Anda di halaman 1dari 75

EVALUASI METODE ISOLASI ASAM NUKLEAT

DALAM DETEKSI PCR UNTUK PATOGEN ANTRAKNOSA,


BULAI, HUANGLONGBING DAN MOSAIK

ADE SYAHPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat
dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan
Mosaik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Ade Syahputra
NRP A351130484
4

RINGKASAN

ADE SYAHPUTRA. Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR
untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik. Dibimbing oleh
KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Pengujian dengan metode molekuler seperti Polymerase Chain Reaction


(PCR) bagi Badan Karantina Pertanian sangat penting mengingat diperlukan
deteksi dan identifikasi yang cepat, efisien dan akurat. Oleh sebab itu perlu
dilakukan evaluasi beberapa metode isolasi asam nukleat dalam deteksi PCR
untuk beberapa macam penyakit tumbuhan berdasarkan golongan patogen dan
tipe penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode isolasi asam
nukleat secara konvensional, kit komersial, dan FTA-card yang digunakan dalam
teknik PCR dan modifikasinya untuk deteksi patogen-patogen penyakit
antraknosa cabai, bulai jagung, huanglongbing jeruk dan mosaik kacang panjang.
Sebanyak tiga bagian tanaman diambil dari setiap contoh tanaman sakit di
lapangan yaitu buah cabai yang terserang Colletotrichum acutatum, daun jagung
yang terserang Peronosclerospora sorghi, daun jeruk yang terserang Candidatus
Liberibacter asiaticus dan daun kacang panjang yang terserang BCMV. DNA hasil
isolasi masing-masing metode tersebut diukur dengan UV-vis nanodrop-
spektrofotometer dalam satuan konsentrasi ng µL-1. Jumlah total asam nukleat
dari metode kit dan konvensional dihitung dari perkalian antara konsentrasi
dengan volume total suspensi asam nukleat; sedangkan untuk metode FTA-card
standar dan modifikasi yaitu perkalian antara konsentrasi, volume suspensi dan
luas kertas FTA yang berisi contoh dibagi dengan luas tiap punch. Untuk PCR
asam nukleat hasil isolasi sebagai cetakan DNA pada konsentrasi 15 ng µL-1 dan
konsentrasi primer yaitu 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0 µM untuk tiap metode isolasi.
Konsentrasi DNA tertinggi hasil isolasi total dari jaringan tanaman sakit
selalu diperoleh melalui metode konvensional baik pada C. acutatum asal biakan
murni atau antraknosa pada buah, bulai jagung, huanglongbing jeruk maupun
BCMV. Kemurnian DNA yang baik dari hasil isolasi diperoleh pada C. acutatum
asal buah dan huanglongbing jeruk dengan kit komersial (nilai 1.94), C. acutatum
asal biakan murni dengan konvensional (nilai 1.91), Ca. L. asiaticus dengan kit
komersial (nilai 1.96) dan kemurnian RNA dari BCMV diperoleh dengan metode
kit komersial (nilai 2.08). Jumlah DNA total tertinggi secara nyata diperoleh
melalui metode FTA-card yang dimodifikasi untuk C. acutatum asal biakan
murni, sedangkan untuk patogen lainnya tidak menunjukkan perbedaan nyata
antar keempat metode isolasi. Secara umum bahwa kuantitas dan kualitas asam
nukleat yang diperoleh pada keempat metode isolasi asam nukleat terhadap
keempat patogen termasuk layak untuk digunakan selanjutnya sebagai cetakan
(template) dalam amplifikasi DNA menggunakan PCR. Deteksi keempat patogen
dengan PCR dengan masing-masing primer spesifik menggunakan DNA template
hasil isolasi dengan empat metode pada volume setara tanpa merubah konsentrasi
DNA menunjukkan amplifikasi positif walaupun dengan ketebalan pita DNA
yang bervariasi. Untuk mencapai hasil terbaik, jumlah DNA cetakan dalam reaksi
PCR perlu dioptimasi. PCR lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi primer
yang optimal serta penambahan DNA template pada ketiga metode isolasi,
5

menunjukkan bahwa semua contoh DNA menghasilkan pita DNA amplikon yang
lebih tebal dan merata. Secara umum ditunjukkan bahwa konsentrasi asam nukleat
yang terbaik secara umum diperoleh melalui metode isolasi konvensional yang
lebih membutuhkan tahap dan waktu lebih banyak dibandingkan metode kit
komersial atau FTA card dan modifikasinya. Kualitas asam nukleat yang baik
lebih sering diperoleh melalui metode kit komersial. Jumlah total asam nukleat
tertinggi diperoleh melalui metode FTA card yang lebih praktis dan singkat
namun kualitasnya lebih rendah. Asam nukleat hasil isolasi keempat metode
isolasi keempat jenis patogen tumbuhan dalam penelitian ini tergolong layak
untuk langsung digunakan sebagai template DNA dalam PCR. Perbaikan hasil
PCR dapat dilakukan melalui optimasi jumlah template DNA dan konsentrasi
primer dalam reaksi PCR. Penyiapan DNA melalui metode konvensional atau kit
komersial lebih bermanfaat untuk digunakan dalam kegiatan penelitian berbasis
biologi molekuler yang memerlukan kuantitas dan kualitas asam nukleat yang
sebaik mungkin, sedangkan dalam bidang terapan atau kepentingan deteksi cepat
penggunaan FTA card yang ringkas dan praktis akan lebih bermanfaat.

Kata kunci: BCMV, Candidatus Liberibacter asiaticus, Colletotrichum acutatum,


FTA-card, PCR, Peronosclerospora sorghi, spektrofotometer.
6

SUMMARY

ADE SYAHPUTRA. Evaluation of Nucleic Acid Isolation Methods Used in PCR


Detection for Pathogens of Anthracnose, Downy Mildew, Huanglongbing and
Mosaic. Supervised by KIKIN HAMZAH MUTAQIN and TRI ASMIRA
DAMAYANTI.

Nucleic acid-based molecular techniques like Polymerase Chain Reaction


(PCR) is important for Indonesian Agricultural Quarantine to support its duties to
conduct detection, identification and surveillance of quarantine pests. An efficient
DNA isolation method from diverse target organism is a required step to provide
DNA template for performing PCR. The research objective is to compare
conventional, commercial kit and FTA-card and its modification methods of DNA
isolation to be used in PCR detection for Colletotrichum acutatum from chilli fruit
(anthracnose), Peronosclerospora sorghi from maize leaves (downy mildew),
Candidatus Liberibacter asiaticus from citrus leaf petioles and veins
(huanglongbing) and BCMV from long bean leaves (mosaic). Observations of
pathogen symptom were conducted on field whereas pathogen morphology was in
laboratory. Concentrations of nucleic acid obtained (ng µL-1) from different
isolation methods were measured using UV-vis nanodrop-spectrophotometry.
Total amounts of total nucleic acids isolated with kit and conventional method
were calculated as multiplication of nucleic acid concentration by yield total
volume. Whereas total amount of nucleic acid for modified and standar FTA-card
method were calculated as multiplication of the nucleic acid concentration by
suspension volume, and FTA paper punch area. Nucleic acid from those isolations
were used as PCR DNA template at concentration 15 ng µL-1 and primer
employed at gradual concentrations of 0.4, 0.6, 0.8 and 1.0 M.
The highest DNA concentration was achieved with conventional methods
for C. acutatum from pure culture and P. sorghi from maize leaf. Good DNA
purity was obtained from isolation method using commercial kit for C. acutatum
from infected fruit (1.94), from conventional method for C. acutatum from pure
culture (1.91), Ca. L. asiaticus from kit commercial method (1.96) and BCMV
RNA from kit commercial method (2.08). The highest total yield of nucleic acid is
significantly obtained only by C. acutatum from pure culture using modified
FTA-card method, whereas the other methods for the rest pathogens were not
different. In general, quantity and quality of each nucleic acid isolated with four
methods were sufficient to be used as DNA template directly for PCR
amplification. Detection of each of four pathogens by PCR with its related
specific primer pair at equal volume of DNA template without concentration
adjustment resulted in visible positive amplification, although varied in band
intensity. The best result of PCR amplification of each of for pathogens were
achieved with adjusment of optimum amount of DNA template or primers applied
in PCR reaction. Further PCRs using optimized primer concentration and
increased DNA template showed improved amplification indicated with thicker,
brighter and even DNA bands.
In general, the best nucleic acid concentration was obtained from
conventional nucleic acid isolation method which need more steps and longer time
7

to conduct that of commercial kit and FTA-card or its modifification methods.


Good quality of isolated nucleic acid was often achieved with conventional or
commercial kit methods. The highest total yield of isolated nucleic acid was
always resulted from FTA-card whose method is very practical and brief, but with
lower quality of nucleic acid. Nucleic acids of four type of pathogens isolated
from four methods in this reasearch can be used directly as DNA template in PCR,
however PCR results were improved by optmization of its DNA template amount
and primer concentration. Nucleic acid preparation through conventional and
commercial kit methods is likely better used in research activity based on
molecular biology which required very good quality and quantity of isolated
DNA, whereas for regular application and rapid detection, the use FTA-card
method is adequate and practical.

Keywords: BCMV, Candidatus Liberibacter asiaticus, Colletotrichum acutatum,


FTA-card, PCR, Peronosclerospora sorghi, spectrophotometry.
8

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
9

EVALUASI METODE ISOLASI ASAM NUKLEAT


DALAM DETEKSI PCR UNTUK PATOGEN ANTRAKNOSA,
BULAI, HUANGLONGBING DAN MOSAIK

ADE SYAHPUTRA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
10

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi
11

Judul Tesis : Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk
Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik
Nama : Ade Syahputra
NRP : A351130484

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Fitopatologi

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Maret 2016 Tanggal Lulus:


12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya tulis dengan judul “Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat
dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan
Mosaik” dapat saya selesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi,
Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku komisi pembimbing, Prof Dr Ir Sri
Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr Ir
Pudjianto, MSi selaku ketua Program Studi Entomologi serta staf pengajar
Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis
mengikuti pendidikan sehingga dapat dijadikan bekal penulisan karya ilmiah ini.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi
sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis saya. Penulis juga menyampaikan
penghargaan kepada Pimpinan Badan Karantina Pertanian sebagai penyandang
dana beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB, kepada
Dr Ir Ummu Salamah Rustiani, MSi dan Dr Sri Hartati, SP, MSi yang telah
membantu, merancang dan berkenan memberikan primer PCR dalam penelitian
ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ir. Samsul Hedar selaku
Kepala dan rekan kerja pejabat fungsional Balai Uji Terap Teknik Metode
Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi atas bantuan sarana dan fasilitas yang
diberikan dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Dr drh Syafril Daulay, MM selaku Kepala Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian (BBUSKP) yang telah memberikan fasilitas di Laboratorium
Biologi Molekuler. Selain itu, ucapan terima kasih kepada staf pejabat fungsional
BBUSKP terutama Ir Riza Desnurvia, MSc dan Ir Tuti Murdiati yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam penggunaan alat nanodrop-
spektrofotometer. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kuliah satu angkatan
(Kelas 2013-2014) dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Departemen
Proteksi Tanaman terutama kepada Tatit Sastrini, SP, MSi dan Muhammad Rizal,
SP, MSi atas bantuan dan bimbingannya. Selain itu penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pegawai Departemen Proteksi Tanaman terutama Pak
Tarya dan Pak Rofiq serta petani di Desa Neglasari Kab. Bogor dan Desa
Situgede Kota Bogor yang telah memberikan contoh dari lapangan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
dukungan berupa doa, pikiran dan tenaga dalam proses penelitian ini yang
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada emak, istri tercinta Fithri
Erawati, SPdI, serta anak-anakku Muhammad Umar Al-Faruq, Abdullah Ahmad
Azzam, Farras Hafidzah dan Azma Mutmainnah, serta keluarga besar penulis atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016

Ade Syahputra
13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv


DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
Manfaat Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Karantina Pertanian 4
Deteksi Patogen Tanaman Secara Molekuler Menggunakan PCR 4
Bioekologi Beberapa Patogen Penting Tanaman 8
3 BAHAN DAN METODE 13
Waktu dan Tempat 13
Bahan 13
Penyiapan Patogen Tanaman untuk Isolasi Asam Nukleat dan Deteksi
dengan PCR 13
Isolasi Asam Nukleat Beberapa Patogen Tanaman 13
Pengukuran Asam Nukleat Hasil Isolasi 18
Deteksi Patogen Tanaman Menggunakan PCR dan RT-PCR 18
Elektroforesis Gel Agarosa dan Visualisasi Asam Nukleat 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Penyakit-penyakit Tanaman yang Menjadi Objek Isolasi Asam Nukleat
untuk Dideteksi dengan Teknik PCR/RT-PCR 22
Asam Nukleat Hasil Isolasi Menggunakan Metode Kit Komersial, FTA-
card dan Konvensional 25
Deteksi PCR Beberapa Patogen Tanaman menggunakan Asam Nukleat
Hasil Isolasi dengan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional 28
Pembahasan Umum 37
5 SIMPULAN DAN SARAN 39
Simpulan 39
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 49
RIWAYAT HIDUP 59
14

DAFTAR TABEL

1 Pasangan primer yang digunakan dalam PCR 20


2 Reaktan standar PCR 20
3 Konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah total
DNA hasil isolasi pada ketiga metode untuk C. acutatum, P. sorghi,
Ca. L. asiaticus dan BCMV 26

DAFTAR GAMBAR

1 Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan C.


acutatum 22
2 Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi 23
3 Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L.
asiaticus 24
4 Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh Bean
common mosaic vrus 25
5 Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit,
FTA-card modifikasi, FTA-card standar dan konvensional 28
6 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil
isolasi dari buah cabai dengan metode berbeda 29
7 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda
untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai 29
8 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil
isolasi dari buah cabai pada konsentrasi optimum primer 30
9 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil
isolasi dari biakan murni dengan metode berbeda 30
10 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda
untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni 31
11 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi optimum
untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni 31
12 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR untuk P. sorghi hasil
isolasi dari daun jagung dengan metode berbeda 32
13 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi berbeda
untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung 32
14 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi optimum
untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung 33
15 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil
isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda 33
16 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi berbeda untuk
Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk 34
17 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi optimum untuk
Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk 34
15

18 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr untuk BCMV hasil


isolasi dari daun kacang panjang dengan metode berbeda 35
19 Amplifikasi PCR dengan primer BIC-cpf/BIC-cpr pada konsentrasi
berbeda untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang 36
20 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr pada konsentrasi
optimum untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga contoh buah


cabai dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer 49
2 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga isolat dengan
metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung dengan
nanodrop-spektrofotometer 50
3 Konsentrasi asam nukleat P. sorghi diisolasi dari tiga contoh daun
jagung dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer 51
4 Konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus diisolasi dari tiga contoh daun
jeruk dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer 52
5 Konsentrasi asam nukleat BCMV diisolasi dari tiga contoh daun kacang
panjang dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer 53
6 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga
contoh buah cabai 54
7 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat C. acutatum
pada tiga contoh isolat 54
8 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat P. sorghi
pada tiga contoh daun jagung 55
9 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat Ca. L.
asiaticus pada tiga contoh daun jeruk 55
10 Berat RNA total untuk ketiga metode isolasi asam nukleat BCMV pada
tiga contoh daun kacang panjang 56
11 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada
buah terhadap ketiga metode isolasi 57
12 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada
biakan murni terhadap ketiga metode isolasi 57
13 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat P. sorghi terhadap
ketiga metode isolasi 57
14 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus
terhadap ketiga metode isolasi 57
15 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat BCMV terhadap
ketiga metode isolasi 57
16 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada buah
16

terhadap ketiga metode isolasi 58


17 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada biakan
murni terhadap ketiga metode isolasi 58
18 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat P. sorghi terhadap ketiga
metode isolasi 58
19 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat Ca. L. asiaticus terhadap
ketiga metode isolasi 58
20 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat BCMV terhadap ketiga
metode isolasi 58
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini negara-negara di dunia sedang memasuki era perdagangan bebas,


yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan volume perdagangan
komoditas pertanian antar negara. Konsekuensi yang ditimbulkan akibat
perdagangan bebas ini terhadap perkarantinaan adalah semakin besarnya peluang
masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) baik yang
belum ada di suatu wilayah negara maupun yang sudah ada namun masih terbatas
di sebagian wilayah tertentu. Negara Indonesia adalah negara agraris yang
memiliki kekayaan sumber daya alam hayati sehingga perlu dilindungi dari
ancaman masuknya OPTK dari luar negeri. Badan Karantina Pertanian (BKP)
adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pencegahan dan
penangkalan masuknya OPTK ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kegiatan mitigasi resiko terhadap peluang masuknya OPTK ke wilayah
Negara Republik Indonesia (RI) terhadap ekspor/impor komoditas pertanian telah
dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian. Salah satu kegiatan tersebut adalah
pembuatan daftar hama dan penyakit (pest list) atas komoditas pertanian yang
akan dikirim sebagai persyaratan oleh negara pengekspor atas permintaan negara
pengimpor. Disamping itu tugas Badan Karantina Pertanian juga harus
mengevaluasi status OPTK yang ada di daftar OPTK pada Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) no. 51 tahun 2015. Dinyatakan bahwa tidak kurang dari
500 spesies OPTK yang belum terdapat di wilayah Indonesia. Evaluasi status
OPTK yang ada di daftar OPTK perlu dilakukan secara periodik untuk
memastikan status OPTK di lapangan apakah terdapat perubahan baik dari status
tidak ada (A1) atau sudah ada tapi terbatas (A2) di wilayah RI (BKP 2012).
Kegiatan pembuatan daftar hama dan penyakit sebagai syarat ekspor/impor
maupun evaluasi status OPTK perlu dilakukan disertai dengan pemantauan atau
survei untuk mendapatkan data keberadaan OPT/K di lapangan. Menurut
McMaugh (2007) kegiatan utama pemantauan di lapangan adalah untuk melihat
keberadaan OPT/K yang diawali dengan pengamatan gejala atau tanda sampai
dengan deteksi dan identifikasi OPT/K di laboratorium. Salah satu metode deteksi
dan identifikasi OPT/K dalam survei di lapangan adalah dengan pendekatan
metode biologi molekuler. Sebagai upaya memperkuat peran Badan Karantina
Pertanian dalam pelayanan kepada konsumen, petugas karantina pertanian perlu
meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi OPTK secara molekuler. Salah satu
metode molekuler yang digunakan adalah metode Polymerase Chain Reaction
(PCR). Metode PCR sebagai metode yang mutakhir perlu dikuasai untuk
memenuhi tuntutan hasil deteksi yang cepat, meyakinkan dan diterima secara luas.
Pelaksanaan deteksi OPTK secara umum meliputi pengambilan contoh tanaman,
penanganan contoh, penyiapan contoh dan deteksi. Penanganan contoh yang tepat
diperlukan agar contoh tetap dalam keadaan segar atau optimum untuk proses
berikutnya. Penyiapan contoh yang akan dideteksi secara molekuler seringkali
dilakukan melalui isolasi asam nukleat (Deoxyribonucleic acid/DNA atau
Ribonucleic acid/RNA).
2

Salah satu kendala yang sering ditemukan petugas karantina pertanian


adalah penanganan contoh tanaman dari hasil pemantauan OPTK dari lapangan.
Contoh tanaman yang diambil dari lapangan tidak langsung dapat diproses karena
biasanya pemantauan dilakukan di daerah yang jauh dari laboratorium. Hal ini
menyebabkan contoh tanaman yang akan diuji rusak sebelum dideteksi karena
tidak disimpan dengan baik selama pemantauan. Contoh tanaman sangat mudah
rusak, tidak dapat bertahan lama jika tidak segera disimpan pada tempat
penyimpanan yang sesuai suhunya untuk contoh tanaman. Disamping itu untuk
memudahkan deteksi dan identifikasi bagi petugas karantina dalam pemantauan di
lapangan diperlukan metode yang lebih praktis, efisien dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Selain teknik isolasi asam nukleat secara konvensional maupun
menggunakan kit komersial, suatu teknik pengambilan contoh dan isolasi asam
nukleat dari tanaman di lapangan adalah menggunakan sejenis membran selulosa
berbentuk kartu atau lembaran kertas yang mengandung bahan kimiawi untuk
denaturasi protein dari jaringan dan menangkap asam nukleat. Teknik ini
dikembangkan secara komersial sebagai Flinder Technology Associate card
(FTA-card Whatman) (Burgoyne 1996). Evaluasi dan pemanfaatan teknik FTA-
card untuk isolasi dan penyimpanan asam nukleat dari tanaman hasil pemantauan
lapangan perlu dilakukan dan dibandingkan dengan teknik isolasi yang sudah ada
terhadap berbagai tipe patogen tanaman.

Perumusan Masalah

Penguasaan metode dan teknik deteksi OPTK yang paling mutakhir, dalam
hal ini biologi molekuler seperti PCR, perlu selalu ditingkatkan di kalangan
petugas karantina tumbuhan Republik Indonesia. Saat ini beban dan
tanggungjawab petugas karantina tumbuhan semakin berat dalam menjaga
lalulintas komoditas pertanian dengan peluang terbawanya OPTK semakin besar
di era globalisasi dan perdagangan bebas. Teknik PCR telah banyak
dikembangkan dan diaplikasikan dalam deteksi patogen tanaman dan dianggap
teknik yang akurat, sensitif dan meyakinkan. Namun demikian kinerja terbaik
teknik tersebut akan tercapai jika dilakukan dalam kondisi yang optimum di
samping penyiapan contoh tanaman atau patogen atau asam nukleat patogen yang
harus optimum pula. Isolasi asam nukleat dilakukan untuk menyediakan asam
nukleat cetakan (template) dan merupakan faktor yang cukup menentukan berhasil
tidaknya PCR. Untuk itu beberapa metode isolasi DNA mulai dari yang
konvensional, kit komersial maupun FTA-card dievaluasi untuk menyediakan
asam nukleat cetakan yang digunakan dalam deteksi PCR yang optimum dengan
sasaran patogen-patogen penyakit penting tanaman. Beberapa patogen penting
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Colletotrichum acutatum
(antraknosa cabai), Peronosclerospora sorghi (bulai jagung), Candidatus
Liberibacter asiaticus (huanglongbing jeruk) dan Bean common mosaic virus
(mosaik kacang panjang).
3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode isolasi asam nukleat
secara konvensional, kit komersial, dan FTA-card yang digunakan dalam teknik
PCR dan modifikasinya untuk deteksi patogen-patogen penyakit antraknosa cabai,
bulai jagung, huanglongbing jeruk dan mosaik kacang panjang.

Hipotesis

1. Di antara keempat metode isolasi asam nukleat yang dievaluasi (kit komersial,
FTA-card standar dan dimodifikasi dan konvensional), terdapat metode yang
paling sesuai untuk diaplikasikan pada keempat jenis patogen.
2. Optimasi konsentrasi komponen PCR yaitu cetakan DNA, dan primer dapat
memberikan hasil deteksi yang terbaik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang teknik metode isolasi


asam nukleat dan optimasi PCR yang terbaik untuk keempat jenis patogen kepada
lembaga penelitian, perguruan tinggi baik pemerintah maupun swasta terutama
kepada Badan Karantina Pertanian agar dijadikan bahan pertimbangan dalam
kebijakan kegiatan pemantauan atau survei OPT/OPTK di lapangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Pokok dan Fungsi Badan Karantina Pertanian

Karantina pertanian di Indonesia telah lahir sejak zaman Hindia-Belanda


dilatarbelakangi upaya pengaturan masuknya kopi dan biji kopi dari Srilanka di
tahun 1832 yang berpotensi membawa penyakit yang dituangkan dalam
Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No. 262) (Diphayana 2008). Risiko
masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) melalui
importasi komoditas pertanian hingga saat ini sangat tinggi. Salah satu lembaga
pemerintah dalam hal ini Badan Karantina Pertanian yang dapat menghambat
secara teknis (Technical Barrier to Trade/TBT) terhadap komoditas impor
pertanian. Badan Karantina Pertanian telah mengeluarkan berbagai regulasi
terhadap masuknya komoditas pertanian dari luar negeri di antaranya pemasukan
komoditas tertentu di salah satu tempat pintu pemasukan seperti pelabuhan. Salah
satu tindakan Badan Karantina Pertanian dalam mencegah masuknya OPTK juga
dilakukan survei atau pemantauan ke lapangan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan pada pasal 85.
Pemantauan adalah tindakan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga atau institusi
yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk menetapkan karakteristik
populasi OPT atau untuk menetapkan spesies mana yang ada di suatu area
(McMaugh 2007). Pemantauan yang dilaksanakan oleh Badan Karantina
Pertanian bertujuan untuk mengetahui keberadaan OPTK, baik sebagai A1 yang
belum ada di Indonesia maupun A2 yang sudah ada tapi masih terbatas di
lapangan. Ebbels (2003) menyatakan bahwa program pemantauan ini diatur dalam
regulasi internasional berupa International Standar for Phytosanitary Measures
(ISPM) No. 6 Tahun 1998 dalam sistem perdagangan internasional yang
dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO).
Pedoman survei yang disusun oleh Badan Karantina Pertanian menyatakan
bahwa pelaksanaan survei atau pemantauan harus memenuhi syarat di antaranya:
sumber daya manusia yang terlatih dan telah dilakukan audit terhadap metode
sampling, preservasi, pengiriman contoh untuk diidentifikasi dan pemeliharaan
rekaman; fasilitas yang memadai dan metode yang valid. Permasalahan yang
sering muncul pada saat pemantauan OPTK di lapangan oleh petugas karantina
adalah lokasi daerah yang sangat jauh, keterbatasan peralatan dan bahan, serta
contoh yang ditemukan di lapangan tidak bertahan lama. Sehingga perlu suatu
tindakan dalam penanganan contoh dari lapangan tidak rusak ketika akan dikirim
ke laboratorium atau disimpan di tempat suhu yang diinginkan. Oleh sebab itu
penanganan contoh yang baik menjadi prioritas utama dalam pemantauan OPTK
(BKP 2007).

Deteksi Patogen Tanaman Secara Molekuler Menggunakan PCR

Deteksi patogen tanaman adalah upaya untuk mengetahui keberadaan


patogen pada tanaman yang selanjutnya dapat diidentifikasi dan dilakukan
tindakan pencegahan dan pengendalian patogen pada tanaman. Tingkat kesulitan
5

dalam deteksi patogen ditentukan oleh jenis patogen sasaran yang akan dideteksi.
Metode deteksi patogen tanaman yang paling sederhana adalah pengamatan
terhadap gejala dan tanda penyakit di lapangan. Metode ini seringkali kurang
begitu akurat dalam menentukan patogen suatu penyakit serta personal yang
berpengalaman dan seringkali harus menggunakan kunci identifikasi
Saat ini deteksi patogen tanaman sudah berkembang dengan teknik
molekuler sampai ke tingkat asam nukleat dan protein. Pengujian dengan teknik
molekuler memberi hasil yang akurat dan sangat meyakinkan. Menurut Capote et
al. (2012) deteksi dan identifikasi patogen secara molekuler dapat didasarkan atas
komponen protein atau asam nukleat dari patogen sasaran. Metode deteksi dan
identifikasi molekuler sudah diuji dengan beberapa metode di antaranya untuk
target protein menggunakan metode ELISA dan Western Blot, sedangkan untuk
target asam nukleat adalah metode PCR dan metode Southern Blot. Deteksi PCR
untuk patogen tanaman pertama kali dilaporkan oleh Puchta dan Hanger (1989)
terhadap patogen Hop stunt viroid (HSVd) pada tanaman anggur.

Amplifikasi Asam nukleat


Teknik amplifikasi asam nukleat yang dikenal dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR), pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1984.
Menurut Carter dan Saunder (2007); van Pelt-Verkuil et al. (2008) PCR dapat
dilakukan dengan dua tahap berdasarkan target yaitu DNA menggunakan PCR
dan RNA menggunakan Reverse Transcription-PCR (RT-PCR). Pengujian PCR
menurut Corkill dan Rapley (2008) yaitu reaksi pengamplifikasian atau
pengkopian sikuen DNA spesifik dari jumlah kecil target DNA heterogen (sekitar
105 kopi atau kira-kira 0.25-0.5 µg) atau meningkatkan genom sel total. Peranan
PCR dalam metode deteksi asam nukleat sangat membantu dalam alternatif
pengujian dengan teknik metode deteksi serologi, karena butuh jumlah sampel
contoh yang sedikit, baik dalam bentuk segar, beku maupun kering (Robertson et
al. 1991). Pengujian RT-PCR yaitu teknik amplifikasi cetakan RNA secara invitro
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase melalui molekul messenger
RNA (mRNA) sehingga membentuk DNA komplementer (cDNA). Salah satu
manfaat pengujian PCR/RT-PCR ini adalah mengidentifikasi penyakit tanaman
yang disebabkan oleh cendawan dengan target DNA (Capote et al. 2012), bakteri
dengan target DNA (Ruangwong & Akarapisan 2006) dan virus dengan target
RNA (Damayanti et al. 2005)
Abalaka dan Henri (2011) menyebutkan bahwa ada perbedaan komponen
dan reaksi PCR maupun RT-PCR. Komponen PCR terdiri atas DNA cetakan,
sepasang primer yaitu rantai tunggal oligonukleotida untuk inisiasi perpanjangan
DNA cetakan, DNA polimerase yaitu enzim katalisator sintesis DNA, dNTPs
(Deoxyribonucleotide triphosphates) yang berfungsi untuk membangun DNA
dalam proses sintesis DNA dan larutan bufer penyangga berfungsi untuk
mengoptimalkan proses reaksi amplifikasi DNA. Proses perbanyakan DNA
spesifik dari DNA cetakan komplek yang dibantu satu reaksi enzimatis dilakukan
hanya beberapa jam. Proses PCR melibatkan siklus pemanasan yang berulang-
ulang secara bertahap yang berfungsi mengaktifasi enzimatis dan mereplikasi
DNA. Enzim yang dipakai adalah polimerase Taq yang berasal dari bakteri
termofilik Thermus aquaticus. Untuk mendapatkan hasil PCR yang optimum
perlu diperhatikan dalam kandungan larutan yaitu: sepasang primer, TaqDNA
6

polimerase, dNTP, konsentrasi Mg2+, dan DNA cetakan. Pemakaian konsentrasi


primer terlalu tinggi akan menyebabkan penempelan pada cetakan yang tidak
spesifik (mispriming) dan akan terakumulasi secara non spesifik serta akan
membentuk primer dimer, namun jika terlalu sedikit hasil PCR tidak optimal.
Jumlah DNA polimerase yang diperlukan dalam reaksi PCR sekitar 0.5-2.5 unit.
Kelebihan jumlah enzim mengakibatkan akumulasi produk non-spesifik,
sedangkan jika terlalu rendah maka dihasilkan produk yang sedikit (Innis et al.
1990). Konsentrasi DNA optimum adalah sebesar 0.01-0.1 µg. Kualitas DNA
cetakan juga ditentukan dengan konsentrasi kontaminan seperti protein atau bahan
lain seperti fenol. DNA yang digunakan sebagai cetakan dapat berupa rantai
tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi biasanya lebih tinggi jika
menggunakan molekul DNA yang sudah dilinearkan dengan suatu enzim restriksi
tertentu daripada menggunakan DNA yang berbentuk sirkular (Sambrook et al.
1989).
Proses RT-PCR yaitu reaksi balik atau Reverse Transcription (RT-PCR)
yang terlebih dahulu merubah RNA ke cDNA target, setelah itu proses PCR.
Reaksi RT-PCR dengan target RNA dengan komponen pendukung yaitu cetakan
RNA, bufer RT (Reverse Transcription), DTT (dithiothreitol), dNTP, enzim
Reverse Transcriptase dari Moloney Murine Leukemia Virus (M-MuLV), RNase
inhibitor, oligo d(T) dan air bebas enzim nukleat (nuclease free water) (Baltimore
1970). Proses amplifikasi mRNA ke cDNA membutuhkan proses pemanasan
untuk aktivasi enzim M-MuLV antara 37-55 °C. Hasil produk dari RT-PCR
berupa cDNA yang digunakan untuk uji PCR (Gerard et al. 2002). Target deteksi
dan identifikasi untuk molekul rRNA terbanyak berada di spesies prokariot
terletak pada 23S dan 16S sedangkan eukariot di 18S (Corkill & Rapley 2008).
Aplikasi metode PCR telah banyak digunakan di antaranya identifikasi
patogen cendawan menggunakan PCR konvensional sebagaimana Torres et al.
(2011) melaporkan bahwa identifikasi Colletotrichum capsici dapat didasarkan
atas amplifikasi sikuen spesifik daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) gen
ribosomal RNA. Daerah gen ITS-1 berada antara 18S rRNA dan 5.8S rRNA dan
gen ITS-2 antara 5.8S rRNA dan 26S rRNA, yang hanya ditemukan pada sel
eukariotik, yaitu berada diantara gen rDNA kecil dan gen rDNA besar (White et
al. 1990; Brown et al. 1996). Ruangwong dan Akarapisan (2006) melakukan
pengujian PCR menggunakan primer A2/J5 untuk deteksi bakteri huanglongbing
Candidatus Liberibacter asiaticus pada tanaman jeruk dengan target gen protein
ribosomal. Aplikasi pengujian RT-PCR untuk mendeteksi dan menentukan
variabilitas genetik virus tanaman telah dilakukan oleh Damayanti et al. (2005)
pada Banana streak virus; melihat keragaman genetik geminivirus (Hidayat 1999)
dan identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat (Aidawati 2005).

Isolasi Asam Nukleat


Isolasi asam nukleat adalah proses memisahkan asam nukleat dari sel
dengan berbagai metode yang mencakup penghancuran sel tanpa menyebabkan
kerusakan DNA. Umumnya penghancuran sel dilakukan di dalam bufer ekstraksi
yang menghambat kerja enzim RNase dan DNase (Corkill & Rapley 2008). Pada
uji PCR kemurnian dalam mengisolasi asam nukleat adalah hal yang penting
untuk memperoleh hasil identifikasi yang akurat.
7

Menurut Doyle (1996) proses isolasi asam nukleat secara umum ada empat
tahap yaitu melepaskan asam nukleat dari sel, denaturasi dari komplek
nukleoprotein, menghambat proses enzim RNase dan DNAse dan pemisahan
asam nukleat dari kontaminan. Tahapan isolasi asam nukleat sangat dipengaruhi
oleh asal sel atau jaringan sumber asam nukleat. Tahap pertama dan kedua dari
isolasi asam nukleat adalah pelepasan asam nukleat dari sel dengan melakukan
penghancuran secara mekanis. Penghancuran tersebut umumnya menggunakan
mortar dan pistil dengan bantuan nitrogen cair (Liu 2009). Tahap kedua dan ketiga
adalah denaturasi dari komplek nukleoprotein dan inaktivasi enzim RNase dan
DNase dengan menggunakan beberapa bahan kimia antara lain SDS (sodium
dodecyl sulphate), Tween, HCl, Triton, EDTA (ethylene diamine tetraacetic
acid), penol: kloroform: isoamilalkohol dan Cetyltrimethylammonium bromide
(CTAB) (Chan et al. 2004; van Pelt-Verkuil et al. 2008). Tahap keempat adalah
pemisahan asam nukleat dengan kontaminan (protein, karbohidrat dan lemak)
sehingga asam nukleat yang diperoleh dapat dianalisis dan atau dimodifikasi lebih
lanjut dengan teknik biologi molekuler yaitu PCR.
Metode awal isolasi asam nukleat adalah metode konvensional dengan
menggunakan beberapa jenis bahan kimia yang ditentukan volume dan
konsentrasi sesuai dengan target tertentu yang sudah dikembangkan oleh peneliti.
Proses isolasi asam nukleat dengan metode ini sangat komplek sehingga
membutuhkan waktu lama (Tan et al. 2013). Pengembangan metode isolasi
selanjutnya telah menggunakan bahan yang siap pakai dan ditambah kolom filter
untuk memisahkan senyawa yang tidak terpakai dari asam nukleat. Metode isolasi
ini disebut metode kit yang sudah dikomersialkan sesuai dengan target isolasi di
antaranya target DNA, RNA dan protein (Tan & Yiap 2009). Metode kit ini
dikembangkan lagi dalam bentuk lembaran kertas membran yang berfungsi untuk
mengisolasi asam nukleat contohnya FTA-card Whatman (Mbogori et al. 2006).
Isolasi RNA pada prinsipnya hampir sama dengan DNA hanya saja
prosesnya harus terhindar dari enzim RNase yang dapat mendenaturasi RNA,
penambahan DNase untuk mengeluarkan DNA serta target gen isolasi yang
dicapai yaitu di antaranya mRNA (Dale & Schantz 2002; Corkill & Rapley 2008;
Liu 2009).

Pengukuran dan Kuantifikasi Asam Nukleat


Menurut Fleige dan Pfaffi (2006) pengukuran konsentrasi DNA atau RNA
dapat dilakukan mulai dari yang sederhana yaitu dengan gel sampai dengan
modern yaitu dengan nanodrop, gel elektroforesis, dan teknologi chip seperti
Bioanalyzer 2100 (Agilent Technologies, USA) dan Experion (Bio-Rad
Laboratories, USA). Pengukuran kuantitas asam nukleat menggunakan alat
UV/VIS spektrofotometer berupa cahaya UV/VIS yang ditembakkan ke contoh.
Penghitungan konsentrasi (ng µL-1) pada contoh sebanding dengan cahaya
UV/VIS yang diserap oleh contoh. Besaran serapan cahaya UV/VIS tergantung
dari ukuran panjang gelombang cahaya yang diterima dari target contoh. Panjang
gelombang dengan ukuran 240 nm mampu diserap oleh kontaminan, 260 nm
untuk asam nukleat, 280 nm untuk protein dan 320 nm kemungkinan kontaminan
juga. Tingkat kemurnian DNA yang baik dari hasil isolasi menurut Sambrook et
al. (1989) sekitar 1.8-2.0. Menurut Neil et al. (2011) bahwa kemurnian DNA di
atas 2.0 kemungkinan terkontaminasi dengan RNA dan di bawah 1.8
8

terkontaminasi protein dan larutan fenol. Kuantifikasi konsentrasi DNA cendawan


pada tanaman telah dilakukan oleh Doan et al. (2014). Konsentrasi RNA cetakan
dapat mempengaruhi hasil RT-PCR (Fleige & Pfaffi 2006). Menurut Bustin dan
Nolan (2004a) bahwa konsentrasi RNA dengan rasio A260/A280 dengan
kemurnian 1.8 maka hanya 40% RNA dan sisanya protein. Pengukuran kualitas
keberadaan fragmen genom 18S dan 28S ribosomal DNA (Ulfah 2014) maupun
RNA tanaman dapat digunakan dengan gel elektroforesis baik dengan
menambahkan etidium bromida maupun SYBR green dye (molecular probe) atau
menggunakan reagen Ribo Green (molecular probe) (Bustin & Nolan 2004b).

Bioekologi Beberapa Patogen Penting Tanaman

Penyakit tanaman dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyakit patologis


dan fisiologis. Penyakit patologis disebabkan oleh faktor biotik atau organisme
dan bersifat menular. Penyakit fisiologis disebabkan oleh faktor abiotik dan
bersifat tidak menular. Faktor biotis terdiri dari dua golongan besar organisme
yaitu organisme seluler dan non seluler (Agrios 2005). Organisme seluler adalah
organisme yang memiliki sel sebagai unit struktural dan fungsional terkecil.
Organisme seluler dikelompokkan menjadi prokariota dan eukariota. Prokariota
tidak memiliki inti sel secara khusus, ukuran lebih kecil dari cendawan, struktur
lebih sederhana contohnya adalah bakteria dan mollicute (Narayanasamy 2011).
Eukariota memiliki struktur inti yang jelas contohnya animalia (nematoda), fungi,
chromista, protozoa, algae dan plantae (tumbuhan parasit tingkat tinggi) (Agrios
2005; Adl et al. 2012). Menurut Carter dan Suander (2007) organisme non seluler
yaitu organisme yang tidak mempunyai sel, hanya terdiri dari material asam
nukleat, DNA atau RNA, dengan atau tanpa selubung protein, contohnya yaitu
virus dan viroid.
Berdasarkan cara hidup dan memperoleh nutrisi, organisme patogen
tanaman dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu organisme parasit dan saprofit.
Parasit mengambil nutrisi dari jaringan hidup sedangkan saprofit mengambil
nutrisi dari jaringan yang mati. Organisme parasit dapat bersifat fakultatif yaitu
mengambil nutrisi tidak hanya dari jaringan hidup, contohnya yaitu
Colletotrichum acutatum, dan bersifat obligat yaitu mengambil nutrisi hanya di
jaringan hidup contohnya yaitu Peronosclerospora sorghi, Candidatus
Liberibacter asiaticus dan Bean common mosaic virus (BCMV). Sebagai parasit
obligat virus hanya dapat hidup pada sel hidup, memperbanyak diri dengan cara
menginduksi sel inang untuk memproduksi enzim RNA polimerase. Enzim
tersebut menggunakan RNA virus sebagai cetakan untuk membentuk RNA
komplementer yang berfungsi untuk memperbanyak RNA virus (Ahlquist et al.
2003).
Organisme saprofit dapat bersifat obligat dan fakultatif. Saprofit obligat
adalah organisme yang hanya hidup pada jaringan mati, jarang ditemukan
umumnya adalah cendawan dengan relung ekologi yang luas. Saprofit fakultatif
adalah parasit yang pada kondisi yang sesuai dapat hidup di jaringan mati
contohnya yaitu cendawan Phytophthora infestan (Pearson 1995; Ellis et al.
2008).
Organisme patogen dapat menyebabkan dua tipe gejala penyakit yaitu gejala
lokal dan sistemik. Gejala lokal adalah gejala penyakit yang terbatas pada lokasi
9

tertentu, sedangkan gejala sistemik adalah gejala penyakit yang menyebar dari
titik infeksi ke bagian lain tanaman. Berdasarkan munculnya gejala penyakit
dibagi dua yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer adalah inokulum yang
menyebabkan munculnya gejala asli pada musim tumbuh, sedangkan gejala
sekunder yaitu gejala primer yang menyebar di bawah kondisi lingkungan yang
cocok (Sharma 2004).

Colletotrichum acutatum
Cendawan Colletotrichum acutatum digolongkan ke dalam Kingdom Fungi,
Filum Ascomycota, Kelas Sordariomycetes, Ordo Glomerellales, Famili
Glomerellaceae dan Genus Colletotrichum. Cendawan ini menyebabkan penyakit
antraknosa pada cabai dengan gejala yang sangat bervariasi, dapat berupa luka
kecil atau besar, infeksi dapat terjadi pada daun atau buah. Gejala antraknosa pada
daun berupa nekrosis berbentuk lingkaran berwarna coklat bagian dalam dan
tepinya berwarna kuning. Gejala pada buah berupa tambalan berwarna ungu atau
coklat yang ditandai dengan bintik-bintik kecil yang merupakan aservuli dalam
jumlah besar (Mordue 1979; Agrios 2005).
Aservulus adalah tanda cendawan yang berbentuk setengah lingkaran dan
berukuran diameter 70-120 µm (Singh 1998). Aservulus dibentuk oleh konidiofor
dan konidia. Konidium berukuran 8-16 x 2.5-4 µm, dinding sel tipis, tidak
bersepta, satu sel, hialin. Konidium akan berkecambah membentuk apresoria
berukuran 6.5-11 x 4.5-7.5 µm pada proses infeksi. Di dalam aservulus juga
terdapat seta yang merupakan struktur berbentuk seperti jarum, berwarna coklat
berukuran 150 µm (Mordue 1979; Agrios 2005).
Harp et al. (2008) melaporkan penyakit antraknosa dapat disebabkan oleh
spesies Colletotrichum yang lain seperti C. capsici dan C. gloeosporioides. Ketiga
spesies tersebut memiliki perbedaan morfologi di antaranya bentuk konidia.
Konidia pada C. capsisi berbentuk bulan sabit sedangkan C. acutatum dan C.
gloeosporioides berbentuk seperti gada. Patogen menginfeksi umumnya pada
daerah kelembaban tinggi atau pada malam hari dengan kisaran suhu antara 25 -
29 °C (Semangun 1996). Cendawan C. capsici umumnya hanya menginfeksi buah
yang telah matang, sedangkan C. gloeosporioides dan C. acutatum menyerang
buah matang dan masih hijau. Patogen C. acutatum berkembang di daerah tropis
maupun subtropis dan memiliki banyak inang CABI (2007), bertahan hidup pada
benih dalam bentuk aservuli, dalam jaringan inang mati dan dapat menyerang
selama pascapanen. Konidia menyebar dengan bantuan air, angin dan dapat
bertahan di tanah dalam bentuk klamidospora (Agrios 2005). Kehilangan hasil
disebabkan oleh penyakit antraknosa pada cabai di India sekitar 8-60% (Raj et al.
2014).
Deteksi dan identifikasi patogen secara umum berdasarkan atas karakter
morfologi dari tanda patogen menggunakan teknik mikroskopik. Sedangkan
deteksi dan identifikasi secara molekuler menggunakan teknik PCR dengan
primer spesifik. Salah satu primer spesifik yang dikembangkan untuk mendeteksi
C. acutatum adalah CaInt2 untuk forward dan ITS4 untuk reverse dengan target
produk amplifikasi sebesar ±500 pb. Primer CaInt2 digunakan untuk target daerah
genom 18S rDNA dan primer ITS4 untuk genom 25/28S rDNA pada target gen
ribosom organisme eukariotik (White et al. 1990; Brown et al. 1996). Genom
10

tersebut digunakan untuk mengidentifikasi spesies cendawan secara spesifik


dengan PCR (Anand et al. 2001; Embong et al. 2008).

Peronosclerospora sorghi
Peronosclerospora sorghi digolongkan ke dalam Kingdom Chromista,
Filum Oomycota, Kelas Oomycetes, Ordo Sclerosporales, Famili Sclerosporaceae
dan Genus Peronosclerospora. Organisme ini sering disebut sebagai cendawan
semu (pseudofungi) karena memiliki dinding sel yang mengandung selulosa
seperti kelompok ganggang. Patogen ini menyebabkan gejala bulai (downy
mildew) pada daun dari tanaman poaceae. Menurut Safeeulla (1976) serangan
penyakit bulai pada awal pertumbuhan menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
gejala pada daun berupa garis klorotik atau menguningnya seluruh daun pertama
dan daun selanjutnya. Pada permukaan daun tersebut terdapat embun bulu yang
dapat menempel pada jari jika disentuh. Embun bulu merupakan kumpulan dari
sporangiofor dan sporangia patogen bulai. Sporangia terbentuk lebih banyak pada
permukaan bawah daun dari pada atas daun. Patogen dapat menyebabkan
malformasi dan berkurangnya jumlah polen pada bunga jantan juga menyebabkan
gugurnya bunga betina. Patogen bulai mampu menginvasi batang dan ujung tunas
meskipun tidak bergejala. Patogen bertahan pada benih berupa miselium di dalam
perikarp (dinding ovari), embrio dan endosperm, namun kualitas benih jagung
tidak terganggu.
Tanda cendawan berupa sporangiofor dengan panjang sekitar 180-300 µm
dan sporangium berbentuk oval. Terdapat 3 jenis patogen penyebab bulai pada
tanaman jagung di Indonesia yaitu, Peronosclerospora sorghi, P. philippinensis
dan P. maydis (Burhanuddin 2011; Hikmawati et al. 2011). Menurut CIMMYT
(2004) sporangia P. sorghi berbentuk oval dengan ukuran 14.4-27.3 x 15-28.9
µm, hialin. Struktur seksual patogen ini berupa oospora sperikal berdiameter
sekitar 36 µm dan memiliki sterigmata (tempat menempel oospora) menyempit.
Menurut Burhanuddin (2010) suhu optimum untuk reproduksi patogen ini
berkisar antara 17-29 °C dan perkecambahan spora 21-25 °C. Penyakit menyebar
dan berkembang baik pada iklim tropis, tanah yang lembab dengan bantuan air
(Hikmawati et al. 2011). Kerugian karena penyakit ini dapat mencapai 90-100%,
sehingga penyakit ini menyebabkan kerusakan pertanaman jagung yang cukup
tinggi (Wakman & Kontong 2000; Hadiatmi et al. 2004).
Menurut Permentan no. 51 tahun 2015 P. sorghi masuk dalam kategori
OPTK A2 yaitu sudah terdapat di Indonesia tapi sebarannya masih terbatas dan
golongan II yaitu dapat dimusnahkan dengan perlakuan. Metode deteksi
sederhana dengan mengamati gejala dan tanda untuk ketiga patotipe bulai sangat
sulit dilakukan. Saat ini deteksi penyakit bulai di Indonesia dengan uji PCR
menggunakan primer general. Rustiani et al. (2015a) telah mampu mendeteksi
dan mengidentifikasi patogen bulai pada jagung di Indonesia berdasarkan target
asam nukleat dengan menggunakan primer degenerate yaitu PsUF dan PsUR.
Primer degenerate adalah primer dengan susunan sekuen yang tidak spesifik tetapi
sangat sensitif, yaitu salah satu basa nukleotida dari primer forward atau reverse
dapat menempel basa nukleotida target sehingga membentuk satu atau lebih
pasang basa untuk diamplifikasi PCR (Iserte et al. 2013). Target primer
degenerate yang digunakan terletak pada daerah gen Cytochrome oxidase2 (COII)
yang berada pada genomik mitokondria. Gen daerah COI dan COII adalah daerah
11

genomik yang umum digunakan untuk identifikasi dari kelompok hewan maupun
Chromista (Ratnasingham & Hebert 2007).

Candidatus Liberibacter asiaticus


Candidatus Liberibacter asiaticus (Ca. L. asiaticus) digolongkan ke dalam
Kingdom Bacteria, Filum Proteobacteria, Kelas Alphaproteobacteria, Ordo
Rhizobialea, Famili Phyllobacteriaceae, Genus Candidatus Liberibacter. Bakteri
ini menyebabkan penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) pada tanaman
jeruk di Indonesia dan secara internasional dikenal dengan nama huanglongbing.
Penyakit ini disebabkan oleh tiga jenis Candidatus Liberibacter, yaitu Ca. L.
asiaticus (Asia dan Amerika), Ca. L. africanus (Afrika), dan Ca. L. americanus
(Amerika) (da Graca 1991; Jagoueix et al. 1994; Garnier et al. 2000). Warna daun
jeruk yang terserang CVPD menjadi kuning atau belang tidak beraturan (mottle),
karena berkurangnya pembentukan klorofil, daun menjadi kecil, kaku dan warna
tulang daun tetap hijau (Sarwono 1995; Wijaya 2003). Patogen dapat hidup di
daerah tropis dan subtropis dan toleran terhadap suhu 30-35 °C (Jagoueix et al.
1994).
Menurut Meitayani et al. (2014) tanaman jeruk di Bali terserang CVPD
mencapai 83% yang disebabkan oleh penggunaan bibit jeruk yang terinfeksi
CVPD untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif. Patogen menyerang tanaman
jeruk lewat vektor serangga yaitu Diaphorina citri yang menghisap cairan daun
jeruk yang terinfeksi huanglongbing (Nakashima et al. 1996).
Villechanoux et al. (1992) telah melakukan deteksi patogen CVPD dengan
uji serologi dan hibridisasi DNA/dengan probe spesifik, namun teknik ini
membutuhkan waktu 2 hari dan belum bisa mengidentifikasi sampai ke tingkat
spesies. Metode PCR telah terbukti lebih peka dan cepat dalam deteksi CVPD
(Jagoueix et al. 1996; Hung et al. 1999). Berbagai primer telah dikembangkan
untuk deteksi penyakit huanglongbing pada jeruk, termasuk primer spesifik OI1
untuk forward dan OI2c untuk reverse dengan ukuran produk asam nukleat
sebesar 1160 pb. Target primer OI1 dan OI2c terletak pada daerah genomik 16S
rDNA. Daerah genomik 16S rDNA adalah daerah gen target yang umum
digunakan untuk mengidentifkasi organisme prokariotik, dan untuk target yang
lebih spesifik digunakan primer A2 dan J5 untuk target genom protein ribosom
rplKAJL-rpoBC operon (β-operon) pada penyakit huanglongbing yang disebabkan
oleh Ca. L. asiaticus dengan produk ±703 pb (Jagoueix et al. 1994; Hocquellet et
al. 1999). Primer OI1 dan OI2c tersebut juga digunakan oleh Ulfah (2014) untuk
deteksi penyakit huanglongbing di Indonesia.

Bean common mosaic virus (BCMV)


Bean common mosaic virus (BCMV) digolongkan ke dalam Famili
Potyviridae, Genus Potyvirus. Menurut Melinda (2013) gejala daun yang
terserang BCMV menunjukkan adanya warna hijau muda sampai kuning terang
secara tidak merata (mosaik kuning berat). Tulang daun menebal, berwarna hijau
tua (vein banding), daun menggulung seperti krupuk, mengerut sepanjang tulang
daun (malformasi), daun melepuh, dan terhambat pertumbuhannya. Gejala mosaik
yang disebabkan oleh virus ini umumnya muncul pada 10 hari setelah inokulasi
(Dijkstra & De Jager 1998). Kisaran inang BCMV cukup luas meliputi kacang
panjang, kacang hijau, kacang kedelai dan kacang tanah.
12

Partikel virus berbentuk batang lentur, berukuran 750 x 12-15 nm, asam
nukleat berupa RNA utas tunggal (ssRNA), titik panas inaktivasi 50-60 °C, dan
ketahanan in vitro virus 1-4 hari pada suhu ruang (Morales & Bos 1988; ICTVdB
2006). BCMV merupakan penyebab penyakit penting pada tanaman kacang-
kacangan/bersifat tular benih, dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora
atau secara mekanik melalui sap tanaman. Kehilangan hasil panen kacang panjang
di daerah Bogor bisa mencapai 80-100%. Saat ini deteksi BCMV pada kacang
panjang yang ada Indonesia menggunakan primer spesifik BlC-cp untuk forward
dan primer BlC-cp untuk reverse dengan target gen asam amino coat protein (cp)
yang berukuran ±850 pb (Anggraini & Hidayat 2014).
13

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Mei
2015, di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
Jakarta dan Laboratorium Bioteknologi Balai Uji Terap Teknik dan Metode
Karantina Pertanian Bekasi.

Bahan

Bahan yang digunakan selama penelitian yaitu buah cabai yang bergejala
antraknosa disebabkan oleh C. acutatum, daun jagung bergejala bulai yang
disebabkan oleh P. sorghi, daun jeruk bergejala CVPD yang disebabkan oleh Ca.
L. asiaticus diambil dari Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor, dan daun kacang panjang yang bergejala mosaik yang disebabkan oleh
BCMV diambil dari Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
bufer isolasi (Tris–HCl, pH 8.0; EDTA; NaCl; 1% Cetyltrimethylammonium
bromide (CTAB) (w/v), 1% 2-mercaptoethanol), etanol 70%,
kloroform:isoamilalkohol (24/1 v/v), isopropanol, ethylene diamine tetraacetic
acid (EDTA), sodium dodecyl sulphate (SDS), NaCl 5M, TE (Tris/EDTA), asam
borat, Tris HCl pH 7, alkohol 90%, akuades, nuclease free water, PDB, kertas
tisu, etidium bromida, agarosa, PDA, petri dish, bufer TAE 50X, primer kontrol
internal (Rubisco L), primer C. acutatum, primer P. sorghi, primer Ca. L.
asiaticus, primer spesifik BCMV, dream Taq green master mix PCR (Thermo
Scientific), Whatman FTA®Plant Card, 0.1 M glycine; pH 9.0; 50 mM NaCl dan
Triton X-100.

Penyiapan Patogen Tanaman untuk Isolasi Asam Nukleat dan Deteksi


dengan PCR

Pengamatan dan dokumentasi gejala penyakit pada tanaman sasaran di


lapangan dilakukan sebagai tahap awal identifikasi dan deteksi. Contoh yang
diambil masing-masing tiga tanaman yang bergejala untuk setiap patogen dalam
suatu lokasi pertanaman. Keempat penyakit tersebut yaitu bulai (P. sorghi) pada
jagung, CVPD atau huanglongbing (Ca. L. asiaticus) pada jeruk, mosaik (BCMV)
pada kacang panjang, dan antraknosa (C. acutatum) pada cabai.

Isolasi Asam Nukleat Beberapa Patogen Tanaman


Isolasi asam nukleat masing-masing patogen tanaman C. acutatum pada
buah cabai dan isolat, P. sorghi pada daun jagung, Ca. L. asiaticus pada daun
jeruk dan BCMV pada daun kacang panjang dilakukan dalam pendekatan berbeda
yaitu secara konvensional, FTA-card dan kit komersial.
14

Isolasi Asam Nukleat Menggunakan Metode Konvensional


Isolasi asam nukleat secara konvensional berbeda-beda metodenya
tergantung dari jenis patogennya, sumber contoh atau jaringan tanamannya.

Colletotrichum acutatum dari buah cabai dan Peronosclerospora sorghi dari


daun jagung. Isolasi DNA total C. acutatum dari buah cabai dan
Peronosclerospora sorghi dari daun jagung menggunakan metode yang
dikembangkan oleh Warburton dan Hoisington (2001) yaitu sebagai berikut:
Sebanyak 0.1 g contoh jaringan yang telah dipotong-potong halus direndam
dengan nitrogen cair dalam mortar dan digerus dengan pistil hingga diperoleh
bentuk tepung. Hasil gerusan dipindahkan ke tabung eppendorf 2 ml dan
ditambahkan 400 µL bufer ekstraksi (1 M Tris pH 8, 5 M NaCl dan 0.5 M EDTA,
CTAB 2%), 5 µL 2-mercaptoethanol v/v dan diinkubasi pada suhu 65 ºC selama
60 menit dalam waterbath. Suspensi dihomogenasi dengan dibolak-balik tiap 10
menit. Sebanyak 500 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v) ditambahkan ke
dalam suspensi, kemudian disentrifus pada kecepatan 3 500 rpm selama 20 menit
pada suhu 4 ºC. Supernatan yang bening dipindahkan ke tabung baru dan
ditambahkan 1X volume isopropanol. Pelet DNA diendapkan dengan sentrifugasi
pada 12 000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang, pelet dicuci dengan etanol
70% dengan sentrifugasi 8 000 rpm selama 5 menit kemudian dikeringkan dan
pelet DNA dilarutkan dalam bufer TE 1X 75 µL.

Colletotrichum acutatum dari isolat murni. Isolasi DNA C. acutatum dari


biakan murni berumur 4 hari menggunakan metode yang dikembangkan oleh
Abd-elsalam et al. (2003) dengan modifikasi minor sebagai berikut: Contoh
berupa miselium dalam PDB sebanyak 250 mL, disaring dengan kertas saring
hingga mendapatkan miselium sebanyak 0.1 g. Contoh digerus dengan nitrogen
cair dalam mortar dan digerus dengan pistil. Hasil gerusan dipindahkan ke tabung
eppendorf 1.5 mL dan dicuci dengan menambahkan 500 µL bufer Tris-EDTA (pH
8). Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dibuang, sedangkan pelet ditambahkan 300 µL bufer ekstraksi (200
mM Tris-HCl pH 8.5, 250 nM NaCl, 25 mM EDTA, dan 0.5% SDS) dan
homogenasi dengan tangan selama 5 menit. Suspensi ditambahkan 150 µL
natrium asetat (CH3COONa) pH 5.2. Suspensi diinkubasi pada suhu 20 ºC selama
10 menit. Suspensi disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 5 menit pada suhu 4
ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru dan ditambahkan isopropanol dengan
volume yang sama, lalu disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 10 menit, sehingga
diperoleh pelet DNA. Pelet tersebut dicuci dengan 500 µL etanol 70%, disentrifus
pada 8 000 rpm selama 5 menit, lalu dikeringanginkan pada suhu ruang.
Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 75 µL bufer TE 1X kemudian simpan pada
suhu -20 ºC.

Candidatus Liberibacter asiaticus dari tulang daun jeruk. Isolasi DNA total
Ca. L. asiaticus dari tulang daun jeruk menggunakan modifikasi metode Doyle
dan Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen
cair dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke
dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2-
15

mercaptoethanol (1%), yang sudah dipanaskan 60 ºC selama 10 menit. Suspensi


Ca. L. asiaticus dipanaskan pada suhu 60 ºC selama 60 menit dalam waterbath,
dan dibolak-balikkan setiap 10 menit. Suspensi didiamkan selama 2-3 menit pada
suhu ruang, kemudian ditambahkan 750 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v).
Suspensi digetar dengan vortek selama 3-5 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru lalu
dihitung volume, modifikasi dengan penambahan natrium asetat 3M pH 5.2 (1:10,
v/v) dan isopropanol absolut (2:3, v/v) lalu dibolak-balik. Suspensi digetar selama
1 menit, lalu diinkubasi overnight pada -20 ºC, kemudian disentrifugasi 12 000
rpm selama 10 menit, supernatan yang diperoleh ditambahkan 500 µL etanol 80%
dingin, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit. Pelet dikering-anginkan
pada suhu ruang, lalu diresuspensikan dengan bufer TE 1X 75 µL.

Bean common mosaic virus (BCMV) dari daun kacang panjang. Isolasi total
asam nukleat BCMV dari daun kacang panjang menggunakan metode Doyle dan
Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen cair
dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke
dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2-
mercaptoethanol (1%), yang sudah dipanaskan 60 ºC selama 10 menit. Suspensi
dipanaskan pada suhu 65 ºC selama 60 menit dalam waterbath, dan dibolak-
balikkan setiap 10 menit. Suspensi didiamkan selama 2-3 menit pada suhu ruang,
kemudian ditambahkan 750 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v). Suspensi
digetar selama 3-5 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 15 menit pada
suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru lalu dihitung volume, lalu
ditambahkan 600 µL isopropanol. Contoh digetar selama 1 menit, lalu
disentrifugasi 12 000 rpm selama 10 menit. Fase larutan bagian atas diambil dan
ditambahkan 500 µL etanol 80% dingin, lalu disentrifugasi 8 000 rpm selama 15
menit. Pelet dikeringkan di suhu ruang, lalu diresuspensikan dengan bufer TE 1X
75 µL.

Isolasi Asam Nukleat dari Kit Komersial


Isolasi DNA total C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus dari bagian
tanaman yang bergejala menggunakan Kit Komersial XPrep Plant DNA Mini Kit
(Phile Korea Technology/PKT) sesuai dengan protokol yang tersedia. Sebanyak
0.1 g contoh dimasukkan ke dalam mortar, digerus dengan nitrogen cair
menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke dalam tabung 2
mL. Sebanyak 400 µL XPPG1 dan 8 µL RNase A dimasukkan ke dalam tabung 2
mL tersebut, lalu digetar selama 1 menit, diinkubasi pada suhu 65 ºC selama 10
menit dalam waterbath, dan dibolak-balik setiap lima menit. Kemudian
ditambahkan 200 µL elution buffer yang telah dipanaskan 65 ºC. Sebanyak 130
µL XPPG2 dimasukkan ke dalam suspensi tersebut, dan digetar selama 1 menit,
lalu diinkubasi dalam lemari es selama 5 menit, kemudian dipindahkan ke kolom
filter dalam 2 mL tabung koleksi dan disentrifugasi 13 000 rpm selama 3 menit
pada suhu 4 ºC. Supernatan dipindahkan ke tabung ependorf 1.5 mL, ditambahkan
XPPG3 1.5 kali volume supernatan, kemudian digetar selama 5 detik, selanjutnya
suspensi dipindahkan ke dalam tabung kolom berfilter XPPG dalam tabung
koleksi 2 mL, lalu disentrifugasi 13 000 rpm selama 2 menit pada suhu 4 ºC. Sisa
suspensi dimasukkan ke dalam XPPG, kemudian disentrifugasi 13 000 rpm
16

selama 2 menit. Supernatan dibuang dan dimasukkan kembali XPPG ke dalam


tabung 2 mL. Sebanyak 500 µL wash buffer1 dimasukkan ke dalam kolom XPPG,
disentrifugasi 13 000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan ditambahkan
kembali 750 µL wash buffer2 ke XPPG, kemudian disentrifugasi 13 000 rpm
selama 30 detik. Supernatan dibuang dan diulang sentrifugasi 13 000 rpm selama
3 menit. XPPG dipindahkan ke tabung 1.5 mL, kemudian ditambahkan 75 µL
elution buffer ke dalam XPPG dan diinkubasi di suhu ruang selama 3 menit.
Contoh disentrifugasi 13 000 selama 2 menit untuk mendapatkan suspensi DNA.
Isolasi RNA total BCMV dari daun sakit menggunakan metode RNA
XPrep Plant Total RNA Mini Kit (Phile Korea Technology/PKT) sesuai dengan
protokol yang tersedia. Sebanyak 0.1 g dimasukkan ke dalam mortar, digerus
dengan nitrogen cair menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan
ke dalam tabung 2 mL, dan ditambahkan 450 µL XPRB yang sudah ditambahkan
2-mercaptoethanol (1%). Suspensi dimasukkan ke tabung filter, dan disentrifugasi
12 000 rpm selama 2 menit, supernatan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL, lalu
ditambahkan etanol 96% sebanyak 0.5 kali volume supernatan, dan dicampur
menggunakan mikropipet. Suspensi dimasukkan ke dalam tabung berfilter
XPPLR mini dalam tabung koleksi 2 mL, disentrifugasi 12 000 rpm selama 2
menit. Sisa suspensi disentrifugasi ulang 12 000 rpm selama 2 menit. Suspensi
ditambahkan 500 µL wash buffer1, dan disentrifugasi 12 000 rpm selama 1 menit.
Supernatan dibuang, XPPLR mini dicuci kembali dengan 700 µL wash buffer2,
suspensi disentrifugasi 12 000 rpm selama 1 menit, disentrifugasi kembali 12 000
rpm selama 3 menit. Supernatan dibuang dan XPPLR mini diletakkan ke tabung
1.5 mL. XPPLR mini ditambahkan 75 µL bufer TE 1X, kemudian diamkan
selama 1 menit. Contoh disentrifugasi 12 000 rpm selama 2 menit. Suspensi RNA
disimpan di suhu -70 ºC.

Isolasi Asam Nukleat dari FTA-card


Metode standar. Bagian tanaman yang bergejala penyakit diambil
sebanyak 0.1 g dan dari biakan murni C. acutatum diambil berdiameter 3 cm.
Contoh diletakkan di atas kertas FTA-card, ditutup dengan kertas penutup lalu
digerus. Contoh daun dan isolat cendawan digerus menggunakan pinset
sedangkan contoh tulang daun jeruk yang sudah dipisahkan dari daging daun
ditekan dengan palu kecil pada bagian kertas penutup hingga contoh menempel
pada kertas lalu sisa contoh tersebut dibuang dari FTA-card. Contoh pada FTA-
card dikeringkan selama 60 menit lalu diletakkan di atas cutting mat, kemudian
dipotong dengan diameter 2 mm menggunakan Harris Micro Punch, atau
menggunakan scalpel yang tajam.
Contoh pada potongan FTA-card (punch) dimasukkan ke dalam tabung PCR
250 μL masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 200 μL
purification reagent, dan dibolak-balik sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi
pada suhu ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch diaduk menggunakan
mikropipet dengan cara menaik-turunkan sebanyak dua kali. Purification reagent
dibuang sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap
di dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Punch ditambahkan 200
μL bufer TE0.1 (10 mM Tris, 0.1 mM EDTA), dan dibolak-balik sebanyak dua
kali, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch
diaduk menggunakan mikropipet dengan cara menaikturunkan sebanyak dua kali.
17

Contoh diinkubasi dalam suhu ruang selama 4-5 menit. Bufer TE0.1 dibuang
sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di
dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Punch dikeringanginkan
pada suhu ruang selama 1 jam (dengan membuka penutup tabung PCR) atau
dikeringkan di dalam oven bersuhu 56 °C selama 20 menit. Selanjutnya punch
dapat digunakan untuk PCR atau disimpan pada suhu 4 °C atau 20 °C.

Metode isolasi yang dimodifikasi. Biakan murni cendawan C. acutatum


berumur 4 hari pada media PDA dengan diameter 3 cm diambil menggunakan
tusuk gigi, lalu dimasukkan ke dalam tabung PCR yang berisi 25 µL bufer TE 1X
(10 mM Tris-HCl, pH 8.0, 1 mM EDTA). Tabung PCR dengan tutup terbuka
dimasukkan ke dalam microwave dengan daya 1100 Watt selama 1 menit,
selanjutnya contoh dan bufer diaduk dengan menaik turunkan menggunakan
mikropipet sebanyak dua kali. Pemanasan dengan microwave diulang satu kali
(modifikasi metode Suzuki et al. 2006). Suspensi cendawan dalam tabung PCR
tersebut diambil 5 µL, lalu diteteskan pada FTA-card dan dikeringkan pada suhu
ruang selama 10 menit. FTA-card dipotong menjadi berukuran diameter 2 mm
(punch) menggunakan Harris Micro Punch, selanjutnya sebanyak 1, 2 dan 3
punch siap untuk dijadikan sebagai sumber cetakan dalam PCR.
Contoh dari daun yang bergejala Ca. L. asiaticus, P. sorghi dan buah dari C.
acutatum sebanyak 0.1 g digerus dengan benda tumpul. Contoh daun dan isolat
cendawan digerus menggunakan pinset besi putih sedangkan contoh tulang daun
jeruk yang sudah dipisahkan dari daging daun ditekan dengan palu kecil pada
bagian kertas penutup hingga contoh menempel pada kertas lalu sisa contoh
tersebut dibuang dari FTA-card. Contoh pada FTA-card dikeringkan selama 60
menit lalu diletakkan di atas cutting mat, kemudian dipotong dengan diameter 2
mm menggunakan Harris Micro Punch, atau menggunakan scalpel yang tajam.
Contoh pada potongan FTA-card (punch) dimasukkan ke dalam tabung PCR 250
μl masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 200 μl purification
reagent, dan dibolak-balik sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi pada suhu
ruang selama 4-5 menit. Reagen dan punch diaduk menggunakan mikropipet
dengan cara menaikturunkan sebanyak dua kali purification reagent dibuang
sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di
dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Contoh ditambahkan 10 µL
bufer TE0.1 ke dalam tabung PCR, dalam posisi tabung PCR terbuka contoh di
microwave dengan daya 1100 watt selama 1 menit, selanjutnya bufer dan punch
diaduk dengan menaikturunkan bufer menggunakan mikropipet sebanyak dua
kali. Pemanasan dengan microwave diulang sekali lagi. Kertas punch dikeluarkan
dan dikeringanginkan pada suhu ruang. Contoh siap digunakan dalam PCR.
Isolasi asam nukleat BCMV dari FTA-card dilakukan modifikasi sesuai
dengan metode Alabi et al. (2008b). Contoh sebanyak 0.1 g digerus dengan benda
tumpul. Contoh daun digerus menggunakan pinset besi putih pada bagian kertas
penutup hingga contoh menempel pada kertas lalu sisa contoh tersebut dibuang
dari FTA-card. Sap yang tertinggal di atas kertas FTA-card dikeringanginkan
selama 60 menit. Contoh pada FTA-card diletakkan diatas cutting mat, kemudian
dipotong dengan diameter 2 mm menggunakan Harris Micro Punch, atau
menggunakan scalpel yang tajam. Contoh potongan FTA-card dimasukkan ke
dalam tabung 250 µL masing-masing sebanyak 1, 2, 3 punch, lalu ditambahkan 25
18

µL bufer denaturasi (GES bufer: 0.1 M glycine; pH 9.0; 50 mM NaCl, 1 mM


EDTA, 0.5% Triton X-100) dan 2 µL 2-mercaptoethanol (1%). Contoh FTA-card
diinkubasi di water bath pada suhu 95 ºC selama 10 menit dan segera didinginkan
dalam lemari es selama 5 menit atau sampai digunakan dalam proses RT-PCR.

Pengukuran Asam Nukleat Hasil Isolasi

Konsentrasi asam nukleat total pada metode kit dan konvensional langsung
diukur dari hasil isolasi asam nukleat. Asam nukleat yang melekat pada potongan
(punch) FTA-card diameter 2 mm diresuspensi dengan bufer elusi 10 µL yang
sudah dipanaskan dengan suhu 65 ºC selama 10 menit dan bufer TE 1X untuk
BCMV dalam tabung PCR. Setiap tabung PCR disentrifugasi kecepatan 13 000
rpm selama 3 menit agar asam nukleat keluar dari punch FTA-card tersuspensi ke
dalam bufer tersebut. Cetakan DNA hasil isolasi diukur dengan meneteskan
sebanyak 1 µL suspensi ke atas UV-Vis nanodrop-spektrofotometer (Thermo
Scientific) dan diulang sebanyak tiga kali.
Kemurnian asam nukleat dengan pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang A260/A280 dianggap baik pada kisaran nilai 1.8-2.0. Jika nilai
kemurnian kurang dari kisaran tersebut maka konsentrasi protein bawaan cukup
tinggi, sedangkan jika lebih besar nilainya maka konsentrasi RNA bawaan cukup
tinggi.
Jumlah berat asam nukleat total yang berhasil diisolasi dari FTA-card
menggunakan metode standar dan modifikasi dihitung berdasarkan hasil kali
konsentrasi asam nukleat (ng µL-1), volume suspensi yaitu 10 µL dan luas kertas
FTA yang berisi contoh dibagi dengan luas satu punch (3.14 mm2). Penghitungan
konsentrasi asam nukleat dari metode konvensional dan kit berdasarkan hasil kali
konsentrasi asam nukleat (ng µL-1) dengan volume larutan hasil resuspensi asam
nukleat dari total volume 75 µL.

Analisis Statistika
Data konsentrasi dan total asam nukleat hasil isolasi dengan ketiga cara di
atas untuk masing-masing patogen dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji perbedaan nilai tengah metode Tukey pada taraf nyata 5%.
Perhitungan ANOVA dan uji Tukey tersebut dilakukan menggunakan program
Minitab 16.

Deteksi Patogen Tanaman Menggunakan PCR dan RT-PCR

Deteksi secara molekuler untuk keempat patogen menggunakan teknik yang


berbeda bergantung pada asam nukleat cetakannya yaitu PCR terhadap DNA asal
C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus dan RT-PCR untuk RNA asal BCMV.
PCR atau RT-PCR untuk setiap patogen juga berbeda dalam hal primer spesifik
patogen dan kondisi PCR yang digunakan. Untuk mendapatkan hasil deteksi PCR
yang baik dilakukan optimasi dari beberapa komponen PCR di antaranya adalah
konsentrasi primer.
19

PCR untuk C. acutatum, P. sorghi dan Ca. L. asiaticus


Proses PCR selanjutnya adalah amplifikasi DNA target dengan menentukan
komposisi dari komponen PCR yaitu di antaranya pasangan primer spesifik dan
pengaturan siklus amplifikasi DNA sesuai dengan target yang diinginkan (Tabel
1) dan komposisi volume reaktan standar amplifikasi PCR (Tabel 2).

RT-PCR untuk Bean common mosaic virus


Reaksi transkripsi balik PCR dengan dua tahap (tabung terpisah) yaitu tahap
pertama 1.5 µL nuclease free water, 1 µL (10 µM µL-1) Primer BlC-cpr, dan 3 µL
RNA total dengan total volume 5.5 µL, dipanaskan di 65 ºC selama 5 menit,
segera didinginkan. Tambahkan 2 µL bufer RT 5x, 0.5 µL dNTP 10 mM, 1 µL
DTT (Dithiothreitol) 0.1 µM, 0.5 µL RNase inhibitor (Thermo Scientific) (40 U
uL-1), 0.5 µL Reveraid Reverse Transcriptase (M-MuLV) (Thermo Scientific)
(200 U µL-1) dengan total volume 10 µL dalam tabung mikro. Reagen RT
diinkubasi pada suhu 42 ºC selama 1 jam. Hasil akhir reaksi transkripsi balik
adalah produk cDNA (1 µL) yang digunakan pada tahap kedua yaitu amplifikasi
cDNA. Pasangan primer, urutan nukleotida dan siklus PCR dapat dilihat pada
tabel 1.
Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycle AB
(Applied Biosystem) Veriti dengan komponen reaksi PCR untuk keempat patogen
dapat dilihat pada tabel 2.

Optimasi PCR
Optimasi PCR dilakukan untuk mendapatkan PCR yang baik, di antaranya
modifikasi konsentrasi komponen-komponen atau kondisi PCR dari metode yang
diacu. Komponen PCR yang dioptimasi pada penelitian ini adalah konsentrasi
primer target. Konsentrasi cetakan DNA atau RNA yang digunakan dalam
optimasi adalah 15 ng µL-1. Khusus untuk optimasi metode FTA-card, cetakan
DNA terlebih dahulu diteteskan pada punch FTA-card, untuk selanjutnya
digunakan pada uji PCR. Untuk mengevaluasi keberhasilan isolasi asam nukleat
patogen (kecuali P. sorghi) digunakan primer kontrol internal Rubisco L.
Optimasi dilakukan dengan tiga proses PCR. Proses pertama PCR
menggunakan tanpa konsentrasi primer optimum dan cetakan DNA dari biakan
murni cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh pertama. Tahap tersebut
dilakukan untuk memastikan DNA keempat patogen bisa teramplifikasi. Proses
kedua PCR menggunakan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL -1 dan beberapa
konsentrasi primer 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 µM untuk mendapatkan konsentrasi primer
optimum. Proses ketiga PCR menggunakan salah satu konsentrasi primer yang
optimum dengan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL-1 dari biakan murni
cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh kedua dan ketiga.
20

Tabel 1 Primer dan siklus PCR yang digunakan untuk deteksi keempat patogen
Amplikon
Urutan nukleotida (5’3’) dan siklus
Primer dan target Sumber
PCR
gen
C. acutatum
CaInt2 GGGGAAGCCTCTCGCGG ±500 pb Brown et
ITS4 TCCTCCGCTTATTGATATGC Gen ITS1, al. 1996
[95 °C 5 min; 40X (95 °C 30 sec, 60 °C 25/28S-
30 sec, 72 °C 1 min); 72 °C 7 min, 4 rDNA
˚C]
P. sorghi
PsUF CCAGCAACTCCAGTTATGGAA ±154 pb Rustiani et
PsUR CATGTACAATGGTRCTTGGAA Gen al. 2015a
[94 °C 2 min; 30X (94 °C 30 sec, 56 °C Cytochrome
1 min, 72 °C 1 min); 72 °C 5 min, 4 oxidase 2
˚C] (COII)
Ca. L. asiaticus
A2 TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT ±703 pb Hocquellet
J5 ACAAAAGCAGAAATAGCACGAAC Gen protein et al. 1999
AA rplKAJL-
[94 °C 2 min; 35X (94 °C 20 sec, 45 °C rpoB operon
30 sec, 68 °C 1.5 min); 68 °C 5 min, 4
˚C]
BCMV
BlC- TCAGGAACTGGGCAGCCGCAAC ±850 pb Anggraini
CPf Gen protein & Hidayat
BlC- CTGCGGGGAACCCATGCCAAG selubung 2014
CPr 35X [94 °C 2 min, 68 °C 1 min, 72 °C 1 (CP)
min); 72 °C 10 min, 4 ˚C]
Kontrol internal Rubisco L
RBCL CTTTCCAAGGCCCGCCTCA ±171 pb Nassuth et
F535 Gen Ribulose al. 2000
RBCL CATCATCTTTGGTAAAATCAAGTC biphosphate
R705 CA carboxylase
oxygenase

Tabel 2 Reaktan standar PCR


Reaktan Volume (L) Konsentrasi akhir
2X Dream taq green (Thermo Scientific) 12.5 1x
Primer Forward 10 M 1.0 0.4 M*
Reverse 10 M 1.0 0.4 M*
Rubisco Forward 10 M 0.5 0.2 M**
Reverse 10 M 0.5 0.2 M**
DNA cetakan 1.0 15 ng µL-1
Air bebas nuklease 8.5 -
Total volume 25
Ket. * Optimasi konsentrasi finalnya (0.4, 0.6, 0.8, 1.0 M)
** Kecuali untuk P. sorghi tidak menggunakan primer kontrol internal
21

Elektroforesis Gel Agarosa dan Visualisasi Asam Nukleat


Elektroforesis menggunakan agarosa 1.5%, dalam larutan penyangga TAE
1X, pada 50 V, 70 mA, selama 50 menit. Gel agarosa diwarnai dengan larutan
EtBr 10% selama 30 menit. Elektroforesis DNA total hasil isolasi dari jaringan
tanaman hanya dilakukan untuk penyakit huanglongbing dengan volume cetakan
DNA 5 µL. Elektroforesis DNA amplikon PCR dan RT-PCR dilakukan dengan
volume 5 µL dan 7.5 µL. Gel agarosa yang telah dibilas dengan akuades
kemudian dipapar UV pada transiluminator Ultra-Lum untuk visualisasi DNA dan
dokumentasi dengan kamera digital.
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit-penyakit Tanaman yang Menjadi Objek Isolasi Asam Nukleat


untuk Dideteksi dengan Teknik PCR/RT-PCR

Penelitian tentang deteksi patogen tanaman ini dilakukan terhadap empat


jenis penyakit dengan golongan atau tipe patogen yang berbeda-beda. Masing-
masing jenis tanaman sakit di lapangan diidentifikasi berdasarkan pengamatan
gejala (simtomatologi). Contoh tanaman sakit kemudian diambil dan dibawa ke
laboratorium untuk diamati tanda patogennya (jika ada) dan dilakukan konfirmasi
penyakitnya untuk selanjutnya digunakan dalam isolasi dan pengujian PCR atau
RT-PCR. Berikut ini adalah ciri dan sifat secara ringkas tentang masing-masing
keempat penyakit.

Penyakit Antraknosa pada Cabai oleh C. acutatum


Penyakit antraknosa pada cabai di Indonesia terutama disebabkan oleh C.
acutatum yang tergolong sebagai patogen bersifat parasit fakultatif dan tipe gejala
lokal. Penyakit antraknosa ini dicirikan dengan gejala yang khas pada buah dan
struktur tanda patogen berupa aservulus dan konidium. Buah cabai yang
menunjukkan gejala antraknosa oleh C. acutatum ditunjukkan dengan matinya
jaringan (nekrosis) di permukaan buah dengan bentuk pola lingkaran, cekung dan
berwarna coklat kehitaman (massa patogen). Gejala lebih lanjut lingkaran
nekrosis akan menutupi permukaan dan buah cabai menjadi kering (Gambar 1a).

a b

C
c d
Gambar 1 Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan
C. acutatum.
(a) Gejala antraknosa pada buah cabai, (b) Aservuli pada permukaan
buah cabai (30X), (c) Konidia dan seta patogen (100X), (d) Koloni
biakan murni patogen pada media PDA
23

Pengamatan mikroskopi stereo menunjukkan tanda patogen berupa aservuli


berwarna coklat yang memiliki seta berwarna coklat dan pendek yang tumbuh
pada permukaan buah cabai (Gambar 1b). Tanda patogen lainnya berupa konidia
bersel satu, hialin, fusiform, berukuran10 µm x 3.5 µm (Gambar 1c).
Koloni cendawan umur 4 hari memiliki ciri warna koloni putih, pucat abu-
abu atau pucat kuning terkadang membentuk pigmen ungu (Gambar 1d).
Pengamatan morfologi patogen ini sulit untuk membedakan antara C. acutatum
dan C. gloeosporioides, sehingga perlu diuji secara PCR. Pengamatan morfologi
patogen antara C. acutatum dan C. gloeosporioides sulit untuk dideteksi dengan
kunci identifikasi secara manual, sehingga perlu diuji secara molekuler (Andrade
et al. 2007; Whitelaw-Weckert et al. 2007).

Penyakit Bulai pada Jagung oleh P. sorghi


Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh P. sorghi (Oomycetes) yang
tergolong sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik.
Infeksi patogen ditunjukkan dengan gejala pada daun berupa warna hijau dan
kuning tidak beraturan searah tulang daun. Daun tanaman sakit mengalami
malformasi, lebih sempit dan tegak. Gejala lebih lanjut seluruh daun tanaman
menjadi belang dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil, daun klorosis berwarna
coklat dan mati sebelum waktunya apabila tanaman terserang berumur kurang dari
4 minggu. Serangan pada fase generatif menyebabkan malformasi dan nekrosis
pada buah.

a b c

Gambar 2 Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi.
(a) Gejala bulai pada daun jagung, (b) Tanda penyakit berupa spora di
permukaan daun (35 X), (c) Sporangia dan sporangiofor P. sorghi
(400 X)
Gejala di lapangan sangat sulit dibedakan antara patogen yang disebabkan
oleh P. sorghi maupun patogen lainnya seperti P. maydis dan P. philippinensis
(Gambar 2a). Pertumbuhan patogen melalui pengamatan mikroskopi nampak
seperti embun air yang menempel pada permukaan atas dan bawah daun, apabila
diraba propagul patogen akan menempel pada jari. Sporangiofor (konidiofor)
patogen ini tegak, bercabang dan hialin (Gambar 2b). Pada sporangiofor dibentuk
sporangia (konidia) berbentuk oval dan hialin (Gambar 2c). Sporangiofor muncul
dalam bentuk kelompok dari jaringan tanaman melalui stomata, dapat tumbuh
pada bagian atas atau bawah daun dan jaringan yang terinfeksi (Agrios 2005).
24

Penyakit Huanglongbing pada Jeruk oleh Ca. L. asiaticus


Gejala penyakit huanglongbing atau citrus vein phloem degeneration
(CVPD) pada daun jeruk di lapangan sering menyerupai gejala akibat kekurangan
unsur hara seperti kimia seng (Zn) atau mangan (Mn) (gejala abiotik).
Huanglongbing yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus sebagai bakteri patogen
yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik. Sebagaimana disebutkan
oleh Zekri dan Obreza (2002), bahwa gejala kekurangan seng (Zn) di tanaman
jeruk menyerang tajuk tanaman menjadi lebih kecil karena daun menjadi kecil,
runcing, dan tegak.

a b c

Gambar 3 Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L.
asiaticus.
(a) Gejala huanglongbing pada daun jeruk, (b) Tanaman jeruk yang
terserang Ca. L. asiaticus, (c) Vektor Diaphorina citri (30 X)

Gejala huanglongbing pada tanaman jeruk dicirikan adanya tulang daun


hijau, tepi lamina antara tulang daun yang menguning. Gejala belang pada daun
dan keseluruhan tanaman dikenal dengan nama huanglongbing yang artinya
penyakit dragon kuning (Gambar 3a dan 3b). Jika tanaman terinfeksi pada fase
vegetatif maka tanaman tidak dapat berbuah, daun berkembang abnormal (runcing
dan melengkung) dan kemudian ranting menjadi mati. Pada fase generatif buah
jeruk tumbuh tidak normal baik ukuran maupun bentuk, warna kurang cerah
(alami berwarna kehijauan), rasa buah menjadi lebih asam atau pahit dan rontok
sebelum waktunya (Gambar 3b).
Patogen huanglongbing di Asia diketahui adalah Candidatus Liberibacter
asiaticus yang merupakan bakteri Gram negatif yang belum dapat dibiakkan
dalam media buatan (Garnier et al. 1984). Patogen diketahui ditularkan oleh
vektor serangga yaitu Diaphorina citri (Nakashima et al. 1996) (Gambar 3c).

Penyakit Mosaik pada Kacang Panjang oleh Bean common mosaik virus
Kacang panjang bergejala penyakit mosaik di lapangan dicirikan dengan
perubahan warna daun yang tidak normal. Gejala yang disebabkan oleh BCMV
sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik yang
ditunjukkan dengan adanya pola warna hijau tua (vein banding) yang tidak
beraturan (Gambar 4a).
25

a b

Gambar 4 Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh
Bean common mosaic virus.
(a) Daun menjadi hijau tua, (b) Daun menjadi kuning

Gejala mosaik pada daun dapat juga menyebabkan warna menjadi


kuning/klorosis, daun mengerut sepanjang tulang daun, kaku, menggulung
(malformasi) dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil dan menghasilkan jumlah
polong sedikit dan masak lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang tidak
terinfeksi (daun tidak belang, polong cepat masak dan jumlah polong banyak).
Gejala mosaik menyerang daun yang muda maupun tua. Gejala mosaik pada daun
kacang panjang kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh BCMV tetapi dapat
disebabkan oleh patogen lain (Gambar 4 b). BCMV disamping menyerang
tanaman kacang-kacangan (Phaseolus spp), juga dapat menyerang tanaman
leguminosae (CABI 2007). Patogen BCMV dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis
craccivora atau mekanis. Infeksi oleh BCMV ditunjukkan dengan gejala mosaik
berupa lepuhan, pola warna kuning dan hijau pada daun, tulang daun menguning,
bercak dan malformasi (Shukla et al. 1994).

Asam Nukleat Hasil Isolasi Menggunakan Metode Kit Komersial, FTA-card


dan Konvensional

Data konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah


asam nukleat total untuk patogen C. acutatum, P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan
BCMV disajikan pada tabel 3. Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum
dari buah menunjukkan tidak ada perbedaan nyata untuk ketiga metode,
sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi ketiga metode tersebut
berkisar antara 1.52-1.94. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh
metode kit komersial yaitu 1.94. Jumlah DNA total tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata untuk keempat metode tersebut dan berkisar 0.53-19.17 g (Tabel 3).
26

Tabel 3 Konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah


total asam nukleat hasil isolasi pada ketiga metode untuk C. acutatum
P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV

Asam Nukleat
Metode isolasi Konsentrasi (ng L-1) Kemurnian
total (g)
C. acutatum dari buah cabai sakit
Kit 7.1±3.3a 1.94 0.53±0.24a
FTA standar 9.7±3.6a 1.54 10.93±4.40a
FTA modifikasi 17.3±4.2a 1.52 19.17±3.79a
Konvensional 238.4±197.4a 1.57 17.88±14.81a
C. acutatum biakan murni
Kit komersial 20.2±6.5a 2.33 1.52±0.48a
FTA standar 6.4±2.9a 1.55 7.50±2.70ab
FTA modifikasi 10.7±4.1a 1.51 12.85±5.24b
Konvensional 45.8±8.4b 1.91 3.43±0.63a
P. sorghi dari daun sakit
Kit komersial 6.1±2.4a 2.18 0.43±0.21a
FTA standar 10.0±2.2a 1.60 14.80±6.31a
FTA modifikasi 23.9±10.0a 1.56 38.82±30.75a
Konvensional 213.7±53.1b 1.74 16.03±3.99a
Ca. L. asiaticus dari daun sakit
Kit komersial 51.1±29.6a 1.96 3.83±2.22a
FTA standar 11.8±6.5a 1.52 13.12±6.05a
FTA modifikasi 17.8±3.6a 1.45 20.81±5.78a
Konvensional 395.7±307.2a 1.83 29.67±23.04a
BCMV dari daun sakit
Kit komersial 398.5±100.0a 2.08 29.88±7.50a
FTA standar 21.5±0.9b 1.57 25.44±9.80a
FTA modifikasi 38.5±7.2b 1.51 47.86±13.51a
Konvensional 499.9±195.3a 1.83 37.49±14.65a
Ket: Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Tukey
5%

Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum dari biakan murni


menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai
yang tertinggi sebesar 45.8 ng µL-1 dibandingkan kedua metode lainnya yang
berkisar antara 6.4-20.2 ng µL-1. Tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada
ketiga metode berkisar 1.51-2.33. Tingkat kemurnian DNA total yang tergolong
baik dicapai oleh metode konvensional yaitu 1.91 diperoleh dari metode
konvensional. Jumlah DNA total menunjukkan perbedaan yang nyata, yaitu
metode FTA-card modifikasi mencapai yang tertinggi yaitu 12.85 g
dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar antara 1.52-7.5 g (Tabel 3).
Berat DNA total dari isolat cendawan pada metode konvensional dua kali lebih
27

tinggi dari metode kit, hal ini juga telah dilaporkan oleh Motkova dan Vytrasova
(2011) terhadap isolasi DNA dari isolat cendawan Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus.
Konsentrasi DNA total hasil isolasi P. sorghi dari daun menunjukkan ada
perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi yaitu
213.7 ng µL-1 dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar 6.1-23.9 ng µL-1.
Tingkat kemurnian DNA total pada keempat metode berkisar 1.56-2.18. Jumlah
DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat
metode tersebut dan berkisar 0.43-38.82 g (Tabel 3).
Konsentrasi DNA total hasil isolasi Ca. L. asiaticus dari daun menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata pada keempat metode isolasi,
sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada keempat metode
berkisar 1.45-1.96. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode
kit komersial yaitu 1.96. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 3.83-29.67 g
(Tabel 3). Rendahnya konsentrasi DNA total dari tulang daun jeruk terserang
CVPD dari hasil isolasi dengan menggunakan metode kit juga telah dilakukan
oleh Rustiani et al. (2015b), bahwa konsentrasi DNA total berkisar 15-46 ng µL-1.
Kisaran berat DNA total ketiga tanaman dari hasil metode konvensional yaitu 3-
29 µg dan metode kit 0.43-3 µg, hal ini juga disampaikan Tenriulo et al. (2001)
bahwa kisaran DNA total dari 100 mg contoh daun tanaman yaitu 12-25 µg, 20-70
µg (Murray & Thompson 1980) dan metode kit berkisar 0.04-1.2 µg dalam 100
mg berat basah tanaman (Fitzgerald & Burden 2014).
Konsentrasi RNA total dari hasil isolasi BCMV dari daun menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang nyata antara metode konvensional atau kit dengan
FTA-card standar dan modifikasi. Konsentrasi RNA paling tinggi diperoleh pada
metode konvensional. Hal ini juga dilaporkan oleh Adiputra et al. (2012) bahwa
konsentrasi RNA total dari daun tanaman paling tinggi diperoleh pada metode
konvensional. Rendahnya konsentrasi RNA total pada FTA card juga dilaporkan
oleh Chiunga (2013) terhadap beberapa virus patogen pada tanaman kentang
berkisar 4-46 ng L-1. Hal ini juga dilaporkan oleh Ndunguru et al. (2005) bahwa
konsentrasi cDNA dari Nicotiana benthamiana pada metode konvensional lebih
tinggi dari FTA-card. Tingkat kemurnian RNA total pada ketiga metode berkisar
1.51-2.08. Jumlah RNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata pada ketiga metode tersebut dan berkisar 29.88-47.86 g (Tabel 3).
Elektroforesis DNA total dari daun jeruk terlihat bukan berupa pita tetapi
fragmen tunggal DNA total tanaman yang sudah terpotong-potong dan tidak jelas
(smear). Fragmen DNA dari metode kit (K-1) dari contoh pertama memiliki
fragmen yang paling terang sedangkan pada metode FTA-card terdapat perbedaan
ketebalan dari tiap-tiap punch. Fragmen genom DNA pada metode FTA-card yang
paling tebal terdapat pada Fi-3 kemudian diikuti Fi-2, Fs-2, Fs-3, Fi-1 dan Fs-1
(Gambar 5). Ketebalan fragmen genom DNA dari metode konvensional terlihat
sama untuk ketiga contoh. Uji kualitas fragmen genom DNA total CVPD dengan
menggunakan elektroforesis juga telah dilakukan oleh Ulfah (2014).
28

K Fi Fs Ko
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Gambar 5 Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit
(K), FTA-card modifikasi (Fi), FTA-card standar (Fs) dan
konvensional (Ko), kode 1, 2, 3 menunjukkan ulangan (K, Ko) atau
jumlah punch contoh (Fs dan Fi)

Deteksi PCR Beberapa Patogen Tanaman menggunakan Asam Nukleat Hasil


Isolasi dengan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional

Hasil dari isolasi asam nukleat total keempat patogen dengan menggunakan
ketiga metode isolasi yaitu kit komersial, FTA-card dan konvensional berupa
cetakan DNA atau RNA yang selanjutnya digunakan untuk PCR. Hasil
amplifikasi PCR berupa amplikon dielektroforesis dan divisualisasi dengan UV
transiluminator. Berikut ini hasil amplifikasi PCR dengan tiga proses PCR dari
keempat patogen.

PCR untuk DNA total C. acutatum pada buah cabai dan biakan murni
Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum pada buah cabai dengan primer
CaInt2/ITS4 dan Rubisco-L pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card
modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat
dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi dengan produk ±500
pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar
6). Tidak munculnya target kontrol internal hal ini kemungkinan pemakaian
konsentrasi primer atau DNA cetakan yang tinggi sehingga terjadi mispriming
yaitu terjadi penempelan pita target yang tidak spesifik atau tidak terbentuknya
pita. Tingginya konsentrasi primer dan DNA cetakan dapat mempengaruhi hasil
PCR (Innis 1990). Menurut Muladno (2002) bahwa tingginya konsentrasi primer
dapat menyebabkan tidak terbentuknya produk PCR yang diinginkan.
Keberhasilan FTA-card menyediakan asam nukleat Ganoderma sp. juga
dilaporkan oleh Borman et al. (2006) dan Dentinger et al. (2010) yang berhasil
mendeteksi asam nukleat Aspergillus fumigatus, Trichophyton rubrum, T.
interdigitale, dan Exophiala dermatitidis dari FTA-card.
29

K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3

±500pb

Gambar 6 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil


isolasi dari buah cabai dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card
standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi
PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M =
Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

±500pb
±171pb

Gambar 7 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi


berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai.
Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi)
dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing
konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb

Hasil visualisasi PCR DNA dari contoh satu pada buah cabai setelah
dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita DNA
cukup beragam untuk setiap metode dan konsentrasi primer (Gambar 7). Dari
ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis
pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L
teramplifikasi PCR. Pita DNA dari FTA-card terlihat lebih tipis. Hal ini juga
dilaporkan oleh Manzanilla-Lo´pez et al. (2009) bahwa hasil PCR menggunakan
empat metode isolasi asam nukleat di antaranya penggunaan FTA-card terhadap
cendawan Pochonia chlamydosporia (syn. Verticillium chlamydosporium)
menunjukkan hasil kualitas fragmen genom DNA dari keempat metode isolasi
berbeda. Hasil kualitas fragmen genom DNA PCR lebih baik dan lebih panjang
dihasilkan dari metode kit dibandingkan dengan FTA card, karena FTA-card
memiliki fragmen genom DNA lebih pendek, namun dari segi waktu isolasi dan
penyimpanan lebih baik menggunakan FTA-card.
30

K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

±500pb
±171pb

Gambar 8 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil


isolasi dari buah cabai pada konsentrasi optimum primer.
Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum
adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card
modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit
komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3

±500pb

Gambar 9 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil


isolasi dari biakan murni dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-
card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3
punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi
PCR, M = Marker 100 pb
Hasil visualisasi untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang
optimum dari masing-masing metode isolasi untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 1.0 µM, FTA
standar 0.8 µM, FTA modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil
visualisasi dari ketiga contoh pada buah cabai menunjukkan adanya kesamaan pita
dari ketiga metode yang baik dan merata (Gambar 8).
Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum dari hasil biakan murni dengan
primer CaInt2/ITS4 pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan
konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer
menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi PCR dengan produk ±500 pb
(Gambar 9).
31

K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

±500pb

Gambar 10 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi


berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni.
Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi
(Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-
masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100
pb
K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

±500pb

±171pb

Gambar 11 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi


optimum untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni.
Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum
adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card
modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit
komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb

Hasil visualisasi PCR DNA dari hasil biakan murni setelah dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap
metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling
tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode konvensional. Primer kontrol
internal Rubisco L tidak teramplifikasi PCR (Gambar 10).
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk diPCR ulang dua contoh
berikutnya. Konsentrasi primer untuk asam nukleat yang diisolasi dengan metode
kit yaitu 1 µM, FTA dengan metode standar 0.8 µM, FTA dengan metode
modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh
hasil biakan murni menunjukkan adanya kesamaan ketebalan pita yang baik dari
ketiga metode isolasi (Gambar 11). Keberhasilan isolasi dengan FTA-card standar
yang dimodifikasi dengan tingkat pengenceran konsentrasi asam nukleat yang
berbeda sudah dilakukan oleh Suzuki et al. (2006) terhadap Aspergillus oryzae
dengan menggunakan microwave. Terdapat perbedaan daya listrik microwave
32

yang digunakan pada saat pengujian yaitu dengan daya 750 watt selama 30 detik.
Hal ini juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) bahwa pengujian PCR terhadap
beberapa isolat spesies ragi dengan FTA-card yang sudah dipanaskan dengan
microwave dengan daya 800 watt selama 30 detik dapat teramplifikasi PCR
dengan baik. Terdapat perbedaan perlakuan microwave yaitu pada saat contoh
baru diletakkan di kertas FTA-card.

PCR untuk DNA total P. sorghi dari daun jagung


Hasil visualisasi PCR DNA P. sorghi dari daun jagung dengan primer
degenerate PsUF/PsUR menggunakan metode kit, FTA-card standar, FTA-card
modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam
nukleat dan primer menunjukkan target teramplifikasi PCR dengan produk ±154
pb, namun dengan intensitas DNA yang rendah (Gambar 12).
Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jagung setelah dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap
metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling
tebal yaitu metode konvensional dan paling tipis pada metode FTA-card
modifikasi (Gambar 13).
K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3

±154pb

Gambar 12 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR untuk P. sorghi hasil


isolasi dari daun jagung dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-
card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3
punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1
L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

±154pb

Gambar 13 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi


berbeda untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung.
Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi
(Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-
masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker
100 pb
33

Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA
standar 0.4 µM, FTA modifikasi 0.6 µM dan konvensional 0.4 µM. Dari hasil
ketiga contoh daun jagung menunjukkan adanya perbedaan pita dari ketiga
metode isolasi (Gambar 14). Metode konvensional memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Menurut Li et al. (2008) bahwa
metode kit komersial tidak selalu memberikan hasil amplifikasi yang baik untuk
semua jenis bahan tanaman. Pemanfaatan penggunaan FTA-card terhadap temuan
cendawan semu baru telah dilaporkan oleh Greslebin et al. (2007) terhadap
Phytophthora austrocedrae pada tanaman Austrocedrus chilensis.

K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

±171pb
±154pb

Gambar 14 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi


optimum untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung.
Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer
optimum adalah 0.4 µM untuk metode FTA-card standar (Fs) dan
konvensional (Ko), 0.6 µM untuk FTA-card modifikasi (Fi) dan 0.8
PCR untuk DNA total bakteri
µM untuk metode Huanglongbing pada
kit komersial (K), daun jeruk
Kontrol internal K(-), M =
Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3

±703pb

Gambar 15 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil
isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-
card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3
punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1
L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
34

Amplifikasi PCR untuk DNA total bakteri Huanglongbing dari daun jeruk
dengan primer A2/J5 dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTA-card standar,
FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi
asam nukleat dan primer menunjukkan target bakteri Huanglongbing
teramplifikasi dengan produk ±703 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb
tidak teramplifikasi PCR (Gambar 15).
Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jeruk setelah dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan adanya lebih dari dua pita
DNA atau amplikon DNA bukan target (false positive) yang teramplifikasi PCR
(Gambar 16). Kualitas pita DNA target dari tiap konsentrasi primer menunjukkan
ketebalan yang berbeda. Dari ketiga metode isolasi, kualitas pita yang paling tebal
yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer
kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR.
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA
standar 1.0 µM, FTA modifikasi 1.0 µM dan konvensional 1.0 µM (Gambar 17).
Terdapat perbedaan pita DNA dari ketiga metode isolasi untuk target CVPD.
Kualitas pita DNA dari metode kit lebih baik dibandingkan dengan kedua metode
lainnya.
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

±703pb

±171pb

Gambar 16 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi berbeda


untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk.
Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi)
dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing
konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb
K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

±703pb

±171pb

Gambar 17 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada konsentrasi optimum


untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk.
Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum
adalah 0.8 µM untuk metode kit komersial (K) atau 1.0 µM untuk
FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko),
Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb
35

Munculnya pita bukan target (false positive) kemungkinan disebabkan


adanya kontaminan DNA. Sebagaimana dilaporkan Rai (2007) bahwa adanya pita
non target seperti ada tambahan target produk amplikon DNA yang tidak spesifik,
dan menurut Kwok dan Higuchi (1989); Dalam protokol manual Thermo
Scientific (2016) kemungkinan DNA cetakan tidak bersih maupun proses waktu
annealing terlalu panjang. Hasil PCR Ca. L. asiaticus sebelum dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer hasil PCR-nya ada yang negatif, namun
setelah dioptimasi hasilnya positif ditandai adanya pita tipis. Hal ini kemungkinan
produk PCR (premix PCR) yang digunakan memiliki batas konsentrasi cetakan
DNA dan primer yang sudah ditentukan sehingga hasil PCR-nya tidak optimal
atau negatif. Sebagaimana dilakukan oleh Ulfah (2014) terhadap deteksi patogen
Ca. L. asiaticus hasilnya positif. Hasil isolasi asam nukleat dengan metode FTA-
card dan kit komersial juga telah dilaporkan oleh Price et al. (2014) terhadap nilai
batas siklus/cycle threshold (Ct) value pada vektor Wheat streak mosaic virus dan
Candidatus Liberibacter .

PCR untuk cDNA total BCMV dari daun kacang panjang


Hasil amplifikasi PCR untuk cDNA BCMV dari daun kacang panjang
dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTA-
card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional (Gambar 18). Proses PCR
tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target BCMV
teramplifikasi dengan produk ±850 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb
tidak teramplifikasi PCR.
Hasil visualisasi dari contoh satu pada daun kacang panjang setelah
dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang
berbeda tiap metode isolasi maupun konsentrasi primer (Gambar 19). Dari ketiga
metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode konvensional dan paling tipis
pada metode FTA-card standar. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi
PCR bersama dengan DNA target. BCMV berhasil teramplifikasi dengan
RT-PCR. Sebagai cetakan RNA yang mengandung BCMV digunakan 4 punch
FTA-card dari metode isolasi yang dimodifikasi (Damayanti et al. 2009).

K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3

±850pb

Gambar 18 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr untuk BCMV hasil


isolasi dari daun kacang panjang dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card
standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi
PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M =
Marker 100 pb
36

K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±850pb

±171pb

Gambar 19 Amplifikasi PCR dengan primer BIC-cpf/BIC-cpr pada konsentrasi


berbeda untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang.
Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi)
dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing
konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

±850pb

±171pb

Gambar 20 Amplifikasi PCR dengan primer BlC-cpf/BlC-cpr pada konsentrasi


optimum untuk BCMV hasil isolasi dari daun kacang panjang.
Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum
adalah 0.8 µM untuk FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional
(Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M =
Marker 100 pb
Hasil visualisasi PCR cDNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 1 µM, FTA-card
standar 1 µM, FTA-card modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Dari hasil
ketiga contoh daun kacang panjang menunjukkan adanya perbedaan pita dari
ketiga metode isolasi (Gambar 20). Kualitas pita DNA dari metode kit komersial
dan konvensional sama baiknya dibandingkan dengan metode FTA-card.
Kualitas pita dari hasil isolasi FTA-card modifikasi lebih baik dibandingkan
dengan metode FTA-card standar. Hal ini juga telah dilaporkan oleh Setiyawati
(2012) bahwa penggunaan bufer GES (Alabi et al. 2008b) dalam isolasi RNA
virus Chrysanthemum B carlavirus (CVB) memiliki kualitas pita cDNA sama
baiknya dengan metode kit komersial. Keberhasilan isolasi asam nukleat
menggunakan metode FTA-card standar dan metode isolasi dellaporte sudah diuji
oleh Ndunguru et al. (2005), menunjukkan hasilnya sama setelah divisualisasi
dengan elektroforesis pada patogen Cassava mosaic geminivirus (CMG), African
37

cassava mosaic virus (ACMV) dan East african cassava cameroon mosaic virus
(EACCMV).
Pembahasan Umum

Keberhasilan deteksi molekuler tidak lepas dari peranan isolasi asam


nukleat terbebas dari kontaminan. Menurut Chen et al. (2010) bahwa beberapa
faktor keberhasilan isolasi DNA yaitu spesies, jaringan, metode persiapan,
prosedur isolasi, dan metode pemisahan DNA. Metode isolasi asam nukleat secara
konvensional memiliki tahap yang panjang sehingga memerlukan alat dan bahan
kimia atau bufer yang lebih banyak serta ketergantungan terhadap laboratorium
untuk pengerjaannya. Pada metode konvensional bufer lebih banyak dibuat
sendiri. Lain halnya dengan kit komersial atau FTA-card dan modifikasinya yang
dikembangkan dengan tujuan sepraktis mungkin, yang menggunakan kolom spin
yang mengandung membran silika (Siddappa et al. 2007) dan kertas membran
dengan hasil yang masih memadai, disamping itu metode kit komersial dipisahkan
berdasarkan target DNA atau RNA (Tan & Yiap 2009).
Isolasi asam nukleat dengan FTA-card memiliki keuntungan dalam hal
tahap isolasi pendek sehingga waktu isolasi menjadi sangat singkat. Burgoyne
(1996) sebagai penemu metode FTA-card mengatakan bahwa selain untuk isolasi
di lapangan selanjutnya kertas yang mengandung DNA/RNA tersebut dapat
disimpan selama 1.5-11 tahun pada suhu ruang dan masih dapat terdeteksi dengan
baik (Whatman 2002).
Ketiga metode isolasi memiliki kemampuan mengisolasi asam nukleat yang
berbeda. Salah satu perbedaan tersebut adalah konsentrasi asam nukleat dari
ketiga metode isolasi. Kisaran target konsentrasi cetakan DNA pada produk
komersial yaitu dream Taq green PCR master mix 2X (Thermo Scientific) yang
mampu teramplifikasi PCR berkisar 50 pg-1 µg. Konsentrasi dan berat DNA total
dari ketiga metode dan keempat patogen masih berada pada kisaran target PCR.
Konsentrasi asam nukleat yang diisolasi dengan metode konvensional
mencapai nilai tertinggi daripada FTA-card dan kit komersial. Salah satu sebab
tingginya konsentrasi pada metode konvensional yaitu penggunaan deterjen
CTAB dan 2-mercaptoethanol dalam bufer ekstraksi. Sebagaimana disampaikan
oleh Chen et al. (2010) penggunaan CTAB pada metode konvensional mampu
menghasilkan konsentrasi asam nukleat paling tinggi dibandingkan dengan
metode kit komersial. Penggunaan 2-mercaptoethanol dan CTAB mampu
mengeluarkan senyawa polisakarida dan fenol sedangkan NaCl mampu
mengeluarkan senyawa polifenol selama isolasi asam nukleat (Paterson et al.
1993; Maltas et al. 2011; Moreira & Oliveira 2011). Menurut Tan dan Yiap
(2009), penggunaan metode konvensional adalah metode orisinil yang
dikembangkan melalui tahap-tahap optimum dan lengkap dalam pemisahan dan
isolasi asam nukleat yang belum mempertimbangkan aspek kepraktisan.
Rendahnya konsentrasi DNA pada metode kit komersial disebabkan adanya enzim
RNase yang ditambahkan untuk mengeliminasi RNA sehingga terbebas dari
RNA. Metode isolasi asam nukleat standar dari FTA-card menunjukkan
konsentrasi asam nukleat yang rendah. Hal ini kemungkinan ada kontaminasi
dengan bahan kimia yang terdapat dalam membran kertas FTA. Burgoyne (1996)
menyatakan bahwa kertas FTA mengandung agen chaotropic seperti GuSCN
(guanidine isothiocyanate) berfungsi melisis dinding sel atau lemak.
38

Rasio kemurnian DNA yang diukur dengan alat nanodrop adalah rasio nilai
absorbansi DNA A260 dengan nilai absorbansi protein (kontaminan) A280.
Menurut Sambrook et al. (1989) hasil isolasi DNA yang murni didapat dengan
kisaran nilai 1.8-2.0. Kemurnian DNA di atas 2 kemungkinan terkontaminasi
dengan RNA dan di bawah 1.8 terkontaminasi protein dan larutan fenol (Neil et
al. 2011). Kemurnian asam nukleat yang diisolasi dari FTA-card dengan metode
standar selalu di bawah nilai 1.8, sedangkan metode kit cenderung lebih tinggi
dari 2.0. Isolasi asam nukleat dengan metode kit menggunakan bahan-bahan
tertentu dan kolom yang dapat menghasilkan asam nukleat dengan tingkat
kemurnian yang tinggi (Capote et al. 2012). Tingkat rasio kemurnian DNA yang
relatif baik diperoleh pada metode konvensional yang menunjukkan
kecenderungan mendekati nilai kemurnian ideal 1.8-2.0, seperti yang dilaporkan
Fitzgerald dan Burden (2014).
Berat asam nukleat total dari hasil isolasi ketiga metode dan keempat
patogen tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Keberhasilan PCR
untuk deteksi patogen tumbuhan salah satunya ditentukan kualitas dan kuantitas
cetakan DNA hasil isolasi dan komponen-komponen PCR lainnya termasuk
konsentrasi primer. Keberhasilan pengujian PCR tidak harus memiliki kemurnian
DNA yang tinggi tetapi dapat dipengaruhi terhadap EDTA, deterjen, fenol, NaCl,
sodium dodecyl sulphate dan Triton X-100 (Sambrook et al. 1989; Kreader 1996).
Nilai konsentrasi dan kemurnian tiap metode isolasi DNA patogen berbeda-beda,
hal ini juga dilaporkan oleh Sharma et al. (2013) bahwa perbedaan metode isolasi
DNA pada patogen tanaman memberikan hasil yang berbeda terhadap konsentrasi
dan kemurnian DNA.
Konsentrasi primer optimum untuk uji PCR terhadap DNA dari tiap metode
isolasi berbeda, hal ini disebabkan kualitas pita DNA untuk menentukan primer
optimum dipengaruhi oleh konsentrasi primer itu sendiri selain konsentrasi
cetakan DNA. Spesifisitas dan kualitas PCR tergantung pada konsentrasi primer
optimal yaitu 0.1-2.0 µM (Hoelzel & Green 1992; Loffert et al. 1999).
Duplex PCR menggunakan primer kontrol internal untuk memastikan
proses pengujian PCR sudah benar, tidak ada terjadi kesalahan teknis preparasi/
pengerjaan premix PCR. Kontrol internal dengan menggunakan primer Rubisco L
dilaporkan dapat teramplifikasi dengan multiplex PCR bersama Cassava Mosaic
Begomoviruses (CMBs) pada singkong (Rajabu et al. 2013).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan
untuk isolasi asam nukleat yang paling murah diperoleh pada metode
konvensional sekitar Rp 5.000.- kemudian metode FTA-card Rp 15.000.- dan
metode kit Rp 50.000.- tiap kali contoh pengujian. Sebagaimana disampaikan oleh
Setiyawati (2012) bahwa biaya isolasi asam nukleat dengan metode konvensional
lebih murah dibanding dengan metode kit komersial.
39

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Asam nukleat yang diisolasi dari kit, FTA-card dengan metode standar maupun
modifikasi dan metode konvensional sebelum dioptimasi dapat teramplifikasi
dengan PCR, kecuali untuk CVPD yang tidak teramplifikasi dengan baik.
2. Kualitas pita DNA sebelum dioptimasi PCR berbeda dari tiap metode isolasi
asam nukleat dan patogen, namun menunjukkan hampir sama dari tiap metode
isolasi asam nukleat setelah optimasi.
3. Tingkat konsentrasi dan kemurnian DNA/RNA dari ketiga metode isolasi
menunjukkan bahwa metode konvensional lebih tinggi dan lebih murni
dibandingkan asam nukleat yang diisolasi dari kit dan FTA-card.
4. Optimasi PCR untuk cetakan DNA dan konsentrasi primer dapat memberikan
hasil terbaik serta penambahan volume amplikon pada saat elektroforesis untuk
meningkatkan kualitas pita. Konsentrasi optimal primer C. acutatum dari buah
dan biakan murni yang diisolasi dengan kit, FTA-card standar/modifikasi dan
konvensional secara berurutan yaitu 1 µM, 0.8/0.8 µM dan 0.8 µM; P. sorghi
yaitu: 0.8, 0.4/0.6, 0.4 µM; Ca. L. asiaticus yaitu: 0.8, 1/1, 1 µM dan BCMV
yaitu: 1, 1/0.8, 0.8 µM.

Saran

1. Perlu dilakukan optimasi terhadap konsentrasi MgCl2 dan dNTP untuk


mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
2. Oleh karena kemudahan isolasi asam nukleat dari FTA-card, maka sangat
disarankan penggunaan FTA-card ini oleh peneliti maupun praktisi baik dari
lembaga pemerintah maupun swasta.
40

DAFTAR PUSTAKA

Abalaka M, Henri LI. 2011. Polymerase chain reaction (PCR) the advent,
usefulness and efficiency in recombinant DNA technology. Journal of
Biology Sciences and Bioconservation. 3:16-25.
Abd-Elsalam KA, Ibrahim NA, Abdel-Satar MA, Khalil MS, Verreet JA. 2003.
PCR identification of Fusarium genus based on nuclear ribosomal-DNA
sequence data. African Journal of Biotechnology. 2(4):82-85.
Adiputra J, Hidayat SH, Damayanti TA. 2012. Evaluasi tiga metode preparasi
RNA total untuk deteksi Turnip mosaic potyvirus dari benih Brassica rappa
dengan reverse transcription-polymerase chain reaction. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 8(2):44-49.
Adl SM, Simpson AGB, Lane CE, Lukes J, Bass D, Bowser SS, Brown M, Burki
F, Dunthorn M, Hampl V, et al. 2012. The revised classification of
eukaryotes. Journal of Eukaryotes Microbiology. 59(5):429–493.
DOI:10.1111/j.1550-7408.2012.00644.x.
Agrios GN. 2005. Plant pathology. Fifth edition. Academic Pr. (US). 922 hlm.
Ahlquist P, Amine O. Noueiry AO, Wai-Ming L, Kushner DB, Dye BT. 2003.
Mini review. Host factors in positive-strand RNA virus genome replication.
Journal of Virology. 77(15):8181-8186. DOI: 10.1128/JVI.77.15.8181–818
6.2003.
Aidawati N. 2005. Keanekaragaman Begomovirus pada tomat dan serangga
vektornya, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta
pengujian ketahanan genotip tomat terhadap strain Begomovirus [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Alabi OJ, Ogbe FO, Bandyopadhyay R. Kumar PL, Dixon AGO, Hughes JA,
Naidu RA. 2008a. Alternate hosts of African cassava mosaic virus and East
african cassava mosaic cameroon virus in Nigeria. Archives of Virology.
153(9):1743-1747. DOI:10.1007/s00705-008-0169-8.
Alabi OJ, Kumar PL, Naidu RA. 2008b. Multiplex PCR for the detection of
African cassava mosaic virus and East african cassava mosaic cameroon
virus in cassava. Journal of Virology Methods. 154(1-2):111-120. DOI:
10.1016/j.jviromet.2008.08.008.
Anand A, Madhavan H, Neelam V, Lily T. 2001. Use of polymerase chain
reaction in the diagnosis of fungal endophthalmitis. Ophthalmology.
108(2):326-330. DOI:http://dx.doi.org/10.1016/S0161-6420(00)00517-0.
Andrade E, Uesugi C, Ueno B, Ferreira M. 2007. Morphocultural and molecular
characterization of Colletotrichum gloeosporioides isolates pathogenic to
papaya. Fitopatology Bras. 32(1):21-31. DOI:http://dx.doi.org/10.1590/ S01
00-41582007000100003.
Anggraini S, Hidayat SH. 2014. Sensitivitas metode serologi dan polymerase
chain reaction untuk mendeteksi Bean common mosaic virus pada kacang
panjang. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10(1):17-22. DOI:10.14692/jfi.10.
1. 17.
41

Baltimore D. 1970. RNA-dependent DNA polymerase in virions of RNA tumour


viruses. Di dalam: Garwin L, Lincoln T, editor. Century of nature. London
(UK): Chicago Pr Ltd. 360 hlm.
[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007. Pedoman surveilensi organisme
pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Jakarta (ID): BKP.
[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2012. Lampiran pedoman tatacara pelaporan
organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan
karantina (OPT/OPTK). Jakarta. (ID): BKP.
Borman AM, Linton CJ, Miles SJ, Campbell CK, Johnson EM. 2006. Ultra-rapid
preparation of total genomic DNA from isolates of yeast and mould using
Whatman FTA filter paper technology a reusable DNA archiving system.
Medical Mycology. 44(5):389-398. DOI:10.1080/13693780600564613.
Brown AE, Sreenivasaprasad S, Timmer LW. 1996. Molecular characterization of
slow-growing orange and key lime anthracnose strains of colletotrichum
from citrus as C. acutatum. Molecular Plant Pathology. 86(5):523-527.
Burgoyne L. 1996. Inventor; flinders technologies Pty., Australia, assignee. solid
medium and method for DNA storage. US patent 5,496,562.
Burhanuddin. 2010. Proses sporulasi Peronosclerospora philippinensis pada
tanaman jagung. In Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI
dan PFI XX Komda Sul-Sel; Makassar, Indonesia: Bidang publikasi dan
seminar ilmiah BALITSEREAL Maros. hlm 366-369.
Burhanuddin. 2011. Identification of fungal pathogen the causal agent of maize
downy mildew in East Java and Madura Island. Suara Perlindungan
Tanaman. (1):21-26.
Bustin SA, Nolan T. 2004a. Template handling, preparation and qualification. Di
dalam: Bustin SA, editor. The realtime PCR encyclopedia A-Z of
quantitative PCR. La Jolla (CA): Published by International University
Line. hlm 87-120.
Bustin SA, Nolan T. 2004b. Pitfalls of quantitative real-time reverse-transcription
polymerase chain reaction. Journal of Biomolecular Techniques. 15(3):155-
166.
[CABI] Centre for Agriculture and Biosciences International. 2005. Crop
protection compendium. (Serial Online). CAB International.
[CABI] Centre in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop protection
compendium [CD-ROM]. London (UK): CABI Publish.
Capote N, Pastrana AM, Aguado A, Torres PS. 2012. Molecular tools for
detection of plant pathogenic fungi and fungicide resistance. Di dalam:
Cumagun CJ, editor. Plant pathology. InTech Europe. hlm 151-202.
Carter JB, Suanders VA. 2007. Virology principle and applications. England
(UK): John Wiley & Sons. 358 hlm.
Chan CX. Teo SS, Ho CL, Othman RY, Phang SM. 2004. Optimisation of RNA
extraction from Gracilaria changii (Gracilariales, Rhodophyta). Journal of
Applied Phycology. 16(4):297-301. DOI:10.1023/B:JAPH.0000047782.20
94 0.de.
Chen H, Rangasamy M, Tan SY, Wang H, Siegfried BD. 2010. Evaluation of five
methods for total DNA extraction from western corn root worm beetles.
PLoS ONE. 5(8):e11963. DOI:10.1371/journal.pone.0011963.
42

Chiunga E. 2013. Viruses occuring in potatoes (Solanum tuberosum) in Mbeya


Region, Tanzania [tesis]. Helsinki: University of Helsinki.
[CIMMYT] The International Maize and Wheat Improvement Center. 2004.
Protokol untuk karakterisasi jagung secara genotipik menggunakan marka
SSR serta analisis data. Metro Manila (PH): CIMMYT.
Corkill G, Rapley R. 2008. The manipulation of nucleic acids: basic tools and
techniques. Di dalam: Walker JM, Rapley R, editor. Molecular biomethods
handbook. Second edition. NJ (US): Humana Pr. hlm 29.
Dale JW, Schantz MV. 2002. From gene to genomes:concepts and applications of
DNA technology. London (UK): John Wiley & Sons, Inc. 360 hlm.
Damayanti TA, Gede S, Nurdianto, Rustiani US, Mugiono. 2005. Kajian sifat
biologi-ekologi dan molekuler Banana Streak Virus isolat Indonesia
(BSVIn) virus baru pada tanaman di Indonesia [laporan penelitian]. IPB.
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati Journal
of Bioscience. 16(2):78-82.
Dams EL, Hendriks Y, Van de Peer JM, Neefs G, Smits I, Vandenbempt R, De
Wachter. 1988. Compilation of small ribosomal subunit RNA sequences.
Nucleic Acids Research.16 (Sup): r87-r173.
da Graca JV. 1991. Citrus greening disease. Annual Review of Phytopathology.
29:109–136. DOI:10.1146/annurev.py.29.090191.000545.
Dentinger BTM, Margaritescu S, Moncalvo JM. 2010. Rapid and reliable high-
throughput methods of DNA extraction for use in barcoding and molecular
systematics of mushrooms. Molecular Ecology Resources. 10:628-633.
DOI:10.1111/j.1755-0998.2009.02825.x
Diphayana W. 2009. Karantina tumbuhan di Indonesia: arti penting,
perkembangan, peraturan dan persyaratan impor ekspor dan antar area.
Jakarta (ID). Sumber Makmur. 268 hlm.
Dijkstra J, De Jager CP. 1998. Practical plant virology: protocol and exercise.
Boston (US): Springer. 459 hlm
Doan HK, Zhang S, Davis RM. 2014. Development and evaluation of amplifyRP
acceler 8 diagnostic assay for the detection of Fusarium oxysporum f. sp.
vasinfectum race 4 in Cotton. Plant Health Research. 15(1):48-52.
DOI:10.1094/ PHP-RS-13-0115.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12:13-
15.
Doyle K. 1996. The source of discovery: protocols and applications guide.
Lincoln (UK): Promega. 404 hlm.
Ebbels DL. 2003. Principle of plant health and quarantine. London (UK): CABI
publishing. 302 hlm.
Ellis SD, Boehm MJ, Mitchell TK. 2008. Fungal and fungal-like diseases of
plants. Fact sheet Agriculture and Natural Resources. Department of Plant
Pathology. The Ohio State of University. [internet]. (diunduh 2014
September 6). Terdapat pada http://ohioline.osu.edu/hyg-fact/3000/pdf/
PP40107.pdf.
Embong Z, Hitam WHW, Yean CY, Rashid NHA, Kamarudin B, Abidin SKZ,
Osman S, Zainuddin ZF, Ravichandran M. 2008. Specific detection of
43

fungal pathogens by 18S rRNA gene PCR in microbial keratitis. Biology


Medicine Central Ophthalmology. 8:7. DOI:10.1186/1471-2415-8-7.
Fitzgerald FK, Burden DW. 2014. Evaluation of the synergy rapid plant DNA
isolation Chemistry. Random Primers. 13:1-7. [internet]. (diunduh 2015
Oktober 20). Tersedia pada http://www.opsdiagnostics.com/applications/
samplehomogenization/OPSD_Synergy_Comparison_Chemistry.pdf.
Fleige S, Pfaffi MV. 2006. RNA integrity and the effect on the real time qRT-
PCR performance. Molecular Aspect Medicine. 27:126-139.
Garnier M, Daniels N, Bove JM. 1984. The greening organism is a gram negative
bacteria. IOCV9th conference. hlm 115-124.
Garnier M, Jagoueix-Eveillard S, Cronje P, Le Roux H, Bové JM. 2000. Genomic
characterisation of a Candidatus Liberibacter present in an ornamental
rutaceous tree, Calodendrum capense, in the Western Cape province of
South Africa. Proposal for “Candidatus Liberibacter africanus subsp.
capensis”. International Journal of System Evolution Microbiology.
50:2119–2125. DOI:10.1099/00207713-50-6-2119.
Gerard GF, Potter RJ, Smith MD, Rosenthal K, Dhariwal G, Lee J, Chatterjee
DK. 2002. The role of template-primer in protection of reverse transcriptase
from thermal inactivation. Nucleic Acids Research. 30(14):3118-3129.
Greslebin AG, Hansen EM, Sutton W. 2007. Phytophthora austrocedrae sp. nov.,
a new species associated with Austrocedrus chilensis mortality in Patagonia
(Argentina). The British Mycological Society. 111(3):308-316. DOI:10.10
16/j.mycres.2007.01.008.
Hadiatmi, Tiur S, Silitonga, Rais SA, Budiarti SG. 2004. Evaluasi ketahanan
plasma nutfah pada padi terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas, dan
plasma nutfah jagung terhadap penyakit bulai. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, Bogor, Indonesia. Bidang
publikasi dan seminar hasil penelitian BB-Biogen. hlm 67-73.
Harp TL, Pernezny K, Lewis IML, Miller SA, Kuhn PJ, Datnoff L. 2008. The
etiology of recent pepper anthracnose outbreaks in Florida. Crop Protection.
27(10):1380-1384. DOI:10.1016/j.cropro.2008.05.006.
Hidayat SH. 1999. Keragaman genetik virus-virus Gemini di Indonesia: kisaran
inang dan karakter molekuler [laporan penelitian]. IPB.
Hikmawati, Kuswinanti T, Melina, Pabendon MB. 2011. Keragaman genetik dan
karakterisasi molekuler isolat-isolat penyebab bulai (Peronosclerospora
spp.) pada tanaman jagung berbasis simple sequence repeat (SSR). Jurnal
Fitomedika. 7(3):159-161
Hocquellet A, Toorawa P, Bové JM, Garnier M. 1999. Detection and
identification of the two Candidatus Liberibacter species associated with
citrus huanglongbing by PCR amplification of ribosomal protein genes of
the β operon. Molecular Cellular Probes. 13(5):373-379.
Hoelzel AR, Green A. 1992. Analysis of population-level variation by sequencing
PCR-amplified DNA. Di dalam: Hoelzel AR, editor. Molecular genetic
analysis of populations: a practical approach. Oxford (UK): IRL Pr. hlm
159-187.
Hung TH, Wu ML, Su HJ. 1999. Development of a rapid method for the diagnosis
of citrus greening disease using the polymerase chain reaction. Journal of
Phytopathology. 147:599-604.
44

Innis MA, Gelfand DH, Sninky JJ. 1990. PCR protocols. California (US):
Academic Pr. hlm 3-12.
[ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses. 2006.
00.057.0.01.007. Bean common mosaic virus. Di dalam: Büchen-Osmond C,
editor. ICTVdB - The universal virus database, version 4. Columbia
University, New York (US): ICTVdB.
Iserte JA, Stephan BI, Goni SE, Borio CS, Ghiringhelli PD, Lozano ME. 2013.
Family-specific degenerate primer design: a tool to design consensus
degenerated oligonucleotides. Biotechnology Research International. 9 hlm.
DOI:http://dx.doi.org/10.1155/2013/383646.
Jagoueix S, Bove´ JM, Garnier M. 1994. The phloem-limited bacterium of
greening disease of citrus is a member of alpha subdivision of the
proteobacteria. International Journal of System Bacteriology. 44:379-386.
Jagoueix S, Bove JM, Garnier M. 1996. PCR detection of the two Candidatus
liberobacter species associated with greening disease of citrus. Molecular
and Cellular Probes. 10:43-50.
Kelly JM, Cox RA. 1982. The nucleotide sequence at the 3’-end of Neurospora
crassa 18S rRNA and studies on the interaction with 5.8S rRNA. Nucleic
Acids Research. 10(21):6733-6745.
Kreader CA. 1996. Relief of amplification inhibition in PCR with bovine serum
albumin or T4 gene 32 protein. Applied Environmental Microbiology.
62(3):1102-1106.
Kwok S, Higuchi R. 1989. Avoiding false positives with PCR. Nature. 339:237-
238. DOI:10.1038/339237a0.
Liu D. 2009. Handbook of nucleic acid purification. Boca Raton, London, New
York:CRC Pr. 554 hlm.
Li R, Mock R, Huang Q, Abad J, Hartung J, Kinard G. 2008. A reliable and
inexpensive method of nucleic acid extraction for the PCR-based detection
of diverse plant pathogen. Journal of Virology Methods. 154(2-3):55-58.
DOI:10.1016/j.jviromet.2008.09.008.
Loffert D, Karger S, Twieling G, Ulber V, Kang J. 1999. Optimization of
multiplex PCR. Qiagen news. 2:5-8. [internet]. (diunduh 2015 Des 14).
Tersedia pada http://download.bioon.com/view/upload/201110/22223313_
6772.pdf.
Maltas E, Vural HC, Yildiz S. 2011. Extraction of genomic DNA from
polysaccharide and fenolics-rich Ginkgo biloba. Journal of Medicinal
Plants Research. 5(3):332-339. [internet]. (diunduh 2016 Januari 19).
Tersedia pada http://www.academicjournals.org/article/article1380723939
_Maltas%20et%20al.pdf.
Manzanilla-Lo´pez RH, Clark IM, Atkins SD, Hirsch PR, Kerry BR. 2009.
Original article. Rapid and reliable DNA extraction and PCR finger printing
methods to discriminate multiple biotypes of the nematophagous fungus
Pochonia chlamydosporia isolated from plant rhizospheres. Letters in
Applied Microbiology. 48(1):71-76. DOI:10.1111/j.1472-65X.2008.02489.
Mbogori MN, Kimani M, Kuria A, Danson JW. 2006. Optimization of FTA
technology for large scale plant DNA isolation for use in marker assisted
selection. African Journal of Biotechnology. 5(9):693-696. [internet].
45

(diunduh 2014 Mei 28). Tersedia pada http://www.ajol.info/index.php/ajb/


article/viewFile/42773/26342. Pdf.
McClure MC, McKay SD, Schnabel RD, Taylor JF. 2009. Assessment of DNA
extracted from FTA® cards for use on the illumina iselect bead chip. BMC
Research Notes. 2:107. DOI:10.1186/1756-0500-2-107.
McMaugh T. 2007. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan di
Asia dan Pasifik. Australian Centre for International Agricultural
Research/ACIAR. Canberra (AU): Clarus Design Pty Ltd. 55 hlm.
Meitayani NPS, Adiartayasa W, Wijaya IN. 2014. Deteksi penyakit citrus vein
phloem degeneration (CVPD) dengan teknik polymerase chain reaction
(PCR) pada tanaman jeruk di Bali. E-Jurnal Agroekotek Tropika. 3(2):70-
79.
Melinda. 2013. Keragaman, kisaran inang dan efisiensi penularan Bean common
mosaic virus dengan kutu daun pada tanaman kacang panjang [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus. AAB descriptions of plant
viruses No. 337. Association of Applied Biologists, Wellesbourne.
[internet]. (diunduh pada 2015 Oktober 20). Tersedia pada http://www.
dpvweb.net/dpv/showdpv.php?dpvno=337.
Mordue JEM. 1979. Sclerotinia fructicola, S. fructigena, S. laxa. In: CMI
descriptions of pathogenic fungi and bacteria No. 616, 617, 619.
Wallingford (UK): CAB International.
Moreira PA, Oliveira. 2011. Leaf age affect the quality of DNA extracted from
Dimorphandra mollis (Fabaceae), a tropical tree species from the Cerrado
region of Brazil. Genetics and Molecular Research. 10(1):353-358. DOI:
10.423/vol10-1gmr1030.
Motkova P, Vytrasova J. 2011. Comparison of methods for isolating fungal DNA.
Cech Journal of Food Science. 29:S76-S85.
Muladno. 2002. Seputar teknologi rekayasa genetika. Bogor (ID): Pustaka
Wirausaha Muda.
Murray MG, Thompson WF. 1980. Rapid isolation of high molecular weight plant
DNA. Nucleic Acids Research. 8(19):4321-4326. DOI:10.1093/nar/8.19.
4321.
Nakashima K, Prommintara M, Ohtsu Y, Kano T, Imada J, Koizumi M. 1996.
Detection of 16 S rDNA of Thai isolates of bacterium like organism
associated with greening disease of citrus. JIRCAS Journal. 3:1-8.
Narayanasamy P. 2011. Microbial plant pathogens-detection and disease
diagnosis: bacterial and phytoplasmal pathogens vol. 2. Dordrecht
Heidelberg London New York: Springer. 256 hlm.
Nassuth A, Pollari E, Helmeczy K, Stewart S, Kofalvi SA. 2000. Improved RNA
extraction and one tube RT-PCR assay for simultaneous detection of control
plant RNA plus several viruses in plant extract. Journal of Virology
Methods. 90(1):37-49. DOI:10.1016/S0166-0934(00)00211-1.
Ndunguru J, Taylor NJ, Yadav J, Aly H, James P, Legg JP, Aveling T, Thompson
G, Fauquet CM. 2005. Methodology application of FTA technology for
sampling, recovery and molecular characterization of viral pathogens and
virus-derived transgenes from plant tissues. Virology Journal. 2:45.
DOI:10.1186/1743-422X-2-45.
46

Neil MO, McPartlin J, Arthure K, Riedel S, McMillan ND. 2011. Comparison of


the TLDA with the nanodrop and the reference Qubit system. Journal of
Physics: Conference Series. 307(1):6 hlm. DOI:10.1088/1742-6596/307
/1/012047.
Paterson AH, Brubaker, Wendel JF. 1993. A rapid method for extraction of cotton
(Gossypium spp.) genomic DNA suitable for RFLP or PCR analysis. Plant
Molecular Biology Report. 11(2):122-127. DOI:10.1007/ BF026704 70.
Pearson LC. 1995. The diversity and evolution of plants. Florida (US): CRC Pr.
648 hlm.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian no. 51 tahun 2015. Lampiran jenis
organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian.
Price JA, Simmons A, Bass J, Rush CM. 2014. Use of FTA technology to extract
Wheat streak mosaic virus and Candidatus Liberibacter Solanacearum from
single vectors. Southwestern Entomologist. 39(2):223-236. DOI:http:
//dx.doi.org/10.3958/059.039.0203.
Puchta H, Sanger HL. 1989. Sequence analysis of minute amounts of viroid RNA
using the polymerase chain reaction (PCR). Archives of Virology. 106(3):
335-340. DOI:10.1007/BF01313962.
Rai MK. 2007. Mycotechnology: present status and future prospects. New Delhi
(IN): I.K. International Pub. House. hlm 5.
Rajabu AC, Tairo F, Sseruwagi P, Rey ME, Ndunguru J. 2013. A single-tube
duplex and multiplex PCR for simultaneous detection of four cassava
mosaic begomovirus species in cassava plants. Journal of Virology Methods.
189(1):148-156. DOI:10.1016/j.jviromet.2012.10.007.
Raj TS, Christopher DJ, Suji HA. 2014. Morphological, pathogenic and genetic
variability in Colletotrichum capsici causing fruit rot of chilli in Tamil Nadu
India. Journal of Academic. 13(17):1786-1790. DOI:10.5897/AJB2013.
13558.
Ratnasingham S, Hebert PD. 2007. The Barcode of life data system. Molecular
Ecology Notes. 7:355–364. DOI:10.1111/j.1471-8286.2006.01678. x.
[RI] Presiden Republik Indonesia Undang-Undang No. 16 tahun 1992. Tentang
karantina hewan, ikan dan tumbuhan. Jakarta (ID): RI.
Robertson NL, French R, Gray SM. 1991. Use of group-spesific primer and the
polymerase chain reaction for the detection and identification of
luteoviruses. Journal of General Virology. 72:1473-1477. DOI:10.1099
/0022 -317-72-6-1473.
Ruangwong O, Akarapisan A. 2006. Detection of Candidatus Liberibacter
asiaticus causing citrus huanglongbing disease. Journal of Agricultural
Technology. 2(1):111-120.
Rustiani US, Sinaga MS, Hidayat SH, Wiyono S. 2015a. Ecological Characteristic
of Peronosclerospora maydis in Java, Indonesia. International Journal of
Science Basic and Applied Research. 19(1):159-167.
Rustiani US, Endah AS, Nurjanah, Prasetiawan A, Nurmaida. 2015b. Deteksi
bakteri penyebab CVPD pada jeruk menggunakan DNA asal tulang daun.
Jurnal Fitopatologi Indonesia. 11(3):79–84. DOI:10.14692/jfi.11.3.79.
47

Safeeulla KM.1976. Sorghum downy mildew of maize in Karnataka India. The


Kasetsart Journal. 10(2):128-134.
Sambrook J, Fritschi EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning: a laboratory
manual. New York (US): Cold Spring Harbor Laboratory Pr. 418 hlm.
Sarwono B. 1995. Jeruk dan kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 198
hlm.
Semangun H. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr. 754 hlm.
Setiyawati S. 2012. Deteksi Chrysanthenum B carlavirus (CVB) dari stek krisan
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sharma PD. 2004. Plant pathology. New Delhi (IN): Rastogi Publications. hlm
30.
Sharma K, Bhattacharjee R, Sartie A, Kumar PL. 2013. An improved method of
DNA extraction from plants for pathogen detection and genotyping by
polymerase chain reaction. African Journal of Biotechnology. 12(15):1894-
1901. DOI:10.5897/AJB12.2096.
Shukla DD, Ward CW, Brunt AA. 1994. The potyviridae. London (UK): CAB
International. 516 hlm.
Siddappa NB, Avinash A,Venkatramanan M, Ranga U. 2007. Regeneration of
commercial nucleic acid extraction columns without the risk of carry over
contamination. BioTechniques. 42(2):186-192. DOI:10.2144/000112327.
Singh RS. 1998. Plant diseases. New Delhi (IN): Oxford lbh Publishing Co.
Pvt.ltd. 700 hlm.
Suzuki S, Taketani H, Kusumoto KI, Kashiwagi Y, 2006. High-throughput
genotyping of filamentous fungus Aspergillus oryzae based on colony direct
polymerase chain reaction. Journal of Bioscience Bioengineering.
102(6):572-574. DOI:10.1263/jbb.102.572.
Tan SC, Yiap BC. 2009. Review article DNA, RNA, and protein extraction: The
past and the present. Journal of Biomedicine and Biotechnology. ID 574398.
10 hlm. DOI:10.1155 /2009/5 74398.
Tan H, Huang H, Tie M , Ma J, Li H. 2013. Comparative analysis of six DNA
extraction methods in cowpea (Vigna unguiculata L.Walp). Journal of
Agricultural Science. 5(7):82-90. DOI:10.5539/jas.v5n7p82.
Tenriulo A, Suryati E, Parenrengi A, Rosmiat. 2001. Ekstraksi DNA rumput laut
Kappaphycus alvarezii dengan metode fenol kloroform. Marina Chimica
Acta. 2(2):6-10.
Thermo Scientific. 2016. PCR troubleshooting guide. [internet]. (diunduh pada
2016 Februari 20). Tersedia pada http://www.thermoscientific.com/ content/
dam/tfs/ATG/BID/BID%20Documents/Product.pdf.
Torres CC, Tapia TR, Quijano RA, Martin MR, Rojas HR, Higuera CI, Perez BD.
2011. A species-specific polymerase chain reaction assay for rapid and
sensitive detection of Colletotrichum capsici. Molecular Biotechnology.
49(1):48-55. DOI:10.1007/s12033-011-9377-7.
Ulfah NU. 2014. Optimasi deteksi penyakit huanglongbing pada tanaman jeruk
menggunakan teknik polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
48

van Pelt-Verkuil E, van Belkum A, Hays JP. 2008. Principles and technical
aspects of PCR amplification. Springer Science Business Media B.V. hlm
35. DOI:10.1007/978-1-4020-6241-4.
Villechanoux S, Garnier M, Renaud J, Bove JM. 1992. Detection of several strain
of the bacterium-like organism of citrus greening disease by DNA probes.
Current Microbiology. 24:89-95.
Wakman W, Kontong MS. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman
jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian
Pertanian. 19(2):38-42.
Warburton ML, Hoisington D. 2001. Applications of molecular markers technique
to the use of international germplasm collection. Di dalam: Henry RJ,
editor. Plant genotyping: the DNA fingerprinting of plants. Wallingford
(UK): CABI Publishing. hlm 89-93.
Whatman. 2002. FTA® protocols: collect, transport, archive and access nucleic
acids at room temperature. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2).
Tersedia pada www.laboplus.pl/images/.../fta/fta_protocols.pdf.
Whitelaw-Weckert MA, Curtin SJ, Huang R, Steel CC, Blanchard CL,
Roffy PE. 2007. Phylogenetic relationships and pathogenicity of
Colletotrichum acutatum isolates from grape in subtropical Australia. Plant
Pathology. 56(3):448-463. DOI:10.1111/j.1365-3059.2007.01569.x.
White TJ, Bruns T, Lee S, Taylor JW. 1990. Amplification and direct sequencing
of fungal ribosomal RNA genes for phylogenetics. Di dalam: Innis MA,
Gelfand DH, Shinsky JJ, White TJ, editor. PCR protocols: a guide to
methods and applications. Michigan University (US): Academic Pr. hlm
315-322.
Wijaya IN. 2003. Diaphorina citri KUW (Homoptera: Psyllidae): Bioteknologi
dan peranannya sebagai vektor penyakit CVPD (citrus vein phloem
degeneration) pada tanaman jeruk siam [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zekri M, Obreza TA. 2002. Micronutrient deficiencies in citrus: iron, zink, and
manganese. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2). Tersedia pada:
http://edis.ifas.ufl.edu.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga contoh buah
cabai dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer

No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230


(ng µL-1)
1 K1 6.87 0.14 0.08 1.69 0.85
1 K2 6.53 0.13 0.07 1.94 0.76
1 K3 3.87 0.08 0.04 2.2 0.51
2 Fs1-1 13.1 0.26 0.15 1.68 0.25
2 Fs1-2 5.9 0.12 0.07 1.63 0.23
2 Fs1-3 10.0 0.20 0.13 1.51 0.54
3 Fs2-1 23.4 0.49 0.31 1.56 0.18
3 Fs2-2 11.2 0.39 0.26 1.52 0.22
3 Fs2-3 24.5 0.52 0.33 1.56 0.26
4 Fs3-1 41.3 0.91 0.59 1.54 0.21
4 Fs3-2 18.5 0.49 0.37 1.32 0.24
4 Fs3-3 35.0 0.61 0.39 1.56 0.34
5 Fi1-1 21.1 0.45 0.31 1.47 0.36
5 Fi1-2 15.7 0.32 0.23 1.4 0.4
5 Fi1-3 14.2 0.29 0.19 1.55 0.33
6 Fi2-1 40.6 0.92 0.62 1.49 0.36
6 Fi2-2 27.8 0.63 0.39 1.6 0.4
6 Fi2-3 27.6 0.54 0.35 1.56 0.33
7 Fi3-1 62.9 1.27 0.84 1.52 0.36
7 Fi3-2 45.1 1.32 0.81 1.63 0.4
7 Fi3-3 41.9 1.12 0.77 1.46 0.33
8 Ko1 443.9 8.93 5.72 1.56 0.74
8 Ko2 221.1 4.45 2.73 1.63 0.75
8 Ko3 50.2 1.01 0.44 1.92 0.58
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
50

Lampiran 2 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga isolat dengan
metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung
dengan nanodrop-spektrofotometer

No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230


(ng µL-1)
1 K1 26.93 0.54 0.30 1.83 0.95
1 K2 8.77 0.18 0.06 2.88 0.46
1 K3 19.7 0.39 0.17 2.3 1.35
2 Fs1-1 6.2 0.12 0.08 1.47 0.17
2 Fs1-2 9.4 0.19 0.11 1.78 0.15
2 Fs1-3 3.6 0.07 0.04 1.73 0.2
3 Fs2-1 12.9 0.28 0.18 1.53 0.23
3 Fs2-2 16.9 0.18 0.11 1.67 0.2
3 Fs2-3 12.5 0.22 0.13 1.64 0.23
4 Fs3-1 20.2 0.40 0.26 1.55 0.23
4 Fs3-2 24.5 0.58 0.36 1.6 0.12
4 Fs3-3 18.3 0.37 0.25 1.46 0.88
5 Fi1-1 6.9 0.14 0.09 1.5 0.9
5 Fi1-2 10.9 0.20 0.13 1.52 0.23
5 Fi1-3 15.2 0.30 0.21 1.46 0.8
6 Fi2-1 15.4 0.60 0.39 1.55 0.23
6 Fi2-2 14.2 0.38 0.24 1.61 0.68
6 Fi2-3 32.3 0.32 0.23 1.42 0.9
7 Fi3-1 19.2 0.93 0.62 1.51 0.53
7 Fi3-2 31.1 0.62 0.39 1.61 0.79
7 Fi3-3 49.6 0.59 0.42 1.41 0.8
8 Ko1 39.9 0.80 0.43 1.85 0.77
8 Ko2 55.4 1.11 0.56 1.97 0.78
8 Ko3 42.0 0.85 0.44 1.92 0.85
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
51

Lampiran 3 Konsentrasi asam nukleat P. sorghi diisolasi dari tiga contoh daun
jagung dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional
yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer

No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230


(ng µL-1)
1 K1 7.1 0.14 0.22 1.59 0.44
1 K2 2.57 0.05 0.17 3.37 0.55
1 K3 7.57 0.15 0.24 1.58 0.49
2 Fs1-1 7.9 0.16 0.27 1.66 0.27
2 Fs1-2 12.3 0.25 0.37 1.49 0.22
2 Fs1-3 9.8 0.20 0.33 1.66 0.30
3 Fs2-1 16.4 0.59 0.90 1.53 0.25
3 Fs2-2 26.4 0.33 0.53 1.61 0.17
3 Fs2-3 18.7 0.40 0.67 1.67 0.25
4 Fs3-1 25.6 0.81 1.29 1.59 0.29
4 Fs3-2 33.1 0.47 0.74 1.57 0.24
4 Fs3-3 33.6 0.55 0.90 1.64 0.26
5 Fi1-1 16.2 0.33 0.50 1.53 0.32
5 Fi1-2 20.3 0.41 0.61 1.48 0.32
5 Fi1-3 35.2 0.71 1.02 1.44 0.32
6 Fi2-1 32.5 1.29 1.97 1.53 0.34
6 Fi2-2 36.4 0.81 1.34 1.65 0.34
6 Fi2-3 77.9 0.89 1.40 1.57 0.34
7 Fi3-1 42.9 1.58 2.59 1.64 0.33
7 Fi3-2 71.3 1.99 3.30 1.66 0.33
7 Fi3-3 100.4 1.22 1.92 1.57 0.33
8 Ko1 266.2 5.36 10.13 1.89 1.57
8 Ko2 215.14 4.33 7.32 1.69 0.39
8 Ko3 159.87 3.12 5.09 1.63 1.54
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
52

Lampiran 4 Konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus diisolasi dari tiga contoh
daun jeruk dengan metode kit komersial, FTA-card dan
konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230
(ng µL-1)
1 K1 55.98 1.12 0.54 2.08 1.5
1 K2 78.02 1.56 0.78 2.0 1.38
1 K3 19.35 0.39 0.22 1.81 1.05
2 Fs1-1 8.5 0.11 0.07 1.48 0.29
2 Fs1-2 18.2 0.36 0.26 1.41 0.21
2 Fs1-3 16.9 0.24 0.17 1.45 0.18
3 Fs2-1 12.2 0.59 0.39 1.5 0.27
3 Fs2-2 33.5 0.64 0.41 1.55 0.28
3 Fs2-3 30.6 0.22 0.15 1.5 0.18
4 Fs3-1 17.5 0.71 0.42 1.68 0.28
4 Fs3-2 63.0 0.58 0.38 1.51 0.26
4 Fs3-3 52.0 0.58 0.37 1.57 0.18
5 Fi1-1 18.9 0.38 0.28 1.37 0.41
5 Fi1-2 15.8 0.28 0.19 1.49 0.32
5 Fi1-3 23.4 0.42 0.30 1.41 0.49
6 Fi2-1 37.3 0.81 0.55 1.46 0.41
6 Fi2-2 30.4 0.82 0.57 1.45 0.32
6 Fi2-3 54.3 0.60 0.40 1.5 0.49
7 Fi3-1 60.6 1.09 0.82 1.33 0.39
7 Fi3-2 47.0 0.88 0.58 1.52 0.32
7 Fi3-3 80.5 0.68 0.44 1.54 0.49
8 Ko1 54.3 1.09 0.64 1.71 1.05
8 Ko2 482.9 15.48 8.55 1.81 1.38
8 Ko3 649.9 20.84 10.58 1.97 1.62
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
53

Lampiran 5 Konsetrasi asam nukleat BCMV diisolasi dari tiga contoh daun
kacang panjang dengan metode kit komersial, FTA-card dan
konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230
(ng µL-1)
1 K1 501.41 26.20 12.30 2.13 2.28
1 K2 392.2 7.17 3.45 2.08 2.06
1 K3 301.8 4.32 2.14 2.02 1.52
2 Fs1-1 20.4 0.41 0.28 1.49 0.22
2 Fs1-2 11.1 0.22 0.14 1.52 0.26
2 Fs1-3 32.9 0.66 0.39 1.69 0.22
3 Fs2-1 55.7 0.87 0.60 1.45 0.22
3 Fs2-2 22.1 0.99 0.60 1.64 0.24
3 Fs2-3 56.9 1.08 0.65 1.65 0.15
4 Fs3-1 60.9 1.50 1.01 1.49 0.22
4 Fs3-2 31.9 1.09 0.67 1.63 0.26
4 Fs3-3 92.4 1.45 0.88 1.65 0.2
5 Fi1-1 44.8 0.90 0.62 1.45 0.57
5 Fi1-2 30.7 0.62 0.43 1.43 0.89
5 Fi1-3 40.1 0.81 0.50 1.63 0.7
6 Fi2-1 86.3 1.62 1.06 1.53 0.55
6 Fi2-2 67.4 1.38 0.93 1.49 0.47
6 Fi2-3 74.5 1.58 1.10 1.44 0.67
7 Fi3-1 125.1 2.02 1.42 1.42 0.56
7 Fi3-2 102.5 2.64 1.58 1.67 0.61
7 Fi3-3 110.5 1.82 1.16 1.57 0.72
8 Ko1 447.0 8.9 4.73 1.88 0.37
8 Ko2 716.21 13.36 7.46 1.79 0.3
8 Ko3 336.4 6.77 3.70 1.83 0.38
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
54

Lampiran 6 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga
contoh buah cabai

No Metodea Konsentrasi Luas kertas Suspensi Luas Berat


(ng µL-1) FTA (mm2) DNA (µL) punch DNA
(mm2) (µg)b
1 K1 6.87 - 75.0 - 0.52
2 K2 10.45 - 75.0 - 0.78
3 K3 3.87 - 75.0 - 0.29
4 Fs1 13.10 329.0 10.0 3.14 13.73
5 Fs2 5.90 312.0 10.0 3.14 5.86
6 Fs3 10.00 415.0 10.0 3.14 13.22
7 Fi1 22.10 329.0 10.0 3.14 23.16
8 Fi2 15.70 312.0 10.0 3.14 15.60
9 Fi3 14.20 415.0 10.0 3.14 18.77
10 Ko1 443.96 - 75.0 - 33.30
11 Ko2 221.06 - 75.0 - 16.58
12 Ko3 50.25 - 75.0 - 3.77
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total
hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi
luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.

Lampiran 7 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga
contoh isolat

No Metodea Konsentrasi Luas kertas Suspensi Luas Berat


(ng µL-1) FTA (mm2) DNA (µL) punch DNA
(mm2) (µg)b
1 K1 26.93 - 75.0 - 2.02
2 K2 14.03 - 75.0 - 1.05
3 K3 19.70 - 75.0 - 1.48
4 Fs1 6.20 425.0 10.0 3.14 8.39
5 Fs2 9.40 322.0 10.0 3.14 9.64
6 Fs3 3.60 390.0 10.0 3.14 4.47
7 Fi1 6.90 425.0 10.0 3.14 9.34
8 Fi2 10.10 322.0 10.0 3.14 10.36
9 Fi3 15.20 390.0 10.0 3.14 18.88
10 Ko1 39.88 - 75.0 - 2.99
11 Ko2 55.40 - 75.0 - 4.15
12 Ko3 42.02 - 75.0 - 3.15
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total
hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi
luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
55

Lampiran 8 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi P. sorghi pada tiga
contoh daun jagung

No Metodea Konsentrasi Luas kertas Suspensi Luas Berat


(ng µL-1) FTA (mm2) DNA (µL) punch DNA
(mm2) (µg)b
1 K1 7.10 - 75.0 - 0.53
2 K2 2.57 - 75.0 - 0.19
3 K3 7.57 - 75.0 - 0.57
4 Fs1 7.90 320.0 10.0 3.14 8,06
5 Fs2 12.30 403.0 10.0 3.14 15,77
6 Fs3 9.80 659.0 10.0 3.14 20,57
7 Fi1 16.20 320.0 10.0 3.14 16,52
8 Fi2 20.30 403.0 10.0 3.14 26,03
9 Fi3 35.20 659.0 10.0 3.14 73,89
10 Ko1 266.21 - 75.0 - 19.97
11 Ko2 215.15 - 75.0 - 16.14
12 Ko3 159.88 - 75.0 - 11.99
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total
hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi
luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.

Lampiran 9 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi Ca. L. asiaticus pada
tiga contoh daun jeruk

No Metodea Konsentrasi Luas kertas Suspensi Luas Berat


(ng µL-1) FTA (mm2) DNA (µL) punch DNA
(mm2) (µg)b
1 K1 55.98 - 75.0 - 4.20
2 K2 78.03 - 75.0 - 5.85
3 K3 19.35 - 75.0 - 1.45
4 Fs1 5.30 395.0 10.0 3.14 6.67
5 Fs2 18.20 322.0 10.0 3.14 18.66
6 Fs3 11.90 370.0 10.0 3.14 14.02
7 Fi1 18.90 395.0 10.0 3.14 23.78
8 Fi2 13.80 322.0 10.0 3.14 14.15
9 Fi3 20.80 370.0 10.0 3.14 24.51
10 Ko1 54.28 - 75.0 - 4.07
11 Ko2 482.93 - 75.0 - 36.22
12 Ko3 649.88 - 75.0 - 48.74
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA total
hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional), dibagi
luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
56

Lampiran 10 Berat RNA total untuk ketiga metode isolasi BCMV pada tiga
contoh daun kacang panjang

No Metodea Konsentrasi Luas kertas Suspensi Luas Berat


(ng µL-1) FTA (mm2) RNA (µL) punch RNA
(mm2) (µg)b
1 K1 501.41 - 75.0 - 37.61
2 K2 392.20 - 75.0 - 29.42
3 K3 301.80 - 75.0 - 22.64
4 Fs1 20.40 445.0 10.0 3.14 28,90
5 Fs2 11.10 408.0 10.0 3.14 14,42
6 Fs3 32.90 315.0 10.0 3.14 33,01
7 Fi1 44.80 445.0 10.0 3.14 63,46
8 Fi2 30.70 408.0 10.0 3.14 39,89
9 Fi3 40.10 315.0 10.0 3.14 40,23
10 Ko1 447.01 - 75.0 - 33.53
11 Ko2 716.21 - 75.0 - 53.72
12 Ko3 336.44 - 75.0 - 25.23
Keterangan a K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional, b= berat DNA/RNA
total hasil perkalian konsentrasi, suspensi, luas FTA (kecuali kit dan konvensional),
dibagi luas punch (kecuali kit dan konvensional), - = tidak dilakukan.
57

Lampiran 11 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada


buah terhadap ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value


Kuadrat Tengah
Metode 3 116182 38727 3,97* <0.053
Galat 8 78038 9755
Total 11 194221
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%

Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat C. acutatum pada


biakan murni terhadap ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value


Kuadrat Tengah
Metode 3 27967.7 932.2 26,92* <0.000
Galat 8 277.1 34,6
Total 11 3073.8
Keterangan * = nyata pada taraf 5%

Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat P. sorghi


terhadap ketiga metode isolasi
Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 91017 30339 41.27* <0.000
Galat 8 5881 735
Total 11 96898
Keterangan * = nyata pada taraf 5%

Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus


terhadap ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value


Kuadrat Tengah
Metode 3 308684 102895 4.32* <0.044
Galat 8 190655 23832
Total 11 499339
Keterangan * = nyata pada taraf 5%

Lampiran 15 Analisis ragam pengaruh konsentrasi asam nukleat BCMV terhadap


ketiga metode isolasi
Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 542997 180999 8,87* <0.006
Galat 8 163219 20402
Total 11 706216
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
58

Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada buah
terhadap ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value


Kuadrat Tengah
Metode 3 656.1 218.7 3.46* <0.071
Galat 8 506.1 63.3
Total 11 1162.2
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%

Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada


biakan murni terhadap ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db
Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 226.68 75.56 8.55* <0.007
Galat 8 70.70 8.84
Total 11 297.38
Keterangan * = nyata pada taraf 5%

Lampiran 18 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat P. sorghi terhadap


ketiga metode isolasi

Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value


Kuadrat Tengah
Metode 3 2266 755 3.02* <0.094
Galat 8 2002 250
Total 11 4268
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%

Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat Ca. L. asiaticus


terhadap ketiga metode isolasi
Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 1091 364 2.40* <0.143
Galat 8 1212 151
Total 11 2303
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%

Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat BCMV terhadap ketiga
metode isolasi
Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 867 289 2.11* <0.178
Galat 8 1097 137
Total 11 1964
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
59

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 10 Januari 1979 sebagai anak


kesembilan dari sembilan bersaudara dari pasangan Nazir St. Sinaro (alm) dan
Yuslinar. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU Negeri 2 Lhokseumawe, Aceh
Utara tahun 1998 dan melanjutkan Pendidikan Sarjana Pertanian ditempuh di
Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang melalui jalur UMPTN dan lulus pada tahun 2004. Selama dua
tahun penulis bekerja sebagai tenaga relawan dan konsultan di Lembaga Swadaya
Masyarakat yaitu Himpunan Petani Minang Peduli Lingkungan (HPMPL),
Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA) dan Bulan Sabit
Merah Indonesia (BSMI) Kota Padang. Pada tahun 2006-2008 penulis bekerja di
perusahaan konsultan pertanian di Jakarta Selatan. Penulis diterima sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian tahun
2008 sampai sekarang dan bekerja sebagai Pengendali Organisme Pengganggu
Tanaman (POPT) Ahli Pertama di Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina
Pertanian. Pada tahun 2013 penulis menerima beasiswa pendidikan pascasarjana
(S2) Program Studi Fitopatologi pada Program Pascasarjana IPB dari Badan
Karantina Pertanian Kementerian Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai