OLEH :
MERLINDA PRASETYO NINGSIH
NIM : PO.71.39.0.16.061
Dengan mengucap Syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan karya tulis ini untuk :
Kedua Orang Tua ku, yang senantiasa mendoakanku disetiap sujudnya, memberikan
semangat yang tak ada henti-hentinya, senantiasa memberikan nasehat, pelajaran hidup,
perhartian, kasih sayang, dan selalu ada kapanpun, maaf jika terlalu sering membuat
khawatir dan belum bisa menjadi yang terbaik buat kalian.
Untuk Adikku satu-satunya (Merlisa) terima kasih telah membantuku selama ini namun tak
jarang juga membuat diri ini kesal tak terhingga
Untuk Kakakku, Kak Dani terima kasih selama ini senantiasa membantu, selalu ada,
memberikan semangat yang luar biasa, dan terima kasih sudah mendengarkan semua keluh
kesahku selama ini.
Terima Kasih untuk Bapak Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing
yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukkan disela kesibukan
bapak dari mulai proposal KTI hingga saya dapat menyelesaikan KTI ini dengan sebaik-
baiknya.
Terima kasih kepada Ibu Mindawarnis, S.Si, Apt, M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi
Poltekkes Palembang dan Dosen serta Staff yang telah banyak membantu terlaksananya KTI
ini hingga dapat diselesaikan.
Melia dan Ari tempatku berkeluh kesah, terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik,
sudah banyak membantu, memberi support dan selalu berusaha ada untukku, terimakasih
sudah terlalu sabar menghadapi diriku selama ini dan maaf belum bisa menjadi yang terbaik
buat kalian.
Terima kasih untuk Siti Fatima dan Vira yang senantiasa membantu selama ini, menjadi
pendengar yang baik untukku, selalu berusaha ada dan selalu memberikan support saat diri
ini mulai lelah. Terima Kasih untuk Nurma dan Aling telah menjadi bagian cerita dalam
hidupku selama kurang lebih tiga tahun terakhir, dan terima kasih atas kerecehannya.
Terima kasih untuk teman-temanku, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas
bantuannya selama ini.
Agama : Islam
No Telp/HP : 08971691961
Email : merlindaprasetyoningsih@gmail.com
Anak Ke :1
Jumlah Saudara :1
Orang Tua
Ibu : Mudaria
Riwayat Pendidikan
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan Syukur kepada Allah karena atas limpahan berkah, rahmat,
karunia dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Formulasi dan Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Dengan Variasi Natrium Lauril Sulfat Sebagai Surfaktan”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan banyak
motivasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1. Bapak Drs. Sadakata Sinulingga, Apt,M.Kes selaku dosen pembimbing
yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Mindawarnis,S.Si,Apt,M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes
Kemenkes Palembang.
3. Bapak dan Ibu dosen serta staf Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan
Farmasi.
4. Orang tua dan keluarga penulis yang tak henti-hentinya memberikan
motivasi serta bantuan moril dan materil kepada penulis.
5. Teman-teman Angkatan dan semua pihak yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
Penulis menyadari atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka
dari itu, penulis sangat membutuhkan kritik, saran dan bimbingan demi perbaikan
di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
BIODATA
ABSTRAK
KATA PENGHANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1. Tujuan Umum ................................................................................ 5
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
ii
3. Cara Mencegah Hiperpigmentasi ................................................... 23
4. Pengobatan Hiperpigmentasi ......................................................... 23
F. Sabun
1. Definisi Sabun ................................................................................ 24
2. Jenis-Jenis Sabun ........................................................................... 25
3. Mekanisme Kerja Sabun ................................................................ 26
4. Bahan Pembuatan Sabun ................................................................ 26
5. Contoh Formula Sabun Mandi Cair ............................................... 30
6. Penelitian Sabun Cair Mandi Sebelumnya ..................................... 31
7. Evaluasi Sabun Cair Mandi............................................................ 33
G. Preformulasi ......................................................................................... 35
H. Rangkuman Preformulasi ..................................................................... 39
I. Kerangka Teori..................................................................................... 42
J. Hipotesis............................................................................................... 43
iii
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ........................................................................................................ 62
1. Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Nangka ........................................... 62
2. Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................... 62
B. Pembahasan ............................................................................................. 68
1. Ekstraksi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) .................... 68
2. Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................... 69
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sabun merupakan garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani digunakan sebagai pembersih, dengan
padat dan sabun cair (Agustina dkk, 2017). Pada saat ini sabun cair semakin
banyak digunakan karena sabun cair memiliki kelebihan yaitu bentuknya yang
berupa cairan memungkinkan reaksi sabun cair pada permukaan kulit lebih cepat
dibandingkan sabun padat, sabun cair lebih higienis dalam penyimpanan dan lebih
Sabun cair adalah sediaan berbentuk cair yang ditujukan untuk membersihkan
kulit, dibuat dari bahan dasar sabun yang ditambahkan surfaktan, pengawet,
menimbulkan iritasi pada kulit tubuh (SNI, 1996). Sabun efektif untuk
membersihkan kotoran yang menempel pada pemukaan kulit baik yang larut air
Sabun terdiri dari beberapa bahan penyusun dan bahan yang terpenting adalah
satu jenis surfaktan yang banyak digunakan pada pembuatan sabun adalah natrium
1
2
lauril sulfat. Natrium lauril sulfat termasuk jenis surfaktan anionik yang memiliki
kemampuan membersihkan dan sifat fisik lebih baik khususnya pada menurunkan
Kegunaan sabun bukan hanya digunakan untuk membersihkan diri, tetapi juga
ada beberapa sabun yang sekaligus berfungsi untuk melembutkan kulit, menjaga
menunjukkan bahwa 55% dari 85% wanita Indonesia yang berkulit gelap ingin
agar kulitnya menjadi lebih putih. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 70%-
80% perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin
tumbuhan tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, dan tidak
menimbulkan resistensi (Mambang dan Rezi, 2018). Salah satu bahan alam yang
produksi melanin, dan berkhasiat sebagai bahan pencerah kulit yang baik
(Rayendra, 2017). Secara empiris pada saat sabun mandi belum banyak dikenal
atau belum banyak digunakan oleh masyarakat, daun nangka digunakan sebagai
bagian daun juga digunakan sebagai pemutih kulit (Rayendra, 2017). Kandungan
3
ekstrak etanol 96% daun nangka muda ialah flavonoid, tannin, saponin, steroid.
Pengembangan bahan alam menjadi sabun cair sebelumnya telah diteliti oleh
Rahmawati (2018), dimana sabun cair tersebut menggunakan ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu dengan memvariasikan kadar zat aktifnya. Kandungan aktif ekstrak
daun daun ubi jalar ungu antara lain flavonoid, saponin, dan polifenol
(Rahmawati, 2018). Ekstrak daun ubi jalar ungu memiliki kemiripan kandungan
dengan ekstrak daun nangka dan dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa
hasil uji fisik sediaan yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
telah ditetapkan. Mengingat sudah banyak sediaan pencerah kulit yang beredar,
namun belum ada yang menggunakan zat aktif ekstrak daun nangka sebagai
pencerah kulit maka telah dibuat sediaan sabun mandi cair ekstrak daun nangka
dan uji kestabilan fisiknya dengan memvariasikan natrium lauril sulfat sebagai
surfaktan.
4
B. Rumusan Masalah
diformulasikan menjadi sediaan sabun cair yang memenuhi syarat dan stabil
secara fisik?
heterophyllus L.) memiliki tinggi busa yang stabil dan memenuhi syarat?
heterophyllus L.) memiliki bobot jenis yang stabil dan memenuhi syarat?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
(Artocarpus heterophyllus) menjadi sediaan sabun mandi cair yang stabil dan
memenuhi syarat.
2. Tujuan Khusus
heterophyllus L.).
heterophyllus L.).
c. Mengukur tinggi busa sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
d. Mengukur bobot jenis sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
heterophyllus L.).
heterophyllus L.).
h. Mengamati reaksi iritasi yang ditimbulkan sediaan sabun cair ekstrak daun
D. Manfaat Penelitian
heterophyllus L.) sebagai pencerah atau pemutih kulit alami dalam bentuk sediaan
tanaman obat tradisional dan sebagai tambahan informasi kepada peneliti yang
TINJAUAN PUSTAKA
1. Klasifikasi Nangka
7
8
Menurut Widyastuti (1993), tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu
panaih (Aceh), lamasa atau malasa (Lampung), nongko (Jawa), nangka atau
Tanaman buah ini termasuk golongan tanaman tropis sehingga penyebaran dan
a. Pohon
Nangka merupakan salah satu jenis tanaman buah tahunan. Umurnya sangat
panjang, dapat mencapai puluhan tahun. Sosok tanaman nangka mudah dikenali,
Batangnya berwarna kuning dan mengandung getah yang rekat. Oleh karena itu
yang banyak dan daunnya rimbun sehingga dapat dijadikan tanaman peneduh.
b. Akar
ketegaran pohonnya juga ditunjang oleh akarnya. Jenis akar nangka adalah akar
tunggang dengan percabangan akar yang banyak. Oleh sebab itu, nangka juga baik
9
ditanam ditempat yang perairannya dalam sebab ujung akarnya dapat mencapai
c. Daun
Daun tanaman nangka termasuk daun tunggal, tersusun berseling, tebal, agak
kaku,dan pinggirnya rata. Permukaan dan warna daun bagian atas berbeda dengan
bagian bawah. Daun bagian atas licin dan berwarna hijau cerah, sedangkan
permukaan bawahnya kasar dan berwarna hijau tua. Pada pangkal daunnya
terdapat daun penumpu yang berbentuk segi tiga panjang dan berwarna kuning
d. Bunga
Pohon nangka merupakan tanaman berumah satu dan dalam satu tanaman
dijumpai bunga jantan dan bunga betina. Bunganya termasuk bunga majemuk
periuk. Bunga periuk pada nangka terbentuk dari ujung ibu tangkai bunga yang
menebal, berdaging dan berbentuk seperti gada. Bunga-bunga nangka yang kecil
terdapat diseluruh bagian yang menebal tersebut. Bunga jantan terpisah dari bunga
betina. Bunga jantan mengandung benang sari. Sedangkan bunga betina berbentuk
gada silindris, putik tunggal, pipih, dan yang terlihat hanya bagian ujungnya.
Perhiasan bunga berupa tenda bunga yang terdiri dari dua tajuk (Widyaastuti,
1993).
e. Buah
Buah nangka yang dikenal orang sebenarnya buah majemuk yang terdiri dari
kumpulan banyak buah (Widyastuti, 1993). Buah berwarna hijau sampai kuning
10
kecoklatan, berbentuk heksagonal dengan kulit tebal, dan panjang dari 30-90 cm.
Biji buah tanaman ini berwarna coklat cerah sampai coklat, berbentuk bundar
Menurut penelitian Rayendra (2017), daun nangka muda telah diuji memiliki
kandungan senyawa kimia yaitu flavonoid, tannin, saponin dan steroid. Dimana
Flavonoid salah satu golongan senyawa aktif sebagai penghambat aktivitas enzim
5. Manfaat Nangka
(Adnyani, Parwata dan Negara, 2017) dan dipulau Sumatra daun nangka
Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku
industri makanan, khasiat kayu nangka sebagai antispamodik dan sedativ, daging
buah nangka sebagai ekspektoran, getah kayu juga telah digunakan biji nangka
dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku sebagai obat
demam, obat cacing, dan sebagai antiinflamasi, daun nangka dapat digunakan
sebagai laktagoga (memperlancar ASI). Daun nangka juga dapat digunakan sebagi
obat batuk dan masalah saluran pencernaan (Mambang dan Rezi, 2018).
11
a. Flavonoid
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) Sehingga
membentuk suatu susunan C6- C3 . (Lenny, 2006). Flavonoid adalah senyawa fenol
alam yang terdapat hampir semua tumbuhan (Salmia, 2016). Flavonoid berguna
pembuluh dan terjadinya udema, dan sebagai antioksidan (Tjay dan Rahardja,
2015) dan menurut Latifah (2015), flavonoid juga dapat menghambat peroksidasi
lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat beberapa
enzim.
Flavonoid salah satu dari polifenol yang memiliki peran besar dalam aktivitas
enzim tirosinase karena mengandung gugus fenol dan cincin pyren. Struktur dari
bermuatan negatif pada ujung rantainya. Ujung fenolik dari senyawa aktif ekstrak
berikatan dengan atom Cu pada sisi aktif tirosinase menyebabkan tidak terjadi
ini membuat reaksi enzim dengan substrat terhalang sehingga melanin tidak
b. Tannin
Tanin berperan sebagai astringent yang dapat mengurangi flek hitam (Ashok,
2012). Tannin bersifat kompleks mulai dari pengendap protein hingga penghelat
logam. Tannin juga berfungsi sebagai antioksidan alami yang terdapat pada
c. Steroid
C. Ekstraksi
1. Definisi Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang
2. Fase Ekstraksi
Menurut Voight (1994), pada proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua fase :
a. Fase Pembilasan
Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material simpilsia maka sel-sel yang
rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan langsung bersentuhan
dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang terdapat di dalamnya
lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, dalam fase pertama ekstraksi
ini, sebagian bahan aktif telah berpindah kedalam bahan pelarut. Semakin halus
b. Fase ekstraksi
Pada fase ini, bahan pelarut harus mampu mendesak masuk kedalam sel untuk
mendesak komponen dalam sel keluar. Membran sel yang mengering, mengkerut
bahan pelarut masuk kebagian dalam sel. Hal itu terjadi melalui pembengkakan,
3. Jenis Ekstraksi
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling mudah dan sederhana. Bahan
yang terlindung dari cahaya dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi
yang menjadi dasar dari cara seperti yang telah diuraikan diatas (melarutnya
bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang berbentuk penghalusan,
ekstraksi bahan kandungan dari sel yang masih utuh). Lalu cairan maserasi dari
cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan atau sampai mencapain kadar dan
jumlah yang diinginkan. Hasil ekstraksi disimpan dalam kondisi dingin selama
b. Perkolasi
memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan
secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia
ekstrak mulai menetes kemudian jalan keluar ditutup. Jalan keluar ini dibuka jika
bahan pengekstraksi berada 1-2 cm diatas lapisan simplisia. Selama masa ini
terjadi pembengkakan lanjut dan maserasi. Cairan penyari dialirkan dari atas
dari jumlah simplisia diatur sedemikian rupa, sehingga setiap waktu tertentu,
jumlah tetesan yang masuk yang keluar sama banyak. Setelah itu perkolat
diuapkan pada suhu dan tekanan yang rendah sampai konsentrasi yang
c. Sokletasi
Bahan yang diekstraksi di dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas karton dan
sebagainya) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang kontinyu (percolator)
wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan diantara labu dan suling dan
suatu pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa sifon. Labu tersebut
berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam dinding pendingin
aliran balik melalui pipet lalu mengalami kondensasi melalui molekul-molekul air
15
yang menetes turun menyari simplisia dalam wadah gelas. Setelah mencapai
tinggi maksimal secara otomatis cairan kembali lagi ke labu melalui pipa sifon.
Dengan demikian zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinu dari
d. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90o selama 15 menit. Cara pembuatan infusa yaitu
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
Infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infusa
yang mengandung bukan bahan yang berkhasiat keras, dibuat menggunakan 10%
4. Pembagian Ekstrak
Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituangkan tetapi
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat ini pada umumnya juga tidak sesuai
secara kimia). Ekstrak kental sulit ditakar (penimbangan dan sebagainya) (Voight,
1994).
bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair. Ekstrak kering dan ekstrak
produk, yang sebaiknya kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voight, 1994).
D. Kulit
1. Definisi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan melindungi organ lainnya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 m2 dan berat
sekitar 4 kg. Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
(keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan
terhadap tekanan dan infeksi dari luar, dan pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari (Tranggono dan latifah,
2007).
17
2. Struktur Kulit
a. Lapisan Epidermis
pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya
pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1
milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono dan
latifah, 2007). Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limfa, oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen
diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis
ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit (Kalangi, 2013).
Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal
sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara tetap dilepaskan
sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari
sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
Epidermis terdiri atas 5 lapisan dari dalam hingga luar yaitu stratum basal,
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-
selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan
sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel,
proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini
bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih
superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun
ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian
seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas (Kalangi, 2013).
b. Lapisan Dermis
Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada
didalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
kulit manusia bebas lemak. Didalam dermis terdapat adneka-adneka kulit seperti
20
folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebase,
otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian
c. Lapisan Hipodermis
Berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
dengan bagian dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapisan
ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-
serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-
sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis
3. Fungsi Kulit
pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Fungsi
Kulit akan melindungi tubuh bagian dalam dari kerusakan akibat gesekan dan
tekanan, tarikan saat melakukan berbagai aktivitas. Kulit juga menjaga dari
berbagai gangguan mikrobiologi seperti jamur dan kuman, Melindungi tubuh dari
b. Fungsi absorbsi
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal dan tipisnya kulit, hidrasi,
Kulit mempunyai fungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar
dari dalam tubuh berupa keringat dengan perantara dua kelenjar keringat, sebasea
Fungsi yang terkait kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih
E. Hiperpigmentasi
1. Definisi Hiperpigmentasi
secara berlebihan atau distribusi melanin yang tidak merata. Pada kondisi ini, kulit
dapat terlihat lebih gelap atau timbul noda hitam pada bagian – bagian tertentu
2. Penyebab Hiperpigmentasi
a. Faktor Eksternal
dibuktikan dengan pola distribusi hiperpigmentasi fasial yang tidak mengenai area
Miranti, 2016).
2) Faktor Kosmetik
3) Faktor Obat-Obatan
spesifik dan sering diperparah dengan paparan sinar matahari. Biasanya obat-obat
ini akan tertimbun pada lapisan atas dermis bagian atas secara kumulatif, dan juga
b. Faktor Internal
1) Faktor Endokrin
Miranti, 2016).
23
aktivitas tirosinase dan tipe melanin yang disintesis, semua dibawah control
sampai 15.00.
c. Melakukan olahraga secara teratur dan terukur, karena peredaran darah yang
d. Melakukan perawatan kulit secara teratur dengan produk perawatan kulit yang
sesuai dengan jenis kulit, dari dalam maupun luar tubuh (Anwar, Zainuddin,
4. Pengobatan Hiperpigmentasi
Menurut Anwar, Zainuddin, dan Miranti (2016) beberapan jenis bahan obat
a. Hidrokuinon
arbutin.
b. Asam Kojik
hidroquinon pada pasien yang tidak toleran terhadap hidroquinon. Tersedia dalam
konsentrasi 1-4%.
c. Retinoid
Retinoid memiliki cara kerja juga dengan cara menghambat enzim tirosinase,
sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Efek samping berupa eritema,
F. Sabun
1. Definisi Sabun
Sabun adalah senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak
zat pewangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
Pada umumnya metode pembuatan sabun dapat dibagi menjadi dua, yaitu
prinsipnya yaitu tersabunkannya asam lemak dengan alkali, dengan cara minyak
dan lemak direaksikan dengan alkali menghasilkan sabun dan gliserol. Pada reaksi
netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak langsung dengan alkali.
Minyak dan lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol sebelumnya lalu
asam lemak dinetralkan dengan reaksi alkali yang menghasilkan sabun (Mitsui,
2. Jenis-jenis Sabun
Menurut Lubis (2003), jenis sabun terbagi atas :
a. Sabun cair
Dibuat dari minyak kelapa, alkali yang dipakai KOH, berbentuk cair dan tidak
b. Sabun lunak
Dibuat dari minyak kelapa/minyak kelapa sawit dan minyak tumbuhan yang
tidak jernih, alkali yang dipakai KOH, bentuk seperti pasta dan sangat mudah
larut.
c. Sabun keras
Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan dengan
proses hidrogenasi, asam lemaknya jenuh dan mempunyai BM tinggi, alkali yang
Saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi ke dalam antarmuka kulit dan
kotoran untuk melemahkan gaya adhesi dan membuat kotoran mudah untuk
terdispersi dalam larutan sabun sebagai akibat dari emulsifikasi oleh molekul
sabun. Beberapa jenis kotoran dapat dihilangkan dengan cara tersolubilitas dalam
pembilasan dengan air saja tidak cukup. Dibutuhkan zat lain untuk menurunkan
tegangan permukaan antara minyak dan air. Dengan adanya sifat surfaktan pada
berikatan dengan air dan bagian non polar (lipofilik) berikatan dengan minyak.
Bagian non polar dari sabun memecah ikatan antar molekul minyak sehingga
dan minyak alami dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini biasanya
a. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang
dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa, minyak zaitun atau lemak babi.
27
Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik fisik maupun
kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada
yang lambat berbusa tapi lengket dan stabil. Saat ini jenis surfaktan mencapai
angka ribuan. Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonate.
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Surfaktan jenis ini memecah dalam media cair, dengan bagian kepala
a. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja
meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal:
asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan
minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat,
asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-
28
bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai
pelumas (plasticizers).
b. Antioksidan
c. Warna
ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan.
d. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
e. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat dan kalium biftalat
maupun segi ekonomi dapat ditambahkan kedalam formula sabun. Saat ini banyak
6) Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang
berbeda.
Tabel 1. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol
Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Poir) Terhadap Bakteri
Escherichia coli (Rahmawati, 2018).
Tabel 2. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan Ekstrak Tomat
(Solanum Lycopersicum L.) Sebagai Antioksidan (Agustina dkk, 2017).
Tabel 3. Formula Sabun Mandi Cair Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Bawang
Merah Maja Cipanas (Allium cepa L. Aggregatum) (Wulansari, 2017).
sebagai formula basis tanpa ekstrak, sedangkan formula I,II, dan III dengan
variasi zat aktif 4%, 6% dan 8%. Dari hasil evaluasi organoleptik, formula I
berwarna putih, formula II berwarna kuning muda, formula III berwarna kuning
tua dan formula IV berwarna kuning kecoklatan. Bentuk sabun cair dalam
penelitian Rahmawati (2018) semua formula memiliki bentuk semi solid dan bau
8,50, formula III memiliki pH 8,29, dan formula IV memiliki pH 8,22. Pada uji
tinggi busa semua formula memenuhi Standar Nasional Indonesia dengan syarat
32
range 13 mm-220 mm. Formula I memiliki tinggi busa 16 mm, formula II 18 mm,
formula III 18 mm, dan formula IV 16 mm. Pada uji homogenitas semua formula
telah homogen dan semua formula telah memiliki daya sebar yang baik, formula I
memiliki daya sebar 6,4 cm, formula II memiliki daya sebar 6,4 cm, formula III
memiliki daya sebar 6,3 cm dan formula IV memiliki daya sebar 6,1 cm dimana
semua formula telah memenuhi syarat dengan range 5,5-6,5 dan viskositas dari
formula II dengan ekstrak 1%, formula II dengan ekstrak 2%, dan formula III
dengan ekstrak 3%. Hasil evaluasi dari sabun mandi cair formula I tidak berwarna
sedangkan formula II,III, dan IV berwarna merah dan merah kecoklatan. Formula
I tidak berbau sedangkan formula II,III dan IV berbau bawang. Semua bentuk
memenuhi syarat, tidak ada endapan baik formula I,II,III dan IV. Uji bobot jenis
semua formula memenuhi syarat, syarat bobot jenis menurut Standar Nasional
Indonesia dengan range 1,01-1,10. Uji Viskositas sabun mandi cair yang baik
adalah 400-4000 cP, dalam formula sabun cair ekstrak bawang tiwai ini semua
memenuhi syarat sabun mandi cair dengan berkisar dalam range 6-8 dan pada uji
tinggi busa sabun mandi cair memiliki syarat range 1,3-22cm, dari keempat
formula memenuhi standar yang baik karena memiliki tinggi busa 3,55-3,60 cm.
dengan variasi carbopol 5%, dan Formula III dengan variasi 6%. Hasil evaluasi
organoleptik sabun mandi cair ekstrak tomat seluruh formula berwarna coklat,
berbentuk cair dan homogen. Pada uji pH sabun mandi cair tidak memenuhi
persyaratan karena syarat range sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia
ialah 8-11, sedangkan sabun mandi cair ekstrak tomat tidak memenuhi pH sabun
cair. pH sabun cair formula I memiliki rata-rata pH 5,43, pH sabun cair formula II
memiliki rata-rata 6,72 dan pH sabun cair formula III memiliki rata-rata 7,30 dan
pada uji viskositas sabun cair formula III yang mendekati viskositas sediaan
pembanding dipasaran.
Evaluasi sabun mandi cair yang dilakukan meliputi uji warna, bau, iritasi,
homogenitas, pH, viskositas, tinggi busa, dan bobot jenis hal ini bertujuan untuk
a. Warna
diakibatkan oleh ketidak stabilan dan cemaran mikroorganisme, oleh karena itu
b. Bau
Bau sabun mandi cair pun harus diperhatikan dengan baik, karena apabila bau
sabun cair berubah selama penyimpanan hal itu menandakan sabun cair tidak
stabil pada fisik dan perubahan bau dapat menimbulkan bau yang tidak
34
c. Homogenitas
apakah didalam sabun cair masih terdapat partikel yang belum terdistribusi
dengan baik atau sabun cair tidak meninggalkan partikel-partikel dalam setiap
d. Iritasi Kulit
Gejala yang mungkin timbul setelah pengaplikasian sediaan sabun cair pada
kulit, misalnya kemerahan, rasa panas, dan perih. Uji iritasi kulit dilakukan untuk
menentukan potensi iritasi pada kulit setelah diberikan sabun cair (Rahmi dkk,
2017).
e. pH
(Rahmawati, 2018). Uji pH merupakan salah satu syarat mutu sabun cair, karena
sabun cair memiliki kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan
masalah apabila pHnya tidak sesuai (Dimpudus, Yamlean dan Yudistira, 2017).
Uji pH dilakukan dengan alat pH meter (Febriyanti, Sari dan Nofita, 2014). pH
sabun mandi cair diharapkan masuk dalam rentang Standar Nasional Indonesia
f. Viskositas
dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield. Syarat rentang sabun cair 400-
g. Tinggi Busa
busa ketika digunakan (Ichsani, 2016). Syarat tinggi busa 13-220 mm (SNI,
1996).
h. Bobot Jenis
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat terhadap air
(biasanya 25o C) dan alat yang digunakan adalah piknometer (Depkes RI, 1995).
Nilai bobot jenis yang baik dengan rentang 1,01-1,010 (SNI, 1996).
G. Preformulasi
flavonoid, tannin dan steroid yang berkhasiat sebagai inhibitor tirosinase yang
dapat menurunkan produksi melanin dan berfungsi sebagai bahan pencerah kulit.
Ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang diperoleh dengan cara
digunakan sebagai zat aktif dalam formulasi sabun cair. pH ekstrak kental daun
Minyak Zaitun berupa cairan berminyak bening, tidak berwarna atau kuning.
Kelarutan sedikit larut dalam etanol (95%), larut dalam eter, kloroform, minyak
bumi (50-70o C) dan Karbon disulfide. Minyak zaitun telah digunakan dalam
sediaan enema, liniment, salep, plester, dan sabun. Dalam kosmetik, minyak
zaitun digunakan sebagai pelarut, dan juga sebagai kulit dan kondisioner rambut.
rambut, produk pembersih, krim topikal dan lotion. Kandungan asam lemak
paling banyak dalam minyak zaitun yaitu asam oleat (55 – 83%). Minyak zaitun
memiliki pH 6,2. Minyak zaitun harus disimpan ditempat yang sejuk, kering, dan
terlindung dari cahaya. Dalam Formulasi Sabun ini olive oil digunakan sebagai
Kalium hidroksida memiliki massa putih atau hampir putih, berbentuk padat
tetapi dapat berbentuk menjadi butir, stick, gumpalan dan serpih. Kalium
cepat menyerap karbon dioksida dan air membentuk kalium karbonat. Kalium
untuk mengatur pH larutan. Bisa juga digunakan untuk bereaksi dengan asam
Hidroksida harus disimpan ditempat yang sejuk dan kering. Kalium hidroksida
berfungsi sebagai agen alkali (basis sabun) (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Natrium lauril sulfat atau sodium lauril sulfat terdiri dari serbuk putih atau
krim hingga kristal berwarna kuning pucat, serpih, atau bubuk bernuansa lembut,
rasa pahit dan berbau zat lemak yang samar-samar. Natrium lauril sulfat berfungsi
tablet dan kapsul, serta pembasah. Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik
nonparenteral, dan stabil baik dalam kondisi basa maupun asam. sebagai surfaktan
e. Asam stearat
Asam stearat berbentuk kasar, berwarna putih atau agak kuning, agak
mengkilap, kristal padat atau bubuk putih atau putih kekuningan. Memiliki sedikit
bau dan rasanya menunjukkan lemak. Disimpan pada wadah tertutup ditempat
yang sejuk dan kering. Berfungsi sebagai bahan pengemulsi, solubilizing agent,
lubrikan pada tablet dan kapsul, sebagai pengeras pada suppositoria. Asam stearat
banyak digunakan dalam sediaan farmasi oral dan topical. Dalam formulasi
topikal, asam stearat digunakan sebagai pengemulsi dan agen pelarut. Bila
dalam pembuatan krim. Asam stearat yang dinetralkan sebagian membentuk krim.
Asam stearate memiliki pH 4.0-5.0. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat
38
berfungsi untuk penetral, mengeraskan dan menstabilkan busa. Asam stearat juga
banyak digunakan pada produk kosmetik dan makanan (Rowe, Sheskey dan
Quinn, 2009).
Na CMC berbentuk serbuk putih, berserat atau butiran, tidak berbau dan
Disimpan dalam wadah kedap udara, ditempat sejuk dan kering. Na CMC secara
luas digunakan pada formulasi sediaan oral dan topikal, terutama untuk
koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain. Na
CMC juga berfungsi sebagai agen pelapis, pengikat dalam tablet, penstabil, zat
g. Propilenglikol
memiliki rasa manis. Propilenglikol stabil pada kondisi tersimpan dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering.
Propilenglikol larut dalam etanol (95%), atau air. Propilenglikol berfungsi sebagai
cosolvent larut air. Dalam sediaan farmasi propilenglikol juga telah banyak
BHT atau Butylated Hydroxytoluene berwarna putih atau kuning pucat, kristal
padat, atau bubuk dengan bau fenolik yang khas. BHT praktis tidak larut dalam
air, gliserin, propilenglikol, larutan alkali hidroksida dan BHT larut dalam aseton,
benzene, etanol (95%), eter, metanol, toluene, minyak tetap, dan minyak mineral.
makanan, dan obat-obatan sebagai mencegah ketengikan oksidatif dari lemak dan
minyak dan untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak
i. Aquadest
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Aquadest berupa
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Aquadest memiliki
pH 5.0-7.0. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Pada formula ini aquadest
H. Rangkuman Preformulasi
Penelitian ini akan menggunakan zat aktif ekstrak etanol daun nangka
kedalam formula sabun cair dari ekstrak etanol daun ubi jalar ungu. Basis sabun
cair ini dipilih karena kandungan zat aktif dari ekstrak daun ubi jalar ungu yang
Kandungan tersebut hampir sama dengan senyawa yang terdapat pada ekstrak
40
daun nangka yang memiliki kandungan flavonoid, tannin, saponin, dan steroid
(Rayendra, 2017).
Sediaan sabun cair dipengaruhi oleh pH dari bahan-bahan zat aktif dan bahan
Penelitian ini mengacu pada formula sabun cair penelitian Rahmawati (2018),
formula tersebut memiliki bahan-bahan yaitu ekstrak daun ubi jalar ungu sebagai
zat aktif, minyak zaitun sebagai basis sabun, KOH sebagai basis sabun, Na CMC
humektan, asam stearate sebagai penetral dan pengeras, pengaroma dan BHT
sebagai antioksidan dan didapatkan rata-rata pH pada sediaan sabun cair tersebut
yaitu 8,5, sedangkan basis tanpa zat aktif memiliki pH 9,31. Diperkirakan pH
sabun mandi cair ekstrak daun nangka termasuk dalam range pH sabun cair 8-11,
memenuhi Standar Nasional Indonesia dan stabil secara fisik. Pada formulasi
sabun cair ekstrak daun ubi jalar ungu (Rahmawati, 2018) menggunakan natrium
natrium lauril sulfat. Sabun cair ekstrak daun ubi jalar ungu dengan zat aktif
ekstrak 4%, 6% dan 8%. Peneliti akan menggunakan ekstrak nangka sebanyak
Variasi natrium lauril sulfat yang digunakan 1,5%, 2%, dan 2,5% karena
didalam formula ekstrak daun ubi jalar ungu natrium lauril sulfat yang digunakan
yaitu 2% masih termasuk range. Dalam literatur konsentrasi natrium lauril sulfat
yang digunakan sebagai surfaktan anionik pada sabun berkisar antara 0,5-2,5%
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009 hal.651). Maka dari itu peneliti akan
41
I. Kerangka teori
Zat
Basis Sabun Surfaktan Pengental Humektan Antioksidan tambahan
Mencegah
Terjadi Menurunkan Meningkat
Digunakan ketengikan Penetral pH,
reaksi kimia tegangan -kan sebagai oksidatif Mengeraskan
antara asam permukaan, viskositas humektan dari lemak sabun
lemak dan pembusa, (Rowe, (Rowe,
dan minyak menstabilkan
basa kuat pengemulsi, Sheskey Sheskey dan
pelarut kotoran Quinn, (Rowe, busa (Rowe,
membentuk dan Sheskey dan
(Wasitaatmadja, 2009). Sheskey dan
sabun lunak Quinn, Quinn, 2009).
1997) Quinn,
(SNI, 1994) 2009)
2009)
STABIL
43
J. Hipotesis
menjadi sediaan sabun mandi cair dengan variasi natrium lauril sulfat dengan
konsentrasi 1,5%, 2%, dan 2,5% yang stabil dan memenuhi syarat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
membuat 3 jenis formula sabun mandi cair yang mengandung ekstrak daun
C. Objek Penelitian
sebagai cairan penyari. Daun nangka muda memiliki warna hijau muda, daun
tunggal, tersusun berseling, agak kaku dan pinggirnya rata dan berada pada daun
ke-4 sampai daun ke-6 setelah pucuk (Rayendra, 2017). Didapatkan dari
perkarangan bapak “X” yang bertempat di Komplek PPI Jl. Palem Raya 1,
44
45
1. Persiapan Sampel
Daun nangka muda dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian dicuci
dengan air mengalir hingga bersih, ditiriskan, disortasi, dirajang, ditimbang, dan
dicatat sebagai berat basah. Selanjutnya daun nangka dikeringkan dengan cara
yang kering. Sampel yang dianggap kering kemudian ditimbang sebagai berat
kering. Lalu seluruh daun nangka yang telah dikeringkan dibuat menjadi serbuk
kasar.
Prosedur kerja:
a. Timbang simplisia daun nangka yang telah dikeringkan dan diserbuk kasar
terendam.
d. Tutup dan biarkan selama 3 hari ditempat yang gelap dan terlindung dari
cahaya, sambil dikocok setiap harinya sebanyak 5 kali dalam sehari selama 15
menit.
heterophyllus L.)
Formula sediaan sabun mandi cair ini diambil dari penelitian Rahmawati
formula I, II, dan III. Variasi konsentrasi natrium lauril sulfat yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari literatur konsentrasi natrium lauril sulfat yang
digunakan sebagai surfaktan anionik pada sabun berkisar antara 0,5-2,5% (Rowe,
Sheskey dan Quinn, 2009 hal.651). Peneliti akan menggunakan kadar 2% sebagai
acuan untuk memvariasikan kadar natrium lauril sulfat yaitu 1,5%, 2% dan 2,5%.
Pada penelitian ini, ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) bertindak
sebagai zat aktif yang digunakan pada konsentrasi 2,12% untuk masing-masing
Konsentrasi (%)
Bahan Keterangan
F Kontrol F1 F2 F3
Ekstrak Daun - 2,12% 2,12% 2,12% Zat aktif
Nangka
Minyak Zaitun 20% 20% 20% 20% Basis sabun
KOH 10% 4% 4% 4% 4% Basis sabun
Na-CMC 2% 2% 2% 2% Pengental
Sodium Lauril 2% 1,5% 2% 2,5% Surfaktan
Sulfat
Zat
Asam Stearat 2% 2% 2% 2%
tambahan
Propilenglikol 5% 5% 5% 5% Humektan
BHT 0,02 0,02 0,02 0,02 Antioksidan
Pengaroma Rose 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml Pengaroma
Aquadest ad 50 ml ad 50 ml ad 50 ml ad 50 ml Pelarut
Formula yang diacu : Formulasi Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu
(Rahmawati, 2018)
Prosedur Kerja:
2) Minyak zaitun dan pengaroma rose, dilarutkan lalu gerus homogen (Massa I)
3) Asam stearate dan BHT dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan
kedalam massa minyak zaitun dan pengaroma rose, digerus sampai homogen.
5) KOH dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan sedikit demi sedikit
dalam massa I sedikit demi sedikit gerus sampai homogeny (Massa II)
7) Natrium Lauril Sulfat yang telah dilarutkan dalam air panas ditambahkan
8) Sabun cair diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml, aduk pelan sampai
homogen.
Prosedur Kerja:
2) Minyak zaitun dan pengaroma rose, dilarutkan lalu gerus homogen (Massa I)
3) Asam stearate dan BHT dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan
kedalam massa minyak zaitun dan pengaroma rose, digerus sampai homogen.
5) KOH dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan sedikit demi sedikit
dalam massa I sedikit demi sedikit gerus sampai homogeny (Massa II)
7) Natrium Lauril Sulfat yang telah dilarutkan dalam air panas ditambahkan
9) Sabun cair diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml, aduk pelan sampai
homogen.
Oleum Na CMC
Olivarum dan
Pengaroma
Dikembangkan
Asam Stearat dengan air panas
Panaskan
Gerus Homogen
dan BHT (suhu 50-60o)
Larutan Kental
C)
Massa I (Gerus
Propilenglikol hingga membentuk Tambahkan ke
pasta) Massa I yang telah
membentuk pasta
KOH 10% Panaskan
(suhu 50-60o)
Massa II
C)
Tambahkan
Natrium lauril Gerus Homogen
Sulfat
Gambar 5. Skema Cara Pembuatan Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Uji kestabilan fisik yang akan dilakukan antara lain uji organoleptik (warna
dan bau, iritasi dan homogenitas), pH, viskositas, bobot jenis dan tinggi busa
sediaan setelah dilakukan penyimpanan selama 28 hari, yaitu pada hari ke-0, 7,
1) Organoleptik
a) Warna
Mengamati perubahan warna pada sediaan sabun cair yang terjadi selama
b) Bau
Mengamati perubahan bau pada sediaan sabun cair yang terjadi selama
2) pH
25oC. Untuk mengukur nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak 1 gram yang
Cara Kerja :
ii. Bilas elektroda dengan aquadest, celupkan kedalam larutan dapar pH 4, layar
digital akan menunjukkan angka 4 (jika angka yang muncul dilayar digital
tidak sesuai, maka dapat diatur secara manual dengan memutar tombol skala
iii. Bilas elektroda dengan aquadest, lalu celupkan elektroda didalam sampel.
51
iv. Catat nilai pH yang tertera pada layar digital, sembari terus mengamati
3) Viskositas
Dibutuhkan sampel sabun cair sebanyak 50 gram. Spindel yang digunakan yaitu
spindel no.4 dengan kecepatan 30 rpm (Nauli, Darmanto dan Susanto, 2015).
Hasil yang baik berkisar pada 400-4000 cP (Nauli, Darmanto dan Susanto, 2015).
Cara kerja:
c) Atur spindle dan nilai rpm yang hendak digunakan. Untuk mengukur viskositas
kedalaman tertentu.
e) Putar spindel viscometer, kemudian catat angka yang tertera pada layar dengan
satuan centipoises.
4) Tinggi Busa
Untuk mengukur tinggi busa sediaan sabun cair dilakukan secara manual
dikocok konstan selama 20 detik, lalu tinggi busa yang terbentuk diukur dan
dicatat (Yamlean dan Bodhi, 2017). Untuk stabilitas busa setelah dilakukan
52
pengocokan harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan dengan range 13-220
mm (SNI, 1996).
5) Bobot Jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer pada suhu ruang. Bobot jenis
permukaan formula (Wulansari, 2017). Rentang bobot jenis dalam SNI (1996),
ialah 1,01-1,10
BJ = C – A
B-A
Cara Kerja :
b) Isi Piknometer dengan air hingga penuh, tutup lalu keringkan bagian luar
c) Buang air dalam Piknometer dan keringkan. Isi dengan sampel sampai penuh
6) Uji Homogenitas
Tiap formula sabun mandi ditimbang sebanyak 0,1 gr. Diletakkan pada object
Uji iritasi dilakukan terhadap 30 responden yang dipilih secara acak dengan
cara mengoleskan sediaan (K, FI, FII, dan FIII) pada kulit normal manusia,
dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut mengiritasi kulit atau
tidak (Rahmi, Nurhikma, dan Ifaya, 2017). Dioleskan pada punggung tangan
dengan lebar 2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996). Amati reaksi iritasi yang mungkin
terjadi misalnya kemerahan, gatal, atau rasa perih yang mungkin terjadi.
kertas saring Whatman no.1, gelas ukur, corong, erlenmeyer, beaker glass,
timbangan gram halus, anak timbangan gram halus, mortir, stamper, timbangan
analitik, batang pengaduk, spatula, sudip, perkamen, pot plastik, pH meter, objek
gelas, mikroskop, deck glass, stopwatch, lembar kuisioner, penggaris, alat tulis
2. Bahan
F. Variabel Penelitian
G. Definisi Operasional
1. Evaluasi Sediaan
2. Kestabilan Fisik
bau) .
c. Cara Ukur : Mengukur pH, viskositas, bobot jenis, tinggi busa dan
sediaan.
(SNI 06-4085-1996).
3. pH
dan 28.
sabun cair.
4. Viskositas
dan 28.
5. Tinggi Busa
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika tinggi busa sediaan berada pada
6. Warna
7. Bau
8. Bobot Jenis
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika bobot jenis sediaan berada pada
9. Homogenitas
penyimpanan.
c. Cara Ukur : Melihat sebaran partikel dari sediaan sabun wajah cair
heterophyllus L.).
28 hari.
H. Kerangka Operasional
Daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L. )
Pencucian
Perajangan
Pengeringan
Maserat
Destilasi Vakum
Surfaktan Pengaroma
Pembuatan Sabun
Mandi Cair
Pengental Zat Tambahan
Evaluasi
Humektan Pelarut
langsung terhadap pH, viskositas, tinggi busa, homogenitas dan bobot jenis yang
dihasilkan oleh sediaan sabun mandi cair ekstrak daun nangka (Artoacrpus
heterphyllus L.) pada hari ke- 0, 7, 14, 21, dan 28 selama penyimpanan.
terhadap perubahan warna, bau dan uji iritasi kulit sediaan sabun cair ekstrak daun
Data yang didapat diolah secara deskriptif analitik menggunakan tabel dan
grafik untuk hasil pengamatan terhadap pH, viskositas, tinggi busa dan bobot jenis
yang dirata-ratakan. Sedangkan untuk bau, warna, dan daya iritasi terhadap kulit
BAB IV
telah dibersihkan kemudian daun dirajang, lalu dikering anginkan selama 3 hari.
Setelah didapatkan simplisia daun nangka sebanyak 1400 gram dari berat awal
daun 3500 gram, lalu simplisia dihaluskan (diblender) hingga didapat serbuk
didestilasi vakum dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 141,79 gram sehingga
dalam sediaan sabun mandi cair dengan presentase 2,12% pada setiap formulanya.
heterophyllus L.)
dilakukan uji kestabilan fisik setiap minggunya selama 28 hari penyimpanan yang
meliputi pH, viskositas, tinggi busa, bobot jenis, homogenitas, warna, bau dan
iritasi kulit. Hasil pengamatan kestabilan sifat fisik sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat dilihat dalam tabel dan gambar
berikut :
63
a. Hasil Uji Kestabilan Fisik Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
1) pH
8.5 Formula I
8 Formula II
2) Viskositas
2000 Formula I
1000 Formula II
0 Formula III
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
3) Tinggi Busa
Tabel 9. Hasil Pengamatan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Tinggi Busa Sabun Cair Daun Nangka
Sabun Mandi (Artocarpus heterophyllus L.)
Hari Ke- Keterangan
Cair
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 6,1 6,0 5.8 5,8 5,7 MS
Formula I 3,5 3,4 3,3 3,2 3,0 MS
Formula II 4,7 4,5 4,5 4,4 4,3 MS
Formula III 6,7 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Tabel 10. Persentase Penurunan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Persentase Penurunan Tinggi Busa dari Hari ke Hari
Formula
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 1,63% 3,3% 0% 1,72%
Formula I 2,85% 2,94% 3,03% 6,25%
Formula II 4,25% 0% 2,22% 2,27%
Formula III 2,98% 1,53% 3,12% 0%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Tinggi busa yang memenuhi syarat berada pada rentang 1,2-22 cm ( SNI 06-4085-
1996).
6 Formula Kontrol
4 Formula I
Formula II
2
Formula III
0
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
Gambar 8. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan
66
4) Bobot Jenis
Tabel 11. Hasil Pengamatan Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Tabel 12. Persentase Penurunan Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Persentase Penurunan Bobot Jenis dari Hari ke Hari
Formula
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 0,06% 0,04% 0,09% 0,21%
Formula I 0,06% 0,15% 0,07% 0,33%
Formula II 0,06% 0,08% 0,02% 0,21%
Formula III 0,04% 0,03% 0,18% 0,05%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Bobot jenis yang memenuhi syarat 1,01-1,10 g/cm3 ( SNI 06-4085-1996).
1.03 Formula I
1.025 Formula II
Gambar 9. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan
67
5) Warna
Tabel 13. Hasil Pengamatan Warna Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28.
Warna Jenis Sabun Cair Daun Nangka
Sabun Mandi
(Artocarpus heterophyllus L.)
Cair
B % TB %
Formula Kontrol 0 0% 30 100%
Formula I 2 6,6% 28 93,3%
Formula II 3 10% 27 90%
Formula III 3 10% 27 90%
Keterangan:
B : Berubah
TB : Tidak berubah
6) Bau
Tabel 14. Hasil Pengamatan Bau Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Warna Jenis Sabun Cair Daun Nangka
Sabun Mandi
(Artocarpus heterophyllus L.)
Cair
B % TB %
Formula Kontrol 0 0% 30 100%
Formula I 1 3,3% 29 96,6%
Formula II 1 3,3% 29 96,6%
Formula III 1 3,3% 29 96,6%
Keterangan:
B : Berubah
TB : Tidak berubah
7) Homogenitas
Tabel 15. Hasil Pengamatan Homogenitas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Homogenitas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Sabun Mandi (Artocarpus heterophyllus L.)
Cair Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol H H H H H
Formula I H H H H H
Formula II H H H H H
Formula III H H H H H
Keterangan:
H : Homogen
TH : Tidak Homogen
68
8) Iritasi Kulit
Tabel 16. Hasil Pengamatan Iritasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Uji Iritasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Sabun Mandi Cair (Artocarpus heterophyllus L.)
I % TI %
Formula Kontrol 0 100% 30 100%
Formula I 0 100% 30 100%
Formula II 0 100% 30 100%
Formula III 0 100% 30 100%
Keterangan:
I : Iritasi
TI : Tidak Iritasi
9) Rekapitulasi Hasil
Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 hari penyimpanan.
Kestabilan Fisik Jumlah
Visk- Tinggi Bobot Homog- Iritasi M
Formula pH Warna Bau TMS
ositas Busa Jenis enitas Kulit S
Kontrol MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
I MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
II MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
III MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan terhadap uji kestabilan sabun cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) yang meliputi pH, viskositas, tinggi busa, bobot
jenis, homogenitas, bau, warna, dan pengujian serta pengamatan terhadap iritasi
menjadi sediaan sabun cair sebagai pencerah kulit. Pembuatan ekstrak daun
69
telah dikeringkan sebanyak 1400 gram. Daun nangka didapatkan dari perkarangan
rumah bapak “X” yang bertempat di Komplek PPI Jl. Palem Raya 1, Perumnas
Rayendra (2017), hasil rendemen ekstrak daun nangka dengan metode maserasi
kemampuan pelarut dalam mengikat senyawa polar dan non polar diduga menjadi
merupakan parameter penting pada sediaan. Sabun yang memiliki pH yang tinggi
Rahayu dan Zain, 2017), nilai pH yang terlalu tinggi atau rendah juga dapat
0,92%. Dari persentase penurunan ini dapat dilihat bahwa formula kontrol dan
formula I dan II, memiliki persentase yang cukup besar dibandingkan formula
(2%) dan formula III (2,5%). Ketidakseragaman pH antar formula ini terjadi
karena perbedaan konsentrasi natrium lauril sulfat pada tiap formula. Surfaktan
natrium lauril sulfat memiliki pH basa berkisar 7,0–9,5 dan hasil pengukuran pH
sabun cair menunjukkan pH basa, hal ini dikarenakan bahan dasar penyusun
sabun cair adalah KOH yang bersifat basa kuat (Widyasanti, Rahayu, dan Zain,
2017). Namun, pada formula kontrol, I, II dan III pH sediaan cenderung menurun
hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penambahan ekstrak kental daun
lingkungan termasuk cahaya, suhu dan kelembaban udara yang berubah (Syaiful,
pengaruh CO2, karena CO2 bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam
formula sabun cair tersebut masih memenuhi syarat pH sediaan sabun cair
menurut SNI 06-4085-1996 yaitu 8-11 sehingga masih dapat dikatakan relatif
stabil.
2) Viskositas
hari penyimpanan, dari hasil pengujian viskositas ketiga formula sabun cair
antara 3545,4-1961,5 cP. Viskositas formula kontrol yaitu berkisar antara 3545,4-
formula III relative lebih stabil dibandingkan formula I dan II, meskipun setiap
sulfat dimana formula kontrol (2%), formula I (1,5%), formula II (2%), formula
72
semakin meningkat (Saputri, Radjab dan Yati, 2013). Penambahan ekstrak pada
H+ dapat berinteraksi dengan COO- menjadi COOH, sehingga gaya tolak menolak
berkurang lalu viskositas menurun, dan semakin sedikit jumlah air yang
digunakan, maka semakin besar nilai viskositas yang dihasilkan. (Nauli dkk,
2015).
(Yulianti, Nugraha, dan Nurdianti, 2015) dan menurut Noor dan Nurdyastusi
menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam sediaan
mengalami penurunan setiap minggunya. Selain itu dapat diketahui pula bahwa
formula sabun cair yang lebih stabil yaitu formula III karena memiliki persentase
3) Tinggi Busa
Pengamatan kestabilan tinggi busa sediaan sabun cair ekstrak daun nangka
ini, zat yang berfungsi menghasilkan serta mempertahankan stabilitas tinggi busa
yaitu natrium lauril sulfat, dimana surfaktan atau natrium lauril sulfat salah satu
bahan terpenting dalam sediaan sabun. Konsentrasi natrium lauril sulfat pada
formula kontrol (2%), formula I (1,5%), formula II (2%), dan formula III (2,5%).
kemudian akan membentuk gelembung dan adanya gaya tolak menolak yang
menyebabkan busa menjadi stabil dan bertahan lebih lama (Febriyanti, 2013).
heterpohyllus L.) berkisar antara 6,7-3,0 cm. tinggi busa formula kontrol berkisar
dengan persentase penurunan sebesar 7,46%. Pada hasil pengujian tinggi busa
dapat dilihat bahwa tinggi busa sabun cair sangat bervariasi tergantung dengan
konsentrasi natrium lauril sulfat yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan maka busa yang dihasilkan semakin banyak dan semakin stabil, dan
kestabilan busa tidak mengalami penurunan yang berarti. Penurunan dapat terjadi
karena selama proses pengujian tinggi busa, pengocokkan yang dilakukan kurang
74
persyaratan sabun cair menurut SNI 06-4085-1996. Dari ketiga formula sabun cair
yang mengandung ekstrak daun nangka diketahui bahwa formula III merupakan
formula yang relative lebih stabil ditinjau dari tinggi busanya karena memiliki
4) Bobot Jenis
Dari hasil pengamatan bobot jenis sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
penurunan. Kisaran bobot jenis yang didapat yaitu antara 1,0358-1,0256 g/cm3.
. Maka diketahui bahwa formula III relative lebih stabil dibanding formula
kontrol, formula I dan II. Namun masih memenuhi persyaratan bobot jenis sabun
Jika diamati dari hasil pengujian bobot jenis dapat diketahui bahwa bobot
jenis dari hari ke hari semakin menurun seiring dengan menurunnya viskositas.
Viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis, sehingga semakin tinggi bobot
75
jenis maka viskositas akan semakin meningkat dan begitu sebaliknya (Martin, et
al, 1993). Selain itu, menurut Kasenda, Yamlean, dan Lolo (2016), nilai bobot
5) Warna
yang terjadi setelah 28 hari penyimpanan. Formula kontrol memiliki warna putih,
sedangkan pada formula I, II dan III sediaan berwarna coklat kehijauan yang
pada formula I, II dan III yaitu sebesar 2,12%. Pada hasil pengamatan dapat
formula I,II, dan III sebanyak 93,4%, 90%, dan 90% menyatakan tidak terjadi
perubahan warna dan sebanyak 6,6%, 10% dan 10% menyatakan terjadi
heterophyllus L.) selama penyimpanan 28 hari. Perubahan warna dan bau dapat
disebabkan oleh pengaruh suhu pada ruang penyimpanan (Laksana dkk, 2017).
6) Bau
Pengujian perubahan bau bertujuan untuk melihat adakah perubahan bau yang
terjadi setelah 28 hari penyimpanan. Formula kontrol memiliki aroma rose karena
memang ditambahkan pengaroma rose dalam sediaan, namun masih ada sedikit
bau minyak zaitun yang tidak begitu tercium. Sedangkan pada formula I, II dan III
memiliki aroma campuran antara pengaroma rose dan ekstrak daun nangka
76
tercium namun disemua formula tidak terdapat bau tengik karena terdapat BHT
sebagai antioksidan. Pada tabel hasil, data kuesioner dari 30 orang responden
menunjukkan formula kontrol 100% menyatakan tidak terjadi perubahan bau dan
berturut-turut formula I,II, dan III sebanyak 96,6%, 96,6%, dan 96,6%
menyatakan tidak terjadi perubahan bau dan sebanyak 3,3%, 3,3%, dan 3,3%
Perubahan warna dan bau dapat disebabkan oleh pengaruh suhu pada ruang
7) Homogenitas
Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan tipis sabun cair ekstrak daun
dan formula III pada kaca objek, lalu ditutup dengan deck glass. Kemudian dilihat
baik pada semua formula. Seperti terlihat pada hasil pengamatan menunjukkan
bahwa partikel terdistribusi dengan baik di dalam basis sabun cair ditandai dengan
tidak adanya partikel-partikel yang tidak tersebar secara merata pada formula
kontrol, formula I, formula II dan formula III selama 28 hari penyimpanan dan
8) Iritasi Kulit
Pengujian iritasi kulit sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak daun
iritasi yang mungkin timbul setelah penggunaan atau pengaplikasian sabun cair.
iritasi kulit sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.),
100% tidak mengalami gejala iritasi seperti kemerahan, rasa terbakar, perih atau
gatal pada kulit setelah diolesi sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
terkandung dalam formula tidak menyebabkan iritasi pada kulit, kondisi sediaan
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang masih baik
selama 28 hari penyimpanan dan pH sediaan sabun cair ekstrak daun nangka
(SNI 06-4085-1996).
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan variasi natrium lauril sulfat sebagai
surfaktan, formula kontrol, I,II dan III stabil secara fisik, memenuhi syarat
Ditinjau dari pH sediaan, formula kontrol, I,II dan III sabun cair ekstrak daun
Meskipun sama-sama mengalami penurunan, akan tetapi diantara formula I,II dan
78
III dapat dilihat bahwa formula III miliki pH yang paling stabil, sebab mengalami
Ditinjau dari viskositas sediaan, formula kontrol, I,II dan III sabun cair ekstrak
3545,4-1961,5 cP. Diantara formula kontrol, I,II dan III, viskositas tertinggi
terjadi pada formula III yang menggunakan natrium lauril sulfat 2,5%. Dalam hal
formula I,II dan III dapat dilihat bahwa formula III miliki viskositas yang paling
heterophyllus L.) tidak banyak mengalami penurunan. Tinggi busa sabun cair
ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) berkisar antara 6,7-3,0 cm.
Meskipun pada setiap formula mengalami penurunan, formula kontrol, I,II dan III
masih memenuhi syarat tinggi busa yaitu 1,2 – 22 cm. Berdasarkan persentase
penurunan dari formula I,II, dan III, dapat dilihat bahwa formula III memiliki busa
yang paling stabil, dengan persentase penurunan sebesar 7,46%. Hal ini sejalan
heterophyllus L.), bobot jenis sabun cair berkisar antara 1,0358-1,0256 g/cm3.
Pada formula kontrol, I,II dan III mengalami penurunan dari hari ke hari, hal ini
semua formula mengalami penurunan, bobot jenis sabun cair ekstrak daun nangka
79
(Artocarpus heterophyllus L.) tetap memenuhi syarat bobot jenis sabun cair 1,01-
1,10 g/cm3. Diantara formula I,II dan III, formula III memiliki bobot jenis yang
Ditinjau dari perubahan warna dan bau, pada formula kontrol tidak mengalami
perubahan warna sedangkan formula I,II dan III mengalami perubahan warna
dengan persentase sebesar 6,6%, 10% dan 10%. Pada pengamatan perubahan bau
formula kontrol tidak mengalami perubahan bau, sedangkan pada formula I,II dan
persentasenya kurang dari 50% maka dapat dinyatakan bahwa warna dan bau
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) tidak mengalami
kontrol, I, II, dan III memiliki homogenitas yang stabil. Pengamatan menunjukkan
bahwa partikel terdistribusi dengan baik di dalam basis sabun cair ditandai dengan
tidak adanya partikel-partikel yang tidak tersebar secara merata, baik formula
tidak terjadi iritasi pada kulit baik formula kontrol, I, II, dan III. Sehingga sabun
cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) aman digunakan pada
kulit sebab tidak menimbulkan reaksi alergi apapun setelah diaplikasikan pada
kulit responden.
formula II, formula III memenuhi persyaratan sabun cair baik pH, viskositas,
80
tinggi busa, bobot jenis, homogenitas, warna, bau dan iritasi kulit. Dari hasil
memiliki kestabilan yang paling baik, hal ini dikarenakan persentase dari
keseluruhan evaluasi sabun cair, formula III memiliki persentase perubahan yang
paling stabil.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan variasi natrium
lauril sulfat sebagai surfaktan selama 28 hari penyimpanan, maka dapat ditarik
menjadi sediaan sabun cair. Formula yang paling stabil yaitu formula III
2. pH semua formula sabun wajah cair yang mengandung ekstrak daun nangka
3. Viskositas semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
4. Tinggi busa semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
5. Bobot jenis semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) pada formula kontrol, I, II, dan III memenuhi
perubahan warna.
perubahan bau.
iritasi kulit.
B. Saran
Dari hasil penelitian mengenai formulasi sabun cair yang mengandung ekstrak
1. Dilakukan uji dipercepat untuk mengetahui waktu optimal sediaan sabun cair
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan zat aktif tanaman
lain yang diharapkan akan menghasilkan sediaan sabun cair yang lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, N.M.R.D., Parwata, I.M.O.A, dan Negara, I.M.S, 2017. Potensi Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Sebagai Antioksidan Alami.
Jurnal Kimia. 10(2): 162-167.
Agustina, L., M. Yulianti, F. Shoviantari, dan I.F. Sabban, 2017. Formulasi Dan
Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan Ekstrak Tomat (Solanum
Lycopersicum L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal Wiyata. 4(2): 99-105.
Anggraini, D., W.S. Rahmides, dan M. Malik, 2012. Formulasi Sabun Cair Dari
Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus L.) Untuk Mengatasi Jamur
Candida albicans. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia. 1(1): 30-33.
Brady, JE. 1999. Kimia Universitas: Asas dan Structure. Jilid 1 Edisi Kelima.
Binarupa aksara, Jakarta. Dalam: Mauliana, 2016. Formulasi Sabun Padat
Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam Stearat Dan Natrium Lauril
Sulfat. Skripsi, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Farmasi, Jakarta, Indonesia.
Dewan Standardisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-
1994. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, hal.1.
Dewan Standardisasi Nasional. 1996, Standar Sabun Mandi Cair, SNI 06-4085-
1996. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, hal.1-2, 7-9.
83
84
Febriyanti, D.R., 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk
Purut (Citrus hystrix DC.) Dengan Kokamidopropil Betain Sebagai
Surfaktan. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Feng, H.L., L. Tian, W.M. Chai, X. Chen, Y. Shi, Y. S. Gao, G.L. Yan, Q.Chen,
2014. Isolatin and purification of condensed tannins from flamboyant tree
and their antioxidant and antityrosinase activities. US National Libary of
Medicine, AS.
Harahap, W.H., 2017. Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam.) Sebagai Anti-Aging. Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, Medan, hal.7.
Ichsani, N.N., 2016. Formulasi Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kemangi
(Ocimum basilicum L.) Dengan Kombinasi Sodium Lauril Sulfat Dan
Gliserin Serta Uji Antibakteri Terhadap Staphylococcus epidermidis.
Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal 5.
Juwita, K. N., 2011. Uji penghambatan tirosinase dan stabilitas fisik sediaan krim
pemutih yang mengandung ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus
heterophyllus). Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Kasenda, J.C., P.V.Y. Yamlean, dan W.A. Lolo., 2016. Formulasi dan Pengujian
Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Ekor Kucing
(Acalypha hispida Burm.F) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(3).
Lubis, S.L., 2003. Sabun Obat. Jurusan Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Maharani, A., 2015. Penyakit Kulit. Pustaka Baru Press, Yogyakarta, Indonesia,
hal 21-27.
Mambang, D.E., dan J. Rezi, 2018. Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Nangko (Artocarpus heterophyllus. L) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus, Jurnal Agroteknosains. 2(1): 179-187.
Maramis, N.K., 2014. Formulasi Sediaan Sabun Cair Wajah Menggunakan Kulit
Buah Semangka (Citrullus vulgaris) Dengan Kombinasi Natrium Lauril
Sulfat Dan Polisorbat. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi Bina
Husada.
Martin A., J. Swarbick, dan A Cammarata., 1998. Farmasi Fisik. Edisi III.
Terjemahkan oleh : Yoshita. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dalam:
Saputri, W., Radjab, N.S., dan Yati, K., 2013. Perbandingan Optimasi
Natrium Lauril Sulfat Dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat
Sebagai Surfaktan Terhadap Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Air Kelopak
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa. L).
86
Mutmainah, M., dan Y.D. Franyoto, 2015. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi
Cair Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) Serta
Uji Aktivitas Sebagai Antikeputihan, E-Publ.Fak.Farm. hal 28.
Nauli, A.P., Y.S. Darmanto, dan E. Susanto, 2015. Karakteristik Sabun Cair
Dengan Penambahan Kolagen Ikan Air Laut Yang Berbeda. 4(4): 1-6.
Rahmawati, D.S., 2018. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan Sabun Mandi
Cair Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Poir)
Terhadap Bakteri Escherichia coli. Skripsi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey dan M.E. Quinn, 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. American Pharmaceutical Association. London,
Chicago, hal. 75-77, 470-472, 483-440, 576-577, 592-593, 651-652, 697-
698.
Salmia., 2016. Analisis Kadar Flavonoid Total Ekstrak Kulit Batang Kedondong
Bangkok (Spondias dulcis) Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, hal.2.
87
Saputri, W., Radjab, N.S., dan Yati, K., 2013. Perbandingan Optimasi Natrium
Lauril Sulfat Dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat Sebagai
Surfaktan Terhadap Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Air Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus sabdariffa. L).
Sari, F.I., 2016. Uji Stabilitas Fisik Dan Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Pala
(Myristica fragrans Houtt.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Dalam Formulasi Sabun Cair. Skripsi, Universitas Muhamaadiyah,
Surakarta, hal.6.
Sari, W, K., 2018. Potensi Nonpartikel Daun Dan Pucuk Nangka (Artocarpus
heterophyllus) Sebagai Inhibitor Enzim Tirosinase. Institut Pertanian
Bogor.
Septiani, S., N. Wathoni dan S.R. Mita., 2012. Formulasi sediaan masker gel
antioksidan dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetun gnemon Linn.). 1(1).
Suarsa, I.M., 2018. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau
Dari Kinetika Kimia. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
Syaiful, S.D., 2016. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun
Kemangi (Ocimum sanctum L.) Sebagai Sediaan Hand Sanitizer. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin,
Makassar.
Widyasanti, A., A.Y. Rahayu., dan S. Zain., 2017. Pembuatan Sabun Cair
Berbasis Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Penambahan Minyak Melati
(Jasminum Sambac) Sebagai Essential Oil. Jurnal Teknotan.11(2).
Wulansari, S., 2017. Formulasi Sabun Mandi Cair Antioksidan Ekstrak Etanol
Kulit Bawang Merah Maja Cipanas (Allium cepa L. Aggregatum). Skripsi,
Universitas Al-Ghifari, hal.20.
Yamlean, P.V.Y, dan Bodhi, W., 2017. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan
Sabun Cair Ekstrak Daun Kemangi (Ocymum basilicum L.) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(1): 76-86.
Yulianti, R., D.A. Nugraha, dan L. Nurdianti., 2015. Formulasi Sediaan Sabun
Mandi Cair Ekstrak Daun Kumis Kucing (orthosiphon aristatus (BI)
Miq.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2) : 1-11.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Menurut penelitiaan Rayendra (2017), ekstrak etanol daun nangka muda
(Artocarpus heterophyllus L.) memiliki aktivitas inhobitor tirosinase yang
mampu mencerahkan kulit dengan nilai IC50 29,9 ppm pada fase monofenolase
dan nilai asam kojat sebagai pembanding sebesar 28,2 ppm. Konsentrasi asam
kojat dalam sediaan topikal ialah 2%.
= x 2% = 2,12%
= x 100%
= 10,12%
Jadi, rendemen ekstrak kental daun nangka adalah sebesar 10,12%.
90
9. Pengaroma 1 ml
10. Aquadest ad 60 ml
91
Lampiran 8. Hasil Pengukuran pH, Viskositas, Tinggi Busa dan Bobot Jenis
Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama
Penyimpanan 28 hari.
Hasil Pengukuran pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Sabun Hari ke- Ket
0 7 14 21 28
6,0 5,9 5,8 6,0 5,9 MS
Formula
6,1 6,1 5,9 5.8 5,6 MS
Kontrol
6,2 6,1 5,9 5.9 5,8 MS
Rata-rata 6,1 6,0 5.8 5,8 5,7 MS
3,5 3,3 3,5 3,3 3,0 MS
Formula I 3,5 3,7 3,2 3,4 3,1 MS
3,7 3,2 3,3 3,1 3,1 MS
Rata-rata 3,5 3,4 3,3 3,2 3,0 MS
4,7 4,3 4,5 4,3 4,3 MS
Formula II 4,6 4,6 4,6 4,5 4,4 MS
4,8 4,3 4,4 4,4 4,3 MS
Rata-rata 4,7 4,5 4,5 4,4 4,3 MS
6,7 6,7 6,4 6,2 6,4 MS
Formula III 6,6 6,5 6,6 6,4 6,1 MS
6,9 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Rata-rata 6,7 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Tinggi busa yang memenuhi syarat 1,2-22 cm
97
Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Sabun Hari ke- Ket
0 7 14 21 28
1,0320 1,0306 1,0315 1,0308 1,0241 MS
Formula
1,0326 1,0325 1,0310 1,0298 1,0289 MS
Kontrol
1,0320 1,0310 1,0305 1,0294 1,0304 MS
Rata-rata 1,0322 1,0315 1,0310 1,0300 1,0278 MS
1,0330 1,0317 1,0308 1,0289 1,0236 MS
Formula I 1,0324 1,0309 1,0298 1,0287 1,0253 MS
1,0315 1,0322 1,0288 1,0296 1,0280 MS
Rata-rata 1,0323 1,0316 1,0298 1,0290 1,0256 MS
1,0336 1,0329 1,0320 1,0310 1,0274 MS
Formula II 1,0333 1,0331 1,0328 1,0310 1,0287 MS
1,0322 1,0309 1,0324 1,0315 1,0306 MS
Rata-rata 1,0330 1,0323 1,0314 1,0311 1,0289 MS
1,0356 1,0337 1,0346 1,0332 1.0323 MS
Formula III 1,0363 1,0368 1,0315 1,0323 1,0329 MS
1,0357 1,0354 1,0347 1,0336 1,0322 MS
Rata-rata 1,0358 1,0353 1,0349 1,0330 1,0324 MS
Bobot jenis yang memenuhi syarat 1,01-1,10 g/cm3 (SNI 06-4085-1996).
98
Gambar 12. Pengeringan Daun Nangka Gambar 13. Daun Nangka Kering
Gambar 14. Serbuk Kasar Daun Nangka Gambar 15. Proses Maserasi
99