Anda di halaman 1dari 157

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1. Halaman Judul
TESIS

IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF ANTIMALARIA DARI


FRAKSI ETIL ASETAT DAUN Alectryon serratus TERHADAP
Plasmodium falciparum In Vitro

USWATUN KHASANAH
051314153014

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

ii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS

IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF ANTIMALARIA DARI


FRAKSI ETIL ASETAT DAUN Alectryon serratus TERHADAP
Plasmodium falciparum In Vitro

USWATUN KHASANAH
051314153014

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

iii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF ANTIMALARIA DARI


FRAKSI ETIL ASETAT DAUN Alectryon serratus TERHADAP
Plasmodium falciparum In Vitro

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Magister Ilmu


Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Oleh:

Uswatun Khasanah
NIM: 051314153014

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

iv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2. Lembar Pengesahan

v
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis

Telah diuji pada


Tanggal 19 Februari 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sukardiman, MS., Apt.


Anggota : 1. Dr. Aty Widyawaruyanti, M.Si., Apt.
2. Dr. Achmad Fuad Hafid, MS., Apt.
3. Prof. Indah S Tantular, dr., Mkes.,PhD., Sp.Park.
4. Dr. Mulyadi Tanjung, MS.

vi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4. Lembar Pernyataan orisinalitas

vii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Ucapan Terimakasih

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur ke hadirat Allah yang

telah melimpahkan rehmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Dengan selesainya tesis ini, maka dengan penuh rasa

syukur penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Aty Widyawaruyanti, M.Si.,Apt. Selaku dosen pembimbing utama

yang sabar memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan

penulisan tesis ini.

2. Dr. Achmad Fuad Hafid, MS.,Apt. Selaku dosen pembimbing serta yang

selalu sabar memberikan bimbingan dan nasehat selama penelitian dan

penulisan tesis ini.

3. Tim penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Sukardiman, MS., Apt., Prof. Indah

S Tantular, dr., Mkes.,PhD., Sp.Park., dan Dr. Mulyadi Tanjung, MS.

yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis

ini.

4. Prof.Dr. Muhamad Nasih, SE.,MT.,Ak. Selaku Rektor Universitas

Airlangga, Ibu Dr. Hj. Umi Athijah, M.Si.,Apt. Selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Airlangga dan seluruh staf Dosen Program S2 Ilmu

Farmasi Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menempuh pendidikan S2 Ilmu Farmasi di Universitas

Airlangga.

viii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Prof. Dr. Bambang Prayogo EW, M.S.,Apt selaku Ketua Program Studi S2

Ilmu Farmasi dan ketua bidang minat Kimia Bahan Alam Program Studi

S2 Ilmu Farmasi yang telah memberikan nasehat selama studi.

6. Prof.H.Hery Purnobasuki,Drs.,M.Si.,PhD. selaku Ketua Lembaga

Penelitian dan Inovasi Universitas Airlangga yang telah memberikan izin

dan fasilitas selama penelitian ini.

7. Dr. Achmad Fuad Hafid, MS.,Apt. Selaku ketua kelompok studi Herbal

Medicine di Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga yang

telah memberikan fasilitas tempat untuk melakukan penelitian dan diskusi

di Natural Product Medicine and Research Development (NPMRD)

Universitas Airlangga.

8. Dr. Sri Winarsih, M.S.,Apt. Selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya yang telah memberikan kesempatan,

dukungan moril dan materiil kepada penulis untuk menjalankan tugas

belajar di Universitas Airlangga.

9. Ibuku, suamiku, anak-anakku tercinta dan adik-adikku atas doa, kasih

sayang, pengorbanan, pengertian, dorongan, dukungan serta semangat

yang tiada henti (Semoga rahmat dan karunia Allah selalu tercurah

kepadamu).

10. Rekan-rekan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya yang telah memberikan dukungan dan semangat menjalani studi

S2 Ilmu Farmasi Universitas Airlangga.

11. Bapak Parto, Mas Ari yang telah membantu dalam hal administrasi

perkuliahan.

ix
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12. Mbak Lidya Tumewu, Mbak Ilmi, Mbak Ratih terimakasih banyak untuk

bantuan dan waktunya.

Kesempurnaan dan kebenaran datangnya dari Allah. Dengan segala

kerendahan hati, penulis menyadari banyak kekurangan dalam naskah tesis

ini, maka dari itu kritik dan saran membangun dari berbagai pihak sangat

penulis perlukan. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk masa mendatang.

Surabaya, Februari 2016

Penulis

x
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6. Ringkasan
RINGKASAN

IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF ANTIMALARIA DARI FRAKSI ETIL


ASETAT DAUN Alectryon serratus TERHADAP Plasmodium falciparum IN
VITRO

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi dengan prevalensi yang


cukup tinggi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan
data dari WHO, pada tahun 2015 terdapat hampir 200 juta kasus malaria, dengan
angka kematian mencapai 627 ribu jiwa. Penanggunalangan malaria hingga saat
ini masihmenghadapi beberapa kendala, salah satunya adalah munculnya galur
parasit yang resisten terhadap obat antimalaria. Oleh karena itu, upaya untuk
menemukan obat antimalaria baru baik dari bahan alam maupun semisintesis
merupakan priorotas utama program penanggulangan malaria.
Salah satu upaya untuk menemukan obat antimalaria baru adalah dengan
melakukan skrining aktivitas antimalaria terhadap beberapa tanaman. Pada
penelitian pendahulu, hasil skrining dari 20 tanaman yang diperoleh dari hutan
Alas Purwo, Banyuwangi menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun A.serratus
aktif sebagai antimalaria dengan IC50 12,22 µg/mL. Kemudian fraksi etil asetat
dari daun A.serratus juga menunjukkan aktivitas antimalaria dengan IC50 9,45
µg/mL (pada uji in vitro), dan ED50 5,92 µg/mL (pada uji in vivo).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahan aktif antimalaria
dari fraksi etil asetat daun A.serratus dengan konsep bioactivity guided isolation.
Pemisahan fraksi etil asetat menggunakan kromatografi kolom terbuka
dengan fase diam ODS. Dari hasil pemisahan didapatkan 12 subfraksi, yang
disebut sebagai EA.1- EA.12. Profil kromatogram KLT menunjukkan adanya
senyawa golongan polifenol, dan flavonoid. Uji aktivitas antimalaria dilakukan
pada subfraksi EA.1- EA.12. Pada tahap pertama dilakukan skrining pada
konsentrasi 10 µg/mL. Subfraksi yang memiliki nilai persen hambatan > 50%,
dilakukan pengujian IC50 pada lima konsentrasi, yaitu 10 µg/mL; 1 µg/mL; 0,1
µg/mL; 0,01 µg/mL; 0,001 µg/mL. Dari hasil skrining didapatkan empat subfraksi
dengan persen hambatan > 50%, yaitu subfraksi EA.4 (60,70%); EA.8 (82,36%);
EA.9 (79,89%) dan EA.11 (77,04%). Dari keempat subfraksi tersebut didapatkan
masing-masing IC50 yaitu EA.4 (0,035 µg/mL); EA.8 (0,187 µg/mL); EA.9 (0,015
µg/mL); EA.11 (0,017 µg/mL) . Berdasarkan hasil tersebut, maka subfraksi EA.4;
EA.8; EA.9 dan EA.11 aktif sebagai antimalaria.
EA.2.1 diperoleh sebagai serbuk putih dari subfraksi EA.2. Hasil
identifikasi dari subfraksi EA.2.1 dengan menggunakan KLT menunjukkan
adanya spot pada Rf 0,75 yang berpendar hitam pada panjang gelombang 254 nm

xi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dan 366 nm. Identifikasi mengunakan KCKT didapatkan waktu retensi 4,333
dengan spektrum UV 266 nm. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer RMI-1H
didapatkan adanya sinyal pada δ 7.02 (2H,s) dan dari profil RMI-13C terdapat 5
posisi karbon yang berbeda. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, maka EA.2.1
adalah senyawa asam 3,4,5- trihidroksi benzoat atau asam galat.
Pemisahan terhadap subfraksi EA.4 dilakukan dengan KLT preparatif dan
diperoleh 2 subfraksi, yaitu EA.4.1 dan EA.4.2. EA.4.2 diperoleh sebagai serbuk
kekuningan. Hasil KLT menunjukkan EA.4.2 memiliki Rf 0,6 dengan spot
berpendar kehitaman pada λ 254 nm dan 366 nm. Hasil identifikasi dengan KCKT
menunjukkan adanya puncak pada Rt 4,544, dengan puncak spektrum UV pada λ
271 nm. Data RMI-1H menunjukkan adanya sinyal pada δ 7.07 (2H,s) yang
merupakan proton dari senyawa aromatis dan sinyal pada δ 3.75 (3H,s) yang
merupakan sinyal dari gugus metoksi (OCH3). Data RMI-13C menunjukkan
adanya 6 posisi atom karbon yang berbeda. berdasarkan data tersebut, maka
senyawa EA.4.2 adalah metil galat.
Proses pemisahan selanjutnya dilakukan pada subfraksi EA.6; EA.7 dan
EA.8 dengan target spot pada Rf 0,48. Ketiga subfraksi digabung dan disebut
dengan EAM1. KLT preparatif dilakukan dengan fase diam silika dan fase gerak
kloroform-metanol 8-2. Dari hasil KLT preparatif didapatkan tiga senyawa, yaitu
EAM1.1 (4,9 mg); EAM1.2 (5 mg); dan EAM1.3 (2,1 mg). Hasil identifikasi
dengan KLT menunjukkan bahwa spot EAM1.3 pada Rf 0,3 sudah murni untuk
dilakukan identifikasi selanjutnya. Spot dari ketiga hasil KLT preparatif berpendar
kehitaman pada panjang gelombang 254 dan 366 nm, serta berwarna kuning
ketika dengan penampak noda H2SO4 10%.
EAM1.3 diperoleh berupa serbuk kuning. Data RMI-1H menunjukkan
adanya sinyal pada δ 7.83 (1H,dd,J=48,4) yang merupakan sinyal dari proton
gugus aromatik pada posisi C-2’ dan C-6’. Keduanya berada pada posisi yang
simetris. Sinyal pada δ 6.99 (1H,dd,J=8,4) merupakan sinyal dari proton pada
posisi C-3’ dan C-5’. Kedua sinyal tersebut menunjukkan posisi orto dari proton
pada posisi C-2’, 6’ dan C-3’, 5’ (Sovia et al., 2013). Sinyal pada posisi δ 6.45
(1H, d, J= 2,4 Hz) dan δ 6.24 (1H,d, J= 1,6 Hz) adalah geseran kimia proton pada
posisi atom karbon C-6 dan C-8. Nilai J menunjukkan bahwa kedua proton pada
atom karbon C-6 dan C-8 berada pada posisi meta (Sovia et al., 2013). Sinyal
pada 12.69 merupakan proton dari gugus hidroksil (OH) pada posisi C-5. Data
dari RMI-13C menunjukkan adanya sinyal oksiaril pada δ 170.3, 164.4, 159.7,
163.8 dan 156.6. Sinyal pada δ178.5 yang merupakan ciri khas dari karbon keton
C=O pada posisi C-4. Sinyal pada δ 70-71 merupakan karbon dari gugus gula.
Profil HMBC dan HMQC menunjukkan bahwa EAM1.3 adalah senyawa
glikosida kaempferol, dengan gugus gula ramnosil terletak pada atom karbon C-3.
Berdasarkan data dari RMI-1H dan RMI-13C , maka EAM1.3 adalah senyawa
kaempferol-3-O-ramnosil.

xii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KLT preparatif dilakukan pada subfraksi EA.10 dan EA.11 untuk


mendapatkan spot pada posisi Rf 0,2. Dari hasil KLT preparatif EA.10 dan
EA.11. didapatkan masing-masing 4 subfraksi, yatu EA.10.1-EA.10.4 dan
EA.11.1- EA.11.4. Untuk mengetahui kemurnian dari EA.10.1 dan EA.11.1 maka
dilakukan pengukuran terhadap profil kromatogram KCKT. Dari hasil KCKT
diketahui bahwa subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1 belum murni, hal ini ditunjukkan
dengan adanya 2 puncak dominan pada Rt 12,615 dan Rt 13,674. Kedua puncak
tersebut memiliki serapan UV maksimal pada panjang gelombang 266 nm, 324
nm dan 342 nm. Selanjutnya puncak pada Rt 12,615 disebut sebagai EA.10.1.1
dan puncak pada Rt 13,674 disebut sebagai EA.11.1.1
KCKT semipreparatif dilakukan pada subfraksi EA.10.1 dan EA.11.I
menggunakan fase diam shimpack RP-18 dan fase gerak asetonitril-air 6-4 dengan
kecepatan alir 1,5 ml/menit. Dari hasil pemisahan tersebut didapatkan total
EA.10.1.1 sebanyak 3,1 mg dan EA.11.1.1sebanyak 3,8 mg. Profil KCKT
menunjukkan bahwa senyawa EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 belum murni, hal ini
ditunjukkan dengan adanya satu puncak dominan pada Rt 12,799 dan Rt 13,938.
KCKT semipreparatif tahap kedua dilakukan dengan menggabung sampel
EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 yang selanjutnya disebut sebagai EAM2. Dari hasil
pemisahan tersebut didapatkan EAM2.1 sebanyak 1 mg dan crude isolate
EAM2.2 sebanyak 0,5 mg.
Uji aktivitas antiamalaria dilakukan terhadap EA.2.1; EA.4.2; EAM.1.3
dan EAM2.1. Dari hasil uji diketahui EA.2.1 memiliki nilai IC50 0,013 µg/mL dan
EAM2.1 memiliki nilai IC50 0,097 µg/mL. Berdasarkan hasil tersebut, maka
EA.2.1 dan EAM2.1 aktif sebagai antimalaria.

xiii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. Abstract
ABSTRACT

IDENTIFICATION OF ANTIMALARIAL ACTIVE SUBSTANCE FROM


ETHYL ACETATE FRACTION OF Alectryon serratus LEAVES.

Malaria was one of the public health concern due to the development of
resistance by the most lethal causative species, Plasmodium falciparum.
Screening of in vitro antimalarial from several Indonesian plants showed that
ethyl acetate fraction of Alectryon serratus was active as anti-malarial based on
Chinchilla criteria (IC50 9,45 µg/mL). The aim of this study is to identify
antimalarial active substances from ethyl acetate fraction of A.serratus leaves.
Open column chromatography using ODS as the stationary phase have been
carried out and 12 subfractions were obtained and named as EA.1-EA.12. The in
vitro antimalarial activity assay was done using Plasmodium falciparum 3D7
culture and Giemsa staining method. The result showed that fraction EA.4; EA.8;
EA.9 and EA.11 were active as antimalarial with IC50 0,035 µg/mL; 0,187 µg/mL;
0,015 µg/mL; 0,017 µg/mL. The known compound gallic acid and methyl gallate
were isolated from EA.2 and EA.4. Kempferol-3-O-rhamnoside was isolated from
EAM1. Flavonoid was identified from EAM2.1. Gallic acid was active as
antimalarial with IC50 0,013 µg/mL. EAM2.1 was also active as antimalarial with
IC50 0,097 µg/mL. From the result, we conclude that fraction EA.4; EA.8; EA.9;
EA.11; gallic acid and flavonoid compound isolated from ethyl acetate fraction of
Alectryon serratus leaves exhibited in vitro antimalarial activity and potential to
be developed as a new antimalarial drug.

Keywords : antimalarial, Alectryon serratus, in vitro, flavonoid, polyphenol

xiv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8. Daftar Isi
DAFTAR ISI

Sampul depan ..................................................................................................... i


Sampul dalam.................... ................................................................................ ii
Lembar prasyarat gelar ...................................................................................... iii
Lembar penetapan panitia penguji .................................................................... iv
Ucapan terimakasih ........................................................................................... vi
Ringkasan ......................................................................................................... ix
Abstrak ............................................................................................................ xii
Daftar isi.................... ....................................................................................... xiii
Daftar gambar................................................................................................... xvi
Daftar tabel.................. .................................................................................... xvii
Daftar lampiran .............................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan masalah ...............................................................................5
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum .............................................................................6
1.3.1 Tujuankhusus .............................................................................6
1.4 Manfaat penelitian ..............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tanaman A.serratus ..............................................................7
2.1.1 Klasifikasi tanaman ...................................................................7
2.1.2 Deskripsi tanaman .....................................................................8
2.1.3 Kandungan kimia .......................................................................8
2.1.4 Khasiat dan kegunaan ................................................................9
2.1.4 Aktivitas antimalaria .................................................................10
2.2 Situasi global malaria ........................................................................10
2.3 Parasit resistensi obat malaria............................................................11
2.3.1 Obat antimalaria........................................................................11
2.3.2 Kasus resistensi obat antimalaria ..............................................12
2.4 Parasit malaria Plasmodium falciparum............................................ 14
2.4.1 Morfologi P.falciparum ............................................................14
2.4.2 Siklus hidup ..............................................................................16
2.5 Uji aktivitas antimalaria secara in vitro ............................................18
2.5.1 Uji secara visual (mikroskopis) ................................................18
2.6 Tinjauan metabolit sekunder tanaman sebagai antimalaria............... 19
2.6.1 Golongan alkaloid.....................................................................19
2.6.2 Golongan terpenoid ..................................................................20
2.6.3 Golongan flavonoid ..................................................................20
2.7 Tinjauan ekstraksi dan isolasi senyawa bahan alam ..........................21
2.7.1 Ekstraksi ...................................................................................21
2.7.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ..............................................23
2.7.3 Kromatografi Kolom ................................................................23
2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .............................24
2.8 Tinjauan spektroskopi........................................................................24

xv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.8.1 Spektroskopi Inframerah ..........................................................24


2.8.2 Spektroskopi NMR ...................................................................25
2.8.3 Spektroskopi Massa ..................................................................26
BAB III METODE DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Skema kerangka konseptual Penelitian .............................................28
3.2 Kerangka konseptual .........................................................................29
3.3 Hipotesis ............................................................................................32
BAB IV MATERI DAN METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian .........................................................................33
4.1.1 Ekstraksi, fraksinasi, dan subfraksinasi ....................................33
4.1.2 Uji aktivitas antimalaria secara in vitro ....................................33
4.1.3 Identifikasi bahan aktif antimalaria ..........................................35
4.2 Sampel penelitian...............................................................................35
4.3 Variabel penelitian .............................................................................35
4.4 Definisi operasional........................................................................... 35
4.5 Bahan penelitian .............................................................................. 36
4.5.1 Bahan tanaman..........................................................................36
4.5.2 Bahan untuk ekstraksi, fraksinasi dan isolasi ...........................36
4.5.3 Parasit malaria ..........................................................................36
4.5.4 Bahan Uji aktivitas antimalaria in vitro ....................................36
4.6 Instrumen penelitian.......................................................................... 37
4.6.1 Alat untuk ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi..............................37
4.6.2 Alat uji aktivitas antimalaria in vitro ........................................37
4.7 Lokasi dan waktu penelitian ..............................................................38
4.8 Prosedur pengumpulan data...............................................................38
4.8.1 Persiapan sampel ......................................................................38
4.8.2 Pembuatan ekstrak etanol .........................................................38
4.8.3 Pemisahan dengan metode fraksinasi cair-cair .........................39
4.8.4 Pemisahan fraksi etil asetat dengan kromatografi kolom .........40
4.8.5 Persiapan uji aktivitas antimalaria secara in vitro ....................41
4.8.5.1 Kultivasi P.falciparum..................................................41
4.8.5.2 Pengujian aktivitas antimalaria .....................................46
4.8.6 Pemisahan EA.4........................................................................49
4.8.7 Pemisahan EAM.1 ....................................................................49
4.8.8 Pemisahan EA.10 dan EA.11 ...................................................50
4.8.9 Pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 ............................................51
4.8.10 Pemisahan EAM.2 ..................................................................51
4.8.11 Identifikasi hasil pemisahan masing-masing subfraksi ..........51
4.8.11.1 Identifikasi subfraksi EA.2.1 ......................................51
4.8.11.2 Identifikasi subfraksi EA.4.2 ......................................52
4.8.11.3 Identifikasi subfraksi EAM1.3....................................51
4.8.11.4 Identifikasi subfraksi EA.10 dan EA.11 .....................54
4.8.11.5 Identifikasi subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1 ...............54
4.8.12 Uji aktivitas subfraksi hasil pemisahan ..................................54
4.9 Analisis hasil penelitian .....................................................................55
4.10 Skema rancangan penelitian ............................................................56

xvi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Hasil ekstraksi ....................................................................................57
5.2 Hasil pemisahan ekstrak etanol .........................................................57
5.3 Hasil Pemisahan fraksi etil asetat ......................................................60
5.4 Hasil pemisahan EA.4........................................................................62
5.5 Hasil pemisahan EAM1 .................................................................... 64
5.6 Hasil pemisahan EA.10 .....................................................................66
5.7 Hasil pemisahan EA.11 .....................................................................69
5.8 Hasil pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT ....................71
5.9 Hasil pemisahan EAM2 .....................................................................71
5.10 Hasil uji aktivitas subfraksi EA.1- EA.12 .......................................72
5.11 Hasil uji aktivitas EA.2.1; EA.4.2; EAM1.3; EAM2.1 ...................74
5.12 Hasil identifikasi EA.2.1 .................................................................75
5.12.1 Identifikasi dengan KLT .........................................................75
5.12.2 Identifikasi dengan KCKT......................................................75
5.12.3 Identifikasi dengan RMI .........................................................76
5.13 Hasil identifikasi EA.4.2 .................................................................77
5.13.1 Identifikasi dengan KCKT......................................................77
5.13.2 Identifikasi dengan spektrofotometer RMI.............................77
5.14 Hasil identifikasi EAM1.3 dengan spektrofotometer RMI .............78
5.15 Hasil identifikasi EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT .................80
5.16 Hasil identifikasi EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 dengan KCKT ............83
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Hasil Pemisahan fraksi etil asetat ......................................................87
6.2 Hasil uji antimalaria EA.1-EA.12 ......................................................88
6.3 Hasil identifikasi EA.2.1....................................................................91
6.4 Hasil pemisahan subfraksi EA.4........................................................92
6.4.1 Identifikasi EA.4.2 .....................................................................92
6.5 Hasil pemisahan EAM1 .....................................................................93
6.5.1 Identifikasi EAM1.3 .................................................................94
6.6. Hasil pemisahan EA.10 dan EA.11...................................................97
6.6.1 Identifikasi EA.10.1 dan EA.11.1dengan KCKT .....................98
6.6.2 Hasil Pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT ............98
6.6.3 Hasil Pemisahan EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 dengan KCKT ......99
6.7 Hasil uji antimalaria EA.2.1; EA.4.2; EAM1.3 dan EAM2.1 ...........99
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN ................................................................................102
7.2 SARAN .............................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................104
LAMPIRAN.................... .................................................................................108

xvii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Herbarium daun Alectryon serratus .....................................................7


Gambar 2.2 Senyawa fitokimia pada suku Sapindaceae ........................................ 9
Gambar 2.3 Siklus hidup P.falciparum pada hapusan darah tipis .........................15
Gambar 2.4 Siklus hidup P.falciparum ..................................................................16
Gambar 3.1 Skema kerangka konseptual ...............................................................28
Gambar 4.1 Mikroplat untuk uji aktivitas antimalaria in vitro ..............................48
Gambar 4.2 Skema rancangan penelitian ...............................................................56
Gambar 5.1 Ekstrak A.serratus ..............................................................................57
Gambar 5.2 Skema hasil frakasinasi cair-cair ....................................................... 58
Gambar 5.3 Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair (fase diam ODS) .........59
Gambar 5.4 Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair (fase diam silika) ........59
Gambar 5.5 Skema hasil pemisahan fraksi EA ......................................................60
Gambar 5.6 Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA (fase diam ODS) .....61
Gambar 5.7 Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA (fase diam silika) .....62
Gambar 5.8 Skema hasil pemisahan subfraksi EA.4 .............................................63
Gambar 5.9 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.4 (fase diam silika) ............63
Gambar 5.10 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.4 (fase diam ODS).......... 63
Gambar 5.11 Skema hasil pemisahan EAM.1 .......................................................64
Gambar 5.12 Kromatogram KLT hasil pemisahan EAM.1 ...................................65
Gambar 5.13 Kromatogram KLT hasil pemisahan EAM.1 ...................................65
Gambar 5.14 Kromatogram KLT hasil pemisahan EAM.1 ...................................65
Gambar 5.15 Skema hasil pemisahan EA.10 .........................................................67
Gambar 5.16 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.10 .....................................68
Gambar 5.17 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.10 .................................... 68
Gambar 5.18 Skema hasil pemisahan EA.11 .........................................................69
Gambar 5.19 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.11 .....................................70
Gambar 5.20 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.11 .....................................70
Gambar 5.21 Skema hasil pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 .................................71
Gambar 5.22 Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.2 .......................................75
Gambar 5.23 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.2.1 .......................76
Gambar 5.24 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.4.2 .......................77
Gambar 5.25 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.10.1 .....................82
Gambar 5.26 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.11.1 .....................83
Gambar 5.27 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.10.11 ...................85
Gambar 5.28 Kromatogram KCKT dan profil spektra UV EA.11.1.1 ..................86
Gambar 6.1 Struktur asam galat .............................................................................93
Gambar 6.2 Struktur metil galat .............................................................................94
Gambar 6.3 Struktur kaempferol-3-O-ramnosil .....................................................98

xviii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rancangan data hasil penelitian ...........................................................34


Tabel 5.1 Rata-rata persen hambatan subfraksi EA.1-EA.12............................... 73
Tabel 5.2 Nilai IC50 subfraksi aktif........... ........................................................... 73
Tabel 5.3 Nilai IC50 hasil isolasi............... ........................................................... 74
Tabel 5.4 Data geseran kimia spektrum RMI EA.2.1........................................... 76
Tabel 5.5 Data geseran kimia spektrum RMI EA.4.2............................................78
Tabel 5.6 Data geseran kimia spektrum RMI EAM1.3.........................................79

xix
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil determinasi simplisia daun A.serratus....................................108


Lampiran 2 Hasil skrining aktivitas antimalaria EA.1-EA.12.............................109
Lampiran 3 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.4..................................110
Lampiran 4 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.8..................................111
Lampiran 5 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.9..................................112
Lampiran 6 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.11................................113
Lampiran 7 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.2.1...............................114
Lampiran 8 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.4.2...............................115
Lampiran 9 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EAM1.3............................116
Lampiran 10 Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EAM2.1..........................117
Lampiran 11 Hasil analisa probit log subfraksi EA.4..........................................119
Lampiran 12 Hasil analisa probit log subfraksi EA.8..........................................120
Lampiran 13 Hasil analisa probit log subfraksi EA.9..........................................122
Lampiran 14 Hasil analisa probit log subfraksi EA.11........................................124
Lampiran 15 Hasil analisa probit log subfraksi EA.2.1.......................................126
Lampiran 16 Hasil analisa probit log subfraksi EAM2.1....................................128
Lampiran 17 Hasil analisa probit log subfraksi EA.4.2 ....................................130
Lampiran 18 Hasil analisa probit log subfraksi EAM1.3....................................132
Lampiran 20 Hasil RMI EA.2.1...........................................................................134
Lampiran 22 Hasil RMI EA.4.2...........................................................................135
Lampiran 23 Hasil RMI EAM1.3........................................................................136
Lampiran 23 Hasil HMQC dan HMBC EAM1.3................................................137

xx
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi parasit

protozoa dari genus Plasmodium yang ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles.

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2012

diperkirakan terdapat 207 juta kasus malaria dan 627 ribu kematian akibat malaria

di seluruh dunia, yang 91% di antaranya disebabkan oleh P. falciparum (World

Health Organization, 2015).

Prevalensi malaria pada penduduk Indonesia pada tahun 2013 adalah 6 %,

dengan lima propinsi memiliki prevalensi tertinggi, yaitu Papua (28,6%), Nusa

Tenggara Timur (23,3%), Papua Barat (19,4%), Sulawesi Tengah (12,5%), dan

Maluku (10,7%). Dari 33 proponsi, 15 propinsi memiliki prevalensi malaria di

atas angka nasional, dan sebagian besar berada di Indonesia Timur. Berdasarkan

usia, prevalensi malaria pada anak usia kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah

dibandingkan pada orang dewasa, yaitu 1,3% pada anak usia kurang dari 15

tahun, dan 1,6% pada orang dewasa (Riset Kesehatan Dasar DEPKES RI, 2015).

Upaya penanggulangan terhadap penyakit malaria telah banyak dilakukan,

namun angka kesakitan dan kematian malaria di beberapa negara masih tetap

tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka prevalensi

kasus malaria adalah munculnya galur parasit malaria yang resisten terhadap obat

antimalaria dan galur nyamuk Anopheles yang resisten terhadap insektisida.

1
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2

Penyebaran resistensi terhadap semua obat antimalaria lapis pertama

(front-line antimalarial compound) yang dipakai pada pengobatan dan

pencegahan malaria telah menimbulkan banyak masalah pada program

penanggulangan malaria. Sehingga, aktivitas riset yang bertujuan untuk

melakukan penemuan obat baru menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan

malaria. Obat baru yang terjangkau bagi masyarakat di daerah endemik malaria

mutlak diperlukan untuk mengurangi ataupun mengatasi dampak malaria (Burke

et al., 2003; Syafruddin et al., 2004).

Penelitian untuk mendapatkan obat antimalaria baru, baik obat-obatan

sintesis maupun yang berasal dari bahan alam, khususnya tumbuhan masih terus

dilakukan. Sejarah menunjukkan bahwa tanaman merupakan sumber obat

antimalaria yang potensial. Obat antimalaria yang pertama adalah kinina, suatu

senyawa alkaloid yang berhasil diisolasi dari kulit batang tanaman kina

(Chincona succirubra) (Pouplin et al., 2007). Karena efek samping kinina yang

besar, antara lain tinnitus, vertigo, dan gangguan fungsi mata, maka pada tahun

1940 kinina diganti dengan obat malaria semisintetik, yaitu klorokuin, dan

turunannya (Wright, 2005).

Obat antimalaria yang berasal dari tumbuhan dan telah dikembangkan

menjadi obat pilihan untuk terapi malaria hingga saat ini adalah artemisinin

beserta turunannya (artemether, dihidroartemisinin). Artemisin merupakan

senyawa seskuiterpen lakton yang berasal dari tanaman Artemisia annua.

Sebelum diteliti sebagai obat antimalaria, tanaman ini telah digunakan pada

sistem pengobatan China sebagai obat demam (Wright, 2005).

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3

Hal tersebut di atas telah mendorong eksplorasi dan isolasi tanaman obat

lainnya yang diduga mengandung senyawa aktif antimalaria. Sampai saat ini

telah diketahui beberapa senyawa baru hasil isolasi tanaman dari golongan

alkaloid, terpenoid, flavonoid, quinon, quassinoid, dan kumarin yang memiliki

aktivitas antimalaria secara in vitro dan in vivo (Saxena et al.,2003; Kaur et

al.,2009).

Senyawa golongan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria,

antara lain isoflavon, flavonol, flavon, flavonoid terprenilasi, kalkon, dan katekin.

Salah satu tanaman Indonesia yang memiliki efek farmakologi sebagai

antimalaria, dengan kandungan senyawa flavonoid terprenilasi adalah Artocarpus

champeden Spreng (cempedak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolasi

ekstrak diklorometana dari A.champeden menghasilkan senyawa flavonoid,

antara lain artoindonesianin E, heteroflavon C, artoindonesianin R,

heterofilin, artoindonesianin A-2, sikloheterofilin dan artonin A, serta

artokarpon A, artokarpon B (Widyawaruyanti, 2008). Hasil uji antimalaria

secara in vitro terhadap P.falciparum 3D7 menunjukkan bahwa seluruh

senyawa tersebut menghambat pertumbuhan parasit secara bermakna,

kecuali pada senyawa artoindonesianin E (Widyawaruyanti et al., 2007).

Sedangkan aktivitas antimalaria tertinggi diperlihatkan oleh senyawa

heteroflavon C dengan nilai IC50 sebesar 1 nM (Widyawaruyanti et al., 2007).

Likokhalkon A, senyawa flavonoid yang diisolasi dari akar Glizirhiza glabra

diketahui dapat menghambat pertumbuhan parasit Plasmodium falciparum baik

yang sensitif mauoun resisten terhadap klorokuin (Lim et al., 2007).

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4

Penelitian awal untuk mengeksplorasi tanaman dengan aktivitas

antimalaria telah dilakukan terhadap 10 tanaman Indonesia yang didapatkan dari

Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Tanaman tersebut antara

lain Mitrephora polypyrena, Lepisanthes rubiginoosum, Harpullia arborea,

Garuga floribunda, Alectryon serratus, Ochrosia akkeringae, Tabernaemontana

pandacaqi, Diospyros javanica, Barringtonia aciatica, dan Dysoxylum

gadichaudianum. Dari hasil penelitian didapatkan ekstrak etanol 80% daun

Alectryon serratus memiliki aktivitas antimalaria tertinggi , dengan IC50

12,22µg/mL (Widyawaruyanti et al., 2014).

Alectryon serratus merupakan tanaman dalam famili Sapindaceae.

Berdasarkan penelitian awal ekstrak etanol daun Alectryon serratus mengandung

senyawa fitokimia golongan flavonoid, terpenoid, polifenol, glikosida sianogenik dan

antrakuinon (Diaz & Rossini, 2012; Miller & Tuck, 2013; Widyawaruyanti et al.,

2014). Penelitian terhadap khasiat dari A.serratus masih sangat terbatas. Akan tetapi

terdapat beberapa penelitian tentang khasiat dan kegunaan beberapa tanaman dari

famili Sapindaceae, antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, dan antiinsektisida

(Sofidiya et al., 2011; Diaz & Rossini, 2012). Salah satu tanaman famili Sapindaceae

yang telah diteliti dan memiliki aktivitas antimalaria adalah ekstrak metanol daun

Cardiospermum halicacabum, dengan IC50 62,60 µg/mL (Waako et al., 2005).

Dari ekstrak etanol 80% daun A.serratus dilakukan fraksinasi cair-cair

dengan pelarut diklorometana, etil asetat, n-butanol, dan air, kemudian dilakukan

uji antimalaria secara in vitro dan in vivo. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa fraksi etil asetat daun A.serratus memiliki aktivitas antimalaria tertinggi

dengan IC50 9,45 µg/mL (pada uji in vitro), dan ED50 5,92 mg/kgBB (pada uji in

vivo). Dari masing-masing fraksi dilakukan profil senyawa metabolit sekunder

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5

dengan menggunakan KLT. Dari profil KLT diketahui bahwa fraksi etil asetat

mengandung senyawa flavonoid, polifenol, dan steroid, dengan kandungan

terbanyak adalah senyawa golongan flavonoid (Widyawaruyanti et al., 2014).

Ekstrak yang memiliki nilai IC50 kurang dari 50μg/ml dan fraksi yang

memiliki nilai IC50 kurang dari 25μg/ml dapat dikatakan efektif sebagai antimalaria

(Kohler et al., 2002). Sedangkan menurut Fidock dkk (2004) suatu obat/ bahan obat

prospektif untuk dikembangkan sebagai antimalaria jika bahan tersebut mempunyai

IC50 < 1-5μM pada uji antimalaria in vitro dan IC50 < 5-25 mg/kgBB mencit pada uji

in vivo. Berdasarkan hal tersebut diduga fraksi etil asetat daun A.serratus

mengandung bahan aktif yang mempunyai aktivitas antimalaria dan potensial untuk

diisolasi lebih lanjut serta dikembangkan sebagai obat antimalaria. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif yang

terkandung dalam tanaman ini.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut di atas, akan dilakukan isolasi

bahan aktif yang didasari/dituntun oleh aktivitasnya (activity guided isolation).

Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap, dimulai dari ekstraksi daun

Alectryon serratus dengan pelarut etanol 80%, fraksinasi, subfraksinasi dan isolasi

senyawa flavonoid dari ekstrak etanol, penentuan struktur senyawa aktif, dan

pengujian aktivitas antimalaria secara in vitro pada Plasmodium falciparum 3D7.

1.2. Rumusan Masalah


Bahan aktif antimalaria apakah yang dapat diidentifikasi dari fraksi etil

asetat daun Alectryon serratus ?

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Mendapatkan bahan aktif antimalaria yang berasal dari fraksi etil asetat

daun Alectryon serratus .

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mendapatkan subfraksi dari hasil pemisahan fraksi etil asetat daun

Alectryon serratus, yang aktif terhadap kultur in vitro Plasmodium

falciparum 3D7.

2. Mendapatkan isolat yang aktif terhadap kultur in vitro Plasmodium

falciparum 3D7.

3. Mengidentifikasi senyawa dari isolat fraksi etil asetat daun Alectryon

serratus yang aktif terhadap kultur in vitro Plasmodium falciparum 3D7.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi mengenai aktivitas dari subfraksi etil asetat dari

daun Alectryon serratus terhadap P.falciparum 3D7.

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai bahan aktif antimalaria yang

berasal dari fraksi etil asetat daun Alectryon serratus.

3. Memberikan informasi mengenai alternatif obat antimalaria yang berasal

dari bahan alam.

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang tanaman Alectryon serratus

2.1.1. Klasifikasi Tanaman

Gambar 2.1.Herbarium daun


Alectryon serratus
Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Sapindales

Suku : Sapindaceae

Marga : Alectryon

Jenis : Alectryon serratus

(Adema et al., 1994)

7
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8

2.1.2. Deskripsi tanaman


Tanaman Alectryon serratus tersebar di daerah pulau Jawa, Sumbawa,

Flores, pulau Roti, kepulauan Filipina (pulau Palawan, Mindoro, Luzon, Negros,

Pulau Sulu, Mindanao), pulau Celebes, pulau Ceram, dan pulau Kai. Mayoritas

tumbuh di sepanjang pantai, dan di daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 m

di atas permukaan laut.

Pohon : tinggi pohon mencapai 3 m, dengan kulit batang halus berwarna

cokelat muda hingga abu-abu.

Daun : panjang daun antara 1-8,5 cm, dengan petiola sepanjang 1-8 mm.

Ketebalan daun antara 0,5-2 mm. Bentuk daun oval hingga ellips, berbulu pada

tengah rusuk daun dan di bawah tulang daun.

Bunga : sedikit bunga berbulu, dengan peduncle sepanjang 0,75-2,5 cm;

pedicel sepanjang 1-1,5 mm, dan sepal setinggi 1 mm. Stamen berupa filamen

pendek sepanjang 1,2 mm.

Buah : berbentuk hampir bulat dengan diameter antara 0,9 -1 cm.

(Adema et al., 1994).

2.1.3. Kandungan Kimia Tanaman


Berdasarkan hasil skrining ekstrak etanol daun Alectryon serratus

mengandung senyawa fitokimia golongan terpenoid, flavonoid, polifenol, dan

antrakuinon (Sofidiya et al., 2012; Widyawaruyanti et al., 2014). Ciri khas dari

tanaman famili sapindaceae adalah adanya kandungan senyawa glikosia

sianogenik (Diaz & Rossini, 2012; Miller & Tuck, 2013).

Penelitian tentang kandungan senyawa fitokimia dari tanaman A.serratus

masih sangat terbatas. Beberapa penelitian tentang tanaman dalam suku

Sapindaceae menyebutkan bahwa tanaman dalam suku Sapindaceae banyak

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9

mengandung senyawa golongan saponin, terutama golongan sapogenin dengan

aglikon triterpenoid lupeol, betulin, dan asam betulinat. Selain itu tanaman pada

suku Sapindaceae juga banyak mengandung senyawa golongan polifenol,

flavonoid golongan flavonol (kaemferol, kuercetin, miricetin), flavon (luteolin),

proantosianidin (Adema et al., 1994; Simpson et al., 2011). Beberapa tanaman

dari suku Sapindaceae, yaitu Dodonae viscosa, Dodonae polyandra dilaporkan

mengandung senyawa flavonoid terprenilasi (Simpson et al., 2011) . Senyawa

5,7,4’-trihidroksi-3,6-dimetoksiflavonon dilaporkan terkandung pada tanaman

Dodonae angustifolia (Heerden et al., 2000).

A B

Gambar 2.2. Beberapa senyawa fitokimia yang terkandung pada suku


Sapindaceae. (A) 5,7,4’-trihidroksi-3,6-dimetoksiflavonon; (B) Flavonoid
terprenilasi; (C) glikosida sianogenik-taksifilin (Heerden et al., 2000; Simpson
et al., 2011; Miller & Tuck, 2013)

2.1.4. Khasiat dan Kegunaan Tanaman


Berdasarkan studi literatur, belum ada data tentang penggunaan tanaman

Alectryon serratus untuk pengobatan. Akan tetapi, tanaman dari famili

Sapindaceae sering digunakan sebagai anti insektisida terhadap serangga dan

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10

nyamuk (Diaz & Rossini, 2012). Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya

aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan antidiabetik dari tanaman famili Sapindaceae

(Diaz & Rossini, 2012).

2.1.5. Aktivitas antimalaria daun Alectryon serratus


Berdasarkan hasil penelitian awal, ekstrak daun Alectryon serratus

menunjukkan aktivitas antimalaria dengan IC50 12,3µg/mL (Widyawaruyanti et

al., 2014). Sesuai dengan kriteria aktivitas antiplasmodial in vitro dari Chinchilla

et al. (2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 μg/mL, aktif jika IC50 = 5-50

μg/mL, rendah jika IC50 = 50-100 μg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 μg/mL.

Sehingga berdasarkan kriteria tersebut, ekstrak etanol 80% daun Alectryon

serratus aktif sebagai antimalaria.

2.2. Situasi Global Penyakit Malaria


Malaria merupakan penyebab utama kasus kematian pada anak-anak dan

dewasa terutama pada negara tropis, sub tropis, Sahara Afrika, Amerika Tengah

dan Selatan, Kepulauan Karibia, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan

Oceania. Penyakit malaria memeiliki kecenderungan untuk meningkat setiap

tahun sehubungan dengan adanya kasus resistensi parasit terhadap obat-obat anti

malaria yang ada pada saat ini (WHO, 2013).

Diperkirakan 75% dari kasus malaria di dunia disebabkan karena infeksi

Plasmodium Falcifarum, dan lebih dari 80% kematian akibat malaria terjadi di

sub sahara afrika. WHO memperkirakan lebih dari 90% dari 1,5-2 juta kematian

per tahun pada anak-anak di benua Afrika berhubungan dengan kasus malaria. Di

daerah Sub Sahara Afrika, diperkirakan 25 juta wanita hamil terinfeksi malaria

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11

setiap tahunnya, dan 10,5 juta diantaranya terinfeksi malaria pada trimester kedua

dan ketiga (WHO, 2015).

Di Indonesia, kasus malaria masih merupakan masalah kesehatan,

terutama di wilayah luar Pulau Jawa dan Bali. Prevalensi malaria pada penduduk

Indonesia pada tahun 2013 adalah 6 %, dengan lima propinsi memiliki prevalensi

tertinggi, yaitu Papua (28,6%), Nusa Tenggara Timur (23,3%), Papua Barat

(19,4%), Sulawesi Tengah (12,5%), dan Maluku (10,7%). Dari 33 proponsi, 15

propinsi memiliki prevalensi malaria di atas angka nasional, dan sebagian besar

berada di Indonesia Timur. Berdasarkan usia, prevalensi malaria pada anak usia

kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa, yaitu

1,3% pada anak usia kurang dari 15 tahun, dan 1,6% pada orang dewasa (Riset

Kesehatan Dasar DEPKES RI, 2015).

2.3. Parasit resistensi obat malaria

2.3.1. Obat antimalaria


Obat antimalaria yang tersedia di dunia pada umumnya dikelompokkan

sebagai berikut : (1) obat antimalaria golongan kuinolon dan turunannya, yaitu :

klorokuin, primakuin, meflokuin, amodiakuin, dan halofantrin. (2) obat

antimalaria golongan antifolat, yaitu : sulfadoksin, pirimetamin, dapson,

klorproguanil.(3) obat antimalaria golongan antibiotik, yaitu : tetrasiklin dan

turunannya, doksisiklin. (4) obat antimalaria golongan baru, yaitu : artemisinin,

lumefrantrin, atovakuon, tafenokuin, piperakuin (WHO, 2001).

Mekanisme kerja golongan klorokuin adalah dengan menaikkan pH

vakuola makanan parasit, sehingga pH vakuola menjadi basa. Pada pH basa,

klorokuin menghambat pembentukan hemozoin dari heme bebas yang dihasilkan

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12

oleh parasit pada saat mendegradasi hemoglobin dari eritrosit. Heme bebas yang

terakumulasi akan menyebabkan lisis membran dan menghambat berbagai proses

metabolisme parasit, sehingga menyebabkan kematian parasit (Wiser, 2004).

Klorokuin dan obat antimalaria golongan kuinolin lainnya telah digunakan

untuk kemoterapi selama lebih dari 40 tahun. Keberhasilan terapi menggunakan

golongan klorokuin didasarkan pada efikasi, efektifitas, dan keamanannya,

bahkan pada pasien ibu hamil (Petersen et al., 2011).

Obat antimalaria golongan antifolat sering digunakan sebagai kombinasi,

misalnya : sulfadoksin-pirimetamin. Penggunaan antifolat dimulai sejak tahun

1970, yaitu saat terjadi kasus peningkatan resistensi klorokuin (Petersen et al.,

2011). Obat-obat antifolat bekerja dengan menghambat sintesis basa pirimidin

parasit, sehingga menghambat sintesis DNA parasit.

Artemisin merupakan salah satu obat antimalaria yang diisolasi dari bahan

alam, yaitu tanaman Artemisia annua. Senyawa artemisinin memiliki kelarutan

yang rendah, oleh karena itu dikembangkan senyawa semisintesis dari

artemisisnin, yaitu artesunat, artemether, dan hidroartemisinin (Petersen et al.,

2011). Terapi kombinasi menggunakan artemisinin dan turunannya saat ini

digunakan pada malaria dengan multiple drug resistant (Randall, 2014).

2.3.2. Kasus resistensi obat antimalaria


Pada tahun 1955, WHO mengeluarkan program “Global Malaria

Eradication Programme”, dan klorokuin menjadi pilihan terapi antimalaria pada

saat itu. Akan tetapi pada tahun 1960 ditemukan kasus resistensi terhadap

klorokuin di Asia Tenggara dan Amerika selatan, kemudian menyebar ke Afrika.

Sejak saat itu angka kematian akibat malaria meningkat 2-3 kali hingga tahun

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13

1980 (Trape, 2001; Najera et al., 2011). Sebagai pengganti klorokuin, maka

digunakan kombinasi sulfadoksin-pirimetamin sebagai terapi antimalaria.

Kemudian mulai dikembangkan antimalaria semisintesis golongan klorokuin,

yaitu: meflokuin.amidakuin, dan kuinin.

Di Indonesia sendiri, P.falciparum resisten klorokuin telah ditemukan di

12 propinsi, yaitu Nangroeh Aceh Darussalam, Lmapung, Jawa Tengah, Daerah

Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat,

Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, Maluku Utara, dan DKI Jakarta.

P.falciparum resisten klorokuin di Indonesi pertama kali ditemukan di Kalimantan

Timur pada tahun 1974, kemudian dengan cepat menyebar ke beberapa wilayah.

Hal ini dikarenakan mobilitas penduduk antar wilayah yang semakin meningkat,

sehingga endemik malaria pada suatu wilayah tidak dapat segera diberantas.

Selain itu faktor kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat juga berpengaruh

terhadap munculnya resistensi (Depkes, 2004).

Parasit telah mengembangkan banyak cara untuk mengatasi toksisitas

obat, yaitu dengan melakukan mutasi pada gen target. Resistensi terhadap

klorokuin disebabkan oleh adanya mutasi pada suatu transporter pada vakuola

P.falciparum, yaitu pada gen yang menyandi PfCRT (Plasmodium falciparum

chloroquin resinstance transporter), dan PfMDR1 (Plasmodium falciparum

multiple drug resinstance gene 1) (Sidhu et al., 2002).

Resistensi terhadap antimalaria golongan antifolat terjadi pada target kerja

senyawa antifolat, yaitu adanya mutasi pada gen yang menyandi PfDHFR

(Plasmodium falciparum dihydrofolate reductase), dan PfDHFS (Plasmodium

falciparum dihydrofolate synthase) (Thaithong et al., 2001; Hyde, 2005).

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14

2.4. Parasit malaria Plasmodium falciparum


Ada empat jenis spesies Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria

pada manusia, yaitu P. Malariae, P.vivax, P.falciparum, dan P.ovale. Di antara

keempat spesies tersebut, P.falciparum yang paling berbahaya sebagai penyebab

infeksi akut dan berat, karena kemampuannya menyerang eritrosit muda dan tua.

Spesies ini hidup pada daerah tropis dan subtropis. Periode inkubasi

P.falciparum paling pendek dibandingkan dengan spesies lain, antara 8-11 hari

dengan periode siklus eritrositik selama 36-48 jam. P.falciparum dapat dibedakan

dengan spesies lain dengan pengamatan mikroskopis pada tahapan-tahapan siklus

hidupnya.

Plasmodium falciparum dapat menginfeksi sel darah merah (red blood

cells) dan menempel pada lapisan dinding pembuluh darah kecil. Parasit asing ini

menyebabkan perfusi jaringan mengalami gangguan (Miller et al., 2002).

2.4.1. Morfologi P.falciparum


Parasit malaria P.falciparum memiliki beberapa bentuk morfologi pada

fase erythrocytic schizogony, yaitu (Gandahusada et al., 2000; Harijanto, 2000;

Sutisna, 2004):

1. Trofozoit

Trofozoit muda berbentuk cincin (ring) sangat kecil dan halus

dengan ukuran kira-kira 1/6 diameter eritrosit. Terdapat nukleus berbentuk

irreguler, granuler, terdiri dari kromatin berwarna merah berbentuk seperti

filamen. Sitoplasma berbentuk ireguler berwarna biru dengan granula-

granula berwarna merah jambu. Selanjutnya nukleus trofozoit membelah

sampai 3-5 kali menjadi inti-inti kecil, disusul dengan pembelahan

sitoplasma maka terbentuklah skizon.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15

Gambar 2.3. Siklus hidup Plasmodium falciparum pada hapusan darah


tipis. (1) Sel darah merah normal; (2-18) tropozoit yang berkembang; (19-
26) skizon; (26) merozoit ; (27-28) makrogametosit; (29-30)
mikrogametosit (CDC, 2009). 

2. Skizon

Skizon berbentuk lonjong/bulat berukuran kira-kira 30 mikron.

Skizon muda dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir

pigmen yang menggumpal, mengandung bercak-bercak merah dengan

distribusi irreguler atau berbentuk celah-celah yang tersebar pada 2/3

bagian eritrosit. Skizon yang matang umumnya mengandung 16-20

merozoit yang kecil.

3. Gametosit

Gametosit bercirikan sitoplasma yang kompak, berinti tunggal, dan

tidak ada pembelahan nukleus. Gametosit betina biasanya lebih langsing

dan lebih panjang dibandingkan gametosit jantan, sitoplasma pada

pewarnaan tercat lebih gelap, nukleus tampak padat dan kecil. Gamet

jantan bercirikan bentuk yang lebih lebar seperti sosis, sitoplasma

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16

berwarna biru muda atau merah jambu, nukleus lebih besar dan tidak

padat. Keduanya banyak mengandung granula-granula pigmen.

2.4.2. Siklus hidup


Manusia merupakan hospes antara tempat Plasmodium mengadakan

skizogoni (siklus aseksual), sedangkan nyamuk Anopheles merupakan vektor dan

vospes definitif tempat terjadinya siklus seksual dan reproduksi yang dilengkapi

dengan sporogoni. Pada manusia, parasit ini hidup dalam sel tubuh (fixed tissue

cell) dan sel darah merah (Syarif & Zunilda, 2009).

Gambar 2.4 .Siklus hidup Plasmodium falciparum

1. Siklus Aseksual (Tsuji & Kain., 2009)

    Pada siklus aseksual terdapat fase exo-erithrocytic schizogony dan

fase erithrocytic schizogony. Fase exo-erithrocytic schizogony dimulai

ketika nyamuk Anophles betina yang terinfeksi menghisap darah manusia

dan memasukkan sporozoit. Melalui aliran darah, dalam beberapa menit (±

½ -1 jam) semua sporozoit menghilang dari peredaran darah dan menetap di

sel hepatosit. Pada akhir fase hepatosit, sporozoit tunggal berkembang

menjadi skizon yang mengandung ribuan parasit anak yang memenuhi

hepatosit selama 1-2 minggu. Hepatosit yang terinfeksi pecah dan

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17

melepaskan sejumlah merozoit ke dalam pembuluh darah. Tahap ini

berlangsung selama 7 hari dan setiap sporozoit dapat menghasilkan

40.000 parasit anak.

Fase selanjutnya adalah fase erithrocytic schizogony. Fase ini

dimulai ketika merozoit eksoeritrosit dari hepar menginvasi sel darah

merah dengan periode lebih dari 2 atau 3 hari, dan bermultiplikasi secara

aseksual. Merozoit P.falciparum dapat menginfeksi eritrosit pada semua

umur. Parasit dalam eritrosit memperbanyak diri membentuk tropozoit

muda (berbentuk cincin). Trofozoit muda kemudian tumbuh menjadi

trofozoit dewasa dan selanjutnya membelah diri menjadi skizon.

Skizon yang sudah matang, dengan merozoit-merozoit di dalamnya

akan pecah bersama sel darah merah yang terinfeksi. Merozoit-

merozoit yang lepas akan kembali menginfeksi sel-sel darah merah

baru yang lain untuk mengulangi siklus tadi.

2. Siklus Seksual (Tsuji & Kain., 2009)

Sebagian merozoit tidak masuk ke eritrosit, tetapi

berdiferensiasi menjadi gamet jantan (mikrogamet) dan gamet betina

(makrogamet) yang akan berpindah ke nyamuk pada saat nyamuk

menggigit pasien. Dengan demikian, siklus seksual dimulai. Gametosit

berdiferensiasi lebih lanjut menjadi gamet jantan dan gamet betina.

Pembuahan terjadi dalam usus nyamuk. Zigot yang terjadi

berkembang menjadi sporozoit, berpindah ke kelenjar ludah nyamuk, dan

menginfeksi manusia lagi melalui gigitan.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18

2.5. Uji aktivitas antimalaria secara in vitro


Selama lima dekade, resistensi obat terhadap Plasmodium falciparum

telah menjadi isu yang paling diperhatikan dalam terapi malaria. Pada saat yang

sama, uji in vitro telah menjadi alat yang penting untuk menilai sensitivitas obat

antimalaria dan merencanakan guideline terapi (Noedl et al., 2003).

Menurut Basco (2007), metode uji aktivitas antimalaria secara in vitro

untuk menghitung pertumbuhan parasit yang berhubungan dengan konsentrasi

obat dibagi menjadi tiga, antara lain uji secara visual (mikroskopis), metode

radioisotop, dan metode non-radioaktif.

2.5.1. Uji secara Visual (Mikroskopis)


Metode ini pertama kali ditemukan oleh W.Trager, dan dikenal dengan

nama tes 48-jam. Trager membuat kultur P.falciparum dalam Petri dish 35

mm dan memaparnya dengan media bebas obat sebagai kontrol dan media yang

mengandung berbagai konsentrasi obat selama 48 jam dalam candle jar.

Metode Trager sudah mengalami berkali-kali modifikasi. Saat ini, yang

paling banyak dipakai adalah metode microtechnique and WHO test atau sering

disebut dengan WHO microtest. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh

Rieckmann et al. pada tahun 1978.

Uji dilakukan pada pelat 96-sumuran yang disiapkan dengan membagi 50

µl RPMI 1640, HEPES, NaHCO3, dan larutan gentamisin ke dalam 2-12

sumuran (sumuran 2 dan 3 bebas obat, sumuran 4-12 ditambahkan obat dengan

konsentrasi yang makin meningkat). Sumuran 1 mengandung antikoagulan

EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid).

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19

Kultur diinkubasi dalam candle jar selama 24-30 jam pada suhu 37-

38oC. Setelah supernatant dibuang, dua hapusan darah tipis dengan pewarnaan

Romanowski atau Giemsa disiapkan dari tiap-tiap sumuran. Jumlah skizon

dihitung terhadap 200 parasit aseksual dengan bantuan mikroskop (Basco,

2007).

Metode ini sangat mudah dilakukan. Keuntungan lainnya antara lain

membutuhkan sedikit alat-alat teknis, dapat digunakan pada sampel dengan

densitas parasit yang rendah, dan inkubasinya hanya membutuhkan waktu 24 jam.

Namun, metode ini membutuhkan tenaga yang terlatih dan dalam menghitung

parasitemia, jumlah yang dihitung dapat bervariasi tergantung dari tenaga yang

menghitung.

2.6. Tinjauan tentang metabolit sekunder tanaman sebagai obat antimalaria


Terjadinya kasus resistensi terhadap obat-obat antimalaria mendorong para

peneliti terus melakukan riset untuk menemukan obat antimalaria baru. Berbagai

senyawa baru telah diisolasi dari bahan alam, dan telah diuji aktivitas antimalaria.

Sebagian besar senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder tanaman yang

termasuk dalam golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan lain-lain.

2.6.1. Golongan alkaloid


Senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria, adalah

alkaloid golongan naftilisokuinolin, bisbenzilisokuinolin, protoberberin,

aporberin, indol alkaloid, dan menzamin alkaloid. Obat antimalaria pertama yang

berhasil diisolasi dari tanaman Cinchona sp. (famili Rubiaceae) adalah kuinin,

yang merupakan senyawa alkaloid golongan isokuinolin. Kuinin telah dipakai

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20

sebagai antimalaria sejak tahun 1820 (Saxena et al.,2003; Kaur et al.,2009;

Oliveira et al.,2009).

2.6.2. Golongan terpenoid


Beberapa golongan senyawa terpenoid seperti seskuiterpen, dan

triterpenoid yang diisolasi dari tanaman telah dilaporkan memiliki aktivitas

antimalaria. Pada tahun 1972 berhasil diisolasi senyawa seskuiterpen lakton,

artemisinin dari tanaman Artemisia annua. Penemuan artemisinin yang

merupakan senyawa seskuiterpen trioksan lakton endoperoksida melatarbelakangi

berbagai penelitian pada senyawa peroksida tanaman yang berpotensi memiliki

aktivitas antimalaria (Saxena et al.,2003; Batista et al.,2009; Kaur et al.,2009).

Artemisinin sangat aktif secara in vitro dengan nilai IC50 antara 1-100 Nm, dan

efektif terhadap parasit multiresisten antimalaria (Kaur et al.,2009).

2.6.3. Golongan flavonoid


Senyawa golongan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria,

antara lain isoflavon (genistein, kalikosin), flavonol, flavon, flavonoid

terprenilasi, kalkon, dan katekin. Salah satu tanaman Indonesia yang memiliki

efek farmakologi sebagai antimalaria, dengan kandungan senyawa flavonoid

terprenilasi adalah Artocarpus champeden Spreng (cempedak). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa isolasi ekstrak diklorometana dari A.champeden

menghasilkan isolat yang aktif sebagai antimalaria dengan IC50 sebesar 0,0685

µg/ml (Wahyuni dan Widyawaruyanti, 2008). Artoindonesianin A-2 merupakan

senyawa golongan flavonoid dari A.champeden yang bertanggung jawab dalam

menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum 3D7, dengan nilai IC50

sebesar 1 nM (Widyawaruyanti et al., 2007).

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21

Senyawa licochalkon A yang berhasil diisolasi dari tanaman Glycyrrhiza

glabara dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria baik in vitro maupun in vivo.

Tiga senyawa flavon terprenilasi, sikloartokarpin, artokarpin dan chaplashin yang

diisolasi daari batang akar Artocarpus altilis menunjukkan aktivitas

antiplasmodial moderat terhadap P.falciparum strain KI (multiple drug resistant).

Terapi kombinasi antara artemisinin dan licochalkon A menunjukkan adanya efek

sinergi terhadap mekanisme antiplasmodial (Ronan et al., 2009).

2.7. Tinjauan tentang ekstraksi dan isolasi senyawa bahan alam

2.7.1. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. (Depkes RI., 1995).

Ekstraksi berasal dari bahasa latin “extractio atau extrahere” yang berarti

menarik keluar. Komponen yang ditarik adalah senyawa-senyawa kimia dari

tumbuhan dan atau hewan. Cara menarik keluar senyawa-senyawa tersebut dilakukan

dengan penyarian, diperas atau destilasi. Bahan aktif yang terdapat pada tanaman dan

atau hewan tersebut susunannya komplek, dan tidak tunggal. Dalam pengerjaannya

harus dipertimbangkan pemilihan pelarut yang tepat, agar dapat melarutkan dan

menarik keluar bahan aktif tersebut (Harborne., 1987).

Berdasarkan Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, metode

ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi cara dingin dan cara panas. Untuk

ekstraksi cara dingin, terdapat dua metode, maserasi dan perkolasi. Kedua metode

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22

ini dijadikan dasar untuk mengermbangkan cara ekstraksi selanjutnya (Depkes

RI., 1995). Metode ekstraksi cara panas terdiri atas refluks, soxhlet, digesti,

infusa, dan dekoksi. Selain kedua cara ekstraksi tersebut, telah dikembangkan

beberapa metode ekstraksi antara lain : ekstaksi dengan destilasi uap, Supercritical

Fluid Extraction (SFE), Counter Current Extraction (CCE), dan ekstraksi dengan

ultrasonik.

Pelarut pada umumnya berupa senyawa organik yang mampu melarutkan

senyawa tanpa adanya perubahan kimiawi dari senyawa tersebut. Sistem pelarut

yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam

melarutkan jumlah maksimum dari zat yang diinginkan (Singh., 2008). Pada

umumnya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang kurang polar sedikit demi

sedikit meningkat sampai dengan yang paling polar. Pelarut nonpolar yang sering

dipakai, misalanya petroleum eter dan heksana. Pelarut yang semi polar misalnya

eter, kloroform, diklorometana. Sedangkan pelarut yang bersifat polar misalnya

etanol, air, atau campuran keduanya. Zat-zat kimia yang terekstrasi dengan

pelarut nonpolar antara lain : steroid, lemak, dan karotenoid. Zat-zat yang

terekstraksi dengan pelarut semi polar antara lain : senyawa-senyawa alkaloid

bebas, asam fenolat, fenilpropanoid, flavonoid, antrakuinon. Sedangkan zat-zat

kimia yang terekstraksi dengan pelarut polar adalah garam alkaloid, glikosida,

saponin, dan tanin (Depkes RI., 1987).

Prosedur isolasi senyawa dari tanaman juga sangat beragam, sesuai zat

kandungan yang akan diisolasi. Salah satu hal yang harus diperhatikan adlaah

menghindari kerusakan zat kandungan karena reaksi enzimatik atau pemanasan.

Untuk pemurnian senyawa, metode kromatografi paling sering digunakan

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23

(Robinson., 1995). Kromatografi yang sering digunakan antara lain kromatografi

lapis tipis dan kromatografi kolom.

2.7.2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran zat yang

berdasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen

yang dipisahkan pada fase diam di bawah pengaruh fase gerak. Sampel yang

digunakan berupa larutan yang ditotolkan pada fase diam lempeng kromatografi

menggunakan mikropipet, kemudian dieluasi pada fase gerak yang sesuai

sehingga diperoleh pemisahan yang baik (Harborne, 1987).

Analisis kualitatif dilakukan dengan menentukankan nilai Rf (Retardation

factor), dan warna noda. Rf (Retardation factor) adalah hasil bagi jarak tempuh

noda dari titik awal dengan jarak tempuh pelarut dari titik awal. Setiap zat akan

memiliki harga Rf yang spesifik dengan fase gerak dan fase diam tertentu (Skoog,

1981). Untuk mendeteksi warna noda digunakan sinar ultraviolet pada panjang

gelombang 254 nm dan 366 nm, serta penyemprotan hasil kromatografi dengan

pereaksi warna (Harborne, 1987).

2.7.3. Kromatografi Kolom


Kromatografi kolom merupakan salah satu metode kromatografi yang

dapat digunakan untuk memfraksinasi campuran senyawa dalam skala besar. Pada

kromatografi kolom digunakan suatu tabung dengan ukuran tertentu yang diisi

dengan bahan pengadsorbsi (silika gel, selulosa, poliamida, gel sephadex) dan

pelarut pengembang. Sampel dilarutkan dalam pelarut pengembang, ditempatkan

di bagian atas kemasan kolom, kemudian dieluasi dengan pelarut yang sesuai

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24

(Harborne., 1987). Pelarut yang digunakan untuk mengeluasi pada kromatografi

kolom umumnya merupakan pelarut tunggal atau campuran pelarut, dimulai dari

yang paling kurang polar sampai yang paling polar (Harborne., 1987).

2.7.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Jika ditinjau dari sistem peralatannya, maka kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) merupakan kromatografi kolom. Akan tetapi, fase diam pada

KCKT ter”packing” dalam kolom. Beberapa keuntungan dari KCKT antara lain

hasil kromatogram dapat dideteksi dengan detektor yang bervariasi, kolom bisa

digunakan berulang-ulang, ketepatan dan ketelitiannya relatif tinggi (Mulja &

Suharman., 1995).

2.8. Tinjauan tentang Spektroskopi

2.8.1. Spektroskopi Inframerah


Spektrum inframerah ditimbulkan oleh adanya transisi elektron pada

tingkat energi vibrasi dan rotasi dalam suatu molekul sebagai akibat absorbsi

radiasi inframerah. Dalam spektrofotometri inframerah terdapat dua macam

vibrasi, yaitu vibrasi regangan dan vibrasi bengkok. Karena setiap ikatan antar

atom pada gugus fungsi memiliki massa atom relatif dan tetapan gaya yang

berbeda, maka setiap gugus fungsi memiliki frekuensi vibrasi yang berbeda pada

spektrum inframerah. Sehingga, pada penentuan struktur molekul, spektrum

inframerah digunakan untuk mengidentifikasi jenis gugus fungsi yang terdapat

dalam suatu molekul. Vibrasi yang informatif berada pada daerah bilangan

gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1. Daerah serapan inframerah dibagi menjadi

daerah gugus fungsi (4000-1300 cm-1), dan daerah sidik jari ( 1400-400 cm-1).

Serapan gugus fungsi utama, seperti OH, NH, C=C, CN, C=O akan berada pada

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25

daerah gugus fungsi, dan daerah sidik jari bersifat khas untuk tiap-tiap molekul

(Silverstein., 2005; Kosela., 2010).

2.8.2. Spektroskopi NMR


Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh

inti-inti tertentu dalam molekul apabila molekul tersebut berada dalam medan

magnet yang kuat. Spektrum NMR memberikan gambaran mengenai jumlah atom

hidrogen dan karbon dalam suatu molekul.


1 2
Di alam terdapat inti-inti atom yang mempunyai spin, misalnya 1H, 1H,

13 14 17 19
6C, 7N, 8O, dan 9F, dan inti atom yang tidak mempunyai spin, misalnya
12 16
6C, dan 8O. Yang dimanfaatkan pada NMR adalah inti-inti yang mempunyai
1
spin dan yang paling lazim dipelajari adalah 1H (proton). Suatu inti yang

mempunyai spin akan berputar dan menghasilkan medan magnet kecil yang

disebut momen magnetik inti (Sastrohamidjojo., 2001).

Dalam medan magnet, kedudukan spin memiliki energi yang berbeda,

karena inti merupakan partikel yang bermuatan dan setiap inti yang berputar akan

menghasilkan medan magnet. Jadi, inti memiliki momen magnetik, µ, yang

dihasilkan oleh muatan dan spin inti atom tersebut. Inti hidrogen memiliki spin

+1/2 dan -1/2, dan momen magnetik inti dalam hal ini terjadi dalam arah

berlawanan. Dalam medan magnet, semua proton memiliki momen magnetik

searah atau berlawanan terhadap medan magnet luar tersebut. Inti hidrogen akan

berada dalam salah satu orientasi jika dikenai medan magnet. Posisi spin +1/2

memiliki energi lebih rendah karena searah dengan medan magnet, sedangkan

posisi -1/2 memiliki energi lebih tinggi karena berlawanan dengan medan magnet

(Pavia et al., 2001).

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26

Fenomena resonansi magnetik inti terjadi bila inti dengan orientasi searah

dengan medan magnet akan menyerap energi dan mengubah orientasi spinnya

terhadap medan magnet luar. Absorbsi energi oleh inti dapat dihitung dan jumlah

energi yang diabsorbsi harus sama dengan perbedaan energi antara dua posisi

spin. Pada resonansi magnetik inti, setiap proton dalam molekul beresonansi pada

frekuensi yang sedikit berbeda, karena berbagai proton dalam molekul dikelilingi

elektron dan menunjukkan perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton

dengan proton lainnya. Mengukur secara tepat frekuensi resonansi untuk setiap

proton sangat sulit dilakukan, sehingga digunakan senyawa standar frekuensi yang

ditambahkan dalam larutan senyawa yang diukur dan frekuensi resonansi setiap

proton diukur relatif terhadap frekuensi resonansi dari proton-proton senyawa

standar. Senyawa standar yang umum digunalan adalah tetrametilsilan (TMS).

Resonansi dari proton dihitung sebagai jarak pergeseran dari proton-protonTMS.

Pergeseran kimia dalam satuan δ menyatakan bilangan dimana resonansi proton

digeserkan dari TMS dalam ppm (part per million) terhadap frekuensi

spektrometer yan dipakai (Pavia et al., 2001; Sastrohamidjojo., 2001).

2.8.3. Spektroskopi Massa


Alat spektrometer massa pada umumnya menggunakan metode electron

impact untuk menghasilkan ion molekul. Molekul organik dalam bentuk gas

mengalami pemboman dengan pancaran elektron berenergi tinggi dengan beda

potensial 70 Ev. Akibatnya, molekul organik mengalami ionisasi dan melepaskan

satu elektronnya menjadi dua ion molekul atau disebut pula kation radikal karena

berisi satu elektron tak berpasangan dan bermuatan positif (M·+). Selanjutnya,

sebagian besar ion molekul akan terfragmentasi dalam waktu 10-10- 10-3 detik

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27

menjadi ion fragmen bermuatan positif dan radikal. Hasil dari proses ini direkam

sebagai spektrum massa.

Spektrum massa memberikan gambaran massa dari ion fragmen

bermuatan positif, termasuk ion molekul (m/z) terhadap kelimpahan relatifnya.

Puncak dari ion molekul penting, karena memberikan gambaran berat molekul

suatu senyawa. Pada umumnya, puncak ion melekul adalah puncak dengan nomor

massa terbesar, kecuali untuk isotop. Puncak-puncak isotop muncul karena

beberapa molekul memiliki isotop dengan massa lebih besar daripada isotop

umumnya (Silverstein., 1991).

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
  29

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN


 

3.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian

Obat antimalaria dari


bahan alam (tumbuhan)

  Metabolit sekunder : Alectryon serratus Activity guided


flavonoid, terpenoid, (suku Sapindaceae) isolation
  alkaloid, antrakuinon

  Ekstrak etanol 80% antimalaria secara in


Metabolit sekunder yang
aktif sebagai vitro pada Plasmodium
  aktif sebagai antimalaria:
antimalaria (IC50 12,22 falciparum
flavonoid, terpenoid
µg/mL)
 

  Fraksi etil asetat aktif


sebagai antimalaria
(IC50 9,45 µg/mL)

Fraksi etil asetat banyak


mengandung senyawa
polifenol dan flavonoid

Daun Alectryon serratus meandung bahan aktif antimalaria


berupa senyawa polifenol dan flavonoid

Gambar 3.1. Skema kerangka konseptual

28
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29

3.2.Kerangka Konseptual Penelitian


 

Penelitian untuk menemukan senyawa antimalaria baru telah dilakukan

sejak beberapa dekade yang lalu. Kandungan metabolit sekunder pada tanaman

merupakan target utama untuk pengembangan senyawa antimalaria. Beberapa

golongan senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria, antara

lain golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, quinon, quassinoid, dan kumarin

(Saxena et al.,2003; Kaur et al.,2009). Senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas

sebagai antimalaria, adalah alkaloid golongan naftilisokuinolin,

bisbenzilisokuinolin, protoberberin, aporberin, indol alkaloid, dan menzamin

alkaloid. Kuinin merupakan salah satu senyawa alkaloid yang digunakan sebagai

antimalaria selama lebih dari tiga ratus tahun (Saxena et al.,2003; Kaur et

al.,2009; Oliveira et al.,2009). Senyawa golongan terpenoid yang memiliki

aktivitas antimalaria, antara lain sesquiterpen, diterpenoid, dan triterpenoid.

Senyawa sesquiterpen yang telah digunakan sebagai obat antimalaria adalah

artemisinin, yang merupakan senyawa sesquiterpen lakton endoperoksida

(Saxena et al.,2003; Batista et al.,2009; Kaur et al.,2009).

Senyawa golongan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria,

antara lain isoflavon , flavonol, flavon, flavonoid terprenilasi, kalkon, dan

katekin. Salah satu tanaman Indonesia yang memiliki efek farmakologi sebagai

antimalaria, dengan kandungan senyawa flavonoid terprenilasi adalah champeden

Spreng (cempedak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolasi ekstrak

diklorometana dari A.champeden menghasilkan isolat yang aktif sebagai

antimalaria dengan IC50 sebesar 0,0685 µg/ml (Wahyuni dan Widyawaruyanti,

2008). Artoindonesianin A-2 merupakan senyawa golongan flavonoid dari

28
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

A.champeden yang bertanggung jawab dalam menghambat pertumbuhan

Plasmodium falciparum 3D7, dengan nilai IC50 sebesar 1 nM (Widyawaruyanti

et al., 2007).

Quassinoid merupakan senyawa lakton teroksigenasi dengan struktur

dasar C20 , yang disebut pikrasan. Beberapa senyawa golongan quassinoid yang

memiliki aktivitas sebagai antimlaria antara lain bruseantin, brucein (Saxena et

al.,2003; Kaur et al.,2009).

Dalam rangka pengembangan obat antimalaria baru, telah dilakukan

penelitian terhadap 10 jenis tanaman yang diambil dari Alas Purwo Banyuwangi.

Dari hasil penapisan kandungan senyawa fitokimia dan aktivitas antimalaria,

diketahui tanaman Alectryon serratus (famili Sapindaceae) memiliki aktivitas

antimalaria paling tinggi, dengan IC50 12,22µg/mL (Widyawaruyanti et al., 2014).

Berdasarkan kriteria aktivitas antiplasmodial in vitro dari Chinchilla dkk

(2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 µg/mL, aktif jika IC50 = 5-50 µg/mL,

rendah jika IC50 = 50-100 µg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 µg/mL.

Beberapa penelitian menyebutkan tanaman dari famili Sapindaceae memiliki

aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri dengan kandungan polifenol,

flavonoid, dan proantosianidin (Sofidiya et al., 2012). Tanaman famili

Sapindaceae juga memiliki aktivitas antiinsektisida terhadap A. aegypti, Anopheles

stephensi and Culex quimquefasciatus (Diaz & Rossini, 2012). Tanaman dalam

famili Sapindaceae yang juga memiliki aktivitas sebagai antimalaria adalah

Cardiospermum halicacabum (famili Sapindaceae) dengan IC50 28,60 mg/mL

(Batista et al,2009).

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diketahui ekstrak etanol daun

Alectryon serratus mengandung senyawa fitokimia golongan terpenoid, flavonoid,

polifenol, dan antrakuinon (Widyawaruyanti et al., 2014). Secara kemotaksonomi

tanaman famili Sapindaceae memiliki kandungan senyawa fitokimia antara lain:

saponin dengan sapogenin triterpenoid, polifenol (asam galat, scopoletin),

flavonoid (proantosianidin), flavon (luteolin), flavonol (kaempferol, quercetim,

myricetin), flavonoid ter-prenilasi, glikosida sianogenik (taksifilin, prunasin), dan

alkaloid (Adema et al.,1994; Miller & Tuck., 2013). Ciri khas dari kandungan

senyawa fitokimia famili Sapindaceae adalah adanya senyawa glikosida

sianogenik, terutama pada minyak yang dihasilkan dari biji (Miller & Tuck,

2013).

Dari ekstrak etanol daun Alectryon serratus dilakukan fraksinasi cair-cair

dengan menggunakan pelarut diklorometana, etil asetat, n-butanol, dan aquadest.

Uji antimalaria secara in vitro dilakukan terhadap ke-empat fraksi tersebut, dan

didapatkan fraksi etil asetat memiliki aktivitas antimalaria paling aktif (IC50

9,45µg/mL). Profil KLT dari fraksi etil asetat menunjukkan bahwa fraksi etil

asetat mengandung senyawa flavonoid, polifenol, dan steroid, dengan kandungan

terbanyak adalah senyawa flavonoid.

Berdasarkan studi literatur tersebut, makan diduga pada fraksi etil asetat

daun tanaman Alectryon serratus terdapat bahan aktif antimalaria . Sehingga pada

penelitian ini akan dilakukan proses sub-fraksinasi dan isolasi terhadap fraksi etil

asetat daun Alectryon serratus untuk mengetahui senyawa aktif yang memiliki

aktivitas sebagai antimalaria. Seluruh proses ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi

akan dilakukan dengan dasar uji aktivitas (activity guided isolation).

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

3.3.Hipotesis Penelitian
 

Fraksi etil asetat daun Alectryon serratus mengandung bahan aktif

antimalaria berupa senyawa polifenol dan flavonoid yang mampu menghambat

pertumbuhan Plasmodium falciparum 3D7 secara in vitro.

 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
 
 

BAB IV

MATERI DAN METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dan untuk

mencapai tujuan penelitian ini, maka dilakukan beberapa tahap penelitian sebagai

berikut :

4.1.1. Ekstraksi, fraksinasi dan subfraksinasi daun Alectryon serratus

1. Ekstraksi serbuk daun Alectryon serratus dilakukan dengan metode

sonifikasi menggunakan pelarut etanol 80% v/v. Proses ekstraksi dengan

ultrasonik dilakukan selama 2 menit, dan diulangi sebanyak 3x. Maserat

disaring, dan dipekatkan menggunakan rotavapor pada suhu 40oC.

2. Ekstrak etanol difraksinasi dengan pelarut diklorometana, etil asetat, n-

butanol, dan aquadest.

3. Fraksi yang paling aktif, yaitu fraksi etil asetat disubfraksinasi dengan

menggunakan kolom terbuka, dengan fase diam dan fase gerak yang telah

dioptimasi terlebih dahulu.

4. Subfraksi aktif dipisahkan menggunakan KLT preparatif danKCKT

semipreparatif.

4.1.2. Uji aktivitas antimalaria in vitro hasil subfraksinasi dan isolat terhadap

Plasmodium falciparum 3D7

1. Persiapan kultur parasit

33
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34

Parasit P.falciparum yang digunakan dalam penelitian ini dikultivasi

dengan metode Trager & Jensen .

2. Persiapan bahan uji

Bahan uji berupa subfraksi, crude isolat dan isolat dari fraksi etil asetat

daun A.serratus yang dilarutkan dalam DMSO. Kemudian dilakukan serial

pengenceran dengan medium hingga diperoleh 5 konsentrasi akhir bahan

uji : 10; 1; 0,1; 0,01; 0,001 µg/mL.

3. Uji aktivitas antimalaria

Uji aktivitas antimalaria in vitro dilakukan pada multiwell plate dengan 24

lubang. Pengujian dilakukan pada kultur parasit dengan tingkat

parasitemia 1% dan hematokrit 5% dengan duplikasi percobaan.

Rancangan tabel data hasil penelitian uji antimalaria in vitro

disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rancangan data hasil penelitian uji antimalaria in vitro


pada P.falciparum 3D7
Kelompok Dosis % % % IC50 IC50
(µg/mL) Parasitemia Pertumbuhan Hambatan Rata-
rata
Perlakuan 10
1
0,1
0,01
0,001
Kontrol (-)

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35

4.1.3. Identifikasi bahan aktif antimalaria dari fraksi etil asetat daun

A.serratus

Identifikasi subfraksi dan crude isolat menggunakan Kromatografi Lapis

Tipis (KLT). Sedangkan identifikasi terhadap isolat dilakukan

menggunakan KLT, KCKT, dan spektrofotometer RMI.

4.2. Sampel Penelitian


Sampel penelitian adalah subfraksi, crude isolat dan isolat dari fraksi etil

asetat daun Alectryon serratus.

4.3. Variabel Penelitian


 Variabel bebas

Konsentrasi dari subfraksi, crude isolat dan isolat dari fraski etil asetat

daun Alectryon serratus.

 Variabel tergantung

Persentase parasitemia (pada uji aktivitas antimalaria in vitro)

4.4. Definisi Operasional

 Persen parasitemia : jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dalam 1000

eritrosit dalam persen (%).

 Hambatan pertumbuhan parasit : bila terjadi penurunan tingkat parasitemia

pada pemberian bahan uji dibandingkan dengan kontrol negatif (tanpa

pemberian bahan uji.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36

4.5. Bahan Penelitian

4.5.1. Bahan tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah folium (daun)

dari tanaman Alectyon serratus yang diperoleh dari Taman Nasional Alas Purwo,

Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Daun dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan di udara terbuka. Setelah kering kemudian digiling hingga menjadi

serbuk.

4.5.2. Bahan untuk ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi

Bahan kimia untuk ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi antara lain : etanol

teknis, etanol p.a (Merck), asetonitril p.a (Merck), metanol p.a (Merck), kloroform

p.a (Merck), n-heksana p.a (Merck), etil asetat p.a (Merck), n-butanol p.a (Merck),

diklorometana p.a (Merck), lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck 0,25 mm),

lempeng KLT RP-18 (Merck 0,5 mm),

4.5.3. Parasit malaria

Parasit yang digunakan untuk uji aktivitas antimalaria in vitro adalah

biakan Plasmodium falciparum strain 3D7 yang sensitif klorokuin. Plasmodium

falciparum diperoleh dari laboratorium malaria Eijkman institut Jakarta dan

dibiakkan di Laboratorium Malaria Institute of Tropical Disease Kampus C

Universitas Airlangga berdasarkan metode Trager & Jensen yang telah

dimodifikasi.

4.5.4.Bahan uji aktivitas in vitro

Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antimalaria antara lain RPMI

(Roswell Park Memorial Institute) 1640, HEPES (4-(2-hydroxyethyl)-1-

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37

piperazineethanesulfonic acid), NaHCO3, hipoxanthin, gentamisin, darah

manusia golongan O yang diperoleh dari bank darah (PMI), aquades steril

(sterile water for injection), DMSO (dimethyl sulfoxide), pewarna Giemsa,

minyak imersi.

4.6. Instrumen Penelitian

4.6.1. Alat untuk ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi

Alat untuk ekstraksi, fraksinasi dan isolasi tanaman antara lain :

dibutuhkan alat-alat antara lain ultrasonik SONICA®, rotavapor BUCHI®,

timbangan analitik, bejana kromatografi, vial penyemprot noda, lemari asam,

TLC visualizer, pipa kapiler, corong pisah, dan alat-alat gelas.

Alat untuk identifikasi struktur senyawa aktif : spektrometer RMI merk

Jeol (400 MHz), KCKT Shimadzu LC-06, Pump LC-6AD, shimpack kolom

4,6x250 mm, detektor PDA SPD-M20A, kolom semipreparatif RP-18 Agilent

9,4x250 mm.

4.6.2. Alat untuk uji aktivitas antimalaria in vitro

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,

laminar air flow, inkubator, lemari pendingin, spuit injection 1ml dan 10ml,

candle jar, efendorf 1,5ml, mikroskop cahaya, mikroskop AO, kaca objek, gelas

ukur, mikropipet, sentrifugasi, petridish, Erlenmeyer 2ml, blue tip, yellow tip,

mikroplate 24 well, lilin, pinset, spektrofotometer UV-Vis dengan panjang

gelombang 405/750, autoclave, tabung falcon 50ml dan 20ml, lampu spritus,

penyaring membran ukuran 0,22µm, stirrer, water bath dan Latex hanschoen.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38

4.7. Lokasi dan Waktu Penelitian


Proses pelaksanaan ekstraksi fraksinasi, dan subfraksinasi ekstrak daun

Alectryon serratus dilakukan di laboratorium SATREPS Institut Tropical Disease

Universitas Airlangga.

Identifikasi isolat dengan spektrofotometer RMI, KCKT dilakukan di

laboratorium SATREPS, Institut Tropical Disease Universitas Airlangga.

Uji aktivitas antimalaria secara in vitro dilakukan di laboratorium malaria

ITD, Universitas Airlangga, Surabaya.

Penelitian dilakukan mulai bulan maret 2015 sampai bulan desember

2015.

4.8. Prosedur pengumpulan data

4.8.1. Persiapan sampel penelitian (ekstraksi, fraksinasi, subfraksinasi, dan

isolasi)

4.8.2. Pembuatan ekstrak etanol daun A.serratus

Sebanyak 250 g serbuk daun Alectryon serratus dimaserasi dengan pelarut

etanol 80% sebanyak 1 L dengan metode sonifikasi selama 2 menit, dan diulangi

sebanyak 3x, kemudian disaring dan ekstrak dipisahkan dari residu. Residu

dimaserasi kembali dengan 750 ml pelarut, disonifikasi selama 2 menit, dan

diulangi sebanyak 3x, kemudian disaring dan ekstrak dipisahkan. Residu

dimaserasi kembali dengan 750 ml pelarut dengan metode yang sama. Ekstrak

yang didapatkan dikumpulkan dan dipekatkan dengan vakum rotavapor, sehingga

diperoleh ekstrak kental, ekstrak kental dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC.

Total simplisia yang diekstraksi adalah 1 kg menggunakan 10 L etanol 80%.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39

4.8.3.Pemisahan ekstrak etanol 80% dengan metode fraksinasi cair-cair

Ekstrak etanol difraksinasi dengan metode cair-cair. Pelarut yang

digunakan adalah diklorometana, etil asetat, dan n-butanol.

Cara kerja :

1. Sebanyak 50 g ekstrak kering disuspensikan dalam aquadest 200 ml

dengan menggunakan mortir dan stamfer.

2. Pelarut diklorometana sebanyak 200 ml ditambahkan ke dalam suspensi

air-ekstrak hingga terpisah sempurna.

3. Campuran larutan yang telah terbentuk dipindah ke dalam corong pisah

dan dikocok selama 5 menit, kemudian diambil lapisan pelarut

diklorometana.

4. Ke dalam residu ditambahkan diklorometana sebanyak 200 ml, lalu

dikocok 5 menit, dan ditampung fase diklorometana.

5. Prosedur tersebut diulangi hingga fase diklorometana jernih.

6. Residu divakum rotavapor untuk menghilangkan sisa pelarut

diklorometana. Lalu ditambahkan 200 ml etil asetat, dikocok selama 5

menit, dan ditampung fase etil asetat.

7. Residu fase air ditambahkan etil asetat, kemudian dilakukan sesuai

prosedur di atas. Etil asetat ditambahkan hingga fase etil asetat berwarna

bening jernih (warna mulai konstan).

8. Residu fase air diuapkan di vakum rotavapor untuk menghilangkan sisa

pelarut etil asetat. Lalu ditambahkan larutan n-butanol sebanyak 200 ml,

dikocok selama 5 menit dan ditampung fase n-butanol.

9. Prosedur tersebut diulangi warna lapisan fase n-butanol konstan.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40

10. Masing masing fraksi (diklorometana, etil asetat, n-butanol, air)

dipekatkan dengan vakum rotavapor dan dikeringkan dalam oven pada

suhu 40oC.

11. Setelah kering ditimbang berat masing-masing fraksi.

4.8.4. Pemisahan fraksi etil asetat dengan kromatografi kolom terbuka

Fraksi yang paling aktif dipisahkan dengan kromatografi kolom terbuka

menggunakan fase diam ODS, fase gerak asetonitril- metanol-air 2-1-4.

Cara kerja :

1. Sebanyak 100 g fase diam ODS disuspensikan ke dalam pelarut

asetonitril-metanol-air 2-1-4, kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit

ke dalam kolom sambil keran kolom dibuka dan pelarut yang menetes

ditampung. Kolom dikondisikan dengan menuang fase gerak yang akan

digunakan, yaitu asetonitril-metanol-air 2-1-4.

2. Fraksi yang akan dipisahkan dilarutkan dalam metanol:asetonitril (1:1),

kemudian disaring dengan alat penyaring Kiriyama untuk

menghilangkan partikel yang tidak larut. Lalu dimasukkan ke dalam

kolom di atas fase gerak.

3. Fase gerak dituang ke dalam kolom. Penetesan dilakukan secara

perlahan. Cairan ditampung saat sampel telah tereluasi mencapai 2/3

panjang kolom.

4. Cairan ditampung dengan volume antara 2-3 ml hingga fase diam tidak

berwarna.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41

5. Terhadap masing-masing subfraksi yang didapatkan dilakukan uji KLT

dengan menggunakan fase diam silika RP dan fase gerak yang telah

dioptimasi, dan disemprot dengan H2SO4 10%.

6. Subfraksi yang memberikan noda sama dikumpulkan menjadi satu,

diuapkan dan ditimbang.

4.8.5. Pengujian aktivitas antimalaria hasil subfraksinasi fraksi etil asetat

4.8.5.1. Kultivasi Plasmodium falciparum

1. Penyiapan media tak lengkap dan media lengkap

Cara pembuatan media tak lengkap sebanyak 1 Liter adalah sebagai berikut :

a. Disiapkan Erlenmeyer dan stirrer plate.

b. Ditimbang 50 mg hypoxanthine, kemudian dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer dan dilarutkan dalam sterile water for injection sampai

larut.

c. Ditimbang 10,4 g serbuk RPMI 1640,kemudian dimasukkan dalam

Erlenmeyer. Warna larutan akan menjadi merah terang.

d. Ditimbang 5,94 g HEPES, kemudian dimasukkan dalam

Erlenmeyer.

e. Ditimbang NaHCO3 sebanyak 2,3 g, kemudian ditambahkan ke

dalam Erlenmeyer.

f. Ditambahkan 25 mg/L sebanyak 0,5 ml ke dalam larutan dengan

menggunakan spuit injeksi.

g. Ditambahkan sterile water for injection sampai volumenya 1 L.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42

h. Media disterilisasi menggunakan metode filtrasi (dilakukan

dengan cara menyaring media menggunakan filter membrane 0,22

µm di dalam LAFC, kemudian disimpan di dalam botol

disposable pada suhu 4oC. Media ini disebut dengan media tak

lengkap.

Cara pembuatan media lengkap sebanyak 50 ml adalah sebagai berikut

a. Dimasukkan 45 mL media tak lengkap ke dalam falcon 50 ml

b. Ditambahkan serum 5 mL, diaduk perlahan sampai campur

Media ini digunakan untuk membiakkan P.falciparum

2. Penyiapan Serum dan Red Blood Cell (RBC) (Basco, 2007)

a. Darah didapatkan dari PMI dimasukkan dalam beberapa tabung 50

ml, kemudian darah disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm,

selama 5 menit.

b. Supernatan (plasma) diambil untuk diproses lebih lanjut dalam

penyiapan serum, sisa packed cell ditambahkan media tak lengkap

sebanyak 2-3x total volume pellet, lalu disentrifugasi dengan

kecepatan 1500 rpm, selama 5 menit. Proses ini diulangi

sebanyak dua kali

c. Packed cell ditambahkan media lengkap dengan rasio 1:1, sehingga

kandungan eritrosit menjadi 50%, dan disebut RBC 50% yang siap

ditambahkan ke biakan P.falciparum . Eritrosit kemudian disimpan

pada suhu 4oC.

Penyiapan serum manusia

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43

a. Plasma yang telah dipisahkan kemudian diinaktivasi dengan cara

menginkubasi pada suhu 56o C selama 30 menit.

b. Plasma yang telah diinaktivasi kemudian dimasukkan ke dalam

tabung falcon 15 mL, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1500

rpm selama 5 menit untuk mengendapkan fibrin pada plasma,

sehingga hanya serum yang digunakan untuk pembuatan media

lengkap.

3.Pencairan (Thawing) parasit Plasmodium falciparum 3D7

Parasit beku P. falciparum dihangatkan di atas penangas air pada

suhu 37oC sampai mencair (kira-kira selama 1-2 menit)

a. Parasit beku yang telah mencair dimasukkan dalam tabung

steril 15 ml, kemudian ditambahkan NaCl 3,5% sesuai jumlah

volume stok parasit yang dicairkan, lalu didiamkan selama 5

menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5

menit pada suhu 4o C.

b. Supernatan dibuang pelan-pelan dengna menggunakan pipet tetes,

lalu ditambahkan media tak lengkap hingga volume 5 ml,

kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5

menit pada suhu 4o C.

c. Supernatan dibuang, dan sisa pellet ditambahkan media lengkap

hingga volume 5 ml, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan

1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4o C.

d. Supernatan dibuang, sisa pellet ditambahkan RBC 50% sebanyak

0,5 ml dan media lengkap sebanyak 4,5 mL, lalu disuspensikan.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44

e. Suspensi parasit kemudian dimasukkan ke dalam cawan

petri, kemudian diberi label tanggal, bulan, tahun, dan tipe

strainnya.

f. Biakan kemudian dimasukkan dalam candle jar yang berisi

lilin. Lilin dinyalakan, kemudian candle jar ditutup rapat.

Setelah lilin mati candle jar dimasukkan dalam inkubator

dan diinkubasi pada suhu 37oC. Setiap 24 jam media diganti

dengan media biak yang baru.

4.Penggantian Media

a. Ambil larutan media lengkap pada cawan petri yang

berisi biakan parasit dengan cara dipipet.

b. Diambil satu tetes endapan eritrosit dan dibuat hapusan

darah tipis untuk menghitung jumlah parasitemianya.

c. Ambil media lengkap baru untuk ditambahkan ke

dalam biakan.

d. Biakan diinkubasi pada suhu 37oC.

5.Subkultur

Tujuan subkultur adalah untuk menurunkan kadar parasitemia

yang tinggi menjadi lebih rendah sesuai yang diinginkan. Biakan yang

telah mencapai kadar parasitemia tinggi harus diencerkan dan dipindahkan

ke tempat pembiakan yang baru untuk dibiakkan lebih lanjut. Kadar

parasitemia awal dibuat sekitar 0,1 – 0,2% dengan cara mengencerkan

dengan RBC 50%. Setelah diencerkan dibuat sediaan darah tipis untuk

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45

menghitung jumlah parasitemianya. Sediaan kemudian diinkubasi kembali

dalam inkubator pada suhu 37o C.

6. Pembuatan preparat dan perhitungan parasit

Pembuatan preparat darah tipis

a. Diteteskan kurang lebih dua tetes suspensi sel parasit ke atas

gelas obyek mikroskop, dengan bantuan satu sisi gelas obyek

mikroskop lain, suspensi sel parasit diratakan.

b. Dibiarkan di udara terbuka

c. Difiksasi hapusan tipis tersebut dalam metanol absolut selama

kurang lebih satu detik, lalu dikeringkan.

d. Kemudian diwarnai dengan Giemsa

Pengecatan dan pewarnaan dengan Giemsa

a. Dibuat larutan Giemsa 20% untuk pewarnaan preparat darah

tipis.

b. Pewarna Giemsa 20% diteteskan sehingga menutupi seluruh

permukaan lapisan darah. Pewarnaan dilakukan selama 20

menit, kemudian sediaan dicuci dengan air, lalu dikeringkan.

c. Setelah sediaan kering, diperiksa dengan mikroskop dengan

perbesaran 10 x 100, untuk menghitung tingkat parasitemia.

7. Penghitungan persen parasitemia

Penghitungan dilakukan pada preparat darah tipis yang telah

diwarnai dengan Giemsa. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop

dengan cara menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit malaria

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46

pada 1000 eritrosit, kemudian dikalikan 100%. Rumus perhitungan %

parasitemia : % Parasitemia = (Xe/1000) x 100%


% Pertumbuhan = % Parasitemia – D0
% Hambatan = 100% - {(Xu/ Xk) x 100%}

Keterangan :
Xe : eritrosit terinfeksi
D0 : Persen parasitemia pada hari ke-0
Xu : persen pertumbuhan parasitemia dari sampel uji
Xk : persen pertumbuhan parasitemia dari kontrol negatif

4.8.5.2 Pengujian aktivitas antimalaria secara in vitro


Tahap pengujian antimalaria secara in vitro dengan menggunakan

P.falciparum 3D7 yang sensitif terhadap klorokuin adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan suspensi parasit

Dimisalkan tingkat parasitemia pada cawan petri untuk pengujian

aktivitas antimalaria in vitro adalah 3% dan hematokrit 5%, diinginkan

kadar parasitemia awal setiap well adalah 1% dan hematokrit 5%. Maka

suspensi diencerkan sebanyak 3x dengan penambahan RBC 50% hingga

diperoleh kadar hematokrit 5%, dan penambahan media lengkap hingga

diperoleh total volume sebanyak 3x volume awal. Setiap well berisi 500µL

suspensi parasit.

2. Penyiapan bahan uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah subfraksi dan isolat dari

fraksi etil asetat daun Alectryon serratus. Ditimbang 1 mg masing-masing

sampel, kemudian dilarutkan dalam 10 µL DMSO, dan ditambahakn media

lengkap sebanyak 490 µL, hingga diperoleh volume akhir 500 µL.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47

3. Pengujian subfraksi EA.1-EA.12 pada konsentrasi 10 µg/mL

1. Lempeng sumur untuk uji diisi dengan media lengkap sebanyak 1080

µL.

2. Untuk sumur kontrol negatif diisi 1000 µL.

3. Diambil sebanyak 120 µL dari larutan bahan uji, ditambahkan ke

dalam well yang telah diberi media lengkap sebnayak 1080 µL.

4. Dibuang 80 µL dari tiap tiap sumur uji, kecuali sumur kontrol negatif.

5. Kultur dibuat duplo dengan cara memipet 500 µL larutan yang

kemudian dimasukkan ke dalam well di sebelahnya.

6. Masing-masing well ditambahkan 500 µL suspensi parasit dengan

kadar parasitemia 1%, dan hematokrit 1%.

7. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Kultur kemudian dipanen

dan dibuat sediaan lapisan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa 20

%. Selanjutnya dihitung persentase parasitemia dan persentase

hambatan pertumbuhan P.falciparum.

4. Pengujian subfraksi EA.4; EA.8; EA.9 dan EA.11

Subfraksi yang memiliki persentase hambatan parasitemia > 50%,

dilakukan pengujian untuk mengetahui nilai IC50.

1. Lempeng sumur untuk uji diisi dengan media lengkap sebanyak 1080

µL.

2. Untuk sumur kontrol negatif diisi 1000 µL.

3. Diambil sebanyak 120 µL dari larutan bahan uji, ditambahkan ke

dalam well yang telah diberi media lengkap sebnayak 1080 µL.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48

4. Dilakukan serial pengenceran sampai diperoleh konsentrasi sebesar 10;

1; 0,1; 0,01; 0,001 µg/mL dengan cara mengambil 120 µL larutan

bahan uji yang sudah dicampur dengan media lengkap pada U-1 ke U-

2 dan seterusnya sampai U-5 lalu dibuang 120 µL.

5. Dibuang 80 µL dari tiap tiap sumur uji, kecuali sumur kontrol negatif.

6. Kultur dibuat duplo dengan cara memipet 500 µL larutan yang

kemudian dimasukkan ke dalam well di sebelahnya.

7. Masing-masing well ditambahkan 500 µL suspensi parasit dengan

kadar parasitemia 1%, dan hematokrit 1%.

8. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Kultur kemudian dipanen

dan dibuat sediaan lapisan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa 20

%. Selanjutnya dihitung persentase parasitemia dan persentase

hambatan pertumbuhan P.falciparum, kemudian dianalisi

menggunakan Probit log sehingga didapatkan harga IC50.

Gambar 4.1. Mikroplat untuk uji aktivitas antimalaria. (K-) kontrol


negatif ; (U1) Sampel konsentrasi 10µg/mL; (U2) Sampel konsentrasi
1 µg/mL; (U3) sampel konsentrasi 0,1 µg/mL; (U4) Sampel
konsentrasi 0,01 µg/mL; (U5)sampel konsentrasi 0,001 µg/mL; (A
dan B) Sampel pertama; (C dan D) Sampel kedua

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49

4.8.6. Pemisahan subfraksi aktif EA.4

Subfraksi EA.4 dipisahkan dengan KLT preparatif menggunakan fase

diam silika gel G-60, fase gerak kloroform-metanol 9-1.

Cara kerja :

1. Sebanyak 32 mg EA.4 dilarutkan dalam metanol, kemudian ditotolkan

pada lempeng KLT (ukuran 20 cm x 20 cm x1 mm) secara memanjang

(digariskan), dan dikeringkan.

2. Selanjutnya lempeng dimasukkan dalam bejana pengembangan dan

dieluasi sebanyak 3 kali dengan fase gerak kloroform-metanol 9-1.

3. Setelah eluasi selesai , lempeng KLT dikeringkan dan hasil eluasi

ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.

4. Hasil direndam dalam pelarut metanol kemudian disaring dan

dikeringkan.

4.8.7. Pemisahan subfraksi EAM.1

Untuk mendapatkan spot pada Rf 0,48 dari subfraksi EA.8 , maka

dilakukan penggabungan terhadap subfraksi EA.6, EA.7 dan EA.8, yang

selanjutnya disebut EAM1. EAM1 dipisahkan dengan KLT preparatif

menggunakan fase diam silika gel G-60, fase gerak kloroform-metanol 8-2.

Cara kerja :

1. Sebanyak 55 mg EAM1 dilarutkan dalam metanol, kemudian ditotolkan

pada lempeng KLT (ukuran 20 cm x 20 cm x1 mm) secara memanjang

(digariskan), dan dikeringkan.

2. Selanjutnya lempeng dimasukkan dalam bejana pengembangan dan

dieluasi sebanyak 3 kali dengan fase gerak kloroform-metanol 8-2.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50

3. Setelah eluasi selesai , lempeng KLT dikeringkan dan hasil eluasi

ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.

4. Hasil direndam dalam pelarut metanol kemudian disaring dan

dikeringkan.

4.8.8. Pemisahan subfraksi aktif EA.10 dan EA.11

  Untuk mendapatkan spot pada Rf 0,21 dari subfraksi EA.11, maka

dilakukan KLT preparatif dari subfraksi yang mengandung spot yang sama, yaitu

EA.10 dan EA.11.

Subfraksi EA.10 dan EA.11 masing-masing dipisahkan dengan KLT

preparatif menggunakan fase diam ODS, fase gerak asetonitril-metanol-air 2-1-4.

Cara kerja :

1. Sebanyak 14 mg EA.10 dilarutkan dalam metanol, kemudian ditotolkan

pada lempeng KLT (ukuran 20 cm x 20 cm x1 mm) secara memanjang

(digariskan), dan dikeringkan.

2. Selanjutnya lempeng dimasukkan dalam bejana pengembangan dan

dieluasi sebanyak 3 kali dengan fase gerak asetonitril-metanol-air 2-1-4.

3. Setelah eluasi selesai , lempeng KLT dikeringkan dan hasil eluasi

ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.

4. Hasil direndam dalam pelarut metanol kemudian disaring dan

dikeringkan.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51

4.8.9.Pemisahan subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT

semipreparatif

Sebanyak 6 mg subfraksi EA.10.1 dan 10 mg subfraksi EA.11.1 masing-

masing dilarutkan dalam asetonitril-metanol 1-1. Pemisahan dilakukan

menggunakan KCKT Shimadzu LC-06, dengan fase diam kolom semipreparatif

RP-18 9,4x250 mm , dan fase gerak asetonitril-air 6-4, detektor PDA, kecepatan

alir 1,5 mL/menit. Volume sampel tiap injeksi adalah 100 µL. Hasil pemisahan

ditampung, dan dikeringkan dengan freeze dryer, lalu ditimbang. Subfraksi

EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 digabung, dan selanjutnya disebut sebagai subfraksi

EAM2.

4.8.10 Pemisahan subfraksi EAM.2 dengan KCKT semipreparatif

Sampel dilarutkan dalam asetonitril-metanol 1-1. Pemisahan dilakukan

menggunakan KCKT Shimadzu LC-06, dengan fase diam kolom RP shimpack 4,6

x 250 mm, dan fase gerak asetonitril-air 6-4, detektor PDA, kecepatan alir 0,7

mL/menit. Volume sampel tiap injeksi adalah 100 µL. Hasil pemisahan

ditampung, dan dikeringkan dengan freeze dryer, lalu ditimbang.

4.8.11 Identifikasi hasil pemisahan masing-masing subfraksi

4.8.11.1 Identifikasi subfraksi EA.2.1

1. Identifikasi dengan KLT

Untuk menentukan kandungan sampel dilakukan pengujian KLT

dengan fase diam RP-18, fase gerak asetonitril:metanol:air (2:1:4 v/v)

dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52

kloroform:metanol (9:1 v/v), penampak noda H2SO4 10%. Setelah

dipanaskan noda diamati pada UV λ 254 nm dan 366 nm.

2. Identifikasi dengan KCKT

Identifikasi terhadap kemurnian endapan EA.2.1 dilakukan

menggunakan KCKT menggunakan kolom RP shimpack 4,6 x 250

mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, kecepatan alir 0,7 ml/menit.

Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan dalam asetonitril-metanol 1-1, dan

diinjeksikan sebanyak 40 µL.

3. Identifikasi dengan spektrofotometer RMI

Untuk mengidentifikasi struktur dari EA.2.1 dilakukan pengukuran

terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C menggunakan spektrofotometer

RMI JEOL 400 MHz. Sebanyak 7 mg sampel dilarutkan dalam

metanol-D6, lalu diukur profil RMI-1H dan RMI-13C.

4.8.11.2. Identifikasi hasil pemisahan subfraksi EA.4

1. Identifikasi dengan KLT

Untuk menentukan kandungan sampel dilakukan pengujian KLT

dengan fase diam RP-18, fase gerak asetonitril:metanol:air (2:1:4 v/v)

dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak

kloroform:metanol (9:1 v/v), penampak noda H2SO4 10%. Setelah

dipanaskan noda diamati pada UV λ 254 nm dan 366 nm.

2. Identifikasi dengan KCKT

Identifikasi terhadap kemurnian EA.4.2 dilakukan menggunakan

KCKT menggunakan kolom RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53

LC-06, detektor PDA, kecepatan alir 0,7 ml/menit. Sebanyak 1 mg

sampel dilarutkan dalam asetonitril-metanol 1-1, dan diinjeksikan

sebanyak 40 µL.

3. Identifikasi dengan spektrofotometer RMI

Untuk mengidentifikasi struktur dari EA.4.2 dilakukan pengukuran

terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C menggunakan spektrofotometer

RMI JEOL 400 MHz. Sebanyak 7 mg sampel dilarutkan dalam aseton-

d6, lalu diukur profil RMI-1H dan RMI-13C.

4.8.11.3. Identifikasi hasil pemisahan subfraksi EAM1.3

1. Identifikasi dengan KLT

Untuk menentukan kandungan sampel dilakukan pengujian KLT

dengan fase diam RP-18, fase gerak asetonitril:metanol:air (2:1:4 v/v)

dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak

kloroform:metanol (9:1 v/v), penampak noda H2SO4 10%. Setelah

dipanaskan noda diamati pada UV λ 254 nm dan 366 nm.

2. Identifikasi dengan spektrofotometer RMI

Untuk mengidentifikasi struktur dari EA.4.2 dilakukan pengukuran

terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C menggunakan spektrofotometer

RMI JEOL 400 MHz. Sebanyak 7 mg sampel dilarutkan dalam aseton-

d6, lalu diukur profil RMI-1H dan RMI-13C.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54

4.8.11.4. Identifikasi hasil pemisahan subfraksi EA.10 dan EA.11

Identifikasi terhadap EA.10.1 dan EA.11.1 dilakukan menggunakan

KCKT menggunakan kolom RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06,

detektor PDA, kecepatan alir 0,7 ml/menit. Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan

dalam asetonitril-metanol 1-1, dan diinjeksikan sebanyak 40 µL. 

4.8.11.5. Identifikasi hasil pemisahan subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1

Identifikasi terhadap EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 dilakukan menggunakan

KCKT menggunakan kolom RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06,

detektor PDA, kecepatan alir 0,7 ml/menit. Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan

dalam asetonitril-metanol 1-1, dan diinjeksikan sebanyak 40 µL. Subfraksi

EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 digabung menjadi satu, dan disebut sebagai subfraksi

EAM2. 

4.8.12. Pengujian antivitas antimalaria subfraksi EA.2.1; EA.4.2; EAM1.3


dan EAM2.1
Uji aktivitas antimalaria dilakukan terhadap isolat daun A.serratus .

sebanyak 1 mg sampel ditimbang dan dilarutkan dalam 100 µL DMSO, kemudian

dilakukan uji aktivitas antimalaria dengan metode Trager and Jensen seperti pada

hasil subfraksinasi aktif pada lempeng 24 sumuran. Pengujian dilakukan pada

kultur parasit dengan tingkat parasitemia 1%, dan hematokrit 5%. Setelah

diinkubasi selama 48 jam, kultur dipanen dan dibuat sediaan lapisan darah tipis

dengan pewarnaan Giemsa. Setelah kering dihitung persen parasitemia dan

persentase pertumbuhan dan hambatan. Selanjutnya dianalisi menggunakan probit

log untuk mendapatkan IC50.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55

4.9. Analisis Hasil Penelitian

  Dari hasil pengamatan hapusan tipis uji in vitro antimalaria, akan

didapatkan persen parasitemia. Kemudian dari persen parasitemia, akan

didapatkan persentase pertumbuhan parasit. Dari persen pertumbuhan akan

diperoleh persentase hambatan, yang kaan digunakan untuk perhitungan IC50

menggunakan analisa probit log. Berikut rumus untuk perhitungan persentase

hambatan parasitemia.

% Parasitemia = (Xe/1000) x 100%


% Pertumbuhan = % Parasitemia – D0
  % Hambatan = 100% - {(Xu/ Xk) x 100%}

Keterangan :

Xe : eritrosit terinfeksi

D0 : Persen parasitemia pada hari ke-0

Xu : persen pertumbuhan parasitemia dari sampel uji

Xk : persen pertumbuhan parasitemia dari kontrol negatif

Aktivitas antimalaria secara in vitro dari bahan uji ditentukan dari nilai

IC50 yaitu, kadar bahan uji dimana persentase penghambatan terhadap

pertumbuhan parasit sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 , maka aktivitas

antimalaria semakin tinggi. Untuk menentukan nilai IC50 digunakan analisis probit

dengan membuat kurva baku hubungan antara probit (probability unit) persentase

penghambatan dengan logaritma kadar menggunakan persamaan regresi linier.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56

Berdasarkan kriteria aktivitas antiplasmodial in vitro dari Chinchilla dkk

(2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 μg/mL, aktif jika IC50 = 5-50 μg/mL,

rendah jika IC50 = 50-100 μg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 μg/mL.

4.10. Skema rancangan penelitian



Simplisia daun
A.serratus


Ekstraksi dengan etanol 80%

Ekstrak etanol


Fraksinasi cair-cair


F.DCM F.EA F.n- F.H2O
BuOH

Subfraksinasi dengan kromatografi kolom terbuka

1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12 


KLT

preparatif KCKT semipreparatif


isolat isolat EAM1 EAM2


Crude Crude
isolate isolate

Identifikasi dengan KCKT, spektrofotometer RMI

Gambar 4.2. Skema rancangan penelitian


 

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
 
 

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil ekstraksi daun A.serratus

  Ekstraksi dilakukan dengan metode sonifikasi menggunakan pelarut etanol

80% . Jumlah simplisia daun kering Alectryon serratus yang diekstraksi adalah 1

kg. Proses ekstraksi dibagi menjadi dua siklus, masing-masing siklus 500 mg

simplisia daun kering. Jumlah pelarut yang digunakan adalah 10 L etanol 80%

untuk 1 kg simplisia. Dari 1 kg ekstraksi simplisia daun kering didapatkan

rendemen berupa ekstrak kental 263,7 g yang berwarna cokelat tua.

Gambar 5.1. Ekstrak kental daun A.serratus

5.2. Hasil pemisahan ekstrak etanol 80% daun A.serratus

  Fraksinasi cair-cair dari ekstrak etanol daun A.serratus dilakukan


menggunakan pelarut diklorometana (DCM), etil asetat (E), n-butanol, dan air.
Skema proses fraksinasi cair-cair dari ekstrak etanol disajikan pada gambar 5.2.
Profil dari masing-masing fraksi dianalisa dengan KLT menggunakan fase diam
ODS dan silika (gambar 5.3 dan 5.4).

57
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58

Simplisia daun
A.serratus (1 kg)

Ekstraksi dengan
etanol 80%

Ekstrak pekat
203,71 g

Fraksinasi cair-cair
(150 g)

F. DCM F. EA F. BuOh F. H2O


(0,54 g) (10,71g) (13,88g) (25,66g)

Gambar 5.2. Skema hasil fraksinasi cair-cair ekstrak etanol 80% daun
A.serratus

Pada gambar tersebut, terlihat bahwa fraksi etil asetat terpisah dengan baik

pada fase diam ODS. Pada fraksi etil asetat tampak spot berpendar kehitaman

pada UV 254 nm dan 366 nm dengan Rf 0,75; 0,54; 0,30; dan 0,21. Dengan

penampak noda H2SO4 10% dan dipanaskan, serta diamati pada UV 366 nm spot

pada Rf 0,75 dan 0,54 tetap berpendar kehitaman, sedangkan spot pada Rf 0,30

dan 0,21 berwarna kuning. Pada profil KLT dengan fase diam silika, senyawa

pada fraksi etil asetat tidak terpisah dengan baik.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59

A B

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

C D

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Gambar 5.3. Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair. (1) Ekstrak etanol
80%; (2) Fraksi DCM; (3) Fraksi E; (4) Fraksi n-butanol; (5) Fraksi air. Fase
diam: ODS; Fase gerak: ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v. (A) UV 254 nm; (B)
UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

A B

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

C D

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Gambar 5.4. Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair. (1) Ekstrak etanol
80%; (2) Fraksi DCM; (3) Fraksi E; (4) Fraksi n-butanol; (5) Fraksi air. Fase
diam: Silika; Fase gerak: CHCl3 – MeOH 8:2 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV
366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm. 

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60

5.3. Hasil pemisahan fraksi etil asetat (EA)

Berdasarkan profil KLT dari fraksi etil asetat pada gambar 5.3 dan 5.4

maka proses subfraksinasi fraksi etil asetat dilakukan menggunakan metode

kromatografi kolom terbuka dengan fase diam ODS. Dari hasil subfraksinasi

diperoleh 12 subfraksi, yang selanjutnya disebut EA.1-EA.12. Skema hasil

pemisahan fraksi EA dengan fase diam ODS disajikan pada gambar 5.4 dan profil

KLT dari subfraksi EA.1-EA.12 menggunakan fase diam ODS disajikan pada

gambar 5.6.

Fraksi etil asetat (EA) daun A.serratus


  (1 g)

  fase diam ODS Kromatografi kolom


fase gerak ACN-MeOH- terbuka
  H2O 2-1-4
vol eluat 2-3 ml/vial
 

 
EA. 1 EA. 3 EA. 5 EA. 7 EA. 9 EA.11
  31,7 mg 188 mg 23 mg 20 mg 38 mg 30 mg

 
EA. 2 EA. 4 EA. 6 EA. 8 EA.10 EA.12
172 mg 108 mg 20 mg 15 mg 14 mg 71 mg
 

 
EA.2.1
 
22,5 mg
 
Gambar 5.5. Skema hasil proses pemisahan fraksi EA dengan fase
  diam ODS, fase gerak ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v.
 

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61

 
A Rf 0,75 B
 
Rf 0,54
 

 
a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 
C D
 

  Rf 0,3
Rf 0,21
 

  a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 5.6. Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA dengan fase diam
ODS. (a) Fraksi EA;(1-12) Subfraksi EA.1- EA.12. Fase diam: ODS; Fase
gerak: ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

Prinsip pemisahan dari ODS adalah berdasarkan perbedaan polaritas.

Sehingga pada profil KLT dari subfraksi 1-12 bisa diketahui tingkat kepolaran

senyawa fitokimia yang terdapat pada fraksi EA daun A.serratus. Senyawa yang

lebih polar akan tereluasi terlebih dahulu dibandingkan senyawa yang lebih

nonpolar. Berdasarkan hasil profil KLT, senyawa polifenol dan steroid

tereluasi terlebih dahulu, hal ini ditunjukkan pada subfraksi EA.1 dan EA.2.

Sedangkan senyawa flavonoid yang lebih nonpolar lebih banyak tereluasi pada

subfraksi EA.3 – EA.12. Pada subfraksi EA.2 didapatkan endapan berupa serbuk

putih sebanyak 22,5 mg. Analisa terhadap EA.2 disajikan pada subbab 5.4.

Dari profil KLT menggunakan fase diam ODS, terdapat beberapa spot

dominan, yaitu pada Rf 0,75; 0,54; 0,3 dan 0,21. Keempat spot tersebut berpendar

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62

kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Spot pada Rf 0,3 dan 0,21 berwarna

kuning dengan penampak noda H2SO4 10% (gambar 5.10).

Profil KLT dari subfraksi EA.1 – EA.12 juga dilakukan menggunakan fase

diam silika , yang disajikan pada gambar 5.7. Pada KLT menggunakan fase diam

silika, terdapat dua spot utama , yaitu pada Rf 0,6 dan Rf 0,48. Kedua spot

berpendar kehitaman pada UV 254 dan 366 nm. Spot pada Rf 0,48 berwarna

kuning dengan penampak noda H2SO4 10%.

A B

Rf 0,6

a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

C D

Rf 0,48

a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 5.7. Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA dengan fase diam
silika. (a) Fraksi EA;(1-12) Subfraksi EO.1- EO.12. Fase diam: silika; Fase
gerak: CHCl3-MeOH 3-1 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

5.4. Hasil pemisahan EA.4

Proses pemisahan dari subfraksi EA.4 dilakukan menggunakan KLT

preparatif dengan fase gerak kloroform-metanol 9-1 , dengan total jumlah sampel

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63

32 mg. Proses eluasi dilakukan sebanyak 3x. Skema hasil pemisahan EA.4

disajikan pada gambar 5.8. Profil KLT dari pemisahan EA.4 mengunakan fase

diam silika disajikan pada gambar 5.9, dan profil KLT menggunakan fase diam

ODS disajikan pada gambar 5.10.


EA.4 (32 mg)

KLT preparatif
(Silika ; CHCl3 – MeOH 9-1)

EA.4.1 EA.4.2
2,4 mg 8,1 mg

Gambar 5.8. Skema hasil pemisahan EA.4. Fase diam silika, fase gerak CHCl3 –
MeOH 9-1.
A B  
Rf 0,6
 
 
 
 
 
  EA.4 4.2 EA.4 4.2

  Gambar 5.9. Kromatogram hasil KLT preparatif EA.4. Fase diam: silika; Fase
  gerak: CHCl3 – MeOH 9-1 v/v. (A) UV 254 nm; (B) Derivatisasi dengan
penampak noda H2SO4 10%.
 
  A B D
 
 
 
 
 
EA.4 4.2 EA.4 4.2
 
 
Gambar 5.10. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EA.4. Fase diam:
  ODS; Fase gerak: ACN-MeOH-H2O 2-1-4 v/v. (A) UV 254 nm; (B)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS .
 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64

Berdasarkan profil KLT tersebut, dapat diketahui bahwa EA.4.2 yang

memiliki Rf 0,6 (gambar 5.9) merupakan senyawa golongan polifenol. Hal ini

ditandai dengan adanya pendar kehitaman pada UV 254 nm, serta tidak terjadi

perubahan warna kekuningan dengan penampak noda H2SO4 10%. Untuk

mengetahui kemurnian dari EA.4.2 dilakukan pengukuran terhadap profil

kromatogram KCKT. Kemudian untuk mengetahui struktur dari EA.4.2, maka

dilakukan pengukuran terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C menggunakan

spektrofotometer RMI JEOL 400 MHz.

 
5.5. Hasil pemisahan EAM.1 (EA.6, EA.7 dan EA.8)

Untuk mendapatkan senyawa pada spot 0,48, maka dilakukan KLT

preparatif terhadap subfraksi EA.6; EA.7 dan EA.8 dengan menggunakan fase

diam silika dan fase gerak kloroform-metanol 8-2. Subfraksi EA.6, EA.7 dan

EA.8 digabung menjadi satu, dan kemudian disebut dengan EAM.1. Proses eluasi

dilakukan sebanyak 3x dengan total sampel 55 mg. Skema hasil pemisahan dari

EAM1 disajikan pada gambar 5.11. Hasil preparatif dianalisa menggunakan KLT

dengan fase diam silika (gambar 5.12 dan 5.13) dan ODS (5.14). Pada fase diam

silika digunakan dua jenis fase gerak.

EAM.1 ( 55 mg)

KLT preparatif
(Silika; CHCl3 - MeOH = 8-2)

 
EAM.1.1 EAM.1.2 EAM.1.3
 
5 mg 4,9 mg 2,1 mg
 
  Gambar 5.11. Skema hasil pemisahan subfraksi EAM.1 dengan KLT preparatif
 

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65

 
 
A B C D
 
  Rf 0,48

 
 
 
  a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23
 Gambar 5.12.Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM1.1;
 (1-3) EAM.1.1-EAM.1.3. Fase diam: silika; Fase gerak: CHCl3 – MeOH 8-2
 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4
10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS .
 
  A B C D
 
 
  Rf 0,3
 
 
  a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23

 
Gambar 5.13. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM1.1;
(1-3)
  EAM.1.1-EAM.1.3. Fase diam: silika; Fase gerak: CHCl3-aseton-asam
format 6-3,5-0,5v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi
 
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda
  SO 10%, VIS .
H 2 4
 
  A B C D

 
 
Rf 0,3
 
 
 
  a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23
Gambar
 
5.14. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM.1;
(1-3) EAM.1.1-EAM.1.3.. Fase diam: ODS; Fase gerak: ACN- MeOH- H2O
 
2-1-4
  v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda
H2SO4 10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS.
 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66

Berdasarkan hasil kromatogram KLT diketahui bahwa hasil KLT

preparatif EAM.1 menghasilkan 3 senyawa, yaitu EAM.1.1; EAM.1.2 dan

EAM.1.3. Untuk mengetahui kemurnian dari masing-masing senyawa , maka

dilakukan KLT dengan fase diam ODS dan silika.

Pada KLT menggunakan fase diam ODS, EAM.1.1 dan EAM1.2 memiliki

nilai Rf yang hampir sama, yaitu 0,21. Sedangkan EAM.1.3 memiliki nilai Rf

0,30.

Analisa KLT dengan fase diam silika dilakukan menggunakan dua fase

gerak. Fase gerak pertama adalah kloroform-metanol 8-2, dan fase gerak kedua

adalah kloroform-aseton-asam format 6-3,5-0,5.

Dari hasil KLT menggunakan fase gerak kedua spot dari EAM1.1 dan

EAM.1.2 dapat terpisah dengan jelas. Nilai Rf dari EAM1.1 adalah 0,1, dan nilai

Rf dari EAM.1.2 adalah 0,2, dan nilai Rf dari EAM1.3 adalah 0,3. Dari KLT

menggunakan fase gerak pertama, nilai Rf dari EAM1.3 adalah 0,48. Nilai Rf dari

EAM.1.1 dan EAM.1.2 tidak dapat ditentukan, karena terjadi tailing. Ketiga hasil

pemisahan berpendar kuning dengan penampak noda H2SO4 10%. Hal ini

menunjukkan bahwa EAM1.1; EAM1.2 dan EAM1.3 merupakan senyawa

golongan flavonoid. Berdasarkan hasil KLT, maka EAM1.3 akan dianalisa lebih

lanjut untuk mengetahui strukturnya.

5.6. Hasil pemisahan EA.10

Pemisahan subfraski EA.10 dilakukan dengan KLT preparatif

menggunakan fase diam ODS dan fase gerak ACN-H2O 3-7.Skema hasil

pemisahan subfraksi EA.10 disajikan pada gambar 5.15.

 
 

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67

Subfraksi EA.10 (14 mg)

KLT preparatif
(ODS, CH3CN-H2O = 3-7)

EA.10.1 EA.10.2 EA.10.3 EA.10.4


7,2 mg 1,2 mg 1,4 mg 1 mg

Gambar 5.15 Skema hasil pemisahan EA.10 dengan KLT preparatif

Berdasarkan skema tersebut, dari tahap KLT preparatif EA.10 didapatkan

4 subfraksi, yaitu EA.10.1- EA.10.4. Untuk mengetahui profil dari hasil

pemisahan EA.10, maka dilakukan KLT dengan fase diam silika ODS, dan fase

grak ACN-Me-OH-H2O=2-1-4 v/v. Hasil KLT pemisahan EA.10 disajikan pada

gambar 5.16.

Berdasarkan profil KLT, spot pada Rf 0,21 yaitu EA.10.1 sudah berupa

satu noda. Untuk mengetahui kemurnian dari spot senyawa , maka dilakukan

KLT dengan fase diam silika dan fase gerak CHCl3-Me-OH 8-2. Berdasarkan

gambar hasil KLT (gambar 5.17) bisa diketahui bahwa spot EA.10.1 belum

murni.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68

A B

Rf 0,21

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
C D

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4

Gambar 5.16. Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.10 dengan KLT


preparatif. Fase diam ODS, fase gerak ACN-MeOh-H2O 2-1-4. (a)
Fraksi EA; (b) EA.10; (1-4) EA.10.1 - 4. (A) UV 254 nm; (B) UV 366
nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%; (D) Derivatisasi
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

Isolat 3

b 1 2 3 4 b 1 2 3 4

b 1 2 3 4 b 1 2 3 4

Gambar 5.17. Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.10 dengan KLT


preparatif. Fase diam silika, fase gerak CHCl3- MeOH 8-2 (b) EA.10;
(1-4) EA.10.1- EA.10.4. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69

5.7. Hasil pemisahan EA.11


Pemisahan subfraksi EA.11 dilakukan dengan KLT preparatif

menggunakan fase diam silika ODS dan fase gerak ACN-MetOH 3-7. Skema

hasil pemisahan subfraksi 11 disajikan pada gambar 5.18.

subfraksi EA.11 (29,5 mg)

KLT preparatif
(ODS, CH3CN-H2O = 3-7)

EA.11.1 EA.11.2 EA.11.3 EA.11.4


11,2mg 2,1mg 1,2 mg 1,4 mg

Gambar 5.18. Skema hasil pemisahan EA.11 dengan KLT preparatif

Berdasarkan skema tersebut, dari tahap KLT preparatif EA.11 didapatkan

4 subfraksi, yaitu EA.11.1- EA.11.4 Untuk mengetahui profil dari hasil pemisahan

E.A.11, maka dilakukan KLT dengan fase diam silika ODS, dan fase gerak ACN-

Me-OH-H2O 2-1-4. Hasil KLT pemisahan EA.11 disajikan pada gambar 5.19.

Berdasarkan profil KLT, noda EA.11.1 pada Rf 0,21 sudah berupa satu

spot. Untuk mengetahui kemurnian dari spot EA.11.1 , maka dilakukan KLT

dengan fase diam silika dan fase gerak CHCl3-MetOH 8-2. Berdasarkan gambar

hasil KLT (gambar 5.20) bisa diketahui bahwa spot EA.11.1 belum murni.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70

A B

Rf 0,21

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4

C D

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4

Gambar 5.19. Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.11 dengan KLT


preparatif. Fase diam ODS, fase gerak ACN-MeOH-H2O 2-1-4(a) Fraksi
EA; (b) EA.11; (1-4) EA.11.1- EA.11.4. (A) UV 254 nm; (B) UV 366
nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%; (D) Derivatisasi
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

A B

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4

C D

a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4

Gambar 5.20. Kromatogram KLT hasil pemisahan EA.11 dengan KLT


preparatif. Fase diam silika, fase gerak CHCl3- MeOh 8-2 (a) Fraksi EA;
(b) EA.11; (1-4) EA.11.1- EA.11.4. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71

5.8. Hasil pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 menggunakan KCKT


Dari profil kromatogram KCKT EA.10.1 dan EA.11.1, maka dilakukan

pemisahan pada kedua puncak dominan dengan menggunakan KCKT

semipreparatif. Proses pemisahan menggunakan sampel EA.10.1 sebanyak 6,2 mg

dan EA.11.1 sebanyak 5,6 mg. Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O

dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir 1,5 mL/menit. Skema hasil

pemisahan dari subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1 disajikan pada gambar 5.21.

Subfraksi EA.10.1 Subfraksi EA.11.1


(6,2 mg) (5,6 mg)

KCKT semipreparatif
(RP-18, CH3CN-H2O = 6-4)

EA.10.1.1 EA.10.1.2 EA.11.1.1 EA.11.1.2


3,1 mg 2,0 mg 3,8 mg 1 mg

Gambar 5.21. Skema hasil pemisahan subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1


dengan KCKT semipreparatif

5.9. Hasil pemisahan EAM.2 (EA.10.1.1 dan EA.11.1.1)


Tahap selanjutnya adalah pemisahan dari EA.10.1.1 dan EA.11.1.1.

EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 digabung menjadi satu dan disebut sebagai EAM.2.

Proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan KCKT semipreparatif

menggunakan kolom RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor

PDA, volume injeksi 100 µL. Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O

dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir 0,7 mL/menit. Dari hasil

pemisahan tersebut didapatkan total EAM2.1 sebanyak 1 mg dan EAM2.2

sebanyak 0,5 mg.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72

5.10. Hasil uji antimalaria subfraksi EA.1 –EA.12

  Uji aktivitas antimalaria dilakukan secara in vitro terhadap Plasmodium

falciparum 3D7 dengan metode hapusan . Untuk mengetahui aktivitas dari masing-

masing bahan uji terhadap P. falciparum, maka dilakukan perhitungan persentase

parasitemia. Selanjutnya dihitung rata-rata persentase hambatan pertumbuhan

parasitemia dari dua kali replikasi kemudian dapat dihitung harga IC50.

Uji aktivitas antimalaria in vitro dilakukan terhadap subfraksi EA.1-

EA.12. Pada tahap pertama dilakukan skrining pada dosis tunggal 10µg/mL.

Subfraksi yang memiliki persentase hambatan lebih dari 50%, dilanjutkan uji IC50

pada lima dosis, yaitu 10µg/mL; 1 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,01 µg/mL;0,001 µg/mL.

Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa subfraksi EA.4;8;9;10;11

memiliki persen hambatan lebih besar dari 50%, yaitu berturut-turut 64,72%;

80,29%; 77,21%; 59,01%; 6,32%. Dari data tersebut , maka uji IC50 dilakukan

pada subfraksi 4;8;9;11. Data hasil uji skrining antimalaria pada konsentrasi 10

µg/mL dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini. Dan data hasil uji IC50 pada

subfraksi 4;8;9;11 dapat dilihat pada tabel 5.2.

Berdasarkan data pada tabel tersebut, nilai IC50 subfraksi EA.4; 8; 9; 11

berturut-turut adalah 0,035 µg/ml; 0,187 µg/ml; 0,015 µg/ml; 0,017 µg/ml.

Berdasarkan kriteria Chichila et al, yaitu bahwa ekstrak atau fraksi dinyatakan

aktif sebagai antimalaria jika nilai IC50 < 5 µg/ml, maka subfraksi EA.4; 8; 9; 11

aktif sebagai antimalaria.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73

Tabel 5.1 Rata-rata persen hambatan subfraksi EA.1-EA.12 terhadap


pertumbuhan parasit malaria P.falciparum 3D7

No. Subfraksi EA. % Hambatan rata-rata


1 Kontrol (-) 0
2 EA.1 49,28
3 EA.2 39,42
4 EA.3 27,49
5 EA.4 60,70
6 EA.5 10,89
7 EA.6 40,59
8 EA.7 42,54
9 EA.8 82,36
10 EA.9 79,89
11 EA.10 58,10
12 EA.11 77,04
13 EA.12 42,67

Tabel 5.2 Rata-rata persen hambatan dan nilai IC50 subfraksi EA.4; 8; 9; 11
terhadap per µg/mL tumbuhan parasit malaria P.falciparum 3D7

% Hambatan rata-rata pada berbagai


dosis (µg/ml) IC50
No Subfraksi
(µg/ml)
10 1 0,1 0,01 0,001
1 EA.4 85,66 70,78 58,71 39,95 26,94 0,035

2 EA.8 96,25 66,89 43,97 29,49 8,98 0,187

3 EA.9 97,18 79,62 67,83 50,94 22,92 0,015

4 EA.11 91,82 73,59 58,04 45,44 33,91 0,017

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74

5.11. Hasil uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.2.1; EA4.2; EAM1.3;


EAM2.1
Untuk mengetahui aktivitas antimalaria dari hasil pemisahan masing-

masing subfraksi, maka dilakukan uji antimalaria in vitro terhadap P.falciparum

3D7. Hasil uji antimalaria dan IC50 dari senyawa hasil pemisahan dapat dilihat

pada tabel 5.3.

  Tabel 5.3 Rata-rata persen hambatan dan nilai IC50 hasil isolasi terhadap
pertumbuhan parasit malaria P.falciparum 3D7

% Hambatan rata-rata pada berbagai


dosis (µg/ml) IC50 IC50
No Subfraksi
(µg/ml) (µM)
10 1 0,1 0,01 0,001
1 EA.2 75,60 63,59 47,50 36,04 25,32 0,1085 -

2 EA.2.1 96,78 84,18 64,6 43,96 32,30 0,013 0.0722

3 EA.4.2 80,96 73,94 66,91 58,41 44,55 0,002 0.0128

4 EAM1.3 62,85 47,13 31,42 16,45 1,11 1,495 3.4595

5 EAM.2.1 78,82 62,19 50,93 35,38 23,32 0,097 -

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa senyawa EA.2.1 yang diperoleh

dari subfraksi EA.2 memiliki IC50 yang lebih kecil dari EA.2. Begitu pula dengan

EA.4.2 yang diperoleh dari EA.4 memiliki IC50 yang lebih kecil dari EA.4.

Berdasarkan hasil uji antimalaria in vitro tersebut, maka senyawa EA.2.1 ; EA.4.2

dan isolat EAM1.3 dan EAM2.1 aktif sebagai antimalaria.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75

5.12. Hasil identifikasi EA.2.1

Identifikasi terhadap EA.2.1 dilakukan menggunakan profil kromatogram

KLT, profil kromatogram KCKT , spektra UV dan spektra RMI. Profil KLT dari

EA.2.1 disajikan pada gambar 5.22. Profil kromatogram KCKT dan spektra UV

EA.2.1 disajikan pada gambar 5.23. Profil spektra RMI dari EA.2.1 disajikan pada

tabel 5.4. 

5.12.1. Hasil identifikasi EA.2.1 dengan KLT

  Berdasarkan hasil kromatogram KLT , EA.2.1 memiliki Rf 0,75 dengan

spot berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm, dan dengan H2SO4 10%,

spot tersebut tidak berubah warna. Berdasarkan hasil KLT tersebut, maka diduga

EA.2.1 merupakan senyawa golongan polifenol.

A B

Rf 0,75

EA.2 2.1 EA.2 2.1


Gambar 5.22. Kromatogram KLT EA.2 dan EA.2.1 dengan fase diam ODS.
D UV 254 nm; (B) Derivatisasi
Fase gerak: ACN-MeOH-H2O 2-1-4 v/v. (A)
  penampak noda H2SO4 10%, VIS.
 

5.12.2. Hasil identifikasi EA.2.1 dengan KCKT


Hasil kromatogram KCKT EA.2.1 menunjukkan adanya puncak pada Rt

4,333 menit, dan spektrum UV pada panjang gelombang 266 nm, dengan indeks

kemurnian 0,9887. Berdasarkan hasil kromatogram KLT dan KCKT, maka

EA.2.1 sudah berupa senyawa murni, sehingga dilakukan penentuan struktur

dengan spektrofotometer RMI.


 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
76

m AU(x1,000) kgf/cm 2
254nm ,4nm (1.00) A.Press .(Status )

4.363
B.Press .(Status )
1.75 22.5

1.50 20.0
m AU
4.34/ 1.00
17.5

214
1.25
4000

15.0 3500
1.00
  12.5
3000

0.75
2500

266
10.0
2000
0.50
7.5 1500
3.403 3.239

6.944 6.750
7.268
0.25
1000
5.0
2.993

6.325

7.641
8.151
8.800
9.464
3.733

240
500
0.00
2.5

485
434

474
480

656
653
0

-0.25
0.0 200 300 400 500 600 700 nm
0.0 2.5 5.0 7.5 m in

A  B 
Gambar 5.23. (A) Kromatogram KCKT EA.2.1 dengan fase diam kolom RP-18
shimpak 4,6 x 250 mm, fase gerak ACN-MeOH 7,5:2,5 v/v, kecepatan alir 0,7
ml/menit; (B) Profil spektrum UV EA.2.1 dengan detektor PDA.
 

5.12.3. Hasil identifikasi EA.2.1 spektrofotometer RMI


Data spektrum RMI-1H dari EA.2.1 menunjukkan adanya sinyal dari

proton aromatis pada geseran kimia (δ) 7.07 (2H,s). Dari profil RMI-13C diketahui

bahwa terdapat 5 posisi atom karbon yang berbeda.

Tabel 5.4. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan RMI-13C EA.2.1 (400 MHz,
metanol-d6)
Posisi karbon δH δC

1 - 115.6

2/6 7.02 (2H,s) 103.9

3/5 - 140.1

4 - 133.2

COOH 164.1

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77

5.13. Hasil identifikasi EA.4.2

Identifikasi terhadap EA.4.2 dilakukan menggunakan profil kromatogram

KCKT , spektra UV dan spektra RMI. Profil kromatogram KCKT dan spektra UV

EA.2.1 disajikan pada gambar 5.24. Profil spektra RMI dari EA.2.1 disajikan pada

tabel 5.5. 

5.13.1. Hasil identifikasi EA.4.2 dengan KCKT


  Profil kromatogram KCKT dari EA.4.2 dilakukan menggunakan fase diam

RP-18 dan fase gerak ACN- MeOH 3-1 v/v. Berdasarkan profil kromatogram

HPLC diketahui bahwa senyawa EA.4.2 memiliki Rt 4,544 dan puncak spektra

UV pada panjang gelombang 271 nm dengan indeks kemurnian 0,9778 (gambar

5.24).
m AU(x100) kgf/cm 2 m AU
4.544

254nm ,4nm (1.00) A.Pres s .(Status ) 4000 4.57/ 1.00


202 198 209

B.Pres s .(Status )
9.0
22.5
3500
8.0
20.0
3000
7.0
17.5
6.0 2500

15.0
5.0 2000

12.5
271

4.0 1500

3.0 10.0
1000

2.0 7.5
6.112 6.309

7.499 7.253

240

500
4.328

1.0
12.140
2.964

6.724

8.402

9.394
9.933

5.0
485
396

649
656

0
0.0
2.5
-1.0 200 300 400 500 600 700 nm
0.0
0.0 5.0 10.0 m in
A B
Gambar 5.24. (A)Kromatogram KCKT EA.4.2 dengan fase diam kolom RP
shimpak 4,6 x 250 mm, fase gerak ACN-MeOH 3-1 v/v, kecepatan alir 0,7
ml/menit; (B) Profil spektrum UV EA.4.2 dengan detektor PDA.

5.13.2. Hasil identifikasi EA.4.2 dengan spektrofotometer RMI


Penentuan struktur dari EA.4.2 dilakukan melalui pengukuran profil RMI-
1
H dan RMI- C13. Hasil pergeseran kimia dari senyawa EA.4.2 disajikan pada

tabel 5.5.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
78

Tabel 5.5. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan -13C senyawa EA.4.2
(400 MHz, aseton-d6)
Posisi karbon δH Δc

1 - 116.0

2/6 7.07 (2H,s) 104.0

3/5 - 140.4

4 - 133.0

OCH3 3.75 (3H,s) 46.2

COOH 161.4

Data spektrum RMI-1H dari senyawa EA.4.2 menunjukkan adanya sinyal

dari proton aromatis pada geseran kimia (δ) 7.07 (2H,s). Geseran kimia pada (δ)

3.75 (3H,s) menunjukkan adanya gugus metoksi (OCH3). Dari profil RMI-13C

diketahui bahwa terdapat 6 posisi atom karbon yang berbeda.

5.14. Hasil identifikasi EAM1.3 dengan spektrofotometer RMI


Untuk mengidentifikasi struktur dari senyawa EAM1.3 dilakukan

pengukuran terhadap RMI-1H dan RMI-13C menggunakan spektrofotometer NMR

JEOL 400 MHz. Hasil pergeseran kimia dari EAM1.3 disajikan pada tabel 5.6.

Berdasarkan hasil RMI-1H terdapat sinyal pada δ 6.243; 6.997; 6.453 dan

7.838 yang merupakan sinyal dari proton pada gugus aromatis cincin A dan B.

Selain itu juga terdapat sinyal pada δ 12.695 yang merupakan ciri khas proton OH

pada C-5 . Pada hasil RMI-13C terdapat sinyal pada daerah δ 70-71 yang

merupakan ciri khas dari karbon gugus gula. Untuk mengetahui posisi gugus gula,

maka dilakukan pengukuran spektrum HMBC dan HMQC dari subfraksi

EAM.1.3. Hasil pengukuran HMBC dan HMQC disajikan pada lampiran 20.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
79

Tabel 5.6. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan -13C EAM1.3 (400 MHz,
 
aseton-d6)

Pustaka (Ghaly et al., 2010).


Posisi
karbon δH δC δH δC
2 - 156.6 156.5

3 141.0 139.4

4 178.5 179.5

5 - 170.3 169.0

6 6.24 (1H,d,J=1,6) 98.7 6.23(1H,d,J=2,1) 97.0

7 - 164.4 164.8

8 6.45 (1H,d,J=2,4) 93.5 6.47(1H,d,J=2,3) 94.6

9 - 159.7 157.8

10 - 103.3 106.3

1’ - 121.1 126.0

2’/6’ 7.83 (2H,dd,J=8,4) 130.7 8.05(2H,dd,J=8,4) 131.1

3’/5’ 6.99 (2H,dd,J=8,4) 115.4 7.05(2H,dd,J=8,4) 115.3

4’ - 163.8 162.7

5-OH 12.69 (1H,s) 12.75(1H,s)

1” 5.51 (1H,d,J=1,6) 101.8 5.49 (1H,d,J=1,5) 101.9

2”,3”,4” 3.30-3.60 (m) 71.3- 3.25 71.3-

70.5 70.6

5” 4.18 (1H,m) 70.2 4.21 70.6

6” 1.16 (3H,s) 16.9 0.86 16.9

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
80

5.15. Hasil identifikasi EA.10.1 dan EA.11.1 dengan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

Untuk mengetahui profil kromatogram dari EA.10.1 dan EA.11.1, maka

dilakukan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan menggunakan kolom RP

shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100 µL.

Proses identifikasi EA.10.1 dan EA.11.1 masing-masing menggunakan sampel

sebanyak 1 mg dilarutkan dalam 1 ml ACN-MeOH 1-1. Fase gerak yang

digunakan adalah ACN-H2O dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir

0,7 mL/menit.

Berdasarkan data hasil kromatogram EA.10.1 pada panjang gelombang

254 nm dan 485 nm terdapat dua puncak dengan luas area yang dominan pada

waktu retensi 12,615 an 13,673 menit dengan peak purity index masing-masing

0,993230 dan 1,00000. Dari hasil spektra UV diketahui bahwa kedua puncak

dominan memiliki panjang gelombang maksimal pada 266 nm, 324 nm dan 342

nm. Hal ini merupakan ciri khas dari senyawa flavonon, yang memiliki tiga

panjang gelombang maksimal pada daerah UV. Profil kromatogram KCKT dari

EA.10.1 bisa dilihat pada gambat 5.25.

Profil kromatogram dari EA.11.1 hampir sama dengan EA.10.1, yaitu

terdapat dua puncak dominan pada waktu retensi 13,56 dan 14,773 dengan peak

purity index masing-masing 0,989994 dan 0,98566. Kedua puncak dominan

memiliki spektra UV dengan tiga panjang gelombang maksimal, yaitu pada 266,

324 nm nm dan 341 nm. Profil kromatogram KCKT dari subfraksi EA.11.1 dapat

dilihat pada gambar 5.26.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
81

Dari profil kromatogram tersebut, bisa dilihat, bahwa spot pada Rf 0,2

(pada kromatogram KLT) bukan merupakan spot tunggal, akan tetapi ada dua

senyawa pada spot tersebut. Hal ini bisa dilihat pada hasil kromatogram KCKT

yang berupa dua puncak dengan luas area yang hampir sama. Sehingga, puncak

pada Rt 12,615 disebut dengan EA.10.1.1 dan puncak pada Rt 13,6 disebut

EA.10.1.2.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
82

mAU(x100)
254nm,4nm (1.00)

1 2 .6 1 5
EA.10.1.1
3.0
 

2.0

1 3 .6 7 3
1 1 .1 5 8 1 0 .7 3 3
91 .08. 33 54 7 9 . 8 9 9
87 . 08 79 53 78 .. 94 76 96
1.0 EA.10.1.2

1 4 .7 1 8
1 5 .7 2 9

1 8 .1 6 2

2 1 .9 3 5
8 .8 6 7
1 .7 7 6

0.0

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 min
A
mAU(x100)
365nm,4nm (1.00)
1 2 .6 1 5

1.5

1.0
1 3 .6 7 4
1 0 .7 4 2
1 1 . 31 23 86 1 1 . 2 1 8
911 .008.. 03 312 65 91 .09. 1 62 3
8 .2 7 7 8 .4 6 3
98 .. 2863 0719 5417 99 .. 3175 1220 2084

0.5
1 1 .4 4 5

0.0

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 min
B
mAU mAU
12.73/ 1.00 13.66/ 1.00
1000
10

300
2204

750
09
2204

200
2 66

500
2 66

2 41

3 42
3 23

100
3 42
2 41

3 24

250
4 69
4 85

6 28
6 55

6 55
4 35

4 85

5 54

0 0

200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm
C D

Gambar 5.25. Kromatogram KCKT EA.10.1 pada panjang gelombang (A) 254;(B)
366, dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak ACN:H2O (6:4 v/v), kecepatan
alir 0,7 ml/menit.Profil spektrum UV dengan detektor PDA.(C)Panjang
gelombang maksimal EA.10.1.1,(D)Panjang gelombang maksimal EA.10.1.2.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
83

mAU(x1,000)
254nm,4nm (1.00)

13.574

14.773
1.00 EA.11.1.1
EA.11.1.2
0.75

8 .2562 8.159
7.941
0.50

1 2.368 1 2.159
8 .356

18 10.813

17.112 17.32 3
17.429 17.51 5

18.837
18.709 18.613

20.277 20.160
20.374
7.65 7
8.04
0.25

11.935
12.574
10.934

17.739
18.528
18.948

20.075
20.437

21.794

25.749

27.179
2.528

10.7
0.00

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min

A
mAU(x100)
365nm,4nm (1.00)

13.574

14.774
5.0

4.0

3.0
8.159
8.256 8.356
7.942

2.0
11.029 10.926
10.709
8.042
8.448

10.298 10.517

17.792 17.732
18.624 18.859
7.657

1.0
12.370
11.937
6.549

11.339
10.808
10.613

17.600

0.0 19.029

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
B
mAU mAU
209

2 08

13.54/ 1.00 14.73/ 1.00


4000 4000

3000 3000

2000 2000
266

2 66
3 41
241

324

3 42
2 41

1000
3 22

1000
4 67
4 85
5 00

6 57

44 60
69

5 83

6 55

0 0

200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm
C D
Gambar 5.26. Kromatogram KCKT EA.11.1 pada panjang gelombang (A) 254;(B)
366, dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak ACN:H2O (6:4 v/v), kecepatan
alir 0,7 ml/menit.Profil spektrum UV dengan detektor PDA.(C)Panjang
gelombang maksimal EA.11.1.1,(D)Panjang gelombang maksimal EA.11.1.2.

5.16. Hasil dentifikasi pemisahan EA10.1.1 dan EA.11.1.1

Untuk mengetahui kemurnian hasil isolasi dari EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 ,

maka dilakukan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan menggunakan kolom

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84

RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100

µL. Profil kromatogram dari EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 disajikan masing-masing

pada gambar 5.27 dan 5.28. Berdasarkan data hasil kromatogram EA.10.1.1 pada

panjang gelombang 254 nm dan 365 nm terdapat satu puncak dengan luas area

yang dominan pada waktu retensi 13,56 dan 14,773 dengan peak purity index

masing-masing 0,989994 dan 0,98566. Dari hasil spektra UV diketahui bahwa

kedua puncak dominan memiliki panjang gelombang maksimal pada 266 nm, 324

dan 342 nm.

Profil kromatogram dari EA.11.1.1 hampir sama dengan profil EA.10.1.1,

yaitu terdapat dua puncak dominan pada waktu retensi 12,615 an 13,673 menit

dengan peak purity index masing-masing 0,993230 dan 1,00000. Kedua puncak

dominan memiliki spektra UV dengan tiga panjang gelombang maksimal, yaitu

pada 266, 324 nm nm dan 342 nm.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85

m AU(x10)

13.735
254nm ,4nm (1.00)
7.0

6.0

5.0

4.0

3.0

15.001
8.914
2.0

12.260
10.484

21.610
6.201

11.311
5.644

7.644

9.214
1.0

12.824

17.803

27.708
7.388
7.849
0.0

-1.0

 
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 m in

 
mAU(x10)
365nm,4nm (1.00)

13.735
3.0

2.5
 
2.0

1.5
15.002
8.790 8.683
5.993 6.170

21.612
10.486

1.0
7.175 7.386

12.261
11.312
7.710 7.852
5.571

8.573

12.837
6.635

27.708
9.231

0.5
8.060

0.0

-0.5

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min

mAU mAU
13.78/ 1.00 50 15.08/ 1.00
200
220140
220049

40
150
266

30
2 66

100
20
2 41

3 41
3 25
3 41
241

3 24

50 10
 
4 85
44 65 57
4 34
44 65 57
4 85
442

0 0

200 Gambar
300 5.27.
400 Kromatogram
500 600 EA10.1.1
700 nm pada
200 panjang
300 gelombang
400 500 (A)
600 254;700(B) 366,
nm
D
dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak asetonitril:air(6:4 v/v), kecepatan alir
0,7 ml/menit. Profil spektrum UV detektor PDA (C) Panjang gelombang maksimal
EA.10.1.1 (D) Panjang gelombang maksimal EA.10.1.2

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
86

mAU(x100)
254nm,4nm (1.00)

12.799
3.0

2.5

2.0

1.5

13.938
8.676
6.325 6.135

8.522
1.0

5.771

10.676
6.476

11.540
9.990

12.007

16.936
9.554

21.213
0.5

25.499
18.117

20.071
7.669
7.396
0.0

-0.5
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 min

mAU(x100)
1.50 365nm,4nm (1.00)

12.799
1.25

1.00

0.75 13.939

0.50
6.131

7.371

8.673

10.676

11.542
9.993

0.25
5.755

12.006

25.500
16.642
16.981

18.146
6.471
5.344

7.127
7.665
7.844

0.00

-0.25
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 min

mAU mAU
2500 12.76/ 1.00
300 13.94/ 1.00
2000
220049

1500 200
266

1000
2 0 49

100
241

343
323
266

500
241

342
324

460
44 89 54

581

442
469
485

656

0 0

200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm

Gambar 5.28. Kromatogram EA11.1.1 pada panjang gelombang (A) 254; (B) 366,
dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak asetonitril:air(6:4 v/v), kecepatan alir
0,7 ml/menit. Profil spektrum UV detektor PDA (C) Panjang gelombang maksimal
EA.11.1.1 (D) Panjang gelombang maksimal EA.11.1.2
 
Berdasarkan profil kromatogram tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa

EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 belum murni. Berdasarkan profil spektrum UV,

EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 merupakan senyawa golongan flavonoid.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
 
 

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Hasil pemisahan fraksi etil asetat (E)

Pemisahan terhadap fraksi etil asetat dilakukan menggunakan

kromatografi kolom terbuka dengan fase diam ODS. Pemilihan fase diam ini

berdasarkan profil KLT dari fraksi etil asetat. Pada profil tersebut, fraksi etil asetat

banyak mengandung senyawa golongan polifenol, dan flavonoid (gambar 5.3 dan

5.4). Pada profil KLT menggunakan fase diam silika dengan eluen kloroform-

metanol 9-1, fraksi etil asetat tidak terpisah dengan baik (gambar 5.4). Sedangkan

pada profil KLT menggunakan fase diam ODS dan eluen asetonitril-metanol-air

2-1-4, fraksi etil asetat terpisah dengan baik (gambar 5.3). Sehingga pada tahap

selanjutnya dilakukan subfraksinasi menggunakan fase diam ODS.

Pemisahan fraksi etil asetat menggunakan fase diam ODS dan fase gerak

asetonitril-metanol-air 2-1-4 didapatkan sebanyak 12 subfraksi (EA.1- EA.12) dan

endapan berupa serbuk putih dari subfraksi EA.2, yang selanjutnya disebut EA.2.1

(gambar 5.5). Pada proses pemisahan menggunakan fase diam ODS, komponen

dari fraksi etil asetat terpisah berdasarkan tingkat kepolaran. Berdasarkan gambar

5.6 diketahui bahwa senyawa golongan polifenol tereluasi terlebih dahulu, baru

kemudian dilanjutkan dengan senyawa golongan flavonoid.

Dari profil KLT menggunakan fase diam ODS, diketahui terdapat

beberapa spot dominan, yaitu pada Rf 0,75; 0,54; 0,30 dan 0,21. Keempat spot

tersebut berpendar kehitaman pada UV 254 dan 366 nm. Spot pada Rf 0,30 dan

0,21 berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10% (gambar 5.6). Dari

87
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
88

profil KLT menggunakan fase diam silika, terdapat dua spot yang terpisah dengan

baik, yaitu pada Rf 0,60 dan Rf 0,48. Kedua spot berpendar pada UV 254 nm dan

366 nm. Spot pada Rf 0,48 berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10%

(gambar 5.7). Berdasarkan profil KLT tersebut, maka diduga spot pada Rf 0,54

(gambar 5.6), Rf 0,60 (gambar 5.7) adalah senyawa golongan polifenol.

Sedangkan spot pada Rf 0,30 dan 0,21 (gambar 5.6) dan spot pada Rf 0,48

(gambar 5.7) diduga merupakan senyawa golongan flavonoid.

6.2. Hasil Uji aktivitas antimalaria subfraksi EA.1-EA.12

Pada tahap pertama uji aktivitas antimalaria, dilakukan skrining

antimalaria pada satu konsentrasi, yaitu 10 µg/ml. Subfraksi yang memiliki persen

hambatan lebih besar dari 50% dilanjutkan uji antimalaria untuk mengetahui nilai

IC50. Berdasarkan hasil skrining, didapatkan bahwa subfraksi EA.4, EA.8, EA.9,

EA.10, dan EA.11 memiliki persen hambatan lebih dari 50%, yaitu berturut-turut

60,70%; 82,36%; 79,89%; 58,10%; 77,04% (tabel 5.1).

Uji antimalaria untuk mengetahui IC50 dilakukan pada subfraksi EA.4,

EA.8, EA.9, dan EA.11 dengan konsentrasi 10µg/ml; 1 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,01

µg/ml; 0,001 µg/ml. Dari hasil perhitungan didapatkan masing-masing nilai IC50,

yaitu EA.4 sebesar 0,035 µg/ml; EA.8 0,187 µg/ml; EA.9 0,015 µg/ml; EA.11

0,017 µg/ml (tabel 5.2). Berdasarkan hasil tersebut, maka subfraksi EA.4; 8; 9; 11

aktif sebagai antimalaria berdasarkan kriteria Chichila et al, yaitu bahwa ekstrak

atau fraksi dinyatakan aktif sebagai antimalaria jika nilai IC50 < 5 µg/ml.

Aktivitas antimalaria ini disebabkan oleh adanya kandungan bahan aktif

pada masing-masing subfraksi. Hal ini sesuai dengan profil KLT dari masing-

masing subfraksi. Dari kromatogram hasil KLT subfraksi EA.4 menggunakan fase

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89

diam ODS terdapat spot berwarna pendar kehitaman dengan Rf 0,54, dan Rf 0,4

pada panjang gelombang 254 nm, dan 366 nm (gambar 5.6). Ketika diderivat

dengan penampak noda H2SO4 10% spot pada Rf 0,54 tidak berpendar pada UV

366 nm, sedangkan spot pada Rf 0,4 berpendar kuning pada UV 366 nm.

Sedangkan pada hasil KLT menggunakan fase diam silika, terdapat spot

berpendar kehitaman dengan Rf 0,60 pada UV 254 nm dan 366 nm (gambar 5.7).

Berdasarkan hasil kromatogram KLT spot pada Rf 0,54 diduga merupakan

senyawa golongan polifenol, dan spot pada Rf 0,4 diduga merupakan senyawa

golongan flavonoid (Markham & Andersen, 2006). Hasil uji antimalaria dari EA.4

menunjukkan bahwa subfraksi ini aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,035

µg/ml. Diduga spot pada Rf 0,57 dan Rf 0,4 berpengaruh terhadap aktivitas

antimalaria dari subfraksi EA.4.

Pada hasil kromatogram KLT menggunakan fase diam ODS subfraksi

EA.8 terdapat satu spot utama, yaitu pada Rf 0,30 (gambar 5.6). Spot tersebut

berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Setelah diderivatisasi dengan

H2SO4 10%, spot berpendar kuning pada UV 366 nm, selain itu muncul spot tipis

pada Rf 0,21 dan berpendar kuning. Sedangkan pada hasil KLT menggunakan

fase diam silika terdapat spot berpendar kekuningan pada Rf 0,48 setelah

diderivatisasi dengan H2SO4 10% (gambar 5.7). Berdasarkan hasil kromatogram

KLT diduga bahwa senyawa pada kedua spot tersebut merupakan golongan

flavonoid (Markham & Andersen, 2006). Hasil uji antimalaria menunjukkan

bahwa subfraksi EA.8 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,187 µg/ml. Diduga

spot pada Rf 0,48 (fase diam silika) berpengaruh terhadap aktivitas antimalaria

dari subfraksi EA.8.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90

Hasil kromatogram KLT menggunakan fase diam ODS dari subfraksi

EA.9 menunjukkan dua spot utama, yaitu pada Rf 0,30 dan Rf 0,21. Kedua spot

berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Setelah diderivat dengan

H2SO4 10% kedua spot berwarna kekuningan pada UV 366 nm. Spot pada Rf 0,30

diduga sama dengan spot pada subfraksi EA.8. Sedangkan pada hasil KLT

menggunakan fase diam silika, terdapat spot tailing yang berpendar kekuningan

setelah diderivatisasi dengan H2SO4 10% (gambar 5.7). Berdasarkan hasil

kromatogram KLT subfraksi EA.9 diduga kedua spot tersebut adalah senyawa

golongan flavonoid (Markham & Andersen, 2006). Hasil uji antimalaria

menunjukkan bahwa subfraksi EA.9 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,015

µg/ml, dan diduga kedua spot pada Rf 0,30 dan 0,21 berpengaruh terhadap

aktivitas dari subfraksi EA.9.

Profil kromatogram KLT menggunakan fase diam ODS dari subfraksi

EA.11 menunjukkan adanya satu spot utama pada Rf 0,21 yang berpendar

kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Pada hasil derivat dengan H2SO4 10%

spot berwarna kuning pada UV 366 nm dan sinar tampak (gambar 5.6). Spot pada

Rf 0,21 diduga sama dengan spot pada subfraksi EA.9. Sedangkan pada hasil

KLT menggunakan fase diam silika, terdapat spot tailing yang berwarna kuning

setelah diderivatisasi dengan H2SO4 10% (gambar 5.7). Berdasarkan hasil

kromatogram diduga senyawa pada spot tersebut adalah golongan flavonoid

(Andersen & Markham, 2006). Hasil uji antimalaria menunjukkan bahwa

subfraksi EA.11 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,021 µg/ml, dan diduga

spot pada Rf 0,21 berpengaruh terhadap aktivitas dari subfraksi EA.11.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
91

Spot pada Rf 0,54; 0,30 ;0,21 (gambar 5.6) atau spot pada Rf 0,60 dan

0,48 (gambar 5.7) diduga berpengaruh terhadap aktivitas antimalaria dari masing-

masing subfraksi. Pada tahap selanjutnya dilakukan pemisahan untuk

mendapatkan senyawa pada spot Rf 0,60 dari subfraksi EA.4 dan spot 0,48 dari

subfraksi EA.8 dengan menggunakan fase diam silika. Sedangkan pemisahan

pada spot pada Rf 0,21 dari subfraksi EA.11 dilakukan dengan fase diam ODS .

6.3. Hasil identifikasi EA.2.1


Senyawa EA.2.1 diperoleh sebagai serbuk berwarna putih. Profil KLT dari

endapan EA.2.1 menunjukkan adanya pendar kehitaman pada panjang gelombang

254 nm dan 366 nm dengan Rf 0,75. Dengan penampak noda H2SO4 10% spot

tidak berubah warna. Berdasarkan profil KLT diduga senyawa KES.19 adalah

senyawa golongan polifenol. Dari profil kromatogram KCKT diketahui EA.2.1

memiliki Rt 4,333 dan panjang gelombang maksimum pada spektrum UV 266

nm.

Hasil spektrum RMI-1H (tabel 5.4) menunjukkan adanya sinyal pada δ

7.02 (2H,s) yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2

dan C-6. Keduanya berada pada posisi yang simetris. Data dari RMI-13C

menunjukkan adanya 5 posisi atom karbon yang berbeda. Pergeseran pada δ 164.1

menunjukkan adanya gugus karbonil dari ester C=O. Pergeseran pada δ 133.2

menunjukkan adanya atom karbon pada gugus aromatik yang teroksigenasi.

Pergeseran pada δ 140.1 menunjukkan adanya dua atom karbon teroksigenasi

pada gugus aromatik. Pergeseran pada δ 115.6 menunjukkan atom karbon

kuartener pada gugus aromatik. Dan pergeseran pada δ 103.9 menunjukkan

adanya dua atom karbon metin yang simetris. Berdasarkan kajian pustaka, dapat

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
92

disarankan bahwa EA.2.1 adalah asam 3,4,5-trihidroksi benzoat atau asam galat

(Ma et al., 2005; Hisham et al., 2011).

HO
OH

HO

OH
3,4,5-trihydroxy
Gambar 6.1. struktur benzoic acidbenzoat
asam 3,4,5-trihidroksi

6.4. Hasil pemisahan subfraksi EA.4

Proses pemisahan EA.4 dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan fase

diam silika dan fase gerak kloroform:metanol 9-1. Dari hasil KLT preparatif tersebut,

didapatkan dua senyawa, yaitu EA.4.1 (2,4 mg) dan EA.4.2 (8,1 mg) (gambar 5.10).

Profil KLT menunjukkan kedua senyawa berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366

nm, serta tidak mengalami perubahan warna dengan penampak noda H2SO4 10%. Profil

KLT dengan fase diam silika menunjukkan EA.4.2 memiliki Rf 0,60 . Berdasarkan profil

KLT tersebut, maka target dari spot Rf 0,6 adalah EA.4.2 (gambar 5.9 dan 5.10).

6.4.1. Identifikasi EA.4.2


EA.4.2 diperoleh sebagai serbuk kuning pucat. Hasil profil kromatogram

KCKT menunjukkan bahwa senyawa EA.4.2 memiliki Rt 4,544 dengan indek

kemurnian 0,9778. Spektrum UV menunjukkan senyawa EA.4.2 memiliki

Panjang gelombang maksimum pada UV 271 nm.

Hasil spektrum RMI-1H menunjukkan adanya sinyal pada δ 7.07 (2H,s)

yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2 dan C-6.

Keduanya berada pada posisi yang simetris. Sinyal pada 3.75 (3H,s) merupakan

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
93

ciri khas dari proton pada gugus metoksi (OCH3).. Data dari RMI-13C

menunjukkan adanya 6 posisi atom karbon yang berbeda. Pergeseran pada δ 161.4

menunjukkan adanya gugus karbonil dari ester C=O. Pergeseran pada δ 133.0

menunjukkan adanya atom karbon pada gugus aromatik yang teroksigenasi.

Pergeseran pada δ 140.3 menunjukkan adanya dua atom karbon teroksigenasi

pada gugus aromatik. Pergeseran pada δ 116.0 menunjukkan atom karbon

kuartener pada gugus aromatik. Dan pergeseran pada δ 104.0 menunjukkan

adanya dua atom karbon metin yang simetris. Pergeseran pada δ 46.2 merupakan

ciri khas dari karbon pada gugus metoksi (OCH3). Berdasarkan kajian pustaka,

dapat disarankan bahwa senyawa EA.4.2 adalah metil 3,4,5-trihidroksi benzoat

atau metil galat (Ma et al., 2005; Hisham et al., 2011; Ndjonka et al., 2012).

HO
OCH3

HO

OH

Gambar 6.2. struktur metil 3,4,5-trihidroksi benzoat

6.5. Hasil pemisahan EAM.1 (EA.6, EA.7, EA.8)

Pemisahan selanjunya dilakukan pemisahan pada EA.8 dengan tujuan

untuk mendapatkan senyawa dari spot dengan Rf 0,48. Berdasarkan profil KLT

pada gambar 5.7 maka diketahui bahwa subfraksi EA.6; EA.7 dan EA.8 memiliki

spot pada Rf 0,48. Karena jumlah dari subfraksi EA.8 hanya 15 mg, maka

dilakukan penggabungan dari subfraksi EA.6, EA.7 dan EA.8 yang selanjutnya

disebut EAM.1. Pemisahan dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan fase

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
94

diam silika dan fase gerak kloroform-metanol 8-2. Dari hasil KLT preparatif

didapatkan tiga senyawa, yaitu EAM.1.1 (4,5 mg); EAM1.2 (4,4, mg); EAM1.3

(2,2 mg) (gambar 5.11).

Untuk mengetahui profil kromatogram KLT dari ketiga senyawa, maka

dilakukan KLT menggunakan fase diam ODS, dan silika. Pada KLT dengan fase

diam ODS, EAM1.1 dan EAM1.2 memiliki nilai Rf yang hampir sama, yaitu

0,21, sedangkan EAM1.3 memiliki Rf 0,30 (gambar 5.14).

Analisa KLT dengan fase diam silika menggunakan dua jenis fase gerak,

yang pertama adalah kloroform-metanol 8-2, dan kedua adalah kloroform-aseton-

asam format 6-3,5-0,5. Dari hasil KLT menggunakan fase gerak kedua spot dari

senyawa EAM1.1 dan EAM1.2 dapat terpisah dengan jelas. Nilai Rf dari EAM1.1

adalah 0,1, dan nilai Rf dari EAM1.2 adalah 0,21 dan nilai Rf dari EAM1.3

adalah 0,3 (gambar 5.13).

Dari KLT menggunakan fase gerak pertama, nilai Rf dari EAM1.3 adalah

0,48 nilai Rf dari senyawa EAM1.2 dan EAM1.2 tidak dapat ditentukan, karena

terjadi tailing (gambar 5.12). Spot dari EAM1.3 berpendar kehitaman pada UV

254 dan 366 nm, serta berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10%. Dari

profil KLT diduga target EAM1.3 adalah golongan flavonoid.

6.5.1. Hasil Identifikasi EAM1.3


  EAM1.3 diperoleh berupa serbuk kuning .Untuk mengidentifikasi struktur

dari EAM1.3, maka dilakukan pengukuran terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C.

Hasil spektrum RMI-1H menunjukkan adanya sinyal pada δ 7.83 (2H,dd,J=8,4)

yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2’ dan C-6’.

Keduanya berada pada posisi yang simetris. Sinyal pada δ 6.99 (2H,dd,J=8,4)

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
95

merupakan sinyal dari proton pada posisi C-3’ dan C-5’. Kedua sinyal tersebut

menunjukkan posisi orto dari proton pada posisi C-2’,C-6’ dan C-3’, C-5’ (Ghaly

et al., 2010; Sovia et al., 2013; Kristanti et al., 2015).

Sinyal pada posisi δ 6.45 (d, J= 2,4 Hz, 1H) dan δ 6.24 (d, J= 2,4 Hz, 1H)

adalah geseran kimia proton pada posisi atom karbon C-8 dan C-6. Nilai J

menunjukkan bahwa kedua proton pada atom karbon C-8 dan C-6 berada pada

posisi meta (Soliman et al., 2002; Furusawa et al., 2005; Song et al., 2007; Fatma

et al., 2011; Sovia et al., 2013; ). Sinyal pada δ 12.69 (1H, s) merupakan ciri khas

dari proton yang terikat pada OH atom karbon posisi C-5. Sinyal pada δ 0.86

(3H,s) merupakan ciri khas dari sinyal gugus metil. Selain itu terdapat sinyal pada

daerah δ 5.51 (1H,d,J= 1,6) yang merupakan sinyal dari proton anomer pada

gugus gula. Sinyal pada δ 3.30 – 3.60 (1H,m) merupakan sinyal dari proton gugus

gula pada posisi atom karbon C-2”, C-3” dan C-4”. Sinyal pada 4.18 (1H,m)

merupakan sinyal dari proton gugus gula pada posisi C-5”(Ghaly et al., 2010;

Sovia et al., 2013; Kristanti et al., 2015). Hilangnya sinyal gugus hidrogen

olefinik pada posisi atom karbon C-3 dan adanya sinyal hidrogen anomerik pada

daerah δ 5.51 (1H,d,J= 1,6) menunjukkan bahwa EAM1.3 merupakan senyawa

golongan glikosida flavonol (Diantini et al., 2012).

Dari profil RMI-13C terdapat sinyal pada δ 178.5 yang merupakan ciri

khas dari karbon keton C=O pada posisi C-4. Sinyal pada geseran δ 115.4

merupakan sinyal dari C-3’ dan C-5’. Sinyal pada δ 130.1 merupakan sinyal dari

C-2’ dan C-6’. Pada geseran δ 98.7 dan δ 93.5 merupakan sinyal dari C-6 dan C-8

(Ghaly et al., 2010; Kristanti et al., 2015). Terdapat lima sinyal dari gugus

oksiaril, yaitu pada geseran δ 170.3, 164.4, 159.7, 163.8 dan 156.6. Kelima posisi

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
96

karbon tersebut merupakan ciri khas dari senyawa flavonol yang merupakan

turunan kaempferol (Ghaly et al., 2010; Kristanti et al., 2015).

. Sinyal pada daerah δ 71.3, 70.6, 70.5 dan 70.2 merupakan sinyal dari

karbon gugus gula pada posisi C-2”, C-3”, C-4” dan C-5” (Ghaly et al., 2010;

Sovia et al., 2013; Kristanti et al., 2015). Sinyal pada δ 16.9 merupakan ciri khas

dari sinyal karbon gugus metil CH3, dan didukung oleh sinyal pada δ 1.16 (3H,s)

pada hasil RMI-1H, yang merupakan sinyal khas dari proton gugus metil.

Berdasarkan profil RMI diduga EAM1.3 merupakan senyawa golongan glikosida

kaempferol, dengan gugus gula ramnosil.

Data dari HMQC menunjukkan adanya korelasi antara atom karbon pada

posisi C-2’/6’ dengan proton pada posisi C-2’/6’; karbon pada C-3’/5’ dengan

proton pada posisi C-3’/5’; karbon pada C-6 dengan proton pada posisi C-6;

karbon pada C-8 dengan proton pada posisi C-8; karbon pada C-1” dengan proton

pada posisi C-1”; karbon pada C-2”-4” dengan proton pada posisi C-2”,3”,4” dan

karbon gugus metil dengan proton gugus metil (C-6” dengan H-6”).

Dari data HMBC terdapat korelasi antara proton pada posisi C-2’/6’

dengan karbon pada posisi C-2; antara proton pada posisi C-3’/5’ dengan karbon

pada posisi C-1’; antara proton pada posisi C-8 dengan karbon pada posisi C-10;

antara proton pada posisi C-6 dengan karbon pada posisi C-8; antara proton pada

posisi C-1” dengna karbon pada posisi C-3; antara proton pada posisi C-1” dengan

karbon pada posisi C-2”,C-3”,C-4”; antara proton pada posisi C-2”,C-3”,C-4”

dengan karbon pada posisi C-5”,C-2’,C-6’ dan C-4; antara proton pada posisi C-

6” dengan karbon pada posisi C-2”,C-3”,C-4”. Berdasarkan profil RMI-1H

,RMI-13C, HMQC dan HMBC gugus gula pada EAM1.3 merupakan gula

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
97

ramnosil dan diduga gugus gula ramnosil berada pada posisi C-3 (Soliman et al.,

2002; Furusawa et al., 2005; Song et al., 2007; Fatma et al., 2011; Diantini et al.,

2012; Sovia et al., 2013 ).

OH

HO O

H
OH O

O CH3
OH
HO

OH
Gambar 6.3. Struktur Kaempferol-3-O-rhamnosil
 
   

6.6. Hasil pemisahan EA.10 dan EA.11

  Proses pemisahan terhadap EA.10 dan EA.11 dilakukan menggunakan

metode KLT preparatif dengan fase diam ODS dan fase gerak asetonitril-metanol-

air 2-1-4. Dari hasil KLT preparatif EA.10 didapatkan empat subfraksi, yaitu

EA.10.1 (7,2 mg); EA.10.2 (1,2 mg); EA.10.3 (1,4 mg) dan EA.10.4 (1 mg)

(gambar 5.18). Dari hasil KLT preparatif EA.11 juga didapatkan empat senyawa,

yaitu EA.11.1 (11,1 mg); EA.11.2 (2 mg); EA.11.3 (1,2 mg); EA.11.4 (1,4 mg)

(gambar 5.20)

Untuk mengetahui profil kromatogram KLT dari keempat senyawa pada

hasil KLT preparatif EA.10 dan EA.11, maka dilakukan KLT menggunakan fase

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
98

diam ODS, dan silika. Pada KLT menggunakan fase diam ODS, EA.10.1 dan

EA.11.1 memiliki nilai Rf 0,21 (gambar 5.16 dan 5.19). Spot berpendar

kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm, dan berwarna kuning dengan penampak

noda H2SO4 10%.

6.6.1. Hasil identifikasi EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT


  Berdasarkan data kromatogram KCKT, subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1

memiliki dua puncak utama. Pada EA.10.1 kedua puncak berada pada Rt 12,615

dan 13,673 yang selanjutnya disebut sebagai EA.10.1.1 dan EA.10.1.2. Indeks

kemurniandari masing-masing puncak adalah 0,9932 dan 0,1000 (gambar 5.24).

Sedangkan pada EA.11.1 kedua puncak berada pada Rt 13,560 dan 14,773

selanjutnya disebut sebagai EA.11.1.1 dan EA.11.1.2, dengan masing-masing

persen kemurnian 0,9899 dan 0,9856 (gambar 5.25). Kedua puncak pada subfraksi

EA.10.1 dan EA.11.1 memiliki spektrum UV pada panjang gelombang 266 nm,

324 nm, dan 342 nm. Perbedaan Rt pada subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1

dikarenakan sampel diinjeksikan pada hari yang berbeda.

6.6.2. Hasil pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1 dengan KCKT semipreparatif


Pemisahan terhadap EA.10.1 dan EA.11.1 dilakukan dengan KCKT

semipreparatif dengan volume per-injeksi 100 µL. Dari hasil KCKT

semipreparatif EA.10.1 didapatkan senyawa EA.10.1.1 (3,1 mg) dan EA.10.1.2 (2

mg), sedangkan dari hasil KCKT semipreparatif EA.11.1 didapatkan senyawa

EA.11.1.1 (3,8 mg) dan EA.11.1.2 (1 mg) (gambar 5.26).

Untuk mengetahui kemurnian dari hasil pemisahan EA.10.1 dan EA.11.1,

maka dilakukan analisa menggunakan KCKT menggunakan kolom shimpack 4,6

x 250 mm dari EA.10.1.1 dan EA.11.1.1. Data kromatogram KCKT menunjukkan

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
99

bahwa senyawa EA.10.1.1 masih belum murni. Hal ini ditunjukkan oleh profil

KCKT yang masih terdiri atas beberapa puncak, dengan puncak dominan pada Rt

13,735 yang memiliki spektrum UV dengan tiga panjang gelombang maksimum,

yaitu pada 266 nm, 324 nm, dan 424 nm.

Hasil kromatogram KCKT dari senyawa EA.11.1.1 juga menunjukkankan

bahwa senyawa belum murni. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa

puncak pada profil KCKT, dengan puncak dominan pada Rt 12,799 , yang

memiliki tiga panjang gelombang maksimum, yaitu 266 nm, 324 nm, dan 424 nm.

6.6.3. Hasil pemisahan EA.10.1.1 dan EA.11.1.1


Pemisahan selanjutnya dilakukan terhadap EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 yang

terlebih dahulu digabung menjadi satu dan disebut sebagai EAM2. Proses

pemisahan dilakukan dengan KCKT semipreparatif menggunakan fase diam RP

shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100 µL.

Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O dengan perbandingan 6-4 v/v

dengan kecepatan alir 0,7 mL/menit. Dari hasil KCKT semipreparatif tersebut,

didapatkan EAM2.1 sebanyak 1 mg, dan EAM2.1 sebanyak 0,5 mg. Berdasarkan

profil KLT dan profil spektrum UV, maka diduga EAM2.1 adalah senyawa

golongan flavonoid.

6.7. Hasil uji antimalaria subfraksi EA.2.1; EA.4.2; EAM1.3; EAM2.1


  Berdasarkan hasil uji antimalaria secara in vitro terhadap P.falciparum

3D7 (tabel 5.3) dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa yang

ditambahkan, maka pertumbuhan parasit semakin rendah. Hal ini menunjukkan

adanya hubungan antara peningkatan konsentrasi dari senyawa terhadap

peningkatan aktivitas antimalarianya. Dari hasil analisa didapatkan IC50 dari

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
100

EA.2.1 (asam galat) adalah 0,013µg/mL dan IC50 dari EA.4.2 (metil galat) adalah

0,002µg/mL.

EA.2.1 merupakan endapan yang didapatkan dari subfraksi EA.2. Dari

hasil uji antimalaria diketahui bahwa subfraksi EA.2 memiliki persentase

hambatan kurang dari 50% pada konsentrasi 10 µg/mL, sedangkan IC50 dari

EA.2.1 adalah 0,013 µg/mL. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga pada

subfraksi EA.2 terdapat komponen senyawa yang menghambat aktivitas dari

EA.2.1 sehingga terjadi penurunan aktivitas antimalaria.

EA.4.2 merupakan serbuk kuning yang diperoleh dari subfraksi EA.4 .

Hasil uji antimalaria diketahui IC50 dari subfraksi EA.4 adalah 0,035 µg/mL,

sedangkan IC50 dari EA.4.2 adalah 0,002 µg/mL. Berdasarkan hal tersebut, maka

diduga pada subfraksi EA.4 terdapat komponen senyawa yang menghambat

aktivitas dari EA.4.2 sehingga terjadi penurunan aktivitas antimalaria.

Beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas antimalaria dari asam galat

dan metil galat pada kultur P.falciparumW2 (chloroquine resistant) dengan

aktivitas antimalaria lemah. Kemudian pada kultur P.falciparum D6 (chloroquine

sensitive) dengan IC50 3,5 µg/mL (Horge n et al., 1997; Romero et al., 2008).

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa metil galat menunjukkan

aktivitas antimalaria yang lebih aktif dibandingkan dengan asam galat. Diduga

adanya gugus metil pada senyawa turunan galat berpengaruh terhadap

peningkatan aktivitas antimalaria (Ramanandraibe et al., 2008).

Dari hasil uji antimalaria terhadap EAM1.3 didapatkan IC50 sebesar 1,495

µg/mL. Beberapa penelitian tentang aktivitas antimalaria pada kultur P.falciparum

(resisten kloroquin) dari senyawa kaempferol-3-O-rhamnosil didapatkan IC50

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
101

sebesar 106 µM. Nilai IC50 dari EAM1.3 lebih besar dibandingkan EA.2.1 dan

EA.4.2. Diduga adanya gugus gula berpengaruh terhadap aktivitas antimalaria

(Barliana et al., 2014).

Dari profil kromatogram KCKT subfraksi EA.10.1.1 dan EA.11.1.1

terdapat puncak dominan pada waktu retensi 12,7 dan 13,7 dengan spektruk UV

pada panjang gelombang maksimum pada λ 266 nm, 324 nm dan 342 nm.

Perbedaan waktu retensi dikarenakan sampel diinjeksikan pada hari yang berbeda.

Dari profil spektra UV diketahui bahwa puncak dominan pada EAM2.1 memiliki

3 panjang gelombang maksimal. Berdasarkan profil tersebut, maka diduga isolat

EAM2.1 adalah golongan flavonoid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

senyawa golongan flavonoid memiliki aktivitas sebagai antimalaria, antara lain

eksiguaflavanon A, eksiguaflavanon B dari tanaman Artemisia indica, genistein

dan kalikosin dari tanaman Andira inermis, flavonoid terpenilasi artokarpon A,

dan artokarpon B dari tanaman Artocarpus chempeden (Widyawaruyanti et al.,

2007; Kaur et al., 2009; Batista et al., 2009).

Menurut Fidock, et al, (2004) suatu senyawa dianggap potensial sebagai

antimalaria jika memiliki IC50 < 1-5 µM. Berdasarkan ketentuan ini,maka EA.2.1,

EA.4.2, EAM1.3 dan EAM2.1 yang diisolasi dari fraksi etil asetat daun

A.serratus mempunyai aktivitas antimalaria yang potensial untuk dikembangkan

sebagai salah satu alternatif obat antimalaria.

 
 

   

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN


 

7.1. Kesimpulan
  Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Subfraksi yang aktif sebagai antimalaria terhadap Plasmodium falciparum

3D7 dari fraksi etil asetat daun Alectryon serratus adalah:

a. Subfraksi EA.4 dengan IC50 = 0,035 µg/mL.

b. Subfraksi EA.8 dengan IC50 0,187 µg/mL. Subfraksi EA.8

digabung dengan subfraksi EA.7 dan EA.6, kemudian disebut

sebagai EAM1.

c. Subfraksi EA.9 dengan IC50 0,015 µg/mL

d. Subfraksi EA.11 dengan IC50 0,017 µg/mL. Subfraksi EA.11.1

digabung dengan subfraksi EA.10.1, kemudian disebut sebagai

EAM2.

2. Crude isolate yang aktif sebagai antimalaria terhadap Plasmodium

falciparum 3D7 dari fraksi etil asetat daun Alectryon serratus adalah

EAM2.1 dengan IC50 0,097 µg/mL. Berdasarkan profil KCKT senyawa

induk EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 terdapat puncak dominan pada waktu

retensi 13,735 yang memiliki puncak spektrum UV pada tiga panjang

gelombang maksimum, yaitu 266 nm, 324 nm, dan 424 nm, maka diduga

EAM2.1 adalah golongan flavonoid.

3. Senyawa yang aktif sebagai antimalaria terhadap Plasmodium falciparum

3D7 dari fraksi etil asetat daun Alectryon serratus adalah:

102
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
103

a. EA.2.1 diidentifikasi sebagai asam galat dan memiliki aktivitas

antimalariadengan IC50 0,013 µg/mL.

b. EA.4.2 diidentifikasi sebagai metil galat dan memiliki aktivitas

antimalaria dengan IC50 0,002 µg/mL.

c. EAM1.3 diidentifikasi sebagai kaempferol-3-O-ramnosil dan

memiliki aktivitas antimalaria dengan IC50 1,495 µg/mL.

7.2. Saran
1. Perlu dilakukan pemurnian dan pengujian antimalaria lebih lanjut

terhadap subfraksi aktif EAM2.1 dari fraksi etil asetat daun A.serratus.

2. A.serratus perlu diajukan untuk menjadi salah satu alternatif obat

antimalaria.

 
 
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
 
 

DAFTAR PUSTAKA

Adema, F., Leenhouts, P.W., Welzen, P.C. 1994. Flora Malesiana Vol 2, part 3
Sapindaceaae. Den Haag: Leiden University, 456.

Aderogba, M., Kgatle, D.T., McGaw, L. J.,Eloff, J. N. 2012. Isolation of


antioxidant constituents from Combretum apiculatum subsp. apiculatum.
South African Journal of Botany, Vol. 79, 125–131.

Barliana, M., Suradji,EW., Abdullah, R., Diantini, A., Hatabu,T., Shimada, J.,
Subarnas,A., Koyama, H., 2014. Antiplasmodial properties of kaempferol-3-
O-rhamnosides isolated from the leaves of Schima wallichii against
chloroquine-resistant Plasmodium falciparum. Biomedical report, Vol.2,
579-583.

Batista, R., Silva, J., Oliveira, AB. 2009. Plant-derived antimalarial agents: new
leads and efficient phytomedicines Part II Non-alkaloidal natural products.
Molecules, Vol.14, 3037–3072.

Boyle, M. J., Wilson, D. W., Beeson, J. G. 2013. New approaches to studying


Plasmodium falciparum merozoite invasion and insights into invasion
biology. International Journal for Parasitology, Vol. 43, issue 1, p. 1–10.

Burke E, Deasy J, Hasson R, McCormack R, Randhawa V, Walsh, P., 2003.


Antimalarial Drug From Nature, J Trinity Student Med.

Chinchilla, M., Valerio, I., Sanchez, R., Mora, V., Bagnarello, V., Martinez, L.,
Gonzales, A., Vanega, J.C., Apestegui, A. 2012. In vitro antimalarial activity
of extracts of some plants from a biological reserve in Costa Rica. Rev. Biol.
Trop., Vol. 60, No. 2, 881-891.

Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4.


Jakarta. Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). 1987. Analisis Obat Tradisional. Jilid I,


halaman 43-52.

Diantini, A., Subarnas, A., Lestari, L., Halimah, E., Susilawati, Y., Suprityatna.,
Julaeha, E., Achmad, T., Suradji, EW., Yamazaki, C., Kobayashi, K.,
Koyama, H., Abdullah,R., 2012. Kempferol-3-O-rhamnoside isolated from
the leaves of Schima wallichii Korth.inhibit MCF-7 breast cancer cell
proliferation through activation of caspase cascade pathway. Oncology
letters, Vol.3, 1069-1072.

Farrow, R. E., Green, J., Katsimitsoulia, Z., Taylor, W. R., Holder, A. Molloy, J.
E. 2011. The mechanism of erythrocyte invasion by the malarial parasite,

104
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
105

Plasmodium falciparum. Seminars in Cell & Developmental Biology,


Vol.22, issue 9, 953–960.

Federal, U., Gerais, D. M. 2009. Plant-derived antimalarial agents : new leads and
efficient phythomedicines Part I Alkaloids. Molecules. Vol.81,715–740.

Fidock, DA., Rosenthal, PJ., Croft, SL., Brun, R., Nwaka, S., 2004. Antimalariasl
Drug Discovery: Efficacy models for compound screening. Review. Nature,
Vol.3,509-520

Furusawa, M., Tanaka, T., Ito, T., Nakaya, K., Iliya, I., Ohyama, M., Takahashi,
Y. 2005. Flavonol glycosides in leaves of two Diospyros species. Chemical
& Pharmaceutical Bulletin, 53(5), 591–3.

Gandahusada, S., Pribadi, W., Ilahude, HD., 1990. Parasitologi Kedokteran.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman 125-155.

Gelb, M.H. 2007. Drug discovery for malaria: a very challenging and timely
endeavor. Current Opinion in Chemical Biology, Vol. 11, 440–445.

Ghaly, N. S., Ghaly, N. S., Mina, S. a, & Sammour, E. a. 2014. Journal of Natural
Products Insecticidal activity of the main flavonoids from the leaves of
Kalanchoe beharensis and Kalanchoe longiflora. Journal of Natural
Products, 7, 196–202.

Harborne, JB., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan (Terjemahan Kosaasih P dan Iwang S), Ed 2.
Bandung : Institut Teknologi Bandung, halaman 234-259

Harijanto, PN., 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis


dan Penanganan, Ed 1, Jakarta : EGC.

Horgen, F. D., Madulid, D. a, Angerhofer, C. K., Pezzuto, J. M., Soejarto, D. D.,


& Farnsworth, N. R. 1997. Isolation of gallic acid esters as antiplasmodial
constituents of Swintonia foxworthyi (Anacardiaceae). Phytomedicine :
International Journal of Phytotherapy and Phytopharmacology, 4(4), 353–6.

Kaur, K., Jain, M., Kaur, T., Jain, R. 2009. Antimalarials from nature. Bioorganic
& Medicinal Chemistry, Vol.17,3229–3256.

Kohler, I., Siems, J., Hernandes, MA., 2002. Invitro antiplasmodial investigation
of medicinal plants from Salsavador. J Bioscience, Vol.57,277-278

Lehane, A. M., & Saliba, K. J. 2008. Common dietary flavonoids inhibit the
growth of the intraerythrocytic malaria parasite. BMC Research Notes, Vol.
1,26.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
106

Lim, S.S., Kim, H.S., Lee, D.U., 2007. In vitro antimalarial activity of flavonoids
and chalcones. Bull. Korean Chem.Soc, Vol.28, 2495-2497.

Mulya, M., Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga


University Press, halaman 237

Ndjonka, D., Bergmann, B., Agyare, C., Zimbres, F. M., Lüersen, K., Hensel, A.,
Liebau, E. 2012. In vitro activity of extracts and isolated polyphenols from
West African medicinal plants against Plasmodium falciparum. Parasitology
Research, 111(2), 827–834

Nguyen-Pouplin, J., Tran, H., Tran, H., Phan, T. A., Dolecek, C., Farrar, J.,
Grellier, P. 2007. Antimalarial and cytotoxic activities of
ethnopharmacologically selected medicinal plants from South Vietnam.
Journal of Ethnopharmacology, Vol.109, issue 3, 417–427.

Noedl, H., Wongsrichanalai, C., & Wernsdorfer, W.H., 2003. Malaria drug-
sensitivity testing: new assays, new perspectives. TRENDS in Parasitology,
Vol.19,175-181.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., 2001. Introduction to spectroscopy.


3rd edition. United States of America: Thomsom Learning Inc. 102-111

Petersen, I., Eastman, R., Lanzer, M. 2011. Drug-resistant malaria: molecular


mechanisms and implications for public health. FEBS Letters, Vol.585,
1551–1562.

Ramanandraibe, V., Grellier, P., Martin ,MT., Deville, A., Joyeau, R.,
Ramanitrahasimbola, D., Elisabeth, M., Rasonaivo, P., Mambu, L. 2008.
Antiplasmodial phenolic compounds from Piptadenia pervillei. An
International Journal of Natural Products and Medicinal Plant Research,
Vol.74, 417-421

Robinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ED 6, Bandung:


ITB.

Saxena, S., Pant, N., Jain, D. C., Bhakuni, R. S. 2003. Antimalarial agents from
plant sources, 85(9).

Silverstein, RM., Webster, FX. 1998. Spectrometric Identification of Organic


Compounds. John Wiley and Sons Inc,87.

Song, N., Xu, W., Guan, H., Liu, X., Wang, Y., Nie, X., 2007. Several
flavonoids from Capsella bursa-pastoris (L) Medic. Asian Journal of
Traditional Medicines, Vol.2, 218-222.

Syafruddin D, Siregar JE, Asih PBS, 2004. Antimalatisal Drug Resistance in


Indonesia: A molecular analysis. Symposium of malaria control in
Indonesia, Proceeding. TDC Airlangga University. Surabaya

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
107

Tilley, L., Dixon, M. W., Kirk, K. 2011. The Plasmodium falciparum-infected red
blood cell. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology,
Vol. 43,839–842.

Widyawaruyanti, A., Kalauni, S. K., Awale, S., Nindatu, M., Zaini, N. C.,
Syafruddin, D., Kadota, S. 2007. New prenylated flavones from Artocarpus
champeden, and their antimalarial activity in vitro. Journal of Natural
Medicines, Vol.61, 410–413.

Widyawaruyanti, A., Subehan, Kalauni, S. K., Awale, S., Nindatu, M., Zaini, N.
C., Kadota, S. 2007. New prenylated flavones from Artocarpus champeden,
and their antimalarial activity in vitro. Journal of Natural Medicines, 61(4),
410–413.

Widyawaruyanti, A., Devi, A. P., Fatria, N., Tumewu, L., Tantular, I. S., Hafid,
A. F. 2014. In vitro antimalarial activity screening of several indonesian
plants using hrp2 assay. IJPPS, Vol. 6, 6–9.

Widyawaruyanti, A., Khasanah, U., Tumewu, L., Ilmi, H., Hafid, AF., Tantular,
IS. 2015. Antimalarial avtivity and citotoxicity study of ethanol extract and
fraction from Alectryon serratus leaves. International Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Science, Vol.7, 250-253.

World Health Organization (WHO). 2015. Guidelines for the treatment of


malaria, 2nd ed. Geneva: World Health Organization.

Wright CW, 2005. Traditional antimalarials and the development of novel


antimalarials drugs. J etnopharmacol, Vol. 100 , 67-71.

Zhang, Y., Li, J., Shi, S., Zan, K., & Tu, P. 2012. Glycosides of flavone methyl
ethers from Murraya paniculata. Biochemical Systematics and Ecology, 43,
10–13.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
108

Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan ke- (tahun 2015)


No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1 Penelusuran Pustaka

2 Penyusunan Proposal

3 Ujian Proposal

4 Penelitian

5 Analisis Data

6 Penyusunan Karya Akhir

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 1

Hasil determinasi simplisia daun Alectryon serratus

108
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
109

Lampiran 2

Hasil skrining aktivitas antimalaria in vitro subfraksi EA.1- EA.12 (dosis


10µg/mL)

%
Subfraksi R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1 4,99 3,99 - -
2 1 4,72 3,72 - -
EA.1 1 1 3,1 2,1 45,53 49,28
2 1 2,81 1,81 53,05
EA.2 1 1 3,27 2,27 41,12 39,42
2 1 3,4 2,4 37,74
EA.3 1 1 3,77 2,77 28,15 27,49
2 1 3,82 2,82 26,85
EA.4 1 1 2,36 1,36 64,72 60,70
2 1 2,67 1,67 56,68
EA.5 1 1 4,52 3,52 8,69 10,89
2 1 4,35 3,35 13,10
EA.6 1 1 3,28 2,28 40,86 40,59
2 1 3,3 2,3 40,34
EA.7 1 1 3,33 2,33 39,56 42,54
2 1 3,1 2,1 45,53
EA.8 1 1 1,76 0,76 80,29 82,36
2 1 1,6 0,6 84,44
EA.9 1 1 1,88 0,88 77,17 79,89
2 1 1,67 0,67 82,62
EA.10 1 1 2,58 1,58 59,01 58,10
2 1 2,65 1,65 57,20
EA.11 1 1 1,99 0,99 74,32 77,04
2 1 1,78 0,78 79,77
EA.12 1 1 3,1 2,1 45,53 42,67
2 1 3,32 2,32 39,82

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
110

LAMPIRAN 3

Hasil uji antimalaria subfraksi EA.4


Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,59 0,53 85,79 85,66
10 2 1,06
1,6 0,54 85,52
1 1 1,06
2,1 1,04 72,12 70,78
1 2 1,06
2,2 1,14 69,44
0,1 1 1,06
2,6 1,54 58,71 58,71
0,1 2 1,06
2,6 1,54 58,71
0,01 1 1,06
3,3 2,24 39,95 39,95
0,01 2 1,06
3,3 2,24 39,95
0,001 1 1,06
3,87 2,81 24,66 26,94
0,001 2 1,06
3,7 2,64 29,22

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
111

LAMPIRAN 4

Hasil uji antimalaria subfraksi EA.8

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam Pertumbuhan rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,19 0,13 96,51 96,25
10 2 1,06
1,21 0,15 95,98
1 1 1,06
2,35 1,29 65,42 66,89
1 2 1,06
2,24 1,18 68,36
0,1 1 1,06
3,1 2,04 45,31 43,97
0,1 2 1,06
3,2 2,14 42,63
0,01 1 1,06
3,67 2,61 30,03 29,49
0,01 2 1,06
3,71 2,65 28,95
0,001 1 1,06
4,3 3,24 13,14 8,98
0,001 2 1,06
4,61 3,55 4,83

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
112

LAMPIRAN 5

Hasil uji antimalaria subfraksi EA.9

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,1 0,04 98,93 97,18
10 2 1,06
1,23 0,17 95,44
1 1 1,06
1,9 0,84 77,48 79,62
1 2 1,06
1,74 0,68 81,77
0,1 1 1,06
2,2 1,14 69,44 67,83
0,1 2 1,06
2,32 1,26 66,22
0,01 1 1,06
2,8 1,74 53,35 50,94
0,01 2 1,06
2,98 1,92 48,53
0,001 1 1,06
4 2,94 21,18 22,92
0,001 2 1,06
3,87 2,81 24,66

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
113

LAMPIRAN 6

Hasil uji antimalaria subfraksi EA.11

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,39 0,33 91,15 91,82
10 2 1,06
1,34 0,28 92,49
1 1 1,06
1,97 0,91 75,60 73,59
1 2 1,06
2,12 1,06 71,58
0,1 1 1,06
2,56 1,5 59,79 58,04
0,1 2 1,06
2,69 1,63 56,30
0,01 1 1,06
3,08 2,02 45,84 45,44
0,01 2 1,06
3,11 2,05 45,04
0,001 1 1,06
3,45 2,39 35,92 33,91
0,001 2 1,06
3,6 2,54 31,90

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
114

LAMPIRAN 7

Hasil uji antimalaria EA.2.1

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,16 0,1 97,32 96,78
10 2 1,06
1,2 0,14 96,25
1 1 1,06
1,7 0,64 82,84 84,18
1 2 1,06
1,6 0,54 85,52
0,1 1 1,06
2,3 1,24 66,76 64,75
0,1 2 1,06
2,45 1,39 62,73
0,01 1 1,06
3,2 2,14 42,63 43,97
0,01 2 1,06
3,1 2,04 45,31
0,001 1 1,06
3,5 2,44 34,58 32,31
0,001 2 1,06
3,67 2,61 30,03

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
115

LAMPIRAN 8

Hasil uji antimalaria EA.4.2

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 0,8
3,45
2 0,8
3,56
10 1 0,8
1,38 0,58 78,56 80,96
10 2 0,8
1,25 0,45 83,36
1 1 0,8
1,58 0,78 71,16 73,94
1 2 0,8
1,43 0,63 76,71
0,1 1 0,8
1,74 0,94 65,25 66,91
0,1 2 0,8
1,65 0,85 68,58
0,01 1 0,8
1,98 1,18 56,38 58,41
0,01 2 0,8
1,87 1,07 60,44
0,001 1 0,8
2,2 1,4 48,24 44,55
0,001 2 0,8
2,4 1,6 40,85

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
116

LAMPIRAN 9

Hasil uji antimalaria EAM1.3

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 0,8
3,45
2 0,8
3,56
10 1 0,8
1,86 1,06 60,81 62,85
10 2 0,8
1,75 0,95 64,88
1 1 0,8
2,2 1,4 48,24 47,13
1 2 0,8
2,26 1,46 46,03
0,1 1 0,8
2,6 1,8 33,46 31,42
0,1 2 0,8
2,71 1,91 29,39
0,01 1 0,8
3 2,2 18,67 16,45
0,01 2 0,8
3,12 2,32 14,23
0,001 1 0,8
3,45 2,65 2,03 1,11
0,001 2 0,8
3,5 2,7 0,18

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
117

LAMPIRAN 10

Hasil uji antimalaria EAM2.1

Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,8 0,74 80,16 78,82
10 2 1,06
1,9 0,84 77,48
1 1 1,06
2,4 1,34 64,08 62,20
1 2 1,06
2,54 1,48 60,32
0,1 1 1,06
2,8 1,74 53,35 50,94
0,1 2 1,06
2,98 1,92 48,53
0,01 1 1,06
3,4 2,34 37,27 35,39
0,01 2 1,06
3,54 2,48 33,51
0,001 1 1,06
3,89 2,83 24,13 23,32
0,001 2 1,06
3,95 2,89 22,52

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
118

LAMPIRAN 11

Hasil analisa Probit log subfraksi EA.4

Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -7,077
,020 ,000 ,000 ,000 -6,418
,030 ,000 ,000 ,000 -6,001
,040 ,000 ,000 ,000 -5,687
,050 ,000 ,000 ,000 -5,431
,060 ,000 ,000 ,000 -5,213
,070 ,000 ,000 ,000 -5,023
,080 ,000 ,000 ,000 -4,852
,090 ,000 ,000 ,000 -4,697
,100 ,000 ,000 ,000 -4,554
,150 ,000 ,000 ,000 -3,962
,200 ,000 ,000 ,001 -3,491
,250 ,001 ,000 ,002 -3,088
,300 ,002 ,001 ,005 -2,725
,350 ,004 ,001 ,009 -2,390
,400 ,008 ,003 ,018 -2,071
,450 ,017 ,008 ,034 -1,762
,500
dimension1

,035 ,017 ,067 -1,459


,550 ,070 ,036 ,136 -1,156
,600 ,142 ,074 ,289 -,847
,650 ,296 ,152 ,653 -,529
,700 ,642 ,314 1,595 -,193
,750 1,478 ,668 4,295 ,170
,800 3,743 1,517 13,227 ,573
,850 11,058 3,871 49,987 1,044
,900 43,210 12,376 270,846 1,636
,910 60,055 16,356 408,130 1,779
,920 85,873 22,127 637,571 1,934
,930 127,242 30,830 1041,924 2,105
,940 197,403 44,619 1804,595 2,295
,950 325,743 67,966 3378,990 2,513
,960 586,725 111,333 7066,925 2,768
,970 1209,519 203,996 17525,381 3,083
,980 3164,155 455,573 58705,485 3,500
,990 14405,168 1611,914 395678,985 4,159
a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
119

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
120

Lampiran 12

Hasil analisa Probit log subfraksi EA.8


Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
b
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
a
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,002 -4,489
,020 ,000 ,000 ,003 -4,049
,030 ,000 ,000 ,004 -3,769
,040 ,000 ,000 ,006 -3,559
,050 ,000 ,000 ,008 -3,387
,060 ,001 ,000 ,010 -3,242
,070 ,001 ,000 ,012 -3,114
,080 ,001 ,000 ,014 -3,000
,090 ,001 ,000 ,017 -2,896
,100 ,002 ,000 ,019 -2,800
,150 ,004 ,000 ,039 -2,404
,200 ,008 ,000 ,070 -2,089
,250 ,015 ,000 ,126 -1,819
,300 ,027 ,000 ,233 -1,576
,350 ,045 ,000 ,459 -1,351
,400 ,073 ,002 1,010 -1,138
,450 ,117 ,005 2,561 -,931
,500
dimension1

,187 ,013 7,650 -,728


,550 ,299 ,028 26,964 -,525
,600 ,480 ,053 111,263 -,318
,650 ,785 ,094 535,690 -,105
,700 1,318 ,157 3044,533 ,120
,750 2,304 ,258 21144,672 ,362
,800 4,292 ,426 192565,379 ,633
,850 8,864 ,731 2642729,494 ,948
,900 22,078 1,381 7,446E7 1,344
,910 27,522 1,602 1,676E8 1,440
,920 34,967 1,880 4,054E8 1,544
,930 45,499 2,236 1,073E9 1,658
,940 61,051 2,710 3,186E9 1,786
,950 85,376 3,365 1,105E10 1,931
,960 126,603 4,329 4,780E10 2,102
,970 205,495 5,880 2,902E11 2,313
,980 391,232 8,791 3,206E12 2,592
,990 1079,368 16,430 1,426E14 3,033
a. A heterogeneity factor is used.
b. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
121

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
122

Lampiran 13

Hasil analisa Probit log subfraksi EA.9

Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -5,892
,020 ,000 ,000 ,000 -5,415
,030 ,000 ,000 ,000 -5,112
,040 ,000 ,000 ,000 -4,884
,050 ,000 ,000 ,000 -4,699
,060 ,000 ,000 ,000 -4,541
,070 ,000 ,000 ,000 -4,403
,080 ,000 ,000 ,000 -4,279
,090 ,000 ,000 ,000 -4,166
,100 ,000 ,000 ,000 -4,062
,150 ,000 ,000 ,001 -3,633
,200 ,001 ,000 ,001 -3,292
,250 ,001 ,000 ,002 -2,999
,300 ,002 ,001 ,004 -2,736
,350 ,003 ,001 ,006 -2,493
,400 ,005 ,003 ,010 -2,262
,450 ,009 ,005 ,016 -2,038
,500
dimension1

,015 ,008 ,026 -1,818


,550 ,025 ,015 ,042 -1,598
,600 ,042 ,025 ,071 -1,374
,650 ,072 ,043 ,123 -1,143
,700 ,126 ,075 ,225 -,899
,750 ,231 ,134 ,440 -,637
,800 ,453 ,251 ,944 -,344
,850 ,994 ,513 2,342 -,003
,900 2,671 1,237 7,470 ,427
,910 3,391 1,527 9,905 ,530
,920 4,396 1,919 13,468 ,643
,930 5,846 2,464 18,894 ,767
,940 8,039 3,255 27,599 ,905
,950 11,561 4,467 42,555 1,063
,960 17,715 6,474 70,850 1,248
,970 29,938 10,203 132,759 1,476
,980 60,136 18,647 306,449 1,779
,990 180,538 48,085 1148,870 2,257
a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
123

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
124

Lampiran 14

Hasil analisa Probit log subfraksi EA.11

Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -7,357
,020 ,000 ,000 ,000 -6,702
,030 ,000 ,000 ,000 -6,286
,040 ,000 ,000 ,000 -5,973
,050 ,000 ,000 ,000 -5,719
,060 ,000 ,000 ,000 -5,502
,070 ,000 ,000 ,000 -5,313
,080 ,000 ,000 ,000 -5,143
,090 ,000 ,000 ,000 -4,988
,100 ,000 ,000 ,000 -4,846
,150 ,000 ,000 ,000 -4,257
,200 ,000 ,000 ,001 -3,789
,250 ,000 ,000 ,001 -3,387
,300 ,001 ,000 ,002 -3,026
,350 ,002 ,001 ,005 -2,692
,400 ,004 ,002 ,009 -2,375
,450 ,009 ,003 ,017 -2,068
,500
dimension1

,017 ,008 ,033 -1,766


,550 ,034 ,017 ,066 -1,464
,600 ,070 ,036 ,137 -1,157
,650 ,145 ,075 ,302 -,840
,700 ,312 ,158 ,720 -,506
,750 ,716 ,339 1,905 -,145
,800 1,806 ,775 5,792 ,257
,850 5,306 1,982 21,682 ,725
,900 20,598 6,322 116,605 1,314
,910 28,583 8,347 175,471 1,456
,920 40,802 11,279 273,752 1,611
,930 60,343 15,692 446,778 1,781
,940 93,420 22,670 772,786 1,970
,950 153,786 34,457 1445,026 2,187
,960 276,218 56,288 3017,853 2,441
,970 567,447 102,771 7472,333 2,754
,980 1477,641 228,373 24984,646 3,170
,990 6678,440 801,399 167980,113 3,825
a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
125

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
126

Lampiran 15

Hasil analisa Probit log EA.2.1


Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -6,191
,020 ,000 ,000 ,000 -5,688
,030 ,000 ,000 ,000 -5,369
,040 ,000 ,000 ,000 -5,129
,050 ,000 ,000 ,000 -4,933
,060 ,000 ,000 ,000 -4,767
,070 ,000 ,000 ,000 -4,621
,080 ,000 ,000 ,000 -4,491
,090 ,000 ,000 ,000 -4,372
,100 ,000 ,000 ,000 -4,262
,150 ,000 ,000 ,000 -3,810
,200 ,000 ,000 ,001 -3,450
,250 ,001 ,000 ,002 -3,142
,300 ,001 ,001 ,003 -2,865
,350 ,002 ,001 ,005 -2,608
,400 ,004 ,002 ,008 -2,364
,450 ,007 ,004 ,013 -2,128
,500
dimension1

,013 ,007 ,022 -1,896


,550 ,022 ,012 ,037 -1,664
,600 ,037 ,022 ,064 -1,429
,650 ,065 ,038 ,114 -1,185
,700 ,118 ,069 ,216 -,928
,750 ,223 ,127 ,440 -,651
,800 ,454 ,245 ,989 -,342
,850 1,040 ,519 2,593 ,017
,900 2,950 1,306 8,892 ,470
,910 3,794 1,628 12,000 ,579
,920 4,987 2,068 16,632 ,698
,930 6,736 2,688 23,833 ,828
,940 9,423 3,599 35,648 ,974
,950 13,820 5,017 56,476 1,141
,960 21,673 7,402 97,074 1,336
,970 37,682 11,925 189,183 1,576
,980 78,607 22,438 460,132 1,895
,990 250,470 60,574 1873,470 2,399
a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
127

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
128

Lampiran 16

Hasil analisa Probit log EAM2.1


Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -7,250
,020 ,000 ,000 ,000 -6,519
,030 ,000 ,000 ,000 -6,055
,040 ,000 ,000 ,000 -5,706
,050 ,000 ,000 ,000 -5,422
,060 ,000 ,000 ,000 -5,181
,070 ,000 ,000 ,000 -4,969
,080 ,000 ,000 ,000 -4,779
,090 ,000 ,000 ,000 -4,607
,100 ,000 ,000 ,000 -4,448
,150 ,000 ,000 ,001 -3,791
,200 ,001 ,000 ,002 -3,268
,250 ,002 ,000 ,004 -2,820
,300 ,004 ,001 ,009 -2,418
,350 ,009 ,003 ,020 -2,045
,400 ,020 ,008 ,043 -1,691
,450 ,045 ,020 ,091 -1,349
,500
dimension1

,097 ,047 ,202 -1,012


,550 ,211 ,104 ,469 -,675
,600 ,465 ,223 1,150 -,332
,650 1,051 ,474 3,015 ,022
,700 2,480 1,020 8,563 ,394
,750 6,265 2,285 26,983 ,797
,800 17,581 5,518 98,486 1,245
,850 58,534 15,205 451,611 1,767
,900 265,869 53,743 3108,201 2,425
,910 383,192 72,801 4960,008 2,583
,920 569,998 101,185 8245,174 2,756
,930 882,064 145,245 14425,076 2,945
,940 1436,424 217,361 26956,690 3,157
,950 2505,084 344,023 55035,720 3,399
,960 4815,043 589,580 127394,301 3,683
,970 10751,497 1142,252 357817,553 4,031
,980 31277,298 2748,001 1413946,817 4,495
,990 168334,385 10938,080 1,236E7 5,226
a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
129

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
130

Lampiran 17

Hasil analisa Probit log EA.4.2

Confidence Limits

Probability
95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)

Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate

PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -12,065

,020 ,000 ,000 ,000 -10,961

,030 ,000 ,000 ,000 -10,261

,040 ,000 ,000 ,000 -9,735

,050 ,000 ,000 ,000 -9,306

,060 ,000 ,000 ,000 -8,942

,070 ,000 ,000 ,000 -8,622

,080 ,000 ,000 ,000 -8,336

,090 ,000 ,000 ,000 -8,075

,100 ,000 ,000 ,000 -7,836

,150 ,000 ,000 ,000 -6,844

,200 ,000 ,000 ,000 -6,055

,250 ,000 ,000 ,000 -5,379

dimension1 ,300 ,000 ,000 ,000 -4,771

,350 ,000 ,000 ,000 -4,208

,400 ,000 ,000 ,001 -3,674

,450 ,001 ,000 ,003 -3,157

,500 ,002 ,000 ,008 -2,649

,550 ,007 ,001 ,023 -2,140

,600 ,024 ,006 ,070 -1,623

,650 ,081 ,026 ,260 -1,089

,700 ,298 ,101 1,263 -,526

,750 1,207 ,362 8,274 ,082

,800 5,728 1,334 75,271 ,758

,850 35,198 5,690 1060,581 1,547


,900 345,661 33,580 31098,336 2,539

,910 600,177 51,321 70648,548 2,778

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
131

,920 1092,960 81,249 172522,060 3,039

,930 2112,737 134,463 461094,933 3,325

,940 4410,947 235,683 1384343,542 3,645

,950 10212,588 446,310 4857831,743 4,009

,960 27384,110 943,428 2,127E7 4,437

,970 92069,597 2363,113 1,309E8 4,964

,980 461490,333 7988,457 1,470E9 5,664

,990 5854938,305 54241,977 6,674E10 6,768

a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
132

Lampiran 18

Hasil analisa Probit log EAM.1.3

Confidence Limits

Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)

Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate

PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -4,330

,020 ,000 ,000 ,001 -3,802

,030 ,000 ,000 ,001 -3,467

,040 ,001 ,000 ,002 -3,215

,050 ,001 ,000 ,003 -3,011

,060 ,001 ,000 ,004 -2,836

,070 ,002 ,001 ,005 -2,683

,080 ,003 ,001 ,007 -2,546

,090 ,004 ,001 ,009 -2,422

,100 ,005 ,002 ,011 -2,307

,150 ,015 ,006 ,030 -1,832

,200 ,035 ,016 ,065 -1,455

,250 ,074 ,037 ,132 -1,131

dimension1
,300 ,144 ,078 ,253 -,841

,350 ,268 ,151 ,476 -,572

,400 ,483 ,275 ,888 -,316

,450 ,854 ,481 1,660 -,069

,500 1,495 ,818 3,127 ,175

,550 2,618 1,372 5,975 ,418

,600 4,626 2,296 11,661 ,665

,650 8,332 3,874 23,475 ,921

,700 15,491 6,679 49,410 1,190

,750 30,249 11,954 110,948 1,481

,800 63,731 22,738 274,491 1,804

,850 151,911 47,881 792,850 2,182

,900 453,151 121,580 3027,141 2,656

,910 590,047 152,171 4186,429 2,771

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
133

,920 786,015 194,141 5955,476 2,895

,930 1077,393 253,701 8776,835 3,032

,940 1532,209 341,968 13538,197 3,185

,950 2289,558 480,534 22200,917 3,360

,960 3670,190 716,358 39711,328 3,565

,970 6555,903 1169,749 81208,598 3,817

,980 14175,817 2243,241 210339,338 4,152

,990 47798,742 6251,669 943936,867 4,679

a. Logarithm base = 10.

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
134

Lampiran 19

Hasil RMI-1H dan RMI-13C EA.2.1

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
135

Lampiran 20

Hasil RMI-1H dan RMI-13C senyawa EA.4.2

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
136

Lampiran 21

Hasil RMI-1H dan RMI-13C EAM1.3

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
137

Lampiran 22

Hasil HMQC dan HMBC EAM1.3

TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH

Anda mungkin juga menyukai