)
SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes spp.
PADA OVITRAP
SKRIPSI
OLEH
SHELLA ELVANDARI PINEM
NIM : 111000083
OLEH
SHELLA ELVANDARI PINEM
NIM : 111000083
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu tanaman obat yang
daunnya memiliki banyak kegunaan. Kandungan aktif daun jambu biji di
antaranya alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan minyak atsiri memiliki daya
bunuh terhadap larva nyamuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. pada
ovitrap dan mengetahui nilai LC50 selama 24 jam.
Penelitian ini bersifat eksperimen semu. Metode penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 6 konsentrasi ekstrak daun jambu biji
(0 ppm, 500 ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm) dengan 4
kali pengulangan. Digunakan 720 ekor larva nyamuk Aedes spp., masing-masing
kelompok berisi 30 ekor dalam 100 ml larutan ekstrak daun jambu biji. Waktu
pengamatan kematian larva nyamuk Aedes spp. 2 jam, 12 jam dan 24 jam.
Analisis data menggunakan uji Friedman dan Kruskal Wallis dengan taraf
kepercayaan 95% serta analisis probit.
Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan rerata kematian larva
nyamuk Aedes spp. pada berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji dalam
seluruh waktu pengamatan ditunjukkan dengan p-value < 0,05. Hasil analisis
probit menunjukkan LC50 ekstrak daun jambu biji pada konsentrasi 2.502,67 ppm.
Sebagai larvasida, toksisitas daun jambu biji aman bagi organisme non-target.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji mengandung
zat kimia yang dapat digunakan sebagai larvasida dengan konsentrasi 8.500 ppm
sebagai konsentrasi paling efektif (persentase kematian 93,33%) dan jumlah
kematian larva nyamuk Aedes spp. menurun setelah 12 jam. Diharapkan daun
jambu biji dapat menjadi alternatif dalam pengendalian larva nyamuk Aedes spp.
Kata Kunci : Larvasida, Daun Jambu Biji, Larva Nyamuk Aedes spp., LC50
ii
Guava (Psidium guajava L.) is one of medicine plant which leaf has all
kind of purpose. Guava leaf contains alkaloid, flavonoid, tanin, saponin and
etherial oils which effect to kill mosquito larvae. The purpose of this research is to
know the effectiveness of guava leaf extract as an Aedes spp. mosquito larvacide
in ovitrap and the value of LC50 within 24 hours.
This study is a quasi experiment. The method of research using Completely
Randomized Design which consist 6 concentrations of guava leaf extract (0 ppm,
500 ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm and 8.500 ppm) by 4 times repetition.
Seven hundred and twenty (720) mosquito larvaes are used in 100 ml solution of
guava leaf extract. Observation times of Aedes spp. mosquito larvae mortality are
2 hours, 12 hours and 24 hours. Data was analized using Friedman and Kruskal
Wallis test with 95% of credibility and probit analysis.
According to statistics result indicates average difference of Aedes spp.
mosquito larvae death in various guava leaf extract concentration and all time
observation is showed by p-value < 0,05. The result of probit analysis showing
that LC50 of guava leaf extract on concentration 2.502,67 ppm. As larvacide, the
toxicity of guava leaf is safe for non-target organism.
The conclusion of this research is guava leaf extract contains chemical
substance which can be used as larvacide that most effective on concentration
8.500 ppm (93,33% death percentage) and the amount of the dead Aedes spp.
mosquito larvae descended after 12 hours. Guava leaf is expected to be an
alternative on Aedes spp. mosquito larvae restraint.
iii
Agama : Islam
Pendidikan Formal
iv
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Larvasida Nyamuk Aedes spp. pada Ovitrap”, guna memenuhi salah satu syarat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang
penelitian ini.
Ikuten Pinem, serta abang dan kakak penulis yang terkasih (Fajar Imanta
Pinem dan Yola Rina D. A. Pinem) dan seluruh keluarga besar yang telah
13. Teman-teman dari UKM PPS Betako Merpati Putih USU dan UKM Bela
vi
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap
Penulis
vii
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
ABSTRACT ........................................................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
viii
ix
Tabel 4.1 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 0 ppm
(Kontrol) Ekstrak Daun Jambu Biji ................................................. 39
Tabel 4.2 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji.................................................................. 40
Tabel 4.3 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 2.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji.................................................................. 40
Tabel 4.4 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 4.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji.................................................................. 41
Tabel 4.5 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 6.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji.................................................................. 41
Tabel 4.6 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 8.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji.................................................................. 42
Tabel 4.7 Rata-Rata Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada 6 Jenis
Perlakuan Dilihat dari 3 Waktu Pengamatan ................................... 42
Tabel 4.8 Hasil Uji Bonferroni Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. dengan
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium gujava
L.) dalam 3 Waktu Pengamatan pada Ovitrap ................................. 44
Tabel 4.9 Hasil Uji Bonferroni Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. dengan
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium gujava
L.) pada Ovitrap ............................................................................... 45
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Suhu Air Saat Pemberian Ekstrak Daun Jambu
Biji dalam Setiap Pengulangan ........................................................ 48
Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air Saat Pemberian
Ekstrak Daun Jambu Biji dalam Setiap Pengulangan ...................... 48
xi
Lampiran 1. Hasil Uji Friedman, Uji Kruskal Wallis dan Uji Korelasi .......... 59
xii
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu tanaman obat yang
daunnya memiliki banyak kegunaan. Kandungan aktif daun jambu biji di
antaranya alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan minyak atsiri memiliki daya
bunuh terhadap larva nyamuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. pada
ovitrap dan mengetahui nilai LC50 selama 24 jam.
Penelitian ini bersifat eksperimen semu. Metode penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 6 konsentrasi ekstrak daun jambu biji
(0 ppm, 500 ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm) dengan 4
kali pengulangan. Digunakan 720 ekor larva nyamuk Aedes spp., masing-masing
kelompok berisi 30 ekor dalam 100 ml larutan ekstrak daun jambu biji. Waktu
pengamatan kematian larva nyamuk Aedes spp. 2 jam, 12 jam dan 24 jam.
Analisis data menggunakan uji Friedman dan Kruskal Wallis dengan taraf
kepercayaan 95% serta analisis probit.
Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan rerata kematian larva
nyamuk Aedes spp. pada berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji dalam
seluruh waktu pengamatan ditunjukkan dengan p-value < 0,05. Hasil analisis
probit menunjukkan LC50 ekstrak daun jambu biji pada konsentrasi 2.502,67 ppm.
Sebagai larvasida, toksisitas daun jambu biji aman bagi organisme non-target.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji mengandung
zat kimia yang dapat digunakan sebagai larvasida dengan konsentrasi 8.500 ppm
sebagai konsentrasi paling efektif (persentase kematian 93,33%) dan jumlah
kematian larva nyamuk Aedes spp. menurun setelah 12 jam. Diharapkan daun
jambu biji dapat menjadi alternatif dalam pengendalian larva nyamuk Aedes spp.
Kata Kunci : Larvasida, Daun Jambu Biji, Larva Nyamuk Aedes spp., LC50
ii
Guava (Psidium guajava L.) is one of medicine plant which leaf has all
kind of purpose. Guava leaf contains alkaloid, flavonoid, tanin, saponin and
etherial oils which effect to kill mosquito larvae. The purpose of this research is to
know the effectiveness of guava leaf extract as an Aedes spp. mosquito larvacide
in ovitrap and the value of LC50 within 24 hours.
This study is a quasi experiment. The method of research using Completely
Randomized Design which consist 6 concentrations of guava leaf extract (0 ppm,
500 ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm and 8.500 ppm) by 4 times repetition.
Seven hundred and twenty (720) mosquito larvaes are used in 100 ml solution of
guava leaf extract. Observation times of Aedes spp. mosquito larvae mortality are
2 hours, 12 hours and 24 hours. Data was analized using Friedman and Kruskal
Wallis test with 95% of credibility and probit analysis.
According to statistics result indicates average difference of Aedes spp.
mosquito larvae death in various guava leaf extract concentration and all time
observation is showed by p-value < 0,05. The result of probit analysis showing
that LC50 of guava leaf extract on concentration 2.502,67 ppm. As larvacide, the
toxicity of guava leaf is safe for non-target organism.
The conclusion of this research is guava leaf extract contains chemical
substance which can be used as larvacide that most effective on concentration
8.500 ppm (93,33% death percentage) and the amount of the dead Aedes spp.
mosquito larvae descended after 12 hours. Guava leaf is expected to be an
alternative on Aedes spp. mosquito larvae restraint.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
agen penyakit adalah serangga penular penyakit atau vektor (Achmadi, 2013).
vectorborne disease. Penyakit ini merupakan penyakit yang penting dan seringkali
penyakit endemis pada daerah tertentu, antara lain demam berdarah dengue
kepadatan penduduk (Anies, 2006). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes. Nyamuk Ae. aegypti lebih berperan karena
hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, berbeda dengan nyamuk Ae. albopictus
pada tahun 2013 tercatat 45,85 per 100.000 penduduk (112.511 kasus) dengan
angka kematian sebesar 0,77% (871 kematian). Sedangkan pada tahun 2014
sampai awal bulan April tercatat angka kesakitan DBD sebesar 5,17 per 100.000
penduduk (13.031 kasus) dengan angka kematian sebesar 0,84% (110 kematian).
Selama tahun 2014, terdapat 1.698 kasus DBD di Kota Medan, 121 kasus di
terhadap vektor melalui pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp. Salah satu
berupa butiran pasir temefos 1% (abate) yang ampuh memberantas jentik nyamuk
Aedes spp. selama 8 – 12 minggu (WHO, 2002). Namun cara ini tidak menjamin
abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya (Chahaya, 2003). Felix dalam
Nugroho (2011) berpendapat bukan tidak mungkin penggunaan abate yang bisa
adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak
Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu tumbuhan yang daunnya
eugenol, minyak atsiri, minyak lemak, damar dan berbagai senyawa lainya.
Tanaman jambu biji banyak tumbuh di Indonesia dan sudah lama dimanfaatkan
dikonsumsi, pemanfaatan daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu sebagai obat
anti diare, disentri, radang usus dan gangguan pencernaan (Hariana, 2013).
dikembangkan oleh Fay dan Eliason (1966), kemudian digunakan oleh Central for
memberikan zat atraktan berupa air rendaman udang dan air rendaman jerami,
Indeks Aedes (House Index, Container Index dan Bretu Index) di lokasi penelitian
dengan melihat efektivitas ekstrak cabai rawit terhadap kematian larva nyamuk
Aedes spp., dimana pada konsentrasi 0,3% ekstrak cabai rawit dapat membunuh
30 ekor larva (100%) dengan tiga kali pengulangan. Triyadi (2012) melihat efek
daun jambu biji (Psidium guajava L.) berpotensi sebagai larvasida terhadap larva
Ae. aegypti, terlihat dari adanya penghambatan perkembangan pada larva dan
mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai
di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu upaya pencegahan DBD yaitu dengan
yang terkandung pada tanaman. Daun jambu biji (Psidium guajava L.)
mengandung saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri yang
diduga dapat menjadi larvasida. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp.
penggunaan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai larvasida
ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 500 ppm, 2.500 ppm,
daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. pada ovitrap.
H0 : Tidak ada perbedaan jumlah kematian larva nyamuk Aedes spp. pada
larvasida nabati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk Aedes spp.
Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes
(Ae.) spp. dan subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemik yang
paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynensiensis,
anggota dari kelompok Ae. scutellaris dan Ae. (Finlaya) niveus sebagai vektor
sekunder. Semua spesies merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue,
Vektor Ae. aegypti dan Ae. albopictus tersebar luas di dunia, mencakup
lebih dari dua pertiga luas dunia. Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor penting
atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan nyamuk betina menghisap
Tempat kebiasaan bertelur dari dua vektor utama dengue berbeda. Ae.
aegypti senang bertelur di bak jernih terutama bak air di kamar kecil (WC), bak
mandi, bak atau gentong tandon air minum. Ae. albopictus lebih senang bertelur
di kaleng yang dibuang. Hal itu sesuai dengan sifat Ae. aegypti yang mempunyai
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
1. Telur
Telur nyamuk Ae. aegypti berbentuk elips atau oval memanjang, warna hitam,
ukuran 0,5 – 0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung dan
diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian
dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan
air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, 85% melekat di dinding TPA, 15%
2. Larva
Telur menetas menjadi larva (jentik). Larva nyamuk memiliki kepala yang
cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Kepalanya berkembang
baik dengan sepasang antena dan mata majemuk serta sikap mulut yang menonjol.
Perutnya terdiri 9 ruas yang jelas dan ruas terakhir dilengkapi tabung udara
(spinae) pada dada belum begitu jelas, dan corong pernafasan (siphon)
belum menghitam.
Instar II : tubuh bertambah besar, panjang 2,5 – 3,9 mm, spinae belum jelas, dan
membedakan larva Aedes dengan genus lain adalah sekurang-kurangnya ada tiga
pasang setae pada sirip ventral, antena tidak melekat penuh dan tidak ada setae
yang besar pada toraks. Larva biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak
lurus pada permukaan air guna mendapatkan oksigen di udara (Sembel, 2009).
naik turun di dalam wadah air (Anies, 2006). Pupa adalah bentuk tidak makan,
tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Saat istirahat
4. Nyamuk Dewasa
Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
Nyamuk Ae. albopictus secara morfologis sangat mirip dengan nyamuk Ae.
aegypti yang membedakan hanyalah strip putih yang terdapat pada skutumnya.
Pada Ae. albopictus skutumnya juga berwarna hitam namun hanya berisi satu
garis putih tebal di bagian dorsalnya. Nyamuk Ae. aegypti mempunyai warna
dasar hitam dan bercorak belang putih pada dada, perut, tungkai (Anies, 2006).
10
nyamuk berawal dengan peletakan telur oleh nyamuk betina. Telur Aedes
diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan
air (WHO, 2002). Dari telur muncul fase kehidupan air yang disebut larva. Larva
makanan yaitu pupa. Di dalam kulit pupa nyamuk dewasa membentuk diri sebagai
telur nyamuk Aedes di dalam air dengan suhu 20 – 40ºC akan menetas menjadi
nyamuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air
dan kandungan zat makanan yang ada (bakteri, tepung sari, makanan ikan, dan
objek renik lainnya) di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum (pada air
11
Aktivitas menggigit umumnya pada pukul 08.00 – 12.00 dan sebelum matahari
terbenam pukul 15.00 – 17.00. Nyamuk Aedes akan menghisap darah sebanyak 2
– 3 kali sehari (multibiters). Hanya nyamuk Aedes betina yang menggigit manusia
untuk meminum darah, sedangkan yang jantan akan memakan sari bunga. Darah
12
Nyamuk betina dewasa yang mulai menghisap darah manusia, tiga hari kemudian
sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Dua puluh empat jam kemudian nyamuk ini
akan menghisap darah manusia lagi dan bertelur kembali. Umur nyamuk betina
dewasa ±10 hari, tetapi selama waktu itu sudah cukup bagi nyamuk untuk makan
dan bertelur, virus juga sudah cukup untuk berkembang biak dan selanjutnya
bangunan termasuk di kamar tidur, lemari, kamar mandi, kamar kecil maupun di
dapur. Di dalam ruangan, tempat yang disukai adalah di bawah furnitur, benda
yang tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding (WHO, 2002).
berbagai tempat penampungan air (TPA): kaleng bekas, ban mobil bekas pecahan
botol pecahan gelas, talang air, vas bunga dan tempat yang dapat menampung
genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan
rumah tangga: bak penampungan air, reservoir air, bak mandi dan gentong air.
Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon: pohon pisang,
pohon kelapa, pohon aren, potongan bambu dan lubang pohon (Chahaya, 2003).
13
(DBD)
Demam dengue dan dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai
demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit endemis di daerah tropis dan
penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat
DBD disebabkan oleh virus, yakni salah satu dari empat antigen yang
berbeda, yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dari genus Flavivirus. Dalam
10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. DBD terjadi bilamana pasien mengidap
virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain.
Infeksi oleh salah satu serotype ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif
mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada saat
itu sedang mengandung virus dengue di dalam darahnya. Virus yang sampai ke
sampai di kelenjar ludah. Virus di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke
melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode
14
Virus dengue dalam tubuh manusia membuat terjadinya reaksi pada tubuh. Bentuk
reaksi tubuh terhadap virus ini berbeda pada setiap manusia, perbedaan reaksi ini
Gambaran klinis penderita dengue terdiri dari 3 fase, yaitu fase febris, fase
1. Fase febris
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.
Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi faring dan konjungtiva,
anoreksia mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan
seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan
2. Fase kritis
Terjadi pada 3 – 7 hari sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
lekopeni progresif disertai penurunan trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
3. Fase pemulihan
umum penderita membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik kembali dan dieresis
membaik.
15
aegypti sebagai vektor utama dan nyamuk Ae. albopictus sebagai vektor sekunder
(Depkes RI, 2010). Penyebaran DBD di daerah perkotaan lebih intensif daripada
perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dan yang lain sangat berdekatan sehingga
memudahkan nyamuk penular menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang
2. Bila ada obat atau vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum
16
atau hewan vertebrata. Pengendalian ini dapat berperan sebagai patogen, parasit,
atau pemangsa. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchaxpanchax),
ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
17
vektor mandul, radiasi dapat dilakukan pada stadium telur, larva, pupa atau
dewasa. Hasil optimum dapat diperoleh bila radiasi dilakukan pada stadium pupa.
kerusakan genetis.
Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera dan
meliputi daerah yang luas sehingga dapat menekan populasi serangga dalam
waktu yang singkat. Keburukannya karena cara pengendalian ini hanya bersifat
18
Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temefos yang berupa butiran-
butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temefos ini
sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi
tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Saat ini lebih dikenal dalam bentuk lotion, ada
19
Saat ini telah dikenal pula istilah “3M Plus” atau PSN terpadu, yaitu
Pengendalian secara fisik dan mekanik juga dapat berupa modifikasi dan
merupakan cara terbaik karena hasilnya dapat bersifat permanen (Sumantri, 2010).
Salah satu contoh metode pengendalian ini adalah dengan penggunaan ovitrap
Ovitrap secara bahasa dapat diartikan sebagai perangkap telur (ovi = telur,
rendah dan survei larva dalam skala luas (Singh dan Bansal, 2005).
serta perbandingan jumlah telur nyamuk Aedes antar daerah. Ovitrap biasanya
terbuat dari wadah plastik atau kaca yang berwarna hitam atau merah (nyamuk
20
terbuat dari kayu, atau kasa yang terbuat dari kertas atau kain sebagai tempat
nyamuk meletakkan telur. Sebagian dari wadah berisikan air dan keberadaan telur
baik ditempatkan di luar ruangan yang lembab dan gelap namun memungkinkan
untuk dilihat nyamuk. Secara umum ovitrap tidak ditempatkan di dalam ruangan
karena menjadi kendala untuk nyamuk masuk dan zat penarik pada ovitrap dapat
atraktan. Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap serangga
(nyamuk) baik secara kimiawi maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia
dapat berupa senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol dan asam lemak.
Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan warna, baik warna tempat atau
21
(LO) adalah varian nama untuk ovitrap hasil modifikasi yang dapat membunuh
diartikan sebagai pestisida yang berasal dari bahan alami. Bahan alami penyususn
insektisida nabati bisa berupa ekstrak tumbuhan, jasad renik, maupun bahan
Perbedaannya adalah bahan aktif pada insektisida nabati disintesa oleh tumbuhan
dan jenisnya dapat lebih dari satu macam. Bagian tumbuhan seperti daun, buah,
bunga, biji, kulit, batang dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh,
yang terbatas. Bila senyawa atau ekstrak ini digunakan di alam, maka tidak
golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri dan steroid.
dikenal orang. Insektisida yang penting antara lain azadiraktin, nikotin, piretrum,
22
terkandung dalam bubuk tembakau (tobacco dust) sendiri telah digunakan sebagai
insektisida sejak tahun 1763. Nikotin merupakan racun saraf yang bekerja sebagai
antagonis dari reseptor nikotin asetil kolin. Nikotin juga merupakan insektisida
non sistemik dan bekerja sebagai racun inhalasi dengan sedikit efek sebagai racun
khususnya kepada nyamuk Aedes, antara lain buah blimbing wuluh, cabai rawit
Daesusi dkk. (2011) telah melakukan uji toksisitas perasan buah blimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan larva nyamuk Ae. aegypti.
Terdapat pengaruh perasan buah blimbing wuluh terhadap pertumbuhan larva Ae.
aegypty (p < 0,05). Konsentrasi perasan buah blimbing wuluh yang paling efektif
menyebabkan kematian larva adalah 4,5%. Hasil uji efektivitas daya bunuh
ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L.) terhadap kematian larva nyamuk
Aedes spp. pada ovitrap yang dilakukan oleh Simanjuntak (2011) menunjukkan
konsentrasi ekstrak cabai rawit yang efektif terhadap kematian larva nyamuk
23
ekstrak etanol daun jambu biji merah (Psidium guajava L.) terhadap larva Ae.
aegypti pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%. Dari hasil pengamatan selama 24
Jambu biji atau jambu klutuk atau jambu batu merupakan tanaman yang
berasal dari Amerika Selatan yang kini telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Prosea (Plant resources of South East Asia) 2 dalam Redaksi Trubus
(2014) menyebutkan bahwa jambu biji berasal dari wilayah tropis Amerika yakni
wilayah antara Meksiko dan Peru, tercatat dengan nama latin Psidium guajava.
Tanaman jambu biji dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah yang tandus
sekali sampai tanah yang subur. Tanah yang berbatu-batu dapat ditembus oleh
jambu biji hingga dikenal sebagai tanaman pioneer. Jambu biji tumbuh baik di
dataran rendah sampai dataran tinggi 1.200 m dpl dan tumbuh baik pada kondisi
iklim basah dengan curah hujan lebih dari 3.000 mm/tahun (Sunarjono, 2013).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
24
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Tumbuhan jambu biji termasuk jenis perdu atau pohon kecil, tinggi 2 – 10
meter dan memiliki banyak percabangan. Umumnya umur tanaman jambu biji
sekitar 30 – 40 tahun. Tanaman yang berasal dari biji relatif berumur lebih
panjang dibanding hasil cangkokan atau okulasi. Namun, tanaman yang berasal
dari okulasi memiliki postur yang lebih pendek dan bercabang lebih banyak
1. Daun
Bentuk daun jambu biji bervariasi: kecil panjang dengan ujung meruncing
dan lonjong dengan ujung tumpul. Daun jambu biji merupakan daun tunggal,
bertangkai pendek, letak berhadapan pada tangkai daun, daun muda berambut
halus dan permukaan atas daun tua licin. Helaian daun memiliki tepi rata agak
Warna daun beragam: hijau tua, hijau muda, merah tua dan hijau berbelang
lemak, dammar, zat samak, triterpenoid dan asam malat (Redaksi Trubus, 2014).
25
kadar tanin paling banyak ditemukan dari daun jambu biji yang berwarna hijau,
sedangkan flavonoid paling banyak ditemukan dari daun jambu biji yang
berwarna kemerahan.
terkandung dalam daun jambu biji) dapat berfungsi sebagai larvasida. Sebagai
larvasida nyamuk Aedes, daun jambu biji mengandung saponin dan alkaloid yang
memiliki cara kerja sebagai racun perut dan menghambat kerja enzim
kolinesterase pada larva, sedangkan flavonoid dan minyak atsiri berperan sebagai
memiliki aksi sebagai insektisida dan larvasida. Menurut Aminah dkk. dalam
traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus larva menjadi korosif,
dan menurut Dinata pada Cania (2013) bahwa senyawa flavonoid bersifat
2. Batang
mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Pohon jambu biji berserak tidak terarah
kuat, tidak mudah patah dan mudah dilengkungkan. Akarnya kuat dengan akar
tunggang dalam sehingga baik sekali untuk penahan erosi. Seperti daun dan
buahnya, kulit batang jambu biji juga mengandung tanin (Sunarjono, 2013).
26
Bunga jambu biji tumbuh dari ketiak daun. Merupakan bunga tunggal,
berwarna putih, bertangkai dan tumbuh berkumpul 1 – 3 bunga. Bunga jambu biji
4. Buah
Buah jambu biji berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai
hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak,
berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji banyak mengumpul di tengah,
karoten disamping asam amino (triptofan, lisin), kalsium, fosfor, besi, belerang,
vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C yang tinggi. Efek farmakologis jambu biji
antara lain, mencegah penyakit diare, mencegah penyakit kanker dan melindungi
27
Jumlah Larva
Larva Nyamuk
Nyamuk Aedes
Aedes spp.
spp. yang Mati
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes
spp. pada ovitrap. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
konsentrasi ekstrak daun jambu biji masing-masing 0 ppm (sebagai kontrol), 500
ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm. Setiap percobaan diamati
selama 2 jam, 12 jam dan 24 jam, dan dilakukan replikasi sebanyak 4 kali.
penelitian karena kondisi lingkungan, alat, bahan dan media penelitian homogen.
efektivitas ekstrak daun jambu biji terhadap kematian larva nyamuk Aedes spp.
pada ovitrap dilakukan di Jl. Sembada IV No. 6 Padang Bulan, Kecamatan Medan
121 kasus DBD selama tahun 2014 (7,13% untuk keseluruhan kasus DBD di Kota
Medan) dan pada bulan Februari 2015 terdapat satu kasus meninggal akibat DBD.
Objek penelitian adalah larva nyamuk Aedes spp. yang diambil dari
ovitrap, kemudian dimasukkan ke dalam wadah baru yang berisi 100 ml air
mengamati dan menghitung jumlah larva nyamuk Aedes spp. (dari ovitrap) yang
mati setelah diberi larutan ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 500 ppm,
2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm serta sebuah perlakuan kontrol
1. Gunting
2. Blender
3. Botol reagen
4. Shaker
5. Kertas saring
6. Corong
7. Rotary evaporator
30
9. Neraca Ohaus
14. Ovitrap
15. Dipper
16. Kasa
2. Etanol 96%
2. Beri lubang pada ember berjarak 2 cm dari bagian atas ember, untuk
31
meletakkan telur.
mendapat sinar/gelap.
7. Diambil larva pada ovitrap dengan dipper dan diletakkan pada wadah
dari pelarut dan mengental (kadar air <10%), dengan berat 20 gr.
32
Ekstrak daun jambu biji akan dibuat dalam beberapa konsentrasi, yaitu 500
ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm. Pembuatan berbagai
konsentrasi tersebut merupakan hasil bagi antara massa ekstrak dengan 100 ml air
1
1 =
1.000
500 ?
=
1.000 100
500 × 100
=
1.000
50.000 .
= = 50
1.000
dilarutkan dengan 100 ml air sumur yang terdapat pada wadah uji. Untuk
konsentrasi 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm masing-masing
ditimbang ekstrak pekat sebanyak 250 mg, 450 mg, 650 mg dan 850 mg.
33
3. Tutup wadah dengan kasa, amati dan hitung jumlah kematian larva
Definisi operasional :
1. Ekstrak daun jambu biji adalah daun jambu biji (daun tua yang
34
dari telur) yang telah berumur sekitar 4 – 6 hari (instar III – IV).
3. Larva yang mati adalah larva nyamuk Aedes spp. baik yang tenggelam
= × 100%
35
Variance) dan uji korelasi pada SPSS Statistics 20 serta analisis probit.
Anova adalah uji normalitas, uji Anova dan uji lanjutan dari uji Anova (uji beda
distribusi yang normal, maka dapat langsung dilanjutkan dengan uji Anova. Jika
tidak, dilanjutkan dengan uji nonparametrik. Uji Kruskal Wallis jika data
normal. Uji Friedman jika data kematian larva nyamuk berdasarkan berbagai jenis
Dasar dari pengambilan keputusan: jika p-value > 0,05 maka Ho diterima, dan
sebaliknya.
36
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kematian larva nyamuk Aedes
spp. pada berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji dalam 2 jam, 12 jam dan
Dasar dari pengambilan keputusan: jika p-value > 0,05 maka Ho diterima, dan
sebaliknya.
Analisis dilanjutkan dengan post hoc test jika pada hasil uji Anova H0
ditolak. Post hoc test digunakan untuk memberikan informasi tentang ada
tidaknya perbedaan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lainnya.
Salah satu post hoc test yang dapat digunakan adalah prosedur uji Bonferroni.
Dasar dari pengambilan keputusan: jika p-value > 0,05 maka Ho diterima dan
sebaliknya.
37
hubungan berbagai jenis konsentrasi ekstrak daun jambu biji dan beberapa waktu
pengamatan terhadap jumlah kematian larva nyamuk Aedes spp. Bila data
berdistribusi normal, digunakan uji Pearson, dan jika data tidak berdistribusi
menunjukkan tidak ada korelasi jika bernilai 0, korelasi sempurna jika bernilai 1,
jika mendekati 1 atau -1 maka hubungan dua variabel semakin kuat. Tanda negatif
Dasar dari pengambilan keputusan: jika p-value > 0,05 maka Ho diterima dan
sebaliknya.
mendapatkan nilai toksisitas (nilai LC50) dari senyawa yang terkandung dalam
ekstrak daun jambu biji sehingga dapat membunuh 50% larva uji. Hubungan nilai
logaritma konsentrasi dan nilai Probit dari persentase mortalitas hewan uji
merupakan fungsi linear Y = a + bx. Nilai LC50 diperoleh dari hasil 10x, dimana:
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai
Aedes spp. yang terbuat dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.).
kontrol), 500 ppm, 2.500 ppm, 4.500 ppm, 6.500 ppm dan 8.500 ppm dengan 4
ekor larva nyamuk Aedes spp. yang didapat dari ovitrap. Jumlah larva yang mati
dihitung pada 2 jam, 12 jam dan 24 jam pengamatan. Hasil penelitian dapat dilihat
Tabel 4.1 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 0 ppm
(Kontrol) Ekstrak Daun Jambu Biji
Jumlah Kematian Larva
Waktu Larva Nyamuk Aedes spp. pada Rata-rata Kematian
Pengamatan Uji Kontrol (ekor)
(jam) (ekor) Pengulangan Jumlah Persentase
Total
I II III IV (ekor) (%)
2 0 0 0 0 0 0,00 0,00
12 30 0 0 0 1 1 0,25 0,83
24 1 1 0 1 3 0,75 2,50
Total 1 1 0 2 4 1,00 3,33
larvasida) terdapat larva nyamuk yang mati setelah 12 jam perlakuan pada 1
wadah. Dan terdapat larva nyamuk yang mati pada 3 wadah pada 24 jam
perlakuan. Jumlah larva nyamuk Aedes spp. yang mati pada konsentrasi 0 ppm
setelah 2 jam perlakuan pada 3 wadah dengan total kematian 8 ekor dan kematian
larva nyamuk tertinggi terjadi setelah 12 jam perlakuan dengan total kematian 20
ekor. Jumlah larva nyamuk Aedes spp. yang mati pada konsentrasi 500 ppm
Tabel 4.3 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 2.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji
Jumlah Kematian Larva
Waktu Larva Nyamuk Aedes spp. pada Rata-rata Kematian
Pengamatan Uji Konsentrasi 2.500 ppm (ekor)
(jam) (ekor) Pengulangan Jumlah Persentase
Total
I II III IV (ekor) (%)
2 3 2 2 2 9 2,25 7,50
12 30 4 4 4 6 18 4,50 15,00
24 5 5 6 6 22 5,50 18,33
Total 1 12 11 12 14 49 12,25
setelah 2 jam perlakuan dengan total kematian 9 ekor dan kematian larva nyamuk
tertinggi terjadi setelah 12 jam perlakuan dengan total kematian 27 ekor. Jumlah
larva nyamuk Aedes spp. yang mati pada konsentrasi 2.500 ppm ekstrak daun
40
setelah 2 jam perlakuan dengan total kematian 15 ekor dan kematian larva
nyamuk tertinggi terjadi setelah 12 jam perlakuan dengan total kematian 39 ekor.
Pada konsentrasi 4.500 ppm ekstrak daun jambu biji lebih dari setengah larva
nyamuk Aedes spp. yang diuji telah mengalami kematian, yakni 69 ekor (57,50%).
Tabel 4.5 Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada Konsentrasi 6.500 ppm
Ekstrak Daun Jambu Biji
Jumlah Kematian Larva
Waktu Larva Nyamuk Aedes spp. pada Rata-rata Kematian
Pengamatan Uji Konsentrasi 6.500 ppm (ekor)
(jam) (ekor) Pengulangan Jumlah Persentase
Total
I II III IV (ekor) (%)
2 5 4 6 5 20 5,00 16,67
12 30 7 9 8 9 33 8,25 27,50
24 9 10 9 10 38 9,50 31,67
Total 1 21 23 23 24 91 22,75
setelah 2 jam perlakuan dengan total kematian 20 ekor dan kematian larva
nyamuk tertinggi terjadi setelah 12 jam perlakuan dengan total kematian 53 ekor.
Jumlah larva nyamuk Aedes spp. yang mati pada konsentrasi 6.500 ppm ekstrak
41
setelah 2 jam perlakuan dengan total kematian 25 ekor dan kematian larva
nyamuk tertinggi terjadi setelah 12 jam perlakuan dengan total kematian 64 ekor.
Konsentrasi 8.500 ppm ekstrak daun jambu biji yang merupakan konsentrasi
tertinggi yang dipakai penelitian ini belum mampu membunuh 100% larva uji,
larva nyamuk Aedes spp. yang mati berjumlah 112 ekor (93,33%).
Tabel 4.7 Rata-Rata Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. pada 6 Jenis Perlakuan
Dilihat dari 3 Waktu Pengamatan
Jumlah Kematian
Larva Rata-rata Kematian
Konsentrasi (ekor) pada Waktu ke Total
Uji
(ppm) 2 12 24 (ekor) Jumlah Persentase
(ekor)
jam jam jam (ekor) (%)
A (0) 30 0 1 3 4 1,00 3,33
B (500) 30 8 12 14 34 8,50 28,33
C (2.500) 30 9 18 22 49 12,25 40,83
D (4.500) 30 15 24 30 69 17,25 57,50
E (6.500) 30 20 33 38 91 22,75 75,83
F (8.500) 30 25 39 48 112 28,00 93,33
Tabel 4.7 di atas menunjukkan rata-rata kematian larva nyamuk Aedes spp.
42
50
40 2.500 ppm
30 4.500 ppm
20 6.500 ppm
10
8.500 ppm
0
0 12 24
Waktu Pengamatan (jam)
jambu biji yang diberikan, maka semakin banyak pula jumlah kematian larva
nyamuk Aedes spp. (yang ditunjukkan dalam bentuk persentase). Total kematian
larva nyamuk Aedes spp. juga meningkat seiring lamanya waktu perlakuan.
perbedaan rata-rata kematian larva nyamuk Aedes spp. pada berbagai konsentrasi
ekstrak daun jambu biji dalam beberapa waktu pengamatan. Uji statistik
nonparametrik digunakan karena data kematian larva nyamuk Aedes spp. pada
berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji dalam beberapa waktu pengamatan
tidak berdistribusi normal (p-value hasil uji Saphiro Wilk < 0,05, H0 ditolak).
43
0,05, maka H0 ditolak. Artinya ada perbedaan rata-rata kematian larva nyamuk
Aedes spp. dengan pemberian berbagai jenis konsentrasi ekstrak daun jambu biji
secara nyata (signifikan). Hasil uji Bonferroni dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Bonferroni Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. dengan
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium gujava L.)
dalam 3 Waktu Pengamatan pada Ovitrap
Waktu Pengamatan
Beda Rerata (I –J) Probabilitas
Waktu (I) Waktu (J)
2 jam 12 jam -2,083* 0,000
24 jam -3,250* 0,000
12 jam 24 jam -1,167* 0,000
Keterangan: Tanda (*) = berbeda nyata (p-value < 0,05)
Tabel 4.8 menunjukkan p-value < 0,05 pada semua pasangan waktu
pengamatan, maka H0 ditolak yang berarti ada perbedaan nyata jumlah kematian
larva nyamuk Aedes spp. dalam 2 jam, 12 jam dan 24 jam waktu pengamatan.
tidaknya perbedaan rata-rata kematian larva nyamuk Aedes spp. pada berbagai
konsentrasi ekstrak daun jambu biji. Uji statistik nonparametrik digunakan karena
data kematian larva nyamuk Aedes spp. pada berbagai konsentrasi ekstrak daun
44
value < 0,05, maka H0 ditolak. Artinya ada perbedaan rata-rata kematian larva
nyamuk Aedes spp. dengan pemberian berbagai jenis konsentrasi ekstrak daun
jambu biji. Setelah mengetahui bahwa ada perbedaan rerata kematian larva
konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang memiliki perbedaan rata-rata secara
nyata (signifikan). Hasil uji Bonferroni dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Bonferroni Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. dengan
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium gujava L.)
pada Ovitrap
Konsentrasi Larvasida
Beda Rerata (I –J) Probabilitas
Konsentrasi (I) Konsentrasi (J)
0 ppm (kontrol) 500 ppm -2,50* 0,000
2.500 ppm -3,75* 0,000
4.500 ppm -5,42* 0,000
6.500 ppm -7,25* 0,000
8.500 ppm -9,00* 0,000
500 ppm 2.500 ppm -1,25* 0,002
4.500 ppm -2,92* 0,000
6.500 ppm -4,75* 0,000
8.500 ppm -6,50* 0,000
2.500 ppm 4.500 ppm -1,67* 0,000
6.500 ppm -3,50* 0,000
8.500 ppm -5,25* 0,000
4.500 ppm 6.500 ppm -1,83* 0,000
8.500 ppm -3,58* 0,000
6.500 ppm 8.500 ppm -1,75* 0,000
Keterangan: Tanda (*) = berbeda nyata (p-value < 0,05)
Tabel 4.9 menunjukkan p-value < 0,05 pada semua pasangan konsentrasi
larvasida, maka H0 ditolak yang berarti ada perbedaan nyata daya bunuh masing-
masing konsentrasi ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida terhadap kematian
larva nyamuk Aedes spp. Beda rata-rata paling besar pada konsentrasi 8.500 ppm
45
paling banyak terjadi dengan pemberian ekstrak daun jambu biji 8.500 ppm.
hubungan berbagai jenis konsentrasi ekstrak daun jambu biji dan beberapa waktu
Uji Spearman digunakan karena data kematian larva nyamuk Aedes spp.
akibat berbagai jenis konsentrasi ekstrak daun jambu biji berdistribusi tidak
normal. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai sig. (0,0001) < α (0,05)
sehingga H0 ditolak. Artinya ada hubungan antara konsentrasi ekstrak daun jambu
biji dan jumlah kematian larva nyamuk Aedes spp. Nilai korelasi yang
ditunjukkan adalah 0,989 yang artinya kedua variabel tersebut memiliki hubungan
yang kuat, dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji, semakin
pengamatan terhadap jumlah kematian larva nyamuk Aedes spp. dengan data hasil
penelitian berdistribusi normal. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan nilai sig.
(0,100) > α (0,05) sehingga H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara waktu
pengamatan dan jumlah kematian larva nyamuk Aedes spp. Nilai korelasi yang
ditunjukkan adalah 0,400 yang artinya waktu pengamatan dan jumlah kematian
46
Nilai LC50 ekstrak daun jambu biji selama 24 jam diketahui dari hasil
analisis probit yang menggunakan fungsi linier y = a + bx. Grafik hubungan nilai
probit kematian larva nyamuk Aedes spp. dengan nilai log konsentrasi ekstrak
6,50
6,00
y = 1,378x + 0,317
Nilai Probit
5,50
5,00
4,50
4,00
2,50 2,70 2,90 3,10 3,30 3,50 3,70 3,90
Nilai Log Konsentrasi Larvasida
Gambar 8. Grafik Analisis Probit Kematian Larva Nyamuk Aedes spp. Akibat
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji
1,378. Sehingga dari grafik di atas, persamaan analisis probit yang diperoleh
yakni nilai probit 50% kematian larva nyamuk, sehingga diperoleh perhitungan:
5 = 0,317 + 1,378x
5 – 0,317 = 1,378x
Nilai LC50 24 jam ekstrak daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. =
47
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Suhu Air Saat Pemberian Ekstrak Daun Jambu Biji
dalam Setiap Pengulangan
Hasil Pengukuran (ºC)
Konsentrasi Ekstrak
Pengulangan
Daun Jambu Biji (ppm) Rata-rata
I II III IV
0 (kontrol) 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
500 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
2.500 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
4.500 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
6.500 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
8.500 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata suhu air pada seluruh perlakuan
Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air Saat Pemberian Ekstrak
Daun Jambu Biji dalam Setiap Pengulangan
Hasil Pengukuran
Konsentrasi Ekstrak
Pengulangan
Daun Jambu Biji (ppm) Rata-rata
I II III IV
0 (kontrol) 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5
500 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5
2.500 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
4.500 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5
6.500 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
8.500 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
tertinggi pada seluruh perlakuan dan pada setiap pengulangan selama penelitian
berlangsung adalah 7,5 yang terdapat pada perlakuan kontrol (0 ppm) dan
5,5 dan terdapat pada pemberian ekstrak dengan konsentrasi 8.500 ppm.
48
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai
biji (Psidium guajava L.) sebagai larvasida terhadap nyamuk Aedes spp.
berat basah 800 gr yang selanjutnya dibuat menjadi simplisia (berat kering 400 gr)
dan hasil ekstraksi menghasilkan 20 gr ekstrak pekat daun jambu biji. Larva
nyamuk yang digunakan berjumlah 720 ekor yang diambil dari 6 ovitrap dan
diletakkan pada 24 wadah. Data hasil penelitian menunjukkan daun jambu biji
Sesaat setelah pemberian ekstrak daun jambu biji ke dalam wadah, terlihat
terjadi perubahan aktivitas pada larva nyamuk. Larva nyamuk yang semula
bergerak bebas pada air dalam wadah menjadi bergerak gelisah ke atas permukaan
perubahan morfologi. Dari bagian ekor larva nyamuk keluar rambut (semacam
caudal hair) yang memanjang dan akhirnya menyulitkan larva nyamuk berenang.
Kematian larva nyamuk telah terjadi dalam 2 jam setelah perlakuan. Pada
perlakuan kontrol (tidak diberikannya ekstrak daun jambu biji) juga terdapat
diakibatkan tidak terdapatnya bahan makanan bagi larva nyamuk pada wadah
Sebelumnya pada ovitrap, larva nyamuk dapat tumbuh dan berkembang karena
pengamatan terjadi pada 12 jam pertama setelah pemberian ekstrak daun jambu
biji (jumlah kematian 2 jam ditambah dengan jumlah kematian 12 jam). Meskipun
jumlah kematian dalam 24 jam lebih tinggi dibandingkan jumlah kematian dalam
2 jam dan 12 jam. Namun, waktu 24 jam tetap menjadi waktu paling efektif untuk
Kematian larva nyamuk Aedes spp. akibat ekstrak daun jambu biji
Hasil skrining fitokimia ekstrak daun jambu biji (terdapat pada lampiran)
saponin dan alkaloid yang memiliki cara kerja sebagai racun perut dan
50
larvasida nyamuk Aedes spp. Komisi Pestisida dalam Cania (2013) menyebutkan
uji. Selain itu menurut WHO (2005) konsentrasi larvasida dianggap efektif apabila
dapat menyebabkan kematian larva uji antara 10 – 95% yang nantinya digunakan
Penggunaan daun jambu biji sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. dapat
dilakukan dengan membuat serbuk simplisia daun jambu biji. Berat basah daun
jambu biji atau berat kering simplisia daun jambu biji dikonversikan agar setara
dengan berat ekstrak daun jambu biji dari konsentrasi yang paling efektif (8.500
ppm) yang menggunakan 850 mg atau 0,85 gr ekstrak pekat daun jambu biji pada
100 ml air. Serbuk simplisia daun jambu biji selanjutnya ditaburkan ke dalam
5.2 Nilai LC50 Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai
mengamati kematian hewan percobaan (larva nyamuk), dan respon kematian ini
dianggap sebagai pengaruh senyawa yang diuji. Uji toksisitas dimaksudkan untuk
memaparkan adanya efek toksik dan untuk meneliti batas keamanan dalam
tersebut. Dari uji toksisitas dapat diketahui nilai lethal concentration (LC50)-nya.
51
larva nyamuk Aedes spp. dapat diketahui dari hasil analisis probit (Gambar 8.).
Data yang digunakan untuk dianalisis adalah berbagai jenis konsentrasi ekstrak
daun jambu biji, jumlah kematian larva nyamuk terkoreksi selama 24 jam, dan
jumlah larva uji pada masing-masing wadah. Pada penelitian ini didapat nilai LC50
biji sebagai larvasida dikatakan tidak toksik terhadap organisme lain yang bukan
menjadi sasaran larvasida bila terjadi kontak. Sesuai dengan pernyataan Meyer
dkk. (1982), suatu ekstrak dikatakan toksik bila nilai LC50 < 1.000 ppm. Chang
dalam Gunawan (2011) menyebutkan semakin rendah nilai LC50 berarti zat
tersebut memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam membunuh hewan uji. Karena
dengan zat tersebut perlu konsentrasi yang lebih rendah untuk mematikan hewan
Suhu air dan derajat keasaman (pH) air dapat mempengaruhi kehidupan
larva nyamuk. Dalam Soegijanto (2006) disebutkan kehidupan larva nyamuk pada
air tidak terganggu dengan pH 5,8 – 8,0 dan suhu 25 – 32ºC, di luar kondisi
nyamuk akan mati. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dilakukan pengukuran
pengganggu tersebut tidak terjadi, dengan kata lain tidak terjadi kematian larva
nyamuk akibat kondisi awal air yang digunakan sebagai media pelarutan ekstrak.
52
konsentrasi ekstrak daun jambu biji dan pada setiap pengulangan adalah 29,5ºC,
yang berarti suhu air yang digunakan tidak mempengaruhi kematian larva
nyamuk. Selama penelitian berlangsung, suhu air diupayakan agar tidak berubah-
ekstrak daun jambu biji dan pada setiap pengulangan. Pada perlakuan kontrol dan
pemberian ekstrak 500 ppm memiliki pH 7,5 (pH tertinggi) dan kondisi paling
asam terjadi pada pemberian ekstrak 8.500 ppm dengan pH 5,5. Pada pemberian
ekstrak 8.500 ppm terdapat derajat keasaman di bawah 5,8 (di luar kondisi aman
derajat keasamaan tersebut dipengaruhi pemberian estrak daun jambu biji, bukan
53
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
(Psidium guajava L.) sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. pada ovitrap dapat
disimpulkan:
pada pemberian ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 8.500 ppm
signifikan pada berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji dalam 2 jam,
daun jambu biji yang diberikan maka semakin banyak kematian larva
8.500 ppm dan setelah 12 jam pemberian ekstrak daun jambu biji.
4. Nilai LC50 ekstrak daun jambu biji dalam 24 jam adalah 2.502,67 ppm,
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan daun jambu biji sebagai
3. Ekstrak daun jambu biji mempengaruhi warna, pH dan bau air, maka
4. Perlu dilakukan isolasi senyawa kimia yang terkandung dalam daun jambu
singkat dan konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang tepat untuk
55
56
57
58
59
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah Kematian 2 Jam *
,132 24 ,200 ,928 24 ,090
(ekor)
Jumlah Kematian 12 Jam *
,118 24 ,200 ,934 24 ,123
(ekor)
Jumlah Kematian 24 Jam *
,088 24 ,200 ,960 24 ,429
(ekor)
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
60
61
62
b. Tabel Probit
63
Konversi berat basah daun jambu biji, berat kering serbuk simplisia daun
jambu biji dan ekstrak daun jambu biji 8.500 ppm (konsentrasi paling efektif)
sebagai berikut:
Dit : berat basah awal daun jambu biji yang dibutuhkan … gr.
berat kering (serbuk simplisia) daun jambu biji yang dibutuhkan … gr.
Jawab :
800 20
=
! 0,85
800 × 0,85
!= = 34
20
Artinya, untuk membuat larvasida daun jambu biji dengan kefektifan yang sama
dengan ekstrak daun jambu biji konsentrasi 8.500 ppm, dibutuhkan 34 gr daun
jambu biji yang selanjutnya akan dikeringkan lalu dihaluskan (menjadi serbuk
simplisia) dan akan ditaburkan pada ovitrap/kontainer berisi 100 ml air. Jika
volume air lebih dari 100 ml air, maka berat awal daun jambu biji bertambah,
100 34
=
& ℎ & ℎ
64
100 34
=
500 ℎ & ℎ
500 × 34
ℎ & ℎ = = 170
100
400 20
=
! 0,85
400 × 0,85
!= = 17
20
Artinya, untuk membuat larvasida daun jambu biji dengan kefektifan yang sama
dengan ekstrak daun jambu biji konsentrasi 8.500 ppm, dibutuhkan 17 gr serbuk
simplisia daun jambu biji dan akan ditaburkan pada ovitrap/kontainer berisi 100
ml air. Jika volume air lebih dari 100 ml air, maka berat serbuk simplisia daun
jambu biji bertambah, dan dapat dihitung dengan persamaan yang telah dijelaskan
65
66
67
68
69
70
Gambar Lampir
piran 6. Pemanasan Ekstrak Daun Jambu Bijii A
Agar Pekat
71
Gambar Lampir
piran 8. Lima Jenis Konsentrasi Ekstrak Daun
un Jambu
J Biji
72
73
Ga
Gambar Lampiran 12. Pengukuran Suhu Air
74
75