Anda di halaman 1dari 102

UJI EFEKTIVITAS ANALGETIK SUSPENSI EKSTRAK

KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP


MENCIT PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Menyusun Tugas Akhir (Skripsi) Pada Jurusan Farmasi

Disusun Oleh :

ESTI NUR FARADILA


NIM : 01019049

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS YAYASAN PENDIDIKAN IMAM BONJOL

CIREBON

2023
BIODATA PENELITI

Nama : ESTI NUR FARADILA

NIM : 01019049

Tahun Masuk : 2019

Tempat Lahir : INDRAMAYU

Tanggal Lahir : 14 SEPTEMBER 2001

Alamat : DESA BONDAN, KECAMATAN SUKAGUMIWANG,


KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

Telp : 081313273889

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendididkan :

1. SMA NEGERI 1 LIGUNG LULUS TAHUN 2019

2. SMP NEGERI 1 SUKAGUMIWANG LULUS TAHUN 2016

3. SD NEGERI 3 BONDAN LULUS TAHUN 2013


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Usulan Judul Penelitian : UJI EFEKTIVITAS ANALGETIK SUSPENSI


EKSTRAK KULIT BUAH PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP
MENCIT PUTIH JANTAN

Nama Mahasiswa : Esti Nur faradila

NIM : 01019049

Program Studi : S-1 Farmasi

Telah disetujui dan disahkan


Pembimbing Utama Pembimbing Serta

apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm apt. Subagja, M.Si


NIDN : 0426066902 NIDN : 0412116308

Mengetahui

Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Yayasan Pendidikan Imam Bonjol

apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm


NIDN : 0426066902

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkah rahmat serta hidayah Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “UJI

EFEKTIVITAS ANALGETIK SUSPENSI EKSTRAK KULIT BUAH

PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN”

Peneliti menyadari dalam penelitian proposal skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang

peneliti miliki. Meskipun demikian peneliti telah berusaha semaksimal mungkin

untuk menyelesaikan proposal skripsi ini dengan sebaik-baiknya, dengan bantuan,

bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Peneliti mengharapkan koreksi,

kritik dan saran yang bersifat membangun.

Dalam penelitian proposal skripsi ini, peneliti telah banyak mendapatkan

bantuan dari pihak-pihak terkait, maka dalam kesempatan ini peneliti

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang Tua yang selalu memberikan do’a, moril, materil dan dukungan

sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini.

2. Bapak H. Satmaja, BA, Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Imam Bonjol.

3. Bapak Jejen Nurbayan, S.Sos, Ketua Yayasan Pendidikan Imam Bonjol.


4. Bapak apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Yayasan Pendidikan Imam Bonjol.

5. apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm yang telah memberikan arahan

yang sangat berarti sehingga terwujudlah penelitian proposal skripsi ini.

6. Bambang Karsidin M.Si yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan

yang sangat berharga.

7. Seluruh dosen dan staf akademik Universitas Yayasan Pendidikan Imam

Bonjol.

8. Seluruh keluarga besar atas dukungan berupa moril, materil dan do’a

9. Rekan-rekan seperjuangan dan sahabatku yang selalu memberikan do’a dan

dukungan.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu peneliti dalam menyusun proposal skripsi ini

Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan dan

dalam bidang farmasi khususnya, serta bagi masyarakat umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Cirebon, Januari 2023

Peneliti
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.................................................................................................................
Gambar 2.2.................................................................................................................
Gambar 2.3.................................................................................................................
Gambar 2.4.................................................................................................................
Gambar 3.1.................................................................................................................
Gambar 3.2.................................................................................................................
Gambar 3.3.................................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang mememiliki keanekaragaman

hayati yang sangat melimpah dan berpotensi untuk digali manfaatnya. Salah

satu keanekaragaman hayati ini adalah tanaman Kulit Buah Pepaya (Carica

papaya L). Kulit Buah Pepaya merupakan komoditi yang tidak kalah

pentingnya dibanding dengan tanaman tahunan latih lainnya dan merupakan

bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, karena hasil tanaman tersebut

dapat dimanfaatkan baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negri juga

sumber devisa negara. Potensi ini berpeluang menambah tenaga kerja untuk

mendorong pertumbuhan pada satra-sentra ekonomi baru di wilayah

pengembangan (Nurhayati, L., Waryanto, B., Widaningsih, R., 2015).

Banyak tanaman obat yang menurut sejarah setelah digunakan

untuk menyembuhkan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang

sekarang sering resisten. Salah satu naman yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat tradisional adalah tanaman papaya (Carica papaya L ).

Seluruh bagian papaya akar, daun, buah, kulit, getah memiliki nilai medis

yang tinggi (HW, 2002). Pada dasarnya kandungan kulit buah pepaya

kurang lebih sama dengan daging buahnya selain enzim papain, kulit

papaya juga mengandung alkaloid, fenolik, tanin, saponin, dan flavonoid

yang berperan sebagai analgetik.


Analgetik atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat

mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Sedangkan nyeri

adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan

dengan kerusakan jaringan. Keadaan spikis sangat mempengaruhi nyeri,

misalkan emosi dapat menimbulkan sakit (kepala), tetapi dapat pula

menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan perasaan

subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda setiap orang

(Tjay, H.T., dan Rahardjo, 2015).

Pemberian analgetik bentuk suspensi memiliki keuntungan Baik

digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul, terutama

anak-anak, memiliki homogenitas tinggi, lebih mudah diabsorpsi dari pada

tablet/kapsul, dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat.

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair (K. RI, 2014). Formulasi obat dalam

sediaan suspensi memiliki keuntungan-keuntungan yaitu rasanya yang

lebih enak juga dapat meningkatan absorpsi obat sehingga dapat

meningkatkan bioavailabilitas dari obat. Selain itu ada beberapa alasan

lain pembuatan suspensi oral untuk banyak pasien yaitu bentuk cair lebih

disukai dari pada bentuk padat (tablet atau kapsul sari obat yang sana),

mudahnya menelan cairan, mudah diberikan untuk anak-anak juga mudah

diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 2008).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ria Afrianti (2014) “Uji

Aktivitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya ( Carica papaya L) Pada

Mencit Putih Jantan Yang di Induksi Asam Asetat” Hasil penelitian

menunjukan bahwa ekstrak etanol buah pepaya dosis 300 mg/20-30 kgBB

mencit mempunyai efek analgetik. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti

merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Uji Evektivitas

Analgetik Suspensi Ekstrak Kulit Buah Pepaya (Caricae papaya L )

Pada Mencit Putih Jantan” Dilakukan penelitian ini untuk suspensi

ekstrak kulit buah papaya (Caricae papaya L) sebagai analgetik.

1.2 Pembatasan Masalah


Agar penelitian ini tidak menyimpang dari masalah, maka perlu

adanya batasan masalah:

1) Uji efektivitas analgetik suspensi ekstrak kulit buah pepaya (Caricae

papaya L ) pada mencit putih jantan dengan dosis 6 mg/20gBB, 12

mg/20g BB dan 18 mg/20g BB dengan metode hot plate.

2) Metode ekstraksi kulit buah pepaya ( Carica Pepaya L) dilakukan

dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%.

3) Uji evaluasi sediaan suspensi esktrak kulit buah dilakukan dengan uji

organoleptik (bentuk, bau, rasa, warna), uji pengukuran pH, uji

homogenitas, uji viskositas dan uji sedimentasi.


1.3 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1) Menguji efektifitas analgetik suspensi ekstrak kulit buat pepaya (Carica

papaya L) terhadap mencit putih jantan.

2) Mengetahui dosis suspensi ektrak kulit buah pepaya (Carica papaya L)

paling efektif sebagai analgetik terhadap mencit putih jantan.

3) Menguji suspensi ekstrak kulit buah pepaya (Carica papaya L) dengan

persyaratan evaluasi sediaan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mencoba merumuskan

masalah yang akan dibahas pada penelitian, yaitu sebagai berikut :

1) Apakah suspensi ekstrak kulit buah papaya (Carica papaya L) memilki

efektifitas sebagai analgetik ?

2) Pada dosis berapa yang paling efektif digunakan sebagai efektifitas

analgetik terhadap mencit putih jantan ?

3) Bagaimana evaluasi suspensi terhadap ekstrak kulit buah pepaya (Carica

papaya L) ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui efektivitas analgetik suspensi ekstrak kulit buah

papaya (Carica pepaya L) pada mencit putih jantan.

2) Untuk mengetahui dosis suspensi ekstrak kulit buah papaya (Carica

papaya L) yang paling efektif sebagai analgetik pada mencit putih


jantan .

3) Untuk mengetahui apakah suspensi ekstrak kulit buah papaya (Carica

papaya L) memenuhi persyaratan.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai

kalangan diantaranya :

1.6.1 Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan ilmu dan wawasan serta pengetahuan dalam

mengolah dan meracik obat, dan mengetahui tentang pengaruh ekstrak

kulit buah papaya (Carica papaya L) sebagai analgetik pada mencit

putih jantan.

1.6.2 Institusi Pendidikan

Dapat menambah referensi keilmuan dilingkungan Universitas

YPIB Majalengka. Semoga hasil penelitian ini dapat dikembangkan dan

berguna bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian lebih lanjut

1.6.3 Masyarakat

Dapat memberikan informasi tentang khasiat kulit buah papaya

(Carica papaya L) sebagai alternative untuk analgetik

1.7 Tempat dan Waktu Penelitian

1.7.1 Tempat Penelitian

Penelitian akan di laksanakan di laboratorium Farmakologi

Universitas YPIB Majalengka Fakultas Farmasi di Jalan Perjuangan

nomor 7, Majasem, Cirebon, Jawa Barat.


1.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai bulan April

Tabel 1.1 Rencana Jadwal Penelitian

Waktu

Rancangan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2022 2022 2022 2022 2023 2023 2023 2023 2023 2023

Penyusunan
Proposal

Sidang Proposal

Penelitian

Penyusunan
Skripsi

Sidang skripsi

1.8 Hipotesa

Ho : Suspensi ekstrak kulit buah pepaya (Carica papaya L) tidak

mempunyai efektivitas analgetik pada mencit putih jantan dengan

metode hotplate

H1 : Mempunyai efektifitas analgetik suspensi ekstrak kulit buah pepaya

(Carica papaya L) pada mencit jantan dengan metode hotplate


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

2.1.1 Deskripsi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

Gambar tanaman Pepaya (Carica papaya L.) dapat dilihat pada

gambar sebagai berikut :

Gambar 2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

(Sumber gambar: http://www.wikip`edia.org)

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit,

tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk

serupa spiral pada batang pohon bagian atas.daunnya menyirip lima

dengan tangkai yang panjang dan berlubang dibagian tengah. Bunga

pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai

pada batang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah

sekitar pucuk. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung

biasanya

44
runcing. Warna buah ketika muda hijau gelap dan setelah masak hijau

muda hingga kuning. Daging buah berasal dari karpela yang

menebal,berwarna kuning hingga merah tergantung varietasnya. Bagian

tengah berongga. Biji-biji pada buah yang masih muda berwarna putih

dan pada buah yang sudah masak berwarna hitam atau kehitaman dan

terbungkus semacam lapisan berlendir untuk mencegahnya dari

kekeringan (Putra, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

Klasifikasi tanaman Pepaya adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophy

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L. (Hamzah, 2014)


2.1.3 Morfologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

Tanaman pepaya (Carica papaya L) adalah uraian tentang ciri-ciri

tanaman yang lebih khusus dan detail. Seperti ciri-ciri akar, batang,

daun dan bunga. Berikut ini uraian morfologi tanaman pepaya (Carica

papaya L) yang dimaksud:

1) Daun Daun pepaya bertulang menjalar (palmineus) dengan warna

hijau tua pada bagian atasnya dan warna hijau muda pada bagian

bawahnya (Suprapti, 2009).

2) Batang Batang tanaman pepaya berbentuk bulat lurus berbuku-

buku (beruasruas), dibagian tengahnya berongga, dan tidak

berkayu. Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai

daun yang panjang, berbentuk bulat, dan berlubang (Rukmana,

2012).

3) Akar Sistem perakaran tanaman pepaya adalah memiliki akar

tunggang dan akar-akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua

arah pada kedalaman satu meter atau lebih dan menyebar sekitar 60

– 150cm

4) atau lebih dari pusat batang tanaman (Rukmana, 2012).

2.1.4 Kandungan Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Pepaya termasuk buah yang kaya gizi, mengandung kalori,

karbohidrat, protein lemak, serat, karbohidrat, vitamin A, vitamin


B1,vitamin B2, vitamin B3,vitamin B6, asam folat, vitamin C, vitamin

E, dan vitamin (Almatsier, 2010).

2.1.5 Manfaat Pepaya (Carica papaya L)

Buah Pepaya (Carica papaya L) yang sering kita temui memang

dikenal memiliki segudang manfaat bagi kesehatan. Selain terkenal

khasiat untuk pencernaan. Papaya juga mengandung banyak sekali

nutrisi bahkan akan sangat kaya vitamin C. Satu buah papaya

setidaknya mengandung 235 mg vitamin C, Lebih dari cukup untuk

kebutuhan vitamin C tubuh setiap harinya (KHADAFI, 2022).

2.2 Simplisia

2.2.1 Definisi Simplisia

Menurut menteri kesehatan RI Nomor 007, tahun 2012, bahwa

simplisia merupakan bahan alam yang telah di keringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali

dinyatakan lain, suhu pengeringan tidak lebih dari 60C. Simplisia terdiri

beberapa jenis yaitu meliputi simplisia nabati, simplisia hewani,

simplisia pelikan, (Widaryanto E, 2018).

1) Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman (Nurhayati, 2008). Yang

dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu

dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan


cara tertentu dipisahkan dari tanamannya (Melinda, 2014). adapun

contoh simplisia nabati yaitu:

a. Simplisia Rhizoma (Rimpang), contoh adalah pada tanaman

kunyit, jahe, temulawak, kencur, dan temu hitam.

b. Simplisia Radix (Akar), contohnya adalah pada alang-alang,

pacar air, dan bunga pagoda.

c. Simplisia Cortex (kulit batang), seperti pada kayu manis, kayu

putih, dan secang.

d. Simplisia Folium (Daun), seperti pada bayam merah, cincau,

wijaya kesuma, dan katuk.

2) Simplisia Hewani

Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan (Meilisa, 2009) dan belum

berupa zat kimia murni (Nurhayati, 2008).Contohnya adalah

minyak ikan dan madu (Adisaputro, 2010).

3) Simplisia Mineral

Simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang

belum diolah atau yang telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimia murni (Meilisa, 2009). Contohnya serbuk

seng dan serbuk tembaga (Adisaputro, 2010).

2.2.2 Pembuatan Simplisia

Berikut tahapan-tahapan dalam proses pembuatan simplisia :

1) Pengumpulan Bahan Baku


Bahan baku pembuatan Simplisia dapat berupa tanaman obat,

bagian-bagian tubuh hewan ataupun mineral-mineral tertentu. Pada

simplisia yang dibuat dari tumbuhan-tumbuhan terdapat beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan bahan baku

dinataranya adalah umur tumbuhan,bagian tumbuhan yang akan

digunakan, waktu dilakukan proses panen, dan lingkungan / habitat

tempat tumbuh tanaman (Hartini, Y., Wahyuono, S., & Widyarini,

2004).

2) Sortasi Basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman

masih segar (Adisaputro, 2010). Sortasi basah dilakukan untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing seperti tanah,

kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta

pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang mengandung

bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena

itu pembersihan simplisia dan tanah yang terikut dapat mengurangi

jumlah mikroba awal (Meilisa, 2009).

3) Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian

dilakukan dengan air bersih, misalnya air dan mata air, air sumur

dan PDAM, karena air untuk mencuci sangat mempengaruhi jenis

dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang


digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada

permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat

pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan

mikroba (Adisaputro, 2010). Bahan simplisia yang mengandung zat

mudah larutyang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam

waktu yang sesingkat mungkin (Melinda, 2014).

4) Perajangan

Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan untuk

memperoleh proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat

penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan

tetapi irisan yang terlalu tipis juga menyebabkan berkurangnya atau

hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga

mempengaruhi komposisi, bau, rasa yang diinginkan (Melinda,

2014). Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin

perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan

dengan ukuran yang dikehendaki (Adisaputro, 2010).

5) Pengeringan

Dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak muda

rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama

dengan penurunan kadar air, hal tersebut dapat menghentikan

reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan

mutu atau perusakan simplisia.Proses pengeringan sudah dapat


menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar airnya dapat

mencapai kurang dan 10%. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari

proses pengeringan adalah suhu pengeringan, lembaban udara,

waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu yang terbaik

pada pengeringan adalah tidak melebihi 60˚,tetapi bahan aktif yang

tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan

pada suhu serendah mungkin, misalnya 30˚sampai 45˚.Terdapat

dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah (dengan sinar

matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan pengeringan

buatan dengan menggunakan instrumen (Adisaputro, 2010).

6) Sortasi Kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami

proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan

yang terlalu gosong atau bahan yang rusak (Adisaputro, 2010).

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing

seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan atau

pengotoran-pengotoran lainnya yang masih ada dan tertinggal pada

simplisia kering (Melinda, 2014).

7) Penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka

simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar

tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya


(Melinda, 2014). Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan

sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak

bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi

bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga,

penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan uap

air (Melinda, 2014).

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan

penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk

(Anggraini, D. D., Purnomo, W., & Trijanto, 2018). Berdasarkan

literatur lain, ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sehingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Istiqomah, 2013).

2.3.2 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan substansi dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Kristanti, A. N., N. S.

Aminah & Tanjung, 2008). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006),

ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut


dari suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah dari bahan yang tidak

dapat larut.

2.3.3 Macam Macam Ekstraksi

Berdasarkan wujud bahan ekstraksi dibedakan menjadi 2 cara

sebagai berikut :

1) Cara Dingin

Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses

ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya

kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel.

Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara

dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki

keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan

(Istiqomah, 2013).

a. Maserasi

Menurut Harmita (2008), maserasi merupakan cara

sederhana yang dapat dilakukan dengan merendam serbuk

simplisia dalam pelarut (Harmita, dan Radji, 2008). Maserasi

adalah proses pengestrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan

pada temperature ruangan (kamar) (Istiqomah, 2013).

Kelemahan dari maserasi adalah prosesnya membutuhkan

waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara menyeluruh juga

dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat


berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa juga tidak

terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar

(27˚C). Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada suhu kamar

(27˚C), sehingga tidak menyebabkan degradasi metabolit yang

tidak tahan panas (Fadhilaturrahmi, 2015).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa

terlarut dari jaringan selular simplisia dengan pelarut yang

selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada

suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk ekstraksi

pendahuluan maupun dalam jumlah besar (Fadhilaturrahmi,

2015).

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu

baru dan sempurna (Exhaustiva extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan (Istiqomah, 2013). Prinsip

perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada

suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap

maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan

(Istiqomah, 2013). Perkolasi cukup sesuai, baik untuk ekstraksi

pendahuluan maupun dalam jumlah besar.


2) Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Istiqomah, 2013). Berdasarkan literatur lain, ekstraksi refluks

merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik didih

pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu

dengan adanya pendingin balik (kondensor) (Riyanto., 2010).

Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan

dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif

dalam simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3

kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Fadhilaturrahmi,

2015).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut

yang selalu baru dan pada umumnya dilakukan dengan alat

yang khusus sehingga ekstraksi kontinyu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Istiqomah, 2013). Sokletasi adalah suatu metode atau proses

pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat

dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan

pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan


akan terisolasi (Anonim, 2015). Metode ekstraksi soxhlet

adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan

perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan

antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit

sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam

pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan

melewati pendingin udara yang 20 akan mengembunkan uap

tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila

larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan

terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang

menghasilkan ekstrak yang baik (Fadhilaturrahmi, 2015).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperature

ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada

temperature 40-50ºC (Fadhilaturrahmi, 2015).

d. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

temperature penangas air (bejana infus tercelup dalam

penangas air mendidih, temperature terukur 96-98ºC) selama

waktu tertentu (15-20 menit) (Fadhilaturrahmi, 2015).

e. Dekokta
Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama

(>30menit) dan temperatur sampai titik didih air (Istiqomah,

2013).

2.3.4 Pelarut

Macam-Macam Cairan Penarik Sebagai Berikut :

1) Air

Air termasuk pelarut murah dan mudah digunakan secara luas,

Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik untuk berbagai zat.

Air memiliki kekurangan sebagai pelarut, karena air dapat menarik

banyak zat dan media pertumbuhan bakteri dan jamur (Syamsuni,

2006). Air H2o air yang dimurnikan diperoleh dengan destilasi,

perlakuan Penukaran ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai

(Indonesia, 2008).

2) Etanol

Etanol merupakan pelarut yang baik untuk

alkaloid,glikosida,damar dan minyak atsiri, etanol juga

menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja termasuk peragian serta

menghalangi pertumbuhan jamur dan bakteri. Campuran etanol-air

merupakan menstrum yang lebih baik dari pada menggunakan air

saja (Syamsuni, 2006). Etanol 70% LP. Encerkan 737mL etanol P

dengan air secukupnya hingga 100 m : (Indonesia, 2008).

3) Glicerinium
Sebagai cairan tambahan dalam cairan hidroalkoholik untuk

penarikan simplisia yang mengandung zat masak (Syamsuni, 2006).

4) Eter

Kebanyakan zat pada tanaman tidak larut dalam cairan ini,

karena bersifat atsiri, maka cairan kurang tepat sebagai menstrum

sediaan galenik cair (Syamsuni, 2006).

5) Solvent hexane

Salah satu hasil penyulinangn minyak tanah kasar, merupakan

pelarut baik untuk lemak dan minyak (Syamsuni, 2006).

6) Aseton

Pelarut baik untuk berbagai lemak, minyak atsiri, dan damar,

bau kurang enak dan sukar hilang dari sediian (Syamsuni, 2006).

7) Kloroform

Pelarut baik untuk alkaloid basah, damar, minyak lemak, dan

minyak atsiri (Syamsuni, 2006).

2.4 Skrining Fitokimia

2.4.1 Definisi Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi

bioaktif yang belum tampak melalui suatu test atau pemeriksaan yang

dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki

kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki

kandungan fitokimia terntentu. Skrining fitokimia merupakan tahap


pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkadang

dalam tanaman yang sedang diteliti (Khotimah, 2016).

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis tanaman

diantaranya sebagai berikut :

2.4.2 Macam-macam Uji Skrining Fitokimia

1) Alkaloid

Alkaloid merupakan rangkaian produk alami yang beragam

secara struktural, dan senyawa ini memiliki berbagai aktivitas

biologis serta memiliki sifat seperti alkali dan setidaknya satu atom

nitrogen dalam heterosiklik. Kandungan alkaloid pada tanaman

dapat digunakan dalam banyak hal termasuk dalam obat-obatan.

(Tenri & Rivai, 2020)

2) Flavanoid

Flavonoid merupakan komponen alami berupa variabel

fenolik yang dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, biji-

bijian, kulit kayu, akar, batang, bunga, teh dan anggur. Flavonoid

sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dianggap sebagai komponen

yang sangat diperlukan dalam berbagai aplikasi mutraceutical,

farmasi, obat dan kosmetik. Flavonoid memiliki sifat anti-oksidatif,

antiinflamasi, anti-mutagenik dan anti- karsinogeniknya, serta

kemampuan untuk memodulasi fungsi enzim seluler utama (A. N.

Panche 1, 2 & Chandra1, 2016)


3) Saponin

Saponin merupakan glikosida triterpen atau steroid dengan

berat molekul tinggi alami dengan distribusi yang sangat luas di

dalam tumbuhan. Tanaman yang mengandung saponin banyak

digunakan sebagai pengobatan tradisional. (Tenri & Rivai, 2020)

Saponin menunjukkan berbagai aktivitas biologis dan

memiliki efek farmakologis yang bermanfaat sebagai bahan obat.

Saponin dapat digunakan sebagai antikolesterolemia, anti-

inflamasi, anti-parasit, anti- bakteria, dan anti-virus.(Tenri & Rivai,

2020)

4) Tanin

Tanin (biasa disebut sebagai asam tanat) adalah polifenol

yang larut dalam air yang ada di banyak tumbuhan. Tannin adalah

proanthocyanidins oligomerik dan polimerik yang terdiri dari unit

katekin (digabungkan flavan-3-ol) (Tenri & Rivai, 2020)

Tanin telah ditemukan dalam berbagai jenis tumbuhan

dimanfaatkan sebagai makanan dan pakan. Tannin memiliki sifat

antimikroba yang dapat digunakan dalam pengola han makanan

untuk meningkatkan umur simpan makanan tertentu. Tanin juga

telah dilaporkan digunakan lainnya efek fisiologis, seperti

mempercepat pembekuan darah, menurunkan tekanan darah,

menurunkan kadar lipid serum, menghasilkan nekrosis hati, dan

memodulasi respons imun. (Tenri & Rivai, 2020)


2.5 Suspensi

2.5.1 Definisi Suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.

Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap dan bila

digojog perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali.

Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi

kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dan

dituang (Anief, 2010).

Sedangkan menurut Syamsuni (2002), Suspensi oral adalah

sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang

terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang

ditunjukan untuk pemakaian oral. Suspensi topical adalah sediaan cair

yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi

dalam pembawa cairan yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.

Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung

partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga

bagian luar. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang

mengandung partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam

cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi

serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat

jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikan secara intravena.


Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan

bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi

semua persyaratan untuk suspense steril setelah penambahan bahan

pembawa yang sesuai.

2.5.2 Bahan Pensuspensi Dari Alam

Bahan alam dari jenis gom sering disebut “gom atau hidrokoloid”.

Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga

campuran tersebut membentuk musilago atau lender. Dengan

terbentuknya musilago, viskositas cairan tersebut bertambah dan akan

menambah stabilitas suspense. Kekentalan musilago sangat dipengaruhi

oleh panas,pH, dan proses fermentasi bakteri, (Syamsuni, 2006).

Golongan gom meliputi:

1) Akasia (Pulvis Gummi Arabic)

Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman Acasia sp., dapat

larut dalam air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat asam,

Viskositas optimum musilagonya adalah antara pH5-9. Jika ada

suatu zat menyebabkan PH tersebut menjadi diluar pH 5-9 akan

menyebabkan penurunan viskositas yang nyata. Go mini mudah

dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahkan

zat pengawet (preserevative) (Syamsuni, 2006).

2) Hondrus

Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau Gigantina

mamilosa, dapat larut dalam air, tidak larut dalam alcohol, dan
bersifat basa. Ekstrak dari Chondrus disebut “karegen” yang

banyak dipakai oleh industri makanan. Kragen merupakan derivate

dari sakarida sehingga mudah dirusak oleh bakteri dan memerlukan

penambahan pengawet untuk sespensi tersebut (Syamsuni, 2006).

3) Tragakan

Merupakan eksudat dari tanaman Astragalus gummifera.

Tragakan sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk

mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan. Musilago

tragakan lebih kental dari pada musilago dari Gom arab. Musilago

tragakan hanya lebih baik sebagai strabilisator suspense. Tetapi

bukan sebagai emulgator (Syamsuni, 2006).

4) Algin

Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Algin

merupakan senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi

bakteri sehingga suspense dengan align memerlukan bahan

pengawet. Kadar yang dipakai sebagai bahan pensuspensi

umumnya 1-2% (Syamsuni, 2006).

2.5.3 Bahan Pensuspensi Sintesis

1. Derivat Selulosa

Termasuk kedalam golongan ini adalah metil selulosa

(methosol, tylose), kareboksimetilselulosa (CMC), hidroksimetil

slulosa. Dibelakang nama tersebut biasanya terdapat angka atau

nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini menunjukan


kemampuan cairan pelarut untuk meningkatkan viskositasnya.

Semakin besar angkanya, kemampuanya semakin tinggi.

Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga

digunakan sebagai laksansia dan bahan pengahancur atau

desitegrator dalam pembuatan tablet (Syamsuni, 2006).

2. Golongan Organik Polimer

Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Carbophol

943 (nama dagang suatu pabrik). Organik polimer berupa serbuk

putih, bereaksi asam, sedikit larut dalam air, tidak beracun dan

tidak mengiritasi kulit, serta sedikit pemakaiannya sehingga bahan

tersebut banyak digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk

memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ± 1%.

Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektronik. Hal tersebut

akan mengakibatkan penurunan viskositas larutannya (Syamsuni,

2006).

2.5.4 Bahan Pengawet

Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk menambah

stabilitas suspense, antara lain dengan penambahan bahan pengawet.

Bahan pengawet sangat diperlukan untuk suspense yang menggunakan

hidroklorid alam, karena bahan ini sangat mudah dirusak oleh bakteri.

Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butyl parabenzoat (1:1250,

etil para benzoate (1:500), propil parabenzoat (1:4000), nipasol, nipagin

±1% (Syamsuni, 2006)


2.5.5 Metode Pembuatan Suspensi

1) Metode Dispersi

Metode ini diilakukan dengan cara menambahkan obat ke

dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan,

Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat

mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena

adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk ynag

sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasuhi.

Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat

dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau

wetting agent (Syamsuni, 2006).

2) Metode Presipitasi

Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam

pelarut organic yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut

dalam pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan

larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus

tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organic tersebut

adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (Syamsuni,

2006).
2.5.6 Sistem Pembuatan Suspensi

1. Sistem Flokulasi

Dalam sistem Flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah,

cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan

mudah tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).

2. Sistem Deflokulasi

Partikel deflikulasi mengendap perlahan dan akhirnya

membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk

cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).

2.5.7 Evaluasi Sediaan Suspensi

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptic yang dilakukan untuk memeriks kesesuain

bau, rasa, bentuk dan aroma dengan spesifikasi yang telah

ditentukan (Farmakope Indonesia, 1995).

2. Uji pH

Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat kesamaan sediaan

suspense guna menjamin suspense yang dihasilkan sesuai dengan

kriteria suspensi yang baik. (F, 2007). Dalam sediaan suspense

menurur Kulshreshta, Sing, dan Wall (2010) pH sediaan suspense

ideal berada pada rentang pH 5-7.

3. Uji Homogenitas
Sediaan yang dibuat diperiksa homogenitasnya dengan

cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca

transparan. Sediaan harus menunjukan susunan yang homogeny

dan tidak terlihat butiran-butiran kasar (Anvisa, 2005).

4. Uji Viskositas

Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat

dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai

gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara

berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan

datar lain dalam kondisi mapan tertentu bila ruang di antara

permukaan tersebut di isi dengan cairan yang akan ditentukan

kekentalannya. Kekentalan adalah tekanan geser dibagi laju

tegangan geser. Satuan dasarnya yaitu poise, namun oleh karena

kekentalan yang diukur umumnya merupakan harga pecahan poise,

maka lebih mudah digunakan satuan dasar sentipoise (1 poise =

100 sentipoise) (D. K. RI, 1995).

Penentuan suhu penting karena kekentalan berubah sesuai

suhu, secara umum kekentalan menurun dengan menurut

menaiknya suhu. Kekentalan mutlak dapat diukur secara langsung

jika dimensi alat pengukur diketahui dengan tepat, tetapi

pengukuran umumnya lebih praktis dilakukan dengan

mengkalibrasi alat menggunakan cairan yang di ketahui

kekentalannya, kemudian kekentalan cairan uji ditetapkan dengan


membandingkan terhadap kekentalan cairan yang telah diketahui

(D. K. RI, 1995).

Viskometer yang digunakan adalah viskometer Brookfield,

pada viskometer ini nilai viskositas didapatkan dengan mengukur

gaya punter sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan yang

dicelupkan kedalam sampel. Viskometer Brookfied memungkinkan

untuk mengukur viskositas dengan menggunakan teknik dalam

viskometer. Alat kekentalan (yang juga dapat disebut viskometer)

dapat mengukur viskositas melalui kondisi aliran sebagai bahan

sampel yang diuji. Untuk dapat mengukur viskositas sampel dalam

viskometer Brookfield, bahan harus diam di dalam wadah

sementara poros bergerak sambil direndam dalam cairan.

Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan kedalam cairan

yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan

spimdle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan.

5. Uji Sedimentasi

Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah

satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien

terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus

dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang

agar menghasilkan system yang homogen, maka pengukuran

volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali

membentuk dua prosedur yang paling umum (D. K. RI, 1995).


2.6 Nyeri

2.6.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah respon subjektif terhadap sensor fisik dan

psikologis. Menurut International Association for the Study of pain

(IASP), nyeri adalah suatu sensor yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

actual atau potensial,atau dijelaskan dalam istilah seperti kerusakan

(Baughman, 2000).

2.6.2 Macam Macam Nyeri

1) Nyeri ringan

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri

ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi

dengan baik.

2) Nyeri Sedang

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang.

Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri dan mendiskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

3) Pembengkakan

Pembengkakan juga dapat disebabkan oleh hal-hal diluar

penyakit. Contohnya termasuk cedera otot, berdiri terlalu lama atau

mengonsumsi garam dalam jumlah banyak.


4)

2.6.3 Penanganan Nyeri

1) Nyeri Ringan

Dapat ditangani dengan obat parifer, seperti paracetamol,

asetosal, asam mefenamat, propifenazon atau aminofenazon, begitu

pula rasa nyeri dengan deman.

2) Nyeri Sedang

Dapat ditambahkan dengan kodein atau cafein

3) Nyeri Yang Disertai Pembengkakan

Diobati dengan suntuk analgesik antiradang, seperti

aminofenazon dan NSAID (Ibuprofen, Mefenamat Acid).

4) Nyeri Hebat

Perlu di tanggulangi dengan morfin atau opiate lainya seperti

tramadol (K., 2015).

2.7 Analgetik

2.7.1 Pengertian Analgetik

Analgetik (obat penghalang rasa nyeri) ialah obat yang

digunakan untuk mengurangi atau menekan rasa sakit, misalnya rasa

sakit kepala, otot, perut, gigi, dan sebagainya. Tanpa menghilangkan

kesadaran penderita (Nuraini, 2006).

2.7.2 Penggolongan Analgetik

Berdasarkan kerja farmakologinya analgetik dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu:


1) Analgetik parifer (non narkotik ) yang terdiri dari obat-obat yang

tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Secara kimiawi,

analgetik perifer dapat dibagi beberapa kelompok, diantaranya:

a. Paracetamol

b. Salisilat: Asetosal, salisilamid dan benorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAIDS): Ibuprofen

d. Derivat-antranilat: mefenaminat, glafemin

e. Derivat-pirazolinon, isopropilaminofenazon dan metamizol

f. Lainnya: Benzidamin

2) Analgetik narkotik, khusus yang digunakan untuk menghalau rasa

nyeri hebat, seperti pada fraktura dan kanker. Berdasarkan cara

kerjanya obat dibagi menjadi 3 kelompok:

a. Agonis opiate, dibagi menjadi:

a) Alkaloid candu: morfin, kodein, heroin dan nikomorfin

b) Zat-zat sintetis: metadon dan derivatenya

(dekstromoramida, propoksifen, bezidramida), petidin dan

derivatnya (fentanyl, sufentani) dan tramadol

b. Antagonis opiate

Nalokson, nalorfin,pentazosin, dan bufre norfin

(temgesik). Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini

dapat menduduki salah satu reseptor.

c. Campuran
Nalorfin, nalbufin (nubain). Zat-zat ini dengan kerja

campuran juga mengikat pada reseptor opiod, tetapi tidak atau

hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya. (K., 2015).

2.8 Metode Pengujian Analgetik

2.8.1 Metode Induksi Cara Kimia

1) Metode Geliat

Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa barat. Jenis

ini sekarang ditemukan di seluruh dunia karena pengenalan oleh

manusia. Mencit peliharaan memiliki periode kegiatan selama

siang dan malam. Mencit (Mus musculus) adalah anggota muridae

(tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit percobaan

(laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui proses seleksi,

Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan,

Klasifikasi mencit sebagai hewan uji dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

2) Metode Hot Plate

Mencit secara bergantian ditempatkan diatas plat yang telah

dipanaskan pada suhu 55-56ºC. Setelah itu, reaksi yang terjadi pada

mencit tersebut diamati. Waktu reaksi dicatat ketika hewan telah

menunjukan reaksi dengan menjilat kaki belakang atau melompat

(Purwanti., Suranto., 2003).


2.8.2 Metode Induksi Cara Panas

Pada metode ini hewan percobaan ditempatkan diatas plat panas

dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri, memberikan respon dalam

bentuk mengangkat atau menjilat telapak kaki depan, atau meloncat.

Selang waktu antara stimulus nyeri dan terjadinya respon, yang disebut

waktu reaksi, dapat diperpanjang oleh pengaruh obat-obat analgesika,

perpanjangan waktu reaksi ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai

ukuran dalam mengevaluasi aktivitas analgesic (Anshari, 2012).

2.8.3 Metode Penampisan Analgesik Untuk Nyeri Sendi

Obat analgesik tertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa

nyeri sendi, tipe nyeri arthritis pada hewan percobaan yang ditimbulkan

oleh suntikan intraartikular larutan AgN03 1%. Setelah di induksi,

terhadap tiap tikus dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 3 kali

dengan interval 10 detik. Sediaan uji dinyatakan bersifat analgesic

untuk nyeri sendi,jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan

fleksi yang dipaksakan , pada waktu-waktu setelah pemberian sediaan

uji (Anshari, 2012).

2.9 Bahan Penelitian

2.9.1 Omestan

Suspensi Omestan dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut:


Gambar 2.2 Omestan (Sumber : tokopedia.com).

1) Komposisi

Asam mefenamat 50 mg/5ml

2) Cara Kerja Obat

Cara kerja omestan adalah OAINS (Obat Anti Inflamasi Non-

Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin

dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-

2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik dan

antipiretik

3) Indikasi

Untuk menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai

sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismonere

primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri

sehabis operasi dan nyeri pada persalinan.

4) Kontra Indikasi
Pasien yang hipersinsitif terhadap asam mefenamat, penderita

yang dengan asetosal mengalami bronkopasme, rhinitis alergi dan

urtikaria, penderita dengan tukak lambung dan usus penderita

dengan gangguan ginjal yang berat.

5) Dosis

Anak-anak : 2 sendok takar (10 ml), diminum 3 kali sehari.

6) Efek Samping

Efek sampingnya adalah saluran cerna antara lain : iritasi

lambung, kolik usus, mual, muntah, dan diare, rasa mengantuk,

pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dan dyspepsia.

Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 200 mg atau lebih

sehari, omestan dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia

hemolitik.

7) Interaksi Obat

a. Obat yang terikat pada protein plasma : menggeser ikatan

dengan protein plasma, sehingga dapat meningkatkan efek

samping (hidantonin, sulfonylurea).

b. Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang

waktu pothrombin & waktu thromboplastin parsial. Jika pasien

menggunakan antikoagulan (Warfarin) atau zat thrombolitik

(streptokinase). Waktu photombin harus dimonitor. Lithium:

Meningkatkan toksisitas lithium dengan meningkatkan eliminasi

lithium di ginjal.
c. Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung:

kemungkinan dapat meningkatkan efek samping terhadap

lambung.

2.9.2 Uraian Bahan

1) Na CMC (FI Edisi IV)

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, Higroskopik

Kelarutan :Mudah terdispersi dalam air membantu larutan

koloidal; tidak larut dalam etanol dan dalam pelaut pelarut organik

lain.

Kekentalan : Tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120%

dari yang tertera dalam etiket untuk kadar larutan 2%; tidak kurang

dari 75% dan tidak lebih dari 140% dari yang tertera pada etiket

untuk kadar larutan 1%.

2) Aquadest (FI Edisi IV hal 112)

Nama resmi : Aquadestilate

Nama sinonim : Air suling

Rumus molekul : H20

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

tidak mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

3) Nipagin (Excipient Hal 441)

Nipagin / Methylis parabenum


Rumus molekul : C8H8O3

Berat molekul : 152,15

Pemerian : Hablur atau serbuk tidak berwarna, atau Kristal putih,

tidak berbau atau berbau khas lemah, dan mempunyai rasa sedikit

panas.

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, eter, praktid, tidak larut

dalam minyak; larut dalam 400 bagian air.

OTT:Surfaktan non-ionik seperti polisorbat 80,bentonit,

magnesium,trisilikat, talk, tragakan dan sodium alginat.

Kegunaan : Anti fungi

4) Omestan/Asam Mefenamat (FI Edisi VI hal 43)

Rumus molekul : C23H23NO3

Berat molekul : 241,29

Omestan/Asam mefenamat mengandung tidak kurang dari 98,0%

dan tidak lebih dari 102,0% C15H15NO2 dihitung terhadap zat

yang telah di keringkan.

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, melebur

pada suhu lebih kurang 230º disertai peruraian.

Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida; agak sukar

larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam

methanol

2.9.3 Mencit Putih Jantan (Mus muculus)

1) Definisi Mencit Jantan


Dalam peneltian ini, hewan percobaan yang digunakan

adalah mencit putih jantan (Mus musculus). Adapun gambar dari

mencit

putih jantan (Mus musculus). Dapat dilihat pada gambar 2.3

sebagai berikut:

Gambar 2.3 Mencit Putih

(Sumber : Docplayer.info, 2023)

Mencit putih (Mus musculus) termasuk mamalia pengerat

(rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipeliraha dalam

jumblah banyak,variasi genrtiknya cukup besar serta sifat anatomi

fisiologisnya dengan baik. Mencit yang sering digunakan penelitian

di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus “inbreed”

maupun “outbreed”. Dari hasil perkawinan ini sampai generasi ke

20 akan dihasilkan strain murni dari mencit (B, 2010).

2) Klasifikasi Mencit Putih

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Mus

Species : Mus musculus. L (B, 2010).

3) Morfologi Mencit Putih (Mus muculus)

Mencit (Mus musculus) memiliki ciri-ciri beberapa bentuk tubuh

kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi

ruang untuk pemeliharaan mencit harus senantiasa bersih, kering dan jauh

dari kebisingan. Suhu ruangan pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya

antara 18-19ºC serta kelembapan udara antara 30-70% (B, 2010).

Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan

18-35 gram. Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Masa

reproduksi mencit betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina atau jantan

dapat dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama kebuntingan 19-20 hari.

Jumlah anak mencit rata-rata 6-15 ekor dengan kberat lahir 0,5-1,5 gram

(B, 2010).
BAB 3

METODELOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Populasi

Popilasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dari penelitian ini dalam

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) dan mencit putih jangan (Mus

musculus)

3.1.2 Sampel dan Pengambilan Sampel

1. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013). Sampel yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah Pepaya

(Carica papaya L.) yang diambil dari kebun halaman rumah di

Desa Bondan Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu,

dan mencit putih jantan (Mus musculus)

2. Penarikan Sampel

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

purposive sampling. Purposiv sampling yaitu Teknik pengambilan

sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-

sifat populasi atau ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya


(Arikunto, 2006). Pada penelitian ini dilakukan pengupasan kulit

buah Pepaya yaitu buah yang sudah matang lalu diambil kulitnya.

3.1.3 Variable Penelitian dan Operasional Variable

1) Variable Penelitian

Variable adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2013).Variabel dalam penelitian ini

adalah:

a) Variabel Bebas

Variabel bebas adalah yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

(Sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Dengan sediaan ekstrak kulit buah pepaya (Carica papaya L.)

dengan dosis X1 : 6 mg/20g BB, X2 : 12 mg/20g BB, X3 : 18

mg/20g BB.

b) Variabel Terikat

Variabel yang terpengaruh atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah efek analgetik kulit buah

pepaya (Carica papaya L.)

c) Variabel Kontrol yang dikendalikan atau dibuat kostan

sehingga hubungan variabel bebas terdapat variabel terikat


tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti

(Sugiyono, 2013). Variabel kontrol dalam penelitian ini

terdapat 2 variabel, yaitu : Variabel kontrol dalam penelitian

ini terdapat 2 variabel, yaitu :

a) Kontrol Positif

Kontrol positif merupakan variabel kendali positif

yang mengendalikan atau sebagai pembanding yang

diberkaitan dengan variabel bebas. Kontrol positif sebagai

pembanding menggunakan suspensi omestan

b) Kontrol Negatif

Kontrol negatif merupakan variabel kendali negatif

digunakan sebagai variabel netral atau variabel dengan

perlakukan netral dalam penelitian. Kontrol negatif

sebagai pembanding menggunakan basis suspensi

2) Operasional Variabel

X1

X2

X3 Y

+¿¿
K

K¿

Gambar 3.1 Variable Operasional


Keterangan:

X 1 = Suspensi Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dosis 6


mg/20 g BB

X 2 = Suspensi Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dosis 12


mg/20g BB

X 3 = Suspensi Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dosis 18

mg/20g BB

+¿¿
K = Omestan, Mefenamic Acid suspensi (Kontrol Posotif)

−¿ ¿
K = Basis supensi (Kontrol Negatif)

Y = Analgetik pada mecit putih jantan (Lompatan Mencit)

3.2 Metode Penelitain

Metode penelitian dalam uju efektivitas analgetik kulit buah Pepaya

(Carica papaya L.) pada mencit putih jantan menggunakan metode

eksperimen, yang merupakan jenis penelitian dengan menggunakan metode

memberikan jawaban pada permasalahan yang bersifat hubungan sebab dan

akibat (Kausal).
3.3 Desain Penelitian

Desain penelitian dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Determinasi Tanaman Pepaya


(Carica papaya L)

Pengumpulan Bahan

Pembuatan Simplisia

Pembuatan ekstrak kulit


0
pepaya(carica papaya L)

Skrining Fitokimia

Pembuatan suspensi

Uji Efektivitas Analgetik Uji Evaluasi Suspensi Ekstrak


Suspensi Ekstrak kulit pepaya kulit pepaya

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Kesimpulan
Gambar 3.2 Desain Penelitian

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah


sebagai berikut :

Tabel 3.1 Alat Penelitian

1. Masker 8. Kain flannel 15. Gelas Ukur

2. Sarung tangan 9. Corong kaca 16. Botol Obat 200ml

3. Kandang mencit 10. Cawan penguap 17. Pipet Tetes

4. Timbangan 11. Waterbath  

5. Beaker glass 12. Mortir dan stemper  

6. Maserator 13. Sonde  

7. Batang pengaduk 14. Spuit 1 ml  

3.4.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ad

alah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian

No Bahan Keterangan

1 Ekstrak kulit buah pepaya 10 gram

2 Na CmC 1 gram

3 Nipagin 20 ml

4 Aqua Pro CmC 0,1 gram


5 Aquadest 100 ml

3.5 Langkah Kerja

3.5.1 Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan dengan mempersembahkan sifat

morfologi diantaranya bentuk ukuran jumlah bagian-bagian kulit buah

dan lain-lain.

Determinasi buah papaya (Carica papaya L.) dilakukan

dilaboraterium Universitas Majalengka Fakultas Farmasi.

3.5.2 Pengumpulan Bahan

Tanaman yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kulit

buah pepaya (Carica papaya L.) yang akan digunakan bagian kulitnya

saja, pengumpulan kulit buah pepaya sebanyak 1kg.

3.5.3 Pembuatan Simplisia

Cara pembuatan simplisia sebagai berikut :

1. Kulit Buah Pepaya yang sudah dikumpulkan sebanyak 1kg

kemfudian dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang

melekat.

2. Kulit Buah Pepaya dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih
3. Melakukan pengirisan agar mudah dalam pengeringan

4. ``Kulit dijemur sampai mengering (kadar airnya berkurang).

Setelah kering melakukan pemisahan dari bagian yang tidak

diinginkan.

5. Setelah menjadi simplisia Kulit Buah Pepaya, dihaluskan sampai

menjadi serbuk simplisia dan siap digunakan untuk pembuatan

ekstrak.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L.)

Cara pembuatan ekstrak kulit papaya sebagai berikut:

1. Menyiapkan serbuk simplisia kemudian ditimbang sebanyak 100

gram dan masukan ke dalam maserator.

2. Menambahkan etanol 70% sebanyak 1000 ml kedalam simplisia

(sampai terendam), kemudian diaduk sampai tercampur, tutup rapat

7dan biarkan selama 7 hari, terlindung dari cahaya.

3. Setelah 7 hari, maserat dikeluarkan dari maserator kemudian

diserkai.

4. Setelah diserkai hitung jumlah volume maserat yang diukur,

dimasukan kedalam cawan penguap, kemudian diuapkan cairan

maserat diatas penangas air sampai 1/3 bagian atau terbentuk

ekstrak kental kemudian di timbang dan konversikan terhadap

volume ekstrak6 etanol yang diperoleh, lalu timbang rendemannya.

Berat Ekstrak KentalTotal


Rendemen = X 100%
Berat Simplisia
3.5.5 Uji Skrining Fitokimia

1) Flavonoid

Masukan3 2 ml ekstrak ke tabung reaksi, ditambahkan 0,1

gram serbuk mg, 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil alcohol, kemudian

dikocok dan biarkan memisah. Adanya flavonoid ditandai dengan

warna merah, oren dan hijau, tergantung pada struktur flavonoid

yang terkandung dalam sampel tersebut.

2) Saponin

Disiapkan 2 tabung reaksi diisi dengan 2 ml ekstrak pada dari

masing-masing hasil ekstraksi. Pada masingmasing tabung

ditambahkan aguadest dan kocok kuat vertical selama 1 menit.

Kemudian ditambahkan 1 tetes HCL 1 Yo dan diamati adanya

busa stabil (Putri, Ririn, 2020).

3) Tanin

Berdasarkan Depkes RI (1995), metode pengujian tannin

adalah sebagai berikut:

Sebanyak 0,25 g ekstrak sampel kemudian ditambahkan 2 mL

FeCl3, kocok. Positif tannin ditunjukkan dengan terbentuknya

warna biru kehitaman atau hijau kehitaman.


3.5.6 Pembuatan Suspensi

1) Sediaan Suspensi Ekstrak Kulit Pepaya (carica papaya L)

a. Formulasi

Formulasi sediaan suspensi yang digunakan dalam

penelitian dapat dilihat pada table 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3 Formulasi Sediaan Suspensi

Nama Fungsi Standar Formula Daftar

Bahan Pustaka

Ekstrak kulit Bahan aktif 6%

papaya

Nipagin Pengawet 0,015 %- 0,1 % (Rowe,dkk,

0,2% 2009:442)

Na CMC Suspending 0,1%- 1% (Rowe, dkk,

Agent 1% 2009:119)

Aqua pro Pengawet 20x berat 20 x berat

CMC CMC CMC

Aqua Pelarut

Destilasi Add 100 ml


b. Penimbangan Bahan

Penimbangan bahan sediaan suspensi yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 3.4 sebagai

berikut:

Tabel 3.4 Tabel Penimbangan Bahan

Bahan X K-

Ekstrak 6 gram -

Na CMC 1 gram 1

Aqua pro 20 ml 20

CMC

Nipagin 0,1 gram 0,1

Aquadest Ad 100 ml Ad 100

c. Pembuatan Suspensi Ekstrak Kulit Buah Pepaya (Carica

Papaya L.)

a) Mengkalibrasi botol 100 ml

b) Menimbang masing-masing bahan

c) Masukan 1 gram Na CMC dengan cara ditaburkan

diatas 20 ml aquadest panas biarkan sampai

mengembang
d) Setelah mengembang digerus sampai terbentuk

mucilago

e) Menambahkan ekstrak kental kulit buah pepaya pada

mortir gerus hingga homogen

f) Tambahkan 0,1 gram nipagin yang telah dilarutkan

dengan aquadest, gerus sampai homogen

g) Tambahkan nipagin yang telah dilarutkan dengan

aquadest, gerus sampai homogen

h) Masukan kedalam botol

i) Tambakan aquadest sampai tanda batas.

2) Formulasi dan Pembuatan Na CMC 1% (basis suspensi)

a. Mengkalibrasi botol 100 ml

b. Menimbang Na CMC 1 gram dan Nipagin 0,1 gram

c. Masukan 1 gram CMC dengan cara ditaburkan diatas 20 ml

aquadest panas biarkan sampai mengembang.

d. Setelah mengembang digerus sampai tersbentuk mucillago

e. Tambahkan 0,1 gram nipagin yang telah dilarutkan dengan

aquadest, gerus sampai homogen.

f. Masukan kedalam botol.

g. Menambahkan aquadest sampai tanda batas.


3.5.7 Evaluasi Sediaan Suspensi Ekstrak Kulit Buah Pepaya (carica

papaya L)

1) Organoleptis

Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan dengan cara

mengamati bau, warna, dan rasa yang dilakukan secara visual.

2) Pengukuran pH

Pengukuran pH suspensi ditentukan dengan menggunakan

alat pH meter digital. Dengan cara sebagai berikut:

a. Kalibrasi alat, lalu elektroda dari pH meter digital dicelupkan

kedalam 1 ml suspensi.

b. Biarkan selama 30 detik.

c. Catat nilai pH yang muncul pada layar alat.

3) Sedimentasi

Uji sedimentasi adalah perbandingan anatara volume

sedimentasi akhir (Vu) Terhadap volume mula-mula (Vo)

sebelum mengendap. Uji sedimentasi ini dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Siapkan alat centrifugal.

b. Masukan sediaan yang sudah jadi kedalam cuvet sebanyak 5

ml.

c. Tekan on, lalu atur pengaturan waktu selama 5 menit dan

kecepatan putaran menjadi 1500 rpm.

d. Setelah centrifugal berhenti, angkat cuvet tersebut.


e. Kemudian amati sediaan memisah atau tidak, jika tampak

memisah maka bagian yang ada endapannya yang akan di

ukur.

4) Uji Viskositas

Uji viskositas sediaan didapat dengan menggunakan alat

viscometer Brookfield,. Dengan cara :

a. Siapkan sediaan yang akan diukur viskositasnya

b. Siapakan viskometer Broofield beserta spindle no.64.

c. Sediaan masing-masing dimasukan dalam viskometer

sebanyak 10 ml dengan pipet volume

d. Masukan nomor spindle pada pengaturan viskometer

Brookfield, dan atur kecepatan spindle pada 60 rpm.

e. Tekan on untuk memulai pengukuran viskositas

f. Liat hasil pengukuran pada layar.

3.5.8 Uji Efektivitas Suspensi Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L)

1) Perhitungan dosis Asam mefenamat yang diberikan untuk mencit

dengan berat normal 20 gram

a. Rumus Toleransi = dosis mencit x dosis Asam mefenamat

(untuk manusia 500 mg).

Untuk manusia 70kg = 500mg

Untuk mencit 20 gram = 0,0026 x 500

= 1,3 mg/20gram mencit

b. Dosis Asam Mefenamat yang diberikan ke mencit = 0,5


= berarti 1,3 mg/0,5ml = 2,6mg/1ml

Dosis sediaan Asam mefenamat syr 50mg/5 ml

= 10mg/1ml

Maka pengenceran yang dilakukan

= 10mg/2,6ml

= 3,8 ml

1ml Asam mefenamat syr diencerkan dengan aquadest ad

3,8ml.

2) Perhitungan dosis suspensi ekstrak kulit buah pepaya terhadap

mencit putih jantan

Suspensi yang dibuat 6g/100ml

= 6000mg/100ml

= 60mg/ml

Untuk dosis 6mg/20g BB (1g/kg BB)

6 mg
¿ x 1 ml
60 mg

¿ 0,1 ml

Untuk dosis 12mg/20g BB (2g/Kg BB)

12mg
¿ x 1 ml
60 mg

¿ 0,2 ml

Untuk dosis 18mg/ 20g BB (3g/Kg BB)


18 mg
¿ x 1 ml
60 mg

¿ 0,3 ml

3.5.9 Skema Perlakuan Hewan Uji

15 ekor mencit putih jantan

Dibagi 5 kelompok masing-masing 3 ekor mencit

Mencit dipuasakan selama 12 jam, tetapi tetap


diberi minum

Pemberian perlakuan masing-masing kelompok


secara peroral, diamkan 15menit

X1 X2 X3 K(+) K(-)

Dengan menggunakan metode hotplate

Pengumpulan data

Analisa data

Kesimpulan

Gambar 3.3 Skema Perlakukan Hewan Uji


3.5.10 Uraian Skema Perlakuan Terhadap Hewan Uji

1) Menyiapkan 15 ekor mencit putih jantan dengan berat 20-30 gram

2) Mencit dibagi menjadi 5 kclompok masing-masing kelompok

terdiri dari 3 ekor, mencit di puasakan selama 12 jam tetapi tetap

diberi minum.

3) Menimbang masing-masing berat badan mencit tersebut.

4) Berikan perlakuan secara peroral

a. Kelompok 1 (X1) : 3 ekor mencit putih jantan diberi suspensi

ekstrak kulit buah pepaya dosis 6mg/20g BB sebanyak 0,1 ml

b. Kelompok 2 (X2) : 3 ekor mencit putih jantan diberi suspensi

ekstrak ekstrak kulit buah pepaya dosis 12mg/20g BB

sebanyak 0,2 ml

c. Kelompok 3 (X3) : 3 ekor mencit putih jantan diberi suspensi

esktrak ekstrak kulit buah pepaya dosis 18mg/20g BB

sebanyak 0,3ml

d. Kelompok 4 (K+) : 3 ekor mencit putih jantan diberi suspensi

omestan sebanyak 0,5 ml

e. Kelompok 5 (K-): 3 ekor mencit putih jantan diberi larutan

Suspending agent (basis suspensi) sebanyak 0,5 ml

Diamkan selama 15 menit


f. Setelah 15 menit masing-masing mencit ditempatkan diatas

Hotplate dengan suhu 55-56°C selama lebih kurang 2 menit,

pengamatan dilakukan dalam 8 menit sekali selama 48 menit.

g. Lalu mengamati jumlah lompatan atau menjilat kaki setiap 8

menit selama 48 menit.

3.6 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini terbagi dalam

dua bagian yaitu :

1) Sumber Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

objek yang diteliti. Dalam penelitian ini data primer yang

diperoleh dari hasil penelitian langsung yang dilakukan

dilaboratorium kampus Fakultas Farmasi YPIB Cirebon yaitu uji

efektivitas analgetik suspensi ekstrak kulit buah papaya (Carica

papaya L) terhadap mencit putih jantan.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk

data yang sudah jadi, seperti data dalam dokumen dan publikasi.

Adapun sumber data yang diperoleh penulis yaitu data yang

didapatkan dari berbagai macam bahan pustaka (literature study)

dan jurnal penelitian ilmiah yang berhubungan dengan uji


efektivitas analgetik suspense ekstrak kulit buah pepaya(Carica

papaya L) terhadap mencit putih jantan (Mus musculus).

3.6.2 Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengukur Analgetik pada mencit

putih jantan yang merupakan sumber data dalam penelitian ini adalah

Hot plate.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dengan melakukan percobaan langsung

yaitu memberikan perlakuan dengan suspensi ekstrak kulit buah Pepaya

(Carica papaya L.) Kaplet lelap (Kontrol positif), dan basis serbuk

(kontrol negatif).

3.7.2 Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran

analgetik terhadap mencit putih jantan sebelum dan sesudah perlakuan.

Seluruh analisa data dianalisis terlebih dahulu dengan uji homogenitas

dan normalitas agar data tersebut dapat dianalisis dengan uji Anova satu

arah (one way Anova). Anova satu arah bertujuan untuk membuktikan

hipotesis yang telah dibuat. Kemudain di lanjutkan dengan uji t.untuk

mengetahui mana yang lebih effektif dari semua kelompok.

3.7.3 Analisa Data

1) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu bagian dari uji

persyaratan analisis data atau uji asumsi klasik, artinya sebelum

kita melakukan asumsi yang sesungguhnya, data penelitian tersebut

harus diuji kenormalan distribusinya, uji normalitas bertujuan

untuk menguji apakah data penelitian yang dilakukan memiliki

distribusi normal atau tidak (Bahruddin, 2014).


k
( fo−fe ) 2
χ 2=∑
i=1 fe

Keterangan:

x 2 = Chi kuadrat

F 0 = Hasil Observasi (Pengamatan)

F e = estimasi (kesalahan

Jika nilai signifikannya < 0,05 maka distribusi data tidak normal

Jika nilai signifikannya > 0,05 maka distribusi data normal

2) Uji Homogenitas

Langkah-langkah menghitung uji homogenitas adalah sebagai

berikut:

a) Mencari varian atau standar deviasi variabel X dan Y, dengan

rumus:

Sx2 =
√ ∑ x 2−(∑ x)2
n (n−1)


2
∑ r −(∑ r)2
Sy2 =
n(n−1)
b) Data yang dibandingkan harus bersifat homogenitas maka

diperlukan uji homogenitas.

Variansbesar
F (ini disebut F gitung)
Varians Kecil

Ketentuan :

a. Bila Fh < Ft maka H0 diterima

b. Bila Fh > Ft maka H0 ditolak

Taraf signifikasi α = 0,05 atau α = 0,01

Keputusan dalam uji homogenitas adalah:

a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka dikatakan bahwa

varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah

tidak sama.

b. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka dikatakan bahwa

varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah

sama.

3) Analisis Varian (Anava)

Anava adalah anonim dari analisis varian terjemahan dari

analysis of variance, sehingga banyak orang yang menyebutya

dengan anova. Anova merupakan bagian dari metoda analisis

statistika yang tergolong analisis Komparatif (Perbandingan)

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa agar

didapatkan data yang mudah dipahami. Adapun langkah-langkah

kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:

1) Pengumpulan data berdasarkan hasil laboratorium


2) Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel

3) Hasil analisa data menggunakan Anava satu arah

4) Melanjutkan dengan uji t

Tabel 3.5 Anava Satu Arah (One Way Anava)

Sumber Variasi Derajat Jumlah Kuadran Tengah F hitung

kebebasan kuadran (JK) (KT)

(DK)

Rata-rata 1 Ry R/1 KTP/KTK

Antar perlakuan K-1 Py KTP = Py/(K-1)

Kekeliruan k
Ey KTK = Ey/∑(n-1)
∑ ¿−1
i=1
eksperimen

Jumlah total k

∑ ¿−1 ∑ y2 -
i=1

Keterangan tablet dapat dilihat sebagai berikut:

a. ∑ y2 : Jumlah kuadran-kuadran (JK) antara pengamatan ∑ k i

=1 ∑ k i=1 yk i j

b. Ry : Jumlah kuadran-kuadran (JK) untuk rata-rata = J2 / ∑n

c. Py : Jumlah kuadran-kuadran (JK) antar perlakuan =

∑( J2//ni)Ry

d. Ey : Jumlah kuadran-kuadran (JK) kekeliruan eksperimen

∑ y2 – Py – Ry
e. KTP : Kuadran tengah perlakuan
f. KTK : Kuadran tengah kekeliruan

Pengujian menggunakan uji anava satu arah dengan tingkat

signifikan a=5% nilai sig, menunjukan tingkat signifikan dari

pengujian yang dilakukan sehingga dapat langsung menentukan

HO ditolak atau diterima.

Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :

a. Jika nilai sig > a (0,05), maka HO diterima yang menunjukan

tidak ada perbedaan yang signifikan

b. Jika nilai sig < a (0,005), maka HO ditolak yang menunjukan

adanya perbedaan yang signifikan.

4) Uji t

n ∑ X 12 − ( ∑ X 1 ) 2
a. S = 2
n ( n−1 )


n
∑ n=( X 1− X 2)
b. S = ¿ ¿
n−1

( ∑ x )( ∑ y )
∑ xy−
n
c. r =

√ −( ∑ y )
2
2
(∑ X ¿ )−¿ ¿ ¿
n

X 1−X 2
d. t hitung =

2 2
S1 S2 r
+ −2 ¿ ¿
n 1 n2

Keterangan:

X1 : Rata-rata sampel 1

X2 : Rata-Rata sampel 2
S1 : Simpangan baku sampel 1

S2 : Simpangan baku sampel 2

S12 : Variabel sampel 1

S22 : Variabel sampel 2

r : korelasi antara 2 sampel

3.8 Format Data Hasil Pengamatan

3.8.1 Hasil Pembuatan Ekstrak kental Kulit Buah Pepaya (carica papaya

L)

berat ekstrak kental


Rendemen= x 100 %
berat serbuk simplisia

3.8.2 Hasil Skrining Fitokimia

Tabel 3.6 Hasil Skrining Fitokimia

No Identifikasi Pengamatan Hasil

1. Alkaloid

2. Flavanoid

3. Tanin

3.8.3 Hasil Uji Evaluasi Suspensi Ekstrak Kulit Buah Pepaya (carica

papaya L)

Tabel 3.8 Hasil Uji Evaluasi Suspensi Ekstrak Kulit Buah Pepaya
(carica papaya L)

Sediaan
Uji Evaluasi Persyartan X K-
Bau
Organolepti
Rasa
k
Warna
pH
Sedimentasi
Viskositas

Keterangan:

X = Suspensi ekstrak kulit buah Pepaya (carica papaya L)

K- = Suspensi Na-CMC
3.8.4 Uji Efektivitas Analgetik Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L)

SAMPEL FREKUENSI LOMPATAN


5 10 15 20 25 30
X1 1

2
3
RATA-RATA
X2 1
2
3
RATA-RATA
X3 1
2
3
RATA-RATA
K+ 1
2
3
RATA-RATA
K- 1
2
3
RATA-RATA

Tabel 3.9 Data Hasil Pengamatan Uji Efektifitas Analgetik Suspensi


Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan di Laboraturium Universitas Majalengka

Fakultas Farmasi. Dapat disampaikan hasilnya bahwa spesimen

tersebut di bawah ini adalah: Kingdom:Plantae; Difisi:

Spermatophyta; Sub Divisi: Magnoliophyta: Kelas Magnoliopsida;

Ordo: Brassicales; Famili: Caricaceae; Genus: Carica; Spesies:

Carica papaya, L.

4.1.2 Hasil Pengumpulan Sampel Kulit Buah Pepaya (Carica papaya

L.)

Pengumpulan Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L.) yang

digunakan sebagai bahan penelitian sebanyak 1.000gram/ 1Kg diambil

dari kebun halaman rumah di Desa Bondan, Kecamatan

Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu.

4.1.3 Hasil Pembuatan Simplisia Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L.)

Pembuatan simplisia Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L.)

dilakukan dengan cara pengeringan menggunakan oven dengan lama

pengeringan , dan diperoleh simplisia keringnya sebanyak 300gram.

Bobot awal simplisia = 1.000 gram


Bobot akhir simplisia = 100 gram

(1.000−100)
Susut Pengeringan = X 100 %
1.000

900
= X 100 %
1000

= 90%

4.1.4 Hasil Pembuatan Ekstrak Kental Kulit Buah Pepaya (Carica

papaya L.)

Pembuatan Ekstrak Kental dilakukan dengan cara maserasi

simplisia kulit buah Pepaya (Carica papaya L.) Sebanyak 100gram

yang dilarutkan dengan etanol 70% sebanyak 1liter/ 1000mL.

perendaman dilakukan selama 7 hari sambil sesekali diaduk,

setelah 7hari lalu diserkai dan diperoleh filtrat sebanyak 800mL,

kemudian filtrat diuapkan diatas waterbath dan didapat ekstrak

kental sebanyak 26,87gram.

berat ekstrak kental


Rendemen = x 100 %
berat serbuk simplisia

26,87 gram
Rendemen = x 100 %
100 gram

= 26,87%
4.1.5 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil Skrining Fitokimia dapat dilihat pada tabel Sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak kulit buah Pepaya

(Carica papaya L.)

No Senyawa Hasil Keterangan

1. Flavonoid Muncul warna merah dan Positif mengandung senyawa

oren flavonoid

2. Saponin Muncul busa stabil Positif senyawa mengandung

Saponin

3. Tanin Poaitif mengandung senyawa

tanin
4.1.6 Hasil Penimbangan Suspensi Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica

papaya L.)

Bahan X K-

Ekstrak 6 gram -

Na CMC 1 gram 1

Aqua pro 20 ml 20

CMC

Nipagin 0,1 gram 0,1

Aquadest Ad 100 ml Ad 100

Keterangan:

X = Meliputi dari X1 X2 dan X3 hanya dibedakan saat pemberiannya saja.

K- = Formula suspensi tanpa ekstrak.


4.1.7 Hasil Evaluasi Sediaan Ekstrak Suspensi kulit buah Pepaya (Carica

papaya L.)

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Sediaan Ekstrak Suspensi kulit buah Pepaya

(Carica papaya L.)

Formulasi Persyaratan
No Uji Evaluasi
X K-

1. Bentuk cair Cair -

Uji Warna Coklat keorenan Putih -

Organoleptis Bau Bau khas Tidak berbau -

Rasa pahit Tidak berasa

2. Uji Ph 4 6 4-7

3. Uji Sedimentasi 1 1 F=1

4. Uji Viskositas 250Cp 300Cp 37Cp-396Cp


4.1.8 Uji Efektifitas Suspensi Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L)

Tabel 4.4 Data Hasil pengamatam Uji Efektifitas Analgetik Kulit

Buah Pepaya (Carica papaya L)

FREKUENSI LOMPATAN
SAMPEL
5 10 15 20 25 30
1 32 35 33 35 33 29
X1
2 35 32 30 33 29 30
3 31 33 33 35 31 30
RATA-RATA 32,66 33,33 32 34,33 31 29,66
1 27 27 29 25 25 24
X2
2 30 31 27 27 25 25
3 29 29 22 23 20 20
RATA-RATA 28 29 26 25 23,33 23
1 18 19 19 19 20 17
X3
2 17 22 18 18 15 18
3 21 20 21 20 18 18
RATA-RATA 18,66 20,33 19,33 19 17,66 17,66
1 22 19 18 19 20 15
K+
2 24 21 20 18 19 17
3 22 20 18 18 17 15
RATA-RATA 22,66 20 18,33 18,33 18,66 15,66
1 35 35 36 35 36 34
K-
2 39 37 39 36 33 30

3 40 41 40 39 35 32
RATA-RATA 22,66 37,66 38,33 36,33 34,66 32

Keterangan:
X1 = Suspensi ekstrak kulit buah pepaya dosis 6mg/20g BB sebanyak

0,1 ml

X2 = suspensi ekstrak ekstrak kulit buah pepaya dosis 12mg/20g BB

sebanyak 0,2ml

X3 = suspensi esktrak ekstrak kulit buah pepaya dosis 18mg/20g BB

sebanyak 0,3ml

K+ = Suspensi omestan sebanyak 0,5 ml

K- = Larutan Suspending agent (basis suspensi) sebanyak 0,5 ml

4.2 Analisa Data

Data Yang diperoleh dari Hasil Penelitian kemudian dikumpulkan

dalam bentuk tabel. Dari tabel hasil uji efektifitas sedatif suspensi ekstrak

kulit buah pepaya (Carica papaya L) dilakukan pengolahan data

menggunakan uji Normalitas, uji Homogenitas, one way anova dan Post hoc.

4.2.1 Uji Normalitas

Data dari hasil penelitian kemudian dianalisis, diawali dengan

uji normalitas, diawali dengan uji normalitas. Data akan dikatakan

normal jika nilai (sig) > 0,05. 0,05 didapat dari taraf keyakinan untuk

analisis data. Adapun hasil pengujian normalitas data dapat dilihat

pada tebel berikut ini:

Tests of Normality
VAR0000 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
2 Statistic df Sig. Statistic df Sig.
VAR0000 1 ,157 18 ,200 *
,910 18 ,085
1 2 ,141 18 ,200 *
,952 18 ,458
3 ,176 18 ,144 ,956 18 ,534
4 ,126 18 ,200 *
,969 18 ,771
5 ,156 18 ,200 *
,957 18 ,551
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas

Data dikatakan berdistribusi normal jika:

a. Jika nilai signifikan (p) 0,05 menunjukan kelompok data berdistribusi

normal.

b. Jika nilai signifikan (p) < 0,05 menunjukan kelompok data tidak

berdistribusi normal.

Kesimpulan:

a) Data X1 didapatkan nilai sig 0,200 > 0,05 yang artinya data yang

digunakan berdistribusi normal.

b) Data X2 didapatkan nilai sig 0,200 0,05 yang artinya data y digunakan

berdistribusi normal.

c) Data X3 didapatkan nilai sig 0,144 > 0,05 yang artinya data yang

digunakan berdistribusi normal.

d) Data K+ didapatkan nilai sig 0,200> 0,05 yang artinya data yang

digunakan berdistribusi normal.

e) Data K- didapatkan nilai sig 0,200>0.05 yang artinya data yang

digunakan berdistribusi normal.


4.2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui data yang

diperoleh bersifat homogen atau tidak. Dasar pengambilan keputusan

dalam uji homogenitas data yaitu nilai signifikasi > 0,05, maka

dikatakan bahwa varian dari dua data atau lebih kelompok populasi

adalah sama. Adapun hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Analisis Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene df1 df2 Sig.


Statistic
Jumlah Based on Mean 2,276 4 85 ,068
Lompatan Based on Median 2,088 4 85 ,089
Based on Median and with 2,088 4 72,236 ,091
adjusted df
Based on trimmed mean 2,326 4 85 ,063

Data dikatakan homogen jika :

a. Jika nilai signifikan (p) > 0,05 menunjukan kelompok data

homogen

b. Jika nilai signifikan (p) <0,05 menunjukan kelompok data

homogen

Kesimpulan:

Dari data didapatkan nilai sig 0,068 > 0,05 yang artinya data yang

digunakan berdistribusi homogen.


4.2.3 Uji One way Anova

Dari hasil analisis data uji normalitas dan uji homogenitas data

pada menunjukan varian data berdistribusi normal dan berdistribusi

homogen sehingga uji dilanjutkan dengan parametric One-Way Anova

dengan pembacaan data apabila nilai sig 0,05 maka tidak ada

perbedaan yang bermakna antar kelompok sedangkan apabila nilai sig

<0,05 maka menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar

kelompok. Hipotesis:

H o : Adanya efektivitas analgetik suspensi Kulit Buah Pepaya (Carica

papaya L.) pada mencit putih jantan.

H I : Tidak adanya efektivitas analgetik Kulit Buah Pepaya (Carica

papaya L.) pada mencit putih jantan

Kriteria Uji :

H o : ditolak bila Sig <0,05

H I ditolak bila Sig >0,05

Tabel 4.7 Hasil Uji One way Anova


ANOVA
Jumlah Lompatan
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between Groups 4387,222 4 1096,806 169,455 ,000
Within Groups 550,167 85 6,473
Total 4937,389 89

Kesimpulan:

Berdasarkan uji One-Way ANOVA diperoleh nilai signifikasi yaitu F

hitung lebih besar daripada F tabel (169,455 > 2,47) maka H o diterima

dan H I ditolak. yang artinya yang berarti suspensi ekstrak kulit buah

Pepaya (Carica papaya L) memiliki efektifitas analgetik terhadap

mencit putih jantan (Mus musculus)

4.2.4 Post Hoc

Berikut ini merupakan hasil uji Post-Hoc LSD untuk

mengetahui perbedaan efektivitas analgetik dari masing-masing

kelompok uji.

Tabel 4.8 Hasil uji perbandingan Post Hoc LSD


Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Lompatan
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
Uji Uji Difference (I- Error Lower Bound Upper Bound
J)
x1 x2 6,333* ,848 ,000 4,65 8,02
x3 13,389 *
,848 ,000 11,70 15,08
KP 13,222 *
,848 ,000 11,54 14,91
KN -4,056* ,848 ,000 -5,74 -2,37
x2 x1 -6,333* ,848 ,000 -8,02 -4,65
x3 7,056 *
,848 ,000 5,37 8,74
KP 6,889 *
,848 ,000 5,20 8,58
KN -10,389 *
,848 ,000 -12,08 -8,70
x3 x1 -13,389 *
,848 ,000 -15,08 -11,70
x2 -7,056 *
,848 ,000 -8,74 -5,37
KP -,167 ,848 ,845 -1,85 1,52
KN -17,444* ,848 ,000 -19,13 -15,76
KP x1 -13,222* ,848 ,000 -14,91 -11,54
x2 -6,889 *
,848 ,000 -8,58 -5,20
x3 ,167 ,848 ,845 -1,52 1,85
KN -17,278 *
,848 ,000 -18,96 -15,59
KN x1 4,056 *
,848 ,000 2,37 5,74
x2 10,389 *
,848 ,000 8,70 12,08
x3 17,444 *
,848 ,000 15,76 19,13
KP 17,278* ,848 ,000 15,59 18,96
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Kesimpulan:

a. K+ dengan X1 didapatkan nilai sig Asymp sig 0,000<0,005 yang

artinya terdapat perbedaan aktivitas analgetik antar kelompok uji.

b. K+ dengan X2 didapatkan nilai sig Asymp sig 0,000<0,005 yang

artinya terdapat perbedaan aktivitas analgetik antar kelompok uji.


c. K+ dengan X3 didapatkan nilai sig Asymp sig 0,845<0,005 yang

artinya tidak terdapat perbedaan aktivitas analgetik antar kel ompok

uji.

d. K+ dengan K- didapatkan nilai sig Asymp sig 0,000<0,005 yang

artinya terdapat perbedaan aktivitas analgetik antar kelompok uji.

4.3 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah suspensi

kulit buah pepaya (Carica papaya L) memiliki efektivitas analgetik pada

mencit jantan (Mus musculus) dan untuk mengetahui dosis suspensi ekstrak

kulit buah pepaya (Carica papaya L) yang memiliki efektivitas yang paling

baik sebagai analgetik.

Pada tahap awal melakukan penelitian ini, dilakukan determinasi

dilaboratorium fakultas farmasi Universitas YPIB untuk memastikan

kebenaran dari tanaman pepaya (Carica papaya L) determinasi dilakukan

dengan mencocokan ciri morfologi dari tanaman Pepaya (Carica papaya L)

terhadap pustaka, yaitu buku Flora Of Java. Hasil determinasi menyatakan

bahwa tanaman yang digunakan adalah benar tanaman pepaya (Carica

papaya L).

Setelah determinasi, dilakukan pengumpulan bahan dan pembuatan

simplisia kulit buah pepaya (Carica papaya L). Pengumpulan bahan dan

pembuatan simplisia kulit buah pepaya (Carica papaya L) didapat dari ......

Tanaman yang terkumpul sebanyak 1Kg, bagian tanaman yang dikumpulkan

adalah bagian Kulit buah.


Kulit buah pepaya (Carica papaya L) kemudian dibuat simplisia agar

tanaman tidak mengalami kerusakan dan mudah untuk diekstraksi simplisia

yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 300gram. simplisia kulit buah

pepaya (Carica papaya L) dihaluskan dan diambil serbuknya sebanyak

100gram untuk diekstraksi, simplisia digunakan dalam bentuk yang halus

karna makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif.

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah salah satu

metode ekstraksi secara dingin yaitu maserasi. Pemilihan metode maserasi

selain dipilih karna metode ini prosedur dan penggunaan alatnya sederhana

juga karena zat aktif yang diteliti tidak tahan terhadap pemanasan tujuan

dilakukannya maserasi pada penelitian ini adalah memperoleh ekstrak dari

kulit buah pepaya (Carica papaya L)

Pada metode maserasi diperlukan cairan penyari atau pelarut. Pelarut

yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 70% karena pelarut etanol

70% dapat menarik zat aktif keluar dari kulit buah pepaya (Carica papaya L)

dan untuk menghindari pertumbuhan jamur dan kapang. Selama proses

penyarian etanol yang diperlukan sebanyak .....? . pemilihan penggunaan

pelarut 70% dapat melarutkan senyawa aktif lebih maksimal karena etanol

70% masih mengandung air yang cukup (30%) yang membantu proses

ekstraksi sehingga sebagian senyawa tersebut ada yang tertarik dalam etanol

dan adapula yang tertarik dalam air (Melodita, 2011). Berdasarkan hal

tersebut pelarut etanol 70% dipilih sebagai pelarut untuk melarutkan senyawa

aktif dari kulit buah pepaya (Carica papaya L).


Ekstrak yang diperoleh dari maserasi sebanyak 800ml? dan setelah diuapkan

diperoleh ekstrak kental 26.87gram? dengan rendemen 100gram?. dilihat dari

perhitungan rendemen ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L)

memiliki kadar rendemen tidak kurang dari kadar yang telah ditetapkan.

Adapun hasil rendemen dapat dipengaruhi oleh faktor mutu ekstrak seperti

faktor biologi Pepaya (Carica papaya L) dan fakor kimia seperti faktor

internal yaitu kandungan dari senyawa kimia secara kualitatif ataupun

kuantitatif dan faktor eksternal yaitu metode ekstraksi, jumlah dan jenis

pelarut yang digunakan dalam ekstraksi.

Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) memiliki bentuk fisik yaitu

berbentuk cairan kental, berbau aromatik khas, berwarna coklat kehitaman?

dan rasa pahit?. Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) positif ? mengandung

Flavanoid, Saponin, dan tanin setelah dilakukan uji skrining fitokimia.

Pada penelitian ini ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L)

diformulasikan dalam bentuk sediaan suspensi Pemilihan bentuk sediaan

suspensi dikarenakan suspensi mempunyai nilai lebih antara lain dapat

digunakan oleh hampir semua usia, cepat diabsorpsi sehingga cepat

menimbulkan efek. Suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L)

dibuat sebanyak 100 ml dengan menggunakan Na-CMC 1%, Aqua pro Na-

CMC, Nipagin 0,1%, dan Aquadest sebagai pelarut.

Suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) dan kontrol

negatif (basis suspensi) dilakukan uji evaluasi yang bertujuan untuk

mengetahui apakah sediaan suspensi memenuhi persyaratan yang telah


ditentukan. Evaluasi suspensi meliputi uji organoleptik, uji pH, uji

sedimentasi dan uji viskositas

Uji organoleptik suspensi bertujuan untuk mengetahui bentuk fisik

berupa bau, rasa dan warna dari suspensi. Suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya

(Carica papaya L) memiliki bau khas, rasa pahit dan warna coklat kehijauan.

Uji pH dilakukan untuk mengetahui apakah suspensi yang telah dibuat

bersifat asam atau basa. Pada uji pH suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya

(Carica papaya L) menunjukkan derajat keasaman bernilai 4? yang berarti

suspensi memiliki pH asam Nilai pH yang dianjurkan untuk suspensi adalah

berkisar antara 4-7 (Anonim, 2015). Maka, dilihat dari hasil nilai pH yang

didapatkan dari suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L)

suspensi memenuhi persyaratan.

Untuk uji sedimentasi, tidak terdapat endapan pada semua sediaan

suspensi. Karena dalam kurun waktu 12 hari, volume sediaan tetap Maka hal

ini sesuai literatur, suspensi yang baik memiliki F-1 (Syamsuni, 2012)

Uji viskositas suspensi dilakukan bertujuan untuk mengetahui

kekentalan Suspensi pada dasarnya memiliki kekentalan 37 Cp- 396 Cp

(Ansel, 1989). Dari hasil perhitungan viskositas, suspensi Kulit buah Pepaya

(Carica papaya L) memiliki viskositas = 250Cp. Dengan hasil tersebut,

suspensi Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) memenuhi persyaratan.

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan (Mus

musculus). Mencit dipilih sebagai hewan penelitian karena siklus hidupnya


yang relative pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, dan sifat anatomis

dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Tolistiawaty, 2014).

Percobaan ini dilakukan terhadap 15 mencit yang dibagi menjadi S

kelompok, yaitu kontrol positif dan kontrol negatif, dan perlakuan yang di

bedakan dengan 3 varian dosis dengan suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya

(Carica papaya L) masing-masing mencit diberikan suspensi secara oral

dengan dosis yaitu 6g/kg BB, 12g/kg BB, 18g/kg BB. Masing- masing

kelompok terdiri dari 3 ekor mencit.

Mencit putih (Mus musculus) yang digunakan berjenis kelamin jantan

dengan bobot 20-30 gram Jenis kelamin disamakan untuk menghindari

variasi biologis. Sebelum perlakuan masing-masing mencit dipuasakan

terlebih dahulu selama 12 jam tanpa diberi makan tetapi tetap diberi minum

agar penyerapan obat lebih efektif dan tidak terganggu oleh adanya makanan

dalam pencernaan,

Kontrol positif berupa Asam Mefenamat, dosis Asam Mefenamat

dikonversikan terlebih dahulu kedalam dosis mencit hingga diperoleh .....?

mg/ 20g BB secara peroral, yang berfungsi sebagai pembanding antara

potensi suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) dengan Asam

Mefenamat yang sudah biasa digunakan sebagai obat analgetik.

Kontrol negatif diberikan Na-CMC secara peroral untuk memastikan

bahwa Na-CMC yang digunakan untuk mensuspensikan ekstrak Kulit buah

Pepaya (Carica papaya L) tidak memiliki efek apapun dan sebagai

pembanding yang tidak memberikan efek terhadap daya analgetik.


Uji efektivitas analgetik pada penelitian kali ini menggunakan. metode

rangsang panas. Metode yang sering dikenal dengan nama hot plate ini

dikembangkan dari Eddy dan Leimbach (1953). Respon yang terjadi, mencit

akan merasakan nyeri panas yang ditandai dengan menjilat kaki atau

melompat tabung pembatas. Metode ini cepat,sederhana, dan hasilnya

reproduktif. Mencit atau tikus diberikan rangsangan pada kakinya dengan

suhu 55°C dan respon yang ditunjukan oleh mencit adalah menjila kaki,

mengangkat kaki dengan cepat dari hot plate, menyembunyikan kakinya, dan

melompat (Ramabadran, 1990).

Dari penelitian tersebut didapat hasil yang dituangkan dalam bentuk tabel

grafik dan uji secara statistik. Dari hasil grafik dapat terlihat bahwa naik

turunnya grafik sangat dipengaruhi oleh kadar obat yang terabsorsi dalam

tubuh, dalam hal ini jika grafik naik dapat diartikan bahwa absorsi obat dalam

tubuh mencit lebih besar dari pada eliminasi, sedangkan jika grafik

menunjukan turun dapat diartikan bahwa eliminasi obat dalam tubuh mencit

lebih cepat dibandingkan absorsi atau proses telah selesai.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini kemudian

diolah dengan SPSS 26.0 for windows secara statistik dengan metode anova

satu arah “ One Way Anova”. Hasil yang didapat pada uji normalitas efek

sanalgetik suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) diperoleh

nilai signifikan nilai (Sig) > 0,05. X1 (0,085>0,05); X2 (0,458>0,05); X3

(0,534>0,05); KP (0,771>0,05); KN (0,551>0,05) artinya data yang diperoleh

berdistribusi normal. Dari perhitungan uji homogenitas efek analgetik


suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) diperoleh nilai

signifikan Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh hasil

(Sig) 0,05, (0,068 > 0,05) sehingga data yang diperoleh dikatakan homogen.

Perhitungan uji anova satu arah efek analgetik suspensi ekstrak

Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) didapat nilai F hitung > F tabel (>2,47)

dan nilai signifikan dari tabel tersebut diperoleh 0,00 yang berarti Ho

ditolak dan H I diterima, artinya suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica

papaya L) memiliki efektivitas analgetik terhadap mencit putih jantan (Mus

musculus)

Perhitungan uji Post Hoc (Post Hoc Test) efek analgetik ditujukan

untuk mengetahui apakah serbuk suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica

papaya L) memiliki perbedaan efektivitas yang signifikan dengan kontrol

positif ......?. Berdasarkan uji post hoc (Post Hoc Test) diperoleh nilai

signifikan sediaan suspensi ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) .


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian "Uji Efektivitas Analgetik Sediaan

Suspensi Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) Terhadap Mencit

Putih Jantan (Mus musculus)" Dapat disimpulkan bahwa:

1. Suspensi Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) memiliki

efektivitas analgetik pada mencit putih jantan.

2. Suspensi Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) dosis....?g/kg BB

paling efektif sebagai analgetik pada mencit putih jantan

3. Suspensi Ekstrak Kulit buah Pepaya (Carica papaya L) memenuhi

persyaratan suspensi yang baik.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti ingin menyarankan

untuk:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektivitas analgetik pada

tanaman Pepaya (Carica papaya L) dalam bentuk sediaan farmasi lain.

2. Melakukan penelitian tentang efek farmakologi lain dari tanaman Pepaya

(Carica papaya L) sebagai pengobatan untuk penyakit lain.


DAFTAR PUSTAKA

A. N. Panche 1, 2, A. D. D. 2, & Chandra1, * and S. R. (2016). Journal of


nutritional science. https://doi.org/10.1017/jns.2016.41

Adisaputro, G. (2010). Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Anggraini, D. D., Purnomo, W., & Trijanto, B. (2018). Interaksi Ibu Hamil
Dengan Tenaga Kesehatan dan Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Ibu
Hamil Mengomsumsi Tablet Besi (Fe) dan Anemia Di Puskesmas Kota
Wilayah Selatan Kota Kediri. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21(2),
92–89. https://doi.org/10.22435/hsr.

Anief, M. (2010). Penggolongan Obat. 10th , Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press. 9-10.

Anonim. (2015). Diakses dari laman web tanggal 20 juni 2016, 9:10:28.

Ansel, H. C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa


Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.

Anshari, R. (2012). Lampu Pijar


http://riza-electrical.blogspot.com/2012/07/lampu-pijar.html (Diakses Pada
Tanggal 23 April 2015).

Anvisa. (2005). Cosmetic Products Stability Guide (1 st edition). Brasilia:


National Health Surveillance Agency Press, 1-31.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

B, A. (2010). Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta : Adabia Press pp 6-7.
Bahruddin, A. S. H. dan E. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam
Pendidikan. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Baughman, 2000. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari Brunner


& Suddarth (Terjemahan), EGC, Jakarta.

F, T. R. dan L. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, PT.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11, 90-93, 167.

Fadhilaturrahmi, S. (2015). Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta


Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Terong Lalap Ungu (Solanum
melongena L.). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Farmakope Indonesia, E. I. (1995). Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000.

Harmita, dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3, pp. 125-9,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hartini, Y., Wahyuono, S., & Widyarini, S. (2004). Uji Aktivitas Fagositosis
Makrofag Senyawa Kode Pc-2 Dari Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz
& Pav) Secara In vivo. 1-12.

HW, T. (2002). Terapi Pepaya: Sebuah Bentuk Terapi Makanan Yang Aman dan
Murah, Cetakan Pertama, PT Prestasi Pustaka Raya, Jakarta. 10, 78, 105,
119.

Indonesia, D. K. R. (2008). Farmakope Herbal Indonesia, 113-115, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi


Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
Sekripsi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

K., T. T. H. and R. (2015). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek -


Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 523–531.
KHADAFI, S. M. (2022). ANALISIS FRAMING AKSI BAIM WONG MEMARAHI
KAKEK SUHUD.

Khotimah, K. (2016). Skrining Fitokimia dan Identifikasi Metabolit Sekunder


Senyawa Karpain Pada Ekstrak Metanol Daun carica pubescens Lenne &
K.Koch Dengan LC/MS (Liquid Chromatograph-tandem Mass
Spectrometry). [Skripsi].

Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M., & Tanjung, dan B. K. (2008). Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.

Meilisa. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul
Dari Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak, Medan,Fak.Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.

Melinda. (2014). Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsonia inermis L), Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Nuraini. (2006). Potensi kapang karotenogenik untuk memproduksi pakan sumber


βkaroten dan pengaruhnya terhadap ransum ayam pedaging dan petelur.
Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang.

Nurhayati, L., Waryanto, B., Widaningsih, R., dan N. (2015). Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi
Kementerian Pertanian. Hal 31-37.

Nurhayati. (2008). Studi Perbandingan Metode Sampling Antara Simple Random


dengan Stratified Random”, Jurnal Basic Data, ICT Research UNAS, Vol.3,
No.1, dalam http://old.unas.ac.id.

Purwanti., Suranto., & R. S. (2003). Potensi Penghambatan Minyak Atsiri dan


Ekstrak Kasar Rimpang Lempuyang (Zingiber spp.) Terhadap Pertumbuhan
Fusarium oxysporum Schlecht f. sp. Cubense. Biofarmasi, Vol.1 (2): 58-64.

Putra, I. A. dan M. M. (2015). Artikel Penelitian Uji Efek Antibakteri Ekstrak


Etanol Kulit Batang Salam {Syzigium polyanthum Walp} terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara Invitro, 4(2), pp. 497–
501.

Putri, Ririn, N. (2020). Indonesia Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Jurnal


Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 20(2),.

RI, D. K. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713. Jakarta.

RI, K. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Riyanto., B. (2010). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, ed. 4,


BPFEYOGYAKARTA.

Rukmana, R. (2012). Budi Daya Alpukat. Yogyakarta: Kanisius.

Sugiyono, 2013. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.CV.

Suprapti, S. (2009). Perilaku Konsumen. Udayana University Press. Denpasar.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta. 29 – 31.

Tenri, A., & Rivai, O. (2020). Identifikasi Senyawa yang Terkandung pada
Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera). 6(2), 63–70.

Tjay, H.T., dan Rahardjo, K. (2015). Obat-Obat Penting, Edisi VII, PT.Gramedia,
Jakarta.

Widaryanto E, A. N. (2018). Perspektif Tanaman Obat Berkhasiat. Malang: UB


Press;

Anda mungkin juga menyukai