Anda di halaman 1dari 72

PERBANDINGAN MUTU ANTARA SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK

KELAPA SAWIT BERSIH DENGAN SABUN PADAT MINYAK KELAPA


SAWIT BEKAS (JELANTAH) YANG DIMURNIKAN DENGAN ARANG
LIMBAH KULIT JERUK MANIS (Citrus sinensis L. Osbeck)

NAMA : DEVI MIVTA KHUROHMA


NPM : 15334086

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
JANUARI 2020

Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Devi Mivta Khurohma

NPM : 15334086

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :
PERBANDINGAN MUTU ANTARA SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK
KELAPA SAWIT BERSIH DENGAN SABUN PADAT MINYAK KELAPA
SAWIT BEKAS (JELANTAH) YANG DIMURNIKAN DENGAN ARANG
LIMBAH KULIT JERUK MANIS (Citrus sinensis L. Osbeck)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi. Fakultas Farmasi, Institut Sains Dan
Teknologi Nasional

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Amelia Febriani, M.Si., Apt ( .................... )

Pembimbing : ( ..................... )

Penguji I : Yayah Siti Djuhariah MSi.,Apt. ( .................... )

Penguji II : Hervianti Nurfitria Nugrahani ( .................... )

Penguji III : Saiful Bahri ,S.Si.,M.si ( .................... )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : ..........................

Institut Sains dan Teknologi Nasional


ABSTRAK

Nama : Devi Mivta Khurohma

Program Studi : Farmasi

Judul :Perbandingan Mutu Antara Sediaan Sabun Padat Minyak


Kelapa Sawit Bersih Dengan Sabun Padat Minyak Kelapa Sawit
Bekas
(Jelantah) Yang Dimurnikan Dengan Arang Limbah Kulit Jeruk
Manis (Citrus sinensis. L Osbeck)

Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak goreng
seperti hal nya minyak jagung, minyak sayur dan sebagainya , oleh karena itu
minyak jelantah kemungkinan bisa dijadikan sebagai bahan dasar penggunaan
sabun padat.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik sabun yang
dihasilkan dengan bahan dasar minyak jelantah dan membandingkan mutu sabun
dengan parameter yang sudah ada.Bahan uji yang digunakan adalah minyak
jelantah yang di dapat dari sebuah usaha katering di Jakarta yang dimurnikan
dengan arang limbah kulit jeruk manis (Citrus sisnensis.L Osbeck).Hasil pengujian
menunjukan sabun minyak jelantah yang dihasilkan memiliki karakteristik yang
baik.Sabun minyak jelantah yang dihasilkan memiliki pH 9,22 , Presentase
Stabilitas busa 88,58% , Kadar air 0,6% , Bahan Tak larut dalam etanol 0,8%
,Kadar Akali Bebas 0,12% , dan Kadar Klorida 2,2 %.Dari semua parameter yang
di uji menunjukan kesesuaian terhadap parameter pembanding, kecuali kadar
klorida memiliki kadar yang melebihi kadar yang diperbolehkan.

Kata kunci : Sabun padat , Minyak Jelantah , Jeruk Manis (Citrus sisnensis.L
Osbeck)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


ABSTRACT

Nama : Devi Mivta Khurohma

Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Mutu Antara Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa Sawit
Bersih Dengan Sabun Padat Minyak Kelapa Sawit Bekas
(Jelantah) Yang Dimurnikan Dengan Arang Limbah Kulit
Jeruk Manis (Citrus sinensis. L Osbeck)

used cooking oil obtained from a catering business in Jakarta that was purified with
charcoal waste sweet orange peel (Citrus sisnensis.L Osbeck). Test results showed
used cooking oil soap The resulting product has good characteristics. The waste
cooking oil produced has a pH of 9.22, the percentage of foam stability is 88.58%,
the moisture content is 0.6%, the substance is insoluble in ethanol 0.8%, the free
Akali content is 0.12% , and Chloride Level 2.2%. Of all the parameters tested
showed conformance to the comparison parameters, except the chloride content
has iki levels that exceed the permissible level.

Keywords : Solid Soap, Used Cooking Oil, Sweet Orange (Citrus sisnensis.L
Osbeck)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Later Belakang


Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak goreng
seperti hal nya minyak jagung, minyak sayur dan sebagainya.Minyak ini
merupakan minyak bekas p emakaian kebutuhan rumah tangga, umumnya dapat
digunakan kembali untuk keperluan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi
kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik yang terjadiselama proses penggorengan (Syamsidar HS, 2013).
Dengan berbagai kandungan berbahaya dalam minyak jelantah tentu saja
diperlukan pemurnian untuk dapat memisahkan minyak dari zat pengotor dan
berbahaya lainnya. Umumnya pemurniaan dilakukan dengan penambahan arang
aktif. Salah satu bahan yang dapat di buat sebagai arang aktif adalah kulit jeruk
manis.
Salah satu penangan dalam upaya mengurangi limbah minyak jelantah adalah
dengan pemanfaatan membuat limbah minyak jelantah menjadi produk berbasis
minyak seperti sabun padat.Sabun padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun
opaque, translucent, dan transparan.Sabun transparan merupakan salah satu jenis
sabun yang memiliki penampilan menarik karena penampakannya (Wahyuni S,
2018).
Sabun memiliki peranan penting dalam proses membersihkan dan mengikat
kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran dapat terbuang.Salah satu fungsi
sabun yang banyak di harapkan masyarakat adalah khasiatnya sebagai anti oksidan,
yang dapat melin dungi kulit dari kerusakan akibat radikal bebas dan membantu
kulit agar tetap halus dan lentur.
Kulit jeruk memiliki kandungan berupa selulosa, hemiselulosa, lignin dan
pektin (Liang et al., 2009). Adanya kandungan senyawa organik inilah yang
membuat kulit jeruk sebagai biomaterial yang berpotensi untuk dijadikan sebagai
adsorben alternatif dengan biaya murah. Selain itu, komponen-komponen ini
memiliki gugus fungsi yang berbeda, seperti golongan karboksil dan hidroksil yang

Institut Sains dan Teknologi Nasional


membuat kulit jeruk menjadi material yang berpotensi sebagai adsorben untuk
menjerap ion logam dari larutan berair (Doulati Ardejani et al., 2007).
Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitin “Perbandingan Mutu Antara
Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa Sawit Bersih Dengan Sabun Padat Minyak
Kelapa Sawit Bekas (Jelantah) Yang Dimurnikan Dengan Arang Limbah Kulit
Jeruk Manis (Citrus sinensis. L Osbeck)”
1.2. RumusanMasalah
a) Bagaimana Karakteristik mutu pada sabun padat yang dihasilkan?
b) Formula sabun padat manakah yang lebih disukai oleh responden pada uji
hedonik?
1.3. TujuanPenelitian
a) Untuk mengetahui apakah penggunaan minyak jelantah sebagai basis
pembuatan sabun padat menghasilkan sabun dengan karakteristik yang
baik.
b) Untuk mengetahui perbandingan mutu sabun padat yang di hasilkan dengan
parameter yang ada
1.4. Manfaat
Dapat memberikan informasi ilmiah dan memberikan nilai jual yang
bermanfaat untuk pengembangan formulasi dari minyak jelantah sebagai
pembuatan sabun padat.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan minyak sisa proses penggorengan dan bila ditinjau
dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik. Selama pemanasan, minyak mengalami 3 perubahan kimia
yaitu terbentuknya peroksida dalam asam lemak yang tidak jenuh, peroksida
terdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan terjadinya polimerisasi. Jika
minyak dipanaskan secara berulang – ulang, maka proses destruksi minyak akan
semakin cepat (ketaren, 2005).
2.1.1. Sifat-Sifat Minyak Jelantah
Sifat-sifat minyak jelantah dibagi menjadi sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren,
2005) yaitu:
2.1.1.1.Sifat Fisik
a) Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama yaitu zat warna
alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses
ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna
kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua
yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna
gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E),
warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang
telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak
tidak jenuh.
b) Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
c) Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida
dan pelarut-pelarut halogen.
d) Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat
pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan
dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


e) Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat
dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
f) Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak
tersebut.
g) Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponennya.
h) Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama
dari minyak atau lemak.
i) Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25 C , dan juga
perlu dilakukan pengukuran pada temperature 40 C.
j) Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam
hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk
menggoreng.
k) Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
2.1.1.2.Sifat Kimia
a) Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
b) Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
c) Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan
ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
d) Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asamasam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan
prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang
yang bersifat tidak menguap, sifat-sifat minyak jelantah secara
sederhana dapat dilihat pada tabel berikut .

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Tabel 2.1 Sifat Fisika Kimia Minyak Jelantah (Ketaren, 2005)
Sifat Fisik Minyak Jelantah Sifat Kimia Minyak Jelantah

Warna coklat kekuning-kuningan Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi


asam lemak bebas dan gliserol.

Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila terjadi


kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak.

Terdapat endapan Proses hidrogenasi bertujuan untuk


menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai
karbon asam lemak pada minyak.

2.2.Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya
sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, Jeruk
sudah tumbuh di Indonesia baiksecara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk
yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan
jeruk manis dan jeruk kepok.Adapun klasifikasi tanaman jeruk adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo : Sapindales
Family : Rutaceae
Genus : Citrus L.
Species : Citrus sinensis (L) ,Osbeck (pro sp)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Gambar 2.1 Citrus sinensis L .(sumber : Dok.Pribadi)

2.2.1. Kulit Jeruk


Kulit jeruk memiliki kandungan brupa selulosa, hemiselulosa, lignin dan
pektin. (Liang et al., 2009). Adanya kandungan senyawa organik inilah yang
membuat kulit jeruk sebagai biomaterial yang berpotensi untuk dijadikan
sebagai adsorben alternatif dengan biaya murah. Selain itu,
komponenkomponen ini memiliki gugus fungsi yang berbeda, seperti
golongan karboksil dan hidroksil yang membuat kulit jeruk menjadi material
yang berpotensi sebagai adsorben untuk menjerap ion logam dari larutan
berair (Doulati ardejani et al., 2007).

2.2.2. Pembuatan Arang Kulit Jeruk


Kulit jeruk manis dicuci dengan air mengalir, lalu kulit jeruk dipotong
kecilkecil dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Kemudian sampel
dihaluskan menggunakan blender dan di arak dengan ayakan 100 mesh. 4 gram
serbuk kulit jeruk manis di tempatkan di porselen kemudian dikeringkan dalam
pada 105 C selama 3 jam . Selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot
yang tetap. Penentuan dilakukan tiga kali pengulangan . (bioadsorbansi Pb(II)
menggunakan kulit jeruk siam, agustus 2017)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.3.Anatomi Fisiologi Kulit
2.3.1. Gambaran Umum
Kulit adalah “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi , dengan
berta 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak (Tranggono,
2007). Kulit terbag atas 2 lapisan utama , yaitu epidermis (kulit ari) sebagai
lapisan yang paling luar dan dermis (korium , kutis, kulit jangat). Sedangkan
subkutis atau jaringan lemak terletak dibawah dermis.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang
paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan,
dan lapisan yang tipis berukura 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi,
dan perut. Karena ukurannya yang tipis, jika kita terluka biasanya mengenai
bagian setelah epidermis yaitu dermis. Dermis terutama terdiri dari bahan
dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72 % dari
keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono, 2007).
Pada bagian dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit. Adneksa kulit
merupakan struktur yang berasal dari epidermis tetapi berubah bentuk dan
fungsinya, terdiri dari folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat,kelenjar sebaesa, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan
serabut saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak
bawah kulit (subkutis/hipodermis). Bagian-bagian kulit dapat dilihat pada
gambar

Gambar 2.2 Struktur Kulit


Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi berikut :
protein sebesar 27%, Lemak sebesar 2%, Garam mineral sebesar 0,5%, serta air
dan bahan-bahan larut air sebesar 70,5%.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.3.3. Fisiologi Kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak
menyerapoksigenyangdiambildarialirandarah,danhanyasebagiankecilyang
diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan
karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran darah
dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara (Tranggono,2007).
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang
dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari
kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk
dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit yang penting.
Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna bagi metabolisme di
dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting, namun pengeluaran atau
pembuangan karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika CO2
menumpuk di dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-
sel kulit.
Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit
tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti temperatur
udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah
ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses
metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain.

2.3.3. Fungsi Kulit


Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan dengan
lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah (Djuanda,2007):

a) Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik
(tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia ( zat-zat kimia yang
iritan), dan gagguan bersifat panas (radiasi, sinar ultraviolet), dan
gangguan infeksi luar.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


b) Fungsi Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum.
c) Fungsi Ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
d) Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis
sehingga kulit mampu mengenali rangsangan yang diberikan. Rangsangan
panas diperankan oleh badan ruffini di dermis dan subkutis, rangsangan
dingin diperankan oleh badan krause yang terletak di dermis, rangsangan
rabaan diperankan oleh badan meissner yang terletak di papila dermis, dan
rangsangan tekanan diperankan oleh badan paccini di epidermis.
e) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh
Kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengekskresikan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu
dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu
badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan
terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu tubuh
dapat dijaga tidak terlalu panas.
f) Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran
pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.

g) Fungsi Keratinisasi
Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis
fisiologik.
h) Fungsi pembentukan /sisntesis vitamin D

Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.4. Sabun
2.4.1. Definisi Sabun
Sabun adalah pembersihyang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium
atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani
(SNI,1994). Sabun juga merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan
rantai karbon C12-C18 dan natrium atau kalium (Ophardt,2003)
Menurut SNI (1994), Sabun mandi merupakan sabun natrium yang umumnya
ditambahkan zat pewangi dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia
dan tidak membahayakan kesehatan.

2.4.2. Jenis-jenis sabun


Jenis sabun berdasarkan kepadatannya di bedakan menjadi 2 macam yaitu
sabun padat (batangan ) dan sabun cair (Hambali,2006)
2.4.2.1.Sabun Padat ( batangan )
Sabun padat ( batangan ) dapat di bedakan menjadi sabun oppaque (tidak
transparan), sabun translucent (agak transparan) dan sabun
transparan.Tentu saja tingkat transparasi sabun sangat di engaruhi oleh
komposisi dan proses produksinya (Hambali,2006).
a. Sabun Oppaque
Sabun oppaque adalah sabun yang bisa ditemui di pasaran. Sabun
ini memiliki penampilan yang padat, kompak dan tidak tembus
pandang (Bunta, 2013). Sabun Oppaque sampai saat ini masih
menjadi pilihan pertama sebagai sabun mandi di masyarakat karena
harganya relatif dapat di jangkau atau murah, lebih ekonomis dan
lebih hemat pemakaiannya (Thibodeau and Amari, 2009)

b. Sabun Translucent (Agak transparan)


Jenis sabun translusent ini bisa disebut juga dengan sabun semi
transparan. Jika kita lihat, sabun ini tidak sebening sabun
transparan. Akan tetapi, masih lebih jernih dibandingkan dengan
sabun opaque
c. Sabun Transparan
Sabun padat transparan merupakan salah satuinovasi sabun yang
menjadikan sabun lebihmenarik. Sabun trannsparan mempunyai

Institut Sains dan Teknologi Nasional


busayang lebih halus dibandingkan dengan sabunopaque sabun
yang tidak transparan (Qisty,2009).

2.4.2.2. Sabun Cair


Sabun cair adalah sediaan berbentuk cair yang ditujukan untuk
membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun yang ditambahkan
surfaktan, pengawet, penstabil busa, pewangi dan pewarna yang
diperbolehkan, dan dapat digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan
iritasi pada kulit (SNI, 1996).

2.4.3. Komponen Pembentuk Sabun


Secara umum, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali
(Anggraeni, 2014). Disamping itu juga digunakan bahan tambahan lain seperti
surfaktan, humektan, antioksidan, agen antimikroba, pewarna, parfum, dan
bahan tambahan khusus (seperti processing aids, binders (gum and resin),
fillers, exfoliants, antiacne, dan anti-irritants) (Barel dkk, 2009).
a) Minyak kelapa
Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabatii yang paling penting
yang digunakan dalam pembuatan sabun (Barel et al., 2009). Minyak
kelapa adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemanasan endosperm
kering Cocos nucifera L (Departemen Kesehatan RI, 1979). Keuntungan
dari minyak kelapa adalah memberikan sabun padat dengan warna yang
terang dan busa berlimpah. Tingkat penggunaan tergantung pada kelas
sabun mandi dan bervariasi dalam kisaran 6-20% (Parasuram,

1995)

Tabel.2.2 Sifat fisiko kimia Minyak kelapa (Depkes,1979)


Karakteristik Nilai
Indeks Bias (pada 40 °C) 1,448 – 1,450
Bilangan Asam (penetapan dilakukan Tidak lebih dari 0,2
menggunakan 20 g)

Bilangan Iodium 7 – 11
Bilangan Penyabunan 250 – 264

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Zat Tak Tersabun Tidak lebih dari 0,8%

Minyak kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh


(Kataren, 1986). Asam-asam lemak dominan yang menyusun minyak
kelapa adalah laurat dan miristat, yang merupakan asam-asam lemak
berbobot molekul rendah (Woodroof, 1979).
Shrivastava (1982) menyatakan minyak kelapa sebagai salah satu jenis
minyak dengak kandungan asam lemak yang paling kompleks. Asam
lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat
(HC12H23O2). Asam-asam lemak yang lain adalah kaproat (HC16H11O),
kaprilat (HC8H15O2) dan kaprat (HC10H19O2). Semua asam lemak tersebut
dapat larut dalam air dan bersifat mudah meguap jika didestilasi dengan
menggunakan air atau uap panas.

Tabel.2.3 Komposisi asam lemak minyak kelapa (Thieme,1968)


Asam Lemak Jumlah (%)
Asam lemak jenuh
Laurat (C12H24O2) 44-52
Miristat (C14H28O2) 13-19
Palmitat (C16H32O2) 7,5-10,5
Kaprilat (C8H16O2) 5,5-
9,5
Kaprat (C10H20O2) 4,5-
9,5
Stearat (C18H35O2) 1-
3
Kaproat (C6H40O2) 0-
0,8
Arachidat(C20H40O2) 0-
0,4
Asam lemak tak jenuh
Oleat (C18H32O2) 5-
8
Linoleat (C18H32O2) 1,5-
2,5
Palmitoleat (C16H30O2) 0-
1,3

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan
yang baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun. Menurut
Corredoira dan Pandolfi (1996), penggunaan asam laurat sebagai bahan
baku akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan
karakteristik busa yang baik.

b) Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium Hidroksida juga dikenal sebagai basa kuat atau sodium hidroksida
merupakan jenis basa logam kuat. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri.
Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu,
kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium
hidroksida juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia (Williams dan Schmitt, 2011).
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, erpihan, dan butiran. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam
air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH
meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas Wade dan Weller, 1994).
Ion Na+ dari NaOH bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun,
(Cavith, 2001).
Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus tepat jumlahnya.
Apabila NaOH terlalu pekat atau berlebih maka alkali bebas yang tidak
berikatan dengan asam lemak akan terlalu tinggi sehingga memberikan
pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu sedikit jumlahnya, maka sabun yang dihasilkan akan
mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak yang tinggi dapat
menggangu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan
(Kirk dkk., 1952).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


c) Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
asam lemak, sebagian besar dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan
heksadekanoat (C16H32O2) berupa zat padat keras mengikat menunjukkan
susunan hablur, putih atau kuning pucat, sedikit berbau, mirip lemak lilin;
larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan
dalam 3 bagian eter P (Departemen Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk,
2009). Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam
hidroksida dan mungkin tidak kompatibel dengan agen produksi dan agen
pengoksidasi. Asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan
kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997)

d) Gliserin
Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, tidak
berbau, manis diikuti rasa hangat dan hidroskopis. Dapat bercampur
dengan air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform
P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Departemen Kesehatan RI,
1979). Gliserin digunakan sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent
yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Gliserin merupakan bahan
yang hidroskopis. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan
propilen glikol stabil secara kimia. Dapat terkristalisasi jika disimpan pada
suhu rendah dan kristal tersebut tidak meleleh hingga dipanasan pada suhu
20% ( Rowe dkk, 2009).

e) Butylated hydroxytoluene (BHT)


Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dam lemah. BHT praktis
tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan
dilute aqueos asam mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol
95%, eter, metonol, toluen, fixed oils dan minyak mineral. digunakan
sebagai antioksidan untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02%
(Rowe et al., 2006). basis sabun dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi (misanya oleat, linoleat, dan linolenat) dan adanya aditif sabun
tertentu, seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan
oksidatif dan atmosfer yang tidak diinginkan. oleh karena itu, preservatif

Institut Sains dan Teknologi Nasional


(agent chelating dan antioksidan) diperlukan untuk mencegah dari
terjadinya oksidasi. antioksidan yang paling umum digunakan dalam
hubungannya dengan chelating agent pada sabun batangan adalah
butylated hydroxytoluene (BHT) (Bareletal.,3009).

f) Triklosan
Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada
suhu 57°C dan terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam
air; larut dalam alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol; sedikit larut
dalam minyak. Triklosan biasa digunakan sebagai antimikroba atau
pengawet dalam produk sabun, krim dan larutan dalam konsentrasi sampai
2% (Sweetman, 2009). Penambahan antimikroba pada sabun batang
memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang (Barel dkk, 2009).
Triklosan digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan
konsentrasi maksimal 0,3% (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008).
Penambahan antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk
penggunaan jangka panjang, terutama antara mencuci dan mandi. Sabun
batang sangat efektif dalam menghilangkan mikrobial flora. Antimikroba
yang umum digunakan dalam bentuk sabun batang adalah
trichlorocarbanilide (TCC), trikloro difenil hidroksietil (triclosan), dan
para-chloro m-xylenol (PCMX). TCC efektif terhadap bakteri gram positif,
sedangkan triclosan dan PCMS efektif terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif (Barel dkk, 2009)

g) Etanol
Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Berupa cairan tak
berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa
panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Etanol sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Etanol mudah menguap pada suhu rendah, mendidih pada 78oC, dan mudah
terbakar (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


h) Kokamidopropil betain
Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amin
+
( [R1R2R3]N CN2COOH ) , yang di klasifikasikan sebagai kationik karena
menunjukkan muatan positif permanen. Karena betain juga memiliki
kelompok fungsional bermutan negatif dalam kondisi pH netral dan basa,
maka disebut sebagai surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain
berasal dari nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari
karboksilat (betaine) , sulfat (sulfobetaine atau sultaine) , fosfat
(phosphobetaine atau phostaine) (Paye et al., 2006).
Betain merupan surfaktan pembusa, pembersih dan pengemulsi yang
baik khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik. Betain memiliki
efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan dengan adanya betain
dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik. Hal ini terbukti dari
penelitian Teglia dan Secchi (1994), cocamidoprophil betaine dapat
menurunkan iritasi dengan efek yang mirip dengan wheat protein ketika
ditambahkan ke dalam larutan sodium lauryl sulfate. Baik wheat protein
maupun cocamidoprophil betaine dapat melindungi kulit dari iritasi (Barel
et al., 2009).
i) Natirum Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat (NSL) adalah campuran natrium alkil sulfat,
natrium dodesil sulfat, C12H25SO4-Na+, sangat larut dalam air pada suhu
kamar dan digunakan dalam farmasi sebagai pembersih kulit sebelum
operasi, yang memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri gram-positif
dan juga digunakan pada shampoo. NSL juga merupakan komponen dari
emulsifying wax (Attwood et al., 2012). Natrium lauril sulfat termasuk
kedalam golongan surfaktan anionik. Natrium Lauril Sulfat (NSL)
memiliki panjang rantai karbon 12 dan merupakan salah satu surfaktan
yang paling umum. Surfaktan ini kurang ditoleransi oleh kulit. Ketika
panjang rantai meningkat
Natrium lauril sulfat termasuk kedalam golongan surfaktan anionik.
Natrium Lauril Sulfat (NSL) memiliki panjang rantai karbon 12 dan
merupakan salah satu surfaktan yang paling umum. Surfaktan ini kurang
ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat, yakni di kisaran
C14-C18, penetrasi surfaktan melalui stratum korneum menurun seiring

Institut Sains dan Teknologi Nasional


dengan potensi iritasi dan kapasitas busa yang menurun. Rantai dengan
jumlah karbon yang lebih rendah dari 12 ditoleransi lebih baik oleh kulit
daripada SLS tetapi menunjukkan bau yang lebih menonjol. Kombinasi
dengan surfaktan lain dapat meningkatkan kompasitas NSL terhadap kulit
sekaligus menghasilkan busa yang lebih baik. Lauril sulfat tersedian dalam
bentuk berbagai garam: SLS, amonium lauril sulfat (ALS), magnesium
lauril sulfat [Mg (LS) 2], dan trietanolamin lauril sulfat (teals). Toleransi
lauril sulfat terhadap kulit berturut- turut sebagai berikut: Mg (LS) 2 >
teals.NSL > ALS (Paye et al.,2006).

j) Parfum
Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik produk agar
disukai oleh pelanggan.Banyak varian pewangi yang di tawarkan ,biasanya
beraroma bunga dan buah. Pewangi dipilih berdasarkan selera pembeli
asalkan tidak berbau ekstrim. Pewangi juga bisa berasal dari bahan alkohol,
kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel,1972).
k) Aquadest
Air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat tercampur
dengan fraksi lema. Winarno (1997) menyebutan bahwa sebuah molekul
air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovelen dengan dua
atom hidrogen. Air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua
atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang
hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya
energi listrik, atau zat kimia, seperti logam kalium.

2.4.4. Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (latin sapon, = sabun
dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa romawi kuno mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan lemak hewan
dengan abu kayu. Pada abad ke-16 dan ke-17 di Eropa sabun hanya digunakan
dalam pengobatan. penggunaan sabun meluas menjelang abad ke19
(Rohman,2009).
Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan
antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol

Institut Sains dan Teknologi Nasional


akan terpisah. Proses ini disebut “saponifikasi”. Atom oksigen mengikat
sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam
karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun. Sedangkan gugus OH dalam hidroksida akan
berkaitan dengan molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut
lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan selesai. Reaksi penyabunan adalah
sebagai berikut

2.4.5. Faktor faktor yang mempengaruhi proses saponifikasi :


a) Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stoikiometri
reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari
minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan
terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan
sehingga fasenyya tidak homogen , sedangkan jika basanya terlalu
encer , maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lama.
b) Suhu
Dengan adanya kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang
artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepet. Tetapi jika
kenaikan suhu telah melibihi suhu optimumnya maka akan
menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta
keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke
arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya
harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan
akibat dari reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi
penyabuanan yang bersifat eksotermis.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


c) Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan
molekul molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar
molekul reaktan semakin besar , maka kemungkinan terjadinya
reaksi semakin besar pula. hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius
dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan
semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta
d) Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula
minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga
semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi
setimbangnya , penambahan waktu tidak akan meningkatakan jumlah
minyak yang tersabunkan (Perdana & Hakim, 2008).
2.4.6. Metode pembuatan sabun
a) Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak/lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH
yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai
terbentuk pasta kira kira setelah 4 jam pemanasan . setelah terbentuk pasta
ditambahkan NaCL (10-12%) untuk mengendapkan sabun. Endapan
sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah
produk utama sabun dan produk samping gliserin. b) Proses semi
pendidihan
Pada proses semi pendidihan , semua bahan yaitu minyak/ lemak dan
alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan .
terjadilah reaksi saponifikasi . setelah reaksi sempurna ditambah sodium
silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap. c) Proses Dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol
dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur
kamar 25OC ) . reaksi antara NaOH pada uap air H2O merupakan reaksi
eksoterm sehingga dapat mengahasiklan panas. Panas tersebut kemudian
digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH alkohol proses

Institut Sains dan Teknologi Nasional


ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan
dihasilkan sabun berkualitan tinggi.
Adapun syarat syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut : a.
Minyak/ lemak yang digunakan harus murni.
b. Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
c. Temperatur harus tekontrol dengan baik.
d. Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai pada
berikut :

Sabun yang dihasilakan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat


mengahsilkan busa yang banyak. Oleh karena itu , perlu dilakukan penetralan
dengan menambahkan Na2CO3. Reaksi penyabunan mula-mula berjalan
lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling
larut
(immiscible). Setelah terbentuk maka kecepatan reaksi akan meningkat,
sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, yaitu pada
akhirnya kecepatan reaksi akan kembali menurun karena jumlah minyak yang
sudah berkurang (Alexander etal., 1964 ). Reaksi penyabunan merupakan
reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak
dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan,
penambahan larutan alkali (KOH/NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan dipanasi (apabila untuk menghasilkan sabun cair) (Perdana
& Hakim, 2008).

2.4.7. Sifat Fisik Kimia Sabun


a) Kekerasan
Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran resistensi batangan
terhadap batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya
memiliki tingkat kekerasan tertentu (Priani, 2010). Kekerasan sabun
dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan
Institut Sains dan Teknologi Nasional
sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan
asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh biasanya
berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang
lebih keras (Gusviputri dkk, 2013). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan
menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (SoapMaking
Resource, 2017). b) pH
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 9-10 (Tarun, 2014). Menurut
Edoga, 2009) pH sabun yang relatif aman adalah 9-11. pH merupakan
indikator potensi iritasi pada sabun. pH sabun yang relatif basa dapat
membantu kulit untuk membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun
mengikat sabun dan kotoran lain yang menempel di kulit (Setyoningrum,
2010). pH yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila
kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, atau pembilasan
tidak sempurna. Apabila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik
beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.
Pengasaman kembali terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan
setelah tiga puluh menit pH kulit menjadi normal kembali.
(Wasitaatmaja,1997).
c) Busa
Busa(foam) adalah suatu system disperse yang terdiri atas gelembung
gas yang dibungkus oleh lapisan cairan (Grace, 2010). Busa merupakan
salah satu parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu sabun.
Metode laboratorium untuk mengevaluasi busa yaitu tes tinggi
pembusaan Ross-Miles (Ross-Miles foam height test). Pada tes
tersebut, sabun dilarutkan kemudian dituang dari ketinggian yang telah
ditentukan menuju permukaan larutan sabun yang sama. Tinggi busa
dan stabilitasnya diukur. (Paye dkk, 2006). Sabun dengan busa
melimpah pada umumnya lebih disukai oleh konsumen. Stabilitas busa
merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan parameter
utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter
tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total
volume busa. “waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran
paling sederhana untuk menunjukkan stabilitas busa

Institut Sains dan Teknologi Nasional


(Exerowa, 1998 dalam Grace,2010)
d) Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu
tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan
agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam
pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan
mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). Prinsip dari
pengujian kadar air sabun adalah pengukuran kekurangan berat setelah
pengeringan pada suhu 105°C. Tingkat kekerasan sabun sangat
dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air maka sabun
akan semakin lunak (SNI, 1994).
e) Jumlah Asam Lemak
Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada
sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun
yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal
70%. Hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan
pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk
meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau
lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa
ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein, susu dan lain
sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan
bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi
yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).
f) Minyak Mineral
Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun
saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang
itandai dengan kekeruhan (Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin
dapat disabunkan seperti halnya asam lemak bebas dan lemak netral,
sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan
tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan terjadi emulsi
antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 2016).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.4.8. Syarat Mutu Sabun Mandi menurut SNI
Sediaan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk di
gosokkan,dituangkan, dipercikan atau disemprotkan pada badan atau
bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan,
memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak
termasuk obat. Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaanya
adalah sebagai higiene tubuh (sabun dan sampo), tata rias (pemerah
pipi, lipstik), wangi-wangian dan proteksi (sun screen). Tujuan
penggunaan sediaan kosmetik mandi antara lain untuk membersihkan
tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi keharuman dan rasa
segar serta menghaluskan dan melembabkan kulit (Imron,1985).
Contoh dari sediaan kosmetik mandi antara lain minyak mandi
,bathcapsul ,sabun dan sebagainya. Sabun merupakan pembersih
tubuh sehari-hari. Sabun dan air dapat menghilangkan berbagai
kotoran dari permukaan kulit termasuk bakteri, keringat, sel-sel kulit
yang telah mati dan sisa kosmetik. Berdasarkan jenisnya, sabun
dibedakan atas dua macam yaitu sabun padat dan sabun cair (Hambali
et al., 2005). Sabun transparan, sabun opaque, dan sabun kertas dengan
berbagai bentuk dan warna merupakan contoh dari sabun padat.
Spesifikasi persyaratan mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun
menurut SNI 3532 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel.2.4 Syarat mutu sabun menurut SNI (BSN,2016)


NO Kriteria Uji Satuan Mutu
1 Kadar Air % Fraksi massa Maks 15
2 Asam Lemak Bebas (Dihitung % Fraksi massa Maks 2,5
asam oleat)

3 Alkali bebas (dihitung sebagai % Fraksi massa Maks 0,1


NaOH)
4 Total Lemak % Fraksi massa Min 65,0
5 Bahan Tak Larut dalam Etanol % Fraksi massa Maks 5,0
6 Kadar Klorida % Fraksi massa Maks 1,0
7 Lemak tidak tersabunkan % Fraksi massa Maks 0,5

Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.5. Monografi Bahan
2.5.1. Minyak Kelapa (Coconut Oil)
Padat pada suhu di bawah 76 ° F (24 ° C), ini adalah minyak dengan berat
medium dengan masa simpan sekitar 2–4 tahun. Pada kulit, minyak kelapa
mengandung beberapa antioksidan yang sangat kuat yang dapat membantu
mencegah penuaan kulit, dan membantu memperbaiki kerusakan yang
disebabkan oleh cahaya dan radiasi. Dapat melembutkan, melembabkan, dan
menenangkan kulit pecah-pecah dan gatal. Dalam sabun, minyak kelapa
menciptakan banyak gelembung besar. Meskipun membuat sabun batang
yang keras, namun sangat cepat larut dalam air, membuatnya menjadi sabun
yang bagus untuk kondisi air yang keras. Sangat baik dalam pembersihan dan
dalam penambahan jumlah banyak bisa sangat mengeringkan kulit (Padang
SIR, 2018).

Tabel 2.5 komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa(Padang SIR, 2018).


Fatty Acid Pesentase (%)
Lauric 54
Linoleic 2 2
Myristic 23 23
Oleic 8 8
Palmitic 8 8
Stearic 5 5
Iodine value 8 8

2.5.2. Minyak Sawit ( Palm Oil)


Minyak kelapa sawit juga dikenal sebagai lemak sayur karena menghasilkan
sabun yang mirip dengan sabun yang diproduksi oleh lemak sapi (juga dikenal
sebagai lemak sapi), termasuk kekerasannya dan busa krim. Minyak jenuh
dan harus dilelehkan, diaduk atau dikocok karena cenderung terpisah dalam
bentuk padatnya. Minyak sawit baik untuk mendapatkan kekerasan. Gunakan
20 hingga 30 persen minyak sawit dalam kombinasi dengan minyak kelapa,
zaitun,atau minyak biji bunga matahari. Sabun yang dihasilkan ringan, keras,
menghasilkan busa yang stabil dan lembut, dan menghasilkan beberapa
gelembung. Ketika sering digunakan, sabun yang dibuat dengan minyak
Institut Sains dan Teknologi Nasional
kelapa sawit baik untuk kulit kering dan rusak akibat sinar matahari (Padang
SIR, 2018).
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit (Padang SIR, 2018)
Fatty acid Persentase (%)
Linoleic 11
Myristic 14
Oleic 40
Palmitic 30
Stearic 4
Iodine value 50

2.5.3. Minyak Biji Bunga Matahri (Sunflower Oil)


Minyak Biji Bunga Matahari berwarna kuning terang dan bening dengan rasa
hambar. Minyak Biji Bunga Matahari berguna untuk melembabkan kulit.
Minyak bBiji Bunga Matahari memiliki nilai saponifikasi 180-200 dan titik
leleh -18 C.Memiliki bilangan Iodin 125-140. Inkompatibilitas dari Minyak
Biji Bunga Matahari adalah ketidakstabilan oksidatif minyak Biji Bunga
Matahari berkurang dengan adanya besi oksidatif dan seng oksida.

2.5.4. Minyak Canola


Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan
semakin meningkat penggunaan serta pengolahannya pada tahun 1960
(Rieger, dkk., 2002).Canola (Brassicca napus L.) adalah salah satu tanaman
biji yang dibudidayakan di seluruh dunia terutama di Kanada, selain bunga
matahari, biji anggur, zaitun dan kedelai. Minyak canola dipilih secara
genetik untuk kandungan rendah asam lemak tidak jenuhkarena rendah
kolestrol dan dapat diformulasikan dalam pembuatan kosmetik dan sabun.
Minyak canola juga mengandung omega 3 dan omega 6 (Rowe, dkk.,
2006)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Tabel 2.7 Kandungan nilai minyak kanola (Rowe et al., 2016)
Sifat Khas Nilai Kandungan Minyak
Kanol
Nilai asam 40,5
Kepadatan (g/m³) 0,913-0,917
Asam erusat (%) 42
Titik Nyala (⁰C) 290-3308
Asam Lemak (%) 40,05
Titik beku (⁰C) 10-28
Jumlah Yodium 94-126
Indeks 1.465-1.469
Nilai Penyabnan 186-198
Kelarutan Larut dalam kloroform dan eter,
praktis tidak larut dalam etanol
(95%)
Viskositas (cp) 77,3-78,3

2.5.5. Sodium Lactate


Sodium laktat yang mudah menyerap kelembaban , maka digunakan sebagai
pelembab pada insustri kosmetika seperti pada lotion selain
glycerin(Majestic mountain sage,co.ltd.,2012)

2.5.6. Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium Hidroksida juga dikenal sebagai basa kuat atau sodium hidroksida
merupakan jenis basa logam kuat. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri.
Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu,
kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium
hidroksida juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia (Williams dan Schmitt, 2011).
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, erpihan, dan butiran. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan
Institut Sains dan Teknologi Nasional
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam
air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH
meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas Wade dan Weller, 1994).
Ion Na+ dari NaOH bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun,
(Cavith, 2001).
Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus tepat jumlahnya.
Apabila NaOH terlalu pekat atau berlebih maka alkali bebas yang tidak
berikatan dengan asam lemak akan terlalu tinggi sehingga memberikan
pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu sedikit jumlahnya, maka sabun yang dihasilkan akan
mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak yang tinggi dapat
menggangu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan
(Kirk dkk., 1952).

2.5.7. Aquadest
Air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat tercampur
dengan fraksi lema. Winarno (1997) menyebutan bahwa sebuah molekul
air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovelen dengan dua
atom hidrogen. Air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua
atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang
hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya
energi listrik, atau zat kimia, seperti logam kalium.

2.5.8. Minyak Lavender


Minyak lavender / lavender oil / oleum lavandulae, adalah minyak atsiri
yang diperoleh dari penyulingan uap pucuk berbunga yang segar Lavandula
officinalis Chaix ex Villars (Lavandula vera De Candolle) (Fam. Labiatae).
Pemerian: cairan; tidak berwarna atau berwarna kuning; bau dan rasa khas
bunga lavender . Kelarutan dalam etanol: larut dalam 4 bagian volume
etanol (70%) P. Kegunaan : pewangi (Hapsari RE, 2015).

2.5.9. Pewarna Mika Mineral


Mika adalah nama mineral yang diberikan kepada sekelompok mineral yang
secara fisik dan kimia serupa. Mereka semua adalah mineral silikat, yang

Institut Sains dan Teknologi Nasional


dikenal sebagai lembaran silikat karena terbentuk dalam lapisan yang
berbeda. Mica cukup ringan dan relatif lembut, dan lembaran dan serpihan
mika fleksibel. Mica tahan panas dan tidak menghantarkan listrik. Ada 37
mineral mika yang berbeda. Yang paling umum termasuk: ungu lepidolit,
biotit hitam, phlogopite coklat dan muskovit bening (MEC, 2019).

2.6. Evaluasi Sabun


2.6.1. Uji Stabilitas Fisik
Uji stabilitas fisik dilakukan dengan menggunakan metode freeze thaw
cycling dengan menyimpan sediaan pada suhu 4°C dan 40°C masing-masing
selama 24 jam (Pramesti AN, 2016). Uji yang dilakukan meliputi
organoleptis dan tinggi busa.
a. Organoleptik
Uji ini dilakukan dengan dilihat warna , bau , dan bentuk sediaan
(Sukawaty et al., 2016)

b. Busa
Busa (Foam) adalah system disperse yang terdiri atas gelembung gas
yang dibungkus oleh lapisan cairan (Grace, 2010). Busa merupakan
salah satu parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu
sabun. Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai
oleh konsumen. Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa
untuk mempertahankan parameter utamanya dalam keadaan konstan
selama waktu tertentu. Parameter tersebut meliputi ukuran gelembung
, kandungan cairan dan total volume busa. (Exerowa, 1998 dalam
Grace,2010).
2.6.2. Uji Stabilitas Kimia
a. pH
Uji dilakukan dengan mengguanakan pH meter . pH yang baik untuk
sabun padat adalah 9 – 11 ( Widyasanti, 2018). Uji ini dilakukan di
minggu terakhir setelah cycling test.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


b. Kadar Air
Uji Kadar air yang dilakukan adalah uji kadar air dengan metode
gravimetri (oven) yaitu dengan menentukan berat sample yang hilang
setelah ditempatkan pada oven (iconvention , vacuum, atau
microwave) selama waktu tertentu. Prinsip pada metode ini adalah
dengan menguapkan air yang ada dalam bahan dengan memanfaatkan
pemanasan pada suhu 105 C selama waktu tertentu hingga tercapai
berat yang konstan. Selisish antara berat awal dan berat setelah
pemanasan merupakan kadar air (Astuti,2007)

c. Bahan Tak Larut Dalam Etanol


Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH)
dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan
adalah CH3CH2OH yang disebut metil alkohol (metanol), C2H5OH
yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH yang disebut
isopropil alkohol (IPA) atau propanol2. Dalam dunia perdagangan
yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol
dengan rumus kimia C2H5OH (Rama, 2008). Etanol disebut juga etil
alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik
didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan
dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997.Kadar bahan tak larut
dalam etanol yang boleh terdapat pada sabun adalah maksimal 5,0 %
(SNI,206)

d. Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh
sabun,, tetapi tidak teerikat sebagai senyawa natrium maupu senyawa
trigliserida (lemak netral) (SNI,2016). Jumlah asam lemak merupakan
jumlah total seluruh asam lemak yang telah ataupun yang belum
bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai
kandungan total asam lemak maksimal 70%. Hal ini berarti bahan –

Institut Sains dan Teknologi Nasional


bahan yang di tambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan
sabun kurang dari 30%.(Qisti, 2009)
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai
senyawa.Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak boleh melebihi
0,14% untuk sabun Kalium (Kamikaze, 2002). Hal ini disebabkan
karena alkali memiliki sifat yang keras dan dapat menyebabkan iritasi
pada kulit. Kelebihan alkali pada sabun dapat disebabkan karena
konsentrasi alkali yang terlalu pekat atau penambahan alkali yang
berlebihan pada proses penyabunan. Sabun dengan kadar alkali yang
lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci (Kamikaze,
2002). Acuan pengujian kadar alkali bebas adalah SNI 06-353-1994.
Dasar pelaksanaannya adalah menghitung kelebihan basa/alkali yang
berada dalam sabun sebagai alkali bebas.

e. Kadar Klorida
Zat khlor berbentuk gas berwarna biru kehijauan dan bersifat racun
keras.Ion klorida dapat menembus membrane sel dengan leluasa dan
keluar masuk memoranda sel secara pasif mendampingi Kalium dan
Natrium (Djaeni sediautaa,1991). Kadar klorida yang di perbolehkan
terkandung dalam sabun adalah maksimal 1,0 % (SNI,2016).

2.6.3. Hedonik (Kesukaan)


Uji kesukaan didimana dibutuhkan 30 orang responden
(Uzwatania,2018) kualifikasinya yaitu dewasa 17-25 tahun
(Depkes,209) dengan perbandingan 15 orang pria dan 15 orang
wanita. Untuk menilai suka atau tidaknya sabun padat yang telah
dibuat muali dari warna , aroma , tekstur , dan banyaknya busa yang
dihasilkan.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Semi Solid, Laboratorium
Farmasetika, Laboratorium Analisa Farmasi Institut Sains dan Teknologi
Nasional Jakarta. Penelitian dilakukan bulan Juli 2019 sampai dengan bulan
November 2019.

3.2. Bahan dan Alat


3.2.1. Bahan
a) Minyak jelantah di dapatkan dari minyak bekas menggoreng gorengan
di katering milik keluarga. Pengumpulan minyak jelantah di lakukan
selama 2 minggu sebelum penelitian di mulai.
b) Sampel kulit jeruk di dapatkan dari kulit jeruk bekas yang ada di kantin
PT. Hexpharm Jaya Laboratories. Pengumpulan dilakukan selama 2
hari.
c) Minyak kelapa , Minyak kelapa sawit , Minyak biji bunga matahari ,
Minyak Kanola , Sodium Laktat , Natrium Hidroksida (NaOH) ,
Aquadest , HCl 0,1 N , KOH 0,1 N , AgNO3 0,1 N , Indikator PP
,Alkohol Netral , Kalium Kromat (K2CrO4)

3.2.2. Alat
Timbangan analitik (CHQ), Hand Blender (Philips), batang pengaduk
, PH meter (Ezodo), sendok tanduk, cawan uap, cawan petri, Tabung
reaksi, pipet tetes, buret, Beaker glass ,Gelas ukur,
Erlenmeyer,Bunsen,Alumuniumfoil, Oven (Memmert), Lemari
pendingin (Sharp), Vortex , Cetakan sabun.

3.3. Prinsip Penelitian


Limbah kulit jeruk yang di ambil dari PT.Hexpharm Jaya Laboratories
dijadikan arang dengan cara di cuci bersih, kemudian di potong
kecilkecil.Kulit jeruk yang telah di potong kemudian dikeringkan di bawah
sinar matahari langsung 3 hari. Kulit jeruk yang telah di keringkan kemudian

Institut Sains dan Teknologi Nasional


di haluskan menggunakan bantuan blender hingga halus, setelah halus serbuk
kulit jeurk tesebut di keringkan menggunakan oven dengan suhu 105 C
selama ± 3jam.
Pemurnian minyak jelantah dengan mencampurkan minyak jelantah dengan
arang limbah kulit jeruk,pembuatan sabun mandi padat , Uji stabilitas fisik
menggunakan metode Cycling test yang dilakukan selama 6 siklus.Disetiap
siklusnya dilakukan pengamatan terhadap karakteristik sabun yaitu : uji
organoleptis, busa.

3.4. Metode dan Tahapan Penelitian


3.4.1. Determinasi Kulit Jeruk
Determinasi Kulit Jeruk dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI –
Cibinong, Bogor.

3.4.2. Pembuatan Arang Kulit Jeruk


Pembuatan arang kulit jeruk dilakukan dengan cara pengumpulan limbah
kulit jeruk di PT.Hexpharm Jaya Laboratories selama 2 hari, hingga di dapat
bobot kulit jeruk sebanyak 2 kg. Kulit jeruk yang terkumpul kemudian di
cuci dan di bersihkan dari pengotor lalu di potong kecil-kecil. Selanjutnya
kulit jeruk tesebut di keringkan dibawah sinar matahari 3 hari .Kulit jeruk
yang telah kering kemudian di haluskan hingga menjadi serbuk dengan
menggunakan blender. Serbuk kulit jeruk yang di dapat kemudian di saring
menggunakan mesh 40 , lalu keringkan kembali menggunakan oven selama
3 jam pada suhu 105 C.
Serbuk arang kulit jeruk yang telah kering kemudian didinginkan.

3.4.3. Pemurnian Minyak Jelantah


Pemurnian minyak jelantah dilakukan dengan menimbang sebanyak 500
gram minyak jelantah yang di dapat dari minyak sawit bekas, lalu
tambahkan serbuk arang kulit jeruk manis secukupnya kemudian di aduk
sampai rata. Kemudian saring campuran tersebut menggunakan kertas
saring hingga di dapat minyak sawit bersih.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


3.4.4. Pemeriksaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan sabun padat ini berdasarkan
Farmakope Indonesia Edisi IV dan Handbook of Pharmaceutical Exipients
dilampirkan pada Certificate of Analysis

3.4.5. Formula Sabun


Tabel 3.1 Formula Sabun
Bahan F1 (gram) F2 (gram)
Coconut oil 22,75 22,75
Palm oil 19,50 -
Minyak jelantah - 19,50
Canola oil 13 13
Sunflower oil 9,75 9,75
NaOH 9,49 9,49
Aquadest 22,15 22,15
Sod lactate 1,95 1,95
Fragrance 0,65 0,65
Pewarna 0,65 0,65

(Sumber : Modifikasi Formulasi Standar dari Apriyani 2018 dan Agtalis


2018)

3.4.6. Pembuatan Sabun padat


Ditimbang semua bahan, kemudian dilarutkan NaOH dalam aquadest secara
perlahan. Kemudian dibuat fase minyak dengan cara campurkan minyak
kelapa atau minyak jelantah (hasil pemurnian),minyak kelapa sawit, minyak
biji bunga matahari , dan minyak canola lalu di aduk menggunakan hand
blender hingga tercampur rata kemudian Kedalam campuran tersebut di
tambahkan larutan NaOH dan Sodium Laktat lalu diaduk kembali
menggunakan hand blender (lakukan dengan cepat) hingga terbentuk massa
sabu (trace). Buat campuran warna dengan cara ambil sedikit masa sabun
dan mencampurkan dengan pewarna aduk hingga rata. Kemudian
diitambahkan kedalam massa sabun dan diaduk kembali hingga rata.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Ditambahkan esensial oil dan aduk kembali menggunakan batang
pengaduk.
Tuangkan sabun kedalam cetakan dan diamkan menegeras selama 24
jam.Lakukan proses curing selama 4 minggu.

3.4.7. Uji Stabilitas


Uji Stabilitas yang dilakukan menggunakan metode cycling test ini
dilakukan dengan menyimpan sediaan sabun padat pada suhu 4 C dan
40 C masing masing selama 24 jam. Metode ini dilakukan selama 6 siklus
(Pramesti AN, 2016).Uji yang dilakukan meliputi Organoleptis dan Uji tingi
busa dan stabilitas busa.

3.4.8. Evaluasi Sabun Padat


3.4.8.1. Uji Stabilitas Fisik
1. Uji Organoleptis
Pengujian dilakukan dengan melakukan pengamatan secara visual
terhadap konsistensi, bau, warna, dan ada tidaknya pemisahan.
Pengujian dilakukan setelah curring time 4 minggu dan setelah
cyclinf test.

2. Uji Tinggi dan Stabilitas Busa


Sebanyak 1 gram sample sabun padat dimasukan kedalam tabung
reaksi yang berisi 10 ml aquadest, kemudian dikocok dengan
vortex 1 menit. Busa yang terbentuk diukur dengan menggunakan
penggaris (tinggi awal.Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam
(tingi busa akhir). Kemudian stabilitas dihitung dengan rumus
(Piyali et al 1999 dalam Jannah 2009). Pengujian dilakukan setelah
proses cycling test.
3.4.8.2. Uji Stabilitas Kimia
1. Uji pH
Uji ini dilakukan dengan cara 1 gram sabun dimasukan kedalam
gelas kimia.Ditambahkan aquadest dengan pH 7 sebanyak 10 ml
dan di aduk samapi larut.Kemudian dilakukan pengujian dengan
memasukan pH meter yang telah di kalibrasi dengan pH 4,7,10

Institut Sains dan Teknologi Nasional


.Selanjutnya pH meter didiamkan beberapa saat hingga didapatkan
pH yang tetap ( Laeha 2013).Pengujian dilakukan di akhir masa
cycling test

2. Uji kadar Air


Dipanaskan cawan uap pada suhu 105 C selama 30 menit.
Lakukan pemansan sebanyak 2 kali (duplo) hingga di dapat bobot
konstan.
Kemudian ditimbang 5 gram sample sediaan sabun padat di atas
cawan , lalu di panaskan pada suhu 105 C selama 1 jam. Hasil
pemanasan didinginkan , kemudian di timbang. (SNI 3532;2016)
Hitung kadar air

𝑏1 − 𝑏2
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 ∶ 𝑥 100 %
𝑏1

Keterangan :
Kadar air dalam satuan % fraksi massa
b1 adalah bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemanasan,
g
b2 adalah bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan

5. Bahan Tak Larut Dalam Etanol


Dibuat 200 ml alkohol netral dengan cara mendidihkan alkohol
95% , kemudian setelah mendidih biarkan suhu turun menjadi
70 C kedalamnya ditambahkan indikator PP 3 tetes kemudian di
titrasi dengan KOH 0,1 N hingga cairan berubah menjadi merah
muda (pink)
Keringkan kertas saring kedalam oven dengan suhu 100 C -
105 C , kemudian setalh dingin ditimbang
Kemudian ditimbang 5 gram sampel sabun padat kemudian di
tambahkan sebagian larutan alkohol netral aduk hingga sabun
terlarut , setelah larut di saring menggunakan kertas saring . Bilas

Institut Sains dan Teknologi Nasional


erlenmeyer dengan sisa alkohol netra kemudian hasil bilasan di
saring kembali. Simpan filtrat
Keringkan kertas saring dengan residu sabun dalam oven dengan
suhu 105 C selama 3 jam. Hitunglah menggunakan rumus :
𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

=𝑏 2−𝑏0 𝑥 100 %
𝑏1

Keterangan :
Bahan tak larut dalam etanol dalam % Fraksi massa b0 :
adalah bobot kertas saring atau cawan gooch kosong (g) b1
: adalah bobot contoh Uji (g)
b2 : adalah bobot kertas saring atau cawan gooch dengan residu (g)

6. Alkali bebas atau asam lemak bebas


Filtrat hasil penyaringan bahan tak larut dalam etanol di tambahkan
indicator PP , titrasi dengan larutan KOH 0,1 N jika penunjuk PP
tidak berwarna merah. Larutan di titrasi hingga berubah menjadi
merah muda yang stabil dan hitung sebagai asam oleat.. Sebaliknya
titrasi larutan dengan HCL 0,1 N jika penunjuk PP berubah
menjadi warna merah. Larutan di titrasi sampai warna merah hilang
(stabil) dan hitung sebagai NaOH.
(SNI,2016) Perhitungan
:
Alkali Bebas :

40 𝑥 𝑉𝑥𝑁
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥 100
𝑏
Keterangan :
Alkali bebas dalam % Fraksi massa
V : adalah Volume HCL yang digunakan , ml
N : adalah Normalitas HCL yang digunakan
B : adalah bobot contoh uji, mg
40 : adalah berat equivalent

Asam Lemak Bebas

Institut Sains dan Teknologi Nasional


282 𝑥 𝑉 𝑥 𝑁
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥 100 %
𝑏

Keterangan :
Asam Lemak Bebas dalam % Fraksi massa
V : adalah Volume KOH yang digunakan , ml
N : adalah Normalitas KOH yang digunakan
B : adalah bobot contoh uji, mg
282 : adalah berat equivalent asam oleat (C18H34O2)

7. Uji Kadar Klorida (Cl-)


Dilarutkan 5 gram sample sabun padat denga 300 ml aquadest
(didhkan jika diperlukan untuk menyempurnakan pelarutan).
Ditambahkan 25 ml Magnesium Nitrat ditambahkan indicator
Kalium Kromat , kemudian di titrasi dengan AgNO3 sampai
berubah menjadi warna merah muda yang stabil . Catat volume
AgNO3. Hitung dengan menggunakan rumus :

5,85 𝑥 𝑉 𝑥 𝑁
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑖𝑑𝑎 = 𝑥 100 %
𝑏
Keterangan :
Kadar Klorida adalah % Fraksi massa
V : adalah volumen larutan standar AgNO3 yang di pakai untuk
titrasi (ml)
N: adalah normalitas larutan AgNO3 5,85:
adalah bobot equivalent NaCl
b : adalah bobot uji yang digunakan (mg)

8. Uji Hedonik
Uji kesukaan dimana dibutuhkan 30 orang responden dengan
kualifikasi remaja akhir berusia 17 – 25 tahun (Depkes RI, 2009),
masing – masing perbandingannya 15 orang laki – laki dan 15
orang perempuan . Skala penetapan ada 9 yaitu amat sangat suka ,
sangat suka , suka , netral , agak tidak suka , tidak suka , sangat
tidak suka dan amat sangat tidak suka. Suatu sediaan yang telah
dibuat dinilai dari warna , bentuk, dan aroma dari sabun
(Chan,adek 2016)
Institut Sains dan Teknologi Nasional
3.5. Skema Penelitian

Buah jeruk Minyak Jelantah

Kulit jeruk

Pengeringan
dan penghalusan

Serbuk Arang Minyak Minyak


Jelantah murni sawit
pemurnian
pembuatan sabun

Sabun jelantah Sabun sawit

, Curing time
4 minggu

1. Uji tinggi dan Cyling Test


stabilitas busa
2. Organoleptis

Evaluasi Mutu Sabun

− Uji Organoleptik
− Uji PH
− Uji Tinggi dan stabilitas
busa
− Uji Kadar Air
− Uji Bahan tak Larut
dalam Etanol
− Uji Alkali atau Asam
Lemak Bebas
− Uji Kadar Klorida
− Uji hedonik
BAB IV

Institut Sains dan Teknologi Nasional


PEMBAHASAN Commented [1]: tolong tiap poin dibahas jangan hanya
dipaparkan hasilnya, jelaskan mengapa hasil bisa seperti itu,
bandingkan dg penelitian lain
1.1. Hasil Determinasi Tanaman Buah Jeruk (Citrus sinensis L.Osbeck)
Berdasarkan hasil determinasi tanaman di Herbarium Bogoriense Badan
Penelitian dan pengembangan Botani , Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong . Menyatakan benar bahwa tanaman tersebut merupakan
tanaman Jeruk Manis ( Citrus sinensi L. Osbeck)
1.2. Hasil Pembuatan Arang Kulit Jeruk (Citrus sinensis L.Osbeck) Kulit
jeruk manis di dapat dengan cara mengumpumpulkan limbah kulit jeruk di
PT.Hexpharm Jaya Laboratories selama 2 hari berturut – turut , hingga
didapatkan berat sebanyak 2 kg.
Kulit jeruk manis tersebut kemudian di bersihkan dengan cara pencucian
menggunakan air bersih, setelah bersih kulit jeruk manis di potong kecil –
kecil lalu di keringkan dengan cara di jemur di bawah sinar matahari
langsung selama 3 hari berturut- turut.
Proses selanjutnya, kulit jeruk manis di haluskan menggunakan blender .
Serbuk yang telah halus kemudian di ayak menggunakan mesh 40. Hasil
ayakan di keringkan kembali menggunakan oven dengan suhu 105 C
selama 3 Jam dan diperoleh arang kulit Jeruk Manis sebanyak 1 kg.

Tabel 4.1 Organoleptik Arang Kulit Jeruk


Arang Warna Bau Rasa Bentuk
Kulit Jeruk Hitam Khas Pahit Serbuk
Arang agak kasar
(Citrus sinensis
L.)

4.3. Hasil Pemurnian Minyak Jelantah Commented [2]: tampilkan gambar hasil saringan, warna
spt apa mengapa bisa begitu
Disiapkan minyak jelantah sebanyak 500 gram yang kemudian di
Commented [DMK3R2]: mohon maaf bu gambarnya
tambahkan arang kulit jeruk sebanyak 100 gram , kemudian di aduk hingga kurang bagus, karena penyaringnnya dilakukan di rumah , jd
menggunakan wadah yag ada (baskom baru)
minyak jelantah berwarna kehitaman. Campuran tersebut didiamkan ± 5
menit , setelah itu di saring menggunakan kertas saring. Minyak jelantah
hasil penyaringan di saring kembali menggunakan kertas saring. Hasil

Institut Sains dan Teknologi Nasional


penyaringan di gunakan untuk pembuatan sabun padat. dapat dilihat pada
lampiran 10.
Tabel 4.2 Organoleptik Pemurnian Minyak Jelantah
Hasil Warna Bau Rasa Bentuk
Minyak Jelantah Cokelat Bau khas Hambar Cairan
hasil pemurnian kehitaman minyak kental

jelantah

4.4. Pemeriksaan Bahan Baku


Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada FI V dan Certificate of
Analyze (CoA) yang terdapat pada lampiran. Berdasarkan hasil
pemeriksaan bahan baku , bahan – bahan tersebut memenuhi persyaratan
untuk digunakan dalam pembuatan sabun padat.

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku


Nama Bahan Hasil Literatur (FI 5)
Minyak Jelantah Cairan coklat kehitaman, -
Bening
Minyak Kelapa Cairan bening tidak Ciran kuning pucat
sampai tidak berwarna
berwarna
Minyak Sawit Cairan kuning, bening Warna kuning
Minyak Biji Cairan kuning terang , Berwarna kuning
bening
Bunga Matahari terang dan bening
NaOH Kristal putih Berwarna putih, keras,
rapuh dan terlihat retak

Aquadest Cairan bening , tidak Bening , tidak berwarna


berwarna , tidak berbau , , tidak
tidak berasa
berbau, tidak berasa

4.5. Hasil Pembuatan sabun Padat


Tujuan pembuatan sabun ini agar dapat mengetahui apakah penggunaan
minyak jelantah sebagai basis pembuatan sabun menghasilkan sabun
dengan karakteristik yang baik atau tidak , serta untuk mengetahui

Institut Sains dan Teknologi Nasional


perbandingan mutu sabun yang di hasilkan dengan parameter yang ada.
Gambar 4.1 Hasil pembuatan Sabun

F1 F2 SawitBekas
Sabun minyak
Sabun minyak Sawit Bersih
(Jelantah)

4.6. Hasil Uji stabilitas


Uji stabilitas yang dilakukan menggunakan metode cycling test, dimana pada
tahap ini dilakukan uji organoleptik dan uji tinggi busa selama 6 siklus.Hasil
uji dapat dilihat pada table di bawah ini :
4.6.1. Organoleptik
Tabel 4.4 Hasil Organoleptik
Formula Paramete Siklus
Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Sklus 6
r 1
Konsistens Agak Padat , Padat , Padat , Padat , Padat ,
Formula I i Lunak keras keras keras keras keras

Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih


Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu
Aroma Lavender Lavende Lavende Lavende Aroma Aroma
r r r lavende lavende

r r sedikit
sedikit hilang

hilang

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Konsistens Agak Padat , Padat , Padat , Padat , Padat ,
Formula i Lunak keras keras keras keras keras

II Warna Putih Putih Putih Kekunin kekunin kekunin


Hijau Hijau Hijau gan Hijau gan gan
Hijau Hijau

Aroma Green Green Green Wangi Wangi Tengik


Tea Tea Tea memuda green
tea
r hilang

Tidak terjadi perubahan pada sabun dengan F1 selama proses cycling


berlangsung, yang menandakan sabun memiliki stabilitas yangbaik .
Sedangkan pada sabun dengan F2 mulai terjadi perubahan warna dan aroma
pada siklus ke-4 sampai ke-6. .Perubahan yang terjadi pada kedua Formula
diduga disebabkan oleh penyimpanan sediaan pada suhu ekstrem secara
bergantian.Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi stabilitas sutau
poduk,dengan adanya perubahan suhu dapat mempengaruhi stabilitas fisik
pada sediaan (Dini,2015). Dapat pula berasal dari hasil lanjut reaksi oksidasi
asam lemak yang terdapat dalam sabun . Menurut Ketaren (1986), proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak atau lemak.

4.6.2. Uji Tinggi dan Stabilitas Busa


Tabel 4.5 Hasil Uji tinggi busa (cm)
Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam

F1 11 10,7 10 9,3 11 10,5 11,2 10,6 10,6 9,8 11 10,2


F2 9,6 9 10,9 10 9,8 9,2 10,8 9,9 10 9,2 10,5 9.3

Gambar 4.2 Presentase stabilitas busa

Institut Sains dan Teknologi Nasional


98

96

94 silkul 1
Siklus 2
92
Siklus 3
97.3
90 95.5 Siklus 4
94.7
93.7 93.9 Siklus 5
93 92.5 92.8
88 91.8 91.7 92
Siklus 6
86 88.6

84
F1 F2

Pada grafik diatas menunjukan presentase stabilitas busa sabun setelah 1 jam.
Untuk sabun F1 dan F1 memiliki presentase stabilitas busa lebih dari 70%
mulai dari siklus ke 1 samai siklus ke-6.
Dari hasil yang di peroleh, dapat di katakan bahwa sabun yang di hasilkan
memiliki stabilitas busa yang baik karena memiliki stabilitas busa lebih dari Commented [4]: hasil evaluasi sabun ditulis dahulu krn
dilakukan dahulu setelah itu hasil uji stabilitas
60-70% setelah di diamkan selama 1 jam .
Commented [5]: penampakan fisik bentuk seperti apa?
warna merata? homogen atau ada bintik2? jelaskan detil..
hasil uji organoleptis dpt dilihat pada Lampiran ...(cantumkan
akhir paragraf) --> berlaku juga untuk hasil pengamatan lain
yg Abda cantumkan pada Lampiran harus ditambahkan
4.7. Hasil Evaluasi Sabun keterangan pada Bab 4

4.7.1. Organoleptis Commented [DMK6R5]: ada fotonya bu , tapi karena


terhapus di whatsap, jd tidk bisa di download lagi bu..

Setelah proses cycling test terjadi perubahan aroma pada sabun dengan
Formula I, serta terjadi perubahan warna dan aroma pada sabun dengan
Formula II.Perubahan yang terjadi pada kedua Formula diduga disebabkan
oleh penyimpanan sediaan pada suhu ekstrem secara bergantian.Suhu
merupakan faktor penting yang mempengaruhi stabilitas sutau
poduk,dengan adanya perubahan suhu dapat mempengaruhi stabilitas fisik
pada sediaan (Dini,2015). Dapat pula berasal dari hasil lanjut reaksi oksidasi
asam lemak yang terdapat dalam sabun . Menurut Ketaren (1986), proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak atau lemak.

Hasil evaluasi organoleptik sabun dapat di lihat pada tabel berikut Commented [7]: sehingga mengakibatkan bau menjadi
bagaimana???

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun (Setelah Cycling test )
Hasil Parameter
Organolep Formula Konsistensi Warna Aroma
tik

Hasil F1 Padat , keras Putih Ungu Aroma


Lavender
sedikit hilang

F2 Padat , Keras Kuning Hijau Tengik

Pada umumnya , orang menyukai sabun yang memiliki warna yang menarik
dan aromanya harum (Rahadia , 2006)

4.7.2. pH
pH sabun padat umumnya adalah antara 9 – 11 ( SNI:2016).Dari pengujian
pH sabun yang dilakukan setelah masa cycling test menunjukan pH sabun 0
sesuai dengan parameter yang ada yaitu 9.63 untuk sabun dengan Formula
I dan 9.22 untuk sabun dengan Formula II. pH pada sabun yang dihasilkan
termasuk dalam batas yang aman , sabun dengan pH yang relative basa
tersebut memungkinkan sabun berpotensi memiliki kemampuan membuka
pori pori kulit saat digunakan yang memudahkan kotoran keluar dan terikat
bersama busa sabun.

Tabel 4.6 Hasil pengujian PH sabun


No Formula PH
1 Formula I 9.63
2 Formula II 9.22

pH merupakan indikator potensi iritasi pada sabun. pH yang relative basa


dapat membantu kulit untuk membuka pori – porinya (Setyoningrum,2010).
pH yang terlalu tinggi (>11) dapat menimbulkan kerusakan pada kulit
apabila kontak terlalu lama.pH kulit akan naik beberapa menit setelah
terkena cairan sabun meskipun sudah dibilas dengan air.Pengasaman

Institut Sains dan Teknologi Nasional


kembali akan terjadi setelah lima atau sepuluh menit, dan setelah 30 menit
pH kulit akan kembali normal ( Wasitatmaja,1997 ). pH yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan membengkaknya keratin sehingga memudahkan
masuknya bakteri yang menyebabkan kulit menjadi kering dan pecah –
pecah, sedangkan sabun dengan pH yang terlalu rendah (≤ 9) dapat
menyebabkan iritasi kulit (Kurnia;Hakim,2010) Commented [8]: terlalu rendah/tinggi itu berapa?? bahas
bgm pengaruh pH sabun buatan Anda??

4.7.3. Hasil Uji Tinggi dan Stabilitas Busa


Syarat tinggi busa yaitu 1,3 – 22 cm (Apgar,2010). Dari hasil pengujian di
dapatkan sabun berbahan dasar minyak kelapa sawit bersih memiliki busa
yang lebih tinggi di bandingkan dengan sabun berbahan dasar minyak
jelantah, dapat dilihat pada gambar berikut :
Tabel 4.2 Hasil pengujian Tinggi
Formula Waktu

0 Jam 1 Jam
F1 11 10,2

F2 10,5 9,3

Gambar 4.3 Grafik Presentase Stabilitas Busa

Presentase stabilitas Busa


94
93
92
91
90 Presentase stabilitas
89 92.73 Busa
88
87 88.58
86
Sabun M. Jelantah Sabun M. Bersih

Stabilitas busa dinyatakan sebagai ketahanan suatu gelembung untuk


stabilitas busa setelah lima menit busa harus mampu bertahan antara 6070%
dari volume awal (Dragon et al., 1969).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Pada grafik diatas menunjukan presentase stabilitas busa sabun setelah 1
jam. Untuk sabun berbahan dasar Minyak Jelantah memiliki stabilitas busa
sebesar 88.58 % dan pada sabun berbahan dasar minyak sawit bersih
memiliki stabilitas busa sebesar 92.73 %.
Dari hasil yang di peroleh, dapat di katakan bahwa sabun yang di hasilkan
memiliki stabilitas busa yang baik karena memiliki stabilitas busa lebih dari
60-70% setelah di diamkan selama 1 jam . Tujuan pengujian busa untuk
melihat daya busa dari sabun yang dibuat. Busa yang stabil dalam waktu
lama lebih diinginkan karena busa dapat membantu membersihkan tubuh
(Pradipto, 2009). Commented [9]: bahas tujuan dilakukan uji sabilitas busa
pada mutu produk?? pengaruh busa pada fungsi dibuatnya
sabun apa?
4.7.4. Hasil Uji Kadar Air
Gambar 4.4 Hasil pengujian Kadar Air
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3 0.6
0.2
0.1 0.17
0
Sabun Jelantah Sabun Minyak Sawit bersih

Hasil pengujian kadar air menunjukan bahwa sabun dengan bahan dasar
minyak jelantah dan sabun dengan bahan dasar minyak bersih memiliki
kadar air yang sesui dengan syarat mutu sabun menurut SNI:2016 , yaitu
maksimal 15 %. Kadar air pada sabun di pengaruhi oleh air yang digunakan
sebagai bahan baku (Rahadia,2006). Kadar air mempengaruhi kekerasan
pada sabun yang di hasilkan. Semakin tinggi kadar air sabun , maka
kekerasan sabun akan semakin lunak. Sebaliknya semakin rendah kadar air
pada sabun akan membuat sabun akan semakin keras.

4.7.5. Hasil Uji Bahan Tak Larut dalam Etanol


Berdasarkan hasil pengujian menunjukan sabun mengandung bahan tak
larut dalam etanol yang tidak melebihi kadar yang di perbolehkan menurut
SNI-2016 yaitu maksimal 5,0. Dimana terdapat 0,8 % bahan tak larut dalam

Institut Sains dan Teknologi Nasional


etanol pada sabun berbahan dasar minyak jelantah dan terdapat 1,6% bahan
tak larut dalam etanol pada sabun berbahan dasar minyak sawit bersih.
Adanya bahan tak larut dalam etanol , di duga karena penggunaan minyak
kanola sebagai bahan pembuatannya. Dimana minyak kanola bersifat
praktis tidak larut dalam etanol (95%) (Rowe, et al., (2006)

Gambar 4.5 Hasil pengujian Bahan Tak Larut dalam Etanol


2

1.5

1
1.6
0.5
0.8

0
Sabun Jelantah Sabun Minyak Sawit bersih

4.7.6. Hasil Uji Alkali Bebas dan Asam Lemak Bebas


Dari pengujian yang dilakukan di dapatkan hasil yang berbeda antara sabun
padat dengan bahan dasar minyak jelantah dan sabun padat dengan bahan
dasar minyak kelapa sawit bersih. Sabun dengan bahan dasar minyak
jelantah positiv mengandung alkali bebas sebanyak 0.12 %, hal ini ditandai
dengan menghilangnya warna merah muda pada larutan sample saat di
titrasi dengan HCl 0.1 N.Kadar alkali bebas yang terkandung pada sabun
padat dengan bahan dasar minyak jelantah ini tidak melebihi kadar yang di
perbolehkan menurut SNI 3532 – 2016 yaitu maksimal 2,5 %. Kelebihan
alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada
proses pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi dari standar dapat
menyebabkan iritasi pada kulit (Hambali,dkk.,2004). Adanya alkali bebas
pada sabun berbahan minyak jelantah ini menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sabun selama penyimpanannya.
Hasil pengujian kadar alkali bebas dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.6 Hasil pengujian Alkali Bebas

Institut Sains dan Teknologi Nasional


0.14
0.12
0.1
0.08
0.06 0.12
0.04
0.02
0
Sabun Jelantah

Berbeda dengan sabun berbahan dasar minyak jelantah , sabun padat dengan
bahan dasar minyak kelapa sawit bersih posistif mengandung Asam Lemak
Bebas sebanyak 2 %, kadar yang di dapat tidak melebihi syarat Asam
Lemak Bebas yang diperbolehkan menurut SNI 3532 – 2016 dimana kadar
maksimalnya adalah 2,5 %. Asam lemak yang terkandung dalam sabun
yang dihasilkan berasal dari asam stearat dan asam palmitat yang
terkandung pada minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun padat). Hasil pengujian Asam Lemak Bebas dapat dilihat
pada table berikut :

Gambar 4.7 Hasil pengujian Asam Lemak Bebas


2.5
2
1.5
1 2
0.5
0
Sabun Minyak
Sawit bersih

4.7.7. Hasil Uji Kadar Klorida


Pengujian terhadap kadar Klorida dilakukan untuk mengetahui kadar
chloride yang terkandung dalam sabun yang dibuat, hasil dapat di lihat pada
gambar berikut:
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Kadar Chlorida

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Kadar Chlorida
2.5
2
1.5
1 2.2 Kadar Chlorida
1.6
0.5
0
Sabun M.Jelantah Sabun M.Bersih

Dapat dilihat bahwa hasil pengujian menunjukan kadar klorida yang


terkandung pada sabun yaitu 1,6 % pada sabun berbahan dasar minyak sawit
bersih dan 2,2 % pada sabun berbahan dasar minyak jelantah. Kadar tesebut
melebihi standar yang di perbolehkan dimana kadar maksimal adalah 1,0%
(SNI,2016). Hal ini diperkirakan karena kadar klorida dalam akuadest yang
digunakan dalam proses pembuatan sabun cukup tinggi (Firempong, C K Commented [10]: side effect klorida tinggi apa?

and Mak-Mensah, 2011; Vivian, Nathan, Osano, Mesopirr, & Omwoyo,


2014) . Kadar chlorida yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pada kulit ,
karena Chlorida bersifat korosif.

4.7.8. Hasil Uji Hedonik


Uji Hedonik dimana dibutuhkan 30 orang responden dengan kualifikasi
remaja akhir berusia 17 – 25 tahun (Depkes RI, 2009), masing – masing
perbandingannya 15 orang laki – laki dan 15 orang perempuan . Skala
penetapan ada 9 yaitu amat sangat suka , sangat suka , suka , netral , agak
tidak suka , tidak suka , sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Suatu
sediaan yang telah dibuat dinilai dari warna , bentuk, dan aroma dari sabun
(Chan,adek 2016)
Berikut hasil data Uji Hedonik yang diperoleh dari 30 Responden
berdasarkan parameternya masing – masing:

Tabel 4.7 Tabel hasil Uji Hedonik parameter Warna

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Parameter Skala Total skor Total skor
Numerik (F1) (F2)
WARNA 1 - -

2 - 2

3 - 27

4 - 24

5 15 30

6 6 12

7 35 -

8 88 -

9 36 -

Total skor 180 95

Tabel 4.8 Tabel hasil Uji Hedonik parameter Aroma


Parameter Skala Total skor Total skor
Numerik (F1) (F2)
Aroma 1 - 1
2 - 20
3 - 33
4 8 8
5 30 -
6 18 -
7 21 -
8 24 -
9 108 -
Totak Skor 209 62

Tabel 4.9 Tabel hasil Uji Hedonik parameter Tekstur

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Parameter Skala Total skor Total skor
Numerik (F1) (F2)
Tekstur 1 - 1

2 - 2

3 - 1

4 24

5 55 75

6 6 -

7 70 -

8 16 -

9 - -
Total skor 147 103

Tabel 4.10 Tabel hasil Uji Hedonik parameter Banyak Busa


Parameter Skala Total skor Total skor
Numerik (F1) (F2)
Banyak Busa 1 - -

2 - -

3 - 9

4 4

5 45 60

6 - 18

7 21 28

8 88 8

9 9 -
Total Skor 163 127

Dari data di atas , dapat diketahui bahwa responden lebih menyukai sabun
F1 di bandingkan dengan F2. Hasil bias dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.9 Grafik Skor hasil Uji Hedonik
Institut Sains dan Teknologi Nasional
250

200

150
F1

100 209 F2
180 168
147
127
50 95 103
62

0
Warna Aroma Tekstur Banyak Busa

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Sabun berbahan dasar minyak sawit bersih (F1) memiliki karakteristik yang
lebih baik di bandingkan dengan sabun berbahan dasar minyak jelantah
(F2). Secara Organoleptik sabun dengan Formula 1 lebih stabil dibanding
sabun dengan Formula 2. Dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan
pada saat penyimpanannya.Sabun dengan formula 1 memiliki Ph
2. 9,63 , Presentase Stabilitas busa 92,73% , Kadar air 0,17% , Bahan Tak
larut dalam etanol 1,6% , Kadar Asam Lemak Bebas 2% , dan Kadar Klorida
1,6%.
Sedangkan Sabun dengan formula 2 memiliki pH 9,22 , Presentase
Stabilitas busa 88,58% , Kadar air 0,6% , Bahan Tak larut dalam etanol 0,8%
,Kadar Akali Bebas 0,12% , dan Kadar Klorida 2,2 %.
3. Berdasarkan hasil uji Hedonik sabun dengan Formula 1 lebih disukai
dengan skor untuk parameter warna 180, Aroma 209, Tekstur 147, Banyak
busa 168

5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan SNI No.3532 2016
yang belum dilakukan pada penelitian ini seperti total lemak dan Lemak tak
tersabunkan.
2. Perlu dilakukan pengujian yang menggunakan bakteri uji untuk mengetahui
daya hambat tehadap bakteri-bakteri penyebab gangguan kulit.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


DAFTAR REFERENSI Commented [11]: urutkan abjad supaya mudah
penelusuran
Commented [DMK12R11]:
Angraeni, Nustiana Ika, 2014., Optimasi Formulasi Sabun Bentonit Dengan
Arbonnier, Michel. 2000. Trees, Shrubs and Lianas of West African Dry Zones.
Margraf Publishers GMBH. Paris.
Ashraf, A., Sarfraz, R.A., Anwar, F., Shahid, S.A., 2015. Chemical Composition
And Biological Activities of Leaves of Ziziphus mauritiana L. Native to
Pakistan. Pak. J. Bot Volume47.
Attwood, Devid dan Florence, Alexander T. 2012. FASTtrack: Physical Pharmacy.
2nd edition. Pharmaceutical Press: London, UK.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2008. Keputusan Kepala BDAN
Pengawas Obat dan Makanan Tentang Kosmetik. Jakarta: BPOM
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibaich, H.I.2009. Handbook of Cosmetics Science
and Technology, 3rd Edition. New York : Informa Healthcare USA, Inc.S
Company. INC., Westport, Connecticut
Corredoira, R. A. dan A. R. Pandolfi. 1996. Raw Mareterials and Their
Pretreatment for Soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal Indonesia
Edisi Pertama. Departemen Kesehatan. Jakarta. Hal xxv, xxvi, 172, 174.
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan
Dimpudus SA, Yamlean PVY, Yudistira A. Formulasi Sediaan Sabun Cair
Antiseptik Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Dan Uji
Efektivitasnya Terhadap BakteriStaphylococcus aureus SecaraIn Vitro.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan. Hal 1,5,9,10, 11, 12, 14-17.
Gram Positif Dan Bakteri Gram Negatif.Skripsi.Universitas Hasanuddin Makassar
Gupta, M., dan Singh, R.K. 2013. In-Vitro Antioxidant Activity of The Successive
Extracts Of Ziziphus mauritiana Leaves.
Hambali, E., A. Suryani dan M. Rivai. 2005. Membuat Sabun Transparan untuk
Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hapsari RE. (2015). Optimasi Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Etanolik Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea BatatasL.) DenganKombinasi Basis Beeswax Dan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terj. Libang Kehutanan.
Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan
Ikan Patin (Pangasiusdjambal) dengan Variasi Polysorbate 80 Sebagai Surfaktan.
Media Sains.Volume 7 Nomer2.Halaman 221–226.
Imron, H. S. S. 1985. Sediaan Kosmetik. Direktorat Pembinaan Penelitian
Pengabdian Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.
Irmayanti, Wijayanti, &Arisanti.(2014). Optimasi Formula Sediaan Sabun
J Ilm Farm. 2017;6(3):208-215 khtar, N., Ijaz, S., Khan, H.M.S., Uzair, B., Reich,
A., Khan, B.A. 2016. Ziziphus mauritiana Leaf Extract Emulsion for Skin
Rejuvenation. Pharmacotherapy Group Faculty of Pharmacy University of
Benin.
Jakarta Pusat.
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol.5, No. 3: 125-136 Jurnal Farmasi
Udayana, Vol. 6, No.2, Tahun 2017, 15-17

Ketaren, S. (1986).Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak


(ZiziphusSpina-Christi L.).Prosiding SNaPP2015.
Kirk, R. E., D. F Othmer, J. D Scott and A. Standen. 1954. Encyclopedia of
chemical technology. Vol 12. Interscience Publisher a division of Jhon
Wiley and Sons, Inc., New York. Halaman573-592.

Kombinasi Minyak Kelapa (Coconut Oil) Dan Minyak Kelapa Sawit (PalmOil)
Dengan Menggunakan Simplex Lattice Design. Skripsi. Yogyakarta;
Universitas Gadjah Mada.
Kusriani, Nawawi, &Machter.(2015). Penetapan Kadar SenyawaFenolat Total Dan
AktivitasAntioksidanEkstrakDaun, Buah Dan BijiBidara
Lado, V. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bidara (Ziziphus
mauritiana Lamk.) dengan Metode DPPH (1,1-dyphenil-2picryhydrazyl).
Karya Tulis Ilmiah. Prodi Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang. Kupang
Maakh&Lenggu. (2018). Formulation and antioxidant activity Solid bath Soap
ethanol extract of Bidara Leaves (ZiziphusmauritianaLamk).Health Polytechnic
of Kupang 1st International Confreence.Halaman 491-502.
Mandi Cair Dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana Linn.).Jurnal
Kimia. Volume 8 Nomer 2.
Manis (Cinnamomum Burmanni) Dengan Basis Palm Oil, Coconut Oil Dan Rice
Bran Oil.Skripsi.Universitas Muhammadiyah Malang
Institut Sains dan Teknologi Nasional
MEC. (2019). Mineral Data Base. Dalam
https://mineralseducationcoalition.org/minerals-database/mica/.Diakses pada 27
Juni 2019.
Morton, Julia. 1987. Fruits of Warm Climates. Edisi I. Creative Resource
System.Winterville.
Nafikatus solika, Merry napitupulu,dan siang tandi Gonggo , Bioadsorptsion of
Pb(II) using Tangerine peel (Citrus reticulata)
Najafi, S. 2013. Phytochemical Screening and Antibacterial Activity Of Leaf
Extract Of Ziziphus mauritiana Lam. Faculty of Science University of Zabol.
International Research Journal Of Applied And Basic Sciences.
Najafi, S. 2013. Phytochemical Screening and Antibacterial Activity Of Leaf
Extract Of Ziziphus mauritiana Lam. Faculty of Science University of Zabol.
International Research Journal Of Applied And Basic Sciences.
Padang SIR. (2018). Optimasi Formulasi Sediaan Sabun Batang Scrub Kayu
Pangan.Jakarta:Universitas Indonesia ketaren, S. (2005).minyak dan lemak
pangan.Edisi pertama Jakarta: Universitas Indonesia
Paraffin Wax Menggunakan Metode Sld (SimplexLattice Design). Skripsi. UGM.
Parasuram, K S. 1995. Soap and Detengents. New Delhi: Tata McGraw Hill
Pharmaceutical Press.
Pramesti AN. (2016). Formulasi Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kayu Manis
(Cinnamomum Burmanni) Dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap
Staphylococcus Epidermidismec. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Press,lllinois.
Priani&Lukmayani.(2010).PembuatanSabunTransparantBerbahanDasarMinyak
Jelantah Serta UjiIritasinyaPadaKelinci.Prosiding SnaPP2010.
Publishing Company Limited
Qisti, Rachmiati, 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan
Madu dengan Konsentrasi yang Berbeda, Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rathore, S., Bhatt, S., Suresh Dhyani, D., Jain, A., 2012. Preliminary
Phytochemical Screening of Medicinal Plant Ziziphus mauritiana Lam Fruits.
International Journal Of Current Pharmaceutical Research Volume 4.
RI.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Rita N. (2014). Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe Dari Ekstrak Etanol
Rimpang Lengkuas (Alpinia Galanga L. Wild Dan Uji Aktivitas Terhadap Jamur
Malesezia Sp. Skripsi. Unisba.
Rowe, Raymond C., dkk, ed. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed.
London: Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey dan Sain C Owen. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition. London:
Shrivastava, S.B., 1982, Soap, Detergent and Perfume
Industry, Small Industry Research Institute, New Delhi.
Soaps and Detergents, A Theoretical and Prantical Review. AOCS
Standarisasi Nasional Indonesia, 1994. Standar mutu sabun mandi/sabun padat,
SNI 06-3532:1994.Jakarta:Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complate Drug Reference, 35th ed.
London: Pharmaceutical Press.
Syamsidar HS.(2013) .Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah
Jurnal Teknosains .Volume 7 Nomor 2.Halaman 211.
Terjemahan.FakultasTeknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor
Thieme, J.G. 1968. Coconut Oil Processing. FAO Agriculture
Development,Rome.
Tranggono.(2007) Absorbent Dressing Sponge Berbasis Alginat-Kitosan
Berkurkumin Untuk Luka Derajat Eksudat Sedang-Besar.Universitas Airlangga
hal.6-8
Transparan Ekstrak Lengkuas ( Alpinia Galanga (L.) Willd.) Dan Ekstrak Kulit
Batang Banyuru (Pterospermum Celebicum Miq.) Terhadap Bakteri
Tropical Journal Of Pharmaceutical Research Volume 15.
Van Steenis, C.G.G.J. 2008. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta
Wahyuni S. (2018). Formulasi Dan Uji Aktivitas Anti bakteri Sabun Padat
Warnida, Sapri, Sukawaty, & Dharma.(2014). Formulasi Mikro emulsi Minyak
Williams, D. F., and W. H Schmitt. 2002. Kimia dan Teknologi Industri
Kosmetika dan Produk-Produk Perawatan Diri.
Woodroof, J.G., 1979, Coconut Production Processing Product, AVI Publ.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran 1. Surat Penetapan Dosen Pembimbing dan
Penetapan Judul

Tugas Akhir

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran 2.Surat Izin Penelitian Laboratorium Teknologi Farmasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Laboratorium Kimia Farmasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran 4. Surat Hasil Determinasi dari LIPI

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Institut Sains dan Teknologi Nasional
Lampiran.5 Hasil Pembuatan Sabun

F1 F2

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran.6 Hasil Pengujian pH sabun

NO Larutan sampel Hasil pengujian PH


1 Larutan Sabun F1

2 Larutan Sampel F2

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran.7 Hasil Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa

Lampiran.8 Hasil pengujian Kadar Air

Institut Sains dan Teknologi Nasional


NO F1 F2

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran.9 Hasil Pengujian Bahan Tak Larut Dalam Etanol

Institut Sains dan Teknologi Nasional


Lampiran.10 Hasil penyaringan minyak jelantah

Sebelum di saring Setelah di saring

Institut Sains dan Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai