SKRIPSI
Oleh
Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Oleh
Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
PERSEMBAHAN
ii
MOTTO
Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
( Depag RI, 1989 : 421 )
iii
PERNYATAAN
: 112010101005
Jember,
Yang menyatakan,
Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005
iv
SKRIPSI
Oleh
Garinda Chaesaria PH
112010101005
Pembimbing
PENGESAHAN
tempat
Tim Penguji
Dosen Penguji I
Dosen Penguji II
Dosen Penguji IV
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember
RINGKASAN
viii
PRAKATA
ix
9. Sahabat-sahabatku Meita Astuti, Dinda Ayu Teresha, Farida Yan Pratiwi dan
Dian Ayuningtyas yang selalu berbagi saat susah maupun senang demi
terselesainya tugas akhir ini;
10. Teman-teman seperjuangan Cardio 2011, atas segala bantuan dan kerjasamanya
selama menuntut ilmu semoga kita semua menjadi dokter-dokter sukses;
11. Almamater tercinta Fakultas Kedokteran Universitas Jember;
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu memberikan bantuan dan dorongan
semangat yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Terimakasih sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dan rahmat kepada semua
pihak yang telah membantu dengan ikhlas sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat mambangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan bagi yang membacanya.
Jember,
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... ii
HALAMAN MOTTO ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBING ................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... vi
RINGKASAN ............................................................................................ vii
PRAKATA ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5
2.1 Chitosan ..................................................................................... 5
2.1.1 Sifat Chitosan .................................................................... 5
2.1.2 Manfaat Chitosan .............................................................. 6
2.1.3 Peran Chitosan terhadap Remodelling Tulang .................. 7
2.2 Tulang ...................................................................................... .8
2.2.1 Komposisi Tulang ............................................................ 8
2.2.2 Fungsi Tulang .................................................................. 8
2.2.3 Sel dalam Pembentukan Tulang ....................................... 9
xi
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Spesifikasi Mutu Chitosan ................................................................ 5
3.1 Proses Ovariektomi ........................................................................... 27
4.1 Rerata dan Standar Deviasi Jumlah Sel Osteoblas ........................ 35
4.2 Hasil Uji Shapiro-Wilk ....................................................................... 36
4.3 Hasil Uji Homogenitas Data .............................................................. 36
4.4 Hasil Uji One Way Anova................................................................... 37
4.4 Hasil Uji Least Significant Difference ............................................... 37
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Proses Remodelling Tulang ............................................................... 13
2.2 Patogenesis Osteoporosis ................................................................... 16
2.3 Kerangka Konseptual ....................................................................... 20
3.1 Alur Penelitian ................................................................................... 32
4.1 Gambaran Sel Osteoblas 400x dan 1000x ....................................... 33
4.2 Gambaran Histologi Sel Osteoblas per Kelompok ........................ 34
4.3 Histogram Rata-rata Sel Osteoblas .................................................. 35
4.4 Peran Chitosan terhadap Aktivitas Osteoklas ................................. 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Konversi Dosis .................................................................................... 47
B. Data Hasil Penghitungan Jumlah Sel Osteoblas ............................. 48
C. Hasil Uji Analisis Data ........................................................................ 52
D. Foto Penelitian ..................................................................................... 54
E. Gambar Mikroskopis Sel Osteoblas ................................................. 59
F. Surat Etik ............................................................................................. 68
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat
pada kaum lanjut usia. Bila tidak ditangani, osteoporosis dapat mengakibatkan
patah tulang, cacat tubuh, bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian.
Menurut Departemen Kesehatan RI, wanita memiliki resiko osteoporosis lebih
tinggi yaitu 21,7% dibandingkan dengan laki-laki yang hanya berisiko terkena
osteoporosis sebanyak 14,8%. Hal ini dikarenakan wanita mengalami proses
kehamilan dan menyusui serta terjadinya penurunan hormon estrogen pada saat
pre menopause, menopause, dan pasca menopause. Defisiensi esterogen diketahui
memegang peranan penting pada perkembangan osteoporosis. Defisiensi
esterogen pada masa menopause dapat menyebabkan aktivitas sel osteoblas
menurun serta aktivitas ostoklas meningkat (Depkes, 2002).
Dari hasil Analisa Pusat Gizi Depkes menunjukkan bahwa masalah
osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai
yaitu 19,7%. Itulah sebabnya angka osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih besar
dari pada negara lainnya. Pada 2020 diperkirakan kasus osteoporosis di Indonesia
mencapai 426.300 dengan biaya perawatan medis pasien yang menderita
osteoporosis mencapai lebih dari USD 13 milyar per tahun. WHO memperkirakan
bahwa biaya yang disebabkan osteoporosis pada semua usia diseluruh dunia akan
meningkat sampai USD 131,5 milyar di tahun 2050. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu pengobatan osteoporosis yang efektif, efisien, aman dan lebih ekonomis
yang mampu meningkatkan massa tulang dengan pemanfaatan bahan alam
(Health Technology Assessment, 2005).
Dewasa ini pemanfaatan bahan alam sangat popular di seluruh dunia,
termasuk di dunia kedokteran. Dimana bahan alam menjadi fokus penelitian untuk
pengobatan yang diharapkan mampu menjadi solusi alternatif bagi berbagai
penyakit, salah satunya adalah pemanfaatan cangkang udang yang digunakan
untuk terapi osteoporosis yang masih belum banyak digunakan. Cangkang udang
merupakan limbah buangan dari proses pengolahan udang (Kurniasih et al, 2011).
Di Indonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya
terdiri dari perairan. Udang merupakan salah satu komoditas ekspor yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan
udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik,
terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan
telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang
lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan
pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak estetika
lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit dan kepala udang dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut
menghasilkan chitosan. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang
kaya akan chitosan, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah
besar sebagai limbah hasil dari pembuatan udang (Suhardi, 1992).
Chitosan merupakan salah satu polimer yang melimpah dan tersebar di
alam dan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa.
Chitosan sebagai derivat chitin didapatkan dengan menghilangkan gugus asetilnya
menggunakan basa pekat. Pemanfaatan chitosan meningkat sehubungan dengan
sifat biologisnya yang unggul seperti biokompatibilitas, mudah terdegradasi, tanpa
meninggalkan racun, tidak karsinogenik, bioaktif, memiliki efek antibakterial,
memiliki efek penyembuhan yang cepat bagi jaringan serta berpengaruh pada
proses remodeling tulang (Sularsih dan Soeprijanto, 2012).
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pengguanaan chitosan yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif
osteoporosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
kemampuan anti osteoporosis dari chitosan cangkang udang putih.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh chitosan pada
cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) terhadap efek anti osteoporosis.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
chitosan terhadap jumlah sel osteoblas tulang femur tikus wistar betina pasca
ovariektomi.
1.4 Manfaat
1.4.1
Manfaat Teoritis
Memberikan informasi ilmiah dalam pengembangan teori dibidang
1.4.2
Manfaat Praktis
2.1 Chitosan
Chitosan adalah produk deasetilasi chitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul
[C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,510-5 Dalton. Chitin tersedia berlebihan
di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat rendah, jamur, insekta dan
golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang. Kadar chitin dalam berat
udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan
menghasilkan 15-20 persen. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak
berbau dan tidak berasa.
Mutu chitosan dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,
parameter fisika diantaranya penampakan, ukuran dan viskositas, Sedangkan
parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi. Semakin baik mutu
chitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya
dalam aplikasinya. Adapun standar spesifikasi mutu chitosan dapat dilihat pada
tabel (Kurniasih dan Kartika, 2011).
Spesifikasi
Penampakan
Kadar air (% berat kering)
Kadar abu (% berat kering)
Kadar N (% berat kering)
Derajat Deasetilasi
Chitosan (Farmasi)
Serpihan/Bubuk
putih/kekuningan
10 %
2%
>5%
70 %
Chitosan tidak larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti
dimetilsufoksida, dimetilformanida, pelarut alkohol dan piridin. Chitosan larut
dalam asam organik atau mineral encer melalui protonasi gugus amino bebas pada
pH kurang dari 6,5. Chitosan larut dengan baik pada asam format, asam asetat dan
asam glutamat. Kelarutan chitosan akan menurun dengan bertambahnya berat
molekul chitosan. Ikatan hidrogen intermolekuler maupun intramolekuler pada
chitosan lebih rendah dibandingkan chitin sehingga chitosan lebih mudah
diaplikasikan dalam beberapa reagen dan mudah dibentuk menjadi spons, larutan,
gel, pasta, membran, dan serat (Wiyarsi dan Prambodo, 2009).
Sifat biologi chitosan antara lain, chitosan bersifat biocompatible yang tidak
beracun, biodegradable, kationik, nontoksik. Chitosan dapat berikatan dengan sel
mamalia dan sel mikroba secara agresif dan mampu meningkatkan pembentukan
tulang (Wiyarsi dan Prambodo,2009).
Penurunan
prostaglandin
dan
sitokin
inflamatori
menyebabkan
meningkatkan
ekspresi
Alkaline
Phospatase
(ALP)
dan
terjadi
proses
2.2 Tulang
2.2.1. Komposisi Tulang
Komposisi tulang terdiri dari 2 bahan, yaitu:
1.
Matrik yang kaya mineral (70%) sama dengan tulang yang sudah matang.
2.
Sel osteoblas yaitu yang membuat matrik (bahan) tulang atau sel
pembentuk tulang, merupakan sel tulang muda yang kerjanya
berlawanan dengan osteoklas
Sel osteoklas yaitu sel yang menyerap tulang atau menyerap osteoid
b. Osteoid (98%) sama dengan tulang muda yaitu matrik (bahan) tulang yang
mengandung sedikit mineral (Juniaidi et al, 2007).
melindungi organ tubuh yang halus seperti otak, jantung, paru-paru, alat-alat
dalam perut dan panggul. Sebagai immunologi, limfosit b yang di bentuk dalam
sumsum tulang di ubah menjadi sel-sel plasma. Dari keterangan di atas, ada 4
fungsi utama jaringan tulang :
1.
Fungsi mekanik, sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan otot
untuk pergerakan.
2.
Fungsi protektif, melindungi alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang.
3.
4.
Osteoblas
Merupakan komponen biologi yang terlibat dalam proses pembentukan
tulang. Setelah proses pengikisan tulang dan pembentukan lakuna oleh osteoklas
maka akan terbentuk osteoid, yang terdapat pada Bone Metabolisme Unit (BMU).
Secara histologi bentuk sel osteoblas dari koboid hingga piramidal atau seringkali
berupa lembaran utuh menyerupai epitel, berinti besar, memiliki satu nukleolus,
banyak ribosom, sitoplasma sangat basofilik dikarenakan adanya nukleoprotein
(untuk sintesis material organik matriks). Osteoblas mempunyai hubungan yang
luas
terhadap
jaringan
retikulum
endoplasma,
organela-organela
yang
10
memberikan sinyal kepada osteoblas mengenai adanya defek pada tulang tersebut
(Brahm U. Pendit, 2010).
Osteoblas terbentuk dari sel prekursor berupa stem sel mesenkim
(Mesenchymal Stem Cell I [MSC]). Beberapa dari osteoblas nantinya
berdiferensiasi menjadi osteosit. Terdapat beberapa protein dan kelompok protein
yang diperlukan dalam menentukan osteoblas yaitu, Bone Morphogenic akan
menarik Mesenchymal Stem Cell (MSC) untuk memulai proses diferensiasi
menjadi sel osteoblas yang matang. Kelompok protein ini tidak bekerja secara
langsung terhadap MSC, namun bekerja dengan cara mengaktifkan gen yang lain.
1) Core Binding Factor Alpha (CBF- 1) berperan sebagai faktor
transkripsi bagi diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang
dam terlibat dalam diferensiasi kondrosit. CBF- 1 dieksresikan pada
osteoblas yang kemudian akan mengaktifkan transkripsi dari beberapa
gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada
daerah promoter dari gen osteokalsin. Osteokalsin merupakan salah satu
protein yang disekresikan dari osteoblas dan memiliki efek penghambat
pada fungsi osteoblas.
2) Osterix (Osx) adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan
diperlukan pada diferensiasi osteoblas. Eksresi jenis protein ini
memerlukan CBF- 1 dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang.
b.
Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai peranan
Osteoklas
Osteoklas adalah sel raksasa berinti banyak yang besar dan jumlah anak
intinya sangat bervariasi. Terletak dekat pada permukaan tulang, seringkali dalam
11
lain
phosphatase
acid,
aryl-sulfatase,
metalloproteinase,
beta-
saat
osteoklas
menyelesaikan
siklus
resorptif,
mereka
akan
12
pematangan
osteoblas,
pembentukan
matriks
dan
akhirnya
2.
3.
4.
Kontaminasi bakteri
13
2.3 Osteoporosis
2.3.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteos (tulang) dan porous (keropos),
sehingga osteoporosis disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi
tipis, rapuh, dan keropos serta mudah patah. WHO menyatakan definisi
osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang yang ditandai oleh penurunan
massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang meningkatkan
risiko terjadinya patah tulang. National Institute of Health (NIH) Consensus
menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang dimana
terjadi penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan resiko terjadinya patah
tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh densitas mineral tulang dan kualitas
tulang (Cosman, Felicia,2009).
Osteoporosis adalah pengurangan massa tulang yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam kondisi
fisiologis, pembentukan tulang dan resorpsi berada dalam keseimbangan yang
14
akibat dari
2.3.2
Density telah terbukti berhubungan erat dengan insiden fraktur, namun terdapat
beberapa indikator lain yang menjadi faktor risiko kasus osteoporosis (Jacobs and
Kosmin, 2013). Berikut adalah faktor resiko terjadinya osteoporosis.
a.
Usia (>50 tahun), setiap peningkatan umur satu dekade berbanding lurus
dengan peningkatan risiko
b.
c.
Kulit putih atau etnik Asia, insiden fraktur panggul lebih tinggi pada orang
kulit putih
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kekurangan kalsium
2.3.3
Patogenesis Osteoporosis
Osteoporosis pada dasarnya disebabkan oleh penyimpangan dalam
15
dengan singkatan RANK (Receptor Activator for Nuclear Factor kB) yang
diekspresikan
oleh
makrofag.
Diferensiasi
makrofag
menjadi
osteoklas
juga
menyebabkan
penurunan
aktivitas
osteoblastik
sehingga
pembentukan tulang baru juga menurun. Hal ini yang akan menjadi faktor
penurunan massa tulang sehingga terjadi osteoporosis (American Medical
Association, 2004).
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat
penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun
osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui
pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Sel
osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam
16
sitosol. Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas,
dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,
mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-a), merupakan
sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor-betha (TGF-b), yang
merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan
mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap
oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk
melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin.
17
terhentinya
produksi
hormon
(khusus
perempuan)
disamping
18
2.4. Menopause
2.4.1 Definisi Menopause
Menopause adalah keadaan pada seorang perempaun yang mengalami
penurunan fungsi indung telur yang berakibat menurunnya produksi hormon
estrogen. Keadaan ini antara lain mengakibatkan terhentinya haid untuk
selamanya. Usia perempaun yang memasuki masa menopause berkisar antara
45 55 tahun (Depkes RI, 2004).
Menopause menandai akhir masa reproduksi seorang wanita dan biasanya
terjadi pada wanita berusia antara 45 dan 55 tahun dengan usia rata-rata 51 tahun
(Andrews. G, 2010: 532).
19
Fisik
Pada umumnya terjadi adalah hot fluses (rasa panas) pada wajah, leher dan
dada yang berlangsung selama beberapa menit, berkeringat dimalam hari,
berdebar-debar, susah tidur, sakit kepala, keinginan buang air kecil lebih
sering, penurunan kekuatan dan kalsifikasi tulang diseluruh tubuh.
b.
Psikologis
Ditandai dengan sikap yang mudah tersinggung, cemas, depresi, suasana hati
(mood) yang tidak menentu, sering lupa, dan susah berkonsentrasi
c.
Seksual
Ditandai dengan kekeringan vagina, mengakibatkanrasa tidak nyaman selama
berhubungan seksual dan menurunnyalibido (Spencer, 2006).
20
2.5
Kerangka Konseptual
Tikus wistar betina
(Rattus norvegicus)
Ovariektomi
Defisiensi esterogen
( Menopause )
Pembentukan sitokin
Menghambat
Terapi Chitosan
IL-1, IL-6, TNF-a
Sel osteoblas
TGF-b
Pembentukan
sel osteoklas
Penurunan apoptosis
sel osteoklas
Resorpsi tulang
2.6
osteoporosis
Hipotesis Penelitian
21
22
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober November 2013
3.3.2
Tempat penelitian
Laboratorium
Histologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Jember
Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah chitosan cangkang udang putih
(Penaeus merguiensis).
3.3.2
Variabel Terikat
Variable terikat pada penelitian ini adalah jumlah sel osteoblas pada tulang
femur pasca ovariektomi.
3.3.3
Variabel Terkendali
a.
23
b.
c.
b)
c)
d)
n=
2 2
2
2 2
2
(1,96)2 2
2
= (1,96)2
= 3,84
=4
24
b.
c.
3.5.2 Chitosan
Chitosan adalah mikromolekul biologi yang dapat diperoleh melalui proses
deasetilasi dari chitin yang tersedia melimpah pada cangkang udang. Chitosan
berfungsi dalam proses remodelling tulang. Chitosan secara progresif dapat
25
3.6.2
Bahan penelitian
Cangkang udang putih, ketamin, larutan formalin buffer 10%, parafin, larutan
EDTA 10%, larutan Hematoxylin Eosin, alkohol 70%; 80%; 95% dan 96%
(brataco Chemica), dan entelan (MERCK), NAOH, HCL, aquades rak cangkang
udang putih, 12 tikus wistar betina, air, betadin, ter, dan larutan PBS.
26
b.
1) Pengolahan chitin
1.
2.
3.
4.
2) Pengolahan chitosan
1.
2.
27
3.
4.
5.
6.
3.7.2 Tahap 1
Ovariektomi
Ovariektomi dilakukan untuk mendapatkan hewan coba dengan kondisi
osteoporosis eksperimental yang disebabkan defisiensi estrogen. Ovariektomi atau
teknik pengambilan kedua ovarium dilakukan dengan tahap berikut :
No.
1.
Prosedur Kerja
Tikus dianastesi menggunakan
ketamin sebanyak 0,075 ml.
Anestesi dilakukapan pada daerah
paha bagian dalam/luar secara
intra muscular. Sekitar 5 menit,
tikus akan tertidur ( 45 menit)
2.
Gambar
28
3.
4.
5.
6.
7.
29
8.
9.
10.
11.
3.7.3 Tahap 2
Pemberian Chitosan Cangkang Udang Putih
Chitosan serbuk diberikan peroral menggunakan sonde lambung satu kali
setiap hari selama dua minggu dengan dosis yang telah di konversikan sebanyak
0,05 mg/hari. Chitosan serbuk terlebih dahulu di tambahkan dengan asam asetat
dan aquades dengan perbandingan 4:1. Penelitian Sularsih dan Suprijanto (2012)
menyatakan bahwa pemberian chitosan gel 1% setara 1 gram dapat meningkatkan
30
jumlah sel osteoblas pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi yaitu pada
proses remodelling tulang alveolaris.
3.7.4 Tahap 3
a. Pengambilan Sampel Tulang
Setelah dikelompokkan sesuai perlakuan dan pemberian chitosan cangkang
udang putih, hewan coba dieuthanasia dengan anastesi inhalasi menggunakan eter
(eter chloride), kemudian dilakukan pengambilan jaringan tulang femur dengan
scalpel. Tulang femur kanan dipotong dan dimasukkan dalam larutan fiksasi
menggunakan buffer formalin 10%.
b. Preparasi Jaringan
Sampel jaringan diberi formalin kurang lebih satu minggu untuk melunakkan
tulang femur. Setelah sampel jaringan lunak, dilakukan preparasi jaringan pada
tulang femur dengan cara :
1) Persiapan wadah yang besarnya sesuai dengan jaringan yang akan dikirim
2) Wadah dengan TBD 1 Decalcifier yang berisi HCL dengan formalin buffer
10% dengan perbandingan 1 : 9 menggunakan volume minimal 5 kali volume
jaringan.
3) Masukkan segera jaringan segar ke dalam wadah formulir kurang dari 30
menit.
4) Beri label identitas pasien dan jenis jaringan.
5) Processing jaringan dimulai dari penyempurnaan fiksasi, dehidrasi, clearing,
impregnasi, pengelompokan dengan paraffin cair, pemotongan blok paraffin
dengan microtome dan pewarnaan.
6) Jenis bahan yang digunakan dalam pewarnaan umum adalah HematoxillinEousin (HE). Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas
berbagai elemen jaringan, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan
ditelaah dengan mikroskop.
7) Setelah dilakukan pewarnaan kemudian dikeringkan, setelah kering rendam
didalam larutan xillon dan angkat satu persatu kemudian ditetesi entelan
secukupkan dan tutup dengan cover glass (IAPI, 2008).
31
32
5 Kontrol
5 kontrol (-)
5 perlakuan
(non ovariektomi)
(ovariektomi)
(ovariektomi dengan
chitosan)
Tunggu 1 minggu
Makan dan Aquadest
Chitosan
cangkang
udang putih
Euthanasia
Ambil tulang femur
dengan dosis
konversi
0,05mg/hari
Preparasi tulang
selama 2
minggu
Analisis Data
Gambar 3.1 Alur Penelitian
33
Gb. a
Gb. b
Gambar 4.1 Gambaran sel osteoblas pada kelompok kontrol. Gambar (a) perbesaran
400x dan gambar (b) 1000x yaitu morfologi sel osteoblas yang memiliki
bentuk kuboid hingga piramid dengan sitoplasma basofilik, nukleolus
terlihat dan osteoblas terletak di tepi trabekula dengan pewarnaan HE.
34
Gb a. Kelompok kontrol
Gb c. Kelompok perlakuan
Gambar 4.2 Gambaran histologi jaringan tulang femur pada setiap kelompok dengan
pewarnaan HE dan dilihat dengan mikroskop perbesaran 400x. Gambar (a)
kelompok kontrol; (b) kelompok kontrol negatif dengan ovariektomi tanpa
pemberian chitosan; (c) kelompok perlakuan dengan ovariektomi dan
pemberian chitosan. Berdasarkan gambaran tersebut terlihat perbedaan
jumlah sel osteoblas (tanda panah hitam) antar kelompok.
35
Adapun data rata-rata pemeriksaan osteoblas pada hewan coba dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rerata dan standar deviasi jumlah sel osteoblas pada kelompok
Kontrol, Kontrol Negatif dan Perlakuan
N
Standar
Deviasi
Kontrol
43
0.837
Kontrol Negatif
21
0.707
Perlakuan
38
0.837
Kelompok
Tabel 4.1 Menunjukkan rata-rata hasil penghitungan sel osteoblas pada ketiga kelompok
penelitian masing-masing kelompok kontrol : 43 0.837, kelompok kontrol
negatif : 21 0.707, dan kelompok perlakuan : 38 0.837, lebih jelas terlihat
pada gambar dibawah ini.
20
15
10
5
0
K
K(-)
36
Tabel 4.2 Hasil uji Shapiro-Wilk dari kelompok kontrol dan perlakuan
Sig
Kontrol
Kontrol negatif
Perlakuan
0,314*
0,325*
0,314*
Sig.
12
,663
37
Mean Square
2
12
14
678,067
,633
Sig.
1070,632
,000
Hasil uji One Way Anova adalah p = 0,000, sehingga dapat diartikan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok penelitian karena nilai
p < 0,05. Setelah itu dilanjutkan LSD untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok penelitian. Data hasil uji LSD dapat dilihat pada tabel 4.5.
Kontrol
Perlakuan
Sig
Kontrol
0.000*
Perlakuan
0.000*
Kontrol Negatif
0.000*
Perlakuan
0.000*
Kontrol Negatif
0.000*
Kontrol
0.000*
38
4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pemberian chitosan terhadap peningkatan jumlah sel osteoblas pada gambaran
histologi jaringan tulang femur. Untuk itu pembahasan ini disusun berdasarkan
rumusan masalah tersebut, yaitu dimulai dengan proses ovariektomi yang ditandai
dengan menurunnya jumlah osteoblas pada kelompok kontrol negatif.
Selanjutnya, pembuktian adanya proses remodelling pada jaringan tulang yang
ditandai dengan peningkatan jumlah osteoblas pada kelompok perlakuan.
Hasil penelitian yang ditunjukkan di atas merupakan hasil dari
penghitungan sel osteoblas dari tiap kelompok penelitian. Kelompok tikus yang
tidak diovariektomi/kelompok kontrol (K) memiliki nilai rataan sel osteoblas 43
sedangkan kelompok tikus yang diovariektomi/kontrol negatif (K(-)) memiliki
nilai rataan sel osteoblas lebih kecil yaitu 21. Hal ini berarti jumlah sel osteoblas
kelompok kontrol negatif (K(-)) mengalami penurunan pascaovariektomi.
Penurunan tersebut akibat tidak adanya produksi hormon estrogen yang
berpengaruh dalam pembentukan tulang.
Sedangkan pada kelompok perlakuan (P) menunjukkan nilai rataan sel
osteoblas yaitu 38. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan (P)
jumlah sel osteoblas lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol negatif ((K
(-)) yang tidak diberi chitosan. Dari hasil rataan jumlah sel osteoblas pada
gambaran histologi tulang femur kelompok perlakuan yang diberi Chitosan 0,05
mg/hari selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini diduga
diperankan oleh chitosan yang berpengaruh terhadap regulasi remodelling tulang.
Hasil uji One Way ANOVA didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat
perbedaan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan yaitu
terjadi peningkatan jumlah sel osteoblas pada kelompok perlakuan. Pada
39
kelompok kontrol negatif peneliti tidak memberikan sonde chitosan dan hanya
memberikan sonde aquadest, sementara pada kelompok perlakuan diberikan
sonde chitosan dengan dosis 0,05 mg/hari.
Uji analisis LSD didapatkan hasil yang signifikan yang berarti terdapat
perbedaan secara bermakna jumlah osteoblas pada gambaran histologi jaringan
tulang femur antara kelompok kontrol yang tidak dilakukan ovariektomi,
kelompok kontrol negatif yang dilakukan ovariektomi maupun kelompok
perlakuan yang dilakukan ovariektomi dan diberi chitosan, dimana perbedaan
tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah osteoblas. Hal ini dikarenakan
chitosan yang dapat menurunkan aktivitas osteoklas dan mencegah terjadinya
resorpsi tulang. Pada proses remodelling tulang femur, sel osteoblas merupakan
sel yang berperan penting dalam pembentukan tulang yang merupakan proses
komplek dan melibatkan resorbsi tulang dan pembentukan tulang.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan kemampuan chitosan sebagai
material untuk regenerasi tulang. Chitosan dapat juga digunakan sebagai
pembawa faktor pertumbuhan seperti PDGF-BB untuk mendorong formasi tulang.
Faktor pertumbuhan PDGF (Platelet Derived Growth Factor) diproduksi oleh
platelet, osteoblas, dan monosit/makrofag serta dipercaya memiliki peran dalam
migrasi MSCs ke daerah injuri (Pinto et al, 2011). Menurut Chandra (2014),
PDGF berfungsi mendorong sel mesenkim dan osteoblas untuk bermitosis. Selain
itu, menurut Sularsihet al (2012) chitosan juga dapat meningkatkan formasi dan
diferensiasi osteoblas pada proses pembentukan tulang.
Chitosan secara progresif akan menurunkan produksi prostaglandin E2 dan
sitokin inflamatori yaitu IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan dalam diferensiasi
dan aktivasi osteoklas secara langsung melalui RANKL (Reseptor Activator of
Nuclear k Ligand). Prostaglandin E2 dan sitokin proinflamasi juga mampu
menghambat pembentukan osteoprotegerin (OPG) yang berfungsi menghambat
pembentukan osteoklas. Hal ini menyebabkan pembentukan dan aktivitas
osteoklas terganggu sehingga menurunkan tingkat resorpsi tulang (Sularsih dan
Suprijanto, 2012).
40
Aktifasi sel osteoklas pada resorbsi tulang diawali dengan pengeluaran MCSF (Macrophage-Colony Stimulating Factor) yang akan berikatan dengan
reseptornya c-Fms yang terdapat pada precursor osteoklas sehingga merangsang
diferensiasi dan ploliferasi progenitor hematopoetik menjadi pre-osteoklas yang
kemudian mengekspresikan RANK (Receptor Activator of Nuclear Factor K).
Sel osteoblas dan sel stroma memproduksi OPG yang akan mengikat RANKL
(Receptor Activator of Nuclear Factor k Ligand). Ikatan OPG dan RANK
menghambat ikatan RANK dan RANKL, sehingga tidak terjadi pembentukan sel
osteoklas. Penggunaan chitosan pada proses remodelling tulang pasca
ovariektomi dapat menstimulasi sel makrofag untuk menurunkan produksi
mediator prostaglandin E2 (PGE2) sehingga aktivitas osteoklastik dapat ditekan
dan pembentukan sel osteoblas dapat meningkat. Chitosan dapat menghambat
produksi prostaglandin E2 (PGE2) dengan cara menekan ekspresi protein
cyclooxygenase-2 (COX-2), TNF-a dan IL-1b dan meningkatkan aktivitas sitokin
anti inflamasi (Sularsih dan Suprijanto,2012). Peran chitosan lebih jelasnya
terlihat pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Peran Chitosan terhadap Aktivitas Sel Osteoblas dan Osteoklas
41
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian chitosan
cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) selama 14 hari pada tikus wistar
betina pasca ovariektomi dapat berpengaruh pada jumlah sel osteoblas pada tulang
femur tikus.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut.
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pemanfaatan yang
tepat (sediaan, dosis bahan, teknik aplikasi dan lama terapi efektif) dari
chitosan cangkang udang putih untuk meningkatkan jumlah sel osteoblas
pasca ovariektomi.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh chitosan
terhadap densitas massa tulang.
3. Chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) dapat digunakan
sebagai alternatif dalam upaya promotif, preventif, dan kuratif untuk terapi
osteoporosis, khususnya pasca ovariektomi dalam peningkatan jumlah sel
osteoblas.
42
DAFTAR PUSTAKA
Permana, H.J. 2013.Peran Asam Lemak Omega 3 Minyak Ikan Lemuru sebagai
Terapi Osteoporosis Pascamenopause. Tidak Diterbitkan. Makalah.
Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Prawirohardjo, S. & Wiknjosastro, H. 2011.Ilmu Kandungan Edisi III. Jakarta:
Trisada Printer
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone
Rambulangi. 2005. Hidup Sehat dan Aktif Tanpa Osteoporosis. http: //www.
depkes.go. id.
(2009), Kehidupan Seksual Wanita Saat Memasuki Usia Menopause.
http://psks.lppm.uns.ac.id diakses pada 17 Pebruari 2011
Wiyarsi, Antuni. & Priyambodo, Erfan. (2009). Pengaruh Konsentrasi Chitosan
dari Cangkang Udang terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat.
Fakultas Kimia FMIPA UNY.
staff.uny.ac.id/sites/default/files/132312678/Penelitian%20chitosan.pdf [2
September 2013]
Kusdhany, L. Rachman, Ichramsjah A. Sutrisna, Bambang. Ismail, Irawati.
Masulili, Chaidar. 2005. Validitas Indeks Densitas Tulang Mandibula
Postur-P
dalam
Memprediksi
Densitas
Tulang
Perempuan
Pascamenopause. Indonesia Journal of Dentistry 2005; 12(3): 113-116
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian
Osteoporosis
Kurniasih, Mardiyah dan Kartika, Dwi. 2011.Sintesis dan Karakterisasi FisikaKimia Kitosan. Jurnal Inovasi. Vol. 5 (1):42-48
Bhuvana, 2006, Studies on Frictional Behaviour of Chitosan-Coated Fabrics,
Aux. Res. J., Vol 6(4): 123-130
43
44
45
46
47
LAMPIRAN
48
LP1
44
43
43
43,3333
LP2
41
43
45
43
43,22222222
LP3
42
45
43
43,3333
LP1
43
43
45
43,6667
LP2
41
42
44
42,3333
42,22222222
LP3
40
42
40
40,6667
LP 1
46
44
43
44,3333
LP2
43
45
45
44,3333
44
LP3
43
44
43
43,3333
LP1
42
44
43
43
LP2
44
41
43
42,6667
42,66666667
LP3
41
43
43
42,3333
LP1
46
43
LP2
44
42
LP3
44
46
49
P3
RATA
RATA D10
RATAAN K
45
44,6667
43
43
43,88888889
43,2
42
44
LP 1
21
20
21
20,6667
LP2
21
22
21
21,3333
21
LP3
21
22
20
21
LP1
23
21
22
22
LP2
22
21
23
22
21,88888889
LP3
22
22
21
21,6667
LP1
21
21
20
20,6667
LP2
21
19
21
20,3333
20,44444444
LP3
20
21
20
20,3333
LP 1
21
22
21
21,3333
LP2
21
21
20
20,6667
20,88888889
LP3
20
22
20
20,6667
50
D5
P1
P2
P3
RATA
RATA D5
RATAAN K(-)
LP1
20
21
22
21
LP2
20
20
21
20,3333
20,77777778
21
LP3
20
22
21
21
LP1
38
38
37
37,6667
LP2
38
37
39
38
38,22222222
LP3
39
38
40
39
LP1
39
37
36
37,3333
LP2
38
39
39
38,6667
37,77777778
LP3
38
38
36
37,3333
LP 1
36
37
37
36,6667
LP2
39
37
38
38
37,22222222
LP3
38
36
37
37
LP1
39
LP2
38
LP3
39
51
P2
P3
RATA
RATA P4
P5
P1
P2
P3
RATA
RATA P5
RATAAN P
40
38
39
LP1
39
38
38
38,3333
39
38
38,3333
38,77777778
LP2
39
40
40
39,6667
39
38,2
40
38
39
LP3
39
38
40
39
52
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
jumlah_osteoblas
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
kontrol
,231
,200*
,881
,314
kontrol negatif
,300
,161
,883
,325
perlakuan
,231
,200*
,881
,314
df1
,426
df2
Sig.
12
,663
df
Mean Square
1356,133
678,067
7,600
12
,633
1363,733
14
F
1070,632
Sig.
,000
53
(J) kelompok
Mean Difference
Std. Error
Sig.
(I-J)
Upper Bound
,503
,000
21,10
23,30
,503
,000
3,90
6,10
kontrol
-22,200
,503
,000
-23,30
-21,10
perlakuan
-17,200*
,503
,000
-18,30
-16,10
kontrol
-5,000
,503
,000
-6,10
-3,90
kontrol negatif
17,200*
,503
,000
16,10
18,30
kontrol negatif
22,200
kontrol
perlakuan
5,000
kontrol negatif
perlakuan
54
B
A
I
H
J
G
55
Catatan :
A. Ekstrak chitosan
B. Aquades
C. AsamAsetat 1%
D. Formalin
E. Kassa
F. Papanparafin
G. Minor set
H. Spuit
I. Jarum syringe
J. Botolpengaduk
K. Timbangan
L. Sondelambung
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
F. SURAT ETIK
69