Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS HUBUNGAN KETERPAPARAN MERKURI TERHADAP


NEUROLOGICAL SYMPTOMS PADA PEKERJA EMAS DI MASA
PANDEMI COVID-19 DI KECAMATAN TALLO

Oleh

IIN CAHYANI MAULANA


14120170080

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merkuri adalah salah satu polutan yang sangat beracun yang
mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Merkuri
terbagi menjadi 3 jenis yaitu merkuri elemental, merkuri anorganik dan
merkuri organik (metilmerkuri). Manusia terpapar organik merkuri
melalui konsumsi ikan, sedangkan paparan merkuri anorganik
sebagian besar terjadi melalui menghirup uap merkuri. Paparan
merkuri di perkotaan umumnya berasal dari antropogenik sumber,
seperti pencemaran industri, transportasi, pembakaran sampah dan
pembakaran bahan bakar fosil, sedangkan pengolahan bijih seperti
penambangan emas skala kecil artisanal (PESK) selalu dikaitkan
sebagai sumber paparan merkuri di daerah pedesaan atau kota
pertambangan (Abbas dkk, 2017).
Sumamur (2009:82) menyatakan penyakit akibat kerja adalah
setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor: PER.01/MEN/1981, penyakit yang timbul karena
hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Keracunan akut yang disebabkan oleh logam
merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri,
pertambangan, pertanian yang menggunakan merkuri sebagai bahan
baku, katalis dan atau pembentuk amalgam atau pestisida. Komponen
merkuri mempunyai karakteristik yang berbeda-beda untuk daya
racunnya, distribusi dan akumulasi serta pengumpulan dan waktu
resistensinya di dalam tubuh. Oleh karena logam merkuri sangat
toksis sehingga merkuri tidak dapat dihancurkan oleh organisme
dalam lingkungan hidup.
Merkuri banyak dipergunakan pada industri pertambangan
emas untuk memisahkan kadar emas dengan kadar logam lainnya,
merkuri sendiri berfungsi sebagai pengikat kadar emas yang masih
bercampur dengan logam lainnya atau material tanah agar bisa
terpisah. Dalam proses penambangan yang dilakukan secara
tradisional oleh rakyat biasanya digunakan amalgam untuk
pengambilan emas dari bijih emas yang jumlahnya 2-3 kali dari yang
dibutuhkan. Merkuri dalam tubuh merupakan zat berbahaya karena
menyebabkan gejala keracunan kronis yang permanen dan bersifat
kumulatif dalam waktu yang lama. Oleh sebab itu gangguan gejala
kesehatan akibat proses penambangan akan terasa ketika sudah
terpapar dalam jangka waktu yang lama (Lubis, 2002).
Merkuri umumnya memasuki tubuh dapat melalui udara, air
atau makanan yang terserap dalam jumlah yang bervariasi.
Sementara itu tubuh manusia tidak dapat mengolah bentuk-bentuk
dari metil merkuri sehingga merkuri tetap berada dalam tubuh dalam
waktu yang relatif lama dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Pemaparan merkuri dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang
tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah,
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung (Prihantini, 2018).
Pekerja emas yang telah terpapar dengan merkuri akan
memberikan dampak terhadap kesehatannya. Paparan merkuri dalam
tubuh manusia dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, ginjal dan
jantung (Boerleider dkk, 2017). Pengaruh merkuri terhadap tubuh
manusia dibedakan berdasarkan jenis atau bentuk merkuri yang
masuk. Jenis merkuri pada industri emas yang dihasilkan adalah
merkuri murni (Hg°) berbentuk uap. Merkuri murni dalam bentuk uap
sangat mudah diserap oleh melalui paru-paru dan bisa mengakibatkan
kerusakan tubuh. Merkuri murni dapat menembus darah dan
penghalang otak apabila masuk melalui pernafasan (Suhelmi dkk,
2020).
Kasus keracunan logam merkuri telah terjadi di beberapa
belahan dunia, yang telah tercatat diantaranya kasus yang terjadi di
Minamata yang menewaskan 111 jiwa, di Irak 35 orang meninggal
321 cidera dan Guatemala 20 orang meninggal 45 cidera akibat
keracunan Merkuri. Kasus keracunan merkuri juga pernah terjadi di
Irak pada tahun 1971, lebih dari 6.500 orang dirawat ke rumah sakit
karena keracunan merkuri dan sebanyak 450 orang meninggal
dunia.Di Pakistan pada tahun 1963 juga terjadi keracunan merkuri
yang mengakibatkan 4 orang meninggal dan 34 lainnya dirawat.
Guatemala tahun 1966 juga terjadi kasus keracunan merkuri yang
menyebabkan 20 orang meninggal dan 45 orang lainnya dirawat
(Andri dkk, 2011).
Ada beberapa laporan penelitian tentang paparan merkuri
terhadap sistem neurologi pada pekerja industri emas. Salah satu
gejala yang dapat dilihat dari pelaporan gangguan sistem neurologi
adalah tremor. Penelitian yang dilakukan di Ghana terhadap
komunitas industri emas, menunjukkan toksisitas merkuri yang serius.
Penelitian di Ghana menunjukkan bahwa terdapat 24 dari 120
responden yang telah mengalami gejala kerusakan pada sistem
neurologi. Tujuh % dari populasi pekerja emas bermasalah dengan
sistem neurologi (WHO, 2014).
Di Indonesia juga terjadi kasus keracunan merkuri di beberapa
tempat seperti kasus pencemaran di teluk Buyat akibat dari
pencemaran penambangan emas PT. Newmont dan aktivitas PETI
yang mencemari sungai di Kalimantan Tengah. Kadar merkuri di
tubuh ikan mencapai 0,257 mg/l di sungai Rungan dan 0,676 mg/l di
sungai Kahayan. Ambang batas kandungan merkuri dalam ikan
seharusnya 0,5 mg/l. Sedangkan kadar merkuri di dasar sungai
Rungan sebesar 0,554 mg/l dan di dasar sungai Kahayan 0,789 mg/l
padahal ambang batas untuk sedimen hanya 0,005 mg/l (Reza dkk,
2016).
Salah satu cara untuk mendeteksi tingkat konsentrasi merkuri
pada manusia adalah melalui rambut. Kosentrasi merkuri pada rambut
cukup persisten sehingga tidak hilang karena pencucian dengan
shampoo maupun pengecatan rambut, namun dapat menurun
sebanyak 30-50 % bila rambut diluruskan atau dikeriting karena
pelurus rambut mengandung unsur thyoglycolic acid yang mempunyai
efek mengurangi MeHg pada rambut. Umumnya konsentrasi merkuri
pada rambut memberikan informasi terhadap pemaparan MeHg
(Mahmud dkk, 2018).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trilianty Lestarisa
(2010), diketahui bahwa sebagian besar penambang yang mempunyai
aktivitas berupa pencampuran merkuri dan membakar amalgam
mempunyai presentase tertinggi terkena keracunan merkuri. Rata-rata
kadar merkuri yang ditemukan pada rambut penambang 3,37649
µg/gr, telah melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan WHO
yaitu 1-2 mg/kg. Karena pada pencampuran merkuri terjadi kontak
langsung dengan penambang melalui kulit. Hal tersebut dapat
diperparah apabila penambang tidak menggunakan sarung tangan.
Selain itu, uap dari hasil pembakaran amalgam dapat langsung
terhirup oleh penambang melalui saluran pernapasan akan masuk
kedalam paru-paru. Setelah itu, merkuri tersebut dapat berikatan
dengan darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh (Pinontoan dkk,
2018).
Penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hasriwiani Habo dkk (2017), hasil penelitian paparan merkuri dan
masalah kesehatan di Makassar, Sulawesi Selatan menunjukan
bahwa konsentrasi merkuri pada pekerja emas sangat tinggi dengan
merkuri total rata-rata 6,6 dan 10,8 µg/g pada rambut pekerja yang
terpapar tidak langsung dan langsung. Hasil pemeriksaan kesehatan
menunjukan bahwa 85% pekerja emas mengalami gejala neurologis,
seperti tremor dan 44%-56% dari mereka mengalami penglihatan
terbatas, refleks lambat, gangguan sensorik, kekakuan yang tidak
seimbang dan ataksia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lama
kerja berkolerasi dengan jumlah positif pada 10 neurological
symptoms.
Berdasarkan uraian kasus-kasus tersebut, peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk melihat keberlanjutan mengenai
hubungan keterpaparan kadar merkuri (Hg) terhadap neurological
symptoms pada pekerja emas di Masa Pandemi Covid-19 di
Kecamatan Tallo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini yaitu:
1. Apakah ada hubungan antara umur terhadap keterpaparan merkuri
pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja emas di
Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo?
2. Apakah ada hubungan antara lama kerja terhadap keterpapan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo?
3. Apakah ada hubungan antara masa kerja terhadap keterpapan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo?
4. Apakah ada hubungan antara penggunaan APD (Alat Pelindung
Diri) terhadap keterpapan merkuri pada rambut dan neurological
symptoms pada pekerja emas di Masa Pandemi Covid-19 di
Kecamatan Tallo?
5. Bagaimana tingkat konsentrasi merkuri pada rambut pekerja emas
di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan keterpapan kadar merkuri
(Hg) terhadap neurological symptoms pada pekerja emas di Masa
Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan umur terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
b. Untuk mengetahui hubungan lama kerja terhadap keterpapan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
c. Untuk mengetahui hubungan masa kerja terhadap keterpapan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
d. Untuk mengetahui hubungan penggunaan APD (Alat Pelindung
Diri) terhadap keterpapan merkuri pada rambut dan neurological
symptoms pada pekerja emas di Masa Pandemi Covid-19 di
Kecamatan Tallo.
e. Untuk mengetahui tingkat konsentrasi merkuri pada rambut
pekerja emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumber informasi mengenai pengaruh paparan
merkuri (Hg) terhadap neurological symptoms pada pekerja emas
pada saat masa pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
2. Manfaat Praktis
Sebagai tambahan pengalaman, wawasan, serta
pengetahuan penulis dan pembaca dalam melakukan penelitian
tentang pengaruh kadar merkuri (Hg) terhadap neurological
symptoms pada pekerja emas di masa pandemi Covid-19 di
Kecamatan Tallo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Merkuri
Merkuri adalah logam berat yang sangat beracun dan
berbahaya bagi organisme air dan juga manusia. Merkuri tidak dapat
didegradasi oleh bakteri sehingga dapat menumpuk di perairan.
Merkuri dapat masuk ke dalam air karena aktivitas penambangan,
residu pembakaran batubara, limbah pabrik, fungisida, pestisida,
limbah rumah tangga dan sebagainya (Pratiwi, 2020).
Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem
bioakumulasi yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia di dalam
tubuh makhluk hidup. Logam berat dapat menimbulkan efek
kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat
tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja
sebagai penghalang kerja enzim sehingga proses metabolisme tubuh
terputus (Nuraini, 2015).
Merkuri biasa digunakan sebagai bahan kimia pembantu yang
sesuai dengan sifatnya untuk mengikat butiran-butiran emas agar
mudah dalam pemisahan dengan partikel-partikel lainnya. Merkuri
dalam tubuh merupakan zat berbahaya karena menyebabkan gejala
keracunan kronis yang permanen dan bersifat kumulatif dalam waktu
yang lama (Yulis, 2018).
Tingginya kadar merkuri dapat menyebabkan ataksia,
penurunan kemampuan bicara dan pendengaran, tremor, disartria.
Pada tingkat akut, gejala-gejala ini biasanya memburuk disertai
dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh kedalam koma dan akhirnya
kematian. Keracunan merkuri tidak hanya terjadi pada manusia
dewasa, tetapi juga terjadi pada janin (Pratiwi, 2020).
B. Cara Merkuri Masuk Dalam Tubuh
Cara masuk merkuri kedalam tubuh turut mempengaruhi
bentuk gangguan yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap
merkuri dapat mengalami gangguan pada saluran pernafasan atau
paru-paru dan gangguan berupa kemunduran pada fungsi
otak.Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada
korteks. Garam-garam merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena
terhisap ataupun tertelan, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada saluran pencernaan,hati dan ginjal. Dan kontak langsung
dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis local, tetapi
dapat pula meluas secara umum bila terserap oleh tubuh dalam
jumlah yang cukup banyak karena kontak yang berulang-ulang
(Ritonga, 2018).
Adapun beberapa rute masuknya merkuri ke dalam tubuh
menurut Ekawanti dkk (2020) adalah sebagai berikut:
1. Inhalasi
Inhalasi adalah rute masuk merkuri dalam bentuk gas
elemental. Inhalasi merupakan rute terbanyak didapatkan pada
para pekerja pertambangan dan pengolahan emas, dari alam
seperti dari asap yang dilepaskan oleh gunung berapi dan aktivitas
amalgam. Elemental merkuri yang terinhalasi dengan cepat akan
diserap oleh membrane mukosa dan paru dan dengan cepat akan
diubah menjadi merkuri bentuk yang lain.
2. Ingesti
Bentuk merkuri yang masuk ke dalam tubuh melalui rute ini
adalah bentuk organic merkuri (metal merkuri) yang terakumulasi
terlebih dahulu di dalam makanan yang diasup oleh manusia
terutama dari ikan. Bentuk merkuri lainnya yang masuk melalui rute
ini adalah bentuk metalik yang dipakai dalam dental amalgam.
Keracunan senyawa merkuri (Hg) dengan jalan termakan/terminum
(Ingestion) dapat merusak alat–alat faal tubuh bagian dalam,
seperti kerusakan hati, ginjal dan lain–lain (Adiwisastra, 1987).
3. Absorpsi
Merkuri masuk ke dalam tubuh terutama melalui paru- paru
dalam bentuk uap atau debu. Sekitar 80 % uap merkuri yang
terinhalasi akan diabsorbsi. Absorbsi merkuri logam yang tertelan
dari saluran cerna hanya dalam jumlah kecil yang dapat diabaikan,
sedangkan senyawa merkuri larut air mudah diabsorbsi. Beberapa
senyawa merkuri (II) organik dan anorganik dapat diabsorbsi
melalui kulit. Merkuri (Hg) yang diabsrorbsi akan masuk kedalam
darah, ginjal, hati, limpa, dan saliva. Air raksa organik dapat
merusak susunan sistem syaraf pusat (tremor, lapangan
penglihatan menciut, perubahan kepribadian) dan Hg organik
merusak ginjal dan menyebakan penyakit bawaan (Waluyo, 2005).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Merkuri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar merkuri
dalam darah seseorang, diantaranya yaitu:
1. Umur
Umur adalah lama hidup seseorang yang dihitung dari
tanggal lahir sampai tanggal dilakukannya penelitian. Umur
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kerentanan tubuh terhadap logam berat. Biasanya semakin
bertambahnya umur dan bahan yang masuk, kadar merkuri dalam
tubuh akan meningkat (Warsono, 2000).
2. Jenis Pekerjaan
Menurut Warsono (2000) jenis pekerjaan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh. Hal ini
tergantung dilingkungan aman manusia bekerja. Pekerjaan yang
berhubungan dengan langsung atau kontak langsung dengan
merkuri mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya akumulasi
merkuri dalam darah dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak
kontak langsung dengan merkuri.
3. Masa kerja
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja (dalam satuan
tahun) dan selama itu pula orang tersebut terpajan merkuri.
Pengaruh masa kerja dengan kadar merkuri berkaitan dengan
akumulasi merkuri dalam tubuh para pekerja, semakin sering
seseorang terpapar dengan merkuri maka akan semkain tinggi pula
kadar merkuri dalam tubuhnya (suma’mur, 1996).
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk
meminimalisasi tingkat paparan bahan berbahaya atau beracun
untuk menghindari kecelakaan kerja. Semakin sering pekerja
tambang menggunakan alat pelindung diri, maka akan semakin
rendah kadar merkuri tersebut. Namun, semakin jarang
menggunakan alat pelindung diri maka semkain besar pula resiko
pemaparan merkuri dalam tubuh pekerja tambang emas (Junita,
2013).
D. Pengaruh Merkuri Pada Kesehatan
Dalam Harahap (2019), keracunan logam merkuri dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Keracunan Akut
Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri
umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan dan
pertanian, yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku, katalis
dan pembentuk amalgam atau pestisida. Keracuanan akut yang
ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati
gejala-gejala berupa: peradangan pada tekak (pharyngitis),
dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah,
murus disertai dengan dara dan shok. Bila gejala-gejala awal ini
tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami
pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephitis)
dan radang pada hati (hepatitis).
2. Keracunan Kronis
Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara
perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang.
Keracunan kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa
masuknya sama dengan keracunan akut yaitu melalui jalur
pernafasan dan makanan. Akan tetapi pada peristiwa keracunan
kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sekali sehingga
tidak memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun demikian
masuknya merkuri ini berlangsung secara terus-menerus. Sehingga
lama-kelamaan, jumlah merkuri yang masuk dan mengendap
dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi
yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat. Pada
peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang
paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem
pencernaan dan sistem saraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan
gangguan paling umum.
E. Ambang Batas Merkuri
Rambut merupakan bagian tubuh makhluk hidup yang
mempunyai kemampuan mengikat logam berat yang masuk ke dalam
tubuh. Terdapatnya merkuri dalam rambut merupakan idikator
paparan kronis terhadap merkuri. Rambut merupakan biomonitoring
terhadap paparan merkuri yang paling banyak digunakan. Menurut
World Health Organization (WHO) ambang batas kadar merkuri dalam
rambut 1 mg/kg-2 mg/kg. Menurut Swedish Export Group kadar batas
aman merkuri dalam rambut adalah 50 μg/g. Menurut IPCS
(International Progamme on Chemical Safety) batas torelir kadar
merkuri dalam tubuh manusia yaitu pada rambut bila melebihi dari 1
μg/g akan menunjukan intoksikasi merkuri (Desimal, 2018). Badan
Perlindungan Lingkungan AS (EPA) menetapkan 0–1 ppm konsentrasi
merkuri rambut normal, 1-5 ppm sebagai tingkat alarm dan >5 sebagai
tingkat tinggi untuk biomonitoring manusia.
F. Neurological Symptoms
Neurologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang
membutuhkan kecermatan dan kemampuan Neuroanatomi yang detail
serta pemeriksaan neurologi yang baik, ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
elektrofisiologi, pemeriksaan radiologi bila diperlukan dan lain-lain
untuk membantu penegakkan diagnosis.
Dalam melakukan amnesa dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien, para dokter terntunya akan sangat membutuhkan tanda dan
gejala (sign and symptom) tersebut. Gejala merupakan sesuatu yang
bersifat subjektif yang dirasakan oleh pasien. Sebagai contohnya
adalah “saya merasa sakit kepala” atau “ saya merasakan kaki dan
tangan saya lumpuh”. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat
objektif, yang didapatkan dari pemeriksaan fisik neurologi ataupun
hasil laboratorium, yang merupakan suatu tanda abnormalitas.
Sebagai contohnya adalah refleks yang hiperaktif atau pergerakan
bola mata yang abnormal dan lain-lain.
Oleh karena itu, untuk bisa mendiagnosa penyakit-panyakit
neurologi diperlukan ilmu neuroanatomi, klinis neurologi dan
pemeriksaan neurologi yang mana satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Pemeriksaan neurologi adalah pemeriksaan yang dilakukan
kepada pasien dimulai dengan mengamati kondisi umum pasien,
melakukan anamnesa secara sistematik untuk mengetahui penyakit
yang diderita pasien (Bahrudin, 2013).
G. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain
golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja.
Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang
pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain
seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan
penyakit di antara pekerja yang terpajan (Salawati, 2015).
International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa
ada 250 juta kasus kecelakaan yang terjadi di tempat kerja setiap
tahun dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di
tempat kerja. Terlebih lagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan dan sakit ditempat kerja. ILO juga menegaskan bahwa
kematian dan cedera serta penyakit akibat kerja banyak terjadi di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Para pekerja
umumnya bekerja di bidang pekerjaan yang sifatnya dasar dan
ekstratif seperti pertanian, konstruksi, pertambangan atau dimana
hubungan atau kondisi kerja menimbulkan risiko tertentu seperti
terekspos zat-zat berbahaya seperti zat kimia atau radiasi atau berada
dalam perekonomian informal (Pertiwi, 2016).
Pertambangan merupakan suatu tempat kerja di bidang
penggalian perut bumi, yang memiliki risiko yang tinggi terjadinya
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Penambang emas
adalah salah satu pekerjaan yang termasuk dalam sektor pekerja
informal yang rentan terkena berbagai macam penyakit karena belum
mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Pekerjaan yang dekat
dengan paparan bahan kimia, baik paparan debu, asap, maupun gas-
gas beracun merupakan pekerjaan yang dapat di alami oleh
penambang emas (Rany dkk, 2019).
H. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk
meminimalisasi tingkat paparan bahan berbahaya atau beracun serta
menghindari kecelakaan akibat kerja di tempat kerja. Jenis Alat
Pelindung Diri (APD) yang digunakan pada pertambangan emas
meliputi: sarung tangan karet, kaca mata, sepatu boot dan pakaian
panjang (pada proses amalgamasi), sedangkan pada proses
penggarangan dibutuhkan masker sebagai alat pelindungnya. Pada
dasarnya APD tersebut dapat berfungsi untuk mencegah masuknya
merkuri ke dalam tubuh pekerja, baik melalui inhalasi maupun melalui
pori-pori kulit. Dengan pekerja memakai APD, diharapkan akan
mengurangi risiko yang diakibatkan oleh paparan merkuri (Rianto,
2010).
APD yang paling penting yang harus digunakan yaitu sarung
tangan dan masker karena ketika pencucian emas dengan
menggunakan merkuri jika tidak menggunakan sarung tangan ketika
pencucian merkuri bisa mengakibatkan tangan menjadi gatal-gatal
dan memerah disela jari tangan. Masker juga merupakan peralatan
APD yang sangat penting, karena tanpa menggunakan masker uap
merkuri bisa masuk kedalam tubuh dan berbahaya bagi kesehatan
pekerja. Besarnya risiko keracunan merkuri akibat masa kerja tersebut
dapat semakin besar apabila diikuti dengan tidak menggunakannya
alat pelindung diri. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa rata-
rata pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat proses
pengolahan emas. Sedangkan, diketahui bahwa salah satu cara untuk
mengurangi terjadinya paparan merkuri dilingkungan kerja tersebut
adalah dengan menggunakan alat pelindung diri secara benar dan
kontinu. Adapun alat pelindung diri yang direkomendasikan untuk
pekerja penambang dan pengolahan emas adalah masker, sarung
tangan karet dan baju lengan panjang untuk amalgamator
(gelundungan) pada proses pemerasan amalgam (Soprima dkk,
2015).
I. Pekerja Emas
Penambangan emas merupakan suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, namun demikian
penambangan emas juga dapat merugikan apabila dalam
pelaksanaannya tanpa diikuti dengan proses pengolahan limbah hasil
pengolahan bijih emas secara baik. Akibat yang ditimbulkan akibat
dari terbuangnya merkuri pada air tanah maupun aliran sungai, akan
masuk kedalam rantai makanan baik melalui tumbuhan maupun
hewan, yang pada gilirannya akan sampai pada tubuh manusia
(Khairunnisa, 2017).
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang
melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari bumi,
salah satunya adalah pertambangan emas. Pertambangan emas
tanpa izin (PETI) adalah kegiatan pertambangan yang tidak
mempunyai izin atau ilegal (Safardi, 2009).
Penambangan emas tanpa ijin (PETI) merupakan kegiatan
penambangan emas yang dilakukan secara tradisional, hasil
penambangan tersebut diolah dengan metode amalgamasi yaitu
proses pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan
menggunakan merkuri. Proses amalgamasi pada aktivitas PETI ini
akan mengakibatkan degradasi lingkungan yang disebabkan oleh
proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai, sebagai
akibatnya ampas (tailing) yang terbuang ke dalam sungai menjadikan
sungai keruh dan tercemar oleh merkuri (Andri dkk, 2011).
Keberadaan merkuri dilingkungan berdampak secara
langsung kepada manusia khusunya bagi pekerja yang proses
pemisahan bijih emasnya dengan melalui proses inhalasi, maupun
berdampak tidak langsung yaitu baik pada tumbuhan maupun hewan
akibat dari pembuangan limbah baik cair maupun limbah padat.
Dalam proses penambangan yang dilakukan secara tradisional oleh
rakyat biasanya digunakan Hg amalgam untuk pengambilan emas dari
bijih emas yang jumlahnya 2-3 kali dari yang dibutuhkan (Sintawati,
2014).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Pencemaran logam berat seperti merkuri (Hg) ini sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia dan kelangsungan kehidupan
lingkungan. Kerusakan pada lingkungan akan berdampak pada
kehidupan hewan maupun tanaman. Sedangkan pada manusia akan
menimbulkan keracunan yang bersifat akut maupun kronis jika
merkuri (Hg) tersebut terakumulasi dalam jumlah banyak dan waktu
yang lama.
Sekitar 85% peristiwa keracunan merkuri (Hg) bersumber dari
senyawa-senyawa alkil-merkuri yang masuk melalui pernafasan akibat
proses penguapan merkuri tersebut. Lebih dari 95% merkuri (Hg)
yang masuk kedalam tubuh sebagian akan ditransfortasi kedalam sel
darah merah dan kemudian akan diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
Penyebaran merkuri (Hg) kedalam jaringan biasanya berbeda-beda,
tergantung pada jenis oragannya. Sejumlah kecil merkuri (Hg) akan
terakumulasi dalam plasma protein (Palar, 2008).
Penelitian ini akan meneliti mengenai analisis hubungan
keterpaparan merkuri terhadap neurological symptoms pada pekerja
emas di masa pandemi covid-19 di Kecamatan Tallo. Variabel
dependen pada penelitian ini adalah neurological symptoms pada
pekerja emas dan variabel independennya adalah sebagai berikut:
1. Usia
Umur dimungkinkan dapat mempengaruhi keberadaan
merkuri dalam tubuh, karena semakin bertambahnya umur maka
semakin besar resiko akumulasi paparan merkuri seiring dengan
semakin lama jam kerja dan semakin panjang masa kerja pekerja
emas tersebut. Terutama pada usia pertumbuhan dan usia lanjut
karena menginjak usia lanjut fungsi dari organ-organ tubuh seperti
ginjal, hati dan otak sudah menurun, sedangkan pada anak-anak
organ tubuhnya masih dalam proses pertumbuhan baik fungsi
maupun ukurannya sehingga rentan terhadap zat-zat yang masuk
dalam organ-organ tersebut.
2. Masa Kerja
Dengan semakin panjang masa kerja maka dimungkinkan
semakin banyak pula dosis paparan merkuri yang diterima oleh
pelerka, karena semakin sering frekuensi pekerja terpapar merkuri
dan semakin lama paparan yang mereka terima, sehingga
semakin besar resiko pekerja emas tersebut untuk positif terdapat
kandungan merkuri dalam tubuhnya.
3. Lama Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan menyatakan lama kerja dalam melukan pekerjaan
adalah 7 jam/hari dan 40 jam/minggu (untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu) atau 8 jam/hari dan 40 jam/minggu (untuk 5 hari kerja
dalam 1 minggu). Ketika seorang pekerja harus bekerja melewati
lama kerja yang dianjurkan, maka hal itu akan mempengaruhi
ketahanan fisik pekerja.
4. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)
Penggunaan APD dimaksudkan untuk meminimalisasi
tingkat paparan merkuri dan menghindari atau mengurangi resiko
bahaya yang disebabkan oleh merkuri. Sehingga semakin jarang
menggunakan (tidak pernah memakai) APD maka semakin besar
pula resiko terpapar merkuri dan semakin banyak pula kandungan
merkuri dalam tubuh seiring berjalannya waktu, karena merkuri
bersifat akumulatif.
5. Konsentrasi Merkuri
Salah satu cara untuk mendeteksi tingkat konsentrasi
merkuri pada manusia adalah dengan mengukur konsentrasi
merkuri pada rambut. NIMD menyatakan bahwa konsentrasi
MeHg tertinggi dalam tubuh manusia terakumulasi pada rambut
rata-rata 250 mg/g kali kadar dalam darah. Konsentrasi merkuri
pada rambut cukup persisten sehingga tidak hilang karena
pencucian dengan shampoo maupun pengecetan rambut,
namun dapat menurun sebanyak 30-50% bila rambut diluruskan
atau dikeriting karena pelurusan rambut mengandung unsur
thyoglycolic acid yang mempunyai efek mengurangi MeHg pada
rambut (Rumatoras dkk, 2016).
B. Bagan Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat dibuat kerangka
konsep sebagai berikut:

Variabel Terikat
(Dependen):
Neurological Symptoms
Pada Pekerja Emas

Variabel Bebas (Independen):


1. Umur
2. Lama Kerja
3. Masa Kerja
4. Penggunaan APD
5. Konsentrasi Merkuri
Urine Rambut Darah

Keterangan: Diteliti
Tidak diteliti

C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol (Ho)
a. Tidak ada hubungan antara umur terhadap keterpaparan merkuri
pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja emas di
Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
b. Tidak ada hubungan antara lama kerja terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
c. Tidak ada hubungan antara masa kerja terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
d. Tidak ada hubungan antara penggunaan APD terhadap
keterpaparan merkuri pada rambut dan neurological symptoms
pada pekerja emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan
Tallo.
e. Tidak ada hubungan antara konsentrasi merkuri terhadap
neurological symptoms pada pekerja emas di Masa Pandemi
Covid-19 di Kecamatan Tallo.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara umur terhadap keterpaparan merkuri
pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja emas di
Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
b. Ada hubungan antara lama kerja terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
c. Ada hubungan antara masa kerja terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
d. Ada hubungan antara penggunaan APD terhadap keterpaparan
merkuri pada rambut dan neurological symptoms pada pekerja
emas di Masa Pandemi Covid-19 di Kecamatan Tallo.
e. Ada hubungan antara konsentrasi merkuri terhadap
neurological symptoms pada pekerja emas di Masa Pandemi
Covid-19 di Kecamatan Tallo.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Merkuri (Hg)
Merkuri atau air raksa adalah logam yang ada secara
alami, merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada
suhu kamar. Menurut WHO batas tolerir kadar merkuri dalam
rambut 1 mg/kg-2 mg/kg.
Kriteria objektif:
a. Normal jika kadar merkuri dalam rambut ≤ 1 mg/kg.
b. Tidak normal jika kadar merkuri dalam rambut > 2 mg/kg
(Sudah melebihi Ambang Batas Normal).
2. Neurological Symptoms
Gejala khas keracunan logam merkuri kronis adalah tremor,
ataksia, masalah koordinasi, air liur berlebihan dan rasa logam.
Kriteria objektif:
a. Ada keluhan: apabila responden memiliki satu keluhan atau
lebih yang menetap dalam kurun waktu 7 hari terakhir saat
penelitian dilakukan.
b. Tidak ada keluhan: apabila responden tidak memiliki keluhan
atau ada bagian tubuh yang dikeluhkan tetapi tidak dalam
kurun waktu 7 hari terakhir saat penelitian dilakukan.
3. Umur
Umur dalam variabel ini adalah usia akhir responden
terhitung sejak tanggal kelahiran hingga penelitian berlangsung
dalam hitungan tahun.
a. Pekerja tua jika umur responden ≥ 40 tahun.
b. Pekerja muda jika umur responden < 40 tahun.

4. Lama Kerja
Lama kerja dalam variabel ini adalah waktu untuk
melaksanakan pekerjaan, dapat dilaksanakn siang atau malam
hari.
Kriteria objektif:
a. Berisiko apabila responden bekerja > 8 jam/hari.
b. Tidak berisiko apabila responden bekerja ≤ 8 jam/hari.
5. Masa Kerja
Masa kerja adalah masa kerja responden terhitung mulai
pertama bekerja sampai dengan waktu dilakukannya penelitian.
Kriteria objektif:
a. Berisiko apabila responden bekerja < 5 tahun.
b. Tidak Berisiko apabila responden bekerja ≤ 5 tahun.
6. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Kebiasaan menggunakan masker, sarung tangan karet,
kacamata, sepatu boot, helm dan pakaian panjang.
Kriteria objektif:
a. Berisiko apabila responden tidak memakai APD.
b. Tidak berisiko apabila responden memakai APD.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik,
yaitu penelitian yang menjelaskan adanya hubungan variabel melalui
pengujian hipotesa. Sedangkan pelaksanaan penelitian dengan
metode survei dan pemerikasaan laboratorium. Berdasarkan waktu
penelitian rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang (cross
sectional).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret dan
dilaksanakan di Kecamatan Tallo Makassar, Sulawesi Selatan.
Pemeriksaan sampel dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja emas
yang terdapat di Kecamatan Tallo Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Sampel
Pengambilan sampel pada rambut kepala sebanyak 20
responden. Pengambilan data kesehatan masyarakat dilakukan
pada responden yang diukur konsentrasi merkuri pada rambut
kepala. Pengambilan sampel dilakukan secara acak.
D. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini diambil dengan
teknik random sampling. Teknik ini yaitu setiap subyek dalam populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih atau tidak terpilih
sebagai sampel yakni jenis acak sederhana (simple random
sampling). Tiap responden diambil sampel rambutnya kurang lebih 50
mg atau setebal satu batang korek api, digunting mulai dari pangkal
rambut (dekat dengan kulit kepala) di bagian belakang telinga dan
yang tersembunyi, kemudian sampel rambut tersebut dimasukkan ke
dalam amplop atau plastik dan ditulis identitasnya (nama, umur, jenis
kelamin, tanggal pengambilan dan kode lokasi). Sampel dikemas dan
dibawa ke laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar untuk dilakukan pemeriksaan kadar
Hg.
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi
langsung lokasi pengrajin emas. Pengambilan data menggunakan
kuesioner. Pengambilan data untuk gejala neurologi dilakukan oleh
seorang dokter. Gejala neurologi yang diperiksa adalah tanda
perubahan warna kebiru-biruan pada gusi, kekakuan dan ataksia
ketika berjalan dan berdiri, uji gerakan bolak-balik, uji gerakan mata
yang tidak teratur, bidang penglihatan, gerakan refleks pada lutut,
gerakan refleks pada angota tubuh yang lain, salivasi dan disatria,
pemeriksaan sensorik, uji tremor dan romberg (lidah, kelompak mata,
jari ke hidung, kemampuan menahan keseimbangan tubuh dan
tangan).
F. Sumber Data
1. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian
langsung terhadap obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh
melalu daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dibuat
berdasarkan tujuan penelitian, kemudian pertanyaan tersebut
ditanyakan kepada responden.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber
antara lain penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
G. Pengolahan Data
Pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Memeriksa data yang terkumpul tentang hasil pengukuran
atau pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu hasil pemeriksaan
merkuri (Hg) pada rambut pekerja emas.

2. Coding
Pemberian kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam
tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode
angka.
3. Tabulasi Data
Mengelompokan data kedalam tabel yang dibuat sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian.
4. Entry Data
Memasukan data yang telah diedit dan dicoding dengan
menggunakan fasilitas komputer.
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan tiap
variabel dari hasil penelitian. Analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan tiap variabel penelitian untuk mendapatkan
gambaran umum dan melihat distribusi frekuensi dari variabel
penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen dengan melakukan uji statistik yang digunakan adalah
chi-square yang merupakan variabel kategori dengan batas
kemaknaan α = 0,05 dengan rumus sebagai berikut:
O-E2
x2 = Σ
E
Keterangan:
O = Frekuensi observasi
E = Frekuensi yang diharapkan
X2 = Ukuran mengenai perbedaan yang terdapat antara frekuensi
observasi dan frekuensi yang diharapkan.
Interpretasi:
1) Hipotesis nol diterima jika ρ > 0,05.
2) Hipotesis nol ditolak jika ρ ≤ 0,05.

Anda mungkin juga menyukai