1. Halaman Judul
TESIS
USWATUN KHASANAH
051314153014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
ii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
USWATUN KHASANAH
051314153014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
iii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
Oleh:
Uswatun Khasanah
NIM: 051314153014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
iv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Lembar Pengesahan
v
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
vi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
vii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Ucapan Terimakasih
UCAPAN TERIMAKASIH
menyelesaikan tesis ini. Dengan selesainya tesis ini, maka dengan penuh rasa
2. Dr. Achmad Fuad Hafid, MS.,Apt. Selaku dosen pembimbing serta yang
3. Tim penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Sukardiman, MS., Apt., Prof. Indah
ini.
Airlangga, Ibu Dr. Hj. Umi Athijah, M.Si.,Apt. Selaku Dekan Fakultas
Airlangga.
viii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Prof. Dr. Bambang Prayogo EW, M.S.,Apt selaku Ketua Program Studi S2
Ilmu Farmasi dan ketua bidang minat Kimia Bahan Alam Program Studi
7. Dr. Achmad Fuad Hafid, MS.,Apt. Selaku ketua kelompok studi Herbal
Universitas Airlangga.
8. Dr. Sri Winarsih, M.S.,Apt. Selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
yang tiada henti (Semoga rahmat dan karunia Allah selalu tercurah
kepadamu).
11. Bapak Parto, Mas Ari yang telah membantu dalam hal administrasi
perkuliahan.
ix
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12. Mbak Lidya Tumewu, Mbak Ilmi, Mbak Ratih terimakasih banyak untuk
ini, maka dari itu kritik dan saran membangun dari berbagai pihak sangat
Penulis
x
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6. Ringkasan
RINGKASAN
xi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dan 366 nm. Identifikasi mengunakan KCKT didapatkan waktu retensi 4,333
dengan spektrum UV 266 nm. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer RMI-1H
didapatkan adanya sinyal pada δ 7.02 (2H,s) dan dari profil RMI-13C terdapat 5
posisi karbon yang berbeda. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, maka EA.2.1
adalah senyawa asam 3,4,5- trihidroksi benzoat atau asam galat.
Pemisahan terhadap subfraksi EA.4 dilakukan dengan KLT preparatif dan
diperoleh 2 subfraksi, yaitu EA.4.1 dan EA.4.2. EA.4.2 diperoleh sebagai serbuk
kekuningan. Hasil KLT menunjukkan EA.4.2 memiliki Rf 0,6 dengan spot
berpendar kehitaman pada λ 254 nm dan 366 nm. Hasil identifikasi dengan KCKT
menunjukkan adanya puncak pada Rt 4,544, dengan puncak spektrum UV pada λ
271 nm. Data RMI-1H menunjukkan adanya sinyal pada δ 7.07 (2H,s) yang
merupakan proton dari senyawa aromatis dan sinyal pada δ 3.75 (3H,s) yang
merupakan sinyal dari gugus metoksi (OCH3). Data RMI-13C menunjukkan
adanya 6 posisi atom karbon yang berbeda. berdasarkan data tersebut, maka
senyawa EA.4.2 adalah metil galat.
Proses pemisahan selanjutnya dilakukan pada subfraksi EA.6; EA.7 dan
EA.8 dengan target spot pada Rf 0,48. Ketiga subfraksi digabung dan disebut
dengan EAM1. KLT preparatif dilakukan dengan fase diam silika dan fase gerak
kloroform-metanol 8-2. Dari hasil KLT preparatif didapatkan tiga senyawa, yaitu
EAM1.1 (4,9 mg); EAM1.2 (5 mg); dan EAM1.3 (2,1 mg). Hasil identifikasi
dengan KLT menunjukkan bahwa spot EAM1.3 pada Rf 0,3 sudah murni untuk
dilakukan identifikasi selanjutnya. Spot dari ketiga hasil KLT preparatif berpendar
kehitaman pada panjang gelombang 254 dan 366 nm, serta berwarna kuning
ketika dengan penampak noda H2SO4 10%.
EAM1.3 diperoleh berupa serbuk kuning. Data RMI-1H menunjukkan
adanya sinyal pada δ 7.83 (1H,dd,J=48,4) yang merupakan sinyal dari proton
gugus aromatik pada posisi C-2’ dan C-6’. Keduanya berada pada posisi yang
simetris. Sinyal pada δ 6.99 (1H,dd,J=8,4) merupakan sinyal dari proton pada
posisi C-3’ dan C-5’. Kedua sinyal tersebut menunjukkan posisi orto dari proton
pada posisi C-2’, 6’ dan C-3’, 5’ (Sovia et al., 2013). Sinyal pada posisi δ 6.45
(1H, d, J= 2,4 Hz) dan δ 6.24 (1H,d, J= 1,6 Hz) adalah geseran kimia proton pada
posisi atom karbon C-6 dan C-8. Nilai J menunjukkan bahwa kedua proton pada
atom karbon C-6 dan C-8 berada pada posisi meta (Sovia et al., 2013). Sinyal
pada 12.69 merupakan proton dari gugus hidroksil (OH) pada posisi C-5. Data
dari RMI-13C menunjukkan adanya sinyal oksiaril pada δ 170.3, 164.4, 159.7,
163.8 dan 156.6. Sinyal pada δ178.5 yang merupakan ciri khas dari karbon keton
C=O pada posisi C-4. Sinyal pada δ 70-71 merupakan karbon dari gugus gula.
Profil HMBC dan HMQC menunjukkan bahwa EAM1.3 adalah senyawa
glikosida kaempferol, dengan gugus gula ramnosil terletak pada atom karbon C-3.
Berdasarkan data dari RMI-1H dan RMI-13C , maka EAM1.3 adalah senyawa
kaempferol-3-O-ramnosil.
xii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xiii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7. Abstract
ABSTRACT
Malaria was one of the public health concern due to the development of
resistance by the most lethal causative species, Plasmodium falciparum.
Screening of in vitro antimalarial from several Indonesian plants showed that
ethyl acetate fraction of Alectryon serratus was active as anti-malarial based on
Chinchilla criteria (IC50 9,45 µg/mL). The aim of this study is to identify
antimalarial active substances from ethyl acetate fraction of A.serratus leaves.
Open column chromatography using ODS as the stationary phase have been
carried out and 12 subfractions were obtained and named as EA.1-EA.12. The in
vitro antimalarial activity assay was done using Plasmodium falciparum 3D7
culture and Giemsa staining method. The result showed that fraction EA.4; EA.8;
EA.9 and EA.11 were active as antimalarial with IC50 0,035 µg/mL; 0,187 µg/mL;
0,015 µg/mL; 0,017 µg/mL. The known compound gallic acid and methyl gallate
were isolated from EA.2 and EA.4. Kempferol-3-O-rhamnoside was isolated from
EAM1. Flavonoid was identified from EAM2.1. Gallic acid was active as
antimalarial with IC50 0,013 µg/mL. EAM2.1 was also active as antimalarial with
IC50 0,097 µg/mL. From the result, we conclude that fraction EA.4; EA.8; EA.9;
EA.11; gallic acid and flavonoid compound isolated from ethyl acetate fraction of
Alectryon serratus leaves exhibited in vitro antimalarial activity and potential to
be developed as a new antimalarial drug.
xiv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8. Daftar Isi
DAFTAR ISI
xv
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xvi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xvii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
xviii
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
xix
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
xx
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
diperkirakan terdapat 207 juta kasus malaria dan 627 ribu kematian akibat malaria
dengan lima propinsi memiliki prevalensi tertinggi, yaitu Papua (28,6%), Nusa
Tenggara Timur (23,3%), Papua Barat (19,4%), Sulawesi Tengah (12,5%), dan
atas angka nasional, dan sebagian besar berada di Indonesia Timur. Berdasarkan
usia, prevalensi malaria pada anak usia kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah
dibandingkan pada orang dewasa, yaitu 1,3% pada anak usia kurang dari 15
tahun, dan 1,6% pada orang dewasa (Riset Kesehatan Dasar DEPKES RI, 2015).
namun angka kesakitan dan kematian malaria di beberapa negara masih tetap
tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka prevalensi
kasus malaria adalah munculnya galur parasit malaria yang resisten terhadap obat
1
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
melakukan penemuan obat baru menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan
malaria. Obat baru yang terjangkau bagi masyarakat di daerah endemik malaria
sintesis maupun yang berasal dari bahan alam, khususnya tumbuhan masih terus
antimalaria yang potensial. Obat antimalaria yang pertama adalah kinina, suatu
senyawa alkaloid yang berhasil diisolasi dari kulit batang tanaman kina
(Chincona succirubra) (Pouplin et al., 2007). Karena efek samping kinina yang
besar, antara lain tinnitus, vertigo, dan gangguan fungsi mata, maka pada tahun
1940 kinina diganti dengan obat malaria semisintetik, yaitu klorokuin, dan
menjadi obat pilihan untuk terapi malaria hingga saat ini adalah artemisinin
Sebelum diteliti sebagai obat antimalaria, tanaman ini telah digunakan pada
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
Hal tersebut di atas telah mendorong eksplorasi dan isolasi tanaman obat
lainnya yang diduga mengandung senyawa aktif antimalaria. Sampai saat ini
telah diketahui beberapa senyawa baru hasil isolasi tanaman dari golongan
al.,2009).
antara lain isoflavon, flavonol, flavon, flavonoid terprenilasi, kalkon, dan katekin.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Tanaman tersebut antara
antrakuinon (Diaz & Rossini, 2012; Miller & Tuck, 2013; Widyawaruyanti et al.,
2014). Penelitian terhadap khasiat dari A.serratus masih sangat terbatas. Akan tetapi
terdapat beberapa penelitian tentang khasiat dan kegunaan beberapa tanaman dari
(Sofidiya et al., 2011; Diaz & Rossini, 2012). Salah satu tanaman famili Sapindaceae
yang telah diteliti dan memiliki aktivitas antimalaria adalah ekstrak metanol daun
dengan pelarut diklorometana, etil asetat, n-butanol, dan air, kemudian dilakukan
uji antimalaria secara in vitro dan in vivo. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa fraksi etil asetat daun A.serratus memiliki aktivitas antimalaria tertinggi
dengan IC50 9,45 µg/mL (pada uji in vitro), dan ED50 5,92 mg/kgBB (pada uji in
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
dengan menggunakan KLT. Dari profil KLT diketahui bahwa fraksi etil asetat
Ekstrak yang memiliki nilai IC50 kurang dari 50μg/ml dan fraksi yang
memiliki nilai IC50 kurang dari 25μg/ml dapat dikatakan efektif sebagai antimalaria
(Kohler et al., 2002). Sedangkan menurut Fidock dkk (2004) suatu obat/ bahan obat
IC50 < 1-5μM pada uji antimalaria in vitro dan IC50 < 5-25 mg/kgBB mencit pada uji
in vivo. Berdasarkan hal tersebut diduga fraksi etil asetat daun A.serratus
mengandung bahan aktif yang mempunyai aktivitas antimalaria dan potensial untuk
diisolasi lebih lanjut serta dikembangkan sebagai obat antimalaria. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif yang
Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap, dimulai dari ekstraksi daun
Alectryon serratus dengan pelarut etanol 80%, fraksinasi, subfraksinasi dan isolasi
senyawa flavonoid dari ekstrak etanol, penentuan struktur senyawa aktif, dan
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
falciparum 3D7.
falciparum 3D7.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Alectryon
7
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Flores, pulau Roti, kepulauan Filipina (pulau Palawan, Mindoro, Luzon, Negros,
Pulau Sulu, Mindanao), pulau Celebes, pulau Ceram, dan pulau Kai. Mayoritas
Daun : panjang daun antara 1-8,5 cm, dengan petiola sepanjang 1-8 mm.
Ketebalan daun antara 0,5-2 mm. Bentuk daun oval hingga ellips, berbulu pada
pedicel sepanjang 1-1,5 mm, dan sepal setinggi 1 mm. Stamen berupa filamen
antrakuinon (Sofidiya et al., 2012; Widyawaruyanti et al., 2014). Ciri khas dari
aglikon triterpenoid lupeol, betulin, dan asam betulinat. Selain itu tanaman pada
A B
nyamuk (Diaz & Rossini, 2012). Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya
al., 2014). Sesuai dengan kriteria aktivitas antiplasmodial in vitro dari Chinchilla
et al. (2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 μg/mL, aktif jika IC50 = 5-50
μg/mL, rendah jika IC50 = 50-100 μg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 μg/mL.
dewasa terutama pada negara tropis, sub tropis, Sahara Afrika, Amerika Tengah
dan Selatan, Kepulauan Karibia, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan
tahun sehubungan dengan adanya kasus resistensi parasit terhadap obat-obat anti
Plasmodium Falcifarum, dan lebih dari 80% kematian akibat malaria terjadi di
sub sahara afrika. WHO memperkirakan lebih dari 90% dari 1,5-2 juta kematian
per tahun pada anak-anak di benua Afrika berhubungan dengan kasus malaria. Di
daerah Sub Sahara Afrika, diperkirakan 25 juta wanita hamil terinfeksi malaria
setiap tahunnya, dan 10,5 juta diantaranya terinfeksi malaria pada trimester kedua
terutama di wilayah luar Pulau Jawa dan Bali. Prevalensi malaria pada penduduk
Indonesia pada tahun 2013 adalah 6 %, dengan lima propinsi memiliki prevalensi
tertinggi, yaitu Papua (28,6%), Nusa Tenggara Timur (23,3%), Papua Barat
propinsi memiliki prevalensi malaria di atas angka nasional, dan sebagian besar
berada di Indonesia Timur. Berdasarkan usia, prevalensi malaria pada anak usia
kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa, yaitu
1,3% pada anak usia kurang dari 15 tahun, dan 1,6% pada orang dewasa (Riset
sebagai berikut : (1) obat antimalaria golongan kuinolon dan turunannya, yaitu :
oleh parasit pada saat mendegradasi hemoglobin dari eritrosit. Heme bebas yang
1970, yaitu saat terjadi kasus peningkatan resistensi klorokuin (Petersen et al.,
Artemisin merupakan salah satu obat antimalaria yang diisolasi dari bahan
saat itu. Akan tetapi pada tahun 1960 ditemukan kasus resistensi terhadap
Sejak saat itu angka kematian akibat malaria meningkat 2-3 kali hingga tahun
1980 (Trape, 2001; Najera et al., 2011). Sebagai pengganti klorokuin, maka
Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, Maluku Utara, dan DKI Jakarta.
Timur pada tahun 1974, kemudian dengan cepat menyebar ke beberapa wilayah.
Hal ini dikarenakan mobilitas penduduk antar wilayah yang semakin meningkat,
sehingga endemik malaria pada suatu wilayah tidak dapat segera diberantas.
Selain itu faktor kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat juga berpengaruh
obat, yaitu dengan melakukan mutasi pada gen target. Resistensi terhadap
klorokuin disebabkan oleh adanya mutasi pada suatu transporter pada vakuola
senyawa antifolat, yaitu adanya mutasi pada gen yang menyandi PfDHFR
infeksi akut dan berat, karena kemampuannya menyerang eritrosit muda dan tua.
Spesies ini hidup pada daerah tropis dan subtropis. Periode inkubasi
P.falciparum paling pendek dibandingkan dengan spesies lain, antara 8-11 hari
dengan periode siklus eritrositik selama 36-48 jam. P.falciparum dapat dibedakan
hidupnya.
cells) dan menempel pada lapisan dinding pembuluh darah kecil. Parasit asing ini
Sutisna, 2004):
1. Trofozoit
2. Skizon
Skizon muda dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir
3. Gametosit
pewarnaan tercat lebih gelap, nukleus tampak padat dan kecil. Gamet
berwarna biru muda atau merah jambu, nukleus lebih besar dan tidak
vospes definitif tempat terjadinya siklus seksual dan reproduksi yang dilengkapi
dengan sporogoni. Pada manusia, parasit ini hidup dalam sel tubuh (fixed tissue
merah dengan periode lebih dari 2 atau 3 hari, dan bermultiplikasi secara
telah menjadi isu yang paling diperhatikan dalam terapi malaria. Pada saat yang
sama, uji in vitro telah menjadi alat yang penting untuk menilai sensitivitas obat
obat dibagi menjadi tiga, antara lain uji secara visual (mikroskopis), metode
nama tes 48-jam. Trager membuat kultur P.falciparum dalam Petri dish 35
mm dan memaparnya dengan media bebas obat sebagai kontrol dan media yang
paling banyak dipakai adalah metode microtechnique and WHO test atau sering
disebut dengan WHO microtest. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh
sumuran (sumuran 2 dan 3 bebas obat, sumuran 4-12 ditambahkan obat dengan
Kultur diinkubasi dalam candle jar selama 24-30 jam pada suhu 37-
38oC. Setelah supernatant dibuang, dua hapusan darah tipis dengan pewarnaan
2007).
densitas parasit yang rendah, dan inkubasinya hanya membutuhkan waktu 24 jam.
Namun, metode ini membutuhkan tenaga yang terlatih dan dalam menghitung
parasitemia, jumlah yang dihitung dapat bervariasi tergantung dari tenaga yang
menghitung.
peneliti terus melakukan riset untuk menemukan obat antimalaria baru. Berbagai
senyawa baru telah diisolasi dari bahan alam, dan telah diuji aktivitas antimalaria.
aporberin, indol alkaloid, dan menzamin alkaloid. Obat antimalaria pertama yang
berhasil diisolasi dari tanaman Cinchona sp. (famili Rubiaceae) adalah kuinin,
Oliveira et al.,2009).
Artemisinin sangat aktif secara in vitro dengan nilai IC50 antara 1-100 Nm, dan
terprenilasi, kalkon, dan katekin. Salah satu tanaman Indonesia yang memiliki
menghasilkan isolat yang aktif sebagai antimalaria dengan IC50 sebesar 0,0685
2.7.1. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
Ekstraksi berasal dari bahasa latin “extractio atau extrahere” yang berarti
tumbuhan dan atau hewan. Cara menarik keluar senyawa-senyawa tersebut dilakukan
dengan penyarian, diperas atau destilasi. Bahan aktif yang terdapat pada tanaman dan
atau hewan tersebut susunannya komplek, dan tidak tunggal. Dalam pengerjaannya
harus dipertimbangkan pemilihan pelarut yang tepat, agar dapat melarutkan dan
ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi cara dingin dan cara panas. Untuk
ekstraksi cara dingin, terdapat dua metode, maserasi dan perkolasi. Kedua metode
RI., 1995). Metode ekstraksi cara panas terdiri atas refluks, soxhlet, digesti,
infusa, dan dekoksi. Selain kedua cara ekstraksi tersebut, telah dikembangkan
beberapa metode ekstraksi antara lain : ekstaksi dengan destilasi uap, Supercritical
Fluid Extraction (SFE), Counter Current Extraction (CCE), dan ekstraksi dengan
ultrasonik.
senyawa tanpa adanya perubahan kimiawi dari senyawa tersebut. Sistem pelarut
melarutkan jumlah maksimum dari zat yang diinginkan (Singh., 2008). Pada
umumnya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang kurang polar sedikit demi
sedikit meningkat sampai dengan yang paling polar. Pelarut nonpolar yang sering
dipakai, misalanya petroleum eter dan heksana. Pelarut yang semi polar misalnya
etanol, air, atau campuran keduanya. Zat-zat kimia yang terekstrasi dengan
pelarut nonpolar antara lain : steroid, lemak, dan karotenoid. Zat-zat yang
kimia yang terekstraksi dengan pelarut polar adalah garam alkaloid, glikosida,
Prosedur isolasi senyawa dari tanaman juga sangat beragam, sesuai zat
kandungan yang akan diisolasi. Salah satu hal yang harus diperhatikan adlaah
yang dipisahkan pada fase diam di bawah pengaruh fase gerak. Sampel yang
digunakan berupa larutan yang ditotolkan pada fase diam lempeng kromatografi
factor), dan warna noda. Rf (Retardation factor) adalah hasil bagi jarak tempuh
noda dari titik awal dengan jarak tempuh pelarut dari titik awal. Setiap zat akan
memiliki harga Rf yang spesifik dengan fase gerak dan fase diam tertentu (Skoog,
1981). Untuk mendeteksi warna noda digunakan sinar ultraviolet pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, serta penyemprotan hasil kromatografi dengan
dapat digunakan untuk memfraksinasi campuran senyawa dalam skala besar. Pada
kromatografi kolom digunakan suatu tabung dengan ukuran tertentu yang diisi
dengan bahan pengadsorbsi (silika gel, selulosa, poliamida, gel sephadex) dan
di bagian atas kemasan kolom, kemudian dieluasi dengan pelarut yang sesuai
kolom umumnya merupakan pelarut tunggal atau campuran pelarut, dimulai dari
yang paling kurang polar sampai yang paling polar (Harborne., 1987).
tinggi (KCKT) merupakan kromatografi kolom. Akan tetapi, fase diam pada
KCKT ter”packing” dalam kolom. Beberapa keuntungan dari KCKT antara lain
hasil kromatogram dapat dideteksi dengan detektor yang bervariasi, kolom bisa
Suharman., 1995).
tingkat energi vibrasi dan rotasi dalam suatu molekul sebagai akibat absorbsi
vibrasi, yaitu vibrasi regangan dan vibrasi bengkok. Karena setiap ikatan antar
atom pada gugus fungsi memiliki massa atom relatif dan tetapan gaya yang
berbeda, maka setiap gugus fungsi memiliki frekuensi vibrasi yang berbeda pada
dalam suatu molekul. Vibrasi yang informatif berada pada daerah bilangan
gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1. Daerah serapan inframerah dibagi menjadi
daerah gugus fungsi (4000-1300 cm-1), dan daerah sidik jari ( 1400-400 cm-1).
Serapan gugus fungsi utama, seperti OH, NH, C=C, CN, C=O akan berada pada
daerah gugus fungsi, dan daerah sidik jari bersifat khas untuk tiap-tiap molekul
inti-inti tertentu dalam molekul apabila molekul tersebut berada dalam medan
magnet yang kuat. Spektrum NMR memberikan gambaran mengenai jumlah atom
13 14 17 19
6C, 7N, 8O, dan 9F, dan inti atom yang tidak mempunyai spin, misalnya
12 16
6C, dan 8O. Yang dimanfaatkan pada NMR adalah inti-inti yang mempunyai
1
spin dan yang paling lazim dipelajari adalah 1H (proton). Suatu inti yang
mempunyai spin akan berputar dan menghasilkan medan magnet kecil yang
karena inti merupakan partikel yang bermuatan dan setiap inti yang berputar akan
dihasilkan oleh muatan dan spin inti atom tersebut. Inti hidrogen memiliki spin
+1/2 dan -1/2, dan momen magnetik inti dalam hal ini terjadi dalam arah
searah atau berlawanan terhadap medan magnet luar tersebut. Inti hidrogen akan
berada dalam salah satu orientasi jika dikenai medan magnet. Posisi spin +1/2
memiliki energi lebih rendah karena searah dengan medan magnet, sedangkan
posisi -1/2 memiliki energi lebih tinggi karena berlawanan dengan medan magnet
Fenomena resonansi magnetik inti terjadi bila inti dengan orientasi searah
dengan medan magnet akan menyerap energi dan mengubah orientasi spinnya
terhadap medan magnet luar. Absorbsi energi oleh inti dapat dihitung dan jumlah
energi yang diabsorbsi harus sama dengan perbedaan energi antara dua posisi
spin. Pada resonansi magnetik inti, setiap proton dalam molekul beresonansi pada
frekuensi yang sedikit berbeda, karena berbagai proton dalam molekul dikelilingi
dengan proton lainnya. Mengukur secara tepat frekuensi resonansi untuk setiap
proton sangat sulit dilakukan, sehingga digunakan senyawa standar frekuensi yang
ditambahkan dalam larutan senyawa yang diukur dan frekuensi resonansi setiap
digeserkan dari TMS dalam ppm (part per million) terhadap frekuensi
impact untuk menghasilkan ion molekul. Molekul organik dalam bentuk gas
satu elektronnya menjadi dua ion molekul atau disebut pula kation radikal karena
berisi satu elektron tak berpasangan dan bermuatan positif (M·+). Selanjutnya,
sebagian besar ion molekul akan terfragmentasi dalam waktu 10-10- 10-3 detik
menjadi ion fragmen bermuatan positif dan radikal. Hasil dari proses ini direkam
Puncak dari ion molekul penting, karena memberikan gambaran berat molekul
suatu senyawa. Pada umumnya, puncak ion melekul adalah puncak dengan nomor
beberapa molekul memiliki isotop dengan massa lebih besar daripada isotop
BAB III
28
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
sejak beberapa dekade yang lalu. Kandungan metabolit sekunder pada tanaman
alkaloid. Kuinin merupakan salah satu senyawa alkaloid yang digunakan sebagai
antimalaria selama lebih dari tiga ratus tahun (Saxena et al.,2003; Kaur et
katekin. Salah satu tanaman Indonesia yang memiliki efek farmakologi sebagai
28
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
et al., 2007).
dasar C20 , yang disebut pikrasan. Beberapa senyawa golongan quassinoid yang
penelitian terhadap 10 jenis tanaman yang diambil dari Alas Purwo Banyuwangi.
(2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 µg/mL, aktif jika IC50 = 5-50 µg/mL,
rendah jika IC50 = 50-100 µg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 µg/mL.
stephensi and Culex quimquefasciatus (Diaz & Rossini, 2012). Tanaman dalam
(Batista et al,2009).
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
alkaloid (Adema et al.,1994; Miller & Tuck., 2013). Ciri khas dari kandungan
sianogenik, terutama pada minyak yang dihasilkan dari biji (Miller & Tuck,
2013).
Uji antimalaria secara in vitro dilakukan terhadap ke-empat fraksi tersebut, dan
didapatkan fraksi etil asetat memiliki aktivitas antimalaria paling aktif (IC50
9,45µg/mL). Profil KLT dari fraksi etil asetat menunjukkan bahwa fraksi etil
Berdasarkan studi literatur tersebut, makan diduga pada fraksi etil asetat
daun tanaman Alectryon serratus terdapat bahan aktif antimalaria . Sehingga pada
penelitian ini akan dilakukan proses sub-fraksinasi dan isolasi terhadap fraksi etil
asetat daun Alectryon serratus untuk mengetahui senyawa aktif yang memiliki
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
3.3.Hipotesis Penelitian
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV
mencapai tujuan penelitian ini, maka dilakukan beberapa tahap penelitian sebagai
berikut :
3. Fraksi yang paling aktif, yaitu fraksi etil asetat disubfraksinasi dengan
menggunakan kolom terbuka, dengan fase diam dan fase gerak yang telah
semipreparatif.
4.1.2. Uji aktivitas antimalaria in vitro hasil subfraksinasi dan isolat terhadap
33
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
Bahan uji berupa subfraksi, crude isolat dan isolat dari fraksi etil asetat
4.1.3. Identifikasi bahan aktif antimalaria dari fraksi etil asetat daun
A.serratus
Konsentrasi dari subfraksi, crude isolat dan isolat dari fraski etil asetat
Variabel tergantung
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah folium (daun)
dari tanaman Alectyon serratus yang diperoleh dari Taman Nasional Alas Purwo,
serbuk.
Bahan kimia untuk ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi antara lain : etanol
teknis, etanol p.a (Merck), asetonitril p.a (Merck), metanol p.a (Merck), kloroform
p.a (Merck), n-heksana p.a (Merck), etil asetat p.a (Merck), n-butanol p.a (Merck),
diklorometana p.a (Merck), lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck 0,25 mm),
dimodifikasi.
Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antimalaria antara lain RPMI
manusia golongan O yang diperoleh dari bank darah (PMI), aquades steril
minyak imersi.
Jeol (400 MHz), KCKT Shimadzu LC-06, Pump LC-6AD, shimpack kolom
9,4x250 mm.
laminar air flow, inkubator, lemari pendingin, spuit injection 1ml dan 10ml,
candle jar, efendorf 1,5ml, mikroskop cahaya, mikroskop AO, kaca objek, gelas
ukur, mikropipet, sentrifugasi, petridish, Erlenmeyer 2ml, blue tip, yellow tip,
gelombang 405/750, autoclave, tabung falcon 50ml dan 20ml, lampu spritus,
penyaring membran ukuran 0,22µm, stirrer, water bath dan Latex hanschoen.
Universitas Airlangga.
2015.
isolasi)
etanol 80% sebanyak 1 L dengan metode sonifikasi selama 2 menit, dan diulangi
sebanyak 3x, kemudian disaring dan ekstrak dipisahkan dari residu. Residu
dimaserasi kembali dengan 750 ml pelarut dengan metode yang sama. Ekstrak
diperoleh ekstrak kental, ekstrak kental dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC.
Cara kerja :
diklorometana.
prosedur di atas. Etil asetat ditambahkan hingga fase etil asetat berwarna
pelarut etil asetat. Lalu ditambahkan larutan n-butanol sebanyak 200 ml,
suhu 40oC.
Cara kerja :
ke dalam kolom sambil keran kolom dibuka dan pelarut yang menetes
panjang kolom.
4. Cairan ditampung dengan volume antara 2-3 ml hingga fase diam tidak
berwarna.
dengan menggunakan fase diam silika RP dan fase gerak yang telah
Cara pembuatan media tak lengkap sebanyak 1 Liter adalah sebagai berikut :
larut.
Erlenmeyer.
dalam Erlenmeyer.
disposable pada suhu 4oC. Media ini disebut dengan media tak
lengkap.
selama 5 menit.
kandungan eritrosit menjadi 50%, dan disebut RBC 50% yang siap
lengkap.
strainnya.
4.Penggantian Media
dalam biakan.
5.Subkultur
yang tinggi menjadi lebih rendah sesuai yang diinginkan. Biakan yang
dengan RBC 50%. Setelah diencerkan dibuat sediaan darah tipis untuk
tipis.
Keterangan :
Xe : eritrosit terinfeksi
D0 : Persen parasitemia pada hari ke-0
Xu : persen pertumbuhan parasitemia dari sampel uji
Xk : persen pertumbuhan parasitemia dari kontrol negatif
kadar parasitemia awal setiap well adalah 1% dan hematokrit 5%. Maka
diperoleh total volume sebanyak 3x volume awal. Setiap well berisi 500µL
suspensi parasit.
Bahan uji yang akan digunakan adalah subfraksi dan isolat dari
lengkap sebanyak 490 µL, hingga diperoleh volume akhir 500 µL.
1. Lempeng sumur untuk uji diisi dengan media lengkap sebanyak 1080
µL.
dalam well yang telah diberi media lengkap sebnayak 1080 µL.
4. Dibuang 80 µL dari tiap tiap sumur uji, kecuali sumur kontrol negatif.
1. Lempeng sumur untuk uji diisi dengan media lengkap sebanyak 1080
µL.
dalam well yang telah diberi media lengkap sebnayak 1080 µL.
bahan uji yang sudah dicampur dengan media lengkap pada U-1 ke U-
5. Dibuang 80 µL dari tiap tiap sumur uji, kecuali sumur kontrol negatif.
Cara kerja :
ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.
dikeringkan.
menggunakan fase diam silika gel G-60, fase gerak kloroform-metanol 8-2.
Cara kerja :
ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.
dikeringkan.
dilakukan KLT preparatif dari subfraksi yang mengandung spot yang sama, yaitu
Cara kerja :
ditandai, dan diambil dengan bantuan lampu UV 366 dan 254 nm.
dikeringkan.
semipreparatif
RP-18 9,4x250 mm , dan fase gerak asetonitril-air 6-4, detektor PDA, kecepatan
alir 1,5 mL/menit. Volume sampel tiap injeksi adalah 100 µL. Hasil pemisahan
EAM2.
menggunakan KCKT Shimadzu LC-06, dengan fase diam kolom RP shimpack 4,6
x 250 mm, dan fase gerak asetonitril-air 6-4, detektor PDA, kecepatan alir 0,7
mL/menit. Volume sampel tiap injeksi adalah 100 µL. Hasil pemisahan
dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak
dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak
sebanyak 40 µL.
dan pengujian dengan fase diam silika gel 60 F254 , fase gerak
EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 digabung menjadi satu, dan disebut sebagai subfraksi
EAM2.
dilakukan uji aktivitas antimalaria dengan metode Trager and Jensen seperti pada
kultur parasit dengan tingkat parasitemia 1%, dan hematokrit 5%. Setelah
diinkubasi selama 48 jam, kultur dipanen dan dibuat sediaan lapisan darah tipis
hambatan parasitemia.
Keterangan :
Xe : eritrosit terinfeksi
Aktivitas antimalaria secara in vitro dari bahan uji ditentukan dari nilai
pertumbuhan parasit sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 , maka aktivitas
antimalaria semakin tinggi. Untuk menentukan nilai IC50 digunakan analisis probit
dengan membuat kurva baku hubungan antara probit (probability unit) persentase
(2012), dikatakan sangat aktif jika IC50 < 5 μg/mL, aktif jika IC50 = 5-50 μg/mL,
rendah jika IC50 = 50-100 μg/mL, dan tidak aktif jika IC50 > 100 μg/mL.
Simplisia daun
A.serratus
Ekstraksi dengan etanol 80%
Ekstrak etanol
Fraksinasi cair-cair
F.DCM F.EA F.n- F.H2O
BuOH
KLT
preparatif KCKT semipreparatif
isolat isolat EAM1 EAM2
Crude Crude
isolate isolate
BAB V
HASIL PENELITIAN
80% . Jumlah simplisia daun kering Alectryon serratus yang diekstraksi adalah 1
kg. Proses ekstraksi dibagi menjadi dua siklus, masing-masing siklus 500 mg
simplisia daun kering. Jumlah pelarut yang digunakan adalah 10 L etanol 80%
57
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
Simplisia daun
A.serratus (1 kg)
Ekstraksi dengan
etanol 80%
Ekstrak pekat
203,71 g
Fraksinasi cair-cair
(150 g)
Gambar 5.2. Skema hasil fraksinasi cair-cair ekstrak etanol 80% daun
A.serratus
Pada gambar tersebut, terlihat bahwa fraksi etil asetat terpisah dengan baik
pada fase diam ODS. Pada fraksi etil asetat tampak spot berpendar kehitaman
pada UV 254 nm dan 366 nm dengan Rf 0,75; 0,54; 0,30; dan 0,21. Dengan
penampak noda H2SO4 10% dan dipanaskan, serta diamati pada UV 366 nm spot
pada Rf 0,75 dan 0,54 tetap berpendar kehitaman, sedangkan spot pada Rf 0,30
dan 0,21 berwarna kuning. Pada profil KLT dengan fase diam silika, senyawa
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59
A B
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
C D
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Gambar 5.3. Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair. (1) Ekstrak etanol
80%; (2) Fraksi DCM; (3) Fraksi E; (4) Fraksi n-butanol; (5) Fraksi air. Fase
diam: ODS; Fase gerak: ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v. (A) UV 254 nm; (B)
UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm.
A B
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
C D
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Gambar 5.4. Kromatogram KLT hasil fraksinasi cair-cair. (1) Ekstrak etanol
80%; (2) Fraksi DCM; (3) Fraksi E; (4) Fraksi n-butanol; (5) Fraksi air. Fase
diam: Silika; Fase gerak: CHCl3 – MeOH 8:2 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV
366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 nm.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
Berdasarkan profil KLT dari fraksi etil asetat pada gambar 5.3 dan 5.4
kromatografi kolom terbuka dengan fase diam ODS. Dari hasil subfraksinasi
pemisahan fraksi EA dengan fase diam ODS disajikan pada gambar 5.4 dan profil
KLT dari subfraksi EA.1-EA.12 menggunakan fase diam ODS disajikan pada
gambar 5.6.
EA. 1 EA. 3 EA. 5 EA. 7 EA. 9 EA.11
31,7 mg 188 mg 23 mg 20 mg 38 mg 30 mg
EA. 2 EA. 4 EA. 6 EA. 8 EA.10 EA.12
172 mg 108 mg 20 mg 15 mg 14 mg 71 mg
EA.2.1
22,5 mg
Gambar 5.5. Skema hasil proses pemisahan fraksi EA dengan fase
diam ODS, fase gerak ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
A Rf 0,75 B
Rf 0,54
a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
C D
Rf 0,3
Rf 0,21
a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 5.6. Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA dengan fase diam
ODS. (a) Fraksi EA;(1-12) Subfraksi EA.1- EA.12. Fase diam: ODS; Fase
gerak: ACN-MeOH-H2O 2:1:4 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.
Sehingga pada profil KLT dari subfraksi 1-12 bisa diketahui tingkat kepolaran
senyawa fitokimia yang terdapat pada fraksi EA daun A.serratus. Senyawa yang
lebih polar akan tereluasi terlebih dahulu dibandingkan senyawa yang lebih
tereluasi terlebih dahulu, hal ini ditunjukkan pada subfraksi EA.1 dan EA.2.
Sedangkan senyawa flavonoid yang lebih nonpolar lebih banyak tereluasi pada
subfraksi EA.3 – EA.12. Pada subfraksi EA.2 didapatkan endapan berupa serbuk
putih sebanyak 22,5 mg. Analisa terhadap EA.2 disajikan pada subbab 5.4.
Dari profil KLT menggunakan fase diam ODS, terdapat beberapa spot
dominan, yaitu pada Rf 0,75; 0,54; 0,3 dan 0,21. Keempat spot tersebut berpendar
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62
kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Spot pada Rf 0,3 dan 0,21 berwarna
Profil KLT dari subfraksi EA.1 – EA.12 juga dilakukan menggunakan fase
diam silika , yang disajikan pada gambar 5.7. Pada KLT menggunakan fase diam
silika, terdapat dua spot utama , yaitu pada Rf 0,6 dan Rf 0,48. Kedua spot
berpendar kehitaman pada UV 254 dan 366 nm. Spot pada Rf 0,48 berwarna
A B
Rf 0,6
a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
C D
Rf 0,48
a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 5.7. Kromatogram KLT hasil pemisahan fraksi EA dengan fase diam
silika. (a) Fraksi EA;(1-12) Subfraksi EO.1- EO.12. Fase diam: silika; Fase
gerak: CHCl3-MeOH 3-1 v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS; (D) Derivatisasi penampak
noda H2SO4 10%, UV 366 nm.
preparatif dengan fase gerak kloroform-metanol 9-1 , dengan total jumlah sampel
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63
32 mg. Proses eluasi dilakukan sebanyak 3x. Skema hasil pemisahan EA.4
disajikan pada gambar 5.8. Profil KLT dari pemisahan EA.4 mengunakan fase
diam silika disajikan pada gambar 5.9, dan profil KLT menggunakan fase diam
KLT preparatif
(Silika ; CHCl3 – MeOH 9-1)
EA.4.1 EA.4.2
2,4 mg 8,1 mg
Gambar 5.8. Skema hasil pemisahan EA.4. Fase diam silika, fase gerak CHCl3 –
MeOH 9-1.
A B
Rf 0,6
EA.4 4.2 EA.4 4.2
Gambar 5.9. Kromatogram hasil KLT preparatif EA.4. Fase diam: silika; Fase
gerak: CHCl3 – MeOH 9-1 v/v. (A) UV 254 nm; (B) Derivatisasi dengan
penampak noda H2SO4 10%.
A B D
EA.4 4.2 EA.4 4.2
Gambar 5.10. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EA.4. Fase diam:
ODS; Fase gerak: ACN-MeOH-H2O 2-1-4 v/v. (A) UV 254 nm; (B)
Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS .
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64
memiliki Rf 0,6 (gambar 5.9) merupakan senyawa golongan polifenol. Hal ini
ditandai dengan adanya pendar kehitaman pada UV 254 nm, serta tidak terjadi
5.5. Hasil pemisahan EAM.1 (EA.6, EA.7 dan EA.8)
preparatif terhadap subfraksi EA.6; EA.7 dan EA.8 dengan menggunakan fase
diam silika dan fase gerak kloroform-metanol 8-2. Subfraksi EA.6, EA.7 dan
EA.8 digabung menjadi satu, dan kemudian disebut dengan EAM.1. Proses eluasi
dilakukan sebanyak 3x dengan total sampel 55 mg. Skema hasil pemisahan dari
EAM1 disajikan pada gambar 5.11. Hasil preparatif dianalisa menggunakan KLT
dengan fase diam silika (gambar 5.12 dan 5.13) dan ODS (5.14). Pada fase diam
EAM.1 ( 55 mg)
KLT preparatif
(Silika; CHCl3 - MeOH = 8-2)
EAM.1.1 EAM.1.2 EAM.1.3
5 mg 4,9 mg 2,1 mg
Gambar 5.11. Skema hasil pemisahan subfraksi EAM.1 dengan KLT preparatif
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65
A B C D
Rf 0,48
a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23
Gambar 5.12.Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM1.1;
(1-3) EAM.1.1-EAM.1.3. Fase diam: silika; Fase gerak: CHCl3 – MeOH 8-2
v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda H2SO4
10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS .
A B C D
Rf 0,3
a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23
Gambar 5.13. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM1.1;
(1-3)
EAM.1.1-EAM.1.3. Fase diam: silika; Fase gerak: CHCl3-aseton-asam
format 6-3,5-0,5v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi
penampak noda H2SO4 10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda
SO 10%, VIS .
H 2 4
A B C D
Rf 0,3
a 1 23 a 1 23 a 1 23 a 1 23
Gambar
5.14. Kromatogram KLT hasil KLT preparatif EAM.1 (a) EAM.1;
(1-3) EAM.1.1-EAM.1.3.. Fase diam: ODS; Fase gerak: ACN- MeOH- H2O
2-1-4
v/v. (A) UV 254 nm; (B) UV 366 nm; (C) Derivatisasi penampak noda
H2SO4 10%, UV 366 ; (D) Derivatisasi penampak noda H2SO4 10%, VIS.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66
Pada KLT menggunakan fase diam ODS, EAM.1.1 dan EAM1.2 memiliki
nilai Rf yang hampir sama, yaitu 0,21. Sedangkan EAM.1.3 memiliki nilai Rf
0,30.
Analisa KLT dengan fase diam silika dilakukan menggunakan dua fase
gerak. Fase gerak pertama adalah kloroform-metanol 8-2, dan fase gerak kedua
Dari hasil KLT menggunakan fase gerak kedua spot dari EAM1.1 dan
EAM.1.2 dapat terpisah dengan jelas. Nilai Rf dari EAM1.1 adalah 0,1, dan nilai
Rf dari EAM.1.2 adalah 0,2, dan nilai Rf dari EAM1.3 adalah 0,3. Dari KLT
menggunakan fase gerak pertama, nilai Rf dari EAM1.3 adalah 0,48. Nilai Rf dari
EAM.1.1 dan EAM.1.2 tidak dapat ditentukan, karena terjadi tailing. Ketiga hasil
pemisahan berpendar kuning dengan penampak noda H2SO4 10%. Hal ini
golongan flavonoid. Berdasarkan hasil KLT, maka EAM1.3 akan dianalisa lebih
menggunakan fase diam ODS dan fase gerak ACN-H2O 3-7.Skema hasil
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67
KLT preparatif
(ODS, CH3CN-H2O = 3-7)
pemisahan EA.10, maka dilakukan KLT dengan fase diam silika ODS, dan fase
gambar 5.16.
Berdasarkan profil KLT, spot pada Rf 0,21 yaitu EA.10.1 sudah berupa
satu noda. Untuk mengetahui kemurnian dari spot senyawa , maka dilakukan
KLT dengan fase diam silika dan fase gerak CHCl3-Me-OH 8-2. Berdasarkan
gambar hasil KLT (gambar 5.17) bisa diketahui bahwa spot EA.10.1 belum
murni.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68
A B
Rf 0,21
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
C D
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
Isolat 3
b 1 2 3 4 b 1 2 3 4
b 1 2 3 4 b 1 2 3 4
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69
menggunakan fase diam silika ODS dan fase gerak ACN-MetOH 3-7. Skema
KLT preparatif
(ODS, CH3CN-H2O = 3-7)
4 subfraksi, yaitu EA.11.1- EA.11.4 Untuk mengetahui profil dari hasil pemisahan
E.A.11, maka dilakukan KLT dengan fase diam silika ODS, dan fase gerak ACN-
Me-OH-H2O 2-1-4. Hasil KLT pemisahan EA.11 disajikan pada gambar 5.19.
Berdasarkan profil KLT, noda EA.11.1 pada Rf 0,21 sudah berupa satu
spot. Untuk mengetahui kemurnian dari spot EA.11.1 , maka dilakukan KLT
dengan fase diam silika dan fase gerak CHCl3-MetOH 8-2. Berdasarkan gambar
hasil KLT (gambar 5.20) bisa diketahui bahwa spot EA.11.1 belum murni.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70
A B
Rf 0,21
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
C D
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
A B
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
C D
a b 1 2 3 4 a b 1 2 3 4
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71
dan EA.11.1 sebanyak 5,6 mg. Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O
dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir 1,5 mL/menit. Skema hasil
pemisahan dari subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1 disajikan pada gambar 5.21.
KCKT semipreparatif
(RP-18, CH3CN-H2O = 6-4)
EA.10.1.1 dan EA.11.1.1 digabung menjadi satu dan disebut sebagai EAM.2.
PDA, volume injeksi 100 µL. Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O
dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir 0,7 mL/menit. Dari hasil
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72
falciparum 3D7 dengan metode hapusan . Untuk mengetahui aktivitas dari masing-
parasitemia dari dua kali replikasi kemudian dapat dihitung harga IC50.
EA.12. Pada tahap pertama dilakukan skrining pada dosis tunggal 10µg/mL.
Subfraksi yang memiliki persentase hambatan lebih dari 50%, dilanjutkan uji IC50
pada lima dosis, yaitu 10µg/mL; 1 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,01 µg/mL;0,001 µg/mL.
memiliki persen hambatan lebih besar dari 50%, yaitu berturut-turut 64,72%;
80,29%; 77,21%; 59,01%; 6,32%. Dari data tersebut , maka uji IC50 dilakukan
pada subfraksi 4;8;9;11. Data hasil uji skrining antimalaria pada konsentrasi 10
µg/mL dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini. Dan data hasil uji IC50 pada
berturut-turut adalah 0,035 µg/ml; 0,187 µg/ml; 0,015 µg/ml; 0,017 µg/ml.
Berdasarkan kriteria Chichila et al, yaitu bahwa ekstrak atau fraksi dinyatakan
aktif sebagai antimalaria jika nilai IC50 < 5 µg/ml, maka subfraksi EA.4; 8; 9; 11
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73
Tabel 5.2 Rata-rata persen hambatan dan nilai IC50 subfraksi EA.4; 8; 9; 11
terhadap per µg/mL tumbuhan parasit malaria P.falciparum 3D7
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74
3D7. Hasil uji antimalaria dan IC50 dari senyawa hasil pemisahan dapat dilihat
Tabel 5.3 Rata-rata persen hambatan dan nilai IC50 hasil isolasi terhadap
pertumbuhan parasit malaria P.falciparum 3D7
dari subfraksi EA.2 memiliki IC50 yang lebih kecil dari EA.2. Begitu pula dengan
EA.4.2 yang diperoleh dari EA.4 memiliki IC50 yang lebih kecil dari EA.4.
Berdasarkan hasil uji antimalaria in vitro tersebut, maka senyawa EA.2.1 ; EA.4.2
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75
KLT, profil kromatogram KCKT , spektra UV dan spektra RMI. Profil KLT dari
EA.2.1 disajikan pada gambar 5.22. Profil kromatogram KCKT dan spektra UV
EA.2.1 disajikan pada gambar 5.23. Profil spektra RMI dari EA.2.1 disajikan pada
tabel 5.4.
spot berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm, dan dengan H2SO4 10%,
spot tersebut tidak berubah warna. Berdasarkan hasil KLT tersebut, maka diduga
A B
Rf 0,75
4,333 menit, dan spektrum UV pada panjang gelombang 266 nm, dengan indeks
m AU(x1,000) kgf/cm 2
254nm ,4nm (1.00) A.Press .(Status )
4.363
B.Press .(Status )
1.75 22.5
1.50 20.0
m AU
4.34/ 1.00
17.5
214
1.25
4000
15.0 3500
1.00
12.5
3000
0.75
2500
266
10.0
2000
0.50
7.5 1500
3.403 3.239
6.944 6.750
7.268
0.25
1000
5.0
2.993
6.325
7.641
8.151
8.800
9.464
3.733
240
500
0.00
2.5
485
434
474
480
656
653
0
-0.25
0.0 200 300 400 500 600 700 nm
0.0 2.5 5.0 7.5 m in
A B
Gambar 5.23. (A) Kromatogram KCKT EA.2.1 dengan fase diam kolom RP-18
shimpak 4,6 x 250 mm, fase gerak ACN-MeOH 7,5:2,5 v/v, kecepatan alir 0,7
ml/menit; (B) Profil spektrum UV EA.2.1 dengan detektor PDA.
proton aromatis pada geseran kimia (δ) 7.07 (2H,s). Dari profil RMI-13C diketahui
Tabel 5.4. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan RMI-13C EA.2.1 (400 MHz,
metanol-d6)
Posisi karbon δH δC
1 - 115.6
3/5 - 140.1
4 - 133.2
COOH 164.1
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77
KCKT , spektra UV dan spektra RMI. Profil kromatogram KCKT dan spektra UV
EA.2.1 disajikan pada gambar 5.24. Profil spektra RMI dari EA.2.1 disajikan pada
tabel 5.5.
RP-18 dan fase gerak ACN- MeOH 3-1 v/v. Berdasarkan profil kromatogram
HPLC diketahui bahwa senyawa EA.4.2 memiliki Rt 4,544 dan puncak spektra
5.24).
m AU(x100) kgf/cm 2 m AU
4.544
B.Pres s .(Status )
9.0
22.5
3500
8.0
20.0
3000
7.0
17.5
6.0 2500
15.0
5.0 2000
12.5
271
4.0 1500
3.0 10.0
1000
2.0 7.5
6.112 6.309
7.499 7.253
240
500
4.328
1.0
12.140
2.964
6.724
8.402
9.394
9.933
5.0
485
396
649
656
0
0.0
2.5
-1.0 200 300 400 500 600 700 nm
0.0
0.0 5.0 10.0 m in
A B
Gambar 5.24. (A)Kromatogram KCKT EA.4.2 dengan fase diam kolom RP
shimpak 4,6 x 250 mm, fase gerak ACN-MeOH 3-1 v/v, kecepatan alir 0,7
ml/menit; (B) Profil spektrum UV EA.4.2 dengan detektor PDA.
tabel 5.5.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
78
Tabel 5.5. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan -13C senyawa EA.4.2
(400 MHz, aseton-d6)
Posisi karbon δH Δc
1 - 116.0
3/5 - 140.4
4 - 133.0
COOH 161.4
dari proton aromatis pada geseran kimia (δ) 7.07 (2H,s). Geseran kimia pada (δ)
3.75 (3H,s) menunjukkan adanya gugus metoksi (OCH3). Dari profil RMI-13C
JEOL 400 MHz. Hasil pergeseran kimia dari EAM1.3 disajikan pada tabel 5.6.
Berdasarkan hasil RMI-1H terdapat sinyal pada δ 6.243; 6.997; 6.453 dan
7.838 yang merupakan sinyal dari proton pada gugus aromatis cincin A dan B.
Selain itu juga terdapat sinyal pada δ 12.695 yang merupakan ciri khas proton OH
pada C-5 . Pada hasil RMI-13C terdapat sinyal pada daerah δ 70-71 yang
merupakan ciri khas dari karbon gugus gula. Untuk mengetahui posisi gugus gula,
EAM.1.3. Hasil pengukuran HMBC dan HMQC disajikan pada lampiran 20.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
79
Tabel 5.6. Data geseran kimia spektra RMI-1H dan -13C EAM1.3 (400 MHz,
aseton-d6)
3 141.0 139.4
4 178.5 179.5
5 - 170.3 169.0
7 - 164.4 164.8
9 - 159.7 157.8
10 - 103.3 106.3
1’ - 121.1 126.0
4’ - 163.8 162.7
70.5 70.6
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
80
shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100 µL.
digunakan adalah ACN-H2O dengan perbandingan 6-4 v/v dengan kecepatan alir
0,7 mL/menit.
254 nm dan 485 nm terdapat dua puncak dengan luas area yang dominan pada
waktu retensi 12,615 an 13,673 menit dengan peak purity index masing-masing
0,993230 dan 1,00000. Dari hasil spektra UV diketahui bahwa kedua puncak
dominan memiliki panjang gelombang maksimal pada 266 nm, 324 nm dan 342
nm. Hal ini merupakan ciri khas dari senyawa flavonon, yang memiliki tiga
panjang gelombang maksimal pada daerah UV. Profil kromatogram KCKT dari
terdapat dua puncak dominan pada waktu retensi 13,56 dan 14,773 dengan peak
memiliki spektra UV dengan tiga panjang gelombang maksimal, yaitu pada 266,
324 nm nm dan 341 nm. Profil kromatogram KCKT dari subfraksi EA.11.1 dapat
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
81
Dari profil kromatogram tersebut, bisa dilihat, bahwa spot pada Rf 0,2
(pada kromatogram KLT) bukan merupakan spot tunggal, akan tetapi ada dua
senyawa pada spot tersebut. Hal ini bisa dilihat pada hasil kromatogram KCKT
yang berupa dua puncak dengan luas area yang hampir sama. Sehingga, puncak
pada Rt 12,615 disebut dengan EA.10.1.1 dan puncak pada Rt 13,6 disebut
EA.10.1.2.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
82
mAU(x100)
254nm,4nm (1.00)
1 2 .6 1 5
EA.10.1.1
3.0
2.0
1 3 .6 7 3
1 1 .1 5 8 1 0 .7 3 3
91 .08. 33 54 7 9 . 8 9 9
87 . 08 79 53 78 .. 94 76 96
1.0 EA.10.1.2
1 4 .7 1 8
1 5 .7 2 9
1 8 .1 6 2
2 1 .9 3 5
8 .8 6 7
1 .7 7 6
0.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 min
A
mAU(x100)
365nm,4nm (1.00)
1 2 .6 1 5
1.5
1.0
1 3 .6 7 4
1 0 .7 4 2
1 1 . 31 23 86 1 1 . 2 1 8
911 .008.. 03 312 65 91 .09. 1 62 3
8 .2 7 7 8 .4 6 3
98 .. 2863 0719 5417 99 .. 3175 1220 2084
0.5
1 1 .4 4 5
0.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 min
B
mAU mAU
12.73/ 1.00 13.66/ 1.00
1000
10
300
2204
750
09
2204
200
2 66
500
2 66
2 41
3 42
3 23
100
3 42
2 41
3 24
250
4 69
4 85
6 28
6 55
6 55
4 35
4 85
5 54
0 0
200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm
C D
Gambar 5.25. Kromatogram KCKT EA.10.1 pada panjang gelombang (A) 254;(B)
366, dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak ACN:H2O (6:4 v/v), kecepatan
alir 0,7 ml/menit.Profil spektrum UV dengan detektor PDA.(C)Panjang
gelombang maksimal EA.10.1.1,(D)Panjang gelombang maksimal EA.10.1.2.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
83
mAU(x1,000)
254nm,4nm (1.00)
13.574
14.773
1.00 EA.11.1.1
EA.11.1.2
0.75
8 .2562 8.159
7.941
0.50
1 2.368 1 2.159
8 .356
18 10.813
17.112 17.32 3
17.429 17.51 5
18.837
18.709 18.613
20.277 20.160
20.374
7.65 7
8.04
0.25
11.935
12.574
10.934
17.739
18.528
18.948
20.075
20.437
21.794
25.749
27.179
2.528
10.7
0.00
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
A
mAU(x100)
365nm,4nm (1.00)
13.574
14.774
5.0
4.0
3.0
8.159
8.256 8.356
7.942
2.0
11.029 10.926
10.709
8.042
8.448
10.298 10.517
17.792 17.732
18.624 18.859
7.657
1.0
12.370
11.937
6.549
11.339
10.808
10.613
17.600
0.0 19.029
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
B
mAU mAU
209
2 08
3000 3000
2000 2000
266
2 66
3 41
241
324
3 42
2 41
1000
3 22
1000
4 67
4 85
5 00
6 57
44 60
69
5 83
6 55
0 0
200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm
C D
Gambar 5.26. Kromatogram KCKT EA.11.1 pada panjang gelombang (A) 254;(B)
366, dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak ACN:H2O (6:4 v/v), kecepatan
alir 0,7 ml/menit.Profil spektrum UV dengan detektor PDA.(C)Panjang
gelombang maksimal EA.11.1.1,(D)Panjang gelombang maksimal EA.11.1.2.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84
RP shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100
pada gambar 5.27 dan 5.28. Berdasarkan data hasil kromatogram EA.10.1.1 pada
panjang gelombang 254 nm dan 365 nm terdapat satu puncak dengan luas area
yang dominan pada waktu retensi 13,56 dan 14,773 dengan peak purity index
kedua puncak dominan memiliki panjang gelombang maksimal pada 266 nm, 324
yaitu terdapat dua puncak dominan pada waktu retensi 12,615 an 13,673 menit
dengan peak purity index masing-masing 0,993230 dan 1,00000. Kedua puncak
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85
m AU(x10)
13.735
254nm ,4nm (1.00)
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
15.001
8.914
2.0
12.260
10.484
21.610
6.201
11.311
5.644
7.644
9.214
1.0
12.824
17.803
27.708
7.388
7.849
0.0
-1.0
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 m in
mAU(x10)
365nm,4nm (1.00)
13.735
3.0
2.5
2.0
1.5
15.002
8.790 8.683
5.993 6.170
21.612
10.486
1.0
7.175 7.386
12.261
11.312
7.710 7.852
5.571
8.573
12.837
6.635
27.708
9.231
0.5
8.060
0.0
-0.5
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
mAU mAU
13.78/ 1.00 50 15.08/ 1.00
200
220140
220049
40
150
266
30
2 66
100
20
2 41
3 41
3 25
3 41
241
3 24
50 10
4 85
44 65 57
4 34
44 65 57
4 85
442
0 0
200 Gambar
300 5.27.
400 Kromatogram
500 600 EA10.1.1
700 nm pada
200 panjang
300 gelombang
400 500 (A)
600 254;700(B) 366,
nm
D
dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak asetonitril:air(6:4 v/v), kecepatan alir
0,7 ml/menit. Profil spektrum UV detektor PDA (C) Panjang gelombang maksimal
EA.10.1.1 (D) Panjang gelombang maksimal EA.10.1.2
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
86
mAU(x100)
254nm,4nm (1.00)
12.799
3.0
2.5
2.0
1.5
13.938
8.676
6.325 6.135
8.522
1.0
5.771
10.676
6.476
11.540
9.990
12.007
16.936
9.554
21.213
0.5
25.499
18.117
20.071
7.669
7.396
0.0
-0.5
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 min
mAU(x100)
1.50 365nm,4nm (1.00)
12.799
1.25
1.00
0.75 13.939
0.50
6.131
7.371
8.673
10.676
11.542
9.993
0.25
5.755
12.006
25.500
16.642
16.981
18.146
6.471
5.344
7.127
7.665
7.844
0.00
-0.25
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 min
mAU mAU
2500 12.76/ 1.00
300 13.94/ 1.00
2000
220049
1500 200
266
1000
2 0 49
100
241
343
323
266
500
241
342
324
460
44 89 54
581
442
469
485
656
0 0
200 300 400 500 600 700 nm 200 300 400 500 600 700 nm
Gambar 5.28. Kromatogram EA11.1.1 pada panjang gelombang (A) 254; (B) 366,
dengan fase diam kolom RP-18, fase gerak asetonitril:air(6:4 v/v), kecepatan alir
0,7 ml/menit. Profil spektrum UV detektor PDA (C) Panjang gelombang maksimal
EA.11.1.1 (D) Panjang gelombang maksimal EA.11.1.2
Berdasarkan profil kromatogram tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VI
PEMBAHASAN
kromatografi kolom terbuka dengan fase diam ODS. Pemilihan fase diam ini
berdasarkan profil KLT dari fraksi etil asetat. Pada profil tersebut, fraksi etil asetat
banyak mengandung senyawa golongan polifenol, dan flavonoid (gambar 5.3 dan
5.4). Pada profil KLT menggunakan fase diam silika dengan eluen kloroform-
metanol 9-1, fraksi etil asetat tidak terpisah dengan baik (gambar 5.4). Sedangkan
pada profil KLT menggunakan fase diam ODS dan eluen asetonitril-metanol-air
2-1-4, fraksi etil asetat terpisah dengan baik (gambar 5.3). Sehingga pada tahap
Pemisahan fraksi etil asetat menggunakan fase diam ODS dan fase gerak
endapan berupa serbuk putih dari subfraksi EA.2, yang selanjutnya disebut EA.2.1
(gambar 5.5). Pada proses pemisahan menggunakan fase diam ODS, komponen
dari fraksi etil asetat terpisah berdasarkan tingkat kepolaran. Berdasarkan gambar
5.6 diketahui bahwa senyawa golongan polifenol tereluasi terlebih dahulu, baru
beberapa spot dominan, yaitu pada Rf 0,75; 0,54; 0,30 dan 0,21. Keempat spot
tersebut berpendar kehitaman pada UV 254 dan 366 nm. Spot pada Rf 0,30 dan
0,21 berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10% (gambar 5.6). Dari
87
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
88
profil KLT menggunakan fase diam silika, terdapat dua spot yang terpisah dengan
baik, yaitu pada Rf 0,60 dan Rf 0,48. Kedua spot berpendar pada UV 254 nm dan
366 nm. Spot pada Rf 0,48 berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10%
(gambar 5.7). Berdasarkan profil KLT tersebut, maka diduga spot pada Rf 0,54
Sedangkan spot pada Rf 0,30 dan 0,21 (gambar 5.6) dan spot pada Rf 0,48
antimalaria pada satu konsentrasi, yaitu 10 µg/ml. Subfraksi yang memiliki persen
hambatan lebih besar dari 50% dilanjutkan uji antimalaria untuk mengetahui nilai
IC50. Berdasarkan hasil skrining, didapatkan bahwa subfraksi EA.4, EA.8, EA.9,
EA.10, dan EA.11 memiliki persen hambatan lebih dari 50%, yaitu berturut-turut
EA.8, EA.9, dan EA.11 dengan konsentrasi 10µg/ml; 1 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,01
µg/ml; 0,001 µg/ml. Dari hasil perhitungan didapatkan masing-masing nilai IC50,
yaitu EA.4 sebesar 0,035 µg/ml; EA.8 0,187 µg/ml; EA.9 0,015 µg/ml; EA.11
0,017 µg/ml (tabel 5.2). Berdasarkan hasil tersebut, maka subfraksi EA.4; 8; 9; 11
aktif sebagai antimalaria berdasarkan kriteria Chichila et al, yaitu bahwa ekstrak
atau fraksi dinyatakan aktif sebagai antimalaria jika nilai IC50 < 5 µg/ml.
pada masing-masing subfraksi. Hal ini sesuai dengan profil KLT dari masing-
masing subfraksi. Dari kromatogram hasil KLT subfraksi EA.4 menggunakan fase
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89
diam ODS terdapat spot berwarna pendar kehitaman dengan Rf 0,54, dan Rf 0,4
pada panjang gelombang 254 nm, dan 366 nm (gambar 5.6). Ketika diderivat
dengan penampak noda H2SO4 10% spot pada Rf 0,54 tidak berpendar pada UV
366 nm, sedangkan spot pada Rf 0,4 berpendar kuning pada UV 366 nm.
Sedangkan pada hasil KLT menggunakan fase diam silika, terdapat spot
berpendar kehitaman dengan Rf 0,60 pada UV 254 nm dan 366 nm (gambar 5.7).
senyawa golongan polifenol, dan spot pada Rf 0,4 diduga merupakan senyawa
golongan flavonoid (Markham & Andersen, 2006). Hasil uji antimalaria dari EA.4
menunjukkan bahwa subfraksi ini aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,035
µg/ml. Diduga spot pada Rf 0,57 dan Rf 0,4 berpengaruh terhadap aktivitas
EA.8 terdapat satu spot utama, yaitu pada Rf 0,30 (gambar 5.6). Spot tersebut
berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Setelah diderivatisasi dengan
H2SO4 10%, spot berpendar kuning pada UV 366 nm, selain itu muncul spot tipis
pada Rf 0,21 dan berpendar kuning. Sedangkan pada hasil KLT menggunakan
fase diam silika terdapat spot berpendar kekuningan pada Rf 0,48 setelah
KLT diduga bahwa senyawa pada kedua spot tersebut merupakan golongan
bahwa subfraksi EA.8 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,187 µg/ml. Diduga
spot pada Rf 0,48 (fase diam silika) berpengaruh terhadap aktivitas antimalaria
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90
EA.9 menunjukkan dua spot utama, yaitu pada Rf 0,30 dan Rf 0,21. Kedua spot
berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Setelah diderivat dengan
H2SO4 10% kedua spot berwarna kekuningan pada UV 366 nm. Spot pada Rf 0,30
diduga sama dengan spot pada subfraksi EA.8. Sedangkan pada hasil KLT
menggunakan fase diam silika, terdapat spot tailing yang berpendar kekuningan
kromatogram KLT subfraksi EA.9 diduga kedua spot tersebut adalah senyawa
menunjukkan bahwa subfraksi EA.9 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,015
µg/ml, dan diduga kedua spot pada Rf 0,30 dan 0,21 berpengaruh terhadap
EA.11 menunjukkan adanya satu spot utama pada Rf 0,21 yang berpendar
kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm. Pada hasil derivat dengan H2SO4 10%
spot berwarna kuning pada UV 366 nm dan sinar tampak (gambar 5.6). Spot pada
Rf 0,21 diduga sama dengan spot pada subfraksi EA.9. Sedangkan pada hasil
KLT menggunakan fase diam silika, terdapat spot tailing yang berwarna kuning
subfraksi EA.11 aktif sebagai antimalaria dengan IC50 0,021 µg/ml, dan diduga
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
91
Spot pada Rf 0,54; 0,30 ;0,21 (gambar 5.6) atau spot pada Rf 0,60 dan
0,48 (gambar 5.7) diduga berpengaruh terhadap aktivitas antimalaria dari masing-
mendapatkan senyawa pada spot Rf 0,60 dari subfraksi EA.4 dan spot 0,48 dari
pada spot pada Rf 0,21 dari subfraksi EA.11 dilakukan dengan fase diam ODS .
254 nm dan 366 nm dengan Rf 0,75. Dengan penampak noda H2SO4 10% spot
tidak berubah warna. Berdasarkan profil KLT diduga senyawa KES.19 adalah
nm.
7.02 (2H,s) yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2
dan C-6. Keduanya berada pada posisi yang simetris. Data dari RMI-13C
menunjukkan adanya 5 posisi atom karbon yang berbeda. Pergeseran pada δ 164.1
menunjukkan adanya gugus karbonil dari ester C=O. Pergeseran pada δ 133.2
adanya dua atom karbon metin yang simetris. Berdasarkan kajian pustaka, dapat
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
92
disarankan bahwa EA.2.1 adalah asam 3,4,5-trihidroksi benzoat atau asam galat
HO
OH
HO
OH
3,4,5-trihydroxy
Gambar 6.1. struktur benzoic acidbenzoat
asam 3,4,5-trihidroksi
diam silika dan fase gerak kloroform:metanol 9-1. Dari hasil KLT preparatif tersebut,
didapatkan dua senyawa, yaitu EA.4.1 (2,4 mg) dan EA.4.2 (8,1 mg) (gambar 5.10).
Profil KLT menunjukkan kedua senyawa berpendar kehitaman pada UV 254 nm dan 366
nm, serta tidak mengalami perubahan warna dengan penampak noda H2SO4 10%. Profil
KLT dengan fase diam silika menunjukkan EA.4.2 memiliki Rf 0,60 . Berdasarkan profil
KLT tersebut, maka target dari spot Rf 0,6 adalah EA.4.2 (gambar 5.9 dan 5.10).
yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2 dan C-6.
Keduanya berada pada posisi yang simetris. Sinyal pada 3.75 (3H,s) merupakan
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
93
ciri khas dari proton pada gugus metoksi (OCH3).. Data dari RMI-13C
menunjukkan adanya 6 posisi atom karbon yang berbeda. Pergeseran pada δ 161.4
menunjukkan adanya gugus karbonil dari ester C=O. Pergeseran pada δ 133.0
adanya dua atom karbon metin yang simetris. Pergeseran pada δ 46.2 merupakan
ciri khas dari karbon pada gugus metoksi (OCH3). Berdasarkan kajian pustaka,
atau metil galat (Ma et al., 2005; Hisham et al., 2011; Ndjonka et al., 2012).
HO
OCH3
HO
OH
untuk mendapatkan senyawa dari spot dengan Rf 0,48. Berdasarkan profil KLT
pada gambar 5.7 maka diketahui bahwa subfraksi EA.6; EA.7 dan EA.8 memiliki
spot pada Rf 0,48. Karena jumlah dari subfraksi EA.8 hanya 15 mg, maka
dilakukan penggabungan dari subfraksi EA.6, EA.7 dan EA.8 yang selanjutnya
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
94
diam silika dan fase gerak kloroform-metanol 8-2. Dari hasil KLT preparatif
didapatkan tiga senyawa, yaitu EAM.1.1 (4,5 mg); EAM1.2 (4,4, mg); EAM1.3
dilakukan KLT menggunakan fase diam ODS, dan silika. Pada KLT dengan fase
diam ODS, EAM1.1 dan EAM1.2 memiliki nilai Rf yang hampir sama, yaitu
Analisa KLT dengan fase diam silika menggunakan dua jenis fase gerak,
asam format 6-3,5-0,5. Dari hasil KLT menggunakan fase gerak kedua spot dari
senyawa EAM1.1 dan EAM1.2 dapat terpisah dengan jelas. Nilai Rf dari EAM1.1
adalah 0,1, dan nilai Rf dari EAM1.2 adalah 0,21 dan nilai Rf dari EAM1.3
Dari KLT menggunakan fase gerak pertama, nilai Rf dari EAM1.3 adalah
0,48 nilai Rf dari senyawa EAM1.2 dan EAM1.2 tidak dapat ditentukan, karena
terjadi tailing (gambar 5.12). Spot dari EAM1.3 berpendar kehitaman pada UV
254 dan 366 nm, serta berwarna kuning dengan penampak noda H2SO4 10%. Dari
dari EAM1.3, maka dilakukan pengukuran terhadap profil RMI-1H dan RMI-13C.
yang merupakan sinyal dari proton gugus aromatik pada posisi C-2’ dan C-6’.
Keduanya berada pada posisi yang simetris. Sinyal pada δ 6.99 (2H,dd,J=8,4)
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
95
merupakan sinyal dari proton pada posisi C-3’ dan C-5’. Kedua sinyal tersebut
menunjukkan posisi orto dari proton pada posisi C-2’,C-6’ dan C-3’, C-5’ (Ghaly
Sinyal pada posisi δ 6.45 (d, J= 2,4 Hz, 1H) dan δ 6.24 (d, J= 2,4 Hz, 1H)
adalah geseran kimia proton pada posisi atom karbon C-8 dan C-6. Nilai J
menunjukkan bahwa kedua proton pada atom karbon C-8 dan C-6 berada pada
posisi meta (Soliman et al., 2002; Furusawa et al., 2005; Song et al., 2007; Fatma
et al., 2011; Sovia et al., 2013; ). Sinyal pada δ 12.69 (1H, s) merupakan ciri khas
dari proton yang terikat pada OH atom karbon posisi C-5. Sinyal pada δ 0.86
(3H,s) merupakan ciri khas dari sinyal gugus metil. Selain itu terdapat sinyal pada
daerah δ 5.51 (1H,d,J= 1,6) yang merupakan sinyal dari proton anomer pada
gugus gula. Sinyal pada δ 3.30 – 3.60 (1H,m) merupakan sinyal dari proton gugus
gula pada posisi atom karbon C-2”, C-3” dan C-4”. Sinyal pada 4.18 (1H,m)
merupakan sinyal dari proton gugus gula pada posisi C-5”(Ghaly et al., 2010;
Sovia et al., 2013; Kristanti et al., 2015). Hilangnya sinyal gugus hidrogen
olefinik pada posisi atom karbon C-3 dan adanya sinyal hidrogen anomerik pada
Dari profil RMI-13C terdapat sinyal pada δ 178.5 yang merupakan ciri
khas dari karbon keton C=O pada posisi C-4. Sinyal pada geseran δ 115.4
merupakan sinyal dari C-3’ dan C-5’. Sinyal pada δ 130.1 merupakan sinyal dari
C-2’ dan C-6’. Pada geseran δ 98.7 dan δ 93.5 merupakan sinyal dari C-6 dan C-8
(Ghaly et al., 2010; Kristanti et al., 2015). Terdapat lima sinyal dari gugus
oksiaril, yaitu pada geseran δ 170.3, 164.4, 159.7, 163.8 dan 156.6. Kelima posisi
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
96
karbon tersebut merupakan ciri khas dari senyawa flavonol yang merupakan
. Sinyal pada daerah δ 71.3, 70.6, 70.5 dan 70.2 merupakan sinyal dari
karbon gugus gula pada posisi C-2”, C-3”, C-4” dan C-5” (Ghaly et al., 2010;
Sovia et al., 2013; Kristanti et al., 2015). Sinyal pada δ 16.9 merupakan ciri khas
dari sinyal karbon gugus metil CH3, dan didukung oleh sinyal pada δ 1.16 (3H,s)
pada hasil RMI-1H, yang merupakan sinyal khas dari proton gugus metil.
Data dari HMQC menunjukkan adanya korelasi antara atom karbon pada
posisi C-2’/6’ dengan proton pada posisi C-2’/6’; karbon pada C-3’/5’ dengan
proton pada posisi C-3’/5’; karbon pada C-6 dengan proton pada posisi C-6;
karbon pada C-8 dengan proton pada posisi C-8; karbon pada C-1” dengan proton
pada posisi C-1”; karbon pada C-2”-4” dengan proton pada posisi C-2”,3”,4” dan
karbon gugus metil dengan proton gugus metil (C-6” dengan H-6”).
Dari data HMBC terdapat korelasi antara proton pada posisi C-2’/6’
dengan karbon pada posisi C-2; antara proton pada posisi C-3’/5’ dengan karbon
pada posisi C-1’; antara proton pada posisi C-8 dengan karbon pada posisi C-10;
antara proton pada posisi C-6 dengan karbon pada posisi C-8; antara proton pada
posisi C-1” dengna karbon pada posisi C-3; antara proton pada posisi C-1” dengan
dengan karbon pada posisi C-5”,C-2’,C-6’ dan C-4; antara proton pada posisi C-
,RMI-13C, HMQC dan HMBC gugus gula pada EAM1.3 merupakan gula
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
97
ramnosil dan diduga gugus gula ramnosil berada pada posisi C-3 (Soliman et al.,
2002; Furusawa et al., 2005; Song et al., 2007; Fatma et al., 2011; Diantini et al.,
OH
HO O
H
OH O
O CH3
OH
HO
OH
Gambar 6.3. Struktur Kaempferol-3-O-rhamnosil
metode KLT preparatif dengan fase diam ODS dan fase gerak asetonitril-metanol-
air 2-1-4. Dari hasil KLT preparatif EA.10 didapatkan empat subfraksi, yaitu
EA.10.1 (7,2 mg); EA.10.2 (1,2 mg); EA.10.3 (1,4 mg) dan EA.10.4 (1 mg)
(gambar 5.18). Dari hasil KLT preparatif EA.11 juga didapatkan empat senyawa,
yaitu EA.11.1 (11,1 mg); EA.11.2 (2 mg); EA.11.3 (1,2 mg); EA.11.4 (1,4 mg)
(gambar 5.20)
hasil KLT preparatif EA.10 dan EA.11, maka dilakukan KLT menggunakan fase
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
98
diam ODS, dan silika. Pada KLT menggunakan fase diam ODS, EA.10.1 dan
EA.11.1 memiliki nilai Rf 0,21 (gambar 5.16 dan 5.19). Spot berpendar
kehitaman pada UV 254 nm dan 366 nm, dan berwarna kuning dengan penampak
memiliki dua puncak utama. Pada EA.10.1 kedua puncak berada pada Rt 12,615
dan 13,673 yang selanjutnya disebut sebagai EA.10.1.1 dan EA.10.1.2. Indeks
Sedangkan pada EA.11.1 kedua puncak berada pada Rt 13,560 dan 14,773
persen kemurnian 0,9899 dan 0,9856 (gambar 5.25). Kedua puncak pada subfraksi
EA.10.1 dan EA.11.1 memiliki spektrum UV pada panjang gelombang 266 nm,
324 nm, dan 342 nm. Perbedaan Rt pada subfraksi EA.10.1 dan EA.11.1
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
99
bahwa senyawa EA.10.1.1 masih belum murni. Hal ini ditunjukkan oleh profil
KCKT yang masih terdiri atas beberapa puncak, dengan puncak dominan pada Rt
bahwa senyawa belum murni. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa
puncak pada profil KCKT, dengan puncak dominan pada Rt 12,799 , yang
memiliki tiga panjang gelombang maksimum, yaitu 266 nm, 324 nm, dan 424 nm.
terlebih dahulu digabung menjadi satu dan disebut sebagai EAM2. Proses
shimpack 4,6 x 250 mm, Shimadzu LC-06, detektor PDA, volume injeksi 100 µL.
Fase gerak yang digunakan adalah ACN-H2O dengan perbandingan 6-4 v/v
dengan kecepatan alir 0,7 mL/menit. Dari hasil KCKT semipreparatif tersebut,
didapatkan EAM2.1 sebanyak 1 mg, dan EAM2.1 sebanyak 0,5 mg. Berdasarkan
profil KLT dan profil spektrum UV, maka diduga EAM2.1 adalah senyawa
golongan flavonoid.
3D7 (tabel 5.3) dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa yang
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
100
EA.2.1 (asam galat) adalah 0,013µg/mL dan IC50 dari EA.4.2 (metil galat) adalah
0,002µg/mL.
hambatan kurang dari 50% pada konsentrasi 10 µg/mL, sedangkan IC50 dari
EA.2.1 adalah 0,013 µg/mL. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga pada
Hasil uji antimalaria diketahui IC50 dari subfraksi EA.4 adalah 0,035 µg/mL,
sedangkan IC50 dari EA.4.2 adalah 0,002 µg/mL. Berdasarkan hal tersebut, maka
sensitive) dengan IC50 3,5 µg/mL (Horge n et al., 1997; Romero et al., 2008).
aktivitas antimalaria yang lebih aktif dibandingkan dengan asam galat. Diduga
Dari hasil uji antimalaria terhadap EAM1.3 didapatkan IC50 sebesar 1,495
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
101
sebesar 106 µM. Nilai IC50 dari EAM1.3 lebih besar dibandingkan EA.2.1 dan
terdapat puncak dominan pada waktu retensi 12,7 dan 13,7 dengan spektruk UV
pada panjang gelombang maksimum pada λ 266 nm, 324 nm dan 342 nm.
Perbedaan waktu retensi dikarenakan sampel diinjeksikan pada hari yang berbeda.
Dari profil spektra UV diketahui bahwa puncak dominan pada EAM2.1 memiliki
antimalaria jika memiliki IC50 < 1-5 µM. Berdasarkan ketentuan ini,maka EA.2.1,
EA.4.2, EAM1.3 dan EAM2.1 yang diisolasi dari fraksi etil asetat daun
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VII
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
sebagai EAM1.
EAM2.
falciparum 3D7 dari fraksi etil asetat daun Alectryon serratus adalah
gelombang maksimum, yaitu 266 nm, 324 nm, dan 424 nm, maka diduga
102
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
103
7.2. Saran
1. Perlu dilakukan pemurnian dan pengujian antimalaria lebih lanjut
terhadap subfraksi aktif EAM2.1 dari fraksi etil asetat daun A.serratus.
antimalaria.
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR PUSTAKA
Adema, F., Leenhouts, P.W., Welzen, P.C. 1994. Flora Malesiana Vol 2, part 3
Sapindaceaae. Den Haag: Leiden University, 456.
Barliana, M., Suradji,EW., Abdullah, R., Diantini, A., Hatabu,T., Shimada, J.,
Subarnas,A., Koyama, H., 2014. Antiplasmodial properties of kaempferol-3-
O-rhamnosides isolated from the leaves of Schima wallichii against
chloroquine-resistant Plasmodium falciparum. Biomedical report, Vol.2,
579-583.
Batista, R., Silva, J., Oliveira, AB. 2009. Plant-derived antimalarial agents: new
leads and efficient phytomedicines Part II Non-alkaloidal natural products.
Molecules, Vol.14, 3037–3072.
Chinchilla, M., Valerio, I., Sanchez, R., Mora, V., Bagnarello, V., Martinez, L.,
Gonzales, A., Vanega, J.C., Apestegui, A. 2012. In vitro antimalarial activity
of extracts of some plants from a biological reserve in Costa Rica. Rev. Biol.
Trop., Vol. 60, No. 2, 881-891.
Diantini, A., Subarnas, A., Lestari, L., Halimah, E., Susilawati, Y., Suprityatna.,
Julaeha, E., Achmad, T., Suradji, EW., Yamazaki, C., Kobayashi, K.,
Koyama, H., Abdullah,R., 2012. Kempferol-3-O-rhamnoside isolated from
the leaves of Schima wallichii Korth.inhibit MCF-7 breast cancer cell
proliferation through activation of caspase cascade pathway. Oncology
letters, Vol.3, 1069-1072.
Farrow, R. E., Green, J., Katsimitsoulia, Z., Taylor, W. R., Holder, A. Molloy, J.
E. 2011. The mechanism of erythrocyte invasion by the malarial parasite,
104
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
105
Federal, U., Gerais, D. M. 2009. Plant-derived antimalarial agents : new leads and
efficient phythomedicines Part I Alkaloids. Molecules. Vol.81,715–740.
Fidock, DA., Rosenthal, PJ., Croft, SL., Brun, R., Nwaka, S., 2004. Antimalariasl
Drug Discovery: Efficacy models for compound screening. Review. Nature,
Vol.3,509-520
Furusawa, M., Tanaka, T., Ito, T., Nakaya, K., Iliya, I., Ohyama, M., Takahashi,
Y. 2005. Flavonol glycosides in leaves of two Diospyros species. Chemical
& Pharmaceutical Bulletin, 53(5), 591–3.
Gelb, M.H. 2007. Drug discovery for malaria: a very challenging and timely
endeavor. Current Opinion in Chemical Biology, Vol. 11, 440–445.
Ghaly, N. S., Ghaly, N. S., Mina, S. a, & Sammour, E. a. 2014. Journal of Natural
Products Insecticidal activity of the main flavonoids from the leaves of
Kalanchoe beharensis and Kalanchoe longiflora. Journal of Natural
Products, 7, 196–202.
Kaur, K., Jain, M., Kaur, T., Jain, R. 2009. Antimalarials from nature. Bioorganic
& Medicinal Chemistry, Vol.17,3229–3256.
Kohler, I., Siems, J., Hernandes, MA., 2002. Invitro antiplasmodial investigation
of medicinal plants from Salsavador. J Bioscience, Vol.57,277-278
Lehane, A. M., & Saliba, K. J. 2008. Common dietary flavonoids inhibit the
growth of the intraerythrocytic malaria parasite. BMC Research Notes, Vol.
1,26.
Lim, S.S., Kim, H.S., Lee, D.U., 2007. In vitro antimalarial activity of flavonoids
and chalcones. Bull. Korean Chem.Soc, Vol.28, 2495-2497.
Ndjonka, D., Bergmann, B., Agyare, C., Zimbres, F. M., Lüersen, K., Hensel, A.,
Liebau, E. 2012. In vitro activity of extracts and isolated polyphenols from
West African medicinal plants against Plasmodium falciparum. Parasitology
Research, 111(2), 827–834
Nguyen-Pouplin, J., Tran, H., Tran, H., Phan, T. A., Dolecek, C., Farrar, J.,
Grellier, P. 2007. Antimalarial and cytotoxic activities of
ethnopharmacologically selected medicinal plants from South Vietnam.
Journal of Ethnopharmacology, Vol.109, issue 3, 417–427.
Noedl, H., Wongsrichanalai, C., & Wernsdorfer, W.H., 2003. Malaria drug-
sensitivity testing: new assays, new perspectives. TRENDS in Parasitology,
Vol.19,175-181.
Ramanandraibe, V., Grellier, P., Martin ,MT., Deville, A., Joyeau, R.,
Ramanitrahasimbola, D., Elisabeth, M., Rasonaivo, P., Mambu, L. 2008.
Antiplasmodial phenolic compounds from Piptadenia pervillei. An
International Journal of Natural Products and Medicinal Plant Research,
Vol.74, 417-421
Saxena, S., Pant, N., Jain, D. C., Bhakuni, R. S. 2003. Antimalarial agents from
plant sources, 85(9).
Song, N., Xu, W., Guan, H., Liu, X., Wang, Y., Nie, X., 2007. Several
flavonoids from Capsella bursa-pastoris (L) Medic. Asian Journal of
Traditional Medicines, Vol.2, 218-222.
Tilley, L., Dixon, M. W., Kirk, K. 2011. The Plasmodium falciparum-infected red
blood cell. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology,
Vol. 43,839–842.
Widyawaruyanti, A., Kalauni, S. K., Awale, S., Nindatu, M., Zaini, N. C.,
Syafruddin, D., Kadota, S. 2007. New prenylated flavones from Artocarpus
champeden, and their antimalarial activity in vitro. Journal of Natural
Medicines, Vol.61, 410–413.
Widyawaruyanti, A., Subehan, Kalauni, S. K., Awale, S., Nindatu, M., Zaini, N.
C., Kadota, S. 2007. New prenylated flavones from Artocarpus champeden,
and their antimalarial activity in vitro. Journal of Natural Medicines, 61(4),
410–413.
Widyawaruyanti, A., Devi, A. P., Fatria, N., Tumewu, L., Tantular, I. S., Hafid,
A. F. 2014. In vitro antimalarial activity screening of several indonesian
plants using hrp2 assay. IJPPS, Vol. 6, 6–9.
Widyawaruyanti, A., Khasanah, U., Tumewu, L., Ilmi, H., Hafid, AF., Tantular,
IS. 2015. Antimalarial avtivity and citotoxicity study of ethanol extract and
fraction from Alectryon serratus leaves. International Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Science, Vol.7, 250-253.
Zhang, Y., Li, J., Shi, S., Zan, K., & Tu, P. 2012. Glycosides of flavone methyl
ethers from Murraya paniculata. Biochemical Systematics and Ecology, 43,
10–13.
Lampiran 1
1 Penelusuran Pustaka
2 Penyusunan Proposal
3 Ujian Proposal
4 Penelitian
5 Analisis Data
Lampiran 1
108
TESIS IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF... USWATUN KHASANAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
109
Lampiran 2
%
Subfraksi R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1 4,99 3,99 - -
2 1 4,72 3,72 - -
EA.1 1 1 3,1 2,1 45,53 49,28
2 1 2,81 1,81 53,05
EA.2 1 1 3,27 2,27 41,12 39,42
2 1 3,4 2,4 37,74
EA.3 1 1 3,77 2,77 28,15 27,49
2 1 3,82 2,82 26,85
EA.4 1 1 2,36 1,36 64,72 60,70
2 1 2,67 1,67 56,68
EA.5 1 1 4,52 3,52 8,69 10,89
2 1 4,35 3,35 13,10
EA.6 1 1 3,28 2,28 40,86 40,59
2 1 3,3 2,3 40,34
EA.7 1 1 3,33 2,33 39,56 42,54
2 1 3,1 2,1 45,53
EA.8 1 1 1,76 0,76 80,29 82,36
2 1 1,6 0,6 84,44
EA.9 1 1 1,88 0,88 77,17 79,89
2 1 1,67 0,67 82,62
EA.10 1 1 2,58 1,58 59,01 58,10
2 1 2,65 1,65 57,20
EA.11 1 1 1,99 0,99 74,32 77,04
2 1 1,78 0,78 79,77
EA.12 1 1 3,1 2,1 45,53 42,67
2 1 3,32 2,32 39,82
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam Pertumbuhan rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,19 0,13 96,51 96,25
10 2 1,06
1,21 0,15 95,98
1 1 1,06
2,35 1,29 65,42 66,89
1 2 1,06
2,24 1,18 68,36
0,1 1 1,06
3,1 2,04 45,31 43,97
0,1 2 1,06
3,2 2,14 42,63
0,01 1 1,06
3,67 2,61 30,03 29,49
0,01 2 1,06
3,71 2,65 28,95
0,001 1 1,06
4,3 3,24 13,14 8,98
0,001 2 1,06
4,61 3,55 4,83
LAMPIRAN 5
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,1 0,04 98,93 97,18
10 2 1,06
1,23 0,17 95,44
1 1 1,06
1,9 0,84 77,48 79,62
1 2 1,06
1,74 0,68 81,77
0,1 1 1,06
2,2 1,14 69,44 67,83
0,1 2 1,06
2,32 1,26 66,22
0,01 1 1,06
2,8 1,74 53,35 50,94
0,01 2 1,06
2,98 1,92 48,53
0,001 1 1,06
4 2,94 21,18 22,92
0,001 2 1,06
3,87 2,81 24,66
LAMPIRAN 6
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,39 0,33 91,15 91,82
10 2 1,06
1,34 0,28 92,49
1 1 1,06
1,97 0,91 75,60 73,59
1 2 1,06
2,12 1,06 71,58
0,1 1 1,06
2,56 1,5 59,79 58,04
0,1 2 1,06
2,69 1,63 56,30
0,01 1 1,06
3,08 2,02 45,84 45,44
0,01 2 1,06
3,11 2,05 45,04
0,001 1 1,06
3,45 2,39 35,92 33,91
0,001 2 1,06
3,6 2,54 31,90
LAMPIRAN 7
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,16 0,1 97,32 96,78
10 2 1,06
1,2 0,14 96,25
1 1 1,06
1,7 0,64 82,84 84,18
1 2 1,06
1,6 0,54 85,52
0,1 1 1,06
2,3 1,24 66,76 64,75
0,1 2 1,06
2,45 1,39 62,73
0,01 1 1,06
3,2 2,14 42,63 43,97
0,01 2 1,06
3,1 2,04 45,31
0,001 1 1,06
3,5 2,44 34,58 32,31
0,001 2 1,06
3,67 2,61 30,03
LAMPIRAN 8
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 0,8
3,45
2 0,8
3,56
10 1 0,8
1,38 0,58 78,56 80,96
10 2 0,8
1,25 0,45 83,36
1 1 0,8
1,58 0,78 71,16 73,94
1 2 0,8
1,43 0,63 76,71
0,1 1 0,8
1,74 0,94 65,25 66,91
0,1 2 0,8
1,65 0,85 68,58
0,01 1 0,8
1,98 1,18 56,38 58,41
0,01 2 0,8
1,87 1,07 60,44
0,001 1 0,8
2,2 1,4 48,24 44,55
0,001 2 0,8
2,4 1,6 40,85
LAMPIRAN 9
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 0,8
3,45
2 0,8
3,56
10 1 0,8
1,86 1,06 60,81 62,85
10 2 0,8
1,75 0,95 64,88
1 1 0,8
2,2 1,4 48,24 47,13
1 2 0,8
2,26 1,46 46,03
0,1 1 0,8
2,6 1,8 33,46 31,42
0,1 2 0,8
2,71 1,91 29,39
0,01 1 0,8
3 2,2 18,67 16,45
0,01 2 0,8
3,12 2,32 14,23
0,001 1 0,8
3,45 2,65 2,03 1,11
0,001 2 0,8
3,5 2,7 0,18
LAMPIRAN 10
Dosis %
(µg/mL) R % Parasitemia % Pertumbuhan % Hambatan Hambatan
0 jam 48 jam rata-rata
Kontrol 1 1,06
4,8
2 1,06
4,78
10 1 1,06
1,8 0,74 80,16 78,82
10 2 1,06
1,9 0,84 77,48
1 1 1,06
2,4 1,34 64,08 62,20
1 2 1,06
2,54 1,48 60,32
0,1 1 1,06
2,8 1,74 53,35 50,94
0,1 2 1,06
2,98 1,92 48,53
0,01 1 1,06
3,4 2,34 37,27 35,39
0,01 2 1,06
3,54 2,48 33,51
0,001 1 1,06
3,89 2,83 24,13 23,32
0,001 2 1,06
3,95 2,89 22,52
LAMPIRAN 11
Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -7,077
,020 ,000 ,000 ,000 -6,418
,030 ,000 ,000 ,000 -6,001
,040 ,000 ,000 ,000 -5,687
,050 ,000 ,000 ,000 -5,431
,060 ,000 ,000 ,000 -5,213
,070 ,000 ,000 ,000 -5,023
,080 ,000 ,000 ,000 -4,852
,090 ,000 ,000 ,000 -4,697
,100 ,000 ,000 ,000 -4,554
,150 ,000 ,000 ,000 -3,962
,200 ,000 ,000 ,001 -3,491
,250 ,001 ,000 ,002 -3,088
,300 ,002 ,001 ,005 -2,725
,350 ,004 ,001 ,009 -2,390
,400 ,008 ,003 ,018 -2,071
,450 ,017 ,008 ,034 -1,762
,500
dimension1
Lampiran 12
Lampiran 13
Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -5,892
,020 ,000 ,000 ,000 -5,415
,030 ,000 ,000 ,000 -5,112
,040 ,000 ,000 ,000 -4,884
,050 ,000 ,000 ,000 -4,699
,060 ,000 ,000 ,000 -4,541
,070 ,000 ,000 ,000 -4,403
,080 ,000 ,000 ,000 -4,279
,090 ,000 ,000 ,000 -4,166
,100 ,000 ,000 ,000 -4,062
,150 ,000 ,000 ,001 -3,633
,200 ,001 ,000 ,001 -3,292
,250 ,001 ,000 ,002 -2,999
,300 ,002 ,001 ,004 -2,736
,350 ,003 ,001 ,006 -2,493
,400 ,005 ,003 ,010 -2,262
,450 ,009 ,005 ,016 -2,038
,500
dimension1
Lampiran 14
Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate
PROBIT ,010 ,000 ,000 ,000 -7,357
,020 ,000 ,000 ,000 -6,702
,030 ,000 ,000 ,000 -6,286
,040 ,000 ,000 ,000 -5,973
,050 ,000 ,000 ,000 -5,719
,060 ,000 ,000 ,000 -5,502
,070 ,000 ,000 ,000 -5,313
,080 ,000 ,000 ,000 -5,143
,090 ,000 ,000 ,000 -4,988
,100 ,000 ,000 ,000 -4,846
,150 ,000 ,000 ,000 -4,257
,200 ,000 ,000 ,001 -3,789
,250 ,000 ,000 ,001 -3,387
,300 ,001 ,000 ,002 -3,026
,350 ,002 ,001 ,005 -2,692
,400 ,004 ,002 ,009 -2,375
,450 ,009 ,003 ,017 -2,068
,500
dimension1
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Confidence Limits
Probability
95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
Lampiran 18
Confidence Limits
Probability 95%
Confidence
Limits for
a
95% Confidence Limits for dosis log(dosis)
dimension1
,300 ,144 ,078 ,253 -,841
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22