Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
Skripsi ini adalah murni gagasan rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa
Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar
pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
Segala puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T, atas limpahan berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Uji
Daya Hambat Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. &
Perry) Dan Jahe Liar (Elettariopsis slahmong C.K.Lim) Terhadap Jamur Akar Putih
(Rigidoporus microporus) (Swartz. Fr) Van Ov. Secara In Vitro” disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi di Program Studi Biologi
Universitas Andalas. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,
banyak mendapat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Nasril Nasir selaku
pembimbing I dan Ibu Dr. Feskaharny Alamsjah M.Si selaku Pembimbing II yang telah
proposal, penuntasan penelitian, dan analisis hasil penelitian. Selanjutnya penulis juga
1. Ibu Dr. Mairawita selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
2. Ibu Dr. Henny Herwina selaku Penasehat Akademik yang selama ini telah
3. Bapak Dr. Phil Nat Periadnadi, Bapak Dr. Anthoni Agustien dan Bapak Prof. Dr.
Syamsuardi, selaku Tim Penguji selama seminar proposal, seminar hasil, dan ujian
akhir sarjana.
4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
6. Bapak Nurmansyah atas bimbingan s dan bantuan dalam penyediaan formula minyak
7. Bapak Dr. Indra Junaidi atas bimbingan dalam pengolahan data statistik.
8. Ibu Arrisa selaku analis labor atas dukungan dan bantuan selama pelaksanaan
Andalas.
9. Marta Yufa S.Si, Kak Lisa, Dytta Rabbani Aidil S.Si, Listina Yulvita S.Si dan sahabat
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal sampai akhir, baik langsung
maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka
penulisan skripsi ini tidak akan lancar. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
Aamiin.
Penulis
ABSTRAK
Penelitian mengenai Uji Daya Hambat Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh (Syzygium
aromaticum (L.) Merr. & Perry) Dan Jahe Liar (Elettariopsis slahmong C.K.Lim)
Terhadap Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) (Swartz. Fr) Van Ov. Secara In
Vitro telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017 di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Tekonologi dan Pertanian Universitas Andalas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan fungisidal kombinasi minyak
atsiri cengkeh dengan jahe liar, serta interaksi antara formulasi minyak dan konsentrasi
dalam menghambat penyakit R. microporus (Jamur Akar Putih). Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu :
Pengujian daya hambat minyak atsiri secara in-vitro dan uji resistensi patogen. Hasil
penelitian menunjukkan semua formula dapat menghambat pertumbuhan jamur R.
microporus secara in-vitro. Pada perlakuan kombinasi Jahe liar dan Cengkeh adalah
yang terbaik dengan daya hambat pertumbuhan jamur R. microporus mencapai 100%
dan bersifat fungisidal.
Kata kunci : Jamur Akar Putih (R. microporus), Minyak Atsiri, S. aromaticom, E.
slahmong
ABSTRACT
Keywords : White Root Disease (R. microporus), essential oil, E. slahmong and
S.aromaticum
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Akar Putih (R. microporus) .......................................................... 5
2.2 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) ......................................................... 7
2.3 Minyak Atsiri. ........................................................................................... 9
2.4 Minyak Atsiri Cengkeh (S. aromaticum) ................................................ 10
2.5 Minyak Atsiri Jahe Liar (E. slahmong) ................................................. 12
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
Tabel
Gambar
3. Diameter koloni R. microporus pada berbagai perlakuan minyak atsiri pada akhir
dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% diantaranya merupakan
perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil dan sisanya dikelola
oleh perkebunan besar milik negara atau swasta (Janudianto, Prahmono, Napitupulu dan
Rahayu, 2013). Luas areal perkebunan karet di Sumatera Barat mencapai 102.557 hektar
dan tersebar di beberapa daerah sentra produksi seperti Pasaman, Sawahlunto dan
Sijunjung. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro (2013), produksi karet alam
Indonesia pada 2011 merupakan terbesar ke dua di dunia yang mencapai 2.982.000 ton.
(2013) produktivitas karet di Indonesia masih lemah yakni hanya 986 kg per hektar per
sekitar 3,5% pada tahun 2015 sebesar 3,32 juta ton dan 2016 sebesar 3,43 juta ton
(Gapkindo, 2015).
produktivitas tanaman karet akibat serangan penyakit tanaman (Yulfahri, Joni dan Jalil,
Penyakit yang umum dijumpai pada tanaman karet adalah Jamur Akar Putih (JAP) yang
disebabkan oleh Rigidoporus microporus. Daerah yang sering mengalami serangan berat
JAP di Indonesia adalah Sumatera Barat, Riau dan Kalimantan Barat. Penyakit JAP ini
Sumatera Barat memiliki demografis yang sangat baik dalam bercocok tanam karet,
namun hal ini tidak diimbangi dengan penangan serius mengenai serangan penyakit Jamur
Akar Putih (JAP). Banyak petani yang justru menggunakan pestisida kimia tanpa takaran
yang jelas. Menurut Edwards (2008), cara mengatasi JAP yaitu menggunakan fungisida
berbahan aktif triadimefon. Triadimefon yaitu bahan kimia yang memiliki potensi efek
toksik kumulatif yang rendah terhadap tanaman, tetapi memiliki efek toksik yang tinggi
mampu mengatasi masalah penyakit JAP ini, maka diperlukan alternatif pengendalian,
antara lain menggunakan biopestisida yang ramah lingkungan. Minyak atsiri dari
beberapa tanaman aromatik telah menunjukkan potensi dan menjanjikan sebagai sumber
biopestisida baru (Nazarudin dan Paimin, 2006). Menurut Sait (1991), banyak hasil
penelitian terdahulu menyatakan bahwa minyak atsiri sebagai pestisida nabati dapat
adanya senyawa aktif di dalam minyak atsiri yang mampu menembus dinding sel
mikroorganisme seperti jamur (Knobloch, Paul, llber, Weigand dan Weil, 1988).
(Syzygium aromaticum) dan jahe liar (Elettariopsis slahmong). Kandungan bahan aktif
utama pada minyak atsiri cengkeh adalah eugenol sebesar 70 hingga 90% dan terdapat
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Manohara et al., (1994) membuktikan bahwa
100%.
Tanaman jahe liar (E. slahmong) yang telah diekstrak memiliki bau seperti
belerang dan memiliki senyawa yang bersifat sebagai antimikroba. Kandungan senyawa
metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean terutama dari golongan flavonoid, fenol,
terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan
kehidupan manusia (Nursal et al., 2006). Pemanfaatan minyak atsiri tanaman jahe liar
(E. slahmong) sebagai bioinsektisida telah dilakukan untuk mengendalikan hama pada
tanaman pisang dan coklat dengan daya tekan sampai dengan 93% (Nasir et al, 2014).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Magdaulih et al, (2014) juga telah membuktikan
Coletothricum.
minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar, karena kombinasi kedua minyak atsiri ini
belum pernah diterapkan sebagai biofungisida pada penyakit jamur akar putih. Kombinasi
minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar diharapkan mampu menekan
1. Apakah minyak cengkeh yang dikombinasikan dengan minyak jahe liar mampu
2. Bagaimanakah interaksi antara kombinasi kedua minyak atsiri cengkeh dan minyak
1.3 Tujuan
dengan jahe liar dalam menghambat penyakit R. microporus (Jamur Akar Putih)
2. Mengetahui interaksi antara kombinasi kedua minyak atsiri cengkeh dan minyak
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk diaplikasikan sebagai fungisida nabati
yang ramah lingkungan dalam menghambat Jamur Akar Putih dan meningkatkan
Jamur akar putih (Rigidoporus microporus) termasuk salah satu penyakit penting pada
tanaman karet. Penyakit jamur akar putih menimbulkan kematian pada tanaman karet,
sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun. Jamur
akar putih menular melalui kontak langsung antara akar atau tunggul yang sakit dengan
akar tanaman sehat. Jamur tersebut mulanya tumbuh sebagai saprofit, tetapi jika bertemu
dengan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan hidup sebagai parasit yang
Berbeda dengan jamur akar lain, jamur akar putih dapat menular dengan dengan
perantara rizomorf. Pada kebanyakan jamur akar, rizomorf hanya menjalar pada
permukaan akar, pada jamur akar putih rizomorf dapat menjalar bebas dalam tanah,
terlepas dari akar atau kayu yang menjadi sumber makanannya. Setelah mencapai akar
yang sehat rizomorf tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sebelum melakukan
penetrasi ke dalam akar (Semangun, 1991). Spora dapat juga disebarkan oleh angin.
Spora yang jatuh di tunggul dan sisa kayu akan tumbuh membentuk koloni. Umumnya
penyakit akar terjadi pada pertanaman bekas hutan atau tanaman, karena banyak tunggul
dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya yang tertinggal di dalam tanah yang
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) Jamur Akar Putih (JAP) dapat
Divisi :Mycetaceae
Kelas :Basidiomycetes
Ordo :Polyperales
Famili :Meripilaceae
Genus :Rigidoporus
Gejala penyakit pada tanaman yang di serang jamur akar putih ini adalah pertama
tajuk daun berwarna pucat, kemudian menjadi kuning dan kusam, dan pada ahirnya
kering dan gugur, sehingga tajuk tanaman tinggal rantingnya saja. Bila perakaran dibuka,
akan terlihat permukaan akar ditumbuhi miselium jamur atau rhizomorf berwarna putih
(seperti yang terlihat pada Gambar 1) yang akan berubah menjadi kuning gading. Untuk
mendeteksi adanya serangan jamur akar putih ini, dapat dilakukan dengan menutup leher
akar tanaman dengan serasah (mulsa). Setelah 3 minggu pada leher akar tanaman yang
JAP membentuk tubuh buah berbentuk kipas tebal, agak berkayu, mempunyai
zona-zona pertumbuhan, mempunyai struktur serat yang radier, mempunyai tepi yang
tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan kandungan
airnya. Lapisan atas badan buah berwarna merah muda yang terdiri dari benang-benang
atau miselium jamur yang terjalin rapat. Dibawahnya terdapat lapisan pori kemerahan
atau kecoklatan. Pori bergaris tengah 45 – 80 µm dengan panjang antara 0,7-15 mm.
Pada waktu masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecokelatan dengan zona
gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepihnya berwarna
kuning jernih atau putih kekuningan. Jika menjadi tua atau kering tubuh buah menjadi
suram, permukaan atasnya cokelat kekuningan pucat dan permukaan bawahnya cokelat
tengah 2,8- 5,0 µm. Basidium pendek (buntak), kurang lebih 16 x 4,5 – 5 µm, tidak
terdapat sistidium yang berbentuk gada, berdinding tipis dan berwarna putih (Steinmainn,
1925).
tanaman tersebut baru diintroduksi pada tahun 1864. Saat ini 80% karet dunia dihasilkan
oleh Indonesia, Thailand dan Malaysia. Perkebunan karet Indonesia sebagian besar
berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005
tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di ketinggian 0-400 meter dari
permukaan laut (dpl). Pada ketingian tersebut, suhu harian sekitar 25-300 C sangat cocok
untuk pertumbuhan karet. Suhu yang lebih dari 300 C mengakibatkan karet tidak dapat
tumbuh dengan baik. Selain itu, tanaman ini memerlukan kelembaban yang cukup tinggi
dengan kisaran curah hujan tinggi (2000-2500 mm/tahun) (Setyawan dan Andoko,
2008).
Divisi :Spermathophyta
Subdivisi :Angiospermae
Kelas :Dicotyledon
Ordo :Euphorbiales
Famili :Euphorbiceae
Genus :Hevea
Salah satu daerah yang berpotensi untuk dimanfaatkan sumber daya alamnya adalah
Sumatera Barat. Kondisi lahan yang subur, topografi yang mendukung dan pengelolaan
Perkebunan Sumatera Barat, 2006). Pada tahun 2011, produksi perkebunan karet
Sumatera Barat yaitu sebesar 137.193 ton dan ini mengalami peningkatan dari tahun
dan kota, diantaranya Kabupaten Dharmasraya, Sijunjung, Pasaman, Solok Selatan dan
kabupaten lainnya (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2011).
Tanaman karet memiliki tinggi mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup
besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus keatas. Dibatang inilah terkandung getah
(lateks). Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun
seanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Daun tanaman karet berbentuk elips
memanjang dan berwarna hijau, sedangkan buah karet memiliki diameter 3-5 cm
Serangan patogen menjadi salah satu penyebab kerusakan dan kematian tanaman.
Penyakit pada tanaman karet merupakan salah satu faktor pengganggu yang penting.
Penyakit yang menyerang tanaman karet dapat dijumpai sejak tanaman di pembibitan
sampai tanaman yang telah tua dari bagian akar sampai pada daun. Penyebab penyakit
pada karet umumnya disebabkan oleh jamur dan sampai saat ini belum diketahui adanya
penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus atau patogen lainnya. Diagnosa penyakit
yang tepat dan cepat akan sangat menentukan keberhasilan penanggulangan penyakit.
Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan penyakit karet yang dianjurkan dapat berupa
kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, penggunaan pestisida, atau
penanggungnya itu sendiri. Pada tanaman karet beberapa penyakit yang sering
menyerang dan merugikan yaitu jamur akar putih (R. microporus) (Haryono,1989).
Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma dan memiliki komponen
atsiri yang khas pada beberapa tumbuhan. Minyak tersebut hanya dihasilkan oleh
tumbuhan yang memiliki sel kelenjar, yang terbentuk di dalam protoplasma sel serta
tersimpan dalam bentuk mikrodroplet dalam sel kelenjar (Agusta, 2000) Tumbuhan yang
ataupun mutu dari suatu minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri ditentukan pula oleh
umur tanaman. Kandungan minyak atsiri pada tanaman yang berumur 6−12 tahun masih
umum mudah menguap karena titik uapnya rendah sebagaimana minyak lainnya.
Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna, namun pada
penyimpanan yang lama, warnanya berubah menjadi lebih gelap. Sebagian besar minyak
atsiri tidak larut dalam air dan pelarut polar lainnya. Secara kimiawi, minyak atsiri
tersusun dari campuran rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya
bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Minyak atsiri sebagian besar termasuk
dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam
minyak (lipofil).
asam-asaman, minyak atsiri, senyawa fenol, ester, asam amino, gula sederhana, alkaloid
dan ion organik, karena kandungan tersebut mampu mempengaruhi pertumbuhan dan
minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif dan pertumbuhan spora
jamur dari beberapa golongan jamur seperti C. cereus, C. subtilis, dan C. magaterium
(Nurjannah, 2004).
Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah disuling dan
mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam besi sehingga
minyak ini lebih baik dikemas dalam botol kaca, drum aluminium atau drum timah putih.
Daun cengkeh mengandung eugenol, saponin, flavonoid dan tanin (Nurdjannah, 2004).
adalah eugenol (sekitar 80-85% volume) dan sisanya berupa senyawa non-fenolat
Rigidoporus lignosus dan Sclerotium sp. Standar mutu minyak cengkeh dapat dilihat
pada Tabel 1:
Pyricularia oryzae (Sutadi, 1991; Suhandi, 1992). Konsentrasi yang biasa digunakan
adalah 0,25%, 0,50% dan 1,00% (v/v), dimana semakin tinggi konsentrasinya semakin
besar kemampuan penghambatannya. Besarnya kadar bahan-bahan aktif tersebut
bervariasi tergantung sumber ekstrak (bunga atau daun) dan umur tanaman (Suherdi
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo
menunjukkan bahwa minyak atsiri cengkeh memiliki efek fungisida terhadap Candida
menghambat sintesis kitin, serta menghambat produksi energi oleh ATP (Miao He, 2007).
Kandungan minyak cengkeh yang berperan sebagai antifungi adalah eugenol. Eugenol
yang menghambat fungsi membran sitoplasma sel fungi dan hemolisis sel fungi.
Eugenol menghancurkan membran lipid bilayer sehingga sel kehilangan struktur dan
fungsinya dan akhirnya lisis. (Miao He, 2007; Barnes et al, 2007).
Etlingera tumbuh pada hutan sekunder atau lokasi hutan yang baru terbuka yang mana
bisa tumbuh dengan cepat seperti gulma. Minyak atsiri yang disuling dari E. slahmong
berwarna kuning bening sampai kuning tua. Minyak atsiri ini sebagaimana minyak atsiri
lainnya adalah minyak yang mudah menguap karena terdiri atas campuran komponen
yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Ekstrak E.
slahmong mengeluarkan bau seperti insektisida kimia dengan bahan aktif methadation
(Nasir, 2014).
Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna kuning bening sampai kuning tua.
Minyak atsiri jahe sebagaimana minyak atsiri lainnya adalah minyak yang mudah
menguap karena terdiri atas campuran komponen yang mudah menguap dengan
komposisi dan titik didih yang berbeda. Zingiberene merupakan senyawa sesqui-terpen
khas minyak atsiri Zingiberaceae khususnya jahe yang memberikan aroma minyak jahe.
Senyawa khas minyak atsiri jahe lainnya adalah zingiberol, geraniol, dan felandren.
Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh tingkat kematangan atau umur panen,
bagian organ yang disuling, musim pemanenan, tanah dan iklim, varietas atau spesies
yang ditanam serta faktor lingkungan lainnya. Jahe juga memiliki kandungan senyawa
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dalam faktorial dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan, serta dilakukan secara in vitro
dengan tiga jenis formulasi minyak atsiri dan tiga tingkatan konsentrasi minyak atsiri.
A3: minyak atsiri limbah daun cengkeh S. aromaticum + minyak atsiri jahe liar E.
slahmong
B1 : 150 ppm
B2 : 300 ppm
B3 : 450 ppm
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave, mikroskop, petridish,
pipet tetes, jarum ose, lampu spiritus, beker glass, gelas ukur, labu erlenmeyer, batang
pengaduk, inkubator, laminar flow, sprayer, corkborer, kompor listrik, timbangan, tisu,
Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, media Potato Dextrosa Agar
daun cengkeh dan jahe liar merupakan formulasi yang diperoleh dari BALITTRO Laing,
Solok.
3.4.1 Penyediaan Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh Dan Jahe Liar
Minyak cengkeh, jahe liar dan kombinasi minyak cengkeh dan jahe liar sudah
diformulasikan oleh Balittro Laing, Solok. Formulasi yang diberikan yaitu minyak
cengkeh dengan formulasi 20% dan minyak jahe liar 25%.
mendidih dan disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC pada tekanan 15 lbs
medium PDA. Inokulum jamur berdiameter 6 mm dipindahkan dengan cork borer steril
dan ditumbuhkan pada medium PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari
3.4.4 Uji daya hambat minyak atsiri limbah daun cengkeh, jahe liar dan kombinasi
minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar terhadap pertumbuhan koloni R.
microporus
Liar) dengan 4 konsentrasi yang berbeda yaitu 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm dan kontrol.
Kemudian dihomogenkan, setelah homogeny, medium dituangkan ke dalam petridish,
microporus dengan cara meletakkan fungal mat (yang telah dipotong dengan corkborer
steril dengan diameter 0,5 cm) di tengah-tengah medium. Setiap perlakuan dibuat tiga
kali ulangan dan diinkubasi pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan pada hari pertama,
ketiga, kelima, dan ketujuh dengan mengukur diameter koloni jamur yang tumbuh di
setiap perlakuan (Manohara et al, 1994). Pengamatan dilakukan hingga diameter koloni
jamur di petridish kontrol penuh. Daya hambat minyak atsiri limbah daun cengkeh, jahe
liar dan kombinasi minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar dalam menghambat
Uji resistensi dilakukan terhadap R. microporus dari perlakuan yang memiliki daya
hambat paling tinggi. Uji resistensi dilakukan dengan cara memindahkan kembali koloni
jamur patogen tersebut ke medium PDA murni. Diamati tingkat resistensi patogen,
apakah pertumbuhan koloni patogen tumbuh kembali atau tidak setelah dipindahkan ke
medium PDA murni. Jika terjadi pertumbuhan, maka diukur penambahan diameter
Data yang diperoleh dari perhitungan pertambahan diameter koloni jamur, diuji secara
statistik. Apabila pada uji F pada taraf nyata 5% terdapat perbedaan nyata antara
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh pemberian minyak atsiri
hingga hari ke-7 setelah inokulasi diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 2
slahmong pada konsentrasi 450 ppm (A3B3) menghasilkan daya hambat yang terbesar
(100%) yang tidak berbeda nyata dengan daya hambat yang dihasilkan oleh S.
aromaticum pada konsentrasi yang sama (96,96%). Menurut Manohara et al., (1994),
dengan Marsh (1997) bahwa senyawa volatil dapat membunuh fungi atau bersifat
fungisida. Komponen kimia minyak atsiri yang bersifat antifungal mampu menembus
dinding sel jamur dan akan menganggu proses metabolisme di dalam sel sehingga
minyak atsiri E. slahmong pada konsentrasi 150 ppm (A2B1) yaitu 43,32%, yang kurang
Pestisida (1984), formulasi biopestisida dinilai efektif apabila persentase daya hambat
perlakuan kombinasi daya hambat mencapai 27,73 %, hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi senyawa yang terdapat pada S. aromaticum dan E. slahmong sangat efektif
digunakan sebagai fungisida. Pada minyak atsiri S. aromaticum kandungan utamanya
adalah eugenol dan pada minyak atsiri E. slahmong mengandung aldehid yang bersifat
Hal ini sesuai dengan pernyataan Chairgulprasert et al., (2008) bahwa minyak yang
Pada penelitian ini diduga senyawa eugenol pada S. aromaticum dan aldehid
pada E. slahmong bekerja sama dalam merusak hifa jamur, menghambat pertumbuhan
jamur dan mengakibatkan kematian pada jamur R. microsporus. Menurut Orisanti et al.,
(2014), kandungan eugenol yang tinggi dalam cengkeh ditambahkan dengan kayu manis
yang tinggi sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Agusta dan Widayat (2000) bahwa eugenol yang terkandung dalam
minyak atsiri daun cengkeh adalah senyawa eugenol 78%, eugenol asetat 1,2 % dan
β-caryophylene 17% (SNI, 2006). Kadar eugenol dalam minyak atsiri daun cengkeh
umumnya antara 80-88% (Ruhnayat, 2004). Manohara et al,. (1994) juga melakukan
konsentrasi 400 ppm menghambat pertumbuhan P. capsici 74%, R. lignosus 100%, dan
Chairgulprasert et al., (2008), bahwa salah satu kandungan pada E. slahmong yang
menghambat aktivitas anti mikroba adalah aldehid. Kandungan aldehid ini juga
volatil minyak daun E. slahmong juga mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen
C. gleosporioides 100% dengan konsentrasi 1000 ppm (Nasir dan Nurmansyah, 2016).
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi minyak atsiri terhadap daya hambat pertumbuhan jamur R.
microporus pada hari ke-7 setelah inokulasi (7HSI)
No Perlakuan Daya hambat (%) Notasi
1 150 ppm 69,73 c
2 300 ppm 77,54 b
3 450 ppm 84,64 a
4 Kontrol 0,00 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada
masing-masing kolom tidak berbeda nyata pada uji 5% DNMRT
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi yang berbeda memberikan
tingkat konsentrasi berbanding lurus dengan persentase daya hambat, dimana semakin
tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin tinggi pula persentase daya hambat
terhadap jamur R. microporus. Dari penelitian yang dilakukan perlakuan terbaik adalah
konsentrasi 450 ppm dengan persentase daya hambat mencapai hingga 84,64%.
Konsentrasi suatu bahan yang berfungsi sebagai antimikroba merupakan salah satu
Menurut Knobloch, Paul, Iberl et al., (1989) komponen dari minyak atsiri dengan
antifungal yang mampu mereduksi hifa, hingga terjadi pemendekan pada ujung hifa.
Minyak atsiri juga dapat merusak membran plasma yang berhubungan dengan protein
dan enzim. Selain itu, mempunyai kemampuan mengkatalisasi membran sel yang
dapat menembus dinding sel jamur, sehingga mengganggu metabolisme sel dengan cara
merusak membran nukleus, sehingga konsentrasi tertentu akan berakibat kematian sel
sel. Membran sitoplasma sel berfungsi mempertahankan bahan-bahan yang ada di dalam
sel serta secara selektif mengatur ke luar masuknya sel dengan lingkungan (Pelzcar et
al.,1977).
A2B1
A1B3
A B
Kontrol
Pada Gambar 2 terlihat efek pemberian minyak atsiri terhadap jamur patogen R.
untuk menghindari area di sekitar yang terdapat minyak atsiri. Bentuk makroskopis
jamur R. microporus pada perlakuan kontrol (Gambar 2.D) sangat berbeda dengan jamur
yang diberi perlakuan, yaitu tidak mengalami penebalan dan tumbuh normal. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manohara et al, (1994), dimana koloni
pemberian minyak atsiri yang mengandung eugenol. Pada penelitian ini penebalan
konsentrasi 450 ppm (Gambar 2.C). Nurmansyah (2004) menyatakan bahwa mekanisme
kerja minyak atsiri dapat mereduksi hifa sehingga terjadi penebalan diujung hifa dan
Pada Gambar 2.B terlihat bahwa perlakuan minyak atsiri E. slahmong 150 ppm
perlakuan menggunakan minyak atsiri S. aromaticum 450 ppm (Gambar 2.A). Hal ini
diduga kandungan senyawa pada minyak E. slahmong dengan konsentrasi rendah kurang
Menurut Sirirugsa (1999) rimpang jahe merupakan oleoresin, dimana zingeron yang
merupakan senyawa keton dari rimpang jahe berperan dalam memberikan rasa pedas
dan pahit, sehingga dapat membunuh hama serangga. Nasir, et al., (2013) mengatakan
ada di dalam sel serta secara selektif mengatur ke luar masuknya sel dengan lingkungan.
Membran sitoplasma juga tempat terjadi reaksi enzim (Pelczar et al.,1977). Sehingga
Apabila membran sel rusak, dinding sel juga akan rusak sehingga terjadi penghambatan
minyak atsiri yang telah diberikan serta untuk melihat reaksi jamur saat ditanam kembali
pada medium PDA murni. Uji ini hanya dilakukan pada perlakuan yang memiliki daya
Dari hasil uji resistensi yang telah dilakukan tidak terjadi pertumbuhan koloni
jamur R. microporus setelah diinokulasi pada medium PDA murni 7 hari setelah
inokulasi. Hal ini diduga karena miselium jamur yang telah mati karena pengaruh
minyak atsiri yang diberikan dan tingkat konsentrasi yang tinggi, sehingga menyebabkan
membran miselia jamur pecah, menggumpal dan tidak mampu tumbuh kembali dengan
baik (Gambar 3.B). Menurut Giordani et al., (2008) bahwa senyawa minyak atsiri
menyebabkan perubahan bentuk morfologi jamur, kerusakan pada dinding sel, konidia
maupun hifa yang menyebabkan kematian jamur. Hal ini sesuai dengan Philips dan
Mora (2009) bahwa minyak atsiri menyebabkan hifa menjadi rusak, terpelintir, hifa
Uji resistensi juga dilakukan pada perlakuan minyak atsiri S. aromaticum dengan
kombinasi pada konsentrasi yang sama. Pada perlakuan ini jamur R. microporus
(Gambar 3A), masih mengalami pertumbuhan dan miselium jamur menebal, diduga hifa
pada jamur rusak akibat senyawa dari minyak atsiri yang digunakan dengan konsentrasi
tinggi. Hal ini sesuai dengan Suprianto (2008), senyawa antijamur dapat menghambat
pertumbuhan mikroba melalui inaktivasi atau mengganggu satu atau lebih target
nukleat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang daya hambat antifungal minyak
perlakuan terbaik dan bersifat fungisidal untuk Jamur Akar Putih (R. microporus)
5.2 Saran
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Alexopaulus, G.J and C.W, Mins.1979. Introductory Mycology 3rd Edition. New York:
Jhon Willey and Sons.
Barnes J, Anderson, L.A, and philipson. 2007. Herbal Medicines, 7th. Ed. London:
Pharmaceutical Press.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2011. Sumatera Barat dalam Angka 2011.
Padang: BPS Sumbar.
Battinelli, L., Daniele, C., Cristiani, M., Bisignano, G., Saija, A., dan Mazzanti, G. 2006.
In vitro antifungal and anti etalase activity of some aliphatic aldehydes from
Olea europeae L. fruit Phytomedicine, 13 (8): 558-563
Departemen Pertanian. 1995. Pengenalan dan Identifikasi Hama Penyakit Jambu Mente.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Industri Agro. 2013. Ini 5 Negara Produsen Karet Terbesar di
Dunia. http://agro.kemenperin.go.id/1567-Ini-5-Negara-Produsen-Karet-Terbesar
-Di-Dunia. Diakses pada 22 Juli 2016.
Giordani, R., Y. Hadef, and J. Kaloustian. 2008. Compositions and antifungal activities
of essential oils of some Algerian aromatic plants. Fitoterapia 79: 199-203.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid IV B. Penerjemah S. Ketaren. Universitas
Indonesia. 851 hal.Haryono. 1989. Penyakit –Penyakit Tanaman Perkebunan di
Indonesia. Gadjah Mada Press. 8911166-C2E. ISBN 979-420-107-3.
Janudianto, Prahmono, Napitupulu dan Rahayu. 2013. Panduan Budidaya Karet untuk
petani skala kecil (Rubber cultivation guide for small-scale farmers. Lembar
Informasi AgFor 5. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia Regional Program.
Knobloch, K. A., Pauli, B., Iberl, N., Weis and Weigand, H. 1988. Mode of Action of
Essential Oil Components on Whole Cells of Bacteria and Fungi in Plate Tests. In:
Bioflavour '87.Walter de Gruyter, Berlin: Schreier Edit. 287-299 p.
Knobloch, K.A., B.Paul., H.Ilber., Weigand and W.Weil. 1989. Antibacterial and
Antifungal properties of essential oil components. J.Ess-Oil.1:119-128.
Lanjarsari. 2012. Metode pengambilan minyak jahe dari rimpang jahe secara ekstraksi
dengan bantuan gelombang mikro. Semarang.
Manohara, D., Wahyuno, D dan Sukamto. 1994. Pengaruh Tepung dan Minyak Cengkeh
terhadap Phytopthora, rigidoporus dan Schlerotium. Dalam prosiding Seminar
Hasil Penelitian Dalam Rangka pemanfaatan pestisida Nabati. Bogor 1-2
Desember. Balittro, Bogor. Hlm.19-27.
Miao He. 2007. In Vitro activity of eugenol againts Candida Albicans biofilms. Jurnal of
Mychophatologist. Hubei: Wuhan University.
Nasir, N. Nurmansyah, Mairawita, A. Dharma, F, Hashimoto dan F. Fliesti. 2013.
Pengaruh senyawa Volatil Minyak Atsiri Elettariopsis slahmong dan Fraksinya
Terhadap Trigona minangkabau Vektor Penyakit Darah Pisang secara in Vitro.
Lap. Penelitian hibah Kerjasama dan Publikasi International. 9 hal.
Nasir, N., Dharma, A., Efdi, M., Yuhendra and Eliesti, F. 2014. Natural product of wild
zingiberaceae Elettariopsis slahmong: biopesticide to control the vector of banana
blood disease bacterium in west sumatra, indonesia. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. RJPBCS 5(5): 1250.
Nasir. N and Nurmansyah. 2016. Leaf Essential Oil of Wild Zingiberaceae Elletariopsis
slahmong CK Lim to Control Antrachnose Disease in Red Dragoun Fruit
Hylocereus polyrhizus. RJPBCS 7(5) : 2463.
Nazarudin dan Paimin. 2006. Klasifikasi Botani Tanaman Karet. Departemen Pertanian.
Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.)
Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus
subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66
Orisanti. D., Nasir. N., Febria. F.A., dan Nurmansyah. 2014. Uji daya hambat
biopestisida formulasi minyak daun Cengkeh dengan penambahan minyak Kayu
Manis sebagai pengendali Colletotrichum pada buah Naga secara Invitro. BioETI:
ISSN 978-602-14989-0-3
Pelzcar, M. L., Raid R. D and Chan, E. C. S. 1977. Microbiology. New Delhi: Tata Mc
Graw-Hill.
Philips dan Mora, W. 2009. Catalog Cacao Disease in Central America. Costa Ric:
Tropical Agricultural Reasearch Higeher education Center.
Setyawan, D.H dan Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet revisi. Jakarta
Selatan: Pt. Agro Media Pustaka.
Steinmainn, A. 1925. Over Een Abnormaliteit in den groei bij jonge Hevea oculaties
Arch. Rubbercult.
Suhandi. 1992. Pengujian Tiga Ekstrak Tanaman Obat Tropis Terhadap Pertumbuhan
Enam Kapang Patogen Tanaman. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan
Biologi FMIPA IPB.
Suherdi dan Risfaheri. 1992. “Karakteristik Bunga dan Minyak Cengkeh pada Tiga
Tingkat Kematangan”. Buletin Penelitian Tanaman Industri, No. 4. Bogor:
Balitbang, Puslitbang Tanaman Industri.
Suprianto, 2008. Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Anti
Streptococcus mutans. Bogor: Program Studi Biokimia FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Sutadi. 1991. Pengujian Sepuluh Ekstrak Kasar Tanaman Obat Terhadap Pertumbuhan
Tiga Jenis Cendawan dan Dua Jenis Bakteri Patogen Tanaman Pangan. Laporan
Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.
Wastie, R.L. 1975. Disease of Robber and Their Control. PANS. 21:268-288
Yulfahri, Joni N Dan Jalil A. 2012. Pengendalian Jamur Akar Putih Pada Budidaya Karet.
http://Litbang.Deptan. Go.Id/Ind/Images/Stories/Pdf/Karet.Pdf. Diakses pada 22
Juni 2016.
LAMPIRAN
3.1 Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri dan Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan
Jamur Akar Putih Sebelum Ditransformasi
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata
I II III (%) (%)
A1B1 57,71 64,4 73,5 195,61 65,203
A1B2 81,11 61,11 75,56 217,78 72,59
A1B3 100 90,9 100 290,9 96,96
A2B1 53,28 47,8 28,89 129,97 43,32
A2B2 67,8 51,11 71,11 190,02 63,34
A2B3 82,2 78,83 78,8 239,83 79,94
A3B1 76,33 66,65 78,8 221,78 73,92
A3B2 92,13 85 88,78 265,91 88,63
A3B3 100,0 100,0 100,0 300 100
3.2 Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri dan Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan
Jamur Akar Putih Setelah Ditransformasi Menggunakan √arcsin
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata
I II III (%) (%)
A1B1 7,59 8,02 8,57 24,19 8,06
A1B2 9,00 7,82 8,69 25,52 8,50
A1B3 9,66 9,53 9,66 28,84 9,62
A2B1 7,29 6,91 5,37 19,58 6,53
A2B2 8,23 7,14 8,43 23,82 7,93
A2B3 9,06 8,87 8,88 26,82 8,94
A3B1 8,73 8,16 9,09 25,98 8,66
A3B2 9,59 9,22 9,42 28,24 9,41
A3B3 9,66 9,66 9,66 28,96 9,66
Keterangan: untuk data 0 =¼n
100 = 100-1/4n
FAKTOR B (KONSENTRASI)
Faktor A
(Formulasi Minyak Atsiri) 150 300 450 JUMLAH
7,59 9 9,66 26,25
Cengkeh (A1) 8,02 7,82 9,53 25,37
8,57 8,69 9,66 26,92
Jumlah 24,18 25,51 28,85 78,54
Rata-Rata 8,06 8,503333 9,616667 26,18
7,29 8,23 9,06 24,58
Jahe Liar (A2) 6,91 7,14 8,87 22,92
5,37 8,43 8,88 22,68
Jumlah 19,57 23,8 26,81 70,18
Rata-Rata 6,523333 7,933333 8,936667 23,39333
8,73 9,59 9,66 27,98
Kombinasi (A3) 8,16 9,22 9,66 27,04
9,09 9,42 9,66 28,17
Jumlah 25,98 28,23 28,98 83,19
Rata-Rata 8,66 9,41 9,66 27,73
TOTAL 69,73 77,54 84,64 231,91
Lampiran 5. Analisis sidik ragam
2. Total
JKT= ∑Yijk2 - FK
= (7,592+92+9,662+................+9,662) – FK
= 2020,7 - 1991,94
=28,766
dbT = AXBXR
= 3X3X3
= 27
3. Perlakuan
JKP = ∑(∑Yj)2 - FK
R
= (24,18 +25,51 +..............+28,892)
2 2
- FK
3
= 6047,69 - 1991,94
3
= 23,9615
dbP = (AXB) - 1
= (3X3) – 1
=8
KTP = JKP/dbP
= 23,9615/8
=2,99518
4. Faktor A
JKA = ∑(∑Yi)2 - FK
RXB
= (78,542+70,182+28,892) - FK
3X3
= 18014 - 1991,94
9
= 9,65823
dbA= A - 1
=3–1
=2
KTA = JKA/dbA
= 9,65823/2
= 4,82911
5. Faktor B
JKB = ∑(∑Yi)2 - FK
RXB
= (69,73 +77,54 +84,642)
2 2
- FK
3X3
= 18038,7 - 1991,94
9
= 12,3598
dbB = B - 1
=3–1
=2
KTB = JKB/dbB
= 12,3598/2
= 6,17989
6. Interaksi
JK(axb) = JKP - JKA - JKB
= 23,9615-9,65823-12.3598
= 1,94344
db(axb) = (A-1)x(B-1)
= 2X2
=4
KT(axb) = JKA x B
dbAXB
= 9,65823 x 3
2X3
= 4,82911
7. Galat
JKG = JKT- JKP
= 28,7666 – 23,961
= 4,80513
dbG= dbT - dbP
= 27 – 8 = 19
KTG = JKG∕dbg
= 4,80513/19
= 0,2529
8. F hitung
F hitung A = KTA∕KTG
= 4,82911/0,2529
= 19,0948
F hitung B = KTB∕KTG
= 6,17989/0,2529
= 24,4359
F hitung P = KTP∕KTG
= 2,99518/0,2529
= 11,8433
F hitung (aXb) = KTAXB∕KTG
= (4,82911X3)/0,2529
= 57,2845
Lampiran 6. Tabel Sidik Ragam Daya Hambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih
dengan Formula Minyak Atsiri dengan Beberapa Tingkat
Konsentrasi
F Tabel
Sumber Keragaman db JK KT FHit 5%
Perlakuan 8 23,9615 2,99518 11,8433* 2,48
A 2 9,65823 4,82911 19,0948* 3,52
B 2 12,3598 6,17989 24,4359* 3,52
AXB 4 1,94344 4,82911 57,2845* 2,90
Galat 19 4,80513 0,2529
Total 35
Keterangan: *= berbeda nyata pada taraf 5%
Lampiran 7. Uji Lanjut DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) rata-rata
Daya Hambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih pada taraf 5%
7.1 Faktor A
LSR = SSR X Sy
Sy = √KTG/ B.r
= √0,2529/3.3
= 0,05587
LSRA = SSRA X Sy
2 3
SSR 20 2,96 3,11
LSR 5% = SyA X SSR 5% 0,1653 0,1737
7.2 Faktor B
LSR = SSR X Sy
Sy = √KTG/ A.r
= √0,2529/3.3
= 0,05587
LSRB = SSRB X Sy
2 3
SSR 20 2,96 3,11
LSR 5% = SyA X SSR 5% 0,1653 0,1737