Anda di halaman 1dari 77

 

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN


DALAM TABLET KOMBINASI DENGAN METODE KCKT

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III
Jurusan Farmasi

Disusun oleh :

Rani Nur Muslimah

P117335112032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN FARMASI

2015

 
 

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Karya Tulis Ilmiah dengan judul

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM TABLET


KOMBINASI DENGAN METODE KCKT

Disusun oleh :

RANI NUR MUSLIMAH

P17335112032

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang

Karya Tulis Ilmiah

Pembimbing

Nama : Dra. Mimin Kusmiati, M.Si.


NIP : 19630811 199403 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi

Nama : Dra. Mimin Kusmiati, M.Si.


NIP : 19630811 199403 2 001

ii  
 
 

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini telah diajukan pada sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi


Politeknik Kesehatan Bandung
Tanggal, 27 Juli 2015

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM TABLET


KOMBINASI DENGAN METODE KCKT

Disusun oleh :

RANI NUR MUSLIMAH


P17335112032

Penguji : Tanda Tangan

Ketua :
( )
Dra. Mimin Kusmiati, M.Si.
NIP : 19630811 199403 2 001

Anggota :
( )
Dra. Sri Redjeki, M.Si
NIP : 19511030 197711 2 001

Anggota :
( )
Dra. Ganthina Sugihartina, M.Si.,Apt
NIP : 19630628 199003 2 002

iii  
 
 

Aku tak sebaik seperti apa yang kau ucapkan, tetapi aku pun tak seburuk seperti
apa yang terlintas di hatimu. (Ali bin Abu Thalib)

Dipersembahkan kepada Kedua Orang Tua, kakak tercinta, keluarga besar Bapak
Alm.H.Waris dan keluarga besar Bapak Maih.
Terima kasih kepada sahabat tercinta, kalian adalah orang lain yang telah aku
pilih sebagai keluargaku.

iv  
 
 

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM TABLET


KOMBINASI DENGAN METODE KCKT

Rani Nur Muslimah – P17335112032

ABSTRAK

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan metode standar analisis


yang digunakan untuk penetapan kadar sediaan farmasi. Tujuan penelitian
dilakukan untuk memverifikasi kadar parasetamol dan kafein dalam sampel
berdasarkan Farmakope Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan kolom C18
dan air : metanol (70:30) sebagai fase gerak. Detektor yang digunakan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 263 nm.
Kondisi yang digunakan menghasilkan waktu retensi parasetamol dan kafein
masing-masing sebesar 6,798 dan 12,528 menit. Kecermatan dilakukan dengan
menggunakan metode simulasi yang mengandung 50 ppm parasetamol dan 6,5
ppm kafein dan dilakukan 6 kali pengukuran. Nilai simpangan baku relatif
parasetamol sebesar 0,052% dan kafein 0,061%. Limit deteksi parasetamol dan
kafein pada metode masing sebesar 0,1 ppm dan 0,3 ppm. Limit kuantisasi
parasetamol dan kafein masing-masing 0,4128 ppm dan 0,9954 ppm. Jumlah
sampel yang dianalisis sebanyak dua sampel, sampel satu kadar parasetamol dan
kafein masing-masing 106,53% dan 117,42% atau 532,65 mg dan 76,32 mg.
Sampel dua kadar parasetamol dan kafein masing-masing 108,98% dan 135,54%
atau 544,9 mg dan 47,44 mg.

Kata Kunci : parasetamol, kafein, tablet kombinasi, KCKT.

v  
 
 

DETERMINTAION OF PARACETAMOL AND CAFFEINE IN A TABLET

COMBINATIONS BY HPLC METHOD

Rani Nur Muslimah – P17335112032

ABSTRACT

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) is the standard method of


analysis used for the determination of phamaceutical preparation. The purpose of
analysis was carried out to verify the levels of parasetamol and caffeine. Analysis
using C18 colum and water : methanol (70:30) as a mobile phase. Using
spektorofotometer UV-Vis as a detector and teh detector was set at 263 nm. Using
such coondition, retention time for paracetamol and caffeine was 6,798 dan
12,528 min, respectively. Simulation method was used for accuracy which contain
50 ppm paracetamol and 6,5 ppm caffeine and carried out 6 times measurement.
Value of relative standart deviation was 0,052% dan 0,061% for paracetamol and
caffeine, respectively. The detector limit of method was 0,1 ppm dan 0,3 ppm for
paracetamol and caffeine, respectively. The detectot limit of quantification was
0,1 ppm dan 0,3 ppm for paracetamol and caffeine, repectively. The number of
samples analyzed was two samples, sample one has level paracetamol and
caffeine was 106,53% and 117,42% or 532,65 mg and 76,32 mg, respectively.
Sampel two has level paracetamol and caffeine was 108,98% and 135,54% or
544,9 mg and 47,44 mg , respectively.

Keywords : paracetamol, caffeine, tabelt combination, HPLC.

vi  
 
 

KATA PENGANTAR

Assalammu’alikumW.W.,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan

nikmat-Nya lah penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah hingga selesai.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad

SAW.

Melalui proses yang panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya

tulis yang berjudul “Validasi Metode Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein

dengan Metode KCKT“. Ketertarikan untuk melakukan penelitian ini karena

sebagian besar Industri Farmasi telah menggunakan KCKT untuk menentukan

kadar dalam sediaan farmasi yang sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi IV.

Karya tulis ilmiah dilakukan melalui proses tahapan yang cukup panjang

sehingga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ilmiah hingga

penulis tidak dapat terlepas dari bantuan dan peran serta berbagai pihak. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Mimin Kusmiati M,Si., selaku Ketua Jurusan Famasi dan pembimbing

karya tulis yang telah memberikn arahan, serta membanu penulis baik dalam

teknis penulisan, maupun teknik pengerjaan penelitian hingga selesai dan

dorongan kepada penulis dalam membuat karya tulis.

2. Para Dosen yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk

menyelesaikan karya tulis ini.

vii  
 
 

3. Teman-teman “sembilan” dan teman angkatan ke-2 Jurusan Farmasi

seperjuangan yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian karya tulis

ini.

4. Dedi Kurnia, M.Si dan Fini Ainun Q.W,S.Si, selaku laboran di Laboratorium

Terpadu Politeknik Kesehatan Kemeneterian Kesehatan Bandung yang telah

membantu selama proses dari pengenalan alat, preparasi hingga membuat hasil

laporan.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

sempurna dan masih membutuhkan saran dan kritik untuk perbaikan, serta

penelitian yang lebih lanjut. Semoga apa yang telah dihasilkan ini dapat

bermanfaat. Aamiin.

Wassalammu’alaikum W.W.,

Bandung,

Penulis,

Rani Nur Muslimah

viii  
 
 

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol ....................................................................................... 5

2.2 Kafein ................................................................................................ 6

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ...................................... 7

2.3.1 Komponen KCKT ................................................................... 8

2.3.2 Kesesuaian Sistem KCKT ...................................................... 11

2.4 Validasi Metode ................................................................................ 15

2.5 Kerangka Konsep .............................................................................. 19

ix  
 
 

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 20

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi ................................................................................... 20

3.2.2 Sampel .................................................................................... 20

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 20

3.3.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 20

3.4 Bahan Penelitian ............................................................................... 21

3.5 Alat Penelitian ................................................................................... 21

3.6 Definisi Operasional ......................................................................... 21

3.7 ProsedurKerja dan Pengumpulan Data ............................................. 22

3.8 Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Optimum Analisis Parsetamol dan Kafein ................ 26

4.1.2 Uji Kesesuaian Sistem ............................................................ 27

4.1.3 Pembuatan Kurva Baku .......................................................... 27

4.1.4 Akurasi dan Presisi ................................................................. 30

4.1.5 Limit Deteksi .......................................................................... 30

4.1.6 Limit Kuantisasi ..................................................................... 31

4.1.7 Penetapan Kadar Sampel ........................................................ 32

x  
 
 

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kondisi Optimum Analisis ..................................................... 33

4.2.2 Uji Kesesuaian Sistem ............................................................ 33

4.2.3 Validasi Metode ..................................................................... 35

4.2.4 Penetapan Kadar Sampel ........................................................ 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 38

5.2 Saran ................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40

LAMPIRAN ................................................................................................ 41

xi  
 
 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Rentang Kesalahan pada Konsentrasi Analit ..................... 17

Tabel 3.2 Persyaratan Standar Acuan Kromatogram USP .......................... 23

Tabel 4.1 Uji Kesesuaian Sistem Parasetamol dan Kafein .......................... 27

Tabel 4.2 Data Linearitas Parasetamol ........................................................ 28

Tabel 4.3 Data Linearitas Kafein ................................................................. 29

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penetapan Kadar ............................................ 32

xii  
 
 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Molekul Parasetamol ................................................. 5

Gambar 2.2 Struktur Molekul Kafein .......................................................... 6

Gambar 2.3 Bagian Pokok Kromatgrafi Cair Kinerja Tinggi ..................... 11

Gambar 4.1 Kromatogram Optimasi Parasetamol dan Kafein .................... 26

Gambar 4.2 Kurva Baku Parasetamol ......................................................... 28

Gambar 4.3 Kurva Baku Kafein .................................................................. 30

xiii  
 
 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Kurva Kalibrasi Parasetamol .............................. 41

Lampiran 2. Perhitungan Kurva Kalibrasi Kafein ....................................... 42

Lampiran 3. Perhitungan Akurasi Parasetamol ........................................... 43

Lampiran 4. Perhitungan Akurasi Kafein .................................................... 44

Lampiran 5. Perhitungan Presisi Parasetamol ............................................. 45

Lampiran 6. Perhitungan Presisi Kafein ...................................................... 46

Lampiran 7. Keseragaman Bobot Tablet Sampel 1 ..................................... 47

Lampiran 8. Keseragaman Bobot Tablet Sampel 2 ..................................... 48

Lampiran 9. Perhitungan Pengambilan Bobot Sampel ................................ 49

Lampiran 10. Hasil Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem .......................... 50

Lampiran 11. Laporan Hasil Kurva Kalibrasi Parasetamol ......................... 51

Lampiran 12. Laporan Hasil Kurva Kalibrasi Kafein ................................. 52

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 1 .......................... 53

Lampiran 14. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 2 .......................... 54

Lampiran 15. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 3 .......................... 55

Lampiran 16. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 4 .......................... 56

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 5 .......................... 57

Lampiran 18. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 6 .......................... 58

Lampiran 19. Hasil Kromatogram Sampel 1 ............................................... 59

Lampiran 20. Hasil Kromatogram Sampel 2 ............................................... 60

Lampiran 21. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .......................... 61

Lampiran 22. Sampel ................................................................................... 62

xiv  
 
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan farmasi yang beredar di pasaran sebagian besar merupakan

campuran zat aktif. Campuran tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan efek

terapi dan kemudahan dalam pemakaian. Salah satu campuran zat aktif yang

sering digunakan adalah parasetamol yang berkhasiat sebagai analgetik dan

antipiretik dan kafein sebagai stimulan sistem saraf pusat.

Dalam pemasaran sediaan farmasi yang beredar, pemeriksaan mutu suatu

obat mutlak diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan

dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan serta diikuti dengan prosedur

analisis standar, sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan. (Naid,

dkk.,2011)

Parasetamol adalah salah satu obat yang umum digunakan di dunia sebagai

analgetik dan antipiretik yang secara farmakologi mengurangi jumlah

prostaglandin, sehingga membantu untuk mencegah sakit kepala dan nyeri lainnya

seperti migrain, sakit kepala, nyeri otot, neuralgia, sakit punggung, nyeri sendi,

linu, nyeri umum, sakit gigi, dismenore dan juga digunakan untuk pengurangan

demam bakteri atau virus. Sangat cocok digunakan sebagian besar orang,

termasuk anak-anak muda dan tua, namun jika digunakan secara terus-menerus

akan memberikan efek samping yaitu menyebabkan hepatotoksik. Kafein

digunakan sebagai diuretik dan stimulan saraf pusat. Kombinasi parasetamol dan
1
2

kafein banyak ditemukan dalam produk antiinfluenza dengan berbagai merek

dagang. Kombinasi tersebut digunakan untuk mencapai efek yang lebih baik dan

toksisitas yang lebih rendah, sangat penting untuk mengontrol isi kadar

parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi. (Vichare, 2010)

Dalam berbagai merek dagang, parasetamol dan kafein memiliki

kandungan yang bervariasi dengan konsentrasi kafein yang terbilang lebih kecil

dan kedua zat aktif tersebut memiliki nilai serapan maksimum pada panjang

gelombang yang berdekatan, sehingga mengakibatkan terjadinya tumpang tindih

spektra (overlapping) apabila penetapan kadar dilakukan menggunakan metode

spektrofotmetri. Berdasarkan farmakope yang berlaku untuk melakukan

penetapan kadar parasetamol dalam bentuk sediaan tablet menggunakan

Kromatrografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dapat memberikan sensitifitas

dan spesifitas tinggi.

Beberapa literatur penetapan kadar mengungkapkan metode yang dapat

digunakan dalam penentuan kadar parasetamol antara lain dengan titrimetri,

kromatografi, elektrokimia, dan teknik spektrofotometri. Dalam penentuan kadar

kafein dapat digunakan metode spektrofotometri, KCKT, dan Fourier Transform

Infrared Spectrometer (FTIR). Penelitian sebelumnya banyak menggunakan

metode spektrofotometri, karena metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

merupakan metode yang memerlukan biaya relatif mahal. (Naid, dkk.,2011)

Berdasarkan hal tersebut, belum ada laporan mengenai penggunakan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk penentuan kadar

 
 
3

parasetamol dan kafein pada tablet kombinasi tanpa pemisahan terlebih dahulu

yang memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi. (Vichare, 2010)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar parasetamol dan kafein yang terkandung dalam tablet

kombinasi pada label kemasan sesuai dengan rentang kadar berdasarkan

Faramakope Indonesia Edisi IV menggunakan metode kromatografi cair kinerja

tinggi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menentukan kadar parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi yang

sesuai berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV dengan metode KCKT.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan kondisi optimum analisis parasetamol dan kafein dengan

kolom C18 dan detektor UV.

2. Menentukan nilai presisi, linearitas, akurasi, batas deteksi dan batas

kuantifikasi dari parasetamol dan kafein.

3. Menentukan kadar parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi.

 
 
4

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan data hasil kondisi

optimum analisis parasetamol dan kafein dengan kolom C18 dan detektor UV,

serta untuk mengetahui nilai presisi, linearitas, akurasi, batas deteksi dan batas

kuantifikasi dari parasetamol dan kafein dengan metode KCKT yang dapat

dijadikan sebagai rujukan untuk peneliti selanjutnya.

 
 
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat amino fenol yang

merupakan metabolit fenasetin dengan efek analgetik. Efek analgetik parasetamol

dapat mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Parasetamol

Parasetamol juga dapat menurunkan suhu tubuh berdasarkan efek sentral,

yaitu anti-piretik. Namun, efek antiinflamasi parasetamol sangat lemah yang

dikarenakan kemampuannya dalam menghambat biosintesis prostaglandin lemah

sehingga tidak dapat digunakan sebagai antireumatik.

Secara farmakokinetik, parasetamol di absorpsi dengan cepat dan

sempurna dari usus. Terjadi reaksi biotransformasi parasetamol selama perjalanan

dalam tubuh, parasetamol akan bertransformasi menjadi methemoglobin. Pada

orang dewasa, hal ini tidak menjadi kendala karena akan di reduksi oleh enzim

hemoglobin. Tetapi, pada bayi dan anak-anak hal ini perlu perhatian mengingat

sistem enzim pereduksi belum di bentuk secara sempurna oleh tubuh. (Mutschler,

1999)

5
6
 
Pada dosis yang berlebih parasetamol dapat menyebabkkan nekrosis sel

hati yang parah, dengan kata lain hepatotoksik. Hal ini terjadi karena metabolit

parasetamol berikatan dengan protein sel hati sehingga terjadi reaksi akibat

oksidasi mikrosomal pada protein sel hati. Parasetamol memiliki dosis lazim

dalam sediaan tunggal, yaitu 500-1000 mg.

2.2 Kafein

Kafein merupakan golongan trimethylxanthine, alkaloid yang terdapat

dalam biji kopi berasal dari Arab dan Etiopia. Kafein berkhasiat untuk

menstimulasi sistem saraf pusat dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar,

mengantuk, meningkatkan daya konsentrasi dan kecepatan reaksi otak, serta

memperbaiki suasana jiwa. Kafein juga memberikan efek memperkuat kontriksi

jantung, vasodilatasi dan diuretis.

Gambar 2.2 Struktur Molekul Kafein

Kafein sering dikombinasikan dengan parasetamol dan aspirin untuk

memperkuat efek analgetiknya. Kombinasi tetap tersebut atas kemampuan

metilxantin yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serebral.

Penggunaannya sebagai penyegar yang bekerja secara adiktif. Efek samping yang

   
7
 
timbul akibat konsumsi kafein lebih dari 10 cangkir kopi sehari adalah jantung

berdebar, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan

sukar tidur. Kadar kafein yang terkandung dalam satu cangkir kopi adalah 80-100

mg.

Dosis kafein pada keadaan rasa letih 100-200 mg per hari dengan

pemakian 1-3 kali sehari, sehingga dosis penyesuaian yang digunakan bersama

dengan analgetik adalah 50 mg. (Tjay dan Rahardja, 2013)

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatograsi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau disebut juga dengan

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan alat instrumen

dengan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian

senyawa tertentu dalam suatu sampel pada beberapa bidang.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) digunakan untuk pemisahan

sejumlah senyawa organik, anorganik, biologis, senyawa yang tidak mudah

menguap, isolasi senyawa dan pemurnian senyawa. Namun, KCKT memiliki

keterbatasan dalam identifikasi senyawa yang komplek karena sulit untuk

memperoleh resolusi yang baik, kecuali KCKT dihubungkan dengan spektrometer

massa (MS).

Teknik dasar pemisahan kromatografi adalah perbedaan kecepatan migrasi

analit melalui fase diam dengan gerakan fase gerak cair yang digunakan untuk

penentuan kualitatif dan kuantitatif senyawa-senyawa yang tidak mudah

menguap.
   
8
 
2.3.1 Komponen Pokok KCKT

1. Fase Gerak

Fase gerak terdiri atas campuran pelarut yang secara keseluruhan dapat

bercampur dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ditentukan

oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-

komponen sampel. Untuk fase normal, fase diam lebih polar daripada fase

gerak sehingga daya elusi meningkat dengan meningkatkan polaritas pelarut.

Sementara untuk fase terbalik, fase diam kurang polar daripada fase gerak

sehingga daya elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak diletakkan dalam wadah gelas yang dapat menampung fase

gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Pada saat membuat pelarut, buffer dan

reagen sangat dianjurkan dengan pelarut yang memiliki kemurnian tinggi dan

lebih terpilih lagi jika pelarut yang akan digunakan untuk KCKT adalah

derajat KCKT (HPLC grade).

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa harus inert

(tidak mudah bereaksi) terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan

sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit.

Pompa berfungsi sebagai penghantar fase gerak yang berlangsung

secara tepat, reprodusibel, konstan dan bebas dari gangguan. Tipe pompa

terdapat dua jenis, namun sejauh ini yang umum digunakan adalah pompa

dengan aliran fase gerak yang konstan.


   
9
 
3. Tempat injeksi

Sampel yang akan di analisis dibuat dalam bentuk cair dan larutan,

kemudian disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di

bawah tekanan menuju kolom. Sampel yang diinjeksikan akan digelontori

melewati keluk sampel dan kelebihannya akan dikeluarkan ke pembuang.

Pada saat penyuntikkan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati

keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom.

4. Kolom

Terdapat dua jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan

kolom mikrobor. Namun dalam prakteknya, yang banyak digunakan adalah

kolom konvensial karena kolom konvensional lebih tahan dan bermanfaat

untuk analisis rutin.

Kolom konvensional terbuat dari stainless steel yang memiliki ukuran

panjang bervariasi (3, 10, 15, 20 dan 25cm) dengan diameter luar 0,25 inchi

dan diameter dalam 4,6 mm. Di dalam kolom terdapat fase diam dengan

ukuran yang sama rata-rata diameter partikel 3,5 atau 10 µm dengan porositas

yang kecil. Tekanan operasional yang digunakan kolom konvensional sekitar

500-3000 psi.

Kolom konvensional memiliki kinerja dengan meningkatnya efisiensi

dengan berkurangnya ukuran partikel fase diam, akan tetapi umur kolom

dengan ukuran partikel 3 µm lebih pendek.

   
10
 
5. Fase diam

Fase diam yang banyak digunakan adalah silika. Permukaan silika

adalah polar dan sedikit asam. Fase diam silika yang banyak digunakan

adalah oktadesil silika (ODS atau C18), karena mampu memisahkan

senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi.

Oktadesil silika merupakan silika yang dimodifikasi secara kimiawi dan hasil

reaksi tersebut adalah silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis. Silika

yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas

yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi.

Oktadesil silika memiliki karakteristik non-polar, kisaran pH sekitar 2,5

– 7,5 dan akan mampu memisahkan sejumlah besar solut.

6. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu

detektor universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat

spesifik, dan tidak bersifat selektif. Detektor yang spesfifik hanya akan

mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, sperti detektor UV-Vis,

detektor fluoresensi, dan eletrokimia.

Detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk

analisis di bidang farmasi adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, karena

sebagian besar senyawa obat mempunyai struktur yang dapat diserap sinar

UV-Vis. Detektor ini didasarkan adanya penyerapan radiasi UV-Vis pada

kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh jenis solut yang mempunyai

gugus kromoforik.
   
11
 

Gambar 2.3 Bagian Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

2.3.2 Kesesuaian Sistem pada KCKT

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik

kromatografi yang komplementer, sehingga alat ini akan lebih maksimal

digunakan jika terhubung dengan komputer. Dengan kata lain, alat ini

dikendalikan dan dihubungkan pada komputer dengan software yang

berkemampuan untuk memisahkan komponen campuran yang kompleks.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi mempunyai berbagai bentuk yang sesuai untuk

berbagai jenis solut yang berbeda dan mampu memisahkan solut dalam campuran.

Oleh karena itu, terdapat 4 deskriptor umum yang digunakan untuk melaporkan

karakteristik bagian kolom kromatografi, sistem dan pemisahan partikulat.

   
12
 
1. Faktor Retensi

Faktor retensi pada sistem kondisi KCKT didefiniskan sebagai

berikut:

V! − V!
𝑘! =
V!

𝑡! − 𝑡!
               =
𝑡!

VR : volume retensi analit

VO : volume fase gerak dalam sistem kromatografi

tR : waktu retensi analit

tO : waktu retensi analit yang tidak dipertahankan

K’ : faktor kapasitas

Jika faktor kapasitas dari suatu analit kurang dari satu, maka elusinya

berlangsung sangat cepat yang artinya analit tertahan sedikit demi sedikit

oleh kolom dan terelusi dekat puncak yang tidak di retensi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pemisahan kurang baik dan waktu retensi sulit diukur

dengan cermat.

Faktor kapasitas yang memiliki nilai sekitar 20 sampai 30

menunjukkan bahwa waktu elusi sangat lama dan kurang berarti untuk

analisis. Jika faktor kapasitas antara 2 sampai 10 menunjukkan pemisahan

yang baik.

2. Efesiensi (N)

Efesiensi merupakan penilaian kualitas pemisaan kromatografi dari

masing-masing puncak solut. Jumlah lempeng teoritis digunakan sebagai


   
13
 
ukuran efesiensi. Efesiensi kolom secara umum berkaitan dengan waktu

retensi, yakni lamanya waktu komponen atau molekul yang akan di analisis

dalam kolom. Didefinisikan sebagai jumlah lempeng teoritik yang dihitung

dengan persamaan :
!
𝑡!
𝑁 = 16
𝑤

te : waktu retensi analit

w : lebar puncak pada garis bawah (baseline)

Suatu ukuran alternatif yang tergantung pada panjang kolom

kromatografi adalah tinggi lempeng (H) atau biasa disebut HETP (High

Equivalent Theoritical Plate). Hubungan antara HETP dan jumlah lempeng

(N) serta panjang kolom, dengan persamaan :

𝐿
𝑁 =  
𝐻

L : panjang kolom

H : tinggi lempeng teoritik yang efektif (HETP).

Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP

yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam suatu

campuran yang lebih baik yang berarti bahwa efisiensi kolom adalah besar.

Semakin besar harga N/L atau makin kecil H, maka kolom yang dipakai

untuk pemisahan semakin efesien.

3. Resolusi

Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi dua

puncak yang saling berdekatan:


   
14
 
𝑡! −𝑡!
𝑅 = 2  
𝑤! −𝑤!

t2 : waktu retensi analit 2

t1 : waktu retensi analit 1

w2 : lebar puncak analit 2

w1 : lebar puncak analit 1

berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa yang sangat

berpengaruh terhadap pemisahan suatu komponen adalah waktu retensi

masing-masing solut dan lebar puncak masing-masing komponen yang

dipisahkan. Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan

memberikan pemisahan puncak yang baik (baseline resolution).

4. Tailing factor

Profil konsentarsi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio

distribusi solut konstan selama dikisaran konsentrasi keseluruhan puncak

sebagaimana ditunjukkan oleh adsorpsi yang linear, yang merupakan plot

konsentrasi solut dalam fase diam terhadap konsentrasi solut dalam fase

gerak. Kurva isotern akan berubah menjadi dua jenis puncak asimetris yakni

membentuk puncak yang berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu

(fronting). Tailing maupun fronting tidak dikehendaki karena dapat

menyebabkan pemisahan kurang baik dan data retensi kurang reprodusibel.

Untuk menentukan tingkat asimetri puncak dilakukan dengan

menghitung faktor asimetris yang disebut dengan tailing factor yang

dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak 5% (W0,05).

   
15
 
𝑊!,!"
𝑇 =  
2  𝑓

Kromatogram yang memberikan haga TF = 1 menunjukan bahwa

kromatogram tersebut simetris. Harga TF > 1 menunjukkan bahwa

kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF,

maka kolom yang dipakai semakin kurang efesien. Dengan demikian harga

TF dapat digunakan untuk melihat efesiensi kolom kromatografi.

2.4 Validasi Metode

Tahap validasi merupakan suatu usaha harus dilakukan untuk

mendemonstrasikan bahwa metode bekerja dengan sampel yang mengandung

analit tertentu, menghasilkan konsentrasi yang diharapkan dalam suatu matriks

sampel dengan tingkat akurasi dan persisi yang tinggi. Validasi metode yang

sempurna hanya dapat terjadi jika metode tersebut sudah dikembangkan dan

sudah dioptimasi.

Dalam melakukan validasi metode menurut United States Pharmacopeia

(USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,

reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode

analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter

kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis, karenanya suatu

metode harus divalidasi. Parameter yang digunakan dalam metode validasi

terdapat 4 parameter, antara lain :

   
16
 
1. Kecermatan (akurasi)

Kecermatan merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan

antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai

sebenarnya atau nilai rujukan. Kecermatan dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali analit yang ditambahkan dan ditentukan dengan dua cara

yaitu metode simulasi (spike placebo recovery) atau metode penambahan

baku (standart addition method).

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke

dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut

dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenernya.

Dalam metode penambahan baku (adisi), sampel dianalisis lalu sejumlah

tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan

dianalisis kembali, selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang

sebenernya (hasil yang diharapkan).

Hasil analisis dinyatakan baik jika nilai % recovery. Rentang

kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat

dilihat pada Tabel 2.1 :

   
17
 
Tabel 2.1 Nilai Rentang Kesalahan pada Konsentrasi Analit
Analit pada matrik sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%)

100 98-102%
>10 98-102%
>1 97-103%
>0,1 95-105%
0,01 90-107%
0,001 90-107%
0,000.1 (1ppm) 80-110%
0,000.01 (100ppb) 80-110%
0,000.001 (10ppb) 60-115%
0,000.000.1 (1ppb) 40-120%

2. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang

berbeda signifikan secara statistik. Presisi sering kali diekspresikan dengan

SD atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data.

Replikasi dalam uji presisi sebanyak 6-15 dilakukan pada sampel

tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai

RSD < 2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam

jumlah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar

sekelumit, RSD berkisar antara 5-15%.

100  𝑥  𝑆𝐷
𝑅𝑆𝐷 =
𝑋

∑ Ẋ!! !
𝑆𝐷 =   !!!

   
18
 

3. Uji linearitas

Linearitas merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang

menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas diukur

dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-

beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat kecil

untuk menentukan kemiringan (slope), intersep, dan koefesien korelasi.

Data linearitas memenuhi jika nilai koefesien korelasi > 0,999.

4. Batas deteksi (LOD/Limit of Detection)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi.

LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit

berada di atas atau di bawah nilai tertentu. Syarat limit deteksi adalah

sebesar tiga kali noise, yang akan dibandingkan dengan tinggi puncak dari

standar terendah yang diperiksa.

5. Batas kuantifikasi (LOQ/Limit of Quantification)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah

dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat

diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Syarat limit

kuantifikasi adalah sebesar sepuluh kali noise, yang akan dibandingkan

dengan tinggi puncak dari standar terendah yang diperiksa.

   
19
 
2.5 Kerangka Konsep

Kadar Parasetamol dan


Tablet Kombinasi Kafein dengan Metode
KCKT

   
20
 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian laboratorium

dengan menguji kebenaran sesuatu dalam sediaan (pengujian kadar),

menggunakan metide pengujian standar berdasarkan metode SNI dan pedoman

yang berlaku.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Merek dagang tablet kombinasi yang mengandung parasetamol dan kafein

berdasarkan ISO volume 46 tahun 2011 s/d 2012.

3.2.2 Sampel

Merek dagang tablet kombinasi yang mengandung parasetamol 500 mg

dan kafein 65 mg dan 35 mg.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Laboratorium Terpadu Politeknik Kesehatan Bandung di Jl. Babakan Loa,

Gunung Batu. Cimahi Utara.

3.3.2 Waktu Penelitian

26 Mei s.d. 15 Juni 2015

   
21
 

3.4 Bahan Penelitian

1. Standar parasetamol (PT. Sanbe Farma; purity: 100,25%).

2. Standar kafein. (Quadrant Lab).

3. Methanol HPLC grade (Fulltime).

3.5 Alat Penelitian

1. HPLC Shimadzu LC 20 Prominance.

2. Neraca analitik 4 desimal (Mettler Toledo).

3. Spectrophotometer UV-Vis Double Beam (Shimadzu UV-1700

Pharma Spec).

4. Syringe filter (ukuran pori: 0,45µm).

5. Kolom C18 (GL Science).

6. Alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia.

3.6 Definisi Operasional

Definisi Cara Hasil


No. Variabel Alat Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Tablet Sediaan farmasi Neraca Bobot mg Nominal
Kombinasi berbentuk tablet analitik. rata-rata
dengan tablet.
komposisi
parasetamol dan
kafein.

   
22
 

Definisi operasional (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


2. Kadar Jumlah KCKT Luas mg/tablet Nominal
parasetamol parasetamol Area
dalam tablet
kombiansi
Kadar
4. Jumlah kafein KCKT Luas mg/tablet Nominal
kafein dalam tablet Area
kombinasi

3.7 Prosedur Kerja dan Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil analisis menggunakan KCKT, data yang

diperoleh dibuat kurva kalibrasi, tentukan nilai presisi, akurasi, batas deteksi dan

batas kuantisasi.

3.7.1 Pembuatan Larutan Standar

Parasetamol dan kafein standar ditimbang sebanyak 10 mg kemudian

dilarutkan dalam labu ukur 10,0 ml dengan methanol HPLC grade, sehingga

didapat konsentrasi kedua larutan standar adalah 1000 ppm. Larutan standar

parasetamol di encerkan menjadi 100 ppm dan larutan standar kafein 10 ppm.

3.7.2 Pengondisian Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kondisi KCKT yang digunakan dalam analisis ini menggunakan kolom

C18 dengan laju alir eluen 0,5 ml/menit dan detektor UV dengan panjang

gelombang 263nm yang didapat dari hasil scanning panjang gelombang

menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Komposisi fase gerak air : metanol

(70:30) dan waktu analisis selama 15 menit.

   
23
 

3.7.3 Uji Kesesuaian Sistem

Menggunakan kondisi optimum tersebut, dilakukan uji kesesuaian sistem

dengan menginjeksikan larutan campuran parasetamol dan kafein dengan masing-

masing konsentrasi 30 ppm dan 2 ppm. Bandingkan waktu retensi, faktor

kapasitas, resolusi dan tailing factor dengan persyaratan standar acuan

kromatogram USP.

Tabel 3.2 Persyaratan Standar Acuan Kromatogram USP

Parameter Persyaratan

Faktor kapasits k≥2

Jumlah plat teoritis N ≥ 1000

Resolusi Rs ≥ 1,5

Tailing factor T≤2

3.7.4 Pembuatan Kurva Baku, Penentuan Batas Deteksi, Batas Kuantisasi,

Presisi dan Akurasi.

1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dari larutan bakuparasetamol dan kafein masing-

masing 1000 ppm dan diencerkan menjadi konsentrasi parasetamol 100ppm dan

kafein 10ppm, masing-masing dibuat campran larutan standar baku dengan

konsentrasi parasetamol : kafein, sebagai berikut 30 ppm : 2 ppm; 40 ppm : 4

ppm; 50 ppm : 6 ppm; 60 ppm : 8 ppm; 80 ppm : 10 ppm; 90 ppm : 12 ppm dan

120 ppm : 16 ppm.

   
24
 

2. Penentuan Akurasi dan Presisi

Penentuan akurasi dilakukan dengan cara membuat sampel simulasi yang

mengandung 400mg parasetamol dengan 52mg kafein. Sampel simulasi

diperlakukan sama dengan persiapan sampel, lalu diukur sebanyak 6 kali

pengukuran, dihitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatifnya.

Presisi dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (SBR).

3. Penentuan Batas Deteksi

Persyaratan limit deteksi adalah tiga kali noisei yang akan dibandingkan

dengan tinggi puncak dari standar terendah yang diperiksa.

4. Penentuan Batas Kuantisasi

Peryaratan limit kuantisasi adalah sepuluh kali noise yang akan

dibandingkan dengan tinggi puncak dari standar terendah yang diperiksa.

3.7.5 Penetapan Kadar Sampel

Penetapan kadar sampel diawali dengan hitung bobot rata-rata sampel,

sehingga didapat bobot rata-rata untuk sampel 1 adalah 700,2mg dan sampel 2

adalah 700,5mg. Ditimbang seksama sampel 1 sebanyak ±70,02mg dan sampel 2

±70,05mg dengan diharapkan dalam jumlah sampel yang ditimbang mengandung

parasetamol 50mg dengan kafein 6,2 mg untuk sampel 1 dan 50mg parasetamol

dengan 3,5mg kafein untuk sampel 2 yang didapat dari cara perhitungan :

Sampel yang ditimbang :

Bobot  rata − rata


 𝐱  kandungan  yang  diharapkan
kandungan  sampel

   
25
 

Sampel 1 :

700,2  mg
 x  50  mg = 70,02mg
500  mg

Sampel 2 :

700,5  mg
 x  50  mg = 70,05mg
500  mg

Sampel dilarutkan dalam labu ukur 10,0 ml dengan methanol HPLC grade

sehingga konsentrasi larutan adalah 5000ppm dan diencerkan sampai 50ppm

dengan hasil faktor pengenceran 1000 kali. Kadar sampel dihitung dengan rumus :

(Konsentrasi  spl  ×Faktor  Pengenceran) bobot  rata − rata


 ×    ×100%
bobot  penimbangan  teoritis bobot  penimbangan  

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data menggunakan software pada komputer yang terhubung dengan

KCKT, yaitu LC Solution Analysis dan analisis data untuk linearitas, akurasi dan

presisi menggunakan Ms. Excel.

   
26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Optimum Analisis Parasetamol dan Kafein

Kondisi optimum ditentukan dengan cara melakukan optimasi waktu

retensi, konsentrasi parasetamol dan kosentrasi kafein sehingga dihasilkan peak

parasetamol dan kafein pada kromatogram.

Optimasi waktu retensi dilakukan dengan diinjeksikan kadar parasetamol

30 ppm dan kafein 2 ppm dengan kondisi analisis KCKT laju alir 0,5 ml/menit

dan fase gerak air : metanol (70:30) pada panjang gelombang 263nm, didapatkan

hasil kromatogram sebagai berikut :

Gambar 4.1 Kromatogram Optimasi Parasetamol dan Kafein, waktu

retensi 15 menit
27

4.1.2 Uji Kesesuaian Sistem

Hasil dari optimasi kondisi analisis selanjutnya dilakukan uji kesesuaian

sistem dengan menginjeksikan larutan standar campuran parasetamol dan kafein,

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Uji Kesesuaian Sistem Parasetamol dan Kafein


Faktor
Waktu Luas Plat Tailing
Nama Kapasitas Resolusi
Retensi Area Teoritis Factor
(k’)
Parasetamol 6,798 2352379 1,826 408,858 4,307 1,015

Kafein 12,528 121831 0,819 788,008 3,661 0,819

4.1.3 Pembuatan Kurva Baku

1. Kurva Baku Parasetamol

Kurva baku parasetamol diperoleh dengan cara menginjeksikan variasi

konsentrasi parasetamol, yaitu 30, 60, 70, 90 dan 120 ppm ke dalam alat KCKT

dengan menggunakan kondisi analisis kolom C18, laju alir eluen 0,5 ml/menit,

detektor UV-Vis dengan panjang gelombang 263 nm dan kondisi isokratik dengan

komposisi fase gerak air : metanol (70:30). Kurva baku parasetamol digunakan

untuk mencari konsentrasi sampel yang dihitung dengan cara membandingkan

luas area dan konsentrasi sampel.


28

Berikut merupakan data linearitas yang di dapat dari tinggi puncak

kromatogram parasetamol :

Tabel 4.2 Data Linearitas Parasetamol


No. Konsentrasi (ppm) Area

1. 30 2352378

2. 60 5307112

3. 70 5805372

4. 90 9221095

5. 120 11699501

Data yang didapat diplotkan pada grafik tinggi puncak yang dibandingkan

dengan konsentrasi, didapat hasil data sebagai berikut :

14000000  

12000000   y  =  107232x  -­‐  1E+06  


R²  =  0.98368  
10000000  

8000000  

6000000  

4000000  

2000000  

0  
0   20   40   60   80   100   120   140  

Gambar 4.2 Kurva Baku Parasetamol

Dari data linearitas parasetamol, didapatpersamaan regresi linear f(x) =

107232x - 1E+06 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0,992.


29

2. Kurva Baku Kafein

Kurva baku kafein diperoleh dengan cara menginjeksikan variasi

konsentrasi parasetamol, yaitu 2, 4, 6, 10 dan 18ppm ke dalam alat KCKT dengan

menggunakan kondisi analisis kolom C18, laju alir eluen 0,5 ml/menit, detektor

UV-Vis dengan panjang gelombang 263 nm dan kondisi isokratik dengan

komposisi fase gerak air : metanol (70:30). Kurva baku kafein digunakan untuk

mencari konsentrasi sampel yang dihitung dengan cara membandingkan luas area

dan konsentrasi sampel. Berikut merupakan data linearitas yang di dapat dari

tinggi puncak kromatogram kafein :

Tabel 4.3 Data Linearitas Kafein

No. Konsentrasi (ppm) Area

1. 2 121830,8

2. 4 185549,5

3. 6 254087,6

4. 10 434265,6

5. 18 1376411,1
30

Data yang didapat diplotkan pada grafik tinggi puncak yang dibandingkan

dengan konsentrasi, didapat hasil data sebagai berikut :

1600000  

1400000   y  =  82269x  -­‐  132548  


R²  =  0.9809  
1200000  

1000000  

800000  

600000  

400000  

200000  

0  
0   2   4   6   8   10   12   14   16   18   20  

Gambar 4.3 Kurva Baku Kafein

Dari data linearitas parasetamol, didapat persamaan regresi linear f(x) =

82269 x - 132548 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0,990.

4.1.4 Akurasi dan Presisi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, akurasi dilakukan dengan

membuat sampel simulasi yang mengandung 500 mg parasetamol dan 65 mg

kafein yang selanjutnya dilarutkan dan diperlakukan sama dengan pembuatan

larutan sampel, hasil nilai perolehan kembali di rata-rata. Hasil rata-rata akurasi

parasetamol dan kafein masing-masing 108,789% dan 119,14%. Kemudian

sampel simulasi dilakukan pengukuran 6 kali dan diperoleh nilai RSD untuk

sampel simulasi parasetamol sebesar 0,052% dan kafein sebesar 0,061%.


31

4.1.5 Limit Deteksi

Batas deteksi merupakan konsentrasi terendah dari analit yang dapat

dideteksi. Syarat batas deteksi adalah sebesar tiga kali noise yang akan

dibandingkan dengan tinggi puncak dari parasetamol dan kafein dengan

konsentrasi terendah yang diperiksa.

Syarat LOD = 3 x noise

= 3 x 50µV

= 150µV

Tinggi puncak parasetamol 31,804ppm = 38518µV


!"#
LOD = !"#$"  𝑥  31,804ppm

= 0,1234ppm

Tinggi puncak kafein 4,346 = 2183µV


!"#
LOD = !"#$  𝑥  4,346ppm

= 0,2986ppm

4.1.6 Limit Kunatifikasi

Limit kuantifikasi merupakan konsentrasi terendah yang dapat ditetapkan

sucara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima. Syarat batas

kuantisasi adalah sepuluh kali noise yang akan dibandingkn dengan tinggi puncak

dari parasetamol dan kafein dengan konsentrassi terendah yang diperiksa.

Syarat LOQ = 10 x noise

= 10 x 50µV

= 500µV

Tinggi puncak parasetamol 31,804ppm = 38518µV


32

!""
LOQ = !"#$"  𝑥  31,804ppm

= 0,4128ppm

Tinggi puncak kafein 4,346 = 2183µV


!""
LOQ = !"#$  𝑥  4,346ppm

= 0,9954ppm

4.1.7 Penetapan Kadar Sampel

Perhitungan kadar sampel dalam sampel tablet :

Kadar  (ppm) Bobot  rata − rata  tablet  (mg)


× ×100 = (%)
Bobot  penimbangan  (mg) bobot  Z. A

Tabel 4.4 Hasil perhitungan penetapan kadar


Luas Dosis yang Konsentrasi
Sampel Nama Dosisi etiket
Area dianalisis (%)

1. Parsetamol 4665798 500 mg 532,65 mg 106,53%

Kafein 446907 65 mg 76,32 mg 117,42%

2. Parsetamol 4801846 500 mg 544,9 mg 108,98%

Kafein 215374 35 mg 47,44 mg 135,54%

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kondisi Optimum Analisis

Penentuan kondisi optimum analisis bertujuan untuk mendapatkan hasil uji

kesesuaian sistem yang sesuai dengan persyaratan standar ancuan kromatogram

USP (United States Pharmacopeia). Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV

komposisi fase gerak yang digunakan air : metanol (3 : 1), laju alir 0,5 mL/menit,

tekanan operasional yang digunakan sebesar 200 kgf/cm2 dengan mode isokratik
33

yaitu mengelusi dengan perbandingan yang konstan selama pengukuran

berlangsung. Volume injeksi yng diinjeksikan sebanyak 20 µL.

Jenis kolom yang digunakan adalah kolom konvensional yang memiliki

ukuran 15 cm dengan diameter dalam 4,6 mm. Fase diam yang digunakan adalah

oktadesil silika (C18) sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi IV. Detektor

spektrofotometri UV-Vis digunakan dalam melakukan penilitian ini karena bahan

yang diteliti adalah senyawa obat dan mempunyai gugus kromofor pada panjang

gelombang 236 nm.

4.2.2 Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuian sistem dilakukan untuk melihat pemisahan solut dalam

campuran. Parameter yang digunakan dalam mengintreptasikan hasil adalah

faktor retensi, efesiensi, resolusi dan tailing factor. Hasil parameter tersebut

diolah menggunakan aplikasi pada komputer yang terhubung dengan KCKT.

Faktor retensi yang didefinsisikan dengan faktor kapasitas bertujuan untuk

menunjukkan bahwa waktu yang berlangsung untuk mengelusi solut cukup baik

untuk memisahkan campuran solut, pemisahan yang baik memiliki nilai faktor

kapasitas antara 2 sampai 10. Hasil penelitian standar yang di analisis sebesar

1,826 untuk parasetamol dan 4,207 untuk kafein, maka pemisahan parasetamol

dan kafein dikatakan baik.

Jumlah lempeng teoritis berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV senilai

kurang dari 1000 dan hasil uji kesesuaian sistem pada sampel standar nilai

lempeng teoritis parasetamol yang dianalisis sebesar 408,858 dan nilai kafein

sebesar 788,008. Sehingga pita hasil analisis yang dihasilkan dikatakan baik
34

dengan lebar pita yang sempit dan kolom yang digunakan memiliki kemampuan

yang baik untuk memisahkan campuran parasetamol dan kafein.

Nilai resolusi harus mendekati atau lebih dari 1,5 untuk memberikan

pemisahan lebar puncak parasetamol dan kafein yang baik. Nilai resolusi

parasetamol 4,307 dan kafein 3,661 maka pemisahan parasetamol dan kafein

dikatakan baik karena resolusi lebih dari 1,5.

Tailing factor merupakan adanya engekoran pada kromatogram sehingga

bentuk kromatogram tidak simteris. Idealnya, puncak kromatogram akan

memperlihatkan entuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna. Namun

pada kenyataannya puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai.

Persyaratan tailing factor senilai sama dengan 1 dan apabila memiliki nilai T lebih

dari 1, maka puncak dikatakan berbentuk tailing. Hasil analisis parasetamol

memiliki nilai tailing factor 1,015 dan kafein 0.819, dapat disimpulkan bahwa

untuk pita parasetamol tidak memiliki tailing (ekor) namun untuk kafein memiliki

puncak pendahulu (fronting). Berdasarkan hasil uji kesesuaian sistem yang

disesuaikan dengan literatur dapat dikatakan bahwa metode analisis dapat

digunakan dan kolom memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan

pemisahan campuran parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi.

4.2.3 Validasi Metode

Validasi metode dilakukan untuk membuktikan dan menjamin bahwa

metode bekerja pada sampel yang mengandung analit tertentu dan menghasilkan

nilai konsentrasi yang diharapkan dalam suatu matriks sampel dengan tingkat

akurasi dan presisi yang tinggi. Parameter yang dilakukan dalam analisis suatu
35

metode analisis penetapan kadar parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi

dengan metode KCKT.

Pertama, kecermatan atau disebut juga dengan akurasi yang bertujuan

untuk melihat dan menganalisis nilai terukur dengan nilai yang sebenernya atau

sesuai dengan sumber rujukan, seperti Farmakope yang berlaku. Pada penelitian

ini dilakukan pengukuran validasi kecermatan menggunakan metode simulasi,

sejumlah parasetamol dan kafein murni ditambahakan ke dalam campuran bahan

pembawa sediaan farmasi.

Kecermatan dilakukan dengan sampel simulasi yang mengandung 50 ppm

parasetamol dan 6,5 ppm kafein yang telah dilarutkan dalam labu ukur 10,0 ml.

Nilai perolehan kembali parasetamol 108,79% dan kafein 119,14%. Hasil

perolehan kembali dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu sebesar 90-107%

pada analit matriks sampel parasetamol dan 80-110% pada analit matriks sampel

kafein. Berdasarkan hasil pengukuran teresebut dapat dikatakan bahwa

kecermatan pengukuran untuk parasetamol dan kafein dikatakan tidak baik.

Kedua, presisi diperoleh dari 6 kali pengukuran kadar parasetamol 50ppm

dan kafein 6,5 ppm. Hasil presisi dikatakan memiliki kriteria yang sesuai jika

metode memberikan simpangan baku relatif kurang dari 2%. Berdasarkan hasil

pengukuran didapat nilai RSD parasetamol 0,052% dan kafein 0,06%, sehingga

presisi dikatakan baik.

Ketiga, hasil uji linearitas parasetamol dan kafein diperoleh masing-

masing persamaan garis f(x) = 107232x - 1E+06 dan f(x) = 82269 x - 132548.

Data linearitas memenuhi jika nilai koefesien korelasi > 0,999 dan hasil koefesien
36

parasetamol sebesar 0,992 dan 0,966 untuk kafein, sehingga linearits untuk

parasetamol dan kafein baik.

Terakhir, hasil batas deteksi dan batas kuantifikasi yang dibandingkan

dengan tinggi puncak dari standar terendah yang diperiksa. Nilai batas deteksi

parasetamol dan kafein masing-masing sebesar 0.123 ppm dan 0,2986 ppm yang

mendefinisikan bahwa metode yang digunakan dapat mendeteksi atau

memberikan respon parasetamol dan kafein pada minimal konsentrasi sampel

sebesar 0,1 ppm parasetamol dan 0,3 ppm kafein namun data hasil analisis tidak

dapat dipertanggung jawabkan. Nilai batas kuantifikasi parasetamol dan kafein

masing-masing sebesar 0,4128 ppm dan 0,9954 ppm yang mendefinisikan bahwa

metode yang digunakan dapat mendeteksi dan mengukur kuantitas terkecil

parasetamol dan kafein pada konsentrasi sampel sebesar 0,4 ppm parasetamol dan

0,9 ppm kafein sehingga data hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan dan

masih dapat memenuhi kriteria cermat.

4.2.4 Penetapan Kadar Sampel

Jumlah sampel yang dianalisis dipilih berdasarkan ISO Indonesia volume

46 tahun 2011 s/d 2012 total populasi yang terdapat pada ISO sebanyak sembilan

sampel, namun produk sampel sulit ditemukan di pasaran sehingga sampel yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua sampel yang masih beredar

dipasaran dan mudah didapatkan dengan kandungan parasetamol 500 mg dan

kafein 35 mg dan 65 mg. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV kadar yang

diperoleh dari hasil analisis untuk parasetamol tablet adalah 90-110% dan kafein

adalah 98,5-101%. Pada sampel 1 dengan luas area parasetamol 4665797,93


37

dengan nilai hasil perhitungan kadar 106,53% dan luas area kafein 446906,89

dengan hasil perhitungan kadar sebesar 117,42%. Sedangkan pada sampel 2

dengan luas area parasetamol 4801846,09 dengan hasil perhitungan kadar sebesar

108,98% dan luas area kafein 215953,05 dengan hasil perhitungan kadar sebesar

135,27%. Dari hasil perhitungan kadar, maka kadar yang terkandung dalam

sampel kandungan parasetamol dikatakan memenuhi syarat sesuai Farmakope

Indonesia Edisi IV karena kandungan hasil analisis berada pada rentang 90-110%

dan sampel kandungan kafein tidak memenuhi dengan persyaratan kadar kafein

dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah 98,5-101% untuk kafein,

kemungkinan hasil yang tidak sesuai persyaratan pada kafein diakibatkan kurva

sampel pada kafein yang asimetris (fronting).

Apabila penetapan kadar kafein lebih tinggi dan tidak sesuai dengan

kompendial dapat dikhawatirkan penggunaanya kepada pasien, karena berdampak

pada efek samping kafein yaitu sebagai stimulan yang dapat mempercepat kerja

jantung, jantung berdebar, sulit tidur, tangan gemetar, meningkatkan sekresi asam

lambung dan rasa gelisah.


 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa :

1. Kondisi optimum parasetamol dan kafein adalah selama 15 menit dengan

menggunakan kolom C18 dan detektor UV pada panjang gelombang 263

nm. Kondisi optimasi KCKT menggunakan fase gerak air : metanol

(70:30) dengan waktu selama 15 menit, dari kondisi tersebut didapatkan

hasi waktu retensi parasetamol dan kafein masing-masing 6,798 dan

12,528. Faktor kapasitas parasetamol dan kafein masing-masing 1,826 dan

0,819. Lempeng teoritis parasetamol dan kafein masing-masing 408,858

dan 788,008. Resolusi parasetamol dan kafein masing-masing 4,307 dan

3,661. Tailing factor parasetamol dan kafein masing-masing 1,015 dan

0,819.

2. Hasil parameter validasi metode antara lain nilai RSD parasetamol dan

kafein < 2%. Limit deteksi parasetanol sebesar 0,1234 ppm dan kafein

sebesar 0,2986 ppm. Limit kuantisasi parasetamol 0,4218 ppm dan kafein

sebesar 0,9954 ppm. Koefesien korelasi parasetamol dan kafein masing-

masing sebesar 0,992 dan 0,990.

3. Kadar parasetamol dan kafein untuk sampel 1 masing-masing sebesar

106,53% dan 117,42% Kadar parasetamol dan kafein untuk sampel 2

masing-masing sebesar 108,98% dan 135,54%.


38
39
 
4. Kadar parasetamol memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV

dan kadar kafein tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia.

5.2 Saran

Dilakukannya penelitian lanjutan mengenai kondisi optimasi analisis yang

digunakan untuk menganalisis campuran parasetamol dan kafein dalam tablet

kombinasi. Sehingga dalam menghitung kadar kafein dalam tablet kombinasi

mendapatkan persentase kadar yang sesuai berdasarkan Farmakope Indonesia

Edisi IV.

Penelitian lanjutan berdasarkan sudut pandang secara farmakologi

mengenai efektivitas campuran parasetamol dan kafein yang didapat dari

berdasarkan ISO volume 46 tahun 2011 s/d 2012 terdapat sembilan nama dagang

menjadi tiga nama dagang saja yang banyak ditemukan dan mudah di dapatkan

dipasaran.
 

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi


IV. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Damayanti, Sophi dkk. 2003. Penetapan Secara Simultan Campuran Parasetamol


dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Indonesian
Journal of Chemistry ( Vol. 3(1), hal. 9-11). Bandung.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksana Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.


Majalah Ilmu Kefarmasian (Vol. 1, No.3, hlm. 117-135). Depok.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2010. ISO : Informasi Spesialit Obat Indonesia. Vol
46 – 2011 s/d 2012. Jakarta : PT ISFI

Mutschler. Ernst. 2005. Dinamika Obat. Terjemahan Mathilda B. Widiantoro dan


Anna Setia Ranti: Penerbit ITB

Naid, Tadjuddin dkk. 2011. Penetapan Kadar Parasetamol Dalam tablet


Kombinasi dengan Kofein Secara Spektrofotometri UV-Vis. Majalah
Farmasi dan Farmakologi (Volume 15, No.2, hlm. 77-82). Makassar.

Setiawan, Budi dan Dwi Purnomo. 2012. Validasi Metode HPLC


Untuk Analisis Sulfit Pada Pembuatan Kandidat SRM Na2ZRO3. Pusat
Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN. Yogyakarta.

Snyder, Lloyd R, dkk. Practical HPLC Method Development. Second Edition.


California.

Sudjadi. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IX. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting. Edisi VI.
Cetakan III. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Vichare, Vijaya dkk. 2010. Simultaneous Spectrophotometric determination of


Paracetamol and Caffeine in Tablet Formulaion. International Journal of
PharmTech Research (IJPRIF) (Vol.2, No.4, p.2512-2516). Coden (USA).

40
 
 

LAMPIRAN

 
 
 

Lampiran 1. Perhitungan Kurva Kalibrasi Parasetamol

No Konsentrasi Luas Area (y) xy x^2 y^2

(ppm) (x)

1 30 2352379 70571370 900 5,5336E+12

2 60 5307112 318426720 3600 2,81654E+13

3 70 5805372 406376040 4900 3,37023E+13

4 90 9221095 829898550 8100 8,50286E+13

5 120 11699502 1403940240 14400 1,36878E+14

Jumlah 370 34385460 3029212920 31900 2,89308E+14

(jumlah)^2 136900 1,18236E+15

Rata-rata 61,66 5730910

b 3713,5219

R square 0,9837

r 0,9918

41  
 
 

Lampiran 2. Perhitungan Kurva Kalibrasi Kafein

No Konsentrasi Luas Area (y) xy x^2 y^2

(ppm) (x)

1 2 121830,8 243661,6 4 14842743829

2 4 185549,5 742198 16 34428616950

3 6 254087,6 1524525,6 36 64560508474

4 18 1376411,1 24775399,8 324 1,89451E+12

Jumlah 30 1937879 27285785 380 2,00834E+12

(Jumlah)^2 900 3,75538E+12

Rata-rata 7,5 4884469,75

b 98089,94

R square 0,9809

r 0,990

42  
 
 

Lampiran 3. Perhitungan Akurasi Parasetamol

Persamaan garis parasetamol :

F(x) = 107232x – 1,06E+06

Luas Area Kadar Kadar yang


Pengulangan Kadar Sampel
Sampel Diharapkan
ke - (%)
(ppm) (ppm)

1 4772445 54,373 108,746

2 4775155 54,398 108,796

3 4776710 54,413 108,826


50
4 4776710 54,413 108,826

5 4772445 54,373 108,746

6 4775155 54,398 108,796

Rata-rata 108,7893

43  
 
 

Lampiran 4. Perhitungan Akurasi Kafein

Persamaan garis kafein :

F(x) = 79071x – 158135

Luas Area Kadar Kadar yang Kadar


Pengulangan
Sampel Diharapkan Sampel
ke -
(ppm) (ppm) (%)

1 453926 7,74 119,087

2 454225 7,74 119,145

3 454453 7,75 119,189


6,5
4 454453 7,75 119,189

5 454225 7,74 119,145

6 453926 7,74 119,087

Rata-rata 119,14

44  
 
 

Lampiran 5. Perhitungan Presisi Parasetamol

Pengulangan
Kadar Sampel xi-x (xi-x)^2 ∑(xi-x)^2/(n-1)
ke -

1 108,746 -0,04333 0,00188

2 108,796 0,006667 0,00004

3 108,826 0,036667 0,00134


0,003266667
4 108,826 0,036667 0,00134

5 108,746 -0,04333 0,00188

6 108,796 0,006667 0,00004

Rata-rata 108,79833

Jumlah 0,00653

SD 0,05715

RSD 0,05253

45  
 
 

Lampiran 6. Perhitungan Presisi Kafein

Pengulangan
Kadar Sampel xi-x (xi-x)^2 ∑(xi-x)^2/(n-1)
ke -

1 119,086 -0,0538 0,0029

2 119,145 0,0046 0,00002116

3 119,189 0,0492 0,0024206


0,00533624
4 119,189 0,0492 0,0024206

5 119,145 0,0046 0,00002116

6 119,086 -0,0538 0,0029

Rata-rata 119,14

Jumlah 0,01067

SD 0,07305

RSD 0,06131

46  
 
 

Lampiran 7. Keseragaman Bobot Tablet Sampel 1

Untuk penetapan keseragaman bobot dilakukan dengan timbang seksama 10

tablet, satu per satu, dan hitung bobot rata-rata. Dari hasil penetapan kadar yang

diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat

aktif dari masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistrubusi

homogen. (Farmakope Indonesia edisi IV)

No Tablet Bobot Tablet

1. 0,697 g

2. 0,695 g

3. 0,713 g

4. 0,709 g

5. 0,691 g

6. 0,700 g

7. 0,701 g

8. 0,691 g

9. 0,703 g

10. 0,694 g

Rata-rata 0,7005 g

47  
 
 

Lampiran 8. Keseragaman Bobot Sampel 2

Untuk penetapan keseragaman bobot dilakukan dengan timbang seksama 10

tablet, satu per satu, dan hitung bobot rata-rata. Dari hasil penetapan kadar yang

diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat

aktif dari masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistrubusi

homogen. (Farmakope Indonesia edisi IV)

No Tablet Bobot Tablet

1. 0,712 g

2. 0,701 g

3. 0,710 g

4. 0,696 g

5. 0,704 g

6. 0,698 g

7. 0,692 g

8. 0,696 g

9. 0,722 g

10. 0,696 g

Rata-rata 0,703 g

48  
 
 

Lampiran 9. Perhitungan Pengambilan Bobot Sampel

Sampel 1 Parasetamol :

700,5  mg
 ×50  mg = 70,05  mg
500

Sampel 1 Kafein :

700,5  mg
 ×6,5  mg = 70,05  mg
65

Sampel 2 Parasetamol :

703  mg
 ×50  mg = 70,3  mg
500

Sampel 2 Kafein :

703  mg
 ×3,5  mg = 70,3  mg
35

49  
 
 

Lampiran 10. Hasil Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem

50  
 
 

Lampiran 11. Laporan Hasil Kurva Kalibrasi Parasetamol

51  
 
 

Lampiran 12. Laporan Hasil Kurva Kalibrasi Kafein

52  
 
 

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 1

53  
 
 

Lampiran 14. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 2

54  
 
 

Lampiran 15. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 3

55  
 
 

Lampiran 16. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 4

56  
 
 

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 5

57  
 
 

Lampiran 18. Hasil Pengukuran Kromatogram Akurasi 6

58  
 
 

Lampiran 19. Hasil Kromatogram Sampel 1

59  
 
 

Lampiran 20. Hasil Kromatogram Sampel 2

60  
 
 

Lampiran 21. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

HPLC Shimadzu LC 20 Prominance

61  
 
 

Lampiran 22. Sampel

62  
 

Anda mungkin juga menyukai