Anda di halaman 1dari 75

UJI ANTIMIKROBA EKSTRAK SARANG BURUNG WALET Collocalia

fuciphaga Thunberg. MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL DALAM


MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes DAN
Candida albicans

ISRAINI WIYULANDA ISKANDAR


H411 14 309

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
UJI ANTIMIKROBA EKSTRAK SARANG BURUNG WALET Collocalia
fuciphaga Thunberg. MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes DAN
Candida albicans

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Sains

ISRAINI WIYULANDA ISKANDAR


H411 14 309

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
ii
Belajar dan bekerja dengan giat & ikhlas,

serta tidak lupa bersyukur

Tentu akan memberikan hasil yang baik.

kupersembahkan karya kecil ini,

kepada Ayah dan Ibu tercinta,

yang senantiasa ada saat suka maupun duka,

selalu setia mendampingi,

dan selalu memanjatkan doa untukku

serta memberikan motivasi yang tiada henti.

iii
iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rabbil ‘alamin puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT. Karena dengan rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada

umat manusia. Dan tak lupa kami kirimkan shalawat dan salam atas junjungan Nabi

Besar Muhammad SAW. Yang telah diutus untuk membawa rahmat berupa ajaran

Islam dan sebagai tauladan bagi kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Uji Antimikroba Ekstrak Sarang Burung Walet Collocalia

Fuciphaga Thunberg. Menggunakan Pelarut Etanol Dalam Menghambat

Pertumbuhan Propionibacterium Acnes Dan Candida Albicans” yang merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang Strata Satu (S1) Departemen Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini, sejak

dari merencanakan penelitian, jalannya penelitian hingga dalam tahap penyusunan

laporan. Namun berkat doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya

penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu penulis dengan

tulus menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Iskandar Aksal, Ibunda Suriani dan

Seluruh keluarga besar atas doa dan kasih sayang yang tak terbatas serta segala

bentuk motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh

pendidikan sampai di tingkat perguruan tinggi.

Terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada selaku

pembimbing Ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA, Bapak Drs. Asadi

Abdullah, M.Si dan Bapak Dr. Sulfahri, M.Si, yang telah membantu dan

v
membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skiripsi.

Terima kasih atas segala bimbingan, doa, dukungan, perhatian, semangat, waktu,

saran dan motivasi yang membantu penulis selama proses penulisan skripsi ini

sampai selesai.

Selain itu tak lupa penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan

sedalam-dalamnya kepada:

 Prof. Dr. Dwia Aries Tina P., M.A., selaku Rektor Universitas hasanuddin

Makassar beserta jajarannya.

 Bapak Dr. Eng. Amiruddin selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA) Makassar beserta jajarannya.

 Ibu Dr. Zohra Hasyim, M.Si selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNHAS Makassar beserta

staf dosen dan pengawai.

 Tim Penguji skripsi Bapak Dr. Eddy Soekandarsih, M.Si, Ibu Dr. Zaraswati

Dwyana, M.Si, Ibu Dr. Rosana Agus, M.Si, Dr. Andi Ilham Latunra, M.Si, dan

Bapak Drs. Willem Moka, M.S. yang telah membantu penulis dalam

menyempurnakan skripsi melalui kritik dan sarannya.

 Bapak/Ibu Dosen dan pegawai Departemen Biologi yang senantiasa membantu

penulis sehingga dapat mencapai gelar sarjana.

 Ibu Dr. A. Masniawati M.Si selaku penasihat akademik yang dengan

kesungguhan hati memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dari awal

hingga akhir studi di Departemen Biologi.

 Staf bagian Laboratorium Mikrobiologi kakak Fuad Gani S.Si yang telah

membantu dalam menyelesaikan penelitian hingga terselesainya skripsi ini.

Staf bagian Laboratorium Mikrobiologi Bapak Markus di Fakultas Kedokteran,

serta staf bagian Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Kesehatan Makassar


vi
Bapak Rustam, Ibu Istiqamah, Kak Faikah Umar dan seluruh staf Balai Besar

Penelitian Kesahatan Makassar.

 Kakak sekaligus guru Ardini Pangestuti, M.Pd dan Kak Rista Citra, SE. yang

telah memberikan ilmunya yang luar biasa dalam penelitian uji In Silico.

Terima kasih atas segala doa, dukungan, perhatian dan semangat serta

dorongan hingga terselesaikannya skripsi ini.

 Sahabatku Nur Samsi, Rsikawati, Syahrul Gunawan, Dian Puspita W.,

Nurfadhillah, Winda Lestrai T., Aprilia Maipa, Kak Farah Umar, S.Si, Kak

Heriadi, S.Si, Kak Riyan Sukma, S.Si. Terima kasih atas segala doa, dukungan,

perhatian serta canda tawa selama penulis menyelesaikan skripsi ini, yang

selalu memberikan semangat, perhatian, suka duka, saran dan kritik dalam

menyelesaikan skiripsi ini.

 Rekan sepenelitian Citra Utami Putri yang senantiasa menyemangati saat

peneilitan. Terimakasih Atas dukungan, pikiran dan kesediaannya berbagi suka

dan duka selama penelitian ini berlangsung.

 Sahabat yang telah kuanggap sebagai saudara KKN DSM Bantaeng Gel. 96

Syntia Andini, Puspita Reski Amanda, Fitriani, Sitti Nurhazanah Syam, Iqra

Hasrul, Azwar Haslip, Suryaman, Bapak Daeng baso dan Ny. Terimakasih atas

selalu memberikan keceriaan, pikiran, ide dan semangat kepada penulis untuk

menyelesaikan skiripsi.

 Senior, Adik, dan Rekan Seperjuangan Angkatan 7 UKM KPI UNHAS

tercinta, terima kasih untuk persahabatan, kebersamaan, kebahagiaan yang

telah kita lalui bersama, penulis tidak akan melupakannya.

 Saudara dan saudariku tercinta Biologi Unhas Angkatan 2014 dan teman-teman

MIPA 2014, terima kasih untuk persahabatan, kebersamaan, kebahagiaan yang

vii
telah kita lalui bersama, penulis tidak akan melupakannya. Semua pihak yang

tidak sempat disebutkan satu persatu.

Karya ini penulis persembahkan terkhusus kepada orangtua dan keluarga

tercinta karena penulis tidak akan sampai pada titik ini tanpa dukungan, doa, kasih

sayang, dan perhatian yang selalu tercurah selama penyusunan karya ini, terima

kasih. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan kelak.

Makassar, 25 Januari 2018

Penulis

viii
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang uji ekstrak sarang burung walet Collocalia
fuciphaga menggunakan pelarut etanol dalam menghambat pertumbuhan
Propionibacterium acnes dan Candida albcans. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol sarang burung walet dalam
menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes dan Candida albicans secara
in vitro serta menganalisis potensi senyawa antimikroba melalui teknik reverse
docking secara in silico. Hasil yang diperoleh dari uji daya hambat ekstrak etanol
sarang burung walet pada konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40% terhadap
Propionibacterium acne tidak menghasilkan zona hambat pada inkubasi 1x24
jam, 2x24 jam dan 3x24 jam. Hasil yang diperoleh dari uji daya hambat ekstrak
etanol sarang burung walet pada konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40%
terhadap Candida albicans tidak menghasilkan zona hambat pada masa inkubasi
1x24 jam, 2x24 jam, dan 3x24 jam. Uji in silico sarang burung walet yang
memiliki senyawa alami berupa Sialic acid dan D-Galactose direaksikan dengan
protein target dari Candida albicans serta senyawa inhibitor kontrol positif
sebagai ligan. Senyawa alami, Protein target dan ligan kemudian dilakukan
Reverse Docking. Hasil dari Reverse Docking menggunakan PyMol adalah
terdapat afinitas pengikatan senyawa D-Galactose dan sialic acid pada protein
target di site yang sama pada uji in silico ekstrak sarang burung walet Collocalia
fuciphaga sehingga terbukti mampu menghambat tetapi bersifat sangat polar.

Kata kunci : Aktivitas Antimikroba, Etanol, Sarang Burung Walet Collocalia


fuciphaga, Propinobacterium acnes, Candida albicans, Reverse Docking.

ix
ABSTRAC

It has been conducted the research about the test of Edible birds nest extract
Collocalia fuciphaga by using ethanol solution in prevent the growth of
Propionibacterium acnes and Candida albicans. The aim of this research is to
know the antimicrobial activity of Edible bird’s nest extract in prevent the
growth of Propionibacterium acnes and Candida albicans by in vitro test and
also to analyse the potential antimicrobial activity through reverse docking’s
technique by in silico test. The result which was obtained by the test of inhibits
capacity of Edible bird’s nest ethanol extract on the concentration 2,5%, 5%,
10%, 20%, and 40% toward Propionibacterium acnes was not produced the
inhibits capacity during the incubation period of 1x24 hours, 2x24 hours and
3x24 hours. The result which was obtained from the test of inhibits capacity of
Edible bird’s nest ethanol extract on the concentration 2,5%, 5%, 10%, 20%,
and 40% toward Candida albicans was not produced the inhibits capacity
during the incubation period of 1x24 hours, 2x24 hours and 3x24 hours. In
silico test of Edible bird’s nest which has the natural compound of Sialic acid
an D-Galactose was reacted with target protein of Candida albicans, and also
inhibitor the positive control as ligan. Then, natural compound, target protein
and ligan were conducted Reverse Docking on them. The result of Reverse
Docking by using PyMol was there is compound binding’s afinity of D-
Galactose and sialic acid on target protein at the same site on the In silico test
of Edible bird’s nest extract Collocalia fuciphaga. So, it was proven in
blocking ability but it has more polar characteristic.

Keywords : Antimicrobial activity, Ethanol, Edible bird’s nest Collocalia


fuciphaga, Propinobacterium acnes, Candida albicans, Reverse Docking.

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

ABSTRAK ........................................................................................................... ix

ABSTRACT ........................................................................................................ x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

BAB. I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5

1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5

1.4 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5

2.1 Asal usul dan Penyebaran Sarang Burung Walet .................................. 5

2.2 Burung Walet Collocalia fuciphaga Thunberg. .................................... 7

2.3 Kandungan Sarang Burung Walet Collocalia fuciphaga Thunberg…... 9

2.4 Manfaat Sarang Burung walet Coacolia fuchipaga................................ 10

xi
2.5 Bakteri Propionibacterium acnes........................................................... 12

2.6 Jamur Candida albicans......................................................................... 14

2.7 Antimikroba............................................................................................ 19

2.8 Etanol...................................................................................................... 20

2.9 Metode Pengujian Antibakteri................................................................ 21

2.10 Reverse Docking In Silico..................................................................... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 25

3.1 Alat ............................................................................................. 25

3.2 Bahan .......................................................................................... 25

3.3 Metode Kerja .............................................................................. 25

3.3.1 Sterilisasi Alat............................................................................ 25

3.3.2 Penyiapan Sampel ..................................................................... 26

3.3.3 Ekstraksi Sarang Burung Walet. ............................................... 26

3.3.4 Pembuatan Variasi Konsentrasi Larutan Uji.............................. 27

3.3.5 Pembuatan Medium Thyoglicollate Agar.................................. 27

3.3.6 Pembuatan Medium LB (Lactose Broth) .................................. 27

3.3.7 Pembuatan Medium MHA (Muller Hinton Agar) .................... 27

3.3.8 Pembuatan Medium SBR (Sabouroud Dextrose Agar) ............. 28


3.3.9 Peremajaan Kultur Murni Mikroba Uji....................................... 28

3.3.10 Identifikasi dan Pembuatan Suspensi Bakteri Uji...................... 28

3.3.11 Pembuatan Suspeni Jamur Uji.................................................... 29

3.3.12 Pembuatan Larutan Kontrol Mikroba Uji…………………........ 29


3.3.13 Uji Daya Hambat Ekstrak Sarang Burung Walet Terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes………................................................. 29

3.3.14 Uji Daya Hambat Ekstrak Sarang Burung Walet Terhadap Bakteri
Candida albicans……….………................................................. 30

xii
3.3.15 Analisis Data Secara In Vitro……….……….............................. 31

3.3.16 Analisis Data Secara In Silico………....……….......................... 31

BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 32

4.1 Ekstraksi sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg. …........ 32

4.2 Uji Daya Hambat Sarang Burung Walet Collacolia fuchipaga Thunberg.
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes dan Jamur Candida
albicans...................................................................................................... 34

4.3 Analisis Senyawa Antimikroba Ekstrak Sarang Burung Walet dengan Teknik
Reverse Docking secara In Silico…………............................................... 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………...……………… 48

A. Kesimpulan .............................................................................................. 48
B. Saran ........................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman

4.1 Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet Collacolia
fuchipaga Thunberg. 2x24 jam terhadap bakteri Propionobacterium acnes
…………………………………………………………………….35

4.2 Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet Collacolia
fuchipaga Thunberg. 3x24 jam terhadap bakteri Propionobacterium acnes
……….…………………………………………………..……….36

4.3 Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet Collacolia
fuchipaga Thunberg. 1x24 jam terhadap bakteri Candida albicans
………..……………………………………………..…………….37

4.4 Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet Collacolia
fuchipaga Thunberg. 2x24 jam terhadap bakteri Candida albicans
…………………………………………………………………….37

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman

2.1 Burung Walet Collocalia fuciphaga........................................... 7

2.2 Morfologi Sarang Walet Putih..................................................... 9

2.3 Morfologi P.acnes dibawah Mikroskop Elektron......................... 13

2.4 Koloni Bakteri P. acnes pada Jaringan Kulit............................... 14

2.5 Morfologi dari C. albicans............................................................ 17

2.6 Morfologi Koloni Candida albicans............................................. 18

2.7 Mekanisme patogenitas C. albicans ............................................ 18

2.8 Docking protein dan senyawa menggunakan software PyRx 0,8....24

4.1 Proses evaporasi dari sarang burung walet Collacolia fuchipaga


Thunberg....................................................................................... 33

4.2 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 1x24


jam................................................................................................ 34

4.3 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 2x24 jam
……………………………………………………...…................ 35

4.4 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 3x24 jam
…………………………………………………………................ 37

4.5 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri C.albicans 1x24 jam
……………………………………………………….……........... 38

4.6 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri C.albicans 2x24 jam
……………………………………………..………….…............. 38

4.7 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri C.albicans 3x24 jam
…………………………………………………………................ 39

4.8 Diagram zona hambat setiap konsetrasi ekstrak etanol sarang burung walet
Collacolia fuchipaga Thunberg. terhadap bakteri Propionobacterium acnes
……............................................................................................... 40

xv
4.9 Diagram zona hambat setiap konsetrasi ekstrak etanol sarang burung walet
Collacolia fuchipaga Thunberg. terhadap bakteri Candida albicans
………………………………………....……………..………………….... 41

4.10 Struktur 3 dimensi senyawa aktif…………………………………. 43

4.11 Struktur 3 dimensi protein-protein Candida albicans…………..... 44

4.12 Site pengikatan D-Galactose, Inhibitor dan Protein C.albicans …. 45

4.13 Site pengikatan Sialic acid, Inhibitor dan Protein C.albicans ……. 46

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Halaman

1. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Kasar Sarang Burung Walet Colloalia fuciphaga
.............................................................................................................. 54

2. Skema Uji Daya Hambat Ekstrak Kasar Sarang Burung Walet Colloalia
fuciphaga Terhadap Propionibacterium acne dan Candida
albicans................................................................................................. 55

3. Proses Pengerjaan Penelitian................................................................ 56

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan beriklim tropis yang terletak

diantara dua benua, yaitu Asia dan Australia serta dua samudera yaitu Hindia dan

Pasifik dengan posisi 6̊ LU-11̊ LS dan 95̊ BT-141̊ BT. Sebagai negara kepulauan

dengan seribu pulau, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai

keanekragaman dan kekhasan ekosistem yang luar biasa serta masing-masing

memiliki komunitas yang khusus dan mempunyai endeminitas yang tinggi.

Hingga saat ini, di Indonesia telah terdapat 388.930 jenis fauna yang telah

teridentifikasi oleh tim Indonesia Biodiversty and Action Plan 2015-2020

(Darajati et al, 2016).

Berdasarakan hasil survei yang dilakukan oleh tim Indonesia Biodiversty

and Action Plan 2015-2020 memperlihatkan bahwa jenis fauna yang paling tinggi

keanekargaman hayatinya adalah burung. Tercatat 1605 spesies burung yang telah

diidentifikasi di Indonesia. Salah satu spesies burung yang mulai marak

dikembangbiakkan adalah burung walet. Walet adalah salah satu jenis spesies

dari kelas Apopidae memiliki yang kemampuan untuk membuat sarangnya sendiri

dari air liurnya. Terdapat beberapa jenis burung walet berdasarkan jenis sarang

yang dihasilkan diantaranya burung walet putih Collacolia fuchipaga Thunberg.

Menurut Elfita (2014), sejak abad ke-16, sup sarang burung walet menjadi

makanan yang lezat di masakan cina dan juga sebagai obat alternatif.

Menurut Effendy (2015), dalam obat tradisional Cina, sarang burung walet

dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dari berbagai organ dan sistem. Sarang

burung walet mengandung karbohidrat, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi

1
dan air. Menurut Hun et al (2015), bahwa pada sarang burung walet Collacolia

fuchipaga Thunberg. memiliki jenis karbohidrat berupa D-mannitose, D-

galactose, N-acetyl-D-galactosamine, N-acetyl-D-glucosamine and N-acetyl

neurominate. Beberapa jenis karbohidrat tersebut menurut McEwaan et al (2008),

adalah jenis monosakarida yang berperan penting adalam proses dari mekanisme

adhesin mikroba.

Kandungan sarang burung walet juga dikaji oleh para ilmuwan dalam

kaitannya dengan potensinya sebagai antimikroba. Efektivitas suatu senyawa

bersifat antimikroba tergantung dari jenis kandungan senyawa yang terdapat

dalam sediaan ekstrak dan jenis sarang walet yang digunakan serta perbedaan

kondisi internal maupun eksternal dari jenis sarang walet juga akan

mempengaruhi kandungan senyawa dari sarang walet. Jenis senyawa yang dapat

diperoleh yang bersifat antimikroba akan bergantung pada jenis pelarut

pengesktraknya. Hal ini disebabkan setiap jenis pelarut akan berbeda-beda dalam

menarik senyawa dalam suatu ekstrak yang tergantung tingkat kepolaran senyawa.

Perolehan senyawa kimia ini didasarkan pada kesamaan sifat kepolaran terhadap

pelarut yang digunakan. Pelarut polar akan melarutkan solut yang polar dan

pelarut non poar akan melarutkan solut yang non polar atau disebut dengan like

dissolve like (Al-Ashary et al, 2010).

Etanol (etil-alkohol), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun, bahan ini banyak

dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa antimikroba mudah larut pada

senyawa etanol. Hal ini disebabkan karena etanol merupakan senyawa aromatik

dan organik jenuh.

2
Bakteri Propionibacterium acnes adalah bakteri yang pada umumnya

ditemukan di folikel rambut, anaerob, melakukan kolonisasi pada daerah yang

mengahsilkan sebum (minyak) yang banyak, dan menjadi bakteri utama dalam

patogenitas jerawat. Pada kulit, bakteri ini sangat banyak pada bagian kulit kepala,

dan daerah pilosebaseus. Hal ini juga membuat bakteri ini banyak terdapat di

daerah kelenjar keringat dan membrane mucosal, selain itu juga terdapat pada

bagian tubuh lainnya. Bakteri ini juga bersifat komensalisme pada jaringan paru-

paru dan nodus limfatik (Neves et al, 2015).

Candida albicans adalah fungi patogen oportunistik yang menyebabkan

berbagai penyakit pada manusia seperti sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginitis,

candiduria dan gastrointestinal candidiasis. Mekanisme infeksi C. albicans sangat

komplek termasuk adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk sel khamir

ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm dan penghindaran dari sel-sel

imunitas inang. Kemampuan C. albicans untuk melekat pada sel inang merupakan

faktor penting pada tahap permulaan kolonisasi dan infeksi. Perubahan fenotip

menjadi bentuk filamen memungkinkan C. albicans untuk melakukan penetrasi ke

epithelium dan berperanan dalam infeksi dan penyebaran C. albicans pada sel

inang. C. albicans juga dapat membentuk biofilm yang dipercaya terlibat dalam

penyerangan sel inang dan berhubungan dengan resistansi terhadap antifungi

(Mutiawati, 2016).

Dalam Pelzcar dan Chan (2014), bahwa bakteri dan jamur dapat dihambat

pertumbuhannya ataupun dimatikan dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik

adalah golongan senyawa, baik alami, semi sintetis maupun sintetis, yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Akan tetapi, tingginya penggunaan

antibiotik menjadi pemicu terbesar munculnya resistensi. Resistensi bakteri

terhadap antibakteri merupakan salah satu masalah global baik negara maju

3
maupun negara berkembang. Menurut Neves et al (2015), bahwa di beberapa

tahun ini terjadi peningkatan resistensi tertinggi P. acnes terhadap antibiotik yaitu

clindamycin 53.5 % dan erythromycin 20.9% sedangakan resistensi terendah

terdapat pada tetrasiklin 16.3 %. Menurut Chopra dan Roberts (2001), bahwa

tetrasiklin adalah golongan antibiotik berspektrum luas yang aktif pada bakteri

gram positif – negatif, Chlamydae, Mycoplasma, Ricketsia, dan parasit protozoa.

Sedangkan menurut Lubis (2008) untuk antibiotik jamur pada umumnya dengan

dengan menggunakan ketokonazol sebagai antijamur.Prinsip kerja ketokonazol

yaitu dengan menghambat biosintesis pada dinding jamur dan diikuti lisis sel.

Kemampuan ekstrak sarang burung walet sudah lama dikenal dalam

pengobatan tradisional Cina dan diklaim memiliki kemampuan sebagai

antimikroba. Akan tetapi, belum banyak publikasi imiah terkait potensi berbagai

jenis varietas sarang burung walet, begitupula pengaruh lingkungan terhadap

kandungan dan kualitas senyawa yang berpotensi antimikroba dalam sarang

burung walet

Atas dasar itulah, penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap

ekstrak sarang burung walet putih Coacollia fuchipaga Thunberg. yang berasal

dari Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini menggunakan pelarut etanol 96%

dengan konsentrasi 40 %, 20 %, 10 %, 5 % dan 2,5 %, serta kontrol positif

menggunakan tetrasiklin dan ketokonazol terkait menguji kemampuan

antimikrobanya sebagai anti bakteri dan anti fungi dengan menggunakan mikroba

flora normal tubuh, yaitu bakteri Propinobacterium acnes dan jamur Candida

albicans.

1.2 Tujuan Penelitian

4
1. Mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak etanol sarang burung walet

Collocalia fuciphaga Thunberg. terhadap bakteri Propionibacterium acnes

dan jamur Candida albicans secara in vitro.

2. Menganalisis potensi senyawa antimikroba dari ekstrak sarang burung walet

Collocalia fuciphaga Thunberg. melalui teknik reverse docking secara in

silico.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan bisa menjadi informasi

sekaligus referensi untuk menjadikan ekstrak sarang burung walet Collacalia

fuchipaga Thunberg. sebagai antibakteri khususnya terhadap bakteri

Propinobacterium acnes dan antifungi terhadap Candida albicans.

1.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli – November 2017.

Penelitian akan dilaksanakan di Labratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

Laboratorium Mikrobiologi di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar dan

Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal usul dan Penyebaran Sarang Burung Walet

Burung walet adalah jenis burung gua yang bernavigasi didalam kegelapan

dengan melentingkan suaranya atau membuat gema seperti yang dilakukan pada

kelelawar. Menurut Delaney et al (2007), ada tiga jenis burung walet yang bisa

dikomsumsi sebagai makanan antara lain Collocalia fuciphaga, Collocalia

maxima dan Collocalia esculenta (burung sriti). Terdapat lebih 24 jenis spesies

yang terdapat di seluruh duia, tetapi hanya beberpa yang dapat menghasilkan

sarang sendiri. Mayoritas dari Burug walet di dunia bearsal adri jenis burung

walet pengahasil sarang putih Collocalia fuciphaga Thunberg. dan sarang hitam

Collocalia maximus (Suriya et al, 2004).

Collocalia fuciphaga adalah jenis burung yang banyak dicari karena

burung tersebut bersarang putih. Collocalia fuciphaga Thunberg. ditemukan di

Cina selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Sumatra dan Kalimantan

burung tersebut bisa hidup sampai ketinggian 2800 meter di atas permukan laut,

tetapi di Jawa dan Bali burung ini biasanya hidup dekat pantai di dalam gua yang

6
gelap dan dalam, dengan menggunakan “echolocation‟ didalam gua. Collocalia

fuciphaga dan Collocalia maxima tidak dapat dibedakan dari Collocalia esculenta

kecuali dari sarangnya. Collocalia maxima membuat sarang dengan air liur seperti

C. fuciphaga, tetapi sarangnya bercampur dengan bulu burung sehingga harga

sarangnya lebih rendah. Namun demikian, karena keduanya membuat sarang

dengan air liur dan sarangnya hanya sedikit berbeda, orang Indonesia menyebut

Collocalia fuciphaga dan Collocalia maxima dengan nama burung walet

(Delaney et al, 2007).

2.2 Burung Walet Collocalia fuciphaga Thunberg.

Walet Collocalia fuciphaga merupakan burung pemakan serangga yang

bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna coklat tua kehitaman

dengan bagian dada berwarna cokelat muda, terbangnya cepat dengan ukuran

tubuh sedang atau kecil. Sayapnya berbentuk sabit yang sempit dan runcing.

Sayap walet ini sangat kuat. Kakinya sangat kecil dan lemah sehingga burung ini

tidak pernah hinggap di pohon dan memiliki paruh yang sangat kecil (Effendy,

2015).

Gambar 2.1 Burung Walet Collocalia fuciphaga (www.gbif.org, 2017):

Walet putih disebut demikian karena menghasilkan sarang berwarna putih.

Bulu walet ini berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bulu bagian bawah

7
keabuan atau coklat. Bulu ekor sedikit bercelah. Suaranya melengking tinggi.

Walet putih termasuk walet berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 12

cm. mata berwarna coklat gelap, paruh hitam, dan kaki hitam. Walet putih banyak

terdapat di Asia Tenggara, Filipina, Kalimantan, Simatera, Jawa dan Bali

(Budiman, 2005).

Sayap walet putih lebih kaku dan terbangnya juga lebih kuat. Bila walet

ini mencari makan jarang berputar-putar di tempat yang rendah. Walet putih juga

lebih suka mencari makan di dekat pohon tinggi yang banyak serangga-serangga

kecil. Walet jenis ini juga sering terlihat meluncur ke dalam air untuk mandi dan

minum, kemudian terbang lagi. Di alam, sarangnya terletak di celah-celah batu

karang, pantai atau gua kapur yang sulit dicapai. Telurnya berwarna putih dan

berbentuk memanjang dan biasanya hanya menghasilkan dua butir telur saja

(Budiman, 2005)

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi burung walet penghasil sarang

walet putih adalah sebagai berikut (www.gbif.org, 2017):

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Vertebrata

Ordo : Apodiformes

Family : Apodidae

Genus : Collocalia

Species : Collocalia fuchipaga Thunberg.

Walet Collocalia fuciphaga Thunberg. membuat sarang yang seluruhnya

terbuat dari liur (saliva). Apabila ada campuran bulu-bulu halus, biasanya tidak

banyak. Warna sarang walet ini putih sehingga burung ini disebut edible-nest

swiftlet, Yen-ou (Budiman, 2011). Dalam Suriya et al (2004), burung walet

8
memanfaatkan sekresi gelatin atau air liur tersebut sebagai bahan dasar untuk

membuat sarang. Air liur sarang burung walet adalah sekresi dari sepasang

kelenjar saliva yang terletak dibawah lidahnya. Terdapat tiga tipe sarang burung

walet, yaitu putih, kuning, dan merah. Perbedaan warna pada sarang terjadi karena

beberapa faktor yaitu berapa lama sarang dibuat dan dimana sarang tersebut

dibuat. Menurut Kong Yc et al dalam Effendy (2015), sarang burung walet dibuat

saat musim kawin. Tidak seperti sarang burung pada umumnya, sarang burung

walet dapat dikonsumsi. Sarang burung walet dianggap sebagai makanan

sekaligus tonik pada orang cina karena nutrisinya (protein larut air, karbohidrat,

zat besi, garam anorganik dan serat) dan manfaat medisnya (anti-aging,

antikanker dan peningkat daya tahan tubuh).

Gambar 2.2 Morfologi Sarang Walet Putih (Makmun, 2015)

Berdasarkan Makmun dalam Panduan Lengkap Walet (2015), sarang

burung walet terdiri dari bebrapa bagian, yaitu kaki sarang, fondasi sarang,

dinding sarang, bibir sarang, dan dasar sarang. Kaki sarang terletak di kedua

ujung sarang walet dan berfungsi sebagai paku yang menempel pada papan sirip

dan tempat sarang menggantung. Kedua kaki sarang dihubungkan oleh fondasi

sarang yang berfungsi untuk mendukung kaki dalam memperkuat sarang. Dasar

sarang merupakan bagian atas sarang sebagai tempat bertelur, mengeram dan

kasur bagi anak walet (piyik). Dinding sarang berbentuk lekukan seperti mangkuk

dan berfungsi untuk menampung telur atau piyik. Bibir sarang merupakan bagian

luar dari sarang yang berbentuk huruf U, seperti setengah lingkaran yang
9
berfungsi sebagai batas sehingga telur atau piyik tidak mudah jatuh dari sarang.

Selain itu, bibir sarang juga merupakan tempat untuk induk menggantung

menyuapi piyik.

2.3 Kandungan Sarang Burung walet Collocalia fuciphaga


Sarang burung walet telah dijadikan sebuah makanan kesehatan di Cina

yang memiliki nutrisi yang tinggi (protein, karbohidrat, besi, serat dan garam

organic) dan manfaat kesehatan (anti-aging, anti kanker dan meningkatkan sistem

imun) komposisi dari sarang burung walet dari genus Collocalia adalah lemak

(0.14-1.28%), abu (2.1%), karbohidrat (25.62-27.26%) dan protein (62.0-63.0%)

(Hamzah et al, 2013).

Dalam Effendy (2015), sarang burung walet mengandung protein, lemak,

karbohidrat, zat besi, kalsium, fosfor, garam anorganik, serat dan air.

Glyconutrients yang terdapat pada sarang burung walet diantaranya adalah sialic

acid 9%, N-acetylgalactosamine (galNAc) 7,2%, N-acetylglucosamine(glcNAc)

5,3%, galaktosa 16,9% dan fruktosa 0,7%. Karbohidrat dan glycoprotein adalah

komponen utama dari sarang burung walet selain asam-asam amino, asam lemak,

zinc, mangan, dan besi. Komposisi dari sarang burung walet menjadikannya

menjadi makanan yang sangat benutrisi (Hun et al, 2015).

Pada penelitian terbaru menunjukkan menemukan bahwa 16 asam amino

yang terkandung dalam sarang burung walet terdapat 7 jenis asam amino essensial

yang terkandung dalam sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) yaitu Histidin

(2,309%), Leusin (3,839%), Treonin (3,819%), Valin (3,931%), Metionin

(0,482%), Isoleusin (1,796%), Fenil alanine (4,486%) dan 9 asam amino non

essensial yaitu Asam Serin (4,556%), aspartate (4,480%), Arginin (3,929%), Lisin

(2,343 %), Prolin (3,637%), Asam glutamate (3,647%), Glisin (1,868%), Alanin

(1,309%), Tirosin (3,918%). Serin merupakan asam amino dengan kadar tertinggi

10
(4,556%), Fenil alanine (4,486%), Asam aspartate (4,480%), dan yang terendah

adalah asam amino metionin (0,482%) Elfita (2014).

2.4 Manfaat Sarang Burung walet Coacolia fuchipaga


Berdasarkan sejarah dalam penggunaan sarang burung walet dalam bidang

farmakologi, terdapat beberapa temuan penelitian untuk kesehatan dan

pengobatan dari sarang burung walet. Manfaat kesehatan dari sarang burung walet

adalah terbuktinya memiliki bioaktivitas. Pada akhir-akhir ini, para ilmuwan

menemukan terbaru dari sarang burung walet, yaitu memiliki kemampuan dalam

respon mitogenik dari sel monosit tubuh manusia dan juga berperan dalam

stimulasi sintesis DNA pada fibroblast 3T3. Sebagai tambahan, kemampuan

dalam epidermal growth factor (EGF) yang telah dideteksi dengan menggunakan

radio-ligand receptor assay (Zhao et al, 2016).

Sarang burung walet dapat meningkatkan fungsi imun, khususnya dengan

menstimulasi sistem imun humoral dan imunitas sel. Berdasarakan penelitian,

sarang burung walet dapat menghambat dengan baik dari infeksi virus Influennza.

Sarang burung walet mengandung antioksidan yang tinggi dan penelitian baru ini

menemukan bahwa terdapat senyawa bioaktif yang terdapat kandungan sarang

burung walet saat dicerna dan direabsorbsi di usus halus secara pasif (Zhao et al,

2016).

Sarang burung walet juga mengandung yang bermanfaat bagi

perkembangan neurologis dan intelektual pada bayi. Sialic acid juga berfungsi

sebagai moderator system imun yang baik. Sialic acid berefek pada pengeluaran

mucus yang dapat menangkis bakteri, virus dan mikroba berbahaya lainnya. Sialic

acid juga berefek pada penurunan lowdensity lipoprotein (LDL), mencegah strain

Adan B virus influenza, meningkatkan kesuburan dan mengatur koagulasi darah

(Effendy, 2014).

11
Komponen utama glyconutrients lainnya adalah 7.2% N-

acetylgalactosamine (galNAc), 5.3% N-acetylglucosamine (glcNAc), 16.9%

galactosa dan 0.7% fucosa (Dhawan and Kuhad, 2002). GlcNAc memiliki fungsi

pada sinapsis, pertemuan anatara sal saraf dan difesiensi yang dapat menyebabkan

permasalahn dalam penyimpanan memori(Argüeso et al., 2003). GalNAc adalah

salah satu asam amino dan sebuah precursor utama glycosaminoglycans, sebuah

komponen utama pada struktur kartilago. glucosamin dapat membantu degenarasi

kartilago (Pasztoi et al., 2009). Galactosa dan fucosa adalah glyconutrien yang

memiliki efek dalam perkembangan otak, komunikasi sluler dan bersifat

antibakteri. (Aswir dan Nazaimoon, 2011).

2.5 Bakteri Propionibacterium acnes


Propionibacterium acnes merupakan satu jenis bakteri kutaneus dari

propionibacteria, selain itu juga terdapat jenis Propionibacterium avidum,

Propionibacterium granulosum, Propionibacterium innocuum dan

Propionibacterium propionicum. Berdasarakan asalanya, P. acnes merupakan

modifikasi dari Bacillus acnes, Corynebacterium acnes dan Corynebacterium

parvum (Peery dan Lambert, 2006)

Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif. Bakteri ini

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan katalase beserta indol, nitrat, atau

kedua-duanya. Ciri-ciri penting dari bakteri P. acnes adalah berbentuk batang tak

teratur yang terlihat pada pewarnaan gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh ada

atau tidaknya udara dan tidak menghasilkan endospore. Menurut Mak (2012),

bakteri ini memiliki warna kuning, bentuk sirkular, dan koloni yang tidak

transparan pada media agar. Di bawah mikroskop, bakteri menampilkan bentuk

pleomorphic. Bakteri ini memiliki lapisan peptidoglycan yang jelas di bagian luar
12
membrane yang mengandung residu glucosamine tanpa asam amino yang resisten

terhadap lysozyme (Saidah et al, 2013)

Kemampuan P. acnes dalam mentoleransi oksigen dengan memperoduksi

katalase dan speroksida dismutasses , yang diamana keduanya untuk menekan

oksidasi. Dalam keadaan anaerob, P. acnes memfermentasi glukosa, gliserol,

friktosa, ribose, mannosa dan N-acetylglucosamine. Selain itu, P. acnes dapat

menggunakan sistem respirasi anaerob berupa nitrate reductase, fumarate

reductase dan dimethyl sulfoxide reductase (Mak, 2012).

Gambar 2.3 Morfologi P.acnes dibawah Mikroskop Elektron (Mak, 2012)

Keberadaan Propionibacterium acnes yaitu pada setiap bagian tubuh pada

manusia, baik dari lipatan kulit, rongga mulut, dan saluran pencernaan maupun

saluran pernafasan. Bakteri ini merupakan jenis bakteri gram positif yang

memiliki laju pertumbuhan yang lambat, anaerob, dan mikroaerofilik basillus

yang dapat mengahasilkan asam propionic sebagai hasil fermentasinya. Populasi

P.acnes meliputi 50 % dari flora normal kulit manusia, akan tetapi populasi dari

setiap bagian tubuh juga akan berbeda-beda. Menurut Neves et al (2015) bahwa

P. acnes umumnya berkontribusi besar dalam populasi mikroba pada kulit

dengan estimasi jumlah dari 102 hingga106 cells/cm2. Populasinya di hidung

berada pada rentang <10 cells/ cm 2 hingga 107 cells/cm2 pada kulit wajah.

Populasi dari Propionibacterium merupakan populasi bakteri terbanyak pada

13
daerah yang megahasilkan minyak atau sebum berlebih (diantaranya pipi, leher,

punggung, dankulit kepala) dan folikel polisebaseus (Behzadi et al, 2016).

Kehadiran P. acnes pada kulit manusia dapat mengindikasikan bahwa

kulit merupakan inang dari bakteri ini. Beberapa penelitian menyatakan P. acnes

dapat berkontribusi dalam kesehatan kulit. P. acnes menggunakan lemak seperti

sebum sebagai pasokan energy untuk memproduksi asam propionic dengan

fermentasi. Produksi asam ini akan menurunkan pH kulit yang berpotensi

mengahdirkan sejumlah mikroorganisme pathogen lainnya untuk melakukan

kolonisasi pada kulit. Penelitian lainnya bahwa bakteri Propionibacteria

mengahasilkan anti-mikroba. Misalnya, Propionibacterium jensenii dan

Propionibacterium thoenii mensekresikan bakteriosins dan P. acnes juga

mensekresikan bacteriosin, seperti substansi yang disebut aknesin. Bakteriosin ini

dapat bekerja bersama asam propionic untuk membuat kemampuan yang kuat

dalam memproteksi kulit. (Mak, 2012)

Gambar 2.4 Koloni Bakteri P. acnes pada Jaringan Kulit (Neves et al, 2015)

2.6 Jamur Candida albicans

Klasifikasi Candida albicans

Kingdom :Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Saccharomyces

14
Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Nama Binomial : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923

Sumber : Hasanah, 2012

Candida albicans melakukan kolonisasi pada permukaan mucosal pada

rongga mulut, rongga vagina, dan saluran pencernaan dan berbagai jenis infeksi

pada tubuh lainnya, tergantung dari jenis host atau jenis inangnya. Meskipun

begitu, infeksi oleh C. albicans sangat jarang terjadi pada individu yang sehat

(Molero et al, 1998). Hal ini disebabakan Candida albicans adalah monomorphic

yeast dan yeast like organism yang tumbuh baik pada suhu 25- 30oC dan 35-37oC

(Mutiawati, 2016)

Menurut Navarro-Garcia et al (2001), selama beberapa tahun ini telah

dilakukan penelitian terhadap sifat patogenitas dari jamur yang diisolasi dari

beberapa penyakit, Candida albicans tetap menjadi jamur utama yang

menyebabkan infeksi penyakit. Jamur Kandida telah dikenal dan dipelajari sejak

abad ke-18 yang menyebabkan penyakit yang dihubungkan dengan higiene yang

buruk. Nama Kandida diperkenalkan pada Third International Microbiology

Congress di New York pada tahun 1938, dan dibakukan pada Eight Botanical

Congress di Paris pada tahun 1954. Secara ilmu biologi molecular C. albicans

memiliki dasara molekuler yang sama terhadap struktur molecular Saccharomyces

cerevisiae, hal ini disebabkan terdapat banyaknya gen dari C. albicans genes yang

dapat terekspresikan pada jamur Saccharomyces (Molero et al, 1998). Infeksi

yang disebabkan Kandida dapat berupa akut, subakut atau kronis pada seluruh

tubuh manusia.

15
Kemampuan C. albicans untuk menginfeksi suatu jaringan sangat

bergantung pada faktor-faktor virulensi dan struktur morfologinya. Struktur

morfologi mencakup transisi morfologi antara perubahan khamir menjadi hifa,

munculnya struktur adhesion dan invasion pada permukaan, sifat thigmotropisme,

formasi dari biofilm, perubahan fenotip dan menghasilkan sekresi enzim hidrolitik

sebagai salah satu faktor virulensinya. Selain itu, adaptasi yang cepat dalam

berfluktuasi terhadap pH, fleksibilitas metabolism, sistem penggunaan nutrisi

yang baik dan tahan terhadap respon stress (Mayer et al, 2013)

Komposisi primer dinding sel Candida albicans terdiri dari glukan,

manan, dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat

kering dinding sel, ß- 1,3- D-glukan sekitasr 47-60%. Khitin sekitar 0,6-9%,

protein 6-25% dan liquid 1-7% (Suryaningsih et al, 2015). Dinding sel Kandida

dan juga C. albicans bersifat dinamis dengan struktur berlapis, terdiri dari

beberapa jenis karbohidrat berbeda (80- 90%): (i) Mannan (polymers of mannose)

berpasangan dengan protein membentuk glikoprotein (mannoprotein); (ii) α-

glucans yang bercabang menjadi polimer glukosa yang mengandung α-1,3 dan α-

1,6 yang saling berkaitan, dan (iii) chitin, yaitu homopolimer N-acetyl-D-

glucosamine (Glc-NAc) yang mengandung ikatan α-1,4. Unsur pokok yang lain

adalah adalah protein (6-25%) dan lemak (1-7%). Dalam Netea et al (2008),

although some chitin and glucan can be present throughout the thickness of the

wall. Yeast cells dan germ tubes memiliki komposisi dinding sel yang serupa,

meskipun jumlah α-glucans, chitin, dan mannan relative bervariasi karena faktor

morfologinya. Jumlah glucans jauh lebih banyak dibanding mannan pada C.

albicans yang secara imunologis memiliki keaktifan yang rendah

(Mutiawati, 2016) .

16
Menurut Mutiawati (2016) bahwa jamur Candida tumbuh dengan cepat

pada suhu 25-37oC pada media perbenihan sederhana sebagai sel oval dengan

pembentukan tunas untuk memperbanyak diri, dan spora jamur disebut

blastosporaatau sel ragi/sel khamir. Candida albicans dapat beraptasi dengan

tiga bentuk yang berbeda yaitu tahap sel khamir (disebut blastospores), sel

pseudohyphal dan sel hifa sejati. Sel khamir (yeast) adalah sel yang berbentuk

bulat telur dan sangat mudah saling terpisah-pisah. Sel pseudohyphae meiliki sel

yang memanjang seperti elips (lonjong) yang memiliki septa-septa antara satu sel

dengan sel lainnya dan bercabang untuk mencakup nutrisi yang lebih luas

dibandingkan nutrisi yang terdapat sel indukan (sel utama) dan koloni. Sel hifa

sejati adalah sel yang memanjang yang telah terpisah antara sel satu dengan sel

lainnya dengan bentuk yang lebih jelas. (Berman & Surberry, 2002).

Gambar 2.5 . Morfologi dari C. albicans (Mutiawati, 2016)


Kondisi lingkungan yang memperngaruhi morfologi C. albicans, misalnya

pH sel C. albicans yang rendah (< 6) akan dominan pertumbuhannya menjadi

bentuk sel khamir, dan jika pH nya sedang tinggi pH (> 7) maka yang terjadi

adalah pertumbuhan hifa. Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi yang ikut

berperan pada perubahan struktur dari jamur ini, misalnya saat kekurangan nutrisi

yang cukup, kehadiran senyawa N-acetylglucosamine, suhu, dan kenaikan kadar

CO2. Morfogenesis juga ditunjukkan pada kepekaan meregulasi dan sebuah

mekanisme komunikasi mikrobaIn C. albicans, dapat meregulasi farnesol, tyrosol


17
dan dodecanol. Dengan kemampuan itu, densitas sel akan meningkat (> 107 cells

ml-1) dalam pertumbuhan sel khamir, saat densitas sel rendah (< 107 cells ml-1)

akan mulai membentuk hifa (Mayer et al, 2013)

Beberapa faktor yang dideskripsiskan menjadi faktor virulensi dari

patogenitas C. albicans, diantaranya sekresi enzim aspartyl proteinases,

fosofolipase, bentuk formasi tabung, adherensi jaringan, dan perubahan bentuk.

Kedua jenis enzim hidrolitik dapat menyebabkan kerusakan membrane sel. Empat

tipe dari fosfolipase yang dihasilkan oleh C. albicans mencakup fosfolipase B, C,

and D. Fosfolipase ekstraselular dari C. albicans memiliki efek signifikan pada

mekanisme pathogenesis dari penginfeksian dan penginvasian pada jarinagn

epitelium mukosa. Sebagai tambahan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

isolasi C. albicans memiliki kadar aktivitas ekstraseluler fosfolipase yang tinggi

(Mahmoudabadi, 2010).

Gambar 2.6 Morfologi Koloni Candida albicans (Mutiawati, 2016).


Secara In vivo, bentuk miselia yang ditemukan pada jaringan yang

terinfeksi merupakan faktor virulensi yang paling berperan dalam mekanisme

adherensi dari jaringan eptelium suatu oragnisme. (Kim et al, 2002). Secara in

vitro, koloni C. albicans berwarna putih kekuningan, menimbul di atas permukaan

media, mempunyai permukaan yang pada permulaan halus dan licin dan dapat

agak keriput dengan bau ragi yang khas (Mutiawati, 2016)

18
Gambar 2.7 Mekanisme patogenitas C. albicans (Mayer et al, 2013)
Ada tiga macam interaksi yang mungkin terjadi antara sel Candida dan sel

epitel inang yaitu interaksi protein-protein (i) interaksi lectin-like (ii) dan interaksi

yang belum diketahui (iii). Interaksi protein-protein terjadi ketika protein pada

permukaan C. albicans mengenali ligand protein atau peptida pada sel epitelium

atau endothelium. Interaksi lectin-like adalah interaksi ketika protein pada

permukaan C. albicans mengenali karbohidrat pada sel epitelium atau

endothelium. Interaksi yang ketiga adalah ketika komponen C. albicans

menyerang ligand permukaan epitelium atau endothelium tetapi komponen dan

mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Mekanisme perlekatan sendiri

sangat dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding sel C. albicans melekat

(misalnya sel epitelium), mekanisme invasi ke dalam mukosa dan sel epitelium

serta reaksi adhesi tertentu yang mempengaruhi kolonisasi dan patogenitas C.

albican (Kusumaningtyas, 2013)

2.7 Antimikroba

Antimikrobia adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan

pertumbuhan mikroba yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan

mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,

membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah

19
pembusukan serta perusakan bahan oleh Antimikrobia meliputi golongan

antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Simon, 2012)

Menurut Pelczar dan Chan (1988) bahwa mekanisme penghambatan

terhadap pertumbuhan mikroba oleh senyawa anti mikroba dapat berupa

perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau

mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran

sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel,

perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan

penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan

antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang

dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain.

Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan

bakteriolitik (Simon, 2012)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima

kelompok: (1) Mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) Menghambat sintesis

dinding sel mikroba; (3) Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; (4)

Menghambat sintesis protein sel mikroba; dan (5) Menghambat sintesis atau

merusak asam nukleat sel mikroba (Safitri, 2010)

2.8 Etanol

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma

yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-

kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya

dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol.

Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga

membuatnya cair dan lebih sulit menguap daripada senyawa organik lainnya

dengan massa molekul yang sama (Rahmi et al, 2015).

20
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik

lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,

dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluene. Ia juga larut

dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga

larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena

(Mimihitam, 2017)

Etanol meliputi campuran etil alhokol dan air tidak kurang dari 94,7 % v/v

atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C 2H6O. Pemerian cairan

tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas,

mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Campuran

etanol-air memiliki volume yang lebih kecil daripada jumlah kedua cairan tersebut

secara terpisah. Campuran etanal dan air dengan volume yang sama akan

menghasilkan campuran yang volumenya hanya 1,92 kali jumlah volume awal.

Pencampuran etanol dan air bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol

dibebaskan pada 298 K (Mimihitam, 2017)

Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis,

sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar

menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa senyawa antibakteri mudah larut pada senyawa etanol. Hal

ini disebabkan karena etanol merupakan senyawa aromatik dan organik jenuh

(Fattah et al, 2012).

2.9 Metode Pengujian Antibakteri

Pada uji ini, yang akan diukur adalah respons pertumbuhan populasi

mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Salah satu manfaat dari uji

antimikroba adalah diperolehnya satu sistem pengobatan yang efektif dan efisien.

21
Penentuan setiap kepekaan mikroba terhadap suatu obat adalah dengan

menentukan kadar obat terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba in

vitro. Beberapa cara pengujian antimikroba adalah sebagai berikut (Prayoga,

2013):

a. Metode Difusi

Pada metode ini, penentuan aktivitas didasrakan pada kemampuan difusi

dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan

mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidaknya zona

hambatan yang terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa

inkubasi.

Pada metode ini dapat dilakukan 3 cara yaitu (Brook et al, 2010) :

1. Cara Cakram (Disk)

Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan

kepekaan mikroba terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini,

digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang berfungsi sebagai temat

menampung zat antimikroba. Kertas saring tersenut kemudian diletakkan pada

lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada

waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari miroba uji.

Pada umumnya, hasil yang di dapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam

dengan suhu 37oC. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya

daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona

hambat pada pertumbuuhan bakteri.

Metode cakram disk atau cakram kertas ini memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan

khusus dan relative murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening

yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inoculum, predifusi dan

22
preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai

maka hasil dari metode cakram disk ini tidak dapat diaplikasikan pada

mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroortanisme yang bersifat

anaerob obligat.

2. Cara Parit (ditch)

Suatu lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat

sebidang parit. Parit tersebut berisi zat antimikroba, kemudian diinkubasi pada

waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk miroba uji. Hasil pengamatan yang

akan diperoleh berupa ada tidaknya zona hambat yang akan terbentuk di sekitar

parit

3. Cara Sumuran (hole/cup)

Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat

suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Kemudian setiap

lubang itu diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu yang

sesuai dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau

tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang.

b. Metode dilusi

Pada metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan

media agar, yyang kemudian diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil

pengamatan yang akan diperoleh berupa tumbuh atau tidaknya mikroba dalam

media. Aktivitas zat antimikroba ditentukan dengan melihat konsentrasi hambat

minimum (KHM) yang merupakan konsentrasi terkecil dari zat antimikroba uji

yang masih memberikan efek penghamabatan terhadap pertumbuhan mikroba uji.

Metode ini terdiri atas pengenceran Serial dalam tabung, yaitu pengujian

23
dilakukan dengan menggunakan sederetan tabung reaksi yang diisi dengan

inoculum kuman dan larutan antimikroba dalam berbagai kosentrasi. Zat yang

akan diuji aktivitas bakterinya diencerkan sesuai serial dalam media cair,

kemudian diinokulasikan dengan mikroba dan diinkubasi pada waktu dan suhu

tertentu. Konsentrasi terendah dari larutan zat antimikriba yang masih

memberikan hambatan terhadap pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (Brook et al, 2010).

c. Metode Difusi dan Dilusi

E-test atau biasa disebut juga dengan tes epsilometer adalah metode tes

dimana huruf ‘E’ dalam nama E-test menunjukkan symbol epsilon (e ). E-test

merupakan metode kunantitaif untuk uji antimikroba. Metode ini termasuk

gabungan antara metode dilusi dan antibakteri dan metode difusi antimikroba

dengan konsentrasi terendah sampai kosntrasi tertinggi diletakkan pada media

agar yang telah ditanami mikroorganisme. Hambatan pertumbuhan

mikroorganisme bisa diamati dengan adanya area jernih di sekitar strip tersebut

(Prayoga, 2013).

E-test dapat digunakan untuk menentukan kadar hambatan minimum

(KHM) untuk bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Streptococcus ß-

hemolitik, Neisseria gonorrhoeae, Haemophilus sp dan bakteri anaerob. Dapat

juga digunakan untuk bakteri gram negatif seperti Pseudomonas sp dan

Burkholderia pseudomallei (Prayoga, 2013).

2.10 Reverse Docking In Silico

Reverse docking merupakan teknologi baru yang memungkinkan docking

senyawa (diperoleh dari beberapa database PubChem, Zinc, dan database

senyawa lainnya) dengan protein target untuk mengetahui aktivitas biologisnya

melalui pengikatan site dari struktur 3 dimensi yang diperoleh dari database

24
protein, seperti Uniprot dan NCBI. PhamMapper, Chem Mapper, Swisss Target

Predictiom, maupun SuperPrad merupakan web-server yang secara bebas dapat

diakses untuk mengidentifikasi kandidat protein target untuk mikro molekul

spesifik (obatobatan, senyawa alami, senyawa baru) dengan menggunakan

pendekatan pemetaan farmakopor. Web-server ini didukung oleh database target

protein dala TargetBank, DrugBank, BindingDB, dan PDTD. Terdapat lebih dari

7000 model farmakopor berbasis reseptor (meliputi 1627 target obat, dan 459

target protein manusia) disimpan dan diakses oleh PharmMapper. Web-server ini

menemukan posisi pemetaan terbaik dari molekul yang di upload pengguna

terhadap semua target dalam PharmTargetDB (Zhang, et al dalam Pangastuti,

2016)

Gambar 2.8. Docking protein dan senyawa menggunakan software PyRx 0,8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat
Alat yang akan digunakan adalah neraca analitik, corong, autoklaf, oven,

inkubator, batang pengaduk, cawan petri, wadah, mortar, gelas kimia, gelas ukur,

bunsen, erlenmeyer, rotavapor, Mc Farland Biomereux, SafeFast Elite .T.E. 474,


25
anaerob jar, ose bulat disposable 10μl dan 1μl, sendok tanduk, autoklaf, tabung

reaksi, pinset, tabung eppendorf, rak tabung, mikropipet (1000 μl, 100 μl, dan 10

μl), stip, gunting, objek gelas, jangka sorong dan pinset.

3.2 Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sarang burung

wallet Collacalia fuchipaga Thunberg., biakan murni bakteri Propionobaterium

acnes ATCC 11827 dan jamur Candida albicans ATCC 10231, kertas saring,

etanol PA, medium pertumbuhan bakteri Thyoglicollate Agar dan MHA (Mueller

Hinton Agar), medium pertumbuhan khamir SBR (Sabouroud Dextrose Agar),

Lactose Broth, Pewarna gram, Alkohol, Aquades, Ketokonazol, Tetrasiklin,

Spidol, Parafilm, PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7,2, NaCl fisiologis, Anaero

Indicator, Anaeoro Gen,Aluminium foil, blank disk steril, tissu, kertas, lakban,

alat tulis dan korek api.

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Sterilisasi Alat Penelitian

Semua alat yang dugunakan dalam penelitian ini dicuci dengan detergen

dan dikeringanginkan kemudian disterilkan untuk mematikan semua bentuk

kehidupan dan agar terbebas dari mikroorganisme. Alat-alat yang terbuat dari

gelas atau kaca seperti tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, gelas beker, objek

gelas dan pipet tetes disterilkan dengan sterilisasi panas kering (udara panas)

pada oven. Sterilisasi dilakukan pada temperatur 170 ºC - 180 ºC selama 1-2 jam.

Sedangkan alat-alat yang terbuat dari logam disterilkan dengan dicuci akohol

atau sterilisasi panas kering dalam nyala api bunsen sampai merah membara.

3.3.2 Penyiapan Sampel Penelitian

Sampel sarang burung wallet Collocalia fuciphaga Thunberg. yang

diperoleh di Kabupaten Pinrang yang telah dikumpulkan dengan memperhatikan

26
kualitas sarang yang baik, selanjutnya sarang dibersihkan dari semua kotoran dan

bulu-bulu yang masih menempel pada sarang dengan menggunakan pinset. Sarang

burung wallet yang telah bersih dikumpulkan, kemudian dihaluskan dengan

mortar untuk mendapatkan sediaan bubuk yang lebih halus.

3.3.3 Ekstraksi Sarang Burung Walet Collocalia fuciphaga Thunberg.

Sedian bubuk kering sarang burung walet Collocalia fuciphaga Thunberg.

sebanyak 100 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah kemudian

ditambahkan etanol PA sebanyak 200 mL dan diaduk dengan batang pengaduk

lalu menggunakan metode soaking method yaitu sampel selanjutnya dishaker

selama 1x24 jam. Setelah 1x24 jam, ekstrak disaring dengan kertas saring dan

diperoleh filtrat I, ditampung dalam botol dan ampas ditambah etanol 96% 200

mL lagi seperti pada tahap pertama. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali hingga

seluruh filtrat yang diperoleh dari proses maserasi I, II, III digabung, disaring dan

dipekatkan dengan Vacum Rotary Evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak kental sarang burung walet selanjutnya diliofolisat atau freeze drying

dengan suhu -38 ̊C hingga -40 ̊C untuk memperoleh ekstrak serbuk.

3.3.4 Pembuatan Variasi Konsentrasi Larutan Uji

Pembuatan konsentrasi ini dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi

2 kali lipat dari konsentrasi sebelumnya, yaitu 40 %, 20%, 10%, 5%, dan 2,5 %

yang dilarutkan dalam aquades steril.

3.3.5 Pembuatan Medium Thyoglicollate Agar

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan medium Thyoglicollate

Agar sintetik untuk peremajaan bakteri Propoionobacterim acnes ATCC 11827

27
yaitu medium Thyoglicollate ditimbang sebanyak 2,975 g kemudian dilarutkan

dalam 100 mL aquades. Setelah larut, medium dipanaskan hingga semua bahan

larut. Selanjutnya medium tersebut dipanaskan dengan menggunakan penangas

dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 2 atm selama ±

15 menit.

3.3.6 Pembuatan Medium LB (Lactose Broth)


Medium yang digunakan untuk peremajaan bakteri Propionobaterium

acnes ATCC 11827 adalah medium LB (Lactose Broth) 3,5 gram yang

dilarutkan dalam 100 mL aquades. Bahan ditimbang sebanyak yang

dibutuhkan, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan

dengan aquades. Setelah larut, medium tersebut dipanaskan dengan

menggunakan penangas selanjutnya disterilisasi dalam autoklaf pada suhu

121oC dengan tekanan 2 atm selama ± 15 menit.

3.3.7 Pembuatan Medium MHA (Muller Hinton Agar)

Medium yang digunakan untuk medium pertumbuhan bakteri

Propionobaterium acnes ATCC 11827 dalam menetukan zona hambat ekstrak

adalah medim MHA (Muller Hinton Agar). Bahan ditimbang sebanyak 3.8 gram,

kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmyer dan dilarutkan dengan 100 mL

aquadest. Setelah larut, kemudian medium disterilkan di autoklaf pada suhu

121oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit. Selanjutnya, siapkan 3 tabung MHA

untuk set layer dengan masing-masing 7 mL MHA dan 3 cawan petri MHA base

layer dengan masing-masing 20 mL MHA.

3.3.8 Pembuatan Medium SBR (Sabouroud Dextrose Agar)


Medium yang digunakan untuk medium pertumbuhan jamur Candida

albicans sebagai medium pengaya dan menetukan zona hambat ekstrak adalah

medim SBR (Sabouroud Dextrose Agar). Bahan di timbang sebanyak 6,5 gram

28
lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan ke dalam 100 mL aquadest

lalu dipanaskan dengan penangas. Setelah larut, kemudian medium disterilkan di

autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit. Selanjutnya, siapkan 3

tabung SBR untuk set layer dengan masing-masing 7 mL SBR dan 3 cawan petri

SBR base layer dengan masing-masing 20 mL SBR.

3.3.9 Peremajaan Kultur Murni Mikroba Uji


Bakteri Propionobaterium acnes ATCC 11827 diambil sebanyak 1-2 ose

untuk diinokulasikan pada medium LB (Lactosa Broth). Kultur bakteri tersebut

kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 2x24 jam. Setelah inkubasi 2x24 jam

pada media LB, maka bakteri Propionobaterium acnes ATCC 11827 diambil

sebanyak 1-2 ose lalu ditanam dengan metode gores ke media Thyoglicollate

Agar dan diinkubasi selama 2x24 jam lagi. Sedangkan jamur Candida albicans

ATCC 10231 diambil sebanyak 1-2 ose lalu diinokulasikan pada medium SBR

(Sabouroud Dextrose Agar), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 1x24

jam.

3.3.10 Identifikasi dan Pembuatan Suspensi Bakteri Uji


Koloni yang tumbuh pada medium Thyoglicollate Agar diambil 1-2 koloni

bakteri dan dilakukan pengecatan gram. Selanjutnya, untuk pembuatan suspense

bakteri, diambil 1-2 ose koloni lalu larutkan ke dalam NaCl fisiologis yang telah

steril. Selanjutnya dihomogenkan dan diukur kekeruhannya sesuai standar Mc

Farland 0.5 menggunakan alat Mc Farland Biomereux hingga mendapatkan

kekeruhan yang sama agar jumlah koloni bakteri secara kualitatif mencapai 10 8

CFU/mL (Sutton, 2011).

3.3.11 Pembuatan Suspeni Jamur Uji


Jamur Candida albicans yang telah diremajakan dari media PDA, masing-

masing diambil 1-2 ose lalu disuspensikan kedalam larutan NaCl fisiologis steril.

Selanjutnya dihomogenkan dan diukur kekeruhannya sesuai standar Mc Farland


29
0.5 menggunakan alat Mc Farland Biomereux hingga mendapatkan kekeruhan

yang sama agar jumlah koloni bakteri secara kualitatif mencapai 10 8 CFU/mL

(Sutton, 2011).

3.3.12 Pembuatan Larutan Kontrol Mikroba Uji


Dalam penelitian ini, kontrol negatif (K-) yang digunakan adalah aquades

dan larutan kontrol positif (K+) yang digunakan untuk bakteri uji adalah

tetrasiklin. Larutan ini dibuat dengan membuat 100 ppm tetrasiklin dengan

aquades. Sedangkan, larutan kontrol positi jamur f (K+) yang digunakan yaitu

ketokonazol. Larutan ini dibuat dengan cara tablet ketokonazol digerus dan

ditimbang sehingga diperoleh serbuk ketokonazol dan dilarutkan dalam aquades

sebesar 100 ppm (Pangalinan et al, 2011). Sedangkan untuk kontrol negatif (K-)

yaitu dengan menggunakan aquades.

3.3.13 Uji Daya Hambat Ekstrak Sarang Burung Walet Collocalia fuciphaga
Thunberg. Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes

Kultur bakteri pada media Thyoglicollate Agar yang telah diinkubasi 2x24

jam sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan metode uji daya hambat cakram

dengan melalui pengukuran zona hambat yang terbentuk. Metode ini dimulai

dengan medium MHA (Muller Hinton Agar) (cair) sebagai set layer tabung 7 mL

yang telah disterilkan ditambahkan bakteri Propionobaterium acnes ATCC 11827

yang sesuai standar Mc Farland 0,5 sebesar 10μl lalu dihomogenkan dan di

tuangkan kedalam cawan petri yang berisi MHA (Muller Hinton Agar) base layer

20 mL yang telah memadat sebelumnya dan didiamkan hingga memadat. Setelah

memadat, kemudian dimasukkan blank disk steril sebanyak 7 blank disk dengan

metode disk diffusion secara triplo di masing-masing cawan petri lalu setiap

cawan petri diteteskan setiap variasi konsentrasi yang berbeda yaitu 40%, 20%,

10%, 5%, 2,5 %, Tetrasiklin (K+) dan Aquades (K-) sebanyak 8μl dengan jarak

30
antara setiap blank disk minimal 3 cm dan jarak antra blank disk dengan dinding

cawan petri adalah 2 cm (Hun et al, 2011). Selanjutnya diinkubasi dalam anaeob

jar yang berisi AnaeroGen dan anaerob indicator aengan mempertimbangkan

bahwa baketri uji adalah bakteri anaerob obligat selama 1 x 24 jam, lalu diamati

dan diukur daerah hambatannya. Inkubasi dilanjutkan selama 2 -3 x 24 jam dan

diukur kembali daerah hambatan yang terbentuk.

3.3.14 Uji Daya Hambat Ekstrak Sarang Burung Walet Collacolia fuchipaga
Thunberg. Terhadap Jamur Candida albicans

Uji daya hambat pada jamur Candida albicans dimulai dengan medium

SBR (Sabouroud Agar) (cair) set layer tabung 7 mL yang telah disterilkan

ditambahkan jamur Candida albicans ATCC 10231 yang sesuai standar Mc

Farland 0,5 sebesar 10μl lalu dihomogenkan dan di tuangkan kedalam cawan petri

yang berisi SBR (Sabouroud Agar) base layer 20 mL yang telah memadat

sebelumnya dan didiamkan hingga memadat. Setelah memadat, kemudian

dimasukkan blank disk steril sebanyak 7 blank disk di masing-masing cawan petri

lalu setiap cawan petri diteteskan masing-masing variasi konsentrasi yang berbeda

yaitu 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5 %, Ketokonazol (K+) dan Aquades (K-) sebanyak

8μl dengan jarak antara setiap blank disk minimal 3 cm dan jarak antra blank disk

dengan dinding cawan petri adalah 2 cm (Hun et al, 2011). Selanjutnya diinkubasi

dalam inkubator selama 1 x 24 jam, lalu diamati dan diukur daerah hambatannya.

Inkubasi dilanjutkan selama 2 -3 x 24 jam dan diukur kembali daerah hambatan

yang terbentuk.

3.3.15 Analisis Data Secara In Vitro

Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif yaitu melakukan

pengamatan dengan mengukur zona hambatan bening di sekeliling blank disk

pada media. Selanjutnya, membandingkan hasil pengukuran zona hambat dari

31
ekstrak sarang burung walet Collacalia fuchipaga Thunberg. terhadap bakteri dan

jamur uji dalam kemampuannya sebagai antibakteri maupun antifungi. Data yang

diperoleh pada penelitian ini selanjutnya dianalisis pembentukan zona hambat

mulai inkubasi 24 jam sampai 72 jam terhadap bakteri Propionibacterium acnes

dan jamur Candida albicans.

3.3.16 Analisis Data Secara In Silico

1. Mengoleksi struktur 3D senyawa alami, melalui web servers Pubchem

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. dengan mencatat ID dan Smiles senyawa.

2. Memprediksi protein target, yaitu menganalisis berdasarkan output dari

protein database Pharmmapper, Chemmapper, Swiss Target Prediction

maupun SuperPred.

3. Setelah hasil output dari beberapa jenis protein database keluar, maka

selanjutnya melakukan Protein target profilling, yaitu menganalisis jenis

protein target ke dalam Uniprot protein data bank.

4. Data protein, inhibitor kontrol, dan senyawa (ligand) selanjutnya diklarifikasi

atau dianalisis potensi senyawa alamiah berdasarkan teknik reverse docking

secara mode of action dengan software PyRx 0,8.

5. Visualisasi interaksi antara senyawa D-Galactose dan Sialic acid dengan

protein target menggunakan software PyMOL

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sarang burung walet

Collacolia fuchipaga Thunberg. yang diperoleh dari peternakan burung walet di

32
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Sarang burung walet dibersihkan dari

semua kotoran dan bulu-bulu yang masih menempel pada sarang. Selanjutnya,

100 gram sarang burung walet dihaluskan dengan menggunakan mortar.

Sediaan serbuk sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.

selanjutnya dimaserasi dengan pelarut etanol PA 96% sebanyak 200 mL hingga

seluruh sarang burung walet terendam keseluruhan. Dalam Jusnita (2014),

maserasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan merendam serbuk

sampel dalam pelarut dan dalam jangka waktu tertentu pada suhu kamar. Prinsip

maserasi adalah pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam pelarut

(like dissolved like). Tahapan maserasi ini menggunakan soaking method yaitu

pengadukan sampel dengan menggunakan alat shaker dengan tujuan untuk

memperoleh hasil ekstraksi yang lebih optimal, hal ini didukung oleh pernyataan

oleh Illah (2010), bahwa pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak

antara sampel dengan pelarut dan mendapatkan derajat homogenitas yang tinggi.

Semakin cepat putaran pengaduk maka semakin besar kontak sampel dengan

pelarut dan hasil yang diperoleh akan semakin meningkat.

Perendaman dilakukan selama 1 x 24 jam dan diulangi sebanyak tiga kali

maserasi. Ekstraksi sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.,

menggunakan pelarut etanol PA 96% berfungsi untuk menarik senyawa polar

yang bersifat antimikroba yang terkandung pada sarang burung walet Collacolia

fuchipaga Thunberg. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan

antara filtrat dan ampas dari sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.

dengan menggunakan kertas saring. Hasil maserasi kemudian dievaporasi

menggunakan rotary vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental

(ekstrak etanol) sebanyak 2 mL yang berwarna hijau kekuningan seperti pada

gambar 4.1.

33
Tahapan selanjutnya adalah liofolisat atau freeze drying. Liofolisat

dilakukan untuk melepaskan pelarut etanol dan air yang masih terikut pada

ekstrak. Prinsip teknologi pengeringan beku ini dimulai dengan proses pembekuan

sampel dan dilanjutkan dengan pengeringan, yaitu mengeluarkan atau

memisahkan hampir sebagian besar pelarut dalam bahan melalui mekanisme

sublimasi (tanpa mendenaturasi zat aktif), sehingga kualitas ekstrak sampel dapat

terjaga dalam jangka waktu lama dan menurunkan dampak kontaminasi pada

ekstrak yang tersedia dalam sediaan serbuk (kering) (Hariyadi, 2013). Setelah

dilakukan tahap liofolisat (freeze drying), didapatkan ekstrak kering sebanyak

100 mg.

(a) (b)

Gambar 4.1 (a) Proses evaporasi dari sarang burung walet Collacolia fuchipaga
Thunberg. (b) ekstrak kental sarang burung walet Collacolia
fuchipaga Thunberg.

4.2 Uji Daya Hambat Sarang Burung Walet Collacolia fuchipaga Thunberg.
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes dan Jamur Candida albicans
Penelitian ini menggunakan uji metode disk diffusion secara triplo dengan

konsentrasi larutan ekstrak sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.

40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, aquades (k-) dan tetrasiklin/ketokonazol (k+) sebesar

34
100 ppm. Medium Muller Hinton Agar yang telah diinokulasikan bakteri

Propionibacterium acnes dan Sabouroud Agar yang telah diinokulasikan jamur

Candida albicans, selanjutnya diletakkan blank disk yang telah ditetesi oleh

berbagai variasi konsentrasi sebanyak 8 μL. Setelah diinkubasi selama 1-3 x 24

jam dengan suhu 37-38 ̊C, akan terbentuk zona bening (clear zone) disekeliling

blank disk yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap pertumbuhan

mikroba uji.

4.2.1 Uji Daya Hambat Sarang Burung Walet Collacolia fuchipaga


Thunberg. Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes

Pengamatan uji antibakteri ekstrak sarang burung walet Collacolia

fuchipaga Thunberg. terhadap bakteri Propionobacterium acnes selama 1x24 jam

menunjukkan belum terbentuknya zona hambat pada media MHA, seperti pada

gambar 4.2. Hal ini disebabkan karena bakteri uji belum melakukan pertumbuhan

pada 1x24 jam, sehingga belum dapat terlihat zona hambat pada media.

Gambar 4.2 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 1x24
jam
Pada inkubasi 2x24 jam menunjukkan bahwa esktrak sarang burung walet

Collacolia fuchipaga Thunberg. belum menunjukkan terdapatya zona hambat.

Berdasarkan data dari tabel 4.1 hasil pengamatan inkubasi hari ke-2 menunjukkan

35
bahwa dari ke-5 konsentrasi dan kontol negatif tidak terbentuk zona bening. Rata-

rata diameter zona bening dari setiap variasi konsentrasi adalah 6 mm.

Tabel 4.1 . Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet
Collacolia fuchipaga Thunberg. 2x24 jam terhadap bakteri
Propionobacterium acnes

Diameter Zona Antibakteri (mm) 2x24 jam


Ulangan Ekstrak sarang burung walet Collacolia Kontrol Kontrol
fuchipaga Thunberg. (+) (-)
40% 20% 10% 5% 2,5%
1 6 6 6 6 6 22,5 6
2 6 6 6 6 6 20 6
3 6 6 6 6 6 20,33 6
Rata-rata 6 6 6 6 6 20,9 6
Standar Deviasi 0 0 0 0 0 1,3 0
Keterangan :
K (+) : Kontrol positif menggunakan Tetrasiklin
K (-) : Kontrol negatif menggunakan Aquades
Diameter blank disk : 6 mm

Media MHA yang telah diinkubasi selama 2x24 jam (gambar 4.3) tidak

menunjukkan terdapat zona hambat. Kontrol (-) yaitu aquades juga tidak

terbentuk zona bening pada media. Pada kontrol (+) yaitu tetrasiklin terbentuk

zona bening dengan rata-rata zona

hambat 20,9 mm.

Gambar 4.3 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 2x24
jam
Pada inkubasi 3x24 jam (72 jam) ke-5 konsentrasi yang digunakan tetap

tidak menunjukkan terbentuknya zona bening terhadap bakteri uji. Berdasarkan

36
data dari tabel 4.2, rata-rata hasil pengukuran zona bening pada semua konsentrasi

adalah 6 mm atau tidak terdapat zona bening.

Tabel 4.2. Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet
Collacolia fuchipaga Thunberg. 3x24 jam terhadap bakteri
Propionobacterium acnes

Diameter Zona Antibakteri (mm) 3x24 jam


Ulangan Ekstrak sarang burung walet Collacolia Kontrol Kontrol
fuchipaga Thunberg. (+) (-)
40% 20% 10% 5% 2,5%
1 6 6 6 6 6 18,7 6
2 6 6 6 6 6 17 6
3 6 6 6 6 6 18,3 6
Rata-
6 6 6 6 6 18 6
rata
SD
(Standar 0 0 0 0 0 0,8 0
Deviasi)
Keterangan :
K (+) : Kontrol positif menggunakan Tetrasiklin
K (-) : Kontrol negatif menggunakan Aquades
Diameter blank disk : 6 mm

Hasil pengamatan terhadap media MHA tpada inkubasi 3 x 24 jam, tidak

menunjukkan zona bening yang terebntuk (gambar 4.4). Kontrol (-) yaitu aquades

juga tidak terbentuk zona bening seperti pada halnya pada inkubasi 2x24 jam.

Kontrol (+) yaitu tetrasiklin terbentuk zona bening dengan rata-rata menurun

menjadi 18 mm.

37
Gambar 4.4 Pengamatan diameter zona hambat terhadap bakteri P.acnes 3 x24
jam

4.2.2 Uji Daya Hambat Sarang Burung Walet Collacolia fuchipaga


Thunberg. Terhadap Jamur Candida albicans

Pengamatan uji antijamur ekstrak sarang burung walet Collacolia

fuchipaga Thunberg. terhadap jamur Candida albicans selama 1x24 jam

menunjukkan tidak terbentuknya zona bening. Berdasarkan data dari tabel 4.3,

setiap koonsentrasi memiliki diameter 6 mm yang sama dengan diameter blank

disk. Kontrol (-) yaitu aquades juga tidak terdapat zona bening yaitu 6 mm,

sedangkan pada kontrol (+) yaitu ketokonazol terbentuk zona bening sebesar

12.95 mm.

Tabel 4.3. Hasil pengamatan zona hambat ekstrak sarang burung walet
Collacolia fuchipaga Thunberg. 1x24 jam terhadap jamur Candida albicans

Diameter Zona Antijamur (mm) 1x24 jam


Ulangan Ekstrak sarang burung walet Collacolia Kontrol Kontrol
fuchipaga Thunberg. (+) (-)
40% 20% 10% 5% 2,5%
1 6 6 6 6 6 14,25 6
2 6 6 6 6 6 15,05 6
3 6 6 6 6 6 10,55 6
Rata- 6 6 6 6 6 12,95 6
rata
Keterangan :
K (+) : Kontrol positif menggunakan Tetrasiklin
K (-) : Kontrol negatif menggunakan Aquades

Berdasarkan hasil pengamatan inkubasi 1x24 jam pada media SBR

menunjukkan tidak terbentuk zona bening pada media. Pada gambar 4.5

menunjukkan bahwa ke-5 konsentrasi tidak memiliki zona bening. Kontrol (-)

aquades juga tidak terbentuk zona bening. Kontrol (+) ketokonazol membentuk

zona bening.

38
Gambar 4.5 Pengamatan diameter zona hambat terhadap jamur Canida albicans
1x24 jam

Hasil penelitian menunjukkan pada inkubasi 2x24 jam esktrak sarang

burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg. tetap tidak memiliki zona hambat

(gambar 4.6). Ke-5 konsentrasi terhadap jamur C. albicans menunjukkan tetap

tidak terbentuknya zona bening, baik konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%.

Kontrol (-) yaitu aquades tidak terbentuk, sedangkan kontrol (+) yaitu ketokonazol

juga tidak memperlihatkan zona bening.

Gambar 4.6 Pengamatan diameter zona hambat terhadap jamur Candida albicans
2 x24 jam
39
Pada inkubasi selama 3x 24 jam (72 jam) ke-5 konsentrasi yang digunakan

tetap tidak menunjukkan terbentuknya zona bening terhadap jamur C.albicans

(gambar 4.7). Zona bening tetap tidak terbentuk baik pada konsentrasi 40%, 20%,

10%, 5%, 2,5%. Kontrol (-) yaitu aquades (-) juga tidak terbentuk zona bening

seperti halnya pada inkubasi 1-2x24 jam. Kontrol (+) yaitu ketokonzol juga sudah

tidak memperlihatkan zona bening.

Gambar 4.7 Pengamatan diameter zona hambat terhadap jamur C.albicans 3 x24
jam

4.2.3 Analisis Antimikroba Ekstrak Sarang Burung Walet Collacolia


fuchipaga Thunberg terhadap Mikroba Uji

Berdasarkan uji yang telah dilakukan, aktivitas antimikroba ekstrak etanol

sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg dapat diamati melalui

terdapat atau tidaknya zona hambat. Uraian data pada diagram batang (Gambar

4.8 dan 4.9) dapat terlihat bahwa ekstrak etanol sarang burung walet Collacolia

fuchipaga Thunberg tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dan

antijamur terhadap C. albicans.

40
Diagram Zona Hambat Ekstrak terhadap Bakteri
P.acnes
25

Zona hambat (mm)


20
15
10
5
0
40% 20% 10% 5% 2,5% K(-) K(+)
24 jam 6 6 6 6 6 6 6
48 jam 6 6 6 6 6 6 20.9
72 jam 6 6 6 6 6 6 18

Gambar 4.8 Diagram zona hambat setiap konsetrasi ekstrak etanol sarang burung
walet Collacolia fuchipaga Thunberg. terhadap bakteri
Propionobacterium acnes.
Data hasil penelitian pada gambar 4.8 menunjukkan rata-rata zona hambat

terhadap P. acnes dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, dan 2,5% adalah 6

mm atau tidak ada zona hambat yang terbentuk. Aquades sebagai kontrol negatif

tidak memiliki zona hambat. Tetrasiklin sebagai kontrol positif memiliki zona

hambat sebesar 20,9 mm pada inkubasi 48 jam dan 18 mm pada inkubasi 72 jam.

Berdasarkan hasil uji antijamur ekstrak etanol sarang burung walet

Collacolia fuchipaga Thunberg terhadap jamur Candida albicans pada gambar

4.9 juga tidak menghasilkan zona hambat pada setiap konsentrasi ekstrak etanol

sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg yang diujikan. Kontrol

negatif berupa aquades juga tidak membentuk zona hambat. Ketokonazol sebagai

kontrol positif membentuk zona hambat pada inkubasi 24 jam sebesar 12,95 mm.

41
Diagram Zona Hambat Ekstrak terhadap Bakteri C.albicans
14
Zona hambat (mm) 12
10
8
6
4
2
0
40% 20% 10% 5% 2,5% K(-) K(+)
24 jam 6 6 6 6 6 6 12.95
48 jam 6 6 6 6 6 6 6
72 jam 6 6 6 6 6 6 6

Gambar 4.9 Diagram zona hambat setiap konsetrasi ekstrak etanol sarang
burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg. terhadap jamur
Candida albicans

Kesamaan hasil antara bakteri P. acnes dan C. albicans ini disebabkan

senyawa antimikroba tidak terdapat di dalam ekstrak etanol sarang burung walet

Collacolia fuchipaga Thunberg. Berdasarkan penelitian oleh Hun et al. (2015),

senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba pada ekstrak sarang burung walet

Collacolia fuchipaga Thunberg. memiliki jenis karbohidrat berupa D-mannitose,

D-galactose, N-acetyl-D-galactosamine, N-acetyl-D-glucosamine and N-acetyl

neurominate (Sialic acid). Menurut McEwaan et al. (2008), senyawa sialic acid

(N-acetyl neuraminic acid) dan d-galactose adalah jenis monosakarida yang

memiliki 9 dan 6 rantai karbon yang, jenis monosakarida ini berperan penting

dalam proses dari mekanisme adhesin mikroba.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh informasi

bahwa sifat antimikroba yang dimiliki senyawa Sialic acid dan D-galactose tidak

ditunjukkan pada hasil penelitian in vitro. Hal ini disebabkan, kedua senyawa

yang tersebut memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi dari ethanol (Malmberg dan

Maryott, 1950).

42
Larutan jenis karbohidrat jauh lebih polar dibandingkan dengan pelarut

organik umum (Mulyani, 2016). Hal ini tentu tidak sesuai dengan jenis pelarut

yang digunakan yaitu etanol sebagai pelarut polar dengan senyawa aktif yang

sangat polar. Penarikan zat aktif didasarkan pada perbedaan sifat kepolaran

terhadap pelarut yang digunakan sehingga senyawa potensial antimikroba yang

terkandung dalam ekstrak sarang burung walet Collacolia fuchipaga Thunberg.

tidak dapat ditarik oleh pelarut .

Penggunaan tetrasiklin dalam penelitian ini sebagai kontrol positif

antibakteri. Berdasarkan penelitian Neves et al. (2015), tetrasiklin adalah

antibakteri dengan tingkat resistensi terendah yaitu 16,3% terhadap P. acnes dan

bersifat bakteriosida. Penggunaan ketokonazol sebagai kontrol positif pada

Candida albicans memperlihatkan adanya sensitifitas di suspensi Candida

albicans. Berdasarkan penelitian oleh Sugiharti et al.(2016), ketokonazol dapat

terikat oleh jamur, bersifat sensitif dan fungistatik. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang menunjukkan pada inkubasi 24 jam terbentuk zona hambat,

sedangkan pada inkubasi 48 jam hingga 72 jam sudah tidak terbentuk zona

hambat, hal ini menunjukkan bahwa ketokonazol bersifat fungistatik.

4.3 Analisis Senyawa Antimikroba Ekstrak Sarang Burung Walet Collacolia


fuchipaga Thunberg. dengan Teknik Reverse Docking secara In Silico

Penelitian berbasis In Silico dengan teknik reverse docking memiliki

tujuan yaitu mereaksikan senyawa terhadap protein target untuk mengetahui

aktivitas biologisnya melalui pengikatan site dari struktur 3 dimensi. Syarat untuk

mendapatkan hasil analisis dari penelitian in silico ini, yaitu koleksi 3D senyawa

(ligand), koleksi 3D protein target, reverse docking menggunakan PyRx dan

analisis reverse docking menggunaka PyMol.

43
4.3.1 Hasil Koleksi Struktur 3 Dimensi Senyawa Alami
(

Gambar 4.10 (a) Struktur 3 dimensi senyawa D-Galactose dan (b) Struktur 3
dimensi senyawa Sialic Acid dimodelkan dengan software PyMol

D-Galactose dan Sialic acid adalah kedua senyawa alamiah yang

berpotensi sebagai antimikroba yang terkandung dalam ekstrak sarang burung

walet Collacolia fuchipaga Thunberg. Struktur 3 dimensi senyawa alami potensial

ekstrak sarang burung walet diperoleh dari Pubchem database

(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov). Struktur-struktur 3 dimensi ini yang akan

dianalisis kekuatan afinitas pengikatannya bersama protein target dari mikroba uji.

Binding affinity atau afiinitas pengikatan adalah energi yang dibutuhkan senyawa

untuk berikatan dengan protein target. Semakin rendah nilai afinitas pengikatan

maka semakin besar pengikatan antara senyawa alami dengan senyawa target.

4.3.2 Hasil Prediksi Protein Target

Penentuan protein target dilakukan dengan identifikasi secara menyeluruh

dan pendekatan terhadap beberapa ligan yang memiliki kemungkinan yang besar

dalam bereaksi dengan senyawa target, baik D-Galactose maupun Sialic Acid.

Prediksi protein target dilakukan dengan melakukan identifikasi di dalam

webservers database protein. Setelah dilakukan prediksi protein target,

selanjutnya akan diperoleh output atau data berupa nama-nama protein yang

berinteraksi dengan senyawa alamiah (Pangastuti, 2016).

44
(a) (b)

Gambar 4.11 Struktur 3 dimensi protein-protein Candida albicans (PDB, 2017)

Berdasarkan hasil pencarian dari database protein oleh webservers lalu

dikonfirmasi dalam database Uniprot (http://www.uniprot.org/) ditemukan bahwa

belum terdapat hasil dari database protein P.acnes, sehingga untuk pengujian

selanjutnya belum dapat dilakukan. Hasil database dari protein C. albicans,

diperoleh beberapa jenis protein yang berinteraksi dengan ligand atau senyawa

alami dari ekstrak sarang burung walet.

4.3.3 Klarifikasi Potensi Senyawa Alami Berdasarkan Mode Of Action


Dengan Software PyRx

Pada tahapan ini, reverse docking menggunakan fitur Vina Wizard yang

terintegrasi di dalam PyRx 0,8 software. Senyawa alami D-Galactose dan sialic

acid beserta senyawa inhibitor digunakan sebagai ligand dalam tahapan ini.

Senyawa inhibitor menjadi kontrol positif pada proses docking berlangsung.

4.3.4 Visualisasi Interaksi Antara Senyawa Alamiah Dengan Protein Target

Struktur 3 dimensi senyawa alami (gambar 4.12 dan gambar 4.13),

inhibitor kontrol dan protein target, selanjutnya di- docking dengan menggunakan

software PyRx 0,8 untuk memperoleh model pengikatan terbaik dengan binding

afinity paling rendah. Hasil dari reaksi tersebut, selanjutnya divisualisaskani

45
secara 3 dimensi menggunakan PyMol. Pada penelitian ini, teknik reverse

docking bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba pada suatu senyawa

alami dan interaksinya dengan senyawa lain melalui site pengikatan pada protein

target yang dibandingkan dengan senyawa control (ligan) (Pangastuti, 2016).

Gambar 4.12 Site pengikatan D-Galactose (merah), Inhibitor (kuning) dengan


Protein C.albicans (hijau)
Hasil reverse docking (gambar 4.12) dari protein C.albicans, senyawa

D- Galactose dan inhibitor, memberikan informasi bahwa antara D-Galactose,

inhibitor dan protein C. abicans memiliki afinitas pengikatan. Hal ini

menunjukkan terjadi interaksi pengikatan antara protein C.albicans dengan D-

Galactose dan letak pengikatan sama dengan inhibitor sebagai kontrol positif.

Berdasarkan hasil reverse docking terhadap senyawa aktif kedua yaitu

Sialic acid yang berikatan dengan protein C. abicans dan inhibitor control positif

memiliki tempat perlekatan yang sama (gambar 4.13). Hal ini menunjukkan

tempat perlekatan inhibitor dan senyawa alamiah yang diujikan memiliki afinitas

pengikatan yang tidak jauh berbeda. Posisi ini menentukan kemampuan senyawa

dalam berinteraksi dengan protein target.

46
Gambar 4.13 Site pengikatan Sialic Acid (merah), inhibitor control positif (biru)
dengan protein target C. albicans (hijau)

Menurut Baker et al. (2007), nilai afinitas pengikatan yang lebih rendah

meningkatkan potensi untuk melakukan pengikatan dengan protein target.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah nilai afinitas

(binding affinity) suatu senyawa terhadap protein nya, maka semakin dalam

melakukan pengikatan, dengan kata lain energi yang dibutuhkan untuk saling

berinteraksi antar satu ligand dengan protein target lebih mudah sehingga

mempermudah perlekatan antara senyawa (ligand) dengan protein target. Hal ini

tentu akan mempengaruh posisi dari perlekatan, yaitu surface (permukaan) atau

tengah. Semakin mudah senyawa berikatan dengan protein target, maka akan

semakin kedalam tempat perlekatannya dan interaksi yang terjadi akan semakin

kuat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi antimikroba pada uji in silico

tidak dapat ditunjukkan pada uji in vitro. Hal ini disebabkan karena terdapat

pengikatan antara zat aktif dan ligand yang telah divisualisasikan pada uji in

silico, namun tidak dapat ditunjukkan pada uji in vitro dalam bentuk zona hambat.

Hasil penelitian uji in silico mendukung data dari uji in vitro dengan menunjukkan

ketidakmampuan pelarut ethanol yang memiliki tingkat kepolaran rendah

sehingga tidak dapat menarik zat aktif dari ekstrak sarang burung walet Collocalia

fuciphaga Thunberg.

Kemampuan pelarut dalam menarik zat aktif didukung oleh penelitian

Al-Ashary et al. (2010), yang menyatakan bahwa suatu pelarut etanol tidak dapat

47
menarik zat aktif yang berupa D-Galactose dan Sialic Acid yang memiliki jenis

kepolaran berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa suatu pelarut yang

digunakan menjadi faktor penting dalam mengekstraksi suatu senyawa. Etanol

memmiliki tingkat kepolaran sebesar 24,55 kd (Konstanta dielektrik). D-

Galactose dan Sialic acid yang berupa monosakarida memiliki tingkat kepolaran ±

60 kd (Malmberg & Maryott, 1950). Perbedaan tingkat kepolaran antara zat aktif

(D-Galactose dan Sialic acid) dan etanol yang jauh berbeda, membuat zat aktif

tidak dapat ditarik oleh pelarut etanol sehingga tidak menunjukkan adanya zona

hambat.

48
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tidak diperoleh aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol sarang burung walet

Collocalia fuciphaga Thunberg. terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan

jamur Candida albicans secara in vitro dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10%,

20%, dan 40 %.

2. Hasil analisis dengan teknik reverse docking diperoleh bahwa antimikroba

berupa D-Galactose dan Sialic acid dari ekstrak sarang burung walet Collocalia

fuciphaga Thunberg. memiliki potensi sebagai antijamur terhadap Candida

albicans, namun belum ditemukan potensi antibakteri pada Propionobacterium

acnes.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis pelarut

dengan tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari senyawa aktif yang terdapat pada

ekstrak sarang burung walet Collocalia fuciphaga Thunberg. Selain itu, perlu

dilakukan beberapa uji untuk identifikasi senyawa alami untuk mendapatkan

senyawa murni antimikroba dari ekstrak sarang burung walet Collocalia

fuciphaga Thunberg.

49
DAFTAR PUSTAKA

Adiprabowo, S.D., Isnanto, R.R., dan Setiawan, I., 2011, Pendeteksi Kadar
Alkohol Jenis Etanol Pada Cairan dengan Menggunakan
Mikrokontroler ATMEGA8535, Skripsi, Jurusan Teknik Elektro,
Universitas Diponegoro.

Al-Ashary, N.M., Supriyanto, M.F., dan Zackiyah, 2010, Penentuan Pelarut


Terbaik Dalam Mengekstraksi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang
Artocarpus heterophyllus, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2):
150-158.

Aswir, A.R., dan Nazaimoon, W.M., 2011, Effect of edible bird’s nest on cell
proliferation and tumor necrosis factor- alpha (TNF-α ) release in vitro,
International Food Research Journal, 18(3):1123-1127.

Berlian, Z., Aini, F., Ulandari, R., 2016, Uji Kadar Alkohol Pada Tapai Ketan
Putih dan Singkong Melalui Fermentasi dengan Dosis Ragi yang
Berbeda, Jurnal Biota, 2(1):106-111.

Behzadi, E., Behzadi, P., dan Voicu, C., 2016, Propionibacterium Acnes and
The s Skin Disease Of Acne Vulgaris, Romanian Journal of Clinical and
Experimental Dermatology, 3(2):117-120.

Berman, J., dan Sudbery, E.P., 2002, Candida albicans : A Molecular


Revolution Burom Budding Yeast, Journal Nature Publishing Group,
3(1): 918-930.

Bioinformatics Team, 2016, Quantification of Propionibacterium acnes, UK,


Primer Design.

Brook, F.G., Carroll, GK., Butel, S.J., Morse, A.S., dan Mietzmen A.T., , 2010,
Medical Microbiology 26th Edition, North America, Lange Medical
Book.

Budiman, A., 2005, Budidaya dan Bisnis Sarang Walet, Jakarta, Perpustakaan
Nasional.

Budiman, A., 2011, Memproduksi Sarang Walet Kualitas Atas, Jakarta,


Perpustakaan Nasional.

Cavalcanti, M.M.S., Franca, R.E., Magalhnes, M., Lins, K.A., Brandao, C.L., dan
Magalhnes, V., A Quantitative Analysis Of Propionibacterium acnes
Lesional and Non-lesional Skin Of Patiens With Progressive Macular
Hypomelanosis By Real-Time Polymerase Chain Reaction, Brazilian
Journal of Microbiology 4(1) 2: 423-429

50
Chomnawang, M. T., Surassmo, S., Nukoolkarn, V.S., dan Gritsanapan, W., 2007,
Effect of Garcinia mangostana on inflammation caused by acnes,
Fitoterapia (78) : 401–408

Chopra, I., dan Roberts, M., 2001, Tetracycline Antibiotics: Mode of Action,
Applications, Molecular Biology, and Epidemiology of Bacterial s
Resistance, Journal of Microbiology anf Molecular Biology, 65(2) : 232-
260

Darajati, W., Pratiwi, S., Herwanda, E., Radiansyah, A.D., Nalang, S.V.,
Nooryanto, B., Rahajoe, S.J., Maryantom I., Kurniawan, R., Prasetyo,
A.T., Rahim, A., Jefferson, J., dan Hatim, F., 2016, Indonesia
Biodiversity Strategy and Action Plan, Jakarta, BAPPENAS.

Delaney, V.D., 2008, Budidaya sarang burung walet di jawa timur, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Malang.

Effendy, M., 2015, Edible Bird Nest’s As Multipotential Agent, Faculty of


Medicine, 4(5):30-35.

Elbein, A.D., Tropan, J.E., Mitdell, M., dan Kazhel, G.P., 1990, Kifunensin a
potent inhibitor of the glycoprotein processing mannosidase I., Journal
Biological Chemistry, 265(26).

Elfita, L., 2014. Analysis on Protein Profile and Amino acid of Bird Nest of
Burung Walet Collocalia Fuchiphaga from Painan. Jurnal Sains Farmasi
dan Klinis, 1(1);27-37

Farhat, D.S., Shubhangi, W., Mamta, J., dan Gauri, P., 2013, Development Of
Herbal Anti Acne Gel and Its Evaluation Against Acne Causing Bacteria
Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermis, International
Journal of Research India, 4(5) : 781-786

Fattah, A., Muslimin, L., Omar, A.B.S., 2012, Efektivitas Alga Merah
Eucheuma spinosum Sebagai Antibakteri Patogen Pada Organisme
Budidaya Pesisir dan Manusia, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Fauziyah, H.A., 2015. Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung
Walet Callocalia fuchipago Terhadap Aktivitas SGPT dan SGOT pada
Tikus Putih Jantan Galur Spargue Dawley, Skripsi, Farmasi, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. UIN Syarif Hidayatullah.

Friedman, A., 2016, Acne treatment, US, George Washington University.

Han, T., Cannon, R.D., Dan Baoz, S.G., 2011, The metabolic basis of Candida
albicans morphogenesis and quorum sensing, Journal of Fungal
Genetics and Biology, 48(1):747-763.

51
Hamzah, Z., Ibrahim, H.N., Sroja, J., Hussin, K., Hashim, O., dan Lee, B.B.,
2013, Nuritional Properties Of Edible Bird Nest, Journal of Asian Scientific
Research, 3(6):600-607

Hasanah, U.K., 2012, Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida albicans
dan Pityrosporum ovale, Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Hidayatullah, M., 2012, Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah
Alliumascalonicum L.) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara
In Vitro, Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Hun, T.L., Wani, A.W., Tjih, T.T.E., Adnan, A.N., Ling, L.Y., dan Aziz, A.Z.,
2015, Investigations into the physicochemical, biochemical and
antibacterial properties of Edible Bird’s Nest, Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research, 7(7):228-247.

Kusumaningtyas, E., 2009, Mekanisme Infeksi Candida albicans Pada


Permukaan Sel, Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Lauker, C.E, Hahn, A.M., dan Ernst, J.E., 1992, beta-Galactosidase of


Kluyveromyces lactis (Lac4p) as reporter og gene expression in Candida
albicans and Candida tropicalis, Journal of Mol Gen Genet, 41(3),
235-241

Lubis, D.R., 2008, Pengobatan Dermatomikosis, Sumatera Utara, Fakultas


Kedokteran USU.

Mak, 2012, Host modulating properties of Propionibacterium acnes, Thesis,


Department of Biology, Chemistry and Pharmacy of Freie Universität
Berlin.

Makmun, N.L., 2015. Analisis Merkuri Dalam Kosmetik Krim SArang Burung
Walet Callocalia fuchipaga yang Diperoleh Melalui Internet, Skripsi,
Farmasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. UIN Syarif Hidayatullah.

Mayer, F.L., Wilson, D., dan Hube, B., 2013, Candida albicans pathogenicity
mechanisms, Journal of Bioscience, 4(2):119-128.

Molero, G., Orejas, R., Novarro-Garcia, L., Monteoka, L., Pla, J., Gil, C.,
Sanchoz-Perez, M., dan Nombela, C., 1998, Candida albicans: genetics,
dimorphism and pathogenicity, Journal Intenational Microbiology,
1(1):95-106.

Mahmoudabadi A.Z., Zarrin M, Miry S., 2010, Phospholipase activity of


Candida albicans isolated from vagina and urine samples. Jundishapur
Journal Microbiology. 3(4): 169-73.

52
McEwan, A.N., Remet, A.C., Gatto, H., dan Nuttall, J.T., 2008, Monosaccharide
inhibition of adherence By Pseudomonas aeruginosa to canine
corneocytes, Journal Compilation, 19(1): 221–225

Malmberg, C. G, and Maryott, A. A. 1950, Dielectric Constants of Aqueous


Solutions of Dextrose and Sucrose, Journal of Research of the National
Bureau of Standards, 45(4): 299-303.

Mulyani, D., 2016, Kajian Suhu Kristalisasi Dan Konsentrasi Etanol Pada
Kristalisasi Molase yang Dijernihkan, Skripsi, Bandung, Universitas
Pasundan.

Mutiawati, K.V., 2016, Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Candida albicans,


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(1): 53-63.

Montes, M.M.H., Romero, E.L., Zinker, S., Noyole, P.P., dan Carreon, A.F.,
2008, Heterologis Experssion and Biochemical Characterization of an
alpha 1-2 Mannosidase encoded by the Candida albicans MNS1 gen,
Journal of Mem Inst Oezwaldo Cruz, 203(7).

Neves, R.J., Franscesconi, F., Costa, A., Ribelro, N.B., Follades, I., Almeida,
C.M.L., 2015, Propionibacterium acnes and bacterial Resistance,
Dermatology Department, Faculdade de Ciências Médicas de Minas
Gerais, 7(3):27-38.

Netea, M.G., Brown, G.D., Kullberg, R.J., dan Gow, N.A.R., 2008, An
integrated model of the recognition of Candida albicans by the innate
immune system, Journal Microbiology, 6(1):67-78.

Novarro-Garcia, L., Sanchoz- Perez, M., Nombela, C., dan Pla, J., 2001,
Virulence genes in the pathogenic yeast Candida albicans, FEMS
Microbiology, 25 (1) : 245-268.

Perry, A.L., dan Lamber, P.A., 2006. Under the Microscope Propionibacterium
acnes, Journal of Biomedical Sciences, 42(1): 185-188.

Pelczar, M.J., dan Chan E.C.S., 2014. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jakarta, UI


Press

Pangastuti, A. 2016, Mengungkap Potensi Antiaging Alami Secara In Silico.


Malang, The Learning University

P. Hariyadi, 2013, Teknologi Freeze Drying Technology for Better Quality


&Flavor of Dried Products, Food Review Indonesia, 8(2): 52-57

Raj, S. dan Roselin, P., 2012, The Antibacterial Activity Of ZNO Nanoparticles
Against Propionibacterim acnes, International Journal of Pharma and
Bio Sciences, 3(1):267-276.

53
Rahmi, H.A., Cahyanto, T., Sujani, T., dan Lestari, I.L., 2015, Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas Pluchea indica (L.) LESS.
Terhadap Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat, Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 9(1):141-161.

Sadiah, S., Darusman, K.L., Triwahyuni, L., dan Batubara, I., 2013, Effectiveness
of Anti-Acne Cream of Sappan Wood (Caesalpinia sappan) Against
Propionibacterium acnes on Rabbit Skin, Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 11(2):175-181.

Sugiharti, R.J., Halimah, I., Mahendra, I., dan Sriyani, M.E., 2016. Biodistribusi
Radiofarmaka 99mTc-Ketokonazol Pada Infeksi Yang Disebabkan Oleh
Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli, Jurnal
Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian, 17(2): 71-82.

Suriya, R., Zunita, Z., Rosnina, Y., Fadzillah, A., dan Hassan, L., 2004,
Preliminary in-vitro Study on Antibacterial Activity of Swiftlet Bird’s
Nests, The Association Of Institutions For Tropical Veterinary Medicine,
1 (1) : 334-335.

Sutton, S., 2011, Determination of Inoculum for Microbiological Testing, Journal


of XGP Compliance Microbiology Topics, 15(3) : 49-53

www.gbif.com, GBIF Backbone of Taxonomy, diakses pada tanggal 24 Maret


2017, pukul 21.13 WITA.

Yulistian, P.D., Utomo, P.E., Ulfa, S.M., dan Yusnawan, E., 2015, Studi Pengaruh
Jenis Pelarut Terhadap Hasil Isolasi Dan kadar Senyawa Fenolik Dalam
Biji Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp) Sebagai Antioksidan,
Kimia Student Journal, 1(1): 819-825.

Zhao, R., Lie, E., Komh, X., Li, W., Zeng, Y., dan Lai, X., 2016, The
ImprovementEffects Of Edible’s Nest On Poliferation and Activation
of B lymphocyte and Its Antagonistic Effects Immonosupression
Induced by Cyclophosphamide, Journal Dove Medical Press, 10(10);
371-384.

54
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Kasar Sarang Burung Walet


Colloalia fuciphaga

100 gr Sarang Burung Walet


Collocalia fuciphaga

Dihaluskan dengan
Menggunakan mesin

Tepung Sarang Burung Walet Collocalia


fuciphaga

Dimaserasi Menggunakan Pelarut


Etanol 96% Sebanyak 200 ml,
Dilakukan Sebanyak 3 kali

Dieveporasi

Ekstrak Kasar Sarang Burung


Walet Collocalia fuciphaga

55
Lampiran 2. Skema Uji Daya Hambat Ekstrak Kasar Sarang Burung Walet
Colloalia fuciphaga Terhadap Propionibacterium acne dan Candida
albicans

Ekstrak Kasar Sarang Burung Walet Collocalia


fuciphaga

Dibuat Menjadi Konsentrasi


2,5% 5% 10% 20% 40%

Uji Daya Hambat

Medium MHA (Muller Hinton Agar) dengan medium SBR (Sabouroud


(cair) sebagai set layer tabung 7 mL Agar) (cair) set layer tabung 7 mL
yang telah disterilkan ditambahkan yang telah disterilkan ditambahkan
bakteri Propionobaterium acnes yang jamur Candida albicans yang sesuai
sesuai standar Mc Farland 0,5 sebesar standar Mc Farland 0,5 sebesar 10μl
10μl lalu dihomogenkan dan di lalu dihomogenkan dan di tuangkan
tuangkan kedalam cawan petri yang kedalam cawan petri yang berisi SBR
berisi MHA (Muller Hinton Agar) (Sabouroud Agar) base layer 20 mL
base layer 20 mL yang telah yang telah memadat sebelumnya dan
memadat sebelumnya dan didiamkan didiamkan hingga memadat.
hingga memadat.

Blank disk Kemudian Diletakkan Diatas


Permukaan Media yang Telah Disediakan.
Blank disk diitetesi sebanyak 8 uL dalam
Sarang Burung Walet Collocalia fuciphaga
konsentrasi 2,5% 5% 10% 20% 40%
Tetrasiklin, Ketokonazol dan Aquades

Diinkubasi Selama 24 jam,


48 jam dan 72 jam secara Pengukuran zona hambat
anaerob untuk bakteri dan dan analisis data
aerob untuk jamur
56
Lampiran 3. Proses Pengerjaan Penelitian

Gambar 1 Hasil Maserasi Sarang Burung Walet

Gambar 2. Proses Pengerjaan Uji Daya Hambat

57
Gambar 3. Pengerjaan Uji daya Hambat

Gambar 5. Pengukuran zona hambat

58

Anda mungkin juga menyukai