Disusun oleh :
MAEMAH
P17335113006
Disusun oleh :
MAEMAH
P17335113006
Nama : Maemah
NIP : P17335113006
Tanda Tangan :
Tanggal :
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
JURUSAN FARMASI
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh :
Nama : MAEMAH
NIM : P17335113006
Pembimbing,
Mengetahui :
Ketua Jurusan Farmasi
JURUSAN FARMASI
LEMBR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah
Disusun oleh :
Nama : Maemah
NIM : P17335113006
Penguji :
Tanda Tangan
NIP 196308111994032001
( )
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ahli Madya Farmasi pada Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes
Bandung. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Poltekkes Kemenkes
Bandung, yang telah memberikan arahan bagi kami untuk menyelesaikan
karya tulis;
(2) Dra. Elvi Trinovani, M.Si, selaku dosen pembimbing KTI dan dosen
Pembimbing Akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
dan telah memberikan bantuan dukungan;
(3) Yusuf Eka M, S.Si, selaku laboran Lab Terpadu Poltekkes Kemenkes
Bandung yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data
yang penulis perlukan; dan
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KTI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Bandung, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Maemah
NIM : P1735113006
Jurusan : Farmasi
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Bandung
Pada tanggal : 22 Juni 2016
Yang menyatakan
( Maemah )
vi
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN
KAFEIN DALAM TABLET KOMBINASI MENGGUNAKAN KCKT
Maemah
vii
VALIDATION OF ANALYTICAL METHOD FOR ASSAY OF
PARACETAMOL AND CAFFEINE IN TABLET COMBINATION BY
HPLC
Maemah
Paracetamol and caffeine is an effective drug combination used for tension type
headache treatment. In order to ensure the quality and efficacy of drug, it is very
important to control the content of paracetamol and caffeine. One of quality
monitoring methods is HPLC. HPLC method was applied using C18 coloumn with
water and methanol (70:30) as a mobile phase at wavelength 265 nm and flow
rate 0,4 ml/minutes. Validation of analysis method is very important to ensure the
validity of result. The parameters of validation tested include linearity, limit of
detection, limit of quantitation, specificity, precision, and accuracy. Based on the
test result, paracetamol has correlation coefficient (r) 0,9953, relative standard
deviation of precision test was 0,291% and the recovery of accuracy test was
101,04%. While caffeine has correlation coefficient (r) 0,9815, relative standard
deviation of precision test was 0,58%, and the recovery of accuracy test was
99,64%. According to the minimum value of the parameters, these results
indicates that HPLC method was sufficient because the correlation coefficient (r)
was ≥ 0,98, relative standard deviation of precision test was ≤ 2%, and the
recovery of accuracy test was 98-102%.
Keyword : validation, HPLC, paracetamol, caffeine.
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin…
Sujud syukur kusembahkan kepada-Mu Tuhan yang Maha Penyayang, yang
mengaminkan segala doa dan harapanku. Atas takdirmu kau jadikan aku manusia yang
senantiasa berpikir, bersabar dan berilmu. Hingga kau hantarkan aku sampai di
penghujung awal perjuanganku.
Keluarga ku,
yang senantiasa mengabulkan segala permintaanku;
yang senantiasa menjadi tempat aku berkeluh kesah.
Tiada waktu yang lebih dirindukan selain berkumpul denganmu.
Sahabat-sahabat ku,
yang senantiasa memberiku dorongan dan inspirasi;
yang senantiasa menemani hari-hariku berjuang di perantauan.
Tiada cerita yang lebih berwarna selain bersamamu.
Dosen-dosen ku,
yang senantiasa tanpa pamrih membekaliku ilmu pengetahuan dan ilmu hidup;
yang senantiasa direpotkan akan lembar demi lembar karya tulis ini.
Tiada bekal yang tak berguna darimu.
Untuk ribuan tetes keringat, untuk jutaan perjuangan yang diberikan, untuk sebuah doa
yang terus mengalir, kuucapkan rasa terima kasihku yang tak terhingga.
doaku;
semoga Tuhan memberikan balasan surga untuk kalian.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................x
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii
DAFTAR RUMUS .............................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG......................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1 Nyeri Kepala .......................................................................................... 5
2.1.1 Nyeri Kepala Tipe Tegang .......................................................... 5
2.2 Parasetamol ............................................................................................ 6
2.3 Kafein ..................................................................................................... 7
2.4 Tablet ..................................................................................................... 9
2.5 Validasi .................................................................................................. 11
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ......................................................... 14
x
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR RUMUS
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
xv
LAMBANG
% persen 1
± kurang lebih 20
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
xviii
1
2
satu metode untuk melakukan pengawasan mutu obat adalah KCKT. Metode
KCKT cocok digunakan untuk menguji dua campuran senyawa atau lebih, baik
analisis kualitatif maupun kuantitatif tanpa melakukan pemisahan masing-masing
senyawa terlebih dahulu.
Metode analisis secara KCKT untuk penetapan kadar parasetamol dan
kafein dilakukan secara individual. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2014) menyebutkan bahwa metode standar penetapan kadar parasetamol tunggal
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi yang dilengkapi dengan detektor
243 nm, kolom 3,5 mm x 30 cm, dan laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit.
Sedangkan untuk metode standar penetapan kadar kafein menggunakan teknik
yang sama dengan parasetamol namun dilakukan pada kondisi yang berbeda, yaitu
dengan detektor 275 nm, kolom 15 cm x 4,6 mm, dan laju alir lebih kurang 1,0 ml
per menit. Metode ini tidak efektif digunakan untuk penetapan kadar kombinasi
parasetamol dan kafein. Oleh karena itu, dalam jurnal Tsevetkova, dkk (2012)
dilakukan pengujian metode analisis penetapan kadar kombinasi parasetamol dan
kafein secara simultan menggunakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) dengan menggunakan kondisi optimum yang telah dimodifikasi. Metode
ini cukup efektif digunakan untuk penetapan kadar kombinasi obat ini.
Validasi adalah konfirmasi melalui bukti-bukti pemeriksaan dan telah
sesuai dengan tujuan pengujian. Validasi harus dilakukan terhadap metode non-
standar dan metode yang dikembangkan laboratorium (Riyanto, 2015). Perlu
diperhatikan bahwa setiap laboratorium memiliki kondisi yang berbeda-beda,
misalnya sarana akomodasi dan lingkungan, kompetensi personel, kemampuan
peralatan yang berbeda-beda, sehingga kinerja laboratorium yang satu berbeda
dengan laboratorium lain (Hadi, 2007).
Dalam penelitian ini, penulis tertarik melakukan modifikasi kondisi
optimum untuk penetapan kadar kombinasi parasetamol dan kafein sesuai dengan
keadaan dan peralatan yang terdapat di laboratorium. Validasi terhadap metode
yang akan digunakan sangat penting dilakukan untuk menjamin keabsahan hasil.
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian mengenai validasi metode
3
5
6
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%),
exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Pada penderita depresi
dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya (DeNoon,
2004 dalam Widjaja, 2011).
2.2 Parasetamol
2.3 Kafein
2.4 Tablet
Tablet (kompresi) merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa
cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung
9
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Penggolongan tablet berdasarkan metode pembuatan, yaitu sebagai berikut
(M. Anief, 2005):
a. Tablet cetak
Tablet ini dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa
serbuk dibasahi dengan etanol persentasi tinggi. Kadar etanol tergantung pada
kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat kekerasan
tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah
ke dalam lubang cetakan, kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak
agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian.
Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses
pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang
diberikan.
b. Tablet kempa
Tablet ini dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif,
bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung
bahan pewarna yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Hal-hal berikut merupakan keunggulan utama tablet (Goeswin Agoes,
2012):
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
d. Tablet merupakan sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas
serta dikirim.
10
e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
membutuhkan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang kemungkinan pecah atau hancurnya
tablet, tidak segera terjadi.
g. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti
pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
h. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi
secara besar-besaran.
i. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa (M. Anief, 2005):
a. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.
Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amilum Manihot, Calcii Phosphas,
Calcii Carbonas dan zat lain yang cocok.
b. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10-20%
dan solution Methylcellulosum 5%.
c. Zat penghancur (disintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam
perut. Biasanya yang digunakan adalah Amilum Manihot kering, gelatinum,
agar-agar, natrium alginat.
d. Zat pelicin (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(matrys). Biasanya digunakan talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum
Stearicum.
2.5 Validasi
Validasi metode analisis adalah proses yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bahwa prosedur dapat digunakan untuk pengujian tertentu cocok
untuk tujuan penggunaannya. Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk
menjamin kualitas, reliabilitas dan konsistensi dari hasil analisis. Validasi metode
merupakan bagian penting dari Good Analytical Practice (Huber, 2007).
11
d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau
komponen tertentu dalam obat.
Ada delapan parameter validasi metode analisis, yaitu linearitas, batas
deteksi, batas kuantitasi, spesifitas, presisi, akurasi, kekasaran dan ketahanan
(Gandjar, 2007).
a. Akurasi
Akurasi adalah tingkat kedekatan antara hasil pengujian dengan prosedur
yang sedang divalidasi terhadap nilai yang benar. Akurasi prosedur analisis harus
ditetapkan meliputi rentang nilai benar tersebut (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012). Akurasi ditentukan dengan menguji sampel dari bahan yang akan
diuji, yang dibuat dengan akurasi yang kuantitatif, menggunakan prosedur analisis
yang akan divalidasi (World Health Organization, 1997).
b. Presisi
Presisi adalah tingkat kedekatan diantara hasil uji individu bila prosedur
diterapkan berulangkali terhadap sampling ganda atau sampel yang homogen.
Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi) dari satu seri pengukuran. Presisi merupakan ukuran tingkat
reprodusibilitas mengacu pada penggunaan prosedur analisis dalam kondisi kerja
normal (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
c. Spesifitas
Spesifitas adalah kemampuan menguji secara tepat suatu analit dengan
adanya komponen lain dan diperkirakan ada sebagai cemaran, hasil degradasi, dan
matriks sampel. Ketiadaan spesifitas dari prosedur analisis dapat diatasi dengan
penggunaan prosedur analitik pendukung (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012).
d. Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi adalah karakteristik penetapan kuantitatif pada batas rendah
dari senyawa dalam matriks sampel, seperti cemaran dalam senyawa obat ruahan
dan hasil degradasi dalam sediaan farmasi akhir. Batas kuantitasi adalah konsentrasi
terendah dari analit dalam sampel yang ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang
dapat diterima dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan. Batas kuantitasi
13
dinyatakan sebagai konsentrasi analit (misalnya persen, bpj, bpm) dalam sampel
(United States Pharmacopeia Convention, 2007).
e. Batas Deteksi
Batas deteksi adalah karakteristik uji batas. Ini merupakan konsentrasi
terendah analit dalam sampel yang dapat dideteksi, tetapi tidak perlu kuantitatif
dalam kondisi percobaan yang ditentukan. Uji batas semata-mata menunjang bahwa
konsentrasi analit di bawah atau di atas batas tertentu. Batas deteksi umumya
dinyatakan sebagai konsentrasi analit (misalnya persen, bpj, bpm) dalam sampel
(United States Pharmacopeia Convention, 2007).
f. Linearitas dan Rentang
Linearitas dari suatu metode analisis adalah kemampuan suatu metode
analisis dalam memperoleh hasil pengujian yang secara langsung proporsional
dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam kisaran tertentu dengan cara
transformasi matematika. Linearitas ditentukan oleh serangkaian dari 3-6 injeksi
pada 5 atau lebih standar dengan rentang konsentrasi 80-120% dari konsentrasi
yang diharapkan (Huber, 2007).
Rentang adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari kadar
analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan linearitas
yang sesuai menggunakan prosedur analisis yang ditetapkan. Rentang umumnya
dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (misalnya persen, bpj, bpm)
yang diperoleh dengan prosedur analisis ini (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
g. Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan prosedur untuk mengukur suatu analit tanpa
dipengaruhi oleh komponen lain di dalam sampel yang diperiksa (sebagai contoh,
pengotoran yang muncul pada pembuatan atau dari penguraian atau komponen
sampel selain analit, baik yang bersifat farmakologi aktif maupun inert) (World
Health Organization, 1997).
h. Sensitivitas
Sensivitas adalah kemampuan prosedur analisis untuk menunjukkan
perbedaan kecil dalam konsentrasi. Ini merupakan slope kurva kalibrasi.
14
Penggunaan istilah ini secara umum untuk mencakup batas deteksi dan/atau batas
kuantitasi harus dihindari (World Health Organization, 1997).
sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar
daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas
pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar, 2012).
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komponen fase gerak tetap
sama selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-
ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi
campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang
luas. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase
terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan
asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering
digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang
terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol (Gandjar, 2012).
c. Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni pompa harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir
3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Gandjar, 2012).
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah
untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,
reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT
yaitu pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang
konstan (Gandjar, 2012).
d. Penyuntikan sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik
yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan
17
keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Presisi penyuntikan dengan
keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1% (Gandjar, 2012).
e. Fase diam
Fase diam yang umumnya digunakan adalah silika yang dimodifikasi atau
butiran polimerik. Butiran dibuat dengan penambahan hidrokarbon rantai panjang.
Jenis fase diam yang diperlukan dalam suatu pengujian dinyatakan dalam masing-
masing monografi dan ditunjukkan oleh tanda “L”. Perubahan dalam jenis fase
diam dan ukuran diatur dalam bagian kesesuaian sistem (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang
rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih
sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih
cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak
dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena
adanya kandungan air yang digunakan (Gandjar, 2012).
f. Kolom kromatografi
Kolom untuk analisis KCKT umumnya memiliki panjang 10-25 cm dan
diameter 2,1-4,6 mm. Kolom terbuat dari bahan baja tak berkarat untuk mengatasi
tekanan yang tinggi dan dari kaca untuk mencegah katalisasi logam dari reaksi
pelarut. Ukuran kemasan yang optimal ≤5 µm dan kolom dengan kemasan tersebut
akan menghasilkan >10.000 lempeng teoritis m-1. Konsekuensi penting dari
kecilnya ukuran bahan kemasan dan kolom adalah volume detektor dan kopling
kolom harus diminimalkan untuk menghindari kerugian yang berlebihan dari
resolusi puncak kromatografi. Volume detektor flowcell umunya ≤10 µL (Smith,
1999).
g. Peralatan
Kromatografi cair terdiri dari wadah berisi fase gerak, pompa untuk
mendorong fase gerak masuk ke dalam sistem dengan tekanan tinggi, injektor untuk
memasukkan sampel ke dalam fase gerak, kolom kromatografi, detektor, dan
perangkat pengumpul data (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
18
2.7.2 Pengembangan dan Uji Validasi Metode Analisis Kadar Parasetamol dan
Kafein dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kriswanto dkk, 2014,
hlm. 51-59)
19
a. Preparasi sampel :
Ditimbang 20 tablet, kemudian digerus, sejumlah serbuk ditimbang 125 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, ditambahkan 15 mL pelarut, disonikasi
selama 30 menit, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 5000 ppm, dikocok lalu disaring, dibuang 5 mL filtrat
pertama dan ditampung filtrat selanjutnya. Filtrat yang jemih digunakan sebagai
larutan uji. Kemudian dari larutan ini dipipet 1 mL ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 500 ppm. Kemudian larutan disaring dengan membran Whatman filter
PTFE 0,2 pm atau yang lebih halus, lalu disonikasi selama 20 menit. Diinjeksikan
filtrat sebanyak 10 µL ke dalam KCKT, dideteksi pada panjang gelombang 215 nm,
laju alir 1 mL/menit kemudian dihitung kadarnya.
b. Kondisi analisis :
2.7.3 Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Tablet Kombinasi dengan
Metode KCKT (Muslimah, 2014)
a. Preparasi sampel :
Penetapan kadar sampel diawali dengan hitung bobot rata-rata sampel,
sehingga didapat bobot rata-rata untuk sampel 1 adalah 700,2 mg dan sampel
2 adalah 700,5 mg. Ditimbang seksama sampel 1 sebanyak ±70,02 mg dan sampel
2 ±70,05 mg dengan diharapkan dalam jumlah sampel yang ditimbang mengandung
20
Validasi Metode
Analisis
Kesimpulan
senyawa asing
lainnya atau
pembawa
plasebo dengan
hasil analisis
sampel tanpa
penambahan
bahan-bahan
5. Akurasi Ukuran yang KCKT Pengujian Satuan Ratio
menunjukkan akurasi hasil ukur
derajat Dengan cara akurasi
kedekatan hasil konsentrasi dinyatakan
analis dengan analit yang dalam %
kadar analit didapat dibagi
sebenarnya dengan
(Harmita, 2004). konsentrasi
analit yang
seharusnya
6. Presisi Ukuran KCKT Pengujian Satuan Ratio
keterulangan presisi dengan hasil ukur
metode analisis cara presisi
(Rohman, 2014). luas area yang dinyatakan
diperoleh dirata- dalam %
ratakan dan
dihitung nilai
RSD
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
24
25
5%, povidon 2%, talk 1% dan magnesium stearat 1%. Bobot tablet simulasi yang
dibuat adalah 700 mg.
i. Uji Linieritas
Larutan campuran standar parasetamol dan kafein dibuat dengan
konsentrasi parasetamol 30; 40; 50; 60; 70; dan 80 mg/L dan kafein 2; 4; 6; 8; 10;
12 mg/L. Larutan tersebut dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL dan ditambahkan
metanol hingga tanda batas. Larutan disaring menggunakan syringe filter 0,45
µm. Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT.
j. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Untuk pengujian batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan berdasarkan
perhitungan nilai noise dari alat KCKT yang digunakan. Alat KCKT yang
digunakan, yaitu Shimadzu Prominance L20. Persyaratan batas deteksi adalah tiga
kali noise dan batas kuantitasi adalah sepuluh kali noise. Kemudian dilakukan
perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi alat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
3 × noise
BD = luas area × konsentrasi yang diinjeksikan ............................................ (3.1)
10 × noise
BK= × konsentrasi yang diinjeksikan .......................................... (3.2)
luas area
k. Uji Akurasi
Uji akurasi dibuat tablet simulasi campuran parasetamol dan kafein dengan
perbandingan parasetamol dan kafein berturut-turut, yaitu 400:52; 500:65 dan
600:78 mg. Kemudian ditambahkan bahan tambahan. Bobot tablet simulasi
sebesar 700 mg. Tablet simulasi yang dibuat ditimbang sejumlah 70 mg dan
dilarutkan dengan metanol pro analysis dalam labu ukur 10,0 ml. Larutan yang
diperoleh diinjeksikkan pada sistem KCKT sebanyak ±20 µL. Pengukuran
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil yang diperoleh dicatat dan dihitung
persen perolehan kembali dari analit tersebut.
l. Presisi
Larutan uji presisi dibuat dengan cara ditimbang sampel simulasi sebanyak
70 mg dan dilarutkan dengan metanol pro analysis dalam labu ukur 10,0 ml.
Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak ± 20 µL ke sistem KCKT pada kondisi
28
29
30
Gambar 4.2 Spektrum serapan kafein pada panjang gelombang 200 - 400 nm
gelombang, baik panjang gelombang menjadi lebih pendek maupun lebih panjang.
Pada panjang gelombang parasetamol mengalami pergeseran merah atau disebut
juga peristiwa bathokromik, dimana terjadi pergeseran puncak serapan ke arah
panjang gelombang yang lebih besar. Sementara pada panjang gelombnag kafein
mengalami pergeseran biru atau disebut juga dengan hipsokromik, dimana terjadi
pergeseran puncak serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis parasetamol dan kafein
ke sistem KCKT adalah panjang gelombang campuran kedua senyawa tersebut.
Dari hasil pengukuran, panjang gelombang campuran yang didapat yaitu pada 265
nm. Panjang gelombang tersebut diperoleh dengan cara menggabungkan spektrum
standar parasetamol dan kafein, kemudian dilihat hasil perpotongan antara
spektrum serapan parasetamol dan kafein.
Gambar 4.4 Kromatogram OKA Standar Kafein 10 ppm dengan komposisi fase
gerak air dan metanol (70:30)
Gambar 4.5 Kromatogram OKA Standar Parasetamol 50 ppm dan Kafein 6 ppm
dengan komposisi fase gerak air dan metanol (70:30)
Kriteria nilai simpangan baku relatif dari luas area adalah ≤2, lempeng
teoritis >1000, nilai tailing factor ≤2, dan faktor kapasitas 1-10. Dari hasil uji
kesesuaian sistem, baik pada parasetamol maupun kafein, parameter yang
memenuhi syarat adalah nilai % SBR luas area, tailing factor dan factor kapasitas,
sementara nilai lempeng teoritis tidak memenuhi syarat, dimana menunjukkan
bahwa efisiensi kolom yang kurang baik dalam melakukan pemisahan. Cara untuk
memperbaiki nilai lempeng teoritis adalah dengan memperkecil ukuran partikel zat
yang akan diuji atau dengan menggunakan kolom yang lebih panjang ukurannya.
12000000
y = 146767x - 1223957
10000000 R² = 0,9907068
Luas Area
8000000
6000000
4000000
2000000
0
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi (ppm)
1800000
1500000 y = 10229x + 103251
R² = 0,9634149
Luas Area
1200000
900000
600000
300000
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)
bertujuan untuk mengetahui jumlah terkecil dari suatu analit yang masih dapat
dikuantifikasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi menggunakan nilai
noise dari sistem KCKT yang digunakan. Dari perhitungan yang dilakukan,
diperoleh batas deteksi parasetamol dan kafein berturut-turut sebesar 0,001 mg/L
dan 0,001 mg/L. Sedangkan batas kuantitasi parasetamol dan kafein yang diperoleh
berturut-turut sebesar 0,004 mg/L dan 0,003 mg/L. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa metode ini dapat digunakan untuk analisis parasetamol dan kafein dengan
masing-masing konsentrasi diatas 0,004 ppm untuk parasetamol dan 0,003ppm
untuk kafein.
4.5.2 Spesifitas
Uji spesifisitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu metode dapat
menganalisis suatu analit dengan adanya kehadiran komponen lain seperti cemaran
atau matriks sampel. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi,
spesifisitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).
Nilai resolusi digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan selektifitas metode
analisis berdasarkan pemisahan antar puncak (peak) dengan nilai yang baik adalah
≥ 2 (Snyder dkk, 1997). Adapun konsentrasi larutan standar yang diujikan sebesar
50 mg/L untuk parasetamol dan 6,5 mg/L untuk kafein. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai resolusi larutan standar parasetamol dan kafein yang diperoleh
berturut-turut adalah 4,453 dan 3,570. Kromatogram larutan standar parasetamol
dan kafein untuk uji spesifitas ditunjukkan pada gambar 4.8.
40
4.5.3 Presisi
Uji presisi bertujuan untuk mengetahui derajat kedekatan antara hasil
pengujian secara individual, yang diukur melalui ketersebaran hasil individu yang
ditentukan secara berulang dari campuran yang homogen pada kondisi analisis yang
sama. Uji presisi dilakukan pada sampel dengan konsentrasi 100% yang diukur
42
sebanyak 6 kali pengulangan. Pengujian ini diukur secara repeatability, dimana uji
presisi dilakukan secara berulang oleh analis yang sama pada kondisi dan interval
waktu yang sama. Konsentrasi sampel yang digunakan sebesar 50 mg untuk
parasetamol dan 6,5 mg untuk kafein. Kriteria uji presisi ditentukan berdasarkan
nilai % simpangan baku relatif (% SBR), dimana uji presisi dikatakan baik jika nilai
% SBR sebesar 2% atau kurang.
Simpangan Syarat
Konsentrasi Rata-rata Simpangan
Nama zat baku SBR
(mg/L) luas area baku
relatif (%) (%)
Parasetamol 50 6292926,17 18324,4 0,291
≤2
Kafein 6,5 815819,5 4728.5 0,58
Pada uji ini, hasil presisi yang diperoleh telah memenuhi syarat persen
simpangan baku relatif. Semakin kecil nilai persen simpangan baku relatif yang
didapatkan dari hasil pengujian, menunjukkan bahwa ketersebaran hasil individu
yang dilakukan secara berulang dari campuran yang homogen adalah baik.
4.5.4 Akurasi
Uji akurasi bertujuan untuk mengetahui kedekatan hasil secara teoritis
dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran. Pengujian ini dihitung derajat
kedekatan antara kadar hasil analisis dan kadar yang sebenarnya dengan
menggunakan rumus % perolehan kembali (% recovery). Metode yang digunakan
pada uji akurasi ini adalah metode simulasi (spiked-placebo recovery), dimana
dibuat sampel dengan cara menambahkan sejumlah parasetamol dan kafein ke
dalam bahan pembawa (plasebo). Jumlah parasetamol dan kafein yang
ditambahkan ke dalam bahan pembawa berkisar dari 80%, 100%, dan 120% dari
jumlah parasetamol dan kafein yang telah ditentukan, sehingga menjadi 40; 50; 60
mg/L untuk parasetamol dan 5,2; 6,5; 7,8 mg/L untuk kafein. Pada 3 variasi
konsentrasi tersebut, dilakukan sebanyak 3 kali replikasi.
43
Syarat % perolehan kembali pada uji akurasi adalah 98 – 102%. Dari hasil
pengujian yang diperoleh, % perolehan kembali parasetamol dan kafein pada tiap
konsentrasi maupun secara keseluruhan telah memenuhi syarat. Apabila jumlah
analit dalam sampel semakin besar dan dilakukan preparasi yang tepat, maka
kesalahan sistematis menjadi minimal, sehingga dapat diperoleh % perolehan
kembali yang besar, yang menunjukkan bahwa derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar yang sebenarnya semakin baik atau akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
a. Kondisi optimum untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan kafein
dengan KCKT menggunakan kolom C18 (150 x 4,6 mm, 5,5 µm) dengan
komposisi fase gerak air : metanol (70:30), laju alir 0,4 mL/menit, sistem
elusi isokratik dan panjang gelombang 265 nm.
b. Hasil uji linearitas parasetamol dan kafein masing-masing standar
memenuhi syarat dan diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,9953
dengan persamaan regresi y= 146767x - 1223957 untuk parasetamol dan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,9815 dengan persamaan regresi y =
10229x + 103251 untuk kafein.
c. Hasil uji batas deteksi parasetamol dan kafein masing-masing diperoleh
nilai sebesar 0,00125 ppm dan 0,00101 ppm. Sedangkan batas kuantitasi
parasetamol dan kafein masing-masing diperoleh nilai sebesar 0,00415
ppm dan 0,00337 ppm.
d. Hasil uji spesifitas larutan standard dan sampel memenuhi syarat dan
diperoleh nilai resolusi parasetamol dan kafein masing-masing sebesar
4,453 dan 3,570 untuk larutan standar, 5,540 dan 4,468 untuk larutan
blanko.
e. Hasil uji presisi memenuhi syarat dan diperoleh nilai SBR parasetamol dan
kafein masing-masing sebesar 0,13% dan 0,26%.
f. Hasil uji akurasi memenuhi syarat dan diperoleh nilai perolehan kembali
parasetamol dan kafein masing-masing sebesar 101,04% dan 99,64%.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan optimasi
kondisi analisis lanjutan untuk campuran parasetamol dan kafein menggunakan
fase gerak dan laju alir yang berbeda, sehingga didapatkan kriteria uji kesesuaian
44
45
46
47
Lüllmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., & Bieger, D. (2000). Color Atlas of
Pharmacology (2nd ed.). New York: Thieme Stuttgart.
Pini, L. A., Bene E. Del, Zanchin, G., dkk. (2008). Tolerability and efficacy of a
combination of paracetamol and caffeine in the treatment of tension-type
headache: a randomised, double-blind, double-dummy, cross-over study versus
placebo and naproxen sodium. Journal of Headache Pain, 9, 367-373.
Ravishankar K, Chakravarty A, Chowdhury D, Shukla R, Singh S. Guidelines on
the diagnosis and the current management of headache and related disorders.
Dalam Anurogo, Dito. (2014). Tension Type Headache. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran, 41, 186-191.
Riyanto. (2015). Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi. Yogyakarta: Deepublish.
Rohman, Abdul. (2014). Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sawynok, Jana. (2011). Caffeine and pain. Journal of the International
Association for the Study of Pain, 152, 726-729.
Singh, Ranjit. (2013). HPLC method development and validation- an overview.
Journal of Pharmaceutical Education and Research, 4, 26-33.
Smith, F.J. (1999).Chromatographic methods (5th ed.) London: Kluwer Academic
Publisher.
Sweetman, Sean C. (Ed). (1883-2009). Martindale, The Complete Drug
References (Ed. 1-36). China: Everbest Printing Co. Ltd.
Swarbrick, James. (2007). Encyclopedia of pharmaceutical technology (3rd ed.).
USA: Informa Healthcare USA, Inc.
Tsvetkova, B., Kostova, B., Pencheva, I., Zlatkov, A., Rachev, D., & Peikov, P.
(2012). Validated LC Methods for Simultaneous Analysis of Parasetamol and
Caffeine in Model Tablet Formulation. Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science, 4, 680-684.
United States Pharmacopeia Convention. (2007). United States Pharmacopoeia
National Formulary, USP 30/NF 25. USA: The United States Pharmacopeial
Convention.
World Health Organization. (1997). Pemastian Mutu Obat: Kompendium
Pedoman dan Bahan-bahan Terkait (Mimi V. Syahputri, Penerjemah.).
Jakarta: EGC.
Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan
48
Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan
49
Lampiran 3. Prosedur Kerja
50
Lampiran 4. Perhitungan uji kesesuaian sistem parasetamol
∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 404542603
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 10056,62 µV
𝑛−1 5−1
𝑆𝐷 10056,62
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0.169%
𝑥̅ 5940967
51
Lampiran 5. Perhitungan uji kesesuaian sistem kafein
∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 290386753
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 8520,369 µV
𝑛−1 5−1
𝑆𝐷 8520,369
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,965%
𝑥̅ 883151,4
52
Lampiran 6. Perhitungan kurva kalibrasi parasetamol
∑𝑁
𝑖 {(𝑥i − 𝑥̅ ) (𝑦i − 𝑦
̅)} 256842575
b= ∑𝑁
= = 146767
𝑖 (𝑥i − 𝑥̅ )2 1750
∑𝑁
𝑖 {(𝒙𝐢 − 𝒙
̅) (𝒚𝐢 − 𝒚
̅)} 256842575
r= = = 0.9953
√(∑𝑁 √(1750)(3.80497E+13)
̅)𝟐)(∑𝑁
𝑖 (𝒙𝐢 − 𝒙 ̅)𝟐)
𝑖 (𝒚𝐢 − 𝒚
53
Lampiran 7. Perhitungan kurva kalibrasi kafein
∑𝑁
𝑖 {(𝑥i − 𝑥̅ ) (𝑦i − 𝑦
̅)} 7716038
b= ∑𝑁
= = 110229
𝑖 (𝑥i − 𝑥̅ )2 70
∑𝑁
𝑖 {(𝒙𝐢 − 𝒙
̅) (𝒚𝐢 − 𝒚
̅)} 7716038
r= = = 0,9815
√(∑𝑁 √(70)(8.82831E+11)
̅)𝟐)(∑𝑁
𝑖 (𝒙𝐢 − 𝒙 ̅)𝟐)
𝑖 (𝒚𝐢 − 𝒚
54
Lampiran 8. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi parasetamol
3 × noise 3 ×50
Batas deteksi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 50 = 0,00126
luas area 5940967
mg/L
10 × noise 10 ×50
Batas kuantitasi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 50 =
luas area 5940967
0,00421 mg/L
55
Lampiran 9. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kafein
3 × noise 3 ×50
Batas deteksi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 6,5 =
luas area 883151.4
0,00110 mg/L
10 × noise 10 ×50
Batas kuantitasi = × konsentrasi yang diinjeksikan = × 6,5 =
luas area 883151.4
0,00368 mg/L
56
Lampiran 10. Perhitungan uji presisi parasetamol
∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 1678909113
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 18324,4 µV
𝑛−1 6−1
𝑆𝐷 18324,4
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,291%
𝑥̅ 6292926,17
57
Lampiran 11. Perhitungan uji presisi kafein
∑(𝒙𝐢 − 𝒙
̅)𝟐 111792609.5
Simpangan baku (SD) luas area = √ =√ = 4728.5 µV
𝑛−1 6−1
𝑆𝐷 4728.5
Simpangan baku relatif luas area = x 100% = x 100% = 0,58%
𝑥̅ 815819.5
58
Lampiran 12. Perhitungan uji akurasi parasetamol
Konsentrasi (ppm)
Rentang Spesifik (%) Kode zat % Recovery
Teoritis Pengukuran
SPL-01 40.024 100.06
80 SPL-02 40 40.059 100.15
SPL-03 40.068 100.17
SPL-01 50.021 100.04
100 SPL-02 50 49.994 99.99
SPL-03 49.935 99.87
SPL-01 59.386 98.98
120 SPL-02 60 59.255 98.76
SPL-03 59.213 98.69
Jumlah 896,70
Rata-rata 99.63
59
Lampiran 13. Perhitungan uji akurasi kafein
Konsentrasi (ppm)
Rentang Spesifik (%) Kode zat % Recovery
Teoritis Pengukuran
SPL-01 5.232 100.62
80 SPL-02 5.2 5.212 100.23
SPL-03 5.268 101.31
SPL-01 6.611 101.71
100 SPL-02 6.5 6.626 101.94
SPL-03 6.578 101.20
SPL-01 7.861 100.78
120 SPL-02 7.8 7.849 100.63
SPL-03 7.874 100.95
Jumlah 909,36
Rata-rata 101,04
60
Lampiran 14. Spektrum serapan parasetamol pada Lampiran 15. Spektrum serapan kafein pada spektrofotometer
spektrofotometer UV-Vis UV-Vis
61
Lampiran 16. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar Lampiran 17. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar
parasetamol kafein
62
Lampiran 18. Kromatogram optimasi kondisi analisis standar Lampiran 19. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas
campuran deteksi dan batas kuantitasi 1
63
Lampiran 20. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas Lampiran 21. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas
deteksi dan batas kuantitasi 2 deteksi dan batas kuantitasi 3
64
Lampiran 22. Kromatogram uji kesesuaian sistem, uji batas Lampiran 23. Kromatogram uji kesesuaian sistem , uji batas
deteksi dan batas kuantitasi 4 deteksi dan batas kuantitasi 5
65
Lampiran 24. Kurva kalibrasi dan uji linearitas parasetamol Lampiran 25. Kurva kalibrasi dan uji linearitas kafein
66
Lampiran 26. Kromatogram uji spesifitas larutan standar Lampiran 27. Kromatogram uji spesifitas larutan sampel
67
Lampiran 28. Kromatogram uji spesifitas larutan blanko Lampiran 29. Kromatogram uji presisi 1
68
Lampiran 30. Kromatogram uji presisi 2 Lampiran 31. Kromatogram uji presisi 3
69
Lampiran 32. Kromatogram uji presisi 4 Lampiran 33. Kromatogram uji presisi 5
70
Lampiran 34. Kromatogram uji presisi 6 Lampiran 35. Kromatogram uji akurasi 1
71
Lampiran 36. Kromatogram uji akurasi 2 Lampiran 37. Kromatogram uji akurasi 3
72
Lampiran 38. Kromatogram uji akurasi 4 Lampiran 39. Kromatogram uji akurasi 5
73
Lampiran 40. Kromatogram uji akurasi 6 Lampiran 41. Kromatogram uji akurasi 7
74
Lampiran 42. Kromatogram uji akurasi 8 Lampiran 43. Kromatogram uji akurasi 9
75