SKRIPSI
Oleh
Eka Dyah Wahyu
NIM 082210101081
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana Farmasi (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Farmasi
Oleh
Eka Dyah Wahyu
NIM 082210101081
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayahanda Sudarminto dan Ibunda Siti Nur Aini tercinta, yang telah mendoakan,
memberikan kasih sayang, dukungan dan pengorbanan yang tidak ternilai selama
ini.
2. Para pendidikku sejak SD sampai SMF, serta dosen-dosen Perguruan Tinggi
terhormat,
yang
telah
bersedia
memberikan
ii
ilmu
pengetahuan
dan
MOTO
Kesempurnaan ilmu adalah bila diamalkan
Untuk kemaslahatan orang banyak
(Teguh Supriono)
Knowledge is the wing wherewith we fly to heaven
(William Shakespearse)
Ya Allah, beri saya keberanian untuk mengubah apa yang dapat saya ubah,
kesabaran untuk menerima apa yang tidak dapat diubah dan
kebijaksanaan untuk mengetahui bedanya
(Zigziglar)
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eka Dyah Wahyu
NIM
: 082210101081
iv
SKRIPSI
Oleh
Eka Dyah Wahyu
NIM. 082210101081
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama
vi
RINGKASAN
Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah (Psidium guajava L) Pada
Gambaran Histopatologi Paru Mencit (Mus musculus) Jantan Galur Balb-C
Yang Dipapar Asap Rokok Kretek. Eka Dyah Wahyu, 082210101081; 2013; 53
halaman; Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Angka kematian akibat asap rokok mencapai 5,4 juta/tahun dan dapat
meningkat sampai 8 juta/tahun dengan jumlah perokok mencapai 1,3 miliar orang
pada tahun 2030 dan 70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang (World
Health Organization, 2008). Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap efek
merokok terbukti bahwa merokok telah meningkatkan risiko kanker paru (Barnoya
dan Glantz, 2005). Penyakit tersebut berkaitan dengan meningkatnya stres oksidatif
dan berkurangnya antioksidan endogen akibat racun tembakau yang diisap oleh
perokok. Oleh karena itu, tubuh perokok memerlukan antioksidan eksogen untuk
menangkal radikal bebas (Edyson, 2005).
Buah jambu biji merah memiliki potensi di bidang medis sebagai sumber
senyawa antioksidan eksogen karena mengandung vitamin C, vitamin E, -karoten,
seng dan selenium (Fonnie, 2007). Dalam penelitian secara in vitro dibuktikan bahwa
jus buah jambu biji memiliki aktivitas antiradikal dengan nilai IC 50 sebesar 380,74
g/ml (Pribadi, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jus jambu biji merah
(Psidium guajava L.) memiliki kemampuan mencegah kerusakan paru mencit jantan
galur Balb-C yang dipapar asap rokok kretek. Dan untuk mengetahui manakah dari
ketiga dosis 0,5 ml/hari, 1,0 ml/hari, 2,0 ml/hari jus buah jambu biji merah (Psidium
guajava L.) yang memiliki aktivitas paling kuat dalam mencegah kerusakan paru
mencit jantan galur Balb-C yang dipapar asap rokok.
Asap rokok, vitamin C dan jus jambu biji merah diberikan kepada mencit
sesuai kelompok perlakuan selama 35 hari. Pada hari ke-36 mencit dikorbankan dan
vii
0,5 ml/hari
memiliki aktivitas paling kuat dalam mencegah kerusakan paru mencit jantan galur
Balb-C yang dipapar asap rokok kretek yaitu sebesar 75% (pada 4 mencit).
viii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Jus Jambu
Biji Merah (Psidium guajava L) pada Gambaran Histopatologi Paru Mencit (Mus
musculus) Jantan Galur Balb-C yang Dipapar Asap Rokok Kretek. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana
farmasi (S1) Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jember, Bapak Prof. Drs. Bambang
Kuswandi, M.Sc., Ph.D atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. dr. Hairrudin, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Utama dan ibu Diana Holidah,
S.F., M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang penuh kesabaran
memberi bimbingan, dorongan, meluangkan waktu, pikiran, perhatian dan saran
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini sehingga bisa terlaksana dengan
baik.
3. Prof. drg. Mei Syafriadi, MD.Sc., Ph.D selaku Dosen Penguji I dan ibu Fifteen
Aprila Fajrin, M.Farm. selaku Dosen Penguji II, terima kasih atas bimbingan,
saran dan kritiknya.
4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Jember yang telah memberikan
ilmu, bimbingan, saran dan kritik kepada penulis.
5. Mbak Indri dan Mbak Dhini yang selalu membantu penulis saat melakukan
penelitian di laboratorium.
6. Keluargaku, Ayahanda Sudarminto, Ibunda Siti Nur Aini, dan Adikku Yuniar
Dwi Lestari tersayang yang telah memberikan pengorbanan yang tak terhingga,
ix
perhatian, kasih sayang, tenaga, pikiran, doa dan semangat yang besar pada
penulis terutama selama penyusunan skripsi ini.
7. Fandhi Bagus Alwianto, yang telah menjadi cambuk semangat dalam
menyelesaikan karya ini. Kau yang terindah untukku.
8. Teman satu timku, mbak Noviana Rahmi yang selalu siap memberi bantuan
tenaga, pikiran, pengorbanan, kasih sayang dan perhatian yang besar selama ini.
9. Teman-teman lab. farmasi klinik seperjuangan Rosa, Septi, Mutia, Itum, aulia,
Mbak Intan, Rizka, Intan yang selalu memberikan motivasi yang besar.
10. Rekan-rekan seperjuangan (my lovely sista) Aprilia Ratna, Evi Lestari, Emy D
Frismandani, Margaretta Indra dan Tyta Ardhina yang telah berjuang bersamasama untuk mancapai kelulusan dan saling memberikan bantuan, semangat,
tenaga dan pikiran selama ini. Semoga tak hanya sebatas ini.
11. Angkatan 2008 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Hanya doa yang dapat penulis panjatkan semoga segala kebaikan dan dukungan
yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan. Dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu farmasi, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN...........................................................................
iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
vi
RINGKASAN ....................................................................................................
vii
PRAKATA .........................................................................................................
ix
DAFTAR ISI......................................................................................................
xi
xiv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xv
xvi
1.1
1.2
Rumusan Masalah...........................................................................
1.3
1.4
2.2
Jus Buah...........................................................................................
2.3
Antioksidan......................................................................................
2.4
Vitamin C.........................................................................................
2.5
-Karoten .........................................................................................
11
2.6
Likopen ...........................................................................................
12
2.1
xi
2.6
Vitamin E .........................................................................................
13
2.7
14
2.8
Rokok
...........................................................................................
17
2.9
19
20
27
3.1
27
3.2
27
3.3
28
3.4
28
3.5
Variabel Penelitian..........................................................................
29
3.6
Definisi Operasional........................................................................
29
3.7
30
30
30
31
3.8.1 Tahap Persiapan dan Preparasi Jus Buah Jambu Biji ..............
31
31
34
35
36
3.8
3.9
4.1
36
4.2
Pembahasan .....................................................................................
41
46
5.1
Kesimpulan ......................................................................................
46
5.2
Saran ................................................................................................
46
xii
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................
55
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
2.2
4.1
4.2
4.3
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
Histologi Bronkiolus.................................................................................... 22
3.1
3.2
4.1
4.2
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah perokok di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Pada saat ini saja
Indonesia termasuk lima besar konsumen rokok di dunia (Tandra, 2003). Konsumsi
rokok di Indonesia mencapai 240 Miliar batang per tahunnya atau setara 658 juta
batang tiap harinya. Jumlah konsumen rokok di negara-negara berkembang jauh lebih
banyak dibandingkan di negara maju. Hal ini dikarenakan pembatasan dan penurunan
pengguna rokok di negara-negara maju. Angka kematian akibat asap rokok mencapai
5,4 juta/tahun dan dapat meningkat sampai 8 juta/tahun dengan jumlah perokok
mencapai 1,3 miliar orang pada tahun 2030 dan 70% di antaranya terjadi di negaranegara berkembang (World Health Organization, 2008). Namun, merokok telah
menjadi gaya hidup bagi banyak pria dan wanita, bahkan anak-anak dan kaum remaja
(Skurnik dan Shoenfeld, 1998).
Berdasarkan bahan bakunya rokok terdiri dari empat jenis, yaitu rokok putih,
rokok kretek, rokok klembak dan cerutu. Rokok kretek berisi 75% tembakau dan 25%
cengkeh (Sitepoe, 1997). Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena
kandungan tar, nikotin, dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi. Komsumsi
rokok kretek di Indonesia mencapai 88% (Widodo et al., 2007). Dalam satu tahun,
produksi rokok kretek sekitar 86% dari total produksi rokok nasional yang mencapai
240 milyar batang (Wibisono, 2010).
Asap rokok terdiri atas asap utama (main stream smoke) dan asap sampingan
(side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihirup langsung oleh
perokok tersebut, sedangkan asap sampingan adalah asap yang disebarkan ke udara
bebas dan asap inilah yang akan dihirup oleh orang lain atau yang disebut sebagai
perokok pasif (Tandra, 2003). Asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia
antara lain nikotin, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), hydrogen sianida
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, permasalahan
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui apakah jus jambu biji merah (Psidium guajava L.)
memiliki kemampuan mencegah kerusakan paru mencit jantan galur Balb-C
yang dipapar asap rokok kretek.
2) Untuk mengetahui diantara dosis 0,5 ml/hari, 1,0 ml/hari dan 2,0 ml/hari jus
jambu biji merah (Psidium guajava L.) yang memiliki aktivitas paling kuat
dalam mencegah kerusakan paru mencit jantan galur Balb-C yang dipapar
asap rokok.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya tentang
pengaruh aktivitas jus jambu biji merah dalam memproteksi jaringan paru
akibat paparan asap rokok.
2) Bagi mahasiswa, dapat memberi dorongan dan sebagai dasar penelitian
untuk mahasiswa lain dalam mengadakan penelitian lebih lanjut
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L.
Jambu biji merah termasuk tanaman buah perdu. Jambu biji merah dapat
tumbuh didaerah ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Tanaman jambu biji
merah memiliki banyak cabang dan ranting dengan tinggi mencapai 12 meter.
Daunnya berbentuk bulat telur, kasar dan kusam. Batangnya keras dengan bunga
kecil berwarna putih. Buahnya mengandung banyak biji (Lakhanpal dan Rai, 2007).
Buah Jambu biji merah berbentuk bulat sampai dengan oval, berdiameter 4 cm
dan panjang 412 cm, berat buah 300600 gram. Kulit buah berwarna hijau tua pada
waktu muda, setelah buah masak kulit berwarna hijau kekuningan sampai dengan
kuning tua. Bagian tengah buah terdapat bijibiji kecil (Lakhanpal dan Rai, 2007).
2.1.2 Kandungan Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)
Buah jambu biji merah diketahui memiliki kandungan vitamin C dan beta
karoten sehingga dapat berkhasiat sebagai antioksidan dan meningkatkan daya tahan
tubuh (Fonnie, 2007). Sekitar 15% kebutuhan likopen manusia juga dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi jambu biji merah, yang mempunyai efek memberikan
perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis kanker (Rao dan Agarwal, 1998).
Kandungan-kandungan dalam buah jambu biji merah diperkirakan mempunyai efek
protektif terhadap kerusakan akibat proses stres oksidatif.
Buah jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C yang tinggi diantara
berbagai jenis buah lainnya seperti jeruk, stroberi, dan pepaya. Kandungan vitamin C
pada buah jambu biji merah juga lebih tinggi dibandingkan dengan jambu biji putih
(Dzakiy, 2008).
Kandungan vitamin C jambu biji merah adalah 183,5 mg/100 g buah jambu
biji. Kandungan vitamin C jambu biji merah meningkat menjelang matangnya buah
dan kandungannya 3 kali lipat jeruk manis yang hanya 50 mg/100 g, sedangkan
kandungan vitamin C pepaya hanya 78 mg/100 g dan belimbing 35 mg/100 g (United
States Departement of Agriculture, 2001).
Sumber:
86,10
51
0,82
0,6
11,88
5,4
0,60
20
0,31
10
25
284
3
183,5
0,05
0,05
1,2
0,15
0,143
14
14
792
1,12
fungsi otak, untuk sintesis karnitin yang berfungsi dalam transport lemak ke
mitokondria untuk dikonversi menjadi energi, dan sebagai antioksidan (Higdon,
2004).
2.2 Jus Buah
Sari atau jus buah didefinisikan sebagai cairan yang diperoleh dengan
pemerasan buah, disaring atau tidak, tidak diperoleh dari hasil peragian (fermentasi)
dan dimaksudkan untuk minuman segar yang langsung dapat diminum. Sari atau jus
buah banyak disukai karena merupakan minuman bergizi yang banyak mengandung
vitamin dan mineral (Standar Industri Indonesia, 1979).
Bahan dasar pengolahan produk sari buah diperoleh dari berbagai jenis buahbuahan, diantaranya ada yang diolah dari buah segar (jambu dan mangga), bubur
buah (sirsak), dan ada yang dari bahan konsentrat padat (lychee, jeruk, dan apel).
Cocok atau tidaknya suatu jenis buah untuk diolah menjadi sari buah tergantung dari
jenis dan komponen phenolik, aroma dan jumlah vitaminnya terutama vitamin C
(Suwiah, 1990).
2.3 Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat memperlambat atau menghambat stres
oksidatif pada molekul. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzimatik (enzim)
dan antioksidan non enzimatik (ekstraseluler). Antioksidan enzim di antaranya yaitu
superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH-Px), dan katalase.
Sedangkan antioksidan non enzimatik (ekstraseluler) antara lain vitamin E, vitamin
C, beta karoten, glutation, seruloplasmin, albumin, asam urat dan selenium (Priyanto,
2007). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu (Kumalaningsih, 2008):
1) Antioksidan primer
Antioksidan primer merupakan antioksidan yang bekerja dengan cara mencegah
terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi
molekul yang tidak merugikan. Contohnya adalah Butil Hidroksi Toluen (BHT),
Tertier Butyl Hydro Quinon (TBHQ), propil galat, tokoferol alami maupun
sintetik dan alkil galat.
2) Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal
bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan
yang lebih besar. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C, dan beta karoten yang
dapat diperoleh dari buah-buahan.
3) Antioksidan tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan
yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini
adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat
memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan
DNA pada penderita kanker.
2.4 Vitamin C
Vitamin C memiliki struktur yang menyerupai glukosa, pada sebagian besar
mamalia vitamin C berasal dari glukosa. Vitamin C terdapat dalam bentuk asam
askorbat maupun dehidroaskorbat (Lavoiser, 1998). Asam askorbat diabsorpsi usus
halus, dan hampir seluruh asam askorbat dari makanan terabsorpsi sempurna. Asam
askorbat masuk sirkulasi untuk didistribusikan ke sel-sel tubuh. Asam askorbat
dioksidasi in vivo menjadi radikal bebas askorbil. Sebagian proses reversibel menjadi
asam askorbat kembali, sebagian menjadi dehidroaskorbat yang akan mengalami
hidrolisis, oksidasi dan akhirnya diekskresi melalui urine (Horvart, 1992).
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki
peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin ini juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat (Davies et al., 1991).
Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai
10
Gambar 2.2. Struktur kimia vitamin C (Sumber: Gallagher, M.L. 2004. Vitamins. In: Mahan
LK, Escott-Stump S. Krauses food, nutrition, & diet therapy. Saunders.
Pennsylvania)
Vitamin C bersifat hidrofilik dan berfungsi paling baik pada lingkungan air
sehingga merupakan antioksidan utama dalam plasma terhadap serangan reactive
oxygen species (ROS) dan juga berperan dalam sel (Frei et al., 1990). Sebagai zat
penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan superoksida dan
anion hidroksil, serta berbagai hidroperoksida lemak. Hal ini dikarenakan vitamin C
memiliki gugus pendonor elektron berupa gugus enadiol Gugus ini terletak pada atom
C2 dan C3. Adanya gugus ini memungkinkan vitamin C mampu menangkap radikal
hidroksil (Purwakanta, 2005). Mekanisme reaksi antioksidan vitamin C adalah
radikal bebas bereaksi dengan asam askorbat menjadi radikal askorbat yang dengan
cepat berubah menjadi 2 bentuk berbeda yaitu askorbat dan dehidroaskorbat (Combs,
1992). Sedangkan sebagai antioksidan pemutus reaksi berantai, vitamin C mampu
mereduksi bentuk radikal dari vitamin E (Herbert, 1996).
Vitamin C sangat berperan penting dalam penyembuhan luka serta memiliki
kemampuan untuk melawan infeksi dan stress (Soerdjodibroto, 1985). Fungsi
fisiologi yang telah diketahui memerlukan vitamin C di antaranya yaitu kesehatan
substansi matriks jaringan ikat, integritas epitel melalui kesehatan zat perekat antar
sel, mekanisme immunitas terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin, kesehatan
11
epitel pembuluh darah, penurunan kadar kolesterol, pertumbuhan tulang dan gigi
geligi (Sediaoetama, 1987).
Tabel 2.2. Kandungan vitamin C per 100g Buah
Buah
Nama latin
alpukat
Persea americana
pisang
Musa paradisiaca
nanas
Ananus comosus
mangga
Mangifera indica
buah sukun
Artocarpus altilis
jeruk mandarin
Citrus reticulata
melon
Cucumis melo
jeruk (orange)
Citrus sinensis
stroberi
Fragaria x anansa
pepaya
Carica papaya
jambu biji
Psidium guajava
Sumber: The Natural Food Hub, 2001
8
9
15
28
29
31
42
53
57
62
183
2.5 -Karoten
Vitamin A adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Cukup stabil
dalam suhu yang tinggi dan tidak dapat diekstraksi oleh air yang dipakai untuk
merebus makanan, tetapi vitamin A dapat hancur oleh pengaruh oksidasi (William
dan Caliendo, 1984 dan Pudjiani, 2000).
Vitamin A hanya terdapat dalam jaringan hewan dan tidak terdapat dalam
tumbuhan. Namun tumbuhan memiliki pigmen yang disebut dengan karoten yang
dapat dirubah menjadi vitamin A (Pudjiani, 2000).
Karotenoid merupakan sebuah pigmen alami yang memberikan warna kuning,
jingga atau merah (Fennema, 1996). -Karoten merupakan salah satu dari karotenoid
yang mengandung cincin -ionon yang dapat diubah menjadi vitamin A, sehingga
pigmen -karoten disebut juga provitamin A (Hendry dan Houghton, 1996).
-Karoten merupakan provitamin A dengan aktivitas tertinggi karena memiliki
dua cincin bila dibandingkan dengan -karoten yang hanya memiliki satu cincin
(Ball, 1988 dan Gross, 1991).
12
13
14
Gambar 2.5. Siklus vitamin E. (Sumber: Combs, G.F. 1998a. The vitamins: fundamental
aspects in nutrition and health, 2nd ed. Orlando: Academic Press.)
Vitamin E merupakan nutrien (zat gizi) esensial bagi hewan tingkat tinggi dan
juga manusia. Sebagian besar vitamin E berasal dari jaringan tanaman. Pada struktur
jaringan hewan hanya sedikit mengandung vitamin E. Struktur yang mempunyai
aktivitas vitamin E paling tinggi adalah -tokoferol. Di dalam jaringan tanaman, tokoferol umumnya terdapat dalam bentuk tidak teresterifikasi. Vitamin E adalah
substansi yang larut dalam lemak. Vitamin ini merupakan antioksidan utama dalam
semua membran seluler, dan melindungi asam lemak tak jenuh terhadap peristiwa
oksidasi (Tuminah, 2000).
15
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas (Proctor dan Reynolds, 1984 dan Droge,
2002).
Radikal bebas yang ada di tubuh manusia berasal dari 2 sumber :
a) Sumber endogen
1) Autoksidasi
Autoksidasi merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang
mengalami autoksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom
C yang tereduksi, dan thiol. Autoksidasi dari molekul di atas menghasilkan reduksi
dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida
merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan
elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe III melalui proses
autoksidasi (Proctor dan Reynolds, 1984 dan Droge, 2002).
2) Oksidasi enzimatik
Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah
yang
cukup
bermakna,
meliputi
santin
oksidase
(activated
in
amino
oksidase.
Enzim
mieloperoksidase
hasil
aktivasi
netrofil,
kompleks
imun,
komplemen
5a,
atau
leukotrien
dapat
16
17
meliputi aldehida, epoksida, peroksida, dan radikal bebas lain yang mungkin
cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli.
Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung
karbon ada dalam fase gas, juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam
fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties dihasilkan
dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang
merupakan penyebab yang sangat mungkin dari disposisi besi dalam jaringan paru
perokok, dan meyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari
hidrogen peroksida. Ditemukan juga bahwa perokok mengalami peningkatan
netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan
lebih lanjut konsentrasi radikal bebas (Proctor dan Reynolds, 1984 dan Droge,
2002).
2.9 Rokok
Rokok merupakan bentuk olahan dari tembakau yang sediaannya berbentuk
gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap. Contohnya yaitu
cigar, bidi, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan sediaan yang paling dikenal dan
paling banyak digunakan (Gondodiputro, 2007).
Terdapat dua jenis produk rokok di Indonesia yaitu rokok putih dan rokok
kretek. Rokok putih sudah dikenal di seluruh dunia, namun rokok kretek merupakan
produksi yang unik dari Indonesia. Berdasarkan bahan dan ramuan, rokok
digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu:
(1) Rokok kretek, yaitu rokok dengan atau tanpa filter yang memiliki ciri khas
adanya campuran cengkeh pada tembakau rajangan yang menghasilkan bunyi
kretek-kretek ketika dihisap (Nugroho, 2001). Berdasarkan cara pembuatannya,
rokok kretek dapat dibedakan menjadi sigaret kretek tangan (SKT) yaitu rokok
kretek yang dibuat menggunakan tangan dan sigaret kretek mesin (SKM) yang
menggunakan mesin (Susanto, 2001),
18
(2) Rokok putih, adalah rokok yang menggunakan tembakau tanpa menggunakan
cengkeh, digulung dengan kertas sigaret dan boleh menggunakan bahan
tambahan kecuali yang tidak diijinkan berdasarkan ketentuan Pemerintah RI
(Badan Standarisasi Nasional, 1999 dan Nugroho, 2001),
(3) Rokok Klembak, adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek
rasa dan aroma tertentu (Sitepoe, 1997), dan
(4) Cerutu, adalah produk dari tembakau tertentu berbentuk seperti rokok dengan
bagian pembalut luarnya berupa lembaran daun tembakau dan bagaian isisnya
campuran serpihan tembakau tanpa penambahan bahan lainnya (Gondodiputro,
2007).
Komsumsi rokok kretek di Indonesia mencapai 88% (Widodo et al., 2007).
Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar, nikotin,
dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi. Setiap tahunnya, produksi rokok
kretek di Indonesia sekitar 86% dari total produksi rokok nasional yang mencapai 240
milyar batang (Wibisono, 2010).
Rokok mengandung radikal bebas dalam jumlah yang sangat tinggi. Dalam satu
kali hisapan rokok saja diperkirakan terdapat sebanyak 1.014 molekul radikal bebas
yang masuk ke dalam tubuh (Yueniwati dan Ali, 2004). Asap rokok terdiri atas asap
utama (main stream smoke) dan asap sampingan (side stream smoke). Asap utama
adalah asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok tersebut, sedangkan asap
sampingan adalah asap yang disebarkan ke udara bebas dan asap inilah yang akan
dihirup oleh orang lain atau yang disebut sebagai perokok pasif (Tandra, 2003).
Mengingat bahwa kandungan dalam asap sekunder lebih toksik dibandingkan asap
primer maka akibat yang timbul pada orang yang kontinyu terpapar dengan asap
rokok atau yang disebut perokok pasif tidak berbeda dengan perokok aktif (Marianti,
2009). Asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia antara lain nikotin, CO,
NO, HCN, NH4, acrolein, asetilen, benzaldehid, uretan, benzen, metanol, kumarin,
19
etilkatehol-4, ortokresol, perilen, dan lain-lain. Selain komponen gas, terdapat pula
komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar (Aditama, 2001).
Komponen asap rokok seperti nikotin, tar, dan hidrokarbon dapat memicu
terbentuknya radikal bebas pada berbagai sel tubuh, juga dapat menyebabkan
terjadinya reaksi rantai yang dapat menyebar ke seluruh sel (Setijowati et al., 1998).
2.10 Asap Rokok dan Kerusakan Paru
Rokok mengandung sekitar 107 molekul oksidan per batang yang cukup untuk
memainkan peranan yang besar dalam meningkatkan stres oksidatif tidak hanya
melalui produksi radikal oksigen reaktif dalam tar rokok dan asap, tetapi juga melalui
melemahnya sistem pertahanan antioksidan. Sejumlah penelitian telah melaporkan
bahwa hasil merokok adalah rendahnya konsentrasi antioksidan dalam plasma. The
Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dan studi
lainnya melaporkan bahwa perokok mempunyai kadar vit C, -karoten, -karoten, Cryptoxanthin, melatonin, -tokoferol, dan lutein/zeaxanthin lebih rendah secara
signifikan (Astawan dan leomitro, 2008).
Oksidan asap rokok menurunkan antioksidan intraseluler melalui mekanisme
yang dikaitkan terhadap tekanan oksidatif. Definisi tekanan oksidatif (oxidative
stress) adalah suatu keadaan di mana tingkat ROS yang toksik melebihi pertahanan
antioksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan
bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan
lokal dan disfungsi organ tertentu (Tanaka et al., 2003). Salah satu disfungsi organ
yang terjadi adalah paru, yang dikarenakan adanya perubahan struktur, fungsi saluran
napas dan jaringan paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi)
dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi
radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir.
Pada jaringan paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
20
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada
fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya (Tandra, 2003).
Terdapat hubungan erat antara kebiasaan merokok, dengan timbulnya kanker
paru. Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal
sebagai bahan karsinogen. Tar juga berhubungan dengan risiko terjadinya kanker.
Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru pada
perokok mencapai 10-30 kali lebih sering (Tandra, 2003).
2.11 Sistem Respirasi
Sistem respirasi dari masuknya udara hingga mencapai paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, alveolus, dan paru (Syahruddin, 2006).
Bagian-bagian dari sistem pernapasan di antaranya (Syahruddin, 2006):
a)
b) Faring (Tekak)
Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring)
pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil
berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena
21
saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c)
Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.
Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan.
22
cabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah
cabang utama lewat di bawah arteri yang disebut sebagai bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara) (Syahruddin, 2006).
e)
Alveolus
23
Paru
Paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru ada dua bagian yaitu paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus
dan paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru dibungkus oleh dua
selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga
berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru. Cairan pleura berasal
dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat
permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.
Paru berstruktur seperti spons yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang
sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru, bronkiolus bercabang-cabang
halus dengan diameter 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan
bronkus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus
terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu
sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena
24
alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan (Syahruddin, 2006).
Adapun fungsi pernapasan, yaitu (Syaifuddin, 1996) :
2) Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (selselnya) untuk mengadakan pembakaran
3) Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,
kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna
lagi oleh tubuh)
4) Melembabkan udara.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung
di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya
aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari
alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas
dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan
berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993). Proses dari sistem
pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu (Alsagaf, 2005):
1) Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru
2) Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar
3) Transportasi gas melalui darah
4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut
pernapasan dalam
5) Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut
juga pernapasan seluler.
Sebab-sebab utama penyakit pernapasan, yaitu (WHO, 1993):
1) Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis
25
26
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorium
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan penelitian untuk true
SP
KN
D1
K(-)
D2
K(+)
D3
P1
D4
P2
D5
P3
D6
: Sampel
: Randomisasi mencit
: Kontrol
: Perlakuan
KN
K(-)
: Kontrol negatif dengan dipapar batang asap rokok kretek selama 35 hari.
K(+)
: Kontrol positif dengan dipapar batang asap rokok kretek dan vitamin C 0,024
mg/g BB mencit selama 35 hari.
28
P1
: Kelompok dosis dengan dipapar batang asap rokok kretek dan jus buah jambu
biji 0,5 ml/hari selama 35 hari.
P2
: Kelompok dosis dengan dipapar batang asap rokok kretek dan jus buah jambu
biji 1,0 ml/hari selama 35 hari
P3
: Kelompok dosis dengan dipapar batang asap rokok kretek dan jus buah jambu
biji 2,0 ml/hari selama 35 hari
D1-6
3.3
: Data pemeriksaan gambaran histopatologi paru seluruh mencit pada hari ke-36
Jumlah Sampel
Sampel yang digunakan adalah mencit percobaan berjumlah 30 ekor yang
diambil secara random sampling sesuai dengan syarat yaitu mencit galur balb-C
berjenis kelamin jantan dengan umur 9-10 minggu dan berat badan 30-35 gram.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus Federer:
{(p-1)(n-1)}15 (Hanafiah, 2001).
Keterangan :
n : jumlah sampel
p : jumlah kelompok kontrol dan perlakuan
jika, p = 6
maka,
{(6-1)(n-1)}
15
5n-5
15
29
Jadi jumlah sampel yang digunakan minimal adalah 4 ekor mencit untuk
masing-masing kelompok perlakuan. Pada penelitian ini digunakan 30 ekor mencit, 5
ekor untuk masing-masing perlakuan maupun kontrol.
3.5
Variabel Penelitian
a)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah jus buah jambu biji (Psidium guajava
L) pada penelitian ini digunakan dosis 0,5 ml/hari, 1,0 ml/hari, dan 2,0 ml/hari
yang diberikan secara per oral pada kelompok perlakuan.
b)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi paru mencit.
c)
Variabel terkendali dalam penelitian ini meliputi jenis hewan coba, umur hewan
coba, jenis kelamin hewan coba, waktu, pemeliharaan hewan coba dan rokok
kretek merk TOPPAS.
3.6
Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini antara lain:
a) Jus buah yang dimaksud adalah cairan yang diperoleh dengan pemerasan buah
kemudian disaring. Jus buah jambu biji merah yang digunakan berasal dari
jambu biji merah yang matang, berwarna hijau kekuningan dengan bentuk
yang baik dan segar. Buah dihaluskan kemudian dipisah jus buah dari
ampasnya tanpa tambahan air (selengkapnya lihat hal.31).
b) Asap rokok yang dimaksud berasal dari rokok kretek non-filter (Merk
TOPPAS) yang dinyalakan dan dipaparkan pada mencit dengan bantuan alat
pompa hingga setengah batang rokok sekali sehari selama 35 hari. Pemaparan
asap rokok dilakukan dengan cara memompa rokok yang dinyalakan dengan
spuit ke dalam bak berukuran 30x15x15 cm ditutup dengan kain spunbond
yang berisi 5 ekor mencit per bak.
30
3.7.1 Alat
Alat yang digunakan adalah kandang mencit, kotak berukuran 30x15x15 cm
dengan tutup kawat kasa dan kain spunbond untuk tempat pemaparan asap rokok,
sonde, pisau bedah, mikroskop binokuler, vial, cover glass, deck glass, beaker glass,
juice cruiser, papan bedah meliputi papan, gunting dan pinset steril, timbangan
analitik, kain spunbond, timbangan hewan, spuit injeksi.
3.7.2 Bahan
Bahan sampel berupa buah jambu biji yang diperoleh dari Wande Echo Jember
Jawa Timur, rokok kretek merk TOPPAS, formalin 10%.
31
3.8
Cara Kerja
dimasukkan dalam kotak dengan ukuran 30x15x15 cm. Dengan menggunakan spuit
yang pada ujungnya diberi rokok yang dinyalakan, mencit dipapar dengan setengah
batang rokok per hari (Subekti, 2006).
c)
32
kontrol negatif diberi paparan asap rokok. Kelompok control positif diberi paparan
asap rokok dan vitamin C 0,024 mg/g BB (Nugraheni et al., 2003). Sedangkan
kelompok dosis 1, 2, 3 diberi paparan asap rokok dan jus buah jambu biji dengan
dosis yang telah ditentukan selama 35 hari. Pada hari ke-36 mencit dikorbankan,
dengan cara dianastesi menggunakan eter, kemudian dibedah untuk memperoleh
organ paru mencit.
d)
33
dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian
preparat direndam dalam pewarnaan Mayers Haemotoxylin selama 8 menit, dicuci
dengan air mengalir, dimasukkan ke dalam LiCl selama 30 detik, dan dicuci lagi
dengan air mengalir. Kemudian irisan preparat diberi pewarna eosin selama 2-3
menit, lalu dicuci. Setelah itu, irisan paru dicelupkan dalam etanol 96% dan absolut I
masing-masing sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol absolut II selama 2
menit, xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2 menit. Setelah diangin-anginkan
beberapa saat, preparat yang telah diwarnai tersebut kemudian diberi permounting
medium dan ditutup dengan kaca penutup (Junquiera, 1998).
e)
34
3.9
Analisis Data
Pengamatan gambaran histopatologi paru dilakukan dengan menggunakan uji
35
Kontrol negatif
Kontrol positif
Analisis Data
Hari ke-36
35
hari
jantan galur Balb-C selama 35 hari menimbulkan dampak negatif terhadap paru
mencit jika dibandingkan dengan kelompok mencit yang tidak diberi perlakuan
paparan asap rokok kretek (Gambar 4.1.a.). Pada pengamatan gambaran histopatologi
paru mencit yang dipapar asap rokok kretek memberikan dampak berupa peningkatan
sekresi mukus di dalam bronkiol, terminal bronkiol serta alveolar. Selain itu, paparan
asap rokok kretek juga mengakibatkan inflamasi kronis pada alveolus paru mencit
hingga terbentuknya jaringan granulomatus (Gambar 4.1.b.).
Dampak pemaparan asap rokok kretek terhadap paru mencit juga menunjukkan
suatu perubahan gambaran histopatologi paru pada kelompok mencit yang diberi
proteksi vitamin C maupun jus jambu biji merah. Tetapi perubahan gambaran
histopatologi yang terjadi lebih ringan jika dibandingkan dengan gambaran
histopatologi paru mencit kelompok kontrol negatif tanpa adanya proteksi dari
vitamin C maupun jus jambu biji.
Pada gambaran histopatologi paru kelompok mencit yang dipapar asap rokok
dengan proteksi vitamin C masih banyak ditemukan sekresi mukus dan juga adanya
inflamasi kronis pada sepertiga jaringan paru (gambar 4.1.c.). Namun inflamasi yang
terbentuk tidak mencapai tingkat pembentukan jaringan granulomatus seperti pada
kelompok mencit dengan dipapar asap rokok kretek saja.
Jus jambu biji merah memiliki kemampuan proteksi terhadap jaringan paru
yang nampak pada gambaran histopatologi kelompok dosis 0,5 ml/hari, 1,0 ml/hari
dan 2,0 ml/hari (Gambar 4.1.d., 4.1.e., dan 4.1.f.). Masing-masing menunjukkan
perubahan gambaran histopatologi paru yang lebih ringan jika dibandingkan dengan
kelompok mencit yang dipapar asap rokok kretek saja bahkan jika dibandingkan
dengan kelompok mencit yang mendapatkan proteksi Vitamin C.
37
1
4
2
(a)
(d)
3
5
(b)
(e)
5
5
(c)
(f)
38
Pada kelompok normal, yaitu mencit tanpa perlakuan paparan asap rokok
kretek dan pemberian jus jambu biji merah memberikan data 3 dari 5 sampel yang
menunjukkan jaringan paru normal, dimana jaringan intrapulmonary bronchiole yang
dilapisi oleh epitel pseudostratified kolumnar bersilia, plate kartilago hialin,
respiratori bronkiol, terminal bronkiol, dan alveolar bersih tidak tampak adanya
sekresi mukus dan tidak terlihat adanya tanda peradangan. Satu sampel menunjukkan
adanya peningkatan sekresi mukus di dalam alveolar dan respiratori bronkiol,
sedangkan 1 sampel sulit terbaca. Berbeda dengan kelompok kontrol normal, kontrol
negatif menunjukkan adanya peningkatan sekresi mukus di dalam bronkiol dan
terminal bronkiol serta alveolar, selain itu juga terdapat infiltrasi sel radang limfosit,
histosit, jaringan granulomatous dan jaringan fibrous pada 4 sampel, sedangkan 1
sampel lainnya sulit terbaca. Dua dari 5 sampel mencit pada kelompok kontrol positif
menunjukkan respon normal paru terhadap iritasi yaitu berupa pembentukan cairan
mukus yang ringan pada alveolar, sedangkan 3 sampel lainnya menunjukkan adanya
peningkatan sekresi mukus yang banyak di dalam bronkiol dan duktus alveolar,
adanya flek kecoklatan dan infiltrasi sel radang limfosit, histosit pada sepertiga
jaringan paru.
Pada kelompok dosis 0,5 ml/hari, 3 dari 5 sampel menunjukkan adanya sedikit
peningkatan sekresi mukus di dalam bronkiol dan terminal bronkiol serta alveolar
tanpa adanya infiltrasi sel radang. Satu sampel masih menunjukkan peningkatan
sekresi mukus yang disertai adanya sel-sel radang yang melibatkan hampir sebagian
luas jaringan paru, sedangkan 1 sampel lainnya sulit terbaca. Dua sampel pada
kelompok dosis 1,0 ml/hari menunjukkan jaringan paru normal mencit, 1 diantaranya
memberikan respon normal bronkiol terhadap iritasi dan 2 lainnya menunjukkan
infiltrasi sel radang yang disertai adanya peningkatan sekresi mukus dan flek
kecoklatan. Pada dosis 2,0 ml/hari, dua dari 5 sampel tidak menunjukkan adanya
penumpukkan cairan mukus serta sel radang, sedangkan 3 sampel lainnya masih
menunjukkan adanya sedikit penumpukan eksudat mukus di terminal bronkiol dan
39
alveolar disertai infiltrasi sel radang diantara duktus alveolar. Hasil pengamatan
secara rinci gambaran histopatologi paru mencit dari masing-masing kelompok dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Paru
Parameter
Jaringan paru normal
respon iritasi ringan
respon iritasi ringan +
infiltasi sel radang
respon iritasi ringan +
infiltasi sel radang +
Jaringan granulomatous
respon iritasi ringan +
infiltasi sel radang +
Jaringan granulomatous
+ Fibrosis sel
Jumlah mencit
K(-)
P1
3
1
KN
3
1
-
K(+)
2
3
P2
2
1
2
P3
2
3
40
Jumlah
Mencit
4
4
5
4
5
5
Total
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Data skoring pada Tabel 4.2. selanjutnya dianalisis menggunakan uji nonparametrik Kruskall Wallis dan didapatkan perbedaan bermakna antar keenam
kelompok perlakuan dengan nilai p=0,012, dimana p<0,05 berarti terdapat perbedaan
yang bermakna. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk melihat
adanya perbedaan bermakna diantara 2 kelompok dari beberapa kelompok uji.
Hasil uji Mann Whitney pada Tabel 4.3. menunjukkan skor tingkat kerusakan
pada luas jaringan paru antara masing-masing kelompok perlakuan, baik kelompok
kontrol maupun kelompok dosis. Data yang diperoleh yaitu antara K(-) dan KN
(p=0,029), K(-) dan K(+) (p=0,016), K(-) dan P1 (p=0,029), K(-) dan P2 (p=0,016),
K(-) dan P3 (p=0,016) dimana p<0,05 berarti terdapat perbedaan yang bermakna. P1
dan P2 (p=0,730), P1 dan P3 (p=0,905), serta P2 dan P3 (p=0,841) dimana p>0,05
berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
Tabel 4.3. Nilai p pada uji Mann Whitney antar kelompok
Perlakuan
KN
KN
K(+)
0,032(*)
K(-)
0,029(*)
P1
0,057
P2
0,286
P3
0,286
(*) : berbeda bermakna
K(+)
K(-)
P1
P2
0,016(*)
0,413
0,421
0,690
0,029(*)
0,016(*)
0,016(*)
0,730
0,905
0,841
P3
41
4.2
Pembahasan
Asap rokok kretek mengandung radikal bebas berupa gas dan partikel yang
dapat memicu terbentuknya radikal bebas baru dari proses stress oksidatif (Setijowati
et al., 1998). Adanya paparan asap rokok kretek selama 35 hari mengakibatkan
respon inflamasi kronis hingga menyebabkan kerusakan pada jaringan paru mencit.
Ketika ada rangsangan iritan dari partikel asap rokok kretek, akan terjadi fagositosis
oleh makrofag. Partikel tersebut juga akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan mediator inflamasi (Demedts et al., 2003). Mediator-mediator
inflamasi tersebut akan memicu kelenjar dalam mensekresi mukus dan peningkatan
sel goblet, akibatnya akan terjadi hipersekresi mukus (Sitepoe, 1997).
Asap rokok kretek mengandung nikotin, tar, dan hidrokarbon (Setijowati et al.,
1998). Adanya hipersekresi mukus yang terjadi diakibatkan oleh kandungan tar
didalam asap rokok. Hal ini dikarenakan tar bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru dan menyebabkan paralisis silia yang ada di dalam saluran pernafasan
(Aulia, 2010). Sehingga fungsi silia untuk membersihkan mukus terganggu. Keadaan
ini akan memicu epitelium jalan nafas untuk membentuk sel radang sebagai reaksi
perbaikan yang berdampak pada perubahan anatomi dan fungsi jalan nafas. Proses
perbaikan jaringan ini akan menimbulkan fibrosis matriks ekstraselular atau jaringan
ikat sehingga terjadi penyempitan jalan napas (Anzueto dan Schaberg, 2003). Oleh
karenanya pembentukan sel radang secara terus menerus akan memicu pembentukan
jaringan
granulomatus
42
yang terjadi hingga tahap terbentuknya jaringan ikat. Salah satu pemicu terbentuknya
jaringan ikat adalah banyaknya jaringan yang nekrosis. Perubahan nekrosa terjadi
pada inti sel dan sitoplasma. Nekrosa yang terbentuk menyebabkan sitoplasma sel
akan lebih banyak mengambil warna eosin, sehingga berwarna lebih merah dari sel
normal (Cheville, 1999). Sedangkan flek kecoklatan yang terbentuk berasal dari tar
dalam asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai
uap padat asap rokok, setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan
berwarna coklat pada paru-paru (Sitepoe, 1997).
Kerusakan jaringan paru akibat radikal bebas asap rokok kretek dapat dicegah
dengan menggunakan senyawa-senyawa seperti vitamin C, vitamin E, -karoten,
likopen, dan selenium. Jambu biji merah diketahui memiliki kandungan senyawasenyawa tersebut. Menurut Pribadi (2009), jus jambu biji merah memiliki aktivitas
antiradikal bebas dengan nilai IC 50 sebesar 380,74 g/ml. Sehingga jus jambu biji
dapat digunakan dalam pencegahan terhadap serangan radikal bebas dari asap rokok
kretek yang mengakibatkan kerusakan paru.
Kemampuan jus jambu biji merah dalam mencegah kerusakan paru akibat
radikal bebas asap rokok dapat dilihat dari gambaran histopatologi paru mencit yang
diberi jus jambu biji merah selama dipapar asap rokok kretek. Gambaran
histopatologi paru yaitu berupa hipersekresi mukus dan infiltrasi sel radang yang
tidak berlanjut pada pembentukan jaringan granulomatus ataupun jaringan fibrosis
seperti pada mencit yang hanya terpapar asap rokok kretek. Hal ini dikarenakan
aktivitas beberapa senyawa antioksidan pada jus jambu biji merah. Adanya vitamin C
dalam jambu biji mampu menangkap radikal hidroksil (OH*) dari reaksi gas NO
maupun NO2 pada asap rokok dengan hidrogen peroksida, karena vitamin C memiliki
gugus pendonor elektron berupa gugus enadiol yang terletak pada atom C 2 dan C3
(Purwakanta, 2005). Senyawa vitamin E pada jambu biji merah memiliki gugus
hidroksil pada cincin kromanol yang akan bereaksi dengan radikal peroksil organik
yang diperoleh dari peroksidasi lipid akibat radikal bebas asap rokok, untuk
43
44
45
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jus jambu biji
merah (Psidium guajava L.) dapat mencegah kerusakan paru mencit jantan galur
Balb-C yang dipapar asap rokok kretek yang diduga melalui mekanisme antioksidan.
Dosis 0,5 ml/hari jus jambu biji merah (Psidium guajava L.) memiliki aktivitas
paling kuat dalam mencegah kerusakan paru mencit jantan galur Balb-C yang dipapar
asap rokok kretek.
5.2 Saran
Dari penelitian ini telah terbukti bahwa jus jambu biji merah (Psidium guajava
L.) dapat mencegah kerusakan paru mencit. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti
yaitu:
a)
Bagi peneliti agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek protektif jus
jambu biji merah terhadap jaringan paru pada hewan coba dengan ukuran yang
lebih besar dengan variasi waktu, dosis dan penelitian mengenai efek antioksidan
dari buah jambu biji merah dalam mencegah kerusakan organ lain akibat radikal
bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Abate, C., Patel, L., Raucher, F.J. 1990. Redox regulation of fos dan jun DNAbinding activity in vitro. Science. 249.1157-61.
Aditama, T.Y. 2001. Masalah merokok dan penanggulangannya. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Albina, J.E. dan Reichner, J.S. 1998. Role of nitric oxide in mediation of macrophage
cytotoxicity dan apoptosis. Cancer Metatasis Rev. 17.38-53.
Alsagaf, H. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ketiga. Surabaya:
Airlangga University Press.
Anzueto, A.R. dan Schaberg, T. 2003. Acute exacerbation of Chronic bronchitis.
London. Science Press Ltd.
Astawan, M. dan leomitro, A. 2008. Raw Food Diet : Khasiat Makanan Mentah. p.
189 192. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Aulia, L.E. 2010. Stop Merokok!. Yogyakarta: Garailmu.
Badan Standarisasi Nasional. 1999. Rokok Putih. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional. SNI 01-0765-1999.
Ball, G.F.M. 1988. Fat-Soluble Vitamin Assays in Food Analysis. USA: Elsevier
Science Publishers Co.,Inc.
Ball, G.F.M. 2004. Vitamins : Their Role in the Human Body. London: Blackwell
Publishing.
Barnoya, J. dan Glantz, S.A. 2005. Cardiovascular effects of secondhdan smoke.
Circulation.111:2684-2698.
Bohm, V., Puspitasari-Nienaber, N.L., Ferruzi, M.G. dan Schwartz, S.J. 2002.Trolox
equivalent antioxidant capacity of different geometrical isomer of carotene, -carotene, lycopene, and zeaxanthin. J. Agric. Food Chem.50:
221-226.
Calder P.S., Field, C., Gill, H.S. 2002. Nutrition dan Immune Function. London :
CABI Publishing, UK.
47
48
U.N.
2006.
Jambu
biji
http://www.agribisnis.deptan.go.id/index.php?files=BeritaDetaildanid=52105k [15 September 2012].
49
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. New York : Marcel Dekker
Inc.
Fonnie, E.H. 2007. Efek jus jambu biji (Psidium Guajava L) dalam menghambat
peroksidasi lipid dan meningkatkan ketahanan membran eritrosit tikus yang
diperlakukan diabetes mellitus. Malang: Universitas Brawijaya. Tesis.
Frei, B., Stocker, R., Egldan, L., Ames, B.N. 1990. Ascorbate: The most effective
antioxidant in human blood plasma. Adv Exp Med Biol. 269. 155-63.
Gallagher, M.L. 2004. Vitamins. In: Mahan, L.K., Escott-Stump, S. Krauses food,
nutrition, & diet therapy. Pennsylvania: Saunders. p. 75-119.
Gondodiputro, S. 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-bentuk Tembakau. Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
Bandung:1-2.
Gross, J. 1991. Pigment in Vegetabes: Chlorophyls and Carotenoids.New York: Van
Nostrand Reinhold.Guyton AC. John EH. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi
ke-9. Diterjemahkan oleh Irawati, Ken Arita Tenggadi, dan Alex Santoso.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hanafiah, K.A. 1991. Rancangan Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Penerjemah: Padmawinata dan Soediro I. Bandung: ITB Press.
Haryoko, N.R. 2008. Efektifitas Ekstrak Klorofil Daun Alfafa (Medicago Sativa)
Terhadap Gambaran Histopatologis Pulmo (Studi In Vivo Pada Rattus
Norvegicus, L Yang Terpapar Rokok Secara Aktif). Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi.
Hendry, G.A.F. dan Houghton, J.D. 1996. Natural Food Colorants. Second edition.
New York: Blackie Academic and Professional.
Herbert, V. 1996. Prooxidant effects of antioxidant vitamins: Introduction. J Nutr.126
Higdon,
J.
2004.
Vitamin
http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/printc.html.
September 2012]
C.
[15
50
Horvath, P.J. 1992. Vitamins as therapeutic agent. In: Smith CM, Reynard AM. Ed,
Texbook of pharmacology. WB Saunders Company. Philadelphia. p1067-78.
Inoue, M. 2001. Protective mechanisms against reactive oxygen species. In: Arias IM
The liver biology dan pathobiology Lippincott Williams dan Wilkins 4th-ed.
Philadelphia. 281-90.
Junquiera, L.C. 1998. Histologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Khasanah, N. 2008. Pengaruh Madu Sebagai Antioksidan Terhadap Alveoli Paru
Tikus (Rattus novergicus) yang dipapari asap rokok secara subakut.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Tesis.
Kim, D.O., Lee, K.W., Lee, H.J., Lee, C.Y. 2002. Vitamin C equivalent antioxidant
capacity (VCEAC) of phenolic phytochemicals. J Agric Food Chem
50(13):371317.
Kumalaningsih,
S.
2008.
Antioksidan,
Sumber
http://www.antioxidantcentre.com. [13 Juli 2012].
dan
Manfaatnya.
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.I. 1997. Basic pathology, 6th. Ed. USA: WB
Saunders Co.
Lakhanpal, P. dan Rai, K.D. 2007. Quercetin : a versatile flavonoid. Int J. Med.; 2(2).
Lavoiser, A.I. 1998. Chemical dan physiological properties of vitamins. In: Combs
GF,Ed. The vitamins. Fundamental aspects in nutrition dan health. 2nd ed.
London; Academic Press. p. 191-263.
Linder, M. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan dari: Nutritional
Biochemistry dan Metabolisme. Penerjemah : Parakkasi A. Jakarta: UI Pr.
Makfoeld, D., Marseno, D.W., Hastuti, P., Anggrahini, S., Raharjo, S.,
Sastrosuwignyo, S., Suhardi, Martoharsono, S., Hadiwiyoto, S. dan
Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Penerbit
Kanisius.Yogyakarta.
Marianti, A. 2009. Aktivitas Antioksidan Jus Tomat pada Pencegahan Kerusakan
Jaringan Paru-Paru Mencit yang Dipapar Asap Rokok. Biosaintifika. Vol.1,
No.1:1-10.
51
52
53
Subekti,
Sudaratjat, S.S. dan Gunawan, I. 2003. Likopen (Lycopen). Majalah Gizi Medik
Indonesia Vol 2 No 5: 7-8.
Suryohudoyo, P. 2000. Kapita selekta ilmu kedokteran molekuler. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Susanto, A. 2001. Pengendalian Kualitas fisik Rokok Di Perusahaan Rokok Djagung
Padi Malang Berdasarkan Standar Militer 1057. Skripsi. TIP-FTP.
Unibraw. Malang.
Suwiah, A. 1990. Proses Produksi Buavita dan Pengawasan Mutunya di PT
Ultrajaya Milk Industry & Trading Co. Padalarang, Bandung. Laporan
KKN Profesi. Facultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syahruddin, E. 2006. Kanker Paru. Unrestricted Educational Grant from PT.Roche
Indonesia.
Syaifuddin. 1996. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Tanaka, Y., Takauji, R., Kobayashi, C., Muramatsu, I., Iwasaki, H., Nakamura, K.
2003. Nicotine induces human neutrophils to produce IL-8 through the
generation of peroxynitite dan subsequent activation of NF kB. Jleukbio.
74:942 51.
Tandra,
H.
2003.
Merokok
dan
http://www.domeclinic.com/lifestyle/merokok-a-kesehatan.pdf
September 2012].
Kesehatan.
[23
The Natural Food Hub. 2001. Natural food Fruit of Vitamin C_Content..
http://www.naturalhub.com/naturalfood.guide.fruit.vitaminc.htm
[21
September 2012].
Thompson, K.A., Marshall, M.R, Sims, C.A., Sargent, S.A., dan Scott, J.W. 2000.
Cultivar, maturity, and heat treatment on lycopene content in tomatoes.
Journal of Food Sci. Vol. 65. No. 5: 791-795.
54
Health
Organitation.
2008.
http://whoindonesia.healthrepository.org/bitstream/123456789/643/1/Bookle
t%20of%20Tobacco%20Economics...%28INO%20FFC%20011%20XK%2
008%20SE-09-228726%29.pdf [23 September 2012].
Yomes, A.T. 2006. Sifat Prooksidan dan Antioksidan Vitamin C dan Teh Hijau pada
Sel Khamir Candida sp. Berdasarkan Peroksidasi Lipid. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
Yueniwati, Y. dan Ali, M. 2004. Pengaruh paparan asap rokok kretek terhadap
peroksidasi lemak dan system proteksi superoksid dismutase hepar tikus
wistar. Jurnal kedokteran YARSI. 2(1): 85-92.
LAMPIRAN
A. TABEL PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN HEWAN COBA
DENGAN MANUSIA (*)
20 g
200 g
400 g 1,5 kg
2 kg
4 kg 12 kg
70 kg
mencit Tikus marmut kelinci kucing kera Anjing manusia
20 g
1,0
7,0
12,25
27,8
29,7
64,1 124,2
287,0
Mencit
200 g
0,14
1,0
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
56,0
Tikus
400 g
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
Marmot
1,5 kg
0,04
0,25
0,44
1,0
1,05
2,4
4,5
14,2
Kelinci
2 kg
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
Kucing
4 kg
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
Kera
12 kg
0,008
0,06
0,1
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
Anjing
70 kg
0,0026 0,018
0,031
0,07
0,076 0,16
0,32
1,0
Manusia
Dikutip dari: Paget and Barnes. 1964. A Pharmacometrics Evaluation of Drug
Activities. New York: Academics Press.
*) Digunakan untuk perkiraan konversi dosis dari spesies hewan yang satu
terhadap yang lain dengan satuan dosis perbobot bahan tertentu
55
56
B.
57
Mencit 2
Mencit 3
Mencit 4
Mencit 5
K Normal
32,5
35
33
33,5
30
K (+)
35
33
31
34,5
33,5
K (-)
30,5
33,5
35
30
32,5
P1
33,4
32
31
34,5
31,5
P2
34,9
32
33,7
34,5
35
P3
34
34,5
34
31,5
33,5
Minggu II
Berat Badan Mencit (gram)
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
Mencit 4
Mencit 5
K Normal
32,5
34,7
33,1
33
30,8
K (+)
35
33
31
34,2
33,8
K (-)
30,2
33
34,5
30,2
31,5
P1
33
32
30,8
34
31,8
P2
34,5
32,4
33
34
34,2
P3
34,2
34,5
34
31,5
33,5
Minggu III
Berat Badan Mencit (gram)
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
Mencit 4
Mencit 5
K Normal
33
34,7
33,5
34
30,8
K (+)
34,8
33
32
34,2
34
K (-)
30
32,6
34,2
30
31,1
P1
33,2
33
30,4
34
31,8
P2
34,2
32
33,5
34,6
34
P3
34
34,8
35
32,5
33
58
Minggu IV
Berat Badan Mencit (gram)
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
Mencit 4
Mencit 5
K Normal
33,1
34,7
33,8
34
30,8
K (+)
34,2
33
32,5
34
34,5
K (-)
29,6
31,6
33
28
30
P1
33,2
33,5
30,4
34
31,8
P2
34
32,8
33,5
34
34,3
P3
34,2
34,7
35
32,9
33
Minggu V
Berat Badan Mencit (gram)
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
Mencit 4
Mencit 5
K Normal
33
35
34,2
34,6
32
K (+)
34,4
33
32
34,5
34,8
K (-)
28,4
30
31,9
27,2
30,4
P1
33,6
33
30,8
34
31,8
P2
34
32,8
33,5
34
34,3
P3
34,2
34,7
35
32,9
33
59
= 100 mg/100ml
= 1 mg/ml
= 35 gram
Vit C
Disonde
= 0,84 mg x 1 mg/ml
= 0,84 ml
Mencit 2
Bobot
= 33 gram
Vit C
Disonde
= 0, 79 mg x 1 mg/ml
= 0, 79 ml
Mencit 3
Bobot
= 31 gram
Vit C
Disonde
= 0, 74 mg x 1 mg/ml
= 0, 74 ml
Mencit 4
Bobot
= 34,5 gram
Vit C
60
= 0,83 mg x 1 mg/ml
= 0,83 ml
Mencit 5
Bobot
= 33,5 gram
Vit C
Disonde
= 0,80 mg x 1 mg/ml
= 0,80 ml
Minggu II
Mencit 1
Bobot
= 35 gram
Vit C
Disonde
= 0,84 mg x 1 mg/ml
= 0,84 ml
Mencit 2
Bobot
= 33 gram
Vit C
Disonde
= 0, 79 mg x 1 mg/ml
= 0, 79 ml
Mencit 3
Bobot
= 31 gram
Vit C
61
= 0,74 mg
Disonde
= 0, 74 mg x 1 mg/ml
= 0, 74 ml
Mencit 4
Bobot
= 34,2 gram
Vit C
Disonde
= 0,82 mg x 1 mg/ml
= 0,82 ml
Mencit 5
Bobot
= 33,8 gram
Vit C
Disonde
= 0,81 mg x 1 mg/ml
= 0,81 ml
Minggu III
Mencit 1
Bobot
= 34,8 gram
Vit C
Disonde
= 0,84 mg x 1 mg/ml
= 0,84 ml
Mencit 2
Bobot
= 33 gram
Vit C
62
Disonde
= 0, 79 mg x 1 mg/ml
= 0, 79 ml
Mencit 3
Bobot
= 32 gram
Vit C
Disonde
= 0, 77 mg x 1 mg/ml
= 0, 77 ml
Mencit 4
Bobot
= 34,2 gram
Vit C
Disonde
= 0,82 mg x 1 mg/ml
= 0,82 ml
Mencit 5
Bobot
= 34 gram
Vit C
Disonde
= 0,82 mg x 1 mg/ml
= 0,82 ml
Minggu IV
Mencit 1
Bobot
= 34,2 gram
Vit C
Disonde
= 0,82 mg x 1 mg/ml
63
= 0,82 ml
Mencit 2
Bobot
= 33 gram
Vit C
Disonde
= 0, 79 mg x 1 mg/ml
= 0, 79 ml
Mencit 3
Bobot
= 32,5 gram
Vit C
Disonde
= 0, 78 mg x 1 mg/ml
= 0, 78 ml
Mencit 4
Bobot
= 34 gram
Vit C
Disonde
= 0,82 mg x 1 mg/ml
= 0,82 ml
Mencit 5
Bobot
= 34,5 gram
Vit C
Disonde
= 0,83 mg x 1 mg/ml
= 0,83 ml
Minggu V
Mencit 1
64
Bobot
= 34,4 gram
Vit C
Disonde
= 0,83 mg x 1 mg/ml
= 0,83 ml
Mencit 2
Bobot
= 33 gram
Vit C
Disonde
= 0, 79 mg x 1 mg/ml
= 0, 79 ml
Mencit 3
Bobot
= 32 gram
Vit C
Disonde
= 0, 77 mg x 1 mg/ml
= 0, 77 ml
Mencit 4
Bobot
= 34,5 gram
Vit C
Disonde
= 0,83 mg x 1 mg/ml
= 0,83 ml
Mencit 5
Bobot
= 34,8 gram
Vit C
65
= 0,84 mg
Disonde
= 0,84 mg x 1 mg/ml
= 0,84 ml
66
E.
67
68
69
F.
Skor
Mean Rank
5.75
15.80
25.50
13.00
11.40
13.00
Total
27
Test Statistics
a,b
skor
Chi-Square
Df
Asymp. Sig.
14.744
5
.012
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
2.75
11.00
6.80
34.00
Total
70
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
1.000
11.000
-2.324
.020
a
.032
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
2.50
10.00
6.50
26.00
Total
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
10.000
-2.530
.011
a
.029
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
2.88
11.50
6.12
24.50
Total
71
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
1.500
11.500
-2.055
.040
a
.057
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
3.88
15.50
5.90
29.50
Total
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
5.500
15.500
-1.220
.223
a
.286
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
3.75
15.00
6.00
30.00
Total
72
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
5.000
15.000
-1.369
.171
a
.286
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
3.00
15.00
7.50
30.00
Total
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
15.000
-2.619
.009
a
.016
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
5.70
28.50
4.12
16.50
Total
73
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
6.500
16.500
-.990
.322
a
.413
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
6.40
32.00
4.60
23.00
Total
10
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
8.000
23.000
-1.021
.307
a
.421
Mann-Whitney Test
Mean Rank
Sum of Ranks
5.90
29.50
5.10
25.50
Total
10
74
Test Statistics
Skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
10.500
25.500
-.474
.635
a
.690
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
6.50
26.00
2.50
10.00
Total
Test Statistics
Skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
10.000
-2.530
.011
a
.029
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
7.50
30.00
3.00
15.00
Total
75
Test Statistics
Skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
15.000
-2.582
.010
a
.016
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
7.50
30.00
3.00
15.00
Total
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
15.000
-2.619
.009
a
.016
Mann-Whitney Test
Ranks
perlaku
an
Skor
Mean Rank
Sum of Ranks
5.38
21.50
4.70
23.50
Total
76
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
8.500
23.500
-.393
.694
a
.730
Ranks
perlaku
an
Skor
Mann-Whitney Test
Mean Rank
Sum of Ranks
4.88
19.50
5.10
25.50
Total
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
9.500
19.500
-.131
.896
a
.905
Ranks
perlaku
an
Skor
Mann-Whitney Test
Mean Rank
Sum of Ranks
5.20
26.00
5.80
29.00
Total
10
77
Test Statistics
skor
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan
11.000
26.000
-.346
.729
a
.841
78
Rokok+Smoking pump
79
Hewan Uji
80
Pembedahan
81