Anda di halaman 1dari 61

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

KASUS KAWIN BERULANG DAN FAKTOR


PENYEBABNYA PADA SAPI POTONG DI
WILAYAH KERJA PETUGAS TEKNIS
KESEHATAN HEWAN KECAMATAN
KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK
PERIODE 2014

Oleh

ITA MARLITA IKA PUTRI NURJAYANTI


NIM 061111212

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KASUS KAWIN BERULANG DAN FAKTOR PENYEBABNYA PADA


SAPI POTONG DI WILAYAH KERJA PETUGAS TEKNIS KESEHATAN
HEWAN KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK PERIODE
2014

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh:
ITA MARLITA IKA PUTRI NURJAYANTI
NIM 061111212

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

(Dr. Tjuk Imam Restiadi, drh., M.Si) (Dr. Bambang Poernomo S., drh., MS)
Pembimbing Utama Pembimbing Serta

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul:

Kasus Kawin Berulang dan Faktor Penyebabnya pada Sapi Potong di


Wilayah Kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik Periode 2014

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, 21 Agustus 2015

Ita Marlita Ika Putri Nurjayanti


NIM.061111212

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian

Tanggal : 19 Agustus 2015

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN

Ketua : Prof. Mas’ud Hariadi, drh., M.Phil., Ph.D.


Sekretaris : Dr. Abdul Samik, drh., M.Si.
Anggota : Dr. Suzanita, drh., M.Phil., Ph.D.
Pembimbing Utama : Dr. Tjuk Imam Hariadi, drh., M.Si.
Pembimbing Serta : Dr. Bambang Poernomo S., drh, M.S.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Telah diuji pada

Tanggal : 26 Agustus 2015

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Mas’ud Hariadi, drh., M.Phil., Ph.D.


Anggota : Dr. Abdul Samik, drh., M.Si.
: Dr. Suzanita, drh., M.Phil., Ph.D.
: Dr. Tjuk Imam Hariadi, drh., M.Si.
: Dr. Bambang Poernomo S., drh, M.S.

Surabaya, 26 Agustus 2015

Fakultas Kedoktran Hewan


Universitas Airlangga
Dekan,

Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D.


NIP. 195312161978062001

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Repeat breeder cases and Cause Factor in Beef Cattle at Animal Health
Technical Officer Working Area on Kedamean Districts of
Gresik Regency Period of 2014

Ita Marlita Ika Putri Nurjayanti

ABSTRACT

This aim of this study is to determine the amount and the factors that
cause beef cattle repeat breeder cases in the working area of the Animal Health
Technical Officer on Kedamean Districts of Gresik Regency Period of 2014.
Research is conducted in the working area of the Animal Health Technical Officer
on Kedamean Districts of Gresik Regency in East Java Province on July 2015.
This study uses survey method in which the data of repeat breeding cases retrieve
from the inseminator’s recording. Observations are conducted on the management
of maintenance, and also interviews on farmers. Data are presented descriptively
and analyzed using tree classification with SPSS program version 21. The result
factors that cause the incidence of repeat breeder are the effect of estrus that is
observed once a day, not observed, observed twice a day and three times a day;
the cage environmental hygiene; the knowledge of estrus cycle; farming
experience; estrus cycle is not observed and observed twice a day; and is
observed once a day and three times a day.

Key words : repeat breeder, beef cattle

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi dengan judul Kasus Kawin Berulang dan Faktor Penyebabnya pada

Sapi Potong di Wilayah Kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan

Kedamean Kabupaten Gresik Periode 2014.

Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Hj.

Romziah Sidik., drh., Ph.D atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

Dr. Tjuk Imam Restiadi, drh., M.Si selaku dosen pembimbing utama

dan Dr. Bambang Poernomo S., drh., MS selaku dosen pembimbing serta, atas

saran dan bimbingannya sampai selesainya skripsi ini.

Prof. Mas’ud Hariadi, drh., Ph.D., M.Phil selaku dosen ketua penguji,

atas saran dan bimbingannya sampai terselesaikannya penelitian. Suzanita

Utama drh., Ph.D., M.Phil dan Dr. Abdul Samik drh., M.Si selaku penguji

skripsi atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan masukan yang sangat berharga

demi perbaikan skripsi ini.

Dr. Ira Sari Yudaniayanti drh., M.P selaku dosen wali atas bimbingan

dan nasehat – nasehat yang membangun selama ini. Seluruh staf pengajar Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya atas wawasan keilmuan

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

selama ini mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga Surabaya.

Kedua orangtua, bapak H. Sumarno S.P. dan ibu Hj. Lilik Arlena yang

selalu memberikan dukungan finansial, tenaga, do’a, semangat dan nasehat –

nasehat yang membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan

sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Seluruh keluarga

besar yang telah membantu doa dan memberikan semangat kepada penulis

sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan sarjana dan menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

Terima kasih juga buat rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011 atas

bantuan dan kerjasamanya, serta semangat dan motivasi dalam penelitian dan

penulisan skripsi ini. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi

sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk

itu penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca sebagai upaya

penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil yang dituangkan dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Surabaya, 14 Agustus 2015

Penulis

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii


HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iii
HALAMAN IDENTITAS………………………………………………… iv
ABSTRACT.................................................................................................. vi
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................... vii
DAFTAR ISI.………….……………………………………………..……. ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………... xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xiii
SINGKATAN DAN LAMBANG……………………………………….. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah. .......................................................................... 3
1.3 Landasan Teori…………………………………………….…….. 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................…. 6


2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................…. 6
2.2 Sapi Potong di Kecamatan Kedamean …………………………… 7
2.3 Kawin Berulang (Repeat Breeding) ……………………………… 8
2.4 Siklus Estrus pada Sapi …………………………………………… 12
2.5 Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi…………………………………. 14

BAB 3 MATERI DAN METODE ............................................................ … 19


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... … 19
3.2 Materi Penelitian ......................................................................... … 19
3.3 Metode Penelitian……….……………………………………….... 19
3.4 Variabel Penelitian………………………………………………… 20
3.5 Definisi Operasional………………………………………………. 20
3.6 Kerangka Kerja Penelitian……………….………………...……… 21
3.7 Analisis Data …………………………………………………….... 22

BAB 4. HASIL PENELITIAN....................................................................... 23


4.1 Jumlah Kasus Kawin Berulang …………………...……………….. 23
4.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kawin Berulang…………….... 23

BAB 5. PEMBAHASAN................................................................................. 27
5.1 Jumlah Kasus Kawin Berulang …………………...……………….. 27
5.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kawin Berulang……………..... 28

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 33


6.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 33
6.2 Saran ……………………………………………………………….. 33

RINGKASAN.................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 36

LAMPIRAN……………………………………………………………....… 41

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Data deskripsi faktor resiko kejadian kawin berulang pada sapi
potong pada tingkat peternak di wilayah kerja Petugas Teknis
Kesehatan Hewan Kedamean Gresik………………………….. 24

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Pedoman waktu inseminasi pada sapi……………….. 17

Gambar 4.1 Proporsi sapi potong akseptor IB yang mengalami


kawin berulang di wilayah kerja Petugas Teknis
Kesehatan Hewan Kedamean Gresik tahun 2014…… 23

Gambar 4.3 Diagram pohon untuk faktor yang berpengaruh pada


Kejadian kawin berulang di wilayah kerja Petugas
Teknis Kesehatan Hewan Kedamean Gresik………... 25

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Kuisioner untuk peternak sapi potong di Kecamatan
Kedamean………………………………………….. … 41
Lampiran 2 Data Kawin Berulang Kecamatan Kedamean Tahun
2014 dan hasil wawancara peternak di wilayah kerja
Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.………………….……... 42

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SINGKATAN DAN LAMBANG

CL = Corpus Luteum
FSH = Follicle Stimulating Hormone
IB = Inseminasi Buatan
JLK = Jenis Lantai Kandang
KB = Kawin Berulang
KLK = Kebersihan Lingkungan Kandang
Km = Kilometer
Km2 = Kilometer Persegi
LH = Luteinizing Hormone
PBM = Pemberian Minum
PLB = Pengalaman Beternak
PLE = Pelaporan Estrus
PME = Pengamatan Estrus
PTE = Pengetahuan Estrus
PTSE = Pengetahuan Siklus Estrus
SP = Saluran Pembuangan
SPSS = Statistical Package for Social Science

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) tercatat bahwa populasi sapi dan

kerbau pada 1 Mei 2013 mencapai 14,2 juta ekor (BPS, 2013). Hal ini mengalami

penurunan yang cukup tajam bila dibandingkan dengan hasil pendataan Sapi

Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (sensus ternak) yang dilaksanakan BPS (Badan

Pusat Statistik) pada Juni 2011. Diketahui, populasi sapi dan kerbau hasil sensus

ternak mencapai 16,7 juta ekor. Itu artinya, penurunan populasi pada tahun ini

mencapai 2,5 juta ekor atau sekitar 15 persen bila dibandingkan dengan kondisi

pada 2011. Penyebab penurunan ini yaitu menyusutnya populasi sapi potong.

Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang penting di

Indonesia sebagai penghasil daging. Terkait dengan adanya program swasembada

daging 2014 yang berarti 90% pemenuhan kebutuhan daging nasional berasal dari

dalam negeri (Kementerian Pertanian, 2010). Pemerintah dituntut untuk segera

menerapkan strategi pengembangan peternakan sapi potong nasional untuk

mengurangi ketergantungan pada impor daging. Kebutuhan daging sapi tiap tahun

terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, di sisi lain

penyediaan daging masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan

permintaannya. Untuk mengurangi kesenjangan ini diperlukan berbagai upaya

yang mampu meningkatkan produktivitas, terlebih pada peternak sapi potong

rakyat (Nuryadi dan Wahjuningsih, 2011).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak

kendala, salah satunya adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju

kemajiran ternak betina, yang mengakibatkan produktifitas ternak masih rendah.

Gangguan reproduksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

gangguan keseimbangan hormon reproduksi, pengelolaan kurang baik, penyakit

pada alat kelamin khususnya penyakit kelamin menular, kelainan anatomi pada

alat kelamin yang bersifat menurun (genetik), kelainan atau patologi pada alat

kelamin dan lingkungan yang kurang serasi. (Hariadi dkk., 2011). Rendahnya

efisiensi reproduksi pada sapi mengindikasikan terjadinya gangguan reproduksi

yaitu kawin berulang (repeat breeding) (Prihatno dkk., 2013).

Sapi yang mengalami kawin berulang (repeat breeding) adalah sapi betina

yang mempunyai siklus dan periode birahi yang normal yang sudah dikawinkan

dua kali atau lebih dengan di inseminasi buatan (IB) tetapi tetap belum bunting

(Toelihere, 1981). Sapi yang mengalami kawin berulang pada umumnya ditandai

dengan panjangnya calving interval (18-24 bulan), rendahnya angka konsepsi

(< 40%), dan tingginya service per conception (>3) (Rustamaji dkk., 2007). Hal

ini menyebabkan pengulangan IB yang tidak efisien, lamanya proses

mendapatkan keturunan, kerusakan organ reproduksi sapi betina serta

menghambat manajemen dan pengelolaan peternakan.

Faktor-faktor yang menyebabkan kawin berulang dapat berasal dari

inseminator, peternak, dan ternak. Faktor inseminator yaitu berupa inseminator

yang kurang terampil, inseminasi yang tidak tepat, atau semen yang digunakan

kurang berkualitas. Faktor peternak dapat berupa kesalahan dalam manajemen

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pemeliharaan seperti manajemen pakan, manajemen perkandangan, kebersihan

lingkungan, yang dapat mengakibatkan kegagalan fertilitas dan kematian embrio

dini (Robert, 1986; Copelin et al.,1988). Selain itu, kesalahan pengelolaan

reproduksi karena rendahnya pemahaman mengenai estrus, tidak akuratnya

deteksi estrus sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan pelaporan gejala

birahi. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan yang ditandai dengan

adanya gejala kawin berulang.

Saat ini, belum diketahui tingkat kejadian kawin berulang dan faktor-

faktor yang memengaruhi kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja

Petugas Teknis Kesehatan Kedamean Gresik. Oleh karena itu penulis melakukan

penelitian untuk mengetahui tingkat kejadian dan faktor-faktor yang memengaruhi

kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan

Kedamean Gresik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, dapat

dirumuskan untuk penelitian sebagai berikut :

1. Berapakah jumlah kasus kawin berulang pada Sapi Potong di wilayah kerja

Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

Periode 2014 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kasus kawin berulang pada Sapi

Potong di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan

Kedamean Kabupaten Gresik Periode 2014 ?

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.3 Landasan Teori

Kawin berulang (repeat breeding) merupakan suatu keadaan sapi betina

yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali atau lebih

dengan pejantan fertil atau diinseminasi dengan semen pejantan fertil tanpa

adanya abnormalitas yang teramati (Amiridis et al., 2009). Hasil penelitian Astuti

(2008), bahwa tingkat kejadian kawin berulang pada sapi potong di daerah

Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah sebesar 9,22% dengan

kriteria kategori kawin berulang yaitu sapi potong yang telah dilakukan

inseminasi empat kali atau lebih. Hasil penelitian di Daerah Istimewa Yogjakarta

(DIY) pada tingkat peternak menunjukkan tingkat kejadian kawin berulang

sebesar 29,4% (Prihatno dkk., 2013). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini

ternyata lebih rendah dibandingkan dengan kajian yang dilaporkan oleh Yusuf et

al., (2012), bahwa kejadian kawin berulang di daerah tropis bisa mencapai 62%.

Tingginya tingkat kejadian kawin berulang merupakan permasalahan dunia

peternakan yang harus segera diatasi karena sangat merugikan peternak.

Penyebab kawin berulang pada dasarnya disebabkan karena kegagalan

fertilisasi dan akibat kematian embrio dini (Linares et al., 1980; Gustafsson,

1985). Kegagalan fertilisasi dan kematian embrio dini pada umumnya disebabkan

karena faktor infeksi, gangguan hormonal, lingkungan, nutrisi, dan manajemen

(Robert, 1986; Copelin et al.,1988). Faktor kesalahan manajemen (peternak)

seperti jenis lantai kandang (Britt et al.,1986) dan kebersihan lingkungan kandang

(Robert, 1986), rendahnya pemahaman siklus estrus dan estrus, tidak akuratnya

deteksi estrus, ketepatan perkawinan, rendahnya nutrisi, dan lingkungan (Windig

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

et al., 2005) dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan yang ditandai dengan

adanya gejala kawin berulang. Kegagalan dalam mendeteksi estrus merupakan

salah satu faktor yang dapat menyebabkan problem reproduksi dan rendahnya

angka kebuntingan pada kelompok ternak sapi perah (Thatcher et al., 2006).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui jumlah kasus kawin berulang pada Sapi Potong di wilayah

kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten

Gresik Periode 2014.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kasus kawin berulang

pada Sapi Potong di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan

Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik Periode 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus

pedoman untuk para peternak dan inseminator di wilayah kerja Petugas Teknis

Kesehatan Kedamean Gresik. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor yang

menyebabkan kawin berulang pada sapi potong maka dapat diupayakan langkah

utama untuk memperkecil kejadian kawin berulang, sehingga efisiensi reproduksi

dan pendapatan peternak dapat meningkat.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Gresik terletak di sebelah barat laut Kota Surabaya yang

merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Timur, Ibu kota Kabupaten Gresik berada 20

km sebelah utara Kota Surabaya, dengan luas wilayah 1.191,25 km2 yang terbagi

dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan. Dengan batas

wilayah :

Utara : Laut Jawa

Selatan : Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya

Barat : Kabupaten Lamongan

Timur : Selat Madura

Secara geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai

113° Bujur Timur dan 7° sampai 8° Lintang Selatan dan merupakan dataran

rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut, kecuali

Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan air

laut. (PDTI PEMDA Gresik, 2014).

Kecamatan Kedamean merupakan kawasan selatan dari Kabupaten Gresik

Provinsi Jawa Timur dalam naungan negara kesatuan Republik Indonesia.

Kecamatan Kedamean terdiri dari 15 desa, diantaranya yaitu Kedamean,

Ngepung, Banyu Urip, Menunggal, Tanjung, Belahanrejo, Slempit, Sidoraharjo,

Mojowuku, Glindah, Tulung, Lampah, Cermen, Turirejo, Katimoho. Kawasan

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang dikenal dengan Gresik Selatan ini batas utara Kecamatan Manyar dan

Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, batas timur Kota Surabaya, batas barat

Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto, dan batas selatan Kabupaten

Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto (Suwandi, 2010).

2.2 Sapi Potong di Kecamatan Kedamean

Sapi potong di wilayah Kecamatan Kedamean merupakan suatu komoditas

ternak yang masih dikembangkan sampai saat ini. Mayoritas sapi potong yang

diternakkan di Kecamatan Kedamean adalah jenis sapi Simental dan Limousin

serta persilangannya.

Menurut Sarwesti (2009), bahwa sapi Limousin mempunyai presentase

daging dan tulang yang besar, kemampuan bereproduksi yang tinggi, mudah

menghasilkan keturunan, pedet mempunyai hidup lebih besar, serta efisiensi

pakan dan pertumbuhan daging yang optimal. Sapi Limousin memiliki tingkat

kesuburan yang baik, daya hidup pedet bagus dan memiliki pertambahan bobot

badan yang bagus serta sifat keindukan yang bagus pula (Andreana, 2013).

Ciri khas sapi Simmental adalah warna bulunya yang coklat kemerahan

(merah bata), sedangkan pada bagian muka, lutut ke bawah dan ujung ekornya

berwarna putih (Wijaya, 2012). Sapi Simental memiliki persentase karkas yang

tinggi dan mengandung sedikit lemak, serta dual purpose yaitu selain sebagai sapi

potong, produksi susunya hampir menyamai sapi perah. Selain sebagai sapi

potong, induk sapi Simental dapat menghasilkan susu yang berkualitas baik untuk

dikonsumsi (Darmasasmita, 2015).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Peternak di wilayah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik telah

menggunakan teknologi reproduksi Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan

(IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukkan semen ke dalam saluran

reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan bantuan inseminator agar

hewan menjadi bunting (Herawati dkk., 2012). Sapi Potong yang dilakukan IB di

Kecamatan Kedamean pada tahun 2014 yang tercatat di laporan pelaksanana IB

berjumlah 1004 ekor.

2.3 Kawin Berulang (Repeat Breeding)

Sapi yang mengalami kawin berulang (repeat breeding) adalah sapi betina

yang mempunyai siklus dan periode birahi yang normal yang sudah dikawinkan

dua kali atau lebih dengan pejantan fertil atau diinseminasi dengan semen

pejantan fertil tetapi tetap belum bunting (Toelihere, 1981).

Kawin berulang bisa menjadi faktor utama ketidaksuburan. Dalam

kelompok hewan fertil yang normal, dimana kecepatan pembuahan biasanya 50-

55%, kira-kira 9-12% adalah sapi betina yang mengalami kawin berulang

Kematian embrio dini pada induk yang normal terjadi karena pada dasarnya

embrio sampai umur 40 hari, kondisinya labil, mudah terpengaruh oleh

lingkungan yang tidak baik atau kekurangan nutrisi (Hardjopranjoto, 1995).

Menurut Zemjanis (1980) secara umum kawin berulang disebabkan oleh 2 faktor

utama yaitu kegagalan pembuahan (fertilisasi) dan kematian embrio dini.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.3.1 Kegagalan Pembuahan (fertilisasi)

Kegagalan pembuahan merupakan faktor utama penyebab kawin

berulang, yang termasuk dalam faktor ini adalah kelainan anatomi saluran

reproduksi. Menurut Hardjopranjoto (1995), kelainan anatomi dapat bersifat

genetik dan non genetik. Kelainan anatomi ini ada yang mudah diketahui secara

klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti tersumbatnya tuba falopii,

adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium, kondisi dalam uterus yang

kurang baik dan fungsi yang menurun dari saluran reproduksi.

Kelainan ovulasi termasuk faktor yang dapat menyebabkan kegagalan

pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa

sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak

sempurna (Hardjopranjoto, 1995). Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh

kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan

atau kegagalan pelepasan LH (Luteinizing Hormone) (Toelihere, 1981) dan dapat

disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan

perkembangan kista folikuler (Zemjanis, 1980). Ovulasi yang tertunda (delayed

ovulation) atau tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi

yang jelek (Arthur, 1975). Penyebab lainnya adalah ovulasi ganda (ovulasi dengan

dua atau lebih sel telur) yang biasa terjadi pada hewan monopara seperti sapi,

kerbau, kasusnya mencapai 13,19% . (Hardjopranjoto, 1995).

Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel

telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval),

sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur (Hafez, 2000).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan

dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama diovulasikan menyebabkan

kegagalan fertilisasi (Toelihere, 1981).

Spermatozoa yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan

kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan

proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39%

pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang

menderita kawin berulang (Hardjopranjoto, 1995).

Kesalahan pengelolaan reproduksi diantaranya dapat berupa kurang

telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk pelaksanaan

inseminasi buatan, manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik,

kesalahan dalam memperlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku

yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma,

penyimpanan dan thawing yang kurang baik, serta faktor manajemen lain seperti

pemelihara atau pemilik ternak hendaknya ahli dalam bidang kesehatan

reproduksi (Toelihere, 1981).

2.3.2 Kematian Embrio Dini

Kematian embrio menunjukkan kematian dari ovum dan embrio yang

fertil sampai akhir dari implantasi (Hafez, 2000). Faktor yang mendorong

kematian embrio dini menurut Hardjopranjoto (1995) diantaranya adalah faktor

genetik sering terjadi karena perkawinan inbreeding atau perkawinan sebapak

atau seibu, sehingga sifat jelek yang dimiliki induk jantan maupun betina akan

lebih sering muncul pada turunannya. Faktor lain yaitu umur induk yang banyak

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

terjadi pada hewan yang telah berumur tua, hal ini disebabkan karena pada hewan

tua sudah mengalami banyak kemunduran dalam fungsi endokrinnya. Selanjutnya

yaitu faktor infeksi, terjadi apabila kebuntingan pada induk yang menderita

penyakit kelamin dapat diikuti dengan kematian embrio dini atau abortus yang

menyebabkan infertilitas.

Hafez (1993) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor dari kematian

embrio dini diantaranya yaitu faktor laktasi yang terjadinya dapat dihubungkan

dengan kurang efektifnya mekanisme pertahanan dari uterus, stres selama laktasi

dan regenerasi endometrium yang belum sempurna. Selanjutnya adalah faktor

kekebalan yang terjadi jika mekanisme imunosupresi tidak berjalan dengan baik,

maka antibodi yang terbentuk akan mengganggu perkembangan embrio di dalam

uterus. Faktor lingkungan juga dapat mengakibatkan kematian embrio dini pada

induk ketika suhu tubuhnya meningkat. Faktor yang lain yaitu jumlah embrio atau

fetus dalam uterus karena placenta berkembang dimana berisi beberapa embrio di

dalam ruang uterus maka suplai darah vaskuler akan menurun sehingga dapat

menyebabkan kematian embrio. Faktor ketidakseimbangan hormon estrogen dan

progesteron juga dapat menyebabkan terjadinya kematian embrio dini. Menurut

pendapat Toelihere (1981) yang menyebabkan terjadinya kematian embrio dini

salah satunya adalah faktor pakan, kekurangan pakan mempunyai pengaruh

terhadap proses ovulasi, pembuahan dan perkembangan embrio dalam uterus.

Pengetahuan peternak tentang siklus estrus dan estrus merupakan salah

satu faktor penting terhadap keberhasilan perkawinan. Peternak yang mengetahui

tentang siklus estrus dan estrus akan mengawinkan sapi perah mereka dalam

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

waktu yang tepat. Kebersihan kandang dan sapi merupakan syarat yang harus

dipenuhi agar terhindar dari gangguan reproduksi terutama infeksi reproduksi.

Salah satu gangguan reproduksi yang ditandai dengan gejala kawin berulang

adalah endometritis (Gilbert et al., 2005; Noakes et al., 2009).

2.4 Siklus Estrus pada Sapi

Estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara

psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan

untuk kopulasi. Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain

tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992).

Peternak harus mengetahui bagaimana mengamati dan mengenal tanda-

tanda berahi pada ternak betina serta segera melaporkannya kepada inseminator.

Deteksi berahi harus dilakukan paling sedikit dua kali sehari, di pagi dan petang

dengan teliti 20 sampai 60 menit (Toelihere, 1985a). Untuk kepentingan IB, sapi-

sapi yang nampak birahi pada pagi hari, sebaiknya diinseminasi siang itu juga dan

sapi yang nampak birahi sore, hendaknya dikawinkan besok pagi hari. Perdarahan

pada vulva sering terjadi pada sapi dewasa 1-3 hari setelah berakhirnya estrus.

Fenomena tersebut disebut perdarahan metestrus dan apabila perkawinan

dilakukan pada saat tersebut konsepsi jarang terjadi.

Interval antara timbulnya satu periode birahi ke permulaan periode

berikutnya disebut sebagai suatu siklus birahi. Siklus birahi pada dasarnya dibagi

menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus

(Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4.1 Proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikel de

graaf tumbuh di bawah pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan

menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001).

Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan

meningkatkan perkembangan estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium

(Toelihere, 1985).

Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase

penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang berisi ovum

membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan

estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang

peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital dalam persiapan untuk

birahi dan kebuntingan yang terjadi (Frandson, 1992).

2.4.2 Estrus

Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh

hewan betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda

gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan

tidak lari bila pejantan menungganginya. Menurut Frandson (1992), fase estrus

ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan

bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Pada saat itu,

keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke LH yang mengakibatkan

peningkatan LH, hormon ini akan membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan

korpus luteum yang terlihat pada masa sesudah estrus.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4.3 Metestrus

Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak estrus dan bekas folikel

setelah ovulasi mengecil dan berhentinya pengeluaran lendir (Salisbury dan

Vandenmark, 1978). Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan

folikel mulai terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut korpus

hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi

jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum (CL). Fase ini sebagian besar berada

dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson,

1992). Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior sehingga

menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Pada

masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24

sampai 48 jam sesudah birahi.

2.4.4 Diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus

luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi

menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001). Diestrus adalah periode dimana folikel de

Graaf bertumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol

bertambah.

2.5 Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi

Inseminasi Buatan atau kawin suntik dapat dikenal dengan sebutan

artificial insemination (Bahasa Inggris). Artificial berarti tiruan atau buatan,

sedang insemination berasal dari inseminates (latin) yang berarti pemasukan,

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

penyampaian atau deposisi dan semen adalah cairan yang mengandung benih

jantan yang diejakulasikan pada saat kopulasi atau penmpungan. Jadi kata

inseminasi buatan dapat didefinisikan menjadi cara pemasukan atau deposisi

semen ke dalam saluran kelamin betina menggunakan alat buatan manusia dan

bukan secara alamiah (Hardijanto, dkk, 2010).

Keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan (IB) yaitu harus tepat dalam

menumpahkan bibit pejantan ke dalam alat kelamin betina, sehingga tidak

mengurangi kesuburan spermatozoa dan dapat menjamin waktu terjadinya

pembuahan yang optimal. Karena saat subur, sel telur sapi sangat terbatas, maka

pelaksanaan IB yang tepat selama periode berahi merupakan faktor penentu

keberhasilan.

2.5.1 Manfaat dan Kerugian Inseminasi Buatan

a. Manfaat Inseminasi Buatan

Manfaat inseminasi buatan sangat banyak dengan kerugian yang sedikit,

jika tidak demikian tentu perkembangan inseminasi buatan sudah lama terhenti.

1. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan melalui perbaikan kualitas genetik

yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat (cepat).

2. Dapat meningkatkan kemampuan seekor pejantan unggul untuk melayani

betina

3. Mengurangi biaya dan resiko pemeliharaan sapi pejantan.

4. Mengurangi risiko penularan penyakit veneris (kelamin menular).

5. Merangsang peternak untuk rajin melakukan pencatatan (recording) tentang

produksi dan reproduksi dari setiap kejadian yang dialami ternak mereka.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6. Terjalin hubungan yang akrab antara peternak dengan petugas IB yang

bermanfaat dalam informasi kejadian dan upaya pemberantasan penyakit

7. Radius pelayanan IB tidak terbatas terutama bila menggunakan semen beku.

8. Dengan teknik pembekua, semen dari seekor sapi pejantan unggul dapat

disimpan dalam waktu yang lama (15-25 tahun).

9. Sangat memungkinkan untuk dilakuakan perkawinan antara beberapa jenis

ternak dalam satu spesies.

b. Kerugian Inseminasi Buatan

Adanya kerugian yang dapat ditimbulkan dari pelaksanaan inseminasi

buatan harus disadari dan diperhatikan. Batasan yang perlu diperhatikan akibat

penerapan teknik inseminasi buatan dalam pengembangan peternakan

((Hardijanto, dkk, 2010)).

1. Memerlukan petugas (tenaga) lapangan terampil, terlatih, dan tangguh agar

dapat menjamin keyakinan peternak dan keberhasilan program IB.

2. Bila penanganan pejantan dan pemrosesan semen bekunya kurang rapi dan

cermat (lageartis) maka sangat dimungkinkan terjadi penyebaran penyakit

dengan mudah dan cepat meluas.

3. Bila seleksi dan pencatatan (recording) yang kurang rapi dan cermat, maka

penyebaran sifat ternak yang tidak diinginkan mudah meluas.

4. Bila bekal pengetahuan dan keterampilan petugas IB kurang makapenandaan

betina yang sedang bunting mudah terabaikan dan akibatnya terjadi keguguran

yang merugikan bagi ternak dan peternak.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.5.2 Waktu untuk Inseminasi Buatan

Waktu optimum untuk melakukan inseminasi harus diperhitungkan

dengan waktu kapasitasi, yaitu suatu proses fisiologik yang dialami oleh

spermatozoa di dalam saluran kelamin betina untuk memperoleh kapasitasi atau

kesanggupan membuahi ovum. Waktu inseminasi pada sapi dianjurkan tidak

boleh kurang dari 4 jam sebelum ovulasi atau tidak boleh melebihi 6 jam sesudah

estrus (Toelihere, 1985).

Gambar 2.1 Pedoman waktu inseminasi pada sapi


(Sumber : Perry, 1960)

Menurut Trimberger dan Davis (1943), inseminasi pada sapi antara 8

sampai 24 jam, khususnya 7 sampai 18 jam, sebelum ovulasi akan memberikan

angka konsepsi yang paling tinggi. Pelaksanaan IB pada awal, pertengahan, dan

akhir masa birahi sapi memberikan angka konsepsi 44%, 82%, 75%. Sedang IB

yang dilakukan pada 6 jam sesudah akhir birahi angka konsepsinya 62,5%; 12 jam

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sesudah akhir birahi angka konsepsinya 32,0%; 18 jam sesudah akhir birahi angka

konsepsinya 28,0%; 24 jam sesudah akhir birahi angka konsepsinya 12,0%; 36

jam sesudah akhir birahi angka konsepsinya 8,0%; 48 jam sesudah akhir birahi

angka konsepsinya 0,0%, Berdasarkan data tersebut, waktu terbaik untuk

inseminasi adalah mulai dari pertengahan birahi sampai 6 jam sesudah akhir

berahi (Gambar 2.1).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 3

MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan

Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2015.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sapi betina yang

mengalami kasus kawin berulang dari catatan petugas kesehatan

hewan/inseminator. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kuisioner untuk peternak sapi potong yang mengalami kawin beulang di

Kecamatan Kedamean (Lampiran 2).

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik

pengambilan data sensus, sehingga semua sapi betina yang mempunyai kasus

kawin berulang digunakan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung

mengenai manajemen pemeliharaan, kemudian dilakukan wawancara pada

peternak di Kecamatan Kedamean. Data sekunder merupakan data yang diperoleh

dari recording milik inseminator.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kuisioner diisi dengan wawancara kepada peternak, pengamatan langsung

pada ternak dan kandang peternak di Kecamatan Kedamean. Data dari kuisioner

dan pengamatan langsung dihitung hasil persentase-nya dan kemudian diuraikan

dalam pembahasan hasil.

3.4 Variabel Penelitian

Data peternak yang diambil meliputi data jumlah sapi betina yang

mengalami kawin berulang sebagai variabel dependen, sedangkan variabel

independen adalah pengalaman beternak, pengetahuan siklus estrus, pengetahuan

estrus, pengamatan estrus, pelaporan estrus, pemberian minum, jenis lantai

kandang, kebersihan lingkungan kandang dan saluran pembuangan. Pengumpulan

variabel independen dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara

melalui kuisioner terhadap peternak.

2.5 Definisi Operasional

1. Kawin berulang : sapi betina yang mempunyai siklus dan periode birahi yang

normal yang menunjukkan terjadinya pengulangan inseminasi tiga kali atau

lebih pada catatan laporan IB milik inseminator, umur sapi 3-8 tahun,

gangguan reproduksi normal dan kondisi sapi sehat.

2. Faktor penyebab : faktor yang akan diteliti dan dibahas adalah pengalaman

beternak, pengetahuan siklus estrus, pengetahuan estrus, pengamatan estrus,

pelaporan estrus, pemberian minum, jenis lantai kandang, kebersihan

lingkungan kandang, saluran pembuangan dan kebersihan lingkungan kandang

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Baik : kondisi kandang dengan kotoran (feses) ternak selalu segera

dibersihkan dan ada pemisahan antara kandang dan pembuangan feses.

b. Buruk : kondisi kandang dengan feses ternak tidak segera dibersihkan dan

tidak ada pemisahan antara kandang dan pembuangan feses atau dibiarkan.

3. Saluran pembuangan

a. Baik : terdapatnya saluran pembuangan kotoran yang mudah dialirkan

b. Buruk : tidak adanya saluran pembuangan kotoran, hanya dibiarkan di

belakang kandang.

4. Jenis lantai kandang

a. Tanah : lantai kandang yang berupa tanah

b. Semen : lantai kandang yang sudah di semen

c. Karpet (karet) : lantai kandang yang dilapisi karpet (karet)

2.6 Kerangka Kerja Penelitian

Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan

data sekunder berupa buku laporan kegiatan IB dari inseminator, selanjutnya

melakukan wawancara kepada seluruh peternak sapi betina yang mengalami

kawin berulang di Kecamatan Kedamean untuk pengisian kuisioner. Selain itu,

dilakukan pengamatan mengenai manajemen pemeliharaan yang dilakukan oleh

peternak antara lain jenis lantai kandang, kebersihan lingkungan kandang, saluran

pembuangan, sumber air, serta tempat pakan dan minum.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.7 Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari recording milik inseminator untuk jumlah

kawin berulang dan wawancara melalui kuisioner terhadap peternak yang terdapat

di di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean

Kabupaten Gresik, selanjutnya data sapi betina yang mengalami kawin berulang

dikelompokkan berdasarkan variabel independen. Data tersebut dievaluasi untuk

mendapatkan jumlah kasus dan melihat faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian kawin berulang menggunakan analisis klasifikasi pohon dan deskriptif,

analisis data tersebut dilakukan dengan program SPSS versi 21. Hasil output yang

diperoleh berupa hasil frekuensi distribusi dan disajikan dalam bentuk tree

diagram.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Jumlah Kasus Kawin Berulang

Jumlah ternak yang di kawinkan menggunakan teknologi IB yaitu 1004

ekor yang diperoleh dari data laporan pelaksanana IB selama tahun 2014 di

wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kedamean Gresik. Hasil

penelitian pada tingkat peternak menunjukkan jumlah kejadian kawin berulang di

Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus dengan nilai persentase sebesar 20,3%

yaitu milik 170 peternak (Lampiran 2). Jumlah hasil IB yang normal berjumlah

800 ekor dengan nilai persentase sebesar 79,7% (Gambar 4.1).

20,3% Normal
Kawin Berulang
79,7%

Gambar 4.1 Proporsi sapi potong akseptor IB yang mengalami kawin berulang di
wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kedamean Gresik
tahun 2014

4.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kawin Berulang

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kasus kawin berulang

pada sapi potong. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus kawin berulang

di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Kedamean Gresik dapat dilihat pada

(Tabel 4.1).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tabel 4.1 Data deskripsi faktor resiko kejadian kawin berulang pada sapi potong
pada tingkat peternak di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan
Hewan Kedamean Gresik

No Variabel Hasil Persentase Rataan


1 Pengalaman berternak (PLB)
1-5 tahun (1) 31/170 18,2%
6-10 tahun (2) 12/170 7,1%
11-15 tahun (3) 12,9% 16,3 tahun
22/170
16-20 tahun (4) 43/170 25,3%
>20 tahun (5) 62/170 36,5%
2 Pengetahuan siklus estrus (PTSE)
Tahu (1) 145/170 85,3% Tahu
Tidak tahu (2) 25/170 14,7%
3 Pengetahuan estrus (PTE)
Tahu (1) 164/170 96,5% Tahu
Tidak tahu (2) 6/170 3,5%
4 Pengamatan estrus (PME)
1x sehari (1) 34/170 20%
2x sehari (2) 72/170 42,3%
2,2x sehari
3x sehari (3) 41/170 24,1%
4x sehari (4) 18/170 10,6%
Tidak diamati (5) 5/170 2,9%
5 Pelaporan estrus (PLE)
1-2 jam (1) 92/170 54,1%
2,5 jam
3-4 jam (2) 27/170 15,9%
5-6 jam (3) 51/170 30%
6 Pemberian minum (PBM)
20 liter/hari (1) 85/170 50%
20 liter/hari
30 liter/hari (2) 62/170 36,5%
40 liter/hari (3) 23/170 13,5%
7 Jenis lantai kandang (JLK)
Tanah (1) 69/170 40,6%
Semen
Semen (2) 82/170 48,2%
Karpet (karet) (3) 19/170 11,2%
8 Kebersihan lingkungan kandang (KLK)
Baik (1) 52/170 30.6% Buruk
Buruk (2) 118/170 69,4%
9 Saluran pembuangan (SP)
Baik (1) 68/170 40% Buruk
Buruk (2) 102/170 60%

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kawin berulang

Gambar 4.2 Diagram pohon untuk faktor yang berpengaruh pada kejadian kawin
berulang di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan
Kedamean Gresik

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dalam penelitian ini data hasil faktor yang berpengaruh pada kejadian

kawin berulang yang dianalisis menggunakan program statistik SPSS versi 21

menghasilkan sebuah diagram pohon klasifikasi yang menggambarkan

pembentukan kelompok variabel independen yang mempengaruhi variabel

dependen. Dalam penelitian ini ada sembilan variabel independen yang

digunakan, dari analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya ada lima

variabel independen yang signifikan terhadap variabel dependennya.

Diagram pohon pada hasil analisis (Gambar 4.2) menjelaskan bahwa

faktor yang menyebabkan kejadian kawin berulang adalah pengaruh dari

pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua kali sehari dan tiga kali

sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK); pengetahuan siklus estrus (PTSE);

pengalaman beternak (PLB); dan pengamatan estrus (PME) yang tidak diamati

dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga kali sehari.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Jumlah Kasus Kawin Berulang

Rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi mengindikasikan terjadinya

gangguan reproduksi yaitu kawin berulang (Prihatno dkk., 2013). Kawin berulang

merupakan suatu keadaan sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting

setelah dikawinkan tiga kali atau lebih dengan inseminasi buatan tanpa adanya

abnormalitas yang teramati (Amiridis et al., 2009).

Hasil penelitian pada tingkat peternak menunjukkan jumlah kejadian

kawin berulang di Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus milik 170 peternak

dengan nilai persentase sebesar 20,3% (Gambar 4.1). Hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kajian yang dilaporkan Yusuf et

al., (2012), bahwa kejadian kawin berulang di daerah tropis bisa mencapai 62%.

Kejadian kawin berulang di Jepang sekitar 5-24%, bervariasi tergantung faktor

wilayah, lingkungan dan manajemen (Yusuf et al., 2010).

Menurut pendapat Robert (1986), yang menyatakan kebersihan kandang

dan sapi merupakan prasyarat yang harus dipenuhi agar terhindar dari gangguan

reproduksi. Saluran pembuangan yang buruk dapat menyebabkan terkumpulnya

feses dan urine dalam kandang, lantai kandang menjadi licin, sapi yang berbaring

memungkinkan uterus terkena kontaminasi bakteri lewat vulva, terutama pada

saat atau sesudah inseminasi. Menurut Dransfield et al., ( 1998) kondisi ini yang

harus dibenahi agar kejadian kawin berulang pada sapi potong dapat dikurangi.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kawin Berulang

Hasil penelitian menunjukkan peternak yang mempunyai pengalaman

beternak 1-5 tahun sebanyak 18,2%, 6-10 tahun sebanyak 7,1%, 11-15 tahun

berjumlah 12,9%, 16-20 tahun sebanyak 25,3% dan di atas 20 tahun terdapat

36,5%. Hasil penelitian menunjukkan rataan pengalaman beternak selama 16

tahun.

Jumlah peternak yang mengetahui siklus estrus mencapai 85,3% dan yang

tidak mengetahui siklus estrus berkisar 14,7%. Peternak yang mengetahui tentang

estrus sebanyak 96,5% dan 3,5% tidak mengetahui tanda-tanda estrus. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa peternak di Kecamatan Kedamean secara

umum sudah mengetahui tentang siklus estrus dan gejala estrus pada sapi.

Pentingnya pengetahuan siklus estrus dan estrus pada sapi berpengaruh terhadap

keberhasilan manajemen reproduksi. Ketidaktahuan peternak tentang siklus estrus

dan estrus dapat meningkatkan angka infertilitas dan kegagalan kebuntingan yang

ditandai dengan kawin berulang (Noakes et al., 2009). Peternak yang mengetahui

siklus estrus dan estrus dengan baik bisa memperkirakan estrus berikutnya,

sehingga pengamatan estrus bisa dilakukan lebih intensif dan waktu mengawinkan

bisa lebih tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Eerdenburg et al., (2002)

yang melaporkan bahwa persyaratan utama dalam pengelolaan peternakan sapi

adalah pengetahuan tentang siklus estrus dan estrus. Pengetahuan peternak

terhadap siklus estrus dan estrus merupakan syarat yang wajib diketahui.

Ketidaktahuan peternak tentang siklus estrus dan estrus selain dapat menyebabkan

gagalnya pengamatan estrus juga berdampak pada pelaksanaan IB yang kurang

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tepat, sehingga kemungkinan kegagalan kebuntingan menjadi lebih tinggi. Perry

et al., (2004), menyatakan bahwa pengetahuan siklus estrus dan estrus itu penting

agar manajemen reproduksi dan kontrol siklus estrus menjadi lebih baik

Jumlah peternak yang melakukan pengamatan estrus dalam sehari

sebanyak empat kali 10,6%, tiga kali sehari 24,1%, dua kali sehari 42,3%, dan

satu kali sehari 20%, sedangkan jumlah peternak yang tidak pernah melakukan

deteksi estrus sebanyak 2,9%. Rataan pengamatan estrus yang dilakukan peternak

adalah 2,2 kali sehari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan deteksi

estrus masih minim untuk keberhasilan deteksi estrus, Idealnya peternak

mengamati estrus sebanyak empat kali sehari yaitu pagi, siang, sore, dan malam

hari, dengan lama pengamatan sekitar 5-10 menit (Prihatno dkk., 2013).

Pengamatan estrus yang dilakukan 3-4 kali sehari, seluruh sapi yang sedang estrus

dapat identifikasi dengan baik sehingga IB dapat dilakukan tepat pada waktunya.

Kesalahan dan rendahnya kemampuan mendeteksi estrus merupakan salah satu

penyebab utama rendahnya angka kebuntingan (Heuwieser et al., 1997: Pursley et

al., 1998), dan Thatcher et al., (2006), melaporkan bahwa deteksi estrus yang

dilakukan tiga atau empat kali sehari, akan meningkatkan angka fertilitas. Deteksi

estrus pada tingkat peternak diduga merupakan salah satu faktor penyebab

rendahnya angka kebuntingan, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

López-Gatius (2011), bahwa kesalahan dalam mendeteksi estrus dapat

menyebabkan kegagalan program inseminasi buatan. Intensitas deteksi estrus

yang rendah pada umumnya disebabkan peternak kurang memiliki komitmen atau

karena kesibukan peternak, sehingga prioritas deteksi estrus terabaikan.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Waktu yang diperlukan untuk melaporkan sapi yang estrus kepada

inseminator adalah 1-2 jam sebanyak 54,1%, 3-4 jam 15,9%, 5-6 jam 30% dan

rataan waktu pelaporan sapi yang estrus kepada inseminator sekitar 2,5 jam

setelah timbulnya estrus. Peternak yang melaporkan sapi estrus 1-2 jam dengan

alasan waktu untuk mengawinkan sapi diserahkan kepada inseminator. Pelaporan

sapi estrus 5-6 jam sebagian peternak sudah ada yang mengerti dengan waktu

pertengahan untuk dikawinkan. Para peneliti sepakat bahwa perkawinan yang

dilakukan di atas 12 jam setelah timbulnya estrus mempunyai tingkat fertilitas

lebih besar dengan kualitas embrio yang rendah dibandingkan dengan yang

dikawinkan lebih awal (Saacke, 2008). Perkawinan yang dilakukan terlalu cepat

atau terlambat dapat menurunkan angka kebuntingan. Perkawinan yang terlalu

cepat dapat menyebabkan terlalu lamanya spermatozoa menunggu sehingga

spermatozoa menjadi tua dan kemampuannya rendah untuk membuahi (Noakes et

al., 2009).

Pemberian air minum dengan frekuensi 20 liter/hari berkisar 50%

peternak, 36,5% peternak dengan frekuensi pemberian 30 liter/hari dan 13,5%

peternak sebanyak 40 liter/hari. Pentingnya ketersediaan air minum juga

diungkapkan oleh Looper dan Waldner (2002) bawa fungsi air penting untuk

memelihara cairan tubuh, menjaga keseimbangan ion, digesti, abrsorbsi,

metabolisme nutrisi, mengeluarkan zat yang tidak diperlukan, mengurangi ekses

panas, menjaga lingkungan cairan fetus, dan sebagai transpor nutrien menuju atau

dari jaringan tubuh.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Jenis lantai kandang berupa tanah 40,6%, berupa lantai semen 48,2% dan

jenis lantai kandang yang dilapisi karpet (karet) 11,2%. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian peternak masih menggunakan jenis kandang lantai

tanah selain sulit dibersihkan juga sulit menghilangkan sisa feses dan urin yang

sudah meresap dan tercampur dengan tanah. Keadaan ini memungkinkan

kontaminan (mikroba) masuk ke dalam uterus lewat vulva yang kotor, terutama

pada sapi saat atau sesudah inseminasi menyebabkan timbulnya kejadian

endometritis. Banyak peternak yang menggunakan jenis kandang lantai semen

dikarenakan mudah dibersihkan dan cepat kering. Sisi negatif dari kandang lantai

semen adalah mudah terjadi kepincangan (lamenes) akibat lantai kandang yang

keras dan kasar, sehingga dapat mengurangi akurasi deteksi estrus, menyebabkan

waktu perkawinan yang kurang tepat dan diakhiri dengan kegagalan kebuntingan

yang ditandai dengan kejadian kawin berulang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Salem et al., (2006) menyatakan bahwa kondisi kandang lantai yang keras, tanpa

alas jerami dapat menyebabkan menurunnya deteksi estrus dan fertilitas.

Kelebihan jenis lantai kandang yang dilapisi karet adalah kebersihan

kandang dan kesehatan ternaknya lebih terjamin, mencegah sapi terpeleset karena

lantai licin, mudah dibersihkan, memberikan keempukan dan rasa nyaman pada

ternak (Komarudin dan Wijono, 1990). Peternak yang menggunakan jenis lantai

kandang yang dilapisi karet masih sedikit, dikarenakan alas karet yang harganya

mahal dan kondisi ekonomi peternak yang lemah, ketidakpedulian dalam

pemeliharaan sapi atau karena kesibukan yang lain, sehingga wajar kalau masih

terdapat kejadian kawin berulang pada tingkat peternak.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kebersihan lingkungan kandang yang menunjukkan hasil baik 30,6% dan

jelek 69,4%. Saluran pembuangan yang baik 40% dan jelek 60%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kebersihan lingkungan kandang dan saluran pembuangan

adalah buruk, yang menandakan buruknya manajemen pemeliharaan sapi.

Buruknya lingkungan kandang dan saluran pembuangan merupakan tempat yang

subur bagi berkembangnya mikroba, dikarenakan peternak kurang menyadari

akan pentingnya kebersihan kandang serta saluran pembuangan dan dampak yang

ditimbulkannya terutama pada sistem reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Noakes et al., (2009) bahwa, lingkungan kandang yang kotor, terutama pada saat

melakukan inseminasi merupakan predisposisi terjadi penyakit pada organ

reproduksi (endometritis).

Dilihat dari keterkaitan seluruh variabel terhadap kasus kawin berulang

pada sapi potong bahwa faktor yang menyebabkan kejadian kawin berulang

adalah pengaruh dari pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua

kali sehari dan tiga kali sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK);

pengetahuan siklus estrus (PTSE); pengalaman beternak (PLB); dan pengamatan

estrus (PME) yang tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga

kali sehari (Gambar 4.2).

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian kejadian kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja

Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

sebesar 20,3%.

2. Faktor yang menyebabkan kejadian kawin berulang adalah pengaruh dari

pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua kali sehari dan tiga

kali sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK); pengetahuan siklus estrus

(PTSE); pengalaman beternak (PLB); dan pengamatan estrus (PME) yang

tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga kali sehari.

6.2 Saran

1. Untuk memperkecil nilai kejadian kawin berulang diperlukan adanya

pembelajaran khusus kepada peternak mengenai manajemen pemeliharaan

seperti manajemen pakan, manajemen perkandangan dan kebersihan

lingkungan, serta manajemen pengelolaan reproduksi seperti pemahaman

mengenai estrus dan deteksi estrus.

2. Penampilan produktifitas sapi dapat terlihat lebih baik bagi para peternak sapi

potong Kecamatan Kedamean, namun perlu adanya ketelitian khususnya dari

segi pengamatan estrus, kebersihan lingkungan kandang dan pengetahuan

siklus estrus.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN

Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak

kendala, yaitu masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju kemajiran ternak

betina yang mengakibatkan produktifitas ternak rendah.. Rendahnya efisiensi

reproduksi pada sapi mengindikasikan terjadinya gangguan reproduksi yaitu

kawin berulang (Prihatno dkk., 2013). Kawin berulang merupakan suatu keadaan

sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali

atau lebih dengan inseminasi buatan tanpa adanya abnormalitas yang teramati

(Amiridis et al., 2009)..

Menurut Zemjanis (1980) secara umum kawin berulang disebabkan oleh 2

faktor utama yaitu kegagalan pembuahan/fertilisasi dan kematian embrio dini.

Faktor-faktor tersebut dapat disebabkan dari kesalahan peternak dalam

manajemen pemeliharaan seperti manajemen pakan, manajemen perkandangan,

kebersihan lingkungan, yang dapat mengakibatkan kegagalan fertilisasi dan

kematian embrio dini (Robert, 1986; Copelin et al.,1988). Selain itu, kesalahan

pengelolaan reproduksi karena rendahnya pemahaman mengenai estrus, tidak

akuratnya deteksi estrus sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan pelaporan

gejala birahi.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jumlah kasus kawin

berulang dan faktor-faktor yang menyebabkan kasus kawin berulang pada Sapi

Potong di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean

Kabupaten Gresik Periode 2014.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik

pengambilan data sensus yang diperoleh dari recording milik inseminator.,

sehingga semua sapi betina yang mempunyai kasus kawin berulang digunakan

sebagai sampel. Dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai

manajemen pemeliharaan, kemudian melakukan wawancara pada peternak di

Kecamatan Kedamean. Data tersebut dievaluasi untuk mendapatkan jumlah kasus

dan melihat faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kawin berulang

menggunakan analisis klasifikasi pohon dan deskriptif, analisa data tersebut

dilakukan dengan program SPSS versi 21.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah kejadian kawin berulang di

Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus milik 170 peternak dengan nilai

persentase sebesar 20,3%. Faktor yang menyebabkan kejadian kawin berulang

adalah pengaruh dari pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua

kali sehari dan tiga kali sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK);

pengetahuan siklus estrus (PTSE); pengalaman beternak (PLB); dan pengamatan

estrus (PME) yang tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga

kali sehari.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin P. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta.


Penerbit Universitas Indonesia. Hal : 354-362.

Amiridis G.S., T.H. Tsiligianni, E. Dovolou, C. Rekkas, D. Vouzaras, and I.


Menegatos. 2009. Combined administration of gonadotropinreleasing
hormone, progesterone, and meloxicam is an effective treatment for the
repeat-breeder cow. Theriogenology 72:542–548.

Andreana, N.O. 2013. Efisiensi Reproduksi Sapi Peranakan Limousin dan


Simmental Hasil Inseminasi Buatan (IB) Periode 2012 di Kecamatan
Ngoro Kabupaten Jombang. (Skripsi). Fakultas Kedoteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.

Arthur, G.H, 1975, Veterinary Reproduction And Obstetrics, Fourth Edition, The
English Language Book Society And Baillere Tindall, pp: 397.

Astuti, H.Y. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Pada Sapi
Potong di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

BPS (Badan Pusat Statistik), 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013
(Pencacahan Lengkap). Katalog BPS : 5106005. Hal : 9

Britt JH, R.G. Schott, J.D. Armstrong, and M.D. Whitacre. 1986. Determinants of
estrous behaviour in lactating Holstein cows. J Dairy Science 69: 2195-
2202.

Copelin, J.P., M.F. Smith, H.A.Garveric, R.S. Youngguist, M. Vey, and E. K.


Inskeep. 1988. Rensponsivenes of bobine corpus luteum to PGF 2á:
Composition of corpora lutea anticipated to have short or normal
lifesspans. Journal Animal Science 26(5): 1236–1246.

Darmasasmita, D.E.W. 2015. Pengaruh Lama Thawing Terhadap Motilitas dan


Nekrosis Spermatozoa Semen Beku Sapi Simmental. (Skripsi). Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Dransfield M.G.B., R.L. Nebel, R.E. Pearson, and L.D. Warnick. 1998. Timing of
insemination for dairy cows identified in estrus by a radiotelemetric estrus
detection system. J Dairy Sci 81: 1874–82.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Fahey, J., K. O’Sullivan, J. Crilly, and J.F. Mee. 2002. The effect of feeding and
management practices on calving rate in dairy herds. Anim. Reprod. Sci.
74:133-150.

Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-4, diterjemahkan
oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Gilbert R.O., S.T. Shin, C.L. Guard, H.N. Erb, and M. Frajblat. 2005. Prevalence
of endometritis and its effect on reproductive performance of dairy cows.
Theriogenology 64: 1879– 1888.

Gustafsson H. 1985. Characteristics of embryos from repeat breeder and virgin


heifers. Theriogenology 23: 487- 498.

Gustafsson H, and U. Emanuelsson. 2002. Characterisation of the repeat breeding


syndrome in Swedish dairy cattle. J Acta Vet Scand 43:115-125.

Hafez, E.S.E, 1993, Reproduction Failure in Females, 6 th Edition, LEA And


Febiger, Philadelphia, pp: 267, 271.

Hardijanto, S. Susilowati, T. Suherni, T. Sardjito dan T.W. Suprayogi. 2010.


Buku Ajar Inseminasi Buatan. Surabaya : Airlangga University Press.

Hardjopranjoto, H.S, 1995, Ilmu Kemajiran Pada Ternak, Airlangga University


Press, Hal: 103-114, 139-146.

Hariadi, M., S. Hardjopranjoto, Wurlina, H. A. Hermadi, B. Utomo, Rimayanti, I.


N. Triana, H. Ratnani. 2011. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya:
Airlangga University Press. 145.

Herawati T., A. Anggraeni, L. Praharani, D. Utami dan A. Argiris. 2012. Peran


Inseminator dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Perah.
Informatika Pertanian, 21(2) : 81-88.

Heuwieser W., P.A. Oltenacu, A.J. Lednor, and R.H. Foote. 1997. Evaluation of
different protocols for prostaglandin synchronization to improve
reproductive performance in dairy herds with low estrus detection
efficiency. J Dairy Sci 80: 2766–2774.

Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :


19/Permentan/OT.140/2/2010. Pedoman Umum Program Swasembada
Daging Sapi 2014. Menteri Pertanian, Jakarta.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Komarudin, and D.B. Wijono, 1990. Penggunaan karet karpet sebagai alas lantai
kandang sapi. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Sapi Grati. Vol 1, No 1 Hal:
21-23.

Linares T, W.A. King, K. Larsson, I. Gustavsson, and A. Bane. 1980. Successful,


repeated nonsurgical collection of blastocysts from virgin and repeat
breeder heifers. Vet Res Comm 4:113-118.

Looper M.L., and D.N. Waldner. 2002. Water for Dairy Cattle. The College of
Agriculture and Home Economics, at www.cahe.nmsu.edu. Tanggal akses
19 Juli 2015.

López-Gatius F. 2011. Factors of a non-infectious nature affecting fertility after


artificial insemination in lactating dairy cows. A review. Theriogenology
77: 1029-1041.

Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu
reproduksi ternak. Departemen pendidikan nasional direktorat pendidikan
tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia timur. Jakarta.

Noakes D.E., T.J. Parkinson, and G.C.W. England. 2009. Veterinary


Reproduction and Obstetrics, ninth ed. Edinburgh London Elsevier Sci :
399–408.

Nuryadi dan S. Wahyuningsih. 2011. Penampilan produksi Sapi Peranakan


Ongole dan Peranakan Limousin di Kabupaten Malang. Jurnal Ternak
Tropika 12(1): 76–81.

Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya.


Jakarta Lopez, H., L. D. Satter, and M. C. Wiltbank. 2004. Relationship
between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy
cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–223.

PDTI PEMDA Gresik. 2014. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Gresik.


http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gresik . Akses 24 Juli 2015.

Perry, E.J. 1960. The Artificial Insemination of Farm Animals. Rutgers Univ.
Press, New Brunswick, N.Y.

Perry G.A., M.F. Smith, A.J. Roberts, M.D. MacNeil, and T.W. Geary. 2004.
Effect of ovulatory follicle size on pregnancy rates and fetal mortality in
beef heifers. J Anim Sci 82(Suppl. 2):101 Abstr. 99.

Prihatno S.A., A. Kusumawati, N.W.K. Karja, B. Sumiarto. 2013. Prevalensi dan


Faktor Resiko Kawin Berulang pada Sapi Perah pada Tingkat Peternak.
Jurnal Veteriner Desember 2013. Vol. 14 No. 4 : 452-461.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pursley J.R., R.W. Silcox, and M.C. Wiltbank. 1998. Effect of time of artificial
insemination on pregnancy rates, calving rates, pregnancy loss, and gender
ratio after synchronization of ovulation in lactating dairy cows. J Dairy Sci
81: 39–44

Robert S.J. 1986. Infertility in the cows. In Veterinary Obstetric and Genital
Disease (Theriogenology). 3rd edition Published by the author,
Woodstock, VT 05091 Ithaca. New York. 434 – 475.

Rustamadji B., Ahmadi, Kustono, dan T. Sutarno. 2007. Kinerja usaha peternakan
sapi perah rakyat sebagai tulang punggung pembangunan persusuan
nasional. Paper.Disampaikan pada Lokakarya Persusuan Nasional.
Yogyakarta. Dies 38 Fapet UGM.

Saacke R.G. 2008. Insemination factors related to timed AI in cattle.


Theriogenology 70: 479–484.

Salem, M.B., M. Djemali, C. Kayouli, and A. Majdoub. 2006. A review of


environmental and management factors affecting the reproductive
performance of Holstein-Friesian dairy herds in Tunisia. Livestock
Research for Rural Developm. 18(4):123-129.

Salisbury, R.E. dan W.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Sarwesti, D. 2009. Efektifitas Pemisahan Spermatozoa Kromosom X dan Y


dengan Metode Sephadex G-75 dan Swim Up Berdasarkan Besar Ukuran
Kepala Spermatozoa pada Sapi Limousin. (Skripsi). Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Suwandi. 2010. http://gresikselatan-suwandi.blogspot.com/2010/07/gresik-


selatan.html . Akses 24 Juli 2015

Thatcher W.W., T.R. Bilby, J.A. Bartolome, F. Silvestre, C.R. Staples, and J.E.P.
Santos. 2006. Strategies for improving fertility in themodern dairy cow.
Theriogenology 65: 30–44.

Toelihere, M.R, 1981, Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi, Edisi Pertama, Institut
Pertanian Bogor, Hal: 52-57, 76-85.

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Toelihere, M.R. 1985a. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. Hal :
126-132

Trimberger, G.W. and G.K. Davis, 1943. The relationship between time of
insemination and breeding efficiency in dairy cattle, Nebr. Agr. Expt. Sta.
Res. Bull., 129

Van Eerdenburg F.J.C.M., M.A.D. Karthaus, M. Taverne, I. Merics, and O.


Szenci. 2002. The relationship between estrous behavioural score and time
of ovulation in dairy cattle. J Dairy Sci 85:1150–1156.

Wettemann, R.P., C.A. Lents, N.H. Ciccioli, F.J. White, and I. Rubio. 2003.
Nutritional and suckling-mediated anovulation in beef cows. J. Anim. Sci.
81 (E. Suppl. 2): E48-E59.

Wijaya, T. 2012. Gambaran Fertilitas Induk Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan
Pada Paritas 3 Dan 4 Di Kabupaten Situbondo (Skripsi). Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Windig J.J., M.P. Calus, and R.F. Veerkamp. 2005. Influence of herd environment
on health and fertility and their relationship with milk production. J Dairy
Sci 88:335–47.

Yusuf M, T. Nakao, B.M.K. Ranasinghe, G. Gautam, S.T. Long, C1. Yoshida, K.


Koike dan A. Hayashi. 2010. Reproductive performance of repeat breeders
in dairy herds. Theriogenology. 73: 1220-1229.

Yusuf M., L. Rahim, M.A. Asja, and A. Wahyudi. 2012. The incidence of repeat
breeding in dairy cows under tropical condition. J Media Peternakan April
:28-31.

Zemjanis, R, 1980, Repeat Breeding or Conception Failure in cattle; Current


Theraphy in Theorigenology.,Morrow, D.A, W.B Saunders Company
Philadelphia, pp: 205.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner untuk peternak sapi potong di wilayah kerja Petugas Teknis
Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

KUISIONER PENELITIAN
“Kasus Kawin Berulang dan Faktor
Penyebabnya Pada Sapi Potong di Wilayah Nama peternak : …………………………
Kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Alamat : ………………………………….
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik
Periode 2014”

1. Pengalaman berternak 6. Pemberian minum ………...…. lt/hari


a. 1-5 tahun
b. 6-10 tahun 7. Jenis lantai kandang
c. 11-15 tahun a. Tanah
d. 16-20 tahun b. Semen
e. >20 tahun c. Karpet (karet)

2. Pengetahuan siklus estrus 8. Kebersihan lingkungan kandang


a. Tahu a. Baik
b. Tidak tahu b. Buruk

3. Pengetahuan tanda-tanda estrus 9. Saluran pembuangan


a. Tahu a. Baik
b. Tidak tahu b. Buruk

4. Pengamatan estrus
a. 1x sehari
b. 2x sehari
c. 3x sehari
d. 4x sehari
e. Tidak diamati

5. Pelaporan estrus
a. 1-2 jam
b. 3-4 jam
c. 5-6 jam

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 2. Data Kawin Berulang Kecamatan Kedamean Tahun 2014 dan hasil
wawancara peternak di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan
Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

a
Case Summaries

PLB PTSE PTE PME PLE JLK KLK SP PBM KB

1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM KARET BAIK BAIK 40 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 30 4X
DIAMATI LITER/HARI
6-10 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 3-4 JAM TANAH BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BAIK 40 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM KARET BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 5X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 30 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 3-4 JAM KARET BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 40 4X
DIAMATI LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 40 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 1-2 JAM KARET BAIK BURUK 20 3X
DIAMATI LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TIDAK 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 5X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BURUK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 40 4X
LITER/HARI

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

>20 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM KARET BURUK BAIK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TIDAK 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
TAHU TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 40 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 5X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM KARET BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 5X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 40 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TIDAK 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 20 4X
TAHU TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 30 3X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM KARET BAIK BURUK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM KARET BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 40 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 1-2 JAM KARET BURUK BURUK 20 4X
DIAMATI LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

a. Limited to first 100 cases.

SKRIPSI KASUS KAWIN BERULANG ... ITA MARLITA I.P.N.

Anda mungkin juga menyukai