Anda di halaman 1dari 93

FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOL RIMPANG

JERINGAU (Acorus calamus L.) DAN UJI


KESTABILITAS FISIKNYA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH :
ATHIKA PRATIWI
NIM: PO.71.39.0.12.003

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2015
HALAMAN PERSEMBAHAN

Motto: “Be like a Flower that gives its fragrance even to the hand that
crushes it (Ali bin Abi Thalib)”

Dedikasi:
KTI ini aku persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua ku yang tercinta, Papa Akhiruddin dan Mama Nasrita
terimakasih untuk segala dukungan, motivasi, doa, dan curahan cinta serta
kasih sayang juga nasehat untuk tika.. tika sangat bersyukur kepada Allah
SWT sudah diberikan orang tua yang luar biasa seperti papa dan mama ..
I love you both so much  walaupun tika LDR-an dengan mama
papa dan itu bikin sedih tapi karena kasih sayang dan perhatian kalian
yang luaaaar biasa tika bisa tahan jarang pulang hikhik
2. Kedua adik ku yang super gila, Dinta Lutfiani dan Nadine Antya Putri
terimakasih devil devil kesayangan mba ika, kalian super mengesalkan
tapi ngangenin sekalii  salah satu karunia Allah SWT yang luar biasa
adalah kalian, terima kasih adik adikkuuu
3. Dosen pembimbing KTI saya, Drs.H.Benyamin M.Noer Apt,MM (papi Ben)
untuk segala masukan dan arahan yang diberikan, terimakasih telah
menjadi pembimbing tika dalam penyusunan KTI ini, pak ben memang
yang terbaik hehehe terimakasih pak Ben ^^
4. Kepala Jurusan Farmasi, Ibu Dra.Ratnaningsih D.A Apt, M.Kes untuk segala
arahan dan ilmu nya kepada tika selama 3 tahun ini, terima kasih bu
Ratna ^^
5. Dosen Pembimbing Akademik tika semasa kuliah di jurusan farmasi,
Bapak Dr.Drs.Sonlimar Mangunsong Apt, M,Kes untuk segala
bimbingan,ilmu,arahan, serta perhatian nya terima kasih pak Son ^^
6. Seluruh dosen di jurusan farmasi beserta para staf jajarannya untuk segala
bantuan nya
7. Kepada mba Anisa, Siti Khotimah, dan Ari Hepi Yanti dari Universitas
Tanjungpura, dimana penelitian nya yang berjudul “Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli” telah menjadi dasar dari KTI
saya. Terima kasih untuk informasi dan kesediaannya dalam tanya jawab
yang saya lakukan, barakallah mba Anisa dkk 
8. PT. Mustika Ratu dan Viva Kosmetik yang telah membantu dalam hal
penyediaan bahan pembuatan krim saya, Isopropil Miristat
9. Sepupu terganteng sealam semesta sejagad raya, Andre yang sudah
nebengin tika kekampus selama 3 tahun kuliah haha thank you oppa
saranghae !
10. Sahabat pare sayap kesayangan yang selalu ada didalam suka maupun
duka Ridha,Rahmi,Kiki,Diana,Fendiska,Dwi,Farida terimakasih sudah
memberi warna selama kehidupan dikampus 3tahun ini, untuk segala
cerita dan perjuangan yang kita rintis bersama HAHA me love you all ,
patner selama kuliah, Abu yang sudah bersabar untuk memahami tika di
laboratorium dan di kehidupan ini hahaha gamsahamnida !!! Patner
tebengan yang suka aneh ,Abeth yang sudah baik hati sekali sering
nebengin tika kerumah nenek wkwkwkwk makasih abethhhh ^^
11. Teman-teman seangkatan khusus nya reguler 3A , dan seluruh
mahasiswa/i
12. Jeringau (Acorus calamus.L), walaupun busuk bau dan mahal tapi
tanpamu penelitian ini bukan apa-apa, i love you jeringau 
13. Para tikus teman-teman farmakologi, dear tikus dan mencit kalian
lumayan menghibur ketika sedang jenuh , maafkan ya belum berani
sentuh kalian hihi
14. Almamaterku, Poltekkes Kemenkes Palembang ...
BIODATA

Nama : Athika Pratiwi


Nama Panggilan : Tika
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 10 April 1995
Alamat : Komplek wayhitam jl.musi 2 Blok B no 51,
Palembang
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Akhiruddin
Ibu : Nasrita
Jumlah Saudara :2
Anak ke :1
Nama Saudara : 1. Dinta Lutfiani
2. Nadine Antya Putri
Riwayat Pendidikan
1. SDN 01 Muntok, Bangka Barat
2. SMPN 7 Pangkalpinang, Bangka Belitung
3. SMAN 4 Pangkalpinang, Bangka Belitung
4. Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasis
RINGKASAN

Latar Belakang : Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif


yang menimbulkan radang pada jerawat. Komponen yang digunakan dalam
mengobati jerawat yang meradang adalah antibiotik. Selain itu, jerawat yang telah
meradang juga dapat diatasi dengan menggunakan tanaman tradisional jeringau
(Acorus calamus L) karena aktivitas antimikroba dari α dan β asaron serta
flavonid dan saponin yang terkandung dalam rimpang jeringau (Acorus calamus
L). Penelitian Anisah dkk (2014) bahwa ekstrak etanol rimpang jeringau sudah
mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25%
dengan zona hambat 2.36cm.

Metode Penelitian: Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni. Jenis penelitian


yang digunakan adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan di
laboratorium farmasetika, farmakognosi, dan fisika farmasi Poltekkes Kemenkes
Palembang dengan membuat tiga jenis formula krim yang mengandung ekstrak
etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L).

Hasil: Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) menghasilkan


rendemen sebesar 15,46% dengan ekstrak kental sebanyak 108,27 gram. Ditinjau
dari uji kestabilan fisik yang meliputi viskositas, pH, homogenitas, pemisahan
fase, bau, warna, dan iritasi, Formula II dan Formula III memiliki kestabilan fisik
krim yang baik. Sedangkan Formula I memiliki viskositas diluar rentang dan
terjadi pemisahan fase pada hari ke-28 jam kedua.

Kesimpulan: Dari pengujian kestabilan fisik yang dilakukan terhadap krim yang
mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) selama 28 hari
maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus
L) dapat dijadikan sediaan krim yang stabil pada Formula II dan Formula III,
sedangkan terjadi kenaikan diluar rentang dan pemisahan fase pada Formula I.
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah swt karena atas limpahan berkat dan rahmat-
Nya lah Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Formulasi Krim Ekstrak Etanol
Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)” dapat terselesaikan sesuai waktu yang
telah ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai persyaratan kelulusan
dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Jurusan Farmasi Palembang.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Benyamin M.Noer, Apt, MM selaku dosen pembimbing
dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang telah
memberikan bimbingan, pengetahuan, serta motivasi sehingga
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.Kes selaku pembimbing
pendamping dan juga ketua Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes
Palembang yang telah memberi banyak arahan dan ilmu dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Bapak/Ibu Dosen Pengajar, Kayawan, Staf Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jurusan Farmasi Palembang.
4. Papa, mama dan keluarga atas doa, semangat, serta motivasi yang
tidak hentinya kepada penulis.
5. Teman seperjuangan dan seangkatan yang telah memberikan bantuan
serta semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari keterbatasan kemampuan, pengalamanan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Palembang, Maret 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
BIODATA
RINGKASAN
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Jeringau................................................................................... 6
B. Kulit........................................................................................ 10
C. Jerawat..................................................................................... 14
D. Staphylococcus aureus............................................................ 20
E. Krim....................................................................................... 22
F. Ekstraksi................................................................................. 28
G. Preformulasi Dalam Krim....................................................... 32
H. Rangkuman Preformulasi....................................................... 35
I. Kerangka teori......................................................................... 37
J. Hipotesis................................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian....................................................................... 39
B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 39
C. Objek Penelitian..................................................................... 39
D. Cara Pengumpulan Data......................................................... 40

ii
E. Alat Pengumpulan Data.......................................................... 44
F. Variabel................................................................................... 45
G. Definisi Operasional................................................................. 45
H. Kerangka Operasional............................................................ 49
I. Pengolahan dan Analisis data................................................ 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil........................................................................................ 51
B. Pembahasan............................................................................. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................. 67
B. Saran....................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 69
LAMPIRAN................................................................................................ 72

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel
1. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau......................................41
2. Hasil Uji Viskositas Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus
calamus L)..................................................................................................52
3. Hasil Uji pH Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus
L)................................................................................................................53
4. Hasil Uji Homogenitas Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus
calamus L)..................................................................................................54
5. Hasil Uji Pemisahan Fase Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus
calamus L)..................................................................................................54
6. Hasil Pengamatan Perubahan Bau Dari Krim Ekstrak Etanol Rimpang
Jeringau (Acorus calamus L).....................................................................55
7. Pengolahan data hasil kuisioner mengenai perubahan bau pada ketiga
formula krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus
calamus L) dalam persen (%)....................................................................55
8. . Hasil Pengamatan Perubahan Warna Dari Krim Ekstrak Etanol Rimpang
Jeringau (Acorus calamus L).....................................................................56
9. Pengolahan data hasil kuisioner mengenai perubahan warna pada ketiga
formula krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus
calamus L) dalam persen (%)....................................................................56
10. Hasil Pengamatan Terjadi Iritasi Kulit Dari Krim Ekstrak Etanol Rimpang
Jeringau (Acorus calamus L).....................................................................57
11. Rekapitulasi hasil uji kestabilan fisik krim ekstrak etanol rimpang jeringau
(acorus calamus L).....................................................................................57

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar
1. Tumbuhan Jeringau......................................................................................6
2. Penampang Kulit........................................................................................10
3. Skema Pembuatan Krim.............................................................................42
4. Grafik Perubahan Rata-Rata Hasil Pengukuran Viskositas Krim Ekstrak
Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)..........................................52
5. Grafik Perubahan Rata-Rata Hasil Pengukuran pH Krim Ekstrak Etanol
Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)......................................................53
6. Simplisia Jeringau......................................................................................70
7. Simplisia kering rimpang Jeringau (Acorus calamus L.)...........................71
8. Ekstrak kental rimpang jeringau................................................................71
9. Krim ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L.)......................71
10. Alat destilasi...............................................................................................72
11. Viskometer.................................................................................................72
12. pH meter Hanna.........................................................................................73
13. Mikroskop..................................................................................................73
14. Sentrifuse...................................................................................................74

v
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Gambar
1. Lampiran 1.Perhitungan konsentrasi ekstrak rimpang jeringau...................6
2. Lampiran 2.Perhitungan Bahan..................................................................10
3. Lampiran 3.Tabel hasil pengukuran viskositas krim ekstrak etanol
rimpang jeringau...........................................................................................42
4. Lampiran 4.Perhitungan nilai tanggapan bau dan warna dari Krim
Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamusL.).............................52
5. Lampiran 5.Gambar Alat dan Bahan yang digunakan...............................53

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jerawat atau dalam bahasa kedokteran dikenal dengan nama acne vulgaris

merupakan suatu kondisi kulit yang abnormal akibat gangguan berlebihan

produksi kelenjar minyak (sebaceus gland) yang menyebabkan penyumbatan

saluran folikel rambut dan pori-pori (Harmanto,2006). Disebutkan Tjekyan (2008)

dalam penelitiannya bahwa di kota Palembang pada tahun 2007, penduduk

sebanyak 5204 yang mewakili setiap kecamatan di kota Palembang terdiri dari

2459 laki-laki dan 2745 perempuan dengan umur 14-21 tahun menderita jerawat

dengan prevalensi 30,1% akne komedonal, 35,8% akne papulopustular, dan 2,2%

akne nodulokistik dengan tipe prevalensi pria lebih tinggi dari wanita.

Jerawat yang timbul dapat menjadi radang karena disebabkan oleh infeksi

bakteri, yaitu bakteri Staphylococcus aureus (Kapoor dan Swarnalata, 2011).

Jerawat yang terinfeksi dan tidak segera mendapatkan perawatan dapat merusak

struktur kulit (Prianto, 2014). Kondisi jerawat yang parah dapat menimbulkan

perasaan depresi dan kurang percaya diri (Tasoula dkk, 2012), sehingga penderita

jerawat cenderung mengunjungi dokter kulit untuk mendapatkan perawatan medis

(Tjekyan, 2008). Komponen yang digunakan dalam mengobati jerawat yang parah

atau telah mengalami radang adalah antibiotik. Antibiotik yang umumnya

1
2

digunakan diantaranya klindamisin, doksisiklin, tetrasiklin, dan minosiklin

(Draelos dan Thaman, 2006). Selain menggunakan perawatan medis, jerawat yang

telah meradang juga dapat diatasi dengan menggunakan tanaman tradisional

jeringau (Acorus calamus L) sebagai alternatif pilihan. Penelitian Devi dkk

(2014), rimpang dari tumbuhan jeringau dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat

yang berkhasiat antibakteri, antiinflamasi, antidiare, antelmentik, dll.

Ekstrak alkohol jeringau sangat berguna sebagai bahan antibakteri. Secara

tradisional, tanaman ini dapat digunakan sebagai obat kulit, contohnya sebagai

obat kurap (Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan Gagas Ulung, 2014). Hal ini

disebabkan aktivitas antimikroba dari α dan β asaron serta flavonid dan saponin

yang terkandung dalam rimpang jeringau (Acorus calamus L) (Devi dan

Ganjewala, 2009). Penelitian Anisah dkk (2014) bahwa ekstrak etanol rimpang

jeringau sudah mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada

konsentrasi 25% dengan zona hambat 2.36cm.

Penelitian Abassi dkk (2010), penggunaan triethanolamin dengan

konsentrasi 0,51%, 1,5%, dan 0,67% sebagai emulgator telah menghasilkan krim

yang stabil. Bedasarkan uraian di atas,dan mengingat belum adanya pembuatan

krim dengan zat aktif dari ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L)

maka penulis berkeinginan untuk membuat formulasi krim dari ekstrak etanol

rimpang jeringau (Acorus calamus Linn). Tipe krim yang dipilih adalah krim tipe

M/A, karena krim tipe ini lebih disukai, mudah digunakan, dan mudah

dibersihkan. Mengacu pada penelitian Abassi dkk (2010), maka penulis


3

menggunakan Triethanolamin sebagai pengemulsi dengan perbedaan konsentrasi

disetiap formula nya yaitu 0,55%, 0,67%, dan 0,77%.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) dapat

diformulasikan menjadi sediaan krim tipe M/A dan stabil secara fisik ?

2. Apakah sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus Linn) memiliki pH sesuai yang dipersyaratkan ?

3. Apakah sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus Linn) dapat memiliki homogenitas yang stabil dan memenuhi

syarat ?

4. Apakah sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus Linn) dapat memiliki viskositas yang stabil dan memenuhi syarat?

5. Apakah sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus Linn) dapat memiliki warna dan bau yang stabil dan memenuhi

syarat ?

6. Apakah sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus Linn) dapat memiliki aseptabilitasyang stabil dan tidak

menimbulkan iritasi kulit ?

7. Apakah terjadi pemisahan fase pada krim tipe M/A ekstrak etanol rimpang

jeringau (Acorus calamus Linn) selama masa 28 hari penyimpanan ?


4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelian ini untuk menguji apakah ekstrak etanol rimpang

jeringau (Acorus calamus Linn) dapat dijadikan sediaan krim tipe M/A yang

stabil secara fisik.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menguji apakah krim tipe M/A dari ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus Linn) dapat memiliki kestabilan pH yang memenuhi

persyaratan.

b. Untuk menguji apakah krim tipe M/A dari ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus Linn) dapat memiliki homogenitas yang memenuhi

persyaratan.

c. Untuk menguji apakah krim tipe M/A dari ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus Linn) dapat memiliki viskositas yang memenuhi

persyaratan.

d. Untuk menguji apakah krim tipe M/A dari ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus Linn) dapat memiliki warna dan bau yang memenuhi

persyaratan.

e. Untuk menguji apakah krim tipe M/A dari ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus Linn) dapat memiliki aseptabilitas yang memenuhi

persyaratan dan tidak menimbulkan iritasi kulit.


5

f. Untuk menguji apakah terjadi pemisahan fase pada sediaan krim tipe M/A

dari ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) selama masa

penyimpanan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi

berbagai pihak bahwa rimpang dari tanaman jeringau (Acorus calamus Linn)

memiliki khasiat sebagai antijerawat dan dapat dijadikan sebagai informasi bagi

penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jeringau (Acorus calamus Linn)

1. Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan jeringau (Acorus calamus L) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Acorus L

Spesies : Acorus calamus L Gambar 1. Rimpang Jeringau

(sumber:http//isroi.wordpress.com )

6
7

2. Morfologi Tumbuhan

Jeringau (Acorus calamus L) berasal dari daerah asia yang beriklim sedang

termasuk dari India dan sekitar laut hitam dan Kaspia, di tanah yang becek atau

berawa. Tumbuh di India, Indonesia, Filipina, dan Indocina. Di Indonesia terdapat

di beberapa pulau tertentu, tersebar dari tempat asal ke arah barat dan tenggara.

Jeringau dikenal sebagai tumbuhan rawa yang menyukai tanah berpasir. Di Jawa

tumbuh di sepanjang parit, kolam ikan, di telaga, dan dirawa pada ketinggian

2.050m di atas permukaan laut. Kemungkinan tumbuhan berasal dari sisa tanaman

yang dibiarkan tumbuh secara liar. Di daerah tropik seperti Indonesia tumbuhan

ini belum ditanam luas. Di beberapa kampung ditanam secara kecil-kecilan untuk

keperluan sendiri. Tumbuhan ini cocok ditanam di tanah lempung atau di tanah

aluvial ringan yang sedikit tergenang atau dapat diairi (Depkes RI, 1978).

Herba tahunan tinggi ± 75cm, Batang: basah, pendek, membentuk rimpang,

putih kotor; Daun: tunggal, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, pangkal

memeluk batang, panjang ± 60cm, lebar ± 5cm, pertulangan sejajar; Daun : hijau.

Majemuk, bentuk bongkol, ujung meruncing, panjang 20-25cm, di ketiak daun,

tangkai sari panjang ± 2,75mm, kepala sari panjang ± 2,75mm, putik 1-1,5mm,

kepala putik meruncing, panjang ± 0,5mm, mahkota bulat panjang 1-1,5mm

bewarna putih. Serajut buah coklat. Akarnya kuat dengan warna rimpang merah

jambu dan bagian dalamnya bewarna putih (Atsiri Indonesia, 2006).


8

3. Nama lain Jeringau (Acorus calamus L)

Di berbagai daerah Jeringau (Acorus calamus L) memiliki berbagai macam

nama lain , diantaranya adalah jeureunge (Aceh), jerango (Gayo), serango (Nias),

jariango (Banjar), daringo/jariango (Sunda), dlingo/dringo (Jawa), jharongo

(Madura), jhariango (Kangean), kareango (Makassar), areango (Bugis),

deringo/jahangu/jangu (Bali), kaliraga (Flores), ganuak (Timor), bila (Buru), ai

wahu (Alfuru), daringu (Ambon) (Depkes RI, 1978).

4. Kandungan Kimia Jeringau (Acorus calamus L)

Rimpang dan daun jeringau (Acorus calamus L) mengandung saponin dan

flavonoida, disamping rimpang nya mengandung minyak atsiri yang berguna

sebagai pengusir serangga. Selain itu kandungan minyaknya antara lain minyak

atsiri yang mengandung eugenol, asarilaldehid, asaron (alfa dan beta asaron),

kalameon, kalamediol, isokalamendiol, preisokalmendiol, akorenin, akonin,

akoragermakron, akolamonin, isoakolamin, siobunin, isosiobunin, dan

episiobunin. Selain atsiri, jeringau juga mengandung resin, amilum (Sihite, 2009)

5. Khasiat

Tumbuhan jeringau (Acorus calamus L) memiliki banyak manfaat kesehatan

diantaranya adalah sebagai antelmintik, antiinflamasi, antibakteri, antidiare,

antidiabetes, antimalaria, insektisida (Devi dkk, 2014). Di Eropa, rimpang

jeringau biasanya digunakan oleh industri bahan pewangi dan produksi minuman

alkohol. Secara tradisional, tanaman ini bermanfaat untuk meningkatkan nafsu


9

makan, meredakan mulas, nifas, penenang, pencernaan, radang lambung, kurap

(obat luar), sakit kepala,/migrain, antiinflamasi dll. Ekstrak alkohol jeringau

sangat berguna sebagai bahan antibakteri. Ekstrak air dan alkohol rimpang

jeringau dapat menurunkan kadar lipid dalam darah dengan senyawa bioaktif α

dan β asarone, ekstrak tersebut juga memiliki aktivitas sebagai analgesik dan

neuroprotektif.

Ekstrak metanol jeringau juga memiliki aktivitas sebagai antidiabetes.

Minyak jeringau juga dikenal sebagai calamus oil. Selain sebagai obat, minyak

nya juga digunakan sebagai shampo dan sabun karena dapat menghilangkan

berbagai penyakit kulit, pemberi citarasa dalam industri minuman, permen,

makanan, dan industri parfum. Selain itu, tepung rimpang dan minyak atsiri

tanaman ini juga dapat digunakan sebagai insektisida. (Pusat Studi Biofarmaka

LPPM IPB dan Gagas Ulung, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Anisah

dkk (2014) telah membuktikan bahwa ekstrak etanol dari rimpang jeringau

(Acorus calamus L) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus yang merupakan salah satu bakteri penyebab jerawat pada konsentrasi

25%. Hal ini membuktikan ada nya aktivitas antibakteri yang ditunjukan oleh

ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L).


10

B. Kulit

1. Struktur kulit

Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah,

kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syaraf, jaringan

pengikat, otot polos, dan lemak. Diperkirakan luas permukaan kulit ± 18 kaki

kuadrat. Berat kulit tanpa lemak adalah ± 8 pound. Kulit manusia terdiri dari tiga

lapisan yang berbeda yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan berlemak.

(Anief, 1993)

Gambar 2. Kulit

(www.majalah1000guru.net)

a. Epidermis (kulit ari)

Merupakan lapisan luar, dengan tebal 0,16 mm pada pelupuk mata sampai

0,8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki.


11

Lapisan epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan:

1) Stratum corneum (lapisan tanduk) terdiri dari lapisan sel mati berkeratin

berbentuk dan tersusun berlapis-lapis. Stratum corneum diduga merupakan

sawar kulit pokok terhadap kehilangan air

2) Stratum lucidum (daerah rintangan) merupakan sel gepeng tanpa inti yang

hanya terlihat pada telapak tangan dan telapak kaki

3) Stratum granulosum yang berpartisipasi aktif dalam proses keratininsasi,

hanya mekanisme nya belum diketahui jelas

4) Stratum spinosum dan Stratum geminativum yang disebut lapisan malphigi.

Sedangkan lapisan basal berfungsi untuk membentuk lapisan yang

menyusun epidermis

b. Dermis (Kulit Jangat)

Dermis atau corium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen

dan elastin yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis

mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa, gelembung rambut, kelenjar

lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut syaraf dan korpus pacini.

Dermis terdiri dari 3 lapisan:

1) Bagian atas (stratum papilar)

Menonjol ke epidermis, terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah yang

memberi nutrisis pada epidermis yang di atasnya.


12

2) Bagian bawah (stratum retikularis)

Menonjol kearah subkutan, serabut panjang yaitu serabut kolagen. Elastis,

dan serabut retikulus. Serabut kolagen tugasnya memberikan kekuatan pada kulit

dan serabut elastis tugasnya memberikan kelenturan pada kulit dan memberikan

kekuatan pada alat di sekitar kelenjar dan folikel rambut. Sejalan dengan

penambahan usia, deteriosasi normal pada simpul kolagen dan serat elastik

mengakibatkan pengeriputan kulit.

c. Lapisan subkutan (hipodermis)

Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantaranya

terdapat serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini disebut penikulus

adiposus yang tebalnya tidak sama. Kegunaan dari penikulus adiposus adalah

sebagai pegas bila terjadi tekanan trauma mekanis yang menimpa kulit dan

sebagai temoat penimbunan kalori serta tambahan untuk kecantikan tubuh.

Dibawah subkutan terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot (Anief,

1993).

2. Fungsi Kulit

a. Fungsi Proteksi

Kulit merupakan bagian luar tubuh yang menutupi organ-organ manusia.

Bedasarkan lokasinya ketebalan kulit berbeda-beda sesuai fungsinya. Fungsi

proteksi terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:


13

1) Adanya selaput tanduk yang bersifat waterproof atau kedap air, sehingga

manusia tidak mengelembung ketika berenang

2) Keasaman (pH) kulit akibat kulit dan lemak kulit (sebum) menahan dan

menekan bakteri maupun jamur yang berkeliaran di kulit

3) Jaringan kolagen dan jaringan lemak yang berfungsi untuk menahan atau

melindungi organ tubuh dari benturan

b. Fungsi Absorpsi (Penyerapan)

Kulit anak-anak dan orang tua lebih tipis dibandingkan dengan kulit orang

dewasa. Kulit orang tua yang menipis diikuti dengan menipisnya epidermis dan

dermis. Sebaliknya, pada kulit anak-anak, tipisnya karena kedua jaringan tersebut

belum tumbuh secara sempurna. Akibat dari tipisnya lapisan kulit tersebut,

penyerapan pada orang dewasa lebih kecil dibandingkan keduanya.

c. Fungsi Ekstraksi

Kulit mempunyai kemampuan mengeluarkab hasil sisa metabolisme tubuh

sehingga kulit termasuk organ ekskresi. Fungsi ekskresi terjadi karena adanya

kelenjar keringat.

d. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh

Pada suhu lingkungan yang berubah-ubah, kulit menjaga agar suhu tubuh

tetap stabil. Hal ini dikarenakan kerja kelenjar keringat dan pembuluh darah

kapiler dalam kulit. (Dwikarya, 2007)


14

C. Jerawat

1. Definisi jerawat

Jerawat atau dalam bahasa kedokteran dikenal dengan nama acne vulgaris

merupakan suatu kondisi kulit yang abnormal akibat gangguan berlebihan

produksi kelenjar minyak (sebaceus gland) yang menyebabkan penyumbatan

saluran folikel rambut dan pori-pori (Harmanto,2006). Sedangkan menurut Jhon

dkk (2007), jerawat adalah radang dermatosis yang parah yang mana terdapat

komedo tertutup maupun terbuka (blackheads and whiteheads) dan lesi yang

radang mencakup paspula, pustula, dan bintil-bintil kecil.

2. Penyebab jerawat

Terdapat empat faktor penyebab timbulnya jerawat yaitu:

a. Adanya sumbatan di pori-pori kulit oleh sebum yang berubah menjadi padat

b. Peningkatan produksi sebum akibat pengaruh hormonal, kondisi fisik, dan

psikologis. Jika disertai dengan sumbatan di muara kelenjar sebasea, aliran

keluar sebum akan terbendung.

c. Peningkatan populasi dan aktivitas bakteri

d. Reaksi radang akibat serbuan sel darah putih ke sekitar kelenjar sebasea

yang sudah mengalami bendungan dan akhirnya pecah. Isi lemak sebum

tumpah ruah ke dalam jaringan kulit janggat atau dermis, dan dianggap

benda asing sehingga memancing serbuan sel darah putih ke tempat tersebut

(Dwikarya, 2003).
15

Menurut Kapoor dan Swanalata (2011), bakteri yang dapat memicu

perkembangan jerawat adalah Propionibacterium acne, Staphylococcus

epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat muncul dan

menginfeksi jerawat yang tidak terawat dan kulit wajah yang dibiarkan kotor.

3. Jenis jerawat

Terdapat 4 jenis jerawat menurut Basuki (2003), yaitu:

a. Jerawat Juvenil

Jerawat semacam ini muncul saat masa puber. Biasanya menyerang remaja

usia 14-20 tahun. Penyebabnya adalah masalah hormonal yang belum stabil dalam

memproduksi sebum. Kulit wajah dengan jerawat tipe juvenil dapat diatasi

dengan sabun wajah dengan pH seimbang atau sabun bayi transculent.

b. Jerawat Vulgaris

Jerawat ini berbentuk komedo yang terdapat banyak pada kulit berminyak.

Perawatan jerawat semacam ini dilakukan dengan penguapan hingga kulit cukup

kenyal dan lembab. Kemudian jerawat dapat diambil dengan sendok una dan

diolesi dengan krim jerawat. Biarkan semalaman lalu dibilas ketika kesokan

harinya.

c. Jerawat Rosacea

Biasanya terjadi pada wanita berusia 30-50 tahun. Kulit yang memiliki

penyakit jerawat tipe ini perlu mendapatkan perawatan medis kedokter. Jerawat

mula-mula akan tampak kemerahan yang dapat menjadi radang hingga

menimbulkan sisik dilipatan hidung. Perawatan kulit yang terkena jerawat tipe ini
16

biasanya dengan penguapan, kompres air panas, atau penyinaran dengan lampu

infra merah agar jerawat menjadi cepat kering.

d. Jerawat Nitrosica

Jerawat jenis ini termasuk dengan yang paling berbahaya karena akan

menimbulkan luka atau bopeng. Tahap yang terjadi sudah termasuk tahap akhir

yang memerlukan penanganan khusus dari dokter kulit.

Tahap terjadinya jerawat:

a. Penumpukan sel kulit mati

b. Tumpukan sel kulit mati terinfeksi bakteri

c. Mulai muncul jerawat yang masih kecil

d. Jerawat mulai membesar dan bewarna kemerahan (popules), bila muncul

nanah (pus), jerawat disebut pastules

e. Bila mengandung nanah, lemak, dan cairan-cairan lain berarti jerawat sudah

berada pada kondisi parah (cyst)

f. Bila cyst tidak terawat, akan muncul scar/bopeng, karena rusaknya jaringan

kolagen sampai lapisan dermis. Bopeng tidak dapat diperbaiki secara

maksimal. Yang mungkin dapat dilakukan hanyalah mempertebal lapisan

kulit sedikit demi sedikit dengan produk yang mengandung asam glikolat

(Basuki, 2003).
17

4. Pengobatan jerawat

Terdapat tiga jenis solusi yang dapat dilakukan dalam mengobati jerawat,

yaitu:

a) Pengobatan secara tradisional

Pengobatan alami yang dimaksud adalah cara-cara penyembuhan jerawat

yang dilakukan dengan melakukan hal-hal tertentu seperti mengompres jerawat

dengan ramuan tradisional atau mengkonsumsi makanan alami tertentu seperti

buah-buahan dan sayuran.

b) Pengobatan menggunakan produk

Pengobatan dengan menggunakan produk dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi obat-obatan khusus untuk menyembuhkan jerawat. Obat-obatan

tersebut dapat berupa multivitamin atau antibiotik, baik yang dioleskan ke area

kulit yang menderita jerawat maupun dikonsumsi secara oral dengan dosis

tertentu.

c) Pengobatan dengan metode atau teknik modern

Cara terakhir yang digunakan adalah dengan metode pengobatan dengan

menggunakan teknik atau alat-alat modern seperti laser.

Menurut Prianto (2014), terdapat beberapa zat kimia yang umum digunakan

dalam produk kosmetik maupun obat untuk membantu meredakan jerawat, yaitu:

a) Asam Retinoid

Secara rantai kimia, retinoid berhubungan dengan vitamin A. Efek utama

yang dihasilkan oleh zat kimia ini adalah mengatur produksi sel keratin dalam
18

folikel rambut sehingga dapat membantu mencegah penyumbatan. Retinoid dapat

ditemukan dalam beberapa sediaan pengobatan jerawat seperti krim, losion,

maupun gel dengan konsentrasi 0,025%-0,05%.

b) Antibiotik (topikal)

Selain diminum, antibiotik dapat digunakan dalam sediaan krim. Pemakaian

antibiotik harus dalam pengawasan dokter spesialis kulit karena banyak sekali

ditemukan kasus alergi setelah penggunaannya. Antibiotik yang lazim digunakan

adalah tetrasiklin, klindamisin, eritromisin.

c) Benzoyl Peroxide

Benzoyl Peroxide banyak digunakan sebagai antibakteri yang memiliki sifat

keratolitik (melarutkan zat keratin di dalam kulit). Zat ini biasa digunakan sebagai

campuran dalam sabun antijerawat. Konsentrasi yang digunakan biasanya kecil,

seperti 2,5%, dan apabila tidak menunjukan reaksi iritasi maka konsentrasi bisa

ditingkatkan hingga maksimum 10%.

d) Asam salisilat dan Sulfur

Fungsi utama asam salisilat dan sulfur adalah keratolitik, selain itu juga

sebagai antibakteri, walaupun penggunaannya dapat memicu kulit wajah menjadi

kering dan dapat menimbulkan iritasi.

e) Asam Alfa Hidroksi (AHA)

Tujuan utama penggunaan Asam Alfa Hidroksi adalah untuk pengelupasan

kulit bagian epidermis sel kulit mati. Penggunaan AHA dalam praktik sehari-hari

dibagi menjadi dua bagian:


19

1) AHA digunakan dalam konsentrasi kecil pada produk obat atau kosmetik

sebesar maksimum 10% dari total formulasi sebagai exfoliant (mempercepat

proses pengelupasan sel kulit mati)

2) AHA digunakan dengan konsentrasi tinggi pada produk obata yang dalam

pengawasan dokter kulit dengan konsentrasi 10%-70% dari total formula

sebagai chemical peeling, yaitu zat pengelupas total pada permukaan atas

kulit dengan penetrasi danintensitas lebih tinggi dengan harapan

merangsang pertumbuhan sel kulit bagian atas dengan lebih aktif.

f) Adapalen

Memiliki sistem kerja yang hampir sama dengan asam retinoid sehingga

efek samping nya pada dasarnya serupa. Penggunaan dalam krim biasanya dengan

konsentrasi 0,1% dan digunakan pada malam hari setelah mencuci wajah.

g) Asam Azelaik

Fungsi utamanya adalah antibakteri dan anti peradangan. Sebagai fungsi

tambahan, zat ini membantu pengaturan regenerasi sel dan menghambat

terjadinya penyumbatan dalam folikel, juga digunakan sebgai campuran dalam

krim pemutih kulit. Zat ini sering digunakan dalam kasus peradangan jerawat dan

pencegahan penyumbatan komedo

h) Isotretinoin

Mempunyai rumus kimia yang hampir mirip dengan vitamin A. Isotertionin

digunakan sebagai obat minum dengan tujuan untuk:

1) Memperkecil ukuran kelenjar sebum

2) Mengurangi aktivitas kelenjar sebum


20

3) Mengurangi populasi bakteri dalam folikel

4) Sebagai anti peradangan yang akan mempengaruhi peradangan dalam

folikel

5) Mengatur regenerasi sel keratin ke stadium normal.

D. Staphylococcus Aureus

1. Deskripsi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti anggur, fakultatif anareob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.

Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi membentuk pigmen paling

baik pada suhu kamar (20-25°C). Koloni pada perbenihan pada bewarna abu-abu

sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau

(Jawetz dkk, 1995).

Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran

pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia (Warsa, 1994). Infeksi

oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai

abses bernanah. Beberapa infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus

adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat

diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih,

osteomielitis, dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab


21

utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan syndroma syok toksik

(Warsa, 1994).

2. Pengobatan

Menurut Jawetz dkk (1995), pengobatan terhadap infeksi Staphylococcus

aureus dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang disertai dengan tindakan

bedah, baik berupa pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik

lokal dalam pengobatan furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang

cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti

penisilin, metisilin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan

rifampisin. Sebagian besar galur Staphylococcus sudah resisten terhadap berbagai

antibiotik tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik bersprektrum lebih luas,

seperti kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin.

Selain pengobatan menggunakan antibiotik, terdapat tumbuhan tradisional

yang dapat digunakan dalam meredakan penyakit akibat infeksi dari

Staphylococcus aureus, seperti Jeringau (Acorus calamus L). Menurut Devi dkk

(2014), tumbuhan jeringau dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang

berkhasiat antibakteri, antelmintik, antidiare, antiinflamasi, antidiabetes dll.

Penelitian Anisah dkk (2014) menunjukan adanya aktivitas antibakteri dari

ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) pada konsentrasi 25% dengan

zona hambat yang dihasilkan 2,36cm menggunakan kontrol positif kloramfenikol

10%.
22

E. Krim

1. Definisi krim

Krim merupakan sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang

mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar

(M.Anief, 1987). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah

sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

2. Tipe krim

Menurut Collet dan Aulton (1990), perbandingan antara jumlah air dan

minyak dalam sediaan krim akan memperngaruhi tipe krim yang dihasilkan, maka

krim dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

a. Tipe air dalam minyak (A/M), jika bahan pembawa nya minyak

b. Tipe minyak dalam air (M/A), jika bahan pembawa nya air

Sifat krim yang dihasilkan dari tipe minyak dalam air (M/A) adalah mudah

dicuci, tidak lengket, dan tidak tahan lama pada daerah yang dioleskan. Untuk tipe

krim air dalam minyak (A/M), pemakaian dimaksudkan agar krim dapat bertahan

lama pada kulit, karena krim yang dihasilkan adalah krim yang lengket dan susah

dicuci. Tipe krim yang akan dipilih dalam formula ini adalah tipe minyak dalam

air (M/A) karena krim tipe ini mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga

apabila dioleskan di kulit maka air akan menguap dan memberi rasa dingin.
23

3. Formulasi Krim

a. Zat aktif

Zat aktif merupakan bahan atau zat yang mempunyai efek tertentu dan

merupakan komponen utama dalam suatu formula.

b. Bahan pengemulsi

Bahan pengemulsi digunakan dalam krim untuk menstabilkan sediaan.

Bahan pengemulsi bekerja dengan cara mengurangi tegangan antar permukaan

dan mencegah pecahnya emulsi. Bahan pengemulsi umumnya tidak bewarna,

tidak berasa, dan tidak berbau, tidak toksik dan tidak mengiritasi, serta

membentuk sistem emulsi yang baik pada konsentrasi rendah (Collet dan Aulton,

1990). Umumnya zat pengemulsi berupa surfaktan anionik, kationik, atau non-

ionik (Anief, 2000).

Pemilihan surfaktan didasarkan pada jenis dan sifat krim yang diinginkan.

Untuk tipe krim minyak dalam air (M/A), surfaktan yang digunakan biasanya

trietanolamin stearat, golongan sorbitan, polisorbat, propilenglikol, dan sabun.

Sedangkan untuk tipe air dalam minyak (A/M) digunakan lanolin, setil alkohol,

setacium, dan emulgide (FORNAS, 1978)

c. Bahan pembawa

Bahan pembawa krim terdiri dari air dan minyak. Banyaknya penggunaan

keduanya tergantung tipe krim yang ingin dibuat (Idson dsn Lazarus, 1994).

d. Bahan pelembut

Bahan pelembut pembantu konsistensi krim lebih halus dan lembut.

Stearil alkohol, setil alkohol, paraffin dan isopropil miristat biasa digunakan
24

sebagai pelembut (emolien) dan juga sebagai pembantu emulsi (Idson dan

Lazarus, 1994)

e. Bahan pengawet

Bahan pengawet yang digunakan harus dapat mencegah kontaminasi dan

kerusakan oleh bakteri. Kriteria umum bahan pengawet adalah toksisitas rendah,

stabil dalam poemanasan dan penyimpanan, dapat bercampur secara kimia,

mempunyai aktivitas terhadap mikroorganisme seperti fungi, ragi, dan bakteri

yang merupakan kontaminan umum (Collet dan Aulton, 1990). Zat pengawet

yang sering digunakan adalah metil paraben (nipagin) 0,12%-0,18% dan propil

paraben (nipasol) 0,02%-0,05% (M.Anief, 1997).Sedangkan menurut Wade dan

Weller (1994), penggunaan metil paraben dan propil paraben dapat

dikombinasikan dengan konsentrasi 0,18% metil paraben dan 0,02% propil

paraben.

f. Bahan pelembab

Bahan pelembab dapat mencegah krim menjadi kering, mencegah

pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol dan juga memperbaiki

konsistensi dan mutu terhapusnya krim jika digunakan pada kulit. Pelembab yang

umum digunakan adalah gliserin, propilenglikol, sorbitol 70%, dan

polietilenglikol (Idson dan Lazarus, 1994).

g. Bahan antioksidan

Antioksidan ditambahkan pada sediaan krim untuk mencegah kerusakan

akibat oksidasi. Sistem oksidasi ditentukan oleh komponen-komponen formulasi


25

dan pemilihan antioksidan tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas,

iritasi, potensi, tercampurkan bau, perubahan warna dan kestabilan (Idson dan

Lazarus, 1994). Konsentrasi antioksidan biasa digunakan berkisar 0,001%-0,1%.

Contoh antioksidan yang sering digunakan dalam sediaan farmasi antara lain α-

tokoferol, alkil galat, BHA (butylated hidroxyasinole), dan BHT (butylated

hydroksitoluen) (Rieger, 1994).

4. Cara pembuatan krim

Cara pembuatan krim dibagi tiga, yaitu:

a. Fase minyak dilelehkan diatas waterbath, bagian yang larut air dicampur

dengan air panas kemudian kedua bagian tersebut digerus dalam lumpang

panas sampai terbentuk massak krim

b. Fase minyak dan fase air dipanaskan perlahan sampai membentuk suatu

larutan sabun, kemudian gerus dalam lumpang panas sampai terbentuk krim.

Cara tersebut dilakukan dalam pembuatan krim dengan kadar fase minyak

yang tinggi

c. Bahan yang larut air ditambahkan 30% dan bahan fase minyak dilelehkan

bersama, kemudian tambahkan air panas dengan jumlah yang sama, gerus

homogen. Kemudian tambahkan sisa fase minyak hingga menyatu, dan

terakhir fase air. Cara ini digunakan dalam pembuatan krim dengan minyak

dari tumbuhan (King, 1984).


26

5. Contoh formula krim jerawat

Formulasi standar krim anti jerawat (Michael and Ash, 1997)

R/ Stearid Acid 20,0%

Mineral oil 2,0%

Arlacel 60 1,5%

Tween 60 3,5%

Sorbitol 20%

Water 53%

Formulasi krim anti jerawat Abbasi, dkk (2010) (Formula III):

R/ Asam stearat 22,2%

Setil alkohol 1,5%

Triethanolamin 0,67%

Isopropil miristate 1,5%

Methyl paraben 0,02%

Benzoyl peroxide 8,0%

Paraffin cair 1,90%

Vitamin E 0,56%

Aq. Dest 63,65%

Zat aktif q.s

Pewangi q.s
27

6. Stabilitas fisik krim

Stabilitas fisik krim dapat rusak terutama pada sistem campurannya yang

disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pecampuran dua

tipe krim jika zat pengemulsi nya tidak tersatukan (Farmakope Indonesia ed III,

1979). Kualitas, sifat reologi, dan stabilitas krim dipengaruhi oleh beberapa

variabel yang meliputi temperatur untuk membentuk emulsi, perbandingan fase

luar dan fase dalam pada pembentukan emulsi. Perubahan suhu dan penambahan

komposisi salah satu fase secara berlebihan akan membuat krim menjadi rusak

(Idson dan Lazzarus, 1994). Sistem emulsi yang tidak stabil ditandai dengan

berpisahnya kedua fase (creaming), pecahnya emulsi, serta inversi fase. Hal ini

disebabkan oleh penambahan zat pengemulsi yang tidak cocok, penambahan

elektrolit, perubahan pH selama penyimpanan, pengaruh fisika (suhu yang panas

atau dingin dan kerja dari mikroba). Krim yang tidak stabil juga dapat dilihat dari

perubahan warna serta bau (Collet dan Aulton, 1990).

7. Daya tahan krim

Pembuatan krim yang tidak disertai dengan persiapan umum akan

mempunyai daya tahan yang singkat kecuali diyakini bebas dari mikroorganisme.

Krim yang mengandung air sebaiknya cepat digunakan dan tidak digunakan lebih

dari 2 minggu setelah dibuka. Maka dari itu kemasan produk yang asli harus

mempunyai tanggal kadularsa dan asumsi penyimpanan yang cepat (Collent dan

Aulton, 1990).
28

F. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut dengan

pelarut air atau cairan penyari. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh

dengan mengekstraksi zat aktif atau simplisia nabati atau hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995)

2. Fase ekstraksi

Menurut voight (1995), proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua fase:

a. Fase pembilasan

Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material simplisisa maka sel-sel

yang rusak atau tidak utuh lagi akibat penghalusan langsung bersentuhan dnegan

bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang terdapat di dalamnya lebih

mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, dalam fase pertama ekstraksi ini,

sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam bahan pelarut. Semakin halus

serbuk simplisia, semakin optimal proses pembilasannya.

b. Fase ekstraksi

Pada fase ini, bahan pelarut harus mampu mendesak masuk kedalam sel

untuk mendesak komponen dalam sel keluar. Membran sel yang mengering,

mengerut dalam simplisia harus diubah kondisinya terlebih dahulu sehingga

memungkinkan pelarut masuk ke bagian dalam sel. Hal ini terjadi melalui
29

pembengkakan, dimana membran mengalami pembesaran volume akibat

masuknya sejumlah molekul bahan pelarut.

3. Jenis-jenis ekstraksi

Menurut voight (1995), ekstraksi mempunyai macam-macam jenis antara

lain sebagai berikut:

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi paling sederhana. Bahan simplisisa yang

dihaluskan umumnya dipotong-potong atau berupa serbuk kasar yang disatukan

dengan bahan pengekstraksi. Kemudian disimpan pada tempat yang terlindung

dari cahaya dan dikocok kembali. Lama waktu maserasi sesuai Farmakope

Indonesia yaitu 4-10 hari, namun menurut pengalaman terdahulu, penyimpanan

dalam waktu 5 hari pun sudah cukup. Penyimpanan di imbangi dengan

pengocokan yang beulang-ulang. Setelah itu diproses dengan kain peras dan

sisanya diperas habis. Lalu cairan maserasi dari cairan yang diperoleh melalui

perasan disatukan, atur sampai mencapai jumlah yang diinginkan. Hasil maserasi

disimpan selama beberapa hari lalu cairannya dituang dan disaring.

b. Perkolasi

Merupakan cara penyaringan dengan cara mengalirkan cairan penyari secara

terus-menerus dari atas menembus bahan simplisia yang terdapat dalam

perkolator dan simplisia umumnya berupa serbuk kasar. Mula-mula simplissia

dibasahi dengan cairan penyari yang cocok lalu di maserasi. Pindahkan sedikit

demi sedikit ke perkolator tiap kali ditekan dengan hati-hati dan di bagian atas
30

simplisia terdapat selapis cairan penyari. Tutup perkolator dan biarkan selama 24

jam, biarkan cairan penyari menetes dengan kecepatan 1ml/menit dan tambahkan

cairan penyari selama berulang-ulang secukupnya agar selalu ada selapis cairan

penyari di atas simplisia. Perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak

meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disaring atau diuapkan pada suhu dan

tekanan yang rendah sampai konsentrasi yang dihendaki.

c. Sokletasi

Bahan yang akan diektraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi

(kertas,karton dll) di dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu

(perkolator). Wadah gelas yang menampung kantung diletakkan diantara labu

penyulingan dengan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu

melalui sebuah pipa sifon. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang akan menguap

dan mencapai ke dalam dinding pendingin aliran balik melalui pipet lalu

mengalami kondensasi dengan menjadi moleku-molekul air yang akan menetes

turun menyari simplisia dalam wadah gelas. Setelah mencapai tinggi maksimal,

secara otomatis cairan kembali lagi ke labu melalui pipa sifon. Dengan demikian

zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinyu dari bahan pelarut

murni.
31

4. Pembagian ekstrak

Ekstrak dapat dikelompokkan bedasarkan sifatnya, yaitu:

a. Ekstrak encer (Extractum tenue)

Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang. Akan

tetapi pada saat ini sudah tidak dipakai lagi.

b. Ekstrak kental (Extractum spissum)

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan

airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat ini juga pada umumnya tidak sesuai

lagi dengan persyaratan masa kini. Tingginya kandungan air menyebabkan

ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktofnya (penguraian

secara kimia)

c. Ekstrak kering (Extractum siccum)

Sediaan ini meiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui

penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu

produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

d. Ekstrak cair (Extractum fluidum)

Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair yang dibuat sedeemikian rupa

sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair. (voight, 1995)
32

G. Preformulasi Dalam Krim

1. Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L)

Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) yang di dapat dari

maserasi simplisia rimpang jeringau (Acorus calamus L) dengan menggunakan

larutan penyari etanol. Hasil maserasi berupa ekstrak cair didestilasi vakum

sehingga mendapatkan ekstrak kental yang akan digunakan dalam formula

pembuatan krim.Konsentrasi ekstrak rimpang jeringau (Acorus calamus L) yang

akan digunakan dalam formula adalah 6,84%. Ekstrak kental rimpang jeringau

tersebut memiliki pH 5,5-7,0 dengan kandungan senyawa flavonoid, saponin,

alkaloid serta α dan β yang berkhasiat sebagai antibakteri dan menghambat

pertumbuhan bakteri penyebab jerawat yaitu Staphylococcus aureus.

2. Asam stearat

Merupakan serbuk bewarna putih sampai kuning pucat, sedikit mengkilap.

Pada sediaan farmasi topikal, asam stearat berfungsi sebagai pengemulsi bersama

TEA. Konsentrasi asam stearat yang digunakan dalam krim berkisar 1-20%

Mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter. Larut

dalam ethanol, heksan, dan propilenglikol, praktis tidak larut dalam air (Wade dan

Waller, 1994).

3. Triethanolamin

Merupakan cairan bening tidak bewarna sampai kuning pucat, sedikit

berbau amonia dan memiliki pH 10,5 Larut dalam etanol 95%, metanol, dan air.
33

Triethanolamin dalam sediaan topikal digunakan sebagai pembentuk emulsi.

Umumnya bebas dari efek iritasi pada kulit. Konsentrasi yang digunakan 2-4%

dari banyaknya asam lemak. Tidak dapat bereaksi dengan senyawa golongan amin

dan hidroksi (Wade dan Waller, 1994).Digunakan sebagai bahan pengemulsi

dengan konsentrasi 0,5%-3%, menambah kebasaan, dan sebagai humektan (Rowe,

dkk., 2009).

4. Setil alkohol

Setil alkohol berbentuk seperti lilin, bewarna putih keras, sedikit berbau,

dan lunak. Berfungsi sebagai emollient atau pembentuk emulsi dalam krim dan

dapat menyerap air sehingga membantu menjaga stabilitas krim, memperbaiki

tekstur, dan menjaga konsistensi. Pada tipe krim minyak dalam air (M/A) , setil

alkohol menjaga stabilitas krim dengan cara dikombinasikan bersama pengemulsi

yang larut dalam air. Sebagai pengemulsi, konsentrasi setil alkohol yang umum

digunakan adalah 2-5% (Wade dan Waller, 1994). Setil alkohol tidak larut dalam

air, larut dalam etanol, dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu,

pH stabil setil alkohol 6-6,5. Semakin besar konsentrasi setil alkohol yang

digunakan, maka akan terbentuk emulsi yang semakin tebal dan padat yang

memungkinkan terjadinya granulasi (Wilkinson dan Moore, 1982).

5. Isopropil miristat

Merupakan cairan tidak bewarna, tidak berbau dan tidak berasa. Isopropil

miristat biasanya tidak bercampur dengan zat yang beroksidasi kuat, digunakan

sebagai pelembut dalam sediaan krim dengan konsentrasi yang digunakan 1-10%.
34

Larut dalam aseton, kloroform, ethanol, etil asetat, lemak, alkohol lemak. Praktis

tidak larut dalam gliserin, propilenglikol, dan air (Wade dan Weller, 1994).

6. Metil paraben

Merupakan kristal putih dan tidak berbau. Larut dalam etanol, gliserin, air.

Digunakan sebagai antimikroba dalam sediaan topikal dan pada konsentrasi 0,02-

0,3% (M.Anief, 1997). Dalam sediaan krim, metil paraben dapat dikombinasikan

dengan propil paraben dengan konsentrasi 0,18% untuk metil paraben dan 0,02%

untuk propil paraben (Wade dan Wallet, 1994).

7. Paraffin liquidum

Cairan kental, transparan, tidak berfluorensi, tidak bewarna, hampir tidak

berbau dan hampir tidak memiliki rasa. Paraffin cair biasa digunakan sebagai

pelembut dalam sediaan krim. Paraffin cair tidak dapat bereaksi dengan kelompok

oksidasi kuat (Wade dan Wallet, 1994).

8. Oleum rosae

Oleum rosae merupakan minyak yang disuling dari tumbuhan mawar (Rossa

sinensis). Minyak mawar biasa digunakan sebagai corigen odoris atau pewangi

pada sediaan topikal maupun kosmetik.


35

H. Rangkuman Preformulasi

Fase minyak terdiri dari asam stearat sebagai pembentuk massa, paraffin

cair sebagai pelembut, isopropil miristat sebagai pelembut, setil alkohol sebagai

basis krim, dan propil paraben sebagai pengawet. Fase air terdiri dari

Triethanolamin sebagai pengemulsi, metil paraben sebagai pengawet, dan

aquadest yang dilebur bersama. Fase minyak dan fase air masing-masing dilebur

pada suhu 70°-80°C, kemudian dicampurkan dengan cara fase cair dimasukan

sedikit demi sedikit kedalam fase minyak pada suhu yang dipertahankan dan

digerus homogen. Setelah fase air dan fase minyak dicampur kemudian

ditambahkan ekstrak etanol rimpang jeringau dengan pH ±5,5-7 maka

diperkirakan pH krim yang didapat dapat memenuhi syarat .

Zat aktif yang digunakan dalam formulasi krim ini adalah ekstrak etanol

rimpang jeringau (Acorus calamus L). Ekstrak ini terbukti mengandung

antibakteri dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang menginfeksi

jerawat. Pada penelitian ini, penulis menggunakan formula Abbasi dkk (2010)

sebagai formula acuan. Hal ini membuat penulis berkeinginan memformulasikan

krim dimana komposisi Triethanolamin divariasikan dengan variasi 0,55%,

0,67%, dan 0,77%. Variasi tersebut didasarkan pada ketentuan jumlah TEA yang

digunakan adalah 2-4% dari jumlah asam lemak. Pada formula ini, asam lemak

yaitu asam stearat dalam ketiga formula digunakan dalam jumlah yang tetap yaitu

22,2% (44,4 gram tiap formula). Dengan adanya varisi ini, diharapkan ekstrak
36

dapat tetap stabil dalam formula sehingga didapatkan formula krim yang baik dan

memenuhi syarat.
37

I. Kerangka Teori

Produksi sebum Penyumbatan


Kulit yang bersih
Rimpang Jeringau berlebih sebum
(Acorus calamusL)

Udara kotor dan


Ekstrak Etanol α asaron dan β asaron
Infeksi bakteri
Rimpang Jeringau
Jerawat
(Acorus calamus L)

Flavonoid Saponin
Alkaloid Jerawat
Pertumbuhan
bakteri terhambat mereda

Formula Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau


(Acorus calamus L)

Dicampur pada suhu yang


Fase Minyak Fase Air
dipertahankan
(70°-80° C) (70°-80° C)

Asam Stearat TEA


Ekstrak kental Rimpang
Jeringau
Paraffin Cair Metil Paraben
(Pengawet)

Isopropil Miristat
Aquadest
(Pelembut) Oleum Rosae
Propil Paraben (Pewangi)

Setil Alkohol

Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau


38

J. Hipotesis

Ho : Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus Linn)

tidak dapat diformulasikan dalam sediaan krim yang stabil

dan memenuhi syarat.

Hi : Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus Linn)

dapat diformulasikan dalam sediaan krim yang stabil dan

memenuhi syarat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yang akan

dilakukan di laboratorium farmasetika, farmakognosi, dan fisika farmasi

Poltekkes Kemenkes Palembang dengan membuat tiga jenis formula krim yang

mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015 bertempat di

laboratorium farmasetika, laboratorium farmakognosi, dan laboratorium fisika

farmasi jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang.

C. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian adalah ekstrak etanol rimpang jeringau yang

didapat dari ekstraksi dengan metode maserasi pada rimpang jeringau yang segar

dan tidak busuk dengan panjang diameter ±0,8-2 cm sebanyak 4 kg yang dipilih

secara acak dan diperoleh di toko “X” di Pasar 26 Ilir, Palembang.

39
40

D. Cara Pengumpulan Data


1. Ekstraksi Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol sebagai

cairan penyari pada tekanan dan suhu yang rendah.

Prosedur kerja :

a. Rimpang jeringau (Acorus calamus L) dicuci bersih dengan air mengalir

b. Rimpang jeringau dirajang dengan pisau kemudian dikeringanginkan,

timbang sebanyak 700 gr, lalu masukan kedalam botol maserasi yang

bewarna gelap.

c. Siram dengan etanol yang telah di destilasi sampai semua sampel terendam

seluruhnya dan terdapat selapis etanol di atasnya

d. Tutup botol dan biarkan selama 5 hari ditempat yang gelap atau terlindung

dari cahaya, lakukan pengocokan botol tiga kali dalam sehari. Proses

tersebut dikatakan selesai apabila cairan penyari berubah warna menjadi

bening.

e. Saring, biarkan 13 jam kemudian dienaptuangkan ke wadah lain

f.` Ekstrak cair yang di dapat lalu di pekatkan menggunakan metode destilasi

vakum pada tekanan yang rendah sehingga akan didapatkan ekstrak yang

kental dari rimpang jeringau (Acorus calamus L).

2. Pembuatan formula krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang

jeringau (Acorus calamus L)

Tipe krim yang digunakan yaitu tipe krim minyak dalam air (M/A). Tipe

krim yang akan diformulasikan adalah tipe M/A di ambil dari formula III
41

penelitian Abbasi dkk (2010) dengan membedakan konsentrasi trietanolamin.

Konsentrasi trietanolamin yang divariasi kan disetiap formula yaitu 2,5%, 3%,

dan 3,5% dari jumlah asam stearat dalam formula. Hal ini bedasarkan ketentuan

penggunaan TEA dalam krim yaitu 2-4% dari jumlah asam lemak (Wade and

Weller, 1994). Sehingga konsentrasi penggunaan TEA dalam penelitian ini adalah

0,55% untuk Formula I, 0,67% untuk Formula II, dan 0,77% untuk Formula III.

Zat aktif berupa ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) yang

digunakan 6,84% di setiap formula.

Tabel 1. Rencana formula krim ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus
L):
Jumlah yang digunakan dalam

NO Bahan satuan %b/v Keterangan

F. I F. II F. III

Ekstrak etanol

1 rimpang jeringau 6,84 6,84 6,84 Zat aktif

(Acorus calamus L)

Pembentuk massa dan


2 Asam stearat 22,2 22,2 22,2
Pengemulsi

3 Triethanolamin 0,55 0,67 0,77 Pengemulsi

4 Setil alkohol 1,5 1,5 1,5 Pengemulsi

5 Isopropil miristat 1,5 1,5 1,5 Pelembut

6 Metil paraben 0,18 0,18 0,18 Pengawet

7 Propil paraben 0,02 0,02 0,02 Pengawet

8 Paraffin cair 1,9 1,9 1,9 Pelembut

9 Oleum rosae qs qs Qs Pewangi

10 Aqua destilata ad 100 ad 100 ad 100 Pembawa

(Bedasarkan formula krim dari penelitian Abbasi dkk, 2010)


42

3. Pembuatan Formula I, II, dan III

1) Bahan yang merupakan fase minyak yaitu asam stearat, paraffin cair,

isopropil miristat, dan propil paraben dilebur pada suhu 70°-80°C,

kemudian tambahkan setil alkohol, aduk hingga homogen (massa 1).

2) Lebur fase air yaitu trietanolamin, metil paraben, dan aquadest dilebur pada

suhu 70°-80°C (massa 2).

3) Campur massa 1 dan massa 2 sedikit demi sedikit, kemudian gerus hingga

homogen pada suhu yang dipertahankan.

4) Lalu tambahkan sedikit demi sedikit ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus L) pada suhu 25°C, gerus homogen. Kemudian tambahkan

oleum rosae. Gerus homogen hingga membentuk massa krim.

Asam Stearat

Paraffin Cair
Peleburan 70°-80°C
Fase Minyak
Isopropil Miristat

Setil Alkohol

Propil Paraben Gerus homogen

Triethanolamin
Fase Cair Metil Paraben Peleburan 70°-80°C

Aquadest

Ekstrak kental
Oleum Rosae
Rimpang Jeringau

Gambar 3. Skema Proses Pembuatan Krim


43

4. Uji kestabilan fisik krim

Pengujian kestabilan fisik krim meliputi homogenitas, viskositas, pH,

pemisahan fase, bau, warna, dan iritasi setelah dilakukan penyimpanan selama 28

hari yaitu 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari. Pengamatan yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. pH

Menggunakan alat pH meter, lakukan perbandingan 1gr:100ml air yang

digunakan untuk mengencerkan krim, aduk homogen lalu biarkan hingga

mengendap, ukur airnya dengan pH meter. pH krim yang baik adalah pH yang

dapat diterima kulit yaitu 4,5-6,5

b. Homogenitas

Ambil sampel sebanyak ±0,10gr dari 3 tempat berbeda (atas, tengah,

bawah). Tiap sampel letakkan pada kaca objek, kemudian tutup dengan deek gelas

dan difikasi. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X, amati partikel-

partikel krim yang dilihat. Homogenitas krim yang baik adalah tidak terdapatnya

penggabungan partikel selama penyimpanan.

c. Viskositas

Menggunakan alat Viskometer Bookfield dengan spindle nomor 6

dipasang pada alat kemudian dicelupkan kedalam krim yang telah diletakkan

dalam beaker glass. Viskositas krim yang baik berkisar 2000-50000 cp.
44

d. Pemisahan fase

Pemisahan fase merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kestabilan

fisik krim dan diuji menggunakan alat sentrifugasi. Terjadinya pemisahan fase

tergantung kecepatan dari alat sentrifugasi.

e. Bau dan Warna

Pengamatan bau dan warna krim dilakukan setelah krim melalui masa

penyimpanan. Diberikan kuisioner kepada 30 responden secara acak untuk

menilai sediaan krim.

f. Aseptabilitas

Dilakukan dengan pengolesan terhadap kulit responden, kemudian

diberikan kuisioner apakah terdapat rasa tidak nyaman (iritasi) yang ditimbulkan

setelah dilakukan pengolesan krim.

E. Alat Pengumpulan Data

1. Bahan yang digunakan

Rimpang jeringau (Acorus calamus L), asam stearat, triethanolamin, setil

alkohol, isopropil miristat, metil paraben, propil paraben, paraffin caair, oleum

rosae, aquadestilata.

2. Alat yang digunakan

Pisau, destilator, botol penampung, gelas ukur, corong, erlenmeyer,

mixer, timbangan gram halus, anak timbangan gram halus, mortir, stamper,

pengaduk kaca, timbangan analitik, penjepit kayu, sudip, kertas saring, perkamen,
45

pot plastik, pH meter, waterbath, sentrifuge, aluminium foil, dan viskositas

Brookfield

F. Variabel

1. Variabel Independen : Triethanolamin yang divariasikan dalam

formulasi krim yang ditinjau dari pH,

viskositas, homogenitas, aseptabilitas, pemisahan

fase, bau, dan warna.

2. Variabel Dependen : Kestabilan fisik krim yang mengandung ekstrak

etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L)

G. Definisi Operasional

1. pH

a) Definisi : Derajat yang menyatakan keasaman dan kebebasan krim

yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus L)

b) Alat ukur : pH meter hanna

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila berada dalam rentang sesuai pH

kulit (4,5-6,5). Tidak memenuhi syarat apabila pH kurang

dari 4,5 dan lebih dari 6,5

2. Homogenitas

a) Definisi : Homogenitas krim partikel dari krim yang mengandung

ekstraketanol rimpang jeringau (Acoruscalamus L)


46

b) Alat ukur : sekeping kaca dan mikroskop

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila krim yang dihasilkan homogen.

Tidak memenuhi syarat apabila krim yang dihasilkan tidak

homogen.

3. Pemisahan fase

a) Definisi : Terpisahnya fase minyak dan air pada krim yang

mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acoruscalamus L)

b) Alat ukur : Alat sentrifugasi

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila tidak tejadi pemisahan fase

antara fase minyak dan fase cair selama masa

penyimpanan krim. Tidak memenuhi syarat apabila terjadi

pemisahan antara fase minyak dan fase cair.

4. Viskositas

a) Definisi : Kekentalan krim yang mengandung ekstrak etanol

rimpang jeringau (Acorus calamus L)

b) Alat ukur : Viskometer Brookfield

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila viskositas krim berada pada

rentang 2000-50000 cp. Tidak memenuhi syarat apabila


47

viskositas krim yang dihasilkan kurang dari 2000 dan

lebih dari 50000 cp

5. Bau

a) Definisi : Aroma yang dihasilkan krim yang mengandung

ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus)

b) Alat ukur : kuisioner

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila lebih dari 50% responden

menyatakan tidak terjadi perubahan bau krim selama

masa penyimpanan. Tidak memenuhi syarat apabila lebih

dari 50% responden menyatakan terjadi perubahan bau

krim selama masa penyimpanan

6. Warna

a) Definisi : Tanggapan pengamat terhadap tampilan dari krim yang

mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus L)

b) Alat ukur : kuisioner

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila lebih dari 50% responden

menyatakan tidak terjadi perubahan warna krim selama

masa penyimpanan. Tidak memenuhi syarat apabila lebih

dari 50% responden menyatakan terjadi perubahan warna

krim selama masa penyimpanan


48

7. Aseptabilitas

a) Definisi : Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang diberi

suatu kuisioner kemudian diberi tanggapan terjadi iritasi

atau tidak.

b) Alat ukur : kuisioner

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila lebih dari 50% responden

menyatakan tidak terjadi iritasi setelah pengolesan krim

pada kulit. Tidak memenuhi syarat apabila lebih

dari 50% responden menyatakan terjadi iritasi setelah

pengolesan krim pada kulit.

8. Kestabilan fisik

a) Definisi : Suatu kondisi dari krim setelah dilakukan penyimpanan

meliputi kestabilan dalam bentuk pH, homogenitas,

viskositas, bau, warna, pemisahan fase, dan aseptabilitas.

b) Alat ukur : Rekapitulasi hasil cara pengujian fisik

c) Cara ukur : Self assessment

d) Hasil ukur : Memenuhi syarat apabila seluruh aspek kestabilan krim

terpenuhi. Tidak memenuhi syarat apabila seluruh aspek

kestabilan krim tidak terpenuhi

.
49

H. Kerangka Operasional

Rimpang Jeringau
(Acorus calamus L)

Maserasi dan Destilasi Vakum

Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau


Bahan pengemulsi (Acorus calamus L) Bahan pembawa

Formulasi KrimEkstrak Etanol


Rimpang Jeringau
(Acorus calamus L)
Bahan pelembut Bahan pengawet

Tipe Krim M/A

Uji pemisahan fase Uji warna

Uji pH Uji homogenitas


Kestabilan fisik krim

Uji bau/aroma Uji viskositas

Krim ekstrak etanol rimpang


jeringau
(Acorus calamus L)
50

Tanaman Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) merupakan tanaman

berkhasiat yang dapat digunakan dalam pengobatan jerawat. Bahan ini dapat

dibuat menjadi sediaan krim anti jerawat. Formulasi sediaan krim sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar pengemulsi, bahan pembawa, pH,

temperatur, serta lama penyimpanan. Krim yang stabil meliputi kestabilan

terhadap pH, viskositas, warna, bau, homogenitas, dan uji pemisahan fase.

I. Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan

pengukuran terhadaphasil dari sediaan krim selama 28 hari. Analisis data yang

dilakukan dengan cara deskriptif analitik. Pengamatan dilakukan di laboratorium

Farmasetika, Fitokimia dan Fisika Farmasi jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes

Palembang.

Data yang diperoleh akan diolah secara deskriptif analitik dengan

menggunakan tabel dan grafik bedasarkan hasil pengamatan terhadap pH,

homogenitas, pemisahan fase, dan viskositas dianalisis dengan mengambil rata-

rata dari data yang diperoleh, sedangkan perhitungan bau dan warna dianalisis

dengan menggunakan perhitungan frekuensi.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Pembahasan Ekstrak Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni menggunakan rimpang

jeringau (Acorus calamus L) sebanyak 4kg. Pada bulan april rimpang jeringau

sebanyak 4kg disiapkan sedemikian rupa hingga didapatkan ekstrak kering

sebanyak 700 gram. Kemudian simplisia kering di maserasi selama 5 hari

menggunakan pelarut etanol 96% yang telah didestilasi. Hasil maserasi disaring

kemudian diendaptuangkan selama 24 jam, lalu di destilasi vakum sehingga

diperoleh ekstrak rimpang jeringau sebanyak 108,27gr dengan pH 4,94.

Rendemen yang diperoleh dari ekstraksi rimpang jeringau (Acorus calamus L)

sebesar 15,46%, berbeda dengan hasil rendemen yang didapatkan oleh Sa’roni,

Adjirni, dan Pudjiastuti (2002) yakni sebesar 20%. Hal ini dapat disebabkan oleh

perbedaan tingkat kekeringan simplisia yang akan di maserasi, semakin kering

simplisia maka semakin banyak ekstrak yang didapatkan sehingga angka

rendemen akan semakin besar. Ekstrak dari rimpang jeringau (Acorus calamus L)

diformulasikan dalam krim dengan persentase 6,84% di setiap formula.

2. Hasil Uji Kestabilan Fisik Krim

Ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) dengan kadar 6,84%

diformulasikan ke dalam 3 formula sediaan krim dengan variasi konsentrasi TEA

51
52

disetiap formulanya yaitu 0,55%, 0,67%, dan 0,77%. Hal ini bedasarkan ketentuan

penggunaan TEA dalam krim yaitu 2-4% dari jumlah asam lemak (Wade and

Weller, 1994) maka trietanolamin yang divariasi kan disetiap formula yaitu 2,5%,

3%, dan 3,5% dari jumlah asam stearat dalam formula. Kemudian dilakukan uji

kestabilan fisik setiap minggunya selama masa penyimpanan 28 hari meliputi

viskositas, pH, homogenitas, pemisahan fase, warna, bau, dan aseptabilitas. Hasil

pengamatan uji kestabilan fisik pada krim yang mengandung ekstrak etabol

rimpang jeringau (Acorus calamus L) dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 2. Hasil Uji Viskositas Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus
calamus L) selama penyimpanan 28 hari
Kestabilan Fisik

Krim Viskositas (cp) hari ke Keterangan

0 7 14 21 28

Formula 1 34500 43874 45359 52360 30475 TMS

Formula 2 43000 42953 39779 39645 37919 MS

Formula 3 49010 48035 45071 44958 43301 MS

Keterangan tabel:
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
MS : Memenuhi Syarat (2000-50000 cp)
53

Gambar 4. Grafik Perubahan Rata-Rata Hasil Pengukuran Viskositas Krim


Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) selama
penyimpanan 28 hari
60000

50000

40000

30000

20000

10000
Formula 1
0 Formula 2
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 Formula 3

Tabel 3. Hasil Uji pH Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus L)
selama penyimpanan 28 hari
Kestabilan Fisik Krim

Krim pH krim hari ke Keterangan

0 7 14 21 28

Formula 1 4,83 5,65 5,23 4,84 5,61 MS

Formula 2 4,87 5,36 4,91 5,29 5,32 MS

Formula 3 4,97 5,06 4,80 5,03 5,21 MS

Keterangan tabel:
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
MS : Memenuhi Syarat (pH 4,5-6,5)
54

Gambar 5. Grafik Perubahan Rata-Rata Hasil Pengukuran pH Krim Ekstrak


Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) selama penyimpanan
28 hari

5.8
5.6
5.4
5.2
5
4.8
4.6
4.4 Formula 1
4.2 Formula 2
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 Formula 3

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau (Acorus
calamus L) selama penyimpanan 28 hari

Kestabilan Fisik

Krim Homogenitas hari ke

0 7 14 21 28

Formula 1 H H H H H

Formula 2 H H H H H

Formula 3 H H H H H

Keterangan tabel:
Formula 1, Formula 2, dan Formula 3 tetap homogen selama masa penyimpanan
28 hari. Pengujian menggunakan sekeping kaca objek dan mikroskop
55

Tabel 5. Hasil Uji Pemisahan Fase Krim Ekstrak Etanol Rimpang Jeringau
(Acorus calamus L) selama penyimpanan 28 hari

Kestabilan Fisik

Krim Pemisahan Fase hari ke

0 7 14 21 28

Formula 1 TM TM TM TM M

Formula 2 TM TM TM TM TM

Formula 3 TM TM TM TM TM

Keterangan Tabel:
TM: Tidak Memisah
M : Memisah

Tabel 6. Hasil Pengamatan Perubahan Bau Dari Krim Ekstrak Etanol Rimpang
Jeringau (Acorus calamus L) selama penyimpanan 28 hari oleh 30
responden

Perubahan Bau Krim


Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I - 30

Formula II 5 25

Formula III 1 29
56

Tabel 7. Pengolahan data hasil kuisioner mengenai perubahan bau pada ketiga

formula krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus L) dalam persen (%)

Perubahan Bau Krim (%)


Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I - 100%

Formula II 16,67% 83,33%

Formula III 3,33% 96,67%

Persen frekuensi responden yang menyatakan terjadi perubahan bau pada Formula

II sebesar 16,67% dan pada Formula III sebesar 3,33% sehingga disimpulkan

tidak terjadi perubahan fisik berupa bau pada Formula II dan Formula III karena

frekuensi yang menyatakan terjadi perubahan bau kurang dari 50% atau kurang

dari setengahnya. Sedangkan pada Formula I tidak ada responden yang

menyatakan terjadi perubahan bau.

Tabel 8. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Dari Krim Ekstrak Etanol Rimpang
Jeringau (Acorus calamus L) selama penyimpanan 28 hari oleh 30
responden
Perubahan Warna Krim
Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I 10 20

Formula II 8 22

Formula III 7 23
57

Tabel 9. Pengolahan data hasil kuisioner mengenai perubahan warna pada ketiga

formula krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus

calamus L) dalam persen (%)

Perubahan Warna Krim (%)


Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I 33,33% 66,67%

Formula II 26,67% 73,33%

Formula III 23,33% 76,67%

Persen frekuensi responden yang menyatakan terjadi perubahan warna pada

Formula I sebesar 33,33%, Formula II sebesar 26,67% dan pada Formula III

sebesar 23,33% sehingga disimpulkan tidak terjadi perubahan fisik berupa warna

pada ketiga formula karena frekuensi yang menyatakan terjadi perubahan warna

kurang dari 50% atau kurang dari setengahnya.

Tabel 10. Hasil Pengamatan Terjadi Iritasi Kulit Dari Krim Ekstrak Etanol
Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) selama penyimpanan 28 hari
oleh 30 responden
Iritasi Kulit
Krim
Iritasi Tidak Iritasi

Formula I - 30

Formula II - 30

Formula III - 30
58

Dari hasil pengamatan kestabilan fisik krim ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus L) selama 28 hari penyimpanan meliputi viskositas, pH,

homogenitas, pemisahan fase, bau, warna, dan iritasi kulit, maka didapat

rekapitulasi dari ketiga formula yang dibuat untuk melihat apakah semua sediaan

telah memenuhi persyaratan kestabilan fisik atau tidak. Hasil rekapitulasi tersebut

dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 11. Rekapitulasi hasil uji kestabilan fisik krim ekstrak etanol rimpang

jeringau (acorus calamus L) selama 28 hari penyimpanan

Kestabilan Fisik Jumlah

Formula Pemisahan
Viskositas pH Homogenitas Bau Warna Iritasi MS TMS
Fase

I TMS MS MS TMS MS MS MS 5 2

II MS MS MS MS MS MS MS 7 -

III MS MS MS MS MS MS MS 7 -

Keterangan tabel:
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
MS : Memenuhi Syarat

B. Pembahasan

Dari hasil pengamatan dari uji kestabilan fisik krim yang mengandung

ekstrak rimpang jeringau (Acorus calamus L) yang meliputi viskositas, pH,

homogenitas, pemisahan fase, bau, warna, dan iritasi kulit selama penyimpanan

28 hari didapat hasil dengan pembahasan sebagai berikut:


59

1. Rendemen Ekstrak

Simplisia kering rimpang jeringau yang didapat dari 4kg rimpang

jeringau adalah 700gr yang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 96% yang

telah didestilasi. Hasil maserasi kemudian diproses dengan destilasi vakum, lalu

didapatkan ekstrak sebanyak 108,27 gr. Dengan begitu rendemen yang didapatkan

dari ekstrak etanol rimpang jeringau adalah sebesar 15,46%. Berbeda dengan

rendemen ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) yang didapatkan

oleh Sa’roni, Adjirni, dan Pudjiastuti (2002) dalam penelitiannya yaitu sebesar

20%. Perbedaan jumlah rendemen yang didapat dikarenakan perbedaan keadaan

simplisia yang akan di maserasi, semakin kering simplisisa yang akan dimaserasi

maka semakin tinggi nilai rendemen yang didapatkan. Selain itu perbedaan hasil

rendemen juga dapat disebabkan oleh perlakuan saat proses maserasi. Menurut

Ansel (1989), maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana dimana bahan

simplisia dipotong halus, dan semakin halus simplisia maka nilai rendemen akan

semakin besar. Selain itu, apabila dilakukan pengocokan yang sering dan waktu

yang lama maka zat aktif yang tersari akan semakin banyak. Dalam penelitian ini

dilakukan maserasi selama 5 hari dengan pengocokan disetiap harinya dan

disimpan ditempat yang terlindung dari cahaya matahari. Setelah itu disaring

kemudian hasil maserat diendaptuangkan selama ±24 jam. Kemudian hasil

tersebut diproses dengan destilasi vakum hingga didapatkan ekstrak kental.

Namun dalam penelitian ini ekstrak yang didapat tidak begitu kental sehingga

dilakukan penyimpanan didalam kulkas hingga ekstrak mengental dengan

sendirinya.
60

2. Kestabilan Fisik

a) Viskositas

Dilihat pada tabel.2 bahwa krim yang mengandung ekstrak rimpang

jeringau (Acorus calamus L) memiliki viskositas kisaran antara 30475-52360 cp.

Viskositas terendah didapat dari Formula I hari ke-28, sedangkan viskositas

tertinggi didapat dari Formula I hari ke-21. Dari data yang diperoleh bahwa

cenderung terjadi penurunan viskositas pada Formula II dan Formula III selama

masa penyimpanan 28 hari, namun masih memenuhi syarat DSN (2006) yaitu

viskositas krim yang baik berkisar 2000-50000 cp. Sedangkan untuk Formula I

yaitu pada hari ke-21 terjadi kenaikan viskositas krim yang paling besar yaitu

52360, hal ini menunjukan bahwa viskositas yang dimiliki oleh krim formula I

tidak memenuhi syarat.

Perbedaan viskositas setiap formula disebabkan oleh jumlah pengemulsi

yaitu Triethanolamin yang berbeda disetiap formula yakni Formula I 0,55%,

Formula II 0,67%, dan Formula III 0,77%. Dapat dilihat bahwa semakin besar

konsentrasi TEA yang digunakan, maka semakin besar viskositas krim yang

dihasilkan. Hal ini terlihat pada hasil viskositas Formula I hingga Formula III.

Selama masa penyimpanan 28 hari, ketiga formula cenderung mengalami

penurunan viskositas. Menurut Rowe dkk (2003), adanya setil alkohol dalam

formulasi krim dapat mempengaruhi viskositas krim karena setil alkohol

menyerap air dan uap air selama penyimpanan. Hal ini yang menyebabkan

terjadinya penurunan viskositas pada krim.


61

b) pH

Bedasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama masa penyimpanan 28

hari, dapat dilihat pada tabel.3 rentang pH dari krim ekstrak etanol rimpang

jeringau yang didapat adalah 4,80-5,65. Ketiga formula memiliki pH yang

berbeda-beda dan cenderung terjadi kenaikan serta penurunan pH yang tidak

linear. Hal ini dikarenakan penambahan Triethanolamin yang berbeda-beda

disetiap formulanya serta pengaruh dari ekstrak etanol rimpang jeringau yang

memiliki pH asam yakni 4,94. Menurut Rowe dkk (2009), penggunaan TEA dan

asam stearat umumnya 1:2,2 atau 2-5% dari jumlah asam stearat. TEA dan Asam

Stearat bereaksi membentuk emulgator anionik yaitu TEA stearat. Kekurangan

dalam proses pengujian seperti ketidaktelitian penulis dan juga kesalahan internal

lainnya juga diindikasi sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan

pH krim yang tidak konstan. Faktor suhu saat penyimpanan juga dapat

mempengaruhi pH dari ketiga formula krim. Namun pH ketiga formula masih

masuk kedalam rentang pH krim yang baik untuk kulit yaitu 4,5-6,5 sehingga

dapat dikatakan krim ekstrak etanol rimpang jeringau baik Formula I, Formula II,

dan Formula III memiliki pH yang memenuhi syarat untuk kulit.

c) Homogenitas

Pada tabel 4, terdapat hasil pengujian dan pengamatan homogenitas krim

dari krim ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) selama 28 hari

masa penyimpanan. Pengujian homogenitas krim dilakukan dengan cara mengoles

setipis mungkin pada objek glass dan diamati menggunakan mikroskop dengan
62

pembesaran 100 kali. Hasil yang didapat bahwa tidak terjadi penggumpalan

partikel krim, yang berarti distribusi partikel nya merata. Penambahan ekstrak

rimpang jeringau (Acorus calamus L) kedalam formula dapat bercampur dengan

baik. Menurut Idson (1994) sediaan krim yang stabil menunjukan homogenitas

yang baik selama masa penyimpanan. Dapat disimpulkan bahwa krim yang

mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus.L) memiliki

homogenitas sediaan yang baik selama masa penyimpanan. Hasil pengamatan

menunjukan bahwa ketiga formula dari krim ekstrak etanol rimpang jeringau

(Acorus calamus.L) homogen selama masa penyimpanan 28 hari.

d) Pemisahan Fase

Pada Tabel.5 terdapat hasil pengujian pemisahan fase terhadap ketiga

formula. Pengujian menggunakan alat sentrifugasi dengan melihat pemisahan fase

yang terjadi tiap jam selama 5 jam, Formula I dan Formula II tidak menunjukan

pemisahan fase (TM: Tidak Memisah), sedangkan Formula I pada awalnya tidak

menunjukan pemisahan namun terjadi pemisahan fase pada hari ke-28 jam kedua

(M: Memisah). Namun tidak terjadi pemisahan fase minyak dan fase cair secara

keseluruhan, hanya terdapat lapisan bewarna kecoklatan yang dicurigai sebagai

ekstrak. Menurut Agoes (2012), timbulnya pemisahan fase berkaitan dengan

penurunan viskositas. Ditinjau kembali pada tabel.2, terjadi penurunan viskositas

yang cukup jauh di Formula I hari ke-28. Hal ini diindikasi sebagai penyebab

pemisahan fase yang terjadi pada Formula I. Kecepatan pengadukan yang sesuai
63

selama proses homogenisasi krim juga berperan dalam terjadi atau tidaknya

pemisahan selama pengujian (Smaoui dkk, 2013).

Uji pemisahan fase dilakukan dengan menggunakan alat sentrifugasi.

Penggunaan metode sentrifugasi dalam melihat pemisahan fase emulsi sangat

berguna untuk meramalkan waktu simpan dari suatu sediaan. Hukum Stokes

menunjukkan bahwa peningkatan gravitasi dapat mempercepat pemisahan.

Sentrifugasi pada 3750 rpm dalam radius sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam

setara dengan efek gravitasi untuk kira satu tahun. Ditinjau pada tabel 4 bahwa

ketiga formula krim tetap homogen ketika dilihat dibawah mikroskop dengan

perbesaran 100 kali namun pada hari ke-28 Formula I memisah pada jam kedua

ketika diuji menggunakan sentrifuse. Hal ini menunjukan bahwa formula I krim

ekstrak etanol rimpang jeringau tidak stabil untuk dijadikan sebagai formula krim

dalam jangka waktu yang lama. Perlakuan dalam pengujian homogenitas krim

yang menggunakan mikroskop hanya dengan perbesaran 100 kali juga diindikasi

sebagai alasan penulis tidak melihat adanya tanda pendistribusian partikel yang

tidak merata sebelum krim akhirnya memisah ketika diuji menggunakan alat

sentrifugasi.

e) Bau, Warna, dan Iritasi Kulit

Pengujian bau, warna, dan iritasi kulit dari krim ekstrak rimpang jeringau

(Acorus calamus L) dilakukan menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada 30

responden. Data hasil kuisioner tersebut menunjukan bahwa pada tabel.6 dan

tabel.7 perubahan bau krim yang mengandung ekstrak rimpang jeringau (Acorus
64

calamus L) bahwa 16,67% responden yang menyatakan bahwa terjadi perubahan

bau pada Formula II dan 3,33% responden yang menyatakan terjadi perubahan

bau pada Formula III sedangkan semua responden menyatakan tidak terjadi

perubahan bau pada Formula I. Frekuensi yang menyatakan terjadi perubahan

fisik krim berupa perubahan bau pada ketiga formula kurang dari 50% atau

kurang dari setengah responden. Maka disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan

fisik pada krim yang mengandung ekstrak rimpang jeringau (Acorus calamus L)

berupa bau pada ketiga formula sehingga bau pada ketiga formula dianggap

memenuhi persyaratan dan tidak mengalami perubahan yang berarti.

Pada tabel.8 dan tabel.9 mengenai perubahan warna dari krim yang

mengandung ekstrak rimpang jeringau (Acorus calamus L), bahwa 33,33%

responden menyatakan terjadi perubahan warna pada Formula I, kemudian

26,67% responden yang menyatakan terjadi perubahan warna pada Formula II,

lalu 23,33% responden yang menyatakan terjadi perubahan warna pada Formula

III. Seperti hal nya dengan perubahan bau pada ketiga formula, frekuensi

responden yang menyatakan terjadi perubahan warna pada ketiga formula kurang

dari 50% atau kurang dari setengah jumlah responden. Maka disimpulkan bahwa

tidak terjadi perubahan fisik berupa warna pada krim yang mengandung ekstrak

rimpang jeringau (Acorus calamus L), sehingga ketiga krim dianggap memenuhi

persyaratan karena tidak terjadi perubahan warna yang berarti pada Formula I, II,

dan III.
65

Pada tabel.10 mengenai uji iritasi krim yang mengandung ekstrak rimpang

jeringau (Acorus calamus L), 100% responden menyatakan tidak terjadi gejala

iritasi saat mengoleskan ketiga formula krim yang mengandung ekstrak rimpang

jeringau (Acorus calamus L) di kulit. Sehingga tidak dilakukan pengolahan data

seperti pada perubahan bau dan warna. Hal ini menunjukan bahwa bahan-bahan

yang terdapat dalam formula tidak menyebabkan iritasi kulit dan kondisi sediaan

krim tersebut masih baik selama masa penyimpanan 28 hari.

Dari hasil pengujian kestabilan fisik krim yang meliputi viskositas, pH,

homogenitas, pemisahan fase, bau, warna dan iritasi kulit dapat disimpulkan

bahwa ekstrak rimpang jeringau (Acorus calamus L) dapat dibuat menjadi sediaan

krim yang baik dan stabil kecuali pada Formula I. Pada Formula I terjadi kenaikan

viskositas yang melebihi rentang viskositas krim yang baik yaitu 2000-50000 cp,

hal ini berkaitan dengan terjadi nya pemisahan fase pada Formula I hari ke-28

pada jam kedua, karena penurunan viskositas menyebabkan pemisahan fase pada

krim. Adanya setil alkohol juga mempengaruhi viskositas krim karena sifat setil

alkohol yang menyerap air dan uap air selama masa penyimpanan sehingga dapat

menurunkan viskositas krim. Dari Formula I hingga Formula III terjadi kenaikan

pH yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi TEA dari Formula I, Formula

II, dan Formula III. Semakin banyak emulgator maka semakin besar viskositas

yang dihasilkan

Dalam hal pH, ketiga formula memiliki nilai pH yang baik dan memenuhi

persyaratan walaupun terjadi kenaikan dan penurunan yang tidak konstan namun
66

nilai pH masih masuk kedalam rentang.Faktor suhu saat penyimpanan serta

kesalahan internal dari penulis ketika melakukan pengujian juga mempengaruhi

pH tidak konstan yang dihasilkan dari ketiga formula krim.

Dari segi perubahan bau dan warna yang dilakukan dengan kuisioner

pada 30 responden, beberapa responden menyatakan terjadi perubahan bau dan

warna di ketiga formula. Namun jumlah responden yang menyatakan terjadi

perubahan kurang dari 50% maka ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi

perubahan bau dan warna yang berarti pada ketiga formula. Kekurangan dari

penelitian ini juga terdapat pada hasil pengukuran dan pengujian yang tidak linear,

hal ini dikarenakan keterbatasan alat yang pada saat digunakan tidak baku atau

kalibrasi kurang baik.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan formulasi krim yang

mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L.) dan telah

diuji kestabilan fisiknya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekstrak etanol rimpang jeringau Acorus calamus L.) dapat dijadikan sediaan

krim yang stabil secara fisik pada Formula II dan Formula III, sedangkan

tidak stabil pada Formula I.

2. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) memiliki kestabilan pH yang memenuhi persyaratan.

3. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) memiliki homogenitas yang memenuhi persyaratan.

4. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) memiliki viskositas yang memenuhi persyaratan pada Formula II dan

Formula III, sedangkan Formula I tidak memenuhi persyaratan.

5. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) memiliki warna dan bau yang memenuhi persyaratan.

6. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) memiliki aseptabilitas yang memenuhi persyaratan dan tidak

menimbulkan iritasi kulit.

67
68

7. Krim yang mengandung ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus

L.) tidak menunjukan pemisahan fase selama masa penyimpanan 28 hari

pada Formula II dan Formula III, sedangkan pemisahan fase terjadi pada

Formula I.

B. Saran

Dari hasil penelitian mengenai pembuatan krim ekstrak etanol rimpang

jeringau (Acorus calamus L.) dapat disarankan:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang rimpang jeringau (Acorus

calamus L.) sebagai krim yang berkhasiat anti jerawat.

2. Perlu ditambah zat pewangi yang dapat menutupi aroma khas dari rimpang

jeringau (Acorus calamus L.) yang kurang enak (contoh: minyak Akar

wangi (Vetiveria zizanoides Stapt)


DAFTAR PUSTAKA

Abbasi M.A., Kausar.A., Rehman.A., Saleem.H., Jahangir S.M.,


Siddiqul.S.Z., dan Ahmad V.U. 2010. Preparation of New Formulation of
Anti-acne Creams and Their Efficacy. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology Vol.4(6): 298-303

Anief.M. 1987. Farmasetika. Gajah mada university press. Yogyakarta.


Indonesia. (hal 110,116)

Anief.m. 2000. Ilmu meracik obat. Gajah mada university press.


Yogyakarta. Indonesia. (hal 132-148)

Anisah., Khotimah s.,Yanti a.h. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang


Jeringau (Acorus calamus L.)Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
Aureus dan Escherichi Coli. Jurnal protobiont vol 3(3) : 1-5
(edwardanisa@gmail.com, diakses 27 Januari 2015)

Ash,I., and Michael,A. 1997. Chemical Manufactures Directory Of Trade Name


Products. Synapse Information Resources, London, Melborne, Am]Nd
New York

Atsiri Indonesia. 2006. Atsiri, diakses 15 februari 2015


http://atsiriindonesia.com//tanaman.php2015/id&//detail_news1/&deskne
ws=deskripsibalitro

Basuki, K.S. 2003. Tampil Cantik Dengan Perawatan Sendiri. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta

Collet, D.M., dan M.E Aulton. 1990. Pharmaceutical Practice. Churchill.


Lipingstone, London, Melborne, New York

Dawson A.L., Dellavalle R.P. 2013. Acne Vulgaris. BMJ. USA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.


Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1987. Formularium Nasional Edisi


II. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Indonesia

Devi A.S.,Bawankar R.,Babu S. 2014. Current Status On Biological Activities Of


Acorus calamus-a review. International Journal Of Pharmacy And
Pharmaceutical Sciences Vol 6(66:71)

69
70

Devi S.A And Ganjewala, D. 2009. Antimicrobial Activity Of Acorus Calamus


(L.) Rhizome And Leaf Extract. Acta Biologica Szegediensis Vol
53(45:49)

Draelos Z.A., Thaman L.A. 2006. Cosmetic Formulation of Skin Care Products.
(281:284)

Dwikarya, M. 2007. Merawat Kulit dan Wajah. Kawan Pustaka, Jakarta,


Indonesia. (17:18)

Harmanto, N. 2006. Ibu Sehat dan Cantik dengan Herbal. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta (17:31)

Hartati S.,Soemiati A.,Irmawati E. 2012. β-asaron From Dringo (Acorus calamus


Linn) Rhizomes And Its Antimicrobial Activity Assay. Jurnal Bahan Alam
Indonesia Vol 8 (84:91)

Idson, B., dan Jack L. 1994. Semi Solid. Dalam: Lachman,L., H.A. Lieberman,dan
J.L. Kanig (Editor). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahan
Oleh: Siti Suyatmi. Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, (halaman
1091:1145)

Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N.
Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (Alih bahasa :
Nugroho & R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal.
211,213,215.

Kapoor S and Saraf S. 2011. Topical Herbal Therapies an Alternative and


Complementary Choice to Combat Acne. Research Journal of Medicinal
Plant 5 (650-669)

King, R.E. 1984. Dispensing of Medication (9th Edition). In: Professor of Industry
Pharmacy (Editor). Philadelpia Collage of Pharmacy and Science, Made
Publishing Company, Philadelpia, USA

L.A., J Prianto. 2014. Cantik Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. PT


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta (93:113)

Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan Gagas Ulung. 2014. Sehat Alami Dengan
Herbal 250 Tanaman Herbal Berkhasiat Obat +60 Resep Menu
Kesehatan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Reiger, M.M. 1994. Emulsi. Dalam: Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L Kanig
(Editor). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahan Oleh: Siti
Suyatmi. Universitas Indinesia, Jakarta, Indonesia, (halaman 1091:1145)
71

Rowe dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. American


Pharmaceutical Association. London. Chicago

Sa’roni., Adjirni., Pudjiastuti. Efek Analgetik Dan Toksisitas Akut Ekstrak


Rimpang Dringo (Acorus Calamus L.) Pada Hewan Coba . Puslitbang
Farmasi dan Obat Tradisional . Jakarta

Saman S.I., Bialangi N., Wenny J.A., Musa. 2012. Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Rimpang Jeringau. Universitas Negeri Gorontalo

Sihite, D.T. 2009. Karakteristik Minyak Atsiri Jeringau (Acorus calamus L).
Skripsi S1

Tasoula E., Chalikias J., Danopoulou I., Rigopoulos D., Gregoriou S., Lazarou D.,
Katsambas A. 2012. The Impact of Acne Vulgaris on Quality of Life and
Psychic Health in Young Adolescents in Greece. Results of A Population
Survey. Anais Bras Dermatol, 87(6):862-869

Tjekyan, R.M.S, 2008. Kejadian dan Faktor Risiko Akne Vulgaris. Dalam : Media
Medika Indonesia Volume 43 (halaman 37:43). Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang dan IDI Jawa Tengah, Indonesia

Voight,R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Terjemahan Oleh:


Soewandhi S.N dan Widianto M.B. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, Indonesia (hal: 559-580)

Wade, A., dan Weller P,J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients (2th
Edition). American Pharmaceutiucal Press, Washington. (hal: 99-103, 243,
328, 494-497, 538-539)

Wilkinson,J.B., and R.J Moore. 1982. Harry’s Cosmeticology. 7th Ed. George
Godwin. London

Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.


Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi ekstrak rimpang jeringau


A. Perhitungan konsentrasi ekstrak
Konsentrasi yang Daya hambat terhadap
digunakan Staphylococcus aureus
Ekstrak etanol rimpang
25% 2,36 cm
jeringau
Kloramfenikol 10% 3,23 cm
(Bedasarkan hasil penelitian Anisah dkk, 2014)

: = 1,36 = 3,42
Konsentrasi kloramfenikol yang biasa digunakan dalam sediaan topikal: 2%
3,42 × 2% = 6,84 % ekstrak etanol rimpang jeringau yang digunakan dalam
tiap formula

B. Rendemen Ekstrak Rimpang Jeringau


Berat simplisia awal : 4000 gram
Berat simplisia kering : 700 gram
Ekstrak kental : 108,27 gram

(%) rendemen ekstrak rimpang jeringau = × 100%

= × 100% = 15,46%

Rendemen ekstrak jeringau yang didapat Sa’roni, Adjirni, dan Pudjiastuti (2002)
sebesar 20%

Lampiran 2. Perhitungan Bahan


Sedian krim yang dibuat sebanyak 3 formula, tiap formula krim terdiri dari
11 sampel krim. Tiap sampel memiliki bobot krim 20 gram
1 formula krim = 220 gram
Total massa krim untuk 3 formula = 3 × 220 gram = 660 gra6
1. Ekstrak etanol rimpang jeringau = 6,84% × 660 gram = 45,144 gram

72
73

2. Asam stearat = 22,2% × 900 gram = 146,52 gram


3. Triethanolamin (di variasikan)
a. Formula 1 = 0,55% × 220 gram = 1,21 gram
b. Formula 2 = 0,67% × 220 gram = 1,47 gram
c. Formula 3 = 0,77% × 220 gram = 1,694 gram
4. Setil alkohol = 1,5% × 660 gram = 9,9gram
5. Isopropil miristat = 1,5% × 660 gram = 9,9 gram
6. Metil paraben = 0,18% × 660 gram = 1,18 gram
7. Propil paraben = 0,02% ×660 gram = 0,132gram
8. Paraffin cair = 1,9% × 660 gram = 12,54 gram
9. Oleum rosae = qs
10. Aquadest = ad 660 gram

Lampiran 3. Tabel hasil pengukuran viskositas krim ekstrak etanol rimpang


jeringau
Formula I
Hari ke Viskositas (cp) Rata-rata
0 34241 33467 34904 34204
7 44219 43461 43942 43674
14 44813 44871 46359 45359
21 52792 52715 51573 52360
28 30347 30995 30084 30475

Formula II
Hari ke Viskositas (cp) Rata-rata
0 43000 42987 42709 42898
7 43819 42673 42999 42953
14 39522 40037 39778 39779
21 39645 39657 39807 39703
28 38046 38688 37024 37919
74

Formula III
Hari ke Viskositas (cp) Rata-rata
0 49010 48589 49001 48866
7 50117 46855 47314 48035
14 45071 44256 44779 45071
21 44958 44678 44532 44722
28 43132 43567 43009 43236

Lampiran 4. Perhitungan nilai tanggapan bau dan warna dari Krim Ekstrak
Etanol Rimpang Jeringau (Acorus calamus L.)
A. Tabel perhitungan nilai tanggapan bau
Perubahan Bau Krim
Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I - 30

Formula II 5 25

Formula III 1 29

Tanggapan berubah
 Formula II : ×100% = 16,67%
 Formula III : ×100% = 3,33%
Kurang dari 50% maka dinyatakan tidak berubah

B. Tabel perhitungan nilai tanggapan warna


Perubahan Warna Krim
Krim
Berubah Tidak Berubah

Formula I 10 20

Formula II 8 22

Formula III 7 23
75

Tanggapan berubah:
 Formula I : ×100% = 33,33%

 Formula II : ×100% = 26,67%

 Formula III : ×100% = 23,33%

Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan yang digunakan

Gambar 6. Simplisia Jeringau


76

Gambar 7. Simplisia kering rimpang Jeringau (Acorus calamus L.)

Gambar 8. Ekstrak kental rimpang jeringau (Acorus calamus L.)


77

Gambar 9. Formula I, Formula II, dan Formula III


Krim ekstrak etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L.)

Gambar 10. Alat destilasi

Gambar 11. Viskometer


78

Gambar 12. pH meter Hanna

Gambar 13. Mikroskop


79

Gambar 14. Sentrifuse


80

Lampiran Kuisioner

Anda mungkin juga menyukai