A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
Vitamin C (asam askrobat) merupakan hablur atau serbuk berwarna putih atau agak
kuning oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Mudah larut dalam air,
agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam klorofom eter dan benzene. Vitamin C dapat
melebur pada suhu kurang lebih 190ºC. Dalam keadaan kering dapat stabil diudara,
sedangkan dalam larutan cepat teroksidasi. Berikut adalah struktur dari vitamin C:
(Kemenkes, 2014)
(Gandjar,2015).
C. ALAT BAHAN
1. Alat
- Labu takar 10mL - Glassfirm atau - Spektrofotometer
dan 50mL ballfiller UV dan kuvet
- Pipet volume - Beakker glass - Pipet tetes
1mL, 2mL, 4mL, - Timbangan - Sendok tanduk
5mL, dan 10mL analitik - Batang pengaduk
- Pipet ukur 1mL - Corong kaca - Mortir dan stamfer
2. Bahan
- Baku vitamin C
- Sampel vitamin C
- Metanol p.a
- Aquadest
D. PROSEDUR KERJA
Larutan baku vitamin C dalam metanol dipindahkan ke dalam labu ukur 50mL
kemudian ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas kalibrasi
Ditambah metanol p.a sampai tanda kalibrasi, kemudian digojok sampai homogen
- Pembuatan seri larutan konsentrasi vitamin C
Diambil 1mL, 2mL, 3mL, 4mL, dan 5mL larutan intermediet vitamin C 0,05mg/mL,
kemudian masing – masing dimasukkan ke dalam labu takar 10mL
Masing – masing labu takar untuk tiap seri konsentrasi ditambahkan metanol p.a
sampai tanda kalibrasi
Diambil 1mL, 3mL, 5mL larutan intermediet vitamin C 0,05mg/mL, kemudian masing
– masing dimasukkan ke dalam labu takar 10mL
Masing – masing labu takar ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas kalibrasi
Larutan tersebut akan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 220 – 400nm,
kemudian profil spektra yang didapatkan akan dibandingkan sehingga akan diperoleh
panjang gelombang maksimal
- Absorbansi masing – masing seri konsentrasi akan diukur dengan panjang gelombang
maksimal yang telah ditetapkan dan intensitas absorbansi akan didapatkan
2. Penetapan kadar vitamin C
Sampel vitamin C ditimbang seksama sebanyak 50mg kemudian dimasukkan ke
dalam beakker glass 100mL, ditambah dengan 10mL metanol p.a lalu diaduk
sampai homogen
1mL larutan sampel A diambil kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10mL
kemudian diencerkan dengan metanol p.a sampai tanda kalibrasi (disebut larutan
sampel B)
C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL × 2mL = C2 ×10mL
mg
C2 = 0,01 ⁄mL
Seri 3 (3mL)
C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL × 3mL = C2 ×10mL
mg
C2 = 0,015 ⁄mL
Seri 4 (4mL)
C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL × 4mL = C2 ×10mL
mg
C2 = 0,02 ⁄mL
Seri 5 (5mL)
C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL × 5mL = C2 ×10mL
mg
C2 = 0,025 ⁄mL
6. Kurva baku
KURVA BAKU
1.2
0.8
Absorbansi
0.6
y = 42.44x - 0.0662
0.4 R² = 0.9722
0.2
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03
Konsentrasi
y = 42,08x – 0,0644
Sampel 1
0,706 = 42,08X – 0,0644
mg
X1 = 0,018307984 ⁄mL
Sampel 2
0,672 = 42,08X – 0,0644
mg
X2 = 0,0172 ⁄mL
Sampel 3
0,628 = 42,08X – 0,0644
mg
X3 = 0,016454372 ⁄mL
Absorbansi vs Konsentrasi
0.0185
y = 0.0146x + 0.007
0.018
R² = 0.9643
0.0175
Absorbansi
0.017
0.0165
0.016
0.0155
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Konsentrasi
9. Faktor pengenceran = 20
mg
X . fp = 0,018307984 ⁄mL X 20
mg
= 0,366115968 ⁄mL
Sampel 2
mg
X. fp = 0,0175 ⁄mL X 20
mg
= 0,35 ⁄mL
Sampel 3
mg
X. fp = 0,016454372 ⁄mL X 20
mg
= 0,32908744 ⁄mL
= 36,53851976% ≈ 36,539 %
mg
0,35 ⁄mL ×50mL
Sampel II = ×100%
50,7mg
= 34,516765286% ≈ 34,517%
mg
0,32908744 ⁄mL ×50mL
Sampel III = ×100%
50,8mg
= 32,39049606% ≈ 32,390%
̅
X = 34,48192703% ≈ 34,482%
SD = 2,074231286
𝑆𝐷 2,074231286
CV = ̅ x 100% = 𝑋 100%= 6,015415801 %
X 34,48192703
(36,65% −34,48192703%)
% Penyimpangan = ×100%
36,65%
= 5,915615198 %≈ 5,916 %.
Seri 1
Seri 3
Seri 5
Pada struktur vitamin c, terdapat kromofor. Kromofor merupakan suatu gugus fungsi, yang
menampakkan spektrum absorbansi dan merupakan senyawa oeganik yang meiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang mampu menyerap radiasi elektromagnetik dan menimbulkan warna.
Gugus auksokrom merupakan gugus fungsional yang memiliki pasangan elektron bebas,
meningkatkan intensitas serapan, meningkatkan warna, dan harus terikat pada sistem kromofor
(Gandjar, 2015).
Berikut merupakan bagian – bagian spektrofotometer yaitu:
1. Sumber cahaya : lampu atau sumber cahaya yang dipakai pada spektrofotometer UV adalah
deuterium lamp dengan spektrum energi radiasi lurus dengan bentuk yang khas
2. Monokromator : berfungsi untuk memecah cahaya polikromatis menjadi monokromatis untuk
kemudian dipakai sesuai dengan panjang gelombang yang diinginkan
3. Sample kompartemen spektrofotometer (kuvet) : tempat untuk meletakkan sampel. Dapat
terbuat dari kaca, silika, maupun kuarsa
4. Detektor spektrofotometer : berfungsi untuk menangkap sinar yang telah melewati sampel
untuk kemudian diubah menjadi sinyal listrik
(Arny dkk., 2016)
Terdapat dua tipe intrumen lain pada spektrofotometer yaitu :
1.Single beam instrument dapat digunakan untuk pengukuran kuantitatif dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Pada single beam, cahaya hanya
melewati satu arah sehingga yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukkan.
Single beam instrument memiliki beberapa keuntungan yaitu sederhana dan murah. Kekurangan
dari single beam instrument yaitu terjadi perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase.
2. Double beam instrument, dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh cermin yang
berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati blanko dan sinar kedua secara
serentak melewati sampel, Pada double beam instrument, kuvet yang diganti untuk pengukuran
absorbansi hanya kuvet sampel, sedangkat kuvet blanko tetap berada di dalam instrument. Hal ini
menunjukkan kelebihan dari double beam instrument, karena nilai absorbansi larutan telah
mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko.
(Csuros dan Maria,2002).
Syarat senyawa yang dapat diukur dengan spektrosfotometer UV yaitu: larutan harus
jernih, senyawa yang diuji memiliki gugus kromofor dan auksokrom, larutan memiliki
konsentrasi rendah. Senyawa uji dilarutkan dalam pelarutnya, larutan tersebut harus jernih dan
tidak boleh ada pengotor karena apabila keruh dan ada pengotor akan mempengaruhi nilai
absorbansi. Gugus kromofor adalah gugus dengan ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat
menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang. Gugus kromofor berperan
dalam memberikan warna. Gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang memiliki pasangan
electron bebas, dan gugus ini berikatan langsung pada gugus kromofor (Gandjar dan Rohman,
2011).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi seperti :
1.Pemilihan panjang gelombang bertujuan untuk mngetahui pada panjang gelombang berpaa
terjadi absorbansi maksimum. Pada panjang gelombang maksimum, absorbansi yang terjadi
maksimum dan nilai absorpsi molar berada pada nilai maksimum yang menyebabkan
sensitivitas pengukuran meningkat, sehingga konsentrasi kecilpun dapat terdetaksi. Seperti
pajang gelombang vitsmin c dengan pelarut asam oksalat 0,4 % yaitu 516 nm. (Widiastuti,
2011).
2. Waktu operasional (operating time) biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya adalah unutk mengetahui waktu pengukuran yang satbil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi
larutan.
3.Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan absoran yang terbaca pada spektrofotometer
hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% samapai 70% jika dibaca sebagai transmitans.
(Gandjar dan Rohman, 2011).
Pada praktikum ini pembacaan absorbansi dengan spektrofotometri UV diperlukan larutan
blanko yang berfungsi untuk kalibrasi alat dan digunakan untuk membuat titik nol (auto zero)
konsentrasi dari grafik serta sebagai pengoreksi absorbansi senyawa uji yang akan diukur. Blanko
yang digunakan adalah metanol. Setelah itu, dibuat larutan stok yang bertujuan untuk mencegah
nilai absorbansi yang terlalu besar, serta untuk menghemat bahan dan mengurangi kesalahan
penimbangan serta merupakan larutan yang akan diencerkan untuk konsentrasi lebih rendah.
Larutan stok dibuat dengan cara melarutkan 50mg serbuk vitamin C murni dalam metanol p.a ad
50mL. Larutan stok diambil dan dibuat menjadi larutan intermediet. Larutan intermediet
bertujuan agar larutan baku yang diuji tidak terlalu pekat maupun terlalu encer sehingga
pembacaan absorbansinya menjadi jelas dan juga berfungsi untuk membuat larutan seri. Larutan
intermediet dibuat dengan mengambil 2,5mL larutan stok, kemudian ditambahkan metanol p.a ad
50mL. Larutan seri dibuat dengan beberapa konsentrasi yang bertujuan untuk mencari persamaan
regresi linear yang ditandai dengan nilai r yang mendekati 1 dan untuk mendapatkan kurva baku
yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari suatu senyawa (sampel) yang telah diketahui
absorbansinya (Pekamwar dkk., 2015).
Berdasarkan hukum lamber-beer yang menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsetrasi dan ketebalan bahan/medium. Jadi jika hukum lamber-beer ini terpenuhi, maka
kurva baku akan berupa garis lurus atau linear dan absorbansi yang baik dengan % kesalahan
kurang dari 5% atau berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika absorbansi dibawah 0,2 maka larutan baku
terlalu encer sehingga cahaya yang diteruskan ke detektor banyak dan perlu dipekatkan. Jika
absorbansi lebih dari 0,8 maka larutan terlalu pekat sehingga cahaya yang diteruskan sedikit dan
perlu diencerkan (Gandjar dan Rohman, 2018).
Dalam praktikum ini didapatkan panjang gelombang maksimal yaitu 247,5 nm dengan
menggunakan 20 kali faktor pengenceran. Dari pengukuran panjang gelombang maksimum dapat
ditentukan pengukuran kadar vitamin C. Penetapan kadar dapat menggunakan persamaan regresi
linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansinya. Namun, sebelum
menghitung kadar vitamin c harus mencari nilai y (absorbansi) dan x menggunakan regresi linear.
Hasil yang didapatkan pada perhitungan y (intensitas absorbansi) dan x (konsentrasi sebenarnya)
yakni a = -0,0644 ; b = 42,08 ; dan r = 0.984361769 ; sehingga regresi linearnya yaitu y = bx + a
y = 042,08x – 0,0644. Setelah didapat nilai y dari pengukuran absorbansi sampel vitamin c
menggunakan spektrofotometer UV dan nilai x dari rumus regresi linear dapat dihitung kadar
vitamin c menggunakan rumus :
𝑋 ×𝑓 × 𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Kadar = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡𝑃 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 fp = faktor pengenceran
Dari rumus tersebut didapatkan kadar vitamin C sampel I adalah 36,539 %, sampel II adalah
34,517% dan sampel III adalah 32,390%. Sehingga diperoleh rata-rata kadar vitamin c adalah
34,482%, SD= 2,074231286 dan CV= 6,015415801. % Kadar sebenarnya dalam praktikum yakni
36,65%, sehingga persenan kesalahan yang diperoleh dalam praktikum sebesar 5,916 %.
Berdasarkan AOAC (Association of Official Agricultural Chemist), perhitungan SD bertujuan
mengetahui presisi dari data yang didapat. Presisi adalah kedekatan antara hasil. Presisi dikatakan
baik bila nilai SD < 5. Sementara CV berfungsi menentukan homogen atau heterogen mutu data.
CV dikatakan baik bila ≤ 2%, artinya data yang diperoleh memiliki hasil yang cukup presisi dan
data yang diperoleh juga cukup heterogen. SD dan CV ditentukan untuk melihat presisi dan
akurasi. Presisi merupakan ukuran kedekatan serangkaian hasil analisis dalam satu seri
pengukuran. Jadi semakin dekat suatu hasil analsis menandakan semakin baik presisi yang
diperoleh dan presisi dikatakan baik bila nilai SD < 5 sedangkan Akurasi merupakan tingkat
kedekatan nilai rata-rata dengan nilai sebenarnya, sehingga dapat dikatakan baik bila hasil yang
diperoleh memilki nilai yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (Gandjar dan Rohman, 2011).
Kelebihan spektrofotometri yakni panjang gelombang dapat lebih terseleksi, cara
penggunaan lebih sederhana, tidak memerlukan indikator, dapat menganalisa kadar larutan
dengan konsentrasi kecil, dan hasilnya lebih akurat karena bersifat objektif sedangkan
kekurangannya yakni penentuan absorbansi dipengaruhi oleh pH, suhu, dan kuvet, sehingga hasil
yang diperoleh bisa menjadi kurang akurat. Selain itu pemakaiannya hanya pada gugus
fungsional yang mengandung elektron valensi dengan energy eksitasi rendah (Ohannesian and
Streeter., 2012).
G. KESIMPULAN
Metode penetapan kadar yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode
Spektrofotometer UV. Spektrofotometer UV – Vis adalah salah satu teknik analisis fisika – kimia
yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah
panjang gelombang 200 – 400 (UV) atau 380 – 780nm (Vis). Prinsip kerja spektrofotometri UV –
Vis yaitu berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom, ion, atau molekul.
Konsentrasi vitamin C yang diperoleh dengan metode Spektrofotometri UV adalah pada replikasi
mg mg mg
1 sebanyak 0,018307984 ⁄mL , replikasi 2 0,0172 ⁄mL, replikasi 3 0,016454372 ⁄mL.
Dari konsentrasi tersebut di dapatkan kadar vitamin C replikasi 1 sebesar 36,539 %, replikasi 2
sebesar 34,517 % , replikasi 3 sebesar 32,390 % , dan rata – rata kadarnya sebesar 34,482 %.
Hasil yang di dapatkan ini tidak sesuai dengan teori ,kadar yang seharusnya di dapatkan adalah
sebesar 36,65 % , sehingga diadapatkan persen kesalahan yang didapat yaitu sebesar 5,916 %.
H. DAFTAR PUSTAKA
Arny, N., Putri, A. N., dan Ardira, L., 2016. Analisis Kuantitatif Vitamin C dalam Injeksi
Whitening menggunakan Metode Spektrofotometri UV – Vis. Borneo Journal of
Medical Laboratory Technology, 1 (2), 77 – 85.
Badriyah, L., dan Manggara, A. B., 2015. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Cabai Merah
(Capsicum annum L.) Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Wiyata.,
2(1), 25-26.
Csuros, dan Maria, 2002. Environment Sampling and Analysis for Metals. New York: CRC
Press Company. pp 90.
Dirjen POM., 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 149.
Gandjar, I., dan Rohman, A., 2018. Spektroskopi Molekuler Untuk Analsis Farmasi. Yogyakarta:
UGM Press. Hal 49-52.
Gandjar, I., dan Rohman, A., 2011. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal
256-261.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2015. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
243, 246, 254-256, 261-262.
Mulyani, E., 2018. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah Kiwi (Actinida
deliciousa) dengan Menggunakan Metode Iodometri dan Spektrofotometri UV – Vos.
Pharmauho. 3 (2), 11- 19
Ohannesian, L., and Streeter, A. J., 2012. Handbook of Pharmaceutical Analysis. New York :
Marcel Dekker Inc, 201.
Pekamwar, S. S., Kalyankar, T. M., Tambe, B. V., dan Wadher, S. J., 2015. Validated UV-
Visible Spectrophotometric method for simultaneous estimation of Cefixime and
Moxifloxacin in Pharmaceutical Dosage Form. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
5 (01), 037 – 041.
Widiastuti, H., 2011. Standarisasi Vitamin C Pada Buah Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Secara
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2(1). Hal 72-75.