Anda di halaman 1dari 61

TESIS

ANALISIS KADAR SERUM INTERLEUKIN 6 PADA


KEHAMILAN PRETERM DAN ATERM DENGAN
KETUBAN PECAH DINISEBAGAI
INDIKATOR INFLAMASI

ANALYSIS OF SERUM INTERLEUKIN 6LEVELSINPRETERM


AND ATERM PREGNANCIESWITH PREMATURE RUPTURE
OF MEMBRANES AS AN INDICATORS OF INFLAMMATION

HARMAWATI RUSTAN
P 4400214 020

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ANALISIS KADAR SERUM INTERLEUKIN 6 PADA KEHAMILAN
PRETERM DAN ATERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI
SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Kebidanan

Disusun Dan Diajukan Oleh

HARMAWATI RUSTAN
Nomor Pokok: P 4400214 020

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Harmawati Rustan

Nomor Mahasiswa : P 4400214 020

Program Studi : Magister Kebidanan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, November 2017


Yang menyatakan

Harmawati Rustan
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

Analisis kadar serum interleukin 6 pada kehamilan aterm dan preterm

dengan ketuban pecah dini sebagai indikator inflamasi.

Penyusunan tesis ini sebagai rangkaian persyaratan akhir program

pendidikan Magister Kebidanan Universitas Hasanuddin. Banyak kendala

yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan tesis ini. Berkat

bantuan dari berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada waktunya. Dalam

kesempatan ini, penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS., selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, M.Sc.,Sp.G(K), selaku PLT Ketua Program

Studi Magister Kebidanan Universitas Hasanuddin.

4. Prof. dr. Nasrum massi, Ph.D selaku pembimbing I dan Prof. Dr. dr. A.

Wardihan Sinrang, MS selaku pembimbing II dengan sabar

memberikan masukan, bimbingan dan bantuan sehingga tesis ini siap

untuk dipertahankan di depan penguji.


5. Responden penelitian yang telah bersedia untuk menjadi sampel

penelitian ini karena tanpa mereka penelitian ini tidak dapat

berlangsung.

6. Kepala direktur RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar yang telah

memberikan izin pengambilan data untuk penelitian.

7. Kepala direktur RSKDIA Sitti Fatimah Makassar yang telah

memberikan izin pengambilan data untuk penelitian.

8. Staf pengelola Program Studi Magister Kebidanan yang telah

membantu penulis selama mengikuti proses pendidikan.

9. Teristimewa kepada kedua orangtuadan semua keluarga yang telah

memberikan dukungan moril dan material serta kasih sayang demi

keberhasilan studi penulis.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan yang

telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

11. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya

yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini.

12. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan. Penulis

berharap kritik dan saran dari para penguji yang dapat mendukung

kesempurnaan tesis ini.

Makassar, November 2017

Harmawati Rustan
ABSTRAK

Harmawati Rustan,Analisis Kadar Serum Interleukin 6 pada Kehamilan


Preterm dan Aterm dengan Ketuban Pecah Dini sebagai Indikator
Inflamasi (dibimbing oleh Muh. Nasrum Massi dan Andi Wardihan Sinrang)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar serum


interleukin 6 pada kehamilan preterm dan aterm dengan KPD serta
menunjukkan titik potong optimal (cut-off point) peningkatan kadar serum
IL 6 pada ibu hamil dengan KPD. Desain penelitian cross sectional
comparative, penelitian dilakukan di RSIA Sitti Khadijah 1, RSKDIA
Fatimah Makassar dan Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin pada bulan Juni – Agustus 2017. Sampel
penelitian ini adalah ibu hamil pretem preterm dan aterm yang mengalami
ketuban pecah dini sebanyak 54 orang yang dipilih secara
consecutivesampling, sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kadar IL-6
diperiksa dengan metode ELISA. Data tidak terdistribusi normal sehingga
dianalisa menggunakan uji Mann Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan cut-off point kadar Serum IL-6 ibu
hamil preterm dan aterm dengan ketuban pecah dini adalah 19,49 ng/L,
kadar serum IL-6 lebih tinggi pada Ibu hamil preterm dengan KPD (22.65
ng/L) dibandingkan padaIbu hamil aterm dengan KPD (16.34 ng/L)
dengan nilai kemaknaan p ≤ 0,05 (p=0,008)yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antara kadar serum IL-6 pada ibu hamilpreterm
yang mengalami KPD dan ibu hamil aterm yang mengalamiKPD.

Kata kunci: kadar IL 6, ketuban pecah dini, cut-off point


ABSTRACT

Harmawati Rustan,Analysis of Serum Interleuikin 6 Levels in Preterm and


Aterm Pregnancies with Premature Rupture of Membranes as an Indicator
of Inflammation. (supervised by:Muh. NarumMassi and Andi
WardihanSinrang)

The aim of this research was to analyze the difference of serum


interleukin 6 level in preterm and aterm pregnancies with KPD as well as
to show the cut-off point of elevated serum IL 6 levels in pregnant women
with KPD. The design of cross sectional comparative research was
conducted in RSIA Sitti Khadijah 1, RSKDIA Sitti Fatimah Makassar and
Biomedical Laboratory of Hasanuddin University Faculty of Medicine in
June - August 2017. The sample of this study was preterm pregnant
women and aterm who experienced premature rupture membranes as
many as 54 people selected by consecutive sampling, the sample is
divided into 2 groups. IL-6 levels were examined by ELISA method. The
data is not normally distributed so that it is analyzed using Mann Whitney
test.
The results showed that serum IL-6 serum levels of preterm pregnant
women and aterm with early rupture membranes were 19.49 ng / L, serum
IL-6 levels were higher in preterm pregnancy with KPD (22.65 ng / L) than
in Pregnant woman at term with KPD (16.34 ng / L) with significance value
of p ≤ 0,05 (p = 0,008) meaning there is significant difference between
serum level of IL-6 in preterm pregnant mother who experience KPD and
pregnant woman aterm having KPD.

Keywords: IL 6 levels, premature rupture of membranes, cut-off point


DAFTAR ISI

halaman
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................ iii
PRAKATA ................................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
ABSTRACT .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
E. Batasan Penelitian ........................................................................ 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10
A. Tinjauan Umum Tentang KPD ..................................................... 10
1. Ketuban Pecah Dini Preterm .................................................. 10
2. Ketuban Pecah Dini Aterm ..................................................... 10
3. Insiden Ketuban Pecah Dini ................................................... 10
4. Tanda dan Gejala ................................................................... 12
5. Diagnosis ............................................................................... 12
6. Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 13
7. Komplikasi Ketuban Pecah Dini .............................................. 14
8. Penatalaksanaan ................................................................... 14
9. Patogenesis Ketuban Pecah Dini ........................................... 17
10. Faktor Resiko Penyebab KPD ................................................ 21
B. Peran Sitokin Pada Ketuban Pecah Dini ..................................... 32
1. Definisi Sitokin ........................................................................ 32
2. Peran Sitokin ......................................................................... 33
3. Peran Sitokin Proinflamasi ..................................................... 35
C. Tinjauan Umum tentang IL-6 ...................................................... 35
D. Pengaruh IL-6 dalam Pecah Ketuban ......................................... 35
E. Hasil Penelitian Terkait................................................................ 40
F. Kerangka Teori............................................................................ 41
G. Kerangka Konsep ........................................................................ 42
H. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 43
I. Definisi Operasional .................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 46
A. Desain Penelitian ........................................................................ 46
B. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 46
C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 46
D. Besar Sampel dan Cara pengambilan Sampel ............................ 47
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................... 48
F. Instrumen Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data .............. 48
G. Alur Penelitian ............................................................................. 51
H. Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 52
I. Etika Penelitian ........................................................................... 53
BAB IVHASIL PENELITIAN ..................................................................... 56
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 56
B. Pembahasan .............................................................................. 61
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Jurnal Hasil Penelitian Terkait………………………… 40

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakterisitik Responden……… 57

Tabel 3 Distribusi Perbandingan Rerata Kadar Serum IL-6

…………………………………………………… 58

Tabel 4 Tabel 2 x 2 Hasil Penelitian Diagnostik

…………………………………………………… 60
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Jalur yang berpotensial terjadinya infeksi 24

Intrauterine …………………………………………….

Gambar 2 Skema gambar membran janin manusia dan 30

komponen protein……………………………………..

Gambar 3 Mekanisme terjadinya persalinan preterm…………. 39

Gambar 4 Boxplot Kadar Interleukin 6 …………………………. 59

Gambar 5 Receiver Operating Carateristik Curve…………….. 59

Gambar 6 Kurva Sensitifitas dan Spesifisitas 60


DAFTAR BAGAN

Nomor Halaman

Bagan 1 Kerangka Teori …..……………………………………. 41

Bagan 2 Kerangka Konsep …………..…………………………. 42

Bagan 3 Alur Penelitian………......................................……… 51


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Statistik

Lampiran 2 Master Tabel

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah melakukan penelitian di RSIA Sitti

Khadijah 1 Makassar

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah melakukan penelitian di RSKDIA

Sitti Fatimah Makassar


DAFTAR SINGKATAN

HPV : Human Papilloma Virus

IVA : Inspeksi Visual dengan Asam Asetat

PAP : Papanicolau

CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia

ASEAN : Association of South East Asia Nations

YSR : Year Survival Rate

IARC : International Agency for Research on Cancer

PCR : Polymerase Chain Reaction

DNA : Deoxyribose Nucleic Acid

SCJ : Squamosa Columnar Junction

FIGO : International Federation of Gynecology and Obstetrics

LEEP : Loop Electrosurgical Excision Procedure

LLETZ : Large Loop Excision of the Transformation Zone

ACS : American Cancer Society

ASCUS : Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance

LGSIL : Low Grade Squamous Intraepithelial Lesions

HGSIL : High Grade Squamous Intraepithelial Lesions

SSK : Sambungan Skuamo Kolumnar

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

UNICEF : United Nations International Children’s Emergency Fund


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan

masalah penting dalam bidang obstetri, karena berkaitan dengan penyulit

atau komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

maternal dan perinatal (Sarwono, 2010). KPD mengacu kepada pecahnya

membran janin sebelum dimulainya persalinan. Pecahnya membran

mengakibatkan persalinan sangat direkomendasikan karena resiko infeksi

asenden, sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD

yang terjadi pada usia kehamilan aterm, maka persalinan harus dilakukan

dengan normal atau induksi dalam 12-24 jam setelah ketuban pecah,

(Caughey, et. al 2008).

Sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi

komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya, serta dapat mengancam

jiwa ibu dan janin, (Feryanto, 2011). Faktor yang berkontribusi terhadap

kematian ibu berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan

nifas seperti perdarahan, infeksi, preeklampsi /eklampsi, persalinan macet

dan abortus, sementara penyebab utama kematian bayi adalah kelahiran

prematur, berat badan lahir rendah, infeksi dan asfiksia, (Kemenkes RI,

2012)

Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada setiap usia kehamilan

baik pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.


Jika ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPD

preterm dan jika setelah usia kehamilan 37 minggu disebut KPD aterm,

(Sujiyantini et. al, 2009). Beberapa penelitian diluar negeri menyatakan

bahwa insiden KPD terjadi 8% pada kehamilan. KPD preterm terjadi

sekitar 3% sedangkan KPD aterm terjadi sekitar 5% (Popowski T, et. al

2011). Di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi melaporkan kejadian

KPD dari Januari sampai Februari tahun 2014 sebanyak 17,4% dari

seluruh persalinan.

KPD membutuhkan pengelolaan yang akurat, karena dengan waktu

akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Hal ini

berhubungan dengan semakin lamanya periode laten yaitu lamanya

ketuban pecah sampai janin lahir, (Alamsyah, 2009). Membran janin

merupakan barrier terhadap adanya infeksi assenden. Pecahnya

membran janin, maka ibu dan janin beresiko untuk terjadi infeksi dan

komplikasi lainnya misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi masa

nifas, partus lama, perdarahan post partum bahkan kematian. Sedangkan

komplikasi pada janin akibat kasus KPD seperti kelahiran prematur, infeksi

perinatal, kompresi tali pusat, solusio plasenta, sindrom distress pada

napas bayi baru lahir, perdarahan intraventrikular, serta sepsis

neonatorum, (Caughey A et. al, 2008).

Selama terjadi infeksi produk bakteri seperti lipopolisakarida

mengaktifkan makrofag dan sel lain untuk memproduksi dan melepas

berbagai sitokin seperti Tumor Necrosis Alfa (TNFα), Interleukin-1(IL-1)


dan Interleukin-6 (IL-6). Ketiga sitokin tersebut merupakan sitokin

proinflamasi, yang merangsang hati untuk mensintesis dan melepas

sejumlah protein plasma seperti protein fase akut antara lain C-Reactive

Protein (CRP), yang dapat meningkat 1000 kali, sehingga IL-6 merupakan

salah satu indikator penilaian peradangan atau kerusakan jaringan

(nekrosis), (Baratawidjaja, 2010).

Pada penelitian yang ada didapatkan bahwa infeksi merupakan

penyebab 25 – 40 % dari seluruh persalinan preterm. Invasi

mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8 % pada persalinan

preterm dan 51 % terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy &

Resnik, 2009).

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12

% dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini

preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun, 2010).

Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten

setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan

kemungkinan terulangnya, akan tetapi ketuban pecah dini preterm tetap

menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur

(Mochtar, 2012).

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses

biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion,

dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi


terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan

memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin, dan protein hormon

yang merangsang aktivitas “Matrix Degrading System” (Soewarto, 2010).

Ketuban Pecah Dini Preterm masih merupakan penyebab tersering

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini

terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta

kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban

pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor

risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina.

Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat

besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Sebagian besar

ketuban pecah dini menyebabkan terjadinya persalinan premature

(Cunningham, 2010).

Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh

karena berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran

ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan

dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor

matrixmetyalloproteinase (TiMP), peningkatan aktivitas-aktivitas

kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya :

Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan

jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asending infeksi

melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi

termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostalglandin, dan MMP yang


dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran

ketuban (Goldsmith, et al., 2005).

Secara umum, di seluruh dunia belum ada data yang pasti,

tetapidiperkirakan bahwa kejadian persalinan preterm bervariasi dari 5% di

negara maju sampai 25% di negara berkembang (Steer, 2005). Passini, et

al. (2010) melaporkan terjadinya peningkatan insiden persalinan preterm

dalam dua decade di Amerika. Persalinan preterm dilaporkan sebesar

9,4% di tahun 1981. Pada tahun 2004, terjadi kenaikan menjadi 12,5%

dan di tahun 2006 menjadi 12,8%. Di Indonesia sendiri, angka tersebut

masih bervariasi. Penelitian yang dilakukanSuhartini (2004) di RSU

Wahidin Sudirohusodo Makasar periode 1 Juli 2000 sampai 31 Juli 2003

dari 1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus persalinan preterm

atau 7,3 %. Sedangkan di RSUP Hasan Sadikin, Wijayanegara (2009)

mendapatkan kejadian prematuritas sebesar 18% dan tidak banyak

berubah selama 10 tahun terakhir.

Ketuban pecah dini saat preterm (usia kehamilan < 37 minggu)

kejadiannya 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan

kembar. Ketuban pecah dini saat aterm (usia kehamilan > 37 minggu)

kejadiannya 8 – 10 % dari semua persalinan (Yeyah, 2010). Kejadian

ketuban pecah dini mendekati 10 % dari semua persalinan, sedangkan

pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4 %.

Seiring kemajuan di bidang ilmu kedokteran modern, banyak

penelitian mencurahkan perhatian kepada usaha-usaha untuk dapat


menemukan petanda infeksi intrauteri pada wanita hamil yang bisa

diperiksa dari cairan amnion, lender serviks atau vagina dan dari serum

ibu. Salah satu petanda infeksi/inflamasi pada kehamilan disini adalah

sitokin, terutama Interleukin-6 (IL-6) yang diperkirakan berperan penting

dalam inisiasi persalinan preterm. Beberapa penelitian telah menunjukan

bahwa peningkatan kadar serum maternal IL-6 berkaitan dengan inisiasi

persalinan preterm dan ketuban pecah dini meskipun hasilnya masih

bervariasi (Turhan,2000, Sozmen, 2005).

Greig, dkk (1997) mendapatkan kadar IL-6 pada persalinan preterm

sebesar 9,3 pg/ml. Maeda, dkk (1997) menyimpulkan bahwa titer IL-6

lebih tinggi pada persalinan preterm dengan chorioamnionitis histologis

(12 pg/ml) dibandingkan dengan tanpa adanya chorioamnionitis (3,5

pg/ml). Turhan, dkk (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kadar

IL-6 dalam serum maternal sebesar 8,3 pg/ml dapat menjadi cut of point

dalam memperkirakan terjadinya persalinan preterm. Peneliti lain,

misalnya Fatih, dkk (2001) menemukan kadar IL-6 rata-rata dalam serum

maternal pada persalinan preterm adalah 15,1 pg/ml dan lebih tinggi pada

persalinan preterm dengan chorioamnionitis yaitu sebesar 26 pg/ml. Kadar

IL-6 yang belum seragam tentu akan menyebabkan kesulitan dalam

menentukan nilai yang tepat untuk memprediksi terjadinya persalinan

preterm. (Greig dan Maeda, 1997; Turhan, 2000 dan Fatih, 2001).

Dengan demikian diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji peran

Interleukin-6 ini dan menemukan suatu nilai yang dapat dipakai sebagai
prediksi persalinan preterm karena Ketuban Pecah Dini pada tahap awal.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kadarIL-6 antara

persalinan preterm dan persalinan aterm dengan ketuban pecah dini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah perbedaan

kadar serum Interleukin 6 pada ibu hamil preterm dan aterem dengan

ketuban pecah dini ?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Membuktikan adanya perbedaan kadar serum interleukin 6 pada

ibu hamil preterm dengan ketuban pecah dini dan ibu hamil aterm

dengan ketuban pecah dini.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui rata-rata kadar serum Interleukin 6 pada kehamilan

preterm dengan ketuban pecah dini.

b. Mengetahui rata-rata kadar Interleukin 6 serum pada kehamilan

aterm dengan ketuban pecah dini.

c. Menunjukkan titik potong optimal (cut-off point) peningkatan kadar

serum IL-6 pada ibu kehamilan preterm dan aterm dengan ketuban

pecah dini.
D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

Kebidanan khususnya dalam pencegahan kejadian ketuban pecah dini

dan dapat digunakan sebagai pengembangan Ilmu kebidanan sebagai

deteksi dini terhadap kejadian ketuban pecah dini, dengan

didapatkannya nilai cut of point dapat memudahkan untuk menentukan

kadar IL 6 yang tinggi dan rendah. Bila inflamasi dianggap sebagai

pencetus persalinan preterm dengan ketuban pecah dini maka akan

diusulkan pemeriksaan IL-6 secara rutin sehingga pemberian antibiotik

bisa diberikan untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2. Manfaat Ilmiah

Dapat digunakan untuk pengembangan ilmu Kebidanan khususnya

dalam pencegahan dan deteksi dini kejadian Ketuban pecah dini serta

dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu kebidanan

dan sebagai sumber informasi dan referensi yang bermanfaat bagi

tenaga kesehatan dan penelitian selanjutnya.

E. BATASAN PENELITIAN

Batasan dalam penelitian ini adalah hanya Kehamilan preterm dan

aterm dengan ketuban pecah dini saja yang diteliti, dan pengambilan

sampel darah sebagai media untuk melihat kadar interleukin 6 nya. Tidak

dilakukan pemeriksaan amnion dikarenakan cukup sulit untuk mengambil

sampel amnion yang tidak terkontaminasi.


F. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar, sistematika penulisan tesis ini yaitu:

BAB I Pendahuluan menguraikan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup

penelitian, penelitian terkait, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, berisi tentang tinjauan umum tentang

Kehamilan Preterm dan aterm dengan Ketuban pecah dini

dan Interleukin 6.

BAB III Metode Penelitian, mencakup rancangan penelitian, waktu

dan lokasi penelitian, populasi dan sampel, alur penelitian,

instrument pengumpulan data, teknik pengumpulan data,

pengolahan dan analisis data, dan etika penelitian.

BAB IV Hasil dan pembahasan, mencakup karateristik sampel

penelitian , hasil perbandingan kadar Interleukin 6 Serum

dan pembahasan.

BAB V Kesimpulan dan Saran


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang KPD

1. Ketuban Pecah Dini Preterm

Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban

secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia

kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko

terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm adalah :

Riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan

solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi

inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu

48 jam, 7% terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham,

2010).

2. Ketuban Pecah Dini Aterm

Ketuban pecah dini aterrm adalah pecahnya selaput ketuban

secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia

kehamilan > 37 minggu.

3. Insiden Ketuban Pecah Dini

Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-

kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi

ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari

seluruh kehamilan (Getahun, 2010). Sekitar 70% kasus

ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di


pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan

prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang

periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan

pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini

preterm tetap menjadikontributor utama bagi keseluruhan

masalah lahir prematur (Mochtar, 2012).

Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar

mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas

perinatal.Pada penelitian yang ada di dapatkan 75-90% dari

morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat

prematuritas. Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-

40% kelahiran prematur dan diidentifikasikan penyebab utama

kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan

setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban pecah dini

preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan

ibu. (Amy, et al., 2003).

Di Negara berkembang angka kejadian persalinan preterm

bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan

31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian

prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian bayi

dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat

mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka

kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit adalah 27,9 %. Di RSUP


Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar

8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode

Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011 sebesar 9,33% dari

seluruh persalinan.

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD

adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,

mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan

ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti

atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila

anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di

bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk

sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,

denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda

infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009).

5. Diagnosis

Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah

ketuban benar sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan

kanalis servikal belum ada atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD

dapat dilakukan denganberbagai cara yang meliputi :

a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya

cairan ketuban di vagina.


b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik

kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada

infeksi.

c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban

dari cairan servikalis.

d. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi

biru (basabila ketuban sudah pecah.

e. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk

membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin,

berat janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban.

Pemeriksaan air ketuban dengan tesleukosit esterase, bila

leukosit darah lebih dari 15.000/mm3,kemungkinan adanya

infeksi (Sarwono, 2010).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,

konsentrasi, bau dan PHnya.

1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah

berubah menjadi biru ,menunjukkan adanya air ketuban

(alkalis).

2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban

pada gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.


b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah

cairanketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat

jumlah cairanketuban yang sedikit (Manuaba, 2009).

7. Komplikasi Ketuban Pecah Dini

Komplikasi yang biasa terjadi pada KPD meliputi ; (a) mudah

terjadinya infeksi intra uterin, (b) partus prematur, (c) ) prolaps

bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2009). Terdapat tiga

komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu (a)

peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, (b)

komplikasi selama persalinan dan kelahiran, (c) resiko infeksi baik

pada ibu maupun janin, dimana resikoinfeksi karena ketuban

yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap

masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2010).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia

kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan

adanya tanda-tanda persalinan. Penanganan ketuban pecah dini

menurut Sarwono (2010), meliputi :

a. Konservatif

1) Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit

(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat

dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin

bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg

selama 7 hari.

3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak

ada infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi

tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi

pada kehamilan 37 minggu.

5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak

ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,

dan induksi sesudah 24 jam.

6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri

antibiotik dan lakukan induksi.

7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda

infeksi intrauterin).

8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk

memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan

periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis

betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.


b. Aktif

1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila

gagal seksiosesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50

mg intravaginal tiap 6jam maksimal 4 kali.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi.

Dan persalinan diakhiri.

3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio

sesarea.

4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Menurut Manuaba (2009) penatalaksanaan KPD adalah :

a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya

maturitasparu sehingga mengurangi kejadian kegagalan

perkembangan paruyang sehat.

b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang

menjadipemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan

prematuritas

c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan

diharapkanberlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan

kortikosteroid,sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.

d. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan

menungguberat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk


melakukan induksipersalinan, dengan kemungkinan janin tidak

dapat diselamatkan

e. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan

keluargasehingga terdapat pengertian bahwa tindakan

mendadak mungkindilakukan dengan pertimbangan untuk

menyelamatkan ibu danmungkin harus mengorbankan

janinnya.

f. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk

mengukurdistansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air

ketuban untukmelakukan pemeriksaan kematangan paru.

g. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan

selang waktu6-24 jam bila tidak terjadi his spontan

9. Patogenesis Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane

(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada

saat belum menunjukkan tanda-tanda

persalinan,bilasatujamkemudiantidaktimbultanda-tandaawal

persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur

kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm

/preterm rupture of the membrane

(PPROM)(Cunningham,2010).HimpunanKedokteranFetomaternal

POGIdi

Semarangtahun2005menetapkanbahwapersalinanpretermadalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

(Binarso, 2010).

Ketubanpecahdiniterjadipada12%kehamilan

(Mochtar,2012) dan dapat terjadi komplikasi seperti

korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini.

Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian

prematuritas dimana80%

kasusketubanpecahdinipretermakanterjadiprosespersalinan

kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik

pada ibu maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat

pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal

ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro terhadap protease

bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban ketuban

untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke

selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban,

persalinan pretem atau keduanya (Cunningham, 2010).

Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm

terjadi oleh karena berbagai faktoryang akhirnya mempercepat

lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin

lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix

metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor

matrixmetyalloproteinase (TiMP), peningkatan aktivitas-aktivitas

kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin


(misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis,

termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom

Ehlers-Danlos). Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga

dapat menyebabkan lokal respon

inflamasitermasukmemproduksisitokin-

sitokin,prostaglandin,danMMPyang

dapatmenyebabkanmelemahnyadanterjadidegradasinyadarimem

branketuban (Goldsmith,et al., 2005).

Selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang

dihubungkan oleh matriks ekstraseluler. Selaput ketuban

berkembang sesuai dengan usia kehamilan untuk

mengakomodasi peningkatan volume oleh fetus dan air ketuban.

Merupakan struktur multilayer kompleks yang terdiri dari elemen-

elemen epitelial dan jaringan penyangga.Amnion terdiri dari

komponen mesenkim dan epitel secara terpisah dan bersatu

dengan mesoderm dari korion.Amnion merupakan lapisan

membran dengan bagian luar merupakan jaringan mesodermal

dan bagian dalam adalah ektoderm.Korion merupakan membran

yang terdiri dari lapisan luar sinsisiotrofoblas dan lapisan dalam

sitotrofoblas (Menon, 2007).

Selaput ketuban pecah karena hilangnya elastisitas pada

daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas

selaput ketuban ini berkaitan dengan penipisan jaringan kolagen


oleh infeksi atau rendahyakadar kolagen. Kolagen pada selaput

ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,

fibroblast serta pada korion di daerah lapisan kutikuler dan

trofoblas dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada

lapisan penunjang (Mercer, 2003).Pecahnya selaput

ketubanintrapartum disebabkan melemahnya ketegangan selaput

ketuban akibat kontraksi uterus dan regangan yang berulang-

ulang.Selaput ketuban yang mengalami raptur dini lebih

menggambarkan adanya gambaran fokal abnormal dari

melemahnya ketegangan selaput ketuban.Di sekitar selaput yang

pecah tampak gambaran berupa daerah yang dibatasi oleh

morfologi sel yang berubah secara ekstrim disertai edema dan

gangguan jaringan ikat kolagen di dalam lapisan kompakta,

fibroblast dan spongiosa.Kekuatan selaput ketuban ditentukan

oleh keseimbangan sintesa dan degradasi matriks

ekstraseluler.Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban,

seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur

kolagen dan peningkatan aktivitas kolagenolitik maka terjadilah

KPD (Menon, 2007).

Matriks Metalloprotein (MMP) dihasilkan oleh berbagai

macam sel yang menghidrolisa minimal satu komponen matriks

ekstraseluler.Sedangkan jaringan Penghambat Matriks

Metalloprotein (TIMP) membentuk kompleks stokiometri yang


menghambat aktivitas proteolitik.Degradasi kolagen yang terjadi

diperantarai oleh MMP dan dihambat oleh TIMP serta

penghambat protease.Keutuhan selaput ketuban terjadi karena

kombinasi dari aktivitas MMP yangrendah dan konsentrasi TIMP-

1 yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme penyebab infeksi akan

membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host

terhadap bakteri sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP

dan TIMP yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput

ketuban dan pecahnya selaput ketuban (Lee, 2001; Menon,

2007).

10. Faktor Resiko Penyebab KPD

a. Faktor Infeksi

Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap

menjadi

penyebabutamainfeksiterkaitpersalinanprematur.Ronggaketub

anbiasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm

terdapat bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam

cairan ketuban adalah temuan patologis yang dikenal

sebagai invasi mikroba dari rongga amnion. Kebanyakan

kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis

cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis

dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur

dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan


ketuban adalah 12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran

pada pasien tersebut

padasaatdimulaiprosespengeluaranjanin,frekuensimenjadiham

pirduakali lipat(22%).Padaketubanpecahdinipreterm

didapatkankulturbakteripada cairan ketuban adalah 32,4%,

dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada saat

dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et

al., 2011).

Infeksidapatmenyebabkanketubanpecahdini sebesar10-

30%melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina

seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus,

Trichomonas vaginalis mensekresi protease yang akan

menyebabkan terjadinya degradasi membran pada selaput

ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon

terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi

inflamasiakanmerangsangproduksisitokin,MMP,danprostaglan

dinoleh netrofilPMNdanmakrofag.IL-1,IL6,TNF-

αyangdiproduksiolehmonositakan meningkatkan aktivitas

MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997).

Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang

produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga

berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena

menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi


kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat

menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor

prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis

terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin

oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi

oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi

enzimSiklooksigenase II yang berfungsi mengubah

asamarakhidonatmenjadiprostaglandin. Prostaglandin

mengganggusintesis

kolagenpadaselaputketubandanmeningkatkanaktivitas

matriksMMP-1dan MMP-3 (Ulug, 2001).

Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal,

pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, infeksi traktus

genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya

berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi

bakterijugamerangsangproduksi

prostaglandin,dimanadapatmeningkatkan risiko pecahnya

selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari

selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan

fosfolipase A2, dimana fosfolipase A2 ini akan melepaskan

asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap

infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan

meningkatkan produksi dari prostaglandin. Dimana sitokin


ini juga akan

meningkatkankadarMMPyangakanmengakibatkandegradasiko

lagendanakan mengakibatkan pecahnya selaput ketuban

(Goldenberg, et al., 2003).

Gambar 2.1 Jalur Yang Berpotensial Terjadinya Infeksi Intra


Uterine(Goldenberg, et al, 2008)
b. Faktor Nutrisi

Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor

predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam

askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen

tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban.

Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban

pecah dini (Chalis, 2005).

Asupan nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan dapat

mempengaruhi
kondisijanindanberpengaruhpadakejadianpersalinanprematur.

Beberapafaktor yang berpotensi sebagai penyumbang risiko

persalinan prematur spontan antara lain rendahnya berat

badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan

kenaikan berat badan semasa kehamilan (Sabarudin, et al.,

2011).

c. Faktor hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling

matriks ektraseluler padajaringanreprodruktif. Kedua hormon

ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta

meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblast serviks.

Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan

produksi kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel

desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan

jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan

dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan

meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran

janin. Aktivitas hormon ini

meningkatsebelumpersalinanpadaselaputketubansaataterm(G

oldsmith,etal., 2005).

d. Faktor apoptosis

Apoptosis adalah istilah yang digunakan sebagai sinonim

dari proses kematian sel. Proses apoptosis sangat


dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein ekstraseluler

dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh

infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban

pecah dini, sedangkan faktor intraseluler diperankan oleh p53

yang merupakan suatu protein yang berperan dalam apoptosis

intraseluler melalui pengaktifan protein bax yang memacu

pelepasan sitokrom c. Fungsi normal p53 adalah sebagai

penjaga

proteinom.Padakeadaandimanajumlahp53rendahmakap53aka

nberperan sebagai penjaga sel, sedangkan dalam jumlah

banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis ( Suhaimi,

2012).

Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada

kehamilan dengan

ketubanpecahdinidibandingkandengankehamilannormal.Kadar

p53>0,97

U/mlberisikolebihdari30kalimenyebabkanketubanpecahdini(Su

haimi, 2012)

Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu

terjadi perubahan kimia yang menyebabkan selaput

ketubanrapuh pada bagian tertentu saja, bukan karena

seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini

aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel


terprogram (apaptosis) di amnion dan korion terutama

disekitar robekan pada selaput ketuban. Pada kasus

koriomnionitis terlihat sel-sel yang mengalami apaptosis akan

melekat dengan granulosit, kemudian menunjukkan terjadinya

respon-respon imunologis mempercepat terjadinya kematian

sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi

matriks ektraseluler dimulai (Soewarto, 2010).

Proses apoptosis dipercepat pada terjadinya robekan

selaput ketuban pada kehamilan dengan ketuban pecah dini

baik melalui jalurcaspase-dependent dan caspase

independent, dapat dilihat untuk jalurcaspase-dependent

dengan memeriksa eksekutor utama apoptosis yaitu caspase-

3 dan jalur caspase independent dengan

parameterendonuclease-G, hal ini disebabkan faktor

endonuclease- G ini muncul paling awal dan dominansebagai

bentuk respons adanya apoptosis melalui caspase-

independent (Prabantoro, et al., 2011).

e. Faktor mekanis

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa

faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6

yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat

kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas

kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan


terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi

matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya

selaput ketuban (Heaps, et al., 2005).

Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat

oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh

melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan

peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi

oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi

komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti

penurunan jumlah jaringan kolagen, serta peningkatan

aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama

disebabkan oleh MMP (Heaps, et al., 2005).

MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat

memecah komponen- komponen matriks ekstraseluler.

Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-

1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks

dari kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya

didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah

kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga

diproduksipenghambatMMP/ TIMP.TIMP-

1menghambataktivitasMMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4


mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et

al., 2005)

Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang

berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini

menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel mesenkim

berfungsi menghasilkan kolagen sehingga menjadi lentur dan

kuat. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan

sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant

Protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Di

samping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif

seperti Endothelin-1 (Vasokonstriktor), dan PHRP (Parathyroid

Hormone Related Protein) suatu vasorelaxan. Dengan

demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan

tonus pembuluh lokal (Cunningham, 2010).

Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini

preterm ada dua yaitu:

1) Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya

persalinan spontan.

2) Intervensiyangmeliputikortikosteroiddimanadiberikanbersa

maatau

tanpatokolitikuntukmencegahterjadinyapersalinanpreterm,s

ehingga janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses

pematangan paru janin.


Di tahun 1998, American Congress Obsteticians and

Gynecologics membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini

preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban

preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya,

infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio

plasenta (Cunningham, 2010).

Meskipunkompilkasiiniditemukanhanya1,7%darikehamilan,

kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal

selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata

berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang

mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan

multijanin, presentasi bokong, korioamnionitis dan gawat janin

intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi-komplikasi ini,

seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat masuk,

75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit

lain, dan 10% lainnya melahirkan setelah persalinan spontan

dalam 48 jam. Hanya terdapat 7% wanita yang proses

kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah

ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai

proses kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat

ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester

III,hanyadiperlukanbeberapaharisajahinggakelahiranterjadidib
andingkan dengan trimester II (Cunningham, 2010) .

Gambar 2.2 Skema Gambar Membran Janin Manusia Dan


ProteinKomponen (Heaps, et al., 2005).
f. Kelainan jaringan ikat

Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan melemahnya

selaput membran ketuban dan peningkatan angka kejadian

dari ketuban pecah dini prematur. Salah satu contoh kasus ini

adalah sindrom Ehler Danlos. Dimana pada syndrome Ehler

Danlos didapatkan adanya kelainan kongenital jaringan ikat,

dimana terdapat adanya kelainan dalam sintesis kolagen,

(Barabas, 1966).

g. Peningkatan Degradasi Kolagen

Aktivitas dari degradasi kolagen terutama dipengaruhi

oleh Matriks Metalloporoitenases (MMP), dimana aktivitas ini

akan dihambat oleh jaringan inhibitor jaringan yang spesifik.

Sebagian besar kehamilan, integritas dari selaput membrane


ketuban tetap tidak berubah, hal ini mungkin sebagian besar

disebabkan oleh karena adanya keseimbangan dari aktivitas

Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor Of

Matriks Metalloproteinase (TIMP). Pada saat kehamilan

mendekati persalinan, keseimbangan antara Matriks

Metalloproteinase (MMP) dengan Tissue Inhibitor Of Matriks

Metalloproteinase (TIMP) akan bergeser kearah degradasi

proteolitik dari Matriks Ekstraseluler selaput membrane

ketuban. Pecahnya selaput membrane ketuban juga dapat

disebabkan oleh ketidak seimbangan antara Matriks

Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor Of Matriks

Metalloproteinase (TIMP), yang menyebabkan degradasi

matriks ekstraseluler selaput membrane ketuban, (Draper, at

al 1995).

h. Regangan Selaput Membran Ketuban

Distensi uterus yang berlebihan disebabkan oleh karena

adanya Polyhidramnion atau kehamilan kembar. Pecahnya

selaput membrane ketuban oleh karena distensi uterus yang

berlebihan disebabkan oleh karena adanya peregangan

mekanik. Dimana peregangan mekanik ini akan menyebabkan

peningkatan dari COX 2 dan produksi dari prostaglandin.

Distensi uterus yang berlebihan juga mengakibatkan

meningkatnya tekanan intrauterine yang dapat mengakibatkan


semakin melemahnya selaput membran ketuban, (Terzidou, et

al 2005).

B. Peran Sitokin pada Ketuban Pecah Dini

1. Definisi Sitokin

Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto: Sel; dan Kinos; Gerakan)

adalah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel

spesifik system kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal

antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah

kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam

komunikasi selular terdiri dari protein, peptide, atau glikoprotein.

Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator

polipeptida yang diproduksi secara luas diseluruh tubuh oleh

beragam sel embriologi. IL-6 adalah salah satu tipe dari sitokin

yang ada (Kishimoto, 2003).

2. Peran sitokin

Inflamasi pada koriodesidua akan mengaktifkan berbagai

sitokin yang selanjutnya menimbulkan kontraksi uterus,

perubahan pada servik dan pecahnya elaput ketuban. Cairan

amnion pada wanita dengan persalinan premature yang disertai

dengan infeksi intra amnion memperlihatkan peningkatan kadar

sitokin seperti : IL-1, TNFα, IL-6, dan regulated on activation

normal t-cell expressed and secreted (RANTES). Efek dari IL-1

dan TNFα diperkuat oleh IL-6 yang dihasilkan oleh desidua dan
sel korion oleh karena IL-1 dan TNFα. Kadar sitokin-sitokin ini

dalam cairan amnion berhubungan dengan adanya

korioamnionitis histologis. Produksi prostanoid pada desidua,

korion, amnion dan sel miometrium dan produksi endotelin oleh

sel amnion dan sel desidua dirangsang oleh tingginya

konsentrasi endotoksin dan juga oleh IL-1 dan TNFα.

Peningkatan kadar prostanoid dan endotelin seperti halnya

leukotrien dalam cairan amnion wanita hamil dengn persalinan

premature disertai dengan infeksi intraamnion. Peningkatan kadar

IL-6 Amnion pada 16 minggu kehamilan dan peningkatan IL-6

Plasenta disertai terjadinya persalinan premature, apalagi bila

disertai dengan infeksi intra amnion. Aktivasi dari jejaring sitokin

menyebabkan peningkatan apptosis plasenta dan selaput

korioamnion dengan glikoprotein pada fas ligad(Fasl). Ekspresi

Fals diatur oleh TNFα pada plasenta. Apoptosis dari sel otot polos

serviks berperan dalam pembukaan dan mengambil tempat pada

sel epitel amnion dalam sel selaput janin dan menimbulkan

pecahnya selaput ketuban. Aktivasi jejaring sitokin juga

meningkatkan produksi protease yang memecahkan matriks

ekstraseluler pada desidua, selaput janin dan servik. Sel korion

dan sel servik diaktivasi oleh IL-1 pelepas kolagenase dan IL-8

oleh sel amnion, desidua dan servik. Kadar IL-8 cairan amnion

dan servik meningkat pada persalinan premature, khususnya


yang disertai infeksi intraamnion. Kadar IL-8 dalam miometrium,

desidua dan selaput berhubungan dengan kadar spesifik

kolagenase (MMP-8, MMP-9). Efek kombinasi dari protease-

protease ini cukup efisien mencegah kolagen, laminin, elastin,

dan fibronektin yang merupakan komponen matriks ektraseluler

yang penting dari selaput janin, desidua dan serviks.

Pemeriksaan pertanda-pertanda tadi tadi dengan amnisintesis

termasuk kultur dengan pengukuran sitokin cairan amnion

mempunyai sensifitas dan nilai prediksi positif lebih baik

dibandingkan pemertiksaan IL-6 sekret vagina dan serviks untuk

memprediksi persalinan premature, hanya memang tindakan

amniosintesis merupakan prosedur yang invasive. Preterm

Prediction Study meneliti apakah kadar granulocyte colony

stimulating factor (GCSF), suatu sitokin yang diproduksi oleh

monosit pada kehamilan 24 dan 28 minggu. Kadar GCSF tidak

berhubungan dengan persalinan premature diatas kehamilan 32

minggu (Goldenberg, 2000).

3. Peran Sitokin Proinflamasi

Inflamasi dan mediator-mediator, kemokin seperti IL-6, sitokin

proinflamasi (IL-1β,TNFα), platelet activating factor dan

prostaglandin merupakan faktor utama terjadinya persalinan

preterm yang disebabkan oleh infeksi. IL-1 merupakan sitokin

pertama yang diketahui terdapat pada persalinan peterm yang


disebabkan infeksi. TNFα dan IL-1β mempengaruhi ekspresi IL-8

sedangkan sitokin lain dan kemokin (IL-6, IL-10, IL-16, CSF,

MCP-1) juga merupakan implikasi terjadinya persalinan preterm

(Creasy, 2009).

C. Tinjauan Umum tentang IL- 6

Interleukin-6(IL-6)adalahsitokinPleiotropicdenganberbagai

aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan

mengatur

reaktivitasimun,responfaseakut,peradangan,danhematopoiesisonkog

enesis. IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama,

sepertiInterferon-b2 (IFNb2), T-cellReplacingFactor(TRF)-

LikeFactor,B-CellDifferentiationFactor,26- kDa protein, B-Cell

Stimulatory Factor-2 (BSF2), Hybridoma– Plasmacytoma Growth

Factor (HPGF or IL-HP1), Hepatocyte- Stimulating Factor (HSF), dan

Monocyte–Granulocyte Inducer type 2 (MGI-2). Namun, kloning

molekuler IFNb2,26-kDaproteindanBSF-2

dilakukanpenelitiandanterungkapbahwa semua molekul adalah

identik. Kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988

bahwamolekulinidisebutIL-

6.Dalambagianberikutnya,strukturdanfungsiIL-6danreseptorpada

mekanismeketubanpecahdinipretermakan dijelaskan (Kishimoto,

2003).

D. Pengaruh IL-6 dalam pecah ketuban


Persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi

dalam jaringan kehamilan. Sitokin menyebabkan perekrutan sel

inflamasi ke dalam membrankorio desidual. Meskipun kehamilan

cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi,

infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga

menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan

ketuban pecah dini preterm. Pada penelitian sebelumnya

dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan

peningkatan konsentrasi sitokin seperti Interleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-

8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus,

peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi

intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur

(Matthew, et al., 2001).

Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses

inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan

konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan

prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif

dan akan menghindari pengobatan yang tidak seperlunya.

Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et

al., 2001).

Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa sitokin

berpartisipasi secara aktifdalam patofisiologi normal dan

abnormalpada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating


Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk implantasi, dan

Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah

menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta.

IL-l dan Tumor Necrotic Factor (TNF) terlibat pada inisiasi nifas

dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan

bahwaIL-l dan TNF telah

terdeteksipadacairanamniotikpadawanitayanghamildenganketubanpe

cah dini preterm. Sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam

menanggapi adanya paparanendotoksin.Dankeduasitokintersebut

dapatmerangsangamniondan desidua untuk memproduksi

prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami

untukmenyelidikipartisipasiIL-6.IL-6

dikenalsepertisitokinlainnyasebagai mediator utama dalam

menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh

sel-sel jaringan stroma endometrium untuk merespon adanya IL-l dan

Interferon-γ (IFN-γ). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam

merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya

melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan

ketuban pecah dini preterm. (Romero, et al., 1991).

Peningkatan kadar IL-6 akan memacu pembentukan MMP-9

(Yoneda, et al., 2009), Peningkatan kadarMetalloproteinase ini

menyebabkan melemahnya khorioamnion sehingga memudahkan

terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003).


Gambar 2.4 Mekanisme Terjadinya Persalinan Preterm
(Goldenberg, et al., 2003
E. Hasil Penelitian Terkait

N Penulis Judul Kesimpulan Sumber


o
1. Franky Perbedaan Terdapat perbedaan kadar Bagian
Ardhana Kadar IL-6 dan kadar PGE2 serum obstetrik dan
Kawilarang pada kehamilan preterm ginekologi
Interleukin -6
dengan ketuban pecah dini Fakultas
dan
lebih dengan kehamilan kedokteran
prostaglandin preterm yang normal. Universitas
E-2 serum pada Udayana
Denpasar
kehamilan

preterm dengan

ketuban pecah

dini dan

kehamilan

preterm normal

2. Debby Perbedaan Terdapat perbedaan Fakultas


Yolanda, kadar C- bermakna rerata kadar Kedokteran
Ariadi, Nur Reactive CRV serum antara Universitas
Indrawati L. Protein Serum kelompok KPD dengan Andalas
Ibu pada kelompok kehamilan normal Padang
Kehamilan
Aterm
Ketuban
Pecah Dini
dan
Kehamilan
Normal
3. I B G Fajar Kadar Terdapat perbedaan yang Bagian
bermakna antara kadar IL-8
Manuaba Interleukin 8 pada kehamilan preterm yang obstetrik dan
Serum Ibu pecah ketuban spontan dan ginekologi
ketuban tidak pecah
Pada Fakultas
Kehamilan kedokteran
Preterm Universitas
Dengan Udayana
Ketuban Denpasar
Pecah
Spontan dan
ketuban tidak
pecah
4. Aan Jaya Perbedaan Kadar IL-6 Serum pada Bagian
Kusuma kadar persalinan preterm lebih obstetrik dan
interleukin-6 tinggi daripada persalinan ginekologi
serum ibu aterm, namun tidak Fakultas
pada bermakna secara statistic kedokteran
persalinan Universitas
preterm dan Udayana
persalinan Denpasar
aterm
F. Kerangka Teori

Membrane stretch Generalized Localized defects


(production of decreased tensile
interleukin-8) strength

Amniotic extracellular- Decreased amniotic


Premature Rupture
matrix (Collagen) or Preterm collagen content. Altered
Premature Rupture
degradation (Collagenase of the Membranes amniotic collagen

activity, imbalance of structure (precence of

matrix metalloproteinase abnormal collagen cross-


or tissue inhibitor of linking. Abnormal

metalloproteinase ) collagen triple helical


structure )
Programmed Uterine irritability
amniotic cell
death

Production of prostaglandin
E2and prostaglandin F2a

Genital tract infection


Glucocorticoid
(presence of bacterial
Relaxin (reversal of Production
proteases, host immune
suppressive effects of
response [Interleukin-1,
progesterone and estrogen )
Interleukin-6, tumor necrosis

Gambar 2.5Kerangka Teori Interleukin factor


6 danα])
ketuban pecah dini (adaptasi
: Menon, 2007; Goldsmithet. al 2005)
G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variable

independen yaitu Interleukin 6 dan variable dependen yaitu

Kehamilan Preterm KPD dan aterm KPD

Kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut :

Variable Independen Variabel Dependen

Kehamilan Preterm
Infeksi KPD
(peningkatan
kadar IL 6 ) Kehamilan Aterm
KPD

1. Polihidramnion
2. Kehamilan
Ganda
3. Trauma :
melakukan
coitus24 jam
terakhir
4. Solusio plasenta
5. Tekanan darah
≥140/90 mmhg
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel antara
H. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan kadar serum IL-6 pada kehamilan

preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan aterm dengan

ketuban pecah dini.

I. Definisi Operasional

1. Kehamilan preterm adalah kehamilan sebelum 37 minggu

dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan

menggunakan rumus Naegele.

2. Kehamilan Aterm adalah kehamilan yang berlangsung selama

37 – 42 minggu.

3. Kadar serum IL-6 adalah sel sitokin Pleiotropic dengan berbagai

aktifitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel

dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan

dan hematopoiesis enkogenesis yang diukur level IL-6

spesimen serum darah tepi yang diambil di Vena Cubiti

kemudian diperiksa dengan metode ELISA di Laboratorium

Patologi Rumah Sakit Pendidikan Unhas.

4. Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban

secara spontan pada usia kehamilan 28 minggu sampai kurang

dari 37 minggu yang satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda

persalinan.
5. Ketuban pecah dini aterrm adalah pecahnya selaput ketuban

secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat

usia kehamilan > 37 minggu.

6. Polihidramnion adalah jumlah indek cairan amnion (ICA) atau

amniotic fluid index (AFI) lebih besar atau sama dengan 25 cm

atau ukuran kedalam sebuah kantong amnion terdalam (deep

single pocket) lebih dari 8 cm, yang diukur dengan USG.

7. Umur kehamiln adalah lamanya kehamilan yang dihitung

berdasarkan dari HPHT, dinyatakan dalam satu minggu atau

hasil dari pemeriksaan USG yang dilakukan sebelum umur

kehamilan 28 minggu.

8. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang diketahui

berdasarkan anamnesa.

9. Melakukan intercoitus dalam 24 jam terakhir yaitu melakukan

coitus pada 24 jam terakhir.

10. Kehamilan dengan diabetes mellitus adalah adanya intoleransi

karbohidrat, baik ringan (Toleransi glukosa terganggu = TGT),

maupun berat (Diabetes Melitus) yang terjadi atau diketahui

pertama kali pada saat kehamilan berlangsung dan memenuhi

kriteria WHO.

11. Kehamilan dengan Hipertensi adalah kehamilan dengan

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg diukur dua kali selang 4 jam

setelah penderita beristirahat.


12. Kehamilan dengan penyakit jantung adalah kehamilan yang

disertai dengan gangguan fungsi jantung berdasarkan kriteria

New York Heart Aossocciation (NYHA).

13. Kehamilan kembar adalah kehamilan di mana jumlah janin dua

atau lebih yang diketahui oleh pemeriksaan USG.

14. Riwayat KPD sebelumnya adalah ibu hamil yang pada

kehamilan ini pernah dirawat dengan KPD pada usia kehamilan

28 minggu sampai 42 minggu.

Anda mungkin juga menyukai