Anda di halaman 1dari 119

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK HERBA PUTRI MALU

(Mimosa pudica L.) TERHADAP KADAR AMINOTRANSFERASE


DAN ALKALI FOSFATASE TIKUS PUTIH JANTAN
(Rattus novergicus)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH :
NOVITA ARIANTI
NIM : PO.71.39.0.11.048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2014
BIODATA

Nama : NOVITA ARIANTI

Tempat Tanggal Lahir : Lahat, 22 November 1993

Alamat : Jalan Kauman No. 62 D Gunung Gajah, Lahat

Agama : Islam

Nama Orang Tua

Ayah : Arifin

Ibu : Nursusanti

Jumlah Saudara : Dua

Anak ke : Satu

Riwayat Pendidikan :

- TK YWKA Lahat Tahun 1998-1999


- SD Negeri 17 Lahat Tahun 1999-2005
- SMP Negeri 1 Lahat Tahun 2005-2008
- SMA Negeri 1 Lahat Tahun 2008-2011
- DIII Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun 2011-2014
Halaman Persembahan

Karya Tulis Ilmiah ini ku persembahkan kepada :


- Allah SWT, yang Maha Pengasih, Maha penyayang, Maha memberi
dan Maha melindungi terhadap hamba-Mu ini
- Bapak dan Ibuku tercinta, Adek Risa dan Raffa serta Keluarga
besarku terima kasih atas doa, kasih sayang, nasehat, semangat
serta contoh perilaku baik yang selalu kalian berikan
- Luthfi, terima kasih atas bantuan, doa, kasih sayang dan motivasi
yang tulus
- Pembimbing saya Bapak Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes
yang senantiasa memberikan bantuan, bimbingan, pengarahan dan
motivasi
- Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt.,M.Kes terima kasih atas ilmu,
bimbingan serta saran yang diberikan
- Syandah (Mala, Ria, Tami, Teyik, Reka, Atik, Wiwid, Caca, Mael,
Nanda) terima kasih atas semuanya yang sangat berkesan dalam
persahabatan kita
- Penjaga kampus (Firman, Amirul, Obin, Arif, Rio), anak
farmakologi, Rekan seperjuangan angkatan 2011 khususnya gangster
Reg B.. I will always love all of you, remember all of our
memories. You rock guysss !!!
- Suci, Agnes, Yolan, Ella, Nike, Wulan, Dian dan Evi meskipun
kalian jauh tapi selalu memberi waktu untukku
- Semua peneliti yang menjadi inspirasi dan sumber referensi di
karya tulis ini dan Almamaterku

Difficult doesn’t mean impossible, It simply means that


You have to work hard !!!
RINGKASAN

Latar Belakang : Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan xenobiotik yang lazim


digunakan dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor suatu zat. Untuk mendeteksi
kerusakan hati akibat toksik dapat dilakukan pemeriksaan kadar aminotransferase
(SGOT, SGPT) dan alkali fosfatase dalam serum. Perbaikan parameter biokimia
hati dapat dilakukan dengan pemberian zat antioksidan dalam tumbuhan salah
satunya putri malu. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak
herba putri malu memiliki efek hepatoprotektor tikus putih jantan yang diinduksi
CCl4 dengan mengukur kadar aminotransferase dan alkali fosfatase.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan 6 kelompok
perlakuan. Kelompok diberi Na CMC 0,1% (normal), kelompok II diinduksi
CCl4 1,3 ml/ kg BB (kontrol negatif) kemudian diberi Na CMC 0,1%, kelompok
III, IV, dan V diberi ekstrak herba putri malu dengan dosis 153 mg/ kg BB, 612
mg/ kg BB dan 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4, serta kelompok VI diberi
suspensi hepacomb® 135 mg/ kg BB. Selanjutnya dlakukan pemeriksaan kadar
amonotransferase (SGOT,SGPT) dan alkali fosfatase tikus pada setiap kelompok
perlakuan. Data yang dperoleh dianalisa menggunakan One-way ANOVA dan uji
pos hoc LSD.
Hasil :Hasil penelitan menunjukkan dari ketiga dosis ekstrak yang diberikan,
ketiganya dapat menurunkan kadar aminotransferase(SGOT,SGPT) dan alkali
fosfatase dengan perbedaan bermakna (p<0,05) dibandingkan kontrol negatif. Dan
yang menunjukkan efek hepatoprotektor adalah pada dosis 153 mg/ kgBB karena
tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05) dibandingkan kelompok
normal.
Kesimpulan :Ekstrak herba putri malu memiliki efek hepatoprotektor terhadap
tikus putih jantan yang diinduksi CCl4 dilihat dari penurunan kadar
aminotransferase (SGOT,SGPT) dan alkali fosfatase.

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efek Hepatoprotektor
Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) terhadap Kadar
Aminotransferase dan Alkali Fosfatase Tikus Putih Jantan (Rattus
novergicus)” sesuai dengan waktu yang ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini
disusun sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan program pendidikan
pendidikan Diploma III Kesehatan di Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi
Palembang. Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak
memperoleh bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes. selaku dosen pembimbing
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
dan motivasi hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt, M.Kes selaku ketua Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang.
3. Bapak Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.kes selaku dosen karya tulis ilmiah.
4. Bapak/Ibu dosen pengajar, Karyawan, dan Staf Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Palembang Jurusan Farmasi.
5. Bapak, dan Ibu atas doa, motivasi, kasih sayang, dan semangat yang tiada
hentinya kepada penulis.
6. Teman seperjuangan dan seangkatan yang telah memberikan bantuan serta
semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan, pengalaman dan


pengetahuan yang dimiliki sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa yang akan
datang. Demikianlah, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palembang, Juni 2014

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
BIODATA
RINGKASAN ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tumbuhan Putri Malu (Mimosa pudica L.) ...................................... 5
B. Ekstrak ............................................................................................ 12
C. Hati ................................................................................................. 15
D. Mekanisme Hepatotoksitas ............................................................. 20
E. Karbon Tetraklorida (CCl4) ............................................................ 21
F. Hepacomb® .................................................................................... 24
G. Tes Fungsi Hati ............................................................................... 27
H. Spektrofotometri ............................................................................. 30
I. Hewan Coba ................................................................................... 34
J. Kerangka Teori ............................................................................... 39
K. Hipotesis ......................................................................................... 40

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ............................................................................... 41
B. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... 41
C. Objek Penelitian ............................................................................ 41
D. Alat Pengumpulan Data .................................................................. 42
E. Cara Pengumpulan Data ................................................................. 42
F. Variabel .......................................................................................... 55

iii
G. Definisi Operasional ...................................................................... 55
H. Kerangka Operasional ................................................................... 58
I. Cara Pengolahan dan Analisis Data................................................ 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ............................................................................................... 60
B. Pembahasan .................................................................................... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................... 85
B. Saran .............................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 87


LAMPIRAN ............................................................................................... 92

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Efek Toksikan pada Organel Subsel dalam Sel Hati .......................... 20
2. Karakteristik Tikus Putih (Rattus novergicus) ................................... 36
3. Volume Maksimum Larutan yang Bisa Diberikan pada Hewan ........ 37
4. Konversi Perhitungan Dosis Antara Jenis Subjek Uji ....................... 38
5. Hasil Pengukuran Kadar Enzim SGOT .............................................. 62
6. Data Hasil Uji LSD Kadar Enzim SGOT ........................................... 65
7. Hasil Pengukuran Kadar Enzim SGPT ............................................... 67
8. Data Hasil Uji LSD Kadar Enzim SGPT ............................................ 70
9. Hasil Pengukuran Kadar Alkali Fosfatase .......................................... 72
10. Data Hasil Uji LSD Kadar Alkali Fosfatase ....................................... 75

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica L.) ...................................... 5
2. Struktur Umum Flavonoid................................................................ 9
3. Rumus bangun vitamin C ................................................................ 9
4. Struktur alkaloid L-mimosine ......................................................... 11
5. Anatomi hati ..................................................................................... 15
6. Rumus Struktur Tetrachloride carbon ............................................ 21
7. Histogram rata-rata Kadar SGOT..................................................... 64
8. Histogram rata-rata Kadar SGPT ..................................................... 69
9. Histogram rata-rata Kadat Alkali Fosfatase ..................................... 74
10. Simplisia Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) ............................. 101
11. Proses Destilasi Vakum .................................................................... 101
12. Ekstrak Kental Herba Putri Malu ..................................................... 102
13. Pemberian Perlakuan Pada Tikus ..................................................... 103
14. Pengambilan Darah Tikus ............................................................... 103

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Tabel Perhitungan Dosis Pengambilan Suspensi
Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) ............................ 92
2. Tabel Perhitungan Dosis Pengambilan CCl4 ................................ 93
3. Dosis Suspensi Hepacomb® ........................................................ 94
4. Hasil Uji One-way ANOVA untuk SGOT ................................... 95
5. Hasil Uji One-way ANOVA untuk SGPT .................................... 97
6. Hasil Uji One-way ANOVA untuk Alkali Fosfatase ................... 99
7. Ekstraksi Herba Putri Malu .......................................................... 101
8. Perlakuan Pada Tikus .................................................................. 103

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang berperan penting dalam

setiap fungsi metabolik tubuh terutama bertanggung jawab atas lebih dari 500

aktivitas berbeda (Price dan Wilson, 2003). Cadangan fungsional hati yang sangat

besar akan menyamarkan dampak klinik kerusakan hati dini, meskipun hati rentan

terhadap gangguan metabolik, toksik, mikroba, sirkulasi, dan neoplasma, namun

penyakit hati yang lazim ditemukan adalah infeksi virus hepatitis, penyakit hati

yang berkaitan dengan penggunaan alkohol, dan penyakit perlemakan hati non

alkoholik. (Mitchell, 2009). Di Amerika Serikat sekitar 2000 kasus gagal hati akut

terjadi setiap tahun (Mehta, 2012). Menurut laporan rumah sakit umum

pemerintah Indonesia, rata-rata penderita sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh

pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh

pasien penyakit hati yang dirawat (Sulaiman, dkk 2007). Dan menurut Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI (2013), penyakit hepatitis

tahun 2013 (1,2%) dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007.

Dampak dari kerusakan metabolik hati merupakan keadaan

klinikopatologik yang ditandai oleh kenaikan kadar enzim transaminase serum

dan steatosis hepatik (Mitchell, 2009). Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan

xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan

keracunan (Jeon dkk, 2003). Dalam endoplasmik retikulum hati CCl4

dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas

1
2

triklorometil (CCl3) (Lin dkk, 1998). Triklorometil dengan oksigen akan

membentuk radikal triklorometilperoxi dan dapat menyebabkan peroksidasi lipid

sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel

hati (Shanmugashundaram dkk, 2006).

Obat kimia dapat meningkatkan aktivitas metabolik hati oleh karena itu

penggunaan bahan alam sebagai obat memiliki kelebihan, meskipun

penggunaannya dalam waktu lama tetapi efek samping yang ditimbulkan relatif

kecil sehingga dianggap lebih aman (Katno dan Pramono, 2002). Salah satu

tanaman yang biasa digunakan masyarakat untuk meringankan penyakit yang

berhubungan dengan fungsi hati adalah Putri Malu (Mimosa pudica L.) (Tanjaya,

2013). Di kalangan masyarakat Kutoarjo, Jawa Tengah, masyarakat biasa

mengkonsumsi rebusan tumbuhan putri malu untuk meringankan penyakit yang

berhubungan dengan fungsi hati, mulai dari mudah lelah sampai hepatitis

(Suhendra, 2009). Putri malu (Mimosa pudica L.) memiliki kandungan fitokimia

berupa flavonoid khususnya kuersetin, saponin, dan tannin (Utomo, 2013). Dan

menurut Suhendra (2009) pada akar dan batang putri malu (Mimosa pudica L.)

memiliki kandungan alkaloid mimosine dan mengandung banyak flavonoid.

Pemberian ekstrak etanol daun putri malu (Mimosa pudica L.) pada dosis

200 mg/kg BB menujukkan penurunan kadar total bilirubin dan albumin serum

(Rajendran dkk, 2009), dan menurut penelitian Agustianingsih (2009) pemberian

ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa pudica L.) dengan dosis 9,72 mg/ 200 g

BB dan 19,44 mg/200 g BB dapat menurunkan kadar SGOT tikus putih jantan

yang diinduksi paracetamol. Serta pemberian ekstrak etanol daun putri malu
3

(Mimosa pudica L.) pada dosis 800 mg/kg BB dapat mencegah kerusakan hati

tikus wistar yang diinduksi parasetamol dosis toksik berdasarkan gambaran

histopatologi (Tanjaya, 2013). Berdasarkan uraian tersebut maka telah dilakukan

penelitian untuk membuktikan efek hepatoprotektor ekstrak herba putri malu

berdasarkan pengukuran kadar aminotransferase (SGOT dan SGPT) serta alkali

fosfatase (ALP) tikus jantan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.) memiliki efek

hepatoprotektor terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase tikus

jantan setelah diinduksi CCl4 ?

2. Pada dosis berapa ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.)

memberikan efek hepatoprotektor terhadap tikus jantan yang diinduksi

CCl4 dilihat dari penurunan kadar SGOT, SGPT dan ALP ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menguji efek hepatoprotektor ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica

L.) terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase tikus jantan yang

diinduksi dengan CCl4.


4

2. Tujuan Khusus

a. Membuktikan bahwa ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.)

memiliki efek hepatoprotektor terhadap kadar SGOT tikus jantan yang

diinduksi dengan CCl4.

b. Membuktikan bahwa ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.)

memiliki efek hepatoprotektor terhadap kadar SGPT tikus jantan yang

diinduksi dengan CCl4.

c. Membuktikan bahwa ekstrak herba putri malu ((Mimosa pudica L.)

memiliki efek hepatoprotektor terhadap kadar ALP tikus jantan yang

diinduksi dengan CCl4.

d. Mengukur pada dosis berapa ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica

L.) memiliki efek hepatoprotektor terhadap kadar aminotransferase dan

alkalifosfatase tikus jantan setelah diinduksi CCl4.

D. Manfaat Penelitian

1. Membuktikan secara ilmiah tentang khasiat dari herba putri malu (Mimosa

pudica L.) sebagai tanaman pelindung dan pencegah kerusakan hati

(hepatoprotektor).

2. Memberikan data dan hasil ilmiah tentang efek hepatoprotektor herba putri

malu (Mimosa pudica L.) terhadap kadar aminotransferase dan alkali

fosfatase tikus jantan agar dapat diteliti lebih lanjut untuk dijadikan

sebagai salah satu alternatif obat pelindung dan pencegah kerusakan hati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Putri Malu (Mimosa pudica L.)

1. Taksonomi tumbuhan putri malu (Mimosa pudica L.)

Gambar 1

Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica L.)

Klasifikasi tumbuhan putri malu (Mimosa pudica L.) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Mimosa

Spesies : Mimosa pudica, Linn (Dalimartha, 2008)

5
6

2. Sinonim dan Nama Daerah

Menurut Dalimartha (2008), sinonim dan nama daerah tumbuhan putri

malu (Mimosa pudica Linn) adalah sebagai berikut :

Sinonim : Mimosa asperata Blanco

Nama daerah :

Sumatera : Si hirput, si kerput (Batak), sikajuik (Minangkabau), jukuk

ancing (Lampung)

Jawa : Bujang kagit, jukut borang, j. borangan, j. gehgeran, j.

riyud, rondo kagit (Sunda), kucingan, randelik, ri sirepan

(Jawa), rebha lo-malowan, r. dus-todusan (Madura), padang

getap (Bali)

Sulawesi : daun kaget kaget (Manado)

Indonesia : putri malu, si kejut, daun rebah bangun (Melayu)

Nama asing : Han xiu cao (C), lajjalu, lajjavanti (IP), kruidje-roer-mij-

niet (B), sensitive plant (I)

3. Uraian Tanaman

Putri malu merupakan herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu

dengan tinggi antara 0,3-1,5 m. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli Amerika

tropis. Putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, tempat-tempat terbuka yang

terkena sinar matahari dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl

(Setiawati dkk, 2008).

Tumbuhan Putri Malu memiliki akar tunggang berwarna putih

kekuningan. Diameter akar tidak lebih dari 5 mm. Jika dibaui, akar mimosa
7

memiliki bau menyerupai buah jengkol. Batangnya berbentuk bulat, berbulu, dan

berduri. Bulu-bulu halus yang melekat di sepanjang batang berwarna putih dengan

panjang sekitar 2 mm. Batang muda berwarna hijau dan batang tua berwarna

merah. Daun menyirip dan bertepi rata. Daunnya kecil-kecil tersusun secara

majemuk, berbentuk lonjong dengan ujung lancip. Letak daunnya berhadapan.

Warnanya hijau tapi ada juga yang kemerah-merahan. Warna daun bagian bawah

tanaman putri malu berwarna lebih pucat. Pada tangkai daun terdapat duri-duri

kecil. Bunganya berbentuk bulat seperti bola. Warnanya merah muda dan

bertangkai. Bunganya berambut dan polennya berada di ujung rambut. Putik

berwarna kuning. Tangkai bunga berbulu halus. Pada saat matahari tenggelam,

bunga akan menutup seakan telah layu, tapi jika matahari terbit keesokan paginya,

bunga itu akan kembali mekar.

Buah dari tanaman putri malu menyerupai buah kedelai dalam bentuk

mini. Bedanya, pada buah kedelai terdapat bulu-bulu halus di seluruh bagian kulit

buah, sedang pada buah putri malu, bulu-bulu halus berwarna merah hanya

terdapat pada bagian tertentu. Tangkai buah berbulu berwarna merah (serupa bulu

halus pada buah). Panjang tangkai buah sekitar 3cm-4cm dengan diameter 1mm-

2mm. Pada satu tangkai buah, terdapat 10-20 buah dengan pangkal melekat pada

ujung tangkai. Setiap buah terdapat 3 biji, dan ketika buah telah masak, buah putri

malu akan meletup sehingga bijinya akan melompat ke segala arah dan bersiap

untuk menjadi tunas baru. Buah yang masak maupun yang mentah berwarna hijau

dengan ukuran 2cm x 6mm x 1mm (Dalimartha, 2008).


8

4. Khasiat Putri Malu

Herba digunakan untuk pengobatan sulit tidur (insomnia), neurasthenia,

radang mata akut (konjungtivis akut), radang lambung (gastritis), radang usus

(enteritis), batu saluran kencing (olurithiasis), panas tinggi pada anak-anak, dan

cacingan. Sedangkan akar digunakan untuk pengobatan rematik, radang saluran

napas (bronchitis), asma, batuk berdahak, dan malaria (Dalimartha, 2008).

5. Kandungan Kimia Putri Malu

Daun Mimosa pudica Linn, mengandung asam askorbat, beta karotene,

thiamin, potasium, phosphor dan zat besi. Sedangkan batang dan akar Mimosa

pudica mengandung senyawa mimosin, asam pipekolinat, tannin, alkaloid, dan

saponin. Selain itu, juga mengandung triterpenoid, sterol, polifenol dan flavonoid.

Herba putri malu berkhasiat sebagai antikonvulsan (Ngo, 2004), antidepresan

(Molina dkk, 1999), selain itu ekstrak etanol putri malu juga mempunyai efek

hiperglikemi (Amalraj dan Ignacimuthu, 2007). Valsala dan Karpagaganapathy

(2004) menemukan bahwa serbuk akar dari Mimosa pudica memiliki pengaruh

terhadap siklus ovarium dari mencit betina. Selain itu khasiat lainya antara lain

sebagai penenang (transquillizer), peluruh dahak (ekspektorant), peluruh kencing

(diuretik), obat batuk (antitusif), pereda demam (antipiretik) dan anti radang

(Dalimartha, 2008).

a. Flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 – C3 –

C6 artinya kerangka karbonnya terdiri atas 2 gugus C6 (cincin benzena

tersubstitusi) disambungkan dengan rantai alifatik tiga karbon.


9

Fungsi flavonoid untuk tumbuhan yaitu :

a. Pengatur tumbuhan

b. Pengatur fotosintesis

c. Kerja anti mikroba dan anti virus

d. Kerja terhadap serangga

Gambar 2

Struktur Umum Flavonoid (Markham, 1988)

Sifat flavonoid

Menurut struktrurnya, flavonoid merupakan turunan senyawa induk

flavon. Flavonoid dikenal sebagai antioksidan pontensial pada beberapa penelitian

dan merupakan salah satu kelas tanaman metabolit sekunder yang memiliki

struktur phenhylbenzopyrone. Banyak senyawa dari golongan flavonoid larut

dalam air, oleh karena itu senyawa ini banyak ditemukan dalam ekstrak air

tanaman (Markham, 1988).

b. Asam Askorbat (Vitamin C)

Gambar 3

Rumus bangun vitamin C (Gyorgyi, 1931).


10

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan,

terutama buah-buahan segar. Buah yang dikonsumsi dalam kondisi segar

mengandung asam askorbat (vitamin C) yang lebih tinggi dan kehilangan

kapasitas antioksidan dalam buah lebih rendah dibandingkan buah yang telah

mengalami pemanasan atau proses pengolahan. Maka dari itu, vitamin C

merupakan vitamin yang mudah larut air, dan mudah rusak oleh oksidasi, panas,

sinar, enzim, alkali, oksidator, dan katalis tembaga dan besi. Oksidasi dapat

dihambat dengan membiarkan vitamin C dalam kondisi basa atau pada suhu

rendah. Struktur kimia vitamin C terdiri dari rantai enam atom C dan

kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan oksigen di

udara (teroksidasi) secara reversibel.

Bentuk asam askorbat yang ada di alam adalah asam L- askorbat. Asam L-

askorbat dengan adanya enzim asam askorbat oksidase akan teroksidasi menjadi

asam L- dehidroaskorbat. Asam ini secara kimia juga sangat labil dan mengalami

perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak lagi memiliki

keaktifan sebagai asam askorbat. Suasana basa menyebabkan asam L-

diketogulonat teroksidasi menjadi asam oksalat dan asam L-treonat.

Vitamin C merupakan zat antioksidan yang tangguh, karena berfungsi

menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan

memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Selain itu, fungsi vitamin C sebagai penjaga

dan pemelihara kesehatan pembuluh-pembuluh kapiler, kesehatan gigi dan gusi,

menghambat produksi nitrosamin yang merupakan zat pemicu kanker, dan

membantu penyembuhan luka (Kumalaningsih, 2006).


11

c. Alkaloid Mimosine

Mimosin adalah alkaloid beracun yang merupakan golongan asam β-

amino. Senyawa ini memiliki struktur kimia 3-Hydroxy-4-oxo-1(4H)-

pyridinealanine bersifat toksik dan pertama kali diisolasi dari putri malu (Mimosa

pudica) kemudian Wibault dan Klipol (1950) berhasil mengisolasi mimosine dari

Leucaena leucocephala yang kemudian diberi nama leucanin. Strukturnya mirip

dengan asam amino struktural tirosin (L-tirosin). Dalam pencernaan hewan

ruminansia, mimosin dirombak menjadi 3,4- dan 2,3-dihidroksi piridon (3,4- dan

2,3-DHP). Racun ini ditemukan pada semua anggota Mimosa dan Leucaena,

termasuk lamtoro atau petai cina

Toksisitas mimosine kemungkinan disebabkan sebagai antagonis tirosin

sehingga dapat menghambat biosintesis protein (Tangendjaya, 1986). Dan

berdasarkan penelitian Syamsudin, dkk (2006) pemberian ekstrak putri malu tidak

menyebabkan efek teratogenik secara makroskopik pada fetus dengan dosis

sampai 1400 mg/kg.

Gambar 4

Struktur alkaloid L-mimosine (Wikipedia,2009)


12

Mimosine bermanfaat sebagai antihelmintik melalui mekanisme

neurotoksik dengan menghambat asetilkolinesterase sehingga terjadi

penumpukkan asetilkolin pada tubuh cacing yang menyebabkan cacing mati

dalam keadaan kaku (Eduardo, 2005) dan melalui depresi motorik (Duke, 2009).

Efek mimosin yang lain diantaranya yaitu menghambat metabolisme asam amino

dan menghambat sintesis protein (Harvey dan John, 2005). Anitha dkk. (2005)

menemukan bahwa mimosin juga memiliki ativitas antidermatofit dan juga

antibakteri.

B. Ekstrak

1. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Farmakope Indonesia IV, 1995).

2. Macam-macam Ekstrak

Menurut Voigt (1994) menurut sifat-sifatnya ekstrak dikelompokkan

menjadi :

a. Ekstrak encer (extractum tenue) sediaan seperti itu memiliki konsistensi

madu dan dapat dituang, saat ini sudah tidak terpakai lagi

b. Ekstrak kental (extractum spissum) sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan

tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Juga sediaan
13

obat pada umumnya tidak sesuai lagi dengan sediaan masa kini. Tingginya

kandungan air menyebabkan suatu instabilitas sediaan obat (serbuan bakteri)

dan bahkan bahan aktifnya (penguraian secara kimia). Selanjutnya ekstrak

kental sulit ditakar (penimbangan dan sebagainya)

c. Ekstrak kering (extractum siccum) memiliki konsistensi kering dan mudah

digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan

sisanya terbentuk suatu produk, yang sebaiknya menunjukkan akndungan

lembab tidak lebih dari 5%

d. Ekstrak cair (extractum fluidum) disini diartikan sebagai suatu ekstrak cair

yang dibuat sedemikian sehingga satu bagian jamu sesuai dengan dua bagian

ekstrak cair. Ekstrak kering dan ekstrak cair seperti sediaan obat sebelumnya

adalah komponen dalam banyak farmakope.

3. Jenis Ekstraksi

Menurut Voight (1994), proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dengan pelarut yang sesuai pada suhu kamar

kemudian disimpan ditempat yang gelap, terlindung dari sinar matahari selama

waktu tertentu. Selama dalam perendaman dilakukan pengadukan atau

pengocokan dalam selang waktu tertentu.

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia

yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong

atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya,


14

rendemen tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi

yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu

lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10.

Menurut pengalaman 5 hari telah memadai untuk memungkinkan berlangsungnya

proses yang menjadi dasar cara ini. Setelah selesai waktu maserasi, artinya

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel yang masuk

kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi telah berakhir

b. Perkolasi

Perkolasi yang berarti penetesan yang dilakukan dalam wadah slindris atau

kerucut (perkolator). Perkolasi dapat dilakukan dengan cara mengalirkan cairan

penyari secara lambat kedalam serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kemudian

tunggu sampai larutan ekstrak mulai menetes, lalu jalan keluar ditutup dan baru

dibuka kembali jika cairan penyari berada 1-2 cm di atas simplisia.

c. Sokletasi

Bahan yang diekstraksi berada dalam kantung ekstraksi didalam sebuah

alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu, yang diletakkan diantara labu suling

dan suatu pendinginan aliran balik (kondensor) dan dihubungkan melalui pipet

(sippon). Labu yang berisi bahan pelarut akan terkondensasi dan menetes ke atas

bahan yang terekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Kemudian

hasil ekstraksi akan ditampung di dalam labu.


15

C. Hati

1. Anatomi Hati

Gambar 5

Anatomi hati

Hati adalah kelenjar terbesar yang terdapat dalam tubuh kita, yang

letaknya di rongga perut sebelah kanan atas, dibawah sekat rongga badan atau

diafragma. Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga. Hati terbagi dalam dua

belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak

dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan

disebut fisura transverus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah

yang masuk keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di

permukaan bawah, sedangkan ligament falsiformis melakukan hal yang sama dari

permukaan atas hati. Hati berwarna merah tua, beratnya kira-kira 2kg pada orang

dewasa. Hati dibagi 4 belahan, kanan kiri kaudata dan kuadrata. Setiap belahan

atau lobus terdiri dari lobulus. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu

yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta.
16

Terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati :

a. Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan membetikan seperlima darahnya

kepada hati. Darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.

b. Vena porta, yang terbentuk dari lienalis dan vena mesenterika superior.

Mengantarkan 4/5 darah ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan oksigen

hanya 70%. Sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limfa dan usus. Darah

vena porta ini membawa kepada hati zat makanan yang telah diserap oleh

mukosa usus halus.

c. Vena hepatika, yang mengembalikan darah dari hati ke vena cava inferior.

Dalam vena hepatika tidak terdapat katup.

d. Saluran empedu, yang terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang

mengumpulkan empedu dari sel hati (Irianto, 2004).

2. Fungsi hati

Menurut Husadha (1996), fungsi hati ada empat yaitu :

a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu

Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan

kandungan empedu, menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai

yang dibutuhkan. Hati mengsekresikan sekitar satu liter empedu tiap hari. Unsure

utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu fosfolipid, kolesterol

dan pigmen empedu. Disamping itu kedalam empedu juga disekresikan zat-zat

yang berasal dari luar tubuh, misalnya logam berat, beberapa macam zat warna

dan sebagainya.
17

b. Fungsi Metabolik

Hati mempunyai peranan penting dalam metabolism karbohidrat, lemak,

protein, vitamin dan juga memproduksi energi dan tenaga. Zat tersebut dikirim

melalui vena porta setelah diabsorbsi oleh usus halus. Monosakarida dari usus

halus diubah dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah

(glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa

dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan

sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan di dalam otot atau menjadi lemak

yang disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mensintesis glukosa dari

protein dan lemak (glukogenesis).

c. Fungsi pertahanan tubuh

Fungsi pertahanan tubuh terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi

perlindungan. Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim-enzim hati yang

melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugat zat yang kemungkinan

membahayakan, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

Sedangkan fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kupffer yang terdapat pada

dinding sinusoid hati sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai system

endotial, berkemampuan fagositosis yang sangat besar dapat membersihkan

sampai 99% kuman yang ada dalam vena porta sebelum darah menyebar melewati

sinusoid. Sel kupffer juga menghasilkan immunoglobulin yang merupakan alat

penting dalam penyelenggaraan humoral menjadi glikogen dan disimpan di dalam

hati (glikogenesis).
18

d. Fungsi vascular

Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid

hati, seterusnya darah mengalir ke vena sentralis dan dari sini menuju ke vena

hepatika untuk selanjutnya ke vena cava inferior. Selain itu dari arteria hepatika

mengalir masuk kira-kira 350 cc darah. Darah arterial ini akan masuk ke dalam

sinusoid dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa jumlah aliran

darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit. Hati sebagai ruang

penampung bekerja sebagai filter, karena letaknya antara usus dan sirkulasi

umum. Pada payah jantung kanan misalnya, hati mengalami bendungan pasif oleh

darah yang banyak jumlahnya.

3. Kerusakan oksidatif hati

Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di

dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian

besar obat dan toksikan. Hepatosit (sel parenkim hati) bertanggung jawab

terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak di antara

sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu. Sel Kupffer melapisi sinusoid hati

dan merupakan bagian penting dari sistem retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok

dari vena porta dan arteri hepatika, dan disalurkan melalui vena sentral dan

kemusian vena hepatika ke dalam vena cava.

Toksikologi hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai

mekanisme yang menyebabkan kerusakan itu. Hati sering menjadi organ sasaran

karena beberapa hal. Sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem

gastrointestinal, dan setelah diserap, toksikan dibawa oleh vena porta hati ke hati.
19

Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme

xenobiotik dalam hati juga tinggi (terutama sitokrom P-450). Ini membuat

sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air

sehingga mudah diekskresikan. Tetapi dalam banyak kasus, toksikan di aktifkan

sehingga dapat menginduksi lesi. Lesi hati yang sering bersifat sentrilobuler telah

dikaitkan dengan kadar sitokrom P-450 yang lebih tinggi. Selain itu, kadar

glutation yang relatif rendah, dibandingkan dengan kadar glutation di bagian lain

dari hati, dapat juga berperan (Koeman, 1987).

4. Nekrosis Hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal

(sentral, pertengahan, perifer) atau massif. Biasanya nekrosis merupakan

kerusakan akut. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma.

Tidak ada perubahan ultrastruktural membrane yang dapat dideteksi sebelum

pecah. Namun, ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel.

Perubahan morfologi awal antara lain berupa edema sitoplasma, dilatasi reticulum

endoplasma, dan disagregasi polisom. Terjadinya akumulasi trigliserid sebagai

butiran lemak dalam sel. Perubahan yang terdahulu merupakan pembengkakan

mitokondria progresif dengan kerusakan kista, pembengkakan sitoplasma,

penghancuran organel dan inti, dan pecahnya membrane plasma (Lu, 1995).
20

Tabel 1 Efek Toksikan pada Organel Subsel dalam Sel Hati

Organel Fungsi Efek Contoh Toksikan

Membran plasma Pemasukan, sekresi Kebocoran enzim Faloidin


Inti sel Pengontrol sel Mutasi, neoplasia Aflatoksin, berilium,
dimetil nitrosamine
Mitokondria Respirasi sel Bengkak Karbon tetraklorida,
dimetil-nitrosamin,
etionin, fosfor
Lisosom Autofagia, Akumulasi Berilium, karbon
penyimpanan tetraklorida, etionin,
fosfor
peroksisom oksidasi Proliferasi Klofibrat,
trikloretilen, diet
tinggi lemak
Reticulum Sitesis protein, Degranulasi, Karbon tetraklorida,
endoplasma metabolisme obat proliferasi dimetil-nitrosamin,
etionin, fosfor
Kanalikuli empedu Sekresi empedu Dilatasi Litokolat, traulokolat

Sumber : diadaptasi dari de la lglesia dkk, 1982 ; Plaa, 1986 dan Stott, 1988

D. Mekanisme Hepatotoksitas

Mekanisme yang mempengaruhi transport protein-protein dapat terjadi

melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas empedu. Terjadi penumpukan

asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan transport pada kanalikuli yang

menghasilkan translokasi fasitoplasmik ke membran plasma, dimana reseptor ini

mengalami pengelompokkan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis.

Disamping itu banyak reaksi hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450

yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energy tinggi yang dapat

membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru

yang tak punya peran. Kompleks obat-enzim ini bermigrasi ke permukaan sel di

dalam vesikelvesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran


21

serangan sitolitim ke sel T, merangsang respon imun multifaset yang melibatkan

sel-sel T sitotoksik dan berbagai sitokin.

Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda

pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-metabolit toksis

yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu. Cedera

pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui konversi

xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme

imunologik, metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel

menjadi immunogen (Bayupurnama, 2006)

E. Karbon Tetraklorida (CCl4)

Gambar 6

Rumus Struktur Tetrachloride carbon (Padleckas, 2005)

` Karbon tetraklorida, tetraklorometana atau dikenal dengan banyak nama

lain, adalah senyawa kimia dengan rumus CCl4. Senyawa ini banyak digunakan

dalam sintesis kimia organik. Dulunya karbon tetraklorida juga digunakan dalam

pemadam api dan refrigerasi, namun sekarang sudah ditinggalkan. Pada keadaan

standar (suhu kamar dan tekanan atmosfer), CCl4 adalah cairan tak berwarna
22

dengan bau yang "manis" . Karbon tetraklorida banyak digunakan sebagai pelarut

dalam proses industri. Karbon tetraklorida merusak hampir semua sel tubuh,

termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah (Sartono, 2002).

Tanda dan gejala kerusakan hati oleh CCl4 kemungkinan terlihat setelah beberapa

jam sampai 2-3 hari (Goodman dan Gilman, 2001).

Toksisitas CCl4 tidak disebabkan oleh molekul CCl4 itu sendiri, tetapi pada

konversi molekul CCl4 menjadi radikal bebas CCl3 oleh sitokrom P450 (Robbins

& Kumar, 1995). Radikal bebas CCl3 akan bereaksi dengan oksigen membentuk

radikal triklorometil peroksida (CCl3O2) yang sangat reaktif (Hodgson & Levi,

2000). Radikal bebas ini akan bereaksi dengan asam lemak tak jenuh ganda yang

merupakan komponen penting dari membran sel yang bila terserang radikal bebas

akan menghasilkan peroksidasi lipid yang selanjutnya akan mengubah struktur

dan fungsi membran sel. Permeabilitas membran sel akan meningkat yang

selanjutnya diikuti oleh influks massif kalsium dan kematian sel (Robbins &

Kumar, 1995).

Pada manusia, pemaparan CCl4 akut maupun menahun akan menyebabkan

hepatotoksisitas (Katzung, 1999). Pemberian CCl4 dosis toksik secara akut akan

menyebabkan abnormalitas berupa nekrosis sentrolobuler dan degenerasi lemak

(Harahap et al., 1996). Pemberian dalam jangka waktu yang lama akan

mengakibatkan sirosis hati (Lu, 1995). Dosis toksik CCl4 pada manusia sebesar

0,038 ml/ kg BB (Siong, 2004). Karena sifatnya yang toksik, terutama terhadap

sel hati dan sel tubulus ginjal, baik setelah pemaparan akut maupun kronis, CCl4
23

sering digunakan untuk mempelajari toksisitas pada hewan coba (Goodman dan

Gillman, 2001).

1. Hepatotoksitas Karbon Tetrachlorida

Perubahan biokimia bersifat kompleks, dan berbagai hepatotoksikan

bekerja melalui berbagai mekanisme. Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan

hepatotoksikan yang telah dipelajari secara luas. CCl4 terutama bekerja melalui

metabolit reaktifnya carbon triklorometil (Recknagel dan Glende, 1973) yang

secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh dan menyebabkan

peroksidasi lipid. Reaksi biokimia ini diikuti oleh serangkaian gangguan,

perubahan kimia dalam membrane dapat menyebabkan pecahnya membran itu.

CCl4 e CCl3* + Cl gangguan primer


CCl3* + R-SH RS*, R-S-CCl3 . CHCl3
*
CCl3 + protein, lipid tak jenuh ikatan kovalen
CCl3* + lipid tak jenuh ganda peroksidasi lipid
Peroksidasi lipid kerusakan membran, gangguan sekunder
Inaktivasi enzim, produk perosid
dan aldehid

peroksidasi aldehid dan lipid peningkatan permebilitas


kapiler, meningkatnya agregasi
trombosit, tautan silang gangguan tersier
protein, reaksi dengan SH
penurunan sintesis DNA
penurunan aktivitas enzim

Ket : rangkaian kejadian dalam sel yang menyertai biotransformasi CCl4 menjadi
suatu metabolit reaktif (Timbrell, 1982)

Namun, Recknagel dkk (1982) mengemukakan bahwa peroksidasi lipid

mikrosom mungkin menyebabkan penekanan pada pompa Ca²+ mikrosom yang

mengakibatkan gangguan awal homeotastis Ca2+ sel hati, keadaan ini kemudian

dapat menyebabkan kematian sel. Selain itu, Shah dkk (1979) mengemukakan

bahwa toksisitas CCl4 mungkin diperantarai metabolit lain, yakni fosgen. Karena
24

rumitnya berbagai efek itu, Hewitt dkk (1982) mempelajari potesiansi

hepatotoksitas CCl4 oleh 1,3-butanadiol. Mereka mengemukakan bahwa

potensiasi diperantarai oleh berbagai jalur seperti peningkatan bioaktivasi CCl4,

lebih mempermudah terbentuknya fosgen dibandingkan pembentukan CCl3*,

pengurangan glutation hati, dan peningkatan kerentanan organel subsel.

Perubahan biokimia lain adalah habisnya adenosin trifosfat (ATP), hilangnya ion

kalsium, habisnya glutation, rusaknya sitokrom P-450 dan hilangnya NAD dan

NADP.

F. Hepacomb®

Hepacomb® adalah suatu fitofarmaka yang diproduksi oleh industri

farmasi yang terdiri dari berbagai ekstrak bagian-bagian tumbuhan yang dapat

mencegah kerusakan sel-sel hati dan memperbaiki fungsi hati. Ekstrak-ekstrak

tersebut adalah ekstrak Phyllanthi herba (meniran), ekstrak Silymarin dan ekstrak

Curcumae rhizoma.

1. Phyllanti niruri (Meniran)

Meniran (Phyllanti niruri) merupakan salah satu tanaman dengan famili

Phyllanthaceae. Tanaman obat meniran sangat kaya akan berbagai kandungan

kimia, antara lain: phyllanthin, hypophyllanthin, niranthin, nirtetrali, nirurin,

nirurinetin, norsecurinine, phyllanthenol, phyllnirurin, phylltetrin, quercitrin,

quercetin, ricinoleic acid, rutin, salicylic acid methyl ester, garlic acid, ascorbic

acid, hinokinin, hydroxy niranthin, isolintetralin, dan isoquercetin. Akar dan daun

meniran kaya akan senyawa flavonoid, antara lain phyllanthin, hypophyllanthin,


25

qeurcetrin, isoquercetin, astragalin, dan rutin. Minyak bijinya mengandung

beberapa asam lemak seperti asam ricinoleat, asam linoleat, dan asam linolenat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran berfungsi sebagai

hepatoprotektor. Sekelompok tikus diinjeksi karbon tetraklorida (zat penginduksi

hepatotoksik). Ternyata, yang diberi air rebusan meniran mengalami perbaikan

organ liver. Meniran mengandung senyawa antihepatotoksik seperti filantin,

hipofilantin, triakontanal, dan trikontanol. Selain itu, senyawa phyllanthus dalam

Meniran juga diketahui bekerja sebagai pelindung hati (hepatoprotektor) dengan

cara menyabotase DNA polimerasi (enzim yang diperlukan virus hepatitis untuk

bereplikasi/menggandakan diri). Dalam sebuah penelitian di India, 59% pasien

yang menderita infeksi hepatitis B menunjukkan kadar HBV infection yang makin

kecil setelah mengonsumsi meniran selama 1 bulan (Mamun, 2011).

2. Silybum marianum

Silybum marianum (L.) Gaertn. atau dikenal dengan nama milk thistle

merupakan salah satu tanaman tertua untuk pengobatan penyakit hati. Tanaman

dengan famili Asteraceae ini telah digunakan selama berabad-abad sebagai obat

alami untuk mengatasi hepatitis kronik dan akut yang disebabkan alkohol, obat-

obatan, zat kimia, maupun racun. (Sidana et al, 2011).

Komponen aktif dari Silybum marianum paling banyak diperoleh dari biji

kering yang mengandung 70-80% Silymarin dan 20-30% polimer serta polifenol

teroksidasi. Silymarin merupakan campuran kompleks dari 4 isomer flavolignan

yang terdiri dari silibin, isosilibin, silidianin, dan silikristin. Secara klinis

silymarin sudah digunakan sebagai terapi untuk berbagai macam kerusakan hati
26

meliputi hepatitis, sirosis, penyakit hati karena obat dan alcohol, psorias, serta

keracunan jamur amanita (Ghosh et al, 2010).

a. Farmakologis

Silymarin dapat diberikan secara oral kemudian diabsorbsi baik oleh usus,

metabolitnya disekresi ke empedu dan saluran enterohepatik. Mekanisme kerjanya

adalah :

1). Sebagai antioksidan dan mengatur proses intraseluler

2). Menstabilkan membran sel dan mengatur permeabilitas yang mencegah agen

hepatoksik masuk ke dalam sel hepar.

3). Merangsang regenerasi sel hati

4). Sebagai penghambat perubahan sel stelata hepatosit menjadi miofibroblas,

yang merupakan proses pembentukan serat kolagen untuk menimbulkan

sirosis.

Pada penelitian klinis, dosis silymarin yang digunakan adalah 280-800 mg.

Dosis yang dianjurkan adalah 140 mg sebanyak tiga kali sehari. Serta dosis tinggi

1500 mg/hari memberikan efek laxative untuk memperbaiki aliran empedu.

3. Curcumae rhizoma

Curcumae rhizoma mengandung kurkumin yang secara nyata dapat

menurunkan peningkatan kadar transaminase dalam serum karena pengaruh zat-

zat racun hati (zat hepatotoksik), sehingga kerusakan sel-sel hati oleh zat-zat

racun tersebut dapat dihindarkan.


27

G. Tes Fungsi Hati

1. Tes Fungsi Hati dengan Serum Transaminase

Transaminase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator

dalam proses pemindahan gugus amino antara suatu asam alfa amino dan asam

alfa keto. Dua transaminase yang sering digunakan dalam menilai penyakit hati

adalah serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic

pyruvic transaminase (SGPT) (Soemorhardjo dkk, 1983).

Reaksi SGOT dan SGPT (Soemorhardjo dkk, 1983) :

I-aspartic acid + ketoglutaric acid oxaloacetic acid + glutamic acid

GOT

Alanine acid + ketoglutaric acid pyruvic acid + glutamic acid

GPT

Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) terdapat dalam sel-sel

alat-alat tubuh seperti otot jantung, hati, otot tubuh, ginjal dan pankreas.

Sedangkan serum glutamic pyruvic tramsaminase (SGPT) juga didapatkan di

dalam sel berbagai jaringan tubuh, tetapi sumber utama adalah sel-sel hati.

Kenaikan kadar transaminase dalam serum disebabkan oleh enzim yang terlepas

karena sel yang bersangkutan mengalami nekrosis, atau karena enzim yang bocor

dari dalam sel. Walaupun SGPT lebih khas untuk penyakit hati dibandingkan

dengan SGOT tetapi kedua enzim tersebut selalu dipakai bersama-sama dalam

evaluasi penyakit hati, dan bila nekrosis sel-sel jantung dapat disingkirkan, maka

kadar dari kedua enzim tersebut dianggap mencerminkan perubahan-perubahan

dalam sel hati. Penyelidikan yang lebih terperinci menunjukkan bahwa enzim
28

GOT sebagian besar terikat dalam organel dan hanya sedikit didapatkan dalam

sitoplasma. Sebaliknya sebagian besar dari enzim GPT terikat dalam sitoplasma.

Jika kerusakan sel-sel hati sebagian besar mengenai membran dari sel hati

maka kenaikan SGPT lebih menonjol, sebaliknya kerusakan sel hati terutama

mengenai organel akan menyebabkan kenaikan SGOT yang lebih menonjol

(Burke, 1975). Kadar transaminase dalam serum diukur dengan metoda

kolorimetrik, atau lebih teliti dengan metoda spektrofotometrik yang mengukur

kemampuan enzim transaminase yang ada dalam serum yang diperiksa untuk

mengubah substrat yang disediakan dalam jumlah yang berlebihan.

Pada manusia kadar SGOT dan SGPT adalah sebagai berikut (Husadha,

1996) :

SGOT : 40 U karmen (17 mU/cc)

SGPT : 35 U karmen (13 mU/cc)

Ratio : GOT = 1,15

GPT

2. Tes Fungsi Hati dengan Fosfatase Alkali (FA)

FA adalah sekelompok enzim-enzim yang mengkatalisir hidrosa dari ester-

ester fosfat organik dalam suasana basa secara optimum, dengan membebaskan

fosfat anorganik dan radikal organik (Combes, 1969). Enzim ini didapatkan dalam

banyak jaringan. Pada orang dewasa FA terutama berasal dari sistem hepatobiliar,

tulang (sel-sel osteoblas), usus, plasenta, dan hati.

Dahulu diduga bahwa kenaikan FA paha cholestasis disebabkan karena

regurgitasi dari enzim tersebut dari dalam sistem empedu ke dalam darah akibat
29

adanya bendungan. Tetapi belakangan ini terbukti bahwa bendungan empedu

tersebut merangsang produksi FA oleh sel-sel sistem empedu. Karena FA alkali

dapat diaktifkan oleh asam empedu yang meningkat karena terdapat cholestasis di

hati.

Metode pemeriksaan :

Prinsip dari pemeriksaan adalah mengukur fosfat yang dihasilkan dari

reaksi antara substrat yang disediakan dengan FA dari serum dengan cara

kolorimetrik.

Untuk membedakan FA menurut sumbernya dipakai beberapa cara :

1. Elektroforesis. Dengan cara ini dapat dipisahkan FA hati, tulang dan

plasenta, tetapi metode ini rumit dan tidak reproduksibel.

2. Membedakan stabilitas dari masing-masing jenis FA terhadap pemberian

urea atau terhadap pemanasan.

Harga normal :

Untuk orang dewasa

1,5 – 4,0 U Bodansky

3,0 – 13,0 U King-Amstrong

0,8 – 3,0 U Bessy Lowry

21,0 – 85,0 International unit


30

H. Spektrofotometri

1. Definisi Spektrofotometri

Spektrofotometri serap adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik

panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatis yang diserap

zat (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979). Analisa secara spektrofotometri dapat

dipakai untuk analisa kualitatif dan kuantitatif, terutama sangat cocok untuk

penetapan kuantitatif dan beberapa zat berguna untuk membantu identifikasi.

Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ( Farmakope Indonesia Edisi IV,

1995):

a. Ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 190-380 nm

b. Cahaya tampak atau visiable pada panjang gelombang 380-780 nm

c. Inframerah pada panjang gelombang 780-3000 nm

d. Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 200-800 nm.

2. Alat Spektrofotometri

Spektrofotometri pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator,

tempat sel untuk diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat.

Unsur-unsur terpenting dalam suatu spektrofotometrimeliputi (Pavia et al., 1979) :

a. Sumber cahaya

Sumber energi cahaya yang biasa bagi daerah tampak daerah spectrum

maupun daerah ultraungu dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar

dengan kawat rambut atau filament wolfram, yaitu 325 nm atau 350 nm. Yang

paling umum adalah tabung lucutan hydrogen (dueterium) yang digunakan dari

sekitar 175-375 nm atau 400 nm.


31

b. Monokromator

Merupakan peralatan optis untuk mengisolasi dari sumber kontinyu suatu

berkas radiasi dengan kemurnian spektral yang tinggi dengan panjang gelombang

apapun yang dikehendaki.

c. Detektor

Alat yang merubah signal optik menjadi signal listrik. Ada beberapa tipe

seperti cell fotosilikon dan photomultiplier.

d. Kuvet/cell

Merupakan tempat larutan sampel, terbuat dari glass atau quatz (untuk

daerah UV 180-400 nm), tersedia dalam bentuk tabung atau persegi (Square) dan

ukuran yang sering digunakan bentuk empat persegi panjang.

e. Perangkat kaca

Sebuah peralatan listrik yang menampilkan arus dari detektor dalam satuan

yang bertalian, misalnya daya serap dan atau persentase transmitans pada

spektrofotometri UV-Vis. Perangkat baca digital menawarkan keuntungan

daripada meter analog yaitu dapat membaca angka bermakna lebih banyak dengan

tanpa menduga-duga.

f. Amplifier

Sebagai alat yang berfungsi sebagai penguat arus listrik pada

spektrofotometri.

g. Pelarut yang digunakan

Sebagai pelarut spektrofotometri dapat digunakan semua cairan yang dapat

diperoleh dalam bentuk murni dalam daerah ukur 220-800 nm dan yang tidak atau
32

hanya sedikit menunjukkan absorbsi sendiri serta dapat melarutkan dengan mudah

senyawa yang hendak di analisis. Yang terutama digunakan adalah air, etanol,

metanol, asetonitril, sikloheksan dan heksan.

3. Analisa Spektrofotometri

Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III (1979), dijelaskan bahwa

analisa spektrofotometri terdiri dari :

a. Analisa kualitatif

Analisa kualitatif spektrofotometri adalah analisa yang bertujuan untuk

mengidentifikasi zat. Umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum

serapan larutan dalam pelarut dan dengan kadar tertentu untuk menetapkan letak

serapan maksimum dan minimum. Dalam daerah ultraviolet identifikasi dapat

dilakukan dengan menghitung perbandingan 2 serapan maksimum sehingga

kesalahan yang disebabkan untuk alat dapat dihindari dan larutan pembanding

tidak diperlukan.

b. Analisa kuantitatif

Analisa kuantitatif spektrofotometri adalah penetapan kuantitatif dilakukan

dengan mengukur serapan larutan zat dalam pelarut pada panjang gelombang

tertentu. Pengukuran serapan biasa dilakukan pada panjang gelombang maksimum

masing-masing zat. Penetapan kadar juga dapat dilakukan dengan

membandingkan serapan larutan larutan zat terhadap larutan zat pembanding

kimia. Mula-mula pengukuran serapan dilakukan terhadap larutan pembanding

kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa. Sebagai pengganti zat pembanding

kimia, dapat digunakan kurva baku yang dibuat dari zat pembanding kimia.
33

4. Cara Perhitungan Konsentrasi

Ada beberapa cara untuk menentukan konsentrasi larutan zat yang diuji,

antara lain (Pavia et al., 1979) :

a. Membandingkan absorban larutan standar dan larutan uji. Terlebih dahulu

diukur absorbsi larutan standar, kemudian larutan uji (sampel),

pengukuran kedua haruslah secepat mungkin setelah pengukuran pertama

menggunakan kondisi yang sama.

Persamaan Lambert Beer :

A = a.b.c

A sampel = (a.b.c) sampel

A baku = (a.b.c) baku

Karena

A sampel = C sampel

A baku C baku

𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑏𝑎𝑘𝑢
𝐶 𝑏𝑎𝑘𝑢

b. Menggunakan kurva baku

Bila metode spektrofotometri digunakan untuk menentukan kadar larutan

yang belum dapat diperkirakan atau sangat bervariasi, sebaiknya dibuat kurva

baku, yaitu grafik absorban vs konsentrasi. Larutan baku berbagai macam

konsentrasi, maka akan diperoleh suatu garis linier melalui titik pangkal.
34

c. Berdasarkan Harga a (daya serap) atau E1% 1cm

Daya serap (a) adalah serapan (A) dibagi dengan hasil kali kadar (c)

dinyatakan dalam gram per liter dan tabel lapisan (b) dinyatakan dalam cm.

Rumus daya serap :


𝐴 𝐴
𝑎 = 𝑏=
𝑏.𝑐 𝑎.𝑏

Keterangan :

a = daya serap c = konsentrasi

b = lebar kuvet (cm) A = serapan

Daya serap (a) adalah serapan (A) dibagi dengan hasil kadar (c) yang

dinyatakan dalam gram per liter dan tebal lapisan (b) dinyatakan dalam cm

(Murod, 2010).

I. Hewan Coba

1. Taksonomi Hewan Coba

Klasifikasi tikus putih (Rattus novergicus) sebagai berikut (Sugiyanto,

1995) :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Rattus

Jenis : Rattus novergicus


35

2. Karakteristik Tikus Putih (Rattus novergicus)

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit

dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus putih

tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus

bermuara ke dalam lubang dan tikus tidak mempunyai kandung empedu

(Mangkoewidjojo, 1988).

Secara hormonal tikus putih jantan lebih stabil dibandingkan dengan tikus

putih betina karena tikus putih betina mengalami masa esterus dan masa

kehamilan. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang

lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto, 1995)


36

Tabel 2. Karakteristik Tikus Putih (Rattus novergicus)

No Karakteristik Tikus Putih (Rattus novergicus)

1. Pubertas 40-60 hari

2. Masa Beranak Sepanjang tahun

3. Hamil 6-8 hari

4. Jumlah sekali lahir 6-8

5. Lama hidup 2-3 tahun

6. Masa tumbuh 4-5 tahun

7. Masa laktasi 21 hari

8. Frekuensi kelahiran per tahun 7

9. Suhu tubuh 37,7-38,8o C

10. Kecepatan respirasi 100-150 per menit

11. Tekanan darah 130/150 S/D

12. Volume darah 7.5 % BB

13. Luas permukaan darah O = k3g2

Keterangan : K = 9,13

g = berat badan

3. Pemberian Obat Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus)

Menurut Ritschel volume maksimum larutan yang bisa diberikan pada

binatang serta nilai konversi perhitungan dosis adalah :


37

Tabel 3 Volume Maksimum Larutan yang Bisa Diberikan pada Hewan

(Laurence dan Bacharach, 1964)

No Hewan Volume maksimum (ml)

Sesuai jalur pemberian

Iv Im Ip Sc po

1. Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1 1,0

2. Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0

3. Hamster (50 g) - 0,1 21,0 2,5 2,5

4. Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0

5. Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0

6. Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0

7 Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10,0 100,0


38

Tabel 4 Konversi Perhitungan Dosis Antara Jenis Subjek Uji Menurut

Laurence dan Bacharach tahun 1964

Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia

20 g 200 g 400 g 1,5 g 4 kg 12 kg 70 kg

Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 378,9

20 g

Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

200 g

Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

400 g

Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

1,5 kg

Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,69 6,1

4 kg

Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

12 kg

Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,7 0,16 0,32 1,0

70 kg
39

J. Kerangka Teori
Ekstrak herba putri
Sel malu
hepar CCl4
Cyp-P450

flavonoid
O2 Radikal
bebas
CCL3

CCl3O2
(senyawa C2 C3
As. Lemak
Tak jenuh reaktif)
Hepacomb®

Peroksidasi Antioksidan
lipid menghambat
Phyllantus silymarin Kurkumin
reaksi oksidasi
dalam dlm
meniran curcumae Kerusakan
rhizoma membran,
inaktivasi enzim

penghambatan DNA Kadar SGOT,


Nekrosis SGPT dan ALP
polimerasi akibat
virus hepatitis

Keterangan : = memacu

= menghambat

= bereaksi

= kandungan
40

K. Hipotesis

Hi : Ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.) memiliki efek

hepatoprotektor terhadap kadar aminotransferase (SGOT dan SGPT) serta

alkali fosfatase (ALP) tikus jantan (Rattus novergicus) yang diinduksi

karbon tetraklorida (CCl4).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian tentang efek hepatoprotektor ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica

L.) terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase tikus jantan merupakan

penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian tentang efek hepatoprotektor ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica

L.) terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase tikus jantan dilakukan pada

bulan April-Juni 2014 di laboratorium Farmakognosi, Farmasetika, dan Farmakologi

Poltekkes Kementerian Kesehatan R.I Palembang Jurusan Farmasi serta Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Palembang.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah herba putri malu (Mimosa pudica L.) yang segar diambil

pagi hari, di kebun milik Ibu Muryani, S.Pd. di jalan R.Sukamto Lrg Masjid RT 05 RW

03 8 Ilir, Palembang. Herba tersebut diambil pada pagi hari dan dalam keaadan segar

dengan massa total 1000 gram. Dan hewan percobaan tikus putih jantan galur wistar yang

berumur 3-5 bulan, memiliki bobot berat badan antara 170-250 gram.

41
42

D. Alat Pengumpulan Data

1. Alat

1) Jarum oral 9) Timbangan

2) Spuit 10) Gelas ukur (merek pyrex)

3) Kapas 11) Mortir dan stamper

4) Kandang tikus 12) Botol cokelat untuk maserasi

5) Tempat minum dan tempat makan 13) Seperangkat alat destilasi vakum

6) Meja operasi hewan 14) Sarung tangan

7) Tabung sentrifuge 15) Spektrofotometri Biosystem A15

8) Blender 16) Pipet tetes

2. Bahan

1) Ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa pudica L.) 5) Na CMC

2) CCl4 6) Pellet tikus

3) Kapsul Hepacomb® 7) Eter

4) Aquadest 8) Oleum Olivarum

E. Cara Pengumpulan Data

1. Bahan Uji

a. Persiapan Bahan Uji

Herba putri malu (Mimosa pudica L.) segar yang diperoleh dari kebun milik Ibu

Muryani, S.Pd. di jalan R.Sukamto Lrg Masjid RT 05 RW 03 8 Ilir, Palembang, dicuci,


43

dirajang, dan dikeringanginkan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari,

kemudian sebanyak 500 gram simplisia dimasukkan ke dalam botol maserasi berwarna

cokelat, setelah itu tambahkan pelarut yang digunakan yaitu etanol, ke dalam botol dan

ditutup rapat untuk melindunginya.

b. Ekstraksi Herba Putri Malu

Ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol

sebagai cairan penyari. Langkah-langkah ekstraksi secara maserasi (Farmakope Indonesia

Edisi IV, 1995) :

1). Pada botol yang telah diisi simplisia sebanyak 500 gram, ditambahkan etanol yang

telah didestilasi, hingga simplisia terendam seluruhnya.

2). Biarkan selama 5 hari ditempat gelap sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari saring

cairan penyari dan ampasnya diperas.

3). Ampas tersebut kemudian ditambahkan cairan penyari secukupnya, aduk dan serkai.

4). Hasil ekstraksi dimasukan kedalam botol yang tertutup dan diletakkan di tempat yang

sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung selama 2 hari. Lalu cairan disaring

kembali.

5). Setelah disaring kembali dipekatkan dengan destilasi vakum sehingga didapatkan

ekstrak kental herba putri malu (Mimosa pudica L.).


44

2. Pembuatan Larutan Pembawa Na CMC (1%) Sebagai Pensuspensi

1). Timbang 1500 mg Na CMC (Na CMC 1% = 1/100 x 150 ml = 1,5 g = 1500 mg),

gerus homogen.

2). Siapkan mortir yang telah dicuci bersih dan steril, masukkan air panas ke dalam

mortir (20 x 1,5 = 30 ml).

3). Taburkan Na CMC di atasnya, biarkan sampai mengembang

4). Encerkan dengan air sedikit demi sedikit sampai 150 ml sambil diaduk hingga

homogen.

3. Suspensi Ekstrak Etanol Herba Putri Malu

a. Perhitungan dosis

Menurut Razi Institute for Drug Research (2010) secara tradisional sebanyak 20-

30 gram semua bagian tanaman putri malu (daun, batang dan akar) direbus pelan-pelan

dengan tiga gelas air, diuapkan hingga menjadi satu gelas. Dosis ini kemudian

dikonversikan menurut tabel konversi perhitungan dosis antar-jenis subjek uji tabel

(Laurence dan Bacharach, 1964) :

Perlakuan pada tikus = 25 g x 0,018 = 0,45 g/200 g BB

Perhitungan dalam bentuk ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa pudica L.)

Herba putri malu yang dimaserasi = 500 gram

Hasil ekstrak pekat = 34 gram


45

Rendemen = 34 x 100% = 6,8 %

500

Perlakuan = 6,8 % x 0,45 g/200 g BB

= 0,0306 g/ 200 g BB

Dosis I = 30,6 mg/ 200 g BB = 153 mg/ kg BB

Dosis II (4 x dosis I) = 4 x 30,6 mg/ 200 g BB

= 122,4 mg/200 g BB = 612 mg / kg BB

Dosis III (8 x dosis I) = 8 x 30,6 mg/200 g BB

= 240 mg/ 200 g BB = 1200 mg / kg BB

b. Pembuatan suspensi ekstrak dosis

1. Pembuatan suspensi ekstrak dosis I (30,6 mg/200 g BB)

Suspensi ekstrak etanol herba putri malu (30,6 mg/200 g BB)

untuk kelompok III : (30,6 mg/2 ml) x 4 tikus = 122,4 mg/ 8 ml

a). Timbang massa ekstrak kental herba putri malu sebanyak 122,4 mg.

b). Tambahkan suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit hingga 8 ml, gerus hingga

homogen.

2. Pembuatan suspensi ekstrak dosis II (122,4 mg/200 g BB)

Suspensi ekstrak etanol herba putri malu (122,4 mg/200 g BB)

untuk kelompok IV: (122,4 mg/2 ml) x 4 tikus = 489,6 mg/ 8 ml


46

a). Timbang massa ekstrak kental herba putri malu sebanyak 489,6 mg

b). Tambahkan suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit hingga 8 ml, gerus hingga

homogen.

3. Pembuatan suspensi ekstrak dosis III (240 mg/200 g BB)

Suspensi ekstrak etanol herba putri malu (240 mg/200 g BB)

untuk kelompok V : (240 mg/2 ml) x 4 tikus = 960 mg/ 8 ml

a). Timbang massa ekstrak kental herba putri malu sebanyak 960 mg.

b). Tambahkan suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit hingga 8 ml, gerus hingga

homogen.

4. Suspensi Kapsul Hepacomb®

a. Perhitungan dosis

Dosis Hepacomb® diambil berdasarkan perhitungan sebagai berikut :

Dosis untuk manusia: 1500 mg/ 70 kg BB

Dosis ini kemudiaan dikonversikan untuk pemakaian pada tikus putih (200 gram),

menurut tabel konversi perhitungan dosis antar jenis subjek uji (Laurence dan Bacharach,

1964) dengan perhitungan sebagai berikut :

Perhitungan pada tikus : 1500 mg x 0,018 = 27 mg/200 g BB = 135 mg / kg BB

b. Pembuatan Suspensi Hepacomb®

Massa hepacomb® yang diambil : (27 mg/2 ml) x 4 tikus = 108 mg/ 8 ml

1) Timbang massa hepacomb® sebanyak 108 mg.


47

2) Tambahkan suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit hingga 8 ml, gerus hingga

homogen.

5. Dosis CCl4

Menurut Yamamoto (1996) disebutkan bahwa dosis toksik CCl4 konsentrasi 50%

pada binatang coba adalah 1,3 ml/kgBB selama dua hari dan dalam rentang waktu tiga

hari setelah penginduksan yang pertama. Pada penelitian ini rata-rata berat tikus adalah

200 gram. Sehingga dosis toksik tiap ekor adalah :

1,3 ml = x ml

1000 g 200 g

x = 0,26 ml

Jadi, dosis toksik CCl4 yang diberikan pada tikus sebanyak 0,26 ml/200 gramBB.

Menurut Yamamoto (1996) CCl4 tidak dapat larut dalam air dan hanya larut

dalam lemak maka diperlukan pelarut berupa oleum olivarum dengan dosis sama (1:1).

a. Pembuatan dan Pemberian Larutan CCl4

- Pembuatan CCl4 50% dari CCl4 98,9 %

50 %
1. Perhitungan larutan yang diambil = 98,9 % × 50 𝑚𝑙 = 25,27 𝑚𝑙 ≈ 25,3 𝑚𝑙

2. Ambil 25,3 ml CCl4, masukkan kedalam botol yang telah berisi oleum olivarum

kemudian tambah oleum olivarum ad 50 ml. kocok hingga homogen dan tutup rapat.

3. Larutan CCl4 + oleum olivarum diambil sesuai dengan dosis perlakuan pada tiap- tiap

kelompok.
48

4. Penyuntikan dilakukan secara intraperitoneal menggunakan spet. Penginduksian CCl4

dilakukan selama 2 hari dengan rentang waktu 3 hari, penyiapan pengenceran

konsentrasi CCl4 dilakukan didalam coldpack dikarenakan CCl4 bersifat mudah

menguap. Sebelum melakukan penyuntikan (induksi CCl4) terlebih dahulu daerah

suntikan dibersihkan dengan kapas yang diberi alkohol dengan gerakan melingkar agar

steril dan perlu dipastikan sebelum melakukan penyuntikan (induksi) tidak ada udara

yang masuk ke dalam spet.

6. Persiapan Hewan Uji

Pada awal penelitian disiapkan 6 kelompok tikus dan setiap kelompok terdiri dari 4

ekor tikus menurut hukum Federer.

Rumus menurut hukum Federer (Hanafiah, 2004) :

𝑡 − 1 𝑛 − 1 ≥ 15

6 − 1 𝑛 − 1 ≥ 15

5 𝑛−1 ≥ 15

5𝑛 − 5 ≥ 15

5𝑛 ≥ 20

𝑛 ≥4

Ket : t : jumlah perlakuan

n : jumlah ulangan
49

7. Aklimatisasi Hewan Percobaan

a). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan yang dimasukkan ke dalam

kandang. Setiap kandang berisi satu ekor tikus. Kemudian tikus ini dibagi menjadi

enam kelompok yang setiap kelompoknya terdapat empat ekor tikus.

b). Hewan percobaan diadaptasikan dengan lingkungan Laboratorium selama satu

minggu.

c). Beri nomor/kode pada masing-masing tikus putih jantan, yaitu:

Kelompok I : No. 1-4 (suspensi Na CMC 1%)

Kelompok II : No. 5-8 (suspensi Na CMC 1% + CCl4 50% 1,3 ml/ kg `

BB secara ip)

Kelompok III : No. 9-12 (ekstrak herba putri malu 153 mg/ kg BB +

CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB secara ip)

Kelompok IV : No. 13-16 (ekstrak herba putri malu 612 mg/ kg BB +

CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB secara ip)

Kelompok V : No.17-20 (ekstrak herba putri malu 1200 mg/ kg BB +

CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB secara ip)

Kelompok VI : No.21-24 (suspensi hepacomb® 135 mg/ kg BB + CCl4

50% 1,3 ml/ kg BB secara ip)


50

8. Pengujian Efek Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.)

Prosedur kerja pemberian bahan uji ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.)

adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan 24 ekor tikus jantan yang dibagi enam kelompok dan diadaptasikan

selama satu minggu.

b. Setiap kelompok diberi pelakuan masing-masing, kelompok kontrol diberi suspensi Na

CMC 1% selama perlakuan, kelompok II diberi suspensi Na CMC 1% selama 7 hari

kemudiaan diinduksi dengan CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB selama dua hari secara intra

peritoneal.

c. Kelompok III diberi suspensi ekstrak herba putri malu dengan dosis 153 mg/ kg BB

selama 7 hari kemudian diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB selama dua hari secara

intra peritoneal, kelompok IV dan V juga diberi suspensi ekstrak herba putri malu

dengan dosis 612 mg / kg BB dan dosis 1200 mg/ kg BB selama 7 hari setelah itu

diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB selama 2 hari secara intra peritoneal.

d. Kelompok VI merupakan kelompok kontrol positif yang diberi suspensi Hepacomb®

dengan dosis 135 mg/ kg BB selama 7 hari setelah itu diberi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

selama 2 hari secara intra peritoneal.

e. Setelah itu dilakukan pengukuran aktivitas enzim SGOT, SGPT dan ALP pada setiap

kelompok tikus. Tikus putih jantan diambil darahnya sebanyak 2-3 ml secara

intrakardial untuk diambil serumnya. Pengukuran dilakukan di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Palembang.


51

9. Pengambilan dan Pembuatan Serum

Tikus putih jantan diambil darahnya sebanyak 2-3 ml secara intrakardial. Darah

ditampung di dalam tabung melalui dinding tabung kemudian disentrifuge dengan

kecepatan 5000 rpm selama 10 menit dan diambil serumnya.

10. Pemeriksaan Kadar SGOT dan SGPT

Darah tikus yang diambil secara intrakardial sebanyak 2-3 ml dimasukkan ke

dalam tabung dan disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit sampai

serum terpisah. Serum digunakan untuk pemeriksaan enzim SGOT dan SGPT.

a) Larutan Pereaksi SGPT (Biosys No Kat 12533)

● Reagen 1 (5x40 mL) :

Tris 150 mmol/L

L-alanine 750 mmol/L,

Lactate Dehydrogenase > 1350 U/L,

pH 7,8

● Reagen 2 (5x10 mL) :

NADH 1,3 mmol/L

2-oxoglutarate 75 mmol/L

Sodium hydroxide 148 mmol/L

Sodium azide 9,5 g/L


52

b) Larutan Pereaksi SGOT (Biosys No. Kat 12531)

● Reagen 1 (5x40 mL) :

Tris 121 mmol/L

L-aspartate 362 mmol/L

Malat Dehydrogenase > 460 U/L

Lactate dehydrogenase > 660 U/L

pH 7,8

● Reagen 2 (5x10 mL) :

NADH 1,3 mmol/L

2-oxoglutarate 75 mmol/L

Sodium Hydroxide 148 mmol/L

Sodium Azide 9,5 g/L

c). Prosedur kerja pemeriksaan SGOT dan SGPT

Panjang gelombang : 340 nm

Faktor : 1745

Campur reagen I sebanyak 0,8 ml dan reagen II sebanyak 0,2 ml (4:1) kemudian

diinkubasi pada suhu 37ºC selama 5 menit. Kemudian tambahkan sampel sebanyak 50 μl

campur dengan baik, serapan diukur dengan menggunakan pada panjang gelombang 340

nm. Kemudian ukur perubahan serapan tiap menit selama 3 menit dan hitung selisih rata-
53

rata serapan tiap menit (ΔA/menit). Hitung aktivitas enzim SGOT dan SGPT dengan

menggunakan rumus berikut.

Aktivitas SGOT dan SGPT (U/L) = (∆Abs. test/menit x F)

ΔAbs. Test/menit : Perubahan absorban rata-rata per menit.

dihitung dengan cara

(Abs. Test2 – Abs. Test1) + (Abs. Test3 – Abs. Test1)


2

11. Pemeriksaan Kadar ALP

Darah tikus yang diambil secara intrakardial sebanyak 2-3 ml dimasukkan ke

dalam tabung dan disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selam sepuluh menit sampai

serum terpisah. Serum digunakan untuk pemeriksaan kadar Alkali fosfatase.

● Reagen I (5x16 mL):

2-amino-2-methyl-1-propanol 0,4 mol/L

Zinc sulfat 1,2 mmol/L

Asam N-hidroksiethyl-etilendiamintriasetil 2,5 mmol/L

Magnesium asetat 2,5 mmol/L

pH 10,4

● Reagen II (2x10 mL) :

4-nitrofenil phosphate 60 mmol/L


54

Prinsip : Alkali fosfatase (ALP) bereaksi pada logam alkali dengan yang

merupakan hasil reaksi dari asam fosfat yaitu 4-nitrophenyl fosfat

dengan diethanolamine (DEA).

ALP
4- Nitrophenyl phosphate + DEA DEA – phosphate + 4- nitrophenol

Metoda : Dietalonamin/DEA, Pembacaan Absorban

Prinsip : Dalam suasana basa ALP mengkatalisis hidrolisis p-nitrofenilfosfat

menjadi p-nitofenol dan fosfat. Aktivitas ALP ditentukan dengan

mengukur peningkatan absorban diukur sebagai p-nitofenol pada

panjang gelombang 405 nm, pada fotometer clinicon 4010 atau

mikrolab 300.

Cara Kerja : 1. Pipet kedalam tabung 20 µL serum

2. Tambahkan 1000 µL pereaksi

3. Campur sampai homogen

4. Inkubasi selama 1 menit

5. Baca peningkatan absorban pada fotormeter clinicon 4010

dengan program absorban pada panjang gelombang 405 nm atau

dapat menggunakan spektrofotometer.


55

F. Variabel

Variabel Independen : Ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.) dengan berbagai

macam dosis.

Variabel Dependen : Kadar SGOT, SGPT dan ALP tikus putih jantan selama waktu

pengamatan.

G. Definisi Operasional

1. Ekstrak Herba Putri Malu :

a. Definisi :

Ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa pudica L.) yang diperoleh dari hasil

maserasi kemudian didestilasi vakum sehingga diperoleh ekstrak kental.

b. Alat ukur :

Timbangan

c. Cara ukur :

Self assesment dengan cara menghitung persen dari massa ekstrak kental yang

diperoleh dibagi dengan massa simplisia.

d. Hasil ukur :

Rendemen ekstrak etanol herba putri malu dalam bentuk persen


56

2. Kadar SGOT, SGPT dan ALP :

a. Kadar SGOT :

1). Definisi :

Kadar enzim SGOT serum darah tikus putih jantan (Rattus novergicus) setelah

diberi ekstrak etanol herba putri malu selama 7 hari

2). Alat Ukur :

Spektrofotometer UV-VIS

3). Cara Ukur :

Metode Kinetik GOT-AST

4). Hasil Ukur :

Kadar SGOT dengan satuan U/L

b. Kadar SGPT :

1). Definisi :

Kadar enzim SGPT serum darah tikus putih jantan (Rattus novergicus) setelah

diberi ekstrak etanol herba putri malu selama 7 hari

2). Alat Ukur :

Spektrofotometer UV-VIS

3). Cara Ukur :

Metode Kinetik GPT-ALT

4). Hasil Ukur :

Kadar SGPT dengan satuan U/L


57

c. Kadar ALP :

1). Definisi :

Kadar enzim ALP serum darah tikus putih jantan (Rattus novergicus) setelah

diberi ekstrak etanol herba putri malu selama 7 hari

2). Alat Ukur :

Spektrofotometri UV-VIS

3). Cara Ukur :

Metode Kinetik IFCC

4). Hasil Ukur :

Kadar ALP dengan satuan U/L.


58

H. Kerangka Operasional

Herba putri malu

Maserasi dengan etanol

Didestilasi vakum

Ekstrak herba putri malu

Kelompok hewan coba Diadaptasi selama 7 hari

Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Kel.6


Normal suspensi Na ekstrak herba ekstrak herba ekstrak herba suspensi
suspensi CMC 1%+ putri malu putri malu 612 putri malu hepacomb®
Na CMC CCl4 50% 153mg/ kg mg/ kgBB/ 7 hr 1200mg/ kg 135 mg/ kg
1%) 1,3 ml/ BB/ 7 hr + + CCl4 50 % BB/7 hr+ CCl4 BB/7hr +
kgBB/ 2hr CCl4 50% 1,3 1,3ml/kgBB/ 50% 1,3 ml/kg CCl4 50%
secara ip ml/kgBB/ 2hr 2hr secara ip BB/ 2hr secara 1,3 ml/kg BB
secara ip ip /2 hr secara ip

Pada hari ke 12 diambil darahnya secara intrakardial

Pengukuran enzim SGOT, SGPT dan ALP

analisis
59

I. Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dianalisa secara

statistik uji ANOVA one-way dengan Uji LSD test dengan program SPSS

11,5 for windows.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Ekstraksi erHHerba Putri Malu

Simplisia berupa herba putri malu sebanyak 500 gram diekstraksi dengan

cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol teknis yang telah didestilasi

terlebih dahulu. Kemudian hasil maserat dipekatkan dengan destilasi vakum dan

didapatkan ekstrak kental sebanyak 34 gram serta rendemen 6,8 %.

2. Hasil Pengujian Ekstrak Herba Putri Malu terhadap Kadar Aminotransferase dan

Alkali Fosfatase

Telah dilakukan penelitian tentang efek hepatoprotektor ekstrak herba

putri malu terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase yang diinduksi

CCl4 pada masing-masing kelompok yaitu kelompok I normal (suspensi Na CMC

1% selama perlakuan), kelompok II diberi suspensi Na CMC 1% dan diinduksi

CCl4 50% 1,3 ml/kg BB, kelompok III diberi suspensi ekstrak herba putri malu

dengan dosis 153 mg / kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB, kelompok

IV diberi suspensi ekstrak herba putri malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4

50% 1,3 ml/kg BB, kelompok V diberi suspensi ekstrak herba putri malu 1200

mg/kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB secara ip serta kelompok VI

60
61

kontrol positif yang diberikan obat herbal hepacomb® 135 mg/ kg BB dan

diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB.

Pengamatan dilakukan selama 12 hari dimana pada hari ke 1-7

kelompok I dan II diberi suspensi Na CMC 1% serta kelompok III,IV,V diberi

suspensi ekstrak herba putri malu dengan dosis yang berbeda pada setiap

kelompok, dan kelompok VI diberi suspensi hepacomb®. Pada hari ke 8 dan ke

11, dilakukan penginduksian CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB secara intra peritoneal.

Dan pada hari ke 12 semua tikus diambil darahnya untuk diperiksa kadar

aminotransferase dan alkali fosfatase di Balai Besar Laboratorium Kesehatan

Kota Palembang. Selanjutnya, kadar aminotransferase dan alkali fosfatase yang

didapat dilakukan analisa statistik one way-ANOVA dengan menggunakan SPSS

11,5 dengan tingkat kepercayaan 95%.


62

a. Kadar enzim SGOT

Data pengukuran serum kadar enzim SGOT adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Pengukuran Kadar Enzim SGOT Tikus Putih Jantan pada Setiap

Kelompok Perlakuan

kel Sampel berat hasil mean kadar normal


tikus pemeriksaan (U/L) (U/L)
(gram) (U/L)
1 kelompok normal (suspensi Na 178 169,77
CMC 1 %) 188 159,57
169 144,57 160,87
187 169,57

2 diberi suspensi Na CMC 198 297,35


1% dan diinduksi CCl4 50% 196 284,16 291,25
1,3 ml/ kg BB 190 292,75
205 290,75 9,3-83,3
U/L
3 dosis 1 suspensi ekstrak herba 201 171,57
putri malu 153 mg/ kg BB dan 214 164,97 165,47
diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg 200 157,77
BB 198 167,57

4 dosis 2 suspensi ekstrak herba 198 185,36


putri malu 612 mg/ kg BB dan 199 124,78 166,76
diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg 215 185,36
BB 208 171,57

5 dosis 3 suspensi ekstrak herba 204 234,55


putri malu 1200 mg/ kg BB dan 200 244,15 229,29
63

diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg 208 214,16


BB 199 224,32

6 kontrol positif diberi suspensi 200 155,37


hepacomb 135 mg/ kg BB dan 202 131,37 137,97
diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg 204 140,37
BB 196 124,78

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean : rata-rata kadar enzim SGOT pada setiap kelompok


64

200
180 291,25

160
140
229,29
120 166,76
160,87 165,47
100 137,97
80
60
40
20
0
kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6

Gambar 7. Histogram rata-rata kadar SGOT serum tikus putih jantan

pada setiap kelompok perlakuan

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB


65

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

Tabel 6. Data Hasil uji LSD kadar enzim SGOT serum tikus putih jantan dengan taraf

kepercayaan 95%

kelompok Dibandingkan mean P penilaian perbedaan


difference
I II -130,375* 0,000 Bermakna
III -4,60 0,672 Tidak bermakna
IV -5,8975 0,588 Tidak bermakna
V -68,425* 0,000 Bermakna
VI 22,8975* 0,046 Bermakna

II I 130,375* 0,000 Bermakna


III 125,775* 0,000 Bermakna
IV 124,4775* 0,000 Bermakna
V 61,95* 0,000 Bermakna
VI 153,2725* 0,000 Bermakna

III I 4,60 0.672 Tidak bermakna


II -125,775* 0.000 Bermakna
IV -1,2975 0.905 Tidak bermakna
V -63,825* 0,000 Bermakna
VI 27,4975* 0,019 Bermakna

IV I 5,8975 0,588 Tidak bermakna


II -124,4775* 0,000 Bermakna
III 1,2975 0,905 Tidak bermakna
V -62,5275* 0,000 Bermakna
VI 28,7950* 0,015 Bermakna

V I 68,4250* 0,000 Bermakna


II -61,950* 0,000 Bermakna
III 63,8250* 0,000 Bermakna
IV 62,5275* 0,000 Bermakna
VI 91,3225* 0,000 Bermakna

VI I -22,8975* 0,046 Bermakna


66

II -153,2725* 0,000 Bermakna


III -27,4975* 0,019 Bermakna
IV -28,7950* 0,015 Bermakna
V -91,3225* 0,000 Bermakna

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean deference : rata-rata perbedaan pada kelompok yang diuji

- P : nilai probabilitas perbedaan

Bermakna (p<0,05)

Tidak bermakna (p>0,05)


67

b. Kadar Enzim SGPT

Data hasil pemeriksaan SGPT serum tikus putih jantan adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kadar Enzim SGOT Tikus Putih Jantan pada Setiap

Kelompok Perlakuan

kel Sampel berat hasil mean kadar


tikus pemeriksaan (U/L) normal (U/L)
(gram) (U/L)

1 kelompok normal (suspensi 178 93,58


Na CMC 1 %) 188 94,18
169 95,98 94,63
187 94,78

2 suspensi Na CMC 1% dan 198 169,70


diinduksi CCl4 50% 1,3 196 175,99 173,35
ml/kg BB 190 179,75
205 167,98

3 dosis 1 suspensi ekstrak 201 94,78 4,0 – 34,3


herba putri malu 153 mg/ 214 97,78 96,28 U/L
kg BB dan diinduksi CCl4 200 95,98
50% 1,3 ml/kg BB 198 96,58

4 dosis 2 suspensi ekstrak 198 104,98


herba putri malu 612 mg/ 199 97,78 105,33
kg BB dan diinduksi CCl4 215 100,89
50% 1,3 ml/kg BB 208 102,78

5 dosis 3 suspensi ekstrak 204 124,78


herba putri malu 1200 mg/ 200 129,67 120,35
kg BB dan diinduksi CCl4 208 132,57
50% 1,3 ml/kg BB 199 115,57

6 kontrol positif diberi 200 95,98


suspensi hepacomb 135 mg/ 202 88,78 89,43
kg BB dan diinduksi CCl4 204 83,38
50%1,3 ml/kg BB 196 89,57
68

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean : rata-rata kadar enzim SGPT pada setiap kelompok


69

200
180 173,35

160
140
120,35
120 105,33
94,63 96,28
100 89,43
80
60
40
20
0
kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6

Gambar 8. Histogram rata-rata kadar SGPT serum tikus putih jantan

pada setiap kelompok perlakuan

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB


70

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

Tabel 8. Data Hasil uji LSD kadar enzim SGPT serum tikus putih jantan dengan taraf

kepercayaan 95%

kelompok Dibandingkan mean P penilaian perbedaan


difference
I II -78,7250* 0,000 Bermakna
III -1,650 0,614 Tidak bermakna
IV -6,9775* 0,044 Bermakna
V -31,0175* 0,000 Bermakna
VI 5,2025 0,123 Tidak bermakna

II I 78,7250* 0,000 Bermakna


III 77,0750* 0,000 Bermakna
IV 71,7475* 0,000 Bermakna
V 47,7075* 0,000 Bermakna
VI 89,9275* 0,000 Bermakna

III I 1,6500 0,614 Tidak bermakna


II -77,0750* 0,000 Bermakna
IV -5,3275 0,115 Tidak bermakna
V -29,3675* 0,000 Bermakna
VI 6,8525* 0,047 Bermakna

IV I 6,9775 0,044 Bermakna


II -71,7475* 0,000 Bermakna
III 5,3275 0,115 Tidak bermakna
V -24,0400* 0,000 Bermakna
VI 12,1800* 0,001 Bermakna

V I 31,0175* 0,000 Bermakna


II -47,7075* 0,000 Bermakna
III 29,3675* 0,000 Bermakna
IV 24,0400* 0,000 Bermakna
VI 36,2200* 0,000 bermakna

VI I -5,2025 0,123 Tidak bermakna


71

II -83,9275* 0,000 Bermakna


III -6,8525* 0,047 Bermakna
IV -12,1800* 0,001 Bermakna
V -36,2200* 0,000 Bermakna

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean deference : rata-rata perbedaan pada kelompok yang diuji

- P : nilai probabilitas perbedaan

Bermakna (p<0,05)

Tidak bermakna (p>0,05)


72

c. Kadar Alkali Fosfatase

Data hasil pemeriksaan kadar alkali fosfatase serum tikus putih jantan

adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Hasil Pengukuran Kadar Alkali Fosfatase Serum Tikus Putih Jantan pada

setiap Kelompok Perlakuan

kel Sampel berat hasil mean (U/L) kadar


tikus pemeriksaan normal
(gram) (U/L) (U/L)
1 kelompok normal (suspensi 178 532, 09
Na CMC 1 %) 188 517,10 525,65
169 521,90
187 531,49

2 suspensi Na CMC 1% dan 198 927,21


diinduksi CCl4 50% 1,3 196 951,41 949,45
ml/kg BB 190 960,41
205 958,61

3 dosis 1 suspensi ekstrak 201 521,90


herba putri malu 153 mg/ 214 531,49 530,57 16,3-246,7
kgBB dan diinduksi CCl4 200 532,49 U/L
50%1,3 ml/kg BB 198 536,41

4 dosis 2 suspensi ekstrak 198 672,07


herba putri malu 612 mg/ 199 697,06 686,65
kg BB dan diinduksi CCl4 215 684,47
50% 1,3 ml/kg BB 208 693,02

5 dosis 3 suspensi ekstrak 204 856,84


herba putri malu 1200 mg/ 200 845,23 849,63
kg BB dan diinduksi CCl4 208 851,23
50% 1,3 ml/kg BB 199 845,23

6 kontrol positif diberi 200 367,93


suspensi hepacomb 135 mg/ 202 388,13 379,74
kg BB dan diinduksi CCl4 204 389,49
50% 1,3 ml/kg BB 196 373,39
73

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean : rata-rata kadar senzim ALP pada setiap kelompok


74

1000 949,45
900 849,63
800
686,65
700
600 525,65 530,57
500
379,74
400
300
200
100
0
kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6

Gambar 9. Histogram rata-rata Kadar Alkali Fosfatase Serum

Tikus Putih Jantan setiap Kelompok

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB


75

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

Tabel 10. Data Hasil uji LSD kadar Alkali Fosfatase serum tikus putih jantan dengan

taraf kepercayaan 95%

kelompok Dibandingkan mean P penilaian perbedaan


difference
I II -435,515* 0,000 Bermakna
III -4,9275 0,432 Tidak Bermakna
IV -161,0100* 0,000 Bermakna
V -323,9875* 0,000 Bermakna
VI 145,9100 0,000 Bermakna

II I 435,5150* 0,000 Bermakna


III 430,5875* 0,000 Bermakna
IV 274,5050* 0,000 Bermakna
V 111,5275* 0,000 Bermakna
VI 581,4250* 0,000 Bermakna

III I 4,9275 0,432 Tidak bermakna


II -430,5875* 0,000 Bermakna
IV -156,0825* 0,000 Bermakna
V -319,0600* 0,000 Bermakna
VI 150,8375* 0,000 Bermakna

IV I 161,0100* 0,000 Bermakna


II -274,5050* 0,000 Bermakna
III 156,0825* 0,000 Bermakna
V -162,9775* 0,000 Bermakna
VI 306,9200* 0,000 Bermakna

V I 323,9875* 0,000 Bermakna


II -111,5275* 0,000 Bermakna
III 319,0600* 0,000 Bermakna
IV 162,9775* 0,000 Bermakna
VI 469,8975* 0,000 Bermakna

VI I -145,9100* 0,000 Bermakna


76

II -581,4250* 0,000 Bermakna


III -150,8375* 0,000 Bermakna
IV -306,9200* 0,000 Bermakna
V -469,8975* 0,000 Bermakna

Keterangan
- Kelompok I : kelompok normal yang diberi suspensi Na CMC 1 %

- Kelompok II : kelompok kontrol negative yang diberi suspensi Na CMC 1%

kemudiaan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok III : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 153 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok IV : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 612 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/kg BB

- Kelompok V : kelompok perlakuan yang diberi suspensi ekstrak herba putri

malu 1200 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Kelompok VI : kelompok kontrol positif yang diberi suspensi hepacomb®

135 mg/ kg BB dan diinduksi CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB

- Mean deference : rata-rata perbedaan pada kelompok yang diuji

- P : nilai probabilitas perbedaan

Bermakna (p<0,05)

Tidak bermakna (p>0,05)


77

B. Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan sampel herba putri malu yang telah dicuci,

dirajang dan dikering anginkan dengan tujuan memperluas permukaan simplisia

agar pelarut mudah masuk ke dalam simplisia sehingga zat aktif lebih mudah

berdifusi dan memudahkan proses penyarian. Metode ekstraksi yang digunakan

adalah metode maserasi. Dipilih metode maserasi karena metode ini tidak

memerlukan pemanasan sehingga tidak akan merusak kandungan zat aktif yang

terkandung pada herba putri malu (Voight, 1995). Pelarut yang digunakan dalam

proses ekstraksi ini adalah etanol yang telah didestilasi. Utomo (2013)

melaporkan bahwa ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica L.) mengandung

asam askorbat dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek hepatoprotektor ekstrak etanol

herba putri malu terhadap kadar aminotransferase (SGOT, SGPT) dan alkali

fosfatase tikus putih jantan yang diinduksi CCl4. Hewan percobaan dalam

penelitian ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok normal, kelompok

kontrol negatif, kelompok III (ekstrak herba putri malu dosis 153 mg/ kg BB),

kelompok IV (ekstrak herba putri malu dosis 612 mg/ kg BB), kelompok V

(ekstrak herba putri malu dosis 1200 mg/ kg BB) dan kelompok kontrol positif

(hepacomb® dosis 135 mg/ kg BB). Pada hari ke 1-7 kelompok I dan II diberi

suspensi Na CMC 1% serta III, IV, V diberi suspensi ekstrak herba putri malu

dengan berbagai macam dosis sedangkan kelompok VI diberi suspensi

hepacomb®. Dan pada hari ke 8 dan 11 kelompok II, III, IV, V dan VI diinduksi
78

CCl4 50% 1,3ml/ kg BB. Pengukuran kadar aminotransferase dan alkali fosfatase

dalam darah tikus dilakukan pada hari ke 12. Semua tikus diambil darahnya

secara intra kardial dan kemudian dimasukkan kedalam tabung vaccutainer lalu

diperiksa kadarnya dengan menggunakan alat spektrofotometer biosystem A14 di

Balai Besar Laboratorium Kesehatan Kota Palembang.

1. Kadar Enzim SGOT

Secara deskriptif (tabel 5), rata-rata kadar enzim SGOT tikus percobaan pada

kelompok normal, kelompok III (dosis 153 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 612

mg/ kg BB), kelompok V (dosis 1200 mg/ kg BB) lebih kecil dibadingkan dengan

kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Bila dibandingkan dengan harga

normal 9,3-83,3 U/L (Khan et al, 2011) semua kelompok perlakuan telah

melebihi batas normal.

Dari hasil uji statistic One-way ANOVA dengan uji pos hoc LSD (tabel 6)

terlihat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok perlakuan III( dosis 153

mg/ kg BB), IV (dosis 612 mg/ kg BB) dan V (dosis 1200 mg/ kg BB)

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Hal

ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak herba putri malu dapat

menunjukkan efek penurunan aktifitas enzim SGOT tikus percobaan. Secara

statistik telihat tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok

normal dan kelompok perlakuan III (dosis 153 mg/ kg BB) dan kelompok

perlakuan IV (dosis 612 mg/ kg BB) tetapi sebaliknya terlihat perbedaan yang
79

bermakna (p<0,05) antara kelompok normal dan kelompok perlakuan V (dosis

1200 mg/ kg BB). Serta dilihat dari nilai mean diference (tabel 6), yang paling

berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB) adalah

kelompok III (dosis 153 mg/ kg BB) dengan nilai mean diference 130,375*.

Artinya dapat disimpulkan bahwa penurunan jumlah dosis ekstrak herba putri

malu akan semakin menurunkan aktivitas enzim SGOT tikus putih jantan yang

diinduksi CCl4, sehingga mampu memberikan efek hepatoprotektor.

2. Kadar enzim SGPT

Secara deskriptif (tabel 7), rata-rata kadar enzim SGPT tikus percobaan pada

kelompok normal, kelompok III (dosis 153 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 612

mg/ kg BB), kelompok V (dosis 1200 mg/ kg BB) lebih kecil dibadingkan

dengan kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Bila dibandingkan dengan

harga normal 4,0 – 34,3 U/L (Khan et al, 2011) semua kelompok perlakuan telah

melebihi batas normal.

Dari hasil uji statistic One-way ANOVA dengan uji pos hoc LSD (tabel 8)

terlihat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok perlakuan III( dosis 153

mg/ kg BB), IV (dosis 612 mg/ kg BB) dan V(dosis 1200 mg/ kg BB)

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Hal

ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak herba putri malu dapat

menunjukkan efek penurunan aktifitas enzim SGPT tikus percobaan. Secara

statistik telihat tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok
80

normal dan kelompok perlakuan III (dosis 153 mg/ kg BB) tetapi sebaliknya

terlihat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kelompok normal dan

kelompok perlakuan IV(dosis 612 mg/ kg BB) dan V (dosis 1200 mg/ kg BB).

Serta dilihat dari nilai mean diference (tabel 6), yang paling berbeda nyata

dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB) adalah kelompok III

(dosis 153mg / kg BB) dengan nilai mean diference yaitu 77,0750*. Artinya

dapat disimpulkan bahwa penurunan jumlah dosis ekstrak herba putri malu akan

semakin menurunkan aktivitas enzim SGOT tikus putih jantan yang diinduksi

CCl4, sehingga mampu memberikan efek hepatoprotektor.

3. Kadar Alkali Fosfatase

Secara deskriptif (tabel 9), rata-rata kadar enzim ALP tikus percobaan pada

kelompok normal, kelompok III (dosis 153 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 612

mg/ kg BB), kelompok V (dosis 1200 mg/ kg BB) lebih kecil dibandingkan

dengan kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Bila dibandingkan dengan

harga normal 16,3-246,7 U/L (Khan et al, 2011) semua kelompok perlakuan

telah melebihi batas normal.

Dari hasil uji statistic One-way ANOVA dengan uji pos hoc LSD (tabel 10)

terlihat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok perlakuan III( dosis 153

mg/ kg BB), IV (dosis 612 mg/kg BB) dan V(dosis 1200 mg/ kg BB)

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB). Hal

ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak herba putri malu dapat
81

menunjukkan efek penurunan kadar alkali fosfatase tikus percobaan. Secara

statistik telihat tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok

normal dan kelompok perlakuan III (dosis 153 mg/ kg BB) tetapi sebaliknya

terlihat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kelompok normal dan

kelompok perlakuan IV(dosis 612 mg/ kg BB) dan V (dosis 1200 mg/ kg BB).

Serta dilihat dari nilai mean diference (tabel 6), yang paling berbeda nyata

dengan kelompok kontrol negatif (CCl4 50% 1,3 ml/ kg BB) adalah kelompok III

(dosis 153 mg/ kg BB) dengan nilai mean diference yaitu 430,5875*. Artinya

dapat disimpulkan bahwa penurunan jumlah dosis ekstrak herba putri malu akan

semakin menurunkan kada alkal fosfatase tikus putih jantan yang diinduksi CCl4,

sehingga mampu memberikan efek hepatoprotektor.

Pemberian CCl4 50% dengan dosis 1,3 ml/ kg BB yang diberikan pada hari ke 8

dan 10 pada tikus percobaan (kelompok kontrol negatif) dapat meningkatkan kadar

enzim SGOT, SGPT dan ALP tikus putih jantan dengan rata-rata kadar enzim SGOT

291,25 U/L, SGPT 173,35 U/L dan ALP 949,45 U/L (tabel 5,7 dan 9). Dari hasil uji

statistik ( tabel 6,8 dan 10) terlihat perbedaan bermakna antara kelompok normal

dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami kerusakan akibat pemberian CCl4

50% 1,3 ml/ kg BB tanpa pemberian ekstrak. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa CCl4 di dalam tubuh akan menyebabkan terbentuknya radikal

bebas CCl3 yang akan membentuk peroksidasi lipid sehingga terjadinya kematian sel

hati dan akan meningkatkan kadar aminotransferase dan alkali fosfatase (Recknagel
82

et.al, 1982). Nilai SGOT, SGPT dan ALP dianggap abnormal jika kadarnya 2 – 3 kali

lebih besar dari pada kadar normal (Bastiansyah, 2008).

Hewitt dkk (1982) mengemukakan bahwa potensiasi CCl4, akan menyebabkan

pengurangan glutation hati, dan peningkatan kerentanan organel subsel, habisnya

adenosin trifosfat (ATP), hilangnya ion kalsium, rusaknya sitokrom P-450 dan

hilangnya NAD dan NADP sehingga mempengaruhi kerusakan sel hati.

Berdasarkan penelitian Rajendran dkk (2009) bahwa etanol daun putri malu

(Mimosa pudica L.) pada dosis 200 mg/kg BB menujukkan penurunan kadar total

bilirubin dan albumin serum dan pemberian ekstrak etanol herba putri malu (Mimosa

pudica L.) dengan dosis 9,72 mg/ 200 g BB dan 19,44 mg/200 g BB dapat

menurunkan kadar SGOT tikus putih jantan yang diinduksi paracetamol

(Agustianingsih, 2009). Penelitian ini dibuktikan oleh Tandjaya (2013) bahwa

pemberian ekstrak etanol daun putri malu (Mimosa pudica L.) pada dosis 800 mg/kg

BB dapat mencegah kerusakan hati tikus wistar yang diinduksi parasetamol dosis

toksik berdasarkan gambaran histopatologi. Diduga kandungan flavonoid dan vitamin

C yang terdapat dalam tumbuhan putri malu dapat meminimalkan terbentuknya

radikal bebas akibat adanya toksik sedangkan terdapatnya kandungan alkaloid

mimosine dapat menimbulkan efek yang berlawanan jika tidak digunakan pada dosis

yang tepat.

Flavonoid dikenal sebagai antioksidan pontensial dan merupakan salah satu

kelas tanaman metabolit sekunder yang memiliki struktur phenhylbenzopyrone. C3

dan C4 pada flavonoid menujukkan sifat antioksidan yang sangat kuat dalam
83

mencegah pembentukkan radikal bebas (Markham, 1988) serta vitamin C merupakan

zat antioksidan yang tangguh, yang berfungsi menjaga kesehatan sel, meningkatkan

penyerapan asupan zat besi, memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan juga sebagai

penghambat produksi nitrosamin yang merupakan zat pemicu kanker, serta

membantu penyembuhan luka (Kumalaningsih, 2006).. Sedangkan mimosine adalah

alkaloid yang merupakan asam β- amino yang rumus strukturnya mirip dengan L-

tirosine sehingga alkaloid mimosine ini didalam tubuh memiliki fungsi untuk

meningkatkan imunitas dan antibodi tubuh. Namun dalam jumlah yang berlebihan

mimosine akan berubah menjadi antagonis tyrosine sehingga dapat menghambat

biosintesis protein (Tangendjaya, 1986).

Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa ekstrak etanol herba putri

malu dosis 153 mg/ kg BB, dosis 612 mg/ kg BB dan dosis 1200 mg/ kg BB dapat

menurunkan kadar aminotransferase dan alkali fosfatase tikus putih jantan akibat

penginduksian CCl4 50%. Sedangkan pada dosis 153 mg/ kg BB memiliki efek

hepatoprotektor terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi CCl4 dilihat tidak

adanya perbedaan yang bermakna (P>0,05) antara kelompok I (normal) dan III (dosis

I) pada uji statistik One-way ANOVA dengan uji pos hoc LSD (tabel 6, 8 dan 10).

Dan pada tabel 6,8 dan 10 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna

(p<0,05) antara kontrol positif (Hepacomb® 135mg/ kg BB) dengan ekstrak etanol

herba putri malu dosis I, II dan III. Sedangkan penelitian Deba (2009) menunjukkan

bahwa pemberian kontrol positif Curliv® (memiliki kandungan sama dengan


84

Hepacomb®) pada aturan pakai yang sama memberikan perbedaan yang bermakna

(p<0,05) dengan ekstrak daun kari dosis I dan II.

Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini yaitu antara lain hewan coba

yang diteliti berada dalam kondisi kesehatan yang kurang baik dan serum darah tikus

percobaan yang mengalami haemolisis (diduga karena kesahalan teknis yang

dilakukan saat pengambilan darah/ sentrifugasi di laboratorium), oleh sebab itu

diperlukan cadangan tikus percobaan pada setiap kelompok.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang efek hepatoprotektor ekstrak herba putri

malu (Mimosa pudica L.) terhadap kadar aminotransferase dan alkali fosfatase

tikus putih jantan yang diinduksi CCl4 dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak etanol herba putri malu memiliki efek hepatoprotektor pada tikus

putih jantan (Rattus novergicus) yang diinduksi CCl4.

2. Pemberian ekstrak etanol herba putri malu dapat menurunkan aktivitas

enzim SGOT tikus putih jantan yang diinduksi CCl4.

3. Pemberian ekstrak etanol herba putri malu dapat menurunkan aktivitas

enzim SGPT tikus putih jantan yang diinduksi CCl4.

4. Pemberian ekstrak etanol herba putri malu dapat menurunkan kadar alkali

fosfatase tikus putih jantan yang diinduksi CCl4.

5. Pemberian ekstrak etanol herba putri malu pada dosis 153 mg/kg BB, 612

mg/kg BB dan 1200 mg/kg BB dapat menurunkan kadar SGOT, SGPT

dan ALP tikus putih jantan yang diinduksi CCl4 dan pada pemberian dosis

153 mg/ kg BB menunjukkan efek hepatoprotektor.

85
86

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan

lama pemberian ekstrak herba putri malu yang lebih bervariasi sehingga

dapat diketahui dosis dan lama pemberian ekstrak yang lebih efektif.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pemeriksaan histopatologi hati

untuk melihat secara mikroskopis perubahan yang terjadi pada organ hati.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianingsih, A. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Herba Putri Malu
(Mimosa pudica L.) terhadap aktivitas Enzim SGOT dan SGPT tikus putih
jantan yang diinduksi paracetamol. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes
Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi (Tidak Dipublikasikan)

Amalraj, T., Ignacimuthu, S. 2007. Hyperglycemic effect of leaves of Mimosa


pudica Linn. Departement of Life Science, India.

Anitha R, Jayavelu S, Murugesan K. 2005 . Antidermatophytic and bacterial


activity of mimosine. Phytother Res.19(11) : 992-993

Bayupurnama, P. 2006. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Dalam : Sudoyo, A.W.,


Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Burke, M.D. 1975. Liver Function, Human Pathology 6 No : 3. Dalam :


Soemorhardjo dkk. Tes Faal Hati (Halaman 46). Penerbit Alumni,
Bandung.

Combes, B.S. 1969. Laboratory Test, Diseases of the Liver. Dalam :


Soemorhardjo dkk. Tes Faal Hati (Halaman 55). Penerbit Alumni,
Bandung.

Dalimartha S. 2008. 1001 Resep Herbal. Penebar Swadaya : Jakarta. Hal : 56-57
dan 418-419.

De la lglesia, F, Sturgess J.M dan Feuer G . 1982. New Approaches for


assessment hepatotoxity by ,means of quantitative functional
moprphological interrelationship. Dalam : Frank C lu . Toksikologi Dasar
(halaman 209) UI Press, Jakarta.

Deba, F. 2009. Efek Hepatoprotektor Ekstrak Daun Kari terhadap Kadar ALT,
AST dan histopatologi hati. Skripsi Institut Pertanian Bogor (IPB)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia.

.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia.

Duke J. 2009a. Phytochemical and Ethnobotanical Database-MIMOSINE


(http://sun.ars-gri.gov:8080/npgspub/xsql/duke/chemdisp.xsql?chemical=
MIMOSINE) diakses pada 18 Juli 2014

Eduardo B. A. 2005. Planting Trees in Salvador : Leucaena is A Dewormer for

87
88

goats. (http://www.farmadio.org/en/publications/scripts/36-5scripten.php)
diakses pada 18 Juni 2014

Ghosh, A.T., Ghosh, dan Jain, S. 2010. Silymarin-a review on the


Pharmacodynamics and Bioavailibillity Enhancements Approaches. Jurnal
of Pharmaceutical Science and Technology.

Goodman dan Gilman’s. 2001. The Pharmecological Basic of Therapeutics. 6th.

Gyorgi, A.S. 1931. Vitamin C, Muscles, and WWll. Szeged:1931

Hanafiah, K. A. 2004. Percobaan: Teori dan Aplikasi edisi 3. PT. Rajagrafindo


Perkasa. Jakarta.

Harahap M., Indriati P., Sadikin M., Susanti E., dan Azizahwati. 1996. Daya
proteksi bawang merah (Allium ascolanicum L.) terhadap keracunan
CCl4 pada tikus. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal : 237-241.

Harvey W.F. dan John U.L. 2005. Kamala


(http://www.ibiblio.org/herdmeb/eclectic/kings/mallotus_phil.html)
diakses 18 Juli 2014

Hodgsons E. and Levi P. E. 2000. A Text Book of Modern Toxicology. 2nd ed.
USA : McGraw-Hill Companies Inc, Hal : 207-210.

Husadha, Y. 1996. Buku ajar ilmu penyakit jilid 1. Dalam : Noer, S (editor).
Fisiologi dan pemeriksaan biokimawi hati, Balai penerbit Fakultas
kedokteran UI, Jakarta. Hal : 224-226.

Hewit, W.R dan Plaa, G.L. 1982. Toxicology of The Liver. . Dalam : Lu C.
Frank. Toksikologi Dasar. Jakarta : UI Press. Hal : 211.

Irianto, K. 2004. Struktur dan fungsi tubuh manusia paramedic. Bandung : Yrama
Widya.

Katno dan Pramono, S. 2002. Tingkat Manfaat Dan Keamanan Tanaman Obat
Dan Obat Tradisional. Laporan Penelitian, Universitas Gajah Mada.
(Diakses 24 januari 2013
http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradisional.pdf).

Katzung B.G. 1999. Farmakologi Dasar dan Klinis. Ed III. Jakarta : Penerbit
FKUI. Hal : 345-354.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Khan et al. 2011. Complementary and Alternatve Medicine. 11:113.


(http://www.biomedcentral.com/1472-6882/11/113 diakses 16 Juni 2014)
89

Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. UGM Press, Yogyakarta.

Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Alami Penangkap Radikal Bebas: Sumber,


Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus
Agrisarana.

Lu F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko.
Penerjemah : Edi Nugroho. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hal :
206-223.

Laurence, D.R. dan Bacharach, A.L. 1964. Evaluation of Drug Activities


Pharmacometrics, volume . Dalam : UGM. 2001. Petunjuk praktkum
Toksikologi edisi 12. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal 21-22.

Mamun, N.D. 2011. Manfaat dan Kandungan Meniran. (Diakses pada 6 Maret
2014. http://manfaatdankandungan.blogspot.com).

Mangkoewidjojo, 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan


Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Hal: 37-38.

Markham, K.R., 1998. Cara mengidentifikasikan flavonoid (terjemahan), Institut


Teknologi Bandung, Bandung.

Mehta, N. 2012. Drug-Induced Hepatotoxicity. Medscape Reference.


(http://emedine.Medscape.com/article/169814-overview, Diakses 25
Februari 2014).

Mitchell, R.N, dkk. 2009. Dasar Patologis Penyakit edisi 7. Jakarta : ECG.

Molina, M, dkk. 1999. Mimosa Pudica May Possesws Antidepresant Actions in


the Rat. USA : Phytomedicine. Hal : 319-323

Murod, A. 2009. Diktat Bahasa Ajar Fisika Farmasi II. Politeknik Kesehatan
Palembang, Palembang.

Ngo, B.E. 2004. Anticonvulsant activity of Mimosa pudica decoction. USA :


Fitoterapia. Hal : 309-314

Pavia, D.L., Lampman, G.M.,and Jr. G.S.K., 1979. Introduction To Spectroscopy


: A Guide for Students of Organic Chemistry. Departement of
Chemistry.Western Washington University, Bellingham, Washington.

Plaa, G.L. 1986. toxic response of the liver. Dalam : Lu C. Frank. Toksikologi
dasar. Jakarta : UI press. Hal : 209.

Price, S.A dan Wilson, L.M. 2003. Patofisologi : konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6. Jakarta : Kedokteran ECG.
90

Rajendran, R., dkk. 2009. Hepatoprotective Activity of Mimosa pudica Leaves


Against Carbontetrachloride Induced Toxicity. India : Departement of
Pharmacognosy and Phytochemistry, M.S.A.J. College of Pharmacy,
Chennai, TamilNadu.

Razi Institute Of Drug Research. 2008. Preliminary Pharmacognostic Evaluations


and Phytochemical Studies on Roots of Mimosa pudica. International
Journal of Pharmaceutical Sciences review and Research Vol 1, Issue 1,
Maret-April 2010.

Recknagel, R.O. dan Glende, E.A. 1973. . Carbon Tetrachloride hepatotoxity : an


Example Of Lethal Cleavage. Dalam : Lu C. Frank. Toksikologi Dasar.
Jakarta : UI Press. Hal : 211.

Recknagel, R.O., Glende, E.A., Waller, R.L., dan Lawrey, K.. 1982 . Lipid
Peroxidation : Biochemistry Measurement and Significant in Liver Cell
Injury. Dalam : Lu C. Frank. Toksikologi Dasar. Jakarta : UI Press. Hal :
211.

Robbins, S. L. dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Hal : 203-204.

Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Widya Medika. Hal: 241-243.

Setiawati, dkk. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya
untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Jakarta :
Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Shah, H., Martman, S.P., dan Weinhouse, S. 1979. Formation of Carbonyl


Chloride in Carbon Tetrachloride metabolism by rat Liver in Vitro. Dalam
: Lu C. Frank. Toksikologi Dasar. Jakarta : UI Press. Hal : 211.

Shanmugasundaram, P, dkk. 2006. Ethnopharmacol. USA : McGraw-Hill


Companies Inc. Hal : 124-128.

Sidana, J.G., Deswal, P., Nain, K., Arora. 2011. Liver Toxicity and
Hepatoprotective Herbs. Dalam : Supriyati, N, dkk. Pengaruh Cara
Ekstraksi Terhadap Kadar Sari dan Kadar Silymarin dalam Biji Silybum
marianum (L.) Gaertn. Jurnal Penelitian Balai Besar Litbang Tanaman
Obat dan Obat Tradisional.

Siong, Pik. 2004. Efek Pemberian Minyak Wijen (Sesamun Indicum Linn)
Terhadap Kerusakan Sel Hati Mencit yang Diinduksi Karbon
Tetraklorida. Surakarta : Skripsi Fakultas Kedokteran UNS.

Soemorhardjo, S., Soeleiman, B.H., Widjaja, A., Muljiyanto 1983. Tes Faal Hati.
Bandung : Penerbit Alumni. Hal : 45-46
91

Stott, W.T. 1988. Chemically induced proliferation of peroxisomes . implication


for risk assessment. Dalam : toksikologi dasar. Jakarta : UI press

Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmasi Edisi IV. Laboratorium Farmasi


dan Taksonomi UGM, Yogyakarta.

Suhendra, G. 2009. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Herba Putri Malu


(Mimosa pudica,L.) pada Tikus yang Diinduksi Parasetamol dengan
Melihat Kadar SGPT serum, Skripsi, Fak. Farmasi Univ. Ahmad Dahlan.

Sulaiman, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayabadi.

Syamsudin, dkk. 2006. Efek Teratogenik Ekstrak Metanol Biji Petai Cina
(Leucaena leucocephala) pada Mencit Hamil. Jurnal Bahan Alam
Indonesia, Vol 6, No 1, Juli 2006.

Tangendjaya, B. 1986. Isolation of mimosin degrading enzim from leucaena leaf.


Dalam : Syamsudin, dkk. Efek Teratogenik Ekstrak Metanol Biji Petai
Cina pada Mencit Hamil.Jurnal Bahan Alam Indonesia Vol. 6, No. 1, Juli
2006.

Tanjaya, A.C. 2013. Uji Efektifitas Ekstrak Etanol Putri Malu (Mimosa pudica
Linn) terhadap Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar yang
Diinduksi Paracetamol Dosis Toksik. Skripsi Universitas Jember.

Timbler, J.A. 1982.Tisuue Lesoins. Dalam : Lu C. Frank. Toksikologi Dasar.


Jakarta : UI press. Hal : 212.

UGM. 2001. Petunjuk praktkum Toksikologi edisi 12. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, hal 21-22.

Utomo, A.S. 2013. Pengaruh Ekstrak Metanol Akar Putri Malu (Mimosa pudica)
pada Kadar Gula Darah Tikus Wistar (Rattus novergicus) Diabetes
Induksi Streptozotosin. Skripsi. FK Universitas Brawijaya Malang.

Valsala, S., Karpagaganapathy, P.R. 2004. Effect of Mimosa pudica root powder
on oestrous cycle and ovulation in cycling female albino rat, Rattus
norvegicus. Phytother Res. Hal :190-192

Voight, R. 1994. Buku Pelajran Teknologi Farmasi. UGM. Yogyakarta,


Indonesia, Hal 568-570

Yamamoto, S. 1996. Hepatoprotective activity Liver induced Tetrachloride


carbon. Dalam : Panjaitan, R.G., dkk. Pengaruh Pemberian Karbon
Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. Majalah kesehatan
Vol 11 No.1
92

Lampiran 1. Tabel Perhitungan Dosis Pengambilan Suspensi Ekstrak Herba

Putri Malu (Mimosa pudica L.)

Berat
Kel Sampel Pengambilan Suspensi
Tikus

III Ekstrak herba 201 201/200 x 30,6/ 122,4 mg x 8 ml = 2,01 ml


putri malu 214 214/200 x 30,6/ 122,4 mg x 8 ml = 2,14 ml
30,6 mg/ 200 200 200/200 x 30,6/ 122,4 mg x 8 ml = 2 ml
gr BB 198 198/200 x 30,6/122,4 mg x 8 ml = 1,98 ml

IV Ekstrak herba 198


198/200 x 122,4/ 489,6 mg x 8 ml = 1,98 ml
putri malu 199 199/200 x 122,4/ 489,6 mg x 8 ml = 1,99 ml
122,4 mg/ 215 215/200 x 122,4/ 489,6 mg x 8 ml = 2,15 ml
200 gr BB 208 208/200 x 122,4/ 489,6 mg x 8 ml = 2,08 ml

V Ekstrak herba 204 204/200 x 240/ 960 mg x 8 ml = 2,04 ml


putri malu 200 200/200 x 240/ 960 mg x 8 ml = 2 ml
240 mg/ 200 208 208/200 x 240/ 960 mg x 8 ml = 2,08 ml
199
gr BB 199/200 x 240/ 960 mg x 8 ml = 1,99 ml
93

Lampiran 2. Tabel Perhitungan Dosis pengambilan CCl4 50%

- Pembuatan CCl4 50% dari CCl4 98,9 %

50 %
1. Perhitungan larutan yang diambil = 98,9 % × 50 𝑚𝑙 = 25,27 𝑚𝑙 ≈ 25,3 𝑚𝑙

2. Ambil 25,3 ml CCl4, masukkan kedalam botol yang telah berisi olive oil

kemudian tambah olive oil ad 50 ml. kocok hingga homogen dan tutup rapat.

Kel Sampel Berat Dosis CCl4 yang diambil


Tikus

II Kontrol negatif 198 198/200 x 0,26 ml = 0,2574 ml


196 196/200 x 0,26 ml = 0,2548 ml
190 190/200 x 0,26 ml = 0,247 ml
205 205/200 x 0,26 ml = 0,2665 ml
III Dosis 1 201 201/200 x 0,26 ml = 0,2613 ml
214 214/200 x 0,26 ml = 0,2782 ml
200 200/200 x 0,26 ml = 0,26 ml
198 198/200 x 0,26 ml = 0,2574 ml
IV Dosis II 198 198/200 x 0,26 ml = 0,2574 ml
199 199/200 x 0,26 ml = 0,2587 ml
215 215/200 x 0,26 ml = 0,2795 ml
208 208/200 x 0,26 ml = 0,27 ml
V Dosis III 204 204/200 x 0,26 ml = 0,2652 ml
200 200/200 x 0,26 ml = 0,26 ml
208 208/200 x 0,26 ml = 0,27 ml
199 199/200 x 0,26 ml = 0,2587 ml
VI Kontrol positif 200 200/200 x 0,26 ml = 0,26 ml
202 202/200 x 0,26 ml = 0,2626 ml
204 204/200 x 0,26 ml = 0,265 ml
196 196/200 x 0,26 ml = 0,2548 ml
94

Lampiran 3. Dosis Suspensi Hepacomb®

Kel Berat Dosis yang diambil


Tikus
200 200/200 x 27 mg / 108 mg x 8 ml = 2 ml
VI 202 202/200 x 27 mg / 108 mg x 8 ml = 2.02 ml
204 204/200 x 27 mg / 108 mg x 8 ml = 2,04 ml
196 196/200 x 27 mg / 108 mg x 8 ml = 1,96 ml
95

Lampiran 4. Hasil Uji One-way ANOVA untuk SGOT

Descriptives

SGOT
Std. 95% Confidence Interval for
N Mean Deviation Std. Error Mean Minimum Maximum
Lower Upper
Bound Bound
Normal 4 160.8700 11.86423 5.93212 141.9914 179.7486 144.57 169.77
CCl4 4 291.2450 5.47384 2.73692 282.5349 299.9551 284.16 297.35
Dosis 1 4 165.4700 5.80689 2.90345 156.2299 174.7101 157.77 171.57
Dosis 2 4 166.7675 28.73660 14.36830 121.0412 212.4938 124.78 185.36
Dosis 3 4 229.2950 12.93709 6.46855 208.7092 249.8808 214.16 244.15
Hepacomb 4 137.9725 13.24206 6.62103 116.9014 159.0436 124.78 155.37
Total 24 191.9367 55.16575 11.26066 168.6422 215.2311 124.78 297.35

Test of Homogeneity of Variances


SGOT

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.492 5 18 .070

Nilai sig 0,070 > 0,050

Berarti varians data adalah sama (homogen)

ANOVA

SGOT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 65876.122 5 13175.224 57.578 .000
Within Groups 4118.866 18 228.826
Total 69994.989 23

Nilai sig 0,000 < 0,05

Artinya ada perbedaan nlai SGOT yang bermakna antar kelompok perlakuan
96

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: SGOT


LSD

95% Confidence Interval


Mean
Difference
(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Normal CCl4 -130.3750(*) 10.69640 .000 -152.8473 -107.9027
Dosis 1 -4.6000 10.69640 .672 -27.0723 17.8723
Dosis 2 -5.8975 10.69640 .588 -28.3698 16.5748
Dosis 3 -68.4250(*) 10.69640 .000 -90.8973 -45.9527
Hepacomb 22.8975(*) 10.69640 .046 .4252 45.3698
CCl4 Normal 130.3750(*) 10.69640 .000 107.9027 152.8473
Dosis 1 125.7750(*) 10.69640 .000 103.3027 148.2473
Dosis 2 124.4775(*) 10.69640 .000 102.0052 146.9498
Dosis 3 61.9500(*) 10.69640 .000 39.4777 84.4223
Hepacomb 153.2725(*) 10.69640 .000 130.8002 175.7448
Dosis 1 Normal 4.6000 10.69640 .672 -17.8723 27.0723
CCl4 -125.7750(*) 10.69640 .000 -148.2473 -103.3027
Dosis 2 -1.2975 10.69640 .905 -23.7698 21.1748
Dosis 3 -63.8250(*) 10.69640 .000 -86.2973 -41.3527
Hepacomb 27.4975(*) 10.69640 .019 5.0252 49.9698
Dosis 2 Normal 5.8975 10.69640 .588 -16.5748 28.3698
CCl4 -124.4775(*) 10.69640 .000 -146.9498 -102.0052
Dosis 1 1.2975 10.69640 .905 -21.1748 23.7698
Dosis 3 -62.5275(*) 10.69640 .000 -84.9998 -40.0552
Hepacomb 28.7950(*) 10.69640 .015 6.3227 51.2673
Dosis 3 Normal 68.4250(*) 10.69640 .000 45.9527 90.8973
CCl4 -61.9500(*) 10.69640 .000 -84.4223 -39.4777
Dosis 1 63.8250(*) 10.69640 .000 41.3527 86.2973
Dosis 2 62.5275(*) 10.69640 .000 40.0552 84.9998
Hepacomb 91.3225(*) 10.69640 .000 68.8502 113.7948
Hepacomb Normal -22.8975(*) 10.69640 .046 -45.3698 -.4252
CCl4 -153.2725(*) 10.69640 .000 -175.7448 -130.8002
Dosis 1 -27.4975(*) 10.69640 .019 -49.9698 -5.0252
Dosis 2 -28.7950(*) 10.69640 .015 -51.2673 -6.3227
Dosis 3 -91.3225(*) 10.69640 .000 -113.7948 -68.8502
* The mean difference is significant at the .05 level.
97

Lampiran 5. Hasil Uji One-way ANOVA untuk Kadar SGPT

Descriptives

SGPT
Std. 95% Confidence Interval for
N Mean Deviation Std. Error Mean Minimum Maximum
Lower Upper
Bound Bound
Normal 4 94.6300 1.02470 .51235 92.9995 96.2605 93.58 95.98
CCl4 4 173.3550 5.47993 2.73997 164.6352 182.0748 167.98 179.75
Dosis 1 4 96.2800 1.24900 .62450 94.2926 98.2674 94.78 97.78
Dosis 2 4 101.6075 3.05030 1.52515 96.7538 106.4612 97.78 104.98
Dosis 3 4 125.6475 7.44782 3.72391 113.7964 137.4986 115.57 132.57
Hepacomb 4 89.4275 5.16227 2.58113 81.2132 97.6418 83.38 95.98
Total 24 113.4913 30.06298 6.13658 100.7968 126.1857 83.38 179.75

Test of Homogeneity of Variances

SGPT
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.658 5 18 .057

Nilai sig 0,057 > 0,05

Artinya varians data sama (homogen)

ANOVA

SGPT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 20414.818 5 4082.964 197.462 .000
Within Groups 372.189 18 20.677
Total 20787.007 23

Nilai sig 0,000 < 0,05

Artinya Terdapat perbedaan nilai SGPT yang bermakna antar setiap kelompok

perlakuan
98

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons

Dependent Variable: SGPT


LSD

95% Confidence Interval


Mean
Difference
(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Normal CCl4 -78.7250(*) 3.21537 .000 -85.4802 -71.9698
Dosis 1 -1.6500 3.21537 .614 -8.4052 5.1052
Dosis 2 -6.9775(*) 3.21537 .044 -13.7327 -.2223
Dosis 3 -31.0175(*) 3.21537 .000 -37.7727 -24.2623
Hepacomb 5.2025 3.21537 .123 -1.5527 11.9577
CCl4 Normal 78.7250(*) 3.21537 .000 71.9698 85.4802
Dosis 1 77.0750(*) 3.21537 .000 70.3198 83.8302
Dosis 2 71.7475(*) 3.21537 .000 64.9923 78.5027
Dosis 3 47.7075(*) 3.21537 .000 40.9523 54.4627
Hepacomb 83.9275(*) 3.21537 .000 77.1723 90.6827
Dosis 1 Normal 1.6500 3.21537 .614 -5.1052 8.4052
CCl4 -77.0750(*) 3.21537 .000 -83.8302 -70.3198
Dosis 2 -5.3275 3.21537 .115 -12.0827 1.4277
Dosis 3 -29.3675(*) 3.21537 .000 -36.1227 -22.6123
Hepacomb 6.8525(*) 3.21537 .047 .0973 13.6077
Dosis 2 Normal 6.9775(*) 3.21537 .044 .2223 13.7327
CCl4 -71.7475(*) 3.21537 .000 -78.5027 -64.9923
Dosis 1 5.3275 3.21537 .115 -1.4277 12.0827
Dosis 3 -24.0400(*) 3.21537 .000 -30.7952 -17.2848
Hepacomb 12.1800(*) 3.21537 .001 5.4248 18.9352
Dosis 3 Normal 31.0175(*) 3.21537 .000 24.2623 37.7727
CCl4 -47.7075(*) 3.21537 .000 -54.4627 -40.9523
Dosis 1 29.3675(*) 3.21537 .000 22.6123 36.1227
Dosis 2 24.0400(*) 3.21537 .000 17.2848 30.7952
Hepacomb 36.2200(*) 3.21537 .000 29.4648 42.9752
Hepacomb Normal -5.2025 3.21537 .123 -11.9577 1.5527
CCl4 -83.9275(*) 3.21537 .000 -90.6827 -77.1723
Dosis 1 -6.8525(*) 3.21537 .047 -13.6077 -.0973
Dosis 2 -12.1800(*) 3.21537 .001 -18.9352 -5.4248
Dosis 3 -36.2200(*) 3.21537 .000 -42.9752 -29.4648
* The mean difference is significant at the .05 level.
99

Lampiran 6. Hasil Uji One-way ANOVA untuk kadar Alkali Fosfatase

Descriptives

ALP
Std. 95% Confidence Interval for
N Mean Deviation Std. Error Mean Minimum Maximum
Lower Upper
Bound Bound
Normal 4 525.6450 7.36533 3.68266 513.9251 537.3649 517.10 532.09
CCl4 4 961.1600 9.52943 4.76471 945.9966 976.3234 951.41 974.21
Dosis 1 4 530.5725 6.15920 3.07960 520.7718 540.3732 521.90 536.41
Dosis 2 4 686.6550 11.04949 5.52475 669.0728 704.2372 672.07 697.06
Dosis 3 4 849.6325 5.57566 2.78783 840.7604 858.5046 845.23 856.84
Hepacomb 4 379.7350 10.72774 5.36387 362.6648 396.8052 367.93 389.49
Total 24 655.5667 204.70129 41.78448 569.1289 742.0044 367.93 974.21

Test of Homogeneity of Variances

ALP
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.038 5 18 .426

Nilai sig 0,426 < 0,05

Artinya varians data sama

ANOVA

ALP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 962406.42
5 192481.286 2559.266 .000
8
Within Groups 1353.772 18 75.210
Total 963760.20
23
0

Nilai sig 0,000 < 0,05

Artinya Terdapat Perbedaan Kadar ALP yang bermakna antar kelompok perlakuan
100

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons

Dependent Variable: ALP


LSD

95% Confidence Interval


Mean
Difference
(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Normal CCl4 -435.5150(*) 6.13227 .000 -448.3984 -422.6316
Dosis 1 -4.9275 6.13227 .432 -17.8109 7.9559
Dosis 2 -161.0100(*) 6.13227 .000 -173.8934 -148.1266
Dosis 3 -323.9875(*) 6.13227 .000 -336.8709 -311.1041
Hepacomb 145.9100(*) 6.13227 .000 133.0266 158.7934
CCl4 Normal 435.5150(*) 6.13227 .000 422.6316 448.3984
Dosis 1 430.5875(*) 6.13227 .000 417.7041 443.4709
Dosis 2 274.5050(*) 6.13227 .000 261.6216 287.3884
Dosis 3 111.5275(*) 6.13227 .000 98.6441 124.4109
Hepacomb 581.4250(*) 6.13227 .000 568.5416 594.3084
Dosis 1 Normal 4.9275 6.13227 .432 -7.9559 17.8109
CCl4 -430.5875(*) 6.13227 .000 -443.4709 -417.7041
Dosis 2 -156.0825(*) 6.13227 .000 -168.9659 -143.1991
Dosis 3 -319.0600(*) 6.13227 .000 -331.9434 -306.1766
Hepacomb 150.8375(*) 6.13227 .000 137.9541 163.7209
Dosis 2 Normal 161.0100(*) 6.13227 .000 148.1266 173.8934
CCl4 -274.5050(*) 6.13227 .000 -287.3884 -261.6216
Dosis 1 156.0825(*) 6.13227 .000 143.1991 168.9659
Dosis 3 -162.9775(*) 6.13227 .000 -175.8609 -150.0941
Hepacomb 306.9200(*) 6.13227 .000 294.0366 319.8034
Dosis 3 Normal 323.9875(*) 6.13227 .000 311.1041 336.8709
CCl4 -111.5275(*) 6.13227 .000 -124.4109 -98.6441
Dosis 1 319.0600(*) 6.13227 .000 306.1766 331.9434
Dosis 2 162.9775(*) 6.13227 .000 150.0941 175.8609
Hepacomb 469.8975(*) 6.13227 .000 457.0141 482.7809
Hepacomb Normal -145.9100(*) 6.13227 .000 -158.7934 -133.0266
CCl4 -581.4250(*) 6.13227 .000 -594.3084 -568.5416
Dosis 1 -150.8375(*) 6.13227 .000 -163.7209 -137.9541
Dosis 2 -306.9200(*) 6.13227 .000 -319.8034 -294.0366
Dosis 3 -469.8975(*) 6.13227 .000 -482.7809 -457.0141
* The mean difference is significant at the .05 level.
101

Lampiran 7. Ekstraksi Herba Putri Malu

Gambar 10. Simplisia Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.)

Gambar 11. Proses Destilasi Vakum


102

Gambar 12. Ekstrak Kental Herba Putri Malu


103

Lampiran 8. Perlakuan Pada Tikus

Gambar 13. Pemberian Perlakuan Pada Tikus

Gambar 14. Pengambilan Darah Tikus

Anda mungkin juga menyukai