)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO
SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO
OLEH :
SKRIPSI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
ii
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO
SKRIPSI
OLEH :
RANJA SARI SURYA
1410212038
Menyetujui :
iii
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian
Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Andalas, pada tanggal 20 Februari
2019
iv
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
v
menyatukan hobby menjadi satu rasa kekeluargaan, meski berbeda angkatan,
jurusan, pikiran tapi ada 1 yang menyatukan kita... KEMAUAN! Semoga project-
project lalu bisa membawa kita kepada project-project masa depan. Special untuk
best brother Wira teman kapan dan kemana aja, yang duluan sempro tapi duluan
gue kompre, yang penting bareng WISUDA.
Terimakasih kepada Coach terbaik-terbaikku selama perjuangan ini. R.
Firdaus Gultom coach segala bidang yang membimbingku menjadi seorang
pribadi yang kuat, ekspresif, dan mampu berkarya. M. Habibullah coach
organisatorist yang membimbingku menjadi seorang leader dan wanita tangguh,
meski penuh tekanan. Rinaldy Saputra coach terkeren yang membimbingku
dibidang entertain dari awal berkarya hingga percaya diri tampil didepan umum
Salam semangat untuk adik-adik tersayang Bima Pratama yang selalu
percayain sebagai kakaknya dimanapun dan kapanpun, Herlin yang selalu curhat
soal penelitian dan aku seneng banget ditanyain ttg apa yang aku tau , Sari Akmal
yang mau dicurhatin selalu.. sama hobby dan nje.. nje.. ae... , Irma Jhonita yang
sabar banget nanggepin pertanyaan-pertanyaan aku yang kepo ini, helen dan
anggi yang selalu mau diajak kemana aja buat hangout.
Teruntuk keluarga Laboratorium Kultur Jaringan yang sudah sangat
seperti kelurga sendiri. Terimakasih Bunda Aisyah yang selalu memberikan kami
sumber energi untuk bekerja di Lab baik pagi siang hingga malam. Rahmad dan
Delfy rekan seperjuangan yang bareng masuk Lab tapi, keluarnya dulu-duluan.
Tapi ngapapa... bangga punya rekan serta kaka dan abang yang benar-benar
seperti saudara, meskipun Delfy katanya mau melupakan wkwkwk. Bang Ryan
BS terimakasih banyak ilmu yang sangat bermanfaat telah membawa kami keluar
dari masa-masa ini. Salam manis untuk rekan seperjuanagan (Endah, Dedek, Bg
Ojan, Silvi, Tika) selalu peduli sulit senang dilalui bersama serta adik-adik
pejuang lanjut (Herlin, Mela, Nindy, Melin, Midun, Yola). Lab Kuljar itu
kenangan manis tempat untuk bersandar dikala jatuh tempat untuk pulang dikala
jauh.
Teman-teman asisten (Pemuliaan dan Kultur Jaringan) terimakasih
pengalaman dan waktu yang berharga ketika kita bisa berbagi ilmu bersama,
terlebih untuk diri yang paling pelupa ini bahkan dibantu untuk mengingatkan
kembali mengenai materi-materi terkait.
Terimakasih FYWC (Find Your Word in Campus) suatu nama yang
mungkin dilupan bagi mereka tapi kami tidak, bahkan aku... tidak akan pernah
melupakan. Tempat dimana kita mengekspresikan diri dengan berbagai ilmu yang
tidak didapatkan dimanapun, tapi disini memang “satu langkah lebih”. FYWC-
meski kau telah tiada tapi kami kan tetap ada.
Terimakasih EnSC (Environmentalist Student Community) yang saat
itu berumur 2 tahun ketika aku mengabdi. Tak pernah puas akan pegabdian
selama ini, maka kulanjutkan dengan do’a semoga kan selalau JAYA “Green Life
Style”
vi
BIODATA
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Induksi Kalus Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Menggunakan Beberapa Konsentrasi Picloram secara In-vitro”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Ir. Gustian, MS dan bapak Dr. Aprizal
Zainal, SP. M.Si sebagai pembimbing yang mana beliau telah membimbing,
memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan
orang tua, kakak, adik yang telah memberikan suport kepada penulis serta sahabat
dan rekan-rekan mahasiswa/i dan semua pihak yang telah ikut membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan skripsi ini.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, saya menyadari sepenuhnya
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saya mohon kritik dan
saran yang dapat membangun dan memperbaiki skripsi ini sehingga dapat
membuat skripsi ini lebih baik. Dengan berakhirnya kata pengantar ini saya
mengucapkan terima kasih kepada pembaca semoga skripsi ini dapat berguna bagi
pembaca secara umum dan penulis khusus.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
ABSTRAK ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5
A. Tanaman kakao ................................................................................... 5
B. Kultur Jaringan .................................................................................... 6
C. Eksplan ................................................................................................ 7
D. Kalus ................................................................................................... 8
E. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ............................................................... 8
F. Picloram dan BAP ............................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 11
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 11
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 11
C. Rancangan Percobaan ......................................................................... 11
D. Pelaksanaan ......................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 17
A. Gambaran Umum ................................................................................ 17
B. Waktu Mulai Berkalus (HST) ............................................................. 18
C. Persentase Eksplan Berkalus (%) ........................................................ 21
D. Bobot Kalus (mg) ................................................................................ 20
E. Warna Kalus ........................................................................................ 23
ix
F. Struktur Kalus ..................................................................................... 25
BAB V PENUTUP...................................................................................... 28
A. Kesimpulan ......................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiii
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO
Abstrak
xiv
CALLUS INDUCTION OF CACAO (Theobroma cacao L.) USING SOME
CONCENTRATIONS OF PICLORAM IN-VITRO
Abstract
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kultur jaringan merupakan ilmu, teknik dan seni dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti; daun, bunga, akar, tunas, dan lain-lain sebagai eksplan,
kemudian eksplan tersebut dikultur ke media tumbuh dalam botol secara aseptis
dan terkendali (In-vitro). Kondisi aseptis yang diharapkan, yaitu terbebas dari
kontaminasi jamur dan bakteri yang dapat menghambat terbentuknya kalus.
Lingkungan in-vitro dapat dilakukan dengan mengendalikan botol kultur, media
tanam, suhu ruangan, dan pencahayaan.
Penelitian mengenai kultur jaringan tanaman kakao sudah cukup banyak
dilakukan, namun masih belum memuaskan pemulia untuk mencapai hasil
terbaik guna menunjang metode rekayasa genetika. Dari beberapa hasil penelitian
yang pernah dilakukan, jenis eksplan kakao yang terbaik berasal dari organ
vegetatif bunga (petal) dengan proses embriogenesis somatik. Hasil penelitian
Avivi et al. (2012) menunjukan bahwa dari lima organ kuncup bunga kakao yang
terdiri dari petal, antera, putik, staminodia, dan dasar bunga, hanya petal,
staminodia dan antera yang mudah berkalus. Organ bunga dipilih karena jaringan
tersebut memproduksi fenol dan lendir yang sedikit. Terjadinya pencoklatan
medium diakibatkan karena adanya senyawa fenol yang dikeluarkan oleh eksplan
dari spesies tertentu, terutama tanaman bergetah (Taji et al., 2002).
Kakao yang digunakan dalam penelitian ini yaitu klon BL50 (Balubuih 50
Kota). Kakao klon BL50 dihasilkan dari klon unggul tanaman kakao yang
dikembangkan secara sambung entres. Klon ini memiliki keunggulan yaitu
potensi produksi mencapai 3,69 ton/ha/th. Menurut Dinas Pertanian Kota Padang
varietas ini belum pernah dibudidayakan secara in-vitro hingga Desember 2017.
Media yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog (MS). Kebutuhan
nutrisi untuk pertumbuhan in-vitro yang optimal bervariasi antar jenis dan spesies.
Taji et al. (2002) menambahkan bahwa media MS telah banyak digunakan,
terutama pada perbanyakan tanaman dikotil secara in-vitro dengan hasil yang
memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS memiliki kandungan garam-garam
yang lebih tinggi dari pada medium lain, disamping kandungan nitratnya yang
tinggi.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat dibutuhkan untuk merangsang
pertumbuhan kalus. ZPT yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan
3
yaitu auksin dan sitokinin. Picloram merupakan auksin kuat yang sering
digunakan dalam menginduksi kalus maupun embrio somatis secara in-vitro.
Picloram dapat menginduksi kalus lebih cepat dibandingkan dengan jenis auksin
yang lainnya. Penggunaan picloram dalam konsentrasi rendah sudah mampu
menginduksi terbentuknya kalus. Sitokinin dalam konsentrasi rendah juga
dibutuhkan untuk membantu induksi kalus. BAP merupakan sitokinin yang
banyak digunakan untuk menginduksi kalus kakao.
Pemilihan ZPT auksin picloram sesuai dengan hasil penelitian Wati
(2012) menunjukkan media MS dengan picloram 1.1mg/l merupakan media
terbaik yang dipilih pada eksplan bunga tanaman kakao. Media tersebut
menghasilkan persentase kalus yang berpotensi embriogenik terbesar secara
keseluruhan pada tanaman kakao, yaitu sebesar 20.41% pada bagian petal.
penelitian Zuyasna (2013) juga menunjukkan bahwa penambahan picloram
dengan konsentrasi 3 mg/l cukup baik untuk menginduksi pembentukan ES
sekunder dari eksplan kakao. Pemilihan sitokinin BAP sesuai dengan hasil
penelitian Wilma (2013) bahwa pertumbuhan kalus eksplan staminodia kakao
dengan penggunaan BAP 0,1 mg/l merupakan konsentrasi terbaik karena massa
kalus yang dihasilkan pada perlakuan ini lebih besar dan menghasilkan kalus
dengan tipe remah dan intermediet, seragam dan aktif membelah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat Penelitian
A. Tanaman kakao
B. Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman atau plant tissue cuture atau sering kali disebut
juga dengan kultur in-vitro adalah terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan semua prosedur budidaya tanaman secara aseptik. Karena
pertumbuhannya memerlukan tempat steril dengan wadah yang biasanya tembus
cahaya, maka disebut juga kultur in-vitro yang berarti kultur di dalam gelas
(Suliansyah, 2013).
Secara lebih rinci, kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai suatu
metode mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap (Evans, 2003).
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dikembangkan berdasarkan
teori sel yang pertama kali dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan, yaitu
totipotensi sel. Totipotensi sel dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sel
untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sempurna jika ditempatkan
pada suatu lingkunga yang sesuai untuk pertumbuhnya dan terkendali (Widianti,
2003).
Salah satu aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan dan dewasa
ini sangat pesat perkembangannya adalah mikropropagasi/perbanyakan mikro
(micro propagation). Teknik mikropropagasi telah banyak digunakan untuk
7
C. Eksplan
D. Kalus
dalam media tumbuh in-vitro merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan BAP berfungsi sebagai perangsang
pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel, dan berfungsi sebagai
pendorong proses fisiologis yang bergantung pada konsentrasi yang digunakan.
Wilma (2013) menyatakan bahwa presentasi kalus tertinggi eksplan bunga
kakao yaitu pada perlakuan dengan rata-rata (100%) yaitu pada perlakuan BAP
0,1 mg/l. Massa kalus yang dihasilkan pada perlakuan ini relatif lebih besar dan
menghasilkan kalus yang bertipe remah dan intermediet, seragam dan aktif
membelah. Lizawati (2012) juga menyatakan bahwa pengunaan BAP 0,5 mg/l
dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus eksplan daun durian lebih cepat dan
persentase pertumbuhan kalus yang lebih tinggi.
BAB III METODE PENELITIAN
Adapun alat yang diperlukan pada penelitian ini seperti: autoklaf, oven,
laminar air flow cabinet, hot plate, magnetic stirrer, timbangan, labu takar b
erbagai ukuran, pipet pasteur, erlenmeyer, gelas piala, pengaduk gelas, botol
kultur 40 ml, tabung reaksi, petridish, spatula, scapel, pinset, cutter, bunsen, hand
spayer, pH meter, kertas label, munclle colour chart for tissue culture, plastik
hitam, alat tulis dan kamera.
Sedangkan bahan yang digunakan seperti: eksplan mahkota bunga (petal)
tanaman kakao, Sukrosa, Bacto Agar, stok makro, stok mikro, vitamin, MgSO4,
Myoinocitol, Besi (Fe), larutan pengatur pH, alkohol 70%, alkohol 96% larutan
tween 80, aquades steril, bayclin (Natrium Hipoklorit 5,25%), detergen, zat
pengatur tumbuh picloram, BAP, plastik bening, lakban, aluminium foil, dan
kertas HVS.
C. Rancangan Percobaan
D. Pelaksanaan
1. Sterilisasi Alat
2. Pembuatan Media
Media yang digunakan adalah media MS. Total media yang akan dibuat
untuk induksi kalus sebanyak 1,25 liter untuk 125 botol. Cara pembuatan media
MS untuk volume 1 liternya adalah larutan stok MS dan vitamin disesuaikan
dengan volume larutan baku masing-masing media. Kemudian ditambahkan
sukrosa 30 g/l, myoinositol 100 mg/l dan dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran
1 liter. Media dasar ditambahkan BAP 0,1 mg/l dan picloram sesuai dengan
perlakuan. Selanjutnya media dicukupkan volumenya mencapai 1 liter dengan
13
bunga direndam dengan larutan glukosa steril (0,42/L) (guna menjaga kesegaran
sel). Sampel bunga dari rendaman glukosa diambil sebanyak 10 bunga sesuai
dengan kebutuhan penanaman selama 1 jam, hal ini dilakukan guna
mempertahankan kesegaran eksplan bunga kakao. Petal dari bunga diisolasi
kemudian ditanam ke botol kultur yang telah berisi masing masing media dengan
perlakuan dan ditanam dengan menanam 1 eksplan petal tiap botol. Kemudian
botol ditutup dengan menggunakan lakban bening dan dibalut dengan plastik
wrap. Botol-botol disusun pada rak kultur dengan keadaan gelap sesuai dengan
denah penempatan perlakuan (Lampiran 2).
4. Pemeliharaan
5. Pengamatan
Waktu mulai berkalus diamati setiap hari mulai dari hari pertama setelah
eksplan ditanam di dalam botol kultur dan didokumentasikan setiap minggu
menggunakan kamera Nikon D3200. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui
kapan hari pertama muncul kalus, dan mengamati bagaimana proses inisiasi kalus.
15
d. Warna Kalus
Warna kalus mulai diamati pada 3 minggu setelah tanam Warna kalus
diamati dengan menggunakan munclle colour chart for tissue culture. Pengamatan
ini bertujuan untuk mengetahui kemana arah pertumbuhan kalus, warna bening
kekuning mengarah kepada embriogenik sedangkan warna kehijauan, kecoklatan
atau putih mengarah kepada bukan organogenik.
e. Struktur Kalus
6. Analisis Statistik
Sehingga jumlah botol kultur yang digunakan ada 125 botol. Pada masing-masing
botol kultur ditanam 1 eksplandan semua populasi diamati. Parameter yang
diamati adalah waktu mulai berkalus, persentase eksplan berkalus, struktur kalus,
warna kalus, dan bobot kalus. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji F dan bila berbeda nyata, dilanjutkan dengan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) dengan taraf 5%. Analisis data menggunakan software
Statistic Tool for Agricultural Research (STAR).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Tabel 1. Rata-rata nilai waktu mulai berkalus pada eksplan petal kakao klon BL50
Tabel 2. Nilai rata-rata bobot kalus kakao klon BL50 pada 2 minggu setelah
subkultur (MSS)
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai bobot kalus tertinggi diperoleh
pada konsentrasi picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l dengan nilai rata-rata bobot
kalus sebesar 54,22 mg. Sedangkan bobot kalus terendah dihasilkan pda
konsentrasi picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l dengan nilai 12,11 mg. Hal ini
diduga bahwa eksplan petal kakao pada konsentrasi tinggi yang sebelumnya
lambat merespon terbentuknya kalus dapat menghasilkan bobot kalus yang lebih
tinggi.
Eksplan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh tidak mampu membentuk
kalus bahkan hingga 10 MST . Fitri et al. (2012) menyatakan bahwa setiap
tanaman membutuhkan zat pengatur tumbuh dalam jumlah tertentu sesuai
kebutuhannya. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terlalu tinggi pun tidak
dapat mempercepat, melainkan akan menghambat pertumbuhan tanaman tersebut.
Bobot kalus menggambarkan biomassa jaringan yaitu hasil sintesis dan
kandungan air dalam jaringan, sehingga dapat dilihat peran ZPT auksin dan
sitokinin mampu mendorong perbesaran dan perpanjangan sel (kalus), dan bobot
basah yang dihasilkan. Menurut Yulianti (2015) bahwa pemberian ZPT auksin
pada konsentrasi tertentu dapat menciptakan kondisi yang optimum untuk
pertumbuhan dan diferensiasi sel, karena secara fisiologis auksin berperan dalam
mendorong perbesaran dan perpanjangan sel sehingga dapat meningkatkan berat
segar kalus.
Pertumbuhan kalus akan terjadi apabila konsentrasi ZPT auksin lebih
tinggi dari sitokinin (Erona, 2012). Hal ini terjadi karena secara fisiologis auksin
berperan dalam mendorong pembelahan sel sehingga semakin banyak sel (kalus)
yang terbentuk maka semakin meningkat bobot kalusnya. Selain ZPT auksin,
penambahan ZPT sitokinin dalam konsentrasi rendah berperan dalam
pembentukan kalus, Fermila (2005) juga menyatakan bahwa penambahan
sitokinin dengan konsentrasi tinggi ke dalam media kultur dapat menghambat
terbentuknya pembentukan kalus sehingga cendrung menurunkan bobot kalus.
22
Tabel 3. Persentase eksplan kakao klon BL50 yang membentuk kalus 4 MST)
E. Warna Kalus
Hasil pengamatan secara visual tehadap warna kalus yang diamati setiap
minggu mulai dari eksplan berkalus pada 3 MST. Kalus yang berwarna bening
kekuningan menandakan kalus berpotensi embriogenik, sedangkan kalus
berwarna putih menandakan kalus tersebut berpotensi organogenik.
Tabel 4. Warna kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 minggu setelah
subkultur
a b
1 cm 1 cm 1 cm
A B C
Focal Length: 100 mm
Gambar 2. Warna kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 MSS, (A) kalus berwarna
bening kekuningan, (B) kalus berwarna kuning kecoklatan, dan (C) kalus
browning, (a) kalus berpotensi embriogenik, (b) jaringan kalus ysng telah
mati
akan memacu jaringan stress dan peningkatan aktifitas fenilalanin ammonia liose
(PAL) yang dibutuhkan oleh produksi feniopropanoid.
Browning dapat dicegah dengan meningkatkan intensitas subkultur baik
pada media yang sama atau media pada konsentrasi auksin yang lebih rendah.
Tingginya persentase browning menunjukkan bahwa waktu subkultur sebaiknya
dilakukan lebih sering yaitu 2 minggu sekali (Wilma, 2013). Menurut Modeste
(2017) menyatakan bahwa kalus kecoklatan dari eksplan kakao dapat berkurang
dua hingga tiga kali apabila media kultur dilengkapi dengan berbagai konsentrasi
perak nitrat sebagai agen antioksidan.
F. Struktur Kalus
Tabel 5. Struktur kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 MSS
Struktur Kalus (%)
Kosentrasi Picloram + BAP
Remah Intermediet
1,0 mg/l + 0,1 mg/l 80 20
1,5 mg/l + 0,1 mg/l 72 27
2,0 mg/l + 0,1 mg/l 60 40
2,5 mg/l + 0,1 mg/l 52 48
Hasil pengamatan struktur kalus dapat dilihat pada (tabel 5). Nilai
persentase kalus remah yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi picloram 1,0
mg/l+ BAP 0,1 mg/l sedangkan nilai persentase kalus remah yang terendah
diperoleh pada perlakuan picloram 2,5 mg/l+ BAP 0,1 mg/l. Hal ini
mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi picloram
mempengaruhi pembentukan struktur kalus yang semakin intermediet atau
mendekati kompak. Sedangkan pada penelitian ini tidak ditemukan struktur kalus
yang kompak. Struktur kalus yang kompak mengindikasikan pertumbuhan kalus
mengarah pada organogenik (Avivi, 2010). Kalus organogenik cendrung
26
menginduksi sebagian organ pada tanaman saja, seperti akar atau tunas saja.
Sedangkan kalus embriogenik menginduksi pertumbuhan organ utuh tanaman
seperti akar dan tunas yang tumbuh secara bersamaan, sehingga kalus dapat
berkembang menjadi planlet.
Struktur kalus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kompak, intermediet,
dan remah. Kalus yang baik memiliki tekstur yang remah karena mudah
memisahkan diri menjadi sel-sel tunggal. struktur kalus remah dan intermediet
mengarah kepada kalus yang berpotensi embriogenik sedangkan struktur kalus
kompak mengarah kepada kalus yang berpotensi organogenik. Kalus embriogenik
ditandai dengan adanya struktur kalus yang berwarna kekuningan dan remah
mudah dipisahkan (Roostika et al., 2009).
A B
a
a
b
1 cm 1 cm
Gambar 3. Struktur kalus eksplan petal kakao klon BL50, (A) kalus berstruktur remah,
(B) kalus bersruktur intermediet, (a) bagian kalus remah, (b) bagian kalus
kompak
Perbedaan struktur kalus eksplan petal kakao dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada kalus yang berstruktur remah terlihat bahwa bagian-bagian kalus yang
sedikit memisah dari eksplannya membentuk kumpulan kalus baru, apabila
diangkat dengan pinset ada bagain kalus yang tertinggal di media atau menempel
pada pinset sehingga kalus terpisah-pisah (remah), sedangkan pada kalus yang
berstruktur indermediet terlihat bagian kalus yang membentuk kumpulan baru
antara remah dan kompak, ditandai dengan kalus yang sebagian terpisah dan
sebagiannya lagi tidak terpisah ketika diangkat dengan pinset. Pendapat Widiarso
(2010), menyatakan bahwa terbantuknya kalus bertipe remah dipacu oleh adanya
kolaborasi antara hormon auksin endogen yang diproduksi secara internal oleh
eksplan dengan hormon auksin yang ditambahkan sesuai konsentrasi.
27
A. Kesimpulan
B. Saran
Lizawati, Neliyati, dan Retna. 2012. Induksi kalus Eksplan Daun Durian (Durio
zibethinus murr. Cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-D dan
BAP. Agriculture Faculty Jambi University Mendalo Darat. 1 (1) : 2302-
6472.
Modeste, Eliane, Daouda, Brahima, Tchoa, dan Mongomake. (2017). Effect of
Antioxidants on The Callus Induction and The Development of Somatic
Embryogenesis of Cocoa (Theobroma cacao L.). AJCS. 11 (1) : 25-31
Priadi. dan Sudarmonowati. 2006. Pengaruh Komposisi Media dan Ukuran
Eksplan terhadap Pembentukan Kalus Embriogenik Beberapa Genotipe
Lokal Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Biodiversitas 7 (3) : 269-272.
Ragapadmi. 2002. Regenerasi Tanaman Melalui Embriogenesis Somatik dan
Beberapa Gen yang Mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5 (2) : 51-58.
Rahardjo, dan Wahyudi. 2010. Dukungan Pusat Percobaan Kopi dan kakao dalam
Penyediaan Benih kakao. Pertemuan Teknis Perbenihan Perkebunan,
Direktorat Jendral Perkebunan 27-29 Agustus 2010. Denpasar, Bali.
Rahmadia. 2017. Induksi Tunas Andalas (Morus macroura Miq.) untuk
Mendapatkan Koleksi Tanaman Induk Jantan secara In-vitro dengan
Mneggunakan Thidiazuron. [SKRIPSI]. Padang. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.
Roostika, Arief, dan Sunarlim. 2009. Regenerasi kultur lengkeng dataran rendah
cv. Diamond River melalui Embriogenesis Somatik. Jurnal Hort. 19 (1) :
14-22.
Suliansyaah. 2013. Kultur Jaringan Tanaman. PT. Leutika Nouvalitra :
Yogyakarta
Susilo. 2007. Akselerasi Program Pemuliaan kakao (Theobroma cacao L.) melalui
Pemanfaatan Penanda Molekuler dalam Proses Seleksi. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan kakao Indonesia, 23 (1) 11-24.
Taji, Kumar, dan Lakshmanan. 2002. In-vitro Plant Breeding. New York:
Haworth Press, Inc.
Tu, M., Hurd C., and Randall J.M. 2001. Weed Control Methods Handbook:
Tools and Techniques for Use in Natural Areas. The Nature Conservacy.
Universitas Syiah Kuala. Jurnal Floratek. 8 : 1 – 9
Wartina R. 2012. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Regenerasi Kalus Kentang
(Solanum tuberosum L.) hasil induksi mutasi Ethyl Methane Sulphonate
(EMS). [SKRIPSI]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Wati, R. P. D. L., 2012. Embryogenesis Somatic Induction of Flower Organ
Cocoa (Theobroma cacao L.) by In-vitro. Institut Pertanian Bogor.
Watimena. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU. Bogor. 145 hal
Widianti. 2003. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia
Widiarso. 2010. Kajian Penggunaan BAP dan IBA untuk Merangsang
Pembentukan Tunas Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Varietas
Pingpong Secara In-vitro. Surakarta : Fakultas Pertanian UNS.
31
Wilma. 2013. Induksi Kalus Tanaman kakao (Theobroma Cacao L.) Klon
Sulawesi 1 (S1) pada Medium MS dengan Kombinasi Hormon 2,4-D,
BAP dan Air Kelapa. Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako
Tondo Palu. Biocelebes. 8 (1).
Winarsih, Santoso, dan Wardiyati. 2003. Embriogenesis Somatik dan Regenerasi
Tanaman pada Kultur In-vitro Organ Bunga kakao. Pelita perkebunan. 19
(1) : 1-16.
Yulianti. 2015. Induksi Kalus Beberapa Genotipe Jeruk (Citrus Sp.)
Menggunakan 2,4-D secara In-vitro. [SKRIPSI]. Padang. Fakultas
Pertanian Universitas Andalas.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budi
Daya. Bumi Aksara. Jakarta. 249 hal.
Zuyasna. 2013. Induksi Embrio Somatik Dari Tanaman Kakao Adaptive Aceh
Menggunakan Eksplan Bunga serta Zat Pengatur Tumbuh Picloram.
Jurnal Floratekn. 8 : 1-9
32
Minggu ke-
No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Persiapan dan
1
sterilisasi alat
2 Pembuatan media
3 Persiapan eksplan
4 Penanaman eksplan
Pemeliharaan dan
5
pengamatan
6 Pengolahan data
33
A1 D3 A5 C2 E5
B1 E1 D2 C1 A4
C3 A2 B2 D1 E2
E3 D4 C4 B5 B3
C5 B4 A3 D5 E4
Keterangan:
KI 0,166 0,830
Sukrosa 20,000
Sumber
db JK KT F-hitung F-tabel5%
Keragaman
Perlakuan 3 5192,74 1730,91 28,62* 3,23
Galat 16 967,51 60,47
Total 19 6160,24 KK = 26,94%
Keterangan: *=berbeda nyata
36
1 cm 1 cm
1 cm 1 cm
Kalus Perlakuan D, kalus berwarna Kalus Perlakuan E, kalus berwarna
bening kecoklatan dan remah bening sebagian browning
dan struktur intermediet