Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PSIKOEDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN, INTENSI, DAN SICK

ROLE BEHAVIOURPADA PASIEN KATARAK DENGAN PENDEKATANMODEL


THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR AJZEN
(The Effect Of Psychoeducation On Knowledge, Intention, And Sick Role Behaviour In
Patient With Cataract Based On Ajzens Theory Of Planned Behaviour)

Siswoyo
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

ABSTRAK
Perilaku peran sakit memainkan peran penting untuk pengobatan katarak pada pasien dengan katarak.
Masalah obat-obatan dan psikososial yang idak masuk akal timbul sebagai akibat dari katarak membuat
pasien menghindari perawatan medis. Dengan demikian, psikoedukasi sangat diperlukan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi pada sick role behaviour pada pasien
katarak berdasarkan Teori Ajzen tentang Rencana Perilaku. Penelitian ini menggunakan desain quasi
experiment pre dan post test control group dengan menggunakan teknik simple random sampling yang
diperoleh 10 subjek pada kelompok perlakuan dan 10 subyek dalam kelompok kontrol. Variabel
independen adalah psikoedukasi dan variabel dependen adalah pengetahuan, niat, dan perilaku peran
sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) ada pengaruh yang signifikan dari psikoedukasi pada
pengetahuan pasien dengan katarak, 2) ada pengaruh yang signifikan dari psikoedukasi terhadap niat
pasien dengan katarak, 3) ada pengaruh yang signifikan dari psikoedukasi terhadap perilaku peran sakit
pada pasien dengan katarak. Psikoedukasi bisa meningkatkan pengetahuan sehingga akan meningkatkan
niat untuk menjalankan perilaku peran sakit pada pasien dengan katarak. Rekomendasi yang dapat
disampaikan adalah: 1) hasil penelitian dapat digunakan sebagai intervensi dalam pengelolaan perilaku
peran sakit pada pasien katarak, 2) pengetahuan perawat perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan, 3) penelitian lain perlu dikembangkan dengan menggunakan intervensi lainnya.
Kata kunci: psikoedukasi, katarak, sick role behaviour, Theory of planned behaviour.

ABSTRACT
The sick role behaviour plays an important role to treatment of cataracts in patients with cataract.
Irrational alternative medicine and psychosocial problems that arise as a result of cataracts make patients
avoid medical treatment. Thereby, psychoeducation is very necessary. The purpose of this study was to
identify the effect of psychoeducation on the sick-role behaviour in cataract patients based on Ajzen's
Theory of Planned Behaviour. This study used quasi experiment pre and post test control group design by
using simple random sampling technique that obtained 10 subjects in treatment group and 10 subjects in
control group. Independent variables was psychoeducation and dependent variable were knowledge,
intentions, and the sick role behaviour.The results of this study showed that: 1) there was significant
influence of psychoeducation on knowledge of patients with cataract, 2) there was significant influence of
psychoeducation on intention of patients with cataract, 3) there was significant influence of
psychoeducation on sick role behaviour in patients with cataracts. Psychoeducation could improve
knowledge so that it will increase the intention to run the sick role behaviour in patients with cataracts. The
recommendation that can be submitted were: 1) the results of the study can be used as interventions in the
management of the sick role behaviour in cataract patients, 2) knowledge of nurses needs to be improved
through education and training, 3) other studies need to be developed by using other interventions.
Keywords: psychoeducation, cataract, sick role behaviour, theory of planned behaviour

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi : Siswoyo. Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember. Jl. Kalimantan No.37 Kampus Tegalboto Jember
Jawa Timur. Email : siswoyoys@yahoo.com Telp. 0331-323450

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


198
PENDAHULUAN melekat kuat, ada juga pasien yang
mempercayakan pengobatan Katarak ke terapi
Jumlah penderita gangguan tajam penglihatan
alternatif yang tidak rasional, misalnya ditetesi
di dunia saat ini kurang lebih sebanyak 180 juta
dengan cairan tertentu kemudian di tekan-
dan 45 juta diantaranya mengalami kebutaan
tekan matanya yang dipercaya akan
(WHO, 1999). Laporan terbaru dari Australia
menyembuhkan penyakit Katarak (hasil
menyatakan bahwa angka kebutaan di
anamnesa pasien klinik mata swasta), hal ini
Indonesia termasuk paling tinggi di dunia,
sangat berbahaya karena bisa menimbulkan
nomor dua setelah Ethiopia (Hasanah,
uveitis bahkan glaukoma, dan ini sangat
2012).Berdasarkan hasil survei kesehatan
merugikan pasien. Permasalahannya bukan
indera penglihatan di Indonesia tahun 1993-
tidak punya biaya tetapi karena masalah yang
1996 menunjukkan angka kebutaan sebesar
lain dan diduga hal ini disebabkan karena
1,5% dan penyebab utamanya adalah katarak
kecemasan, ketakutan atau malasah psikososial
(1,02%) (DepKes, 1997). Katarak adalah suatu
yang lain (Snellingen et al, 1998). Belum lagi
kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang
perilaku merokok (salah satu penyebab
berangsur-angsur menyebabkan penglihatan
Katarak) masyarakat Indonesia yang
kabur dan akhirnya tidak dapat menerima
mengkhawatirkan. Prevalensi merokok
cahaya (Long, 1996).Berdasarkan data dari Balai
penduduk umur 15 tahun ke atas meningkat
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Jawa
dari 26,9% pada tahun 1995 menjadi 31,6%
Timur tahun 2013, sebanyak 38 ribu lebih per
pada tahun 2003 (Soehardjo, 2004).
tahun warga Jawa Timur terancam penyakit
Katarak, bahkan berdasarkan data tersebut Penyakit Katarak sebenarnya dapat diatasi
menunjukkan angka kebutaan hingga tahun dengan tindakan bedah Katarak (Kanski, 1994;
2013 mencapai 2,660 juta orang dan 570 ribu Suhardjo & Asfani, 1999). Upaya agar pasien
orang di antaranya buta akibat menderita Katarak tidak ragu-ragu dalam menjalankan sick
katarak (Anonim, 2011). role behaviour yang konstruktif sangat
Tingginya angka kejadian Katarak di Indonesia diperlukan, misalnya di dalam mengambil
salah satunya disebabkankarena sick role keputusan untuk segera mencari pengobatan
behaviour yang kurang mendukung terhadap medis, bahkan jika harus dilakukan operasi
kesehatan mata (Arditya & Rahmi, 2007). Sick Katarak, pasien mempunyai keinginan kuat
role behaviour adalah cara yang dilakukan untuk segera dilakukan operasi tanpa dipaksa.
individu dalam upaya merespon kondisi Kesadaran tiap individu yang tercermin dalam
penyakit yang dideritanya (Mechanic, 1995). sick role behaviourmerupakan faktor penting
Beberapa sick role behaviour pada pasien dalam hal screening, diagnosis, serta
katarak misalnya: berdasarkan hasil wawancara pengelolaan katarak, sehingga dapat
di salah satu klinik swasta di Jember 7 dari 10 mengurangi kejadian kebutaan akibat Katarak
(70%) pasien yang akan menjalani operasi (Lou, Lee, & Fan, 2002).
Katarak mengatakan takut menjalani operasi. Penelitian ini akan menggunakan teknik
Ketakutan yang dirasakan pasien disebabkan psikoedukasi dalam meningkatkan perilaku
karena takut operasinya gagal dan menjadi pasien Katarak yang akan menjalani operasi
buta seumur hidup (Oliveira et al, 2005). Katarak, dengan alasan masalah yang timbul
Bahkan karena keyakinan dan nilai yang pada sebagian besar pasien biasanya karena

www.jik.ub.ac.id
199
kecemasan dan ketakutan operasinya akan (pengetahuan, pengalaman, media).
mengalami kegagalan karena faktor Behavioural beliefs pasienkatarak menghasilkan
ketidaktahuannya mengenai operasi Katarak, sikap terhadap tindakan bedah katarak. Sikap
sehingga hal ini merupakan masalah yang harus ini akan mempengaruhi intensi yang pada
diatasi. Alasan yang lain karena: 1) psikoedukasi akhirnya ditampakkan pada sick role behaviour.
adalah treatment yang diberikan secara Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
profesional kepada individu atau kelompok pengaruh psikoedukasi terhadap sick role
dimana mengintegrasikan intervensi behaviour pada pasien katarak.
psikoterapeutik dan edukasi (Lukens &
McFarlane, 2004). 2) sasaran dari psikoedukasi METODE
adalah meningkatkan penerimaan pasien Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy
terhadap penyakit, meningkatkan pertisipasi Experiment dengan rancangan pre-post test
pasien dalam terapi, dan pengembangan control group design. Populasi adalah pasien
coping mechanism ketika pasien menghadapi katarak Desa Kencong, wilayah kerja Puskesmas
masalah yang berkaitan dengan penyakit Kencong. Teknik samplingmenggunakan simple
tersebut (Bordbar & Faridhosseini, 2010). random sampling dengan kriteria inklusi
mengalami katarak salah satu mata dan masih
Penelitian di Indonesia tentang pengaruh
bisa melihat booklet, berusia 35 sampai dengan
intervensi psikoedukasi terhadap kecemasan,
75 tahun atau dapat menyerap informasi
pengaruh psikoedukasi terhadap depresi, dan
dengan baik, dan kriteria eksklusinya pasien
sebagainya sudah sering dilakukan, tetapi
mempunyai kendalamisalnya mengalami
berdasarkan hasil pencarian literatur, belum
gangguan pendengaran atau stroke dengan
ada yang meneliti tentang pengaruh
kelumpuhan fisik, akhirnya didapatkan 10
psikoedukasi terhadap sick role
responden kelompok perlakuan dan 10
behaviourapalagi sasarannya adalah pada
responden kelompok kontrol . Penelitian ini
pasien katarak. Penelitian ini merupakan
dilakukan pada tanggal 13 April sampai dengan
penelitian tentang perilaku dan ini sangat
13 Mei 2014.
sesuai dengan apa yang disampaikan Ajzen
dalam teori perilaku terencananya (Theory Of Variabel independen adalah psikoedukasi,
Planned Behaviour/TPB). Menurut beliau, sedangkan variabel dependen adalah intensi
munculnya suatu perilaku karena dilandasi oleh dan sick role behaviour yang meliputi: upaya
suatu niat (intention), dan niat itu sendiri merespon indikasi penyakit katarak, tindakan
dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu: 1) sikap pasien memantau kondisi internal akibat penyakit
katarak(attitude toward the behavioural), 2) katarak, dan tindakan perbaikan dan
norma subyektif (subyektive norm), dan 3) memanfaatkan berbagai sumber perawatan
persepsi terhadap kontrol yang dimiliki medis. Instrumen yang digunakan: 1) Kuesioner
(perceived behavioural control). Variabel ini A untuk mengumpulkan data demografi
timbul akibat adanya pengaruh faktor beliefs meliputi koderesponden, usia, pendidikan, dan
(behavioural, normative, control). Beliefs pekerjaan, 2) Kuesioner B untuk mengukur
dipengaruhi oleh background factor yang pengetahuan pasien tentang katarak. Terdapat
meliputi personal (nilai, emosi, kecerdasaan), 20 pernyataan benar dan salah. Skor tertinggi
sosial (umur, jenis kelamin, ras, budaya, bernilai 18, 3) Kuesioner C untuk mengukur
pendapatan, dan agama) dan informasi intensi pasien katarak melakukan sick role

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


200
behaviour yang konstruktif. Terdapat 20 dengan signifikansi nilai p= 0,000 < 0,05.
pernyataan setuju dan tidak setuju.Skor Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
tertinggi bernilai 20, 4) Kuesioner D bahwa psikoedukasi dapat meningkatkan
untukmengukur upaya merespon indikasi pengetahuan tentang katarak secara bermakna
penyakit katarak. Terdapat 6 pernyataan setuju pada responden kelompok perlakuan karena
dan tidak setuju.Skor tertinggi bernilai 6, 5) jika dilihat nilai meanpre test sebesar 12,20
Kuesioner E untuk mengukur tindakan meningkat menjadi 16,60 pada nilai post
memantau kondisi internal akibat penyakit testnya atau dengan kata lain dari dari kategori
katarak. Terdapat 6 pernyataan setuju dan pengetahuan cukup meningkat menjadi
tidak setuju.Skor tertinggi bernilai 6, pengetahuan baik (lihat tabel 1).
6)Kuesioner F untuk mengukur tindakan
Tabel 1. Hasil Pengetahuan Pasien Sebelum dan
perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber Sesudah Dilakukan Psikoedukasi
perawatan medis. Terdapat 9 pernyataan
setuju dan tidak setuju.Skor tertinggi bernilai 9.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah
dan dianalisis dengan menggunakan uji statistik
Paired t Test dan Independent t Test untuk data
yang terdistribusi normal serta Wilcoxondan
Mann Whitney untuk data yang tidak
terdistribusi normal dengan derajat kemaknaan
p0,05.

HASIL
Bagian ini akan disajikan hasil penelitian yang
menunjukkan pengaruh psikoedukasi terhadap 2. Hasil pengukuran intensi sebelum dan
the sick role behavoior pada pasien katarak sesudah dilakukan psikoedukasi
yang meliputi:
Hasil pengujian paired t test pada kelompok
1. Hasil pengukuran pengetahuan sebelum perlakuan membuktikan adanya peningkatan
dan sesudah dilakukan psikoedukasi nilai mean secara bermakna dimana nilai p=
Hasil penelitian pada kelompok perlakuan 0,000 < 0,05, beda halnya dengan kelompok
diperoleh bahwa ada perbedaan yang kontrol yang mempunyai nilai p= 0,555.
bermakna antara sebelum dan sesudah Pengujian dengan independent t test,
psikoedukasi, dibuktikan dengan hasil uji didapatkan nilai p= 0,005 < 0,05, sehingga
statistik paired t test dengan nilai p= 0,000 < dapat disimpulkan terdapat perbedaan intensi
0,05, hal ini berbeda dengan kelompok kontrol secara bermakna antara kelompok perlakuan
dimana p= 0,425. Hasil uji independent t test dengan kelompok kontrol. Dengan kata lain
untuk menguji secara statistik perbedaan bahwa setelah dilakukan psikoedukasi, terjadi
kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan peningkatan intensi secara bermakna pada
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat responden kelompok perlakuan dari nilai
pengetahuan secara bermakna antara meanpre test sebesar 15,70 meningkat menjadi
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol 18,30 pada nilai post testnya (lihat tabel 2).

www.jik.ub.ac.id
201
Tabel 2. Hasil Intensi Pasien Sebelum dan internal akibat penyakit katarak sebelum
Sesudah Dilakukan Psikoedukasi dan sesudah dilakukan psikoedukasi
Terjadi peningkatan mediansecara bermakna
setelah diberikan psikoedukasi pada kelompok
perlakuan dimanaUji Wilcoxon menyatakan
nilai p= 0,034 < 0,05. Hal ini tidak sama dengan
kelompok kontrol dimana nilai p= 0,739 > 0,05.
Perbedaan secara bermakna juga terlihat
sangat jelas antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol dimana hasil Uji Mann
3. Hasil pengukuran perilaku peran sakit Whitney menunjukkan nilai p= 0,020 < 0,05,
pasien katarak dalam merespon indikasi artinya setelah dilakukan psikoedukasi, terjadi
penyakit katarak sebelum dan sesudah peningkatan perilaku peran sakit pasien katarak
dilakukan psikoedukasi dalam memantau kondisi internal akibat
Responden pada kelompok perlakuan penyakit katarak secara bermakna pada
mengalami peningkatan median secara responden kelompok perlakuan karena jika
bermakna sesudah diberikan psikoedukasi, dilihat nilai median pre test sebesar 5,00
terbukti pada uji wilcoxon didapatkan nilai p= meningkat menjadi 6,00 pada nilai post testnya
0,035 < 0,05. Sedangkan pada kelompok (lihat tabel 4).
kontrol nilai p= 0,317 > 0,05. Pada Uji Mann Tabel 4. Hasil Perilaku Peran Sakit Pasien Katarak
Whitney menunjukkan ada perbedaan antara dalam Memantau Kondisi Internal Akibat
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Penyakit Katarak Sebelum dan Sesudah
dimana nilai p= 0,018 < 0,05, artinya Dilakukan Psikoedukasi
psikoedukasi mampu meningkatkan perilaku
peran sakit pasien katarak dalam merespon
indikasi penyakit katarak secara bermakna
(lihat tabel 3).
Tabel 3. Hasil Perilaku Peran Sakit Pasien Katarak
dalam Merespon Indikasi Penyakit
Katarak Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Psikoedukasi

5. Hasil pengukuran perilaku peran sakit


pasien katarak melakukan tindakan
perbaikan dan memanfaatkan berbagai
sumber perawatan medis sebelum dan
sesudah dilakukan psikoedukasi

Hasil Uji Paired t Test menghasilkan nilai p=


0,004 < 0,05, yang artinya terdapat
4. Hasil pengukuran perilaku peran sakit peningkatan secara bermakna perilaku peran
pasien katarak dalam memantau kondisi sakit pasien katarak melakukan tindakan

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


202
perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber independent t test. Dari uji tersebut didapatkan
perawatan medis pada kelompok perlakuan nilai p= 0,000 < 0,05, yang artinya bahwa
setelah dilakukan psikoedukasi. Berbeda psikoedukasi dapat meningkatkan secara
dengan kelompok kontrol yang mempunyai bermakna sick role behaviourpada pasien
nilai p= 0,739. katarak (lihat tabel 6).
Tabel 5. Hasil Perilaku Peran Sakit Pasien Katarak Tabel 6. Hasil Sick Role Behaviour pada Pasien
Melakukan Tindakan Perbaikan dan Katarak Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Memanfaatkan Berbagai Sumber Psikoedukasi
Perawatan Medis Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Psikoedukasi

PEMBAHASAN
1. Pengaruh psikoedukasi terhadap
pengetahuan pasien katarak

Perbedaan antar kelompok tersebut sangat Psikoedukasi yang diberikan mampu


jelas terlihat pada hasil pengujian denganuji meningkatkan pengetahuan pasien secara
independent t testdimana nilai p= 0,008 < 0,05. bermakna dari pengetahuan yang tadinya
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan cukup menjadi baik. Hal ini sejalan dengan
bahwa psikoedukasi dapat meningkatkan pemikiran (Notoatmojo, 2010) bahwa untuk
perilaku peran sakit pasien katarak melakukan mendapatkan pengetahuan yaitu salah satunya
tindakan perbaikan dan memanfaatkan dengan mengubah jalan pikiran. Psikoedukasi
berbagai sumber perawatan medis secara mengubah jalan pikiran pasien katarak menjadi
bermakna pada responden kelompok perlakuan rasional berdasarkan pengetahuan yang
(lihat tabel 5). ilmiah.Psikoedukasi merupakan suatu tindakan
atau treatment yang diberikan kepada individu
6. Hasil pengukuran sick role behaviour pada dengan cara khusus dalam mengatasi
pasien katarak sebelum dan sesudah permasalahan psikososial yang dialami oleh
dilakukan psikoedukasi seseorang (Mottaghipour & Bickerton,
2005).Treatment yang diberikan harus
Peningkatan mean variabel sick role behaviour
dilakukan secara profesional dengan
pada kelompok perlakuan terlihat sangat
mengintegrasikan intervensi psikoterapeutik
bermakna setelah melihat hasil uji paired t test,
dan edukasi (Lukens & McFarlane, 2004).
dimana didapatkan nilai p= 0,002 < 0,05.
Berbeda dengan kelompok kontrol dimana nilai Intervensi psikoterapik dan edukasi dalam
p= 0,591 > 0,05. Untuk membuktikan penelitian ini difokuskan dalam rangka untuk
perbedaan secara statistik nilai mean antara meningkatkan pengetahuan pasien tentang
kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan uji Katarak, meningkatkan penerimaan pasien

www.jik.ub.ac.id
203
terhadap Katarak, meningkatkan partisipasi psikoedukasi sehingga akan melahirkan niat
dalam pengobatan Katarak, dan untuk berperilaku peran sakit yang diharapkan
mengembangkan coping mecanism pasien dalam penelitian ini meliputi: keyakinan dan
katarak dalam menghadapi masalah yang niat untuk segera memeriksakan mata ke
muncul akibat katarak. Hal ini sesuai dengan petugas kesehatan ketika mata tidak jelas
pernyataan (Bordbar & Faridhosseini, 2010) melihat, tidak membeli obat tetes mata sendiri
bahwa sasaran dari psikoedukasi adalah untuk tanpa resep dokter, melindungi mata dari sinar
mengembangkan dan meningkatkan matahari, makan makanan yang mengandung
penerimaan pasien terhadap penyakit ataupun vitamin A, C, dan E karena baik untuk
gangguan yang ia alami, meningkatkan mencegah Katarak tidak semakin parah,
partisipasi pasien dalam terapi, dan menjaga tekanan darah, kadar gula darah, dan
pengembangan coping mechanism ketika pikiran tetap sehat, berhenti merokok,
pasien menghadapi masalah yang berkaitan meyakini bahwa penyakit Katarak harus
dengan penyakitnya. dioperasi, obat tetes mata maupun obat yang
diminum sifatnya hanya mengurangi gejala tapi
2. Pengaruh psikoedukasi terhadap intensi tidak bisa menyembuhkan penyakit Katarak,
pasien Katarak memantapkan hati bahwa operasi adalah jalan
Psikoedukasi terbukti secara bermakna yang terbaik untuk menyembuhkan Katarak,
meningkatkan pengetahuan pasien Katarak. meyakini bahwa dokter akan berusaha
Pengetahuan yang baik akan dapat semaksimal mungkin dalam melakukan operasi
mempengaruhi keyakinan pasien yang tadinya katarak, dan lebih banyak beribadah kepada
mempunyai keyakinan yang salah dalam Tuhan agar penyakit Katarak yang dialami bisa
memahami Katarak menjadi berkeyakinan yang cepat sembuh.
benar sehingga akan memunculkan intensi atau
niat yang kuat untuk berperilaku peran sakit 3. Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku
yang diharapkan pada pasien Katarak, hal ini peran sakit pasien Katarak dalam merespon
sejalan dengan konsep (Ajzen, 1991)dalam teori indikasi penyakit Katarak
perilaku terencananya (Theory Of Planned Perilaku peran sakit pasien Katarak dalam
Behaviour/TPB). Menurut beliau, munculnya merespon indikasi penyakit Katarak adalah
suatu perilaku karena dilandasi oleh suatu niat segala upaya yang dilakukan pasien Katarak
(intention), artinya bahwa sikap dan perilaku ketika muncul gejala-gejala Katarak. Banyak
dapat diubah dengan memodifikasi sistem masyarakat yang belum tahu tanda dan gejala
keyakinan dominan yang mendasarinya penyakit Katarak.Lebih memprihatinkan lagi
(underlying belief systems, modal salient belief), ketika mereka memeriksakan mata ke dokter
yang dimaksud dengan modalbelief dalam hal mata ternyata divonis glaukoma akibat
ini adalah keyakinan-keyakinan yang kuat untuk terlambat periksa. Glaukoma adalah suatu
memunculkan niat untuk mengubah perilaku gangguan penglihatan disertai sakit kepala
pasien. karena terjadi gangguan pada syaraf mata
Psikoedukasi meningkatkan intensi pasien (Soehardjo, 2004). Salah satu penyebabnya
Katarak untuk berperilaku peran sakit yang adalah penyakit Katarak yang terlambat
diharapkan.Keyakinan-keyakinan pasien dioperasi.Operasi dilakukan untuk
Katarak yang ditumbuhkan melalui menghilangkan sakit kepala saja, tidak bisa

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


204
untuk mengembalikan tajam penglihatan, maka keruh. Dalam survei di Nepal, ditemukan
kemungkinan bisa buta seumur hidup penduduk Nepal yang tinggal di daerah paparan
(Soehardjo, 2004). sinar matahari 12 jam perhari mempunyai
prevalensi katarak 4 kali lebih besar dibanding
Psikoedukasi dilakukan agar pasien-pasien yang
dengan mereka yang tinggal di daerah paparan
masih katarak immatur dapat berperilaku peran
sinar matahari rerata 7 jam perhari (Brilliant,
sakit yang diharapkan dan memberikan
Grasset, & Pochrel, 1983).
informasi yang seluas-luasnya kepada pasien
agar mau memperhatikan penyakitnya agar Penelitian kasus kontrol mengenai pemakaian
tidak terlambat penanganannya. Materi yang suplemen vitamin secara teratur dapat
disampaikan meliputi: upaya segera menurunkan resiko katarak. Diit makanan kaya
memeriksakan mata ke petugas kesehatan vitamin A, C, dan E seperti buah-buahan dan
ketika mata tidak jelas melihat, tidak membeli sayuran hijau dapat menurunkan resiko katarak
obat tetes mata sendiri tanpa resep dokter (Leske, Wu, & Hymen, 1995). Penelitian
ketika mata kurang jelas melihat, melindungi menunjukkan bahwa responden yang
mata dari sinar matahari agar katarak tidak mendapatkan vitamin E secara teratur, maka
semakin parah, berupaya sering makan risiko terjadinya katarak turun hampir
makanan seperti sayur dan buah-buahan separuhnya. Sekali lagi bahwa antioksidan
karena baik untuk mencegah katarak tidak menangkap radikal bebas yang dapat merusak
semakin parah. sel epitel lensa (Leske & Chylack, 1998).
Psikoedukasi meningkatkan secara bermakna 4. Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku
perilaku peran sakit pasien katarak dalam peran sakit pasien Katarak dalam
merespon indikasi penyakit Katarak.Lensa memantau kondisi internal akibat penyakit
manusia dapat terkena radiasi sinar matahari Katarak.
yang mengandung sinar ultraviolet A ((320-400
nm) dan sinar ultraviolet B (295-320 nm). Perilaku peran sakit pasien Katarak dalam
Kerusakan lensa pada orang muda dan tua memantau kondisi internal akibat penyakit
dapat dihindari oleh sistem antioksidan dan Katarak adalah upaya yang dilakukan pasien
sebagian besar oleh pigmen kinurenin kuning Katarak untuk selalu memperhatikan
pada lensa. Pada waktu yang sama, triptofan perkembangan kataraknya dan selalu menjaga
mengalami oksidasi menjadi beberapa zat kesehatan fisiknya secara umum agar tidak
antara dan N-formil kinurenin. N-formil semakin parah Kataraknya. Untuk melakukan
kinurenin dan asam xanturenat dengan adanya upaya ini pasien diharapkan selalu melakukan
O2 dan sinar ultraviolet akan meningkatkan kontrol Kataraknya ke dokter mata untuk
fotooksidasi protein lensa maupun polimerisasi melihat sejauh mana perkembangan
protein lensa (Robert, Wang, & Schey, 2000). kataraknya dan untuk mengetahui
Fotooksidasi dimulai dari residu asam amino kemungkinan ada penyakit lain yang berkaitan
ditransformasikan ke dalam kromofor oleh dengan Kataraknya.
adanya pajanan sinar ultraviolet. Target Seperti yang sudah diketahui bahwa kencing
fotooksidasi lensa dalam jangka lama adalah manis dan hipertensi merupakan salah satu
kerusakan beberapa makromolekul maupun sel penyebab terjadinya Katarak, bahkan dokter
epitel lensa, sehingga lama-lama lensa bisa mata mengatakan lebih sulit melakukan operasi

www.jik.ub.ac.id
205
Katarak pada pasien kencing manis dan menyebabkan semakin tingginya frekuensi
hipertensi daripada yang tidak mempunyai merokok, tidur terganggu dan meningkatnya
penyakit tersebut. Karena pada kasus konsumsi alkohol. Kebiasan hidup seperti inilah
hipertensi dapat meningkatkan tekanan bola terbukti berhubungan dengan angka kejadian
mata sehingga akan menyulitkan dokter dalam penyakit termasuk angka kejadian Katarak. Hal
menanamkan lensa intraokuler sebagai ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
pengganti lensa yang mengalami Katarak oleh (Darmadi, 2007).
(Budiman, Knoch, & Sitompul, 2013). Penyakit Psikoedukasi yang dilakukan yaitu tentang:
kencing manis membuat lensa mengalami usaha mencari penyembuhan Katarak,
perlengketan dengan kapsul posteriornya pentingnya menjaga tekanan darah, kadar gula
sehingga untuk mengeluarkan Kataraknya darah, dan pikiran tetap sehat, serta upaya
membutuhkan waktu dan teknik khusus selain untuk berhenti merokok.Hasil uji statistik
itu kapsul posterior lensa semakin rapuh menunjukan bahwa psikoedukasi
sehingga mudah pecah dan terjadi prolaps meningkatkan secara bermakna perilaku peran
cairan vitreusnya dan ini akan mempersulit sakit pasien Katarak dalam memantau kondisi
dilakukan penanaman lensa okuler bahkan internal akibat penyakit Kataraknya.
kemungkinan tidak bisa dilakukan penanaman,
sehingga hasil operasinya tentunya akan 5. Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku
membuat tajam penglihatannya tidak bisa peran sakit pasien Katarak melakukan
maksimal (Budiman, Knoch, & Sitompul, 2013). tindakan perbaikan dan memanfaatkan
Faktor kebiasaan merokok juga berpengaruh berbagai sumber perawatan medis
terhadap timbulnya katarak, berdasarkan Perilaku peran sakit pasien Katarak melakukan
penelitian dari (MacReady, 2014) bahwa orang tindakan perbaikan dan memanfaatkan
yang merokok lebih dari 15 batang perhari berbagai sumber perawatan medis adalah
mempunyai resiko tinggi mengalami katarak upaya yang dilakukan pasien Katarak dalam
dengan Odd Ratio (OR) 1,42 (95% CI, 1,28- rangka melakukan penanganan medis untuk
1,58).Hubungan antara merokok dan katarak mengatasi Kataraknya dan secara pro aktif
diduga akibat penurunan ketersediaan menggunakan sumber pelayanan kesehatan
antioksidan dalam tubuh khususnya vitamin yang ada. Banyak pasien Katarak yang tidak
C.Apabila ketersediaan antioksidan tidak percaya penanganan medis, mereka datang ke
mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul pelayanan kesehatan setelah semua upaya
stres oksidatif yang berujung pada kerusakan alternatif yang diyakininya sudah dilakukan
membran sel, lisosom mitokondria, DNA semua dan tidak menghasilkan kesembuhan
(Deoksirhibonuklear Acid), maupun serabut bahkan membuat lebih parah.
lensa, sehingga lensa menjadi keruh (Micelli-
Penyakit Katarak adalah penyakit mata yang
Ferrari, Vendemialc, & Boscia, 1996).
pada akhirnya harus dilakukan operasi (Kanski,
Stres memang tidak secara langsung 1994; Suhardjo & Asfani, 1999). Untuk itu
berhubungan dengan Katarak tetapi dapat dalam penanganan mata Katarak, lensa mata
memicu perubahan kesehatan yang secara yang keruh tadi harus diambil melalui operasi
tidak langsung disebabkan oleh perubahan katarak dan diganti dengan lensa buatan
gaya hidup akibat stres. Stres yang tinggi dapat manusia. Jenis-jenis operasi Katarak sekarang

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


206
ini mengalami kemajuan yang cukup pesat Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan
mulai dari teknik ICCS (Intracapsular Cataract kewajiban sebagai orang sakit, yang harus
Surgery), ECCS (Extracapsular Cataract diketahui oleh orang sakit itu sendiri
Surgery), SICS (Small Incision Cataract Surgery), maupun orang lain (terutamakeluarganya).
maupun teknik operasi Katarak yang tekini Perilakuinidisebutperilakuperansakit (sick role
yaitu menggunakan teknik fakoemulsifikasi behaviour).(Mechanic, 1995) mendefinisikan
(Budiman, 2013). Teknik yang terkini ini tidak perilaku peran sakit sebagai cara yang berbeda-
menggunakan sayatan hanya menggunakan beda yang dilakukan individu dalam upaya
lubang kecil di tepi kornea dengan merespon indikasi gangguan jasmani,
memasukkan cairan khusus untuk melunakkan bagaimana memantau kondisi internal akibat
Kataraknya dan disedot dengan menggunakan gangguan jasmani, mendefinisikan dan
mesin fakoemulsifikasi, setelah itu dilakukan menginterpretasikan gejala penyakit, membuat
pemasangan iol khusus, kemudian setelah atribusi representasi penyakit, dan mengambil
selesai mata diperban (Soehardjo, tindakan perbaikan dan memanfaatkan
2004).Pembiusan yang dilakukan menggunakan berbagai sumber perawatan formal dan
bius lokal dengan diteteskan pada mata yang informal.(Mechanic, 1995) telah
akan dioperasi. Jadi operasi yang dilakukan mendefinisikan tentang perilaku peran sakit.
tidak menakutkan seperti apa yang Secara khusus definisi perilaku peran sakit juga
dibayangkan. Ketakutan muncul karena dapat berlaku pada pasien Katarak. Sehingga
informasi yang salah sehingga hal ini dapat definisi perilaku peran sakit pada pasien
mempengaruhi mental pasien yang akan Katarak adalah suatu cara yang berbeda-beda
menjalani operasi Katarak. yang dilakukan pasien Katarak dalam
Psikoedukasi yang dilakukan peneliti adalah melakukan: 1) Upaya merespon indikasi
sharing dan diskusi terkait dengan: bagaimana penyakit katarak, 2) Tindakan memantau
kesiapan fisik dan mental pasien jika nantinya kondisi internal akibat penyakit katarak, dan 3)
dilakukan operasi Katarak, pemantapan hati Tindakan perbaikan dan memanfaatkan
sebagai persiapan operasi, memberikan berbagai sumber perawatan medis.Dengan
pemahaman bahwa dokter akan berusaha demikian sick role behaviour dalam penelitian
semaksimal mungkin, menguatkan hati pasien ini merupakan gabungan nilai 3 variabel
lebih banyak beribadah dan mendekatkan diri sebelumnya yang merupakan satu kesatuan
kepada Tuhan agar penyakit Katarak yang perilaku pasien Katarak.
dialami bisa cepat sembuh. Psikoedukasi dalam penelitian ini dilakukan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan dengan cara menggali permasalahan pasien
bahwa psikoedukasi mampu meningkatkan terkait penyakitnya, kendala dalam melakukan
perilaku peran sakit pasien Katarak dalam pengobatan, dan melakukan sharing
melakukan tindakan perbaikan dan pengalaman dengan pasien Katarak yang sudah
memanfaatkan berbagai sumber perawatan dan sukses menjalani operasi Katarak sehingga
medis. saat ini dapat melakukan pekerjaan sehari-
harinya yaitu bertani dimana sebelumnya
6. Pengaruh psikoedukasi terhadap sick role mengalami gangguan penglihatan mata kiri
behaviour pada pasien Katarak selama Katarak dan hanya bisa melihat

www.jik.ub.ac.id
207
lambaian tangan pada jarak 1 meter dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan
setelah dioperasi Kataraknya sekarang ini medis, karena diajarkan tentang bagaimana
pasien dapat melihat dengan jelas, dapat penanganan Katarak jika sudah matur,
membaca tulisan di majalah tanpa bantuan memantapkan hati pasien untuk melakukan
kacamata. Berdasarkan hasil uji operasi Katarak dan upaya mendekatkan diri
statistikdisimpulkan bahwa psikoedukasi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, 6)sick role
meningkatkan secara bermakna terhadap sick behaviour pada pasien Katarak, karena pasien
role behaviour pada pasien Katarak. diajarkan tentang perilaku peran sakit pasien
Katarak dalam merespon indikasi penyakit
KESIMPULAN
Katarak, memantau kondisi internal akibat
Psikoedukasi dapat meningkatkan: 1) penyakit Katarak, dan melakukan tindakan
pengetahuan pasien Katarak, karena perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber
psikoedukasi menambah pemahaman pasien perawatan medis.
tentang penyakit Katarak dan
penatalaksanaannya, 2) intensi pasien Katarak, SARAN
karena memperkuat keyakinan pasien Katarak
untuk melakukan sick role behaviour yang Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan sebagai
benar,3)perilaku peran sakit pasien Katarak pedoman dalam penatalaksanaan sick role
dalam merespon indikasi penyakit Katarak, behaviour pada pasien Katarak.Karena penyakit
karena pasien diajarkan untuk mengetahui katarak berdampak pada psikologis pasien,
tanda dan gejala penyakit Katarak dan perlu dikembangkan program psikoedukasi
bagaimana melakukan upaya mengatasi tanda dengan metode yang lain. Perlu dibentuk
dan gejala tersebut, 4) perilaku peran sakit paguyuban pasien Katarak sebagai tempat
pasien Katarak dalam memantau kondisi sharing untuk menampung segala
internal akibat penyakit Katarak, karena permasalahan pasien Katarak di bawah
diberikan pemahaman tentang naungan Puskesmas.Penelitian lanjutan perlu
komplikasiKatarak dan pengaruhpenyakit dilakukan yaitu penelitian yang berkaitan
kencing manis, darahtinggi dan merokok dengan penanganan dampak psikologis
terhadap katarak, 5) perilaku peran sakit pasien penyakit Katarak dengan mengembangkan
Katarak melakukan tindakan perbaikan dan intervensi selain psikoedukasi.

DAFTAR PUSTAKA katarak/#


Ajzen, I. (1991). The theory of planned Arditya, S. K., & Rahmi, F. L. (2007). Hubungan
behaviour: Organizational behaviour and Pengetahuan dengan Sikap terhadap
human decision processes 50 (2) 179-211. Operasi Katarak pada Pasien Katarak
UK : McGraw Hill Education. Senilis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. The
Indonesian Journal of Public Health, Juli
Anonim. (2011). http://bappeda.
2007, Vol. 4, No.1 , 21-24.
jatimprov.go.id. Dipetik 02 26, 2014, dari
bappeda.jatimprov.go.id: Bordbar, M., & Faridhosseini, F. (2010).
http://bappeda.jatimprov.go.id/2011/11/ Psychoeducation for Bipolar Mood
07/38-ribu-warga-jawa-timur-terancam- Disorder. Clinical, Research, Treatment

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


208
Approaches to Affective Disorders . Lukens, E., & McFarlane, W. (2004).
Psychoeducation as Evidence-Based
Brilliant, I., Grasset, N., & Pochrel, R. (1983).
Practice: Consideration for Practice,
Association among cataract prevalence,
Research, and Policy. Journal Brief
sunlight, hours, and attitude in the
Treatment and Crisis Intervention Volume
Himalayas. Am J Epidemiol , 118:25-54.
4. Oxford University Press.
Budiman. (2013). Teknik, Komplikasi, dan
MacReady, N. (2014). Smoking Associated With
Penatalaksanaan Bedah Katarak. Jakarta:
Cataract Risk. Medscape .
Perpustakaan Nasional RI.
Mechanic, D. (1995). Sociological Dimensions of
Budiman, Knoch, A., & Sitompul, N. (2013).
Illness Behaviour. Social Science and
Pearls and PitFalls to Improve Cataract
Medicine , 1207-1216.
Surgery Skills. Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI. Micelli-Ferrari, T., Vendemialc, G., & Boscia, F.
(1996). Role of Lipid peroxidation in The
Darmadi. (2007). Hubungan Kebiasaan
Pathogenesis of Myopic and Senile
Merokok, Konsumsi Alkohol, dan Paparan
Cataract. Br J Ophthalmol , 80: 840-3.
Sinar Matahari dengan Kejadian Katarak.
Yogyakarta: UGM: Tidak dipublikasikan. Mottaghipour, Y., & Bickerton. (2005). The
Pyramid of Family Care : A Framework for
DepKes. (1997). Survei Kesehatan Mata 1993-
Family Involvement with adult mental
1996. Jakarta: DepKes RI.
health services. Toronto: Prentice Hall
Hasanah, A. (2012). Pertemuan Ke 37: Perdami Health.
Fokus Kurangi Angka Kebutaan .
Surabaya: Kantor Berita Radio Nasional. Notoatmojo. (2010). Promosi Kesehatan: Teori
& Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kanski, J. (1994). Clinical Ophthalmology. 3th
ed. Oxford: Butterarth-Heinerman. Oliveira, S., Temporini, E., Jose, N., Carricondo,
P., & Jose, A. (2005). Perceptions of
Leske, M., & Chylack, L. (1998). Antioxidant Patients about Cataract. Clinics vol.60
Vitamins and Nuclear Opacities: The no.6 So Paulo Dec. 2005 .
Longitudinal Study of Cataract.
Ophthalmology , 105: 831-6. Robert, J., Wang, R., & Schey, K. (2000).
Photooxidation of Lens Proteins with
Leske, M., Wu, S., & Hymen, L. (1995). Xanthurenic Acid-The Putative
Biochemical Factors in The Lens Opacities, Chromophere for Cataractogenesis.
Case Control Study. Arch Ophthalmol , Proceedings of 12 th Afro-Asian Congress
113: 13-9. of Ophthalmology, (hal. No. 11-15: 226-
Long, B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah 31). Guangzhou, China.
(Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Snellingen, T., Shrestha, B., Gharti, M.,
Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran .
Shrestha, J., Upadhyay, M., & Pokhrel, R.
Lou, J., Lee, V., & Fan, D. (2002, September 27). (1998). Socioeconomic Barriers to
Dipetik Februari 13, 2014, dari British Cataract Surgery in Nepal: The South
Medical Journal: Asian Cataract Management Study. British
www.bjo.bmjjournals.com Journal of Ophthalmology, Volume 82,

www.jik.ub.ac.id
209
Issue 12 , 1424-1428 . Glaukoma Fakolitik: Laporan Kasus.
Berkala Ilmu Kedokteran XXXI(2) , 119-23.
Soehardjo. (2004). Kebutaan Katarak: Faktor-
Faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan WHO. (1999). Elimination of Avoidable
Pengendalian. Yogyakarta: Universitas Blindness in South-East Asia, Vision 2020:
Gadjah Mada. The Right to Sight. New Delhi.
Suhardjo & Asfani. (1999). Hifema pada

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 3, No.2, November 2015


210

Anda mungkin juga menyukai