SKRIPSI
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI
NIM 101501106
i
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
SKRIPSI
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI
NIM 101501106
i
PENGESAHAN SKRIPSI
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI
NIM 101501106
Drs. Maralaut Batubara, M.Phil., Apt. Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.
NIP 195101311976031003 NIP195201041980031002
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
ini.Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si.,
Apt.,serta Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.,selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
terhingga kepada Ayahanda Bustami dan Ibunda JekThau atas doa dan
iv
pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas,yang telah memberikan cinta kasih yang
selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis yang tidak dapat
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini.Akhir kata penulis berharap semoga
NIM 101501106
v
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
ABSTRAK
Kata Kunci: Kratingdaeng-s, KCKT, natrium benzoat, vitamin C, optimasi, dapar fosfat
pH 2,6 : metanol.
vi
OPTIMIZATIONS OF PHOSPHATE BUFFER pH 2,6 : METANOL MOBILE
PHASE FOR
SODIUM BENZOATE AND VITAMIN C IN KRATINDAENG-S WITH HPLC
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................... vi
viii
2.4 Natrium Benzoat ........................................................... 9
ix
2.8.1 Wadah Fase Gerak ............................................... 22
2.8.2 Pompa.................................................................... 22
x
3.4.3 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 N ........ 29
BPFI ............................................................................ 30
benzoat ........................................................................ 33
statistik ................................................................. 34
xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................... 37
LAMPIRAN .................................................................................... 48
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 14. Analisis data statistik untuk mencari kadar vitamin C ...... 80
Lampiran 15. Analisis data statistik untuk mencari kadar natrium benzoat 82
xv
Lampiran 21. Data hasil perhitungan recovery ......................................... 96
xvi
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
ABSTRAK
Kata Kunci: Kratingdaeng-s, KCKT, natrium benzoat, vitamin C, optimasi, dapar fosfat
pH 2,6 : metanol.
vi
OPTIMIZATIONS OF PHOSPHATE BUFFER pH 2,6 : METANOL MOBILE
PHASE FOR
SODIUM BENZOATE AND VITAMIN C IN KRATINDAENG-S WITH HPLC
ABSTRACT
vii
BAB I
PENDAHULUAN
atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan
energi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (Badan
produk minuman berenergi hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil, sehingga boleh
Salah satu yang menjadi bahan pertimbangan peneliti yaitu banyak produk
Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar B1, B2, B3,
B5, B6, B12, dan vitamin C dengan menggunakan KCKT kolom Agilent ZORBAX
1
Eclipse Plus C-18 dengan ukuran kolom yang berbeda yaitu 5 μm (4.6 mm × 150
mm);Rapid Resolution (RR), 3.5 μm (4.6 mm× 100 mm), and RR High
Throughput (RRHT), 8-μm (4.6 mm× 50 mm), fase gerak Dapar fosfat pH 2,5 :
metanol dengan laju alir 1 ml/menit yang perbandingan fase gerak nya tidak
penetapan kadar vitamin C dan natrium benzoat yang terlebih dahulu dilakukan
optimasi dan validasi metode KCKT dengan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 :
metanol untuk mendapatkan perbandingan fase gerak yang paling optimal dan
fosfat pH 2,6 : metanol 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90,
laju alir 1 ml/menit, suhu 30oC dan panjang gelombang 254 nm. Optimasi metode
analisis ini dilakukan terhadap parameter waktu retensi, luas area, lempeng
vitamin C yaitu 1000mg/hari dan batas maksimal natrium benzoat menurut Badan
Standarisasi Nasional (1995), yaitu 600 mg/kg, hal ini memberikan konsekuensi
akan perlunya suatu metode analisis yang praktis, akurat dan teliti. Sehingga perlu
2
Untuk menguji validasi metode, dilakukan uji akurasi dengan parameter
method) dan uji presisi dengan parameter Relative Standard Deviation (RSD), uji
sensitifitas dengan parameter limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ)
(Harmita,2004).
metanol dengan panjang gelombang 254 nm, laju alir 1 ml/menit dapat
Kratingdaeng-s.
1.3 Hipotesis
1. Metode KCKT menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol dapat
3
3. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH 2,6: metanol yang terpilih merupakan
natrium benzoat.
didalam Kratingdaeng-s.
1. Sebagai metode analisis kuantitatif baru bagi industri makanan dan minuman
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap
oleh tubuh untuk menghasilkan energi dengan atau tanpa bahan tambahan
taurin dengan atau tanpa kafein dan biasanya ditambahkan herbal seperti ginseng,
jahe, dan sebagainya dengan bentuk sediaan cairan Obat Dalam (COD) dalam
kemasan botol bervolume 150 mL, 250 mL atau serbuk dan tablet yang dilarutkan
metabolisme, memelihara kesehatan dan stamina tubuh, yang dapat diminum pada
5
b) Vitamin B3 (niasin, asam nikotinat)
d) Vitamin B6 (piridoksin)
f) Taurin
kolestrol.
g) Kafein
Kafein berfungsi sebagai stimulan susunan saraf pusat (SSP), jantung dan
6
h) Ginseng
gangguan pada ginjal dan hati sehingga harus dikonsumsi dengan batas yang telah
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah bahan yang
nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk meningkatkan nilai
7
2.3.1 Bahan pengawet
karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan
mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau
tambahan pangan, khususnya bahan pengawet maka bahan pangan yang tersedia
di pasar atau swalayan akan menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara
5. Mudah dilarutkan
8. Tidak Menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan
8
10. Mempunyai spektra antimikro yang luas, meliputi macam-macam
diawetkan.
anorganik karena bahan ini lebih mudah larut dan mudah untuk dibuat.Bahan
organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya.Zat
kimia yang sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau
K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan
pada proses pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hambuger) Selain
digunakan pada produk daging, nitrat dan nitrit juga digunakan pada ikan dan keju
berfungsi sebagai pembentuk faktor sensori lain, yaitu aroma dan cita rasa
(flavor)(Cahyadi, 2009).
Natrium benzoat merupakan salah satu pengawet organik yang digunakan pada
9
2.4.1 Sifat Fisikokimia
sebagai berikut:
a. Rumus bangun:
e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%.
f. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, lebih
naiknya kosentrasi ion hidrogen (H+), dan dikatakan bahwa pH rendah lebih besar
10
mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti minuman penyegar
(Cahyadi, 2009).
Pada penderita asma dan orang yang menderita urtikaria sangat sensitif
terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi
2.5 Vitamin C
Vitamin C merupakan molekul yang menyerupai glukosa kecil yang aktif dalam 2
bentuk, yaitu asam askorbat dan dehidro askorbat dan berguna sebagai
a. Rumus bangun:
e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6
11
f. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak
sebagai antioksidan yang berperan serta didalam banyak proses metabolisme yang
menyebabkan kanker di perut dan menjaga koenzim folat utuh. Vitamin C dan
vitamin E bekerja sama sebagai penangkal radikal bebas. Vitamin C juga dapat
membantu mencegah kanker tertentu (seperti kanker esofagus, mulut dan kanker
pada perut), penyakit kardiovaskular, dan katarak pada mata, yang mungkin
Caliendo, 1984).
12
Kebutuhan harian vitamin C sesuai dengan yang dirusak oleh oksidasi atau
yang diekskresi. Pada manusia sehat kebutuhan vitamin C 3-4 % dari persediaan
lebih parah yaitu terjadi nyeri otot, sendi, kulit menjadi kering, gusi berdarah, gigi
melonggar dan dapat mencapai kehilangan rambut (William dan Caliendo, 1984).
dengan gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang disebabkan oleh adanya
fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin (Gilman, dkk., 1996).
perut pada penderita dengan gastritis, juga meningkatkan absorpsi besi pada
macam teknik pemisahan, yaitu berdasarkan absorbsi sampel diantara suatu fase
gerak dan fase diam. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903
kolom yang berisi kapur (CaSO4). Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett
13
untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah
diakui sebagai penemu yang pertama kali mengenali dan menafsirkan proses
eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1978;
Rohman, 2007).
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut
kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)
berbagai analit secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal
14
(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap
(Rohman, 2007).
menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik.Untuk fase normal (fase
gerak lebih polar daripada fase gerak), sementara untuk fase terbalik (fase diam
kurang polar daripada fase gerak).Fase terbalik menggunakan fase diam silika
yang dimodifikasi secara kimiawi seperti oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase
gerak campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer.
Untuk solut yang bersifat asam lemah,peranan pH sangat krusial karena bila pH
fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonisasi.
diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk yang tidak
gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi
analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan
15
fase diam dan komponen● lebih cenderung di dalam fase gerak. Ilustrasi proses
Fase gerak
Fase diam
gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan
terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih
sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor. Waktu tambat dari
suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai
waktu hampa/void time.Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak
16
dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin
panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila
fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa
Faktor kapasitas atau faktor tambat (k) merupakan suatu ukuran derajat
tambatan dari suatu analit didalam kolom. K didefinisikan sebagai waktu zat
terlarut berada dalam fase diam (tR) dibagi dengan waktu zat terlarut dalam fase
t R −t M
Retention factor, k=
tM
Faktor tambat yang baik berada diantara nilai 1 hingga 10.Jika nilai k
terlalu kecilmenunjukkan tingkat pemisahan yang tidak bagus karena analit terlalu
cepatmelewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan tidak
yang digunakan sehingga akan menghasilkan resolusi dan waktu retensi dari
2.7.3 Selektivitas
17
Selektivitas bergantung pada banyak faktor umumnya tergantung pada
sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenisdan
komposisi fase gerak yang digunakan. Selektivitas yang didapatkan dalam sistem
KCKT harus α>1 agar pemisahan terjadi dengan baik (Dong, 2006).
Efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate number (N). Kolom yang
efisien adalah kolom yang mencegah pelebaran pita serta menghasilkan puncak
yang sempit dan memisahkan analit dengan baik.Jumlah nilai lempeng berbanding
lurus dengan panjang kolom. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran
kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin
yang baik adalah mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang
�� 2 4� � 2 �� 2
Number of � = � � =� � = 16� �
� � �
� �
partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat
analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000
(Meyer, 2010).
2.7.5 Resolusi
18
Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang saling
tR 2 − tR 1
R=
w1+ w2
semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses
pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun
sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling
berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh
karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar
dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka
disebabkan oleh tahanan yang lemah untuk senyawa yang sangat polar, sensitifitas
deteksi yang kurang bagus dan ukuran molekul terutama dalam senyawa
kompleks. Puncak yang tumpang tindih biasanya ditemukan bila satu puncak
19
Gambar 4.Contoh gambar puncak yang asimetris (Sumber: Dolan, 2003).
Pengukuran derajat asimetris puncak ini dapat diukur dengan faktor ikatan
dengan simbol (Tf) yang dapat dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada
a +b
Tf =
2a
Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5%
b
As =
a
20
Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan
setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar.
Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini
pengekoran (tailing) dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor
ikatan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1. Semakin besar harga TF maka
(Rohman, 2007).
21
2.8.1Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak merupakan sebuah bagian penting namun sederhana dari
dalam wadah tunggal, sedangkan untuk aplikasi gradien pencampuran fase gerak
dapat menggunakan lebih dari satu wadah fase gerak. Fase gerak harus bebas dari
partikel sehingga fase gerak harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan.
Wadah fase gerak yang digunakan dapat berupa botol kaca berdinding tebal atau
labu laboratorium yang harus inert dan bersih, sedangkan penutup wadah
diperbolehkan dengan berbagai bahan namun harus dapat menjaga agar debu tidak
masuk dan bercampur dengan fase gerak serta meminimalkan penguapan dari fase
2.8.2 Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
alir 3 ml/menit.Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari
kedalam pangkal kolom atau kepala kolom, dan diusahakan agar sesedikit
mungkin terjadi gangguan pada bagian kolom. Ada tiga jenis dasar injektor yang
22
a. Aliran-henti: Aliran dihentikan, penyuntikkan dilakukan pada tekanan
atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Cara ini dapat dipakai
karena difusi didalam zat cair kecil dan daya pisah tidak dipengaruhi.
b. Septum: Ini adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan
injektor yang umum dipakai pada kromatografi gas. Injektor ini dapat
dipakai pada tekanan sampai sekitar 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini
tidak dapat dipakai untuk semua pelarut kromatografi cair. Selain itu,
c. Katup putaran (loop valve): dikenal dengan sebutan katup jalan-kitar. Jenis
khusus. Pada saat fase gerak dialirkan, katup putaran pada tekanan
2.8.4 Kolom
dan kondisi kerja yang tepat.Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:
a. Kolom analitik: Diameter dalam 2-6 mm. panjang kolom tergantung pada
23
kolom 50- 100 cm, sedangkan untuk kemasan mikropartikel berpori
suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai. Pengepakan
2.8.5 Detektor
dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang
luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan
yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi
UV 254 nm. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi
nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan
Stevenson, 1978).
Stevenson, 1978).
24
2.9 Validasi Metode
menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik. Validasi metode meliputi
2.9.1 Akurasi
kembali analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode,
yakni spiked placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked
dianalisis dan jumlah analit hasil analisis yang dibandingkan dengan jumlah
ditambahkan secara langsung kedalam sediaan farmasi. Metode ini dapat kita
dinamakan standard addition method atau lebih dikenal metode penambahan baku
(Harmita, 2004).
2.9.2 Presisi
dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan
25
2.9.3 Spesifisitas
dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks
dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi
dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan
(Rohman,2007).
2.9.5 Linearitas
yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
konsentrasi yang mencakup pada seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan
2.9.6 Rentang
suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat
26
2.9.7 Kekuatan
untuk tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil.
seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar,
2.9.8 Kekasaran
diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Alat
wadah fase gerak, vial, pH meter, sonifikator (Branson 1510), pompa vakum
(Gast DOA – P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), membrane filter
PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose nitrate membran filter 0,45 µm.
3.2.2Bahan
99,9% b/b (E.Merck), asam fosfat, Buffer standart pH 4,01 dan 7,01 (Hanna),
Natrium benzoat BPFI (Badan POM RI), Vitamin C BPFI (Badan POM RI),
28
3.3 Pengambilan Sampel
menggunakan rumus : n = N +1
dengan 300 ml aquabides dalam labu tentukur 500 ml, dikocok, dicek pH lalu
30menit.
kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda
29
3.4.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium benzoat BPFI
hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml
(LIB I).
254 nm dengan suhu 30oC. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa
dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1
ml/menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut
telah stabil.
patkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH2,6:
metanol yang divariasikan adalah 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80,
10:90, dengan laju alir 1 ml/menit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu
retensi yang singkat, resolusi yang baik, nilai lempeng teoritis yang valid dan
tailing faktor paling kecil yang akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.
30
Analisis kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pada Tabel 5.
padaTabel 1.
laju alir 1ml/menit, suhu 30oC dan dideteksi pada panjang gelombang 254
31
Dipipet 0,3 ml dari LIBI vitamin C dan dipipet LIB I sebanyak 1 ml dari
LIB I natrium benzoat dimasukan kedalam labu tentukur 10 ml, dan dilarutkan
vitamin C dan 100 µg/ml natrium benzoat Kemudian disaring dengan membrane
filter PTFE 0,2µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl dengan fase
gerak dapar fosfat : metanol (50:50), laju alir 1 ml/menit, suhu 300C dan
pembuatan LIB II (200µg/ml). Dari LIB II dipipet ( 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 1,5
ml; dan 2 ml; dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan
masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan
dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area
Dipipet LIB I sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml dan
membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl
32
secara autosampler dengan elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada
panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram
dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor
korelasinya.
kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat: metanol (50:50)
dengan laju alir 1 ml/menit dengan suhu 300C pada panjang gelombang 254 nm.
(spiking) kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang
sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil
benzoat BPFI 100 µg/ml kedalam beserta sampel tadi,dimasukkan ke dalam labu
membrane filter PTFE 0,2 µm. Kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT
33
fosfat pH 2,6 : metanol, dengan perbandingan (50:50), laju alir 1ml/menit,dan
dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dilakukan perlakuan ini sebanyak 6
SD =
∑ (X − X ) 2
n −1
X −X
t hitung =
SD / n
Dengan dasar penolakan data apabila t hitung < t tabel, pada taraf kepercayaan
SD
µ = X ± t (1−1 / 2α ) dk x
n
Keterangan:μ = Kadar sebenarnya
34
X = Kadar sampel
n = Jumlah pengulangan
t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan
dk = Derajat kebebasan
derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut
CF −CA
% Perolehan Kembali= x 100%
C∗A
Keterangan :
CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran (µg/ml)
CA = Konsentrasi sampel sebenarnya (µg/ml)
C*A = Konsentrasi analit yang ditambahkan (µg/ml)
serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada
sampel yang sama. Untuk menguji data presisi (RSD), diambil data-data dari %
RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari % perolehan kembali
Standar Deviasi (RSD) dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan:
100 � ��
��� =
X
35
SD = Standar deviasi serangkaian data
X = rata-rata data.
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat
dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan
∑ (Y − Yi )
2
Sy/x =
(n − 2)
3 x Sy / x
LOD =
Slope
10 x Sy / x
LOQ =
Slope
36
BAB IV
70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90 dengan laju alir 1 ml/menit,
dideteksi dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil kromatogram dapat dilihat
37
Tabel 4.Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Faktor Pengekoran
Perbandingan fase gerak
Senyawa
70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80
Benzoat 1,106 1,072 1,059 1,061 1,138 1,123
vitamin C 1,569 2,476 1,428 1,770 1,623 1,092
Berdasarkan Tabel 1 sampai Tabel 4 dapat dilihat hasil optimasi dengan
menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB (250 mm x 4,6 mm) C18, autosampler
gerak yang terbaik ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, pemisahan
kromatogram (resolusi) yang baik, nilai Lempeng Teoritis yang valid dan Faktor
Dipipet LIB I sebanyak 1 ml untuk natrium benzoat dan dipipet dari LIB I
dengan kosentrasi natrium benzoat 100 µg/ml dan vitamin C 30 µg/ml. Kemudian
larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diinjeksikan kesistem
38
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retens teoritis
i
2,606 1,61 369,11108 59,11909 0,78 0,0921 4442 - -
4,973 3,99 337,00629 32,11016 0,92 0,1524 5903 11,38 2,47
Gambar7. Kromatogram Campuran natrium benzoat dan Vitamin C BPFI
Dari gambar 7. waktu retensi untuk vitamin C adalah 2,606 menit, dengan
lempeng teoritis sebesar 4442 dan faktor pengekoran sebesar 1,08796, sedangkan
waktu retensi natrium benzoat adalah 4,973, dengan nilai lempeng teoritis sebesar
5903, faktor pengekoran sebesar 1,32255dan resolusi sebesar 11,38. Nilai ini
memenuhi syarat dimana nilai lempeng teoritis lebih besar dari 2000, resolusi
lebih besar dari 1,5 dan faktor pengekoran kurang dari 2 (Ditjen POM,1995).
vitamin C dan natrium benzoat, diperoleh komposisi fase gerak dapar fosfat
dan dianalisis pada panjang gelombang 254 nm. Untuk mengetahui bahwa sampel
spiking dengan cara menambahkan baku ke dalam sampel dan dianalisis pada
kondisi kromatografi yang sama. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8
39
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,576 1,58 107,19990 10,93443 0,73 0,1942 976 - -
5,099 4,11 13,84946 1,40597 0,62 0,1394 7401 8,89 2,60
peningkatan luas area dan tinggi puncak kromatogram vitamin C dan natrium
dengan komponen lain belum terpisah sempurna dikarenakan pada sampel tidak
dan vitamin C dalam sampel.Data dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
40
Endapan kuning jingga
2. Vitamin C FeCl3 + NaOH Unggu
warna ungu dengan penambahan besi (III) klorida dan natrium hidroksida serta
endapan kuning jingga dengan penambahan besi (III) klorida (Vogel, 1985).
adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara luas area dan
adanya hubungan antara luas area dan konsentrasi (Moffat, dkk., 2005).
41
250µg/ml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r =
luas area dan konsentrasi. Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Kratingdaeng-s dapat dilihat pada Tabel 6di bawah ini. Kromatogram dari vitamin
nasional (2002), yaitu batas maksimal vitamin C yang diizinkan adalah 1000
42
mg/hari, namun pada sampel Kratingdaeng-s kadar vitamin C tidak dicantumkan
pada label kemasan, hal ini dikarena untuk menjaga rahasia perusahaan sehingga
tidak dicantumkan atau kadar vitamin C dalam sampel hanya sedikit sehingga
(1995), batas penggunaan natrium benzoat pada minuman energi yaitu 600 mg/kg.
Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar
adisi terhadap sampel Kratingdaeng-s yang meliputi uji akurasi dengan parameter
% recovery dan uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi),
Data hasil ujivalidasi, parameter akurasi dan presisi natrium benzoat dan
vitamin C pada sampel Kratingdaeng-s dengan metode adisi standar yang hasil
43
Kadar rata – rata (%) Recovery = 87,31%
Standar Deviasi = 3,745
Relative Standar Deviasi (%) = 0,896%
Batas Deteksi (LOD) (ppm) = 1,1166
Batas Kuantitasi (LOQ) (ppm) = 3,7220
bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (Ermer dan McB.Miller, 2005).
Persyaratan nilai RSD yang ditentukan adalah < 2%.Maka dapat disimpulkan
44
Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang
diperoleh dalam kurva kalibrasi. Dari hasil perhitungan diperoleh untuk vitamin C
nilai LOD 1,1166 µg/ml dan nilai LOQ 3,7220 µg/ml, sedangkan untuk natrium
BAB V
5.1 Kesimpulan
Agilent C18 (250 mm x 4,6 mm) autosampler, dengan fase gerak dapar
fosfat pH 2,6 : metanol dan metode ini memberikan uji validasi dengan
Kratingdaeng-s
45
menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), natrium benzoat tidak
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dolan, J.W. (2003). Why Do Peaks Tail?.LC GC North America 21(7): 2-4.
Dong, M.W. (2006).Modern HPLC for Practicing Scientists. New Jersey: Jhon
Wiley & Sons Inc. Hal. 19, 20, 21, 79.
Gilman, A.G., Hardman, J.G., dan Limbird, L.E. (1996). The Pharmacological Basis
of Therapeutics.Penerjemah: Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. (2012).
Dasar Farmakologi Terapi.Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal.1570.
Glinko, A., Bozym, M.J., Owens, M.L., dan Usher, K.M. (2008). Reversed-
Phase HPLC Separation of Water-Soluble Vitamins on Agilent ZORBAX
Eclipse Plus Columns.Department of Chemistry. Wilmington: Agilent
Technologies Inc. Hal. 1-3.
46
Harmita.(2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya.Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.
William, E.R., dan Caliendo, M.A. (1984). Nutrition: Principles, Issues, and
Applications. New York: McGraw-Hill. Hal.263, 266.
47
Lampiran 1.Kromatogram Natrium benzoat pada optimasi perbandingan fase
gerak Dapar fosfat pH 2,6: metanol, laju alir 1 ml/menit dan
panjang gelombang 254 nm.
Perbandingan 80:20
48
Waktu K Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
13,187 12,22 346,63040 14,4456 0,94 0,3633 7297 - -
Perbandingan 70:30
Lampiran 1 (Lanjutan)
49
Perbandingan 60:40
Perbandingan 50:50
Lampiran 1 (Lanjutan)
50
Perbandingan 40:60
Perbandingan 30:70
Lampiran 1 (Lanjutan)
51
Perbandingan 20:80
Perbandingan 10:90
Lampiran 2. Kromatogram Vitamin C pada optimasi fase gerak Dapar fosfat pH
2,6: metanol, laju alir 1 ml/menit, dan panjang gelombang 254 nm.
52
Perbandingan 80:20
Perbandingan 70:30
Lampiran 2 (Lanjutan)
53
Perbandingan 60:40
Perbadingan 50:50
Lampiran 2 (Lanjutan)
54
Perbandingan 40:60
Perbandingan 30:70
Lampiran 2 (Lanjutan)
55
Perbandingan 20:80
Perbandingan 10:90
Lampiran 3. Kromatogram Campuran Vitamin C dan Natrium benzoat pada
optimasi fase gerak Dapar fosfat pH 2,6 : metanol, laju alir 1
ml/menit, dan panjang gelombang 254 nm.
56
2,761 1,7 252,55573 39,285 0,91 0,0856 5753 - -
24,708 23,7 310,98880 7,2577 0,74 0,6233 8704 36,4 13,4
Perbandingan 80:20
Perbandingan 70:30
Lampiran 3 (Lanjutan)
57
Perbandingan 60:40
Lampiran 3 (Lanjutan)
58
Waktu K Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,605 1,61 401,01611 46,774 0,45 0,1259 2363 - -
3,865 2,88 330,89172 34,657 0,94 0,1328 4691 5,73 1,78
Perbandingan 40:60
59
Perbandingan 20:80
Perbandingan 10:90
Lampiran 4. Kromatogram Sampel Kratingdaeng-s dengan fase gerak dapar
fosfat pH 2,6 : metanol (50:50),laju alir 1 ml/menit, danpanjang
gelombang 254 nm.
60
2,576 1,58 107,19990 10,934 0,73 0,1942 976 - -
5,099 4,11 13,84946 1,4059 0,62 0,1394 7401 8,8 2,6
61
Perbandingan Fase Gerak Dapar fosfat pH 2,6 : metanol (50:50),
kosentrasi 5 ppm.
Lampiran 6 (Lanjutan)
62
Perbandingan Fase Gerak Dapar fosfat pH 2,6 : metanol ( 50:50),
kosentrasi 20 ppm.
Perbandingan Fase Gerak Dapar Fosfat pH 2,6 : metanol (50:50), laju alir
1 ml/ menit dengan kosentrasi 30 ppm.
Lampiran 6 (Lanjutan)
63
Waktu K Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,614 1,62 859,84991 139,840 0,80 0,0886 4824 - -
dengan kolom Agilent Eclipse XDB C18 ( 250 mm x 4,6 mm), autosampler 10 �l ,
64
Perbandingan Fase Gerak Dapar Fosfat pH 2,6 : metanol (50:50),
kosentrasi 50 ppm.
Lampiran 7 (Lanjutan)
65
5,110 4,12 573,24084 61,0643 0,79 0,1322 8280 - -
66
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
5,113 4,13 948,90216 89,8088 0,99 0,1447 6923 - -
kosentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200ppm, dan 250 ppm. Dengan
menggunakan KCKT dengan kolom Agilent Eclipse XDB C18 ( 250 mm x 4,6
Konsentrasi
Luas Area
µg/ ml
No. XY X2 Y2
X Y
1 0 0 0 0 0,0000
2 5 97,792 488,96 25 9563,2753
3 10 193,960 1939,6 100 37620,482
4 20 423,360 8467,2 400 179233,69
5 30 646,090 19382,7 900 417432,29
6 40 859,850 34394 1600 739342,02
∑ 105 2221,052 64672,5 3025 1383191,8
Rata
17,5 370,17533
2
67
Y = ax + b
n(ΣXY) − (ΣX)(ΣY)
=
n(ΣX 2 ) − (ΣX)2
6(64672,46) − (105)(2221,052)
=
6(3025) − (105)2
388034 ,76−233210 ,46
=
18150 −11025
154824 ,3
=
7125
= 21,729726
� − a��
b =Y
= 370,17533- 380,27021
= -10,09488
Lampiran 8 (Lanjutan)
Untuk mencari hubungan konsentrasi (X) dengan luas area (Y) digunakan
(∑XY) − (∑X)(∑Y)/n
r=
�[(∑X 2 − (∑X)2 /n][(∑Y 2 ) − (∑Y)2 /n]
64672,46 - 38868041
=
�(3025-1837,5)(1383191,8-822178,67)
68
25804,05
=
�1187,5× 561013,13
25804 ,05
=
25810 ,91
= 0,99973
69
Standar Deviasi ( Sy / x) =
∑ (Y − Yi) 2
n−2
Sy / x =
(196,24167 )
3
Sy/x = 8,0878854
3 x Sy / x
Batas Deteksi ( LOD ) =
Slope
3 x 8,0878854
LOD =
21,729726
10 x Sy / x
Batas Kuantitasi ( LOQ ) =
Slope
10 x 8,0878854
LOQ =
21,729726
Konsentrasi
Luas Area
µg/ ml
No. XY X2 Y2
X Y
1 0 0 0 0 0,0000
2 50 189,580 9479 2500 35940,576
3 100 380,290 38029 10000 144620,48
4 150 573,240 85986 22500 328604,1
5 200 761,930 152386 40000 580537,33
6 250 948,900 237225 62500 900411,21
∑ 750 2853,94 523105 137500 1990113,7
Rata
125 475,656
2
70
Y = ax + b
�(��� )−(��)(��)
=
� (�� 2 )− (��)2
6(523105 )−(750)(2853,94)
=
6(137500 )− (750)2
3138630 −2140455
=
825000 −562500
998175
=
262500
= 3,8025714
� − a��
b =Y
= 475,656 - 475,32143
= 0,334575
Lampiran 10 (lanjutan)
Untuk mencari hubungan konsentrasi (X) dengan luas area (Y) digunakan
(∑XY) − (∑X)(∑Y)/n
r =
�[(∑X 2 − (∑X)2 /n][(∑Y 2 ) − (∑Y)2 /n]
523105-356742,5
=
�(137500-93750)(1990113,7-1357495,6)
166362,5
=
�43750× 632618,1
71
166362 ,5
=
166364 ,18
= 0,99999
Lampiran 11. Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)
Natrium benzoat
Standar Deviasi ( Sy / x) =
∑ (Y − Yi) 2
n−2
72
Sy / x =
(12,704493 )
3
Sy/x = 2,05787
3 x Sy / x
Batas Deteksi ( LOD ) =
Slope
3 x 2,05787
LOD =
3,8025714
10 x Sy / x
Batas Kuantitasi ( LOQ ) =
Slope
10 x 2,05787
LOQ =
3,8025714
Y = aX + b
Y = 21,729726 X – 10,09488
Y −b
X =
a
Y = luas area, X = konsentrasi (µg/ml)
Kratingdaeng-s 100 ml≈ 110,9172 g
Contoh Perhitungan Penentuan Kadar
Sampel dipipet =1ml
Luas Area = 106,38821
Persamaan Regresi = Y = 21,729726 X – 10,09488
106,38821 +10,09488
X =
21,729726
= 5,3605411µg/ml
73
Konsentrasi x volume
Kadar vitamin C =
Berat sampel yang ditimbang
mcg
5,3605411 �ml x 10 ml
=
1 ml
= 53,605411µg/ml
Kadar kemurnian vitamin C = 53,605411µg/ml x Kadar Baku
���
= 53,605411 ��� � 99,85 %
=53,525003mcg/ml
Lampiran 12 (lanjutan)
b. Contoh Perhitungan Natrium benzoat pada Kratingdaeng-s
Y = aX + b
Y = 3,8025714 X + 0,334575
Y −b
X =
a
Y = luas area, X = konsentrasi (µg/ml)
74
Luas Area Baku Natrium benzoat 100 ppm = 352,4
Luas Area sebenarnya =Luas Area yang didapat –Luas Area Baku Na benzoat
= 394,7- 352,4
= 42,3
Persamaan Regresi Y = 3,8025714 X + 0,334575
42,3−0,334575
X=
3,8025714
= 11,036065µg/ml
Konsentrasi x volume
Kadar natrium benzoat =
Berat sampel yang ditimbang
���
11,036065 ��� � 10 ��
=
1 ��
= 110,36065µg/ml
���
Kadar kemurnian natrium benzoat = 110,36065 ��� x Kadar Baku
mcg
= 110,36065 �ml x 100,34 %
���
=110,73588 ���
Kadar natrium benzoat setelah dikonversikan
110,73588 mcg /ml x 100 mcg 110,73588 mcg /ml x100 mcg
= = = 99,8365 mcg�g
100 ml 110,9172 g
Luas area = luas area sampel yang diadisi – luas area baku natrium benzoate
75
Lampiran 13.Kromatogram Hasil Penyuntikan Sampel Kratingdaeng-s dengan
penambahan baku benzoat 100 ppm
76
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,429 1,44 111,55383 15,986 1,26 0,1159 2433 - -
5,044 4,06 394,72101 41,362 0,97 0,1333 7926 8,93 2,5
Penyuntikkan ke-1
Penyuntikkan ke- 2
Lampiran 13 (Lanjutan).
77
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,427 1,44 108,24502 14,345 1,27 0,1156 2477 - -
5,044 4,06 394,13504 41,038 0,97 0,1350 7732 8,92 2,5
Penyuntikkan ke-3
Penyuntikkan ke-4
Lampiran 13 (lanjutan)
78
2,430 1,44 106,38821 15,101 1,27 0,1174 2372 - -
5,045 4,06 394,21609 41,265 0,97 0,1333 7937 9,00 2,5
Penyuntikkan ke -5
Penyuntikkan ke -6
Lampiran 13 (lanjutan)
Kratingdaeng s
79
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,576 1,58 107,19990 10,934 0,73 0,1942 976 - -
5,099 4,11 13,84946 1,4059 0,62 0,1394 7401 8,89 2,6
80
Kadar (mg/kg) Luas Area
No X Y ( X - �� ) ( X - ��)2
1 50,3967 111,55383 1,715701 2,9436299
2 49,588112 109,60195 0,907113 0,822854
3 49,025961 108,24502 0,344962 0,11899878
4 48,592988 107,19990 -0,088011 0,00774594
5 48,256721 106,38821 -0,424278 0,18001182
6 47,468356 104,48524 -1,419784 2,0157866
SD =
∑(X − X ) 2
=
6,08902704
= 1,103542
n −1 5
Pada tingkat kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1 = 6 – 1 = 5
Diperoleh t tabel = 4,0321
Dasar penolakan data apabila t hitung< t tabel
X −X
t hitung =
SD / n
| 1,715701 |
t hitung data 1 = = 3,808
1,103542 / 6
| 0,907113 |
t hitung data 2 = = 2,01348
1,103542 / 6
| 0,344962 |
t hitung data 3 = = 0,76569
1,103542 / 6
| −0,088011 |
t hitung data 4 = = 0,19535
1,103542 / 6
| −0,424278 |
t hitung data 5 = = 0,9417
1,103542 / 6
Lampiran 14 (lanjutan)
81
| -1,419784 |
t hitung data 6 = = 3,15144
1,103542 / 6
Dari hasil perhitungan diatas didapat semua thitung: thitung < ttabel ,maka Semua
µ = X (t – 1/2 α) dk ×
1,103542
=48,88814± (4,0321x )
√6
= (48,88814± 1,81653766) mg/kg
82
Kadar (mg/kg) Luas Area
No X Y ( X - �� ) ( X - ��)2
1 99,83 42,3 0,6746 0,455085
2 98,85 41,886 -0,3054 0,093269
3 98,492 41,73504 -0,663 0,439569
4 99,48 42,15136 0,3246 0,105365
5 98,68 41,8161 -0,4754 0,226005
6 99,60 42,20196 0,4446 0,197669
∑ X=594,9324
∑ (X - ��)2 = 1,516962
��=99,1554
SD =
∑(X − X ) 2
=
1,516962
= 0,55081
n −1 5
Pada tingkat kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1 = 6 – 1 = 5
Diperoleh t tabel = 4,0321
Dasar penolakan data apabila t hitung< t tabel
X −X
t hitung =
SD / n
| 0,6746 |
t hitung data 1 = = 2,999
0,55081 / 6
| -0,3054 |
t hitung data 2 = = 1,358
0,55081 / 6
| -0,663 |
t hitung data 3 = = 2,948
0,55081 / 6
| 0,3246 |
t hitung data 4 = = 1,44
0,55081 / 6
| −0,4754 |
t hitung data 5 = = 2,114
0,55081 / 6
Lampiran 15 (lanjutan)
83
| 0,4446 |
t hitung data 6 = = 1,977
0,55081 / 6
Dari hasil perhitungan diatas didapat semua thitung: thitung < ttabel, maka
µ= X (t – 1/2 α) dk ×
0,55081
=99,1554± (4,0321x )
√6
=(99,1554 ± 0,90669) mg/kg
84
Ditimbang Kratingdaeng-s sebanyak 100 ml kemudian dipipet 1ml sampel
Kratingdaeng-s kedalam labu tentukur 10 ml dan dari LIB I (1000 ppm) dipipet
1ml baku Na benzoat ( 100 ppm) dimasukan ke labu tentukur yang berisi sampel
tersebut. Kemudian dari LIB I (1000 ppm) ditambahkan lagi baku natrium
dengan penambahan Vitamin C dri LIB I(200 ppm ) dipipet 0,25 ml ke dalam
dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan kadar
kemudian disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm. Diinjeksikan sebanyak
dideteksi pada panjang gelombang 254 nm dengan perbandingan fase gerak dapar
fosfat : methanol (50:50), laju alir 1 ml/menit dengan suhu 300C. Dilakukan
85
a.(Sebelum penambahan baku)
Penyuntikkan ke-1
Penyuntikkan ke-2
Lampiran 17 (Lanjutan).
86
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,427 1,44 108,24502 14,345 1,27 0,1156 2477 - -
5,044 4,06 394,13504 41,038 0,97 0,1350 7732 8,92 2,5
Penyuntikkan ke -3
Penyuntikkan ke-4
Lampiran 17 (Lanjutan).
87
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,430 1,44 106,38821 15,101 1,27 0,1174 2372 - -
5,045 4,06 394,21609 41,265 0,97 0,1333 7937 9,00 2,5
Penyuntikkan ke -5
Penyuntikkan ke-6
Lampiran 17 (lanjutan).
88
(Setelah penambahan baku)
Penyuntikkan ke-1
Penyuntikkan ke-2
Lampiran 17 (lanjutan).
89
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,609 1,62 215,35138 33,562 0,84 0,0889 4773 - -
5,045 4,40 434,70016 42,303 0,61 0,1427 7908 10,3 2,7
Penyuntikkan ke-3
Penyuntikkan ke-4
Lampiran 17 (lanjutan).
90
Waktu k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng R α
retensi teoritis
2,609 1,62 211,72934 32,916 0,84 0,0895 4716 - -
5,044 4,40 432,78897 42,578 0,61 0,1417 8049 10,3 2,7
Penyuntikkan ke-5
Penyuntikkan ke-6
91
Perhitungan % Recovery
��−��
% recovery = x 100%
�∗�
Keterangan :
CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh setelah penambahan Natrium
93,39808µg/ml - 49,025961µg/ml
% Recovery = x 100% = 88,744%
50 µg/ml
92,19495µg/ml - 49,592988µg/ml
% Recovery = x 100% = 85,20392%
50 µg/ml
91,8975µg/ml - 49,256721µg/ml
% Recovery = x 100% = 85,28155%
50 µg/ml
92
Tabel 9. Data hasil penyuntikan sampel Kratingdaeng-s sebelum dan sesudah
penambahan baku Vitamin C.
No Kadar sebelum KadarSetelah
Penambahan baku Penambahan baku
(mg/kg) (mg/kg) % Recovery
1 50,3967 96,4037 92,014
2 49,588112 94,8548 90,533
3 49,025961 93,39808 88,744
4 49,592988 92,19495 85,20392
5 49,256721 91,8975 85,28155
6 49,468356 90,5249 82,1131
∑(�−�� )2 70,129224
�� =� =� = 3,745
�−1 5
Pada tingkat kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1 = 6 – 1 = 5
Diperoleh t tabel = 4,0321
Dasar penolakan data apabila t hitung< t tabel
X −X
t hitung =
SD / n
| 4,69907 |
t hitung data 1 = = 3,07351
3,745 / 6
| 3,2181 |
t hitung data 2 = = 2,104848
3,745 / 6
| 1,4291 |
t hitung data 3 = = 0,9347
3,745 / 6
93
| −2,11098 |
t hitung data 4 = = 1,3807
3,745 / 6
| −2,03335 |
t hitung data 5 = = 1,32995
3,745 / 6
| −5,2018 |
t hitung data 5 = = 3,40233
3,745 / 6
Dari hasil perhitungan diatas didapat semua thitung: thitung < ttabel.,maka Semua
SD
RSD= × 100%
X
= 3,745
× 100%
87,3149
= 0,896 %
94
Lampiran 20. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali Natrium benzoat
Perhitungan % Recovery
CF −CA
% recovery = x 100%
C∗A
Keterangan :
CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh setelah penambahan Natrium
95
Lampiran 20 (lanjutan)
Contoh Perhitungan Natrium benzoat pada Sampel untuk Recovery
Y = aX + b
Y = 3,8025714 X + 0,334575
Y −b
X =
a
Y = luas area, X = konsentrasi (µg/ml)
96
Lampiran 21. Data Hasil Perhitungan Persen Perolehan kembali Natrium
benzoat
Tabel 11. Data hasil penyuntikan sampel Kratingdaeng-s sebelum dan sesudah
penambahan baku Natrium benzoat
Tabel 12.Analisis Data Statistik Persen Perolehan Kembali Natrium benzoat pada
Kratingdaeng-s
No X (� − ��) (� − ��)2
1 102,22257 3,004203 9,0252357
2 98,864164 -0,354203 0,12545977
3 96,50524 -2,713127 7,3610581
4 99,79384 0,575473 0,33116917
5 98,90795 -0,310417 0,09635871
6 99,01644 -0,201927 0,04077451
∑ 595,3102 ∑ (� − ��)2 =16,98005596
�� 99,218367
∑(�−�� )2 16,98005596
�� =� =� = 1,8428
�−1 5
Pada tingkat kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1 = 6 – 1 = 5
Diperoleh t tabel = 4,0321
Dasar penolakan data apabila t hitung< t tabel
97
Lampiran 21 (lanjutan)
X−X
t hitung =
SD / n
| 3,004203 |
t hitung data 1 = = 3,99
1,8428 / 6
| -0,354203 |
t hitung data 2 = = 0,4708
1,8428 / 6
| -2,713127 |
t hitung data 3 = = 3,6063
1,8428 / 6
| 0,575473 |
t hitung data 4 = = 0,7649
1,8428 / 6
| −0,310417 |
t hitung data 5 = = 0,41261
1,8428 / 6
| −0,201927 |
t hitung data 5 = = 0,2684
1,8428 / 6
Dari hasil perhitungan diatas didapat semua thitung: thitung < ttabel.,maka Semua
��
RSD = x 100%
X
1,8428
= x 100%
99,218367
= 1,8573%.
98
Lampiran 22.Hasil pengujian validasi, dengan parameter akurasi, presisi, batas
deteksi (LOD), batas kuantitasi (LOQ) Vitamin C pada
Kratingdaeng-s dengan menggunakan metode adisi standar
99
Lampiran 24.Daftar Spesifikasi Sampel
Kratingdaeng-s = Kratingdaeng-S
100
Lampiran 25. Tabel Nilai Distribusi t
101
Lampiran 26.Sertifikat Na benzoat BPFI
102
Lampiran 27. Sertifikat Vitamin C BPFI
103
Lampiran 28. Gambar alat – alat yang digunakan
Gambar 14. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase
gerak
104
Lampiran 28 (lanjutan)
105
Lampiran 28 (lanjutan)
106