Anda di halaman 1dari 21

UJI AKTIVITAS DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia

(Ten.) steenis) TERHADAP CACING Ascaridia galli


SECARA IN VITRO

SKRIPSI

KASRIANA NURASMI
O11116013

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
UJI AKTIVITAS DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia
( Ten.) steenis) TERHADAP CACING Ascaridia galli
SECARA IN VITRO

KASRIANA NURASMI

Skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

ii
iii
KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Kasriana Nurasmi


NIM : O11116013
Program Studi : Kedokteran Hewan
Fakulas : Kedokteran
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul :

Uji Aktivitas Daun Binahong (Anredera cordifolia Ten.


steenis) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro adalah
benar-benar hasil karya saya dan bukan merupakan plagiat dari
skripsi orang lain. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini,
terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiat,
maka saya bersedia membatalkan dan dikenakan sanksi akademik
yang berlaku.

Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

iv
ABSTRAK

Kasriana Nurasmi O111 16 013 .Uji Aktivitas Daun Binahong (Anredera


cordifolia Ten. steenis) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro. Di
bawah bimbingan ABDUL WAHID JAMALUDDIN dan ZAINAL ABIDIN
KHOLILULLAH

Penyakit parasitik pada ayam yang sering ditemui adalah Ascaridiasis. Penyakit
tersebut disebabkan oleh cacing Ascaridia galli yang menyerang usus. Parasit
tersebut menyebabkan kerugian berupa penurunan berat badan dan hambatan
pertumbuhan, penurunan produksi telur serta penurunan kualitas telur. Tanaman
obat yang dapat digunakan sebagai alternative anthelmintik yaitu daun binahong
(Anredera cordifolia Ten. steenis) mengandung saponin, flavonoid, tanin yang
diketahui memiliki efek anthelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas anthelmintik ekstrak daun binahong terhadap cacing Ascaridia galli.
Penelitian ini bersifat ekperimental laboratorik. Penelitian ini dilakukan secara In
Vitro dengan subjek penelitiannya adalah cacing Ascaridia galli yang aktif
bergerak. Subjek dibagi dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 cacing.
Kelompok kontrol positif menggunakan Levamisole , kelompok kontrol negatif
menggunakan Na CMC 0.5% sedangkan kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak
daun binahong (Anredera cordifolia Ten. steenis) konsentrasi 10 %, 15% dan 20%
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong mulai dari
konsentrasi 20% memberikan efek anthelmintik.

Kata kunci : anthelmintik, daun binahong, cacing, Ascaridia galli.

v
ABSTRACT

Kasriana Nurasmi O111 16 013. Activity Test of binahong Leaves (Anredera


cordifolia Ten. steenis) to Ascaridia galli Worms In vitro. Supervised by ABDUL
WAHID JAMALUDDIN and ZAINAL ABIDIN KHOLILULLAH

Ascaridiasis is parasitic disease in chickens that is often encountered. The disease


is caused by Ascaridia galli worms that attack the intestines. These parasites cause
losses in the form of weight loss and growth retardation, decreased egg production
and decreased egg quality. Medicinal plants that can be used as an alternative to
anthelmintics are binahong leaves (Anredera cordifolia Ten. steenis) containing
saponins, flavonoids, tannins which are known to have anthelmintic effects. This
study aims to determine the anthelmintic activity of binahong leaf extract against
Ascaridia galli worms. This research is an experimental laboratory. This research
was conducted in vitro with the research subject being Ascaridia galli worms that
are actively moving. Subjects were divided into 5 groups, each group consisting
of 5 worms. The positive control group used Levamisole, the negative control
group used 0.5% Na CMC, while the treatment group consisted of binahong leaf
extract (Anredera cordifolia Ten. steenis) with concentrations of 10%, 15% and
20%. The results of the study showed that binahong leaf extract starting from a
concentration of 20% gave an anthelmintic effect.

Keywords: anthelmintic, binahong leaves, Ascaridia galli worms.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,


Sang Pemilik Kekuasaan dan Rahmat, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Daun Binahong (Anredera
cordifolia Ten. steenis)” ini. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu, sejak persiapan,
pelaksanaan hingga pembuatan skripsi setelah penelitianselesai.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam


menempuh ujian sarjana kedokteran hewan. Penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan yang dimiliki penulis. Namun adanya doa, restu dan
dorongan dari orang tua yang tidak pernah putus menjadikan penulis
bersemangat untuk melanjutkan penulian skripsi ini. Untuk itu
dengan segala bakti penulis memberikan penghargaan setinggi-
tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
mereka: Ayahanda Ansar; Ibunda Suarmi; kedua kakak saya
Kasmawati dan Kaslinda.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak akan


terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Budu, PhD., Sp. M(K)., M.Med.Ed selaku Dekan


Fakultas Kedokteran, UniversitasHasanuddin.
2. Abdul Wahid Jamaluddin, S. Farm., M. Si., Apt sebagai
pembimbing skripsi utama serta Drh. Zainal Abidin
Kholilullah M.Kes sebagai dosen pembimbing skripsi anggota
yang tak luput memberikan bimbingan selama masa penulisan
skripsi ini, namun juga menjadi tempat penulis berkeluhkesah.
3. Drh. Adryani Ris, M.Si dan drh. Yuko Mulyono Adi
Kurniawan sebagai dosen pembahas dan penguji dalam
seminar proposal yang telah memberikan masukan-masukan
dan penjelasan untuk perbaikan penulisanini.
4. Dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmu dan
berbagi pengalaman kepada penulis selama mengikuti

vii
pendidikan di PSHK UH. Serta staf tata usaha PSKH UH
khususnya, Ibu Tuti, Ibu Ida dan Pak Tomo yang mengurus
kelengkapan berkas.
5. Teman seperjuangan berbagi cerita “Boti” Dhiya Nabilah
Jafar, Nurul Patima Rusdi, Aniza Putri S, Mukhlisa
Rahman, Andi Azifah Cahyani, Kadek Dian Krisna Putri
K, Nurhashunatil Mar’ah, Reski untuk selalu mendengarkan
keresahan penulis, kalian luar biasa dan tidak akan terlupakan.
6. Teman seperjuangan penelitian “Ayam Cacingan” Hasri
Ainun, Andi Muhammad Taufan dan Muhammad
Multazam B.H Abd Hakim untuk selalu mendengarkan
keresahan penulis dan selalu setia mendampingi.
7. Teman seangkatan 2016 “COS7AVERA”,sebuah wadah untuk
menemukan jati diri, cinta, dan persahabatan.
8. Terima kasih untuk teman KKN saya posko Kelurahan Macope
”Lemon Tea”memberikan warna selama ber – KKN
9. Terima kasih untuk teman kamar saya “ Nurul Rafiqa Wahda”
selama kurang lebih 3 tahun ini untuk selalu mendengarkan
keluh kesah penulis
10. Terima kasih kepadasemua pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu yang telah ikut menyumbangkan pikiran
dan tenaga untuk penulis

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar
dalam penyusunan karya berikutnya dapat lebih baik. Akhir kata,
semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap jiwa yang bersedia
menerimanya.

Makassar,8 Juli 2020

Kasriana Nurasmi

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN iii


PERNYATAAN KEASLIAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN x
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Hipotesis 3
1.6 Keaslian Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Daun Binahong 4
2.2 Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli) 6
2.3 Levamisole 9
2.4 Ekstraksi 10
3 METODE PENELITIAN 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 11
3.2 Jenis Penelitian 11
3.3 Materi Penelitian 11
3.4 Penentuan Sampel 11
3.5 Metode Penelitian 12
3.6 Analisis Data 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan daun binahong 15
4.2 Ekstraksi daun binahong 15
4.3 Identifikasi cacing Ascaridia galli 15
4.4 Hasil skrining fitokimia 16
4.5 Aktivitas anthelmintik ekstrak daun binahong 18
5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan 23
5.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 28

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Tumbuhan Binahong 5
2. Bentuk Ascaridia galli dan Morfologi Cacing Ascaridia galli 7
3. Siklus hidup Ascaridia galli 8
4. Identifikasi cacing Ascaridia galli 15
5. Hail Uji Flavonoid (Kuning) 16
6. Hail Uji Saponin (Ada gelembung) 17
7. Hail Uji Tanin (Hitam) 17
8. Hail Uji Alkaloid 18

DAFTAR TABEL

1. Hasil Skrining Fitokimia 16


2. Waktu Kematian cacing 18
3. Nilai rata-rata Kruskal-Wallis Test. 19
4. Nilai signifikan Uji kruskal- Wallis Test 20
5. Nilai signifikan Mann-Whitney Test P Value untuk setiap perlakuan 20

x
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit parasitik pada ayam yang sering ditemui adalah Ascaridiasis.


Penyakit tersebut disebabkan oleh cacing Ascaridia galli yang menyerang usus
halus bagian tengah. Cacing tersebut menyebabkan peradangan di bagian usus
yang disebut hemorrhagic. Menurut Situs Komunitas Dokter Hewan Indonesia,
infeksi Ascaridiasis dapat disebabkan oleh Ascaridia galli (Herawati dan
Winarso, 2016).
Ascaridia galli merupakan nematoda parasitik yang sering ditemukan
pada unggas termasuk ayam. Parasit tersebut menyebabkan kerugian berupa
penurunan berat badan dan hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur
serta penurunan kualitas telur. Meskipun dikenal luas selama berabad-abad
memiliki dampak sangat besar pada industri perunggasan, di Indonesia nematoda
belum mendapat banyak perhatian sehubungan dengan memahami biologinya
(Mubarokah et al., 2019).
Faktor yang dapat menurunkan produktivitas ayam adalah infestasi
endoparasit. Infestasi parasit dapat menurunkan jumlah produk peternakan seperti
telur dan daging serta menurunkan kualitas ayam produksi. Parasit yang berada
pada tubuh suatu hewan, pada ayam menyebabkan kerusakan organ hewan
tersebut.Ayam dapat terinfeksi oleh endoparasit salah satunya, yaitu melalui
makanan. Endoparasit dapat ditularkan melalui makanan, yaitu melalui makanan
yang kurang bersih sehingga mudah terinfeksi parasit. Selain melalui makanan,
penyebaran endoparasit dapat melalui air serta peralatan ternak (Pradana et al.,
2015).
Infestasi cacing nematoda Ascaridia galli (A.galli), pada unggas tersebar
luas di seluruh dunia pada unggas domestikasi maupun unggas liar. Hal ini
kemungkinan dihubungkan dengan kerusakan mukosa intestinum yang
menyebabkan kehilangan darah dan menyebabkan infeksi sekunder. Berat
ringannya kerusakan mukosa intestinum tergantung pada jumlah cacing di dalam
intestinum. Infestasi cacing menyebabkan terjadinya perdarahan kronis karena
larva yang bermigrasi menimbulkan kerusakan gastrointestinal diantaranya
gastritis, enteritis, dan ulcerasi tractus digestivus yang akhirnya menyebabkan
suatu keadaan yang disebut kehilangan darah kronis. Infeksi cacing juga
menyebabkan terjadinya pengurasan cairan makanan dan penyumbatan usus oleh
cacing gelang dan cacing pita serta adanya bungkul-bungkul pada usus (Prastowo
dan Ariyadi, 2015).
Penanganan askaridiosis dapat dilakukan dengan pemberian anthelmintik
seperti piperazine, hygromycin B, albendazol, fenbendazol atau levamisol namun
harga obat cacing kimia yang relatif mahal merupakan salah satu alasan bagi
petani untuk tidak mengobati ternaknya, di samping alasan-alasan lain yang sering
mengemuka seperti efek samping yang ditimbulkan atau sulitnya cara pemberian
(Suripta, 2011).
Penggunaan jenis obat anthelmintik yang biasa digunakan berasal dari
obat sintetis yang dapat menimbulkan beberapa efek samping yang merugikan
seperti timbulnya parasit cacing yang resisten terhadap anthelmintik dan residu
2

pada produk asal ternak. Kasus resistensi tersebut kemungkinan besar karena
penggunaan obat cacing yang terlalu sering. Pencegahan yang dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa jenis tanaman yang tumbuh di sekitar area yang
dapat digunakan sebagai obat cacing (Hanifah, 2010).
Salah satu tanaman herbal adalah daun binahong mengandung senyawa
aktif flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin. Setelah dilakukan uji fitokimia
ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavonoid. Kemampuan binahong
untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa
aktif yang terkandung di dalamnya (Darsana et al., 2012). Daun binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) steenis) adalah tanaman yang bisa digunakan juga
untuk meningkatkan proses penyembuhan luka. Infestasi oleh Ascaridia galli
menyebabkan perubahan histopatologis. Zat aktif dalam daun binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) steenis) juga menunjukkan potensi sebagai anthelmintik yang
menyebabkan kelumpuhan dalam cacing pada unggas (Prastowo dan Ariyadi,
2015).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Uji aktivitas ekstrak daun binahong sebagai bahan anthelmintik terhadap cacing
Ascaridia galli.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pemberian ekstrak daun binahong memberikan efek anthelmintik
terhadap cacing Ascaridia galli ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas ekstrak binahong terhadap
cacing Ascaridia galli secara in vitro
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efek berbagai konsentrasi yang diujikan pada cacing
Ascaridia galli.
2. Mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak daun binahong efektif
memberikan efek anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu Teori
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bacaan dan
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai obat alami
yang memiliki efek anthelmintik.
1.4.2.Manfaat untuk Aplikasi
a. Untuk Peneliti
Melatih kemampuan meneliti dan menjadi data penunjang bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
3

b. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
penggunaan obat alami bagi masyarakat maupun pemerintah dalam
menanggulangi kasus kecacingan pada ayam.

1.5 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diambil hipotesis penelitian
yaitu ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) steenis) dengan
konsentrasi 10%, 15% dan 20% berpengaruh secara signifikan dapat
mematikan cacing Ascaridia galli.

1.6 Keaslian Penelitian


Publikasi penelitian mengenai “Uji Aktivitas Daun Binahong (Anredera cordifolia
( Ten.) steenis) Terhadap Cacing (Ascaridia galli Secara In Vitro” belum pernah
dilakukan di Sulawesi Selatan. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Tresiaty
Oriza dengan judul“Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia ( Ten.) Steenis) Terhadap Gambaran Makroskopik Penyembuhan Luka
Sayat Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)”.
4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Binahong

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) steenis)


Klasifikasi tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) steenis) menurut
(Eggli, 2004) dan (Anwar dan Tri, 2016) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus :Anredera
Jenis : Anredera cordifolia (Tenore)Steenis
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) stennis dari keluarga
Basellaceae adalah salah satu tanaman obat yang tumbuh sangat baik sejak dahulu
kala, telah banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias di daerah tropis Indonesia
Dunia. Binahong menanam tanaman asli dari Brazil dan nama umum Madeira
vine atau Mignonette vine. Di Indonesia, tanaman binahong belum akrab, tetapi
tanaman ini diperlukan di Indonesia Masyarakat Vietnam dan sering digunakan
sebagai sayuran di Taiwan. Tumbuhan ini dikenal memiliki penyembuhan luar
biasa, dan telah dikonsumsi lebih dari ribuan tahun oleh bangsa China, Korea,
Taiwan. Hampir semua bagian tanaman seperti umbi binahong, batang dan
daunnya bisa digunakan dalam herbal terapi (Astuti et al., 2011).
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) stennis) merupakan salah
satu spesies dari famili Basellaceae yang banyak digunakan dalam pengobatan di
bidang kesehatan manusia dan juga sebagai antimikroba patogen tanaman Di
China, Korea dan Taiwan tanaman binahong telah diketahui dapat
menyembuhkan penyakit dan telah dikonsumsi selama lebih dari ratusan.
Tanaman ini biasa digunakan untuk mengobati luka, menghaluskan kulit,
menghilangkan sakit badan, meningkatkan stamina tubuh, serta sebagai
antioksidan dan digunakan sebagai obat antibakter serta bisa bersifat anthelmintik
untuk melumpuhkan cacing (Yulia et al., 2016).

1.1.2 Morfologi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia ( Ten.) steenis)


Menurut Feri (2009) Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar,
berumur panjang (perenial), panjang tanaman dapat mencapai ± 5 m. Akar
binahong berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang bertekstur lunak,
berbentuk silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid,
permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun
dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Tipe daun binahong adalah
daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna
hijau, berbentuk jantung (cordata), panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun
tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, serta
permukaan licin, tipe bunga binahong adalah bunga majemuk berbentuk tandan,
bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-
5

putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,50-1,00
cm, dan berbau harum. Perbanyakan biji binahong secara generatif, namun lebih
sering berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar
rimpangnya. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran
tinggi. Banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias dan obat. Umumnya
dikembangkan secara generatif melalui biji, walaupunlebih sering diperbanyak
melalui vegetatif dengan akar rimpangnya. Umbi terdapat di pangkal batangnya,
dan bisa juga diperbanyak dengan umbi batang yang disebar di tanah (Suparjo et
al., 2016). Tumbuh dengan baik di daerah tropis atau subtropis (Lestari et al.,
2015).

Gambar 1. Daun Binahong

1.1.3 Kandungan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia ( Ten.) steenis)


Binahong mengandung komponen aktif yang bermanfaat memiliki banyak
sifat farmakologis seperti antimikroba, anti-inflamasi, antikanker, antioksidan,
antijamur, dan antitumor. Komponen aktif dalam hal ini tanaman termasuk
saponin, tanin, terpenoid, alkaloid dan flavonoid. Saponin tampaknya berpengaruh
pada aktivasi dan sintesis transformasi growth factor-β (TGF-β1) dan juga pada
modifikasi reseptor TGF-β1 dan TGF-β2 dalam fibroblast Ini sangat penting
untuk pembentukan matriks kolagen dalam binahong adalah diharapkan dapat
meningkatkan tingkat penyembuhan (Singh et al., 2014).
Menurut (Aditia et al., 2017) kandungan kimia yang terkandung dalam
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten) steenis) terdiri dari asam oleanolic,
antimikroba, asam askorbat, saponin triterpenoid flavonoid, dan protein. Konten
dalam binahong juga terbukti memiliki anti-inflamasi, anti-demam dan efek anti
parasit. Ini bisa menjadi pengobatan alternatif. Uji klinis pada isi daun binahong
ekstrak telah dilakukan di beberapa studi , dengan isi daun binahong ekstrak, yaitu
flavonoid, saponin, fenol, terpenoid, asam oleanolic, protein, asrobat asam,
antimikroba. Kandungan yang berpotensi sebagai anthelmintik adanya senyawa
saponin. Saponin memiliki bioaktivitas antelmintik yang dapat menyebabkan
paralisis dan kematian cacing. Saponin yang terkandung bersifat toksik dan
mengganggu kestabilan fisiologis cacing Ascaridia galli, saponin dapat
berintegrasi ke dalam membran seluler dan merusak permeabilitas membran
sehingga terjadi perubahan homeostasis ion antara intra- dan ekstraseluler
(Hamzah et al., 2016).
6

2.1.4 Manfaat Tanaman Binahong (Anredera cordifolia ( Ten.) steenis)


Manfaat tanaman binahong menunjukkan berbagai aktivitas seperti
antitumor, penurun kolesterol, kekebalan tubuh potensiasi, antikanker, antioksidan
dan untuk menekan risiko yang lebih rendah dari yang terlibat dalam koroner
penyakit jantung dan potensi saponin sebagai salep hidrokarbon untuk
membentuk kolagen pertama, ada protein yang berperan dalam proses pemulihan
penyembuhan luka. Banyak saponin digunakan sebagai sifat standar obat
tradisional, dan salah satu senyawa sekunder metabolit dapat ditemukan
ditanaman obat. Manfaat tanaman, sumber dari kesaksian beberapa orang di
Indonesia Jawa, dapat mengobati diabetes mellitus, tipus, hipertensi, wasir, TBC,
rematik, asam urat, asma, untuk meningkatkan volume urin untuk diuretik,
pemulihan postpartum, penyembuhan luka dan operasi pasca sunat, juga kolitis,
diare, gastritis dan kanker masyarakat di Jawa, Indonesia, dipercaya, tanaman
binahong adalah keajaiban tanaman bisa mengobati beberapa penyakit (Astuti
S.et al, 2011).
Daun dan batang binahong (Anredera cordifolia (Ten.) steenis) yang
dilumatkan efektif menyembuhkan memar, rematik, pegallinu, nyeri urat dan
menghaluskan kulit. Rebusan rimpang binahong dapat digunakan untuk
mengeringkan luka bekas operasi. Rebusan umbi binahong dapat digunakan
untukmenyembuhkan luka, maag dan tifus. Tanaman binahong mempunyai nama
yang berbeda-beda di setiap negara, seperti dalam bahasa latinnya: Boussing
aultiagracilismiers, Boussing aultia cordifolia, Boussing aultia baselloides.
Bahasa Indonesia: Binahong, bahasa Cina: Teng san ci, bahasa Inggris:
Heartleafmadeiravine, Madeira vine (Rochani, 2009). Tanaman ini mempunyai
banyak khasiat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit ringan maupun
berat, termasuk sebagai obat luka. Hampir semua bagian tanaman binahong
seperti umbi, batang, bunga, dan daun dapat digunakan dalam terapi herbal
(Ariani et al., 2013).

2.2 Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli)

2.2.1. Klasifikasi Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli)


Berikut ini taksonomi dari Ascaridia galli (Soulsby, 1982)
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Order : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaridia
Spesies : Ascaridia galli
Ascaridia galli merupakan parasit yang sering dijumpai pada ayam kalau jarang
menyerang manusia, namun kemungkinan terinfeksi telur cacing ini dapat terjadi
saat manusia mengkonsumsi daging ayam sebagai salah satu kebutuhan protein
hewani yang merupakan inang dari cacing ini (Debra Tiwow et al., 2013)
2.2.2 Morfologi Cacing Ascaridia galli
Secara umum informasi tentang morfologi cacing Ascaridia galli dewasa,
baik jantan maupun betina, telah banyak disampaikan panjang cacing jantan
antara 30-80 mm dengan diameter 0,5-1,2 mm. Sedangkan panjang cacing betina
7

antara 60-120 mm dengan diameter 0,9-1,8 mm. Sedangkan informasi morfologi


Ascaridia galli pada ayam di Indonesia telah dilakukan oleh Fauzi dan Sahara
(2013), dimana panjang cacing Ascaridia galli yang didapat dari ayam kampung
adalah jantan 4,2-7,2 cm betina 3,3-11 cm (Mubarokah et al., 2019).Telur cacing
Ascaridia galli berbentuk oval dan dikelilingi oleh tiga lapisan, yaitu lapisan
permeabel bagian dalam yang disebut membran vitelline, cangkang yang tebal
dan lapisan albumin yang tipis pada bagian luar. Cangkang yang tebal dan lapisan
albumin mampu membuat telur cacing Ascaridia galli tahan terhadap perubahan
iklim sehingga bisa bertahan dan tetap infektif untuk waktu yang lama di
lingkungan pada kondisi yang tidak mendukung. Telur cacing Ascaridia galli
memiliki ukuran panjang 73-92 μm dan lebar 45-57 μm. Telur cacing Ascaridia
galli dikenal sangat resisten dan mudah ditemukan di lingkungan yang
mendukung perkembangan cacing Ascaridia galli (Hambal et al., 2019).
Mikroskop elektron menunjukkan Ascaridia galli pada ketiga bibir
tersebut ditutupi dengan permukaan kutikula menyusut luar dan permukaan
bagian dalamnya ditutupi dengan tebal dan plat atau gigi kutikula kontinu Selain
permukaan kutikula ekor jantan Ascaridia galli ditutupi dengan tombol - tombol
kecil atau kutikula vesikel. Ascaridia galli posterior pada jantan menunjukkan
ekstremitas adanya vesikel kutikula di permukaan ventral, posterior ke pengisap
precloacal, dan papillae cloacal Ascaridia galli mulut dikelilingi dengan tiga bibir
trilobed besar, permukaan bagian dalam masing-masing tertutup dengan plat
kutikula halus dan permukaan luarnya ditutupi dengan pita kutikula bergelombang
(Banaja et al., 2013).

(A) (B)

(C)
8

Gambar 2. (A) Bentuk Ascaridia galli (Pabala et al., 2017), (B) Morfologi
Cacing Ascaridia galli (Hanifah W., 2010), (C) Tampakan
dibawah Mikroskop (Rahman & Manaf, 2014)

2.2.3 Siklus Hidup Ascaridia galli


Telur dikeluarkan melalui tinja dan berkembang di dalam udara terbuka
dan mencapai dewasa dalam waktu 10 hari atau bahkan lebih. Telur kemudian
mengandung larva kedua yang sudah berkembang penuh dan larva ini sangat
resisten terhadap kondisi lingkungan yang jelek. Telur tersebut dapat tetap hidup
selama 3 bulan di dalam tempat yang terlindung, tetapi dapat mati segera terhadap
kekeringan, air panas, juga di dalam tanah yang kedalamannya sampai 15 cm
yang terkena sinar matahari. Infeksi terjadi bila unggas menelan telur tersebut
bersama makanan atau minuman. Cacing tanah dapat juga bertindak sebagai
vektor mekanis dengan cara menelan telur tersebut dan kemudian cacing tanah
tersebut dimakan oleh unggas (Bharat et al., 2017).
Siklus hidup langsung yang meliputi dua fase, telur nematoda yang hidup
bebas di lingkungan dan larva dan cacing dewasa di saluran pencernaan (GI)
inang (Gambar 3). Infestasi terjadi dengan menelan telur parasit berembrio dari
lingkungan. Telur-telur ini yang mengandung larva tahap ketiga, menetas dalam
proventrikulus dan situs predileksi awal untuk larva Ascaridia galli yang baru
menetas adalah bagian anterior jejunum Tahap larva selanjutnya disebut
histotropik. Sebagian besar larva, tiga hari pasca infeksi, ditemukan di lumen
(63%) dalam kontak dekat dengan epitel di zona crypt. Namun, 37% dari larva
ditemukan di dalam mukosa tunika. Mereka juga menggambarkan bahwa jumlah
larva tertinggi terletak di crypts (51%), diikuti oleh zona transisi (31%) dan zona
villus (18%). durasi fase ini tergantung dosis. Setelah matang, cacing betina
dewasa menghasilkan sejumlah besar telur yang dilewatkan ke lingkungan
melalui tinja. Periode prepaten adalah sekitar 4-8 minggu, ini tergantung pada
usia host. Ketika diletakkan, telur ditutupi dengan cangkang tiga lapis yang tahan:
lapisan permeabel bagian dalam yang disebut membran vitelline, lapisan chitinous
yang tebal, dan akhirnya lapisan luar albuminous yang tipis. Cangkang telur
penting untuk melindungi larva yang sedang berkembang terhadap kondisi
lingkungan yang keras dan untuk menjaga infektivitas (Tarbiat, 2018).

Gambar 3. Siklus hidup cacing Ascaridia galli (Tarbiat, 2018)


9

2.2.4 Tanda Klinis


Ascaridia galli dapat menyerang ayam pada semua umur. ayam yang
terinfestasi endoparasit Ascaridia galli memiliki gejala seperti lesu, pucat, kondisi
tubuh menurun bahkan mengakibatkan kematian. Keberadaan endoparasit dapat
menghambat pertumbuhan dan mengakibatkan penurunan produksi ayam
kampong (Moenek & Oematan, 2017).
Penyakit cacing oleh Ascaridia galli menyebabkan kerugian ekonomi
yang cukup besar bagi peternak. Cacing dewasa hidup di saluran pencernaan,
apabila dalam jumlah besar maka dapat menyebabkan sumbatan dalam usus,
sehingga hal ini dapat menyebakan unggas tersebut mengalami kekurangan gizi
dan dapat terjadi anemia (Adang et al., 2012).
2.2.5 Patogenesis
Unggas muda lebih peka terhadap infeksi dibanding unggas dewasa atau
unggas yang pernah menderita infeksi cacing Ascaridia galli sebelumnya.
Defisiensi beberapa vitamin seperti A dan B terutama vitamin B 12, beberapa
mineral dan protein merupakan predisposisi terhadap infeksi yang berat.
Pemberian mangan (Mn) yang berlebih akan meningkatkan bobot badan dan level
Mn dalam darah tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas dan banyaknya
cacing Ascaridia galli dalam usus ayam. Kerentanan ayam terhadap infeksi cacing
Ascaridia galli dipengaruhi umur dan ras. Anak ayam lebih peka dari pada ayam
dewasa, ayam White Leghorn lebih peka dari pada ayam ras lainnya. Ayam yang
berumur lebih dari tiga bulan lebih tahan terhadap kecacingan. Hal ini ada
kaitannya dengan meningkatnya sel-sel goblet dalam usus. Selain umur dan ras,
pakan dan kondisi litter juga mempengaruhi kerentanan ayam terhadap infeksi
Ascaridia galli. Faktor predisposisi yang paling penting dalam penyebaran
penyakit kecacingan akibat Ascaridia galli antara lain umur yang masih muda,
koksidiosis serta defisiensi vitamin A dan protein. Perubahan patologi anatomi
yang terlihat adalah kekurusan yang sangat mencolok pada daerah dada dan paha.
Kepucatan pada daerah paruh dan jengger yang mengindikasikan anemia.
Kerusakan pada mukosa duodenum terjadi pada saat cacing muda menancapkan
diri pada mukosa (Khatimah, 2017).
Cacing Ascaridia galli biasanya menimbulkan kerusakan yang parah
selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi
terjadi di dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan (enteritis
hemoragi). Jika lesi tersebut bersifat parah, maka kinerja ayam akan menurun.
Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan
nutrisi sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Apabila cacing genus Ascaris
yang ditemukan dalam usus halus terlalu banyak, ayam akan menjadi kurus. Hal
ini terjadi karena cacing yang memenuhi usus akan menghambat jalannya
makanan (Debra Tiwow et al., 2013).
Ada tiga jenis nematoda yang menginfeksi ayam petelur, yaitu ascaridia
galli, syngamus trachea dan heterakis gallinarum. Pada jenis nematoda syngamus
trachea dapat menyebabkan penyakit trakeitis dan untuk heterakis gallinarum
biasanya banyak ditemukan disekum sehingga menyebabkan peradangan pada
sekum, dan munculnya nodul-nodul kecil dibagian sekum (Rio et al.,2017).
2.2.6 Pengobatan Antelmintika
Menurut gazali (2017) Beberapa jenis antelmintika yang sering dipakai
diantaranya:
10

a. Piperazine antelmintik ini dapat diberikan dalam pakan atau minum.


Dosis pemberian 300-440 mg per kg pakan atau 440 mg piperazin
sitrat per liter.
b. Hygromycin B pada dosis 8 g per ton selama 8 minggu
c. Albendazol dengan dosis 3,75 mg/kg berat badan
d. Fenbendazol. Untuk kondisi lapang maka dosis 15-20 mg/kg BB
selama 3 hari berturut- turut atau 30-60 ppm dalam pakan selama 6 hari
berturut-turut.
2.3 Levamid
Levamid mengandung dua kombinasi anthelmintik, yaitu niclosamide dan
levamisole, yang ampuh membasmi cacing. Niclosamide bekerja menghambat
uptake (pengambilan) glukosa yang di perlukan sebagai sumber energy
metabolisme dalam tubuh cacing (medion, 2020).
Levamisole ((-)-2,3,5,6-tetrahydro-6-phenylimida-zo[2,1-b]thiazole) tergolong
dalam kelas antelmintik imidazothiazole yang diberikan secara oral pada sapi,
domba, kambing, babi, dan unggas dengan dosis 7,5 mg/kg bb. Levamisole
digunakan secara luas untuk melumpuhkan cacing nematoda gastrointestinal
seperti Cooperia, O. ostertagi, Haemonchus spp., Trichostrongylus spp.,
Bunostomum spp., Oesophagostomum spp., Nematodirus spp., Trichuris spp.,
Toxocara vitulorum, Strongyloides papillosus, dan cacing paru Dictyocaulus
viviparous. Aktivitas antelmintik levamisole dapat menembus lapisan kutikula
cacing nematode (Balqis et al., 2016).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik
pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak
awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran
molekul yang sama (Mukhriani, 2010).
Berdasarkan atas sifatnya, menurut Voigt. (1984), ekstrak dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
a. Ekstrak encer (extractum tennue) adalah bentuk sediaan yang memiliki
konsentrasi seperti madu dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental (extractumspissum) adalah bentuk sediaan liat dalam keadaan
dingin dan tidak dapat dituang.
c. Ekstrak kering (extractumsiccum) adalah bentuk sediaan yang memiliki
konsentrasi kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan
pengekstraksi dan pengeringan, sisanya akan membentuk suatu produk yang
sebaliknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak.
Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang
berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemampuan untuk diuapkan dan
harga pelarut. Beberapa metode ekstraksi yang dapat dipakai dan paling sering
digunakan adalah maserasi, penggodogan, refluks, dan sokletasi (Fitriana, 2008).
Penggunaan metode ekstraksi melalui teknik-teknik baru tersebut, tentunya
11

membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk melakukannya. Akan tetapi untuk
memudahkan penelitian dengan metode ekstraksi, maka salah satu alternatif yang
diambil adalah menggunakan metode ekstraksi pelarut secara maserasi
(Rahmadani et al., 2018).
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara
ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil. Maserasi
dilakukan dengan memasukkan bubuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam
wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Pelarut yang dapat digunakan
untuk ekstraksi senyawa bioaktif salah satunya adalah etanol. Etanol merupakan
pelarut organik dengan polaritas medium dengan sifat mudah menguap. Etanol
merupakan pelarut paling aman karena tidak beracun (Amelinda et al., 2018)
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60 C (BPOM, 2014).

Anda mungkin juga menyukai