Anda di halaman 1dari 87

VALIDASI METODE ANALISIS KUERSETIN

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR


KINERJA TINGGI DAN APLIKASINYA
DALAM EKSTRAK ETANOL
DAUN BIDARA LAUT (Ziziphus mauritiana
Lam)

SKRIPSI

oleh:
Wahyu
Setyanin
gsih
1650100
77

November 2020
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM
SEMARANG

November 2020
VALIDASI METODE ANALISIS KUERSETIN
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI DAN APLIKASINYA DALAM EKSTRAK ETANOL
DAUN BIDARA LAUT (Ziziphus mauritiana Lam)
HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


dalam mencapai derajat Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim

oleh:
Wahyu Setyaningsih
165010077

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
November 2020

i
INTISARI

VALIDASI METODE ANALISIS KUERSETIN MENGGUNAKAN


KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN APLIKASINYA
DALAM EKSTRAK ETANOL DAUN BIDARA LAUT (Ziziphus mauritiana
Lam)

Daun bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam) mengandung senyawa


flavonoid yang terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa yang terkandung
dalam tanaman bidara laut yaitu fenolik, flavonoid, alkaloid dan saponin. Salah
satu senyawa flavonoid paling penting yaitu kuersetin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kandungan kuersetin dalam ekstrak etanol daun bidara laut
(EEDBL) menggunakan metode KCKT.

Daun bidara laut diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan


pelarut etanol 70% yang diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak kental. Analisis kandungan kuersetin menggunakan alat KCKT
(Jazco) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 371
nm. Fase diam yang digunakan yaitu C18 dan fase gerak metanol:air (59:41, v/v)
dengan laju alir 1,2 mL/menit. Uji validasi yang dilakukan meliputi uji linieritas,
selektivitas, presisi, akurasi dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa EEDBL mengandung kuersetin yaitu


0,019%. Metode analisis tervalidasi dengan nilai parameter yaitu uji linieritas
dengan nilai korelasi (r) = 0,9997, selektivitas yang baik, uji presisi menghasilkan
%RSD 0,142%, uji akurasi sebesar 99,409%-100,536%, sedangkan LOD sebesar
0,079 µg/mL dan LOQ 0,262 µg/mL

Kata kunci : ekstrak daun bidara laut, flavonoid, KCKT, kuersetin, validasi.
ABSTRACT

VALIDATION OF QUERCETINE ANALISYS USING HIGH


PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY METODS AND
ITS APPLICATIONS IN ETHANOL EXTRACT BIDARA LEAF
(Ziziphus
mauritiana Lam)

Bidara leaf (Ziziphus mauritiana Lam) contain flavonoid compounds which


are proven to have antioxidant activity . The compound contained in bidara leaf
in phenol, flavonoids, alkaloids and saponin. One of the most important
flavonoids is quercetin. This research aim to know the quercetine in ethanol
extract bidara leaf (EEBL) using high performance liquid chromatography
metods.

Bidara leaf extracted using maceration method with ethanol 70% solvent
which is evaporated using rotary evaporator so obtained viscous extract. Analisys
of quercetine content using the HPLC tool (Jazco) equipped with a UV-Vis
detector at a mavelength 371 nm. Using mobile phasemethanol : water (59:41)
and using C18 column with water rate 1,2 mL/menit. Validation test was
conducted on the test of linearity, selectivity, precision, accuracy and sensitivity.

The results showed that EEBL contained 0,019% quercetin. The analysis
method is validated with parameter values, namely: linearity with the correlation
(r ) = 0,9997, good selectivity, precision test generates %RSD 0,142%, accuracy
99,409%-100,536% and LOD 0,079 µg/mL and the LOQ 0,262 µg/mL

Keywords : extracted bidara leaf, flavonoids, HPLC, quercetin, validation.


PENGESAHAN SKRIPSI

Berjudul

VALIDASI METODE ANALISIS KUERSETIN


MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI DAN APLIKASINYA DALAM EKSTRAK ETANOL
DAUN BIDARA LAUT (Ziziphus mauritiana Lam)

oleh:
Wahyu Setyaningsih
165010077

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Pada tanggal: November 2020

Pembimbing,

(apt. Aqnes Budiarti, S.F., M.Sc.)

Mengetahui:
Fakultas
Farmasi
Universitas Wahid Hasyim
Dekan,

(Dr. apt. Maulita Cut Nuria, M.Sc.)


SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Wahyu Setyaningsih

NIM 165010077

Judul Skripsi : Validasi Metode Analisis Kuersetin Menggunakan Metode


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dan Aplikasinya dalam Ekstrak
Etanol Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana Lam).

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis

digunakan sebagai acuan dalam naskah dan disebutkan dalam pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, November 2020

Wahyu Setyaningsih
PERSEMBAHAN

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan.” (QS. Al-Insyirah : 5)

Kupersembahkan untuk :

Kedua orang tuaku tercinta, bapak Sholikin dan ibu Rasningsih atas

segala doa dan perjuangannya selama ini

Adikku Pramudya Setiawan dan segenap keluarga

tercinta Almamater sebagai wujud terima kasih dan

khidmahku
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Validasi Metode Analisis

Kuersetin Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dan

Aplikasinya dalam Ekstrak Etanol Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana

Lam)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh

derajat Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibu Dr. apt. Maulita Cut Nuria, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Wahid Hasyim Semarang.

2. Ibu apt. Aqnes Budiarti, S.F., M.Sc. dan apt. Emy Susanti, S.Farm.,

M.Biomed. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran memberikan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

3. Dosen Penguji yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran,

masukan dan koreksi terhadap skripsi ini.

4. Seluruh dosen di Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sebagai dasar penulisan

skripsi ini.
5. Seluruh Staf Laboraturium Fitokimia dan Laboratorium Kimia Farmasi

Universitas Wahid Hasyim yang telah membantu untuk penelitian di

Laboraturium.

6. Teruntuk kedua orangtua saya yang senantiasa memberikan doa dan

dukungan lebih terhadap saya demi kelancaran semasa studi hingga

selesai.

7. Teman seperjuangan Melissa Oktavia dan Taufik NurHidayat yang saling

membantu dan pemberi semangat hingga penyusunan skripsi ini selesai.

8. Sahabatku Aprillia Sulistiyaningtyas, S.E yang telah memberikan doa dan

dukungannya dalam segala hal.

9. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu pada penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna skripsi ini, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi dunia

farmasi yang sebagai mana mestinya .

Semarang, November 2020

Wahyu Setyaningsih
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
INTISARI................................................................................................................ii
ABSTRACT...........................................................................................................iii
PENGESAHAN SKRIPSI......................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN........................................................................................v
PERSEMBAHAN...................................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian............................................................................................3
E. Tinjauan Pustaka...............................................................................................4
1. Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana Lam)..............................................4
a. Definisi......................................................................................................4
b. Klasifikasi Tanaman..................................................................................4
c. Morfologi Daun Bidara Laut.....................................................................5
d. Kandungan Daun Bidara Laut...................................................................5
2. Ekstraksi........................................................................................................5
3. Asam Galat....................................................................................................6
4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)..................................................8
a. Wadah fase gerak dan fase gerak..............................................................8
b. Pompa........................................................................................................9
c. Tempat penyuntikan sampel......................................................................9
d. Kolom......................................................................................................10
e. Detektor...................................................................................................10
5. Validasi.......................................................................................................10
a. Linieritas..................................................................................................11
b. Sensitivitas...............................................................................................11
c. Selektivitas..............................................................................................12
d. Presisi......................................................................................................12
e. Akurasi....................................................................................................13
F. Landasan Teori...............................................................................................14
G. Hipotesis.........................................................................................................14
BAB II. METODE PENELITIAN.........................................................................15
A. Bahan dan Alat Penelitian..............................................................................15
1. Bahan..........................................................................................................15
2. Alat..............................................................................................................15
B. Jalannya Penelitian.........................................................................................16
1. Determinasi Tanaman.................................................................................16
2. Preparasi Daun Bidara Laut........................................................................16
a. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Bidara Laut.....................................16
b. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bidara Laut (EEDBL)........................17
3. Uji Kualitatif...............................................................................................18
4. Pembuatan Larutan Standar Asam Galat....................................................18
5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal.................................................18
6. Optimasi Fase Gerak...................................................................................19
7. Pembuatan Fase Gerak................................................................................19
8. Pembuatan Kurva Baku..............................................................................19
9. Validasi.......................................................................................................20
a. Uji Linieritas............................................................................................20
b. Uji Sensitivitas........................................................................................20
c. Uji Selektivitas........................................................................................21
d. Uji Presisi................................................................................................21
e. Uji Akurasi..............................................................................................22
10. Analisis Kandungan Asam Galat...............................................................23
BAB III. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................................24
A. Determinasi Tanaman.....................................................................................24
B. Pengumpulan dan Pengeringan Daun Bidara Laut.........................................24
C. Pengumpulan Ekstraksi Etanol Daun Bidara Laut.........................................25
D. Identifikasi Senyawa Asam Galat...................................................................26
E. Optimasi Panjang Gelombang Maksimal Asam Galat...................................27
F. Optimasi Fase Gerak.......................................................................................28
G. Pembuatan Kurva Baku Asam Galat..............................................................31
H. Validasi Metode Analisis................................................................................32
1. Uji linieritas.................................................................................................32
2. Uji sensitivitas.............................................................................................34
3. Uji selektivitas.............................................................................................35
4. Uji presisi....................................................................................................36
5. Uji akurasi...................................................................................................38
I. Analisis Kandungan Asam Galat Dalam EEDBL..........................................38
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................38
A. Kesimpulan.....................................................................................................38
B. Saran...............................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
LAMPIRAN...........................................................................................................44
DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil optimasi komposisi fase gerak........................................................29


Tabel II. Hasil kurva baku asam galat....................................................................30
Tabel III. Hasil uji linieritas asam galat.................................................................33
Tabel IV. Hasil uji sensitivitas (LOD dan LOQ) standar asam galat....................38
Tabel V. Hasil uji presisi kadar asam galat...........................................................36
Tabel VI. Hasil uji kadar asam galat dalam EEDBL.............................................39
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana Lam).......................................4


Gambar 2. Struktur asam galat.................................................................................7
Gambar 3. Skema Komponen KCKT......................................................................8
Gambar 4. Reaksi Fenolik dengan FeCl3...............................................................................................27
Gambar 5. Hasil scanning optimasi panjang gelombang.......................................31
Gambar 6. Hasil grafik linieritas kadar asam galat................................................30
Gambar 7. Hasil grafik kurva baku asam galat......................................................32
Gambar 8. Hasil kromatogram asam galat.............................................................35
Gambar 9. Hasil grafik linieritas asam galat secara KCKT...................................34
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Determinasi Daun Bidara Laut..........................................................42


Lampiran 2. Perhitungan Randemen simplisia, EEDBL.......................................45
Lampiran 3. Perhitungan Larutan Standar Asam Galat.........................................49
Lampiran 4. Perhitungan Sampel EEDBL.............................................................49
Lampiran 5. Panjang Gelombang Maksimal Asam galat......................................50
Lampiran 6. Contoh Kromatogram Kurva Asam galat..........................................54
Lampiran 7. Contoh Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 6 kali...................53
Lampiran 8. Perhitungan LOD dan LOQ Asam Galat...........................................55
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Perolehan Kembali Asam GAlat......................57
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian...................................................................66
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daun bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam) adalah suatu jenis tanaman

yang bisa digunakan sebagai obat tradisional (Marwat dkk., 2009). Daun bidara

laut (Ziziphus mauritiana Lam) diketahui memiliki kandungan fitokimia seperti

fenolik, flavonoid, alkaloid maupun saponin (Setiawan dkk., 2014). Saat ini

banyak penelitian yang dilakukan terhadap senyawa antioksidan dari bahan alam.

Sumber antioksidan alami berasal dari tumbuhan dan umumnya mengandung

senyawa fenolat dan flavonoid. Senyawa ini berperan sebagai antioksidan dengan

cara menghambat terbentuknya radikal bebas dengan mendonasikan atom

hidrogennya atau melalui kemampuan menangkap logam dalam bentuk glukosida

(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut

aglikon (Redha, 2010).

Kuersetin merupakan golongan flavonoid yang menunjukkan beberapa

aktivitas biologi. Aktivitas ini dikaitkan dengan sifat antioksidan kuersetin yang

memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan spesi oksigen reaktif seperti

anion superoksida dan radikal hidroksil (Moektiwardoyo dkk., 2011). Flavonoid

adalah salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid merupakan senyawa

polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi atau

tersubstitusi suatu gula. Flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol, aseton, dan air. Flavonoid terdapat pada semua tumbuhan hijau

sehingga pastilah ditemukan pada setiap telaah ekstrak tumbuhan (Markham,

1988). Flavonoid sebagai senyawa antioksidan dan berfungsi menetralisir radikal

bebas,
1
dengan demikian meminimalkan efek kerusakan pada sel dan jaringan tubuh juga

sangat baik untuk pencegahan kanker, meningkatkan efektivitas vitamin C,

mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik (Madiyawati dkk., 2017).

Nugraha dan Ghozali (2014) melakukan validasi metode penetapan kadar

flavonoid kuersetin ekstrak etanol kulit buah apel (EEKBA) menggunakan

kromatografi cair kinerja tinggi. Pengembangan metode menggunakan KCKT tipe

Shimadzu, fase diam yaitu C18 (250 x 4,6 mm) dan fase gerak metanol:air (59:41),

kecepatan alir : 1,2 ml/menit, detektor : UV pada panjang gelombang 371,50 nm.

Optimasi dalam analisis senyawa kuersetin didapatkan hasil waktu retensi 6,138

menit. Penelitian ini diperoleh hasil bahwa uji kualitatif dan kuantitatif flavonoid

kuersetin dapat dilakukan dengan menggunakan KCKT fase terbalik dilengkapi

detektor spektrofotometer UV.

Sukmawati dkk., (2019) melakukan penelitian analisis kadar kuersetin

ekstrak etanol daun miana (EEDM) secara KCKT dengan menggunakan fase diam

kolom C18 dan fase gerak metanol:air (59:41). Detektor UV-Vis pada panjang

gelombang 369,11 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol

daun miana (EEDM) memiliki kandungan kuersetin dan mengandung kadar

kuersetin yaitu 0,312%.

Kromatografi cair kinerja tinggi adalah teknik pemisahan yang paling

banyak digunakan karena memiliki kelebihan dalam hal sederhana, praktis, dan

sensitive. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan

baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Validasi metode analisis

dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada

kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian tentang analisis

kuersetin EEDBL menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah validasi metode analisis kuersetin dalam EEDBL dapat dilakukan

dengan kromatografi cair kinerja tinggi dan aplikasinya?

2. Berapa kadar kuersetin dalam EEDBL?

C. Tujuan Penelitian

1. Memvalidasi metode analisis kuersetin dalamn EEDBL dengan kromatografi

cair kinerja tinggi dan aplikasinya.

2. Penetapan analisis kadar kuersetin dalam EEDBL menggunakan metode

kromatografi cair kinerja tinggi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan validasi metode analisis

kandungan kuersetin dalam EEDBL menggunakan KCKT.


E. Tinjauan Pustaka

1. Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana Lam)

a. Definisi

Bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam) merupakan tanaman yang tumbuh di

daerah tropis dan subtropis. Bagian dari tanaman ini digunakan sebagai obat

tradisional pada berbagai penyakit (Marwat dkk., 2009). Daun bidara laut dalam

kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai pohon ruqyah dan obat-obatan

herbal (Taufiq, 2018).

Gambar 1. Daun Bidara Laut (Ziziphus mauritiana Lam).

b. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi bidara laut yaitu sebagai berikut (Setiawan dkk., 2014) :

Kingdom : Plantae

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Famili : Rhamnaceae

Genus : Ziziphus

Spesies : Ziziphus mauritiana Lam


c. Morfologi Daun Bidara Laut

Daun bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam) merupakan pohon kecil yang

diameter batang dapat mencapai 30 cm dengan tinggi rata-rata 15 m, bagian daun

mempunyai ukuran sekitar 2-9 cm x 1,5–5 cm dan bagian bawah daun pada

umumnya mempunyai warna yang lebih pucat daripada bagian atasnya. Bidara

laut yang masih muda mempunyai duri dan batang membengkok, bertulang daun

3, bergerigi lemah, dari bawah putih atau cokelat karat. Mempunyai buah yang

bisa dimakan (Setiawan dkk., 2014).

d. Kandungan Daun Bidara Laut

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa daun bidara laut (Ziziphus

mauritiana Lam) diketahui memiliki kandungan fitokimia seperti tannin,

flavonoid, alkaloid maupun saponin. Daun bidara laut berkhasiat sebagai

anticacing dan antioksidan, serta daun banyak digunakan untuk bahan baku

kosmetik (Setiawan dkk., 2014). Hasil fitokimia yang dilakukan bahwa pada daun

bidara terdapat senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan fenol

(Noviyanti dkk., 2019).

2. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dari proses mengekstraksi

senyawa aktif simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut

yang sesuai. Pelarut diuapkan agar memperoleh ekstrak kental. Ekstrak

didapatkan dari hasil ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses penarikan

kandungan kimia yang dapat larut sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak

dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000).


Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). pengadukan yang dilakukan pengadukan kontinu (terus-menerus).

Prinsip metode maserasi yaitu mencapai konsentrasi pada keseeimbangan dalam

senyawa terlarut. Remaserasi dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

Kelebihan metode maserasi adalah proses yang sederhana, relatif murah, dan tidak

memerlukan peralatan yang rumit. Sampel dan pelarut terjadi kontak yang cukup

lama dan dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan

panas (Voight, 1995).

3. Kuersetin

Kuersetin merupakan golongan flavonoid yang menunjukkan beberapa

aktivitas biologi. Aktivitas ini dikaitkan dengan sifat antioksidan kuersetin yang

memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dan spesi oksigen reaktif

seperti anion superoksida dan radikal hidroksil (Moektiwardoyo dkk., 2011).

Kuersetin digunakan sebagai larutan standar karena kuersetin merupakan

flavonoid golongan flavonol yang mempunyai gugus keto pada C-4 dan memiliki

gugus hidroksil pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari flavon dan flavonol

(Azizah dkk., 2014). Kuersetin termasuk senyawa polifenol yang bersifat polar

dan memiliki banyak gugus kromofor yang bisa terdeteksi pada panjang

gelombang di atas 360 nm. Kuersetin praktis bersifat tidak larut dalam air dan

merupakan senyawa hidrofob (Dijk dkk., 2000).


Flavonoid merupakan suatu senyawa polar karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi atau tersubstitusi suatu gula. Flavonoid

larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dan air

(Markham, 1988). Flavonoid sebagai senyawa antioksidan dan berfungsi

menetralisir radikal bebas, dengan demikian meminimalkan efek kerusakan pada

sel dan jaringan tubuh juga sangat baik untuk pencegahan kanker, meningkatkan

efektivitas vitamin C, mencegah keropos tulang dan sebagai anti biotik

(Madiyawati dkk., 2017).

Flavonoid termasuk kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di

alam terutama pada jaringan tumbuhan. Flavonoid adalah produk metabolit

sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi tubuh tumbuhan sebagai racun

(Robinson, 1995).

Gambar 2. Struktur Kuersetin (Harizon dkk., 2016).


4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik

untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kegunaan umum KCKT adalah untuk

pemisahan sejumlah senyawa organik dan anorganik, senyawa biologis, analisis

ketidakmurnian dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap.

KCKT juga sering digunakan untuk penetapan kadar senyawa tertentu seperti

asam amino, asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan biologis, menentukan

kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 3. Diagram blok sistem KCKT secara umum (Gandjar dan Rohman, 2007).

Instrumental KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan

sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung

penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan

Rohman, 2007).
Instrumental yang terdapat dalam KCKT terdiri dari :

a. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah ini biasanya

dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum

digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas), adanya suatu gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat

dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer dan reagen dengan kemurnian

yang sangat tinggi. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu

untuk menghindari partikel-partikel kecil. Adanya pengotor dalam reagen dapat

menyebabkaan gangguan pada sistem kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Pompa

Syarat pompa untuk KCKT yaitu pompa harus inert terhadap fase gerak.

Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan

batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan

sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3

mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit. Tujuan penggunaan

pompa untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan

keluk sampel internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel, sampel

digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.

Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk

sampel dan menggelontor sampel ke kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Kolom

Kolom merupakan bagian sangat penting dari kromatografi. Kolom dapat

dibagi menjadi dua kelompok yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.

Dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan

kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu detektor

universal (mendeteksi zat secara umum dan tidak bersifat selektif) seperti detektor

indeks bias dan detektor spektrofotometri massa, dan golongan detektor spesifik

yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor

UV, Visibel, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Validasi

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap

parameter suatu prosedur untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya. Parameter validasi metode analisis dibagi

menjadi 7 parameter yaitu linieritas, selektivitas, presisi, akurasi, batas deteksi dan

batas kuantifikasi, ketahanan dan kekuatan (Harmita, 2004). Parameter tersebut

antara lain :

a. Linieritas

Linieritas adalah suatu kemampuan untuk memperoleh hasil-hasil uji yang

secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

diberikan. Rentang atau kisaran disebut sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi

yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang

telah terpenuhi. Kisaran konsentrasi yang diuji bergantung pada jenis metode dan

kegunaannya, akan tetapi pada pengujian komponen utama, maka konsentrasi

baku harus diukur mendekati atau sama dengan konsentrasi analit yang

diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r

pada analisis regresi linier y = bx + a. hubungan linier ideal dicapai jika nila b = 0

dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan

kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004).

b. Selektivitas

Selektivitas atau spesifitas suatu metode adalah suatu kemampuan untuk

mengukur zat tertentu secara cermat dan sesama dengan adanya campuran

senyawa lain yang ada. Selektivitas sering disebut dengan derajat penyimpangan

(degree of bias) yang dapat dilakukan pada sampel. Metode analisis yang

digunakan yaitu
kromatografi serta selektivitas ditentukan pada perhitungan daya resolusi (Rs)

(Harmita, 2004).

c. Presisi (ketelitian)

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian antara masing-

masing hasil uji, jika prosedur diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan

yang diambil dari sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai simpangan baku

atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai

keterulangan (repeatability) atau reprodusibel. Pengujian KCKT, presisi yang baik

jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi tidak lebih

atau sama dengan 2% (Harmita, 2004).

Nilai RSD dirumuskan dengan : variasinya dengan persamaan :

RSD =x 100%

Keterangan :

SD = Standar Deviasi

x̅ = Kadar rata-rata sampel

d. Akurasi (Ketepatan)

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil pengujian

dengan hasil yang sebenarnya. Ketepatan diukur dengan persen perolehan kembali

(recovery) menggunakan metode penambahan standar.

Perolehan kembali ditentukan menggunakan rumus:

Perolehan Kembali (%) = A−B x100 %


C
Keterangan:

A = konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur

B = konsentrasi sampel

C = konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Nilai perolehan kembali bergantung pada matriks sampel, prosedur proses

sampel, dan konsentrasi analit. Batas penerimaan perolehan kembali adalah 98-

102% (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Sensitivitas

Batas deteksi (LOD) merupakan konsentrasi terendah dalam sampel yang

masih terdeteksi, namun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas

uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit berada diatas atau dibawah nilai

tertentu. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan suatu konsentrasi analit paling

terendah pada sampel yang dapat ditentukan dengan prisisi dan akurasi yang dapat

diterima pada kondisi operasional metode yang telah digunakan. LOD dan LOQ

diekspresikan sebagai konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas deteksi dan

kuantitasi bisa dihitung secara statistik dengan garis regresi linier dan kurva

kalibrasi (Harmita, 2004).


F. Landasan Teori

Nugraha dan Ghozali (2014) melakukan validasi metode penetapan kadar

flavonoid kuersetin ekstrak etanol kulit buah apel (EEKBA) menggunakan

kromatografi cair kinerja tinggi. Pengembangan metode menggunakan KCKT tipe

Shimadzu, fase diam yaitu C18 (250 x 4,6 mm) dan fase gerak metanol:air (59:41),

kecepatan alir : 1,2 ml/menit, detektor : UV pada panjang gelombang 371,50 nm.

Penelitian ini diperoleh hasil bahwa uji kualitatif dan kuantitatif flavonoid

kuersetin dapat dilakukan dengan menggunakan KCKT fase terbalik dilengkapi

detektor spektrofotometer UV.

Sukmawati dkk., (2019) melakukan penelitian analisis kadar kuersetin

ekstrak etanol daun miana (EEDM) secara KCKT dengan menggunakan fase diam

kolom C18 dan fase gerak metanol:air (59:41). Detektor UV-Vis pada panjang

gelombang 369,11 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol

daun miana (EEDM) memiliki kandungan kuersetin dan mengandung kadar

kuersetin yaitu 0,312%.

G. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, maka dapat disusun

hipotesis sebagai berikut :

1. Metode analisis kuersetin dalam EEDBL dapat divalidasi.

2. EEDBL mengandung kuersetin.


BAB II. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

Bahan yang akan digunakan untuk maserasi adalah daun bidara laut

(Ziziphus mauritiana Lam), bahan pelarut yang digunakan adalah etanol 70%,

bahan yang digunakan uji kualitatif adalah etanol p.a, amil alkohol, HCL pekat,

dan Mg serbuk. Bahan yang digunakan pada uji KCKT adalah EEDBL, kuersetin,

metanol dan aqua

p.a sebagai fase gerak.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam maserasi adalah tampah, kertas payung, blender,

oven, moisture balance, corong bunchen, rotary evaporator, dan alat-alat gelas.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah KCKT (Jazco) terdiri dari

pompa (PU 2080 plus), injektor manual, kolom C 18 (125×4,6 mm), detektor UV

(2070 plus) dan pengolahan data pada komputer (Ezchrom elite),

spektrofotometer UV-VIS (1800 Shimadzu).

Digital Ultrasonic Cleaner (Jeken), mikropipet (Socorex), membrane filter

0,45 μm (Whatman), dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di Laboratorium

Kimia Analisis.
B. Jalannya Penelitian

1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui identitas tanaman yang

digunakan pada penelitian yaitu tumbuhan daun bidara laut. Determinasi tanaman

dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Biosistematika Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro Semarang.

2. Preparasi Daun Bidara Laut

a. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Bidara Laut

Daun bidara laut segar dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan

pengotor yang menempel. Daun bidara laut sebanyak 3 kg dikeringkan dengan

oven pada suhu 45˚C sampai kering dengan ditandai daun mudah hancur bila

diremas dengan tangan. Simplisia disortasi kering untuk memastikan tidak ada

pengotor atau memisahkan bagian simplisia yang sudah rusak atau gosong akibat

pengovenan. Simplisia kering dibuat serbuk dengan menggunakan alat penyerbuk

elektrik untuk mendapatkan derajat halus yang sama.

Persyaratan kadar air simplisia kering sebelum dilakukan proses

penyaringan yaitu kurang dari 10% (Depkes RI, 1985). Prosedur pemeriksaan

kadar air yaitu dengan menimbang kurang lebih 1 gram serbuk daun bidara laut

dan dihitung kadar airnya menggunakan alat moisture balance didapatkan kadar

air 5,0%. Setelah diperoleh hasil kadar air, susut pengeringan serbuk simplisia

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


Susut pengeringan = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ × 100%
Serbuk daun bidara laut disimpan di tempat yang tidak terkena sinar

matahari supaya tidak terjadi dekomposisi kandungan senyawa dan diberi silika

gel agar dapat tahan lama (Depkes RI, 1985).

b. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bidara Laut (EEDBL)

Serbuk daun bidara laut sebanyak 200 gram diekstraksi menggunakan

metode maserasi. Maserasi Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam toples kaca

yang bersih, ditambahkan cairan penyari etanol 70% sebanyak 1500 mL. Toples

kaca ditutup rapat diletakkan pada tempat yang terlindung dari cahaya dan

dilakukan selama 3 hari, diaduk sehari 3 kali hingga homogen. Setelah 3 hari

dilakukan proses penyaringan, hasil penyaringan ini disebut maserat I. Ampas

hasil penyaringan diremaserasi dengan menambahkan etanol 70% sebanyak 500

mL dan diletakkan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari dengan

perlakuan yang sama diaduk sehari 2 kali hingga homogen dan setelah 2 hari

dilakukan proses penyaringan. Hasil penyaringan ini disebut maserat II.

Hasil filtrat maserasi dan remaserasi dicampur dan dipekatkan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 54˚C dengan kecepatan 70 rpm sampai diperoleh

ekstrak kental. Setelah diperoleh ekstrak kental daun bidara laut, rendemen

ekstrak kental dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Bobot ekstrak kental


Rendemen =
Bobot serbuk x 100%
simplisia
Ekstrak kental yang didapatkan kemudian disimpan guna mempertahankan

kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa aktif daun bidara laut sehingga

tetap memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 1985).

3. Uji Kualitatif

Ekstrak kental daun bidara laut ditimbang sebanyak 2 gram secara seksama,

dilarutkan menggunakan etanol p.a sebanyak 10 mL, diaduk hingga homogen.

Ditambahkan amil alkohol 3 tetes, HCL pekat 3 tetes melalui dinding, dan Mg

serbuk. Flavonoid ditunjukkan adanya warna merah, kuning hingga jingga pada

lapisan amil alkohol (Harbone, 1978).

4. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin

Kuersetin ditimbang sebanyak 100 mg secara seksama dan dimasukkan ke

dalam labu takar 100 mL. Kuersetin dilarutkan dengan pelarut metanol sampai

tanda batas (Kadar kuersetin menjadi 1 mg/mL atau 1000 µg/mL). Larutan induk

1000 µg/mL diambil sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL.

Kuersetin dilarutkan dengan pelarut metanol sampai tanda batas (Kadar kuersetin

menjadi 100 µg/mL). Larutan induk 100 µg/mL diambil sebanyak 1 mL

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Kuersetin dilarutkan dengan pelarut

metanol sampai tanda batas (Kadar kuersetin menjadi 10 µg/mL).

5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Penentuan panjang gelombang pengukuran larutan standar kuersetin dibuat

menggunakan spektrofotometer UV-Vis antara panjang gelombang 200–400 nm.


Kuersetin memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 371,50 nm

(Nugraha dan Ghozali, 2014).

6. Optimasi Fase Gerak

Optimasi komposisi fase gerak yang digunakan terdiri dari campuran fase

gerak metanol:air dengan perbandingan metanol:air (65:35 v/v), metanol:air

(59:41 v/v), metanol:air (55:45 v/v). Laju alir yang digunakan yaitu 1,2 mL/menit.

Perbandingan fase gerak dipilih yang memberikan data paling optimal.

7. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak dari campuran metanol dan air perbandingan (49:51). Pembuatan

fase gerak untuk 250 mL diambil 147,5 mL metanol dimasukkan ke dalam labu

takar 250 mL dan ditambahkan 102,5 mL air. Campuran fase gerak diultrasonikasi

selama 15 menit.

8. Pembuatan Kurva Baku

Larutan stok kuersetin konsentrasi 10 µg/mL dipipet 50; 150; 600; 1200;

2400; dan 4800 µL dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL dengan pelarut metanol

hingga tanda (kadar larutan kuersetin menjadi 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4; dan 4,8

µg/mL).

Masing-masing larutan diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan volume

penyuntikan 20 µL dideteksi pada panjang gelombang 371 nm dan laju alir 1,2

mL/menit. Replikasi masing-masing kurva baku sebanyak 6 kali (Nugraha dan

Ghozali, 2014).
9. Validasi

a. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dengan cara:

1) Larutan standar kuersetin dengan konsentrasi 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4 dan

4,8 μg/mL, kemudian diinjeksikan sebanyak 20 μL ke alat KCKT.

2) Luas area dari puncak standar kuersetin yang diperoleh setiap

konsentrasinya dibuat persamaan regresi linier, dan dihitung koefisien

korelasinya.

3) Uji linieritas dilakukan 3 kali pengulangan.

4) Persamaan garis linier yang paling baik digunakan sebagai persamaan

kurva baku dalam menetapkan kadar sampel.

5) Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien

korelasi r pada analisis regresi linier y = bx + a. Hubungan linnier yang

ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah

garis (Harmita, 2004).

b. Uji Selektivitas

Larutan standar kuersetin diinjeksikan sebanyak 20 μL ke alat KCKT.

Berdasarkan kromatogram dapat dilihat puncak analit standar kuersetin terpisah

dengan sempurna.

Selektivitas metode dapat ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya

(Rs) dengan persamaan:


(tR2 − tR1)
R=2
W1 + W 2
Keterangan :

R = resolusi

t R1 = waktu retensi puncak pertama

t R2 = waktu retensi puncak kedua

W1 = lebar dasar puncak pertama

W2 = lebar dasar puncak kedua

Nilai resolusi digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan selektivitas

metode analisis berdasarkan pemisahan antar puncak (peak) dengan nilai yang

baik

≥ 2 (Snyder dkk., 1997).

c. Uji Presisi (Ketelitian)

Penentuan presisi dilakukan dengan mengukur larutan standar kuersetin

konsentrasi 100% sebanyak 6 kali. Presisi ditentukan dengan menghitung deviasi

standar antar beberapa pengukuran sampel. Presisi dinyatakan dengan %RSD

(Relative Standard Deviation) dan persyaratan % RSD ≤ 2 (Gandjar dan Rohman,

2007).

RSD = SD x 100%

Keterangan :

SD = Standar Deviasi

x̅ = Kadar rata-rata sampel

d. Uji Ketepatan (Akurasi)

Uji akurasi metode analisis ditentukan dengan parameter persen perolehan

kembali dengan metode penambahan baku pada analit. Sampel dianalisis,


kemudian
bahan baku (80, 100 dan 120% dari kadar analit target) ditambahkan ke dalam

sampel, dicampurkan dan dianalisis lagi. Masing-masing larutan disaring

menggunakan membran filter 0,45 μm kemudian diinjeksikan sebanyak 20μL,

masing-masing direplikasi 3 kali. Perolehan kembali dihitung dengan

membandingkan jumlah sampel EEDBL terukur untuk masing-masing

penambahan baku terhadap kadar baku kuersetin yang ditambahkan. Penelitian ini

dilakukan uji ketepatan dengan metode uji perolehan kembali. Uji ketepatan

dilakukan dengan cara sebagai berikut : (Gandjar dan Rohman, 2007) :

Perolehan Kembali (%) = A−B x100 %


C

Keterangan:

A = konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur

B = konsentrasi sampel

C = konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Nilai perolehan kembali bergantung pada matriks sampel, prosedur proses

sampel, dan konsentrasi analit. Batas penerimaan PK adalah 98-102% (Gandjar

dan Rohman, 2007).

e. Uji Sensitivitas

Kepekaan dapat diukur dengan nilai limit deteksi (LOD) dan limit kuantitatif

(LOQ), LOD merupakan batas deteksi suatu analit, kadar terkecil analit dalam

larutan standar kuersetin yang dapat terdeteksi dan masih memberikan respon

berbeda dengan respon blanko. Nilai LOD diperoleh dari persamaan Y= YB + 3

SB. LOQ merupakan kuantitas terkecil dalam sampel yang masih dapat
menunjukkan pengukuran secara teliti dan tepat. Nilai LOQ diperoleh dari

persamaan Y= YB + 10 SB. Semakin kecil nilai LOD dan LOQ maka semakin

peka suatu metode (Gandjar dan Rohman, 2007).

10. Analisis Kandungan Kuersetin

Preparasi sampel EEDBL ditimbang 100 mg secara seksama, dilarutkan

dengan metanol ke dalam labu takar 100 mL sampai tanda batas. Saring larutan

sampel dengan membran filter 0,45 µm sebanyak 5 kali. Diinjeksikan sampel ke

dalam sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µL. Lakukan replikasi

masing- masing sebanyak 6 kali (Nugraha dan Ghozali, 2014).


BAB III. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bidara laut dilakukan untuk mengetahui kebenaran

identitas tanaman dan memastikan kebenaran bahwa tanaman yang digunakan

adalah tanaman bidara laut. Tanaman bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam)

dideterminasi di Laboratorium Ekologi dan Biosistematika Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro

Semarang dengan menggunakan buku Flora of Java karangan Backer dan Van

den Brink (1968).

Hasil determinasi tanaman bidara laut menunjukkan bahwa tanaman yang

digunakan adalah benar-benar bidara laut (Ziziphus mauritiana Lam) dengan

kunci determinasi sebagai berikut : 1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14b-

15a- (Gol 8 daun Tunggal, terletak tersebar)-239b-243b-244b-248b-249b-250b-

146a- 147b-150b-151a (Famili 71 Rhamnaceae) Genus : Ziziphus-Species:

Ziziphus mauritiana Lam.

B. Pengumpulan dan Pengeringan Daun Bidara Laut

Daun bidara laut diambil secara acak dari daerah Meteseh, Kecamatan

Tembalang, Semarang. Daun bidara laut dipilih dalam keadaan baik dan tidak

cacat. Daun bidara laut yang sudah diambil, dilakukan proses sortasi basah dengan

tujuan untuk meminimalkan dan memisahkan dari kotoran yang menempel pada

daun bidara laut dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan

menggunakan
oven pada suhu 45°C. Pengeringan dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang

tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan dengan waktu yang lama akan

mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang dan perubahan kimia

pada kandungan senyawa aktifnya. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan

simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang

lebih lama (Depkes RI, 1985).

C. Pengumpulan Serbuk dan Ekstraksi Daun Bidara Laut

Simplisia kering daun bidara laut dibuat serbuk dengan menggunakan alat

penyerbuk elektrik yang bertujuan untuk mendapatkan derajat halus yang sama.

Serbuk daun bidara laut memiliki kadar air 5,0%. Persyaratan kadar air simplisia

kering sebelum dilakukan proses penyaringan yaitu kurang dari 10% (Depkes RI,

1985).

Daun bidara laut segar diperoleh sebanyak 3 Kg dan mendapatkan daun

bidara laut kering sebanyak 1100 gram, serta serbuk simplisia sebanyak 1090

gram. Susut pengeringan daun bidara laut yang dihasilkan sebanyak 63,333% dan

rendemen simplisia sebanyak 36,333%.

Serbuk daun bidara laut sebanyak 200 gram diekstraksi menggunakan

metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Prinsip metode maserasi yaitu

mencapai konsentrasi pada keseimbangan dalam senyawa terlarut. Remaserasi

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya. Ekstrak kental yang didapatkan kemudian

disimpan di
dalam desikator guna untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan

kandungan senyawa aktif sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI,

2000).

Bobot serbuk daun bidara laut yang digunakan sebesar 200 gram

didapatkan maserat sebanyak 1800 L dengan ekstrak kental sebanyak 23 gram,

serta bobot rendemen ekstrak kental sebanyak 11,5%. EEDBL berwarna hijau

pekat dan kental.

D. Identifikasi Senyawa Flavonoid

Sebelum dilakukan validasi metode analisis kuersetin dalam EEDBL,

maka dilakukan uji kualitatif untuk memastikan bahwa dalam EEDBL terkandung

senyawa metabolit sekunder flavonoid (Supriningrum dkk., 2018). Hasil

identifikasi uji kualitatif menunjukkan bahwa EEDBL positif adanya flavonoid

ditandai perubahan warna jingga.

Penambahan logam Mg dan HCl bertujuan untuk mereduksi inti

benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk garam

flavilium berwarna merah atau jingga. Fungsi penambahan HCl pekat dalam uji

flavonoid digunakan untuk mendapatkan hasil berwarna jingga, sehingga terjadi

reaksi oksidasi reduksi antara logam Mg sebagai pereduksi. Reaksi oksidasi

reduksi antara logam Mg dan flavonoid, menyebabkan terbentuknya senyawa

kompleks yang menimbulkan warna jingga pada sampel (Fauzia dan Larasati,

2008). Adapun
reaksi yang terjadi antara senyawa flavonoid dengan HCl dan logam Mg terlihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi Flavonoid dengan Logam Mg dan HCl (Ergina dkk.,2014).

E. Optimasi Panjang Gelombang Maksimal Kuersetin

Panjang gelombang maksimal larutan standar kuersetin ditentukan dengan

menggunakan spektrofotometri UV di scanning pada panjang gelombang 200-400

nm. Penentuan panjang gelombang maksimal bertujuan untuk mendapatkan

panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi maksimal dan stabil dari

larutan standar kuersetin. Analisis senyawa menggunakan KCKT memerlukan

panjang gelombang dimana suatu senyawa dapat memberikan absorbansi

maksimum untuk dibaca pada detektor UV pada sistem KCKT sehingga

diharapkan semua kadar kuersetin dalam sampel dapat terdeteksi oleh detektor

UV.
Hasil scanning panjang gelombang pada spektrofotometer didapatkan hasil

optimasi maksimal pada panjang gelombang 371 nm. Nugraha dan Ghozali (2014)

pada penelitiannya menyebutkan bahwa Panjang gelombang larutan standar

kuersetin yang didapat 371,50 nm. Hasil scanning dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil scanning optimasi panjang gelombang larutan standar kuersetin menggunakan
spektrofotometri UV-Vis.

F. Optimasi Fase Gerak

Optimasi fase gerak digunakan untuk menentukan fase gerak yang paling

optimum. Fase gerak terdiri dari campuran pelarut yang dapat bercampur secara

keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Komposisi fase gerak terdiri

dari metanol:air dengan perbandingan 65:35 v/v, 59:41 v/v, dan 55:45 v/v.

Optimasi
dilakukan pada panjang gelombang 371 nm dan laju alir yang digunakan adalah

1,2 mL/menit. Hasil optimasi metanol dan air terlihat pada gambar 6.

(a)

(b)
(c)

Gambar 6. Hasil kromatogram optimasi komposisi fase gerak (a) Fase gerak campuran metanol
dan air (65:35 v/v), (b) Fase gerak campuran metanol dan air (59:41 v/v), dan (c) Fase
gerak campuran metanol dan air (55:45 v/v).

Tabel I. Hasil optimasi komposisi fase gerak.


Komposisi
tR (menit) Luas puncak Ket
fase gerak
65 : 35 1,357 113590
59 : 41 1,293 154586 Optimum
55 : 45 1,290 103336

Pada optimasi komposisi fase gerak, pertama dibuat perbandingan fase gerak

yaitu metanol:air dengan perbandingan 65:35 v/v, menghasilkan kromatogram

dengan area puncak yang kurang luas, waktu retensi (t R) yang lebih lama dan

peaknya simetris. Selanjutnya dibuat fase gerak dengan perbandingan 59:41 v/v,

area puncak yang dihasilkan luas dan waktu retensinya (tR) lebih cepat dan

peaknya simetris. Fase gerak dengan komposisi metanol:air dengan perbandingan

55:45 v/v menghasilkan waktu lebih singkat, namun area puncak kurang luas dari

komposisi fase gerak yang kedua dan peak yang dihasilkan juga simetris.

Optimasi fase gerak dipilih berdasarkan waktu retensi (tR) yang cepat dan peaknya

simetris serta
menghasilkan area puncak yang luas. Jadi komposisi fase gerak yang dipilih adalah

komposisi dengan perbandingan 59:41 v/v.

G. Pembuatan Kurva Baku Kuersetin

Kurva baku bertujuan untuk menunjukkan besarnya konsentrasi larutan

sampel dari hasil pengukuran sehingga konsentrasi sampel larutan dapat diperoleh

dengan mudah melalui kurva baku (Sukmawati, 2019).

Pembuatan kurva baku kuersetin dilakukan dengan membuat enam seri

konsentrasi untuk larutan standar kuersetin yaitu 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4; dan 2,4

µg/mL dengan cara pengenceran dan dilarutkan dengan pelarut metanol ke dalam

labu takar 5 mL sampai tanda batas. Larutan standar kuersetin diinjeksikan ke

sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µL dideteksi pada panjang

gelombang 371 nm dengan laju alir 1,2 mL/menit. Persamaan regresi linier

didapat dari hubungan antara kadar versus luas area, yaitu Y = 66981,72x +

20136,98 dengan koefisien korelasi (r) = 0,9997. Persamaan regresi yang didapat

digunakan untuk penetapan kadar kuersetin. Hasil pembuatan kurva baku

ditunjukkan pada Tabel II dan Gambar 7 di bawah ini.

Tabel II. Hasil kurva baku kuersetin.


Kadar Luas Area
0,1 25362
0,3 36561
0,6 64035
1,2 103336
2,4 179938
4,8 341218
Kurva Baku
40000 Kuersetin
0 y = 66981,72x +
20136,98
35000
Luas Area (auc)
R2 = 0.9997
0
30000
0
25000
0
20000
0
15000 012 3 4 5 6
0
Kadar (ppm)
10000
0
Gambar 7. Hasil grafik kurva baku kuersetin.
50000
0
Kurva baku yang diperoleh dari seri kadar 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4; dan 4,8

µg/mL dianalisis menggunakan KCKT hingga menghasilkan grafik kurva baku

yang linier dengan nilai (r) = 0,9997.

H. Validasi Metode Analisis

1. Uji linieritas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji linieritas digunakan sebagai

prasyarat dalam regresi linear.

Uji linieritas dilakukan pada enam konsentrasi larutan standar kuersetin

yaitu 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4 dan 4,8 µg/mL. Uji dilakukan 3 kali replikasi dari

masing-masing konsentrasi. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada Tabel V dan

Gambar 9.
Tabel III. Hasil uji linieritas kuersetin.
No Konsentrasi Luas puncak Persamaan regresi
(μg/mL)

1. 0,1 25362 a = 20136,98


0,3 36561 b = 66981,72
0,6 64035 r = 0,9997
1,2 103336
2,4 179938
4,8 341218

2. 0,1 25423 a = 22174,78


0,3 36561 b = 66508,86
0,6 71756 r = 0,9990
1,2 103336
2,4 179938
4,8 341218

3. 0,1 219573 a = 211370,04


0,3 232858 b = 65588,81
0,6 253040 r = 0,9996
1,2 286336
2,4 363724
4,8 529224

Penetapan uji linieritas berdasarkan pada hubungan linier antara konsentrasi

sampel dengan luas area kromatogram. Dari ketiga persamaan regresi linier pada

tabel V dapat diketahui bahwa ketiga garis regresi menunjukkan korelasi yang

baik dengan koefisien korelasi (r) memenuhi kriteria nilai r yang dapat diterima

yaitu lebih besar dari 0,990 (ICH, 2006).

Persamaan garis regresi terbaik yaitu linieritas pada replikasi pertama dengan

nilai sebesar Y = 66981,72x + 20136,98 dengan nilai r = 0,9997. Persamaan

regresi linier ini digunakan untuk menghitung penetapan kadar kuersetin dalam

EEDBL. Hubungan linier antara konsentrasi kuersetin terhadap luas area dapat

dilihat pada Gambar 9.


Kurva Baku Kuersetin
40000
0
y = 66981,72x +
20136,98 R2 = 0.9997
Luas Area (auc)
35000
0
30000
0
25000
0
20000
0
15000 012 3 4 5 6
0
Kadar (ppm)
10000
0
Gambar 8. Hasil grafik linieritas kuersetin secara KCKT.
50000
0
2. Uji Selektivitas

Selektivitas suatu metode bertujuan untuk mengukuran seberapa mampu

metode tersebut mengukur analit dengan senyawa-senyawa lain yang terkandung

di dalam sampel (Watson, 2010). Selektivitas dinyatakan berdasarkan resolusi (R)

antara puncak standar kuersetin dengan puncak komponen lainnya yang ikut

ditetapkan. Semakin besar nilai resolusi (R) maka pemisahan komponen-

komponen yang terelusi dengan waktu retensi yang berdekatan semakin efisien.

Berdasarkan hasil kromatogram standar kuersetin dapat dilihat pada gambar 8.


Gambar 9. Hasil kromatogram kuersetin dengan fase gerak metanol:air (59:41).

Dapat dilihat bahwa hanya kuersetin yang terukur, sedangkan komponen-

komponen lain dalam matriks tidak terukur. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa metode analisis memiliki selektivitas yang baik sehingga mampu

mengukur kuersetin secara cermat pada saat berada bersama dengan komponen

lain dalam EEDBL.

3. Uji presisi (Ketelitian)

Uji presisi atau ketelitian dapat ditentukan berdasarkan nilai Relative

Standard Deviasi (RSD), waktu retensi, luas area dan tinggi puncak kromatogram.

Uji presisi dilakukan pada larutan standar kuersetin dengan konsentrasi 0,6

µg/mL. diinjeksikan 20 µl ke KCKT pada kondisi yang optimum. Dilakukan

replikasi sebanyak 6 kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode

analisis yang divalidasi memiliki ketelitian yang baik karena semua nilai

memenuhi persyaratan nilai RSD yang dapat diterima yaitu kurang dari 2%

(Harmita, 2004). Hasil uji ketelitian larutan standar kuersetin dapat dilihat pada

tabel III.
Tabel IV. Presisi kadar kuersetin hasil uji.
Kadar (ppm) Waktu retensi Luas area Tinggi puncak Kadar
(menit)
0,6 1,287 64035 12502 0,655
0,6 1,293 63925 12295 0,653
0,6 1,291 63957 12396 0,654
0,6 1,285 64005 12466 0,654
0,6 1,275 63865 12197 0,652
0,6 1,275 63915 12219 0,653
Rata-rata 0,654
SD 0,0009
%RDS 0,142%

Nilai RSD yang diperoleh yaitu 0,142%, sehingga dapat disimpulkan

bahwa larutan standar kuersetin dengan kadar 0,6 µg/ml memiliki hasil uji

ketelitian yang baik karena nilai RSD kurang dari 2% (Gandjar dan Rohman,

2007).

4. Uji ketepatan (Akurasi)

Uji akurasi metode analisis ditentukan dengan parameter persen perolehan

kembali dengan metode penambahan baku pada analit. Uji dilakukan dengan

menganalisis sampel, kemudian sejumlah bahan baku (80, 100, dan 120% dari

kadar analit target) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis

kembali, masing-masing dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Perolehan kembali

dihitung dengan membandingkan jumlah sampel EEDBL terukur untuk masing-

masing penambahan baku terhadap kadar baku kuersetin yang ditambahkan.

Ukuran yang diperoleh menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan

kadar analit yang sebenarnya. Nilai range akurasi yaitu antara 98-102% (Harmita,

2004).
Tabel V. Hasil uji akurasi kadar kuersetin.

Kadar Kadar
sampel : R Baku
Total Sampel Perolehan
bahan e (C) Rata-rata SD %RSD
(A) (B) kembali (%)
baku p (µg/mL)
(µg/mL) (µg/mL)

1 4,698 4,455 0,245 98,922


100:80 2 4,702 4,455 0,245 100,371 99,409 0,833 0,838%

3 4,698 4,455 0,245 98,934


1 5,114 4,455 0,655 100,551
100:100 2 5,116 4,455 0,655 100,727 100,536 0,199 0,198%
3 5,113 4,455 0,655 100,330
1 5,698 4,455 1,242 100,048
100:120 2 5,699 4,455 1,242 100,132 99,943 0,258 0,258%
3 5,693 4,455 1,242 99,649

Bahan baku kuersetin 0,245 µg/mL yang ditambahkan setara 80% dari kadar

analit target 4,455 µg/mL, menghasilkan rentang nilai perolehan kembali 98,922 –

100,371%.

Bahan baku kuersetin 0,655 µg/mL yang ditambahkan setara 100% dari kadar

analit target 4,455 µg/mL, menghasilkan rentang nilai perolehan kembali 100,330 –

100,727%.

Bahan baku kuersetin 1,242 µg/mL yang ditambahkan setara 120% dari kadar

analit target 4,455 µg/mL, menghasilkan rentang nilai perolehan kembali 99,649 –

100,132%.

Nilai perolehan kembali yang dihasilkan dari penelitian memenuhi kriteria

rentang nilai yang dapat diterima yaitu 98–102% (Harmita, 2004). Metode analisis

yang digunakan dapat menghasilkan data kadar sampel EEDBL yang dekat

dengan kadar sebenarnya.


5. Uji sensitivitas

Sensitivitas metode analisis dinyatakan dengan limit of detection (LOD)

dan limit of quantification (LOQ). Nilai LOD dan LOQ pada penelitian ini

ditentukan berdasarkan persamaan regresi linier Y = 66976.12x + 20155.92

dengan nilai r = 0,9997. LOD diperoleh dari persamaan Y = YB + 3 SB. LOQ

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama. LOQ diperoleh dari persamaan Y = YB + 10 SB.

Batas LOD maupun LOQ sering digunakan sebagai batas bawah untuk

pengukuran nilai kuantitatif yang tepat. Hasil uji LOD dan LOQ dapat dilihat pada

tabel VI.

Tabel VI. Hasil uji sensitivitas (LOD dan LOQ) standar kuersetin.
No. Metode LOD (µg/mL) LOQ (µg/mL)
1. KCKT 0,079 0,262

Berdasarkan tabel hasil uji sensitivitas LOD dan LOQ diperoleh nilai LOD

0,079 µg/mL dan nilai LOQ 0,262 µg/mL. Semakin kecil nilai LOD dan LOQ

maka akan semakin sensitif suatu metode analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

I. Analisis Kandungan Kuersetin Dalam EEDBL

Analisis Kuersetin EEDBL merupakan pengaplikasian dan penerapan dari

suatu metode uji analisis yang telah divalidasi. EEDBL sebanyak 100 mg

dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL dengan pelarut fase gerak metanol:air

hingga tanda (Kadar EEDBL menjadi 1 mg/mL atau 1000 µg/mL). Sampel

disaring menggunakan membrane filter 0,45 µm sebanyak 5 kali yang bertujuan

untuk menyaring dan memurnikan EEDBL agar tidak menempel pada kolom
(Anwarulloh dkk., 2014).
Analisis kandungan kuersetin dalam EEDBL dilakukan dengan

memasukkan absorbansi sampel pada Y dari persamaan regresi Y = 66981,72x +

20136,98. Hasil analisis kandungan kuersetin dalam EEDBL secara KCKT dapat

dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Hasil uji kadar kuersetin dalam EEDBL.


kadar HQ
Kadar sesudah kadar sebelum sebelum
Luas kandungan
Sampel pengenceran pengenceran pengenceran
Puncak %
(ppm) (ppm) dalam 1 g
sampel(mg)
1 148615 1,918 1,918 0,019 0,019
2 148512 1,917 1,917 0,019 0,019
3 148411 1,915 1,915 0,019 0,019
4 149148 1,926 1,926 0,019 0,019
5 149024 1,924 1,924 0,019 0,019
6 148768 1,920 1,920 0,019 0,019
Rata-rata 0,019
SD 0,00004
RSD 0,226%

Hasil analisis kandungan kuersetin pada sampel EEDBL mengandung

kadar rata- rata kuersetin yaitu 0,019% yang berarti tiap 1 gram EEDBL

mengandung 0,019 gram kuersetin.


BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Metode analisis kuersetin dalam EEDBL menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi dan aplikasinya dengan menggunakan fase diam kolom C18

(125 nm x 4,6 mm), fase gerak berupa metanol:air (59:41 v/v) dengan laju

alir 1,2 mL/menit, detektor UV (UV-2070 plus) pada panjang gelombang

371 nm dapat divalidasi.

2. EEDBL positif mengandung senyawa kuersetin. Senyawa kuersetin dalam

EEDBL yang dianalisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

diperoleh kadar rata-rata sebesar 0,019% b/b.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis daun bidara yang lainnya.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang kandungan yang lain yang

terdapat dalam daun bidara laut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan

EEDBL dengan metode KCKT menggunakan fase gerak dan fase diam

yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Anwarulloh, T., Supandi., dan Situmorang, A., 2014, Optimasi dan Validasi
Metode Analisis Identifikasi Orto, Meta, dan Para Fenilendiamin dalam
Sediaan Pewarna Rambut Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Jurnal
Pharmacy, 11(1), ISSN 1693-3591.

Azizah, D.N., Kumolowati, E., dan Faramayuda, F., 2014, Penetapan Kadar
Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.), Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2), 45-49.

Backer, C.A., Backhuizen van den Brink, R.C., 1965, Flora of Java,
Spermatophytes only, Volume I, N.V.P. Noordhoff, Gronigen, The
Netherlands.

Depkes RI., 2000, Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
Persehatan Indonesia, Jakarta.

Depkes RI., 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Dijk, C. Van., Drissen, A. J., and Kees, R., 2000, The Uncoupling Efficiency and
Affinity of Flavonoids for Vesicles, Biochemical Pharmacology, 60, 1593–
1600.

Ergina., Nuryanti, S., dan Puspitasari, I.D., 2014, Uji Kualitatif Senyawa
Metabolit Sekunder Pada Daun Palado (Agave angustifolia) Yang
Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan Etanol, Jurnal Akademika Kimia, 3(3),
165-172.

Fauzia., dan Larasati, A., 2008, Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea
gratissima) terhadap Streptococcus Mutans dari Saliva dengan Kromatografi
Lapisan Tipis (TLC) dan Konsentrasi Hambat Minimum (MIC), Majalah
Kedokteran Nusantara, 4 (3), 173-178.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Cetakkan 1, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Harborne, J. B., 1978, Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan. Ed II. Diterjemahkan oleh Padmawinata K, Sudiro I, Institut
Teknologi Bandung.

Harizon., Pujiastuti, B., Kurnia, D., Sumiarsa, D., Supratman, U., dan Shiono, Y.,
2016, Kuersetin dan Kuersetin-3-O-Glukosida dari Kulit Batang Sonneratia
Alba (Lythraceae), Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 1(1),
33-38.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.,
Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), 117-135.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III, Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Madiyawati, M., Penyang., Fauzi, F., dan Triyadi, A., 2017, Karakteristik Dan Uji
Fitokimia 5 (Lima) Jenis Tumbuhan Buah Eksotik Dari Kabupaten Barito
Utara Kalimantan Tengah, Jurnal Daun, 4(1), 47-54.

Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoids Identification, diterjemahkan


oleh Padwanita, K., Penerbit ITB, Bandung.

Marwat, S. K., Khan, M.A., Rehman, F., Ahmad, M., Zafar, M., and Sultana, S.,
2009, Salvadora persica, Tamarix aphylla and Ziziphus mauritiana Lam
Three Woody Plant Species Mentioned in Holy Quean and Ahadith and
Their Ethnobotanical Uses in North Western Part (D. I. Khan) of Pakistan,
Pakistan Journal of Nutrition, 8(5), 542-547.

Moektiwardoyo, M., Levita, J., Sidiq, S.P., Ahmad, K., Mustarichie, R., Subarnas,
A., dan Supriyatna., 2011, Penentuan kuersetin dari ekstrak metanol daun
jawer katok dan studi in siliconya pada reseptor histamin H4, Majalah
Farmasi Indonesia, 22(3), 191– 196.

Noviyanti., Sativa, N., dan Perdana, F., 2019, Uji Parameter Spesifik Dan Non
Spesifik Daun Ziziphus Nummularia (Burm.F.) Wight&Arn Serta
Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder, Jurnal Ilmiah Farmako Bahari,
ISSN 2087-0337.

Nugraha, A., dan Ghozali, M.T., 2014, Penetapan Kadar Flavonoid Kuersetin
Ekstrak Kulit Buah Apel Hijau (Pyrus malus L.) Dengan Menggunakan
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Redha, A., 2010, Flavonoid : Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam
Sistem Biologis, Jurnal Bellian. 9(2), 197-202.

Setiawan, O., Wahyuni, N., Susila, W.W., Rahayu, A.D., dan Rostiawati, T.,
2014, Bidara Laut (Strychnos ligustrina Blume) syn. S. lucida R. Br:
Sumber Bahan Obat Potensial di Nusa Tenggara Barat dan Bali, FORDA
press, Bogor.

Snyder, L.R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Development method
HPLC Pratical, 2nd, Edition, John Wiley and Son, Inc., New York.

Steenis, C.G.G.J. Van., S. Bloembergen., dan P.J Eyme., 2013, Flora, untuk
sekolah di Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Steenis, C.G.G.J. Van., S. Bloembergen., dan P.J Eyme., 1981, Flora, untuk
sekolah di Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Sukmawati., Widiastuti, H., dan Miftahuljanna., 2019, Analisis Kadar Kuersetin


Pada Ekstrak Etanol Daun Miana (Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.)
Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography), As-Syifaa
Jurnal Farmasi, 11(01), 38-44.

Supriningrum, R., Fatimah, N., dan Wahyuni, S.N., 2018. Penetapan Kadar
Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.)
Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan, Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(2),
156-161.

Taufiq, 2018, Aktifitas Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Bidara Laut
(Ziziphus mauritiana Lam.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Dan
Escherichia coli, Akademi Farmasi Yamasi, Makassar.

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan Oleh


Soedani Noerono Soewandi, Apt, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Press.

Watson, D.G., 2009, Analisis Farmasi : Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi Dan
Praktisi Kimia Farmasi, Edisi 2, EGC, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Determinasi Daun Bidara Laut
Lampiran 1. Lanjutan............
Lampiran 1. Lanjutan............
Lampiran 2. Perhitungan Simplisia dan Ekstrak Daun Bidara Laut
1. Susut Pengeringan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ −𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 ×100%
Susut pengeringan = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

3 ,000 𝑔𝑟𝑎𝑚−1,100 𝑔𝑟𝑎𝑚 ×100% = 63,333%


Susut pengeringan = 3,000 𝑔𝑟𝑎𝑚

2. Simplisia Daun Bidara Laut

Bobot Segar (gram) Bobot Serbuk (gram) Rendemen Simplisia (%)


3000 1090 36,333
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘
Perhitungan : Rendemen = ×100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟

1090 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen = ×100% = 36,333%
3,000 𝑔𝑟𝑎𝑚

3. Ekstrak Etanol Daun Bidara Laut (EEDBL)

Bobot Serbuk Bobot Ekstrak (gram) Rendemen Ekstrak (%)


(gram)
200 23 11,5
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
Perhitungan : Rendemen = ×100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘
23 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen = ×100% = 11,5%
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
Lampiran 3 Perhitungan Larutan Standar Kuersetin
1. Penimbangan Kuersetin
Keterangan Penimbangan
Berat cawan porselen 33314,1 mg
Berat cawan porselen + zat 33414,4 mg
Berat cawan porselen sisa 33314, 2 mg
Berat zat (Kuersetin) 100,2 mg

a. Pembuatan larutan standar kuersetin 1000,2 ppm sebanyak 100 mL


100,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 100.200 μg
Kuersetin = = = 1000,2 μg/mL
100 𝑚𝐿 100 𝑚𝐿

b. Pembuatan larutan standar kuersetin 100,2 ppm sebanyak 10 mL


1000,2 μg/mL
Kuersetin = = 100,02 μg/mL
10 𝑚𝐿

c. Pembuatan larutan standar kuersetin 10,002 ppm sebanyak 10 mL


100,02 μg/mL
Kuersetin = = 10,002 μg/mL
10 𝑚𝐿

Ditimbang sebanyak 100,2 mg secara seksama, kemudian ditambahkan

metanol hingga 100 mL ke dalam labu takar sampai tanda batas (Kadar 1000,2

µg/mL), diambil 1 mL ditambahkan metanol ke dalam labu takar 10 mL sampai

tanda batas (Kadar 100,02 µg/mL), diambil 1 mL ditambahkan metanol ke dalam

labu takar 10 mL sampai tanda batas (Kadar 10,002 µg/mL). Dibuat seri

konsentrasi larutan standar kuersetin sebesar 0,1; 0,3; 0,6; 1,2; 2,4 dan 4,8 µg/mL

sebanyak 5 mL dari larutan standar kuersetin dengan kadar 10,002 ppm.

1. 0,1 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 0,1 µg/mL

V1 = 0,0499 mL ~ 49,9 µL ~ 50 µL

Diambil larutan stok sebanyak 50 µL ditambahkan metanol ke dalam labu

takar 5 mL sampai tanda batas.


Lampiran 3. Lanjutan......
2. 0,3 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 0,3 µg/mL

V1 = 0,1499 mL ~ 149,9 µL ~ 150 µL

Diambil larutan stok sebanyak 150 µL ditambahkan metanol ke dalam labu

takar 5 mL sampai tanda batas.

3. 0,6 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 0,6 µg/mL

V1 = 0,2999 mL ~ 299,9 µL ~ 300 µL

Diambil larutan stok sebanyak 300 µL ditambahkan metanol ke dalam labu

takar 5 mL sampai tanda batas.

4. 1,2 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 1,2 µg/mL

V1 = 0,5998 mL ~ 599,8 µL ~ 600 µL

Diambil larutan stok sebanyak 600 µL ditambahkan metanol ke dalam labu

takar 5 mL sampai tanda batas.

5. 2,4 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 2,4 µg/mL

V1 = 1,1997 mL ~ 1199,7 µL ~ 1200 µL

Diambil larutan stok sebanyak 1200 µL ditambahkan metanol ke dalam

labu takar 5 mL sampai tanda batas.


Lampiran 3. Lanjutan......
6. 4,8 µg/mL = V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10,002 µg/mL = 5 mL × 4,8 µg/mL

V1 = 2,3995 mL ~ 2399,5 µL ~ 2400 µL

Diambil larutan stok sebanyak 2400 µL ditambahkan metanol ke dalam

labu takar 5 mL sampai tanda batas.


Lampiran 4. Perhitungan Sampel EEDBL
1. Penimbangan EEDBL
Keterangan Penimbangan
Berat cawan porselen 56043,2 mg
Berat cawan porselen + zat 56143,2 mg
Berat cawan porselen sisa 56043,0 mg
Berat zat (Ekstrak Kental Daun 100,2 mg
Bidara Laut)
100,2 mg EEDBL ditambahkan fase gerak metanol:air ke dalam labu takar

100 mL sampai tanda batas.


Lampiran 5. Panjang Gelombang Maksimal Kuersetin
Lampiran 6. Contoh Kromatogram Kurva Baku Kuersetin
a. Larutan Baku Kuersetin 0,1 µg/mL

b. Larutan Baku Kuersetin 0,3 µg/mL

c. Larutan Baku Kuersetin 0,6 µg/mL


Lampiran 6. Lanjutan......
d. Larutan Baku Kuersetin 1,2 µg/mL

e. Larutan Baku Kuersetin 2,4 µg/mL

f. Larutan Baku Kuersetin 4,8 µg/mL


Lampiran 7. Contoh Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 6 kali
a. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 1

b. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 2

c. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 3


Lampiran 7. Lanjutan......
d. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 4

e. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 5

f. Kromatogram Sampel EEDBL Replikasi 6


Lampiran 8. Contoh Perhitungan Perolehan Kembali Kuersetin
1. Perolehan kembali pada sampel yang ditambah baku sejumlah 80% dari target

kadar analit dalam sampel

a. Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku (B)

1) Luas puncak kuersetin= 318572

2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x +

20136,98 adalah 4,455 µg/mL

b. Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan (C)

1) Luas puncak kuersetin = 36561

2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y= 66981,72x +

20136,98 adalah 0,245 µg/mL

c. Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku (A)

1) Luas puncak total analit 1 = 334819

Luas puncak total analit 2 = 335057

Luas puncak total analit 3 = 334821

2) Berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x + 20136,98 maka :

Kadar total analit 1 = 4,698 µg/mL

Kadar total analit 2 = 4,702 µg/mL

Kadar total analit 3 = 4,698 µg/mL

2. Perhitungan perolehan kembali

A−
% perolehan kembali x 100 %
= B
C
Lampiran 8. Lanjutan

a. Analit 1
4,698 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 99,184%
0,245

b. Analit 2
4,702 - 4,455
% perolehan kembali =
0,245 x 100% = 100,816%

c. Analit 3
4,698 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 99,184%
0,245

99,184% + 100,816%+99,184%
X̅ = 3

299,184%
= 3

= 99,728%

SD = 0,833
SD
%RSD =

0,833
= 99,728%

= 0,835%

1. Perolehan kembali pada sampel yang ditambah baku sejumlah 100% dari

target kadar analit dalam sampel

a. Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku (B)

1) Luas puncak kuersetin= 318572


2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x +

20136,98 adalah 4,455 µg/mL


Lampiran 8. Lanjutan

b. Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan (C)

1) Luas puncak kuersetin = 64035

2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y= 66981,72x +

20136,98 adalah 0,655 µg/mL

c. Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku (A)

1) Luas puncak total analit 1 = 362712

Luas puncak total analit 2 = 362789

Luas puncak total analit 3 = 362615

2) Berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x + 20136,98 maka :

Kadar total analit 1 = 5,114 µg/mL

Kadar total analit 2 = 5,116 µg/mL

Kadar total analit 3 = 5,113 µg/mL

2. Perhitungan perolehan kembali

A−
% perolehan kembali x 100 %
B
=
C
a. Analit
1
5,114 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 100,611%
0,655

b. Analit 2
5,116 - 4,455
% perolehan kembali =
0,655 x 100% = 100,916%

c. Analit 3
5,113 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 100,458%
0,655
Lampiran 8. Lanjutan

100,611% + 100,916%+100,458%
X̅ = 3

301,985%
= 3

= 100,667%

SD = 0,199
SD
%RSD =

0,199
= 100,667%

= 0,835%

1. Perolehan kembali pada sampel yang ditambah baku sejumlah 120% dari

target kadar analit dalam sampel

a. Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku (B)

1) Luas puncak kuersetin= 318572


2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x +

20136,98 adalah 4,455 µg/mL

b. Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan (C)

1) Luas puncak kuersetin = 103336

2) Kadar kuersetin berdasarkan persamaan garis Y= 66981,72x +

20136,98 adalah 1,242 µg/mL

c. Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku (A)

1) Luas puncak total analit 1 = 401811

Luas puncak total analit 2 = 401881

Luas puncak total analit 3 = 401479


Lampiran 8. Lanjutan

2) Berdasarkan persamaan garis Y = 66981,72x + 20136,98

maka : Kadar total analit 1 = 5,698 µg/mL

Kadar total analit 2 = 5,699 µg/mL

Kadar total analit 3 = 5,693 µg/mL

2. Perhitungan perolehan kembali

A−
% perolehan kembali x 100 %
B
=
C
a. Analit
1
5,698 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 100,081%
1,242

b. Analit 2
5,699 - 4,455
% perolehan kembali =
1,242 x 100% = 100,161%

c. Analit 3
5,693 - 4,455
% perolehan kembali = x 100% = 99,678%
1,242

100,081% + 100,161% + 99,678%


X̅ = 3

299,92%
= 3

= 99,973%

SD = 0,258
SD
%RSD =

0,258
= 99,973% = 0,258%
Lampiran 9. Perhitungan LOD dan LOQ Kuersetin

X Xi² Xi-X̅ (Xi-X̅ )² Yi Yc (Yi-Yc) (Yi-Yc)²

0,1 0,01 -1,46667 2,151111 25362 26835,15 -1473,15 2170176,815

0,3 0,09 -1,26667 1,604444 36561 40231,5 -3670,5 13472540,89

0,6 0,36 -0,96667 0,934444 64035 60326,01 3708,988 13756591,98

1,2 1,44 -0,36667 0,134444 103336 100515 2820,956 7957792,754

2,4 5,76 0,833333 0,694444 179938 180893,1 -955,108 912231,2917

4,8 23,04 3,233333 10,45444 341218 341649,2 -431,236 185964,4877

1,566666667 30,7 15,97333 38455298,22

Dari persamaan Y = 66981,72x + 20136,98 maka Yc dapat dihitung :

1. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (0,1) + 20136,98

Y = 26835,153

2. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (0,3) + 20136,98

Y = 40231,496

3. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (0,6) + 20136,98

Y = 60326,012
Lampiran 9. Lanjutan

4. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (1,2) + 20136,98

Y = 100515,044

5. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (2,4) + 20136,98

Y = 180893,108

6. Y = 66981,72x + 20136,98

Y = 66981,72 (4,8) + 20136,98

Y = 341649,236

7. Persamaan kurva baku : Y = 66981,72x + 20136,98 (r = 0,9997)

Sy/x 2
1/2
= {∑(Yn−2
i−Yc)

= (38455298,22/4)½

= 3100,617

Sa = Sy⁄x √ ∑ Xi2
n ∑(Xi−Xrata−rata)2

30,7
= 3100,617 x √
6 𝑥 15,97333

=3100,617 × 0,566

= 1754,950

Perhitungan LOD

Nilai Y pada batas deteksi ditentukan dengan persamaan Y = YB + 3 SB

YB = nilai intersept (a) pada persamaan kurva kalibrasi

SB = simpangan baku intersept (a) (Sa)


Lampiran 9. Lanjutan

Y = 20136,98 + 3 (1754,950)

= 20136,98 + 5264,598

= 25401,83

Maka nilai LOD :

Y = 66981,72x + 20136,98

25401,83 = 66981,72x + 20136,98

X = 0,079 µg/mL

Perhitungan LOQ :

Dihitung berdasarkan rumus Y = YB + 10 SB

Y = 20136,98 + 10 (1754,866)

= 20136,98 + 17548,66

= 37685,64

Maka nilai LOQ :

Y = 66981,72x + 20136,98

37685,64 = 66981,72x + 20136,98

X = 0,262 µg/mL
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian
a. Simplisia

Sortasi basah Penimbangan daun Pengeringan dalam


segar lemari pengering

Penimbangan daun Penyerbukan Cek kadar air 5,0%


kering

b. Metode maserasi

Serbuk 200 mg Proses pengadukan EEDBL sebanyak 23


dimaserasi maserasi gram
Lampiran 10. Lanjutan..........
c. Uji tabung flavonoid

Uji tabung flavonoid

d. Pembuatan larutan standar kuersetin

Berat cawan porselen Berat cawan porselen Berat cawan porselen


(33314,1 mg) + zat (33414,4 mg) sisa (33314, 2 mg).

Kadar kuersetin menjadi Kadar kuersetin Kadar kuersetin


1000 µg/mL menjadi 100 µg/mL menjadi 10 µg/mL
Lampiran 10. Lanjutan..........

Seri standar kuersetin

e. Pembuatan larutan sampel EEDBL

Berat cawan porselen Berat cawan porselen Berat cawan porselen


(56043,2 mg) + isi (56143,2 mg) sisa (56043,0 mg).

Larutan EEDBL Penyaringan larutan Larutan EEDBL


sebelum disaring EEDBL sesusah disaring
Lampiran 10. Lanjutan..........

Membrane filter 0,45


μm setelah digunakan
untuk penyaringan

f. Fase gerak

Metanol Aqua proanalisis Disonikasi selama 15


menit

g. Seperangkat alat KCKT

KCKT Jazco Diinjeksikan sebanyak Spektrofotometri UV


20 μL

Anda mungkin juga menyukai