Anda di halaman 1dari 83

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN

PARASETAMOL DAN IBUPROFEN SECARA SPEKTROFOTOMETRI


UV DENGAN APLIKASI METODE PANJANG GELOMBANG
BERGANDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN


PARASETAMOL DAN IBUPROFEN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
UV DENGAN APLIKASI METODE PANJANG GELOMBANG
BERGANDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

ii

iii

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk mereka yang selalu ada di hatiku dan berarti di hidupku.
Satu-satunya Sahabat, Guru, dan Bapaku yang hanya karena
kemurahan-Nya saja aku bisa menjalani dan melewati semua ini.
Kepada Papa dan Mamaku tercinta, yang selalu sabar menghadapi
polah tingkahku, terima kasih atas cinta kasihnya dan pelajaran
berharga dalam hidupku, serta atas doa restunya sehingga aku bisa
menjadi lebih baik.
Cicikku, cik nana yang selalu menjadi teman, kakak sekaligus kadang
menjadi sainganku, yang tak pernah lelah mendukung aku dalam
segala hal.
Untuk mbak yuli yang sejak kecil selalu menjaga dan merawat, dan
tidak pernah berhenti mendukungku.
Untuk peri kecilku Winda yang selalu ada dan mendukungku setiap
saat.
Serta sahabat-sahabatku ngapak team, yang selalu ada buat
mendukungku.
Almamaterku
Kupersembahkan karya kecil ini

vi

vii

INTISARI
Banyak obat yang menggunakan macam-macam zat aktif, nalge obat
nalgesic. Sehingga muncul kesulitan untuk menganalisis kadar masing-masing
komponen. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk menganalisis masingmasing komponen tersebut, misalnya untuk menganalisis kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dalam tablet.
Metode yang dipakai adalah metode spektrofotometri UV dengan
aplikasi panjang gelombang berganda untuk analisis campuran, sehingga tidak
perlu memisahkan masing-masing komponen. Namun, sebelum digunakan untuk
aplikasi maka sebelumnya metode ini harus diketahui validasi metodenya,
kemudian dilihat akurasi dan presisinya.
Hasil penelitian metode ini menunjukkan bahwa nilai range recovery
yang diperoleh untuk parasetamol dan ibuprofen adalah 90,3%-99,6% dan 92,8%101,5%. Dan nilai %CV yang diperoleh untuk parasetamol dan ibuprofen adalah
0,555% dan 0,329%. Nilai standard recovery dan %CV yang dipakai adalah 90107% dan <2%. Nilai recovery dan nilai %CV dari parasetamol dan ibuprofen
masuk dalam range standard, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini
memiliki akurasi yang baik dan presisi yang baik.
Kata kunci: spektofotometri UV, parasetamol, ibuprofen, analisis campuran,
panjang gelombang berganda

viii

ABSTRACT
Many drugs that use various active substances, eg analgesics. Hence the difficulty to
analyze the levels of each component. Therefore we need a method to analyze each of these
components, for example, to analyze the levels of a mixture of paracetamol and ibuprofen in
tablets.
The method used is the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications for the analysis of the mixture, so no need to separate each component. However,
before being used for the previous application of this method to know the validity of the method,
by looking at the accuracy (recovery value) and precision (% CV).
The results of the study range recovery values obtained for paracetamol and ibuprofen
were 90.3% -99.6% and 92.8% -101.5%. Value% CV obtained for paracetamol and ibuprofen was
0.555% and 0.329%. This shows the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications have accuracy and good precision

.
Keywords: spektofotometri UV, paracetamol, ibuprofen, a mixture of analysis,
multiple wavelength

ix

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
berkatnya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Validasi Metode
Penetapan

Kadar

Campuran

Parasetamol

dan

Ibuprofen

secara

Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Panjang Gelombang Berganda.


Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma. Segala usaha dan upaya
dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran
dari mulai penyusunan proposal sampai skripsi ini selesai.
3. Ibu Dra. M M Yetty Tjandrawati, M. Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis sehingga skripsi penulis menjadi
lebih baik.
4. Bapak Jeffry Julianus, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang diberikan kepada penulis.
5. Ibu Yunita Linawati sebagai dosen pembimbing akademik.
6. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari sebagai dosen pembimbing akademik.

7. Dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah


membagikan ilmunya dan dengan sabar mengajar kami.
8. Seluruh crew sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
9. P.T. Konimex yang telah memberikan bantuan bahan baku ibuprofen.
10. Keluarga besarku yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan yang
sangat berharga ini.
11. Aang sebagai teman satu tim dalam pengerjaan penelitian skripsi ini, terima
kasih atas kerjasama dan kebersamaan kita.
12. Buat mas bimo, sebagai laboran Lab kimia instrumental, teman futsal, dan
seorang sahabat terima kasih atas bantuan dan waktu yang telah disediakan
selama mengerjakan penelitian ini, mas Parlan, dan mas Kunto, terima kasih
atas segala bantuannya.
13. Pungki, michele, angel, boim dan toni, teman seperjuangan dalam pengerjaan
penelitian ini.
14. Buat teman-teman kos Wisma Manunggal yang selalu setia mendukung dan
menemani penulis dalam suka dan duka.
15. Buat temen-temen kelas C dan FST A, terima kasih atas persahabatan yang
indah yang telah kita jalani, semoga persahabatan ini kekal selamanya.
16. Buat Anton, Yakob, Jimbonk, Pungky, dan temen Ngapak team kalian adalah
bagian terbaik dalam hidupku.
17. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis.

xi

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..................................................... vii


INTISARI................................................................................................... viii
ABSTRACT................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR................................................................................ x
DAFTAR ISI..............................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL......................................................................................

xvi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

xix

BAB I PENGANTAR................................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................

1. Permasalahan..............................................................................

2. Keaslian Penelitian.....................................................................

3. Manfaat Penelitian.....................................................................

B. Tujuan.................................................................................................

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA........................................................

A. Parasetamol.........................................................................................

xiii

B. Ibuprofen............................................................................................

C. Spektrofotometri.................................................................................

1. Tinjauan spektrofotometri secara umum...................................

2. Dasar analisis kuantitatif spektrofotometri UV.........................

10

3. Pemilihan pelarut.......................................................................

12

D. Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri UV.....................

13

E. Validitas metode Analisis Instrumental.............................................

17

F. Landasan Teori..................................................................................

20

G. Hipotesis............................................................................................

21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................

22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian.........................................................

22

B. Variabel Penelitian............................................................................

22

C. Definisi Operasional.........................................................................

22

D. Bahan Penelitian..............................................................................

23

E. Alat Penelitian..................................................................................

23

F. Tata Cara Penelitian.........................................................................

23

1. Pembuatan larutan baku parasetamol dan ibuprofen..............

23

2. Penentuan panjang gelombang penelitian................................

24

3. Penentuan harga serapan jenis..................................................

24

4. Penetapan kadar parasetamol dan


ibuprofen dalam sampel............................................................

25

G. Analisis Hasil.....................................................................................

26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................

27

xiv

A. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol dan Ibuprofen.......................

27

B. Penentuan Panjang Gelombang Penelitian..........................................

32

C. Penentuan Serapan Jenis.....................................................................

33

D. Penetapan Kadar Parasetamol dan


Ibuprofen Dalam Sampel....................................................................

39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................

42

A. Kesimpulan.........................................................................................

42

B. Saran...................................................................................................

42

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

43

LAMPIRAN..............................................................................................

44

BIOGRAFI PENULIS..............................................................................

63

xv

DAFTAR TABEL
I.

Pemilihan pelarut dalam spektrofotometri UV...................................... 12

II.

Kriteria rentang recovery yang diterima................................................ 18

III.

Kriteria KV yang dapat diterima........................................................... 19

IV.

Data perhitungan serapan jenis parasetamol replikasi I........................ 35

V.

Data perhitungan serapan jenis parasetamol replikasi II...................... 36

VI.

Data perhitungan serapan jenis parasetamol replikasi III..................... 36

VII.

Data perhitungan serapan jenis ibuprofen replikasi I........................... 36

VIII.

Data perhitungan serapan jenis ibuprofen replikasi II.......................... 37

IX.

Data perhitungan serapan jenis ibuprofen replikasi III......................... 37

X.

Data hasil perhitungan kadar, recovery, dan %CV... 40

XI.

Data penimbangan parasetamol untuk larutan baku............................. 46

XII.

Data penimbangan ibuprofen untuk larutan baku................................. 46

XIII.

Data penimbangan parasetamol dan


ibuprofen untuk larutan sampel............................................................. 46

XIV.

Data perhitugan serapan jenis parasetamol replikasi pertama............... 53

XV.

Data perhitugan serapan jenis parasetamol replikasi kedua.................. 53

XVI.

Data perhitugan serapan jenis parasetamol replikasi ketiga.................. 54

XVII.

Data perhitugan serapan jenis ibuprofen replikasi pertama................... 54

XVIII.

Data perhitugan serapan jenis ibuprofen replikasi kedua....................... 55

XIX.

Data perhitugan serapan jenis ibuprofen replikasi ketiga....................... 55

XX.

Data serapan larutan sampel................................................................... 58

XXI.

Kadar terukur parasetamol dan ibuprofen.............................................. 62

xvi

DAFTAR GAMBAR
I.

Rumus bangun parasetamol.................................................................. 5

II.

Rumus bangun ibuprofen...................................................................... 6

III.

Diagram tingkat energi elektronik........................................................ 8

IV.

Spektra serapan senyawa X dan Y, tak ada tumpang


tindih pada dua panjang gelombang.................................................... 13

V.
VI.

Spektra serapan senyawa X dan Y, tumpang tindih satu cara.............. 14


Spektra tumpang tindih dari dua komponen
dan spektra serapan campuran dua komponen...................................... 15

VII.

Spektra serapan parasetamol konsentrasi rendah.................................. 28

VIII.

Spektra serapan parasetamol konsentrasi tengah................................... 29

IX.

Spektra serapan parasetamol konsentrasi tinggi..................................... 29

X.

Spektra serapan ibuprofen konsentrasi rendah....................................... 29

XI.

Spektra serapan ibuprofen konsentrasi tengah...................................... 29

XII.

Spektra serapan ibuprofen konsentrasi tinggi....................................... 29

XIII.

Struktur kromofor dan auksokrom Parasetamol................................... 31

XIV.

Struktur kromofor Ibuprofen................................................................

32

XV.

Spektra tumpang tindih parasetamol dan ibuprofen............................. 31

XVI.

Spektra sampel campuran parasetamol dan ibuprofen.......................... 39

XVII.

Spektra parasetamol konsentrasi rendah................................................ 50

XVIII.

Spektra parasetamol konsentrasi tengah................................................ 50

XIX.

Spektra parasetamol konsentrasi tinggi................................................. 50

XX.

Spektra ibuprofen konsentrasi rendah................................................... 51

xvii

XXI.

Spektra ibuprofen konsentrasi tengah..................................................

51

XXII.

Spektra ibuprofen konsentrasi tinggi...................................................

51

XXIII.

Spektra tumpang tindih parasetamol-ibuprofen


perbandingan konsentrasi 7:4............................................................... 52

XXIV.

Spektra campuran Parasetamol dan Ibuprofen.. 52

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

: Sertifikat bahan parasetamol dan ibuprofen..................... 44

Lampiran 2

: Data penimbangan...........................................................

Lampiran 3

: Skema kerja dan contoh perhitungan kadar

46

parasetamol-ibuprofen..................................................... 47
Lampiran 4

: Spektra parasetamol-ibuprofen konsentrasi


rendah, sedang, tinggi...................................................... 50

Lampiran 5

: Spektra tumpang tindih dan campuran


parasetamol-ibuprofen....................................................... 52

Lampiran 6

: Perhitungan serapan jenis parasetamol-ibuprofen...........

53

Lampiran 7

: Data perhitungan kadar parasetamol-ibuprofen...............

56

Lampiran 8

: Perhitungan Recovery dan %CV


Parasetamol dan Ibuprofen................................................. 61

xix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini banyak dijumpai suatu sediaan obat, misal sediaan tablet yang
mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Kebanyakan tablet mengandung satu
macam zat aktif saja dan bahan eksipien. Adanya lebih dari satu macam zat aktif
ini biasanya ditujukan untuk mendapatkan efek yang lebih baik, dimana kegunaan
zat aktif yang satu mendukung kegunaan zat aktif yang lainnya. Kriteria sediaan
obat yang baik adalah apabila obat tersebut mengandung bahan-bahan yang sesuai
dengan komposisi. Sehingga diharapkan dengan komposisi yang tepat efek obat
yang diperoleh juga maksimal. Contoh sediaan tablet yang mengandung lebih dari
satu macam zat aktif adalah tablet analgesik yang mengandung campuran
ibuprofen dan parasetamol. Parasetamol dan ibuprofen dipilih atas dasar kedua
macam zat tersebut banyak dijumpai dalam sediaan obat yang dijual secara bebas,
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penetapan kadarnya untuk menjamin
kualitas sediaan obat. Namun, dengan adanya lebih dari satu macam zat aktif
dalam satu sediaan obat, menimbulkan kesulitan dalam penetapan kadarnya.
Menurut Farmakope edisi IV, penetapan kadar parasetamol dan
ibuprofen ini dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV. Metode
spektrofotometri UV digunakan untuk menganalisis senyawa tunggal. Dengan
adanya modifikasi metode spektrofotometri UV, maka metode ini dapat
digunakan untuk analisis multikomponen. Metode analisis yang dibutuhkan di

bagian kontrol kualitas industri obat dalam rangka pengawasan mutu obat adalah
metode analisis yang cepat dan memenuhi persyaratan kesahihan suatu metode.
Dengan modifikasi tersebut maka penetapan kadar campuran parasetamol dan
ibuprofen dapat ditetapkan secara simultan atau secara bersama-sama dan dengan
waktu yang singkat. Oleh karena itu, pengembangan metode analisis parasetamol
dan ibuprofen perlu dilakukan.
Dalam pengembangan metode analisis ini perlu mempertimbangkan sifat
fisika kimia parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dan ibuprofen mempunyai
kelarutan yang hampir sama, salah satunya adalah mudah larut dalam metanol.
Selain itu, parasetamol dan ibuprofen dapat menyerap radiasi elektromagnetik UV
dengan serapan maksimal pada panjang gelombang yang berdekatan yaitu 244 nm
untuk serapan parasetamol dan 221 nm untuk serapan ibuprofen. Dari data
panjang gelombang maksimum kedua senyawa yang memiliki selisih yang kecil
menunjukkan bahwa kurva serapan parasetamol dan ibuprofen mengalami
tumpang tindih secara keseluruhan. Berdasarkan sifat tersebut, metode penetapan
kadar yang dapat dikembangkan adalah metode analisis multikomponen yang
lebih praktis secara spektrofotometri UV dengan prinsip persamaan regresi
berganda melalui perhitungan operasi matriks dengan metode pengamatan pada
panjang gelombang berganda. Pada metode ini tidak diperlukan proses pemisahan
komponen zat aktif karena kadar parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan
secara bersama-sama.

Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan metode


spektrofotometri UV ini belum pernah dilakukan, sehingga sebelum diaplikasikan
metode ini harus divalidasi terlebih dahulu.
Validasi metode dapat diartikan sebagai suatu prosedur yang digunakan
untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut memberikan hasil seperti
yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai. Parameter
yang digunakan untuk validasi metode ini adalah akurasi dan presisi. Parameter
yang dipakai adalah akurasi dan presisi karena dengan penilaian dari kedua
parameter ini sudah cukup mewakili untuk menilai validitas metode
spektrofotometri UV ini.
1. Permasalahan
Apakah campuran parasetamol dan ibuprofen yang ditetapkan kadarnya
secara spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda
mempunyai akurasi dan presisi yang baik?
2. Kesahihan Penelitian
Sejauh

pengetahuan

penulis,

penelitian

mengenai

analisis

multikomponen secara spektrofotometri UV terhadap campuran parasetamol dan


ibuprofen dengan aplikasi panjang gelombang berganda belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan wawasan terhadap perkembangan analisis multikomponen secara
spektrofotometri UV dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda,
khususnya untuk campuran parasetamol dan ibuprofen.

b. Manfaat praktis. Penelitian dapat digunakan sebagai metode alternatif


untuk analisis multikomponen campuran parasetamol dan ibuprofen secara
spektrofotometri UV dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi dan presisi metode
penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen secara spektrofotometri UV
dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda.

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA

A. Parasetamol
Sinonim

lain

dari

parasetamol

adalah

asetaminofen;

p-

Hidroksiasetanilida; p-asetamidofenol; N-asetil-p-aminofenol; C6H9NO2, dengan


berat molekul 151,16 (Anonim, 1995). Rumus bangun dari parasetamol adalah
sebagai berikut

OH
O

N
H
Gambar 1. Rumus bangun Parasetamol (Anonim, 1995)

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C6H9NO2. Pemerian dari parasetamol adalah berupa serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol ini memiliki kelarutan dalam air
panas, dalam natrium hidroksida 1N, dan mudah larut dalam metanol, etanol.
Parasetamol dapat menyerap panjang gelombang pada 244 nm (Anonim, 1995).
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik
yang populer dan digunakan untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal dan
sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
salesma dan flu. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan
ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak

tergolong dalam obat jenis Non Steroid Anti Imuno Deficiency (NSAID). Dalam
dosis normal yaitu 4 gram perhari, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam
perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin
(Anonim, 2000).

B. Ibuprofen
Sinonim lain dari ibuprofen adalah 2-(p-Isobutilfenil)asam propionat,
C13H18O2, dengan berat molekul 206,28. Rumus bangun dari ibuprofen adalah
sebagai berikut:

HO

Gambar 2. Rumus bangun Ibuprofen (Anonim, 1995)

Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian dari ibuprofen ini
adalah berupa serbuk hablur, putih, hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Kelarutan dari ibuprofen ini yaitu praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut
dalam etil asetat. Serapan maksimal dari ibuprofen pada panjang gelombang 221
nm (Anonim, 1995).
Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok
antiperadangan non-steroid dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat

artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Obat
ini dijual dengan merk dagang advil, motrin, nuprin, dan brufen. Dosis normal
untuk ibuprofen adalah 1,2 gram sehari (Anonim, 2000).

C. Spektrofotometri
1. Tinjauan spektrofotometri secara umum
Teknik spektroskopik adalah suatu teknik analisis fisika kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Pada prinsipnya interaksi radiasi elektromagnetik dengan molekul akan
menghasilkan satu atau dua dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga
macam kejadian yang mungkin terjadi adalah hamburan (scattering), absorpsi
(absorption), dan emisi (emision) radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul
yang diamati (Mulja & Suharman, 1995).
Spektrofotometri UV adalah teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan
memakai instrumen spektrofotometer.
Apabila pada suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka
akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai
orbital elektron anti-bonding (Mulja & Suharman, 1995). Diagram tingkat
energi elektron pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi ditunjukkan pada
gambar:

Anti bonding

Anti bonding

Non bonding

Bonding

Bonding

Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)

Absorpsi sinar ultraviolet oleh suatu atom atau molekul M dapat


dianggap melalui dua proses. Proses pertama adalah eksitasi yang ditunjukkan
oleh pesamaan:

M + hv M*

Ketika suatu radiasi foton melewati molekul, absorpsi dapat terjadi jika
energi foton tersebut sesuai dengan perbedaan energi diantara ground state dan
satu tingkat energi yang lebih tinggi dari molekul tersebut. Pada keadaan ini
energi dari foton ditransfer kepada molekul tersebut dan mengubahnya ke tingkat
energi yang lebih tinggi yang disebut excited state M*. Proses terakhir adalah
relaksasi. Setelah suatu periode singkat, molekul berrelaksasi ke tempat aslinya
atau ground state dengan mentransfer kelebihan energinya ke atom atau molekul
lain pada medium tersebut. Proses ini menyebabkan peningkatan temperatur
lingkungan sementara. Ini dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:
M* M + Energi

(Skoog, 1994)

Absorpsi sinar UV dalam suatu molekul disebabkan karena adanya


elektron yang bertanggung jawab terhadap absorpsi sinar tersebut. Dua tipe
elektron yang bertanggung jawab terhadap absorpsi radiasi UV dalam molekul
yaitu elektron terbagi yang berpartisipasi langsung dalam pembentukkan ikatan

dan yang tergabung dengan lebih dari satu atom, dan elektron luar tak terbagi
yang banyak terlokalisasi pada atom seperti oksigen, halogen, sulfur, dan nitrogen
(Skoog, 1994).
Aplikasi spektroskopi serapan untuk senyawa organik didasarkan pada
transisi n atau ke * karena energi yang dibutuhkan untuk proses ini membawa
puncak absorpsi ke daerah spektra 200-700 nm. Kedua transisi ini membutuhkan
gugus tidak jenuh yang memberikan orbital (Skoog, 1994).
Transisi -* ini menunjukkan pergeseran merah (geseran batokromik)
dengan adanya substitusi gugus-gugus yang memberi atau menarik elektron
(Sastrohamidjojo, 1991).
Senyawa organik pada umumnya mempunyai gugusan atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi UV disebut sebagai kromofor (Mulja & Suharman, 1995).
Pusat serapan sinar ultraviolet ada pada kromofor (Skoog, 1985). Kromofor
merupakan suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk
serapan elektronik. Sebagai contoh C-C, C-O, dan NO2 (Silverstein, Bassler,
Morrill, 1974).
Pada senyawa organik dikenal pula auksokrom, yakni gugus fungsional
yang mempunyai elektron bebas seperti OH, O-NH2, dan OCH3 yang
memberikan transisi (n*) (Mulja & Suharman, 1995). Apabila auksokrom
terikat pada suatu kromofor maka akan merubah baik panjang gelombang dan
intensitas dari serapan (Silverstein, Bassler, Morrill, 1974). Auksokrom akan
menggeser puncak serapan kearah panjang gelombang yang lebih panjang

10

(geseran merah/ red shift/ geseran batokromik) dengan disertai peningkatan


intensitas (efek hiperkromik) (Skoog, 1985).
Geseran batokromik adalah geseran dari serapan ke panjang gelombang
yang lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah/red shift).
Geseran hipsokromik adalah geseran dari serapan ke panjang gelombang yang
lebih pendek karena gugus ganti atau pengaruh pelarut (geseran biru/blue shift).
Efek hiperkromik adalah suatu kenaikan di dalam intensitas serapan
akibat adanya gugus ganti atau pengaruh pelarut. Sedangkan efek hipokromik
adalah suatu penurunan di dalam intensitas serapan karena pengaruh pelarut.
2. Dasar analisis kuantitatif spektrofotometri UV
Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatif. Kemampuan suatu senyawa dalam mengabsorpsi sinar UV digunakan
sebagai dasar pengukuran kualitatif dan kuantitatif (Skoog, 1994). Setiap molekul
analit mampu mengabsorpsi radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang
karakteristik (Silverstein, Bassler, Morrill, 1974).
Dalam studi kuantitatif, berkas radiasi yang ditransmisikan diukur.
Radiasi yang diserap oleh sampel ditetapkan dengan membandingkan intensitas
sinar yang ditransmisikan ketika tidak ada senyawa yang mengabsorpsi.
Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu larutan
dengan intensitas radiasi semula (Io) maka sebagian radiasi tersebut akan
diteruskan (It), dipantulkan (Ir), dan diabsorpsi (Ia), sehingga:
Io = Ir + Ia + It

11

Hukum

Lambert. Hukum ini menyatakan

bahwa bila cahaya

monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas


oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini
setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang
secara eksponensial dengan bertambahnya medium yang menyerap.
Hukum Beer. Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna
dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya. Beer menemukan
hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang dikemukakan
oleh Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas
cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi zat penyerap secara linier.
Menurut Mulja dan Suharman (1995), dari kedua hukum tersebut dapat
diperoleh suatu persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara
transmitan atau absorban terhadap konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan
yang mengabsorbsi sebagai:
It
10 a.b.c
Io
1
A log
a.b.c
T

dimana:
T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi yang diteruskan
a = absorbansi molar
b = tebal kuvet
c = konsentrasi

12

Jika c dinyatakan mol dm-3 dan b dalam sentimeter, maka a diberi


lambang dan disebut koefisien absorbsi molar (Silverstein et al., 1991; Basset et
al., 1994).
3.

Pemilihan pelarut
Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan, gas atau uap. Menurut Mulja dan Suharman, untuk sampel
yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai,
antara lain:
a. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna
b. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
c. Kemurniaannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
Pada umumnya pelarut yang sering digunakan dalam analisis
spektrofotometri UV-Vis adalah air, etanol, sikloheksan, dan isopropanol. Namun
demikian perlu diperhatikan absorpsi pelarut yang dipakai pada daerah UV-Vis
(penggal UV = UV cut off) (Mulja dan Suharman, 1995).
Tabel I. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak (Day and
Underwood, 1996)

Jenis pelarut UV cut off (nm)


Jenis pelarut
UV cut off (nm)
Air
190
Kloroform
250
Metanol
210
Karbon tetraklorida
265
Sikloheksana
210
Benzena
280
Heksana
210
Toluena
285
Dietil eter
220
Piridina
305
p-Dioksan
220
Aseton
330
Etanol
220
Karbon disulfida
380

13

D. Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri UV


Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik
pengembangan analisis kuantitatif

komponen tunggal. Prinsip pelaksanaanya

adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap komponen yang


memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat
dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah
satu komponen dalam campurannya dengan komponen yang lainnya (Mulja dan
Suharman, 1995).
1. Kemungkinan I
Spektra tidak tumpang tindih, atau sekurangnya dimungkinkan untuk
menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak, serta
panjang gelombang serupa untuk mengukur Y. Situasi kemungkinan I dapat
dilihat pada gambar 4. Konstituen X dan Y semata-mata diukur masing-masing
pada panjang gelombang 1 dan 2 (Day and Underwood, 1996).

a
b
s
o
r
b
a
n
1

2
Panjang gelombang

Gambar 4. Spektra absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih


dua panjang gelombang yang digunakan) (Day and Underwood, 1996)

pada

14

2. Kemungkinan II
Tumpang tindih satu-cara dari spektra: seperti ditunjukkan pada gambar
5, Y tidak mengganggu pengukuran X pada 1, tetapi X memang menyerap
cukup banyak bersama-sama Y pada 2. Pendekatan soal ini pada prinsipnya
sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorbans larutan pada 1.
Kemudian absorbans yang disumbangkan oleh larutan X pada 2 dihitung dari
absortifitas molar X pada 2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan ini
dikurangkan dari absorbans terukur larutan pada 2 sehingga akan diperoleh
absorban yang disebabkan oleh Y; konsentrasi Y kemudian dapat diukur dengan
cara yang umum (Day and Underwood, 1996). Spektra kemungkinan dua dapat
dilihat pada gambar 5.
X

a
b
s
o
r
b
a
n
1
2
Panjang gelombang
Gambar 5. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih satu cara: X dapat
diukur tanpa gangguan Y, namun X mengganggu pengukuran Y (Day and
Underwood, 1996)

3. Kemungkinan III
Tumpang tindih dua cara dari spektra: bila tidak dapat ditemukan
panjang gelombang di mana X atau Y menyerap secara eksklusif, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6:

15

a
b
s
o
r
b
a
n
1
2
Panjang gelombang
Gambar 6. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih dua cara: tidak ada
panjang gelombang dimana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan
oleh yang lain (Day and Underwood, 1996)

Spektra saling tumpang tindih dari dua komponen X dan Y, pada


absorbansi maksimum dari komponen X pada 1, komponen Y juga mempunyai
absorbansi tersendiri. Demikian juga pada absorbansi maksimum senyawa Y pada
2, komponen X juga mempunyai absorbansi tersendiri. Spektrum serapan dari
campuran X dan Y merupakan jumlah dari dua kurva individu. Sehingga dapat
ditulis persamaan persamaan absorbansi total pada setiap panjang gelombang
sebagai berikut:
Pada 1:
AX(1) = aX(1) . b . cX

dan

AY(1) = aY(1) . b . cY

Absorbansi campuran pada 1:


Ac(1) = AX(1) +AY(1)
= aX(1) . b. cX + aY(1) . b . cY

(1)

pada 2:
AX(2) = aX(2) . b . cX

dan

AY(2) = aY(2) . b . cY

Absorbansi campuran pada 2:


Ac(2) = AX(2) +AY(2)
= aX(2) . b . cX + aY(2) . b . cY

(2)

16

dimana:
Ac(1) dan Ac(2) = absorbansi absorbansi campuran yang teramati dari
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
AX(1) dan AX(2) = absorbansi absorbansi komponen X dalam
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
AY(1) dan AY(2) = absorbansi absorbansi komponen X dalam
campuran pada panjang gelombang 1 dan 2
aX(1), aX(2), aY(1), aY(2)
= serapan molar dari komponen X dan Y pada
panjang gelombang 1 dan 2
cX dan cY
= konsentrasi komponen X dan Y dalam campuran

(Pescok, 1986)
Serapan serapan molar ditentukan pengukuran terhadap larutan murni
X dan Y pada kedua panjang gelombang tersebut. Jadi untuk dua konsentrasi X
dan Y yang tidak diketahui diperoleh dengan menyelesaikan dua persamaan (1)
dan (2) secara bersama dengan pengukuran Ac pada dua panjang gelombang yang
berbeda (Pescok, 1986).
Penggunaan

teknik

persamaan

simultan

memerlukan

beberapa

persyaratan agar diperoleh hasil yang memuaskan, antara lain harga selisih
panjang gelombang maksimum masing masing komponen harus relatif besar
(Zainuddin, 1999) atau harga rasio serapan jenis antar komponen pada panjang
gelombang maksimum cukup besar. Pada campuran multikomponen yang ada,
terutama pada sediaan farmasi syarat tersebut akan sulit terpenuhi. Untuk
mengatasi hal tersebut, telah diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan
prinsip persamaan regresi berganda (multiple regression) melalui perhitungan
matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang (multiple
wavelength) (Zainuddin,1999).
Jika suatu campuran bikomponen diamati serapannya pada multi
panjang gelombang 1, 2, 3, 4, ..j, maka akan diperoleh j persamaan yaitu:

17

Ac1 = a 1x.cx + a1y.cy


Ac2 = a 2x.cx + a2y.cy
Ac3 = a 3x.cx + a3y.cy
. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
Acj = a jx.cx + ajy.cy
Dimana:
Ac1, Ac2, Ac3, Acj
a1x, a2x, a3x, ajx
a1y, a2y, a3y, ajy
cx
cy

= serapan campurak pada panjang gelombang 1, 2, 3, ... j.


= serapan jenis senyawa X pada panjang gelombang 1, 2, 3, j
= serapan jenis senyawa Y pada panjang gelombang 1, 2, 3, j
= konsenttrasi senyawa X
= konsentrasi senyawa Y

Jika masing masing disusun dalam persamaan matriks [:] maka akan
didapat persamaan matriks sebagai berikut:

Ac aij x cim
Dari persamaan matriks tersebut maka dapat ditentukan harga c1 dan c2
secara bersamaan, dengan persamaan matriks:

c a x a 1 x a x Ac
1

Perhitungan tersebut akan valid jika pengukuran serapan dilakukan pada


multi panjang gelombang dengan jumlah melebihi komponen dan dikenal dengan
istilah over-determained system (Zainuddin cit Massart, 1999).

E. Validitas Metode Analisis Instrumental


Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang
digunakan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut memberikan hasil
seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Pedoman kesahihan metode analisis didukung oleh parameter-parameter
berikut ini:

18

1. Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Range nilai %
recovery analit yang dapat diterima adalah 90-110%. Range tersebut bersifat
fleksibel tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)
analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Tabel II. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004)

Analit pada matriks


sampel (%)
100
> 10
>1
> 0,1
0,01
0,001
0,0001 (1 ppm)
0,00001 (100 ppb)
0,000001 (10 ppb)
0,0000001 (1 ppb)

Rentang recovery
yang diperoleh
98-102 %
98-102 %
97-103 %
95-105 %
90-107 %
90-107 %
80-110 %
80-110 %
60-115 %
40-120 %

2. Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel sampel
yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya
dinyatakan dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan
memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel

19

tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium. Berikut ketentuan nilai KV yang dapat diterima (Harmita, 2004) :
Tabel III. Kriteria KV yang dapat diterima

Kadar Analit
1%
0,1 %
1 ppm
1 ppb

KV (%)
2,5
5
16
32

3. Keterulangan
Suatu metode analisis harus dapat diulang terhadap sampel yang sama
dengan prosedur yang sama dan hasil yang memenuhi persyaratan statistik secara
umum
4. Sensitivitas
LOD (Limit Of Detection) adalah suatu parameter untuk penentuan suatu
sampel dengan kadar yang terkecil akan tetapi masih memberikan tanggap
detector yang berbeda dengan pembanding atau tanpa sampel. Sedangkan LOQ
(Limit Of Quantitation) adalah kadar terkecil dari sampel yang dapat dianalisis
dengan hasil penentuan kuantitatif yang menunjukkan akurasi dan presisi yang
memadai
5. Selektivitas
Diharapkan detektor instrument hanya memberikan tanggapan terhadap
sinyal molekul yang spesifik atau tertentu

20

6. Kemantapan
Idealnya metode analisis akan memberikan hasil sama kalau sampelnya
sama walaupun pengerjaannya dengan merk instrument yang berbeda, waktu, dan
tempat yang berbeda pula.

F. Landasan Teori
Penetapan kadar parasetamol dan ibuprofen dapat dilakukan secara
spektrofotometri UV. Parasetamol mempunyai serapan maksimal pada panjang
gelombang 244 nm. Ibuprofen mempunyai serapan maksimal pada 221 nm.
Kedua zat ini larut dalam pelarut yang sama yaitu metanol sehingga dapat
ditetapkan kadarnya secara bersama-sama. Kedua senyawa tersebut mempunyai
selisih panjang gelombang yang tidak terlalu besar sehingga kurva serapan
masing-masing komponen saling tumpang tindih secara keseluruhan maka dapat
dilakukan analisis multikomponen secara spektrofotometri UV dengan aplikasi
panjang gelombang berganda yang berkembang dari teknik persamaan simultan.
Metode spektrofotometri UV dengan modifikasi metode panjang
gelombang berganda dapat digunakan untuk analisis campuran parasetamol dan
ibuprofen.

Untuk

mengetahui

ketelitian

dan

ketepatan

dari

metode

spektrofotometri UV yang akan digunakan untuk penetapan kadar campuran


parasetamol dan ibuprofen, metode spektrofotometri UV ini harus divalidasi
terlebih dahulu. Parameter yang digunakan untuk validasi metode adalah akurasi
dan presisi. Metode spektrofotometri UV ini memiliki akurasi dan presisi yang

21

baik maka metode ini dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dalam tablet.

G. Hipotesis
Metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang
berganda untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen memiliki
akurasi dan presisi yang baik.

22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental deskriptif karena tidak
ada subjek uji yang dimanipulasi atau dikenai perlakuan.

B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah panjang gelombang yang
digunakan (variable continuous)
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar campuran parasetamol
dan ibuprofen yang digunakan untuk analisis hasil validasi (variable
continuous)
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah pelarut yang
digunakan.

C. Definisi Operasional
1. Analisis multikomponen secara spektrofotometri UV adalah analisis
kuantitatif suatu komponen zat dalam campuran dengan menggunakan teknik
analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik
ultraviolet.
2. Campuran Parasetamol dan ibuprofen adalah campuran antara parasetamol
dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4.

23

3. Panjang gelombang pengamatan adalah metode pengamatan yang dilakukan


pada 5 panjang gelombang yang berbeda.

D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol
mutu working standar (No. COA 0920032), ibuprofen mutu working standar (No.
COA 50909135) dari PT. KONIMEX, pelarut yang digunakan adalah metanol pro
analisis.

E. Alat Penelitian
Alat-alat

yang

dipergunakan

dalam

penelitian

ini

adalah

spektrofotometer UV-Vis (OPTIMA SP3000F), neraca analitik, micropipet


1000L, kuvet, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium analisis..

F. Tata Cara Penelitian


1. Pembuatan larutan baku Parasetamol
Sebanyak 10 mg parasetamol ditimbang kurang lebih seksama dan
dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 ml. Ambil 1,0 ml larutan tersebut encerkan
dengan aquadest hingga 10,0 ml. Dari larutan tadi dibuat larutan dengan seri kadar
0,4; 0,5; 0,7; 0,8; 1,0; 1,1 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 0,4; 0,5; 0,7;
0,8; 1,0; 1,1 ml dalam aquadest hingga 10,0 ml.

24

2. Pembuatan larutan baku Ibuprofen


Sebanyak 10 mg ibuprofen ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
metanol hingga 10,0 ml. Ambil 1,0 ml larutan tersebut encerkan dengan aquadest
hingga 10,0 ml. Dari larutan tadi dibuat larutan dengan seri kadar 0,6; 0,8; 1,0;
1,1; 1,2; 1,4 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 0,6; 0,8; 1,0; 1,1; 1,2; 1,4 ml
dalam aquadest hingga 10,0 ml.
3. Penentuan panjang gelombang
Dari seri kadar yang telah diperoleh pada penetapan rentang kadar
parasetamol-ibuprofen, masing-masing diambil satu seri kadar yaitu konsentrasi
tengah dan dilakukan pengukuran absorbansi kedua larutan pada rentang panjang
gelombang 215-265nm, sehingga dapat diketahui absorbansi masing-masing
larutan pada berbagai panjang gelombang.
Dibuat spektrum serapan antara panjang gelombang lawan absorbansi.
Menentukan 5 panjang gelombang pada daerah tumpang tindih dari kedua
spektrum serapan yang diperoleh. Panjang gelombang yang diperoleh digunakan
untuk mengukur absorbansi larutan baku parasetamol-ibuprofen.
4. Penentuan harga Serapan Jenis
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen yang telah dibuat, diukur
absorbansinya pada multi panjang gelombang yang telah ditentukan. Harga
serapan jenis kedua senyawa ditentukan dengan menggunakan metode regresi
linear yang dioperasikan pada data konsentrasi dan absorbansi masing-masing
senyawa pada setiap panjang gelombang pengukuran.

25

Dari persamaan regresi yang diperoleh, y = bx + a , y adalah harga


serapan (A), b adalah koefisien regresi yang menunjukkan harga serapan jenis (a),
x adalah kadar (mg/100ml), sedangkan a adalah konstanta.
5. Pengamatan absorbansi larutan sampel
a.

Pembuatan sampel campuran parasetamol-ibuprofen. Dibuat

larutan baku parasetamol dan ibuprofen dengan menimbang masing-masing


sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dalam 10 ml metanol, sebanyak 5 replikasi.
Dari tiap replikasi larutan baku parasetamol dan ibuprofen masing-masing diambil
1,05 ml dan 0,6 ml, campur, tambah aquadest sampai 10 ml Sebanyak 1,0 ml dari
larutan tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 10,0 ml. Larutan ini diukur
pada 5 panjang gelombang yang diperoleh pada prosedur di atas. Absorbansi hasil
pengukuran ini lalu disebut sebagai absorbansi campuran.
b.

Perhitungan

kadar

parasetamol-ibuprofen

dalam

campuran.

Perhitungan kadar masing-masing komponen dalam campuran dilakukan atas


dasar absorbansi campuran (Ac) dan serapan jenis tiap komponen pada multi
panjang gelombang yang telah diketahui dari hasil pengukuran dengan
menggunakan persamaan matriks:

26

G. Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui validitas metode yang
digunakan dalam penelitian. Parameter yang diukur:
1. Akurasi
Penilaian akurasi berdasarkan perolehan kembali (recovery). Nilai
recovery dihitung dari kadar yang terukur atau kadar hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya dikalikan 100%. Akurasi dikatakan baik jika recovery
berada dalam rentang 90-110%. Recovery dapat dirumuskan sebagai berikut:
Recovery =
Recovery =

Kadar hasil
X 100%
Kadar sebenarnya

2. Presisi
Penentuan presisi berdasarkan harga koefisien variasi (KV) atau
Coefficient of Variation (CV). Jika CV lebih kecil dari 2%, maka dinilai
mempunyai presisi yang baik. Koefisien variasi (CV) diperoleh dengan rumus:
CV = Standar deviasi kadar hasil
CV =
X 100%
Harga rerata kadar hasil

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam sampel
dengan menggunakan metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang
gelombang berganda belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga sebelum
dialikasikan maka metode ini harus divalidasi terlebih dahulu. Langkah-langkah
yang harus dilakukan, sebagai berikut:
A. Pembuatan larutan baku Parasetamol dan Ibuprofen
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dengan seri konsentrasi tertentu
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing bahan parasetamol dan ibuprofen
tersebut kedalam pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai untuk melarutkan kedua
bahan tersebut adalah metanol. Metanol digunakan sebagai pelarut karena
parasetamol dan ibuprofen sangat mudah larut di dalam metanol. Metanol yang
dipakai adalah metanol pro analisis. Selain itu juga, diketahui metanol memiliki
serapan pada panjang gelombang dibawah 210 nm, sehingga metanol akan
meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas
210 nm, akibatnya metanol tidak akan mengganggu spektrum serapan dari
parasetamol dan ibuprofen, karena metanol tidak memberikan serapan pada
panjang gelombang diatas 210 nm.
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dengan berbagai konsentrasi
diukur serapannya untuk menentukan serapan jenis parasetamol dan ibuprofen
pada tiap panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian. Larutan baku
yang diperoleh terlebih dahulu diukur serapannya pada panjang gelombang

28

maksimum masing-masing larutan. Rentang serapan yang diperbolehkan untuk


larutan baku adalah serapan antara 0,2-0,8 pada panjang gelombang dimana
serapannya maksimal karena pembacaan serapan pada rentang tersebut
memberikan prosentase kesalahan analisis yang masih dapat diterima yaitu (0,51,0%).
Berdasarkan hasil pengukuran serapannya, larutan parasetamol dengan
konsentrasi 0,4; 0,5; 0,7; 0,8; 1,0; 1,1 mg% dan larutan ibuprofen dengan
konsentrasi 0,6; 0.8; 1,0; 1,1; 1,2; 1,4 mg% dapat memberikan serapan dalam
rentang 0,2-0,8. Untuk melihat rentang serapannya adalah dengan melakukan
pengukuran pada panjang gelombang maksimum dari masing-masing komponen
dengan 3 seri konsentrasi yaitu konsentrasi rendah, sedang, tinggi. Dipilih 3
konsentrasi ini karena dengan menganalisa serapan pada konsentrasi rendah,
tengah, tinggi dapat mewakili konsentrasi-konsentrasi lain dalam seri larutan
baku. Bila serapan pada konsentrasi rendah, tengah, tinggi dari senyawa sudah
memberikan serapan yang baik, maka dapat dipastikan seri konsentrasi lainnya
juga dapat memberikan serapan yang baik juga. Dari hasil pengukuran diperoleh
spektrum dari parasetamol dan ibuprofen pada 3 seri konsentrasi yaitu sebagai
berikut :

Gambar 7. Spektrum parasetamol konsentrasi rendah 0,4 mg% Abs 0,285

29

Gambar 8. Spektrum parasetamol konsentrasi tengah 0,7 mg% Abs 0,482

Gambar 9. Spektrum parasetamol konsentrasi tinggi 1,1 mg% Abs 0,676

Gambar 10. Spektrum ibuprofen konsentrasi rendah 0,6 mg% Abs 0,345

Gambar 11. Spektrum ibuprofen konsentrasi tengah 1,0 mg% Abs 0,469

Gambar 12. Spektrum ibuprofen konsentrasi tinggi 1,4 mg% Abs 0, 769

30

Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm,


pada penelitian didapatkan serapan maksimum larutan parasetamol dalam metanol
adalah sama dengan panjang gelombang teoritis, yaitu 244 nm. Untuk serapan
maksimal ibuprofen secara teoritis adalah 221 nm, pada penelitian didapat serapan
maksimal ibuprofen adalah 223 nm. Terjadi pergeseran yang disebabkan oleh
perbedaan pelarut, secara teori pelarut yang digunakan adalah metanol, pada
penelitian pelarut yang digunakan adalah metanol-aquadest, sehingga hal ini
berakibat pada pergeseran serapan maksimal ibuprofen. Adanya komponen
pelarut polar yaitu aquadest menyebabkan pergeseran panjang gelombang yang
lebih tinggi karena dengan pelarut polar akan menyebabkan transisi elektron
bebas semakin mudah terjadi, sehingga panjang gelombang serapannya bergeser
lebih besar. Pergeseran panjang gelombang yang dikenal adalah pergeseran
bathokromik dan pergeseran hipokromik, untuk pergeseran pada serapan
ibuprofen adalah pergeseran batokromik, yaitu pergeseran ke arah panjang
gelombang yang lebih besar.
Dilihat dari kurva serapan dari larutan baku parasetamol dan ibuprofen,
maka kurva serapan dari kedua senyawa memiliki bentuk kurva yang berbeda,
yaitu puncak kurva dari ibuprofen berada pada panjang gelombang yang lebih
kecil dari parasetamol, yaitu pada 223 nm. Kurva serapan parasetamol
memberikan puncak serapan pada panjang gelombang 244 nm. Meski bentuk
kurva dari parasetamol dan ibuprofen berbeda, tapi kedua senyawa memberikan
bentuk kurva serapan yang konsisten atau mirip pada konsentrasi rendah, tengah,
tinggi. Perbedaan bentuk dan puncak kurva dari parasetamol dan ibuprofen

31

disebabkan karena perbedaan bentuk struktur dari kedua senyawa. Kedua senyawa
sama-sama memiliki ikatan kromofor yang sama panjang sehingga mereka dapat
memiliki serapan di daerah UV, tapi hal yang membedakan adalah adanya gugus
auksokrom pada struktur parasetamol sedangkan pada struktur ibuprofen hanya
memiliki ikatan kromofor dan tidak memiliki auksokrom. Auksokrom ini
membantu untuk meningkatkan intensitas serapan dari suatu senyawa sehingga
panjang gelombang yang akan diserap juga makin besar, seperti pada parasetamol.
Oleh karena itu, maka kurva parasetamol memiliki puncak serapan pada panjang
gelombang yang lebih besar. Struktur sistem kromofor dan auksokrom dari
parasetamol dan ibuprofen yaitu:

Gambar 13. Struktur kromofor dan auksokrom parasetamol

Gambar 14. Struktur kromofor ibuprofen

Keterangan =

: kromofor
------- : auksokrom

Larutan baku parasetamol dan ibuprofen ini dibuat dalam 6 seri

konsentrasi karena dalam penelitian ini ada 5 panjang gelombang sehingga akan

32

didapat 30 data yang merupakan jumlah minimal untuk mendapatkan data dengan
karakteristik populasi yang terdistribusi normal.

B. Penentuan Panjang Gelombang Penelitian


Setelah didapat spektrum serapan dari masing-masing komponen, maka
spektrum ini kemudian digunakan untuk menentukan panjang gelombang
penelitian yang digunakan. Pembacaan spektrum serapan ini dilakukan pada
rentang panjang gelombang 215-265 nm, karena pada rentang panjang gelombang
ini parasetamol dan ibuprofen tumpang tindih secara keseluruhan. Penentuan
dilakukan dengan menggabungkan 2 spektrum tersebut kemudian dicari 5 titik
sebagai panjang gelombang yang akan digunakan. Spektrum yang dipilih adalah
spektrum parasetamol konsentrasi tinggi dan spektrum ibuprofen konsentrasi
rendah, karena mewakili perbandingan konsentrasi parasetamol dan ibuprofen
yaitu 7:4
Spektrum overlapping dari spektrum parasetamol dan ibuprofen dapat
dilihat sebagai berikut:
A
B

Gambar 15. Spektrum tumpang tindih parasetamol dan ibuprofen perbandingan


konsentrasi 7:4
Keterangan = A : Spektrum serapan parasetamol
B : Spektrum serapan ibuprofen

33

Berdasarkan kurva serapan tersebut maka dapat ditentukan 5 panjang


gelombang yang akan digunakan. Lima panjang gelombang yang digunakan
adalah 223 nm pada panjang gelombang ini adalah serapan maksimal dari
ibuprofen dan parasetamol masih memberikan serapan pada panjang gelombang
ini, 225 nm, pada panjang gelombang ini parasetamol masih memberikan serapan
dan ibuprofen juga masih memberikan serapan yang cukup besar meski
konsentrasinya lebih kecil, 227 nm, pada panjang gelombang ini serapan
parasetamol cukup besar dan ibuprofen masih memberikan serapan yang cukup
besar, 230 nm, panjang gelombang ini merupakan titik potong kedua kurva
serapan parasetamol dan ibuprofen, 235 nm, pada panjang gelombang ini serapan
parasetamol cukup besar dan ibuprofen masih memberikan serapan.
Jadi lima panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran pada
penelitian ini adalah 223 nm, 225 nm, 227nm, 230 nm, dan 235 nm.

C. Penentuan Serapan Jenis


Harga serapan jenis merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar
kontribusi serapan suatu senyawa terhadap serapan dari campuran senyawa pada
suatu panjang gelombang.
Penentuan harga serapan jenis ini dilakukan dengan mengukur serapan
masing-masing larutan baku baik parasetamol dan ibuprofen pada panjang
gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm. Penentuan harga serapan jenis ini harus
mematuhi persamaan dalam hukum Beer yaitu:

34

A = abc
Dimana

A = serapan
a = serapan jenis
b = tebal kuvet
c = konsentrasi

Namun pada saat pengukuran serapan larutan parasetamol dan ibuprofen


dapat terjadi gangguan instrumen yang berupa derau atau noise (e). Adanya derau
atau noise ini menurut hukum Beer:
A = abc + e
Apabila ketebalan kuvet (b) adalah 1 cm maka persamaan tersebut
menjadi:
A = ac + e
Dalam penelitian ini penentuan harga serapan jenis dilakukan dengan
mengoperasikan data serapan pada tiap panjang gelombang terhadap konsentrasi
larutan dalam persamaan regresi linier yang analog dengan persamaan dalam
hukum Beer. Persamaan regresi linier adalah:
Y = bx + a
Pada persamaan regresi linier tersebut, y menunjukkan serapan (A), b
menunjukkan serapan jenis (a), x adalah konsentrasi (c) dalam mg%, sedangkan a
adalah derau atau noise (e) yang dapat diabaikan.
Harga noise sangat kecil sehingga berada disekitar garis lurus A = ac
pada hukum Beer dengan demikian noise dapat diabaikan. Secara matematika
harga noise diasumsikan mempunyai distribusi normal dengan variansi konstan

35

dan nilai tengah sama dengan nol. Untuk memperkecil derau atau noise maka
harga koefisien relasi yang dipilih adalah harga koefisien relasi yang mendekati
satu sehingga korelasi antara konsentrasi dan serapan benar-benar atau mendekati
linier.
Derau atau noise ini tidak disebabkan oleh materi yang dianalisis akan
tetapi disebabkan oleh gangguan instrumen seperti rangkaian elektronik, getaran
selama alat sedang bekerja, variansi temperatur dan sebagainya.
Setelah dilakukan pengukuran serapan masing-masing larutan pada
panjang gelombang penelitian dengan replikasi sebanyak 3 kali, ternyata harga
serapan jenis antar replikasi hampir sama. Ini menunjukkan bahwa serapan jenis
pada tiap panjang gelombang memang serapan jenis dari parasetamol dan
ibuprofen. Hasil pengamatan serapan dan harga serapan jenis parasetamol dan
ibuprofen adalah sebagai berikut:
Tabel IV. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi I

C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.097
0.103
0.197
0.236
0.377
0.425

(2)
A11

0.4940

A = -0.1313
B = 0.4940
r = 0.9863

A
0.105
0.121
0.213
0.264
0.408
0.458

(3)
a12

0.5276

A = -0.1342
B = 0.5276
r = 0.9893

A
0.114
0.137
0.229
0.292
0.441
0.494

a13

0.5657

A = -0.1398
B = 0.5657
r = 0.9905

(4)
A
a14
0.126
0.158
0.6269
0.254
0.330
0.491
0.549
A = -0.1522
B = 0.6269
r = 0.9913

(5)
A
0.150
0.194
0.302
0.397
0.581
0,650

a15

0.7373

A = -0.1740
B = 0.7373
r = 0.9920

36

Tabel V. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi II

C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.091
0.115
0.167
0.213
0.281
0.339

(2)
a11

0.3483

A = -0.0602
B = 0.3483
r = 0.9918

A
0.105
0.130
0.195
0.239
0.328
0.376

(3)
a12

0.3908

A = -0.0643
B = 0.3908
r = 0.9951

A
0.119
0.141
0.226
0.269
0.367
0.414

(4)
a13

0.4317

A = -0.0678
B = 0.4317
r = 0.9968

A
0.139
0.162
0.251
0.299
0.417
0.454

(5)
a14

0.4704

A = -0.0658
B = 0.4704
r = 0.9953

A
0.176
0.197
0.310
0.361
0.511
0,528

a15

0.5447

A = -0.0613
B = 0.5447
r = 0.9924

Tabel VI. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi III

C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.025
0.073
0.106
0.167
0.182
0.186

(2)
a11

0.2311

A = -0.0501
B = 0.2311
r = 0.9588

A
0.033
0.088
0.125
0.194
0.215
0.217

(3)
a12

0.2656

A = -0.0539
B = 0.2656
r = 0.9604

A
0.047
0.108
0.158
0.216
0.242
0.252

(4)
a13

0.2884

A = -0.0458
B = 0.2884
r = 0.9701

A
0.064
0.131
0.190
0.257
0.278
0.296

(5)
a14

0.3235

A = -0.0399
B = 0.3235
r = 0.9682

A
0.088
0.171
0.247
0.320
0.350
0.376

a15

0.3979

A = -0.0397
B = 0.3979
r = 0.9721

Tabel VII. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi I

C
(mg%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(1)
A
0.239
0.338
0.498
0.503
0.552
0.613

(2)
A21

0.4854

A = -0.0333
B = 0.4824
r = 0.9805

A
0.235
0.331
0.492
0.497
0.539
0.597

(3)
A22

0.4684

A = -0.0277
B = 0.4684
r = 0.9768

A
0.222
0.311
0.464
0.469
0.503
0.555

(4)
A23

0.4321

A = -0.0186
B = 0.4321
r = 0.9729

A
0.168
0.235
0.355
0.360
0.379
0.416

(5)
A24

0.3235

A = -0.0101
B = 0.3235
r = 0.9656

A
0.065
0.097
0.160
0.167
0.170
0,184

A25

0.1588

A = -0.0209
B = 0.1588
r = 0.9489

37

Tabel VIII. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi II

(1)

C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(2)

A21

0.142
0.219
0.263
0.293
0.326
0.340

0.2535

A = 0.0061
B = 0.2535
r = 0.9792

(3)
A22

0.140
0.215
0.258
0.288
0.316
0.339

0.2514

A = 0.0037
B = 0.2514
r = 0.9853

(4)
A23

0.132
0.200
0.237
0.270
0.296
0.318

0.2361

A24

0.093
0.139
0.163
0.201
0.211
0.229

A = 0.0022
B = 0.2361
r = 0.9868

(5)

0.1754

A = -0.0057
B = 0.1754
r = 0.9825

A25

0.022
0.037
0.054
0.063
0.065
0.069

0.0625

A = -0.0119
B = 0.0625
r = 0.9670

Tabel IX. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi III

C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(1)
A
0.116
0.143
0.212
0.279
0.351
0.375

(2)
A21

0.3602

A = -0.1182
B = 0. 3602
r = 0.9743

A
0.115
0.149
0.218
0.276
0.345
0.367

(3)
A22

0.3533

A = -0.1161
B = 0. 3533
r = 0.9715

Keterangan:
a11 = serapan jenis parasetamol pada 223 nm
a12 = serapan jenis parasetamol pada 225 nm
a13 = serapan jenis parasetamol pada 227 nm
a14 = serapan jenis parasetamol pada 230 nm
a15 = serapan jenis parasetamol pada 235 nm

A
0.106
0.144
0.208
0.259
0.325
0.350

(4)
A23

0.3359

A = -0.1099
B = 0. 3359
r = 0.9793

A
0.070
0.098
0.117
0.142
0.230
0.245

(5)
A24

0.2340

A = -0.0876
B = 0. 2340
r = 0.9332

A
0.012
0.019
0.041
0.064
0.083
0.097

A25

0.1174

A = -0.0667
B = 0. 1174
r = 0.9735

a21 = serapan jenis ibuprofen pada 223 nm


a22 = serapan jenis ibuprofen pada 225 nm
a23 = serapan jenis ibuprofen pada 227 nm
a24 = serapan jenis ibuprofen pada 230 nm
a25 = serapan jenis ibuprofen pada 235 nm

Nilai serapan jenis yang dipakai adalah nilai serapan jenis dari
parasetamol dan ibuprofen pada replikasi II. Pemilihan nilai serapan jenis ini
dapat ditentukan berdasarkan harga r hitung. Nilai r hitung dibandingkan dengan
nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan df 4 yaitu 0,811. Berdasarkan

38

data tersebut terlihat bahwa nilai r hitung parasetamol dan ibuprofen pada
replikasi II lebih besar dari nilai r tabel. Ini berarti bahwa persamaan tersebut
mempunyai linearitas yang baik, karena nilai r hitung semakin mendekati 1. Dasar
lain dalam memilih nilai serapan jenis yang akan digunakan dapat dilihat dari nilai
a dari persamaan, nilai a ini melambangkan noise atau pengganggu. Dalam suatu
penelitian harga noise yang diterima adalah semakin mendekati 0, karena
menunjukkan bahwa hasil penelitian ini dapat dipercaya. Nilai a dari parasetamol
ataupun ibuprofen pada replikasi II memberikan hasil yang baik, yaitu nilai a nya
semakin mendekati 0, meskipun untuk nilai a dari parasetamol dan ibuprofen
replikasi 2 bukan nilai a yang terkecil. Hal pertama yang harus diperhatikan
adalah melihat nilai r nya. Nilai r diterima bila lebih besar dari nilai r tabel, dan
nilai r yang semakin mendekati 1.
Berdasarkan pada penilaian tersebut maka nilai serapan jenis yang
digunakan untuk parasetamol dan ibuprofen adalah nilai serapan jenis pada
replikasi kedua, didukung dengan nilai a dan r yang baik
Dari data harga serapan jenis parasetamol dan ibuprofen, nilai serapan
jenis prasetamol pada panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm, memiliki
nilai yang lebih besar daripada nilai serapan jenis ibuprofen pada ke-5 panjang
gelombang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi serapan parasetamol
dalam campuran lebih besar dari kontribusi serapan ibuprofen dalam campuran.
Hal ini dikarenakan konsentrasi parasetamol dalam campuran lebih besar dari
pada konsentrasi ibuprofen (7:4). Data serapan jenis yang diperoleh ini kemudian

39

digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam campuran


dengan perhitungan matriks.

D. Penentuan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen


Sampel campuran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan komposisi 7:4. Perbandingan
komposisi ini didasarkan pada komposisi masing-masing zat dalam sediaan yang
telah beredar di pasaran. Larutan sampel dibuat sebanyak lima replikasi, dengan
tujuan agar data yang diperoleh lebih akurat dan representatif. Kemudian larutan
tersebut diukur serapannya pada kelima panjang gelombang yaitu 223, 225, 227,
230, 235 nm.
Dari hasil pengukuran spektrum sampel campuran diperoleh bentuk
spektrum sebagai berikut:

Gambar 16. Spektrum sampel campuran parasetamol & ibuprofen

Dari bentuk spektrum campuran parasetamol dan ibuprofen berbeda


dengan bentuk spektrum tumpang tindih (gambar 15), karena spektrum campuran
merupakan gabungan dari 2 senyawa dalam satu larutan, sehingga tidak dapat
diperoleh bentuk spektrum yang sama dengan bentuk spektrum overlapping,
karena pada spektrum overlapping bukan merupakan gabungan spektrum

40

parasetamol dan ibuprofen, tapi merupakan tumpang tindih dari spektrum masingmasing larutan. Pada spektrum campuran, parasetamol dan ibuprofen terdapat
dalam satu larutan sehingga spektrum yang diperoleh merupakan spektrum dari
campuran parasetamol dan ibuprofen, bukan gabungan dari 2 spektrum. Oleh
karena itu spektrum yang dihasilkan berbeda dengan spektrum overlapping.
Data serapan larutan sampel campuran parasetamol dan ibuprofen yang
didapat digunakan untuk mengukur kadar masing-masing campuran, dengan cara
memasukkan data yang tersedia pada rumus perhitungan matriks. Kemudian dari
perhitungan akan diperoleh kadar masing-masing komponen campuran. Sehingga
dapat dihitung nilai recovery dan %CV nya.
Tabel X. Data hasil perhitungan kadar, recovery, dan % CV

Nomor
sampel

1
2
3
4
5

Parasetamol
Kadar
Kadar
Recovery
terukur
teoritis
(%)
(mg%)
(mg%)
1.0249
1.05
97.610
1.0161
1.1235
90.441
1.0094
1.1025
91.556
1.0154
1.1235
90.378
1.0140
1.0185
99.558
Rerata recovery
93.9086
% CV
0.555

Ibuprofen
Kadar
Kadar
terukur
teoritis
(mg%)
(mg%)
0.6074
0.654
0.6085
0.6
0.6038
0.642
0.6067
0.63
0.6044
0.624
Rerata recovery
% CV

Recovery
(%)
92.875
101.417
94.049
96.302
96.859
96.3004
0.329

Recovery digunakan untuk menentukan akurasi suatu metode analisis


sedangkan % CV digunakan untuk menentukan presisi suatu metode analisis.
Akurasi suatu metode analisis untuk bahan obat dengan kadar kecil
dikategorikan baik apabila nilai range recovery nya antara 90-107%, karena kadar
analit yang diperoleh 0,0105 mg/ml dan 0,006 mg/ml, jadi range recovery yang

41

dipakai 90-107%. Sedangkan suatu metode analisis dikatakan mempunyai presisi


yang baik apabila % CV < 2%.
Berdasarkan data tersebut range nilai recovery parasetamol dan
ibuprofen adalah 90,3%-99,6% dan 92,8%-101,5%. Dan nilai % CV untuk
parasetamol dan ibuprofen adalah 0,555% dan 0,329%. Nilai range recovery
parasetamol dan ibuprofen masuk dalam range 90-107%, sehingga dapat
dikatakan metode ini memiliki akurasi yang baik. Nilai % CV dari parasetamol
dan ibuprofen juga masuk dalam range <2%, sehingga dapat dikatakan metode ini
juga memiliki presisi yang baik. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
metode penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan
spektrofotometri UV dengan panjang gelombang berganda memiliki akurasi dan
presisi yang baik.

42

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penetapan

kadar

campuran

Parasetamol

dan

Ibuprofen

secara

spektrofotometri UV dengan aplikasi metode panjang gelombang berganda


memiliki akurasi dan presisi yang baik.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan metode
penetapan kadar capuran parasetamol dan ibuprofen dalam sediaan obat, misal
tablet.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penetapan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dengan metode yang lain.

43

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, The Merck Index, 11thED, 6688, 6987, Merck & Co, New Jersey
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV, 643, 489, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2000, IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia), 183, 355,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Dirjen POM, Jakarta
Day, R. A., Underwood, A. L., 1980, Quantitative Analysis, 3rd Ed, 355-391,
Prentice Hall Ltd, New Delhi
Day, R. A., Underwood, A. L., 1996, Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi V, 382415, Erlangga, Jakarta
Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 1-59, Airlangga University
Press, Surabaya
Mulja, M., Hanwar, D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, vol.III, No. 2
Nurkhayati, Tri, 2000, Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri UV
Campuran Oktil Metoksisinamat Dan Oksibenzon Dengan Aplikasi
Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Pescok, R., L., Shields, L. D., 1976, Modern Methodes of Chemical Analysis, 2nd
Ed., 115-239, John Willey & Sons, New York
Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, 1-43, Liberty, Yogyakarta
Silvesterstein, R. M., Bassler, G. C., Morril, T. C., 1974, Spectrometric
Identification of Organic Compound, 3rd Ed, 231-252, John Willey &
Sons, Toronto
Skoog, D. A., 1985, Principle of Instrumental Analysis, 3rd Ed, 113-213, Saunders
College Publishing, Philadelphia
Skoog, West, Holler, 1994, Analitical Chemistry (An Introduction), 6th Ed, 383432, Sounders College Publishing, Philadelphia
Zainuddin, M., 1994, Pengaruh Rasio Harga Serapan Jenis Terhadap Akurasi
Hasil Analisis Spektrofotometri Dengan Teknik Persamaan Simultan,
Bulletin ISFI, vol 23, No. I, 15-21

44

Zainuddin, M., 1999(a), Pengaruh Selisih Panjang Gelombang Maksimum Antar


Komponen Terhadap Akurai Kuantitatif Campuran Bikomponen Secara
Spektrofotometri Dengan Teknik Persamaan Simultan, J. MIPA 4 (1)
Zainuddin, M., 1999 (b), Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Pada
Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri Terhadap Campuran
Fenilbutazon dan Metampiron, Majalah Farmasi Indonesia, 10(4). 217223

45

Lampiran 1. Sertifikat bahan


Sertifikat Parasetamol

46

Sertifikat Ibuprofen

47

Lampiran 2. Data Penimbangan


Tabel XI. Data penimbangan Parasetamol untuk larutan baku
NO

Keterangan

Bobot parasetamol
(gram)

Replikasi 1

0,01

Replikasi 2

0,0106

Replikasi 3

0,0095

Tabel XII. Data penimbangan Ibuprofen untuk larutan baku


NO

Keterangan

Bobot ibuprofen
(gram)

Replikasi 1

0,0094

Replikasi 2

0,0098

Replikasi 3

0,0095

Tabel XIII. Data penimbangan Parasetamol dan Ibuprofen untuk larutan sampel

NO

Keterangan

Bobot

Bobot

Parasetamol (gram)

Ibuprofen (gram)

Replikasi I

0,0100

0,0109

Replikasi II

0,0107

0,0100

Replikasi III

0,0105

0,0107

Replikasi IV

0,0107

0,0105

Replikasi V

0,0097

0,0104

48

Lampiran 3. Skema Kerja dan contoh perhitungan kadar parasetamol dan


ibuprofen dalam campuran.

Timbang 10 mg parasetamol dan ibuprofen

Larutkan 10 mg parasetamol dan ibuprofen dalam 10ml metanol p.a

Dari masing-masing larutan, ambil 1,06 ml dari larutan parasetamol dan 0,6 ml
dari larutan ibuprofen

Campur kedua larutan dan add aquadest sampai 10 ml (larutan A)

Ambil 1ml dari larutan campuran add aquadest sampai 10 ml (larutan B)

Larutan B diukur pada 5 panjang gelombang penelitian

Lakukan replikasi sebanyak 5 kali

Perhitungan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam Larutan B


berdasarkan serapan campuran menggunakan persamaan matriks sebagai berikut :

a. Contoh perhitungan kadar teoritis parasetamol dan ibuprofen:


Sampel untuk replikasi pertama
Serbuk parasetamol yang tertimbang: 0.01 gram

49

Serbuk ibuprofen yang tertimbang: 0,0109 gram


larutan stok campuran dibuat dengan mengambil 1,05 ml dan 0,6 ml dari larutan
baku parasetamol dan larutan baku ibuprofen, larutkan dalam 10 ml aquadest.
Kadar parasetamol dan ibuprofen dalam campuran tersebut:
parasetamol 1,05ml = 1,05 mg/10 ml = 0,105 mg/ml
ibuprofen 0,6 ml = o,6 mg/10 ml = 0,06 mg/ml
larutan yang diukur dibuat dengan mengambil 1 ml dari larutan stok dan add
aquadest sampai 10 ml. Sehingga kadar parasetamol dan ibuprofen :
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.0105 x FP 100X
X mg/ml = 1.05mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.9mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00654 x FP 100 kali
X mg/ml = 0.654mg/ml
Jadi kadar teoritis dari parasetamol dan ibuprofen adalah 1,05 mg/ml dan 0,654
mg/ml
b. contoh perhitungan kadar percobaan parasetamol dan ibuprofen
Replikasi 1
-1

C1
C2
C1
C2

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

1.0249
0.6074

0.3488
0.3913
0.4322
0.4709
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.531
0.546
0.572
0.587
0.601

50

Keterangan C1 = kadar parasetamol


C2 = kadar ibuprofen
Jadi kadar percobaan parasetamol dan ibuprofen dalam campuran 1,0249 mg/ml
dan 0,6074 mg/ml

51

Lampiran 4. Spektrum Parasetamol dan Ibuprofen konsentrasi rendah,


tengah, dan tinggi

Gambar 17. Spektrum parasetamol konsentrasi rendah

Gambar 18. Spektrum parasetamol konsentrasi tengah

Gambar 19. Spektrum parasetamol konsentrasi tinggi

52

Gambar 20. Spektrum ibuprofen konsentrasi rendah

Gambar 21. Spektrum ibuprofen konsentrasi tengah

Gambar 22. Spektrum ibuprofen konsentrasi tinggi

53

Lampiran 5. Spektra tumpang tindih dan spektra campuran parasetamolibuprofen

Gambar 23. Spektra tumpang tindih parasetamol dan ibuprofen perbandingan


konsentrasi 7:4

Gambar 24. Spektrum campuran Parasetamol dan Ibuprofen

54

Lampiran 6. Perhitungan Serapan Jenis Parasetamol dan Ibuprofen


Tabel XIV. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi I

C
(mg%)
0,4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.097
0.103
0.197
0.236
0.377
0.425

(2)
A11

0.4940

A = -0.1313
B = 0.4940
r = 0.9863

A
0.105
0.121
0.213
0.264
0.408
0.458

(3)
a12

0.5276

A = -0.1342
B = 0.5276
r = 0.9893

A
0.114
0.137
0.229
0.292
0.441
0.494

a13

0.5657

A = -0.1398
B = 0.5657
r = 0.9905

(4)
A
a14
0.126
0.158
0.254 0.6269
0.330
0.491
0.549
A = -0.1522
B = 0.6269
r = 0.9913

(5)
A
0.150
0.194
0.302
0.397
0.581
0,650

a15

0.7373

A = -0.1740
B = 0.7373
r = 0.9920

Tabel XV. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi II

C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.091
0.115
0.167
0.213
0.281
0.339

(2)
a11

0.3483

A = -0.0602
B = 0.3483
r = 0.9918

A
0.105
0.130
0.195
0.239
0.328
0.376

(3)
a12

0.3908

A = -0.0643
B = 0.3908
r = 0.9951

A
0.119
0.141
0.226
0.269
0.367
0.414

(4)
a13

0.4317

A = -0.0678
B = 0.4317
r = 0.9968

A
0.139
0.162
0.251
0.299
0.417
0.454

a14

0.4704

A = -0.0658
B = 0.4704
r = 0.9953

(5)
A
a15
0.176
0.197
0.310 0.5447
0.361
0.511
0.528
A = -0.0613
B = 0.5447
r = 0.9924

55

Tabel XVI. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol Replikasi III

C
(mg%)
0.4
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1

(1)
A
0.025
0.073
0.106
0.167
0.182
0.186

(2)
a11

0.2311

A = -0.0501
B = 0.2311
r = 0.9588

A
0.033
0.088
0.125
0.194
0.215
0.217

(3)
a12

0.2656

A = -0.0539
B = 0.2656
r = 0.9604

A
0.047
0.108
0.158
0.216
0.242
0.252

(4)
a13

0.2884

A = -0.0458
B = 0.2884
r = 0.9701

A
0.064
0.131
0.190
0.257
0.278
0.296

(5)
A14

0.3235

A = -0.0399
B = 0.3235
r = 0.9682

A
0.088
0.171
0.247
0.320
0.350
0.376

a15

0.3979

A = -0.0397
B = 0.3979
r = 0.9721

Tabel XVII. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi I

C
(mg%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(1)
A
0,239
0.338
0.498
0.503
0.552
0.613

(2)
A21

0.4854

A = -0.0333
B = 0.4824
r = 0.9805

A
0.235
0.331
0.492
0.497
0.539
0.597

(3)
A22

0.4684

A = -0.0277
B = 0.4684
r = 0.9768

A
0.222
0.311
0.464
0.469
0.503
0.555

(4)
A23

0.4321

A = -0.0186
B = 0.4321
r = 0.9729

A
0.168
0.235
0.355
0.360
0.379
0.416

(5)
A24

0.3235

A = -0.0101
B = 0.3235
r = 0.9656

A
0.065
0.097
0.160
0.167
0.170
0,184

A25

0.1588

A = -0.0209
B = 0.1588
r = 0.9489

56

Tabel XVIII. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi II

C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(1)

(2)

A21

0.142
0.219
0.263
0.293
0.326
0.340

0.2535

A = 0.0061
B = 0.2535
r = 0.9792

(3)
A22

0.140
0.215
0.258
0.288
0.316
0.339

0.2514

A = 0.0037
B = 0.2514
r = 0.9853

(4)
A23

0.132
0.200
0.237
0.270
0.296
0.318

0.2361

A24

0.093
0.139
0.163
0.201
0.211
0.229

A = 0.0022
B = 0.2361
r = 0.9868

(5)

0.1754

A = -0.0057
B = 0.1754
r = 0.9825

A25

0.022
0.037
0.054
0.063
0.065
0.069

0.0625

A = -0.0119
B = 0.0625
r = 0.9670

Tabel XIX. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen Replikasi III

C
(mg
%)
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.4

(1)
A
0.116
0.143
0.212
0.279
0.351
0.375

(2)
A21

0.3602

A = -0.1182
B = 0. 3602
r = 0.9743

A
0.115
0.149
0.218
0.276
0.345
0.367

(3)
A22

0.3533

A = -0.1161
B = 0. 3533
r = 0.9715

A
0.106
0.144
0.208
0.259
0.325
0.350

(4)
A23

0.3359

A = -0.1099
B = 0. 3359
r = 0.9793

A
0.070
0.098
0.117
0.142
0.230
0.245

(5)
A24

0.2340

A = -0.0876
B = 0. 2340
r = 0.9332

A
0.012
0.019
0.041
0.064
0.083
0.097

A25

0.1174

A = -0.0667
B = 0. 1174
r = 0.9735

57

Lampiran 7. Data Perhitungan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen


A. Perhitungan kadar teoritis parasetamol dan ibuprofen
Parasetamol dan ibuprofen yang telah ditimbang seksama, masingmasing dilarutkan dalam metanol sampai 10 ml. Larutan tersebut kemudian
diambil 1.05 ml untuk parasetamol dan 0.6 ml untuk ibuprofen, campur larutan
tersebut dan ditambah aquadest sampai 10 ml, dari larutan tersebut diambil 1 ml
kemudian add aquadest sampai 10 ml. Maka kadar teoritis dari parasetamol dan
ibuprofen adalah:
Vol pengenceran awal = dalam larutan baku campuran terdapat 0.105mg/ml
(PCT) dan 0.06 mg/ml (IBF)
Replikasi I
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.0105 x FP 100X
X mg/ml = 1.05mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.9mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00654 x FP 100X
X mg/ml = 0.654mg/ml
Replikasi II
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.011235 x FP 100X

58

X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.006 x FP 100X
X mg/ml = 0.6mg/ml
Replikasi III
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10.5mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.011025 x FP 100X
X mg/ml = 1.1025mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00642 x FP 100X
X mg/ml = 0.642mg/ml
Replikasi IV
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 10.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.011235 x FP 100X
X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.5mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.0063 x FP 100X
X mg/ml = 0.63mg/ml

59

Replikasi V
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
0.105 ml x 9.7mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.010185 x FP 100X
X mg/ml = 1.0185mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
0.06 ml x 10.4mg/10ml = 10 ml x X mg/ml
X mg/ml = 0.00624 x FP 100X
X mg/ml = 0.624mg/ml
B. Perhitungan kadar terukur parasetamol dan ibuprofen
Larutan sampel yang telah dibuat kemudian diukur serapannya pada
panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm. Data serapan larutan sampel
adalah sebagai berikut:
Tabel XX. Data serapan larutan sampel

NO

Serapan pada

Keterangan
223

225

227

230

235

Replikasi I

0.531

0.546

0.572

0.587

0.601

Replikasi II

0.524

0.536

0.577

0.589

0.592

Replikasi III

0.522

0.535

0.572

0.579

0.591

Replikasi IV

0.527

0.533

0.578

0.583

0.594

Replikasi V

0.526

0.538

0.568

0.585

0.593

60

Data serapan tersebut digunakan untuk menghitung kadar parasetamol dan


ibuprofen dalam sampel melalui operasi matriks sebagai berikut:
Replikasi 1
-1

C1
=

C2
C1

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.3487
0.3912
0.4321
0.4708
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3486
0.3911
0.4320
0.4707
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.531
0.546
0.572
0.587
0.601

1.0249
0.6074

C2

Replikasi 2
-1

C1

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

C2

C1

0.524
0.536
0.577
0.589
0.592

1.0161
0.6085

C2

Replikasi 3
-1

C1
C2

C1
C2

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

1.0094
0.6038

0.3485
0.3910
0.4319
0.4706
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.522
0.535
0.572
0.579
0.591

61

Replikasi 4
-1

C1
=

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

C2

C1
C2

0.3484
0.3909
0.4318
0.4705
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3483
0.3908
0.4317
0.4704
0.5447

0.2535
0.2514
0.2361
0.1754
0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

0.527
0.533
0.578
0.583
0.594

1.0154
0.6067

Replikasi 5
-1

C1
C2

C1
C2

0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447


0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625

1.0140
= 0.6044

0.526
0.538
0.568
0.585
0.593

62

Lampiran 8. Perhitungan Recovery dan %CV Parasetamol dan Ibuprofen


A. Perhitungan recovery
Replikasi I

Replikasi II

parasetamol =

1.0249
1.05

X 100% = 97.610%

Ibuprofen

0.6074
0.654

X 100% = 92.875%

parasetamol =

1.0161
1.1235 X 100% = 90.441%

Ibuprofen

0.6085
0.6

X 100% = 101.417%

1.0094
Replikasi III parasetamol = 1.1025

X 100% = 91.556%

0.6038
0.642

X 100% = 94.049%

1.0154
Replikasi IV parasetamol = 1.1235

X 100% = 90.378%

0.6067
0.63

X 100% = 96.302%

parasetamol =

1.0140
1.0185

X 100% = 99.558%

Ibuprofen

0.6044
0.624

X 100% = 96.859%

Ibuprofen

Ibuprofen

Replikasi V

Rerata recovery parasetamol = 93.9086%


Rerata recovery ibuprofen

= 96.3004%

63

B. Perhitungan %CV
Tabel XXI. Kadar terukur parasetamol dan ibuprofen

No

Parasetamol

Ibuprofen

Kadar terukur

Kadar terukur

(mg%)

(mg%)

1.0249

SD = 0.00564

0.6074

SD =

1.0161

Rata-rata =

0.6085

0.001998

1.0094

1.01596

0.6038

Rata-rata =

1.0154

0.6067

0.60616

1.0140

0.6044

%CV parasetamol

0.00564
= 0.555%
1.01596 X 100%

%CV ibuprofen

0.00564
= 0.329%
1.01596 X 100%

64

Biografi Penulis
Yoki Christian Andrianto lahir di Purworejo pada
tanggal 9 April 1989. Anak kedua dari dua bersaudara
pasangan Bapak Christianto dan Ibu Drianawati.
Pendidikan taman kanak-kanak ditempuh di TK
Nasional kemudian pendidikan sekolah dasar ditempuh
di SD Nasional lulus tahun 2000. Pendidikan tingkat
pertama ditempuh di SMP Negeri 3 Purworejo lulus tahun 2003. Pendidikan
tingkat kedua ditempuh di SMA Negeri 1 Purworejo lulus tahun 2006. Selepas
lulus SMA, pada tahun 2006 penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama
kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar (2009), menjadi
seksi keamanan dalam acara TITRASI.

Anda mungkin juga menyukai