Anda di halaman 1dari 102

PEMANFAATAN LEMAK COKELAT

SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SOLID PERFUME


BERBASIS MINYAK MELATI

SKRIPSI

NOVIA SURYANI

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
PEMANFAATAN LEMAK COKELAT
SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SOLID PERFUME
BERBASIS MINYAK MELATI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

NOVIA SURYANI
11150960000032

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
ABSTRAK

NOVIA SURYANI. Pemanfaatan Lemak Cokelat sebagai Bahan Baku Solid


Perfume Berbasis Minyak Melati. Dibimbing oleh HENDRAWATI dan
YENNY MELIANA

Lemak cokelat (lemak kakao) diperoleh dari hasil samping pembuatan cokelat
bubuk yaitu hasil dari pengempaan mekanis menggunakan alat press hidrolik.
Keunggulan lemak cokelat di bidang kecantikan digunakan sebagai sumber
vitamin E yang mempunyai manfaat untuk kulit, yaitu pelembut dan pelembab
kulit. Melati dapat digunakan sebagai pengharum teh, bahan baku industri parfum,
dan kosmetik. Tujuan penelitian ini untuk menentukan komposisi optimum
konsentrasi lemak cokelat pada formulasi solid perfume. Solid perfume dibuat
dengan cara melelehkan lemak cokelat dan beeswax pada suhu 1000C dan
mencampurkannya dengan fragrance yaitu minyak melati. Pada penelitian ini
dilakukan formulasi tekstur solid perfume dengan konsentrasi lemak cokelat
(w/w) yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% serta kekuatan aroma solid perfume
dengan penambahan fiksatif berupa minyak nilam. Pengujian yang dilakukan pada
solid perfume meliputi: Uji kekerasan, uji homogenitas, uji stabilitas fisik, uji titik
leleh, uji antioksidan dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi lemak cokelat mempengaruhi karakteristik fisik solid perfume. Produk
solid perfume yang paling optimum berdasarkan tingkat kesukaan panelis adalah
solid perfume dengan konsentrasi lemak cokelat 30% dengan skor 3,63 dan 3,73.
Solid perfume konsentrasi lemak cokelat 30% memiliki aktivitas antioksidan yang
relatif lemah dengan nilai IC50 237,83 ppm untuk solid perfume tanpa minyak
nilam dan 201,98 ppm untuk solid perfume dengan penambahan minyak nilam.

Kata Kunci: Lemak cokelat, minyak melati, solid perfume, antioksidan


ABSTRAK

NOVIA SURYANI. Utilization of Chocolate Fat as a Raw Material for Solid


Perfume Based on Jasmine Oil. Dibimbing oleh HENDRAWATI dan YENNY
MELIANA

Chocolate fat (cacao fat) is obtained from the by product of chocolate powder
making, which is the result of mechanical pressing using a hydrolic press. The
advantages of chocolate fat in the field of beauty are used as a source of vitamin E
which has benefits for the skin, namely skin softener and moisturizer. Jasmine can
be used as tea fragrances, raw materials for perfume, and cosmetics. The purpose
of this study is to determine the optimum concentration of chocolate fat on solid
perfume. Solid perfume made by melting chocolate fat and beeswax at 1000C and
mixing it with fragrance, jasmine oil. In this study texture of solid perfume
formulations was conducted with concentrations (w / w) 10%, 20%, 30%, 40%
and 50% of chocolate fat and the strength of the aroma of solid perfume with
patchouli oil as fixative addition. Tests carried out include: Hardness test,
homogenenity test, physical stability test, melting point test, antioxidant test, and
organoleptic test. The result showed that the concentration of chocolate fat affects
the physical characteristics of the solid perfume. The optimum product of solid
perfume based on panelis organoleptic test is solid perfume with concentration
chocolate fat 30% with score of 3.63 and 3.37. Solid perfume with concentration
chocolate fat 30% has relatively weak antioxidant activity with a IC50 values of
237.83 ppm for solid perfume without patchouli oil and 201.98 ppm for solid
perfume with patchouli oil

Keywords: Chocolate fat, jasmine oil, solid perfume, antioxidant


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skipsi. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan

lainnya, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa.

Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Lemak Cokelat Sebagai Bahan

Baku Pembuatan Solid Perfume Berbasis Minyak Melati”. Dalam penulisan

skripsi ini, pada dasarnya penulis mengalami banyak halangan dan rintangan

dalam penulisan skripsi akan tetapi karena adanya bantuan, bimbingan dan arahan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin memberikan ucapan

terima kasih kepada semua pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

1. Dr. Hendrawati, M.Si, selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, bimbingan, nasihat serta arahan dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini

2. Dr. Yenny Meliana, M.Si, selaku pembimbing II yang telah membimbing dan

memberikan saran dalam penyelesaian penelitian ini

3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si, selaku penguji I dan Ketua Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Ahmad Fathoni, M.Si, selaku penguji II yang telah memberikan kritik, saran

dan ilmu yang sangat bermanfaat dari awal penelitian hingga tahap akhir

penyusunan skripsi ini

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud, selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viii
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

7. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan memberi

dukungan yang tiada hentinya

8. Kak Melati Septiyanti, M.T, yang selalu memberikan arahan di laboratorium

dan saran mengenai penelitian ini

9. Widyani, Tias, Kinanthy, Istianah, Muizzah, Erni, Lusi, dan Amalia teman

seperjuangan selama kuliah di kimia yang selalu membantu penulis dan

memberikan dukungan tiada hentinya

10. Ade, Eka, Roy, Eko, dan Shifa sebagai teman dalam riset di laboratorium

polimer LIPI PUSPITEK yang selalu membantu penulis selama proses

penelitian

11. Teman-teman Kimia 2015, kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah

membantu dan memotivasi penulis dalam melakukan penelitian dan

menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang membantu hingga tersusunnya skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu

Penulis berharap semooga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan

menjadi salah satu jembatan ilmu dikemudian hari

Jakarta, Januari 2020

Novia Suryani

ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
1.3 Hipotesis Penelitian.............................................................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6
2.1 Tanaman Cokelat (Kakao) ................................................................................... 6
2.2 Minyak Melati .................................................................................................... 10
2.3 Kosmetik ............................................................................................................ 11
2.4 Solid Perfume ..................................................................................................... 12
2.5 Antioksidan ........................................................................................................ 16
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ............................................. 17
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................ 19
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................... 19
3.3 Diagram Alir Penelitian ..................................................................................... 20
3.4 Karakterisasi Lemak Cokelat ............................................................................. 21
3.4.1 Analisis Asam Lemak bebas (SNI 3748:2009) ....................................... 21
3.4.2 Bilangan Penyabunan (SNI 3748:2009) .................................................. 21
3.4.3 Uji antioksidan (Molyneux, 2004)........................................................... 21
3.5 Karakterisasi Minyak Melati .............................................................................. 23
3.5.1 Komposisi Kimia Minyak Melati (Hidayat et al., 2014)......................... 23
3.5.2 Indeks Bias Minyak Melati...................................................................... 23
3.6 Formulasi Solid Perfume .................................................................................... 23
3.7 Pembuatan Solid Perfume .................................................................................. 24

x
3.8 Evaluasi Sediaan Solid perfume ......................................................................... 24
3.8.1 Uji pH ...................................................................................................... 24
3.8.2 Uji Tingkat Kekerasan ............................................................................. 24
3.8.3 Uji Stabilitas Fisik (Nurany et al., 2018)................................................. 24
3.8.4 Uji Homogenitas (Nurany et al., 2018) ................................................... 25
3.8.5 Uji Titik Leleh (Depkes RI, 1995)........................................................... 25
3.8.6 Uji Organoleptik (Nurany et al., 2018) ................................................... 25
3.8.7 Analisa Gugus Fungsi .............................................................................. 26
3.8.8 Uji Antioksidan (Molyneux, 2004) ......................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 27
4.1 Karakterisasi Lemak Cokelat ............................................................................. 27
4.2 Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat ......................................................... 28
4.3 Karakterisasi Minyak Melati .............................................................................. 30
4.3.1 Komposisi Kimia ..................................................................................... 30
4.3.2 Indeks Bias .............................................................................................. 32
4.4 Evaluasi Sediaan Solid perfume ......................................................................... 33
4.4.1 Uji pH ...................................................................................................... 33
4.4.2 Uji Tingkat Kekerasan ............................................................................. 33
4.4.3 Uji Homogenitas ..................................................................................... 35
4.4.4 Uji Stabilitas Fisik ................................................................................... 36
4.4.5 Uji Titik Leleh ......................................................................................... 38
4.4.6 Uji Organoleptik ...................................................................................... 39
4.4.7 Hasil Uji Kualitas Solid Perfume Secara Keseluruhan ............................ 49
4.4.8 Analisa Gugus Fungsi .............................................................................. 50
4.4.9 Uji Aktivitas Antioksidan ........................................................................ 52
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 54
5.1 Simpulan ............................................................................................................ 54
5.2 Saran ................................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 55
LAMPIRAN ............................................................................................................... 61

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat Mutu Lemak Cokelat (SNI 3748:2009) ........................................ 9


Tabel 2. Beberapa Sifat Kimia Lemak Cokelat (Ketaren,1986) .......................... 10
Tabel 3. Formulasi Sediaan Solid Perfume .......................................................... 23
Tabel 4. Karakterisasi Lemak Cokelat ................................................................. 27
Tabel 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat .................................... 29
Tabel 6. Hasil Analisis GC-MS Lemak Cokelat .................................................. 30
Tabel 7. Hasil Analisa Tingkat Kekerasan Menggunakan Penetrometer ............. 34
Tabel 8. Hasil Pengamatan Organoleptik dan Stabilitas Fisik Solid Perfume ..... 36
Tabel 9. Hasil Analisa Titik Leleh Solid perfume ................................................ 38
Tabel 10. Rerata Tingkat Kesukaan Tekstur Solid perfume ................................. 39
Tabel 11. Rerata Tingkat Kesukaan Warna Solid perfume .................................. 41
Tabel 12. Rerata Tingkat Kesukaan Aroma Solid Perfume ................................. 42
Tabel 13. Rerata Tingkat Kesukaan Penampakan Solid perfume......................... 44
Tabel 14. Rerata tingkat kesukaan Kelembaban solid perfume ........................... 45
Tabel 15. Rerata Tingkat Kesukaan Kenyamanan Dikulit Solid perfume ........... 46
Tabel 16. Rerata Tingkat Kesukaan Homogenitas Solid perfume........................ 47
Tabel 17. Rerata Tingkat Kesukaan Umum Solid perfume .................................. 48
Tabel 18. Hasil Uji Kualitas Solid Perfume Secara Keseluruhan ........................ 49
Tabel 19. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Solid Perfume ............................ 53

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses produksi dari biji Cokelat ( Hii et al., 2009 ) ........................... 8
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 20
Gambar 3. Grafik Tingkat Kekerasamn Solid perfume ....................................... 33
Gambar 4. Homogenitas Solid Perfume Lemak Cokelat 10% ............................ 35
Gambar 5. Homogenitas Solid Perfume Lemak Cokelat 30% ............................ 35
Gambar 6. Homogenitas Solid Perfume Lemak Cokelat 50% ............................ 35
Gambar 7. Pola Spektrum Analisa Gugus Fungsi pada Solid Pefume ................ 50
Gambar 8. Pola Spektrum Analisa Gugus Fungsi pada Solid Pefume dengan
Minyak Nilam .................................................................................. 50

xiii
1 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Analisis Asam Lemak Bebas ...................................... 61


Lampiran 2. Perhitungan Bilangan Penyabunan ................................................. 62
Lampiran 3. Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat ..................................... 63
Lampiran 4. Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ............................................ 65
Lampiran 5. GC-MS Minyak Melati ................................................................... 67
Lampiran 6. Uji Tingkat Kekerasan .................................................................... 68
Lampiran 7. Stabilitas Fisik Solid Perfume ......................................................... 69
Lampiran 8. Homogenitas Solid Perfume ........................................................... 70
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Tekstur Produk Solid perfume ........................................................ 72
Lampiran 10. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Warna Produk Solid perfume ........................................................ 73
Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Aroma Produk Solid perfume ........................................................ 74
Lampiran 12. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Penampakan Produk Solid perfume .............................................. 75
Lampiran 13. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Kelembaban Produk Solid perfume............................................... 76
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Kesukaan Terhadap
Kenyamanan Dikulit Produk Solid perfume ................................. 77
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Homogenitas Produk Solid perfume ............................................. 78
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Umum Produk Solid perfume ........................................................ 79
Lampiran 17. Pengukuran Antioksidan Solid perfume F3 (Lemak Cokelat 30%
Tanpa Minyak Nilam) ................................................................... 80
Lampiran 18. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Solid perfume F8 (Lemak
cokelat 30% dengan minyak nilam) .............................................. 82
Lampiran 19. Lembar Uji Kuisioner Organoleptik ............................................. 84

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil cokelat (kakao) terbesar ketiga di

dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah kementrian Perdagangan

menyebutkan jumlah produksi biji kakao nasional mencapai 577.000 ton pada

tahun 2009 tetapi hampir 93% dari total produksi tersebut diekspor ke

mancanegara (Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Kementrian Perindustrian,

2010).

Cokelat memiliki kandungan polifenol yang sangat tinggi. Kandungan

polifenol pada cokelat akan bervariasi tergantung kepada tingkat kematangan

buah, varietas, lingkungan tempat tumbuh, dan pengolahan. Produk-produk

turunan dari cokelat juga mempunyai kandungan polifenol. Polifenol pada setiap

produk cokelat juga akan bervariasi tergantung dengan proses pengolahannya

(Natsume et al., 2000). Senyawa polifenol merupakan senyawa kimia yang

mempunyai sifat antioksidan yang sangat penting peranannya untuk tubuh

manusia (Tohawa, 2014). Biji cokelat memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi,

biji cokelat berasal dari Sulawesi yang diekstrak menggunakan etanol memiliki

nilai IC50 sebesar 26,1% (Othman et al., 2005).

Lemak cokelat dikenal sebagai minyak Theobroma yang merupakan lemak

alami yang diperoleh dari biji cokelat. Lemak cokelat memiliki kandungan lemak

padat yang relatif tinggi. Lemak cokelat berwarna putih kekuningan dan memiliki

aroma khas cokelat melebur pada suhu 25-300C. Lemak cokelat tidak larut dalam

air, sedikit larut dalam alkohol dingin, dan larut sempurna dalam alkohol murni

1
panas dan mudah larut dalam kloroform, benzena, dan petroleum eter (Ramlah,

2017). Lemak cokelat diperoleh dari hasil samping pembuatan cokelat bubuk

yaitu hasil dari pengempaan mekanis menggunakan alat press hidrolik. Lemak

cokelat banyak digunakan sebagai bahan baku pada pengolahan produk-produk

makanan, kosmetik, dan farmasi (Hii et al., 2009).

Aplikasi lemak cokelat dapat digunakan sebagai bahan tambahan

ataupun bahan baku kosmetik yaitu hand body lotion (Ramlah, 2017), sampo

(Kasim, 2017), dan tabir surya (Sartika, 2015). Lemak cokelat dapat disesuaikan

untuk kebutuhan dan fungsi dari lemak cokelat tersebut. Menurut Ramlah (2017)

penambahan lemak cokelat pada hand body lotion menghasilkan karakteristik

produk yang dapat memperbaiki kelembaban, kadar minyak serta kehalusan kulit

yang menyertai proses penuaan akibat paparan sinar UVB serta memperbaiki

elastisitas kulit.

Menurut Aftel (2005), solid perfume dibuat dengan menggabungkan

sejumlah beeswax, minyak jojoba, dan essences yang dipanaskan kemudian

campuran dituangkan ke dalam container yang dapat mengatur dengan benar dan

tidak merubah bentuk (konsisten). Solid perfume yang berhasil dibuat dapat

divariasikan dengan mengganti fragrance yang diinginkan. Yoengsoep et al.

(2007) membuat solid perfume dengan berbagai variasi fragrance yang dapat

merelaksasi penggunanya. Fragrance yang digunakan diantaranya minyak lemon,

minyak peppermint, minyak lavender, dan minyak juniper berry yang

ditambahkan 30-50% untuk pembuatan solid perfume. Pada komposisi tersebut

memiliki efek dapat membantu kestabilan emosi dengan mengurangi zat-zat

2
berbahaya yang menyebabkan bau tidak menyenangkan, seperti formaldehid yang

menunjukkan efek deodorisasi.

Tanaman melati (Jasminum sp.) termasuk famili Oleaceae adalah tanaman

penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan jasmine oil. Minyak atsiri yang

berasal dari melati banyak digunakan untuk parfum dan kosmetika. Selain itu

bunga melati juga dimanfaatkan dalam industri teh (sebagai pemberi rasa teh) dan

aroma terapi. Berbagai jenis tanaman melati mudah dibudidayakan sebagai

tanaman pekarangan maupun perkebunan di Indonesia, terutama jenis Jasminum

sambac dan Jasminum officinale (Suyanti et al., 2003). Menurut

Hongratanaworakit (2010), Minyak melati jika dioleskan pada bagian perut dapat

menyebabkan peningkatan laju pernapasan, saturasi oksigen dalam darah, serta

tekanan darah sistolik dan diastolik. Selain itu, hasil menunjukkan bahwa minyak

melati pada penggunaannya dalam aroma terapi untuk meghilangkan depresi dan

meningkatkan suasana hati pada manusia.

Minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak dihasilkan

dan diekspor di Indonesia (Dzajuli dan Trilawati, 2004). Minyak nilam dapat

digunakan sebagai zat fiksatif yang fungsinya untuk mengikat aroma dalam

industri parfum, kosmetik, dan farmasi. Karakteristik minyak nilam adalah

memiliki titik didih yang tinggi dan aroma yang khas.

ۡ ۡ َ َۡ َ ٞ َ َ
َ ۡ َّ َ ۡ َ َ ِ ‫ِيها فَٰك َِهة َوٱنلَّ ۡخل ذات ٱۡلكم‬
١٢ ‫ وٱۡلب ذو ٱلعص ِف وٱلريحان‬١١ ‫ام‬ َ ۡ
‫ف‬
َ َ َ َ َٓ َ َ َ
) ‫(ال رحمن‬١٣ ‫ان‬ِ ‫فبِأ ِي ءاَلءِ ربِكما تك ِذب‬
“Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak

mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.

3
Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S Ar-Rahman

11-13)

Menurut Shihab (2006), dijelaskan dalam Al-Quran bahwa dimuka bumi

terdapat buah dan pohon kurma yang memiliki kelompak mayang, biji yang

berkulit dan juga bunga yang harum baunya. Selain buah kurma tersebut dimuka

bumi juga terdapat tanaman cokelat yang memiliki biji dan buah yang dapat

dimanfaatkan dalam berbagai bentuk. Melati merupakan bunga yang harum

baunya, seperti yang dijelaskan pada ayat diatas. Pemanfaatan melati dapat

berbentuk bunga maupun minyaknya. Ayat ini menjelaskan bahwa terdapat

tumbuhan yang berada di muka bumi sebagai nikmat Allah SWT yang tidak

seharusnya kita dustakan. Tumbuhan yang berada di muka bumi harus kita

manfaatkan dengan baik sehingga kita tidak lagi mendustakan nikmat yang telah

Allah SWT berikan kepada kita.

Lemak cokelat sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku maupun bahan

tambahan dari sebuah produk kosmetik. Produk yang telah dibuat berupa tabir

surya, sampo, sabun, serta handbody lotion. Lemak cokelat belum dimanfaatkan

sebagai bahan baku untuk solid perfume. Cokelat juga memiliki aktivitas

antioksidan yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini dilakukan

pemanfaatan lemak cokelat untuk bahan baku solid perfume dengan penambahan

minyak melati sebagai fragrance serta penambahan minyak nilam sebagai fiksatif.

Produk solid perfume yang dihasilkan selain sebagai parfum diharapkan dapat

memiliki fungsional lain yaitu sebagai antioksidan bagi kulit.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh kadar lemak cokelat terhadap karakteristik fisik dan

kimia solid perfume?

2. Bagaimanakah hasil uji organoleptik sediaan solid perfume dengan bahan

baku lemak cokelat?

3. Bagaimanakah aktivitas antioksidan produk solid perfume?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perubahan karakteristik fisik dan kimia solid perfume karena

perbedaan kadar lemak cokelat.

2. Berdasarkan hasil organoleptis Solid Perfume disukai oleh panelis

3. Solid Perfume yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengamati pengaruh kadar lemak cokelat terhadap karakteristik fisik dan

kimia solid perfume.

2. Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap solid perfume dengan uji

organoleptik.

3. Mengetahui aktivitas antioksidan dari produk solid perfume yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru yaitu

pemanfaatan lemak cokelat sebagai bahan baku solid perfume serta sebagai dasar

pengembangan pembuatan solid perfume.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cokelat (Kakao)

Cokelat (kakao) merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga

Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Klasifikasi

tamanan ini sebagai berikut: (Tjitrosoepomo, 1988)

Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub-division : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub-class : Dialypetalae
Order : Malvales
Family : Sterculiaceae
Species : Theobroma cacao L.

Produksi biji cokelat di Indonesia secara signifikan terus meningkat,

namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang

terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi,

keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam, dan tidak konsisten. Hal tersebut

tercermin dari harga biji cokelat Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan

potongan harga dibandingkan harga produk sama dari negara produsen lain

(Haryadi dan Supriyanto, 2001).

Cokelat dapat terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu Criollo,

Forestero, dan Trinitario. Sifat cokelat Criollo adalah pertumbuhannya kurang

kuat, daya hasil lebih rendah daripada Forestero, relatif gampang terserang hama

dan penyakit, permukaan kulit buah Criollo kasar, berbenjol, dan alurnya jelas.

Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih

6
rendah daripada Forestero tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan

citarasa khas yang baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe

Forestero. Berdasarkan tata niaga, cokelat Criollo termasuk kelompok cokelat

mulia (fine flavoured), sementara itu cokelat Forestero termasuk kelompok

cokelat lindak (bulk). Kelompok cokelat Trinitario merupakan hibrida Criollo

dengan Forestero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam demikian juga

daya dan mutu hasilnya (Wood, 1975 ).

Biji cokelat mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan

senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami

proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk cokelat berbeda

dengan mentega cokelat dan pasta cokelat. Komposisi kimia bubuk cokelat

(natural) per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal; lemak 13,5 g;

karbohidrat 53,35 g; serat 27,90 g; protein 19,59 g; air 2,58 g; dan kadar abu 6,33,

yang meliputi kalium 1495,5 mg; natrium 8,99 mg; kalsium 169,45 mg; besi

13,86 mg; seng 7,93 mg; tembaga 4,61 mg; dan mangan 4,73 mg. Komponen

senyawa bioaktif dalam bubuk cokelat adalah senyawa polifenol yang berfungsi

sebagai antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk cokelat lebih tinggi

dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang

banyak terdapat pada cokelat adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung

15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh rantai

karbon (Wahyudi et al.. 2008).

Biji buah cokelat mengandung cukup tinggi senyawa yang aktif sebagai

antioksidan, diantaranya adalah katekin 33-42%, leukosianidin 23-25%, dan

antosianin 5%. Pada biji cokelat bubuk bebas lemak mengandung 5-18% senyawa

7
polifenol seperti katekin dan antosianin (Misnawi, 2005). Sebanyak 60% dari total

fenolik pada biji kakao mentah adalah monomer flavanol (epikatekin dan katekin)

dan oligomer proanidin (dimer dan decamer) (Dreosti, 2000).

Lemak cokelat dikeluarkan dari inti biji dengan cara dikempa. Inti biji

cokelat yang masih panas dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolis dengan

dinding silinder diberi lubang-lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan

keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedang bungkil inti biji akan tertahan

didalam silinder. Rendemen lemak yang diperoleh dari pengempaan antara lain

dipengaruhi oleh suhu inti biji, kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein

inti biji, tekanan kempa, dan waktu pengempaan (Mulato, 2002).

Biji Coklat Kering

Cleaning, Microzining
Alkalization, Grinding

Pasta Cokelat

Pressing

Lemak Cokelat Cokelat Bubuk

Gambar 1. Proses produksi dari biji Cokelat ( Hii et al., 2009 )


Lemak cokelat berwarna putih kekuningan, berbentuk padat, dan

menunjukkan retakan nyata pada suhu dibawah 200C. Titik leleh yang sangat

tajam adalah pada suhu 350C dengan peleburan atau pelunakan pada suhu sekitar

300C-320C cokelat terdiri atas sejumlah gliserida dari asam-asam lemak lemak

stearat, palmitat, dan oleat serta sedikit linoleat. Lemak cokelat mempunyai sifat

penting, yaitu volumenya berkurang pada saat pemadatan yang memungkinkan

8
pencetakan blok-blok cokelat menjadi lebih mudah. Berkurangnya volume

tergantung seeding yang tepat pada lemak cair atau tempering cokelat. Pemadatan

lemak cokelat untuk mencapai volume yang diinginkan dan mendapatkan kristal

padat lembut yang stabil tanpa perubahan warna, tergantung pada produksi bentuk

polimorfik lemak yang mantap selama pendinginan dan pencetakan. Bentuk

polimorfik yang menghasilkan kristal lemak cokelat yang paling stabil adalah

bentuk ß yang mempunyai titik leleh sekitar 340C-350C (Haryadi dan Supriyanto,

2001).

Tabel 1. Syarat Mutu Lemak Cokelat (SNI 3748:2009)

No Kriteria Satuan Persyaratan

normal, khas
1 Keadaan (bau, rasa, dan warna) -
lemak cokelat
2 Indeks Bias Nd4O - 1,456-1,459
awal = 30-34
3 Titik Leleh Awal 0C, akhir 0C 0
C
akhir = 31-35
4 Asam Lemak Bebas (sebagai asam oleat) % maks 1,75
mg KOH/g
5 Bilangan Penyabunan 181-198
lemak
6 Bilangan Iod (Wijs) g/100g 33-42
7 Bahan Tak Tersabunkan % maks 0,35
maks 0,5;
8 Cemaran Logam (Pb, Cu, Fe) mg/kg maks 0,4;
maks 2,0
9 Arsen mg/kg maks 0,5

Pembuatan produk olahan cokelat harus menggunakan lemak cokelat yang

memenuhi standar yang telah ditetapkan. Syarat mutu lemak cokelat standar SNI

9
disajikan pada Tabel 1 pengujian kimiawi lemak dipakai untuk mencirikan asal

lemak dan komponen-komponen pendukungnya.

Beberapa sifat kimia yang perlu diuji adalah bilangan penyabunan

(saponification value), bilangan iod (iod value), bilangan asam (acid value),

blangan Reichert Meissle (Reichert Meissle value) serta bilangan polenske

(polenske value) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Sifat Kimia Lemak Cokelat (Ketaren,1986)

Karakteristik Nilai

Bilangan asam 1-4

Bilangan penyabunan 190-198

Bilangan iod 33-34

Bilangan Reichert Meissle 1

Bilangan polenske 0,2-0,5

2.2 Minyak Melati

Melati merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomi tinggi,

kegunaannya tidak hanya sebagai tanaman hias pot dan taman, tetapi juga sebagai

pengharum teh, bahan baku industri parfum, kosmetik, obat internasional, bunga

tabur pusara, penghias ruangan, dekorasi pelaminan, dan pelengkap upacara adat

(Suyanti et al., 2003). Melati memiliki 47 spesies yang telah dibudidayakan, tiga

diantaranya yaitu J. sambac Maid of Orleans (J. sambac Aid), J. sambac Grand

Duke of Tuscany, dan J. officinale yang berpotensi besar untuk dikembangkan di

Indonesia. Spesies J.sambac Maid of Orleans atau J. Sambac Aid adalah spesies

yang sangat popular dan telah dinobatkan sebagai bunga puspa bangsa serta

banyak digunakan untuk rangkaian bunga dan pewangi teh (Suyanti et al., 2003).

10
Komposisi kimia minyak melati spesies J. officinale yang dominan adalah

benzil asetat, kemudian diikuti oleh metil salisilat, Z. jasmine, lynalol, neurol idol

indole, dan benzil alkohol, masing-masing dengan komposisi 46,8%; 24,4%;

20,3%; 2,9%; 2,7%; 1,7%; dan 1,3%. Komposisi kimia setiap spesies dari melati

memiliki perbedaan. Hal ini menyebabkan keharuman dari spesies melati berbeda.

Melati J.sambac memiliki komponen kimia tertinggi yaitu Z. Jasmone sebanyak

34,1% sedangkan melati Gambir komponen kimia tertinggi adalah benzil asetat

dengan 46,8%. Pemberi aroma pada minyak atsiri adalah turunan benzena dengan

bau lebih spesifik adalah n propil benzena. Benzil asetat dan benzil benzoat juga

komponen pemberi aroma pada beberapa jenis bunga (Suyanti et al., 2003).

2.3 Kosmetik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika menjelaskan bahwa

kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital

bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau

melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Kosmetika berasal dari kata kosmein (yunani) yang berarti “berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri, dahulu diramu dari

bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia

tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetik untuk maksud

meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

11
2.4 Solid Perfume

Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

sehari- hari. Kata parfum sendiri berasal dari bahasa latin “per fumum” yang

berarti melalui asap. Riwayat parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno

sekitar lebih dari 4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orang-orang

menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah, dan bunga dan dicampurkan

bersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15

parfum mulai dicampur minyak dan alkohol. Meskipun demikian, parfum baru

mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam aroma

wewangian dan botol yang indah. Dalam 20 tahun terakhir ini terdapat

peningkatan yang pesat pada jumlah produksi parfum (Albano et al., 2010).

Berdasarkan pengetahuan proses evaporasi dari wangian, berikut adalah

tingkatan urutan wewangian:

1. Top notes

Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top notes

mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat. Top

note membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak lemon adalah salah satu

minyak atsiri yang termasuk top notes.

2. Middle notes

Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle note

mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi base note

yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi enak

seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart note. Minyak atsiri yang

12
termasuk dalam kategori middle notes adalah minyak lavender, minyak sereh

wangi, dan minyak kenanga.

3. Base notes

Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle

notes. Base dan middle notes adalah tema wangian utama dari sebuah parfum.

Base notes memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari notes

ini biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit

pemakaian. Wangi top dan middle notes terpengaruhi oleh wangi dari base notes

(Sabini, 2006).

Adapun komponen utama dalam sediaan solid perfume terdiri dari wax

(lilin) dan fume oil.

1. Wax (lilin)

Lilin digunakan untuk memberikan struktur padat yang kuat pada solid

perfume dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat dan mampu

mengikat fase fume oil serta harus tetap lembut dan mudah dioleskan. Lilin yang

sering digunakan dalam peran pada kekerasan kosmetik yaitu carnauba wax,

paraffin wax, ozokerites, beeswax, candelilla wax, spermaceti, ceresin

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Beeswax merupakan lilin murni yang terbentuk dari sarang lebah yang

berasal dari lebah Apis Mellifera. Setiap 8 pound madu yang dibuat oleh lebah

akan menghasilkan 1 pound beeswax. Beeswax terdiri dari 70% ester dan 30%

asam dan hidrokarbon. Beeswax dapat larut dalam minyak dan alkohol hangat dan

tidak larut pada air hangat dan alkohol dingin. Basis ini digunakan pada krim,

lotion, balm, lipstick, mascara, foundation, dan eyeshadow (Williams, 2009).

13
Beeswax memiliki titik leleh 640C (Depkes RI, 1986). Bagian beeswax

yang terdiri dari ester merupakan rantai lurus alkohol monohidrat dengan rantai

C24 dan C36 di esterifikas dengan rantai lurus asam. Kepala ester pada basis ini

adalah myricyl palmitate (Rowe et al., 2009).

2. Fume Oil (Minyak Atsiri)

Minyak atsiri yang dikenal dengan nama minyak terbang (volatile oil) atau

minyak eteris (essential oil) adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman dan

mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami

dekomposisi. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam

tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air. Sifat dari

minyak atsiri yang lain adalah mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau

wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, yang diambil dari bagian-bagian

tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh

bagian tanaman. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik seperti alkohol,

eter, petroleum, benzena, dan tidak larut dalam air (Sandler, 1952).

Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan

yang diambil hasil sulingannya. Minyak astsiri dapat digunakan sebagai bahan

baku perisa maupun pewangi (flavor and fragrance ingredients). Industri

kosmetik dan parfum menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pewangi

pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, lotion dan parfum. Industri makanan

menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau

menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri,

anti infeksi dan pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga

digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi

14
serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida

(Gunawan, 2009).

Menurut Sastohamidjojo (2004), minyak atsiri adalah senyawa mudah

menguap, minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses

destilasi. Minyak atisiri dapat diperoleh dengan cara destilasi. Prinsip destilasi

adalah untuk isolasi atau pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan

titik didih. Minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara yaitu, penyulingan

(distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent

extraction), dan esktraksi dengan lemak padat (infleunrasi). Umumnya, metode

yang paling sering digunakan adalah penyulingan. Minyak atsiri dalam industri

digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, serta

flavoring agent dalam bahan pangan atau minuman (Keraten, 1985).

Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 species

tanaman yang masuk dalam family pinaceae, labiatae, compositae, lauraceae,

myrtaceae, dan umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap

bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang/kulit dan akar. Minyak

atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga terbentuk dari hasil gedradasi

trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara sintetis (Ketaren, 1985).

Berikut adalah daftar tanaman atsiri penghasil minyak atsiri yang tumbuh

di Indonesia (Saraswati, 2012) ;

1) Akar : akar wangi, kemuning

2) Daun : nilam, cengkeh, sereh lemon, sereh wangi, sirih, mentha,

kayu putih, gandapura, jeruk purut, karmiem, krangean,

kemuning, kenikir, kunyit, selasih, kemangi

15
3) Biji : pala, lada, seledri, alpukat, kapulaga, klausena, kasturi,

kosambi.

4) Buah : adas, jeruk, jintan, kemukus, anis, ketumbar.

5) Bunga : cengkeh , kenanga , ylang–ylang , melati, sedap malam,

cempaka kuning, daun seribu, gandasuli kuning, srikanta,

angsana, srigading

6) Kulit Kayu : kayu manis, akasia, lawang, cendana, masoi, selasihan,

sintok

7) Ranting : cemara gimbul, cemara kipas

8) Rimpang : jahe, kunyit, bangel, baboan, jeringau, kencur, lengkuas,

lempuyang sari, temu hitam, temulawak, temu putri.

9) Seluruh bagian : akar kucing, bandaton, inggu, salasih, sudamala, trawas.

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang mampu menetralisir senyawa radikal bebas

sehingga kematian sel dapat terhindari. Antioksidan adalah senyawa yang mampu

menghilangkan, membersihkan, menahan oksigen reaktif atau radikal bebas dalam

tubuh. Antioksidan ditunjukan untuk mencegah dan mengobati penyakit seperti

aterosklerosis, stroke, diabetes, alzheimer, dan kanker (Aqil et al., 2006).

Winarsi mengatakan bahwa berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi

dalam dua kelompok yaitu antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan

alami) dan antiksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa bahan

kimia). Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dibagi menjadi 3

kelompok yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier.

16
Antioksidan primer disebut juga sebagai antioksidan enzimatis,

antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation

peroksidase. Enzim-enzim ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), mengubahnya

menjadi produk yang lebih stabil.

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non

enzimatis. Cara kerja non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi

berantai dari radikal bebas. Akbiatnya radikal bebas tidak bereaksi dengan

komponen seluler. Contoh antioksidan sekunder yaitu vitamin E, vitamin C, dan

flavonoid.

Antioksidan dapat bersumber dari zat-zat sintetik atau zat-zat alami hasil

isolasi. Antioksidan sintetis yang umum digunakan adalah butylated

hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), tertbutylhydroxyquinone

(TBH), asam galat, dan propil galat. Antioksidan alami dapat diperoleh dari

sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan tanaman lainnya yang mengandung

antioksidan bervitamin (vitamin A, C, dan E), asam-asam fenolat (asam ferulat,

asam klorogerat, asam elagat, dan asam kafaet), dan senyawa flavonoid seperti

kuerseti, mirisetin, apgenin, luteolin, dan kaemfenol (Rohdiana, 2001).

2.6 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan dapat dilakukan

dengan menggunakan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH). DPPH

digunakan karena merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu ruang. DPPH

ini akan menerima elektron atau radikal hidrogen dan akan membentuk molekul

diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH, baik secara transfer

17
elektron atau hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari

DPPH (Bintang, 2010).

Prosedur dengan DPPH dilakukan dengan membuat larutan DPPH dalam

metanol dengan konsentrasi 2 × 10-4 M. Dibuat serangkaian larutan sampel dari

ketiga fraksi ekstrak dengan variasi konsentrasi menggunakan pelarut metanol.

Dari masing-masing larutan ditambahkan 2 mL larutan DPPH, sehingga diperoleh

serangkaian larutan dengan konsentrasi sampel yang berbeda. Diamkan selama 30

menit (dihitung setelah penambahan larutan DPPH), kemudian ukur

absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Data absorbansi yang diperoleh

digunakan untuk menentukan % inhibisi. Dari kurva % inhibisi dengan kurva

konsentrasi sampel, dapat diperoleh nilai IC50 ekstrak dengan analisis statistik

menggunakan regresi linear (Bintang, 2010).

Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan,

larutan akan berubah warna dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi

pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur dengan

stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap

oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Bintang, 2010).

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2019 di Laboratorium

Polimer, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit

Kimia –LIPI) Puspitek Serpong.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik,

alat gelas, pemanas listrik, magnetic stirrer, spektrofotometer UV VIS merek

Cary 60, penetrometer, refraktometer merek Atago RX-5000 dan FTIR (Fourier

Transform InfraRed) merek Shimadzu IR Prestige-21, GC-MS (Gas

Chromatogrpahy-Mass Spectrometry) merek Agilent 7890B dengan MSD 5977A.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemak cokelat

yang berasal dari hasil samping pembuatan cokelat (Pusat Penelitian Bioteknologi

LIPI), bahan untuk pembuatan solid perfume adalah beeswax (Brataco), minyak

melati (Brataco), minyak alpukat (Brataco), minyak nilam, reagen untuk

pengujian yaitu Asam Klorida, Etanol 95%, Natrium Hidroksida (Merck), Kalium

Hidroksida (Merck), indikator fenolftalein.

19
3.3 Diagram Alir Penelitian

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

20
3.4 Karakterisasi Lemak Cokelat

3.4.1 Analisis Asam Lemak bebas (SNI 3748:2009)

Erlenmeyer kosong ditimbang. Sebanyak 7,05 g  0,05 g sampel lemak

cokelat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 75 ml larutan

etanol 95% panas dan sudah dinetralkan. Lalu, ditambahkan 2 ml indikator pp dan

dititasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak

berubah selama 30 detik). Lakukan penetapan duplo dan dihitung kadar asam

lemak bebas dalam sampel dengan rumus sebagai berikut:

3.4.2 Bilangan Penyabunan (SNI 3748:2009)

Lemak cokelat ditimbang 5 gr dan dimasukkan kedalam erlenmeyer

ukuran volume 250-300 ml. Ditambahkan 50 ml larutan KOH-Alkohol dan

dimasukkan batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan

dididihkan di atas penangas air selama 1 jam sampai selesai penyabunan (harus

terlihat jernih homogen juga tidak berubah kalau diencerkan dengan air). Dibilas

alat pendingin dengan aquades, larutan didinginkan. Setelah dingin dtambahkan

indicator pp ke dalam larutan tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N

sampai larutan berubah menjadi tidak berwarna. Dilakukan penetapan duplo serta

larutan blanko. Dihitung bilangan penyabunan dengan rumus berikut:

3.4.3 Uji antioksidan (Molyneux, 2004)

Lemak cokelat dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi 250, 500, 750,

dan 1000 ppm. Antioksidan sintetik asam askorbat digunakan sebagai pembading

21
dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut etanol konsentrasi

2, 4, 6, 8 ppm. Larutan DPPH dibuat dengan melarutkan Kristal DPPH dalam

pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH

1 mM dilakukan dalam kondisi suhu rendah dan terlindung cahaya matahari.

Larutan sampel dan larutan antioksidan asam askorbat yang telah dibuat,

masing-masing diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan 0,5 mL larutan DPPH

1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label. Campuran tersebut

kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit dan diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari

larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL pelarut etanol dengan 0,5 mL

larutan DPPH 1 mL dalam tabung reaksi. Aktivitas antioksidan dari masing-

masing sampel dan antioksidan pembanding asam askorbat dinyatakan dengan

persen inhibisi, yang dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada

sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regreasi linear yang

diperoleh dalam bentuk persamaan y=a+bx, digunakan untuk mencari nilai IC50

(Inhibitor Concentration 50%) dari masing-masing smapel dengan menyatakan

nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC 50. Nilai IC50

menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk

mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.

22
3.5 Karakterisasi Minyak Melati

3.5.1 Komposisi Kimia Minyak Melati (Hidayat et al., 2014)

Analisis komposisi minyak melati dilakukan menggunakan alat GC-MS.

Jenis GC yang digunakan adalah Agilent 7890B dan HP 5977A untuk MS

detektor. Digunakan split injeksi pada suhu 2500C dan volume injeksi 1 µL

dengan fase gerak gas helium. Kecepatan fasa gerak adalah 1 mL/menit. Jenis

kolom yang digunakan adalah jenis HP-5-MS-UI. Kolom oven diprogram dengan

temperatur awal kolom 400C selama 1 menit di programkan dengan kenaikan suhu

100C/menit sampai suhu akhir 2800C.

3.5.2 Indeks Bias Minyak Melati

Alat refraktometer dihidupkan dan dibersihkan menggunakan etanol.

Setelah bersih diteteskan minyak melati kedalam prisma refraktometer dan

ditutup. Selanjutnya ditekan tombol start untuk membaca indeks bias minyak

melati.

3.6 Formulasi Solid Perfume

Total sediaan yang dibuat untuk satu formula adalah 10 gr dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi Sediaan Solid Perfume

Komposisi Formula (%)


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10
Lemak Cokelat 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50
Beeswax 50 40 30 20 10 50 40 30 20 10
Minyak Alpukat 10 10 10 10 10 9,9 9,9 9,9 9,9 9,9
Minyak Melati 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Minyak Nilam - - - - - 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

23
3.7 Pembuatan Solid Perfume

Lemak cokelat dan beeswax ditimbang sesuai dengan formulasi.

Selanjutnya dimasukkan kedalam beaker glass dan dipanaskan di atas hotplate

dengan suhu 1000C. Setelah campuran meleleh, ditambahkan dengan minyak

fragrance lalu distrirer selama 15 menit. Lelehan segera dimasukkan kedalam pot

untuk sediaan solid perfume.

3.8 Evaluasi Sediaan Solid perfume

3.8.1 Uji pH

Sediaan solid perfume dilelehkan di penangas listrik. Lelehan tersebut

dicelupkan kertas pH universal. Dicocokan perubahan warna kertas universal

sesuai tabel strip dikemasan.

3.8.2 Uji Tingkat Kekerasan

Penetrometer disiapkan pada tempat yang datar dan pasang universal cone.

Ditambah pemberat (weight) 50 gr pada penetrometer. Berat universal cone + test

rod + pemberat (a gram) dicatat. Solid perfume disiapkan dan letakan pada dasar

penetrometer. Jarum penunjuk diatur sehingga permukaan sampel tepat

bersinggungan dengan ujung universal cone dan jarum pada skala menunjukkan

angka nol. Tekan tuas (lever/clutch) penetrometer selama 5 detik (t). Skala dibaca

pada alat yang menunjukan kedalaman penetrasi universal cone ke dalam sampel

(b mm). kekerasan solid perfume adalah b/a/t dengan satuan mm/gr/dt.

3.8.3 Uji Stabilitas Fisik (Nurany et al., 2018)

Uji stabilitas sediaan dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap

adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan solid perfume dilakukan

24
terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari

ke 1, 8, 15 dan selanjutnya setiap 7 (tujuh) hari hingga hari ke-30.

3.8.4 Uji Homogenitas (Nurany et al., 2018)

Sediaan Solid perfume masing-masing diperiksa homogenitasnya dengan

cara mengoleskan solid perfume pada permukaan kaca datar yang transparant.

Hasil pengolesannya homogen karena tidak terlihat adanya butiran-butiran kasar

pada kaca.

3.8.5 Uji Titik Leleh (Depkes RI, 1995)

Pengamatan dilakukan terhadap titik leleh solid perfume dengan cara leleh

solid perfume. Sediaan solid perfume dimasukkan dalam pipa kapiler kaca hingga

membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm setelah

diisi semampat mungkin dengan cara menggetukan secukupnya pada permukaan

padat. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 100C dibawah suhu lebur yang

diperkirakan, lalu naikkan suhu dengan kecepatan 10  0,50 permenit. Kapiler

dimasukkan bila suhu mencapai 50 di bawah suhu terendah yang diperkirakan,

lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna. Dicatat jarak lebur.

3.8.6 Uji Organoleptik (Nurany et al., 2018)

Uji Kesukaan sediaan dengan memperhatikan kemudahan digunakan,

tekstur dan aroma dengan cara dioleskan. Pemeriksaan dilakukan terhadap sediaan

yang dibuat dan dioleskan pada kulit pergelangan tangan. Uji dilakukan pada 30

orang panelis mengacu pada SNI 01-2346-2006 tentang Petunjuk Pengujian

Organoleptik.

25
3.8.7 Analisa Gugus Fungsi

Sampel ditempatkan pada plat dengan suhu lingkungan yang terkontrol.

Analisis dibuat pada frekuensi 4000-400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 dan 32 cm-1

scanning. Setiap selesai pengukuran, plat dibersihkan dengan n–heksana sebanyak

dua kali dan aseton hingga tidak ada minyak yang tertinggal, lalu dikeringkan

dengan tissu. Setelah diproses scan, spektrum udara diambil. Pengukuran

dilakukan sebanyak tiga kali.

3.8.8 Uji Antioksidan (Molyneux, 2004)

Aktivitas antioksidan untuk solid perfume dilakukan seperti uji aktivitas

antioksidan lemak cokelat.

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Lemak Cokelat

Karakterisasi bahan baku lemak cokelat yaitu asam lemak bebas dan

bilangan penyabunan. Hasil analisa karakterisasi lemak cokelat dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Karakterisasi Lemak Cokelat

Karakterisasi Hasil Penelitian SNI

Asam Lemak Bebas 1,19 % maks. 1,75%

Bilangan Penyabunan 192,28 mg KOH/gr lemak 181-198 mg KOH/gr lemak

Berdasarkan Tabel 4 di atas, lemak cokelat yang akan digunakan memiliki

kualitas yang cukup baik, karena memiliki kadar asam lemak cokelat yang kurang

dari 1,75 %. Menurut SNI 3748:2009 tentang lemak cokelat, kadar asam lemak

bebas pada lemak cokelat harus kurang dari 1,75%.

Berdasarkan analisa yang dilakukan Junaidi et al. (2008), jumlah asam

lemak bebas meningkat karena suhu ekstraksi. Berdasarkan hasil analisa bahwa

nilai asam lemak bebas pada lemak meningkat dari 1,39% (pada selang suhu

ekstraksi lemak cokelat 400-500C) menjadi 1,72% (pada selang suhu ekstraksi

lemak cokelat 800-900C). Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak cokelat

harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu.

Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji cokelat kering disimpan digudang

yang kurang bersih dan lembab (Aziz et al., 2009).

27
Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya total asam lemak yang

dapat dinetralkan oleh sejumlah alkali. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat

digunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak (Rondang, 2006). Menurut

Junaidi et al. (2008), bilangan penyabunan dapat menentukan berat molekul pada

lemak. Lemak yang mempunyai bilangan penyabunan diatas 200 mg KOH/gr

lemak menggambarkan asam lemak dengan berat molekul rendah. Sedangkan

bilangan penyabunan dibawah 190 mg KOH/gr lemak menggambarkan molekul

tinggi. Lemak kakao memiliki nilai penyabunan antara 190-200 mg KOH/gr

lemak, sehingga merupakan lemak yang mengandung asam lemak dengan berat

molekul sedang.

Kandungan asam lemak bebas dan bilangan penyabunan pada lemak

cokelat yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan solid perfume

memiliki nilai yang cukup rendah dan sesuai dengan batas maksimum dari SNI

3748:2009 tentang lemak cokelat.

4.2 Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat

Metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan sediaan

tersebut adalah metode peredaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picyl

hidrazyl). Metode ini dipilih karena merupakan metode yang sederhana, murah,

cepat dan cukup sensitif sehingga membutuhkan sedikit sampel (Hanani et al,

2005).

Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan pada lemak cokelat sebagai

bahan baku solid perfume yang sudah diformulasikan sebagai sampel uji dan

dilakukan pada vitamin C sebagai kontrol positif. Pengujian dilakukan dengan

berbagai konsentrasi. Sebelum dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan,

28
dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum DPPH menggunakan

sprektrofotometer UV-Vis, didapatkan panjang gelombang maksimum sebesar

515 nm, panjang gelombang yang didapatkan ini akan digunakan untuk penentuan

pengukuran absorbansi tiap uji aktivitas antioksidan.

Tabel 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat

Larutan Uji IC50 (ppm) Aktivitas Antioksidan


Lemak Cokelat 168 Lemah
Vitamin C (Kontrol positif) 44,6 Kuat

Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan (Tabel 5), lemak cokelat

mempunyai nilai IC50 sebesar 168 ppm, nilai IC50 pada lemak cokelat dapat

dikategorikan bahwa lemak cokelat memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong

lemah. Nilai IC50 vitamin C sebagai kontrol positif diperoleh sebesar 44,6 ppm

memiliki aktivitas antioksidan tergolong kuat dan memiliki aktivitas antioksidan

yang lebih tinggi dari aktivitas antioksidan lemak cokelat. Menurut Molyneux

(2004), suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai

IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika nilai IC50 diantara 50-100 ppm, sedang jika

nilai IC50 diantara 101-150 ppm dan lemah jika nilai IC50 diantara 151-200 ppm.

Semakin kecil nilai IC50 yang diperoleh semakin tinggi aktivitas antioksidan yang

dimiliki.

Biji kakao (cokelat) memiliki sel dalam kotiledon yang terdiri dari sel

penyimpanan yang mengandung lemak dan protein serta sel pigmen yang

mengandung senyawa polifenol. Polifenol biji kakao berupa monomer yaitu

epicatechin yang merupakan flavanol utama dengan kandungan sebanyak 34,65-

43,27 mg/g (sekitar 35% dari total fenolik). Senyawa polifenol yang terdapat pada

biji kakao tersebut merupakan senyawa antioksidan (Utami, 2018). Ekstrak biji

29
cokelat dengan pelarut etanol 80% dengan waktu ekstraksi selama 20 jam

memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 82 ppm (Diantika et al.,

2014).

Perbedaan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 pada lemak cokelat

dengan ekstrak cokelat dikarenakan kandungan polifenol yang berbeda.

Kandungan senyawa polifenol pada produk turunan cokelat semakin menurun

dikarenakan proses produksi. Kandungan senyawa polifenol pada produk cokelat

bubuk, pasta cokelat dan lemak cokelat berturut-turut adalah 3,02-4,73 ; 2,02-4,11

dan 0,01 % (Natsume et al., 2000).

4.3 Karakterisasi Minyak Melati

4.3.1 Komposisi Kimia

Hasil analisis komposisi kimia menggunakan alat GC-MS (Gas

Chromatogrpahy-Mass Spectrometry) sedikitnya terdapat 11 komponen senyawa

yang ada dalam minyak melati dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis GC-MS Lemak Cokelat

RT % Luas m/z
No Senyawa yang Teridentifikasi Similaritas
(menit) Area
1 7,15 2-Propanol, 1,1'-oxybis- 14,43 87 101,1
2 7,23 Benzyl alcohol 2,72 97 108,1
3 7,44 1-Propanol, 2-(2-hydroxypropoxy)- 11,92 90 103,1
4 7,53 1-Propanol, 2-(2-hydroxypropoxy)- 9,39 90 103,1
5 7,94 1-Propanol, 2-(2-hydroxypropoxy)- 2,59 78 112,9
6 8,24 Linalool 6,15 96 154,1
7 8,49 Phenylethyl Alcohol 9,99 97 122,1
8 9,23 Acetic acid, phenylmethyl ester 18,88 96 150,1
9 12,89 .alpha.-Ionone 1,84 93 192,1
10 15,55 Cinnamaldehyde, .alpha.-pentyl- 18,97 99 202,1
Benzene, 1-(1,1-dimethylethyl)- 297,1
11 17,89 3,13 91
3,5-dimethyl-2,4,6-trinitro-

Kandungan komponen terbesar pada minyak melati hasil penelitian antara

lain Cinnamaldehyde,.-pentyl-(Amylcinnamaldehyde) 18,97%; Acetic acid,

30
phenylmethyl ester (Benzyl Acetate) 18,88%; 2-Propanol, 1,1'-oxybis-

(Dipropylene Glycol) 14,43%; 1-Propanol, 2-(2-hydroxypropoxy)-(Dipropylene

Glycol) 11,92%; Phenylethyl Alcohol 9,9%; dan Linalool 6,15%. Presentase luas

area komponen yang dimaksud merupakan presentase kadar komponen senyawa

kimia pada sampel yang dianalisa (Ginting et al., 2019).

Penelitian Edris mendapatkan 47 komponen senyawa kimia dari ekstrasi

melati Jasmunium Sambac yang ada di mesir. Komponen terbesar diantaranya

yaitu kandungan benzyl acetate 14,2%; indole 13,4%; E-E-a-farnesene 13,1%; Z-

3-hexenyl benzoate 9,4%; benzyl alcohol 8,4%; linalool 6,3%. Hidayat et al.

(2014) mendapatkan 38 komponen dari ekstraksi Jasmunium Sambac dan

komponen terbesarnya berupa benzyl acetate 15,78%; linalil asetat 10,32%; cis

jasmone 10.04%; Z-jasmone 8,32%; dan linalool 6,10%.

Komponen yang terdeteksi pada minyak melati komersil haya 11

komponen senyawa dengan nilai similaritas yang tinggi, namun terdapat peak

yang berukuran kecil yang tidak dapat terdeteksi oleh database. Perbedaan

komponen yang terdeteksi salah satunya disebabkan karena perbedaan jenis bunga

melati. Edris et al. (2008) menggunakan Jasmunium Sambac dari Mesir, Hidayat

et al. (2014) menggunakan Jasmunium Sambac dari Indonesia dan penelitian ini

menggunakan minyak melati yang komersil diperjual belikan. Berdasarkan

perbedaan tersebut terdapat komponen yang sangat berbeda yang tidak ada dari

kedua penelitian lainnya yaitu senyawa Amylcinnamaldehyde.

Senyawa Amylcinnamaldehyde merupakan senyawa alami turunan dari

asam sinamat. Berbagai turunan asam sinamat digunakan sebagai parfum,

penyerap sinar UV, pemelihara kulit, pemelihara rambut, tonik dan/atau bahan

31
antimikroba. Turunan asam sinamat pada indeks bahan kosmetik, mayoritas

digunakan sebagai bahan parfum (Krzyzak et al., 2018). Menurut Chivert et al.

(2018), bahan baku parfum biasanya bahan kimia pewangi murni atau ekstrak

kasar. Senyawa ditambahkan pada bahan baku ini untuk menciptakan aroma yang

memenuhi syarat aroma yang ditetapkan, yang biasanya sesuai dengan studi pasar,

jenis kosmetik serta sasaran kosmetik. Senyawa Amylcinnamaldehyde adalah

adalah cairan kuning pucat dengan aroma bunga yang memberi kesan melati

dalam produk kosmetik dan perawatan pribadi.

4.3.2 Indeks Bias

Penentuan indeks bias adalah salah satu cara yang mudah untuk melihat

mutu minyak melati. Indeks bias dipengaruhi oleh kekentalan dan kerapatan

minyak. Indeks bias akan semakin besar jika kerapatan minyak semakin tinggi

(Rao dan Rout, 2003). Indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya

pada ruang hampa udara dengan kecepatan cahaya pada bahan (Nurjanah et al.,

2016).

Hasil indeks bias dari minyak melati yang digunakan yaitu berkisar

1,47028-1,47038. Nilai indeks bias yang terukur tidak jauh berbeda dengan hasil

penelitian Nurjanah et al. (2016) yang mengkaji nilai indeks bias minyak melati

hasil enfleurasi yaitu berkisar 1,447-1,458. Pada penelitian Ginting et al. (2019)

indeks bias minyak melati hasil ekstraksi dengan pelarut n-heksana menghasilkan

nilai 1,478. Nilai indeks bias minyak melati biasanya berkisar 1,400 (Rao dan

Rout, 2003).

32
4.4 Evaluasi Sediaan Solid perfume

4.4.1 Uji pH

Uji pH bertujuan untuk mengetahui sediaan solid perfume ini apakah telah

memenuhi syarat pH untuk sediaan topikal. Nilai pH dari suatu sediaan topikal

harus berada pada pH yang sesuai dengan pH kulit, yaitu 4-8 (Padmadisastra et

al., 2007). Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi

kulit dan tidak boleh terlalu basa karena dapat menyebabkan kulit bersisik.

(Kuncari et al., 2014)

Hasil pengukuran pH pada keseluruhan setiap formulasi sediaan solid

perfume memiliki pH yang sama yaitu 4. Nilai pH ini masuk ke dalam rentang

pH sesuai untuk kulit dan tidak terlalu asam. Hal ini menunjukan bahwa seluruh

formulasi sediaan solid perfume aman untuk digunakan dikulit. Bahan baku solid

perfume yaitu lemak cokelat yang mengandung asam lemak yang mendekati

komposisi asam lemak kulit (Ramlah,2017).

4.4.2 Uji Tingkat Kekerasan

Pengaruh perbedaan konsentrasi lemak cokelat terhadap tingkat kekerasan

solid perfume dapat dilihat pada Gambar 3.

16
Tanpa Minyak Nilam
Tingkat Kekerasan (Penetro

14
12 Dengan Minyak Nilam
10
mm/det)

8
6
4
2
0
10% 20% 30% 40% 50%
Konsentrasi Lemak Cokelat (b/b)

Gambar 3. Grafik Tingkat Kekerasan Solid perfume

33
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi lemak cokelat

dan beeswax dapat mempengaruhi kekerasan solid perfume yang dihasilkan.

Peningkatan kekerasan solid perfume terjadi karena subtitusi lemak cokelat

dengan beeswax. Konsentrasi lemak cokelat yang ditambahkan, maka jumlah

beeswax akan menurun. Semakin banyak konsentrasi lemak cokelat yang

ditambahkan dapat meningkatkan jumlah cairan dalam campuran sehingga produk

solid perfume yang terbentuk akan semakin lunak, sebaliknya penambahan

beeswax dapat meningkatkan jumlah padatan dalam emulsi sehingga produk solid

perfume yang terbentuk akan semakin keras.

Tingkat kekerasan solid perfume yang dihasilkan pada penelitian, akan

dibandingkan dengan tingkat kekerasan solid perfume yang telah beredar di

pasaran. Diasumsikan bahwa solid perfume yang telah beredar di pasaran telah

memenuhi persyaratan kekerasan yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai

konsumen. Tingkat kekerasan solid perfume yang beredar dipasaran yaitu sebesar

4,26 mm/detik. Hasil pengujian tingkat kekerasan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisa Tingkat Kekerasan Menggunakan Penetrometer

Hasil Pemeriksaan
No Konsentrasi Lemak Cokelat (%) Waktu Penetro
(detik) (mm/detik)
1 10 5 0,66
2 20 5 1,1
3 30 5 3,73
4 40 5 6,1
5 50 5 14,16
6 10 (+ minyak nilam) 5 0,46
7 20 (+ minyak nilam) 5 1,16
8 30 (+ minyak nilam) 5 2,53
9 40 (+ minyak nilam) 5 6,53
10 50 (+ minyak nilam) 5 13,23
Solid perfume komersil 5 4,26

34
Berdasarkan Tabel 7, hasil tingkat kekerasan solid perfume menunjukan

bahwa pada Formula 3 dan Formula 8 yang mendekati kriteria kekerasan solid

perfume yang diinginkan yaitu 4,26 mm/detik. Pada Formula 3 dan Formula 8

memiliki konsentrasi lemak cokelat yang sama yaitu 30% (b/b) dengan nilai

kekerasan berturut turut sebesar 3,73 dan 2,53 mm/det.

4.4.3 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas solid perfume dilakukan dengan cara mengoleskan

sediaan pada permukaan kaca datar yang transparan. Hasil pengujian homogenitas

menunjukkan bahwa sediaan solid perfume yang dihasilkan tidak memperlihatkan

adanya butir-butir kasar saat dioleskan pada kaca. Menurut Nurany (2018), hasil

homogen dari produk yaitu tidak terlihat butir-butiran kasar pada kaca yang telah

dioleskan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan telah homogen. Hasil uji

homogenitas sediaan solid perfume dapat gambar 4, 5, dan 6 di bawah ini, sebagai

salah satu contoh perbedaan tekstur dari lemak cokelat konsentrasi rendah, sedang

dan tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, perbedaan konsentrasi lemak cokelat

tidak mempengaruhi homogenitas dari solid perfume.

Gambar 4. Homogenitas Solid Gambar 5. Homogenitas Solid Gambar 6. Homogenitas


Perfume Lemak Cokelat 10% Perfume Lemak Cokelat 30% Solid Perfume Lemak Cokelat
50%

35
4.4.4 Uji Stabilitas Fisik

Uji stabilitas adalah suatu cara untuk melihat karakteristik produk dengan

cara mengevaluasi ketahanan karakteristik fisik dan kimia produk di bawah

kondisi tertentu. Hasil pengamatan stabilitas produk dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengamatan Organoleptik dan Stabilitas Fisik Solid Perfume

Solid Minggu Pengamatan


Perfume Ke Tekstur Warna Aroma
F1 1-4 Padat, keras, dan Putih kekuningan, Khas Melati, stabil
sulit diaplikasikan stabil hingga minggu hingga minggu ke-
ke-empat empat
F2 1-4 Padat, keras, dan Putih Kekuningan, Khas Melati, stabil
sulit diaplikasikan stabil hingga minggu hingga minggu ke-
ke-empat empat
F3 1-4 Padat, sedikit lunak Putih Kekuningan, Khas Melati, stabil
dan mudah stabil hingga minggu hingga minggu ke-
diaplikasikan ke-empat empat
F4 1-4 Sepert krim, sedikit Putih Kekuningan, Khas Melati, stabil
lunak dan tidak stabil hingga minggu hingga minggu ke-
nyaman ke-empat empat
diaplikasikan
F5 1-4 Seperti krim, lunak Putih Kekuningan, Khas Melati, stabil
dan tidak nyaman stabil hingga minggu hingga minggu ke-
diaplikasikan ke-empat empat
F6 1-4 Padat, keras, dan Putih Kekuningan, Khas melati dan
sulit diaplikasikan stabil hingga minggu sedikit aroma
ke-empat nilam, stabil hingga
minggu ke-empat
F7 1-4 Padat, keras, dan Putih Kekuningan, Khas melati dan
sulit diaplikasikan stabil hingga minggu sedikit aroma
ke-empat nilam, stabil hingga
minggu ke-empat
F8 1-4 Padat, sedikit lunak Putih Kekuningan, Khas melati dan
dan mudah stabil hingga minggu sedikit aroma
diaplikasikan ke-empat nilam, stabil hingga
minggu ke-empat
F9 1-4 Seperti krim, Putih Kekuningan, Khas melati dan
sedikit lunak dan stabil hingga minggu sedikit aroma
tidak nyaman ke-empat nilam, stabil hingga
diaplikasikan minggu ke-empat
F10 1-4 Seperti krim, lunak Putih Kekuningan, Khas melati dan
dan tidak nyaman stabil hingga minggu sedikit aroma
diaplikasikan ke-empat nilam, stabil hingga
minggu ke-empat
Keteragan : formulasi solid perfume pada F1 hingga F10 dapat dilihat pada Tabel 3

36
Solid perfume pada masing-masing formula memiliki bentuk yang baik,

karena bentuk tetap keras, tidak meleleh atau melunak serta tidak berair.

Formulasi solid perfume pada konsentrasi lemak cokelat 40% dan 50% memiliki

penampilan fisik yang kurang baik karena terdapat bintik-bintik. Hal ini

dikarenakan beeswax dan lemak cokelat tidak tercampur rata, sehingga ketika

didiamkan beeswax dan lemak cokelat berpisah. Menurut Pedanakusuma dan

Wulandari (2003), setiap penambahan lilin (wax) berpengaruh nyata pada tingkat

konsistensi produk.

Warna pada semua sediaan memiliki warna yang hampir sama, yaitu putih

kekuningan. Pengamatan warna dilakukan selama sebulan dan diperiksa setiap

seminggu sekali. Hasil dari stabilitas warna solid perfume dalam penyimpanan

sebulan dikatakan stabil, karena warna tidak berubah dalam waktu penyimpanan.

Konsentrasi campuran beeswax akan mempengaruhi aroma produk yang

dihasilkan (Perdanakusama dan Wulandari, 2003). Konsentrasi beeswax yang

tinggi akan menutupi aroma dari minyak melati, sehingga aroma yang dihasilkan

akan terhirup aroma dari beeswax. Pengamatan aroma solid perfume dilakukan

setiap seminggu sekali. Waktu penyimpanan pada suhu ruang selama satu bulan,

aroma melati pada sediaan solid perfume tetap stabil dan tidak berubah aromanya.

Perubahan aroma yang dimaksud terdapat aroma yang tidak diinginkan, seperti

aroma tengik ataupun lainnya. Solid perfume dengan penambahan minyak nilam

memiliki aroma yang lebih tajam daripada tanpa penambahan minyak nilam.

Penampilan stabilitas fisik dari solid perfume dapat dilihat pada Lampiran 7.

37
4.4.5 Uji Titik Leleh

Uji titik leleh merupakan salah satu dari pengujian mutu solid perfume

yang dilakukan untuk mengetahui serta menganalisis penampilan sifat fisik

sediaan solid perfume yang dihasilkan. Hasil dari uji titik leleh mempengaruhi

kestabilan kualitas produk selama proses pembuatan, penyimpanan hingga pada

saat penggunaan (Vishwakarma et al., 2011). Hasil analisa titik leleh solid

perfume dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisa Titik Leleh Solid perfume

No Konsentrasi Lemak Cokelat (%) Titik Leleh (0C)


1 10 100
2 20 100
3 30 90
4 40 80
5 50 74
6 10(+ minyak nilam) 115
7 20(+ minyak nilam) 100
8 30(+ minyak nilam) 100
9 40(+ minyak nilam) 80
10 50(+ minyak nilam) 85

Hasil dari masing-masing sediaan solid perfume memiliki titik leleh yang

cukup tinggi yaitu T>500C. Sediaan solid perfume yang memiliki titik leleh

tertinggi yaitu formulasi dengan konsentrasi lemak cokelat 10%. Peningkatan titik

leleh seiring dengan peningkatan kekerasan produk yang dihasilkan. Hal ini

menunjukkan semakin tinggi titik leleh, semakin keras poduk yang dihasilkan

(Perdanakusuma dan Wulandari, 2003).

Pengujian titik leleh pada penelitian ini dilakukan juga uji titik leleh untuk

solid perfume komersil. Titik leleh solid perfume hasil penelitian akan

dibandingkan dengan solid perfume komersil. Hasil dari pengujian titik leleh solid

perfume komersil yaitu 900C.

38
4.4.6 Uji Organoleptik

Sampel yang disajikan untuk uji organoleptik terdiri dari 10 formulasi

solid perfume dengan subtitusi lemak cokelat dan beeswax (Tabel 3). Menurut

SNI 01-2346-2006 tentang petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori, uji

organoleptik adalah metode pengujian menggunakan panca indera manusia.

Pemilihan formulasi terbaik pada penelitian ini dilakukan oleh panelis

berdasarkan parameter organoleptik. Uji organoleptik melibatkan 30 panelis tidak

terlatih dengan memberikan tanggapannya terhadap solid perfume dengan mengisi

kuisioner yang disediakan (Lampiran 19). Penilaian dilakukan dengan memilih

rentang nilai dari 1-5 dimana masing-masing angka menunjukkan tingkat

kesukaan panelis terhadap 10 formulasi solid perfume.

a. Tekstur

Uji ini diminta untuk menilai kesukaan tekstur solid perfume dengan

mengoleskan sejumlah produk pada tangan dan merasaka kesan tekstur saat

pemakaian. Tingkat kesukaan tekstur solid perfume dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rerata Tingkat Kesukaan Tekstur Solid perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan Tekstur


F1 10 2,80b
F2 20 3,07b,c
F3 30 3,60c
F4 40 3,23b,c
F5 50 1,80a
F6 10 (+ minyak nilam) 2,70b
F7 20 (+ minyak nilam) 3,00c
F8 30 (+ minyak nilam) 3,60c
F9 40 (+ minyak nilam) 3,47c
F10 50 (+ minyak nilam) 1,50a
P = 0,000
(a,b,c)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

39
Tekstur merupakan parameter yang penting dalam produk solid perfume

dan sangat dipertimbangkan oleh konsumen dalam pemilihan solid perfume. Uji

ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap solid perfume

yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik tekstur menunjukkan bahwa tingkat

kesukaan panelis yang paling tinggi pada formula solid perfume dengan

konsentrasi lemak cokelat 30% dengan nilai 3,60 (Tabel 10). Formula solid

perfume dengan konsentrasi lemak cokelat 30% memiliki tekstur yang sesuai

dengan tekstur solid perfume pada umumnya.

Hasil analisis dilanjutkan dengan uji statistika menggunakan anova satu

jalur terdapaat perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan tekstur pada masing-

masing konsentrasi lemak cokelat dengan nilai probabilitas yaitu 0,000 (P<0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi lemak cokelat dalam formula

solid perfume mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Hasil lanjutan Duncan

terhadap tingkat kesukaan tekstur diketahui bahwa formula solid perfume

konsentrasi lemak cokelat 10% tanpa penambahan minyak nilam tidak berbeda

nyata dengan formula solid perfume konsentrasi lemak cokelat 10% menggunakan

minyak nilam. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan minyak nilam tidak

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis.

Formula yang memiliki tingkat kesukaan terendah yaitu pada formula

konsentrasi lemak cokelat 10% dan 50%. Formula konsentrasi lemak cokelat 10%

memiliki tekstur yang keras dan sulit dioleskan pada pergelangan tangan,

sedangkan formula konsentrasi lemak cokelat 50% memiliki tekstur yang cair dan

menyerupai krim sehingga tidak nyaman digunakan sebagai solid perfume.

40
Menurut Perdanakusuma dan Wulandari (2003), tekstur yang semakin

kasar atau keras tersebut dikarenakan jumlah padatan berupa campuran lilin

(beeswax) semakin meningkat konsentrasinya. Tekstur yang makin halus akan

menambah daya tarik konsumen karena lebih mudah dioleskan dan tidak

menyebabkan iritasi pada saat dioleskan.

b. Warna

Warna merupakan salah satu parameter pengamatan visual yang melekat

pada suatu produk. Warna dapat menjadi salah satu faktor penilaian suatu produk

oleh konsumen (Luthfiyana et al., 2016). Uji kesukaan terhadap warna produk

dilakukan denga meminta panelis untuk melihat warna dari produk solid perfume

yang dihasilkan.

Tabel 11. Rerata Tingkat Kesukaan Warna Solid perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan Warna


F1 10 3,37a
F2 20 3,50b
F3 30 3,73c,d
F4 40 3,13b,c,d
F5 50 2,03b,c,d
F6 10 (+ minyak nilam) 3,37a
F7 20 (+ minyak nilam) 3,63b,c
F8 30 (+ minyak nilam) 3,80d
F9 40 (+ minyak nilam) 3,20b,c,d
F10 50 (+ minyak nilam) 1,60 b,c,d
P = 0,000
(a,b,c,d)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Hasil uji organoleptik warna menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis

paling tinggi yaitu pada formula lemak cokelat 30% (F3 dan F8) sebesar 3,73 dan

3,80 (Tabel 11). Solid perfume tidak memiliki warna yang mencolok, karena akan

41
diaplikasikan pada kulit. Solid perfume komersil memiliki warna putih sehingga

cocok diaplikasikan pada kulit.

Warna yang terbentuk pada produk dipengaruhi oleh warna bahan-

bahan penyusunnya (Diana dan Thaman,2006). Konsentrasi lemak cokelat yang

lebih banyak akan mengakibatkan warna solid perfume akan lebih kuning

sehingga panelis tidak menyukai solid perfume dengan konsentrasi lemak cokelat

yang tinggi. Hal ini terlihat pada hasil uji organoleptik solid perfume yang terbuat

dari lemak cokelat dengan konsentrasi tinggi (50%) memiliki nilai rata-rata

terendah dengan nilai 1,60 dan 2,03 (F5 dan F10).

c. Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter sensori yang melekat pada suatu

produk yang diamati dengan indera penciuman. Faktor penilaian penting dalam

pemilihan suatu produk oleh konsumen adalah aroma. Produk yang memiliki

aroma yang enak dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan

dengan aroma yang tidak dikenali (Luthfiyana et al., 2016).

Tabel 12. Rerata Tingkat Kesukaan Aroma Solid Perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan Aroma


F1 10 3,23b,c
F2 20 3,50b,c
F3 30 3,33b,c
F4 40 2,93b
F5 50 1,87a
F6 10 (+ minyak nilam) 3,67c
F7 20 (+ minyak nilam) 3,47b,c
F8 30 (+ minyak nilam) 3,70c
F9 40 (+ minyak nilam) 3,03b
F10 50 (+ minyak nilam) 2,07a
P = 0,000
(a,b,c)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

42
Uji kesukaan terhadap aroma solid perfume dilakukan dengan cara

meminta panelis untuk mennghirup wangi dari produk solid perfume yang

dihasilkan. Aroma solid perfume divariasikan menjadi dua. Variasi pertama yaitu

solid perfume dengan minyak melati dan variasi kedua solid perfume dengan

aroma minyak melati dengan penambahan fiksatif (pengikat aroma) yang berupa

minyak nilam. Menurut Mangun (2008), untuk menjaga keawetan aroma dalam

formula ditambahkan minyak nilam yang berfungsi sebagai fiksatif (pengikat

aroma).

Berdasarkan hasil uji kesukaan, rata-rata skor tertinggi diperoleh pada

solid perfume F8 (konsentrasi lemak cokelat 30% dengan penambahan minyak

nilam) dengan skor 3,70 yang diikuti dengan F6 yang juga dibuat dengan

menambahkan minyak nilam sebagai fiksatif. Hal ini menunjukkan bahwa panelis

lebih menyukai solid perfume yang ditambahkan minyak nilam dengan guna

menjaga keawetan aroma solid perfume.

d. Penampakan

Penampakan merupakan faktor penting dalam suatu produk dan dapat

mempengaruhi penerimaan konsumen. Berdasarkan uji organoleptik, rerata

tingkat kesukaan tertinggi parameter penampakan diperoleh pada solid perfume

konsentrasi lemak cokelat 30% dengan nilai 3,67 (Tabel 13). Perbedaan tingkat

kesukaan panelis terhadap penampakan fisik dikarenakan konsentrasi lemak

cokelat. Konsentrasi lemak cokelat yang semakin tinggi akan menyebabkan

penampakan fisik semakin buruk karena solid perfume akan terlihat creamy dan

tidak sesuai dengan penampakan solid perfume komersil.

43
Nilai rata-rata tingkat kesukaan penampakan pada solid perfume dapat

dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rerata Tingkat Kesukaan Penampakan Solid perfume

Sampe Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan


l Penampakan
F1 10 2,87b
F2 20 3,40b,c
F3 30 3,67c
F4 40 3,03b
F5 50 1,57a
F6 10 (+ minyak nilam) 2,87b
F7 20 (+ minyak nilam) 3,27b,c
F8 30 (+ minyak nilam) 3,70c
F9 40 (+ minyak nilam) 3,37b,c
F10 50 (+ minyak nilam) 1,67a
P = 0,000
(a,b,c)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan penampakan pada solid perfume

dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan konsentrasi lemak cokelat pada solid perfume mempengaruhi tingkat

kesukaan panelis.

e. Kelembaban

Kelembaban kulit akan menurun ketika keseimbangan kulit terutama kadar

air ternganggu sehingga kulit menjadi kering. Kulit merupakan bagian terluar

tubuh manusia, kulit akan selalu terpapar dengan lingkungan sekitar, mulai dari

paparan sinar matahari, suhu dan kelembaban udara (Tricaesario dan Widayati,

2016). Uji ini dilakukan dengan cara meminta panelis mengoleskan produk ke

pergelangan tangan dan menilai kelembaban yang dirasakan panelis.

44
Tingkat kesukaan kelembaban hasil organoleptik pada produk solid

perfume dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rerata tingkat kesukaan kelembaban solid perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan


Kelembaban
F1 10 2,40b,c,d
F2 20 2,77c,d,e
F3 30 3,47f,g
F4 40 3,17e,f,g
F5 50 2,00a,b
F6 10 (+ minyak nilam) 2,23a,b,c
F7 20 (+ minyak nilam) 2,93d,e,f
F8 30 (+ minyak nilam) 3,70g
F9 40 (+ minyak nilam) 3,47f,g
F10 50 (+ minyak nilam) 1,73a
P = 0,000
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a, b, c, d, e, f) tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan uji organoleptik, rata rata skor tertinggi diperoleh pada solid

perfume F8 dengan skor 3,70 yang diikuti dengan solid perfume F3, F9, dan F4

dengan skor berturut-turut 3,47; 3,47; dan 3,17. Uji analisa dilanjutkan

menggunakan uji statiska menggunakan anova satu jalur, dan terdapat perbedaan

signifikan pada tingkat kesukaan kelembaban ditunjukkan dengan nilai

probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

konsentrasi lemak cokelat dalam formula solid perfume dapat mempengaruhi

tingkat kesukaan panelis.

f. Kenyamanan Di kulit

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, nyaman adalah segar; sehat

sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Nyaman

dalam beberapa bahasa asing menerjemahkan kenyamanan sebagai suatu kondisi

rileks, dimana tidak dirasakan sakit di antara seluruh anggota tubuh (Firdausi dan

45
Dwiyanti, 2018). Uji kesukaan kenyamanan dikulit dengan cara meminta panelis

mengoleskan produk ke permukaan punggung tangan dan menilai kenyamanan

dalam menggunakan produk solid perfume.

Tabel 15. Rerata Tingkat Kesukaan Kenyamanan Dikulit Solid perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan


Kenyamanan
F1 10 2,63b
F2 20 3,17b,c,d
F3 30 3,67d
F4 40 3,00b,c
F5 50 1,83a
F6 10 (+ minyak nilam) 2,67b
F7 20 (+ minyak nilam) 3,07b,c,d
F8 30 (+ minyak nilam) 3,67d
F9 40 (+ minyak nilam) 3,30c,d
F10 50 (+ minyak nilam) 1,83a
P = 0,000
(a,b,c,d)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Hasil uji kesukaan terhadap kenyamanan di kulit pada produk solid

perfume, bahwa hampir semua formulasi dapat diterima, namun formulasi yang

paling banyak disukai yaitu pada konsentrasi lemak cokelat 30% dengan nilai 3,67

karena perbandingan lemak cokelat dan beeswax yang membuat solid perfume

terasa nyaman ketika digunakan. Konsentrasi lemak cokelat 50% memiliki nilai

rata-rata yang terendah yaitu 1,83 hal ini menandakan bahwa panelis tidak

menyukai solid perfume dengan konsentras lemak cokelat yang berlebihan karena

solid perfume yang terbentuk akan lebih cair dan menyerupai krim sehingga tidak

nyaman untuk digunakan sebagai solid perfume.

g. Homogenitas

Homogenitas menunjukkan tingkat kehalusan dan keseragaman tekstur

produk yang dihasilkan (Erungan et al., 2009). Homogenitas juga merupakan

46
parameter untuk melihat efektifitas merata atau tidaknya pencampuran bahan-

bahan pada produk (Luthfiyana et al., 2016). Uji ini dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesukaan panelis terhadap homogenitas solid perfume yang dihasilkan.

Tabel 16. Rerata Tingkat Kesukaan Homogenitas Solid perfume

Sampe Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan


l Homogenitas
F1 10 3,40b
F2 20 3,97c
F3 30 4,03c
F4 40 3,40b
F5 50 2,17a
F6 10 (+ minyak nilam) 3,83b,c
F7 20 (+ minyak nilam) 3,73b,c
F8 30 (+ minyak nilam) 4,10c
F9 40 (+ minyak nilam) 3,80b,c
F10 50 (+ minyak nilam) 2,43a
P = 0,000
(a,b,c)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaaan umum masing-masing perlakuan

ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (P>0,05) (Tabel 16). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi lemak cokelat dalam formula

masker mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Uji satistika dilanjutkan dengan

uji Duncan dimana terdapat 3 subset yang saling tidak terdapat perbedaan

signifikan. Hasil rata-rata uji kesukaan terendah pada solid perfume F5 dan F10

dengan skor 2,17 dan 2,43. Solid perfume konsentrasi lemak cokelat 50% akan

membuat solid perfume mejadi lebih cair dan bersifat seperti krim, sehingga solid

perfume menjadi tidak homogen.

47
h. Kesukaan Umum

Uji kesukaan umum merupakan keberterimaan solid perfume secara

keseluruhan berdasarkan semua parameter (tekstur, warna, aroma dll) berdasarkan

hasil uji kesukaan umum panelis diperoleh bahwa secara keseluruhan panelis

paling menyukai solid perfume dengan konsentrasi lemak cokelat 30% tanpa

penambahan minyak nilam dengan skor 3,63 diikuti dengan solid perfume

konsentrasi lemak cokelat 30% dengan penambahan minyak nilam dengan skor

3,37. Nilai keberterimaan yang cukup tinggi mengindikasi bahwa panelis merima

produk solid perfume yang layak digunakan.

Tabel 17. Rerata Tingkat Kesukaan Umum Solid perfume

Sampel Lemak Cokelat (%) Tingkat Kesukaan Umum


F1 10 2,87b
F2 20 3,03b
F3 30 3,63c
F4 40 2,90b
F5 50 1,50a
F6 10 (+ minyak nilam) 2,87b
F7 20 (+ minyak nilam) 3,20b,c
F8 30 (+ minyak nilam) 3,37b,c
F9 40 (+ minyak nilam) 3,30b,c
F10 50 (+ minyak nilam) 1,67a
P = 0,000
(a,b,c)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, terdapat

perbedaan signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05) yang

menandakan bahwa penambahan konsentrasi lemak cokelat pada solid perfume

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Secara keseluruhan panelis meyukai

solid perfume dengan konsentrasi lemak cokelat 30%. Panelis tidak menyukai

48
solid perfume dengan konsentrasi lemak 50% dengan nilai kesukaan terendah

yaitu 1,50 pada F5 dan 1,67 pada F10.

4.4.7 Hasil Uji Kualitas Solid Perfume Secara Keseluruhan

Kualitas dari solid perfume ini merujuk pada kualitas solid perfume

komersil serta uji organoleptik (tingkat kesukaan). Tujuan penelitian ini adalah

mendapatkan solid perfume dengan bahan baku lemak cokelat yang mempunyai

manfaat antioksidan sehingga dapat berperan melindungi kulit karena

menggunakan lemak cokelat sebagai bahan baku.

Tabel 18. Hasil Uji Kualitas Solid Perfume Secara Keseluruhan

No Parameter F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10
Hasil Uji Organoleptik
1 1,80 3,23 3,60 3,07 2,80 1,50 3,47 3,60 3,00 2,70
Tekstur
Hasil Uji Organoleptik
2 2,30 3,13 3,73 3,50 3,37 1,60 3,20 3,80 3,63 3,37
Warna
Hasil Uji Organoleptik
3 1,87 2,93 3,33 3,50 3,23 2,07 3,03 3,70 3,47 3,67
Aroma
Hasil Uji Oganoleptik
4 1,57 3,03 3,67 3,40 2,87 1,67 3,37 3,70 3,27 2,87
Penampakan
Hasil Uji Organoleptik
5 2,00 3,17 3,47 2,77 2,40 1,73 3,47 3,70 2,93 2,23
Kelembaban
Hasil Uji Organoleptik
6 1,83 3,00 3,67 3,17 2,63 1,83 3,30 3,67 3,07 2,67
Kenyamanan Di Kulit
Hasil Uji Organoleptik
7 2,17 3,40 4,03 3,97 3,40 2,43 3,80 4,10 3,73 3,83
Homogenitas
Hasil Uji Organoleptik
8 1,50 2,90 3,63 3,03 2,87 1,67 3,30 3,37 3,20 2,87
Kesukaan Umum

9 pH 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Tingkat Kekerasan
10 0,66 1,1 3,73 6,1 14,2 0,46 1,16 2,53 6,53 13,2
(mm/det)

11 Titik Leleh (0C) 100 100 90 80 74 115 100 100 80 85


Keteragan : formulasi solid perfume pada F1 hingga F10 dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji organoleptik, produk solid perfume terbaik diperoleh

pada solid perfume dengan kadar lemak cokelat 30% yang memiliki rata-rata

49
tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk solid perfume

formulasi lainnya dengan nilai tingkat kesukaan umum 3,63 dan memiliki tekstur

yang sangat disukai panelis.

4.4.8 Analisa Gugus Fungsi

Analisis serapan menggunakan alat FTIR dilakukan untuk mengetahui

gugus fungsi yang terkandung dalam bahan baku pada produk solid perfume.

Spektrum transmitansi IR bahan baku solid perfume tanpa minyak nilam

diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pola Spektrum Analisa Gugus Fungsi pada Solid Pefume


Pada Gambar 7 solid perfume memiliki serapan yang beragam. Menurut

Lambert et al. (1998), pada bilangan gelombang 3358 cm-1 yang menunjukkan

gugus –OH, pada bahan baku yaitu lemak cokelat terdapat serapan 3610 cm-1 dan

minyak melati terdapat serapan 3369,64 cm-1 yang menunjukkan gugus –OH.

Serapan selanjutnya didapatkan gugus –CH3 dan –CH2 alifatik yang ditunjukkan

pada serapan 2927 cm-1 dan 2829 cm-1 untuk solid perfume, serapan 2860,43 cm-1

50
dan 2927,94 cm-1 untuk lemak cokelat, dan 2881,65 cm-1 dan 2953,02 cm-1 untuk

minyak melati. Terdapat gugus –CO karbonil yang terdapat pada serapan 1739

cm-1 untuk solid perfume; 1735,93 cm-1 untuk lemak cokelat; dan 1732 cm-1 untuk

minyak melati. Gugus –CO karbonil diperkuat dengan hasil GC-MS minyak

melati yang mempunyai komponen senyawa kimia bergugus fungsi –CO karbonil

yaitu senyawa amylcinnamaldehid dan benzil asetat.

Gambar 8. Pola Spektrum Analisa Gugus Fungsi pada Solid Pefume dengan
Minyak Nilam
Gambar 8 menunjukkan hasil analisis gugus fungsi menggunakan alat

FTIR. Sampel yang diuji yaitu solid perfume dengan penambahan minyak nilam

dengan bahan baku yang digunakan lemak cokelat dan aroma minyak melati.

Berdasarkan hasil analisis terdapat serapan pada 3377 cm-1 untuk solid perfume

yang menunjukkan gugus fungsi –OH, lalu terdapat serapan yang menunjukkan

gugus –OH juga pada bahan baku solid perfume lainnya. Pada lemak cokelat

terdapat serapan pada 3610 cm-1, serapan 3369 cm-1 untuk minyak melati dan

3606,89 cm-1 untuk minyak nilam yang ketiga serapan berikut menunjukkan

51
gugus –OH. Pada serapan lain, menunjukkan gugus –CH3 dan –CH2 alifatik yaitu

pada solid perfume serapan 2862 cm-1 dan 2927 cm-1, pada lemak cokelat serapan

2860,43 cm-1 dan 2927,94 cm-1, untuk minyak melati serapan 2881,65 cm-1 dan

2953 cm-1, dan minyak nilam serapan 2941 cm-1. Gugus yang muncul selanjutnya

yaitu gugus –CO karbonil. Solid perfume memiliki serapan 1739 cm-1,

lemak cokelat memiliki serapan 1735,93 cm-1, minyak melati memiliki serapan

1680 cm-1, dan minyak nilam memiliki serapan 1732 cm-1 yang menunjukkan

terdapat gugus –CO karbonil pada sampel (Lambert et al., 1998).

Berdasarkan penjelasan di atas, solid perfume yang dihasilkan dari

berbagai bahan baku dibuat dengan pencampuran fisik, dimana tidak terdapat

gugus fungsi yang baru yang menunjukkan terbentuknya senyawa baru. Gugus

fungsi yang terdapat pada bahan baku juga terdapat pada produk solid perfume

yang dihasilkan, meskipun memiliki intensitas yang berbeda-beda.

4.4.9 Uji Aktivitas Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

dan mengikat radikal bebas sehingga kerusakan sel akan dihambat. Antioksidan

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki

oleh radikal bebas dan menghambat reaksi berantai pembentukan radikal bebas

(Musfandy, 2017).

Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap solid perfume dengan

konsentrasi lemak cokelat 30% tanpa minyak nilam dan konsentrasi lemak cokelat

30% menggunakan minyak nilam. Formulasi tersebut dipilih berdasarkan uji

sebelumnya yang menunjukkan bahwa dua formulasi ini adalah formulasi terbaik

dari 10 formulasi.

52
Hasil uji aktivitas antioksidan solid perfume dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Solid Perfume

Larutan Uji IC50 (ppm) Aktivitas Antioksidan


Solid perfume F3 237,83 Lemah
Solid perfume F8 201,98 Lemah
Vitamin C (Kontrol positif) 44,6 Kuat

Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan solid perfume diperoleh hasil

bahwa Fomula 3 (Konsentrasi lemak cokelat 30% tanpa minyak nilam) dengan

nilai IC50 sebesar 237,38 ppm, Formula 8 (Konsentrasi lemak cokelat 30% dengan

minyak nilam) dengan nilai IC50 sebesar 201,98 ppm dan kontrol positif dengan

nilai IC50 sebesar 44,6 ppm. Molyneux (2004) menyatakan nilai IC50 didefinisikan

sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas

sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka peredaman radikal bebas semakin

tinggi. Dari hasil pengujian, aktivitas dari kedua formula solid perfume sangat

lemah.

Lemak cokelat yang digunakan sebagai bahan baku mengandung

senyawa-senyawa fungsional yang bermanfaat bagi kulit seperti asam stearat,

asam palmitat, asam oleat serta vitamin E (Mulato et al., 2002). Digunakannya

lemak cokelat sebagai bahan baku sangat cocok untuk solid perfume. Lemak

cokelat mempunyai asam stearat yang berfungsi sebagai pelembab yang dapat

menjaga kelembaban kulit. Selain itu, terdapat asam lemak lainnya yang

mendekati komposisi asam lemak kulit sehingga aman digunakan pada kulit

(Ramlah, 2017).

53
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Kadar lemak cokelat mempengaruhi karakteristik fisik solid perfume, kadar

lemak cokelat yang bertambah menyebabkan solid perfume lebih lunak.

2. Solid perfume yang optimum adalah formula dengan konsentrasi lemak

cokelat 30% (b/b), yang memiliki tingkat kesukaan umum tertinggi sebesar

3,63 untuk solid perfume tanpa minyak nilam (F3) dan nilai sebesar 3,37

untuk solid perfume dengan minyak nilam (F8).

3. Solid perfume konsentrasi lemak cokelat 30% memiliki aktivitas

antioksidan yang relatif lemah dengan nilai IC50 237,83 ppm untuk solid

perfume tanpa minyak nilam (F3) dan 201,98 ppm untuk solid perfume

dengan penambahan minyak nilam (F8).

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya dapat dilakukan modifikasi formulasi dengan

perbedaan fragrance yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi untuk

meningkatkan aktivitas antioksidan produk solid perfume.

54
DAFTAR PUSTAKA

Aftel M. 2005. Scents & Sensibilities : Creating Solid perfume for Well-being.
Layton: Gibbs Smith Publisher

Albano, Goodelman, Kunes, O’Rourke. 2010. A Parfum Purchase Behavior, A


Gender Study.

Aqil F, Ahmad I, Mehmood, Z. 2006. Antioxidant and Free Radical Scavenging


Properties of Twelve Traditionaly Used Indian Medicinal Plants. Turk J
Biol. 30: 177-183

Aziz T, Sitorus VF, Rumapea BA. 2009. Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol,
Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Cokelat. Jurnal Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. 16(2):48-54

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga

Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Kementrian Perindustrian. 2010.


Penerapan Bea Keluar Dorong Industri Hilir Kako Domestik. Media
Industri: 11-13

Chivert A, Nogueroles ML, Miralles P, Salvador A. 2018. Perfumes in Cosmetics:


Regulatory Aspect and Analytical Methods. Analysis of Cosmetic
Products. 10: 225-248

Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Diana ZD dan Thaman A. 2006. Cosmetic Formulation Skin Care Products. USA:
Taylor dan Francis Group

Diantika F, Sutan SM, Yulianingsih R. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi dan


Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Ekstraksi Antioksidan Biji Kakao
(Theobroma cacao L.). Jurnal Teknologi Pertanian.15(3): 159-164

Djazuli, Trislawati O. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah


nilam untuk peningkatan produktivitas dan Mutu Nilam. Perkembangan
Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. 16(2): 29 – 37.

Draelos ZD, Thaman LA. 2006. Cosmetic Formulation of Skin Care Products.
New York : Taylor & Francis Group

55
Dreosti IE. 2000. Antioxdant Capacity and Phenolic Content of Cocoa Beans.
Food Chemistry. 100(4): 1523-1530

Edris AE, Chizzola R, Franz C. 2008. Isolation and Characterization of the


Volatile Aroma Coumpounds from the Concrete Headspace and the
Absolute of Jasminum Sambac (L.) Ait. (Oleaceae) Flowers Grown in
Egypt. European Food Reseach Technology. 226: 621-626

Erungan AC, Purwaningsih S, Anita SB. 2009. Aplikasi Karaginan dalam


Pembuatan Skin Lotion. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan
Indonesia.12(2): 128

Firdausi Z, Dwiyanti S. 2018. Perbandingan Proporsi Lidah Buaya dan Bunga


Mawar terhadap Hasil Jadi Masker Kertas (Sheet Mask). e-Journal Edisi
Yudisium Periode Oktober UNESA 7(3): 95-101

Ginting MDR, Iskandar F, Iriany, Bani O. 2019. Ekstraksi Minyak Atsiri Bunga
Melati : Pengaruh Rasio Massa Bunga Melati dengan Volume Pelarut N-
Heksana, Waktu Ekstraksi, dan Temperatur Ekstraksi. Jurnak Teknik
Kimia USU. 8(1): 42-47

Gunawan, W. (2009). Kualitas dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi pada


Pengembangan Turunannya. Semarang : Makalah pada Kimia Bervisi
SETS (Science, Environment, Technology, Society) Kontribusi Bagi
Kemajuan Pendidikan dan Industri.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam


Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian
2(3): 127-133

Haryadi, Supriyanto. 2001. Teknologi Cokelat. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Hidayat N, Dewi IA, Hardani DA. 2014. Ekstraksi Minyak Melati (Jasminum
sambac) (Kajian jenis pelarut dan lama ekstraksi). Jurnal Industria. 4(2):
82-88

Hii CL, Law CL, Suzannah S, Misnawi, Cloke M. 2009. Polyphenolsin cocoa
(Theobroma cacaol L.). Asian Journal Food and Ag-Ind. 2(04): 702-722

Hongratanaworakit T. 2010. Stimulating Effect of Aromatherapy Massage with


Jasmine Oil. Natural Product Communication. 1(5): 157-162

Juanaidi L, Sudibyo A, Hutajulu TF, Abdurakhman D. 2008. Pengaruh


Perlakukan Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Mutu Lemak Kakao.
Journal of Agro-Based Industry. 25(2): 24-34

56
Kasim R, Barra ALS. 2017. Pengaruh Penambahan Lemak Kakao Terhadap
Kestabilan, Efek Iritasi dan Sifat Sensori Sampo Rambut. Jurnal industri
Hasil Perkebunan. 12(2): 40-52

KBBI. 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).[Online.


https://kbbi.web.id/nyaman. Diakses pada 4 Agustus 2019 16:00

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang
Notifikasi Kosmetika. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Keraten S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka

Keraten S. 1986. Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press

Krzyzak GA, Sloczynska K, Popiol J, Koczurkiewicz P, Marona H, Pekala E.


2018. Cinnamic Acid Derivates in Cosmetics: Current use and Future
Prospects. International Journal Cosmetic Science. 40(4) : 356-366

Kuncari ES, Iskandarsyah I, Praptiwi P. 2014. Evaluasi, Uji stabilitas Fisik dan
Sineresis Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin dan
Perasan Herba Seledri (Apium gravolens L.). Buletin Penelitian
Kesehatan. 44: 213-222

Lambert JF, Shurvell HF, Lightner DA, Cooks RG. 1998. Organic Structure
Spectroscopy Edisi Pertama. Prentice Hall: New Jersey

Luthfiyana N, Nurjanah, Nurilmala M, Anwar E, Hidayat T. 2016. Rasio Bubur


Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. Sebagai Formula
Krim Tabir Surya. Jurnal Hasil Perikanan Indonesia. 19(3): 183-195

Mangun HM. 2008. Nilam. Jakarta : Penebar Swadaya

Misnawi S. 2005. Effect of Cocoa Liquor Roating on Polyphenol Content


Hydrophobicity Astrigenc. ASEAN Food Journal. 12(2): 103-113

Molyneux P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl


(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal
Science Technology. 26(2): 211-219

Mulato S, Widyotomo S, Handaka. 2002. Desain teknologi pegolahan pasta,


lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani, Warta penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor : Makalah Seminar Evaluasi Hasil
Penelitian ALSINTAN

Musfandy. 2017. Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Etanol
Kulit Jeruk Bali ((Citrus Maxima L.) dengan Metode DPPH (1,1-
Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)[skripsi. Makassar : UIN Alauddin Makassar

57
Natsume M. Osakabe M. Yamagishi T. Takizawa T. Nakamura H. Miyatake T.
Hatano. Yoshida. 2000. Analysis of Polyphenols in Cacao Liquor, Cocoa
and Chocolate by normal phase nad reversed phase HPLC. Bioscience
Biotechnology and Biochemistry. 64(12) : 2581-2587

Nurany A, Amal ASS, Estikomah SA. 2018. Fomulasi Sediaan Lipstik Ekstrak
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) sebagai Pewarna dan Minyak Zaitun
(Olive oil) sebagai Emolien. Pharmasipa. 2(1):1-9

Nurjanah S, Sulistiani I, Widyasanti A, Zain S. 2016. Kajian Ekstraski Minyak


Atsiri Bunga Melati (Jasminum sambac) dengan Metode Enfreurasi.
Indonesian Journal of Essential Oil. 1(1) : 12-20

Othman A, Ismail A, Ghani NA, Adenan I. 2005. Antioxidant Capacity and


Phenolic Content of Cocoa Beans. Food Chemistry.100(2007) : 1523-1530

Padmadisastra Y, Syaugi A, Anggia S. 2007. Formulasi Sediaan Salep


Antikelodial yang Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave
dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Seminar Kebudayaan
Indonesia Malaysia, Mei 28-31. Kuala Lumpur

Perdanakusuma O, Wulandari Z. 2003. Optimalisasi Proses Pembuatan Lipstik


dengan Penambahan berbagai Konsentrasi Malam Lebah. Teknologi
Industru Pertanian. 14(3):95-100

Ramlah S. 2017. Karakteristik Mutu dan Efek Penambahan Polifenol pada Hand
Body Lotion Berbasis Lemak Kakao Terhadap Kulit. Jurnal Industri Hasil
Perkebunan 12(2):29-39

Rao YR, Rout PK. 2003. Geographical Location and Harvest Time Depent
Variation In The Compostion of Essential Oils of Jasminum sambac. (L.)
Aiton. Journal of Essential Oil Research. 15: 388-401

Rohdiana D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol dalam Daun Teh.
Majalah Jurnal Indonesia. 12(1): 53-58.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rondang T. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Dept. Teknik Kimia USU :
Medan

Rowe RC, Paul JS, Marian EQ. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients.
USA : Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association

Sabini D. 2006. Aplikasi Minyak Atsiri pada Produk Homecare dan


Personalcare.Prosiding Pengembangan Produk Baru dan Turunannya.
Konverensi Nasional Minyak Atisiri. Halaman 83-85.

58
Sartika J. 2015. Optimasi Tabir Surya Lemak Kakao Dalam Basis Vanishing
Cream Dengan Hemuctant Propilenglikol [skripsi. Malang : Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Saraswati R. 2012. “Pengertian Minyak Atsiri”.


http://www.rianasaraswati.com/tag/pengertian-minyak-atsiri/:.Diakses
pada 30 Januari 2019 14:00

Sastrohamidjojo H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press

Setyaningsih D, Hambali E, Nasution M. Aplikasi minyak sereh wangi (citronella


oil) dan geraniol dalam pembuatan skin lotion penolak nyamuk. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. 17(3):97-103

Shihab MQ. 2006. Membumikan Al-Qur’an : Surah Ar-Rahman. Bandung: Mizan

SNI 01-2346-2006. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori.


Badan Standarisasi Nasional

SNI 3748:2009. 2009. Lemak Cokelat. Badan Standarisasi Nasional

Suyanti, Prabawati S, Sjaifullah. 2003. Sifat Fisik dan Komponen Kimia Melati
Jasminum Oficinale. Buletin Plasma Nutfah. 9(2): 19-22

Tjitrosoepomo S. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press

Tohawa J. 2014. Kandungan Senyawa Polifenol pada Biji Kakao dan


Kontribusinya Terhadap Kesehatan. SIRINOV. 2(1): 1-16

Tranggono RI, Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.


Jakarta : Penerbit Pustaka Utama

Tricaesario C, Widayati RI. 2016. Efektivitas Krim Almond Oil 4% Terhadap


Tingkat Kelembaban Kulit. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 5(4): 599-610

Utami RR. 2018. Antioksidan Biji Kakao : Pengaruh Fermentasi dan


Penyangraian Terhadapn Perubahannya (Ulasan). Jurnal Industri Hasil
Pekebunan. 13(2): 75-85

Vishwakarma B, Summet D, Kushagara D, Hemant J. 2011. Formulation and


Evaluation Herbal Lipstik. International Jurnal of Drug Discovery Herbal
Research. 1(1): 18-19

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press

59
Wahyudi, Pangabean, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta:
Penebar Swadaya

Williams DF. 2009. Chemistry & Manufacturing of Comestic. USA: Making


Cosmetic Inc

Winarno FG.2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: MBRIO Press

Wood. 1975. Cocoa Tropical Agriculture. London: Longmas

Yoengsoep Y, Hyeonsuk H, Yeonkyeong L. 2008. Composition of Solid Perfume


for Decrase Stress. Minmanho. 1-9

60
6 LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Analisis Asam Lemak Bebas


Membuat NaOH 0,1 N

1000
E

gram

Standarisasi NaOH 0,1

V NaOH simplo = 26,1 ml

V NaOH duplo =26 ml

Simplo dan duplo  0,004

N NaOH rata rata = 0,0919 N

aOH m Titrasi 2 ,2
Asam emak ebas
erat sampel 1000
0,0 1 ,25 2 ,2
Asam emak ebas 1,1
,0 1000

61
Lampiran 2. Perhitungan Bilangan Penyabunan

Membuat HCl 0,5 N 250ml

10
E
10 11
5

12

1 1 2 2

1 12 250 05

1 10 1 ml

Standarisasi HCl 0,5N menggunakan Natrium tetraborat

Perlakuan V Natrium Tetraborat V NaOH

1 25 ml 0,1

2 25 ml 0,1

m
1 0
mg
1 0 01

Titrasi Sampel meggunakan HCl

V0 = 36,2

V1 = 29,4

0 1 H l M KOH
Angka Penyabunan
m (gr)

22 0 5 1
Angka Penyabunan
0 05

Angka Penyabunan 1 2 2

62
Lampiran 3. Uji Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat

Pengukuran Aktivitas Antioksidan Lemak Cokelat

Persen Inhibisi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi IC50 (ppm)
(%)
blanko 0,6540 -
10 0,6414 1,9
50 0,5938 9,2 168,27
100 0,4726 27,7
200 0,2545 61

Perhitungan Inhibisi lemak cokelat

(A blanko A sampel)
Inhibisi 100
A blanko
% Inhibisi 10 ppm

(0, 5 0 0, 1 )
Inhibisi 100
0, 5 0
Inhibisi 0,01 100
Inhibisi 1,

% Inhibisi 50 ppm

(0, 5 0 0,5 )
Inhibisi 100
0, 5 0
Inhibisi 0,0 2 100
Inhibisi ,2

% Inhibisi 100 ppm

(0, 5 0 0, 2 )
Inhibisi 100
0, 5 0
Inhibisi 0,2 100
Inhibisi 2 ,

63
% Inhibisi 200 ppm

(0, 5 0 0,25 5)
Inhibisi 100
0, 5 0
Inhibisi 0, 10 100
Inhibisi 1
Kurva Antioksidan Lemak Cokelat

70
60
y = 0.3201x - 3.8634
50 R² = 0.9923
40
% Inhibisi

30
Linear (i%)
20
10
0
0 50 100 150 200 250
-10
Konsentrasi (ppm)

y 0, 201 ,

50 0, 201 ,

50 ,
0, 201

IC50 = 168 ppm

64
Lampiran 4. Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

Pengukuran Aktivitas Antiosidan Vitamin C (Kontrol Positif)

Persen Inhibisi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi IC50 (ppm)
(%)
blanko 2,3840 -
2 2,2727 4,6
4 2,2392 6 44,6
6 2,2377 6,2
8 2,1927 8

Perhitungan Inhibisi Vitamin C

(A blanko A sampel)
Inhibisi 100
A blanko
% Inhibisi 2 ppm

(2, 0 2,2 2 )
Inhibisi 100
2, 0
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi ,

% Inhibisi 4 ppm

(2, 0 2,2 2)
Inhibisi 100
2, 0
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi

% Inhibisi 6 ppm

(2, 0 2,2 )
Inhibisi 100
2, 0
Inhibisi 0,0 2 100
Inhibisi ,2

65
% Inhibisi 8 ppm

(2, 0 2,1 2 )
Inhibisi 100
2, 0
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi

Kurva Antioksidan Vitamin C

9 y = 1.04x + 3.6
8 R² = 0.926
7
6
% Inhibisi

5
4 Series1
3 Linear (Series1)
2
1
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi (ppm)

y 1,0 –

50 1,0 ,

50 ,
1,0

IC50 = 44,6 ppm

66
Lampiran 5. GC-MS Minyak Melati

67
Lampiran 6. Uji Tingkat Kekerasan

68
Lampiran 7. Stabilitas Fisik Solid Perfume

Stabilitas minggu pertama Stabilitas minggu kedua

Stabilitas minggu ketiga Stabilitas minggu keempat

69
Lampiran 8. Homogenitas Solid Perfume

Solid perfume lemak cokelat 10% tanpa Solid perfume lemak cokelat 10%
minyak nilam dengan minyak nilam

Solid perfume lemak cokelat 20% tanpa Solid perfume lemak cokelat 20%
minyak nilam dengan minyak nilam

Solid perfume lemak cokelat 30% tanpa Solid perfume lemak cokelat 30%
minyak nilam dengan minyak nilam

70
Solid perfume lemak cokelat 40% tanpa Solid perfume lemak cokelat 40%
minyak nilam dengan minyak nilam

Solid perfume lemak cokelat 50% tanpa Solid perfume lemak cokelat 50%
minyak nilam dengan minyak nilam

71
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Tekstur Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 3 1 2 5 2 5 1 4 3 3
2 3 2 3 4 3 4 3 3 3 3
3 4 2 3 2 3 3 2 4 1 1
4 4 3 3 4 2 4 1 4 4 4
5 3 2 4 3 2 3 1 5 3 4
6 5 2 4 3 4 2 2 5 3 3
7 3 1 5 2 2 2 1 5 5 3
8 3 2 2 5 1 4 3 2 1 2
9 3 1 4 2 5 2 1 4 5 4
10 4 2 4 2 2 2 1 3 5 5
11 3 4 4 2 5 3 2 4 5 5
12 3 2 3 4 3 5 1 5 1 3
13 2 3 3 3 2 3 1 4 3 4
14 4 1 4 4 3 3 3 4 3 3
15 3 1 4 2 4 3 1 3 4 3
16 4 2 4 5 2 5 1 4 3 5
17 4 1 4 2 2 3 1 4 3 4
18 4 2 4 3 3 2 2 4 2 2
19 5 1 4 2 3 3 1 3 3 5
20 3 1 3 4 2 4 1 2 3 4
21 5 1 2 2 3 3 1 1 1 3
22 2 2 1 4 2 4 2 5 1 2
23 5 1 3 4 4 5 1 2 2 3
24 3 2 4 2 4 3 1 2 2 3
25 5 3 1 5 3 4 3 2 1 1
26 4 2 3 5 4 4 2 3 2 2
27 3 2 1 3 2 4 1 4 1 1
28 5 2 3 4 3 4 1 5 3 3
29 3 2 1 3 2 5 1 3 2 1
30 3 1 2 2 2 3 2 5 3 1
Jumlah 108 54 92 97 84 104 45 108 81 90
Rata-Rata 3,6 1,8 3,1 3,2 2,8 3,5 1,5 3,6 2,7 3,0

72
Lampiran 10. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Warna Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 4 2 4 4 4 2 1 4 3 4
2 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3
3 4 3 2 3 3 3 1 4 2 3
4 4 2 4 3 5 2 1 4 4 4
5 4 2 3 2 4 3 2 4 5 5
6 3 2 4 4 4 3 3 5 3 4
7 4 1 5 4 4 5 1 5 5 4
8 4 1 5 2 5 2 2 3 5 5
9 3 2 4 2 5 3 1 3 5 3
10 3 2 4 4 2 3 1 4 2 3
11 4 3 4 3 5 3 2 3 5 5
12 4 3 4 4 4 5 2 4 2 3
13 3 3 4 3 4 3 1 4 3 5
14 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4
15 2 1 5 1 5 3 1 2 3 4
16 3 2 4 4 4 3 2 5 5 5
17 5 2 5 3 4 4 3 5 5 5
18 4 3 4 3 3 2 1 4 2 3
19 5 1 4 3 4 3 0 4 5 5
20 4 2 4 3 2 3 1 4 4 3
21 5 1 2 2 0 1 2 2 2 3
22 3 1 2 4 2 5 1 4 3 3
23 4 1 2 1 2 3 1 2 2 5
24 4 1 3 4 3 2 1 3 3 5
25 4 1 2 4 2 5 1 3 2 3
26 4 3 4 4 4 5 2 4 3 1
27 4 3 2 4 3 3 2 5 4 2
28 4 2 3 3 2 2 1 4 3 4
29 3 3 2 4 3 4 2 5 2 1
30 3 1 3 2 2 3 2 4 3 2
Jumlah 112 61 105 94 101 96 48 114 101 109
Rata-Rata 3,7 2,0 3,5 3,1 3,4 3,2 1,6 3,8 3,4 3,6

73
Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Aroma Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 3 1 4 5 4 5 2 4 4 4
2 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4
3 4 3 3 2 3 1 1 4 2 2
4 4 2 4 2 2 2 1 4 2 4
5 3 3 4 4 5 5 4 5 5 5
6 4 3 4 3 3 3 2 4 4 4
7 3 1 2 1 2 1 1 5 4 2
8 4 2 5 2 1 1 2 3 4 2
9 3 1 3 2 4 1 3 3 5 5
10 4 1 5 1 3 2 1 3 4 3
11 2 2 3 2 3 2 2 4 4 5
12 4 3 4 3 3 2 2 4 5 4
13 2 1 3 3 2 3 2 4 5 3
14 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2
15 3 1 2 1 5 2 1 3 5 5
16 2 3 4 4 5 4 2 4 4 4
17 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4
18 4 3 4 3 4 2 2 4 3 3
19 5 1 5 2 3 2 1 2 4 5
20 3 2 4 2 3 4 2 3 4 4
21 4 1 2 3 3 3 1 3 3 4
22 1 1 2 3 3 4 3 5 4 5
23 4 1 5 3 4 3 1 4 4 5
24 3 1 4 5 4 4 1 4 4 5
25 4 1 3 5 2 5 3 3 4 4
26 4 3 4 4 4 4 3 2 2 1
27 3 4 3 4 3 4 2 4 2 1
28 4 2 2 3 3 3 2 4 3 3
29 3 2 4 3 4 5 2 4 3 1
30 3 1 3 3 2 4 2 5 3 1
Jumlah 100 56 105 88 97 91 62 111 110 104
Rata-Rata 3,3 1,9 3,5 2,9 3,2 3,0 2,1 3,7 3,7 3,5

74
Lampiran 12. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Penampakan Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 3 1 3 4 3 4 1 4 2 3
2 3 3 3 3 3 5 4 3 3 3
3 5 2 3 3 3 2 2 5 2 2
4 4 2 4 3 5 2 1 3 4 4
5 4 2 4 2 1 2 1 4 5 4
6 4 2 5 3 4 3 2 5 4 4
7 4 1 4 2 4 4 1 5 5 4
8 4 1 4 3 1 4 1 3 3 2
9 4 1 4 2 5 2 3 4 5 4
10 2 1 5 2 1 2 1 2 3 4
11 3 2 3 2 4 3 2 4 4 5
12 5 2 4 4 2 5 1 5 3 4
13 3 2 3 3 2 3 1 4 3 3
14 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3
15 2 1 4 2 4 3 1 2 3 3
16 4 2 4 4 3 5 1 4 4 5
17 4 2 4 4 4 4 3 4 3 4
18 4 2 3 4 3 2 2 4 2 3
19 5 1 4 3 3 2 1 2 3 4
20 4 1 4 3 3 4 1 3 3 4
21 4 1 3 2 4 3 1 3 3 4
22 3 1 2 4 3 5 2 4 1 4
23 4 1 3 2 3 3 4 3 3 4
24 3 1 2 2 2 3 1 3 2 4
25 3 1 2 4 2 5 1 3 2 2
26 3 2 4 4 3 4 2 3 2 1
27 4 2 2 4 2 4 2 5 1 1
28 4 2 3 3 3 2 1 4 2 3
29 4 1 3 4 2 5 2 5 1 1
30 4 2 3 3 2 3 2 5 3 2
Jumlah 110 47 102 91 86 101 50 111 86 98
Rata-Rata 3,7 1,6 3,4 3,0 2,9 3,4 1,7 3,7 2,9 3,3

75
Lampiran 13. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Kelembaban Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 3 4 3 5 1 5 3 4 1 1
2 2 2 2 5 2 5 4 2 2 2
3 4 2 1 2 2 1 2 4 1 1
4 4 2 3 4 2 3 1 3 2 3
5 3 2 4 2 1 2 1 4 5 5
6 4 2 4 3 4 3 3 5 3 4
7 4 1 5 1 1 2 1 5 4 3
8 3 1 2 4 1 4 1 5 1 1
9 4 1 5 4 5 4 2 4 5 5
10 3 2 5 2 2 3 2 4 3 5
11 3 2 4 3 2 5 3 5 2 4
12 3 3 2 4 3 4 3 4 2 3
13 2 2 3 4 2 3 2 4 2 3
14 2 2 3 3 2 3 2 3 2 3
15 4 1 4 1 4 2 1 3 3 4
16 3 4 1 4 2 4 2 4 2 5
17 4 2 4 3 2 2 2 5 3 5
18 4 2 4 5 4 3 1 4 1 2
19 5 2 1 3 4 4 2 4 1 3
20 3 2 3 4 3 4 2 4 3 4
21 4 1 2 3 4 3 1 2 2 4
22 1 1 2 4 2 5 1 4 1 3
23 4 1 2 2 2 4 1 2 2 3
24 5 1 3 4 2 2 1 2 2 3
25 4 1 2 4 3 5 1 3 1 1
26 5 4 2 0 3 5 2 3 2 1
27 4 2 1 3 2 4 1 4 1 1
28 4 3 2 3 1 2 1 2 4 3
29 3 3 1 3 2 5 1 4 1 1
30 3 2 3 3 2 3 2 5 3 2
Jumlah 104 60 83 95 72 104 52 111 67 88
Rata-Rata 3,5 2,0 2,8 3,2 2,4 3,5 1,7 3,7 2,2 2,9

76
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Kesukaan Terhadap
Kenyamanan Dikulit Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 4 2 4 5 4 5 1 5 3 3
2 4 1 4 5 4 5 3 3 3 3
3 4 1 3 2 3 3 2 4 1 1
4 1 2 3 1 3 1 2 1 3 4
5 4 2 5 3 2 3 1 4 5 5
6 4 2 4 2 4 3 2 4 4 4
7 3 1 4 1 2 2 1 5 4 2
8 5 1 2 4 1 4 1 3 1 1
9 4 1 5 3 5 3 2 4 5 4
10 4 2 5 2 3 3 1 5 4 5
11 4 2 3 3 2 2 5 3 3 2
12 4 3 3 3 2 5 1 4 3 4
13 2 1 3 3 2 3 2 4 3 4
14 4 3 4 3 2 3 3 4 4 3
15 3 1 4 1 4 2 1 2 3 4
16 2 3 4 4 2 4 1 4 3 5
17 4 3 2 2 2 3 2 4 2 4
18 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4
19 4 1 4 3 3 2 1 2 4 4
20 3 2 3 3 3 4 2 3 4 4
21 5 1 3 3 2 4 1 2 2 3
22 1 1 1 3 3 5 1 5 1 2
23 5 1 2 3 2 4 1 2 0 3
24 5 1 2 4 1 3 1 4 1 2
25 4 2 3 4 3 4 2 5 1 3
26 4 4 3 3 3 2 3 2 1 1
27 3 2 1 3 1 3 2 5 1 1
28 4 2 3 4 3 3 1 3 3 4
29 4 2 1 3 1 5 3 5 2 1
30 4 2 3 3 3 3 3 5 2 2
Jumlah 110 55 95 90 79 99 55 110 80 92
Rata-Rata 3,7 1,8 3,2 3,0 2,6 3,3 1,8 3,7 2,7 3,1

77
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Homogenitas Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4
2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 5 3 4 3 4 3 3 5 1 2
4 4 3 4 4 3 5 2 4 5 5
5 4 2 4 4 2 3 2 4 5 5
6 4 2 5 4 4 4 2 5 5 5
7 4 1 4 2 2 2 1 5 4 3
8 3 1 5 2 4 1 1 4 4 4
9 4 1 5 4 5 3 2 3 5 5
10 4 0 4 4 2 5 2 5 4 4
11 5 3 5 4 5 5 3 5 5 5
12 4 1 2 2 3 4 1 5 3 4
13 4 2 4 3 1 4 3 4 4 3
14 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4
15 3 1 4 1 4 4 1 3 5 3
16 4 1 5 3 2 4 2 5 5 5
17 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4
18 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4
19 5 1 5 4 5 4 1 4 5 5
20 3 2 3 4 3 4 2 4 3 4
21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
22 4 1 3 4 4 5 1 5 2 2
23 4 1 4 3 3 4 1 3 3 4
24 5 1 3 3 3 3 1 4 3 3
25 4 3 4 2 2 4 3 3 2 4
26 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3
27 4 3 4 4 3 5 4 4 3 5
28 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4
29 4 3 4 4 3 4 4 4 4 1
30 4 2 3 3 4 3 3 5 4 0
Jumlah 121 65 119 102 102 114 73 123 115 112
Rata-Rata 4,0 2,2 4,0 3,4 3,4 3,8 2,4 4,1 3,8 3,7

78
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Kesukaan
Umum Produk Solid perfume

FOMULASI
PANELIS
A B C D E F G H I J
1 3 1 4 5 4 4 2 2 3 3
2 3 1 3 4 3 4 1 3 3 3
3 5 1 2 2 3 3 2 5 1 1
4 5 2 3 1 2 2 1 2 3 3
5 4 2 4 2 2 4 1 3 5 5
6 3 2 4 4 3 4 4 5 3 3
7 3 1 3 2 2 2 1 5 3 2
8 3 1 2 3 2 4 1 2 4 4
9 3 1 4 2 5 2 2 4 5 4
10 3 1 5 2 1 0 1 3 5 5
11 5 2 5 4 2 3 1 5 3 3
12 3 1 2 4 2 4 1 5 2 3
13 2 2 3 2 2 2 1 3 3 3
14 2 1 2 4 2 4 2 2 2 2
15 2 1 5 1 4 2 1 2 3 4
16 4 1 3 2 2 2 1 3 3 5
17 4 2 3 2 2 2 2 4 2 4
18 3 2 3 3 2 2 1 3 2 2
19 5 1 3 3 5 5 1 5 2 4
20 4 1 4 4 4 3 1 3 4 3
21 5 1 2 3 3 3 1 2 2 3
22 4 1 1 3 2 5 1 4 2 2
23 3 1 2 4 4 4 1 2 2 3
24 4 1 2 3 3 3 1 3 2 5
25 3 1 4 3 4 5 2 3 2 2
26 5 2 2 2 2 5 2 2 2 2
27 4 3 2 3 3 4 4 5 4 3
28 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4
29 4 2 3 4 4 5 3 3 2 3
30 4 3 3 3 4 3 3 5 4 3
Jumlah 109 45 91 87 86 99 50 101 86 96
Rata-Rata 3,6 1,5 3,0 2,9 2,9 3,3 1,7 3,4 2,9 3,2

79
Lampiran 17. Pengukuran Antioksidan Solid perfume F3 (Lemak Cokelat 30%
Tanpa Minyak Nilam)

Persen Inhibisi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi IC50 (ppm)
(%)
blanko 0,835 -
10 0,708 15,2
50 0,602 27,9 237,83
100 0,529 36,6
200 0,425 49,9

Perhitungan Inhibisi Solid Perfume F3

(A blanko A sampel)
Inhibisi 100
A blanko
% Inhibisi 10 ppm

(2,21 1 2,0 1 )
Inhibisi 100
2,21 1
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi ,

% Inhibisi 50 ppm

(2,21 1 2,01 )
Inhibisi 100
2,21 1
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi ,

% Inhibisi 100 ppm

(2,21 1 1, 05)
Inhibisi 100
2,21 1
Inhibisi 0,10 100
Inhibisi 10,

80
% Inhibisi 200 ppm

(2,21 1 1, 00 )
Inhibisi 100
2,21 1
Inhibisi 0, 100
Inhibisi

Kurva Antioksidan Solid perfume F3

60
y = 0.1744x + 16.703
50 R² = 0.9601

40
%Inhibisi

30

20

10

0
0 50 100 150 200 250

Konsentrasi (ppm)

y 0, 1 , 0

50 0,1 1 , 0

50 –
0,1

2 , ppm

IC50 = 273,83 ppm

81
Lampiran 18. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Solid perfume F8 (Lemak
cokelat 30% dengan minyak nilam)

Persen Inhibisi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi IC50 (ppm)
(%)
Blanko 0,8322 -
10 0,68 18,2
50 0,589 29,2 201,98
100 0,51 38,7
200 0,423 49,1

Perhitungan Inhibisi Solid Perfume F8

(A blanko A sampel)
Inhibisi 100
A blanko

%Inhibisi 10 ppm

(2, 5 2 2, 5 5)
Inhibisi 100
2, 5 2
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi ,

% Inhibisi 50 ppm

(2, 5 2 2,5 0)
Inhibisi 100
2, 5 2
Inhibisi 0,0 0 100
Inhibisi

% Inhibisi 100 ppm


(2, 5 2 2,5 )
Inhibisi 100
2, 5 2
Inhibisi 0,0 100
Inhibisi ,

82
% Inhibisi 200 ppm
(2, 5 2 2, 11)
Inhibisi 100
2, 5 2
Inhibisi 0,10 100
Inhibisi 10,

Kurva Antioksidan Solid perfume F8

60

50 y = 0.1566x + 19.703
R² = 0.9483
40
% Inhibisi

30

20

10

0
0 50 100 150 200 250
Konsentrasi (ppm)

y 0, 1 , 0

50 0, 1 , 0

50 – 1 , 0
0,15

201, ppm

IC50 = 201,98 ppm

83
Lampiran 19. Lembar Uji Kuisioner Organoleptik

84
85
86
BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Novia Suryani

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 24 November 1997

NIM : 11150960000032

Anak Ke : 3 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl KH Dewantara Gg Ketapang No. 22


RT03/07
Kp Sawah Lama- Ciputat

Telp/HP : 089509046740

Email : noviaaass@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN 09 Ciputat Lulus Tahun 2009

Sekolah Menengah Pertama : MTsN 3 Jakarta Selatan Lulus Tahun 2012

Sekolah Menengah Atas : SMAN 108 Jakarta Lulus Tahun 2015

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk Tahun 2015

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Laboratory Management of Chemistry UIN Jakarta


Jabatan Anggota Divisi Dana Usaha (2015-2016)

2. Himpunan Mahasiswa Kimia


Jabatan Staf Ahli Dept. Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (2016-2017)

3. Senat Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi


Jabatan Anggota Komisi I (2018)

4. Himpunan Mahasiswa Kimia


Jabatan Mentri Koodinator Kementrian Kemahasiswaan (2018)

5. Senat Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi


Jabatan Ketua Komisi I (2019)

87
PENGALAMAN KERJA

1. Praktik Kerja Lapangan : Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)/2018


Pusat Reaktor Serba Guna,
Judul PKL Kontrol Kualitas Air Pada Proses
Pembuatan Air Bebas Mineral Reaktor Serba
Guna G.A Siwabessy
2. PT. Ruang Raya Indonesia (Ruangguru.com)
Sebagai Tutor Kimia SMA, sejak 2017

3. Bimbel Modern Plus


Sebagai Pengajar Kimia SMA (2018-2019)

88

Anda mungkin juga menyukai