Anda di halaman 1dari 99

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN APLIKASI KITOSAN DARI CANGKANG


KERANG DARAH (Barbatia foliate), KERANG KUPANG
( Modiolus metcalfie), KERANG MANUK (Atrina pectinata) dan RAJUNGAN
(Portunus pelagicus) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu2+

OLEH
IRZA DEWI SARTIKA
NIM: 091324153009

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN APLIKASI KITOSAN DARI CANGKANG


KERANG DARAH (Barbatia foliate), KERANG KUPANG
( Modiolus metcalfie), KERANG MANUK (Atrina pectinata) dan RAJUNGAN
(Portunus pelagicus) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu2+

OLEH
IRZA DEWI SARTIKA
NIM: 091324153009

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

ii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN APLIKASI KITOSAN DARI CANGKANG


KERANG DARAH (Barbatia foliate), KERANG KUPANG
( Modiolus metcalfie), KERANG MANUK (Atrina pectinata) dan RAJUNGAN
(Portunus pelagicus) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu2+

TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Megister
Dalam Program Studi Bioteknologi Perikanan dan Kelautan
Pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga

OLEH
IRZA DEWI SARTIKA
NIM: 091324153009

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

iii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUl :


Tanggal 19 Agustus 2016

Oleh
Pembimbing Ketua

Prof.Dr.Noor Erma Nasution S, MS., Apt


NIP. 19521128 198002 2 001

Prof. Moc Amin Alamsiah lr.,M.Si.,Pb.D


� --
:\IP. 19700116 199503 1 002

l\1engctahui,
Koordinator Program Studi Bioteknol a Perikanan Dan Kelautan
Sekolah Pase ar ana

Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir. M.Agr


�IP. 19580916 1985021 001

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Telah diuji pada :

Tanggal 12 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr. Noor Erma Nasution Sugijanto, MS.,Apt

Anggota : 1.Prof. Moch. Amin Alamsjah Ir., M.Si., Ph.D.

2. Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA

3. Prof. Dr. Djoko Agus Purwanto, M.Si., Apt

4. Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALIT AS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : Irza Dewi Sartika

NIM : 091324153009

Tempat, tanggal lahir : Tanjung Karang, 20 Januari 1990

Alamat : Jl.Hj. Zubaidah Perum.Bukit Bakung Indah Blok A4 No.07

Bandar Lampung

Judul Tesis :Isolasi Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang


Kerang darah tBarbatia foliate), Kerang kupang (Modiolus
metcalfiey, Kerang manuk iAtrina pectinataj dan Rajungan
(Portunus pelagicusi sebagai adsorben logam berat

Pembimbing : 1. Prof.Dr.Noor Erma Nasution S, MS., Apt

2. Prof.Moch.Amin Alamsjah Ir.,M.Si.,Ph.D

Menyatakan dengan ini sebenarnya bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam
penulisan tesis saya ini. Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan
plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan

Demikian surat pernyataan yang ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 19 Agustus 2016

Irza Dewi Sartika


NilVI: 091324153009

.
VJ

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan

Hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul

“Isolasi Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Kerang Darah

(barbatia foliate), Kerang kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina

pectinata) dan Rajungan (Portunus pelagicus) Sebagai Adsorben Logam Berat

Cu2+”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Magister pada Program Studi Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Pada Program

Pascasarjana Universitas Airlangga.

Di dalam penulisan ini, penulis banyak menghadapi kesulitan hingga menuju

tahap penyelesaian. Berkat bimbingan, saran serta bantuan baik moral maupun

spiritual serta arahan dan motivasi dari berbagai pihak, segala kesulitan dapat

terlewati dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada

Ibu Prof. Dr. Noor Erma Nasution S, MS., Apt selaku Pembimbing I, Bapak

Prof. Dr. Moch. Amin Alamsjah Ir., M.Si., Ph.D selaku Pembimbing II, Ibu

Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si selaku Dosen Penguji I, Bapak Prof. Dr. Ir.

Agoes Soegianto, DEA selaku Dosen Penguji II, dan Bapak Prof. Dr. Djoko

Agus Purwanto, M.Si.,Apt selaku Dosen Penguji III terima kasih atas

pengarahan dan bimbingan kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis

sampaikan kepada :

vii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Iswati, SE, M.Si, Ak selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya

2. Bapak Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir. M.Agr selaku Koordinator Program

Studi Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

3. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Studi Bioteknologi Perikanan Dan

Kelautan Universitas Airlangga.

4. Teristimewa untuk kedua Orang Tuaku Tercinta, Ibu Irma Cicilia dan

Bapak Syamsir yang selalu bekerja keras untuk keberhasilanku dan

senantiasa memberikan doa dan semangat, serta selalu menanti

keberhasilanku.

5. Teristimewa untuk Edi Putra Kusuma yang selalu memberikan motivasi

bagi penulis.

6. Adik - adikku Agung, Amel, Silfia, Kurniawan dan Aulia yang aku

sayangi dan aku banggakan.

7. Sahabatku: Dempi, Cinta, Eva, Atta, Mita, Devi, Widya, Ayu, Nesa, El,

Yucca, Tio yang selalu memberikan dukungan dan dorongan untuk

meyelesaikan Tesis ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan: Ayu dan Hakim yang selalu memberikan doa

serta motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan Tesis ini.

9. Adik – adik Farmasi Laboratorium Kimia Analisis Latifah, Daniar, Riris,

Indah, dan lain lain yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi.

10. Teman-teman yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terimakasih

untuk kebersamaan kita selama ini, yang menjadikan hari-hari lebih

berwarna.

viii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11. Laboran di Laboratorium Kimia Analisis pak Kusairi, Mbak Yayu, Mas

Iwan dan Pak Dasuki

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu sehingga penulisan Tesis ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi

penulis berharap semoga Tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Surabaya, Agustus 2016


Penulis

Irza Dewi Sartika

ix

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah isolasi, karakterisasi dan aplikasi kitosan sebagai
adsorben logam berat Cu2+ dari cangkang kerang darah (Barbatia foliata),
cangkang kerang kupang (Modiolus metcalfei), kerang manuk (Atrina pectinata)
dan rajungan (Portunus pelagicus). Kerang merupakan hewan yang termasuk
filum Molusca diantara spesiesnya adalah kerang darah (Barbatia foliata), kerang
kupang (Modiolus metcalfei) dan kerang manuk (Atrina pectinata) sedangkan
rajungan (Portunus pelagicus) merupakan spesies Crustacean. Kedua golongan ini
cangkangnya menimbulkan limbah yang hanya mencemari sehingga perlu diolah
menjadi bahan yang lebih bernilai yaitu kitosan. Dalam penelitian ini telah
diisolasi kitosan dari cangkang kerang darah, kerang kupang, kerang manuk dan
rajungan dan aplikasinya sebagai adsorben logam berat Cu 2+. Metode yang
digunakan adalah eksperimental dengan mengisolasi kitosan dari bahan baku
melalui proses deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi dan deasetilasi lalu
dilakukan karakterisasi kitosan dan aplikasinya sebagai adsorben Cu 2+. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa limbah cangkang kerang darah (B. foliate), kerang
kupang (M. metcalfie), kerang manuk (A. pectinata) dan rajungan (P. pelagicus)
dapat diisolasi kitosannya, dengan karakteristik kitosan sebagai berikut nilai
derajat deasetilasi kerang darah (B. foliate) 66,78%, kerang kupang (M. metcalfie)
65,30%, kerang manuk (A. pectinata) 53,43% dan rajungan (P. pelagicus)
70,73%. Kitosan dari hasil derajat deasetilasi tersebut masih memenuhi derajat
deasetilasi untuk kitosan komersial yaitu 58,4% (Sarbon et al., 2014) kecuali
kitosan dari cangkang kerang manuk. Rendemen kitosan kerang darah (B. foliate)
15,3039%, kerang kupang (M. metcalfie) 12,1009%, kerang manuk (A. pectinata)
13,0109%, dan rajungan (P. pelagicus) 13,2724%. Dalam aplikasinya sebagai
adsorben logam Cu2+, kitosan kerang darah, kerang kupang dan rajungan dapat
menyerap sempurna yaitu sebesar 100% sedangkan pada kerang manuk menyerap
81,3407% dari kadar larutan Cu2+ awal. Kitosan yang diisolasi dari cangkang
kerang darah, kerang kupang, kerang manuk dan rajungan menunjukkan
kemampuan yang baik sebagai adsorben logam berat Cu 2+ sehingga diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai bioremediasi logam berat khususnya Cu2+

KATA KUNCI : kerang darah, kerang kupang, kerang manuk, Rajungan,


Tembaga (Cu2+),

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT

The aims of this study were isolation, characterization and chitosan application as
Cu2+ heavy metal adsorbent from Decussate ark clam’s shells (Barbatia foliata),
Brown mussel’s shells (Modiolus metcalfei ), Pen shell (Atrina pectinata) and
Rajungan (Portunus pelagicus). The Moluscans and the Crustaceans contaminated
environment so shells can be processed into valuable material such chitosan. In
this study the chitosan from shells was isolated and applied as Cu2+ heavy metal
adsorbent. The results showed that chitosan from shells (Barbatia foliata),
(Modiolus metcalfei ), (Atrina pectinata) and (Portunus pelagicus) can be isolated
with the characteristics of chitosan wich isolated from as follows with (B. foliate)
had deacetylation degree 66.78%, kupang (M. metcalfie) 65.30%, manuk (A.
pectinata) 53.43% and rajungan (P. Pelagicus) 70.73% .The isolated chitosan
from the degrees fulfill the deacetylation degree of from chitosan commercial ie
58.4% (Sarbon et al., 2014), except chitosan from (Atrina pectinata). Isolated
chitosan yield were (B. foliate) 15.3039%, (M. metcalfie) 12.1009%, (A.
pectinata) 13.0109%, and (P. pelagicus) 13.2724%. The application as a metal
adsorbent Cu2+ on chitosan isolated from Barbatia foliata, Modiolus metcalfei
and P. pelagicus chitosan can adsorp perfectly concenntration 100%, whilst can
adsorp on A. pectinata 81.3407 % concentration Cu2+.
Chitosan which isolated from Barbatia foliata, Modiolus metcalfei , Atrina
pectinata and Rajungan Portunus pelagicus show good ability as adsorbent of
heavy metal Cu 2+ which is potentially used as bioremediation of heavy metals,
especially Cu 2+ .

Keywords: Barbatia foliata,Modiolus metcalfie,Atrina pectinata, Rajungan,


Copper (Cu 2+)

xi

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN

Kitosan dapat diperoleh melalui proses deasetilasi kitin, dalam penelitian ini
kitosan yang diisolasi berasal dari limbah cangkang kerang darah, kerang kupang,
kerang manuk dan rajungan serta diuji aplikasi nya dalam menurunkan kadar
logam berat Cu2+.
Penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi limbah cangkang kerang
menjadi kitosan dan mengaplikasikannya sebagai adsorben logam berat. Kitosan
isolasi dari cangkang kerang yaitu kerang darah, kerang kupang, kerang manuk
dan rajungan digunakan sebagai adsorben pada kolom yang dialiri larutan logam
berat Cu2+ Replikasi dilakukan tiga kali, kadar logam ditetapkan menggunakan
AAS. Rancangan penelitian menggunakan metode eksperimental laboratorik yg di
rancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAK), selanjutnya dianalisis
menggunakan ANOVA untuk melihat beda nyata masing-masing perlakuan.
Hasil penelitian ini menunjukkan kitin dan kitosan dapat diekstraksi dari
cangkang kerang darah, kerang kupang, kerang manuk dan rajungan. Karakteristik
kitosan yang dihasilkan tidak berbau, berbentuk serbuk, derajat deasetilasi dari
kerang darah (B. foliate) 66,78%, kerang kupang (M. metcalfie) 65,30%, kerang
manuk (A. pectinata) 53,43% dan rajungan (P. pelagicus) 70,73% Rendemen
kitosan dari kerang darah (B. foliate) 15,3039%, kerang kupang (M. metcalfie)
12,1009%, kerang manuk (A. pectinata) 13,0109%, dan rajungan (P. pelagicus)
13,2724%. Kadar air kerang darah (B. foliate) 0,6135%, kerang kupang (M.
metcalfie) 0,1654%, kerang manuk (A. pectinata) 0,5927% dan rajungan (P.
pelagicus) 6,5994%, kadar abu kerang darah (B. foliate) 10,9696%, kerang
kupang (M. metcalfie) 10,6418%, kerang manuk (A. pectinata) 11,4401%, dan
rajungan (P. pelagicus) 10,1834%. Dalam aplikasinya kitosan sebagai adsorben
logam Cu2+ pada kerang darah, kerang kupang dan rajungan dapat menyerap
sempurna yaitu sebesar 100% sedangkan pada kerang manuk menyerap
81,3407%.
Kitosan memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar logam berat, dalam
hal ini kitosan yang diisolasi dari cangkang juga punya potensi untuk menurunkan
kadar logam berat. Upaya penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk
mengetahui kandungan yang terdapat pada cangkang kerang yang lainnya yang
dapat digunakan untuk penyerapan logam berat

xii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SUMMARY

Chitosan can be extracted by kitin hydrolysis process. In this study


chitosan derived from Decussate ark clam’s shells (Barbatia foliate), Brown
mussel’s shells (Modiolus metcalfie), Pen shell (Atrina pectinata) and Rajungan
(Portunus pelagicus) which have been tested in order to decrease Cu 2+. heavy
metal.
This study was conducted by extracted shell which contains chitosan and
applying as an absorben heavy metal. Chitosan which extracted from shells were
used as an adsorbent in the column of heavy metals Cu2+. Three times replication,
AAS was used to determine the concentration of Cu2+. The design of the study
used laboratory experimental method which designed by Rancangan Acak
Lengkap (RAK), and analyzed by ANOVA to determine differences.
The results of this study indicated that chitin and chitosan can be extracted
from Barbatia foliate, Modiolus metcalfie, Atrina pectinata and Portunus
pelagicus. The isolated were chitosan characteristic by deacetylation degree from
(B. foliate) 66.78%, (M. metcalfie) 65.30%, (A. pectinata) 53.43% and (P.
pelagicus) 70.73% Chitosan rendemen from B. foliate 15.3039%, M. metcalfie
12.1009%, Pen shell (A. pectinata) 13.0109%, and Rajungan (P. pelagicus)
13.2724%. Water contain in Decussate ark clam’s shells (B. foliate) 0.6135%,
Brown mussel’s shells (M. metcalfie) 0.1654%, pen shell (A. pectinata) 0.5927%
and Rajungan (P. pelagicus) 6.5994%, ash contain in (B. foliate) 10.9696%, (M.
metcalfie) 10.6418%, (A. pectinata) 11.4401%, and Rajungan (P. pelagicus)
10.1834%. The application of chitosan as a Cu2+ metal adsorben in Decussate ark
clam’s shells, Brown mussel’s shells, and Rajungan could perfectly absorb
yielded of 100% meanwhile pen shell could absorb in the of 81.3407%.
Chitosan has an ability to reduce the levels of heavi metals. In this case,
the extracted of chitosan had potential to reduce levels of heavy metals. The
further study can be conducted to determine the other shells which can be used for
heavy metal adsorption.

xiii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan............................................................................................... i
Sampul Dalam…………………………………………………………….. ii
Prasyarat Gelar ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ..................................................................................... iv
Penetapan Panitia Penguji .......................................................................... v
Lembar Orisinalitas ..................................................................................... vi
Kata Pengantar............................................................................................. vii
Abstrak .......................................................................................................... x
Abstract ......................................................................................................... xi
Ringkasan...................................................................................................... xii
Summary ....................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerang ............................................................................................... 7
2.1.1 Kerang Darah (Barbatia foliate) .............................................. 8
2.1.2 Kerang Kupang (Modiolus metcalfie) ...................................... 11
2.1.3 Kerang Manuk (Atrina pectinata) ............................................ 11
2.2 Rajungan (Portunus pelagicus)......................................................... 12
2.3 Kitosan .............................................................................................. 16
2.3.1 Sifat – Sifat Kitosan ................................................................. 18
2.3.2 Kegunaan Kitosan .................................................................... 19
2.3.3 Karakterisasi Kitosan ............................................................... 23
2.4 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ............................................... 26
2.5 Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) ................................ 29
2.6 Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission (ICP-AES) ............. 33

III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 36
3.2 Hipotesa ............................................................................................ 37
IV MATERI DAN METODE PENELITIAN
xiv

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 39


4.2 Materi Peneltian ............................................................................... 39
4.2.1 Peralatan Penelitian ................................................................. 39
4.2.2 Bahan Penelitian ..................................................................... 39
4.3 Metode Penelitian ............................................................................. 40
4.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Penelitian ....................................... 40
4.3.2 Prosedur Kerja Penelitian......................................................... 40
4.4 Rancangan Penelitian ........................................................................ 43
4.4.1 Parameter Penelitian ................................................................ 43
4.4.2 Analisis Data Penelitian ........................................................... 45
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil .................................................................................................. 46
5.2 Pembahasan....................................................................................... 58
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 71
6.2 Saran ............................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa Sumber Organisme Penghasil Kitin dan Kitosan.................. 17

Tabel 2.2 Aplikasi Kitosan dalam berbagai Bidang.............................................. 20

Tabel 2.3 Isolasi Kitosan dalam berbagai Penelitian ............................................ 21

Tabel 2.4 Standar mutu Kitosan ............................................................................ 24

Tabel 2.5 Aplikasi Kitosan berdasarkan Derajat deasetilasi dan berat molekul .. 25

Tabel 5.1 Berat Sampel Hasil Penimbangan awal hingga Hasil Deasetilasi ........ 46

Tabel 5.2 Serapan FTIR Kitin standar, hasil ekstraksi dibanding Pavia .............. 52

Tabel 5.3 Serapan FTIR Kitosan standar, hasil ekstraksi dibanding Sarbon ....... 57

Tabel 5.4 Hasil Isolasi kitosan dan Karakterisasi berbagai Sampel ..................... 57

Tabel 5.5 Hasil Penurunan Cu2+ setelah penyaringan dengan berbagai sampel .. 58

xvi

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerang Darah (Barbatia foliata) ....................................................... 8

Gambar 2.2 Struktur Luar Kerang Darah (Barbatia foliata) ................................ 9

Gambar 2.3 Struktur Dalam Kerang Darah (Barbatia foliata) ............................. 10

Gambar 2.4 Kerang Kupang (Modiolus metcalfei) ............................................... 11

Gambar 2.5 Kerang manuk (Atrina pectinata) ..................................................... 11

Gambar 2.6 Deskripsi Rajungan (Portunus pelagis) ............................................ 12

Gambar 2.7 Morfologi Rajungan (Portunus pelagis) Jantan dan Betina .............. 14

Gambar 2.8 Rumus Struktur Kitosan .................................................................... 16

Gambar 2.9 Komponen dasar Spektrofotometer FTIR ......................................... 26

Gambar 2.10 Instrumen FTIR (Fourier Transform Infra Red) ............................. 27

Gambar 2.11 Instrumen AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) .............. 32

Gambar 2.12 Instrumen ICP-AES ........................................................................ 33

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual penelitian ....................................................... 38

Gambar 5.1 Spektrum FTIR Standar Baku Kitin dari BPPT ................................ 47

Gambar 5.2 Spektrum FTIR kitin dari Bahan Baku Rajungan ............................. 48

Gambar 5.3 Spektrum FTIR kitin dari Bahan Baku Kerang Kupang ................... 49

Gambar 5.4 Spektrum FTIR kitin dari Bahan Baku Kerang Manuk .................... 50

Gambar 5.5 Spektrum FTIR kitin dari Bahan Baku Kerang Darah ...................... 51

Gambar 5.6 Spektrum FTIR Standar Baku Kitosan dari BPPT ............................ 52

Gambar 5.7 Spektrum FTIR kitosan dari Bahan Baku Rajungan ......................... 53

Gambar 5.8 Spektrum FTIR kitosan dari Bahan Baku Kerang Manuk ................ 54

xvii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 5.9 Spektrum FTIR kitosan dari Bahan Baku Kerang Darah .................. 55

Gambar 5.10 Spektrum FTIR kitosan dari Bahan Baku Kerang Kupang ............. 56

Gambar 5.11 Persentase Penurunan kadar Logam Berat Cu2+.............................. 58

Gambar 5.12 Pembentukan kluster permukaan kitosan ion logam ....................... 70

xviii

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Klasifikasi dan Taksonomi Sampel ...................................................

Lampiran 2 Gambar Prosedur Penelitian ..............................................................

Lampiran 3 Perhitungan ANOVA ........................................................................

Lampiran 4 Perhitungan Uji Lanjut Duncan .........................................................

Lampiran 5 Cara Perhitungan Derajat Deasetilasi ................................................

Lampiran 6 Cara Perhitungan Rendemen Kitin dan Kitosan ...............................

Lampiran 7 Data Hasil Penetapan Kadar Air Berbagai Sampel ...........................

Lampiran 8 Data Hasil Penetapan Kadar Abu Berbagai Sampel ..........................

Lampiran 9 Laporan Hasil Uji Cu2+

xix

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya laut yang sangat melimpah dan beragam dapat dimanfaatkan

seoptimal mungkin bagi kesejahteraan manusia. Organisme laut berpotensi tinggi

sebagai bahan berkhasiat. Pandangan ini cukup beralasan, karena lingkungan laut

dicirikan dengan kisaran kondisi yang sangat luas dan beragam, mulai dari suhu,

tekanan, nutrien hingga intensitas cahaya matahari (Rumengan, 2014). Laut

merupakan sumber bahan alami dengan organisme invertebrata dari kelompok

Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp dapat dimanfaatkan

manusia sebagai sumber protein maupun bahan berkhasiat yang lain. Salah satu

sumber protein hewani yang berasal dari laut adalah kerang dan rajungan,

proteinnya cukup lengkap, karena asam amino esensialnya tinggi, mudah dicerna

tubuh, serta merupakan sumber vitamin yang larut lemak dan air. Di daging

kerang darah (Anadara granosa) didapatkan vitamin larut lemak berupa A, D, E,

dan K, dan vitamin larut air terutama B-kompleks seperti B-1, B-2, B-6

(piridoxin), B-12, dan niasin.

Kerang juga merupakan sumber utama mineral yang dibutuhkan tubuh,

seperti iodium (I), besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), kalsium (Ca), fosfor (P),

kalium (K), flour (F), dan lain-lain. Bahkan, diketahui mineral dari makanan laut

lebih mudah diserap tubuh dibandingkan yang berasal dari kacang-kacangan dan

serealia. Kerang merupakan sumber lemak yang aman (Furkon, 2009) Kerang

dan rajungan hidup pada semua tipe perairan yaitu air tawar, estuari dan laut.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2

Kerang dan rajungan terdistribusi dari daerah intertidal, laut dangkal dan

ada yang mendiami perairan laut dalam (Nurdin, 2009). Kerang laut mendapatkan

makanan dengan cara menyaring partikel makanan yang terdapat di air.

Secara ekologi, filtrasi yang dilakukan oleh kerang laut digunakan untuk

menghindari kompetisi makanan sesama spesies (Bachok et al., 2006). Di

Indonesia cangkang kerang dan rajungan masih menjadi limbah yang dibuang dan

menimbulkan masalah bagi lingkungan, pemanfaatan cangkang kerang selama ini

hanya sebagai bahan penimbunan tanah dan hiasan atau asesorise. Data statistik

menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan

sekitar 56.200 ton limbah pertahun (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000).

Limbah cangkang ini sangat berpotensi menjadi produk yang lebih bernilai, yaitu

kitin dan kitosan dibandingkan pemanfaatan yang selama ini hanya sebagai bahan

penimbunan tanah dan assesorise serta hiasan dinding.

Salah satu bahan berkhasiat dari laut adalah kitin dan kitosan. Sumber utama

kitin dan kitosan ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting,

kerang – kerangan, rajungan serta hewan yang bercangkang lainnya, terutama

yang berasal dari laut (Hawab, 2005). Pasar dunia untuk produk turunan kitin

menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai

$ USD 60.000/ton.

Beberapa penggunaan kitosan yang pernah dilaporkan antara lain oleh Dedeh

et al., (2012) dan Zury et al., (2014) yaitu kitosan sebagai carrier untuk elektroda.

Moftah et al., (2013), Akhmad dan Motomizu (2013), Hanandayu et al., (2013),

dan Darjito et al., (2014) menggunakan kitosan dan kitosan termodifikasi sebagai

adsorben logam berat. Dalam penelitian penurunan kadar logam berat yang telah

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3

dilakukan oleh Rahayu (2007) menyatakan bahwa kitosan dari limbah cangkang

rajungan dapat menjadi adsorben pada logam berat merkuri. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa semakin tinggi pH adsorpsi semakin besar penurunan jumlah

ion merkuri (%), pH yang paling optimal adalah pH 5.

Pada sisi lain cangkang kerang mengandung kalsium karbonat (CaCO3)

dalam kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan batu gamping, cangkang

telur, keramik, atau bahan lainnya. Hal ini terlihat dari kekerasan cangkang

kerang. Selain CaCO3 cangkang kerang juga mengandung kitin dan kitosan yang

merupakan senyawa biopolimer yang paling banyak kedua ditemukan di alam

setelah selulosa, atau biopolimer yang mengandung nitrogen (N) terbanyak yang

ada di alam. Adanya N yang tinggi dalam polimer inilah yang membuat kitin dan

kitosan sangat diminati industri. Adanya atom nitrogen dan oksigen pada kitosan

dapat membentuk kompleks dengan logam berat. Kitosan memiliki sifat-sifat

yang digunakan antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama

meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta

mengurangi kekeruhan atau sebagai penstabil minyak, rasa dan lemak dalam

produksi industri pangan (Rismana, 2004). Secara definitif, kitosan merupakan

kitin yang telah mengalami deasetilasi dan menyisakan gugus asetil tidak lebih

dari 40-45% (Lina et aI., 2001). Namun demikian, di industri lazim digunakan

batasan deasetilasi hingga 70%. Tingkat deasetilasi penting karena sebagai

parameter yang mempengaruhi karakteristik, seperti kelarutan, reaktivitas kimia,

dan biodegradabilitas dari kitosan yang diperoleh ( Lamarque et al., 2005 )

Tingkat deasetilasi dapat berkisar antara 30 hingga 95 % tergantung pada sumber

bahan baku dan prosedur proses pengolahannya (Martino et al., 2005).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4

Mengolah cangkang kerang menjadi kitosan dapat dilakukan melalui

tiga proses yaitu deproteinasi yang bertujuan untuk menghilangkan sisa protein

dari daging kerang, demineralisasi untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3)

dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan kitin.

Selanjutnya deasetilasi untuk menghilangkan gugus asetil dari kitin melalui

pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi (Yunizal et al.,

2001).

Berkaitan dengan hal tersebut diatas pada penelitian ini dikaji apakah

limbah cangkang Kerang Darah (Barbatia foliate ), Kerang Kupang (Modiolus

metcalfie), Kerang Manuk (Atrina Pectinata) dan Rajungan (Portunus pelagis)

yang ada di Indonesia khususnya di Pantai Kenjeran dapat dimanfaatkan sebagai

sumber kitin dan kitosan. Sumber untuk isolasi kitin dan kitosan ini diutamakan

dari bahan dengan nilai ekonomi rendah disamping memberdayakan limbah

cangkang menjadi produk kitosan yang bernilai jual.

Pada sisi lain perairan Pantai Kenjeran ditengarai terkontaminasi oleh

logam berat (Sudarmaji et al., 2004 ) untuk itu perlu dicarikan solusi bagaimana

mengatasinya. Kitosan dilaporkan dapat menurunkan kadar logam berat ( Rahayu,

2007 ) untuk itu kitosan yang dihasilkan dari isolasi cangkang Kerang Darah,

Kerang Kupang, Kerang Manuk dan Rajungan juga diuji kemampuannya dalam

menurunkan/mengadsorbsi larutan logam berat dalam hal ini sebagai model Cu 2+

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah :

1) Apakah dapat diisolasi kitin dan kitosan dari cangkang Kerang Darah

(Barbatia foliate ), Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk

(Atrina pectinata) dan Rajungan (Portunus pelagis)?

2) Bagaimanakah karakterisasi kitosan hasil isolasi dari cangkang Kerang

Darah (Barbatia foliate ), Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang

Manuk (Atrina pectinata) dan Rajungan (Portunus pelagis) ?

3) Berapakah penurunan kadar larutan logam berat Cu 2+ yang dihasilkan dari

proses adsorbsi oleh kitosan dari cangkang Kerang Darah (Barbatia foliate ),

Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina pectinata) dan

Rajungan (Portunus pelagis)?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian adalah :

1) Isolasi kitin dan kitosan dari cangkang Kerang Darah (Barbatia foliate ),

Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina pectinata) dan

Rajungan (Portunus pelagis)

2) Karakterisasi Kitosan hasil isolasi dari Kerang Darah (Barbatia foliate),

Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina Pectinata) dan

Rajungan (Portunus pelagis).

3) Aplikasi kitosan sebagai adsorban logam berat Cu2+

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6

1.4 Manfaat

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengurangi limbah cangkang

Kerang Darah (Barbatia foliate) , Kerang Kupang (Modiolus metcalfie),

Kerang Manuk (Atrina pectinata) dan Rajungan (Portunus pelagis) dengan

memberdayakan limbah cangkang menjadi produk yang lebih bernilai

ekonomi, yaitu kitin dan kitosan.

2. Diharapkan didapatkan produk kitin dan kitosan yang bernilai ekonomi

tinggi dengan memanfaatkan limbah cangkang kerang yang sebelumnya

justru mencemari lingkungan.

3. Kitosan hasil isolasi dari cangkang Kerang Darah (Barbatia foliate) ,

Kerang Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina pectinata) dan

Rajungan (Portunus pelagis) dapat menurunkan kadar logam berat Cu2+

sehingga diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengatasi pencemaran air

oleh logam berat khususnya bagi industri perikanan.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerang

Kerang termasuk kedalam filum Mollusca dan kelas Bivalvia Pelecypoda

atau Lamellibranchiata. Kerang bertubuh simetris bilateral, memiliki dua buah

cangkang yang setangkup tersusun dari zat kapur dengan beragam bentuk dan

ukuran. Kepala kerang tidak ada. Reproduksi kerang bersifat eksternal. Dioecious

Cangkang kerang dibuka tutup dengan otot adduktor dan refraktor. Jenis karang

tertentu mampu berpindah tempat dengan melakukan gerakan membuka dan

menutup cangkang secara cepat. Kerang mencari makan dengan menyaring

plankton atau organisme mikroskopis lainnya (Darmono, 2001) Kerang hidup di

substrat dasar perairan dan ada juga yang menempel pada substrat keras pada

badan perairan. Faktor biologi yang mempengaruhi kehidupan kerang laut adalah

fitoplankton, zooplankton, zat organik tersuspensi dan makhluk hidup di

lingkungannya (Debenay & Tack, 1994).

Kerang laut mendapatkan makanan dengan cara menyaring seluruh

substrat makanan menggunakan sifons. Hewan air jenis kerang-kerangan

(Bivalvia) atau jenis binatang lunak (Moluska), baik jenis klam (kerang besar)

atau oister (kerang kecil), pergerakannya sangat lambat di dalam air. Mereka

biasanya hidup menetap di suatu lokasi tertentu di dasar air (Darmono, 2001).

Jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak digunakan

sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat hidupnya

yang menetap atau sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8

Kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah

yang menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus-menerus

(Darmono, 2001). Logam berat dapat juga terakumulasi pada jaringan kerang. Kerang

dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya

yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi, dan

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Jenis kerang

ini merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran

lingkungan (Darmono, 2001).

2.1.1 Kerang Darah

Taksonomi pada kerang darah yang telah dideterminasi oleh Affandi

dari Fakultas Sains dan Teknologi adalah sebagai berikut :

Kerang darah : Barbatia foliata


Subkelas : Pteriomorpha
Ordo : Arcioda
Familia : Arcidae
Genus : Barbatia
Spesies :Barbatia foliate (Forsskal, 1775) seperti di
kutip Abbot and Dance, 2000)

Gambar 2.1 Kerang Darah (Barbatia foliata)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9

Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas

cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat terlihat. Cangkang

berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone) yang sangat

terlihat. Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk

.
Gambar 2.2. Struktur Luar Kerang Darah
Sumber : Dance, 1993

Sebagaimana pada kelas Pelecypoda pada umumnya, kaki kerang berbentuk

seperti kapak pipih yang dapat dijulurkan ke luar. Kerang bernafas dengan dua buah

insang dan bagian mantel. Insang ini berbentuk lembaran-lembaran (lamela) yang

banyak mengandung batang insang. Sementara itu antara tubuh dan mantel terdapat

rongga mantel. Rongga ini merupakan jalan masuk keluarnya air (Fauzi, 2009 ).

Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya

bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk

keluarnya air. Makanan kerang adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam

perairan berupa protozoa diatom, dll. Makanan ini dicerna di lambung dengan

bantuan getah pencernaan dan hati. Sisa - sisa makanan dikeluarkan melalui anus

(Fauzi, 2009).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10

Gambar 2.3 Struktur Dalam Kerang

Kerang darah (Barbatia foliate) hidup di perairan pantai yang memiliki pasir

berlumpur dan dapat juga ditemukan pada ekosistem estuari, mangrove dan padang

lamun (Marzuki et al., 2006) . Kerang darah hidup mengelompok dan umumnya

banyak ditemukan pada substrat yang kaya kadar organik (Marzuki et al., 2006).

Kerang merupakan mahkluk “filter feeder” yang mengakumulasi bahan-bahan yang

tersaring di dalam insangnya. Dalam prosesnya bakteri dan mikroorganisme lain yang

ada di sekelilingnya dapat terakumulasi dan mencapai jumlah yang membahayakan

untuk dikonsumsi (Marzuki et al., 2006).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11

2.1.2 Kerang Kupang (Modiolus metcalfei)

Taksonomi Kerang Kupang adalah sebagai berikut:

Kelas : Bivalvia
Subkelas : Pteriomorpha
Ordo : Mytiloida
Familia : Mytilidae
Genus : Modiolus
Spesies : Modiolus metcalfei (Hanley, 1843) seperti di kutip
Abbot and Dance, 2000

Gambar 2.4 Kerang Kupang (Modiolus metcalfei)

2.1.3 Kerang Manuk (Atrina pectinata)

Taksonomi Kerang Manuk adalah sebagai berikut:

Kelas : Bivalvia
Subkelas : Pteriomorpha
Ordo : Mytiloida
Familia : Pinnidae
Genus : Atrina
Spesies : Atrina pectinata (Linnaeus, 1767) seperti di kutip
Abbot and Dance, 2000 )

Gambar 2.5 Kerang manuk (Atrina pectinata)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12

2.2 Rajungan (Portunus pelagis)


Taksonomi Rajungan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Eucaridae
Sub ordo : Decapoda
Familia : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagis

Morfologi Rajungan dapat dilihat pada Gambar 2.6 Suku Portunidae

mempunyai karapas atau cangkang lebar sekali, lebarnya dapat mencapai 2/3 kali

panjangnya. Dahi bergigi empat buah, gigi sebelah luar lebih besar dan lebih

menonjol, gigi ini lebih rendah dan lebih membulat pada individu yang belum

dewasa. Capit memanjang, kokoh, mempunyai duri sebanyak 9, 6, 5, atau 4 pada sisi

depan.

Gambar 2.6 Deskripsi Rajungan (Portunus pelagis)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13

Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran

yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh

kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga

dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki

pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda.

Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali,

membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di

samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan

kulit yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk

melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang

Berdasarkan tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak pada

bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam

memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting

memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal ini

menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh

makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit,

kemudian baru dimakan (Shimek, 2008).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14

Gambar 2.7. Morfologi Rajungan Jantan dan Betina (Juwana dan Kasijan, 2000)

Keterangan : A = Rajungan jantan dilihat dari atas

B = Rajungan jantan dilihat dari bawah

C = Rajungan jantan dengan abdomen dibuka

D = Rajungan betina dilihat dari atas

E = Rajungan betina dilihat dari bawah

F = Rajungan betina dengan embelan (pleopod)

Pada abdomen menurut Juwana dan Kasijan (2000), rajungan dan kepiting

sebenarnya satu famili atau satu suku. Karapasnya mempunyai pinggiran samping

depan yang bergerigi dan jumlah giginya sembilan buah. Perutnya atau yang biasa

disebut abdomen terlipat ke depan di bawah karapas. Abdomen jantan sempit dan

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15

meruncing ke depan. Abdomen betina melebar dan membulat penuh dengan embelan,

gunanya untuk menyimpan telur.

Menurut Prianto (2007), bagian tubuh kepiting juga dilengkapi bulu dan

rambut sebagai indera penerima. Bulu-bulu terdapat hampir di seluruh tubuh tetapi

sebagian besar bergerombol pada kaki jalan. Kepiting menemukan makanannya

menggunakan rangsangan bahan kimia yang dihasilkan oleh organ tubuh. Antena

memiliki indera penciuman yang mampu merangsang kepiting untuk mencari makan.

Ketika alat pendeteksi pada kaki melakukan kontak langsung dengan makanan,

chelipeds dengan cepat menjepit makanan tersebut dan langsung dimasukkan ke

dalam mulut. Mulut kepiting juga memiliki alat penerima sinyal yang sangat sensitif

untuk mendeteksi bahan-bahan kimia. Kepiting mengandalkan kombinasi organ

perasa untuk menemukan makanan, pasangan dan menyelamatkan diri dari predator.

Kepiting termasuk dalam beberapa suku (familia), Portunidae dan seksi

(sectio) Brachyura. Rajungan (Portunus pelagis.) sering berganti kulit secara teratur.

Kulit kerangka tubuhnya terbuat dari bahan berkapur dan karenanya tak dapat terus

tumbuh. Jika ia akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari situ

akan keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak. Rajungan yang

baru berganti kulit, tubuhnya masih sangat lunak. Masa selama bertubuh lunak ini

merupakan masa yang sangat rawan dalam kehidupannya, karena pertahanannyapun

sangat lemah.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16

2.3 Kitosan

Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin memiliki struktur (1,4)-2-

Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah

kerangka Crustaceae (Muzzarelli, 1977). Kitosan merupakan polimer alami dengan

struktur molekul yang menyerupai selulosa (serat pada sayur-sayuran dan buah-

buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-

2 digantikan oleh amina (NH2) (Hardjito, 2006)

Gambar 2.8 Rumus struktur selulosa, kitin dan kitosan

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17

Kandungan kitin dari beberapa sumber diantaranya :

Tabel 2.1 Beberapa Sumber Organisme Penghasil Kitin dan Kitosan

Sumber : Shirosi, (1981) dalam Knorr, (1984)

Secara struktural, kitosan merupakan polimer rantai lurus (straight-chain

polymer) yang terdiri dari D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin. Kitosan

mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai poli(2-amino-2-deoksi-

β-D-glukosa) (Fernandez-Kim, 2004). Kitosan memiliki pKa 6,5 sehingga kitosan

dapat larut dalam sebagian besar larutan organik yang bersifat asam dan memiliki pH

kurang dari 6,5 termasuk format, asetat, tartarat, dan asam sitrat (LeHoux dan

Grondin, 1993; Peniston and Johnson, 1980).

Kitosan tidak larut dalam asam fospat dan asam sulfat. Kelarutan kitosan,

kemampuannya terbiodegradasi, reaktivitas, dan adsorbsi oleh banyak substrat

tergantung dari jumlah gugus amino yang terprotonasi dalam rantai polimer, selain

dari perbandingan jumlah unit D-glukosamin yang terasetilasi dan tidak terasetilasi.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18

Gugus amina (pKa 6,2 – 7,0) akan terprotonasi dalam asam dengan pKa yang lebih

rendah dari 6,2, sehingga kitosan dapat terlarut (Guibal, 2004; Kubota, 2000; Kurita,

2006; Anthonsen dan Smidsroed, 1995; Rinaudo, 2006; Sankararamakrishnan dan

Sanghi, 2006). Di dalam asam, gugus amina pada kitosan akan terprotonasi menjadi

ammonium kuartener (-NH3+) sehingga kitosan menjadi bermuatan positif.

Kitosan dipilih sebagai polimer yang baik untuk aplikasi biomedis dan farmasetik

karena sifat yang dimilikinya yaitu, kemampuannya terbiodegradasi, biokompatibel,

memiliki daya antimikroba, dan tidak toksik. Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada

tahun 1859. Dia menemukan bahwa kitin yang telah dididihkan pada larutan KOH

juga dapat diperlakukan dengan NaOH panas maka akan terjadi pelepasan gugus

asetil (proses deasetilasi) yang terikat pada atom nitrogen menjadi gugus amino bebas

yang disebut dengan kitosan (Zakaria, 2002).

Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan murni

mengandung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat –

sifat kimia senyawa tersebut (Roberts,1992)

2.3.1 Sifat-Sifat Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam

mineral kecuali pada keadaan tertentu. Keterlarutan kitosan yang paling baik ialah

dalam larutan asam asetat 1%, asam format 10% dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak

dapat larut dalam asam piruvat, asam laktat, dan asam-asam anorganik pada pH

tertentu, walaupun setelah dipanaskan dan diaduk dengan waktu yang agak lama.

Keterlarutan kitosan dalam larutan asam format ataupun asam asetat dapat

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19

membedakan kitosan dan kitin karena kitin tidak dapat melarut dalam pelarut asam

tersebut.

Kitosan bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang

besarannya tergantung pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan

diklasifikasikan sebagai polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain

memberikan muatan netral ataupun anionik. (Hwang dan Shin, 2001)

2.3.2 Kegunaan Kitosan

Kitosan merupakan polimer karbohidrat termodifikasi yang diperoleh dari

deasetilasi kitin serta memiliki karakteristik yang baik dan unik meliputi

kemampuannya yang biodegradable, biokompatibel, bioaktif, dan non-toksik,

sehingga kitosan telah banyak dipelajari dan diteliti untuk penggunaan dalam bidang

bioteknologi, water treatment, pertanian, farmasi, dan industri makanan (Kumar,

2000; Rinaudo, 2006; Shahidi dkk., 1999). Adanya gugus NH2 pada kitosan menjadi

alasan mengapa kitosan memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan kitin pada

berbagai aplikasi yang berbeda (Honarkar dan Barikani, 2009).

Pada aplikasi tertentu diperlukan bobot molekul kitosan yang spesifik. Secara

umum, kitosan dengan bobot molekul yang tinggi tidak dapat terlarut dalam air.

Kitosan yang terdegradasi akan memiliki bobot molekul yang lebih rendah sehingga

dapat lebih mudah larut dalam air dan memiliki perbedaan signifikan dalam

aktivitasnya sebagai antimikroba, antitumor, dan aktivitas pertumbuhan tanaman

dibandingkan kitosan dengan bobot molekul yang lebih tinggi (Hien dkk., 2012).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20

Kitosan digunakan berbagai industri antara lain farmasi, kesehatan, biokimia,

bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil,

industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus

berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair

terutama bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat,

mengkoagulasi minyak / lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa

dan lemak dalam produksi industri pangan. (Rismana, 2004)

Tabel 2.2 Aplikasi Kitosan dalam berbagai Bidang ditabelkan sebagai berikut

: (Suhartono, 2006) :

Bidang Penggunaan

Nutrisi Suplemen nutrisi


Suplemen serat laut
Pangan Nutraseutikal, senyawa penyerap lemak
Perisa
Emulsifier
Pembentuk tekstur
Penjernih minuman
Biomedis Mengobati luka
Lensa kontak
Membrane dialysis darah
Antitumor
Kosmetik Krim pelembab
Produk perawatan rambut
Lingkungan dan pertanian Penjernih air
Mmenyimpan benih
Pupuk dan fungisida
Lain-lain Proses pembuatan kertas
Penyerap warna pada produk cat
Bahan tambahan pakan
Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara mengkelat dihubungkan

dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai satu

kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21

sepasang elektron yang dapat berkoordinasi atau membentuk ikatan-ikatan aktif

dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan

sebagai gugus yang aktif berkoordinasi dengan kation logam. (Hutahahean, 2001)

Isolasi Kitosan yang dilakukan dengan berbagai sumber bahan baku dan proses

dirangkum dalam Tabel berikut:

Tabel 2.3 Isolasi Kitosan dalam berbagai Penelitian :

Isolasi kitosan Bekicot Rajungan Rajungan Rajungan Rajungan


dari sumber : (Portunus (Portunus (Portunus (Portunus
(Triana, 2004) pelagicus) pelagicus) pelagicus) pelagicus)

literature (Matheis, 2012) (Yuliusman, (Sari (Rahayu, 2007)


2010) sukma,2014)

Deproteinase NaOH 3,5% NaOH 3,5% NaOH 1 M suhu NaOH 4% NaOH 2,0 N 1:6
10:1 (v/b), 650C 1:10(w/v) 650 C 2 700C, 1 jam 1:10(b/v) suhu (b/v) suhu 800C
jam 1000C 12 jam waktu 1 jam

Demineralisasi HCl 1 N (15:1) HCL 1,0 N 1:15 HCl 1 M suhu HCl 2N 1:4(b/v) HCl 1,5 N 1:12
(v/b), 400C , (w/v) waktu 30I 600C, waktu 1 24 jam padatan (b/v) suhu 20-
301, 600C suhu 20-250C, jam oven suhu 250C 1 jam , di
suhu 600 C waktu 1000C waktu 24 oven suhu 70-
4 jam jam 800C waktu 24
jam

Depigmentasi NaOCl 0,315% Aseton Etanol 96%


10:1 (v/b) 1 jam 1:10(b/v)
suhu 400C NaOCl 0,315% - aquades -
1:10(w/v) 30I panas:aseton =
suhu 20-250C 1:1

Identifikasi FTIR sebagai FTIR sebagai FTIR sebagai FTIR sebagai FTIR sebagai
kitin kitin kitin kitin kitin

Deasetilasi NaOH 60%, NaOH 50% NaOH 50%, 4 gr kitin+ 80 +NaOH 50%
20:1 (v/b) 100- suhu 1000C, 500 mL NaOH 70% 1:20 (b/v) 70-
1400C, 1jam, Suhu 100-1500C rpm, 1:15, suhu 1000C 1000C waktu
keringkan800C waktu 6 jam waktu 45 menit waktu 9,16,24 30-120I , 70-
waktu 24 jam jam 800C 24 jam

Hasil Hasil kitosan Hasil kitosan DD Hasil kitosan Hasil kitosan Hasil kitosan
DD 74,78% 65,47% DD 52,58% DD 87,96% DD 79,65%

Penggunaan Isolasi Kitosan Adsorben zat Adsorpsi logam Isolasi Kitosan Adsorben ion
sebagai warna biru nikel sebagai logam merkuri
adsorben logam metilena adsorben logam
berat berat

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22

Lanjutan Tabel 2.3 Isolasi Kitosan dalam berbagai Penelitian

Isolasi kitosan Bekicot Kerang hijau Kepiting (Scylla Udang


dari sumber (Rahmadani,2011) (Sinardi,2013) olivicea) (Hargono, 2008)
( Sarbon, 2014)
literature

Deproteinase NaOH 2N 1:6 (b/v) NaOH 3% 1:6 2.0 % potassium NaOH 1 M 1:10
900C selama 1 jam, (b/v) hydroxide (KOH) (gr serbuk/ml
keringkan suhu 70- Suhu 850C 1:20 (w/v) 2 jam NaOH) Suhu 60-
800C selama 24 jam waktu 30I 90 °C selama 30I 70°C selama 60I
dikeringkan PH 7 suhu 60 °C
suhu 200C selama 24 jam
selama 24 jam
Demineralisasi HCl 1 N 1:12 (b/v) HCl 1,25N hydrochloric acid HCl 1 M HCl =
suhu 20-250C 1:10 (b/n) (HCl) 2.5 % (w/v) 1:10 120 menit
selama 1 jam , suhu 750C suhu 20 °C waktu 6 suhu 25-30°C
dikeringkan 70- waktu 1 jam, jam 1:20 (w/v) di
800C selama 24 jam dikeringkan oven 60 °C selama
suhu 200C 24 jam
waktu 24 jam

Depigmentasi asetone selama10I aseton dan


dan 2 jam suhu dibleaching dengan
- - lingkungan 0,315% NaOCl
dioven suhu 60 °C (w/v) solid dan
selama 24 jam solven 1:10 (w/v)
selama 5I
Identifikasi FTIR FTIR FTIR FTIR

Deastilasi Rebus kitin + NaOH 45% aqueous sodium NaOH dengan


NaOH 50% 1:10 1:20 (b/v) hydroxide (NaOH) konsentrasi 20, 30,
(b/v) suhu 70-800C suhu 1400C 1 40 % (w/w) 40, 50 dan 60%
waktu 60-90I jam oven 4 dengan rasio kitin : (berat) pada suhu
Oven 70-800C jam larutan = 1:15 (w/v) 90-100°C 60I
waktu 24 jam suhu 105 °C 2 jam,
Hasil kitosan DD oven 60 °C 24 jam.
51,87% Hasil kitosan Hasil kitosan
Hasil
Hasil kitosan DD 53,4% DD 82,98%
DD 38,91%

Penggunaan Adsorben logam Penjernih air Fisikokimia dan Mereduksi


tembaga antioksidan kolesterol lemak
kambing

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23

2.3.3 Karakterisasi kitosan

Karakterisasi kitosan meliputi penentuan derajat deasetilasi, kadar air,

rendeman, kelarutan (Kyoon No et al., 2000), pH dan viskositas. Spektrum infra merah

digunakan untuk penentuan derajat deasetilasi kitosan yang terbentuk. Frekuensi yang

digunakan berkisar antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Derajat deasetilasi

kitosan ditentukan dengan metode base line yang ditentukan Domszy dan Robert

serta Baxter (Khan et al., 2002).

Selanjutnya kitosan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode

FTIR untuk mengetahui Derajat Deasetilasi (DD), dengan metode garis oleh Moore

dan Robert, seperti ditunjukkan dalam persamaan. Sampel dibuat pellet ditambahkan

bubuk KBr kemudian ditentukan spektrumnya (Hanafi, dkk, 1999), spektrum kitosan

dengan FTIR kemudian derajat deasetilasi dapat dihitung dengan metode baseline

dengan cara:

( Khan et al. 2002),

Keterangan :

A1655 = nilai serapan pada 1655 cm-1

A3450 = nilai serapan pada 3450 cm-1

1,33 = perbandingan A1655 dengan A3450 pada derajat deasetilasi 100%

Penetapan derajat deasetilasi kitosan ditentukan dari persentase banyaknya

gugus asetil yang hilang dan berubah menjadi gugus amina. Hasil proses deasetilasi

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24

senyawa kitin adalah senyawa kitosan yang memiliki sifat dapat larut dalam asam

asetat encer. Banyaknya gugus asetil yang berubah menjadi gugus amina ditunjukkan

oleh peningkatan derajat deasetilasi kitosan. Derajat deasetilasi ditentukan dengan

menghitung serapan pada panjang gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1.

Dalam formulasi sediaan farmasetik, kitosan harus memiliki persyaratan

seperti berwarna putih atau kekuningan,bentuk bubuk, pH 6,5-7,5, derajat deasetilasi

70-100%, Kadar air ≤ 10%, Kadar abu ≤ 2% Kadar nitrogen ≤ 5%, tidak berasa, dan

tidak berbau (Protan Labortories. 1987).

Tabel 2.4 Standar mutu kitosan menurut Suhartono, 2006

Standar
Parameter
Daiwoo Korea Lab. Protan Jepang
Penampakan Bubuk putih atau kuning Bubuk kuning
Ukuran partikel 25-200 mesh Serpihan sampai serbuk
Kadar air ≤ 10% ≤ 10%
Kadar abu ≤ 0,5% ≤ 2%
Kadar protein ≤ 0,3% -
Derajat deasetilasi (DD) ≥ 70% ≥ 70%
Viskositas 50-500 cps 200-2000 cps
Ketidaklarutan ˂ 1% -
Kadar logam berat. As. ˂ 10 ppm -
Pb
pH 7-9 7-8
Bau Tidak berbau Tidak berbau

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25

Tabel 2.5 Aplikasi kitosan berdasarkan derajat deasetilasi dan berat molekul
(Suhartono, 2006)
Derajat Berat
No. Destilasi Molekul Aplikasi Referensi
(%) (kDa)
85 - Pengikat kation Co, Ni, Lima IS & C.
1.
Ag, Zn Airoldi, 2004
90 390 Kiang T et al.,
2. Transfeksi gen
2004
85 - Wound-healing Min BM et al.,
3.
dressing 2004
80 - Dhiman HK et al.,
4. Antikanker
2004
5. 90 - Antioksidan Je JY et al., 2004
75 150 Antitumor, drug Sakkinen M et al.,
6.
delivery 2003
7. 58 5 Antitumor Qin C et al., 2002
92 87 Juma M et al.,
8. Antimikroba
2002
89 - Stimulator proliferasi Howling GI et al.,
9.
fibroblast kulit manusia 2001

Karakteristik lain dari kitosan yaitu penentuan kadar air. Kadar air dihitung

dengan mengukur pengurangan berat sampel sebelum dan setelah pemanasan.

Sejumlah sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam, kemudian

dikeringkan dalam eksikator ( Suhartono, 2006 ) Selain itupula penentuan rendemen

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26

kitosan dihitung berdasarkan perbandingan antara berat kitosan dengan berat limbah

cangkang menggunakan rumus:

Rendemen = (Berat kitosan/Berat Limbah cangkang) x 100 %

Penentuan lain karakterisasi kitosan adalah kelarutan menurut (Kyoon No et al.,

2000). Kitosan sebanyak 0,5 % (b/v) dilarutkan dalam asam asetat 1 % (v/v), lalu

difiltrasi. Persentase kelarutan kitosan ditunjukkan dengan kitosan yang tersisa

dibandingkan dengan kitin awal .

2.4 FTIR (Fourier Transform Infra Red )

Spektroskopi merupakan kajian tentang interaksi antara radiasi eleoktromagnetik

dengan materi (sampel). Spektroskopi inframerah merupakan salah satu jenis

spektroskopi vibrasional (Rohman, 2012). Spektra IR memungkinkan untuk

digunakan dalam deteksi suatu sampel karena spektra tersebut dapat dimanfaatkan

untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Hof, 2003). Saat ini dengan perkembangan

transformasi Fourier, spektroskopi FTIR digunakan secara luas dalam bidang

farmasi, makanan, lingkungan dan sebagainya (Che Man dkk., 2011).

Gambar 2.9 Komponen Dasar Spektrofotometer FTIR (Stuart, 2004)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27

Gambar 2.9 menjelaskan komponen dasar spektrofotometer inframerah

Fourier Transform (FTIR). Komponen dasar spektrofotometer FTIR adalah sumber

sinar, interferometer, sampel, detektor, penguat (amplifier), pengubah analog ke

digital, dan komputer. Radiasi muncul dari sumber sinar yang dilewatkan melalui

interferometer ke sampel yang akan dideteksi sebelum mencapai detektor. Setelah

terjadi amplifikasi sinyal, data dikonversi ke dalam bentuk digitalnya, kemudian

ditransfer ke komputer untuk transformasi Fourier (Stuart, 2004)

Gambar 2.10 Instrumen FTIR (Fourier Transform Infra Red )

Sebagaimana jenis absorbsi energi yang lain, pada spektroskopi inframerah,

molekul-molekul dieksitasikan ke energi yang lebih tinggi ketika molekulmolekul ini

menyerap radiasi inframerah (IR). Absorbsi radiasi IR merupakan suatu proses

kuantifikasi, yang berarti bahwa hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi IR yang

dapat diserap oleh suatu molekul. Absorbsi radiasi IR bersesuaian dengan perubahan

energi yang berkisar antara 2-10 kkal/mol. Radiasi kisaran energi ini dapat

menyebabkan regangan dan uluran suatu ikatan dalam kebanyakan ikatan kovalen

molekul (Pavia dkk., 2001). Daerah inframerah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu daerah

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28

inframerah (IR) jauh (400-50 cm-1), daerah IR tengah (4000-400 cm-1), dan daerah IR

dekat (14000-4000 cm-1) (Watson, 2004).

Pada daerah IR dekat umumnya digunakan untuk konfirmasi struktur kimia,

sedangkan daerah IR tengah biasa digunakan untuk analisis struktur sistem organik.

Informasi tersebut banyak dimanfaatkan untuk analisis kualitatif (Reid dkk., 2006).

Spektrum IR merupakan spektrum yang bersifat : spesifik terhadap suatu molekul,

akan memberikan informasi yang menyatu tentang interaksi dan jenis interaksi

molekul yang terlibat, sidik jari, kuantitatif, yang mana intensitas puncak berkorelasi

dengan konsentrasi, non destruktif, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan

analisis lebih lanjut, bersifat universal dalam pengambilan sampelnya (Rohman,

2012).

Secara garis besar, ada 2 cara memperoleh spektrum IR, yaitu dengan teknik

transmisi dan teknik pantulan (Sasic dan Ozaki, 2010). Metode pantulan digunakan

untuk sampel yang susah dianalisis dengan teknik transmitan. Salah satu

pengukurannya menggunakan pantulan internal dengan menggunakan attenuated

total reflectance (ATR) yang bersinggungan dengan sampel. ATR menggunakan

fenomena pemantulan internal total. Berkas radiasi yang memasuki kristal akan

mengalami pemantulan internal total ketika sudut datang pada permukaan antara

sampel dan kristal lebih besar daripada sudut kritisnya. Sudut kritis merupakan fungsi

indeks bias dua permukaan.

Berkas sinar akan memasukkan sebagian panjang gelombangnya di luar

permukaan yang memantul, dan ketika suatu bahan yang secara selektif mampu

menyerap radiasi berada di atas permukaan kristal ATR, maka berkas sinar akan

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29

kehilangan energy pada panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang

yang diserap oleh bahan tersebut. Radiasi yang diperkuat yang dihasilkan diukur dan

dirajahkan sebagai fungsi panjang gelombang dengan spektrometer IR dan

memberikan peningkatan karakteristik spektra serapan sampel (Stuart, 2004). Selain

itu, spektroskopi IR juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif karena intesitas

(absorbansi) dalam spektrum IR berbanding lurus dengan gugus fungsional yang

bersesuaian sebagaimana ditunjukkan dalam hukum Lambert-Beer (Guillen dan

Cabo, 1997). Keuntungan utama spektofotometer FTIR dibandingkan dengan

spektrofotometer dispersif adalah bahwa spektrofotometer FTIR mampu menawarkan

sensitivitas yang tinggi, mampu memberikan energi yang lebih tinggi serta mampu

meningkatkan kecepatan pembacaan spektra IR secara drastic (Stuart, 2004).

Digabungkan dengan kemajuan komputer dan perangkat lunak “kemometrika”,

spektroskopi IR mampu dengan mudah memanipulasi spectrum IR (Rohman, 2012).

2.5 Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

Teknik analisa dari Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) pertama kali

diperkenalkan oleh Welsh (Australia) pada tahun 1955 merupakan suatu metode

analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang

berada pada tingkat energi (ground state) (Basset, 2004)

Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan tehnik analisis kuantitatif

dari unsur-unsur logam yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai bidang karena

prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif murah, sensitif tinggi (ppm-ppb),

dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisa

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

sangat cepat dan mudah dilakukan. Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk

analisa logam. Teknik AAS menjadi alat canggih dalam analisis, ini disebabkan

karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang

ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur logam dengan kehadiran unsur

logam lain dapat dilakukan, asalkan katoda yang diperlukan tersedia.

Bagian-bagian AAS adalah sebagai berikut (Day,1986) :

2.8.1 Lampu Katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. L ampu katoda

memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu

katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur

yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk

pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu

Lampu katoda monologam, digunakan untuk mengukur 1 unsur dan lampu

katoda multilogam, digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus

2.8.2 Tabung Gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang

berisi gas asetilen. Gas asetilen memiliki kisaran suhu ±20000 K dan ada

juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen

dengan kisaran suhu ±30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen

berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan dan gas

yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31

merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini

merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometer serapan atom (AAS)

2.8.3 Burner

Burner merupakan bagian terpenting di dalam unit karena burner

berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen agar tercampur merata

dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lubang yang

berada pada burner, merupakan lubang pemantik api

2.8.4 Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui

celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.

Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi dan

mengontrol intersitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator

yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating

2.8.5 Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi

energi listrik, yang memberikan isyarat listrik berhubungan dengan daya

radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor AAS tergantung

pada jenis monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa

dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier layer

cell

2.8.6 Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu

angka atau gambar yang dapat dibaca oleh mata

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32

2.8.7 Ducting

Ducting merupakan bagian cerobang asap untuk menyedot asap atau

sisa pembakaran pada AAS, asap yang dihasilkan diolah sedemikian rupa

di dalam ducting, agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.

2.8.1 Keunggulan

Keunggulan dari Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

adalah selektivitas dan kepekaan tinggi karena dapat menentukan unsur

dengan kadar ppm hingga ppb, cepat dan pengerjaannya relatif sederhana,

tidak diperlukan pemisahan unsur logam

2.8.2 Kekurangan

Kekurangan dari Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

adalah analisa tidak simultan, larutan cuplikan harus berbentuk larutan siap

ukur dan cukup encer. Keterbatasan lainnya pada jenis lampu katoda

karena harganya yang sangat mahal

Gambar 2.11 instrumen AAS Atomic Absorption Spectrophotometry

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33

2.6 Inductively Coupled Plasma – Atomic Emission Spectrophotometry (ICP-AES)

ICP-AES digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif unsur

logam dalam suatu sampel. Sampel diberikan suhu yang sangat tinggi dari plasma

argon (hingga 10.000 K) yang memecah sampel menjadi atom-atom, kemudian

diionisasi dan dieksitasikan. Ketika elektron yang sudah tereksitasi di dalam ion ini

kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, maka akan memancarkan

cahaya. Panjang gelombang yang dipancarkan oleh elemen tertentu berfungsi

sebagai “sidikjari” untuk elemen itu. Berdasarkan data panjang gelombang dan

jumlah cahaya yang dihasilkan kemudian bisa ditentukan elemen apa dan

konsentrasinya.

Berikut adalah gambar alat ICP-AES

Gambar 2.11 Instrumen ICP-AES

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34

Secara sederhana, pada ICP-AES sampel dilewatkan pada plasma sehingga

partikel- partikel elektron pada atom akan mengalami eksitasi, dan pada saat kembali

ke keadaan awal, akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu

yang diproses oleh monokromator dan merubahnya menjadi satu garis spektrum

sehingga melalui detektor bisa diketahui kandungan unsur logam dan kadarnya di

dalam sampel.

Sampel yang berbentuk larutan di dalam tempat sampel dipompakan

ke dalam nebulizer oleh pompa peristaltik. Pada nebulizer, digunakan aliran

argon untuk merubah larutan menjadi butir-butir cairan atau aerosol. Setelah

nebulizer, sampel akan masuk ke spray chamber. Spray chamber berfungsi untuk

mentransportasikan aerosol ke plasma. Pada spray ini, aerosol mengalami desolvasi

atau volatisasi yaitu proses penghilangan pelarut sehingga didapatkan aerosol kering

yang bentuknya telah seragam. Kemudian masuk ke daerah plasma untuk atomisasi.

Pada proses atomisasi, digunakan aliran argon sebagai sumber plasma Selain itu

terdapat kumparan magnet yang terus berputar untuk menjaga nyala plasma. Di dekat

plasma, terdapat RF Generator, yaitu alat yang menyediakan tegangan (700-1500

watt) untuk menyalakan plasma dengan argon sebagai sumber gasnya.

Tegangan ini ditransferkan ke plasma melalui load coil, yang mengelilingi puncak

dari obor. Aerosol tadi diuraikan menjadi atom-atom logam, elektron di dalam atom

tersebut mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Saat elektron

mengalami perubahan dari keadaan tereksitasi ke keadaan dasar, maka akan terpancar

cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang ini merupakan “sidik

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35

jari” atau khas bagi setiap unsur logam. Cahaya ini ditangkap oleh monokromator

dan akan diubah menjadi satu garis cahaya, oleh detektor akan diproses dan

ditampilkan hasilnya pada display (Arniati,2013)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kitosan, biopolimer yang banyak digunakan di berbagai industri kimia antara

lain; sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis benih

yang akan ditanam, adsorben ion logam, bidang farmasi, pelarut lemak, dan pengawet

makanan. (Mekawati, et al.,2000).

Kerang merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi,

tetapi cangkang limbah kerang dan rajungan belum termanfaatkan secara optimal,

bahkan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Mengolah limbah cangkang

menjadi kitosan akan menjadikan nilai ekonomis yang lebih tinggi disamping dapat

mengatasi pencemaran lingkungan.

Pada penelitian ini dilakukan isolasi kitosan dari berbagai cangkang kerang dan

rajungan di Pantai Kenjeran diantaranya Kerang Darah (Barbatia foliate), Kerang

Kupang (Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina pectinata) dan Rajungan

(Portunus pelagis). Dalam penelitian dikaji apakah dari cangkang-cangkang kerang

tersebut dapat diisolasi kitosannya dan bagaimana karakterisasi kitosan dari bahan

baku berbagai cangkang tersebut, mengingat sumber bahan baku dan proses

pengolahan mempengaruhi hasil kitosan yang diperoleh.

Kitosan dapat berasal dari filum Crustacean seperti rajungan pada cangkang nya

banyak mengandung kalsium karbonat ( CaCO3), protein, kalsium fosfat, dan kitin

36

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37

sedangkan kerang yang berasal dari filum Molusca ini memiliki dua

cangkang yang banyak mengandung CaCO3, kalsium hidrosiapatit, kalsium fosfat,

silica dan juga kitin (No et al., 2003). Pada kerang – kerangan ( Molusca) ini

kadar CaCO3 nya tinggi, juga kandungan silika yang membedakan antara rajungan

(Crustacea) dan kerang ( Molusca) sehingga pada penelitian ini perlu dikaji

perbedaan hasil isolasi kitosan dari kedua golongan tersebut.

Pengolahan cangkang kerang menjadi kitosan ini dilakukan melalui beberapa

tahap diantaranya deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Pengujian hasil

Identifikasi dilakukan dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red ) sebagai kitin dan

kitosan.

Karakterisasi kitosan dapat ditentukan dari penetapan derajat deasetilasi,

penentuan kadar air, kadar abu, rendemen, pH dan logam berat Pb dan As.

Dalam hal ini perlu juga dikaji aplikasi kitosan yang didapat sebagai adsorben

logam berat sehingga dapat mengatasi pencemaran air khususnya bagi industri

perikanan dalam hal ini logam berat Cu2+ dipilih sebagai model.

3.2 Hipotesis Penelitian

Ha : Apakah dapat diisolasi Cangkang Rajungan (Portunus pelagis),

cangkang kerang darah ( Barbatia foliate ), Kerang Kupang (Modiolus

metcalfie), dan Kerang Manuk ( Atrina pectinata)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38

Berdasarkan uraian di atas, kerangka konseptual dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut :

Industri Pengolahan Kerang dan Rajungan


menghasilkan ± 56.200 ton limbah/thn
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000)

Cangkang merupakan limbah yang menjadi masalah


tercemarnya lingkungan Cangkang
kerang
digunakan
Pemanfaatan cangkang limbah agar menjadi bahan timbunan
dengan nilai guna yang lebih tinggi → Kitosan tanah dan
assesoris

Penelitian : Kitosan diisolasi dari:


 Udang (Hargono,2008)
 Kepiting ( Sarbon, 2014)
 Kerang Hijau (Sinardi, 2013)

Bahan baku dan proses menentukan karakterisasi


kitosan (Martino et al., 2005)
Kandungan Kandungan
cangkang rajungan: cangkang kerang:
Bahan baku isolasi kitosan:
CaCO3,kalsium CaCO3,kalsium
hidrosiapatit,kalsiu  Cangkang kerang Darah (Barbatia foliate ) hidrosiapatit,kalsi
m fosfat, Kitin dan  Cangkang Kerang Kupang (Modiolus metcalfie) um fosfat, silica,
kitosan (No et al.,  Cangkang Kerang Manuk (Atrina pectinata) Kitin dan kitosan
2003) Cangkang Rajungan (Portunus pelagis) (No et al., 2003)

Produk Kitosan dengan


2+ karakterisasi tertentu Kitosan(No
punya gugus
et al., 2003)
Cu
fungsi yang dapat
- Iritasi,mukosa
- Sakit kepala mengadsorbsi logam
- Gangguan pencernaan berat : gugus hidroksil.
- Kitosan sebagai adsorben logam berat
Logam berat

Penelitian kitosan sebagai adsorben logam berat


1. Isolasi kitosan rajungan sebagai adsorben
merkuri (Rahayu, 2007)
2. Isolasi kitosan dari cangkang bekicot
sebagai adsorben logam tembaga
(Rahmadani, 2011)

Kitosan hasil isolasi mampu sebagai adsorben logam berat Cu2+


Gambar 3.1. Kerangka konseptual penelitian

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu danTempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Farmasi dan Unit

Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Identifikasi spesies dan

determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga oleh Drs. Moch. Affandi.,M.Si

4.2 Materi Penelitian

4.2.1 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik Ohaus

(A214T), water bath (pemanas air), kertas saring Whatman No 45, pendingin balik,

Hotplate Merck C-MAG Tipe HS4, Spektrofotometer FT-IR Perkin Elmer Spectrum

one, Penyaring Büchner, oven Ventisell MMM Med Center, pompa vakum, alat

gelas, Furnace merk Thermolyne model no S48010-26, kolom merk Pyrex NS 12,5

mm, 2,5 mm diameter dalam 1,75 cm tinggi 15 cm, AAS ContrAA700 Analytikjena

panjang gelombang 186-900 nm

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah cangkang kerang Manuk

(Atrina pectinata), Kerang Darah (Barbatia foliate), Kerang Kupang (Modiolus

metcalfie), yang diperoleh dari Pantai Kenjeran. Sedangkan Rajungan (Portunus

pelagis) serta cangkangnya didapat dari CV Tayowako Pasuruan Beji. Sampel

39

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40

dideterminasi sebagai Kerang darah (Barbatia foliate), Kerang Kupang

(Modiolus metcalfie), Kerang Manuk (Atrina pectinata), dan Rajungan (Portunus

pelagis) oleh Drs. Moch. Affandi M.Si dari Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Airlangga.

Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah Hydrochloric acid

(HCl), Sodium hydroxide (NaOH), KBr, CuSO4.5 H2O, CdSO4 (Merck, Darmstadt,

Germany), Aquadem dan Aquades, Kertas pH Universal (PT. Brataco Surabaya),

Baku Kitin dan kitosan diperoleh dari BPPT.

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan penelitian dengan membersihkan peralatan yang akan digunakan

dengan larutan aquadem.

4.3.2 Prosedur Kerja Penelitian

4.3.2.1 Isolasi Kitosan

a. Preparasi

Isolasi Kitosan dari cangkang rajungan dan cangkang kerang, dengan mencuci

cangkang dibawah air mengalir hingga bersih disikat serta dihilangkan

kotoran dan bulu-bulu halus, dijemur dibawah matahari,ditiriskan lalu digiling

hingga halus menjadi serbuk, diayak dengan ukuran 100 Mesh.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41

b. Deproteinasi

Bahan ditambahkan NaOH 3% 1:6 (w/v) selama 30 menit 85 °C lalu disaring

dengan penyaring Büchner, dinetralkan dengan air suling hingga pH 7 lalu di

oven 20 °C selama 24 jam (Sinardi,2013). Hasil berupa padatan bebas dari

protein

c. Demineralisasi

Sampel ditambahkan hydrochloric acid (HCl) 1 N dengan perbandingan 1:10

diaduk pada suhu 75 °C waktu 1 jam disaring dan dinetralkan hingga pH

netral pH 7 dipanaskan di oven 20 °C selama 24 jam. Hasil isolasi berupa

kitin (Sinardi, 2013). Pada proses ini dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali

untuk menghilangkan CaCO3 yang masih tersisa.

d. Deasetilasi

Sampel ditambahkan NaOH 45% 1:20 (b/v) dipanaskan suhu 140oC dalam

waktu 1 jam, lalu dinetralkan hingga pH 7 disaring lalu di oven suhu 80 oC

selama 24 jam hasilnya berupa kitosan (Yen et al., 2009 ).

e. Identifikasi FTIR (Fourier Transform Infra Red )

Membuktikan terbentuknya kitin dan kitosan, hasil isolasi dianalisa dengan

dibuat pellet dengan KBr dan selanjutnya diamati spektrum IR nya

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42

4.3.2.2 Aplikasi Kitosan sebagai asdorben

Preparasi Kolom untuk aplikasi kitosan sebagai adsorben

a. Persiapan Kolom

Kolom yang dipakai berukuran dismeter dalam 1,75 cm dengan tinggi

15 cm dipasangkan di statif dan diklam.Sebelum di gunakan dibilas dengan

aquadem dan HNO3 1 % lalu diletakkan baker glass yang bersih dan kering di

bawah kolom untuk menampung larutan uji

b. Pembuatan Larutan uji Cu2+

Baku Cu2+ dibuat dari CuSO4.5H2O di timbang 397,7770 mg sebagai

larutan baku kerja AAS dan dilarutkan dengan aquadem hingga 100 ml

diperoleh larutan 10,12 ppm

c. Pelaksanaan aplikasi kitosan sebagai adsorben

Ditimbang teliti masing-masing ± 1,5 gram kitosan hasil isolasi

dimasukkan dalam kolom masing-masing dengan replikasi tiga kali lalu

dimasukkan larutan logam Cu2+ 10,12 ppm sebanyak 25 ml dengan pipet

volume. Kemudian didiamkan selama 30 menit hingga matrix terbasahi

selanjutnya kolom dibuka dan dialirkan, hasilnya ditampung dalam gelas

beker, dan dimasukkan dalam botol sampel untuk dianalisis AAS.

4.4 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK). Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) faktor yaitu KD, KK,

KM, dan RJ dan ulangan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43

Penelitian ini melibatkan empat perlakuan, yaitu : KD, KK, KM, dan RJ yang

diulang sebanyak tiga kali.

• Kelompok KD : Kelompok Cangkang kitosan dari Kerang Darah 100 gr

• Kelompok KK : Kelompok Cangkang kitosan dari Kerang Kupang100 gr

• Kelompok KM : Kelompok Cangkang kitosan dari Kerang Manuk 100 gr

• Kelompok RJ : Kelompok Cangkang kitosan dari Rajungan 100 gr

4.4.1 Parameter

Parameter Utama

1. Isolasi Kitosan

2. Karakterisasi Kitosan

a. Derajat Deasetilasi

Derajat deasetilasi ditentukan dengan menghitung serapan pada bilangan

gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1. dengan metode base line, sesuai rumus

berikut:

(Khan et al. 2002),

Keterangan :

A1655 = nilai serapan pada 1655 cm-1

A3450 = nilai serapan pada 3450 cm-1

1,33 = perbandingan A1655 dengan A3450 pada derajat deasetilasi 100%

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44

b. Kadar Air

Ditimbang kurs kosong sebelum di masukkan ke oven, dipanaskan di

dalam oven selama empat jam dengan suhu 105 0C, dimasukkan ke

eksikator selama 30 menit kemudian ditimbang kembali. Apabila belum

dicapai bobot konstan kurs dimasukkan ke dalam oven lagi dan

dipanaskan dengan suhu 1050C selama satu jam. Perlakuan diulang

sampai ditemukan bobot konstan. Sampel kitosan (RJ,KK,KM dan KD)

ditimbang sebanyak ± 2,0 gram, di masukkan dalam kurs selanjutnya

dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050C selama empat jam dan

dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu di timbang sampai

ditemukan bobot konstan. Bila belum menemukan bobot konstan

dipanaskan kembali dalam oven selama satu jam dan diulang sampai

ditemukan bobot konstan (Farmakope Indonesia IV, 1995)

c. Kadar abu

Kurs kosong ditimbang sebelum di masukkan ke oven, dipanaskan di

dalam oven selama empat jam dengan suhu 1050C, dimasukkan ke

eksikator selama 30 menit kemudian ditimbang kembali. Bila belum

ditemukan bobot konstan kurs dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan

dengan suhu 1050C selama satu jam. Perlakuan diulang sampai

menemukan bobot konstan. Sampel kitosan ± 1 gram di masukkan dalam

kurs yang sudah diketahui beratnya dan di furnace dengan suhu 5500C

selama satu jam kemudian di masukkan ke dalam eksikator selama 30

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45

menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan di lakukan sampai ditemukan

bobot konstan (Farmakope Indonesia IV, 1995)

d. Rendemen

Rendemen kitosan dihitung berdasarkan perbandingan antara berat

kitosan yang dihasilkan dengan berat serbuk limbah cangkang sebagai

bahan awal menggunakan rumus:

Rendemen = (Berat kitosan/Berat serbuk limbah cangkang) x 100 %

e. pH

Kitosan diperiksa pH nya dengan menggunakan pH meter yang distandarisasi

dahulu lalu ditimbang 1 g kitosan dan ditambahkan aquades 20 ml lalu diukur

pH nya yang terbaca pada alat pH meter lalu dicatat.

4.4.2 Analisa Data

Analisa pemilihan hasil isolasi yang terbaik menggunakan metode Multiple

Attribute (Zeleny, 1982) didasarkan pada hasil uji fisik dan kimia terhadap parameter

derajat deasetilisasi, kadar air, rendemen kitin, rendemen kitosan, kadar abu, dan pH

kitosan hasil isolasi. Aplikasinya sebagai adsorben logam berat juga dianalisa. Nilai

ideal dari perlakuan terbaik pada metode ini adalah nilai yang sesuai dengan

pengharapan yaitu merupakan maksimal atau minimal dari suatu parameter serta

dianalisa dengan ANOVA melihat beda nyata.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
Hasil penimbangan cangkang sampel awal hingga tahapan hasil deasetilasi

penelitian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1

Sampel yang ditimbang pada penelitian ini ± 100 g, setelah mengalami berbagai

proses seperti proses Deproteinasi, demineralisasi, penambahan hidrogen peroksida, serta

hasil deasetilasi mengalami penurunan berat sampel.

Hal ini dikarenakan adanya proses reaksi kimia yang melepaskan kandungan

protein, mineral yang terkandung pada cangkang sampel, dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 5.1. Berat sampel (g) rajungan dan kerang hasil penimbangan awal hingga hasil
deasetilasi
Sampel Penimbangan awal Hasil proses Hasil proses + H2O2 Hasil Deasetilasi
Deproteinasi Demineralsasi
(g) (g) (g) (g) (g)

Rerata RJ ± SD
100,3932 ± 0.18118 90,0425 ±± 0.594965 28,4238 ± 2.938991 16,0768 ± 0.58834 13,3239 ± 1.931389
Rerata KD ± SD 100,1808 ± 0.024752 82,2914 ± 3.175938 40,3339 ± 2.464265 35,3569 ± 0.898981 15,3319 ± 1.434414
Rerata KK ± SD 100,4498 ± 0.209316 88,2808 ± 3.726959 35,7958 ± 5.441642 33,8086 ± 4.167585 12,1594 ± 3.192765
Rerata KM ± SD
100,2790 ± 0.209316 67,9789 ± 1.777201 29,0298 ± 4.158634 24,3190 ± 4.98335 13,0492 ± 1.782608

Keterangan:
Rj : cangkang rajungan
Kd: cangkang kerang darah
Kk : cangkang kerang kupang
Km: cangkang kerang manuk
SD : Standar deviasi

46

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

H2O2 : Hidrogen Peroksida

47

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47

75.0

70
2345,69
Persentase transmitans

65 1250,67
1323,66 893,66
1420,65 673,64 456,65
1384,64 662,64 520,63
60 1154,63 603,63
1637,61 1085,62 491,64
470,64

55 2926,57
%T

50

45

3458,43
40

35.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.1 Spektrum FT-IR standar baku kitin dari BPPT

Gambar 5.1 menjelaskan tentang spektrum FTIR standar baku kitin yang

berasal dari BPPT, pada garis vertikal menunjukkan persentase transmitans dan

garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar 5.1

menunjukkan spektrum karakterisasi kitin pada serapan FTIR untuk kitin standar,

terlihat pita serapan gugus OH ditunjukkan pada puncak 3458,43, pita serapan C-

H ulur terlihat pada puncak 2926,57, pita serapan C=O ulur terlihat pada puncak

1637,61, pita serapan CH3 terlihat pada puncak 1420,65, pita serapan C-O-C

terlihat pada puncak 1085,62 dan pita serapan N-H kibasan terlihat pada puncak

662,64

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48

75.2
74

72
953,72
70 616,71
1261,70
68
Persentase transmitans

1315,69 1156,69
66 1204,70 1030,69
1384,66 1118,68
64 1075,69

62
1639,63
60
%T
58 2928,58
56

54

52

50

48
3468,45

45.3
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.2 Spektrum FT-IR kitin dari bahan baku sampel cangkang rajungan

Gambar 5.2 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitin dari bahan baku

sampel rajungan pada garis vertikal menunjukkan persentase transmitans dan garis

horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar 5.2 menunjukkan

spektrum karakterisasi kitin pada serapan FTIR untuk kitin hasil isolasi rajungan,

terlihat pita serapan gugus OH ditunjukkan pada puncak 3468,45, pita serapan C-

H ulur terlihat pada puncak 2928,58 pita serapan C=O ulur terlihat pada puncak

1639,63, pita serapan C-O-C terlihat pada puncak 1075,69 dan pita serapan N-H

kibasan terlihat pada puncak 616,71

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49

69.9

65
1199,66 864,67
1272,64
60 1092,63 712,63
1036,63
543,60
Persentase transmitans

55 1734,58 1384,58 468,60

50 1467,54

45 1637,47

%T
40 2851,42
2922,40
35

30

25

20 3466,15

15.6
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.3 Spektrum FT-IR kitin dari sampel bahan baku kerang kupang

Gambar 5.3 menjelaskan tentang spektrum FTIR yang berasal dari sampel

bahan baku kerang kupang pada garis vertikal menunjukkan persentase

transmitans dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar

5.3 menunjukkan spektrum karakterisasi kitin pada serapan FTIR untuk kitin hasil

isolasi cangkang kerang kupang, terlihat pita serapan gugus OH ditunjukkan pada

puncak 34650,30 pita serapan C-H ulur terlihat pada puncak 2924,44, pita serapan

C=O ulur terlihat pada puncak 1637,54, pita serapan CH3 terlihat pada puncak

1467,47 pita serapan C-O-C terlihat pada puncak 1092,63 dan pita serapan N-H

kibasan terlihat pada puncak 712,63

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50

74.8

70 915,72 711,71
872,71 674,72
565,69
468,69
65
1540,65
1466,65 1034,64
Persentase transmitans

1420,65
60 1384,64
1634,61

55
2851,55
%T
2920,53
50

45

40 3467,36

35
33.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.4 Spektrum FT-IR kitin dari bahan baku sampel cangkang kerang manuk

Gambar 5.4 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitin yang berasal dari

bahan baku sampel cangkang kerang manuk, pada garis vertikal menunjukkan

persentase transmitans dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang.

Pada gambar 5.4 menunjukkan spektrum karakterisasi kitin pada serapan FTIR

untuk kitin hasil isolasi dari cangkang kerang manuk, terlihat pita serapan gugus

OH ditunjukkan pada puncak 3467,36 pita serapan C-H ulur terlihat pada puncak

2920,53 pita serapan C=O ulur terlihat pada puncak 1634,61 pita serapan N-H

bengkokan terlihat pada puncak 1540,65, pita serapan CH3 terlihat pada puncak

1466,65 pita serapan C-O-C terlihat pada puncak 1034,64 dan pita serapan N-H

kibasan terlihat pada puncak 711,71

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51

67.0
65
712,64
510,64
863,63
60
Persentase transmitans

1384,58
1746,57
55
1637,54

50
1469,51

%T 45 2853,46

2924,44

40

35
3460,30

30

25.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.5 Spektrum FT-IR kitin dari bahan baku sampel cangkang kerang darah

Gambar 5.5 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitin yang berasal dari

bahan baku sampel cangkang kerang darah, pada garis vertikal menunjukkan

persentase transmitans dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang.

Pada gambar 5.5 menunjukkan karakterisasi spektrum kitin pada serapan FTIR

untuk kitin hasil isolasi dari cangkang kerang darah, terlihat pita serapan gugus

OH ditunjukkan pada puncak 3466,15 pita serapan C-H ulur terlihat pada puncak

2922,40 pita serapan C=O ulur terlihat pada puncak 1637,47 pita serapan CH3

terlihat pada puncak 1469,51 dan pita serapan N-H kibasan terlihat pada puncak

712,64

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52

Tabel 5.2 Serapan FTIR kitin standar, hasil ekstraksi dibandingkan dengan Pavia et al., 2009)
Gugus fungsi Puncak Puncak dari Puncak dari Puncak dari Puncak dari Puncak dari
standar kitin baku kitin cangkang kitin kitin kitin
menurut standar rajungan cangkang cangkang cangkang
Pavia et al., kitin BPPT kerang darah kerang manuk kerang kupang
2009)
OH 3200-3650 3458,43 3468,45 3466,15 3467,36 34650,30
C-H ulur 2891,1 2926,57 2928,58 2922,40 2920,53 2924,44
C=O ulur 1680 – 1640 1637,61 1639,63 1637,47 1634,61 1637,54
N-H 1560 – 1530 - - 1469,51 1540,65 -
bengkokan
CH3 1419,5 1420,65 - 1469,51 1466,65 1467,47
C-O-C 1072,3 1085,62 1075,69 - 1034,64 1092,63
N-H kibasan 750 – 650 662,64 616,71 712,64 711,71 712,63

FTIR kitosan

80.8

78
2339,78
76 2151,78

74
Persentase transmitans

1260,74 898,74
72
1321,72
1423,71 670,72 491,72
70 601,70
1384,69 591,70
68 3850,69 579,70
3836,69 1654,67 566,70
66 3817,69 2921,66 1156,67 535,71
%T 64 521,71
1029,65 503,71
1076,64 478,72
62
462,72
60
58

56

54
3435,54
52

50.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.6 Spektrum FT-IR standar baku kitosan dari BPPT

Gambar 5.6 menjelaskan tentang spektrum FTIR standar kitosan yang

berasal dari BPPT pada garis vertikal menunjukkan persentase transmitans dan

garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar menunjukkan

spektrum karakterisasi serapan FTIR untuk kitosan standar dari BPPT, terlihat

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53

pita serapan gugus N-H amida ditunjukkan pada puncak 3435,54 pita serapan

C≡N nitrit terlihat pada puncak 2339,78 pita serapan N-H amina 1654,67 dan pita

serapan C-O alkohol 1076,64.

61.0

55 1254,56 893,58

1324,54
50 1423,51
1153,51
Persentase transmitans

1384,49 1087,50 557,48


45
1033,51 526,48
496,49
40 468,49

1644,40
35

%T
30

25
2925,26
20

15

10
3467,9
5.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.7 Spektrum FT-IR kitosan dari bahan baku rajungan

Gambar 5.7 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitosan yang berasal dari

bahan baku rajungan pada garis vertikal menunjukkan persentase transmitans dan

garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar 5.7

menunjukkan spektrum karakterisasi serapan FTIR untuk kitosan hasil isolasi dari

cangkang rajungan, terlihat pita serapan gugus N-H amida ditunjukkan pada

puncak 3435,54 pita serapan C≡N nitrit terlihat pada puncak 2339,78 pita serapan

N-H amina 1654,67 dan pita serapan C-O alkohol 1076,64.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54

60.0

55
745,54
912,53
50 872,51 585,52
711,50
2138,50 1797,49 1245,49 1098,50 699,51 536,52
45 1153,50 609,52
2519,45 1552,46
Persentase transmitans

1497,45 1027,51 483,50


40 1456,44 470,50

1384,45 455,49
35 2925,38 1637,38
%T 2854,40

30
3736,31

25

20

15 3465,16

10.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.8 Spektrum FT-IR kitosan dari bahan baku kerang manuk

Gambar 5.8 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitosan yang berasal dari

bahan baku kerang manuk pada garis vertikal menunjukkan persentase

transmitans dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar

5.8 menunjukkan spektrum karakterisasi serapan FTIR untuk kitosan hasil isolasi

dari cangkang kerang manuk, terlihat pita serapan gugus N-H amida ditunjukkan

pada puncak 3465,16 pita serapan C≡N nitrit terlihat pada puncak 2138,50 pita

serapan N-H amina 1634,44 dan pita serapan C-O alkohol 1027,51.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55

67.0
65

60
912,62

55 1796,58 871,58 712,57


Persentase transmitans

50
1578,51 1384,52 1033,51 538,51
1539,50 466,51
45
2850,46
1634,44 1471,45
40 2919,43
%T
35

30

25

20

15 3465,17

12.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.9 Spektrum FT-IR kitosan dari bahan baku kerang darah

Gambar 5.9 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitosan yang berasal dari

bahan baku kerang darah pada garis vertikal menunjukkan persentase transmitans

dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar 5.9

menunjukkan spektrum karakterisasi serapan FTIR untuk kitosan hasil isolasi dari

cangkang kerang darah, terlihat pita serapan gugus N-H amida ditunjukkan pada

puncak 3465,17 pita serapan C≡N nitrit terlihat pada puncak 2350,46 pita serapan

N-H amina 1637,38 dan pita serapan C-O alkohol 1033,51.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56

70.0

65 873,67
1261,66
1796,64 1154,65
60 1111,65
1455,61 536,61

55 1384,60
Persentase transmitans

50 1635,52

45 2928,47

%T
40

3735,38
35
3688,37
30

25

20 3465,22

15.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1

Bilangan gelombang

Gambar 5.10 Spektrum FT-IR kitosan dari bahan baku kerang kupang

Gambar 5.10 menjelaskan tentang spektrum FTIR kitosan yang berasal

dari bahan baku kerang kupang pada garis vertikal menunjukkan persentase

transmitans dan garis horizontal menunjukkan bilangan gelombang. Pada gambar

5.10 menunjukkan spektrum karakterisasi serapan FTIR untuk kitosan hasil isolasi

dari cangkang kerang kupang, terlihat pita serapan gugus N-H amida ditunjukkan

pada puncak 3465,22 pita serapan N-H amina 1635,52 dan pita serapan C-O

alkohol 1111,65.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57

Tabel 5.3 Serapan FTIR kitosan standar, hasil ekstraksi dibandingkan dengan hasil

Sarbon et al., 2014)

Gugus fungsi Puncak standar Puncak hasil ekstraksi Puncak Puncak Puncak Puncak Puncak
kitosan Komersial kitosan (Sarbon et al., baku kitosan kitosan kitosan kitosan
(Sarbon et al., 2014) standar RJ KD KM KK
2014) kitosan
BPPT
OH, alkohol 3695,36
N-H amida 3369,11-3413,07 3435,51-3440,48 3435,54 3467,9 3465,17 3465,16 3465,22
C≡N, nitrit 2344,05-2346,50 2318,86 2339,78 - 2350,46 2138,50 -
N-H amina 1639,59-1655,16 1622,76-1623,92 1654,67 1644,40 1637,38 1634,44 1635,52
C-H alkena - 1311,78-1317,46 - - - - -
C-O alkohol 1128,21-1129,02 1076,79 1076,64 1087,50 1033,51 1027,51 1111,65

Tabel 5.4 hasil isolasi kitosan dan karakterisasi dari berbagai sampel
Sampel Rendemen Rendemen DD kitosan (%) Kadar air Kadar abu pH
Kitin (%) Kitosan (%) (%) (%)

Rerata KD±SD 38,5972±2,0145 a 15,3039±1,4285 a 66,7800±3,2845 a 0,6135±0,0029b 10,9696±0,02 b 7


Rerata KK±SD 35,6339±5,3995 a 12,1009±3,1533 a 65,3000±5,7940 a 0,1654±0,0051 b 10,6418±0,05 b 7
a a a b b
Rerata KM±SD 27,9791±5,7450 13,0109±1,7815 53,4300±1,4608 0,5927±0,0106 11,4401±0,04 7,5
a a a b b
Rerata RJ±SD 23,9873±5,5573 13,2724±1,9338 70,7300±2,9143 6,5994±0,0106 10,1834±0,01 7

Tabel diatas menjelaskan berdasarkan analisis Anova Nilai Sig kurang dari

0,05. Artinya, empat perlakuan yang diberikan memberikan efek yang berbeda

Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan efek yang

signifikan maka dilanjutnya dengan uji Duncan. Hasilnya Rajungan dan Kerang

Manuk tidak memberikan efek rendemen kitin yang berbeda. Kerang manuk dan

kerang kupang juga tidak memberikan efek yang berbeda pada rendemen kitin.

Rendemen kitin yang diberikan oleh perlakuan kerang darah dan kerang manuk

juga tidak memberikan efek yang berbeda. Juga untuk hasil rendemen Kitosan

pada semua perlakuan adalah sama.

Efek perlakuan kerang manuk dan kerang kupang memberikan efek DD

Kitosan yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Sementara efek perlakuan

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58

kerang kupang, kerang darah dan Rajungan juga memberikan efek perlakuan DD

Kitosan yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Keempat perlakuan berbeda

signifikan dalam memberikan pengaruh pada Kadar abu dan kadar air.

Tabel 5.5 Hasil penurunan kadar logam berat Cu2+ setelah penyaringan dengan
berbagai adsorben
Kadar Cu2+ awal Jenis biosorben Kadar Cu2+ setelah penyaringan % Penurunan
(ppm) kadar Cu2+
1 2 3
Rajungan <LOQ TT TT 100%
Rerata ±SD 100 ± 0 %
Kerang manuk <LOQ 4,4344 ppm <LOQ 81,3407%

Kerang kupang <LOQ TT TT 100%


Rerata ±SD 100 ± 0 %
Kerang darah TT <LOQ TT 100%
Rerata ±SD 100 ± 0 %
Rerata = 7,9216
Koef. Korelasi = 0,99981
LOD = 0,0624 mg/L
LOQ = 0,2388 mg/L TT : Tidak Terdeteksi

100
Persentase penurunan kadar Cu 2+

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
RJ KD KK KM

Jenis bioadsorben

Gambar 5.11 Persentase penurunan kadar logam berat Cu2+

2+
Tabel 5.5 Menjelaskan tentang hasil aplikasi penurunan logam berat Cu yang
diisolasi dari empat sampel dimana untuk sampel Rajungan, Kerang Darah, dan

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59

Kerang Kupang tingkat penurunannya mencapai 100% sedangkang untuk kerang


Manuk sebesar 81,3407% dari kadar awal.

5.2 Pembahasan

Diawal penelitian cangkang yang telah kering dan bersih dihaluskan dan

disaring dengan ayakan 100 mesh, (Kusumaningsih et al., 2004). Hal ini bertujuan untuk

memperkecil partikel agar proses reaksi kimia yang selanjutnya dapat berjalan dengan

baik dan cepat.

Tahapan berikutnya adalah deproteinasi yang bertujuan untuk memutuskan

ikatan antara kitin dan protein yang terkandung dalam cangkang proses ini

menggunakan larutan NaOH 3% dengan perbandingan 1:6 (w/v) selama 30 menit

pada suhu 85 °C, disertai pengadukan dengan magnetic stirrer (Sinardi, 2013). Hasil

deproteinasi pada setiap sampel berbeda beda. Pada rajungan hasilnya berbentuk

serbuk berwarna coklat muda, pada kerang darah berbentuk serbuk berwarna putih

kekuningan, kerang kupang berbentuk serbuk berwarna coklat tua seperti terdapat

kerlip-kerlip sedang kerang manuk berbentuk serbuk berwarna abu- abu terdapat

kerlip-kerlip.

Tahapan selanjutnya proses demineralisasi yang bertujuan untuk

menghilangkan garam-garam anorganik atau kandungan mineral yang ada pada

cangkang. Kandungan mineral utama pada cangkang CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dan

Ca hidroksi apatite, dalam hal ini digunakan larutan HCl 1,25 N dengan

perbandingan 1:10 (b/v) pada suhu 750C (Sinardi, 2013). Hasil demineralisasi

berbentuk serbuk berwarna coklat tua Proses pemisahan mineral ditunjukkan

dengan terbentuknya gas CO2 dari CaCO3 berupa gelembung udara pada saat

larutan HCl ditambahkan dalam sampel (Hendry, 2008), sehingga penambahan

HCl ke dalam sampel dilakukan secara bertahap agar sampel tidak meluap.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60

Pada beberapa sampel yang diulang proses demineralisasinya hingga 2 kali

demineralisasi yaitu RJ2, RJ3, KD2, KD3 dan KM1. Hal ini disebabkan mineral

utama yang ada pada cangkang adalah CaCO3 dan sedikit Ca3(PO4)2 belum

sempurna larut dalam asam klorida menurut reaksi sebagai berikut: (Hendri, 2008)

Ca3(PO4)2(s)+6HCl(aq) →3CaCl2(aq)+2H3PO4(aq)

CaCO3(s) +2HCl(aq)→CaCl2(aq) + H2CO3(g)

H2CO3(g) →CO2(g) + H2O(l)

Selanjutnya hasil pengolahan sampel tersebut diidentifikasi dengan

menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red ) untuk membuktikan

terbentuknya kitin. Masing-masing sampel dibuat spectrum IR nya dan

dibandingkan dengan Spektra FT-IR standar baku kitin yang diperoleh dari BPPT

Spektrum FTIR kitin memperlihatkan beberapa pola serapan, yaitu

menurut literatur Pavia et al, 2009 serapan dari gugus OH berkisar antara puncak

3200 -3650 terlihat pada baku BPPT pada puncak 3458,43 juga terdapat pada

sampel rajungan pada puncak 3468,45 kerang darah pada puncak 3466,15 kerang

manuk pada puncak 3467,36 dan kerang kupang pada puncak 34650,30 adalah

serapan dari gugus OH ( Pavia et al., 2009). Pita serapan pada puncak 2891,1

pada literatur juga didapat dari baku BPPT pada puncak 2926,57 cm-1 juga

ditunjukkan oleh sampel rajungan pada puncak 2928,58, kerang darah pada

puncak 2922,40, kerang manuk pada puncak 2920,53 dan kerang kupang pada

puncak 2924,44 merupakan vibrasi ulur dari gugus C–H metilena (Pavia et al.,

2009)

Pita serapan NH bengkokan pada literatur 1560-1530 juga ditunjukkan

pada kerang darah 1469,51 dan kerang manuk 1540,65 adalah vibrasi tekuk N-H

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61

yang merupakan ciri khas dari kitin yaitu gugus N-H dalam –NH-CO- (gugus

amin yang terasetilasi). Serapan CH3 pada literatur bernilai 1419,5 pada standar

baku BPPT sebesar 1420,65 cm-1 pada rajungan 1384,66 kerang darah 1469,51

kerang manuk 1466,65 dan kerang kupang 1467,47 saling berimpit dengan

serapan C-N amida di sekitar 1400 cm-1. Serapan gugus amin kitin berada pada

posisi saling berimpit dengan serapan OH karena dalam amin ikatan hidrogen

lebih lemah dan sebagian kurang polar maka serapan ikatan N-H menjadi kurang

intensif jika dibandingkan dengan OH. Serapan lain ada menurut literatur gugus

C-O-C memiliki nilai 1072,3 nilai BPPT sebesar 1085,62 sampel rajungan sebesar

1075,69, kerang manuk sebesar 1034,64 dan kerang kupang sebesar 1092,63

sedangkan untuk pita serapan N-H nilai standar literatur berkisar antara 750-650

ini terdapat pada baku BPPT sebesar 662,64 rajungan 616,71 kerang darah 712,64

kerang manuk 711,71 dan kerang kupang 712,63 (Pavia et al., 2009)

Adanya pita serapan pada 1634,44–1654,67 cm-1 menunjukkan vibrasi C–

O dalam cincin kitin dan memiliki banyak puncak karena hidroksida dari kitin

yang mengandung ikatan tunggal C–O juga menunjukkan serapan di sini. Pola

serapan yang muncul mengindikasikan bahwa residu hasil isolasi merupakan

kitin. (Sastrohamidjojo 1992)

Selanjutnya dilakukan depigmentasi untuk menghilangkan kandungan zat

warna pengotor pada sampel kerang dalam kitin sedangkan pada sampel rajungan

yang termasuk jenis karotenoid, yaitu red-orange astaxanthin juga untuk

memutihkan sampel lainnya. Penghilangan zat warna dilakukan dengan

penambahan H2O2 (Hidrogen peroksida) secukupnya. Kemudian dilakukan

pencucian ulang menggunakan aquades hingga pH netral, sehingga diperoleh kitin

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62

berbentuk serbuk dan bersih juga penggunaan H2O2 aman bagi sampel (Qin et al.,

2002) Setelah diidentifikasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform

Infra Red ) perlakuan dengan H2O2 ini tidak merubah Spektra FT-IR dari masing-

masing sampel yang diidentifikasi.

Transformasi kitin menjadi kitosan melalui proses deasetilasi. Proses

deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (-COCH3) dari kitin

dengan menggunakan larutan alkali agar berubah menjadi gugus amina (-NH2).

Kitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang

kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai yang bersebelahan

(Muzzarelli, 1986).

Deasetilasi kitin dilakukan dengan menghilangkan gugus asetil yang

berikatan dengan gugus amina menggunakan NaOH pekat yaitu lebih dari 45%

dengan suhu 110°C agar ikatan C-N gugus asetamida pada atom C-2 pada

asetamida kitin dapat terputus, sehingga terbentuk gugus amina (-NH2) pada

kitosan (Tsaih, 2003). Penggunaan larutan alkali dengan konsentrasi yang tinggi

serta suhu tinggi selama proses deasetilasi dapat mempengaruhi besarnya derajat

deasetilasi yang dihasilkan (Kim et al., 2004; Odete et al., 2005). Perubahan kitin

menjadi kitosan merupakan reaksi hidrolisa, banyaknya gugus asetil yang hilang

pada proses deasetilasi menunjukkan besarnya (%) deasetilasi kitosan (Sinardi,

2013)

Pada hasil identifikasi ekstraksi kitosan spektrum FTIR sudah dapat

dikatakan identik bila dibandingkan dengan literatur yang ada serta dari baku

BPPT. Pada literatur terdapat pita serapan dari N-H amida pada sekitar 3369,11-

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63

3413,07 juga terdapat pada baku pada BPPT dengan nilai 3435,54, cangkang

rajungan pada 3467,9, kerang darah pada 3465,17, dan kerang manuk pada

3465,16 yang mana memperlihatkan pita serapan amida yang muncul pada

berbagai sampel (Sarbon et al., 2009). Pita serapan C-O terlihat pada literature

pada rentang 1128,21-1129,02 pada baku BPPT bernilai 1076,64, rajungan

1087,50, kerang darah 1033,51, kerang manuk 1027,51, dan kerang kupang

1111,65 (Sarbon, 2014). Pita serapan N-H pada literatur untuk kitosan komersial

terletak pada range 1639,59-1655,16 sedangkan pada kitosan hasil ekstraksi

Sarbon, 2014 1622,76-1623,92 cm-1 terlihat pula pada baku BPPT dengan nilai

1654,67, pada rajungan 1644,40, pada kerang darah 1637,38, kerang manuk

1634,44 dan pada kerang kupang 1635,52. Hal ini menunjukkan pita serapan

spesifik N-H (bending) pada rentang 1640-1550 cm-1 (Pavia et al., 2009)

Duarte et al., 2002 menjelaskan kitosan yang berasal dari ekstraksi dan

kitosan komersial dapat menunjukkan puncak yang berbeda pada spektrum FTIR,

sebab kedua kitosan dibuat dari sumber yang berbeda. Kitosan hasil ekstraksi

dibuat dari kepiting bakau (Mud Crab shells) sedangkan kitosan komersial dari

cangkang udang (Duarte et al., 2002), ini bisa berbeda karena sumber asal bahan,

metode isolasi dan proses deasetilasi yang berbeda akan dapat menunjukkan

spektra IR yang berbeda pula. Duarte et al., 2002 menyebutkan kitosan yang

pengeringannya tidak sempurna akan memberikan puncak yang berbeda untuk

gugus OH. Pita serapan antara 1640-1550 cm-1 yang merupakan gugus amina (N-

H), sedangkan puncak 3500-3100 cm-1 merupakan gugus amida grup yang mana

berasal dari proses deasetilasi kitin yang belum sempurna. Pada proses deasetilasi,

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64

konsentrasi yang berbeda, dan waktu yang optimal akan menghasilkan derajat

deasetilasi yang berbeda pula.

Konsentrasi NaOH yang menurun akan menghasilkan Derajat deasetilasi

dan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan Derajat

deasetilasi yang lebih besar, jadi perbedaan derajat deasetilasi menunjukkan

perbedaan puncak spektra FTIR yaitu pada pita serapan NH dan OH dimana

absorbs gugus NH dan OH berbeda tergantung dari proses deasetilasi

(Mohammed, 2013)

Proses deasetilasi merupakan proses pembentukan kitosan dari kitin

menggunakan NaOH untuk mengganti gugus asetamida dengan gugus amino.

Pada penggunaan NaOH dengan konsentrasi dibawah 40 % dan suhu dibawah

1000 C serta pengadukan yang tidak homogen akan mengakibatkan viskositas

yang tinggi dengan cairan sampel menjadi mengental (Tsaih, 2003) hal ini akan

mengakibatkan rusaknya sampel yang diisolasi sehingga perlu penggunaan NaOH

diatas 40% dan suhu 1100 C serta pengadukan yang homogen untuk mendapatkan

isolasi kitosan yang terbaik dengan viskositas yang stabil sehingga cairan tidak

rusak dan mengental. Semakin tinggi konsentrasi NaOH, derajad deasetilasi (DD)

semakin besar, namun hal ini tidak selalu memberikan kenaikan DD yang

signifikan ( Tsaih and Chen, 2002)

Pada tabel 5.4 yang menjelaskan tentang hasil isolasi kitosan dan

karakterisasi mutu kitosan seperti rendemen, kadar air, kadar abu, derajat

deasetilasi (DD), dari berbagai sampel seperti pada sampel kerang darah yang

memiliki rerata rendemen kitin sebesar 38,5972%, kerang kupang sebesar

35,6339%, kerang manuk 27,9791%, dan rajungan 23,9873%. Hasil ini sesuai

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65

dengan penemuan para peneliti sebelumnya yang mendapatkan kitin dengan

rendemen 28,5% dari isolasi kitosan kerang bulu (Hastuti, 2015) Rendemen

kitosan pada kerang darah reratanya 15,3039 %, kerang kupang sebesar

12,1009%, kerang manuk sebesar 13,0109%. Rajungan sebesar 13,2724%. Dan

derajat deasetilasi untuk kerang darah reratanya sebesar 66,78%, kerang kupang

65,30%, kerang manuk 53,43%, dan rajungan sebesar 70,73%. Hasil ini sesuai

dengan Martino et al, 2005 yang menyebutkan nilai derajat deasetilasi kitosan

dapat berkisar antara 30-95%, perbedaan yang terjadi dipengaruhi oleh sumber

bahan yang digunakan dan prosedur preparasinya. Derajat deasetilasi hasil

ekstraksi kitosan pada penelitian ini sesuai derajat deasetilasi untuk kitosan

komersial yaitu sebesar 58,4% (p<0,05) (Sarbon et al., 2014) kecuali yang

dihasilkan dari cangkang kerang manuk yaitu 53,43%. Hal ini tampaknya

dipengaruhi oleh kadar abu cangkang kerang manuk yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan yang lain.

Nilai kadar air hasil isolasi kitosan yang diperoleh pada kerang darah

reratanya sebesar 0,6135%, kerang kupang sebesar 0,16254%, kerang manuk

0,5927%, dan rajungan sebesar 6,5994%. Hasil ini memenuhi persyaratan

menurut standar Daiwoo Korea dan Lab. Protan Jepang yang menyatakan

standarisasi kadar air untuk mutu kitosan ≤10%. Hasil ini dipengaruhi oleh proses

pada saat pengeringan, lama pengeringan, jumlah kitosan yang dikeringkan dan

luas permukaan tempat kitosan dikeringkan. Besarnya kandungan air pada kitosan

yang dikehendaki berbeda dalam pemanfaatannya di beberapa bidang, hal ini juga

mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroorganisme (Rochima et al.,

2004). Hasil kitosan yang diisolasi dari cangkang kerang darah, kerang kupang,

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66

kerang manuk, dan rajungan memenuhi syarat kadar air menurut Daiwo Korea

dan Lab. Protan Jepang.

Hasil kadar abu pada kerang darah reratanya sebesar 10,9696%, kerang

kupang 10,6418%, kerang manuk 11,4401% dan rajungan 10,1834%. Hasil ini

tidak memenuhi standar menurut Daiwoo Korea yang menyebutkan standar mutu

kitosan untuk kadar abu sebesar ≤0,5% dan Lab. Protan Jepang yang menyatakan

≤ 2% untuk penggunaan dalam bidang Farmasi. Pada penelitian isolasi kitosan

dari kulit udang diperoleh nilai kadar abu menurut SNI sebesar 5% (Mulyaningsih

et al., 2015) dalam penggunaan sebagai pengawet makanan, dalam hal ini kitosan

hasil isolasi Cangkang kerang darah, kerang kupang, kerang manuk dan Rajungan

bila dibandingkan dengan standart SNI belum memenuhi syarat.

Kadar abu yang tinggi pada kitosan hasil isolasi cangkang kerang darah,

kerang kupang, kerang manuk dan rajungan menunjukkan bahwa kandungan

mineral yang tersisa masih ada, khususnya silika yang tidak bisa dihilangkan

dengan HCl mengakibatkan nilai kadar abu ± 10%. Kadar abu yang besar pada

kitosan juga dapat mempengaruhi kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat,

nilai kadar abu ini juga berpengaruh terhadap ketajaman puncak spektrum dari

FTIR kitosan yang diperoleh. Untuk nilai pH hasil isolasi kitosan kerang darah

reratanya sebesar 7, pada kerang kupang reratanya sebesar 7, rajungan reratanya

sebesar 7 sedangkan untuk kerang manuk rerata pH sebesar 7,5 hasil ini masih

memenuhi persyaratan spesifikasi standar mutu kitosan sesuai SNI yang

menyebutkan persyaratan pH untuk kitosan berkisar antara 7-8.

Setelah dianalisis dengan menggunakan ANOVA Nilai sig yang kurang

dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perlakuan yang

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67

diberikan. Nilai sig pada rendemen kitin adalah sebesar 0,023. Nilai ini kurang

dari 0,05. Artinya, empat perlakuan yang diberikan memberikan efek rendemen

kitin yang berbeda. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang

memberikan efek yang signifikan maka dilanjutnya dengan uji Duncan, untuk

hasil Rajungan dan Kerang Manuk tidak memberikan efek rendemen kitin yang

berbeda. Kerang manuk dan kerang kupang juga tidak memberikan efek yang

berbeda pada rendemen kitin. Rendemen kitin yang diberikan oleh perlakuan

kerang darah dan kerang manuk juga tidak memberikan efek yang berbeda. Juga

untuk hasil rendemen Kitosan pada semua perlakuan adalah sama.

Efek perlakuan kerang manuk dan kerang kupang memberikan efek DD

Kitosan yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Sementara efek perlakuan

kerang kupang, kerang darah dan Rajungan juga memberikan efek perlakuan DD

Kitosan yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Keempat perlakuan berbeda

signifikan dalam memberikan pengaruh pada Kadar abu dan kadar air.

Dalam aplikasi kitosan sebagai adsorben, logam berat yang digunakan

Cu2+. Pada penelitian ini adsorben dari kitosan rajungan, kerang darah, kerang

kupang dan kerang manuk dapat diihat pada Tabel 5.5

Tabel 5.5 menunjukkan hasil penurunan kadar logam berat Cu2+ setelah

penyaringan dengan berbagai adsorben tersebut. Pada kitosan hasil isolasi dari

rajungan persentase penurunannya mencapai 100%, pada kitosan dari kerang

darah juga mencapai 100%, pada kitosan kerang kupang penurunannya hingga

100% sedangkan pada kitosan dari kerang manuk penurunannya bernilai

81,3407%. Ini menunjukkan penurunan yang baik dalam aplikasi adsorben logam

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68

berat. Hasil Analisa ANOVA tentang penurunan kadar Cu2+ semua perlakuan

tidak memberikan efek yang berbeda.

Proses penurunan logam berat merupakan proses yang kompleks, terdiri

dari sejumlah reaksi pertukaran ion sederhana dengan beberapa mineral. Beberapa

faktor seperti pH, sifat dan konsentrasi substrat dan ion teradsorpsi, kekuatan ion

dan kehadiran ion pengompleks merupakan faktor yang mempengaruhi proses

adsorpsi. Menurut Jin dan Bai, 2002 situs aktif pada kitosan diperankan oleh atom

N dari gugus amina (-NH2) dan atom O dari gugus hidroksi (-OH). Kedua atom

tersebut mempunyai elektron bebas yang dapat mengikat proton atau ion logam

membentuk suatu kompleks. Antaraksi pasangan elektron bebas pada atom O

lebih kuat daripada antaraksi pasangan elektron bebas pada atom N sehingga atom

N cenderung mudah menyumbangkan pasangan elektron bebas daripada atom O.

Pasangan elektron bebas dari atom N ini, selanjutnya akan berikatan dengan ion

logam, seperti reaksi berikut :

R-NH2 + H+ ↔ R-NH+3.....................................1)

Reaksi ini menunjukkan terjadinya protonasi dan deprotonasi gugus amino dalam

kitosan. Saat kitosan ditambahkan dalam larutan ion logam kemungkinan akan

terjadi reaksi seperti berikut :

R-NH2 + M2+ → R-NH2M2+ ............................2)

R- NH3+ + M2+ → R- NH2M2+ + H+ ........................3)

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69

R adalah komponen selain gugus –NH2 dalam kitosan dan M adalah logam Ketika

reaksi (2) berlangsung, elektron bebas dari atom N berinteraksi dengan ion logam.

Reaksi (3) mempunyai mekanisme yang sama dengan reaksi (2), meskipun gugus

NH2-kitosan sudah berubah menjadi bermuatan positif akibat menerima ion H+

dari lingkungan. Interaksi antara ion logam dengan atom N, pada reaksi (2) lebih

kuat daripada ikatan antara ion H+ dengan aton N pada reaksi (3) (protonasi gugus

amino). Hal ini disebabkan kekuatan interaksi elektrostatik antara pasangan

elektron bebas dari atom N dengan ion logam polivalen lebih kuat daripada

interaksi elektrostatik antara pasangan elektron bebas dari atom N dengan proton

monovalen (H+) (Jin and Bai, 2002).

Pada konsentrasi logam yang sangat tinggi, maka daya desak ion logam

terhadap kitosan sangat besar, akibatnya tidak hanya gugus amina yang berikatan,

tetapi secara simultan gugus hidroksil juga berperan, sehingga tidak lagi terbentuk

monolayer tetapi cenderung multilayer ( Widjajanti et al., 2007). Gugus –OH

dalam kitosan pada pH yang agak tinggi (antara 4 dan 5) kemungkinan akan

mengalami deprotonasi menjadi :

R – OH + OH-↔ RO- + H2O ................................(4)

R adalah gugus selain NH2 dan OH dalam kitosan, RO- yang terbentuk dapat

berikatan dengan ion logam yang bermuatan positif, sedangkan M adalah logam:

RO- + M+ → RO –M + ...............................................(5)

Hal ini dikuatkan oleh Jean –Pierre, 1994 bahwa gugus –OH pada

permukaan dapat juga mengalami reaksi dengan kompleks logam- hidrokso

(dalam air) membentuk kluster pada permukaan, seperti pada reaksi 5, dengan R

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70

adalah gugus selain –NH2 dalam kitosan, sedangkan n adalah bilangan oksidasi

logam M, dan x adalah bilangan koordinasi M dalam kompleks.

Gambar. 5.11 Pembentukan Kluster Permukaan Kitosan-ion Logam (Widjajanti et

al., 2006)

Pembentukan kluster ini kemungkinan simultan dengan pembentukan

kompleks permukaan amina- ion logam, sehingga memunculkan pulau- pulau

kluster yang tidak teratur pada permukaan. Pertumbuhan (nukleasi) permukaan-

adsorbat pada tidak hanya bergantung pada reaktifitas situs aktif permukaan.

Pertumbuhan permukaan- adsorbat bergantung juga pada kompetisi antara energi

adsorpsi dan tegangan permukaan. Pada konsentrasi adsorbat tinggi, cenderung

membentuk multilayer. Secara skematis pertumbuhan layer (Widjajanti et al.,

2007). Multilayer simultan dapat terbentuk bila jumlah adsorbat demikian banyak

sehingga adsorbat tidak mungkin lagi ‘memilih’ permukaan (situs) untuk tempat

ikatannnya, ketebalan layer (lapisan) menjadi bervariasi bahkan mungkin saja

yang terbentuk adalah ‘pulau-pulau adsorbat’ (Widjajanti et al., 2007). Beberapa

contoh ion logam yang dapat membentuk multilayer adalah Cd(II), Co(II),Mn(II) ,

Fe(III), Al(III), Cr(III). Sedangkan monolayer cenderung dibentuk antara

permukaan adsorbat dengan ion Cu(II) (Widjajanti et al., 2006).

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Fauzi dkk. 2009. Pengaruh Waktu Simpan Film Plastik Biodegradasi dari Pati
Kulit Singkong Terhadap Sifat Mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Vol.2, No.2, Hal 37-41.
Ali, Moftah, Ani Mulyasuryani, and Akhmad Sabarudin. 2013. Adsorption of
Cadmium By Silica Chitosan. The Journal of Pure and Applied Chemistry Research,
2 (2) : 62-66.
Albeson., Danny., Nybakken, J.W. 1986. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis.
Gramedia. Jakarta.
Bachok, Z., P. L. Mfilinge , M. Tsuchiya. 2006. Food Sources of Coexisting
Suspension-Feeding Bivalves as Indicated by Fatty Acid Biomarkers, Subjected to the
Bivalves Abundance on a Tidal Flat. Journal of Sustainability Science and
Management. 1 : 92-111.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 2007, Air Bersih Bebas Bakteri
dan Zat Kimia . www.walhi.or.id/air . Diakses pada tanggal 22 Februari 2012.
Budi hastuti dan nurina tulus. 2015. Sintesis kitosan dari cangkang kerang bulu
(anadara inflate) sebagai adsorben ion Cu2+. Seminar nasional dan Pendidikan
Kimia VII. Surakarta
Cheman, Y.B., Rohman, A. 2012. Analysis of canola oil in virgin coconut oil using
FTIR spectroscopy and chemometrics. J Food Pharm.Sci (2013), 5-9
Dance, S.P., Abbott Cecilia. 2000. Compendium of Seashells. Odyssey. Rolling Hills,
USA.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan
Toksikologl senyawa Logam.Universitas Indonesia. UI·Press.jakana.
Darjito, D., Purwonugroho, D., & Ningsih, R., 2014, The Adsorption of Cr (VI) Using
Chitosan-Alumina Adsorbent. The Journal of Pure and Applied Chemistry Research,
3 (2)
Debenay, J. P. & D. L. Tack. 1994. Environmental conditions, growth and production
of Anadara senilis (Linnaeus, 1758) in a Senegal Lagoon. Journal Mollusca Study. 60
: 113-121.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2000. Statistik Data Perikanan. Jakarta:


Departemen Kelautan dan Perikanan.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Duarte ML, Ferreira MC, Marvao MR, Rocha J (2002) An optimized method to
determine the degree of acetylation of chitin and chitosan by FTIR spectroscopy. Int J
Biol Macromol 31:1–8

Endang W. Laksono. 2006. Efek pH Terhadap Kemampuan adsorbsi Kitosan Dengan


Logam. Jurdik Kimia. Yogyakarta

Fernandez-Kim, S.-O., 2004, Physicochemical and Functional Properties of


Crawfish Chitosan as Affected by Different Processing Protocols, A Thesis in
Department of Food Science, Seoul National University.
Guibal, E. 2004. Metal Ion Interaction with Chitosan A Review. Separation and
Purification Tecnology. 38:43.
Guillen, M.D. dan Cabo, N., 1997, Infrared Spectroscopy in the Study of Edible Oils
and Fats, J. Sci. Food Agri.,75:1-11.
Hanafi, M., Syahrul A., Efrina D., dan B. Suwandi,, 1999. Pemanfaatan Kulit Udang
untuk Pembuatan Kitosan dan Glukosamin, LIPI Kawasan PUSPITEK, Serpong.

Hardjito, L. 2006. Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin. Majalah


Pangan. Media Komunikasi dan Informasi.

Hargono dan M. Djaeni, Pemanfaatan Kitosan dari Kulit Udang sebagai Pelarut
Lemak. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.
Hawab, H. M. 2005. Kitosan dapat Mengikat Molekul Kholesterol. J Nusa Kimia
2(1): 25-31.
Hendry, J., 2008, Teknik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portonus pelagious) secara
Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk Pembuatan
Polimer Kitin dan Deasetilasinya, http://www.fmipa.unila.ac. id/prosiding 2008, 10
November 2014

Huang, K. S., Jeng-Shian Cheng.,Fun-Eu Lin.& Shyh-Jer Lin. 2009. Preparation


and Properties of PAA-Chitosan/SiO2 Hybrid Materials. Kun Shan University
Taiwan. 1-20

Hien, V. D., D. Q. Huong, dan P. T. N. Bich. 2010. Study of the Formation of Porous
Hydroxyapatite Ceramics from Corals via Hydrothermal Process. Journal of
Chemistry. Vol. 48 (5). P. 591 - 596.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Honarkar, H. and Barikani, M., (2009), Applications of biopolymers I: chitosan,


Published online: SpringerVerlag.
Hutahaean,I.S. 2001. Penggunaan Kitosan Sebagai Penyerap Logam Zinkum(Zn2+)
Dan Logan Kromium(Cr3+) dengan Metode Spektrofotometri Serapan atom. Skripsi.
Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU
Hwang J, Hong S, Kim C. 1997. Effect of molecular weight and NaCl concentration
on dilute solution properties of chitosan. J Food Sci Nutr 2:1-5.

Jin, Li and Renbi Bai, 2002. Machanisms of Lead Adsorption on Chitosan/PVA


Hydrogel Beads. Langmuir. 18 (25) : 9765-9770
Juwana, S. dan Kasijan Romimohtarto, 2000, Rajungan Perikanan, Cara Budidaya
dan Menu Masakan. Djambatan, Jakarta.
Khan TA, Kok K, Hung S. 2002. Reporting degree of deacetylation values of
chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmaceut Sci
5:205-212.
Khan T.A., K.K. Peh, S.C. Hung. 2002. Reporting degree of deacetylation values of
chitosan: the influence analytical methods. Journal of Pharmacological Science 5 (3):
205-212.

Knorr D. 1982. Function properties of chitin and chitosan. J Food Sci 47(36).
Kobayashi C.C, De Fernandes, K.C. Miranda, De Sonsa, and Silva Mdo R. 2004.
Candiduria in Hospital Patients: A Study Prospective Mycopathologia 158(1):49-52

Kumar, Ravi, N., V., Majeti. 2000. A review of chitin and chitosan applications.
Reactive & Functional Polymers 46, 1-27.
Kurita, K. 2001. Controlled functionalization of the polysaccharide chitin. Journal of
Polimer Science. 26, 1921–71.
Kubota, N., Tastumoto, N., Sano, T. & Toya, K. (2000). A simple preparation of half
Nacetylated chitosan highly soluble in water and aqueous organic solvents.
Carbohydrate Research, Vol. 324, pp. 268–274.
Kurniasih, D., Atikah, A., & Sulistyarti, H., 2012, The Coated-Wire Ion Selective
Electrode (CWISE) of Chromate Using PVC-Membrane Based on Chitosan as A
Carrier, The Journal of Pure and Applied Chemistry Research, 1 (1) : 33-40.
Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga.
Surabaya. hal. 43-63.

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kyoon No, Meyers SP. 1997. Preparation of Chitin and Chitosan. Di dalam:
Muzzarelli RAA, Peter MG (eds.). Chitin Handbook. European Chitin Society. Italy.

Lamarque G, Cretenet M, Viton C, Domard A (2005) New route of deacetylation of


a-and b-chitins by means of freeze–pump out–thaw cycles. Biomacromolecules
6:1380–1388

Mali, S., M.V.E. Grossmann, M.A. Garcia, M.N. Martino, and N.E. Zaritzky. 2005.
Micro-structural characterization of yam starch films. J. Carbohydrate Polymer 50:
379−386.
Matheis F. J. D. P. Tanasale, Amos Killay, dan Marsela S. Laratmase, 2011,
Kitosandari Limbah Kulit Kepiting Rajungan (Portunus sanginolentus L.)
sebagaiAdsorben Zat Warna Biru Metilena, Jurnal Natur Indonesia, 14 (2) : 165-171.

Mekawati, Fachriyah, E. dan Sumardjo, D., (2000), Aplikasi Kitosan Hasil


tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam
Timbal, Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, Vol. 8 (2), hal. 51-
54

Moosa, M.K., I. Aswandi dan A. Kasry.1985. Kepiting bakau, Scylla serrata


(Forskal) dari perairan Indonesia. LON-LIPI, Jakarta.
Mohammed MH, Williams PA, Tverezovskaya O (2013) Extraction of chitin from
prawn shells and conversion to low molecular mass chitosan. Food Hydrocoll
31:166–171
Muzzarelli RAA, Rochetti R, Stanic V, Weckx M. 1997. Methods for the
determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Di dalam:
Muzzarelli RAA, Peter MG (eds.). Chitin Handbook. Grottamare:
European Chitin Soc.
No, H.K. Lee, S.H, Park, N.Y dan Meyers, S.P.2003. Comparison Of
Phsycochemical Binding And Antibacterial Properties Of Chitosans prepared
Without And With Deprotei Ization process. Journal of agriculture and food
chemistry 51: 7659-7663

Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan : Jakarta

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Nurdin, J., N. Marusin, Izmiarti, A. Asmara, R. Deswandi dan J. Marzuki. 2006.


Kepadatan populasi dan pertumbuhan kerang darah Anadara antiquate L. (Bivalvia:
Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatra Barat. Makara Sains, 10(2).
96-101.
Nurdin, J dan furkon. 2009. Ekologi Populasi dan Siklus Reproduksi Kerang Kopah
Gafrarium tumidum Rodin, 1798 (Bivalvia: Veneridae) di Perairan Pantai Teluk
Kabung, Padang, Sumatera Barat. Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Depok
Odete, PMO., Struszczyk, MK., dan Peter, MG., 2005, Characterization of Chitosan
from Blowfly Larvae and Some Crustacean Species from Kenyan Marine Waters
Prepared Under Different Conditions, Western Indian Ocean J Sci, 4 (1) : 99-107
Pavia DL, LampmanG. M Kriz G, S. Vyvyan JR (2009) Introduction to
spectroscopy.4th edn. Brooks/Cole, Cengage Learning, USA.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. Banyuasin
Protan Labortories. 1987. Catioal Polymer for Recovering Valuabe by Products from
Processing Waste Burgges. USA
Peniston, Q.P. and Johnson, E., 1980, Process for the Manufacture of Chitosan, US
Patent 4.195.175
Rahayu, L. H., dan Purnavita, S., (2007), Optimasi Proses Deproteinasi dan
Demineralisasi pada Isolasi Kitin dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus
pelagicus), Prosiding: Teori Aplikasi Teknologi Kelautan, ITS Surabaya, hal. III.8 –
III.11.

Rakhmawati, E., (2007), Pemanfaatan Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang


Bekicot Sebagai Adsorban Zat Pewarna Remazol Yellow, Surakarta ,Universitas
Sebelas Maret.

Rahmadani. 2011. Pemanfaatan kitoan dari limbah cangkang bekicot sebagai


adsorben logam tembaga..Medan.Universitas Negeri Medan

Reid, L. M., O„Donnell, C. P., dan Downey, G., 2006, Recent technological advances
for the determination of food authenticity, Trends Food Sci. Technol., 17:344-353
Rinaudo, marguerite. 2006. Chitin and Chitosan. Properties and applications.
Progress in polymer science.Elsevier 31, 603-632

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Rismiarti, Z., Atikah, A., & Sulistyarti, H., 2013, Construction and Characterization
of Coated Wire Oxalate Ion Selective Electrode Based on Chitosan, The Journal of
Pure and Applied Chemistry Research, 3 (1) : 19-26
Rismana, E. 2004. Serat Kitosan Mengikat Lemak.
http://www.kompas.com/kompascetak/0301/09/iptek/60155.htm. Diakses tanggal 29
februari 2009.

Rochima E. 2005. Aplikasi kitin deasetilase termostabil dari Bacillus papandayan


K29-14 asal Kawah Kamojang Jawa Barat pada pembuatan kitosan. Tesis. Bogor:
Program Pascasarjana, IPB.

Robert. G. A.1992. Chitin Chemistry., Nottingham Politechnic, McMillan, USA.


Rohman, Cheman, Y. B., Ismail, A and Puziah, H. 2011. FTIR spectroscopy
combined with cheometrics for analysis of cod liver oil in binary mixture with corn
oil. International Food Research Journal. 18 : 736-740
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota
Laut. Djambatan. Jakarta.
Rumengan, I.F.M., Suryanto, E., Modaso, R., Wullur, S., Tallei, T.E. and Limbong,
D. 2014. Structural Characteristics of Chitin abd Chitosan Isolated from the Biomass
of Cultivated Rotifer, Brachionus rotundiformis. International Journal of Fisheries
and Aquatic Sciences 3(1):12-18.
Sabarudin, A., and Motomizu, S., 2013, Functionalization of Chitosan with 3, 4, 5-
Trihydroxy Benzoic Acid Moiety for The Uptake of Chromium Species, The Journal
of Pure and Applied Chemistry Research, 2 (1) : 48-54.
Sankararamakrishnan, N. & Sanghi, R. (2006). Preparation and characterization of a
novel xanthated chitosan. Carbohydrate Polymers, Vol. 66, pp. 160–167.
Sarbon, S. kamaruzaman. 2014. Chitosan extracted from mud crab (Scylla olivicea)
shells : physicochemical and antioxidant properties. Food Sci Technol, 1-10, Springer
Inc
Sasic, S., dan Ozaki, Y., 2010, Raman, Infrared, and Near-Infrared. Chemical
Imaging, 67 - 73, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken.
Shahidi F, Synowiecki J (1991) Isolation and characterization of nutrients
and value- added products from snow crab (Chionoecetes Opilio) and shrimp
(Pandalus Borealis) processing discards. J Agric Food Chem 39(8):1527–1532

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Shahidi, F. and Abuzaytoun, R., (2005), Chitin, Chitosan, And Co-Products:


Chemistry, Production, Applications, And Health Effects, Advances In Food And
Nutrition Research, Vol 49, Elsevier Inc.
Shimek, R.L. 2008. Crabs, (Online). Website : www.reefkeeping.com. Diakses pada
tanggal 10 Maret 2012.
Sinardi. 2013. Pembuatan karakterisasi dan aplikasi kitosan dari cangkang kerang
hijau (Mytulus virdis Linneaus) sebagai koagulan penjernih air. Bandung. ITB
Srijanto, B., (2003), “Kajian Pengembangan Teknologi Proses Produksi Kitin dan
Kitosan Secara Kimiawi”, Prosiding seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2003,
Volume I, hal. F01-1 – F01-5.
Stuart, B., 2004, Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Apllications, 19-20, 33-
34, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Suhartono, M.T. 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan, kitooligosakarida. Foodreview J
(6) : 30-33

Sukma Sari, Sri Eva Lusiana, Masruri, Suratmo. 2014. Kitosan dari rajungan lokal
(Portunus pelagicus) asal Probolinggo, Indonesia. Kimia. Student Journal 2(2) :506 –
512

Triana. 2004. Synthesis of chitosan from chitin of escargot (Achatina fulica).


Biofarmasi J (2) 64-68
Tsaih and Chen. 2002. The Effect Of Reaction Time and Temperature During
Heterogenous Alkali Deacetylation on Degree of Deacetylation and Molecular
Weight of Resulting Chitosan. Journal of Applied Polymer Science. 88: 2921-2923
Wang H, Fang YE, Yan Y. 2001. Surface modification of chitosan membranes by
alkane vapor plasma. J Mat Chem 11: 1374-7
Watson, Stuart, Beydoun, D., Scott, J. & Amal, R., 2004. Preparation of nanosized
crystalline TiO2 particles at low temperature for photocatalysis, J. Nanopart. Res.,
Volume 6, pp.193-207.
Widwiastuti, H., Mulyasuryani, A., & Sabarudin, A., 2013, Extraction of Pb2+ using
Silica from Rice Husks Ash (RHA)–Chitosan as Solid Phase, The Journal of Pure
and Applied Chemistry Research, 2 (1) : 42-47. 10.
W. J. Nybakken, Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia, Jakarta,
1988

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Yuliusman dan Adelina, P.W., 2010, Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang


Rajunganpada Proses Adsorpsi Logam Nikel dari Larutan NiSO4, Prosiding Seminar
Rekayasa Kimia dan Proses 2010, ISSN : 1411-4216.

Yunizal dkk, (2001), Ekstraksi Khitosan dari Kepala Udang Putih (Penaeus
merguensis). J. Agric. Vol. 21 (3), hal 113-117
Yen MT, Yang JH, Mau JL (2009) Physicochemical characterization of chitin and
chitosan from crab shells. Carbohydr Polym 75:15–21

Zakaria, M. B. , M. J. Jais. , Wan-Yaacob Ahmad. , Mohd Rafidi Othman dan Z. A.


Harahap. , 2002. Penurunan Kekeruhan Efluen Industri Minyak Sawit (EIMS) Oleh
Koagulan Konvensional Dan Kitosan. Prosiding Seminar Bersama UKM-ITB ke-5.
Universitas Kebangsaan Malaysia. Malaysia.
Zeleny. M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc.Graw Hill. New York

TESIS ISOLASI, KARAKTERISASI DAN... IRZA DEWI SARTIKA

Anda mungkin juga menyukai