OLEH:
NAMA: AGUNG
STAMBUK: D1F119
KELAS : Ptp A
Pembahasan:
Keungulan Keungulan dari penelitian ini yaitu tidak memakan waktu yang cukup lama juga
Penelitian penelitian ini dapat memberiakan pemahan mengenai metode yang digunakan
pada pemilihan primer RAPD pada PCR terhadap tanaman kamboja
Kelemahan Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak dicantumkan metode pengumpulan
penelitian data dan analisis data.
Kesimpulan Ekstraksi DNA dari daun kamboja yang dikeringkan dengan silica gel setelah
purifikasi menggunakan NucleoSpin® Gel dan PCR Clean Up Kit memiliki
konsentrasi DNA berkisar antara 33-267 ng/µl. Pada reaksi PCR-RAPD primer
UBC-127, UBC25, dan OPH-06 berhasil mengamplifikasi DNA tanaman kamboja
sehingga dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
REVIEW JURNAL 2
Judul :OPTIMALISASI EKSTRAKSI DNA DAN PCR-RAPD PADA Grevillea spp.
(PROTEACEAE)
Jurnal : JURNAL BIOLOGI
Volume dan : Vol.13,No.1,Hal 12-16
Halaman
Tahun : 11 Mey 2009
Penulis : Pharmawati
Reviewer : ANGUNG
Tanggal : 8 Desember 2012
Tujuan Penelitian ini bertujuan menentukan metode untuk mendapatkan DNA dengan
Penelitian berat molekul tinggi dari daun Grevillea serta menentukan kondisi optimum
untuk reaksi PCR-RAPD
Latar Belakang Ekstraksi DNA merupakan prosedur rutin dalam analisis molekuler. Masalah-
masalah dalam ekstraksi DNA masih merupakan hal penting yang perlu diatasi.
Jumlah dan kualitas DNA hasil ekstraksi bervariasi tergantung dari spesies
tanaman sehingga mempengaruhi analisis lebih lanjut seperti hibridisasi DNA,
pemotongan DNA dengan enzim restriksi maupun analisis dengan polymerase
chain reaction (PCR). Random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan
salah satu marka molekuler berbasis PCR yang banyak digunakan dalam
mengidentifikasi keragaman pada tingkat intraspesies maupun antarspesies
Teknik ini mendeteksi polimorfisme ruas nukleotida pada DNA dengan
menggunakan sebuah primer tunggal yang memiliki rangkaian nukleotida acak.
Pada reaksi PCR-RAPD ini, sebuah primer menempel pada DNA genomik pada
dua tempat berbeda dari DNA komplementer. Jika tempat penempelan primer
ini berada pada daerah yang dapat diamplifikasi, maka hasil DNA tertentu dapat
dihasilkan melalui amplifikasi siklus termal.
Grevillea merupakan anggota famili Proteaceae dan merupakan genus
terbesar dalam famili tersebut (Makinson, 2000). Analisis molekuler genus ini
belum banyak dilaporkan sehingga penelitian kearah genetika molekuler perlu
dilakukan. Tetapi, komposisi senyawa yang tepat pada daun Grevillea belum
diketahui, sehingga hasil ekstraksi DNA dapat berpengaruh terhadap hasil PCR.
Pada penelitian ini optimalisasi ektraksi DNA dilakukan dengan memodifikasi
metode ekstraksi. Selain itu dilakukan optimalisasi PCR-RAPD dengan melakukan
variasi pada konsentrasi komponen reaksi seperti konsentrasi DNA cetakan,
primer, MgCl2 maupun jumlah siklus termal untuk menghasilkan pola-pola PCR-
RAPD yang dapat dipercaya untuk analisis keanekaragaman dan hubungan
kekerabatan.
Subjek Subjek pada penellitian ini adalah Grevillea spp. (PROTEACEAE) dengan teknik
Penelitian optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD.
Metode Metode dari penelitian ini adalah Modifikasi dari metode ekstraksi DNA standar
Penelian dari Doyle dan Doyle dengan peningkatan konsentrasi EDTA (50 mM),
penambahan 2% (v/v) 2-mercaptoethanol, serta inkubasi selama 14-16 jam pada
suhu 55oC menghasilkan DNA dengan kualitas yang baik dan konsisten.
Amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR-RAPD yang efisien dan konsisten
dapat diperoleh dengan kondisi komponen reaksi yang ideal .
Metode -
Pengumpulan
Dan Analisis
Data
Langkah- Langkah-langka yang dilakukan dalam penelitian ini yang pertama Ekstraksi
Langkah DNA,Langkah selanjutnya yaitu Visualisasi dan Penentuan Konsentrasi DNA dan
Penelitian Langkah yang terakhir adalah RAPD.
Hasil Tabel 1.Primer yang digunakan dan urutan basa primer
Penelitian
Nama Primer Urutan basa (5-3)
OPC6 GAACGGACTC
OPC8 TGGACCGGTG
OPC18 TGAGTGGGTG
OPD7 TTGGCACGGG
OPD11 AGCGCCATTG
OPD18 GAGAGCCAAC
Pembahasan:
Keberhasilan ekstraksi DNA dipengaruhi oleh jenis tanaman serta kandungan
yang terdapat pada daun tanaman tersebut. Komposisi dinding sel dan
komponen lain pada daun Grevillea belum diketahui. Inkubasi pada suhu 55oC
selama 14-16 jam memaksimalkan keluarnya DNA dari sel sehingga DNA
diperoleh dari tiap sampel secara konsisten. Semua komponen PCR yang diuji
pada Grevillea berpengaruh terhadap pola-pola PCR-RAPD yang dihasilkan. Pada
konsentrasi DNA rendah (10 ng sampai 25 ng), PCR menghasilkan pola yang
konstan, tetapi saat konsentrasi DNA dinaikkan menjadi 45 ng, terdapat band
DNA yang tidak teramplifikasi. Beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang
berlawanan yaitu rentang konsentrasi DNA cetakan dalam PCR-RAPD sangat luas
dan pola-pola DNA yang dihasilkan relatif konstan.
Pada penelitian ini, adanya band yang tidak muncul pada konsentrasi DNA di
atas 25 ng dapat disebabkan tidak menempelnya primer pada situs penempelan
primer. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah kualitas DNA yang kurang
baik Konsentrasi primer berpengaruh terhadap intensitas produk PCR-RAPD
pada Grevillea. Pada tiga konsentrasi primer yang diuji (2.5 pmol, 5 pmol dan 7.5
pmol), konsentrasi primer 5 pmol dan 7.5 pmol memberikan hasil yang sama dan
memiliki intensitas band yang lebih jelas dibandingkan konsentrasi primer 2.5
pmol. Menurut Padmalatha dan Prasad (2006) dan Harini et al (2008)
konsentrasi primer yang terlalu rendah atau yang terlalu tinggi menyebabkan
tidak terjadinya amplifikasi.
Hal lain yang mempengaruhi produk RAPD adalah siklus termal yang
digunakan. Jumlah siklus dapat mengubah pola-pola DNA produk RAPD.
Denaturasi awal pada suhu 95oC berfungsi memisahkan utas ganda DNA serta
membuat protease menjadi tidak aktif. Suhu penempelan primer 35oC sampai
36oC direkomendasikan oleh Operon Technologies, sedangkan suhu
pemanjangan 72oC selama 2 menit cukup untuk mengamplifikasi produk yang
berukuran besar (sampai 4 kb). Pada penelitian ini peningkatan jumlah siklus
termal secara umum menyebabkan peningkatan intensitas band produk RAPD.
Tetapi perubahan intensitas band juga tergantung pada primer yang digunakan.
Beberapa primer memberikan hasil yang sama baik pada penggunaan siklus
termal 40 x maupun 45 x. Jumlah siklus 40 x, dipilih sebagai jumlah siklus optimal
untuk meminimalkan amplifikasi produk RAPD yang tidak spesifik. Dengan
menggunakan kondisi PCR 10 ng DNA, 5 pmol primer, 2.5 mM MgCl2 serta
jumlah siklus termal 40 siklus diperoleh amplifikasi fragmen DNA yang optimum
dan konsisten. Hasil ini dapat dimanfaatkan untuk karakterisasi molekuler
maupun perbaikan genetik pada Grevillea.
Keungulan Keungulan dari penelitian ini yaitu peneliti dapat merasakan secara langsung
Penelitian manfaat dari penelitian yang telah dillakukan mengenai optimalisasi ekstraksi
DNA dan PCR-RAPD pada grevillea ssp baik dari segi ilu maupun dari prosedur
uji.
Kelemahan Kelemahan dari penelitian mengenai grevillea dengan mengunakan teknik PVR
penelitian ini yaitu metode penggumpulan dan analisis data tidak dijelaskan.
Kesimpulan Modifikasi metode standar ekstraksi DNA diperlukan pada ekstraksi DNA dari
daun tanaman yang mengandung banyak polisakarida atau metabolit sekunder.
Pada Grevillea, ekstraksi DNA dengan memodifikasi metode Doyle dan Doyle
(1990) dengan konsentrasi EDTA 50mM dan penambahan 2% (v/v) 2-
mercaptoethanol serta inkubasi pada suhu 55C selama 14-16 jam menghasilkan
DNA dengan berat molekul yang tinggi dengan kualitas yang baik dan konsisten.
Pada Grevillea, kondisi optimum untuk PCRRAPD adalah menggunakan
konsentrasi DNA 10ng, konsentrasi primer 5 pmol, konsentrasi MgCl2 2.5 mM
dan jumlah siklus termal 40x. Kondisi ini menghasilkan band dengan intensitas
yang baik serta pola-pola band RAPD yang konsisten.
REVIEW JURNAL 3
Judul : DETEKSI BEGOMOVIRUS PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST
DAN TEKNIK PCR
Jurnal : J. Agroland
Volume dan :Vol.17,No.2 ,Hal. 101 – 107
Halaman
Tahun : Agustus 2010
Penulis : S. Mudmainahdan Purwanto
Reviewer :AGUNG
Tanggal :8 Desember 2021
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari gejalah yang muncul
Penelitian dilapangan yang disebabkan oleh begomovirus atau virus lainya serta tujuan
lainya yaitu untuk mempelajari dan mendeteksi gejala yang muncul dilapangan
melalui teknik I-ELISA test dan PCR.
Latar Belakang Di Indonesia penyakit daun keriting kuning pada tanaman cabai pertama kali
dilaporkan tahun 1999 di Jawa Barat, penyebabnya adalah geminivirus dari
genus begomovirus (Hidayat et al.,1999) dan telah menyebar dengan cepat ke
berbagai sentral tanaman cabai di Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jateng, penyakit yang sama telah meresahkan petani dan sangat mempengaruhi
produksi cabai (Sulandari, 2004) .
Gejala penyakit pada tanaman cabai berupa bercak kuning di sekitar tulang
daun, kemudian tampak vein clearing yang berkembang menjadi warna kuning
sangat jelas, tulang daun menebal dan helai daun menggulung ke atas (cupping).
Gejala lanjut penyakit ini menunjukan daun-daun muda menjadi kecil-kecil, helai
daun berwarna kuning cerah atau hijau muda yang berseling dengan warna
kuning dan cerah yang akhirnya tanaman kerdil (Sulandari et al., 2001). Penyakit
begomovirus berdasarkan International Committee on Taxonomy of Virus (ICTV)
2005 termasuk dalam famili geminiviridae, famili ini dibedakan menjadi empat
genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus (Hull, 2002).
Genus begomovirus dicirikan dengan tipe Bean golden mosaic virus, struktur
genomnya bipartit/monopartit, inangnya tanaman dikotil dan vektornya Bemisia
tabaci Genn (Castilo et al. 1998). Berdasarkan kesamaan sekuen DNA-nya
begomovirus cabai Indonesia dibawah 90% dari spesies begomovirus yang sudah
dilaporkan sebelumnya di Gen Bank, spesiesnya diberi nama Pepper Yellow Leaf
Curl Virus (Pep YLCIDV) (Sukamto, 2005). Penyakit ini merupakan jenis penyakit
virus yang menyerang tanaman dengan kisaran inang cukup luas meliputi
tanaman budidaya maupun gulma di sekitar tanaman, infeksi pada jaringan
inang hanya dilakukan oleh serangga vektor (B. tabaci), satu vektor yang
viruliferous dilaporkan mampu menularkan virus (Aidawati et al. 2002).
Subjek Subjek dari penelitian ini adalah Cabai Merah dimana akan dilakukan
Penelitian pendeteksian begomovirus dengan menggunkan I-ELISA TEST menggunakan
teknik PCR
Metode Metode yang digunakan dari penellitian ini menggunakan metode polysyrene
Penelian microtitre plate (Nunc-Immuno-Plate, Intermed). Antigen penguji terdiri dari
ekstrak daun sakit yang diambil sebagai sampel. Pengujian dilakukan dengan
Jntibody yang telah dimurnikan.
Metode -
Pengumpulan
Dan Analisis
Data
Langkah- Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua langkah dimana
Langkah Deteksi Begomovirus secara ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)dan
Penelitian medeteksi Begomovirus secara PCR (Polymerase Chain Reactionsdan) .
Hasil Tabel 1.Variasi gejalah pada berbagai kultivar cabai :
Penelitian
Kultivar Variasi Gejalah Gejala dominana
yang muncul
Supersamas mc,mf, hj,vc Mc
Tampar ku,hj,vc, dk Kj
Deprok ku,cp,tb, kd,m Ku
Semarangan kr,mc,vc,tb Kr
Krida -99 mc,ku,vc,hj Mc
Kado-99 mc,vc, cp, dh, ku hj Kj
Ket: mc: daun mosaik, vc: vein clearing, kj: kuning dan warna hijau sedikit di
jaringan sekitar tulang daun seperti jala, cp: cupping, dk: daun kecil, ku: warna
kuning, hj: warna daun hijau, dk hj : daun kecil hijau, tb: tulang daun menebal,
kr: daun keriting dan bergelombang, kd: kerdil, mf: malformasi.
Pembahasan:
Gejala Penyakit. Hasil penelitian diketahui bahwa tanaman cabai yang terinfeksi
oleh Begomovirus pada umumnya menunjukkan gejala berupa helaian daun
tampak vein clearing yang berkembang menjadi warna kuning sangat jelas,
tulang daun menebal dan melengkung keatas (cupping) pada gejala lanjut, daun-
daun muda menjadi kecil-kecil, helai daun bewarna kuning cerah atau hijau
muda yang berseling dengan warna kuning cerah, dan tanaman menjadi kerdil
selain gejala diatas ditemukan beberapa variasi gejala, yang dapat dikelompokan
menjadi empat seperti yang tampak pada Gambar.1 yaitu : A) warna daun hijau,
keriting, kaku, tulang daun menebal, daun-daun kelihatan bertumpuk dan
bergelombang, B) warna daun hijau, mengkerut, tulang daun menebal, mosaik,
beberapa daun menggulung ke atas dan ke bawah dan vein clearing, C) warna
daun dominan kuning keputihan, vein clearing, tepi daun menggulung ke atas
(cupping), tulang daun terdapat bercak hijau warna daun dominan kuning
kehijauan, ukuran daun mengecil, tulang daun menebal, malformasi dan
tanaman kerdil. Berdasarkan variasi gejala yang muncul diketahui bahwa semua
galur cabai yang di uji dapat terinfeksi oleh Begomovirus. Adanya respon yang
berbeda pada masingmasing galur cabai diduga dipengaruhi oleh kerentanan
galur tersebut terhadap virus maupun serangga vektornya. Variasi gejala ini
dipengaruhi oleh faktor tanaman seperti umur, kultivar dan genotip tanaman
selain itu adanya faktor lingkungan seperti tingkat kesuburan tanah dan iklim
sekitar tanaman. , 1992). Berdasarkan variasi gejala yang muncul dapat
dikatakan bahwa semua kultivar cabai yang di uji dapat terinfeksi oleh
Begomoviru.
Judul : Teknik PCR Kualitatif untuk Deteksi Produk Rekayasa Genetika Jagung Event
BT11 dan GA21
Jurnal : Jurnal AgroBiogen
Volume dan : Vol. 11,No.2:65–72
Halaman
Tahun : 12 Juni 2015
Penulis : Bahagiawati, Reflinur dan Tri J. Santoso
Reviewer :AGUNG
Tanggal :8 Desember 2021
Tujuan Penelitian ini bertujuan membandingkan dan mendapatkan teknik yang akurat
Penelitian dan efisien untuk deteksi tanaman jagung BT11 dan GA21 berdasarkan teknik
PCR, baik secara tunggal (simpleks) maupun ganda (dupleks).
Latar Belakang Sejak tahun 1996 hingga kini, pemanfaatan tanaman produk rekayasa genetika
(PRG) telah berkembang dengan pesat di dunia (James, 2013). Di berbagai
negara, termasuk Indonesia, untuk mendapatkan izin edar, baik untuk ditanam
(benih), pangan maupun pakan, tanaman PRG tersebut harus lolos pengkajian
keamanan hayati yang berupa persetujuan keamanan (approval) lingkungan,
pangan, dan pakan. Di Indonesia, peraturan tentang pengkajian keamanan
produk PRG telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (Bahagiawati dan
Herman, 2008; Herman, 2008).
BT11 merupakan tanaman jagung PRG tahan (resisten) terhadap hama
Lepidoptera, terutama hama penggerek batang jagung. Ketahanan tersebut
dikarenakan adanya sisipan gen interes cryIAb yang diapit oleh promotor 35S
CaMV dan terminator nos serta dikombinasikan dengan sisipan gen interes
phosphinothricin-N-acetyltransferase (PAT) untuk ketahanan terhadap herbisida
glufosinat (Gambar 1). Nama dagangnya adalah Agrisure® CB/LL. Tanaman BT11
ini telah dilepas dan ditanam pertama kali pada tahun 1996 di Amerika Serikat.
Kini telah ada 17 negara yang menanam jagung BT11 ini. Negara yang
menyetujui (approval) BT11 untuk pangan ada 18 negara, termasuk Indonesia
(CERA, 2014). GA21 merupakan jagung PRG yang mempunyai sifat toleran
herbisida glifosat karena mengandung gen enolpyruvylshikimate-phosphate
synthase (EPSPS) yang menyandi pembentukan protein/enzim 5-
enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase. Gen sisipan EPSPS ini diapit oleh
promotor rice-actin 1 dan terminator nos yang dilengkapi dengan sekuen intron
yang memberikan toleransi terhadap herbisida glifosat .
Jagung GA21 ini pertama kali dilepas pada tahun 1997 di Amerika Serikat dan
sekarang telah ada tujuh negara penanam jagung ini. Jagung ini telah disetujui
(approval) untuk pangan di enam belas negara, termasuk Indonesia. Nama
dagang jagung GA21 adalah Agrisure® GT (CERA, 2014).
Subjek Subjek dari penelitian ini adalah Jagung (Zea mays) untuk di Deteksi Produk
Penelitian Rekayasa Genetikanya dengan Event BT11 dan GA21 mengunakan teknik PCR
kuantitatif
Metode Metode yang digunakan pada penelitian ini ada dua diantaranya yaitu metode
Penelian simpleks dan dupleks.
Metode
Pengumpulan -
Dan Analisis
Data
Langkah- Langkah-langkah dalam melakukan penelitian mengenai deteksi reskayasa
Langkah genetika jagung ada empat Langkah yakni yang pertama isolasi DNA setelah
Penelitian dilakukanya isolasi DNA maka di ujji mengunakan teknik PCR simplesk(tunggal)
lalu dilanjutkan dengan uji mengunakan teknik PCR dupleks(ganda) dan yang
terakhir melakukan elektroforesi Gel.
Hasil Tabel 1.Deskripsi jagung PRG event BT11 dan GA21
Penelitian
Nama Promotor Terminato Gen interes Sifat yang
event r diberikan
BT11 35S CaMV Nos cry1Ab Tahan hama
penggerek
batang
jagung
GA21 rice-actin Nos -phosphinothricin -Toleran
1 acetyl transferase herbisida
(PAT) glufosinat
-enolpyruvylshikimate- -Toleran
phosphate synthase herbisida
(EPSPS) glifosat
Tabel 2.Sekuen primer yang digunakan untuk deteksi event jagung spesifik BT11
dan GA21
Sekue Asal Primer Sekuen(5-3) Produk Pustaka
n pb
target
zein Jagung Zein-F GACATTGTGG Gurakan et
CATCATCTT 277 al. (2011)
ZeinR AGTGCGACCCATA
TTCCAG
P-35S Agrobacterium P35S-F GATAGTGGGAT Gurakan et
CaMV tumefaciens TGTGCGTC 195 al. (2011)
P35S-R GCTCCTACAA
ATGCCATCA
T-nos Agrobacterium Tnos-F GAATCCTGT Randhawa
tumefaciens TGCCGGTCTTG 180 dan Firke
Tnos-R TTATCCTAGTTT (2006)
GCGCGCTA
cryIAb Bacillus BT11-F CCATTTTTCAG Matsuoka
thuringiensis CTAGGAAGTTC 110 et al.
BT11-R TCGTTGATGTTK (2001)
GGGTTGTTC
EPSPS Jagung GA21-F ACGGTGGAAGA Matsuoka
GTTCAATGTATG 270 et al.
GA21-R TCTCCTTGAT (2001)
GGGCTGCA
Pembahasan:
Hasil amplifikasi PCR pada DNA sampel-sampel uji menggunakan primer kontrol
internal, primer universal, dan primer spesifik telah menghasilkan amplikon
dengan ukuran seperti yang diharapkan (Gambar 2 dan 3). Amplifikasi PCR
menggunakan primer kontrol internal Zein menghasilkan amplikon berukuran
277 bp pada semua sampel, yaitu NK11 (jagung non-PRG), GA21, dan BT11,
kecuali sampel air (Gambar 2A). Hasil ini menunjukkan bahwa DNA sampel yang
digunakan untuk analisis memang benar berasal dari jagung. Seperti diketahui,
gen zein hanya terdapat pada tanaman jagung sehingga apabila didesain
pasangan primer yang berasal dari sekuen gen ini, akan dihasilkan amplikon
hanya pada sampel DNA yang berasal dari jagung. Jadi, kontrol internal Zein ini
spesifik untuk mendeteksi jagung dan disertakan dalam penelitian ini untuk
memastikan dan menjamin bahwa sampel yang dideteksi memang berasal dari
jagung. Penggunaan primer kontrol internal ini akan menjadi hal yang
sangat penting, terutama jika sampel yang dianalisis berupa tepung atau hasil
proses yang bahan dasarnya mungkin tidak diketahui atau telah dicampur
dengan bahan dasar lain.
Amplifikasi PCR menggunakan primer universal, yaitu untuk deteksi
promotor 35S CaMV dan terminator nos, juga telah menghasilkan amplikon yang
masing-masing berukuran 195 bp dan 180 bp (Gambar 2B dan 2C). Hasil
amplifikasi dengan primer P-35S CaMV menunjukkan bahwa hanya sampel DNA
jagung BT11 saja yang menghasilkan pita DNA, sedangkan dua sampel lain NK11
(non-PRG) dan GA21, serta air menunjukkan hasil negatif atau tidak
menghasilkan amplikon (Gambar 2B). Promotor 35S dari CaMV merupakan
promotor konstitutif yang banyak dipakai untuk gen-gen interes pada produk-
produk rekayasa genetika, salah satunya pada event BT11 (Gambar 1). Namun
demikian, terdapat beberapa jenis promotor lain yang juga digunakan dalam
perakitan tanaman produk rekayasa genetika, sebagai contoh promotor rice
actin yang digunakan pada event GA21. Oleh karena itu, deteksi PRG
menggunakan primer P-35S CaMV menunjukkan hasil positif pada jagung event
BT11 dan negatif pada event GA21. Sementara, sampel jagung NK11 (non-PRG)
menunjukkan hasil negatif karena memang tidak ada transgen yang disisipkan
pada jagung tersebut.
Judul : Cara Preservasi Fitoplasma dari Jaringan Kacang Tanah Bergejala Sapu untuk
Deteksi DNA dengan Teknik PCR
Jurnal :Fitopatologi Indonesia
Volume dan : Vol.13, No.2.Hal 43-50
Halaman
Tahun : Maret 2017
Penulis : Siska Irhamnawati Pulogu, Kikin Hamzah Mutaqin dan Giyanto
Reviewer :AGUNG
Tanggal :9 Desember 2021
Tujuan Penelitian bertujuan mengevaluasi cara preservasi jaringan tanaman bergejala
Penelitian sapu sehingga tetap diperoleh DNA yang layak dalam deteksi fitoplasma dengan
PCR standar yang dilanjutkan dengan nested-PCR.
Latar Belakang Di Indonesia fitoplasma telah menginfeksi beberapa tanaman penting seperti
kacang tanah yang dapat menurunkan bobot polong sebesar 41-100% (Nugroho
et al. 2000). Selain itu, fitoplasma terdeteksi menyebabkan penyakit daun putih
rumput bermuda, penyakit kuning bambu, penyakit daun kecil ubi jalar, dan
penyakit sapu/proliferasi mosaik kaktus (Mutaqin et al. 2003)
Polymerase Chain Reaction (PCR) ialah teknik molekuler yang umum
digunakan dalam deteksi dan identifikasi fitoplasma. Penyediaan contoh
tanaman yang tetap segar sangat penting untuk isolasi DNA total. Faktor jarak
jauh atau waktu yang lama dalam pengiriman contoh segar menjadi kendala
dalam isolasi DNA karena deteriorasi jaringan dapat terjadi secara cepat dan
munculnya senyawa inhibitor yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas
DNA dalam syarat teknik PCR (Nejat dan Vadamalai 2013). Titer fitoplasma
dalam jaringan sangat rendah sehingga DNA yang diisolasi seringkali belum
cukup dalam PCR standar untuk menghasilkan amplikon yang terlihat jelas. Oleh
karena itu, modifikasi PCR untuk meningkatkan kemampuan deteksinya dengan
PCR bersarang (nested-PCR) menggunakan pasangan primer untuk reamplifikasi
DNA sasaran secara internal dalam wilayah sasaran PCR standar diperlukan
(Gundersen dan Lee 1996). Penelitian bertujuan mengevaluasi cara preservasi
jaringan tanaman bergejala sapu sehingga tetap diperoleh DNA yang layak dalam
deteksi fitoplasma dengan PCR standar yang dilanjutkan dengan nested-PCR.
Subjek Subjek dari peenlitian ini adalah jaringan kacang tanah yang bergejalah supu
Penelitian untuk dideteksi DNA nya dengan Teknik PCR
Metode Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini preservasi fitoplasama
Penelian pada tanaman kacang tanah untuk dideteksi DNA nya menggunkan Teknik PCR.
Metode -
Pengumpulan
Dan Analisis
Data
Langkah- Adapun Langkah-langkah yang harus diperhataikan dalam penelitian ini yaitu :
Langkah Penyediaan dan Preservasi Tanaman Sakit
Penelitian Isolasi DNA dari Jaringan Tanaman Sakit dan Pengukuran DNA
Amplifikasi DNA dengan PCR dan NestedPCR
Hasil Infeksi fitoplasma pada tanaman dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
Penelitian hormon seperti peningkatan sepuluh kali lipat indole-3acetic acid (IAA).
Selanjutnya fitoplasma mepengaruhi fungsi jaringan floem dalam mengangkut
hasil fotosintesis. Hasil fotosintesis menumpuk pada kloroplas dan terjadi
peningkatan konsentrasi gula pada daun sehingga menyebabkan gangguan
fisiologi pada tanaman yang ditandai dengan gejala–gejala khas. Gejala khas
pada tanaman yang terinfeksi fitoplasma meliputi proliferasi tunas kecil pada
ketiak cabang, phyllody (pembentukan daun dari struktur bunga), kerdil, dan
pemanjangan ruas batang yang abnormal (Bertaccini et al. 2014).
Preservasi jaringan tanaman kacang tanah bergejala penyakit sapu pada
berbagai kondisi waktu dipengaruhi oleh suhu dan medium.
Suhu diduga merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi perubahan
jaringan tanaman. Hal ini dibuktikan dengan semakin tinggi suhu maka semakin
cepat proses kerusakan jaringan tanaman yang disimpan. Begitupun sebaliknya,
semakin rendah suhu maka semakin lama proses terjadinya kerusakan sehingga
contoh masih terlihat segar selama waktu tertentu. Suhu yang sangat rendah
dapat secara efektif menghentikan pertumbuhan dan perkembangan biologi
dalam sel sehingga keutuhan sel-sel terjaga dalam jangka panjang (Zeliang dan
Pattanayak 2012). Suhu yang rendah menimbulkan sel-sel dalam jaringan
membeku sehingga proses metabolisme semua sel hidup terhenti. Jaringan daun
terinfeksi fitoplasma yang disimpan selama 32 hari pada suhu -20 °C masih
dalam keadaan segar. Adapun penyimpanan contoh pada suhu 4 °C dalam waktu
lama dapat mengakibatkan perubahan jaringan tanaman dan meningkatkan
infeksi berbagai patogen sehingga sulit digunakan untuk deteksi DNA fitoplasma
(Wongwarat et al. 2011).
Medium penyimpanan bufer PGB pada suhu rendah (-20 °C dan 4 °C) dan
bufer CTAB pada suhu standar (25 °C) cukup efektif mempertahankan keawetan
contoh selama proses penyimpanan. Bufer PGB yang mengandung senyawa
polyvinylpyrrolidone (PVP), asam askorbat (AA), dan bovine serum albumin (BSA)
serta sukrosa diduga dapat mencegah munculnya senyawasenyawa kontaminan
perusak sel dalam jaringan tanaman dan menstabilkan DNA. Adapun bufer CTAB
mengandung senyawasenyawa yang dapat mencegah munculnya senyawa
kontaminan perusak DNA. Menurut Hodkinson et al (2007) penyimpanan contoh
menggunakan bufer CTAB dapat mencegah terjadinya antioksidan dengan
merusak enzim yang menghasilkan senyawa kontaminan dalam jaringan
sehingga kehomogenan jaringan tanaman terjaga dan tidak mengalami
kerusakan.
Keungulan Keunggualan dari penelitian ini yaitu mamfaatnya dapat dirasakan secara
Penelitian lamgsung dalam pemebelajaran ,juga dalam penelitian ini tidak memakan
wakktu yang cukukp lama.
Kelemahan Kekuranganya penjelasan metode pengumpulan dana analissi datanya tidak
penelitian dijelaskan dalam penelitian ini .
Kesimpulan Hasil deteksi Visualisasi fragmen DNA fitoplasma menggunakan primer P1/P7
hasil deteksi awal penyakit sapu tanaman kacang tanah. M, Penanda 1 Kb; KP,
kontrol positif; KT–1 s/d KT–10, tanaman kacang tanah terinfeksi fitoplasma.
Visualisasi fragmen DNA fitoplasma menggunakan primer P1/P7 hasil deteksi
awal penyakit sapu tanaman kacang tanah. M, Penanda 1 Kb; KP, kontrol positif;
KT–1 s/d KT–10, tanaman kacang tanah terinfeksi fitoplasma.