SKRIPSI
Oleh :
Willy Hartanto
NIM : 038114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN
SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DALAM LOTION VIRGIN
COCONUT OIL DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Oleh :
Willy Hartanto
NIM : 038114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk :
v
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.).
Emulsifying Agent dalam lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain
Faktorial.
penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa
dukungan, sarana, bimbingan, nasihat, kritik dan saran. Oleh karenanya pada
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
yang membangun.
3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji yang telah bersedia
vi
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang
penyusunan skripsi.
masukan.
7. Pak Mus, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Ottok, Mas Wagiran, Mas Sigit,
Mas Andre, dan Mas Yuwono selaku laboran dan karyawan yang telah
8. Papa dan mama tercinta atas dukungan moral dan materi yang terbaik yang
telah diberikan pada penulis. Adikku Christian, Edwin; ie Hwa, ie Mei Chen,
(Erma, Marlinna, Ratna, Yenny), effervescent’s team (Esti, Ranti, Tyas atas
bantuan selama persiapan ujian), sun screen’s team (Eva, Renny, Tirza),
repellant’s project (Indah), renal calculi’s team (Mita atas bantuan, dukungan
10. Para pelaku sensory assessment yang tidak dapat disebutkan namanya satu per
satu atas bantuannya yang mau mencoba lotion yang belum terdaftar.
vii
INTISARI
Kata kunci : Polysorbate 80, gliserin, lotion Virgin Coconut Oil, desain faktorial.
x
ABSTRACT
Key words : Polysorbate 80, glycerine, Virgin Coconut Oil lotion, factorial
design.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA................................................................................................... vi
INTISARI ................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................. xi
B. Permasalahan ........................................................................................ 4
xii
A. Kulit ....................................................................................................... 8
B. Emulsi ................................................................................................... 11
C. Lotion .................................................................................................... 12
D. Moisturizer ............................................................................................ 12
1. Polysorbate 80 ................................................................................. 13
2. Gliserin ............................................................................................ 14
F. Trietanolamin ........................................................................................ 17
K. Hipotesis ............................................................................................... 23
1. Formula ........................................................................................... 28
xiii
a. Pembuatan lotion ...................................................................... 30
2. Viskositas ....................................................................................... 43
2. Viskositas ....................................................................................... 51
xiv
5. Contour plot super imposed ........................................................... 55
A. Kesimpulan ........................................................................................... 57
B. Saran ..................................................................................................... 57
LAMPIRAN ............................................................................................... 62
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel V. Hasil perhitungan efek untuk tiap faktor dan interaksi ......... 41
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
80 (13b) .................................................................................. 47
xvii
Grafik hubungan antara stabilitas lotion-polysorbate 80
(14b) ...................................................................................... 49
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
viskositas ............................................................................... 75
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak kelapa sangat baik untuk melembutkan kulit yang kasar dan
keriput. Hal ini dikarenakan struktur molekul minyak kelapa yang kecil sehingga
mudah diserap oleh kulit dan rambut. Minyak kelapa yang dipakai secara oral
maupun topikal dapat membantu menjaga kulit awet muda. Minyak kelapa dapat
membantu mengangkat sel-sel kulit mati dan menggantinya dengan sel-sel baru
sehingga kulit menjadi elastis dan kuat. Minyak kelapa juga dapat melindungi
kulit dari serangan bakteri dan jamur yang dapat merusak kulit (Sukartin dan
Sitanggang, 2005).
dan tidak menarik. Masyarakat yang tinggal di daerah tropis maupun yang tinggal
kelapa oleh masyarakat lebih dikenal sebagai minyak goreng. Minyak kelapa yang
digunakan secara oral maupun topikal tentunya bukan minyak kelapa yang biasa lj
1
2
digunakan untuk memasak, melainkan minyak kelapa murni yang disebut dengan
(occlusive) yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Schwartz, 2006).
jika dipanaskan hingga lebih dari 100°C akan dihasilkan minyak yang berwarna
kuning tua atau kecoklatan yang merupakan minyak goreng biasa (Anonim,
2007a). VCO tersebut dibuat dalam bentuk sediaan lotion untuk memudahkan
menimbulkan rasa yang tidak nyaman jika dioleskan langsung pada kulit
(Rawling, 2002).
kelapa lebih tinggi (92%) daripada minyak nabati lainnya. Tingginya asam lemak
jenuh dapat membuat minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi.
Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44-
52%). Asam laurat ini dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang
dapat berfungsi sebagai preservative yang dapat menjaga stabilitas fisiknya. Yang
membedakan VCO dengan minyak kelapa biasa adalah asam lemak jenuh pada
3
VCO merupakan asam lemak jenuh rantai sedang, sedangkan pada minyak kelapa
biasa berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh rantai sedang
selain asam laurat adalah asam kaproat, asam kaprilat, dan asam miristat yang di
dalam tubuh dipecah untuk memproduksi energi dan bukannya disimpan sebagai
tujuan untuk memberikan kenyamanan konsumen karena mudah dicuci dengan air
dan tidak meninggalkan kesan lengket di kulit. Emulsifying agent yang digunakan
dalam sistem emulsi akan mempengaruhi sifat fisik dan kestabilan lotion.
Polysorbate 80 secara sifat fisik lebih kental daripada gliserin dan lebih
dominan dalam mempengaruhi sifat fisik lotion. Penentuan efek moisturizer lotion
desain faktorial, sehingga didapatkan lotion VCO yang optimum baik dari segi
kualitas fisik dan kestabilan lotion. Desain faktorial merupakan salah satu metode
hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Persamaan
ini dapat dibuat contour plot untuk masing-masing parameter fisik yang diuji.
Tiap-tiap contour plot dijadikan satu dalam contour plot super imposed untuk
4
mendapatkan formula yang optimum sebatas level emulsifying agent yang diteliti.
Metode ini dapat menjelaskan efek tiap-tiap faktor maupun interaksi antar faktor
secara simulasi sehingga dapat diketahui efek mana yang dominan (James, 1999).
B. Permasalahan
C. Keaslian Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
berasal dari bahan alam dengan menggunakan emulsifying agent yang berupa
2. Manfaat praktis
E. Tujuan Penelitian
PENELAAHAN PUSTAKA
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari daging
buah kelapa (Cocos nucifera L.) yang masih segar (Shilhavy, 2005) yang dapat
1. Teknik Pemanasan
yang berupa krim pada santan yang telah didiamkan 12 jam dari lapisan
Sitanggang, 2005).
2. Teknik Fermentasi
saja dalam teknik ini digunakan suatu enzim pemecah protein. Lapisan krim
selama 1-2 hari. Hasil fermentasi menghasilkan tiga lapis cairan dan yang
dimanfaatkan adalah lapisan minyak yang berada pada lapisan paling atas.
gloi
6
7
Sitanggang, 2005).
molekul minyak di dalam santan dengan minyak pancing (VCO yang sudah
jadi) hingga didapat minyak yang diinginkan. Minyak pancing akan memutus
ikatan antara air dan protein yang terikat dengan molekul santan. Teknik ini
dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Berdasarkan tingkat kejenuhannya,
asam lemak dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni asam lemak jenuh,
asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak
dalam minyak kelapa sebagian besar berupa minyak lemak jenuh (92%).
asam lemak jenuh yang lebih tinggi (92%). Tingginya asam lemak jenuh yang
Asam lemak jenuh terdiri atas tiga subkelompok. Yang pertama adalah
kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau short chain triglyceride
(SCT). Kelompok kedua adalah minyak dengan asam lemak rantai sedang atau
medium chain triglyceride (MCT) dan kelompok ketiga adalah minyak dengan
asam lemak rantai panjang atau long chain triglyceride (LCT). Kandungan asam
8
lemak jenuh dalam minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44 - 52 %) yang
merupakan MCT. Asam laurat inilah yang membuat minyak kelapa menjadi unik
karena sebagian besar minyak nabati tidak mengandung MCT. MCT di dalam
tubuh dipecah dan secara dominan digunakan untuk memproduksi energi dan
jarang tersimpan sebagai lemak. Oleh karena itu, asam lemak pada minyak kelapa
B. Kulit
Kulit memiliki kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah
yang paling kaku dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela-sela
jari. Kulit menjadi lebih tipis dan berkeriput pada usia tua dan kelihatan
kekuningan bahkan keabu-abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah,
Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara
fisik maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar
gelap) pada permukaan sel, aktivitas kelenjar sekresi, dan keadaan jaringan lemak.
Kelembaban kulit yang rendah menyebabkan kulit kering, kasar, dan tidak
9
menarik. Pada tingkatan yang lebih buruk menyebabkan kulit pecah-pecah dan
1. Epidermis
stratum germinativum. Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari
1970).
disebut sebagai sel mati yang terdiri dari keratin, protein yang tidak larut air,
kulit. Permukaan stratum corneum tertutup oleh sebum dan keringat. Sebum
2. Corium (dermis)
elastisitas kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat
3. Hipodermis
1970).
Untuk menjamin kulit berada dalam kondisi yang baik, ada beberapa hal
yang harus dilakukan yaitu cleansing, freshing atau toning, dan moisturizing.
Kulit membutuhkan makanan yang dapat berfungsi sebagai barier pelindung yang
akan melindungi kulit dari cuaca dan kotoran. Moisturizing cream digunakan saat
kulit mulai mengalami penuaan dan kandungan air dalam kulit mulai berkurang
karena kulit yang kering. Fungsi utama dari moisturizing cream adalah
C. Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem heterogen yang minimal terdiri dari satu
macam cairan yang tidak saling campur yang dapat terdispersi ke dalam cairan
lain dalam bentuk droplet atau globules yang biasanya berdiameter lebih dari 0,1
m. Emulsi juga dapat didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil dari dua
cairan yang tidak saling campur secara termodinamika dengan suatu emulsifying
Suatu emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous
phase), medium dispers (fase eksternal atau continuous phase), dan komponen
ketiga yang diketahui sebagai emulsifying agent. Diameter globules fase dispers
pada umumnya berada dalam rentang 0,1 – 10 m meskipun ada beberapa yang
lebih kecil dari 0,01 m dan lebih besar dari 100 m (Allen, 2002).
Emulsi dibuat dalam bentuk sediaan jika ada dua cairan yang tidak saling
campur yang harus terdispersi menjadi satu kesatuan. Biasanya berupa campuran
antara komponen polar (air) dan nonpolar (minyak). Jika fase minyak terdispersi
dalam fase air disebut emulsi tipe minyak dalam air (O/W). Sedangkan jika fase
air yang terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi tipe air dalam minyak
(W/O). Emulsi tipe W/O tidak larut dalam air, tidak dapat dicuci dengan air,
mengabsorpsi air, occlusive, dan berminyak. Sedangkan emulsi tipe O/W dapat
larut air, dapat dicuci dengan air, mengabsopsi air, nonocclusive, dan tidak
D. Lotion
untuk kulit sehat. Lotion yang paling banyak dibuat adalah emulsi tipe minyak
dalam air. Lotion dapat diaplikasikan pada kulit yang berambut dan mempunyai
daya sebar yang luas dengan membentuk lapisan tipis yang tidak dimiliki krim
permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus,
lembut, dan tidak berminyak. Lotion biasanya berupa emulsi dengan tipe minyak
dalam air dengan maksud agar lotion segera mengering setelah diaplikasikan pada
kulit dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit
E. Moisturizer
secara khusus dirancang untuk membuat lapisan terluar kulit menjadi lebih
lembab dan lebih fleksibel dengan meningkatkan kandungan air (Anonim, 2006b).
krim yang tidak berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering (Ash
minyak atau larut air dalam jumlah banyak yang dapat mengurangi hilangnya air
dari kulit. Efek ini didapat karena terbentuknya lapisan tipis di permukaan kulit
13
(occlusive) yang dapat menjaga kelembaban di lapisan kulit terluar (Ash and
Michael, 1977). Ada dua alasan utama yang membuat mekanisme occlusive
menjadi pilihan dalam mengatasi kulit kering, yaitu air transepidermal merupakan
sumber air yang paling efektif dan occlusive agent mempunyai efek emollient
(Schwartz, 2006).
F. Emulsifying Agent
hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulsifying
agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air sekaligus dan emulsifying
agent akan menempatkan diri berada di antara kedua fase tersebut. Keberadaan
emulsifying agent akan menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air
1. Polysorbate 80
cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993),
Polysorbate 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan
etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut dalam
yang berada pada suhu 5°-6°C, nilai pH 6.0-8.0, stabil dalam larutan dengan
pH 2-12 (Greenberg, 1954), mempunyai nilai HLB 15 (Allen, 2002) dan bobot
emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak esensial dalam air (Greenberg,
1954).
2. Gliserin
Gliserin berupa sirup cair, agak manis (sekitar 0.6 kali gula tebu),
mengabsorpsi lembab dan H2S di udara (Anonim, 1976). Bobot jenis gliserin
tidak kurang dari 1,249 g/cm3 (Anonim, 1995). Gliserin dapat campur dengan
air dan alkohol. Satu bagian gliserin larut dalam 11 bagian etil asetat, larut
15
dalam 500 bagian etil eter. Gliserin tidak larut dalam benzen, kloroform, CCl4,
1976).
yang jika berada dalam konsentrasi tinggi dapat menyerap lembab. Gliserin
dapat membantu menjaga kondisi kulit yang biasanya digunakan dalam krim
3. Cetyl alcohol
HO
Gambar 4. Struktur molekul cetyl alcohol (Boylan et al.,1986)
putih licin, granul, atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah.
Cetyl alcohol bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam etanol dan
akhir yang halus dan lembut. Cetyl alcohol juga memberikan kelembutan pada
1996). Cetyl alcohol mempunyai titik didih sebesar 316°-344°C dan berat
sebagai emollient, emulsifying agent dan mampu menyerap air. Cetyl alcohol
4. Asam stearat
dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C18H36O2) dan asam
Pemeriannya keras mengkilat, hablur, putih atau kuning pucat, dan mirip
lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air (Anonim,1979). Asam
Asam stearat mempunyai titik didih 383°C dan titik lebur 51°-62,5°C
dengan berat jenis sebesar 0,847 g/cm3. Asam stearat dalam bentuk serbuk
mungkin mengiritasi, tapi dengan air akan sedikit larut dan mudah dihilangkan
G. Trietanolamin
HO OH
N
HO
Gambar 6. Struktur molekul trietanolamin (Boylan et al., 1986)
mono-, di-, dan trietanolamin dengan sifat yang larut dalam air, alkohol dan
kloroform. Trietanolamin berupa cairan kental yang berwarna kuning jernih dan
berbau lemah (Young, 1972) dengan titik lebur 21,2°C (Boylan et al., 1986). Jika
berkonjugasi dengan asam organik seperti asam stearat yang berfungsi dalam
mempunyai efek toksik yang nyata jika terabsorpsi di kulit. Dietanolamin dan
trietanolamin sangat tidak tosik jika terabsorpsi di kulit (Boylan et al., 1986).
H. Metil Paraben
merupakan senyawa kimia yang digunakan secara luas sebagai pengawet dalam
18
kosmetik dan industri farmasi (Anonim, 2006h). Metil paraben berupa serbuk
halus hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan agak
membakar diikuti rasa tebal. Metil paraben larut dalam 500 bagian air, dalam 20
bagian air mendidih, larut dalam 60 bagian gliserol P panas, dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben melebur
Paraben dapat ditemui dalam shampo, moisturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan
topikal dan pasta gigi. Paraben dianggap aman karena toksisitasnya rendah dan
sejarah penggunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet
emulsifying agent dengan skala 0-20 yang dapat menyederhanakan pemilihan dan
cenderung stabil pada emulsi tipe W/O, sedangkan nilai HLB tinggi ( ≥ 8 ) akan
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
19
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.
Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan
level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk
respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan
respon?
respon?
(Bolton, 1990)
efek dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon
(Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan
dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level
rendah dan level tinggi (Bolton, 1990). Efek adalah perubahan respon yang
disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-
20
rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon
merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
faktor). Yaitu formula 1 untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan :
Faktor A = Gliserin
Faktor B = Polysorbate 80
Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B level rendah
Formula a = faktor A level tinggi, faktor B level rendah
Formula b = faktor A level rendah, faktor B level tinggi
Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B level tinggi
21
menggunakan rumus :
1. Efek A =
(a − (1) ) + (ab − b ) ........................................................... (2)
2
2. Efek B =
(b − (1) + (ab − a )) ......................................................... (3)
2
(Bolton, 1990)
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).
Selain faktor dominan yang berpengaruh yang dapat diketahui dari metode ini,
dapat juga diketahui komposisi optimum melalui contour plot super imposed pada
K. Landasan Teori
kulit agar tetap sehat dan awet muda. Virgin Coconut Oil (VCO) kini banyak
dijumpai di pasaran, baik dalam bentuk minyak maupun kapsul lunak yang
22
untuk merawat kulit. VCO merupakan minyak kelapa yang dibuat tanpa
beraktivitas di luar ruangan akan selalu terpapar oleh sinar matahari yang dapat
membuat kulit menjadi kering. Masyarakat yang bekerja di dalam ruangan juga
dapat mengalami kulit kering karena pengaruh air conditioner (AC). Masyarakat
yang tinggal di daerah dingin juga dapat bermasalah dengan kulit kering. Banyak
dapat diminum atau dioleskan langsung pada kulit. VCO yang langsung dioleskan
di kulit tentunya akan menimbulkan kesan yang tidak nyaman maka dibuat dalam
bentuk sediaan lotion karena lotion lebih mudah diaplikasikan di kulit daripada
bentuk sediaan cair, krim, maupun padat. Lotion dibuat dalam bentuk emulsi tipe
O/W agar lotion mudah dicuci dengan air dan tidak menimbulkan kesan lengket di
menyatukan fase air dan fase minyak. Polysorbate 80 dan gliserin larut dalam air,
23
tetapi dalam penelitian ini polysorbate 80 dicampur dalam fase minyak dan
gliserin dicampur dalam fase air. Polysorbate 80 dicampur dalam fase minyak
dalam fase air bertujuan untuk menurunkan tegangan permukaan fase air,
sehingga fase minyak dan fase air dapat saling campur. Gliserin selain sebagai
kandungan air di dalam stratum corneum sehingga efek moisturizing dari lotion
faktorial. Polysorbate 80 lebih bersifat sebagai emulsifying agent dan lebih kental
L. Hipotesis
ditemukan faktor yang dominan antara polysorbate 80, gliserin atau interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik lotion VCO, serta diduga ditemukan area
METODOLOGI PENELITIAN
eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level yang bersifat eksploratif, yaitu mencari komposisi emulsifying agent antara
polysorbate 80 dan gliserin dalam formula lotion Virgin Coconut Oil yang
optimum yang dapat berfungsi sebagai moisturizer dan dapat diterima masyarakat.
1. Variabel bebas
2. Variabel tergantung
Sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas,
Alat percobaan, wadah penyimpanan, letak lotion saat pengukuran daya sebar,
24
25
C. Definisi Operasional
1. Virgin Coconut Oil adalah minyak kelapa murni yang sebagian besar
merupakan minyak lemak jenuh dalam jumlah yang lebih tinggi daripada
minyak nabati lainnya dan mempunyai kandungan utama yang berupa asam
laurat.
2. Lotion adalah suatu sediaan topikal yang nonviscous yang dapat diaplikasikan
pada kulit yang berambut dan mempunyai daya sebar yang luas dengan
yang tidak berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering.
tegangan permukaan yang berada di antara dua cairan yang tidak saling
campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang
lainnya.
5. Sifat fisik lotion adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik lotion yang dalam penelitian ini meliputi daya sebar, viskositas,
6. Daya sebar yang optimum adalah daya sebar lotion dengan diameter
dalam wadah, dikeluarkan dari wadah saat digunakan, dan memiliki daya
26
sebar yang baik saat diaplikasikan ke kulit. Viskositas yang optimum dalam
segera setelah pembuatan adalah < 26% (Zatz, Berry, and Alderman, 1996).
2 - 1
viskositas = × 100% ...................................................................... (5)
1
dengan parameter stabilitas yang berupa ada tidaknya pemisahan fase selama
antara 99,5% sampai 100%. Stabilitas lotion dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
10. Respon dalam penelitian ini merupakan perubahan sifat fisik lotion yang
berupa daya sebar, viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas lotion yang
11. Faktor dalam penelitian ini adalah gliserin sebagai faktor pertama dan
12. Level dalam penelitian ini menggunakan dua level yaitu level rendah (24 gram
untuk gliserin dan 20 gram untuk polysorbate 80) dan level tinggi (40 gram
13. Efek adalah pengaruh perubahan faktor terhadap respon karena adanya variasi
dengan menghitung selisih rata-rata respon level tinggi dikurangi respon level
rendah.
14. Contur plot adalah grafik yang berasal dari persamaan desain faktorial yang
15. Contour plot super imposed adalah grafik yang dapat memprediksi area
sifat fisik lotion Virgin Coconut Oil yang didapat dengan cara memplotkan
masing-masing contour plot sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar,
16. Daerah optimum dalam penelitian ini adalah sifat fisik lotion yang meliputi
daya sebar lotion 7,5 cm sampai 8 cm, viskositas lotion 12 dPa.s sampai 17
dPa.s, dan stabilitas lotion 99,5% sampai 100% yang terdapat dalam daerah
1. Bahan penelitian
2. Alat penelitian
1. Formula
Polysorbate 80 1 ml
Glyceryl monostearate 1 ml
B. Gliserin 20 ml
Nipagin 1 ml
Minyak Mawar 2 ml
Aquades qs 100 ml
Polysorbate 80 (5 – 8) g
C. Gliserin (6 – 10) g
Trietanolamin 0,6 g
Nipagin 1,3 g
Aquades qs 20 g
polysorbate 80. Level rendah gliserin adalah 6 gram dan level tinggi gliserin
adalah 10 gram. Level rendah polysorbate 80 adalah 5 gram dan level tinggi
standar (400 gram). Masing-masing jumlah bahan yang digunakan untuk level
2. Alur penelitian
a. Pembuatan lotion
lemon.
1) Sejumlah kecil emulsi diteteskan di atas permukaan air dan amati yang
2) Sejumlah kecil zat warna yang larut air diteteskan di dalam emulsi dan
3) Sejumlah kecil emulsi diteteskan di atas kertas saring yang bersih dan
Uji daya sebar lotion dilakukan segera setelah pembuatan dengan cara
plate. Di atas lotion diletakkan horizontal double plate lain dan pemberat
sehingga berat horizontal double plate dan pemberat 125 gram, didiamkan
d. Pengujian viskositas
JAPAN) dengan cara : lotion dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada
gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1)
segera setelah gel selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan.
e. Pengujian stabilitas
f. Sensory assessment
penilaian individu.
32
Data yang terkumpul berdasarkan uji sifat fisik yang meliputi daya sebar,
persamaan (5).
polysorbate 80.
persamaan (1).
optimum.
BAB IV
Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang dibuat merupakan emulsi dengan
tipe O/W, di mana fase minyak terdispersi dalam fase air. Lotion ini dibuat untuk
mendapatkan efek moisturizing dari VCO sebagai zat aktifnya yang efeknya
waterbath hingga mencapai suhu sekitar 50°C. Cetyl alcohol dan asam stearat
yang berwujud padatan dilelehkan di atas waterbath bersuhu 50°C. Fase minyak
lain yang berupa VCO dan polysorbate 80 dipanaskan hingga 50°C dan dicampur
ke dalam lelehan cetyl alcohol-asam stearat di dalam mortir hangat. Fase air yang
berupa gliserin, trietanolamin dan nipagin yang telah dilarutkan dengan sebagian
dalam mortir dengan disertai pengadukan yang konsisten hingga terbentuk emulsi.
pengadukan. Pada tahap akhir ditambahkan minyak lemon sebagi parfum sebelum
Emulsifying agent yang digunakan dalam formula lotion VCO ini adalah
untuk menurunkan tegangan permukaan fase minyak. Gliserin dalam formula ini f
33
34
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai moisturizer alami (fungsi utama) dan
emulsifying agent. Gliserin dicampur dalam fase air untuk menurunkan tegangan
permukaan fase air. Dengan turunnya tegangan permukaan dari tiap-tiap fase
maka fase minyak yang jumlahnya lebih sedikit dari fase air akan terdispersi di
dalam fase air. Pengadukan akan membantu proses dispersi dengan memperkecil
ukuran droplet fase dispers (VCO) sehingga fase dispers dapat terdispersi ke
Cetyl alcohol dan asam stearat yang berupa padatan harus dilelehkan
terlebih dahulu agar dapat bercampur dengan fase minyak lain yang berupa cairan.
Dalam formula ini, cetyl alcohol berfungsi sebagai thickening agent sehingga
dari fase dispers dapat dikurangi (Rawlings, 2002). Jumlah cetyl alcohol yang
digunakan dalam formula ini (1,6%) dianggap sudah optimum untuk dapat
meningkatkan viskositas dari jumlah cetyl alcohol yang biasa digunakan dalam
digunakan (2,4%) dianggap sudah optimum dari jumlah asam stearat yang biasa
digunakan dalam lotion yaitu 1-5% (Young, 1972). Asam stearat akan
dengan membentuk sabun stearat. Fungsi dari adanya trietanolamin yang bersifat
basa adalah untuk menetralkan emulsi dari suasana asam yang berasal dari asam
35
stearat. Sabun stearat ini berfungsi sebagai emulsifying agent yang akan
droplet VCO maka sabun stearat akan menyelubungi droplet VCO sehingga dapat
mencegah terjadinya penurunan suhu yang mendadak. Jika terjadi perubahan suhu
yang mendadak maka emulsi akan sulit terbentuk karena cetyl alcohol atau dan
asam stearat yang segera membeku jika langsung mengalami penurunan suhu
yang mendadak.
penambahan aquades dilakukan saat emulsi sudah dalam keadaan dingin. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi pemisahan fase emulsi karena penambahan aquades
yang berbeda suhu. Minyak lemon ditambahkan di akhir proses agar minyak
lemon tidak banyak menguap sehingga efek harum yang diinginkan dapat dicapai.
kenyamanan saat pemakaian. Tipe emulsi yang nyaman untuk digunakan adalah
emulsi tipe O/W, di mana fase minyak terdispersi di dalam fase air sehingga tidak
Pada emulsi tipe O/W, fase air bertindak sebagai fase eksternal yang
kontak dengan kulit sehingga kulit tidak akan terasa lengket. Fase minyak yang
berupa VCO bertindak sebagai fase internal yang akan masuk ke dalam stratum
36
corneum melalui pori-pori kulit untuk mempertahankan kandungan air agar tidak
cepat hilang. Emulsi tipe O/W mudah dicuci dengan air karena fase eksternal
menjadi lebih banyak sehingga emulsi lebih mudah menyebar karena viskositas
yaitu :
merupakan fase eksternal secara berlebih. Hasil penelitian dapat dilihat pada
gambar berikut :
(formula 1) (formula a)
Lotion VCO dari tiap formula menyebar dan bercampur dengan air
yang menunjukkan bahwa fase eksternal lotion VCO berupa air (gambar 8).
fase eksternal secara berlebih memberikan hasil bahwa lotion VCO yang
Tiap-tiap formula lotion VCO diberi zat warna yang larut dalam fase
eksternal. Dalam penelitian digunakan methylene blue yang larut dalam air.
(formula 1) (formula a)
Methylene blue yang digunakan sebagai zat warna yang larut dalam
fase eksternal dapat menyebar pada tiap formula lotion VCO (gambar 9).
Penentuan tipe emulsi dengan menggunakan zat warna yang larut dalam fase
eksternal memberikan hasil bahwa lotion VCO yang dibuat merupakan emulsi
tipe O/W.
bersih untuk melihat kecepatan penyebaran lotion dan noda yang ditinggalkan
setelah lotion kering. Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
(formula 1) (formula a)
Kertas saring tidak meninggalkan noda minyak yang berasal dari tiap
formula lotion VCO (gambar 10) yang menunjukkan bahwa lotion yang dibuat
39
mempunyai fase eksternal yang berupa air yang tidak akan meninggalkan
noda minyak pada kertas saring. Saat lotion diteteskan pada kertas saring,
Hal ini juga menunjukkan bahwa lotion yang dibuat mempunyai fase luar
yang berupa air yang viskositasnya lebih kecil daripada minyak sehingga akan
menggunakan kertas saring memberikan hasil bahwa lotion VCO yang dibuat
Lotion yang baik harus memenuhi sifat fisik dan stabilitas lotion yang
baik. Parameter sifat fisik lotion dilihat dari daya sebar dan viskositas lotion
perubahan viskositas dan stabilitas lotion setelah disimpan selama satu bulan.
Masa satu bulan diasumsikan sebagai masa pemakaian rata-rata suatu lotion oleh
konsumen.
sebar yang sangat berhubungan erat dengan viskositas lotion. Daya sebar lotion
diukur dengan menggunakan 1 gram lotion yang diletakkan di tengah kaca bulat
kemudian ditimpa dengan kaca bulat lain dan diberi beban hingga 125 gram.
Setelah didiamkan selama 1 menit, diameter rata-rata yang terbentuk dari hasil
04. Viskositas lotion dilihat dari skala yang tertera pada alat. Pengukuran
viskositas yang dilakukan untuk mengetahui kekentalan lotion ini dilakukan dua
kali yaitu segera setelah dibuat dan setelah lotion disimpan selama satu bulan.
daya sebar akan menjadi lebih besar. Hal ini dikarenakan viskositas berbanding
terbalik dengan daya sebar. Semakin kecil viskositas sediaan maka daya sebar
pemisahan fase emulsi. Namun mengingat emulsi merupakan sistem yang tidak
stabil secara termodinamika (Allen, 2002), maka perlu untuk mengetahui seberapa
besar perubahan viskositas dan pemisahan fase emulsi yang terjadi yang masih
Berikut ini merupakan data hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas
Berdasarkan data dari tabel IV, dapat dilihat bahwa tiap formula
rendah mempunyai daya sebar yang lebih besar dan viskositas yang lebih kecil
daripada formula lotion yang menggunakan polysorbate 80 level tinggi. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa daya sebar dan viskositas mempunyai hubungan yang
berbanding terbalik. Perubahan viskositas yang paling rendah dan stabilitas emulsi
yang paling tinggi terjadi pada formula a yang menggunakan gliserin level tinggi
bahwa formula a merupakan formula lotion yang paling stabil daripada formula
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik lotion kemudian diolah
dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas lotion. Hasil perhitungannya tercantum
1. Daya Sebar
lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain faktorial
menunjukkan bahwa besarnya efek gliserin terhadap daya sebar adalah |-0,18|;
42
mempunyai efek yang paling dominan terhadap daya sebar lotion daripada
gliserin dan interaksi keduanya. Gliserin bernilai negatif yang berarti bahwa
adanya gliserin dalam lotion akan menurunkan daya sebar lotion. Demikian
juga dengan polysorbate 80 yang bernilai negatif yang berarti bahwa adanya
9 9
8 gliserin
Daya sebar (cm)
polysorbate 8
80
7.5 7.5
level tinggi level tinggi
polysorbate gliserin
7 7
80
6.5 6.5
6 6
20 24 28 32 36 40 44 17 20 23 26 29 32 35
Gliserin (gram ) Polysorbate 80 (gram )
(11a) (11b)
Gambar 11. Grafik hubungan antara daya sebar-gliserin (11a) dan grafik
hubungan antara daya sebar-polysorbate 80 (11b)
43
(gambar 11a).
rendah dan level tinggi akan menurunkan daya sebar lotion. Akan tetapi
penurunan daya sebar lotion pada penggunaan gliserin level rendah lebih besar
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 11a dan 11b). Efek daya sebar yang
diinginkan daya sebar yang lebih besar dapat dilakukan dengan menurunkan
daya sebar sehingga dengan sedikit saja perubahan level polysorbate 80 akan
2. Viskositas
lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain faktorial
|-4,17|; efek polysorbate 80 sebesar 17,7 ; dan efek interaksi keduanya sebesar
44
viskositas lotion.
40 40
level
35 35
rendah
30 level tinggi 30 gliserin
Viskositas (dPa.s)
Viskositas (dPa.s)
polysorbate
25 80 25
20 20 level tinggi
gliserin
level
15 15
rendah
10 polysorbate 10
80
5 5
20 24 28 32 36 40 44 17 20 23 26 29 32 35
Gliserin (gram ) Polysorbate 80 (gram )
(12a) (12b)
Gambar 12. Grafik hubungan antara viskositas-gliserin (12a) dan grafik
hubungan antara viskositas-polysorbate 80 (12b)
(gambar 12a).
45
higroskopis. Sehingga dengan semakin banyak air yang berasal dari gliserin
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 12a dan 12b). Efek viskositas lotion
3. Perubahan Viskositas
viskositas lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain
viskositas lotion sebesar 0,19 ; efek polysorbate 80 sebesar 9,14 ; dan efek
fase eksternal maka fase eksternal akan bertambah banyak yang akan
42 42
(13a) (13b)
Gambar 13. Grafik hubungan antara perubahan viskositas-gliserin (13a) dan
grafik hubungan antara perubahan viskositas-polysorbate 80 (13b)
level rendah dan gliserin level tinggi akan meningkatkan perubahan viskositas
lotion. Peningkatan perubahan viskositas lotion yang lebih besar terjadi jika
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 13a dan 13b). Efek perubahan
4. Stabilitas Lotion
viskositas lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain
lebih dominan terhadap stabilitas lotion daripada gliserin dan polysorbate 80.
100.8 100.8
level
100.4 rendah 100.4
level tinggi polysorbate level tinggi
Stabilitas lotion (%)
100 polysorbate gliserin
98.8
98.8
98.4
98.4
98
98
20 24 28 32 36 40 44
17 20 23 26 29 32 35
Gliserin (gram ) Polysorbate 80 (gram )
(14a) (14b)
Gambar 14. Grafik hubungan antara stabilitas lotion-gliserin (14a) dan
grafik hubungan antara stabilitas lotion-polysorbate 80 (14b)
(gambar 14a).
penggunaan gliserin level tinggi akan menurunkan stabilitas lotion (gambar 14b).
D. Optimasi Formula
di mana formula tersebut memiliki sifat fisik yang diharapkan. Sifat fisik yang
Spreadabilty lotion menggambarkan sifat fisik lotion yang dapat dilihat dari daya
50
sebar dan viskositas lotion. Daya sebar mempengaruhi pemerataan sediaan saat
stabilitas lotion berhubungan dengan kestabilan sediaan. Lotion dengan daya sebar
3asi.
Hasil pengukuran sifat fisik lotion yang berupa daya sebar, viskositas,
perubahan viskositas, dan stabilitas lotion dapat dibuat contour plot. Contour plot
masing-masing uji sifat fisik dapat ditentukan area optimum untuk mendapatkan
respon yang dikehendaki. Area tersebut digabungkan dalam contour plot super
1. Daya Sebar
faktorial untuk daya sebar lotion Virgin Coconut Oil adalah Y = 12,4028 -
dalam rentang daya sebar yang optimum. Daya sebar 7,5 cm sampai 8 cm
2. Viskositas
viskositas tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Viskositas yang terlalu
terlalu kecil akan merepotkan konsumen karena sediaan terlalu cair sehingga
3. Perubahan Viskositas
50 dPa.s yang lebih kental daripada 780 mPa.s yang diharapkan mempunyai
perubahan viskositas kurang dari 15%. Perubahan viskositas yang kecil ini
54
dikarenakan nilai viskositas lotion dalam penelitian lebih besar dari perubahan
terjadi maka perubahan viskositas yang terjadi akan semakin kecil, akan tetapi
perubahan viskositas yang terjadi dalam penelitian ini lebih besar dari 15%.
viskositas lotion rata-rata sebesar 25% lebih disukai daripada formula yang
lain. Dengan perubahan viskositas sebesar 25%, lotion masih dapat diterima
4. Stabilitas Lotion
Persamaan desain faktorial untuk stabilitas lotion Virgin Coconut Oil adalah
dikehendaki yaitu tidak terlalu kecil karena semakin besar stabilitas lotion (
100%) maka lotion akan semakin stabil. Rentang stabilitas lotion 99,5%
sampai 100% dipilih sebagai rentang yang optimum berdasarkan pada sensory
optimum dari tiap-tiap uji sifat fisik yang kemudian digabungkan menjadi satu
contour plot yang disebut contour plot super imposed sebagai berikut :
56
komposisi optimum lotion Virgin Coconut Oil dengan sifat fisik yang
dikehendaki dalam batas level yang diteliti, yaitu 24 gram sampai 40 gram
fisik lotion terutama viskositas dan perubahan viskositas. Area yang diwarnai
pada contour plot super imposed dianggap sebagai formula optimum lotion
A. Kesimpulan
stabilitas lotion.
B. Saran
1. Perlu dilakukan standarisasi kadar asam laurat dalam Virgin Coconut Oil
57
58
5. Perlu dilakukan uji iritasi primer pada hewan uji untuk meyakinkan bahwa
masuknya asam laurat ke dalam stratum germinativum dan kadar asam laurat
minimum yang dapat memicu pembentukan sel kulit baru sehingga lotion
Virgin Coconut Oil yang dibuat dapat juga dikatakan sebagai sediaan yang
DAFTAR PUSTAKA
Anger, C.B., Rupp, D., Lo, P., and Takruri, H., 1996, Preservation of Dispersed
Systems, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., (Eds.),
Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 2, Second
Edition, Revised and Expanded, 397, Marcel Dekker, Inc., New York.
Anonim, 1976, Merck Index, 9th Edition, 581-582, Merck & Co., Inc., USA.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 72, 413, 687, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
59
60
Boylan, J.C., Cooper, J., and Chowhan, Z.T., 1986, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 63-65, 227, 299-300, 334-335, American Pharmaceutical
Association, Washington.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation: An Update, Pharmaceutical Technology, September, 90,
http://www.pharmtech.com. Diakses pada 22 April 2006.
60
61
Jellinek, J.S., 1970, Formulation and Function of Cosmetics, 4-10, 351-352, John
Wiley & Sons, Inc., USA.
Rawling, A., 2002, The Skin Moisturizer, 245, 259, 560, Marcel Dekker, Inc.,
New York.
Rieger, M.M., Surfactants, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S.,
(Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 1,
Second Edition, Revised and Expanded, 267, Marcel Dekker, Inc., New
York.
Shilhavy, B., 2005, Virgin Coconut Oil, Tropical Traditional, Inc., Philipines.
Smolinske, S.C., 1992, Handbook of Food, Drug and Cosmetic Excipient, 203,
CRC Press, USA.
Sukartin, J.K., dan Sitanggang, M., 2005, Gempur Penyakit dengan VCO, 4, 14-
17, 22-25, AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 141, 316-343, 381-
382, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wilkinson, J.B., and More, R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th Ed., 50-51, 69,
Chemical Publishing Company, Inc., New York.
Young, A., 1972, Practical Cosmetic Science, 17-21, 53-55, 102, Mills & Boon
Limited, London.
Zatz, J.L., Berry, J.J., and Alderman, D.A., 1996, Viscosity-Imparting Agents in
Disperse Systems, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S.,
(Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 1,
Second Edition, Revised and Expanded, 290-291, Marcel Dekker, Inc., New
York.
61
62
LAMPIRAN
Formula 1 a b ab
VCO (gram) 110,4 110,4 110,4 110,4
Gliserin (gram) 24 40 24 40
Minyak lemon (gram) 6,27 6,27 6,27 6,27
Cetyl alcohol (gram) 6,4 6,4 6,4 6,4
Polysorbate 80 (gram) 20 20 32 32
Nipagin (gram) 5,2 5,2 5,2 5,2
Asam stearat (gram) 9,6 9,6 9,6 9,6
TEA (gram) 2,6 2,6 2,6 2,6
Aquadest (gram) 80 80 80 80
62
63
b. Formula a
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan viskositas
1 13,2 8,9 27,0491803
2 12,4 9,4 22,9508196
3 12,8 8,4 31,1475409
4 12,4 9,6 21,3114754
5 11,6 9,3 23,7704918
6 10,8 9,3 23,7704918
x 12,2 9,15 24,99999997
SD 0,86719335 0,432434966 3,544548882
63
64
c. Formula b
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan viskositas
1 33,125 23,125 32,1100917
2 33,750 18,750 44,9541284
3 33,750 20,000 41,2844036
4 35,000 23,750 30,2752293
5 33,750 23,750 30,2752293
6 35,000 25,625 24,7706422
x 34,0625 22,5 33,94495408
SD 0,765465544 2,592055169 7,609703238
d. Formula ab
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan viskositas
1 23,750 13,2 46,7563025
2 24,375 15,4 37,8823529
3 23,750 15,4 37,8823529
4 25,625 15,4 37,8823529
5 25,000 15,4 37,8823529
6 26,250 15,4 37,8823529
x 24,79166667 15,033333333333 39,3613445
SD 1,020620726 0,898146239 3,622774754
64
65
65
66
b. Formula a
Volume lotion stabil pada tabung (ml)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20
1 20 20 20 20 20 20
3 20 20 20 20 20 20
5 20 20 20 20 20 20
7 20 20 20 20 20 20
14 20 20 20 20 20 20
21 20 20 20 20 20 20
28 20 20 19,8 19,8 20 20
30 20 20 19,8 19,8 20 20
x 20 20 19,95555 19,95555 20 20
66
67
c. Formula b
Volume lotion stabil pada tabung (ml)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20
1 20 20 20 20 20 20
3 20 20 20 20 20 20
5 20 20 20 20 20 20
7 20 20 20 20 20 20
14 20 20 20 20 20 20
21 20 20 20 20 20 20
28 19,8 19,5 19,5 19,5 19,5 19,7
30 19,8 19,5 19,5 19,5 19,5 19,7
x 19,95555 19,88888 19,88888 19,88888 19,88888 19,93333
67
68
d. Formula ab
Volume lotion stabil pada tabung (ml)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20
1 20 20 20 20 20 20
3 20 20 20 20 20 20
5 20 20 20 20 20 20
7 20 20 20 20 20 20
14 19,6 19,5 19,5 19,6 19,6 19,5
21 19,3 19,3 19,2 19,5 19,5 19,3
28 19,0 19,0 18,8 19,3 19,0 19,0
30 19,0 19,0 18,8 19,3 19,0 19,0
x 19,65555 19,64444 19,58888 19,74444 19,67777 19,64444
68
69
Polysorbate
Formula Gliserin Interaksi Respon (cm)
80
1 - - + 8,1166666666
a + - - 7,6666666666
b - + - 6,7500
ab + + + 6,8333333333
Efek faktor A =
(a − 1) + (ab − b )
2
=
(7,666666666 − 8,1166666666) + (6,8333333333 − 6,7500)
2
= −0,183333333
Efek faktor B =
(b − 1) + (ab − a )
2
=
(6,7500 − 8,1166666666) + (6,8333333333 − 7,6666666666)
2
= −1,1000
Interaksi =
(ab − b ) − (a − 1)
2
=
(6,8333333333 − 6,7500) − (7,6666666666 − 8,1166666666)
2
= 0,266666666
Persamaan Umum :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
Formula a
Formula b
69
70
Formula ab
b12 = 0,002777777776
16 b1 = - 1,338888888
b1 = - 0,083680555
70
71
12 b2 = - 2,166666665
b2 = - 0,180555555
8,1166666666= b0+20(-0,083680555)+24(-0,180555555)+480(0,0027777776)
b0 = 12,40277775
71
72
Polysorbate Respon
Formula Gliserin Interaksi
80 (dPa.s)
1 - - + 11,266666666
a + - - 12,2
b - + - 34,0625
ab + + + 24,79166667
Efek faktor A =
(a − 1) + (ab − b )
2
=
(12,2 − 11,266666666) + (24,79166667 − 34,0625)
2
= −4,168749995
Efek faktor B =
(b − 1) + (ab − a )
2
=
(34,0625 − 11,266666666) + (24,79166667 − 12,2)
2
= 17,69375001
Interaksi =
(ab − b ) − (a − 1)
2
=
(24,79166667 − 34,0625) − (12,2 − 11,266666666)
2
= −5,102083335
Persamaan Umum :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
Formula a
Formula b
72
73
Formula ab
b12 = - 0,053146701
16 b1 = 17,94027779
b1 = 1,121267362
73
74
12 b2 = 38,10208334
b2 = 3,175173602
b0 = - 53,6368056
74
75
Polysorbate
Formula Gliserin Interaksi Respon (%)
80
1 - - + 30,02958573
a + - - 24,99999997
b - + - 33,94495408
ab + + + 39,3613445
Efek faktor A =
(a − 1) + (ab − b )
2
=
(24,99999997 − 30,02958573) + (39,3613445 − 33,94495408)
2
= 0,193266545
Efek faktor B =
(b − 1) + (ab − a )
2
=
(33,94495408 − 30,02958573) + (39,3613445 − 24,99999997 )
2
= 9,13835644
Interaksi =
(ab − b ) − (a − 1)
2
=
(39,3613445 − 33,94495408) − (24,99999997 − 30,02958573)
2
= 5,22298809
Persamaan Umum :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
Formula a
Formula b
75
76
Formula ab
b12 = 0,054406125
16 b1 = - 22,43954576
b1 = - 1,40247161
76
77
12 b2 = - 11,75359565
b2 = - 0,979466304
30,02958573 = b0+24(-1,40247161)+20(-0,979466304)+480(0,054406125)
b0 = 57,16329045
77
78
Polysorbate
Formula Gliserin Interaksi Respon (%)
80
1 - - + 99,388885
a + - - 99,92592333
b - + - 99,53703167
ab + + + 98,29629167
Efek faktor A =
(a − 1) + (ab − b )
2
=
(99,92592333 − 99,388885) + (98,29629167 − 99,53703167 )
2
= −0,351850835
Efek faktor B =
(b − 1) + (ab − a )
2
=
(99,53703167 − 99,388885) + (98,29629167 − 99,92592333)
2
= −0,740742495
Interaksi =
(ab − b ) − (a − 1)
2
=
(98,29629167 − 99,53703167 ) − (99,92592333 − 99,388885)
2
= −0,888889165
Persamaan Umum :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
Formula a
Formula b
78
79
Formula ab
b12 = - 0,009259262135
16 b1 = 3,499998333
b1 = 0,218749895
79
80
12 b2 = 2,814814165
b2 = 0,234567847
99,388885 = b0+24(0,218749895)+20(0,234567847)+480(-0,009259262135)
b0 = 93,8919764
80
Lampiran 7. Rekapitulasi Sensory Assessment
1. Formula 1
Responden
Kriteria penilaian x
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
81
2. Formula a
Responden
Kriteria penampilan x
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
82
3. Formula b
Responden
Kriteria penilaian x
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
83
4. Formula ab
Responden
Kriteria penilaian x
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
84
85
(a)
(b)
85
86
(formula 1) (formula a)
86
87
BIOGRAFI PENULIS
87