SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
Oleh:
D1A141008
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : D1A141008
Setelah membaca skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi
persyaratan ilmiah sebagai suatu skripsi
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
dengan judul “Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Hand Sanitizer dari
Ektrak Kulit Pisang Ambon Lumut (Musa acuminata Colla)” untuk memenuhi
kemampuan yang penulis miliki, sehingga dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Penyusunan skripsi ini
tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan banyak pihak, baik secara
moril maupun material. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si., selaku Rektor Universitas Al-
Ghifari Bandung.
2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas
Al-Ghifari Bandung.
4. Ibu Sri Maryam, M. Si., Apt selaku Dosen Wali kelas A10B Jurusan Farmasi
6. Ibu Sri Maryam, M. Si., Apt selaku Pembimbing II yang telah memberikan
penulis.
8. Orang tua, keluarga besar, teman dan sahabat tercinta yang selalu setiap saat
memberi dukungan, semangat dan do’a yang tulus dan selalu membantu baik
yang telah memberikan dukungan, semangat serta doa tulus yang diberikan
setiap saat.
sempurna.Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan.Penulis berharap semoga skripsi ini
bisa memberi manfaat bagi pembaca dan menambah khazanah keilmuan bagi
Penulis
ABSTRAK
Ekstrak dari kulit pisang ambon lumut memiliki potensi aktivitas antibakteri yang
signifikan dengan adanya kandungan senyawa flavonoid dan fenolat. Pada
penelitian ini ekstrak kulit pisang ambon lumut diformulasi menjadi sediaan gel
semprot dengan variasi konsentrasi bahan pembentuk gel karbopol dan HPMC
yaitu F1 (0,2% dan 0,1%), F2 (0,3% dan 0,15%), dan F3 (0,4% dan 0,2%).
Dilakukan evaluasi stabilitas fisik pada penyimpanan suhu ruang selama 12 hari,
yaitu hari ke-0,2,4,6,8,10 dan 12. Gel semprot dievaluasi fisik meliputi
organoleptik, homogenitas, viskositas, pH, uji sentrifugasi, dan cycling test. Hasil
evaluasi fisik menunjukkan semua formula stabil dari segi organoleptik,
homogenitas, pH berada pada kisaran 5,5-6,2. Pada pengujian sentrifugasi dan
cycling test didapatkan hasil yang relatif stabil. Pada hasil pengujian viskositas
didapatkan hasil bahwa formula 1 memiliki viskositas yang lebih rendah
dibandingkan dengan formula 2 dan 3. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa
konsentrasi dari bahan pembentuk gel mempengaruhi viskositas sediaan gel.
Kata kunci : Ekstrak kulit pisang ambon lumut, gel semprot, karbopol dan
HPMC, uji stabilitas.
i
ABSTRACT
Extract from banana peel ambon moss have significant antibacterial activity
potential with the presence of flavanoid compounds and phenolics. In this study,
ambon moss banana peel extract was formulated into spray gel preparation with
variations in the concentration of carbopol and HPMC gels which were F1 (0,2%
and 0,1%), F2 (0,3% dan 0,15%), and F3 (0,4% and 0,2%). Evaluation of
physical stability at room temperature storage for 12 days, in day 0,2,4,6,8,10,
and 12. Spray gel was evaluated physically including organoleptic, homogenity,
viscosity, PH, centrifugation test, and cycling test. The result of physical
evaluation showd that all formulas were stable in terms of organoleptic,
homogenity, PH in range 5,5-6,2. In the testing of centrifugation and cycling test,
the result were relative stable. In the result of viskosity test showed that formula 1
has a lower viscosity compared to formula 2 and 3. The result of this test indicate
that concentration of the gelling agent influences the viskosity of the gel
preparation.
Keywords : Ambon banana peel extract, spray gel, carbopol and HPMC, stability
test.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................4
1.5 Waktu dan Tempat .................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Tanaman Pisang Ambon Lumut (Musa acuminata Colla)................... 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pisang Ambon Lumut (Musa acuminata
Colla) .......................................................................................... 5
2.1.2 Habitat Tanaman Pisang ............................................................. 6
2.1.3 Morfologi Tanaman Pisang ........................................................ 6
2.1.4 Kandungan Kimia dan Manfaat Kulit Buah Pisang ................... 7
2.2 Metode Ekstraksi .................................................................................. 8
2.2.2 Cara Panas ................................................................................ 11
2.3 Kulit .................................................................................................. 12
2.3.1 Struktur, Sifat dan Fungsi Sel Penyusun Kulit ......................... 13
2.4 Antiseptika ......................................................................................... 19
2.4.1 Mekanisme Kerja ...................................................................... 20
2.5 Bakteri Pada Tangan .......................................................................... 21
2.6 Hand Sanitizer .................................................................................... 22
2.7 Gel .................................................................................................. 22
2.8 Gel semprot (Spray Gel) .................................................................... 24
2.9 Stabilitas ............................................................................................. 27
2.10 Komposisi Sediaan Gel ................................................................... 29
2.10.1 Pembawa Gel........................................................................... 29
iii
iv
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
....................................................................................................... 653
Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas ....................................................... 65
Lampiran 4 Gambar Hasil Pemeriksaan Uji Sentrifugasi .... Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 5 Gambar Gel Hand Sanitizer Ekstrak Kulit Buah Pisang Ambon
Lumut (Musa Acuminata Colla) ...................................................... 66
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Riset Dasar (Kementrian Kesehatan RI, 2001), mencuci tangan dapat menurunkan
potensi diare sebesar 47%, berdasarkan pola penyebab kematian semua umur,
diare menduduki peringkat ke-13 dengan proporsi kematian sebesar 3,5%. Produk
pencuci tangan dapat dirancang menjadi berbagai jenis sediaan, dengan alasan
atau yang lebih dikenal dengan hand sanitizer. Antiseptik merupakan suatu
yang dapat menimbulkan rasa terbakar, iritasi, kulit kering, dan tidak dapat
digunakan pada kulit luka (Sweetman, 2002). Sehingga masyarakat banyak yang
beralih menggunakan gel untuk antiseptik tangan (hand sanitizer). Sediaan gel
lebih banyak digunakan karena rasa dingin di kulit, mudah mengering, dan mudah
1
antibakteri seperti triklosan. Triklosan merupakan disinfektan yang dapat
penggunaan sediaan yang berbahan dasar kimia menjadi sediaan yang berasal dari
alam.
pisang. Namun salah satu jenis pisang yang mudah didapatkan diberbagai daerah
di Indonesia adalah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla). Menurut Babu
dkk (2012), varietas pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) yang berwarna
dimanfaatkan, mulai dari bonggol, batang, bunga, daun, dan buahnya. Namun
masyarakat pada umumnya adalah kulit buah pisang. Penelitian yang dilakukan
oleh Chabuk dkk (2013) menemukan bahwa ekstrak kulit buah pisang yang segar
Hal ini didukung oleh penelitian Ehiowemwenguan dkk (2014) yang menyatakan
bahwa kulit buah pisang mengandung glikosida, alkaloid, saponin, tanin, dan
Basis yang digunakan dalam sediaan gel ini adalah kombinasi karbopol
940 dan HPMC. Karbopol 940 merupakan salah satu pembentuk gel yang sering
digunakan karena dapat menghasilkan viskositas yang tinggi dengan konsentrasi
yang kecil (Rowe, 2006). Basis ini tidak beracun dan dapat diterima dengan baik
di kulit (R. Voight, 1995:359). Sedangkan HPMC merupakan gelling agent yang
tahan terhadap fenol, dan dapat membentuk gel yang jernih serta mempunyai
viskositas yang baik. HPMC umumnya tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi
(Rowe, 2006). Keunggulan karbopol 940 dan HPMC yaitu membentuk gel yang
Sediaan gel antiseptik dari ekstrak kulit pisang ambon lumut (Musa
Pengujian meliputi uji organoleptis, uji pH, uji viskositas dan uji homogenitas.
Dengan pengujian ini kita dapat mengetahui formula sediaan gel hand sanitizer
dengan konsentrasi basis yang tepat, aman dan nyaman dipakai oleh masyarakat
2. Bagaimana stabilitas fisik dari sediaan gel antiseptik dari ekstrak pisang
dan HPMC pada sediaan gel antiseptik tangan ekstrak kulit buah pisang
ambon lumut?
1.3 Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui stabilitas fisik dari sediaan gel antiseptik dari ekstrak
pisang ambon lumut dengan kombinasi basis karbopol 940 dan HPMC.
940 dan HPMC pada sediaan gel antiseptik tangan ekstrak kulit buah
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah dari kulit buah
pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) yang dibuat dalam bentuk sediaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2018 sampai dengan bulan
Universitas Al-Ghifari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Familia : Musaceae
Genus : Musa
5
2.1.2 Habitat Tanaman Pisang
tumbuh optimal bila ditanam di bawah ketinggian 1.000 dpl. Tanaman pisang
dapat tumbuh pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim yang
dikehendaki adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Jenis
tanah yang disukai oleh tanaman pisang adalah tanah liat yang mengandung kapur
atau tanah aluvial yang mengandung kapur dengan pH 4,5-7,5 (Suyanti dan
Supriyadi, 2008).
serabut tersebut tumbuh pada umbi batang. Tanaman pisang memiliki batang
sejati berupa umbi batang (Jawa: bonggol) yang berada di dalam tanah. Batang
sejati tanaman pisang bersifat keras dan memiliki titik tumbuh (mata tunas) yang
akan menghasilkan daun dan bunga pisang. Bagian yang berdiri tegak menyerupai
batang adalah batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah daun yang saling
balut membalut. Batang semu tanaman pisang bersifat lunak dan banyak
mengandung air. Daun memiliki tangkai yang panjang, berkisar antara 30-40 cm.
Tangkai daun ini bersifat agak keras dan kuat serta mengandung banyak air. Daun
pisang memiliki lapisan lilin pada permukaan bagian bawahnya. Bunga tersusun
ukuran, warna kulit, warna daging buah, rasa, dan aroma yang beragam,
tergantung pada varietasnya. Kulit buah pisang ambon lumut pada waktu matang
Berat per tandannya mencapai 15-18 kg dengan jumlah sisir 8-12. Setiap sisir
kurang lebih terdiri dari 20 buah. Ukuran buah 15-20 cm dengan diameter 3-
3,5cm.
vitamin C, vitamin E, Vitamin B6, magnesium, fosfor, potasium, serat, dan zat
besi (Chabuck dkk., 2013). Kulit buah pisang juga mengandung serotonin dan
dopamin yang berfungsi sebagai transmitter yang baik untuk kesehatan saraf dan
bakteri gram positif maupun gram negatif. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri
berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang di ekstraksi dan pada jenis senyawa yang di
atau bunga, bila perlu di potong-potong, ke dalam etanol mendidih adalah suatu
cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol bagaimanapun juga adalah
dapat di maserasi dalam suatu wadah toples kaca, lalu disaring. Tetapi hal ini
hanya betul-betul diperlukan bila kita ingin mengekstraksi habis. Bila mengisolasi
langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila pada ampas
sampel sama sekali tidak berwarna hijau lagi, dapat dianggap semua senyawa
1) Maserasi
penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan dan zat aktif didalam sel dan di luar sel maka
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel
sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
Keuntungan cara ini antara lain, aliran cairan penyari mengurangi lapisan
batas, cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga
lemah, yaitu pada suhu 40-50°C. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk
2) Perkolasi
proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat
a. Refluks
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
b. Soxhlet
pendingin balik.
c. Digesti
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan
2.3 Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang
dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi
permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam fungsi dan
pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit disebut
juga integumen atau kutis, tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel
menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam). Kulit merupakan organ yang paling
luas sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari,
tekanan darah (Lachman, 1994: 1092-1093). Kulit melindungi tubuh dari trauma
dan merupakan benteng pertahanan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur.
2.3.1 Struktur, Sifat dan Fungsi Sel Penyusun Kulit
baik pengaruh fisik Maupun kimia. Kulit juga merupakan sawar (barrier)
fisiologik yang penting karena mampu menahan penembusan bahan gas, cair,
maupun padat, baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun komponen
senyawa yang terkandung dalam sediaan yang diaplikasikan pada permukaan kulit
Kulit manusia tersusun atas 3 lapisan utama, dari luar kedalam yakni
Ketiga lapisan tersebut dilihat dari segi anatomi, morfologi, senyawa penyusun,
sifat dan fungsinya (Isriany Ismail, 2013: 25). Lapisan terluar merupakan turunan
dari ektoderm yang disebut epidermis. Epidermis terhubung dengan dermis oleh
dan pembuluh darah. Pembuluh darah perifer yang melintasi kulit mengalirkan
darah sebanyak 0,3 mL/jam/cm3. Total luas area pembuluh darah intrakutan yang
200% dari area kulit. Pada kulit tersebar adneksa kulit berupa folikel rambut dan
bervariasi antara 50 µm-1,5 mm, tersusun dari 15-25 sel. Epidermis terbentuk dari
lima lapisan sel epithelial squamosal, diantaranya yang paling umum adalah
keratin, protein struktural dari kulit, rambut, dan kuku. Sel-sel ini diyakini terlibat
berfungsi sebagai penghalang terpenting dari hilangnya air, elektrolit, dan atau
nutrisi tubuh, serta menahan masuknya senyawa asing dari luar. Lapisan
epidermis terdiri dari non-viable epidermic dan viable epidermic. Secara anatomi,
lapisan epidermis terdiri dari 5 lapisan utama yang susunannya lebih dikenal
epidermic yaitu stratum korneum dan viable epidermic yaitu stratum lusidum,
pelarut radiasi, elektrik dan ternal. Lapisan ini memiliki ketebalan 10-20 µm yakni
berkisar 1%-10% dari total lapisan kulit, serta berkontribusi lebih dari 80%
terhadap tahanan permeabilitas kulit. Stratum korneum tersusun atas sel kulit mati
dan kering, oleh karena itu sebagai non viable epidermic yang hanya mengandung
air kurang dari 15% dan tersusun atas sedikitnya satu lusin lapisan sel-sel mati
tidak larut (~70%) dan lipid (~20%). Komponen inilah yang memegang peranan
obat. Selain itu, proses deskuamasi (pengelupasann sel) pada sel-sel startum
senyawa terlarut yang teradsorbsi di stratum korneum (Isriany Ismail, 2013: 28-
29).
tampak jelas pada kulit tebal dan tidak berambut pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalannya berkisar 1%-10% dari total lapisan kulit. Lapisan ini sangat kering
mengandung ≤ 15% air dan terdiri dari beberapa lusin sel-sel mati berbentuk
gepeng yang tersusun tumpang tindih yang disebut korneosit, mengandung sekitar
65% keratin yaitu suatu protein yang dihasilkan selama proses deferensiasi.
Terdiri dari selapis sel eosinofilik, sangat gepeng atau tipis tampak sebagai
barisan jernih yang homogen, terdiri dari beberapa lapisan keratin padat, terjalin
erat dan tanpa organel nukleus. Sitoplasma berisi eleiden yaitu protein mirip
Stratum granulosum tersusun atas tiga sampai lima lapis sel dengan
dalam pembentukan keratin. Jumlah dan ukuran granula tersebut terus bertambah,
bergerak menuju membran sel, dan melepaskan isi lipidnya dengan cara
terbentuk sejenis lapisan pada membran sel stratum korneum. Semua sel di atas
lapisan ini mati karena letaknya yang sangat jauh dari sumber nutrisi sehingga sel
Sel-sel ini terhubung dengan sel stratum spinosum yang berdekatan dan
dengan stratum basale bawahnya oleh suatu jembatan intraseluler yang disebut
dan membedakan morfologi lapisan ini dengan sel epidermis lainnya. Di lapisan
paling atas terdapat organel yang berikatan dengan membran, dikenal sebagai
butiran pipih badan Odland. Namun badan odland paling banyak terdapat didalam
Lapisan ini terdiri atas selapis sel kuboid atau silindris basofilis yang
bertumpu pada lamina basal (membran dasar). Sel-sel melekat satu sama lain dan
serta melekat dengan lapisan dibawahnya (Lamine basale) yang dilekatkan oleh
hemidesmosom. Sel-sel ini merupakan asal usul dari sel-sel penyusun epidermis.
Sel ini berada pada lapisan dasar antara dermis dan sel epidermis yang hidup
(aktif). Pada lapisan ini terdapat melanosit, sel Langerhans, sel Merkel dan sel
keratinik. Sel melanosit adalah jenis sel kedua terbesar dari epidermis, sel
korneosit, ditemukan pada lapisan basal. Sel Langerhans merupakan jenis sel
ketiga terbanyak pada epidermis. Sel-sel ini ditemukan pada stratum spinosum, di
atas lapisan basal. Sel keratinik terdiri atas 2 tipe utama, yaitu pertama sel dengan
fungsinya sebagai stem sel yang aktif membelah dan menghasilkan sel-sel baru,
2) Dermis
Lapisan ini disebut juga korium, merupakan lapisan kulit yang terletak
antara epidermis dan jaringan lemak subkutan. Tebal lapisan sekitar 1-4 mm,
Pada dermis terdapat sel-sel mast dan fibroblast. Sel mast memiliki situs reseptor
sejumlah senyawa penting, seperti zat yang bereaksi lambat pada proses
penunjang struktural dari kulit (yaitu: serat-serat elastik, kolagen, dan serat
retikulum). Dermis ini mengandung jaringan padat dari serabut protein, seperti
kolagen, retikulum, dan elastin yang disimpan dalam kelenjar dasar amorf dari
organ penyimpan air. Dalam dermis terdapat kapiler darah, ujung-ujung saraf,
pembuluh limfa, kelenjar keringat, folikel rambut, dan kelenjar sebasea (Isriany
tergantung pada umur, ras dan daerah tubuh, merupakan kelanjutan dari dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak, penghubung antara dermis
dengan jaringan lain di bawahnya seperti otot. Hipodermis kaya akan jaringan
tubuh tertentu terdapat otot polos. Lapisan ini yang melindungi organ sebelah
panas tubuh dan memberikan efek bantalan terhadap tekanan eksternal dan cedera
Berdasarkan sifat sel-sel penyusun kulit, maka secara fisiologi, fungsi kulit
termal.
b. Sawar kulit juga mencegah penguapan air yang berlebih dari dalam tubuh, serta
pada kulit.
metabolisme.
g. Menghasilkan melanin yang memberi warna kulit serta melindungi kulit dari
h. Menghasilkan sistem pertahanan tubuh melalui sel Langerhans dan sel lainnya.
fungsi immun.
2.4 Antiseptika
mikroorganisme. Istilah ini digunakan untuk sediaan yang dipakai untuk sediaan
yang di pakai pada jaringan hidup. Antiseptika adalah senyawa kimia yang
hidup yang mempunyai efek membatasi dan mencegah infeksi agar tidak menjadi
lebih parah. Antiseptika digunakan pada permukaan mukosa, kutan dan luka yang
merusak sel-sel bakteri, spora bakteri dan jamur, virus dan protozoa tanpa
Aldehid dan Etilen oksida bekerja dengan mengalkilasi secara langsung gugus
nukleofil seperti gugus-gugus amino, karboksil, fenol, dan tiol dari protein sel
b. Denaturasi protein
turunan fenol dan senyawa ammonium quartener bekerja sebagai antiseptika dan
densifektan dengan cara denaturasi dan konjugasi protein sel bakteri. (Djide, M,
N, Sartini, 2008).
c. Mengubah permeabilitas membran sitoplasma bakteri
Cara ini adalah model kerja dari turunan amin dan guanidin, turunan fenol
e. Pembentukan khelat
membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu. Kemudian bentuk khelat tersebut masuk
kedalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam didalam sel
Ada berbagai jenis bakteri yang hidup di tangan, bakteri ini ada yang
bersifat patogen dan ada juga yang bersifat non patogen. WHO pernah melansir
bahwa tangan mengandung bakteri sebanyak 39.000-460.000 CFU per senti meter
menurut situs Hand Hygiene Europe manusia memiliki sekitar 2 bahkan hingga
10 juta bakteri di antara ujung jari dan siku. Flora normal yang terdapat pada kulit
kuman kontaminasi sampai tingkat yang aman bagi kesehatan masyarakat. Hand
karena alasan kepraktisan pada saat darurat tidak ada air. Hand sanitizer mudah
dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Kelebihan hand
2.7 Gel
Gel adalah suatu sediaan semipadat yang jernih, yang dapat di tembus
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase
terdispersi (Ansel, 1989). Gel membentuk sistem satu fasa dimana makromolekul
disebarkan ke seluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas di antaranya (Ansel,
Sistem dispersi gel merupakan sistem koloid, yang terbagi menjadi gel
sistem fasa tunggal dan gel sistem fasa rangkap. Suatu gel digolongkan sebagai
sistem dua fasa apabila massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.
Pada sistem dua fasa, ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, sehingga
massa gel terkadang disebut sebagai magma. Sedangkan gel fasa tunggal terdiri
dari makromolekul organik yang tersebar rata dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam
cairan. Gel fasa tunggal dapat dibuat dari suatu makromolekul sintetik atau dari
gom alam. Gel dapat digunakan sebagai obat yang diberikan secara topikal pada
fase terdispersi. Perubahan suatu menjadi bentuk sol atau bentuk cairnya dapat
juga dapat mempengaruhi bentuk gel menjadi bentuk yang mudah mengalir atau
memadat kembali setelah dibiarkan untuk beberapa waktu (Ansel, Giward, 1989).
Berdasarkan sifat pelarutnya, gel terbagi menjadi organel gel (pelarut bukan
air/pelarut organik), hidrogel (pelarut air), xerogel dan gel yang dengan
konsentrasi pelarut yang rendah telah membentuk massa padat. Contoh: gelatin
Berikut beberapa sifat gel yang utama (Lachman, 1994), antara lain:
a. Hidrasi Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk
awalnya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat diubah kembali
menyerap air jika dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volume gel akan
c. Sineresis Gel organik akan mengkerut jika dibiarkan dan tambahkan penetesan
bentuk gel tidak lengket, gel memiliki aliran tiksotropik dan pseudoplastik,
dimana gel berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair apabila
dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel hanya sedikit yang dibutuhkan untuk
membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan yang
Menurut Holland, Troy, dkk., (2002), gel semprot berdasarkan pada dua
istilah, yaitu istilah “gel atau hidrogel” yang merupakan suatu sistem berbasis fase
berair dengan setidaknya 10% sampai 90% dari berat sediaan, dan istilah “spray
atau semprot” merupakan suatu komposisi yang dikabutkan, yang terdiri dalam
bentuk tetesan cairan berukuran kecil atau besar yang diterapkan menggunakan
Selama ini bentuk sediaan semprot yang telah banyak diketahui yaitu
maksimal karena sifat lekatnya dan zat aktif obat yang larut dalam lemak belum
dapat digunakan dalam bentuk sediaan aerosol, serta penggunaan propelan dapat
pada kulit dan pada saat penggunaan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
karena ketika disemprotkan, larutan yang berisi zat aktif akan menetes atau tidak
bentuk sediaan aerosol maupun sediaan semprot lainnya seperti yang telah
dijelaskan diatas, maka dapat dibuat suatu sediaan gel semprot yang mengandung
Bentuk sediaan gel semprot (spray gel) dapat menjadi pilihan sebagai
penggunaan pada kulit, dimana bentuk sediaan gel semprot ini memiliki kelebihan
waktu kontak obat yang relatif lebih lama dibanding sediaan lainnya dan lebih
praktis dalam penggunaannya (Holland, Troy, dkk., 2002). dan juga dapat
salep atau gel, dengan cara pengolesan, terutama untuk luka di kulit (Holland,
tidak larut dalam air. Dalam memformulasikan gel semprot yang terdapat obat
yang tidak larut dalam air, dengan cara mendispersikan zat aktif terlebih dahulu
dalam pelarut organik atau pelarut yang dapat melarutkan zat aktif tersebut,
namun pelarut organik yang digunakan harus dapat larut dalam air (water-soluble
organic solvent), seperti surfaktan, alkohol dengan rumus molekul rendah (misal
etanol dan isopropanol), dan golongan glikol (propilen glikol, 1-2 butilen glikol,
polietilen glikol dengan berat molekul 300-500) (Holland, Troy, dkk., 2002).
dari formulasi sediaan yang menimbulkan keadaan stress atau dibawah tekanan.
semula karena keadaan kembali bebas dari stress atau tekanan (Holland, Troy,
dkk., 2002).
kontinu, elastis, mudah kering dan tidak lengket. Selain itu, vikositas juga
merupakan hal penting pada formulasi sediaan spray gel. Viskositas yang dimiliki
oleh sediaan ini harus cukup rendah agar dapat disemprotkan menggunakan
aplikator semprot (Holland, Troy, dkk., 2002). Beberapa polimer yang digunakan
karbopol. Namun, sediaan gel semprot yang dihasilkan dari polimer karbopol
belum optimal ketika disemprotkan karena viskositas yang dimiliki tinggi, yaitu
berada pada kisaran 1000 hingga 11000 cPs Menurut Holland, Troy, dkk., (2002),
viskositas untuk basis gel semprot berkisar dari 500-5000 cPs, dimana distribusi
ukuran partikel sediaan gel semprot ketika disemprotkan adalah lebih dari 80%
serta mempunyai daya sebar yang bagus. Penggunaan gel semprot ekstrak kulit
buah pisang ambon lumut ini berpotensi untuk digunakan dalam sistem
tangan.
2.9 Stabilitas
untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan selama periode penyimpanan dan
penggunaan, sifat, dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
farmasi, seperti stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan
temperatur, radiasi, cahaya, dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida, dan
uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian juga faktor formulasi seperti
ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya yang dapat mempengaruhi
hilangnya khasiat, obat dapat berubah menjadi toksis, atau terjadi perubahan
penampilan dari sediaan farmasi (warna, bau, rasa, konsistensi, dan lainlain)
dideteksi melalui perubahan fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan
farmasi. Kisaran perubahan kimia yang terjadi ditentukan dari laju penguraian
obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat
degradasi suatu obat yang jika dilihat dari segi kimia, stabilitas obat dapat
diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan (Lachman
secara fisika. Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan kelembaban, mungkin
evaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang tergantung waktu (periode
tertentu. Ada berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk
penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan
kosmetik. Sehingga stabilitas ini diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan
a. Karbopol 940
Gambar 2.2
Gambar 2. 2Struktur
StrukturKimia
KimiaKarbopol
Karbopol940
digunakan dalam bentuk cairan atau setengah padat pada sediaan farmasi sebagai
krim, gel, dan salep mata yang digunakan pada sediaan opthalmik, rektal, dan
sediaan topikal lain. Pemeriannya serbuk putih, higroskopik, bersifat asam dan
berbau khas. Dapat larut dalam air, etanol (95%) dan gliserin. Karbopol
digunakan sebagai bahan pengemulsi pada konsentrasi 0,5-1,0%; pengikat tablet
putih kekuningan, tidak berbau dan berasa, larut dalam air dingin, membentuk
cairan kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter. HPMC
biasanya digunakan dalam sediaan oral dan topikal. HPMC biasanya digunakan
sebagai emulgator, suspending agent dan stabilizing agent dalam sediaan salep
dan gel topikal (Maharani, 2009: 16). HPMC merupakan gelling agent yang tahan
terhadap fenol, dan dapat membentuk gel yang jernih serta mempunyai viskositas
yang lebih baik. Konsentrasi HPMC yang biasa digunakan sebagai gelling agent
adalah 2%-20%. HPMC umumnya tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi
a. Agen pengalkali
Gambar 2.4
2. 4Struktur
StrukturKimia
KimiaTEA
TEA
Pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip
amoniak, higroskopik. Kelarutan mudah larut dalam air dan etanol (95%) P, larut
dalam kloroform. Konsentrasi yang digunakan sebagai pengemulsi 2-4% dan 2-5
kali pada asam lemak. Kegunaan sebagai agen alkali dan agen pengemulsi (Rowe,
2009: 754-755).
Gambar
Sebagai penahan lembab2.5 Struktur
dapat Kimia
digunakan Propilenglikol
gliserol, sorbitol, etilen glikol,
parenteral. Juga digunakan dalam kosmetik dan tambahan makanan. Pada sediaan
propilenglikol juga digunakan dalam gel, baik yang sistem air maupun non air.
Konsentarsi yang digunakan sebagai humektan adalah ≤ 30% (Rowe, 2009: 283-
284).
b. Pengawet
bakterial. Pengawet yang paling tepat adalah penggunaan metil paraben 0.075%
dan propil paraben 0,25% (Voight, 1995: 341). Metil Paraben, Rumus
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut
dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air yang mendidih, dalam 3,5 bagian
etanol (95%) P dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40
bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Range
metil paraben sebagai pengawet antiseptik dan sediaan farmasi lainnya adalah
0,02-0,3%. Metil paraben disimpan dalam wadah, larutan berair pada pH 3-6,
dapat disterilkan pada 120 °C selama 20 menit mengubah posisinya. Fungsinya
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2018 sampai dengan bulan
Universitas Al-Ghifari.
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
Ekstrak kulit buah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla), Karbopol
Bahan baku buah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) yang
sudah matang dapat diperoleh dari pasar buah atau pasar swalayan di daerah
Bandung dan sekitarnya. Bagian tanaman yang digunakan adalah kulit buah
34
3.4 Penentuan Kadar Air
Alat yang digunakan dalam penentuan kadar air adalah Moisture balance.
Pastikan alat pada posisi nol dan jarum dalam posisi netral. Diambil simplisia
Nyalakan lampu dan atur pada suhu 100º C selama 15 menit. Lampu dipadamkan,
tombol pengatur diputar ke sebelah kiri sampai jarum kembali ke posisi semula.
Amati hasil kadar air. Persyaratan kadar air simplisia kulit buah secara umum
3.5 Ekstraksi
dan dijemur hingga kering. kulit buah pisang ambon lumut yang telah kering
menggunakan pelarut etanol 70% dengan pergantian pelarut selama 24 jam sekali.
senyawa polar seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid. Sehingga
dalam buah pisang ambon lumut. Ekstrak hasil proses maserasi kemudian disaring
hasil berupa ekstrak kental kemudian dipekatkan diatas waterbath yang pekat.
sebagai berikut:
3.6 Penapisan Fitokimia
a. Identifikasi Flavonoid
menunjukkan adanya flavonoid. Kedua; beberapa tetes larutan asam asetat 10%
b. Identifikasi Alkaloid
klorofom lalu dikocok dengan kuat. Lapisan klorofom yang terbentuk di ekstrak
alkaloid.
2) Uji Mayer (Kalium Merkuri Iodida): beberapa tetes pereaksi Mayer
alkaloid.
c. Identifikasi Tanin
dalam tabung reaksi, ditambahkan akuades lalu dipanaskan di atas penangas air
kemudian disaring, ditambahkan beberapa tetes feri klorida. jika terbentuk warna
d. Identifikasi Saponin
mL air panas, kemudian kocok kuat selama 10 detik. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit. Buih yang
terbentuk ditambahkan 3 tetes minyak zaitun lalu dikocok dengan kuat, hasil
Pembuatan sediaan
2) Buat basis gel (Karbopol 940 dan HPMC). Karbopol 940 dan HPMC masing-
akuades dingin.
5) Dilarutkan ekstrak kulit buah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla)
6) Ekstrak kulit pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) yang telah
homogen.
suhu kamar dan uji stabilitas cycling test. Dilakukan pengamatan pada hari ke 0,
2, 4, 6, 8, 10, dan 12 meliputi uji organoleptik, uji pH, uji homogenitas, uji
kesukaan, uji Viskositas dan uji stabilitas. Adapun prosedur evaluasi sebagai
berikut:
a. Uji Organoleptik
Pengamatan meliputi warna, bau, tekstur dan kesan tidak lengket dari gel. Gel
b. Uji Homogenitas
gram pada kaca objek atau bahan transparan lain yang cocok, kemudian
dikatubkan dengan kaca objek atau bahan transparan lainnya dan dilihat apakah
susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar. (Dirjen POM,
1979).
c. Uji pH
50 mL akuades dalam beaker glass, ditambahkan akuades hingga 100 mL, lalu
(Naibaho, 2013).
d. Uji Viskositas
pemilihan spindel yang sesuai pada masing-masing formula, atur pada kecepatan
30 rpm, dicelupkan pada sediaan sampai batas kedalaman dan disetel hingga alat
2013).
e. Uji Kesukaan
tanggapannya mengenai warna, aroma, tekstur dan kesan tidak lengket dari gel
antiseptik.
f. Uji Stabilitas
1) Cycling test
Pengujian dilakukan sebanyak 6 siklus dan diamati terjadinya perubahan fisik dari
sediaan gel pada awal dan akhir siklus yang meliputi uji organoleptik,
2) Uji Sentrifugasi
Sebanyak 10 gram sediaan ditimbang dan dimasukkan dalam tabung
sentrifuge kemudian dimasukkan kedalam alat, diatur kecepatan 5000 rpm dalam
kandungan air dalam simplisia. Dari hasil percobaan diperoleh kadar air kulit
buah pisang ambon lumut sebesar 4,8%. Hasil ini memenuhi persyaratan kadar air
dari buku Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang
diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga mendapatkan maserat yang cukup
42
kental. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental berwarna hitam kecoklatan dengan
Penapisan fitokimia pada simplisia dan ekstrak kulit buah pisang ambon
dan saponin. Ekstrak dan simplisia mempunyai hasil yang sama, sehingga tidak
Hari Warna
Ke- F1 F2 F3
0 Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bentuk
Hari Ke-
F1 F2 F3
0 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
2 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
4 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
6 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
8 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
10 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
12 Semi Solid Semi Solid Semi Solid
Tabel 4. 5 Hasil Uji Organoleptis Aroma Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah
Pisang Ambon Lumut
Aroma
Hari Ke-
F1 F2 F3
0 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
2 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
4 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
6 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
8 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
10 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
12 Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak
kulit buah pisang ambon lumut pada ketiga formula menghasilkan sediaan gel
berwarna kuning kecoklatan, memiliki bau berupa bau khas ekstrak, serta
memiliki bentuk sediaan berupa cairan gel kental. Ketiga formula sediaan gel ini
menghasilkan gel yang stabil secara organoleptis dalam suhu ruang (25ºC) baik
tidak boleh mengandung bahan kasar yang bisa diraba (Syamsuni, 2006).
Homogenitas sediaan gel dapat dilihat secara visual dengan dengan menggunakan
preparat kaca. Hasil penelitian masing-masing dari ketiga formulasi sediaan gel
menunjukkan gel tetap homogen pada suhu ruang (25ºC) pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8,
10, hingga hari ke-12. Tidak ditemukan partikel padat yang terdapat dalam ketiga
formula sediaan gel serta tidak terdapat pembentuk gel yang masih menggumpal
ini menunjukkan bahwa gel antiseptik tangan dari ekstrak kulit buah pisang
Stabilitas PH
7
6
5
4
PH
F1
3
F2
2
1 F3
0
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (Hari)
ketiga formula sediaan gel sebelum dan sesudah penyimpanan selama 12 hari.
Dari grafik terlihat bahwa nilai pH gel semakin menurun dengan lamanya waktu
salah satunya adalah faktor lingkungan, suhu, dan penyimpanan yang kurang baik,
Viskositas atau kekentalan adalah suatu istilah dari resistensi zat cair untuk
tidaknya gel tersebut dapat dihantarkan melalui aplikator semprot atau dituangkan
dalam wadah.
Stabilitas Viskositas
4000
3500
3000
2500
Viskositas
2000 F1
1500 F2
1000 F3
500
0
0 2 4 6 8 10 12
Hari (Waktu)
menentukan terlebih dahulu spindel yang sesuai untuk digunakan pada masing-
untuk mengetahui berapa nilai viskositas yang sesuai untuk sediaan ini agar
sediaan dapat dengan mudah disemprotkan. Dari grafik diatas dapat dilihat
penyimpanan seperti cahaya dan kelembaban udara. Kemasan yang kurang kedap
dapat menyebabkan gel menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume
air dalam gel, serta semakin lama periode penyimpanan, jumlah gelembung udara
kurang dari 500 cPs, akan menyebabkan sediaan langsung menetes ketika
disemprotkan dari aplikator semprot. Dan apabila viskositas lebih dari 5000 cPs,
beraturan dan besar sehingga kurang menyebar pada permukaan kulit atau
60
50
40 F1
30 F2
20
F3
10
0
SS S AS TS STS
Kesukaan
Gambar 4. 3 Grafik Uji Kesukaan Warna Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah
Pisang Ambon Lumut
50
Tingkat Kesukaan (%)
40
30 F1
20 F2
10 F3
0
SS S AS TS STS
Kesukaan
50
40
F1
30
F2
20 F3
10
0
SS S AS TS
Kesukaan
60
50
40 F1
30 F2
20 F3
10
0
SS S AS TS
Kesukaan
memperoleh nilai tertinggi dalam semua aspek pengujian. Hal ini menunjukkan
bahwa sediaan gel formula 1 lebih disukai dan lebih bisa diterima oleh responden
1. Uji sentrifugasi
pemisahan fase dari sediaan. Perlakuan sampel dengan cara disentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm selama 30 menit sama seperti besarnya pengaruh gaya
sentrifugasi pada formula 1 didapatkan bahwa tidak adanya cairan yang keluar
dari gel dan membentuk lapisan diatas gel. Hal ini menunjukkan formula sediaan
gel semprot tersebut stabil sehingga sinersis tidak terjadi. Sedangkan pada
formula 2 dan 3 menunjukkan adanya cairan diatas gel yang keluar. Hal ini
akibat dari struktur yang terus mengeras sehingga dapat terjadi pembebasan air
yang disebut sineresis. Sineresis merupakan keadaan dimana ketika gel didiamkan
dalam waktu tertentu, gel akan mengkerut secara ilmiah dan sebagian cairannya
2. Cycling Test
simulasi adanya perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap harinya. Oleh karena
itu uji ini dilakukan pada suhu dan atau kelembaban pada interval waktu tertentu
sehingga produk dalam kemasannya akan mengalami stress yag bervariasi. Uji
stabilitas ini berhubungan dengan daya tahan sediaan gel selama penyimpanan.
berarti. Yaitu dengan warna kuning kecoklatan, bau khas ekstrak dan berbentuk
parameter ini sediaan dikatakan stabil baik sebelum maupun setelah penyimpanan,
atau komponen dalam sediaan selama penyimpanan tidak mengalami reaksi antar
bahan yang satu dengan yang lain, sehingga tidak terjadi tanda-tanda reaksi dari
gel tetap homogen. Tidak terdapat partikel padat yang terdapat didalam gel serta
tidak terdapat pembentuk gel yang masih menggumpal atau tidak merata dalam
sediaan baik sebelum maupun sesudah pengujian (cycling test). Hal ini
menunjukkan bahwa komponen dalam ketiga formula terdispersi secara merata
pada rentang 5,55-6,23. Persyatan ph untuk kulit yaitu 4,5-6,5. Hal ini
PH
Formula Awal Akhir
1 6,23 ± 0,02 6,19 ± 0,01
2 5,87 ± 0,01 5,76 ± 0,04
3 5,64 ± 0,03 5,5 ± 0,04
keluarnya cairan yang terjerat dalam gel sehingga memungkinkan cairan untuk
bergerak menuju ke permukaan. Oleh karena itu sediaan mengalami penurunan
viskositas.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
ekstrak kulit buah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) dapat
dengan konsentrasi basis karbopol 940 dan HPMC sebesar 0,2% dan
0,1%, ekstrak kulit buah pisang ambon 0,5%, TEA 2%, propilenglikol
kulit buah pisang ambon lumut dengan kombinasi basis karbopol 940
kombinasi karbopol 940 dan HPMC dengan konsentrasi 0,2 % dan 0,1
55
formula sediaan tersebut masih memenuhi kisaran viskositas yang
disukai oleh responden yang telah dilibatkan dalam uji kesukaan gel
3. Basis sediaan gel dengan kombinasi karbopol 940 dan HPMC dengan
konsentrasi 0,2 % dan 0,1% memiliki kestabilan fisik yang paling baik
5.2 Saran
2. Perlu ada penambahan pengaroma pada sediaan gel ekstrak kulit buah
komponen utama yang sesuai dengan formula sediaan gel semprot ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi., Edisi 4., 1998., Jakarta.,
1950 1955.
Budiman, Haqqi M., 2008. Uji stabilitas fisik dan aktivitas antioksidan sediaan
Cahyono, B., 2009, Pisang: Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen,
Kanisius, Yogyakarta.
73-75.
Dirjen POM., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI. 1979.
Dirjen POM., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. 1995.
Djajadisastra, Joshita., 2009. Formulasi Gel Topikal Dari Ekstrak Nerii Folium
1994.
Nisak K., 2016, Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Gel Semprot Ekstrak
Farmasi Indonesia.
Kuncari, Emma Sri, Iskandarsyah, Praptiwi, 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik
Rajendra CE, S.M Gopal, A.N Mahaboob, S.V. Yashoda, M. Manjula, 2011.
Research., 2011;3(3):61-63.
Sartika, D.s., 2016, Formulasi dan Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun
UIN Makassar.
Suyanti dan Supriyadi, A., 2008, Pisang; Budidaya, Pengolahan, dan Prospek
Sweetman, S.C., 2002, The Complete Drug Reference 33rd Edition., London.,
Pharmaceutical Press.
Zulkarnain, K., 2013., Stabilitas Fisik Sediaan O/W dan W/O Ekstrak Buah
Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya Dan Uji Iritasi Primer Pada
ambon lumut
Pembuatan ekstrak kulit buah pisang
ambon lumut dengan cara maserasi
1. Identifikasi
Penapisan fitokimia flavonoid
2. Identifikasi alkaloid
3. Identifikasi tanin
4. Identifikasi saponin
1. Uji organoleptik
2. Uji pH
Evaluasi sediaan gel hand sanitizer 3. Uji viskositas
ekstrak kulit pisang ambon lumut 4. Uji homogenitas
5. Uji kesukaan
6. Uji stabilitas
Formula 1
Formula 2
Formula 3
LAMPIRAN IV
(Lanjutan)
Gel Hand Sanitizer Ekstrak Kulit Buah Pisang Ambon Lumut (Musa
acuminata Colla)