Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH PERBEDAAN PELARUT EKSTRAKSI DAUN

ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP HASIL


RENDEMEN

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

Pendidikan

Program Diploma-III Farmasi pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Samarinda

Oleh:

NAILA SALSABILA

1848401181284

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA
SAMARINDA
2021
PENGARUH PERBEDAAN PELARUT EKSTRAKSI DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP HASIL
RENDEMEN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

NAILA SALSABILA

1848401181284

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA
SAMARINDA
2021

i
PENGARUH PERBEDAAN PELARUT EKSTRAKSI DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP HASIL
RENDEMEN

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Naila Salsabila
1848401181284

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 23 Juni 2021


Pembimbing I
Mengetahui:

STIKES Samarinda
apt. Fitri Handayani, M.Si. Ketua,
NIDN. 110907771

Pembimbing II

apt. Supomo, M.Si.


NIDN. 1103107701

apt. Reksi Sundu, M.Sc.


NIDN. 1108038201

Tim Penguji:

Ketua: apt. Triswanto Sentat, M.Farm-Klin. ….…….

Anggota:
1. apt. Siti Jubaidah, S.Far., M.Pd. …………

2. apt. Fitri Handayani, M.Si. ……….

ii
MOTTO PERSEMBAHAN

MOTTO

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan


kesanggupannya
(Q.S Al-Baqarah: 286)

PERSEMBAHAN

Sujud syukurku kusembahkan kepadaMu ya Allah ‫ ج الل ه جل‬,Tuhan yang


Maha Agung dan Maha Tinggi. Atas takdirmu saya bisa menjadi pribadi yang
berpikir, berilmu, beriman dan bersabar. Shalawat serta salam kita haturkan
kepada Rasulullah Muhammad ‫ و س لم ع ل يه هللا ص لى‬keluarga dan sahabatnya.

Dengan ini saya persembahkan Karya Tulis Ilmiah ini untuk :


Kedua orang tua saya, yang mana telah memberikan kasih sayang yang
berlimpah, doa yang tak berkesudahan serta memberikan segala hal yang
terbaik untuk saya.
Keluarga saya yang telah memberikan motivasi dan dukungannya yang
selalu mengerti dengan segala keadaan saya.
Setiap orang yang telah menjadi guru saya, yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu-persatu, yang telah ikhlas mengajarkan dan membagi
ilmunya, semoga ilmu tersebut dapat bermanfaat untuk sesama.
Kepada sahabat saya Selvi dan Vina terimakasih sudah menemani dan
membantu saya selama saya di kampus dan mau berbagi cerita serta
pengalaman menarik kalian.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KTI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Naila Salsabila
NIM : 1848401181284
Tempat, tgl lahir : Samarinda, 16 September 2000
Alamat : Jl. Mugirejo Gg. Muklis 11 No.13 Rt.10

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “PENGARUH PERBEDAAN PELARUT EKSTRAKSI DAUN

ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP HASIL RENDEMEN” adalah

benar -benar hasil karya sendiri, seluruh ide, pendapat, ataupun materi dan sumber

lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenarrnya tanpa adanya tekanan dan

paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika

ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Samarinda, Juni 2021

Naila Salsabila

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “PENGARUH PERBEDAAN

PELARUT EKSTRAKSI DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill)

TERHADAP HASIL RENDEMEN” penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ditunjukkan

untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi

di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda.

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan mampu memberi manfaat sekaligus

menjadi referensi untuk pembaca. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini

masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan

kritik dari berbagai pihak. Demikian karya tulis ilmiah ini penulis susun, semoga

dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Dari awal hingga akhir proses penulisan Karya Tulis Ilmiah, tidak terlepas

dari bimbingan, bantuan dan dorongan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak apt. Supomo, M.Si. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Samarinda

2. Ibu apt. Fitri Handayani, M.Si. selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, dukungan, dan arahan serta masukan dalam pembuatan Karya

Tulis Ilmiah ini.

3. Ibu apt. Reksi Sundu, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah memberikan

v
bimbingan, dukungan, dan arahan serta masukan dalam pembuatan Karya

Tulis Ilmiah ini.

4. Bapak apt. Triswanto Sentat, M.Farm-Klin. selaku Penguji I yang telah

memberikan bimbingan dan masukan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah

ini.

5. Ibu apt. Siti Jubaidah, S.Far., M.Pd. selaku penguji II yang telah

memberikan bimbingan dan masukan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah

ini.

6. Seluruh Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda yang telah

membimbing dan membantu selama masa pendidikan.

7. Seluruh karyawan dan staf di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda

yang telah banyak membantu.

8. Kedua Orangtua, Keluarga, dan Saudara saya Bapak Muhkarom, Ibu Arik,

Om Samsul, Tante Mira, Rima dan Adelia yang selalu senantiasa

memberikan doa, dorongan, motivasi baik secara moril maupun materil, dan

semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-Teman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda angkatan 2018,

terkhusus Vinosa 18B yang telah berjuang bersama selama ini.

10. Last but not least, I wanna thank me, for believing in me, for doing all this

hard work, for having no days off, for never quitting, for just being me at

all times.

vi
PENGARUH PERBEDAAN PELARUT EKSTRAKSI DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP HASIL
RENDEMEN

ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaaan pelarut ekstraksi
daun alpukat (Persea americana Mill) terhadap hasil rendemen. Pelarut yang
dibandingkan dalam studi literatur ini adalah air, etanol, metanol, dan aseton.
Daun alpukat mengandung komponen fitokimia seperti saponin, flavonoid dan
alkaloid yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Studi ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan, mempelajari dan menelaah buku-buku, dan dokumen yang
terkait seperti karya tulis ilmiah, skrpsi dan jurnal ilmiah. Data yang diambil
dalam studi ini adalah data sekunder yang berasal dari beberapa penelitian berupa
data rendemen dari perbedaan pelarut ekstraksi daun alpukat. Tahapan studi
literatur meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis
data dilakukan dengan metode deskriptif dengan melihat data perbandingan hasil
rendemen ekstrak daun alpukat, dengan menggunakan pelarut ekstraksi yang
berbeda. Hasil penelitian nilai rendemen perbedaan pelarut dari ekstraksi maserasi
daun alpukat menghasilkan nilai rendemen yang berbeda pada setiap pelarutnya,
pada pelarut etanol 70% sebesar 11,76%, pelarut air sebesar 17,61%, pelarut
aseton sebesar 22,12%, dan pada pelarut metanol sebesar 22,54%. Perbedaan jenis
pelarut berpengaruh terhadap hasil nilai rendemen ekstrak daun alpukat, hal ini
dapat dilihat dari nilai konstanta dielektrik dan kemampuan pelarut menarik
molekul senyawa yang berbeda.
Kata kunci : persea americana mill, rendemen, skrining fitokimia, jenis pelarut

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………….. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KTI………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. v
ABSTRAK ………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Alpukat (Persea americana Mill) ................................................................. 4
1 Nama Daerah ................................................................................. 4
2 Morfologi Tumbuhan .................................................................... 5
3 Kandungan Daun Alpukat………………………………….. 6
B. Simplisia……………………………………………………………... 6
1. Pengertian Simplisia..……………………………………………. 6
2. Syarat Simplisia ………………………………………………… 7
3. Pembuatan Simplisia…………………………………………….. 7
C. Ekstrak………………………………………………………………. 9

viii
1. Pengertian Ekstrak……………………………………………….. 9
2. Proses Pembuatan Ekstrak……………………………………….. 10
3. Pengelompokan Ekstrak………………………………………….. 10
D. Ekstraksi……………………………………………………………… 10
E. Metode Ekstraksi Maserasi…………………………………………… 11
F. Pelarut………………………………………………………………… 12
G. Rendemen…………………………………………………………….. 16
H. Skrining Fitokimia…………………………………………………….. 17
1. Alkaloid…………………………………………………………… 17
2. Flavonoid………………………………………………………….. 17
3. Saponin……………………………………………………………. 17
4. Tanin………………………………………………………………. 18
5. Steroid……………………………………………………………... 18
6. Triterpenoid………………………………………………………... 18

BAB III METODE PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian ..................................................................................... 19
B. Objek Penelitian .............................................................................................. 19
C. Analisis Data ................................................................................................... 19
D. Jadwal Penelitian ……………………………………………………... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Alpukat ………………………… 22
B. Rendemen Ektrak Daun Alpukat Dengan Metode Maserasi dan
Perbedaan Pelarut…………………………………………………… 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan…………………………………………………………. 28
B. Saran……………………………………………………………….. 28

ix
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 29
LAMPIRAN…………………………………………………………………... 32
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………… 33

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Nilai Konstanta Dielektrik Berbagai Zat Pelarut ……………………... 16
2. Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya …………………………............ 22
3. Hasil Skrining Fitokimia Pada Daun Alpukat (Persea americana Mill)….. 24
4. Hasil Rendemen Dengan Perbedaan Pelarut ……………………………... 26

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Daun Alpukat……………………………………………… 4

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan Alpukat (Persea americana Mill) termasuk ke dalam famili

Lauraceae. Tumbuhan alpukat banyak tumbuh di Indonesia terutama di dataran

tinggi yang berhawa sejuk (curah hujannya tinggi). Tumbuhan alpukat merupakan

salah satu yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional, hampir semua bagian

dari tumbuhan ini memiliki khasiat sebagai sumber obat-obatan. Bagian buah

famili Lauraceae ini memiliki kandungan gizi yang tinggi, bagian daun digunakan

untuk ramuan obat penyakit ginjal, hipertensi. Berdasarkan penelitian, daun

alpukat memiliki aktifitas antioksidan dan membantu dalam mencegah atau

memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang berhubungan dengan

penyakit (Owalabi, dkk., 2010).

Daun alpukat bermanfaat sebagai agen kemopreventif yaitu suatu upaya

untuk mencegah, menunda, ataupun melawan perkembangan pada sel kanker,

memiliki kemampuan kuat sebagai donor, dapat bereaksi dengan radikal bebas

untuk diubah menjadi senyawa yang sangat stabil dan mengakhiri reaksi rantai

radikal. Daun alpukat mengandung komponen fitokimia seperti saponin, flavonoid

dan alkaloid melalui uji fitokimia (Mardiyaningsing dan Nur, 2014). Metode

pemisahan dalam pemanfaatan obat tradisional ialah aspek penting karena

senyawa yang didapat dari alam dalam bentuk campuran, dan untuk mendapatkan

senyawa dari suatu campuran harus dilakukan pemisahan. Ekstraksi merupakan

1
2

proses pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut

tertentu. Ekstraksi bertujuan untuk menarik senyawa kimia yang terdapat pada

tumbuhan. Ekstraksi ini berdasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen

zat ke dalam pelarut. Pelarut pada umumnya merupakan zat berada pada larutan

dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut.

Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi merupakan pelarut yang terbaik

untuk zat aktif, sehingga zat aktif dapat dipisahkan dari simplisia dan senyawa

lainnya yang ada dalam simplisia tersebut (Marjoni, 2016). Penggunaan jenis

pelarut atau kekuatan ion pelarut dapat memberikan pengaruh terhadap rendemen

senyawa yang dihasilkan (Anggitha, 2012).

Berat hasil ekstraksi berupa ekstrak yang dapat ditentukan dengan nilai

rendemen. Rendemen adalah perbandingan ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia awal, rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir

(berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang

digunakan) dikalikan 100% (Sani, dkk., 2014). Rendemen menggunakan satuan

persen (%), semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan semakin

tinggi kandungan zat yang tertarik ada pada suatu bahan baku dan nilai ekstrak

yang dihasilkan semakin banyak dan juga mutu ekstraksi menjadi lebih baik

(Budiyanto, 2015).

Penelitian dalam bentuk studi literatur ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh perbedaan pelarut pada total rendemen ekstrak daun alpukat yang

diekstraksi menggunakan metode maserasi. Data yang digunakan adalah data

sekunder bersumber dari beberapa buku dan jurnal penelitian.


3

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh perbedaan pelarut ekstraksi daun alpukat (Persea

americana Mill) terhadap hasil rendemen ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh perbedaaan pelarut ekstraksi daun alpukat (Persea

americana Mill) terhadap hasil rendemen.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar ilmiah maupun

referensi tentang pengaruh perbedaan pelarut dari ekstraksi daun alpukat

untuk mengetahui rendemen yang dihasilkan.

2. Hasil studi ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian dan pengembangan

selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang daun alpukat.

3. Hasil studi ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang

manfaat tumbuhan daun alpukat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tumbuhan

1. Klasifikasi Tumbuhan Alpukat

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Dicotyledons
SubClass : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Family : Lauraceae
Genus : Persea Mill
Spesies : Persea americana Mill
(Noorul, dkk., 2016).

Gambar 1. Daun Alpukat (Dokumentasi Pribadi, 2020).

2. Nama Daerah

Alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat,

jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboopooan, dan pookat

(Lampung) (Depkes, RI., 1995).

4
5

3. Morfologi Tumbuhan

Morfologi dari tumbuhan alpukat yang dimulai dari perakarannya adalah,

alpukat merupakan tumbuhan dengan sistem perakaran yang tunggal yang mana

perakaran tersebut memiliki panjang 5-10 m. Akar ini memiliki fungsi seperti akar

pada tumbuhan lain yaitu menyerap air dan hara dari tanah serta akar ini dapat

berfungsi menopang tubuh tumbuhan alpukat agar tetap dapat berdiri tegak

(Felistiani, 2017). Batang tumbuhan alpukat memilki penampakan yang berbentuk

bulat serta memanjang yang berukuran 5-10 m, batang tumbuhan ini tergolong

dalam batang kayu yang keras dan dilapisin kulit kayu keras, batang ini berwarna

coklat serta memiliki banyak percabangan pada rantingnya (Abubakar, dkk.,

2014).

Daun alpukat tunggal, simetris, bertangkai dengan panjang antara 1-1,5 cm

dan letaknya berdesakan di ujung ranting. Daun bentuknya jorong sampai bundar

telur atau oval memanjang, tebal seperti kertas, pangkal dan ujung daun

meruncing tepi rata kadang-kadang agak mengujung ke atas permukaan daun.

Pertulangan daun agak menyirip dengan panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm.

Daun alpukat berwarna kemerahan, sedangkan daun tua berwarna hijau. Bunga

majemuk, berbentuk bintang, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang keluar

dekat ujung ranting, dan berwarna kuning kehijauan. Buah alpukat merupakan

buah buni, berbentuk bola atau bulat telur dengan panjang 5-20 cm. Buah

berwarna hijau atau hijau kekuningan dan berbiji satu di mana biji berbentuk bulat

seperti bola dengan diameter 2,5-5 cm. Daging buah jika sudah masak lunak dan

berwarna hijau kekuningan (Yana, 2010).


6

4. Kandungan Daun Alpukat

Kandungan senyawa kimia daun alpukat mengandung komponen fitokimia

seperti saponin, flavonoid dan alkaloid melalui uji fitokimia (Mardiyaningsing

dan Nur, 2014). Penelitian lain mengenai kandungan senyawa kimia pada daun

alpukat yaitu hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014), mengenai

kandungan kimia daun alpukat menunjukan bahwa simplisia daun alpukat

memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan saponin yang

mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Menurut Ismiyati (2014),

daun alpukat mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, quersetin yang

bersifat antiradang, antidiuretika, dan antibakteri.

B. Simplisia

1. Pengertian Simplisia

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), Simplisia

adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan

belum mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan

simplisia tidak lebih dari 60°C. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (1995), Simplisa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Simplisia Nabati

Adalah simplisia yang berlipa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau

eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan


7

dari selnya atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan

dari tumbuhannya.

2. Simplisia Hewani

Adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia

murni.

3. Simplisia Pelikan atau Mineral

Adalah simplisia yang berupa bahan atau mineral yang belum diolah

atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia

murni.

2. Syarat Simplisia

Syarat simplisia yaitu bebas dari serangga, fragmen hewan, kotoran hewan,

tidak boleh menyimpang dari warna, tidak mengandung bakteri, jamur,

menunjukkan tanda-tanda pengotor lain, tidak boleh mengandung bahan lain yang

beracun atau berbahaya.

3. Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia yaitu proses memperoleh simplisia dari bahan alam

yang baik dan dapat memenuhi syarat-syarat mutu yang diinginkan, tahapan

pembuatan simplisia adalah sebagai berikut: pengumpulan bahan baku, sortasi

basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan

pemeriksaan mutu (Depkes, RI., 1985).


8

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif pada suatu simplisia berbeda bergantung pada

bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu panen dan

lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen erat hubungannya dengan

pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen.

Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung

senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Kadar bahan aktif dalam

simplisia bergantung pada bagian tanaman yang digunakan, usia tanaman

atau bagian tanaman yang digunakan saat panen, waktu panen dan

lingkungan tumbuhan.

b. Sortasi Basah

Sortasi basah yaitu proses yang dilakukan untuk memisahkan kotoran

dari bahan simplisia. Pembersihan simplisia dari tanah dapat mengurangi

jumlah kontaminasi mikrobiologi. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari

akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput

batang, daun, akar yang telah rusak, serta dari pengotor lainnya yang harus

dibuang.

c. Pencucian

Pencucian yaitu proses yang dilakukan untuk menghilangkan pengotor

yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang

mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian agar

dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.


9

d. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses untuk mendapat simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan

mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Suhu pengeringan

tergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan dapat

dilakukan dengan suhu antara 30 – 90ºC (terbaik 60ºC). Jika simplisia

mengandung bahan aktif tidak tahan panas atau mudah menguap,

pengeringan dilakukan dengan suhu serendah mungkin, misalnya 30 – 40ºC

atau dengan cara pengeringan vakum.

e. Pengemasan/ Penyimpanan

Pengemasan/ Penyimpanan simplisia yang telah dibuat lebih baik

disimpan dalam wadah yang higroskopik yang kedap udara dan lebih baik

terbuat dari kaca, agar simplisia yang ada di dalamnya tidak cepat

mengalami pembusukan/ ditumbuhi mikroba.

C. Ekstrak

1. Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses

ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan kembali

sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang dihasilkan

dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering tergantung jumlah pelarut yang

diuapkan (Marjoni, 2016).


10

2. Proses Pembuatan Ekstrak

a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi semakin efektif dan

efisien, namun makin halus serbuk, maka rumit secara teknologi

peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan

interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul panas (kalori)

yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan (Depkes, RI.,

2000).

3. Pengelompokan Ekstrak

Berdasarkan sifatnya ekstrak terbagi menjadi 4, yaitu :

a. Ekstrak cair, adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih

mengandung pelarut.

b. Ekstrak kental, adalah ekstrak yang telah mengalami proses

penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi, tetapi

konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.

c. Ekstrak kering, adalah ekstrak yang telah mengalami proses

penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat

(kering) (Depkes, RI.,1995).

D. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia

dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif
11

dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian,

hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes, RI., 1995).

1. Metode Ekstraksi Maserasi

Metode Ekstraksi dibagi menjadi dua bagian yaitu cara panas refluks,

soxhletasi, infus, dekok, dan digesti sedangkan cara dingin yaitu maserasi dan

perkolasi. Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan

cara merendam simplisia nabati menggunakan pelarut tertentu selama waktu

tertentu dengan sesekali dilakukan pengadukan atau penggojokkan (Marjoni,

2016).

Prinsip maserasi yaitu proses melarutnya zat aktif berdasarkan sifat

kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Ekstraksi zat aktif

dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai

selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang

digunakan akan menembus dinding sel dan kemudian masuk ke dalam sel

tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pelarut yang berada di dalam sel

mengandung zat aktif sementara pelarut yang berada di luar sel belum terisi zat

aktif, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam

dengan konsentrasi zat aktif di luar sel. Perbedaan ini akan mengakibatkan

terjadinya proses difusi, dimana larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak

ke luar sel dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi rendah. Peristiwa ini
12

terjadi berulang-ulang sampai didapat kesetimbangan konsentrasi larutan antara di

dalam sel dan di luar sel (Marjoni, 2016).

E. Pelarut

1. Definisi Pelarut

Pelarut merupakan zat yang berbeda pada larutan dalam jumlah yang besar,

sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat pelarut. Pelarut yang digunakan pada

proses ekstraksi harus merupakan pelarut terbaik untuk zat aktif yang terdapat

dalam sampel atau simplisia, sehingga zat aktif dapat dipisahkan dari simplisia

dan senyawa lainnya yang ada dalam simplisia tersebut. Hasil akhir dari ekstrak

ini adalah didapatkannya ekstrak yang hanya mengandung sebagian besar zat aktif

yang di inginkan (Marjoni, 2016).

2. Macam-macam Pelarut

1. Air

Air adalah salah satu pelarut yang mudah, murah dan dipakai secara

luas oleh masyarakat. Pada suhu kamar, air merupakan pelarut yang baik

untuk melarutkan berbagai macam zat seperti : Garam-garam alkaloida,

glikosida asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garamgaram mineral

lainnya. Secara umum peningkatan suhu air, dapat meningkatkan kelarutan

suatu zat kecuali zat-zat tertentu seperi condurangin, kalsium hidrat, garam

glauber dan lain-lain. Kekurangan dari air sebagai pelarut diantaranya

adalah air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan

bakteri, sehingga zat yang diekstrak dengan air tidak dapat bertahan lama.
13

Selain itu, air dapat mengembangkan simplisia sedemikian rupa, sehingga

akan menyulitkan dalam ekstraksi terutama dengan metode perkolasi.

2. Etanol

Berbeda dengan air yang dapat melarutkan berbagai macam zat aktif,

etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu saja seperti alkaloida,

glikosida, damar-damar dan minyak atsiri. Etanol tidak bisa digunakan

untuk mengekstraksi bahan dari jenis-jenis gom, gula dan albumin. Selain

itu, etanol juga dapat menghambat kerja dari enzim, menghalangi

pertumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri. Keuntungan dari penggunaan

etanol sebagai pelarut adalah ekstrak yang dihasilkan lebih spesifik, dapat

bertahan lama karena disamping sebagai pelarut, etanol juga berfungsi

sebagai pengawet.

3. Gliserin

Gliserin digunakan sebagai pelarut terutama untuk menarik zat aktif

dari simplisia yang mengandung zat samak. Disamping itu, gliserin juga

merupakan pelarut yang baik untuk golongan tannin dan hasil-hasil

oksidasinya, berbagai jenis gom dan albumin.

4. Eter

Eter adalah pelarut yang sangat mudah menguap. Sehingga tidak

dianjurkan untuk pembuatan sediaan obat yang akan disimpan dalam jangka

waktu yang lama.


14

5. Heksana

Heksana adalah pelarut yang berasal dari hasil penyulingan minyak

bumi. Heksana merupakan pelarut yang baik untuk lemak dan minyak.

Pelarut ini biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak pengotor

dari simpliasia sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan galenik.

6. Aseton

Aseton memiliki kemampuan sama dengan heksana, dimana aseton

mampu melarutkan dengan baik berbagai macam lemak, minyak atsiri dan

damar. Akan tetapi, aseton tidak di pergunakan untuk sediaan galenik untuk

pemakaian dalam. Selain itu, bau dari aseton kuran enak dan sukar hilang

dari sediaan.

7. Kloroform

Kloroform tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena secara

farmakologi, chloroform mempunyai efek toksik. Kloroform biasanya

digunakan untuk menarik bahan-bahan yang mengandung basa alkaloida,

damar, minyak lemak dan minyak atsiri (Marjoni, 2016).

F. Pengelompokan Pelarut yang Digunakan dalam Ekstraksi

1. Berdasarkan Fungsinya

a. True Solvent

Pelarut yang berfungsi untuk melarutkan zat aktif dalam proses

ekstraksi, pemurnian, pembuatan emulsi dan suspensi.


15

b. Diluent

Pelarut yang berfungsi sebagai pengencer. Misalnya pada industri

cat.

c. Latent Solvent

Pelarut yang berfungsi untuk meningkatkan daya larut aktif

pelarut.

d. Media Reaksi

Pelarut yang berfungsi sebagai media reaksi, karena reaksi akan

berlangsung lebih cepat dalam fase cair.

2. Berdasarkan Kepolarannya

a. Pelarut Polar

Pelarut polar merupakan senyawa yang memiliki rumus umum

ROH dan menunjukan adanya atom hydrogen yang menyerang atom

elektronegatif (Oksigen). Pelarut dengan tingkat kepolaran yang tingg

merupakan pelarut yang cocok untuk semua jenis zat aktif (Universal)

karena di samping menarik senyawa yang bersifat polar, pelarut polar

juga tetap dapat menarik senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran

lebih rendah.

b. Pelarut Semi Polar

Pelarut semi polar adalah pelarut yang memiliki molekul yang

tidak mengandung ikatan O-H. pelarut dalam kategori ini, semuanya

memiliki ikatan dipol yang besar. Ikatan dipol ini biasanya merupakan

ikatan rangkap antara karbon dengan oksigen atau nitrogen. Pelarut ini
16

baik digunakan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang juga bersifat

semi polar dari tumbuhan.

c. Pelarut Non Polar

Pelarut non polar adalah senyawa yang memiliki konstanta

dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Pelarut ini baik

digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang sama sekali tidak

larut dalam pelarut polar seperti minyak. (Marjoni, 2016).

Tabel 1. Nilai Konstanta Dielektrik Berbagai Zat Pelarut


Konstanta
Pelarut Polaritas
Dielektrik
1,890 Petroletum Eter Non Polar
2,023 Sikloheksana
Karbon Tetraklorida,
2,238
Toluene
2,284 Benze, Diklorometan
2,806 Kloroform
4,340 Etil Eter
6,020 Etil Asetat
20,700 Aseton. n-propanol
24,300 Etanol
33,620 Metanol
80,370 Air Polar
(Stahl, 1985).

G. Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia awal (DepKes, RI., 2000). Rendemen menggunakan satuan persen (%)

dimana semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan maka menandakan nilai

ekstrak yang dihasilkan semakin banyak, semakin tinggi nilai rendemen yang

dihasilkan maka semakin baik mutu yang diperoleh. Rendemen suatu ekstrak
17

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah metode ekstraksi

yang digunakan (Armando, 2009).

Rumus perhitungan rendemen menurut DepKes, RI., (2000)

% Rendemen = x 100 %

H. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang

belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat

memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu

dengan bahan alam yang tidak memilki kandungan fitokimia tertentu. Tujuan dari

skrining fitokimia untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada

berbagai bagian tumbuhan yang biasanya dijumpai pada bagian biji, daun, ranting

dan kulit batang. Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa

pemicu penyakit saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit,

antimikroba, obat penenang, obat penyakit jantung dan lain-lain (Marjoni, 2016).

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang

ditemukan di alam. Flavonoid sering juga dijumpai di alam dalam bentuk

glikosidanya. Selain berperan dalam menarik serangga untuk membantu proses

penyerbukan, fungsi lain dari flavonoid bagi tumbuhan adalah sebagai zat
18

pengatur tumbuh, pengatur proses fotosintesis, zat antimikroba, antivirus dan

antiinsektisida (Endarini, 2016).

3. Saponin

Saponin adalah senyawa yang memiliki bobot molekul tinggi, tersebar

dalam beberapa tumbuhan. Saponin larut dalam air, tidak larut dalam eter dan jika

terhidrolisis akan menghasilkan aglikon. Saponin dikelompokkan menjadi dua

yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Hanani, 2015).

4. Tanin

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks diketahui mempunyai

beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan.

Tanin merupakan komponen senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar

mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan

protein tersebut (Malangngi, dkk., 2012).

5. Steroid

Steroid adalah senyawa bahan alam yang memiliki fungsi yang sangat

penting bagi kelangsungan hidup organisme. Senyawa yang termasuk turunan

steroid terbagi atas dua yaitu berasal dari hewani, misalnya kolesterol dan kedua

berasal dari hayati misalnya betasitisterol (Ilyas, 2013).

6. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa metabolid sekunder yang kerangka karbonnya

berasal dari enam satuan isoprena dan diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki

gugus alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa triterpenoid kebanyakan


19

berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Berbentuk senyawa tak berwarna,

berbentuk kristal dan bertitik leleh tinggi (Harbone, 1987).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi literatur, yang dilakukan

dengan cara mengumpulkan, mempelajari dan menelaah buku-buku serta

dokumen yang terkait seperti skripsi serta jurnal ilmiah. Tahapan penelitian yaitu :

(1) reduksi data berupa penyuntingan dan meringkas sehingga didapatkan data

utama inti tulisan yaitu pengaruh perbedaan pelarut pada total rendemen ekstrak

daun alpukat; (2) penyajian data yaitu data dalam tabel deskriptif; (3) penarikan

kesimpulan, melakukan verifikasi dan tinjauan ulang data yang didapat agar

penarikan simpulan dilakukan dengan benar. Studi literatur dilakukan pada bulan

Februari - Mei tahun 2021.

B. Objek Penelitian

Objek studi literatur yaitu hasil rendemen ekstrak daun alpukat (Persea

americana Mill) yang diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan

perbedaan pelarut yaitu : air, etanol, metanol, dan aseton.

C. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah metode analisis

deskriptif yaitu mengenai hasil rendemen ekstrak daun alpukat (Persea americana

20
21

Mill) yang diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan perbedaan pelarut

yaitu : air, etanol, metanol, dan aseton.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pencarian literatur maka didapatkan beberapa jurnal yang

telah memenuhi kriteria. Jurnal penelitian tersebut menjelaskan ekstrak daun

alpukat yang diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan jenis

pelarut yang berbeda dan mengidentifikasi nilai rendemannya.

Ringkasan literatur yang telah dipublikasikan, dapat dilihat pada tabel 2

sebagai berikut :

Tabel 2. Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya


Judul Uji Aktivitas Uji Aktivitas dan Pengaruh Jenis
Antibakteri Dari Tabir Surya Dari Pelarut dan Waktu
Ekstrak Etanol Ekstrak Daun Maserasi Terhadap
Daun Alpukat Alpukat (Persea Kandungan
(Persea americana americana M.). Senyawa Flavonoid
Mill.) Terhadap dan Aktivitas
Bakteri Salmonella Antioksidan
typhi dan Ekstrak Daun
Staphylococcus Alpukat (Persea
aureus. americana Mill.).
Peneliti Azzahra, F., Pontoan, J. Kemit, N., Rai
Arefadil Almalik, Widarta, I. W.,
E., Athka Sari, A. Nocianitri, A. K.
Lembaga/Nama Jurnal Kefarmasian Indonesia Natural Jurnal Ilmu dan
Jurnal, Tahun Afkarindo 4(2):1-5, Research Teknologi Pangan
2019. Pharmaceutical 5(2):132-134,
Journal 1(1):59-60, 2016.
2016.

22
23

Tujuan Mengetahui Menentukan Mengetahui


Penelitian aktivitas antibakteri aktivitas ekstrak pengaruh pelarut
ekstrak etanol daun daun alpukat dan waktu maserasi
alpukat terhadap (Persea americana terhadap
bakteri Salmonella M.) sebagai tabir kandungan
thypi dan surya secara in senyawa flavonoid
Staphylococcus vitro dan menguji dan aktivitas
aureus. aktivitas krim antioksidan ekstrak
ekstrak daun daun alpukat
alpukat (Persea (Persea americana
americana M.) Mill).
sebagai tabir surya
secara in vivo.
Metode
Maserasi Maserasi Maserasi
Ekstraksi
Hasil Penelitian Hasil penelitian Hasil penilitian Hasil penilitian
menunjukkan menunjukkan menunjukkan
bahwa ekstrak bahwa ekstrak bahwa ekstrak air
etanol daun alpukat metanol daun daun alpukat
mendapatkan alpukat mendapatkan
rendemen sebesar mendapatkan rendemen sebesar
11,76%. rendemen sebar 17,61% dan ekstrak
22,54%. aseton daun
alpukat
mendapatkan
rendemen sebesar
22,12%.

Tabel 2 memberikan informasi tentang hasil rendemen dari berbagai

penelitian dengan menggunakan metode maserasi dengan berbagai jenis pelarut.

Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada

kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut sesuai dengan prinsip like dissolve like

yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama.

Penggunaan jenis pelarut atau kekuatan ion pelarut dapat memberikan pengaruh

terhadap rendemen senyawa yang dihasilkan (Anggitha, 2012).


24

A. Uji Skrining Fitokimia Pada Daun Alpukat (Persea ameriacana Mill)

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi golongan senyawa

aktif dalam ekstrak suatu bahan alam secara kualitatif. Senyawa yang

diidentifikasi yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Pada studi literatur ini

ekstrak daun alpukat merupakan sampel pada skrining fitokimia yang diperoleh

dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan

menggunakan berbagai jenis pelarut. Berdasarkan literatur yang digunakan daun

alpukat (Persea americana Mill) memiliki kandungan senyawa metabolit

sekunder sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Alpukat


Metabolit Jenis Pelarut Ekstraksi Daun Alpukat
(1) (2) (3)
Sekunder Air Etanol Metanol
Alkaloid - + +
Flavonoid + + +
Saponin + + -
Tanin + - -
(1) (2) (3)
Sumber : Sumiati, dkk (2016), Pontoan (2016), Tengo, dkk (2013).

Keterangan :
(+) mengandung metabolit sekunder
(-) tidak mengandung metabolit sekunder

Tabel 3 menunjukkan ekstrak daun alpukat dengan berbagai macam pelarut.

Pada literatur yang telah dilakukan Sumiati (2016) kandungan metabolit sekunder

ekstrak air daun alpukat negatif mengandung alkaloid, dan positif mengandung

saponin, flavonoid dan tanin. Sedangkan menurut penelitian Pontoan (2016)

ekstrak etanol daun alpukat positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan

negatif mengandung tanin. Lalu, hasil penelitian Tengo (2013) ekstrak metanol

daun alpukat positif mengandung alkaloid, flavonoid, dan negatif mengandung


25

saponin, tanin, untuk ekstrak daun alpukat dengan pelarut aseton tidak dilakukan

skrining fitokimia. Pada beberapa literatur tersebut hasil skrining fitokimia

menunjukkan bahwa proses ekstraksi lebih baik dan efektif menggunakan pelarut

organik dari pada ekstraksi dengan menggunakan air. Berdasarkan hasil skrining

fitokimia etanol lebih banyak menarik senyawa metabolit sekunder, karena

masing-masing pelarut mempunyai kemampuan menarik molekul senyawa yang

berbeda tergantung kesamaan sifat kepolaran suatu senyawa yang terkandung di

dalamnya.

B. Rendemen Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill) Dengan

Metode Maserasi dan Perbedaan Pelarut

Berdasarkan dari beberapa literatur yang diperoleh tentang rendemen

ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill) metode maserasi dengan berbagai

jenis pelarut maka dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Rendemen Dengan Perbedaan Pelarut


Hasil Rendemen
No Jenis Pelarut
(%)
(1)
1. Etanol 70% 11,76
(2)
2. Air 17,61
(2)
Aseton 22,12
3. (3)
Metanol 22,54
(1)
Sumber : Azzahra, dkk (2019), Kemit, dkk (2016), (3)Pontoan (2016)
(2)

Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan hasil rendemen pada ekstrak daun

alpukat dengan menggunakan pelarut yang berbeda. Hasil penelitian Azzahra

(2019) menunjukkan ekstrak etanol daun alpukat dengan hasil rendemen sebesar

11,76%. Etanol 70% merupakan pelarut universal yang dengan baik melarutkan
26

senyawa kimia dalam tumbuhan baik senyawa polar maupun non polar, selain itu

etanol 70% efektif menghasilkan jumlah zat aktif yang optimal dan dapat

diperbaiki stabilitas bahan obat terlarut (Depkes, RI., 1986). Menurut penilitian

Kemit (2016) ekstraksi daun alpukat menggunakan pelarut air dihasilkan

rendemen sebesar 17,61%, lalu pada ekstraksi menggunakan pelarut aseton

sebesar 22,12%. Aseton merupakan cairan penyari yang semi polar yang memiliki

tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar

sehingga dapat menarik senyawa polar dan semi polar (Verdiana, 2018). Hasil

penelitian Pontoan (2016) melakukan ekstraksi daun alpukat menggunakan

pelarut metanol mendapatkan hasil rendemen sebesar 22,54%. Menurut Lenny,

2006 metanol merupakan cairan penyari yang mudah masuk ke dalam sel

melewati dinding sel bahan, sehingga metabolit sekunder yang terdapat dalam

sitoplasma akan terlarut dalam pelarut dan senyawa akan terekstraksi sempurna.

Pada beberapa literatur yang diperoleh terdapat perbedaan hasil rendemen

karena nilai konstanta dielektrik merupakan ukuran kepolaran suatu pelarut,

semakin tinggi nilai konstanta dielektrik pelarut maka semakin polar pelarut

tersebut begitu pula sebaliknya sehingga hal tersebut mempengaruhi kemampuan

pelarut dalam ekstraksi sehingga penggunaan pelarut yang berbeda menghasilkan

rendemen yang berbeda, tergantung pada polaritasnya (Yohed dan Kritiantina,

2017). Pemilihan pelarut juga mempertimbangkan beberapa hal yaitu kecocokan

dengan zat terlarut, viskositas, kestabilan kimia dan panas, tidak mudah terbakar,

dan tidak beracun. Pemilihan metode maserasi karena untuk mengekstraksi

senyawa yang bersifat termolabil karena maserasi dilakukan tanpa proses


27

pemanasan sehingga senyawa yang terkandung tidak mengalami kerusakan

(Marjoni, 2016).

Hasil ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi

tergantung pada beberapa faktor, yaitu jumlah simplisia yang diekstrak, derajat

kehalusan simplisia, jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, waktu

ekstraksi, metode ekstraksi, dan kondisi pada saat proses ekstraksi (Marjoni,

2016). Kandungan senyawa metabolit sekunder yang didapatkan pada ekstrak

daun alpukat adalah alkaloid, flavonoid, saponin. Pelarut air hanya dapat menarik

senyawa flavonoid dan saponin sedangkan pelarut etanol dan metanol dapat

menarik senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, hal ini menunjukkan bahwa

ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik lebih baik daripada ekstraksi

dengan menggunakan air.

Dapat disimpulkan dari beberapa literatur yang telah dibandingkan ekstrak

metanol daun alpukat menghasilkan rendemen tertinggi. Tingginya rendemen

ekstrak metanol daun alpukat karena mampu mengekstrak senyawa lebih baik,

karena perolehan senyawa didasari oleh kesamaan sifat kepolaran terhadap pelarut

sehingga lebih baik dari pelarut air, etanol dan aseton. Perbedaan hasil rendemen

ini dapat disebabkan oleh kemampuan pelarut dalam menarik molekul senyawa

yang berbeda, asal geografis tempat tumbuh, dan umur tanaman.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perbedaan jenis pelarut berpengaruh terhadap hasil nilai rendemen ekstrak

daun alpukat, hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi nilai konstanta dielektrik

pelarut maka semakin polar pelarut tersebut begitu pula sebaliknya sehingga

mempengaruhi kemampuan pelarut dalam ekstraksi yang menghasilkan nilai

rendemen berbeda dan dapat disebabkan oleh kemampuan pelarut dalam menarik

molekul senyawa yang berbeda.

B. Saran

Bagi para peneliti untuk mengembangkan penelitian ekstrak daun alpukat

yang dimaserasi dengan pelarut lainnya seperti pelarut yang bersifat non polar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, A. N. F., Aisyah., Baharuddin, M. 2014. “Isolasi Senyawa Aktif


Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana) Dan Uji Toksisitas
Terhadap Artemia salina Leach”. Jurnal Al-Kimia. 2(1): 25-30.
Anggitha, I. 2012. “Performa Flokulasi Bioflokulan DYT pada beragam keasaman
dan kekuatan ion terhadap turbiditas larutan kaolin”. Skripsi. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Armando, R. 2009. Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya. Hal: 71.
Azzahra, F., Arefadil Almalik, E., Athka Sari, A. 2019. “Uji Aktivitas Antibakteri
Dari Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap
Bakteri Salmonella typhi Dan Staphylococcus aureus”. Jurnal Kefarmasian
Afkarindo. 4(2): 1-5.
Budiyanto, A. 2015. “Potensi Antioksidan, Inhibitor Tirosinase, dan Nilai
Toksisitas dari Beberapa Spesies Tanaman Mangrove di Indonesia”. Skripsi.
Intitut Pertanian Bogor.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid
keenam. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Endarini, L.H. 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Cetakan Pertama. Kemenkes
RI. Jakarta.
Felistiani, V. 2017. “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea Americana
Mill) Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Dan Limpa Pada Mencit
(Mus musculus) Yang Diidentifikasi Staphylococcus aureus”. Skripsi.
Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim.

29
30

Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Hal: 9, 79, 103, 133, 191, 227.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Edisi II. Bandung: ITB-Press. 71 234-235.
Ilyas, Asriany. 2013. Kimia Organik Bahan Alam. Makassar: Alauddin
University Press.

Ismiyati, Nur. 2014. “Pengembangan Formulasi Masker Ekstrak Air Daun


Alpukat (Persea americana Mill) sebagai Antibakteri Staphylococcus
aureus untuk Pengobatan Jerawat”. Pharmaciana. 4(1): 45-52.

Kemit, N., Rai Widarta, I. W., Nocianitri, A. K. 2016. “Pengaruh Jenis Pelarut
Dan Waktu Maserasi Senyawa Flavonoid Dan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill)”. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan. 5(2): 132-134.

Lenny, S. 2006. “Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida”. Karya


Tulis Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal: 5-8

Malangngi, Liberty P., Sangi, Meiske S., Paendong, Jessy J.E. 2012. “Penentuan
Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah
Alpukat (Persea americana Mill.)”. Jurnal MIPA UNSRAT. 1(1): 5-10.

Mardiyaningsih, Ana dan Nur Ismiyati. 2014. “Aktifitas Sitotoksik Ekstrak


Etanolik Daun Alpukat (Persea americana Mill) pada Sel Kanker Leher
Rahim Hela”. Tradisional Medicine Journal. 19(1): 24-28.
Marjoni, R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Trans Info Media. Hal: 5-17.
Noorul, H., Nesar, A., Zafar, K., Khalid, M., Zeeshan, A., Vartika, S. 2016.
“Health benefits and pharmacology of Persea americana Mill ( Avocado )”.
International Journal of Research in Pharmacology &
Pharmacotherapeutics. 5(2): 132-141.
Owolabi, M.A., Coker dan S.I. Jaja. 2010. “Bioactivity Of The Phytoconstituents
Of The Leaves Of Persea americana”. Journal of Medicinal Plants
Research. 4(12): 1130-1135.
Pontoan, J. 2016. “Uji Aktivitas Antioksidan Dan Tabir Surya Dari Ekstrak Daun
Alpukat (Persea americana M)”. Indonesia Natural Research
Pharmaceutical Journal 1(1): 59-60.
Sani, R.N., dkk. 2014. “Analisis Rendemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol Mikroalga Laut Tetraselmis chuii”. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
2(2): 121-126.
31

Sari, Rima Parwati. 2014. “Daya Hambat Ekstrak Daun Alpukat (Persea
americana Mill) Terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis”. Jurnal
Kedokteran Gigi. 8(1): 1-10.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi Dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung:
ITB Press. Hal: 3-17.
Sumiati, T., Effendi, F., Iskandar, M. S. 2016. “Potensi Ekstrak Air Daun Alpukat
(Persea americana Mill) Sebagai Diuretika Pada Tikus Putih Jantan”.
Jurnal Farmamedika. 1(1): 20-23.
Tengo, A. N., Bialangi, N., Suleman, N. 2013. “Isolasi Dan Karakterisasi
Senyawa Alkaloid Dari Daun Alpukat (Persea americana Mill)”. Jurnal
Sainstek. 7(1): 2-4.
Verdiana, M., Widarta, I., Permana, I. 2018. “Pengaruh jenis pelarut pada
ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik terhadap aktivitas antioksidan
ekstrak kulit buah lemon (Citrus limon (Linn.) Burm F.)”. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Pangan. 7(4): 213-222.
Yana, 2010. Alpukat. Jakarta : Penerbit Swadaya. Hal: 5-8.
Yohed, I dan R, A. Kristianita. 2017. “Pengaruh Jenis Pelarut Dan Temperatur
Terhadap Flavonoid Content Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Nyamplung”. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
32

Lampiran 1. Hasil Rendemen Ekstrak Daun Alpukat (%)

(Kemit, dkk., 2016).

(Pontoan, 2016).
33

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Naila Salsabila, lahir pada tanggal 16

September 2000 di Samarinda, Kalimantan Timur. Penulis

merupakan anak pertama dari pasangan bapak Muhkarom dan

Ibu Muhimatul Khairiyah. Pendidikan formal yang telah

dijalani oleh penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Drenges 001 Kertosono,

Jawa Timur dan tamat pada tahun 2012 dan melanjutkan di Sekolah Menengah

Pertama Negeri 34 Samarinda dan tamat pada tahun 2015, kemudian melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi Samarinda dan tamat tahun

2018. Penulis menempuh pendidikan di perguruan tinggi dimulai tahun 2018 di

prodi Diploma III Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda.

Penulis merupakan mahasiswa/i yang aktif dalam berorganisasi mulai sejak

kuliah di STIKSAM, penulis pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris pada

UKM KSR pada periode tahun 2018-2019, selanjutnya pada tahun 2019-2020

penulis menjabat sebagai Sekertaris di UKM KSR. Pada tahun yang sama penulis

juga pernah menjabat sebagai anggota Divisi P2M di SEMA periode tahun 2018-

2019, selanjutnya pada tahun 2019-2020 penulis menjabat sebagai anggota

Departemen MBM di BEM. Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus

belajar dan berusaha penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir

KTI ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir KTI ini mampu memberikan

kontribusi positif bagi dunia pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai