0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
611 tayangan45 halaman
Teks ini membahas penelitian pengaruh ekstrak kemangi terhadap perkembangan larva lalat rumah. Penelitian menguji lima konsentrasi ekstrak kemangi yaitu 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan kontrol terhadap larva instar III. Hasil menunjukkan konsentrasi 20% memberikan pengaruh paling besar dengan kematian larva tertinggi 83% dan kemampuan ekdisis serta eklosi terendah.
Teks ini membahas penelitian pengaruh ekstrak kemangi terhadap perkembangan larva lalat rumah. Penelitian menguji lima konsentrasi ekstrak kemangi yaitu 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan kontrol terhadap larva instar III. Hasil menunjukkan konsentrasi 20% memberikan pengaruh paling besar dengan kematian larva tertinggi 83% dan kemampuan ekdisis serta eklosi terendah.
Teks ini membahas penelitian pengaruh ekstrak kemangi terhadap perkembangan larva lalat rumah. Penelitian menguji lima konsentrasi ekstrak kemangi yaitu 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan kontrol terhadap larva instar III. Hasil menunjukkan konsentrasi 20% memberikan pengaruh paling besar dengan kematian larva tertinggi 83% dan kemampuan ekdisis serta eklosi terendah.
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK
DATTU IFFAH HANIDHAR. Pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimmum basilicum forma citratum) terhadap perkembangan larva lalat rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI dan AGUS KARDINAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya larvasida kemangi terhadap lalat rumah (Musca domestica). Kemangi disuling dengan menggunakan metode penyulingan kukus. Dalam penelitian ini dilakukan 5 perlakuan (2,5%, 5%, 10%, 20% dan kontrol). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Minyak atsiri yang dihasilkan melalui penyulingan dicampur dengan aquades hingga mencapai konsentrasi yang diinginkan. Untuk setiap pengulangan digunakan 25 ekor larva lalat rumah instar III awal. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa konsentrasi ekstrak kemangi 20% memberikan hasil yang terbaik. Hal ini diperlihatkan dari jumlah kematian larva tertinggi (83%), kemampuan ekdisis terendah (13%) serta kemampuan eklosi yang juga rendah (37%).
ABSTRACT
This research is for knowing larvasidae effect of kemangi leaves to house fly (Musca domestica). Kemangi leaves was refined by using steam destillation method which gain atsiri oil. This research was used 5 treatments (2,5%, 5%, 10%, 20% and control) and for every treatment was repeated for 4 times. The oil was mixed with aqudes till reach concentration 2,5%, 5%, 10% and 20%. For each repeat, it was using 25 third-instar house flys larvaes. The method of the research is Complete Random Device. Data of the research is analysed by using ANOVA and continued with Duncan's Multiple Range Test. The highest mortality (83%) and the lowest ability in ecdysis and eclosy (13 and 37%) reached on the highest concentration (20%).
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica)
Oleh : DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica) Nama : Dattu Iffah Hanidhar NRP : B04103121
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi Ir. Agus Kardinan, MSc, APU
Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 Januari 1985 dari ayah Junaidi Mochtar dan ibu Tri Retno Pudyastuti (Alm). Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri I Klaten dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi pengurus DKM An Nahl periode 2004/2005 dan 2005/2006 sebagai bendahara. Menjadi anggota IMAKAHI FKH IPB dan Himpro Ruminansia. Pada tahun 2006 mengikuti PKM (Proposal Kegiatan Mahasiswa) di bidang penelitian dengan judul Seleksi Berbagai Varietas Sansevieria Sebagai Alternatif Bahan Lotion Pengusir Nyamuk
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat sang Rabb pemilik alam, Allah SWT atas segala karunia berupa nikmat dan rahmat Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica). Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku pembimbing pertama dan Ir. Agus Kardinan, MSc, APU selaku pembimbing kedua untuk semua arahan dan nasihatnya. Dr. drh. Susi Soviana, MSi selaku penguji untuk saran dan nasihatnya. Drh. Pursani Paridjo selaku dosen pembimbing akademik untuk petuah dan kesabarannya. Untuk keluarga tercinta, bapak yang selalu mengajari bagaimana menjadi seseorang, ibu yang tidak sempat berbagi kebahagiaan tapi selalu mendoakan dari jauh, Oki untuk semua cinta dan tawanya, mama Ita untuk dukungan dan doanya . Teman- teman (Ochie, Wiki, Iin, Roemi, Faiq, Ira, Ani Siti, Dewi dan Uliel) untuk persahabatan yang indah. Kiki, teman satu perjuangan penelitian. Pak Opik, Pak Nanang, Pak Heri, Pak Yunus, Pak Dedi (BALITTRO), Mas Sugi, staf lain di laboratorium dan Mas Joko untuk semua bantuannya. Terakhir, teman-teman angkatan 40, terima kasih telah memberiku banyak warna. Skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.
Bogor, Oktober 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................. 1 Tujuan.............................................................................................. 2 Hipotesis.......................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Musca domestica.............................................................................. 3 Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum).......................................... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu..................................................................................... 13 Alat dan Bahan........................................................................................... 13 Pemeliharaan Masal Larva Lalat Rumah (Rearing).................................. 14 Penyulingan Kemangi................................................................................ 15 Pengujian.................................................................................................... 16 Pengamatan................................................................................................ 18 Analisis Data.............................................................................................. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 19 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan................................................................................................ 27 Saran.......................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 28 LAMPIRAN............................................................................................... 32
DAFTAR TABEL Halaman 1. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.....................................................................
19 2. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi....................................................
22 3. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi....................................................
24 4. Rata-rata kematian larva, rata-rata kemampuan ekdisis, rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica secara keseluruhan..........
26
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lalat Musca domestica dewasa.......................................................... 3 2. Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina 4 3. Siklus hidup lalat Musca domestica................................................... 7 4. Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)....... 11 5. Struktur bangun eugenol.................................................................... 12 6. Kandang lalat Musca domestica........................................................ 13 7. Media pengembangbiakan larva Musca domestica......................... 14 8. Daun kemangi segar dan layu............................................................ 15 9. Alat penyulingan................................................................................ 16 10. Media pengujian larva Musca domestica........................................... 16 11. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.....................................................................
19 12. Larva Musca domestica normal dan mati.......................................... 21 13. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi....................................................
23 14. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi....................................................
24
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil penghitungan mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan eklosi lalat Musca domestica.............................................................
32 2. Analisis dengan uji statistik terhadap mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan eklosi lalat Musca domestica..........................................
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serangga merupakan jenis hewan yang paling banyak populasinya di dunia. Kehadiran serangga dalam tiap dimensi kehidupan manusia bisa mendatangkan manfaat dan keuntungan, namun tidak sedikit pula yang mendatangkan masalah dan kerugian. Kenyamanan hidup manusia sering kali terusik oleh kehadiran serangga-serangga pengganggu misalnya lalat rumah. Lalat ini merupakan serangga yang dapat menimbulkan masalah, yaitu sebagai vektor pembawa penyakit. Saat ini manusia sudah menemukan cara mengendalikan keberadaan serangga pengganggu tersebut dengan menggunakan insektisida, baik insektisida nabati maupun sintetis (Prijono dan Triwidodo 1993). Sejak tahun 1950 penggunaan insektisida nabati tergeser olah insektisida sintetis. Alasan yang mendasari antara lain insektisida sintetis lebih efektif dan biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan insektisida alami. Faktor yang lain yaitu insektisida sintetis mudah didapat, praktis pengaplikasiannya, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil insektisida (Kardinan 2002). Penggunaan insektisida sintesis dapat menimbulkan beberapa efek yaitu resistensi terhadap serangga, resurjensi serangga sasaran, pencemaran lingkungan, residu insektisida dan dapat menekan perkembangan musuh alami hama (Metcalf 1982). Salah satu upaya mengatasi masalah tersebut adalah mencari pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif dan ramah lingkungan. Pengendalian yang dimaksud adalah pengendalian dengan insektisida nabati. Penggunaan insektisida nabati menekan populasi serangga sampai tingkat yang diinginkan, dimana populasi hama tersisa diharapkan dapat ditekan lebih lanjut oleh musuh alami. Selain itu, insektisida nabati mudah terurai dalam lingkungan sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat. Tanaman yang diduga dapat menjadi insektisida nabati adalah kemangi. Selama ini, kemangi hanya dikenal sebagai sayur yang digunakan sebagai lalapan segar dan obat tradisional. Kemangi dapat dengan mudah ditemukan di kebun, ladang, halaman rumah bahkan kadang di pinggir jalan. Penelitian mengenai kemangi sebagai larvasida lalat belum pernah dilakukan secara spesifik. Ada satu tanaman yang mirip kemangi yaitu selasih yang terbukti mampu sebagai insektisida nabati sebagai repelan nyamuk (Musbiyana 2004). Tanaman lain yang telah diteliti kemampuannya sebagai insektisida nabati, antara lain daun sirih (Piper bettle, Linn) untuk membunuh larva nyamuk Culex quinquefasciatus (Setyawati 2002), daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb) untuk membunuh pra dewasa nyamuk Aedes aegypti (Tsalies 2004), daun legundi (Vitex negundo) untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti (Andesfha 2004), serbuk biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus) sebagai larvasida lalat Musca domestica (Purba 2004) serta daun setebal (Hoya latifolia) sebagai larvasida nyamuk Culex quinquefasciatus (Malahayati 2006).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimmum basillicum forma citratum) dalam berbagai konsentrasi terhadap stadium larva, pupa dan imago lalat rumah (Musca domestica).
Hipotesis
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kemangi maka perkembangan stadium larva, pupa serta imago lalat Musca domestica akan semakin buruk.
TINJAUAN PUSTAKA
Lalat Rumah (Musca domestica) Klasifikasi Menurut Soulsby (1986), klasifikasi Musca domestica adalah sebagai berikut : filum : Arthropoda kelas : Insecta ordo : Diptera sub ordo : Cyclorrhapha superfamili : Calypterae famili : Muscidae genus : Musca spesies : Musca domestica Kebanyakan Diptera secara relatif berukuran kecil dan bertubuh lunak (Borror 1992; Levine 1990). Salah satu contoh Diptera yang penting dalam kehidupan manusia adalah Musca domestica. Lalat rumah dapat menjadi vektor dari penyakit demam typhoid, disentri dan anthrax (Triplehorn dan Jhonson 2005).
Gambar 1 Lalat Musca domestica dewasa (Steelman 2007). Morfologi Sebagaimana umumnya tubuh insekta lainnya, tubuh Musca domestica dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen). Musca domestica adalah serangga berukuran sedang dengan panjang tubuh 6-7 mm (West 1951; Axtell 1986). Menurut Soulsby (1986), lalat dewasa jantan berukuran 5,86,5 mm dan yang betina 6,57,5 mm. Lalat jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan. Menurut Axtell (1986), lalat jantan memiliki mata yang bersifat holoptik (kedua mata majemuk berdekatan), sedangkan yang betina bersifat dikoptik (kedua mata majemuk berjauhan).
Gambar 2 Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina (Anonim 2007b).
Pada kepala lalat terdapat probosis, yang berfungsi menghisap atau menyerap makanan cair atau cairan. Pada saat tidak digunakan, probosis akan masuk kembali ke dalam kepala (Service 1996). Probosis bersifat retraktif yang dapat diperpanjang dan diperpendek pada saat mengambil dan menjangkau makanan (Levine 1990). Morfologi antena Musca domestica sama dengan lalat tipe Musca lainnya, yaitu tipe antena mengalami reduksi dengan ujung distal yang menumpul dan terdiri dari tiga segmen. Segmen antena terakhir merupakan bagian yang paling besar berbentuk silinder atau bulat dan mempunyai rambut yang disebut arista (Service 1996). Antena berfungsi sebagai organ sensoris yang penting untuk mendeteksi kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan bau-bauan. Bagian toraks lalat berwarna abu kekuningan sampai abu gelap, di bagian dorsal toraks terdapat 4 garis longitudinal gelap sejajar dan memanjang ke batas posterior dari skutum (Lapage 1962). Toraks terdiri atas tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Pada bagian mesotoraks terdapat sepasang sayap yang berfungsi untuk terbang. Sayap Musca domestica memiliki venasi M1+2 dan venanya melengkung ke distal dan R5 (posterior pertama) yang hampir berdekatan (Soulsby 1986). Sayap merupakan membran yang berbulu dan bersisik halus. Venasi sayap sudah terbentuk sejak lalat dalam pupa, venasi sayap merupakan aliran darah dan udara. Sayap Musca domestica transparan, berwarna kelabu pucat dengan pangkal berwarna kekuningan. Tepat di belakang sayap terdapat sepasang halter (alat keseimbangan ketika terbang) berbentuk seperti alat pemukul (Noble dan Noble 1989). Pada tiap segmen toraks terdapat sepasang kaki. Tiap pasang kaki terbagi menjadi lima segmen yang sama yaitu koksa, trokhanter, femur, tibia dan tarsus. Lalat dapat melekat pada permukaan karena pada kakinya terdapat sepasang pulvilus yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kelenjar yang bisa mengeluarkan cairan seperti lem yang lengket. Pulvilus ini terdapat pada ujung tarsus (Axtell 1986; West 1951). Abdomen lalat rumah rumah berwarna kekuningan dan ruas terakhir berwarna coklat kehitaman. Abdomen terdiri dari 4 segmen. Segmen ke-1 tidak berkembang dengan baik tapi tidak demikian dengan segmensegmen lainnya (Axtell 1986). Di bagian tengah abdomen terdapat garis berwarna hitam memanjang sampai ruas ke empat (Soulsby 1974). Pada lalat jantan, segmen terakhir abdomen dilengkapi dengan organ genitalia yang digunakan untuk memasukkan sperma ke dalam ovipositor lalat betina. Lalat betina sendiri memiliki 10 buah spirakel yang terdapat di ventral abdomen. Spirakel-spirakel ini dilengkapi dengan ovipositor untuk meletakkan telur di tempat yang sesuai (Soulsby 1986).
Siklus Hidup Lalat rumah termasuk serangga yang bermetamorfosis sempurna. Siklus hidup lalat rumah terdiri dari tahap pra dewasa dan tahap dewasa. Lalat rumah bersifat ovipar. Siklus hidup Musca domestica dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat rumah bertelur 100150 butir dengan rata-rata 120 butir setiap kali bertelur (Pierce 1925 dalam West 1951). Lalat berkembang biak pada feses manusia atau hewan atau sampah organik basah tapi biasanya lebih sering ditemukan pada manur kuda (Lapage 1962). Selama hidupnya lalat betina bertelur 4 sampai 6 kali dengan interval waktu sekitar 2 minggu dan tergantung pada faktor lingkungan (West 1951). Panjang telur kurang lebih 1 mm, lebar telur kurang lebih 0,26 mm, berbentuk seperti pisang, berwarna putih krem dan bagian dorsal memiliki dua garis longitudinal (Lapage 1962; Axtell 1986). Suhu memadai diperlukan agar telur dapat berkembang dengan baik. Suhu penetasan dapat berkisar antara 10- 42C. Suhu optimum untuk penetasan telur berkisar antara 15-20C (West 1951). Telur akan menetas menjadi larva setelah 12-24 jam (Lapage 1962). Larva berwarna putih, berukuran 1-13 mm dan mempunyai 12 segmen yang terdiri atas 1 segmen kepala, 3 segmen toraks dan 8 segmen abdomen (Kettle 1984). Morfologi tubuh larva meruncing di bagian anterior dan melebar di bagian posterior dimana spirakel berada. Tubuh bagian anterior terdapat sepasang kait oral yang terhubung dengan tulang internal cephalopharyngeal. Tulang ini tersusun dari kitin yang mengalami pigmentasi gelap (Lapage 1962). Larva lalat dapat bertahan pada suhu 30C selama 4-5 hari. Larva mengalami pergantian kulit sebanyak 2 kali dan mempunyai 3 bentuk instar. Instar I berlangsung selama 20 jam sampai 4 hari, instar II selama 24 jam sampai beberapa hari dan instar III selama 3-9 hari. Selama periode larva, makanannya berupa bahan-bahan organik yang telah membusuk (Urquhart et al 1987). Perkembangan larva sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu juga berkaitan erat dengan letak kedalaman larva dalam media. Pengaruh panas yang diakibatkan oleh fermentasi media akan menyebabkan larva untuk cenderung turun sampai kedalaman 5-10 cm (West 1951). Sebelum menjadi pupa, larva tidak makan dan akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin (Yap dan Chong 1995). Setelah melalui tiga tahap instar dalam stadium larva, kulit larva berubah warna menjadi coklat dan keras menuju bentuk puparium (Lapage 1962). Pupa yang semula berwarna putih lama- kelamaan akan berwarna coklat kehitaman. Pupa terbentuk melalui kontraksi (pemendekan dan pengerasan) setelah itu terbentuk pupa yang silindris, gelap, kutikula mengeras dengan ukuran sekitar 6,3 mm. Stadium pupa hidup pada suhu 25-30C selama 4-7 hari (West 1951). Menurut Yap dan Chong (1995), pupa lebih suka hidup pada kelembaban rendah dan jika kondisi lingkungan tidak memungkinkan maka masa puparium diperpanjang.
Gambar 3 Siklus hidup lalat Musca domestica (Watson, Waldron dan Rutz 1994).
Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) Kemangi dan tanaman sejenisnya, seperti selasih memiliki sejarah yang menarik, tanaman jenis ini menjadi simbol kerajaan di Perancis dan Italia. Selain itu, juga digunakan untuk menyatakan cinta. Bahkan di India, tanaman ini dianggap suci (Adnyana dan Firmansyah 2006). Saat ini kemangi lebih sering digunakan sebagai bumbu dalam masakan dan pengobatan alternatif. Tanaman ini sangat mudah ditemukan dan dibudidayakan (Pitojo 1996). Kemangi merupakan tanaman semak beraroma khas (Anonim 2006b). Meskipun berbau harum, kemangi tidak ditempatkan di dalam rumah atau berfungsi sebagi tanaman hias. Biasanya, kemangi ditanam secara massal untuk pemenuhan kebutuhan akan sayur jenis ini. Menurut Tarmidi (2004), kemangi hanya dikenal sebagai sayur, lalapan atau penghias makanan. Menurut Adnyana dan Firmansyah (2006), kemangi tersebar dari daerah tropis Asia, Afrika sampai Amerika tengah dan Amerika selatan. Dari sekian banyak jenis Ocimum tersebut, memang hanya beberapa yang telah menjadi komoditas komersial, di antaranya yaitu jenis Ocimum basilicum, Ocimum sanctum, Ocimum gratisimum, Ocimum americanum, dan beberapa jenis lainnya. Tanaman kemangi mudah dikenali. Kemangi merupakan sejenis tanaman beraroma dan baunya seperti bau serai. Tanaman ini tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit, dapat dikatakan kemangi bisa tumbuh dimana saja asal tanahnya bersifat asam (Tarmidi 2004). Kemangi berbiak melalui biji benih yang dihasilkan bunga dan keratan batang (Anonim 2006b). Menurut Tarmidi (2004) biji diperoleh dari buah kemangi yang masak di batang, ciri biji yang telah matang berwarna hitam dan kering. Tinggi tanaman antara 0,30,6 m. Batang muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kecoklatan dan terdapat bulu halus di sepanjang batangnya (Pitojo 1996). Letak daunnya tersusun dalam bentuk pasangan yang bertentangan dan tersusun dari arah atas dan bawah (Anonim 2006b). Tangkai daun berwarna hijau dan panjangnya antara 0,5-2 cm, helaian daun berbentuk bulat telur, ujungnya meruncing, tampak menggelombang, pada sebelah menyebelah ibu tulang daun terdapat 3-6 tulang cabang. Tepi daun sedikit bergerigi, terdapat bintik-bintik serupa kelenjar. Daun pelindung elips atau bulat telur, panjang antara 0,5-1 cm (Pitojo 1996). Kelopak bunga hijau, berambut, di sebelah dalam lebih rapat dan bergigi tak beraturan. Bunga semu terdiri dari 1-6 karangan bunga, berkumpul menjadi tandan, terletak di bagian ujung batang, cabang atau ranting tanaman, panjang karangan bunga mencapai 25 cm dengan 20 kelopak bunga. Daun mahkota berwarna putih, berbibir 2. Bibir atas bertaju 4, bibir bawah utuh. Tangkai kepala putik ungu sedangkan tangkai kepala sari dan tepung sari berwarna putih. Tangkai dan kelopak buah letaknya tegak, melekat pada sumbu dari karangan bunga. Biji buah kemangi kecil, keras, berwarna hijau keputihan. Secara keseluruhan tandan bunga dan buah tampak hijau keputihan dan tidak mencolok (Pitojo 1996). Bunganya termasuk jenis hemafrodit dan berbau sedikit wangi (Anonim 2006b). Tanaman kemangi menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk dalam sistematika sebagai berikut (Pitojo 1996) divisio : Spermatophyta sub divisio : Angiospermae kelas : Dicotyledonae ordo : Amaranthaceae famili : Labiatae genus : Ocimum spesies : Ocimum basilicum forma citratum Kemangi adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air (Ketaren 1985). Menurut Lutony dan Rahmayati (1994), minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol adalah mudah menguap pada suhu ruang, memiliki rasa getir, berbau khas dan larut dalam pelarut organik. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai aroma pada makanan, minuman, bahkan dalam industri parfum. Kandungan minyak atsiri dari masing-masing jenis tanaman berbeda satu sama lain, baik komposisi senyawa penyusun ataupun kadarnya (Adnyana dan Firmansyah 2006). Contoh tanaman penghasil minyak atsiri yang lain adalah akar wangi, cendana, jahe, kayu putih, kenanga, nilam, pala dan sereh wangi (Lutony dan Rahmayati 1994). Senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman kemangi terdiri dari -pinene, -pinene, ocimene, -3-carene, linalool, linalyl acetate, - terpineol, methyl clavicol, benzyl acetate, phenyl ethyl alkohol, nerolidol, farnesol, geranyl acetate, eugenol, isoeugenol, 1,8-sineol, kamfor, linalool, geraniol, citral eugenol, methyl cinamate, methyl eugenol, -bisabolen dan - kariopilen (Sait 1983; Adnyana dan Firmansyah 2006). Minyak atsiri mengandung campuran dari bahan hayati termasuk di dalamnya aldehid, alkohol ester, keton dan terpen. Biji kemangi mengandung zat kimia saponin, flavonoid dan polifenol. Minyak atsiri banyak terdapat pada daun yang masih muda (Pitojo 1996). Zat bioaktif dalam minyak kemangi yang berfungsi sebagai larvasida adalah eugenol dan methyl calvicol (Adnyana dan Firmansyah 2006). Volume minyak kemangi yang dapat diperoleh dari proses penyulingan kira-kira 0,17 % dari tanaman segarnya (Sait 1983). Kemangi sebagai obat tradisional, biasanya digunakan untuk menurunkan demam, menghilangkan sakit kepala, menyembuhkan batuk, obat rematik (luar), bengkak (luar), gangguan ginjal, pelancar haid, pelancar ASI, dan pelembut kulit (Anonim 2006a) bahkan jusnya bisa diminum untuk penderita asma (Anonim 2006b). Pembuktian ilmiah mengenai manfaat kemangi sebagai obat telah dilakukan. Pengujian farmakologis memperlihatkan bahwa kemangi memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, antiulcer, dan antiseptik. Aktivitas antibakteri terhadap Saphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, Escherichia coli, aktivitas antiseptik terhadap Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Salmonella paratyphi, aktivitas antifungi terhadap Candida albicans, Penicillium notatum, Microsporeum gyseum (Simon, Quinn dan Murray, 1990).
Gambar 4 Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) (Anonim 2006b).
Eugenol merupakan salah satu senyawa bioaktif dalam kemangi yang bekerja sebagai larvasida. Menurut Hadiwijaya (1983), zat ini termasuk golongan fenol yang berperan aktif sebagai anti mikroba. Fenol atau asam karbolat digunakan sebagai antiseptik di rumah sakit tapi penggunannya digantikan karena fenol mudah terhisap melalui kulit, menyebabkan cacat bakar dan amat beracun (Wilbraham dan Matta 1992). Banyak jenis fenol yang terbentuk secara alami, baik pada tanaman dan hewan (Carey 1992). Salah satu contoh fenol yang diproduksi tanaman adalah eugenol. Eugenol disebut juga 2 methoxy-4-(2- propenyl) phenol, asam eugenik, 4 alyl-2-methoxyphenol dengan rumus kimia C 10 H 12 O 2 dan berat molekul 164,20. Eugenol berwarna kuning pucat, larut dalam air dan pelarut organik (Anonim 2007a). Eugenol berfungsi sebagai bahan pemingsan, parfum dan bahan analgesik gigi (Hadiwijaya 1983). Senyawa ini digunakan sebagai bahan pencampur dalam pembuatan parfum dan obat-obatan serta bahan untuk pembuatan vanili sintetis yang banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman (Nurdjanah et al 1997). Derivativ eugenol atau methoxyphenol digunakan sebagai penarik serangga, penyerap UV, analgesik dan antiseptik (Anonim 2006a).
Gambar 5 Struktur bangun eugenol (Anonim 2007a) Eugenol dapat menyebabkan alergi jika terkena pada kulit. (Anonim 2007a). Eugenol memiliki efek membakar jika mengenai kulit dan mukosa mulut sehingga berakibat pada kehilangan sensitifitas akan sakit, kerusakan jaringan lokal dan rusaknya gigi (Anonim 2006c). Menurut Ratnasari (2002) dan Hart (1990), eugenol bekerja pada sistem syaraf. Eugenol mengganggu kerja syaraf sehingga terjadi penurunan fungsi. Selain eugenol, senyawa bioaktif pada kemangi yang berfungsi sebagai larvasida adalah methyl clavicol. Menurut Lowry (2006), methyl clavicol termasuk ke dalam kelompok ether. Ether merupakan zat anastetik yang pertama kali digunakan. Keberadaannya telah tergantikan karena sifatnya yang mudah terbakar dan menyebabkan mual (Wilbraham dan Matta 1992). Ether berpengaruh pada tekanan darah, denyut jantung dan pernafasan. Ether juga menyebabkan relaksasi otot (Brown 1976). Methyl clavicol banyak dikandung biji anise dari tanaman anise (Pimpinella anisum) (Anonim 2002). Methyl clavicol juga terkandung dalam tanaman French Terragon (Artemisia dracunculus var. sativa). Zat ini dapat bersifat sebagai anastetikum lokal pada lidah (Voight 2001).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Mei 2007 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : minyak kemangi dengan konsentrasi awal dianggap 100%, sekam, pakan ayam, susu bubuk, gula pasir, aquades, pengemulsi. Penelitian ini menggunakan hewan uji yaitu larva lalat rumah (Musca domestica) instar III awal. Alat yang digunakan adalah kandang (kurungan) lalat berukuran 40x40x40 cm 3 dengan kerangka dari kayu, berdinding kain kasa di keempat sisinya, mangkok plastik, gelas plastik, kapas, nampan, pinset, pipet, kain kasa sebagai penutup gelas, timbangan, gelas ukur dan sendok plastik.
Gambar 6 Kandang lalat Musca domestica.
Pemeliharaan Larva Lalat Rumah (Rearing) Pada penelitian ini digunakan biakan larva Musca domestica instar III awal. Lalat dewasa diperoleh dari koloni yang telah dipelihara dan beradaptasi di Insektori Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH, IPB. Lalat dewasa dikembangbiakkan di kandang lalat. Di dalam kandang diletakkan mangkok plastik berisi media biakan dengan perbandingan antara pakan ayam dan sekam 3 : 1 kemudian diberi air secukupnya hingga terlihat cukup lembab. Kondisi media tergantung terhadap cuaca, ketika cuaca hujan media diupayakan lembab tapi ketika cuaca kering maka media diusahakan basah. Setelah semuanya dicampur kemudian diaduk hingga merata. Media ini berfungsi sebagai tempat bertelur bagi lalat betina. Di dalam kandang juga disediakan susu bubuk atau air gula 10% dalam gelas plastik sebagai sumber karbohidrat untuk lalat. Air gula ini harus diganti setiap dua hari sekali agar tidak basi. Setelah telur dalam media biakan menetas menjadi larva, larva kemudian dipindahkan ke dalam nampan berukuran 30x20x5 cm 3 yang berisi pelet ayam kering, yang berfungsi sebagai nutrisi tambahan bagi larva. Jika jumlah larva terlalu banyak maka sebagian harus dipindahkan ke nampan baru agar tidak terjadi kompetisi makanan dan oksigen. Pemberian pakan dilakukan selama periode larva. Larva ditunggu kira-kira 4-5 hari hingga menjadi instar III. Dari hasil pemeliharaan inilah didapat persediaan larva instar III awal untuk pengujian.
Gambar 7 Media pengembangbiakkan larva Musca domestica. Penyulingan Kemangi Bagian kemangi yang digunakan untuk penyulingan adalah daunnya. Daun kemangi dilayukan kurang lebih selama 24 jam untuk mengurangi kadar airnya. Selanjutnya daun kemangi disuling untuk memperoleh minyaknya. Alat penyuling berupa kukusan yang berisi air yang dilengkapi dengan saluran tabung penyuling dengan bagian ujungnya berupa kran yang tertutup. Kukusan ini diletakkan di atas bunsen yang telah dinyalakan. Daun kemangi yang telah dilayukan dimasukkan dalam kukusan, kemudan kukusan ditutup rapat-rapat, agar uap daun kemangi hanya keluar melalui saluran tabung penyuling, sementara bunsen dinyalakan dengan api kecil. Selama proses pemanasan ini, daun kemangi yang dikukus berubah menjadi uap air dan minyak, keduanya akan dikeluarkan melalui saluran tabung penyuling dan nantinya akan menetes kembali ke saluran tabung penyuling bagian akhir, yang berupa kran tertutup. Air akan selalu berada di bawah minyak karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis minyak. Air yang berada di bawah minyak harus dibuang terlebih dahulu sehingga minyak dapat dikeluarkan. Setelah air yang berada di bawah minyak dikeluarkan dengan tuntas maka minyak yang keluar bisa segera ditampung dalam wadah dan minyak siap digunakan untuk pengujian. Konsentrasi minyak kemangi dianggap 100%.
A.
B.
Gambar 8 Daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) A. Segar B. Layu
Gambar 9 Alat penyulingan.
Pengujian Pengujian dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap. Penelitian ini menggunakan larva lalat rumah (Musca domestica) instar III awal. Larutan penguji yang digunakan sebagai larvasida adalah ekstrak tanaman kemangi. Pengujian dilakukan dengan menyediakan gelas berjumlah 20 buah yang berisi media biakan seberat 10 gram. Media diperoleh dari campuran pakan ayam dan sekam yang telah diaduk rata kemudian ditimbang sebanyak 10 gr. Dalam penelitian dilakukan 5 perlakuan, yaitu pemberian minyak kemangi dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20% dan kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak empat kali.
Gambar 10 Media pengujian larva Musca domestica. Konsentrasi perlakuan diperoleh dengan mencampurkan minyak kemangi yang dianggap 100% dengan pengencer berupa aquades. Di setiap gelas plastik ditetesi pengemulsi sebanyak 0,1 ml. Pencampuran ini menggunakan rumus : C 1 . V 1 = C 2 . V 2 Keterangan C1 = Konsentrasi ekstrak awal C2 = Konsentrasi yang diinginkan V1 = Volume yang dicari V2 = Volume yang diinginkan Volume yang diinginkan untuk setiap gelas pengujian adalah 6 ml dengan konsentrasi awal dianggap 100%. Berikut perhitungannya : No. Konsentrasi (%) Minyak kemangi yang digunakan (V 1 .C 1 = V 2 .C 2 ) Aquades yang digunakan 1. 2,5 V 1 .100 = 6 ml . 2,5 V 1 = 0,15 ml 6 ml 0,15 ml = 5,85 ml 2. 5 V 1 .100 = 6 ml . 5 V 1 = 0,3 ml 6 ml 0,3 ml = 5,7 ml 3. 10 V 1 .100 = 6 ml . 10 V 1 = 0,6 ml 6 ml 0,6 ml = 5,4 ml 4. 20 V 1 .100 = 6 ml . 20 V 1 = 1,2 ml 6 ml 1,2 ml = 4, 8 ml 5. Kontrol V 1 .100 = 6 ml . 0 V 1 = 0 ml 6 ml 0 ml = 6 ml
Setelah media untuk pengujian siap, di dalam tiap gelas plastik diletakkan 25 ekor larva. Larva Musca domestica setelah diberi perlakuan diamati tiap 24 jam untuk memantau pertumbuhan larva sampai menjadi lalat dewasa.
Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan cara : 1. Menghitung jumlah larva yang mati (mortalitas larva) setelah 4 hari terpapar ekstrak kemangi 2. Jumlah pupa yang terbentuk dari larva setelah 4 hari 3. Jumlah pupa yang mengalami eklosi setelah 3 hari dari masa pupa. Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk menguji perbedaan diantara perlakuan yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pengaruh kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) terhadap lalat rumah (Musca domestica) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut : Tabel 1 Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi Ulangan Konsentrasi I II III IV Rata-rata Kontrol 0% 0% 0% 0% 0% a
2,5% 8% 12% 8% 0% 7% a
5% 36% 32% 20% 16% 26% b
10% 8% 4% 24% 8% 11% ab
20% 52% 84% 96% 100% 83% c
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P<0,05
Gambar 11 Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.
Tabel 1 dan Gambar 11 menunjukkan rata-rata jumlah kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi. Secara statistik, konsentrasi kemangi 10% dan konsentrasi 2,5% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini berarti kemampuan larvasida minyak kemangi dengan konsentrasi 83% 11% 26% 7% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% K 2.5% 5% 10% 20% Perlakuan M o r t a l i t a s 2,5% dan 10% tidak terlalu baik karena mortalitas yang ditimbulkan tidak berbeda dengan kontrol. Mortalitas larva pada konsentrasi 2,5% dan 10% berturut adalah 7% dan 11% Konsentrasi kemangi 5% jika dibandingkan konsentrasi 2,5% dan 10% dapat dikatakan memiliki kemampuan larvasida yang lebih baik karena secara statistik mortalitas larva Musca domestica pada konsentrasi 5% berbeda nyata dengan kontrol. Meskipun demikian, konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 10%. Hal ini dapat terlihat pada grafik bahwa kematian larva yang ditimbulkan oleh kedua konsentrasi tidak terlalu berbeda. Kematian larva pada konsentrasi 10% lebih kecil dibandingkan konsentrasi 5% sehingga pergerakan grafik terlihat menurun. Hal ini dikarenakan terjadi kesalahan tekhnis ketika pencampuran minyak kemangi dengan pelarut aquades. Minyak kemangi memiliki BJ yang lebih tinggi dibanding aquades sehingga cenderung mengendap ketika diaduk. Ada kemungkinan pada konsentrasi 10%, kadar minyak kemangi yang diujikan tidak merata pada saat pencampuran. Konsentrasi kemangi 20% berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi lainnya dan juga kontrol. Konsentrasi kemangi 20% menyebabkan kematian sebanyak 83%. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi 20% memiliki kemampuan larvasida terbaik dibanding konsentrasi yang lain. Hasil ini jika dibandingkan dengan jumlah kematian wereng coklat (Nilaparvata lugens) akibat paparan ekstrak biji Ocimum basilicum (Soemawinata dan Prijono 1993), terlihat sangat menyolok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Soemawinata dan Prijono (1993), konsentrasi 1,5% telah menyebabkan kematian lebih dari 50% wereng coklat (Nilaparvata lugens). Tanaman yang digunakan sama yaitu kemangi tapi hasil yang diperoleh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena serangga yang diujikan berbeda. Diduga wereng coklat (Nilaparvata lugens) lebih peka terhadap ekstrak biji kemangi dibanding larva Musca domestica. Penelitian lain mengenai tanaman yang mampu berfungsi sebagai insektisida nabati adalah pengaruh selasih sebagai repelan nyamuk Aedes aegypti. Konsentrasi selasih 2,5% memberikan daya proteksi terbaik terhadap nyamuk Aedes aegypti (42,40%) pada 1 jam setelah pengolesan (Musbiyana 2004). Hasil ini jika dibandingkan dengan mortalitas larva Musca domestica akibat terpapar ekstrak kemangi sangat menyolok. Selasih (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman satu spesies dengan kemangi tapi beda varietas. Kedua tanaman ini hampir sama tapi memberikan hasil yang berbeda. Hal ini kemungkinan dikarenakan kandungan zat bioaktif pada selasih yang berperan sebagai insektisida nabati lebih tinggi dibanding kemangi. Senyawa bioaktif (senyawa yang bertanggung jawab dalam menghasilkan efek) larvasida dari kemangi adalah eugenol dan methyl clavicol (Adnyana dan Firmansyah 2006). Senyawa bioaktif ini merupakan senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman kemangi. Menurut Guenther (1995), beberapa senyawa minyak atsiri bersifat toksik bagi serangga karena dapat menyebabkan depresi saraf otot, paralisis dan kematian. Kematian terjadi karena minyak atsiri mengganggu sistem pernafasan serangga. Hasil yang diperoleh setelah 4 hari pemaparan minyak kemangi terhadap larva memperlihatkan bahwa tubuh larva seperti terbakar. Warna tubuh larva menjadi coklat kehitaman, kaku dan kering. Larva yang terkena kemangi tidak dapat dikenali dengan jelas karena bentuknya sangat jauh berbeda dengan larva normal.
A.
B. Gambar 12 Larva Musca domestica A. Normal (Rutz dan Kaufman 2006) B. Mati setelah terpapar minyak kemangi. Minyak kemangi berfungsi sebagai larvasida dengan cara kerja sebagai racun kontak (contact poison) melalui permukaan tubuh larva karena fenol (eugenol) mudah terhisap melalui kulit (Wilbraham dan Matta 1992). Menurut Prasojo (1984), racun kontak akan meresap ke dalam tubuh binatang lewat kulit luar dan binatang akan mati bila tersentuh kulit luarnya. Racun kontak akan masuk dalam tubuh larva melalui kutikula sehingga apabila insektisida terkena langsung pada kulit maka sedikit demi sedikit molekul insektisida akan masuk ke dalam tubuh larva. Seiring dengan bertambahnya waktu maka akumulasi dari insektisida yang masuk ke tubuh larva dapat menyebabkan kematian (Wudianto 1998). Fenol dapat menyebabkan cacat bakar dan amat beracun (Wilbraham dan Matta 1992). Eugenol menyebabkan alergi jika terpapar pada kulit. Eugenol dosis tinggi bahkan dapat mengakibatkan efek seperti terbakar (Anonim 2006c). Hal ini yang mengakibatkan kematian larva dan bentuk fisik larva terlihat seperti terbakar. Eugenol juga bekerja pada sistem syaraf. Eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem syaraf (Hart 1990). Diduga zat ini mempengaruhi sistem syaraf larva walaupun tidak dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Tabel 2 Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi Ulangan Konsentrasi I II III IV Rata-rata Kontrol 100% 96% 100% 100% 99% a
2,5% 92% 88% 92% 100% 93% ab
5% 64% 68% 80% 84% 74% b
10% 92% 96% 76% 92% 89% ab
20% 48% 0% 4% 0% 13% c
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P<0,05
Gambar 13 Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.
Tabel 2 dan Gambar 13 menunjukkan rata-rata pupa Musca domestica yang tebentuk (ekdisis) setelah berkontak dengan ekstrak kemangi. Waktu pengamatan untuk menghitung jumlah pupa yaitu 4 hari. Secara statistik konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah larva yang mengalami ekdisis (perubahan larva menjadi pupa) pada konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% tidak berbeda dengan kontrol. Konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% juga tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 5% tapi konsentrasi kemangi 5% berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini berarti jumlah larva yang ekdisis pada konsentrasi 2,5% dan 10% tidak berbeda jauh dengan kontrol dan hampir mendekati jumlah larva yang ekdisis pada konsentrasi 5%. Konsentrasi 20% berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi yang lain juga kontrol. Kemampuan ekdisis larva pada konsentrasi 20% sangat rendah dibanding ketiga konsentrasi yang lain dan kontrol. Berturut-turut rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica dari konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20 % adalah 93%, 74%, 89% dan 13%. Jumlah pupa yang terbentuk berbanding terbalik dengan jumlah kematian larva, semakin banyak larva yang mati maka jumlah pupa semakin sedikit. Zat bioaktif dalam minyak kemangi yang dapat berfungsi sebagai larvasida selain eugenol adalah methyl clavicol. Methyl clavicol termasuk kelompok ether 13% 89% 74% 93% 99% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% K 2.5% 5% 10% 20% Perlakuan P e r s e n t a s e
p u p a
(Lowry 2006). Menurut Wilbraham dan Matta (1992), methyl clavicol juga memiliki efek anastetikum. Seperti halnya contoh kelompok ether yang lain, diduga methyl clavicol bekerja mengganggu kerja susunan syaraf larva. Ether juga dapat mengiritasi saluran pernafasan (Brown 1976). Semakin tinggi ekstrak kemangi yang digunakan maka semakin tinggi zat bioaktif di dalam kemangi yang bekerja mempengaruhi proses ekdisis larva Musca domestica. Dari hasil penelitian ini pada konsentrasi kemangi 20% terlihat kemampuan ekdisis larva sangat rendah (hanya 13%) dibanding konsentrasi kemangi yang lain.
Tabel 3 Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi Ulangan Konsentrasi I II III IV Rata-rata Kontrol 95,83% 92% 84% 88% 89% a
2,5% 78,26% 81,82% 73,91% 84% 84% a
5% 100% 64,7% 95% 90,48% 88% a
10% 82,6% 95,83% 100% 95,65% 90% a
20% 100% 0% 0% 0% 25% b
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P<0,05
Gambar 14 Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi. 90% 88% b 84% 89% 37% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% K 2.5% 5% 10% 20% Perlakuan P e r s e n t a s e
l a l a t
h i d u p
Tabel 3 dan Gambar 14 menunjukkan jumlah eklosi (perubahan pupa menjadi lalat) lalat Musca domestica setelah berkontak dengan minyak kemangi. Penghitungan jumlah lalat dilakukan setelah pupa mengalami eklosi. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica dari konsentrasi kemangi 2,5%, 5%, 10% dan 20% adalah 84%, 88%, 90% dan 37%. Secara statistik konsentrasi kemangi 2,5%, 5% dan 10% saling tidak berbeda nyata. Ketiga konsentrasi ini juga tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Konsentrasi kemangi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi yang lain dan kontrol. Kemampuan eklosi lalat rumah pada konsentrasi 20% sangat rendah. Kemampuan eklosi berbanding lurus terhadap kemampuan ekdisis. Semakin sedikit pupa yang terbentuk maka lalat yang muncul juga semakin sedikit dan sebaliknya. Senyawa lain yang terkandung dalam kemangi dan diduga memiliki pengaruh terhadap mortalitas larva adalah saponin. Saponin dalam lerak (Sapindus rarak (Hookf) DC) dapat merusak dinding traktus digestivus larva nyamuk Aedes aegypti (Aminah 1995). Penelitian mengenai saponin dalam kemangi belum diketahui secara pasti tapi jika dianalogikan, diduga saponin dalam kemangi juga dapat menyebabkan kematian larva dengan cara yang sama dengan lerak. Saponin merupakan surfaktan kuat, konsentrasi rendah dapat bersifat toksik pada mamalia karena menyebabkan hemolisis sel darah merah (Vickery dan Vickery 1981).
Secara umum hasil pengamatan terhadap mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan kemampuan eklosi lalat rumah (Musca domestica) setelah berkontak dengan minyak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 4 Pengaruh Ekstrak Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum back) terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca domestica) Perlakuan Kematian Larva Kemampuan ekdisis Kemampuan eklosi Kontrol 0% a 99% a 89% a
Konsentrasi 2,5% 7% a 93% ab 84% a
Konsentrasi 5% 26% b 74% b 88% a
Konsentrasi 10% 11% ab 89% ab 90% a
Konsentrasi 20% 83% c 13% c 25% b
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN 1. Kematian larva Musca domestica terbanyak, kemampuan ekdisis lalat Musca domestica terendah, kemampuan eklosi lalat Musca domestica terendah dihasilkan pada konsentrasi ekstrak kemangi 20% 2. Ekstrak kemangi konsentrasi 20% memberikan hasil terbaik sebagai larvasida lalat Musca domestica
SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh ekstrak kemangi terhadap serangga lain
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana IK, Firmansyah A. 2006. Kemangi vs Selasih. http://www.pikiran- rakyat.com [12 September 2006]. Aminah NS. 1995. Evaluasi Tiga Jenis Tumbuhan Sebagai Insektisida dan Repelan Terhadap Nyamuk di Laboratorium [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Andeshfa E. 2004. Pengaruh Juvenil Hormon dari Ekstrak Daun Legundi (Vitex negundo) Terhadap Perkembangan Pra Dewasa Nyamuk Aedes aegypti.L [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2002. Anise Seed. http://www.netriceuticals.org [16 September 2006]. Anonim. 2006a. http://www.idionline.org [16 September 2006]. Anonim. 2006b. Kemangi. http://melur.com/myherba [19 September 2006]. Anonim. 2006c. Clove (Eugenia aromatica dan Clove Oil (Eugenol). http://www.medlineplusherbsandsuplement.com [28 Juli 2007]. Anonim. 2007a. Eugenol. http://www.wikipedia.org/Eugenol [28 Juli 2007]. Anonim.2007b.Head.http://www.flycontrol.novartis.com/species/housefly/en/ adult_ head.shtml [10 September 2007]. Axtell RC. 1970. Integrated-fly control program caged-poultry houses.Journal of Economic Entomology 63 : 400-405.http://creatures.ifas.ufl.edu/urban/flies /house_ fly [1 Agustus 2007]. Borror DJ, Triplehorn CA, Jhonson F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Partosoejono S, Mukayat DB, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : An Introduction to The Study Insects Brown WH. 1976. Introduction to Organic and Biochemistry. Ed ke-2. Massachusetts: Willard Grant Press. Carey FA. 1992. Organic Chemistry. Ed ke-2. New York: McGraw Hill Inc. Guenther FA, Blind RC. 1995. Analysis of Insecticides and Acaricides. London: Interscience Publisher Inc. Hadiwijaya T. 1983. Cengkeh Data dan Petunjuk Ke Arah Swasembada. Jakarta: PT.Idaya Press. Hart H. 1990. Kimia Organik. Suminar, penerjemah; Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kettle DS. 1984. Medical and Veterinary Entomology. London: Croom Helm. Lapage G. 1962. Monnigs Veterinary Helminthology & Entomology. Ed ke-5. London: Baillere, Tindall & Cox. Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Ashadi G,penerjemah; Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Terjemahan dari : Veterinary Parasitology Lutony LT, Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Lowry R. 2007. Antimicrobia Packaging.http://www.profitthroughinnovation.com [28 Juli 2007]. Malahayati K. 2006. Efek Ekstra Daun Setebal (Hoya latifolia) Terhadap Perkembangan Pra Dewasa Nyamuk Culex quinquefasciatus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Metcalf RL. 1982. Insecticide in Pest management Introduction to Insect Pest Management. New York: Jhon Willen and Sons. Musbiyana S. 2004. Pengaruh Daun Selasih Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Nurdjanah N, Yuliani S, Yanti L. 1997. Pengolahan dan Diversifikasi Hasil Cengkeh. Monografi Tanaman Cengkeh Ke-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balittro. Bogor. Noble ER, Noble GA. 1992. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Ed ke-3. Wardiarto, penerjemah: Soeripto N, editor; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Parasitology : The Biology of Animal Parasites. Pierce DW. 1925. Sanitary Entomology. Di dalam West, SL. 1951. The House Fly. Its Natural History, Medical Importance and Control. New York: Comstok Publishing Company. Pitojo S. 1996. Kemangi dan Selasih. Ungaran: Trubus Agriwidya. Prasodjo BJ. 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Prijono D, Triwidodo H. 1993. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani dalam Proceding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balittro. Bogor 1-2 Desember 1993. Bogor. Purba DM. 2004. Pengaruh Serbuk Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) Terhadap Perkembangan Stadia Pra Dewasa Lalat Rumah (Musca domestica) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Ratnasari D. 2002. Pengaruh Penggunaan Minyak Cengkeh terhadap Ikan Klon (Amphiprion peercula) dan Anemon Piring (Heteractis magnifica) Sebagai Alternatif Pengganti Potasium Sianida [Skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rutz DA, Kaufman PE. 2006. House Fly Larvae. http //www.entomology.cornell.edu /.../maggot1600.jpg [18 September 2007]. Sait S. 1983. Minyak Surawung. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Service MW. 1996. Medical Entomology. London: Chapmann and Hall. Setyawati D. 2002. Studi Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper bettle Linn) dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metanol Terhadap Perkembangan Larva Nyamuk Culex quinquefasciatus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Simon JE, Quinn J, Murray RG. 1990. Basil : A Source of Essential Oils. In : J. Janick and J. E. Simon (Eds). Advances in New Crops. Portland: Timber Press. Soemawinata RAT, Prijono D. 1993. Peranan Senyawa Bioaktif dari Biji Kemangi terhadap Perilaku dan Perkembangan Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) dan Nilaparvata lugens (Homoptera : Delphacidae) [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soulsby EJL. 1974. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Ed ke-6. London: Bailliere, Tindall and Cassel. Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Ed ke-9. London: Bailliere, Tindall and Cassel. Steelman CD. 2007. AdultHouseFly. http://www.entomology.uark.edu /faculty/Steelmanimages/HouseFlyAdult.JPG [20 Oktober 2007] Tarmidi A. 2004. Kemangi. http://www.iptek.net.id [4 September 2007]. Triplehorn CA, Jhonson NF. 2005. Borror and Delongs Introduction to The Study Insects. Ed ke-7. California: Thomson Brooks/Coleman. Tsalies C. Pengaruh Juvenil Hormon yang berasal dari Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb) Terhadap Perkembangan Stadia Pra Dewasa Nyamuk Aedes aegypti.L. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Urquhart GM, Armour J, Duncan AM, Jennings FW. 1987. Veterinary Parasitology. London: Longman Scientific and Technical. Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. Hongkong: The Macmillan Press LTD. Voight CE. 2001. Fabulous French Tarragon. http://www. extension.uiuc.edu [4 September 2007]. Watson DW, Waldron JK, Rutz DA. 1994. Integrated Management of Flies Around Dairy and Livestock Barns. http://www.nysipm.cornell.edu/ fastsheet/dairy/barnflies/fly_cycle.gif [10 September 2007]. West SL. 1951. The House Fly. Its Natural History, Medical Importance and Control. New York: Comstok Publishing Company. Wilbraham AC, Matta MS. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Suminar A, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari : Introduction to Organic and Biological Chemistry. Wudianto R. 1998. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Yap HH, Chong NL. 1995. Biology and Control of Household Pest (Vector Control Research Unit School of Biological Science). Malaysia: University Sains.
Lampiran 2. Analisis dengan uji statistik terhadap mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan eklosi lalat Musca domestica Hasil analisis covarian (ANOVA) Rancangan Acak Lengkap 1 faktor untuk 4 ulangan
MORTALITAS Sumber keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel Perlakuan 18036.8 4 4509.2 33.7515 2.45E- 07 3.055568 Sisa 2004 15 133.6
Total 20040.8 19
Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mortalitas larva.
Uji lanjut Duncan Mortalitas larva
Duncan Subset for alpha =.05 Konsentrasi N 1 2 3 Kontrol 4 .00 2,5 % 4 7.00 10 % 4 11.00 11.00 5 % 4 26.00 20 % 4 83.00 Sig. .221 .086 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =4.000.
keterangan: untuk hasil yang memberikan berbeda nyata ditunjukkan oleh kelompok kolom yang berbeda. Misalnya. Perlakuan kontrol, 2,5%, 10%, dan 5% berbeda nyata dengan perlakuan 20% terhadap mortalitas. Untuk kontrol dengan 2,5%, 10%, dan 5% tidak berbeda nyata.
JUMLAH PUPA Sumber keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel Perlakuan 19724.8 4 4931.2 33.02143 2.83E- 07 3.055568 Sisa 2240 15 149.3333
Total 21964.8 19
Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah pupa.
Jumlah Pupa
Duncan Subset for alpha =.05 Konsentrasi N 1 2 3 20 % 4 13.00 5 % 4 74.00 10 % 4 89.00 89.00 2,5 % 4 93.00 93.00 Kontrol 4 99.00 Sig. 1.000 .053 .290 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =4.000.
JUMLAH LALAT HIDUP Sumber keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel Perlakuan 8401.755 4 2100.439 4.599625 0.012676 3.055568 Sisa 6849.8146 15 456.6543
Total 15251.57 19
Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah lalat hidup.
Lalat Hidup
Duncan Subset for alpha =.05 Konsentrasi N 1 2 20 % 4 36.67 2,5 % 4 83.59 5 % 4 88.23 Kontrol 4 89.17 10 % 4 89.53 Sig. 1.000 .722 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =4.000.