Anda di halaman 1dari 79

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN

SABUN TRANSPARAN DENGAN MENGGUNAKAN


VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DAN VITAMIN E
SEBAGAI PELEMBAB KULIT WAJAH

SKRIPSI

OLEH:
WILDA PUTRI PRILIA HUTASUHUT
NIM 151501187

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN
SABUN TRANSPARAN DENGAN MENGGUNAKAN
VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DAN VITAMIN E
SEBAGAI PELEMBAB KULIT WAJAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
WILDA PUTRI PRILIA HUTASUHUT
NIM 151501187

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Efektivitas

Sediaan Sabun Transparan dengan Menggunakan (VCO) dan

Vitamin E sebagai Pelembab Kulit Wajah”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Sabun transparan merupakan sabun yang dapat memancarkan cahaya yang

menyebar dalam bentuk partikel-partikel yang kecil, sehingga objek yang berada

di luar sabun akan terlihat jelas. VCO adalah minyak yang paling kaya akan

kandungan asam lemak yang menguntungkan kulit dibandingkan minyak lainnya.

Vitamin E memberikan perlawanan terhadap kekeringan dengan membantu

memberikan pelembab natural pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk

memformulasikan VCO dan Vitamin E dalam bentuk sediaan sabun transparan

sebagai pelembab dan uji efektivitasnya terhadap kulit wajah sukarelawan serta

menguji kualitasnya berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Hasil yang

diperoleh dari sediaan yang diformulasikan adalah dengan penambahan

konsentrasi vitamin E 3% memiliki efektivitas pelembab paling baik yaitu

dengan rata-rata persen peningkatan kadar air sebesar 32,55% dan memenuhi

syarat mutu sabun dengan parameter kadar air 2,8%, total lemak 1,5%, bahan

tidak larut dalam etanol 2,0 %, alkali bebas 0,03%, kadar klorida 0,58% serta

lemak yang tidak tersabunkan 0,2%., memiliki stabilitas fisik dan busa yang stabil

v
Universitas Sumatera Utara
yaitu 76,9%-83,3%, pH 9,0-9,1, serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit.

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan kajian dalam pembuatan sediaan sabun

transparan.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang

sebesar besarnya kepada ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan bantuan

selama skripsi ini berlangsung. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan

terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Ibu Dr. Sumaiyah,

M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam

penyusunan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan

penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Almarhum Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.Si., Apt dan Ibu Lia Laila,

S.Farm., M.Sc., Apt., selaku dosen penasihat akademik yang telah banyak

memberikan nasihat dan bimbingan selama masa pendidikan serta Bapak dan Ibu

staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama

perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan

tidak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Syamsul Bahri Hutasuhut,

Ibunda Aida Fitriana, S.E dan Abangda Baginda Novrialsyah Hutasuhut, S.H serta

Adikku Abdilla Syadzali Barrah Hutasuhut yang tiada hentinya mendoakan,

memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi

kesuksesan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-

vi
Universitas Sumatera Utara
sahabatku grup Benzena, Santuy, Asisten Laboratorium Kosmetologi, sahabat-

sahabat seperjuangan penelitian, serta teman-teman sejawat Farmasi 2015 yang

selalu membantu dan tiada hentinya memberikan dorongan selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini berlangsung.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

kepada masyarakat dan ilmu pendidikan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 09 Oktober 2019


Penulis,

Wilda Putri Prilia Hutasuhut


NIM 151501187

vii
Universitas Sumatera Utara
viii
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SABUN TRANSPARAN
DENGAN MENGGUNAKAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DAN
VITAMIN E SEBAGAI PELEMBAB KULIT WAJAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Sabun transparan merupakan salah satu produk inovasi sabun
yang memiliki busa yang lebih halus dibandingkan dengan sabun biasa. Vitamin E
(tokoferol) berperan penting dalam proses perawatan kulit, terutama untuk
membantu memberikan pelembab natural pada kulit. Dengan penambahan vitamin
E akan menambah manfaat kelembaban terhadap kulit wajah dalam pembuatan
sediaan sabun transparan dengan menggunakan .
Tujuan: Memformulasi serta mengevaluasi efektivitas sediaan sabun transparan
yang dibuat menggunakan dan vitamin E sebagai pelembab
kulit wajah.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan
memformulasikan sediaan sabun transparan menggunakan ,
NaOH, asam stearat, etanol 96%, sukrosa, propilen glikol, gliserin, asam sitrat,
TEA, parfum dan vitamin E dengan konsentrasi 1% (F1); 2% (F2); 3% (F3); dan
formula tanpa vitamin E (F0). Evaluasi sediaan sabun transparan meliputi
pemeriksaan fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar, pengukuran pH
dan stabilitas busa, uji iritasi (edema, eritema, vasikula), uji efektivitas pelembab
menggunakan ( ) dan uji syarat mutu sabun (kadar air, total
lemak, bahan tidak larut dalam etanol, bahan yang tidak tersabunkan, kadar
klorida, asam lemak bebas).
Hasil: Sediaan sabun transparan yang dihasilkan memiliki stabilitas fisik dan busa
yang stabil yaitu 76,9%-83,3%, pH 9,0-9,1, serta tidak menyebabkan iritasi pada
kulit. Uji efektivitas pelembab menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
vitamin E semakin tinggi kelembaban pada kulit wajah 12 sukarelawan,
efektivitas paling baik sebagai pelembab adalah sabun transparan dengan
konsentrasi vitamin E 3% yaitu dengan rata-rata persen peningkatan kadar air
sebesar 32,55% dan memenuhi syarat mutu sabun dengan parameter kadar air
2,8%, total lemak 1,5%, bahan tidak larut dalam etanol 2,0 %, alkali bebas 0,03%,
kadar klorida 0,58% serta lemak yang tidak tersabunkan 0,2%.
Kesimpulan: Sediaan sabun transparan dapat diformulasikan dengan
meggunakan dan Vitamin E. Sabun transparan dengan
konsentrasi vitamin E 3% memberikan efektivitas paling baik dalam
melembabkan kulit wajah.

Kata Kunci:

ix
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION AND TEST THE EFFECTIVITY OF TRANSPARENT
SOAP USING VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AND VITAMIN E AS
FACIAL SKIN MOISTURIZER

ABSTRACT

Background: Transparent soap is one of the innovative soap products that had
finer foam compared to ordinary soap. Vitamin E (tocopherol) plays an important
role in the process of skin care, especially to help provide a natural moisturizer on
the skin. With the addition of vitamin E will increase the benefits of moisture on
facial skin in making transparent soap using virgin coconut oil.
Objective: To formulate and evaluate the effectiveness of transparent soap by
using virgin coconut oil and vitamin E as moisturizers for facial skin.
Methods: This study used an experimental method by formulating transparent
soap using virgin coconut oil, NaOH, stearic acid, ethanol 96%, sucrose,
propylene glycol, glycerin, citric acid, TEA, perfume and vitamin E with a
concentration of 1% (F1); 2% (F2); 3% (F3); and formula without vitamin E (F0).
Evaluation of transparent soap included physical examination for 12 weeks at
room temperature, measurement of pH and foam stability, irritation test (edema,
erythema, vascula), moisturizing effectivity test using a skin analyzer (moisture)
and a test of the quality requirements of soap (water content, total fat, insoluble
material in ethanol, unsaponificable material, chloride total, free fatty acids).
Results: The resulting transparent soap had physical stability and stable foam that
was 76.9%-83.3%, pH 9.0-9.1, and did not cause skin irritation. Moisture
effectivity test showed that the higher the concentration of vitamin E the higher
the moisture on the facial skin of 12 volunteers, the highest effectivity as a
moisturizer was transparent soap with a 3% vitamin E concentration that was with
an average percent increase in water content of 32.55% and fulfill the soap quality
requirement with water content parameters of 2.8%, total fat of 1.5%, insoluble
material in ethanol of 2.0%, free alkali of 0.03%, chloride total of 0.58% and
unsaponificable material of 0.2%.
Conclusion: Transparent soap can be formulated using virgin coconut oil and
vitamin E. Transparent soap with a concentration of vitamin E 3% provides the
highest effectivity in moisturizing facial skin.

Keywords:

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .............................................. vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah ......................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian.......................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 5
2.1 Kulit ........................................................................................................... 5
2.1.1 Struktur Kulit .......................................................................................... 5
2.1.2 Fungsi Kulit............................................................................................. 9
2.1.3 Jenis-Jenis Kulit ...................................................................................... 10
2.1.4 Kelembaban Kulit ................................................................................... 11
2.2 Pelembab .................................................................................................... 12
2.3 Sabun .......................................................................................................... 13
2.4 Sabun Transparan ....................................................................................... 15
2.5 Uraian Bahan-Bahan Sediaan Sabun Transparan ...................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 23
3.1 Alat ............................................................................................................. 23
3.2 Bahan ......................................................................................................... 23
3.3 Sukarelawan ............................................................................................... 24
3.4 Formulasi Sediaan ...................................................................................... 24
3.5 Pembuatan Sabun Transparan .................................................................... 26
3.6 Pemeriksaan Stabilitas Fisik Sediaan ......................................................... 27
3.7 Pengukuran pH Sediaan ............................................................................. 27
3.8 Pengukuran Stabilitas Busa ........................................................................ 27
3.9 Pengelompokkan Sukarelawan .................................................................. 27
3.10 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan............................................................. 28
3.11 Pengujian Efektivitas Kelembaban .......................................................... 28
3.12 Penentuan Syarat Mutu Sabun ................................................................. 28
3.12.1 Penentuan Kadar Air ............................................................................. 28
3.12.2 Penentuan Total Lemak ........................................................................ 29
3.12.3 Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Etanol ........................................ 30
3.12.4 Penentuan Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas ...................................... 30
3.12.5 Penentuan Kadar Klorida ...................................................................... 31

xi
Universitas Sumatera Utara
3.12.6 Penentuan Lemak Tidak Tersabunkan .................................................. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 34
4.1 Pemeriksaan Stabilitas Fisik Sediaan ......................................................... 34
4.2 Pengukuran pH Sediaan ............................................................................. 35
4.3 Pengukuran Stabilitas Busa ........................................................................ 36
4.4 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan............................................................... 37
4.5 Pengujian Efektivitas Kelembaban ............................................................ 38
4.6 Penentuan Syarat Mutu Sabun ................................................................... 41
4.6.1 Penentuan Kadar Air ............................................................................... 42
4.6.2 Penentuan Total Lemak........................................................................... 42
4.6.3 Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Etanol .......................................... 42
4.6.4 Penentuan Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas ........................................ 43
4.6.5 Penentuan Kadar Klorida ........................................................................ 43
4.6.6 Penentuan Lemak Tidak Tersabunkan .................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 45
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 45
5.2 Saran ........................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 46
LAMPIRAN ..................................................................................................... 49

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

2.1 Syarat Mutu Sabun .................................................................................... 15


2.2 Komposisi Asam Lemak yang Terkandung Dalam
(VCO) ....................................................................................................... 19
3.1 Formula Sediaan Sabun Transparan dengan Penambahan Variasi
Konsentrasi Vitamin E .............................................................................. 26
4.1 Data Pengamatan Stabilitas Fisik Sediaan Sabun Transparan .................. 34
4.2 Data Hasil Pengukuran pH Rata-Rata Sediaan Sabun Transparan
dengan Menggunakan (VCO) dan Vitamin E ........... 35
4.3 Data Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sediaan Sabun Transparan
dengan Menggunakan (VCO) dan Vitamin E ........... 36
4.4 Data Hasil Uji Iritasi ................................................................................. 38
4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Pelembab ...................................................... 39
4.6 Spesifikasi Mutu Sabun (SNI 3532-2016) ................................................ 41

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Formulasi Sediaan Sabun Transparan dengan


Menggunakan Virgin Coconut Oil (VCO) dan Vitamin E ....................... 4
2.1 Struktur Anatomi Kulit ............................................................................. 5
2.2 Reaksi Saponifikasi Trigliserida ............................................................... 13
2.3 Struktur Vitamin E .................................................................................... 16
4.1 Hasil Pengukuran Stabilitas Busa ............................................................. 36
4.2 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula Terhadap Kadar Air (Moisture)
Pada Kulit Wajah Sukarelawan ................................................................ 40

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Persetujuan Komisi Etik .................................................................. 49


2. Lembar Persetujuan Menjadi Sukarelawan Penelitian.............................. 50
3. Bagan Pembuatan Formula Sabun ............................................................ 51
4. Gambar Alat dan Bahan ............................................................................ 52
Sediaan Sabun Transparan dengan Menggunakan
(VCO) dan Vitamin E ............................................................................... 53
6. Hasil Pengukuran pH ................................................................................ 54
7. Perhitungan Stabilitas Busa ...................................................................... 55
8. Pengukuran pH dan Stabilitas Busa .......................................................... 56
9. Perhitungan Penentuan Syarat Mutu Sediaan Sabun Transparan dengan
Menggunakan (VCO) dan Vitamin E ....................... 57
10. Hasil Penentuan Syarat Mutu Sediaan Sabun Transparan dengan
Menggunakan (VCO) dan Vitamin E ....................... 59
11. Salah Satu Contoh Hasil Uji Efektivitas Kelembaban Sediaan Sabun
Transparan dengan Menggunakan (VCO) dan
vitamin E Pada Wajah Sukarelawan ......................................................... 60
12. Perhitungan Stoikiometri Formula ............................................................ 64

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ pertama yang terkena polusi oleh zat-zat yang

terdapat di lingkungan hidup kita. Secara alamiah kulit telah berusaha untuk

melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak diatas kulit yang

diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya

lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi

tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu di

perlukan perlindungan tambahan yaitu dengan cara memberikan kosmetik

pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun transparan merupakan salah satu produk inovasi sabun yang

menjadikan sabun menjadi lebih menarik. Sabun transparan memiliki busa yang

lebih halus dibandingkan dengan sabun (sabun tidak transparan). Sabun

transparan mengandung gliserin maka sabun transparan disebut juga sebagai

sabun gliserin. Sabun jenis ini sangat tepat digunakan untuk jenis kulit yang

sedikit kering atau normal (Qisti, 2009).

Saat ini konsumen tidak hanya menginginkan sabun yang dapat

membersihkan kulit, tetapi juga menimbulkan kesan lembut pada kulit. Dengan

adanya perubahan permintaan konsumen tersebut, maka perlu ditambahkan

senyawa yang dapat meningkatkan kelembutan ( ) di kulit setelah

pemakaian sabun. Gliserin dan asam lemak bebas merupakan bahan tambahan

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bahan lainnya yang

1
Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan antara lain vitamin E, jojoba oil, lanolin, beeswax, dll (Barel,

dkk., 2001).

Vitamin E (tokoferol) adalah salah satu antioksidan yang lebih dikenal

digunakan dalam formulasi perawatan kulit. Banyak penelitian menunjukkan

kemampuan vitamin E secara topikal dan turunannya dapat menghambat

peroksidasi lipid yang diinduksi oleh radiasi UV dan beberapa peneliti telah

menyarankan efektivitas vitamin E sebagai anti-penuaan (Haerani, 2018).

Riset membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap

kekeringan dengan membantu memberikan pelembab natural pada kulit.

Penelitian juga membuktikan bahwa vitamin E bisa mengurangi molekul jahat

yang terjadi akibat paparan asap rokok (IOM, 2000).

Kelapa ( ) merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia

yang cukup potensial. Hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat

dimanfaatkan. Banyak kegunaan yang dapat diperoleh dari kelapa dan salah satu

cara untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya menjadi minyak

makan atau minyak goreng (Suhardiyono, 1995).

Penggunaan VCO sebagai bahan dasar pembuatan sabun karena VCO

adalah minyak yang paling kaya dengan kandungan asam lemak yang

menguntungkan kulit dibandingkan dengan minyak lainnya dan warna VCO yang

bening putih jernih dan mudah larut dalam air. Asam lemak yang paling dominan

dalam VCO adalah asam laurat (HC12H23O2). Kandungan utama pada VCO adalah

asam laurat 46%. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena

mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik dan lembut untuk produk

sabun (Suhardiyono, 1995).

2
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

memformulasikan (VCO) dan vitamin E menjadi sediaan

sabun transparan sebagai pelembab kulit wajah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Apakah sabun transparan dapat diformulasikan dengan

(VCO) dan vitamin E?

b. Apakah sediaan sabun transparan dengan penambahan variasi konsentrasi

vitamin E memiliki kemampuan melembabkan kulit wajah?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

a. Sabun transparan dapat diformulasikan dengan (VCO)

dan vitamin E.

b. Sediaan sabun transparan dengan penambahan variasi konsentrasi vitamin E

memiliki kemampuan melembabkan kulit wajah.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk memformulasi sabun transparan dengan (VCO)

dan vitamin E.

3
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui kemampuan melembabkan kulit wajah dari sediaan sabun

transparan dengan penambahan variasi konsentrasi vitamin E.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah meningkatkan daya guna dari

(VCO) dan vitamin E sebagai sediaan sabun transparan sebagai

pelembab kulit wajah.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Pemeriksaan Pemeriksaan Stabilitas


Sediaan Fisik Sediaan (12
Sabun c. Minggu)
Transparan Pengukuran Stabilitas
Busa
pH (9-11)

Uji Kadar Air


Efektifitas Dehidrasi : 0-29,
Konsentrasi Dengan Normal : 30-50,
Vitamin E dalam Hidrasi : 51-100.
sediaan sabun
transparan yang
menggunakan Uji Iritasi - Vesikula
Terhadap - Eritema
(VCO) Sukarelawan - Edema

Uji Kualitas Kadar Air (Maks 15%)


Mutu Sediaan Total Lemak (Min 65%)
Sabun Padat Bahan Tidak Larut Dalam
Berdasarkan Etanol (Maks 5%)
SNI Alkali Bebas (Maks 0,1%)
Fraksi Tidak Tersabunkan
(Maks 0,5%)
Kadar Klorida (Maks 1,0)

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Formulasi Sediaan Sabun Transparan dengan


Menggunakan Virgin Coconut Oil (VCO) dan Vitamin E

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh.

Kulit menyokong penampilan dan kepribadian seseorang dan menjadi ciri

berbagai tanda kehidupan (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Struktur kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar

adalah sebagai berikut :

a. Lapisan epidermis

b. Lapisan dermis

c. Lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997)

Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit

5
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1 Epidermis

Lapisan paling luar yang terdiri atas lapisan epitel gepeng. Unsur

utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit) dan sel melanosit. Lapisan epidermis

tumbuh terus karena lapisan sel induk yang berada di lapisan bawah bermitosis

terus menerus, sedangkan lapisan paling luar epidermis akan mengelupas dan

gugur. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada bagian tubuh, yang tebal

berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan

yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan

perut. Sel-sel epidermis ini disebut keratinosit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menurut Anderson (1996), lapisan epidermis tersusun dari 5 lapisan, yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan

paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit

pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini

berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

b. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan

transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai

sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3

lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk

menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.

d. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan

yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum

adalah keratinosit yang membentuk keratin.

6
Universitas Sumatera Utara
e. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling

dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun

epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak

ke atas membentuk lapisan spinosum.

2.1.1.2 Dermis

Dermis merupakan komponen penting pada tubuh, tidak hanya sebagai

penyedia nutrisi, imunitas, dan bantuan lain untuk epidermis melalui lapisan

papiler tipis pada epidermis tetapi juga berperan pada pengaturan suhu, tekanan,

dan rasa sakit. Dermis memiliki ketebalan 0,1-0,5 cm dan mempengaruhi

elastisitas kulit (Walters, 2007).

Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut

kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak.

Pada dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar

keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh

darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan

lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dermis terbentuk dari sel-sel, serat, dan zat dasar (). Sel-

sel yang paling banyak adalah fibroblas. Sel ini merupakan tempat produksi

komponen dermal lainnya yaitu serat-serat dermis dan zat dasar (Tabor dan Blair,

2009).

Serat yang diproduksi oleh fibroblas ada beberapa tipe sesuai dengan

fungsi mereka :

7
Universitas Sumatera Utara
a. Serat kolagen

Merupakan serat yang paling banyak dan tersusun dari asam amino

tertentu seperti prolin, hidroksiprolin, dan glisin yang membentuk struktur

berserat. Fungsi serat kolagen adalah menunjang struktur internal kulit.

b. Serat elastis

Komponen utama serat elastis adalah protein yang disebut elastin. Fungsi

serat ini adalah untuk memberikan elastisitas kulit untuk semua gerakan

tubuh. Kerusakan dari serat ini adalah penyebab utama dari .

c. Zat dasar ( )

Terbentuk dari zat-zat seperti asam mukopolisakarida (glikosaminoglikan,

secara kimia diklasifikasikan sebagai gula kompleks), asam hialuronat, dan

kondroitin sulfat. Glikosaminoglikan dan protein spesifik lainnya membentuk

agregat molekular besar yang disebut proteoglikan. Karakteristiknya adalah

kemampuan untuk mengikat molekul air, sehingga membentuk gel amorf

yang berfungsi agar nutrisi dan oksigen masuk ke jaringan dan melindungi

struktur dermal (Tabor dan Blair, 2009).

2.1.1.3 Subkutan

Jaringan subkutan atau sering juga disebut jaringan hipodermis. Lapisan

ini merupakan jaringan sel-sel lemak yang terhubung dengan dermis melalui serat

kolagen dan elastin. Selain sel lemak, sel utama lain yang terdapat pada

hipodermis adalah fibroblas dan makrofag (Walters, 2007).

Fungsi jaringan subkutan adalah sebagai lapisan pelindung organ vital dari

trauma dan pelindung dari suhu dingin. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai

cadangan energi dan membentuk struktur tubuh (Baki dan Alexander, 2015).

8
Universitas Sumatera Utara
Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel

penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur

lainnya. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan,

sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan

memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).

2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit memiliki berbagai fungsi bagi tubuh, diantaranya adalah:

1. Proteksi (pelindung)

Kulit berfungsi untuk melindungi organ-organ tubuh dari pengaruh

lingkungan luar.

2. Termoregulasi (menjaga keseimbangan temperatur tubuh)

Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar

pada saat suhu udara panas berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Keluarnya

keringat adalah salah satu mekanisme tubuh untuk menjaga stabilitas

temperatur.

3. Organ sekresi

Kulit juga berfungsi sebagai organ untuk melepaskan kelebihan air dan

zat-zat lainnya, seperti NaCl, amonia, dan lain-lain.

4. Persepsi sensoris

Sebagai alat peraba, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan,

rasa sakit, dan tekanan.

5. Absorpsi

Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

9
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jenis-Jenis Kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian :

a. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan

kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit

kecil.

b. Kulit berminyak

Merupakan jenis kulit yang memiliki kadar minyak berlebihan di

permukaan kulit sehingga tampak mengkilap, memiliki pori-pori besar,

mudah berjerawat.

c. Kulit kering

Merupakan kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa

kaku, tidak elastis, dan mudah berkeriput.

d. Kulit kombinasi

Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan

berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi

berkulit kering.

e. Kulit sensitif

Merupakan kulit yang memberikan respons secara berlebihan terhadap

kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia

lainnya yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah

menjadi iritasi, kulit menjadi lebih tipis dan sangat sensitive

(Noormindhawati, 2013).

10
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kelembaban Kulit

Kulit yang lembab berarti kulit yang memiliki kadar minyak lebih tinggi

daripada kulit yang kering. Kulit yang berminyak memiliki kemampuan

mempertahankan kadar air lebih tinggi daripada kulit yang kering. Peran

kelembaban kulit adalah untuk manjaga kadar air yang berada dalam kulit dalam

rangka mempertahankan elastisitasnya (Prianto, 2014).

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang

antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak

tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan

menyebabkan dehidrasi kulit. Kandungan air di dalam stratum korneum,

meskipun sedikit (hanya 10%), sangat penting. Air yang terkandung dalam

stratum korneum sangat berpengaruh pada kelembutan dan elastisitas stratum

korneum (Tranggono dan Latifah, 2007).

Pada kulit kering yang terjadi pada keadaan kelembaban udara yang sangat

rendah, penguapan air dari kulit sangat tinggi, atau kelainan kulit tertentu yang

menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar, kosmetik pelembab dapat

mengurangi penguapan kulit dengan cara menutupinya. Kosmetik pelembab berisi

minyak nabati atau minyak hewani yang terkadang bersifat komedogenik, dan

minyak pengganti tidak dapat seluruhnya menggantikan minyak alamiah yang

keluar dari kelenjar palit, namun setidaknya dapat membantu dalam segi fisik

proteksi dan pelembut kulit. Pada kondisi tertentu pelembaban diperlukan oleh

kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Berbagai faktor baik dari luar

tubuh (eksternal) maupun dari dalam tubuh (internal) dapat mempengaruhi

struktur dan fungsi kulit tersebut, misalnya: udara kering, sinar matahari terik,

11
Universitas Sumatera Utara
angin kencang, umur lanjut, berbagai penyakit kulit atau penyakit maupun

penyakit dalam tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Pelembab

Pelembab adalah campuran kompleks senyawa kimia yang dibuat dengan

tujuan supaya kulit menjadi lebih lembut dan elastis dengan meningkatkan hidrasi

kulit. Mekanisme kerja pelembab dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: oklusif, humektan,

dan emolien. Pelembab yang baik mengandung kombinasi dari ketiga mekanisme

tersebut (Baumann, 2002).

1. Oklusif

Oklusif adalah mekanisme kerja pelembab dengan membentuk lapisan

film di permukaan kulit dengan tujuan mencegah hilangnya air dari stratum

korneum. Pada umumnya yang tergolong oklusif adalah lemak dan minyak

lemak. Bahan-bahan yang memiliki mekanisme oklusif merupakan bahan

pelembab yang terbaik tetapi kurang dapat diterima dengan baik karena

sifatnya yang berminyak. Sebagai contoh adalah petrolatum, minyak mineral

parafin, skualen, dimetikon, minyak kedelai, minyak biji anggur, malam lebah,

propilen glikol, dan lanolin (Baumann, 2002).

2. Humektan

Humektan adalah mekanisme pelembab dengan cara menarik air atau

menyerap air. Humektan dapat membantu menjerat air dari udara yang

kemudian dapat berpenetrasi ke dalam kulit, bila kelembaban relatif rendah.

Tetapi humektan dapat juga menarik air dari bagian epidermis dan dermis yang

dapat menyebabkan kulit menjadi kering. Maka sebaiknya penggunaan

12
Universitas Sumatera Utara
humektan dikombinasikan dengan bahan oklusif. Mekanisme humektan yang

menarik air penetrasi ke dalam kulit, akan mengakibatkan pengembangan

stratum korneum yang memberikan persepsi kulit halus dengan sedikit kerut.

Contoh berbagai bahan dengan mekanisme humektan antara lain gliserin,

sorbitol, natrium hialuronat, urea, propilen glikol, asam α-hidroksi, dan gula

(Baumann, 2002).

3. Emolien

Mekanisme kerja dari emolien yaitu mengisi ruang antara keratinosit untuk

membentuk permukaan yang halus. Emolien dapat meningkatkan kohesi dari

sel-sel keratinosit sehingga ujung-ujung sel tidak menggulung. Selain itu, ada

beberapa bahan dengan mekanisme kerja emolien yang juga memiliki

mekanisme kerja pelembab sebagai humektan dan oklusif. Sebagai contoh

lanolin, minyak mineral, dan petrolatum (Baumann, 2002).

2.3 Sabun

Sabun secara umum didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak

rantai panjang. Saat lemak atau minyak disaponifikasi terbentuk garam natrium

atau kalium dari asam lemak rantai panjang yang disebut sabun. Sabun dihasilkan

dari dua bahan utama yaitu alkali dan trigliserida (lemak atau minyak) (Barel,

dkk., 2001).

Reaksi kimia pada proses saponifikasi trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.2
CH2 – COOR CH2 – OH
CH – COOR + 3NaOH 3R–COONa + CH – OH
CH2 – COOR CH2 – OH
Trigliserida Alkali Sabun Gliserol
Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi Trigliserida

13
Universitas Sumatera Utara
Molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen dan oksigen yang

disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala merupakan gugus hidrofilik

yang berfungsi untuk mengikat air, sedangkan bagian ekor merupakan gugus

hidrofobik yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan minyak (Purnamawati,

2006).

Sabun membersihkan dengan cara menurunkan tegangan permukaan air

dan mengemulsikan kotoran sehingga dapat terangkat. Ketika sabun digunakan

untuk membersihkan minyak atau kotoran, ujung nonpolar dari molekul sabun

melarutkan lemak nonpolar dan minyak yang disertai oleh kotoran. Bagian

hidrofilik sabun dapat dilarutkan dalam air. Molekul-molekul sabun akan melapisi

minyak dan lemak membentuk rangkaian yang disebut misel. Molekul sabun yang

hidrofilik akan memberikan polaritas pada misel, sehingga minyak dan lemak

dapat teremulsi di dalam air. Akibatnya, gumpalan-gumpalan kecil dari minyak

dan lemak yang dilapisi dengan molekul sabun ditarik ke dalam lapisan air dan

dapat dibilas (Barel, dkk., 2001).

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-

asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18 namun dapat juga

mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Sekali

penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan,

dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab

dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari

gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah air itu

menguap (Fessenden dan Fessenden, 1992).

14
Universitas Sumatera Utara
Menurut SNI (2016), sabun merupakan sediaan pembersih kulit yang

dibuat dari proses saponifikasi atau netralisasi dari lemak, minyak, wax, rosin atau

asam dengan basa organik atau anorganik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit.

Tabel 2.1 Syarat mutu sabun


No Uraian Satuan Persyaratan Mutu

1 Kadar air % Maks 15,0

2 Total lemak % Min 65,0

Bahan tidak larut dalam


3 % Maks 5,0
etanol

4 Alkali bebas % Maks 0,1

5 Kadar klorida % Maks 1,0

Fraksi yang tidak


6 % Maks 0,5
tersabunkan

(SNI, 2016)

2.4 Sabun Transparan

Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat transparansi

paling tinggi. Sabun transparan dapat memancarkan cahaya yang menyebar dalam

bentuk partikel-partikel yang kecil, sehingga objek yang berada di luar sabun akan

terlihat jelas. Transparansi sabun transparan dikatakan baik apabila objek dapat

terlihat hingga berjarak sampai 6 cm (Purnamawati, 2006).

Dalam sabun transparan terdapat kristal halus ( ). Zat-zat

transparansi seperti alkohol, gliserin dan sukrosa berperan dalam membentuk

formasi kristal halus. Zat-zat transparansi memiliki efek menghambat pada

pembentukan kristal dalam sabun dan hal ini ditujukan dengan jelas bahwa pada

15
Universitas Sumatera Utara
struktur karakteristik sabun yang terdiri dari kristal seperti serat panjang tidak

terdapat dalam sabun transparan. Dalam molekul sabun, kelompok polar dan

rantai hidrokarbon tersusun secara horizontal dan struktur horizontal ini dibangun

dalam struktur multilayer vertikal. Diperkirakan bahwa penambahan zat-zat

transparansi sangat mempengaruhi kekuatan ikatan Van Der Waals antara rantai

hidrokarbon, menekan pertumbuhan kristal, sehingga membentuk struktur kristal

halus. Penambahan zat-zat transparansi menyebabkan kristal halus seperti serat

dalam sabun transparan dan tersusun tegak lurus. Maka kristal ini akan

memberikan hasil yang baik saat diamati dibawah cahaya dan sabun terlihat

transparan (Mitsui, 1997).

2.5 Uraian bahan bahan sediaan sabun transparan

Berikut penjelasan bahan-bahan yang digunakan pada sediaan sabun transparan:

a. Vitamin E

Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol (C29H50O2) dengan nama

kimia dl-5,7,8-Trimethyltoco. Praktis tidak berbau, tidak berasa, berupa minyak

kental jernih, warna kuning atau kuning kehijauan. Alfa tokoferol dapat berbentuk

padat pada suhu dingin. Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap udara dan

cahaya (Depkes RI, 2014).

Gambar rumus bangun Vitamin E (alfa tokoferol) dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur Vitamin E

16
Universitas Sumatera Utara
Dalam kosmetik, vitamin E biasanya dimanfaatkan sebagai pelembab dan

agen antioksidan. Ia berperan penting dalam proses perawatan kulit, terutama

untuk mengurangi proses penuaan dini akibat sinar matahari, melawan radikal

bebas, mencegah serangan kanker, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Berikut adalah rincian beberapa manfaat dan keunggulan vitamin E yang utama

bagi kulit, yaitu :

a. Sebagai senyawa antioksidan yang berperan penting dalam melindungi sel-sel

kulit dari kerusakan akibat oksidasi.

b. Menjaga stabilitas jaringan ikat sel. Vitamin E berfungsi untuk menjaga

kelenturan dan kekenyalan kulit. Kombinasi penggunaan vitamin E secara

topikal dan oral sangat bermanfaat untuk menjaga elastisitas kulit, mencegah

timbulnya keriput dan penuaan dini, serta menjaga pigmentasi kulit.

c. Berperan penting dalam melindungi kulit dari radiasi ultraviolet

d. Menjaga kelembaban kulit dengan cara mempertahankan ikatan air dalam

kulit. Dalam kosmetik, vitamin E digunakan dalam produk kosmetik

pelembab ( ) dan sebagai agen antioksidan (Muliyawan, 2013).

Riset membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap

kekeringan dengan membantu memberikan pelembab natural pada kulit.

Penelitian juga membuktikan bahwa vitamin E bisa mengurangi molekul jahat

yang terjadi akibat paparan asap rokok (IOM, 2000).

b. (VCO)

Minyak kelapa murni merupakan minyak yang diperoleh dari pengepresan

bagian padat kering dari endosperma (Fam. Palmae), tanpa

melalui proses kimia (penjernihan), (penghilangan bau), dan

17
Universitas Sumatera Utara
(pemutihan). Secara fisik minyak kelapa murni harus berwarna jernih

(Setiaji, 2006).

VCO merupakan minyak stabil, jika dipanaskan akan menimbulkan asap

pada suhu 198ºC serta mengandung vitamin E ( ) yang berperan menjaga

kestabilan minyak dan melindungi ketengikan. VCO dapat disimpan pada suhu

kamar selama bertahun-tahun tanpa perubahan sifat. Minyak ini tidak mudah

tengik karena kandungan asam lemak jenuhnya tinggi sehingga proses oksidasi

tidak mudah terjadi (Darmoyuwono, 2006).

Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain organoleptis

(tidak berwarna dan berbentuk kristal seperti jarum) dan bau (ada sedikit berbau

asam ditambah bau caramel). Kelarutan dari VCO yaitu tidak larut dalam air,

tetapi larut dalam alkohol (1:1). pH VCO tidak terukur, karena tidak larut dalam

air. Namun karena termasuk dalam senyawa asam maka dipastikan memiliki pH

di bawah 7. Berat jenis 0,883 pada suhu 20oC. Persentase penguapan yaitu VCO

tidak menguap pada suhu 21oC (0%). Titik cair 20-25oC, titik didih : 225oC, dan

kerapatan udara (Udara = 1): 6,91. Tekanan uap (mmHg) yaitu 1 pada suhu 121oC

(Darmoyuwono, 2006).

Kandungan utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam

lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam

laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat.

Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut

(MCFA). VCO mengandung 92% lemak jenuh, 6% lemak mono

tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Wardani, 2007).

Komposisi kandungan asam lemak VCO dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

18
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak yang Terkandung Dalam VCO

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)

Asam Kaproat C5H11COOH 0,0-0,8


Asam Kaprilat C7H17COOH 5,5-9,5
Asam Kaprat C9H19COOH 4,5-9,5
Asam Laurat C11H23COOH 44,0-53,0
Asam Miristat C13H27COOH 13,0-19,0
Asam Palmitat C15H31COOH 7,5-10,5
Asam Stearat C17H35COOH 1,0-3,0
Asam Arachidat C19H39COOH 0,0-0,4

Asam Palmitoleat C15H29COOH 0,0-1,3


Asam Oleat C17H33COOH 5,0-8,0
Asam Linoleat C17H31COOH 1,5-2,5

Di bidang industri kosmetik, VCO umumnya digunakan untuk membuat

sabun (sebagai pelembab) dan sampo (mengurangi ketombe). Selain itu banyak

digunakan sebagai minyak pijat ( ), aromaterapi, dan minyak pembawa

( ). Beberapa manfaat VCO bagi kecantikan kulit antara lain adalah :

1. Membantu mengurangi pigmentasi yang disebabkan radikal bebas melalui

vitamin E (mikronutrien utama VCO) yang berkhasiat sebagai antioksidan.

2. Melembabkan dan mencerahkan kulit dengan cara menghilangkan sel-sel

kulit mati di permukaan kulit.

3. Melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet serta mengurangi resiko kanker

kulit (Soraya, 2006).

19
Universitas Sumatera Utara
c. Asam stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekonoat (C18H36O2) dan

heksadekanoat (C18H32O2). Berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan

susunan hablur, putih atau kuning pucat, sedikit berbau mirip lemak lilin, larut

dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian

eter P (Depkes RI, 1995).

Asam stearat memiliki atom karbon C18 yang merupakan asam lemak

jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun

(Mitsui, 1997).

d. Natrium Hidroksida (NaOH)

Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida dikenal dengan sebutan sabun

keras ( ), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan

sebutan sabun lunak ( ) (Rizka, 2017). Pada penelitian ini dibuat sabun

padat sehingga alkali yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki

berat molekul 40 serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol.

NaOH dapat berbentuk pellet, serpihan, batang, atau bentuk lain, selain itu juga

memiliki warna yang putih dan bersifat higroskopis, bila dibiarkan diudara akan

cepat menyerap CO2 dan lembab (Depkes RI, 1995).

e. Gliserin

Gliserin disebut juga dengan gliserol merupakan cairan kental,

jernih, tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis dan memiliki sifat higroskopis.

Gliserin mudah bercampur dengan air dan etanol 95% namun praktis tidak larut

dalam kloroform, etanol, minyak lemak dan minyak jarak. Gliserin telah lama

20
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai humektan ( ), yaitu yang

dapat meningkatkan kelembaban kulit (Usmania dkk., 2012).

Dalam pembuatan sabun transparan, gliserol berfungsi untuk melembutkan

kulit, mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit, dan memberikan efek

transparan (Nugraha, 2015).

f. Propilen glikol

Propilen glikol merupakan cairan tidak berwarna, kental, praktis cair tidak

berbau sedikit manis, rasa sedikit pedas, menyerupai gliserin. Digunakan sebagai

pengawet antimikroba, desinfektan, humektan, , pelarut,

untuk vitamin, kosolven. Konsentrasi penggunaan humektan sediaan topikal

sampai dengan 15% (Rowe, 2009).

g. Etanol

Etanol adalah campuran etil alcohol dan air, mengandung tidak kurang

dari 94,7% v/v atau 92,0% dan tidak dari 95,2% v/v 92,7%. C2H5OH sangat

mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P. Etanol tidak berbau

dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas. Bahan ini memabukkan jika

diminum. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O7

(Depkes RI, 1979).

Etanol dalam sabun transparan berfungsi sebagai pelarut karena sifatnya

yang mudah larut dalam air dan lemak. Selain sebagai pelarut etanol juga

berfungsi sebagai pemberi efek transparan dan pengawet yang dapat menghambat

timbulnya ketengikan pada berbagai produk berbahan baku minyak/lemak

(Nugraha, 2015).

21
Universitas Sumatera Utara
h. Gula

Gula dalam pembuatan sabun digunakan untuk membantu dalam

pembentukan transparansi, membentuk tekstur sabun, membantu perkembangan

kristal pada sabun, dan pengontrol kelembaban sabun. Semakin banyak

konsentrasi gula pasir halus maka tekstur sabun yang dihasilkan akan semakan

keras. Gula pasir halus dan gliserol jika dipanaskan akan membentuk polimer

sederhana yang mudah terdegradasi dan pH yang tinggi, berfungsi untuk

menyangga sabun agar tidak lembek (Usmania dkk., 2012).

i. Asam sitrat

Asam sitrat memiliki bentuk berupa kristal putih. Asam sitrat berfungsi

sebagai agen pengelat. Asam sitrat juga berfungsi sebagai penurun nilai pH

(Hambali dkk., 2005).

j. Natrium Klorida (NaCl)

NaCl berbentuk butiran berwarna putih. NaCl pada formulasi sabun

transparan berfungsi sebagai elektrolit dan sebagai pengawet (Hambali dkk.,

2005).

k. Trietanolamin

Trietanolamin memiliki pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga

kuning pucat dan bersifat higroskopik (Depkes RI, 1979). Dalam suatu sediaan

kosmetika, trietanolamin berfungsi sebagai surfaktan dan penstabil busa (Fachmi,

2008).

22
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi

perolehan sampel (VCO) dan vitamin E, pembuatan sediaan

sabun transparan, pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pengukuran pH sediaan,

pengukuran kestabilan busa sediaan, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan,

pengujian efektivitas kelembaban (Kadar air ( )), pemeriksaan syarat mutu

sabun (kadar air, total lemak, fraksi tidak larut dalam etanol, asam lemak

bebas/alkali bebas, lemak tidak tersabunkan, kadar klorida). Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi USU.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat alat gelas

laboratorium, batang pengaduk, cawan porselen, kertas perkamen,

(Aramo Huvis), neraca analitik (Boeco Germany), penangas air, pH meter

(Hanna instrument), (Aramo), spatula, sudip dan termometer

(Fisons).

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(Barco), vitamin E, asam stearat, NaOH 30 %, propilen glikol, gula pasir

putih, gliserin, etanol 96%, trietanolamin, NaCl, parfum, akuades.

23
Universitas Sumatera Utara
3.3 Sukarelawan

Ditjen POM (1985) mencantumkan kriteria sukarelawan yang dijadikan

panel, adalah sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat.

2. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi.

3. Bersedia menjadi sukarelawan.

Sukarelawan yang dijadikan panelis pada penelitian ini terdiri dari

mahasiswi Fakultas Farmasi USU untuk lenih memudahkan jalannya penelitian

dalam penentuan efektivitas kelembaban dan uji iritasi.

3.4 Formulasi Sediaan

Formula Standar (Hambali, dkk., 2005) :

R/ Asam Stearat 8%

NaOH 30% 22%

Minyak Kelapa 20%

Etanol 15%

Gliserin 13%

Sukrosa 11%

Coco DEA 3%

Asam sitrat 3%

NaCl 0,5%

Akuades 4,5%

24
Universitas Sumatera Utara
Formula yang digunakan :

R/ Asam stearat 8%

NaOH 30% 16%

23%

Etanol 12%

Propilen glikol 6%

Gliserin 10%

Sukrosa 9,5%

TEA 3%

Asam sitrat 2%

NaCl 0,5%

Akuades 10%

Vitamin E X%

Parfum q.s

Formula sabun transparan yang digunakan dengan penambahan propilen

glikol, mengganti Coco DEA dengan TEA karena sama-sama sebagai surfaktan,

penambahan parfum dan penambahan vitamin E.

Penambahan propilen glikol dilakukan sebagai humektan, pelarut;

untuk vitamin. Konsentrasi penggunaan humektan sediaan topikal

sampai dengan 15% (Rowe, 2009).

Konsentrasi vitamin E dalam formula sabun transparan yang digunakan

masing masing adalah : 1%, 2% dan 3% dalam 100 gram. Masing-masing formula

sabun transparan yang dibuat beratnya 100 gram. Formula dasar sabun transparan

25
Universitas Sumatera Utara
tanpa vitamin E dibuat sebagai blanko. Rancangan formula dijelaskan pada Tabel

3.1.

Tabel 3.1 Formula sediaan sabun transparan dengan penambahan variasi


konsentrasi vitamin E
Formula (F)
Bahan
F0 F1 F2 F3
Asam Stearat 8 8 8 8
NaOH 30% 16 16 16 16
23 23 23 23
Etanol 12 12 12 12
Propilen glikol 6 6 6 6
Gliserin 10 10 10 10
Sukrosa 9,5 9,5 9,5 9,5
TEA 3 3 3 3
Asam Sitrat 2 2 2 2
NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5
Aquadest 10 9 8 7
Vitamin E - 1 2 3
Parfum q.s q.s q.s q.s
Keterangan: Formula F0 : Blanko
Formula F1 : Sabun transparan + vitamin E 1%
Formula F2 : Sabun transparan + vitamin E 2%
Formula F3 : Sabun transparan + vitamin E 3%

3.5 Pembuatan Sabun Transparan

Pembuatan sabun transparan diawali dengan pembuatan stok sabun.

Dilebur asam stearat didalam beaker glass kemudian dicampurkan

(VCO) pada suhu 70-80oC, lalu dimasukkan propilen glikol dan vitamin E,

aduk hingga homogen. Ditambahkan larutan NaOH 30% ke dalam beaker glass,

diaduk sampai terbentuk stok sabun. Stok sabun kemudian ditambahkan dengan

bahan bahan pendukung seperti etanol 96%, sukrosa, gliserin, asam sitrat, TEA,

NaCl dan air dengan tetap menjaga suhu dan diaduk terus hingga larutan

homogen. Lalu ditambah parfum secukupnya, diaduk. Kemudian dimasukkan ke

dalam cetakan dan didinginkan sampai mengeras.

26
Universitas Sumatera Utara
3.6 Pemeriksaan Stabilitas Fisik Sediaan

Sediaan dari masing masing formula dibungkus dengan ,

dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Selanjutnya dilakukan pengamatan yang

meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah selesai

dibuat dan yang telah disimpan selama 90 hari pada suhu kamar (National Health

Surveillance Agency, 2005).

3.7 Pengukuran pH Sediaan

Alat pH meter dikalibrasi mengunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. 1 g

sedian yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hinga 10 mL. Elektroda

pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan

bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukan jarum pH meter

dicatat (Depkes RI, 1995).

3.8 Pengukuran Stabilitas Busa

Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan akuades ad 10 ml, dikocok dengan membolak-balikkan

tabung reaksi, lalu diukur tinggi busa yang dihasilkan dan diamkan 5 menit,

kemudian diukur lagi tinggi busa yang dihasilkan setelah 5 menit (Sari, 2017).

3.9 Pengelompokan Sukarelawan

Sukarelawan dibagi dalam 6 kelompok yaitu :

a. Kelompok I : 3 orang sukarelawan formula blanko

27
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok II : 3 orang sukarelawan formula 1 %

c. Kelompok III : 3 orang sukarelawan formula 2 %

d. Kelompok IV : 3 orang sukarelawan formula 3 %

3.10 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Metode yang digunakan

pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka yaitu tanpa penutup. Sediaan sabun

padat yang sudah dilakukan pengenceran 2% dioleskan di bagian belakang daun

telinga sukarelawan dan dibiarkan selama 24 jam kemudian diamati reaksi yang

terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau

bengkak pada kulit sukarelawan dibagian belakang telinga yang diberikan

perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

3.11 Pengujian Efektivitas Kelembaban

Pengujian efektivitas kelembaban dilakukan terhadap wajah sukarelawan

berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan diatas. Semua sukarelawan diukur

kondisi awal kulit pada area uji yang telah ditandai menggunakan

dengan parameter uji kadar air ( ). Perawatan mulai dilakukan dengan

mengaplikasikan sediaan sabun transparan yang menggunakan

(VCO) dan vitamin E pada wajah, diaplikasikan setiap hari sebanyak 2 kali sehari

yaitu pagi dan malam hari. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4

minggu dengan menggunakan

28
Universitas Sumatera Utara
3.12 Penentuan Syarat Mutu Sabun

3.12.1 Penentuan Kadar Air

Pada penentuan syarat mutu sabun terhadap kadar air metode yang

digunakan adalah metode gravimetri. Cara kerja : Sejumlah 5 gram sampel sabun

padat dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada

suhu (105±2)oC selama 30 menit. Sampel kemudian dipanaskan dalam oven pada

suhu (105±2)oC selama 1 jam. Sampel kering didinginkan dalam desikator sampai

suhu ruang (BSN,2016).

Rumus perhitungan kadar air:


1 2
Kadarair  100%
0
Keterangan :
bo : Bobot cawan kosong, (g)
bI : Bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemansan, (g)
b2 : Bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan, (g)

3.12.2 Penentuan Total Lemak

Sejumlah 5 gram sampel sabun padat dilarutkan dengan 100 mL akuades

panas pada suhu (70-80)oC lalu dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian,

sampel dalam corong pisah ditambah dengan beberapa tetes larutan

dan larutan H2SO4 sebanyak 5 mL berlebih. Sampel diekstraksi sebanyak 3 kali

menggunakan pelarut n-heksana 100 mL, 50 mL, dan 50 mL. Ekstrak

dikumpulkan dalam gelas piala, kemudian dicuci menggunakan akuades sebanyak

3 kali pencucian. Pelarut n-heksana diupakan, residu yang terbentuk dilarutkan

dalam 20 mL etanol netral 95%, kemudian ditambah beberapa tetes indikator PP.

Larutan dititrasi dengan larutan KOH alkoholis kemudian dicatat volume yang

digunakan. Larutan alkoholis dari hasil titrasi diuapkan, residu yang terbentuk

29
Universitas Sumatera Utara
kemudian dipanaskan pada oven dengan suhu (103±2)oC. Ditimbang bobotnya

sampai mendapatkan bobot tetap (BSN,2016)

Rumus perhitungan total lemak


Total Lemak   1  ( 0,038)
100
0
Keterangan :
Total lemak dalam satuan % fraksi massa
bo : Bobot contoh uji (g)
b1 : Sabun kering (g)
V : Volume KOH alkoholis yang digunakan untuk titrasi(mL)
N : Normalitas larutan standar KOH alkoholis

3.12.3 Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Etanol

Pada penentuan syarat mutu sabun terhadap bahan tak larut dalam etanol

metode yang digunakan adalah metode gravimetri. Cara kerja : Sejumlah 5 gram

sampel sabun dilarutkan dengan 200 mL etanol netral dan dipanaskan dalam

rangkaian alat refluks sampai sabun larut seluruhnya. Sampel yang sudah larut

disaring menggunakan kertas saring yang sebelumnya dikeringkan dalam oven

pada suhu (100-105)0C selama 30 menit. Sampel yang tersisa dalam labu didih

dicuci dengan menggunakan larutan etanol netral. Residu pada kertas saring

dicuci dengan menggunakan larutan etanol netral sampai bebas terhadap sabun.

Residu pada kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu (100-105)0C selama

3 jam kemudian ditimbang (BSN,2016).

Rumus perhitungan bahan tak larut dalam etanol :


2 0
Bahan tidak larut dalam etanol  1
100

Keterangan :
Bahan tak larut dalam etanol dalam satuan % fraksi massa
bo : Bobot kertas saring atau cawan gooch kosong (g)
b1 : Bobot contoh uji (g)
b2 : Bobot kertas saring atau cawan gooch kosong dan residu (g)

30
Universitas Sumatera Utara
3.12.4 Penentuan Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas

Filtrat dari penentuan bahan tak larut dalam etanol dipanaskan, masukkan

indikator fenoftalein. Jika larutan tersebut bersifat asam, titrasi dengan larutan

standar KOH sampai timbul warna merah muda yang stabil. Jika larutan tersebut

bersifat alkali, titrasi dengan larutan standar HCl sampai warna merah tepat

hilang. Hitung menjadi NaOH jika alkali atau menjadi asam oleat jika asam.

(BSN,2016).

Rumus perhitungnan:

- Alkali bebas

40
Akali Bebas  100

Keterangan :
Alkali bebas dalam satuan % fraksi massa
V : Bolume HCl yang digunakan (mL)
N : Normalitas HCl yang digunakan
B : Bobot contoh uji (mg)
40 : Berat ekuivalen NaOH

- Asam lemak bebas

282
Asam lemak bebas  100

Keterangan :
Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa
V : Volume KOH yang digunakan (mL)
N : Normalitas KOH yang digunakan
B : Bobot contoh uji (mg)
282 : Berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)

3.12.5 Penentuan Kadar Klorida


Sejumlah 5 gram sampel sabun dilarutkan dengan 300 mL akuades

kemudian ditambah larutan magnesium nitrat sebanyak 25 mL larutan dititrasi

31
Universitas Sumatera Utara
dengan larutan standar AgNO3 0,1 N dengan indikator K2CrO4 sampai terbentuk

warna merah muda kemudian dicatat volume yang dibutuhkan (BSN,2016).

5,85 x V x N
Kadar klorida  x 100
b
Keterangan
Kadar klorida adalah % fraksi massa
V = Volume larutan standar AgNO3 yang dipakai untuk titrasi (mL)
N = Normalitas larutan standar AgNO3
5,85 = Bobot ekuivalen NaCl
b = Bobot contoh uji yang digunakan (g)

3.12.6 Penentuan Fraksi Tidak Tersabunkan

Lima gram sampel sabun ditimbang dan dilarutkan dalam campuran 50

mL etanol netral dan 50 mL natrium hidrogen karbonat. Larutan sampel

dipanaskan di atas penangas air tidak lebih dari 70oC lalu dinginkan. Larutan

diekstraksi dengan 50 mL larutan n-heksana. Residu yang terbentuk setelah

diuapkan lalu dikeringkan dalam oven selama 5 menit. Sampel didinginkan dan

ditimbang sampai bobot tetap. Ke dalam 10 mL etanol netral sampel dilarutkan

lalu ditambahkan beberapa tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan larutan

standar KOH 0,1N. Setelah titrasi, tambahkan 10 mL larutan standar KOH 2N.

Kemudian dipanaskan selama 30 menit. Sampel diekstraksi dengan n-heksana.

Residu hasil penguapan pelarut dikeringkan lalu ditimbang sampai bobot tetap

(BSN,2016).

Rumus perhitungan lemak tidak tersabunkan :

  100
Lemak tidak tersabunkan   1   2
 10000  0

Keterangan :
Lemak tidak tersabunkan dalam satuan % fraksi massa
b0 : Bobot contoh uji (g)
b1 : Bobot hasil ekstrak pertama (g)
b2 : Bobot hasil ekstrak kedua (g)

32
Universitas Sumatera Utara
M : Rata-rata relatif bobot molar dari asam lemak dalam sabun
V : Volume larutan standar KOH 0,1 N yang digunakan dalam penentuan
keasaman pada ekstraksi pertama (mL)

33
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Stabilitas Fisik

Hasil dari stabilitas fisik sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data pengamatan stabilitas fisik sediaan sabun transparan yang
menggunakan (VCO) vitamin E
Pengamatan Selama Penyimpanan
Setelah 1 Setelah 4 Setelah 8 Setelah 12
No Formula Awal
Minggu Minggu Minggu Minggu
X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z
1 F0 - - - - - - - - - - - - - - -
2 F1 - - - - - - - - - - - - - - -
3 F2 - - - - - - - - - - - - - - -
4 F3 - - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan :
Formula F0 : Sabun Blanko X : Perubahan warna
Formula F1 : Sabun transparan vitamin E 1% Y : Perubahan bau
Formula F2 : Sabun transparan vitamin E 2% Z : Perubahan bentuk
Formula F3 : Sabun transparan vitamin E 3% - : Tidak terjadi perubahan
+ : Terjadi perubahan

Pengujian stabilitas fisik sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar

dan bagian yang diamati adalah perubahan warna, bau dan bentuk. Dari Tabel 4.1

dapat dilihat bahwa sediaan sabun transparan yang telah selesai dibuat sampai

pada penyimpanan selama 12 minggu tidak mengalami perubahan terhadap

warna, bau dan bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan sabun transparan

yang menggunakan (VCO) dan vitamin E adalah stabil.

Pengujian stabilitas dapat didefinisikan sebagai proses evaluasi produk

untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan stabil dan memenuhi

persyaratan yang diterima. Pengujian ini berguna untuk melihat bagaimana sifat

suatu produk dari waktu ke waktu (Barel dkk., 2001).

34
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pengukuran pH Sediaan

Pengujian pH sediaan sabun transparan F0, F1, F2 dan F3 diukur dengan

menggunakan pH meter. Hasil pengukuran pH sediaan sabun transparan yang

dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan data hasil pengukuran pH rata-rata

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data hasil pengukuran pH rata-rata sediaan sabun transparan yang
menggunakan (VCO) dan vitamin E
pH Rata- Rata
No Formula
Awal Setelah 12 Minggu
1 F0 9,1 9,1
2 F1 9,0 9,0
3 F2 9,0 9,0
4 F3 9,0 9,0
Keterangan :
Formula F0 : Sabun Blanko
Formula F1 : Sabun transparan vitamin E 1%
Formula F2 : Sabun transparan vitamin E 2%
Formula F3 : Sabun transparan vitamin E 3%

Dari Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa pH dari sediaan sabun

transparan yang menggunakan (VCO) dan vitamin E pada 0

minggu adalah sabun blanko (F0): 9,1; Sabun transparan vitamin E 1% (F1): 9,0;

Sabun transparan vitamin E 2% (F2): 9,0; Sabun transparan vitamin E 3% (F3):

9,0. Sedangkan pH dari sediaan sabun transparan yang menggunakan

(VCO) vitamin E pada 12 minggu adalah sama dengan pada saat 0

minggu.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan nilai pH sabun

transparan yang menggunakan (VCO) dan vitamin E yang

dihasilkan pada saat 0 minggu dan 12 minggu adalah 9,0-9,1 dan stabil. Kisaran

nilai pH ini memenuhi kriteria standar mutu sabun yaitu 9-11 (Hernani dkk.,

2010).

35
Universitas Sumatera Utara
4.3 Pengukuran Stabilitas Busa

Tujuan pegukuran stabilitas busa untuk mengetahui stabilitas busa yang

diukur dengan tinggi busa dalam tabung reaksi dengan rentang waktu tertentu.

Menurunnya volume cairan dari busa setelah rentang waktu tertentu setelah busa

pecah dan menghilang dinyatakan sebagai persen.

Data hasil pengukuran stabilitas busa dari sediaan sabun transparan yang

menggunakan (VCO) dan vitamin E dapat dilihat pada Tabel

4.3.

Tabel 4.3 Data hasil pengukuran stabilitas busa sediaan sabun transparan yang
menggunakan (VCO) dan vitamin E
No Formula Awal (cm) Setelah 5 Menit (cm)
1 F0 3,0 2,5
2 F1 2,5 2,0
3 F2 2,5 2,0
4 F3 2,6 2,0
Keterangan :
Formula F0 : Sabun Blanko
Formula F1 : Sabun transparan + vitamin E 1%
Formula F2 : Sabun transparan + vitamin E 2%
Formula F3 : Sabun transparan + vitamin E 3%

Grafik hasil pengukuran stabilitas busa dari sediaan sabun transparan yang

menggunakan (VCO) dan vitamin E dapat dilihat pada

Gambar 4.1
Tinggi busa (cm)

Formula
Gambar 4.1 Hasil pengukuran stabilitas busa dari sediaan sabun transparan yang
menggunakan (VCO) dan vitamin E

36
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
Formula F0 : Sabun Blanko
Formula F1 : Sabun transparan vitamin E 1%
Formula F2 : Sabun transparan vitamin E 2%
Formula F3 : Sabun transparan vitamin E 3%

Hasil perhitungan persentase stabilitas sediaan sabun transparan yang

menggunakan (VCO) dan vitamin E dapat dilihat pada

Lampiran 7. Menurut Deragon et al (1968), Stabilitas busa dinyatakan sebagai

ketahanan suatu gelembung busa setelah lima menit busa harus mampu bertahan

antara 60-70% dari volume awal (Melian, 2018).

Tidak ada syarat tinggi busa minimum dan maksimum untuk sediaan

sabun atau . Daya busa yang dihasilkan lebih dikaitkan pada nilai

estetika yang disukai oleh konsumen, yaitu umumnya konsumen beranggapan

bahwa sabun yang baik adalah sabun yang menghasilkan banyak busa, padahal

banyaknya busa tidak selalu sebanding dengan kemampuan sabun tersebut untuk

membersihkan kotoran (Melian, 2018).

Berdasarkan pengamatan dan perhitungan diperoleh stabilitas busa pada

F0, F1, F2 dan F3 secara berturut-turut adalah 83,3 %; 80%; 80%; 76,9%.

Persentase busa diatas 70% dikatakan baik karena masih dapat mempertahankan

gelembung agar tidak pecah (Harris, 2015).

4.4 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Pengujian iritasi dilakukan terhadap sediaan dengan tujuan untuk

mengetahui sifat iritatif sediaan. Uji iritasi dilakukan pada 12 orang sukarelawan.

Metode yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka yaitu tanpa

penutup. Sediaan sabun padat yang sudah dilakukan pengenceran 2% dioleskan di

37
Universitas Sumatera Utara
bagian belakang daun telinga sukarelawan dan dibiarkan selama 24 jam kemudian

diamati reaksi yang terjadi.

Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan


Nomor Faktor Identifikasi
No Formula
Sukarelawan Eritema Vesikula Edema
1 1 - - -
2 F0 2 - - -
3 3 - - -
4 1 - - -
5 F1 2 - - -
6 3 - - -
7 1 - - -
8 F2 2 - - -
9 3 - - -
10 1 - - -
11 F3 2 - - -
12 3 - - -
Keterangan :
Formula F0 : Sabun Blanko - : Tidak terjadi reaksi
Formula F1 : Sabun transparan + vitamin E 1% + : Terjadi reaksi
Formula F2 : Sabun transparan + vitamin E 2%
Formula F3 : Sabun transparan + vitamin E 3%

Dari data hasil uji iritasi di atas dapat dilihat bahwa sediaan sabun

transparan yang menggunakan (VCO) dan vitamin E F0

sampai F3 tidak menimbulkan iritasi kulit pada 12 sukarelawan. Iritasi dan

kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan kulit. Jika toksikan dilekatkan

pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit (Ditjen, POM., 1985).

4.5 Pengujian Efektivitas Pelembab

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan

Aramo Huvis dengan parameter kadar air ( ). Pengujian efektivitas

38
Universitas Sumatera Utara
pelembab bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan dalam melembabkan

kulit. Data hasil pengujian efektivitas pelembab dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil pengujian efektivitas pelembab


Waktu (Minggu)
% Kadar
Formula Nomor Setelah Setelah Setelah Setelah
Kondisi Air
Sukarelawan 1 2 3 4
awal
Minggu Minggu Minggu Minggu
F0 1 31,00 32,00 33,00 34,00 35,00 12,90%
2 32,00 33,00 33,00 34,00 35,00 9,38%
3 30,00 31,00 32,00 32,00 34,00 13,33%
Rata-rata 31,00 32,00 32,67 33,33 34,00 11,33%
F1 1 30,00 32,00 35,00 36,00 38,00 26,27%
2 31,00 35,00 36,00 35,00 37,00 19,35%
3 31,00 32,00 34,00 35,00 36,00 16,13%
Rata-rata 30,67 33,00 35,00 35,33 37,00 20,6%
F2 1 30,00 32,00 34,00 35,00 36,00 20,00%
2 29,00 30,00 33,00 35,00 36,00 24,13%
3 29,00 31,00 34,00 36,00 37,00 27,58%
Rata-rata 29,33 31,00 34,00 35,33 36,33 23,90%
F3 1 28,00 32,00 34,00 36,00 37,00 32,14%
2 29,00 33,00 36,00 37,00 39,00 34,48%
3 29,00 33,00 34,00 35,00 38,00 31,03%
Rata-rata 28,67 32,67 34,67 36,00 38,00 32,55%
Keterangan :
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo,2012)
F0 : Sabun blanko
F1 : Sabun transparan vitamin E konsentrasi 1%
F2 : Sabun transparan vitamin E konsentrasi 2%
F3 : Sabun transparan vitamin E konsentrasi 3%

Data pada Tabel 4.5 diatas, dapat dilihat hasil pengukuran kelembaban

kulit relawan selama 4 minggu perawatan, kadar air pada kulit sukarelawan

mengalami peningkatan terutama dari F3 dengan rata-rata persen peningkatan

kadar air sebesar 32,55%. Formula blanko mengalami peningkatan sebesar

11,33%. Grafik pengaruh pemakaian sabun transparan yang menggunakan

(VCO) dan vitamin E selama 4 minggu perawatan dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

39
Universitas Sumatera Utara
Waktu (Minggu)
Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air (moisture)
pada kulit wajah sukarelawan
Keterangan : Parameter hasil pengukuran:
Formula F0 : Sabun Blanko 0-29 : Dehidrasi
Formula F1 : Sabun transparan + vitamin E 1% 30-45 : Normal
Formula F2 : Sabun transparan + vitamin E 2% 46-100 : Rehidrasi
Formula F3 : Sabun transparan + vitamin E 3% (Aramo, 2012).

Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi

vitamin E yang ditambahkan, persen kadar air kulit sukarelawan setelah

pemakaian meningkat. Hal ini dikarenakan sediaan menggunakan vitamin E

dimana riset membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap

kekeringan dan membantu memberikan pelembab natural pada kulit (IOM, 2000).

Selain itu, menurut Loden dan Maibach (2006), bahwa peningkatan kadar

air kulit dipengaruhi oleh kemampuan vitamin E dalam melindungi degradasi

oksidatif terhadap asam hialuronat. Asam hialuronat berfungi sebagai zat yang

mempertahankan kelembapan di dalam kulit. Sedangkan menurut Tranggono,

Iswari dan Latifah (2007), vitamin E sebagai pelembab yang dapat

mempertahankan ikatan air di dalam kulit.

40
Universitas Sumatera Utara
4.6 Penentuan Syarat Mutu Sabun

Produk sabun transparan yang dihasilkan merupakan hasil dari formulasi

sabun transparan berdasarkan formula yang digunakan. Karakteristik sabun

transparan yang dihasilkan disesuaikan menurut spesifikasi mutu yang terdapat

dalam SNI 3532:2016 meliputi kadar air, total lemak, bahan tidak larut dalam

etanol, asam lemak bebas/ alkali bebas dan lemak tidak tersabunkan. Karakteristik

ini bertujuan untuk mengetahui sifat kimia sabun transparan yang dihasilkan serta

untuk mengetahui kesesuaian produk sabun transparan yang dihasilkan dengan

Standar Nasional Indonesia. Hasil penentuan syarat mutu sabun yang diperoleh

dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Spesifikasi mutu sabun (SNI 3532-2016)


No Uraian Satuan Persyaratan Mutu Hasil

1 Kadar air % Maks 15,0 2,87

2 Total lemak % Min 65,0 69,5

Bahan tidak larut


3 % Maks 5,0 2,08
dalam etanol
4 Alkali bebas % Maks 0,1 0,03

5 Kadar klorida % Maks 1,0 0,58

Fraksi yang tidak


6 % Maks 0,5 0,21
tersabunkan

Untuk pemeriksaan syarat mutu sabun, sediaan sabun transparan yang

dihasilkan dilakukan hanya pada sediaan F3 (sabun transparan yang menggunakan

dan vitamin E 3%) dikarenakan berdasarkan kemampuan

sediaan untuk melembabkan kulit wajah relawan, sediaan F3 memiliki hasil yang

lebih baik.

41
Universitas Sumatera Utara
4.6.1 Kadar air

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap kadar air diperoleh sebesar 2,87%.

Nilai kadar air yang diperoleh memenuhi syarat kadar air menurut SNI (maksimal

15%). Penentuan kadar air ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya kadar air

dalam sabun. Banyaknya air yang ditambahkan pada produk sabun akan

mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak

air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut atau

habis pada saat digunakan (Purnamawati, 2006).

4.6.2 Total lemak

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap total lemak diperoleh sebesar 69,5%,

sabun transparan yang dihasilkan memenuhi syarat total lemak pada sabun

menurut SNI (minimal 65%). Asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk

larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tahan lama setelah

digunakan (Hambali dkk., 2002).

4.6.3 Bahan tidak larut dalam etanol

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap bahan tidak larut dalam etanol

diperoleh sebesar 2,08%. Nilai bahan yang tidak larut dalam etanol yang diperoleh

masih memenuhi syarat bahan tidak larut dalam etanol menurut SNI (maks 5%).

Bagian tak larut dalam alkohol digunakan untuk mengetahui seberapa

besar bagian dari sabun yang tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian

yang tidak larut dalam alkohol maka semakin sedikit stok sabun yang terdapat

dalam sabun transparan. Selain itu, bagian tak larut dalam alkohol menimbulkan

gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan (Karo,

2011).

42
Universitas Sumatera Utara
4.6.4 Asam lemak bebas/Alkali bebas

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap asam lemak bebas adalah negatif,

artinya sabun transparan yang dihasilkan tidak kelebihan asam lemak, melainkan

memiliki basa yang berlebihan. Hal ini juga dapat dilihat pada saat melakukan

pemeriksaan awal, dimana sabun yang berubah warna menjadi merah setelah di

tetesi phenolphthalein menandakan bahwa sabun tersebut kelebihan basa, maka

dilakukan pengujian alkali bebas. Namun apabila tidak terjadi perubahan warna

merah setelah ditetesi phenolphthalein berarti sabun kelebihan asam maka

dilakukan pengujian asam lemak bebas (BSN, 2016). Kadar alkali bebas yang

diperoleh dari hasil pengujian adalah 0,032%. Kadar alkali bebas yang diperoleh

masih memenuhi persyaratan SNI (maksimal 0,1%).

Penambahan NaOH dengan konsentrasi tinggi akan bereaksi dengan

minyak sehingga mengurangi minyak dan menambah jumlah sabun yang

terbentuk. Apabila penambahan NaOH terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan

akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang mengganggu proses emulsi

sabun dan kotoran (Ketaren, 2008).

4.6.5 Kadar Klorida

Penentuan persentase kadar klorida dalam sabun penting dilakukan, karena

kadar klorida denganjumlah yang berlebih akan mennyebakan sabun retak

(Firempong, 2011).

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap kadar klorida diperoleh sebesar

0,58%. Nilai kadar klorida yang diperoleh memenuhi syarat kadar klorida

menurut SNI (maksimal 1,0%).

43
Universitas Sumatera Utara
4.6.6 Fraksi yang tidak tersabunkan

Hasil pemeriksaan sediaan terhadap fraksi yang tidak tersabunkan

diperoleh sebesar 0,21%. Nilai fraksi yang tidak tersabunkan yang diperoleh

masih memenuhi syarat fraksi yang tidak tersabunkan menurut SNI (maks 0,5%).

Kadar fraksi tak tersabunkan merupakan jumlah komponen yang tidak

tersabunkan dalam pembuatan sabun transparan. Keberadaan fraksi tak

tersabunkan dapat menurunkan kemampuan detergensi (membersihkan) sabun

(Spitz, 1996). Menurut Ketaren (1986), contoh senyawa yang dapat larut dalam

minyak tetapi tidak dapat disabunkan dengan soda alkali yaitu sterol, zat warna

dan hidrokarbon.

Berdasarkan analisa kulitas sabun menurut SNI 2016 diperoleh bahwa

sabun transparan yang menggunakan dan vitamin E 3%

mempunyai kualitas mutu sabun menurut SNI 2016.

44
Universitas Sumatera Utara
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. (VCO) dan vitamin E dapat di formulasikan dalam

sabun transparan. Sediaan yang dihasilkan semuanya stabil dalam

penyimpananselama 12 minggu.

b. Perbedaan konsentrasi vitamin E mempengaruhi efektivitas pelembab

sediaan sabun transparan terhadap kulit. Sediaan sabun transparan yang

(VCO) dengan penambahan vitamin E konsentrasi 3%

memiliki efektivitas pelembab lebih baik dibandingkan dengan

penambahan vitamin E konsentrasi 1% dan 2%.

5.2 Saran

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk:

a. Memformulasikan (VCO) dan vitamin E ke dalam

sediaan sabun cair.

45
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. 2005. .
Jakarta : Agromedia Pustaka. Halaman 67-94.
Anderson, P. 1996. . Jakarta: EGC.
Halaman 22.
Aramo. 2012. . Sungnam: Aram Huvis Kores Ltd.
Halaman 1-10.
Badan Standarisasi Nasional. 2016. .
Jakarta: Halaman 1-12.
Badan Standarisasi Nasional. 1994.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 1-10.
Baki, G., Alexander, K.S. 2015.
. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 235-237.
Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I. (2001).
. New York: Marcel Dekker Inc. Halaman 485-486.
Baumann, L. 2009. Second Edition. New York: The Mc
Graw Hill Companies. Halaman 3-6, 273-277.
Darmoyuwono, W. 2005. . Jakarta:
PT Indeks Kelompok Gramedia. Halaman 20, 52.
Ditjen POM Depkes RI. 1995. . Edisi Keempat.
Jakarta: Depkes RI. Halaman 323-325.
Ditjen POM Depkes RI. 1979. . Edisi Ketiga. Jakarta:
Depkes RI. Halaman 9, 33.
Ditjen POM Depkes RI. 1985. . Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 29.
Ditjen POM Depkes RI. 2014. . Edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 57-59.
Fachmi, C. 2008. Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa Terhadap Mutu
Sabun Transparan. . Fakultas Tekhnik Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Halaman 12-15.
Febrianti, D.R. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk
Purut ( Dc.) dengan Kokamidopropil Betain Sebagai
Surfaktan. . Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Semarang. Halaman 27.
Firempong, C.K., Mensah, E. 2011. Chemical characteristics of toilet soap
prepared from neem ( . Juss) .
. 1(4): 1–7.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1992. Jilid 2 Edisi ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Halaman 312.
Hambali, E.A., Suryani, Rival, M. 2005. . Jakarta:
Penebar Plus. Halaman 125.
Harris, M. 2015. Pengaruh Kolagen Tulang Ikan Air Tawar Yang Berbeda
Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Sabun Mandi Padat.
5(1 :17
Haerani, A. 2018. Antioksidan untuk Kulit. 16(2): 135-151.

46
Universitas Sumatera Utara
Hernani, H. 2010. Formula Sabun Transparan Antijamur dengan Bahan Aktif
Ekstrak Lengkuas ( L.Swartz.),
21(2):192-205.
IOM. 2000. Vitamin E In: Dietary Reference Intake for Ascobic Acid, Vitamin E,
Selenium, and Carotenoids.
. 2(6): 186-283.
Karo, A.Y. 2011. Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak Terhadap Mutu
Sabun Transparan. . Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Halaman 38-39.
Ketaren, S. 1986. . Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Halaman 21.
Khulafaurrasidin. 2018. Uji Kualitas Sabun dengan Bahan Aditif Minyak
Cengkeh Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Bakteri Staphylococcus
Epidermidis. 2(1): 1-8.
Loden, M. 2009.
3rd Edition. New York : Informa Healthcare USA. Halaman
107.
Marianti, A. 2017. Uji Efektivitas Kelembaban Sabun Transparan Ekstrak
Rumput Laut Cokelat (Sargassum Cristaefolium C. Agardh) dengan
Variasi Konsentrasi Sukrosa J P M
S 2(1): 21-26.
Melian, E. 2018. Formulasi Kaolin Facial Wash dengan Variasi Konsentrasi
Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) Dan Uji Daya Bersihnya Terhadap
Bakteri Penyebab Jerawat (Propionibacterium acnes). . Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Halaman 41-42.
Mitsui, T. 1997. . Amsterdam: Elsevier Science B.V.
Halaman 13-45.
Muliyawan, D., Suriana, N. 2013. . Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 18, 120.
Noormindhawati, L. 2013. . Cetakan Pertama. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. Halaman 74-75.
Nugraha. 2015. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Kumis
Kucing ( (Bl) Miq.). 3(2): 1–
11.
Pearce, E.C. 2011. . Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Umum. Halaman 290.
Prianto, J. 2014. . Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Halaman 60, 118-145.
Purnamawati, D . 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Dan Asam Sitrat
Terhadap Mutu Sabun Transparan. . Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 4-7
Putro, D.S. 1997. . Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Halaman 21-22.
Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu Pada
Konsentrasi yang Berbeda. . Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 23.

47
Universitas Sumatera Utara
Rizka, R. 2017. Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah
dengan Variasi Konsentrasi MInyak Kelapa dan Asam Stearat. .
Fakultas Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Halaman 45-46.
Rowe, C.R., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. 2009.
. Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press. Halaman 75-76,
441-447, 779-780.
Sari, R. 2017. Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair dari Ekstrak Kulit Daun
Lidah Buaya. (4)3: 1-17.
Setiaji B., S. Prayugo. 2006. . Jakarta: Penebar
Swadaya. Halaman 20-24.
Soraya, N. 2006. . Jakarta: PT. Angro Media Pustaka.
Halaman 41.
Suhardiyono. 1995. . Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).
Halaman 4-6
Tabor, A., Blair, R. 2009. . USA:
William Andrew. Halaman 5-17.
Tranggono, R.I., Latifah, F. 2007. .
Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Halaman 76-77.
Usmania, I., Widya, R.P. 2012. Pembuatan Sabun Transparan Dari Minyak
Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil). . Fakultas Farmasi. Universitas
Sebelas Maret. Surabaya. Halaman 9.
Walters, K. A. 2007. . New
York: Marcel Dekker. Halaman 1311-1325.
Wardani, I.E. 2007. Uji Kualitas VCO Berdasarkan Cara Pembuatan Dari Proses
Pengadukan Tanpa Pemancingan dan Proses Pengadukan dengan
Pemancingan. . Fakultas MIPA. Universias Negri Surakarta.
Surakarta. Halaman 7.
Wasitaatmaja, S.M. 1997. . Jakarta: UI-Press.
Halaman 58.

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik Pelaksanaan Penelitian Kesehatan

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Sukarelawan Penelitian
( )

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUKARELAWAN PENELITIAN

(Informed Consent)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No.Telp/HP :

Telah mendapat penjelasan dari peneliti (Wilda Putri Prilia Hutasuhut)


secara jelas tentang penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Sabun
Transparan dengan Menggunakan (VCO) dan Vitamin E
sebagai Pelembab Kulit Wajah”, maka dengan ini saya secara sukarela dan
tanpa paksaan menyatakan bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian
tersebut.
Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, April 2019


Sukarelawan

( )

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan Pembuatan Formula Sabun

Asam Stearat

Dilebur diatas penangas air dengan suhu


70-80oC
Ditambahkan lalu
aduk hingga homogen
Ditambahkan propilen glikol dan vitamin
E lalu aduk hingga homogen
Ditambahkan NaOH 30% sampai
terbentuk stok sabun

Stok Sabun

Ditambahkan etanol 96%, sukrosa,


gliserin, asam sitrat, TEA, NaCl dengan
tetap menjaga suhu dan pengadukan di
setiap penambahan bahan.
Ditambahkan parfum
Dimasukkan ke dalam cetakan

Sabun transparan dengan


menggunakan
(VCO) dan vitamin E

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar Alat

A B

C D

Keterangan:
A. Neraca Analitik (Dickson)
B. (Aramo)
C.
(Aramo)
D. pH meter dan cairan
kalibrasi
E.

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Sediaan Sabun Transparan yang Menggunakan
(VCO) dan Vitamin E
A B

C D

Keterangan :
A : Sabun blanko
B : Sabun transparan + vitamin E 1%
C : Sabun transparan + vitamin E 2%
D : Sabun transparan + vitamin E 3%

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Data Hasil Pengukuran pH Sediaan Sabun Transparan Yang
Menggunakan (VCO) dan Vitamin E
Data hasil pengukuran pH setelah selesai dibuat
pH
No Formula Rata-Rata
I II III

1 F0 9,1 9,1 9,1 9,1

2 F1 9,0 9,0 9,0 9,0

3 F2 9,0 9,0 9,0 9,0

4 F3 9,0 9,0 9,0 9,0

a. Data hasil pengukuran pH setelah penyimpanan 12 minggu


pH
No Formula Rata-Rata
I II III
1 F0 9,1 9,1 9,1 9,1
2 F1 9,0 9,0 9,0 9,0
3 F2 9,0 9,0 9,0 9,0
4 F3 9,0 9,0 9,0 9,0

Keterangan :
F0 : Sabun blanko
F1 : Sabun transparan + vitamin E 1%
F2 : Sabun transparan + vitamin E 2%
F3 : Sabun transparan + vitamin E 3%

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Perhitungan Stabilitas Busa

F0 = = 83,3%

F1 = = 80%

F2 = = 80%

F3 = = 76,9%

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Hasil Pengukuran pH dan Stabilitas Busa

A B

Keterangan :
A : Hasil pengukuran stabilitas busa
B : Hasil pengukuran pH

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun transparan vitamin E 3%

a. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

kadar air

1 2
Kadarair  100%
0

47,6212  46,3964
Kadar air  100%
42,6210
Kadar air  2,87%

b. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

total lemak

Total lemak   1  ( 0,038)


100
0

Total lemak  3,5244  (1,3 0,038)


100
1
5
Totallemak  3,5244  0,0494 20
Totallemak  69,5

c. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

bahan tidak larut dalam etanol

2 0
Bahan tak larut dalam etanol  100
1

0,543  0,491
Bahan tak larut dalam etanol  100
2,5
Bahan tak larut dalam etanol  2,08

57
Universitas Sumatera Utara
d. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

alkali bebas

40
Akali bebas  100

40 0,2 0,1
Akali bebas  100
2500
Alkali bebas  0,032

e. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

lemak tidak tersabunkan

  100
Lemak tidak tersabunkan   1   2
 10000  0

 5 198,68  100
Lemak tidak tersabunkan   0,40   0,29 
 10000  5
Lemak tidak tersabunkan  0,01066 20
Lemak tidak tersabunkan  0,2132

f. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap

kadar klorida

5,85 x V x N
Kadar klorida  x 100
b
5,85 x 0,05 x 0,1
Kadar klorida  x 100
5
Kadar klorida  0,58

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Hasil Penentuan Syarat Mutu Sabun

CA. Hasil penentuan kadar air B. Hasil penentuan total lemak berupa
berupa sampel sabun kering larutan berwarna merah muda

C. Hasil penentuan alkali bebas D. Hasil penentuan bahan tidak larut


berupa larutan putih bening dalam etanol berupa residu kering
setelah titrasi menggunakan HCl hasil pengeringan

D. Hasil penentuan fraksi tidak F. Hasil penentuan kadar klorida


tersabunkan berupa residu hasil berupa larutan berwarna coklat
penguapan pelarut yang
dikeringkan

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Salah satu contoh hasil uji efektivitas kelembaban sabun
transparan vitamin E pada wajah sukarelawan
a.. Hasil pengukuran kadar air ( )
- Kondisi awal

- Pemulihan minggu pertama (Minggu 1)

60
Universitas Sumatera Utara
- Pemulihan minggu kedua (Minggu 2)

- Pemulihan minggu ketiga (Minggu 3)

61
Universitas Sumatera Utara
- Pemulihan minggu keempat (Minggu 4)

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Perhitungan Stoikiometri Formula

Komposisi kandungan asam lemak yang digunakan :


Asam Lemak % Terhadap Asam Lemak Total
Asam Kaprilat 8,86 %
Asam Miristat 19,81 %
Asam Laurat 48,83 %
Asam Stearat 3,06 %
Perhitungan teoritis

 Berat molekul rata-rata virgin coconut oil

BM = (0,0886 x Mr asam kaprilat) + (0,1981 x Mr asam miristat) + (0,4883 x

Mr asam laurat) + (0,0306 x Mr asam stearat)

= (0,0886 x 144,21) + (0,1981 x 228) + (0,4883 x 200) + (0,0306 x 284)

= 12,77 + 45,16 + 97,66 + 8,69

= 164,28 g/mol

 Mol virgin coconut oil

ρ= massa = ρ x volume

= 0,9 g/ml x 23 ml

= 20,7 gram

mol VCO = = = 0,126 mol

 Mol NaOH

mol = = = 0,4 mol

 Mol asam stearate

mol = = 0,02 mol

63
Universitas Sumatera Utara
 Mol sabun yang terbentuk secara teoritis

(C17H35COO)3C3H5 + 3NaOH 3(C17H35COO)Na + C3H5(OH)3


m 0,126 mol 0,4 mol - -
r 0,126 mol 0,378 mol 0,378 mol 0,126 mol
s - 0,022 mol 0,378 mol 0,126 mol
Massa NaOH yg bereaksi :
n = gr/Mr
gr = n x Mr
= 0,378 mol x 40 gr/mol
= 15,12 gram
Massa sabun yang terbentuk:
gr = n x Mr
= 0,378 mol x 306 gr/mol
= 115,668 gram

 Mol sabun yang terbentuk secara teoritis terhadap asam stearat :


C17H35COOH + NaOH C17H35COONa + H2O
m 0,02 mol 0,4 mol - -
r 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol
s - 0,38 mol 0,02 mol 0,02 mol
Massa NaOH yang bereaksi :
n = gr/Mr
gr = n x Mr
= 0,02 mol x 40 gr/mol
= 0,8 gram
Massa sabun yang terbentuk:
gr = n x Mr
= 0,02 mol x 306 gr/mol
= 6,12 gram

64
Universitas Sumatera Utara
 Total NaOH yang diperlukan
= 15,12 gram + 0,8 gram
= 15,92 gram

 Total massa sabun yang terbentuk secara teoritis :


= 115,668 gram + 6,12 gram
= 121,788

Rendemen = x 100%

= x 100%

= 78,82%

65
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai