Anda di halaman 1dari 12

RAPD

LIFIE D P O LY M O R PHIC D N A
RANDOM AMP
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)

Random amplified polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu sistem


deteksi molekuler yang berbasis PCR, salah satu teknik molekuler untuk
mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada penggandaan DNA. RAPD
juga merupakan penanda DNA yang memanfaatkan primer acak
oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom
organisme (cheema dan pant. 2013).
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)
Prinsip kerja dari metode PCR RAPD adalah mengaplikasikan PCR
dengan cara mengamplifikasi urutan nukleotida dengan menggunakan
primer acak. Primer yang digunakan adalah oligonukleotida yang terdiri
dari 5–10 nukleotida. Keunggulan dari teknik PCR RAPD adalah hanya
dibutuhkan kuantitas sampel DNA yang sedikit, hemat biaya, mudah
dipelajari, dan primer yang mudah didapatkan. Sedangkan kelemahannya
adalah tingkat reproduksibilitasnya rendah, sensitif terhadap variasi
konsentrasi DNA, dan memerlukan optimasi suhu dan primer pada saat
pengujian  (azrai, 2005; mcpherson & møller, 2006). 
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)
Metode RAPD merupakan metode yang menggunakan oglionukleotida tunggal
pendek (primer), sepanjang 10-12 basa, untuk membentuk fragmen-fragmen DNA.
Metode RAPD memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi sekuen DNA yang
komplementer terhadap primer. Sekuen DNA yang komplementer dengan primer
akan terhibridisasi secara acak (random), selanjutnya dilakukan perbanyakan
(amplified) terhadap sekuen-sekuen DNA komplementer tersebut. Tahap
selanjutnya yaitu melakukan elektroforesis pada agarose atau polyacrilamide gel
untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukurannya. Kemudian dilakukan
pewarnaan dengan ethidium bromide dan fragmen-fragmen DNA akan terlihat jika
disinari dengan sinar UV.
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)
Metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada individu
dengan primer tunggal. Variasi band yang terlihat umumnya disebut
random amplified polymorphic DNA (RAPD) bands. Polimorphisme akan
terlihat dan selanjutnya bisa digunakan sebagai marka genetik.
Pemanfaatan metode RAPD antara lain untuk deteksi polimophisme
sekuens DNA, pemetaan genetik berbagai populasi, keragaman genetik,
dan identifikasi varietas serta analisis asal-usul organisme (filogenetik).
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)
Beberapa faktor yang mempengaruhi reproduksibilitas reaksi PCR
RAPD adalah kualitas dan kuantitas DNA, buffer PCR, konsentrasi mgcl2,
rasio primer terhadap template, suhu annealing, enzim taq polimerase,
dan mesin PCR yang digunakan. Namun untuk mengurangi hal tersebut
dapat diatasi dengan  memenuhi standar protokol ekstraksi DNA untuk
meminimalisir kontaminan, melakukan optimasi, melakukan seleksi
primer dengan reproduksibilitas pita yang tinggi, dan menggunakan
bahan PCR yang terpercaya (wolff et al., 1993; semagn et al., 2006).
RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)
Banyak aplikasi analisis RAPD sangat membantu memecahkan masalah taksonomi dan biologi populasi organisme. RAPD
digunakan untuk :
• pendeteksian polimorfisme pada parasitoid
• Pola pewarisan dengan marker RAPD
• Pemeriksaan asal populasi
• Pemetaan genom local dan global suatu spesies
• Asal geografi seranggga hama
• Diagnosis spesies yang saling berhubungan
• Menentukan berapa banyak spesies yang dikumpulkan di suatu daerah
• Membantu mengenal karakter morfologi untuk membedakan bermacam-macam spesies.
• Membantu menetapkan suatu spesies
• Mengiidentifikasi etahui keanekaragaman genetic suatu organisme
• Konstruksi peta genetic suatu organisme
Metode Kerja RAPD (Random
Amplified Polymorphic DNA)
Setiap tabung PCR berisi 12,5 ml larutan reaksi PCR. Komponen reaksi PCR seperti yang terdapat
pada tabel 2. Pembuatan komponen reaksi PCR tersebut dilakukan secara hati-hati dan cepat di dalam
wadah berisi es untuk menjaga keefektifan kerja beberapa zat yang digunakan seperti dntps dan
enzim taq polimerase yang mudah rusak.
Selanjutnya, tabung yang sudah berisi komponen reaksi dimasukkan ke dalam alat dna thermal
cycler yang telah dinyalakan sebelumnya selama 30 menit. Karena alat sudah diprogram sebelumnya,
maka alat dapat langsung digunakan. Alat thermal cycler melakukan proses amplifikasi pada suhu 94°C
untuk denaturasi awal selama 2 menit terhadap DNA sampel, kemudian dilanjutkan dengan 45 siklus
yang diawali dengan denaturasi pula pada 94°C selama 1 menit, annealing (penempelan primer)
dilakukan pada suhu 34°C selama 1 menit, dilanjutkan dengan polimerisasi pada suhu 72°C selama 2
menit. Rangkaian proses dari denaturasi sampai polimerisasi disebut dengan satu siklus. Pada siklus
yang terakhir dilakukan inkubasi pada suhu 72°C selama 5 menit.
Tabel : Komposisi reaksi PCR RAPD

Larutan stok Konsentrasi akhir Volume ½ reaksi (ml)

DNA 1 ml

Buffer PCR 10 x Buffer PCR 1x 12,5 ml


25 mM MgCl2 2 mM 1 ml
5U/mlTaq DNA polimerase 1U 0,1ml

100 mM dNTP 200 mM (untuk masing-masing 0,1 ml


dATP, dCTP, dGTP, dTTP)

32 ng/ml primer 32 ml 1 ml
Air deion Hingga volume total
12,5 ml
Hasil amplifikasi selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa 1.5
% pada tegangan 50 volt selama 1-2 jam. Dokumentasikan hasil
elektroforesis dengan menggunakan kamera polaroid atau
digital keberadaan profil DNA unik antar lokus gen akan terlihat berupa
pita terang setelah pewarnaan gel dengan etbr yang dilihat di bawah
pendaran sinar UV (kusumawaty. 1996)
Video RAPD
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai