1
Lembar Pengesahan
SKRIPSI
Oleh
RATU CITRA SAKINAH
NIM : 09040082
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
2
Lembar Pengujian
ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT
(PARACETAMOL dan ASAM MEFENAMAT)
DALAM SEDIAAN JAMU ASAM URAT
DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS –DENSITOMETRI
SKRIPSI
Oleh
Penguji I Penguji II
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi dengan judul
“ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT (PARACETAMOL dan ASAM
MEFENAMAT) DALAM SEDIAAN JAMU ASAM URAT DENGAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-DENSITOMETRI ” dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Tri Lestari Handayani,SKp.,M.Kep.,Sp.Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan yang telah memberikan nasehat serta dorongan semangat selama
proses penyelesaian penelitian.
2. Ibu Dra. Uswatun Chasanah,Apt selaku Ketua Prodi Farmasi Universitas
Muhammadiyah Malang yang telah banyak memberikan nasehat serta
dorongan semangat kepada kami Farmasi Angkatan 2007 sampai selesainya
laporan akhir penelitian .
3. Bapak Prof. Dr. H. Amirudin Prawita, Apt selaku dosen pembimbing I yang
telah membantu dalam memberikan ide, dorongan, nasehat dengan penuh
perhatian dan kesabaran mulai dari awal dilaksanakannya penelitian sampai
selesainya penulisan laporan akhir penelitian.
4. Bapak Drs.H. Achmad Inoni,Apt selaku dosen pembimbing II yang telah
membantu dalam memberikan ide, dorongan, nasehat dengan penuh perhatian
dan kesabaran mulai dari awal dilaksanakannya penelitian sampai selesainya
penulisan laporan akhir penelitian.
5. Ibu Arina Swastika S.Farm., Apt dan Ibu Siti Rofida S.Si., S.Farm., Apt
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan serta saran
dalam hal penyelesaian laporan akhir penelitian.
6. Ibu Dian Ermawati, S.Farm., Apt selaku dosen wali yang telah banyak
membantu dalam memberi saran, dorongan serta nasehat kepada saya selama
menempuh program S1 Farmasi di Universitas Muhammadiyah Malang.
7. Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan SKRIPSI untuk
memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi..
4
8. Mb susi (asisten lab di Lab Kimia Terpadu UMM) yang telah banyak
membantu dan mendampingi saya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.
9. Pak Kusairi (asisten lab di Lab kimia farmasi analisis UNAIR) yang selalu
mendampingi saya selama mengerjakan skripsi ini, dengan penuh kesabaran
dan ketelatenan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan mudah
dan lancar.
10. Teman-teman Farmasi angkatan ’09, kalian adalah teman-teman yang terbaik.
Selama 4 tahun kita belajar bersama dari yang belum mengerti apa-apa
sampai sekarang. Semoga persahabatan kita kekal hingga akhir waktu. Amin
11. Ayahanda tercinta Bapak H.Tubagus Sadikin Marzuki, SH, MH dan Ibunda
tersayang Hj.Ibu Siti Mien Aminah, yang begitu sabar dalam memberikan
nasehat, saran, motivasi serta semua dukungan selama saya menyelesaikan
skripsi ini.
12. Kakak tersayang Tubagus Rizki Fadli yang selalu sabar, perhatian dengan
saya yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian skripsi ini
dan selalu memberikan solusi dari apa yang saya hadapi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya saya sebagai penulis menyampaikan permintaan maaf kepada
semua pihak yang mungkin telah mengalami hal yang kurang nyaman dalam
berinteraksi dengan penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu berkenan melimpahkan taufik serta hidayah-Nya
kepada kita semua. Amin ya Rabbal Alamin
Malang, 20 Juli 2013
5
ABSTRACT
6
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya Bahan Kimia Obat
(BKO) dalam sediaan Jamu yang beredar di kecamatan Sukun Malang.
Dalam penelitian ini digunakan analisis kualitatif dengan instrumen
Kromatografi Lapis Tipis - Densitometri. Analisis kualitatif ini yang dilakukan
adalah dengan melihat nilai Rf, Pola Spectra serta dengan menentukan panjang
gelombang maksimum dan Match Factor (MF). Pada Pola spectra baku
paracetamol dan sampel memiliki panjang gelombang maksimum 251 nm.
Sedangkan pada pola spectra baku asam mefenamat dan sampel memiliki panjang
gelombang maksimum 292 nm.
Sediaan jamu asam urat yang beredar di Kecamatan Sukun kota Malang,
yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Paracetamol, Asam Mefenamat dan
Campuran Paracetamol dengan Asam Mefenemat dengan metode Kromatografi
Lapis Tipis – Densitometri. Pada sampel A hanya mengandung senyawa bahan
kimia obat paracetamol, sedangkan pada sampel B mengandung senyawa bahan
kimia obat paracetamol dan asam mefenamat, pada sampel C mengandung
senyawa bahan kimia obat Asam Mefenamat.
Kata Kunci : Jamu, Bahan Kimia Obat (BKO), Analisis Kualitatif, KLT –
Densitometri
7
RINGKASAN
8
berbeda yang nantinya akan dianalisis terhadap ada tidaknya tambahan bahan
kimia obat (BKO).
Dari hasil Analisis Kualitatif meliputi nilai Rf, pola spectra, panjang
gelombang dan nilai Match Factor (MF) dapat mendeteksi adanya bahan kimia
obat paracetamol dan asam mefenamat dalam sediaan sampel jamu asam urat
yang sama dengan baku standarrnya. Pada Pola spectra baku paracetamol dan
sampel memiliki panjang gelombang maksimum 251 nm. Sedangkan pada pola
spectra baku asam mefenamat dan sampel memiliki panjang gelombang
maksimum 292 nm.
Kesimpulan dari hasil penelitian analisis Bahan Kimia Obat (Paracetamol
dan Asam Mefenamat) dalam sediaan obat tradisional (Jamu asam urat) dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri sebagai berikut : Jamu asam urat
yang diperoleh di Kecamatan Sukun kota Malang, yang mengandung Bahan
Kimia Obat (BKO) Paracetamol dan Asam Mefenemat dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis - Tensitometri pada sampel A mengandung senyawa
paracetamol, sedangkan pada sampel B mengandung senyawa parcetamol dan
asam mefenamat, pada sampel C mengandung senyawa Asam Mefenamat.
9
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................................i
Lembar Pengujian..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................iv
ABSTRACT......................................................................................................................vi
ABSTRAK.......................................................................................................................vii
RINGKASAN.................................................................................................................viii
DAFTAR ISI......................................................................................................................x
DAFTAR TABEL..............................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................xii
DAFTATR LAMPIRAN..................................................................................................xiii
BAB I..............................................................................................................................xiv
PENDAHULUAN...........................................................................................................xiv
BAB II.............................................................................................................................xix
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................xix
2.1.1.1 Jamu.............................................................................................................xx
2.1.1.3 Fitofarmaka...................................................................................................xx
10
2.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)............................................................................xxi
2.2.4 Pengembangan...............................................................................................xxv
2.4.2 Parasetamol.................................................................................................xxxvi
BAB III.......................................................................................................................xxxviii
KERANGKA KONSEPTUAL...................................................................................xxxviii
4.2.1. Parasetamol.....................................................................................................xli
BAB V............................................................................................................................xlvi
HASIL PENELITIAN....................................................................................................xlvi
11
5.1 Teknik sampling....................................................................................................xlvi
5.2 Analisis Kualitatif Bahan Kimia Obat Dalam Jamu Asam Urat............................xlvi
BAB VI.............................................................................................................................lx
PEMBAHASAN...............................................................................................................lx
BAB VII.........................................................................................................................lxiv
7.1 Kesimpulan.....................................................................................................lxiv
7.2 Saran...............................................................................................................lxiv
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................lxv
12
DAFTAR TABEL
13
DAFTAR GAMBAR
DAFTATR LAMPIRAN
14
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 246/MenKes/Per/V/1990 tentang
izin usaha industri Obat Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisional yang
mempersyaratkan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia
sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat dan bahan yang tergolong
obat keras atau narkotika.
Analisis resiko terhadap temuan hasil pengawasan Obat Tradisional yang
mengandung Bahan Kimia Obat oleh Badan POM RI dalam kurun waktu 10 tahun
menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat. Bahan menunjukkan
sesuatu yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2001 sampai
dengan 2007 temuan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat
menunjukkan tren kearah obat rematik, asam urat dan penghilang rasa sakit
Berdasarkan hasil pemeriksaan contoh produk di pasaran tahun 2012 oleh BPOM,
penambahan bahan kimia obat. Obat rematik dan penghilang sakit itu antara lain
fenilbutason, piroksikam, parasetamol, dan asam mefenamat. (Lusia, 2012)
Adanya anggapan bahwa pengobatan tradisional / herbal tidak mempunyai
efek samping/sedikit efek samping dibandingkan pengobatan modern serta
semakin meningkatnya penyakit kronis yang sukar disembuhkan oleh pengobatan
modern seperti kanker, menyebabkan semakin banyaknya masyarakat Indonesia
yang beralih ke pengobatan tradisional. Penggunaan bahan alam, baik sebagai
obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu “back
to nature” serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli
masyarakat. Secara farmakologis obat tradisional mempunyai efek samping
relative rendah dan dalam suatu tanaman dengan komponen berbeda memiliki
efek saling mendukung karena dalam satu tanaman memiliki lebih dari satu efek
farmakologi. Obat tradisional sering disalahgunakan seperti yang sering terjadi
adalah kasus penyalahgunaan cara pemakaian (contohnya jamu terlambat bulan
dicampur dengan jamu pegel linu untuk abortus) dan yang lebih luas lagi adalah
penyalahgunaan pada proses penyiapan atau produksi dengan cara menambahkan
bahan kimia obat untuk mempercepat dan mempertajam khasiat/efek
farmakologisnya sehingga dikatakan jamunya ‘lebih manjur dan mujarab’ dan
lain-lain. Pada penggunaan obat tradisional yang tidak sesuai dosis aturan atau
dosis yang besar dapat membahayakan kesehatan (Katno & S.Pramono, 2005)
2
Pada penelitian ini dipilih dua senyawa obat yaitu Parasetamol dan Asam
Mefenamat karena dari dua senyawa ini yang paling sering dilaporkan sebagai
bahan kimia obat dalam jamu/obat tradisional. Dan jenis yang sering dicampurkan
dari dua senyawa obat tersebut adalah jamu asam urat. Jamu asam urat ini
merupakan salah satu jenis jamu yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
luas, sehingga dalam penelitian ini dibatasi untuk sediaan jamu asam urat. Telah
diketahui bahwa penggunaan dua obat tersebut (parasetamol dan asam
mefenamat) jika tidak sesuai dengan dosis atau takarannya akan menyebabkan
beberapa efek samping yang dapat membahayakan kesehatan para konsumen.
Untuk penggunaan parasetamol dalam jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan hati (hepatotoksik) sedangkan pada penggunaan asam mefenamat yang
berlebihan menyebabkan gangguan saluran cerna antara lain dyspepsia dan gejala
iritasi pada mukosa lambung adapun pada usia lanjut dapat menyebabkan diare.
Kejadian tidak diinginkan berupa reaksi efek samping obat (Adverse effect) dapat
terjadi akibat interaksi antar komponen, penggunaan kronik, ataupun interaksi
dengan obat-obat konvensional yang di konsumsi secara bersamaan.
BKO atau bahan kimia obat adalah senyawa sintetis atau bias juga produk
kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan pada pengobatan
modern. Penggunaan BKO pada pengobatan modern selalu disertai takaran/dosis,
aturan pakai yang jelas dan peringatan-peringatan akan bahaya dalam
penggunaannya demi menjaga keamanan penggunaanya. Meskipun demikian,
sebagai bahan kimia asing bagi tubuh, tetap saja harus waspada karena banyak
kemungkinan terjadinya efek samping.
Selain kemungkinan adannya toksisitas intrinsik yang dimiliki oleh
beberapa tanaman obat dalam ramuan Obat Tradisional, kemungkinan adanya
pencemaran zat-zat yang toksik seperti logam berat dan jamur (Aflatoksin), dan
penambahan secara illegal bahan kimia obat (BKO), merupakan faktor yang
berperan dalam keamanan Obat Tradisional (Marcus dan Grollman, 2002; De
Smet 2004).
Untuk Menjamin Keamanan khasiat dan manfaat sediaan farmasi yang
beredar di pasaran maka perlu dilakukan pengawasan mutu sediaan farmasi.
Pengawasan mutu sediaan farmasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Spectrofotometri dan Kromatografi. Metode Kromatografi yang sering digunakan
3
dalam proses analisis adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
(KG) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Mengingat biaya
pengeluaran yang besar dari penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) dan Kromatografi Gas (KG) sehingga banyak dari para peneliti lebih
memilih menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) digunakan untuk analisis senyawa kimia dengan prosedur yang lebih
sederhana dan biaya yang lebih murah.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis dan Densitometri karena metode KLT- Densitometri
mempunyai keuntungan antara lain dapat digunakan untuk pemisahan dua
komponen atau lebih, dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif,
dan biaya analisis relatif murah sehingga diharapkan dapat digunakan untuk
memisahkan antara parasetamol dan asam mefenamat dengan komponen pada
jamu dan mengidentifikasi adanya BKO parasetamol dan asam mefenamat dalam
sediaan obat tradisional yang beredar di masyarakat.
Penelitian bahan kimia obat pada jamu Asam Urat belum pernah dilakukan
di Kota Malang, sehingga penulis melakukan penelitian ini, disalah satu
Kecamatan yang berada di kota Malang. Kecamatan yang peneliti ambil adalah
Kecamatan Sukun masyarakatnya masih cenderung menggunakan jamu asam urat.
Menyadari hal tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian
tentang
“Analisis bahan kimia obat (paracetamol dan asam mefenamat) dalam sediaan
jamu asam urat dengan metode kromatografi lapis tipis – densitometri”
4
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya Bahan Kimia Obat Parasetamol dan Asam Mefenamat
dalam Jamu Asam Urat dengan Metode KLT- Densitometri
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.1 Jenis jamu atau obat tradisional
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411
tahun 2004, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan
tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu (BPOM,2004)
2.1.1.1 Jamu
Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang. Dipasaran, bias
dijumpai dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam
bentuk segar rebusan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong
(Yuliarti, 2008)
Menurut Yuliarti (2008), demi alas an kepraktisan, kini jamu juga
diproduksi dalam bentuk kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada
umumnya jamu dalam kelompok ini diracik berdasarkan resep peninggalan
leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal
secara empiris atau berdasarkan pengalaman turun temurun.
Bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia sintetik
melainkan menggunakan bermacam-macam tumbuhan yang diambil langsung
dari alam dan efek sampingnya relative lebih kecih disbanding obat medis
(Hermanto,2007)
2.1.1.3 Fitofarmaka
Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta
standar proses pembuatan dan bahannya telah diuji secara klinis, jamu
7
berstatus sebagai fitofarmaka juga dijual di apotek dan sering diresepkan oleh
dokter (Yuliarti, 2008)
8
metode-metode kromatografi lain karena tidak adanya kromofor (Gandjar dan
Rohman,2007)
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope
Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi kertas, kromatografi
Gas, Kromatografi lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Kromatografi kolom memberi pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna
untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu
campuran. Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-
duanya membutuhkan peralatan yang mengidentifikasi serta menetapkan
secara kuantitatif bahan dalam jumlah sangat kecil, kromatografi gas
digunakan terutama untuk analisi senyawa yang mudah menguap, dan
kromatografi cair kinerja tinggi untuk analisi sebagian besar senyawa obat
tetapi memerlukan biaya yang relative mahal (Anonim, 1995)
Jarak pengembangan senyawa kromatogram biasanya dinyatakan
dengan angka Rf. Nilai Rf yaitu perbandingan jarak migrasi noda analit
dengan jarak migrasi fase gerak. Dua senyawa dinyatakan identik jika
mempunyai harga Rf yang sama bila diukur pada kondisi KLT yang sama.
Dalam analisis Bahan Kimia Obat (BKO) pada jamu asam urat ini dengan
membandingkan Rf noda sample dengan Rf standar. Jika Rf noda sampel
sama dengan Rf noda standar maka sample mungkin mengandung bahan
kimia obat. (Stahl egon, 1985)
9
penarikan yang diinduksi oleh dipol, dan penarikan dipol-dipol. Solut akan
bersaing dengan fase gerak untuk berikatan dengan sisi polar pada permukaa
absorben. Lapisan tipis yang di gunakan sebagai penjerap dapat juga dibuat
dari silica yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan
siklodekstrin yang digunakan untuk pemisah kiral. Kebanyakan penyerap di
control dengan ukuran partikel dan luas permukaanya (Gandjar dan Rohman,
2007)
Berikut merupakan ringkasan beberapa penjerap (fase diam) yang
sering digunakan dalam kromatografi lapis tipis beserta mekanisme
pemisahannya, serta penggunaannya untuk analisis (Gandjar dan Rohman,
2007)
Penjerap Mekanisme Penggunaan
Silika gel Adsorpsi Asam amino, vitamin,
hidrokarbon, alkaloid
Silica yang Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non
dimodifikasi dengan polar
hidrokarbon
Serbuk selulosa Partisi Asam amino,
nukleotida, karbohidrat
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion
logam, pewarna
makanan, alkaloid
Kieselguhr Partisi Gula, asam-asam
lemak
Sellulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat,
nukleotida, halide dan
ion-ion logam
Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein,
kompleks logam
β-siklodekstrin Interaksi adsopsi Campuran enansiomer
stereospesifik
tabel 2 1 Beberapa penyerap fase diam yang digunakan pada KLT
10
2.2.2 Fase Gerak
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut.Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada
gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan
bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimal tiga komponen (Stahl,1984)
Berikut ini beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak (Gandjar dan Rohman,2007) :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute
yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang
bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam pelarut non polar
seperti metal benzene akan meningkatkan harga Rf secara segnifikan
4. Solut-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau
ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat
basa dan asam.
11
yang menyebar dan puncak ganda. Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai
macam jumlah sampel telah disarankan untuk digunakan dan diringkas pada
tabel dibawah ini.
2.2.4 Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah
ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi
fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan
sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin
volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi
lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan
penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika
fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan
bahwa fase gerak telah jenuh. Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari
totolan sampel, posisi lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam
bejana :
12
Gambar 2. 1 Lempeng dalam beaker (chamber) dengan garis pembataspenotolan sampel dan
batas eluen (Gandjar dan Rohman, 2007)
Gambar 2. 2 Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas atas pengelusian (Gandjar dan
Rohman,2007)
13
Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat
berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas berikut adalah cara-cara
kimiawi untuk mendeteksi bercak :
Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan
bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional
tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan
terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan
intensitas warna bercak.
Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai
bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar
yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli
dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang
tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan
dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan
reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat
lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan
Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer,
suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang
direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV
atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan
dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
14
Gambar 2. 3 Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas atas pengelusian (Gandjar dan
Rohman,2007)
15
dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng TLC (atau secara in
situ) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Prinsip kerja spektrofoto-densitometri berdasarkan interaksi antara
radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda
pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh
analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi
elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat
diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried 1994).
Sumber radiasi pada spektrodensitometri ada tiga macam tergantung
pada rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium
dipakai untuk pengukuran pada daerah ultraviolet (190-400 nm) dan lampu
tungsten digunakan untuk pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm)
sedangkan untuk penetuan secara fluoresensi digunakan lampu busur merkuri
bertekanan tinggi (Deinstrop, 2007).
Gambar 2. 4 Densitometer
16
A adalah daya serap, ε adalah daya serap molar (dalam mole cm -1), c
adalah kadar (dalam mole liter-1) dan d adalah panjang jalur (dalam cm).
Persamaan di atas berlaku menyeluruh sebagai dasar pokok analisis kuantitatif
dengan spektroskopi serapan. Suatu cara sederhana untuk mengkuantitasi
suatu bahan penyerap ialah dengan mengukur daya serapnya pada panjang
gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, ε dan d ke persamaan di atas
untuk mendapatkan c (Munson, 1991).
Menggunakan Kurva Kalibrasi.
Bila ε tidak diketahui dan terokan murni analit tersedia, kurva kalibrasi
dapat dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah εd dan
bila d diketahui maka ε dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui
kadarnya dapat digunakan untuk menentukan ε, tetapi hal ini kurang handal
daripada penggunaan lereng kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan yang tak
diketahui dapat dibaca langsung dari kurva kalibrasi dengan mencari daya
serap yang tak diketahui pada kurva dan menarik garis tegak lurus ke bawah
pada sumbu kadar. Metode ini sangat bermanfaat terutama jika nyata terlihat
adanya penyimpangan terhadap hukum Beer (ketaklurusan) (Munson, 1991).
Dasar teori terapan densitometri dalam analisis kuantitatif lempeng lapisan
tipis adalah persamaan Kubelka dan Munk. Pada Teori Kubelka-Munk
parameter yang diukur adalah absorpsi, transmisi, pantulan (refleksi) pendar
flour atau pemadaman pendar flour dari radiasi semula. Apabila REM dengan
identitas semula (I) jatuh pada permukaan lapis tipis yang tidak homogeny
dengan arah rambatan tegak lurus, maka sebagian dari REM tersebut akan
direfleksikan (Is) dan sebagian diserap oleh analit lapisan tipis (Io) dan
sebagian lagi diteruskan (It). Pada plat KLT selain terjadi penyerapan REM
juga terjadi hamburan radiasi oleh partikel fase diam.
Persamaan Kubelka – Munk :
I = Io + Is + It
Keterangan:
I = radio elektromagnetik dengan intensitas semula
Io = yang jatuh pada permukaan lapis tipis yang tidak homogen
dengan arah rambat tegak lurus
17
Is = di serap oleh analit lapis tipis
It = sebagian diteruskan
Intensitas REM yang direfleksikan tergantung pada koefisien
permukaan lapis tipis E yang dinyatakan sebagai: Is = I. E
.
berlaku hukum Lambert-Beer seperti pada spektrofotometri It = Io . e-k.x
18
2. J = intensitas REM yang arahnya tegak lurus meninggalkan
permukaan lempeng KLT
3. S = Koefisien penghamburan untuk tiap satuan tebal lempeng KLT
4. K = Koefisien serapan untuk tiap satuan tebal lempeng KLT
5. X = tebal lempeng KLT
Tampak jelas pada hukum Kubelka – Munk bahwa tebal lapisan tipis pada
plat KLT memegang peranan penting dalam perhitungan, oleh sebab itu untuk
menghindari kesalahan sebaiknya dipakai plat KLT yang tebal lapisan tipisnya
sama pada semua permukaan plat KLT ( Sherma dan Fried, 2003 ).
19
Rf = Z
dibagi dengan jarak posisi noda setelah elusi”, Nilai Rf dinyatakan hingga
angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan
pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8. ketentuan ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
1. Rf = faktor retardasi (Retardation factor)
2. Z = jarak migrasi analit (cm)
3. X = jarak migrasi fase gerak (cm)
20
perlu dilakukan optimasi lagi dari kondisi kromatografi yang dilakukan.
Resolusi analit dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : (skoog,1985)
Rs = 2 Z = 2 [(dR) A – (dR) B]
(WA + WB) (WA + WB)
Keterangan:
1. Ks = Resolusi
2. Z = jarak antara dua noda analit
3.WA = lebar noda analit A
4.WB = lebar noda analit B
5.(dR)A = jarak yang ditempuh oleh analit A
6. (dR)B = jarak yang ditempuh oleh analit B
WWwwdfzg
Z WA WaWAkl (dR)A
WB
(dR)A
21
2.4 Bahan Kimia Obat Dalam jamu Asam Urat
22
2.4.2 Parasetamol
23
toksik atau pada pasien dengan kerusakan liver. Parasetamol sejumlah 10-15
gram dapat menyebabkan nekrosis hepatoseluler berat dan kadang-kadang
nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah antara 4-10 jam setelah minum obat,
yang mencapai 300 μg/ml dapat menyebabkan kerusakan hati (Wenas, 1999)
Parasetamol digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang dan demam.
Efek samping parasetamol antara lain ruam kulit, kelainan darah, pankreatitis
akut dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang, penting pada kerusakan
hati (dan lebih jarang kerusakan ginjal) setelah over dosis. Interaksi, pada
dosisi tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa
tidak interaktif. Masa paruh kloramfenikol dapat sangat diperpanjang.
Kombinasi dengan obat AIDS zidovudin meningkatkan resiko akan
neutropenia (Hoan tjay, 2007)
24
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
25
suatu campuran. Terdapat 2 cara yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
yaitu :
a. Bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luar atau
dengan teknik Densitometri
b. Dengan mengerok bercak tersebut lalu menetapkan kadar senyawa tersebut
dengan menggunakan metode lain seperti spektrofotometri
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah Kromatografi lapis Tipis
(KLT) – Densitometri. Kromatografi Lapis Tipis biasanya merupakan metode
pilihan pertama jika ingin memisahkan suatu campuran. Hal ini disebabkan
karena KLT merupkan metode yang sesederhana dan cepat serta digunakan
secara luas untuk analisis obat. Pada metode ini digunakan untuk
mengidenfikasi Bahan Kimia Obat dalam sediaan Obat Tradisional (Jamu)
Asam Urat yang beredar di Kecamatan Sukun, Kota malang.
26
Sediaan Obat Tradisional (Jamu Asam Urat)
27
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.2.1. Parasetamol
- Baku Induk 1 : Ditimbang seksama 100 mg Parasetamol, kemudian
dilarutkan dengan metanol dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml
sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga didapatkan kadar baku
untuk Parasetamol 1000 ppm.
- Dipipet 1,0 ml baku induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga
didapatkan kadar baku untuk Parasetamol 100 ppm.
- Dipipet 2,0 ml baku induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga
didapatkan kadar baku untuk Parasetamol 200 ppm.
- Dipipet 3,0 ml baku induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga
didapatkan kadar baku untuk Parasetamol 300 ppm.
- Dipipet 4,0 ml baku induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga
didapatkan kadar baku untuk Parasetamol 400 ppm.
- Dipipet 5,0 ml baku induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. Sehingga
didapatkan kadar baku untuk Parasetamol 500 ppm.
28
4.2.1.1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan baku standar parasetamol ditotolkan pada plat KLT silica gel
60 F 254 sebanyak 5 μl. Setelah totolan kering plat KLT di eluasi dengan fase
gerak di atas, kemudian plat KLT tersebut dimasukkan kedalam bejana
kromatografi yang telah dijenuhkan. Jika fase gerak telah mencapai batas
eluasi, plat tersebut dikeluarkan dan dikeringkan pada suhu kamar. Noda yang
diperoleh diamati dibawah lampu spectra UV dengan menggunakan
Densitometer pada panjang gelombang 200-400 nm.
29
kocok homogen. Sehingga didapatkan kadar baku untuk Asam
mefenamat 250 ppm.
30
4.6 Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian : Laboratorium Kimia Terpadu Farmasi UMM dan Lab
Kimia Analisis UNAIR
Waktu penelitian : Waktu penelitian dilakukan bulan mei tahun 2013
4.7 Alat-Alat penelitian
1. Densitometer (CAMAG TLC Scanner 3)
2. Bejana Kromatografi
3. Pipa kapiler
4. Alat-alat gelas
5. Neraca Analitik
6. Spektro UV 254-365 nm
7. Ultrasonic bath
31
5. Ukur jarak noda ke tempat totolan dibandingkan dengan jarak elusi
sehingga di dapatkan harga Rf.
32
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.2 Analisis Kualitatif Bahan Kimia Obat Dalam Jamu Asam Urat
1. Masukkan eluen Kloroform : aseton (32:8) pada chamber untuk
dijenuhkan selama 30 menit.
2. Bahan baku pembanding paracetamol dan asam mefenamat dengan sampel
ditotolkan pada plat KLT berukuran 20 x 20 cm dengan menggunakan
pipa kapiler 5 µl pada fase diam silica gel F 254 pada jarak 1,5 cm dari
bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 0,5 cm. kemudian dibiarkan
beberapa saat hingga mengering.
3. pada plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam
chamber yang lebih terdahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa
kloroform : aseton (32:8).
33
4. Setelah mencapai batas eluasi kemudian dikeringkan pada lemari asam
setelah beberapa menit.
5. noda hasil pemisahan diamati dibawah sinar uv 254 nm kemudian dihitung
nilai Rf
Lempeng I II III IV
Sampel Rf Sampel
Sampel A1 0,24 -
Sampel B1 0,24 0,61
Sampel C1 - 0,60
Sampel A2 0,23 -
Sampel B2 0,23 0,59
Sampel C2 - 0,59
34
Sampel A3 0,23 -
Sampel B3 0,23 0,59
Sampel C3 - 0,60
Sampel A4 0,23 -
Sampel B4 0,21 0,59
Sampel C4 - 0,58
Sampel A5 0,20 -
Sampel B5 0,20 0,59
Sampel C5 - 0,59
Gambar 5. 2 Hasil pengamatan Nilai Rf baku pembanding dan sampel
35
Gambar 5.1 Pola spectra baku Parasetamol dan sampel A, B, C
Keterangan : Replikasi tiga kali
Pada pola spectra (sampel A1 dan B1) dan (sampel A2 dan B2) mempunyai pola
spectra yang sama dengan baku 1, baku 2 dan baku 3 . Kemudian pada pola
spectra (sampel A3 dan B3) juga mempunyai pola spectra yang sama dengan
baku 4 dan 5.
36
Gambar 5. 3 Pola spectra baku Parasetamol dan sampel A, B, CKeterangan : Replikasi dua
kali
Pada pola spectra (sampel A4 dan B4) mempunyai pola spectra yang sama
dengan baku 1 replikasi 4. Kemudian pada pola spectra (sampel A 5dan B5)
mempunyai pola spectra yang sama dengan baku 2 dan baku 3.
37
Gambar 5. 4 Pola spectra baku Asam Mefenamat dan sampel A, B, C
38
Gambar 5. 5 Pola spectra baku Asam Mefenamat dan sampel A, B, C
Pada pola spectra (sampel B4 dan sampel C4) mempunyai pola spectra yang
sama dengan baku 2 dan baku 3. Sedangkan pada pola spectra (sampel B 5 dan
sampel C5) juga mempunyai pola spectra yang sama dengan baku 2 dan baku
3.
39
Gambar 5. 6 panjang gelombang maksimum baku Parasetamol dan sampel A, B, C
40
Gambar 5. 8 panjang gelombang maksimum baku Asam Mefenamat dan sampel A, B, C
Lempeng I II III IV
41
λmaks λmaks λmaks λmaks
Baku Asam Baku Asam
Elemen Paracetamo
Paracetamo Mefenama Mefenamat
l (nm) t (nm) l (nm) (nm)
Baku Paracetamol 1 250 249
Baku Paracetamol 2 250 251
Baku Paracetamol 3 250 251
Baku Paracetamol 4 250 251
Baku Paracetamol 5 250 251
Baku Asam Mefenamat 1 292 291
Baku Asam Mefenamat 2 292 291
Baku Asam Mefenamat 3 292 291
Baku Asam Mefenamat 4 290 292
Baku Asam Mefenamat 5 290 292
Lempeng I II III IV
Sampel λmaks Sampel (nm)
Sampel A1 252 -
Sampel B1 250 280
Sampel C1 - 294
Sampel A2 252 -
Sampel B2 250 -
Sampel C2 - 292
Sampel A3 250 -
Sampel B3 252 -
Sampel C3 - -
Sampel A4 252 -
Sampel B4 251 -
Sampel C4 - 292
Sampel A5 251 -
Sampel B5 - 278
Sampel C5 - 292
42
5.2.4 Penentuan Match Factor (MF)
Penentuan Match Factor dilakukan setelah hasil pengukuran densitometer.
MF (Match Factor) yang dirumuskan sebagai berikut:
∑ X∑ X
Y❑
(
2−¿
n )
∑¿
¿
{( ∑ X∑ X
n
¿ )}
MF=
103 {
∑ X.Y− (∑ X∑ Y
n )}
❑2
¿
Keterangan:
X = Absorbansi spectrum pertama
Y = Absorbansi spectrum kedua
n = Banyaknya tempat penentuan
Harga MF = 900 -1000 menunjukkan kedua spectra tersebut identic sedangkan
kedua spectra dikatan tidak identik jika didapatkan harga MF < 900 (Mulya &
Suharman, 1995)
Absorbansi
λ
BK Sampel A Sampel B
220 0,43 0,43 0,51
220 0,61 0,63 0,60
220 0,71 0,64 0,70
220 0,58 0,56 0,59
220 0,56 0,54 0,55
TOTAL 2,89 2,8 2,95
MF 901,87 913,23
43
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pada sampel A dan Sampel B positif
mengandung bahan kimia oba (BKO) Paracetamol, hal ini dikarenakan Match
Factor lebih dari 900 yang berarti sampel tersebut identik dengan Paracetamol.
Absorbansi
λ
BK Sampel B Sampel C
260 0,63 0,61 0,64
260 0,61 0,59 0,42
260 0,65 0,64 0,72
260 0,64 0,63 0,62
260 0,65 0,63 0,72
TOTAL 3,18 3,10 3,12
MF 943,08 919,51
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pada sampel A dan Sampel B positif
mengandung bahan kimia oba (BKO) Paracetamol, hal ini dikarenakan Match
Factor lebih dari 900 yang berarti sampel tersebut identik dengan Paracetamol.
44
Sampel B3 0,29 & 0,83
Sampel B4 0,30 & 0,85
Sampel B5 0,29 & 0,85
Tabel 5 4 Hasil pengamatan nilai Rf pada baku pembanding dan sampel dengan fase gerak Kloroform :
methanol (36:4)
45
Sampel B1 0,89 & 0,28
Sampel B2 0,86 & 0,25
Sampel B3 0,84 & 0,24
Sampel B4 0,24
Sampel B5 0,20
Sampel C1 0,85
Sampel C2 0,83
Sampel C3 0,81
Sampel C4 0,81
Sampel C5 0,81
Tabel 5 5 Hasil pengamatan nilai Rf pada baku pembanding dan sampel dengan fase gerak Kloroform :
ethanol (36:4)
Dari hasil pengamatan nilai Rf dengan fase gerak tersebut maka dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan kedua macam fase gerak tersebut dapat
memisahkan pula bahan kimia obat paracetamol dan asam mefenamat dalam
sediaan jamu asam urat. Pada sampel A yang mengandung bahan kimia obat
paracetamol, sedangkan pada sampel B mengandung bahan kimia obat
paracetamol dan Asam mefenamat, dan pada sampel C mengandung bahan
kimia obat asam mefenamat.
46
BAB VI
PEMBAHASAN
47
eluasi dan telah dikeringkan pada lemari asam setelah beberapa menit, noda
diamati dengan menggunakan sinar UV.
Pada pengamatan ini masing-masing noda baku paracetamol dan asam
mefenamat mempunyai lima noda yang sangat jelas dan terpisah dengan baik.
Dimana dalam penelitian ini menggunakan empat lempeng plat KLT untuk
menganalisis sampel jamu yang telah didapat. Untuk noda baku paracetamol
pada replikasi 1-5 lempeng I, noda baku 1- 4 dengan nilai Rf 0,23 sedangkan
pada baku 5 dengan nilai Rf 0,21. Kemudian pada replikasi 1-5 lempeng III,
noda baku 1-5 mempunyai nilai Rf 0,2. Pada (sampel A 1 dan B1) mempunyai
harga Rf yang sama yaitu 0,24. Pada (sampel A2, B2, A3, B3) juga mempunyai
harga Rf yang sama yaitu 0,23. Pada (sampel A 4) nilai Rf 0,23, (sampel B4)
nilai Rf 0,21. Sedangkan pada (sampel A5 dan B5) mempunyai nilai Rf yang
sama yaitu 0,2. Sehingga pada sampel A dan B diduga mengandung bahan
kimia obat parasetamol sedangkan pada sampel C tidak mengandung bahan
kimia obat paracetamol.
Untuk noda asam mefenamat pada replikasi 1-5 lempeng II, noda
baku1 mempunyai nilai Rf 0,63, noda baku 2 dan baku 3 mempunyai nilai Rf
yang sama yaitu 0,6, sedangkan pada baku 4 dan baku 5 mempunyai nilai Rf
0,65 dan 0,68. Kemudian pada replikasi 1-5 lempeng IV, noda baku asam
mefenamat 1-5 mempunyai nilai Rf yang berbeda yaitu 0,63, 0,58, 0,59, 0,64,
0,65. Pada (sampel B1) mempunyai nilai Rf 0,61 dan (sampel C1) mempunyai
nilai Rf 0,60. Pada (sampel B2 dan C2) mempunyai nilai Rf yang sama yaitu
0,59. Pada (sampel B3) mempunyai nilai Rf 0,59 dan (sampel C 3) nilai Rf
0,60. Pada (sampel B4) mempunyai nilai Rf 0,59, (sampel C4) nilai Rf 0,58.
Sedangkan pada (sampel B5 dan C5) mempunyai nilai Rf yang sama yaitu
0,59. Sehingga pada sampel B dan C diduga mengandung bahan kimia obat
asam mefenamat sedangkan pada sampel A tidak mengandung bahan kimia
obat asam mefenamat.
Komposisi fase gerak Kloroform : Aseton (32:8) terhadap 3 sampel
jamu asam urat yang bersifat relative non polar dan fase diamnya yaitu silica
gel 60F 254 yang bersifat relatif polar. Sehingga komponen yang bersifat polar
lebih tertahan pada fase diam dan didapatkan harga Rf yang lebih kecil
48
daripada komponen yang bersifat non polar (skoog, 1985). Oleh karena
kepolaran paracetamol lebih tinggi disbanding asam mefenamat, maka
diperoleh harga Rf paracetamol lebih kecil dari harga Rf Asam Mefenamat.
Selanjutnya nilai Rf yang sama dapat diukur ketahap selanjutnya,
dilakukan scanning pola spectra yang nantinya diperoleh untuk menentukan
panjang gelombang maksimum dan nilai Match Factor (MF). Dilihat dari hasil
spectra dan panjang gelombang paracetamol dari lempeng I (baku 1, 3, 4, dan
baku 5) mempunyai pola spectra dan panjang gelombang yang sama, dengan
λmax 250 nm. Kemudian pada lempeng III (baku 2, 3, 4) dan (baku 5)
mempunyai pola spectra dan panjang gelombang yang sama, dengan λmax
251 nm. Pada (sampel B1, B2, A3) mempunyai pola spectra dan λmax yang
sama yaitu 250 nm. Sedangkan pada (sampel A1, A2, B3) mempunyai pola
spectra dan λmax yang sama yaitu 252 nm. Sedangkan pada (sampel B 4 dan
A5) mempunyai pola spectra dan panjang gelombang yang sama, dengan λmax
251 nm.
Kemudian dilihat dari hasil spectra dan panjang gelombang asam
mefenamat dari lempeng II pada (baku1, 2 dan baku 3) mempunyai pola
spectra dan panjang gelombang yang sama, dengan λmax 292 nm. Sedangkan
pada (baku 4 dan baku 5) mempunyai pola spectra dan panjang gelombang
yang sama, dengan λmax 290 nm. Pada lempeng IV (baku 1, 2, dan baku 3)
mempunyai pola spectra dan panjang gelombang yang sama, dengan λmax
291 nm. Sedangkan pada (baku 4 dan baku 5) mempunyai pola spectra yang
sama dan panjang gelombang yang sama yaitu λmax 292 nm. Pada (sampel
B1) dengan λmax 280 nm, (sampel C1) dengan λmax 294nm, (sampel (C2)
dengan λmax 292 nm. Sedangkan pada (sampel C4 dan C5) mempunyai pola
spectra yang sama dan panjang gelombang yang sama yaitu λmax 292 nm.
Pada (sampel B5) mempunyai λmax 278 nm.
Setelah menentukan pola spectra dan panjang gelombang maka,
kemudian menghitung nilai Macth Factor (MF). Dari Sampel A dan Sampel B
mempunyai nilai MF (>900) yang identik dengan baku pembanding
paracetamol. Sedangkan pada sampel B dan sampel C juga mempunyai nilai
MF (>900) yang identik dengan baku pembanding asam mefenamat. Dari
49
hasil tersebut maka dapat memperkuat adanya bahan kimia obat (BKO)
paracetamol dan asam mefenamat dalam sediaan jamu asam urat. Apabila
profil spectra dan panjang gelombang maksimum sama antara sampel jamu
dengan pembanding dan mempunyai nilai MF (>900), maka data ini lebih
menjamin bahwa suatu sampel tersebut mengandung bahan kimia obat (BKO).
Kemudian dilakukan penelitian penggunaan fase gerak yang lain yaitu
kloroform : methanol (36:4) dan kloroform : etanol (36:4). Dari hasil yang
didapatkan bahwa pada fase gerak kloroform : methanol (36:4) diperoleh nilai
Rf untuk Baku Paracetamol 0,23, 0,24, dan 0,20. Untuk sampel A mempunyai
nilai Rf 0,24- 0,25, sedangkan untuk sampel B mempunyai nilai Rf 0,29-0,30
dan mempunyai nilai Rf 0,83-0,85. Untuk fase gerak kloroform : etanol (36:4)
diperoleh nilai Rf untuk Baku Paracetamol 0,18, 0,21 dan 0,24.Untuk sampel
A mempunyai nilai Rf 0,18 – 0,16, sedangkan untuk sampel B 0,20 dan 0,82.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sampel A mengandung paracetamol,
sedangkan pada sampel B mengandung Paracetamol dan Asam mefenamat.
Dari hasil yang didapatkan bahwa pada fase gerak kloroform :
methanol (36:4) diperoleh nilai Rf untuk Baku Asam mefenamat 0,81 dan
0,89. Untuk sampel B mempunyai nilai Rf 0,91- 0,94 dan mempunyai nilai Rf
0,34-0,36, sedangkan untuk sampel C mempunyai nilai Rf 0,86 dan 0,89.
Untuk fase gerak kloroform : etanol (36:4) diperoleh nilai Rf untuk Baku
Asam mefenamat 0,76 dan 0,79.Untuk sampel B mempunyai nilai Rf 0,84-
0,89 dan mempunyai nilai Rf 0,20-0,28. Untuk sampel C mempunyai nilai Rf
0,81-0,85. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sampel C mengandung
Asam mefenamat, sedangkan pada sampel B mengandung Paracetamol dan
Asam mefenamat.
50
BAB VII
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian analisis bahan kimia obat
(paracetamol dan asam mefenamat) dalam sediaan obat tradisional (jamu asam
urat) dengan metode kromatografi lapis tipis-densitometri sebagai berikut:
Jamu asam urat yang diperoleh di kecamatan sukun kota malang, yang
mengandung bahan kimia obat (BKO) paracetamol dan asam mefenemat
dengan metode kromatografi lapis tipis - densitometri pada sampel A
mengandung senyawa paracetamol, sedangkan pada sampel B mengandung
senyawa parcetamol dan asam mefenamat, pada sampel C mengandung
senyawa Asam Mefenamat.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar
kadar bahan kimia obat dalam sediaan jamu asam urat.
2. Perlu dilakukan peningkatan pengawasan yang lebih ketat oleh Balai
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tehadap sediaan jamu asam urat
yang beredar di masyarakat. Serta pabrik jamu yang beredar di
masyarakat terjamin mutu dan keamananya.
51
DAFTAR PUSTAKA
52
De Smet PAG., 2004. Towards Safer Herbal Medicines Eur Phyto J.
www.ex.ac.uk/Phytonet/Phytojournal/ diakses Tanggal 19 Maret 2013
Fried, B. And Sherma, J., 1994. Thin layer Chromatography Techniques and
Applications. 3rd edition,. New York: Marcell Dekke, Inc. Hal 3-22
Gandjar, L.G., and Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Jogjakarta :
pustaka pelajar, hal 353-377
Ganiswarna, S. G., 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi VI, Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia, hal 217
Hermanto dan Subroto, 2007. Pilih Jamu Dan Herbal Tanpa Efek Samping.
Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Hoan tjay, Tan dan Kirana Raharja., 2007, Obat-obat penting, Ed. VI, cetakan
keenam, Gramedia, Jakarta hal 315-318
Munson, J.W., 1991. Analisis Farmasi Metode Modern, vol 11. . Airlangga
University Press; hal 125-134
53
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Penerbit ITB. Bandung.
Skoog, D.A., 1985. Principle of Instrumental Analysis, 3rd ed. New York.
Philadelphia : CBS College Publishing, hal 837-847
Stahl, Egon, 1984, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB :
Bandung
Watson, and David, G., 2009. Analisis Farmasi, Buku Ajar Untuk Mahasiswa
farmasi dan praktis Kimia Farmasi, 2nd ed. Jakarta : Egc, hal 367-378
Wenas, 1999. Kelainan Hati Akibat Obat. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid 1.
Edisi 3, gaya baru, Jakarta, hal 363-369
54