Anda di halaman 1dari 30

POTENSI MODIFIKASI PATI KENTANG (Solanum tuberosum.

L)
PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN TABLET KEMPA
LANGSUNG*

NAMA: MAHADMA BHIMA WHINATA


NIM :1548201123
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sumber sumber daya alam yang melimpah, namun
pengolahannya belum dimaksimalkan. Indonesia juga sangat kaya akan jenis tanaman
salah satunya penghasil pati-patian seperti kentang,singkong, jagung dan beras.
(3133). Pati merupakan bahan alam yang relative murah salah satunya adalah kentang
dan dapat digunakan dengan toksisitas rendah (Michael Ayodele Odeniyi, 2014).
Namun demikian, pemanfaatan pati masih memberikan hasil kerapuhan dan
kekerasan yang buruk pada tablet, sedangkan persyaratan suatu sediaan tablet harus
memiliki tingkat kerapuhan dan kekerasan yang baik (Ahmad Kelana Sastra, 2017).

Terbatasnya bahan tambahan atau eksipien untuk industry farmasi yang


diproduksi didalam negeri menyembabkan harga obat semakin mahal, sementara
bahan baku yang dapat diolah menjadi bahan tambahan tersebut berlimpah. Salah
satu bahan tambahan yang banyak bermanfaat dalam proses pembuatan obat terutama
tablet adalah yang berasal dari jenis pati atau amilum. Pati sebagai bahan tambahan
tablet sangat luas pemakaiannya karena bersifat inert dan dapat dicampur dengan
hamper semua obat tanpa menimbulkan reaksi kimia (3133).

*) Proposal ini akan diseminarkan di Prodi Farmasi STIKES Harapan Ibu pada:
Hari / Tanggal :
Pukul :
Tempat : Ruang seminar Prodi Farmasi
Pembimbing : 1. Barmi Hartesi, M.Farm, Apt
2. Lia Anggresani, M.Si

1
Pati yang sering digunakan di industri farmasi ada dua macam yaitu pati alami
dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang
dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan
kimia atau diolah secara kimia-fisika. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya yaitu: fisika, kimia, enzim. Pati ini banyak digunakan di
industri makanan dan farmasi sebagai bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder)
dalam pembuatan tablet, pil dan kapsul. (Helmy Yusuf, 2008)

Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi produksi Kentang


merupakan produksi terbesar sayur-sayuran terbesar di Provinsi Jambi, dan hampir
setiap tahun produksi kentang merupakan produksi terbesar dari sayuran semusim di
Provinsi Jambi. Hingga saat ini produksi kentang pada tahun 2017 mencapai 822.
518 juta ton. Kentang merupakan sayur-sayuran yang diprioritaskan dalam
pengembangannya. Berdasarkan konsumsi kentang menjadi urutan ke empat di dunia
setelah padi,jagung dan gandum, kentang memiliki kandungan protein tertinggi
dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya. (materi kentang)

Sebagai pengguanaan dalam makanan, kandungan nutrisi umbi kentang


dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial,
mineral, dan elemen–elemen mikro, disamping juga merupakan sumber vitamin C
(asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6) dan mineral P, M g
dan K. Selain itu tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan umbi kentang
dikenal sebagai bahan pangan yang dapat menggantikan bahan pangan penghasil
karbohidrat lain seperti beras, gandum, dan jagung. (135)

Dengan hadirnya bahan tambahan dalam formulasi juga mempengaruhi sifat


fisikokimia obat. Salah satunya yaitu obat dalam bentuk tablet, seperti dengan
adanya. Pati tersedia secara luas dan telah terbukti eksipien efektif dalam produksi
tablet karena inertness relatif mereka, dan murahnya, dan telah digunakan sebagai
pengikat, disintegrants, glidants dan pengisi (Michael Ayodele Odeniyi, 2014). Bahan

2
tambahan (eksipien) yang ada di Indonesia umumnya masih banyak yang diimpor
dari Negara lain untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi, diantaranya adalah pati
yang merupakan eksipien utama dalam sediaan tablet (35 Article). Namun, pati ini
mempunyai dua keterbatasan besar dalam membentuk tablet yang baik, yaitu tidak
mempunyai daya alir (fluiditas) dan kompaktibilitas. (Helmy Yusuf, 2008)

Salah modifikasi pati adalah modifikasi secara fisik (Pregelatinasi), ini


dilakukan untuk mengubah struktur granul pati serta mengubah pati alami untuk
dapat mengembang didalam air. Modifikasi secara fisik ini relative lebih singkat dan
tidak memerlukan bahan yang terlalu banyak dibandingkan modifikasi secara kimia
sehingga modifikasi secara fisik ini lebih efisien dan ekonomis.

Pembuatan tablet dengan metode granulasi basah memerlukan waktu yang


cukup lama sehingga untuk membuat tablet perlu mempertimbang beberapa aspek
seperti biaya. Metode kempa langsung dinilai sangat efisien karena tidak
membutuhkan waktu yang lama dan lebih ekonomis (3133)

1.2 Rumusan Masalah


Apakah modifikasi pati kentang (Solanum tuberosum. L) secara Pregelatinasi
memiliki hasil yang baik sebagai bahan tambahan tablet kempa langsung dan
apakah sebanding dengan pati yang telah berstandar pharmachetical grade
1.3 Tujuan
Membandingkan sifat fisika kimia pati kentang pregelatinasi dengan pati
yang telah berstandart pharmaceutical grade
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk mendapatkan pati kentang yang diharapakan berstandart
pharmachetical grade

3
1.5 Hipotesis
Modifikasi pati kentang pregelatinasi memiliki sifat fisika kimia yang dapat
digunakan dalam bahan tambahan tablet kempa langsung

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi tanaman kentang
A. Tanaman Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan tanaman sayuran semusim, berumur


pendek kurang lebih hanya 90–180 hari dan berbentuk perdu atau semak. Bervariasi
sesuai varietasnya (Samadi, 1997).

Menurut Rukmana (1997), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan kentang


diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom : Plantae (tumbuh – tumbuhan)


Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Subdivisio: Angiospermae (Berbiji tertutup)

Clasis : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae


Genus : Solanum


Spesies : Solanum tuberosum Linn

1. Daun


Tanaman kent ang umumny a berdaun rimbun. H elaian daun berbentuk


poling atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer
dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun
mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai

5
o
utama terhadap batang tanaman membentuk sudut kurang dari 45 atau lebih besar
o
45 . Pada dasar tangkai daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang
menjadi cabang sekunder (Rukmana, 1997). Daun berkerut–kerut dan permukaan
bagian bawah daun berbulu.

Daun tanaman berfungsi sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan


karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan
vegetatif, respirasi dan persediaan tanaman.

2. Batang


Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung 
pada
varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun
agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50–
120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau
keungu–unguan (Rukmana, 1997). 
Batang tanaman berfungsi sebagai jalan
zat–zat hara dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari
daun ke bagian tanaman yang lain. 


3. Akar


Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. 
Akar


tunggang dap at menembus tanah samp ai kedalaman 45 cm, sedangkan akar
serabut umumny a t umbuh meny ebar (menjalar) ke samping dan menembus
tanah dangkal. Akar tanaman berwarna keputih– putihan dan halus berukuran
sangat kecil. Di antara akar–akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan
fungsinya menjadi umbi (stolon) yang s elanjut ny a akan menjadi umbi kent ang.
A kar t anaman berfungs i menyerap zat–zat yang diperlukan tanaman dan untuk
memperkokoh berdirinya tanaman (Samadi, 1997). 


6
4. Bunga


Bunga kentang berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun 
dalam


rangkaian bunga atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap
karangan bunga memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna 
bunga bervariasi : putih,
merah, biru. Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota
(corolla), benang sari (stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putih
1 buah. Bunga bersifat protogami, takni putik lebih cepat masak daripada tepung
sari. Sistem penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana,
1997).

Bunga kent ang y ang t elah mengalami p eny erbukan akan menghasilkan
buah dan biji–biji (Samadi, 1997). Buah kentang berbentuk bulat, bergaris tengah
kurang lebih 2,5 cm, berwarna hijau tua sampai keungu–unguan dan tiap buah
berisi 500 bakal biji. Bakal biji yang dapat menjadi biji hanya berkisar 10 butir
sampai dengan 300 butir. Biji kentang berukuran kecil, bergaris tengah kurang
lebih 0,5 mm, berwarna krem, dan memiliki masa istirahat (dormansi) sekitar 6
bulan (Rukmana, 1997).

5. Umbi


 Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan


umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau
stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi
meny imp an bahan makanan sep erti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral, dan air (Samadi, 1997).

7
B. Syarat Tumbuh Tanaman Kentang

Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi atau daerah
pegunungan dengan ketinggian 1000–3000 m dpl. Pada dataran medium, tanaman
kentang dapat di tanam pada ketinggian 300-700 m dpl. (Samadi, 1997).

Keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kentang adalah suhu rendah (dingin)
o
dengan suhu rata–rata harian antara 15–20 C. Kelembaban udara 80- 90% cukup
mendapat sinar matahari (moderat) dan curah hujan antara 200– 300 mm p er
bulan atau rata–rata 1000 mm selama p ertumbuhan (Rukmana, 1997). Suhu tanah
o
optimum untuk pembentukan umbi yang normal berkisar antara 15–18 C.
o
Pertumbuhan umbi akan sangat terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 C
o
dan lebih dari 30 C (Samadi, 1997).

Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak


mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan
reaksi tanah (pH) 5–6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andosol dengan ciri–
ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai
coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur
remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai tinggi,
produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral
(Rukmana, 1997).

Daerah yang berangin kencang harus dilakukan pengairan yang cukup dan
sering dilakukan pengontrolan keadaan tanah karena angin kencang yang
berkelanjutan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
pertumbuhan tanaman dan penularan bibit penyakit ke tanaman dan ke areal
pertanaman yang lain.

8
2.2. Pati
2.2.1 Monografi Pati
Pati merupakan cadangan karbohidrat (polisakarida) yang
melimpah di tanaman dan umumnya hasil fotosintesis tanaman yang
berdaun hijau, ditemukan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian.

Gambar 2 Struktur amylum (pati)


Adapun monografi dari pati adalah :
Pemerian : serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil,
putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
(95%)
Identifikasi : didihkan 1 bagian dengan 50 bagian air, terbentuk
larutan kanji yang transparan, hampir tidak berbau dan tidak merubah
kertas lakmus, tambahkan iodium terjadi warna biru yang jika dipanaskan
hilang dan jika didinginkan timbul kembali.
Keasaman-kebasaan : campurkan 10g etanol (70%) yang telah dinetralkan
terhadap larutan phenolphthalein, kocok baik-baik selama 1 jam dengan
NaOH 0,1 N dengan indikator phenophtalein 2ml.
Kadar air : tidak lebih dari 15% dengan sampel 1g
Kadar abu : tidak lebih dari 0,6% (Anonim, 1979)

2.2.2 Karakterisasi Pati

9
Pati digunakan oleh tumbuhan sebagai sumber karbon dan energi.
Rantai kimia bertanggung jawab untuk sintesis pati yang melibatkan
molekul glukosa yang diproduksi dalam sel tanaman oleh proses
fotosintesis (Alcázar-alay, Angela, & Meireles, 2015). Berbagai macam
pati tidak memiliki sifat yang sama, tergantung dari panjang rantai atom
karbonnya serta lurus atau bercabang (Koswara, 2009).
Pati dapat dimodifikasi secara kimia, fisika maupun enzimatik
sesuai dengan kebutuhan spesifik suatu industri. Pati termodifikasi
memiliki kemampuan mengikat air yang jauh lebih banyak dibandingkan
pati alami serta memiliki sifat rekat. Pati tersusun oleh tiga komponen
utama yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara. Pada umumnya
pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10%
material antara, Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati
berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Koswara,
2009).
1. Amilopektin

Gambar 3 Struktur Amilopektin


Amilopektin memiliki ikatan 𝛼-1,4 pada rantai lurusnya,
serta ikatan 𝛽-1,6 pada titik percabangannya. Ikatan percabangan
berjumlah 4-5% dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin.
Pada amilosa memiliki homogililikan D-glukosa dengan ikatan α-
(1,4) dari struktur cincin piranosa membentuk rantai lurus yang
umumnya dikatakan sebagai linier pati (Koswara, 2009).

10
2. Amilosa

Gambar 4 Struktur Amilosa


Amilosa merupakan berbagai polimer dengan ikatan α-(1,4)-
glikosidik, yang berbentuk rantai lurus, dan dikatakan sebagai linear
dari pati . meskipun sebenarnya amilasedihidrolisa dengan 𝛽-
amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa
dengan memutuskan ikatan α-(1,4)-glikosidik dari ujung non
pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa.
Pati merupakan eksipien yang paling serbaguna dalam
pembuatan bentuk sediaan padat karena kelimpahannya, relatif
murah dan bersifat inert. Pati dari berbagai sumber botani
belakangan ini telah dievaluasi sebagai pengisi, pengikat dan
disintegrant dalam formulasi tablet (Alabi, Singh, & Odeku, 2017)
2.2.3 Syarat Pati
Pati digunakan sebagai bahan tambahan dalam sediaan farmasi
biasanya digunakan sebagai dilluent (pengencer atau pengisi), pati
digunakan sebagai bahan pencampuran suatu obat. Adapun syarat
penggunaan pati menurut (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009) yaitu :
a. 3-10% w/w bisa digunakan sebagai antiadheren, lubricant
(pelicin), dan pengisi kapsul.
b. Untuk pasta pati 3-2% sebagai binders (pengikat) untuk
granulasi basah.
c. Untuk disintegrant (pengancur) 3-25%.
d. Digunakan pada pH 4-8.

11
2.2.4 Modifikasi Pati
Modifikasi pati merupakan suatu proses dengan mengubah
struktur termasuk ikatan hidrogen dengan cara yang terkontrol untuk
meningkatkan dan memperluas aplikasi diindustri farmasi. Modifikasi
pati dapat dilakukan secara kimia, fisik atau enzimatik. Pati yang
dimodifikasi biasa banyak digunakan dalam farmasi dan makanan di
seluruh dunia (Mohammed, 2017). Modifikasi pati bertujuan untuk
mengubah struktur pati, meningkatkan stabilitas granul pati selama proses
pembuatan dan memperluas penggunaan pati dalam berbagai bidang
industri.
1. Modifikasi Fisika
Modifikasi fisika bisa dilakukan dengan berbagai macam metode
diantaranya pregelatin pati, modifikasi dengan pengaturan temperatur,
kelembaban, tekanan yang berbeda dan pengadukan. Modifikasi ini
dilakukan untuk mengubah struktur granul pati serta mengubah pati
alami untuk dapat mengembang didalam air dingin (Cui & W, 2005).
2. Modifikasi Kimia
Modifikasi secara kimia dimaksudkan untuk meningkatkan sifat
fisikokimia dari suatu bahan dimana bahan tersebut direaksikan
dengan pereaksi bahan kimia sehingga membentuk substituent yang
baru (Cui & W, 2005).
Modifikasi kimia adalah reaksi kimia antara gugus hidroksil pati
dengan senyawa kimia tertentu, prosesnya dapat berupa reaksi
substitusi, yang mencakup esterifikasi, reaksi oksidasi, reaksi hidrolisis
asam dan reaksi cross-linking (Cui & W, 2005).
a. Modifikasi pati secara Cross-Linking (ikatan silang)
Ikatan silang atau Cross-Linking dilakukan dengan membuat
ikatan kimia yang dapat menguhungkan gugus hidroksil (-OH) dari
dua molekul pati dalam granula. Bahan kimia yang dapat digunakan

12
antara lain campuran asam adipat, dan asam anhidrid, gosforus
oksiklorida, sodium tripolifosfat, epiklorohidrin, dan lain-lain. Cross-
linking dilakukan secara basa pada kondisi alkali. Proses ini
dipengaruhi oleh pH, dan suhu proses juga dapat merubah sifat pati
dimana granula lebih kuat (tidak mudah mengembang, viskositas
tinggi, tahan asam (pH rendah), tahan terhadap pengadukan dan tahan
terhadap proses pemasakan pada suhu tinggi (Cui & W, 2005).
b. Modifikasi pati Hidrolisis asam
Hidrolisis asam merupakan hidrolisi ikatan glikosida secara
acak yang menghasilkan fragmen dengan derajat polimerisasi lebih
rendah, menurunkan viskositas panas, meningkatan kekuatan gel,
meningkatkan kejernihan gel atau pasta, meningkatkan kekuatan gel,
meningkatkan kejernihan gel dan pasta. Asam yang bisa digunakan
untuk proses ini HCl, dan H2SO4 (Cui & W, 2005).
c. Modifikasi Pati secara Oksidasi
Oksidasi (bleaching) dilakukan dengan menggunakan
hydrogen peroksida, asam parasetat, ammonium persulfat, sodium
hipoklorit proses ini dapat dilakukan secara basa. Dalam proses ini
terjadi oksidasi pigmen, oksidasi hidroksil menjadi karboksil dan
karbonil. Proses ini menyebabkan perubahan sifat pati dimana
warnanya lebih putih (Cui & W, 2005).
d. Modifikasi Pati secara Derivatisasi (substitusi dan stabilisasi)
Derivatisasi yang pada dasarnya yaitu menggantikan gugus
hidroksil pati dengan gugus yang lain. Untuk pangan dapat digunakan
asetat, suksinat, oktenil suksinat, fosfat atau hidroksipropil,
hidroksietil dan kationik (Cui & W, 2005).
3. Modifikasi Enzimatik
Modifikasi pati juga dapat dilakukan dengan menggunakan
enzim serta banyak enzim yang dapat digunakan untuk menghidrolisis

13
struktur pati. Modifikasi dengan cara enzimatis juga dipakai untuk
mendapatkan sifat fungsional yang diinginkan (Cui & W, 2005).
Modifikasi secara enzimatis terhadap pati dapat dilakukan
dengan satu enzim atau lebih, pada kondisi yang sesuai, tergantung
dari jenis atau sumber yang digunakan. Contoh hasil modifikasi
enzimatis pati yaitu maltodekstrin dan siklodekstrin (Cui & W, 2005).

14
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Teknologi
Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Harapan Ibu Jambi yang
dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2018
3.2 Metode Penelitian
1. Determinasi tumbuhan kentang
2. Penyiapan bahan
3. Pembuatan Pati kentang
4. Modifikasi Pati kentang pregelatinasi
5. Evaluasi Pati
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan adalah Oven, ayakan (Mesh), sentrifuge, magnetic stirrer
& hot plate, desikator, miscroskop, viscometer brookfield, spektro UV-Vis,
tanur pengabuan, pH meter, corong Buchner, waterbath, serbet, lumpang dan
mortar, beker glass, Bunsen, timbangan analitik, labu ukur 100ml, tabung
reaksi, parutan, cawan penguap, corong Buchner, viknometer, cawan porselin
tertutup, botol timbang, kaca objek, pisau.

3.3.2 Bahan
Umbi singkong yang didapat di Talang Bakung, Kota Jambi, dimodifikasi
dengan HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N & 1 N dan asam asetat dan asam asetat 1N,
STPP (Sodium Trypolyphosphate) 5%, larutan Iod, etanol 95%, akuades,
asam sulfat pekat.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Determinasi Tumbuhan Singkong

15
3.4.2 Penyiapan reagen pendukung
 HCl 0,1 N
Siapkan 0,41 ml HCl pekat 37 % dalam gelas ukur kemudian
masukkan ke dalam labu ukur 50 ml untuk diencerkan menggunakan
akuades. Tambahkan akuades secara perlahan melalui dinding labu
sampai tanda batas, kemudian labu ukur yang berisi larutan tersebut
dikocok hingga homogen.
 CH3COOH 1 N
Siapkan 0,28 ml CH3COOH pekat dalam gelas ukur kemudian
masukkan ke dalam labu ukur 5 ml untuk diencerkan menggunakan
akuades. Tambahkan akuades secara perlahan melalui dinding labu
sampai tanda batas, kemudian labu ukur yang berisi larutan tersebut
dikocok hingga homogen.

 NaOH 0,1 N dan 1 N


Untuk pembuatan NaOH 0,1N dalam 50 ml timbang NaOH sebanyak
0,2 gram, sedangkan untuk 1N dalam 15 ml timbang NaOH sebanyak
0,2 gram lalu masukkan kedalam gelas piala 250 ml, larutkan dengan
akuades hingga larut. Setelah itu masukkan kedalam labu ukur 1000
ml, kemudian tambahkan akuades sampai tanda batas lalu goncang
hingga homogen. Simpan dalam botol reagen tutup plastik.
3.4.3 Melakukan isolasi dan modifikasi pati singkong secara kimia dengan metode
Esterifikasi dan Cross-Linking.
3.4.3.1 Isolasi Pati Singkong
Singkong dikupas dan ditimbang sebanyak 7,5 kg. singkong yang telah
dikupas kemudian dicuci sampai bersih, lalu dipotong dan ditiriskan.
Singkong tersebut kemudian diparut sehingga terbentuk bubur kasar
selanjutnya ditambahkan akuades 1/3 dari bobotnya, diaduk 3 kali,

16
kemudian disaring dengan kain serbet, diperas sampai semua airnya
habis. Ampasnya dicampur kembali dengan aquadest kira-kira 1/3 nya,
diaduk kemudian diperas lagi sampai airnya habis, lakukan hal yang
sama sampai air perasan jernih. Kemudian air perasan tersebut
diendapkan selama 24 jam, setelah mengendap sempurna, air diatasnya
yang jernih dibuang sehingga diperoleh endapan pati. Kemudian
keringkan pati dalam oven pengering dengan suhu 40°C selama 24
jam. Pati yang telah kering akan berbentuk gumpalan haluskan
gumpalan dengan menggunakan lumpang dan mortar kemudian
diayak dengan pengayak 80 mesh sehingga diperoleh pati berbentuk
serbuk (Suhery, Anggraini, & Endri, 2015)
3.4.3.2 Modifikasi Pati
1. Modifikasi pati dengan metode Esterifikasi(Amini, Masruri, & Ulfa,
2014). Adapun prosesnya dimana pati singkong sebanyak 50 g
dicampur dengan 7,5 ml asam asetat, campuran ini diaduk dengan
magnetik stirrer selama 60 menit. Lalu campuran yang diperoleh
didiamkan selama 15 jam pada suhu kamar, dan ditambahkan 1 tetes
asam sulfat pekat. Selanjutnya diaduk dengan magnetik stirrer hot
plate pada suhu 80˚C selama 120 menit. Hasil yang diperoleh
disaring dengan corong buchner dan dicuci dengan air dingin (10 ml
x 3). Padatan yang diperoleh adalah pati hasil esterifikasi, dan
dikeringkan dengan oven pada suhu 55˚C hingga diperoleh berat
konstan. Setelah kering pati diayak dengan ayakan 80 mesh.
2. Tahap modifikasi dengan metode Cross-Linking (Widhaswari et al.,
2014) Pati singkong 70g ditambahkan zat pengikat silang STPP
(sodium tripolyphospat) dengan konsentrasi 5% diaduk hingga
menjadi supensi pati, setelah itu ditambahkan NaOH 0,1 N hingga
pH nya basa (pH 11) diaduk di waterbath selama 3 jam dengan suhu
45oC. Setelah 3 jam ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH nya asam

17
(pH 6) pati yang telah diukur pHnya dicuci dengan akuades sebanyak
4 kali hingga putih dan di endapkan, kemudian endapan pati yang
berwarna putih dikeringkan pada oven pengering dengan temperature
55˚C sampai berat pati konstan. Setelah kering pati diayak dengan
ayakan 80 mesh.
3.4.4 Mengevaluasi pati sesudah sebelum termodifikasi
1. Organoleptis (Suhery et al., 2015)
Uji organoleptis dilakukan dengan cara pemeriksaan pati dari bentuk,
warna, rasa, dan bau.
2. Pemeriksaan pH dengan pH meter (Suhery et al., 2015)
Sebanyak 1 gram pati disuspensikan dalam 10 ml akuades dalam beker
glass, aduk sampai homogen kemudian ukur pH menggunakan pH
meter.
3. Randemen (Suhery et al., 2015)
Timbang berat dan timbang hasil pati yang diperoleh
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖 (𝑔)
Rendemen = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) x 100%

4. Kadar air (Suryani, Musdja, & Suhartini, 2013)


Botol timbang dikeringkan pada oven pengering dengan suhu 105˚C
selama 30 menit, kemudian dinginkan botol timbang didalam desikator
selama 15 menit, lalu timbang pati sebanyak 1 g dimasukkan kedalam
botol timbang lalu ditimbang, setelah itu pati dikeringkan pada oven
pengering dengan suhu 105˚C hingga bebas air lebih kurang selama 60
menit, dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang
kembali. Dengan rumus susut kadar air :
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

5. Kadar abu (Hafiludin, 2011)


Siapkan cawan porselin bertutup dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven selama 30 menit dengan temperatur suhu 100-105 °C. Setelah itu

18
dinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (B1). Pati
singkong sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan yang telah
diketahui beratnya, kemudian dibakar diatas bunsen atau kompor
listrik sampai tidak berasap. Setelah itu dimasukkan dalam tanur
pengabuan, kemudian dibakar pada suhu 400 °C sampai didapat abu
berwarna abu-abu atau sampel beratnya tetap. Kemudian suhu tanur
dinaikkan sampai 550 °C selama 12-24 jam. Lalu sampel didinginkan
dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (B2). Untuk rumus
perhitungan kadar abu yaitu sebagai berikut:
𝐵2− 𝐵
1
Kadar abu (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%

6. Analisis Swelling Power & Kelarutan (Parwiyanti, Pratama, Wijaya,


& Malahayati, 2016)
Suspense pati 1% (w/v) dibuat dengan cara menimbang 0,15 g (A) pati
yang disuspensikan kedalam 15 ml air, kemudian panaskan diatas
waterbath dengan suhu 85˚C selama 30 menit. Selanjutnya masukkan
kedalam tabung sentrifus dan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan
2000 rpm selama 30 menit. Kemudian dibuang bagian atas dan
ditimbang endapannya (D). Endapan diletakkan dalam cawan penguap
yang telah diketahui beratnya (B). Setelah itu dikeringkan pada suhu
105˚C sampai beratnya konstan, lalu timbang (C) Swelling power
adalah berat air yang dapat diikat oleh pati
𝐷
Swelling power = 𝐴
𝐶−𝐵
Kelarutan = x 100%
𝐴

7. Density benar (Maria Dona Octavia, Auzal Halim, 2013)


Piknometer kosong dengan volume tertentu (v) ditimbang beratnya
(a) kemudian di isi dengan aquadest kemudian ditimbang lagi (c).
density akuades dihitung dengan persamaan berikut :

19
𝑐−𝑎
𝜌air = 𝑣

(a) Pikno meter dikeringkan, kemudian dimasukakan 2 gram pati


singkong kedalamnya dan ditimbang (b), lalu tambahkan aquadest
sampai setengahnya, ditutup ditutup dan biarkan beberapa saat
sambil digoyang-goyang. Setelah itu akuades ditambahkan hingga
piknometer penuh dan ditimbang (d). density benar (𝜌𝑏) dihitung
dengan persamaan berikut :
(𝑏−𝑎)× 𝜌𝑎𝑖𝑟
𝜌b = (𝑏−𝑎)+ (𝑐−𝑑)

8. Penetapan kadar Amilosa


a. Standarisasi Amilosa
Standar amilosa dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang
menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan
konsentrasi amilosa. Soluble starch 40 mg dimasukkan kedalam
labu ukur 100 ml kemudian tambahkan 1ml etanol dan 9 ml NaOH
1N. larutan dibiarkan selama 23 jam atau dipanaskan dalam
penangas air pada suhu 100˚C
b. Penetapan kadar Amilosa (Aliawati, 2003)
Dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antar amilosa
dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru, pati singkong
sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.
Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga membentuk gel
dan selanjutnya gel dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml. Gel
ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian tambahkan air
hingga 100 ml, sebanyak 5 ml larutan dimasukan kedalam labu
ukur 100 ml dan ditambah dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml
larutan iod. Larutan di ditambah hingga tanda batasa 100 ml,
kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas

20
warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrometer UV-Vis
pada panjang gelombang 625 nm.
Kadar amilosa dihitung dengan rumus :
𝛼591 × 𝑓.𝑘 ×100
Kadar amilosa (%) = × 100%
100−𝑘..𝑎
1 1000 ×20
Dimana f.k = ×
𝑎𝑏𝑠 1 𝑝𝑝𝑚 1000000
1
𝑎𝑏𝑠 1 𝑝𝑝𝑚 ×50

9. Distribusi ukuran partikel (Maria Dona Octavia, Auzal Halim, 2013)


Distribusi ukuran partikal ditentukan dengan metode
mikroskopis dilengkapi dengan kamera (Optilab) caranya dengan
mendispersikan zat uji dalam air, kemudian diteteskan pada kaca
objek. Pati singkong ditutup dengan kaca objek. Pati singkong ditutup
dengan kaca penuh dan diamati dibawah mikroskop sebanyak 1000
partikel. Partikel dikelompokan pada ukuran tertentu (diameter ferret),
masing-masing kelompok jumlahnya ditentukan. Dari hasi distribusi
ukuran partikel, maka dapat diukur nilai Luas Permukaan Spesifik nya
(LPS).
Diameter rata-rata (d) ditentukan dengan persamaan :
𝛴𝑛𝑑 6 ×104
dIn = LPS (cm2) = 𝜌𝑏 ×𝑑
𝛴𝑛 𝐼𝑛

Dimana :
n = jumlah partikel
d = diameter partikel
𝜌𝑏 = densiti benar
10. Analisis SEM (Scanning Eloctron Microscopy)
SEM (Scanning Eloctron Microscopy) adalah salah satu jenis
mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk
menggambarkan bentuk permukaaan dari material yang dianalisis.
SEM (Scanning Eloctron Microscopy) bekerja berdasarkan prinsip

21
scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnnya informasi
yang diperoleh diubah menjadi gambar. Cara terbentuknya gambar
SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron skunder) atau
elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan
sampel tersebut discan dengan sinar elektron pantulan yang terdeteksi,
kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam
gadari gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di
layar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat
dilihat. Pada proses operasinya SEM tidak memerlukan sampel yang
ditipiskan sehingga bisa digunakan untuk melihat objek dari sudut
pandang 3 demensi.
11. Analisi FT-IR (Frourier Transform Infra Red).(Silversteun, Webster,
& Kiemle, 2005).
Spektroskopis FTIR adalah teknik pengukuran untuk
mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap pada
berbagai frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke
interferogram.
Spektrofotometer Frourier Transform Infra Red (FTIR)
digunakan untuk menganalisis gugus fungsi. Dua molekul senyawa
yang berbeda juga pada spektrum inframerahnya. Jika jenis ikatan
yang berbeda, frekuensi vibrasinya berbeda, dan jika jenis ikatan sama
tetapi berada dalam dua senyawa yang berbeda, frekuensi fibrasinya
juga berbeda ( karena kedua ikatan yang sama tersebut berada dalam
lingkungan yang berbeda). Rentang gugus pada pati yaitu pada O-H
bilangan gelombang 3800-2700 cm-1, alisiklik C-O bilangan
gelombang 1300-800 cm-1, Alifatik dan alisiklik C-H sebelah kanan
3000- 2850 cm-1, Alisiklik C-C 1300-800 cm-1.
12. Viskositas dan Rheology (Surini, Putri, & Anwar, 2014)
Evaluasi ini dilakukan untuk mengoptimalkan konsentrasi

22
larutan pati termodifikasi kemudian untuk mendapatkan hasil pati
termodifikasi sebagai coating yang lebih baik dan homogen.
Pengukuran dilakukan dengan viskometer Brookfield dengan
kecepatan 2, 4, 10, 20 rpm. Data yang diperoleh diplotkan terhadap
tekanan geser (dyne/cm2 ) dan kecepatan geser (rpm), sehingga akan
didapat sifat aliran (rheology).

13. Anilisis XRD (X-Ray Diffractometry).


Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak
antara sinar ultraviolet dan gama. Panjang gelombang wilayah sinar-X
berada diantara 0,01 dan 100 Å. Pada difaktrometri sinar-X sampel
yang digunakan biasanya dalam bentuk serbuk. Difraktometri sinar-X
merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya fasa Kristal.
Intensitas puncak difraktogram menunjukan banyaknya fasa
Kristal dalam sampel uji. Semakin tajam puncak, semakin besar fasa
Kristal, sebaliknya semakin kecil intensitas puncak semakin kecil pada
fasa kristalnya. Intensitas difraktogram dihasilkan oleh pola difraksi
sinar-X yang mengenai permukaan kristal dengan sudut-sudut difraksi
tertentu.
Pada analisis difraksi sinar-X, serbuk direkam menggunakan
difraktometer sinar-X dengan tuba anoda Cu, dioprasikan pada
tegangan Kv, dan arus 30mA. Sampel dianalisis pada interval 5-70˚
dengan kecepatan pemindaian 2˚/menit. Pertama alat difraktometer
sinar-X dan komputer dihidupkan. Permukaan sampel diletakkan pada
holder berbentuk lempeng. Permukaaan sampel disejajarkan dengan
permukaan atas holder, lalu holder dimasukkan kedalam goniometer
dan laukukan pengukuran kemudian data yang berupa difraktogram
akan terbaca dikomputer.

23
3.5 Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti memilih untuk menggunakan statistic deskriptif
yaitu ukuran simpangan, dan ukuran simpangan yang digunakan merupakan
simpangan baku ( standar devisiasi). Simpangan baku yaitu ukuran simpangan
yang paling sering digunakan, menurut (Sugiyarto, 2015) rumus simpangan baku
adalah sebagai berikut :
∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
2
s=√ 𝑛−1

3.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Bulan Ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Persiapan dan pelaksanaan
1
penelitian
2 Pengelolahan data
Penulisan skripsi/makalah
3
seminar
4 Perispan seminar hasil
Penyempurnaan skripsi dan
5
persiapan ujian akhir
6 Ujian akhir

DAFTAR PUSTAKA

AAK. (1991). Budidaya Tanaman Singkong. Yogyarta: Kanisius.

24
Alabi, C. O., Singh, I., & Odeku, O. A. (2017). Evaluation of natural and
pregelatinized forms of three tropical starches as excipients in tramadol tablet
formulation. Journal of Pharmaceutical Investigation.

Alcázar-alay, S. C., Angela, M., & Meireles, A. (2015). Physicochemical properties ,


modifications and applications of starches from different botanical sources
Physicochemical properties , modifications and applications of starches from
different botanical sources, (June).

Aliawati, gusnimar. (2003). Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin
Teknik Pertanian, 8(2), 82–84.

Amini, H. wika, Masruri, & Ulfa, S. M. (2014). Modifikasi pati umbi ketela pohon (.
Jurnal Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, 1(1), 140–146.

Anonim. (1979). Farmakope Indonesia (III). Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Basu, A., & Dey, S. (2013). Techniques of Tablet Coating : Concepts and
Advancements : A Comprehensive Research and Review. Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Science, 2(4).

Budianto, B. H., & Munadjat, A. (2012). Kemampuan reproduksi tungau predator


famili phytosetidae pada berbagai kepadatan tetranychus urticae dan polen
tanaman disekitar tanaman singkong, 12(2), 129–137.

Cui, & W, S. (2005). Food carbohydrates. Chemistry, Physical Properties, and


Applications.

Hafiludin. (2011). Karakteristik proksimat dan kandungan senyawa kimia daging


putih dan daging merah ikan tongkol (, 4(1).

25
Koswara, S. (2009). Teknologi modifikasi pati. EbookPangan.com.

Maria Dona Octavia, Auzal Halim, S. K. (2013). Uji Sistem Dispersi Padat Kofein
Dengan Menggunakan Polivinil Pirolidon (Pvp) K-30. Jurnal Farmasi Higea,
5(2), 166–177.

Mohammed, K. G. (2017). Modified Starch and Its Potentials as Excipient in


Pharmaceutical Formulations, 1(1), 1–4.

Parwiyanti, Pratama, F., Wijaya, A., & Malahayati, N. (2016). Profil Pasting Pati
Ganyong Termodifikasi Dengan Heat Moisture Treatment Dan Gum Xanthan
Untuk Produk Roti. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 27(2), 185–192.

Retnowati, D. S., Kumoro, A. C., & Budiyati, S. (2010). Modifikasi Pati Ketela
Pohon Secara Kimia dengan Oleoresin dari Minyak Jahe. Jurnal Rekayasa
Proses, 4(1), 1–6.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (2009). Handbook Pharmaceutical


Excepients (6th ed.). by the Pharmaceutical Press.

Silversteun, R. M., Webster, F. X., & Kiemle, D. J. (2005). Spectrometric


Identification Of Organic Compounds (seventh). Printed In The United States Of
America.

Sugiyarto. (2015). Dasar-Dasar Statistik Farmasi. Yogyakarta: Binafsi Publisher.

Suhery, W. N., Anggraini, D., & Endri, N. (2015). Pembuatan Dan Evaluasi Pati
Talas (Colocasia esculenta Schoot) Termodifikasi dengan Bakteri Asam Laktat
(Lactobacillus sp) Production and evaluation of modified taro (Colocasia
esculenta Schott) starch by lactic acid bacteria (Lactobacillus sp). Jurnal Sains
Farmasi & Klinis, 01((2)), 207–214.

26
Suparman. (2014). Kekerabatan fenetik ubi kayu ( Manihot esculenta ) dipulau
ternate berdasarkan karakter morfologi. Laboratorium Biologi FKIP Universitas
Khairun, Jl. Bandara Babulah, Ternate, Maluku Utara., 2.

Surini, S., Putri, K. S. S., & Anwar, E. (2014). Innovare Academic Sciences
Preparation and characterization of pregelatinized cassava starch phthalate as a
ph-sensitive pollymer for enteric coated tablet formulation. Faculty of
Pharmacy, University of Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, Indonesia, 6(3).

Suryani, N., Musdja, Y. M., & Suhartini, A. (2013). Penggunaan amilum ubi suweg
(Amorphophallus campanulatus BI. Decne) sebagai pengikat tablet ibuprofen
dengan metode granulasi basah. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan
Terkini Sains Farmasi Dan Klinik III 2013.

Widhaswari, V. A., Dwi, W., & Putri, R. (2014). Pengaruh Modifikasi Kimia Dengan
STTP Terhadap Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu, 2(3), 121–128.

Yusuf, H., Radjaram, A., & Setyawan, D. (2008). Modifikasi Pati Singkong
Pregelatin Sebagai Bahan Pembawa Cetak Langsung. Penelit. Med. Eksata, 7(1),
31–47.

Zoldakova, A., Srokova, I., Sasinkova, V., Hirsch, J., & Ebringerova, A. (2005).
Biosurfactants based on partially esterified o-(carboxymethyl)starch. Chemical
Papers-Chemicke Zvesti, 59(5–6), 362–367.

27
Lampiran 1 : Skema Penelitian

Pengambilan sampel singkong

28
Determinasi

Isolasi pati singkong

Pati alami singkong

Modifikasi Kimia

Metode Esterifikasi Metode Cross-Linkinng

Evaluasi pati sebelum dan sesudah


modifikasi

A. Karakteristik B. Karakteristik bahan coating


1. Randemen tablet
2. Organoleptis
1. Viskositas dan Rheology
3. Pemeriksaan pH
4. Kadar air 2. Analisis swelling power
5. Kadar abu dan solubilitas
6. Density benar
7. Penetapan kadar
amilosa
8. Distribusi ukuran
partiel dan LPS
9. Analisis SEM
10. Analisis FT-IR
11. Analisis XRD

29
Lampiran 2 : Surat Determinasi Tanaman Singkong

30

Anda mungkin juga menyukai