Anda di halaman 1dari 120

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA


MENGGUNAKAN GCMS PADA EMULSI TIPE
MINYAK DALAM AIR PADA MINYAK BIJI JINTEN
HITAM (Nigella sativa L.) YANG DIKEMAS
MENGGUNAKAN BOTOL GELAP

SKRIPSI

NICKY ANNISIANA FORTUNITA


NIM : 1111102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA


MENGGUNAKAN GCMS PADA EMULSI TIPE
MINYAK DALAM AIR PADA MINYAK BIJI JINTEN
HITAM (Nigella sativa L.) YANG DIKEMAS
MENGGUNAKAN BOTOL GELAP

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NICKY ANNISIANA FORTUNITA


NIM : 1111102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015

i
ABSTRAK

Nama : Nicky Annisiana Fortunita


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Menggunakan
GCMS pada Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Pada Minyak
Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) yang Dikemas
Menggunakan Botol Gelap

Suatu sediaan farmasi ketika diformulasikan harus stabil dalam


penyimpanan, sehingga sediaan tersebut tidak berkurang efek terapeutiknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan botol
gelap terhadap stabilitas sifat fisik dan komponen kimia sediaan emulsi minyak
biji jinten hitam yang diformulasikan menggunakan emulgator tragakan 1,5%
pada penyimpanan selama 21 hari. Penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan emulsi yang dikemas menggunakan botol gelap dan botol bening
sebagai kontrol. Sifat fisik yang dievaluasi meliputi organoleptis, nilai pH,
viskositas, diameter globul, tipe emulsi dan pemisahan. Sifat kimia dievaluasi
terhadap komponen senyawa antioksidan minyak biji jinten hitam menggunakan
Gas Chromatography Mass Spectrometry. Sifat fisik menunjukkan terjadi
penurunan baik pada emulsi kontrol dan sampel, akan tetapi penurunan pada
emulsi sampel lebih rendah dibandingkan emulsi kontrol. Evaluasi sifat kimia
komponen senyawa antioksidan pada emulsi minyak biji jinten hitam (p-cymene,
thymoquinon, terpinen-4-ol, dan longifolen) mengalami peningkatan dan
penurunan persen area selama 21 hari penyimpanan, baik pada emulsi kontrol dan
sampel. Namun, penggunaan botol gelap dapat mengurangi penurunan persen area
thymoquinon yang merupakan senyawa utama emulsi minyak biji jinten hitam,
dibandingkan dengan botol bening. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh penggunaan botol gelap terhadap stabilitas fisik dan komponen kimia
emulsi minyak biji jinten hitam

Kata kunci : Minyak biji jinten hitam, emulsi, stabilitas fisik dan komponen
kimia, thymoquinon, botol gelap

v
ABSTRACT

Name : Nicky Annisiana Fortunita


Major : Pharmacy
Title : Physical Stability And Chemical Component Test By Using GCMS In
Oil In Water Emulsion Of Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa, L)
Which Is Packed In Dark Bottle

Pharmaceutical products have to be stable during storage, so the


therapeutical effect of the products would not decrease. The aims of this study
were to analyze the effect of the dark bottle againts the physical stability and
chemical compounds black cumin seed oil emulsion which formulated using 1.5%
tragacanth as emulgator in 21 days of storage. This study was conducted by
comparing emulsions that were packaged using dark bottles and clear bottles as a
control. Physical characteristics that were analyzed are organoleptic, pH value,
viscosity, globule diameter, emulsion type, and the separation. Chemical
properties were analyzed against the antioxidant compounds of black cumin seed
oil using Gas Chromatography Mass Spectrometry. Physical characteristics
showed a decrease in both of the sample and control emulsion, but a decrease in
the sample emulsion was lower than the control emulsion. Chemical
characteristics evaluation of the antioxidant compounds of black cumin seed oil
emulsion (p-cymene, thymoquinone, terpinene-4-ol, dan longipholene) showed
increased and decreased in area percentage during 21 days of storage, both of
sample and control emulsion. However, the usage of the dark bottles can
decreased the area percentage of thymoquinone, the main compound of black
cumin seed oil emulsion, than the clear ones. The result of this study showed that
there was an influence of the dark bottles against physical stability and chemical
compounds of black cumin seed oil emulsion.

Key words : Black cumin seed oil, emulsion, physical stability and chemical
components,thymoquinone, dark bottle

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
menyusun skripsi yang berjudul Uji Stabilitas Fisik Dan Komponen Kimia
Menggunakan GCMS Pada Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Pada Minyak Biji
Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Yang Dikemas Menggunakan Botol Gelap
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata
1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian
sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M. Sc.,
Ph.D., Apt. selaku pembimbing saya, yang dengan sabar memberikan
bimbingan, waktu, tenaga, pikiran, masukan, dukungan, dan semangat
kepada penulis.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, PhD., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu
Nelly Suryani, PhD, M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
4. Bapak Yardi, PhD., Apt selaku Penasehat Akademik yang selalu
membimbing penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Mamah tercinta Pariyah dan Papah tercinta Munaji Fajari selaku orang tua
dan adik tersayang Rizqon Jifa Syabana yang senantiasa memberikan
kasih sayang, support baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti
yang dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
7. M. Syahid Ali yang selalu ada untuk memberikan semangat, motivasi,
nasihat, serta dukungan tanpa henti dalam suka dan duka kepada penulis.
8. Sahabat Kesayangan (Ayu, Henny, Icob, Gina, Wina, dan Meri) yang
selalu memberikan semangat, motivasi, dan kasih sayang kepada penulis.
9. Teman seperjuangan penelitian Wafa dan Raihana atas kebersamaan, dan
bantuan. Reza yang dengan ikhlas membantu penulis selama penelitian.
10. Ayunop, Vica, Filda, Fio, Indri, Rika, Rianisa, Rhesa, dan Rambe yang
selalu memberikan semangat, bantuan, dan motivasi kepada penulis.
11. Teman-teman Farmasi 2011 atas kebersamaan dan memotivasi penulis
baik selama pengerjaan skripsi maupun selama perkuliahan.
12. Laboran Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Eris, Kak Liken, Kak Tiwi, Kak
Lisna, dan Mba Rani yang dengan sabar membantu penulis
mempersiapkan alat selama penelitian.

vii
13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan, dan dukungan yang diberikan.Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran
serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin Ya Robbalalamin
Ciputat, Juni 2015

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS ............................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xv
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................1
1.2 Batasan Masalah .........................................................................2
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................4


2.1 Tanaman Jinten Hitam ..............................................................4
2.1.1 Klasifikasi .............................................................................4
2.1.2 Morfologi Tanaman Jinten Hitam ........................................4
2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan .......................................5
2.1.4 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam ...................................5
2.1.5 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam ...............7
2.2 Minyak Atsiri ..............................................................................9
2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ...............................10
2.3.1 Reaksi Hidrolisis .....................................................10
2.3.2 Reaksi Isomerisasi ...................................................10
2.3.3 Reaksi Oksidasi .......................................................10
2.4 Emulsi ........................................................................................11
2.4.1 Pengertian Emulsi .......................................................11
2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi .................................12
2.4.3 Komponen Pembentukan Emulsi ...............................12
2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi ............................................16
2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi ...........................................16
2.4.6 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik ..........................18
2.5 Metode Demulsifikasi ...............................................................18
2.6 Ekstraksi Cair Cair ...............................................................20
2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS) ...............20
2.7.1 Kromatografi Gas .......................................................21
2.7.2 Spektrometri Massa ....................................................21

x
2.8 Wadah ........................................................................................21
2.8.1 Pengertian Wadah .......................................................21
2.8.2 Macam Macam Wadah ............................................22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................24


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................24
3.2 Alat .............................................................................................24
3.3 Bahan ..........................................................................................24
3.4 Prosedur Penelitian ..................................................................24
3.4.1 Penyiapan Bahan ..........................................................24
3.4.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ..............25
3.4.3 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .........26
3.4.4 Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam..................................................................27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................29


4.1 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam .................29
4.1.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam .................................................................29
4.1.2 Pengukuran Nilai pH dari Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam .................................................................33
4.1.3 Pengukuran Nilai Viskositas dari Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam ............................................35
4.1.4 Pengukuran Nilai Diameter Globul dari Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam ............................................37
4.1.5 Uji Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam ............................................................................38
4.1.6 Uji Sentrifugasi dari Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam ............................................................................39
4.2 Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam..........................................................................................40
4.2.1 Kondisi Optimasi GCMS .............................................40
4.2.2 Analisa Stabilitas Komponen Kimia Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam .............................................40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................49


5.1 Kesimpulan ................................................................................49
5.2 Saran ..........................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................50


LAMPIRAN ...................................................................................................54

xi
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1.2 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ............ 4
Gambar 4.1 Grafik Nilai pH Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Kontrol dan Sampel .................................................. 34
Gambar 4.2 Grafik Nilai Viskositas Rata-Rata Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol dan Sampel........................................ 36
Gambar 4.3 Grafik Nilai Diamter Globul Rata-Rata Emulsi Minyak
Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel................................. 37
Gambar 4.4 Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Dan Sampel ............................................................ 39
Gambar 4.5 Grafik Nilai Rendemen Rata- Rata Ekstaksi Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel Fase
Heksan ................................................................................. 42
Gambar 4.6 Grafik Nilai Rendemen Rata- Rata Ekstaksi Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel Fase
Etil ....................................................................................... 43
Gambar 4.7 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinone Fase Heksan
Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan
Sampel .................................................................................. 47
Gambar 4.8 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinone Fase Etil
Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan
Sampel .................................................................................. 47

xii
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Kandungan Minyak Atsiri Dan Minyak Statis Pada
Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) .............................. 5
Tabel 2.2 Kandungan Minyak Atsiri Pada Biji Jinten Hitam ...................... 6
Tabel 2.3 Kandungan Minyak Statis Pada Biji Jinten Hitam ...................... 7
Tabel 3.1 Komposisi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Yang Telah
Dioptimasi ..................................................................................... 25
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Kontrol 1 ............................................................................ 29
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Kontrol 2 ............................................................................ 30
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sampel 1 ............................................................................. 31
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sampel 2 ............................................................................. 32
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Ph Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol .......................................................................................... 33
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai Ph Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel ........................................................................................... 34
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Kontrol ............................................................................... 35
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sampel ................................................................................ 35
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol ..................................................................... 37
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sampel ..................................................................... 37
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Dari Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol dan Sampel ................................................. 38
Tabel 4.12 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Dan Sampel ..................................................................... 39
Tabel 4.13 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Heksan ..................................................................... 41
Tabel 4.14 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Heksan ..................................................................... 42
Tabel 4.15 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Etil ........................................................................... 42
Tabel 4.16 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Etil............................................................................ 43
Tabel 4.17 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol Fase Heksan ............................................... 45
Tabel 4.18 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sampel Fase Heksan ............................................... 45
Tabel 4.19 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol Fase Etil ..................................................... 45

xiii
Tabel 4.20 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sampel Fase Etil ...................................................... 46
Tabel 2.21 Perubahan Persen Area Kandungan Senyawa Kimia
Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol Dan
Sampel .......................................................................................... 46

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal
1. Prosedur Penelitian............................................................................... 54
2. Perhitungan Bahan Emulsi Kontrol dan Sampel .................................. 55
3. Dokumentasi Alat dan Bahan Yang Digunakan .................................. 56
4. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol ............................................................................ 58
5. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sampel ............................................................................ 63
6. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Kontrol ............................................................................ 68
7. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sampel ............................................................................ 73
8. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Heksan ............................................................................ 78
9. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Heksan ............................................................................ 83
10. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Etil ................................................................................. 88
11. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Etil ................................................................................... 93
12. Sertifikat Analisa Tragakan.................................................................. 98
13. Sertifikat Analisa Sukrosa .................................................................... 99
14. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat ..................................................... 100
15. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam........................................ 101
16. Sertifikat Analisa Etil Asetat ................................................................ 102
17. Sertifikat Analisa Heksan..................................................................... 103

xv
DAFTAR SINGKATAN

1. GCMS : Gas Chromatography - Mass Spectrometry

xvi
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jinten hitam adalah tanaman herbal berbunga tahunan, berasal dari Asia
Barat dan dibudidayakan di negara-negara Mediterania Timur Tengah, Eropa
Selatan, Suriah, Turki, Arab Saudi, Pakistan dan India. Biji jinten hitam telah
digunakan sejak dulu sebagai stimulan tubuh dan membantu memulihkan kondisi
tubuh yang lelah. Biji jinten hitam mempunyai efek sebagai astringen, stimulan,
diuretik, antelmetik, dan terapi penyakit lainnya. Adapun efek farmakologisnya,
yaitu sebagai obat rheumatik, dan penyakit inflamasi lainnya. Minyak jinten hitam
telah terbukti memiliki efek sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker,
analgesik, antimikroba, dan dapat digunakan sebagai bahan kosmetik. Minyak biji
jinten hitam yang telah beredar di pasaran pada umumnya berupa sediaan minyak
yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft kapsul, dan dalam bentuk serbuk
yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma, serta madu (Nagi, et al., 2010 ;
Saha and Bhupendar, 2011 ; Sree Harsha, et al., 2011).
Berbagai kondisi lingkungan dapat mempengaruhi stabilitas sediaan,
seperti adanya cahaya, suhu, kelembaban, dan siklus freeze/thaw yang secara
signifikan dapat mempengaruhi stabilitas kimia dari zat aktif selama penyimpanan
dan distribusi (Lopez, et al., 2012).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indayanti, senyawa
utama minyak biji jinten hitam, yaitu thymoquinon mengalami penurunan persen
area dalam formulasi emulsi minyak biji jinten hitam yang dikemas menggunakan
botol bening yang disimpan selama 21 hari dalam suhu ruang (Indayanti, 2014).
Senyawa terpen mudah mengalami proses oksidasi dibawah pengaruh cahaya,
udara dan pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak
aroma minyak atsiri (Syarifudin, 2012), oleh karena itu akan dilakukan modifikasi
penyimpanan menggunakan wadah gelap atau wadah kuning kecoklatan.
Obat atau produk obat yang sensitif terhadap cahaya maka harus disimpan
dalam wadah yang tahan terhadap cahaya seperti vial berwarna kecoklatan untuk
melindungi obat atau produk obat dari cahaya (Hanne, 2004).

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

Kestabilan suatu produk obat merupakan hal yang penting untuk mengetahui
kualitas dari suatu produk obat tersebut (Lopez, et al., 2012).

1.2 Batasan Masalah


Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen kimia menggunakan
GCMS pada emulsi tipe minyak dalam air pada minyak biji jinten hitam(Nigella
sativa l.) yang dikemas menggunakan botol gelap hanya sebatas untuk menguji
stabilitas fisik dari emulsi minyak jinten hitam dan stabilitas dari komponen
senyawa antioksidan penyusun minyak jinten hitam selama penyimpanan 21 hari
pada suhu ruang.

1.3 Perumusan Masalah


1. Bagaimana stabilitas fisik sedian emulsi minyak biji jinten hitam tipe
minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap selama
penyimpanan 21 hari pada suhu ruang ?
2. Bagaimana stabilitas kimia dari komponen penyusun minyak atsiri biji
jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air yang dikemas
menggunakan botol gelap selama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang ?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Untuk menguji stabilitas fisik sedian emulsi minyak biji jinten hitam tipe
minyak dalam air yang dikemas menggunakan botol gelap selama
penyimpanan 21 hari pada suhu ruang.
2. Untuk menguji stabilitas kimia komponen antioksidan penyusun minyak
biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air yang
dikemas menggunakan botol gelap dalam penyimpanan selama 21 hari
pada suhu ruang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

1.5 Manfaat Penelitian


Adapaun manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui stabilitas dari
senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak biji jinten hitam selama
penyimpanan 21 hari pada suhu ruang yang dikemas dalam botol gelap.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)


2.1.1 Klasifikasi (USDA)
Kingdom : Plantae
Sub Kindom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatopita
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Ranunculales
Family : Ranunculaceae
Genus : Nigella L
Spesies : Nigella sativa L

2.1.2 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)


Jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang tegak.
Batang biasanya berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-jarang dengan
disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset, berbentuk garis dengan
panjang 1,5-2 cm, ujung lancip dan terdapat tiga tulang daun berbulu. Daun
bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Memiliki daun pembalut bunga
kecil. Tanaman jinten hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga lima dengan
bentuk bundar telur yang ujungnya agak melancip sampai agak tumpul. Pangkal
mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Tanaman jinten hitam juga
memiliki mahkota bunga pada umumnya delapan dan bentuk agak memanjang
namun lebih kecil dari kelopak bunga. Memiliki bibir bunga dua, bibir bagian atas
pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah
memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong,
berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau
agak bulat. Biji hitam, jorong bersudut tiga dan tidak beraturan yang sedikit
membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Materia Medika Jilid III, 1979).

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

Gambar 2.1 Tanaman dan biji jinten hitam (Nigella sativa L.)
[Sumber : Padma 2010 and Rajshekar, et al., 2011, yang telah dikelola kembali]

2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan


Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jinten hitam adalah bagian
bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5 %, karven
45-60 %, d-limonena, simena dan terpen-terpen lainnya, glukosida saponin,
glukosida beracun melantin, minyak lemak 37,5 % dan zat pahit. Penggunaan
sebagai stimulan, karminatif, emenagoga, galaktatoga, dan diaforetika (Materia
Medika Jilid III, 1979).

2.1.4 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)


Sebagian besar aktifitas farmakologis minyak jinten hitam dihasilkan dari
minyak atsiri dan minyak statis ( fixed oils) (Nickavar, et al , 2003). Komposisi
minyak jinten hitam secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Kandungan minyak atsiri dan minyak statis pada minyak
biji jinten hitam (Nigella sativa L.)

Komponen Retention Prosentasi


time (s ) (%)
Beta phellandrene 8,77 0,12
Beta pinene 9,00 0,12
Limoneme 10,60 0,16
Terpineme 11,60 0,60
Linalole 13,10 0,50
Terpinehol 15,90 0,31
Geraniol 22,59 0,52
Caryophyllen 24,04 0,17
Tetradecanoic acid 34,11 0,11
Tridecanoid acid 39,15 0,33
Eicosane 40,00 0,17
Henelcosane 40,34 0,14
Phytol 42,50 0,19
Heptacosane 42,70 0,38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Hentricontane 42,80 0,12


Octadecadienonic acid 43,00 0,47
Oleic acid 43,20 0,51
Octacosane 43,60 0,80
Nonahaxacantonic acid 43,75 0,11
Tricosane 46,70 0,49
Docosane 47,20 0,39
Tetracosane 48,81 0,46
Tetratriacantane 51,60 0,20
Decosenamide 58,20 0,53
[Bessedik Amina and Allem Rachida, 2013 dengan pengolahan kembali]

Tabel 2.2 Kandungan minyak atsiri pada biji jinten hitam (Nigella sativa L.)

Komponen Prosentasi (%)


Nonterpenoid Hidrokarbon 4,0
- thujene 2,4
- pinene 1,2
Sabinene 1,4
- pinene 1,3
Myrecene 0,4
p-cymene 14,8
Limonene 4,3
gama-terpinene 0,5
Monoterpenoid hidrokarbon 26,9
Fenchone 1,1
Dihydrocarvone 0,3
Carvone 4,0
Thymoquinone 0,6
Monoterpenoid keton 6,0
Terpinen -4-ol 0,7
p-cymene -8-ol 0,4
Carvacrol 1,6
Monoterpenoid alkohol 2,7
-longipinene 0,3
Longifolene 0,7
Sesquiterpen hidrokarbon 1,0
Estragole 1,9
Anisaldehyde 1,7
Trans-anethole 38,3
Myristicin 1,4
Dill apiole 1,8
Apiole 1.0
Phenyl propanoid compounds 46,1
[Bahman, Nickavar et al, 2003]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

Tabel 2.3 Kandungan minyak statis pada biji jinten hitam (Nigella sativa L.)

Asam Lemak Prosentase (%)


Lauric acid 0.6
Myristic acid 0.5
Palmitic acid 12.5
Stearic acid 3.4
Oleic acid 23.4
Linoleic acid 55.6
Linolenic acid 0.4
Octadienoic acid 3.1
[Nickavar, Bahman et al, 2003]

2.1.5 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam


a. Antikanker
Penelitian Rajsekhar, Saha et al., 2011 tentang thymoquinone yang
memiliki aktivitas penghambatan antineoplastik telah dilakukan. Dimana minyak
esensial diinjeksikan langsung ke tumor untuk mengurangi volume tumor dengan
cara menghambat perkembangan metastatis dan menunda kematian dari aktivitas
tumor P815 pada tumor tikus Thymoquinone menunjukkan pertumbuhan aktivitas
penghambatan antineoplastik in vitro dan in vivo terhadap variasi sel tumor dan
aktivitas penghambatan pada pertumbuhan sel kanker serta kemampuan untuk
menginduksi apoptosis. Thymoquinone didapatkan aktif terhadap variasi sel
kanker pada manusia yang resisten terhadap multidrug. Thymoquinone juga
menunjukkan aktivitas antineoplastik pada sel kanker prostat yang telah
dibuktikan dengan senyawa yang secara efektif memblok fase G1 sel kanker
prostat dengan memasuki fase S, oleh karena itu dapat digunakan dalam
pengobatan kanker prostat, khususnya dalam kasus hormon yang sulit
disembuhkan. Thymoquinone juga memproduksi destruksi selular yang signifikan
dan gangguan fungsi metabolik selular dari SW-626 sel kanker colon pada
manusia, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan efek 5-fluorourasil.
Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian tentang efek
thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2).
Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel karsinoma
hepatoseluler (HepG2) dengan konsentrasi thymoquinone yang bertingkat (25-400
M) selama 12-24 jam. Kemudian kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

diamati. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan
bahwa pengobatan sel karsinoma dengan thymoquinone konsentrasi < 200 M
menghasilkan penghambatan yang signifikan dari kelangsungan hidup sel pada
12-24 jam dibandingkan dengan kontrol percobaan.

b. Antioksidan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhamma Raza, et al., 2006
senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak atsiri biji jinten hitam dalam
bentuk minuman yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/day p.o.) terbukti dapat
melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4. Efek
hepatoprotektif dari thymoquinone terhadap hepatotoksisitas yang diinduksi oleh
CCl4 ditunjukkan oleh adanya pencegahan yang signifikan terhadap peningkatan
serum ALT, AST dan LDH yang terkait dengan penghambatan dalam produksi
peroksida oleh lipid pada hati.

c. Aktivitas Antidiabetes
Dalam studi yang dilakukan oleh Rajsekhar, Saha et al., 2011 melakukan
penelitian tentang aktivitas antidiabetes yang dievaluasi pada sukarelawan
manusia. Biji Nigella sativa digunakan sebagai terapi adjuvant untuk pengobatan
diabetes. Sejumlah 94 pasien dibagi secara acak dalam 3 grup menurut dosis
penggunaan. Kapsul yang berisi Nigella sativa diberikan secara oral dalam dosis
1, 2, dan 3 mg/hari selama 3 bulan. Nigella sativa pada dosis 2 mg/hari
menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap FBG, 2hPG, dan HbA tanpa
mempengaruhi berat badan secara signifikan. Gula darah puasa menurun, dan
fungsi sel meningkat pada 12 minggu pengobatan.
Dalam studi lain, efek antidiabetes dari ekstrak etanol biji Nigella sativa
dillihat pada Meriones shawi. Pada akhir penelitian, test toleransi glukosa oral
dilakukan untuk memperkirakan sensitivitas terhadap insulin. Tingkat profil lipid
plasma, insulin, leptin, dan adinopectin dilihat. Hewan percobaan yang diobati
dengan ekstrak etanol biji Nigella sativa menunjukkan normalisasi yang progresif
dari glikemia, walaupun lebih lambat daripada kontrol yaitu metformin. Selain itu,
Nigella sativa meningkatkan insulinemia dan kolesterol HDL, dibandingkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

dengan kontrol diabetes. Leptin dan adinopektin tidak berubah. Pengobatan


Nigella sativa menurunkan OGTT dan menurunkan kadar trigliserida pada hati
dan otot (Rajsekhar,Saha et al., 2011).

d. Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antimikroba telah dievaluasi menggunakan metode disc
diffusion. Minyak atsiri dengan konsentrasi 20 g untuk test diaplikasikan ke disc.
Hasil aktivitas antimikroba dari minyak atsiri Nigella sativa dibandingkan
berdasarkan dengan standard, efikasi minyak atsiri jauh lebih baik daripada
standard (Rajsekhar,Saha et al, 2011).

2.2 Minyak atsiri


Minyak atsiri memiliki bagian utama yaitu terpenoid. Terpenoid terdapat
pada fraksi atsiri yang tersuling uap yang menyebabkan wangi, harum, atau bau
yang khas pada banyak tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan yang kaya akan
minyak atsiri diantaranya Compositae, Matricaria, Labiatak, misalnya ; Mentha
sp, Myrtaceae, Eucaliptus, Rosaceae, Citrus sp, Umbeliferaceae dll. Terpen juga
seringkali terdapat dalam fraksi yang memiliki bau bersama-sama dengan
senyawa aromatik seperti fenil propanoid (Harborne, 1987).
Secara kimia, terpen dari minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu monoterpen dan sesquiterpen yang berupa isoprenoid C10 dan C15 yang
mempunyai titik didih yang berbeda (titik didih monoterpen 140-180 C dan titik
didih sesquiterpen lebih dari 200 C). Monoterpen dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu monoterpen struktur asiklik (geraniol), monosiklik (limonen), dan bisiklik
(alfa dan beta pinen) (Harborne, 1987).
Dalam setiap golongan, monoterpen dapat berupa hidrokarbon tak jenuh
(limonen) atau dapat mempunyai gugus fungsi berupa alkohol, aldehid, dan keton.
Monoterpen sederhana tersebar luas diminyak atsiri dan merupakan komponen
terbanyak pada minyak atsiri. Beberapa senyawa yang biasa ditemukan dalam
minyak atsiri pada bagian daun tumbuhan adalah senyawa alfa dan beta pinena,
limonene, alfafalendrena dan mirsena. Pada bagian bunga dan biji mempunyai
monoterpen yang khas (Harborne, 1987).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat


Bahan-bahan farmasi kebanyakan mengalami proses penguraian seperti
hidrolisis ataupun oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus
fungsional yang menyebabkan obat mungkin dapat terhidrolisis ataupun
teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerisasi dan
fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan,
padatan dan semisolid (Martin, et al., 1993).

2.3.1 Reaksi Hidrolisis


Reaksi hidrolisis adalah reaksi air dengan ester ataupun reaksi antara air
dengan ion-ion garam dari asam lemah dan basa lemah (Martin, et al., 1993).
Reaksi hidrolisis adalah reaksi yang terjadi bila garam dimasukan kedalam air dan
larutan tersebut bersifat netral dan garam-garam lain seperti amonium klorida,
alumunium klorida, akan memberikan larutan yang sedikit bersifat asam.
Hidrolisis dapat dipandang juga sebagai penarikan ion hidrogen dari air oleh
anion dari asam lemah yang meninggalkan ion hidroksi dari air dan membentuk
larutan alkali atau penarikan OH- oleh kation dari basa lemah yang meninggalkan
H+ dan membentuk larutan asam (Hardjono, 2005).

2.3.2 Reaksi Isomerisasi


Reaksi isomerisasi merupakan suatu proses kimia dari suatu senyawa yang
berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap memiliki komposisi
kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada
struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda
juga dengan senyawa asalnya. Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga
memiliki sifat farmakologi atau toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).

2.3.3 Reaksi Oksidasi


Merupakan reaksi pelepasan elektron dalam molekul. Oksidasi sering
melibatkan radikal bebas yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal bebas adalah
molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan
seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O O. Radikal ini cenderung

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Reaksi oksidasi
dikatalis oleh logam berat dalam jumlah kecil dan peroksida organik. Oksidasi
lemak tak jenuh dan minyak terjadi dengan adanya oksigen dari atmosfer, cahaya,
dan katalis dalam jumlah kecil (Martin, et al., 1993).

2.4 Emulsi
2.4.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur.
Fase terdispersi disebut sebagai fase dalam dan medium dispersi disebut fase luar.
Emulsi terbagi menjadi dua, emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam
minyak. Emulsi minyak dalam air adalah emulsi yang memiliki fase dalam
minyak dan fase luar air, sedangkan emulsi air dalam minyak adalah emulsi yang
memiliki fase dalam air dan fase luar minyak (Ansel, 2008). Sistem emulsi terdiri
dari emulsi cair yang mempunyai viskositas relatif rendah serta salep atau krim
yang mmepunyai viskositas tinggi. Diameter partikel dari fase terdispersi
umumnya berkisar antara 0,1m-10m (Martin, et al., 1993).Untuk membuat
suatu emulsi yang stabil memerlukan fase ketiga, yaitu zat pengemulsi.
Berdasarkan konstituen dan pemakaiannya, emulsi cair bisa digunakan secara
oral, topikal maupun parenteral (Ansel, 2008 ).
Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila dipaparkan
ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap rangsangan. Pada
autooksidasi, minyak-minyak yang tidak jenuh seperti minyak nabati
menimbulkanketengikan dengan bau, penampilan, dan rasa yang tidak
menyenangkan. Minyak mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon jenuh yang
berhubungan mudah mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan tidak sesuai.
Penambahan antioksidan dapat mencegah oksidasi dari fase minyak yang terdapat
dalam suatu sediaan emulsi. Contoh antioksidan yang biasa digunakan di
antaranya: BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene),
asam galat, propil galat, asam askorbat, askorbil palmitat, sulfit dan tokoferol
(Lachman, et al., 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Sedangkan penutup rasa ditujukan untuk mengurangi rasa tidak enak dan
secara ideal dilakukan dengan cara mengurangi rasa pahit, menggunakan
penghambat rasa khasiat, stabilitas, penampilan sediaan, serta memberi rasa
tertentu untuk mencirikan suatu produk (Effionora, 2012). Cara penutupan rasa
pahit sediaan oral secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pemanis
dan flavor. Pemanis dapat memainkan peranan penting dalam formulasi sediaan
yang digunakan melalui mulut seperti dengan cara menambah rasa, menutupi rasa
yang tidak dapat diterima oleh masyarakat umum. Contoh pemanis yang biasa
digunakan di antaranya: sukrosa, dekstrosa, fruktosa, gliserin, maltitol, manitol,
sorbitol dan xylitol (Effionora, 2012).

2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi


Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan seorang farmasis
dapat membuat suatu sediaan yang stabil dari dua cairan yang tidak dapat
bercampur, memecah fase dalam menjadi tetesan-tetesan dan menstabilkan
tetesan-tetesan tersebut dalam fase pendispersi dan ditujukan untuk pemberian
obat yang mempunyai rasa lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya
minyak yang tidak enak rasanya. Dengan adanya penambahan pemanis dan
pemberi rasa pada fase airnya sehingga mudah dikonsumsi dan ditelan sampai ke
lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat
mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan memudahkan
absorpsi obat (Ansel, 2008 ; Lachman, et al., 1994).

2.4.3 Komponen Pembentuk Emulsi


Komponen pembentuk emulsi :
a. Fase Minyak
Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat aktif yang
memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak castor, minyak ikan, minyak
wijen merupakan contoh minyak yang biasa diformulasikan menjadi emulsi untuk
sediaan oral. Minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower
biasa digunakan sebagai emulsi untuk penggunaan infus. Minyak turpentin dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

benzil benzoat biasa diformulasikan untuk emulsi penggunaan eksternal (Aulton


and Taylor, 2001).
Dalam penelitian ini fase minyak yang digunakan adalah minyak biji
jinten hitam. Sampel minyak biji jinten hitam didapatkan dari CV.Cipta Anugrah.
Dibeli sebanyak 3 liter pada tanggal 16 Desember 2014. Sampel minyak biji
jinten hitam yang dibeli memiliki Certificate of Analysis (COA). Pada COA
minyak biji jinten hitam terdapat data karakterisasi dari minyak biji jinten hitam
tersebut yang meliputi:
a) Organoleptis : cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai
kuning dan kuning kehijauan, berbau khas dan
memiliki rasa khas minyak biji jinten hitam.
b) Berat jenis : 0.9152 - 0.9260
c) Nilai asam : maksimal 10
d) Nilai peroksida : maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel.
e) Titik nyala : 148oC
f) Penyimpanan : Dalam ruang gelap, dingin, kering, dan ruangan
berventilasi.
g) Waktu simpan : 24 bulan dalam penyimpanan yang benar.
h) Komponen utama : asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam
linoleat 50-65%.
b. Fase Air
Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan emulsi adalah
aquademineralisata. Aqua demineralisata ini diperoleh dengan cara penyulingan,
pertukaran ion, osmosis terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan
harus bebas mineral, partikel, dan mikroba. (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).
c. Emulsifying Agent ( Emulgator )
Zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu dimana salah satunya
adalah dapat bercampur dengan bahan-bahan dalam formula sedian dan tidak
menggangu stabilitas serta efikasi terapeutik dari zat aktif. Zat pengemulsi harus
tidak toksik, berbau lemah, berasa lemah serta memiliki warna yang lemah. Hal
terpenting dalam pemilihan zat pengemulsi adalah zat tersebut dapat membentuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

emulsi dan menjaga stabilitas dari emulsi tersebut agar mecapai shelf life dari
produk ( Ansel, 2008 )
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian adalah tragakan.
Dimana tragakan 1,5% dipilih karena merupakan emulgator alam dan berdasarkan
penelitian sebelumnya dihasilkan sediaan emulsi dengan viskositas yang paling
baik (Indayanti, 2014). Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut
organik lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat mengembang
10 kali dari beratnya baik di dalam air panas ataupun air dingin (Rowey, Sheskey
dan Owen, 2006).
Data praformulasi dari tragakan yaitu : (HOPE, 6th Edition)
Sinonim : gum tragacanth, tragacantha.
Organoleptis : serbuk, berwarna putih hingga kekuningan, tidak
berbau, membentuk lapisan transparan.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, ethanol (95%), dan
pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan
cepat dengan sepuluh kali beratnya dalam air baik
air panas atau dingin.
Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1% w/v
Nilai keasaman : 2-5
Kandungan air : < 15% w/w
Manfaat penggunaan : agen pensuspensi, agen peningkat viskositas.
Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah tertutup rapat
dengan kondisi sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : menurunkan efek sebagai pengawet pada benzal
konium klorida, klorbutanol, dan metil paraben.
Selain emulgator tragakan, zat lain yang digunakan sebagai emulgator dan
penstabil untuk sistem emulsi farmasi adalah sebagai berikut: ( Ansel, 2008 ).
1. Bahan-bahan karbohidrat : akasia, agar, kondrus, dan pektin.
2. Zat zat protein : gelatin, kuning telur, dan kasein.
3. Alkohol dengan BM tinggi : streil alkohol, setil alkohol, dan
gliserin monosearat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

4. Zat zat pembasah : anionik natrium laurilsulfat


(bersifat kationik ,anionik kationik benzalkonium klorida
dan nonionik) nonionik ester-ester sorbitan
dan turunan poli etilen.
5. Zat terbagi halus : tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida,
dan alumunium hidroksida.
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan disini adalah Natrium benzoat dengan
konsentrasi 0,1%. Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet karena cocok dengan
tragakan. Natrium benzoat larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan
air (pada suhu 20 C 1:1,8 dan pada suhu 100 C 1:1,4). Natrium benzoat
memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur yang optimal pada pH 2-5
serta pada kondisi basa hampir tidak memiliki efek (Rowey, Sheskey and Owen,
2006). Data praformulasi dari natrium benzoat adalah :
Sinonim : sodium benzoic acid, benzoic acid sodium salt.
Organoleptis : berupa serbuk, granul, atau kristal yang sedikit
higroskopis,berwarna putih, tidak berbau.
Kelarutan : ethanol 95% (1 dalam75), ethanol 90% (1 dalam
50), air (1 dalam 1,8 ; 1 dalam 1,4 pada suhu
100oC)
Keasaman-kebasaan : pH 8
Densitas : 1,497-1,527 g/cm3 at 24oC
Manfaat penggunaan : pengawet, lubrikan tablet dan kapsul
Stabilitas dan penyimpanan : penyimpanan pada wadah tertutup rapat dengan
kondisi sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan senyawa kuartener, gelatin,
garam Fe,garam kalsium, logam berat seperti
merkuri dan perak.
e. Pemanis
Pemanis yang digunakan dalam formula ini yaitu sukrosa. Sukrosa
merupakan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak.
Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50 - 67%. Sukrosa
praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol (1:400), etanol 95%
(1:170), propan-2-ol (1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100oC
1:0,2) (Rowey, Sheskey and Owen, 2006).

2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi


Evaluasi dari sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari
suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi sediaan
emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis (bau, warna, rasa),
pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul rata- rata, pH, dan volume
creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi zat aktif) (Ansel, 2008 ;
Lachman, et al., 1994; Martin, et al., 1993).

2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi


Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase
dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan (bau dan warna )
serta sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam
hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk.
Penampilan suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming dan merupakan suatu
masalah jika terjadi pemisahan dari fase dalam. Fenomena penting lainnya dalam
pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase. Inversi fase meliputi
perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya (Martin, et al., 1993).
Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan
pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya.
Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat
menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah
kemasan, khususnya jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintetis
(Voight, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Emulsi tipe M/A dapat mengalami destabilisasi emulsi seperti beberapa


tipe perubahan fisik, berbeda dengan tipe A/M yang mungkin cenderung
mengalami sedimentasi daripada creaming. Destabilisasi emulsi ini di antaranya:
a. Creaming
Creaming adalah pertumbuhan dari droplet karena aktivitas gravitasi
sehingga droplet terpisah ketika disentuh. Creaming berada pada fase kontinyu
jika fase terdispersi tidak memiliki berat jenis yang sebanding. Kecepatan
creaming dapat dikontrol dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat
jenis dari kedua fase dan menambah viskositas dari fase kontinyu (Martin, et al.,
1993).
b. Flokulasi
Flokulasi adalah suatu bentuk pelekatan satu atau lebih droplet bersama
dan membentuk suatu agregasi. Hal ini merupakan proses dari droplet sebagai
hasil dari benturan kombinasi gaya antar droplet (Martin, et al., 1993).
c. Koalesen
Penyebab koalesen adalah rusaknya lapisan tipis antar droplet yang
berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas permukaan
droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan lama droplet itu
saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet yang kecil atau pada
lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan yang lebih kecil atau
memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen menyebabkan droplet menjadi lebih
besar dan terjadi pemisahan fase (Martin, et al., 1993)
Selain uji stabilitas fisik, uji stabilitas kimia pada emulsi juga dilakukan.
Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara menganalisis
perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari
molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan
efek dan keamanan dari suatu produk obat.
Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji
stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat
seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan.
Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan
pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

umur simpan. Studi stabilitas ini mencakup studi stabilitas jangka panjang dan
studi stabilitas dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan
studi dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced
degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam
hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat digunakan untuk
pengembangan indikasi dari metode yang digunakan dalam studi jangka panjang
dan dipercepat (M. Blessy, et al., 2013).

2.4.6 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik (Aulton, 2008)


a) Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat waktu pengocokan dalam
wadah sampai saat penuangan dari wadah.
b) Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah di
redispersikan kembali.
c) Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan laju
pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan emulsi
tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada saat
penuangan.
d) Terlihat dalam satu fase.
e) Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.

2.5. Metode Demulsifikasi


Metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode
kimia. Metode fisika dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui
pemanasan, mekanik,dan elektrik (Anil, Syed, and Ana, 2008).
a. Metode Kimia
Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada emulsi.Misalnya
yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah terbukti berfungsi sebagai
demulsifier yang efektif pada aplikasi tertentu (Anil, Syed, and Ana, 2008), juga
HCl pekat untuk memecah krim kosmetik (Rohman and Che man, 2011).
b. Metode Fisika
Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan pemanasan,
sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut, dan medan elektrostatik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

bertegangan tinggi. Metode non konvensional lainnya yang telah banyak diteliti
yaitu dengan menggunakan microwave dan membran kaca berpori (Anil, Syed,
and Ana, 2008).
1. Pemanasan
Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan viskositas
serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan
melemahkan lapisan film pada sediaan (Anil, Syed, and Ana, 2008). Abdurahman
dan Rosli, 2011 dalam penelitiannya membandingkan antara metode pemanasan
untuk demulsifikasi antara modern yang menggunakan microwave dengan
konvensional dan didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave
lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.
2. High Shear
Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High Shear. Prinsip kerja dari
alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi (Anil, Syed,
and Ana, 2008).
3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi
Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet
mengalami polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang berada di
dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet
yang lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien
dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan parameter
pengoperasiannya (Anil, Syed, and Ana, 2008).
4. Sentrifugasi
Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat sentrifugasi.Prinsipnya
menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih
substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan
dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014). Studi tentang pemisahan emulsi
minyak dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan sentrifugasi yang
memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000 dan 12000 rpm dengan
waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling
baik adalah dengan menggunakan kecepatan 12000 rpm selama 105 menit.
(Abdurahman, et al., 2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

2.6 Ekstraksi Cair-cair


Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan
ataupun berupa cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting
untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut
adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan dari
sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan.
Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak
dan minyak seperti alkohol dan aseton (Harborne, 1987).
Ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya,
yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair biasanya
digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan.
Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat.
Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan
sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Pelarut yang
dipilih biasanya memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut
mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan
biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang mudah menguap. N- heksan
cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen
cocok untuk senyawa aromatik, serta eter dan etil asetat cocok untuk senyawa
yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan
mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini
merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini
panjang (Handbook of Analytical Method).

2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS)


Kromatografi gas dan spektrometri massa dapat digunakan untuk
memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak elusi yang
dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk memperoleh berat
molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi (Heinrich, 2004).
Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisis yang penting dalam
kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam campuran. Spektrometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

massa sebagai metode deteksi yang memberikan data yang bermakna, yang
diperoleh dari penentuan langsung molekul zat atau fragmen (Heinrich, 2004).

2.7.1 Kromatografi Gas


Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan
senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
anorganik dalam suatu campuran. Sampel yang mudah menguap dan stabil
terhadap panas akan bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam
dengan suatu kecepatan yang terantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya
solut dari ujung kolom menghantarkan ke detektor (McNair, et al., 1998).
Kromatografi gas penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa
atsiri, yaitu : asam lemak, mono dan seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa
belerang tinggi (Harborne, 1987).

2.7.2 Spektrometri Massa


Teknik ini memungkinkan untuk mengukur berat molekul dari senyawa dan
ion molekular yang diidentifikasi, teknik ini memungkinkan untuk mengukur ion
secara akurat untuk memastikan jumlah dari atom hidrogen, karbon, oksigen dan
atom lain yang terdapat dalam suatu molekul. Teknik ini akan memberikan hasil
data berupa rumus molekul (Heinrich, 2004).
Sejumlah teknik ionisasi terdapat dalam spektrometri massa, yang mana
electron impact digunakan secara luas. Teknik ini memberikan fragmentasi yang
baik dari molekul dan berguna untuk menentukan struktur dengan menetapkan
fragmentasi untuk kelompok fungsional yang terdapat dalam senyawa (Heinrich,
2004).

2.8 Wadah
2.8.1 Pengertian Wadah
Wadah adalah suatu tempat yang digunakan untuk penyimpanan suatu
bahan yang dapat berhubungan langsung atau tidak langsung. Wadah dan
sumbatanya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik
secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

kekuatan, mutu atau kemurnian hingga tidak memenuhi persyaratan resmi


( Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995 ).
Sistem wadah dan penutup harus cukup melindungi bentuk sediaan dari
temperatur dan cahaya yang dapat menyebabkan penurunan mutu bentuk sediaan.
Penyebab dari degradasi sediaan diantaranya adalah terpapar sinar matahari.
Perlindungan terhadap paparan cahaya dilakukan pengemasan dengan wadah
gelap atau wadah kuning kecoklatan ( amber ) (Patrick, 2011 ).

2.8.1 Macam-Macam Wadah


a) Wadah Tertutup Baik
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat
dan mencegah hilangnya isi selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan,
dan pendistribusian (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
b) Wadah Tertutup Rapat
Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair,
bahan padat, atau uap dan mencegah hilangnya isi selama penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian dan harus dapat ditutup rapat
kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk
bahan dosis tunggal (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
c) Wadah Tidak Tembus Cahaya
Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh
cahaya, dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau
dengan melapisi wadah tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau
wadah yang tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara
memberi pembungkus yang buram. Jika dalam monografi dinyatakan terlindung
dari cahaya dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak
tembus cahaya (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
d) Wadah Tahan Dirusak
Wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk pengobatan mata atau
telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan atas dasar resep, harus
disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel
(Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

e) Wadah Tertutup Kedap


Wadah tertutup kedap harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas
selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi (Farmakope
Indonesia Jilid IV, 1995).
f) Wadah Satuan Tunggal
Wadah satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan
untuk digunakan sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah
dibuka. Wadah atau pembungkus sebaiknya dirancang sedemikian rupa hingga
dapat diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka (Farmakope Indonesia Jilid
IV, 1995).
g) Wadah Dosis Tunggal
Wadah dosis tunggal adalah wadah satuan tunggal untk bahan yang hanya
digunakaan secara parenteral (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
h) Wadah Dosis Satuan
Wadah dosis satuan adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang
digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal, langsung dari wadah
(Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995).
i) Wadah Satuan Ganda
Wadah satuan ganda adalah wadah yang memungkinkan dapat diambil
isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan mutu atau
kemurnian sisa zat dalam waktu tersebut (Farmakope Indonesia Jilid IV,1995)
j) Wadah Dosis Ganda
Wadah dosis ganda adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang
digunakan hanya secara parenteral (Farmakope Indonesia Jilid IV, 1995)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal,
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, dan
Laboratorium Penelitian II Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di mulai dari
bulan Februari sampai Mei 2015.

3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GCMS (Agilent
Technologies 7890A), stirer homogenizer (STIRER IKA), alat sentrifugasi, pH
meter (Horiba pH meter F-52), viskometer (HAAKE Visco Tester 6R),
evaporator(Eyela), timbangan analitik (AND GH-202), mikroskop optik
(Olympus), corong pisah (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), beacker glass (Pyrex),
erlenmeyer (Pyrex), botol amber 100 ml (Duran), botol bening 100 ml (Duran),
hot plate, vial, magnetic stirer, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, batang
pengaduk, dan spatula.

3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji
jinten hitam (Nigella sativa, L seed oil) (CV Cipta Anugrah), tragakan (Brataco),
sukrosa (CV Cipta Anugrah), natrium benzoat (CV Cipta Anugrah), aquades.
Untuk pereaksi kimia yang digunakan adalah n-heksan pro analisis (Merck), etil
asetat pro analisis (Merck), dan HCl pekat pro analisis (Smart Lab).

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Penyiapan Bahan
Bahan bahan yang akan digunakan untuk membuat emulsi minyak biji
jinten hitam yang diperoleh dari CV Cipta Anugerah dan Brataco disiapkan.

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

3.4.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


A. Formula Emulsi
Formula dari emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada
tabel 3.1 berikut ini. Formula yang digunakan untuk membuat emulsi
minyak biji jinten hitam sudah dioptimasi ( Nabiela, 2013).

Tabel 3.1. Komposisi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam yang Telah di
Optimasi
Bahan Konsentrasi (%)
Minyak Biji Jinten Hitam 10
Tragakan 1,5
Sukrosa 25
Natrium Benzoat 0,1
Aquades Ad 100
[Sumber : Indayanti, 2014 dengan pengelolahan kembali ]

B. Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Dengan Hasil Optimasi


Kecepatan Spindel Homogenizer (Indayanti, 2014 ).
Setelah didapatkan kondisi optimasi kecepatan spindel
homogenizer kemudian emulsi dibuat dengan tahapan sebagai berikut :
1. Alat dan bahan disiapkan, kemudian bahan-bahan yang akan
digunakan ditimbang yang terdapat pada tabel 3.1.
2. Sukrosa dilarutkan dalam aquades sebanyak 62,5 ml dan diaduk
menggunakan magnetic stire.
3. Natrium benzoat dilarutkan dalam 1 ml aquades didalam beaker
glas dan diaduk menggunakan batang pengaduk.
4. Dispersikan tragakan dengan aquades sebanyak 150 ml di dalam
beacker glass kemudian homogenkan menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 980 rpm selama 30 menit.
5. Setelah homogen ditambahkan minyak biji jinten hitam sedikit
demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk
korpus emulsi.
6. Kemudian ditambahkan larutan sukrosa, larutan natrium benzoat
dan sisa aquades sebanyak 103,6 ml sambil terus dihomogenkan
dengan kecepatan 1980 rpm selama 35 menit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

7. Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam botol


tertutup rapat dan disimpan pada suhu ruang selama 21 hari.
Pengemasan dengan botol bening untuk emulsi kontrol dan
botol gelap untuk emulsi sampel.
8. Masing-masing botol pengemas dari emulsi kontrol dan sampel
diberi label untuk membedakan hari evaluasi. Dimana evaluasi
dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21.

3.3.3. Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Parameter untuk uji stabitas yaitu :
A. Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Baby, et al.,
2007).
Pengamatan organoleptis emulsi minyak biji jinten hitam
dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan
emulsi pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Lopes, 2012).
B. Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Baby, et al.,
2007).
Pengukuran pH emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 2, 7,
14, dan 21 (Lopes, 2012).
C. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Dengan
Kondisi Optimasi Spindel Viskometer (Baby, et al., 2007).
Pengukuran viskositas emulsi minyak biji jinten hitam dilakukan
dengan menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan
emulsi ditempatkan ke dalam beacker glass 100 ml kemudian dipilih
spindel nomor 3. Pengukuran viskositas ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 7,
14 dan 21(Lopes, 2012).
D. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam (Sinko, J. Patrick.2011).
Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop
optik dengan cara emulsi minyak biji jinten hitam diletakkan pada kaca
objek, kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10 x 10.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14,


dan 21 (Lopes, 2012).
E. Uji Tipe Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Tipe emulsi dilakukanan dengan metode pengenceran dengan
aquades. Emulsi ditempatkan dalam beaker glass 100 ml, lalu
ditambahkan aquades sedikit demi sedikit. Jika larut sempurna maka tipe
minyak dalam air, tetapi bila tidak larut maka tipe air dalam minyak
(Aulton, 2001). Pengukuran tipe emulsi dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14,
dan 21 (Lopes,2012).
F. Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sediaan emulsi minyak biji jinten hitam diambil sebanyak 5 gram
dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan
sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 3 menit. Hasil sentrifugasi
dapat diamati dengan adanya pemisahan atau tidak ( Suraweera, 2014 )

3.3.4. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


A. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS Minyak Biji Jinten Hitam
(Kostadinovic,et al., 2011).
Optimasi GCMS dilakukan dengan menyuntikan sampel minyak
biji jinten hitam sebanyak 1 l. Pengaturan kondisi alat GCMS dilakukan
berdasarkan jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah dimodifikasi.
Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir 1 ml/menit dan suhu
oven diatur 100C ditahan 3 menit, lalu dinaikan hingga 260C dan laju
kenaikan 10C ditahan 1 menit.
B. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum
dan Setelah Penyimpanan
1. Preparasi Sampel
a. Demulsifikasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Untuk memecah sediaan emulsi sehingga fase minyak dan fase
airnya terpisah adalah dilakukan dengan cara menimbang emulsi
sebanyak 20 gram sampel ( b/v ) lalu ditempatkan di erlenmeyer dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml aquades kemudian dikocok


(Indayanti,2014 ).
b. Ekstraksi Cair-cair Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Setelah dikocok kemudian sampel dipindahkan ke dalam corong
pisah dan ditambahkan 15 ml n-heksan lalu diekstraksi. Ekstraksi
dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase heksan yang didapat digabung
dan dilakukan evaporasi sampai didapatkan minyak pekat (Indayanti,
2014 ). Fase air yang didapat ditampung dan dimasukkan ke dalam
corong pisah lalu dilakukan ekstraksi menggunakan etil asetat
sebanyak 15 ml dan dilakukan sebanyak 3 kali. Fase etil yang didapat
ditampung dan dilakukan evaporasi sampai didapat minyak pekat.

2. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Sebelum dan Setelah Penyimpanan.
Minyak pekat hasil pemecahan emulsi kemudian dianalisis
sebelum dan setelah penyimpanan. Analisis dilakukan pada hari ke 0,
2, 7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola kromatogram dari
emulsi minyak biji jinten hitam sebelum dan setelah penyimpanan
berdasarkan persen area dari beberapa komponen senyawa aktif yang
terkandung di dalam minyak biji jinten hitam (Indayanti , 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


4.1.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pengamatan organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam meliputi
warna , bau , dan pemisahan. Hasil pengamatan pada emulsi kontrol dan emulsi
sampel dapat dilihat pada tabel 4.4, 4.4, 4.6, dan 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol 1

Hari Hasil Organoleptis Emulsi 1


ke - Warna Bau Pemisahan Gambar
0 Kuning Khas minyak Homogen
kecoklatan jinten hitam

2 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

7 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

14 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

21 Kuning Khas minyak Agak


kecoklatan jinten hitam memisah

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi
Kontrol 2

Hari Hasil Organoleptis Emulsi 2


ke- Warna Bau Pemisahan Gambar
0 Kuning Khas minyak Homogen
kecoklatan jinten hitam

2 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

7 Kuning Khas minyak Agak


kecoklatan jinten hitam memisah

14 Kuning Khas minyak Agak


kecoklatan jinten hitam memisah

21 Kuning Khas minyak Agak


kecoklatan jinten hitam memisah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Emulsi
Sampel 1

Hari Hasil Organoleptis Emulsi 1


ke - Warna Bau Pemisahan Gambar
0 Kuning Khas minyak Homogen
kecoklatan jinten hitam

2 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

7 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

14 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

21 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel 2

Hari Hasil Organoleptis Emulsi 2


ke- Warna Bau Pemisahan Gambar
0 Kuning Khas minyak Homogen
kecoklatan jinten hitam

2 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

7 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

14 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

21 Kuning Khas minyak Homogen


kecoklatan jinten hitam

Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengamatan
organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam kontrol selama penyimpanan 21
hari menujukan tidak ada perubahan pada warna dan bau. Akan tetapi
menunjukan perubahan homogenitas. Warna dari emulsi minyak biji jinten hitam
tetap kuning kecokelatan, bau dari emulsi minyak jinten hitam tetap bau khas
minyak biji jinten hitam dan tidak mengalami ketengikan. Emulsi minyak biji
jinten hitam mengalami pemisahan antara fasa minyak dan fasa air pada
penyimpanan hari ke- 7, hari ke-14, dan hari ke-21 sehingga emulsi kontrol tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

homogen pada penyimpanan selama 21 hari menggunakan botol bening.


Pemisahan pada emulsi kontrol merupakan fenomena ketidakstabilan pada tahap
flokulasi dimana terjadinya pemisahan antara fase air dan minyak dalam bentuk
flokul-flokul kecil dan pada saat pengocokan dapat kembali homogen (Sinko, J.
Patrick.2011).
Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengamatan
organoleptis dari emulsi minyak biji jinten hitam sampel selama penyimpanan 21
hari tidak menujukan perubahan pada warna, bau, dan homogenitas. Warna dari
emulsi minyak biji jinten hitam tetap kuning kecokelatan, bau dari emulsi minyak
jinten hitam tetap bau khas minyak biji jinten hitam dan tidak mengalami
ketengikan. Emulsi minyak biji jinten hitam tidak mengalami pemisahan antara
fasa minyak dan fasa air sehingga emulsi sampel yang dikemas menggunakan
botol gelap tetap homogen selama penyimpanan 21 hari. Senyawa terpen mudah
mengalami proses oksidasi dibawah pengaruh cahaya sehingga dapat merusak
aroma minyak atsiri (Syarifudin, 2012). Penggunaan dari botol gelap dapat
meminimalisir paparan cahaya terhadap sediaan sehingga selama penyimpanan 21
hari emulsi minyak biji jinten hitam tetap stabil.

4.1.2 Pengukuran Nilai pH dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Pengukuran nilai pH dari sedian emulsi minyak biji jinten hitam dengan
menggunakan pH meter. Hasil nilai pH sediaan emulsi sampel dan kontrol minyak
biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Jinten Hitam


Kontrol

Hari ke - Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 5,99 6,19 6,09
2 5,93 5,80 5,81
7 5,63 5,99 5,81
14 5,13 5,19 5,16
21 4,26 4,75 4,49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Jinten Hitam


Sampel

Hari ke - Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 5,89 6,17 6,03
2 5,87 6,06 5,97
7 5,79 5,89 5,84
14 5,23 5,27 5,25
21 4,75 5,09 4,92

7
6
5
4 Kontrol
Nilai pH
3 Sampel
2
1
0
0 2 7 14 21
Hari ke -

Gambar 4.1 Grafik Nilai pH Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol
Dan Sampel

Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa grafik dari emulsi minyak


biji jinten hitam pada kontrol dan sampel selama penyimpanan 21 hari
mengalami penurunan pH sediaan. Penurunan nilai pH emulsi pada kontrol
selama penyimpanan 21 hari sebesar 1,60 dan penurunan nilai pH emulsi
pada sampel selama penyimpanan 21 hari sebesar 1,10. Penurunan pH pada
sediaan oral biasanya disebabkan oleh penguraian lemak akibat hidrolisis,
oksidasi dengan adanya oksigen dari atmosfer dan cahaya, serta
pertumbuhan mikroorganisme (Martin, et al., 1993). Penggunaan botol yang
berbeda maka penurunan nilai pH menjadi berbeda. Emulsi yang dikemas
menggunakan botol gelap dan botol bening memiliki selisih penurunan nilai
pH sebanyak 0,5. Penggunaan botol gelap pada sedian emulsi memberikan
perlindungan terhadap cahaya sehingga emulsi yang dikemas menggunakan
botol gelap lebih sedikit mengalami penurunan nilai pH dibanding dengan
emulsi yang dikemas menggunakan botol bening. Namun pada penelitian ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

tidak dilakukan pengujian lebih lanjut penyebab dari penurunan pH pada


sediaan emulsi. Perubahan nilai pH pada sediaan selama penyimpanan
menandakan bahwa sediaan tersebut tidak stabil. Ketidakstabilan ini dapat
merusak produk selama penyimpanan dan penggunaan (Young et al., 2002).

4.1.3 Pengukuran Nilai Viskositas dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pengukuran nilai viskositas dari sediaan emulsi minyak biji jinten hitam
dengan menggunakan alat viskometer HAAKE Visco Tester dengan nomor
spindel 3. Hasil pengukuran nilai viskositas dari sediaan emulsi minyak biji jinten
hitam kontrol dan sampel diambil dari hasil pada kecepatan 60 rpm dan dapat
dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Jinten
Hitam Kontrol

Hari ke - Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten


Hitam (cps)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 950 990 970
2 830 890 860
7 650 650 650
14 310 440 375
21 200 240 220

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Jinten


Hitam Sampel
Hari ke - Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam (cps)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 980 930 955
2 880 890 885
7 700 660 680
14 390 380 385
21 310 330 320

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

1200
1000

800
Kontrol
600
Nilai Viskositas Sampel
(Cps) 400
200
0
0 2 7 14 21
Hari ke-

Gambar 4.2 Grafik Nilai Viskositas Rata-Rata EmulsiMinyak Biji Jinten Kontrol
Dan Sampel Hitam

Dari grafik pada gambar 4.2 terlihat perbandingan nilai viskositas pada
emulsi kontrol dan emulsi sampel semakin lama penyimpanan semakin turun nilai
viskositasnya. Menurut teori, seiring dengan lamanya penyimpanan maka
viskositas emulsi akan semakin meningkat (Lachman, et al., 1994). Pada
pengukuran nilai viskositas setelah penyimpanan selama 21 pada emulsi sampel
dan emulsi kontrol mengalami penurunan nilai viskositas. Penurunan nilai
viskositas emulsi kontrol sebesar 750 cps dan pada emulsi sampel sebesar 635
cps. Hal ini menandakan bahwa pengemasan emulsi menggunakan botol gelap
memberikan efek penurunan nilai viskositas yang lebih kecil dibandingkan
dengan pengemasan emulsi menggunakan botol bening yang menandakan emulsi
sampel lebih stabil dari pada emulsi kontrol.
Penurunan nilai viskositas menandakan bahwa stabilitas dari sedian emulsi
juga menurun. Pada viskositas yang rendah maka fase terdispersi (globul) akan
mudah bergerak dalam medium pendispersinya sehingga peluang terjadinya
tabrakan antara sesama globul semakin tinggi dan globul cenderung bergabung
menjadi partikel yang lebih besar dan menggumpal (Nabiela,2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

4.1.4 Pengukuran Nilai Diameter Globul dari Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam
Pengukuran diameter globul emulsi minyak biji jinten dilakukan
menggunakan mikroskop Olympus DX 1 x 71 dengan perbesaran 10 x 10. Hasil
dari diameter globul dapat dilihat ditabel 4.9 dan 4.10.
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Emulsi Kontrol

Hari ke - Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Jinten


(m)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 13,56 13,20 13,38
2 14,13 13,16 13,65
7 15,69 14,88 15,29
14 15,77 15,71 15,74
21 16,61 15,96 16,28

Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Emulsi Sampel

Hari Nilai Diameter Globul Emulsi Minyak Jinten


ke - (m)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 14,29 12,64 13,47
2 14,52 13,07 13,79
7 14,76 13,49 14,13
14 16,26 13,50 14,88
21 16,82 15,65 16,23

20

15
Ukuran Globul Kontrol
10
(m) Sampel
5

0
0 2 7 14 21
Hari ke-

Gambar 4.3 Grafik Nilai Diameter Globul Rata-Rata Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Kontrol Dan Sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

Berdasarkan grafik pada gambar 4.9 dan 4.10 terlihat nilai rata-rata
diameter globul dari emulsi minyak biji jinten hitam kontrol dan sampel selama
penyimpanan 21 hari mengalami kenaikan ukuran globul. Peningkatan nilai
diameter globul pada emulsi kontrol sebesar 2,90 m dan pada emulsi sampel
sebesar 2,76 m. Hal ini menandakan bahwa peningkatan ukuran globul pada
emulsi sampel lebih kecil dibandingkan dengan emulsi kontrol selama
penyimpanan 21 hari. Ukuran globul merupakan indikator utama untuk
kecenderungan terjadinya pemisahan emulsi (creaming) atau pemisahan dua fase
tersendiri (breaking). Peningkatan ukuran globul menandakan bahwa kestabilan
emulsi menjadi berkurang. Sesuai hukum Stoke, semakin besar ukuran globul
maka akan semakin cepat laju sedimentasinya sehingga akan menurunkan
viskositasnya (Dzuhro, 2011).

4.1.5 Uji Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pengujian tipe emulsi dilakukan dengan cara pengenceran menggunakan
aquades. Hasil dari uji tipe emulsi dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Tipe Emulsi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam

Hari Uji Tipe Emulsi


ke- Kontrol 1 Kontrol 2 Sampel 1 Sampel 2
0 Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam
air air air air
2 Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam
air air air air
7 Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam
air air air air
14 Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam
air air air air
21 Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam Minyak dalam
air air air air

Dari tabel 4.11 terlihat bahwa hasil dari uji tipe emulsi minyak biji jinten
hitam kontrol dan sampel menunjukan tipe minyak dalam air. Dimana emulsi
kontrol dan emulsi sampel ketika ditambahkan aquades, emulsi tersebut menjadi
homogen yang menandakan bahwa tipe dari emulsi kontrol dan emulsi sampel
adalah tipe minyak dalam air. Selama penyimpanan 21 hari tipe emulsi dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

emulsi kontrol dan emulsi sampel tetap minyak dalam air yang menandakan
emulsi tersebut stabil.

4.1.6 Uji Sentrifugasi dari Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Pegujian sentrifugasi dilakukan menggunakan alat uji sentrifugasi. Hasil
uji sentrifugasi pada emusli sampel dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.12
berikut ini.
Tabel 4.12 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Jinten Hitam Emulsi Kontrol dan
Sampel

Sediaan Awal Akhir


Emulsi kontrol 1 Homogen dan tidak ada Terjadi pemisahan antara
pemisahan antara dua fase dua fase (bagian atas :
(fase air dan fase minyak) fase minyak ; bagian
bawah : fase air)
Emulsi kontrol 2 Homogen dan tidak ada Terjadi pemisahan antara
pemisahan antara dua fase dua fase (bagian atas :
(fase air dan fase minyak) fase minyak ; bagian
bawah : fase air)
Emulsi sampel 1 Homogen dan tidak ada Terjadi pemisahan antara
pemisahan antara dua fase dua fase (bagian atas :
(fase air dan fase minyak) fase minyak ; bagian
bawah : fase air)
Emulsi sampel 2 Homogen dan tidak ada Terjadi pemisahan antara
pemisahan antara dua fase dua fase (bagian atas :
(fase air dan fase minyak) fase minyak ; bagian
bawah : fase air)

Sampel 1 Sampel 2 Kontrol 1 Kontrol 2

Gambar 4.4 Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan
Sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Uji sentrifugasi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi


dan meramalkan shelf-life sediaan emulsi dengan mengamati pemisahan fase
terdispersi karena pembentukkan krim atau penggumpalan (Lachman, et al.,
1994).
Dari tabel 4.12 terlihat bahwa pada emulsi kontrol dan emulsi sampel sebelum
dilakukan uji sentrifugasi masih homogen akan tetapi setelah dilakukan uji
sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 3 menit terjadi pemisahan antara
dua fase, yaitu : bagian atas fase minyak dan bagian bawah fase air. Dimana
fenomena ini merupakan ketidakstabilan dari emulsi yang menyebabkan waktu
simpan dari emulsi kontrol dan emulsi sampel singkat.

4.2 Analisa Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


4.2.1 Kondisi Optimasi GCMS
Optimasi GCMS dilakukan berdasarkan jurnal Kostadinovic,et al., 2012
yang telah dimodifikasi. Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir gas
diprogram dengan kecepatan 1 ml/menit, suhu oven yang digunakan 100C
kemudian ditahan selama 3 menit lalu suhu dinaikkan menjadi 260C, dan volume
minyak biji jinten hitam yang diinject sebanyak 1 l.

4.2.2 Analisa Stabilitas Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
1. Preparasi Sampel dan Kontrol
A. Hasil Demulsifikasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pemecahan emulsi pada penelitian ini digunakan HCL pekat sebanyak 5 ml,
dimana HCL pekat merupakan asam kuat yang dapat memecah sediaan emulsi.
Pemecahan emulsi kontrol dan emulsi sampel dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14,
dan 21. Dimana masing-masing dari emulsi kontrol dan emulsi sampel yang sudah
diberi label hari evaluasi dilakukan demulsifikasi sesuai dengan label yang sudah
tertera. Sampel ditimbang dalam tabung erlemeyer lalu ditambahkan 5 ml HCL
untuk memecah fase minyak dan fase air dari emulsi. Lalu dilakukan pengenceran
dengan menambahkan aquades sebanyak 9 ml. Tujuan dilakukan pengenceran ini
adalah agar antara fase air dan fase minyak benar-benar memisah. Ketika fase air

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

dan fase minyak sudah memisah maka dilakukan tahap selanjutnya, yaitu
ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksan dan etil asetat.

B. Hasil Ektraksi Cair-Cair Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Tujuan dari ekstraksi cair-cair ini adalah untuk menarik minyak biji jinten
hitam yang terkandung dalam emulsi setelah dilakukannya pemecahan emulsi
tersebut. Ekstraksi cair-cair merupakan cara yang digunakan untuk memisahkan
dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan pelarut yang dapat
bercampur dengan salah salah satu zat. Fase minyak dari emulsi minyak biji jinten
hitam ini dapat larut pada pelarut n-heksan dan etil asetat, maka dari itu dilakukan
ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut tersebut. Ekstraksi cair-cair dilakukan
didalam corong pisah. Setelah didapat fase heksan dan fase etil maka dilakukan
evaporasi yang bertujuan untuk menghasilkan minyak pada fase hexsan dan fase
etil menjadi pekat. Setelah minyak pekat didapat lalu ditimbang dan dihitung hasil
rendemen ekstrak minyak biji jinten hitam yang dieproleh. Hasil rendemen
ekstraksi emulsi minyak biji jinten hitam sampel dan kontrol dapat dilihat pada
tabel 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16 dibawah ini.

Tabel 4.13 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol
Fase Heksan

Hari Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


ke- Fase Heksan (%)
Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata
0 0,98 1,39 1,19
2 0,90 0,95 0,93
7 0,36 0,23 0,29
14 0,20 0,20 0,20
21 0,07 0,04 0,05

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

Tabel 4.14 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel
Fase Heksan

Hari Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


ke- Fase Heksan (%)
Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata
0 0,63 0,18 0,41
2 0,46 0,14 0,30
7 0,33 0,14 0,23
14 0,15 0,07 0,11
21 0,04 0,06 0,05

1,4
1,2
1
Perolehan 0,8 Kontrol
Kembali (%) 0,6 Sampel
0,4
0,2
0
0 2 7 14 21
Hari ke-

Gambar 4.5 Grafik Nilai Rendemen Rata-Rata Ekstraksi Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Fase Heksan Kontrol Dan Sampel

Tabel 4.15 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol
Fase Etil

Hari Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


ke- Fase Etil (%)
Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata
0 0,81 0,66 0,74
2 0,72 0,57 0,65
7 0,69 0,42 0,56
14 0,44 0,18 0,31
21 0,04 0,10 0,07

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Tabel 4.16 Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel
Fase Etil

Hari Hasil Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


ke- Fase Etil (%)
Emulsi Sampel 1 Emulsi Sampel 2 Rata-Rata
0 0,73 0,81 0,77
2 0,24 0,49 0,36
7 0,24 0,39 0,32
14 0,19 0,38 0,29
21 0,15 0,12 0,14

0,8

Perolehan 0,6 Kontrol


Kembali (%) 0,4 Sampel

0,2

0
0 2 7 14 21
Hari ke -

Gambar 4.6 Grafik Nilai Perolehan Kembali Rendemen Ekstrak Fase


Etil Rata-Rata Kontrol Dan Sampel Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam

Dari tabel 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16 terlihat bahwa rendemen ekstraksi
emulsi minyak biji jinten hitam pada kontrol dan sampel mengalami penurunan
selama penyimpanan 21 hari. Persen perolehan kembali rendemen ekstraksi
emulsi minyak biji jinten hitam diperoleh dari jumlah ekstrak yang diperoleh dari
hasil evaporasi dibagi dengan jumlah awal sampel yang diekstraksi lalu dikalikan
100 persen. Ekstraksi dari emulsi kontrol dan emulsi sampel dilakukan pada hari
ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Masing- masing dari emulsi tersebut telah diberi label untuk
mengetahui hari keberapa emulsi tersebut dilakukan evaluasi kimia pada tahap
ekstraksi cair-cair yang menghasilkan perolehan kembali ekstrak minyak biji
jinten hitam.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Penurunan rendemen hasil ekstraksi pada kontrol fase heksan sebesar 1,13%
dan penurunan rendemen hasil ekstraksi pada sampel fase heksan sebesar 0,35%
Selisih dari rendemen fase heksan kontrol dan sampel sebesar 0,78%. Hal ini
menandakan bahwa pengemasan emulsi menggunakan botol gelap menyebabkan
penurunan rendemen hasil ekstraksi fase heksan lebih kecil dibandingkan dengan
emulsi yang dikemas menggunakan botol bening.
Penurunan rendemen hasil ekstraksi emulsi kontrol fase etil sebesar 0,66%
dan penurunan rendemen hasil ekstraksi emulsi sampel fase etil sebesar 0,66%.
Dari hasil rendemen fase etil kontrol dan fase etil sampel mendapatkan hasil yang
sama yaitu 0,66% yang menandakan tidak ada perbedaan rendemen hasil ekstraksi
antara fase etil kontrol dan fase etil kontrol.
Penurunan rendemen yang terjadi pada emulsi kontrol dan emulsi sampel
disebabkan karena semakin lama waktu penyimpanan maka semakin tinggi proses
oksidasi yang terjadi didalam sediaan dan terjadinya proses penguapan minyak
biji jinten hitam sehingga persen perolehan kembali rendemen minyak didalam
sediaan emulsi menjadi berkurang.

2. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam


Obat mengandung banyak gugus fungsional, maka dari itu dapat
mengalami degradasi melalui berbagai reaksi seperti oksidasi, hidrolisis,
isomerisasi, serta fotolisis ( Fathima, et al., 2012 ). Stabilitas dari sediaan farmasi
merupakan hal yang penting. Uji stabilitas pada sediaan emulsi minyak biji jinten
hitam yang telah dibuat meliputi uji stabilitas fisik dan komponen kimia
menggunakan GCMS dengan melihat kandungan dari minyak biji jinten hitam
setelah diformulasikan menjadi emulsi selama penyimpanan 21 hari. Uji
kandungan komponen kimia dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Uji
komponen kimia menggunakan GCMS dilakukan dengan melihat komponen yang
terkandung dan stabilitas dari persen area komponen yang tersebut. Dari data
kromatogram GCMS dapat dilihat komponen utama dari minyak biji jinten hitam
yang diformulasikan menjadi emulsi adalah thymoquinon.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Komponen minyak biji jinten hitam diantaranya adalah limonene, -


pinene, thymoquinon, terpinen-4-ol, longifolen, p-cymene, o-cymene, asam
stearat, asam oleat, asam palmitat, asam miristik, acid octadionic, carvone, dll
(Nickavar, Bahman et al, 2003). Hasil komponen kimia senyawa antioksidan dari
emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.19 dan hasil
kromatogram hasil GCMS dapat dilihat pada lampiran 10, 11, 12, dan 13.

Tabel 4.17 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Heksan

N Nama Area (%) Hari ke-


o. 0 2 7 14 21
1 Thymoquinon 79,42 72,57 60,43 38,24 21,35
2 P -cyemene - 0,85 4,86 7,71 12,28
3 Terpinen 4-ol 4,83 7,08 11,63 10,36 7,87
4 Longifolen - - 0,89 1,09 1,43

Tabel 4.18 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Heksan

N Nama Area (%) Hari ke-


o. 0 2 7 14 21
1 Thymoquinon 72,62 73,96 61,41 40,24 36,18
2 P -cymene 0,85 2,18 3,77 5,27 4,69
3 Terpinen 4-ol 7,08 5,76 3,94 3,54 3,33
4 Longifolen - - 1,76 1,55 1,43

Tabel 4.19 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Kontrol Fase Etil

N Nama Area (%) Hari ke-


o. 0 2 7 14 21
1 Thymoquinon 32,24 29,08 23,68 17,29 14,53
2 P-cyemene 3,43 5,15 9,59 7,65 5,24
3 Terpinen 4-ol 15,13 12,81 3,22 9,41 2,60
4 Longifolen 1,09 1,11 1,90 0,82 0,96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Tabel 4.20 Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel Fase Etil

N Nama Area (%) Hari ke-


o. 0 2 7 14 21
1 Thymoquinon 35,16 34,68 36,68 29,86 27,25
2 P -cymene 6,32 3,74 7,13 5,39 4,76
3 Terpinen 4-ol 6,74 8,73 17,49 13,92 15,31
4 Longifolen 0,82 1,19 1,05 1,09 1,02

Tabel 4.21 Perubahan Persen Area Kandungan Senyawa Kimia Antioksidan Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol dan Sampel

Emulsi Senyawa % Area Perubahan %


Thymoquinon 72,62 menjadi 36,18 36,43
Sampel P-cyemene 0,85 menjadi 4,69 3,84
Heksan Terpinen 4-ol 7,08 menjadi 3,33 3,75
Longifolen 1,76 menjadi 1,43 0,33
Thymoquinon 35,16 menjadi 27,25 7,90
Sampel Etil P-cyemene 6,32 menjadi 4,76 1,56
Terpinen 4-ol 6,74 menjadi15,31 8,58
Longifolen 0,82 menjadi 1,02 0,20
Thymoquinon 79,42 menjadi 21,35 58,07
Kontrol P-cyemene 0,85 menjadi 12,28 11,43
Heksan Terpinen 4-ol 4,83 menjadi 7,87 3,04
Longifolen 0,89 menjadi 1,433 0,53
Thymoquinon 32,24 menjadi 14,53 17,70
Kontrol Etil P-cyemene 3,43 menjadi 5,24 1,81
Terpinen 4-ol 15,13 menjadi 2,60 12,52
Longifolen 1,09 menjadi 0,96 0,13

Berdasarkan tabel 4.21 diatas terlihat bahwa kandungan kimia antioksidan


dari emulsi minyak biji jinten hitam meliputi tymoquinon, p-cyemene, terpinen
4-ol, dan longifolen. Dalam penyimpanan 21 hari terjadi penurunan dan kenaikan
persen area dari masing-masing senyawa tersebut. Kondisi penyimpanan seperti
suhu, kelembapan, atau wadah pengemas dapat mempengaruhi stabilitas dari
sediaan emulsi tersebut yang menyebakan perbedaan persen area selama
penyimpanan 21 hari. Besarnya persen area penurunan dan kenaikan dari
kandungan kimia antioksidan emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada
tabel 4.21.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

100
80

Persen Area 60 Kontrol


(%) 40 Sampel
20
0
0 2 7 14 21

Hari ke-

Gambar 4.7 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinon Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Fase Heksan Kontrol dan Sampel

40
35
30
25
Persen Area Kontrol
20
(%) Sampel
15
10
5
0
0 2 7 14 21
Hari ke-

Gambar 4.8 Grafik Nilai Persen Area Thymoquinon Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Fase Etil Kontrol dan Sampel

Dari gambar grafik 4.7 dan 4.8 terlihat bahwa thymoquinon merupakan
senyawa antioksidan utama yang terkandung dalam emulsi minyak biji jinten
hitam. Thymoquinon mengalami penurunan persen area selama penyimpanan 21
hari baik menggunakan botol gelap maupun menggunakan botol bening.
Penurunan pada emulsi kontrol fase heksan sebesar 58,07% dan pada emulsi
sampel fase heksan sebesar 36,43%. Selisih penurunan emulsi fase heksan pada
emulsi kontrol dan emulsi sampel sebesar 21,64%. Penurunan pada emulsi kontrol
fase etil sebesar 17,70% dan pada emulsi sampel fase etil sebesar 7,90%. Selisih
penurunan emulsi fase heksan pada emulsi kontrol dan emulsi sampel sebesar
9,8%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Penyimpanan emulsi menggunakan botol gelap menunjukan bahwa senyawa


thymoquinon lebih stabil dibandingkan dengan penyimpanan emulsi
menggunakan botol bening. Hal ini menandakan bahwa penggunaan botol gelap
dapat mengurangi terjadinya penurunan persen area pada senyawa thymoquinon.
.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Stabilitas fisik emulsi kontrol dan sampel mengalami penurunan nilai
pH, nilai viskositas, dan kenaikan ukuran globul. Emulsi kontrol
mengalami perubahan homogenitas akan tetapi dapat homogen kembali
ketika dilakukan pengocokan sedangkan emulsi sampel tetap homogen.
Evaluasi tipe emulsi tetap stabil dan terjadi pemisahan setelah
dilakukan uji sentrifugasi.
2. Komponen kimia emulsi minyak biji jinten hitam terdiri dari
thymoquinon, longifolen, terpinen-4-ol, dan p-cyemen. Terjadi
kenaikan dan penurunan persen area dari senyawa tersebut pada emulsi
kontrol dan sampel. Thymoquinon merupakan senyawa utama dalam
emulsi minyak biji jinten hitam dan senyawa tersebut lebih stabil ketika
dikemas menggunakan botol gelap.
5.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi penggunaan
botol gelap dan penambahan antioksidan pada formulasi emulsi minyak
biji jinten hitam.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi
antara emulgator alam dan sintetik.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan HLB minyak biji
jinten hitam untuk memudahkan pembuatan sediaan emulsi dengan
emulgator sintetik atau gabungan antara emulgator sintetik dengan
emulgator alam.
4. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar dari tymoquinone
pada formulasi emulsi minyak biji jinten hitam.

49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

DAFTAR PUSTAKA

Achouri, Allaoua, Youness Zamani, and Joyce Irene Boye. 2012. Stability and
physical properties of emulsions prepared with and without soy proteins.
Agriculture and Agri-Food Canada. Vol. 1, No. 1.

ALHaj, Nagi A., Mariana. N. Shamsudin, Norfarrah. M. Alipiah, Hana F.


Zamri,Ahmad Bustamam, Siddig Ibrahim and Rasedee Abdullah.
Characterization of Nigella Sativa L. Essential Oil-Loaded Solid Lipid
Nanoparticles.Department of Medical Microbiology, Faculty of
Medicineand Health Sciences, Sanaa University, Yemen. American
Journal of Pharmacology and Toxicology 5 (1): 52-57, 2010. ISSN 1557-
4962.

Amina, Bessedik , Allem Rachida. 2013. Molecular composition and


antibacterial effect of essential oil of Nigella sativa. Laboratory of Local
Natural Bioressources, Algeria. Vol. 12(20).

Anonim .1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.

Anwar, Effionora, Prof. Dr. Ms, Apt. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi:
Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat.

Aulton, M. E., Kevin M. G. Taylor. 2001. Pharmaceutics: The Science of Dosage


Form Design Edisi Kedua.

Baby, Andr Rolim, et al., 2007. Accelerated chemical stability data of O/W fluid
emulsions containing the extract of Trichilia catigua Adr. Juss (and)
Ptychopetalum olacoides Bentham. Department of Pharmacy, School of
Pharmaceutical Sciences, University of So Paulo. Vol. 43.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid


III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Dzuhro, Zuraida Syafara.Pengaruh Natrium Hialuronat Terhadap Penetrasi


Kofein Sebagai Antiselulit Dalam Sediaan Hidrogel, Hidroalkoholik Gel
Dan Emulsi Gel Secara In Vitro Menggunakan Difusi Franz. Skripsi,
Program Studi Farmasi, Jakarta, 2011.

El-Sayed, Walaa, Tahany G. M. Mohammad. 2014. Preparation and


characterization of alternative oil-in-water emulsion formulation of
deltamethrin. American Journal of Experimental Agriculture 4(4).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Fathima, Nishath, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi, Nandagopal


Anitha and Jangala Venkateswara Rao. 2011. Drug-excipient interaction
and its importance in dosage form development. Journal of Applied
Pharmaceutical Science 01 (06)

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit
ITB.

Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental Of


Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit Elsevier.

Handbook of Analytical Method.

Hassan, Sohair A., et al., 2008. The in vitro promising therapeutic activity of
thymoquinone on hepatocellular carcinoma (HepG2) cell line. Department
of Medicinal Chemistry, National Research Centre, Dokki, Giza, Egypt.
Global Veterinaria 2 (5)

Indayanti, Deisy. Uji Stabilitas Fisik Dan Komponenkimia Pada Minyak Biji
Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak
Dalam Air Menggunakan GCMS. Skripsi, Program Studi Farmasi,
Jakarta, 2014.

Kostadinovic, Sanja, Dalibor Jovanov, and Hamed Mirhosseini. 2011.


Comparative investigation of cold pressed essential oils from peel of
different Mandarin varieties. Faculty of agriculture, University Putra
Malaysia. Vol. 3 (2).

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Martin, A., Swarbrick, J., Commarata, A. 1993. Farmasi Fisik 2, Edisi


Ketiga.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

M, Blessy, Ruchi D. Patel, Prajesh N. Prajapati, Y.K. Agrawal. 2013.


Development of forced degradation and stability indicating studies of
drugs-a review. Department of Pharmaceutical Analysis, Institute of
Research and Development, Gujarat, India.

McNair, M, H; Miller, M, J. 1998. Basic Gas Chromatography. New York: John


Wiley & Son

Nabiela, Warda. Formulasi emulsi tipe minyak dalam air minyak biji jinten
hitam (Nigella sativa L.). Skripsi, Program Studi Farmasi, Jakarta, 2013.
Nickavar, B,. Mojaba, F., Javidniab, K., dan Amolia, M.A. 2003. Chemical
composition of the fixed and volatile oils of Nigella sativa L. from Iran. Z.
Naturforsch 58c.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Nour, Abdurahman H., Mohammed, F.S., Yunus, Rosli M., dan Arman, A. 2009.
Demulsification of Virgin Coconut Oil by Centrifugation Method: A
Feasibility Study. Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering, Unoversity Malaysia, Pahang-UMP, Malaysia. International
Journal of Chemical Technology 1 (2).

Paarakh, Padmaa M., 2010. Nigella sativa Linn. - a comprehensive review.


Departement of Pharmacognosy, The Oxford College of
Pharmacy,Karnataka, India. Vol 1 (4).

Pabby,Anil Kumar., Syed S.H.Rizvi., Ana Maria Sastre.2008. Handbook of


membrane separation :chemical,pharmaceutical,fod and biotechnological
applications. Francis : CRC Press.

Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology


of Nigella sativa-a review. India. 2(11).

Raza, Muhamma, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S. dan El-


Hadiyah, Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of Thymoquinone and
Sodium Valproate in Experimental Models of Epilepsy: Reduction in
Hepatotoxicity of Valproate. Department of Pharmacology and
Therapeutics, Saudi Arabia. Scientia Pharmaceutica (Sci. Pharm.)

Rowey, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Fifth Edition. London : Pharmaceutical Press.

Rohman,Abdul., Che Man.B.Yaakob.2011. Analysis of Lard in Cream Cosmetic


Formulation Using FT-IR Spectroscopy and Chemometric. Yogyakarta :
IDOSI. ISSN 1990-9233

Sangi, Sibghatullah, Sree Harsha, Sahibzada Tasleem-ur-Rasool and Afzal Haq


Asif. 2011. Formulation and evaluation of mucoadhesive Nigalla Sativa
and Olive oils for vaginal infections. Department of Pharmacy
Practice,College of Clinical Pharmacy, King Faisal University, Al-Ahsa,
Saudi Arabia. ISSN 0975-5071, 3(2).

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Sinko, J. Patrick.2011. Farmasi Fisik dan Ilmu Farmaseutika Martin Edisi .


Jakarta : EGC.
Syarifudin.2012. The Design of Fractional Distillation Equipment of Patchouli
Oil for IKM Scale). Balai Riset dan Standardisasi Industri : Banda Aceh.
ISSN 2089-5380,25(2).

Tonnesen, Hanne Hjorth. 2004. Photostability of Drugs and Drug Formulation


Second Edition. London : CRC Press

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resource


Conservation Service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses
pada tanggal 23 Januari 2015)

Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah


Dr.rer.nat.Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr.Mathilda
B.Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Fakultas Farmasi UGM.
Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Young, Anne. 2002. Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon
Limited.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Lampiran 1. Prosedur Penelitian

Penyiapan alat dan


bahan

Pembuatan emulsi minyak biji jinten


hitam dengan kondisi optimasi
kecepatan spindel

Evaluasi fisik emulsi minyak biji Analisa komponen


jinten hitam menggunakan GCMS yang
telah dioptimasi

pH
Organoleptis
Sentrifugasi
Komponen emulsi
Tipe Emulsi minyak biji jinten hitam
Viskositas
Diameter globul

a. Preparasi sampel uji

- Demulsifikasi
- Ekstraksi
cair cair

b. Analisa komponen
senyawa emulsi
minyak biji jinten
hitam.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Lampiran 2. Perhitungan Bahan Emulsi Kontrol dan Sampel

1. Minyak biji jinten hitam

2. Tragakan

3. Sukrosa

4. Natrium benzoat

5. Aquades
= 500 ( 50 + 7,5 + 125 + 0,5 ) gram
= 317 gram
Mendispersikan tragakan = 20 x 7,5 = 150 gram
Melarutkan sukrosa = 0,5 x 125 = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat = 1,8 x 0,5 = 0,9 gram
Aquades sisa = 317 gram ( 150 + 0,9 + 62,5 ) gram
= 103,6 gram

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan yang Digunakan

Tragakan Natrium Benzoat Minyak Biji Jinten


Hitam

Sukrosa Aquades Lemari Pendingin

GCMS Evaporator Mikroskop Optik

Viskometer Sentrifugasi
Homoginezer

Timbangan Analit pH meter Hot plate

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Botol pengemas kontrol

Botol pengemas sampel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten


Hitam Kontrol

Kontrol hari ke 0 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0353 gram Berat emulsi =20, 2124gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 8967,5 mg Vial Kosong = 9545,8 mg
Vial + ekstrak = 9165,5 mg Vial + ekstrak = 8996,9mg
Minyak yang di dapat = 198 mg Minyak yang di dapat = 9278,7 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak = 281,8 mg

Kontrol hari ke 2 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0844 gram Berat emulsi = 20,1551 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9987,3 mg Vial Kosong = 9651,2 mg
Vial + ekstrak = 10169,3 mg Vial + ekstrak = 9843,6mg
Minyak yang di dapat = 182 mg Minyak yang di dapat = 192,4 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Kontrol hari ke 7 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0022 gram Berat emulsi = 20,1133 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9675,4 mg Vial Kosong = 9879,4 mg
Vial + ekstrak = 9748,9 mg Vial + ekstrak = 9926,2 mg
Minyak yang di dapat = 73,5 mg Minyak yang di dapat = 46,8 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Kontrol hari ke 14 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,3702 gram Berat emulsi = 20,6633 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 8976,2 mg Vial Kosong = 1000,3mg
Vial + ekstrak = 9018,5 mg Vial + ekstrak = 1042,4 mg
Minyak yang di dapat = 42,3 mg Minyak yang di dapat = 42,1 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Kontrol hari ke 21 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0838 gram Berat emulsi = 20,4 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9879,3 mg Vial Kosong = 8967,4 mg
Vial + ekstrak = 9894,0 mg Vial + ekstrak = 8975,7 mg
Minyak yang di dapat = 14,7 mg Minyak yang di dapat = 8,3 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Kontrol hari ke 0 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0353 gram Berat emulsi = 20, 2124gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9892,3 mg Vial Kosong = 8793,2mg
Vial + ekstrak = 10055,5 mg Vial + ekstrak = 8928,6 mg
Minyak yang di dapat = 163,2 mg Minyak yang di dapat = 135,4 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Kontrol hari ke 2 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0844 gram Berat emulsi = 20,1551gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9554,5 mg Vial Kosong = mg
Vial + ekstrak = 9682,3 mg Vial + ekstrak = mg
Minyak yang di dapat = 146,5 mg Minyak yang di dapat = 116,5 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Kontrol hari ke 7 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0022 gram Berat emulsi = 20,1133 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9554,5 mg Vial Kosong = mg
Vial + ekstrak = 9694,4 mg Vial + ekstrak = mg
Minyak yang di dapat = 139,9 mg Minyak yang di dapat = 85,9 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Kontrol hari ke 14 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,3702 gram Berat emulsi = 20,6633gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9687,8 mg Vial Kosong = 9874,3 mg
Vial + ekstrak = 9777,5 mg Vial + ekstrak = 9911,9 mg
Minyak yang di dapat = 89,7 mg Minyak yang di dapat = 37,6 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Kontrol hari ke 21 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,0838 gram Berat emulsi = 20,4 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9545,2 mg Vial Kosong = 8976,2 mg
Vial + ekstrak = 9554,4 mg Vial + ekstrak = 8997,6 mg
Minyak yang di dapat = 9,25 mg Minyak yang di dapat = 21,4 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstraksi Emulsi Minyak Biji Jinten


Hitam Sampel

Sampel hari ke 0 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,119gram Berat emulsi = 20,088gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9554,5 mg Vial Kosong = 8922,4mg
Vial + ekstrak = 9682,3 mg Vial + ekstrak = 8959,8mg
Minyak yang di dapat = 127,8 mg Minyak yang di dapat = 37,4mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Rendemen %=

Sampel hari ke 2 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,120 gram Berat emulsi = 20,102gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9818,7 mg Vial Kosong = 8993,2 mg
Vial + ekstrak = 9913,1 mg Vial + ekstrak = 9022,3 mg
Minyak yang di dapat = 94,4 mg Minyak yang di dapat = 29,1 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Rendemen %= Rendemen %=

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Sampel hari ke 7 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,1318 gram Berat emulsi = 20,0937gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9591,7 mg Vial Kosong = 1021,5 mg
Vial + ekstrak = 9525,1 mg Vial + ekstrak = 1049,7 mg
Minyak yang di dapat = 66,60 mg Minyak yang di dapat = 28,2 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Rendemen %= Rendemen %=

Sampel hari ke 14 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,1296 gram Berat emulsi = 20,097gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 8957,5 mg Vial Kosong = 1067,8 mg
Vial + ekstrak = 8988,5 mg Vial + ekstrak = 1069,4 mg
Minyak yang di dapat = 31,0 mg Minyak yang di dapat = 15,8 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Rendemen %= Rendemen %=

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Sampel hari ke 21 Fase Heksan


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,030 gram Berat emulsi =20,1641gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9735,8 mg Vial Kosong =9767,8 mg
Vial + ekstrak = 9745,0 mg Vial + ekstrak = 9781,1 mg
Minyak yang di dapat = 9,2 mg Minyak yang di dapat = 13,3 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Rendemen %=
Rendemen %=

Sampel hari ke 0 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,119 gram Berat emulsi =20,088gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 1171,4mg Vial Kosong = 9287,2 mg
Vial + ekstrak = 1319,0 mg Vial + ekstrak = 9451,4 mg
Minyak yang di dapat = 147,6 mg Minyak yang di dapat = 164,2 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Sampel hari ke 2 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,120 gram Berat emulsi =20,102gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9876,8mg Vial Kosong = 1087,4 mg
Vial + ekstrak = 9682,3 mg Vial + ekstrak = 1186,6 mg
Minyak yang di dapat = 49,6 mg Minyak yang di dapat = 99,2 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Sampel hari ke 7 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,1318 gram Berat emulsi = 20,093 gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 8769,3 mg Vial Kosong = 1098,4mg
Vial + ekstrak = 8818,7 mg Vial + ekstrak = 1178,3 mg
Minyak yang di dapat = 49,4 mg Minyak yang di dapat = 79,9 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Sampel hari ke 14 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,1296 gram Berat emulsi =20,097gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9447,9 mg Vial Kosong = 9342,8 mg
Vial + ekstrak = 9482,3 mg Vial + ekstrak = 9420,2 mg
Minyak yang di dapat = 39,4 mg Minyak yang di dapat = 77,4 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak =

Sampel hari ke 21 Fase Etil Asetat


Emulsi 1 Emulsi 2
Berat emulsi = 20,030 gram Berat emulsi =20,1641gram
HCL pekat = 5 ml HCL pekat = 5 ml
Aquades = 9 ml Aquades = 9 ml
Heksan = 45 ml Heksan = 45 ml
Vial Kosong = 9554,5 mg Vial Kosong = mg
Vial + ekstrak = 9682,3 mg Vial + ekstrak = 8996,9mg
Minyak yang di dapat = 31,5 mg Minyak yang di dapat = 9022,8 mg
Rendemen Minyak = Rendemen Minyak = 25,9 mg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 6. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten


Hitam Kontrol

Emulsi Hari ke 0 Kontrol 1

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 20 169
10,0-12,9 11,45 17 194,65
13,0-15,9 14,45 23 332,35
16,0-18,9 17,45 13 226,85
19,0-21,9 20,45 9 184,05
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 88 1193,6
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 13,5636 m

Emulsi Hari ke 0 Kontrol 2

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 28 236,6
10,0-12,9 11,45 79 904,55
13,0-15,9 14,45 63 910,35
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 217 2865,65
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 13,20576 m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Emulsi Hari ke 2 Kontrol I

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 18 152,1
10,0-12,9 11,45 39 446,55
13,0-15,9 14,45 84 1213,8
16,0-18,9 17,45 24 418,8
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 182 2572,9
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 14,1368 m

Emulsi Hari ke- 2 Kontrol 2

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 6 32,7
7,0-9,9 8,45 42 354,9
10,0-12,9 11,45 68 778,6
13,0-15,9 14,45 61 881,45
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 229 3015,05
Ukuran Diameter Rata-rata Globul = = = 13,166 m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Emulsi Hari ke 7 Kontrol I

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 1 2,45
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 8 91,6
13,0-15,9 14,45 15 216,75
16,0-18,9 17,45 8 139,6
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 1 35,45
37,0-39,9 38,45 0 0
40,0-42,9 41,45 1 41,45
Jumlah 53 831,85
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 15,69528 m

Emulsi Hari ke 7 Kontrol 2

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 8 67,6
10,0-12,9 11,45 37 423,65
13,0-15,9 14,45 37 534,65
16,0-18,9 17,45 23 401,35
19,0-21,9 20,45 17 347,65
22,0-24,9 23,45 4 93,8
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 130 1935,5
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 14,88846 m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Emulsi Hari ke 14 Kontrol I

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 23 263,35
13,0-15,9 14,45 26 375,7
16,0-18,9 17,45 28 488,6
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 7 164,15
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 111 1750,95
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 15,7743 m

Emulsi Hari ke 14 Kontrol 2

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 4 33,8
10,0-12,9 11,45 36 412,2
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 17 296,65
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 1 38,45
Jumlah 119 1869,55
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 15,7105 m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Emulsi Hari ke 21 Kontrol I

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 7 80,15
13,0-15,9 14,45 18 260,1
16,0-18,9 17,45 16 279,2
19,0-21,9 20,45 7 143,15
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 54 897,3
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 16,6166 m

Emulsi Hari ke 21 Kontrol 2

Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d


1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 11 92,95
10,0-12,9 11,45 26 297,7
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 40 698
19,0-21,9 20,45 23 470,35
22,0-24,9 23,45 10 234,5
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah 147 2346,15
Nilai Diameter Rata-rata Globul = = = 15,9602 m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 7. Perhitungan Diameter Globul Emulsi Minyak Biji Jinten


Hitam Sampel
Emulsi Hari ke 0 Sampel 1

Rentang Nilai tengah Jumlah globul (n) nd


(d)
1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 1 5,45
7,0 - 9,9 8,45 17 143,65
10,0 - 12,9 11,45 53 606,85
13,0 - 15,9 14,45 34 491,3
16,0 - 18,9 17,45 19 331,55
19,0 21,9 20,45 8 163,6
22,0 24,9 23,45 3 187,6
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 135 1930
Nilai diameter globul rata-rata =

Emulsi Hari ke 2 Sampel 1

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul nd


(n)
1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 1 5,45
7,0 - 9,9 8,45 7 59,15
10,0 - 12,9 11,45 24 274,8
13,0 - 15,9 14,45 17 245,65
16,0 - 18,9 17,45 25 436,25
19,0 21,9 20,45 9 184,05
22,0 24,9 23,45 0 0
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 83 1205,35
Nilai diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Emulsi Hari ke 7 Sampel 1

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul (n) nd


1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 0 0
7,0 - 9,9 8,45 6 50,7
10,0 - 12,9 11,45 16 183,2
13,0 - 15,9 14,45 21 303,45
16,0 - 18,9 17,45 16 279,2
19,0 21,9 20,45 4 81,8
22,0 24,9 23,45 1 23,45
25,0 27,9 26,45 2 52,9
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 66 974,7
Nilai diameter globul rata-rata =

Emulsi Hari ke 14 Sampel 1

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul nd


(n)
1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 7 38,15
7,0 - 9,9 8,45 20 169
10,0 - 12,9 11,45 38 435,1
13,0 - 15,9 14,45 16 231,2
16,0 - 18,9 17,45 2 34,9
19,0 21,9 20,45 5 102,25
22,0 24,9 23,45 2 46,9
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 90 1459,5
Nilai diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Emulsi Hari ke 21 Sampel 1

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul nd


(n)
1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 0 0
7,0 - 9,9 8,45 2 16,9
10,0 - 12,9 11,45 4 45,8
13,0 - 15,9 14,45 11 158,95
16,0 - 18,9 17,45 10 174,5
19,0 21,9 20,45 13 265,85
22,0 24,9 23,45 3 70,35
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 43 723,35
Nilai diameter globul rata-rata =

Emulsi Hari ke 0 Sampel 2

Rentang Nilai tengah Jumlah globul (n) nd


(d)
1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 4 21,8
7,0 - 9,9 8,45 30 235,5
10,0 - 12,9 11,45 65 477,25
13,0 - 15,9 14,45 71 1025,95
16,0 - 18,9 17,45 19 331,55
19,0 21,9 20,45 12 245,4
22,0 24,9 23,45 4 93,8
25,0 27,9 26,45 5 132,25
28,0 30,9 29,45 4 117,8
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 216 2731,2
Nilai diameter globul rata-rata = = 12,644

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Emulsi Hari ke 2 Sampel 2

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul (n) nd


1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 3 16,35
7,0 - 9,9 8,45 22 185,9
10,0 - 12,9 11,45 56 641,2
13,0 - 15,9 14,45 50 722,5
16,0 - 18,9 17,45 26 453,7
19,0 21,9 20,45 3 61,35
22,0 24,9 23,45 1 23,45
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 161 2104,45
Nilai diameter globul rata-rata =

Emulsi Hari ke 7 Sampel 2

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul (n) nd


1,0 - 3,9 2,45 1 2,45
4,0 - 6,9 5,45 8 43,6
7,0 - 9,9 8,45 25 211,25
10,0 - 12,9 11,45 52 595,4
13,0 - 15,9 14,45 64 924,8
16,0 - 18,9 17,45 36 628,2
19,0 21,9 20,45 13 256,85
22,0 24,9 23,45 2 46,9
25,0 27,9 26,45 0 0
28,0 30,9 29,45 1 29,45
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 203 2738,9
Nilai diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Emulsi Hari ke 14 Sampel 2

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul (n) nd


1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 3 16,35
7,0 - 9,9 8,45 12 101,4
10,0 - 12,9 11,45 35 400,75
13,0 - 15,9 14,45 45 650,25
16,0 - 18,9 17,45 18 314,1
19,0 21,9 20,45 3 61,35
22,0 24,9 23,45 1 23,45
25,0 27,9 26,45 1 26,45
28,0 30,9 29,45 0 0
31,0 33,9 32,45 0 0
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 118 1594,1
Nilai diameter globul rata-rata =

Emulsi Hari ke 21 Sampel 2

Rentang Nilai tengah (d) Jumlah globul (n) nd


1,0 - 3,9 2,45 0 0
4,0 - 6,9 5,45 8 43,6
7,0 - 9,9 8,45 24 202,8
10,0 - 12,9 11,45 52 595,4
13,0 - 15,9 14,45 53 765,85
16,0 - 18,9 17,45 52 907,4
19,0 21,9 20,45 38 777,1
22,0 24,9 23,45 15 351,75
25,0 27,9 26,45 8 211,6
28,0 30,9 29,45 3 88,35
31,0 33,9 32,45 1 32,45
34,0 36,9 35,45 0 0
37,0 39,9 38,45 0 0
jumlah 254 3976,3
Nilai diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 8. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol


Fase Heksan

Hari ke 0 kontrol 1

thymoquion
terpinen 4-ol
p-cyemen

Hari ke 0 kontrol 2
thymoquinon
terpinen 4-ol

longifolen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Hari ke 2 kontrol 1

thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

Hari ke 2 kontrol 2
terpinen 4-ol

thymoquinon

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol terpinen 4-ol
Hari ke 7 kontrol 1

Hari ke 7 kontrol 2
p-cyemen p-cyemen
81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
Hari ke 14 kontrol 1

Hari ke 14 kontrol 2
terpinen 4-ol
p-cyemen
p-cyemen
82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen longifolen
thymoquinon thymoquinon
terpinen 4-ol terpinen 4-ol
Hari ke 21 kontrol 1

Hari ke 21 kontrol 2
p-cyemen p-cyemen
83

Lampiran 9. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel


Fase Heksan

Hari ke 0 sampel 1

thymoquinon
terpinen 4-ol

longifolen

Hari ke 0 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

Hari ke 2 sampel 1

thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

Hari ke 2 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
longifolen thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 7 sampel 1

Hari ke 7 sampel 2
p-cyemen
86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen thymoquinon longifolen
thymoquinon
terpinen 4-ol terpinen 4-ol
Hari ke 14 sampel 1

Hari ke 14 sampel 2
p-cyemen p-cyemen
87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


thymoquinon
longifolen thymoquinon longifolen
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 21 sampel 1

Hari ke 21 sampel 2
p-cyemen
p-cyemen
88

Lampiran 10. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Kontrol
Fase Etil

Hari ke 0 kontrol 1

thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

longifolen

Hari ke 0 kontrol 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

longifolen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 2 kontrol 1

Hari ke 2 kontrol 2
p-cyemen
p-cyemen
90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
thymoquinon
longifolen
thymoquinon
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 7 kontrol 1

Hari ke 7 kontrol 2
p-cyemen
p-cyemen
91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen longifolen
thymoquinon thymoquinon
terpinen 4-ol
Hari ke 14 kontrol 1

Hari ke 14 kontrol 2
terpinen 4-ol
p-cyemen p-cyemen
92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
Hari ke 21 kontrol 1

Hari ke 21 kontrol 2
terpinen 4-ol
p-cyemen p-cyemen
93

Lampiran 11. Hasil Kromatogram Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sampel
Fase Etil

Hari ke 0 sampel 1

thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

longifolen

Hari ke 0 sampel 2
thymoquinon
terpinen 4-ol
p-cyemen

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
thymoquinon longifolen
thymoquinon
terpinen 4-ol terpinen 4-ol
Hari ke 2 sampel 1

Hari ke 2 sampel 2
p-cyemen p-cyemen
95

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 7 sampel 1

Hari ke 7 sampel 2
p-cyemen
p-cyemen
96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
longifolen
thymoquinon
thymoquinon
terpinen 4-ol
terpinen 4-ol
Hari ke 14 sampel 1

Hari ke 14 sampel 2
p-cyemen
p-cyemen
97

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


longifolen
longifolen
thymoquinon
thymoquinon
4-ol
Hari ke 21 sampel 1

Hari ke 21 sampel 2
terpinen
terpinen 4-ol
p-cyemen p-cyemen
98

Lampiran 12. Sertifikat Analisa Tragakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


99

Lampiran 13. Sertifikat Analisa Sukrosa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


100

Lampiran 14. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


101

Lampiran 15. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


102

Lampiran 16. Sertifikat Analisa Etil Asetat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


103

Lampiran 17. Sertifikat Analisa Heksan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai