(Skripsi)
Oleh:
ISNAMURTI CIPTANINGRUM
Oleh:
ISNAMURTI CIPTANINGRUM
Skripsi
Pada
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
5
LEMBAR PERNYATAAN
karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya
penulis lain dengan cara tidak sesuai etika ilmiah yang berlaku dalam
Universitas Lampung.
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada
saya.
Pembuat pernyataan,
Isnamurti Ciptaningrum
Judul Skripsi : UJI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BATANG
Rhizophora apiculata TERHADAP
HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH
JANTAN (Rattus novergicus) GALUR Sparague
dawley
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Penulis dilahirkan di Kota Serang Banten, pada 19 Desember 1997, merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Dr. H. Aceng Hasani., M.Pd dan Ibunda dra.
Banten pada tahun 2002, setelah dua tahun menempuh pendidikan Taman Kanak-
Kanak, penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Dasar (SD) SDN 2 Kota Serang pada
11 Serang pada tahun 2010-2013, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
organisasi PMPATD Pakis Rescue Team sejak tahun 2016-2019 sebagai anggota divisi
organisasi.
SANWACANA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam senantiasa
tersanjungkan kepada suri tauladan kita semua Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman semoga
Skripsi berjudul “Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Etanol Kulit Batang Rhizophora
apiculata terhadap Histopatologi Hepar Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur
Sprague dawley” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Lampung.
dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
2. Dr. Dyah Wukan SRW, S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3. dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M.Biomed., Dr (cand)., selaku Pembimbing Utama
atas kesediaan waktu, bimbingan, saran, dan arahan yang selalu diberikan untuk
bimbingan, saran, arahan, dan nasihat yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi.
5. Dr. dr. Khairun Nisa Berawi, S.Ked., M.Kes., AIFO selaku Pembahas atas
6. Dr. dr. Betta Kurniawan, S.Ked., M. Kes., selaku Pembimbing Akademik yang
7. Keluarga tercinta Bapak, Mama, Teteh, dan Ahan yang selalu memberikan kasih
8. Ibu Nuriah, A.Md., dan Mas Bayu A.Md., laboran Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah membantu, membimbing, dan memberi saran dengan sabar
Adheline (Ghaariel) dan Wina Nazula Makrufa (Jaswine) yang selalu menemani
10. Sahabat-sahabat terbaik ku Sabika Amalina, Sabila Amalia, Ilma Ainayatu Ahlin
dan Aghnia Kiasati yang menjadi penyemangat dalam hari-hari ku sejak putih ijo-
Rheza Paleva, dan Rifadly Yusril, untuk bantuan dan kerja samanya dalam
keceriaan yang telah dihadirkan dilingkungan animal house sehingga penelitian ini
kekompakan, suka, duka yang telah kita hadapi bersama, semoga kita semua
14. PMPATD PAKIS Rescue Team yang menjadi tempat menambah pengalaman dan
Semoga semua doa dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan
dari Allah SWT. Demikian skripsi ini dibuat, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi
Penulis
Isnamurti Ciptaningrum
ABSTRACT
By
Isnamurti Ciptaningrum
Background: Indonesia is the country with the most mangrove species in the world.
Rhizophora apiculata was proven to be an antibacterial, antioxidant, and others.
Considering about the abundant and so many potential and effectiveness in Rhizophora
apiculata, it’s very important to know about the toxicity. From the description above,
the writer wants to know the toxic effects of Rhizophora apiculata bark ethanol extract
on the liver histopathology of white rats (Rattus norvegicus) Sparague dawley strain.
Method: this study used Post Test Only Control Group Design, sample consisted of 25
rats. Divided into 5 groups each group consisting 5 rats pergroup namely control and
test groups given Rhizophora apiculata bark extract orally with a dose of 114, 228,
456, 912mg/kgBW for 28 days.
Results: this study showed average difference in Kruskal-Wallis test between control
and treatment group was 0.001, there was a significant difference in mean (p <0.05).
At a dose of 114 dan 228mg/kgBW was found cloudy swelling while at a dose of 456
and 912mg/kgBW was found necrosis.
Conclusion: there was a toxic effect of Rhizophora apiculata bark ethanol extract on
the liver histopathology of white rats (Rattus novergicus) Sprague dawley strain.
ABSTRAK
Oleh
Isnamurti Ciptaningrum
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
PENDAHULUAN
Spesies bakau di Indonesia ditemukan lebih dari 45 spesies, ini merupakan yang
terbanyak di dunia dengan luas hutan mencapai 4,5 juta hektar (Purnobasuki,
2005; Wiarta, et al., 2017). Bakau mempunyai banyak manfaat, salah satunya
berpotensi sebagai bahan obat. Tumbuhan ini telah terbukti dapat digunakan
Hampir semua bagian dari tanaman bakau dapat dimanfaatkan sebagai bahan
obat, di antaranya: ekstrak daun dan kulit akar bakau memiliki aktivitas
koronaria terhadap paparan asap rokok; ekstrak akar bakau juga dapat digunakan
2
hepar (Joel dan Bhimba, 2010; Lawag et al., 2012; Mustofa et al., 2019;
Provinsi Lampung mempunyai kawasan hutan bakau yang luas salah satunya
terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Timur dengan luas hutan bakau
2011). Rhizophora apiculata merupakan jenis bakau mayor yang dapat ditemukan
berwarna hijau tua dengan pucuk kemerahan dan bunga berwarna merah
kecoklatan dengan formasi 2-4 bunga perkelompok (Hadi et al., 2016). Beberapa
Uji toksisitas penting bagi keamanan suatu obat baru sebelum dapat digunakan
untuk manusia. Uji toksisitas dilakukan untuk menentukan bahaya atau risiko dari
suatu substansi pada organ atau jaringan tertentu dan juga untuk menentukan no-
2015). Uji toksisitas subakut adalah uji yang digunakan untuk mengetahui
toksisitas suatu senyawa yang dilakukan dalam jangka waktu 28 hari atau 90 hari
pada hewan coba dengan sedikitnya tiga tingkatan dosis (Ditjen POM, 2014).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji toksisitas ekstrak bakau dengan
penelitian Fajarningsih pada tahun 2006, hasil uji toksisitas ekstrak tanaman
bakau menunjukkan 3 dari 9 ekstrak bakau yang diuji terbukti toksik karena
pada bakau jenis lain telah dilakukan oleh Sri Purwaningsih pada tahun 2015,
ekstrak hipokotil Rhizophora mucronata yang diuji pada tikus galur Sprague
dawley terbukti memiliki efek toksik secara subakut bahwa ekstrak pada dosis 105
organ yang rentan mengalami kerusakan karena salah satu fungsi hepar sebagai
filter dari bahan-bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh, selain itu hepar juga
lebih besar. Efek toksik tersebut menjadi penyebab tersering kerusakan pada
banyaknya potensi dan efektivitas yang telah terbukti pada Rhizophora apiculata,
sangat penting untuk diketahui uji toksisitasnya. Sampai saat ini informasi ilmiah
mengenai uji toksisitas ekstrak etanol kulit batang Rhizophora apiculata belum
banyak diteliti, bahkan belum pernah ada penelitian uji toksisitas ekstrak etanol
kulit batang Rhizophora apiculata yang menggunakan tikus putih sebagai hewan
terhadap arteri koronaria yang terpapar asap rokok pada dosis 113 mg/kgBB,
kulit batang Rhizophora apiculata (Mustofa et al., 2019). Melihat hal ini, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efek toksik ekstrak kulit batang
memberikan efek perlindungan terhadap organ yang terpapar asap rokok, namun
belum banyak penelitian yang membicarakan tentang efek toksik pada tanaman
5
Berapakah dosis toksik ekstrak etanol kulit batang Rhizophora apiculata terhadap
Mengetahui dosis toksik ekstrak etanol kulit batang Rhizophora apiculata terhadap
dawley.
selain hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sparague dawley, atau
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ditemukan pada pesisir pantai Kabupaten Lampung Timur (Rochana, 2011; Wiarta
R, 2017). Bakau spesies ini merupakan spesies bakau mayor (true mangrove) yang
berarti memiliki sifat sepenuhnya hidup di kawasan pasang surut atau dapat pula
tumbuh pada daerah berlumpur agak keras, memiliki peranan penting dalam
Wiarta R, 2017).
Spesies ini merupakan tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran
terhadap garam. Rhizophora apiculata juga dikenal memiliki nama lain seperti
bakau minyak, bakau tanduk, bakau akik, bakau kacang dan lain-lain (Hadi et al,
2016).
8
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rhizophorales
Familia : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
2.1.2 Morfologi
perawakan pohon berkayu (woody, ligneous, lignified), tipe kayu keras dan
kulit kayu berwarna abu-abu tua. Memiliki perakaran khas berupa akar
napas dengan cabang-cabang yang keluar dari batang panjang akarnya dapat
mencapai 5 m, daunnya berwarna hijau tua dengan hijau muda pada bagian
tengah dan kemerahan di bagian bawah daun. Bentuk daun lonjong, tepi
daun rata, serta ujung daun meruncing memiliki duri. Panjang daun berkisar
3-13 cm dengan lebar berkisar 1-6 cm. Panjang tangkai daun berkisar 10-50
et al., 2013). Tanin memiliki berat molekul yang tinggi (Mr > 500).
dikotil). Semua alkaloid paling sedikit memiliki satu atom nitrogen yang
biasanya besifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
merupakan kristal jernih namun ada juga yang berwarna kuning, tidak
mudah menguap, larut dalam air dan pelarut organik (Kadji et al., 2015).
tambahan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan pada
rantai C3, sesuai dengan struktur kimianya yang sesuai dengan flavonoid
al., 2015).
12
atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut
Uji toksisitas merupakan suatu pengujian terhadap hewan coba untuk mendeteksi
efek toksik dari suatu zat agar diperoleh data dosis dan efek yang khas dari sediaan
uji. Kemudian akan diperoleh suatu data sebagai informasi mengenai derajat
bahaya dari sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga
dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan. Hasil uji toksisitas tidak
seutuhnya membuktikan keamanan suatu bahan atau sediaan pada manusia, tetapi
efek toksik bila terjadi pemaparan pada manusia. Terdapat faktor-faktor yang
13
menentukan hasil uji toksisitas secara in vivo antara lain: pemilihan spesies hewan
uji, galur dan jumlah hewan, cara pemberian sediaan uji, pemilihan dosis uji, efek
samping sediaan uji, teknik dan prosedur pengujian termasuk cara penanganan
Terdapat beberapa macam jenis uji toksisitas yaitu: uji toksisitas akut, uji toksisitas
subkronis oral, uji toksisitas kronis oral, uji teratogenisitas, uji sensitisasi kulit, uji
iritasi mata, uji iritasi mukosa vagina, uji iritasi akut dermal, uji toksisitas akut
dermal, dan uji toksisitas subkronis dermal. Pemilihan uji toksisitas, dipilih sesuai
dengan tujuan penggunaan sediaan uji. Bila tujuan tersebut sebagai sediaan oral,
maka dilakukan uji toksisitas oral untuk mengetahui efek toksik pada hewan uji.
Uji toksisitas oral berdasarkan waktu dan jenisnya dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu; uji toksisitas akut oral, uji toksisitas subkronik oral, dan uji toksisitas kronik
Prinsip uji toksisitas subkronis oral adalah beberapa kelompok hewan uji tiap hari
diberikan sediaan uji dalam minimal tiga tingkat dosis dengan satu dosis per
kelompok selama 28 atau 90 hari dengan dosis maksimal 1000 mg/kgBB. Selama
waktu pemberian sediaan uji, hewan uji diamati setiap hari untuk menentukan
Hewan yang mati selama pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor
mortis (kaku) segera diotopsi, dan diamati secara makropatologi dan histopatologi
organ serta jaringannya. Di akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan
organ dan jaringannya (Lu, 2010). Tujuan uji toksisitas subkronis oral adalah
untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji
sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, informasi dosis yang
tidak menimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level /NOAEL), dan
mempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut (OECD,
2.3 Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar pertama dan organ terbesar kedua pada tubuh
manusia, dimana memiliki massa sekitar 1.500 gram atau senilai 2% dari
massa badan orang dewasa normal. Hepar terletak di bawah diafragma tepat
di bagian atas cavitas abdominalis. Hepar memiliki dua lobus yaitu lobus
dan lobus sinistra, dimana lobus dekstra lebih besar dibandingkan dengan
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu: vena porta hepatika dan
arteri hepatica. Vena porta hepatica berasal dari lambung dan usus yang
kaya akan nutrien dan membawa 75-80% darah ke hepar. Darah yang
dialirkan oleh vena porta hepatica mengandung sekitar 40% oksigen lebih
banyak daripada darah yang kembali ke jantung dari sirkuit sistemik, hal ini
cabang dari arteri koliaka, kaya akan oksigen. Arteri hepatika yang
Waschke, 2010).
Lig.
Lig. Koronaria Lig. Triangular
Triangular Hepatika sinistra
dekstra
Apendiks
hepatika fibrosa
hepatis
Lig. Falsiform
hepatika
Margo inferior
hepatika
Vesika
Billiaris
dari pleksus koeliacus. Pleksus hepatikus tersusun atas saraf simpatis dari
pleksus koeliacus dan saraf parasimpatis dari trunkus vagalis anterior dan
a. Metabolisme karbohidrat
Hall, 2014).
b. Metabolisme lemak
lemak, hepar juga dapat menyimpan lemak dan mensintesis kolestrol yang
17
sebagai transporter lipid dari saluran cerna ke hepar dan jaringan, serta
c. Metabolisme protein
Hepar dapat mensintesis protein serum seperti albumin serta alfa dan beta
2014). Selain itu hepar dapat juga membentuk urea yang berasal dari NH2
yang selanjutnya akan dieksresi melalui kemih dan feses. Hepar berperan
pula dalam penyimpanan protein dalam bentuk asam amino yang akan
membentuk NH3 (amonia) yang berasal dari diseminasi asam amino dan
kerja bakteri usus terhadap asam amino (Price & Wilson, 2012).
18
Hepar dapat menyimpan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A,
D, E, K dan vitamin B12, tembaga, dan besi (Guyton dan Hall, 2014).
e. Metabolisme steroid
f. Pembentukan empedu
Hepar juga memiliki peranan dalam fungsi pembentukan empedu yang akan
penyerapan lemak dalam usus halus (Guyton dan Hall, 2014). Peranan
g. Xenobiotik
memiliki nilai gizi dan memiliki potensi toksik (Dorland, 2012). Obat
ginjal. Proses konversi ini dapat dibagi menjadi dua tahap, yang pertama
terlibat pada fase ini disebut sebagai sitokrom P450. Pada fase kedua produk
Hepar tersusun atas sel-sel hepar (hepatosit), sel ito (sel penimbun lemak),
sel kupffer (sel makrofag), dan sel endotel. Hepatosit berderet secara radier
dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan
susunan batu bata. Celah diantara susunan hepatosit ini disebut sinusoid
yang berisi kapiler untuk membawa nutrisi ke dalam hepar. Sinusoid juga
homeostasis metabolik tubuh dan detoksikasi bahan toksik. Tidak heran jika
genetik, gangguan imunologis, dan kanker hepar, atau karena bahan kimia
alami maupun sintetik (Anshor et al., 2013; Kumar et al., 2015; Suk & Kim,
2012).
Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat
diklasifikasikan sebagai hepatotoksik yang dapat diduga dan yang tak dapat
1. Inflamasi
Cidera hepatosit karena masuknya sel radang akut atau kronis pada hepar
dengan cepat memfagosit sel yang mati, dan membentuk gumpalan sel
asing, organisme, dan berbagai obat (akibat efek toksik) (Kumar et al.,
2015).
(makrovesikular steatosis) oleh karena zat hepatotoksik dan obat. Selain itu,
steatosis
3. Nekrosis sel
terwarnai, inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-
terjadi akibat iskemia. Kematian sel yang bersifat toksik atau diperantarai
23
sistem imun terjadi melalui apoptosis. Selain itu hepatosit dapat mengalami
Pada iskemia dan sejumlah reaksi obat dan toksin, nekrosis hepatosit
Nekrosis
4. Fibrosis
terbentuk di dalam atau di sekitar saluran porta atau vena sentralis atau
2015).
Bridging fibrosis
5. Sirosis
jaringan parut, yang disebut sirosis. Pada sirosis morfologi hepar tampak
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
fisik, tikus putih memiliki ciri–ciri albino, kepala kecil, telinga tebal dan
pendek dengan rambut halus, dan mata berwarna merah, badannya panjang,
serta yang paling khas adalah ekor yang lebih panjang dibandingkan
Hepar rentan terhadap gangguan metabolik, zat toksik, dan sirkulasi karena peran
toksik. Kerusakan hepar dapat disebabkan berbagai macam hal, salah satunya
bahan alami atau obat-obatan herbal (Anshor et al., 2013; 2015; Suk & Kim, 2012).
Hepar akan menunjukkan berbagai respons terhadap cidera. Terdapat lima macam
Efek toksik
Uji toksisitas:
Subkronis
Trauma
Variabel Inependent
Variabel Dependent
Ekstrak kulit batang bakau Rhizophora
Perubahan gambaran
apiculata yang mengandung antioksidan
histopatologi hepar
(alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin)
2.7 Hipotesis
H0: Tidak terdapat efek toksik kulit batang Rhizophora apiculata terhadap
histopatologi hepar tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sparague dawley.
Ha: Terdapat efek toksik kulit batang Rhizophora apiculata terhadap histopatologi
BAB 3
METODE PENELITIAN
hari.
30
3.3.1 Populasi
Populasi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley dengan jenis kelamin jantan dan berusia
8-12 minggu. Tikus putih ini didapatkan dari Institut Pertanian Bogor.
3.3.2 Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 ekor tikus
putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang akan dibagi
Rumus Federer:
(t-1)(n-1) ≥ 15
Keterangan:
(t-1) (n-1) ≥ 15
(5-1) (n-1) ≥ 15
31
4(n-1) ≥ 15
4n-4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75
n ≥ 5 (pembulatan)
Keterangan:
t = kelompok perlakuan
Untuk menghindari drop out, maka jumlah tikus putih ditambah dengan
𝑛
N = 1−𝑓
Keterangan:
𝑛
N = 1−𝑓
32
5
N = 1−10%
5
N = 1−0,1
5
N = 0,9
N = 5,55
N = 6 (pembulatan)
=5x6
= 30 ekor tikus.
Jumlah sampel akhir yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah
30 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Terdiri
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian antara lain:
3.4.1 Alat
a. Kertas saring
b. Mesin penggiling
c. Rotatory evaporator
d. Labu erlemeyere
e. Gelas ukur
f. Pipet ukur
a. Kandang tikus
c. Neraca elektronik
d. Sonde tikus
e. Spuit oral 1 cc
g. Spuit 10 cc
j. Mikroskop cahaya
35
b. Tissue cassete
c. Rotary microtome
d. Waterbath
e. Platening table
f. Autotechnicome processor
g. Staining jar
h. Staining jack
i. Kertas saring
j. Histoplast
k. Paraffin dispenser
3.4.2 Bahan
b. Etanol 95%
b. Pakan tikus
b. Alkohol 70%
c. Alkohol absolut
d. Xylol
Rhizopora apiculata.
37
ekor tikus putih jantan. Dilakukan penimbangan dan penandaan pada tikus
kawat besi. Suhu dan kelembapan dalam ruangan dibiarkan secara kisaran
alamiah. Makanan yang diberikan berupa pakan standar dan air minum
setiap tiga hari sekali. Setiap tikus diberi perlakuan setiap hari selama 28
Timur. Cara pembuatan ekstrak kulit batang Rhizophora apiculata ini mula-
dalam pelarut etanol sebanyak 1,5 L selama 6 jam pertama sambil sesekali
berat jenis 0.8607 gram/ml (Mustofa et al., 2019; Vijayavel et al., 2006).
sadar dan untuk mengurangi nyeri, distres atau kecemasan. Setelah itu
dilakukan cervical dislocation dengan meletakan ibu jari dan telunjuk di sisi
dengan cepat sehingga terjadi pemisahan servikal dari tengkorak dan terjadi
1) Fixation
10% minimal 48 jam hingga matang (mengeras), lalu dicuci dengan air
2) Trimming
3) Dehidration
bertingkat (70%, 80%, 95%, alkohol absolut I, dan alkohol absolut II)
tissue processor.
41
4) Clearing
ke dalam xylol I dan xylol II. Xylol berfungsi untuk melarutkan alkohol dan
parafit.
5) Impregnasi
dituangkan ke dalam pan, selama 1 jam dalam oven suhu 58oC. Parafin yang
berisi potongan hepar dilepaskan dari pan dengan dimasukkan ke dalam suhu
4−6oC beberapa saat kemudian dipotong sesuai dengan letak jaringan yang
6) Sectioning
dikeringkan dalam suhu ruangan, dan disimpan dalam inkubator dengan suhu
7) Staining
umum untuk jaringan. Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih
pandang (sudut kiri, kanan, bagian atas, bawah, dan tengah) berdasarkan
43
diamati terdapat atau tidak berupa degenerasi dan nekrosis dari masing-
(2001) yaitu dengan cara mengamati satu lapang pandang yang dibagi
menjadi 5 bagian. Penilaian skoring ini dapat di lihat pada tabel 3. Skor
K P1 P2 P3 P4
Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan
pakan pakan pakan pakan pakan
standar dan standar dan standar dan standar dan standar dan
minum minum, minum, minum, minum,
tanpa diberi serta serta serta serta
ekstrak diberikan diberikan diberikan diberikan
etanol kulit ekstrak ekstrak ekstrak ekstrak
batang etanol kulit etanol kulit etanol kulit etanol kulit
Rhizophora batang batang batang batang
apiculata Rhizophora Rhizophora Rhizophora Rhizophora
selama 28 apiculata apiculata apiculata apiculata
hari 114 228 456 912
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
selama 28 selama 28 selama 28 selama 28
hari hari hari hari
Analisis data
Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program
software komputer dengan jenis analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisis
variabel terikat dengan menggunakan uji statistik. Analisis hasil penelitian diawali
Setelah itu, jika data terdistribusi normal (p > 0,05) maka dilanjutkan dengan uji
dilakukan uji Post Hoc untuk mengetahui perbedaan rerata antar kelompok. Jika
data tidak terdistribusi normal (p < 0,05) maka dilakukan uji non parametrik yaitu
uji Kruskal-Wallis dengan menggunakan Post Hoc Test Mann Whitney untuk
Ethical clearance penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian
prinsip etika dalam menggunakan hewan coba harus memenuhi prinsip 3R yaitu:
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk
tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung
prinsip dasar membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi, yaitu: bebas rasa
lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa takut dan stres, serta
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit batang
Rhizophora apiculata mempunyai efek toksik terhadap hepar tikus putih jantan
5.2 Saran
Saran peneliti bagi peneliti selanjutnya adalah agar pada penelitian selanjutnya
mengetahui fungsi hepar dan untuk melihat indikasi kerusakan hepar secara
aktif yang spesifik pada ekstrak kulit batang yang berperan sebagai zat
menggunakan hewan coba dan juga banyaknya hewan coba yang dibutuhkan untuk
penelitian.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2011. Potensi Bakau Rhizophora apiculata Sebagai Inhibitor Tirosinase dan
Antioksidan. Tesis diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. hlm. 23.
Anderson L, Ballinger M, Bayne K, Bennet T. 2002. Institutional animal care and use
committee guidebook 2nd ed. M. Pitts, D. Bernhardt, & M. Greene, eds., Maryland:
Office of Laboratory Animal Welfare. hlm. 109-113.
Anshor T, dominius A, Irwanda, Imiawan MI. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan
CYP1A2 pada hepatocelluler carcinoma melalui potensi formula herbal terkombinasi
Gynura procumbens dan kulit jeruk pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa) sebagai
agen kemopreventif keganasan hepar. IMKU. 2(1): 1–11.
Dahlan S. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan seri 1 edisi 6. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia. hlm. 47-85, 91-118.
Darmansjah I, Wiria MSS. 2007. Dasar toksikologi. In: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 820-5.
Ditjen POM. 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Toksisitas Non Klinik Secara
In Vivo. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. hlm. 3-
5, 9, 11-12,28-32.
Dorland WA. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC. hlm.
1204.
70
Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi di Fiore Edisi ke-11. Jakarta: EGC. hlm. 324 6,
331, 342.
Federer, W. 1963. Experimental Design Theory and Application. Oxford: Oxford and
Lbh Publish Hinco.
Garber JC, Wayne B, Bielitzki J, Ann L, Hendriksen C. 2011. Guide for The Car and
Use of Laboratory Animals Eight., Washington D.C: National Resesarch Council.
Hadi AM, Irawati MH, Suhadi. 2016. Karakteristik morfo-anatomi struktur vegetates
spesises rhizopora apiculata (Rhizoporaciae);1:1688–92.
Hall, J. E. and Guyton, A. C. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th edn. Jakarta:
Elsevier. Halaman 1028-1031, 1063-1066, 1103-1108.
Janiver Research Models & Associated Service Labs. 2017. Sprague Dawley Rat.
[Internet]. 2017 [diakses tanggal 11 desember 2018]. Tersedia dari: http://janvier-
labs.com.
Jayanegara, A., Ikhsan, & T. Toharmat. 2013. Assessment of methane estimation from
volatile fatty acid stoichiometry in the rumen in vitro. J. Indonesian Trop. Anim. Agric.
38:103-108.
Junquiera LC, Carneiro J. 2014. Histologi dasar: teks dan atlas. Edisi ke-10. Jakarta:
EGC. hlm. 281-291.
Kadji MH, Runtuwene MRJ, Citraningtyas G. 2015. Uji fitokimia dan aktivitas
antioksidan dari ekstrak etanol daun soyogik (saurauia bracteosa DC). Pharmacon,
2(2), 13-17.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Jakarta:
EGC. hlm. 377-391.
Lim SH, Darah I, Jain K. 2006. Antimikrobial Activities of Tannins Extracted From
Rhizophora Apiculata Barks. Journal of Tropical Forest Science 18(1) : 59—65 (2006)
Lu, Frank C. 2010. Toksikologi Dasar, Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Risiko.
Edisi II. Penerjemah Edi Nugroho, UI, Press, Jakarta. hlm. 358, 360-361.
Moslen MT. 2001. Toxic responses of the liver. In: Klaassen, CD, editor. Casarett and
Doull’s toxicology the basic science of poisons. 6th ed. New York: McGraw Hill. 476-
8.
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. 2013. Biokimia Harper. Jakarta: EGC. hlm.
706-707.
Mustofa S, Hanif F. 2019. The protective effect of rhizophora apiculata bark extract
tagainst testicular damage induced by cigarette smoke in male rats. Acta Biochimica
Indonesiana. Acta Biochimia Indonesiana. 2(1) :23-31.
Moore KL, Dalley AF. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Jilid 1. Edisi 5. Jakarta:
Erlangga. hlm. 105-120.
Mordue DG, Monroy F, Regina ML, Dinarello CA, Sibley LD. 2001. Acute
Toxoplasmosis Leads to Lethal Overproduction of cytokines. The Journal of
Immunology. 167 (8):4574-4584.
OECD. 2008. Repeated Dose 28 – Day Oral Toxicity Study in Rodents. Organization
for Economic Cooperation and Development Guidelines for the Testing of Chemicals.
407(1): 1-13.
Paulsen F, Waschke J, 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 2. Edisi 23. Jakarta:
EGC. hlm. 2-13.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
6 Volume 1. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hlm. 1320-1331.
Purnobasuki, H. 2005. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Journal Biota. 9(1):
125-126.
Putra Y. 2015. Pengaruh rokok terhadap jumlah sel spermatozoa mencit jantan (Mus
Musculus, Strain Jepang). Jurnal Saintek. 4(1):30–42.
73
Rahim AA, Rocca E, Steinmetz J, Kassim MJ, Ibrahim MS, Osman H. 2008.
Antioxidant activity of mangrove Rhizophora apiculata bark extracts. Food Chemistry.
107:200-207.
Siswandi, Grace SS. 2018. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Batang Faloak
(Sterculia quadrifida R.Br) Pada Tikus Sprague-Dawley. Traditional Medicine
Journal. 23(2), p 127-134.
Snell RS. 2014. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC. hlm. 721-745.
Suk KT, Kim DJ. 2012. Drug-induced liver injury: present and future. Clin Mol
Hepatol. 18(3), pp. 249–57.
Yusuf ML, Randa W, Haswika, Wahyuni. 2018. Uji Toksisitas Akut dan Gambaran
Histopatologi Hepar Mencit yang Diberi Ekstrak Terpurifikasi Daun Galing (Cayratia
trifolia L. Domin). Jurnal Farmasi, Sains, dan Kesehatan. 4(1): 12-15.