SKRIPSI
SAUSAN DONI
1111102000135
Sabun tanah merupakan alternatif bersuci dari najis mughalladzah yang bersumber
dari babi dan air liur anjing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi formula terbaik dalam sabun padat kaolin yang dapat digunakan sebagai
penyuci najis mughalladzah. Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama
dibuat tiga formua dengan memvariasikan konsentrasi minyak kelapa sebagai
berikut: yaitu FM1 (20%); FM2 (25%); dan FM3 (30%) untuk menurunkan kadar air
pada sabun padat kaolin. Tahap kedua dibuat dua formula dengan variasi konsentrasi
asam stearat, yaitu FA1 (8%); dan FA2 (9%) untuk mendapat kekerasan yang paling
optimal. Sabun yang peroleh dilakukan evaluasi meliputi organoleptik, pH, kadar
air, kekerasan, daya bersih, tinggi dan stabilitas busa dan evaluasi menurut SNI, yaitu
jumlah asam lemak, asam lemak bebas/alkali bebas dan minyak mineral untuk
formula terpilih. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui semakin meningkatkan
konsentrasi minyak kelapa, maka semakin rendah kadar air sabun tersebut sehingga
konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa yang
memberikan kadar air yang paling rendah pada sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil
uji statistik menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh
signifikan terhadap sifat fisika kimia antara formua A1 dan A2 memilki kemiripan
sehingga formula A2 dipilih sebagai formula terbaik dengan pertimbangan dari
formula A2 memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dan mendekati dengan nilai
kekerasan sabun komersil. Hasil uji sabun menurut SNI menunjukkan formula A2
memenuhi persyaratan mutu sabun mandi menurut SNI.
Kata Kunci: Najis mughalladzah, sabun padat, kaolin, minyak kelapa, asam stearat
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Keywords: Najis al-mughalladzah, solid soap, kaolin, coconut oil, stearic acid
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi
Farmsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai
penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis secara
khusus mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1. Allah SWT, yang atas izinnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. selaku pembimbing pertama dan bapak Dr.
Muhammad Yanis Musdja, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mebimbing dan mengarahkan,
memberikan ilmu dan saran sejak proposal, pelaksanaan penelitian sampai
penyusunan skripsi.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt. selaku ketua program studi farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M. Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan.
5. Baba dan Mama serta abang, kakak, adek-adek saya yang selalu memberikan
kasih saying, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun
materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membelas semua kebaikan,
cinta, dan kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah
selalu memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta, dan
kasih sayang kepada kedua orang tua hamba tercinta.
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Ibu Delina Hasan Dr., Dra., Apt., . Kes selaku Dosen Pembingan Akademik yang
telah membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengentahuan hingga
penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh laboran Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
atas kerjasamanya selama melakukan penelitian di laboratorium.
10. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan menyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada mereka semua.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna namun demikian penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak lain yang berkepentingan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
NIM : 1111102000135
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan Undang-Undang
Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Yang Menyatakan
(Sausan Doni)
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMPIMBING .……………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………. vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………………... v
ABSTRACT ………………………………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. vii
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………... xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………...... xiv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………................... 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….......... 4
1.3 Tujuan Penelitian …...………………………………………………................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………… 6
2.1 Najis dan Cara Menghililangkan Najis………………………………………… 6
2.2 Standar Thaharah ……………………………………………………............... 8
2.3 Sabun ……………………………………………………………….................. 9
2.3.1 Pengertian Sabun …………………………………................................ 9
2.3.2 Proses Pembentukan Sabun……………………………………………. 10
2.3.3 Komponen Pembentukn Sabun ………………………………………... 12
2.4 Sifat Fisika Kimia Sabun ……………………………………………………… 17
2.5 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ……………………………………… 19
2.6 Kaolin …………………………………………………………………………. 20
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………................ 22
3.1.1 Tempat Penelitian ………………………………………....................... 22
3.1.2 Waktu Penelitian ………………………………………………………. 22
3.2 Alat dan Bahan ………………………………………………………………… 22
3.2.1 Alat Penelitian ………………………………………………………… 22
3.2.2 Bahan Penelitian …………………………………………………........ 22
3.3 Prosedur Kerja ………………………………………………………………… 22
3.3.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin ……………………………………….. 22
3.3.2 Pembuatan Sabun Kaolin ……………………………………………... 24
3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Kaolin …………………………......... 25
3.3.4 Evaluasi Daya Bersih Sabun…………………………………………... 26
3.3.5 Evaluasi Sabun Menurut SNI …………………………………………. 26
3.3.6 Teknik Analisis Data ………………………………………………….. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 27
4.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin …………………………………………………27
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Minyak…………. 29
4.2.1 Pengamatan Organoleptis ……………………………………………. 29
4.2.2 Pengujian pH …………………………………………………………. 30
4.2.3 Pengujian kekerasan ………………………………………………….. 31
4.2.4 Pengujian Kadar air …………………………………………………... 33
4.3 Evaluasi Formula Sabun Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Steara………….... 34
4.3.1 Pengamatan Organoleptis …………………………………………….. 34
4.3.2 Pengujian pH …………………………………………………………. 34
4.3.3 Pengujian Kekerasan ……………………………………………......... 35
4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa ………………………………… 36
4.3.5 Pengujian Kadar Air ………………………………………………….. 39
4.3.6 Daya Bersih Sabun ……………………………………………………. 39
4.4 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) …… 40
4.4.1 Jumlah Asam Lemak …………………………………………………. 40
4.4.2 Alkali Bebas …………………………………………………………... 41
4.4.3 Minyak Mineral ………………………………………………………. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………. 43
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………................ 43
5.2 Saran …………………………………………………………………………... 43
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 44
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa …………………………………………….. 12
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa ………………………........... 13
Tabel 2.3. Syrat Mutu Sabun Menurut SNI …………………………………………........ 20
Tabel 3.1. Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa …………………. 23
Tabel 3.2. Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat……………………. 24
Tabel 4.1. Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa …………… 30
Tabel 4.2. Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Kaolin Variasi Konsentrasi
Minyak Kelapa …..……………………………………………………………. 30
Tabel 4.3. pH Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa …………………………………….. 32
Tabel 4.4. Kekerasan Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa …………………………….. 33
Tabel 4.5. Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ……………... 35
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Kaolin Variasi Konsentrasi
Asam Stearat…………………………………………………………………... 35
Tabel 4.7. pH Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ……………………….... 36
Tabel 4.8. Kekerasan Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ……………......... 37
Tabel 4.9. Tinggi Busa Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ………………... 39
Tabel 4.10. Stabilitas Busa Sabun Tanah Konsentrasi Asam Stearat ……………………... 39
Tabel 4.11. Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap Kotoran Minyak
Kelapa ……………………………………………………………………….... 41
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ………………………….... 41
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
Islam baik yang di Indonesia maupun di dunia yang memiliki pedoman mazhab yang
berbeda, beberapa golongan dari mareka tetap berpedoman. Ada hadis Nabi SAW yang
menyatakan bahwa penyucian najis berat harus dengan tujuh kali basuhan air dan salah
satunya menggunakan debu/tanah. Sehingga perkembangan sabun tanah penyuci najis ini
sangat diperlukan untuk memudahkan setiap golongan umat Islam yang ingin menyucikan
najis berat.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, pengunaan tanah /debu secara
langsung untuk proses penyucian najis berat (mughalladzah) dirasa kurang praktis bagi
kehidupan modern. Maka munculnya inovasi untuk memformulasikan tanah dalam bentuk
sediaan sabun pembersih yang lebih praktis sebagai penyuci najis mughalladzah. Sabun
yang mengandung tanah ini juga telah banyak dipasarkan di Thailand dan Malaysia, dengan
nilai penjualan mencapai 6-7 kali lipat dibandingkan sabun yang tidak mengandung tanah.
Menurut Fatwa dari Komite Islam Bangkok, konsentrasi tanah (clay) yang digunakan dalam
pembuatan sabun yang telah dipasarkan di Thailand adalah 0,05-95%. Konsentrasi ini dapat
digunakan sebagai penyuci najis mughalladzah sesuai dengan peraturan Islam (Dahlan,
2010). Dengan riwayat penduduk Islam terbesar di dunia, tentunya diharapkan
pengembangan produk sabun tanah untuk penyuci najis ini bias dilakukan oleh para peneliti
Indonesia, sehingga kebutuhan impor akan sabun ini bisa berkurang.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994 sabun mandi didefinisikan
sebagai senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai pembersih tubuh,
berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada
kulit. Syarat mutu sabun mandi padat yang ditetapkan oleh SNI yaitu sabun padat memiliki
kadar air maksimal 15 %, jumlah alkali bebas maksimal 0,1% dan jumlah asam lemak bebas
kurang dari 2,5%. Seperti yang kita ketahui, sabun merupakan sediaan yang kini menjadi
kebutuhan pokok manusia yang selalu digunakan pada kehidupan sehari-hari, sabun dibuat
dalam dua jenis yaitu sabun padat dan sabun cair (Wati, 2015). Keunggulan sabun padat
yaitu lebih ekonomis dan memiliki kestabilannya yang lebih baik dibanding dengan sabun
cair. Sabun batang sering mengandung asam lemak bebas untuk memperbaiki kekerasan
sabun dan meningkatkan penampilan fisik produk. Pemilihan lemak dan minyak serta rasio
yang digunakan dalam pembuatan sabun ditentukan dengan keseimbangan kinerja produk,
biaya, dan manufakturabilitas (Barel et al., 2009). Pemilihan minyak yang digunakan dalam
pembuatan sabun padat sangat menentukan kinerja produk. Salah satu contoh minyak dilihat
dari segi kinerja produk adalah minyak kelapa. Minyak kelapa sebagai salah satu bahan
dasar sabun padat dapat memberikan daya dan satabilitas busa yang baik, dan warna yang
lebih menarik (Anggraeni, 2014).
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari penelitian Ramaza (2016),
dengan variasi konsentrasi minyak kelapa dan asam stearat serta meningkatkan kadar kaolin
upaya mendapatkan daya pembersih yang sama dengan tanah/debu sebagai syarat sertu atau
samak najis mughalladzah. Tanah yang digunakan untuk pembuatan produk farmasi seperti
sabun sebaiknya memenuhi spesifikasi pharmaceutical grade untuk mendapatkan formula
sabun yang optimal (Anggraeni, 2014). Terdapat berbagai tanah dengan berbagai kandungan
mineral dan organik serta ukuran partikel yang berbeda sehingga akan mempengaruhi sifat
tanah tersebut. Sifat tanah yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sabun yang
berbeda, tekstur tanah ditentukan oleh komponen pembentukan tanah yaitu pasir, lanau, dan
lempeng, tanah lempeng seperti kaolin memiliki tekstur yang halus dan berukuran kaloidal
sehingga jika diformulasi akan memberikan tekstur, homogenitas dan stabilitas yang lebih
baik.
Dalam penelitian ini menggunakan kaolin sebagai tanah yang suci. Kaolin
merupakan jenis clay dengan ukuran partikel paling baik, sehingga dalam penggunaannya
akan memiliki luas permukaan aktif yang besar ( Puziah et al., 2013). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Angkatavanich, et al. (2009) sabun yang mengandung tanah kaolin
memiliki penampilan organoleptis paling baik dan viskositas lebih rendah dari jenis tanah
lain.
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ramaza (2017), yaitu formulasi
sabun padat dengan variasi minyak kelapa dan asam stearat sebagai penyuci najis
mughalladzah. Pada tahap pertama dibuat tiga formula dengan vairasi konsentrasi minyak
kelapa, yaitu 20%, 25% dan 30% untuk menurunkan kadar air pada sabun padat kaolin. Dan
pada tahap kedua dibuat tiga formula dengan variasi konsentrasi asam stearat, yaitu 10%,
12% dan 14% untuk mendapatkan kekerasan sabun yang paling optimal. Sabun dievaluasi
sifat fisikanya yaitu pH, kekerasan, kadar air, daya bersih, tinggi dan stabilitas busa serta uji
aktivitas antibakteri dan evaluasi menurut SNI, yaitu kandungan asam lemak, alkali bebas,
dan minyak mineral. Berdasarkan hasil penelitian bahwa semakin meningkatkan konsentrasi
minyak kelapa, maka semakin rendah kadar air sabun sehingga konsentrasi minyak kelapa
30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa yang memberikan kadar air paling rendah
pada sabun padat kaolin. Dan hasil sabun dengan variasi asam stearat menunjukkan bahwa
peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh signifikan terhadap kekerasan, kadar air,
daya bersih, tinggi dan stabilitas busa.
Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini dilakukan modifikasi dari
penelitian Ramaza, yaitu dengan menggantikan konsentrasi tanah kaolin dari 12%, dikarena
hasil uji aktivitas antibakteri dengan uji swab mulai dari pembilasan pertama sampai ketujuh
menunjukkan bahwa pembilasan pertama masih ada bakteri tertinggal pada tangan yang
merupakan bakteri yang berasal dari air liur anjing. Maka dari hasil tersebut tanah
ditingkatkan menjadi 20% untuk meningkatkan kerja sabun dalam membersihkan badan dari
najis air liur anjing yang mengacu pada mazhab Syafi’i dan Hambali yaitu mencuci najis
besar harus dengan tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Dan dalam penelitian ini juga
bermanfaat untuk mengetahui formulasi optimal dari peningkatan minyak kelapa dan asam
stearat terhadap hasil evaluasi serta menghasilkan sabun padat yang memenuhi persyaratan
SNI 06- 3532-1994.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
َكَ َف َطهِّر
ََ َو ِث َيا َب
Artinya: “dan bersihlah pakaianmu” (QS. Al-Mudatstsir/74:4).
Najis dibagi ke dalam tiga bagian :
a. Najis mukhaffafah adalah najis ringan yang berupa air kencing bayi laki-laki yang
hanya mengkonsumsi air susu ibunya. Cara membersihkannya adalah dengan
memercikkan air secara merata ke tempat yang terkena najis tersebut (Al-Mahfani,
2008).
b. Najis mutawasithah adalah najis sedang. Adapun yang termasuk ke dalam najis
tersebut adalah segala sesuatu yang keluar dari qobul dan dubur manusia seperti air
kencing (yang dimaksud adalah air kencing bukan najis mukhaffafah sebagaimana di
atas) (Sumaji, 2008), tahi, darah haid, dan nifas. Cara membersihkan najis ini harus
dicuci sehingga hilang rasa, bekas, dan baunya (Al-Mahfani, 2008).
c. Najis mughalladzah merupakan najis berat (Al-Mahfani, 2008). Yang termasuk
najis ini adalah air liur anjing dan babi. Cara membersihkannya adalah terlebih
dahulu dihilangkan wujud benda najis tersebut, kemudian dibasuh dengan air
sebanyak tujuh kali sampai bersih dan salah satunya memakai tanah (Sumaji, 2008).
Cara ini berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
Artinya : “Cara mensucikan bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing
hendaklah dibasuh tujuh kali dam salah satunya dicampur dengan debu” (HR.
Muslim).
Kenajisan anjing diketegorikan oleh fuqaha sebagai mughalladzah (najis berat)
karena cara penyuciannya yang memerlukan proses samak atau sertu. Walaupun nas hadist
diatas menyebut tentang cara penyucian bekas jilatan anjing saja, namun sebagian fuqaha
menggunakan kaidah qiyas untuk menyamakan hukum dan cara basuhan tersebut untuk
seluruh tubuh anjing. Perintah Rasullullah SAW untuk menyucikan bekas yang diminum
oleh anjing adalah dalil utama yang menunjukkan najisnya lidah, air liur dan mulut anjing.
Jika lidah dan mulut dikategorikan sebagai najis, maka sudah tentu anggota tubuh lainnya,
yakni seluruh badannya adalah najis juga (Fatwa Malaysia,2013).
Adapun babi, kenajisannya termaksud dalam firman Allah SWT, yang artinya: “ Aku
tidak dapati dalam apa yang telah diwahyukan kepadamu, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya melainkan jika benda itu bangkai, atau darah yang
mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya ia adalah najis (QS. Al-An’am: 145)”. Jika
daging babi adalah najis, maka kesuluruhan badan dan anggota tubuh babi adalah najis juga.
Hal ini dikarenakan daging merupakan bagian utama bagi seekor hewan, sehingga jika yang
terkena najis babi, sebagian ulama berpandangan adalah sama seperti penyucian najis anjing
yaitu dengan menyamaknya dengan tujuh basuhan air dengan salah satu besuhannya
hendaklah disertai dengan tanah, hal ini dikarenakan babi diqiyaskan kepada anjing, maka
cara penyuciaannya juga mengikuti cara penyucian jilatan anjing (Fatwa Malaysia, 2013 dan
Kadir, 2009).
Menurut mazhab Imam Syafi’i, Hambali dan Hanafi menyebutkan bahwa anjing
adalah najis, namun dari ketiga mazhab tersebut memiliki perbedaan dalam cara mensucikan
najis. Adapun Imam Syafi’i dan Imam Hambali menyebutkan bahwa bejana yang dijilat
anjing harus dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya dengan tanah (Mughniyah,2015),
sedangkan Imam Hanafi menyabutkan bahwa bekas jilatan anjing dapat disucikan
sebagaimana mencuci najis lainnya yaitu cukup dibasuh satu kali hingga diyakini najisnya
sudah hilang. Namun, jika diduga bahwa najisnya belum hilang, maka bekas jilatan tersebut
harus dibasuh lagi hingga diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh dua puluh kali (Ad-
Dimasyqi, 2001). Imam Maliki berpendapat lain bahwa anjing adalah suci (Ad-Dimasyqi,
2001), namun bejana bekas jilatan anjing dibasuh sebanyak tujuh kali bukanlah karena najis
melainkan karena ta’abbud (beribadah) (Mughniyah, 2015). Menurut empat mazhab (Syafi’i,
Hambali, Hanafi, dan Maliki) dalam buku Fiqh Lima Mazhab (2015), disebutkan bahwa babi
hukumnya sama seperti anjing yaitu najis dan cara menyucikannya denga dibasuh sebanyak
tujuh kali, satu diantaranya dengan tanah (Mughniyah, 2015).
Menyucikan najis disebut juga dengan thaharah (bersuci). Menurut istilah ahli fiqih,
thaharah berarti membersihkan hadas atau najis, yaitu najis jasmani seperti darah, air
kencing, dan tinja (Mughniyah, 2002). Thaharah adalah bentuk ritual karena untuk
menetapkan sesuatu suci atau tidak hanyalah berdasarkan kepercayaan (tidak menggunakan
alasan logis). Kesucian atau kenajisan hanyalah ajaran, ritus, ritaul dan kepercayaan.
Ketentuan seperti ini resmi dari Allah SWT dan dibawa oleh Rasulullah SAW secara sah.
Debu, tanah lumpur, keringat dan sejenisnya dalam ilmu fiqih bukan merupakan benda yang
kotor dan bukan termasuk najis. Debu dan tanah justru merupakan satu satu alternatif yang
digunakan umat Islam untuk bersuci rinci dalam ajaran Islam berupa kadar abu/tanah yang
harus digunakan dalam bersuci. Berdasarkan kitab hadist Shahih Imam Bukhari dalam bab
tayamum, Nabi Muhammad SAW bersabda “cukup bagimu (wajah dan kedua telapak tangan
dan atau punggung tangan) demikian ini”, beliau lalu memukulkan kedua tangannya ke
tanah kemudian meniupnya dan beliau mengusapkan kedua telapak beliau ke wajah beliau
dan telapak tangan beliau serta pungung tangan hingga pergelangan (Efendi,2007).
Maka dari itu, tiga sifat tersebut harus terpenuhi jika seseorang akan menghilangkan
najis yang merupakan tolak ukur dalam bersuci (Khoirunnisa’, 2010).
2.3 Sabun
2.3.1 Pengertian Sabun
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau
kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani (SNI, 1994). Sabun juga
merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua
komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan natrium atau kalium
(Ophardt, 2003).
Menurut SNI (1994), sabun mandi merupakan sabun natrium yang umumnya
ditambahkan zat pewangi dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak
membahayakan kesehatan. Sabun mandi terdiri atas berbagai bentuk seperti berbentuk padat
(batang), cair dan gel. Menurut Jungermann et al. (1979), sabun mandi batang terdiri dari
coldmade, opaque dan sabun transparan. Sabun mandi cold-made mempunyai kemampuan
berbusa dengan baik di dalam air yang mengandung garam (air sadah). Sabun opaque adalah
jenis sabun mandi biasa yang berbentuk batang dan tidak transparan. Sabun transparan atau
disebut juga sabun gliserin mempunyai tampilan yang lebih menarik karena transparansinya
dan menghasilkan busa lebih lembut di kulit.
Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi
di antara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi dan membuatnya lebih mudah
dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya dapat dihilangkan secara fisik dan kemudian
terdispersi dalam larutan sabun sebagai hasil emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa
kotoran dapat dihilangkan dengan cara tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh sabun
(Mitsui, 1997)
Sabun diproduksi dan diklasifikasi menjadi beberapa grade mutu. Sabun dengan
grade mutu A diproduksi dari bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan mengandung
sedikit alkali bebas. Sabun grade mutu A biasanya digunakan sebagai sabun mandi, sabun
dengan grade mutu B diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang
lebih rendah dan mengandung sedikit alkali tetapi kandungan alkali pada sabun tersebut
tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun ini biasanya digunakan untuk keperluan
mencuci pakaian dan piring. Sedangkan sabun grade C mengandung alkali bebas yang relatif
tinggi yang berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang berwarna gelap (Kirk dkk,
101954 dalam Handi, 2008).
Reaksi kimia pada proses netralisasi asam lemak dapat dilihat pada gambar 2.3
Menurut Cavith (2001), molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen dan
oksigen yang disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala merupakan gugus
hidrofilik (rantai karboksil) yang bek mengikat air, sedangkan bagian ekor merupakan gugus
hidrofobik (rantai hidrokarbon) yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan minyak.
Jika sabun dilarutkan di dalam air, ujung hidrofilik dari molekulnya ditarik ke dalam
air dan melarutkannya, tetapi bagian hidrofobik ditolak oleh molekul air. Akibatnya, suatu
lapisan tipis terbentuk di atas permukaan air, dan secara drastis menurunkan tegangan
permukaan air (Gambar 2.4). Jika larutan sabun tersebut mengenai sesuatu yang berlemak
atau berminyak, maka bagian molekul sabun langsung terorientasi. Bagian hidrofobik
membalut kotoran yang bersifat minyak, sedang bagian hidrofilik tetap larut dalam fase air.
Dengan gerakan mekanis membilas maka minyak dan lemak terdispersi menjadi tetesan-
tetesan kecil dan molekul sabun tersusun sendiri mengelilingi permukaannya. Tetesan lemak
atau minyak yang dikelilingi oleh molekul sabun tersebut disebut misela. Karena gugus
karboksilat dari molekul sabun terproyeksi ke luar, permukaan misela menjadi bermuatan
negatif. Seluruh misela menjadi larut dalam air dan terbuang bersama air pencuci. Proses
pembersihan berlangsung dengan menurunkan tegangan permukaan air dan mengemulsikan
kotoran (Tarigan, 1983).
Minyak kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh (Kataren, 1986).
Asam-asam lemak dominan yang menyusun minyak kelapa adalah laurat dan miristat, yang
merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah (Woodroof, 1979).
Shrivastava (1982) menyatakan minyak kelapa sebagai salah satu jenis minyak
dengak kandungan asam lemak yang paling kompleks. Asam lemak yang paling dominan
dalam minyak kelapa adalah asam laurat (HC12H23O2). Asam-asam lemak yang lain adalah
kaproat (HC16H11O), kaprilat (HC8H15O2) dan kaprat (HC10H19O2). Semua asam lemak
tersebut dapat larut dalam air dan bersifat mudah meguap jika didestilasi dengan
menggunakan air atau uap panas.
Tabel 2.2 komposisi asam lemak dalam minyak kelapa
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam lemak jenuh
Laurat (C12H24O2) 44-52
Miristat (C14H28O2) 13-19
Palmitat (C16H32O2) 7,5-10,5
Kaprilat (C8H16O2) 5,5-9,5
Kaprat (C10H20O2) 4,5-9,5
Stearat (C18H35O2) 1-3
Kaproat (C6H40O2) 0-0,8
Arachidat(C20H40O2) 0-0,4
Asam lemak tak jenuh
Oleat (C18H32O2) 5-8
Linoleat (C18H32O2) 1,5-2,5
Palmitoleat (C16H30O2) 0-1,3
Sumber: Thieme (1968)
Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik
dan sering digunakan dalam formulasi sabun. Menurut Corredoira dan Pandolfi (1996),
penggunaan asam laurat sebagai bahan baku akan menghasilkan sabun dengan kelarutan
yang tinggi dan karakteristik busa yang baik.
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai basa kuat atau sodium hidroksida
merupakan jenis basa logam kuat. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium
oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat
ketika dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang
industri. Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas,
tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium hidroksida juga merupakan basa
yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia (Williams dan Schmitt, 2011).
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
erpihan, dan butiran. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon
dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor
ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas
(Wade dan Weller, 1994). Ion Na+ dari NaOH bereaksi dengan asam lemak membentuk
sabun, (Cavith, 2001).
Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus tepat jumlahnya. Apabila
NaOH terlalu pekat atau berlebih maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan asam lemak
akan terlalu tinggi sehingga memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya
apabila NaOH yang ditambahkan terlalu sedikit jumlahnya, maka sabun yang dihasilkan
akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak yang tinggi dapat menggangu
proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kirk dkk., 1952).
3. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari asam lemak,
sebagian besar dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan heksadekanoat (C16H32O2) berupa zat
padat keras mengikat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, sedikit berbau,
mirip lemak lilin; larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan
dalam 3 bagian eter P (Departemen Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk, 2009). Asam stearat
tidak kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan mungkin tidak kompatibel
dengan agen produksi dan agen pengoksidasi. Asam stearat berperan dalam memberikan
konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997).
4. Gliserin
Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, tidak berbau, manis
diikuti rasa hangat dan hidroskopis. Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95% P,
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Departemen
Kesehatan RI, 1979). Gliserin digunakan sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent
yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Gliserin merupakan bahan yang hidroskopis.
Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara kimia. Dapat
terkristalisasi jika disimpan pada suhu rendah dan kristal tersebut tidak meleleh hingga
dipanasan pada suhu 20% ( Rowe dkk, 2009).
5. Butylated hydroxytoluene (BHT)
Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dam lemah. BHT praktis tidak larut
dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan dilute aqueos asam mineral;
sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter, metonol, toluen, fixed oils dan minyak
mineral. digunakan sebagai antioksidan untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02%
(Rowe et al., 2006). basis sabun dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi (misanya
oleat, linoleat, dan linolenat) dan adanya aditif sabun tertentu, seperti pengaroma, cenderung
menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif dan atmosfer yang tidak diinginkan. oleh
karena itu, preservatif (agent chelating dan antioksidan) diperlukan untuk mencegah dari
terjadinya oksidasi. antioksidan yang paling umum digunakan dalam hubungannya dengan
chelating agent pada sabun batangan adalah butylated hydroxytoluene (BHT) (Barel et al.,
3009)
6. Triklosan
Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada suhu 57°C dan
terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam air; larut dalam alkohol, dalam
aseton, dan metil alkohol; sedikit larut dalam minyak. Triklosan biasa digunakan sebagai
antimikroba atau pengawet dalam produk sabun, krim dan larutan dalam konsentrasi sampai
2% (Sweetman, 2009). Penambahan antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk
penggunaan jangka panjang (Barel dkk, 2009).
Triklosan digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimal
0,3% (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Penambahan antimikroba pada sabun
batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama antara mencuci dan
mandi. Sabun batang sangat efektif dalam menghilangkan mikrobial flora. Antimikroba yang
umum digunakan dalam bentuk sabun batang adalah trichlorocarbanilide (TCC), trikloro
difenil hidroksietil (triclosan), dan para-chloro m-xylenol (PCMX). TCC efektif terhadap
bakteri gram positif, sedangkan triclosan dan PCMS efektif terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif (Barel dkk, 2009)
7. Etanol
Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Berupa cairan tak berwarna, jernih,
mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap. Etanol sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P. Etanol mudah menguap pada suhu rendah, mendidih pada
78oC, dan mudah terbakar (Departemen Kesehatan RI, 1995).
8. Kokamidopropil betain
Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amin ([R1R2R3]N+CN2COOH), yang
diklasifikasikan sebagai kationik karena menunjukkan muatan positif permanen. Karena
betain juga memiliki kelompok fungsional bermutan negatif dalam kondisi pH netral dan
basa, maka disebut sebagai surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain berasal dari
nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat (betaine), sulfat
(sulfobetaine atau sultaine), fosfat (phosphobetaine atau phostaine) (Paye et al., 2006).
Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembersih dan pengemulsi yang baik,
khususnya dengan keberadaan surkaktan anionik. Betain memiliki efek iritasi yang rendah
pada mata dan kulit, bahkan dengan adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan
anionik. Hal ini terbukti dari penelitian Teglia dan Secchi (1994), cocamidoprophil betaine
dapat menurunkan iritasi dengan efek yang mirip dengan wheat protein ketika ditambahkan
ke dalam larutan sodium lauryl sulfate. Baik wheat protein maupun cocamidoprophil betaine
dapat melindungi kulit dari iritasi (Barel et al., 2009).
9. Natirum Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat (NSL) adalah campuran natrium alkil sulfat, natrium dodesil
sulfat, C12H25SO4-Na+, sangat larut dalam air pada suhu kamar dan digunakan dalam farmasi
sebagai pembersih kulit sebelum operasi, yang memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri
gram-positif dan juga digunakan pada shampoo. NSL juga merupakan komponen dari
emulsifying wax (Attwood et al., 2012).
Natrium lauril sulfat termasuk kedalam golongan surfaktan anionik. Natrium Lauril
Sulfat (NSL) memiliki panjang rantai karbon 12 dan merupakan salah satu surfaktan yang
paling umum. Surfaktan ini kurang ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat,
yakni di kisaran C14-C18, penetrasi surfaktan melalui stratum korneum menurun seiring
dengan potensi iritasi dan kapasitas busa yang menurun. Rantai dengan jumlah karbon yang
lebih rendah dari 12 ditoleransi lebih baik oleh kulit daripada SLS tetapi menunjukkan bau
yang lebih menonjol. Kombinasi dengan surfaktan lain dapat meningkatkan kompasitas NSL
terhadap kulit sekaligus menghasilkan busa yang lebih baik. Lauril sulfat tersedian dalam
bentuk berbagai garam: SLS, amonium lauril sulfat (ALS), magnesium lauril sulfat [Mg
(LS) 2], dan trietanolamin lauril sulfat (teals). Toleransi lauril sulfat terhadap kulit berturut-
turut sebagai berikut: Mg (LS) 2>teals.NSL>ALS (Paye et al., 2006).
10. Parfum
Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik produk agar disukai
oleh pelanggan. Banyak varian pewangi yang ditawarkan, biasanya beraroma bunga dan
buah. Pewangi dipilih berdasarkan selera pembeli asalkan tidak berbau ekstrim. Pewangi
juga bisa berasal dari bahan alkohol, kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel, 1972).
11. Aquadest
Air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat tercampur dengan fraksi
lema. Winarno (1997) menyebutan bahwa sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom
oksigen yang berikatan kovelen dengan dua atom hidrogen. Air tergolong senyawa alam
yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang
kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi
listrik, atau zat kimia, seperti logam kalium.
sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit pH kulit menjadi normal kembali.
(Wasitaatmaja, 1997).
c. Busa
Busa (foam) adalah suatu system disperse yang terdiri atas gelembung gas yang
dibungkus oleh lapisan cairan (Grace, 2010). Busa merupakan salah satu parameter yang
sangat penting dalam penentuan mutu sabun. Metode laboratorium untuk mengevaluasi busa
yaitu tes tinggi pembusaan Ross-Miles (Ross-Miles foam height test). Pada tes tersebut,
sabun dilarutkan kemudian dituang dari ketinggian yang telah ditentukan menuju permukaan
larutan sabun yang sama. Tinggi busa dan stabilitasnya diukur. (Paye dkk, 2006). Sabun
dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh konsumen. Stabilitas busa merujuk
kepada kemampuan busa untuk mempertahankan parameter utamanya dalam keadaan
konstan selama waktu tertentu. Parameter tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan
cairan, dan total volume busa. “waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling
sederhana untuk menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998 dalam Grace, 2010)
d. Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. Maksimal
kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras
sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air
akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). Prinsip dari pengujian kadar air
sabun adalah pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 105°C. Tingkat
kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air maka
sabun akan semakin lunak (SNI, 1994).
e. Jumlah Asam Lemak
Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang
telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai
kandungan total asam lemak minimal 70%. Hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan
sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk
meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat
sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass,
protein, susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan
bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh
kulit (Qisti, 2009).
f. Minyak Mineral
Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat
penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan
(Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam lemak
bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan
tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak
yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 1994).
2.6 Kaolin
Menurut husnain (2010), tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari
agregat (nutiran) mineral-mineral padat dan dari bahan-bahan organik yang melapuk
(Anggrarni,2014). Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada tempat
yang terkrna najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak memperincikan bentuk dan
keaddan tanah yang boleh digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Ini soalah-olah
menunjukkan semua jenis tanah yang ada diatas muka bumi ini boleh digunkan untuk
menyamak. Berdasaran Fatwa Malaysia tahun 2006, tanah yang dicampur benda asing
tidaklah menjadi halangan selama ia tidak mengubah keaslian tanah dan suci. Sedangan dari
aspek tanah yang digunaan,Rasulullah SAW tidak pernah menyatakan lapisan tanah
keberapa yang perlu digunakan, karena pada asasnya tanah atau pasir adalah suci (Mauliana,
2015).
Allah SWT befirman dalam Q.S Shad ayat 27 :
ض َو َما َب ْي َن ُه َما َباطِ اًل َذلِ َك َظنُّ الَّذِينَ َك َف ُروا َ الس َماء َو ْاْلَ ْر
َّ َو َما َخلَ ْق َنا
َف َو ْيل ٌ لِّلَّذِينَ َك َف ُروا مِنَ ال َّنا
Wamaa khalaqnassama'a wal'ardla wamaa baynahumaa baathilan dzalika
dhannulladziina kafaruu fawaylullilladziina kafaruu minannar(i)
Artinya: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka. “(Q.S Shad : 27) .Ayat tersebut menjelaskan
bahwa Allah SWT tidak menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dengan sia-sia, semua
yang ada di bumi pasti memiliki manfaat seperti tanah.
Tanah telah digunakan sejak dahulu dan terus digunakan dalam berbagai produk
industri dan komersial. Beberapa kegunaan dari tanah antara lain pelapis dan pengisi kertas,
keramik, kosmetik, produk tahan api, produk bangunan, semen porttland, absorben,
makanan sebagai aditif makanan, dan obat-obatan (Nesse, 2012). Bahan tanah yang
digunakan dalam penilitian adalah kaolin.
Kaolin, sering disebut tanah liat Cina, adalah sejenis tanah liat berkualitas tinggi
yang merupakan bahan galian industri yang berasal dari pelapukan mineral feldspar atau
pelapukan batuan granit (Komandoko, 2010). Untuk pembentukan kaolin, maka proses
pelapukan atau alterasi harus bersih dari ion-ion seperti ion Na, K, Ca, Mg dan Fe. Kaolin
tidak menyerap air, sehingga tidak dapat mengembang ketika kontak dengan air (Nidya,
2008). Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan denngan
pencucian dan telah dikeringkan, mengandung bahan pendispersi. Kaolin berupa serbuk
ringan, putih, bebas dari butiran kasar, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan licin
(Departemen Kesehatan RI, 1995).
Kaolin secara alami mengandung mineral yang digunakan dalam formulasi oral dan
topikal dibanding farmasi. Kaolin praktis tidak larut dalam dietil eter, etanol 95%, air,
pelarut organik lainnya, asam encer dingin dan larutan alkali hidroksida. Kaolin merupakan
bahan atau mineral yang stabil dan tidak beracun (Rowe et al., 2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.1 Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian II Program Studi Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Formulasi Sediaan Semi
Solid dan Liquid Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Laboratorium Non-Pangan, Balai
Pengujian Barang, Ciracas Jakarta Timur.
3.1.2 Waktu
Penelitian berlangsung selama dari bulan Januari hingga selesai.
3.2.1 Alat
Timbangan analitik, thermometer, penetrometer, beaker gelas, cawan penguap, kaca
arlogi, kelas ukur, oven, indicator, penangas air, spatula, batang penganduk, pipit tetes, pH
meter, piknometer, vortex, tabung reaksi, labu ukur, dan alat-alat gelas kimia lainnya.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu kaolin, NaOH 35%, kokamidopropil betian,
natrium lauril sulfat, gliserin, etanol 96%, minyak kelapa, asam stearat, butylated
hydroxytoluen, triklosan, parfum lemon, aquadest.
Dilakukan formulasi sabun tanah dengan variasi konsentrasi minyak kelapa dan asam
stearat. Sabun tanah dibuat dalam 5 formula seperti yang tertera pada Tabel 3.1 dan Tabel
3.2
FA1 FA2
Kemudian sabun dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi (Remaza, 2017 dengan
modifikasi).
3. pH Sabun
Sampel dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam
gelas kimia. Akuades yang memiliki pH 7 ditambahkan sebanyak 10 mL dan diaduk sampai
larut kemudian dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah
dikalibrasi dengan pH 4, 7, dan 9. Selanjutnya pH meter didiamkan beberapa saat hingga
didapatkan pH yang tetap (Laeha, 2015). Menurut ASTM (2001) pH sabun yang relatif aman
adalah 9-11.
4. Kekerasan Sabun
Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Jarum
pada penetrometer ditusukkan ke dalam sampel dan dibiarkan untuk menembus bahan
selama 5 detik pada temperature konstan (27°C). Kedalaman penetrasi jarum ke dalam bahan
dinyatakan dalam 1/10 mm dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer (jannah,
2009)
5. Kadar air
Cawan petri yang telah dikeringkan ditimbang lalu dimasukkan dalam oven pada
suhu 105°C selama 30 menit (W0). Sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan petri
yang telah dikeringkan (W1). Dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Lalu
didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang lalu ditimbang (W2). Kemudian dihitung
dengan rumus berikut: (Standar Nasional Indonesia, 2016)
Keterangan:
Kadar air dalam satuan % fraksi massa
W0 = bobot cawan kosong (g)
W1 = bobot contoh uji dan cawan sebelum pemanasan (g)
W2 = bobot contoh uji dan cawan setelah pemanasan (g)
W = bobot sampel
kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk
mengetahui perbedaan bermakna antara formula hasil pengujian. Data yang tidak
terdistribusi normal dan tidak homogeny, dilanjutkan dengan analisis statistic non parametric
yaitu uji Kruskal Wallis (Mauliana, 2016).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun padat kaolin dalam penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi
minyak kelapa dan asam stearat. Formulasi dasar sabun ini mengacu pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ramaza, dengan meningkatkan tanah kaolin dari 12%
menjadi 20% untuk dapat membersihkan badan dari najis dari air liur anjing yang mengacu
pada mazhab Syafi’i yaitu mencucikan najis besar harus dengan tijuh kali dan salah satunya
dengan tanah.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun padat kaolin meliputi minyak
kelapa, natrium hidroksida, asam stearat, kokamidopropil betain, Natrium lauril sulfat
(NLS), kokamidopropil betain, kaolin, gliserin, BHT, triklosan, etanol 96%, parfum, dan
akuades. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat, BHT, dan minyak kelapa terlebih
dahulu dilebur di atas penangas air hingga suhu 70°C sampai melebur sempurna. Setelah itu,
ditambahkan larutan NaOH 35% pada suhu yang sama yaitu 70°C ke dalam fase minyak
tersebut sehingga terbentuk stok sabun. Setelah terbentuk stok sabun, selanjutnya
ditambahkan secara berturut-turut gliserin, Natrium lauril sulfat (NLS), triklosan (yang telah
dilarutkan dalam etanol 96%), lalu ditambahkan kaolin dan sisa air sedikit demi sedikit ke
dalam campuran massa sabun. Setelah itu, massa sabun dimasukkan ke dalam cetakan sabun,
dan dibiarkan mengeras selama ± 24 jam di dalam lemari pendingin untuk mempercepat
proses pemadatan sabun. Sabun yang telah mengeras, dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan
selama ± 24 jam pada suhu ruang, lalu dievaluasi sifat fisika kimia sabun.
Fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula sabun tetsebut, antara lain
adalah: minyak kelapa dan natrium hidroksida berfungsi sebagai bahan pembentuk sabun
padat melalui proses saponifikasi, stok sabun yang dihasilkan harus merupakan reaksi
sempurna antara asam lemak dengan alkali, untuk menghindari adanya asam lemak bebas
atau alkali bebas yang tertinggal dalam sabun (Karo, 2011). Asam stearat berfungsi sebagai
pengeras (Mitsui, 1997). Asam stearat merupakan kristal padat yang meleleh pada suhu 69-
70°C (Rowe dkk, 2009) sehingga perlu dilelehkan terlebih dahulu. BHT berfungsi sebagai
formula A2 dengan konsentrasi asam stearat 9% dari dua formulasi tersebut dilakukan
evaluasi sifat fisika kimia sabun berupa organoleptis, pH, tinggi busa dan stabilitas sabun,
kadar air, kekerasan sabun, dilakukan pula evaluasi daya bersih pada sabun padat kaolin.
Dari hasil evaluasi sifat fisika kimia sabun dan diuji daya bersih, dipilih konsentrasi asam
stearat terbaik untuk selanjutnya dilakukan evaluasi mutu sabun mandi menurut SNI untuk
formula terpilih meliputi jumlah total asam lemak, asam lemak bebas dan minyak mineral.
Table 4.1. Hasil evaluasi sabun tanah varaisi konsentrasi minyak kelapa
SK : Sabun Komersil
Table 4.2. hasil evaluasi organoleptik sabun tanah variasi konsentrasi minyak kelapa
Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2×24 jam diperoleh hasil
yang baik. Dari pengamatan organoleptik, tidak terdapat perbedaan dari formula sabun
dengan variasi konsentrasi minyak kelapa. Secara fisik dengan peningkatan konsentrasi
minyak tidak mempengaruhi bentuk, warna dan bau sabun padat kaolin yang dihasilkan.
4.2.2 Pengujian pH
Hasil pengujian pH sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa memiliki
nilai rata-rata pH antara 10,200-10,319. Nilai pH sabun komersil sebagai pembanding
memiliki nilai sebesar 10,285. Hasil menujukkan bahwa pH terun seiring dengan
peningkatannya konsentrasi minyak kelapa. Peningkatan konsentrasi minyak kelapa seiring
dengan peningkatan kandungan asam-asam lemak pada sistem emulsi yang terdapat didalam
sabun. Kandungan asam-asam lemak dalam minyak dapat menurunkan ph emulsi (Smaoui
dkk., 2012). Semakin banyak jumlah asam lemak pada sistem emulsi maka jumlah ion
hidrogrn yang terdisosiasi menjadi semakin besar (Aulia dkk., 2014). Hal ini memberikan
dampak pada semakin rendahnya pH emulsi yang dihasilkan. Akan tetapi penurunan pH
yang terjadi tidak berbeda signifikan antarmolekul.
Formula
Percobaan
FM1 FM2 FM3
1 10,316 10,206 10,268
2 10,318 10,311 10,193
3 10,324 10,349 10,138
Rata-rata 10,319 10,289 10,200
Hasil analisis statistik One Way ANOVA yang dilanjutkan uji Tukey HSD terhadap
formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan data
terdistribusi normal. Perbedaan pH FM1, FM2, FM3 tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang bearti
bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap pH sabun
padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi
konsentrasi minyak kelapa dengan pH sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data tidak
terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai
yang tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang bearti bahwa tidak ada perbedaan pH yang bermakna
antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan sabun komersil.
Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa
diperoleh nilai penetrasi sabun sekisar 27,33 10-1 mm sampai 37 10-1 mm. Nilai penetrasi
pada sabun komersil adalah 13,33 10-1 mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa
semakin peningkat konstrasi minyak kelapa, maka kekerasan sabun padat kaolin semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh
yang tinggi (asam laurat, asam miristat) menurut Atmoko (2005), asam lemak jenuh adalah
asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibanding asam lemak yang mengandung banyak ikatan rangkap. Semakin banyak jumlah
asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras. Pada konsentrasi
minyak kelapa yang lebih tinggi (lebih dari 30%), saat proses pembuatan sukar terbentuk
sehingga batas maksimal konsentrasi yang digunakan adalah 30%.
Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh, maka sabun yang memiliki kekerasan
paling tinggi adalah formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30% walaupun hasil
nilai penetrasi yang dihasilkan masih jauh jika dibandingkan dengan nilai penetrasi sabun
komersil. Oleh karena itu, konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi
minyak kelapa pada formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat
untuk ditingkatkan kembali kekerasannya, sehingga didapatkan kekerasan sabun yang paling
optimal.
Hasil analisis statistik One Way ANOVA yang dialjutkan dengan uji Tukey HSD
terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan
kekerasan sabun padat kaolin terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig. 0,000 (p <
0,05) yang bearti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap
terhadap kekerasan sabun padat kaolin. Kekerasan sabun mandi belum memiliki standar
persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga dilakukan pengujian terhadap sabun komersil
“Lifebouy” sebagai pembanding. Hasil pengujian menunjukkan nilai penetrasi sabun
komersil sebesar 13,33 10-1 mm. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat
kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan kekerasan sabun komersil menunjukkan
data tidak terdisbusi noemal sehingga dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang
menunjukkan nilai yang signifikan (p < 0,05) yang bearti bahwa ada berbedaan kekerasan
yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan sabun
komersil.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat di dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Pengukuran kadar air perlu untuk dilakukan karena akan berpengaruh
terhadap kualitas sabun (Hambali dkk, 2004). Menurut Spitz (1996), banyaknya air yang
ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun. Abapila sabun terlalu
lunak/tidak keras akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap
Making Resource, 2017). Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun
padat. Semakin tinggi kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak,
sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin
keras (Hardian dkk, 2014).
Berdadarkan hasil evaluasi kadar air sabun padat kaolin viariasi konsentrasi minyak
kelapa diperoleh kadar air berturut-turut yaitu 15,8%, 13,2%, dan 11,2%. Kadar air sabun
yang dihasil menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi minyak kelapa, maka
semakin rendah kadar air yang terdapat dalam sabun padat kaolin. Nilai kadar air yang
dihasilkan pada formula M2 dan M3 sudah memenuhi persyaratan kadar air sabun mandi
menurut SNI yaitu maksimal 15%. Selanjutnya hasil analisis statistik One Way ANOVA
terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan
data terdisbusi normal yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa
berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun padat kaolin.
4.3 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Stearat
Table 4.5 Hasil evaluasi sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat
Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2×24 jam diperoleh hasil
yang baik dari pengamatan organoleptis, formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi
asam stearat menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan formula sabun padat kaolin
variasi konsentrasi minyak kalapa. Secara fisik dengan peningkatan konsentasi asam stearat
tidak mempengaruhi bentuk, warna dan bau sabun padat kaolin yang dihasilkan.
4.3.2 Pengujian pH
Hasil pengujian pH sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan
nilai rata-rata pH antara 10,108-10,158. Nilai pH sabun komersil sebagai pembanding
memiliki nilai sebesar 10,285. Dari hasil menunjukkan semakin meningkat konsentrasi asam
stearat, maka nalai pH sabun akan semakin menurun disebabkan karena banyaknya gugus
asam yang terkandung pada asam stearat (Fitriana, 2015), namun penurunan pH yang terjadi
tidak berbeda signifikan antarformula.
Formula
Percobaan FA1 FA2
1 10,201 10,149
2 10,190 10,152
3 10,158 10,108
Rata-rata 10,183 10,163
Hasil analisis statistik One Way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin
dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi normal. Perbedaan
pH FA1 dan FA2 tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi
asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap pH sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji
statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan pH
sabun komersil “Lifebouy” menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai
yang tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan pH yang bermakna
antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.
Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat
diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 16,33 10-1 mm dan 19,67 10-1 mm. Hasil pengujian
kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkatkan konsentrasi asam stearat maka
kekerasan sabun padat kaolin semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena asam stearat
termasuk golongan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap diantara atom
karbonnya (Widiyanti, 2009) sehingga semakin banyak jumlah asam lemak jenuh maka
sabun yang dihasilkan juga semakin keras. Selain itu, asam stearat berperan dalam
memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997). Yang menyebabkan
kekerasan sabun dapat meningkat. Selain itu, kekerasan sabun juga disebabkan oleh
perubahan jumlah air yang ditambahkan ke dalam massa sabun. Dengan meningkatkan
konsentrasi asam stearat yang ditambahkan, maka jumlah kadar air yang ditambahkan akan
semakin berkurang sehingga kadarnya akan semakin rendah (Langingi dkk, 2012).
Pada konsentrasi asam stearat yang lebih dari (˃ 9%), sabun yang dibentuk tidak
dapat dituang kedalam cetakan, melainkan mengeras diatas penangas. Oleh karena itu batas
maksimal konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9%. Nilai penetrasi sabun
komersil adalah 13,33 10-1 mm. Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh,
menunjukkan bahwa masing-masing formula dengan variasi konsentrasi asam stearat
memiliki kekerasan yang cukup baik.
Hasil analisis statistik One Way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin dengan
variasi konsentrasi asma stearat menunjukkan kekerasan sabun padat kaolin terdistribusi
normal dan menunjukkan hasil nilai yang signifikan (p < 0,05) yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun padat
kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi
konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data terdistribusi
normal dan menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang berarti bahwa tidak ada
berbedaan kekerasan yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam
stearat dengan sabun komersil.
Busa adalah dispresi gas dlaam cairan yang distabilakan oleh suatu zat pembusa,
merupakan struktur yang relative stabil dan terdiri atas kantong-kantong udara yang
terbungkus oleh lapisan tipis (Ayu, et al., 2010). Zat pembusa bekerja untuk menjaga agar
busa tetap terbungkus dalam lapisan-lapisan tipis, dimana molekul gas terdispersi dalam
cairan. Larutan-larutan yang mengandung bahan aktif permukaan akan menghasilkan busa
yang stabil bila dicampur dengan air (Purnamawati, 2006).pemeriksaan tinggi busa
merupakan salah satu cara untuk mengontrol suatu produk deterjen atau surfaktan agar
menghasilkan sediaan yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan busa (Saputri dkk,
2014). Tidak ada syarat tinggi busa minimum atau maksimum untuk sediaan sabun. Hal ini
lebih dikaitkan pada nilai estetika yang disukai oleh konsumen, yaitu umumnya konsumen
beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang menghasilkan banyak busa, padahal
banyaknya busa tidak selalu sedanding dengan kemampuan daya bersih sabun
(Purnamawati, 2006). Pembusaan sabun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya
bahan aktif sabun atau surfaktan (natrium lauril sulfat), penstabil busa (seperti betain) serta
bahan penyusun sabun yang lain seperti jenis minyak yang digunakan (Suryani dkk, 2007).
Dari hasil evaluasi tinggi busa sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat
berkisar antara 1,7-2,1 cm. Tinggi busa pada sabun padat komersil yaitu 2,4 cm. Menurut
Priani (2010) mengatakan jika konsentrasi asam stearat ditingkatkan maka menyebabkan
busa sabun berkurang. Hasil pengujian tinggi busa sabun padat kaolin menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi asam stearat maka tinggi busa semakin rendah. Dari hasil
evaluasi stabiltas busa sabun padat kaolin selama 1 jam diperoleh persentase stabilitas busa
berkisar antara 93,57% - 94,91%. Stabilitas busa yang dihasilkan meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi asam stearat. Stabilitas busa yang dihasilkan pada sabun komersil
yaitu 94,50%. Menurut Deragon et al. (1968) kriteria stabilitas busa yang baik yaitu, apabila
dalam waktu 5 menit diperoleh kisaran stabilitas busa antara 60-70% (Rozi, 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa masing-masing formula sudah memiliki stabilitas busa yang cukup
baik. Menurut Harry (1973) syarat tinggi busa sabun yaitu 1,3-22 cm (Apgar, 2010)
Tabel 4.9 Tinggi busa sabun tanah variasi konsentrasi asam stearat
Formula
Percobaan FA1 FA2
0 menit 1 jam 0 menit 1 jam
1 2,1 2,0 2,0 1,8
2 2,1 1,9 1,9 1,7
3 2,0 1,9 1,8 1,7
Rata-rata 2.1 1,9 1.9 1,7
Formula
Percobaan
FA1 FA2
1 95,23 90,00
2 90,48 94,74
3 95,00 100
Rata-rata 93,57 94,91
Hasil uji statistik One Way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin variasi
konsenrasi asam stearat menunjukkan tinggi busa sabun padat kaolin terdistribusi secara
normal dan menujukkan nilai yang tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi busa sabun
padat kaolin yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap tinggi busa formula
sabun padat kaolin dengan sabun komersil menunjukkan data terdistribusi normal dan
menunjukkan nilai Sig ˃ 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan tinggi busa yang
bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.
Selanjutnya hasil uji statistik One Way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin
variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data tidak terdistribusi normal dan memilki
nilai Sig ˃ 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat tidak berpengruh
nyata terhadap stabilitas busa sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap
formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan stabiltias busa sabun
komersil “Lifebuoy” menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan
dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p ˃ 0,05) yang
bearti bahwa tidak ada perbedaan stabilitas busa yang bermakna antara sabun padat kaolin
variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.
Daya bersih sabun tanah diujikan kepada 9 responden yang sudah dikotori dengan
minyak kelapa. Setelah dicuci dengan sampel sabun, kekesatan kulit dinilai dengan kriteria
angka 1-5 seperti yang tercantum pada tabel 4.11. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada
sabun padat kaolin, nilai kekesatan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi asam stearat. Hal ini menujukkan bahwa formula A2 memiliki kekuatan daya
bersih yang cukup baik. Menurut Qisti (2009) sabun yang menggunakan konsentrasi asam
stearat yang tinggi dapat memberikan kekesatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
konsentrasi asam stearat yang rendah. Dalam penelitian ini telah bukti membuktikan bahwa
semakin tinggi konsentrasi asam stearat yang digunakan maka semakin tinggi daya bersih
yang dihasilkan pada sabun padat kaolin. Hasil uji statistik terhadap daya bersih sabun padat
kaolin menunjukkan data yang tidak terdistribusi secara normal, sehingga dilanjukkan
dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai Sig. < 0,05 yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap daya bersih sebun padat
kaolin.
Tabel 4.11 Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap Kotoran Minyak Kelapa
Responden Penilaian Kekesatan
FA1 FA2
1 3 3
2 2 3
3 3 4
4 3 4
5 3 4
6 3 4
7 3 4
8 3 3
9 2 3
Rata-rata 2,78 3,56
Keterangan :
1: Sangat rendah; 2: Rendah; 3: Sedang;
4: Tinggi; 5: Sangat Tinggi
4.4 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak atau lemak. Pengukuran
jumlah asam lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak yang terdapat dalam
sabun dengan cara memutus ikatan antara asam lemak dengan natrium pada sabun
menggunakan asam kuat (Widiyanti, 2009). Jenis asam lemak yang digunakan menentukan
karakteristik sabun yang dihasilkan. Jumlah asam lemak pada sabun mrnunjukkan total
jumlah asam lemak yang tersabunkan dan asam lemak bebas yang terkandung pada sabun.
Asam lemak yang terkandung dalam sabun dapat berasal dari asam stearat dan minyak
nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Menurut SNI 1994, jumlah asam lemak yang
baik dalam sabun mandi adalah minimal 70%. Artinya bahan-bahan yang ditambahkan
sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini dimaksudkan untuk
mengefisiensikan proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak saat sabun
digunakan (Karo, 2011).
Menurut Willium dan Schmitt (2002), dalam suatu formulasi, asam lemak berperan
sebagai pengantur konsistensi. Asam lemak diperoleh secara alami melaui saponifikasi
trigliserida. Ditambahkan pula oleh Spitz (1996), bahwa asam lemak memiliki kemampuan
terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tanah lama pada
kondisi setelah digunakan (Hambali dkk, 2004), sehingga jika jumlah asam lemak sabun
rendah maka sabun akan cepat habis ketika digunakan (Karo, 2011).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui jumlah asam lemak sabun padat
kaolin diperoleh sebesar 24%. Jumlah asam lemak tersebut memenuhi persyaratan menurut
SNI yaitu minimal >10% (Sabun tipe 1). Hal ini menunjukkan bahwa sabun padat kaolin ini
dapat meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada
saat sabun digunakan.
Alkali bebas merupakan alkali yang tidak terikat sebagai senyawa pada saat
pembuatan sabun Karena adanya penambahan alkali yang berlebihan pda proses penyabunan
(Karo, 2011). Pengijian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah alkali bebas yang terdapat
dalam sabun. Kelebihan alkali dapat disebabkan Karena penambahan alkali yang berlebihan
pada proses pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi standar akan menyebabkan iritasi
pada kulit (Hambali dkk, 1004). Bila kadar alkali bebas terlalu tinggi, akan menyebabkan
kulit menjadi kering (Hermani et al., 2010). Alkali bebas yang ada dalam sabun yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah natrium, karena alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun adalah natrium hidroksida.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui kadar alkali bebas dalam sabun
padat kaolin sebesar 0,00 kadar alkali yang dihasilkan tersebut memenuhi persyaratan mutu
sabun menurut SNI 1994 yaitu maksimal 0,1%. Hal ini bearti bahwa sabun padat kaolin
yang dihasilkan memiliki kadar alkali bebas yang sangat rendah sehingga aman digunakan
karena memiliki kecenderungan tidak mengiritasi kulit.
Minyak mineral adalah minyak yang berasal dari penguraian bahan organik oleh
jasad renik seperti minyak bumi dan turunannya (Hambali dkk, 2004). Keberadaan minyak
mineral dalam sabun sangat tidak diharapkan karena akan mempengaruhi proses emulsi
sabun dengan air. Apabila terdapat minyak mineral pada sabun, akan menyebabkan daya
emulsi pada sabun menurun (Qisti, 2009).
BAB 5
PENUTUP
5.1.1 KESIMPULAN
1. Peningkatan konsentrasi minyak kelapa dapat mempengaruhi kekerasan dan kadar air
pada sabun padat kaolin. Semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa dalam formula
sabun, maka semakin tinggi kekerasan dan semakin rendah air pada sabun padat
kaolin.
2. Formula yang menunjukkan karakteristik kekerasan paling tinggi dan kadar air
paling rendah adalah formula sabun dengan konsentrasi minyak kelapa 30%.
4. Berdasarkan hasil uji mutu sabun menunjukkan bahwa jumlah total asam lemak,
alkali bebas, dan minyak mineral memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI.
5.1.2 SARAN
1. Dilakukan uji efektivitas pengawet dalam sabun padat kaolin untuk mencegah
pertumbuhan minkroba setelah jangka waktu pemakaian.
2. Perlu dilakukan uji daya antimikroba sabun padat kaolin dengan konsentrasi 20%
terhadap air liur anjing.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qahthani, Sa’id bin Ali bin Wahf, 2006, Ensiklopedi Shalat menurut Al-Qur’an dan As-
Sunnah, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghofar E.M., Pustaka Imam Asy-Syafi’I,
Jakarta.
Angkatavanich et al. 2009. Development of Clay Liquid Detergent for Islamic Cleansing and
the Stability Study. Thailand : Internasional Journal of Coemetic Science.
Angraeni, Nustiana Ika, 2014., Optimasi Formulasi Sabun Bentonit Dengan Kombinasi
Minyak Kelapa (Coconut Oil) Dan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan
Menggunakan Simplex Lattice Design. Skripsi. Yogyakarta; Universitas Gadjah Mada.
Attwood, Devid dan Florence, Alexander T. 2012. FASTtrack: Physical Pharmacy. 2nd
edition. Pharmaceutical Press: London, UK.
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibaich, H.I.2009. Handbook of Cosmetics Science and
Technology, 3rd Edition. New York : Informa Healthcare USA, Inc.S diakses pada
tanggal 20 Januari 2018 pada pukul 20:35 WIB.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2008. Keputusan Kepala BDAN Pengawas Obat
dan Makanan Tentang Kosmetik. Jakarta: BPOM RI.
Corredoira, R. A. dan A. R. Pandolfi. 1996. Raw Mareterials and Their Pretreatment for
Soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theoretical
and Prantical Review. AOCS Press, lllinois.
Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok: Patent Coperation
Teraty (PTC).
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.
Edoga, M.O. 2009. Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft Soap (Part
1): Quantitative Analysis. Nigeria: Departement of Chemical Engeneering Federal
University of Technology, Minna, Nigeria, J of Engineering ND Applied Science4(2):
110-113.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Standasisasi Fatwa Halal.
Bidang Pom dan Iptek.
Fatwa Malaysia. 2019. Kedudukan Anjing Dalam Islam Serta Hukum Berkaitannya.
http://www.efatwa.gov.my/sites/default/files/kedudukananjingdanhukumberkaitannya.
pdf, diakses pada 20 Januari 2018 pukul 20:30 WIB.
Gusviaputri, A., Meliana, N.P.S., Aylianawati & Indrawati, S. 2013. Pembuatan Sabun
Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antiseptik Alami, Widya Teknik. Vol. 12.
12, No. 1, 2013 (11-12).
Hermani., Tatik K. Bunasor., dan Fitriati. 2010. Formula Sabun transparan antijamur
dengan Bahan aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galangal L.Swartz.), Bul. Littro. Vol.
21 No. 2, 2010, 192-205. Bogor: Balitro Litbang Pertanian.
http://balitro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/bul.vol.21.no.2sabun%20eks
trak%2mlengkuas.pdf , diakses pada 20 Januari 2018 pukul 20:40 WIB.
Hill, J. C 2005. High Unsaponifiables and Methods of Using the Same WO/2005/004831.
http://www.wipo.int.
Handi, Abdullah. 2008. Tanah Steril dan Sabun Cair Tanah Steril Sebagai Bahan
Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Hambali, E., A. Suryani dan M. Rivai. 2005. Membuat Sabun Transparan untuk Gift dan
Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hermawan, A., Hana, W dan Wiwiek T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper Bitle L)
Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode
Diffusi Disk. Surabaya: Universitas Airlangga.
Imron, H. S. S. 1985. Sediaan Kosmetik. Direktorat Pembinaan Penelitian Pengabdian
Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.
Jannah, Barlianty. 2009. Sifat Fisik Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Uinversitas Airlangga,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Kadir, mohd Nidzam Abdul. 2009. Ikhtilaf (Perbezaan Pendapat) Ulama Dalam Masalah
Babi, Saminar Fenomena Najis Mugalladzah dalam Dunia Kontemporari Malaysia:
Persatuan Ulama Malaysia.
http://www.najahudin.com/muat%20turun/halal%20Food%20%26%20Babi/Ikhtilaf%
20(Perbezaan%20Pendapat)%20Ulama%20Dalam%20Masalah%20Babi%20Hikmah
%20Dan%20Aplikasi.pdf, diakses pada 20 Januari 2019 pukul 20:30 WIB.
Kasempimolporn. 2003. Types of Bacteria in a Dog’s Mouth. Journal of the Medical
Association of Thailand.
Kirk, R. E., D. F Othmer, J. D Scott and A. Standen. 1954. Encyclopedia of chemical
technology. Vol 12. Interscience Publisher a division of Jhon Wiley and Sons, Inc.,
New York. Halaman 573-592.
Khoirunnisa. 2010. Perilaku Thaharah (bersuci) Masyarakat Bukti Kemuning Lampung
Utara “Tinjauan Sosiologi Hukum”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Komamkodo, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Laeha, Nur Ainee. 2015. Pengaruh Penggunaan Gliserin Sebagai Humektan Terhadap Sifat
Fisik dan Stabilitas Vitamin C dalam Sabun Padat. Skripsi. Sueakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Levenspiel, O., 1972, Chemical Reaction Engineering, Second Edition, John Willey & Sons,
New York.
Mauliana, Achmad. 2004. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Absolut.
Mauliana. 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi Asam Stearat
dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Fakulatas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam.
Mughniyak, Muhammad Jawad. 2015. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lntera.
Nunez, A. & Medina, C., 2009, Glycerin, dalam Rowe, R. C.,Sheskey, P.J., & Quinn, M.E.,
(Eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, 283, Pharmaceutical Press,
London.
Nesse, Willim D. 2012. Indroduction to Mineralogy, Second Edition. New York: Oxford
University Press, Inc.
Nidya Chitraningrum. 2008. Sifat Mekanik dan Termal pada Bahan Nonkomposit Epoxy-
Clay Tapanuli. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia
Parasuram, K S. 1995. Soap and Detengents. New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing
Company Limited.
Paye, Maec, Andre O. Barel dan H.I. MAibach. 2006. Handbook of Cosmetic Science and
Technology, 2nd Edition. New York: CRC Press.
Priani, S. E. & Lukmayani, Y., 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP, Edisi
Eksakta. ISSN: 2089-3582.
Qisti, Rachmiati, 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu dengan
Konsentrasi yang Berbeda, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Remaza. 2017. Formulasi Sabun Padat Kaolin Menyuci Najis Mugalladzah dengan Variasi
Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rowe, Raymond C., dkk, ed. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed. London:
Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey dan Sain C Owen. 2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, Fifth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Sarwat, Ahmad, Ld.2010. fiqh Thaharah. Jakarta: DU Center Press. Hal 64
Setyoningrum, Elizabeth nita Maharani. 2010. Optimasi Formula Sabun Transparan dengan
Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Cocoamidopropil Betane: Aplikasi
Desian Faktorial. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Shrivastava, S.B., 1982, Soap, Detergent and Perfume Industry, Small Industry
Research Institute, New Delhi.
Soap Making Resource, 2017. Saponification Table Plus the Characteristics of Oils in
Soap. http://www.soap-making-resource.com/saponification-table.html, diakses 20 januari
2018 pukul 17:50 WIB.
Standarisasi Nasional Indonesia. 2016. Standar Mutu Sabun Mandi/Sabun Padat, SNI
3532:2016. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Sumaji, Muhammad Anis, 2008, 125 Masalah Thaharah, Tiga Serangkai, Solo.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complate Drug Reference, 35th ed. London:
Pharmaceutical Press.
Tarun. Jose., Jose susan., Jocob Suria, Veronica John Susan, and Sebastion Criton.
2014. Evalution of pH of Bathing Soaps and Shampoos for Skin and Hair Care.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc.articles/PMC4171909/, PMCID: PMC4171009.
Diakses 20 januari 2018 pukul 17:00 WIB.
Teglia A., dan Secchi G., 1994, New Portein Ingredients for Skin Detergency: Native
Wheat Protein-Surfactant Complexes, International Journal of Cosmetic Science,
2350246.
Thieme, J.G. 1968. Coconut Oil Processing. FAO Agriculture Development, Rome.
Tjitraresmi, Ami., Sri Agnug Fitri Kusuma dan Dewi Rusmiati. 2010. Formulasi Dan
Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan Dengan Ekstrak Etanol Kubis Sebagai Zat Aktif.
Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 7. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
PH .272 9 .054 .876 9 .143
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
PH .298 12 .004 .860 12 .049
a. Lilliefors Significance Correction
3.317 2 6 .107
Uji homogenitas pH sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa) dengan sabun
komersil
ANOVA
PH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Uji kruskal Wallis pH sabun padat kaolin (variasi konsentrasi kelapa) dengan sabun komersil
Test Statisticsa,b
PH
Chi-Square 5.571
df 3
Asymp. Sig. .134
Uji lanjut Tukey HSD pH sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: PH
Tukey HSD
(I) (J) Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
FORMULA FORMULA (I-J) Lower Bound Upper Bound
FM1 FM2 30.667 46.576 .795 -112.24 173.57
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi
Minyak Kelapa)
Uji normalitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
*
KEKERASAN .153 9 .200 .933 9 .510
Uji normlaitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi knsentrasi minyak kelapa) dengan
sabun komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
KEKERASAN .199 12 .200 .851 12 .038
Uji homogenitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi mniyak kelapa)
Uji homogenitas kekeresan sabun padat kaolin ( viariasi konsentrasi minyak kelapa) dengan
sabun komersil
2.614 3 8 .123
Uji ANOVA kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa)
ANOVA
KEKERASAN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Uji Kruskal Wallis kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa) dengan
sabun komersil
Test Statisticsa,b
KEKERASAN
Chi-Square 10.421
df 3
Asymp. Sig. .015
Uji lanjut Tukey HSD pH sabun padat kaolin (variasi knsentrasi minyak kelapa)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: KEKERASAN
Tukey HSD
(I) FORMULA (J) FORMULA Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound
*
FM1 FM2 383.333 109.713 .030 46.70 719.96
*
FM 3 966.667 109.713 .000 630.04 1303.30
*
FM2 FM1 -383.333 109.713 .030 -719.96 -46.70
*
FM 3 583.333 109.713 .004 246.70 919.96
*
FM 3 FM1 -966.667 109.713 .000 -1303.30 -630.04
*
FM2 -583.333 109.713 .004 -919.96 -246.70
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 9. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa)
Uji normalitas kadar air sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KADARAIR .201 3 . .994 3 .856
Uji homogenitas kadar air sabun padat kaolin (variasi konsentrasi minyak kelapa)
.614 1 4 .458
Uji ANOVA kadar air sabun padat kaolin (Variasi konsentrasi minyak kelapa)
ANOVA
KADARAIR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 166666.667 1 166666.667 10.571 .039
Within Groups 23333.333 4 5833.333
Total 190000.000 5
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Asam Stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
*
pH .207 6 .200 .943 6 .682
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji normalitas pH sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan sabun
komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
*
pH .170 9 .200 .900 9 .251
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas pH sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan sabun
komersil
ANOVA
pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3266.667 1 3266.667 5.921 .072
Within Groups 2206.667 4 551.667
Total 5473.333 5
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi
Asam Stearat)
Uji normalitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
KEKERASAN .196 6 .200 .943 6 .686
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji normalitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan sabun
komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
KEKERASAN .187 9 .200 .919 9 .386
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Uji homogenitas kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan
sabun komersil
Uji ANOVA kekerasan sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat )
ANOVA
KEKERASAN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 166666.667 1 166666.667 28.571 .006
Within Groups 23333.333 4 5833.333
Total 190000.000 5
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi
Asam Stearat)
Uji normalitas tinggi busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
TINGGIBUSA .223 6 .200 .908 6 .421
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji normalitas tinggi busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan
sabun komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
TINGGIBUSA .221 9 .200 .916 9 .358
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas tinggi busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Uji homogenitas tinggi busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan
sabun komersil
.364 2 6 .709
Uji ANOVA tinggi busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat )
ANOVA
TINGGIBUSA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin
Uji normalitas stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
STABILITASBUSA .461 6 .000 .548 6 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji normalitas stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan
sabun komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
STABILITASBUSA .474 9 .000 .455 9 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Uji homogenitas stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat) dengan
sabun komersil
Uji ANOVA stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat )
ANOVA
STABILITASBUSA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Uji Kruskall Wallis stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
dengan sabun komersil
Test Statisticsa,b
STABILITASBUSA
Chi-Square 3.822
Df 2
Asymp. Sig. .148
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: FORMULA
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Padat Kaolin
Uji normalitas stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DAYABERSIH .328 18 .000 .775 18 .001
Uji Kruskall Wallis stabilitas busa sabun padat kaolin (variasi konsentrasi asam stearat)
dengan sabun komersil
Test Statisticsa,b
DAYABERSIH
Chi-Square 7.288
Df 1
Asymp. Sig. .007
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
FORMULA
Formula A1
Formula M1
Formula M2
Formula M3
Formula A1
Formula A2
Lanjutan
Pentrometer Vortex
Oven Desikator