ADE SYAHPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
3
Dengan ini saya menyatakan bahwa Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat
dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan
Mosaik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Ade Syahputra
NRP A351130484
4
RINGKASAN
ADE SYAHPUTRA. Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR
untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik. Dibimbing oleh
KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan TRI ASMIRA DAMAYANTI.
menunjukkan bahwa semua contoh DNA menghasilkan pita DNA amplikon yang
lebih tebal dan merata. Secara umum ditunjukkan bahwa konsentrasi asam nukleat
yang terbaik secara umum diperoleh melalui metode isolasi konvensional yang
lebih membutuhkan tahap dan waktu lebih banyak dibandingkan metode kit
komersial atau FTA card dan modifikasinya. Kualitas asam nukleat yang baik
lebih sering diperoleh melalui metode kit komersial. Jumlah total asam nukleat
tertinggi diperoleh melalui metode FTA card yang lebih praktis dan singkat
namun kualitasnya lebih rendah. Asam nukleat hasil isolasi keempat metode
isolasi keempat jenis patogen tumbuhan dalam penelitian ini tergolong layak
untuk langsung digunakan sebagai template DNA dalam PCR. Perbaikan hasil
PCR dapat dilakukan melalui optimasi jumlah template DNA dan konsentrasi
primer dalam reaksi PCR. Penyiapan DNA melalui metode konvensional atau kit
komersial lebih bermanfaat untuk digunakan dalam kegiatan penelitian berbasis
biologi molekuler yang memerlukan kuantitas dan kualitas asam nukleat yang
sebaik mungkin, sedangkan dalam bidang terapan atau kepentingan deteksi cepat
penggunaan FTA card yang ringkas dan praktis akan lebih bermanfaat.
SUMMARY
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
9
ADE SYAHPUTRA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
10
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi
11
Judul Tesis : Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat dalam Deteksi PCR untuk
Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan Mosaik
Nama : Ade Syahputra
NRP : A351130484
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya tulis dengan judul “Evaluasi Metode Isolasi Asam Nukleat
dalam Deteksi PCR untuk Patogen Antraknosa, Bulai, Huanglongbing dan
Mosaik” dapat saya selesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi,
Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku komisi pembimbing, Prof Dr Ir Sri
Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr Ir
Pudjianto, MSi selaku ketua Program Studi Entomologi serta staf pengajar
Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis
mengikuti pendidikan sehingga dapat dijadikan bekal penulisan karya ilmiah ini.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi
sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis saya. Penulis juga menyampaikan
penghargaan kepada Pimpinan Badan Karantina Pertanian sebagai penyandang
dana beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB, kepada
Dr Ir Ummu Salamah Rustiani, MSi dan Dr Sri Hartati, SP, MSi yang telah
membantu, merancang dan berkenan memberikan primer PCR dalam penelitian
ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ir. Samsul Hedar selaku
Kepala dan rekan kerja pejabat fungsional Balai Uji Terap Teknik Metode
Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi atas bantuan sarana dan fasilitas yang
diberikan dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Dr drh Syafril Daulay, MM selaku Kepala Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian (BBUSKP) yang telah memberikan fasilitas di Laboratorium
Biologi Molekuler. Selain itu, ucapan terima kasih kepada staf pejabat fungsional
BBUSKP terutama Ir Riza Desnurvia, MSc dan Ir Tuti Murdiati yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam penggunaan alat nanodrop-
spektrofotometer. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kuliah satu angkatan
(Kelas 2013-2014) dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Departemen
Proteksi Tanaman terutama kepada Tatit Sastrini, SP, MSi dan Muhammad Rizal,
SP, MSi atas bantuan dan bimbingannya. Selain itu penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pegawai Departemen Proteksi Tanaman terutama Pak
Tarya dan Pak Rofiq serta petani di Desa Neglasari Kab. Bogor dan Desa
Situgede Kota Bogor yang telah memberikan contoh dari lapangan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
dukungan berupa doa, pikiran dan tenaga dalam proses penelitian ini yang
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada emak, istri tercinta Fithri
Erawati, SPdI, serta anak-anakku Muhammad Umar Al-Faruq, Abdullah Ahmad
Azzam, Farras Hafidzah dan Azma Mutmainnah, serta keluarga besar penulis atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Ade Syahputra
13
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Penguasaan metode dan teknik deteksi OPTK yang paling mutakhir, dalam
hal ini biologi molekuler seperti PCR, perlu selalu ditingkatkan di kalangan
petugas karantina tumbuhan Republik Indonesia. Saat ini beban dan
tanggungjawab petugas karantina tumbuhan semakin berat dalam menjaga
lalulintas komoditas pertanian dengan peluang terbawanya OPTK semakin besar
di era globalisasi dan perdagangan bebas. Teknik PCR telah banyak
dikembangkan dan diaplikasikan dalam deteksi patogen tanaman dan dianggap
teknik yang akurat, sensitif dan meyakinkan. Namun demikian kinerja terbaik
teknik tersebut akan tercapai jika dilakukan dalam kondisi yang optimum di
samping penyiapan contoh tanaman atau patogen atau asam nukleat patogen yang
harus optimum pula. Isolasi asam nukleat dilakukan untuk menyediakan asam
nukleat cetakan (template) dan merupakan faktor yang cukup menentukan berhasil
tidaknya PCR. Untuk itu beberapa metode isolasi DNA mulai dari yang
konvensional, kit komersial maupun FTA-card dievaluasi untuk menyediakan
asam nukleat cetakan yang digunakan dalam deteksi PCR yang optimum dengan
sasaran patogen-patogen penyakit penting tanaman. Beberapa patogen penting
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Colletotrichum acutatum
(antraknosa cabai), Peronosclerospora sorghi (bulai jagung), Candidatus
Liberibacter asiaticus (huanglongbing jeruk) dan Bean common mosaic virus
(mosaik kacang panjang).
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode isolasi asam nukleat
secara konvensional, kit komersial, dan FTA-card yang digunakan dalam teknik
PCR dan modifikasinya untuk deteksi patogen-patogen penyakit antraknosa cabai,
bulai jagung, huanglongbing jeruk dan mosaik kacang panjang.
Hipotesis
1. Di antara keempat metode isolasi asam nukleat yang dievaluasi (kit komersial,
FTA-card standar dan dimodifikasi dan konvensional), terdapat metode yang
paling sesuai untuk diaplikasikan pada keempat jenis patogen.
2. Optimasi konsentrasi komponen PCR yaitu cetakan DNA, dan primer dapat
memberikan hasil deteksi yang terbaik.
Manfaat Penelitian
dalam deteksi patogen ditentukan oleh jenis patogen sasaran yang akan dideteksi.
Metode deteksi patogen tanaman yang paling sederhana adalah pengamatan
terhadap gejala dan tanda penyakit di lapangan. Metode ini seringkali kurang
begitu akurat dalam menentukan patogen suatu penyakit serta personal yang
berpengalaman dan seringkali harus menggunakan kunci identifikasi
Saat ini deteksi patogen tanaman sudah berkembang dengan teknik
molekuler sampai ke tingkat asam nukleat dan protein. Pengujian dengan teknik
molekuler memberi hasil yang akurat dan sangat meyakinkan. Menurut Capote et
al. (2012) deteksi dan identifikasi patogen secara molekuler dapat didasarkan atas
komponen protein atau asam nukleat dari patogen sasaran. Metode deteksi dan
identifikasi molekuler sudah diuji dengan beberapa metode di antaranya untuk
target protein menggunakan metode ELISA dan Western Blot, sedangkan untuk
target asam nukleat adalah metode PCR dan metode Southern Blot. Deteksi PCR
untuk patogen tanaman pertama kali dilaporkan oleh Puchta dan Hanger (1989)
terhadap patogen Hop stunt viroid (HSVd) pada tanaman anggur.
Menurut Doyle (1996) proses isolasi asam nukleat secara umum ada empat
tahap yaitu melepaskan asam nukleat dari sel, denaturasi dari komplek
nukleoprotein, menghambat proses enzim RNase dan DNAse dan pemisahan
asam nukleat dari kontaminan. Tahapan isolasi asam nukleat sangat dipengaruhi
oleh asal sel atau jaringan sumber asam nukleat. Tahap pertama dan kedua dari
isolasi asam nukleat adalah pelepasan asam nukleat dari sel dengan melakukan
penghancuran secara mekanis. Penghancuran tersebut umumnya menggunakan
mortar dan pistil dengan bantuan nitrogen cair (Liu 2009). Tahap kedua dan ketiga
adalah denaturasi dari komplek nukleoprotein dan inaktivasi enzim RNase dan
DNase dengan menggunakan beberapa bahan kimia antara lain SDS (sodium
dodecyl sulphate), Tween, HCl, Triton, EDTA (ethylene diamine tetraacetic
acid), penol: kloroform: isoamilalkohol dan Cetyltrimethylammonium bromide
(CTAB) (Chan et al. 2004; van Pelt-Verkuil et al. 2008). Tahap keempat adalah
pemisahan asam nukleat dengan kontaminan (protein, karbohidrat dan lemak)
sehingga asam nukleat yang diperoleh dapat dianalisis dan atau dimodifikasi lebih
lanjut dengan teknik biologi molekuler yaitu PCR.
Metode awal isolasi asam nukleat adalah metode konvensional dengan
menggunakan beberapa jenis bahan kimia yang ditentukan volume dan
konsentrasi sesuai dengan target tertentu yang sudah dikembangkan oleh peneliti.
Proses isolasi asam nukleat dengan metode ini sangat komplek sehingga
membutuhkan waktu lama (Tan et al. 2013). Pengembangan metode isolasi
selanjutnya telah menggunakan bahan yang siap pakai dan ditambah kolom filter
untuk memisahkan senyawa yang tidak terpakai dari asam nukleat. Metode isolasi
ini disebut metode kit yang sudah dikomersialkan sesuai dengan target isolasi di
antaranya target DNA, RNA dan protein (Tan & Yiap 2009). Metode kit ini
dikembangkan lagi dalam bentuk lembaran kertas membran yang berfungsi untuk
mengisolasi asam nukleat contohnya FTA-card Whatman (Mbogori et al. 2006).
Isolasi RNA pada prinsipnya hampir sama dengan DNA hanya saja
prosesnya harus terhindar dari enzim RNase yang dapat mendenaturasi RNA,
penambahan DNase untuk mengeluarkan DNA serta target gen isolasi yang
dicapai yaitu di antaranya mRNA (Dale & Schantz 2002; Corkill & Rapley 2008;
Liu 2009).
tertentu, sedangkan gejala sistemik adalah gejala penyakit yang menyebar dari
titik infeksi ke bagian lain tanaman. Berdasarkan munculnya gejala penyakit
dibagi dua yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer adalah inokulum yang
menyebabkan munculnya gejala asli pada musim tumbuh, sedangkan gejala
sekunder yaitu gejala primer yang menyebar di bawah kondisi lingkungan yang
cocok (Sharma 2004).
Colletotrichum acutatum
Cendawan Colletotrichum acutatum digolongkan ke dalam Kingdom Fungi,
Filum Ascomycota, Kelas Sordariomycetes, Ordo Glomerellales, Famili
Glomerellaceae dan Genus Colletotrichum. Cendawan ini menyebabkan penyakit
antraknosa pada cabai dengan gejala yang sangat bervariasi, dapat berupa luka
kecil atau besar, infeksi dapat terjadi pada daun atau buah. Gejala antraknosa pada
daun berupa nekrosis berbentuk lingkaran berwarna coklat bagian dalam dan
tepinya berwarna kuning. Gejala pada buah berupa tambalan berwarna ungu atau
coklat yang ditandai dengan bintik-bintik kecil yang merupakan aservuli dalam
jumlah besar (Mordue 1979; Agrios 2005).
Aservulus adalah tanda cendawan yang berbentuk setengah lingkaran dan
berukuran diameter 70-120 µm (Singh 1998). Aservulus dibentuk oleh konidiofor
dan konidia. Konidium berukuran 8-16 x 2.5-4 µm, dinding sel tipis, tidak
bersepta, satu sel, hialin. Konidium akan berkecambah membentuk apresoria
berukuran 6.5-11 x 4.5-7.5 µm pada proses infeksi. Di dalam aservulus juga
terdapat seta yang merupakan struktur berbentuk seperti jarum, berwarna coklat
berukuran 150 µm (Mordue 1979; Agrios 2005).
Harp et al. (2008) melaporkan penyakit antraknosa dapat disebabkan oleh
spesies Colletotrichum yang lain seperti C. capsici dan C. gloeosporioides. Ketiga
spesies tersebut memiliki perbedaan morfologi di antaranya bentuk konidia.
Konidia pada C. capsisi berbentuk bulan sabit sedangkan C. acutatum dan C.
gloeosporioides berbentuk seperti gada. Patogen menginfeksi umumnya pada
daerah kelembaban tinggi atau pada malam hari dengan kisaran suhu antara 25 -
29 °C (Semangun 1996). Cendawan C. capsici umumnya hanya menginfeksi buah
yang telah matang, sedangkan C. gloeosporioides dan C. acutatum menyerang
buah matang dan masih hijau. Patogen C. acutatum berkembang di daerah tropis
maupun subtropis dan memiliki banyak inang CABI (2007), bertahan hidup pada
benih dalam bentuk aservuli, dalam jaringan inang mati dan dapat menyerang
selama pascapanen. Konidia menyebar dengan bantuan air, angin dan dapat
bertahan di tanah dalam bentuk klamidospora (Agrios 2005). Kehilangan hasil
disebabkan oleh penyakit antraknosa pada cabai di India sekitar 8-60% (Raj et al.
2014).
Deteksi dan identifikasi patogen secara umum berdasarkan atas karakter
morfologi dari tanda patogen menggunakan teknik mikroskopik. Sedangkan
deteksi dan identifikasi secara molekuler menggunakan teknik PCR dengan
primer spesifik. Salah satu primer spesifik yang dikembangkan untuk mendeteksi
C. acutatum adalah CaInt2 untuk forward dan ITS4 untuk reverse dengan target
produk amplifikasi sebesar ±500 pb. Primer CaInt2 digunakan untuk target daerah
genom 18S rDNA dan primer ITS4 untuk genom 25/28S rDNA pada target gen
ribosom organisme eukariotik (White et al. 1990; Brown et al. 1996). Genom
10
Peronosclerospora sorghi
Peronosclerospora sorghi digolongkan ke dalam Kingdom Chromista,
Filum Oomycota, Kelas Oomycetes, Ordo Sclerosporales, Famili Sclerosporaceae
dan Genus Peronosclerospora. Organisme ini sering disebut sebagai cendawan
semu (pseudofungi) karena memiliki dinding sel yang mengandung selulosa
seperti kelompok ganggang. Patogen ini menyebabkan gejala bulai (downy
mildew) pada daun dari tanaman poaceae. Menurut Safeeulla (1976) serangan
penyakit bulai pada awal pertumbuhan menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
gejala pada daun berupa garis klorotik atau menguningnya seluruh daun pertama
dan daun selanjutnya. Pada permukaan daun tersebut terdapat embun bulu yang
dapat menempel pada jari jika disentuh. Embun bulu merupakan kumpulan dari
sporangiofor dan sporangia patogen bulai. Sporangia terbentuk lebih banyak pada
permukaan bawah daun dari pada atas daun. Patogen dapat menyebabkan
malformasi dan berkurangnya jumlah polen pada bunga jantan juga menyebabkan
gugurnya bunga betina. Patogen bulai mampu menginvasi batang dan ujung tunas
meskipun tidak bergejala. Patogen bertahan pada benih berupa miselium di dalam
perikarp (dinding ovari), embrio dan endosperm, namun kualitas benih jagung
tidak terganggu.
Tanda cendawan berupa sporangiofor dengan panjang sekitar 180-300 µm
dan sporangium berbentuk oval. Terdapat 3 jenis patogen penyebab bulai pada
tanaman jagung di Indonesia yaitu, Peronosclerospora sorghi, P. philippinensis
dan P. maydis (Burhanuddin 2011; Hikmawati et al. 2011). Menurut CIMMYT
(2004) sporangia P. sorghi berbentuk oval dengan ukuran 14.4-27.3 x 15-28.9
µm, hialin. Struktur seksual patogen ini berupa oospora sperikal berdiameter
sekitar 36 µm dan memiliki sterigmata (tempat menempel oospora) menyempit.
Menurut Burhanuddin (2010) suhu optimum untuk reproduksi patogen ini
berkisar antara 17-29 °C dan perkecambahan spora 21-25 °C. Penyakit menyebar
dan berkembang baik pada iklim tropis, tanah yang lembab dengan bantuan air
(Hikmawati et al. 2011). Kerugian karena penyakit ini dapat mencapai 90-100%,
sehingga penyakit ini menyebabkan kerusakan pertanaman jagung yang cukup
tinggi (Wakman & Kontong 2000; Hadiatmi et al. 2004).
Menurut Permentan no. 51 tahun 2015 P. sorghi masuk dalam kategori
OPTK A2 yaitu sudah terdapat di Indonesia tapi sebarannya masih terbatas dan
golongan II yaitu dapat dimusnahkan dengan perlakuan. Metode deteksi
sederhana dengan mengamati gejala dan tanda untuk ketiga patotipe bulai sangat
sulit dilakukan. Saat ini deteksi penyakit bulai di Indonesia dengan uji PCR
menggunakan primer general. Rustiani et al. (2015a) telah mampu mendeteksi
dan mengidentifikasi patogen bulai pada jagung di Indonesia berdasarkan target
asam nukleat dengan menggunakan primer degenerate yaitu PsUF dan PsUR.
Primer degenerate adalah primer dengan susunan sekuen yang tidak spesifik tetapi
sangat sensitif, yaitu salah satu basa nukleotida dari primer forward atau reverse
dapat menempel basa nukleotida target sehingga membentuk satu atau lebih
pasang basa untuk diamplifikasi PCR (Iserte et al. 2013). Target primer
degenerate yang digunakan terletak pada daerah gen Cytochrome oxidase2 (COII)
yang berada pada genomik mitokondria. Gen daerah COI dan COII adalah daerah
11
genomik yang umum digunakan untuk identifikasi dari kelompok hewan maupun
Chromista (Ratnasingham & Hebert 2007).
Partikel virus berbentuk batang lentur, berukuran 750 x 12-15 nm, asam
nukleat berupa RNA utas tunggal (ssRNA), titik panas inaktivasi 50-60 °C, dan
ketahanan in vitro virus 1-4 hari pada suhu ruang (Morales & Bos 1988; ICTVdB
2006). BCMV merupakan penyebab penyakit penting pada tanaman kacang-
kacangan/bersifat tular benih, dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora
atau secara mekanik melalui sap tanaman. Kehilangan hasil panen kacang panjang
di daerah Bogor bisa mencapai 80-100%. Saat ini deteksi BCMV pada kacang
panjang yang ada Indonesia menggunakan primer spesifik BlC-cp untuk forward
dan primer BlC-cp untuk reverse dengan target gen asam amino coat protein (cp)
yang berukuran ±850 pb (Anggraini & Hidayat 2014).
13
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Mei
2015, di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
Jakarta dan Laboratorium Bioteknologi Balai Uji Terap Teknik dan Metode
Karantina Pertanian Bekasi.
Bahan
Bahan yang digunakan selama penelitian yaitu buah cabai yang bergejala
antraknosa disebabkan oleh C. acutatum, daun jagung bergejala bulai yang
disebabkan oleh P. sorghi, daun jeruk bergejala CVPD yang disebabkan oleh Ca.
L. asiaticus diambil dari Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor, dan daun kacang panjang yang bergejala mosaik yang disebabkan oleh
BCMV diambil dari Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
bufer isolasi (Tris–HCl, pH 8.0; EDTA; NaCl; 1% Cetyltrimethylammonium
bromide (CTAB) (w/v), 1% 2-mercaptoethanol), etanol 70%,
kloroform:isoamilalkohol (24/1 v/v), isopropanol, ethylene diamine tetraacetic
acid (EDTA), sodium dodecyl sulphate (SDS), NaCl 5M, TE (Tris/EDTA), asam
borat, Tris HCl pH 7, alkohol 90%, akuades, nuclease free water, PDB, kertas
tisu, etidium bromida, agarosa, PDA, petri dish, bufer TAE 50X, primer kontrol
internal (Rubisco L), primer C. acutatum, primer P. sorghi, primer Ca. L.
asiaticus, primer spesifik BCMV, dream Taq green master mix PCR (Thermo
Scientific), Whatman FTA®Plant Card, 0.1 M glycine; pH 9.0; 50 mM NaCl dan
Triton X-100.
Candidatus Liberibacter asiaticus dari tulang daun jeruk. Isolasi DNA total
Ca. L. asiaticus dari tulang daun jeruk menggunakan modifikasi metode Doyle
dan Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen
cair dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke
dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2-
15
Bean common mosaic virus (BCMV) dari daun kacang panjang. Isolasi total
asam nukleat BCMV dari daun kacang panjang menggunakan metode Doyle dan
Doyle (1990). Sebanyak 0.1 g tulang daun contoh digerus dengan nitrogen cair
dalam mortar menggunakan pistil hingga menjadi tepung, lalu dimasukkan ke
dalam tabung 2 mL. Selanjutnya masukkan 500 µL CTAB (2%), 5 µL 2-
mercaptoethanol (1%), yang sudah dipanaskan 60 ºC selama 10 menit. Suspensi
dipanaskan pada suhu 65 ºC selama 60 menit dalam waterbath, dan dibolak-
balikkan setiap 10 menit. Suspensi didiamkan selama 2-3 menit pada suhu ruang,
kemudian ditambahkan 750 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1, v/v). Suspensi
digetar selama 3-5 menit, lalu disentrifugasi 12 000 rpm selama 15 menit pada
suhu 4 ºC. Supernatan dimasukkan ke tabung baru lalu dihitung volume, lalu
ditambahkan 600 µL isopropanol. Contoh digetar selama 1 menit, lalu
disentrifugasi 12 000 rpm selama 10 menit. Fase larutan bagian atas diambil dan
ditambahkan 500 µL etanol 80% dingin, lalu disentrifugasi 8 000 rpm selama 15
menit. Pelet dikeringkan di suhu ruang, lalu diresuspensikan dengan bufer TE 1X
75 µL.
Contoh diinkubasi dalam suhu ruang selama 4-5 menit. Bufer TE0.1 dibuang
sebanyak mungkin menggunakan mikropipet serta tinggalkan punch tetap di
dalam tabung. Prosedur di atas diulangi satu kali lagi. Punch dikeringanginkan
pada suhu ruang selama 1 jam (dengan membuka penutup tabung PCR) atau
dikeringkan di dalam oven bersuhu 56 °C selama 20 menit. Selanjutnya punch
dapat digunakan untuk PCR atau disimpan pada suhu 4 °C atau 20 °C.
Konsentrasi asam nukleat total pada metode kit dan konvensional langsung
diukur dari hasil isolasi asam nukleat. Asam nukleat yang melekat pada potongan
(punch) FTA-card diameter 2 mm diresuspensi dengan bufer elusi 10 µL yang
sudah dipanaskan dengan suhu 65 ºC selama 10 menit dan bufer TE 1X untuk
BCMV dalam tabung PCR. Setiap tabung PCR disentrifugasi kecepatan 13 000
rpm selama 3 menit agar asam nukleat keluar dari punch FTA-card tersuspensi ke
dalam bufer tersebut. Cetakan DNA hasil isolasi diukur dengan meneteskan
sebanyak 1 µL suspensi ke atas UV-Vis nanodrop-spektrofotometer (Thermo
Scientific) dan diulang sebanyak tiga kali.
Kemurnian asam nukleat dengan pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang A260/A280 dianggap baik pada kisaran nilai 1.8-2.0. Jika nilai
kemurnian kurang dari kisaran tersebut maka konsentrasi protein bawaan cukup
tinggi, sedangkan jika lebih besar nilainya maka konsentrasi RNA bawaan cukup
tinggi.
Jumlah berat asam nukleat total yang berhasil diisolasi dari FTA-card
menggunakan metode standar dan modifikasi dihitung berdasarkan hasil kali
konsentrasi asam nukleat (ng µL-1), volume suspensi yaitu 10 µL dan luas kertas
FTA yang berisi contoh dibagi dengan luas satu punch (3.14 mm2). Penghitungan
konsentrasi asam nukleat dari metode konvensional dan kit berdasarkan hasil kali
konsentrasi asam nukleat (ng µL-1) dengan volume larutan hasil resuspensi asam
nukleat dari total volume 75 µL.
Analisis Statistika
Data konsentrasi dan total asam nukleat hasil isolasi dengan ketiga cara di
atas untuk masing-masing patogen dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji perbedaan nilai tengah metode Tukey pada taraf nyata 5%.
Perhitungan ANOVA dan uji Tukey tersebut dilakukan menggunakan program
Minitab 16.
Optimasi PCR
Optimasi PCR dilakukan untuk mendapatkan PCR yang baik, di antaranya
modifikasi konsentrasi komponen-komponen atau kondisi PCR dari metode yang
diacu. Komponen PCR yang dioptimasi pada penelitian ini adalah konsentrasi
primer target. Konsentrasi cetakan DNA atau RNA yang digunakan dalam
optimasi adalah 15 ng µL-1. Khusus untuk optimasi metode FTA-card, cetakan
DNA terlebih dahulu diteteskan pada punch FTA-card, untuk selanjutnya
digunakan pada uji PCR. Untuk mengevaluasi keberhasilan isolasi asam nukleat
patogen (kecuali P. sorghi) digunakan primer kontrol internal Rubisco L.
Optimasi dilakukan dengan tiga proses PCR. Proses pertama PCR
menggunakan tanpa konsentrasi primer optimum dan cetakan DNA dari biakan
murni cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh pertama. Tahap tersebut
dilakukan untuk memastikan DNA keempat patogen bisa teramplifikasi. Proses
kedua PCR menggunakan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL -1 dan beberapa
konsentrasi primer 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 µM untuk mendapatkan konsentrasi primer
optimum. Proses ketiga PCR menggunakan salah satu konsentrasi primer yang
optimum dengan konsentrasi cetakan DNA 15 ng µL-1 dari biakan murni
cendawan atau tanaman yang bergejala dari contoh kedua dan ketiga.
20
Tabel 1 Primer dan siklus PCR yang digunakan untuk deteksi keempat patogen
Amplikon
Urutan nukleotida (5’3’) dan siklus
Primer dan target Sumber
PCR
gen
C. acutatum
CaInt2 GGGGAAGCCTCTCGCGG ±500 pb Brown et
ITS4 TCCTCCGCTTATTGATATGC Gen ITS1, al. 1996
[95 °C 5 min; 40X (95 °C 30 sec, 60 °C 25/28S-
30 sec, 72 °C 1 min); 72 °C 7 min, 4 rDNA
˚C]
P. sorghi
PsUF CCAGCAACTCCAGTTATGGAA ±154 pb Rustiani et
PsUR CATGTACAATGGTRCTTGGAA Gen al. 2015a
[94 °C 2 min; 30X (94 °C 30 sec, 56 °C Cytochrome
1 min, 72 °C 1 min); 72 °C 5 min, 4 oxidase 2
˚C] (COII)
Ca. L. asiaticus
A2 TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT ±703 pb Hocquellet
J5 ACAAAAGCAGAAATAGCACGAAC Gen protein et al. 1999
AA rplKAJL-
[94 °C 2 min; 35X (94 °C 20 sec, 45 °C rpoB operon
30 sec, 68 °C 1.5 min); 68 °C 5 min, 4
˚C]
BCMV
BlC- TCAGGAACTGGGCAGCCGCAAC ±850 pb Anggraini
CPf Gen protein & Hidayat
BlC- CTGCGGGGAACCCATGCCAAG selubung 2014
CPr 35X [94 °C 2 min, 68 °C 1 min, 72 °C 1 (CP)
min); 72 °C 10 min, 4 ˚C]
Kontrol internal Rubisco L
RBCL CTTTCCAAGGCCCGCCTCA ±171 pb Nassuth et
F535 Gen Ribulose al. 2000
RBCL CATCATCTTTGGTAAAATCAAGTC biphosphate
R705 CA carboxylase
oxygenase
a b
C
c d
Gambar 1 Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan
C. acutatum.
(a) Gejala antraknosa pada buah cabai, (b) Aservuli pada permukaan
buah cabai (30X), (c) Konidia dan seta patogen (100X), (d) Koloni
biakan murni patogen pada media PDA
23
a b c
Gambar 2 Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi.
(a) Gejala bulai pada daun jagung, (b) Tanda penyakit berupa spora di
permukaan daun (35 X), (c) Sporangia dan sporangiofor P. sorghi
(400 X)
Gejala di lapangan sangat sulit dibedakan antara patogen yang disebabkan
oleh P. sorghi maupun patogen lainnya seperti P. maydis dan P. philippinensis
(Gambar 2a). Pertumbuhan patogen melalui pengamatan mikroskopi nampak
seperti embun air yang menempel pada permukaan atas dan bawah daun, apabila
diraba propagul patogen akan menempel pada jari. Sporangiofor (konidiofor)
patogen ini tegak, bercabang dan hialin (Gambar 2b). Pada sporangiofor dibentuk
sporangia (konidia) berbentuk oval dan hialin (Gambar 2c). Sporangiofor muncul
dalam bentuk kelompok dari jaringan tanaman melalui stomata, dapat tumbuh
pada bagian atas atau bawah daun dan jaringan yang terinfeksi (Agrios 2005).
24
a b c
Gambar 3 Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L.
asiaticus.
(a) Gejala huanglongbing pada daun jeruk, (b) Tanaman jeruk yang
terserang Ca. L. asiaticus, (c) Vektor Diaphorina citri (30 X)
Penyakit Mosaik pada Kacang Panjang oleh Bean common mosaik virus
Kacang panjang bergejala penyakit mosaik di lapangan dicirikan dengan
perubahan warna daun yang tidak normal. Gejala yang disebabkan oleh BCMV
sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik yang
ditunjukkan dengan adanya pola warna hijau tua (vein banding) yang tidak
beraturan (Gambar 4a).
25
a b
Gambar 4 Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh
Bean common mosaic virus.
(a) Daun menjadi hijau tua, (b) Daun menjadi kuning
Asam Nukleat
Metode isolasi Konsentrasi (ng L-1) Kemurnian
total (g)
C. acutatum dari buah cabai sakit
Kit 7.1±3.3a 1.94 0.53±0.24a
FTA standar 9.7±3.6a 1.54 10.93±4.40a
FTA modifikasi 17.3±4.2a 1.52 19.17±3.79a
Konvensional 238.4±197.4a 1.57 17.88±14.81a
C. acutatum biakan murni
Kit komersial 20.2±6.5a 2.33 1.52±0.48a
FTA standar 6.4±2.9a 1.55 7.50±2.70ab
FTA modifikasi 10.7±4.1a 1.51 12.85±5.24b
Konvensional 45.8±8.4b 1.91 3.43±0.63a
P. sorghi dari daun sakit
Kit komersial 6.1±2.4a 2.18 0.43±0.21a
FTA standar 10.0±2.2a 1.60 14.80±6.31a
FTA modifikasi 23.9±10.0a 1.56 38.82±30.75a
Konvensional 213.7±53.1b 1.74 16.03±3.99a
Ca. L. asiaticus dari daun sakit
Kit komersial 51.1±29.6a 1.96 3.83±2.22a
FTA standar 11.8±6.5a 1.52 13.12±6.05a
FTA modifikasi 17.8±3.6a 1.45 20.81±5.78a
Konvensional 395.7±307.2a 1.83 29.67±23.04a
BCMV dari daun sakit
Kit komersial 398.5±100.0a 2.08 29.88±7.50a
FTA standar 21.5±0.9b 1.57 25.44±9.80a
FTA modifikasi 38.5±7.2b 1.51 47.86±13.51a
Konvensional 499.9±195.3a 1.83 37.49±14.65a
Ket: Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Tukey
5%
tinggi dari metode kit, hal ini juga telah dilaporkan oleh Motkova dan Vytrasova
(2011) terhadap isolasi DNA dari isolat cendawan Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus.
Konsentrasi DNA total hasil isolasi P. sorghi dari daun menunjukkan ada
perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi yaitu
213.7 ng µL-1 dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar 6.1-23.9 ng µL-1.
Tingkat kemurnian DNA total pada keempat metode berkisar 1.56-2.18. Jumlah
DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat
metode tersebut dan berkisar 0.43-38.82 g (Tabel 3).
Konsentrasi DNA total hasil isolasi Ca. L. asiaticus dari daun menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata pada keempat metode isolasi,
sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada keempat metode
berkisar 1.45-1.96. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode
kit komersial yaitu 1.96. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 3.83-29.67 g
(Tabel 3). Rendahnya konsentrasi DNA total dari tulang daun jeruk terserang
CVPD dari hasil isolasi dengan menggunakan metode kit juga telah dilakukan
oleh Rustiani et al. (2015b), bahwa konsentrasi DNA total berkisar 15-46 ng µL-1.
Kisaran berat DNA total ketiga tanaman dari hasil metode konvensional yaitu 3-
29 µg dan metode kit 0.43-3 µg, hal ini juga disampaikan Tenriulo et al. (2001)
bahwa kisaran DNA total dari 100 mg contoh daun tanaman yaitu 12-25 µg, 20-70
µg (Murray & Thompson 1980) dan metode kit berkisar 0.04-1.2 µg dalam 100
mg berat basah tanaman (Fitzgerald & Burden 2014).
Konsentrasi RNA total dari hasil isolasi BCMV dari daun menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang nyata antara metode konvensional atau kit dengan
FTA-card standar dan modifikasi. Konsentrasi RNA paling tinggi diperoleh pada
metode konvensional. Hal ini juga dilaporkan oleh Adiputra et al. (2012) bahwa
konsentrasi RNA total dari daun tanaman paling tinggi diperoleh pada metode
konvensional. Rendahnya konsentrasi RNA total pada FTA card juga dilaporkan
oleh Chiunga (2013) terhadap beberapa virus patogen pada tanaman kentang
berkisar 4-46 ng L-1. Hal ini juga dilaporkan oleh Ndunguru et al. (2005) bahwa
konsentrasi cDNA dari Nicotiana benthamiana pada metode konvensional lebih
tinggi dari FTA-card. Tingkat kemurnian RNA total pada ketiga metode berkisar
1.51-2.08. Jumlah RNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata pada ketiga metode tersebut dan berkisar 29.88-47.86 g (Tabel 3).
Elektroforesis DNA total dari daun jeruk terlihat bukan berupa pita tetapi
fragmen tunggal DNA total tanaman yang sudah terpotong-potong dan tidak jelas
(smear). Fragmen DNA dari metode kit (K-1) dari contoh pertama memiliki
fragmen yang paling terang sedangkan pada metode FTA-card terdapat perbedaan
ketebalan dari tiap-tiap punch. Fragmen genom DNA pada metode FTA-card yang
paling tebal terdapat pada Fi-3 kemudian diikuti Fi-2, Fs-2, Fs-3, Fi-1 dan Fs-1
(Gambar 5). Ketebalan fragmen genom DNA dari metode konvensional terlihat
sama untuk ketiga contoh. Uji kualitas fragmen genom DNA total CVPD dengan
menggunakan elektroforesis juga telah dilakukan oleh Ulfah (2014).
28
K Fi Fs Ko
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Gambar 5 Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit
(K), FTA-card modifikasi (Fi), FTA-card standar (Fs) dan
konvensional (Ko), kode 1, 2, 3 menunjukkan ulangan (K, Ko) atau
jumlah punch contoh (Fs dan Fi)
Hasil dari isolasi asam nukleat total keempat patogen dengan menggunakan
ketiga metode isolasi yaitu kit komersial, FTA-card dan konvensional berupa
cetakan DNA atau RNA yang selanjutnya digunakan untuk PCR. Hasil
amplifikasi PCR berupa amplikon dielektroforesis dan divisualisasi dengan UV
transiluminator. Berikut ini hasil amplifikasi PCR dengan tiga proses PCR dari
keempat patogen.
PCR untuk DNA total C. acutatum pada buah cabai dan biakan murni
Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum pada buah cabai dengan primer
CaInt2/ITS4 dan Rubisco-L pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card
modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat
dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi dengan produk ±500
pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar
6). Tidak munculnya target kontrol internal hal ini kemungkinan pemakaian
konsentrasi primer atau DNA cetakan yang tinggi sehingga terjadi mispriming
yaitu terjadi penempelan pita target yang tidak spesifik atau tidak terbentuknya
pita. Tingginya konsentrasi primer dan DNA cetakan dapat mempengaruhi hasil
PCR (Innis 1990). Menurut Muladno (2002) bahwa tingginya konsentrasi primer
dapat menyebabkan tidak terbentuknya produk PCR yang diinginkan.
Keberhasilan FTA-card menyediakan asam nukleat Ganoderma sp. juga
dilaporkan oleh Borman et al. (2006) dan Dentinger et al. (2010) yang berhasil
mendeteksi asam nukleat Aspergillus fumigatus, Trichophyton rubrum, T.
interdigitale, dan Exophiala dermatitidis dari FTA-card.
29
K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3
±500pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±500pb
±171pb
Hasil visualisasi PCR DNA dari contoh satu pada buah cabai setelah
dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita DNA
cukup beragam untuk setiap metode dan konsentrasi primer (Gambar 7). Dari
ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis
pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L
teramplifikasi PCR. Pita DNA dari FTA-card terlihat lebih tipis. Hal ini juga
dilaporkan oleh Manzanilla-Lo´pez et al. (2009) bahwa hasil PCR menggunakan
empat metode isolasi asam nukleat di antaranya penggunaan FTA-card terhadap
cendawan Pochonia chlamydosporia (syn. Verticillium chlamydosporium)
menunjukkan hasil kualitas fragmen genom DNA dari keempat metode isolasi
berbeda. Hasil kualitas fragmen genom DNA PCR lebih baik dan lebih panjang
dihasilkan dari metode kit dibandingkan dengan FTA card, karena FTA-card
memiliki fragmen genom DNA lebih pendek, namun dari segi waktu isolasi dan
penyimpanan lebih baik menggunakan FTA-card.
30
K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
±500pb
±171pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3
±500pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±500pb
±500pb
±171pb
Hasil visualisasi PCR DNA dari hasil biakan murni setelah dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap
metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling
tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode konvensional. Primer kontrol
internal Rubisco L tidak teramplifikasi PCR (Gambar 10).
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk diPCR ulang dua contoh
berikutnya. Konsentrasi primer untuk asam nukleat yang diisolasi dengan metode
kit yaitu 1 µM, FTA dengan metode standar 0.8 µM, FTA dengan metode
modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh
hasil biakan murni menunjukkan adanya kesamaan ketebalan pita yang baik dari
ketiga metode isolasi (Gambar 11). Keberhasilan isolasi dengan FTA-card standar
yang dimodifikasi dengan tingkat pengenceran konsentrasi asam nukleat yang
berbeda sudah dilakukan oleh Suzuki et al. (2006) terhadap Aspergillus oryzae
dengan menggunakan microwave. Terdapat perbedaan daya listrik microwave
32
yang digunakan pada saat pengujian yaitu dengan daya 750 watt selama 30 detik.
Hal ini juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) bahwa pengujian PCR terhadap
beberapa isolat spesies ragi dengan FTA-card yang sudah dipanaskan dengan
microwave dengan daya 800 watt selama 30 detik dapat teramplifikasi PCR
dengan baik. Terdapat perbedaan perlakuan microwave yaitu pada saat contoh
baru diletakkan di kertas FTA-card.
±154pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±154pb
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA
standar 0.4 µM, FTA modifikasi 0.6 µM dan konvensional 0.4 µM. Dari hasil
ketiga contoh daun jagung menunjukkan adanya perbedaan pita dari ketiga
metode isolasi (Gambar 14). Metode konvensional memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Menurut Li et al. (2008) bahwa
metode kit komersial tidak selalu memberikan hasil amplifikasi yang baik untuk
semua jenis bahan tanaman. Pemanfaatan penggunaan FTA-card terhadap temuan
cendawan semu baru telah dilaporkan oleh Greslebin et al. (2007) terhadap
Phytophthora austrocedrae pada tanaman Austrocedrus chilensis.
K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
±171pb
±154pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3
±703pb
Gambar 15 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil
isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda.
Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-
card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3
punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1
L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb
34
Amplifikasi PCR untuk DNA total bakteri Huanglongbing dari daun jeruk
dengan primer A2/J5 dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTA-card standar,
FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi
asam nukleat dan primer menunjukkan target bakteri Huanglongbing
teramplifikasi dengan produk ±703 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb
tidak teramplifikasi PCR (Gambar 15).
Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jeruk setelah dioptimasi
konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan adanya lebih dari dua pita
DNA atau amplikon DNA bukan target (false positive) yang teramplifikasi PCR
(Gambar 16). Kualitas pita DNA target dari tiap konsentrasi primer menunjukkan
ketebalan yang berbeda. Dari ketiga metode isolasi, kualitas pita yang paling tebal
yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer
kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR.
Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi
primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua
contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA
standar 1.0 µM, FTA modifikasi 1.0 µM dan konvensional 1.0 µM (Gambar 17).
Terdapat perbedaan pita DNA dari ketiga metode isolasi untuk target CVPD.
Kualitas pita DNA dari metode kit lebih baik dibandingkan dengan kedua metode
lainnya.
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±703pb
±171pb
±703pb
±171pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 1 2 3
±850pb
K Fs M Fi Ko
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
±850pb
±171pb
K Fs M Fi Ko K(-)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
±850pb
±171pb
cassava mosaic virus (ACMV) dan East african cassava cameroon mosaic virus
(EACCMV).
Pembahasan Umum
Rasio kemurnian DNA yang diukur dengan alat nanodrop adalah rasio nilai
absorbansi DNA A260 dengan nilai absorbansi protein (kontaminan) A280.
Menurut Sambrook et al. (1989) hasil isolasi DNA yang murni didapat dengan
kisaran nilai 1.8-2.0. Kemurnian DNA di atas 2 kemungkinan terkontaminasi
dengan RNA dan di bawah 1.8 terkontaminasi protein dan larutan fenol (Neil et
al. 2011). Kemurnian asam nukleat yang diisolasi dari FTA-card dengan metode
standar selalu di bawah nilai 1.8, sedangkan metode kit cenderung lebih tinggi
dari 2.0. Isolasi asam nukleat dengan metode kit menggunakan bahan-bahan
tertentu dan kolom yang dapat menghasilkan asam nukleat dengan tingkat
kemurnian yang tinggi (Capote et al. 2012). Tingkat rasio kemurnian DNA yang
relatif baik diperoleh pada metode konvensional yang menunjukkan
kecenderungan mendekati nilai kemurnian ideal 1.8-2.0, seperti yang dilaporkan
Fitzgerald dan Burden (2014).
Berat asam nukleat total dari hasil isolasi ketiga metode dan keempat
patogen tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Keberhasilan PCR
untuk deteksi patogen tumbuhan salah satunya ditentukan kualitas dan kuantitas
cetakan DNA hasil isolasi dan komponen-komponen PCR lainnya termasuk
konsentrasi primer. Keberhasilan pengujian PCR tidak harus memiliki kemurnian
DNA yang tinggi tetapi dapat dipengaruhi terhadap EDTA, deterjen, fenol, NaCl,
sodium dodecyl sulphate dan Triton X-100 (Sambrook et al. 1989; Kreader 1996).
Nilai konsentrasi dan kemurnian tiap metode isolasi DNA patogen berbeda-beda,
hal ini juga dilaporkan oleh Sharma et al. (2013) bahwa perbedaan metode isolasi
DNA pada patogen tanaman memberikan hasil yang berbeda terhadap konsentrasi
dan kemurnian DNA.
Konsentrasi primer optimum untuk uji PCR terhadap DNA dari tiap metode
isolasi berbeda, hal ini disebabkan kualitas pita DNA untuk menentukan primer
optimum dipengaruhi oleh konsentrasi primer itu sendiri selain konsentrasi
cetakan DNA. Spesifisitas dan kualitas PCR tergantung pada konsentrasi primer
optimal yaitu 0.1-2.0 µM (Hoelzel & Green 1992; Loffert et al. 1999).
Duplex PCR menggunakan primer kontrol internal untuk memastikan
proses pengujian PCR sudah benar, tidak ada terjadi kesalahan teknis preparasi/
pengerjaan premix PCR. Kontrol internal dengan menggunakan primer Rubisco L
dilaporkan dapat teramplifikasi dengan multiplex PCR bersama Cassava Mosaic
Begomoviruses (CMBs) pada singkong (Rajabu et al. 2013).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan
untuk isolasi asam nukleat yang paling murah diperoleh pada metode
konvensional sekitar Rp 5.000.- kemudian metode FTA-card Rp 15.000.- dan
metode kit Rp 50.000.- tiap kali contoh pengujian. Sebagaimana disampaikan oleh
Setiyawati (2012) bahwa biaya isolasi asam nukleat dengan metode konvensional
lebih murah dibanding dengan metode kit komersial.
39
Simpulan
1. Asam nukleat yang diisolasi dari kit, FTA-card dengan metode standar maupun
modifikasi dan metode konvensional sebelum dioptimasi dapat teramplifikasi
dengan PCR, kecuali untuk CVPD yang tidak teramplifikasi dengan baik.
2. Kualitas pita DNA sebelum dioptimasi PCR berbeda dari tiap metode isolasi
asam nukleat dan patogen, namun menunjukkan hampir sama dari tiap metode
isolasi asam nukleat setelah optimasi.
3. Tingkat konsentrasi dan kemurnian DNA/RNA dari ketiga metode isolasi
menunjukkan bahwa metode konvensional lebih tinggi dan lebih murni
dibandingkan asam nukleat yang diisolasi dari kit dan FTA-card.
4. Optimasi PCR untuk cetakan DNA dan konsentrasi primer dapat memberikan
hasil terbaik serta penambahan volume amplikon pada saat elektroforesis untuk
meningkatkan kualitas pita. Konsentrasi optimal primer C. acutatum dari buah
dan biakan murni yang diisolasi dengan kit, FTA-card standar/modifikasi dan
konvensional secara berurutan yaitu 1 µM, 0.8/0.8 µM dan 0.8 µM; P. sorghi
yaitu: 0.8, 0.4/0.6, 0.4 µM; Ca. L. asiaticus yaitu: 0.8, 1/1, 1 µM dan BCMV
yaitu: 1, 1/0.8, 0.8 µM.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abalaka M, Henri LI. 2011. Polymerase chain reaction (PCR) the advent,
usefulness and efficiency in recombinant DNA technology. Journal of
Biology Sciences and Bioconservation. 3:16-25.
Abd-Elsalam KA, Ibrahim NA, Abdel-Satar MA, Khalil MS, Verreet JA. 2003.
PCR identification of Fusarium genus based on nuclear ribosomal-DNA
sequence data. African Journal of Biotechnology. 2(4):82-85.
Adiputra J, Hidayat SH, Damayanti TA. 2012. Evaluasi tiga metode preparasi
RNA total untuk deteksi Turnip mosaic potyvirus dari benih Brassica rappa
dengan reverse transcription-polymerase chain reaction. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 8(2):44-49.
Adl SM, Simpson AGB, Lane CE, Lukes J, Bass D, Bowser SS, Brown M, Burki
F, Dunthorn M, Hampl V, et al. 2012. The revised classification of
eukaryotes. Journal of Eukaryotes Microbiology. 59(5):429–493.
DOI:10.1111/j.1550-7408.2012.00644.x.
Agrios GN. 2005. Plant pathology. Fifth edition. Academic Pr. (US). 922 hlm.
Ahlquist P, Amine O. Noueiry AO, Wai-Ming L, Kushner DB, Dye BT. 2003.
Mini review. Host factors in positive-strand RNA virus genome replication.
Journal of Virology. 77(15):8181-8186. DOI: 10.1128/JVI.77.15.8181–818
6.2003.
Aidawati N. 2005. Keanekaragaman Begomovirus pada tomat dan serangga
vektornya, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta
pengujian ketahanan genotip tomat terhadap strain Begomovirus [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Alabi OJ, Ogbe FO, Bandyopadhyay R. Kumar PL, Dixon AGO, Hughes JA,
Naidu RA. 2008a. Alternate hosts of African cassava mosaic virus and East
african cassava mosaic cameroon virus in Nigeria. Archives of Virology.
153(9):1743-1747. DOI:10.1007/s00705-008-0169-8.
Alabi OJ, Kumar PL, Naidu RA. 2008b. Multiplex PCR for the detection of
African cassava mosaic virus and East african cassava mosaic cameroon
virus in cassava. Journal of Virology Methods. 154(1-2):111-120. DOI:
10.1016/j.jviromet.2008.08.008.
Anand A, Madhavan H, Neelam V, Lily T. 2001. Use of polymerase chain
reaction in the diagnosis of fungal endophthalmitis. Ophthalmology.
108(2):326-330. DOI:http://dx.doi.org/10.1016/S0161-6420(00)00517-0.
Andrade E, Uesugi C, Ueno B, Ferreira M. 2007. Morphocultural and molecular
characterization of Colletotrichum gloeosporioides isolates pathogenic to
papaya. Fitopatology Bras. 32(1):21-31. DOI:http://dx.doi.org/10.1590/ S01
00-41582007000100003.
Anggraini S, Hidayat SH. 2014. Sensitivitas metode serologi dan polymerase
chain reaction untuk mendeteksi Bean common mosaic virus pada kacang
panjang. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10(1):17-22. DOI:10.14692/jfi.10.
1. 17.
41
Innis MA, Gelfand DH, Sninky JJ. 1990. PCR protocols. California (US):
Academic Pr. hlm 3-12.
[ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses. 2006.
00.057.0.01.007. Bean common mosaic virus. Di dalam: Büchen-Osmond C,
editor. ICTVdB - The universal virus database, version 4. Columbia
University, New York (US): ICTVdB.
Iserte JA, Stephan BI, Goni SE, Borio CS, Ghiringhelli PD, Lozano ME. 2013.
Family-specific degenerate primer design: a tool to design consensus
degenerated oligonucleotides. Biotechnology Research International. 9 hlm.
DOI:http://dx.doi.org/10.1155/2013/383646.
Jagoueix S, Bove´ JM, Garnier M. 1994. The phloem-limited bacterium of
greening disease of citrus is a member of alpha subdivision of the
proteobacteria. International Journal of System Bacteriology. 44:379-386.
Jagoueix S, Bove JM, Garnier M. 1996. PCR detection of the two Candidatus
liberobacter species associated with greening disease of citrus. Molecular
and Cellular Probes. 10:43-50.
Kelly JM, Cox RA. 1982. The nucleotide sequence at the 3’-end of Neurospora
crassa 18S rRNA and studies on the interaction with 5.8S rRNA. Nucleic
Acids Research. 10(21):6733-6745.
Kreader CA. 1996. Relief of amplification inhibition in PCR with bovine serum
albumin or T4 gene 32 protein. Applied Environmental Microbiology.
62(3):1102-1106.
Kwok S, Higuchi R. 1989. Avoiding false positives with PCR. Nature. 339:237-
238. DOI:10.1038/339237a0.
Liu D. 2009. Handbook of nucleic acid purification. Boca Raton, London, New
York:CRC Pr. 554 hlm.
Li R, Mock R, Huang Q, Abad J, Hartung J, Kinard G. 2008. A reliable and
inexpensive method of nucleic acid extraction for the PCR-based detection
of diverse plant pathogen. Journal of Virology Methods. 154(2-3):55-58.
DOI:10.1016/j.jviromet.2008.09.008.
Loffert D, Karger S, Twieling G, Ulber V, Kang J. 1999. Optimization of
multiplex PCR. Qiagen news. 2:5-8. [internet]. (diunduh 2015 Des 14).
Tersedia pada http://download.bioon.com/view/upload/201110/22223313_
6772.pdf.
Maltas E, Vural HC, Yildiz S. 2011. Extraction of genomic DNA from
polysaccharide and fenolics-rich Ginkgo biloba. Journal of Medicinal
Plants Research. 5(3):332-339. [internet]. (diunduh 2016 Januari 19).
Tersedia pada http://www.academicjournals.org/article/article1380723939
_Maltas%20et%20al.pdf.
Manzanilla-Lo´pez RH, Clark IM, Atkins SD, Hirsch PR, Kerry BR. 2009.
Original article. Rapid and reliable DNA extraction and PCR finger printing
methods to discriminate multiple biotypes of the nematophagous fungus
Pochonia chlamydosporia isolated from plant rhizospheres. Letters in
Applied Microbiology. 48(1):71-76. DOI:10.1111/j.1472-65X.2008.02489.
Mbogori MN, Kimani M, Kuria A, Danson JW. 2006. Optimization of FTA
technology for large scale plant DNA isolation for use in marker assisted
selection. African Journal of Biotechnology. 5(9):693-696. [internet].
45
van Pelt-Verkuil E, van Belkum A, Hays JP. 2008. Principles and technical
aspects of PCR amplification. Springer Science Business Media B.V. hlm
35. DOI:10.1007/978-1-4020-6241-4.
Villechanoux S, Garnier M, Renaud J, Bove JM. 1992. Detection of several strain
of the bacterium-like organism of citrus greening disease by DNA probes.
Current Microbiology. 24:89-95.
Wakman W, Kontong MS. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman
jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian
Pertanian. 19(2):38-42.
Warburton ML, Hoisington D. 2001. Applications of molecular markers technique
to the use of international germplasm collection. Di dalam: Henry RJ,
editor. Plant genotyping: the DNA fingerprinting of plants. Wallingford
(UK): CABI Publishing. hlm 89-93.
Whatman. 2002. FTA® protocols: collect, transport, archive and access nucleic
acids at room temperature. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2).
Tersedia pada www.laboplus.pl/images/.../fta/fta_protocols.pdf.
Whitelaw-Weckert MA, Curtin SJ, Huang R, Steel CC, Blanchard CL,
Roffy PE. 2007. Phylogenetic relationships and pathogenicity of
Colletotrichum acutatum isolates from grape in subtropical Australia. Plant
Pathology. 56(3):448-463. DOI:10.1111/j.1365-3059.2007.01569.x.
White TJ, Bruns T, Lee S, Taylor JW. 1990. Amplification and direct sequencing
of fungal ribosomal RNA genes for phylogenetics. Di dalam: Innis MA,
Gelfand DH, Shinsky JJ, White TJ, editor. PCR protocols: a guide to
methods and applications. Michigan University (US): Academic Pr. hlm
315-322.
Wijaya IN. 2003. Diaphorina citri KUW (Homoptera: Psyllidae): Bioteknologi
dan peranannya sebagai vektor penyakit CVPD (citrus vein phloem
degeneration) pada tanaman jeruk siam [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zekri M, Obreza TA. 2002. Micronutrient deficiencies in citrus: iron, zink, and
manganese. [internet]. (diunduh pada 2014 September 2). Tersedia pada:
http://edis.ifas.ufl.edu.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga contoh buah
cabai dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang
dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
Lampiran 2 Konsentrasi asam nukleat C. acutatum diisolasi dari tiga isolat dengan
metode kit komersial, FTA-card dan konvensional yang dihitung
dengan nanodrop-spektrofotometer
Lampiran 3 Konsentrasi asam nukleat P. sorghi diisolasi dari tiga contoh daun
jagung dengan metode kit komersial, FTA-card dan konvensional
yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
Lampiran 4 Konsentrasi asam nukleat Ca. L. asiaticus diisolasi dari tiga contoh
daun jeruk dengan metode kit komersial, FTA-card dan
konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230
(ng µL-1)
1 K1 55.98 1.12 0.54 2.08 1.5
1 K2 78.02 1.56 0.78 2.0 1.38
1 K3 19.35 0.39 0.22 1.81 1.05
2 Fs1-1 8.5 0.11 0.07 1.48 0.29
2 Fs1-2 18.2 0.36 0.26 1.41 0.21
2 Fs1-3 16.9 0.24 0.17 1.45 0.18
3 Fs2-1 12.2 0.59 0.39 1.5 0.27
3 Fs2-2 33.5 0.64 0.41 1.55 0.28
3 Fs2-3 30.6 0.22 0.15 1.5 0.18
4 Fs3-1 17.5 0.71 0.42 1.68 0.28
4 Fs3-2 63.0 0.58 0.38 1.51 0.26
4 Fs3-3 52.0 0.58 0.37 1.57 0.18
5 Fi1-1 18.9 0.38 0.28 1.37 0.41
5 Fi1-2 15.8 0.28 0.19 1.49 0.32
5 Fi1-3 23.4 0.42 0.30 1.41 0.49
6 Fi2-1 37.3 0.81 0.55 1.46 0.41
6 Fi2-2 30.4 0.82 0.57 1.45 0.32
6 Fi2-3 54.3 0.60 0.40 1.5 0.49
7 Fi3-1 60.6 1.09 0.82 1.33 0.39
7 Fi3-2 47.0 0.88 0.58 1.52 0.32
7 Fi3-3 80.5 0.68 0.44 1.54 0.49
8 Ko1 54.3 1.09 0.64 1.71 1.05
8 Ko2 482.9 15.48 8.55 1.81 1.38
8 Ko3 649.9 20.84 10.58 1.97 1.62
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
53
Lampiran 5 Konsetrasi asam nukleat BCMV diisolasi dari tiga contoh daun
kacang panjang dengan metode kit komersial, FTA-card dan
konvensional yang dihitung dengan nanodrop-spektrofotometer
No Contoh* Konsentrasi A260 A280 260/280 260/230
(ng µL-1)
1 K1 501.41 26.20 12.30 2.13 2.28
1 K2 392.2 7.17 3.45 2.08 2.06
1 K3 301.8 4.32 2.14 2.02 1.52
2 Fs1-1 20.4 0.41 0.28 1.49 0.22
2 Fs1-2 11.1 0.22 0.14 1.52 0.26
2 Fs1-3 32.9 0.66 0.39 1.69 0.22
3 Fs2-1 55.7 0.87 0.60 1.45 0.22
3 Fs2-2 22.1 0.99 0.60 1.64 0.24
3 Fs2-3 56.9 1.08 0.65 1.65 0.15
4 Fs3-1 60.9 1.50 1.01 1.49 0.22
4 Fs3-2 31.9 1.09 0.67 1.63 0.26
4 Fs3-3 92.4 1.45 0.88 1.65 0.2
5 Fi1-1 44.8 0.90 0.62 1.45 0.57
5 Fi1-2 30.7 0.62 0.43 1.43 0.89
5 Fi1-3 40.1 0.81 0.50 1.63 0.7
6 Fi2-1 86.3 1.62 1.06 1.53 0.55
6 Fi2-2 67.4 1.38 0.93 1.49 0.47
6 Fi2-3 74.5 1.58 1.10 1.44 0.67
7 Fi3-1 125.1 2.02 1.42 1.42 0.56
7 Fi3-2 102.5 2.64 1.58 1.67 0.61
7 Fi3-3 110.5 1.82 1.16 1.57 0.72
8 Ko1 447.0 8.9 4.73 1.88 0.37
8 Ko2 716.21 13.36 7.46 1.79 0.3
8 Ko3 336.4 6.77 3.70 1.83 0.38
Keterangan * K = metode kit, Fs = metode FTA-card standar, Fi = metode FTA-card modifikasi
dengan microwave/dengan GES, Ko= metode konvensional.
54
Lampiran 6 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga
contoh buah cabai
Lampiran 7 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi C. acutatum pada tiga
contoh isolat
Lampiran 8 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi P. sorghi pada tiga
contoh daun jagung
Lampiran 9 Berat DNA total untuk ketiga metode isolasi Ca. L. asiaticus pada
tiga contoh daun jeruk
Lampiran 10 Berat RNA total untuk ketiga metode isolasi BCMV pada tiga
contoh daun kacang panjang
Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat C. acutatum pada buah
terhadap ketiga metode isolasi
Sumber keragaman db
Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 226.68 75.56 8.55* <0.007
Galat 8 70.70 8.84
Total 11 297.38
Keterangan * = nyata pada taraf 5%
Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh berat asam nukleat BCMV terhadap ketiga
metode isolasi
Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung P-Value
Kuadrat Tengah
Metode 3 867 289 2.11* <0.178
Galat 8 1097 137
Total 11 1964
Keterangan * = tidak nyata pada taraf 5%
59
RIWAYAT HIDUP