Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT


DENGAN METODE SPREKTROFOTOMETRI VISIBEL

Disusun oleh :
Valentina Gracia Armastiti (168114056)
Aini Yesia Pustpita (168114057)
Dewa Ayu Sri Handani (168114058)
Ni Luh Anggi Distya Pratiwi (168114059)
Kelompok : B1
PJ Laporan : Alexander Vito

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
DENGAN METODE SPREKTROFOTOMETRI VISIBEL

A. Tujuan
1. Mengenal reaksi pembentukan kompleks warna antara senyawa yang memiliki gugus
hidroksi fenolik dengan pereaksi FeCl3 .
2. Mampu meenetapkan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan metode
spektrofotometri visibel.
B. Dasar Teori
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang penting dalam kehidupan
sehari-hari, serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan
sebagai intermediet dari obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik serta pembuat bahan
baku untuk keperluan farmasi. Asam salisilat merupakan analgesik,antipiretik, dan anti
inflamasi (Soraya,2014).
Struktur asam salisilat :

(Cantika,2016)

Spektrofotometri adalah salah satu metode analis yang berdasarkan pada penurunan
intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan penurunan intensitasnya
cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal tipisnya media dan
konsentrasi: warna spesies yang ada media tersebut. Spektrofotometri visibel umumnya
disebut kalori oleh karena itu pembentukan warna pada metode ini sangat menentukan
ketelitian hasil yang diperoleh. Panjang gelombang pada spektrofotometri UV (200-380
nm) sedangkan panjang gelombang pada spektrofotometri Visibel ( 380-800 nm) oleh
suatu senyawa (Ohannesian,2002).
Prinsip spektrofotometer adalah pengukuran pada interaksi cahaya dengan suatu
sampel. Ketika sejumlah cahaya dilewatkan, akan ada sebagian cahaya yang diserap dan
ada sebagian cahaya yang diteruskan. Bila cahaya putih dilewatkan melalui sampel
berwarna, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif
dan cahaya lain diteruskan. Maka, ketika cahaya monokromatis melewati larutan sampel
,elektron-elektron yang terdapat dalam sampel akan mendapatkan energi dari cahaya yang
dilewatkan, kemudian tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi ( Mustika ningrum,2015).
Hukum Lambert-Beer diterapkan untuk menentukan konsentrasi senyawa dalam suatu
larutan. Hukum ini berdasarkan pada kolerasi antara konsentrasi zat pelarut ,penyerapan
berkas cahaya monokromatis dan panjang gelombang tertentu yang dilewatkan pada
larutan. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat pelarut
(Khopkar,2008).
C. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1. Labu takar 50 ml 1. Baku asam salisilat
2. Labu takar 10 ml 2. Sampel asam salisilat
3. Pipet volume 1,2,3,4,5,10 ml 3. FeCl 5%
4. Gelas beker 100 ml 4. Akuades
5. Corong gelas 5. Metanol p.a
6. Kertas saring
7. Timbangan analitik
8. Spektrofotometer Vis
9. Kuvet
10. Mikropipet
11. Mortir
12. Stamper
D. Skema Kerja
1. Pembuatan larutan stok dan intermediet asam salisilat
a. Pembuatan larutan stok asam salisilat 1 mg/ml
Ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg baku asam salisilat

Dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan dilarutkan dengan 5 ml metanol p.a,

Diecerkan dengan aquades hingga batas tanda
b. Pembuatan larutan intermediet asam salisilat 0,1 mg/ml
Diambil 5,0 ml larutan stok asam salisilat 1 mg/ml dimasukan kedalam labu takar
50 ml

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda
2. Penetapan operating time dan panjang gelombang maksimum
a. Disiapkan 3 labu takar 10 ml, dan pada masing-masing labu takar dimasukan 3,0 ml
larutan intermediet asam salisilat 0,1 mg/ml dan 1,0 ml larutan FeCl3 5%.

Suhu percobaan dijaga pada 2-5 0C

Setelah penambahan FeCl3 5% labu pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut
didiamkan selama 5,10,dan 15 menit.
b. Dibuat larutan Blanko
Sejumlah 1,0 ml larutan FeCl3 dimasukkan kedalam labu takar 10 ml dan
diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda

Dibuat 3 macam larutan blanko masing-masing untuk 5,10,dan 15 menit.
c. Pengukuran absorbansi pada 525 nm
Absorbansi tertinggi dari ketiga waktu pendiaman merupakan operating time
pembentukan kompleks warna.
d. Dilakukan scan pada panjang gelombang 450-600 nm. Absorbansi tertinggi dari
suatu panjang gelombang dalam rentang merupakan panjang gelombang
maksimum.
3. Pembuatan kurva baku
a. Disiapkan 5 labu takar 10 ml, pada masing-masing labu takar dimasukkan
campuran larutan dengan proporsi sebagai berikut: labu takar nomor 1,2,3,4,5
larutan intermediet asam salisilat 1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml sedangkan
FeCl3 5% 1,0 ml untuk semua labu.
b. Didiamkan selama operating time kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada
panjang gelombang maksimum yang ditetapkan sebelumnya, suhu pada percobaan
dijaga 2-50C
c. Absorbansi masing-masing dilakukan pada pengukuran maksimum yang telah
ditetapkan dan dibuat kurva hubungan antara konsentrasi sebenarnya dan
inntensitas absorbansi.
4. Penetapan kadar asam salisilat dalam sampel
a. Ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg sampel asam salisilat

Dimasukkan kedalam labu takar 50 ml, dilarutkan dengan 5,0 ml metanol.

diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda dan disebut larutan sampel A
b. Diambil 1,0 ml larutan sampel A asam salisilat, dimasukan kedalam labu takar 10
ml

Dilakukan penambahan FeCl3 5% sebanyak 1,0 ml

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda yang disebut larutan sampel B
(suhu dijaga 2-5 0C .
c. Dilakukan pengukuran absorbansi larutan sampel B pada panjang gelombang
maksimum dengan OT diperoleh. Catat absorbansinya dan tetapkan kadar asam
salisilat berdasarkan persamaan kurva baku.
d. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
E. Perhitungan
a. Penimbangan baku asam salisilat
Bobot wadah = 0,2453 g
Bobot wadah + isi = 0,2954 g
Bobot wadah + sisa = 0,2469 g
Bobot isi = 0,0495 g
b. Penimbangan sampel asam salisilat
Bobot wadah = 0,2598 g
Bobot wadah + isi = 0,3096 g
Bobot wadah + sisa = 0,2598 g
Bobot isi = 0,0498 g
c. Pencarian OT
Absorbansi OT 1 (5 menit) = 0,866 abs
Absorbansi OT 2 (10 menit) = 0,864 abs λ = 525 nm
Absorbansi OT 3 (15 menit) = 0,893 abs
Digunakan nilai absorbansi terbesar yakni 0,893. Jadi OT yang digunakan 15 menit.
d. λ maks = 533,5 nm
e. Kurva baku (λ = 533,5 nm; OT = 15 menit)
Labu takar 1 = 0,884 abs
Labu takar 2 = 0,891 abs
Labu takar 3 = 0,981 abs
Labu takar 4 = 1,090 abs
Labu takar 5 = 1,282 abs

f. Konsentrasi larutan stok (C) = = 0,99 mg/mL


g. Larutan intermediet
0,99 mg/mL × 5 mL = 50 mL × C

C =
= 0,099 mg/mL
h. Pembuatan larutan baku menggunakan larutan intermediet
1. C1 × V1 = C2 × V2
0,099 mg/mL × 1 mL = C2 × 10 mL
C2 =
= 0,0099 mg/mL
2. C1 × V1 = C2 × V2
0,099 mg/mL × 2 mL = C2 × 10 mL
C2 =
= 0,0198 mg/mL
3. C1 × V1 = C2 × V2
0,099 mg/mL × 3 mL`= C2 × 10 mL
C2 =
= 0,0297 mg/mL
4. C1 × V1 = C2 × V2
0,099 mg/mL × 4 mL = C2 × 10 mL
C2 =
= 0,0396 mg/mL
5. C1 × V1 = C2 × V2
0,099 mg/mL × 5 mL = C2 × 10 mL

C2 =
= 0,0495 mg/mL
i. a = 0,7271 ≈ 0,727
b = 10,0505 ≈ 10,051
r = 0,9485 ≈ 0,949
y = bx + a
y = 10,051x + 0,727
j. Absorbansi sampel :
Sampel 1 = 0,834 abs
Sampel 2 = 0,713 abs
Sampel 3 = 0,892 abs
k. Kasar asam salisilat
1) R1 : y = 10,051x + 0,727
0,834 = 10,051x + 0,727
x = 0,011 mg/mL
2) R2 : y = 10,051x + 0,727
0,713 = 10,051x + 0,727
x = 0,001 mg/mL
3) R3 : y = 10,051x + 0,727
0,892 = 10,051x + 0,727
x = 0,016 mg/mL
l. Konsentrasi asam salisilat

R =

1) R1 = × 100%

= 11,044%

2) R2 = × 100%

= -1,004%

3) R3 = × 100%

= 16,064%
( )
Rata-rata =
= 8,701%
m. SD = 8,772
n. CV = 100,816%
o. Kadar sebenarnya = 24,44%
% kesalahan = × 100%
= 64,399%
F. Pembahasan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengenal reaksi pembentukan kompleks
warna antara senyawa yang memiliki gugus hidroksi fenolik dengan pereaksi FeCl 3 dan
mampu menetapkan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan metode
spektrofotometri visible. Senyawa yang di uji yaitu asam salisilat.
Asam salisilat banyak digunakan dalam sediaan luar terhadap infeksi jamur ringan
dan antiacne (Rahardja dan Tjay, 2007). Pemeriannya adalah hablur putih, seperti jarum
atau serbuk halus putih, rasa sedikit manis, tajam dan stabil diudara (Dirjen POM, 2014).
Struktur asam salisilat:

Gugus kromofor
Gugus auksokrom

(Rahardja dan Tjay, 2007).


Pada paktikum kali ini menggunakan spektrofotometer visible karena sampel asam
salisilat yang akan di ukur berwarna dan di ukur pada panjang gelombang 400-800. Prinsip
dari spektrofotometer visible ialah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh
pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian
diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang
diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan
konsentrasi sampel.
Gugus kromofor adalah ikatan atau gugus fungsi spesifik dalam molekul yang
bertanggung jawab atas penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Gugus
kromofor pada asam salisilat adalah gugus benzyl (memiliki ikatan rangkap terkonjugasi).
Panjang gelombang serapan maksimum (maks) dan λ koefisien ekstingsi molar akan
bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatanε rangkap terkonjugasi. Sedangkan gugus
auksokorm adalah gugus fungsi dalam suatu molekul yang dapat mempengaruhi absorpsi
radiasi gugus kromofor. Jika gugus auksokorm terdelokalisasi ke gugus kromofor, maka
intensitas absorbansi akan meningkat dan terjadi pergeseran batokromik atau hipsokromik.
(Charke, 2005).
Perbedaan antara spektrofotometer visible dan spektrofotometer UV adalaha
sebagai berikut :
a. Spektrofotometer Visibel, Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber
sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Sumber sinar tampak yang umumnya
dipakai pada spektro visible adalah lampu Tungsten. Sinar tampak dapat dilihat oleh
mata kita. Panjang gelombang sinar tampak adalah 400 sampai 800 nm. Sample yang
dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna.
b. Spektrofotometer UV, Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber
sinar/energy adalah digunakan lampu deuterium. sinar UV tidak dapat dideteksi oleh
mata kita. Sinar UV memiliki panjang gelombang 200-400 nm. Senyawa yang dapat
menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening
dan transparan (Day dan Underwood.2002).
Syarat larutan untuk pengukuran menggunakan spektrofotometer visible adalah
a. Mempunyai gugus kromofor dan auksokrom. Namun yang paling penting atau
diutamakan adalah gugus kromofornya.
b. Senyawa tersebut harus berwarna
c. Panjang gelombang antara 400 – 800 nm
(Eka, 2010)
Kelebihan dari spektrofotometri visible adalah mudah, sensitifitasnya tinggi,
sehingga ketelitiannya tinggi. Kekurangan dari spektrofotometri visible adalah pembuatan
larutan sampel dan baku harus benar-benar bebas dari zat pengotor karena dapat
menghamburkan cahaya yang dipancarkan ehingga tidak akurat serta alat yang digunakan
mahal.
Bagian-bagian dari spektrofotometri yaitu:

1. Sumber sinar polikromatis : sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai


macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator : sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya yang
berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
3. Sel sampel : sebagai tempat meletakan sampel
4. Detektor : menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi
arus listrik.
5. Read out : suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari
detektor (Eka, 2010).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman,
2009).

(Gandjar dan Rohman, 2009)


Pada praktikum ini digunakan FeCl3 sebagai reagen pembentuk ikatan kompleks
dengan asam salisilat, sehingga absorbansi dan kadar asam salisilat dapat diukur.
Dalam praktikum ini dibuat larutan stok asam salisilat 1mg/mL sebanyak 50 mL.
Dibuatnya larutan stok bertujuan untuk menghindari pengulangan penimbangan bahan saat
terjadi kesalahan pada praktikum yang membutuhkan pengulangan pembuatan bahan uji
dan mempermudah pengenceran untuk konsentrasi lebih kecil. Selain larutan stok, dibuat
pula larutan intermediet asam salisilat 0,1 mg/mL pada praktikum ini dengan tujuan untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan yang diakibatkan oleh pengenceran larutan konsentrasi
rendah, untuk menentukan operating time (OT) dan panjang gelombang maksimum (λmaks).
Selain itu dibuat pula larutan blanko yang berisi reagen dan pelarut sampel, yaitu FeCl 3
dan aquadest. Fungsi larutan blangko untuk kalibrasi pelarut dan FeCl3 agar absorbansi
yang terukur murni dari sampel, dan sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri.
Operating time (OT) berfungsi untuk memnentukan waktu yang dibutuhkan oleh
analit dan reagen untuk bereaksi dengan sempurna dan membentuk ikatan kompleks yang
lebih banyak sehingga absorbansinya lebih besar. Pada praktikum ini penentuan OT
dilakukan dengan menggunakan 3 sampel intermediet dengan konsentrasi sama yang
masing-masing didiamkan pada suhu 2-5°C selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit
kemudia diukur absorbansinya. Dalam praktikum ini diperoleh nilai absorbansi terbesar
pada OT 15 menit, sehingga pada pengujian sampel digunakan OT selama 15 menit.
Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang yang menghasilkan serapan
maksimum. Panjang gelombang maksimum ini dicari dengan mengukur serapan
maksimum asam salisilat pada rentang panjang gelombang di daerah visible (450-600nm),
dimana λmaks memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga perubahan sedikit konsentrasi
dapat terukur atau terdeteksi. Dalam praktikum ini diperoleh λmaks pada panjang gelombang
533,5 nm. Teori λmaks asam salisilat adalah pada panjang gelombang 300nm (NIST, 2017),
sehingga λmaks yang diperoleh pada praktikum ini tidak sesuai dengan teori.
Pengukuran kurva baku dilakukan pada praktikum ini untuk mengetahui
kelinearitasan suatu data. Kurva baku diperoleh dari pengukuran larutan intermediet
dengan 5 tingkat konsentrasi dengan OT dan λmaks yang telah diperoleh sebelumnya.
Sehingga dalam praktikum ini diperoleh persamaan kurva baku y=10,051x + 0,727 dengan
r = 0,949 ‘b’ pada kurva baku menyatakan koefisien regresi, yang juga menyatakan slope
(kemiringan), ‘a’ menyatakan tetapan regresi dan juga disebut dengan intersep, ‘y’
menyatakan absorbansi, ‘x’ menyatakan konsentrasi, dan ‘r’ menyatakan besarnya
koefisien korelasi yang menunjukkan kelinieran kurva (Gandjar dan Rohman, 2009).
Pada pengukuran kadar asam salisilat dilakukan replikasi tiga kali bertujuan untuk
memperoleh kevalidan data dan presisi data. Pada pengkuran kadar absorbansi yang
diperoleh pada sampel dapat dihitung kadar asam salisilat pada sampel, yiatu sampel I
11,044%, sampel II -1,004%, dan sampel III 16,064%. Sehingga diperoleh kadar rata-rata
yaitu 8,201%, dengan SD sebesar 8,772, CV sebesar 100,816%. Kadar sebenarnya sampel
asam salisilat yang diuji adalah sebesar 24,44%, sehingga diperoleh persen kesalahan
sebesar 64%. Persen kesalahan menunjukkan akurasi dan kesesuaian kadar yang dicari
dengan kadar yang sebenarnya, sedangkan SD dan CV menunjukkan presisi atau
keterulangan penetapan kadar pada percobaan baik atau tidak. Pada praktikum yang
dilakukan diperoleh CV yang tidak baik yaitu diatas 5%, sehingga menunjukkan data yang
diperoleh tidak presisi. Sedangkan % kesalahan yang diperoleh jauh dari % kesalahan yang
baik, yaitu pada praktikum ini lebih dari 5%, sehingga data yang diperoleh tidak akurat.
Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori dikarenakan konsentrasi sampel terlalu pekat
sehingga nilai absorbansi yang terukur terlalu besar, kebersihan kuvet yang kurang,
penutup spektrofotometer yang dibiarkan terbuka terlalu lama sehingga cahaya luar
mempengaruhi pembacaan, ketidaktepatan waktu pada peletakan kuvet.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam spektrofotometri adalah :
a. Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul bersih tanpa adanya zat
pengotor
b. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril
c. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan
d. Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak keruh
e. Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus berwarna
(Gandjar dan Rohman, 2009)
G. Kesimpulan
Reaskdi kompleks adalah reaksi pembentukan warna dimana terjadi perpindahan
elektron dari logam ke sampel pada orbital d yang memerlukan energi pada konsentrasi
tertentu sehingga warna terserap pada proses eksitasi adalah warna komplemen yang
menimbulkan warna pada senyawa kompleks. Penetapan kadar asam salisilat dilakukan
dengan menggunakan metode spektrofotometer visible pada panjang gelombang 533,5 nm,
dengan operating time 15 menit, diperoleh kadar asam selisilat sebesar 8,701%, dengan
persen kesalahan sebesar 64,399%, SD sebesar 8,772, CV sebesar 100,816%.
H. Daftar Pustaka
Cantika, H., 2016. Kimia Farmasi.
Clarke, 2005. E.G.C. Prof. Clarke’s Analysis of Drugs and poisons.
Day, R.A., Underwood, A.L., 2002. Analisa Kimia Kuantitatif.
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia. edisi IV.
Eka, A. E. S. W., 2010. Penetapan Logam Timbal Dengan Metode Spektrofotometri Sinar
Tampak.
Gandjhar, I.G., Rohman, A., 2007. Kimia Analisis Farmasi.
Khopkar, S. M., 2008. Basic Concept of Analytical Chenistry.
Mustikaningrum, M., 2015. Spektrofotometri.eprints.undip.ac.id/47923/6/7.Bab-11-to.pdf.
diakses pada tanggal 22 oktober 2017 pikul 09.00 WIB.
NIST, 2017. Salicylic acid. http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C69727&Mask=400#
UV-Vis-Spec. diakses pada tanggal 9 November 2017 pukul 12.43 WIB.
Ohannesian, L., 2002. Handbook of Pharmaceutical Analysis.
Rahardja, K., dan Tjay, T.H., 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, Dan Efek-Efek
Sampingnya.
Soraya, R., 2014. Sintesis Asam Salisilat dari Minyak Gandapura dan Kenaikan Titik Leleh.
http: //ku pdf.com/download/sintesis-asam-salisilat-dari-minyak-gandapura-dan-uji-
titik-leleh- 59bc640408bbc59404656me.pdf. diakses pada tanggal 22 oktober 2017
pukul 22.31 WIB.

Anda mungkin juga menyukai