Anda di halaman 1dari 8

PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

A. TUJUAN
a. Mengenal reaksi pembentukan kompleks warna antara senyawa yang memiliki
gugus hidroksi fenolik dengan pereaksi FeCl3
b. Menetapkan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan metode
spektrofotometri.
B. DASAR TEORI
Analisis spektroskopi berdasarkan interaksi radiasi dengan spesies kimia. Berprinsip
dengan penggunaan cahaya/ tenaga magnet/ listrik unutk mempengaruhi senyawa kimia
sehingga menimbulkan tanggapan. Tanggapan tersebut diukur untuk menentukan jumlah
atau jenis senyawa. Cara interaksi dengan suatu sampel dilakukan dengan absorbsi,
pemendaran, emisi, dan penghamburan. Teknik spektrofotometri meliputi
spektrofotometri UV-Visibel, serapan atom, inframerah, flouresensi, NMR (Khopkar,
2003).
Spektrofotometri adalah alat yang mengubah polikromatis ke panjang gelombang
yang berbeda. Spektrofotometer membutuhkan sumber radiasi terus menerus,
monokromator untuk menyeleksi panjang gelombang dari sumber cahaya, sampel,
detektor untuk mengkonversi energi radiasi ke energi elektrik dan alat untuk membaca
respon detektor. Sumber monokromator sampel detektor pembacaan
detektor. Sebagian besar aplikasi UV-Visibel pada senyawa organik didasarkan pada
transisi ikatan dan karenanya diperlukan keberadaan gugus kromofor dalam
molekul. Transisi ini terjadi pada spektrum (250-700nm) yang aman untuk percobaan
(Christian, 2003).
Asam salisilat merupakan senyawa yang digunakan dalam sediaan obat luar terhadap
infeksi jamur ringan. Sering kali dikombinasi dengan obat lain, misalnya kortikosteroida.
Asam salisilat meningkatkan penetrasinya ke dalam kulit. Tidak bisa dikombinasikan
dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sang salisilat yang tidak aktif (Tjay dan
Raharja, 2007).
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5%-100,5%. Pemerian asam salisilat
ialah hablur putih, umumnya seperti jarum atau serbuk hablur halus putih, emeiliki rasa
sedikit manis, tajam, dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak berbau.
Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan
berbau lemah mirip etanol (Dirjen POM RI, 1995).
STRUKTUR ASAM SALISILAT

C. ALAT dan BAHAN

Alat :
-

Labu takar
Pipet volume
Gelas ukur
Kertas saring
Timbangan analitik
Spektrofoteometer visibel + visbel
Ball pipet

Bahan :
-

Baku asam salisilat


Sampel asam salisilat
FeCl3 5%
Aquades
Metanol p.a

D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan larutan stok dan intermediet asam salisilat
a. Pembuatan larutan stok asam salisilat 1mg/ml
Ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg baku asam salisilat. Dimasukkan
dalam erlenmeyer 50 ml, dilarutkan dengan 5 ml metanol p.a selanjutnya
dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan diencerkan dengan aquades
dengan batas tanda.
b. Pembuatan larutan intermediet asam salisilat 0,2 mg/ml
Ditambah 10 ml larutan stok asam salisilat 1 mg/ml. Dimasukkan ke dalam
labu takar 50 ml, diencerkan dengan aquades hingga batas tanda.
2. Penetapan operating time dan panjang gelombang maksimum
a. Disiapkan labu takar 25 ml. Pada masing-masing labu takar dimasukkan
3,0 ml larutan intermediet asam salisilat 0,1 mg/ml dan 0,6 ml larutan
FeCl3 5%
b. Dibuat larutan blangko, ambil 1 ml metanol dimasukkan dalam labu takar
10 ml dan ditambahkan aquades hingga batas tanda. Kemudian dari larutan
tersebut diambil 3 ml, dimasukkan dalam labu takar 25 ml, kemudian
ditambahkan 0,6 ml FeCl3 dan diencerkan dengan aquades hingga batas
tanda.
c. Dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 450-600 nm.
Absorbansi tertinggi dari ketiga waktu pendiaman merupakan panajang
gelombang maksimum.
3. Pembuatan kurva baku
a. Disiapkan 5 labu takar 10 ml. Pada masing-masing labu takar dimasukkan
campuran larutan dengan proporsi sebgai berikut.
Labu takar 10 ml
No. 1
No. 2
No. 3

Larutan intermediet (ml)


1,0
2,0
3,0

Larutan FeCl3 5% (ml)


1
1
1

No. 4
5,0
1
No. 5
5,0
1
b. Absorbansi masing-masing seri larutan baku diukur pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditetapkan sebelumnya. Dibuat kurva
hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan intensitas absorbansi (sumbu
y)
4. Penetapan kadar asam salisilat dengan sampel
a. Ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg sampel asam salisilat.
Dimasukkan dalam labu takar 50 ml dan diencerkan dengan metanol p.a
hingga batas tanda (disebut larutan sampel A).
b. Diambil 1,0 ml larutan sampel A asam salisilat. Dimasukkan ke dalam labu
takar 10 ml, diencerkan dengan aquades hingga batas tanda (disebut
larutan sampel B). Ditambahkan FeCl3 5% 1 ml.
c. Dilakukan pengukuran absorbansi larutan sampel B pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditetapkan sebelumnya. Catat
absorbansinya dan tetapkan kadar asam salisilat berdasarkan persamaan
kurva baku.
d. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
E. DATA PENGAMATAN
Penimbangan Baku
Wadah
= 0,2468 g
Wadah + zat = 0,2971 g
Wadah + sisa = 0,2469 g
Zat
= 0,0502 g
Penimbangan sampel

Sampel 1
Wadah
15,2504 g
Wadah + zat
15,3004 g
Zat
0,0500 g
Konsentrasi baku
50,02 mg / 50,00 ml = 1,000 mg/ml
Konsentrasi intermediet
1,000 mg/ml . 10,00 ml = 50,00 ml . X
X = 0,2000 mg/ml

Konsentrasi seri baku


Baku 1 0,2000 mg/ml . 1,00 ml = 10,00 ml . X
X = 0,0200 mg/ml
Baku 2 0,2000 mg/ml . 2,00 ml = 10,00 ml . X
X = 0,0400 mg/ml

Sampel 2
13,7653 g
13,8155 g
0,0502 g

Sampel 3
15,2508 g
15,3040 g
0,0532 g

Baku 3 0,2000 mg/ml . 3,00 ml = 10,00 ml . X


X = 0,0600 mg/ml
Baku 4 0,2000 mg/ml . 4,00 ml = 10,00 ml . X
X = 0,0800 mg/ml
Baku 5 0,2000 mg/ml . 5,00 ml = 10,00 ml . X
X = 0,100 mg/ml

Absorbansi
Blangko
=0
Baku 1
= 0,216
Baku 2
= 0,479
Baku 3
= 0,715
Baku 4
= 0,932
Baku 5
= 1,191
Sampel 1
= 0,324
Sampel 2
= 0,327
Sampel 3
= 0,334
Tabel seri baku
Baku
Konsentrasi (mg/ml) (x)
Absorbansi (y)
1
0,0200
0,216
2
0,0400
0,479
3
0,0600
0,715
4
0,0800
0,932
5
0,100
1,191
A = -0,0143 B = 12,0
r = 0,9995
Y = 12,0X 0,0143

Kurva Baku Konsentrasi vs Absorbansi asam salisilat


1.4
1.2

f(x) = 12.02x - 0.01


R = 1

1
0.8
Absorbansi

Absorbansi

0.6

Linear (Absorbansi)

0.4
0.2
0
0

0.02 0.04 0.06 0.08

0.1

0.12

Konsentrasi (mg/ml)

Konsentrasi sampel
Sampel 1 0,324 = 12,0X 0,0143
X = 0,0281 mg/ml
Sampel 2 0,327 = 12,0X 0,0143
X = 0,0282 mg/ml
Sampel 3 0,334 = 12,0X 0,0143
X = 0,0290 mg/ml

Kadar sampel
Rumus kadar

x . fp . V
x 100
Msampel
10,00
.50,00 ml
1,00
x 100 =28,1 b/b
50,00 mg

0,0281 mg/ml .
Kadar 1

10,00
.50,00 ml
1,00
x 100 =28,2 b/b
50,00 mg

0,0282 mg/ml .
Kadar 2

10,00
.50,00 ml
1,00
x 100 =29,0 b /b
50,00 mg

0,0290 mg/ml .
Kadar 3

Rata-rata kadar

kadar 1+ kadar 2+ kadar 3 28,1+28,2+29,0


=
=28,4
3
3

Kadar sebenarnya = 30,86 %


SD = 0,134
RSD = 0,472 %
kadar sebenarnyakadar uji

x 100 =7,97
% kesalahan
Msampelkadar sebenarnya

F. PEMBAHASAN
Tujuan praktikum ini adalah mengenal reaksi pembentukan kompleks warna antara
senyawa yang memiliki gugus hidroksi fenolik dengan pereaksi FeCl3 dan menetapkan
kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan metode spektrofotometri visibel. Alat
yang digunakan adalah spektrofotometri visibel. Senyawa dapat diukur apabila memiliki
gugus kromofor dan auksokrom yang dapat memberikan warna. Gugus kromofor adalah
ikatan rangkap tungagal terkonjugasi yang menghasilkan warna, sedangkan auksokrom
adalah gugus yang bertanggungjawab dalam pembentukkan warnta mempunyai pasangan
elektron bebas. Struktur asam salisilat :
Prinsip spektrofotometri UV-Visibel adalah mengubah cahaya polikromatis menjadi
monokromatis, diaman cahaya tersebut kemudia melewati larutan dan larutan menyerap
cahaya dan diteruskan dengan energi radiasi elektromagnetik dari ground state ke excited
state, lalu kembli ke ground state menghasilkan emisi yang diukur oleh detektor.
Perbedaan spektrofotometri UV dan Pektrofotometri visibel yaitu panjang
gelombang UV = 190-380nm dan senyawa diukur tidak berwarna, sedangkan visibel =
380-780nm dan senyawa diukur adalah senyawa berwarna (Watson, 2005).
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmittan. A = . b . c ,
dimana A=nilai absorbansi larutan, =absorbtivitas molar, b=tebal kuvet,
c=konsentrasi sampel yang dihitung kadarnya.
Pada praktikum ini menggunakan spektrofotometri double beam. Perbedaan
spektrofotometri double beem dan single beam adalah spektrofotometri double beam,
lampu halogen yang masuk ke celah dan cahaya polikromatis akan diubah menjadi
monokromatis oleh prisma monokromator keluar melalui celah, sinar akan dipecah
menjadi dua untuk diteruskan ke blangko dan sampel, kemudian dibaca oleh detektor dan
menggunakan 2 kuvet, sedangkan pada spektrofotometri single beam hanya
menggunakan satu kuvet dan sinar yang dipecah hanya diteruskan ke satu kuvet atau satu
sampel. Gambar skematis spektrofotometri double beam :
Gambar skematis spektrofotometri single beam :
Berikut merupakan langkah kerja. Langkah pertama adalah pembuatan larutan stok
yang bertujuan untuk membuat kurva baku supaya tahu konsentrasinya. Lalu dibuat

larutan intermediet dari larutan stok. Lalu dilakukan penetapan panjang gelombang
maksimum karena kepekaannya maksimal pada panjang gelombang maksimal,
perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar, bentuk
kurva absorbansi datar dan pada posisi tersebut hukum Lambert-Beer terpenuhi apabila
dilakukan pengulangan ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang
panjang gelombang akan kecil sekali. Panjang gelombang maksimum didapatkan 530nm
dengan range panjang gelombang 400-600nm.
Lalu dilakukan pembuatan blangko digunakan metanol, aquades, dan FeCl3
bertujuan untuk melihat absorbansi pelarut dan zat selain analit dapat menghasilkan
absorbansi atau tidak dan sebagai kalibrasi alat. Penggunaaan penambahan FeCl3 selalu
ditutup oleh alumunium foil karena bersifat fotosensitif yang berpengaruh pada cahaya.
Lalau dibuat larutan kurva baku bertujuan untuk mendapatkan persamaan kurva baku
antara konsentrasi larutan dan absorbansinya yang merupakan garis lurus melewati titik
nol dengan slope = . b atau slope = a-b. Slope sebagai parameter untuk meilih
metode analisis. Metode praktikum ini adlah metode eksternal yang ditetapkan
konsentrasi yang tidak diketahui dalam suatu sampel dengan menggunakan plat kalibrasi
menggunakan baku eksternal. Lalu dilakukan penetapan kadar asam salisilat dalam
sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan kurva baku tersebut.
Pada penentuan, absorbansi yang terbaca hendaknya 0,2 sampai 0,8, atau 15%-70%, jika
dibaca sebagai transmittan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam
pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5 % (kesalahan fotometrik) (Gandhjar dan Rohman,
2007).
Penetapan kadar menggunakan asam salisilat merupakan senyawa tidak berwarna,
maka harus dibuat berwarna dengan FeCl3 supaya mempunyai serapan warna. Asam
salisilat akan terbentuk kompleks dengan FeCl3. Hal ini terjadi karena atom O pada gugus
OH asam salisilat menyerang atom Fe membentuk kompleks warna ungu. Reaksi yang
terjadi :
OT (Operating Time) adalah waktu yang digunakan sampel bereaksi atau tercampur
aptimal. Pada praktikum tidak digunakan OT karena senyawa uji bukan reaksi
pengkoplingan.
Pada percobaan dihasilkan data rata-rata kadar = 28,4%. Kadar sebenarnya =
30,86%. Memiliki %kesalahan 7,97%. SD yang didapat adalah 0,134 menunjukkan
anekaragam data dari 3 kali replikasi yang cukup baik. RSD = 0,472%. Data presisi
teteapi tidak cukup akurat. % kesalahan cukup besar karena disebabkan preparasi
prosedur kerja yang kurang baik.
Kelebihan metode spektrofotometri visibel adalah didapatkan data lebih akurat,
sampel yang digunakan sedikit, dan titik eqivalen dapat ditentukan. Kelemahannya
adalah alatnya mahal dan konsentrasi sampel harus kecil supaya terbaca absorbansinya.
G. KESIMPULAN

Asam salisilat dapat ditentukan kadarnya dengan metode spektrofotometri


visibel yang ditentukan absorbansinya dengan reaksi pembentukkan komplek
warna anatara senyawa yang memiliki gugus hidroksi fenolik dengan pereaksi
FeCl3 dihasilkan warna ungu.
Percobaan dihasilkan kadar asam salisilat = 28,4 % dari kadar sebenarnya
30,86% dihasilkan % kesalahan 7,97%. SD = 0,134. RSD = 0,472 %

DAFTAR PUSTAKA
Christian, g. O., 2003, Analytical Chemistry, sixth edition, John Willey and Son, USA, pp.
483,484.
Dirjen POM RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
hal. 51.
Gandjhar, I. G., Rohman, A., 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal.
225.
Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analisis, UI-Press, Jakarta, hal. 255.
Tjay, T. H., Rahardja, K., 2007, Obat-obat penting : khasiat, penggunaan, dan efek-efek
sampingnya, edisi 6, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 105.
Watson, D., 2005, Pharmaceutical Analysis, Elsevier, USA, p. 251.

Anda mungkin juga menyukai