Anda di halaman 1dari 114

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana

2017

Formulasi Sediaan Nanoemulsi Minyak


Zaitun Ekstra Murni (Extra Virgin Olive
Oil) dengan Penambahan Retinol
Sebagai Skin Anti-Aging

Arlis, Nabila

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1329
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FORMULASI SEDIAAN NANOEMULSI MINYAK ZAITUN
EKSTRA MURNI (EXTRA VIRGIN OLIVE OIL) DENGAN
PENAMBAHAN RETINOL SEBAGAI SKIN ANTI-AGING
SKRIPSI

OLEH :
NABILA ARLIS
NIM 131501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI SEDIAAN NANOEMULSI MINYAK ZAITUN
EKSTRA MURNI (EXTRA VIRGIN OLIVE OIL) DENGAN
PENAMBAHAN RETINOL SEBAGAI SKIN ANTI-AGING
SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH :
NABILA ARLIS
NIM 131501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan rahmat dan nikmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Formulasi

Sediaan Nanoemulsi Minyak Zaitun Ekstra Murni (Extra Virgin Olive Oil)

Dengan Penambahan Retinol Sebagai Skin Anti-Aging”. Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Minyak zaitun ekstra murni mengandung vitamin E yang merupakan salah

satu antioksidan. Minyak zaitun ekstra murni dapat membantu melembabkan kulit

sehingga dapat berfungsi sebagai skin anti-aging, dengan penambahan retinol

aktivitas skin anti-aging semakin meningkat. Untuk memudahkan

pengaplikasiannya dibutuhkan sistem penghantaran yang efektif yaitu dalam bentuk

sediaan nanoemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak zaitun

ekstra murni dengan penambahan retinol dalam sediaan nanoemulsi dan

mengetahui stabilitas sediaan selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar

serta untuk mengetahui aktivitas skin anti-aging sediaan. Hasil yang diperoleh yaitu

minyak zaitun ekstra murni dengan penambahan retinol dapat diformulasikan dalam

sediaan nanoemulsi dan stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar,

serta memiliki aktivitas skin anti-aging. Diharapkan sediaan nanoemulsi ini dapat

dijadikan sebagai alternatif dalam formulasi sediaan farmasi lainnya karena dapat

mempercepat pencapaian obat.

Rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan

kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku pembimbing I yang

iv
Universitas Sumatera Utara
membimbing penulis dengan kesabaran, ketulusan, dan motivasi yang luar biasa

selama masa penelitian, serta Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku

pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi

denga kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa selama penelitian dan penulisan

skripsi, juga kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Ibu Dra.

Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan kritik, saran, dan nasihat yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan

fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada

keluarga tercinta, Ayahanda Arlis Kamiruddin, Ibunda Eka Suryani, Uda Angga

Putra Arlis yang telah memberi doa, masukan, dan dukungan tak terhingga kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat, teman-teman dan para

sukarelawan yang telah banyak membantu penulis selama kuliah dan melakukan

penelitian.

Akhir kata penulis berharap, semoga apa yang telah terdapat dalam skripsi

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2017


Penulis,

Nabila Arlis
NIM 131501123

v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI SEDIAAN NANOEMULSI MINYAK ZAITUN EKSTRA
MURNI (EXTRA VIRGIN OLIVE OIL) DENGAN PENAMBAHAN
RETINOL SEBAGAI SKIN ANTI-AGING

ABSTRAK

Latar belakang: Vitamin E yang terkandung didalam minyak zaitun


menunjukkan efek sinergis dengan retinol dalam produk gabungan. Nanoemulsi
sangat cocok dan efektif sebagai skin anti-aging karena memiliki kestabilan yang
tinggi dengan ukuran partikel kecil serta tidak toksik dan tidak mengiritasi
sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak zaitun ekstra
murni 5% dengan penambahan variasi konsentrasi retinol dalam sediaan
nanoemulsi sebagai skin anti-aging serta untuk mengetahui stabilitas sediaan
nanoemulsi selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar.
Metode: Sediaan nanoemulsi dibuat dengan menggunakan minyak zaitun ekstra
murni 5% dengan variasi konsentrasi retinol yaitu formula F1 (2,5%), F2 (5%),
dan F3 (7,5%). Evaluasi stabilitas sediaan nanoemulsi meliputi uji homogenitas,
penentuan tipe emulsi, bobot jenis, tegangan permukaan, uji sentrifugasi, dan
analisa TEM pada awal pembuatan sediaan, serta dilakukan pengamatan
organoleptis (bau, warna, bentuk), creaming, pemisahan fase, uji pH, viskositas,
dan ukuran partikel selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Kemudian
dilakukan penentuan aktivitas skin anti-aging dan uji iritasi kulit sediaan
nanoemulsi pada sukarelawan dari formula yang terpilih.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan nanoemulsi berwarna
kuning transparan, berbau khas, stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu
kamar dan ukuran partikel lebih kecil dari 1000 nm. Sediaan nanoemulsi F1
memiliki ukuran partikel yang paling kecil yaitu 293,68 nm. Hasil uji iritasi
sediaan nanoemulsi F1 tidak mengiritasi kulit dan aktivitas skin anti-aging
nanoemulsi F1 lebih baik dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi tanpa retinol.
Kesimpulan: Minyak zaitun ekstra murni dengan penambahan retinol dapat
diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi dan sediaan nanoemulsi F1 memiliki
aktivitas skin anti-aging yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi
tanpa retinol.

Kata kunci : retinol, minyak zaitun ekstra murni, nanoemulsi, skin anti-aging

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION OF NANOEMULSION OF EXTRA VIRGIN OLIVE OIL
WITH RETINOL ADDITION AS SKIN ANTI-AGING

ABSTRACT

Background: Vitamin E is contain in olive oil shows a synergistic effect with


retinol in the combine product. Nanoemulsi is very suitable and effective as skin
anti-aging because it has a high stability with small particle size and is not toxic
and not irritating so that it can be apply easily through the skin.
Purpose: This study was aimed to formulate 5% extra virgin olive oil by addition
of variation of retinol concentration in nanoemulsion as skin anti-aging and to
know stability of nanoemulsion during 12 weeks storage at room temperature.
Methods: The nanoemulsion prepared by using 5% extra virgin olive oil with
variation of retinol concentration was formula F1 (2.5%), F2 (5%), and F3 (7.5%).
Evaluation of the stability of the nanoemulsion included homogeneity, emulsion
type, density, surface tension, centrifugation, and TEM analysis at the beginning
of preparation, and organoleptic (smell, color, transparency), creaming, phase
separation, pH, viscosity, and particle size for 12 weeks at room temperature.
Then the determination of skin anti-aging activity and skin irritation test of
nanoemulsion in volunteers of the selected formula.
Results: The results showed that all of nanoemulsion were transparent yellow,
distinctive smell, were stable for 12 weeks storage at room temperature and the
particle size was less than 1000 nm. The nanoemulsion F1 has the smallest
particle size that was 293.68 nm. The results of the irritation test of nanoemulsion
F1 did not irritate the skin and the skin anti-aging activity of F1 nanoemulsion
was better than that of nanoemulsion without retinol.
Conclusions: Extra virgin olive oil with retinol addition can be formulated as a
nanoemulsion and the F1 nanoemulsion has better skin anti-aging activity than
that of nanoemulsion without retinol.

Keywords: retinol, extra virgin olive oil, nanoemulsion, skin anti-aging

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL .................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN......................................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 4

1.3 Hipotesa.................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6

2.1 Kulit ......................................................................................... 6

2.1.1 Gambaran umum kulit..................................................... 6

2.1.1.1 Epidermis............................................................ 7

2.1.1.2 Dermis ................................................................ 8

2.1.1.3 Hipodermis/subkutis............................................ 9

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fungsi biologik kulit ....................................................... 9

2.1.3 Klasifikasi kulit ............................................................... 10

2.2 Skin Aging (Penuaan Kulit) ....................................................... 11

2.2.1 Tanda tanda penuaan ....................................................... 12

2.2.2 Usaha menghambat proses skin aging.............................. 13

2.3 Skin Anti-Aging (Anti Penuaan Kulit)........................................ 13

2.3.1 Fungsi dan manfaat skin anti-aging ................................. 13

2.3.1.1 Hidrasi kulit ........................................................ 14

2.3.1.2 Pori pori .............................................................. 14

2.3.1.3 Noda ................................................................... 15

2.3.1.4 Kerutan/keriput ................................................... 16

2.4 Nanoemulsi............................................................................... 16

2.4.1 Deskripsi nanoemulsi ...................................................... 16

2.4.2 Kelebihan dan kelemahan nanoemulsi ............................. 17

2.5 Monografi Bahan ...................................................................... 18

2.5.1 Retinol ............................................................................ 18

2.5.2 Minyak zaitun ................................................................. 19

2.5.3 Surfaktan......................................................................... 20

2.5.3.1 Tween 80 ............................................................ 20

2.5.4 Kosurfaktan..................................................................... 21

2.5.4.1 Sorbitol ............................................................... 21

2.5.5 Pengawet......................................................................... 22

2.5.5.1 Metil paraben ...................................................... 22

2.5.5.2 Propil paraben ..................................................... 23

2.6 Aquadest ................................................................................... 24

x
Universitas Sumatera Utara
2.7 Skin Analyzer ............................................................................ 24

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 25

3.1 Alat........................................................................................... 25

3.2 Bahan ....................................................................................... 26

3.3 Sukarelawan ............................................................................. 26

3.4 Prosedur Penelitian ................................................................... 26

3.4.1 Formulasi sediaan nanoemulsi......................................... 26

3.4.1.1 Prosedur pembuatan nanoemulsi ......................... 28

3.5 Evaluasi Stabilitas Sediaan........................................................ 28

3.5.1 Organoleptis, pembentukan creaming dan pemisahan


fase sediaan .................................................................... 28

3.5.2 Homogenitas ................................................................... 28

3.5.3 Uji pH ............................................................................. 29

3.5.4 Tipe emulsi ..................................................................... 29

3.5.5 Bobot jenis ...................................................................... 29

3.5.6 Viskositas........................................................................ 30

3.5.7 Uji sentrifugasi................................................................ 30

3.5.8 Pengukuran tegangan permukaan .................................... 30

3.5.9 Ukuran partikel ............................................................... 31

3.5.10 Analisa TEM................................................................. 31

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ..................................... 31

3.7 Uji Efektivitas Skin Anti-Aging ................................................. 32

3.8 Analisa Data Hasil Pengujian Efektivitas Skin Anti-Aging......... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 33

4.1 Hasil Formulasi Sediaan Nanoemulsi ........................................ 33

xi
Universitas Sumatera Utara
4.2 Hasil Evaluasi Stabilitas Sediaan............................................... 34

4.2.1 Organoleptis,pembentukancreamingdanpemisahan
fase sediaan .................................................................... 34

4.2.2 Homogenitas ................................................................... 37

4.2.3 Uji pH ............................................................................. 38

4.2.4 Tipe emulsi ..................................................................... 39

4.2.5 Bobot jenis ...................................................................... 40

4.2.6 Viskositas........................................................................ 41

4.2.7 Uji sentrifugasi................................................................ 43

4.2.8 Pengukuran tegangan permukaan .................................... 44

4.2.9 Ukuran partikel ............................................................... 46

4.2.10 Analisa TEM................................................................. 51

4.3 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ..................................... 52

4.4 Uji Efektivitas Skin Anti-Aging ................................................. 53

4.4.1 Kadar air (moisture) ........................................................ 54

4.4.2 Pori (pore)....................................................................... 56

4.4.3 Noda (spot) ..................................................................... 58

4.4.4 Kerutan atau keriput (wrinkle)......................................... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 65

5.1 Kesimpulan............................................................................... 65

5.2 Saran......................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 66

LAMPIRAN ……………………………………………………………... 71

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ...................... 24

3.1 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi pada penelitian


sebelumnya 27

3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi dengan variasi


konsentrasi retinol ...................................................................... 27

4.1 Data pengamatan organoleptis, pembentukan creaming dan


pemisahan fase sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada
penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar.................................. 34

4.2 Data pengukuran pH nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada
penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar ...................... 38

4.3 Data Penentuan Bobot Jenis nanoemulsi minyak zaitun ekstra


murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol ........... 41

4.4 Data uji viskositas nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada
penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar ...................... 42

4.5 Data Uji Sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol ..................... 43

4.6 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan
retinol......................................................................................... 45

4.7 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan
retinol pada penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar... 46

4.8 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan
retinol pada penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar... 49

4.9 Data uji iritasi sediaan nanoemulsi F1 terhadap sukarelawan ...... 52

4.10 Hasil pengukuran kadar air (moisture) formula F1 pada kulit


wajah sukarelawan ..................................................................... 54

xiii
Universitas Sumatera Utara
4.11 Hasil pengukuran pori (pore) formula F1 pada kulit wajah
sukarelawan................................................................................ 56

4.12 Hasil pengukuran noda (spot) formula F1 pada kulit wajah


sukarelawan................................................................................ 59

4.13 Hasil pengukuran kerutan (wrinkle) formula F1 pada kulit wajah


sukarelawan................................................................................ 61

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur kulit manusia ................................................................ 6

2.2 Rumus bangun retinol ................................................................ 18

2.3 Rumus bangun tween 80 ............................................................ 20

2.4 Rumus bangun sorbitol............................................................... 21

2.5 Rumus bangun metil paraben ..................................................... 22

2.6 Rumus bangun propil paraben .................................................... 23

4.1 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum


penyimpanan pada suhu kamar................................................... 35

4.2 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 4 minggu


pada suhu kamar ........................................................................ 35

4.3 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 8 minggu


pada suhu kamar ........................................................................ 35

4.4 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 12 minggu


pada suhu kamar ........................................................................ 36

4.5 Hasil uji homogenitas nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol ..................... 37

4.6 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi F1, F2,


dan F3 ........................................................................................ 38

4.7 Hasil uji tipe emulsi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol ..................... 40

4.8 Pengaruh lama penyimpanan terhadap vikositas nanoemusi F1,


F2, dan F3 .................................................................................. 42

4.9 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 sebelum sentrifugasi .................. 43

xv
Universitas Sumatera Utara
4.10 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah sentrifugasi..................... 44

4.11 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 46

4.12 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 47

4.13 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 47

4.14 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 47

4.15 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 48

4.16 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 48

4.17 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 48

4.18 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 49

4.19 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar ........................................................... 49

4.20 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel


nanoemulsi F1, F2, dan F3. ........................................................ 50

4.21 Hasil analisa partikel sediaan nanoemulsi F1 dengan TEM


(Transmision Electron Microscopic) .......................................... 51

4.22 Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan ......................................... 52

4.23 Grafik persentase pemulihan kadar air (moisture) selama 4


minggu....................................................................................... 55

4.24 Grafik persentase pemulihan pori (pore) selama 4 minggu ........ 57

4.25 Grafik persentase pemulihan noda (spot) selama 4 minggu ......... 60

4.26 Grafik persentase pemulihan kerutan (wrinkle) selama


4 minggu .................................................................................... 63

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Gambar bahan.......................................................................... 71

2 Gambar alat ............................................................................. 73

3 Bagan alir pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol................... 77

4 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak zaitun ekstra


murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol......... 79

5 Data hasil uji statistik ............................................................... 88

6 Sertifikat analisis retinol .......................................................... 92

7 Sertifikat analisis minyak zaitun ekstra murni (extra virgin

olive oil) .................................................................................. 93

8 Surat pernyataan persetujuan (informed consent)...................... 94

9 Contoh sediaan dipasaran yang mengandung retinol 2,5%


sebagai skin anti-aging............................................................. 95

10 Hasil pengujian efektivitas skin anti-aging sediaan naoemulsi


F1 pada kulit sukarelawan........................................................ 96

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Siklus kehidupan manusia dimulai sejak kelahiran. Sejak lahir sel-sel

manusia terus tumbuh dan berkembang. Seiring bertambahnya usia, kulit akan

semakin berkurang kemampuannya dalam memproduksi sel-sel baru sehingga

proses regenerasi kulit menjadi lebih lambat. Saat itulah proses penuaan sudah

dimulai. Penuaan merupakan proses yang alamiah dan tidak ada seorang pun yang

dapat menghindarinya. Namun pada beberapa kasus proses penuaan terjadi lebih

cepat. Tanda-tanda penuaan mulai tampak pada usia yang relatif muda, inilah

yang disebut sebagai penuaan dini. Penuaan dini disebabkan oleh faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal seperti genetik, hormon, etnis dan faktor

eksternal yang disebabkan oleh polusi lingkungan, rokok, kurang nutrisi dan sinar

matahari (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Indonesia merupakan daerah beriklim tropis dengan pancaran sinar

matahari yang berlimpah, sehingga faktor eksternal ini yang sering menyebabkan

penuaan dini pada kulit atau disebut dengan istilah photoaging. Paparan sinar

matahari yang berlebih pada kulit menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

Radikal bebas merupakan molekul atau atom yang sangat reaktif dan memiliki

elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya sehingga menjadi tidak stabil.

Untuk mendapatkan kestabilannya radikal bebas akan menyerang molekul lain

untuk mengambil elektron yang dibutuhkannya sehingga berpotensi merusak sel-

sel dan jaringan tubuh yang menyebabkan proses penuaan pada kulit berlangsung

lebih cepat (Devasagayam, dkk., 2004; Muliyawan dan Suriana, 2013).

1
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan ilmu dan teknologi secara ilmiah menemukan bahwa

proses penuaan dapat diperlambat sehingga menyebabkan sebagian orang

berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghambat ataupun mengobati

penuaan termasuk penuaan pada kulit. Antioksidan salah satu zat yang dapat

melawan penuaan kulit. Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal

bebas dengan cara memberikan elektronnya kepada radikal bebas, sehingga

radikal bebas menjadi stabil. Produksi antioksidan didalam tubuh manusia terjadi

secara alami untuk mengimbangi produksi radikal bebas. Antioksidan tersebut

kemudian berfungsi sebagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas, namun

peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk akibat faktor paparan UV,

polusi udara dan lingkungan mengakibatkan sistem pertahanan tersebut kurang

memadai, sehingga diperlukan tambahan antioksidan dari luar (Ariyanti dan

aditya, 2016).

Vitamin A memiliki kemampuan yang sangat penting dan bermanfaat bagi

kulit, terutama untuk mengatasi masalah penuaan kulit. Keunggulan vitamin A

yaitu dapat dengan mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan

kandungan air kulit. Salah satu derivat vitamin A yaitu retinol. Retinol dapat

melepaskan sel kulit mati dan merangsang pembentukan sel yang baru serta

mampu menangkap dan melindungi kulit dari radikal bebas yang sangat reaktif.

Retinol dapat menutrisi kulit sehingga dapat mencegah defisiensi vitamin A

seperti pengeriputan pada kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Minyak zaitun

mempunyai kandungan vitamin E yang merupakan salah satu sumber antioksidan

alami. Vitamin E dapat mencegah stress oksidatif pada kulit yang disebabkan oleh

sinar UV. Minyak zaitun biasa digunakan untuk perawatan kulit wajah karena

dapat berfungsi untuk melembabkan kulit dan menghaluskan kulit (Sari dan

2
Universitas Sumatera Utara
Setyowati, 2014; Sorg, dkk., 2001). Sehingga retinol dan minyak minyak zaitun

dapat digunakan untuk perawatan pada kulit. Vitamin E menunjukkan efek

sinergis dengan retinol dalam produk gabungan, memberikan perlindungan

terhadap cahaya dan kekuatan antioksidan yang cukup besar yang menunjukkan

efek potensial dalam perlindungan terhadap photoaging (penuaan karena paparan

sinar UV) (Sorg, dkk., 2001). Oleh karena itu minyak zaitun dan retinol dapat

diformulasikan dalam produk gabungan sebagai sediaan skin anti-aging. Skin

anti-aging atau anti penuaan kulit adalah sediaan yang berfungsi menghambat

proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu menghambat

timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hakim (2017), minyak

zaitun ekstra murni dikembangkan dalam bentuk sediaan nanoemulsi dan

dilakukan evaluasi terhadap stabilitas dan aktivitas skin anti-aging dari sediaan

tersebut. Menurut penelitian tersebut minyak zaitun ekstra murni dapat

diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi dan stabil selama penyimpanan 12

minggu serta menunjukkan aktivitas skin anti-aging yang baik.

Saat ini sediaan skin anti-aging yang mengandung retinol dan minyak

zaitun banyak ditemukan dipasaran seperti krim, serum, lotion, namun sediaan

nanoemulsi produk gabungan retinol dan minyak zaitun ekstra murni belum

dijumpai dipasaran. Saat ini banyak produk skin anti-aging yang diformulasikan

sebagai sediaan nanoemulsi, karena sediaan nanoemulsi memiliki kestabilan yang

tinggi dengan ukuran droplet yang kecil, tidak toksik dan tidak mengiritasi

sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit (Shah, 2010).

Nanoemulsi juga memiliki efisiensi dan penetrasi yang cepat (Devarajan dan

Ravichandran, 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikembangkan

3
Universitas Sumatera Utara
sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni dengan penambahan retinol dan

dilakukan evaluasi terhadap stabilitas dan aktivitas skin anti-aging dari sediaan

tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan

penambahan retinol dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi dan

stabil pada penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar ?

2. Apakah sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive

oil) dengan penambahan retinol memiliki daya skin anti-aging ?

1.3 Hipotesa

Berdasarkan perumusan maslah diatas, maka yang menjadi hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan

retinol dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi dan stabil pada

penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar.

2. Sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil)

dengan penambahan retinol memiliki daya skin anti-aging.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

4
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui apakah minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil)

dengan penambahan retinol dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi

dan pengujian stabilitas nanoemulsi dari minyak zaitun ekstra murni (extra

virgin olive oil) dengan penambahan retinol selama penyimpanan 12 minggu

pada suhu kamar.

2. Untuk mengetahui apakah sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni

(extra virgin olive oil) 5% dengan penambahan retinol 2,5% memiliki daya

skin anti-aging.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas skin anti-aging dari

sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan

penambahanretinol.

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Gambaran umum kulit

Kulit adalah jaringan terluar dari tubuh dan organ terbesar dalam hal berat

dan luas permukaan. Kulit ini memiliki luas sekitar 16.000 cm 2 untuk orang

dewasa dan mewakili sekitar 8% dari berat badan. Kulit memiliki struktur yang

sangat kompleks yang terdiri dari banyak komponen. Kulit juga elastis, dan

sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, dan ras (Igarashi, 2005;

Wasitaatmadja,1997).

Gambar 2.1 Struktur kulit manusia (Kadam, dkk., 2014).

6
Universitas Sumatera Utara
Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis,

dan lapisan hipodermis/subkutis (Igarashi, 2005).

2.1.1.1 Epidermis

Epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar. Epidermis memiliki

ketebalan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh. Epidermis terbagi menjadi

lima lapisan, yaitu: (Igarashi, 2005).

a. Stratum corneum (lapisan tanduk/ lapisan sel horny)

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas yang terdiri dari beberapa

lapis sel berbentuk datar heksagonal dan sel keras yang diberi nama sel

horny/corneocytes. Ketebalannya berkisar antara 8 sampai 15 μm. Lapisan ini

tidak memiliki inti, mati, sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang

tidak larut dalam air). Lapisan ini mencegah dehidrasi berlebihan pada

jaringan kulit dan biasanya mengandung 10 sampai 15% massa air di

epidermis, tergantung pada kondisi kulit. Sel horny juga mengandung

senyawa kimia khusus yang disebut natural moisturizing factor (NMF) yang

juga berperan penting dalam mempertahankan kelembapan kulit (Igarashi,

2005).

b. Stratum lucidum (lapisan jernih)

Lapisan ini terdapat langsung dibawah stratum corneum. Lapisan ini

merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti, mengandung elaidin, dan sangat

tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Wasitaatmadja,1997).

c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir/ lapisan sel granular)

Terdiri dari 2 sampai 4 lapisan sel granular. Ketebalan 3 μm. Di lapisan ini,

keratinisasi dari keratinosit dimulai. Sel semakin dipenuhi serat keratin dan

mengandung kelembaban kurang dari lapisan sel basal dan prickle. Stratum

7
Universitas Sumatera Utara
granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Igarashi, 2005;

Wasitaatmadja,1997).

d. Stratum spinosum (lapisan malphigi/ lapisan sel prickle)

Lapisan ini memiliki sel berbentuk poligonal dengan ukuran bermacam-

macam dan seperti berduri. Ketebalan lapisan ini biasanya dari 50 sampai 150

μm (Igarashi, 2005; Wasitaatmadja,1997).

e. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)

Lapisan terdalam dan terdiri dari satu lapisan sel basal. Keratinosit diproduksi

di lapisan ini. Ini menampung sekitar 8% air di epidermis. Dengan penuaan,

lapisan ini menjadi lebih tipis dan kehilangan kemampuan menahan air.

Melanosit juga terletak pada lapisan ini (Igarashi, 2005).

2.1.1.2 Dermis

Dermis adalah lapisan kedua kulit, di bawah lapisan epidermis. Lapisan ini

jauh lebih tebal dari epidermis (biasanya 1 sampai 4 mm). Komponen utama

dermis adalah serat kolagen dan elastin (Igarashi, 2005). Dermis memiliki dua

lapisan berikut:

a. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah (Wasitaatmadja,1997).

b. Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan

subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar

(matrik) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin

sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan

bertambahnya umur menjadi stabil dan keras. Retikulum mirip dengan

kolagen muda, sedangkan elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf,

mudah mengembang, dan elastis (Wasitaatmadja,1997).

8
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3 Hipodermis/subkutis

Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar

berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti

terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Ketebalan lapisan

ini rata-rata 4 sampai 9 mm (Igarashi, 2005; Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2 Fungsi biologik kulit

Menurut Mitsui (1997), kulit terdiri dari beberapa fungsi, yaitu:

a. Proteksi

Serabut elastis pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi

mencegah trauma mekanik langsung terhadap tubuh bagian dalam. Lapisan

tanduk menjaga kadar air dengan mencegah masuknya air dari luar tubuh dan

mencegah penguapan air, serta sebagai barrier terhadap racun dari luar.

b. Termoregulasi

Temperatur tubuh diatur dengan mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh

kapiler dan melalui respirasi. Vasokonstriksi terjadi saat temperatur badan

menurun, sedangkan vasodilatasi terjadi saat temperatur badan meningkat

sehingga penguapan menjadi lebih banyak dan mengakibatkan tubuh terasa

dingin.

c. Persepsi sensoris

Kulit memiliki tanggung jawab sebagai indera terhadap adanya rangsangan

dari luar yang diterima oleh reseptor-reseptor kemudian diteruskan ke sistem

saraf pusat yang selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. Reseptor-

reseptor yang berperan terhadap adanya rangsangan tersebut, antara lain

Meissner sebagai reseptor raba, Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan

Krauss sebagai reseptor suhu, dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri.

9
Universitas Sumatera Utara
d. Absorbsi

Absorbsi pada kulit dapat melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea.

Penetrasi ke dalam kulit, dapat melalui antara sel-sel stratum corneum,

dinding-dinding saluran folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea,

dan menembus sel-sel stratum corneum. Bahan-bahan yang mudah larut

dalam lemak akan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan dengan air ataupun

bahan yang dapat larut dalam air.

e. Fungsi lain

Kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk menggambarkan status emosional

seseorang dengan memerah, memucat maupun kontraksi otot penegak

rambut.

2.1.3 Klasifikasi kulit

Menurut Tranggono dan Latifah (2007), pada umumnya, keadaan kulit

dibagi menjadi 3 jenis kulit yaitu:

a. kulit kering

b. kulit normal

c. kulit berminyak

Kulit kering merupakan kulit dengan kadar air kurang, kulit normal adalah

kulit dengan kadar air yang tinggi dan kadar minyak rendah sampai normal,

sedangkan kulit berminyak adalah kulit dengan kadar minyak dan air yang tinggi

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Ciri-ciri yang terlihat pada kulit kering yaitu kulit kusam, bersisik, mulai tampak

kerutan-kerutan , dan pori-pori tidak kelihatan. Ciri-ciri yang terlihat pada kulit normal yaitu

kulit tampak segar dan cerah, cukup tegang dan bertekstur halus, pori-pori kelihatan, tetapi

tidak terlalu besar, dan kadang kelihatan berminyak di daerah dahi, dagu, dan hidung. Ciri-

10
Universitas Sumatera Utara
ciri yang terlihat pada kulit berminyak yaitu tekstur kulit kasar dan berminyak, pori-pori

besar, dan mudah kotor dan berjerawat (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Skin Aging (Penuaan Kulit)

Seiring bertambahnya usia, manusia pasti akan mengalami penuaan.

Proses penuaan ini terlihat pada terbentuknya kerutan atau keriput pada kulit atau

terjadinya kemunduran kondisi dan fungsi kulit. Proses penuaan dapat terjadi

secara alami dan penuaan akibat kerusakan baik anatomi maupun fisiologi pada

semua organ tubuh, mulai dari pembuluh darah hingga kulit (Tranggono dan

Latifah, 2007).

Aging (penuaan) adalah proses yang dialami oleh tubuh dimana fungsi

bagian-bagian tubuh semakin berkurang, misalnya kulit yang semakin menipis

dan kemudian muncul keriput (Waluyo dan Putra, 2010).

Penuaan kulit merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh

semua makhluk hidup. Perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada kulit

dapat dibagi atas perubahanan anatomis, fisiologis, serta kimiawi. Perubahan

anatomis terlihat langsung pada hilangnya elastisitas dan fleksibilitas kulit

sehingga menyebabkan timbulnya keriput dan kerut, epidermis kering dan pecah-

pecah, penebalan kulit, hiperpigmentasi, tumor kulit, dan sebagainya (Tranggono

dan Latifah, 2007).

Banyak faktor luar yang mempengaruhi penuaan kulit, yang paling utama

ialah sinar matahari (sinar UV). Paparan sinar matahari yang berlebihan

merupakan salah satu faktor penyebab menurunnnya produksi kolagen dalam

dermis kulit, karena paparan sinar matahari yang berlebihan pada kulit

menyebabkan munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk.

11
Universitas Sumatera Utara
Enzim inilah yang selanjutnya akan merusak kulit, menghancurkan kolagen, dan

jaringan penghubung yang ada dibawah kulit dermis. Sehingga paparan cahaya

UV yang berlebihan menyebabkan proses penuaan pada kulit berlangsung cepat

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Menurut Tranggono dan Latifah (2007), kulit yang sering terpapar sinar

matahari cenderung lebih cepat kering, keriput, dan kasar. Kulit kering

disebabkan oleh menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit (kelenjar sebasea).

Keriput disebabkan oleh berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut

kolagen serta elastin. Penurunan kecepatan metabolisme sel basal dan proses

keratinisasi mengakibatkan regenerasi sel-sel epidermis menjadi lambat.

2.2.1 Tanda-tanda penuaan

Menurut Wasitaatmadja (1997), tanda-tanda penuaan kulit yaitu:

1. Kulit menjadi kering akibat dari berkurangnya aktivitas kelenjer minyak dan

keringat kulit serta penurunan kemampuan kulit untuk menahan air didalam

sel kulit (sawar kulit).

2. Kulit menjadi tipis akibat berkurangnya kemampuan untuk membentuk sel

baru di lapisan kulit.

3. Kulit terasa kasar, kusam dan bersisik akibat berkurangnya kemampuan kulit

untuk melepaskan sel kulit lama untuk diganti sel kulit baru.

4. Kulit menjadi kendor dan tidak elastis akibat menurunnya kemampuan serat

kulit terutama kolagen, sehingga menimbulkan kerut dan gelambir.

5. Warna kulit bercak-bercak akibat berkurangnya daya pigmentasi sel

melanosit dan daya distribusi melanin keseluruh lapisan kulit.

6. Terjadinya kelainan kulit, bila gangguan tersebut terjadi lebih banyak dan

lebih jelas.

12
Universitas Sumatera Utara
7. Pori-pori membesar akibat penumpukan sel kulit mati (Noormindhawati,

2013).

2.2.2 Usaha menghambat proses skin aging (penuaan kulit)

Proses penuaan kulit dapat diperlambat sehingga menyebabkan sebagian

orang berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghambat penuaan kulit.

Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai usaha dapat dilakukan untuk

menghambat/memperlambat terjadinya penuaan kulit, yaitu:

1. Melakukan perawatan kulit secara baik dan benar.

2. Melindungi kulit terhadap faktor-faktor penyebab kulit menua salah satunya

terhadap sinar UV dengan menggunakan tabir surya dan hindari pajanan sinar

matahari.

3. Memberikan suplemen vitamin dan mineral yang diperkirakan dapat

mengikat gugus radikal bebas misalnya vitamin A, B, C, E, dan mineral.

4. Melakukan kegiatan olah raga, agar proses metabolisme sel dalam tubuh bisa

terus berjalan lancar.

2.3 Skin Anti-Aging (Anti Penuaan Kulit)

Skin anti-aging atau anti penuaan kulit adalah sediaan yang berfungsi

menghambat proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu

menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit. Produk-produk yang

popular digunakan untuk menghambat proses penuaan dini adalah produk skin

anti-aging (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.3.1 Fungsi dan manfaat skin anti-aging

Fungsi dari produk skin anti-aging adalah menyuplai antioksidan bagi

jaringan kulit, menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit, menjaga kelembapan

13
Universitas Sumatera Utara
dan elastisitas kulit, merangsang produksi kolagen, dan UV-protection melindungi

kulit dari radiasi ultraviolet sehingga kulit jauh dari tanda-tanda penuaan dini

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Manfaat dari produk skin anti-aging adalah mencegah kulit dari kerusakan

degeneratif, kulit tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda, dan kulit tampak

kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini seperti kurangnya

kelembapan kulit, pori-pori membesar, terdapat noda hitam diwajah dan terlihat

keriput/kerutan diwajah (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.3.1.1 Hidrasi

Hidrasi kulit (kelembaban) dan sebum (lipida permukaan kulit) dianggap

sebagai faktor penting dalam kesehatan kulit, keseimbangan yang tepat antara

komponen ini merupakan indikasi kulit yang sehat dan berperan penting dalam

melindungi dan melestarikan kulit. Hidrasi kulit menurun akibat menurunnya

fungsi sawar stratum korneum dan meningkatnya kehilangan air secara difusi

melalui epidermis atau transepidermal water loss (TEWL) (Ezerskaia, dkk.,

2016).

Penurunan efisiensi barrier dan fungsi kelembapan kulit menghasilkan

kulit yang mudah kering dan kasar. Jumlah hidrasi kulit dan sebum yang cukup

membuat kulit tampak halus, lembut dan kenyal sedangkan kekurangan

kelembaban bisa menyebabkan kulit terlihat kusam, retak, dan lebih tua

(Ezerskaia, dkk., 2016).

2.3.1.2 Pori-pori

Pori-pori adalah lubang yang melebar luas dari kelenjar sebaceous tempat keringat

muncul di permukaan kulit. Kelenjar ini ditemukan di dalam folikel rambut. Oleh karena

itu, pori-pori tidak melewati kulit sepenuhnya dan selalu diakhiri dengan kelenjar keringat

14
Universitas Sumatera Utara
pada tingkat dermis. Banyak pori-pori dapat terbentuk di daerah yang kaya-sebum seperti

wajah, karena pori-pori terhubung ke kelenjar sebasea (Igarashi, dkk., 2005).

Pori-pori berfungsi sebagai saluran yang membawa zat tertentu ke lapisan dermal

yang lebih dalam. Inilah alasan mengapa bahan yang diaplikasikan pada

permukaan kulit dengan rambut bisa menembus lebih dalam ke dalam kulit

daripada pada kulit yang tidak berbulu (Igarashi, dkk., 2005). Kulit wajah yang

berminyak cendrung memiliki pori-pori yang besar. Pori-pori membesar akibat

penumpukan sel sel kulit mati. Proses regenerasi kulit terjadi selama 28 hari

sehingga sel sel kulit mati akan tergantikan oleh sel sel baru yang dapat

mengecilkan pori-pori pada wajah (Noormindhawati, 2013; Muliyawan dan

Suriana, 2013).

2.3.1.3 Noda

Noda atau flek-flek adalah bekas/tanda berwarna coklat tua yang bisa

ditemukan di permukaan kulit. Mereka tidak memiliki bentuk yang spesifik

namun biasanya memiliki kontur yang sangat jelas. Semua fitur ini adalah

endapan pigmen melanin. Salah satu penyebab timbulnya noda atau flek-flek

hitam pada wajah yaitu karena paparan sinar matahari yang berlebih (Igarashi,

dkk., 2005; Sofiana, dkk., 2017).

Paparan sinar UV akan menstimulasi aktivitas enzim tirosinase dan

meningkatkan jumlah melanosit yang memproduksi melanin. Akibatnya transfer

melanosome dari melanosit ke keratinosit akan meningkat, demikian pula melanin

akan meningkat. Dalam kasus tersebut, melanin tidak dapat dihilangkan

sepenuhnya dan cenderung tetap berada di epidermis. Pembentukan melanin

akibat paparan radiasi ultraviolet berlebihan akan menyebabkan noda atau flek

(Igarashi, dkk., 2005; Sofiana, dkk., 2017).

15
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.4 Keriput/kerutan

Keriput adalah lipatan kulit yang terbentuk melalui proses deformasi kulit.

Keriput bisa dikelompokkan menjadi dua jenis: keriput dangkal dan keriput

dalam. Keriput dangkal biasanya merupakan hasil akhir dari distorsi (perubahan

bentuk) epidermis yang disebabkan oleh kehilangan air. Keriput dalam terutama

terbentuk oleh distorsi (perubahan bentuk) dermis karena hilangnya elastisitas

yang disebabkan oleh penurunan serat kolagen dan elastin (Igarashi, dkk., 2005).

Kulit yang sering terbuka (tidak tertutup pakaian) akan cepat keriput

akibat terpapar sinar UV matahari, karena sinar matahari dapat menimbulkan

kerusakan struktur kulit, sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas yang

disebabkan oleh penurunan serat kolagen dan elastin (Igarashi, dkk., 2005;

Tranggono dan Latifah, 2007). Radikal bebas juga dilansir sebagai penyebab

penuaan karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak

dan menghilangkan elastisitas sehingga kulit menjadi keriput (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

2.4 Nanoemulsi

2.4.1 Deskripsi nanoemulsi

Nanoemulsi disebut sebagai emulsi dengan ukuran globul yang sangat

kecil. Nanoemulsi memiliki ukuran kurang dari 1000 nm. Nanoemulsi dapat

memiliki stabilitas kinetik yang tinggi dan transparan serta memiliki stabilitas

lebih dari beberapa bulan atau bahkan lebih dari beberapa tahun karena adanya

misel surfaktan sebagai penstabil (Fanun, 2010; Patel, dkk., 2013).

Metode emulsifikasi spontan adalah metode paling sederhana untuk

membuat nanoemulsi. Nanoemulsi terbentuk secara spontan bila proporsi minyak,

16
Universitas Sumatera Utara
air, surfaktan, dan / atau kosurfaktan dicampur dengan tepat. Tidak ada peralatan

rumit yang dibutuhkan (Kelmann, dkk., 2007).

Ukuran globul nanoemulsi yang sangat kecil menyebabkan sediaan terlihat

transparan. Biasanya nanoemulsi encer, sedikit tanda ketidakstabilan dapat dengan

mudah terlihat. Ukuran globul yang sangat kecil menyebabkan penurunan gaya

gravitasi yang besar dan gerak brown yang dapat mencegah terjadinya

sedimentasi atau creaming sehingga dapat meningkatkan stabilitas fisik. Ukuran

globul yang kecil pun dapat mencegah flokulasi. Nanoemulsi dapat menghasilkan

tegangan permukaan yang sangat rendah dan luas permukaan yang besar antara

fase minyak dan air (Fanun, 2010).

2.4.2 Kelebihan dan kelemahan nanoemulsi

Nanoemulsi memiliki kelebihan sebagai berikut: (Fanun, 2010; Bhatt dan

Madhav, 2011; Devarajan dan Ravichandran, 2011).

a. Ukuran globul yang sangat kecil menyebabkan penurunan gaya gravitasi dan

gerak Brown sehingga dapat mencegah sedimentasi atau creaming

b. Ukuran globul yang kecil dapat mencegah terjadinya flokulasi

c. Tidak beracun, tidak mengiritasi maka bisa dengan mudah diaplikasikan pada

kulit

d. Karena ukurannya yang kecil, nanoemulsi dapat menembus permukaan kulit

dan ini meningkatkan penetrasi zat aktif.

e. Membantu melarutkan obat yang lipofilik

Kelemahan nanoemulsi yaitu penggunaan konsentrasi besar surfaktan dan

kosurfaktan yang diperlukan untuk menstabilkan ukran partikel dan kestabilan

nanoemulsi dipengaruhi oleh parameter lingkungan seperti suhu dan pH

(Devarajan dan Ravichandran, 2011).

17
Universitas Sumatera Utara
2.5 Monografi Bahan

2.5.1 Vitamin A (retinol)

Gambar 2.2 Rumus bangun retinol (IARC , 1998).

Beberapa jenis vitamin yang diberikan secara topikal dapat bermanfaat

untuk mengurangi kerusakan kulit, salah satunya vitamin A. vitamin A pada

umumnya sangat mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara dan pengaruh cahaya.

Retinol merupakan derivat dari vitamin A yang memiliki kemampuan biologis

yang sangat penting dan bermanfaat bagi kulit, terutama umtuk mengatasi

masalah jerawat, penuaan, dan kelainan kulit lainnya, seperti psoriasis.

Keunggulan vitamin A dalam produk kosmetik antara lain ia dapat dengan mudah

diserap oleh kulit, mampu meningkatkan kandungan air kulit dan tidak bersifat

fotosensitizer (Tranggono dan Latifah, 2007; Muliyawan dan Suriana, 2013).

Menurut Sorg, dkk., (2001), retinol membantu dalam menambah keseimbangan

kelembapan alami kulit.

Salah satu manfaat penting dari retinol bagi kulit yaitu dapat melepaskan

sel kulit mati dan merangsang pembentukan sel baru (exfoliator) sehingga dapat

mengecilkan pori-pori yang terdapat pada wajah (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Vitamin A dapat mengganggu transfer melanin ke keratinosit dan

mempercepat pengelupasan epidermis. Sehingga vitamin A akan berefek

mengurangi pigmentasi pada kelainan-kelainan pigmentasi yang berupa bercak

(Bandem, 2013).

18
Universitas Sumatera Utara
Vitamin A yang diberikan secara topikal telah menunjukkan perubahan

yang signifikan pada kandungan kolagen dermis. Retinol akan masuk lebih dalam

kedalam kulit dan membantu merangsang pertumbuhan sel-sel baru serta

menstimulasi produksi kolagen sehingga kolagen meningkat. Vitamin A juga

dapat meningkatkan elastisitas kulit (Atmaja, dkk., 2012; Kretz dan Moser, 2001).

Selain itu retinol mampu menangkap dan melindungi kulit dari radikal bebas yang

sangat reaktif yang menjadi penyebab utama kerusakan kulit. Vitamin A memiliki

peran sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektron dari atomnya

kepada radikal bebas untuk berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan

(tunggal) dari radikal bebas tanpa menjadi radikal bebas baru. Selain itu vitamin

A juga berfungsi untuk mempertahankan stabilitas membran sel terhadap radikal

bebas. Sehingga retinol dapat digunakan untuk mengurangi kerutan pada kulit

yang terbentuk akibat radikal bebas (Fitriana, dkk., 2014; Tranggono dan Latifah,

2007).

2.5.2 Minyak zaitun

Minyak zaitun diperoleh dengan cara memeras buahnya. Minyak zaitun

berperan penting dalam industri kosmetik, karena diyakini berkhasiat untuk

menjaga kelembapan dan kelembutan kulit, sehingga kulit tetap awet muda.

Minyak zaitun mempunyai kandungan vitamin E yang merupakan salah satu

sumber antioksidan alami. Vitamin E dapat mencegah stress oksidatif pada kulit

yang disebabkan oleh sinar UV (Muliyawan dan Suriana, 2013; Sari dan

Setyowati, 2014).

Minyak zaitun berfungsi untuk mencegah penuaan dini, mencerahkan dan

menyehatkan kulit, menghilangkan jerawat dan flek hitam di wajah (Muliyawan

dan Suriana, 2013). Menurut Suparni dan Wulandari (2013), minyak zaitun

19
Universitas Sumatera Utara
bermanfaat untuk mengencangkan kulit, antioksidan alami, dan zat antiseptik

alami.

Minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) adalah minyak zaitun

dengan kualitas paling tinggi. Bahkan aroma dan rasa minyak zaitun ekstra murni

sangat khas. Suhu panas akan merusak berbagai khasiat yang terkandung dalam

minyak zaitun ekstra murni (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.5.3 Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang jika dilarutkan dalam cairan cendrung memekat

pada permukaan cairan tersebut. Bagian lipofilik surfaktan adalah bagian non

polar dan bagian hidrofilik merupakan bagian polar. Surfaktan yang dipilih harus

bisa menurunkan tegangan antarmuka ke nilai yang sangat kecil yang

memudahkan proses dispersi (Talegaonkar, dkk., 2008; Ditjen POM 1985).

2.5.3.1 Tween 80

Gambar 2.3 Rumus bangun tween 80 (Rowe, dkk., 2009).

Polioksietilen 80 sorbitan monooleat atau yang lebih dikenal sebagai

tween 80 atau polisorbat 80 merupakan salah satu ester parsial asam lemak dari

polioksilensorbitan yang termasuk dalam surfaktan golongan nonionik dengan

rumus molekul C64H124O26 dan berat molekul 1310. Tween 80 memiliki pemerian

berupa cairan berwarna kuning, memiliki bau yang khas, memberikan rasa hangat

20
Universitas Sumatera Utara
pada kulit, dan berasa pahit. Tween 80 dapat larut dalam dengan air dan alkohol

(Rowe, dkk., 2009).

HLB dari Tween 80 adalah 15. Tween 80 stabil terhadap elektrolit dan

asam lemah. Sebaiknya, tween 80 disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat,

terlindung dari cahaya, dan di tempat yang sejuk dan kering. Tween 80 dapat

digunakan sebagai agen pendispersi, agen pengemulsi, agen pelarut, agen

pensuspensi, dan agen pembasah. Tween 80 ini telah digunakan secara luas dalam

kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika secara oral, parenteral atau

topikal karena dianggap tidak bersifat toksik dan tidak menimbulkan iritasi

(Rowe, dkk., 2009).

2.5.4 Kosurfaktan

Penggunaan surfaktan secara sendirian pada kebanyakan kasus tidak

cukup dapat menurunkan tegangan permukaan o/w untuk dapat membentuk

nanoemulsi. Penambahan kosurfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan

(Talegaonkar, dkk., 2008).

2.5.4.1 Sorbitol

Gambar 2.4 Rumus bangun sorbitol (Rowe, dkk., 2009).

Sorbitol atau D-glusitol memiliki rumus molekul C6H84O6 dan berat

molekul 182,7 dengan pemerian serbuk higroskopis yang tidak berbau, dan

berwarna putih atau hampir tidak berwarna. Sorbitol memiliki rasa yang enak,

21
Universitas Sumatera Utara
dingin, dan manis (50-60% dari kemanisan sukrosa). Sorbitol dapat larut dalam

0,5 bagian air dan agak larut dalam metanol (Rowe, dkk., 2009).

Sorbitol telah luas digunakan sebagai eksipien pada berbagai formulasi

farmasetika, kosmetik, dan produk makanan. Sorbitol berfungsi sebagai

humektan, plastisizer, agen penstabil, agen pemanis, diluen tablet, dan kapsul.

Sorbitol juga biasanya digunakan untuk mensubstitusi gliserin dan propilen glikol

dalam kisaran konsentrasi 25-90%. Efek samping dari sorbitol dapat terjadi

karena aksinya sebagai laksatif osmotik saat diberikan secara oral. Oleh karena

itu, penggunaan diatas 20g/perhari pada dewasa sebaiknya dihindari (Rowe, dkk.,

2009).

2.5.5 Pengawet

Kosmetika yang terdiri atas berbagai macam lemak dan minyak

merupakan bahan yang mudah ditumbuhi mikroorganisme bakteri, amuba, dan

jamur, yang akan merusak bahan sehingga terjadi perubahan bau (tengik) dan

warna. Untuk menaggulangi hal ini, diperlukan zat pengawet. Bahan pengawet

adalah bahan pencegah dekomposisi preparat dengan cara menghambat

pertumbuhan mikroorganisme (Wasitaatmadja, 1997).

2.5.5.1 Metil paraben

Gambar 2.5 Rumus bangun metil paraben (Rowe, dkk., 2009).

22
Universitas Sumatera Utara
Metil paraben atau nipagin memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, bewarna

putih, hampir tidak berbau, dan mempunyai rasa sedikit terbakar. Metil paraben

banyak digunakan sebagai pengawet dan anti mikroba dalam kosmetik dan

formulasi farmasi. Metil paraben dapat digunakan dalam kombinasi dengan

paraben lain atau dengan anti mikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah

pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Metil paraben meningkatkan

aktivitas anti mikroba, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga

paraben sering di campur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan

kelarutan. Dalam sediaan topikal, konsentrasi metil paraben biasa digunakan

adalah 0,02-0,3% b/v (Rowe, dkk., 2009).

2.5.5.2 Propil paraben

Gambar 2.6 Rumus bangun propil paraben (Rowe, dkk., 2009).

Propil paraben berupa serbuk berwarna putih, kristal, tidak berbau, dan

hambar, sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter, sukar

larut dalam air mendidih (Ditjen POM, 1995). Konsentrasi propil paraben yang

biasa digunakan sebagai bahan pengawet untuk sediaan makanan, topikal, dan

produk farmasetika adalah 0,01-0,6% b/v. Penggunaan kombinasi metil paraben

dan propil paraben dapat meningkatkan efek preservatif, metil paraben efektif

untuk jamur dan propil paraben efektif untuk bakteri (Rowe, dkk., 2009).

23
Universitas Sumatera Utara
2.6 Aquadest

Aquadest merupakan pelarut berupa cairan jernih tidak berwarna, tidak

berasa, dan tidak berbau (Ditjen POM, 1995). Aquadest dalam sediaan farmasi

digunakan sebagai bahan pelarut dan medium pendispersi. Aquadest merupakan

air murni yang bebas akan kotoran dan mikroba jika dibandingkan dengan air

biasa (Ansel, 1989).

2.7 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai system terintegrasi

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer

menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), evenness

(kehalusan), pore (pori), spot (noda), dan wrinkle (keriput). Tabel 2.1

menunjukkan parameter pengukuran skin analyzer.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)


Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(Kadar Air) 0-29 30-50 51-100
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100
Pore Kecil Beberapa Besar Sangat Besar
(Pori) 0-19 20-39 40-100
Spot Sedikit Beberapa Noda Banyak Noda
(Noda) 0-19 20-39 40-100
Wrinkle Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah
(Keriput) 0-19 20-52 53-100

24
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian tentang formulasi sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol sebagai skin anti-aging

menggunakan metode eksperimental yang meliputi formulasi sediaan dan evaluasi

sediaan. Pengamatan stabilitas meliputi : uji homogenitas, penentuan tipe emulsi,

bobot jenis, tegangan permukaan, uji sentrifugasi, dan analisa TEM pada awal

pembuatan sediaan, serta dilakukan pengamatan organoleptis (bau, warna,

bentuk), creaming, pemisahan fase, uji pH, viskositas, dan ukuran partikel selama

penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Kemudian dilakukan penentuan

aktivitas skin anti-aging dan uji iritasi kulit sediaan nanoemulsi pada sukarelawan

dari formula yang terpilih.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Laboratorium

Penelitian, Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi, dan Laboratorium

Terpadu Fisika Universitas Sumatera Utara, serta Unit Layanan TEM FMIPA

Kimia Universitas Gajah Mada.

3.1 Alat

Alat alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik (Ohrus

dan Dickson), hotplate (Fisons), magnetic stirrer (Boeco), sonikator (Branson),

pH meter (Hanna Instrument), piknometer (Pyrex), viskometer Brookfield DV-E,

tensiometer Du Nouy, alat sentrifugasi (Hitachi CF 16 R X II), Vascoγ particle

size analyzer, skin analyzer (Aramo SG), moisture checker (Aramo SG), TEM

(JEOL JEM 1400), dan alat alat gelas labor.

25
Universitas Sumatera Utara
3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah retinol, minyak zaitun

ekstra murni (Al Arobi), tween 80, sorbitol, metil paraben, propil paraben, akua

destilata, dapar pH asam 4,01 (Hanna Instrument), dan dapar pH netral 7,01

(Hanna Instrument).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan pada uji iritasi dan skin anti-aging sediaan berjumlah 6 orang

dengan kriteria sebagai berikut :

1. Wanita berkulit sehat

2. Usia antara 20-35 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan

5. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada disekitar pengujian

sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada

kulit yang sedang diuji (Ditjen POM, 1985).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Formulasi sediaan nanoemulsi

Pada formulasi nanoemulsi, persentase komposisi bahan dalam

nanoemulsi dimodifikasi dari formula nanoemulsi yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya Hakim (2017), melakukan

penelitian tentang pembuatan formulasi dan evaluasi nanoemulsi dari extra virgin

olive oil (minyak zaitun ekstra murni) sebagai skin anti-aging , dengan komposisi

bahan yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

26
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi pada penelitian Hakim
(2017)

Bahan Formula II (%b/b)


Minyak Zaitun Ekstra Murni 5
Tween 80 25
Sorbitol 35
Metil Paraben 0,1
Propil Paraben 0,02
Akua Destilata ad 100

Berdasarkan formula acuan diatas dilakukan modifikasi formula dengan

menambahkan retinol, dengan uji pendahulan (orientasi) terlebih dahulu untuk

mendapatkan kondisi dan komposisi terbaik dalam pembuatan sediaan agar

didapatkan sediaan nanoemulsi yang transparan dan stabil.

Dari orientasi formula dengan variasi konsentrasi retinol yang telah

dilakukan, diperoleh tiga formula dengan komposisi bahan yang menghasilkan

nanoemulsi yang transparan. Adapun persentase komposisi bahan dalam

formulasi nanoemulsi yang telah dimodifikasi dari penelitian Hakim (2017),

berdasarkan uji pendahuluan formula dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi dengan variasi

konsentrasi retinol

Bahan FI (%b/b) FII (%b/b) FIII (%b/b)


Retinol 2,5 5 7,5
Minyak zaitun Ekstra Murni 5 5 5
Tween 80 25 25 25
Sorbitol 35 35 35
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil Paraben 0,02 0,02 0,02
Akua Destilata ad 100 100 100

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

27
Universitas Sumatera Utara
3.4.1.1 Prosedur pembuatan nanoemulsi

Metode pembuatan nanoemulsi mengacu pada penelitian yang dilakukan

Hakim (2017), mengenai nanoemulsi yang mengandung minyak zaitun ekstra

murni dengan variasi konsentrasi tween 80 dan sorbitol. Prosedur pembuatan

nanoemulsi sebagai berikut:

1. Fase minyak disiapkan : dicampurkan retinol dan minyak zaitun ekstra murni

5%

2. Fase air disiapkan : dilarutkan metil paraben dan propil paraben dalam akua

destilata kemudian dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk dengan batang

pengaduk hingga larut sempurna. Kemudian larutan didinginkan, lalu

dicampurkan tween 80 dan sorbitol kedalam larutan tersebut. Fase air diaduk

secara manual menggunakan batang pengaduk dan dilanjutkan dengan

menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 3000-4000 rpm.

3. Fase minyak ditambahkan kedalam fase air dengan cara meneteskannya

sedikit demi sedikit, kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirrer pada

kecepatan 3000-4000 rpm selama 6 jam pada suhu kamar hingga homogen.

4. Kemudian sediaan yang terbentuk disonifikasi selama 30 menit.

3.5 Evaluasi Stabilitas Sediaan

3.5.1 Organoleptis, pembentukan creaming dan pemisahan fase sediaan

Pengamatan secara organoleptis diamati terjadinya perubahan bentuk,

warna dan bau secara visual pada masing masing formula. Pemeriksaan dilakukan

setiap 1 minggu selama 12 minggu. Pengamatan ini dilakukan pada setiap formula

yang disimpan pada suhu kamar (Ansel, 1989).

3.5.2 Homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

28
Universitas Sumatera Utara
transparan lain yang cocok, sediaan tersebut harus menunjukkan susunan yang

homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.3 Uji pH

Uji pH dilakukan menggunakan pH meter pada suhu kamar. Elektroda

dikalibrasi terlebih dahulu dengan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan pH asam

(pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci

dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam kosentrasi

1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling.

Elektroda dicelupkan kedalam sediaan hingga nilai pH konstan muncul dilayar.

Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. Pengukuran dilakukan

sebanyak tiga kali untuk masing masing sediaan. Hasil pH dicatat (Rawlins,

2003). Uji pH dilakukan setiap 1 minggu selama 12 minggu pada suhu kamar.

3.5.4 Tipe emulsi

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sejumlah

kecil zat warna yang larut dalam air seperti biru metilen pada permukaan sediaan.

Jika air merupakan fase luar (O/W), zat warna tersebut akan melarut di dalamnya

dan berdifusi merata ke seluruh bagian air. Jika emulsi tersebut bertipe W/O,

partikel-partikel zat warna akan tinggal bergerombol pada permukaan (Martin,

dkk., 1983).

3.5.5 Bobot jenis

Bobot jenis diukur menggunakan piknometer pada awal sediaan dibuat.

Piknometer yang kering dan bersih ditimbng (A g), lalu diisi dengan air dan

ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan.

Sediaan nanoemulsi lalu diisikan kedalam piknometer dan ditimbang (A2 g).

Bobot jenis sediaan diukur dengan perhitungan sebagai berikut (Ditjen POM,

1995) : Bobot jenis =

29
Universitas Sumatera Utara
3.5.6 Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan viskometer Brookfield DV-E dengan

cara tempatkan sampel yang akan diukur ke dalam beaker glass. Pasang spindle

yang sesuai dan atur skala putaran alat. Tempatkan sampel yang ada dalam beaker

glass, atur kedalaman spindle sampai garis tanda dan selanjutnya nyalakan alat.

Catat skala yang terbaca sampai kondisi sudah stabil. Cocokkan hasil pembacaan

skala dengan skala konversi standar guna mendapatkan hasil viskositas Brookfield

(Sudarmadji, 2012). Pengukuran dilakukan dengan tiga kali pengulangan.

Pengukuran viskositas dilakukan setiap 1 minggu selama 12 minggu pada suhu

kamar.

3.5.7 Uji sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan kedalam tabung sentrifugasi

kemudiaan tabung sentrifugasi dimasukkan kedalam sentrifugator dengan

kecepatan putaran 3750 selama 5 jam (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994).

3.5.8 Pengukuran tegangan permukaan

Pengukuran tegangan permukaan menggunakan Tensiometer Du Nouy

pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali pada suhu

kamar. Kalibrasi alat tensiometer menggunakan akuades. Sampel di masukkan

kedalam cawan gelas. Jika tensiometer sudah siap, gantung cincicn tersebut pada

pengait kemudian set posisi jarum pada nol. Turunkan cincin Du Nouy ke dalam

sampel hingga kedalaman 2-3 mm dari permukaan cairan. Kemudian angkat pelan

pelan hingga lepas dari cairan sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas

dicatat sebagi nilai tegangan permukaan sampel tersebut (Sudarmadji, 2012).

30
Universitas Sumatera Utara
3.5.9 Ukuran partikel

Penentuan ukuran partikel menggunakan alat Vascoγ particle size analyzer

yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika USU Medan. Pengukuran patikel

dilakukan pada suhu kamar pada masing masing formula yang dilakukan

sebanyak 3 kali, yaitu pada awal setelah pembuatan sediaan, minggu ke-6, dan

pada minggu ke-12.

3.5.10 Analisa TEM

Penentuan analisa TEM dilakukan menggunakan alat Transmission

Electron Microscope (TEM) yang dilakukan di Unit Layanan TEM FMIPA Kimia

Universitas Gajah Mada. Penentuan analisa TEM dilakukan pada sediaan yang

memiliki ukuran partikel paling kecil dan stabil diantara ketiga formula tersebut.

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi menggunakan sediaan nanoemulsi yang paling stabil serta

memiliki ukuran partikel yang paling kecil. Pengujian efek iritasi kulit dari bahan

baku atau produk akhir merupakan elemen penting dari prosedur keamanan

(Robinson dan Perkins, 2002). Uji iritasi dilakukan untuk memeriksa kepekaan

kulit terhadap suatu bahan yang dilakukan terhadap sukarelawan. Kulit dikatakan

teriritasi apabila terjadi kemerahan, pengkasaran atau gatal gatal pada kulit

sukarelawan (Tranggono dan Latifah, 2007).

Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan denga uji tempel preventif

(patch test). Sejumlah sediaan dioleskan di belakang daun telinga atau punggung

tangan 6 orang sukarelawan dan diabiarkan selama 24 jam, dilihat perubahan yang

terjadi (Ditjen POM, 1985). Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan

mengoleskan sejumlah sediaan pada bagian belakang daun telinga kanan

sukarelawan.

31
Universitas Sumatera Utara
3.7 Uji Efektivitas Skin Anti-Aging

Uji efektivitas skin anti-aging dilakukan terhadap 6 orang sukarelawan

menggunakan sediaan nanoemulsi dengan konsentrasi retinol 2,5% yang memiliki

ukuran partikel paling kecil yaitu pada formula F1.

Semua sukarelawan diukur kondisi awal kulit menggunakan skin analyzer

yang meliputi pori (pore), noda (spot), dan kerutan (wrinkle) serta kadar air

(moisture) menggunakan moisture checker. Perawatan dilakukan dengan

mengoleskan sejumlah sediaan nanoemulsi pada wajah setiap hari dan dilakukan

pada malam hari. Penggunaan pada malam hari berfungsi untuk melunakkan sel

mati di permukaan kulit dan mencegah hilangnya kelembapan kulit sepanjang

malam sehingga kulit tidak mengalami kekeringan saat terjadi regenerasi di pagi

hari (Masluhiya, dkk., 2016). Perubahan kondisi kulit diukur setelah pemakaian

sediaan nanoemulsi setiap minggu selama 4 minggu.

3.8 Analisa Data Hasil Pengujian Efektivitas Skin Anti-Aging

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 21. Data dianalisis menggunakan Mann-Whitney

Test untuk menganalisis pengaruh formula nanoemulsi terhadap kondisi kulit

selama empat minggu perawatan.

32
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Formulasi Sediaan Nanoemulsi

Pada penelitian ini telah dibuat sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan variasi konsentrasi retinol.

Pembuatan sediaan nanoemulsi ini menggunakan metode emulsifikasi spontan.

Metode emulsifikasi spontan adalah metode paling sederhana untuk membuat

nanoemulsi. Nanoemulsi terbentuk secara spontan bila proporsi minyak, air,

surfaktan, dan / atau kosurfaktan dicampur dengan tepat. Tidak ada peralatan

rumit yang dibutuhkan (Kelmann, dkk., 2007). Menurut Lachman, Lieberman,

dan Kanig., (1994), Fenomena emulsifikasi spontan dapat diamati bila minyak

diteteskan sedikit-demi sedikit pada fase air yang mengandung pengemulsi

(surfaktan).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hakim

(2017), penggunaan konsentrasi optimum surfaktan dan kosurfaktan diperlukan

untuk menghasilkan sediaan nanoemulsi yang lebih baik dan lebih stabil.

Pembuatan sediaan nanoemulsi dengan penambahan variasi konsentrasi retinol

yaitu 2,5%, 5%, dan 7,5% . Retinol digunakan sebagai zat aktif. Minyak zaitun

ekstra murni digunakan sebagai basis atau pembawa minyak dengan konsentrasi

5%. Tween 80 berfungsi sebagai surfaktan dengan konsentrasi 25% . Sorbitol

berfungsi sebagai kosurfaktan dengan konsentrasi 35%. Metil paraben 0,1 % dan

propil paraben 0,02% berfungsi sebagai bahan pengawet, serta akuades sebagai

fase air. Sediaan nanoemulsi formula F1, F2, dan F3 yang dihasilkan berwarna

kuning dan transparan.

33
Universitas Sumatera Utara
4.2 Hasil Evaluasi Stabilitas Sediaan

4.2.1 Organoleptis, pembentukan creaming dan pemisahan fase sediaan

Pengamatan organoleptis sediaan nanoemulsi dilakukan setiap minggu

selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Pengamatan organoleptis ini

meliputi perubahan warna, bau, dan bentuk dari masing-masing sediaan

nanoemulsi, serta diamati pembentukan creaming dan pemisahan fase pada

masing-masing sediaan nanoemulsi.

Data hasil pengamatan pada masing-masing sediaan nanoemulsi F1, F2,

dan F3 dapat dilihat pada Tabel 4.1 serta Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3,

Gambar 4.4.

Tabel 4.1 Data pengamatan organoleptis, pembentuakan creaming dan


pemisahan fase sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada
penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar

Organoleptis, Creaming, Dan Pemisahan Fase


Lama
Penyimpanan Pemisahan
(Minggu) Warna Bau Bentuk Creaming
Fase
F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
0 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
1 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
2 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
3 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
4 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
5 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
6 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
7 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
8 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
9 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
10 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
11 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -
12 K K K Kh Kh Kh T T T - - - - - -

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%
K : Kuning
Kh : Khas
T : Transparan
- : Tidak terdapat

34
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan terhadap stabilitas nanoemulsi F1, F2, F3 dapat dilihat

pada Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4.

Gambar 4.1 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 pada saat sebelum penyimpanan
pada suhu kamar

Gambar 4.2 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 4 minggu


pada suhu kamar

Gambar 4.3 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 8 minggu


pada suhu kamar

35
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah penyimpanan 12 minggu
pada suhu kamar

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 yang

disimpan pada suhu kamar tidak mengalami perubahan warna, bentuk, dan bau

sejak awal pengamatan hingga penyimpanan selama 12 minggu, serta masing

masing sediaan nanoemulsi tersebut tidak terbentuk creaming dan tidak

mengalami pemisahan fase sejak awal pengamatan hingga penyimpanan selama

12 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 stabil

secara makroskopik dari awal pengamatan hingga penyimpanan selama 12

minggu.

Stabilitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan

nanoemulsi dan umumnya mengacu pada kemampuan emulsi untuk bertahan

terhadap perubahan fisik dan kimia dari waktu ke waktu. Ukuran dan distribusi

partikel sangat penting karena perubahan ukuran partikel atau distribusi

mengindikasikan ketidakstabilan formulasi (Tiwari, 2014).

Sediaan nanoemulsi memiliki stabilitas yang tinggi dan transparan serta

dapat memiliki stabilitas lebih dari beberapa bulan atau bahkan lebih dari

beberapa tahun karena adanya misel surfaktan sebagai penstabil. Ukuran globul

nanoemulsi yang sangat kecil menyebabkan sediaan terlihat transparan. Biasanya

sediaan nanoemulsi encer, oleh karena itu sedikit tanda ketidakstabilan dapat

36
Universitas Sumatera Utara
dengan mudah terlihat. Ukuran globul yang sangat kecil menyebabkan penurunan

gaya gravitasi yang besar dan gerak brown yang dapat mencegah terjadinya

sedimentasi atau creaming sehingga dapat meningkatkan stabilitas fisik. Ukuran

globul yang kecil pun dapat mencegah flokulasi (Fanun, 2010).

4.2.2 Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan pada masing-masing sediaan nanoemulsi F1,

F2, dan F3 dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada sekeping

kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan tersebut harus menunjukkan

susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM,

1979). Data hasil uji homogenitas nanoemulsi dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Hasil uji homogenitas nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra
virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui sediaan yang dibuat

homogen atau tidak, dengan tujuan bebas dari pertikel-partikel yang masih

menggumpal. Gambar 4.5 menunjukkan hasil uji homogenitas dari sediaan

nanoemulsi F1, F2, dan F3. Pada masing-masing sediaan tersebut tidak terlihat

adanya butiran kasar. Dapat disimpulkan bahwa sediaan nanoemulsi F1, F2, dan

F3 menunjukkan susunan yang homogen. Menurut Maulina dan Sugihartini

37
Universitas Sumatera Utara
(2015), suatu sediaan dikatakan homogen jika semua bahan-bahan dalam sediaan

tersebut terlarut dan bercampur sempurna.

4.2.3 Uji pH

Uji pH dilakukan pada masing-masing sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3

menggunakan pH meter pada suhu kamar dan pengujian ini dilakukan setiap 1

minggu selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Data hasil penentuan

pH dan grafik pengaruh lama penyimpanan terhadap pH masing-masing sediaan

nanoemulsi F1, F2, dan F3 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.6.

Tabel 4.2 Data pengukuran pH nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni


(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada
penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar

Waktu (Minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F1 6,1 6,1 6,1 6,0 6,0 5,9 5,8 5,8 5,8 5,7 5,6 5,6 5,6
F2 6,0 6,0 5,9 5,9 5,9 5,8 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,5
F3 5,9 5,9 5,8 5,8 5,8 5,8 5,7 5,7 5,6 5,5 5,5 5,4 5,4

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

Gambar 4.6 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi F1, F2, dan
F3

38
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil pengukuran pH F1, F2, dan F3 dapat menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi retinol pada sediaan nanoemulsi menyebabkan

terjadinya penurunan pH sediaan yaitu, pH pada F1 (Retinol 2,5%) sebesar 6,1,

F2 (Retinol 5%) sebesar 6,0, dan F3 (Retinol 7,5%) sebesar 5,9.

Penurunan pH pada sediaan nanoemulsi tersebut sesuai dengan pendapat

yang dikemukakan oleh Corlett dan Brown (1980), yang menyatakan bahwa

semakin tinggi tingkat keasaman suatu asam (retinol) pada larutan maka pH

menjadi turun. Menurut Bernadi, dkk., (2011), penurunan pH pada sediaan

nanoemulsi F1, F2, dan F3 selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar

dikarenakan produk emulsi dengan penambahan minyak nabati (minyak zaitun)

mengalami hidrolisis ester asam lemak menjadi asam lemak bebas. Selain itu

penurunan pH juga dapat disebabkan karena retinol mudah teroksidasi. Menurut

Maksum (2016), vitamin A pada umumnya sangat mudah teroksidasi oleh oksigen

dari udara dan pengaruh cahaya. Pendapat lain juga dikemukan oleh IARC

(1998), bahwa retinol sensitif terhadap oksigen.

Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua formula sediaan nanoemulsi

F1, F2, dan F3 yang disimpan pada suhu kamar selama penyimpanan 12 minggu

menunjukkan sedikit penurunan pH dan pH tersebut masih berada dalam range

kulit normal. Sediaan topikal harus memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit

normal, yaitu 4,5-7,0 sehingga aman digunakan dan tidak menyebabkan iritasi

pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

4.2.4 Tipe emulsi

Penentuan tipe emulsi dilakukan pada masing-masing sediaan nanoemulsi

F1, F2, dan F3 dengan cara penambahan sejumlah kecil zat warna yang larut

dalam air seperti biru metilen pada permukaan sediaan. Jika air merupakan fase

39
Universitas Sumatera Utara
luar (m/a), zat warna tersebut akan melarut di dalamnya dan berdifusi merata ke

seluruh bagian air (Martin, dkk., 1983). Hasil penentuan tipe emulsi pada masing-

masing sediaan nanoemulsi dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Hasil uji tipe emulsi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra
virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa biru metilen terdispersi merata ke

dalam masing masing sediaan nanoemulsi F1, F2 dan F3. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tipe dari sediaan nanoemulsi adalah minyak dalam air (m/a),

dikarenakan sebagian besar komponen dari formula yang digunakan bersifat

hidrofilik atau polar sehingga walaupun terdapat komponen yang bersifat hidrofob

maka tipe dari sediaan nanoemulsi bersifat minyak dalam air (m/a). Hasil tersebut

sesuai dengan yang diinginkan karena basis emulsi tipe m/a mudah dihilangkan

dari kulit (Sinko, 2011). Menurut Yuliani, dkk., (2016), Jika sampel larut

sempurna dalam aquadest, maka tipe nanoemulsi tergolong dalam tipe minyak

dalam air (m/a).

4.2.5 Bobot jenis

Penentuan bobot jenis dilakukan pada masing-masing sediaan nanoemulsi

F1, F2, dan F3 menggunakan piknometer pada awal sediaan dibuat. Pengukuran

40
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada suhu kamar sebanyak 1 kali. Data hasil pengukuran bobot jenis

pada masing-masing sediaan nanoemulsi dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Penentuan Bobot Jenis nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Formula Bobot Jenis (gram/ml)


F1 1,1195
F2 1,1232
F3 1,1262

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh bobot jenis sediaan nanoemulsi F1, F2,

dan F3 yaitu 1,1195 gram/ml, 1,1232 gram/ml, 1,1262 gram/ml. Hasil pengukuran

bobot jenis tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi retinol

pada sediaan nanoemulsi menyebabkan terjadinya peningkatan bobot jenis

sediaan nanoemulsi. Semakin tinggi konsentrasi retinol dalam sediaan tersebut,

maka semakin sedikit jumlah air dalam sediaan nanoemulsi tersebut. Menurut

Martin, dkk., (1983), semakin banyak komponen yang terkandung dalam zat

tersebut maka fraksi berat akan semakin tinggi. Sehingga bobot jenis juga akan

semakin tinggi, viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis, sehingga semakin

tinggi bobot jenis semakin meningkat viskositas.

4.2.6 Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan viskometer Brookfield DV-E dengan

memilih spindle yang sesuai. Pengukuran dilakukan dengan tiga kali pengulangan

serta dilakukan setiap 1 minggu selama 12 minggu penyimpanan pada suhu

kamar. Data hasil uji viskositas dan grafik perubahan viskositas nanoemulsi F1,

F2, dan F3 dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.8.

41
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Data uji viskositas nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra
virgin olive oil) dengan penambahan retinol pada penyimpanan
selama 12 minggu pada suhu kamar (dalam cP)

Lama Penyimpanan (Minggu)


Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F1 96 96 100 100 104 108 113 113 113 121 125 125 125
F2 121 125 125 125 133 133 138 142 150 150 150 167 179
F3 150 154 163 163 171 175 175 175 200 200 213 229 250

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

Gambar 4.8 Pengaruh lama penyimpanan terhadap vikositas nanoemusi F1, F2,
dan F3

Berdasarkan hasil pengukuran viskositas tersebut dapat disimpulkan

bahwa peningkatan konsentrasi retinol pada sediaan nanoemulsi menyebabkan

terjadinya peningkatan viskositas sediaan nanoemulsi, hal ini dikarenakan

peningkatan konsentrasi retinol menyebabkan volume air berkurang . Menurut

Shah, dkk., (2017), viskositas adalah karakteristik dasar dari nanoemulsi yang

merupakan fungsi dari air, minyak, dan surfaktan serta konsentrasinya. Viskositas

nanoemulsi menurun saat kandungan airnya meningkat. Pendapat lain juga

dikemukakan oleh Yuliasri dan Hamdan (2012), yang menyatakan bahwa jumlah

42
Universitas Sumatera Utara
fase minyak yang semakin besar menyebabkan viskositas campuran semakin

tinggi.

Penyimpanan sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar juga

menyebabkan viskositas sediaan nanoemulsi meningkat, hal ini disebabkan karena

ukuran partikel yang meningkat selama penyimpanan sehingga berpengaruh pada

meningkatnya viskositas (Maryam, 2013).

4.2.7 Uji sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Uji sentrifugasi dilakukan pada masing masing

sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3. Data hasil uji sentrifugasi nanoemulsi dapat

dilihat pada Tabel 4.5 serta Gambar 4.9 sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 sebelum

sentrifugasi dan Gambar 4.10 sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah sentrifugasi.

Tabel 4.5 Data Uji Sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra
virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Sentrifugasi
Formula
Memisah Mengendap/Creaming Keruh
F1 - - -
F2 - - -
F3 - - -

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%
- : Tidak terjadi perubahan

Gambar 4.9 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 sebelum sentrifugasi

43
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 setelah sentrifugasi

Berdasarkan hasil uji sentrifugasi diatas dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi perubahan pada masing masing sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 setelah

sediaan tersebut di sentrifugasi selama 5 jam dengan kecepatan 3750 rpm. Sediaan

nanoemulsi tersebut tidak menunjukkan terjadinya pemisahan, pengendapan, dan

kekeruhan setelah di sentrifugasi. Hal ini menunjukkan bahwa masing masing

sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 stabil selama proses sentrifugasi berlangsung.

Pengujian sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengocokan

kuat terhadap kestabilan sediaan nanoemulsi. Gaya sentrifugal yang diberikan

dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam setara dengan gaya gravitasi

penyimpanan selama 1 tahun (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994).

Menurut Fanun (2010), nanoemulsi dapat memiliki stabilitas lebih dari beberapa

bulan atau bahkan lebih dari beberapa tahun karena adanya misel surfaktan

sebagai penstabil.

4.2.8 Pengukuran tegangan permukaan

Pengukuran tegangan permukaan menggunakan tensiometer Du Nouy

pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali pada suhu

kamar. Data hasil pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

44
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi minyak zaitun
ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Formula Tegangan Permukaan (dyne/cm)


F1 45,65
F2 46,00
F3 46,36

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh tegangan permukaan sediaan nanoemulsi

yaitu 45,65 – 46,36 dyne/cm. Hasil pengukuran tegangan permukaan tersebut

dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi retinol pada sediaan

nanoemulsi menyebabkan terjadinya peningkatan tegangan permukaan sediaan

nanoemulsi. Hal ini dikarenakan setiap konsentrasi retinol meningkat, maka

jumlah fase minyak bertambah sedangkan jumlah fase air berkurang, yang

menyebabkan gaya tarik menarik antar molekulnya semakin besar sehingga

pemecahan masa menjadi tetesan-tetesan minyak lebih sulit. Menurut Shinde,

dkk., (2015), minyak dapat meningkatkan tegangan permukaan.

Surfaktan sangat berguna dalam mengurangi tegangan antarmuka. Dimana

konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai efek ini merupakan hal yang

menentukan (Martin, dkk., 1983). Tegangan yang terdapat pada antarmuka terjadi

karena fase air dan fase minyak tidak saling bercampur sehingga terjadi gaya

tarik-menarik antar molekul pada antarmuka (Lachman, Lieberman, dan Kanig,

1994). Tegangan permukaan sediaan nanoemulsi yang rendah pada Tabel 4.6

disebabkan adanya surfaktan dan kosurfaktan yang dapat menurunkan tegangan

antar muka minyak dan air. Kestabilan nanoemulsi makin baik bila nanoemulsi

tersebut tegangan permukaannya lebih kecil dari air yaitu 72,8 dyne/cm.

45
Universitas Sumatera Utara
4.2.9 Ukuran partikel

Penentuan ukuran partikel menggunakan alat Vascoγ particle size

analyzer. Pengukuran patikel dilakukan pada suhu kamar pada masing masing

formula yang dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada awal setelah pembuatan

sediaan, minggu ke-6, dan pada minggu ke-12. Distribusi ukuran partikel pada

masing-masing sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 dapat dilihat pada Tabel 4.7

serta rata-rata ukuran partikel pada masing-masing sediaan nanoemulsi F1, F2,

dan F3 dapat dilihat pada Gambar 4.11, Gambar 4.12, Gambar 4.13, Gambar 4.14,

Gambar 4.15, Gambar 4.16, Gambar 4.17, Gambar 4.18, Gambar 4.19, dan Tabel

4.15 dan grafik perubahan ukuran partikel nanoemulsi dapat dilihat pada Gambar

4.20.

Tabel 4.7 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan
retinol pada penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar

Distribusi Ukuran Partikel (nm)


Formula 0 Minggu 6 Minggu 12 Minggu
F1 102,36-676,26 97,75-741,51 112,23-741,51
F2 162,22-1.071,80 169,87-1.230,59 223,93-1.412,91
F3 177,88-1.288,59 223,93-1.549,23 257,11-1.622,24

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

Gambar 4.11 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

46
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 6 minggu
penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.13 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.14 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

47
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 6 minggu
penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.16 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.17 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

48
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.18 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 6 minggu
penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.19 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 12 minggu


penyimpanan suhu kamar

Tabel 4.8 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan
retinol pada penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar

Rata-Rata Ukuran Partikel (nm)


Formula 0 Minggu 6 Minggu 12 Minggu
F1 293,68 306,11 321,19
F2 475,44 516,41 630,73
F3 553,48 676,86 717,61

Keterangan :
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 5%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 7,5%

49
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.20 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel nanoemulsi
F1, F2, dan F3

Berdasarkan hasil pengukuran partikel tersebut dapat disimpulkan bahwa

peningkatan konsentrasi retinol pada sediaan nanoemulsi menyebabkan terjadinya

peningkatan ukuran partikel sediaan nanoemulsi. Menurut Yuliasri dan Hamdan

(2012) semakin sedikit fase minyak yang digunakan dalam penyiapan larutan

nanoemulsi, maka ukuran diameter droplet menjadi semakin kecil, jika jumlah

fase minyak semakin besar, menyebabkan ukuran droplet nanoemulsi menjadi

lebih besar. Hal ini dikarenakan kurangnya konsentrasi surfaktan yang digunakan.

Penggunaan konsentrasi tween 80 yang semakin meningkat akan menurunkan

globul nanoemulsi, hal ini disebabkan adanya peningkatan absorbsi surfaktan

diantara permukaan minyak-air, dan penurunan tegangan permukaan dalam sistem

sehingga mendukung terbentuknya sistem nanoemulsi dengan ukurun droplet

lebih kecil (Salim, dkk., 2011).

Penyimpanan sediaan nanoemulsi selama 12 minggu pada suhu kamar

juga menyebabkan ukuran partikel meningkat, hal ini dikarenakan peningkatan

50
Universitas Sumatera Utara
ukuran partikel nanoemulsi yang disebabkan oleh agregasi butiran karena sifat

alami minyak yang cenderung membentuk butiran berukuran besar di dalam fase

air (Fingas, 2008).

Berdasarkan nilai rata-rata ukuran partikel pada Tabel 4.8 diketahui bahwa

ukuran masing-masing globul berbeda, namun ukuran tersebut masih dalam range

yang diterima untuk ukuran nanoemulsi. Menurut Patel, dkk., (2013), nanoemulsi

m/a secara termodinamika stabil, transparan, dan memiliki ukuran kurang dari

1000 nm.

4.2.10 Analisa TEM

Penentuan analisa TEM dilakukan menggunakan alat Transmission

Electron microscope (TEM), serta dilakukan pada sediaan yang memiliki ukuran

partikel paling kecil dan stabil diantara ketiga formula tersebut. Berdasarkan

penelitian ini analisa TEM dilakukan pada formula sediaan nanoemulsi F1 dengan

penambahan retinol 2,5%.

Gambar 4.21 Hasil analisa partikel sediaan nanoemulsi F1 dengan TEM


(Transmision Electron Microscope)

51
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.21 menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi F1 memiliki

morfologi partikel yang berbentuk spheris dengan ukuran partikel 20 – 200 nm.

TEM digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk material

berukuran nanometer dengan resolusi yang amat tinggi (Albar, 2010).

4.3 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi menggunakan sediaan nanoemulsi yang paling stabil serta

memiliki ukuran partikel yang paling kecil. Pengujian efek iritasi kulit dari bahan

baku atau produk akhir merupakan elemen penting dari prosedur keamanan

(Robinson dan Perkins, 2002). Uji iritasi dilakukan untuk memeriksa kepekaan

kulit terhadap suatu bahan yang dilakukan terhadap sukarelawan. Pada uji iritasi

ini menggunakan sediaan nanoemulsi F1 dengan konsentrasi retinol 2,5%. Data

hasil uji iritasi kulit terhadap sukarelawan pada sediaan nanoemulsi F1 dapat

dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.22.

Tabel 4.9 Data uji iritasi sediaan nanoemulsi F1 terhadap sukarelawan

Sukarelawan
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Kemerahan - - - - - -
Gatal - - - - - -
Pengkasaran Kulit - - - - - -

Gambar 4.22 Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan

52
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil uji iritasi pada Tabel 4.9 yang dilakukan terhadap sukarelawan

menggunakan sediaan nanoemulsi F1, tidak terlihat adanya reaksi iritasi seperti

kemerahan, gatal, dan pengkasaran pada kulit. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa formula nanoemulsi F1 tidak menyebabkan iritasi pada kulit sehingga

aman digunakan.

Kulit dikatakan teriritasi apabila terjadi kemerahan, pengkasaran atau

gatal-gatal pada kulit sukarelawan. Retinol memiliki efek iritasi yang rendah

terhadap kulit jika konsentrasinya tidak terlalu tinggi sehingga aman digunakan

pada kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.4 Uji Efektivitas Skin Anti-Aging

Uji efektivitas skin anti-aging dilakukan terhadap 6 orang sukarelawan

menggunakan sediaan nanoemulsi F1. Semua sukarelawan diukur kondisi awal

kulit menggunakan skin analyzer yang meliputi pori (pore), noda (spot), kerutan

(wrinkle) serta kadar air (moisture) menggunakan moisture checker. Pengukuran

efektivitas skin anti-aging dimulai dengan dengan mengukur kondisi awal kulit

sukarelawan yang mempunyai tujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh

sediaan nanoemulsi tersebut dalam memulihkan kulit yang mengalami penuaan

dini. Data formula F1 yang diperoleh pada setiap parameter skin anti-aging ini

akan dibandingkan dengan data formula sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni tanpa retinol yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Hakim

(2017), kemudian data ini akan dianalisis dengan program statistik menggunakan

uji Mann-Whitney U. Pengujian Mann-Whitney U dilakukan untuk melihat efek

sama atau berbeda dan efek yang terkecil sampai tebesar dari kedua formula

tersebut. Pengujian ini dilakukan dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4.

53
Universitas Sumatera Utara
4.4.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air (moisture) dilakukan pada bagian wajah

sukarelawan dan diukur menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam

perangkat skin analyzer (Aramo, 2012). Data hasil pengukuran kadar air

(moisture) formula F1 pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel

4.10.

Tabel 4.10 Hasil pengukuran kadar air (moisture) formula F1 pada kulit wajah
sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu)


Formula
0 1 2 3 4
27 29 32 35 39
28 31 35 39 41
27 29 33 36 39
F1
29 32 35 38 41
29 31 35 39 42
28 30 33 36 39
Rata-rata 28,0±0,9 30,3±1,2 33,8±1,3 37,2±1,7 40,2±1,3
Pemulihan (%) 0 2,3 5,8 9,2 12,2
Keterangan:
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari formula F1 pada Tabel 4.10 dapat

dilihat terjadinya kenaikan kadar air pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap

minggunya. Perubahan kondisi kadar air terjadi setelah 1 minggu pemakaian

sediaan dari kondisi kadar air yang dehidrasi menjadi kondisi kadar air yang

normal. Jika dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi tanpa retinol yang

dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Hakim (2017), juga terjadi perubahan

kondisi kadar air pada kulit wajah sukarelawan dari kondisi kadar air yang

dehidrasi menjadi kondisi kadar air yang normal setelah 1 minggu pemakaian

sediaan. Formula F1 lebih banyak menaikkan kadar air dibandingkan sediaan

54
Universitas Sumatera Utara
nanoemulsi tanpa retinol, terlihat bahwa persentase kenaikan kadar air dari

pemakaian sediaan F1 selama 4 minggu sebesar 12,2%, sedangkan sediaan

nanoemulsi tanpa retinol pada penelitian sebelumnya persentase kenaikan kadar

airnya sebesar 10,5%. Berdasarkan hasil analisa statistik menggunakan uji Mann-

Whitney, dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p > 0,05) antara

formula F1 dan formula nanoemulsi tanpa retinol selama 4 minggu pemakaian.

Grafik persentase pemulihan serta hasil pengukuran kadar air (moisture) formula

F1 pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap minggunya dapat dilihat pada Gambar

4.23.

Gambar 4.23 Grafik persentase pemulihan kadar air (moisture) selama 4 minggu

Keunggulan dari retinol dalam produk kosmetik yaitu dapat dengan mudah

diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan kandungan air kulit (Tranggono dan

Latifah, 2007). Minyak zaitun dipercaya dapat membantu mempertahankan

kelembapan kulit sehingga kulit tidak mudah kering. Salah satu kandungan yang

terdapat dalam minyak zaitun ekstra murni yaitu vitamin E (Fajriyah, dkk., 2015).

55
Universitas Sumatera Utara
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sorg, dkk., (2001), yang menyatakan

bahwa retinol dan vitamin E juga membantu dalam menambah keseimbangan

kelembapan alami kulit.

4.4.2 Pori (pore)

Pengukuran besar pori (pore) dilakukan pada bagian wajah sukarelawan

dan diukur menggunakan perangkat skin analyzer yang sama dengan perbesaran

lensa 60x (normal lens) sensor biru (Aramo, 2012). Data hasil pengukuran besar

pori (pore) formula F1 pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel

4.11.

Tabel 4.11 Hasil pengukuran pori (pore) formula F1 pada kulit wajah
sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu)


Formula
0 1 2 3 4
47 37 32 21 11
64 54 45 33 11
61 49 33 24 13
F1
46 40 35 29 10
49 43 34 23 8
63 51 40 26 16
Rata-rata 55,0±8,5 45,7±6,7 36,5±5,0 26,0±4,4 11,5±2,7
Pemulihan (%) 0 16,9 33,6 52,7 79,1
Keterangan:
Kecil 0-19; Beberapa besar 20-39; Sangat besar 40-100 (Aramo, 2012)
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari formula F1 pada Tabel 4.11 dapat

dilihat terjadinya perubahan kondisi pori pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap

minggunya. Perubahan kondisi pori terjadi setelah 2 minggu pemakaian sediaan

dari kondisi yang sangat besar menjadi beberapa besar dan menjadi kecil setelah 4

minggu pemakaian sediaan. Jika dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi tanpa

retinol yang dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Hakim (2017), terjadi

56
Universitas Sumatera Utara
perubahan kondisi pori pada kulit wajah sukarelawan dari kondisi pori yang

sangat besar menjadi beberapa besar setelah 1 minggu pemakaian sediaan dan

menjadi kecil setelah 4 minggu pemakaian sediaan.

Formula F1 lebih baik dalam pemulihan kondisi pori dibandingkan

sediaan nanoemulsi tanpa retinol, terlihat bahwa persentase pemulihan dari

pemakaian sediaan F1 selama 4 minggu pada kulit wajah sukarelawan sebesar

79,1%, sedangkan sediaan nanoemulsi tanpa retinol pada penelitian sebelumnya

persentase pemulihannya sebesar 73,3%. Berdasarkan hasil analisa statistik

menggunakan uji Mann-Whitney, dinyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan

(p > 0,05) antara formula F1 dan formula nanoemulsi tanpa retinol selama 4

minggu pemakaian.

Grafik persentase pemulihan serta hasil pengukuran besar pori (pore)

formula F1 pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap minggunya dapat dilihat pada

Gambar 4.24.

Gambar 4.24 Grafik persentase pemulihan pori (pore) selama 4 minggu

57
Universitas Sumatera Utara
Kulit wajah yang berminyak cendrung memiliki pori-pori yang besar.

Pori-pori membesar akibat penumpukan sel sel kulit mati (Noormindhawati,

2013). Pori-pori adalah lubang yang melebar luas dari kelenjar sebaceous tempat

keringat muncul di permukaan kulit. Kelenjar ini ditemukan di dalam folikel

rambut (Igarashi, dkk., 2005).

Pori-pori tidak melewati kulit sepenuhnya dan selalu diakhiri dengan

kelenjar keringat pada tingkat dermis. Banyak pori-pori dapat terbentuk di daerah

yang kaya-sebum seperti wajah, karena pori-pori terhubung ke kelenjar sebasea

(Igarashi, dkk., 2005).

Pori-pori berfungsi sebagai saluran yang membawa zat tertentu ke lapisan

dermal yang lebih dalam. Inilah alasan mengapa bahan yang diaplikasikan pada

permukaan kulit dengan rambut bisa menembus lebih dalam ke dalam kulit

daripada pada kulit yang tidak berbulu (Igarashi, dkk., 2005). Menurut Flament,

dkk., (2015), pori-pori membesar seiring dengan pertambahan usia.

Salah satu manfaat penting dari retinol bagi kulit yaitu dapat melepaskan

sel kulit mati dan merangsang pembentukan sel baru. Begitu juga minyak zaitun

yang dapat bermanfaat melepaskan sel-sel kulit mati (Muliyawan dan Suriana,

2013), sehingga retinol dan minyak zaitun dapat mengecilkan pori-pori yang

terdapat pada wajah.

4.4.3 Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda (spot) dilakukan pada bagian wajah

sukarelawan dan diukur menggunakan perangkat skin analyzer dengan perbesaran

lensa 60x (polarizing lens) sensor jingga (Aramo, 2012). Data hasil pengukuran

banyaknya noda (spot) formula F1 pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat

pada Tabel 4.12.

58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Hasil pengukuran noda (spot) formula F1 pada kulit wajah
sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu)


Formula
0 1 2 3 4
53 43 33 27 16
56 44 35 27 18
48 39 30 21 16
F1
54 42 36 28 18
42 39 32 23 19
52 46 36 26 16
Rata-rata 50,8±5,1 42,2±2,8 33,7±2,4 25,3±2,7 17,2±1,3
Pemulihan (%) 0 16,9 33,7 50,2 66,1
Keterangan:
Sedikit 0-19; Beberapa noda 20-39; Banyak noda 40-100 (Aramo, 2012)
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari formula F1 pada Tabel 4.12 dapat

dilihat terjadinya perubahan kondisi noda pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap

minggunya. Perubahan kondisi noda terjadi setelah 2 minggu pemakaian sediaan

dari kondisi banyak noda menjadi beberapa noda dan menjadi sedikit noda setelah

4 minggu pemakaian sediaan. Jika dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi

tanpa retinol yang dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Hakim (2017),

terjadi perubahan kondisi noda pada kulit wajah sukarelawan dari kondisi banyak

noda menjadi beberapa noda setelah 1 minggu pemakaian sediaan dan menjadi

sedikit noda setelah 4 minggu pemakaian sediaan.

Formula F1 lebih baik dalam pemulihan kondisi noda dibandingkan

sediaan nanoemulsi tanpa retinol, terlihat bahwa persentase pemulihan dari

pemakaian sediaan F1 selama 4 minggu pada kulit wajah sukarelawan sebesar

66,1%, sedangkan sediaan nanoemulsi tanpa retinol pada penelitian sebelumnya

persentase pemulihannya sebesar 61,4%. Berdasarkan hasil analisa statistik

menggunakan uji Mann-Whitney, dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan

59
Universitas Sumatera Utara
signifikan (p > 0,05) antara formula F1 dan formula nanoemulsi tanpa retinol

selama 4 minggu pemakaian.

Grafik persentase pemulihan serta hasil pengukuran banyaknya noda

(spot) formula F1 pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap minggunya dapat

dilihat pada Gambar 4.25.

Gambar 4.25 Grafik persentase pemulihan noda (spot) selama 4 minggu

Noda atau flek-flek adalah bekas/tanda berwarna coklat tua yang bisa

ditemukan di permukaan kulit. Mereka tidak memiliki bentuk yang spesifik

namun biasanya memiliki kontur yang sangat jelas. Semua fitur ini adalah

endapan pigmen melanin. Salah satu penyebab timbulnya noda atau flek-flek

hitam pada wajah yaitu karena paparan sinar matahari yang berlebih (Igarashi,

dkk., 2005).

Paparan sinar UV akan menstimulasi aktivitas enzim tirosinase dan

meningkatkan jumlah melanosit yang memproduksi melanin. Akibatnya transfer

melanosome dari melanosit ke keratinosit akan meningkat, demikian pula melanin

60
Universitas Sumatera Utara
akan meningkat. Dalam kasus tersebut, melanin tidak dapat dihilangkan

sepenuhnya dan cenderung tetap berada di epidermis. Pembentukan melanin

akibat paparan radiasi ultraviolet berlebihan akan menyebabkan noda atau flek

(Igarashi, dkk., 2005; Sofiana, dkk., 2017).

Vitamin A dapat mengganggu transfer melanin ke keratinosit dan

mempercepat pengelupasan epidermis. Sehingga vitamin A akan berefek

mengurangi pigmentasi pada kelainan-kelainan pigmentasi yang berupa bercak

(Bandem, 2013). Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), minyak zaitun juga

dapat berfungsi untuk menghilangkan flek hitam di wajah.

4.4.4 Kerutan atau keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput atau kerutan (wrinkle) dilakukan pada kulit mata

bagian lateral sukarelawan dan diukur menggunakan perangkat skin analyzer

dengan perbesaran lensa 10x sensor biru (Aramo, 2012). Data hasil pengukuran

keriput atau kerutan (wrinkle) formula F1 pada kulit wajah sukarelawan dapat

dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil pengukuran kerutan (wrinkle) formula F1 pada kulit wajah
sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu)


Formula
0 1 2 3 4
46 39 27 19 12
49 39 26 19 11
45 39 27 18 11
F1
47 39 28 13 6
39 29 23 16 5
43 39 25 16 5
Rata-rata 44,8±3,5 37,3±4,1 26,0±1,8 16,8±2,3 8,3±3,3
Pemulihan (%) 0 16,7 42 62,5 81,5
Keterangan:
Tak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012)
F1 : Nanoemulsi konsentrasi retinol 2,5%

61
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari formula F1 pada Tabel 4.13 dapat

dilihat terjadinya perubahan kondisi kerutan atau keriput pada kulit wajah

sukarelawan untuk tiap minggunya. Perubahan kondisi kerutan atau keriput terjadi

setelah 3 minggu pemakaian sediaan dari kondisi berkeriput menjadi tak

berkeriput. Jika dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi tanpa retinol yang

dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Hakim (2017), juga terjadi perubahan

kondisi kerutan atau keriput pada kulit dari kondisi berkeriput menjadi tak

berkeriput setelah 3 minggu pemakaian sediaan.

Formula F1 lebih baik dalam pemulihan kondisi kerutan atau keriput

dibandingkan sediaan nanoemulsi tanpa retinol, terlihat bahwa persentase

pemulihan dari pemakaian sediaan F1 selama 4 minggu pada kulit wajah

sukarelawan sebesar 81,5%, sedangkan sediaan nanoemulsi tanpa retinol pada

penelitian sebelumnya persentase pemulihannya sebesar 75,0%. Berdasarkan hasil

analisa statistik menggunakan uji Mann-Whitney, dinyatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan signifikan (p > 0,05) antara formula F1 dan formula nanoemulsi tanpa

retinol selama 4 minggu pemakaian.

Keriput adalah lipatan kulit yang terbentuk melalui proses deformasi kulit.

Keriput bisa dikelompokkan menjadi dua jenis: keriput dangkal dan keriput

dalam. Keriput dangkal biasanya merupakan hasil akhir dari distorsi (perubahan

bentuk) epidermis yang disebabkan oleh kehilangan air. Keriput dalam terutama

terbentuk oleh distorsi (perubahan bentuk) dermis karena hilangnya elastisitas

yang disebabkan oleh penurunan serat kolagen dan elastin (Igarashi, dkk., 2005).

Grafik persentase pemulihan serta hasil pengukuran keriput atau kerutan (wrinkle)

formula F1 pada kulit wajah sukarelawan untuk tiap minggunya dapat dilihat pada

Gambar 4.26

62
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.26 Grafik persentase pemulihan kerutan (wrinkle) selama 4 minggu

Kulit yang sering terbuka (tidak tertutup pakaian) akan cepat keriput

akibat terpapar sinar UV matahari, karena sinar matahari dapat menimbulkan

kerusakan struktur kulit, sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas yang

disebabkan oleh penurunan serat kolagen dan elastin (Igarashi, dkk., 2005;

Tranggono dan Latifah, 2007). Radikal bebas juga dilansir sebagai penyebab

penuaan karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak

dan menghilangkan elastisitas sehingga kulit menjadi keriput (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

Vitamin A yang diberikan secara topikal telah menunjukkan perubahan

yang signifikan pada kandungan kolagen dermis. Retinol akan masuk lebih dalam

kedalam kulit dan membantu merangsang pertumbuhan sel-sel baru serta

menstimulasi produksi kolagen sehingga kolagen meningkat. Vitamin A juga

dapat meningkatkan elastisitas kulit (Atmaja, dkk., 2012; Kretz dan Moser, 2001).

Selain itu retinol mampu menangkap dan melindungi kulit dari radikal bebas yang

sangat reaktif yang menjadi penyebab utama kerusakan kulit. Vitamin A memiliki

63
Universitas Sumatera Utara
peran sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektron dari atomnya

kepada radikal bebas untuk berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan

(tunggal) dari radikal bebas tanpa menjadi radikal bebas baru. Selain itu vitamin

A juga berfungsi untuk mempertahankan stabilitas membran sel terhadap radikal

bebas. Sehingga retinol dapat digunakan untuk mengurangi kerutan pada kulit

yang terbentuk akibat radikal bebas (Fitriana, dkk., 2014; Tranggono dan Latifah,

2007). Selain itu vitamin E yang terkandung dalam minyak zaitun merupakan

salah satu sumber antioksidan alami yang berkontribusi dalam pertahan kulit dan

dapat mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh sinar UV matahari (Sorg,

dkk., 2001), sehingga minyak zaitun juga dapat digunakan untuk mengurangi

kerutan pada kulit.

Vitamin E menunjukkan efek sinergis dengan retinol dalam produk

gabungan, memberikan perlindungan terhadap cahaya dan kekuatan antioksidan

yang cukup besar yang menunjukkan efek potensial dalam perlindungan terhadap

photoaging (penuaan karena paparan sinar UV) (Sorg, dkk., 2001).

Sediaan nanoemulsi memiliki ukuran droplet yang sangat kecil, tidak toksik dan

tidak mengiritasi sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit

maupun membran mukosa serta memiliki efisiensi dan penetrasi yang cepat

(Shah, 2010; Devarajan dan Ravichandran, 2011). Oleh karena itu teknologi nano

sangat cocok dan efektif dalam pembuatan sediaan kosmetik skin anti-aging.

64
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) dengan penambahan

retinol dapat diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi dengan

menggunakan variasi konsentrasi retinol yaitu F1(2,5%), F2 (5%), dan F3

(7,5%). Semua sediaan nanoemulsi yang dihasilkan bewarna kuning dan

transparan serta semua sediaan nanoemulsi yang dihasilkan masih tetap

stabil hingga 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar.

2. Sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil)

dengan penambahan retinol (2,5%) mempunyai aktivitas skin anti-aging

yang lebih baik pada kulit dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi

minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil) tanpa retinol. Hal ini

ditandai dengan hasil persentase pemulihan setelah pemakaian sediaan

selama 4 minggu pada tiap-tiap parameter aging kulit yaitu kadar air

(moisture), pori (pore), noda (spot), kerutan (wrinkle) pada sukarelawan.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dibuat sediaan dalam bentuk lain seperti

nanoemulgel atau nano spray dari minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive

oil) dengan penambahan retinol.

65
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Albar, M.E. (2010). Transmission Electron Microscopy (TEM). Review


Assignment. Yogyakarta: Department of Metallurggical and Material
Engineering Gajah Mada University. Halaman 6.

Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Edisi keempat. Jakarta :


UI Press. Halaman 493-494.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnostic System. Sugnam: Aram Huvis Korea
Ltd. Halaman 1-10.

Ariyanti, P. R., dan Aditya, M. (2016). Manfaat Gambir (Uncaria gambir Roxb)
sebagai Antioksidan. Majority. 5(3) : 129.

Atmaja, N. S., Marwijah., dan Setyowati, E. (2012). Pengaruh Kosmetika Anti-


Aging Wajah Terhadap Hasil Perawatan Kulit Wajah. Journal of Beauty
and Beauty Health Education. 1(1) : 8.

Bandem, A.W. (2013). Analisis Pemilihan Terapi Kelainan Kulit


Hiperpigmentasi. Medicinus. 26(20) : 50.

Bhatt, P., dan Madhav, S. (2011). A Detailed Review on Nanoemulsion Drug


Delivery System. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research. Vol 2 : 2482-2489.

Bernadi, S.D., Pereira, T. A., Maciel, N. R., Bortoloto, J., Viera, G. S., Oliveira,
G. C. dan Filho, P. A. R. (2011). Formation and stability of oil-in-water
nanoemulsions containing rice bran oil:in vitro and in vivo assessments.
Journal of Nanobiotechnology. 44(9) : 4.

Corlett, D. A. dan Brown, M. H. (1980). pH and Acidity In Microbial Biology Of


Food . Volume I. New York. Academic Press. Halaman 101.

Devarajan , V., dan Ravichandran, V. (2011). Nanoemulsion As Modified Drug


Delivery Tool. International Journal Of Comprehensive Pharmacy. 4 (01)
: 2.

Devasagayam, T. P. A., Tilak, J. C., Boloor, K. K., Sane, K. S., Ghaskadbi, S. S.,
dan Lele, R. D. (2004). Free Radicals and Antioxidants in Human Health
Current Status and Future Prospects. Japi. Vol 52 : 794.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 22, 29.

66
Universitas Sumatera Utara
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Ezerskaia, A., Pereira, S., Urbach, P., dan Varghese, B. (2016). Infrared
spectroscopic measurement of skin hydration and sebum levels and
comparison to corneometer and sebumeter. DOI. Vol 9887. Halaman 2.

Fajriyah, N. N., Andriani, A., dan Fatmawati. (2015). Efektivitas Minyak Zaitun
Untuk Pencegahan Kerusakan Kulit Pada Pasien Kusta. Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 3 (1) : 2.

Fanun, M. (2010). Colloids in Drug Delivery. Florida: CRC Press. Halaman 221.

Fingas, M. (2008). Oil spil dispersion stability and oil re-surfacing. International
Oil Spill Conference Proceedings. Vol 2008 (1).

Fitriana, A., Rosidi, A., dan Pakpahan, T. R. (2014). Gambaran Asupan Vitamin
Sebagai Zat Antioksidan. Jurnal Gizi. 3(1) : 18.

Flament, F., Francois, G., dan Chardon, S. C. (2015). Facial Skin Pores
Multiethnic Study. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 8
: 85.

Hakim, N.A. (2017). Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Nanoemulsi Minyak Zaitun
Ekstra Murni (Extra Virgin Olive Oil) Sebagai Anti-Aging. Skripsi.
Medan : Universitas Sumatera Utara.

Igarashi, T., Nishino, K., dan Nayar, S. K. (2005). The Appearance Of Human
Skin. Columbia : Department Of Computer Science. Halaman 20-21.

International Agency for Research on Cancer. (1998). IARC Handbooks of Cancer


Prevention : Vitamin A. International Agency for Research on Cancer.
France : Lyon. Halaman 24.

Kadam, A. S., Ratnaparkhi, M. P., dan Chaudhary, S. P. (2014). Transdermal


Drug Delivery. International Journal of Research and Development in
Pharmacy and Life Sciences. 3(4): 1043.

Kelmann, R. G., Kuminek, G., Teixeira, H. F., dan Koester, L. S. (2007).


Carbamazepine Parenteral Nanoemulsions Prepared by Spontaneous
Emulsification Prosess. International Journal of Pharmaceutics. 342, 231-
239.

Kretz, A., dan Moser, U. (2001). Vitamins dalam buku Handbook Of Cosmetic
Science and Technology. New York : Marcell Dekker, Inc. Halaman 466.

Lachman, L., Lieberman, Herbert, A., Kanig, dan Joseph, L. (1994). Teori dan
Praktek Industri Farmasi 1. Edisi III. Terjemahan dari The Theory and
Practise of Industrial Pharmacy, oleh Suyatmi, Siti. Jakarta. UI-Press.
Halaman 1081-1083.

67
Universitas Sumatera Utara
Maksum, I.P., Indrayati, L., dan Enus, S. (2016). Stabilitas Vitamin A (Retinol)
Pasa Serum Otologus Sediaan Serbuk Kering Menggunakan Lioprotektan
Sukrosa . Chemica er Natura Acta. 4 (2) : 110.

Martin, A., James, S., dan Arthur, C. (1983). Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam
Ilmu Farmasetik. Terjemahan dari Physical Pharmacy. oleh Joshita.
Jakarta: UI-Press. Halaman 1077-1120.

Maryam, S. (2013). Formulasi Dan Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ibuprofen


Dengan Menggunakan Carbopol 934 Sebagai Bahan Pensuspensi. Jurnal
Publikasi. Halaman 6.

Masluhiya, S., Widodo., dan Widyarti, S. (2016). Formulasi Masker Alami


Berbahan Dasr Bengkoang Dan Jintan Hitam Untuk mengurangi Kerutan
Pada Kulit Wajah. Jurnal Care. 4(2) : 30-31.

Maulina, L., dan Sugihartini, N. (2015). Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) Dengan Variasi Gelling Agent
Sebagai Sediian Luka Bakar. Pharmaciana. 5(1) : 46.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.


Halaman 19-21.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Halaman 21-25, 312-313.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: PT.


Elex Media Komputindo. Halaman 5-6.

Patel, H. C., Parmar, G., Seth, A. K., Patel, J. D., dan Patel, S. R. (2013).
Formulation And Evaluation Of O/W Nanoemulsion Of Ketoconazole.
International Journal Of Pharmaceutical Sciences. 4 (4) : 338-339.

Rawlins, E.A. (2003). Bentleys Of Pharmaceutics 18th Edition. London : Baillierre


Tindall. Halaman 22.

Robinson, M.K., dan Perkins, M.A. (2002). A Strategy for Skin Irritation Testing.
American Journal of Contact Dermatitis. 13(1) : 21.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quin. (2009). Handbook of Pharmaceutical


Excipient 6th Edition. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmacist Association.

Salim, N., Basri, M., Rahman, M. B., Abdulah, D. K., Basri, H., dan Saleh, A. B.
(2011). Phase Behaviour, Formation and Characterization of Palm Based
Esters Nanoemulsion Formulation Containing Ibuprofen. J Nanomedic
Nanotechnol. 2(4) : 4.

Sari, N. R., dan Setyowati, E. (2014). Pengaruh Masker Jagung Dan Minyak
Zaitun Terhadap Perawatan Kulit Wajah. Journal of Beauty and Beauty
Health Education. 3(1) : 2.

68
Universitas Sumatera Utara
Shah, M.R., Imran, dan M., Ullah, S. (2017). Lipid Based Nanocarriers For Drug
Delivery And Diagnosi. Kidlington : William Andrew. Halaman 121.

Shah, P., Bhalodia, D., dan Shelat, P. (2010). Nanoemulsion A Pharmaceutical


Review. Sys Rev Pharm. 1 (1) : 24.

Shinde, U. P., Chougule, S. S., Dighavkar, C. G., Jagadale, B. S., dan Halwar, D.
K. (2015). Surface Tension as a Function of Temperature and
Concentration of Liquids. International Journal of Chemical and Physical
Sciences. 4(3) : 6.

Sinko, P.J. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6 th


edition. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 469-473.

Sofiana, R., Wiraguna, A., dan Pangkahila, W. (2017). Krim Ekstrak Etanol Biji
Mengkudu (Morinda citrifolia) Sama Efektifnya Dengan Krim
Hidrokuinon Dalam Mencegah Peningkatan Jumlah Melanin Kulit
Marmut (Cavia porcellus) Yang Dipapar Sinar Ultraviolet B. Jurnal e-
Biomedik. 5(1) : 2.

Sorg, O., Tran, C., dan Saurat, J. H. (2001). Cutaneous Vitamin A and E In The
Context Of Ultraviolet Or Chemically-Induced Oxidative Stress. Skin
Pharmacol Appl Skin Physiol. 14 (72) : 363.

Sudarmadji. (2012). Mempelajari Pengaruh Jenis Inisoator, Jenis Surfaktan dan


Waktu Feeding Monomer terhadap Kinerja Pressure Sensitive Adhesive
Berbasis Air. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Halaman 25.

Suparni., dan Wulandari, A. (2013). Sehat Dan Cantik Natural Dengan Bahan-
Bahan Alami. Yogyakarta : Rapha Publishing. Halaman 53.

Talegaonkar, S., Azeem, A., Ahmad, F.J., Khar, R.K., Pathan, S.A. dan Khan, Z.I.
(2008). Microemulsions: A Novel Approach to Enhanced Drug Delivery.
Recent Patents on Drug Delivery & Formulation. Halaman 238-257.

Tiwari, A. (2014). Bioengineered Nanomaterials. Boca Raton : CRC Press.


Halaman 131-132.

Tranggono, I.R., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 30-32, 118-119,
198-200.

Waluyo, S., dan Putra, B.M. (2010). The Book Of Anti Aging Rahasia Awet Muda
Mind Body Spirit. Jakarta : PT Gramedia. Halaman 2.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Depok: Universitas


Indonesia. Halaman 3-6.

Yuliani, S. H., Hartini, M., Stephanie., Pudyastuti, B., dan Istyastono, E. P.


(2016). Perbandingan Stabilitas Fisis Sediaan Nanoemulsi Minyak Biji
Delima Dengan Fase Minyak Long Chain Triglyceride Dan Medium
Chain Triglyceride. Traditional Medicine Journal. 21(2) : 94.

69
Universitas Sumatera Utara
Yuliasari, S., dan Hamdan. (2012). Karakterisasi Nanoemulsi Minyak Sawit
Merah Yang Disiapkan dengan High Pressure Homogenizer. Bengkulu :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Halaman 27.

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Gambar bahan

a b c

d e f

Keterangan :
a. Minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil)
b. Retinol
c. Sorbitol
d. Tween 80
e. Metil paraben
f. Propil paraben

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. (Lanjutan)

g h i

Keterangan :
g. Aqua destilata
h. Dapar pH netral
i. Dapar pH asam
j. Metilen blue

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar alat

a b c

d e f

Keterangan :
a. Neraca analitik
b. Neraca analitik
c. Hotplate
d. Magnetic stirrer
e. Sonikator
f. Particle size analyzer

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

g h i

j k l
Keterangan :
g. Viskometer Brookfield DV-E
h. Tensiometer Du Nouy
i. pH meter
j. Alat sentrifugasi
k. Moisture checker
l. Skin analyzer

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

m n o

p q r

Keterangan :
m. Transmission electron microscope (TEM)
n. Piknometer
o. Object glass
p. Beaker glass
q. Cawan penguap
r. Gelas ukur

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

Keterangan :
s. Batang pengaduk

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan alir pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol

Minyak zaitun ekstra murni Aqua destilata

Ditimbang dalam cawan Ditimbang dalam gelas beker


Ditambahkan dengan retinol Dilarutkan metil paraben dan
sedikit demi sedikit propil paraben dalam aqua
Diaduk homogen dengan destilata dengan cara
batang pengaduk hingga larut dipanaskan diatas hotplate
sempurna hingga larut sempurna
Didiamkan larutan hingga
dingin
Ditambahkan tween 80, lalu
diaduk homegen dengan
batang pengaduk hingga
terbentuk massa kental
bewarna putih
Dihomogenkan dengan
magnetic stirrer dengan
kecepatan 3000-4000 rpm
dengan penambahan sorbitol
sedikit demi sedikit hingga
larut sempurna
Fase minyak Fase air

Ditambahkan fase minyak kedalam fase air


sedikit demi sedikit dengan pipet tetes
Dihomogenkan dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan 3000-4000 rpm selama 6 jam pada
suhu kamar hingga homogen dan terbentuk
larutan yang transparan

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. (Lanjutan)

Disonifikasi larutan menggunakan sonikator


selama 30 menit

Nanoemulsi minyak zaitun ekstra


murni dengan penambahan retinol

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni
(extra virgin olive oil) dengan penambahan retinol

1. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 0 minggu pada

suhu kamar

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 6 minggu pada

suhu kamar

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

3. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 12 minggu pada

suhu kamar

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

4. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 0 minggu pada

suhu kamar

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

5. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 6 minggu pada

suhu kamar

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

6. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 12 minggu pada

suhu kamar

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

7. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 0 minggu pada

suhu kamar

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

8. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 6 minggu pada

suhu kamar

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

9. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 12 minggu pada

suhu kamar

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Data hasil uji statistik
- Kadar Air (Moisture)
Uji Normalitas

Uji Mann-Whitney U

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

- Pori (Pore)
Uji Normalitas

Uji Mann-Whitney U

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

- Noda (Spot)
Uji Normalitas

Uji Mann-Whitney U

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

- Kerutan/Keriput (Wrinkle)
Uji Normalitas

Uji Mann-Whitney U

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Sertifikat analisis retinol

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Sertifikat analisis minyak zaitun ekstra murni (extra virgin olive oil)

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Surat pernyataan persetujuan (informed consent)

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Contoh sediaan dipasaran yang mengandung retinol 2,5% sebagai
skin anti-aging

95
Universitas Sumatera Utara
96
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai