SKRIPSI
Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
SKRIPSI
Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk mereka yang selalu ada di hatiku dan berarti di hidupku.
Satu-satunya Sahabat, Guru, dan Bapaku yang hanya karena
kemurahan-Nya saja aku bisa menjalani dan melewati semua ini.
Kepada Papa dan Mamaku tercinta, yang selalu sabar menghadapi
polah tingkahku, terima kasih atas cinta kasihnya dan pelajaran
berharga dalam hidupku, serta atas doa restunya sehingga aku bisa
menjadi lebih baik.
Cicikku, cik nana yang selalu menjadi teman, kakak sekaligus kadang
menjadi sainganku, yang tak pernah lelah mendukung aku dalam
segala hal.
Untuk mbak yuli yang sejak kecil selalu menjaga dan merawat, dan
tidak pernah berhenti mendukungku.
Untuk peri kecilku Winda yang selalu ada dan mendukungku setiap
saat.
Serta sahabat-sahabatku ngapak team, yang selalu ada buat
mendukungku.
Almamaterku
Kupersembahkan karya kecil ini
vi
vii
INTISARI
Banyak obat yang menggunakan macam-macam zat aktif, nalge obat
nalgesic. Sehingga muncul kesulitan untuk menganalisis kadar masing-masing
komponen. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk menganalisis masingmasing komponen tersebut, misalnya untuk menganalisis kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dalam tablet.
Metode yang dipakai adalah metode spektrofotometri UV dengan
aplikasi panjang gelombang berganda untuk analisis campuran, sehingga tidak
perlu memisahkan masing-masing komponen. Namun, sebelum digunakan untuk
aplikasi maka sebelumnya metode ini harus diketahui validasi metodenya,
kemudian dilihat akurasi dan presisinya.
Hasil penelitian metode ini menunjukkan bahwa nilai range recovery
yang diperoleh untuk parasetamol dan ibuprofen adalah 90,3%-99,6% dan 92,8%101,5%. Dan nilai %CV yang diperoleh untuk parasetamol dan ibuprofen adalah
0,555% dan 0,329%. Nilai standard recovery dan %CV yang dipakai adalah 90107% dan <2%. Nilai recovery dan nilai %CV dari parasetamol dan ibuprofen
masuk dalam range standard, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini
memiliki akurasi yang baik dan presisi yang baik.
Kata kunci: spektofotometri UV, parasetamol, ibuprofen, analisis campuran,
panjang gelombang berganda
viii
ABSTRACT
Many drugs that use various active substances, eg analgesics. Hence the difficulty to
analyze the levels of each component. Therefore we need a method to analyze each of these
components, for example, to analyze the levels of a mixture of paracetamol and ibuprofen in
tablets.
The method used is the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications for the analysis of the mixture, so no need to separate each component. However,
before being used for the previous application of this method to know the validity of the method,
by looking at the accuracy (recovery value) and precision (% CV).
The results of the study range recovery values obtained for paracetamol and ibuprofen
were 90.3% -99.6% and 92.8% -101.5%. Value% CV obtained for paracetamol and ibuprofen was
0.555% and 0.329%. This shows the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications have accuracy and good precision
.
Keywords: spektofotometri UV, paracetamol, ibuprofen, a mixture of analysis,
multiple wavelength
ix
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
berkatnya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Validasi Metode
Penetapan
Kadar
Campuran
Parasetamol
dan
Ibuprofen
secara
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................
vi
xiii
DAFTAR TABEL......................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xix
BAB I PENGANTAR................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
1. Permasalahan..............................................................................
2. Keaslian Penelitian.....................................................................
3. Manfaat Penelitian.....................................................................
B. Tujuan.................................................................................................
A. Parasetamol.........................................................................................
xiii
B. Ibuprofen............................................................................................
C. Spektrofotometri.................................................................................
10
3. Pemilihan pelarut.......................................................................
12
13
17
F. Landasan Teori..................................................................................
20
G. Hipotesis............................................................................................
21
22
22
B. Variabel Penelitian............................................................................
22
C. Definisi Operasional.........................................................................
22
D. Bahan Penelitian..............................................................................
23
E. Alat Penelitian..................................................................................
23
23
23
24
24
25
G. Analisis Hasil.....................................................................................
26
27
xiv
27
32
33
39
42
A. Kesimpulan.........................................................................................
42
B. Saran...................................................................................................
42
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
43
LAMPIRAN..............................................................................................
44
BIOGRAFI PENULIS..............................................................................
63
xv
DAFTAR TABEL
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV.
XV.
XVI.
XVII.
XVIII.
XIX.
XX.
XXI.
xvi
DAFTAR GAMBAR
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV.
32
XV.
XVI.
XVII.
XVIII.
XIX.
XX.
xvii
XXI.
51
XXII.
51
XXIII.
XXIV.
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
: Data penimbangan...........................................................
Lampiran 3
46
parasetamol-ibuprofen..................................................... 47
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
53
Lampiran 7
56
Lampiran 8
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak dijumpai suatu sediaan obat, misal sediaan tablet yang
mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Kebanyakan tablet mengandung satu
macam zat aktif saja dan bahan eksipien. Adanya lebih dari satu macam zat aktif
ini biasanya ditujukan untuk mendapatkan efek yang lebih baik, dimana kegunaan
zat aktif yang satu mendukung kegunaan zat aktif yang lainnya. Kriteria sediaan
obat yang baik adalah apabila obat tersebut mengandung bahan-bahan yang sesuai
dengan komposisi. Sehingga diharapkan dengan komposisi yang tepat efek obat
yang diperoleh juga maksimal. Contoh sediaan tablet yang mengandung lebih dari
satu macam zat aktif adalah tablet analgesik yang mengandung campuran
ibuprofen dan parasetamol. Parasetamol dan ibuprofen dipilih atas dasar kedua
macam zat tersebut banyak dijumpai dalam sediaan obat yang dijual secara bebas,
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penetapan kadarnya untuk menjamin
kualitas sediaan obat. Namun, dengan adanya lebih dari satu macam zat aktif
dalam satu sediaan obat, menimbulkan kesulitan dalam penetapan kadarnya.
Menurut Farmakope edisi IV, penetapan kadar parasetamol dan
ibuprofen ini dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV. Metode
spektrofotometri UV digunakan untuk menganalisis senyawa tunggal. Dengan
adanya modifikasi metode spektrofotometri UV, maka metode ini dapat
digunakan untuk analisis multikomponen. Metode analisis yang dibutuhkan di
bagian kontrol kualitas industri obat dalam rangka pengawasan mutu obat adalah
metode analisis yang cepat dan memenuhi persyaratan kesahihan suatu metode.
Dengan modifikasi tersebut maka penetapan kadar campuran parasetamol dan
ibuprofen dapat ditetapkan secara simultan atau secara bersama-sama dan dengan
waktu yang singkat. Oleh karena itu, pengembangan metode analisis parasetamol
dan ibuprofen perlu dilakukan.
Dalam pengembangan metode analisis ini perlu mempertimbangkan sifat
fisika kimia parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dan ibuprofen mempunyai
kelarutan yang hampir sama, salah satunya adalah mudah larut dalam metanol.
Selain itu, parasetamol dan ibuprofen dapat menyerap radiasi elektromagnetik UV
dengan serapan maksimal pada panjang gelombang yang berdekatan yaitu 244 nm
untuk serapan parasetamol dan 221 nm untuk serapan ibuprofen. Dari data
panjang gelombang maksimum kedua senyawa yang memiliki selisih yang kecil
menunjukkan bahwa kurva serapan parasetamol dan ibuprofen mengalami
tumpang tindih secara keseluruhan. Berdasarkan sifat tersebut, metode penetapan
kadar yang dapat dikembangkan adalah metode analisis multikomponen yang
lebih praktis secara spektrofotometri UV dengan prinsip persamaan regresi
berganda melalui perhitungan operasi matriks dengan metode pengamatan pada
panjang gelombang berganda. Pada metode ini tidak diperlukan proses pemisahan
komponen zat aktif karena kadar parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan
secara bersama-sama.
pengetahuan
penulis,
penelitian
mengenai
analisis
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi dan presisi metode
penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen secara spektrofotometri UV
dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Parasetamol
Sinonim
lain
dari
parasetamol
adalah
asetaminofen;
p-
OH
O
N
H
Gambar 1. Rumus bangun Parasetamol (Anonim, 1995)
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C6H9NO2. Pemerian dari parasetamol adalah berupa serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol ini memiliki kelarutan dalam air
panas, dalam natrium hidroksida 1N, dan mudah larut dalam metanol, etanol.
Parasetamol dapat menyerap panjang gelombang pada 244 nm (Anonim, 1995).
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik
yang populer dan digunakan untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal dan
sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
salesma dan flu. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan
ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak
tergolong dalam obat jenis Non Steroid Anti Imuno Deficiency (NSAID). Dalam
dosis normal yaitu 4 gram perhari, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam
perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin
(Anonim, 2000).
B. Ibuprofen
Sinonim lain dari ibuprofen adalah 2-(p-Isobutilfenil)asam propionat,
C13H18O2, dengan berat molekul 206,28. Rumus bangun dari ibuprofen adalah
sebagai berikut:
HO
Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian dari ibuprofen ini
adalah berupa serbuk hablur, putih, hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Kelarutan dari ibuprofen ini yaitu praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut
dalam etil asetat. Serapan maksimal dari ibuprofen pada panjang gelombang 221
nm (Anonim, 1995).
Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok
antiperadangan non-steroid dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat
artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Obat
ini dijual dengan merk dagang advil, motrin, nuprin, dan brufen. Dosis normal
untuk ibuprofen adalah 1,2 gram sehari (Anonim, 2000).
C. Spektrofotometri
1. Tinjauan spektrofotometri secara umum
Teknik spektroskopik adalah suatu teknik analisis fisika kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Pada prinsipnya interaksi radiasi elektromagnetik dengan molekul akan
menghasilkan satu atau dua dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga
macam kejadian yang mungkin terjadi adalah hamburan (scattering), absorpsi
(absorption), dan emisi (emision) radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul
yang diamati (Mulja & Suharman, 1995).
Spektrofotometri UV adalah teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan
memakai instrumen spektrofotometer.
Apabila pada suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka
akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai
orbital elektron anti-bonding (Mulja & Suharman, 1995). Diagram tingkat
energi elektron pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi ditunjukkan pada
gambar:
Anti bonding
Anti bonding
Non bonding
Bonding
Bonding
M + hv M*
Ketika suatu radiasi foton melewati molekul, absorpsi dapat terjadi jika
energi foton tersebut sesuai dengan perbedaan energi diantara ground state dan
satu tingkat energi yang lebih tinggi dari molekul tersebut. Pada keadaan ini
energi dari foton ditransfer kepada molekul tersebut dan mengubahnya ke tingkat
energi yang lebih tinggi yang disebut excited state M*. Proses terakhir adalah
relaksasi. Setelah suatu periode singkat, molekul berrelaksasi ke tempat aslinya
atau ground state dengan mentransfer kelebihan energinya ke atom atau molekul
lain pada medium tersebut. Proses ini menyebabkan peningkatan temperatur
lingkungan sementara. Ini dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:
M* M + Energi
(Skoog, 1994)
dan yang tergabung dengan lebih dari satu atom, dan elektron luar tak terbagi
yang banyak terlokalisasi pada atom seperti oksigen, halogen, sulfur, dan nitrogen
(Skoog, 1994).
Aplikasi spektroskopi serapan untuk senyawa organik didasarkan pada
transisi n atau ke * karena energi yang dibutuhkan untuk proses ini membawa
puncak absorpsi ke daerah spektra 200-700 nm. Kedua transisi ini membutuhkan
gugus tidak jenuh yang memberikan orbital (Skoog, 1994).
Transisi -* ini menunjukkan pergeseran merah (geseran batokromik)
dengan adanya substitusi gugus-gugus yang memberi atau menarik elektron
(Sastrohamidjojo, 1991).
Senyawa organik pada umumnya mempunyai gugusan atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi UV disebut sebagai kromofor (Mulja & Suharman, 1995).
Pusat serapan sinar ultraviolet ada pada kromofor (Skoog, 1985). Kromofor
merupakan suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk
serapan elektronik. Sebagai contoh C-C, C-O, dan NO2 (Silverstein, Bassler,
Morrill, 1974).
Pada senyawa organik dikenal pula auksokrom, yakni gugus fungsional
yang mempunyai elektron bebas seperti OH, O-NH2, dan OCH3 yang
memberikan transisi (n*) (Mulja & Suharman, 1995). Apabila auksokrom
terikat pada suatu kromofor maka akan merubah baik panjang gelombang dan
intensitas dari serapan (Silverstein, Bassler, Morrill, 1974). Auksokrom akan
menggeser puncak serapan kearah panjang gelombang yang lebih panjang
10
11
Hukum
dimana:
T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi yang diteruskan
a = absorbansi molar
b = tebal kuvet
c = konsentrasi
12
Pemilihan pelarut
Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel
yang berupa larutan, gas atau uap. Menurut Mulja dan Suharman, untuk sampel
yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai,
antara lain:
a. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna
b. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
c. Kemurniaannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
Pada umumnya pelarut yang sering digunakan dalam analisis
spektrofotometri UV-Vis adalah air, etanol, sikloheksan, dan isopropanol. Namun
demikian perlu diperhatikan absorpsi pelarut yang dipakai pada daerah UV-Vis
(penggal UV = UV cut off) (Mulja dan Suharman, 1995).
Tabel I. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak (Day and
Underwood, 1996)
13
a
b
s
o
r
b
a
n
1
2
Panjang gelombang
pada
14
2. Kemungkinan II
Tumpang tindih satu-cara dari spektra: seperti ditunjukkan pada gambar
5, Y tidak mengganggu pengukuran X pada 1, tetapi X memang menyerap
cukup banyak bersama-sama Y pada 2. Pendekatan soal ini pada prinsipnya
sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorbans larutan pada 1.
Kemudian absorbans yang disumbangkan oleh larutan X pada 2 dihitung dari
absortifitas molar X pada 2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan ini
dikurangkan dari absorbans terukur larutan pada 2 sehingga akan diperoleh
absorban yang disebabkan oleh Y; konsentrasi Y kemudian dapat diukur dengan
cara yang umum (Day and Underwood, 1996). Spektra kemungkinan dua dapat
dilihat pada gambar 5.
X
a
b
s
o
r
b
a
n
1
2
Panjang gelombang
Gambar 5. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih satu cara: X dapat
diukur tanpa gangguan Y, namun X mengganggu pengukuran Y (Day and
Underwood, 1996)
3. Kemungkinan III
Tumpang tindih dua cara dari spektra: bila tidak dapat ditemukan
panjang gelombang di mana X atau Y menyerap secara eksklusif, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6:
15
a
b
s
o
r
b
a
n
1
2
Panjang gelombang
Gambar 6. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih dua cara: tidak ada
panjang gelombang dimana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan
oleh yang lain (Day and Underwood, 1996)
dan
AY(1) = aY(1) . b . cY
(1)
pada 2:
AX(2) = aX(2) . b . cX
dan
AY(2) = aY(2) . b . cY
(2)
16
dimana:
Ac(1) dan Ac(2) = absorbansi absorbansi campuran yang teramati dari
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
AX(1) dan AX(2) = absorbansi absorbansi komponen X dalam
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
AY(1) dan AY(2) = absorbansi absorbansi komponen X dalam
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
aX(1), aX(2), aY(1), aY(2)
= serapan molar dari komponen X dan Y pada
panjang gelombang 1 dan 2
cX dan cY
= konsentrasi komponen X dan Y dalam campuran
(Pescok, 1986)
Serapan serapan molar ditentukan pengukuran terhadap larutan murni
X dan Y pada kedua panjang gelombang tersebut. Jadi untuk dua konsentrasi X
dan Y yang tidak diketahui diperoleh dengan menyelesaikan dua persamaan (1)
dan (2) secara bersama dengan pengukuran Ac pada dua panjang gelombang yang
berbeda (Pescok, 1986).
Penggunaan
teknik
persamaan
simultan
memerlukan
beberapa
persyaratan agar diperoleh hasil yang memuaskan, antara lain harga selisih
panjang gelombang maksimum masing masing komponen harus relatif besar
(Zainuddin, 1999) atau harga rasio serapan jenis antar komponen pada panjang
gelombang maksimum cukup besar. Pada campuran multikomponen yang ada,
terutama pada sediaan farmasi syarat tersebut akan sulit terpenuhi. Untuk
mengatasi hal tersebut, telah diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan
prinsip persamaan regresi berganda (multiple regression) melalui perhitungan
matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang (multiple
wavelength) (Zainuddin,1999).
Jika suatu campuran bikomponen diamati serapannya pada multi
panjang gelombang 1, 2, 3, 4, ..j, maka akan diperoleh j persamaan yaitu:
17
Jika masing masing disusun dalam persamaan matriks [:] maka akan
didapat persamaan matriks sebagai berikut:
Ac aij x cim
Dari persamaan matriks tersebut maka dapat ditentukan harga c1 dan c2
secara bersamaan, dengan persamaan matriks:
c a x a 1 x a x Ac
1
18
1. Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Range nilai %
recovery analit yang dapat diterima adalah 90-110%. Range tersebut bersifat
fleksibel tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)
analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Tabel II. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004)
Rentang recovery
yang diperoleh
98-102 %
98-102 %
97-103 %
95-105 %
90-107 %
90-107 %
80-110 %
80-110 %
60-115 %
40-120 %
2. Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel sampel
yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya
dinyatakan dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan
memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel
19
tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium. Berikut ketentuan nilai KV yang dapat diterima (Harmita, 2004) :
Tabel III. Kriteria KV yang dapat diterima
Kadar Analit
1%
0,1 %
1 ppm
1 ppb
KV (%)
2,5
5
16
32
3. Keterulangan
Suatu metode analisis harus dapat diulang terhadap sampel yang sama
dengan prosedur yang sama dan hasil yang memenuhi persyaratan statistik secara
umum
4. Sensitivitas
LOD (Limit Of Detection) adalah suatu parameter untuk penentuan suatu
sampel dengan kadar yang terkecil akan tetapi masih memberikan tanggap
detector yang berbeda dengan pembanding atau tanpa sampel. Sedangkan LOQ
(Limit Of Quantitation) adalah kadar terkecil dari sampel yang dapat dianalisis
dengan hasil penentuan kuantitatif yang menunjukkan akurasi dan presisi yang
memadai
5. Selektivitas
Diharapkan detektor instrument hanya memberikan tanggapan terhadap
sinyal molekul yang spesifik atau tertentu
20
6. Kemantapan
Idealnya metode analisis akan memberikan hasil sama kalau sampelnya
sama walaupun pengerjaannya dengan merk instrument yang berbeda, waktu, dan
tempat yang berbeda pula.
F. Landasan Teori
Penetapan kadar parasetamol dan ibuprofen dapat dilakukan secara
spektrofotometri UV. Parasetamol mempunyai serapan maksimal pada panjang
gelombang 244 nm. Ibuprofen mempunyai serapan maksimal pada 221 nm.
Kedua zat ini larut dalam pelarut yang sama yaitu metanol sehingga dapat
ditetapkan kadarnya secara bersama-sama. Kedua senyawa tersebut mempunyai
selisih panjang gelombang yang tidak terlalu besar sehingga kurva serapan
masing-masing komponen saling tumpang tindih secara keseluruhan maka dapat
dilakukan analisis multikomponen secara spektrofotometri UV dengan aplikasi
panjang gelombang berganda yang berkembang dari teknik persamaan simultan.
Metode spektrofotometri UV dengan modifikasi metode panjang
gelombang berganda dapat digunakan untuk analisis campuran parasetamol dan
ibuprofen.
Untuk
mengetahui
ketelitian
dan
ketepatan
dari
metode
21
baik maka metode ini dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dalam tablet.
G. Hipotesis
Metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang
berganda untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen memiliki
akurasi dan presisi yang baik.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah panjang gelombang yang
digunakan (variable continuous)
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar campuran parasetamol
dan ibuprofen yang digunakan untuk analisis hasil validasi (variable
continuous)
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah pelarut yang
digunakan.
C. Definisi Operasional
1. Analisis multikomponen secara spektrofotometri UV adalah analisis
kuantitatif suatu komponen zat dalam campuran dengan menggunakan teknik
analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik
ultraviolet.
2. Campuran Parasetamol dan ibuprofen adalah campuran antara parasetamol
dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4.
23
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol
mutu working standar (No. COA 0920032), ibuprofen mutu working standar (No.
COA 50909135) dari PT. KONIMEX, pelarut yang digunakan adalah metanol pro
analisis.
E. Alat Penelitian
Alat-alat
yang
dipergunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
24
25
Perhitungan
kadar
parasetamol-ibuprofen
dalam
campuran.
26
G. Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui validitas metode yang
digunakan dalam penelitian. Parameter yang diukur:
1. Akurasi
Penilaian akurasi berdasarkan perolehan kembali (recovery). Nilai
recovery dihitung dari kadar yang terukur atau kadar hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya dikalikan 100%. Akurasi dikatakan baik jika recovery
berada dalam rentang 90-110%. Recovery dapat dirumuskan sebagai berikut:
Recovery =
Recovery =
Kadar hasil
X 100%
Kadar sebenarnya
2. Presisi
Penentuan presisi berdasarkan harga koefisien variasi (KV) atau
Coefficient of Variation (CV). Jika CV lebih kecil dari 2%, maka dinilai
mempunyai presisi yang baik. Koefisien variasi (CV) diperoleh dengan rumus:
CV = Standar deviasi kadar hasil
CV =
X 100%
Harga rerata kadar hasil
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam sampel
dengan menggunakan metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang
gelombang berganda belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga sebelum
dialikasikan maka metode ini harus divalidasi terlebih dahulu. Langkah-langkah
yang harus dilakukan, sebagai berikut:
A. Pembuatan larutan baku Parasetamol dan Ibuprofen
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dengan seri konsentrasi tertentu
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing bahan parasetamol dan ibuprofen
tersebut kedalam pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai untuk melarutkan kedua
bahan tersebut adalah metanol. Metanol digunakan sebagai pelarut karena
parasetamol dan ibuprofen sangat mudah larut di dalam metanol. Metanol yang
dipakai adalah metanol pro analisis. Selain itu juga, diketahui metanol memiliki
serapan pada panjang gelombang dibawah 210 nm, sehingga metanol akan
meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas
210 nm, akibatnya metanol tidak akan mengganggu spektrum serapan dari
parasetamol dan ibuprofen, karena metanol tidak memberikan serapan pada
panjang gelombang diatas 210 nm.
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dengan berbagai konsentrasi
diukur serapannya untuk menentukan serapan jenis parasetamol dan ibuprofen
pada tiap panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian. Larutan baku
yang diperoleh terlebih dahulu diukur serapannya pada panjang gelombang
28
29
Gambar 10. Spektrum ibuprofen konsentrasi rendah 0,6 mg% Abs 0,345
Gambar 11. Spektrum ibuprofen konsentrasi tengah 1,0 mg% Abs 0,469
Gambar 12. Spektrum ibuprofen konsentrasi tinggi 1,4 mg% Abs 0, 769
30
31
disebabkan karena perbedaan bentuk struktur dari kedua senyawa. Kedua senyawa
sama-sama memiliki ikatan kromofor yang sama panjang sehingga mereka dapat
memiliki serapan di daerah UV, tapi hal yang membedakan adalah adanya gugus
auksokrom pada struktur parasetamol sedangkan pada struktur ibuprofen hanya
memiliki ikatan kromofor dan tidak memiliki auksokrom. Auksokrom ini
membantu untuk meningkatkan intensitas serapan dari suatu senyawa sehingga
panjang gelombang yang akan diserap juga makin besar, seperti pada parasetamol.
Oleh karena itu, maka kurva parasetamol memiliki puncak serapan pada panjang
gelombang yang lebih besar. Struktur sistem kromofor dan auksokrom dari
parasetamol dan ibuprofen yaitu:
Keterangan =
: kromofor
------- : auksokrom
konsentrasi karena dalam penelitian ini ada 5 panjang gelombang sehingga akan
32
didapat 30 data yang merupakan jumlah minimal untuk mendapatkan data dengan
karakteristik populasi yang terdistribusi normal.
33
34
A = abc
Dimana
A = serapan
a = serapan jenis
b = tebal kuvet
c = konsentrasi
35
dan nilai tengah sama dengan nol. Untuk memperkecil derau atau noise maka
harga koefisien relasi yang dipilih adalah harga koefisien relasi yang mendekati
satu sehingga korelasi antara konsentrasi dan serapan benar-benar atau mendekati
linier.
Derau atau noise ini tidak disebabkan oleh materi yang dianalisis akan
tetapi disebabkan oleh gangguan instrumen seperti rangkaian elektronik, getaran
selama alat sedang bekerja, variansi temperatur dan sebagainya.
Setelah dilakukan pengukuran serapan masing-masing larutan pada
panjang gelombang penelitian dengan replikasi sebanyak 3 kali, ternyata harga
serapan jenis antar replikasi hampir sama. Ini menunjukkan bahwa serapan jenis
pada tiap panjang gelombang memang serapan jenis dari parasetamol dan
ibuprofen. Hasil pengamatan serapan dan harga serapan jenis parasetamol dan
ibuprofen adalah sebagai berikut:
Tabel IV. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi I
C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.097
0.103
0.197
0.236
0.377
0.425
(2)
A11
0.4940
A = -0.1313
B = 0.4940
r = 0.9863
A
0.105
0.121
0.213
0.264
0.408
0.458
(3)
a12
0.5276
A = -0.1342
B = 0.5276
r = 0.9893
A
0.114
0.137
0.229
0.292
0.441
0.494
a13
0.5657
A = -0.1398
B = 0.5657
r = 0.9905
(4)
A
a14
0.126
0.158
0.6269
0.254
0.330
0.491
0.549
A = -0.1522
B = 0.6269
r = 0.9913
(5)
A
0.150
0.194
0.302
0.397
0.581
0,650
a15
0.7373
A = -0.1740
B = 0.7373
r = 0.9920
36
C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.091
0.115
0.167
0.213
0.281
0.339
(2)
a11
0.3483
A = -0.0602
B = 0.3483
r = 0.9918
A
0.105
0.130
0.195
0.239
0.328
0.376
(3)
a12
0.3908
A = -0.0643
B = 0.3908
r = 0.9951
A
0.119
0.141
0.226
0.269
0.367
0.414
(4)
a13
0.4317
A = -0.0678
B = 0.4317
r = 0.9968
A
0.139
0.162
0.251
0.299
0.417
0.454
(5)
a14
0.4704
A = -0.0658
B = 0.4704
r = 0.9953
A
0.176
0.197
0.310
0.361
0.511
0,528
a15
0.5447
A = -0.0613
B = 0.5447
r = 0.9924
C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.025
0.073
0.106
0.167
0.182
0.186
(2)
a11
0.2311
A = -0.0501
B = 0.2311
r = 0.9588
A
0.033
0.088
0.125
0.194
0.215
0.217
(3)
a12
0.2656
A = -0.0539
B = 0.2656
r = 0.9604
A
0.047
0.108
0.158
0.216
0.242
0.252
(4)
a13
0.2884
A = -0.0458
B = 0.2884
r = 0.9701
A
0.064
0.131
0.190
0.257
0.278
0.296
(5)
a14
0.3235
A = -0.0399
B = 0.3235
r = 0.9682
A
0.088
0.171
0.247
0.320
0.350
0.376
a15
0.3979
A = -0.0397
B = 0.3979
r = 0.9721
C
(mg%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(1)
A
0.239
0.338
0.498
0.503
0.552
0.613
(2)
A21
0.4854
A = -0.0333
B = 0.4824
r = 0.9805
A
0.235
0.331
0.492
0.497
0.539
0.597
(3)
A22
0.4684
A = -0.0277
B = 0.4684
r = 0.9768
A
0.222
0.311
0.464
0.469
0.503
0.555
(4)
A23
0.4321
A = -0.0186
B = 0.4321
r = 0.9729
A
0.168
0.235
0.355
0.360
0.379
0.416
(5)
A24
0.3235
A = -0.0101
B = 0.3235
r = 0.9656
A
0.065
0.097
0.160
0.167
0.170
0,184
A25
0.1588
A = -0.0209
B = 0.1588
r = 0.9489
37
(1)
C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(2)
A21
0.142
0.219
0.263
0.293
0.326
0.340
0.2535
A = 0.0061
B = 0.2535
r = 0.9792
(3)
A22
0.140
0.215
0.258
0.288
0.316
0.339
0.2514
A = 0.0037
B = 0.2514
r = 0.9853
(4)
A23
0.132
0.200
0.237
0.270
0.296
0.318
0.2361
A24
0.093
0.139
0.163
0.201
0.211
0.229
A = 0.0022
B = 0.2361
r = 0.9868
(5)
0.1754
A = -0.0057
B = 0.1754
r = 0.9825
A25
0.022
0.037
0.054
0.063
0.065
0.069
0.0625
A = -0.0119
B = 0.0625
r = 0.9670
C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(1)
A
0.116
0.143
0.212
0.279
0.351
0.375
(2)
A21
0.3602
A = -0.1182
B = 0. 3602
r = 0.9743
A
0.115
0.149
0.218
0.276
0.345
0.367
(3)
A22
0.3533
A = -0.1161
B = 0. 3533
r = 0.9715
Keterangan:
a11 = serapan jenis parasetamol pada 223 nm
a12 = serapan jenis parasetamol pada 225 nm
a13 = serapan jenis parasetamol pada 227 nm
a14 = serapan jenis parasetamol pada 230 nm
a15 = serapan jenis parasetamol pada 235 nm
A
0.106
0.144
0.208
0.259
0.325
0.350
(4)
A23
0.3359
A = -0.1099
B = 0. 3359
r = 0.9793
A
0.070
0.098
0.117
0.142
0.230
0.245
(5)
A24
0.2340
A = -0.0876
B = 0. 2340
r = 0.9332
A
0.012
0.019
0.041
0.064
0.083
0.097
A25
0.1174
A = -0.0667
B = 0. 1174
r = 0.9735
Nilai serapan jenis yang dipakai adalah nilai serapan jenis dari
parasetamol dan ibuprofen pada replikasi II. Pemilihan nilai serapan jenis ini
dapat ditentukan berdasarkan harga r hitung. Nilai r hitung dibandingkan dengan
nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan df 4 yaitu 0,811. Berdasarkan
38
data tersebut terlihat bahwa nilai r hitung parasetamol dan ibuprofen pada
replikasi II lebih besar dari nilai r tabel. Ini berarti bahwa persamaan tersebut
mempunyai linearitas yang baik, karena nilai r hitung semakin mendekati 1. Dasar
lain dalam memilih nilai serapan jenis yang akan digunakan dapat dilihat dari nilai
a dari persamaan, nilai a ini melambangkan noise atau pengganggu. Dalam suatu
penelitian harga noise yang diterima adalah semakin mendekati 0, karena
menunjukkan bahwa hasil penelitian ini dapat dipercaya. Nilai a dari parasetamol
ataupun ibuprofen pada replikasi II memberikan hasil yang baik, yaitu nilai a nya
semakin mendekati 0, meskipun untuk nilai a dari parasetamol dan ibuprofen
replikasi 2 bukan nilai a yang terkecil. Hal pertama yang harus diperhatikan
adalah melihat nilai r nya. Nilai r diterima bila lebih besar dari nilai r tabel, dan
nilai r yang semakin mendekati 1.
Berdasarkan pada penilaian tersebut maka nilai serapan jenis yang
digunakan untuk parasetamol dan ibuprofen adalah nilai serapan jenis pada
replikasi kedua, didukung dengan nilai a dan r yang baik
Dari data harga serapan jenis parasetamol dan ibuprofen, nilai serapan
jenis prasetamol pada panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm, memiliki
nilai yang lebih besar daripada nilai serapan jenis ibuprofen pada ke-5 panjang
gelombang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi serapan parasetamol
dalam campuran lebih besar dari kontribusi serapan ibuprofen dalam campuran.
Hal ini dikarenakan konsentrasi parasetamol dalam campuran lebih besar dari
pada konsentrasi ibuprofen (7:4). Data serapan jenis yang diperoleh ini kemudian
39
40
parasetamol dan ibuprofen, tapi merupakan tumpang tindih dari spektrum masingmasing larutan. Pada spektrum campuran, parasetamol dan ibuprofen terdapat
dalam satu larutan sehingga spektrum yang diperoleh merupakan spektrum dari
campuran parasetamol dan ibuprofen, bukan gabungan dari 2 spektrum. Oleh
karena itu spektrum yang dihasilkan berbeda dengan spektrum overlapping.
Data serapan larutan sampel campuran parasetamol dan ibuprofen yang
didapat digunakan untuk mengukur kadar masing-masing campuran, dengan cara
memasukkan data yang tersedia pada rumus perhitungan matriks. Kemudian dari
perhitungan akan diperoleh kadar masing-masing komponen campuran. Sehingga
dapat dihitung nilai recovery dan %CV nya.
Tabel X. Data hasil perhitungan kadar, recovery, dan % CV
Nomor
sampel
1
2
3
4
5
Parasetamol
Kadar
Kadar
Recovery
terukur
teoritis
(%)
(mg%)
(mg%)
1.0249
1.05
97.610
1.0161
1.1235
90.441
1.0094
1.1025
91.556
1.0154
1.1235
90.378
1.0140
1.0185
99.558
Rerata recovery
93.9086
% CV
0.555
Ibuprofen
Kadar
Kadar
terukur
teoritis
(mg%)
(mg%)
0.6074
0.654
0.6085
0.6
0.6038
0.642
0.6067
0.63
0.6044
0.624
Rerata recovery
% CV
Recovery
(%)
92.875
101.417
94.049
96.302
96.859
96.3004
0.329
41
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penetapan
kadar
campuran
Parasetamol
dan
Ibuprofen
secara
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan metode
penetapan kadar capuran parasetamol dan ibuprofen dalam sediaan obat, misal
tablet.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penetapan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dengan metode yang lain.
43
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, The Merck Index, 11thED, 6688, 6987, Merck & Co, New Jersey
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV, 643, 489, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2000, IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia), 183, 355,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Dirjen POM, Jakarta
Day, R. A., Underwood, A. L., 1980, Quantitative Analysis, 3rd Ed, 355-391,
Prentice Hall Ltd, New Delhi
Day, R. A., Underwood, A. L., 1996, Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi V, 382415, Erlangga, Jakarta
Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 1-59, Airlangga University
Press, Surabaya
Mulja, M., Hanwar, D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, vol.III, No. 2
Nurkhayati, Tri, 2000, Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri UV
Campuran Oktil Metoksisinamat Dan Oksibenzon Dengan Aplikasi
Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Pescok, R., L., Shields, L. D., 1976, Modern Methodes of Chemical Analysis, 2nd
Ed., 115-239, John Willey & Sons, New York
Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, 1-43, Liberty, Yogyakarta
Silvesterstein, R. M., Bassler, G. C., Morril, T. C., 1974, Spectrometric
Identification of Organic Compound, 3rd Ed, 231-252, John Willey &
Sons, Toronto
Skoog, D. A., 1985, Principle of Instrumental Analysis, 3rd Ed, 113-213, Saunders
College Publishing, Philadelphia
Skoog, West, Holler, 1994, Analitical Chemistry (An Introduction), 6th Ed, 383432, Sounders College Publishing, Philadelphia
Zainuddin, M., 1994, Pengaruh Rasio Harga Serapan Jenis Terhadap Akurasi
Hasil Analisis Spektrofotometri Dengan Teknik Persamaan Simultan,
Bulletin ISFI, vol 23, No. I, 15-21
44
45
46
Sertifikat Ibuprofen
47
Keterangan
Bobot parasetamol
(gram)
Replikasi 1
0,01
Replikasi 2
0,0106
Replikasi 3
0,0095
Keterangan
Bobot ibuprofen
(gram)
Replikasi 1
0,0094
Replikasi 2
0,0098
Replikasi 3
0,0095
Tabel XIII. Data penimbangan Parasetamol dan Ibuprofen untuk larutan sampel
NO
Keterangan
Bobot
Bobot
Parasetamol (gram)
Ibuprofen (gram)
Replikasi I
0,0100
0,0109
Replikasi II
0,0107
0,0100
Replikasi III
0,0105
0,0107
Replikasi IV
0,0107
0,0105
Replikasi V
0,0097
0,0104
48
Dari masing-masing larutan, ambil 1,06 ml dari larutan parasetamol dan 0,6 ml
dari larutan ibuprofen
49
C1
C2
C1
C2
1.0249
0.6074
0.3488
0.3913
0.4322
0.4709
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.531
0.546
0.572
0.587
0.601
50
51
52
53
54
C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.097
0.103
0.197
0.236
0.377
0.425
(2)
A11
0.4940
A = -0.1313
B = 0.4940
r = 0.9863
A
0.105
0.121
0.213
0.264
0.408
0.458
(3)
a12
0.5276
A = -0.1342
B = 0.5276
r = 0.9893
A
0.114
0.137
0.229
0.292
0.441
0.494
a13
0.5657
A = -0.1398
B = 0.5657
r = 0.9905
(4)
A
a14
0.126
0.158
0.254 0.6269
0.330
0.491
0.549
A = -0.1522
B = 0.6269
r = 0.9913
(5)
A
0.150
0.194
0.302
0.397
0.581
0,650
a15
0.7373
A = -0.1740
B = 0.7373
r = 0.9920
C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.091
0.115
0.167
0.213
0.281
0.339
(2)
a11
0.3483
A = -0.0602
B = 0.3483
r = 0.9918
A
0.105
0.130
0.195
0.239
0.328
0.376
(3)
a12
0.3908
A = -0.0643
B = 0.3908
r = 0.9951
A
0.119
0.141
0.226
0.269
0.367
0.414
(4)
a13
0.4317
A = -0.0678
B = 0.4317
r = 0.9968
A
0.139
0.162
0.251
0.299
0.417
0.454
a14
0.4704
A = -0.0658
B = 0.4704
r = 0.9953
(5)
A
a15
0.176
0.197
0.310 0.5447
0.361
0.511
0.528
A = -0.0613
B = 0.5447
r = 0.9924
55
C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
(1)
A
0.025
0.073
0.106
0.167
0.182
0.186
(2)
a11
0.2311
A = -0.0501
B = 0.2311
r = 0.9588
A
0.033
0.088
0.125
0.194
0.215
0.217
(3)
a12
0.2656
A = -0.0539
B = 0.2656
r = 0.9604
A
0.047
0.108
0.158
0.216
0.242
0.252
(4)
a13
0.2884
A = -0.0458
B = 0.2884
r = 0.9701
A
0.064
0.131
0.190
0.257
0.278
0.296
(5)
A14
0.3235
A = -0.0399
B = 0.3235
r = 0.9682
A
0.088
0.171
0.247
0.320
0.350
0.376
a15
0.3979
A = -0.0397
B = 0.3979
r = 0.9721
C
(mg%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(1)
A
0,239
0.338
0.498
0.503
0.552
0.613
(2)
A21
0.4854
A = -0.0333
B = 0.4824
r = 0.9805
A
0.235
0.331
0.492
0.497
0.539
0.597
(3)
A22
0.4684
A = -0.0277
B = 0.4684
r = 0.9768
A
0.222
0.311
0.464
0.469
0.503
0.555
(4)
A23
0.4321
A = -0.0186
B = 0.4321
r = 0.9729
A
0.168
0.235
0.355
0.360
0.379
0.416
(5)
A24
0.3235
A = -0.0101
B = 0.3235
r = 0.9656
A
0.065
0.097
0.160
0.167
0.170
0,184
A25
0.1588
A = -0.0209
B = 0.1588
r = 0.9489
56
C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(1)
(2)
A21
0.142
0.219
0.263
0.293
0.326
0.340
0.2535
A = 0.0061
B = 0.2535
r = 0.9792
(3)
A22
0.140
0.215
0.258
0.288
0.316
0.339
0.2514
A = 0.0037
B = 0.2514
r = 0.9853
(4)
A23
0.132
0.200
0.237
0.270
0.296
0.318
0.2361
A24
0.093
0.139
0.163
0.201
0.211
0.229
A = 0.0022
B = 0.2361
r = 0.9868
(5)
0.1754
A = -0.0057
B = 0.1754
r = 0.9825
A25
0.022
0.037
0.054
0.063
0.065
0.069
0.0625
A = -0.0119
B = 0.0625
r = 0.9670
C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4
(1)
A
0.116
0.143
0.212
0.279
0.351
0.375
(2)
A21
0.3602
A = -0.1182
B = 0. 3602
r = 0.9743
A
0.115
0.149
0.218
0.276
0.345
0.367
(3)
A22
0.3533
A = -0.1161
B = 0. 3533
r = 0.9715
A
0.106
0.144
0.208
0.259
0.325
0.350
(4)
A23
0.3359
A = -0.1099
B = 0. 3359
r = 0.9793
A
0.070
0.098
0.117
0.142
0.230
0.245
(5)
A24
0.2340
A = -0.0876
B = 0. 2340
r = 0.9332
A
0.012
0.019
0.041
0.064
0.083
0.097
A25
0.1174
A = -0.0667
B = 0. 1174
r = 0.9735
57
58
X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.006 x FP 100X
X mg/ml = 0.6mg/ml
Replikasi III
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10.5mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.011025 x FP 100X
X mg/ml = 1.1025mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00642 x FP 100X
X mg/ml = 0.642mg/ml
Replikasi IV
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.011235 x FP 100X
X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.5mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.0063 x FP 100X
X mg/ml = 0.63mg/ml
59
Replikasi V
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 9.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.010185 x FP 100X
X mg/ml = 1.0185mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.4mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00624 x FP 100X
X mg/ml = 0.624mg/ml
B. Perhitungan kadar terukur parasetamol dan ibuprofen
Larutan sampel yang telah dibuat kemudian diukur serapannya pada
panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm. Data serapan larutan sampel
adalah sebagai berikut:
Tabel XX. Data serapan larutan sampel
NO
Serapan pada
Keterangan
223
225
227
230
235
Replikasi I
0.531
0.546
0.572
0.587
0.601
Replikasi II
0.524
0.536
0.577
0.589
0.592
Replikasi III
0.522
0.535
0.572
0.579
0.591
Replikasi IV
0.527
0.533
0.578
0.583
0.594
Replikasi V
0.526
0.538
0.568
0.585
0.593
60
C1
=
C2
C1
0.3487
0.3912
0.4321
0.4708
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.3486
0.3911
0.4320
0.4707
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.531
0.546
0.572
0.587
0.601
1.0249
0.6074
C2
Replikasi 2
-1
C1
C2
C1
0.524
0.536
0.577
0.589
0.592
1.0161
0.6085
C2
Replikasi 3
-1
C1
C2
C1
C2
1.0094
0.6038
0.3485
0.3910
0.4319
0.4706
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.522
0.535
0.572
0.579
0.591
61
Replikasi 4
-1
C1
=
C2
C1
C2
0.3484
0.3909
0.4318
0.4705
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.3483
0.3908
0.4317
0.4704
0.5447
0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625
0.527
0.533
0.578
0.583
0.594
1.0154
0.6067
Replikasi 5
-1
C1
C2
C1
C2
1.0140
= 0.6044
0.526
0.538
0.568
0.585
0.593
62
Replikasi II
parasetamol =
1.0249
1.05
X 100% = 97.610%
Ibuprofen
0.6074
0.654
X 100% = 92.875%
parasetamol =
1.0161
1.1235 X 100% = 90.441%
Ibuprofen
0.6085
0.6
X 100% = 101.417%
1.0094
Replikasi III parasetamol = 1.1025
X 100% = 91.556%
0.6038
0.642
X 100% = 94.049%
1.0154
Replikasi IV parasetamol = 1.1235
X 100% = 90.378%
0.6067
0.63
X 100% = 96.302%
parasetamol =
1.0140
1.0185
X 100% = 99.558%
Ibuprofen
0.6044
0.624
X 100% = 96.859%
Ibuprofen
Ibuprofen
Replikasi V
= 96.3004%
63
B. Perhitungan %CV
Tabel XXI. Kadar terukur parasetamol dan ibuprofen
No
Parasetamol
Ibuprofen
Kadar terukur
Kadar terukur
(mg%)
(mg%)
1.0249
SD = 0.00564
0.6074
SD =
1.0161
Rata-rata =
0.6085
0.001998
1.0094
1.01596
0.6038
Rata-rata =
1.0154
0.6067
0.60616
1.0140
0.6044
%CV parasetamol
0.00564
= 0.555%
1.01596 X 100%
%CV ibuprofen
0.00564
= 0.329%
1.01596 X 100%
64
Biografi Penulis
Yoki Christian Andrianto lahir di Purworejo pada
tanggal 9 April 1989. Anak kedua dari dua bersaudara
pasangan Bapak Christianto dan Ibu Drianawati.
Pendidikan taman kanak-kanak ditempuh di TK
Nasional kemudian pendidikan sekolah dasar ditempuh
di SD Nasional lulus tahun 2000. Pendidikan tingkat
pertama ditempuh di SMP Negeri 3 Purworejo lulus tahun 2003. Pendidikan
tingkat kedua ditempuh di SMA Negeri 1 Purworejo lulus tahun 2006. Selepas
lulus SMA, pada tahun 2006 penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama
kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar (2009), menjadi
seksi keamanan dalam acara TITRASI.