Anda di halaman 1dari 24

FRAKSINASI

DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphonis folium)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum
MPBA (METODE PEMISAHAN BAHAN ALAM)

Disusun oleh:
FA-1 MATRIKULASI
KELOMPOK 3

Bayu Anjasmara 191FF04009


Enok Komalasari 191FF04021
Fitri Hiqmawati N. 191FF04028
Yolanda Putri Aloenida 191FF04031
Hurryatul Fikri R. 191FF04035

PROGRAM STUDI FARMASI (S1)


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan praktikum ini yang berjudul FRAKSINASI DAUN
KUMIS KUCING (Orthosiphonis folium)
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunsn laporan praktikum ini
berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan penyusunsn laporan
praktikum ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima masukan, saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
FRAKSINASI DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphonis folium) ............................. 4
I. Tujuan Percobaan .............................................................................................. 4
II. Prinsip Percobaan ............................................................................................. 4
III. Dasar Teori....................................................................................................... 4
IV. Alat dan Bahan ............................................................................................... 8
4.1 Alat ................................................................................................................. 8
V. Prosedur ............................................................................................................... 9
5.1 Ekstraksi Cair-Cair ..................................................................................... 9
5.2 Komatografi kolom .................................................................................. 10
VI. Data Hasil pengamatan............................................................................... 11
VII. Jawaban pertanyaan/ Diskusi ................................................................... 14
VIII. Pembahasan .................................................................................................. 15
8.1 Ekstraksi Cair Cair ................................................................................... 15
8.2 Pemantauan Ekstraksi Cair Cair .......................................................... 17
8.3 Kromatografi Kolom ................................................................................ 19
8.4 Pemantauan Kromatografi kolom ........................................................ 21
IX. Kesimpulan .................................................................................................... 24
X. Daftar Pustaka................................................................................................... 24

3
FRAKSINASI DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphonis folium)

I. Tujuan Percobaan
1. Mampu melakukan fraksinasi dengan metode ECC, KVC dan
Kromatografi Kolom Klasik
2. Menjelaskan mekanisme atau proses yang terjadi pada KLT
3. Mampu melakukan uji kemurnian dan mengumpulkan hasil uji
kemurnian untuk setiap metode serta harus bisa melakukan pemurnian
II. Prinsip Percobaan
1. ECC= Pemisahan senyawa yang mempunyai perbedaan kelarutan
pada pelarut yang berbeda dan berdasarkan kepolaran
2. Pemurnian= memisahkan senyawa target dengan senyawa lain melalui
metode yang sesuai sehingga diperoleh senyawa murni untuk
membuktikannya dilakukan uji kemurnian sehingga diketahui apakah
senyawa yang diperoleh sudah murni atau belum
III. Dasar Teori
Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa – senyawa
berdasarkan tingkat kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat
dipisahkan menjadi fraksi berbeda – beda tergantung pada jenis tumbuhan.
Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu
dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Corong
pemisah atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan
dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam
suatu campuran antara dua fase pelarut dengan densitas berbeda yang
takcampur. Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya
berupa pelarut organic lipofilik seperti eter, MTBE,
diklorometana, kloroform, atau pun etil asetat. Kebanyakan pelarut organik
berada di atas fase air keculai pelarut yang memiliki atom dari
unsur halogen. Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah
bola. Ia mempunyai penyumbat di atasnya dan keran di bawahnya. Corong
pemisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca
borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun Teflon. Ukuran corong
pemisah bervariasi antara 50 mL sampai 3 L. Dalam skala industri, corong
pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge. Untuk
memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan ke dalam

4
corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian ditutup
dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.
Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan
uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan
antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian
dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran
corong.
Destilasi bertingkat atau fraksinasi adalah proses pemisahan
destilasi ke dalam bagian-bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi
yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk
destilasi ulang. Destilasi bertingkat merupakan proses pemurnian
zat/senyawa cair dimana zat pencampurnya berupa senyawa cair yang titik
didihnya rendah dan tidak berbeda jauh dengan titik didih senyawa yang
akan dimurnikan. Dengan perkataan lain, destilasi ini bertujuan untuk
memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang komponen-
komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi ini
digunakan untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra
klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat digunakan kolom
fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari penggunaan
kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa cair yang titik
didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya
penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya
sama akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah
akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat,
sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai
harga titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke
dalam labu destilasi, yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan
mencapai harga titik didihnya. Senyawa tersebut akan menguap,
mengembun dan turun/menetes sebagai destilat. Macam – macam proses
fraksinasi:
1. Proses Fraksinasi Kering (Winterization) Fraksinasi kering adalah
suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan
komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan
dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.

5
2. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination) Fraksinasi basah adalah
suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting
Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent
proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi
kering.
3. Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent
Fractionation Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan
pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses
fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi
lainnya karena menggunakan bahan pelarut.
4. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang
didasarkan pada titik didih dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan
suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan
ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih
cepat dan kemurniannya lebih tinggi.
Kromatografi kolom adalah teknik pemisahan dan pemurnian dari suatu
campuran baik itu dalam fasa cair maupun padat untuk menghasilkan
senyawa yang diinginkan secara individu. Pemisahan dalam kromatografi
kolom didasarkan pada perbedaan interaksi setiap senyawa yang ingin
dipisahkan dengan media kromatografi kolom yang digunakan. Sama
seperti pada kromatografi lain, pada kromatografi kolom juga digunakan
media berupa fasa diam dan fasa gerak. Pada umumnya, fasa diam dan
fasa gerak dibuat berdasarkan kepolarannya dimana keduanya dibuat
berlawanan seperti fasa diam yang bersifat polar dan fasa gerak yang
cenderung lebih non polar. Kromatografi kolom menggunakan alat berupa
kolom yang terbuat dari gelas atau kaca yang ditempatkan secara vertikal
sehingga zat dapat turun secara perlahan dengan bantuan gravitasi. Pada
kolom tersebut juga dilengkapi dengan keran yang berfungsi untuk
mengalirkan fasa gerak atau eluen sehingga dapat ditampung
menggunakan wadah seperti flakon. Kelemahan dari kromatografi kolom
itu sendiri yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama pada prosesnya
karena kita perlu melakukan elusi secara bertahap sehingga semua fasa
gerak yang digunakan habis dan ditampung dalam wadah yang berbeda.

6
Pemantauan ekstrak dilakukan untuk mengetahui komponen yang ada
dalam ekstrak. Pemantauan komponen ekstrak dilakukan dengan metode
diantaranya kromatografi lapis tipis (KLT) dan atau kromatografi kertas.
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fase diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert.
KLT sering digunakan untuk identifikasi awal karena banyak keuntungan
menggunakan KLT diantaranya adalah sederhana dan murah.
Pemurnian adalah sebuah proses memurnikan suatu campuran untuk
mendapatkan zat-zat murni. Jarang sekali ditemukan suatu reaksi organik
yang dapat memberikan hasil murni, yaitu suatu senyawa yang antara lain
adalah hasil sampingan bahan baku yang tidak larut atau ikut bereaksi
yang berfungsi sebagai pelarut dan katalisator dalam suatu reaksi untuk
menghasilkan senyawa yang dimaksud maka diperlukan pemisahan dan
pemurnian. Oleh karena itu apabila kita menginginkan suatu hasil yang
murni, maka perlu diadakan atau dilakukan proses pemurnian. Dalam
melakukan percobaan pemurnian, dilakukan empat cara yaitu filtrasi,
sentrifugasi, ekstraksi dan rekristalisasi. Filtrasi adalah proses pemisahan
dari campuran heterogen yang mengandung cairan dan partikel padat
menggunakan media filter yang hanya meloloskan cairan dan menahan
partikel padat. Sentrifugasi adalah suatu teknik pemisahan yang digunakan
untuk menisahkan suspensi yang jumlahnya sedikit. Suspensi ini
dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian difusing. Sentrifugasi yang
cepat menghasilakan gaya sentrifugal lebih besar sehingga partikel
tersusupensi mengendap di dasar tabung reaksi kemudian didekantasi
(dipipet). Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan. Dan rekristalisasi adalah proses dimana zat terlarut
dimurnikan dengan pengkristalan berturut-turut dalam suatu pelarut atau
disebut juga pengkristalan kembali. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
memisahkan campuran zat agar mendapatkan zat-zat murni dengan
membandingkan filtrat dan sentrat, juga dapat memisahkan kembali suatu
zat dari campuran cair dan padat agar diperoleh suatu keadaan yang
murni. Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan ukuran partikel dari
campuran zat cair dengan zat padat dengan berbagai cara.
1. Filtrasi : proses pemurnian senyawa berdasarkan ukuran partikel.
2. Sentrifugasi : proses pemurnian berdasarkan berat jenis.

7
3. Rekristalisasi : proses pengkristalan kembali dengan cara pemanasan
dan pendinginan.
4. Ekstraksi : proses pemisahan secara komponen dari zat terlarut di
dalam dua campuran pelarut yang tidak saling bercampur.

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
1. Corong Pisah
2. Mortar dan stamper
3. Pipet tetes
4. Erlenmeyer
5. Vial
6. Cawan Uap
7. Plat KLT
8. Seperangkat alat kromatografi kolom

4.2 Bahan
1. Ekstrak kumis kucing pekat
2. Kloroform
3. Etil asetat
4. Kertas saring
5. Kapas bebas lemak
6. Silica gel

8
V. Prosedur
5.1 Ekstraksi Cair-Cair

ekstrak kental X gram dimasukkan kedalam gelas kimia tambahkan pelarut (


rafinat)

masukkan larutan ekstrak ke corong pisah

tambahkan pelarut yang dugunakan untuk ekstraksi

dilakukan pengocokan secara perlahan dan teratur sesekali kran corong


di buka untuk mengekuarkan gas

simpan corong pisah di atas ring dan diamkan sampai kedua pelarut
terpisah secara sempurna

tampung bagian ekstraktan

ulangi tahap 3 - 6 sampai ekstraktan tidak berwarna atau minimum


3x

fraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimnang

lakukan pemantauan fraksi dengan KLt atau kromatografi kertas

9
5.2 Komatografi kolom
siapkan eluen dengan komposisi sesuai literatur

siapkan botol vial ukuran 10 ml

timbang ekstrak kental larutkan dengan eluen

timbang sejumlah adsorben masukkan sebagian eluen, lalu


di aduk ( lumpuran eluen)

sumbat ujung kolom dengan kapas bebas lemak

masukkan eluen kedalam kkolom sambil kran dibuka sedikit


sehingga eluen turun

masukkan lumpuran eluen sedikit -sedikit kedalam kolom

turunkan eluen sampai lapisan tipis permukaan eluen diatas


permukaan adsorben

tutup keran

masukkan sedikit demi sedikit larutan ekstrak diatas


permukaan adsorben

masukkan sedikit demi sedikit eluen pada bagian atas kolom sampai
permukaan eluen minimal 2 cm pada permukaan ekstrak

kran di buka, eluen akan turun, perhatikan eluen diatas ekstrak tidak boleh
sampai kering

tampung fraksi-frkasi didalam botol vial

fraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimbang

lakukan pemantauan fraksi dengan KLT atau kromatografi


kertas

10
VI. Data Hasil pengamatan
Melarutkan Ekstrak
Kental Dengan Pelarut/
Rafinat

Proses Pemisahan
dengan corong pisah

11
Pemekatan Ekstrak hasil
ECC

Hasil ekstrak kental


untuk persiapan
Kromatografi kolom

Proses kromatografi
kolom

12
Pemantauan hasil fraksi

13
VII. Jawaban pertanyaan/ Diskusi
1. Mengapa proses ekstraksi cait-cair harus di ulangi minimum 3 kali
Untuk memaksimalkan jumlah zat yang larut/ hasil ekstrak sehingga di
dapat jumlah ekstrak yang banyak
2. Proses yang terjadi pada
a. KCV (kromatografi cair Vakum)
Kolom kromatografi dikemas kering, biasanya dengan penjerap KLT
10-40 cm di dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
kemasan maksimum. Pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan
ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi, kolom dipisah sampai
kering dan siap dipakai
b. Kromatografi kolom
Komponen tunggal ditahan pada masa diam berupa adsorben
karena telah terikat ketika elluen dialirkan, maka senyawa akan
melakukan migrasi terbawa oleh eluen sampai dengan kesesuaian
kepolaran masing-masing senyawa. dalam komponen mempunyai
kecepatan yang berbeda-beda melewati kolom. Selama proses
berlangsung akan didapatkan beberapa fraksi. Masing-masing fraksi
kemungkinan mengandung senyawa yang berbeda. Untuk
mengujinya fraksi hasil kromatografi kolom dapat diamati
menggunakan KLT. Fraksi dan Rf yang mirip kemungkinan
mengandung senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih lanjut
dengan spektroskopi.
c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Dengan bantuan pompa fasa gerak cair-cair, cuplikan dialirkan
melalui kolom detector, cuplikan dimasukkan kedalam fasa gerak
dengan cara menyuntikkan. Didalam kolom terjadi pemisahan
komponen- komponen campuran karena perbedaan kekuatan
interaksi antara solute terhadap fase diam.
3. Contoh komposisi eluen pada KCV
a. EMB (eter minyak bumi) – eter – MeOH
b. EMB – Kloroform – etil asetat
c. EMB – etil klorida – etil asetat
d. Heksana – etil asetat- MeOH

14
4. Pencapaian kolom pada kromaatografi kolom dan perbedaannya
a. Cara kering; Silika gel dimasukkan kedalam kolom yang telah diberi
kapas lalu ditambahkan cairan pereaksi
b. Cara basah; Silika gel terlebih dahulu disuspensikan dan kemudian
dimasukkan kedalam kolom secara condong sedikit demi sedikit
sehingga masuk semua. Sambal kolom dibuka eluen dialirkan
sehingga silica gel mampat. Setelah silica gel mampat eluen
dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian keran ditutup
dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dalam eluen sampai
diperoleh kelarutan yang spesifik kemudian sampel dimasukkan
kedalam kolom sedikit demi sedikit sehingga masuk semua dan
keran di buka. Atur tetesa serta cairan pengekstraksi di tambahkan
tetesan ayng disetarakan sebagai fraksi
5. Untuk melakukan fraksinasi suatu ekstrak tersedia suatu kolom
sengan data sebagai berikut: diameter luar 2,4 cm diameter dalam
2 cm, dan panjang kolom 50 cm. berapaa gram bobot maksimum
ekstrak dan adsorben yang dapat digunakan pada kolom tersebut?
V kolom = π.r2 .T
=3,14 x 12 x 50
= 157 cm2
= 157 ml eluen
Fase diam = ½ . Vol Kolom
= ½ x 157
= 78,5 gram

VIII. Pembahasan
8.1 Ekstraksi Cair Cair
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut.
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam dua macam
zat pelarut yang tidak saling bercampur atau perbandingan konsentrasi zat
terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air (Rahayu, 2009). Salah satu
teknik esktraksi cair-cair yang paling sering digunakan adalah teknik
ekstraksi berulang menggunakan corong pisah. Caranya paling sederhana,
hanya dengan menambah pengekstrak yang tidak saling campur dengan

15
pelarut awal, kemudian dilakukan penggojogan hingga terjadi
kesetimbangan analit dalam kedua fase, didiamkan dan dipisahkan
(Khopkar,1990).
Ekstraksi cair dilakukan dengan pelarut yang berbeda kepolarannya,
dimulai dari pelarut yang non polar, semi polar, dan polar. Hal ini dikarenakan
untuk memisahkan golongan utama kandungan senyawa berdasarkan sifat
kepolarannya, sehingga dapat diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi n-hexan, fraksi
etil asetat, dan fraksi metanol (Hermawan, 2016). Pelarut yang digunakan
secara berurutan, hal ini bertujuan karena pelarut non polar bersifat selektif,
sehingga hanya senyawa yang bersifat non polar saja. Sedangkan bila
dimulai dengan pelarut yang bersifat polar, bersifat non selektif yang mampu
menarik semua senyawa, sehingga dikhawatirkan senyawa yang diinginkan
seharusnya ada pada fraksi semipolar atau non polar, telah tertarik terlebih
dahulu. Setelah didapatkan fraksi melalui proses ekstraksi cair-cair maka
dilakukan pemantauan.
Pada percobaan ini fraksinasi secara ekstraksi cair-cair bertujuan
agar mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan
ekstraksi cair-cair. Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara senyawa
aktif dalam sampel berdasarkan tingkat kepolaran masing-masing bahan.
Berbeda dengan ekstraksi ketika penyarian bahan ke dalam pelarut hanya
menggunakan satu jenis pelarut dan ekstrak yang diperoleh diambil semua,
sedangkan fraksinasi mernggunakan lebih dari satu pelarut.
Proses fraksinasi menggunakan corong pisah. Corong pisah
digunakan dengan mencampurkan dua fase pelarut, kemudian digoyangkan
atau digojok searah dan secara konstan untuk membuat dua fase tercampur.
Sesekali buka keran untuk mengeluarkan gas yang ada di dalam corong
pisah. Diamkan dengan posisi vertikal, tunggu hingga terjadi pemisahan
antara dua fase tersebut. Setelah terjadi pemisahan, buka keran corong
secara hati-hati untuk mengontrol campuran yang sedang dipisahkan.
Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol 95% daun kumis
kucing hasil sokletasi. Senyawa target sampel adalah sinensetin yang
bersifat semi polar (Depkes RI, 2008). Ekstrak pekat daun kumis kucing
diencerkan terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai, kemudian dilakukan
ekstraksi cair-cair. Hasil akhir dari ekstraksi cair-cair adalah didapatkannya

16
tiga fraksi, yaitu fraksi metanol (polar), fraksi etil asetat (non-polar) dan fraksi
n-heksan (non-polar).

8.2 Pemantauan Ekstraksi Cair Cair


Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut.
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam dua macam
zat pelarut yang tidak saling bercampur atau perbandingan konsentrasi zat
terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air (Rahayu, 2009). Salah satu
teknik esktraksi cair-cair yang paling sering digunakan adalah teknik
ekstraksi berulang menggunakan corong pisah. Caranya paling sederhana,
hanya dengan menambah pengekstrak yang tidak saling campur dengan
pelarut awal, kemudian dilakukan penggojogan hingga terjadi
kesetimbangan analit dalam kedua fase, didiamkan dan dipisahkan
(Khopkar,1990).
Ekstraksi cair dilakukan dengan pelarut yang berbeda kepolarannya,
dimulai dari pelarut yang non polar, semi polar, dan polar. Hal ini dikarenakan
untuk memisahkan golongan utama kandungan senyawa berdasarkan sifat
kepolarannya, sehingga dapat diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi n-hexan,
fraksi etil asetat, dan fraksi metanol (Hermawan, 2016). Pelarut yang
digunakan secara berurutan, hal ini bertujuan karena pelarut non polar
bersifat selektif, sehingga hanya senyawa yang bersifat non polar saja.
Sedangkan bila dimulai dengan pelarut yang bersifat polar, bersifat non
selektif yang mampu menarik semua senyawa, sehingga dikhawatirkan
senyawa yang diinginkan seharusnya ada pada fraksi semipolar atau non
polar, telah tertarik terlebih dahulu. Setelah didapatkan fraksi melalui proses
ekstraksi cair-cair maka dilakukan pemantauan.
Pemantauan ekstrak adalah suatu metode yanng digunakan untuk
memantau ada tidaknya senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam
ekstrak kumis kucing (Artosiphon aristatus), senyawa yang akan diamati
yaitu senyawa sinensetin. Metode yang digunakan untuk pemantauan
ekstrak adalah kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan salah satu cara
analisis yang digunakan untuk memisahkan komponen secara cepat
berdasarkan prinsip adsorpsi.

17
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai kromatografi
lapis tipis atau KLT dengan menggunakan sampel daun kumis kucing
bertujuan untuk pemantauan dan isolasi komponen sinensetin dari daun
kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Pada kromatografi lapis tipis digunakan
fasa diam dengan pelat silika gel karena pelat yang dibentuk dengan silika
gel memiliki tekstur dan struktur yang lebih teratur. Silika gel memadat dalam
bentuk tetrahedal raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat. Dengan
demikian, adsorben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang
lebih optimal.
Pelat silika yang digunakan adalah silika gel GF254. Silika gel GF254
mengandung pengikat gypsum dan mengandung indikator fluoresensi timah
kadmium sulfida yang dapat berfluoresensi pada panjang gelombang 254.
Sebelum digunakan, fase diam terlebih dahulu harus diaktivasi. Aktivasi
dilakukan dengan pemanasan pelat KLT dalam oven. Hal ini bertujuan untuk
memproteksi dari pelat kontaminasi lingkungan (Shugar & Ballinger, 1996).
Pemilihan pelarut campuran tersebut bertujuan memodifikasi sifat kepolaran
eluen yang digunakan sehingga memiliki kepolaran yang sama dengan
kepolaran senyawa yang dianalisis.
Untuk mendapatkan pemisahan yang baik dan zona yang jelas maka
konsentrasi sampel yang digunakan haruslah sekecil mungkin. Konsentrasi
yang besar akan memberikan pemisahan yang saling tumpang tindih
(overload). Bejana KLT dijenuhkan terlebih dahulu sesuai dengan eluan yang
digunakan secara umum untuk ekstrak kumis kucing. Eluen yang digunakan
untuk ekstrak kumis kucing yaitu kloroform: etil asetat dengan perbandingan
60:40 (Depkes RI, 2009). Pemilihan pelarut campuran tersebut bertujuan
memodifikasi sifat kepolaran eluen yang digunakan sehingga memiliki
kepolaran yang sama dengan kepolaran senyawa yang dianalisis.
Berdasarkan praktikum bejana yang digunakan berukuran kecil, sehingga
jumlah perbandingan eluen disesuaikan dengan ukuran dari bejana.
Eluen dijenuhkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan plat KLT yaitu
dengan cara memasukkan kertas saring kedalam chamber dan ditutup.
Kertas saring yang dimasukkan kedalam chamber merupakan sebagai
penanda bahwa eluen memenuhi dinding chamber sehingga proses elusi
akan berjalan dengan baik. Pada saat penjenuhan, chamber tidak boleh
diangkat bertujuan agar tekanan dalam larutan stabil dan tidak terjadi proses

18
penguapan yang lebih cepat pada eluen yang bersifat volatil. Setelah proses
penjenuhan selesai, maka plat KLT yang telah ditotolkan ekstrak dapat
dimasukkan kedalam chamber.
Pemantauan ekstrak yang menggunakan kombinasi eluen bertujuan
agar terjadi pemisahan yang paling baik dengan eluen tertentu. Bila eluen
terlalu polar, bercak noda akan berada pada posisi paling bawah. Sedangkan
bila eluen terlalu non polar, bercak noda yang dihasilkan akan berada pada
posisi paling atas. Hal ini agar dihasilkan nilai Rf yang sesuai dengan rentang
persyaratan, karena nilai Rf yang paling baik adalah rentang 0,2-0,8.
Setelah dilakukan pemantauan, plat KLT diamati terlebih dahulu
dengan sinar UV 254 dan 365. Berdasarkan hasil praktikum, hasil yang
diperoleh adalah nilai Rf standar yang diamati pada sinar UV 254 dihasilkan
nilai Rf 0,5. Sedangkan pada sinar UV 365, untuk fraksi n-hexan dihasilkan
nilai Rf 0,4, fraksi etilasetat dihasilkan nilai Rf 0,4, dan fraksi metanol
dihasilkan nilai Rf 0,23 dan 0,3.
Bila bercak noda yang dihasilkan kurang bagus atau terlihat samar,
maka plat KLT disemprot atau dicelupkan dengan H2SO4 yang kemudian
plat KLT dikeringkan, sehingga bercak noda akan terlihat lebih jelas. Plat KLT
kemudian diamati kembali dengan menggunakan sinar UV 254 dan 365.
Bercak noda terlihat jelas pada sinar UV 365, untuk fraksi n-hexan dihasilkan
nilai Rf 0,4, fraksi etilasetat dihasilkan nilai Rf 0,4, dan fraksi metanol
dihasilkan nilai Rf 0,23 dan 0,3. Berdasarkan literatur untuk bercak noda
senyawa sinensetin seharusnya nilai Rf dari sinensetin yaitu 0,50; 0,60 dan
0,80 (Depkes RI, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh
tidak memenuhi syarat karena nilai Rf yang dihasilkan tidak memenuhi
syarat, karena nilai Rf pada praktikum berbeda dengan nilai Rf yang
tercantum di literatur.
8.3 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak
berdasarkan adsoprsi dan partisi (Gritter, 1991). Kromatografi kolom
menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen
dalam suatu campuran. Alat tersebut berupa gelas yang dilengkapi suatu
kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair, ukuran
kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan (Yazid, 2005).

19
Prinsip dari kromatografi kolom adalah kecendrungan komponen kimia untuk
terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak dengan proses elusi
berdasarkan gaya gravitasi.
Berdasarkan praktikum, pengemasan adsorben yang digunakan
adalah cara basah. Cara basah yaitu selapisan kapas bebas lemak
dimasukkan ke dalam kolom, dan tabung diisi sepertiga dari volume kolom.
Pelarut yang dipakai dalam proses pengemasan sama dengan pelarut yang
digunakan pada kromatografi atau pelarut yang kepolarannya lebih rendah.
Penjerap atau adsorben dibuat lumpuran menggunakan eluen tersebut lalu
dituangkan kedalam kolom. Kran dapat tetap dapat dibuka atau ditutup
selama penambahan, namun tetap memperhatikan permukaan pelarut agar
tetap merendam seluruh permukaan penjerap. Hal ini untuk mencegah
masuknya udara dalam ruang antar partikel silika gel yang dapat
menyebabkan gangguan. Jika pelarut yang digunakan untuk membuat
lumpuran berbeda dengan pelarut yang dipakai kromatografi, pelarut
lumpuran harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi terlebih dahulu
sebelum cuplikan ditambahkan (Raymond,dkk., 2006), maka dari itu baik
untuk lumpuran maupun eluen pada kromatografi sama-sama digunakan
campuran kloroform:etil asetat dengan perbandingan 60:40, hal ini agar
sesuai dengan eluen untuk kumis kucing yang berdasar pada literatur
(Depkes RI, 2009). Aliran eluen juga harus diatur, agar tidak terlalu cepat dan
komponen dapat terpisah dengan baik. Alirannya pun diusahakan tidak
terlalu lambat agar proses tidak terlalu lama. Eluen mengalir mengelusi
sampel menyusuri fase diam di sepanjang kolom dengan memanfaatkan
gaya gravitasi.
Pengemasan silica dibuat dengan cara basah karena cara basah
lebih efektif dibandingkan dengan cara kering dalam pengemasan silika
karena silica dilarutkan terlebih dahulu hingga homogen sehingga proses
untuk ekstrak melewati fase diam cepat dan pemisahnnya lebih baik.
Ekstrak kumis kucing (Ortosiphon aristatus) yang diperoleh dari
proses ekstraksi cair-cair, dipilihlah fraksi n-hexan. Fraksi n-hexan dipilih
karena nilai Rf pada saat pemantaun ekstraksi cair-cair terdapat bercak noda
pada pelarut n-hexan. Fraksi ekstrak kumi kucing kemudian diimbang
sebanyak 1 gram. Untuk proses isolasi, kolom yang telah dirangkai pada
statif yang telah dimasukkan kapas bebas lemak, lumpuran silika gel,

20
kemudian campuran silika gel dan fraksi ekstraknya dimasukkan ke dalam
kolom. Lalu hasil isolasi ditampung pada masing-masing vial yang telah
dikalibrasi sebanyak 10 ml, yang kemudian diamati hingga diperoleh cairan
yang jernih. Dari proses penampungan hasil isolasi pada vial diperoleh
subfraksi sebanyak 20 vial. Dalam jumlah 20 vial, masih belum dihasilkan
warna yang jernih, yang memungkinkan bahwa ekstrak kumis kucing dari
fraksi n-hexan ini membutuhkan waktu yang lama agar diperoleh cairan atau
larutan yang jernih. Setelah diperolehnya subfraksi tersebut, maka
diperlukan pemantauan untuk identifikasi lebih lanjut agar diketahui secara
pasti senyawa yang terkandung pada kumis kucing (Ortosiphon aristatus)
adalah sinensetin.
8.4 Pemantauan Kromatografi kolom
Hasil dari kromatografi kolom diperoleh 20 fraksi n-heksan ekstrak
daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus), kemudian seluruh fraksi yang
diperoleh tersebut diambil untuk dilakukan pemantauan menggunakan
kromatografi lapis tipis. Prinsip kromatografi lapis tipis (KLT) yakni adsorbsi
dan partisi. Pada prinsip adsorpsi yakni penyerapan eluen terhadap lempeng
silika gel termasuk dalam fase gerak. Dikatakan fase gerak yaki karena eluen
bergerak naik sampai batas eluen pada lempeng. Sedangkan prinsip pada
partisi yakni pemisahan noda yang dihasilkan pada lempemng akni
menggunakan fase diam untuk lempeng. Dikatakan fase diam karena
lempeng hanya diam dalam satu tempat tanpa harus digerakkan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai kromatografi
lapis tipis atau KLT dengan menggunakan sampel daun kumis kucing
bertujuan untuk mengisolasi komponen sinensetin dari kumis kucing
(Orthosiphon aristatus). Pada kromatografi lapis tipis digunakan fasa diam
dengan plat silika gel karena plat yang dibentuk dengan silika gel memiliki
tekstur dan struktur yang lebih teratur. Silika gel memadat dalam bentuk
tetrahedral raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat. Dengan demikian,
adsorben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang lebih
optimal.
Dua puluh sampel dari fraksi n-heksan ditotolkan di atas plat silika gel
dengan menggunakan pipa kapiler. Pemilihan sistem pelarut dan komposisi
lapisan tips ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk
meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu pipa kapiler

21
berukuran mikro (Khopkar, 2010). Menurut Farmakope Herbal Indonesia,
eluen yang cocok untuk sinensetin dalam ekstrak kumis kucing adalah Etil
Asetat : Kloroform dengan perbandingan 40:60. Etil Asetat bersifat semipolar
sedangkan kloroform bersifat non-polar. Pemantauan ekstrak yang
menggunakan kombinasi eluen bertujuan agar terjadi pemisahan yang paling
baik dengan eluen tertentu. Bila eluen terlalu polar, bercak noda akan berada
pada posisi paling bawah. Sedangkan bila eluen terlalu non polar, bercak
noda yang dihasilkan akan berada pada posisi paling atas. Hal ini agar
dihasilkan nilai Rf yang sesuai dengan rentang persyaratan, karena nilai Rf
yang paling baik adalah rentang 0,2-0,8.
Eluen dijenuhkan terlebih dahulu sebelum plat KLT dimasukkan.
Alasan penjenuhan chamber sebelum digunakan yaitu untuk menghilangkan
uap air di dalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan
noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang ada di dalam chamber tidak
emmpengarui proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan
chamber. Eluen dijenuhkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan plat KLT
yaitu dengan cara memasukkan kertas saring kedalam chamber dan ditutup.
Kertas saring yang dimasukkan kedalam chamber merupakan sebagai
penanda bahwa eluen memenuhi dinding chamber sehingga proses elusi
akan berjalan dengan baik. Pada saat penjenuhan, chamber tidak boleh
diangkat bertujuan agar tekanan dalam larutan stabil dan tidak terjadi proses
penguapan yang lebih cepat pada eluen yang bersifat volatil. Setelah proses
penjenuhan selesai, maka plat KLT yang telah ditotolkan ekstrak dapat
dimasukkan kedalam chamber.
Hasil KLT dilihat di bawah lampu UV 254 nm. Alasan digunakan
lampu UV 254 nm ialah untuk pengamatan pada lempeng atau dikatakan
untuk melihat flouresensi pada lempeng. Mekanisme kerja pada UV 254 nm
adalah teradinya flouresensi pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut.
Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah ke
tingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan akan
terlepas.
Apabila hasil KLT tidak nampak di bawah lampu UV 254 nm, maka
dapat dilihat di bawah lampu UV 366 nm. Alasan digunakan lampu UV 366
nm adalah untuk menampakkan nodanya atau dikatakan untuk melihat

22
flouresensi pada noda. Mekanisme kerja lampu UV 366 nm adalah terjadinya
flouresensi pada noda atau penampakkan pada noda, ini disebabkan karena
daya interaksi antara lampu UV 366 nm dengan guus kromofor yang terdapat
pada sampel merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut. Sehingga ketiks elektron tereksitasi yakni perubahan suatu energi
rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan
akan terlepas.
Gugus ausokrom adalah gugus yang dapat meningkatkan
intensitas pita absorbansi kromofor jika berikatan dengan gugus kromofor
akibat pemutusan ikatan rangkap, menyebabkan pergeseran panjang
gelombang ke daerah ultra violet dekat. Gugus kromofor adalah gugus atom
yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik (sinar UV) dan mempunyai
ikatan rangkap tak jenuh (terkonyugasi). Gugus terkonyugasi adalah struktut
molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh bila dari satu yang berbeda
berselang-seling dengan ikatan tunggal.
Apabila bercak noda hasil KLT tidak terlihat atau terlihat samar,
maka plat KLT disemprot atau dicelupkan dengan larutan penampak
bercank. Pengidentifikasian golongan komponen kimia dengan melakukan
penyemprotan menggunakan beberapa pereaksi tertentu setelah lempeng
dimasukkan ke dalam chamber maka lempeng akan disemprotkan lalu dilihat
di bawah sinar ultra violet. Adapun pereaksi yang di gunakan adalah asam
sulfat 10% yang merupakan larutan penampak bercak universal.
Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh suatu zat terlarut
terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang
sama. Nilai RF yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan yang
tidak diketahui dengan menggunakan beberapa sistem pelarut berbeda
memberikan bukti yang kuat bahwa nilai untuk kedua senyawa tersebuy
adalah identik, terutama jika senyawa tersebut dijalankan secara
berdampingan di sepanjang plat lapis tipis (KLT) yangs sama. (Underwood
dan Day, 1999).
Setelah dilakukan pemantauan, plat KLT diamati terlebih dahulu
dengan sinar UV 254 dan 366. Berdasarkan hasil praktikum, hasil yang
diperoleh adalah nilai Rf standar yang diamati pada sinar UV 366, untuk
fraksi n-hexan dihasilkan nilai Rf 0,48, sedangkan pada sinar UV 254 bercak
noda tidak terlihat. Berdasarkan literatur untuk bercak noda senyawa

23
sinensetin seharusnya nilai Rf dari sinensetin yaitu 0,50; 0,60 dan 0,80
(Depkes RI, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh
memenuhi syarat.

IX. Kesimpulan
1. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam dua
macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau perbandingan
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air
2. Bercak noda terlihat jelas pada sinar UV 365, untuk fraksi n-hexan
dihasilkan nilai Rf 0,4, fraksi etilasetat dihasilkan nilai Rf 0,4, dan fraksi
metanol dihasilkan nilai Rf 0,23 dan 0,3. Berdasarkan literatur untuk
bercak noda senyawa sinensetin seharusnya nilai Rf dari sinensetin
yaitu 0,50; 0,60 dan 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang
diperoleh tidak memenuhi syarat.
3. Prinsip dari kromatografi kolom adalah kecendrungan komponen kimia
untuk terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak dengan proses
elusi berdasarkan gaya gravitasi
4. Hasil yang diperoleh dari kromatografi kolom adalah sebanyak 20 vial,
meskipun dalam keadaan masih belum jernih. Karena untuk fraksi n-
hexan dari ekstrak kumis kucing membutuhkan waktu yang lama

X. Daftar Pustaka
Depkes RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Gritter,J.R. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : ITB Press.
Raymond, G., Reid & Satyajit D., Sarker. (2006). Isolation Of Natural
Product By Low-Pressure Collum Chromatografi In Natural Product
Isolation. Tontowa, New Jersey : Humana Press.
Yazid, Estien. (2005). Kimia Fisika Paramedis. Yogyakarta : Andi.
Wijesekera, ROB. 1991. The Medicinal Plant Industry. Washington DC
CRC Press.

24

Anda mungkin juga menyukai