Anda di halaman 1dari 16

PENETAPAN KADAR VITAMIN C

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETER UV

A. TUJUAN

Menetapkan kadar vitamin C dalam sampel serbuk secara spektrofotometri uv

B. DASAR TEORI

Vitamin C (asam askrobat) merupakan hablur atau serbuk berwarna putih atau agak
kuning oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Mudah larut dalam air,
agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam klorofom eter dan benzene. Vitamin C dapat
melebur pada suhu kurang lebih 190ºC. Dalam keadaan kering dapat stabil diudara,
sedangkan dalam larutan cepat teroksidasi. Berikut adalah struktur dari vitamin C:

(Kemenkes, 2014)

Vitamin C dengan BM 176,13 adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai


karbohidrat yang erat kaitanya dengan monosakarida. Peran utamanya adalah pemebntukan
kolagen intraseluler dan juga berperan dalam pengaturan atau proses metabolism tubuh
(Badriyah dan Manggara, 2015). Vitamin C juga merupakan sumber antioksidn terbesar yang
terdapat pada bahan makan dan minuman. Antioksidan dapat bertindak sebagai maktivator
reaksi oksidasi dan radikal bebas (Mulyani, 2018).

Spektrofotometri adalah metode analisis berdasarkan pengukuran serapan sinar


monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kiri difraksi dan detektor vacuum phototube
atau foton hampa

(Badriah dan Manggara, 2015)

Prinsip dari spektrofotometri yaitu cahaya polikromatis diubah menjadi cahaya


monokromatis oleh monokromator, kemudian ditembakan ke sampel sehingga elektron akan
tereksitasi dari ground state ke excited state. Setelah itu, molekul menjadi tidak stabil dalam
tingkat energy yang tinggi maka akan kembali ke ground state sambil mengeluarkan emisi,
emisi dapat ditaangkap oleh detector dan hasilnya dibaca sebagai nilai absorbansi zat tersebut.
Prinsip kerja ini prinsip kerja ini didasarkan pada hokum lambert Beer, cahaya monokromatis
melalui suatu media, maka sebagian cahaya diserap,sebagian dipnatulkan, sebagian
dipantulkan, dan sebgaian dipancarakan

(Gandjar,2015).

Berikut adalah diagram skematis spektrofotometri :

C. ALAT BAHAN

1. Alat
- Labu takar 10mL - Glassfirm atau - Spektrofotometer
dan 50mL ballfiller UV dan kuvet
- Pipet volume - Beakker glass - Pipet tetes
1mL, 2mL, 4mL, - Timbangan - Sendok tanduk
5mL, dan 10mL analitik - Batang pengaduk
- Pipet ukur 1mL - Corong kaca - Mortir dan stamfer

2. Bahan

- Baku vitamin C

- Sampel vitamin C
- Metanol p.a
- Aquadest
D. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan kurva baku


- Pembuatan larutan stok vitamin C 1mg/mL
Baku vitamin C ±50mg ditimbang seksama kemudian dilarutkan dengan sedikit
metanol di beakker glass, kemudian dilakukan pengadukan sampai larut

Larutan baku vitamin C dalam metanol dipindahkan ke dalam labu ukur 50mL
kemudian ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas kalibrasi

Dilakukan penggojokkan sampai homogen


- Pembuatan larutan intermediet vitamin C 0,05 mg/mL
Larutan stok vitamin C 1mg/mL diambil sebanyak 2,5mL, kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 50mL

Ditambah metanol p.a sampai tanda kalibrasi, kemudian digojok sampai homogen
- Pembuatan seri larutan konsentrasi vitamin C
Diambil 1mL, 2mL, 3mL, 4mL, dan 5mL larutan intermediet vitamin C 0,05mg/mL,
kemudian masing – masing dimasukkan ke dalam labu takar 10mL

Masing – masing labu takar untuk tiap seri konsentrasi ditambahkan metanol p.a
sampai tanda kalibrasi

Penetapan panjang gelombang maksimum

Diambil 1mL, 3mL, 5mL larutan intermediet vitamin C 0,05mg/mL, kemudian masing
– masing dimasukkan ke dalam labu takar 10mL

Masing – masing labu takar ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas kalibrasi

Larutan tersebut akan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 220 – 400nm,
kemudian profil spektra yang didapatkan akan dibandingkan sehingga akan diperoleh
panjang gelombang maksimal
- Absorbansi masing – masing seri konsentrasi akan diukur dengan panjang gelombang
maksimal yang telah ditetapkan dan intensitas absorbansi akan didapatkan
2. Penetapan kadar vitamin C
Sampel vitamin C ditimbang seksama sebanyak 50mg kemudian dimasukkan ke
dalam beakker glass 100mL, ditambah dengan 10mL metanol p.a lalu diaduk
sampai homogen

Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 50mL

Gelas beakker dibilas dengan 2 × 10mL metanol p.a kemudian dimasukkan ke


dalam labu takar yang sama, lalu ditambahkan metanol p.a sampai tanda kalibrasi
(disebut larutan sampel A)

1mL larutan sampel A diambil kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10mL
kemudian diencerkan dengan metanol p.a sampai tanda kalibrasi (disebut larutan
sampel B)

Dilakukan penyaringan larutan sampel B untuk memisahkan larutan vitamin C


murni dengan partikel – partikel eksipien yang tidak larut

5mL larutan sampel B yang telah disaring diambil, kemudian dimasukkan ke


dalam labu takar 10mL lalu diencerkan dengan metanol p.a sampai tanda kalibrasi
(disebut larutan sampel C)

Larutan sampel C dikukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum


yang telah ditetapkan sebelumnya

Kadar vitamin C dalam sampel ditetapkan dengan memplotkan absorbansi terukur


dengan persamaan kurva baku yang telah diperoleh (perhatikan faktor pengenceran
dalam proses perhitungan kadar)

Dilakukan replikasi sebanyak 3 kal


E. DATA dan HASIL PENGAMATAN
1. Penimbangan
 Larutan stok vitamin C (Vitamin C murni 50mg)
Bobot wadah = 0,2581g
Bobot wadah+ isi = 0,3094g
Bobot wadah+ sisa = 0,2590g
Bobot isi = 0,0504g = 50,4mg
 Larutan sampel
 Replikasi I
Bobot wadah = 0,2528g
Bobot wadah+ isi = 0,3031g
Bobot wadah+ sisa = 0,2530g
Bobot isi = 0,0501g = 50,1mg
 Replikasi II
Bobot wadah = 0,2536g
Bobot wadah+ isi = 0,3045g
Bobot wadah+ sisa = 0,2538g
Bobot isi = 0,0507g = 50,7mg
 Replikasi III
Bobot wadah = 0,2642g
Bobot wadah+ isi = 0,3153g
Bobot wadah+ sisa = 0,2645g
Bobot isi = 0,0508g = 50,8mg

2. Panjang Gelombang Maksimum


Seri Abscis. ABS
1 272,5 0,410
3 246,0 0,848
5 247,5 1,174
Maka dapat disimpulkan, bahwa panjang gelombang maksimum yang dipilih adalah
247, 5.
3. Konsentrasi Larutan Baku
50mg mg
C = 50mL =1 ⁄mL

4. Konsentrasi Larutan Intermediet


C1 × V1 = C2 × V2
mg
1 ⁄mL ×2,5mL = C2 ×50mL
mg
C2 = 0,05 ⁄mL
5. Konsentrasi larutan seri
 Seri 1 (1mL)
C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL ×1mL = C2 ×10mL
mg
C2 = 5×10-3 ⁄mL
 Seri 2 (2mL)

C1 × V1 = C2 × V2

mg
0,05 ⁄mL × 2mL = C2 ×10mL

mg
C2 = 0,01 ⁄mL
 Seri 3 (3mL)

C1 × V1 = C2 × V2

mg
0,05 ⁄mL × 3mL = C2 ×10mL

mg
C2 = 0,015 ⁄mL
 Seri 4 (4mL)

C1 × V1 = C2 × V2

mg
0,05 ⁄mL × 4mL = C2 ×10mL

mg
C2 = 0,02 ⁄mL
 Seri 5 (5mL)

C1 × V1 = C2 × V2
mg
0,05 ⁄mL × 5mL = C2 ×10mL

mg
C2 = 0,025 ⁄mL

6. Kurva baku

Konsentrasi (x) Abs (y) a = -0,0644


5 × 10-3 mg/mL 0,104 b = 42,08

0,01 mg/mL 0,359 r = 0,984361769

0,015 mg/mL 0,668 y = bx + a

0,02 mg/mL 0,753 y = 42,08x + (-0,0644)

0,025 mg/mL 0,968 = 42,08x – 0,0644

KURVA BAKU
1.2

0.8
Absorbansi

0.6
y = 42.44x - 0.0662
0.4 R² = 0.9722
0.2

0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03
Konsentrasi

7. Absorbansi larutan sampel


Replikasi I = 0,706
Replikasi II = 0,672
Replikasi III = 0,628

8. Konsentrasi larutan sampel

y = 42,08x – 0,0644
 Sampel 1
0,706 = 42,08X – 0,0644
mg
X1 = 0,018307984 ⁄mL

 Sampel 2
0,672 = 42,08X – 0,0644
mg
X2 = 0,0172 ⁄mL
 Sampel 3
0,628 = 42,08X – 0,0644
mg
X3 = 0,016454372 ⁄mL

Absorbansi vs Konsentrasi
0.0185
y = 0.0146x + 0.007
0.018
R² = 0.9643
0.0175
Absorbansi

0.017

0.0165

0.016

0.0155
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Konsentrasi

9. Faktor pengenceran = 20

10. Perhitungan kadar sebenarnya


 Sampel 1

mg
X . fp = 0,018307984 ⁄mL X 20
mg
= 0,366115968 ⁄mL

 Sampel 2
mg
X. fp = 0,0175 ⁄mL X 20
mg
= 0,35 ⁄mL

 Sampel 3
mg
X. fp = 0,016454372 ⁄mL X 20
mg
= 0,32908744 ⁄mL

11. Penetapan kadar sebenarnya


mg
0,366115968 ⁄mL ×50mL
Sampel I = ×100%
50,1mg

= 36,53851976% ≈ 36,539 %

mg
0,35 ⁄mL ×50mL
Sampel II = ×100%
50,7mg

= 34,516765286% ≈ 34,517%

mg
0,32908744 ⁄mL ×50mL
Sampel III = ×100%
50,8mg

= 32,39049606% ≈ 32,390%

̅
X = 34,48192703% ≈ 34,482%

SD = 2,074231286

𝑆𝐷 2,074231286
CV = ̅ x 100% = 𝑋 100%= 6,015415801 %
X 34,48192703

12. Kadar Sebenarnya

Kadar Sebenarnya = 36,65% b⁄b

13. Persentase Penyimpangan

(36,65% −34,48192703%)
% Penyimpangan = ×100%
36,65%

= 5,915615198 %≈ 5,916 %.

 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum


Seri Tabel Grafik

Seri 1

Seri 3

Seri 5

 Pengukuran Absorbansi Larutan Baku Vitamin C


F. PEMBAHASAN
Tujuan praktikum kali ini adalah menetapkan kadar vitamin C dalam sampel serbuk secara
spektrofotometri uv. Prinsip dari spektrofotometri yaitu cahaya polikromatis diubah menjadi
cahaya monokromatis oleh monokromator, kemudian ditembakan ke sampel sehingga elektron
akan tereksitasi dari ground state ke excited state. Setelah itu, molekul menjadi tidak stabil
dalam tingkat energy yang tinggi maka akan kembali ke ground state sambil mengeluarkan
emisi, emisi dapat ditaangkap oleh detector dan hasilnya dibaca sebagai nilai absorbansi zat
tersebut (Gandjar,2015).
Perbedaan spektrofotometri visebel dan spektrofotometri UV, yaitu :
1. Pada spektrofotometri UV sinar yang digunkan adalah lampu deuterium atau disebut juga
heavi hidrogen. Sedangkan pada spektrofotometri visible menggunakan lampu tungsten
yang sering disebut lampu wolfram.
2. Kuvet yang digunakan pada spektrofotometer UV adalah kuvet kuarsa ataupun kuvet
kaca. Sedangkan, pada spektrofotometer visible hanya menggunakan kuvet kaca saja.
3. Panjang gelombang pada spektrofotometer UV 190-380 nm. Sedangkan untuk panjang
gelombang spektrofotometer visible 400-600 nm.
4. Pada spektrofotometer visible menggunakan cahaya tampak (visible). Sedangkan,
spektrofotometer UV menggunakan sinar UV.
5. Pada spektrofotometer UV hanya digunakan untuk zat yang tidak berwarna. Sedangkan,
spektrofotometer visible untuk zat yang berwarna. Hal ini karena kromofor dari
spektrofotometer UV lebih pendek di bandingkan dengan visible.
(Gandjar, 2015).
Vitamin C memiliki pemerian hablur atau serbuk; putih atau agak kuning oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Vitamin C memiliki kelarutan yaitu mudah larut
dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam
benzene (Depkes, 2014). Vitamin C memiliki struktur sebagai berikut :

Pada struktur vitamin c, terdapat kromofor. Kromofor merupakan suatu gugus fungsi, yang
menampakkan spektrum absorbansi dan merupakan senyawa oeganik yang meiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang mampu menyerap radiasi elektromagnetik dan menimbulkan warna.
Gugus auksokrom merupakan gugus fungsional yang memiliki pasangan elektron bebas,
meningkatkan intensitas serapan, meningkatkan warna, dan harus terikat pada sistem kromofor
(Gandjar, 2015).
Berikut merupakan bagian – bagian spektrofotometer yaitu:
1. Sumber cahaya : lampu atau sumber cahaya yang dipakai pada spektrofotometer UV adalah
deuterium lamp dengan spektrum energi radiasi lurus dengan bentuk yang khas
2. Monokromator : berfungsi untuk memecah cahaya polikromatis menjadi monokromatis untuk
kemudian dipakai sesuai dengan panjang gelombang yang diinginkan
3. Sample kompartemen spektrofotometer (kuvet) : tempat untuk meletakkan sampel. Dapat
terbuat dari kaca, silika, maupun kuarsa
4. Detektor spektrofotometer : berfungsi untuk menangkap sinar yang telah melewati sampel
untuk kemudian diubah menjadi sinyal listrik
(Arny dkk., 2016)
Terdapat dua tipe intrumen lain pada spektrofotometer yaitu :
1.Single beam instrument dapat digunakan untuk pengukuran kuantitatif dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Pada single beam, cahaya hanya
melewati satu arah sehingga yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukkan.
Single beam instrument memiliki beberapa keuntungan yaitu sederhana dan murah. Kekurangan
dari single beam instrument yaitu terjadi perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase.
2. Double beam instrument, dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh cermin yang
berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati blanko dan sinar kedua secara
serentak melewati sampel, Pada double beam instrument, kuvet yang diganti untuk pengukuran
absorbansi hanya kuvet sampel, sedangkat kuvet blanko tetap berada di dalam instrument. Hal ini
menunjukkan kelebihan dari double beam instrument, karena nilai absorbansi larutan telah
mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko.
(Csuros dan Maria,2002).
Syarat senyawa yang dapat diukur dengan spektrosfotometer UV yaitu: larutan harus
jernih, senyawa yang diuji memiliki gugus kromofor dan auksokrom, larutan memiliki
konsentrasi rendah. Senyawa uji dilarutkan dalam pelarutnya, larutan tersebut harus jernih dan
tidak boleh ada pengotor karena apabila keruh dan ada pengotor akan mempengaruhi nilai
absorbansi. Gugus kromofor adalah gugus dengan ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat
menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang. Gugus kromofor berperan
dalam memberikan warna. Gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang memiliki pasangan
electron bebas, dan gugus ini berikatan langsung pada gugus kromofor (Gandjar dan Rohman,
2011).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi seperti :
1.Pemilihan panjang gelombang bertujuan untuk mngetahui pada panjang gelombang berpaa
terjadi absorbansi maksimum. Pada panjang gelombang maksimum, absorbansi yang terjadi
maksimum dan nilai absorpsi molar berada pada nilai maksimum yang menyebabkan
sensitivitas pengukuran meningkat, sehingga konsentrasi kecilpun dapat terdetaksi. Seperti
pajang gelombang vitsmin c dengan pelarut asam oksalat 0,4 % yaitu 516 nm. (Widiastuti,
2011).
2. Waktu operasional (operating time) biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya adalah unutk mengetahui waktu pengukuran yang satbil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi
larutan.
3.Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan absoran yang terbaca pada spektrofotometer
hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% samapai 70% jika dibaca sebagai transmitans.
(Gandjar dan Rohman, 2011).
Pada praktikum ini pembacaan absorbansi dengan spektrofotometri UV diperlukan larutan
blanko yang berfungsi untuk kalibrasi alat dan digunakan untuk membuat titik nol (auto zero)
konsentrasi dari grafik serta sebagai pengoreksi absorbansi senyawa uji yang akan diukur. Blanko
yang digunakan adalah metanol. Setelah itu, dibuat larutan stok yang bertujuan untuk mencegah
nilai absorbansi yang terlalu besar, serta untuk menghemat bahan dan mengurangi kesalahan
penimbangan serta merupakan larutan yang akan diencerkan untuk konsentrasi lebih rendah.
Larutan stok dibuat dengan cara melarutkan 50mg serbuk vitamin C murni dalam metanol p.a ad
50mL. Larutan stok diambil dan dibuat menjadi larutan intermediet. Larutan intermediet
bertujuan agar larutan baku yang diuji tidak terlalu pekat maupun terlalu encer sehingga
pembacaan absorbansinya menjadi jelas dan juga berfungsi untuk membuat larutan seri. Larutan
intermediet dibuat dengan mengambil 2,5mL larutan stok, kemudian ditambahkan metanol p.a ad
50mL. Larutan seri dibuat dengan beberapa konsentrasi yang bertujuan untuk mencari persamaan
regresi linear yang ditandai dengan nilai r yang mendekati 1 dan untuk mendapatkan kurva baku
yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari suatu senyawa (sampel) yang telah diketahui
absorbansinya (Pekamwar dkk., 2015).
Berdasarkan hukum lamber-beer yang menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsetrasi dan ketebalan bahan/medium. Jadi jika hukum lamber-beer ini terpenuhi, maka
kurva baku akan berupa garis lurus atau linear dan absorbansi yang baik dengan % kesalahan
kurang dari 5% atau berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika absorbansi dibawah 0,2 maka larutan baku
terlalu encer sehingga cahaya yang diteruskan ke detektor banyak dan perlu dipekatkan. Jika
absorbansi lebih dari 0,8 maka larutan terlalu pekat sehingga cahaya yang diteruskan sedikit dan
perlu diencerkan (Gandjar dan Rohman, 2018).
Dalam praktikum ini didapatkan panjang gelombang maksimal yaitu 247,5 nm dengan
menggunakan 20 kali faktor pengenceran. Dari pengukuran panjang gelombang maksimum dapat
ditentukan pengukuran kadar vitamin C. Penetapan kadar dapat menggunakan persamaan regresi
linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansinya. Namun, sebelum
menghitung kadar vitamin c harus mencari nilai y (absorbansi) dan x menggunakan regresi linear.
Hasil yang didapatkan pada perhitungan y (intensitas absorbansi) dan x (konsentrasi sebenarnya)
yakni a = -0,0644 ; b = 42,08 ; dan r = 0.984361769 ; sehingga regresi linearnya yaitu y = bx + a
 y = 042,08x – 0,0644. Setelah didapat nilai y dari pengukuran absorbansi sampel vitamin c
menggunakan spektrofotometer UV dan nilai x dari rumus regresi linear dapat dihitung kadar
vitamin c menggunakan rumus :
𝑋 ×𝑓 × 𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Kadar = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡𝑃 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 fp = faktor pengenceran
Dari rumus tersebut didapatkan kadar vitamin C sampel I adalah 36,539 %, sampel II adalah
34,517% dan sampel III adalah 32,390%. Sehingga diperoleh rata-rata kadar vitamin c adalah
34,482%, SD= 2,074231286 dan CV= 6,015415801. % Kadar sebenarnya dalam praktikum yakni
36,65%, sehingga persenan kesalahan yang diperoleh dalam praktikum sebesar 5,916 %.
Berdasarkan AOAC (Association of Official Agricultural Chemist), perhitungan SD bertujuan
mengetahui presisi dari data yang didapat. Presisi adalah kedekatan antara hasil. Presisi dikatakan
baik bila nilai SD < 5. Sementara CV berfungsi menentukan homogen atau heterogen mutu data.
CV dikatakan baik bila ≤ 2%, artinya data yang diperoleh memiliki hasil yang cukup presisi dan
data yang diperoleh juga cukup heterogen. SD dan CV ditentukan untuk melihat presisi dan
akurasi. Presisi merupakan ukuran kedekatan serangkaian hasil analisis dalam satu seri
pengukuran. Jadi semakin dekat suatu hasil analsis menandakan semakin baik presisi yang
diperoleh dan presisi dikatakan baik bila nilai SD < 5 sedangkan Akurasi merupakan tingkat
kedekatan nilai rata-rata dengan nilai sebenarnya, sehingga dapat dikatakan baik bila hasil yang
diperoleh memilki nilai yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (Gandjar dan Rohman, 2011).
Kelebihan spektrofotometri yakni panjang gelombang dapat lebih terseleksi, cara
penggunaan lebih sederhana, tidak memerlukan indikator, dapat menganalisa kadar larutan
dengan konsentrasi kecil, dan hasilnya lebih akurat karena bersifat objektif sedangkan
kekurangannya yakni penentuan absorbansi dipengaruhi oleh pH, suhu, dan kuvet, sehingga hasil
yang diperoleh bisa menjadi kurang akurat. Selain itu pemakaiannya hanya pada gugus
fungsional yang mengandung elektron valensi dengan energy eksitasi rendah (Ohannesian and
Streeter., 2012).

G. KESIMPULAN
Metode penetapan kadar yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode
Spektrofotometer UV. Spektrofotometer UV – Vis adalah salah satu teknik analisis fisika – kimia
yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah
panjang gelombang 200 – 400 (UV) atau 380 – 780nm (Vis). Prinsip kerja spektrofotometri UV –
Vis yaitu berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom, ion, atau molekul.
Konsentrasi vitamin C yang diperoleh dengan metode Spektrofotometri UV adalah pada replikasi
mg mg mg
1 sebanyak 0,018307984 ⁄mL , replikasi 2 0,0172 ⁄mL, replikasi 3 0,016454372 ⁄mL.
Dari konsentrasi tersebut di dapatkan kadar vitamin C replikasi 1 sebesar 36,539 %, replikasi 2
sebesar 34,517 % , replikasi 3 sebesar 32,390 % , dan rata – rata kadarnya sebesar 34,482 %.
Hasil yang di dapatkan ini tidak sesuai dengan teori ,kadar yang seharusnya di dapatkan adalah
sebesar 36,65 % , sehingga diadapatkan persen kesalahan yang didapat yaitu sebesar 5,916 %.
H. DAFTAR PUSTAKA

Arny, N., Putri, A. N., dan Ardira, L., 2016. Analisis Kuantitatif Vitamin C dalam Injeksi
Whitening menggunakan Metode Spektrofotometri UV – Vis. Borneo Journal of
Medical Laboratory Technology, 1 (2), 77 – 85.

Badriyah, L., dan Manggara, A. B., 2015. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Cabai Merah
(Capsicum annum L.) Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Wiyata.,
2(1), 25-26.

Csuros, dan Maria, 2002. Environment Sampling and Analysis for Metals. New York: CRC
Press Company. pp 90.

Dirjen POM., 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 149.

Gandjar, I., dan Rohman, A., 2018. Spektroskopi Molekuler Untuk Analsis Farmasi. Yogyakarta:
UGM Press. Hal 49-52.
Gandjar, I., dan Rohman, A., 2011. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal
256-261.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2015. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
243, 246, 254-256, 261-262.

Mulyani, E., 2018. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah Kiwi (Actinida
deliciousa) dengan Menggunakan Metode Iodometri dan Spektrofotometri UV – Vos.
Pharmauho. 3 (2), 11- 19

Ohannesian, L., and Streeter, A. J., 2012. Handbook of Pharmaceutical Analysis. New York :
Marcel Dekker Inc, 201.
Pekamwar, S. S., Kalyankar, T. M., Tambe, B. V., dan Wadher, S. J., 2015. Validated UV-
Visible Spectrophotometric method for simultaneous estimation of Cefixime and
Moxifloxacin in Pharmaceutical Dosage Form. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
5 (01), 037 – 041.

Widiastuti, H., 2011. Standarisasi Vitamin C Pada Buah Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Secara
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2(1). Hal 72-75.

Anda mungkin juga menyukai