SKRIPSI
Oleh
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh:
ITA MARLITA IKA PUTRI NURJAYANTI
NIM 061111212
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Dr. Tjuk Imam Restiadi, drh., M.Si) (Dr. Bambang Poernomo S., drh., MS)
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
PERNYATAAN
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Repeat breeder cases and Cause Factor in Beef Cattle at Animal Health
Technical Officer Working Area on Kedamean Districts of
Gresik Regency Period of 2014
ABSTRACT
This aim of this study is to determine the amount and the factors that
cause beef cattle repeat breeder cases in the working area of the Animal Health
Technical Officer on Kedamean Districts of Gresik Regency Period of 2014.
Research is conducted in the working area of the Animal Health Technical Officer
on Kedamean Districts of Gresik Regency in East Java Province on July 2015.
This study uses survey method in which the data of repeat breeding cases retrieve
from the inseminator’s recording. Observations are conducted on the management
of maintenance, and also interviews on farmers. Data are presented descriptively
and analyzed using tree classification with SPSS program version 21. The result
factors that cause the incidence of repeat breeder are the effect of estrus that is
observed once a day, not observed, observed twice a day and three times a day;
the cage environmental hygiene; the knowledge of estrus cycle; farming
experience; estrus cycle is not observed and observed twice a day; and is
observed once a day and three times a day.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan
skripsi dengan judul Kasus Kawin Berulang dan Faktor Penyebabnya pada
Dr. Tjuk Imam Restiadi, drh., M.Si selaku dosen pembimbing utama
dan Dr. Bambang Poernomo S., drh., MS selaku dosen pembimbing serta, atas
Prof. Mas’ud Hariadi, drh., Ph.D., M.Phil selaku dosen ketua penguji,
Utama drh., Ph.D., M.Phil dan Dr. Abdul Samik drh., M.Si selaku penguji
Dr. Ira Sari Yudaniayanti drh., M.P selaku dosen wali atas bimbingan
dan nasehat – nasehat yang membangun selama ini. Seluruh staf pengajar Fakultas
Airlangga Surabaya.
Kedua orangtua, bapak H. Sumarno S.P. dan ibu Hj. Lilik Arlena yang
besar yang telah membantu doa dan memberikan semangat kepada penulis
bantuan dan kerjasamanya, serta semangat dan motivasi dalam penelitian dan
penulisan skripsi ini. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca sebagai upaya
penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil yang dituangkan dalam skripsi ini dapat
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 5. PEMBAHASAN................................................................................. 27
5.1 Jumlah Kasus Kawin Berulang …………………...……………….. 27
5.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kawin Berulang……………..... 28
RINGKASAN.................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 36
LAMPIRAN……………………………………………………………....… 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data deskripsi faktor resiko kejadian kawin berulang pada sapi
potong pada tingkat peternak di wilayah kerja Petugas Teknis
Kesehatan Hewan Kedamean Gresik………………………….. 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pedoman waktu inseminasi pada sapi……………….. 17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuisioner untuk peternak sapi potong di Kecamatan
Kedamean………………………………………….. … 41
Lampiran 2 Data Kawin Berulang Kecamatan Kedamean Tahun
2014 dan hasil wawancara peternak di wilayah kerja
Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.………………….……... 42
CL = Corpus Luteum
FSH = Follicle Stimulating Hormone
IB = Inseminasi Buatan
JLK = Jenis Lantai Kandang
KB = Kawin Berulang
KLK = Kebersihan Lingkungan Kandang
Km = Kilometer
Km2 = Kilometer Persegi
LH = Luteinizing Hormone
PBM = Pemberian Minum
PLB = Pengalaman Beternak
PLE = Pelaporan Estrus
PME = Pengamatan Estrus
PTE = Pengetahuan Estrus
PTSE = Pengetahuan Siklus Estrus
SP = Saluran Pembuangan
SPSS = Statistical Package for Social Science
BAB 1
PENDAHULUAN
Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) tercatat bahwa populasi sapi dan
kerbau pada 1 Mei 2013 mencapai 14,2 juta ekor (BPS, 2013). Hal ini mengalami
penurunan yang cukup tajam bila dibandingkan dengan hasil pendataan Sapi
Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (sensus ternak) yang dilaksanakan BPS (Badan
Pusat Statistik) pada Juni 2011. Diketahui, populasi sapi dan kerbau hasil sensus
ternak mencapai 16,7 juta ekor. Itu artinya, penurunan populasi pada tahun ini
mencapai 2,5 juta ekor atau sekitar 15 persen bila dibandingkan dengan kondisi
pada 2011. Penyebab penurunan ini yaitu menyusutnya populasi sapi potong.
daging 2014 yang berarti 90% pemenuhan kebutuhan daging nasional berasal dari
mengurangi ketergantungan pada impor daging. Kebutuhan daging sapi tiap tahun
kendala, salah satunya adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju
pada alat kelamin khususnya penyakit kelamin menular, kelainan anatomi pada
alat kelamin yang bersifat menurun (genetik), kelainan atau patologi pada alat
kelamin dan lingkungan yang kurang serasi. (Hariadi dkk., 2011). Rendahnya
Sapi yang mengalami kawin berulang (repeat breeding) adalah sapi betina
yang mempunyai siklus dan periode birahi yang normal yang sudah dikawinkan
dua kali atau lebih dengan di inseminasi buatan (IB) tetapi tetap belum bunting
(Toelihere, 1981). Sapi yang mengalami kawin berulang pada umumnya ditandai
(< 40%), dan tingginya service per conception (>3) (Rustamaji dkk., 2007). Hal
yang kurang terampil, inseminasi yang tidak tepat, atau semen yang digunakan
birahi. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan yang ditandai dengan
Saat ini, belum diketahui tingkat kejadian kawin berulang dan faktor-
faktor yang memengaruhi kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja
Petugas Teknis Kesehatan Kedamean Gresik. Oleh karena itu penulis melakukan
kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan
Kedamean Gresik.
1. Berapakah jumlah kasus kawin berulang pada Sapi Potong di wilayah kerja
Periode 2014 ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kasus kawin berulang pada Sapi
yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali atau lebih
dengan pejantan fertil atau diinseminasi dengan semen pejantan fertil tanpa
adanya abnormalitas yang teramati (Amiridis et al., 2009). Hasil penelitian Astuti
(2008), bahwa tingkat kejadian kawin berulang pada sapi potong di daerah
kriteria kategori kawin berulang yaitu sapi potong yang telah dilakukan
inseminasi empat kali atau lebih. Hasil penelitian di Daerah Istimewa Yogjakarta
sebesar 29,4% (Prihatno dkk., 2013). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
ternyata lebih rendah dibandingkan dengan kajian yang dilaporkan oleh Yusuf et
al., (2012), bahwa kejadian kawin berulang di daerah tropis bisa mencapai 62%.
fertilisasi dan akibat kematian embrio dini (Linares et al., 1980; Gustafsson,
1985). Kegagalan fertilisasi dan kematian embrio dini pada umumnya disebabkan
seperti jenis lantai kandang (Britt et al.,1986) dan kebersihan lingkungan kandang
(Robert, 1986), rendahnya pemahaman siklus estrus dan estrus, tidak akuratnya
salah satu faktor yang dapat menyebabkan problem reproduksi dan rendahnya
angka kebuntingan pada kelompok ternak sapi perah (Thatcher et al., 2006).
1. Untuk mengetahui jumlah kasus kawin berulang pada Sapi Potong di wilayah
pedoman untuk para peternak dan inseminator di wilayah kerja Petugas Teknis
menyebabkan kawin berulang pada sapi potong maka dapat diupayakan langkah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Timur, Ibu kota Kabupaten Gresik berada 20
km sebelah utara Kota Surabaya, dengan luas wilayah 1.191,25 km2 yang terbagi
dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan. Dengan batas
wilayah :
113° Bujur Timur dan 7° sampai 8° Lintang Selatan dan merupakan dataran
rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut, kecuali
yang dikenal dengan Gresik Selatan ini batas utara Kecamatan Manyar dan
Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, batas timur Kota Surabaya, batas barat
ternak yang masih dikembangkan sampai saat ini. Mayoritas sapi potong yang
serta persilangannya.
daging dan tulang yang besar, kemampuan bereproduksi yang tinggi, mudah
pakan dan pertumbuhan daging yang optimal. Sapi Limousin memiliki tingkat
kesuburan yang baik, daya hidup pedet bagus dan memiliki pertambahan bobot
badan yang bagus serta sifat keindukan yang bagus pula (Andreana, 2013).
Ciri khas sapi Simmental adalah warna bulunya yang coklat kemerahan
(merah bata), sedangkan pada bagian muka, lutut ke bawah dan ujung ekornya
berwarna putih (Wijaya, 2012). Sapi Simental memiliki persentase karkas yang
tinggi dan mengandung sedikit lemak, serta dual purpose yaitu selain sebagai sapi
potong, produksi susunya hampir menyamai sapi perah. Selain sebagai sapi
potong, induk sapi Simental dapat menghasilkan susu yang berkualitas baik untuk
(IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukkan semen ke dalam saluran
reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan bantuan inseminator agar
hewan menjadi bunting (Herawati dkk., 2012). Sapi Potong yang dilakukan IB di
Sapi yang mengalami kawin berulang (repeat breeding) adalah sapi betina
yang mempunyai siklus dan periode birahi yang normal yang sudah dikawinkan
dua kali atau lebih dengan pejantan fertil atau diinseminasi dengan semen
kelompok hewan fertil yang normal, dimana kecepatan pembuahan biasanya 50-
55%, kira-kira 9-12% adalah sapi betina yang mengalami kawin berulang
Kematian embrio dini pada induk yang normal terjadi karena pada dasarnya
Menurut Zemjanis (1980) secara umum kawin berulang disebabkan oleh 2 faktor
berulang, yang termasuk dalam faktor ini adalah kelainan anatomi saluran
genetik dan non genetik. Kelainan anatomi ini ada yang mudah diketahui secara
klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti tersumbatnya tuba falopii,
adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium, kondisi dalam uterus yang
pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa
sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak
ovulation) atau tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi
yang jelek (Arthur, 1975). Penyebab lainnya adalah ovulasi ganda (ovulasi dengan
dua atau lebih sel telur) yang biasa terjadi pada hewan monopara seperti sapi,
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel
telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval),
sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur (Hafez, 2000).
kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan
pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang
telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk pelaksanaan
inseminasi buatan, manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik,
yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma,
penyimpanan dan thawing yang kurang baik, serta faktor manajemen lain seperti
fertil sampai akhir dari implantasi (Hafez, 2000). Faktor yang mendorong
atau seibu, sehingga sifat jelek yang dimiliki induk jantan maupun betina akan
lebih sering muncul pada turunannya. Faktor lain yaitu umur induk yang banyak
terjadi pada hewan yang telah berumur tua, hal ini disebabkan karena pada hewan
yaitu faktor infeksi, terjadi apabila kebuntingan pada induk yang menderita
penyakit kelamin dapat diikuti dengan kematian embrio dini atau abortus yang
menyebabkan infertilitas.
embrio dini diantaranya yaitu faktor laktasi yang terjadinya dapat dihubungkan
dengan kurang efektifnya mekanisme pertahanan dari uterus, stres selama laktasi
kekebalan yang terjadi jika mekanisme imunosupresi tidak berjalan dengan baik,
uterus. Faktor lingkungan juga dapat mengakibatkan kematian embrio dini pada
induk ketika suhu tubuhnya meningkat. Faktor yang lain yaitu jumlah embrio atau
fetus dalam uterus karena placenta berkembang dimana berisi beberapa embrio di
dalam ruang uterus maka suplai darah vaskuler akan menurun sehingga dapat
tentang siklus estrus dan estrus akan mengawinkan sapi perah mereka dalam
waktu yang tepat. Kebersihan kandang dan sapi merupakan syarat yang harus
Salah satu gangguan reproduksi yang ditandai dengan gejala kawin berulang
Estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara
psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi. Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain
tanda berahi pada ternak betina serta segera melaporkannya kepada inseminator.
Deteksi berahi harus dilakukan paling sedikit dua kali sehari, di pagi dan petang
dengan teliti 20 sampai 60 menit (Toelihere, 1985a). Untuk kepentingan IB, sapi-
sapi yang nampak birahi pada pagi hari, sebaiknya diinseminasi siang itu juga dan
sapi yang nampak birahi sore, hendaknya dikawinkan besok pagi hari. Perdarahan
pada vulva sering terjadi pada sapi dewasa 1-3 hari setelah berakhirnya estrus.
berikutnya disebut sebagai suatu siklus birahi. Siklus birahi pada dasarnya dibagi
menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus
2.4.1 Proestrus
Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikel de
(Toelihere, 1985).
Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase
estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang
2.4.2 Estrus
gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan
tidak lari bila pejantan menungganginya. Menurut Frandson (1992), fase estrus
ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan
bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Pada saat itu,
peningkatan LH, hormon ini akan membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan
2.4.3 Metestrus
folikel mulai terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut korpus
jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum (CL). Fase ini sebagian besar berada
masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24
2.4.4 Diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus
menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001). Diestrus adalah periode dimana folikel de
bertambah.
penyampaian atau deposisi dan semen adalah cairan yang mengandung benih
jantan yang diejakulasikan pada saat kopulasi atau penmpungan. Jadi kata
semen ke dalam saluran kelamin betina menggunakan alat buatan manusia dan
pembuahan yang optimal. Karena saat subur, sel telur sapi sangat terbatas, maka
keberhasilan.
jika tidak demikian tentu perkembangan inseminasi buatan sudah lama terhenti.
betina
produksi dan reproduksi dari setiap kejadian yang dialami ternak mereka.
8. Dengan teknik pembekua, semen dari seekor sapi pejantan unggul dapat
buatan harus disadari dan diperhatikan. Batasan yang perlu diperhatikan akibat
2. Bila penanganan pejantan dan pemrosesan semen bekunya kurang rapi dan
3. Bila seleksi dan pencatatan (recording) yang kurang rapi dan cermat, maka
betina yang sedang bunting mudah terabaikan dan akibatnya terjadi keguguran
dengan waktu kapasitasi, yaitu suatu proses fisiologik yang dialami oleh
boleh kurang dari 4 jam sebelum ovulasi atau tidak boleh melebihi 6 jam sesudah
angka konsepsi yang paling tinggi. Pelaksanaan IB pada awal, pertengahan, dan
akhir masa birahi sapi memberikan angka konsepsi 44%, 82%, 75%. Sedang IB
yang dilakukan pada 6 jam sesudah akhir birahi angka konsepsinya 62,5%; 12 jam
sesudah akhir birahi angka konsepsinya 32,0%; 18 jam sesudah akhir birahi angka
jam sesudah akhir birahi angka konsepsinya 8,0%; 48 jam sesudah akhir birahi
inseminasi adalah mulai dari pertengahan birahi sampai 6 jam sesudah akhir
BAB 3
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sapi betina yang
pengambilan data sensus, sehingga semua sapi betina yang mempunyai kasus
kawin berulang digunakan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung
pada ternak dan kandang peternak di Kecamatan Kedamean. Data dari kuisioner
Data peternak yang diambil meliputi data jumlah sapi betina yang
1. Kawin berulang : sapi betina yang mempunyai siklus dan periode birahi yang
lebih pada catatan laporan IB milik inseminator, umur sapi 3-8 tahun,
2. Faktor penyebab : faktor yang akan diteliti dan dibahas adalah pengalaman
b. Buruk : kondisi kandang dengan feses ternak tidak segera dibersihkan dan
tidak ada pemisahan antara kandang dan pembuangan feses atau dibiarkan.
3. Saluran pembuangan
belakang kandang.
peternak antara lain jenis lantai kandang, kebersihan lingkungan kandang, saluran
Data yang telah diperoleh dari recording milik inseminator untuk jumlah
kawin berulang dan wawancara melalui kuisioner terhadap peternak yang terdapat
Kabupaten Gresik, selanjutnya data sapi betina yang mengalami kawin berulang
analisis data tersebut dilakukan dengan program SPSS versi 21. Hasil output yang
diperoleh berupa hasil frekuensi distribusi dan disajikan dalam bentuk tree
diagram.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
ekor yang diperoleh dari data laporan pelaksanana IB selama tahun 2014 di
Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus dengan nilai persentase sebesar 20,3%
yaitu milik 170 peternak (Lampiran 2). Jumlah hasil IB yang normal berjumlah
20,3% Normal
Kawin Berulang
79,7%
Gambar 4.1 Proporsi sapi potong akseptor IB yang mengalami kawin berulang di
wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Kedamean Gresik
tahun 2014
pada sapi potong. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus kawin berulang
di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Kedamean Gresik dapat dilihat pada
(Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Data deskripsi faktor resiko kejadian kawin berulang pada sapi potong
pada tingkat peternak di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan
Hewan Kedamean Gresik
Kawin berulang
Gambar 4.2 Diagram pohon untuk faktor yang berpengaruh pada kejadian kawin
berulang di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan
Kedamean Gresik
Dalam penelitian ini data hasil faktor yang berpengaruh pada kejadian
digunakan, dari analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya ada lima
pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua kali sehari dan tiga kali
pengalaman beternak (PLB); dan pengamatan estrus (PME) yang tidak diamati
dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga kali sehari.
BAB 5
PEMBAHASAN
gangguan reproduksi yaitu kawin berulang (Prihatno dkk., 2013). Kawin berulang
merupakan suatu keadaan sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting
setelah dikawinkan tiga kali atau lebih dengan inseminasi buatan tanpa adanya
kawin berulang di Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus milik 170 peternak
dengan nilai persentase sebesar 20,3% (Gambar 4.1). Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kajian yang dilaporkan Yusuf et
al., (2012), bahwa kejadian kawin berulang di daerah tropis bisa mencapai 62%.
dan sapi merupakan prasyarat yang harus dipenuhi agar terhindar dari gangguan
feses dan urine dalam kandang, lantai kandang menjadi licin, sapi yang berbaring
saat atau sesudah inseminasi. Menurut Dransfield et al., ( 1998) kondisi ini yang
harus dibenahi agar kejadian kawin berulang pada sapi potong dapat dikurangi.
beternak 1-5 tahun sebanyak 18,2%, 6-10 tahun sebanyak 7,1%, 11-15 tahun
berjumlah 12,9%, 16-20 tahun sebanyak 25,3% dan di atas 20 tahun terdapat
tahun.
Jumlah peternak yang mengetahui siklus estrus mencapai 85,3% dan yang
tidak mengetahui siklus estrus berkisar 14,7%. Peternak yang mengetahui tentang
estrus sebanyak 96,5% dan 3,5% tidak mengetahui tanda-tanda estrus. Hasil
umum sudah mengetahui tentang siklus estrus dan gejala estrus pada sapi.
Pentingnya pengetahuan siklus estrus dan estrus pada sapi berpengaruh terhadap
dan estrus dapat meningkatkan angka infertilitas dan kegagalan kebuntingan yang
ditandai dengan kawin berulang (Noakes et al., 2009). Peternak yang mengetahui
siklus estrus dan estrus dengan baik bisa memperkirakan estrus berikutnya,
sehingga pengamatan estrus bisa dilakukan lebih intensif dan waktu mengawinkan
bisa lebih tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Eerdenburg et al., (2002)
terhadap siklus estrus dan estrus merupakan syarat yang wajib diketahui.
Ketidaktahuan peternak tentang siklus estrus dan estrus selain dapat menyebabkan
et al., (2004), menyatakan bahwa pengetahuan siklus estrus dan estrus itu penting
agar manajemen reproduksi dan kontrol siklus estrus menjadi lebih baik
sebanyak empat kali 10,6%, tiga kali sehari 24,1%, dua kali sehari 42,3%, dan
satu kali sehari 20%, sedangkan jumlah peternak yang tidak pernah melakukan
deteksi estrus sebanyak 2,9%. Rataan pengamatan estrus yang dilakukan peternak
adalah 2,2 kali sehari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan deteksi
mengamati estrus sebanyak empat kali sehari yaitu pagi, siang, sore, dan malam
hari, dengan lama pengamatan sekitar 5-10 menit (Prihatno dkk., 2013).
Pengamatan estrus yang dilakukan 3-4 kali sehari, seluruh sapi yang sedang estrus
dapat identifikasi dengan baik sehingga IB dapat dilakukan tepat pada waktunya.
al., 1998), dan Thatcher et al., (2006), melaporkan bahwa deteksi estrus yang
dilakukan tiga atau empat kali sehari, akan meningkatkan angka fertilitas. Deteksi
estrus pada tingkat peternak diduga merupakan salah satu faktor penyebab
rendahnya angka kebuntingan, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
yang rendah pada umumnya disebabkan peternak kurang memiliki komitmen atau
inseminator adalah 1-2 jam sebanyak 54,1%, 3-4 jam 15,9%, 5-6 jam 30% dan
rataan waktu pelaporan sapi yang estrus kepada inseminator sekitar 2,5 jam
setelah timbulnya estrus. Peternak yang melaporkan sapi estrus 1-2 jam dengan
sapi estrus 5-6 jam sebagian peternak sudah ada yang mengerti dengan waktu
lebih besar dengan kualitas embrio yang rendah dibandingkan dengan yang
dikawinkan lebih awal (Saacke, 2008). Perkawinan yang dilakukan terlalu cepat
al., 2009).
diungkapkan oleh Looper dan Waldner (2002) bawa fungsi air penting untuk
panas, menjaga lingkungan cairan fetus, dan sebagai transpor nutrien menuju atau
Jenis lantai kandang berupa tanah 40,6%, berupa lantai semen 48,2% dan
jenis lantai kandang yang dilapisi karpet (karet) 11,2%. Dari hasil penelitian
tanah selain sulit dibersihkan juga sulit menghilangkan sisa feses dan urin yang
kontaminan (mikroba) masuk ke dalam uterus lewat vulva yang kotor, terutama
dikarenakan mudah dibersihkan dan cepat kering. Sisi negatif dari kandang lantai
semen adalah mudah terjadi kepincangan (lamenes) akibat lantai kandang yang
keras dan kasar, sehingga dapat mengurangi akurasi deteksi estrus, menyebabkan
waktu perkawinan yang kurang tepat dan diakhiri dengan kegagalan kebuntingan
yang ditandai dengan kejadian kawin berulang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Salem et al., (2006) menyatakan bahwa kondisi kandang lantai yang keras, tanpa
kandang dan kesehatan ternaknya lebih terjamin, mencegah sapi terpeleset karena
lantai licin, mudah dibersihkan, memberikan keempukan dan rasa nyaman pada
ternak (Komarudin dan Wijono, 1990). Peternak yang menggunakan jenis lantai
kandang yang dilapisi karet masih sedikit, dikarenakan alas karet yang harganya
pemeliharaan sapi atau karena kesibukan yang lain, sehingga wajar kalau masih
jelek 69,4%. Saluran pembuangan yang baik 40% dan jelek 60%. Hasil penelitian
akan pentingnya kebersihan kandang serta saluran pembuangan dan dampak yang
ditimbulkannya terutama pada sistem reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Noakes et al., (2009) bahwa, lingkungan kandang yang kotor, terutama pada saat
reproduksi (endometritis).
pada sapi potong bahwa faktor yang menyebabkan kejadian kawin berulang
adalah pengaruh dari pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua
kali sehari dan tiga kali sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK);
estrus (PME) yang tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga
BAB 6
6.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian kejadian kawin berulang pada sapi potong di wilayah kerja
sebesar 20,3%.
pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua kali sehari dan tiga
tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga kali sehari.
6.2 Saran
2. Penampilan produktifitas sapi dapat terlihat lebih baik bagi para peternak sapi
siklus estrus.
RINGKASAN
kendala, yaitu masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju kemajiran ternak
kawin berulang (Prihatno dkk., 2013). Kawin berulang merupakan suatu keadaan
sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali
atau lebih dengan inseminasi buatan tanpa adanya abnormalitas yang teramati
kematian embrio dini (Robert, 1986; Copelin et al.,1988). Selain itu, kesalahan
gejala birahi.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jumlah kasus kawin
berulang dan faktor-faktor yang menyebabkan kasus kawin berulang pada Sapi
sehingga semua sapi betina yang mempunyai kasus kawin berulang digunakan
Kecamatan Kedamean sebanyak 204 kasus milik 170 peternak dengan nilai
adalah pengaruh dari pengamatan estrus (PME) sekali sehari, tidak diamati, dua
kali sehari dan tiga kali sehari; kebersihan lingkungan kandang (KLK);
estrus (PME) yang tidak diamati dan dua kali sehari serta sekali sehari dan tiga
kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, G.H, 1975, Veterinary Reproduction And Obstetrics, Fourth Edition, The
English Language Book Society And Baillere Tindall, pp: 397.
Astuti, H.Y. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Pada Sapi
Potong di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
BPS (Badan Pusat Statistik), 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013
(Pencacahan Lengkap). Katalog BPS : 5106005. Hal : 9
Britt JH, R.G. Schott, J.D. Armstrong, and M.D. Whitacre. 1986. Determinants of
estrous behaviour in lactating Holstein cows. J Dairy Science 69: 2195-
2202.
Dransfield M.G.B., R.L. Nebel, R.E. Pearson, and L.D. Warnick. 1998. Timing of
insemination for dairy cows identified in estrus by a radiotelemetric estrus
detection system. J Dairy Sci 81: 1874–82.
Fahey, J., K. O’Sullivan, J. Crilly, and J.F. Mee. 2002. The effect of feeding and
management practices on calving rate in dairy herds. Anim. Reprod. Sci.
74:133-150.
Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-4, diterjemahkan
oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gilbert R.O., S.T. Shin, C.L. Guard, H.N. Erb, and M. Frajblat. 2005. Prevalence
of endometritis and its effect on reproductive performance of dairy cows.
Theriogenology 64: 1879– 1888.
Heuwieser W., P.A. Oltenacu, A.J. Lednor, and R.H. Foote. 1997. Evaluation of
different protocols for prostaglandin synchronization to improve
reproductive performance in dairy herds with low estrus detection
efficiency. J Dairy Sci 80: 2766–2774.
Komarudin, and D.B. Wijono, 1990. Penggunaan karet karpet sebagai alas lantai
kandang sapi. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Sapi Grati. Vol 1, No 1 Hal:
21-23.
Looper M.L., and D.N. Waldner. 2002. Water for Dairy Cattle. The College of
Agriculture and Home Economics, at www.cahe.nmsu.edu. Tanggal akses
19 Juli 2015.
Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu
reproduksi ternak. Departemen pendidikan nasional direktorat pendidikan
tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia timur. Jakarta.
Perry, E.J. 1960. The Artificial Insemination of Farm Animals. Rutgers Univ.
Press, New Brunswick, N.Y.
Perry G.A., M.F. Smith, A.J. Roberts, M.D. MacNeil, and T.W. Geary. 2004.
Effect of ovulatory follicle size on pregnancy rates and fetal mortality in
beef heifers. J Anim Sci 82(Suppl. 2):101 Abstr. 99.
Pursley J.R., R.W. Silcox, and M.C. Wiltbank. 1998. Effect of time of artificial
insemination on pregnancy rates, calving rates, pregnancy loss, and gender
ratio after synchronization of ovulation in lactating dairy cows. J Dairy Sci
81: 39–44
Robert S.J. 1986. Infertility in the cows. In Veterinary Obstetric and Genital
Disease (Theriogenology). 3rd edition Published by the author,
Woodstock, VT 05091 Ithaca. New York. 434 – 475.
Rustamadji B., Ahmadi, Kustono, dan T. Sutarno. 2007. Kinerja usaha peternakan
sapi perah rakyat sebagai tulang punggung pembangunan persusuan
nasional. Paper.Disampaikan pada Lokakarya Persusuan Nasional.
Yogyakarta. Dies 38 Fapet UGM.
Salisbury, R.E. dan W.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Thatcher W.W., T.R. Bilby, J.A. Bartolome, F. Silvestre, C.R. Staples, and J.E.P.
Santos. 2006. Strategies for improving fertility in themodern dairy cow.
Theriogenology 65: 30–44.
Toelihere, M.R, 1981, Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi, Edisi Pertama, Institut
Pertanian Bogor, Hal: 52-57, 76-85.
Toelihere, M.R. 1985a. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. Hal :
126-132
Trimberger, G.W. and G.K. Davis, 1943. The relationship between time of
insemination and breeding efficiency in dairy cattle, Nebr. Agr. Expt. Sta.
Res. Bull., 129
Wettemann, R.P., C.A. Lents, N.H. Ciccioli, F.J. White, and I. Rubio. 2003.
Nutritional and suckling-mediated anovulation in beef cows. J. Anim. Sci.
81 (E. Suppl. 2): E48-E59.
Wijaya, T. 2012. Gambaran Fertilitas Induk Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan
Pada Paritas 3 Dan 4 Di Kabupaten Situbondo (Skripsi). Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Windig J.J., M.P. Calus, and R.F. Veerkamp. 2005. Influence of herd environment
on health and fertility and their relationship with milk production. J Dairy
Sci 88:335–47.
Yusuf M., L. Rahim, M.A. Asja, and A. Wahyudi. 2012. The incidence of repeat
breeding in dairy cows under tropical condition. J Media Peternakan April
:28-31.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner untuk peternak sapi potong di wilayah kerja Petugas Teknis
Kesehatan Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik
KUISIONER PENELITIAN
“Kasus Kawin Berulang dan Faktor
Penyebabnya Pada Sapi Potong di Wilayah Nama peternak : …………………………
Kerja Petugas Teknis Kesehatan Hewan Alamat : ………………………………….
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik
Periode 2014”
4. Pengamatan estrus
a. 1x sehari
b. 2x sehari
c. 3x sehari
d. 4x sehari
e. Tidak diamati
5. Pelaporan estrus
a. 1-2 jam
b. 3-4 jam
c. 5-6 jam
Lampiran 2. Data Kawin Berulang Kecamatan Kedamean Tahun 2014 dan hasil
wawancara peternak di wilayah kerja Petugas Teknis Kesehatan
Hewan Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.
a
Case Summaries
1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM KARET BAIK BAIK 40 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 30 4X
DIAMATI LITER/HARI
6-10 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 3-4 JAM TANAH BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BAIK 40 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM KARET BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 5X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 30 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 3-4 JAM KARET BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 40 4X
DIAMATI LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 40 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 1-2 JAM KARET BAIK BURUK 20 3X
DIAMATI LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TIDAK 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 5X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BURUK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 40 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM KARET BURUK BAIK 30 4X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TIDAK 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
TAHU TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 40 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 5X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM KARET BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BAIK 30 5X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 30 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 40 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM TANAH BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 5X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TIDAK 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 20 4X
TAHU TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BAIK 30 3X
TAHU LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM KARET BAIK BURUK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM KARET BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM TANAH BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BURUK BURUK 40 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TIDAK TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
TAHU LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BAIK 20 4X
LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 30 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 40 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 4X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BAIK BURUK 20 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 1-2 JAM TANAH BAIK BURUK 30 4X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BURUK BAIK 20 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
LITER/HARI
6-10 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 1-2 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 3X
LITER/HARI
11-15 TAHUN TIDAK TAHU 2X SEHARI 5-6 JAM SEMEN BURUK BURUK 20 4X
TAHU LITER/HARI
1-5 TAHUN TAHU TAHU 1X SEHARI 1-2 JAM TANAH BURUK BURUK 40 3X
LITER/HARI
>20 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 3-4 JAM SEMEN BAIK BAIK 30 4X
LITER/HARI
16-20 TAHUN TAHU TAHU TIDAK 1-2 JAM KARET BURUK BURUK 20 4X
DIAMATI LITER/HARI
11-15 TAHUN TAHU TAHU 3X SEHARI 5-6 JAM TANAH BURUK BAIK 20 3X
LITER/HARI
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100