Anda di halaman 1dari 72

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU


(Ipomea batatas (L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA
PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI

ROSITA PRACIMA
1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU


(Ipomea batatas (L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA
PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ROSITA PRACIMA
1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK

Nama : Rosita Pracima


Program Studi : Strata-1-Farmasi
Judul Skripsi : Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir)
sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik

Ubi jalar ungu memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami
karena memiliki warna yang menarik. Warna ungu dari ubi jalar ungu disebabkan
oleh adanya pigmen antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Pada
penelitian ini dibuat sediaan lipstik dengan memanfaatkan pewarna alami yang
terkandung dalam ubi jalar ungu. Formulasi lipstik terdiri dari bahan-bahan
seperti cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaselin, minyak jarak, propil
paraben dan butil hidroksi toluen serta penambahan ekstrak ubi jalar ungu dengan
konsentrasi 5%, 7%, dan 9%. Hasil evaluasi fisik menunjukkan bahwa sediaan
lipstik yang dibuat berwarna merah muda, homogen, titik lebur 52-60oC, kekuatan
lipstik 84,44134,44 gram, warna tidak menempel ketika dioleskan dan stabil
pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) namun tidak stabil pada kondisi
penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test.

Kata Kunci : ekstrak ubi jalar ungu, lipstik, stabilitas fisik.

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRACK

Name : Rosita Pracima


Program Study : Pharmacy
Title : The Utilization of Purple Potato Sweet (Ipomea batatas
(L.) Poir) Extract as Lipstik Colouring Material

Purple sweet potato has potential to be used as a natural coloring agent because its
attractive colour. The purple color comes from the anthocyanin pigment which are
flavonoid derivatives. The aim of this research is to formulate lipstick using a
natural coloring agent contained in purple sweet potato. Lipstick formulation
consists of components such as cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaseline,
castor oil, propyl paraben and butylated hydroxytoluen also added with purple
sweet potato extract using a concentration of 5%, 7%, and 9%. Lipstick physical
evaluation results showed that the homogenity of the lipstick was excellent, the
melting point was 52-60oC, the breaking point was 84,44134,44 gram, the color
of its coloring agent wasnt visible when applied, and stable at room temperature
(25oC) but unstable at high temperature (40oC) and cycling test.

Keywords : purple potato sweet extract, lipstick, physical stability.

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul Pemanfaatan
Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) Sebagai Zat Warna Pada
Sediaan Lipstik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan,
semangat, motivasi, bantuan baik moral maupun material serta doa dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. dan Bapak Hefriyan Handra, M.Kes., M.Sc.,
Apt. sebagai pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis
dalam penelitian hingga penyusunan skripsi.
2. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. sebagai ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. sebagai pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan dukungan dalam menghadapi permasalahan
akademik.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu tercinta yaitu Bapak Ihrom dan Ibu Sri
Sumiyati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti
senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis,serta dukungan baik secara
moril maupun materil. Kepada kakak ku tersayang Rosellian Pramuditha
yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini.

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7. Sahabat-sahabat tercinta, Tiara, Ririn, Asrul dan Didjah yang telah menjadi
keluarga kedua yang telah menghabiskan waktu susah senang bersama dan
mendengarkan segala keluh kesah penulis.
8. Teman seperjuangan penelitian, Happy Rahma Yulin atas perhatian, kerja
sama, kebersamaan dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah
selama penelitian.
9. Seluruh laboran, Kak Eris, Kak Rani, Kak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi,
Kak Yaenap dan Kak Walid yang telah banyak membantu dalam penelitian
ini.
10. Teman-teman seangkatan Farmasi 2011 yang telah memberikan semangat
dan doa selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berdoa
semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis mendapat
balasan dari Allah SWT., Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 8 Oktober 2015


Penulis

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ vi
HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 2
1.4 Hipotesis .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1 Kosmetik .................................................................................... 4
2.1.1 Kosmetik Dekoratif ......................................................... 4
2.1.1.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif ......................... 4
2.1.1.2 Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif ................ 5
2.2 Bibir ........................................................................................ 6
2.3 Pewarna Bibir (Lipstik) .............................................................. 7
2.3.1 Persyaratan Lipstik ........................................................... 7
2.3.2 Komponen Utama Sediaan Lipstik .................................. 8
2.3.3 Zat Tambahan Sediaan Lipstik ......................................... 9
2.4 Ubi Jalar Ungu ........................................................................... 10
2.4.1 Klasifikasi Tanaman ......................................................... 10
2.4.2 Kandungan ........................................................................ 10
2.5 Antosianin .................................................................................. 11
2.6 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................. 12
2.7 Komposisi Bahan Lipstik ........................................................... 14
2.7.1 Cera Alba .......................................................................... 14
2.7.2 Carnauba Wax ................................................................... 15
2.7.3 Vaselin Flavum ................................................................ 15
2.7.4 Minyak Jarak .................................................................... 15
2.7.5 Adeps Lanae ..................................................................... 16
2.7.6 Propil Paraben .................................................................. 16
2.7.7 Butil Hidroksi Toluen........................................................ 17
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 18
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 18
3.2 Alat Dan Bahan ........................................................................... 18

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3.2.1 Alat ................................................................................... 18
3.2.2 Bahan ................................................................................ 18
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................ 19
3.3.1 Determinasi Tanaman ....................................................... 19
3.3.2 Metode Ekstraksi .............................................................. 19
3.3.3 Karakterisasi Ubi Jalar Ungu ........................................... 19
3.3.3.1 Karakterisasi Non-Spesifik ................................... 19
3.3.3.2 Uji Organoleptis .................................................. 20
3.3.4 Penapisan Fitokimia ......................................................... 20
3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik ................................................ 21
3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik .............................................. 22
3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik ........................................... 22
3.3.7.1 Uji Organoleptis ................................................... 22
3.3.7.2 Uji Titik Lebur ....................................................... 22
3.3.7.3 Uji Kekuatan ......................................................... 22
3.3.7.4 Uji Homogenitas ................................................... 23
3.3.7.5 Uji Daya Oles ........................................................ 23
3.3.7.6 Uji Stabilitas ......................................................... 23
3.3.7.7 Uji Cycling Test ..................................................... 23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 24
4.1 Determinasi Tanaman ................................................................. 24
4.2 Metode Ekstraksi .......................................................................... 24
4.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu .......................................... 24
4.4 Penapisan Fitokimia ..................................................................... 26
4.5 Pembuatan Sediaan Lipstik .......................................................... 27
4.6 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik ..................................................... 29
4.6.1 Evaluasi Awal Sediaan Lipstik ........................................... 30
4.6.2 Pemeriksaan Organoleptis ................................................... 30
4.6.3 Uji Homogenitas ................................................................. 31
4.6.4 Uji Titik Lebur .................................................................... 31
4.6.5 Uji Kekuatan ....................................................................... 32
4.6.6 Uji Daya Oles ...................................................................... 33
4.6.7 Uji Cycling Test .................................................................. 34
BAB 5. PENUTUP.......................................................................................... 37
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 37
5.2 Saran ............................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu .......................................................................... 10
Gambar 2.2 Antosianin .................................................................................. 12
Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben ............................................................. 16
Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen .................................................... 17
Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Memenuhi Persyaratan .......................... 28
Gambar 4.2 Sediaan Lipstik Memenuhi Persyaratan .................................... 28

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Ubi Jalar Ungu ............................................................ 11
Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu .......................... 21
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu ................................... 25
Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu ....................... 26
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik ............................................. 30
Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik ............................................ 32
Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik .............................................. 33
Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test ................................... 36
Tabel 4.7 Hasil Uji Kekuatan Kondisi Cycling Test ...................................... 36

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian .......................................................................... 42
Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman ..................................................... 43
Lampiran 3. Gambar Hasil Ekstrak Ubi Jalar Ungu ..................................... 44
Lampiran 4. Gambar Alat Uji Kekuatan Lipstik ........................................... 44
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak ................................................ 45
Lampiran 6. Perhitungan Parameter Non Spesifik ........................................ 45
Lampiran 7. Gambar Hasil Penapisan Fitokimia .......................................... 46
Lampiran 8. Gambar Hasil Penelitian ........................................................... 49

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik (Anonim, 2010).
Setiap wanita mempunyai kecendrungan serupa, yaitu ingin terlihat
cantik dan menyenangkan untuk dipandang sehingga produk kosmetik
merupakan kebutuhan mutlak bagi dirinya (Farima, 2009). Salah satu
produk kosmetika yang sering digunakan khususnya bagi para wanita yaitu
lipstik (Mamoto dan Fatimawali, 2013).
Lipstik adalah salah satu sediaan kosmetika yang sangat umum
digunakan oleh para wanita untuk mewarnai bibir karena bibir dianggap
sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang (Farima, 2009).
Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah warna bibir sehingga
tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil
atau besar, tergantung warna yang digunakan. Biasanya wanita memilih
lipstik terutama karena warnanya, dimana dapat meningkatkan estetika
dalam tata rias wajah (Sinurat, 2011).
Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna sintetis dan zat
warna alami (Winarti, 2008). Ubi jalar ungu merupakan salah satu
tanaman yang berpotensi sebagai sumber zat warna alami. Dibandingkan
jenis ubi jalar lain, ubi jalar ungu memiliki keunggulan, salah satunya
mengandung antioksidan dan pigmen antosianin yang lebih tinggi dari
sumber lain seperti kubis ungu, blueberry dan jagung merah (Rosidah,
2010). Ubi jalar ungu umumnya diperdagangkan dalam bentuk segar dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

pemanfaatannya terbatas untuk konsumsi langsung (dikukus/digoreng)


(Ginting et al., 2011).
Jumlah antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu yaitu
sebesar 110,51 mg/100 gr (Rosidah, 2010). Antosianin memiliki banyak
manfaat, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami
(Hardhi, 2013). Sebagai contoh, zat warna alami dapat digunakan sebagai
pewarna pada formulasi lipstik. Penelitian yang dilakukan Adliani et al.
(2012) menggunakan zat warna dari ekstrak bunga kecombrang
menghasilkan warna merah muda hingga merah tua yang stabil pada
sediaan lipstik. Begitu juga penelitian yang dilakukan Farima (2009)
menggunakan zat warna dari ekstrak bunga mawar menghasilkan warna
yang stabil pada sediaan lipstik.
Berdasarkan perkembangan pewarna alami yang dapat digunakan
sebagai zat warna lipstik dan masih sedikitnya pemanfaatan ubi ungu,
maka dilakukan penelitian terhadap ubi jalar ungu dengan cara
memanfaatkan ubi jalar ungu yang kemudian diaplikasikan untuk
mengembangkan suatu formulasi lipstik dengan ubi jalar ungu sebagai zat
warna dan melihat kestabilannya secara fisik.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat
dirumuskan suatu permasalahan yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat
warna pada sediaan lipstik?
1.2.2 Bagaimana stabilitas fisik sediaan lipstik dengan ekstrak ubi jalar
ungu sebagai zat warna?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Mengetahui apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan
sebagai zat warna pada sediaan lipstik
1.3.2 Mengetahui stabilitas fisik sediaan lipstik yang dihasilkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

1.4 Hipotesis
Ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat warna pada
sediaan lipstik dan menghasilkan sediaan yang stabil secara fisik.

1.5 Manfaat Penelitian


Memanfaatkan ubi jalar ungu sebagai pewarna pada sediaan lipstik,
memberikan informasi mengenai stabilitas fisik sediaan dan memberikan
tambahan pengetahuan kepada penulis mengenai sediaan lipstik.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik. (Permenkes, 2010).

2.1.1 Kosmetik Dekoratif


Kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-
mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan
noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak
perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika
tidak merusak kulit atau sesedikit mungkin merusak kulit. Pemakaian
kosmetik dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit.
Dengan memakai kosmetik dekoratif, seseorang ingin menyembunyikan
kekurangan pada kulitnya atau ingin memberikan penampilan yang lebih
cantik, lebih menarik kepada dunia luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
Sedikit persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah
warna yang menarik, bau yang harum menyenangkan, tidak lengket, tidak
menyebabkan kulit tampak berkilau, dan sudah tentu tidak merusak atau
mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan adneksa lainnya (Tranggono
dan Latifah, 2007).

2.1.1.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif


Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu
(Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi,


eye-shadow, dan lain-lain (Tranggono dan Latifah, 2007).
2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam
waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,
pengriting rambut, dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan
Latifah, 2007).

2.1.1.2 Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif


Dalam kosmetik dekoratif, zat warna memegang peran sangat
besar. Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok,
yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Zat Warna Alam yang Larut
Dampak zat warna alam ini pada kulit lebih baik daripada zat warna
sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya,
dan relatif mahal. Misalnya alkalain, zat warna merah yang dieksrak
dari kulit akar alkana (Radix alcannae); carmine, zat warna merah
yang diperoleh dari serangga Coccus cacti yang dikeringkan; klorofil
daun-daun hijau; henna, yang diekstrak dari daun Lawsonia inermis;
carotene, zat warna kuning (Tranggono dan Latifah, 2007).
2. Zat Warna Sintetis yang Larut
Zat warna sintesis pertama kali disintesis dari anilin, sekarang
benzene, toluene, anthracene, dan hasil isolasi dari coal-tar lain yang
berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna dalam
kelompok ini sehingga sering disebut sebagai zat warna dari coal tar
yang berhasil diciptakan, tetapi hanya sebagian yang dipakai dalam
kosmetik (Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Pigmen-Pigmen Alam
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat
secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya
tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya
(misalnya kuning oker, coklat, merah bata, coklat tua). Zat warna ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-


krim dan make-up sticks (Tranggono dan Latifah, 2007).
4. Pigmen-Pigmen Sintetis
Dewasa ini, besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan
zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan
warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan macam-
macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium
oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang
terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar
dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat
kosmetik dan farmasi lainnya. Sejumlah senyawa cobalt digunakan
sebagai pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan
ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan
(Tranggono dan Latifah, 2007).
5. Lakes Alam dan Sintetis
Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna
yang larut air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan
mengikatnya sedemikian rupa (biasanya dengan reaksi kimia)
sehingga produk akhirnya menjadi bahan pewarna yang hampir tidak
larut dalam air, minyak, atau pelarut lain. Kebanyakan lakes dewasa
ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali Florentine lake yang
diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna dari sayuran)
di dalam aluminum hidroksida. Lakes yang dibuat dari zat-zat warna
asal coal-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam bedak,
lipstik, dan make-up warna lainnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Bibir
Bibir adalah lipatan membran otot yang mengelilingi bagian
anterior mulut. Bibir atas dan bawah masing-masing disebut sebagai
"labium superius oris" dan "labium inferius oris". Titik di mana bibir
bertemu kulit di sekitar daerah mulut adalah perbatasan merah terang.
Tepat di atas zona transisi antara kulit dan zona merah terang adalah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

lengkungan cupid. Kulit bibir memiliki 3-5 lapisan, sangat tipis


dibandingkan dengan kulit wajah yang memiliki hingga 16 lapisan. Kulit
bibir membentuk perbatasan antara kulit luar wajah, dan selaput lendir
interior bagian dalam mulut. Kulit bibir tidak berbulu dan tidak memiliki
kelenjar keringat. Kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit (sel yang
memproduksi pigmen melanin, yang memberikan kulit warna). Karena itu,
pembuluh darah muncul melalui kulit bibir, yang memberikan warna
merah bibir. Dengan warna kulit lebih gelap efek ini kurang menonjol,
seperti dalam kasus ini kulit bibir mengandung lebih banyak melanin
sehingga secara visual lebih gelap. Wilayah yang lebih dalam yang
membentuk bibir terdiri dari lapisan otot lurik, otot orbicularis orbis, dan
jaringan ikat longgar. Otot membuat daerah tepi zona merah terang
memberikan bentuk bibir. Bibir memiliki kepekaan sentuhan yang bagus.
Jaringan labial memiliki banyak reseptor sensorik, termasuk Meissner, sel
Merkel, dan ujung saraf bebas (Draelos, 2010).

2.3 Pewarna Bibir (Lipstik)


2.3.1 Persyaratan Lipstik
Persyaratan untuk lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain
(Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Melapisi bibir secara mencukupi
b. Dapat bertahan di bibir selama mungkin
c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket
d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
f. Memberikan warna yang merata pada bibir
g. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau
berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

2.3.2 Komponen Utama Sediaan Lipstik


Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari lilin,
minyak, lemak dan zat warna (Tranggono dan Latifah, 2007).
1. Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik
dan menjaganya tetap padat walau keadaan hangat. Lilin yang biasa
digunakan antara lain carnauba wax, paraffin wax, ozokerite, beeswax,
candellila wax, spermaceti dan ceresine (Tranggono dan Latifah,
2007).
2. Minyak
Minyak yang digunakan dalam sediaan lipstik harus memberikan
kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat
warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak,
tetrahydrofufuryl alkohol, isopropyl myristate, butyl stearat dan
paraffin oil (Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang
berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur
yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, mengikat antara fase
minyak dan fase lilin dan dapat mengurangi efek berkeringat dan
pecah pada lipstik. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis
lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin dan minyak tumbuhan
yang sudah dihidrogenasi (Tranggono dan Latifah, 2007).
4. Zat warna
Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye
dan pigmen. Stanining dye merupakan zat warna yang larut atau
terdipersi dalam basisnya, sedangkan pigmen adalah zat warna yang
tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya (Tranggono dan Latifah,
2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

2.3.3 Zat Tambahan dalam Sediaan Lipstik


Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam
formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara
menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus
inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur
dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang biasa
digunakan dalam sediaan lipstik antara lain (Tranggono dan Latifah,
2007):
1. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh
lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHA, BHT dan vitamin E
adalah antioksidan yang paling sering digunakan. Antioksidan yang
digunakan harus memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):
a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam
kosmetika
b. Tidak berwarna
c. Tidak toksik
d. Tidak berubah meskipun disimpan lama
2. Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan
lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air.
Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan
terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi
pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu ditambahkan
pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan
yaitu metil paraben dan propil paraben (Tranggono dan Latifah,
2007).
3. Parfum
Parfum digunakan untuk memeberikan bau yang menyenangkan,
menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis dan dapat
menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan
penggunaan lipstik (Tranggono dan Latifah, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.4 Ubi Jalar Ungu


Ubi jalar ungu berbentuk lonjong dan permukaan kecil rata, daging
berwarna ungu ada yang keunguan dan ada yang berwarna ungu pekat.
Teksturnya tergolong keras, rasanya manis namun tak semanis ubi putih
(Rosidah, 2010).

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu


[Sumber: Ina et al., 2013]

2.4.1 Klasifikasi Tanaman


Kingdom : Plantea
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylodonnae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea Batatas L.
(Juanda, 2010)

2.4.2 Kandungan
Ubi jalar ungu mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral
(kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta
karbohidrat bukan serat. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu
berkisar 110,51 mg/100 gram. Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan
jagung merah. Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada
ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan
alternatif pewarna alami (Ginting et al., 2011). Kandungan secara lengkap
tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Kandungan Ubi Jalar Ungu


No. Kandungan Jumlah
1. Kalori 123 kal
2. Protein 0,77 g
3. Lemak 0,94 g
4. Karbohidrat 27,64 g
5. Kalsium 30 mg
6. Fosfor 49 g
7. Zat Besi 0,7 mg
8. Vitamin A 7.700 SI
9. Vitamin B1 0,9 mg
10. Vitamin C 21,34 mg
11. Air 70,46 g
12. Gula reduksi 0,3
13. Serat 0,3
14. BDD 86%
15. Antosianin 110,51 mg/100 g

Sumber: Sarwono (2005) dalam Rosidah 2010

2.5 Antosianin
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada
umumnya larut dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena
yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Ketiga atom karbon tersebut
dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara
dua cincin benzena. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan
biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Koswara,
2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Gambar 2.2 Antosianin


[Sumber: Koswara, 2009]

Antosianin dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu


membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan
kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat,
antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam)
pigmen berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan
kemudian menjadi biru. Antosianin banyak menarik perhatian untuk
dipakai sebagai pengganti zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No.
2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya
(Koswara, 2009).

2.6 Ekstrak dan Ekstraksi


Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar
pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi adalah pemisahan bahan
aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan
pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan. Selama proses
ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan
dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan
pelarutnya (Tiwari et al., 2011).
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan
mempengaruhi kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak,
antara lain (Tiwari et al., 2011):
1. Tipe ekstraksi
2. Waktu ekstraksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

3. Suhu ekstraksi
4. Konsentrasi pelarut
5. Polaritas pelarut
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi
menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Anonim, 2000).
1. Ekstraksi Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi
dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara
pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan
penyarian kurang sempurna (Anonim, 2000). Metode ini paling
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al.,
2011).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap perkolasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus
menerus samp.i diperoleh ekstrak (perkolat). Ini adalah prosedur
yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif
dalam penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari et al.,
2011).
2. Ekstraksi Cara Panas
a. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru,
dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Anonim, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

b. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Anonim, 2000).
c. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC
selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air
pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur yang digunakan (96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Anonim, 2000).
d. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur.
Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam
air dan konstituen yang stabil terhadap panas dengan cara direbus
dalam air selama 15 menit (Tiwari et al., 2011).
e. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-
30oC). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al., 2011).

2.7 Komposisi Bahan Lipstik


2.7.1 Cera alba
Cera alba dibuat dengan cara memutihkan malam yang diperoleh
dari sarang lebah Apis mellifera L. atau spesies Apis lain. Cera alba berupa
zat padat berwarna bening atau putih kekuningan dan memiliki bau khas
lemah. Cera alba praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) dingin dan larut dalam kloroform, eter hangat, minyak lemak
dan minyak atsiri. Cera alba memiliki titik lebur antara 62o- 64oC. Ketika
cera alba dipanaskan di atas 150oC, terjadi proses esterifikasi yang ditandai
dengan penurunan bilangan asam. Cera alba inkompatibel dengan agen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

pengoksidasi (Rowe et al., 2009). Cera alba dalam formulasi ini sebagai
agen pemberi struktur batang.

2.7.2 Carnauba wax


Carnauba wax diperoleh dari tunas daun dan daun kelapa carnauba
Brasil, Copernicia cerifera. Daun kemudian dikeringkan dan diparut, dan
lilin ini dihilangkan dengan penambahan air panas. Carnauba wax berupa
serpihan berbentuk tidak teratur berwarna kuning pucat. Memiliki
karakteristik bau hambar dan praktis tidak ada rasa. Hal ini menyebabkan
bebas dari tengik. Titik lebur carnauba wax tinggi yaitu 85oC. Carnauba
wax larut dalam kloroform hangat dan toluena hangat, sedikit larut dalam
etanol (95%) mendidih, dan praktis tidak larut dalam air (Rowe et al.,
2009). Carnauba wax dalam formulasi ini agen pemberi struktur batang
dan meningkatkan titik lebur sediaan lipstik.

2.7.3 Vaselin flavum


Vaselin flavum merupakan campuran hidrokarbon setengah padat
yang diperoleh dari minyak mineral. Vaselin flavum memiliki massa
lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning dan sifat ini tetap
setelah zat dileburkan bahkan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Vaselin flavum tidak berbau, hampir tidak berasa dan dapat berfluoresensi
lemah. Vaselin flavum praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) dan
larut dalam kloroform, eter juga eter minyak tanah. Vaselin flavum
melebur pada suhu antara 38o- 56oC. Ketika terpapar cahaya, vaselin
flavum akan teroksidasi yang akan membuat berubah warna (Rowe et al.,
2009). Vaselin flavum dalam formula ini sebagai agen pembentuk lapisan
film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.4 Minyak Jarak


Minyak jarak merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan
perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Minyak jarak
berupa cairan kental, jernih, berwarna kuning pucat atau hampir tidak
berwarna, berbau lemah dengan rasa manis kemudian agak pedas,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

umumnya memualkan. Minyak jarak dapat bercampur dengan kloroform,


larut dalam etanol (95%) dan praktis tidak larut dalam air. Minyak jarak
stabil dan tidak menjadi tengik dengan pemanasan. Pemanasan pada suhu
300oC untuk beberapa jam, minyak jarak membentuk polimerisasi dan
menjadi larut dalam minyak mineral. Ketika didinginkan pada suhu 0 oC,
menjadi kental (Rowe et al., 2009). Minyak jarak dalam formula ini
digunakan sebagai medium pendispersi zat warna.

2.7.5 Adeps Lanae


Adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan,
diperoleh dari bulu domba Ovis aries (Fam Bovidae). Adeps lanae
berbentuk liat, lekat, berwarna kuning muda atau kuning pucat, agak
tembus cahaya dan bau khas lemah. Adeps lanae melebur pada suhu antara
36o-42oC. Adeps lanae praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%), mudah larut dalam kloroform dan eter (Rowe et al., 2009).
Adeps lanae dalam penelitian ini digunakan sebagai agen pembentuk
lapisan film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.6 Propil Paraben

Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben


[Sumber: Rowe et al., 2009]

Propil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba yang


memiliki spektrum antimikroba luas. Propil paraben berbentuk serbuk
hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa. Propil paraben sangat sukar
larut dalam air, larut dalam 40 bagian minyak lemak dan mudah larut
dalam larutan alkali hidroksida. Aktifitas antimikroba propil paraben

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

berkurang dengan adanya surfaktan nonionik. Propil paraben berubah


warna dengan adanya besi dan terjadi hidrolisis oleh alkali lemah dan
asam kuat (Rowe et al., 2009). Propil paraben dalam formula digunakan
sebagai pengawet agar sediaan tidak mudah terkontaminasi.

2.7.7 Butil hidroksitoluen (BHT)

Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen


[Sumber: Rowe et al., 2009]

BHT digunakan sebagai antioksidan. Karakteristik BHT berupa


hablur padat berwara putih dan memiliki bau khas. BHT praktis tidak larut
dalam air dan propilenglikol, mudah larut dalam etanol (95%), kloroform
dan eter. BHT memiliki titik lebur 70oC. Ketika terpapar cahaya, lembab
dan panas menyebabkan perubahan warna dan menghilangkan aktifitas.
BHT inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan
permanganat. Garam besi menyebabkan perubahan warna dan hilangnya
aktifitas (Rowe et al., 2009). BHT dalam formula digunakan sebagai
antioksidan agar sediaan tidak mudah teroksidasi dan berbau tengik.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan
Fitokimia, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Sediaan Padat,
Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Sediaan Steril, dan Laboratorium
Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari-Agustus 2015.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan antara lain oven (Etuves C 3000,
Perancis), lemari pendingin (SANYO Medicool, Jepang), hot plate
(Cimarec Thermo Scientific, Amerika), melting point (Stuart), alat uji
kekuatan, timbangan analitik (KERN KB, Jerman), pH meter (Horiba F-
52, Jepang), cetakan lipstik, wadah lipstik (roll up), tanur, botol timbang,
termometer, sudip, alu dan alat gelas (Schoot Duran, Jerman).

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain ubi jalar ungu yang diperoleh
dari Garut, Jawa Barat, akuades, asam sitrat, minyak jarak, cera alba,
vaselin flavum, adeps lanae, carnauba wax, butil hidroksi toluen (BHT),
propil paraben, H2SO4 2 N, pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, etanol,
serbuk Mg, HCl, H2SO4 pekat, asam asetat anhidrat, FeCl3 1%, dan H2SO4
encer.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Determinasi Tanaman
Tanaman ubi jalar ungu diperoleh dari perkebunan ubi jalar ungu
di Desa Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan dideterminasi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor.

3.3.2 Metode Ekstraksi


Sebanyak 1 kg ubi jalar ungu dibersihkan kulitnya lalu dipotong
kecil-kecil dan dihancurkan dengan blender. Setelah itu, dimaserasi
menggunakan 1,5 liter akuades dan ditambahkan 30 g asam sitrat
kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya
sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari, disaring
menggunakan kapas dan dilanjutkan dengan kertas saring sehingga
diperoleh filtrat. Ampas yang tersisa kemudian dimaserasi ulang. Hasil
filtrat yang diperoleh dicampur menjadi satu lalu di freeze dry
menggunakan alat freeze dryer pada suhu -40oC dan dihitung persen
rendemen dengan rumus (Risnawati, 2012):

3.3.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu


3.3.3.1 Karakterisasi Non Spesifik

Adapun karakterisasi non-spesifik yang dilakukan meliputi


penetapan kadar air dan kadar abu.
1. Kadar Air
Dimasukan lebih kurang 1 gram ekstrak, dan ditimbang dalam
wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam,
dan timbang. Lakukan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam
sampai perbedaan antara jarak penimbangan bertururt-turut tidak lebih
dari 0,25% (Anonim, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

2. Kadar Abu
Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus
porselen yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang. Setelah itu
ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan
(dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 25 C) hingga
arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (Anonim, 2000).

3.3.3.2 Uji Organoleptis


Pemeriksaan secara fisik menggunakan panca indera yang
meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa (Anonim, 2000).

3.3.4 Penapisan Fitokimia


a. Identifikasi golongan alkaloid
Sampel dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mLamoniak
kemudian dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes
asam sulfat 2 N pada masing-masing filtrat, kemudian dikocok dan
didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji
dengan pereaksi Meyer dan Dragendorff. Terbentuknya endapan putih
dan jingga yang menunjukkan adanya alkaloid (Anonim, 2000).
b. Identifikasi golongan flavonoid
Sampel dicampur dengan 5 mL etanol, dikocok, dipanaskan, dan
dikocok lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan serbuk Mg
0,2 g dan 3 tetes HCl pada masing-masing filtrat. Terbentuknya warna
merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid (Anonim,
2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

c. Identifikasi golongan saponin

Sampel dididihkan dengan 20 mLair dalam penangas air. Filtrat


dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang
stabil berarti positif terdapat saponin (Anonim, 2000).
d. Identifikasi golongan steroid
Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat
pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke
biru atau hijau menunjukkan adanya steroid (Anonim, 2000).
e. Identifikasi golongan triterpenoid
Sampel dicampur dengan 2 mL kloroform dan 3 mL asam sulfat
pekat. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan
menunjukkan adanya triterpenoid (Anonim, 2000).
f. Identifikasi golongan tannin
Sampel didihkan dengan 20 mL air lalu disaring. Ditambahkan
beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau
biru kehitaman menunjukkan adanya tannin (Anonim, 2000).

3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik


Total sediaan yang dibuat untuk satu formula adalah 5 g.

Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu


Formula (%)
Komposisi
I II III
Ekstrak ubi jalar ungu 5 7 9
Cera alba 15 15 15
Carnauba wax 9 9 9
Vaselin 8 8 8
Minyak jarak 40,88 37,88 35,88
Isopropil miristat 10 10 10
Adeps lanae 12 12 12
Propil paraben 0,1 0,1 0,1
BHT 0,02 0,02 0,02

Keterangan :
Formulasi I : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 5%
Formulasi II : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 7%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Formulasi III : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 9%

3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik


Lebur cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT
dan ekstrak ubi jalar ungu di atas hot plate. Setelah melebur, campuran
digerus hingga homogen (M1). Lebur adeps lanae, vaselin dan isopropil
miristat (M2). Campurkan M2 ke dalam M1 dan kemudian digerus hingga
homogen (M3). Lebur M3 di atas hot plate dan setelah melebur segera
dimasukkan ke dalam cetakan lipstik. Diamkan 10 menit sampai lipstik
mengeras. Keluarkan lipstik dari cetakan dan dimasukkan ke dalam wadah
lipstik.

3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik


3.3.7.1 Uji Organoleptis
Pengujian ini meliputi pemeriksaan warna, bentuk, dan bau sediaan
yang dihasilkan (Anvisa, 2005).

3.3.7.2 Uji Titik Lebur


Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan cara
melebur lipstik. Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan
titik lebur dengan suhu di atas 50C. Lipstik dimasukkan dalam pipa piler
kaca hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm
hingga 3,5 mm setelah diisi semampat mungkin dengan cara mengetukkan
secukupnya pada permukaan padat. Panaskan tangas hingga suhu lebih
kurang 10o di bawah suhu lebur yang diperkirakan, dan naikkan suhu
dengan kecepatan 1o 0,5o per menit. Masukkan kapiler, bila suhu
mencapai 5o di bawah suhu terendah yang diperkirakan, lanjutkan
pemanasan hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur (Anonim, 1995).

3.3.7.3 Uji Kekuatan


Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara
lipstik diletakkan horizontal kemudian digantungkan beban yang berfungsi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

sebagai penekan. Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 gram).


Penambahan berat sebagai penekanan dilakukan terus menerus sampai
lipstik patah, pada saat lipstik patah merupakan nilai kekuatan lipstiknya
(Vishwakarma et al., 2011).

3.3.7.4 Uji Homogenitas


Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat diperiksa
homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada
kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Risnawati, 2012).

3.3.7.5 Uji Daya Oles


Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik
pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang
menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan
mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit
punggung tangan banyak dan merata (Risnawati, 2012).

3.3.7.6 Uji Stabilitas


Pengujian dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu tinggi
(40oC) dan suhu kamar (25oC) selama 1 bulan, dan dilakukan pengamatan
setiap 1 minggu sekali terhadap adanya perubahan warna, bentuk dan bau
(Anvisa, 2005).

3.3.7.7 Uji Cycling Test


Pemeriksaan stabilitas dengan cara sediaan lipstik dari masing-
masing formula disimpan secara bergantian pada suhu dingin (4C) pada
24 jam pertama dan suhu tinggi (40oC) pada 24 jam berikutnya (1 siklus),
pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus. (Anvisa, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman


Hasil determinasi tanaman yang telah dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor menunjukkan bahwa
tanaman yang digunakan adalah ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir)
famili Convolvulaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Metode Ekstraksi


Ekstraksi ubi jalar ungu dilakukan dengan cara maserasi
menggunakan pelarut akuades. Akuades dipilih sebagai pelarut karena zat
warna antosianin merupakan senyawa polar yang akan larut di dalam
pelarut yang bersifat polar dan juga didasarkan pada keamanan ketika
digunakan dalam sediaan lipstik.
Saat proses maserasi ditambahkan pula asam sitrat sebanyak 30
gram. Menurut Robinson (1995) dalam Surianti 2012), ekstraksi senyawa
golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam
berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan
pigmen antosianin sehingga dapat keluar sel serta dapat mencegah oksidasi
flavonoid yang berhubungan dengan kestabilan warna pigmen. Semakin
rendah nilai pH maka semakin tinggi warna merah yang dihasilkan dan
sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah warna merah
yang dihasilkan (Ali et al., 2013). Setelah proses maserasi, filtrat
kemudian di-freeze dry dan didapatkan ekstrak air kering dengan
persentase rendemen ekstrak sebesar 7,4%.

4.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu


Ekstrak yang telah didapat kemudian dilakukan karakterisasi yang
meliputi parameter spesifik dan nonspesifik. Karakterisasi ini menandakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

bahwa ekstrak tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hasil


karakterisasi ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Jenis Karakterisasi Hasil


Parameter Spesifik
a. Identitas : Ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea
batatas (L.) Poir
b. Organoleptis:

Warna Merah
Bau Khas
Rasa Asam
Bentuk Ekstrak kering
Parameter Non Spesifik
a. Kadar air 1,07%
b. Kadar abu 4,62%

Pengamatan yang meliputi identitas dan organoleptis bertujuan


untuk memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman serta
sebagai pengenalan awal dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan
rasa menggunakan panca indra (Anonim, 2000). Berdasarkan hasil
pengamatan yang didapat adalah ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea batatas
(L.) Poir) dengan warna merah, berbau khas, memiliki rasa asam dan
berbentuk ekstrak kering.
Pengujian kadar air ekstrak ubi jalar ungu diperoleh hasil sebesar
1,07%. Hasil ini telah sesuai dengan persyaratan dimana batas kadar air
adalah 5%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan
jamur dalam ekstrak sehingga akan mempengaruhi stabilitas pada saat
penyimpanan (Anam, 2011). Selanjutnya, pada pengujian kadar abu
diperoleh hasil sebesar 4,62%. Hasil ini memenuhi persyaratan batasan
kadar abu yaitu 16%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral dan unsur anorganik.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

4.4. Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan
golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak. Pada
penelitian ini dilakukan penapisan fitokimia senyawa golongan alkaoid,
flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil penapisan
fitokimia pada ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu


Golongan Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Tanin -
Saponin -
Steroid -
Triterpenoid -

Keterangan: (+) = ada; (-) = tidak ada

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air ubi jalar


ungu positif mengandung flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya
warna merah pada lapisan amil alkohol. Flavonoid merupakan golongan
pigmen organik yang membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan
biji tanaman (I.D.A.D.Y, Dewi, 2013). Flavonoid memiliki sejumlah
gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula yang menyebabkan
flavonoid bersifat polar yang dapat terlarut dalam pelarut polar seperti
etanol, metanol, dan air sehingga ekstrak yang dihasilkan mengandung
flavonoid (Markham, 1988). Flavonoid merupakan senyawa yang juga
memiliki potensi sebagai antioksidan (Bhat, 2009 dalam Putranti 2013).
Dengan adanya antioksidan alami ini dapat memberikan keuntungan
dalam aplikasi ekstrak ubi jalar ungu sebagai pewarna alami untuk
mencegah atau menghambat oksidasi pada sediaan lipstik.
Berdasarkan uji penapisan fitokimia yang telah dilakukan,
memberikan hasil positif pada uji flavonoid sedangkan uji alkaloid,
saponin, tannin, steroid dan triterpenoid memberikan hasil negatif karena
tidak adanya endapan maupun perubahan warna yang terjadi saat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

penambahan pereaksi. Hasil ini sesuai dengan literatur (Sulastri, 2013)


yang menunjukkan bahwa dalam ubi jalar ungu terdapat kandungan
flavonoid dan tidak mengandung alkaloid, saponin, tannin, steroid dan
triterpenoid.

4.5 Pembuatan Sediaan Lipstik


Secara umum komponen utama sediaan lipstik terdiri dari minyak,
lilin (wax), lemak dan zat warna. Dalam pembuatan sediaan lipstik
dilakukan percobaan pendahuluan agar mendapatkan sediaan lipstik
memenuhi persyaratan. Formula sediaan lipstik yang dibuat pada awalnya
mengacu pada penelitian Risnawati (2012) yang menggunakan cera alba,
lanolin anhidrat, vaselin, setil alkohol, carnauba wax, minyak jarak,
propilen glikol, tween 80, BHT dan nipagin menghasilkan tekstur lipstik
tidak lembab dan lengket ketika dioleskan. Kemudian coba dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan seperti cera alba, carnauba wax, vaselin, adeps
lanae, minyak jarak, isopropil miristat, propil paraben dan BHT
menghasilkan sediaan lipstik yang lembab dan tidak lengket ketika
dioleskan.
Pembuatan sediaan lipstik selanjutnya dicoba dengan 2 metode
pembuatan. Metode pembuatan sediaan lipstik pertama dibuat dengan cara
ekstrak ubi jalar ungu dilakukan dengan cara massa 1 (cera alba, carnauba
wax, adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) yang dilebur bersama di
atas hot plate pada suhu 70oC dicampurkan dengan massa 2 (ekstrak ubi
jalar ungu, BHT dan propil paraben yang telah dicampur dengan minyak
jarak). Campuran kemudian diaduk dan dimasukkan dalam cetakan
(Risnawati, 2012). Warna sediaan lipstik yang dihasilkan masih kurang
terdispersi dengan baik karena ekstrak ubi jalar ungu yang mengendap di
bagian bawah lipstik. Dengan menggunakan metode ini sediaan lipstik
yang dihasilkan tidak homogen. Sediaan lipstik yang tidak memenuhi
persyaratan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Homogen


[Sumber: Koleksi Pribadi]

Metode pembuatan sediaan lipstik kedua dilakukan dengan cara


meleburkan massa 1 (cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil
paraben, BHT dan ekstrak ubi jalar ungu) di atas hot plate pada suhu
70oC. Setelah melebur sempurna, campuran digerus hingga homogen.
Selanjutnya massa 2 (adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) dilebur di
atas hot plate. Massa 2 yang telah dilebur dicampurkan ke dalam massa 1
dan kemudian digerus kembali hingga homogen. Campuran yang digerus
ini berwarna merah muda dan berbentuk seperti pasta. Campuran
kemudian dilebur di atas hot plate pada suhu 50oC dan dimasukkan ke
dalam cetakan. Sediaan lipstik yang dihasilkan berwarna merah muda dan
terdispersi secara merata. Hasil sediaan lipstik dapat dilihat pada Gambar
4.2.

Gambar 4.2 Sediaan Lipstik Homogen


[Sumber: Koleksi Pribadi]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

Pembuatan sediaan lipstik dengan metode pertama menghasilkan


sediaan yang tidak memenuhi persyaratan diduga disebabkan oleh cara
pembuatan yang hanya menggunakan batang pengaduk saat proses
pengadukan dan juga ketika proses memasukan campuran ke dalam
cetakan yang dilakukan pada suhu tinggi ketika campuran berbentuk cair.
Hal ini menyebabkan ekstrak cepat mengendap dan tidak terdispersi
merata dalam sediaan. Berbeda halnya dengan cara pembuatan metode
pertama, dimana dalam metode kedua dilakukan penggerusan dengan
menggunakan alu. Tekanan yang dihasilkan dengan menggunakan alu
lebih besar dibandingkan menggunakan batang pengaduk dan proses
memasukan campuran ke dalam cetakan dilakukan pada suhu yang lebih
rendah dan sambil terus diaduk sehingga dapat membuat ekstrak menjadi
lebih mudah terdispersi merata dalam sediaan.
Proses pengadukan pada pembuatan lipstik dengan metode pertama
coba dilakukan penggantian dengan cara digerus namun pasta yang
dihasilkan lebih kaku sehingga sulit untuk digerus sedangkan pada cara
pembuatan metode kedua semua bahan tidak dilebur langsung menjadi
satu. Adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat yang telah dilebur
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam pasta sehingga ketika digerus
tidak kaku. Berdasarkan sediaan lipstik yang dihasilkan maka dipilihlah
metode pembuatan kedua untuk membuat sediaan lipstik ekstrak ubi jalar
ungu.

4.6 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik


Evaluasi sediaan lipstik ini merupakan langkah pemeriksaan mutu
untuk melihat kestabilan sediaan selama penyimpanan. Evaluasi dilakukan
terhadap masing-masing sediaan lipstik yang mengandung konsentrasi
pewarna yang berbeda. Pada proses evaluasi, ketiga sediaan lipstik
disimpan pada 3 kondisi yang berbeda yaitu pada suhu kamar (25oC), suhu
tinggi (40oC), dan cycling test.
Untuk penyimpanan pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi
(40oC) dilakukan selama 4 minggu dimana setiap 1 minggu sekali

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

dilakukan pengamatan sedangkan cycling test dilakukan selama 12 hari (6


siklus) pada suhu dingin (4oC) dan suhu tinggi (40oC) secara bergantian
dengan masing-masing suhu selama 24 jam dan setiap pergantian siklus
dilakukan pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi organoleptis,
homogenitas, kekuatan, titik lebur, dan daya oles. Kestabilan sediaan
lipstik dapat dilihat dengan cara membandingkan kondisi sebelum
penyimpanan dan sesudah penyimpanan.

4.6.1 Evaluasi Awal Sediaan Lipstik


Evaluasi awal sediaan lipstik masing-masing formula berwarna
merah muda dengan aroma khas wax, homogen namun memiliki daya oles
yang kurang baik karena ketika dioleskan warna tidak menempel.
Kekuatan dan titik lebur yang dihasilkan dari tiap formula pun bervariasi.
Adapun hasil evaluasi awal sediaan lipstik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik


Parameter Formula I Formula II Formula III
Organoleptis Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
Homogenitas Homogen Homogen Homogen
Kekuatan 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
Titik lebur 55oC 58oC 60oC
Daya oles Kurang baik Kurang baik Kurang baik
(warna tidak (warna tidak (warna tidak
menempel) menempel) menempel)

4.6.2 Pengamatan Organoleptis Sediaan Lipstik


Hasil sediaan lipstik setelah dilakukan proses penyimpanan pada
suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) tidak menunjukkan adanya
perubahan organoleptis. Ketiga formula sediaan lipstik tetap berwarna
merah muda dan beraroma khas wax sampai akhir penyimpanan. Adapun
hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

4.6.3 Uji Homogenitas Sediaan Lipstik


Sediaan lipstik dikatakan homogen apabila tidak terdapat butir-
butir kasar atau grity ketika dioleskan pada kaca objek. Adanya butir-butir
kasar atau grity menandakan sediaan lipstik tidak homogen karena tidak
terdispersinya antar komponen lipstik (Utami, 2013). Hasil pengujian
homogenitas menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dihasilkan tidak
memperlihatkan adanya butir-butir kasar atau grity saat dioleskan pada
kaca objek. Selain diuji dengan cara tersebut, sediaan lipstik juga dilihat
homogenitas warnanya sampai ke bagian dalam dengan cara sediaan
lipstik dibelah membujur dan dilihat apakah warna merata sampai ke
bagian dalam lipstik. Setelah sediaan lipstik dibelah terlihat bahwa seluruh
sediaan lipstik memiliki warna yang merata sampai ke bagian dalam. Hal
ini menujukkan bahwa sediaan lipstik homogen pada penyimpanan suhu
kamar (25oC) maupun suhu tinggi (40oC). Hasil uji homogenitas sediaan
lipstik dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.6.4 Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik


Berdasarkan hasil pengujian titik lebur pada suhu yang bebeda
terlihat bahwa ketiga formula memiliki titik lebur yang bervariasi. Hasil
uji titik lebur sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu ruang (25oC)
cenderung memiliki titik lebur yang tetap. Pada kondisi penyimpanan suhu
tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan titik lebur sediaan lipstik
bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal. Hal ini
kemungkinan karena kondisi penyimpanan dengan suhu tinggi (40oC)
mendekati suhu lebur sediaan lipstik sehingga ketika dilakukan
penyimpanan selama 4 minggu sediaan lipstik sedikit melunak dan titik
leburnya menurun.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik


Minggu
Suhu Formula I Formula II Formula III
Ke-
o o
1 55 C 58 C 60oC
2 55oC 58oC 60oC
Ruang 55oC 58oC 60oC
3
(25oC) 55oC 58oC 60oC
4
1 53oC 57oC 59oC
Tinggi 52oC 56oC 58oC
2
(40oC) 52oC 55oC 58oC
3
4 52oC 55oC 56oC

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketiga formulasi sediaan lipstik


pada penyimpanan suhu kamar (25oC) memiliki titik lebur pada kisaran
55-60oC dan pada penyimpanan suhu tinggi (40oC) memiliki titik lebur
pada kisaran 52-59oC. Titik lebur sediaan lipstik yang ideal yaitu di atas
50oC. Titik lebur sediaan lipstik sebaiknya melebihi kisaran suhu yang
ideal. Hasil titik lebur ini menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat
memenuhi persyaratan.

4.6.5 Uji Kekuatan Sediaan Lipstik


Uji kekuatan sediaan lipstik dilakukan dengan menggunakan alat
seberat 4,44 gram yang digantungkan pada sediaan lipstik. Dari hasil
pengujian kekuatan sediaan lipstik ketiga formula pada suhu yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan kemampuan sediaan lipstik menahan
beban. Sediaan lipstik pada formula I memiliki kekuatan yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan sediaan lipstik pada formula II dan formula III.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi
pewarna ekstrak ubi jalar ungu yang digunakan dalam formulasi. Semakin
besar konsentrasi pewarna yang digunakan, maka minyak jarak yang
digunakan pun berkurang sehingga jumlah wax akan meningkatkan jumlah
padatan dalam emulsi sehingga sediaan lipstik yang terbentuk akan
semakin keras, sebaliknya bila konsentrasi pewarna yang digunakan
berkurang maka minyak jarak yang digunakan akan bertambah sehingga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

akan menambah jumlah cairan dalam emulsi dan sediaan lipstik yang
terbentuk semakin lunak (Perdanakusuma dan Wulandari, 2003).
Kekuatan sediaan lipstik dapat pula dipengaruhi oleh titik lebur
dimana kekuatan akan meningkat seiring dengan titik lebur sediaan lipstik
yang dihasilkan. Jika dilihat hasil antara uji kekuatan dan uji titik lebur
sediaan lipstik memiliki kesinambungan yaitu pada formula I memiliki
kakuatan paling rendah dibandingkan formula II dan formula III. Hal
tersebut mungkin diakibatkan karena sediaan lipstik formula I memiliki
titik lebur yang lebih rendah dibandingkan formula II dan formula III
sehingga kekuatan yang dihasilkan juga lebih rendah.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik


Minggu
Suhu Formula I Formula II Formula III
Ke-
1 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
2 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
Ruang 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
3
(25oC) 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
4
1 84,44 gram 104,44 gram 124,44 gram
Tinggi 84,44 gram 104,44 gram 114,44 gram
2
(40oC) 84,44 gram 94,44 gram 114,44 gram
3
4 74,44 gram 94,44 gram 114,44 gram

Hasil uji kekuatan sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu


ruang (25oC) terlihat bahwa formula I, formula II, dan formula III
cenderung memiliki kekuatan yang tetap bila dibandingkan dengan hasil
uji kekuatan pada evaluasi awal. Berbeda dengan kondisi penyimpanan
pada suhu tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan kekuatan sediaan
lipstik bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal.
Hal ini dikarenakan titik lebur sediaan lipstik pada suhu tinggi (40oC)
mengalami penurunan sehingga kekuatannya pun ikut mengalami
penurunan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

4.6.6 Uji Daya Oles Sediaan Lipstik


Daya oles merupakan hal penting yang akan menjadi patokan
dalam memilih sediaan lipstik karena banyak orang cenderug memilih
lipstik yang warnanya menempel di bibir. Hasil pengujian daya oles
sediaan lipstik pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) dapat
dikatakan tidak memenuhi standar karena ketika sediaan lipstik dioleskan
ke bagian punggung tangan warnanya tidak menempel di kulit hanya
terlihat mengkilap. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang optimalnya
proses ekstraksi yang dilakukan. Salah satu faktor yang berpengaruh pada
proses ekstraksi zat warna adalah jenis pelarut (Lestari et al., 2013). Pada
ekstraksi dengan menggunakan air, umumnya menghasilkan rendemen
yang cukup banyak namun kandungan zat warna yang didapat sedikit.
Untuk mendapatkan ekstrak zat warna yang maksimal, maka perlu
digunakan larutan pengekstrak yang cocok dengan sifat zat yang akan
diekstrak (Putri, 2005 dalam Lestari et al. 2013). Dalam hal ini diduga zat
warna dari ubi jalar ungu yaitu antosianin memiliki kepolaran yang
berbeda dengan pelarut akuades sehingga proses ekstraksi antosianin
menjadi tidak optimal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saati (2002), pelarut yang
paling baik digunakan untuk ekstraksi antosianin dari Bunga Pacar Air
adalah etanol 95%. Begitu juga dengan penelitian Wijaya (2001) tentang
ekstraksi pigmen dari kulit buah rambutan. Hal ini disebabkan tingkat
kepolaran antosianin hampir sama dengan etanol 95 % sehingga dapat
larut dengan baik pada etanol 95 % (Samsudin dan Khoirudin, 2011 dalam
Siregar et al., 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Risnawati (2012), memformulasi
sediaan lipstik dari ekstrak biji coklat. Biji coklat diekstrak dengan
menggunakan pelarut etanol 95% yang telah dicampur dengan asam sitrat,
menghasilkan sediaan lipstik dengan daya oles yang baik. Hal ini ditandai
dengan 4 kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif,
merata dan homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

4.6.7 Uji Cycling Test Sediaan Lipstik


Cycling test merupakan uji yang berguna sebagai simulasi apabila
terjadi perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap hari. Uji cycling test
dilakukan pada suhu dengan interval waktu tertentu sehingga sediaan akan
mengalami tekanan yang bervariasi.
Hasil pengamatan selama uji cycling test menunjukkan bahwa
ketiga formula sediaan lipstik tidak memperlihatkan adanya perubahan
organoleptis. Warna sediaan lipstik dari awal hingga akhir siklus tetap
merah muda dan aromanya pun tidak berubah. Hasil pengamatan
organoleptis dapat dilihat pada Lampiran 8.
Hasil pengujian homogenitas sediaan lipstik selama uji cycling test
juga menunjukkan bahwa sediaan lipstik pada ketiga formula homogen.
Hal ini terlihat ketika sediaan lipstik dioleskan pada kaca objek tidak
menampakkan butir-butir kasar atau grity dan ketika sediaan lipstik
dibelah membujur warnanya pun merata sampai ke bagian dalam sediaan
lipstik. Adapun hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada Lampiran
8.
Pengujian titik lebur sediaan lipstik menunjukkan bahwa baik
formula I, formula II maupun formula III cenderung mengalami penurunan
namun masih memenuhi persyaratan titik lebur yang ideal yaitu di atas
50oC. Penurunan titik lebur sediaan lipstik ini kemungkinan disebabkan
oleh lamanya waktu penyimpanan dalam suhu yang berfluktuasi sehingga
menyebabkan lipstik menjadi sedikit lunak. Hasil yang sama juga
ditunjukkan dari uji kekuatan sediaan lipstik. Seiring terjadinya penurunan
titik lebur sediaan lipstik, hasil pengujian kekuatan pun mengalami
penurunan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III


1 55 oC 58 oC 60 oC
2 55 oC 58 oC 60 oC
3 55 oC 57 oC 59 oC
4 54 oC 57 oC 58 oC
5 54 oC 56 oC 58 oC
6 54 oC 56 oC 58 oC

Tabel 4.7 Hasil Uji Kekuatan Kondisi Cycling Test


Siklus Formula I Formula II Formula III
1 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
2 94,44 gram 124,44 gram 134,44 gram
3 94,44 gram 114,44 gram 124,44 gram
4 84,44 gram 114,44 gram 104,44 gram
5 84,44 gram 104,44 gram 104,44 gram
6 84,44 gram 104,44 gram 104,44 gram

Hasil daya oles sediaan lipstik pada uji cycling test dari awal siklus
sampai siklus terakhir kurang baik karena warna tidak menempel ketika
dioleskan. Hal ini tidak berbeda pada saat evaluasi awal sediaan lipstik
dimana ketika dioleskan warna tidak menempel.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu tidak
mengeluarkan warna ketika dioleskan.
2. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu secara
fisik stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) tetapi tidak
stabil pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test
(4oC dan 40oC).

5.2 Saran
1. Perlunya dilakukan pengkajian lebih dalam mengenai pemilihan
pelarut yang tepat untuk proses ekstraksi sehingga dapat menghasilkan
zat warna antosianin yang maksimal.
2. Perlunya diperhatikan cara penuangan ke dalam cetakan lipstik agar
zat warna ekstrak ubi jalar ungu tidak mengendap.
3. Perlunya ditambahkan pewangi agar bau wax tertutupi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

DAFTAR PUSTAKA

Adliani, Nur., Nazliniwaty., Djendakita Purba. 2012. Formulasi Lipstik


Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior
(Jack) R.M..Sm. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology Vol. 1 (2): 87-94.

Ali, Farida., Ferawati., Risma Arqomah. 2013. Ekstraksi Zat Warna Dari Kelopak
Bunga Rosella. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19.

Anam, Syariful., Muhammad, Muhammad Yusran, Alfred Trisakti, Nurlina


Ibrahim, Ahmad Khumaidi, Ramdanil, dan Muhammad Sulaiman Zubair. 2013.
Standarisasi Ekstrak Etil Asetat KayuSanrego (Lunasia amaru Blanco). Online
Jurnal of Natural Science Vol. 2 (3): 1-8.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Depkes RI: Jakarta.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anvisa. 2005. Cosmetics Products Stability Guide Volume 1. Brasilia.

Azwanida., Normasarah., Asrul Afandi. 2014. Utilization and Evaluation of


Betalain Pigment from Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) as a Natural
Colorant for Lipstick. Jurnal Teknologi (Sciences & Engineering) 69:6, 134-142.

Badan POM RI . 2006. Public Warning No. KH.00.01.3352. Tentang Kosmetik


yang Mengandung Bahan dan Zat Warna yang Dilarang.

I.D.A.D.Y, Dewi., Astuti, K. W., dan Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia
Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal
Farmasi Universitas Udayana.

Ina, PT., GAKD Puspawati, GA Ekawati. 2013. Efek Waktu Ekstraksi Terhadap
Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Kadar Antosianin Ekstrak Ubi Ungu.
Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Draelos, Zoe Diana. 2010. Cosmetic Dermatology Products & Procedures. USA:
Wiley-Blackwell.

Farima, Devi. 2009. Skripsi: Karakterisasi dan Ekstraksi Simplisia Tumbuhan


Bunga Mawar (Rosa hybrida L.) Serta Formulasinya dalam Sediaan Pewarna
Bibir. Universitas Sumatera Utara, Medan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Ginting, Erliana., Joko S. Utomo., Rahmi Yulifianti., M. Jusuf. 2011. Potensi Ubi
Jalar Ungu Sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1.
Juanda, et al., 2000. Ubi jalar: Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta:
Kanisius.

Koswara, Sutrisno. 2009. Pewarna Alami Produksi dan Penggunaannya.


Ebookpangan.com.

Lestari, Puji., Susinggih Wijana., Widelia Ika Putri. 2013. Ekstraksi Tanin Dari
Daun Alpukat (Persea americana Mill.) Sebagai Pewarna Alami. Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Mamoto, Lidya Valda dan Fatimawali Gayatri Citraningtyas. 2013. Analisis


Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar Di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah
Farmasi Vol. 2 No. 02.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB.

Menkes RI. 2010. Permenkes Nomor 1175/Menkes/Per/VII/2010 Tentang Izin


Produksi Kosmetika, Kementrian Kesehatan RI.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


445/Menkes/Per/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet
dan Tabir Surya Pada Kosmetik.

Perdanakusuma, O., dan Wulandari, Z. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Lipstik


dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam Lebah. J. Tek. Ind. Pert. Vol.
14 (3), 95-100.

Putranti, Ristyana Ika. 2013. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Rumput Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata dari Jepara. Tesis.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Rosidah. 2010. Potensi Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Industri Pangan.
TEKNUBUGA Volume 2 No.2

Risnawati., Nazliniwaty., Djendakita Purba. 2012. Formulasi Lipstik


Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Biji Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai
Pewarna. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology Vol. 1 (2): 78-86.

Rowe, C.R., Paul, J., Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
6th Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Samsudin, A.S., dan Khoiruddin. 2011. Ekstraksi dan Filtrasi Membran dan Uji
Stablitas Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana). Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Sinurat, Mangoloi. 2012. Analisa Kandungan Rhodamin B Sebagai Pewarna


Pada Sediaan Lipstik yang Beredar Di Masyarakat Tahun 2011. Poltekes Medan.

Siregar, Yusraini Dian Inayati, Nurlaela. 2013. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat
Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga
Rosela (Hibiscus sabdariffa L). Valensi Vol. 2 No.3 ISSN: 1978-8193.

Surianti, Nengah Sri. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap


Karakteristik Ekstrak Pigmen Limbah Selaput Lendir Biji Terung Belanda
(Cyphomandra beatacea S.) Dan Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan Volume 1, No.1.

Syarifuddin, dan Muhammad Umar. 2011. Kapasitas Antioksidan dan Stabilitas


Ekstrak Pigmen Antosianin Kulit Kacang Gude Hitam (Cajanus cajan (Linn.)
Millsp.) dengan Variasi Pelarut. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.

Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, M. Kaur, G. Kaur, H. 2011. Phytochemical screening


and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia Vol. 1. Issue.
1.

Tranggono, R.I dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.

Utami, Putri. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo Merah (Gnetum gnemon)
Sebagai Pewarna Alami Pada Pembuatan Lipstik. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Vishwakarma, B., Sumeet, D., Kushagra, D., Hemant, J. 2011. Formulation and
Evaluation of Herbal Lipstick. International Journal of Drug Discovery & Herbal
Research 1(1): 18-19.

Wasitaatmadja, SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI-Press. Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

LAMPIRAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

Lampiran 1. Alur Penelitian

Ubi jalar ungu Determinasi tanaman

Karakterisasi
Ekstrak ubi jalar
ungu Penapisan
fitokimia
Formulasi dan
pembuatan sediaan
lipstik

Evaluasi fisik
sediaan lipstik

Organoleptik Homogenitas Stabilitas Titik leleh

Kekuatan Daya oles Cycling test

Analisa hasil evaluasi


fisik sediaan lipstik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Lampiran 3. Gambar Hasil Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Lampiran 4. Gambar Alat Uji Kekuatan Lipstik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak

Lampiran 6. Perhitungan Parameter Non Spesifik


1. Kadar Air

2. Kadar Abu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Lampiran 7. Gambar Hasil Penapisan Fitokimia

Golongan Hasil Keterangan


Alkaloid
Dragendorf

Tidak terbentuk endapan


putih
Meyer

Flavonoid

Terbentuknya warna
merah pada lapisan etanol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Tanin

Tidak terbentuk warna


biru kehitaman

Saponin

Tidak terbentuk busa


yang stabil

Steroid

Tidak terjadi perubahan


warna menjadi biru atau
hijau

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Triterpenoid

Tidak terbentuk warna


merah kecoklatan pada
antar permukaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Lampiran 8. Gambar Hasil Penelitian


1. Uji Stabilitas
Minggu
Suhu Formula I Formula II Formula III
Ke-
1 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
2 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
Ruang wax wax wax
(25oC) 3 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
4 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
1 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
2 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
Tinggi wax wax wax
(40oC) 3 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax
4 Warna merah Warna merah Warna merah
muda dan muda dan muda dan
beraroma khas beraroma khas beraroma khas
wax wax wax

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

a. Suhu Kamar (25oC)

9% 7% 5% 9% 7% 5%
5% 5%

Minggu ke-0 Minggu ke-1

9% 7% 5% 9% 7% 5%
5% 5%
Minggu ke-2 Minggu ke-3

9% 7% 5%
5%

Minggu ke-4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

b. Suhu Tinggi (40oC)

9% 7% 5% 9% 7% 5%
5% 5% 5% 5% 5% 5%

Minggu ke-0 Minggu ke-1

9% 7% 5%
9% 7% 5% 5% 5% 5%
5% 5% 5%
Minggu ke-2 Minggu ke-3

9% 7% 5%
5% 5% 5%
Minggu ke-4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

2. Uji Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III


1 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax
2 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax
3 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax
4 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax
5 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax
6 Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda
dan beraroma khas dan beraroma khas dan beraroma khas
wax wax wax

9% 7% 5% 9% 7% 5%
5% 5% 5% 5% 5% 5%

Siklus ke-0 Siklus ke-1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

9% 7% 5%
9% 7% 5% 5%
5% 5%
5% 5% 5%
Siklus ke-2 Siklus ke-3

9% 7% 5% 9% 7% 5%
5% 5% 5% 5% 5% 5%
Siklus ke-4 Siklus ke-5

9% 7% 5%
5% 5% 5%
Siklus ke-6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

3. Uji Homogenitas
a. Suhu kamar (25oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3

Minggu ke-4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

b. Suhu tinggi (40oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3

Minggu ke-4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

c. Cycling test

Siklus ke-1

Siklus ke-2

Siklus ke-3

Siklus ke-4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Siklus ke-5

Siklus ke-6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai