Wadsworth Publishing
Company, California.
72
LAMPIRAN
73
Kromatogram: Fase gerak metanol aquabides (60 : 40) dan Flow rate 1,9
1 cm = 0,9749 menit
- Perhitungan N
tR 2
N = 5,54 � �
W1/2
4,397 2
N = 5,54 � �
0,1365
N = 5748,54
- Perhitungan HETP
L
HETP = N
25
HETP = 5748 ,54 = 4,35. 10−3
- Perhitungan Rs
1,18 (tR2-tR1)
Rs =
W0,5.1+ W0,5.2
= 2,29
78
Nilai AUC, peak height dan waktu retensi verifikasi sistem KCKT
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Replikasi 4
Replikasi 5
Replikasi 6
Replikasi 7
Replikasi 8
Replikasi 9
Replikasi 10
a. Seri 1
b. Seri 2
c. Seri 3
d. Seri 4
e. Seri 5
f. Seri 6
g. Seri 7
Ambil 0,125; 0,250; 0,375; 0,500; 0,625; 0,750; dan 0,875 ml dari larutan
(65 :35)
Kloramfenikol
Hidrokortison asetat
C1V1 = C2V2
C2 = 12,5988 ppm
C1V1 = C2V2
C2 = 9,9416 ppm
NB: Perhitungan kadar seri baku lainnya dilakukan sama seperti cara di
dilakukan.
110
a. Kadar Rendah
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
b. Kadar sedang
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
c. Kadar Tinggi
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
1. Penimbangan bahan
HCA Klor
Level
kadar AUC/ AUC/
AUC AUC
15000 10000
702607 468,405 284677 284,677
Kadar
616187 410,791 277850 277,850
rendah
626086 417,391 282720 282,720
861396 574,264 350082 350,082
Kadar
777540 518,360 351307 351,307
sedang
765696 510,464 356151 356,151
1032446 688,297 417344 417,344
Kadar
918372 612,248 412295 412,295
tinggi
939610 626,407 433452 433,452
* HCA: hidrokortison asetat
Klor: kloramfenikol
asetat 1000 ppm dan kloramfenikol 800 ppm untuk kadar rendah 0,4 ml,
HCA Replikasi I
C1V1 = C2V2
C2 = 41,706 ppm
C2 = 52,1325 ppm
C2 = 62,559 ppm
y=1,1023x + 0,0622
x = 42,4370 ppm
x = 52,0405 ppm
x = 62,3855 ppm
- Perhitungan recovery
kadar terukur
Recovery = x 100%
kadar teoritis
Replikasi I
42,4370
Kadar rendah → 41,706
x 100 % = 101,7527 %
52,0405
Kadar sedang → 52,1325 x 100 % = 99,8235 %
62,3855
Kadar tinggi → x 100 % = 99,7227 %
62,559
121
Kloramfenikol replikasi I
C1V1 = C2V2
C2 = 31,0946 ppm
C2 = 38,8682 ppm
C2 = 46,6418 ppm
y = 0,9043x - 0,0959
x = 31,5864 ppm
x = 38,8191 ppm
x = 46,2571 ppm
122
- Perhitungan recovery
kadar terukur
Recovery = x 100%
kadar teoritis
Replikasi I
31,5864
Kadar rendah → 31,0946
x 100 % = 101,5816 %
38,8191
Kadar sedang → 38,8682 x 100 % = 99,8738 %
46,2571
Kadar tinggi → 46,6418 x 100 % = 99,1752%
123
y = 1,1023x + 0,0622
y = 1,1023x + 0,0622
y = 13.9501
∑( y '− y )
2
1,4081
Sb y = = = 0,5307
x n−2 5
3 Sb y
LOD = x = 3 × 0,5307 = 1,4443 ppm
b 1,1023
10 Sb y
LOQ = x = 10 × 0,5307 = 4,8145 ppm
b 1,1023
124
AUC
Kadar klor AUC/10000
AUC teoritis y'-y (y'-y)2
(ppm) (y)
(y')
9,9416 88859 8,8859 8,8943 0,0084 0,0001
19,8832 178219 17,8219 17,8845 0,0626 0,0039
29,8247 272721 27,2721 26,8746 -0,3975 0,1580
39,7663 357538 35,7538 35,8648 0,1110 0,0123
49,7079 442122 44,2122 44,8550 0,6428 0,4131
59,6495 542454 54,2454 53,8451 -0,4003 0,1602
69,5911 628667 62,8667 62,8353 -0,0314 0,0010
Σ=0,7486
y = 0,9043x – 0,0959
y = 0,9043x – 0,0959
y = 8,8943
∑( y '− y )
2
0,7486
Sb y = = = 0,3869
x n−2 5
3 Sb y
LOD = x = 3 × 0,3869 = 1,2835 ppm
b 0,9043
10 Sb y
LOQ = x = 10 × 0,3869 = 4,2784 ppm
b 0,9043
125
BIOGRAFI PENULIS