Anda di halaman 1dari 86

PENGARUH CHITOSAN CANGKANG UDANG PUTIH (Penaeus

merguiensis) TERHADAP JUMLAH SEL OSTEOBLAS TULANG FEMUR


TIKUS WISTAR BETINA PASCA OVARIEKTOMI

SKRIPSI

Oleh
Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

PENGARUH CHITOSAN CANGKANG UDANG PUTIH (Penaeus


merguiensis) TERHADAP JUMLAH SEL OSTEOBLAS TULANG FEMUR
TIKUS WISTAR BETINA PASCA OVARIEKTOMI

SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Oleh
Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:


1. Kedua orang tuaku tercinta, Hariyono dan Sukarti yang tiada hentinya bekerja
keras dan berdoa untukku, mendidik dan merawatku dengan segenap jiwa dan
raga dari kecil hingga sampai saat ini demi menjadikanku manusia yang lebih
baik. Semoga Allah SWT selalu memberi rahmat, hidayah dan senantiasa
melindungi kalian. Kebahagian kalian adalah salah satu tujuan hidupku;
2. Adikku tersayang, Sectio Ragil Putra Hariyono yang selalu ada disaat suka
maupun duka, setia membantuku selama ini dan jangan pernah putus asa dalam
menggapai cita-citamu;
3. Guru-guruku sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi yang telah
memberiku ilmu dan bimbingan dengan penuh kesabaran;
4. Agamaku, agama Islam sebagai rahmat seluruh alam, bangsa dan negaraku, serta
almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang selalu kubanggakan.

ii

MOTTO

Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
( Depag RI, 1989 : 421 )

Keyakinan adalah asas kekuatanku. Ilmu pengetahuan adalah senjataku.


Kesabaran adalah jubah dan kebajikanku.
( Nabi Muhammad SAW )

iii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Garinda Chaesaria Putri Hariyono
NIM

: 112010101005

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul Pengaruh


Chitosan Cangkang Udang Putih (Penaeus merguiensis) Terhadap Jumlah Sel
Osteoblas Tulang Femur Tikus Wistar Betina Pasca Ovariektomi adalah benar-benar
hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum
pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya
bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah
yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan
paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di
kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember,
Yang menyatakan,

Garinda Chaesaria PH
NIM 112010101005

iv

SKRIPSI

PENGARUH CHITOSAN CANGKANG UDANG PUTIH (Penaeus


merguiensis) TERHADAP JUMLAH SEL OSTEOBLAS TULANG FEMUR
TIKUS WISTAR BETINA PASCA OVARIEKTOMI

Oleh
Garinda Chaesaria PH
112010101005

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama

: dr.Muhammad Hasan, M.Kes.,Sp.OT

Dosen Pembimbing Anggota

: dr.Muhammad Ihwan Narwanto, M.Sc

PENGESAHAN

Skripsi berjudul Pengaruh Chitosan Cangkang Udang Putih (Penaeus Merguiensis)


Terhadap Jumlah Sel Osteoblas Tulang Femur Tikus Wistar Betina Pasca
Ovariektomi telah diuji dan disahkan pada :
hari, tanggal

tempat

: Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Tim Penguji
Dosen Penguji I

Dosen Penguji II

Dosen Penguji III

Dosen Penguji IV

dr.Muhammad Hasan, M.Kes.,Sp.OT


NIP. 19690411 199903 1 001

dr.Muhammad Ihwan Narwanto, M.Sc


NIP. 19800218 200501 1 001

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember

dr. Enny Suswati, M.Kes


NIP. 19700214 199903 2 001
vi

RINGKASAN

Pengaruh Chitosan Cangkang Udang Putih (Penaeus merguiensis) Terhadap


Jumlah Sel Osteoblas Tulang Femur Tikus Wistar Betina Pasca Ovariektomi;
Garinda Chaesaria Putri Hariyono, 112010101005; 2015; 67 halaman; Jurusan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Sistem muskuloskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat


berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Komponen penunjang
yang paling dominan pada sistem ini adalah tulang. Dengan meningkatnya usia
harapan hidup di negara-negara berkembang saat ini termasuk Indonesia, salah satu
masalah muskuloskeletal yang sering kita temukan disekitar kita adalah osteoporosis
(Rambulangi, 2005).
Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh
dan mudah retak atau patah. Menurut Departemen Kesehatan RI, wanita memiliki
resiko osteoporosis lebih tinggi yaitu 21,7% dibandingkan dengan laki-laki yang
hanya berisiko terkena osteoporosis sebanyak 14,8%. Hal ini dikarenakan wanita
mengalami proses kehamilan dan menyusui serta terjadinya penurunan hormon
estrogen pada saat pre menopause, menopause, dan pasca menopause. Defisiensi
esterogen diketahui memegang peranan penting pada perkembangan osteoporosis.
Defisiensi esterogen pada masa menopause dapat menyebabkan jumlah sel osteoblas
menurun dan sel ostoklas meningkat (Depkes, 2002).
Udang merupakan salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Sampai saat ini, limbah udang tersebut masih belum dimanfaatkan secara
maksimal dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut
menghasilkan chitosan (Kurniasih dan Kartika, 2011).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh chitosan cangkang
udang putih (Penaeus merguiensis) terhadap jumlah sel osteoblas tulang femur tikus
vii

wistar betina pasca ovariektomi. Penelitian true experimental laboratories ini


dilaksanakan di laboratorium histo/parasit/PA, laboratorium farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Jember, laboratorium Kimia Dasar FMIPA Universitas
Jember dan laboratorium Patologi Anatomi RSUD Soebandi Jember. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group Design. Sampel
penelitian ini adalah tikus wistar betina dengan berat 150-250 gram berusia 3
bulan. Jumlah kelompok penelitian yang digunakan ada 3 kelompok, yaitu kelompok
kontrol yang hanya diberikan makanan dan aquades, kelompok kontrol negatif
diovariektomi dan tanpa pemberian chitosan, dan kelompok perlakuan diovariektomi
dan diberikan chitosan 0,05 mg/hari. Setelah 14 hari perlakuan selanjutnya dilakukan
euthanasia dan penghitungan jumlah sel osteoblas pada tulang femur tikus. Variabel
bebas penelitian ini adalah chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis)
sedangkan variabel terikatnya yaitu jumlah sel osteoblas. Setelah dilakukan uji
homogenitas dan normalitas data, dilakukan analisis data dengan menggunakan uji
One Way ANOVA dan selanjutnya dilakukan uji LSD.
Data hasil penelitian menggunakan uji ANOVA menunjukkan nilai p=
0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok penelitian (p<
0,05). Sedangkan dari hasil uji LSD didapatkan perbedaan yang bermakna antara
kelompok kontrol (p= 0,000), kelompok kontrol negatif (p= 0,000) dan kelompok
perlakuan (p= 0,000).
Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian
chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) selama 14 hari pada tikus
wistar betina pasca ovariektomi dapat meningkatkan jumlah sel osteoblas pada tulang
femur tikus.

viii

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan


rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengaruh Chitosan Cangkang Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Terhadap Jumlah Sel Ostoblas Tulang Femur Tikus Wistar Betina Pasca
Ovariektomi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian pendidikan
strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Kedua Orang Tua, Hariyono dan Sukarti atas jerih payah, doa, kasih sayang, dan
dukungan yang tiada lelah dan henti;
2. dr. Enny Suswati, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember;
3. dr.Muhammad Hasan, M.Kes.,Sp.OT, selaku Dosen Pembimbing Utama,
dr.Muhammad Ihwan Narwanto, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Anggota, atas
arahan, bimbingan, dukungan, dan waktunya selama penyusunan skripsi ini;
4. Dosen Penguji atas saran dan bimbingan hingga terselesainya skripsi ini;
5. dr. Sugiyanta, M.Kes, selaku Koordinator Tugas Akhir/Skripsi, atas bimbingan
guna terselesainya skripsi ini;
6. Seluruh staf Laboratorium Kimia Dasar FMIPA, staf Laboratorium Farmakologi
FK Universitas Jember dan staf Laboratorium Histologi/PA/Parasitologi FK
Universitas Jember;
7. Nenekku kamilah tersayang terima kasih atas doa, kasih sayang dan nasehat
selama ini;
8. Adikku tersayang Sectio Ragil Putra Hariyono terimakasih telah memberiku
semangat dan kegembiraan selama ini;

ix

9. Sahabat-sahabatku Meita Astuti, Dinda Ayu Teresha, Farida Yan Pratiwi dan
Dian Ayuningtyas yang selalu berbagi saat susah maupun senang demi
terselesainya tugas akhir ini;
10. Teman-teman seperjuangan Cardio 2011, atas segala bantuan dan kerjasamanya
selama menuntut ilmu semoga kita semua menjadi dokter-dokter sukses;
11. Almamater tercinta Fakultas Kedokteran Universitas Jember;
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu memberikan bantuan dan dorongan
semangat yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Terimakasih sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dan rahmat kepada semua
pihak yang telah membantu dengan ikhlas sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat mambangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan bagi yang membacanya.

Jember,

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... ii
HALAMAN MOTTO ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBING ................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... vi
RINGKASAN ............................................................................................ vii
PRAKATA ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5
2.1 Chitosan ..................................................................................... 5
2.1.1 Sifat Chitosan .................................................................... 5
2.1.2 Manfaat Chitosan .............................................................. 6
2.1.3 Peran Chitosan terhadap Remodelling Tulang .................. 7
2.2 Tulang ...................................................................................... .8
2.2.1 Komposisi Tulang ............................................................ 8
2.2.2 Fungsi Tulang .................................................................. 8
2.2.3 Sel dalam Pembentukan Tulang ....................................... 9
xi

2.2.4 Remodelling Tulang ......................................................... 11


2.3 Osteoporosis ............................................................................. 13
2.3.1 Definisi Osteoporosis ....................................................... 13
2.3.2 Faktor Risiko Osteoporosis .............................................. 14
2.3.3 Patogenesis Osteoporosis ................................................. 14
2.3.4 Klasifikasi Osteoporosis................................................... 17
2.4 Menopause ............................................................................... 18
2.4.1 Definisi Menopause.......................................................... 18
2.4.2 Fisiologi Menopause ........................................................ 18
2.4.3 Tanda dan Gejala Menopause .......................................... 19
2.5 Kerangka Konseptual .............................................................. 20
2.6 Hipotesis Penelitian .................................................................. 21
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 22
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 22
3.2.1 Waktu Penelitian .............................................................. 22
3.2.2 Tempat Penelitian ............................................................. 22
3.3 Variabel Penelitian .................................................................. 22
3.3.1 Variabel Bebas ................................................................. 22
3.3.2 Variabel Terikat ............................................................... 22
3.3.3 Variabel Terkendali .......................................................... 22
3.4 Sampel Penelitian .................................................................... 23
3.4.1 Kriteria Sampel ................................................................ 23
3.4.2 Besar Sampel .................................................................... 23
3.4.3 Pengelompokan Sampel ................................................... 24
3.5 Definisi Operasional ................................................................. 24
3.5.1 Ovariektomi ...................................................................... 24
3.5.2 Chitosan ........................................................................... 24
3.5.3 Sel Osteoblas .................................................................... 25
xii

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 25


3.6.1 Alat Penelitian .................................................................. 25
3.6.2 Bahan Penelitian ............................................................... 25
3.7 Prosedur Penelitian ................................................................. 26
3.7.1 Tahap Awal ....................................................................... 26
a. Persiapan Hewan Coba ............................................... 26
b. Ekstraksi Cangkang Udang ......................................... 26
3.7.2 Tahap 1 Ovariektomi ........................................................ 27
3.7.3 Tahap 2 Pemberian Ekstrak Cangkang Udang Putih ........ 29
3.7.4 Tahap 3 .............................................................................. 30
a. Pengambilan Sampel Tulang ...................................... 30
b. Penghitungan Sel Osteoblas ........................................ 31
3.7.5 Analisis Data .................................................................... 31
3.8 Alur Penelitian .......................................................................... 32
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 33
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 33
4.2 Analisis Hasil Penelitian .......................................................... 36
4.3 Pembahasan .............................................................................. 38
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 41
5.2 Saran .......................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 42
LAMPIRAN ................................................................................................ 47

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Spesifikasi Mutu Chitosan ................................................................ 5
3.1 Proses Ovariektomi ........................................................................... 27
4.1 Rerata dan Standar Deviasi Jumlah Sel Osteoblas ........................ 35
4.2 Hasil Uji Shapiro-Wilk ....................................................................... 36
4.3 Hasil Uji Homogenitas Data .............................................................. 36
4.4 Hasil Uji One Way Anova................................................................... 37
4.4 Hasil Uji Least Significant Difference ............................................... 37

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Proses Remodelling Tulang ............................................................... 13
2.2 Patogenesis Osteoporosis ................................................................... 16
2.3 Kerangka Konseptual ....................................................................... 20
3.1 Alur Penelitian ................................................................................... 32
4.1 Gambaran Sel Osteoblas 400x dan 1000x ....................................... 33
4.2 Gambaran Histologi Sel Osteoblas per Kelompok ........................ 34
4.3 Histogram Rata-rata Sel Osteoblas .................................................. 35
4.4 Peran Chitosan terhadap Aktivitas Osteoklas ................................. 40

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Konversi Dosis .................................................................................... 47
B. Data Hasil Penghitungan Jumlah Sel Osteoblas ............................. 48
C. Hasil Uji Analisis Data ........................................................................ 52
D. Foto Penelitian ..................................................................................... 54
E. Gambar Mikroskopis Sel Osteoblas ................................................. 59
F. Surat Etik ............................................................................................. 68

xvi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat
berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Komponen
penunjang yang paling dominan pada sistem ini adalah tulang. Masalah atau
gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi sistem pergerakan seseorang,
mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, maupun pada lansia. Dengan
meningkatnya usia harapan hidup di negara-negara berkembang saat ini termasuk
Indonesia, salah satu masalah muskuloskeletal yang sering kita temukan disekitar
kita adalah osteoporosis. Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang berusia 55 tahun
atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2020 diperkirakan
penduduk lanjut usia di seluruh dunia akan melebihi 1 milyar jiwa, maka
diperkirakan kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya juga akan meningkat
(Rambulangi, 2005).
Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi
rapuh dan mudah retak atau patah. Sebagian besar penyebab osteoporosis antara
lain malnutrisi yang berlebihan, defisiensi vitamin C, defisiensi estrogen pasca
menopause, defisiensi Growth Hormone, dan Chusing Syndrom. Pada proses
remodelling, tulang akan terus mengalami penyerapan dan pembentukan. Sel yang
bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas sedangkan
osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan tulang. Pembentukan tulang
terutama terjadi pada masa pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang
berada dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30 sampai 40 tahun.
Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang
ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun (Tandra,
Hans 2009).

Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat
pada kaum lanjut usia. Bila tidak ditangani, osteoporosis dapat mengakibatkan
patah tulang, cacat tubuh, bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian.
Menurut Departemen Kesehatan RI, wanita memiliki resiko osteoporosis lebih
tinggi yaitu 21,7% dibandingkan dengan laki-laki yang hanya berisiko terkena
osteoporosis sebanyak 14,8%. Hal ini dikarenakan wanita mengalami proses
kehamilan dan menyusui serta terjadinya penurunan hormon estrogen pada saat
pre menopause, menopause, dan pasca menopause. Defisiensi esterogen diketahui
memegang peranan penting pada perkembangan osteoporosis. Defisiensi
esterogen pada masa menopause dapat menyebabkan aktivitas sel osteoblas
menurun serta aktivitas ostoklas meningkat (Depkes, 2002).
Dari hasil Analisa Pusat Gizi Depkes menunjukkan bahwa masalah
osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai
yaitu 19,7%. Itulah sebabnya angka osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih besar
dari pada negara lainnya. Pada 2020 diperkirakan kasus osteoporosis di Indonesia
mencapai 426.300 dengan biaya perawatan medis pasien yang menderita
osteoporosis mencapai lebih dari USD 13 milyar per tahun. WHO memperkirakan
bahwa biaya yang disebabkan osteoporosis pada semua usia diseluruh dunia akan
meningkat sampai USD 131,5 milyar di tahun 2050. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu pengobatan osteoporosis yang efektif, efisien, aman dan lebih ekonomis
yang mampu meningkatkan massa tulang dengan pemanfaatan bahan alam
(Health Technology Assessment, 2005).
Dewasa ini pemanfaatan bahan alam sangat popular di seluruh dunia,
termasuk di dunia kedokteran. Dimana bahan alam menjadi fokus penelitian untuk
pengobatan yang diharapkan mampu menjadi solusi alternatif bagi berbagai
penyakit, salah satunya adalah pemanfaatan cangkang udang yang digunakan
untuk terapi osteoporosis yang masih belum banyak digunakan. Cangkang udang
merupakan limbah buangan dari proses pengolahan udang (Kurniasih et al, 2011).
Di Indonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya
terdiri dari perairan. Udang merupakan salah satu komoditas ekspor yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan

udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik,
terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan
telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang
lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan
pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak estetika
lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit dan kepala udang dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut
menghasilkan chitosan. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang
kaya akan chitosan, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah
besar sebagai limbah hasil dari pembuatan udang (Suhardi, 1992).
Chitosan merupakan salah satu polimer yang melimpah dan tersebar di
alam dan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa.
Chitosan sebagai derivat chitin didapatkan dengan menghilangkan gugus asetilnya
menggunakan basa pekat. Pemanfaatan chitosan meningkat sehubungan dengan
sifat biologisnya yang unggul seperti biokompatibilitas, mudah terdegradasi, tanpa
meninggalkan racun, tidak karsinogenik, bioaktif, memiliki efek antibakterial,
memiliki efek penyembuhan yang cepat bagi jaringan serta berpengaruh pada
proses remodeling tulang (Sularsih dan Soeprijanto, 2012).
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pengguanaan chitosan yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif
osteoporosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
kemampuan anti osteoporosis dari chitosan cangkang udang putih.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis)
terhadap efek anti osteoporosis, khususnya pada jumlah sel osteoblas tulang femur
tikus wistar betina pasca ovariektomi ?

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh chitosan pada
cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) terhadap efek anti osteoporosis.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
chitosan terhadap jumlah sel osteoblas tulang femur tikus wistar betina pasca
ovariektomi.

1.4 Manfaat
1.4.1

Manfaat Teoritis
Memberikan informasi ilmiah dalam pengembangan teori dibidang

kesehatan yaitu tentang pengaruh pemberian chitosan cangkang udang putih


(Penaeus merguiensis) terhadap jumlah sel osteoblas pasca ovariektomi.

1.4.2

Manfaat Praktis

1) Dengan mengetahui manfaat chitosan cangkan udang putih (Penaeus


merguiensis) maka dapat dijadikan bahan acuan atau tinjauan pustaka dalam
pengembangan anti osteoporosis di masa mendatang.
2) Memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dalam pengembangan
kelestarian lingkungan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chitosan
Chitosan adalah produk deasetilasi chitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul
[C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,510-5 Dalton. Chitin tersedia berlebihan
di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat rendah, jamur, insekta dan
golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang. Kadar chitin dalam berat
udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan
menghasilkan 15-20 persen. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak
berbau dan tidak berasa.
Mutu chitosan dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,
parameter fisika diantaranya penampakan, ukuran dan viskositas, Sedangkan
parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi. Semakin baik mutu
chitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya
dalam aplikasinya. Adapun standar spesifikasi mutu chitosan dapat dilihat pada
tabel (Kurniasih dan Kartika, 2011).

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Chitosan

Spesifikasi
Penampakan
Kadar air (% berat kering)
Kadar abu (% berat kering)
Kadar N (% berat kering)
Derajat Deasetilasi

Chitosan (Farmasi)
Serpihan/Bubuk
putih/kekuningan
10 %
2%
>5%
70 %

Sumber : Protan Laboratories dalam Suptijah

2.1.1 Sifat Chitosan


Sifat alami chitosan diklasifikasikan menjadi sifat kimia dan biologi.
Berdasarkan sifat kimianya gugus amino yang dimiliki chitosan lebih banyak
dibandingkan chitin sehingga chitosan lebih bersifat basa dan nukleofilik.

Chitosan tidak larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti
dimetilsufoksida, dimetilformanida, pelarut alkohol dan piridin. Chitosan larut
dalam asam organik atau mineral encer melalui protonasi gugus amino bebas pada
pH kurang dari 6,5. Chitosan larut dengan baik pada asam format, asam asetat dan
asam glutamat. Kelarutan chitosan akan menurun dengan bertambahnya berat
molekul chitosan. Ikatan hidrogen intermolekuler maupun intramolekuler pada
chitosan lebih rendah dibandingkan chitin sehingga chitosan lebih mudah
diaplikasikan dalam beberapa reagen dan mudah dibentuk menjadi spons, larutan,
gel, pasta, membran, dan serat (Wiyarsi dan Prambodo, 2009).
Sifat biologi chitosan antara lain, chitosan bersifat biocompatible yang tidak
beracun, biodegradable, kationik, nontoksik. Chitosan dapat berikatan dengan sel
mamalia dan sel mikroba secara agresif dan mampu meningkatkan pembentukan
tulang (Wiyarsi dan Prambodo,2009).

2.1.2 Manfaat Chitosan


Berdasarkan karakteristik chitosan yang biodegradable dan biocompatible,
manifestasi penggunaan chitosan telah banyak dilakukan. Dalam bidang
pertanian, tanaman yang diberikan chitosan akan memiliki ketahanan yang kuat
terhadap jamur. Dalam bidang bioteknologi, chitosan berperan dalam imobilisasi
enzim, pemisahan protein dan regenerasi sel. Dalam industri makanan, chitosan
digunakan sebagai antioksidan, pengawet alami dan penyerap warna. Chitosan
juga dimanfaatkan dalam program diet karena dapat menurunkan kolesterol.
Berkaitan dengan sifat biologis chitosan yang unggul, seperti biokompatibilitas,
mudah terdegradasi tanpa meninggalkan racun, tidak karsinogenik, serta memiliki
efek anti bakterial dan efek penyembuhan yang cepat bagi jaringan. Chitosan
dapat meningkatkan sintesis kolagen tipe I pada tahap awal, dan memfasilitasi
diferensiasi sel-sel osteogenik pada percobaan in vitro fibroblas ligamen
periodontal manusia. Chitosan diketahui dapat mempercepat migrasi sel serta
membantu pematangan jaringan (Wiyarsi dan Priyambodo, 2009).

2.1.3 Peran Chitosan terhadap Remodelling Tulang


Chitosan secara progresif dapat menurunkan produksi prostaglandin E2
dan sitokin inflamatori yaitu IL-1, IL-6 dan TNF- (Sularsih dan Suprijanto,
2012).

Penurunan

prostaglandin

dan

sitokin

inflamatori

menyebabkan

pembentukan dan aktivitas osteoklas terganggu sehingga menurunkan tingkat


resorpsi tulang. Selain itu, chitosan juga dapat meningkatkan formasi dan
diferensiasi osteoblas pada proses pembentukan tulang. Chitosan tersebut
menunjukkan pengaruh menguntungkan bagi kesehatan tulang (Sularsih dan
Suprijanto, 2012).
Menurut Sularsih et al (2012), chitosan dapat menstimulasi M-CSF
(Macrophage-Colonystimulating Factor) dan RANKL (Receptor Activator of
Nuclear Factor K). Aktivasi sel osteoklas pada resorbsi tulang diawali dengan
pengeluaran M-CSF yang akan berikatan dengan c-Fms yang terdapat pada
prekursor sel osteoklas sehingga merangsang diferensiasi dan proliferasi
progenitor hematopoetik menjadi pre-osteoklas yang kemudian mengekspresikan
RANK. Sel osteoblas dan sel stroma memproduksi OPG yang akan mengikat
RANKL. Ikatan OPG dan RANKL akan menghambat ikatan RANKL dan RANK,
sehingga tidak terjadi pembentukan sel osteoklas (Sularsih dan Suprijanto, 2012).
Adanya penurunan eikosanoid (PGE2) dari AA maupun sitokin
proinflamatori menyebabkan pembentukan dan aktivitas osteoklas terganggu. Hal
ini sesuai dengan penelitian Sularsih & Soeprijanto (2012), bahwa pemberian
chitosan pada tikus Rattus Norvegicus dapat menurunkan jumlah maupun
aktivitas osteoklas sehingga dapat menurunkan tingkat resorpsi tulang (Sularsih
dan Suprijanto, 2012).
Cangkang udang putih yang kaya chitosan, selain menghambat aktivitas
osteoklas ternyata juga mampu meningkatkan formasi dan diferensiasi osteoblas
pada pembentukan tulang. Secara in vitro, oleh Young-Pil Yun et al (2013)
menyatakan bahwa chitosan dapat meningkatkan ekspresi Bone Morphogenetic
Mrotein-2 (BMP-2) mRNA. BMP-2 merupakan prototype subgroup BMPs yang
memicu differensiasi multipotent mesenchymal progenitor cell lines menjadi
osteogenic lineage. BMPs menstimulasi Antivator Protein-1 (AP-1) untuk

meningkatkan

ekspresi

Alkaline

Phospatase

(ALP)

dan

terjadi

proses

mineralisasi. BMP-2 secara signifikan dapat meningkatkan ekspresi osteocalcin


(OCN) dan osteopontin (OPN). OCN dan OPN diekspresikan oleh osteoblas yang
dikenal sebagi penanda spesifik setelah diferensiasi osteoblas. BMP-4 dan BMP-6
sangat berperan dalam proses osteogenesis dan menginduksi GF family.
Aplikasi chitosan dapat meningkatkan ekpresi BMP-2, BMP-7 dan aktivitas ALP
(Sularsih dan Suprijanto, 2012).

2.2 Tulang
2.2.1. Komposisi Tulang
Komposisi tulang terdiri dari 2 bahan, yaitu:
1.

Matrik yang kaya mineral (70%) sama dengan tulang yang sudah matang.

2.

Bahan organik (30%) yang terdiri dari :


a. Sel (2%):
-

Sel osteoblas yaitu yang membuat matrik (bahan) tulang atau sel
pembentuk tulang, merupakan sel tulang muda yang kerjanya
berlawanan dengan osteoklas

Sel osteosit yaitu mempertahankan matrik tulang.

Sel osteoklas yaitu sel yang menyerap tulang atau menyerap osteoid

b. Osteoid (98%) sama dengan tulang muda yaitu matrik (bahan) tulang yang
mengandung sedikit mineral (Juniaidi et al, 2007).

2.2.2. Fungsi tulang


Tulang merupakan penunjang kokohnya tubuh, sebagai rangka, tulang
mempunyai banyak sendi-sendi yang memungkinkan pergerakan dan juga
merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel dan jaringan
tulang yang mempunyai sistem aliran darah sebagai pembawa nutrisi untuk
metabolisme tulang kedalam jaringan tulang, lalu kalsium di depositkan sehingga
tulang menjadi lebih keras dan kokoh.
Selain itu, fungsi tulang juga sebagai pengungkit untuk bermacam-macam
aktivitas selama pergerakan. Sebagai penyokong berat badan dan sebagai proteksi,

melindungi organ tubuh yang halus seperti otak, jantung, paru-paru, alat-alat
dalam perut dan panggul. Sebagai immunologi, limfosit b yang di bentuk dalam
sumsum tulang di ubah menjadi sel-sel plasma. Dari keterangan di atas, ada 4
fungsi utama jaringan tulang :
1.

Fungsi mekanik, sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan otot
untuk pergerakan.

2.

Fungsi protektif, melindungi alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang.

3.

Fungsi metabolik, yaitu mengatur keseimbangan berbagai mineral tubuh, juga


sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting
seperti kalsium dan fosfat.

4.

Fungsi hemopetik, berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan


sel darah (Juniaidi et al, 2007)..

2.2.3 Sel dalam Pembentukan Tulang


Sel osteoblas, osteosit dan osteoklas merupakan komponen biologi yang
berperan penting pada metabolisme tulang yang berlangsung pada unit
metabolisme tulang.
a.

Osteoblas
Merupakan komponen biologi yang terlibat dalam proses pembentukan

tulang. Setelah proses pengikisan tulang dan pembentukan lakuna oleh osteoklas
maka akan terbentuk osteoid, yang terdapat pada Bone Metabolisme Unit (BMU).
Secara histologi bentuk sel osteoblas dari koboid hingga piramidal atau seringkali
berupa lembaran utuh menyerupai epitel, berinti besar, memiliki satu nukleolus,
banyak ribosom, sitoplasma sangat basofilik dikarenakan adanya nukleoprotein
(untuk sintesis material organik matriks). Osteoblas mempunyai hubungan yang
luas

terhadap

jaringan

retikulum

endoplasma,

organela-organela

yang

bertanggung jawab terhadap sintesa protein yang merupakan penyusun matriks


tulang. Sebagian dari osteoblas terperangkap dalam matriks tulang dan akan
membentuk osteosit, dan sering dianggap inaktif secara metabolik. Osteosit dapat
mendeteksi mikrofraktur atau gangguan dalam struktur tulang dan kemudian

10

memberikan sinyal kepada osteoblas mengenai adanya defek pada tulang tersebut
(Brahm U. Pendit, 2010).
Osteoblas terbentuk dari sel prekursor berupa stem sel mesenkim
(Mesenchymal Stem Cell I [MSC]). Beberapa dari osteoblas nantinya
berdiferensiasi menjadi osteosit. Terdapat beberapa protein dan kelompok protein
yang diperlukan dalam menentukan osteoblas yaitu, Bone Morphogenic akan
menarik Mesenchymal Stem Cell (MSC) untuk memulai proses diferensiasi
menjadi sel osteoblas yang matang. Kelompok protein ini tidak bekerja secara
langsung terhadap MSC, namun bekerja dengan cara mengaktifkan gen yang lain.
1) Core Binding Factor Alpha (CBF- 1) berperan sebagai faktor
transkripsi bagi diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang
dam terlibat dalam diferensiasi kondrosit. CBF- 1 dieksresikan pada
osteoblas yang kemudian akan mengaktifkan transkripsi dari beberapa
gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada
daerah promoter dari gen osteokalsin. Osteokalsin merupakan salah satu
protein yang disekresikan dari osteoblas dan memiliki efek penghambat
pada fungsi osteoblas.
2) Osterix (Osx) adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan
diperlukan pada diferensiasi osteoblas. Eksresi jenis protein ini
memerlukan CBF- 1 dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang.
b.

Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai peranan

penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian


nutrisi pada tulang. Merupakan osteoblas yang terpendam dalam matriks tulang.
Osteosit mempunyai dua fungsi utama, yaitu memelihara dan memantau isi
mineral dan protein dari matriks dan berperan pada perbaikan tulang yang rusak
(Lesson et al, 1990, p.142).
c.

Osteoklas
Osteoklas adalah sel raksasa berinti banyak yang besar dan jumlah anak

intinya sangat bervariasi. Terletak dekat pada permukaan tulang, seringkali dalam

11

lekukan dangkal yang dikenal sebagai lakuna howship. Osteoklas berfungsi


sebagai substansi yang meresorpsi tulang (Lesson et al, 1990, p.142).
Bagian atas dari osteoklas merupakan lapisan matriks tulang yang berfungsi
untuk sekresi enzim dan proton yang berperan penting dalam proses remodeling
tulang. Membran kutub basolateral dari osteoklas memiliki reseptor hormon dan
substansi lainnya. Osteoklas bekerja dengan memisahkan komponen-komponen
mikro melalui penetrasi membran yang disebut dengan sealing zone.
Komponen mikro ekstrasesluler yang terisolasi ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan pH. Pada sealing zone juga ditemukan enzim-enzim yang poten
antara

lain

phosphatase

acid,

aryl-sulfatase,

metalloproteinase,

beta-

glucuronidase, cystein-proteinase, dan beta-glycerophosphatase yang berperan


dalam proses resorbsi tulang. Komponen-komponen mikro dan enzim ini
berfungsi untuk mengikis tulang dan membentuk terminal yang melengkung dan
disebut sebagai lakuna (Brahm U. Pendit. 2010).

2.2.4 Remodelling Tulang


Tulang secara konstan mengalami remodeling, dimana merupakan proses
kompleks yang mengikutsertakan resorpsi tulang pada beberapa permukaan lalu
diikuti oleh fase pembentukan tulang. Urutan dari remodelling tulang pada
keadaan normal selalu sama, yaitu resorpsi tulang oleh osteoklas, fase reversal
lalu diikuti pembentukan tulang oleh osteoblas untuk memperbaiki defek.
Selama resorpsi tulang, osteoklas melepaskan faktor lokal dari tulang,
dimana memiliki dua efek yaitu menghambat fungsi osteoklas dan stimulasi
aktivitas osteoblas. Osteoklas memproduksi dan melepaskan faktor yang memiliki
efek pengaturan yang negatif pada aktivitasnya dan mendorong fungsi osteoklas.
Akhirnya

saat

osteoklas

menyelesaikan

siklus

resorptif,

mereka

akan

mensekresikan protein yang nantinya akan menjadi substrat untuk perlekatan


osteoblas. Resorpsi tulang mengikutsertakan beberapa tahap yang langsung
mengarah pada pembuangan baik mineral dan konstituen organik dari matriks
tulang oleh osteoklas, dibantu oleh osteoblas. Tahap pertama adalah pengerahan
dan penyebaran progenitor osteoklas ke tulang. Sel-sel progenitor ditarik dari

12

jaringan haemophoeitik seperti sumsum tulang dan jaringan slenic ke tulang


melalui aliran darah sirkulasi. Mereka akan berploriferasi dan berdeferensiasi
menjadi osteoklas melalui mekanisme yang menyertakan interkasi sel terhadap sel
dengan sel stroma osteoblas. Tahap selanjutnya melibatkan persiapan permukaan
tulang dengan pembuangan lapisan osteoid yang tidak termineralisasi oleh
osteoblas, yang memproduksi beragam enzim proteolitik, dalam beberapa matriks
metallo protein, kolagenase dan gelatinase.
Setelah osteoklas meresorpsi maksimum, akan terjadi transisi dari aktivitas
osteoklastik menjadi aktivitas osteoblastik. Peristiwa transisi ini dikenal dengan
fase reversal, yang terjadi selama kurang lebih 9 hari. Pembentukan tulang
muncul dari kompleks peristiwa yang melibatkan proliferasi sel mesenkim
primitif, diferensiasi menjadi sel prekursor osteoblas (osteoprogenitor, preosteoblas),

pematangan

osteoblas,

pembentukan

matriks

dan

akhirnya

mineralisasi. Osteoblas berkumpul pada dasar kavitas resorpsi dan membentuk


osteoid yang mulai untuk minerasilasi setelah 13 hari pada rasio awal ~1m/hari.
Osteoblas terus membentuk dan melakukan meniralisasi osteoid hingga kavitas
terisi. Waktu kavitas terisi hingga permukaan adalah 124-168 hari pada individu
normal.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, penyembuhan jaringan tulang terdiri
dari regenerasi dan perbaikan. Namun perbaikannya tergantung dari karakteristik
luka. Faktor faktor yang dapat mengganggu formasi jarinngan tulang karena
luka, yaitu :
1.

Kegagalan pembuluh daran berplorifeasi pada luka

2.

Improper stabilisasi pada koagulum dan jaringan granulasi pada luka

3.

Ingrowth of non-osseous tissue dengan aktivitas proliferasi yang tinggi

4.

Kontaminasi bakteri

13

Gambar 2.1 Proses Remodelling Tulang

2.3 Osteoporosis
2.3.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteos (tulang) dan porous (keropos),
sehingga osteoporosis disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi
tipis, rapuh, dan keropos serta mudah patah. WHO menyatakan definisi
osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang yang ditandai oleh penurunan
massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang meningkatkan
risiko terjadinya patah tulang. National Institute of Health (NIH) Consensus
menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang dimana
terjadi penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan resiko terjadinya patah
tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh densitas mineral tulang dan kualitas
tulang (Cosman, Felicia,2009).
Osteoporosis adalah pengurangan massa tulang yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam kondisi
fisiologis, pembentukan tulang dan resorpsi berada dalam keseimbangan yang

14

seimbang. Peningkatan resorpsi tulang atau penurunan pembentukan tulang dapat


mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis dapat dipengaruhi oleh status
hormonal, seperti yang terjadi pada wanita pasca menopause

akibat dari

defisiensi estrogen (Tandra, Hans, 2009).

2.3.2

Faktor Resiko Osteoporosis


Faktor resiko osteoporosis seperti usia tua dan penurunan Bone Mineral

Density telah terbukti berhubungan erat dengan insiden fraktur, namun terdapat
beberapa indikator lain yang menjadi faktor risiko kasus osteoporosis (Jacobs and
Kosmin, 2013). Berikut adalah faktor resiko terjadinya osteoporosis.
a.

Usia (>50 tahun), setiap peningkatan umur satu dekade berbanding lurus
dengan peningkatan risiko

b.

Gender (Perempuan > Laki-laki), perempuan beresiko mengalami fraktur 2


kali dibandingkan laki-laki. Angka harapan hidup perempuan lebih tinggi
sehingga prevalensi fraktur menjadi jauh lebih tinggi

c.

Kulit putih atau etnik Asia, insiden fraktur panggul lebih tinggi pada orang
kulit putih

d.

Faktor genetik, riwayat keluarga osteoporosis

e.

Amenorhea dan telat menarke

f.

Penggunaan obat-obatan seperti steroid sistemik, suplemen tiroid, obat


kemoterapi dan insulin

g.

Alkohol dan rokok

h.

Kekurangan hormon esterogen

i.

Kekurangan kalsium

2.3.3

Patogenesis Osteoporosis
Osteoporosis pada dasarnya disebabkan oleh penyimpangan dalam

remodelling tulang yang menyebabkan kerapuhan tulang. Dalam proses


remodelling tulang sel stroma dan osteoblas mensintesis dan mengekspresikan
pada membran selnya yaitu Necrosis Tumor Factor (TNF) yang disebut ligan
RANK. Ligan RANK berikatan dengan suatu molekul reseptor yang dikenal

15

dengan singkatan RANK (Receptor Activator for Nuclear Factor kB) yang
diekspresikan

oleh

makrofag.

Diferensiasi

makrofag

menjadi

osteoklas

mengisyaratkan bahwa ligan RANK berikatan dengan reseptor RANK di


makrofag. Selain itu, sel stroma juga menghasilkan sitokin yang disebut
Macrophage Colony-Stimulating Factor yang melekat ke reseptor khusus di
makrofag. Ligan RANK dan Macrophage Colony-Stimulating Factor bekerja
bersama-sama mengubah makrofag menjadi osteoklas yang meresorbsi tulang
(American Medical Association, 2004).
Aktivitas osteoklastogenik dijalur ligan RANK-RANK di atur oleh molekul
yang disebut osteoprotegerin (OPG) yang juga diekskresi sel stroma atau
osteoblas. OPG adalah suatu reseptor pengikat yang dapat mengikat ligan RANK
sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor RANK. Jika ligan RANK
berikatan dengan OPG dan bukan dengan reseptor RANK maka pembentukan
osteoklas akan terganggu sehingga resorbsi tulang menurun (American Medical
Association, 2004).
Faktor hormon berperan penting dalam timbulnya osteoporosis terutama
pasca menopause. Estrogen dapat merangsang pembentukan OPG sehingga
menghambat pembentukan osteoklas. Namun jika terjadi penurunan kadar
estrogen akan menyebabkan peningkatan produksi IL-1, IL-6, dan Necrosis
Tumor Factor (TNF) oleh monosit dan sumsum tulang lainnya. Sitokin ini yang
akan meningkatkan jumlah prekursor osteoklas seningga resorbsi tulang juga akan
meningkat. Selain itu, beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa defisiensi
estrogen

juga

menyebabkan

penurunan

aktivitas

osteoblastik

sehingga

pembentukan tulang baru juga menurun. Hal ini yang akan menjadi faktor
penurunan massa tulang sehingga terjadi osteoporosis (American Medical
Association, 2004).
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat
penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun
osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui
pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Sel
osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam

16

sitosol. Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas,
dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,
mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-a), merupakan
sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor-betha (TGF-b), yang
merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan
mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap
oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk
melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin.

Gambar 2.2 Patogenesis Osteoporosis

Estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan


pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen
mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosis dari osteoklas.
Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, M- CSF
dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara
RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi
dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi
sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas seperti IL-6, IL-1, TNF-a.
Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang

17

osteoblas untuk memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi


sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis. Sedangkan efek langsung
dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor esterogen pada sel
osteoklas sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan
menekan aktivasi sel osteoklas dewasa (American Medical Association, 2004).

2.3.4 Klasifikasi Osteoporosis


Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya,
yaitu osteoporosis primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu
penyakit melainkan melalui proses alamiah dan osteoporosis sekunder bila
disebabkan oleh berbagai kondisi klinis atau penyakit, seperti infeksi tulang,
tumor tulang, pemakaian obat-obatan tertentu dan imobilitas yang lama
(Keputusan Menteri Kesehatan, 2008).
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan
atau

terhentinya

produksi

hormon

(khusus

perempuan)

disamping

bertambahnya usia. Osteoporosis primer terdiri dari:


1. Osteoporosis Primer Tipe I
Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca menopause, yang terjadi
pada wanita pasca menopause. Biasanya wanita berusia 50-65 tahun,
fraktur biasanya pada vertebra atau tulang radius.
2. Osteoporosis Primer Tipe II
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senile, yang terjadi pada usia
lanjut. Pasien biasanya berusia 70 tahun, pria dan wanita mempunyai
kemungkinan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang paha.
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai
penyakit tulang seperti reumatik kronis, arthritis, TBC spondilitis,
osteomalasia, dan pengobatan steroid untuk jangka waktu yang lama, paralise
otot, tidak bergerak untuk periode lama, hipertiroid.

18

2.4. Menopause
2.4.1 Definisi Menopause
Menopause adalah keadaan pada seorang perempaun yang mengalami
penurunan fungsi indung telur yang berakibat menurunnya produksi hormon
estrogen. Keadaan ini antara lain mengakibatkan terhentinya haid untuk
selamanya. Usia perempaun yang memasuki masa menopause berkisar antara
45 55 tahun (Depkes RI, 2004).
Menopause menandai akhir masa reproduksi seorang wanita dan biasanya
terjadi pada wanita berusia antara 45 dan 55 tahun dengan usia rata-rata 51 tahun
(Andrews. G, 2010: 532).

2.4.2 Fisiologi Menopause


Penyebab menopause adalah penurunan fungsi ovarium. Sepanjang
kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh
menjadi folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum
berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel
primordial yang akan dirangsang oleh FSH dan LH, serta produksi estrogen dari
ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol.
Ketika produksi estrogen turun, estrogen tidak lagi dapat menghambat
produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH
(terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan terus
menerus, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi
estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol.
Menopause dapat terjadi juga segera setelah pembedahan pembuangan
ovarium. Kurun waktu 4-5 tahun setelah menopause disebut pramenopause,
sedangkan kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause disebut sebagai masa pasca
menopause. Masa pramenopause, menopause dan pascamenopause dikenal
sebagai masa klimakterium, sedangkan keluhan-keluhan yang terjadi pada masa
tersebut disebut sebagai sindroma klimakterik. Perimenopause mengacu pada
tahun-tahun sekitar menopause dimana fungsi ovarium mulai berubah. Jumlah sel
telur menurun dan ovarium menjadi lebih resisten terhadap aksi Follicle-

19

Stimulating Hormon (FSH), ovarium mulai menghasilkan penurunan jumlah


estrogen, progesterone dan androgen. Hilangnya negative feedback dari estrogen
ovarium menyebabkan peningkatan sekresi FSH dan Luteinizing Hormon (LH).
Terdapat juga penurunan sekresi inhibin glikoprotein (secara selektif menghambat
FSH). Aksi peristiwa ini mengakibatkan peningkatan FSH menjadi menetap, yang
dapat menjadi tanda bahwa menopause sudah dekat.

2.4.3 Tanda dan Gejala Menopause


Tanda dan gejala menopause meliputi:
a.

Fisik
Pada umumnya terjadi adalah hot fluses (rasa panas) pada wajah, leher dan
dada yang berlangsung selama beberapa menit, berkeringat dimalam hari,
berdebar-debar, susah tidur, sakit kepala, keinginan buang air kecil lebih
sering, penurunan kekuatan dan kalsifikasi tulang diseluruh tubuh.

b.

Psikologis
Ditandai dengan sikap yang mudah tersinggung, cemas, depresi, suasana hati
(mood) yang tidak menentu, sering lupa, dan susah berkonsentrasi

c.

Seksual
Ditandai dengan kekeringan vagina, mengakibatkanrasa tidak nyaman selama
berhubungan seksual dan menurunnyalibido (Spencer, 2006).

20

2.5

Kerangka Konseptual
Tikus wistar betina
(Rattus norvegicus)

Ovariektomi

Defisiensi esterogen
( Menopause )

Pembentukan sitokin

Ikatan RANK - RANKL

Menghambat

Terapi Chitosan
IL-1, IL-6, TNF-a

Sel osteoblas

TGF-b

Pembentukan
sel osteoklas

Penurunan apoptosis
sel osteoklas

Aktivitas sel osteoblas

Resorpsi tulang

2.6

melebihi pembentukan tulang

osteoporosis
Hipotesis Penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

21

2.6 Hipotesis Penelitian


Pemberian chitosan cangkang udang (Penaeus merguiensis) dapat
meningkatkan jumlah sel osteoblas pada tikus wistar betina pasca ovariektomi.

22

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories

3.2 Waktu dan Tempat penelitian


3.3.1

Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober November 2013

3.3.2

Tempat penelitian
Laboratorium

Histologi

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Jember

(pengamatan terhadap sel osteoblas), Laboratorium Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Jember (pembiakan hewan coba), Laboratorium
Anatomi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember (perlakuan
ovariektomi pada tikus), Laboratorium Kimia Dasar FMIPA Universitas
Jember (ekstraksi cangkang udang putih), Laboratorium Patologi Anatomi
RSUD dr. Soebandi (preparasi jaringan).

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1

Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah chitosan cangkang udang putih
(Penaeus merguiensis).

3.3.2

Variabel Terikat
Variable terikat pada penelitian ini adalah jumlah sel osteoblas pada tulang
femur pasca ovariektomi.

3.3.3

Variabel Terkendali
a.

Kriteria sampel penelitian

23

b.

Cara pemberian chitosan cangkang udang putih (Penaeus


merguiensis)

c.

Dosis chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis)

3.4 Sampel Penelitian


3.4.1 Kriteria Sampel
a)

Tikus putih (galur/strain Wistar)

b)

Jenis kelamin betina

c)

berat badan 150-250 gram

d)

Usia tikus 3 bulan.

3.4.2 Besar Sampel


Menurut Monda (2012), besar sampel yang digunakan dalam penelitian
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

n=

2 2
2

n = besar sampel tiap kelompok


z = nilai pada tingkat kesalahan tertentu, jika z = 1,96 dan = 0,05
= standar deviasi sampel (0,05)
d = kesalahan yang masih dapat ditoleransi (5%)
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
n=
n=

2 2
2
(1,96)2 2
2

= (1,96)2
= 3,84
=4

24

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut maka besar sampel minimal yang


dapat digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor tikus untuk masing-masing
kelompok.

3.4.3 Pengelompokan Sampel


Pengelompokan sampel pada penelitian ini menggunakan simple ramdom
sampling agar setiap sampel dalam kelompok penelitian memiliki peluang yang
sama. Jumlah kelompok sampel sebesar 3 kelompok dengan jumlah sampel
masing-masing kelompok adalah 5 ekor tikus wistar betina. Jumlah sampel
seluruhnya adalah 15 ekor tikus.
a.

Kelompok 1 adalah kontrol tanpa ovariektomi dan pemberian chitosan

b.

Kelompok 2 adalah kelompok kontrol negatif yang dilakukan ovariektomi


dan tanpa pemberian chitosan

c.

Kelompok 3 adalah kelompok perlakuan yang dilakukan ovariektomi dan


diberikan chitosan

3.5 Definisi operasional


3.5.1 Ovariektomi
Ovariektomi adalah pengeluaran indung telur melalui pembedahan atau
tindakan penghancuaran indung telur. Pada penelitian dilakukan ovariektomi pada
hewan coba sehingga terjadi menopause karena penurunan esterogen. Dimana
pada proses pengambilan ovarium tikus dilakukan dengan menginsisi arah
longitudinal sepanjang 1 cm pada kulit di daerah punggung 2-3 cm dari tulang
belakang dan 2-3 cm dari tulang pangkal paha. Insisi dilakukan sampai lapisan
lemak di bawah kulit melalui dinding peritonium. Ovarium berbentuk granulgranul seperti anggur dan berada di bawah kolon.

3.5.2 Chitosan
Chitosan adalah mikromolekul biologi yang dapat diperoleh melalui proses
deasetilasi dari chitin yang tersedia melimpah pada cangkang udang. Chitosan
berfungsi dalam proses remodelling tulang. Chitosan secara progresif dapat

25

menurunkan produksi prostaglandin E2 dan sitokin inflamatori yaitu IL-1, IL-6


dan TNF-. Penurunan prostaglandin dan sitokin inflamatori menyebabkan
pembentukan dan aktivitas osteoklas terganggu sehingga menurunkan tingkat
resorpsi tulang. Selain itu, chitosan juga dapat meningkatkan formasi dan
diferensiasi osteoblas pada proses pembentukan tulang.

3.5.3 Sel Osteoblas


Bentuk sel dari koboid hingga piramidal atau seringkali berupa lembaran
utuh menyerupai epitel, berinti besar, memiliki satu nukleolus, banyak ribosom,
sitoplasma sangat basofilik dikarenakan adanya nukleoprotein untuk sintesis
material organik matriks. Dalam pembuatan preparat tulang femur, untuk melihat
sel osteoblas dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Hematoxillin Eousin
(HE). Sel osteoblas dilihat dengan perbesaran 400x untuk penghitungan jumlah
sel dan perbesaran 1000x untuk melihat morfologi sel osteoblas.

3.6 Alat dan bahan penelitian


3.6.1 Alat penelitian
Alat penelitian terdiri dari kandang tikus, tempat makan dan minum tikus,
lab handuk, senter, timbangan analitik, alat pengepres, alat pendingin, alat
pengering (oven), gelas piala, thermometer, sonde lambung, sarung tangan
(Latex), masker, disecting set, jarum syringe, pisau scapel, pinset, kapas dan kain
kassa, benang dan jarum jahit, papan parafin, jarum pentul, pisau bedah, tabung
anastesi, rotary mikrotom (Leica), blade (Tissue-Tek Accu-Edge 4687), kuas,
wter bath (Memmert) kaca objek (Sail Brand), desk glass, mikroskop binokuler.

3.6.2

Bahan penelitian

Cangkang udang putih, ketamin, larutan formalin buffer 10%, parafin, larutan
EDTA 10%, larutan Hematoxylin Eosin, alkohol 70%; 80%; 95% dan 96%
(brataco Chemica), dan entelan (MERCK), NAOH, HCL, aquades rak cangkang
udang putih, 12 tikus wistar betina, air, betadin, ter, dan larutan PBS.

26

3.7 Prosedur Penelitian


3.7.1 Tahap Awal
a. Persiapan hewan coba
Hewan coba (tikus Wistar betina) diadaptasikan terhadap lingkungan
kandang di Laboratorim Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember
selama 1 minggu. Hewan coba diberi makanan standar dan minuman setiap hari
add libitum (sesukanya) dan ditimbang kemudian dikelompokkan secara acak
sesuai dengan pengelompokan pada sampel penelitian meliputi kelompok kontrol
(non-ovariektomi), kelompok kontrol negatif (ovariektomi) tanpa pemberian
chitosan dan kelompok perlakuan (ovariektomi) dengan pemberian chitosan.

b.

Ekstraksi cangkang udang

1) Pengolahan chitin
1.

Pencucian dan pembersihan kulit udang, pengeringan di bawah sinar


matahari selama 2 hari atau oven pada suhu 80C selama 24 jam.

2.

Deproteinasi (penghilangan protein) menggunakan NaOH konsentrasi


8% dengan rasio 1:6 (b/v) pada suhu 80-85C selama 60 menit.

3.

Pendinginan, penyaringan, pencucian, demineralisasi (penghilangan


mineral) menggunakan HCl konsentrasi 1,25 N dengan rasio 1/10 (b/v)
pada suhu 100C selama 2 jam sehingga ber-pH netral.

4.

Pengeringan dengan oven pada suhu 80C selama 24 jam.

2) Pengolahan chitosan
1.

Setelah terbentuk lembaran dari pengolahan chitin sebelumnya, lakukan


penghancuran (pengecilan ukuran) dengan penumpukan secara kasar
atau pemblenderan, pengayakan menggunakan ayakan dengan ukuran
100 mesh.

2.

Deasetilasi (penghilangan gugus asetil) menggunakan penambahan


NaOH dengan konsentrasi 50% dengan rasio 1:20 pada suhu 120C
selama 1 jam.

27

3.

Pendinginan untuk mengembalikan pada suhu kamar sehingga bahan


mudah disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42 dan
dibantu dengan pompa vakum untuk mempercepat proses.

4.

Pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut (NaOH) yang


digunakan pada tahap deasetilasi sampai pH netral.

5.

Pengeringan menggunakan suhu 100C selama 24 jam selanjutnya


terbentuk bubuk kasar chitosan.

6.

Penggerusan dan pengayakan sampai didapatkan bubuk halus chitosan.

3.7.2 Tahap 1
Ovariektomi
Ovariektomi dilakukan untuk mendapatkan hewan coba dengan kondisi
osteoporosis eksperimental yang disebabkan defisiensi estrogen. Ovariektomi atau
teknik pengambilan kedua ovarium dilakukan dengan tahap berikut :

Tabel 3.1 Proses Ovariektomi

No.
1.

Prosedur Kerja
Tikus dianastesi menggunakan
ketamin sebanyak 0,075 ml.
Anestesi dilakukapan pada daerah
paha bagian dalam/luar secara
intra muscular. Sekitar 5 menit,
tikus akan tertidur ( 45 menit)

2.

Letakkan tikus di atas papan


parafin yang sebelumnya telah
terlapisi plastik lalu keempat
kaki ditancapkan dengan jarum
(posisi tikus telungkup).

Gambar

28

3.

Cukur rambut tikus di area bedah


seluas 4 cm2.

4.

Insisi longitudinal sepanjang 1 cm


pada kulit di daerah punggung 2-3
cm dari tulang belakang dan 2-3
cm dari tulang pangkal paha.
Insisi dilakukan sampai lapisan
lemak di bawah kulit.
Insisi melalui dinding peritoneal.

5.

Bagian lemak ditarik keluar,


ovarium diangkat kemudian
digunting dan diusahakan untuk
menghindari perdarahan.
Ovarium berbentuk granul-granul
seperti anggur dan berada di
bawah kolon.

6.

Masukkan kembali lemak dan


oviduk ke dalam rongga
peritoneal.

7.

Jahit kembali peritoneum dan otot


abdomen dengan benang jahit
kemudian diberi betadin.

29

8.

Ulangi prosedur di atas untuk


mengambil ovarium dari sisi yang
berlawanan.

9.

Tikus yang telah dilakukan


ovariektomi kemudian diletakkan
pada kandang tunggal beralaskan
kertas dan tissu lalu diberi
makanan dan botol minum selama
1 minggu dan kondisi kesehatan
diamati pasca ovariektomi.

10.

Perhatikan kebersihan kandang


tikus. Setelah tikus dirasa telah
pulih, ganti alas tissu dengan
sekam.

11.

Kemudian tikus diletakkan pada


masing-masing kandang sesuai
perlakuan selanjutnya (pemberian
chitosan).

3.7.3 Tahap 2
Pemberian Chitosan Cangkang Udang Putih
Chitosan serbuk diberikan peroral menggunakan sonde lambung satu kali
setiap hari selama dua minggu dengan dosis yang telah di konversikan sebanyak
0,05 mg/hari. Chitosan serbuk terlebih dahulu di tambahkan dengan asam asetat
dan aquades dengan perbandingan 4:1. Penelitian Sularsih dan Suprijanto (2012)
menyatakan bahwa pemberian chitosan gel 1% setara 1 gram dapat meningkatkan

30

jumlah sel osteoblas pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi yaitu pada
proses remodelling tulang alveolaris.

3.7.4 Tahap 3
a. Pengambilan Sampel Tulang
Setelah dikelompokkan sesuai perlakuan dan pemberian chitosan cangkang
udang putih, hewan coba dieuthanasia dengan anastesi inhalasi menggunakan eter
(eter chloride), kemudian dilakukan pengambilan jaringan tulang femur dengan
scalpel. Tulang femur kanan dipotong dan dimasukkan dalam larutan fiksasi
menggunakan buffer formalin 10%.
b. Preparasi Jaringan
Sampel jaringan diberi formalin kurang lebih satu minggu untuk melunakkan
tulang femur. Setelah sampel jaringan lunak, dilakukan preparasi jaringan pada
tulang femur dengan cara :
1) Persiapan wadah yang besarnya sesuai dengan jaringan yang akan dikirim
2) Wadah dengan TBD 1 Decalcifier yang berisi HCL dengan formalin buffer
10% dengan perbandingan 1 : 9 menggunakan volume minimal 5 kali volume
jaringan.
3) Masukkan segera jaringan segar ke dalam wadah formulir kurang dari 30
menit.
4) Beri label identitas pasien dan jenis jaringan.
5) Processing jaringan dimulai dari penyempurnaan fiksasi, dehidrasi, clearing,
impregnasi, pengelompokan dengan paraffin cair, pemotongan blok paraffin
dengan microtome dan pewarnaan.
6) Jenis bahan yang digunakan dalam pewarnaan umum adalah HematoxillinEousin (HE). Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas
berbagai elemen jaringan, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan
ditelaah dengan mikroskop.
7) Setelah dilakukan pewarnaan kemudian dikeringkan, setelah kering rendam
didalam larutan xillon dan angkat satu persatu kemudian ditetesi entelan
secukupkan dan tutup dengan cover glass (IAPI, 2008).

31

c. Penghitungan Sel Osteoblas


Membandingkan jumlah sel osteoblas pada kelompok kontrol (tidak diberi
perlakuan), kelompok kontrol negatif (diovariektomi tanpa pemberian chitosan)
dan kelompok perlakuan (divariektomi dan pemberian chitosan). Terdapat 15
preparat dengan perbesaraan 400 kali untuk menghitung jumlah sel osteoblas.

3.7.5 Analisis Data


Analisis data dilakukan tes ShapiroWilk untuk menguji normalitas data dan
tes Levene untuk menguji homogenitas dan menggunakan uji One Way Annova
dengan tingkat kemaknaan 95% (p<0,05) untuk mengetahui perbedaan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Jika terdapat perbedaan yang bermakna,
selanjutnya dilakukan uji Least Significant Difference.
Hipotesis dari penelitian ini diterima jika p<0,05 (terdapat peningkatan
jumlah sel osteoblas) dan ditolak jika p>0,05 (tidak terdapat peningkatan jumlah
sel osteoblas) pada kelompok tikus wistar betina yang diovariektomi dan
diberikan chitosan cangkang udang putih terhadap kelompok kontrol.

32

3.8 Alur Penelitian


15 ekor tikus wistar betina

5 Kontrol

5 kontrol (-)

5 perlakuan

(non ovariektomi)

(ovariektomi)

(ovariektomi dengan
chitosan)

Tunggu 1 minggu
Makan dan Aquadest

Makan dan Aquadest

Chitosan
cangkang
udang putih

Euthanasia
Ambil tulang femur

dengan dosis
konversi
0,05mg/hari

Preparasi tulang

selama 2
minggu

Pengamatan sel osteoblas

Analisis Data
Gambar 3.1 Alur Penelitian

33

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pengaruh chitosan cangkan udang putih (Penaeus merguiensis) terhadap
aktivitas sel osteoblas pada tulang femur tikus wistar betina, dapat diamati
hasilnya setelah dilakukan preparasi jaringan tulang femur. Kemudian dilakukan
penghitungan jumlah sel osteoblas pada masing-masing kelompok, yaitu
kelompok kontrol, kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan. Data hasil
pengamatan secara histologis diambil dari perhitungan jumlah sel osteoblas pada
tiga lapang pandang dengan menggunakan lensa okuler di bawah mikroskop
kamera Olympus CX31 dengan perbesaran 400x dan perbesaran 1000x untuk
melihat morfologi sel osteoblas. Perhitungan jumlah sel dilakukan di bagian
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Adapun
gambaran sel osteoblas dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gb. a

Gb. b

Gambar 4.1 Gambaran sel osteoblas pada kelompok kontrol. Gambar (a) perbesaran
400x dan gambar (b) 1000x yaitu morfologi sel osteoblas yang memiliki
bentuk kuboid hingga piramid dengan sitoplasma basofilik, nukleolus
terlihat dan osteoblas terletak di tepi trabekula dengan pewarnaan HE.

Sel osteoblas berperan dalam proses pembentukan tulang maupun


regenerasi tulang dengan cara memproduksi, mensekresi, mendeposisi, dan
memineralisasi matriks tulang (Jayakumar, 2010). Dalam pemeriksaan histologi
tulang, akan terlihat peningkatan aktivitas sel osteoblas yang dijadikan tolak ukur
dalam proses remodelling tulang. Sel osteoblas ini diamati dengan membuat

34

preparat dari jaringan tulang dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).


Besarnya jumlah osteoblas mencerminkan proses remodelling yang terjadi (Sabri,
2013).
Adapun seluruh gambaran histologi sel osteoblas pada tiga lapang pandang
tiap kelompok dapat dilihat pada lampiran E dan beberapa gambaran histologi sel
osteoblas tiap kelompok sebagai berikut.

Gb a. Kelompok kontrol

Gb b. Kelompok kontrol negatif

Gb c. Kelompok perlakuan

Gambar 4.2 Gambaran histologi jaringan tulang femur pada setiap kelompok dengan
pewarnaan HE dan dilihat dengan mikroskop perbesaran 400x. Gambar (a)
kelompok kontrol; (b) kelompok kontrol negatif dengan ovariektomi tanpa
pemberian chitosan; (c) kelompok perlakuan dengan ovariektomi dan
pemberian chitosan. Berdasarkan gambaran tersebut terlihat perbedaan
jumlah sel osteoblas (tanda panah hitam) antar kelompok.

35

Adapun data rata-rata pemeriksaan osteoblas pada hewan coba dapat dilihat
pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rerata dan standar deviasi jumlah sel osteoblas pada kelompok
Kontrol, Kontrol Negatif dan Perlakuan
N

Rata-rata Hasil Penghitungan


Sel Osteoblas

Standar
Deviasi

Kontrol

43

0.837

Kontrol Negatif

21

0.707

Perlakuan

38

0.837

Kelompok

Tabel 4.1 Menunjukkan rata-rata hasil penghitungan sel osteoblas pada ketiga kelompok
penelitian masing-masing kelompok kontrol : 43 0.837, kelompok kontrol
negatif : 21 0.707, dan kelompok perlakuan : 38 0.837, lebih jelas terlihat
pada gambar dibawah ini.

Rata-rata Penghitungan Sel Osteoblas


50
45
40
35
30
25
Sel Osteoblas

20
15
10
5
0
K

K(-)

Gambar 4.3 Histogram rata-rata sel osteoblas


K = Kelompok Kontrol, K(-) = Kelompok Kontrol Negatif dan P = Kelompok
Perlakuan

36

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.3, kelompok kontrol negatif


merupakan kelompok yang memiliki jumlah sel osteoblas paling sedikit.
Sedangkan kontrol merupakan kelompok yang memiliki jumlah sel osteoblas
normal sebelum dilakukan ovariektomi. Pada kelompok perlakuan diketahui
bahwa terjadi peningkatan jumlah sel osteoblas.

4.2 Analisis Hasil Penelitian


Sel osteoblas pada masing-masing preparat diperiksa di bawah mikroskop
kamera dalam tiga lapang pandang dari tiga orang pengamat. Sel osteoblas dari
tiga lapang di jumlah lalu hasilnya dibagi tiga untuk mencari rataan jumlah sel
osteoblas.
Hasil penelitian yang didapatkan selanjutnya dilakukan analisa data
statistik dengan tingkat kepercayaan 95% (=0,05). Analisa data statistik yang
digunakan yaitu uji Shapiro-Wilk untuk uji normalitas untuk mengetahui rataan
berdistribusi normal atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan Levenes Test
untuk mengetahui homogenitas antar kelompok. Bila data berdistribusi normal
maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way Anova. Hasil uji
Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil uji Shapiro-Wilk dari kelompok kontrol dan perlakuan

Sig

Kontrol

Kontrol negatif

Perlakuan

0,314*

0,325*

0,314*

Keterangan : * = Data berdistribusi normal (p > 0,05)

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data


Test of Homogeneity of Variances
jumlah_osteoblas
Levene Statistic df1
df2
,426
2

Sig.
12

,663

37

Hasil uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikansi 0,314 untuk kelompok


kontrol, 0,325 untuk kelompok kontrol negatif dan 0,314 untuk kelompok
perlakuan. Dari hasil uji Shapiro-Wilk dan uji Homogenitas Data menunjukkan
nilai p > 0,05, sehingga didapatkan bahwa semua data berdistribusi normal.
Setelah diketahui bahwa data berdistribusi normal maka dilanjutkan
dengan uji statistik parametrik One Way Anova. Uji ini untuk mengetahui apakah
ada perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok penelitian. Hasil uji One
Way Anova dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji One Way Anova
ANOVA
Jumlah_Osteoblas
Sum of
df
Squares
Between Groups
1356,133
Within Groups
7,600
Total
1363,733

Mean Square
2
12
14

678,067
,633

Sig.

1070,632

,000

Hasil uji One Way Anova adalah p = 0,000, sehingga dapat diartikan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok penelitian karena nilai
p < 0,05. Setelah itu dilanjutkan LSD untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok penelitian. Data hasil uji LSD dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil uji Least Significant Difference


(I) Sampel
Kontrol Negatif

Kontrol

Perlakuan

(J) Pembanding Sampel

Sig

Kontrol

0.000*

Perlakuan

0.000*

Kontrol Negatif

0.000*

Perlakuan

0.000*

Kontrol Negatif

0.000*

Kontrol

0.000*

Keterangan : * = berbeda signifikan (p < 0,05)

38

Hasil uji Least Significant Difference menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan antar setiap kelompok, baik kelompok kontrol yang tidak dilakukan
ovariektomi, kelompok kontrol negatif yang dilakukan ovariektomi maupun
kelompok perlakuan yang dilakukan ovariektomi dan diberi chitosan.

4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pemberian chitosan terhadap peningkatan jumlah sel osteoblas pada gambaran
histologi jaringan tulang femur. Untuk itu pembahasan ini disusun berdasarkan
rumusan masalah tersebut, yaitu dimulai dengan proses ovariektomi yang ditandai
dengan menurunnya jumlah osteoblas pada kelompok kontrol negatif.
Selanjutnya, pembuktian adanya proses remodelling pada jaringan tulang yang
ditandai dengan peningkatan jumlah osteoblas pada kelompok perlakuan.
Hasil penelitian yang ditunjukkan di atas merupakan hasil dari
penghitungan sel osteoblas dari tiap kelompok penelitian. Kelompok tikus yang
tidak diovariektomi/kelompok kontrol (K) memiliki nilai rataan sel osteoblas 43
sedangkan kelompok tikus yang diovariektomi/kontrol negatif (K(-)) memiliki
nilai rataan sel osteoblas lebih kecil yaitu 21. Hal ini berarti jumlah sel osteoblas
kelompok kontrol negatif (K(-)) mengalami penurunan pascaovariektomi.
Penurunan tersebut akibat tidak adanya produksi hormon estrogen yang
berpengaruh dalam pembentukan tulang.
Sedangkan pada kelompok perlakuan (P) menunjukkan nilai rataan sel
osteoblas yaitu 38. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan (P)
jumlah sel osteoblas lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol negatif ((K
(-)) yang tidak diberi chitosan. Dari hasil rataan jumlah sel osteoblas pada
gambaran histologi tulang femur kelompok perlakuan yang diberi Chitosan 0,05
mg/hari selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini diduga
diperankan oleh chitosan yang berpengaruh terhadap regulasi remodelling tulang.
Hasil uji One Way ANOVA didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat
perbedaan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan yaitu
terjadi peningkatan jumlah sel osteoblas pada kelompok perlakuan. Pada

39

kelompok kontrol negatif peneliti tidak memberikan sonde chitosan dan hanya
memberikan sonde aquadest, sementara pada kelompok perlakuan diberikan
sonde chitosan dengan dosis 0,05 mg/hari.
Uji analisis LSD didapatkan hasil yang signifikan yang berarti terdapat
perbedaan secara bermakna jumlah osteoblas pada gambaran histologi jaringan
tulang femur antara kelompok kontrol yang tidak dilakukan ovariektomi,
kelompok kontrol negatif yang dilakukan ovariektomi maupun kelompok
perlakuan yang dilakukan ovariektomi dan diberi chitosan, dimana perbedaan
tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah osteoblas. Hal ini dikarenakan
chitosan yang dapat menurunkan aktivitas osteoklas dan mencegah terjadinya
resorpsi tulang. Pada proses remodelling tulang femur, sel osteoblas merupakan
sel yang berperan penting dalam pembentukan tulang yang merupakan proses
komplek dan melibatkan resorbsi tulang dan pembentukan tulang.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan kemampuan chitosan sebagai
material untuk regenerasi tulang. Chitosan dapat juga digunakan sebagai
pembawa faktor pertumbuhan seperti PDGF-BB untuk mendorong formasi tulang.
Faktor pertumbuhan PDGF (Platelet Derived Growth Factor) diproduksi oleh
platelet, osteoblas, dan monosit/makrofag serta dipercaya memiliki peran dalam
migrasi MSCs ke daerah injuri (Pinto et al, 2011). Menurut Chandra (2014),
PDGF berfungsi mendorong sel mesenkim dan osteoblas untuk bermitosis. Selain
itu, menurut Sularsihet al (2012) chitosan juga dapat meningkatkan formasi dan
diferensiasi osteoblas pada proses pembentukan tulang.
Chitosan secara progresif akan menurunkan produksi prostaglandin E2 dan
sitokin inflamatori yaitu IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan dalam diferensiasi
dan aktivasi osteoklas secara langsung melalui RANKL (Reseptor Activator of
Nuclear k Ligand). Prostaglandin E2 dan sitokin proinflamasi juga mampu
menghambat pembentukan osteoprotegerin (OPG) yang berfungsi menghambat
pembentukan osteoklas. Hal ini menyebabkan pembentukan dan aktivitas
osteoklas terganggu sehingga menurunkan tingkat resorpsi tulang (Sularsih dan
Suprijanto, 2012).

40

Aktifasi sel osteoklas pada resorbsi tulang diawali dengan pengeluaran MCSF (Macrophage-Colony Stimulating Factor) yang akan berikatan dengan
reseptornya c-Fms yang terdapat pada precursor osteoklas sehingga merangsang
diferensiasi dan ploliferasi progenitor hematopoetik menjadi pre-osteoklas yang
kemudian mengekspresikan RANK (Receptor Activator of Nuclear Factor K).
Sel osteoblas dan sel stroma memproduksi OPG yang akan mengikat RANKL
(Receptor Activator of Nuclear Factor k Ligand). Ikatan OPG dan RANK
menghambat ikatan RANK dan RANKL, sehingga tidak terjadi pembentukan sel
osteoklas. Penggunaan chitosan pada proses remodelling tulang pasca
ovariektomi dapat menstimulasi sel makrofag untuk menurunkan produksi
mediator prostaglandin E2 (PGE2) sehingga aktivitas osteoklastik dapat ditekan
dan pembentukan sel osteoblas dapat meningkat. Chitosan dapat menghambat
produksi prostaglandin E2 (PGE2) dengan cara menekan ekspresi protein
cyclooxygenase-2 (COX-2), TNF-a dan IL-1b dan meningkatkan aktivitas sitokin
anti inflamasi (Sularsih dan Suprijanto,2012). Peran chitosan lebih jelasnya
terlihat pada gambar 4.4

Gambar 4.4 Peran Chitosan terhadap Aktivitas Sel Osteoblas dan Osteoklas

41

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian chitosan
cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) selama 14 hari pada tikus wistar
betina pasca ovariektomi dapat berpengaruh pada jumlah sel osteoblas pada tulang
femur tikus.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut.
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pemanfaatan yang
tepat (sediaan, dosis bahan, teknik aplikasi dan lama terapi efektif) dari
chitosan cangkang udang putih untuk meningkatkan jumlah sel osteoblas
pasca ovariektomi.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh chitosan
terhadap densitas massa tulang.
3. Chitosan cangkang udang putih (Penaeus merguiensis) dapat digunakan
sebagai alternatif dalam upaya promotif, preventif, dan kuratif untuk terapi
osteoporosis, khususnya pasca ovariektomi dalam peningkatan jumlah sel
osteoblas.

42

DAFTAR PUSTAKA

Permana, H.J. 2013.Peran Asam Lemak Omega 3 Minyak Ikan Lemuru sebagai
Terapi Osteoporosis Pascamenopause. Tidak Diterbitkan. Makalah.
Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Prawirohardjo, S. & Wiknjosastro, H. 2011.Ilmu Kandungan Edisi III. Jakarta:
Trisada Printer
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone
Rambulangi. 2005. Hidup Sehat dan Aktif Tanpa Osteoporosis. http: //www.
depkes.go. id.
(2009), Kehidupan Seksual Wanita Saat Memasuki Usia Menopause.
http://psks.lppm.uns.ac.id diakses pada 17 Pebruari 2011
Wiyarsi, Antuni. & Priyambodo, Erfan. (2009). Pengaruh Konsentrasi Chitosan
dari Cangkang Udang terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat.
Fakultas Kimia FMIPA UNY.
staff.uny.ac.id/sites/default/files/132312678/Penelitian%20chitosan.pdf [2
September 2013]
Kusdhany, L. Rachman, Ichramsjah A. Sutrisna, Bambang. Ismail, Irawati.
Masulili, Chaidar. 2005. Validitas Indeks Densitas Tulang Mandibula
Postur-P
dalam
Memprediksi
Densitas
Tulang
Perempuan
Pascamenopause. Indonesia Journal of Dentistry 2005; 12(3): 113-116
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian
Osteoporosis
Kurniasih, Mardiyah dan Kartika, Dwi. 2011.Sintesis dan Karakterisasi FisikaKimia Kitosan. Jurnal Inovasi. Vol. 5 (1):42-48
Bhuvana, 2006, Studies on Frictional Behaviour of Chitosan-Coated Fabrics,
Aux. Res. J., Vol 6(4): 123-130

43

Baziad, Ali. (2010), Waspadai Menopause Dini. http://m.okezone.com diakses


pada 7 Pebruari 2011
Suhardi, 1992.Kapasitas Adsorpsi Kitosan Nanomagnetik Kitosan terhadap
Ion Ni(II).Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II
1992, UniversitasLampung, 17-18 Nopember 1992
Knoor, D. 1984.Functional Properties of Chitin and Chitosan. J. Food.Sci.
Vol47: 36-38
Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore.Terjemahan oleh Brahm U. Pendit.
2010. Jakarta:EGC
Killiany BJ, Kremzner ME, Nordenberg T. Treatment and Prevention of
Postmenopausal Osteoporosis, 2006. Available at :
http://www.fda.gov/cder/training/cderlearn/article_osteo2.htm
Hutapea H, Memberdayakan Wanita Menopause sebagai Sumber daya Manusia
yang tangguh dalam pembangunan bangsa menyongsong era globalisasi.
Maj obstet ginekol Indonesia.1998;22;145-57
Ana Rita Costa-Pinto, Ph.D., Rui L. Reis, Ph.D., and Nuno M. Neves, Ph.D. 2011.
Scaffolds Based Bone Tissue Engineering:The Role of Chitosan. Vol. 17 (5) : 8-9
Jacobs-Kosmin. 2013. Osteoporosis [serial on line].
http://emedicine.medscape.com/article/330598-overview. [3 September
2013]
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian
Osteoporosis
Kurniasih, Mardiyah dan Kartika, Dwi. 2011.Sintesis dan Karakterisasi FisikaKimia Kitosan. Jurnal Inovasi. Vol. 5 (1):42-48
Rachmawati B,Molecular and Laboratory Aspec. Menopause and Osteoporosis,
PIT V KONKER V PDS PATKLIN 2006- KONAS HKKI,Semarang
2006,Bagian Patologi Klinik FK UNDIP, hal : 92-113
Hanafiah J. Gambaran umum menopause, defenisi demografi dan
epidemiologi.Pada kursus dasar menopause.malang, 28-29 Juni 2002

44

Muttaqin, Arif.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.EGC, 2008

Syaifuddin. ANATOMI FISIOLOGI untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
Noor Verawaty, Sri & Rahayu, Lisdyawati (2012). Merawat dan Menjaga
Kesehatan Seksual Wanita. Bandung : PT Grafindo Media Pratama,
cetakan 1
Pramudto, Riardi dkk. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, jilid I edisi ketiga.
www.scribd.com/doc/92947320/Bahan Osteoporosis diakses tanggal 6 oktober
2012
Setyorini, A. Suandi, I.K.G. Sidiartha, I.G.L. Suryawan, W.B. 2009. Pencegahan
Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsium dan Vitamin D pada
Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Sari Pediatri.Vol 11 (1)
Sondakh, J. Sanger, OMG. &Masengi, JA. 2001. Perbandingan Kadar Fosfatase
Alkali KhasTulang dan Kalsium Total: pada Wanita Pascamenopause dan
Masa Reproduksi. Maj Obstet Ginekol Ind. 25 (3): 187-190
Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, danSetiati. 2009. Buku Ajar IlmuPenyakit
DalamJilid III Edisi V. Jakarta Pusat:InternaPublishing
Tandra, Hans. (2009). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang
Osteoporosis : mengenal, mengatasi, dan mencegah Tulang Keropos.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suharjo dan Noor Harini, Ekstraksi Chitosan dari Cangkang Udang Windu
(Penaeus Monodon Sp) Secara Fisik Kimia (Kajian Berdasarkan
Ukuran Partikel Tepung Chitn dan Konsentrasi NaOH). Vol.1 no.1,
September2005: 7 15
Sularsih, Soeprijanto. 2012. Perbandingan Jumlah Sel Osteoblas pada
Penyembuhan Luka Antara Penggunaan Kitosan Gel 1% dan 2%. Jurnal
Material Kedokteran Gigi. Vol. 1 (1):83-157

45

Winkjosastro. 2007. Tinjauan Pustaka. UNIMUS Digital Library


.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/122/jtptunimus-gdl-itatrisian-60812-babii.pdf. [24 Mei 2013]
Wiyarsi, Antuni. & Priyambodo, Erfan. (2009). Pengaruh Konsentrasi Chitosan
dari Cangkang Udang terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat.
Fakultas
Kimia
FMIPA
UNY.
staff.uny.ac.id
/sites/default/files/132312678/Penelitian%20chitosan.pdf
[2September
2013]
Yun, Young-Pil.Lee, Su-Young. Kim, Hak-Jun. Song, Jae-Jun. Kim, Sun Eun.
2013. Improvement of Osteoblast Functions by Sustained Release of Bone
Morphogenetic Protein-2 (BMP-2) from Heparin-coated Chitosan
Scaffold. Tissue Engineering and Regenerative Medicine.Vol 10 (4): 183191
AN, N Sennang.Mutmainnah.Pakasi, RDN. Hardjoeno. 2006. Analisis Kadar
Osteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol. 12 (2):49-52
Ardakani, F. Ezoddini. Azam, A. Navab. Yassaei, Soghra. Fatehi, Farhad. Rouhi,
Gholamreza. 2011. Effect of Chitosan On Dental Bone Repair. Health.
Vol.3 (4): 200-205
AN, N Sennang.Mutmainnah.Pakasi, RDN. Hardjoeno. 2006. Analisis Kadar
Osteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol. 12 (2):49-52
Ardakani, F. Ezoddini. Azam, A. Navab. Yassaei, Soghra. Fatehi, Farhad. Rouhi,
Gholamreza. 2011. Effect of Chitosan On Dental Bone Repair. Health.
Vol.3 (4): 200-205
Camellia,Vita.(Tanpa Tahun). Sindroma Pasca menopause. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Juniaidi, Iskandar. 2007. Osteoporosis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer

Chandra,I. Audry. 2014. Pemberian Gel NANO CHITOSAN-PRP Topikal


Menurunkan Ekspresi MMP-1 dan Meningkatkan Jumlah Kolagen Pada
Jaringan Luka Tikus Wistar .Tesis. Denpasar: Program Studi Ilmu
Biomedik Program Pasca sarjana Universitas Udayana.

46

Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore.Terjemahan oleh Brahm U. Pendit.


2010. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Hartiningsih. Anggraini, Devita. Aji Dhirgo. 2012. Respons Metafisis Tulang


Femur Distalis Tikus Ovariektomi Yang Mengkonsumsi Kalsitriol. Jurnal
Kedokteran Hewan. Vol. 6 (2): 92-98
Mardiyah Kurniasih, Dwi Kartika. Sintesis dan Karakteristik Fisika Kimia
Chitosan (Synthesis and Physicochemical Characterization of Chitosan).
Program Studi Kimia, Jurusan MIPA UNSOED Purwokerto
Morgan, G. dan Hamilton C. 2009.Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi
Buku Kedokteran.Terjemahan oleh Rusi M. Syamsidan Ramona P.
Kapoh.Jakarta: EGC.
Nabilah, Arief, dan Zulhadjri. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Membran
Komposit yang Berbahan Dasar Chitosan, Silika, dan CaCO3. Jurnal
Kimia Unand. Vol. 1 (1):21-26.

47

LAMPIRAN

LAMPIRAN A. KONVERSI DOSIS


Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Berbagai Jenis (Spesies) Hewan Uji
Menurut Laurence &Bacharah, 1984

Sumber: Alfianiet al, 2008:27

48

LAMPIRAN B. DATA HASIL PENGHITUNGAN JUMLAH SEL OSTEOBLAS

B.1 Penghitungan Kelompok Kontrol


D6
P1
P2
P3
RATA
RATA D6
D7
P1
P2
P3
RATA
RATA D7
D8
P1
P2
P3
RATA
RATA D8
D9
P1
P2
P3
RATA
RATA D9
D10
P1
P2

LP1
44
43
43
43,3333

LP2
41
43
45
43
43,22222222

LP3
42
45
43
43,3333

LP1
43
43
45
43,6667

LP2
41
42
44
42,3333
42,22222222

LP3
40
42
40
40,6667

LP 1
46
44
43
44,3333

LP2
43
45
45
44,3333
44

LP3
43
44
43
43,3333

LP1
42
44
43
43

LP2
44
41
43
42,6667
42,66666667

LP3
41
43
43
42,3333

LP1
46
43

LP2
44
42

LP3
44
46

49

P3
RATA
RATA D10
RATAAN K

45
44,6667

43
43
43,88888889
43,2

42
44

B.2 Penghitungan Kelompok Kontrol Negatif


D1
P1
P2
P3
RATA
RATA D1
D2
P1
P2
P3
RATA
RATA D2
D3
P1
P2
P3
RATA
RATA D3
D4
P1
P2
P3
RATA
RATA D4

LP 1
21
20
21
20,6667

LP2
21
22
21
21,3333
21

LP3
21
22
20
21

LP1
23
21
22
22

LP2
22
21
23
22
21,88888889

LP3
22
22
21
21,6667

LP1
21
21
20
20,6667

LP2
21
19
21
20,3333
20,44444444

LP3
20
21
20
20,3333

LP 1
21
22
21
21,3333

LP2
21
21
20
20,6667
20,88888889

LP3
20
22
20
20,6667

50

D5
P1
P2
P3
RATA
RATA D5
RATAAN K(-)

LP1
20
21
22
21

LP2
20
20
21
20,3333
20,77777778
21

LP3
20
22
21
21

LP1
38
38
37
37,6667

LP2
38
37
39
38
38,22222222

LP3
39
38
40
39

LP1
39
37
36
37,3333

LP2
38
39
39
38,6667
37,77777778

LP3
38
38
36
37,3333

LP 1
36
37
37
36,6667

LP2
39
37
38
38
37,22222222

LP3
38
36
37
37

LP1
39

LP2
38

LP3
39

B.3 Penghitungan Kelompok Perlakuan


P1
P1
P2
P3
RATA
P1
P2
P1
P2
P3
RATA
RATA P2
P3
P1
P2
P3
RATA
RATA P3
P4
P1

51

P2
P3
RATA
RATA P4
P5
P1
P2
P3
RATA
RATA P5
RATAAN P

40
38
39

LP1
39
38
38
38,3333

39
38
38,3333
38,77777778
LP2
39
40
40
39,6667
39
38,2

40
38
39

LP3
39
38
40
39

52

LAMPIRAN C. HASIL UJI ANALISIS DATA

C.1 Uji Normalitas Shapiro-Wilk


Tests of Normality
kelompok

Kolmogorov-Smirnov
Statistic

jumlah_osteoblas

df

Shapiro-Wilk
Sig.

Statistic

df

Sig.

kontrol

,231

,200*

,881

,314

kontrol negatif

,300

,161

,883

,325

perlakuan

,231

,200*

,881

,314

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

C.2 Uji Homogenitas Data


Test of Homogeneity of Variances
jumlah_osteoblas
Levene Statistic

df1
,426

df2

Sig.

12

,663

C.3 Uji One Way Anova


ANOVA
jumlah_osteoblas
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

df

Mean Square

1356,133

678,067

7,600

12

,633

1363,733

14

F
1070,632

Sig.
,000

53

C.4 Post Hoc Tests dengan Analisis LSD


Multiple Comparisons
Dependent Variable: jumlah_osteoblas
LSD
(I) kelompok

(J) kelompok

Mean Difference

Std. Error

Sig.

(I-J)

95% Confidence Interval


Lower Bound

Upper Bound

,503

,000

21,10

23,30

,503

,000

3,90

6,10

kontrol

-22,200

,503

,000

-23,30

-21,10

perlakuan

-17,200*

,503

,000

-18,30

-16,10

kontrol

-5,000

,503

,000

-6,10

-3,90

kontrol negatif

17,200*

,503

,000

16,10

18,30

kontrol negatif

22,200

kontrol
perlakuan

5,000

kontrol negatif

perlakuan

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

54

LAMPIRAN D. FOTO PENELITIAN


D.1 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

B
A

I
H
J
G

55

Catatan :
A. Ekstrak chitosan
B. Aquades
C. AsamAsetat 1%
D. Formalin
E. Kassa
F. Papanparafin
G. Minor set
H. Spuit
I. Jarum syringe
J. Botolpengaduk
K. Timbangan
L. Sondelambung

56

D.2 ADAPTASI TIKUS WISTAR PADA KANDANG TUNGGAL

D.3 EKSTRAKSI CHITOSAN CANGKANG UDANG

57

D.4 PROSES OVARIEKTOMI

58

D.3 PENGHITUNGAN SEL OSTEOBLAS MENGGUNAKAN MIKROSKOP


KAMERA OLYMPUS CX31

59

E. GAMBAR MIKROSKOPIS SEL OSTEOBLAS


E.1 Kelompok Kontrol ( hanya diberikan aquades dan makan)
Perbesaran 400x menggunakan Pewarnaan HE

E.1.1 Preparat Dextra 6

E.1.2 Preparat Dextra 7

60

E.1.3 Preparat Dextra 8

E.1.3 Preparat Dextra 9

61

E.1.5 Preparat Dextra 10

62

E.2 Kelompok Kontrol Negatif ( ovariektomi tanpa pemberian chitosan )


Perbesaran 400x menggunakan pewarnaan HE

E.2.1 Preparat Dextra 1

E.2.1 Preparat Dextra 2

63

E.2.3 Preparat Dextra 3

E.2.4 Preparat Dextra 4

64

E.2.5 Preparat Dextra 5

65

E.3 Kelompok Perlakuan ( ovariektomi dengan pemberian chitosan )


Perbesaran 400x menggunakan pewarnaan HE

E.3.1 Preparat Perlakuan 1

E.3.2 Preparat Perlakuan 2

66

E.3.3 Preparat Perlakuan 3

E.3.4 Preparat Perlakuan 4

67

E.3.5 Preparat Perlakuan 5

68

F. SURAT ETIK

69

Anda mungkin juga menyukai