TUGAS 3
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu jenis minyak atsiri yang berpotensi sebagai komoditas baru bagi Indonesia
adalah kencur. Kencur (Kaemferia galanga L.) adalah salah satu jenis tumbuhan temu-
temuan (umbi-umbian) yang termasuk famili Zingiberaceae, yang mengandung minyak atsiri
2,4%-3,9%, juga cinnamal, aldehide, asam motil p-cumarik, asam cinnamal, etil ester, dan
pentadekan (Rukmana,1994).
Kencur merupakan jenis tanaman obat potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku minuman untuk kesehatan, obat-obatan dan penyedap masakan, serta dapat juga
dimanfaatkan sebagai kosmetik. Tingkat keragaman tanaman kencur sangat sempit,
disebabkan oleh perbanyakan tanaman secara vegetatif, sehingga untuk memperoleh varietas
unggul melalui pemuliaan sangat terbatas (Rostiana et al., 2003).
Umumnya kencur diproses dengan berbagai macam cara, seperti diambil sarinya,
dibuat tepung, bahkan langsung digunakan untuk berbagai keperluan. Hampir seluruh bagian
tanaman kencur mengandung minyak atsiri (Afriastini, 1990).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui:
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan ekstrak yang baik dan
benar
2. Mahasiswa mampu melakukan ekstarksi rimpang Kaemferia galanga L. dengan
menggunakan berbagai metode maserasi.
1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini disusun dengan manfaat sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan ekstrak yang baik dan
benar
2. Mahasiswa dapat melakukan ekstraksi rimpang Kaemferia galanga L. dengan
menggunakan berbagai metode maserasi.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L.)
2.1.1 Sistematika dan Klasifikasi Tanaman Kencur (Rukmana, 1994):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Lilianae
Order : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L. (www.itis.gov)
2
2.1.3 Morfologi Tanaman
Kemampuan penyesuaian tanaman kencur terhadap lingkungan cukup tinggi.
Tanaman ini punya daya produksi tinggi di daerah yang punya curah hujan 1500 –
4000 mm/th, suhu udara 190C-300C dan ketinggian 100-700m dari permukaan air laut
(dpl). Tanaman ini tumbuh baik di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari
penuh, tapi memerlukan naungan ringan untuk pertumbuhan yang optimum. Hal ini
dapat diamati pada tanaman kencur yang ditanam secara monokultur daunnya melipat
(menutup pada siang hari). Sekalipun demikian, kencur yang ditanam di tempat
terlindung, justru hanya akan menghasilkan daun-daunnya saja. Tanah yang paling
baik untuk tanaman kencur adalah tanah yang memiliki struktur lempung berpasir
(Sandy loam), strukturnya lemah, dengan tata air dan udara, tanahnya baik serta
seimbang. Disamping itu kesuburan tanahnya harus juga diperkaya dengan bahan
organik, antara lain dengan pemberian pupuk kandang dan kompos. Jika pada tanah
yang kurang subur dan becek, pertumbuhan tanaman kencur juga akan kurang baik,
sedikit beranak dan pada rimpang-rimpangnya banyak bagian yang membusuk
(Rukmana, 1994).
Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang
dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih
berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih
kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua
ditumbuhi akar pada ruas ruas rimpang berwarna putih kekuningan. Daun kencur
berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan jumlah daun
tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau sedangkan
sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan
lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang
tulang induk daun yang nyata (Backer,1986).
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas
ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong
pendek.
3
(Gambar 2. Morfologi Kencur; (1) Rimpang kencur; (2) Daun; (3) Bunga)
4
Gambar 1. Etil p-Metoksisinamat
EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang
mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut
dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah, 2008).
Etil-p-metoksisinamat adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang
kencur (Kaempferia galanga L.). EPMS termasuk dalam golongan senyawa
ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat
nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit
sedikit dalam ekstraknya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai
variasi kepolaran yaittu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Nurlita,
2014).
Kandungan Kimia dari Kencur Kandungan kimia rimpang kencur telah
dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil sinamat, (2) etil p-
metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) parafin
5
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik
tersebut. Keempat teknik tersebut yaitu kromatografi kertas, KLT, Kromatografi gas
cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi. Diantara berbagai jenis teknik kromatografi,
kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium
farmasi, karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu,
kebutuhan ruang minimum serta penggunaannya sederhana.
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacak bila penotolannya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerjanya adalah pelacakan pda sepanjang gelombang maksimal
yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, KLT densitometri untuk analisis
kuantitatif prinsipnya mengacu pada nilai Rf yang membandingkan Rf analit dengan
Rf baku pembanding atau membandingkan bercak kromatogram sample dengan
kromatogram “Reference standart”. Penentuan Rs harus dilakukan bersamaan dengan
sample pada plat yang sama. Analisis kuantitatif hampir sama dengan
spektrofotometri, penentuan kadar analit dikorelasikan dengan area bercak pada plat
KLT.
Senyawa marker mempunyai 2 tujuanutama yaitu sebagai penanda
frmakologis dan analisis. Misal germacan adalah senyawa marker yang terdapat dalam
purwoceng namun zat aktif yang terkandung dalam tanaman tersebut adalah
stigmasterol. Stigmasterol juga ditemukan pada tanaman cabe jawa oleh karena itu
sering ditemukan adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa,
karena harga purwoceng mahal.
Marker dapat digunakan untuk identifikasi dengan benar dan autentik sumber
bahan alam, mencapai kualitas yang konsisten, mengkuantifikasi senyawa
farmakologis aktif pada produk akhir, atau memastikan efikasi produk marker sangat
penting dalam evluasi jaminan kualitas produk. Senyawa marker tidak hanya memiliki
aktivitas farmakologi, senyawa marker dapat digolongkan menjadi 4 kategori
berdasarkan kualitasnya.
• Zat aktif: merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang
diketahui. Ex: epedrin pada Epedra sinensis.
• Marker aktif: zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum
tentu mempunyai efikasi klinik. Ex: alliin pada Allium sativum.
6
• Marker analisis: zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif tetapi belum
tentu mempunyai aktivitas biologi dan efikasi klinis, selain itu marker ini juga
berguna untuk identifikasi positif bahan baku dan ekstrak untuk stardardisasi.
• Marker negatif: senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau alergik. Ex: asam
ginkolat pada Gynko biloba.
7
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.
Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra
violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harborne,
1987).
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang
sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks
organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang
tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan
beberapa mikrogram.Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi
kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif,
kelemahannya adalah harga RF yang tidak tetap (Gritten, et. al., 1991).
8
BAB III PROSEDUR KERJA
Bahan :
Alat :
9
3.2 Metode Maserasi
3.2.1 Prosedur Kerja
Pembuatan Eluen (Fase gerak)
Eluen yang digunakan : n-Heksana-Etilasetat-Asam formiat (90:10:1)
Buatlah eluen sebanyak 101 ml. Masukkan kedalam chamber. Homogenkan
didalam chamber dengan cara digoyang-goyangkan.
Apabila volume eluen terlalu banyak, maka kurangi. Jangan sampai totolan
awal pada plat KLT tercelup di dalam eluen.
10
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5 menit,
ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml, kemudian ditambah
pelarut sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit. Kemudian disaring dan
ditampung filtratnya.
C. Penotolan Sampel dan Standar pada Plat KLT
Ditotolkan sampel dan sampel untuk recovery sebanyak 2µl,
sedangkan standar EPMS sebanyak 2µl pada plat KLT.
20 cm
0,5 cm
10 cm
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
3.2.4 Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Cromatography (TLC) Scanner
A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Plat KLT yang sudah di scan pada panjang gelombang 254 dan 365
nm, kemudian di scan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorban
maksimum.
Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan untuk
pengukuran.
B. Penentuan Linearitas
Linearitas ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan KLT-densitometer pada panjang gelombang
maksimum. Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.
C. Penentuan Presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan masing-masing 2µl dan larutan
standar EPMS masing-masing 2µl pada plat KLT. Plat ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada
11
panjang gelombang maksimum. Sehingga dapat dihitung berapa standar
deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan Akurasi
Untuk menentukan persen recovery, ditotolkan sampel recovery
masing-masing 2µl (lihat sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing 2µl pada plat KLT. Plat ini kemudian dieluasi dengan fase
gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang gelombang
maksimum.
% Recovery =
12
3.3 Bagan Alir
3.3.1 Pembuatan Eluen (Fase gerak)
13
B. Pembuatan Larutan Baku Kerja
Larutan Konsentrasi Baku induk atau baku Jumlah yang digunakan
Baku kerja yang diambil
Baku 1 200 ppm 5,0 ml Baku 3 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 2 300 ppm 5,0 ml Baku 5 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 3 400 ppm 5,0 ml Baku 6 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 4 500 ppm 5,0 ml LI 1 Ditambah etanol ad 50,0 ml
Baku 5 600 ppm 3,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 6 800 ppm 4,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml
14
C. Penotolan Sampel dan Standar pada Plat KLT
Ditotolkan sampel dan sampel untuk recovery sebanyak 2µl,
sedangkan standar EPMS sebanyak 2µl pada plat KLT.
20 cm
0,5 cm
10 cm
//////
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
3.3.4 Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Cromatography (TLC) Scanner
15
A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
/
B. Penentuan Linearitas
/
C. Penentuan Presisi
/
D. Penentuan Akurasi
/
16
DAFTAR PUSTAKA
Rostiana, O., W. Haryudin dan Rosita, SMD, 2003. Stabilitas hasil lima nomor harapan
kencur. Jurnal Penelitian Tanaman Indutri. Vol 12. No 4. Des 2006. hal. 140 –
145.
Afriastini. 1990. Daftar Jenis Nama Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
https://www.bing.com/images/search?q=kaempferia+galanga&FORM=HDRSC2,
(online)(24 September 2018).
Backer, C. A. R. C. B. Van den Briak. 1986. Flora of Java, Vol 2. Walters Noordhoff. N.
v. Groningen. P. 33.
Winarto, W. P., 2007. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153,
Jakarta, Karyasari Herba Media.
Inayatullah, M.S. 1997. Standarisasi rimpang kencur dengan parameter etil para
metoksi sinamat. Fakultas Farmasi, Universitas Erlangga.Surabaya.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Van Duin, C.F., 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori, Penerjemah
K. Satiadarma Apt., Pecenongan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Susanti, dkk. 2014. Pembuatan Minuman Serbuk Markisa Merah (Passifora edulis f.
edulis Sims) (Kajian Konsentrasi Tween 80 dan Suhu Pengeringan). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Universitas Brawijaya. 2(3):170-179.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
kesehatan. Volume VII No.2
17
18