Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH PENAMBAHAN TWEEN 80 TERHADAP

KELARUTAN TEOFILIN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Ahmad Syarifudin
10.01.02.002

PROGRAM DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2013
PENGARUH PENAMBAHAN TWEEN 80 TERHADAP KELARUTAN TEOFILIN
Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mengikuti Ujian Akhir Program Diploma III Farmasi Pada
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang

Disetujui Oleh :

Pembimbing

Yenni Sri Wahyuni,S.Farm, Apt

Mengetahui

Ketua Program Studi Diploma III

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang

Ade Arinia Rasyad,M.Kes. Apt

i
Karya Tulis Ini Telah Diuji dan Dipertahankan Pada
Ujian Akhir Program Diploma III Pada
Sekolah Tinggi ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang
Pada Tanggal 20 Juni 2013

No Nama Jabatan Tanda tangan

1 Yenni Sri Wahyuni, S.Farm, Apt Pembimbing

2 Drs.Noprizon, M.Kes, Apt Penguji I

3 Ade Arinia Rasyad, M.Kes, Apt Penguji II

4 David Darwis, M.Si, Apt Penguji III

5 Ahmad Fatoni, M.Si Penguji IV

ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTOO :

• “KEEP MOVING FORWARD and NEVER GIVE UP”

• Lakukanlah sesuatu yang berguna dan bermanfaat agar kelak jika kita tiada

semua orang akan mengingat apa yang kita lakukan.


• Aku percaya kehidupan orang-orang sukses berawal dan bermula dari kehidupan
yang jauh dari kata sempurna yaitu kehidupan yang susah dan rumit, karena dari
kehidupan yang sulit dan susahlah kisah orang-orang sukses dilahirkan
PERCAYALAH.

KUPERSEMBAHKAN KEPADA :

Allah SWT yang slalu mencurahkan kesehatan dan selalu


memberikanku motivasi sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan.

Ibunda dan ayahanda tersayang walaupun mereka tak bisa selalu


disisiku saat saya butuh yang selalu menjadi suri tauladan buat saya
dan tanpa doa restu dari mereka saya tidak akan sanggup menjalani
kehidupan ini

Paman dan Bibi saya yang selalu bisa membimbing saya mengajarkan
saya banyak hal sehingga saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik saat
ini dan adik – adik dan juga sepupu saya Nyimas Kurnia Rizki dan
Briptu Kemas M Sukri Ardiansyah yang tercinta yang tiada hentinya
memberikan doa dan dukungan sehingga saya bisa menjadi seseorangi
lebih baik di setiap langkah saya.

Dosen pembimbingku yang senantiasa sabar dan telaten dalam


membimbingku dan Beliaulah yang selalu memberiku semangat sehingga
terselesaikannya karya tulis ini.

iii
Sahabat – sahabat ku terutama Zoelya(iyak), Yug Novri(Emak), Amry,
Adk Putdez n Pupud Awd, Eka, Ecy, Ayu W n Ayu A, Kurnia dan Nila
yang selalu ada dan memberikan semangat di hari-hari q yang sepi
smoga kita bisa kumpul lagi sperti dahulu.

Teman-Teman Seperjuanganku dan satu bimbinganku Sri Septiani Dan


Hema Mellini yang selalu memberikan ku semangat dan dukungan
sampai terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

Tak lupa juga anak-anak DIII Gokil seperjuangan sampai titik


penghabisan ini semoga kita dapat berkumpul seperti dulu lagi tetap
semangat buat kalian semua.

Untuk rekan-rekan kerja di Apotik SEGAR FARMA kak Firly, kak roni
gokil, mbak heni, yuk Friska dan yang terhormat bapak Atu Kurnia dan
Ibu Lidia selaku apoteker serta tak lupa juga Kak Asep, kak Dede dan
kak dadan beserta Istri dan 2 jagoan kecilnya yang tak pernah henti
memberikan motivasi dan semangat selama menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini.

Ku persembahkan juga untuk Dedek Dwi Intan yang udah selalu ada
disamping abang saat masa-masa sulit dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini dengan motivasi dan semangatnya.

Seseorang yang istimewa dalam hidupku “‫رﻧﻮف‬ ‫”ﻓﻮزﻳﺔ اوﺗﺎﻣﻲ‬yang selalu


ada bersamaku disisiku sampai semua ini berakhir dengan bahagia.

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil’aalamin, dengan mengucapkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tween

80 Terhadap Kelarutan Teofilin’’.

Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Ahli Madya Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, hal ini

karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka dengan segala

kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk penyempurnaan karya

tulis ilmiah ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yaitu

yang terhormat :

1. Bapak Drs. Noprizon, M.Kes, Apt, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi

Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Adek Zamrud Adnan, MS, Apt, selaku Ketua

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3. Ibu Ade Arinia Rasyad, M.Kes, Apt. Selaku Ketua Program Diploma III

Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

v
4. Yenni Sri Wahyuni, S.Farm, Apt selaku pembimbing yang telah banyak

membantu, membimbing dan mengarahkan dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini.

5. Bapak / Ibu Dosen selaku staf pegawai Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Palembang.

6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya untuk ayah, ibu,paman dan bibi tercinta serta kakak-

adikku.

7. Semua pihak serta rekan-rekan saya mahasiswa / i STIFI Angkatan ‘10

yang telah memberi motivasi langsung maupun tidak langsung demi

terselesaikannya penelitian ini.

Atas segala bantuan bapak / ibu serta rekan-rekan sekalian, penulis hanya

berdoa kiranya Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada

Bapak / Ibu serta rekan-rekan sekalian.

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat untuk

perkembangan khususnya di bidang farmasi dimasa yang akan datang terima

kasih.

Palembang, 20 Juni 213

Penulis

vi
RINGKASAN

Telah dilakukan uji pengaruh penambahan tween 80 terhadap kelarutan teofilin.


Dengan cara menambahkan tween 80 sebagai surfaktan yang dapat meningkatkan
kelarutan teofilin. Dengan membuat 5 variasi konsentrasi tween 80 yaitu 3%, 4%,
5%, 6% dan 7%. Dihasilkan pada konsentrasi 5% terjadi peningkatan jumlah
kadar zat terlarut dari teofilin yakni dari kadar zat 200,1549 µg/ml meningkat
menjadi 201,7034 µg/ml. Hal ini membuktikan pengaruh penambahan tween 80
dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan sehingga terjadi
peningkatan kelarutan.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................ ii

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................ iii

KATA PENGANTAR........................................................................... v

RINGKASAN........................................................................................ vii

DAFTAR ISI.......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... x

DAFTAR GAMBAR............................................................................. xi

DAFTAR TABEL................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN..................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4

2.1 Teofilin................................................................................ 4

2.1.1 Uraian Kimia............................................................ 5

2.1.2 Farmakodinamik...................................................... 5

2.1.3 Farmakokinetik........................................................ 6

2.1.4 Efek Samping........................................................... 6

2.1.5 Intoksikasi................................................................ 7

2.2 Polisorbat 80........................................................................ 7

2.3 Definisi Kelarutan............................................................... 8

2.4 Definisi Surfaktan............................................................... 9

2.5 Solubilisasi.......................................................................... 12

viii
III. METODELOGI PENELITIAN.................................................. 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................. 14

3.2 Alat dan Bahan.................................................................... 14

3.2.1 Alat........................................................................... 14

3.2.2 Bahan....................................................................... 14

3.3 Pelaksanaan Penelitian........................................................ 14

3.4 Prosedur Kerja.................................................................... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 18

4.1 Hasil.................................................................................... 18

4.2 Pembahasan......................................................................... 18

V. Kesimpulan dan Saran................................................................ 21

5.1 Kesimpulan.......................................................................... 21

5.2 Saran ................................................................................... 21

DAFTAR KEPUSTAKAAN.................................................................. 23

LAMPIRAN........................................................................................... 25

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja..................................................................................... 25

2. Pemeriksaan Pendahuluan Bahan Baku............................................ 26

3. Penentuan panjang gelombang maksimal teofilin dalam pelarut

air...................................................................................................... 28

4. Pembuatan Kurva kalibrasi Teofiin dalam pelarut air..................... 29

5. Penentuan waktu larut teofilin.......................................................... 30

6. Penentuan waktu larut teofilin dengan penambahan tween 80....... 31

7. Contoh Perhitungan......................................................................... 32

8. Gambar Magnetik Stirrer 70-1......................................................... 34

9. Gambar Alat Spektrofotometri shimadzu........................................ 35

10. Certificate of Analysis...................................................................... 36

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Teofilin................................................................................ 4

2. Struktur Tween 80............................................................................. 7

3. Skema Kerja..................................................................................... 25

4. Kurva panjang gelombang maksimal teofilin dalam pelarut air...... 28

5. Kurva Kalibrasi Teofilin dalam pelarut air pada panjang

gelombang 272,5 nm......................................................................... 29

6. Kurva penentuan waktu larut teofilin dalam pelarut air.................. 30

7. Kurva penentuan waktu larut teofilin dengan penambahan tween

80...................................................................................................... 31

8. Magnetik Stirer................................................................................. 34

9. Spektrofotometri............................................................................... 35

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Istilah Kelarutan................................................................................. 9

2. Pemeriksaan Bahan Baku Teofilin..................................................... 26

3. Pemeriksaan Bahan baku Tween 80................................................... 27

4. Data pengukuran serapan teofilin dalam pelarut air pada panjang

gelombang 272,5 nm.......................................................................... 29

5. Data kelarutan Teofilin dalam pelarut air.......................................... 30

6. Data kelarutan Teofilin dengan penambahan tween 80 dengan

konsentrasi 3%-7%............................................................................. 31

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik

untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan

tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi

dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih

mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga

memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain

itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan

fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi

setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk

mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan

zat aktifnya(Martin, A., et al, 1993).

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut.

Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut

dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan

sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse

molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan

kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan,

pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat

terlarut.(Martin, A., et al, 1993).

1
2

Ada beberapa cara untuk meningkatkan atau mempercepat terlarutnya suatu

zat aktif dengan penambahan pelarut campur, penambahan surfaktan atau dengan

cara memperkecil ukuran partikel zat tersebut. Dengan memperkecil ukuran

partikel atau dengan cara penambahan surfaktan maka akan mempercepat zat

untuk larut dengan baik(Delvina, 2011).

Salah satu zat yang sukar larut dan memungkinkan zat tersebut susah

terabsorbsi adalah Teofilin.Teofilin merupakan bronkodilatorgolongan derivat

xantin yang paling banyak digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran nafas dan

mempunyai sifat sukar larut dalam air, sehingga kemungkinan laju disolusinya

rendah. Kita akan menguji apakah dengan penambahan surfaktan tween 80 akan

meningkatkan proses kelarutan zat Teofilin(Aulton, M.E., 1990).

Percobaan Finholt (Leeson,L.J., Cartensen, J.T.,1974) menunjukkan bahwa

penambahan Tween 80 sebanyak 0.2 % dapat menaikkan kecepatan disolusi

Fenacetin. Tween adalah salah satu surfaktan yang masuk dalam golongan

nonionik, pada konsentrasi 1-10 % berfungsi sebagai bahan penambah kelarutan

(Boyland, J.C., etal., 1986).

Dari uraian di atas, masalah yang timbul adalah berapa persen penambahan

tween 80 yang dapat meningkatkan kelarutan dari teofilin yang optimal dengan

melarutkan teofilindengan Tween 80 dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu

3%, 4%, 5%, 6%, dan 7% ( Sri Wahyuni, Y, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terjadi proses peningkatan kelarutan dari teofilin dengan

penambahan tween 80 dengan beberapa konsentrasi.


3

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Tween 80 terhadap peningkatan

kelarutan Teofilin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Memperluas pengetahuan tentang salah satu cara untuk meningkatkan

kelarutansuatu zat yaitu dengan penambahan surfaktan tertentu dengan

konsentrasi tertentu dapat mempercepat kelarutan suatu zat dengan baik.

1.4.2 Bagi Akademi

Sebagai referensi atau perpustakaan.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dalam pemilihan pengobatan asma bahwa selain

bentuk sediaan padat tersedia juga bentuk sediaan obat cair yang mepunyai

kelarutan yang lebih cepat dibanding sediaan padat sehingga lebih cepat di serap

oleh tubuh.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teofilin (Farma


rmakope Indonesia Edisi IV)

Gambar 1 Struktur teofilin.

BM : 195,18

Pemerian : Serbuk Hablur, Putih, Tidak berbau, Pahit,


ahit, Stabil
S di

Udara.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam lebih


ih kurang
kura 180 bagian

hjair, lebih mudah larut dalam air panas,lar


arut dalam lebih

nikurang 120 bagian etanol (95%), mudah larut dalam

nilarutan alkali Hidroksida dan dalam amonia


monia encer .

Identifikasi : 1. Spektrum serapan inframerah yang


ng di keringkan dan

nididispersikan dalam kalium bromidaa P menunjukan

nimaksimum hanya pada panjang gelomba


lombang yang sama

niseperti pada teofilin Pembanding.

2. Waktu retensi relatif puuncak utama


tama terhadap baku

niinternal dari larutan uji sesuai dengann laru


larutan baku yang

nidiperoleh pada penetapan kadar.

Penyimpanan : Dalam Wadah tertutup baik.


5

2.1.1 Uraian Kimia

Teofilin (1,3-dimetilxantin) adalah senyawa alkaloid turunan xantin dan

termasuk ke dalam kelompok purin. Teofilin telah lama digunakan untuk

mengobati penyakit asma yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos serta

menstimulasi sistem syaraf pusat dan otot jantung. Teofilin masih banyak

digunakan di Indonesia, sedangkan di Inggris jarang digunakan karena

mempunyai efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan obat-obat

inhalasi lainnya.

Teofilin dapat ditemukan pada tumbuhan seperti teh, tetapi teofilin yang

digunakan untuk pengobatan umumnya disintesis dalam skala industri. Ciri fisik

teofilin adalah berbentuk serbuk, berwarna putih, tidak berbau, rasanya pahit, dan

stabil di udara. Teofilin sukar larut dalam air, mudah larut dalam air panas, larutan

alkali hidroksida, dan amonium hidroksida, serta agak sukar larut dalam etanol,

kloroform, dan eter (USP 2003).

Teofilin adalah suatu bronkodilator yang bekerja dengan cara menghambat

enzim fosfodiesterase yang bekerja merubah cyclic-adenosin-monoposphat

(cAMP) menjadi 5`-AMP, sehingga terjadi peningkatan jumlah

cAMP.Meningkatnya kadar cAMP dalam sel menghasilkan beberapa efek melalui

enzim fosfokinase, antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan

mediator oleh mastcells (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.1.2 Farmakodinamik

Efek farmakologi teofilin diantaranya dapat merangsang SSP yang kuat,

lebih kuat dari kafein, merangsang pusat napas di medula oblongata serta
6

dapatmemperkuat kontraktilitas diafragma. Efek lainya mempunyai efek inotropik

positif pada jantungdan merelaksasi kuat otot polos bronkus yang menyebabkan

meningkatnya kapasitas vital dimanfaatkan sebagai bronkodilator pada asma

bronkial dan yang terakhir meningkatkan ekskresi air dan elektrolit dengan

efekmirip diuretik tiazid.

2.1.3 Farmakokinetik

Teofilin diabsorpsi dengan cepat melalui oral, parenteral, dan rektal.

Distribusinya ke seluruh bagian tubuh.Ikatan dengan protein plasma sebanyak

50%. Derivat xantin terutama dieliminasi melalui metabolisme dalam hati,

sebagian besar diekskresi bersama urine dalam bentuk asam metilurat atau

metilxantin. Waktu paruhnya 8 jam.Kadar teofilin dalam darah harus dipantau

karena dosis yang berlebihan dapat menimbulkan kematian yang mendadak, dan

dosis kecil tidak efektif. Efek yang bermanfaat umumnya mulai dengan kadar 7-

10 mcg/ml. Gejala toksisitasnya dapat timbul pada kadar 20 mcg/ml atau lebih.

Dewasa ini telah tersedia pula sediaan lepas lambat (sustained release) yang

diberikan 1 atau 2 kali per hari.(Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002).

2.1.4 Efek Samping

1. Pada pemberian oral dapat menimbulkan efek samping: sakit kepala, gugup,

pusing, enek, muntah, dan nyeri epigastrium, serta dapat pula timbul kejang.

2. Pada pemberian intravena dapat timbul: aritmia jantung, hipotensi,

hentijantung, dan kejang.

3. Pada anak-anak dapat menimbulkan: perangsangan SSP, diuresis, dan demam.


7

2.1.5 Intoksikasi

Intoksikasi yang fatal lebih sering ditemukan pada penggunaan teofilin,

yang sering terjadi pada pemberian berulang parenteral atau oral. Gejala

keracunan berupa: aritmia, takikardi, sangat gelisah, agitasi, dan muntah.

Kematian pada pemberian teofilin IV dengan cepat disebabkan oleh terjadinya

aritmia jantung. Untuk menghindari keracunan akut, aminofilin IV harus

diberikan perlahan-lahan dalam waktu 20-40 menit.

2.2 Tween 80(Farmakope Indonesia Edisi IV)

Tween adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi

dengan lebih kurang 20 molekul etilenoksida untuk tiap molekul sorbitol dan

anhidra sorbitol.
HO(CH2CH2O)W (OCH2CH2)XOH

(OCH2CH2)YOH

O O

(OCH2CH2)ZO C17H33

Polysorbate 80 ( Sum Of w,x,y,and z is 20)

Gambar 2Struktur Tween 80

Rumus Molekul : C32H60O10

Sinonim : Polioksietilen 20 sorbitol monoleat, Plysorbatum 80,

nitween 80

Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda,

nihingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan

nihangat.
8

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan

nipraktis tidak berwarna, larut dalam etanol dalam etil

niasetat tidak larut dalam minyak mineral.

Identifikasi : a. 2 ml larutan (1 dalam 20) tambahkan 0,5 ml brom LP

ntetes demi tetes, warna brom hilang.

b. 5 ml larutan (1 dalam 20) tambahkan 5 ml natrium

nhidroksida didihkan bebrapa menit dinginkan asamlan

nidengan HCL 3 N larutan beopalesensi kuat

c. Campurkan 60 Volume zat dan 40 volume air

nberbentuk massa gelatin pada suhu kamar.

Bobot Jenis : antara 1,06 dan 1,09

Sisa Pemijaran : tidak lebih dari 0,25 %

2.3 Definisi Kelarutan

Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat

terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif

didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk

dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang

dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam

500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan

persen(Genaro, 1990).

Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang

mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam
9

air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak

dimasukkan kedalam golongan produk lainnya”.

Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan

konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut.

Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas

daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.

Tabel 1Istilah-istilah Kelarutan (Farmakope Indonesia ED III)

Jumlah bagian pelarut di perlukan


NO Istilah Kelarutan
untuk malarutkan 1 Gram zat
1 Sangat mudah larut kurang Dari 1

2 Mudah larut 1 - 10

3 Larut 10 - 30

4 Agak sukar larut 30-100

5 Sukar Larut 100-1.000

6 Sangat Sukar Larut 1.000-10.000

7 Praktis Tidak larut lebih dari 10.000

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:

1. pH

2. Temperatur

3. Jenis pelarut

4. Bentuk dan ukuran partikel

5. Konstanta dielektrik pelarut


10

6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan

lain-lain (Delvina, 2011).

2.4 Definisi Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang

terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas

surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan

memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang

suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat

bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan

surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-

air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan

rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam

dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan

rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung

gugus hidroksil (Jatmika, 1998).

Gugus hidrofilik atau dapat berikatan dengan air pada surfaktan bersifat

polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non

polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah

satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih

dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat

oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air

menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
11

Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka

molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak

dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih

rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan

permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan

akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan

ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk

misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration

(CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC

tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka

menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis

dengan monomernya (Genaro, 1990).

Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan

mediumsekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh

misel larut ke dalammedium (Martinet al., 1993). Penggunaan surfaktan pada

kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel.

Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle

Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks

dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas

membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membranmengandung

komponen penyusun yang sama (Attwood & Florence, 1985;Sudjaswadi,1991).


12

Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk

meningkatkankelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium

dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan

dan menaikkan laju kelarutan obat(Martinet al., 1993). Sedangkan pada kadar

yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut

misel (Shargelet al.,1999).

Menurut (Attwood & Florence, 1985) Klasifikasi surfaktan berdasarkan

muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu

anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat,

garam sulfonat asam lemak rantai panjang.

2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu

kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil

ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.

3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester

sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida,

mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan

positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,

betain, fosfobetain.
13

2.5 Solubilisasi

Solubilisasi adalah suatu teknik yangsemakin sering digunakan terutama

dalambidang farmasi dan kosmetika. Solubilisasiadalah suatu bentuk sediaan yang

berupa cairatau semi padat, jernih dan bersifat isotrop yangterdiri dari inkorporasi

atau larutan di dalam airsuatu zat yang tidak larut atau sedikit larut

dalam air dengan bantuan suatu surfaktan(Swarbrick and Boylan, 1996).

Cara ini dapatmempermudah para farmasis untuk membuatsediaan berupa

larutan di dalam air dari zat-zatyang tidak larut atau sangat sedikit larut didalam

air, dengan pertolongan suatu surfaktan(Aulton, 1990).

Metode solubilisasi tersebut telah lamadiketahui dan hanya dapat diperoleh

padakeadaan konsentrasi tertentu dari berbagai zatyang dicampurkan. Karena

produk yang didapatsecara termodinamik stabil maka metoda inidiperkirakan

banyak berperan dalam bidangfarmasi maupun kosmetika (Tabibi and

Rhodes,1996)Sebagian besar surfaktan mampuberperan dalam solubilisasi (Ansel,

et al., 1995).

Surfaktan yang dipergunakan untuk membuatsediaan farmasi dan kosmetika

untuk pemakaianluar harus secara farmakologis non-agresifdan non-toksik pada

kulit. Oleh karena alasantersebut maka di dalam penelitian ini digunakansurfaktan

dari golongan non-ionik yang tidaktoksis. Demikian juga minyak yang

dipergunakanadalah suatu minyak natural yang bersifatnetral.


14

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Marethingga Mei 2013di Laboratorium

Teknologi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Baker glass, corong, kertas saringWhatman no.42,labu ukur, magnetik

Stirrer seri 79-1 magnetic stirrer with heater, timbangan analitik, pipet tetes, pipet

ukur skala 1 ml, 5 ml, dan 10 ml, Spektrofotometer UV shimadzu 700nm,

Stopwatch.

3.2.2. Bahan

Teofilin(PT.Dexa Medica), tween 80(PT.Brataco), Aquadest.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

1. Pemeriksaan bahan baku teofilin dan tween 80

2. Penentuan panjang gelombang maksimum teofilin dalam pelarut air

3. Pembuatan larutan induk

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi teofilin dalam pelarut air

5. Penentuan waktu larut Teofilin dalam pelarut air

6. Pembuatan Variasi Larutan Tween 80


15

7. Penentuan kelarutan Teofilin dengan surfaktan Tween 80

3.4 Prosedur Kerja

1. Pemeriksaan bahan baku

Pemeriksaan Teofilin dilakukan menurut yang tercantum pada Farmakope

Indonesia edisi IV, Tween 80 dilakukan menurut yang tercantum dalam

Handbook of Pharmaceutical Excipient.

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Teofilin dalam air.

Teofilin yang telah diperiksa kemurniaanya kemudian ditimbang seksama

10 mg, kemudian masukkan dalam labu ukur 100 ml, cukupkan dengan air

suling 100 ml, kocok homogen, maka didapatkan konsentrasi 10 mg/100 ml.

Larutan ini kemudian dipipet 10 ml. Masukkan dalam labu ukur 100 ml dan

dicukupkan dengan air suling 100 ml, maka didapatkan konsentrasi 1 mg/100

ml . Tentukan panjang gelombang maksimum

3. Pembuatan larutan induk

Teofilin ditimbang seksama sebanyak 10 mg, larutkan dengan air dalam

labu ukur sampai 100 ml didapatkan larutan dengan konsentrasi 100ppm.

4. Pembuatan kurva kalibrasi Teofilin dalam air

Teofilin ditimbang seksama 10 mg , kemudian masukkan ke dalam labu

ukur 100 ml. Didapat larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm. Dari Larutan

induk dipipet dan diencerkan dengan air hingga didapat konsentrasi 20 ppm,40

ppm,60 ppm,80 ppm. Ukur Serapannya pada panjang gelombang (λ)

maksimum dengan menggunakan Spektrofotometri UV. Panjang gelombang

(λ) maksimum teofilindalam air ditentukan dengan melakukan scanning pada


16

panjang gelombang 200-400nm. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dan

persamaan regresinya.

5. Penentuan waktu larut Teofilin dalam pelarut air

Teofilin sebanyak 2 gr masukkan dalam Erlemeyer 100 ml. Kemudian

dimasukkan air suling sampai 100 ml. Diaduk dengan magnetik stirrer, catat

saat awal stirrer mulai berputar setelah 15 menit, kemudian dihentikan waktu

pengocokan. Larutan disaring dengan menggunakan kertas whatman No. 42.

Hasil saringan dipipet 1 ml kemudian diencerkan dengan air suling dalam labu

ukur 100 ml sampai tanda batas. Larutan ini kemudian dipipet lagi sebanyak 5

ml. Encerkan dengan air suling dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas

ukur . Dipipet lgi sebanyak 10ml kemudian diencerkan lagi dengan air suling

sampai tanda batas.Kemudian serapanya diukur pada panjang gelombang

maksimum. Lakukan untuk lama pengocokkan 30,45,60 dan 75 menit, lakukan

masing-masing tiga kali.

6. Pembuatan Variasi Larutan Tween 80

Larutan Tween dibuat dengan 5 variasi konsentrasi yakni 3%, 4%, 5%, 6%,

dan 7% dilarutkan sampai 100ml.Konsentrasi di dapat dari penelitian

sebelumnya dengan menggunakan alat tegangan permukaan dan menghasilkan

range konsentrasi tersebut.

7. Penentuan Kelarutan Teofilin dengan surfaktan Tween 80

Teofilin ditimbang sebanyak 2 gr masukkan dalam Erlemeyer 100 ml

kemudian ditambah variasi konsentrasi tween 80 lakukan sebanyak 5 variasi

konsentrasi tween.Diaduk dengan magnetik stirrer, selama waktu yang telah


17

ditetapkan, kemudian dihentikan waktu pengocokan. Larutan disaring dengan

menggunakan kertas whatman No. 42. Hasil saringan dipipet 1 ml kemudian

diencerkan dengan air suling dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas.Larutan

ini kemudian dipipet lagi sebanyak 5 ml. Encerkan dengan air suling dalam labu

ukur 100 ml sampai tanda batas ukur.Dipipet lagi sebanyak 10ml kemudian

diencerkan lagi dengan air suling sampai tanda batas.Kemudian serapanya diukur

pada panjang gelombang maksimum. Lakukan untuk lama pengocokkan sesuai

dengan lama pengocokan pada penentuan kelarutan teofilin, lakukan masing-

masing tiga kali.


18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari penelitian yang telah dilakukan didapat hasil sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pendahuluan bahan baku teofilin dan tween 80 pemeriksaan

teofilin memberikan hasil yang sesuai dengan yang tertera dalam

Farmakope Edisi IV dan Handbook Of Pharmaceutical of Excipient. Hasil

dapat dilihat pada lampiran 2 tabel 2 dan 3

2. Pemeriksaan Panjang gelombang maksimal teofilin dapat dilihat bahwa

panjang gelombangnya adalah 272,5 nm dan pembuatan kurva kalibrasi

didapatkan persamaan regresi Y=0,172X+0,011 dan nilai korelasinya (r) =

0,9998. Hasil ini dapat dilihat pada lampiran 4

3. Pada penentuan waktu larut teofilin dengan waktu pengadukan 15 menit,30

menit, 45 menit, 60 menit dan 75 menit menggunakan magnetik stirer dan

terlarut pada menit ke 45. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5

4. Hasil Uji kelarutan teofilin menggunakan tween 80 masing-masing dengan

konsentrasi tween yang berbeda yaitu 3%, 4%,5%, 6% dan 7% terjadi

peningkatankelarutan dengan adanya penambahan surfaktan dengan

konsentrasi yang berbeda dari konsentrasi 3% terjadi peningkatan kelarutan

sampai pada konsentrasi 5% dan konstan atau tidak lagi terjadi peningkatan

lagi sampai konsentrasi 7%. Hasil dapat dilihat pada tabel 6.


19

4.2 Pembahasan

Sebelum penelitian dilaksanakan , perlu dilakukan pemeriksaan terhadap bahan

baku yang digunakan, apakah bahan baku tersebut memenuhi syarat dan layak

untuk digunakan atau sesuai dengan persyaratan yang tertera pada buku

Farmakope Indonesia Ed IV. Dari pemeriksaan bahan baku yang telah dilakukan

maka diperoleh hasil bahwa bahan baku yang digunakan ternyata memenuhi

syarat seperti yang terlihat pada tabel

Untuk memperoleh hasil dan data dari kelarutan teofilin pelarut air dilakukan

dengan menghitung konsentrasi teofilin yang terlarut secara spektrofotometri

dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, oleh sebab itu perlu ditentukan

panjang gelombang serapan maksimum teofilin dalam pelarut air. Serapan

maksimum larutan teofilin pada daerah ultraviolet adalah pada panjang

gelombang 272,5 nm seperti pada gambar. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dan

persamaan regresi untuk menghitung kadar teofilin. Serapan larutan teofilin yang

dicari disesuaikan dengan serapan kurva kalibrasi. Dengan menggunakan

persamaan regresi yang diperoleh dapat dihitung berapa kadar teofilin yang

terlarut.

Ujikelarutanteofilindilarutkandalam air dalamwaktu 15 menit,30 menit, 45

menit,60 menit, dan 75 menitsetelahdilarutkanmenggunakan stirrer

dihasilkanpadamenitke 45 teofilindapatterlarutsempurnadanpadamenitke 60 dan

75 jugaterlarutdenganbaikmenghasilkanhasilabsorban yang baik. Waktu 45 menit

adalah waktu yang menghasilkan jumlah zat terlarut yang optimum untuk

melarutkan zat teofilin.


20

Dari hasil uji kelarutan teofilin dalam air didapatkan bahwa sampai waktu 45

menit teofilin terlarut dengan jumlah kadar zat terlarut adalah 200,1549 µg/1ml.

Waktu 45 menit inilah yang dipakai untuk uji selanjutnya yaitu Uji kelarutan zat

teofilin dengan penambahan beberapa konsentrasi tween 80. Dari uji kelarutan ini

didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 6, bahwa terjadi peningkatan kadar

jumlah zat terlarut dari waktu yang telah ditentukan yaitu 45 menit dengan kadar

zat terlarut 200,1549 µg/ml terjadi peningkatan setelah penambahan surfaktan 3%

dengan kadar zat terlarut 194,7348 µg/ml dan meningkat lagi pada konsentrasi 4%

dengan kadar zat terlarut 200,9292 µg/ml dan sampai pada konsentrasi maksimum

5% kadar zat terlarut semakin tinggi yaitu mencapai jumlah zat terlarut yang

optimum menjadi 201,7034 µg/ml dan konstan pada konesntrasi surfaktan 6% dan

7% .

Pada ujikelarutaniniterjadi peningkatan jumlah kadar zat terlarut dari jumlah

kadar zat terlarut dengan menggunakan pelarut air pada waktu 45 menit dengan

jumlah kadar zat terlarut dengan penambahan tween dengan konsentrasi tertentu

hal ini menunjukan adanya pengaruh tween 80 pada konsentrasi 5% dalam

meningkatkan jumlah kadar zat terlarut dari teofilin dan setelah penambahan

tween 6% dan 7% tidak terjadi peningkatan jumlah zat terlarut. Hal ini

dikarenakan surfaktanmencapaititik Critical Micelle Concentration.

Sehinggabiladitambahkansurfaktansejumlah tertentu maka jumlah zat terlarut

tidak akan terjadi peningkatan lagi. Penambahan tween 80 diatas konsentrasi 5%

kadar zat cenerung menjadi konstan.


21

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan

permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan

akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan

ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk

misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration

(CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC

tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka

menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis

dengan monomernya.(Genaro, 1990).

Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan

mediumsekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh

misel larut ke dalam medium. Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi

akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel.(Genaro, 1990).

Pada penelitian ini memakai pengenceran bertingkat pada saat pengukuran

absorban teofilin. Dimana seharusnya tidak memakai pengenceran bertingkat

dengan cara langsung mengencerkan teofilin dengan 500ml air. Karena dengan

memakai pengenceran sekali memperkecil terjadinya human error. Karena

dengan memakai pengenceran bertingkat memungkinkan terjadinya kesalahan

yang dapat mempengaruhi absorban.


22

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

bahwa pengaruh penambahan tween 80 dalam larutan akan menyebabkan

turunnya tegangan permukaan sehingga terjadi peningkatan kelarutan.

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya di sarankan untuk melakukan uji kelarutan zat

berdasarkan pengaruh suhu, waktu penggerusan atau bentuk partikel dan

beberapa faktor kelarutan lain yang mempengaruhi kelarutan zat tersebut. Saran

juga pada saat melakukan Uji kelarutan dengan menggunakan spektro

diharapkan tidak memakai pengenceran bertingkat.


Lampiran 1. Skema Kerja

Pemeriksaan

Bahan baku Teofilin dan


Tween 80

Penentuan Panjang
Gelombang Menggunakan
Spektrofotometri UV

Penentuan panjang

Gelombang Maksimum

Pembuatan Larutan Induk

Pembuatan Kurva
Kalibrasi

Penentuan Waktu Larut


Teofilin

Penentuan Waktu Larut


Teofilin Dengan
Penambahan tween 80

Gambar 3 Skema Kerja

25
Lampiran 2: Pemeriksaan Pendahuluan Bahan Baku

Tabel 2 : Pemeriksaan Bahan Baku Teofilin

Pemeriksaan Persyaratan(FI ed IV) Pengamatan


Pemerian
• Bentuk • Serbuk Hablur Serbuk Hablur
• Warna • Putih Putih
• Bau • Tidak berbau Tidak Berbau

• Rasa • Pahit Sedikit Pahit

Kelarutan
• Dalam Air • Sukar larut Larut 1:180
• Dalam air Mendidih • Mudah larut Larut
• Dalam NaOH 1N • Larut Larut

Identifikasi
• Spektrofotometri • Menunjukan serapan Menunjukan serapan
UV yang sama dengan yang sama dengan
panjang gelombang panjang gelombang
teofilin pembanding teofilin pembanding

Jarak Lebur 2700-2740C 2700-2740C


Susut pengeringan Tidak lebih dari 0,5% 0,025%
Sisa Pemijaran Tidak lebih dari 0,15% 0,1%
Penetapan kadar Tidak lebih dari 1,5% 1,25%

26
Lanjutan Lampiran 2

Tabel 3 : Pemeriksaan Bahan baku Tween 80

Pemeriksaan Persyaratan(Farmakope Pengamatan


IV)
Pemerian
• Bentuk • Cairan seperti minyak Cairan Seperti Minyak
• Warna • Kuning muda hingga Kuning Muda
coklat
• Bau • Khas lemah Khas Lemah
• Rasa • Pahit dan hangat Pahit dan Hangat
Kelarutan
• Dalam Air • Sangat mudah larut Larut (1 : 0,8)
• Dalam air • Larut Larut (1:12)
Mendidih • Larut Larut (1:26)
• Dalam NaOH 1N Tidak larut

Bobot Permililiter • 1,06 dan 1,09 1,06


Sisa Pemijaran • Tidak lebih dari 0,15%
0,25%

27
Lampiran 3. Penentuan panjang gelombang maksimal teofilin dalam pelarut
air

1.50A

(0,200
/div)

272.5

1. 05A

200.0nm (50/div) 400.0nm


Gambar 4. Kurva panjang gelombang maksimal teofilin dalam pelarut air

28
Lampiran 4 Pembuatan Kurva kalibrasi Teofiin dalam pelarut air

Tabel 4. Data pengukuran serapan teofilin dalam pelarut air dengan menggunakan
spektrofotometri UV pada panjang gelombang 272,5 nm

Konsentrasi(ppm) Serapan
20 0,180
40 0,360
60 0,528
80 0,698

0.80
0.70 y = 0.172x + 0.011
0.60 R² = 0.999
Absorban

0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Teofilin dalam pelarut air pada panjang gelombang
272,5 nm

29
Lampiran 5. Penentuan waktu larut teofilin

Tabel 5. Data kelarutan Teofilin dalam pelarut air

T Cz
(menit) A C(µg/ml) Cr(µg/ml) CxP(µg/100ml) (µg/ml)
15 0,206 0,203 0,136 1,1324 1,1150 0,7259 0,9911 19821,9125 198,2191
30 0,207 0,152 0,189 1,1382 0,8188 1,0337 0,9969 19938,0565 199,3806
45 0,204 0,205 0,141 1,1208 1,1266 0,7549 1,0008 20015,4859 200,1549
60 0,143 0,202 0,205 0,7666 1,1092 1,1266 1,0008 20015,4859 200,1549
75 0,167 0,177 0,206 0,9059 0,9640 1,1324 1,0008 20015,4859 200,1549

200.5000

200.0000
Kadar Teofilin µg/ml

199.5000

199.0000

198.5000

198.0000
0 15 30 45 60 75 90
Waktu(menit)

Gambar 6. Kurva penentuan waktu larut teofilin dalam pelarut air pada panjang
gelombang 272,5 nm

30
Lampiran 6. Penentuan waktu larut teofilin dengan penambahan tween 80

Tabel 6. Data kelarutan Teofilin dengan penambahan tween 80 dengan


konsentrasi 3%-7% dengan waktu optimum 45 menit.

C(%) A C(µg/ml) Cr(µg/ml) CxP(µg/100ml) Cz(µg/ml)


3 0,219 0,164 0,153 1,2079 0,8885 0,8246 0,9737 19473,4804 194,7348
4 0,209 0,131 0,212 1,1498 0,6969 1,1672 1,0046 20092,9152 200,9292
5 0,214 0,157 0,183 1,1789 0,8479 0,9988 1,0085 20170,3446 201,7034
6 0,219 0,202 0,132 1,2079 1,1092 0,7027 1,0066 20131,6299 201,3163
7 0,132 0,214 0,207 0,7027 1,1789 1,1382 1,0066 20131,6299 201,3163

203.0000
Konsentrasi zat terlarut (µg/ml)

202.0000
201.0000
200.0000
199.0000
198.0000
197.0000
196.0000
195.0000
194.0000
3 4 5 6 7
Konsentrasi Tween 80 (%)

Gambar 7. Kurva penentuan kadar teofilin dengan penambahan tween 80 dengan


waktu optimum 45 menit.

Keterangan :

t : waktu(menit)

A : Serapan pada panjang gelombang 272,5 nm

C : Konsentrasi teofilin terlarut (µg/ml)

Cr : Konsentrasi rata-rata teofilin terlarut (µg/ml)

Cz : Cx P (µg/ml)

P : Faktor pengenceran 20000x

31
Lampiran 7. Contoh Perhitungan

Faktor Pengenceran 20000x (Pengenceran Bertingkat)

Pengenceran 1 Faktor pengenceran


100x
Pipet 1ml adkan 100ml

Pengenceran 2 Faktor pengenceran


20x
Pipet 5ml adkan 100ml

Pengenceran 3 Faktor pengenceran


10x
Pipet 10ml adkan 100ml

100x20x10=20000x Faktor pengenceran

RUMUS

Y=Ax+B

R2=0,9998

Persamaan regresi

Y=C(konsentrasi)

Contoh Perhitungan Absorban dengan penambahan Tween 80 3%

x= Absorban

x=0,219

Y=Ax+B

Y=0,1722x+0,011

Y=0,1722 X 0,219+0,011

Y=1,2079 µg/ml

C=1,2079 µg/ml

32
Cr =Rata2 konsentrasi

Cr =

, . .
Cr =

Cr = 0,9737µg/ml

CxP = Cr x Faktor Pengenceran

CxP = 0,9737x20000

CxP = 19473,4804µg/100ml

Cz = CxP/100ml

Cz = 19473,4804/100

Cz = 194,7348µg/m,l

33
Lampiran 8Gambar magnetic Stirrer 79-1

Gambar 8MagnetikStirrer (Foto ahmad 20 maret 2013)

34
Lampiran 9Gambar Alat Spektrofotometri UV shimadzu

Gambar 9Alat Spektrofotometri UV shimadzu(Foto ahmad 21 maret 2013)

35
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., Popovich, N.G. and Allen, L.V., 1995, Pharmaceutical Dosage
Forms and Drug Delivery System, Williams & Wilkins, Baltimore, p. 271-
273

Attwood, D., & Florence, A.T., 1985, Surfactan System, 1st Ed., Chapman and
Hall, London, New York.

Aulton, M.E., 1990, Pharmaceutics, the Science of Dosage Forms Design, ELBS,
Hongkong, p. 99

Boyland, J.C., etal., (1986), “Handbook of Pharmaceutical Excipients”, American


Pharmaceutical Association, Washington, 227, 289.

Delvina, (2011),”Pengaruh penambahan surfaktan (tween 80) terhadap kelarutan


asamsalisilat”,http://delvina-vina.blogspot.com/2011/10/pengaruh-
penambahan-surfaktan-tween80.html,16 desember 2012.

Ditjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia” Edisi


III,DepartemenKesehatanRepublik Indonesia, Jakarta, 6, 7, 753, 755.

Ditjen POM, (1995), “Farmakope Indonesia” ,Edisi IV,


DepartemenKesehatanRepublik Indonesia, Jakarta 650, 1085, 1086.

Genaro, R.A., 1990, Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th ed, Mack


Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.

Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan
Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 6 (1) :31 - 37.

Leeson,L.J., Cartensen, J.T., (1974), “Dissolution Technology”, The Industrial


Pharmaceutical Technologi Section of The Academy of Pharmaceutical
Science, Washington, 110.

Martin, A., Bustamante, P., & Chun, A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed.,
324-361, Lea and Febiger, Philadelphia, London.

Shargel, L., Wu Pong, S., & Yu, A.B.C., 1999, Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics, 5th Ed.,85-86, Mc. Graw and Hill, Singapore.

Sri Wahyuni, Y, (2005)”Pengaruh Besar aukuran Partikel dan Suhu terhadap


Solubilisasi Paracetamol Menggunakan Tween 80”,Skripsi S1,Jurusan
Farmasi,STIFI Perintis Padang.

23
Sudjaswadi, R., 1991, Tween 80 dan Stabilitas Asetosal, Majalah Farmasi
Indonesia, 2, 28-34.

Swarbrick, J. and Boylan, J.C. (ed), 1996, Encyclopedia of Pharmaceutical


Technology, vol. 14, Marcel Dekker, New York, p. 295-331

Tabibi, S.E. and Rhodes, C.T., 1996, Disperse System, in: Banker, G.S. and
Rhodes, C.T. (ed), 1996, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, New
York, p. 299-310

Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan,


danEfek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 540-541.

United States Pharmacopeial Convention, (2003)“United States Pharmacopeia”,


23th edition, United States Pharmacopeial Convention, Inc., Rockville,
1790,1791.

24

Anda mungkin juga menyukai