Anda di halaman 1dari 59

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

akademik Sarjana baik di Universitas Andalas maupun diperguruan tinggi lain.

Skripsi ini adalah murni gagasan rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa

bantuan dari pihak lain kecuali arahan Dosen pembimbing.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar

pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat

penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Padang, Juli 2017


Yang membuat pernyataan

Sindy Nestesya R.P


1210423011
Alhamdulillahirrabbil’alamiin by the grace of Allah S.W.T
I dedicated this manuscript to
my beloved parents (Hartom Wisselen and Mulyani), my gorgeus brother
(Abdi Firdaus)
and Everyone Who Loved Knowledge.....
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T, atas limpahan berkah dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Uji

Daya Hambat Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. &

Perry) Dan Jahe Liar (Elettariopsis slahmong C.K.Lim) Terhadap Jamur Akar Putih

(Rigidoporus microporus) (Swartz. Fr) Van Ov. Secara In Vitro” disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi di Program Studi Biologi

Universitas Andalas. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,

teladan abadi sepanjang zaman

Dalam pelaksanaan penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini, penulis

banyak mendapat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Nasril Nasir selaku

pembimbing I dan Ibu Dr. Feskaharny Alamsjah M.Si selaku Pembimbing II yang telah

memberikan segala sumbangsih pemikiran, arahan, dan motivasi dalam penyusunan

proposal, penuntasan penelitian, dan analisis hasil penelitian. Selanjutnya penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Mairawita selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

2. Ibu Dr. Henny Herwina selaku Penasehat Akademik yang selama ini telah

membimbing selama masa perkuliahan.

3. Bapak Dr. Phil Nat Periadnadi, Bapak Dr. Anthoni Agustien dan Bapak Prof. Dr.

Syamsuardi, selaku Tim Penguji selama seminar proposal, seminar hasil, dan ujian

akhir sarjana.
4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

5. Karyawan dan Karyawati di lingkungan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

6. Bapak Nurmansyah atas bimbingan s dan bantuan dalam penyediaan formula minyak

atsiri siap pakai dari BALITTRO, Laing, Solok.

7. Bapak Dr. Indra Junaidi atas bimbingan dalam pengolahan data statistik.

8. Ibu Arrisa selaku analis labor atas dukungan dan bantuan selama pelaksanaan

penelitian di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Andalas.

9. Marta Yufa S.Si, Kak Lisa, Dytta Rabbani Aidil S.Si, Listina Yulvita S.Si dan sahabat

serta rekan-rekan di Laboratorium Mikrobiologi atas masukan dan saran, khususnya

rekan seperjuangan selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas

Teknologi Pertanian, Universitas Andalas.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal sampai akhir, baik langsung

maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka

penulisan skripsi ini tidak akan lancar. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi para pembaca.

Aamiin.

Padang, Juli 2017

Penulis
ABSTRAK

Penelitian mengenai Uji Daya Hambat Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh (Syzygium
aromaticum (L.) Merr. & Perry) Dan Jahe Liar (Elettariopsis slahmong C.K.Lim)
Terhadap Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) (Swartz. Fr) Van Ov. Secara In
Vitro telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017 di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Tekonologi dan Pertanian Universitas Andalas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan fungisidal kombinasi minyak
atsiri cengkeh dengan jahe liar, serta interaksi antara formulasi minyak dan konsentrasi
dalam menghambat penyakit R. microporus (Jamur Akar Putih). Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu :
Pengujian daya hambat minyak atsiri secara in-vitro dan uji resistensi patogen. Hasil
penelitian menunjukkan semua formula dapat menghambat pertumbuhan jamur R.
microporus secara in-vitro. Pada perlakuan kombinasi Jahe liar dan Cengkeh adalah
yang terbaik dengan daya hambat pertumbuhan jamur R. microporus mencapai 100%
dan bersifat fungisidal.

Kata kunci : Jamur Akar Putih (R. microporus), Minyak Atsiri, S. aromaticom, E.
slahmong
ABSTRACT

Research about Inhibitory effect of Essential Oils of Clove (Syzygium aromaticum L.


Merr. & Perry) and Wild Ginger (Elettariopsis slahmong CK Lim.) for Growth Pressing
White Root Disease as In vitro (R. microporus) has been carried out in October
2016-January 2017 at laboratory of Microbiology, Faculty of Technology and
Agriculture, University of Andalas. This study aims to determine a fungicidal ability of
combination of essential oil of clove with wild ginger, and the interaction between
formulation and concentration as inhibitor White Root Disease (R. microporus). This
research was conducted by an experimental method using a completely randomized
design (CRD) factorial with 9 treatments and 3 replications. The study consists of two
activities, namely: Inhibitory effect test of essential oils as in vitro, and pathogen
resistance test. The results showed that all formulas could inhibit the growth of (R.
microporus). The treatment of combination Wild Ginger and Clove is the best which the
inhibitory effect reached 100% and its treatment was a fungicidal effect.

Keywords : White Root Disease (R. microporus), essential oil, E. slahmong and
S.aromaticum
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Akar Putih (R. microporus) .......................................................... 5
2.2 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) ......................................................... 7
2.3 Minyak Atsiri. ........................................................................................... 9
2.4 Minyak Atsiri Cengkeh (S. aromaticum) ................................................ 10
2.5 Minyak Atsiri Jahe Liar (E. slahmong) ................................................. 12
III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 13


3.2 Metode Penelitian.................................................................................... 13
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 14
3.4 Cara Kerja............................................................................................... 14
3.4.1 Penyediaan Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh dan Jahe Liar . 14
3.4.2 Pembuatan Medium Potato Dextrosa Agar (PDA)......................... 15
3.4.3 Perbanyakan Isolat jamur R. microporus ....................................... 15
3.4.4 Uji daya hambat minyak atsiri limbah daun cengkeh, jahe liar dan
kombinasi minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar
terhadap pertumbuhan koloni R. microporus................................. 15
3.4.5 Uji Resistensi Patogen .................................................................. 16
3.5 Analisis dan Pengamatan .......................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Daya Hambat ...................................................................................... 17

4.2 Uji Resistensi Patogen ............................................................................ 23


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 25
5.2 Saran ......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 26
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel

1. Standar Mutu Minyak Daun Cengkeh Menurut SNI 2006


................................................................................................................................................11

2. Interaksi minyak atsiri S. aromaticum, E. slahmong, dan kombinasi dengan tingkat


konsentasi terhadap pertumbuhan koloni jamur R. microporus pada pengamatan hari
ke-7 setelah inokulasi (7HSI)
................................................................................................................................................17

3. Pengaruh minyak atsiri S. aromaticum, E. slahmong dan kombinasi terhadap daya


hambat pertumbuhan koloni jamur R. microporus pada hari ke-7 setelah inokulasi
(7HSI)
................................................................................................................................................18

4. Pengaruh konsentrasi minyak atsiri terhadap daya hambat pertumbuhan jamur R.


microporus pada hari ke-7 setelah inokulasi (7HSI)
................................................................................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Rizomorf pada permukaan akar karet yang terserang R. microporus ........................6

2. Gambar tubuh buah jamur R. microporus ...................................................................7

3. Diameter koloni R. microporus pada berbagai perlakuan minyak atsiri pada akhir

pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (H7SI) ......................................................21


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditas

perkebunan penting yang berkontribusi dalam meningkatkan devisa, diperkirakan lebih

dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% diantaranya merupakan

perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil dan sisanya dikelola

oleh perkebunan besar milik negara atau swasta (Janudianto, Prahmono, Napitupulu dan

Rahayu, 2013). Luas areal perkebunan karet di Sumatera Barat mencapai 102.557 hektar

dan tersebar di beberapa daerah sentra produksi seperti Pasaman, Sawahlunto dan

Sijunjung. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro (2013), produksi karet alam

Indonesia pada 2011 merupakan terbesar ke dua di dunia yang mencapai 2.982.000 ton.

Kontribusinya terhadap produksi karet dunia mencapai 27,06%. Menurut Widanengsih

(2013) produktivitas karet di Indonesia masih lemah yakni hanya 986 kg per hektar per

tahun. Kementerian Pertanian memprediksi bahwa produksi karet di Indonesia naik

sekitar 3,5% pada tahun 2015 sebesar 3,32 juta ton dan 2016 sebesar 3,43 juta ton

(Gapkindo, 2015).

Permasalahan yang sering ditemukan di perkebunan karet rakyat adalah rendahnya

produktivitas tanaman karet akibat serangan penyakit tanaman (Yulfahri, Joni dan Jalil,

2012). Adanya serangan patogen ini menjadikan salah satu pembatas

yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi karet di Indonesia (Nugroho, 2010).

Penyakit yang umum dijumpai pada tanaman karet adalah Jamur Akar Putih (JAP) yang
disebabkan oleh Rigidoporus microporus. Daerah yang sering mengalami serangan berat

JAP di Indonesia adalah Sumatera Barat, Riau dan Kalimantan Barat. Penyakit JAP ini

dapat menimbulkan kematian pada tanaman karet (Sestyamidjaja, 1999). Penyebaran

JAP yang paling efektif yaitu melalui kontak akar.

Sumatera Barat memiliki demografis yang sangat baik dalam bercocok tanam karet,

namun hal ini tidak diimbangi dengan penangan serius mengenai serangan penyakit Jamur

Akar Putih (JAP). Banyak petani yang justru menggunakan pestisida kimia tanpa takaran

yang jelas. Menurut Edwards (2008), cara mengatasi JAP yaitu menggunakan fungisida

berbahan aktif triadimefon. Triadimefon yaitu bahan kimia yang memiliki potensi efek

toksik kumulatif yang rendah terhadap tanaman, tetapi memiliki efek toksik yang tinggi

terhadap manusia sehingga berpengaruh pada kesehatan manusia.

Sehubungan dengan belum adanya penanganan menggunakan pestisida spesifik yang

mampu mengatasi masalah penyakit JAP ini, maka diperlukan alternatif pengendalian,

antara lain menggunakan biopestisida yang ramah lingkungan. Minyak atsiri dari

beberapa tanaman aromatik telah menunjukkan potensi dan menjanjikan sebagai sumber

biopestisida baru (Nazarudin dan Paimin, 2006). Menurut Sait (1991), banyak hasil

penelitian terdahulu menyatakan bahwa minyak atsiri sebagai pestisida nabati dapat

menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengaruh ini disebabkan

adanya senyawa aktif di dalam minyak atsiri yang mampu menembus dinding sel

mikroorganisme seperti jamur (Knobloch, Paul, llber, Weigand dan Weil, 1988).

Di Indonesia kandungan minyak atsiri dapat diperoleh melalui tanaman cengkeh

(Syzygium aromaticum) dan jahe liar (Elettariopsis slahmong). Kandungan bahan aktif

utama pada minyak atsiri cengkeh adalah eugenol sebesar 70 hingga 90% dan terdapat

pula kandungan bahan lainnya seperti acetogeunol, sesquiterpene, caryophyllene dan


keton. Bahan aktif yang terkandung dalam cengkeh, khususnya eugenol dapat

menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici, P. palmivora, R. lignosus, R.

microporus dan Sclerotium sp (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2012).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Manohara et al., (1994) membuktikan bahwa

minyak cengkeh dengan konsentrasi 300 ppm menghambat pertumbuhan R. lignosus

100%.

Tanaman jahe liar (E. slahmong) yang telah diekstrak memiliki bau seperti

belerang dan memiliki senyawa yang bersifat sebagai antimikroba. Kandungan senyawa

metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean terutama dari golongan flavonoid, fenol,

terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan

Zingiberaceae ini umumnya dapat menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan

kehidupan manusia (Nursal et al., 2006). Pemanfaatan minyak atsiri tanaman jahe liar

(E. slahmong) sebagai bioinsektisida telah dilakukan untuk mengendalikan hama pada

tanaman pisang dan coklat dengan daya tekan sampai dengan 93% (Nasir et al, 2014).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Magdaulih et al, (2014) juga telah membuktikan

minyak atsiri E. slahmong 250 ppm mampu menekan pertumbuhan jamur

Coletothricum.

Melihat peluang tersebut maka dilakukan penelitian, pemanfaatan kombinasi

minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar, karena kombinasi kedua minyak atsiri ini

belum pernah diterapkan sebagai biofungisida pada penyakit jamur akar putih. Kombinasi

minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar diharapkan mampu menekan

pertumbuhan JAP 100 % sebagai biopestisida yang ramah lingkungan.


1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah minyak cengkeh yang dikombinasikan dengan minyak jahe liar mampu

menghambat pertumbuhan R.microsporus (Jamur Akar Putih)?

2. Bagaimanakah interaksi antara kombinasi kedua minyak atsiri cengkeh dan minyak

jahe liar dalam mengendalikan R.microsporus (Jamur Akar Putih)?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan fungisidal kombinasi minyak atsiri cengkeh

dengan jahe liar dalam menghambat penyakit R. microporus (Jamur Akar Putih)

2. Mengetahui interaksi antara kombinasi kedua minyak atsiri cengkeh dan minyak

jahe liar dalam mengendalikan R.microsporus (Jamur Akar Putih)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk diaplikasikan sebagai fungisida nabati

yang ramah lingkungan dalam menghambat Jamur Akar Putih dan meningkatkan

produktivitas tanaman karet.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur Akar Putih (JAP)

Jamur akar putih (Rigidoporus microporus) termasuk salah satu penyakit penting pada

tanaman karet. Penyakit jamur akar putih menimbulkan kematian pada tanaman karet,

sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun. Jamur

akar putih menular melalui kontak langsung antara akar atau tunggul yang sakit dengan

akar tanaman sehat. Jamur tersebut mulanya tumbuh sebagai saprofit, tetapi jika bertemu

dengan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan hidup sebagai parasit yang

dapat meyebabkan kematian tanaman (Soepena, 1993).

Berbeda dengan jamur akar lain, jamur akar putih dapat menular dengan dengan

perantara rizomorf. Pada kebanyakan jamur akar, rizomorf hanya menjalar pada

permukaan akar, pada jamur akar putih rizomorf dapat menjalar bebas dalam tanah,

terlepas dari akar atau kayu yang menjadi sumber makanannya. Setelah mencapai akar

yang sehat rizomorf tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sebelum melakukan

penetrasi ke dalam akar (Semangun, 1991). Spora dapat juga disebarkan oleh angin.

Spora yang jatuh di tunggul dan sisa kayu akan tumbuh membentuk koloni. Umumnya

penyakit akar terjadi pada pertanaman bekas hutan atau tanaman, karena banyak tunggul

dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya yang tertinggal di dalam tanah yang

menjadi sumber penyakit (Yulfahri et al., 2012).

Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) Jamur Akar Putih (JAP) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi :Mycetaceae
Kelas :Basidiomycetes

Ordo :Polyperales

Famili :Meripilaceae

Genus :Rigidoporus

Spesies :Rigidoporus microporus (Swarts:Fr) Van overeem

Gejala penyakit pada tanaman yang di serang jamur akar putih ini adalah pertama

tajuk daun berwarna pucat, kemudian menjadi kuning dan kusam, dan pada ahirnya

kering dan gugur, sehingga tajuk tanaman tinggal rantingnya saja. Bila perakaran dibuka,

akan terlihat permukaan akar ditumbuhi miselium jamur atau rhizomorf berwarna putih

(seperti yang terlihat pada Gambar 1) yang akan berubah menjadi kuning gading. Untuk

mendeteksi adanya serangan jamur akar putih ini, dapat dilakukan dengan menutup leher

akar tanaman dengan serasah (mulsa). Setelah 3 minggu pada leher akar tanaman yang

terserang akan ditumbuhi rhizomorf (Departemen Pertanian, 1995).

Gambar 1: Rizomorf pada permukaan akar karet yang terserang R. microporus


(Wastie, 1975)

JAP membentuk tubuh buah berbentuk kipas tebal, agak berkayu, mempunyai

zona-zona pertumbuhan, mempunyai struktur serat yang radier, mempunyai tepi yang

tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan kandungan

airnya. Lapisan atas badan buah berwarna merah muda yang terdiri dari benang-benang
atau miselium jamur yang terjalin rapat. Dibawahnya terdapat lapisan pori kemerahan

atau kecoklatan. Pori bergaris tengah 45 – 80 µm dengan panjang antara 0,7-15 mm.

Pada waktu masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecokelatan dengan zona

gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepihnya berwarna

kuning jernih atau putih kekuningan. Jika menjadi tua atau kering tubuh buah menjadi

suram, permukaan atasnya cokelat kekuningan pucat dan permukaan bawahnya cokelat

kemerahan (Semangun, 2000). Basidiosporanya bulat, tidak berwarna, dengan garis

tengah 2,8- 5,0 µm. Basidium pendek (buntak), kurang lebih 16 x 4,5 – 5 µm, tidak

berwarna, mempunyai 4 sterigma (tangkai basidiospora). Diantara basidium banyak

terdapat sistidium yang berbentuk gada, berdinding tipis dan berwarna putih (Steinmainn,

1925).

Gambar 2. Tubuh Buah Jamur R. Micoporus


Sumber: http://nad.litbang.deptan.go.id

2.2 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia, meskipun

tanaman tersebut baru diintroduksi pada tahun 1864. Saat ini 80% karet dunia dihasilkan

oleh Indonesia, Thailand dan Malaysia. Perkebunan karet Indonesia sebagian besar

berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005
tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan

besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta (Anwar, 2006).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di ketinggian 0-400 meter dari

permukaan laut (dpl). Pada ketingian tersebut, suhu harian sekitar 25-300 C sangat cocok

untuk pertumbuhan karet. Suhu yang lebih dari 300 C mengakibatkan karet tidak dapat

tumbuh dengan baik. Selain itu, tanaman ini memerlukan kelembaban yang cukup tinggi

dengan kisaran curah hujan tinggi (2000-2500 mm/tahun) (Setyawan dan Andoko,

2008).

Adapun klasifikasi dari tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi :Spermathophyta

Subdivisi :Angiospermae

Kelas :Dicotyledon

Ordo :Euphorbiales

Famili :Euphorbiceae

Genus :Hevea

Spesies :Hevea brasiliensis (Muell.Arg)

Salah satu daerah yang berpotensi untuk dimanfaatkan sumber daya alamnya adalah

Sumatera Barat. Kondisi lahan yang subur, topografi yang mendukung dan pengelolaan

yang memadai menjadi dasar untuk pengembangan kegiatan perkebunan (Dinas

Perkebunan Sumatera Barat, 2006). Pada tahun 2011, produksi perkebunan karet

Sumatera Barat yaitu sebesar 137.193 ton dan ini mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya. Perkebunan karet provinsi Sumatera Barat tersebar dibeberapa kabupaten

dan kota, diantaranya Kabupaten Dharmasraya, Sijunjung, Pasaman, Solok Selatan dan
kabupaten lainnya (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2011).

Tanaman karet memiliki tinggi mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup

besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus keatas. Dibatang inilah terkandung getah

(lateks). Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun

seanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Daun tanaman karet berbentuk elips

memanjang dan berwarna hijau, sedangkan buah karet memiliki diameter 3-5 cm

(Setiawan dan Andoko, 2008).

Serangan patogen menjadi salah satu penyebab kerusakan dan kematian tanaman.

Penyakit pada tanaman karet merupakan salah satu faktor pengganggu yang penting.

Penyakit yang menyerang tanaman karet dapat dijumpai sejak tanaman di pembibitan

sampai tanaman yang telah tua dari bagian akar sampai pada daun. Penyebab penyakit

pada karet umumnya disebabkan oleh jamur dan sampai saat ini belum diketahui adanya

penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus atau patogen lainnya. Diagnosa penyakit

yang tepat dan cepat akan sangat menentukan keberhasilan penanggulangan penyakit.

Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan penyakit karet yang dianjurkan dapat berupa

kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, penggunaan pestisida, atau

masing-masing aspek tersebut. Khusus dalam penggunaan pestisida, perlu diperhatikan

akan dampak negatifnya terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan organisme

penanggungnya itu sendiri. Pada tanaman karet beberapa penyakit yang sering

menyerang dan merugikan yaitu jamur akar putih (R. microporus) (Haryono,1989).

2.3 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma dan memiliki komponen

atsiri yang khas pada beberapa tumbuhan. Minyak tersebut hanya dihasilkan oleh
tumbuhan yang memiliki sel kelenjar, yang terbentuk di dalam protoplasma sel serta

tersimpan dalam bentuk mikrodroplet dalam sel kelenjar (Agusta, 2000) Tumbuhan yang

umumnya dapat menghasilkan minyak atsiri antara lain: Lauraceae, Myrtaceae,

Rutaceae, Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae

(Ketaren, 1981). Komposisi kimia minyak mendasari penentuan aroma, kegunaan,

ataupun mutu dari suatu minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri ditentukan pula oleh

umur tanaman. Kandungan minyak atsiri pada tanaman yang berumur 6−12 tahun masih

rendah, sedangkan kandungan tertinggi (3,5%−4,5%) terdapat pada tanaman dengan

umur >15 tahun.

Minyak atsiri merupakan minyak dari tanaman yang komponennya secara

umum mudah menguap karena titik uapnya rendah sebagaimana minyak lainnya.

Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna, namun pada

penyimpanan yang lama, warnanya berubah menjadi lebih gelap. Sebagian besar minyak

atsiri tidak larut dalam air dan pelarut polar lainnya. Secara kimiawi, minyak atsiri

tersusun dari campuran rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya

bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Minyak atsiri sebagian besar termasuk

dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam

minyak (lipofil).

Fungisida nabati dapat dihasilkan dari tanaman-tanaman yang mengandung

asam-asaman, minyak atsiri, senyawa fenol, ester, asam amino, gula sederhana, alkaloid

dan ion organik, karena kandungan tersebut mampu mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembang biakan jamur. Hasil penelitian Guenther (2006) menunjukkan bahwa

minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif dan pertumbuhan spora

jamur dari beberapa golongan jamur seperti C. cereus, C. subtilis, dan C. magaterium
(Nurjannah, 2004).

2.4 Minyak Atsiri Cengkeh (S. aromaticum)

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah disuling dan

mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam besi sehingga

minyak ini lebih baik dikemas dalam botol kaca, drum aluminium atau drum timah putih.

Daun cengkeh mengandung eugenol, saponin, flavonoid dan tanin (Nurdjannah, 2004).

Sastrohamidjojo (2004) menyatakan bahwa komponen utama minyak daun cengkeh

adalah eugenol (sekitar 80-85% volume) dan sisanya berupa senyawa non-fenolat

(kariofilena) sekitar 10-15%. Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol yang

mendapat tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil)

fenol. Eugenol dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici, P. palmivora,

Rigidoporus lignosus dan Sclerotium sp. Standar mutu minyak cengkeh dapat dilihat

pada Tabel 1:

Tabel 1. Standar mutu minyak daun cengkeh menurut SNI 2006

No. Minyak Daun Cengkeh Karakteristik


1. Berat Jenis pada 15oC 1,03 - 1,06
2. Putaran Optik (ad) - 1o 35
3. Indeks Refraksi pd 20oC (nd20) 1,52 - 1,54
4. Kadar eugenol (%) 78 - 93 %
5. Minyak pelikan Negatif
Sumber: SNI, 2006

Ekstrak kasar daun cengkeh mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen

tanaman seperti Rhizoctonia solani, Sclerotium oryzae, Sclerotium roflsii dan

Pyricularia oryzae (Sutadi, 1991; Suhandi, 1992). Konsentrasi yang biasa digunakan

adalah 0,25%, 0,50% dan 1,00% (v/v), dimana semakin tinggi konsentrasinya semakin
besar kemampuan penghambatannya. Besarnya kadar bahan-bahan aktif tersebut

bervariasi tergantung sumber ekstrak (bunga atau daun) dan umur tanaman (Suherdi

dan Risfaheri, 1992).

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo

menunjukkan bahwa minyak atsiri cengkeh memiliki efek fungisida terhadap Candida

albicans. Mekanisme antijamur antara lain mengganggu fungsi membran sel,

menghambat sintesis kitin, serta menghambat produksi energi oleh ATP (Miao He, 2007).

Kandungan minyak cengkeh yang berperan sebagai antifungi adalah eugenol. Eugenol

yang menghambat fungsi membran sitoplasma sel fungi dan hemolisis sel fungi.

Eugenol menghancurkan membran lipid bilayer sehingga sel kehilangan struktur dan

fungsinya dan akhirnya lisis. (Miao He, 2007; Barnes et al, 2007).

2.5 Minyak Atsiri Jahe Liar (E. slahmong)

Elettariopsis slahmong termasuk kedalam kebanyakan Etlingera. Beberapa jenis dari

Etlingera tumbuh pada hutan sekunder atau lokasi hutan yang baru terbuka yang mana

bisa tumbuh dengan cepat seperti gulma. Minyak atsiri yang disuling dari E. slahmong

berwarna kuning bening sampai kuning tua. Minyak atsiri ini sebagaimana minyak atsiri

lainnya adalah minyak yang mudah menguap karena terdiri atas campuran komponen

yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Ekstrak E.

slahmong mengeluarkan bau seperti insektisida kimia dengan bahan aktif methadation

(Nasir, 2014).

Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna kuning bening sampai kuning tua.

Minyak atsiri jahe sebagaimana minyak atsiri lainnya adalah minyak yang mudah
menguap karena terdiri atas campuran komponen yang mudah menguap dengan

komposisi dan titik didih yang berbeda. Zingiberene merupakan senyawa sesqui-terpen

khas minyak atsiri Zingiberaceae khususnya jahe yang memberikan aroma minyak jahe.

Senyawa khas minyak atsiri jahe lainnya adalah zingiberol, geraniol, dan felandren.

Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh tingkat kematangan atau umur panen,

bagian organ yang disuling, musim pemanenan, tanah dan iklim, varietas atau spesies

yang ditanam serta faktor lingkungan lainnya. Jahe juga memiliki kandungan senyawa

antimikroba (Lanjarsari, 2012).


III.PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016–Januari 2017 di Laboratorium

Mikrobiologi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Andalas, Padang.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dalam faktorial dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan, serta dilakukan secara in vitro

dengan tiga jenis formulasi minyak atsiri dan tiga tingkatan konsentrasi minyak atsiri.

Faktor A: Jenis formulasi minyak atsiri

A1 : minyak atsiri limbah daun cengkeh S. aromaticum (20 %)

A2 : minyak atsiri jahe liar E. slahmong (25%)

A3: minyak atsiri limbah daun cengkeh S. aromaticum + minyak atsiri jahe liar E.

slahmong

Faktor B : Konsentrasi minyak atsiri

B1 : 150 ppm

B2 : 300 ppm

B3 : 450 ppm

Kontrol: (tanpa pemberian minyak atsiri)


Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan :

A1B1; A1B2; A1B3;

A2B1; A2B2; A2B3;

A3B1; A3B2; A3B3

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave, mikroskop, petridish,

pipet tetes, jarum ose, lampu spiritus, beker glass, gelas ukur, labu erlenmeyer, batang

pengaduk, inkubator, laminar flow, sprayer, corkborer, kompor listrik, timbangan, tisu,

palstik wrap, kertas label, alat tulis, kamera.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, media Potato Dextrosa Agar

(PDA), aquadest. Koleksi isolat jamur R. microporus didapatkan dari Laboratorium

Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, sedangkan minyak atsiri limbah

daun cengkeh dan jahe liar merupakan formulasi yang diperoleh dari BALITTRO Laing,

Solok.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Penyediaan Minyak Atsiri Limbah Daun Cengkeh Dan Jahe Liar

Minyak cengkeh, jahe liar dan kombinasi minyak cengkeh dan jahe liar sudah

diformulasikan oleh Balittro Laing, Solok. Formulasi yang diberikan yaitu minyak
cengkeh dengan formulasi 20% dan minyak jahe liar 25%.

3.4.2 Pembuatan Medium Potato Dextrosa Agar (PDA)

Medium yang digunakan adalah PDA (Potato Dextrose Agar) dibuat

dengan cara melarutkan PDA instan 39 g ke dalam 1 liter aquadest. Kemudian

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan di atas kompor listrik sampai

mendidih dan disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC pada tekanan 15 lbs

selama 20 menit (Schlegel, 1993).

3.4.3 Perbanyakan Isolat Jamur R. microporus

Isolat jamur R. microporus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi

Universitas Andalas. Perbanyakan R. microporus dilakukan pada cawan petri berisi

medium PDA. Inokulum jamur berdiameter 6 mm dipindahkan dengan cork borer steril

dan ditumbuhkan pada medium PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari

(Manohara et al, 1994).

3.4.4 Uji daya hambat minyak atsiri limbah daun cengkeh, jahe liar dan kombinasi

minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar terhadap pertumbuhan koloni R.

microporus

Ke dalam medium PDA dengan suhu ± 500 C ditambahkan masing-masing formulasi

perlakuan dari faktor A1 (Cengkeh 20%), A2 (Jahe Liar 25%), A3 (Cengkeh+Jahe

Liar) dengan 4 konsentrasi yang berbeda yaitu 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm dan kontrol.
Kemudian dihomogenkan, setelah homogeny, medium dituangkan ke dalam petridish,

ditunggu hingga dingin dan mengeras. Selanjutnya, dilakukan inokulasi jamur R.

microporus dengan cara meletakkan fungal mat (yang telah dipotong dengan corkborer

steril dengan diameter 0,5 cm) di tengah-tengah medium. Setiap perlakuan dibuat tiga

kali ulangan dan diinkubasi pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan pada hari pertama,

ketiga, kelima, dan ketujuh dengan mengukur diameter koloni jamur yang tumbuh di

setiap perlakuan (Manohara et al, 1994). Pengamatan dilakukan hingga diameter koloni

jamur di petridish kontrol penuh. Daya hambat minyak atsiri limbah daun cengkeh, jahe

liar dan kombinasi minyak atsiri limbah daun cengkeh dan jahe liar dalam menghambat

pertumbuhan koloni jamur P. palmivora yang dihitung berdasarkan rumus

Daya Hambat (%) :

Error! Reference source not found. x 100%

3.4.5 Uji Resistensi Patogen

Uji resistensi dilakukan terhadap R. microporus dari perlakuan yang memiliki daya

hambat paling tinggi. Uji resistensi dilakukan dengan cara memindahkan kembali koloni

jamur patogen tersebut ke medium PDA murni. Diamati tingkat resistensi patogen,

apakah pertumbuhan koloni patogen tumbuh kembali atau tidak setelah dipindahkan ke

medium PDA murni. Jika terjadi pertumbuhan, maka diukur penambahan diameter

koloni patogen. Pengamatan dilakukan hingga 7 hari.


3.5 Analisis dan Pengamatan

Data yang diperoleh dari perhitungan pertambahan diameter koloni jamur, diuji secara

statistik. Apabila pada uji F pada taraf nyata 5% terdapat perbedaan nyata antara

perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan uji DNMRT 5%.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Daya Hambat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh pemberian minyak atsiri

dan konsentrasi terhadap daya hambat pertumbuhan koloni jamur R. microporus

hingga hari ke-7 setelah inokulasi diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 2

Tabel 2. Interaksi minyak atsiri S. aromaticum, E. slahmong, dan kombinasi dengan


tingkat konsentasi terhadap pertumbuhan koloni jamur R. microporus pada
pengamatan hari ke-7 setelah inokulasi (7HSI)
Perlakuan Daya Hambat (%) Notasi
S. aromaticum
150 ppm (A1B1) 65,203 f
300 ppm (A1B2) 72,59 e
450 ppm (A1B3) 96,96 a
E. slahmong
150 ppm (A2B1) 43,32 h
300 ppm (A2B2) 63,34 g
450 ppm (A2B3) 79,94 c
Kombinasi
150 ppm(A3B1) 73,92 d
300 ppm (A3B2) 88,63 b
450 ppm (A3B3) 100 a
Kontrol 0 -
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada masing-masing
kolom tidak berbeda nyata pada uji 5% DNMRT

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan minyak atsiri S. aromaticum dan E.

slahmong pada konsentrasi 450 ppm (A3B3) menghasilkan daya hambat yang terbesar

(100%) yang tidak berbeda nyata dengan daya hambat yang dihasilkan oleh S.

aromaticum pada konsentrasi yang sama (96,96%). Menurut Manohara et al., (1994),

kandungan eugenol pada minyak cengkeh menghambat pertumbuhan jamur R. lignosus

100%. Pada perlakuan kombinasi menunjukkan bahwa kombinasi dengan konsentrasi


tinggi menyebabkan efek fungisidal pada jamur pathogen R. microporus. Hal ini sesuai

dengan Marsh (1997) bahwa senyawa volatil dapat membunuh fungi atau bersifat

fungisida. Komponen kimia minyak atsiri yang bersifat antifungal mampu menembus

dinding sel jamur dan akan menganggu proses metabolisme di dalam sel sehingga

mengalami kematian sel (Knobloch et al., 1989).

Daya hambat terendah dihasilkan oleh perlakuan dengan menggunakan

minyak atsiri E. slahmong pada konsentrasi 150 ppm (A2B1) yaitu 43,32%, yang kurang

efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur R. microporus. Sedangkan, perlakuan

lain efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur R. microporus. Menurut Komisi

Pestisida (1984), formulasi biopestisida dinilai efektif apabila persentase daya hambat

telah mencapai > 60 %.

Tabel 3. Pengaruh minyak atsiri S. aromaticum, E. slahmong dan kombinasi terhadap


daya hambat pertumbuhan koloni jamur R. microporus pada hari ke-7 setelah
inokulasi (7HSI)
No Perlakuan Rata-rata daya hambat (%) Notasi
1 S. aromaticum 26,18 b
2 E. slahmong 23,3933 c
3 Kombinasi 27,73 a
4 Kontrol 0 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada
masing-masing kolom tidak berbeda nyata pada uji 5% DNMRT
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan

memberikan pengaruh yang signifikan dalam menekan pertumbuhan koloni

R.microporus dibandingkan dengan kontrol.. Perlakuan kombinasi menunjukkan hasil

yang berbeda nyata dibandingkan dengan S. aromaticum dan E. slahmong. Pada

perlakuan kombinasi daya hambat mencapai 27,73 %, hal ini menunjukkan bahwa

kombinasi senyawa yang terdapat pada S. aromaticum dan E. slahmong sangat efektif
digunakan sebagai fungisida. Pada minyak atsiri S. aromaticum kandungan utamanya

adalah eugenol dan pada minyak atsiri E. slahmong mengandung aldehid yang bersifat

antifungi, sehingga ketika dikombinasikan antara keduanya akan mengalami sinergitas.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Chairgulprasert et al., (2008) bahwa minyak yang

memiliki komponen senyawa volatile akan berpengaruh sinergis ketika dikombinasikan

dengan komponen aktif lainnya.

Pada penelitian ini diduga senyawa eugenol pada S. aromaticum dan aldehid

pada E. slahmong bekerja sama dalam merusak hifa jamur, menghambat pertumbuhan

jamur dan mengakibatkan kematian pada jamur R. microsporus. Menurut Orisanti et al.,

(2014), kandungan eugenol yang tinggi dalam cengkeh ditambahkan dengan kayu manis

yang mengandung sinamaldehid yang tinggi menunjukkan kesinergisan sehingga dapat

menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum sp. sebesar 78,22%.

Pada Tabel 3 perlakuan minyak atsiri S. aromaticum baik dalam menghambat

pertumbuhan jamur R. microporus. Minyak atsiri S. aromaticum memiliki kadar eugenol

yang tinggi sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Agusta dan Widayat (2000) bahwa eugenol yang terkandung dalam

minyak cengkeh menunjukkan aktivitas sebagai antifungal. Kandungan utama dalam

minyak atsiri daun cengkeh adalah senyawa eugenol 78%, eugenol asetat 1,2 % dan

β-caryophylene 17% (SNI, 2006). Kadar eugenol dalam minyak atsiri daun cengkeh

umumnya antara 80-88% (Ruhnayat, 2004). Manohara et al,. (1994) juga melakukan

penelitian menggunakan minyak cengkeh dimana pada perlakuan eugenol dengan

konsentrasi 400 ppm menghambat pertumbuhan P. capsici 74%, R. lignosus 100%, dan

Sclerotium 30-60%. Sedangkan pada perlakuan dengan menggunakan β-caryophylene

tidak mampu menghambat pertumbuhan Sclerotium.


Pada perlakuan tunggal menggunakan minyak atsiri E. slahmong menunjukkan

pengaruh daya hambat pertumbuhan jamur R. microporus yang lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan S. aromaticum dan kombinasi. Salah satu kandungan

dalam E. slahmong yang menghambat pertumbuhan mikroba yaitu aldehid. Menurut

Chairgulprasert et al., (2008), bahwa salah satu kandungan pada E. slahmong yang

menghambat aktivitas anti mikroba adalah aldehid. Kandungan aldehid ini juga

menunjukkan pengaruh signifikan sebagai anti jamur dalam menghambat pertumbuhan

Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum canes (Battinelli et al, 2006). Senyawa

volatil minyak daun E. slahmong juga mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen

C. gleosporioides 100% dengan konsentrasi 1000 ppm (Nasir dan Nurmansyah, 2016).

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi minyak atsiri terhadap daya hambat pertumbuhan jamur R.
microporus pada hari ke-7 setelah inokulasi (7HSI)
No Perlakuan Daya hambat (%) Notasi
1 150 ppm 69,73 c
2 300 ppm 77,54 b
3 450 ppm 84,64 a
4 Kontrol 0,00 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada
masing-masing kolom tidak berbeda nyata pada uji 5% DNMRT
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi yang berbeda memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan koloni jamur R. microporus. Pengaruh

tingkat konsentrasi berbanding lurus dengan persentase daya hambat, dimana semakin

tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin tinggi pula persentase daya hambat

terhadap jamur R. microporus. Dari penelitian yang dilakukan perlakuan terbaik adalah

konsentrasi 450 ppm dengan persentase daya hambat mencapai hingga 84,64%.

Konsentrasi suatu bahan yang berfungsi sebagai antimikroba merupakan salah satu

faktor penentu besar kecilnya kemampuan dalam menghambat pertumbuhan mikroba


yang diuji (Martoredjo, 1989).

Menurut Knobloch, Paul, Iberl et al., (1989) komponen dari minyak atsiri dengan

kandungan monoterpen dan sesquiterpen (golongan terpen) diketahui memiliki daya

antifungal yang mampu mereduksi hifa, hingga terjadi pemendekan pada ujung hifa.

Minyak atsiri juga dapat merusak membran plasma yang berhubungan dengan protein

dan enzim. Selain itu, mempunyai kemampuan mengkatalisasi membran sel yang

dapat menembus dinding sel jamur, sehingga mengganggu metabolisme sel dengan cara

mengakumulasi globula lemak didalam sitoplasma, mengurangi mitokondria dan

merusak membran nukleus, sehingga konsentrasi tertentu akan berakibat kematian sel

jamur. Senyawa antifungal juga dapat mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma

sel. Membran sitoplasma sel berfungsi mempertahankan bahan-bahan yang ada di dalam

sel serta secara selektif mengatur ke luar masuknya sel dengan lingkungan (Pelzcar et

al.,1977).

Pertumbuhan koloni jamur R. microporus dengan perlakuan minyak atsiri

pada konsentrasi berbeda dapat dilihat pada (Gambar 2).

A2B1
A1B3

A B
Kontrol

Gambar 2. Diameter koloni R. microporus pada beberapa perlakuan minyak atsiri


pada akhir pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (H7SI)
Keterangan: (A) S. aromaticum 450 ppm, (B) E. slahmong 150 ppm, (C) Kontrol (tanpa
pemberian formula minyak atsiri)

Pada Gambar 2 terlihat efek pemberian minyak atsiri terhadap jamur patogen R.

microporus mengakibatkan menebalnya miselium jamur (Gambar 2A). Penebalan terjadi

untuk menghindari area di sekitar yang terdapat minyak atsiri. Bentuk makroskopis

jamur R. microporus pada perlakuan kontrol (Gambar 2.D) sangat berbeda dengan jamur

yang diberi perlakuan, yaitu tidak mengalami penebalan dan tumbuh normal. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manohara et al, (1994), dimana koloni

jamur P. capsici, R. lignosus dan Schlerotium terhambat pertumbuhannya akibat

pemberian minyak atsiri yang mengandung eugenol. Pada penelitian ini penebalan

miselia ditemukan pada perlakuan menggunakan minyak atsiri S. aromaticum

konsentrasi 450 ppm (Gambar 2.C). Nurmansyah (2004) menyatakan bahwa mekanisme

kerja minyak atsiri dapat mereduksi hifa sehingga terjadi penebalan diujung hifa dan

tumbuh mengelompok atau menebal.

Pada Gambar 2.B terlihat bahwa perlakuan minyak atsiri E. slahmong 150 ppm

hanya sedikit menghambat pertumbuhan jamur R. microporus dibandingkan dengan

perlakuan menggunakan minyak atsiri S. aromaticum 450 ppm (Gambar 2.A). Hal ini
diduga kandungan senyawa pada minyak E. slahmong dengan konsentrasi rendah kurang

efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Zat zingeron pada E. slahmong

diperkirakan lebih efektif sebagai bioinsektisida dibandingkan sebagai antifungi.

Menurut Sirirugsa (1999) rimpang jahe merupakan oleoresin, dimana zingeron yang

merupakan senyawa keton dari rimpang jahe berperan dalam memberikan rasa pedas

dan pahit, sehingga dapat membunuh hama serangga. Nasir, et al., (2013) mengatakan

bahwa hasil destilasi E. slahmong mampu membunuh Drosophilla melanogaster sampai

dengan 40 % dan Trigona sp. sampai dengan 100 %.

Senyawa antifungal juga dapat mempengaruhi permeabilitas membran

sitoplasma sel. Membran sitoplasma sel berfungsi mempertahankan bahan-bahan yang

ada di dalam sel serta secara selektif mengatur ke luar masuknya sel dengan lingkungan.

Membran sitoplasma juga tempat terjadi reaksi enzim (Pelczar et al.,1977). Sehingga

rusaknya permeabilitas sitoplasma mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel.

Apabila membran sel rusak, dinding sel juga akan rusak sehingga terjadi penghambatan

pembentukan hifa, yang berakibat kematian jamur.

4.2 Uji Resistensi

Uji resistensi dilakukan untuk mengetahui kepekaan jamur R. microporus terhadap

minyak atsiri yang telah diberikan serta untuk melihat reaksi jamur saat ditanam kembali

pada medium PDA murni. Uji ini hanya dilakukan pada perlakuan yang memiliki daya

hambat mencapai 100%.

Adapun hasil uji resistensi patogen dapat dilihat pada Gambar 3 :


A A1B3 B A3B3
Gambar 3. Perbandingan uji resistensi R. microporus pada medium PDA murni
setelah 7 hari Inkubasi
Keterangan: (A) S. aromaticum 450 ppm (B) Kombinasi 450 ppm

Dari hasil uji resistensi yang telah dilakukan tidak terjadi pertumbuhan koloni

jamur R. microporus setelah diinokulasi pada medium PDA murni 7 hari setelah

inokulasi. Hal ini diduga karena miselium jamur yang telah mati karena pengaruh

minyak atsiri yang diberikan dan tingkat konsentrasi yang tinggi, sehingga menyebabkan

membran miselia jamur pecah, menggumpal dan tidak mampu tumbuh kembali dengan

baik (Gambar 3.B). Menurut Giordani et al., (2008) bahwa senyawa minyak atsiri

menyebabkan perubahan bentuk morfologi jamur, kerusakan pada dinding sel, konidia

maupun hifa yang menyebabkan kematian jamur. Hal ini sesuai dengan Philips dan

Mora (2009) bahwa minyak atsiri menyebabkan hifa menjadi rusak, terpelintir, hifa

memendek dan struktur permukaan berubah.

Uji resistensi juga dilakukan pada perlakuan minyak atsiri S. aromaticum dengan

konsentrasi 450 ppm untuk membandingkan pertumbuhan jamur dengan perlakuan

kombinasi pada konsentrasi yang sama. Pada perlakuan ini jamur R. microporus

(Gambar 3A), masih mengalami pertumbuhan dan miselium jamur menebal, diduga hifa

pada jamur rusak akibat senyawa dari minyak atsiri yang digunakan dengan konsentrasi

tinggi. Hal ini sesuai dengan Suprianto (2008), senyawa antijamur dapat menghambat
pertumbuhan mikroba melalui inaktivasi atau mengganggu satu atau lebih target

subseluler seperti merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas membran,

menghambat enzim-enzim metabolik, menghambat sintesis protein dan sintesis asam

nukleat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang daya hambat antifungal minyak

atsiri terhadap R. microporus secara in vitro.

1. Minyak atsiri S. aromaticum, E. slahmong dan kombinasi berpotensi sebagai

antifungal dalam menghambat pertumbuhan jamur R. microporus kecuali pada

perlakuan E.slahmong dengan konsentrasi 150 ppm

2. Perlakuan S. Aromaticum dan kombinasi dengan konsentrasi 450 ppm merupakan

perlakuan terbaik dan bersifat fungisidal untuk Jamur Akar Putih (R. microporus)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka disarankan sebaiknya

dilakukan penelitian lanjutan di lapangan menggunakan kombinasi minyak atsiri S.

aromaticum dan E. Slahmong


DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Alexopaulus, G.J and C.W, Mins.1979. Introductory Mycology 3rd Edition. New York:
Jhon Willey and Sons.

Anwar. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia.


Lokakarya. Budidaya Tanaman Karet. Medan: Pusat Penelitian Karet.

Barnes J, Anderson, L.A, and philipson. 2007. Herbal Medicines, 7th. Ed. London:
Pharmaceutical Press.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2011. Sumatera Barat dalam Angka 2011.
Padang: BPS Sumbar.

Battinelli, L., Daniele, C., Cristiani, M., Bisignano, G., Saija, A., dan Mazzanti, G. 2006.
In vitro antifungal and anti etalase activity of some aliphatic aldehydes from
Olea europeae L. fruit Phytomedicine, 13 (8): 558-563

Chairgulprasert, V., Prasertsongskun, S., S. Junpra-ob and M. Sangjun. 2008. Chemical


Constituent of The Esential Oil, Antioxidant and Antibacterial Activities from
Elettariopsis curtsii Baker. Songklanarin J. Sci. Technol 30 (5). 591-

Departemen Pertanian. 1995. Pengenalan dan Identifikasi Hama Penyakit Jambu Mente.
Jakarta.

Direktorat Jenderal Industri Agro. 2013. Ini 5 Negara Produsen Karet Terbesar di
Dunia. http://agro.kemenperin.go.id/1567-Ini-5-Negara-Produsen-Karet-Terbesar
-Di-Dunia. Diakses pada 22 Juli 2016.

Edwards, D. 2008. Triadimefon And Tolerance Reassessment For Triadimenol. United


States Enviromental Protection Agency.

Gapkindo, 2015. Produksi Karet Membal. Artikel Berita.


http://gapkindo.org/en/january-2015.html. Diakses pada 2 Agustus 2016.

Giordani, R., Y. Hadef, and J. Kaloustian. 2008. Compositions and antifungal activities
of essential oils of some Algerian aromatic plants. Fitoterapia 79: 199-203.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid IV B. Penerjemah S. Ketaren. Universitas
Indonesia. 851 hal.Haryono. 1989. Penyakit –Penyakit Tanaman Perkebunan di
Indonesia. Gadjah Mada Press. 8911166-C2E. ISBN 979-420-107-3.

Janudianto, Prahmono, Napitupulu dan Rahayu. 2013. Panduan Budidaya Karet untuk
petani skala kecil (Rubber cultivation guide for small-scale farmers. Lembar
Informasi AgFor 5. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia Regional Program.

Ketaren, S. 1981. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.

Knobloch, K. A., Pauli, B., Iberl, N., Weis and Weigand, H. 1988. Mode of Action of
Essential Oil Components on Whole Cells of Bacteria and Fungi in Plate Tests. In:
Bioflavour '87.Walter de Gruyter, Berlin: Schreier Edit. 287-299 p.

Knobloch, K.A., B.Paul., H.Ilber., Weigand and W.Weil. 1989. Antibacterial and
Antifungal properties of essential oil components. J.Ess-Oil.1:119-128.

Komisi Pestisida. 1984. Pedoman Pengujian Efikasi untuk Pendafatran Pestisida.


Jakarta.

Lanjarsari. 2012. Metode pengambilan minyak jahe dari rimpang jahe secara ekstraksi
dengan bantuan gelombang mikro. Semarang.

Magdaulih. E, Nasir.N, dan Periadnadi. 2014. Aktivitas Antifungal Minyak Atsiri


Cymbopogon nardus L. Dan Elettariopsis slahmong Lim. Terhadap Jamur
Coletothricum sp. Yang Menyerang Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus).
Jurnal Biologi Universitas Andalas 3(2)-juni 2014:097-102 (ISBN: 2302-2162)

Manohara, D., Wahyuno, D dan Sukamto. 1994. Pengaruh Tepung dan Minyak Cengkeh
terhadap Phytopthora, rigidoporus dan Schlerotium. Dalam prosiding Seminar
Hasil Penelitian Dalam Rangka pemanfaatan pestisida Nabati. Bogor 1-2
Desember. Balittro, Bogor. Hlm.19-27.

Marsh RW. 1977. Systemic Fungicides: Second Edition. London(GB): Longman.

Martoredjo, T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan bagian dari perlindungan


tanaman. Yogyakarta: Andi offset.

Miao He. 2007. In Vitro activity of eugenol againts Candida Albicans biofilms. Jurnal of
Mychophatologist. Hubei: Wuhan University.
Nasir, N. Nurmansyah, Mairawita, A. Dharma, F, Hashimoto dan F. Fliesti. 2013.
Pengaruh senyawa Volatil Minyak Atsiri Elettariopsis slahmong dan Fraksinya
Terhadap Trigona minangkabau Vektor Penyakit Darah Pisang secara in Vitro.
Lap. Penelitian hibah Kerjasama dan Publikasi International. 9 hal.

Nasir, N., Dharma, A., Efdi, M., Yuhendra and Eliesti, F. 2014. Natural product of wild
zingiberaceae Elettariopsis slahmong: biopesticide to control the vector of banana
blood disease bacterium in west sumatra, indonesia. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. RJPBCS 5(5): 1250.

Nasir. N and Nurmansyah. 2016. Leaf Essential Oil of Wild Zingiberaceae Elletariopsis
slahmong CK Lim to Control Antrachnose Disease in Red Dragoun Fruit
Hylocereus polyrhizus. RJPBCS 7(5) : 2463.

Nazarudin dan Paimin. 2006. Klasifikasi Botani Tanaman Karet. Departemen Pertanian.

Nugroho, P. S. 2010. Karakterisasi Biologi Isolat-isolat Rigidoporus microporus Pada


Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Cilacap. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Nurdjannah, Nanan. 2004. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Perspektif Volume 3


Nomor 2, Desember 2004 : 61 – 70.

Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.)
Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus
subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66

Orisanti. D., Nasir. N., Febria. F.A., dan Nurmansyah. 2014. Uji daya hambat
biopestisida formulasi minyak daun Cengkeh dengan penambahan minyak Kayu
Manis sebagai pengendali Colletotrichum pada buah Naga secara Invitro. BioETI:
ISSN 978-602-14989-0-3

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2012. Pestisida Nabati. Kementrian


Pertanian. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Cetakan III.

Pelzcar, M. L., Raid R. D and Chan, E. C. S. 1977. Microbiology. New Delhi: Tata Mc
Graw-Hill.

Philips dan Mora, W. 2009. Catalog Cacao Disease in Central America. Costa Ric:
Tropical Agricultural Reasearch Higeher education Center.

Ruhnayat, Agus. 2004. Memproduktifkan Cengkih. Jakarta : Penebar Swadaya.


Sait, S. 1991. Potensi minyak atsiri daun Indonesia sebagai sumber bahan obat. Dalam
Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri Di Sumatera. Balai
penelitian obat dan tanaman rempah. Bogor.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri Cetakan Ke-1. Yogyakarta: FMIPA


UGM.

Schlegel, G. H. 1993. General Microbiology seventh edition. USA: Cambrige University


Press.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Sestyamidjaja, D. 1999. Karet. Yogyakarta: Kanisius.

Setyawan, D.H dan Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet revisi. Jakarta
Selatan: Pt. Agro Media Pustaka.

Sirirugsa, P. 1999. Thai Zingiberaceae: Species Diversity And Their Uses.


http://www.iupac.org/symposia/proceedings/phuket97/sirirugsa.html.

Soepena, H. 1993. Pembarantasan Jamur Akar Putih dengan Trichoderma. Pusat


Penelitian Karet. Disampaikan dalam Rapat Panitia Kultura Karet (PAKULRET)
Sungai Putih:Warta Perkebunan.

Standar Nasional Indonesia. 2006. Minyak Daun Cengkeh. SNI 06-2387-2006.

Steinmainn, A. 1925. Over Een Abnormaliteit in den groei bij jonge Hevea oculaties
Arch. Rubbercult.

Suhandi. 1992. Pengujian Tiga Ekstrak Tanaman Obat Tropis Terhadap Pertumbuhan
Enam Kapang Patogen Tanaman. Laporan Masalah Khusus. Bogor: Jurusan
Biologi FMIPA IPB.

Suherdi dan Risfaheri. 1992. “Karakteristik Bunga dan Minyak Cengkeh pada Tiga
Tingkat Kematangan”. Buletin Penelitian Tanaman Industri, No. 4. Bogor:
Balitbang, Puslitbang Tanaman Industri.
Suprianto, 2008. Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Anti
Streptococcus mutans. Bogor: Program Studi Biokimia FMIPA Institut Pertanian
Bogor.

Sutadi. 1991. Pengujian Sepuluh Ekstrak Kasar Tanaman Obat Terhadap Pertumbuhan
Tiga Jenis Cendawan dan Dua Jenis Bakteri Patogen Tanaman Pangan. Laporan
Masalah Khusus. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.

Wastie, R.L. 1975. Disease of Robber and Their Control. PANS. 21:268-288

Widanengsih, E. 2012. Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) pada


Tanaman Karet (Havea brasiliensis). Tulisan Ilmah-Artikel. http://
skpkarimun.or.id-Penyakit Jamur-Akar-Putih-(Rigidoporus
microporus)-pada-Tanaman-Karet-(Havea brasiliensis). Diakses pada 22 Juni
2016 .

Yulfahri, Joni N Dan Jalil A. 2012. Pengendalian Jamur Akar Putih Pada Budidaya Karet.
http://Litbang.Deptan. Go.Id/Ind/Images/Stories/Pdf/Karet.Pdf. Diakses pada 22
Juni 2016.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian


1.1 Uji Daya Hambat Secara in vitro

Medium PDA + Formulasi minyak atsiri

R. microsporus dipotong dengan cork borer steril ± 6 mm

Diinokulasi pada bagian tengah medium

Diukur dan diamati pertumbuhan jamur R. microsporus

Pada hari 1,3,5,7 (sampai cawan petri kontrol penuh)

% Daya hambat = Error! Reference source not found.x 100%


1.2 Uji Resistensi

Jamur R. microsporus yang memiliki daya hambat paling besar

Jamur dipindahkan pada medium PDA murni

Diinkubasi pada suhu ruang

Diamati dan diukur pertumbuhan jamur


Lampiran 2. Pengukuran diameter koloni jamur R. microporus pada masing-masing
perlakuan hari ke 7 setelah inokulasi (7HSI)
2.1 Ulangan 1
No. Perlakuan Pengukuran hari ke- Diameter Akhir (mm)

1. A1B1 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6


150 ppm) 3 24,78
5 26,68
7 38,06
2. A1B2 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 0,9
5 11,15
7 17
3. A1B3 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 0
5 0
7 0
4. A2B1 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
150 ppm) 3 20,01
5 36,4
7 42,04
5. A2B2 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 7,8
5 17
7 29
6. A2B3 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 5,6
5 10
7 16
7. A3B1 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 150 3 11,7
ppm) 5 20,09
7 21,3
8. A3B2 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 300 3 3,2
ppm) 5 5,05
7 7,08
9. A3B3 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 450 3 0
ppm) 5 0
7 0
10. Kontrol (perlakuan) 1 0,6
3 32
5 47
7 90
Keterangan : Pengukuran diawali dengan diameter jamur setelah inokulasi (6 mm)
2.2 Ulangan 2
No. Perlakuan Pengukuran hari ke- Diameter Akhir (mm)
1. A1B1 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
150 ppm) 3 20,09
5 27
7 32,04
2. A1B2 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 13
5 32
7 35
3. A1B3 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 1,75
5 7
7 8,15
4. A2B1 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
150 ppm) 3 24
5 40
7 47
5. A2B2 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 26
5 36
7 44
6. A2B3 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 6
5 15
7 19,05
7. A3B1 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 150 3 11,7
ppm) 5 24,5
7 30,01
8. A3B2 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 300 3 5,08
ppm) 5 11,5
7 13,55
9. A3B3 (Kombinasi Cengkeh 1 0,6
dan Jahe Liar, konsentrasi 450 3 0
ppm) 5 0
7 0
10. Kontrol (perlakuan) 1 7
3 46
5 82
7 90
Keterangan : Pengukuran diawali dengan diameter jamur setelah inokulasi (6mm)
2.3 Ulangan 3
No. Perlakuan Pengukuran hari Diameter Akhir
ke- (mm)
1. A1B1 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
150 ppm) 3 15
5 18,8
7 23,8
2. A1B2 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 15
5 18
7 21,9
3. A1B3 (Cengkeh, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 0
5 0
7 0
4. A2B1 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
150 ppm) 3 52
5 64
7 64
5. A2B2 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
300 ppm) 3 9
5 22
7 26
6. A2B3 (Jahe Liar, konsentrasi 1 0,6
450 ppm) 3 9
5 13
7 19
7. A3B1 (Kombinasi Cengkeh dan 1 0,6
Jahe Liar, konsentrasi 150 ppm) 3 5,07
5 11,7
7 15,65
8. A3B2 (Kombinasi Cengkeh dan 1 0,6
Jahe Liar, konsentrasi 300 ppm) 3 3,20
5 5,08
7 10,09
9. A3B3 (Kombinasi Cengkeh dan 1 0,6
Jahe Liar, konsentrasi 450 ppm) 3 0
5 0
7 0
10. Kontrol (perlakuan) 1 8
3 43
5 90
7 90
Keterangan : Pengukuran diawali dengan diameter jamur setelah inokulasi (6 mm)
Lampiran 3. Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri dan Konsentrasi Terhadap
Pertumbuhan Jamur Akar Putih pada pengamatan hari ke-7 setelah
inokulasi (7HSI)

3.1 Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri dan Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan
Jamur Akar Putih Sebelum Ditransformasi
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata
I II III (%) (%)
A1B1 57,71 64,4 73,5 195,61 65,203
A1B2 81,11 61,11 75,56 217,78 72,59
A1B3 100 90,9 100 290,9 96,96
A2B1 53,28 47,8 28,89 129,97 43,32
A2B2 67,8 51,11 71,11 190,02 63,34
A2B3 82,2 78,83 78,8 239,83 79,94
A3B1 76,33 66,65 78,8 221,78 73,92
A3B2 92,13 85 88,78 265,91 88,63
A3B3 100,0 100,0 100,0 300 100

3.2 Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri dan Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan
Jamur Akar Putih Setelah Ditransformasi Menggunakan √arcsin
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata
I II III (%) (%)
A1B1 7,59 8,02 8,57 24,19 8,06
A1B2 9,00 7,82 8,69 25,52 8,50
A1B3 9,66 9,53 9,66 28,84 9,62
A2B1 7,29 6,91 5,37 19,58 6,53
A2B2 8,23 7,14 8,43 23,82 7,93
A2B3 9,06 8,87 8,88 26,82 8,94
A3B1 8,73 8,16 9,09 25,98 8,66
A3B2 9,59 9,22 9,42 28,24 9,41
A3B3 9,66 9,66 9,66 28,96 9,66
Keterangan: untuk data 0 =¼n
100 = 100-1/4n

Lampiran 4. Analisis Statistik rata-rata Daya Hambat Formulasi Minyak Atsiri


dan Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Jamur Akar Putih (R.
microporus) pada pengamatan hari ke-7 setelah inokulasi (7HSI)

FAKTOR B (KONSENTRASI)
Faktor A
(Formulasi Minyak Atsiri) 150 300 450 JUMLAH
7,59 9 9,66 26,25
Cengkeh (A1) 8,02 7,82 9,53 25,37
8,57 8,69 9,66 26,92
Jumlah 24,18 25,51 28,85 78,54
Rata-Rata 8,06 8,503333 9,616667 26,18
7,29 8,23 9,06 24,58
Jahe Liar (A2) 6,91 7,14 8,87 22,92
5,37 8,43 8,88 22,68
Jumlah 19,57 23,8 26,81 70,18
Rata-Rata 6,523333 7,933333 8,936667 23,39333
8,73 9,59 9,66 27,98
Kombinasi (A3) 8,16 9,22 9,66 27,04
9,09 9,42 9,66 28,17
Jumlah 25,98 28,23 28,98 83,19
Rata-Rata 8,66 9,41 9,66 27,73
TOTAL 69,73 77,54 84,64 231,91
Lampiran 5. Analisis sidik ragam

1. Faktor Koreksi (FK) = Yij2


AxBxR
2
= 231,91
3x3x3
= 1991,94

2. Total
JKT= ∑Yijk2 - FK
= (7,592+92+9,662+................+9,662) – FK
= 2020,7 - 1991,94
=28,766
dbT = AXBXR
= 3X3X3
= 27

3. Perlakuan
JKP = ∑(∑Yj)2 - FK
R
= (24,18 +25,51 +..............+28,892)
2 2
- FK
3
= 6047,69 - 1991,94
3
= 23,9615
dbP = (AXB) - 1
= (3X3) – 1
=8
KTP = JKP/dbP
= 23,9615/8
=2,99518

4. Faktor A
JKA = ∑(∑Yi)2 - FK
RXB
= (78,542+70,182+28,892) - FK
3X3
= 18014 - 1991,94
9
= 9,65823

dbA= A - 1
=3–1
=2
KTA = JKA/dbA
= 9,65823/2
= 4,82911

5. Faktor B
JKB = ∑(∑Yi)2 - FK
RXB
= (69,73 +77,54 +84,642)
2 2
- FK
3X3
= 18038,7 - 1991,94
9
= 12,3598
dbB = B - 1
=3–1
=2
KTB = JKB/dbB
= 12,3598/2
= 6,17989

6. Interaksi
JK(axb) = JKP - JKA - JKB
= 23,9615-9,65823-12.3598
= 1,94344
db(axb) = (A-1)x(B-1)
= 2X2
=4
KT(axb) = JKA x B
dbAXB
= 9,65823 x 3
2X3
= 4,82911

7. Galat
JKG = JKT- JKP
= 28,7666 – 23,961
= 4,80513
dbG= dbT - dbP
= 27 – 8 = 19
KTG = JKG∕dbg
= 4,80513/19
= 0,2529

8. F hitung
F hitung A = KTA∕KTG
= 4,82911/0,2529
= 19,0948
F hitung B = KTB∕KTG
= 6,17989/0,2529
= 24,4359
F hitung P = KTP∕KTG
= 2,99518/0,2529
= 11,8433
F hitung (aXb) = KTAXB∕KTG
= (4,82911X3)/0,2529
= 57,2845
Lampiran 6. Tabel Sidik Ragam Daya Hambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih
dengan Formula Minyak Atsiri dengan Beberapa Tingkat
Konsentrasi
F Tabel
Sumber Keragaman db JK KT FHit 5%
Perlakuan 8 23,9615 2,99518 11,8433* 2,48
A 2 9,65823 4,82911 19,0948* 3,52
B 2 12,3598 6,17989 24,4359* 3,52
AXB 4 1,94344 4,82911 57,2845* 2,90
Galat 19 4,80513 0,2529
Total 35
Keterangan: *= berbeda nyata pada taraf 5%
Lampiran 7. Uji Lanjut DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) rata-rata
Daya Hambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih pada taraf 5%
7.1 Faktor A
LSR = SSR X Sy
Sy = √KTG/ B.r
= √0,2529/3.3
= 0,05587

LSRA = SSRA X Sy
2 3
SSR 20 2,96 3,11
LSR 5% = SyA X SSR 5% 0,1653 0,1737

Perlakuan Rata-Rata Beda Rata-rata LSR 5% Notasi


A3 A1 A2
A3 27,73 - - - - a
A1 26,18 1,55* - - 0,1653 b
A2 23,3933 4,3367* 2,7876* - 0,1737 c

7.2 Faktor B
LSR = SSR X Sy
Sy = √KTG/ A.r
= √0,2529/3.3
= 0,05587

LSRB = SSRB X Sy
2 3
SSR 20 2,96 3,11
LSR 5% = SyA X SSR 5% 0,1653 0,1737

Perlakuan Rata-Rata Beda Rata-rata LSR 5% Notasi


B3 B2 B1
B3 84,64 - - - - a
B2 77,54 7,1* - - 0,1653 b
B1 69,73 14,91* 7,81* - 0,1737 c

Anda mungkin juga menyukai