)
ASIN DARI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
SULAWESI SELATAN
NUR AENI
H311 13 028
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ANALISIS BAHAN PENGAWET PADA IKAN TERI (Stolephorus sp.)
ASIN DARI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
SULAWESI SELATAN
Oleh
NUR AENI
H311 13 028
MAKASSAR
2017
ii
SKRIPSI
NUR AENI
H311 13 028
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Ketika uang semakin tipis, sedangkan hutang melilit, dan ingin tersenyum,
BERHENTI!!!...
Hidup ini aneh bila tanpa lekuk dan liku, seperti yang kadang kita
alami.
Banyak kegagalan yang kita jumpai, ketika semestinya berhasil, ada saja
Keberhasilan adalah sisi lain dari kegagalan, seperti tinta perak di balik
awan keraguan, dan kalau kau tidak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu,
BERJUANG!!!...
iv
PRAKATA
Segala puji bagi Allah Subhaanahu wata’ala atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, tiada henti memberikan nikmat yang begitu besar, khususnya nikmat
iman dan Islam yang masih melekat pada diri pribadi. Tidak lupa kami kirimkan
sholawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri
taudalan terbaik, atas perjuangan beliau sehingga kita masih bisa merasa nikmat
berislam hingga pada detik ini. Tidak lupa pula, kepada keluarga beliau, sahabat,
dinul Islam ini hingga qadar ALLAH berlaku pada diri mereka. Alhamdulillah,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Bahan Pengawet
Pada Ikan Teri (Stolephorus Sp.) Asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar
Sulawesi Selatan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana sains
Hasanuddin.
Pada lembaran ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada orang tua Ambo Ica Dg. Massikki dan Indo Mase yang selalu
mendukung dalam mendapatkan pendidikan dan yang tiada henti memberikan do’a
Muh. Ashar Ihsanuddin sebagai sumber dukungan materi dan motivasi. Ketiga,
v
1. Dr. Abd Karim, M.Si, Dr. Seniwati Dali, M.Si dan Dr. Syarifuddin
2. Tim penguji hasil penelitian Dr. Paulina Taba, M.Phill (ketua), Dr.
(anggota) dan Dr. Seniwati Dali, M.Si (anggota) atas saran dan kritikan
yang diberikan.
3. Ibu Dr. St. Fauziah, M.Si dan Bapak Drs. L.Musa Ramang, MS selaku
4. Ibu Dr. Nursiah La Nafie, M.Sc dan Almarhumah Dr. Asmawati, M.Si
5. Seluruh staf dosen, dan pegawai Jurusan Kimia, serta Analis Laboratorium
Kimia, Ibu Sarinah, Ibu Barlian, Kak Rahma, Kak Fibi, Kak Linda,
Kak Hanna, Pak Sugeng, dan Ibu Tini. Terimah kasih yang sebesar-
vi
7. Sahabat-sahabat Kimia Titrasi 2013, Terima kasih atas kebersamaan dan
dan kebersamaannya.
9. Seluruh warga dan alumni KMK FMIPA Unhas. HMK tempat kita dibina,
10. Kakak-kakak, adik-adik, serta alumni KM FMIPA Unhas. Salam Use Your
Muli, Ashilla, Nisa, Afni, Adri. Terima kasih atas bantuan dan
12. The five: Dalifa, Itha, Anha, Rafsen, Terima Kasih Selama Perkuliahan
Love You.
13. Adik Magang di Kimia Analitik: Eca dan Erma, Terima Kasih atas do’a,
14. KKN Gel. 93 Kec. Baraka Desa Tirowali : Asyrin (kordes), Misna, Fia,
vii
14. Sahabat-sahabat Jokka MTsN 2010. Semoga ukhuwah diantara kita tetap
terjalin.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan
selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat dalam memilih produk pangan yang baik, aman dan bergizi, bebas dari
bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh dan bermanfaat
dalam pengembangan wawasan bidang ilmu sains dan bidang ilmu kimia
khususnya, Aamiin.
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
Food preservatives are a very important ingredient in improving the quality and
production of processed foods. However there are various presenvatives and such
preservatives are not allowed such as formalin and borax. This study aims to
determine the content of preservatives in salted anchovy (stolephorus sp.) From the
Traditional Market of Makassar City South Sulawesi. The content of formalin and
borax preservatives is identified by qualitative and quantitative test, qualitative
formalin test using Schryver reagent while on qualitative color test with turmeric
paper and for quantitative test with curcumin reagent using UV-Vis
Spectrophotometer analysis method. The results of qualitative analysi showed that
all samples of anchovy did not contain formalin but 7 of 12 (58.3%) of the samples
containing borax positive, with Market Concentration (A1) of 171,0725ppm,
Market (B3) 79,5425ppm, Market (C1 ), Market (D1), 11,7025ppm, Market (D2)
7,0375ppm and Market (D3) 278,035ppm, with the conclusion that the lowest borax
content in anchovies is found in Market (D2) ) with the concentration of 7,0375ppm
while the highest borax concentration was found in Market (D3) with concentration
278,035ppm.
x
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................ x
xi
2.4.3 Toksisitas Formalin .............................................................. 19
2.5 Boraks ..................................................................................... 20
2.5.1 Pengertian Boraks ................................................................ 20
2.5.2 Kegunaan Boraks ................................................................. 22
2.5.3 Toksisitas Boraks ................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 25
3.1 Bahan Penelitian ...................................................................... 25
3.2 Alat Penelitian ......................................................................... 25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 25
3.3.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Sampel ............................ 25
3.3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 25
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................. 25
3.4.1 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 25
3.5 Prosedur Kerja Analisis Formalin ............................................ 26
3.5.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri
Asin dengan Pereaksi Schryver .......................................... 26
3.5.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometri ......................................... 26
3.6.1 Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Kertas Turmerik ................................................................... 27
3.6.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis .......................... 28
xii
3.6.3 Penentuan Kurva Kalibrasi .................................................. 28
3.6.3.5 Pengukuran Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin ... 29
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Nilai Gizi Ikan Teri (Stolephorus sp.) per 100 gram
bahan ................................................................................................. 7
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
3. Perhitungan ...................................................................................... 59
xvi
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
RI = Republik Indonesia
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
yang bergizi, bermutu, dan aman untuk dikonsumsi. Bahan pangan yang
Bahan tambahan atau zat aditif yang digunakan dalam makanan semakin
mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah
diperoleh, Penambahan zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang
perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.
Salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan adalah bahan pengawet (Siaka,
2009).
Bahan pengawet boleh digunakan tetapi dalam jumlah yang sedikit atau
sesuai ambang batas yang diperbolehkan karena jika jumlahnya melebihi ambang
mengandung bahan pengawet makanan yang melampaui ambang batas dan bahkan
1
Boraks dan formalin banyak digunakan karena memiliki kemampuan yang
sangat baik dalam mengawetkan makanan, harganya murah dan mudah diperoleh.
Oleh karena itu, akibat tingginya tekanan ekonomi dan untuk meningkatkan
ketahanan produk, boraks dan formalin sering ditambahkan dalam makanan yang
tidak tahan lama agar mengurangi kerugian pedagang jika barang dagangannya
sehingga banyak ditemukan diberbagai macam makanan, seperti mie basah, bakso,
tempe, tahu, jajanan makanan seperti kue, nugget, sosis, lontong, kerupuk, buah-
buahan, minuman, ikan segar, ikan asin, daging sapi, dan daging ayam agar jenis
(Kuswan, 2011).
dibandingkan produk daging, buah, dan sayuran. Proses pengolahan ikan secara
Sekitar 50% hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional, seperti ikan asin
masyarakat. Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak
mengalami kebusukan oleh bakteri dengan menambahkan garam 15-20% pada ikan
mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan
kecerdasan. Ikan teri mengandung beberapa macam asam amino esensial seperti
isoleusin, leusin, lisin dan valin. Selain mengandung asam amino esensial, teri juga
kaya akan asam amino non esensial seperti asam glutamat dan asam aspartat. Zat
gizi lainnya yang sangat berarti pada ikan teri adalah mineral, kalsium, fosfor dan
2
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), boraks dan formalin termasuk bahan yang
berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP (Triastuti,
2013).
formalin ikan asin paling tinggi pada pasar tradisional di Madura yaitu terdapat di
kandungan formalin paling tinggi untuk pasar tradisional yang ada di Jakarta adalah
Pasar Palmerah dengan kadar formalin mencapai 107, 98mg/kg. Ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan Habibah (2013) kandungan formalin pada ikan asin,
diketahui bahwa 9 dari 41 (21,9%) sampel ikan asin yang diambil di Pasar
Tradisional Kota Semarang mengandung formalin. Selain itu penelitian yang telah
dilakukan oleh Umaroh dan Sulistyarsi (2015) kandungan boraks tertinggi pada
ikan asin jenis teri yaitu 3,69% dengan nilai organoleptik 72,6 dan kadar boraks
terendah pada ikan asin jenis gerih balur yaitu 1,21% dengan nilai organoleptik
74,8.
pengawasan Obat dan Makanan (POM) Makassar melansir 72 jenis makanan hasil
produksi industri rumah tangga yang positif mengandung zat kimia berbahaya.
jenis boraks dan formalin. Penyalahgunaan boraks ditemukan pada produk mie
basah, tahu, bakso, kerupuk, dan pangan jajanan lainnya (Tribun Timur, 2011
3
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang penyalahgunaan boraks dan
formalin pada berbagai jenis makanan olahan pangan , maka dalam penelitian ini
akan dilakukan analisis bahan pengawet pada ikan teri asin yang diperoleh dari
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. jenis bahan pengawet berbahaya apa yang terkandung pada ikan teri asin
bahan pangan pada ikan teri asin, apakah bebas dari bahan pengawet berbahaya atau
4
1.4 Manfaat Penelitian
ikan teri asin yang dijual di Pasar Tradisional Makassar, bebas atau mengandung
bahan pengawet berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh dan sebagai bahan
pertimbangan untuk memilih produk pangan yang baik, bebas dari kontaminan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan
eustaria serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%.
Pada umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran
kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo dkk, 1987).
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clopeidae
Sub-famili : Engraulidae
Genus : Stolephorus
Ciri-ciri morfologi ikan teri memiliki tanda khas yang membedakannya dari
marga anggota anak suku Engraulidae yang lain, yaitu sirip caudal bercagak dan
tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat sirip pektoral
dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau
putih keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis sangat
mudah lepas, tulang rahang atas memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal
6
umumnya tanpa duri pradorsal sebagian atau seluruhnya dibelakang anus, pendek
dengan jari-jari lemah sekitar 16-23 buah. Giginya terdapat pada rahang, langit-
langit palatin, pterigod, dan lidah. Ikan teri umumya berukuran kecil sekitar 6-9cm,
bentuk ikan teri dapat dilihat pada Gambar 1 (Hutomo dkk, 1987).
Kandungan kalsium pada ikan teri segar, kering tawar dan kering asin per
100 gram, masing-masing adalah 500, 2.381, dan 2.000mg, Sedangkan kadar
gizi ikan teri dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 1 (Sedjati, 2006).
Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram bahan.
Jenis Olahan
Kandungan Gizi
Segar Kering Tawar Kering Asin
Energi (Kkal) 77 331 193
Protein (gram) 16 68,7 42
Lemak (gram) 1,4 4,2 1,5
Kalsium (mg) 500 2381 2000
Fosfor (mg) 500 1500 300
Besi (mg) 1 23,4 2,5
Vitamin A (RE) 47 62 -
Vitamin B (RE) 0,05 0,1 0,01
Air (%) 80 16,7 40
Sumber : Direktorat Gizi (1992) dalam Sedjati (2006).
7
Ikan teri memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu 68,7g/100g teri
kering tawar dan 42g/100g teri kering asin. Protein ikan teri mengandung sejumlah
asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat dibentuk di dalam tubuh,
tetapi harus berasal dari makanan. Asam amino esensial yang paling menonjol
pada ikan teri adalah isoleusin, leusin, lisin dan valin. Selain mengandung asam
amino esensial, teri juga kaya akan asam amino non esensial. Asam amino non
esensial yang menonjol pada ikan teri adalah asam glutamat dan asam aspartat,
masing-masing kadarnya mencapai 1.439 dan 966mg/100g ikan teri segar. Zat gizi
lainnya yang sangat berarti dari ikan teri adalah mineral, kalsium, fosfor dan zat
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah makanan atau minuman
hasil proses dengan cara tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Sistem pangan
pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan
sampai dengan siap dikonsumsi manusia. Keamanan pangan adalah kondisi dan
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki
8
tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu mempengaruhi sifat dan bentuk
pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat
1. bahan tambahan pangan yang disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
2. asupan harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake yang disingkat
ADI adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per
kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa
3. asupan maksimum harian yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily
Intake yang disingkat MTDI adalah jumlah maksimum suatu zat dalam milligram
per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa
sementara suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu: (1). Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dalam
bentuk dan rupa dan (2). Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam
9
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan pangan
(Wulan, 2015).
Penggunaan bahan tambahan pangan yang tepat dan sesuai dengan aturan
aman lagi dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh senyawa-senyawa yang tergolong
yang bila digunakan dalam jumlah berlebihan atau tidak sesuai dengan aturan dapat
sebagai berikut:
2. bahan tambahan pangan dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau
tidak langsung,
3. bahan tambahan pangan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan
10
Berdasarkan Peraturan MENKES RI No. 033 tahun 2012 penggolongan
BTP yang diizinkankan dan tidak diizinkankan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel
11
Tabel 3. Jenis bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan penggunaannya dalam
bahan makanan
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
12
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya bahan tambahan pangan
ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-
buahan, dan lain-lain (Cahyadi, 2009). Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya
hama.
Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling
penting dalam peningkatan kualitas dan produksi makanan olahan. Hal ini
rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur.
Apabila pemakaian bahan pegawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
13
2013). Beberapa zat pengawet yang telah diperkenankan oleh USA Food and Drug
Tabel 4. Variasi zat pengawet sintetis yang biasa digunakan sebagai bahan
tambahan pangan (Patong, 2013).
Sulfit 500ppm
tambahan pangan dalam milligram per kilogram berat badan pada penggunaan
Tabel 5. Batasan penggunaan zat adiktif yang tidak menimbulkan resiko atau
bahaya jika dikonsumsi oleh manusia (Menkes No. 033, 2012).
14
Asam Sorbat dan Garamnya
Sulfit:
Nitrit (Nitrites):
Nitrat (Nitrates):
8. Natrium Nitrat 0-3,7mg/kg berat badan
Kalium Nitrat 0-3,7mg/kg berat badan
2.4 Formalin
15
Formaldehida pada gambar 2 lebih dikenal dengan nama formalin adalah
salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang
sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan
semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet
C
H H
Gambar 2. Struktur Kimia Formaldehida
dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dari kelompok aldehid.
biologi lainnya.
merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang
mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan
bahkan permen, yang berformalin dalam beberapa kali saja belum merasakan
16
Penggunaan formaldehida dalam pembuatan resin fenolik, poliasetal resin,
urea dan melamin resin merupkan penggunaan terbesar dari jumlah total
Produk resin urea, melamin dan fenolik ini secara luas digunakan sebagai adhesif
dan pengikat pada produk kayu, furnitur, kertas, pembuatan plastik dan coating,
sedangkan produk resin poliasetal digunakan pada produksi plastik (IARC, 2006).
antara dalam proses pembuatan beberapa senyawa kimia misalnya pada produksi
terhadap bakteri vegetatif, fungi dan virus (Reynold, 1982). Di rumah sakit
digunakan untuk mencegah infeksi dan disinfektan alat, baju dan kamar.
Konsentrasi formaldehida yang digunakan untuk tujuan ini biasanya berkisar antara
sebagai bahan pengawet untuk mencegah kerusakan bahan tekstil dari kerusakan
17
kadar formaldehida yang diperbolehkan dalam sediaan oral adalah 0,1%, pada
sediaan kosmetik adalah 0,2%, kecuali pengeras kuku dimana boleh mengandung
formaldehida harus ditulis pada label produk. Dalam produk kosmetik, kadar
formaldehida berkisar mulai dari 0,04% dalam pasta gigi hingga 4,5% dalam
pengeras kuku, sedangkan dalam produk pelembab, krim, sabun dan deodoran
rumah seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat
sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. Untuk tujuan ini kadar yang
diperbolehkan hanya kurang dari 1%. Selain itu, formaldehida juga digunakan
sebagai perekat pada pembuatan kertas, sutra buatan, bahan pewarna, dan kayu.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin (WHO
terpapar, yaitu:
a. mata
Mata adalah salah satu organ yang paling sensitif terhadap formaldehida di
udara. Mata akan mulai terasa pedih bila terpapar dengan formaldehida dengan
18
1,2mg/L hingga 2,4mg/L akan menyebabkan iritasi pada mata. Pada konsetrasi
yang lebih tinggi dapat menyebabkan lakrimasi, korosi pada mata, penglihatan
saluran pernapasan atas dengan gejala hidung dan tenggorokan yang kering. Pada
rasa berat pada dadadan weezhing. Inhalasi pada konsentrasi 3mg/L dapat
menimbulkan dyspnea dan asma pada orang sehat (IARC, 2006). Dalam kasus akut,
efeknya dapat berkembang menjadi edema paru dan depresi saluran pernapasan.
c. kulit
d. saluran pencernaan
esofagus dan lambung. Dalam kasus akut, konsumsi oral formaldehid dapat
menyebabkan luka pada lambung, mual, muntah dan pendarahan. Batas konsentrasi
19
formaldehida adalah 0,02%. Kematian dapat terjadi pada konsumsi 30mL formalin
sistem saraf pusat, yaitu menimbulkan rasa haus, sakit kepala, pusing, apatis, tidak
mampu berkonsentrasi, sulit tidur dan lemah (WHO Environmental Health Criteria,
1989).
2.5 Boraks
transparan tidak berwarna atau serbuk putih dan tidak berbau. Larutan bersifat basa
terhadap fenoftalein. Boraks diudara kering dan hangat, hablur sering dilapisi
serbuk warna putih. Mempunyai sifat larut dalam air, mudah larut dalam air
mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol (Febri, 2007).
O O O Na
O B B B B
O O O Na
20
Menurut Encyclopedi Britanica dan Encyclopedi Nasional Indonesia, kata
boraks berasal dari kata Arab, yaitu bouraq, dan istilah Melayunya tingkal, yang
berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak
berwarna, dan mudah larut dalam air. Boraks termasuk kelompok mineral borat,
suatu jenis senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O).
beberapa jenis borat jarang ditemui, dan terjadi hanya pada daerah tertentu saja,
komersial ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam
Boron merupakan unsur yang jarang terdapat dalam kerak bumi, tetapi
banyak dijumpai sebagai deposit dalam senyawa garamnya, yaitu boraks, kernit,
dan kolemanit. Struktur ion borat sesungguhnya lebih rumit dari formula yang
diringkas sebagai asam borat dapat diperoleh dari hidrolisis boron halida:
Asam borat berupa padatan putih yang sebagian larut dalam air. Asam ini
juga dapat diperoleh dari oksidasi unsur boron dengan larutan hidrogen peroksida
(~30%). Dalam larutan air bersifat asam mono lemah dan bukan bertindak sebagai
donor proton melainkan sebagai asam lewis, misalnya menerima OH- menjadi
21
Borat-borat diturunkan dari ketiga asam borat, yaitu asam ortoborat
(H3BO3), asam piroborat (H2B4O7) dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat
adalah zat padat kristalin yang putih, yang sangat sedikit larut dalam air dingin,
tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang
diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 100oC, akan diubah
menjadi asam metaborat dan pada 140oC dihasilkan asam piroborat. Bentuk garam
dari asam borat yang berasal dari logam-logam alkali mudah larut dalam air.
Berbeda dengan bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logam-logam
lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-
asam dan dalam amonium klorida. Sebagai contoh, natrium tetraborat atau boraks
merupakan garam dari asam borat yang larut dalam air (Vogel, 1979).
diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu dan
keramik. Disamping itu, boraks juga digunakan untuk industri makanan, seperti
dalam pembuatan mie, lontong, nugget, ketupat, kerupuk, bakso, bahkan juga untuk
Boraks dan asam borat banyak digunakan dalam dunia farmasi dan
Keduanya lazim digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan atau
antiseptik di toilet. Salap asam borat yang berkhasiat sebagai antiseptik dibuat pada
pH 5,1. Larutan asam borat juga digunakan sebagai larutan pencuci mata. Untuk
maksud ini, larutan 3,5% asam borat dicampur dengan air dengan volume yang
sama. Larutan boraks gliserin 10% digunakan sebagai obat sariawan. Gliseroboric
acid terbentuk melalui pembebasan tiga molekul air dari reaksi antara gliserin dan
asam borat dengan sejumlah molekul yang sama pada suhu 140oC-150oC (Sonie
22
2.5.3 Toksisitas Boraks
pencernaan atau absorbsi melalui kuli yang luka atau membrane mukosa. Absorbsi
ini berlangsung cepat dan sempurna, sedangkan absorbs pada kulit yang normal
tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (Olson, 1994). Dalam lambung, boraks
akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya pun sama dengan
asam borat. Setelah diabsorbsi akan menjadi kenaikan konsentrasi dan ion borat
Boraks atau asam borat dapat diabsorpsi melalui saluran percernaan, dapat
pula berpenetrasi melalui permukaan kulit yang tipis (lecet karena gesekan),
jaringan granular, cairan jaringan dan melalui membran muka. Kurang lebih 50%
dari jumlah yang terabsorpsi diekskresikan melalui air kencing selama 12 jam,
sedangkan sisanya diekskresi selama 3-7 hari atau lebih (Febri, 2007).
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati,
otak, testis, dan ginjal. Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi
karena senyawa borat tidak termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang kuat dari
asam borat tidak mampu dipecah oleh tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan
energi yang sangat besar sehingga senyawa borat tetap dapat terakumulasi meski
50% dapat dikeluarkan lewat urin (Food and Drug Administration, 2006).
Efek toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan
menimbulkan gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang
perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia,
23
Selain efek toksisitasnya, boraks juga memiliki efek yang lebih berbahaya
bila dikonsumsi dalam jangka panjang seperti depresi siskular, takikardi, sianosis,
kejang hingga koma. Beberapa penelitian pada hewan melaporkan boraks dengan
sehingga mengakibatkan terjadinya infertilitas pada pria. Selain itu, juga dapat
menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, kelainan kutaneus dan retardasi
Tanda gejala akut (jangka pendek) yang muncul bila terpapar boraks adalah
seperti badan merasa tidak enak, mual, nyeri, hebat pada perut bagian perut atas
mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala. Bila kontak dengan kulit, dapat
menimbulkan iritasi pada kulit dan dapat diabsorbsi melalui kulit yang rusak. Bila
kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan perih. Bila
tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan rasa tidak
enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, pendarahan gastro enteritis disertai
muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala (Febri,
2007).
Boraks dan asam borat yang terkandung dalam bleng memberikan reaksi
yang lemah terhadap bakteri, sehingga pemakaiannya harus relatif banyak. Asam
borat dan boraks sebanyak lebih dari 5 gram pada setiap kilogram berat badan dapat
menyebabkan kematian bagi bayi, 5-10 gram pada setiap kilogram berat badan
menyebabkan kematian anak kecil dan 15-20 gram pada setiap kilogram berat
24
BAB III
METODE PENELITIAN
25
Tradisional Antang (C) dan Pasar Tradisional Daya (D) dengan masing-masing 3
sampel. Sampel ikan teri asin yang diambil berdasarkan pertimbangan dan analisis
secara fisik yang dianggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota
sampel yang diambil dari setiap pedagang. Sampel ikan teri asin dikemas dalam
wadah seperti plastik yang kering. Wadah plastik diberi kode. Setelah itu, sampel
ikan teri asin dibawa dari tempat pengambilan sampel untuk dilakukan tahap
pengujian di Laboratorium.
3.5.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Pereaksi Schryver
Dua belas sampel ikan teri asin yang berbeda, dihaluskan, masing-masing
ditimbang sebanyak 30g, kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi dan
fosfat 85% sebanyak 10mL. Larutan didestilasi perlahan- lahan. Dipipet sebanyak
10mL hasil destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi
Schryver (2mL fenilhidrazin hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL
K3[Fe(CN)6]. Larutan akan berubah menjadi merah apabila terdapat formalin dalam
3.5.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis
Pembuatan larutan induk dan standar, Formalin 37% dengan konsentrasi
sebanyak 2mL, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6] pada tiap konsentrasi yang
(Riana, 2015).
26
3.5.3 Penentuan Kurva Kalibrasi
dihomogenkan.
dihomogenkan.
0,1mL, 0,2mL, 0,4mL, 0,8mL dan 1,6mL ke dalam labu ukur 50mL, ditambahkan
masing larutan deret standar dipipet sebanyak 10mL ke dalam tabung reaksi,
3.6.1 Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan Kertas
Turmerik
Dua belas sampel ikan teri asin yang berbeda, dihaluskan, masing-masing
porselen, ditambahkan 10mL natrium karbonat 10% dan diaduk rata. Dipanaskan
27
di atas penangas air sampai kering kemudian diarangkan, dimasukkan ke dalam
tanur/ furnace dan dipijarkan pada suhu 550oC sampai pengabuan sempurna ± 4
jam. Cawan didinginkan dalam desikator, setelah dingin ditambahkan 10mL air
panas, dan disaring sampai dapat filtrat. Kertas Turmerik dicelupkan ke dalam
filtrat, jika berwarna merah kecoklatan maka sampel positif mengandung boraks
3.6.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis
ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label, ditambahkan pereaksi kurkumin
2mL pada tiap konsentrasi yang berbeda. Sampel yang dinyatakan positif pada
dilarutkan dengan akuades, diencerkan dengan akuades hingga tanda batas di dalam
Larutan induk Boraks 100ppm dipipet sebanyak 5mL ke dalam labu ukur
dihomogenkan.
28
3.6.3.3 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Boraks 2ppm, 4ppm, 6ppm,
8ppm, dan 10ppm
4mL, 6mL, 8mL dan 10mL ke dalam labu ukur 10mL, ditambahkan dengan
masing-masing larutan deret standar dipipet sebanyak 4mL dan 1mL HCl ke
Larutan akuades dipipet sebanyak 4mL dan 1mL HCl ke dalam tabung
diukur absorbansinya.
Filtrat sampel ikan teri dipipet sebanyak 5mL ke dalam tabung reaksi
29
BAB IV
4.1 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Formalin dengan Pereaksi Schryver
telah dinyatakan sebagai metode terbaik untuk analisis kualitatif formalin karena
pereaksi dari metode Schryver ini memiliki batas deteksi visual yang relatif rendah,
yaitu 0,2ppm. Pereaksi ini terdiri atas 2mL larutan fenilhidrazin hidroklorida 1%
(dibuat baru dan disaring), 1mL larutan kalium ferrisianida (dibuat baru) dan 5mL
asam klorida pekat. Jika bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah terang kemudian diukur serapannya pada
Bahan yang diduga mengandung formalin seperti daging yang paling sering
digunakan yaitu metode Schryver (Allport, 1951). Adapun hasil analisis uji
kualitatif formalin dengan Pereaksi Schryver pada sampel ikan teri (Stolephorus
sp.) asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar dapat dilihat pada Tabel 6.
30
Lanjutan Tabel 6.
D1 Orange -
Pasar D D2 Kunig Kecoklatan -
D3 Kuning -
Pembanding Formalin Merah +
Keterangan:
H
H N
N HCl
NH2 + H2C O N + H2O
+
H
N NH
NH2 + K3[Fe(CN)6]
NH +Fe(CN)2 +3KCN +HCN
+
H
N NH
N H
C N
N N Cl + 4KCN
Fe
CN CN
31
Berdasarkan hasil uji kualitatif formalin pada ikan teri (Stolephorus sp.) asin
di beberapa Pasar Tradisional Kota Makassar yaitu Pasar A, Pasar B, Pasar C dan
sampel yang diuji negatif mengandung formalin, karena tidak terjadi perubahan
warna yang menandakan adanya formalin yaitu warna merah. Warna yang
dan kuning kecoklatan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Habibah,
2013) terhadap analisis kandungan formalin pada ikan asin di Pasar Tradisional
Kota Semarang, diketahui bahwa 9 dari 41 (21,9 %) sampel ikan asin yang diambil
mengandung formalin.
bahwa sampel ikan asin yang diteliti positif mengandung formalin. Selain itu,
penelitian yang telah dilakukan oleh Fauziah (2006) terhadap 24 sampel ikan asin
yang diambil di Pasar Johar, diketahui bahwa 5 sampel ikan asin yang diuji juga
diantaranya sampel ikan asin dari Pasar Kamal memiliki kandungan formalin
dari Pasar Bangkalan mengandung formalin sebesar 49,26mg/kg dan sampel dari
formalin paling tinggi untuk Pasar Tradisonal yang ada di Jakarta adalah Pasar
Uji Formalin pada Ikan Asin yang dilakukan oleh Yulisa dkk (2014), bahwa
20 sampel ikan asin gurami dari 6 Pasar Tradisional yang dikelola Dinas Pasar
1,86%-7,66%. Analisis kandungan formalin dan kadar garam pada ikan sunu asin
32
dari Pasar Tradisional Makassar, Sulawesi Selatan yang telah dilakukan oleh
(Riana, 2015) dengan hasil positif mengandung formalin, sampel dari Pasar B, 2
positif 1,22µg/g dan 1,18µg/g. Pasar C, 2 positif 0,91µg/g dan 0,89µg/g. Pasar D,
2 positif 0,99µg/g dan 1,004 µg/g. Pasar E, 2 positif 0,94 µg/g dan 1,06µg/g. Pasar
F, 1 positif 0,77µg/g. Hal ini menunjukkan bahwa ikan jenis teri asin yang dijual di
sampel ikan teri (stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar
4.3 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Boraks dengan Kertas Turmerik
turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi boraks atau asam borat.
Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks dengan cara membuat kertas
kemudian kertas saring dicelupkan ke dalam cairan kunyit tersebut dan dikering
yellow adalah bahan yang biasa digunakan untuk mendeteksi boraks dan merupakan
bahan pewarna yang berasal dari rhizome curcuma Longa, L yang memberikan
warna merah kecoklatan. Reaksi kimia antara boraks dan kurkumin dapat dilihat
33
Kurkumin
HO OH
8 + Na2B4O7 +
6HCl
H3CO OCH3
O O
HO OH
OH3C CH3O
O O
4 B
Cl+2NaCl+7H2O
O O
OH3C OCH3
HO OH
Kompleks Warna Merah Rosocyanine
Gambar 5. Reaksi Boraks dengan Kurkumin
diasamkan dengan asam klorida kemudian kertas kunyit dicelupkan dalam larutan
sampel tersebut, kertas kunyit yang semula berwarna kuning akan berubah menjadi
warna merah kecoklatan. Boraks atau asam borat akan merubah warna kuning dari
hasil analisis uji kualitatif Boraks dengan kertas turmerik pada sampel ikan teri
(stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Makassar dapat dilihat pada Tabel 7.
34
A2 Kuning -
A3 Kuning -
B1 Kuning -
Pasar B B2 Kuning -
B3 Merah Kecoklatan +
C1 Merah Kecoklatan +
Pasar C C2 Kuning -
C3 Merah Kecoklatan +
D1 Merah Kecoklatan +
D3 Merah Kecoklatan +
Keterangan:
- = Negatif mengandung boraks
Berdasarkan hasil uji kualitatif boraks dengan kertas turmerik pada sampel
ikan teri (Stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Makassar, 7 dari 12 sampel
sampel dari Pasar B, 2 sampel dari Pasar C, dan 3 sampel dari Pasar D. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan teri asin berbahan pengawet boraks beredar di Pasar
Tradisional Makassar. Pengawet boraks masih beredar di Kota Makasar hal ini
diperkuat dari temuan Balai Besar pengawasan Obat dan Makanan (POM)
Makassar melansir 72 jenis makanan hasil produksi industri rumah tangga yang
35
kimia berbahaya seperti bahan pengawet jenis boraks dan formalin.
Penyalahgunaan boraks ditemukan pada produk mie basah, tahu, bakso, kerupuk,
dan pangan jajanan lainnya (Tribun Timur, 2011 dalam Muthalib, 2012). Ikan asin
tetapi juga di Pasar Besar Ngawi, Pasar Besar Madiun dan Pasar Pojok
tertinggi pada ikan asin jenis teri (C2) yaitu 3,69%. Dan kadar boraks terendah pada
ikan asin jenis gerih balur (B2) yaitu 1,21% (Umaroh dan Sulistyarsi, 2015).
maksimum pada larutan deret standar boraks yang dipreparasi. Preparasi larutan
larutan yang tidak berwarna, dan tidak memiliki gugus kromofor. Oleh asam kuat,
boraks terurai dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat dan diikat oleh kurkumin
membentuk kompleks warna merah rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau
dalam metanol dan asam asetat tanpa proses penyaringan (Saadah, 2006).
Pembuatan larutan kurkumin dalam metanol selalu harus dibuat baru. Hal
ini disebabkan oleh penggunaan metanol sebagai pelarut yang memiliki sifat mudah
36
menguap akan berpengaruh pada konsentrasi larutan. Penambahan pereaksi
kurkumin pada penelitian ini sebanyak 2mL, sesuai dengan peneliti terdahulu
terbentuk dalam keadaan asam. Oleh karena itu, pengukuran kadar menggunakan
spektrofotometer tidak lebih dari 2 jam setelah kompleks tersebut terbentuk (Azas,
2013).
Penentuan nilai serapan suatu sampel harus berada pada panjang gelombang
panjang gelombang maksimum terpilih dari hasil reaksi antara boraks dan
kurkumin adalah 541nm (Febri, 2007), pada penelitian Fuad (2014) 547nm, 545,
95nm pada penelitian Azas (2013), dan terdapat pada panjang gelombang 550nm
preparasi sampel yang berbeda, pada penelitian ini didapatkan hasil pengukuran
mengetahui apakah metode tersebut valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji
validasi metode analisis. Berdasarkan data kurva kalibrasi, dapat dilakukan validasi
analisis regresi linier y= ax +b. hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai r2 = 1
37
atau mendekati 1 (Harmita, 2006). Pembuatan larutan untuk kurva kalibrasi natrium
pengukuran yaitu 2ppm, 4ppm, 6ppm, 8ppm dan 10ppm, kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 549nm. Kurva kalibrasi standar boraks dapat
dilihat pada gambar 6. Dan kurva kalibrasi tersebut didapat persamaan regresi y=
penerimaan dari koefisen korelasi adalah (r2) sebesar ≥ 0,9999 (Harmita, 2006)
yang berarti bahwa hasil kurva antara absorban dan konsentrasi tersebut terdapat
0,8
0,7
0,6
Absorbansi (nm)
0,5
0,4
0,3 y = 0,0696x + 0,0036
R² = 0,9608
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)
diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama. Kuantitas dapat dihitung secara statistik
melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan
38
nilai a pada persamaan garis liner y= ax + b (Harmita, 2006). Adapun nilai absorban
yang diperoleh dari uji kuantitatif larutan standar sampel positif mengandung
Tabel 8. Nilai absorbansi larutan deret standar dan sampel positif mengandung
boraks dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
menghitung kadar boraks dalam sampel tersebut adalah dengan mengalikan nilai
konsentrasi dengan faktor pengenceran, yaitu sebesar 25 kali. Adapun sampel yang
39
bahwa dari 12 sampel ikan teri asin dari Pasar Tradisional Makassar 7 sampel
kadar sebesar 138,4075ppm dan 140,2025ppm, serta sampel dari Pasar D1, D2 dan
7,0375ppm dan kadar boraks tertinggi terdapat pada Pasar D3 dengan kadar sebesar
278,035ppm.
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Pada keadaan normal,
300
250 Sampel 1
Kadar (ppm)
200 Sampel 2
150 Sampel 3
100
50
0
Pasar A Pasar B Pasar C Pasar D
Sampel
40
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan teri asin yang
dijual di Pasar Tradisional Makassar tidak mengandung formalin, akan tetapi dari
hasil analisis uji kualitatif 58,3% sampel ikan teri positif mengandung boraks, kadar
boraks terendah dari analisis uji kuantitatif terdapat pada sampel D2 dengan kadar
278,035ppm.
5.2 Saran
boraks dan formalin pada ikan teri dengan metode atau instrumen yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
41
Alsuhendra dan Ridawati., 2013, Bahan Toksik dalam Makanan, Rosda, Jakarta.
Azas, Q.S., 2013, Analisis Kadar Boraks pada Buah Kurma yang Beredar di Pasar
Tanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, Skripsi
tidak Diterbitkan, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Cahyadi, W., 2008, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Bumi
Aksara, Jakarta.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.,
1990, Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Departemen Kesehatan,
Bogor.
Febri, E.P.K., 2007, Analisis Boraks dalam Legendar yang Beredar di Kota
Magelang, Skripsi tidak Diterbitkan, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Flanaga, R.J., Braithwaite, R.A.,Brown, S.S., Widdop, B., and Wolff, F.A., 1995,
Basic Analytical Toxicology, World Healt Organization, Geneval.
Food and Drug Administration., 2006, Human Health and Ecological Risk
Assessment For Borax.
Fuad, N.R., 2014, Identifikasi Kandungan Boraks pada Tahu Pasar Tradisional di
Daerah Ciputat, Skripsi tidak Diterbitkan, Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Habibah, T.P.Z., 2013, Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan
Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang, Unnes
Journal of Public Health, 2 (3); 1-10
Harmita., 2006, Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi, Departemen
Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta.
Hastuti, S., 2010, Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin
Madura, Jurnal Agrointek, 4 (2); 132-137.
42
Hutomo, M., Burhanuddin, A,. Djamali, S dan Martasewojo., 1987, Sumber Daya
Ikan Teri di Indonesia, Proyek Studi Sumber Daya Laut, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi, LIPI, Jakarta.
Kuswan, A.S., 2011, Optimasi Pereaksi Scryver dan Penerapannya pada Analisis
Formaldehid dalam Sampel Usus dan Hati Ayam Secara Spektrofometri,
Skripsi tidak Diterbitkan, Prgram Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Mujamil, J., 1997, Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada beberapa Jenis
Makanan di Kotamadya Palembang, Cermin Dunia Kedokteran, 1 (2): 17-
21.
Muthalib, C.A., 2012, Studi Penggunaan Bahan Pengawet Boraks dan Formalin
pada Makanan Jajanan yang Dijajankan oleh Pedagang Kaki Lima di
Pasar Sentral Makassar, Skripsi tidak Diterbitkan, Fakultas Ilmu
Kesehatan, UIN Alauddin Makassar.
Olson, K.R., 1994, Poisoning and Drug Overdose Prentice, Hall International,
United States of America.
Patong, A.R., 2013, Analisis Kimia Pangan Cetakan Pertama, Dua Satu Press,
Makassar.
Peraturan Menteri, 2012, Jenis BTP yang Diizinnkan dalam Penggolongan II,
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 033 Tahun 2012. Jakarta.
43
Riana, 2015, Kandungan Formalin dan Kadar Garam Pada Ikan Sunu Asin dari
Pasar Tradisional Makassar Sulawesi Selatan, Skripsi tidak Diterbitkan,
Program Studi Kedokteran Hewan, FK, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Saadah, L., 2006, Identitas Boraks dan Asam Borat pada Beberapa Jenis Mie yang
Diperoleh dari Pasar Depok, Skripsi tidak Diterbitkan, Departemen
Farmasi Program Ekstensi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Saanin, H., 1984, Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta, Jakarta.
Salosa, Y., 2013, Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan total Bakteri Ikan asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarni Provinsi Papua, Jurnal Depik, 2 (1); 10-
15.
Sastra W., 2008, Fermentasi Rusip, Skripsi tidak Diterbitkan, Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, FIKP, Institut Pertanian Bogor.
Sedjati, S., 2006, Pengaruh Konsentrasi Khitosan terhadap Mutu Ikan teri Asin
(Stolephorus sp) Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar, Tesis tidak
Diterbitkan, Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai,
Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sella, 2013, Analisis Pengawet Natrium Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada
Saus Tomat dari Pasar Tradisional kota Blitar, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 2 (2).
Siaka, I.M., 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang
Beredar di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia, 3 (2); 87-92.
Singgih, H., 2013, Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor
Warna dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent), Jurnal Eltek, 11
(1); 55-70.
Sonie, T.O., and Wilson, C.O., 1957, Inorganic Pharmacentical Chemistry, Sixth
Edition, Lea and Febiger, Philadelphia.
Suryadi, H., Mansur, U dan Christine, N., 2008, Optimasi Pereaksi Schryver untuk
Identifikasi Formalin dalam Sampel Permen, Kongres Ilmiah XVI Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, Yogyakarta.
44
Suryadi, H.,Kurniadi, M dan Melanie, Y., 2010, Analisis Formalin dalam Sampel
Ikan dan Udang Segar dari Pasar Muara Angke, Majalah Ilmu
Kefarmasian, 7 (3); 16-31.
Suwahono, M., Taufik, N dan Faizah 2009, Analisis Kualitatif Adanya Formaldehid
pada Ikan Asin, Skripsi tidak Diterbitkan, Jurusan Tadris Kimia, Fakulatas
Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang.
Triastuti, E., 2013, Analisis Boraks pada Tahu yang Diproduksi di Kota Manado,
Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (3); 1-10.
Tubagus, I., Citraningtyas, G., dan Fatimawali., 2013, Identifikasi dan Penetapan
Kadar Boraks dalam Ikan Asin di Kota Madura, Jurnal Ilmiah Farmasi, 2
(4); 2302-2493.
Umaroh, N., dan Sulistyarsi, A., 2015, Analisis Boraks dan Uji Organoleptik pada
berbagai Ikan Asin yang di Jual di Pasar, Jurnal Floren, 3 (9); 1-4.
Widyaningsih, T.D dan Murtini, E.S., 2006, Alternatif Pengganti Formalin pada
Produk Pangan Cetakan Pertama, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G., dan Rahayu, I.S., 1994, Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan, Sinar Pustaka harapan, Jakarta.
Windholz dan Susan., 1983, The Merck Index Edition 10th , Merckco Inc USA,
Newyork.
Wulan, S.R.S., 2015, Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang Bakso di
Kecamatan Panakukkang Kota Makassar, Skripsi tidak Diterbitkan,
Program Studi Kedokteran Hewan, FK, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Yulisa, N., 2014, Uji Formalin pada Ikan Asin Gurami di Pasar Tradisional
Pekanbaru, Jurnal Jorm FK, 1 (2); 1-12.
45
Ikan Teri
2.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Pereaksi Schryver
- Dihaluskan
- Masing-masing ditimbang sebanyak 30g
- Dimasukkan ke dalam labu destilasi
- Ditambahkan 200mL akuades
- Diasamkan dengan larutan asam fosfat 85% 10mL
- Larutan didestilasi perlahan-lahan
Larutan Destilat
Larutan Destilat
46
- Dipipet sebanyak 10mL
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Larutan akan berubah menjadi merah apabila terdapat
formalin dalam sampel
Hasil
2.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis
47
Larutan Induk 100ppm
Hasil
10mL akuades
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Kemudian diukur absorbansinya
3. ProsedurHasil
Kerja Analisis Boraks
48
3.1 Uji Kualitatif Senyawa Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Kertas Turmerik
- Dihaluskan
- Masing-masing ditimbang sebanyak 10g
- Dimasukkan ke dalam cawan porselen
- Ditambahkan 10mL Natrium Karbonat 10% dan diaduk
rata
- Dipanaskan diatas tangas air sampai kering
- Diarangkan
- Dimasukkan ke dalam tanur atau furnace dan dipijarkan
pada suhu 550oC sampai pengabuan sempurna ± 4 jam
- Didinginkan dalam desikator
- Kemudian setelah dingin ditambahkan 10mL air panas
- Ditambahkan HCl (1:1) 2mL, disaring
Residu Filtrat
Filtrat
Hasil
(Tubagus dkk, 2013)
49
3.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis
Na2B4O7.10H2O
Na2B4O7.10H2O
- Ditimbang sebanyak 0,1893 gram
- Dilarutkan dengan akuades
- Diencerkan dengan akuades hingga tanda batas di dalam
labu ukur 100mL
- Dihomogenkan
50
3.3.3 Pembuatan 50mL Larutan Deret Standar Boraks 2ppm,
4ppm, 6ppm, 8ppm dan 10ppm
Hasil
Hasil
Hasil
51
LAMPIRAN 2. Foto-foto Hasil Penelitian
A2
A1
A3
52
B1 B2
B3
C1 C2
C3
53
D1 D2
D3
A3
A2
A1
54
B1 B2 B3
C1 C3 C2
D1 D2 D3
55
6ppm 4ppm 2ppm
8ppm
Blanko
10ppm
10. Deret Standar Natrium Tetraboraks 2ppm, 4ppm, 6ppm, 8ppm, dan 10ppm
56
12. Data Linieritas Kurva Kalibrasi Deret Standar Natrium Tetraborat
57
13. Data Nilai Konsentrasi Sampel
58
LAMPIRAN 3. Perhitungan
𝒚− 𝒃
y = ax + b 𝒙= 𝒂
Ket: a = slope
b = intercept
x = konsentrasi
y = absorbansi
Mr Na2B4O7 mg
ppm = X
Mr Na2B4O7.10H2O L
201,37 mg
1000 = X
381,37 0,1L
59
3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Boraks 10ppm
V1 × C1 = V2 × C2
V1 = 5 mL
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 10 ppm = 10 mL × 2 ppm
V1 = 2 mL
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 10 ppm = 10 mL × 4 ppm
V1 = 4 mL
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 10 ppm = 10 mL × 6 ppm
V1 = 6 mL
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 10 ppm = 10 mL × 8 ppm
V1 = 8 mL
V1 × C1 = V2 × C2
V1 × 10 ppm = 10 mL × 10 ppm
V1 = 10 mL
60
3.8 Perhitungan Konsentrasi Sampel
y = 0,06965x + 0,00339
0,480-0,0039
x=
0,06965
= 6,8429ppm
Konsentrasi sampel A1 = x . Fp
= 6,8429ppm x 25
= 171, 0725ppm
y = 0,06965x + 0,00339
0,225-0,0039
x=
0,06965
= 3,1817ppm
Konsentrasi sampel B3 = x . Fp
= 3,1817ppm x 25
= 79,5425ppm
61
3. Konsentrasi Sampel (C1) y= 0,389nm
y = 0,06965x + 0,00339
0,389-0,0039
x=
0,06965
= 5,5363ppm
Konsentrasi sampel C1 = x . Fp
= 5,5363ppm x 25
= 138,4075ppm
y = 0,06965x + 0,00339
0,394-0,0039
x=
0,06965
= 5,6081ppm
Konsentrasi sampel C3 = x . Fp
= 5,6081ppm x 25
= 140,2025ppm
62
5. Konsentrasi Sampel (D1) y= 0,036nm
y = 0,06965x + 0,00339
0,036-0,0039
x=
0,06965
= 0,4681ppm
Konsentrasi sampel D1 = x . Fp
= 0,4681ppm x 25
= 11,7025ppm
y = 0,06965x + 0,00339
0,023-0,0039
x=
0,06965
= 0,2815ppm
Konsentrasi sampel D2 = x . Fp
= 0,2815ppm x 25
= 7,0375ppm
63
7. Konsentrasi Sampel (D3) y= 0,778nm
y = 0,06965x + 0,00339
0,778-0,0039
x=
0,06965
= 11,1214ppm
Konsentrasi sampel D3 = x . Fp
= 11,1214ppm x 25
= 278,035ppm
64