Anda di halaman 1dari 94

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

DAN KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI


MENGGUNAKAN KCKT

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun oleh :
MAEMAH
P17335113006

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2016
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL
DAN KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI
MENGGUNAKAN KCKT

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma III

Disusun oleh :
MAEMAH
P17335113006

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,


Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Maemah
NIP : P17335113006
Tanda Tangan :
Tanggal :
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
JURUSAN FARMASI

HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Karya Tulis Ilmiah dengan judul

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN


KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI MENGGUNAKAN KCKT

Disusun oleh :
Nama : MAEMAH
NIM : P17335113006

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang


Karya Tulis Ilmiah

Pembimbing,

Dra. Elvi Trinovani, M.Si


NIP. 196511111995022001

Mengetahui :
Ketua Jurusan Farmasi

Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si


NIP 196308111994032001
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

JURUSAN FARMASI
LEMBR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi


Politeknik Kesehatan Bandung
Tanggal : 17 Juni 2016

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL


DAN KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI MENGGUNAKAN
KCKT

Disusun oleh :
Nama : Maemah
NIM : P17335113006

Penguji :

Tanda Tangan

Ketua : Dra. Elvi Trinovani, M.Si


NIP. 196511111995022001 ( )
Anggota : Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si

NIP 196308111994032001
( )

Anggota : Hanifa Rahma, M.Si, Apt


( )
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ahli Madya Farmasi pada Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes
Bandung. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Poltekkes Kemenkes
Bandung, yang telah memberikan arahan bagi kami untuk menyelesaikan
karya tulis;
(2) Dra. Elvi Trinovani, M.Si, selaku dosen pembimbing KTI dan dosen
Pembimbing Akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
dan telah memberikan bantuan dukungan;
(3) Yusuf Eka M, S.Si, selaku laboran Lab Terpadu Poltekkes Kemenkes
Bandung yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data
yang penulis perlukan; dan

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bandung, 22 Juni 2016

Penulis

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KTI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Bandung, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:

Nama : Maemah
NIM : P1735113006
Jurusan : Farmasi
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Poltekkes


Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN


KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI MENGGUNAKAN KCKT

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Bandung
Pada tanggal : 22 Juni 2016
Yang menyatakan

( Maemah )

vi
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN
KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI MENGGUNAKAN KCKT

Maemah

Parasetamol dan kafein merupakan kombinasi obat yang efektif digunakan


sebagai terapi nyeri kepala tipe tegang. Dalam rangka menjamin khasiat dan mutu
obat, pengawasan terhadap kandungan parasetamol dan kafein perlu dilakukan.
Salah satu metode pengawasan mutu adalah KCKT. Metode KCKT yang
diterapkan menggunakan kolom C18 dengan fase gerak air dan metanol (70:30)
pada panjang gelombang 265 nm dan laju alir 0,4 ml/menit. Validasi terhadap
metode analisis tersebut sangat penting dilakukan untuk menjamin keabsahan
hasil. Parameter validasi yang diuji meliputi linearitas, batas deteksi, batas
kuantitasi, spesifitas, presisi dan akurasi. Berdasarkan hasil pengujian,
parasetamol memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9953, simpangan baku
relatif dari uji presisi 0,291%, dan nilai perolehan kembali dari uji akurasi sebesar
101,04%. Sedangkan kafein memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9815,
simpangan baku relatif presisi 0,58%, dan nilai perolehan kembali dari uji akurasi
sebesar 99,64%. Berdasarkan nilai minimum dari parameter, hasil ini
menunjukkan bahwa metode KCKT yang digunakan memenuhi persyaratan
karena nilai koefisien korelasi ≥ 0,98, simpangan baku relatif dari uji presisi ≤ 2%
dan nilai perolehan kembali dari uji akurasi 98-102%. Batas deteksi dan batas
kuantitasi secara berturut-turut sebesar 0,001 mg/L dan 0,004 mg/L untuk
parasetamol, 0,001 mg/L dan 0,003 mg/L untuk kafein.
Kata kunci : validasi, KCKT, parasetamol, kafein.

vii
VALIDATION OF ANALYTICAL METHOD FOR ASSAY OF
PARACETAMOL AND CAFFEINE IN TABLET COMBINATION BY
HPLC

Maemah

Paracetamol and caffeine is an effective drug combination used for tension type
headache treatment. In order to ensure the quality and efficacy of drug, it is very
important to control the content of paracetamol and caffeine. One of quality
monitoring methods is HPLC. HPLC method was applied using C18 coloumn with
water and methanol (70:30) as a mobile phase at wavelength 265 nm and flow
rate 0,4 ml/minutes. Validation of analysis method is very important to ensure the
validity of result. The parameters of validation tested include linearity, limit of
detection, limit of quantitation, specificity, precision, and accuracy. Based on the
test result, paracetamol has correlation coefficient (r) 0,9953, relative standard
deviation of precision test was 0,291% and the recovery of accuracy test was
101,04%. While caffeine has correlation coefficient (r) 0,9815, relative standard
deviation of precision test was 0,58%, and the recovery of accuracy test was
99,64%. According to the minimum value of the parameters, these results
indicates that HPLC method was sufficient because the correlation coefficient (r)
was ≥ 0,98, relative standard deviation of precision test was ≤ 2%, and the
recovery of accuracy test was 98-102%.
Keyword : validation, HPLC, paracetamol, caffeine.

viii
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan”


(QS Al-Insyirah 94:6)

Alhamdulillahirobbil’alamin…
Sujud syukur kusembahkan kepada-Mu Tuhan yang Maha Penyayang, yang
mengaminkan segala doa dan harapanku. Atas takdirmu kau jadikan aku manusia yang
senantiasa berpikir, bersabar dan berilmu. Hingga kau hantarkan aku sampai di
penghujung awal perjuanganku.

Kupersembahkan karya tulis kecil nan sederhana ini untuk…

Mama dan Bapak,


yang senantiasa memberiku semangat, doa, nasehat dan kasih sayang;
yang senantiasa menyebut namaku pada setiap doa-doa di sepertiga malammu.
Tiada kasih yang lebih indah selain milikmu.

Keluarga ku,
yang senantiasa mengabulkan segala permintaanku;
yang senantiasa menjadi tempat aku berkeluh kesah.
Tiada waktu yang lebih dirindukan selain berkumpul denganmu.

Sahabat-sahabat ku,
yang senantiasa memberiku dorongan dan inspirasi;
yang senantiasa menemani hari-hariku berjuang di perantauan.
Tiada cerita yang lebih berwarna selain bersamamu.

Dosen-dosen ku,
yang senantiasa tanpa pamrih membekaliku ilmu pengetahuan dan ilmu hidup;
yang senantiasa direpotkan akan lembar demi lembar karya tulis ini.
Tiada bekal yang tak berguna darimu.

Untuk ribuan tetes keringat, untuk jutaan perjuangan yang diberikan, untuk sebuah doa
yang terus mengalir, kuucapkan rasa terima kasihku yang tak terhingga.
doaku;
semoga Tuhan memberikan balasan surga untuk kalian.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................x
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii
DAFTAR RUMUS .............................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG......................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1 Nyeri Kepala .......................................................................................... 5
2.1.1 Nyeri Kepala Tipe Tegang .......................................................... 5
2.2 Parasetamol ............................................................................................ 6
2.3 Kafein ..................................................................................................... 7
2.4 Tablet ..................................................................................................... 9
2.5 Validasi .................................................................................................. 11
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ......................................................... 14

x
xi

2.7 Metode Analisis Parasetamol dan Kafein .............................................. 18


2.8 Kerangka Konsep ................................................................................... 20
2.9 Definisi Operasional .............................................................................. 21
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 24
3.1 Jenis Penelitian....................................................................................... 24
3.2 Populasi dan sampel ............................................................................... 24
3.2.1 Populasi ........................................................................................ 24
3.2.2 Sampel.......................................................................................... 24
3.3 Tempat dan Waktu ................................................................................. 24
3.4 Cara Pengumpulan Data ........................................................................ 24
3.4.1 Bahan ........................................................................................... 24
3.4.2 Alat ............................................................................................... 25
3.4.3 Cara Kerja .................................................................................... 25
3.5 Jenis Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 28
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 29
4.1 Uji Pendahuluan ..................................................................................... 29
4.2 Optimasi Kondisi Analisis ..................................................................... 32
4.3 Uji Kesesuaian Sistem ........................................................................... 35
4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas ..................................... 36
4.5 Validasi Metode Analisis ....................................................................... 38
4.5.1 Batas deteksi dan batas kuantitasi ................................................ 38
4.5.2 Spesifitas ...................................................................................... 39
4.5.3 Presisi ........................................................................................... 41
4.5.4 Akurasi ......................................................................................... 42
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 44
5.2 Saran ...................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kondisi Analisis 1 .............................................................................. 18


Tabel 2.2 Kondisi Analisis 2 .............................................................................. 19
Tabel 2.3 Kondisi Analisis 3 .............................................................................. 20
Tabel 2.4 Definisi operasional ........................................................................... 21
Tabel 4.1 Serapan parasetamol pada panjang gelombang 200-400 nm ............. 30
Tabel 4.2 Serapan kafein pada panjang gelombang 200-400 nm ...................... 31
Tabel 4.3 Hasil uji kesesuaian sistem ................................................................ 36
Tabel 4.4 Hasil uji rata-rata presisi .................................................................... 42
Tabel 4.5 Hasil uji rata-rata akurasi ................................................................... 43

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Parasetamol……………………………………………….6


Gambar 2.2 Struktur Kafein ............................................................................... 7
Gambar 2.3 Sistem HPLC ................................................................................... 15
Gambar 2.4 Kerangka Konsep ............................................................................ 20
Gambar 4.1 Spektrum serapan parasetamol ........................................................ 29
Gambar 4.2 Spektrum serapan kafein ................................................................. 30
Gambar 4.3 Kromatogram OKA parasetamol .................................................... 33
Gambar 4.4 Kromatogram OKA kafein .............................................................. 34
Gambar 4.5 Kromatogram OKA campuran ........................................................ 35
Gambar 4.6 Kurva kalibrasi parasetamol ............................................................ 37
Gambar 4.7 Kurva kalibrasi kafein ..................................................................... 38
Gambar 4.8 Kromatogram spesifitas standar ...................................................... 40
Gambar 4.9 Kromatogram spesifitas sampel ...................................................... 40
Gambar 4.10 Kromatogram spesifitas blanko ....................................................... 41

xiii
DAFTAR RUMUS

Rumus 3.1 Batas Deteksi………………………………………………………27


Rumus 3.2 Batas Kuantitasi……………………………………………………27

xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA Pemakaian


pertama kali
pada halaman

TTH Tension-Type Headache 1


KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1
nm nanometer 2
mm milimeter 2
cm centimeter 2
ml mililiter 2
mg miligram 3
COX-1 Cyclo Oxigenase 1 6
COX-2 Cyclo Oxigenase 2 6
COX-3 Cyclo Oxigenase 3 6
g gram 7
P-450 Porphyrin 450 8
bpj bagian per juta 13
bpm bagian per million 13
psi pounds per square inch 16
RSD Relative Standard Deviation 17
µm mikrometer 17
µL mikroliter 17
µg mikrogram 18
mM miliMolar 18
ppm part per million 19
UV UltraViolet 18
HPLC High Perfomance Liquid Chromatography 19
UV-Vis UltraViolet-Visible 20
r regresi 20
p.a pro analitik 24
PT Perseroan Terbatas 24
LC Liquid Chromatography 25
C18 Chromasil 18 25
ODS-3 OktaDesilSilika 25
OKA Optimasi Kondisi Analisis 33
SBR Simpangan Baku Relatif 36
Rs Resolusi 39

xv
LAMBANG
% persen 1
± kurang lebih 20

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan .................................................................. 48


Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan ........................................................... 49
Lampiran 3. Prosedur kerja ................................................................................... 50
Lampiran 4. Perhitungan uji kesesuaian sistem parasetamol ................................ 51
Lampiran 5. Perhitungan uji kesesuaian sistem kafein ......................................... 52
Lampiran 6. Perhitungan kurva kalibrasi parasetamol .......................................... 53
Lampiran 7. Perhitungan kurva kalibrasi kafein ................................................... 54
Lampiran 8. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi parasetamol ............ 55
Lampiran 9. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kafein ...................... 56
Lampiran 10. Perhitungan uji presisi parasetamol ................................................ 57
Lampiran 11. Perhitungan uji presisi kafein ......................................................... 58
Lampiran 12. Perhitungan uji akurasi parasetamol ............................................... 59
Lampiran 13. Perhitungan uji akurasi kafein ........................................................ 60
Lampiran 14. Spektrum serapan parasetamol pada spektrofotometer UV-Vis..... 61
Lampiran 15. Spektrum serapan kafein pada spektrofotometer UV-Vis .............. 61
Lampiran 16. Kromatogram OKA standar parasetamol ....................................... 62
Lampiran 17. Kromatogram OKA standar kafein ................................................ 62
Lampiran 18. Kromatogram OKA standar campuran ........................................... 63
Lampiran 19. Kromatogram UKS, batas deteksi dan batas kuantitasi 1 ............... 63
Lampiran 20. Kromatogram UKS, batas deteksi dan batas kuantitasi 2 ............... 64
Lampiran 21. Kromatogram UKS, batas deteksi dan batas kuantitasi 3 ............... 64
Lampiran 22. Kromatogram UKS, batas deteksi dan batas kuantitasi 4 ............... 65
Lampiran 23. Kromatogram UKS, batas deteksi dan batas kuantitasi 5 ............... 65
Lampiran 24. Kurva kalibrasi dan uji linearitas parasetamol ............................... 66
Lampiran 25. Kurva kalibrasi dan uji linearitas kafein ......................................... 66
Lampiran 26. Kromatogram uji spesifitas larutan standar .................................... 67
Lampiran 27. Kromatogram uji spesifitas larutan sampel .................................... 67
Lampiran 28. Kromatogram uji spesifitas larutan blanko..................................... 68
Lampiran 29. Kromatogram uji presisi 1 .............................................................. 68
Lampiran 30. Kromatogram uji presisi 2 .............................................................. 69
Lampiran 31. Kromatogram uji presisi 3 .............................................................. 69
Lampiran 32. Kromatogram uji presisi 4 .............................................................. 70
Lampiran 33. Kromatogram uji presisi 5 .............................................................. 70
Lampiran 34. Kromatogram uji presisi 6 .............................................................. 71
Lampiran 35. Kromatogram uji akurasi 1 ............................................................. 71
Lampiran 36. Kromatogram uji akurasi 2 ............................................................. 72
Lampiran 37. Kromatogram uji akurasi 3 ............................................................. 72
Lampiran 38. Kromatogram uji akurasi 4 ............................................................. 73
Lampiran 39. Kromatogram uji akurasi 5 ............................................................. 73
Lampiran 40. Kromatogram uji akurasi 6 ............................................................. 74
Lampiran 41. Kromatogram uji akurasi 7 ............................................................. 74
Lampiran 42. Kromatogram uji akurasi 8 ............................................................. 75

xvii
xviii

Lampiran 43. Kromatogram uji akurasi 9 ............................................................. 75


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Nyeri kepala adalah gangguan dari sistem saraf yang paling sering
dijumpai. Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri
kepala. Nyeri kepala tipe tegang (Tension-type Headache -TTH) adalah bentuk
paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga
populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali
dalam hidupnya (Ravishankar, dkk., 2011 dalam Anurogo, 2014).
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan
(pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau
minimal) mual dan/atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Anurogo,
2014). Dari penelitian yang dilakukan L. A Pini, dkk di Italia pada tahun 2008
mengemukakan bahwa penggunaan kombinasi parasetamol dan kafein secara
efektif dapat digunakan pada pengobatan TTH. Penelitian ini didukung review
article yang dilakukan oleh Bozarov pada tahun 2009, yang menyebutkan bahwa
kombinasi parasetamol dan kafein lebih efektif untuk terapi TTH dibandingkan
dengan monoterapi.
Parasetamol merupakan obat over the counter yang banyak digunakan di
masyarakat. Parasetamol adalah metabolit aktif dari phenacetin dan memiliki efek
analgesik (Lullmann, 2000). Efek analgesik yang dimiliki parasetamol dapat
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Kafein ialah stimulan sistem saraf
pusat yang termasuk ke dalam family methylxanthine. Kafein yang ditambahkan
pada formulasi obat yang mengandung parasetamol berguna sebagai analgesik
adjuvant, yang dapat meningkatkan pengurangan rasa sakit kepala (Sawynok,
2011).
Pemastian mutu obat merupakan aspek yang penting untuk menjamin
keamanan, khasiat dan mutu obat. Banyaknya obat-obatan yang beredar di
masyarakat perlu diimbangi dengan peningkatan pengawasan mutu obat. Salah

1
2

satu metode untuk melakukan pengawasan mutu obat adalah KCKT. Metode
KCKT cocok digunakan untuk menguji dua campuran senyawa atau lebih, baik
analisis kualitatif maupun kuantitatif tanpa melakukan pemisahan masing-masing
senyawa terlebih dahulu.
Metode analisis secara KCKT untuk penetapan kadar parasetamol dan
kafein dilakukan secara individual. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2014) menyebutkan bahwa metode standar penetapan kadar parasetamol tunggal
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi yang dilengkapi dengan detektor
243 nm, kolom 3,5 mm x 30 cm, dan laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit.
Sedangkan untuk metode standar penetapan kadar kafein menggunakan teknik
yang sama dengan parasetamol namun dilakukan pada kondisi yang berbeda, yaitu
dengan detektor 275 nm, kolom 15 cm x 4,6 mm, dan laju alir lebih kurang 1,0 ml
per menit. Metode ini tidak efektif digunakan untuk penetapan kadar kombinasi
parasetamol dan kafein. Oleh karena itu, dalam jurnal Tsevetkova, dkk (2012)
dilakukan pengujian metode analisis penetapan kadar kombinasi parasetamol dan
kafein secara simultan menggunakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) dengan menggunakan kondisi optimum yang telah dimodifikasi. Metode
ini cukup efektif digunakan untuk penetapan kadar kombinasi obat ini.
Validasi adalah konfirmasi melalui bukti-bukti pemeriksaan dan telah
sesuai dengan tujuan pengujian. Validasi harus dilakukan terhadap metode non-
standar dan metode yang dikembangkan laboratorium (Riyanto, 2015). Perlu
diperhatikan bahwa setiap laboratorium memiliki kondisi yang berbeda-beda,
misalnya sarana akomodasi dan lingkungan, kompetensi personel, kemampuan
peralatan yang berbeda-beda, sehingga kinerja laboratorium yang satu berbeda
dengan laboratorium lain (Hadi, 2007).
Dalam penelitian ini, penulis tertarik melakukan modifikasi kondisi
optimum untuk penetapan kadar kombinasi parasetamol dan kafein sesuai dengan
keadaan dan peralatan yang terdapat di laboratorium. Validasi terhadap metode
yang akan digunakan sangat penting dilakukan untuk menjamin keabsahan hasil.
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian mengenai validasi metode
3

penetapan kadar parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg dalam kombinasi obat


dengan menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hasil data validasi dari metode penetapan kadar parasetamol
500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui kondisi optimum dan data hasil validasi metode penetapan
kadar parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi
menggunakan KCKT.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai linearitas dari hasil validasi penetapan kadar
parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi
menggunakan KCKT
b. Mengetahui nilai batas deteksi dari hasil validasi penetapan kadar
parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi
menggunakan KCKT
c. Mengetahui nilai batas kuantitasi dari hasil validasi penetapan kadar
parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi
menggunakan KCKT
d. Mengetahui nilai spesifitas dari hasil validasi penetapan kadar parasetamol
500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi menggunakan
KCKT
e. Mengetahui nilai presisi dari hasil validasi penetapan kadar parasetamol
500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi menggunakan
KCKT
f. Mengetahui nilai akurasi dari hasil validasi penetapan kadar parasetamol
500 mg dan kafein 65 mg dalam sediaan tablet kombinasi menggunakan
KCKT
4

1.4 Manfaat Penelitian


a. Untuk penulis, sebagai data otentik telah dilakukan penelitian mengenai
validasi metode penetapan kadar parasetamol dan kafein dalam tablet
kombinasi menggunakan KCKT.
b. Untuk institusi, dapat menambah referensi penelitian yang dapat dijadikan
sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri kepala


Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala (Akbar,
2010). Menurut International Headache Society (2013), nyeri kepala
diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Nyeri kepala primer
antara lain migrain, nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache-TTH), nyeri
kepala cluster dan nyeri kepala primer lain. Sedangkan nyeri kepala sekunder
seperti gejala dari penyakit keseimbangan.
2.1.1 Nyeri Kepala Tipe Tegang (Tension Type Headache-TTH)
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan
(pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau
minimal) mual dan/atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Anurogo,
2014).
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi, antara lain sebagai berikut
(Anurogo, 2014):
1. TTH episodik yang jarang (infrequent episodic) : 1 serangan per bulan atau
kurang dari 12 sakit kepala per tahun.
2. TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau
antara 12 dan 180 hari per tahun.
3. TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari
per tahun.
Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap
stress, kecemasan, depresi maupun konflik emosional. Sedangkan secara fisik,
posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan
leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan
kelelahan juga dapat menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini (Akbar, 2010).

5
6

Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%),
exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Pada penderita depresi
dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya (DeNoon,
2004 dalam Widjaja, 2011).

2.2 Parasetamol

Monografi Parasetamol adalah (Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 2014):
a. Struktur kimia :

(Sumber : Sweetman, 2009)


Gambar 2.1 Struktur Parasetamol
b. Nama kimia : 4’-Hidroksiasetanilida
c. Rumus molekul : C8H9NO2
d. Bobot molekul : 151,16
e. Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
f. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
1 N; mudah larut dalam etanol.
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Simpan dalam suhu ruang, hindarkan dari kelembapan
dan panas.
Parasetamol adalah metabolit aktif dari phenacetin dan memiliki efek
analgesik. Parasetamol adalah inhibitor lemah COX-1 dan COX-2 pada jaringan
perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi (Barozan dkk, 2015). Parasetamol
memiliki efek analgesik yang baik pada sakit gigi dan sakit kepala. Mekanisme
kerja dari parasetamol masih belum diketahui dengan pasti (Lüllmann dkk., 2000).
Parasetamol diberikan secara oral, diserap dengan baik melalui saluran
cerna. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan lambung.
7

Konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30 - 60 menit. Parasetamol


sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim
mikrosoma hati dan diubah menjadi sulfat dan glukoronida. (Barozan dkk, 2015).
Pada dosis terapi, sebagian kecil parasetamol teroksidasi menjadi N-acetylp-
benzoquinonimine yang sangat reaktif, yang didetoksifikasi oleh perangkaian
menjadi glutathione. Setelah menelan dosis tinggi (sekitar 10 g), cadangan
glutathione hati habis dan quinonimine bereaksi dengan konstituen dari sel-sel hati.
Akibatnya, sel-sel hancur atau disebut juga dengan nekrosis hati (Lüllmann dkk.,
2000).
Efek samping dari parasetamol jarang terjadi dan biasanya ringan, meskipun
reaksi hematologi termasuk trombositopenia, leukopenia, pansitopenia,
neutropenia, dan agranulositosis telah dilaporkan. Ruam kulit dan reaksi
hipersensitivitas lainnya terjadi sesekali (Sweetman, 2009).

2.3 Kafein

Monografi kafein adalah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


2014) :
a. Struktur kafein :

(Sumber : Sweetman, 2009)


Gambar 2.2 Struktur Kafein
b. Nama kimia : 1,3,7-Trimetilsantin
c. Rumus molekul : C8H10N4O2
d. Bobot molekul : 194,19
e. Pemerian : Serbuk putih; bentuk jarum mengkilat, biasanya
menggumpal; tidak berbau; rasa pahit; larutan bersifat
8

netral terhadap kertas lakmus; bentuk hidratnya


mengembang di udara.
f. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut
dalam kloroform; sukar larut dalam eter.
g. Penyimpanan : Simpan kafein hidrat dalam wadah tertutup rapat dan
kafein anhidrat dalam wadah tertutup baik.
Kafein adalah stimulan sistem saraf pusat. Kafein terdapat dalam berbagai
minuman dan makanan, termasuk kopi, teh, kola, dan coklat. Juga ditemukan dalam
beberapa obat, terutama obat-obatan untuk diet dan obat sakit kepala (Curtis, 1999).
Kafein atau 1,3,7 trimetilsantin mempunyai struktur kimiawi yang berkaitan
dengan beberapa metabolit penting, seperti adenin, guanin, santin, dan asam urat.
Karena sifatnya yang lipofilik, pada penggunaan oral, 99% kafein diserap ke dalam
darah dan kadar tertinggi dalam darah dicapai dalam waktu 30-60 menit. Dengan
cepat kafein tersebar ke seluruh tubuh dan menembus blood, brain, barrier ke otak.
Kafein dapat ditemukan di plasma darah, air liur, ASI, air seni, cairan serebrospinal,
semen, dan air ketuban (Juwana, 2005).
Kafein dimetabolisasi di hati oleh sistem microsomal P-450 reductase, lalu
diekskresi melalui air seni, dan 2-3% diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Waktu
paruh kafein bervariasi antara 2-12 jam dengan rata-rata 4-6 jam, bergantung
penggunaannya. Kehamilan dan penyakit hati yang kronis meningkatkan waktu
paruh, sedangkan merokok menurunkan waktu paruh (Juwana, 2005).
Mencapai jaringan dalam waktu 5 (lima) menit dan tahap puncak
mencapai darah dalam waktu 50 menit, frekuensi pernafasan; urin, asam lemak
dalam darah; asam lambung bertambah disertai peningkatan tekanan darah. Kafein
juga dapat merangsang otak (7,5-150 mg) dapat meningkatkan aktifitas neural
dalam otak serta mengurangi keletihan, dan dapat memperlambat waktu tidur (Drug
Facts Comparisons, 2001).

2.4 Tablet
Tablet (kompresi) merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa
cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung
9

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Penggolongan tablet berdasarkan metode pembuatan, yaitu sebagai berikut
(M. Anief, 2005):
a. Tablet cetak
Tablet ini dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa
serbuk dibasahi dengan etanol persentasi tinggi. Kadar etanol tergantung pada
kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat kekerasan
tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah
ke dalam lubang cetakan, kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak
agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian.
Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses
pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang
diberikan.
b. Tablet kempa
Tablet ini dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif,
bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung
bahan pewarna yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Hal-hal berikut merupakan keunggulan utama tablet (Goeswin Agoes,
2012):
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
d. Tablet merupakan sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas
serta dikirim.
10

e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
membutuhkan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang kemungkinan pecah atau hancurnya
tablet, tidak segera terjadi.
g. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti
pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
h. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi
secara besar-besaran.
i. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa (M. Anief, 2005):
a. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.
Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amilum Manihot, Calcii Phosphas,
Calcii Carbonas dan zat lain yang cocok.
b. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10-20%
dan solution Methylcellulosum 5%.
c. Zat penghancur (disintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam
perut. Biasanya yang digunakan adalah Amilum Manihot kering, gelatinum,
agar-agar, natrium alginat.
d. Zat pelicin (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(matrys). Biasanya digunakan talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum
Stearicum.
2.5 Validasi
Validasi metode analisis adalah proses yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bahwa prosedur dapat digunakan untuk pengujian tertentu cocok
untuk tujuan penggunaannya. Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk
menjamin kualitas, reliabilitas dan konsistensi dari hasil analisis. Validasi metode
merupakan bagian penting dari Good Analytical Practice (Huber, 2007).
11

Semua prosedur analisis harus dikarakteristik dengan baik, divalidasi


secara lengkap, dan didokumentasi. Pengetahuan mengenai stabilitas dari bahan
aktif dan/atau hasil biotransformasi dalam bahan sampel merupakan prasyarat
untuk memperoleh hasil yang dapat dipercaya. Harus diperhatikan bahwa (World
Health Organization, 1997) :
a. Validasi dilakukan sebelum pengujian dan selama fase-fase pengujian;
b. Validasi harus mencakup tujuan penetapan kadar yang dimaksudkan;
c. Rentang kalibrasi harus sesuai dengan sampel yang diuji;
d. Bila penetapan kadar akan digunakan pada beberapa bagian yang berbeda,
penetapan kadar tersebut harus divalidasi pada tiap bagian dan harus
ditetapkan tingkat perbandingan silang antara bagian-bagian tersebut;
e. Prosedur penetapan kadar yang tidak secara rutin digunakan memerlukan
revalidasi yang memadai untuk memastikan bahwa prosedur tersebut
dilakukan sesuai dengan prosedur asli yang telah divalidasi; studi revalidasi
harus didokumentasikan, biasanya sebagai lampiran pada laporan pengujian;
f. Pada suatu studi tertentu, penggunaan dua atau lebih metode untuk penetapan
kadar sampel di dalam matriks yang sama pada rentang kalibrasi yang sama
sangat tidak dianjurkan;
g. Jika pengujian yang berbeda ingin dibandingkan (sampel dari pengujian-
pengujian ini telah ditetapkan kadarnya dengan metode yang berbeda, dan
metode-metode tersebut mencakup rentang konsentrasi yang sama dan
matriks yang sama) maka pengujian-pengujian tersebut harus divalidasi
ulang.
Dengan memvalidasi metode, tingkat kepercayaan yang dihasilkan oleh
suatu metode pengujian dan/atau kalibrasi dapat diperkirakan dengan pasti (Hadi,
2007). Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012) :
a. Uji identifikasi;
b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity);
c. Uji batas impuritas; dan
12

d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau
komponen tertentu dalam obat.
Ada delapan parameter validasi metode analisis, yaitu linearitas, batas
deteksi, batas kuantitasi, spesifitas, presisi, akurasi, kekasaran dan ketahanan
(Gandjar, 2007).
a. Akurasi
Akurasi adalah tingkat kedekatan antara hasil pengujian dengan prosedur
yang sedang divalidasi terhadap nilai yang benar. Akurasi prosedur analisis harus
ditetapkan meliputi rentang nilai benar tersebut (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012). Akurasi ditentukan dengan menguji sampel dari bahan yang akan
diuji, yang dibuat dengan akurasi yang kuantitatif, menggunakan prosedur analisis
yang akan divalidasi (World Health Organization, 1997).
b. Presisi
Presisi adalah tingkat kedekatan diantara hasil uji individu bila prosedur
diterapkan berulangkali terhadap sampling ganda atau sampel yang homogen.
Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi) dari satu seri pengukuran. Presisi merupakan ukuran tingkat
reprodusibilitas mengacu pada penggunaan prosedur analisis dalam kondisi kerja
normal (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
c. Spesifitas
Spesifitas adalah kemampuan menguji secara tepat suatu analit dengan
adanya komponen lain dan diperkirakan ada sebagai cemaran, hasil degradasi, dan
matriks sampel. Ketiadaan spesifitas dari prosedur analisis dapat diatasi dengan
penggunaan prosedur analitik pendukung (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012).
d. Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi adalah karakteristik penetapan kuantitatif pada batas rendah
dari senyawa dalam matriks sampel, seperti cemaran dalam senyawa obat ruahan
dan hasil degradasi dalam sediaan farmasi akhir. Batas kuantitasi adalah konsentrasi
terendah dari analit dalam sampel yang ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang
dapat diterima dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan. Batas kuantitasi
13

dinyatakan sebagai konsentrasi analit (misalnya persen, bpj, bpm) dalam sampel
(United States Pharmacopeia Convention, 2007).
e. Batas Deteksi
Batas deteksi adalah karakteristik uji batas. Ini merupakan konsentrasi
terendah analit dalam sampel yang dapat dideteksi, tetapi tidak perlu kuantitatif
dalam kondisi percobaan yang ditentukan. Uji batas semata-mata menunjang bahwa
konsentrasi analit di bawah atau di atas batas tertentu. Batas deteksi umumya
dinyatakan sebagai konsentrasi analit (misalnya persen, bpj, bpm) dalam sampel
(United States Pharmacopeia Convention, 2007).
f. Linearitas dan Rentang
Linearitas dari suatu metode analisis adalah kemampuan suatu metode
analisis dalam memperoleh hasil pengujian yang secara langsung proporsional
dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam kisaran tertentu dengan cara
transformasi matematika. Linearitas ditentukan oleh serangkaian dari 3-6 injeksi
pada 5 atau lebih standar dengan rentang konsentrasi 80-120% dari konsentrasi
yang diharapkan (Huber, 2007).
Rentang adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari kadar
analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan linearitas
yang sesuai menggunakan prosedur analisis yang ditetapkan. Rentang umumnya
dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (misalnya persen, bpj, bpm)
yang diperoleh dengan prosedur analisis ini (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
g. Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan prosedur untuk mengukur suatu analit tanpa
dipengaruhi oleh komponen lain di dalam sampel yang diperiksa (sebagai contoh,
pengotoran yang muncul pada pembuatan atau dari penguraian atau komponen
sampel selain analit, baik yang bersifat farmakologi aktif maupun inert) (World
Health Organization, 1997).
h. Sensitivitas
Sensivitas adalah kemampuan prosedur analisis untuk menunjukkan
perbedaan kecil dalam konsentrasi. Ini merupakan slope kurva kalibrasi.
14

Penggunaan istilah ini secara umum untuk mencakup batas deteksi dan/atau batas
kuantitasi harus dihindari (World Health Organization, 1997).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan komponen tunggal dalam
suatu campuran. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) umumnya
lebih dipilih dibandingkan metode lain untuk analisis kuantitatif. Alat KCKT
menjadi banyak digunakan sejak karena teknik ini menemukan aplikasi pada
bioteknologi, biomedis, klinis, farmasi analisis. Ketersediaan dari harga yang
sedang, efisien dan canggih mengakibatkan penggunaan KCKT menjadi metode
pilihan dalam analisis farmasi, mulai dari sintesis atau isolasi obat yang potensial
sampai pada tahap akhir dalam menjaga informasi quality control pada sediaan obat
yang diformulasikan (Swarbrick, 2007).
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian
(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);
penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian
senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan
senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak,
dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif
dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Kromatografi
merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan
kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.
Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam
(Gandjar, 2012).
15

(Sumber: Singh, 2013)


Gambar 2.3 Sistem KCKT

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok


yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak atau alat untuk
memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak,
tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar,
2012).
a. Wadah Fase Gerak pada KCKT
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini
biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak
sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada
fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di
pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar, 2012).
b. Fase gerak
Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut seperti tertera dalam
masing-masing monografi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur
yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan
resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan
16

sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar
daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas
pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar, 2012).
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komponen fase gerak tetap
sama selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-
ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi
campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang
luas. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase
terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan
asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering
digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang
terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol (Gandjar, 2012).
c. Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni pompa harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir
3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Gandjar, 2012).
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah
untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,
reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT
yaitu pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang
konstan (Gandjar, 2012).
d. Penyuntikan sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik
yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan
17

keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Presisi penyuntikan dengan
keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1% (Gandjar, 2012).
e. Fase diam
Fase diam yang umumnya digunakan adalah silika yang dimodifikasi atau
butiran polimerik. Butiran dibuat dengan penambahan hidrokarbon rantai panjang.
Jenis fase diam yang diperlukan dalam suatu pengujian dinyatakan dalam masing-
masing monografi dan ditunjukkan oleh tanda “L”. Perubahan dalam jenis fase
diam dan ukuran diatur dalam bagian kesesuaian sistem (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang
rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih
sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih
cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak
dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena
adanya kandungan air yang digunakan (Gandjar, 2012).
f. Kolom kromatografi
Kolom untuk analisis KCKT umumnya memiliki panjang 10-25 cm dan
diameter 2,1-4,6 mm. Kolom terbuat dari bahan baja tak berkarat untuk mengatasi
tekanan yang tinggi dan dari kaca untuk mencegah katalisasi logam dari reaksi
pelarut. Ukuran kemasan yang optimal ≤5 µm dan kolom dengan kemasan tersebut
akan menghasilkan >10.000 lempeng teoritis m-1. Konsekuensi penting dari
kecilnya ukuran bahan kemasan dan kolom adalah volume detektor dan kopling
kolom harus diminimalkan untuk menghindari kerugian yang berlebihan dari
resolusi puncak kromatografi. Volume detektor flowcell umunya ≤10 µL (Smith,
1999).
g. Peralatan
Kromatografi cair terdiri dari wadah berisi fase gerak, pompa untuk
mendorong fase gerak masuk ke dalam sistem dengan tekanan tinggi, injektor untuk
memasukkan sampel ke dalam fase gerak, kolom kromatografi, detektor, dan
perangkat pengumpul data (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
18

2.7 Metode Analisis Parasetamol dan Kafein

Metode analisis parasetamol dan kafein pada penelitian sebelumnya sebagai


berikut :
2.7.1 Validated LC Methods for Simultaneous Analysis of Parasetamol and
Caffeine in Model Tablet Formulation ( Tsvetkova dkk, 2012, p.680-684)
a. Preparasi sampel :
Serbuk homogen dari sejumlah 20 tablet dengan berat rata-rata setara
dengan 50 mg parasetamol dan 6,5 mg kafein dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml. Ditambahkan 70 ml metanol dan disonikasi selama 20 menit dengan
pengocokan sedang. Dicukupkan volumenya dengan metanol hingga tanda batas.
Larutan stok difiltrasi dengan membran filter Nylon 0,45 µm dan diencerkan 5 ml
larutan stok dalam labu ukur 20 ml sehingga didapatkan larutan uji dengan
konsentrasi parasetamol 125 µg/ml dan kafein 16,25 µg/ml.
b. Kondisi analisis :

Tabel 2.1 Kondisi Analisis 1


Parameter Keterangan
Kolom Lichrosorb C18 250 mm x 4,6 mm, 5 µm ukuran
partikel kolom
Fase gerak Dapar fosfat 1mM pH 3,0-asetonitril (85:15) dan
TEA 0,2%
Laju alir 1,5 ml/menit
Detektor UV 220 nm
Waktu retensi Parasetamol 3,84 menit dan Kafein 6,39 menit

2.7.2 Pengembangan dan Uji Validasi Metode Analisis Kadar Parasetamol dan
Kafein dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kriswanto dkk, 2014,
hlm. 51-59)
19

a. Preparasi sampel :
Ditimbang 20 tablet, kemudian digerus, sejumlah serbuk ditimbang 125 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, ditambahkan 15 mL pelarut, disonikasi
selama 30 menit, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 5000 ppm, dikocok lalu disaring, dibuang 5 mL filtrat
pertama dan ditampung filtrat selanjutnya. Filtrat yang jemih digunakan sebagai
larutan uji. Kemudian dari larutan ini dipipet 1 mL ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 500 ppm. Kemudian larutan disaring dengan membran Whatman filter
PTFE 0,2 pm atau yang lebih halus, lalu disonikasi selama 20 menit. Diinjeksikan
filtrat sebanyak 10 µL ke dalam KCKT, dideteksi pada panjang gelombang 215 nm,
laju alir 1 mL/menit kemudian dihitung kadarnya.
b. Kondisi analisis :

Tabel 2.2 Kondisi Analisis 2


Parameter Keterangan
Kolom C18
Fase gerak KH2PO4-methanolacetonitrile-isopropyl alcohol
(42:2:3:3)
Laju alir 1 ml/menit
Detektor UV 215 nm
Waktu retensi Parasetamol 2,51 menit dan Kafein 3,85 menit

2.7.3 Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Tablet Kombinasi dengan
Metode KCKT (Muslimah, 2014)
a. Preparasi sampel :
Penetapan kadar sampel diawali dengan hitung bobot rata-rata sampel,
sehingga didapat bobot rata-rata untuk sampel 1 adalah 700,2 mg dan sampel
2 adalah 700,5 mg. Ditimbang seksama sampel 1 sebanyak ±70,02 mg dan sampel
2 ±70,05 mg dengan diharapkan dalam jumlah sampel yang ditimbang mengandung
20

parasetamol 50mg dengan kafein 6,2 mg untuk sampel 1 dan 50 mg parasetamol


dengan 3,5 mg kafein untuk sampel 2. Sampel dilarutkan dalam labu ukur 10,0 ml
dengan methanol KCKT grade sehingga konsentrasi larutan adalah 5000 ppm
dan diencerkan sampai 50 ppm dengan hasil faktor pengenceran 1000 kali.
b. Kondisi analisis :

Tabel 2.3 Kondisi Analisis 3


Parameter Keterangan
Kolom C18
Fase gerak Air : Metanol (70:30)
Laju alir 0,5 ml/menit
Detektor UV-Vis 263 nm
Waktu retensi Parasetamol 6,798 menit dan Kafein 12,528 menit

2.8 Kerangka Konsep

Validasi Metode
Analisis

Uji Uji Batas Uji Batas Uji


Uji Akurasi Uji Presisi
Linearitas Deteksi Kuantitasi Spesifitas

Kesimpulan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep


21

2.9 Definisi Operasional


Tabel 2.4 Definisi Operasional
Nama Alat Hasil Skala
No Definisi Cara Ukur
variabel ukur ukur ukur
1. Linieritas Kemampuan suatu KCKT Pengujian Satuan Ratio
metode untuk linearitas hasil ukur
memperoleh hasil- dengan cara linearitas
hasil uji yang secara luas area yang dinyataka
langsung diperoleh n dalam
proporsional diplotkan nilai r
dengan konsentrasi dengan
analit pada kisaran konsentrasi
yang diberikan analit dan
(Rohman, 2014). dihitung nilai r
2. Batas Jumlah terkecil KCKT Pengujian Satuan Ratio
deteksi analit dalam sampel batas deteksi hasil ukur
yang masih dengan cara batas
memberikan respon mengukur deteksi
signifikan konsentrasi dinyataka
dibandingkan yang n dalam
dengan blangko diinjeksikan ppm
(Harmita, 2004). pada rasio
sinyal terhadap
derau (signal
to noise ratio)
yang dibagi
dengan luas
area yang
diperoleh
22

Tabel 2.4 Definisi Operasional (lanjutan)

3. Batas Kuantitas terkecil KCKT Pengujian Satuan Ratio


kuantitasi analit dalam batas hasil ukur
sampel yang kuantitasi batas
masih dapat dengan cara kuantitasi
memenuhi kriteria mengukur dinyatakan
akurasi dan presisi konsentrasi dalam ppm
(Harmita, 2004). yang
diinjeksikan
pada rasio
sinyal
terhadap
derau (signal
to noise ratio)
yang dibagi
dengan luas
area yang
diperoleh
4. Spesifitas Kemampuannya KCKT Pengujian Satuan Ratio
yang hanya spesifitas hasil ukur
mengukur zat dengan cara spesifitas
tertentu saja secara membandingk dinyatakan
cermat dan an hasil dalam Rs
seksama dengan analisis
adanya komponen sampel yang
lain yang mungkin mengandung
ada dalam matriks cemaran,
sampel (Harmita, hasil urai,
2004). senyawa
sejenis,
23

Tabel 2.4 Definisi Operasional (lanjutan)

senyawa asing
lainnya atau
pembawa
plasebo dengan
hasil analisis
sampel tanpa
penambahan
bahan-bahan
5. Akurasi Ukuran yang KCKT Pengujian Satuan Ratio
menunjukkan akurasi hasil ukur
derajat Dengan cara akurasi
kedekatan hasil konsentrasi dinyatakan
analis dengan analit yang dalam %
kadar analit didapat dibagi
sebenarnya dengan
(Harmita, 2004). konsentrasi
analit yang
seharusnya
6. Presisi Ukuran KCKT Pengujian Satuan Ratio
keterulangan presisi dengan hasil ukur
metode analisis cara presisi
(Rohman, 2014). luas area yang dinyatakan
diperoleh dirata- dalam %
ratakan dan
dihitung nilai
RSD
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai masalah atau fenomena
yang diteliti, yaitu pengujian mengenai suatu metode penetapan kadar parasetamol
dan kafein dalam sediaan tablet kombinasi dapat tervalidasi dan digunakan untuk
pemeriksaan rutin sesuai dengan kondisi yang ditentukan. Pada penelitian ini
tidak ada suatu perlakuan atau manipulasi terhadap variabel.

3.2 Populasi dan sampel


3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sediaan tablet kombinasi yang
mengandung parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg.
3.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah sediaan tablet simulasi yang mengandung
parasetamol 500 mg dan kafein 65 mg.

3.3 Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilakukan di Lab Terpadu Poltekkes Bandung. Waktu
penelitian dimulai dari 4 April sampai 30 April 2016.

3.4 Cara Pengumpulan Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data diperoleh dari hasil pengukuran langsung konsentrasi parasetamol dan kafein
dalam sediaan tablet kombinasi menggunakan instrumen KCKT di Laboratorium
Terpadu Poltekkes Bandung. Data yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi dan
ditentukan nilai linearitas, batas deteksi, batas kuantitasi, akurasi, presisi dan
spesifitas.
3.4.1 Bahan
Bahan yang akan digunakan adalah parasetamol pro analysis (PT.
Combiphar), kafein pro analysis (PT. Combiphar), methanol HPLC grade (PT.
Fischer), aquabidest pro injection (PT. Ikapharmindo), methanol pro analysis

24
25

(PT. Bratachem), laktosa (PT. Bratachem), Amilum Maydis (PT. Bratachem),


povidon (PT. Bratachem), talkum (PT. Bratachem), dan magnesium stearat (PT.
Bratachem).
3.4.2 Alat
Alat-alat yang akan digunakan adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) Shimadzu® LC 20 Prominance, kolom C18 (Inertsil®, ODS-3) diameter
5,5 µm, 150 nm x 4,6, neraca analitik (Mettler toledo®), syringe filter 0,45 µm
(Minisart®), spektrofotometer UV-Vis Double Beam (Shimadzu® UV-1700
Pharma Spec), mikropipet, ultrasonic cleaner, dan alat gelas yang umum
digunakan di laboratorium.
3.4.3 Cara Kerja
a. Penyiapan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan adalah metanol dan air.
b. Penyiapan Larutan Induk Baku Parasetamol
Ditimbang dengan seksama standar parasetamol p.a sebanyak 10,0 mg dan
masukkan parasetamol dalam labu ukur 10,0 ml. Ditambahkan metanol pro
analysis ke dalam labu ukur hingga tanda batas. Kemudian disonikasi selama 5
menit. Sehingga didapatkan konsentrasi larutan induk baku parasetamol sebesar
1000 mg/L. Dipipet 100 µL larutan tersebut dan diencerkan dengan metanol pro
analysis ke dalam labu ukur 10,0 ml. Larutan disaring dengan menggunakan
syringe filter 0,45 µm. Sehingga didapatkan konsentrasi larutan kerja sebesar 10
mg/L.
c. Penyiapan Larutan Induk Baku Kafein
Ditimbang dengan seksama standar kafein p.a sebanyak 10,0 mg dan
masukkan kafein dalam labu ukur 10,0 ml. Ditambahkan metanol pro analysis ke
dalam labu ukur hingga tanda batas. Kemudian disonikasi selama 5 menit.
Sehingga didapatkan konsentrasi larutan induk baku kafein sebesar 1000 mg/L.
Dipipet 100 µL larutan tersebut dan diencerkan dengan metanol pro analysis ke
dalam labu ukur 10,0 ml. Larutan disaring dengan menggunakan syringe filter
0,45 µm. Sehingga didapatkan konsentrasi larutan kerja sebesar 10 mg/L.
26

d. Penentuan panjang gelombang maksimum


Dibuat larutan kerja standar parasetamol dan kafein masing-masing 10
mg/L. Larutan standar parasetamol dan kafein masing-masing diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 200 – 400 nm.
e. Pengkondisian Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Optimasi kondisi analisis dilakukan pada masing-masing larutan standar,
dengan mengubah komposisi fase gerak dan laju alir yang digunakan, kemudian
dioptimasi pada campuran parasetamol dan kafein. Kondisi KCKT yang
digunakan adalah kolom kromasil C18 dengan menggunakan detektor UV pada
panjang gelombang 265 nm.
f. Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar parasetamol dan kafein masing-masing dipipet sebanyak
500 µl dan 65 µl. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0
ml dan ditambahkan metanol hingga tanda batas. Larutan diukur dengan
menggunakan kondisi optimum yang diperoleh. Hasil pengujian yang diperoleh
dicatat dan dibandingkan dengan kriteria uji kesesuaian sistem, antara lain
lempeng teoritis, tailing factor, faktor kapasitas, dan simpangan baku relatif dari
luas area.
g. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar
Larutan campuran standar parasetamol dan kafein dibuat dengan
konsentrasi parasetamol 30; 40; 50; 60; 70; dan 80 mg/L dan kafein 2; 4; 6; 8; 10;
12 mg/L. Larutan tersebut dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL dan ditambahkan
metanol hingga tanda batas. Larutan disaring menggunakan syringe filter 0,45
µm. Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Kurva
kalibrasi dibuat dengan memplotkan luas area dengan konsentrasi dari
parasetamol dan kafein dan dihitung persamaan regresi.
h. Pembuatan Tablet Simulasi
Buat sampel tablet simulasi yang mengandung parasetamol 500 mg dan
kafein 65 mg. Matriks tablet simulasi terdiri dari laktosa 10,27%, Amilum Maydis
27

5%, povidon 2%, talk 1% dan magnesium stearat 1%. Bobot tablet simulasi yang
dibuat adalah 700 mg.
i. Uji Linieritas
Larutan campuran standar parasetamol dan kafein dibuat dengan
konsentrasi parasetamol 30; 40; 50; 60; 70; dan 80 mg/L dan kafein 2; 4; 6; 8; 10;
12 mg/L. Larutan tersebut dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL dan ditambahkan
metanol hingga tanda batas. Larutan disaring menggunakan syringe filter 0,45
µm. Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT.
j. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Untuk pengujian batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan berdasarkan
perhitungan nilai noise dari alat KCKT yang digunakan. Alat KCKT yang
digunakan, yaitu Shimadzu Prominance L20. Persyaratan batas deteksi adalah tiga
kali noise dan batas kuantitasi adalah sepuluh kali noise. Kemudian dilakukan
perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi alat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
3 × noise
BD = luas area × konsentrasi yang diinjeksikan ............................................ (3.1)
10 × noise
BK= × konsentrasi yang diinjeksikan .......................................... (3.2)
luas area

k. Uji Akurasi
Uji akurasi dibuat tablet simulasi campuran parasetamol dan kafein dengan
perbandingan parasetamol dan kafein berturut-turut, yaitu 400:52; 500:65 dan
600:78 mg. Kemudian ditambahkan bahan tambahan. Bobot tablet simulasi
sebesar 700 mg. Tablet simulasi yang dibuat ditimbang sejumlah 70 mg dan
dilarutkan dengan metanol pro analysis dalam labu ukur 10,0 ml. Larutan yang
diperoleh diinjeksikkan pada sistem KCKT sebanyak ±20 µL. Pengukuran
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil yang diperoleh dicatat dan dihitung
persen perolehan kembali dari analit tersebut.
l. Presisi
Larutan uji presisi dibuat dengan cara ditimbang sampel simulasi sebanyak
70 mg dan dilarutkan dengan metanol pro analysis dalam labu ukur 10,0 ml.
Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak ± 20 µL ke sistem KCKT pada kondisi
28

yang ditentukan. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan. Kemudian


hasil yang diperoleh dihitung nilai persen simpangan baku relatif (Relative
Standard Deviation).
m. Spesifitas
Pengujian spesifitas dilakukan pada larutan standar, larutan sampel dan
blanko dengan cara melihat nilai resolusi dari larutan tersebut. Injeksikan larutan
standar, larutan sampel, dan blanko ke sistem KCKT masing-masing sebanyak ±
20 µL pada kondisi yang ditentukan.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh akan diolah menggunakan software pada komputer
yang terhubung pada alat KCKT, yaitu LC Solution Analysis. Sedangkan analisis
data secara umum akan menggunakan Microsoft Excel.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Pendahuluan


Uji pendahuluan merupakan pengujian yang dilakukan untuk menentukan
panjang gelombang yang akan digunakan pada sistem KCKT. Penentuan panjang
gelombang dilakukan terhadap masing-masing zat menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Standar parasetamol dan kafein masing-masing dengan konsentrasi 10
mg/L dibuat dan diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Hasil pengukuran
panjang gelombang menggunakan spektrofotometer berupa spektrum. Untuk
spektrum panjang gelombang parasetamol dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Spektrum serapan parasetamol pada panjang gelombang 200-400 nm

Scanning panjang gelombang parasetamol yang dilakukan menunjukkan


panjang gelombang maksimum parasetamol berada sekitar 250 nm. Pada scanning
panjang gelombang 200 – 400 nm, parasetamol menghasilkan puncak dan lembah
pada panjang gelombang tertentu. Serapan parasetamol pada panjang gelombang
200 – 400 nm ditunjukkan pada tabel 4.1.

29
30

Tabel 4.1 Serapan parasetamol pada panjang gelombang 200 - 400 nm


P/V Wavelength Absorbansi
218,5 0,23
248,5 0,88
318,5 0,00
359,5 0,00
361,5 0,00

Berdasarkan tabel serapan di atas, parasetamol dengan konsentrasi 10 mg/L


memiliki panjang gelombang maksimum pada 248,5 nm, dimana serapan yang
dihasilkan sebesar 0,88. Serapan sebesar 0,88 merupakan serapan maksimum
parasetamol selama pengukuran pada panjang gelombang 200 - 400 nm. Sedangkan
spektrum serapan kafein dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Spektrum serapan kafein pada panjang gelombang 200 - 400 nm

Dari spektrum kafein di atas, kafein memberikan serapan pada panjang


gelombang antara 250,0 nm dan 300,0 nm. Pada scanning panjang gelombang 200
– 400 nm, parasetamol menghasilkan puncak dan lembah pada panjang gelombang
31

tertentu. Serapan parasetamol pada panjang gelombang 200 – 400 nm ditunjukkan


pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Serapan kafein pada panjang gelombang 200 - 400 nm


P/V Wavelength Absorbansi
243,5 0,13
272,5 0,48
361,5 -0,00
359,0 0,00

Berdasarkan tabel serapan di atas, kafein dengan konsentrasi 10 mg/L


memiliki panjang gelombang maksimum pada 272,5 nm, dimana serapan yang
dihasilkan sebesar 0,48. Serapan sebesar 0,48 merupakan serapan maksimum
kafein selama pengukuran pada panjang gelombang 200 - 400 nm.
Parasetamol dan kafein merupakan zat yang memiliki ciri khas pada
strukturnya berupa gugus kromofor. Ciri yang dimiliki kedua zat tersebut
menunjukkan bahwa parasetamol dan kafein dapat diukur pada kisaran sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 200 – 400 nm. Sedangkan panjang
gelombang yang dipilih untuk analisis parasetamol dan kafein secara individu
adalah panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal. Hal ini
dikarenakan pada panjang gelombang dengan serapan maksimal memiliki
kepekaan yang maksimal juga, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
sensitifitas analisis dari sampel yang akan digunakan. Selain itu, pada panjang
gelombang maksimal juga akan terbentuk kurva absorbansi yang linear sehingga
hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi pada kondisi tersebut.
Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan panjang gelombang parasetamol
pada 248,5 nm dan panjang gelombang kafein pada 272,5 nm. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi V, panjang gelombang yang dimiliki parasetamol, yaitu pada 243
nm, sementara panjang gelombang kafein pada 275 nm. Perbedaan antara panjang
gelombang hasil pengukuran dengan teoritis dipengaruhi oleh pelarut yang
digunakan. Efek tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran pada panjang
32

gelombang, baik panjang gelombang menjadi lebih pendek maupun lebih panjang.
Pada panjang gelombang parasetamol mengalami pergeseran merah atau disebut
juga peristiwa bathokromik, dimana terjadi pergeseran puncak serapan ke arah
panjang gelombang yang lebih besar. Sementara pada panjang gelombnag kafein
mengalami pergeseran biru atau disebut juga dengan hipsokromik, dimana terjadi
pergeseran puncak serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis parasetamol dan kafein
ke sistem KCKT adalah panjang gelombang campuran kedua senyawa tersebut.
Dari hasil pengukuran, panjang gelombang campuran yang didapat yaitu pada 265
nm. Panjang gelombang tersebut diperoleh dengan cara menggabungkan spektrum
standar parasetamol dan kafein, kemudian dilihat hasil perpotongan antara
spektrum serapan parasetamol dan kafein.

4.2 Optimasi Kondisi Analisis (OKA)


Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu ditentukan kondisi analisis
yang optimum. Penentuan kondisi optimum ini terdiri dari pemilihan komposisi
fase gerak dan laju alir yang digunakan. Sebagai langkah awal, pengujian ini
dilakukan dengan menginjeksikan standar parasetamol dan kafein secara individu
dengan konsentrasi masing-masing 10 mg/L. Volume penyuntikan pada sistem
KCKT sebanyak 20 µl. Sistem elusi yang digunakan adalah isokratik, dimana yang
dimaksud isokratik adalah sistem elusi dengan komposisi fase gerak tetap selama
analisis. Pengujian dilakukan menggunakan kolom C18 (ODS-3) diameter 5,5 µm,
4,6 x 150 mm dengan fase gerak campuran air dan metanol. Setelah didapatkan
hasil yang baik pada masing-masing standar, kondisi yang digunakan kemudian
diterapkan pada standar campuran parasetamol dan kafein. Berdasarkan hasil
optimasi yang dilakukan, diperoleh kondisi optimum untuk pengujian campuran
parasetamol dan kafein adalah sebagai berikut :
a. Kolom : C18 (ODS-3) diameter 5,5 µm, 150 x 4,6 mm
b. Fase gerak : Air dan Metanol (70:30)
c. Sistem elusi : Isokratik
d. Laju alir : 0,4 mL/menit
e. Detektor : Ultraviolet (UV)
33

f. Panjang gelombang : 265 nm


g. Waktu akuisisi : 20 menit

Tujuan penyuntikan standar parasetamol dan kafein pada kondisi analisis


pertama di sistem KCKT adalah untuk mengetahui waktu retensi masing-masing
zat tersebut. Hasil optimasi kondisi analisis pada sistem KCKT berupa
kromatogram. Pada kondisi analisis yang terpilih, kromatogram parasetamol yang
dihasilkan cukup baik. Adapun kromatogram kondisi analisis parasetamol 10 mg/L
ditunjukkan pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Kromatogram OKA Standar Parasetamol 10 ppm dengan komposisi


fase gerak air dan metanol (70:30)

Berdasarkan kromatogram di atas, parasetamol memiliki waktu retensi


sebesar 8,885 menit. Untuk dapat melihat prinsip like dissolves like antara fase
diam, fase gerak dan analit, maka kromatogram parasetamol harus dibandingkan
dengan kromatogram kafein. Sehingga dapat diketahui zat yang akan terelusi
terlebih dahulu di antara parasetamol dan kafein. Adapun kromatogram kondisi
analisis kafein 10 mg/L ditunjukkan pada gambar 4.4.
34

Gambar 4.4 Kromatogram OKA Standar Kafein 10 ppm dengan komposisi fase
gerak air dan metanol (70:30)

Berdasarkan kromatogram di atas, kafein memiliki waktu retensi sebesar


16,327 menit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa parasetamol memiliki waktu
retensi yang lebih cepat dibandingkan dengan kafein. Hal ini dikarenakan sistem
kromatografi yang digunakan adalah kromatografi partisi dengan fase terbalik,
dimana senyawa yang lebih polar akan terelusi terlebih dahulu dibandingkan
dengan senyawa non polar. Dari waktu retensi yang dihasilkan menunjukkan bahwa
parasetamol lebih polar dibandingkan dengan kafein, sehingga terelusi terlebih
dahulu bersama fase gerak.
Optimasi kondisi analisis selanjutnya dilakukan pada standar campuran
parasetamol dan kafein dengan konsentrasi masing-masing 50 mg/L dan 6 mg/L.
Kromatogram kondisi analisis campuran parasetamol dan kafein ditunjukkan pada
gambar 4.5.
35

Gambar 4.5 Kromatogram OKA Standar Parasetamol 50 ppm dan Kafein 6 ppm
dengan komposisi fase gerak air dan metanol (70:30)

Berdasarkan optimasi yang dilakukan terhadap standar, diperoleh


pemisahan kromatogram yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai resolusi
parasetamol sebesar 4,453 dan kafein sebesar 3,570. Kriteria nilai resolusi adalah
≥2, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa daya pisah antara dua zat baik.
Pada optimasi laju alir, pertama kali digunakan laju alir sebesar 0,4
ml/menit. Kemudian laju alir tersebut dimodifikasi menjadi 0,5 ml/menit untuk
meningkatkan kecepatan analisis. Pada laju alir 0,5 ml/menit menunjukkan tekanan
yang melebihi tekanan maksimal pada sistem KCKT, sehingga laju alir yang dipilih
yaitu 0,4 ml/menit.

4.3 Uji Kesesuaian Sistem


Sebelum dilakukan validasi metode analisis, terlebih dahulu dilakukan uji
kesesuaian sistem yang bertujuan untuk memverifikasi bahwa sistem kromatografi
yang digunakan dapat bekerja sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengujian ini
dilakukan pada metode terpilih dalam optimasi kondisi optimum dengan replikasi
injeksi sebanyak 5 kali penyuntikan. Konsentrasi larutan standar parasetamol dan
kafein berturut-turut sebesar 50 mg/L dan 6 mg/L.
36

Pada uji kesesuaian sistem terdapat beberapa parameter yang harus


dipenuhi, diantaranya nilai lempeng teoritis (N), tailing factor (Tf), faktor kapasitas
(k), dan nilai simpangan baku relatif (% SBR) luas area dari 5 kali penyuntikan.
Standar parasetamol dan kafein disuntikkan pada sistem KCKT dan data yang
diperoleh dari hasil penyuntikkan tersebut diolah menggunakan software yang
terhubung dengan sistem KCKT. Kemudian data yang didapatkan dibandingkan
dengan parameter-parameter tersebut. Hasil uji kesesuaian sistem ditunjukkan pada
tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil uji kesesuaian sistem


Rata-rata Rata-rata Rata-rata
SBR luas
Nama zat lempeng tailing faktor
area
teoritis factor kapasitas
Parasetamol 0,169% 445.888 0,801 1,125
Kafein 0,965% 695,681 0,804 2,886

Kriteria nilai simpangan baku relatif dari luas area adalah ≤2, lempeng
teoritis >1000, nilai tailing factor ≤2, dan faktor kapasitas 1-10. Dari hasil uji
kesesuaian sistem, baik pada parasetamol maupun kafein, parameter yang
memenuhi syarat adalah nilai % SBR luas area, tailing factor dan factor kapasitas,
sementara nilai lempeng teoritis tidak memenuhi syarat, dimana menunjukkan
bahwa efisiensi kolom yang kurang baik dalam melakukan pemisahan. Cara untuk
memperbaiki nilai lempeng teoritis adalah dengan memperkecil ukuran partikel zat
yang akan diuji atau dengan menggunakan kolom yang lebih panjang ukurannya.

4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas


Pengujian ini dilakukan untuk mengukur seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara konsentrasi suatu zat (x) dengan respon yang diberikan (y).
Dalam pembuatan kurva kalibrasi dibuat larutan standar parasetamol dan kafein
masing-masing terdiri dari 6 seri konsentrasi, yaitu 30; 40; 50; 60; 70; 80 mg/L
untuk standar parasetamol dan 2; 4; 6; 8; 10; 12 mg/L untuk standar kafein. Larutan
seri parasetamol dan kafein tersebut diperoleh dari pengenceran larutan induk.
37

Apabila dilakukan penyiapan dengan cara menimbang berat standar untuk


konsentrasi yang berbeda-beda, maka kemungkinan akan menghasilkan kesalahan
yang lebih besar terhadap linearitasnya. Oleh karena itu, pengenceran terhadap
larutan induk dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang terjadi akibat
penimbangan.
Kurva kalibrasi didapatkan dari perhitungan statistik regresi linear.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh persamaan regresi linear parasetamol y =
146767x - 1223957 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9953 yang
ditunjukkan pada gambar 4.6.

Kurva Kalibrasi Standar Parasetamol

12000000
y = 146767x - 1223957
10000000 R² = 0,9907068
Luas Area

8000000
6000000
4000000
2000000
0
0 20 40 60 80 100

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.6 Kurva kalibrasi standar parasetamol

Persamaan regresi linear kafein y = 10229x + 103251 dengan nilai koefisien


korelasi sebesar 0,9815. Grafik kurva kalibrasi standar kafein dapat dilihat pada
gambar 4.7.
38

Kurva Kalibrasi Standar Kafein

1800000
1500000 y = 10229x + 103251
R² = 0,9634149
Luas Area

1200000
900000
600000
300000
0
0 2 4 6 8 10 12 14

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.7 Kurva kalibrasi standar kafein

Syarat nilai koefisien korelasi pada 6 sampel dengan derajat kebebasan 4


adalah 0,98 (BPOM, 2013). Oleh karena itu, uji linearitas untuk validasi metode
penetapan kadar parasetamol dan kafein menghasilkan nilai korelasi yang linear,
sehingga menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk konsentrasi yang
diukur adalah baik.

4.5 Validasi Metode Analisis


Pada penelitian ini telah dilakukan validasi metode analisis penetapan kadar
parasetamol dan kafein dalam tablet kombinasi menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT). Tujuannya adalah untuk menentukan metode analisis yang
valid dan sesuai dengan kondisi laboratorium untuk analisis obat tersebut. Metode
KCKT ini dipilih karena memiliki kelebihan diantaranya mampu memisahkan
molekul-molekul dari suatu campuran, memiliki kecepatan analisis dan kepekaan
yang tinggi (Effendy, 2004). Parameter validasi yang dilakukan, yaitu linearitas,
btas deteksi, batas kuantitasi, spesifitas, presisi dan akurasi.

4.5.1 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi


Pengujian batas deteksi bertujuan untuk mengetahui jumlah terkecil dari
suatu analit yang masih dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang
signifikan dibandingkan dengan blangko, sementara pengujian batas kuantitasi
39

bertujuan untuk mengetahui jumlah terkecil dari suatu analit yang masih dapat
dikuantifikasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi menggunakan nilai
noise dari sistem KCKT yang digunakan. Dari perhitungan yang dilakukan,
diperoleh batas deteksi parasetamol dan kafein berturut-turut sebesar 0,001 mg/L
dan 0,001 mg/L. Sedangkan batas kuantitasi parasetamol dan kafein yang diperoleh
berturut-turut sebesar 0,004 mg/L dan 0,003 mg/L. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa metode ini dapat digunakan untuk analisis parasetamol dan kafein dengan
masing-masing konsentrasi diatas 0,004 ppm untuk parasetamol dan 0,003ppm
untuk kafein.

4.5.2 Spesifitas
Uji spesifisitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu metode dapat
menganalisis suatu analit dengan adanya kehadiran komponen lain seperti cemaran
atau matriks sampel. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi,
spesifisitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).
Nilai resolusi digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan selektifitas metode
analisis berdasarkan pemisahan antar puncak (peak) dengan nilai yang baik adalah
≥ 2 (Snyder dkk, 1997). Adapun konsentrasi larutan standar yang diujikan sebesar
50 mg/L untuk parasetamol dan 6,5 mg/L untuk kafein. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai resolusi larutan standar parasetamol dan kafein yang diperoleh
berturut-turut adalah 4,453 dan 3,570. Kromatogram larutan standar parasetamol
dan kafein untuk uji spesifitas ditunjukkan pada gambar 4.8.
40

Gambar 4.8 Kromatogram Spesifitas Larutan Standar

Uji spesifitas dilakukan pula pada larutan sampel dengan konsentrasi


parasetamol 50 mg/L dan kafein 6,5 mg/L, dan terdapat matriks tablet. Nilai
resolusi larutan sampel parasetamol dan kafein secara berturut-turut adalah 5,540
dan 4,468.

Gambar 4.9 Kromatogram Spesifitas Larutan Sampel


41

Larutan blanko merupakan pelarut yang digunakan dalam analisis. Blanko


yang digunakan adalah metanol. Larutan ini diujikan pada uji spesifitas untuk
membedakan peak antara larutan standar, larutan sampel dan blanko.

Gambar 4.10 Kromatogram Spesifitas Larutan Blanko

Dari hasil pengujian, nilai resolusi larutan standar campuran parasetamol


dan kafein, dan larutan sampel yang diperoleh ≥ 2. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai resolusi pada uji spesifisitas memenuhi syarat. Nilai resolusi yang baik
menunjukkan bahwa metode tersebut selektif memisahkan analit dari pengotor lain
yang ada dalam larutan sampel, seperti pelarut yang digunakan atau bahan
tambahan pada tablet. Larutan blanko yang diujikan pada uji spesifitas bertujuan
untuk melihat peak perbedaan antara larutan standar dan larutan sampel, sehingga
gangguan yang disebabkan oleh larutan blanko terhadap peak larutan standar dan
sampel dapat diketahui.

4.5.3 Presisi
Uji presisi bertujuan untuk mengetahui derajat kedekatan antara hasil
pengujian secara individual, yang diukur melalui ketersebaran hasil individu yang
ditentukan secara berulang dari campuran yang homogen pada kondisi analisis yang
sama. Uji presisi dilakukan pada sampel dengan konsentrasi 100% yang diukur
42

sebanyak 6 kali pengulangan. Pengujian ini diukur secara repeatability, dimana uji
presisi dilakukan secara berulang oleh analis yang sama pada kondisi dan interval
waktu yang sama. Konsentrasi sampel yang digunakan sebesar 50 mg untuk
parasetamol dan 6,5 mg untuk kafein. Kriteria uji presisi ditentukan berdasarkan
nilai % simpangan baku relatif (% SBR), dimana uji presisi dikatakan baik jika nilai
% SBR sebesar 2% atau kurang.

Tabel 4.4 Hasil uji rata-rata presisi

Simpangan Syarat
Konsentrasi Rata-rata Simpangan
Nama zat baku SBR
(mg/L) luas area baku
relatif (%) (%)
Parasetamol 50 6292926,17 18324,4 0,291
≤2
Kafein 6,5 815819,5 4728.5 0,58

Pada uji ini, hasil presisi yang diperoleh telah memenuhi syarat persen
simpangan baku relatif. Semakin kecil nilai persen simpangan baku relatif yang
didapatkan dari hasil pengujian, menunjukkan bahwa ketersebaran hasil individu
yang dilakukan secara berulang dari campuran yang homogen adalah baik.

4.5.4 Akurasi
Uji akurasi bertujuan untuk mengetahui kedekatan hasil secara teoritis
dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran. Pengujian ini dihitung derajat
kedekatan antara kadar hasil analisis dan kadar yang sebenarnya dengan
menggunakan rumus % perolehan kembali (% recovery). Metode yang digunakan
pada uji akurasi ini adalah metode simulasi (spiked-placebo recovery), dimana
dibuat sampel dengan cara menambahkan sejumlah parasetamol dan kafein ke
dalam bahan pembawa (plasebo). Jumlah parasetamol dan kafein yang
ditambahkan ke dalam bahan pembawa berkisar dari 80%, 100%, dan 120% dari
jumlah parasetamol dan kafein yang telah ditentukan, sehingga menjadi 40; 50; 60
mg/L untuk parasetamol dan 5,2; 6,5; 7,8 mg/L untuk kafein. Pada 3 variasi
konsentrasi tersebut, dilakukan sebanyak 3 kali replikasi.
43

Tabel 4.5 Hasil uji rata-rata akurasi

Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata Rata-rata


Nama zat teoritis pengukuran perolehan perolehan
(mg/L) (mg/L) kembali (%) kembali (%)
5,2 5,237 100,72
Parasetamol 6,5 6,605 101,62 101,04
7,9 7,861 100,79
40 40.050 100,13
Kafein 50 49.983 99,97 99,64
60 59.285 98,81

Syarat % perolehan kembali pada uji akurasi adalah 98 – 102%. Dari hasil
pengujian yang diperoleh, % perolehan kembali parasetamol dan kafein pada tiap
konsentrasi maupun secara keseluruhan telah memenuhi syarat. Apabila jumlah
analit dalam sampel semakin besar dan dilakukan preparasi yang tepat, maka
kesalahan sistematis menjadi minimal, sehingga dapat diperoleh % perolehan
kembali yang besar, yang menunjukkan bahwa derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar yang sebenarnya semakin baik atau akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
a. Kondisi optimum untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan kafein
dengan KCKT menggunakan kolom C18 (150 x 4,6 mm, 5,5 µm) dengan
komposisi fase gerak air : metanol (70:30), laju alir 0,4 mL/menit, sistem
elusi isokratik dan panjang gelombang 265 nm.
b. Hasil uji linearitas parasetamol dan kafein masing-masing standar
memenuhi syarat dan diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,9953
dengan persamaan regresi y= 146767x - 1223957 untuk parasetamol dan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,9815 dengan persamaan regresi y =
10229x + 103251 untuk kafein.
c. Hasil uji batas deteksi parasetamol dan kafein masing-masing diperoleh
nilai sebesar 0,00125 ppm dan 0,00101 ppm. Sedangkan batas kuantitasi
parasetamol dan kafein masing-masing diperoleh nilai sebesar 0,00415
ppm dan 0,00337 ppm.
d. Hasil uji spesifitas larutan standard dan sampel memenuhi syarat dan
diperoleh nilai resolusi parasetamol dan kafein masing-masing sebesar
4,453 dan 3,570 untuk larutan standar, 5,540 dan 4,468 untuk larutan
blanko.
e. Hasil uji presisi memenuhi syarat dan diperoleh nilai SBR parasetamol dan
kafein masing-masing sebesar 0,13% dan 0,26%.
f. Hasil uji akurasi memenuhi syarat dan diperoleh nilai perolehan kembali
parasetamol dan kafein masing-masing sebesar 101,04% dan 99,64%.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan optimasi
kondisi analisis lanjutan untuk campuran parasetamol dan kafein menggunakan
fase gerak dan laju alir yang berbeda, sehingga didapatkan kriteria uji kesesuaian

44
45

sistem yang memenuhi syarat. Bila memungkinkan, perlu dilakukan pengujian


terhadap parameter validasi yang lain, seperti ketahanan (robustness).
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. (2012). Sediaan Farmasi Padat. Bandung: Penerbit ITB.


Akbar, Muhammad. (2010, Januari). Nyeri kepala. Makalah dipresentasikan pada
acara Talk Show Dokter Anda Menyapa yang diselenggarakan oleh TVRI,
Sulawesi Selatan.
Anief, Moh. (2005). Farmasetika dan Kalkulasi Farmasetik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Anurogo, Dito. (2014). Tension Type Headache. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran, 41, 186-191.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Pengarang.
Barozan, Nabeel H. & Furst, Daniel E. (2015). Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Drugs, Disease-Modifying Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesic, and
Drug Used In Gout. Dalam Katzung, Bertram G. & Trevor, Anthony J. (Ed).
Basic & Clinical Pharmacology (13th ed). United States: McGraw-Hill
Education.
Bozarov, A. (2009). Symptomatic treatment of tension-type headache. Journal of
Clinical Medicine, 2, 22-25.
Curtis, Glade B. (1999). Your Pregnancy Week by Week (Gianto Widianto &
Surya Satyanegara, Penerjemah). Jakarta: Arcan.
DeNoon D. 2004. Migraine Linked to Brain Lesions, damage worse with more
frequent, more severe migraines. Dalam Widjaja, Hadi Jimmy. (2011).
Mekanisme terjadinya nyeri kepala primer. Surabaya.
Drug Fact and Comparison. (2001). USA: Fact and Comparison St. Louis
Missouri.
Gandjar, Gholib Ibnu & Abdul Rohman. (2012). Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi, Anwar. (2007). Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025: 2005
Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium
Kalibrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Harmita. (2004, Desember). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 117-135.
Huber, Ludwig. (2007). Validation and qualification in analytical laboratories
(2nd ed.). New York: Informa Healthcare USA, Inc.
International Headache Society. (2013). The International Classification of
Headache Disorders (3rd ed.). United Kingdom: Sage Publications Ltd.
Juwana, Satya. (2005). Gangguan Menytal dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif: Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba (Ed. 2). Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia,. edisi
V. Jakarta: Pengarang.
Kriswanto, Permanasari, A., & Fatimah, S.S. (2014). Pengembangan dan Uji
Validasi Metode Analisis Kadar Parasetamol dan Kafein dengan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 5, 51-59.

46
47

Lüllmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., & Bieger, D. (2000). Color Atlas of
Pharmacology (2nd ed.). New York: Thieme Stuttgart.
Pini, L. A., Bene E. Del, Zanchin, G., dkk. (2008). Tolerability and efficacy of a
combination of paracetamol and caffeine in the treatment of tension-type
headache: a randomised, double-blind, double-dummy, cross-over study versus
placebo and naproxen sodium. Journal of Headache Pain, 9, 367-373.
Ravishankar K, Chakravarty A, Chowdhury D, Shukla R, Singh S. Guidelines on
the diagnosis and the current management of headache and related disorders.
Dalam Anurogo, Dito. (2014). Tension Type Headache. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran, 41, 186-191.
Riyanto. (2015). Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi. Yogyakarta: Deepublish.
Rohman, Abdul. (2014). Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sawynok, Jana. (2011). Caffeine and pain. Journal of the International
Association for the Study of Pain, 152, 726-729.
Singh, Ranjit. (2013). HPLC method development and validation- an overview.
Journal of Pharmaceutical Education and Research, 4, 26-33.
Smith, F.J. (1999).Chromatographic methods (5th ed.) London: Kluwer Academic
Publisher.
Sweetman, Sean C. (Ed). (1883-2009). Martindale, The Complete Drug
References (Ed. 1-36). China: Everbest Printing Co. Ltd.
Swarbrick, James. (2007). Encyclopedia of pharmaceutical technology (3rd ed.).
USA: Informa Healthcare USA, Inc.
Tsvetkova, B., Kostova, B., Pencheva, I., Zlatkov, A., Rachev, D., & Peikov, P.
(2012). Validated LC Methods for Simultaneous Analysis of Parasetamol and
Caffeine in Model Tablet Formulation. Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science, 4, 680-684.
United States Pharmacopeia Convention. (2007). United States Pharmacopoeia
National Formulary, USP 30/NF 25. USA: The United States Pharmacopeial
Convention.
World Health Organization. (1997). Pemastian Mutu Obat: Kompendium
Pedoman dan Bahan-bahan Terkait (Mimi V. Syahputri, Penerjemah.).
Jakarta: EGC.
Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi LC-20 Prominance – Shimadzu®

1. Kolom : C18 (ODS-3)


2. Detektor : UV
3. Sistem pompa : Low pressure gradient
4. Sistem elusi : fase terbalik

Neraca analitik Mikropipet Ultrasonic cleaner

48
Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan

Standar Parasetamol p.a

Standar Kafein p.a

49
Lampiran 3. Prosedur Kerja

1. Penimbangan 2. Penambahan Pelarut 3. Pengenceran

4. Sonifikasi 5. Pengukuran Spektrofotometer 6. Injeksi KCKT

50
Lampiran 4. Perhitungan uji kesesuaian sistem parasetamol

Injeksi Lempeng Tailing Faktor Luas


̅)2
(xi - 𝒙
ke- teoritis (N) factor (Tf) Kapasitas (k) area (xi)
1 445.927 0.799 1.125 5930975 99848057.8
2 445.283 0.798 1.121 5952454 131941980
3 446.130 0.803 1.129 5930194 116066148
4 445.874 0.801 1.122 5948218 52571200.4
5 446.227 0.802 1.130 5942996 4115217.96
Jumlah 2229.441 4.003 5.627 29704837 404542603
Rata-rata 445.8882 0.801 1.125 5940967 80908520.6

∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 404542603
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 10056,62 µV
𝑛−1 5−1

𝑆𝐷 10056,62
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0.169%
𝑥̅ 5940967

51
Lampiran 5. Perhitungan uji kesesuaian sistem kafein

Injeksi Lempeng Tailing Faktor Luas


̅)2
(xi - 𝒙
ke- teoritis (N) factor (Tf) Kapasitas (k) area (xi)
1 696.940 0.801 2.885 879559 12905337.8
2 694.280 0.802 2.882 885195 4176300.96
3 695.075 0.804 2.890 884232 1167696.36
4 690.014 0.803 2.880 895048 141529092
5 702.096 0.810 2.895 871723 130608327
Jumlah 3478.405 4.02 14.432 4415757 290386753
Rata-rata 695.681 0.804 2.886 883151.4 58077350.6

∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 290386753
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 8520,369 µV
𝑛−1 5−1

𝑆𝐷 8520,369
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,965%
𝑥̅ 883151,4

52
Lampiran 6. Perhitungan kurva kalibrasi parasetamol

Kode Konsentrasi (ppm) Luas Area


̅)
(xi - 𝒙 ̅)2
(xi - 𝒙 ̅)
(yi - 𝒚 ̅)2
(yi - 𝒚 ̅) (yi - 𝒚
(xi - 𝒙 ̅)
standar x y
STD-01 30 3513368 -25 625 -3334869.83 1.11214E+13 83371745.8
STD-02 40 4468289 -15 225 -2379948.83 5.66416E+12 35699232.5
STD-03 50 6017276 -5 25 -830961.833 6.90498E+11 4154809.17
STD-04 60 7308304 5 25 460066.1667 2.11661E+11 2300330.83
STD-05 70 8930878 15 225 2082640.167 4.33739E+12 31239602.5
STD-06 80 10851312 25 625 4003074.167 1.60246E+13 100076854
Jumlah 330 41089427 0 1750 0 3.80497E+13 256842575
Rata-rata 55 6848238 0 291.666667 0 6.34161E+12 42807095.8

∑𝑁
𝑖 {(𝑥i − 𝑥̅ ) (𝑦i − 𝑦
̅)} 256842575
b= ∑𝑁
= = 146767
𝑖 (𝑥i − 𝑥̅ )2 1750

a = 𝑦̅ – b𝑥̅ = 6848238 – (146767 x 55) = -1223957

∑𝑁
𝑖 {(𝒙𝐢 − 𝒙
̅) (𝒚𝐢 − 𝒚
̅)} 256842575
r= = = 0.9953
√(∑𝑁 √(1750)(3.80497E+13)
̅)𝟐)(∑𝑁
𝑖 (𝒙𝐢 − 𝒙 ̅)𝟐)
𝑖 (𝒚𝐢 − 𝒚

Persamaan regresi linear adalah y = 146767x - 1223957, dengan nilai r = 0,9953

53
Lampiran 7. Perhitungan kurva kalibrasi kafein

Kode Konsentrasi (ppm) Luas Area


̅)
(xi - 𝒙 ̅)2
(xi - 𝒙 ̅)
(yi - 𝒚 ̅)2
(yi - 𝒚 ̅) (yi - 𝒚
(xi - 𝒙 ̅)
standar x y
STD-01 2 260956 -5 25 -613898.333 3.76871E+11 3069491.67
STD-02 4 539487 -3 9 -335367.333 1.12471E+11 1006102
STD-03 6 889969 -1 1 15114.66667 228453148.4 -15114.667
STD-04 8 1016563 1 1 141708.6667 20081346208 141708.667
STD-05 10 1099035 3 9 224180.6667 50256971307 672542
STD-06 12 1443116 5 25 568261.6667 3.22921E+11 2841308.33
Jumlah 42 5249126 0 70 0 8.82831E+11 7716038
Rata-rata 7 874854.3 0 11.6666667 0 1.47138E+11 1286006.33

∑𝑁
𝑖 {(𝑥i − 𝑥̅ ) (𝑦i − 𝑦
̅)} 7716038
b= ∑𝑁
= = 110229
𝑖 (𝑥i − 𝑥̅ )2 70

a = 𝑦̅ – b𝑥̅ = 874854.3 – (110229 x 7) = 103251

∑𝑁
𝑖 {(𝒙𝐢 − 𝒙
̅) (𝒚𝐢 − 𝒚
̅)} 7716038
r= = = 0,9815
√(∑𝑁 √(70)(8.82831E+11)
̅)𝟐)(∑𝑁
𝑖 (𝒙𝐢 − 𝒙 ̅)𝟐)
𝑖 (𝒚𝐢 − 𝒚

Persamaan regresi linear adalah y = 10229x + 103251, dengan nilai r = 0,9815

54
Lampiran 8. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi parasetamol

Konsentrasi yang diinjeksikan (mg/L) Luas area (µV)


5930975
5952454
50 5930194
5948218
5942996
Jumlah 29704837
Rata-rata 5940967

3 × noise 3 ×50
Batas deteksi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 50 = 0,00126
luas area 5940967
mg/L

10 × noise 10 ×50
Batas kuantitasi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 50 =
luas area 5940967
0,00421 mg/L

55
Lampiran 9. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kafein

Konsentrasi yang diinjeksikan (mg/L) Luas area (µV)


879559
885195
6,5 884232
895048
871723
Jumlah 4415757
Rata-rata 883151.4

3 × noise 3 ×50
Batas deteksi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 6,5 =
luas area 883151.4
0,00110 mg/L

10 × noise 10 ×50
Batas kuantitasi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 6,5 =
luas area 883151.4
0,00368 mg/L

56
Lampiran 10. Perhitungan uji presisi parasetamol

Luas area (µV)


Pengulangan Ke- Konsentrasi (ppm) ̅)
(xi - 𝒙 ̅)2
(xi - 𝒙
(xi)
1 50 6303579 10652.83333 113482858
2 50 6276655 -16271.16667 264750864.7
3 50 6319097 26170.83333 684912517.4
4 50 6277536 -15390.16667 236857230
5 50 6276825 -16101.16667 259247568
6 50 6303865 10938.83333 119658074.7
Jumlah 37757557 -1.86265E-09 1678909113
Rata-rata 6292926,17 -5.32184E-10 479688318

∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 1678909113
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 18324,4 µV
𝑛−1 6−1

𝑆𝐷 18324,4
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,291%
𝑥̅ 6292926,17

57
Lampiran 11. Perhitungan uji presisi kafein

Luas area (µV)


Pengulangan Ke- Konsentrasi (ppm) ̅)
(xi - 𝒙 ̅)2
(xi - 𝒙
(xi)
1 6,5 819851 4031.5 16252992.25
2 6,5 818015 2195.5 4820220.25
3 6,5 812508 -3311.5 10966032.25
4 6,5 821399 5579.5 31130820.25
5 6,5 809068 -6751.5 45582752.25
6 6,5 814076 -1743.5 3039792.25
Jumlah 4894917 0 111792609.5
Rata-rata 815819.5 0 18632101.58

∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 111792609.5
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 4728.5 µV
𝑛−1 6−1
𝑆𝐷 4728.5
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,58%
𝑥̅ 815819.5

58
Lampiran 12. Perhitungan uji akurasi parasetamol

Konsentrasi (ppm)
Rentang Spesifik (%) Kode zat % Recovery
Teoritis Pengukuran
SPL-01 40.024 100.06
80 SPL-02 40 40.059 100.15
SPL-03 40.068 100.17
SPL-01 50.021 100.04
100 SPL-02 50 49.994 99.99
SPL-03 49.935 99.87
SPL-01 59.386 98.98
120 SPL-02 60 59.255 98.76
SPL-03 59.213 98.69
Jumlah 896,70
Rata-rata 99.63

Contoh % recovery pada SPL-01 :


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 40.024
% recovery = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 100.06%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 40

59
Lampiran 13. Perhitungan uji akurasi kafein

Konsentrasi (ppm)
Rentang Spesifik (%) Kode zat % Recovery
Teoritis Pengukuran
SPL-01 5.232 100.62
80 SPL-02 5.2 5.212 100.23
SPL-03 5.268 101.31
SPL-01 6.611 101.71
100 SPL-02 6.5 6.626 101.94
SPL-03 6.578 101.20
SPL-01 7.861 100.78
120 SPL-02 7.8 7.849 100.63
SPL-03 7.874 100.95
Jumlah 909,36
Rata-rata 101,04

Contoh % recovery pada SPL-01 :


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 5.232
% recovery = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 100.62%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 5.2

60
Lampiran 14. Spektrum serapan parasetamol pada Lampiran 15. Spektrum serapan kafein pada spektrofotometer
spektrofotometer UV-Vis UV-Vis

61
Lampiran 16. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar Lampiran 17. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar
parasetamol kafein

62
Lampiran 18. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar Lampiran 19. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas
campuran deteksi dan batas kuantitasi 1

63
Lampiran 20. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas Lampiran 21. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas
deteksi dan batas kuantitasi 2 deteksi dan batas kuantitasi 3

64
Lampiran 22. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas Lampiran 23. Kromatogram uji kesesuaian sistem , uji batas
deteksi dan batas kuantitasi 4 deteksi dan batas kuantitasi 5

65
Lampiran 24. Kurva kalibrasi dan uji linearitas parasetamol Lampiran 25. Kurva kalibrasi dan uji linearitas kafein

66
Lampiran 26. Kromatogram uji spesifitas larutan standar Lampiran 27. Kromatogram uji spesifitas larutan sampel

67
Lampiran 28. Kromatogram uji spesifitas larutan blanko Lampiran 29. Kromatogram uji presisi 1

68
Lampiran 30. Kromatogram uji presisi 2 Lampiran 31. Kromatogram uji presisi 3

69
Lampiran 32. Kromatogram uji presisi 4 Lampiran 33. Kromatogram uji presisi 5

70
Lampiran 34. Kromatogram uji presisi 6 Lampiran 35. Kromatogram uji akurasi 1

71
Lampiran 36. Kromatogram uji akurasi 2 Lampiran 37. Kromatogram uji akurasi 3

72
Lampiran 38. Kromatogram uji akurasi 4 Lampiran 39. Kromatogram uji akurasi 5

73
Lampiran 40. Kromatogram uji akurasi 6 Lampiran 41. Kromatogram uji akurasi 7

74
Lampiran 42. Kromatogram uji akurasi 8 Lampiran 43. Kromatogram uji akurasi 9

75

Anda mungkin juga menyukai