Anda di halaman 1dari 51

INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.

)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

OLEH

RANJA SARI SURYA


1410212038

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO

OLEH :

RANJA SARI SURYA


1410212038

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

ii
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

OLEH :
RANJA SARI SURYA
1410212038

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Gustian, MS Dr. Aprizal Zainal, SP. MSi


NIP. 196008251986031003 NIP. 197004091997021001

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Jurusan Budidaya


Universitas Andalas Pertanian

Dr. Ir. Munzir Busniah, MSi Dr. Ir. Indra Dwipa,MS


NIP. 196406081989031001 NIP. 196502201989031003

iii
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian
Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Andalas, pada tanggal 20 Februari
2019

No NAMA JABATAN TANDA TANGAN

1. Dr. Ir. Benni Satria, MP Ketua

2. Dra. Netti Herawati,MSc Sekretaris

3. Dr. P.K Dewi Hayati, SP. MSi Anggota

4. Dr. Ir. Gustian, MS Anggota

5. Dr. Aprizal Zainal, SP. MSi Anggota

iv
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:

“Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada


Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
(Q.S Luqman:12)

Sembari mengharapkan rahmad dan ridho ALLAH S.W.T., tak henti-


hentinya selalu mengucapkan syukur dalam sujud dan langkah yang ku jalani,
segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.
Aku persembahkan butiran lembar ini untuk almarhumah Ibunda tercinta
(Suryati) yang bertaruh nyawa meghadirkan aku ke dinia ini dan membesarkan
aku dengan penuh kasih sayang serta kemanjaan, ingin aku beliau hadir disaat
yang bahagia ini, namun hanya doa yang mampu ku hadirkan untuknya “Semoga
beliau tenang di alam sana, diterima disiNYA”.
Persembahan luar biasa untuk Ayahanda tercinta (Saryoto) yang telah
membesarkan dan membimbingku meski beliau harus menjadi orang tua tunggal
yang tak pernah lelah dan mengeluh demi a-k-u, “pa, maafkan aku yang selalu
menyakitimu yang selalu hanya bisa mengucapkan terimakasih ketika kau
berjuang untuk masa depanku” beliau yang selalu mengatakan “nak, apabila kamu
kesulitan katakan. Apa yang kamu butuhkan katakan. Insyaallah papa akan
usahakan”.
Yang teristimewa untuk Kakanda (Anton) serta Ayunda (Tursiani) yang
selalu menasehati, analitical, logistic, passion, my best teacher yang selalu
memberikan pemahaman kepada papa bahwa aku bukan anak kecil lagi, bahwa
aku harus melakukan segalanya, yang membiarkanku pergi sendirian kemanapun
aku mau dan kapanpun aku mau.
Terimakasih luar biasa untuk keluarga tercinta hingga aku bisa
mengekspresikan diri seluas ini, berkarya tampa batas, me-manage waktu sebaik
ini, mengambil peluang sebanyak-banyaknya, dan mampu mempelajari segala hal
dalam kehidupan adalah anugrah terbesar dalam hidupku.
Terimakasih ku ucapkan untuk rommateku Riris C. Pasaribu, yang telah
betah dan sabar hidup bersamaku selama 4 th. Maafkan aku yang banyak
kekurangan dan tak bisa menjadi rommate yang baik untukmu, yang tak bisa
perhatian disaat saling membutuhkan. Meski berpisah nanti, semoga kita sahabat
hingga akhir hayat nanti.
Terimaksih untuk sahabat-sahabat Calon Wanita Sukses (Anggun, Dwi,
Elsi, Intan, Lasri, Ovi) yang selalu mendukung dan rela melakukan apapun demi
sahabat. Yang setiap hari berantakin kamar kami tanpa lelah. Kalian luar biasa.....!
Meski terkadang kita berbeda kesibukan, maafkan aku yang belum bisa
memberikan yang terbaik untuk kalian semua. Semoga nama bukanlah hanya
sebuah nama tapi masa depan.
Terimakasih kepada Tim LRC (bg Firdaus, Bima, Melan, Ridho,
Ficry). Untuk kalian aku tak bisa berkata apa... kalian adalah MOODBOOSTER
ku. Semua yang ingin aku lakukan itu adalah bersama kalian. Tim yang

v
menyatukan hobby menjadi satu rasa kekeluargaan, meski berbeda angkatan,
jurusan, pikiran tapi ada 1 yang menyatukan kita... KEMAUAN! Semoga project-
project lalu bisa membawa kita kepada project-project masa depan. Special untuk
best brother Wira teman kapan dan kemana aja, yang duluan sempro tapi duluan
gue kompre, yang penting bareng WISUDA.
Terimakasih kepada Coach terbaik-terbaikku selama perjuangan ini. R.
Firdaus Gultom coach segala bidang yang membimbingku menjadi seorang
pribadi yang kuat, ekspresif, dan mampu berkarya. M. Habibullah coach
organisatorist yang membimbingku menjadi seorang leader dan wanita tangguh,
meski penuh tekanan. Rinaldy Saputra coach terkeren yang membimbingku
dibidang entertain dari awal berkarya hingga percaya diri tampil didepan umum
Salam semangat untuk adik-adik tersayang Bima Pratama yang selalu
percayain sebagai kakaknya dimanapun dan kapanpun, Herlin yang selalu curhat
soal penelitian dan aku seneng banget ditanyain ttg apa yang aku tau , Sari Akmal
yang mau dicurhatin selalu.. sama hobby dan nje.. nje.. ae... , Irma Jhonita yang
sabar banget nanggepin pertanyaan-pertanyaan aku yang kepo ini, helen dan
anggi yang selalu mau diajak kemana aja buat hangout.
Teruntuk keluarga Laboratorium Kultur Jaringan yang sudah sangat
seperti kelurga sendiri. Terimakasih Bunda Aisyah yang selalu memberikan kami
sumber energi untuk bekerja di Lab baik pagi siang hingga malam. Rahmad dan
Delfy rekan seperjuangan yang bareng masuk Lab tapi, keluarnya dulu-duluan.
Tapi ngapapa... bangga punya rekan serta kaka dan abang yang benar-benar
seperti saudara, meskipun Delfy katanya mau melupakan wkwkwk. Bang Ryan
BS terimakasih banyak ilmu yang sangat bermanfaat telah membawa kami keluar
dari masa-masa ini. Salam manis untuk rekan seperjuanagan (Endah, Dedek, Bg
Ojan, Silvi, Tika) selalu peduli sulit senang dilalui bersama serta adik-adik
pejuang lanjut (Herlin, Mela, Nindy, Melin, Midun, Yola). Lab Kuljar itu
kenangan manis tempat untuk bersandar dikala jatuh tempat untuk pulang dikala
jauh.
Teman-teman asisten (Pemuliaan dan Kultur Jaringan) terimakasih
pengalaman dan waktu yang berharga ketika kita bisa berbagi ilmu bersama,
terlebih untuk diri yang paling pelupa ini bahkan dibantu untuk mengingatkan
kembali mengenai materi-materi terkait.
Terimakasih FYWC (Find Your Word in Campus) suatu nama yang
mungkin dilupan bagi mereka tapi kami tidak, bahkan aku... tidak akan pernah
melupakan. Tempat dimana kita mengekspresikan diri dengan berbagai ilmu yang
tidak didapatkan dimanapun, tapi disini memang “satu langkah lebih”. FYWC-
meski kau telah tiada tapi kami kan tetap ada.
Terimakasih EnSC (Environmentalist Student Community) yang saat
itu berumur 2 tahun ketika aku mengabdi. Tak pernah puas akan pegabdian
selama ini, maka kulanjutkan dengan do’a semoga kan selalau JAYA “Green Life
Style”

vi
BIODATA

Penulis dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat pada tanggal 18


Januari 1997, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Putri dari pasangan Saryoto
dan Suryati(Almh). Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) ditempuh di TK
Dharma Sari, Lima Puluh Kota (2001). Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh
di SD 06 Sarilamak, Lima Puluh Kota (2002-2008). Sekolah Menengah Pertama
(SMP) ditempuh di SMPN 1 Harau (2008-2011). Sekolah Menengah Atas (SMA)
ditempuh di SMAN 1 Harau (2011-2014). Kemudian pada tahun 2014 penulis
diterima di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Semasa kuliah penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi baik
sebeagai peserta maupun pelaksana. Pada tahun pertama, penulis aktif mengikuti
pelatihan FYWC yang dimerupakan program dari BEM KM FP UNAND periode
2014/2015 selama 2 semester. Kemudian penulis aktif di organisasi EnSC FP
UNAND periode 2016/2017 dan diamanahkan sebagai ketua Umum. Penulis juga
aktif di organisasi eksternal kampus yaitu HMI. Selain organisasi, penulis juga
aktif sebagai Master of Ceremony (MC), pengajar di Gobal Campus Unand, serta
salah satu personil dari LRC video project.

Padang, 9 Mei 2019

Ranja Sari Surya

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Induksi Kalus Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Menggunakan Beberapa Konsentrasi Picloram secara In-vitro”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Ir. Gustian, MS dan bapak Dr. Aprizal
Zainal, SP. M.Si sebagai pembimbing yang mana beliau telah membimbing,
memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan
orang tua, kakak, adik yang telah memberikan suport kepada penulis serta sahabat
dan rekan-rekan mahasiswa/i dan semua pihak yang telah ikut membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan skripsi ini.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, saya menyadari sepenuhnya
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saya mohon kritik dan
saran yang dapat membangun dan memperbaiki skripsi ini sehingga dapat
membuat skripsi ini lebih baik. Dengan berakhirnya kata pengantar ini saya
mengucapkan terima kasih kepada pembaca semoga skripsi ini dapat berguna bagi
pembaca secara umum dan penulis khusus.

Padang, 9 Mei 2019

Ranja Sari Surya

viii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
ABSTRAK ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5
A. Tanaman kakao ................................................................................... 5
B. Kultur Jaringan .................................................................................... 6
C. Eksplan ................................................................................................ 7
D. Kalus ................................................................................................... 8
E. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ............................................................... 8
F. Picloram dan BAP ............................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 11
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 11
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 11
C. Rancangan Percobaan ......................................................................... 11
D. Pelaksanaan ......................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 17
A. Gambaran Umum ................................................................................ 17
B. Waktu Mulai Berkalus (HST) ............................................................. 18
C. Persentase Eksplan Berkalus (%) ........................................................ 21
D. Bobot Kalus (mg) ................................................................................ 20
E. Warna Kalus ........................................................................................ 23

ix
F. Struktur Kalus ..................................................................................... 25
BAB V PENUTUP...................................................................................... 28
A. Kesimpulan ......................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata nilai waktu mulai berkalus kakao ......................................... 18


2. Nilai rata-rata bobot kalus pada 2 minggu setelah subkultur................. 20
3. persentase eksplan yang membentuk kalus 4 MST)............................. 22
4. Warna kalus eksplan petal pada 2 minggu setelah subkultur................. 23
5. Struktur kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 MSS................... 25

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan eksplan petal kakao hingga membentuk kalus............ 19


2. Warna kalus eksplan petal kakao pada 2 MSS.................................... 24
3. Struktur kalus eksplan petal kakao pada 2 MSS................................. 26

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Jadwal Kegiatan Percobaan ...................................................................... 32


2. Denah Penempatan Botol Kultur............................................................... 33
3. Komposisi Media Murashige dan Skoog.................................................. 34
4. Uji F .......................................................................................................... 35
5. Dokumentasi ............................................................................................. 36

xiii
INDUKSI KALUS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
MENGGUNAKAN BEBERAPA KONSENTRASI PICLORAM
SECARA IN-VITRO

Abstrak

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dari bulan Mei


sampai Agustus 2018. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsentrasi
picloram yang efektif untuk menginduksi kalus tanaman kakao klon BL50 pada
media kultur MS secara in-vitro. Penelitian ini menggunakan metode rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 5 taraf konsentrasi picloram, dan diulang sebanyak 5
kali. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf nyata 5% dan
dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5%.
Kalus yang berpotensi embriogenik diperoleh dengan penggunaan konsentrasi
picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l dan picloram 1,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l dengan
variabel eksplan berkalus 100% ,warna kalus bening kekuningan serta struktur
kalus yang remah.

Kata kunci: klon BL50, picloram, induksi kalus, in-vitro

xiv
CALLUS INDUCTION OF CACAO (Theobroma cacao L.) USING SOME
CONCENTRATIONS OF PICLORAM IN-VITRO

Abstract

This research was conducted in the Laboratory of Tissue Culture from


May until August 2018. The objective of this study was to determine the effective
concentrations of picloram to induce calluses of BL50 cacao plants in MS culture
media in vitro. A completely randomized design method was used with 5 levels of
picloram concentration, and repeated 5 times. Data from the observations were
analyzed by the F test at 5% confident level and followed by Duncan Multiple
Range Test with 5% confident level. Potentially embryogenic callus was obtained
at a concentration of picloram 1.0 mg/l + BAP 0.1 mg/l and picloram 1.5 mg/l +
BAP 0.1 mg/l with 100% explosive variable, yellowish clear callus and crumb
callus structure.
Word Key: clone BL50, picloram, callus induction, in-vitro

xv
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanaman kakao (Theobrome cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di


Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian Utara. Suku Astek dan Indian
Maya merupakan penduduk pertama yang memanfaatkan tanaman kakao sebagai
bahan makanan dan minuman. Pada tahun 1560 tanaman kakao mulai dikenal di
Indonesia tepatnya di kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Kakao memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional, khususnya
bagi penyedia lapangan kerja, dan sumber devisa negara. Kakao di Indonesia juga
memiliki potensi untuk menguasai pasar Internasional dan tidak kalah dengan
kakao yang berada di negara lain, dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik
dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana, Afrika
Barat. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao di Indonesia
cukup terbuka baik ekspor maupun impor.
Meskipun demikian, kakao Indonesia masih memiliki berbagai masalah
baik dari kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan kuantitas, kekurangan bibit
kakao utnuk program revitalisasi perkebunan tidak dapat lagi dipenuhi oleh
lembaga penyedia bibit kakao yang memanfaatkan metode perbanyakan bibit
konvensional seperti benih, stek, sambung dan okulasi (Rahardjo, 2010).
Berdasarkan kualitas, produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama
penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum
optimalnya pengembangan produk hilir kakao.
Berdasarkan masalah yang dihadapi di lapangan maka perlu dilakukannya
upaya peningkatan perakitan varietas unggul tanaman kakao dengan berbagai
metode, salah satunya yaitu rekayasa genetika. Pada rekayasa genetika, transfer
gen yang dilakukan akan lebih mudah melalui fase kalus. Hal ini disebabkan
karena kalus yang merupakan kumpulan dari sel–sel yang belum terdiferensiasi ke
dalam bentuk organ akan lebih mudah ditembus oleh plasmid rekombinan. Kalus
yang diperoleh melalui kultur jaringan menjadi penunjang dari teknik rekayasa
genetika dan metode-metode pemuliaan tanaman lainnya.
2

Kultur jaringan merupakan ilmu, teknik dan seni dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti; daun, bunga, akar, tunas, dan lain-lain sebagai eksplan,
kemudian eksplan tersebut dikultur ke media tumbuh dalam botol secara aseptis
dan terkendali (In-vitro). Kondisi aseptis yang diharapkan, yaitu terbebas dari
kontaminasi jamur dan bakteri yang dapat menghambat terbentuknya kalus.
Lingkungan in-vitro dapat dilakukan dengan mengendalikan botol kultur, media
tanam, suhu ruangan, dan pencahayaan.
Penelitian mengenai kultur jaringan tanaman kakao sudah cukup banyak
dilakukan, namun masih belum memuaskan pemulia untuk mencapai hasil
terbaik guna menunjang metode rekayasa genetika. Dari beberapa hasil penelitian
yang pernah dilakukan, jenis eksplan kakao yang terbaik berasal dari organ
vegetatif bunga (petal) dengan proses embriogenesis somatik. Hasil penelitian
Avivi et al. (2012) menunjukan bahwa dari lima organ kuncup bunga kakao yang
terdiri dari petal, antera, putik, staminodia, dan dasar bunga, hanya petal,
staminodia dan antera yang mudah berkalus. Organ bunga dipilih karena jaringan
tersebut memproduksi fenol dan lendir yang sedikit. Terjadinya pencoklatan
medium diakibatkan karena adanya senyawa fenol yang dikeluarkan oleh eksplan
dari spesies tertentu, terutama tanaman bergetah (Taji et al., 2002).
Kakao yang digunakan dalam penelitian ini yaitu klon BL50 (Balubuih 50
Kota). Kakao klon BL50 dihasilkan dari klon unggul tanaman kakao yang
dikembangkan secara sambung entres. Klon ini memiliki keunggulan yaitu
potensi produksi mencapai 3,69 ton/ha/th. Menurut Dinas Pertanian Kota Padang
varietas ini belum pernah dibudidayakan secara in-vitro hingga Desember 2017.
Media yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog (MS). Kebutuhan
nutrisi untuk pertumbuhan in-vitro yang optimal bervariasi antar jenis dan spesies.
Taji et al. (2002) menambahkan bahwa media MS telah banyak digunakan,
terutama pada perbanyakan tanaman dikotil secara in-vitro dengan hasil yang
memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS memiliki kandungan garam-garam
yang lebih tinggi dari pada medium lain, disamping kandungan nitratnya yang
tinggi.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat dibutuhkan untuk merangsang
pertumbuhan kalus. ZPT yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan
3

yaitu auksin dan sitokinin. Picloram merupakan auksin kuat yang sering
digunakan dalam menginduksi kalus maupun embrio somatis secara in-vitro.
Picloram dapat menginduksi kalus lebih cepat dibandingkan dengan jenis auksin
yang lainnya. Penggunaan picloram dalam konsentrasi rendah sudah mampu
menginduksi terbentuknya kalus. Sitokinin dalam konsentrasi rendah juga
dibutuhkan untuk membantu induksi kalus. BAP merupakan sitokinin yang
banyak digunakan untuk menginduksi kalus kakao.
Pemilihan ZPT auksin picloram sesuai dengan hasil penelitian Wati
(2012) menunjukkan media MS dengan picloram 1.1mg/l merupakan media
terbaik yang dipilih pada eksplan bunga tanaman kakao. Media tersebut
menghasilkan persentase kalus yang berpotensi embriogenik terbesar secara
keseluruhan pada tanaman kakao, yaitu sebesar 20.41% pada bagian petal.
penelitian Zuyasna (2013) juga menunjukkan bahwa penambahan picloram
dengan konsentrasi 3 mg/l cukup baik untuk menginduksi pembentukan ES
sekunder dari eksplan kakao. Pemilihan sitokinin BAP sesuai dengan hasil
penelitian Wilma (2013) bahwa pertumbuhan kalus eksplan staminodia kakao
dengan penggunaan BAP 0,1 mg/l merupakan konsentrasi terbaik karena massa
kalus yang dihasilkan pada perlakuan ini lebih besar dan menghasilkan kalus
dengan tipe remah dan intermediet, seragam dan aktif membelah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsentrasi picloram yang efektif terhadap induksi kalus


berpotensi embriogenik tanaman kakao klon BL50?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi


picloram yang efektif untuk menginduksi kalus berpotensi embriogenik tanaman
kakao klon BL50 pada media kultur MS secara in-vitro.
4

D. Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan informasi mengenai protokol induksi kalus tanaman kakao klon


BL50.
2. Mendapatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif untuk induksi kalus
berpotensi embriogenik tanaman kakao klon BL50.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman kakao

Dalam susunan taksonomi, tanaman kakao termasuk divisi:


Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Subkelas:
Dialypetale, Ordo: Malvales, Familia: Sterculiaceae, Genus: Theobroma, dan
Spesies: Theobroma cacao L. Dari 22 jenis genus Theobroma familia
Sterculiaceae, hanya T. cacao dan T. grandiflorum yang diusahakan secara
komersial. Kakao tumbuh liar di lembah Amazon dan daerah tropis lainnya di
Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman kakao menyebar di beberapa negara, di
antaranya Belize, Kolombia, Costa Rika, Pantai Gading, Republik Demokrasi
Kongo, Dominika, Ekuador, Gabon, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Jamaika,
Madagaskar, Malaysia, Nigeria, Papua Nugini, Filipina, Samoa, Sao Tome et
Principe, Sierra Leone, Srilanka, Suriname, Tanzania, Togo, Trinidad, dan
Tobago, Uganda, serta Venezuela (Karmawati, 2010).
Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan (perennial) dan
merupakan tanaman dikotil, mempunyai 10 pasang kromosom (2n = 2x =20).
Ukuran genom kakao diperkirakan antara 388 Mb - 430 Mb. Theobroma cacao
dibagi dalam dua subjenis, yaitu T. cacao dan T.sphaerocarpum (chev.) (Susilo,
2007).
Bunga kakao hanya terdapat sampai cabang sekunder. Bunga kecil dan
halus berwarna putih sedikit ungu kemerahan dan tidak berbau. Bunga kakao
tergolong bunga sempurna terdiri dari daun kelopak (calyx) sebanyak 5 helai
berwarna merah muda dan benang sari (androecium) berjumlah 10 helai. Panjang
tangkai bunga 2-4 cm. Warna tangkai bunga beragam dari hijau muda, hijau,
kemerahan, merah muda, dan merah. Dalam keadaan normal, tanaman kakao
dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000–10.000 per tahun dan hanya sekitar 5%
yang dapat menjadi buah (Alkpokpodion, 2012).
Bunga tanaman kakao dibedakan menjadi 2; (1) bersifat self fertil atau self
compatible, yaitu tanaman kakao yang berbunga dapat dibuahi oleh serbuk sari
dari bunga tanaman itu sendiri, dan (2) bersifat self steril atau self incompatible,
yaitu kakao yang berbunga hanya dapat dibuahi oleh serbuk sari dari bunga klon
6

lainnya. Self incompatible tersebut merupakan ketidakmampuan tanaman kakao


yang fertil dan biseksual untuk menghasilkan zigot setelah penyerbukan sendiri.
Inkompatibilitas biasanya di bawah kontrol genetik yang kuat oleh hanya
beberapa lokus gen. Genotipe dari dua tanaman pada lokus-lokus tertentu
menentukan apakah satu perkawinan memungkinkan atau tidak. Jadi bukan hanya
selfing yang tertolak melainkan juga penyerbukan silang tertentu. Inkompatibilitas
mencegah serbuk sari untuk berkecambah pada kepala putik atau memperlambat
pertumbuhan tabung serbuk sari melalui tangkai putik. Sistem inkompatibilitas
pada tanaman kakao sangat kompleks dan melibatkan beberapa lokus gen
(Gunawan, 2014).

B. Kultur Jaringan

Kultur jaringan tanaman atau plant tissue cuture atau sering kali disebut
juga dengan kultur in-vitro adalah terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan semua prosedur budidaya tanaman secara aseptik. Karena
pertumbuhannya memerlukan tempat steril dengan wadah yang biasanya tembus
cahaya, maka disebut juga kultur in-vitro yang berarti kultur di dalam gelas
(Suliansyah, 2013).
Secara lebih rinci, kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai suatu
metode mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap (Evans, 2003).
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dikembangkan berdasarkan
teori sel yang pertama kali dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan, yaitu
totipotensi sel. Totipotensi sel dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sel
untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sempurna jika ditempatkan
pada suatu lingkunga yang sesuai untuk pertumbuhnya dan terkendali (Widianti,
2003).
Salah satu aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan dan dewasa
ini sangat pesat perkembangannya adalah mikropropagasi/perbanyakan mikro
(micro propagation). Teknik mikropropagasi telah banyak digunakan untuk
7

memperbanyak secara cepat berbagai jenis tanaman dalam skala industri


(Suliansyah, 2013).
Pada mulanya tujuan dan manfaat utama teknik kultur jaringan tanaman
adalah untuk perbanyakan tanaman. Akan tetapi pada perkembangannya, teknik
kultur jaringan juga dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti: polinasi in-vitro,
penyelamatan embrio (transplantasi embrio), produksi metabolit sekunder,
konservasi plasma nutfah, fusi protoplasma, keragaman somaklonal, produksi
tanaman haploid, dan transformasi genetik tanaman pada rekayasa genetika
(Andini, 2001).
Kultur jaringan dapat dikategorikan merupakan teknik atau metode baru
dalam memperbanyak tanaman. Tanaman yang pertama kali diperbanyak secara
besar besaran melalui teknik ini adalah anggrek. Kemudian disusul tanaman hias
dan tanaman hortikultura lainnya. Sedangkan tanaman terakhir adalah
perbanyakan tanaman kehutanan (Harianto, 2009).

C. Eksplan

Eksplan merupakan bagian tanaman (propagul) yang digunakan untuk


menginisiasi pembiakan tanaman secara mikro atau proses kultur jaringan
(Hartmann dan Kester, 1997). Seleksi bahan eksplan yang cocok merupakan
faktor penting yang menentukan keberhasilan program kultur jaringan. Sistem
kultur jaringan yang baru dengan spesies dan kultivar yang baru, seringkali
menghendaki analisis yang sistematis terhadap potensi eksplan dari setiap tipe
jaringan. Tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam seleksi bahan eksplan yaitu
genotipe, umur, dan kondisi fisiologi bahan tersebut (Zulkarnain, 2009).
Beberapa jenis eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan antara lain
potongan daun, lapisan epidermis, tunas apikal yang terfragmentasi, kotiledon dan
hipokotil, pucuk, bunga muda, umbi dan bagian lainnya. Bagian bunga pada
kakao dapat digunakan sebagai eksplan (Figuera dan Alemanno, 2005). Bagian ini
memproduksi fenol dan lendir yang relatif sedikit. Mahkota bunga (petal)
memberikan respon jumlah embrio yang paling besar diikuti oleh staminoidia dan
antera (Winarsih et al., 2003).
8

D. Kalus

Kalus pada dasarnya merupakan kumpulan sel-sel yang belum


terorganisir. Secara alamiah kalus dapat muncul dari pelukaan jaringan atau
organ. Pada banyak spesies tanaman pertumbuhan dan perkembangan kalus dapat
diransang melalui pemberian zat pengatur tumbuh dan media tertentu.
Selanjutnya kalus dapat terus dipertahankan dan diperbanyak dengan pengaturan
media. Pada kondisi tertentu dan kerap kali secara spontan, kalus mampu
beregenerasi membentuk organ-organ adventif dan/atau embrio (Suliansyah,
2013).

E. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Konsep zat pengatur tumbuh (ZPT) diawali dengan konsep hormon.


Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam
konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologi (Widiarso, 2010).
Senyawa tersebut berperan merangsang dan meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan sel, jaringan, dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu.
Senyawa-senyawa lain yang memiliki karateristik yang sama dengan hormon,
tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal sebagai zat pengatur tumbuh
(Zulkarnain, 2009).
Zat pengatur tumbuh diperlukan sebagai komponen media bagi
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam
medium pertumbuhan, pertumbuhan akan asangat terhambat bahkan mungkin
tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan organ-organ tanaman ditentukan oleh
penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat (Fitri et al., 2012).
Pada saat ini dikenal enam kelompok ZPT yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, asam absisik (ABA), etilen, dan retardan (Evans, 2003). Untuk inisiasi
kalus umumnya digunakan auksin 2,4-D saja atau dikombinasikan dengan
sitokinin. Picloram merupakan auksin sintetik. Zat ini dapat menyebabkan
kematian pada tanaman apabila digunakan dengan konsentrasi yang tinggi.
Namun, dalam konsentrasi rendah picloram dapat menstimulasi sintesis RNA,
DNA, dan protein untuk mengatur pembelahan sel dan pertumbuhan yang tidak
terkontrol (Tu et al., 2001).
9

Penelitian Priadi dan Sudarmonowati (2006) melaporkan picloram 6 mg/l


pada media MS selama 2 minggu mampu menginduksi kalus eksplan daun pucuk
ubi kayu menjadi kalus embrogenik. Belarmino dan Gonzales (2008)
menambahkan bahwa penggunaan media MS dengan penambahan 1,0 mg/l
picloram efektif dalam menginduksi kalus Dioscorea alata L. Hasil penelitian
Wati (2012) juga menambahkan embrio somatik hanya tumbuh pada bagian
bunga staminoidia. Bagian petal menghasilkan embrio lebih banyak dibandingkan
dengan staminoidia dan antera. Hal ini diduga dapat terjadi karena adanya
pengaruh genotipe. Pada kakao UAH embrio dapat terinisiasi pada media MS +
picloram 1,1 mg/l dan kinetin 0,25 mg/l.

F. Picloram dan BAP

Zat pengatur tumbuh picloram merupakan auksin kuat yang sering


digunakan dalam menginduksi kalus maupun embrio somatis secara in-vitro.
Picloram dapat menginduksi kalus lebih cepat dibandingkan dengan jenis auksin
yang lainnya. Penggunaan picloram dalam konsentrasi rendah sudah mampu
menginduksi terbentuknya kalus, namun picloram dengan konsentrasi tinggi dapat
meningkatkan keragaman somaklonal dan bersifat menghambat induksi kalus
(Watimena, 1988).
Menurut Wati (2012) menyatakan dalam penelitiannya bahwa, picloram
lebih efektif menginduksi kalus dibandingkan 2,4-D pada eksplan kakao. Cukup
dengan menggunakan setengah konsentrasi 2,4-D, picloram sudah mampu
mengindukis kalus hingga 50%, sedangkan 2,4-D pada konsentrasi yang sama
hanya mampu menginduksi kalus sekitar ± 35% pada bagian petal bunga kakao.
Zuyasna (2013) menyatakan bahwa secara umum peningkatan konsentrasi
picloram akan meningkatkan pembentukan embrio somatik pada eksplan
staminodia kakao. Pada konsentrasi picloram sebesar 2 mg/l, embrio somatik yang
terbentuk relatif lebih banyak tetapi berukuran lebih kecil. Sebaliknya pada
konsentrasi picloram sebesar 4 mg/l, embrio somatik yang terbentuk sedikit tetapi
ukurannya relatif besar.
Benzyl Amino Purin (BAP) merupakan zat pengatur tumbuh jenis
sitokinin yang diperlukan untuk meningkatkan daya regenerasi dari eksplan yang
digunakan dalam kultur jaringan. Penambahan zat pengatur tumbuh BAP ke
10

dalam media tumbuh in-vitro merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan BAP berfungsi sebagai perangsang
pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel, dan berfungsi sebagai
pendorong proses fisiologis yang bergantung pada konsentrasi yang digunakan.
Wilma (2013) menyatakan bahwa presentasi kalus tertinggi eksplan bunga
kakao yaitu pada perlakuan dengan rata-rata (100%) yaitu pada perlakuan BAP
0,1 mg/l. Massa kalus yang dihasilkan pada perlakuan ini relatif lebih besar dan
menghasilkan kalus yang bertipe remah dan intermediet, seragam dan aktif
membelah. Lizawati (2012) juga menyatakan bahwa pengunaan BAP 0,5 mg/l
dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus eksplan daun durian lebih cepat dan
persentase pertumbuhan kalus yang lebih tinggi.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2018, di


Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Sumber
eksplan yang digunakan yaitu petal bunga tanaman kakao klon BL50 (Balubuih
50 Kota), yang berasal dari Air Dingin, Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan
Koto Tangah, Kota Padang. Jadwal kegiatan penelitian tersusun dalam bentuk
tabel (Lampiran 1).

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang diperlukan pada penelitian ini seperti: autoklaf, oven,
laminar air flow cabinet, hot plate, magnetic stirrer, timbangan, labu takar b
erbagai ukuran, pipet pasteur, erlenmeyer, gelas piala, pengaduk gelas, botol
kultur 40 ml, tabung reaksi, petridish, spatula, scapel, pinset, cutter, bunsen, hand
spayer, pH meter, kertas label, munclle colour chart for tissue culture, plastik
hitam, alat tulis dan kamera.
Sedangkan bahan yang digunakan seperti: eksplan mahkota bunga (petal)
tanaman kakao, Sukrosa, Bacto Agar, stok makro, stok mikro, vitamin, MgSO4,
Myoinocitol, Besi (Fe), larutan pengatur pH, alkohol 70%, alkohol 96% larutan
tween 80, aquades steril, bayclin (Natrium Hipoklorit 5,25%), detergen, zat
pengatur tumbuh picloram, BAP, plastik bening, lakban, aluminium foil, dan
kertas HVS.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). dengan 5


taraf konsentrasi picloram, yaitu:
(A) media MS + picloram 0,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l
(B) media MS + picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l
(C) media MS + picloram 1,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l
(D) media MS + picloram 2,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l
(E) media MS + picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l
12

Masing–masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 25


satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdapat 5 botol kultur.
sehingga jumlah botol kultur yang digunakan ada 125 botol. Pada masing-masing
botol kultur ditanam 1 eksplan dan semua populasi diamati. Penempatan masing-
masing perlakuan secara acak dan denah percobaan dapat dilihat pada (Lampiran
2). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf nyata 5%
dan bila berbeda nyata, dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dengan taraf 5%. Analisis data menggunakan software Statistic Tool for
Agricultural Reseach (STAR).

D. Pelaksanaan

1. Sterilisasi Alat

Alat-alat seperti petridish, scapel, botol kultur, pinset, dan peralatan


lainnya dicuci dengan detergen dan dibilas hingga bersih, selanjutnya botol
direndam dalam bayclin (Natrium Hipoklorit 5,25%) 20% selama 24 jam,
kemudian disterilisasi dalam autoclaf pada tekanan 15 Psi (pound per square
inch= tekanan pada bidang seluas 1 inci) dengan suhu 121℃ selama 20 menit.
Alat-alat selain botol kultur dibungkus dengan kertas HVS dan kemudian
dibungkus dengan plastik bening kemudiana dimasukkan ke dalam autoklaf. Air
pada autoklaf diganti setiap kali pemakaian. Alat-alat yang digunakan setelah
sterilisasikan disimpan dalam oven hingga digunakan. Laminar air flow cabinet
disterilkan menggunakan sinar UV selama 1 jam sebelum penanaman dan
disemprot dengan alkohol 70% setiap kali akan digunakan dan setelah selesai
digunakan.

2. Pembuatan Media

Media yang digunakan adalah media MS. Total media yang akan dibuat
untuk induksi kalus sebanyak 1,25 liter untuk 125 botol. Cara pembuatan media
MS untuk volume 1 liternya adalah larutan stok MS dan vitamin disesuaikan
dengan volume larutan baku masing-masing media. Kemudian ditambahkan
sukrosa 30 g/l, myoinositol 100 mg/l dan dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran
1 liter. Media dasar ditambahkan BAP 0,1 mg/l dan picloram sesuai dengan
perlakuan. Selanjutnya media dicukupkan volumenya mencapai 1 liter dengan
13

menambahkan aquades dan derajat keasaman diukur dengan pH meter,


diharapkan pH 5,8. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan beberapa tetes
NAOH 0,1 N jika terlalu asam atau penambahan HCl 0,1 N jika terlalu basa.
Terakhir Bacto Agar 7 g/liter ditambahkam sebagai bahan pemadat, kemudian
media dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer
sampai mendidih.
Kemudian masing-masing media perlakuan dituangkan ke dalam botol
kultur dengan volume 10 ml/botol. Botol kultur ditutup dengan plastik dan diikat
menggunakan karet gelang lalu media disterilisasi menggunakan autoklaf dengan
mempertahankan tekanan 15 Psi pada suhu 121℃ selama 15 menit. Air pada
autoclaf diganti setiap kali pemakaian. Setelah itu diinkubasi di dalam ruang
kultur. Komposisi media Murashige dan Skoog tersusun dalam bentuk tabel
(Lampiran 3).

3. Persiapan Eksplan dan Sterilisasi Eksplan

Proses persiapan eksplan dilakukan menurut prosedur Wati (2012). Mula-


mula bunga yang masih kuncup dengan ukuran antara 3-6 mm diambil (usahakan
pengambilan sampel jangan disaat hujan) dan dikumpulkan dalam wadah yang
berisi air dingin (4°C). Air dingin dibuang dan semua kuncup bunga kakao dicuci
dengan cara dimasukkan ke dalam botol kosong yang atasnya ditutup dengan
saringan, dicuci dengan air mengalir. Setelah dicuci dengan air mengalir, bunga
dicuci dengan aquades ditambah tween 80 1 tetes. Kemudian bunga direndam
dengan larutan fungisida dan bakterisida 2g/l selama 30 menit, dan dibilas dengan
aquades steril 3 kali. Setelah itu kuncup bunga dibawa ke laminar air flow cabinet
dengan bahan-bahan sterilisasi yang sudah disiapkan sebelumnya.
Kegiatan penanaman eksplan dilakukan dalam laminar air flow cabinet.
Sebelum dimasukan ke dalam laminar air flow cabinet, botol kultur, alat tanam,
dan bunsen, disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 96%. Kemudian di dalam
laminar air flow cabinet alat tanam seperti pinset, gunting direndam dalam
alkohol 96%. Sterilisasi dilakukan dengan cara bunga direndam dengan larutan
bayclin (Natrium Hipoklorit) 5% + tween 80 1 tetes selama 5 menit (sesekali
diguncang). Setelah itu bunga dibilas dengan aquades steril (3x). Setelah dibilas,
14

bunga direndam dengan larutan glukosa steril (0,42/L) (guna menjaga kesegaran
sel). Sampel bunga dari rendaman glukosa diambil sebanyak 10 bunga sesuai
dengan kebutuhan penanaman selama 1 jam, hal ini dilakukan guna
mempertahankan kesegaran eksplan bunga kakao. Petal dari bunga diisolasi
kemudian ditanam ke botol kultur yang telah berisi masing masing media dengan
perlakuan dan ditanam dengan menanam 1 eksplan petal tiap botol. Kemudian
botol ditutup dengan menggunakan lakban bening dan dibalut dengan plastik
wrap. Botol-botol disusun pada rak kultur dengan keadaan gelap sesuai dengan
denah penempatan perlakuan (Lampiran 2).

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan terhadap ruang kultur dengan menjaga kebersihan


dan suhu ruangan 18°C. Botol kultur yang sudah berisi media dan eksplan
disemprot dengan alkohol 96%, sedangkan eksplan serta media yang
terkontaminasi segera dikeluarkan dari ruangan, untuk meminimalisir penularan
kontaminasi kepada botol kultur lainnya. Setelah kalus terbentuk, setiap kalus
yang terbentuk disubkultur ke media MS dengan konsentrasi yang sama sesuai
perlakuan dengan interval subkultur 4 minggu. Subkultur pertama dilakukan
dengan memindahkan eksplan berkalus ke media baru tanpa dipisahkan, subkultur
kedua dilakukan dengan memisahkan kalus menjadi 2-3 bagian dan pisahkan dari
bagian yang mencokelat (browning) ke media baru. Tujuannya agar kalus tetap
segar dan tidak mengalami penurunan daya regenerasi karena berkurangnya suplai
unsur hara dan ZPT di dalam media.

5. Pengamatan

a. Waktu mulai berkalus (hari setelah tanam/HST)

Waktu mulai berkalus diamati setiap hari mulai dari hari pertama setelah
eksplan ditanam di dalam botol kultur dan didokumentasikan setiap minggu
menggunakan kamera Nikon D3200. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui
kapan hari pertama muncul kalus, dan mengamati bagaimana proses inisiasi kalus.
15

b. Bobot Kalus (mg)

Bobot kalus diambil pada waktu 2 minggu setelah subkultur (MSS).


Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengamati beberapa sampel dari masing-
masing perlakuan. Sampel yang diambil secara acak sejumlah 10 sampel setiap
perlakuan. Kemudian bobot diamati dengan menggunakan timbangan.

c. Persentase Eksplan Berkalus (%)

Pengamatan persentase eksplan berkalus bertujuan untuk mengetahui


berapa persentase eksplan berkalus dari setiap populasi satuan percobaan.
Pengamatan ini dilakukan mulai dari hari setelah eksplan ditanam di dalam botol
kultur. Persentase eksplan berkalus dapat dilihat dengan menghitung jumlah
eksplan yang berkalus dengan rumus :

% eksplan berkalus = ∑

d. Warna Kalus

Warna kalus mulai diamati pada 3 minggu setelah tanam Warna kalus
diamati dengan menggunakan munclle colour chart for tissue culture. Pengamatan
ini bertujuan untuk mengetahui kemana arah pertumbuhan kalus, warna bening
kekuning mengarah kepada embriogenik sedangkan warna kehijauan, kecoklatan
atau putih mengarah kepada bukan organogenik.

e. Struktur Kalus

Struktur kalus diamati pada 4 minggu setelah subkultur (MSS). Dengan


cara mengamati struktur kalus remah, kompak atau intermediet. Pengamatan ini
bertujuan untuk mengetahui kemana arah pertumbuhan kalus, struktur kalus
remah dan intermediet mengarah kepada embriogenik sedangkan struktur kalus
kompak mengarah kepada organogenik.

6. Analisis Statistik

Rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap


dengan 5 perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh
25 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdapat 5 botol kultur.
16

Sehingga jumlah botol kultur yang digunakan ada 125 botol. Pada masing-masing
botol kultur ditanam 1 eksplandan semua populasi diamati. Parameter yang
diamati adalah waktu mulai berkalus, persentase eksplan berkalus, struktur kalus,
warna kalus, dan bobot kalus. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji F dan bila berbeda nyata, dilanjutkan dengan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) dengan taraf 5%. Analisis data menggunakan software
Statistic Tool for Agricultural Research (STAR).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kalus.


Kondisi umum pada ruang inkubasi seperti suhu dan pencahayaan sesuai dengan
kebutuhan lingkungan in-vitro untuk induksi kalus. Suhu ruangan 18°C yang
diaktifkan selama 24 jam, namun adakala suhu berubah akibat gangguan listrik
sehingga suhu ruangan tidak stabil, namun gangguan ini tidak terlalu berdampak
buruk pada induksi kalus selama penelitian ini berlangsung. Ruangan inkubasi
berukuran 3×4 m2 diberi pencahayaan menggunakan 4 lampu neon untuk ruangan
dan 2 lampu neon untuk masing-masing kotak rak inkubasi. Pada penelitian ini
rak penyimpanan yang digunakan digelapkan 100% tanpa pencahayaan dengan
cara setiap sisi rak yang memungkinkan dimasuki cahaya ditutup menggunakan
kantong plastik hitam merek klinpak ukuran 100×80 cm selama 24 jam.
Selama eksplan diinkubasi, terdapat beberapa eksplan yang terkontaminasi
oleh jamur dan bakteri. Persentase eksplan yang terkontaminasi pada penelitian
ini sebesar 30%. Tingginya tingkat kontaminasi disebabkan oleh kondisi ruangan
inkubasi yang sesekali mengalami peningkatkan suhu akibat gangguan listrik.
Kontaminasi jamur dicirikan dengan munculnya hifa-hifa jamur yang berwarna
putih atau berwarna putih kecoklatan, sedangkan kontaminasi bakteri dapat
dicirikan dengan munculnya koloni bakteri yang terlihat berlendir dan berwarna
putih atau merah.
Pada penelitian ini data yang diolah hanya perlakuan dengan konsentrasi
picloram 1,0 mg/l, 1,5 mg/l, 2,0 mg/l, 2,5 mg/l, sedangkan perlakuan dengan
konsentrasi picloram 0,0 mg/l tidak dimasukan ke dalam analisis uji F. Hal ini
disebabkan karena pada perlakuan tersebut eksplan tidak menunjukan tanda-tanda
berkalus hingga 8 MST. Koofisien keragaman (KK) ada yang besar dari 10%,
yaitu pada peubah bobot kalus 2 minggu setelah subkultur (MSS). Hal ini
disebabkan oleh perbedaan tingkat sensitifitas eksplan petal kakao klon BL50
untuk merespon ZPT picloram dan BAP.
18

B. Waktu Mulai Berkalus (HST)

Umur kalus sangat berpengaruh terhadap kemampuan kalus untuk


beregenerasi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan eksplan membentuk kalus,
maka semakin rendah kemampuan kalus untuk beregenerasi. Berikut ditampilkan
data hasil pengamatan waktu mulai berkalus pada eksplan kakao BL50. Data
menunjukan bahwa konsentrasi picloram memberikan pengaruh yang nyata
terhadap waktu mulai berkalus.

Tabel 1. Rata-rata nilai waktu mulai berkalus pada eksplan petal kakao klon BL50

Kosentrasi Picloram + BAP Waktu Mulai Berkalus (HST)


1,0 mg/l + 0,1 mg/l 19,28a
1,5 mg/l + 0,1 mg/l 20,24ab
2,0 mg/l + 0,1 mg/l 20,60b
2,5 mg/l + 0,1 mg/l 21,84b
KK= 5,09%
Keterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%.

Hasil pengamatan terhadap waktu mulai berkalus (Tabel 1) menunjukkan


waktu mulai berkalus yang tercepat diperoleh pada konsentrasi picloram 1,0 mg/l
+ BAP 0,1 mg/l yaitu dengan nilai rata-rata 19,28 HST, dan waktu mulai berkalus
terlama diperoleh pada konsentrasi picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l yaitu
dengan nilai rata-rata 21,84 HST. Semakin tinggi penambahan konsentrasi ZPT
auksin maka kalus akan semakin lama terbentuk. Untuk merangsang pertumbuhan
kalus pada eksplan dibutuhkan hormon seperti zat pengatur tumbuh auksin dan
sitokinin, maka dari itu eksplan belum mampu untuk menginduksi kalus pada
perlakuan tanpa picloram.
Pada konsentrasi picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l waktu mulai berkalus
dimulai pada hari ke-14 setelah tanam hingga waktu mulai berkalus yang paling
lama pada kosentrasi ini diperoleh pada hari ke-24 setelah tanam, sedangkan
muncul kalus terbanyak diperoleh pada hari ke-19 setelah tanam. Pada konsentrasi
picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l yang memiliki nilai rata-rata waktu mulai
berkalus terlama, yaitu kalus yang muncul dimulai pada hari ke-19 setelah tanam
hingga hari ke-26 setelah tanam.
19

Berikut ditampilkan perkembangan eksplan membentuk kalus pada


Minggu Setelah Tanam (MST) dan Minggu Setelah Subkultur (MSS).
Eksplan Umur Keterangan

0 MST eksplan petal segar

eksplan berubah warna


1 MST
menjadi kuning kecoklatan

eksplan mulai membengkak


2 MST
(inisisasi)

kalus mulai terbentuk pada


3 MST
sebagian permukaan eksplan

4 MST esplan mulai mencokelat

kalus mulai menutupi


5 MST
seluruh permukaan eksplan

kalus semakin berkembang


6 MST

kalus membesar dan


7 MST
berwarna putih

kalus mulai berubah warna


8 MST
menjadi kuning kecoklatan

2 MSS kalus yang telah disubkultur

Focal length 55mm


Gambar 1. Perkembangan eksplan petal kakao klon BL50 hingga membentuk
kalus.
20

Eksplan disubkultur mulai pada 4 MST, 7 MST, dan 10 MST. Subkultur


pada 4 MST dan 7 MST dilakukan dengan cara memindahkan eksplan ke media
baru dengan konsentrasi picloram yang sama sesuai perlakuan, sedangkan
subkultur pada 10 MST dilakukan dengan cara membuang bagian eksplan yang
mencokelat (browning). Eksplan yang mencokelat tidak akan membentuk kalus
karena telah mengalami kematian jaringan.
Perbedaan konsentrasi ZPT picloram mampu mempengaruhi waktu mulai
muncul kalus dengan interval yang berbeda-beda. Yulianti (2015) menyatakan
pemberian ZPT yang berbeda-beda memberikan respon yang berbeda-beda pula
setiap individu eksplan. Krikorian (2004) menyatakan bahwa ZPT auksin dan
sitokinin yang cukup dan seimbang dibutuhkan dalam kultur In-vitro karena
auksin dapat meningkatkan daya aktivitas dalam memacu pembelahan sel.
Pembelahan sel tanpa diikuti pembesaran dan pemanjangan sel menyebabkan
terbentuknya kalus. Zat pengatur tumbuh pada media tanam akan berdifusi
kedalam jaringan tanaman melalui pangkal eksplan yang terluka akibat irisan.
ZPT yang telah diserap kemudian akan menstimulasi terjadinya pembelahan sel,
terutama sel-sel yang berada pada pangkal sekitar perlukaan eksplan (Arianto et
al., 2013).

C. Bobot Kalus (mg)

Data hasil sidik ragam menggunakan uji F pada taraf nyata 5%


menunjukkan bahwa penambahan picloram dengan berbagai konsentrasi
menunjukkan ada pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan kalus yang
dihasilkan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada (Tabel 2)

Tabel 2. Nilai rata-rata bobot kalus kakao klon BL50 pada 2 minggu setelah
subkultur (MSS)

Kosentrasi Picloram + BAP Bobot kalus (mg)


1,0 mg/l + 0,1 mg/l 12,11 a
1,5 mg/l + 0,1 mg/l 18,32 b
2,0 mg/l + 0,1 mg/l 30,80 c
2,5 mg/l + 0,1 mg/l 54,22 c
KK= 26,94%
Keterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf 5%.
21

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai bobot kalus tertinggi diperoleh
pada konsentrasi picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l dengan nilai rata-rata bobot
kalus sebesar 54,22 mg. Sedangkan bobot kalus terendah dihasilkan pda
konsentrasi picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l dengan nilai 12,11 mg. Hal ini
diduga bahwa eksplan petal kakao pada konsentrasi tinggi yang sebelumnya
lambat merespon terbentuknya kalus dapat menghasilkan bobot kalus yang lebih
tinggi.
Eksplan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh tidak mampu membentuk
kalus bahkan hingga 10 MST . Fitri et al. (2012) menyatakan bahwa setiap
tanaman membutuhkan zat pengatur tumbuh dalam jumlah tertentu sesuai
kebutuhannya. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terlalu tinggi pun tidak
dapat mempercepat, melainkan akan menghambat pertumbuhan tanaman tersebut.
Bobot kalus menggambarkan biomassa jaringan yaitu hasil sintesis dan
kandungan air dalam jaringan, sehingga dapat dilihat peran ZPT auksin dan
sitokinin mampu mendorong perbesaran dan perpanjangan sel (kalus), dan bobot
basah yang dihasilkan. Menurut Yulianti (2015) bahwa pemberian ZPT auksin
pada konsentrasi tertentu dapat menciptakan kondisi yang optimum untuk
pertumbuhan dan diferensiasi sel, karena secara fisiologis auksin berperan dalam
mendorong perbesaran dan perpanjangan sel sehingga dapat meningkatkan berat
segar kalus.
Pertumbuhan kalus akan terjadi apabila konsentrasi ZPT auksin lebih
tinggi dari sitokinin (Erona, 2012). Hal ini terjadi karena secara fisiologis auksin
berperan dalam mendorong pembelahan sel sehingga semakin banyak sel (kalus)
yang terbentuk maka semakin meningkat bobot kalusnya. Selain ZPT auksin,
penambahan ZPT sitokinin dalam konsentrasi rendah berperan dalam
pembentukan kalus, Fermila (2005) juga menyatakan bahwa penambahan
sitokinin dengan konsentrasi tinggi ke dalam media kultur dapat menghambat
terbentuknya pembentukan kalus sehingga cendrung menurunkan bobot kalus.
22

D. Persentase Eksplan Berkalus (%)

Data persentase eksplan berkalus menunjukkan bahwa penambahan ZPT


picloram menunjukkan bahwa eksplan petal kakao klon BL50 mampu berkalus
dengan berbagai konsentrasi yang dicobakan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
(Tabel 3)

Tabel 3. Persentase eksplan kakao klon BL50 yang membentuk kalus 4 MST)

Kosentrasi Picloram + BAP Persentase eksplan berkalus (%)


1,0 mg/l + 0,1 mg/l 100
1,5 mg/l + 0,1 mg/l 100
2,0 mg/l + 0,1 mg/l 100
2,5 mg/l + 0,1 mg/l 100

Eksplan yang membentuk kalus ditandai dengan bertambahnya massa


eksplan, dan perubahan warna menjadi bening kekuningan pada eksplan. Kalus
muncul dari bagian eksplan petal yang luka kemudian menyebar kebagian tengah
dan menutupi seluruh bagian eksplan. Kalus dapat terus berkembang selama
media pertumbuhan masih mampu menyediakan cadangan makanan (Avivi,
2010).
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa pemberian picloram dengan
berbagai konsentrasi pada tanaman kakao klon BL50 menghasilkan persentase
eksplan berkalus 100% yang diamati hingga 4 MST. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Modeste (2017) waktu mulai berkalus pertama yang efektif pada
eksplan petal kakao yaitu interval 1–4 MST, jika lewat dari itu tidak menunjukkan
waktu muncul kalus yang efektif.
Menurut Wati (2012) menyatakan bahwa konsentrasi picloram yang lebih
tinggi dapat menghambat eksplan untuk menginduksi kalus dibandingkan
konsentrasi yang lainnya pada induksi kalus embriogenik tanaman kakao.
Didukung dengan penelitian Rahmadia (2017) bahwa pemberian ZPT thidiazuron
pada konsentrasi 0,125 mg/l menghambat pertumbuhan kalus dbandingkan
konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman andalas. Hal ini mengasumsikan
bahwa semakin tinggi konsentrasi ZPT maka semakin rendah kemampuan eksplan
berkalus. Sedangkan pada penelitian ini dihasilkan bahwa semua eksplan dapat
berkalus pada semua perlakuan konsentrasi picloram yang diberikan.
23

Persentase eksplan berkalus yang sama antara masing-masing perlakuan


pada penelitian ini dapat dipengaruhi oleh zat endogen yang dimiliki eksplan
untuk merangsang pertumbuhan kalus. Menurut Yulianti (2015) menyatakan
bahwa tinggi kemampuan eksplan untuk menginduksi kalus dipengaruhi oleh
jenis medium dan zat pengatur tumbuh yang diberikan. Erona (2012) menyatakan
bahwa meskipun masing-masing sel memiliki totipotensi sel, namun masing-
masing jaringan tanaman juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk
tumbuh dan beregenerasi dalam kultur in-vitro. Karena itu pertumbuhan kalus
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan, umur eksplan, kondisi
kalus, media tumbuh dan ZPT yang digunakan.

E. Warna Kalus

Hasil pengamatan secara visual tehadap warna kalus yang diamati setiap
minggu mulai dari eksplan berkalus pada 3 MST. Kalus yang berwarna bening
kekuningan menandakan kalus berpotensi embriogenik, sedangkan kalus
berwarna putih menandakan kalus tersebut berpotensi organogenik.

Tabel 4. Warna kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 minggu setelah
subkultur

Kosentrasi Picloram + BAP Warna Kalus


1,0 mg/l + 0,1 mg/l bening kekuningan
1,5 mg/l + 0,1 mg/l bening kekuningan
2,0 mg/l + 0,1 mg/l kuning kecoklatan
2,5 mg/l + 0,1 mg/l kuning kecoklatan

Pengamatan warna kalus dari 3-10 MST menunjukkan bahwa secara


umum perubahan warna pada kalus setiap minggunya diawali dengan kalus yang
berwana bening, kemudian bening kekuningan, dilanjutkan dengan kuning
kecoklatan. Semakin meningkat konsentrasi picloram warna kalus semakin gelap.
Hasil pengamatan warna kalus dapat dilihat pada (Tabel 4)
Perlakuan dengan konsentrasi picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/ dan
picloram 1,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l warna kalus yang terbentuk yaitu bening
kekuningan yang merupakan warna kalus terbaik dari perlakuan lainnya, kalus
pada perlakuan tersebut berpotensi embriogenik ditandai dengan munculnya
warna kalus kekuningan yang nantinya akan membentuk nodul-nodul bakal
24

embrio. Roostika et al. (2009) menyatakan kalus tersebut diharapakan dapat


berkembang membentuk nodul-nodul yang merupakan tahap awal pembentukan
embrio.

a b

1 cm 1 cm 1 cm
A B C
Focal Length: 100 mm
Gambar 2. Warna kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 MSS, (A) kalus berwarna
bening kekuningan, (B) kalus berwarna kuning kecoklatan, dan (C) kalus
browning, (a) kalus berpotensi embriogenik, (b) jaringan kalus ysng telah
mati

Perbedaan warna kalus bening kekuningan dan kalus kuning kecoklatan


dapat dilihat pada gambar 2. Warna kalus setiap perlakuan tidak mutlak, pada
konsentrasi picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l yang sebagian besar memiliki
warna kalus bening kekuningan, namun sebagian kecil juga terdapat kalus yang
berwarna kuning kecoklatan, begitu pula sebaliknya pada konsentrasi yang
lainnya kecuali perlakuan tanpa picloram yang tidak menunjukkan ciri-ciri tanda
munculnya kalus. Hal ini dipengaruhi oleh zat endogen masing-masing eksplan
yang berkolaborasi dengan zat pengatur tumbuh picloram+BAP berbeda-beda.
Yulianti (2015) menyatakan bahwa jaringan kalus yang dihasilkan dari suatu
eksplan biasanya akan memunculkan warna yang berbeda-beda.
Peningkatan konsentrasi picloram 2,5 mg/l dapat merespon kalus
berwarna kecoklatan karena konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merangsang
peningkatan oksidasi senyawa fenolik sehingga mengakibatkan warna kalus
mencokelat (browning) gambar 2. Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani
(2008) memaparkan tingginya konsentrasi 2,4-D (90.05 μM) pada kedelai
menyebabkan terjadinya perubahan kalus menjadi coklat. Yulianti (2015)
menyatakan bahwa kalus yang berwarna kecoklatan, kehijauan, atau putih
cendrung tidak berpotensi embriogenik. Menurut Rahmadia (2017) browning
terjadi akibat pelukaan karena pematangan jaringan pada eksplan, luka tersebut
25

akan memacu jaringan stress dan peningkatan aktifitas fenilalanin ammonia liose
(PAL) yang dibutuhkan oleh produksi feniopropanoid.
Browning dapat dicegah dengan meningkatkan intensitas subkultur baik
pada media yang sama atau media pada konsentrasi auksin yang lebih rendah.
Tingginya persentase browning menunjukkan bahwa waktu subkultur sebaiknya
dilakukan lebih sering yaitu 2 minggu sekali (Wilma, 2013). Menurut Modeste
(2017) menyatakan bahwa kalus kecoklatan dari eksplan kakao dapat berkurang
dua hingga tiga kali apabila media kultur dilengkapi dengan berbagai konsentrasi
perak nitrat sebagai agen antioksidan.

F. Struktur Kalus

Struktur kalus merupakan suatu penanda yang digunakan untuk


menentukan kualitas kalus yang dihasilkan oleh eksplan petal kakao. Pada
pengamatan ini diketahui bahwa perlakuan dengan pemberian berbagai
konsentrasi picloram dapat merespon kalus berstruktur remah dan intermediet.
Masing-masing perlakuan tidak mutlak membentuk kalus yang remah. Sebagian
eksplan membentuk kalus yang berstruktur intermediet, yaitu gabungan struktur
kalus yang remah dan kompak.

Tabel 5. Struktur kalus eksplan petal kakao klon BL50 pada 2 MSS
Struktur Kalus (%)
Kosentrasi Picloram + BAP
Remah Intermediet
1,0 mg/l + 0,1 mg/l 80 20
1,5 mg/l + 0,1 mg/l 72 27
2,0 mg/l + 0,1 mg/l 60 40
2,5 mg/l + 0,1 mg/l 52 48

Hasil pengamatan struktur kalus dapat dilihat pada (tabel 5). Nilai
persentase kalus remah yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi picloram 1,0
mg/l+ BAP 0,1 mg/l sedangkan nilai persentase kalus remah yang terendah
diperoleh pada perlakuan picloram 2,5 mg/l+ BAP 0,1 mg/l. Hal ini
mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi picloram
mempengaruhi pembentukan struktur kalus yang semakin intermediet atau
mendekati kompak. Sedangkan pada penelitian ini tidak ditemukan struktur kalus
yang kompak. Struktur kalus yang kompak mengindikasikan pertumbuhan kalus
mengarah pada organogenik (Avivi, 2010). Kalus organogenik cendrung
26

menginduksi sebagian organ pada tanaman saja, seperti akar atau tunas saja.
Sedangkan kalus embriogenik menginduksi pertumbuhan organ utuh tanaman
seperti akar dan tunas yang tumbuh secara bersamaan, sehingga kalus dapat
berkembang menjadi planlet.
Struktur kalus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kompak, intermediet,
dan remah. Kalus yang baik memiliki tekstur yang remah karena mudah
memisahkan diri menjadi sel-sel tunggal. struktur kalus remah dan intermediet
mengarah kepada kalus yang berpotensi embriogenik sedangkan struktur kalus
kompak mengarah kepada kalus yang berpotensi organogenik. Kalus embriogenik
ditandai dengan adanya struktur kalus yang berwarna kekuningan dan remah
mudah dipisahkan (Roostika et al., 2009).

A B
a

a
b

1 cm 1 cm

Focal Length : 100 mm

Gambar 3. Struktur kalus eksplan petal kakao klon BL50, (A) kalus berstruktur remah,
(B) kalus bersruktur intermediet, (a) bagian kalus remah, (b) bagian kalus
kompak

Perbedaan struktur kalus eksplan petal kakao dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada kalus yang berstruktur remah terlihat bahwa bagian-bagian kalus yang
sedikit memisah dari eksplannya membentuk kumpulan kalus baru, apabila
diangkat dengan pinset ada bagain kalus yang tertinggal di media atau menempel
pada pinset sehingga kalus terpisah-pisah (remah), sedangkan pada kalus yang
berstruktur indermediet terlihat bagian kalus yang membentuk kumpulan baru
antara remah dan kompak, ditandai dengan kalus yang sebagian terpisah dan
sebagiannya lagi tidak terpisah ketika diangkat dengan pinset. Pendapat Widiarso
(2010), menyatakan bahwa terbantuknya kalus bertipe remah dipacu oleh adanya
kolaborasi antara hormon auksin endogen yang diproduksi secara internal oleh
eksplan dengan hormon auksin yang ditambahkan sesuai konsentrasi.
27

Untuk memperoleh kalus yang berpotensi embriogenik cukup dengan


penggunaan picloram pada konsentrasi rendah yaitu 1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l.
Pada konsentrasi tersebut sudah mampu menginduksi kalus yang berstruktur
remah. Sesuai dengan penelitian Wati (2012) yang menyatakan bahwa kalus dari
eksplan petal kakao yang berpeluang menjadi kalus embriogenik terbesar terdapat
pada media MS + picloram 1.1 mg/l dan adenin 0.25 mg/l yang menghasilkan
kalus dengan struktur remah dan berwarna kekuningan.
Kalus kompak ditandai dengan kalus yang terbentuk dari sekumpulan sel
yang kuat dan keras. Biasanya struktur kalus menggambarkan daya regenerasi
membentuk embrio somatis (ES). struktur kalus yang remah dan terdapat
globular/nodul berwarna bening biasanya mempunyai kemampuan tinggi untuk
membentuk ES daripada kalus yang bersifat kompak (Wartina, 2012). Perbedaan
struktur kalus pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh kondisi selama massa
perkembangan kalus. Jika semakin lama berada dalam media tanam maka kalus
akan mengalami degradasi fisiologis yang diakibatkan oleh kekurangan nutrisi
atau hormon pertumbuhannya (Arianto, 2013).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kalus yang berpotensi embriogenik diperoleh pada konsentrasi picloram


1,0 mg/l + BAP 0,1 mg/l dan picloram 1,5 mg/l + BAP 0,1 mg/l. Dengan variabel
eksplan berkalus 100% ,warna kalus bening kekuningan serta struktur kalus yang
remah.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai pencahayaan dan penggelapan serta


penggunaan arang aktif pada eksplan petal kakao selama inkubasi guna
mengurangi senyawa fenol yang menyebabkan eksplan browning.
DAFTAR PUSTAKA

Alkpokpodion. 2012. Phenology of flowering in cacao (Theobroma cacao) and its


related species in Nigeria. African Journal of Agricultural Research, 7 (23)
: 3395-3402.
Andini. 2001. Teknik Kultur Jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan
Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius : Yogyakarta.
Arianto, Basri Z., Bustamil. 2013. Induksi kalus dua klon kakao (Theobroma
cacao L.) unggul sulawesi pada berbagai konsentrasi 2,4 dichlorophenoxy
acetic acid secara in-vitro. Agrotekbis 1 (3) : 211-220.
Avivi, H., 2012. Perbandingan Media Murashige and Skoog dan Penn State Cacao
untuk Embriogenesis Somatik dari Eksplan Beberapa Bagian Bunga
kakao. 14 : 68-77.
Avivi S., Prowoto, dan R. F. Octami. 2010. Regenerasi Embriogenesis Somatik
pada Beberapa Klon kakao. Jurnal Agron. Indonesia 38(2) : 138-143.
Belarmino and J. R. Gonzales. 2008. Somatic Embryogenesis and Plant
Regeneration in Purple Food Yam (Dioscorea alata L.). Annals of Tropical
Researce. Phillippines. 30(2) : 22-33.
Cuatrecasas. 196 4. Cacao and Its Allies: A Taxonomic Revision of The Genus
Theobroma. Hal 613. Washington DC : Smithsonian Institution.
Erona S. 2012. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Regenerasi Kentang (Solanum
tuberosum L.) Hasil Radiasi Sinar Gama. [SKRIPSI]. Padang. Fakultas
Pertanian Universitas Andalas.
Evans, D. E., J.O.D. Coleman, and A. Kearns. 2003. Plant Cell Culture. Bios
Scientific Publisher. London. 194 p.
Fermila E. Y. 2005. Pengaruh Konsenrasi NAA dan BAP dalam Menginduksi
Kalus Biji Muda Melinjo (Gnetum gnemon L.) secara In-vitro. [SKRIPSI].
Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Fitri, S.M., Z. Thomy, and E. Harnely. 2012. In -Vitro Effect of Combined Indole
Butyric Acid (IBA) and Benzil Amino Purine (BAP) on The Planlet
Growth of Jatropa curcas L. Journal Natural. 12 (1) : 27-31.
Gunawan, E. 2014. Perbanyakan Tanaman, Cangkok, Stek, Okulasi, Sambung dan
Biji. PT. Agromedia Pustaka Jakarta.
Harianto. 2009. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan. PAU
Bioteknologi. IPB : Bogor.
Karmawati, 2010. Budidaya dan Pasca Panen kakao. Puslitbang. Badan Litbang
Pertanian.
Krikorian A. D. 2004. Hormon in Tissue Culture and Propagation cit. Davies P,
Editor. Plants Hormones, Physiology, Biochemistry and Moleculer
Biology. Klower Academic Publisher. Netherland. 774-796 hal.
30

Lizawati, Neliyati, dan Retna. 2012. Induksi kalus Eksplan Daun Durian (Durio
zibethinus murr. Cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-D dan
BAP. Agriculture Faculty Jambi University Mendalo Darat. 1 (1) : 2302-
6472.
Modeste, Eliane, Daouda, Brahima, Tchoa, dan Mongomake. (2017). Effect of
Antioxidants on The Callus Induction and The Development of Somatic
Embryogenesis of Cocoa (Theobroma cacao L.). AJCS. 11 (1) : 25-31
Priadi. dan Sudarmonowati. 2006. Pengaruh Komposisi Media dan Ukuran
Eksplan terhadap Pembentukan Kalus Embriogenik Beberapa Genotipe
Lokal Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Biodiversitas 7 (3) : 269-272.
Ragapadmi. 2002. Regenerasi Tanaman Melalui Embriogenesis Somatik dan
Beberapa Gen yang Mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5 (2) : 51-58.
Rahardjo, dan Wahyudi. 2010. Dukungan Pusat Percobaan Kopi dan kakao dalam
Penyediaan Benih kakao. Pertemuan Teknis Perbenihan Perkebunan,
Direktorat Jendral Perkebunan 27-29 Agustus 2010. Denpasar, Bali.
Rahmadia. 2017. Induksi Tunas Andalas (Morus macroura Miq.) untuk
Mendapatkan Koleksi Tanaman Induk Jantan secara In-vitro dengan
Mneggunakan Thidiazuron. [SKRIPSI]. Padang. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.
Roostika, Arief, dan Sunarlim. 2009. Regenerasi kultur lengkeng dataran rendah
cv. Diamond River melalui Embriogenesis Somatik. Jurnal Hort. 19 (1) :
14-22.
Suliansyaah. 2013. Kultur Jaringan Tanaman. PT. Leutika Nouvalitra :
Yogyakarta
Susilo. 2007. Akselerasi Program Pemuliaan kakao (Theobroma cacao L.) melalui
Pemanfaatan Penanda Molekuler dalam Proses Seleksi. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan kakao Indonesia, 23 (1) 11-24.
Taji, Kumar, dan Lakshmanan. 2002. In-vitro Plant Breeding. New York:
Haworth Press, Inc.
Tu, M., Hurd C., and Randall J.M. 2001. Weed Control Methods Handbook:
Tools and Techniques for Use in Natural Areas. The Nature Conservacy.
Universitas Syiah Kuala. Jurnal Floratek. 8 : 1 – 9
Wartina R. 2012. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Regenerasi Kalus Kentang
(Solanum tuberosum L.) hasil induksi mutasi Ethyl Methane Sulphonate
(EMS). [SKRIPSI]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Wati, R. P. D. L., 2012. Embryogenesis Somatic Induction of Flower Organ
Cocoa (Theobroma cacao L.) by In-vitro. Institut Pertanian Bogor.
Watimena. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU. Bogor. 145 hal
Widianti. 2003. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia
Widiarso. 2010. Kajian Penggunaan BAP dan IBA untuk Merangsang
Pembentukan Tunas Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Varietas
Pingpong Secara In-vitro. Surakarta : Fakultas Pertanian UNS.
31

Wilma. 2013. Induksi Kalus Tanaman kakao (Theobroma Cacao L.) Klon
Sulawesi 1 (S1) pada Medium MS dengan Kombinasi Hormon 2,4-D,
BAP dan Air Kelapa. Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako
Tondo Palu. Biocelebes. 8 (1).
Winarsih, Santoso, dan Wardiyati. 2003. Embriogenesis Somatik dan Regenerasi
Tanaman pada Kultur In-vitro Organ Bunga kakao. Pelita perkebunan. 19
(1) : 1-16.
Yulianti. 2015. Induksi Kalus Beberapa Genotipe Jeruk (Citrus Sp.)
Menggunakan 2,4-D secara In-vitro. [SKRIPSI]. Padang. Fakultas
Pertanian Universitas Andalas.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budi
Daya. Bumi Aksara. Jakarta. 249 hal.
Zuyasna. 2013. Induksi Embrio Somatik Dari Tanaman Kakao Adaptive Aceh
Menggunakan Eksplan Bunga serta Zat Pengatur Tumbuh Picloram.
Jurnal Floratekn. 8 : 1-9
32

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Percobaan Bulan Mei sampai Agustus 2018

Minggu ke-
No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Persiapan dan
1
sterilisasi alat
2 Pembuatan media
3 Persiapan eksplan
4 Penanaman eksplan
Pemeliharaan dan
5
pengamatan
6 Pengolahan data
33

Lampiran 2. Denah Penempatan Botol Kultur Di laboratorium Berdasarkan RAL

A1 D3 A5 C2 E5

B1 E1 D2 C1 A4

C3 A2 B2 D1 E2

E3 D4 C4 B5 B3

C5 B4 A3 D5 E4

Keterangan:

(A) : Media MS + picloram 0,0 mg/l + BAP 0,0mg/l


(B) : Media MS + picloram 1,0 mg/l + BAP 0,1mg/l
(C) : Media MS + picloram 1,5 mg/l + BAP 0,1mg/l
(D) : Media MS + picloram 2,0 mg/l + BAP 0,1mg/l
(E) : Media MS + picloram 2,5 mg/l + BAP 0,1mg/l
1,2,3,4,5 : Ulangan
A1 : Masing masing satuan percobaan terdapat 5 botol kultur
34

Lampiran 3. Komposisi Media Murashige dan Skoog

Larutan Senyawa penyusun Kosentrasi Volume Konsentrasi


baku larutan baku Larutan dalam
(g/l) Medium medium
(ml/l) (mg/l)

A NH4NO3 82,500 20,00 1.650,000

B KNO3 95,000 20,00 1.900,000

C KH2PO4 34,000 5,00 170,000

H3BO3 1,240 6,200

KI 0,166 0,830

Na2MoO4.2H2O 0,050 0,250

CoCl2.6H2O 0,005 0,025

D CaCl2.2H2O 88,000 5,00 440,000

E MgSO4.7H2O 74,000 5,00 370,000

MnSO4.4H2O 4,460 22,300

ZnSO4.4H2O 1,720 8,600

CuSO4.5H2O 0,005 0,025

F Na2EDTA 7,460 5,00 37,300

FeSO4.7H2O 5,560 27,800

Thiamin-HCl 0,010 0,100

Nicotinic acid 0,050 0,500

Pyridoxin-HCl 0,050 0,500

Glycine 0,200 2,000

Myo-inositol 10,000 10,00 100,000

Sukrosa 20,000

Sumber : Murashige dan Skoog, 1962


PhytagelTM : 7 g/l media
pH : 5,8
35

Lampiran 4. Tabel Sidik Ragam

1. Waktu Mulai Berkalus eksplan petal kakao klon BL50


Sumber
db JK KT F-hitung F-tabel 5%
Keragaman
Perlakuan 3 16,81 5,60 5,15* 3,23
Galat 16 17,39 1,09
Total 19 34,20 KK = 5,09%
Keterangan: *=berbeda nyata

2. Bobot Kalus eksplan petal kakao klon BL50

Sumber
db JK KT F-hitung F-tabel5%
Keragaman
Perlakuan 3 5192,74 1730,91 28,62* 3,23
Galat 16 967,51 60,47
Total 19 6160,24 KK = 26,94%
Keterangan: *=berbeda nyata
36

Lampiran 5. Dokumentasi Kalus pada 2 Minggu Setelah Subkultur

1 cm 1 cm

Kalus Perlakuan B, kalus berwarna Kalus Perlakuan C, kalus berwarna


putih bening dan remah bening kecoklatan dan remah

1 cm 1 cm
Kalus Perlakuan D, kalus berwarna Kalus Perlakuan E, kalus berwarna
bening kecoklatan dan remah bening sebagian browning
dan struktur intermediet

Anda mungkin juga menyukai