Anda di halaman 1dari 81

ANALISIS BAHAN PENGAWET PADA IKAN TERI (Stolephorus sp.

)
ASIN DARI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
SULAWESI SELATAN

NUR AENI
H311 13 028

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ANALISIS BAHAN PENGAWET PADA IKAN TERI (Stolephorus sp.)
ASIN DARI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
SULAWESI SELATAN

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh

NUR AENI

H311 13 028

MAKASSAR

2017

ii
SKRIPSI

ANALISIS BAHAN PENGAWET PADA IKAN TERI (Stolephorus sp.)


ASIN DARI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR
SULAWESI SELATAN

Disusun dan diajukan oleh

NUR AENI

H311 13 028

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Dr. H. Abd. Karim, M.Si Dr. Seniwati Dali, M.Si


NIP. 19620710 198803 1 002 NIP. 19581231198803 2 003

iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Bila Badai Putus Asa Menerjang!!!

Ketika semua serba salah, sebagaimana biasanya,

Ketika jalan yang kau tempuh terasa mendaki,

Ketika uang semakin tipis, sedangkan hutang melilit, dan ingin tersenyum,

tetapi kau terpaksa mengeluh.

Ketika urusan terasa membebanimu, istirahat kalau perlu, tetapi JANGAN

BERHENTI!!!...

Hidup ini aneh bila tanpa lekuk dan liku, seperti yang kadang kita

alami.

Banyak kegagalan yang kita jumpai, ketika semestinya berhasil, ada saja

yang menghalangi. Namun JANGAN MENYERAH!!!,,, kendati gerak

maju nampak lambat siapa tahu berhasil pada usaha berikutnya.

Keberhasilan adalah sisi lain dari kegagalan, seperti tinta perak di balik

awan keraguan, dan kalau kau tidak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu,

mungkin sudah dekat ketika bagimu terasa jauh, maka tetaplah

BERJUANG!!!...

Bahkan ketika hantaman semakin keras,

Ketika segalanya Nampak sangat buruk, kau tetap tidak boleh

berhenti. JANGAN PUTUS ASA!!!.... (by Clinton Howell)

Kupersembahkan karya ini untuk:

 Ayah dan Ibuku

Sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku

 Almamaterku yang kubanggakan

 Semua yang kukasihi

iv
PRAKATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh…

Segala puji bagi Allah Subhaanahu wata’ala atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya, tiada henti memberikan nikmat yang begitu besar, khususnya nikmat

iman dan Islam yang masih melekat pada diri pribadi. Tidak lupa kami kirimkan

sholawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri

taudalan terbaik, atas perjuangan beliau sehingga kita masih bisa merasa nikmat

berislam hingga pada detik ini. Tidak lupa pula, kepada keluarga beliau, sahabat,

sahabiyah, tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan orang-orang yang tetap istiqamah di jalan

dinul Islam ini hingga qadar ALLAH berlaku pada diri mereka. Alhamdulillah,

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Bahan Pengawet

Pada Ikan Teri (Stolephorus Sp.) Asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar

Sulawesi Selatan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana sains

Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin.

Pada lembaran ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada orang tua Ambo Ica Dg. Massikki dan Indo Mase yang selalu

mendukung dalam mendapatkan pendidikan dan yang tiada henti memberikan do’a

terbaik. Ucapan syukur yang kedua untuk saudara-saudariku, Taharuddin,

Ufrianti, Amiruddin, Marlina, Indo Esse, St.Hajrawati, St.Hasnawiyah dan

Muh. Ashar Ihsanuddin sebagai sumber dukungan materi dan motivasi. Ketiga,

untuk semua keluarga yang senantiasa mengiringi do’a dan dukungannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

v
1. Dr. Abd Karim, M.Si, Dr. Seniwati Dali, M.Si dan Dr. Syarifuddin

Liong, MS selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan

tenaganya dalam memberikan bimbingan dan petunjuk yang sangat

berharga dari awal persiapan hingga selesainya penelitian ini.

2. Tim penguji hasil penelitian Dr. Paulina Taba, M.Phill (ketua), Dr.

Syahruddin Kasim, S.Si, M.Si (sekretaris), Syadza Firdausiah, M.Sc

(anggota), Drs. L.Musa Ramang, MS (anggota), Dr. Abd Karim, M.Si

(anggota) dan Dr. Seniwati Dali, M.Si (anggota) atas saran dan kritikan

yang diberikan.

3. Ibu Dr. St. Fauziah, M.Si dan Bapak Drs. L.Musa Ramang, MS selaku

Penasehat Akademik. Terima kasih telah memberikan nasehat dan bimbingan

selama mengikuti proses perkuliahan di Departemen Kimia.

4. Ibu Dr. Nursiah La Nafie, M.Sc dan Almarhumah Dr. Asmawati, M.Si

selaku dosen kimia Laboratorium Kimia Analitik. Terima Kasih telah

memberikan bimbingan dan saran selama ini.

5. Seluruh staf dosen, dan pegawai Jurusan Kimia, serta Analis Laboratorium

Kimia, Ibu Sarinah, Ibu Barlian, Kak Rahma, Kak Fibi, Kak Linda,

Kak Hanna, Pak Sugeng, dan Ibu Tini. Terimah kasih yang sebesar-

besarnya atas bantuannya.

6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Dikti).

Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan beasiswa Bidik Misi

Pengganti yang telah diberikan selama ± 2 tahun.

vi
7. Sahabat-sahabat Kimia Titrasi 2013, Terima kasih atas kebersamaan dan

pengalaman yang tak terlupakan.

8. Keluarga Besar Unit Persatuan Catur UNHAS. Terima kasih Kanda-

kanda dan Adik-adik atas dukungan do’a, nasihat, pengalaman, semangat

dan kebersamaannya.

9. Seluruh warga dan alumni KMK FMIPA Unhas. HMK tempat kita dibina,

HMK tempat kita ditempa.

10. Kakak-kakak, adik-adik, serta alumni KM FMIPA Unhas. Salam Use Your

Mind Be The Best.

11. Teman-teman seperjuangan penelitian Kimia Analitik: Dewi, Harma,

Muli, Ashilla, Nisa, Afni, Adri. Terima kasih atas bantuan dan

kebersamaannya yang tidak terlupakan.

12. The five: Dalifa, Itha, Anha, Rafsen, Terima Kasih Selama Perkuliahan

telah membantu, menemani, saling memotivasi, memberi nasehat, saling

mengeluh, berbagi cerita, pokoknya Terima Kasih atas kebersamaanya, I

Love You.

13. Adik Magang di Kimia Analitik: Eca dan Erma, Terima Kasih atas do’a,

bantuan dan kebersamaannya selama penelitian.

14. KKN Gel. 93 Kec. Baraka Desa Tirowali : Asyrin (kordes), Misna, Fia,

Nova, Sandra, Syafa’at dan terkhusus untuk keluarga Bapak Kepala

Desa, Bapak Posko dan warga-warga Desa Tirowali.

13. Sahabat-sahabat Pondok Pesantren As’Adiyah, Terima Kasih atas do’a,

nasehat, motivasi dunia-akhirat dan kebersamaannya.

vii
14. Sahabat-sahabat Jokka MTsN 2010. Semoga ukhuwah diantara kita tetap

terjalin.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan

selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat dalam memilih produk pangan yang baik, aman dan bergizi, bebas dari

bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh dan bermanfaat

dalam pengembangan wawasan bidang ilmu sains dan bidang ilmu kimia

khususnya, Aamiin.

Makassar, November 2017

Penulis

viii
ABSTRAK

Pengawet makanan merupakan bahan sangat penting dalam peningkatan kualitas


dan produksi makanan olahan yang dapat memperpanjang umur simpan makanan
tersebut. Namun demikian terdapat berbagai macam pengawet dan diantaranya
pengawet yang tidak diperbolehkan seperti formalin dan boraks. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan pengawet formalin dan boraks pada
ikan teri (stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar Sulawesi
Selatan, kandungan bahan pengawet formalin dan boraks diidentifikasi dengan
melalui uji kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif formalin menggunakan pereaksi
Schryver sedangkan pada boraks uji kualitatif warna dengan kertas turmerik dan
untuk uji kuantitatif dengan pereaksi kurkumin menggunakan metode analisis
Spektrofotometer UV-Vis. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa semua
sampel ikan teri tidak mengandung formalin tetapi 7 dari 12 (58,3%) sampel positif
mengandung boraks, dengan nilai konsentrasi Pasar (A1) sebesar 171,0725ppm,
Pasar (B3) 79,5425ppm, Pasar (C1) 138,4075ppm, Pasar (C3) 140,2025ppm, Pasar
(D1), 11,7025ppm, Pasar (D2) 7,0375ppm dan Pasar (D3) 278,035ppm, dengan
kesimpulan kadar boraks terendah pada ikan teri terdapat pada Pasar (D2) dengan
konsentrasi 7,0375ppm sedangkan kadar boraks tertinggi terdapat pada Pasar (D3)
dengan konsentrasi 278,035ppm.

Kata Kunci: Boraks, Formalin, Kertas Turmerik, Kurkumin, Pengawet,


Pereaksi Schryver

ix
ABSTRACT

Food preservatives are a very important ingredient in improving the quality and
production of processed foods. However there are various presenvatives and such
preservatives are not allowed such as formalin and borax. This study aims to
determine the content of preservatives in salted anchovy (stolephorus sp.) From the
Traditional Market of Makassar City South Sulawesi. The content of formalin and
borax preservatives is identified by qualitative and quantitative test, qualitative
formalin test using Schryver reagent while on qualitative color test with turmeric
paper and for quantitative test with curcumin reagent using UV-Vis
Spectrophotometer analysis method. The results of qualitative analysi showed that
all samples of anchovy did not contain formalin but 7 of 12 (58.3%) of the samples
containing borax positive, with Market Concentration (A1) of 171,0725ppm,
Market (B3) 79,5425ppm, Market (C1 ), Market (D1), 11,7025ppm, Market (D2)
7,0375ppm and Market (D3) 278,035ppm, with the conclusion that the lowest borax
content in anchovies is found in Market (D2) ) with the concentration of 7,0375ppm
while the highest borax concentration was found in Market (D3) with concentration
278,035ppm.

Keywords: Borax, Curcumin Reagent, Formalin, Preservatives, Schryver


Reagent, Turmeric Paper

x
DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ............................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................. ix

ABSTRACT ............................................................................................ x

DAFTAR ISI .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN .............................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................. 4

1.3.1 Maksud Penelitian ................................................................ 4

1.3.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6

2.1 Dekskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.) ................................... 6

2.2 Bahan Tambahan Pangan ........................................................ 8


2.3 Bahan Pengawet ...................................................................... 12
2.4 Formalin .................................................................................. 16
2.4.1 Pengertian Formalin ............................................................. 16
2.4.2 Penggunaan Formalin .......................................................... 17

xi
2.4.3 Toksisitas Formalin .............................................................. 19
2.5 Boraks ..................................................................................... 20
2.5.1 Pengertian Boraks ................................................................ 20
2.5.2 Kegunaan Boraks ................................................................. 22
2.5.3 Toksisitas Boraks ................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 25
3.1 Bahan Penelitian ...................................................................... 25
3.2 Alat Penelitian ......................................................................... 25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 25
3.3.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Sampel ............................ 25
3.3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 25
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................. 25
3.4.1 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 25
3.5 Prosedur Kerja Analisis Formalin ............................................ 26
3.5.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri
Asin dengan Pereaksi Schryver .......................................... 26

3.5.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometri ......................................... 26

3.5.3 Penentuan Kurva Kalibrasi .................................................. 27

3.5.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Formalin 100ppm ........ 27

3.5.3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Formalin 10ppm ........ 27

3.5.3.3 Pembuatan 50mL Larutan Deret Standar Formalin


0,02ppm, 0,04ppm, 0,08ppm, 0,16ppm dan 0,32ppm ...... 27

3.5.3.4 Pembuatan Larutan Blanko ............................................... 27

3.6 Prosedur Kerja Analisis Boraks .............................................. 27

3.6.1 Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Kertas Turmerik ................................................................... 27

3.6.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis .......................... 28

xii
3.6.3 Penentuan Kurva Kalibrasi .................................................. 28

3.6.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Boraks 100ppm .......... 28

3.6.3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Boraks 50ppm ........... 28

3.6.3.3 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar 2ppm, 4ppm,


6ppm, 8ppm, dan 10ppm ................................................... 29

3.6.3.4 Pembuatan Larutan Blanko ............................................... 29

3.6.3.5 Pengukuran Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 30

4.1 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Formalin dengan


Pereaksi Schryver .................................................................... 30

4.2 Hasil Uji Kuantitatif Bahan Pengawet Formalin dengan


Menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis .................... 33

4.3 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Boraks dengan Kertas


Turmerik .................................................................................. 33

4.4 Hasil Uji Kuantitatif Bahan Pengawet Boraks dengan


Spektrofotometri UV-Vis Menggunakan Pereaksi Kurkumin 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 41

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 41

5.2 Saran ........................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 42

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Nilai Gizi Ikan Teri (Stolephorus sp.) per 100 gram
bahan ................................................................................................. 7

2. Jenis Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan


Penggunaannya ................................................................................ 11

3. Jenis Bahan Tambahan Pangan yang tidak Diizinkan


Penggunaannya dalam Bahan Makanan ........................................... 12

4. Variasi Zat Pengawet Sintetis yang Biasa Digunakan sebagai


BahanTambahan Pangan. .................................................................. 14

5. Batasan Penggunaan Zat Adiktif yang tidak Menimbulkan Resiko


atau bahaya jika dikonsumsi oleh manusia ...................................... 15

6. Hasil Analisis uji Kualitatif Formalin dengan Pereaksi Schryver . 30

7. Hasil Analisis Uji Kualitatif Boraks dengan Kertas Turmerik . 35

8. Nilai Absorbansi Larutan Deret Standar dan Sampel Positif


Mengandung Boraks dengan Menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis .............................................................................................. 39

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikan Teri (Stolephorus sp.) ................................................................ 7

2. Struktur Kimia Formalin ................................................................... 16

3. Struktur Kimia Natrium Tetraborat ................................................... 21

4. Reaksi Formalin dengan Pereaksi Schryver ...................................... 31

5. Reaksi Boraks dengan Kurkumin ..................................................... 34

6. Kurva Kalibrasi Deret Standar Boraks .............................................. 38

7. Grafik Analisis Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri ...................... 40

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bagan Kerja ...................................................................................... 46

2. Foto-foto Hasil Penelitian ................................................................. 52

3. Perhitungan ...................................................................................... 59

xvi
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

ADI = Acceptable Daily Intake

BPOM = Balai Pengawasan Obat dan Makanan

BTP = Bahan Tambahan Pangan

H3PO4 = Asam Fosfat

HCl = Asam Klorida

IARC = International Agency for Research on Cancer

K3Fe(CN)6 = Kalium ferrisianida atau Kalium Heksasianoferat(III)

MENKES = Menteri Kesehatan

MTDI = Maximum Tolerable Daily Intake

Ppm = Part Per Million

PTWI = Provisional Tolerable Weekly Intake

RI = Republik Indonesia

SNI = Standar Nasional Indonesia

UV-Vis = Ultraviolet Visible

WHO = World Health Organization

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat membutuhkan produk pangan yang lebih baik yaitu pangan

yang bergizi, bermutu, dan aman untuk dikonsumsi. Bahan pangan yang

dikonsumsi sangat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan seseorang

Akan tetapi, dalam pangan yang diperdagangkan oleh masyarakat khususnya

pangan olahan seringkali ditemukan mengandung bahan tambahan berbahaya

sehingga melanggar kriteria keamanan pangan (Wulan, 2015).

Bahan tambahan atau zat aditif yang digunakan dalam makanan semakin

meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan dan keberhasilan dalam

mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah

diperoleh, Penambahan zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang

perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.

Salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan adalah bahan pengawet (Siaka,

2009).

Bahan pengawet boleh digunakan tetapi dalam jumlah yang sedikit atau

sesuai ambang batas yang diperbolehkan karena jika jumlahnya melebihi ambang

batas dapat mengganggu kesehatan. Tetapi dengan meningkatnya pertumbuhan

industri makanan di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi makanan yang

beredar di masyarakat sehingga banyak makanan yang beredar dipasaran

mengandung bahan pengawet makanan yang melampaui ambang batas dan bahkan

bahan pengawet berbahaya yang sama sekali dilarang penggunaannya dalam

pengawetan makanan seperti boraks dan formalin (Triastuti, 2013).

1
Boraks dan formalin banyak digunakan karena memiliki kemampuan yang

sangat baik dalam mengawetkan makanan, harganya murah dan mudah diperoleh.

Oleh karena itu, akibat tingginya tekanan ekonomi dan untuk meningkatkan

ketahanan produk, boraks dan formalin sering ditambahkan dalam makanan yang

tidak tahan lama agar mengurangi kerugian pedagang jika barang dagangannya

tidak laku dijual. Penyalahgunaan boraks dan formalin sering disalahgunakan,

sehingga banyak ditemukan diberbagai macam makanan, seperti mie basah, bakso,

tempe, tahu, jajanan makanan seperti kue, nugget, sosis, lontong, kerupuk, buah-

buahan, minuman, ikan segar, ikan asin, daging sapi, dan daging ayam agar jenis

makanan tersebut dapat tahan lama hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun

(Kuswan, 2011).

Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan

dibandingkan produk daging, buah, dan sayuran. Proses pengolahan ikan secara

tradisional memegang peranan penting bagi kehidupan manusia di Indonesia.

Sekitar 50% hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional, seperti ikan asin

merupakan produk olahan ikan secara tradisional yang banyak dikonsumsi

masyarakat. Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak

mengalami kebusukan oleh bakteri dengan menambahkan garam 15-20% pada ikan

segar atau ikan setengah basah (Singgih, 2013).

Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), ikan teri mengandung protein,

mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan

kecerdasan. Ikan teri mengandung beberapa macam asam amino esensial seperti

isoleusin, leusin, lisin dan valin. Selain mengandung asam amino esensial, teri juga

kaya akan asam amino non esensial seperti asam glutamat dan asam aspartat. Zat

gizi lainnya yang sangat berarti pada ikan teri adalah mineral, kalsium, fosfor dan

zat besi (Salosa, 2013).

2
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88

tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), boraks dan formalin termasuk bahan yang

berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP (Triastuti,

2013).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hastuti (2010) kandungan

formalin ikan asin paling tinggi pada pasar tradisional di Madura yaitu terdapat di

Pasar Bangkalan dengan kadar formalin sebesar 49,26mg/kg. Sedangkan,

kandungan formalin paling tinggi untuk pasar tradisional yang ada di Jakarta adalah

Pasar Palmerah dengan kadar formalin mencapai 107, 98mg/kg. Ini juga didukung

oleh penelitian yang dilakukan Habibah (2013) kandungan formalin pada ikan asin,

diketahui bahwa 9 dari 41 (21,9%) sampel ikan asin yang diambil di Pasar

Tradisional Kota Semarang mengandung formalin. Selain itu penelitian yang telah

dilakukan oleh Umaroh dan Sulistyarsi (2015) kandungan boraks tertinggi pada

ikan asin jenis teri yaitu 3,69% dengan nilai organoleptik 72,6 dan kadar boraks

terendah pada ikan asin jenis gerih balur yaitu 1,21% dengan nilai organoleptik

74,8.

Kasus penggunaan pengawet berbahaya diperkuat dari temuan Balai Besar

pengawasan Obat dan Makanan (POM) Makassar melansir 72 jenis makanan hasil

produksi industri rumah tangga yang positif mengandung zat kimia berbahaya.

Makanan tersebut mengandung bahan kimia berbahaya seperti bahan pengawet

jenis boraks dan formalin. Penyalahgunaan boraks ditemukan pada produk mie

basah, tahu, bakso, kerupuk, dan pangan jajanan lainnya (Tribun Timur, 2011

dalam Muthalib 2012).

3
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang penyalahgunaan boraks dan

formalin pada berbagai jenis makanan olahan pangan , maka dalam penelitian ini

akan dilakukan analisis bahan pengawet pada ikan teri asin yang diperoleh dari

Pasar Tradisonal Kota Makassar.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. jenis bahan pengawet berbahaya apa yang terkandung pada ikan teri asin

yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Makassar?

2. berapakah kadar bahan pengawet berbahaya yang teridentifikasi pada ikan

teri asin dengan metode spektrofotometri UV-Vis?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis keamanan

bahan pangan pada ikan teri asin, apakah bebas dari bahan pengawet berbahaya atau

tidak, yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Makassar.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. mengidentifikasi jenis bahan pengawet berbahaya yang terkandung dalam

ikan teri asin yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Makassar,

2. menentukan kadar bahan pengawet berbahaya yang teridentifikasi pada

ikan teri asin dengan metode spektrofotometri UV-Vis.

4
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi mengenai kondisi

ikan teri asin yang dijual di Pasar Tradisional Makassar, bebas atau mengandung

bahan pengawet berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh dan sebagai bahan

pertimbangan untuk memilih produk pangan yang baik, bebas dari kontaminan

toksik, mikroba dan senyawa kimia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dekskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.)

Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan

eustaria serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%.

Pada umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran

kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo dkk, 1987).

Klasifikasi ikan teri, menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub-kelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Clopeidae

Sub-famili : Engraulidae

Genus : Stolephorus

Spesies : Stolephorus sp.

Ciri-ciri morfologi ikan teri memiliki tanda khas yang membedakannya dari

marga anggota anak suku Engraulidae yang lain, yaitu sirip caudal bercagak dan

tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat sirip pektoral

dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau

agak kemerah-merahan. Bentuk tubuhnya bulat memanjang (fusiform) atau agak

termampat kesamping (compressed), pada sisi samping tubuhnya terdapat garis

putih keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis sangat

mudah lepas, tulang rahang atas memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal

6
umumnya tanpa duri pradorsal sebagian atau seluruhnya dibelakang anus, pendek

dengan jari-jari lemah sekitar 16-23 buah. Giginya terdapat pada rahang, langit-

langit palatin, pterigod, dan lidah. Ikan teri umumya berukuran kecil sekitar 6-9cm,

bentuk ikan teri dapat dilihat pada Gambar 1 (Hutomo dkk, 1987).

Gambar 1. Ikan teri (Stolephorus sp.)

Kandungan kalsium pada ikan teri segar, kering tawar dan kering asin per

100 gram, masing-masing adalah 500, 2.381, dan 2.000mg, Sedangkan kadar

fosfornya, masing-masing adalah 500, 1.500, dan 300mg/100g. Kandungan nilai

gizi ikan teri dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 1 (Sedjati, 2006).

Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram bahan.

Jenis Olahan
Kandungan Gizi
Segar Kering Tawar Kering Asin
Energi (Kkal) 77 331 193
Protein (gram) 16 68,7 42
Lemak (gram) 1,4 4,2 1,5
Kalsium (mg) 500 2381 2000
Fosfor (mg) 500 1500 300
Besi (mg) 1 23,4 2,5
Vitamin A (RE) 47 62 -
Vitamin B (RE) 0,05 0,1 0,01
Air (%) 80 16,7 40
Sumber : Direktorat Gizi (1992) dalam Sedjati (2006).

7
Ikan teri memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu 68,7g/100g teri

kering tawar dan 42g/100g teri kering asin. Protein ikan teri mengandung sejumlah

asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat dibentuk di dalam tubuh,

tetapi harus berasal dari makanan. Asam amino esensial yang paling menonjol

pada ikan teri adalah isoleusin, leusin, lisin dan valin. Selain mengandung asam

amino esensial, teri juga kaya akan asam amino non esensial. Asam amino non

esensial yang menonjol pada ikan teri adalah asam glutamat dan asam aspartat,

masing-masing kadarnya mencapai 1.439 dan 966mg/100g ikan teri segar. Zat gizi

lainnya yang sangat berarti dari ikan teri adalah mineral, kalsium, fosfor dan zat

besi (Sastra, 2008).

2.2 Bahan Tambahan Pangan


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan

pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah makanan atau minuman

hasil proses dengan cara tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Sistem pangan

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan

pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan

sampai dengan siap dikonsumsi manusia. Keamanan pangan adalah kondisi dan

upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia (UU No. 7, 1996).

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan dengan

sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki

8
tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu mempengaruhi sifat dan bentuk

pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat

dan pengental (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 tahun 2012 tentang

Bahan Tambahan Pangan adalah:

1. bahan tambahan pangan yang disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,

2. asupan harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake yang disingkat

ADI adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per

kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa

menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan,

3. asupan maksimum harian yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily

Intake yang disingkat MTDI adalah jumlah maksimum suatu zat dalam milligram

per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa

menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan,

4. asupan mingguan sementara yang dapat ditoleransi atau Provisional Tolerable

Weekly Intake yang selanjutnya disingkat PTWI adalah jumlah maksimum

sementara suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat

dikonsumsi dalam seminggu tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap

kesehatan (Menkes No. 033, 2012).

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian

besar yaitu: (1). Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dalam

makanan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan

konsistensi, nilai gizi, mengendalikan keasaman atau kebasaan dan memantapkan

bentuk dan rupa dan (2). Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam

9
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan pangan

(Wulan, 2015).

Penggunaan bahan tambahan pangan yang tepat dan sesuai dengan aturan

akan menghasilkan produk dengan mutu yang diharapkan. Namun, bila

penggunaannya salah dan berlebihan akan mengakibatkan produk tersebut tidak

aman lagi dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh senyawa-senyawa yang tergolong

bahan tambahan pangan ini kebanyakan adalah senyawa-senyawa kimia sintesis

yang bila digunakan dalam jumlah berlebihan atau tidak sesuai dengan aturan dapat

berakibat fatal bagi kesehatan (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).

Bahan Tambahan Pangan yang digunakan dalam pangan harus memenuhi

persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 tahun 2012

sebagai berikut:

1. bahan tambahan pangan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung

dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan,

2. bahan tambahan pangan dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang

sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan,

pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau

pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu

komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau

tidak langsung,

3. bahan tambahan pangan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan

ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi (Menkes

No. 033, 2012).

10
Berdasarkan Peraturan MENKES RI No. 033 tahun 2012 penggolongan

BTP yang diizinkankan dan tidak diizinkankan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel

3 (Menkes No. 033, 2012).

Tabel 2. Jenis penggolongan bahan tambahan pangan yang diizinkan


penggunaannya.

NO. Jenis Bahan Tambahan Pangan SNI


1. Anti Buih 404-471
2. Anti Kempal 170-553
3. Anti Oksidan 300-321
4. Bahan Pengkarbonasi 290
5. Bahan Pengemulsi 331-576
6. Gas Untuk Kemasan 290-941
7. Humektan 325-1518
8. Pelapis 901-905
9. Pemanis 420-968
10. Pemanis Buatan 950-961
11. Pembawa (Carrier) 444-1521
12. Pembentuk Gel 400-440
13. Pembuih 415-465
14. Pengatur Keasaman 170-578
15. Pengawet 200-1105
16. Pengembang 500-1420
17. Pengemulsi 170-1451
18. Pengental 263-1451
19. Pengeras 327-578
20. Penguat Rasa 620-635
21. Peningkat Volume 325-1442
22. Penstabil 170-1451
23. Pretense Warna 504-528
24. Perisa Alami 100-171
25. Pewarna Alami
26. Pewarna Sintetis 102-155
27. Propelan 941-944
28. Sekuestran 585-577

11
Tabel 3. Jenis bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan penggunaannya dalam
bahan makanan

No. Nama Bahan


1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Formalin (Formaldehyde)
6. Kalium bromat (Potassium bromate)
7. Kalium klorat (Potassium chlorate)
8. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
11. Dulkamara (Dulcamara)
12. Kokain (Cocaine)
13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
16. Biji tonka (Tonka bean)
17. Minyak kalamus (Calamus oil)
18. Minyak tansi (Tansy oil)
19. Minyak sasafras (Sasafras oil)
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan
Tambahan Pangan.

Bahan tambahan pangan ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah


rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur.
Apabila pemakaian bahan pengawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang
bersifat langsung misalnya keracunan maupun yang bersifat tidak langsung
misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Sella,
2013). Beberapa bahan tambahan pangan berbahaya yang bukan ditujukan untuk
produk pangan justru ditambahkan ke dalam pangan seperti formalin, boraks,
rhodamin B dan methanyl yellow. Penggunaan bahan tambahan dalam pangan perlu
diwaspadai bersama (Widyahningsih dan Murtini, 2006).

2.3 Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau

menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap

12
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya bahan tambahan pangan

ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai

sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-

buahan, dan lain-lain (Cahyadi, 2009). Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:

1. mencegah atau memperlambat kerusakan microbial. Kerusakan mikrobial dapat

dihambat atau dicegah dengan cara mencegah masuknya mikroorganisme

(bekerja dengan aseptis), menghambat pertumbuhan dan aktivitas

mikroorganisme, misalnya dengan pengeringan atau penggunaan pengawet

kimia dan membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.

2. mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan,

dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya

dengan proses pencegahan reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.

3. mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan

hama.

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling

tua penggunaannya (Patong, 2013). Pengawet makanan merupakan bahan sangat

penting dalam peningkatan kualitas dan produksi makanan olahan. Hal ini

disebabkan karena dengan adanya bahan pengawet yang ditambahkan dalam

makanan dapat memperpanjang umur simpan makanan tersebut (Menkes, 2012).

Bahan tambahan makanan ditambahkan ke dalam makanan yang mudah

rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur.

Apabila pemakaian bahan pegawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,

kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang

bersifat langsung misalnya keracunan maupun yang bersifat tidak langsung

misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Sella,

13
2013). Beberapa zat pengawet yang telah diperkenankan oleh USA Food and Drug

Administration dan Code of Federal Regulation seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Variasi zat pengawet sintetis yang biasa digunakan sebagai bahan
tambahan pangan (Patong, 2013).

Zat Pengawet Konsentrasi yang Diperbolehkan

Natrium Sorbat 0,1%

Asam Propionat 0,1%

Asam Benzoat 0-5mg/kg berat badan

Metil Parabenzoat 0,1%

Propil Parabenzoat 0,1%

Natrium Nitrit 0,1%

Natrium Nitrat 500ppm

Asam Asetat 200ppm

Propilena Oksida 300ppm

Etilena Oksida Residu tidak boleh 50ppm

Sulfit 500ppm

Batasan konsentrasi yang diperbolehkan atau jumlah maksimum bahan

tambahan pangan dalam milligram per kilogram berat badan pada penggunaan

bahan pengawet yang tidak menimbulkan resiko/bahaya jika dikomsumsi oleh

manusia menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Batasan penggunaan zat adiktif yang tidak menimbulkan resiko atau
bahaya jika dikonsumsi oleh manusia (Menkes No. 033, 2012).

No. Jenis BTP Pengawet Konsentrasi yang


Diperbolehkan

14
Asam Sorbat dan Garamnya

Asam Sorbat 0-25mg/kg berat badan


1. Natrium Sorbat 0-25mg/kg berat badan
Kalium Sorbat 0-25mg/kg berat badan
Kalsium Sorbat 0-25mg/kg berat badan

Asam Benzoat dan Garamnya

Asam Benzoat 0-5mg/kg berat badan


2. Natrium Benzoat 0-5mg/kg berat badan
Kalium Benzoat 0-5mg/kg berat badan
Kalsium Benzoat 0-5mg/kg berat badan

Etil Para-Hidroksi Benzoat


3. 0-10mg/kg berat badan
4. Metil Para-Hidroksi Benzoat 0-10mg/kg berat badan

Sulfit:

Belerang Dioksida 0-0,7mg/kg berat badan


Natrium Sulfit 0-0,7mg/kg berat badan
5. Natrium Bisulfit 0-0,7mg/kg berat badan
Natrium Metabisulfit 0-0,7mg/kg berat badan
Kalium Metabisulfit 0-0,7mg/kg berat badan
Kalium Sulfit 0-0,7mg/kg berat badan
Kalsium Bisulfit 0-0,7mg/kg berat badan
Kalium Bisulfit 0-0,7mg/kg berat badan

6. Nisin 0-33000 unit/kg/berat badan

Nitrit (Nitrites):

7. Kalium nitrit 0-0,06mg/kg berat badan


Natrium Nitrit 0-0,06mg/kg berat badan

Nitrat (Nitrates):
8. Natrium Nitrat 0-3,7mg/kg berat badan
Kalium Nitrat 0-3,7mg/kg berat badan
2.4 Formalin

2.4.1 Pengertian Formalin

15
Formaldehida pada gambar 2 lebih dikenal dengan nama formalin adalah

salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang

sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan

sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah

semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet

yang tidak dilarang (Hastuti, 2010).

C
H H
Gambar 2. Struktur Kimia Formaldehida

Menurut Singgih (2013), formalin adalah larutan formaldehida (30-40%)

dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dari kelompok aldehid.

Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, dalam

konsentrasi rendah 2%-8% digunakan untuk mengawetkan mayat dan spesimen

biologi lainnya.

Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan, bahkan

merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang

mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan

bahkan permen, yang berformalin dalam beberapa kali saja belum merasakan

akibatnya (Hastuti, 2010).

2.4.2 Penggunaan Formalin

Formaldehida digunakan di beberapa bidang, yaitu:

a. sebagai salah satu komponen pembentuk resin sintetik

16
Penggunaan formaldehida dalam pembuatan resin fenolik, poliasetal resin,

urea dan melamin resin merupkan penggunaan terbesar dari jumlah total

penggunaan formaldehida di dunia (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

Produk resin urea, melamin dan fenolik ini secara luas digunakan sebagai adhesif

dan pengikat pada produk kayu, furnitur, kertas, pembuatan plastik dan coating,

sedangkan produk resin poliasetal digunakan pada produksi plastik (IARC, 2006).

b. pembuatan senyawa-senyawa organik dalam industri kimia

Formaldehida memiliki peran penting dalam reaksi sintesis berbagai

senyawa organik dalam industri kimia. Formaldehida digunakan sebagai produk

antara dalam proses pembuatan beberapa senyawa kimia misalnya pada produksi

1,4 –butadienol, dan hexametilentetraamin (IARC, 2006).

c. desinfektan dan agen sterilisasi

Formaldehida digunakan sebagai desinfektan dengan efektifitas yang tinggi

terhadap bakteri vegetatif, fungi dan virus (Reynold, 1982). Di rumah sakit

digunakan untuk mencegah infeksi dan disinfektan alat, baju dan kamar.

Konsentrasi formaldehida yang digunakan untuk tujuan ini biasanya berkisar antara

6-10% (WHO Environmental Health Criteria, 1989). Gas formaldehida digunakan

sebagai bahan pengawet untuk mencegah kerusakan bahan tekstil dari kerusakan

yang disebabkan oleh jamur dan ngengat. Di bidang pertanian, formaldehida

digunakan sebagai fungisida dan germisida untuk tanaman dan sayur-sayuran

(Windholtz dan Susan, 1983).

d. kosmetik dan sediaan farmasi

Dalam sediaan kosmetik, formaldehida digunakan sebagai bahan pengawet

sediaan, terutama pada sediaan yang kandungan airnya tinggi. Berdasarkan

keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.4.1745

17
kadar formaldehida yang diperbolehkan dalam sediaan oral adalah 0,1%, pada

sediaan kosmetik adalah 0,2%, kecuali pengeras kuku dimana boleh mengandung

hingga 5% formaldehida. Namun, bila penggunaan lebih dari 0,05% konsentrasi

formaldehida harus ditulis pada label produk. Dalam produk kosmetik, kadar

formaldehida berkisar mulai dari 0,04% dalam pasta gigi hingga 4,5% dalam

pengeras kuku, sedangkan dalam produk pelembab, krim, sabun dan deodoran

kadarnya berkisar 0,4% - 0,6% (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

e. penggunaan produk di dalam rumah tangga

Seperti halnya penggunaan formaldehida dalam kosmetik dan sediaan

farmasi, formaldehida juga digunakan sebagai pengawet dalam produk perawatan

rumah seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat

sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. Untuk tujuan ini kadar yang

diperbolehkan hanya kurang dari 1%. Selain itu, formaldehida juga digunakan

sebagai perekat pada pembuatan kertas, sutra buatan, bahan pewarna, dan kayu.

Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin (WHO

Environmental Health Criteria, 1989).

2.4.3 Toksisitas Formalin

Telah banyak penelitian mengenai efek formaldehida terhadap kesehatan.

Formaldehida dapat menimbulkan beberapa reaksi pada bagian tubuh yang

terpapar, yaitu:

a. mata

Mata adalah salah satu organ yang paling sensitif terhadap formaldehida di

udara. Mata akan mulai terasa pedih bila terpapar dengan formaldehida dengan

konsentrasi 0,3mg/L hingga 1,1mg/L, sedangkan formaldehida pada konsentrasi

18
1,2mg/L hingga 2,4mg/L akan menyebabkan iritasi pada mata. Pada konsetrasi

yang lebih tinggi dapat menyebabkan lakrimasi, korosi pada mata, penglihatan

ganda dan konjuktivitas (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

b. saluran pernapasan bagian atas dan bawah

Formaldehida dilaporkan menyebabkan iritasi saluran napas terutama

saluran pernapasan atas dengan gejala hidung dan tenggorokan yang kering. Pada

konsentrasi 0,13mg/L hingga 0,45mg/L, mulai menyebabkan iritasi hidung dan

tenggorokan, sedangkan iritasi salarunan pernapasan bawah ditandai dengan batuk,

rasa berat pada dadadan weezhing. Inhalasi pada konsentrasi 3mg/L dapat

menimbulkan dyspnea dan asma pada orang sehat (IARC, 2006). Dalam kasus akut,

efeknya dapat berkembang menjadi edema paru dan depresi saluran pernapasan.

Inhalasi dengan konsentrasi 50mg/L dapat mengakibatkan pneumonia hingga

kematian (Kuswan, 2011).

c. kulit

Kontak langsung dengan formaldehida pada kulit, akan mengakibatkan

iritasi kulit, dermatitis dan hipersensivitas. Konsentrasi formaldehida yang mulai

menyebabkan iritasi belum diketahui, namun pada aplikasi 1% larutan

formaldehida dalam air akan mengakibatkan iritasi kulit (WHO Environmental

Health Criteria, 1989).

d. saluran pencernaan

Formaldehida juga dapat merusak saluran pencernaan terutama terjadi pada

esofagus dan lambung. Dalam kasus akut, konsumsi oral formaldehid dapat

menyebabkan luka pada lambung, mual, muntah dan pendarahan. Batas konsentrasi

maksimum formaldehida yang tidak menimbulkan efek pada konsumsi oral

19
formaldehida adalah 0,02%. Kematian dapat terjadi pada konsumsi 30mL formalin

(WHO Environmental Health Criteria, 1989).

e. sistem saraf pusat

Formaldehida menimbulkan gejala nonspesifik yang berkaitan dengan

sistem saraf pusat, yaitu menimbulkan rasa haus, sakit kepala, pusing, apatis, tidak

mampu berkonsentrasi, sulit tidur dan lemah (WHO Environmental Health Criteria,

1989).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh International Agency for Research

On Cancer (IARC,2006), formaldehida diklarifikasikan dalam senyawa grup I

(Carcinogenic to Human) karena telah terbukti dapat menyebabkan antara lain

kanker nasofaring, sinonasal dan leukemia.

2.5 Boraks

2.5.1 Pengertian Boraks

Boraks atau natrium tetraborat pada gambar 3 merupakan serbuk hablur

transparan tidak berwarna atau serbuk putih dan tidak berbau. Larutan bersifat basa

terhadap fenoftalein. Boraks diudara kering dan hangat, hablur sering dilapisi

serbuk warna putih. Mempunyai sifat larut dalam air, mudah larut dalam air

mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol (Febri, 2007).

O O O Na
O B B B B
O O O Na

Gambar 3. Struktur Kimia Natrium Tetraborat

20
Menurut Encyclopedi Britanica dan Encyclopedi Nasional Indonesia, kata

boraks berasal dari kata Arab, yaitu bouraq, dan istilah Melayunya tingkal, yang

berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak

berwarna, dan mudah larut dalam air. Boraks termasuk kelompok mineral borat,

suatu jenis senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O).

beberapa jenis borat jarang ditemui, dan terjadi hanya pada daerah tertentu saja,

sebaliknya beberapa diantaranya, misalnya boraks, kernile dan colomanite, secara

komersial ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam

boron sintetis (Winarno dan Rahayu, 1994).

Boron merupakan unsur yang jarang terdapat dalam kerak bumi, tetapi

banyak dijumpai sebagai deposit dalam senyawa garamnya, yaitu boraks, kernit,

dan kolemanit. Struktur ion borat sesungguhnya lebih rumit dari formula yang

dinyatakan tersebut. Misalnya, boraks sesungguhnya tersusun oleh ion

[B4O5(OH)4]2- jadi, formula boraks tersebut lebih merupakan penyederhanaan dari

Na2[B4O5(OH)4].8H2O (Sugiyarto, 2001).

Pada Persamaan reaksi Sugiyarto (2001). Asam ortoborat atau sering

diringkas sebagai asam borat dapat diperoleh dari hidrolisis boron halida:

BX3 (s) + 3 H2O (l) H3BO3 (s) + 3 HX (aq) (1)

Asam borat berupa padatan putih yang sebagian larut dalam air. Asam ini

juga dapat diperoleh dari oksidasi unsur boron dengan larutan hidrogen peroksida

(~30%). Dalam larutan air bersifat asam mono lemah dan bukan bertindak sebagai

donor proton melainkan sebagai asam lewis, misalnya menerima OH- menjadi

[B(OH)4]- menurut persamaan reaksi (Sugiyarto, 2001).

B(OH)3 (s) + H2O (l)


[B(OH)4]- (aq) H+ (aq) (2)

21
Borat-borat diturunkan dari ketiga asam borat, yaitu asam ortoborat

(H3BO3), asam piroborat (H2B4O7) dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat

adalah zat padat kristalin yang putih, yang sangat sedikit larut dalam air dingin,

tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang

diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 100oC, akan diubah

menjadi asam metaborat dan pada 140oC dihasilkan asam piroborat. Bentuk garam

dari asam borat yang berasal dari logam-logam alkali mudah larut dalam air.

Berbeda dengan bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logam-logam

lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-

asam dan dalam amonium klorida. Sebagai contoh, natrium tetraborat atau boraks

merupakan garam dari asam borat yang larut dalam air (Vogel, 1979).

2.5.2 Kegunaan Boraks

Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O, yang banyak digunakan

diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu dan

keramik. Disamping itu, boraks juga digunakan untuk industri makanan, seperti

dalam pembuatan mie, lontong, nugget, ketupat, kerupuk, bakso, bahkan juga untuk

pembuatan kecap (Winarno dan Rahayu, 1994).

Boraks dan asam borat banyak digunakan dalam dunia farmasi dan

pertanian. Bahan kimia tersebut mempunyai efek bakteristatik dan fungistatik.

Keduanya lazim digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan atau

antiseptik di toilet. Salap asam borat yang berkhasiat sebagai antiseptik dibuat pada

pH 5,1. Larutan asam borat juga digunakan sebagai larutan pencuci mata. Untuk

maksud ini, larutan 3,5% asam borat dicampur dengan air dengan volume yang

sama. Larutan boraks gliserin 10% digunakan sebagai obat sariawan. Gliseroboric

acid terbentuk melalui pembebasan tiga molekul air dari reaksi antara gliserin dan

asam borat dengan sejumlah molekul yang sama pada suhu 140oC-150oC (Sonie

dan Wilson, 1957).

22
2.5.3 Toksisitas Boraks

Senyawa borat dapat masuk ke dalam tubuh melalui perpanasan dan

pencernaan atau absorbsi melalui kuli yang luka atau membrane mukosa. Absorbsi

ini berlangsung cepat dan sempurna, sedangkan absorbs pada kulit yang normal

tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (Olson, 1994). Dalam lambung, boraks

akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya pun sama dengan

asam borat. Setelah diabsorbsi akan menjadi kenaikan konsentrasi dan ion borat

dalam cairan serebrospinal, konsentrasi tertinggi akan ditemukan dalam jaringan

otak, hati, dan lemak (Mujamil, 1997).

Boraks atau asam borat dapat diabsorpsi melalui saluran percernaan, dapat

pula berpenetrasi melalui permukaan kulit yang tipis (lecet karena gesekan),

jaringan granular, cairan jaringan dan melalui membran muka. Kurang lebih 50%

dari jumlah yang terabsorpsi diekskresikan melalui air kencing selama 12 jam,

sedangkan sisanya diekskresi selama 3-7 hari atau lebih (Febri, 2007).

Asam borat dan senyawanya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung

dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati,

otak, testis, dan ginjal. Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi

karena senyawa borat tidak termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang kuat dari

asam borat tidak mampu dipecah oleh tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan

energi yang sangat besar sehingga senyawa borat tetap dapat terakumulasi meski

50% dapat dikeluarkan lewat urin (Food and Drug Administration, 2006).

Efek toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan

menimbulkan gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang

perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia,

sianosis, delirium, koma, dan kematian (Febri, 2007).

23
Selain efek toksisitasnya, boraks juga memiliki efek yang lebih berbahaya

bila dikonsumsi dalam jangka panjang seperti depresi siskular, takikardi, sianosis,

kejang hingga koma. Beberapa penelitian pada hewan melaporkan boraks dengan

konsentrasi 6.700ppm dapat menurunkan kuantitas sperma dan atrofi testis

sehingga mengakibatkan terjadinya infertilitas pada pria. Selain itu, juga dapat

menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, kelainan kutaneus dan retardasi

pertumbuhan serta toksisitas pada embrio atau fetus (Fuad, 2014).

Tanda gejala akut (jangka pendek) yang muncul bila terpapar boraks adalah

sebagai berikut: bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput

lendir dengan batuk-batuk dan dapat diabsorbsi menimbulkan efek sistematik

seperti badan merasa tidak enak, mual, nyeri, hebat pada perut bagian perut atas

(epigastrik), pendarahan gastro enteritis disertai muntah darah, diare, lemah,

mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala. Bila kontak dengan kulit, dapat

menimbulkan iritasi pada kulit dan dapat diabsorbsi melalui kulit yang rusak. Bila

kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan perih. Bila

tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan rasa tidak

enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, pendarahan gastro enteritis disertai

muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala (Febri,

2007).

Boraks dan asam borat yang terkandung dalam bleng memberikan reaksi

yang lemah terhadap bakteri, sehingga pemakaiannya harus relatif banyak. Asam

borat dan boraks sebanyak lebih dari 5 gram pada setiap kilogram berat badan dapat

menyebabkan kematian bagi bayi, 5-10 gram pada setiap kilogram berat badan

menyebabkan kematian anak kecil dan 15-20 gram pada setiap kilogram berat

badan menyebabkan kematian bagi orang dewasa (Renawati, 1989).

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel ikan teri asin, asam fosfat
(H3PO4) 85%, asam klorida (HCl) pekat, kalium heksasianoferrat(III)
(K3[Fe(CN)6]), fenilhidrazin hidroklorida 1%, akuades, Natrium tetra boraks
(Na2B4O7.10H2O), Natrium Karbonat 10%, HCl pekat 1:1, metanol p.a, kertas
turmerik, kurkumin, kunyit, kertas saring.

3.2 Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan adalah destilator, labu destilat, labu ukur 100mL,
50mL dan 10mL, cawan porselen, buret, klem, statif, blender, bulp, hotplate, Tanur/
furnace, desikator, Spektrofotometer UV-Vis, dan peralatan gelas yang umum
digunakan dalam laboratorium.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


3.3.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan teri asin di lakukan di Pasar Tradisional Pa’baeng-
baeng (A), Pasar Terong (B), Pasar Antang (C) dan Pasar Daya (D) Kota Makassar
Sulawesi-Selatan pada bulan Mei 2017.

3.3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium
Kimia Terpadu Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Hasanuddin pada bulan Mei-Oktober 2017.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Teknik Pengambilan Sampel
Ikan teri asin diambil dari pedagang yang berbeda lokasi yaitu sampel dari
Pasar Tradisional Pa’baeng-baeng (A), Pasar Tradisional Terong (B), Pasar

25
Tradisional Antang (C) dan Pasar Tradisional Daya (D) dengan masing-masing 3
sampel. Sampel ikan teri asin yang diambil berdasarkan pertimbangan dan analisis
secara fisik yang dianggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota
sampel yang diambil dari setiap pedagang. Sampel ikan teri asin dikemas dalam
wadah seperti plastik yang kering. Wadah plastik diberi kode. Setelah itu, sampel
ikan teri asin dibawa dari tempat pengambilan sampel untuk dilakukan tahap
pengujian di Laboratorium.

3.5 Prosedur Kerja Analisis Formalin

3.5.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Pereaksi Schryver

Dua belas sampel ikan teri asin yang berbeda, dihaluskan, masing-masing

ditimbang sebanyak 30g, kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi dan

ditambahkan akuades sebanyak 200mL. Kemudian diasamkan dengan larutan asam

fosfat 85% sebanyak 10mL. Larutan didestilasi perlahan- lahan. Dipipet sebanyak

10mL hasil destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi

Schryver (2mL fenilhidrazin hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL

K3[Fe(CN)6]. Larutan akan berubah menjadi merah apabila terdapat formalin dalam

sampel (Riana, 2015).

3.5.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis
Pembuatan larutan induk dan standar, Formalin 37% dengan konsentrasi

yang berbeda-beda. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah

diberi label, ditambahkan pereaksi Schryver yaitu fenilhidrazin hidroklorida 1%

sebanyak 2mL, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6] pada tiap konsentrasi yang

berbeda, Sampel yang dinyatakan positif pada pengujian kualitatif, diukur

absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum

(Riana, 2015).

26
3.5.3 Penentuan Kurva Kalibrasi

3.5.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Formalin 100ppm


Larutan formalin 403,3mg/L dipipet sebanyak 25mL ke dalam labu ukur

100mL, ditambahkan dengan akuades, diencerkan hingga mencapai tanda batas,

dihomogenkan.

3.5.3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Formalin 10ppm


Larutan induk formalin 100ppm dipipet sebanyak 5mL ke dalam labu ukur

50mL, ditambahkan dengan akuades, diencerkan hingga tanda batas,

dihomogenkan.

3.5.3.3 Pembuatan 50mL Larutan Deret Standar Formalin 0,02ppm,


0,04ppm, 0,06ppm, 0,08ppm, 0,16ppm dan 0,32ppm

Larutan standar formalin 10ppm masing-masing dipipet sebanyak

0,1mL, 0,2mL, 0,4mL, 0,8mL dan 1,6mL ke dalam labu ukur 50mL, ditambahkan

dengan akuades, diencerkan hingga tanda batas, dihomogenkan. Kemudian masing-

masing larutan deret standar dipipet sebanyak 10mL ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan pereaksi Scrhyver yaitu fenilhidrazin hidroklorida 1% sebanyak 2mL,

5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]. Kemudian diukur absorbansinya.

3.5.3.4 Pembuatan Larutan blanko


Larutan akuades dipipet sebanyak 10mL ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 2mL pereaksi Schryver yaitu fenilhidrazin HCl 1% sebanyak 2mL,

5mL HCl pekat dan 1 mL K3[Fe(CN)6]. Kemudian diukur absorbansinya.

3.6 Prosedur Kerja Analisis Boraks

3.6.1 Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan Kertas
Turmerik

Dua belas sampel ikan teri asin yang berbeda, dihaluskan, masing-masing

ditimbang sebanyak 10 gram, masing-masing dimasukkan ke dalam cawan

porselen, ditambahkan 10mL natrium karbonat 10% dan diaduk rata. Dipanaskan

27
di atas penangas air sampai kering kemudian diarangkan, dimasukkan ke dalam

tanur/ furnace dan dipijarkan pada suhu 550oC sampai pengabuan sempurna ± 4

jam. Cawan didinginkan dalam desikator, setelah dingin ditambahkan 10mL air

panas, dan disaring sampai dapat filtrat. Kertas Turmerik dicelupkan ke dalam

filtrat, jika berwarna merah kecoklatan maka sampel positif mengandung boraks

(Tubagus dkk, 2013).

3.6.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis

Pembuatan larutan induk dan standar, Natrium Tetra Boraks

(Na2B4BO7.10H2O) dengan konsetrasi yang berbeda-beda. Kemudian dimasukkan

ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label, ditambahkan pereaksi kurkumin

2mL pada tiap konsentrasi yang berbeda. Sampel yang dinyatakan positif pada

pengujian kualitatif, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis

dengan panjang gelombang maksimum (Tubagus dkk, 2013).

3.6.3 Penentuan Kurva Kalibrasi

3.6.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Boraks 100ppm

Natrium tetraboraks (Na2B4O7.10H2O) ditimbang sebanyak 0,1893 gram,

dilarutkan dengan akuades, diencerkan dengan akuades hingga tanda batas di dalam

labu ukur 100mL kemudian dihomogenkan.

3.6.3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Boraks 10ppm

Larutan induk Boraks 100ppm dipipet sebanyak 5mL ke dalam labu ukur

50mL, ditambahkan dengan akuades, diencerkan hingga tanda batas,

dihomogenkan.

28
3.6.3.3 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Boraks 2ppm, 4ppm, 6ppm,
8ppm, dan 10ppm

Larutan standar boraks 10ppm masing-masing dipipet sebanyak 2mL,

4mL, 6mL, 8mL dan 10mL ke dalam labu ukur 10mL, ditambahkan dengan

akuades, diencerkan hingga tanda batas, dihomogenkan. Kemudian

masing-masing larutan deret standar dipipet sebanyak 4mL dan 1mL HCl ke

dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan pereaksi kurkumin sebanyak 2mL,

dihomogenkan kemudian diukur absorbansinya.

3.6.3.4 Pembuatan Larutan Blanko

Larutan akuades dipipet sebanyak 4mL dan 1mL HCl ke dalam tabung

reaksi, ditambahkan dengan pereaksi kurkumin 2mL, dihomogenkan, kemudian

diukur absorbansinya.

3.6.3.5 Pengukuran Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin

Filtrat sampel ikan teri dipipet sebanyak 5mL ke dalam tabung reaksi

ditambahkan dengan pereaksi kurkumin 2mL, dihomogenkan, kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 549nm.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Formalin dengan Pereaksi Schryver

Suryadi dkk (2008) menyatakan bahwa pada penelitiannya metode Schryver

telah dinyatakan sebagai metode terbaik untuk analisis kualitatif formalin karena

pereaksi dari metode Schryver ini memiliki batas deteksi visual yang relatif rendah,

yaitu 0,2ppm. Pereaksi ini terdiri atas 2mL larutan fenilhidrazin hidroklorida 1%

(dibuat baru dan disaring), 1mL larutan kalium ferrisianida (dibuat baru) dan 5mL

asam klorida pekat. Jika bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan warna

dari tidak berwarna menjadi merah terang kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang 518nm (Schryver, 1920).

Bahan yang diduga mengandung formalin seperti daging yang paling sering

digunakan yaitu metode Schryver (Allport, 1951). Adapun hasil analisis uji

kualitatif formalin dengan Pereaksi Schryver pada sampel ikan teri (Stolephorus

sp.) asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis uji kualitatif formalin dengan pereaksi scrhyver


Uji Warna
Sampel Hasil
Pereaksi Schryver
A1 Orange -
Pasar A A2 Orange Coklat -
A3 Kuning Kecoklatan -
B1 Kuning Kecoklatan -
Pasar B B2 Kuning Kecoklatan -
B3 Kuning -
C1 Kuning -
Pasar C C2 Kuning -
C3 Kuning -

30
Lanjutan Tabel 6.
D1 Orange -
Pasar D D2 Kunig Kecoklatan -
D3 Kuning -
Pembanding Formalin Merah +
Keterangan:

- = Negatif mengandung formalin

+ = Positif mengandung formalin


Adapun prediksi reaksi kimia antara formalin dengan pereaksi Schryver
dapat dilihat pada Gambar 4.

H
H N
N HCl
NH2 + H2C O N + H2O

Fenilhidrazin Formalin CH2

+
H
N NH

NH2 + K3[Fe(CN)6]
NH +Fe(CN)2 +3KCN +HCN

+
H
N NH

N + NH +Fe(CN)2 +3KCN +HCN


CH2

N H
C N
N N Cl + 4KCN
Fe

CN CN

Kompleks Warna Merah


Gambar 4. Reaksi formalin dengan pereaksi Schryver

31
Berdasarkan hasil uji kualitatif formalin pada ikan teri (Stolephorus sp.) asin

di beberapa Pasar Tradisional Kota Makassar yaitu Pasar A, Pasar B, Pasar C dan

Pasar D dengan menggunakan metode pereaksi Schryver menunjukkan semua

sampel yang diuji negatif mengandung formalin, karena tidak terjadi perubahan

warna yang menandakan adanya formalin yaitu warna merah. Warna yang

terbentuk masing-masing pengujian semua sampel terbentuk warna kuning, orange,

dan kuning kecoklatan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Habibah,

2013) terhadap analisis kandungan formalin pada ikan asin di Pasar Tradisional

Kota Semarang, diketahui bahwa 9 dari 41 (21,9 %) sampel ikan asin yang diambil

mengandung formalin.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Suwahono dkk (2009), menyatakan

bahwa sampel ikan asin yang diteliti positif mengandung formalin. Selain itu,

penelitian yang telah dilakukan oleh Fauziah (2006) terhadap 24 sampel ikan asin

yang diambil di Pasar Johar, diketahui bahwa 5 sampel ikan asin yang diuji juga

mengandung formalin. Kandungan formalin dari Pasar Tradisional Madura

diantaranya sampel ikan asin dari Pasar Kamal memiliki kandungan formalin

29,10mg/kg, sampel dari Pasar Socah mengandung formalin 30,65mg/kg, sampel

dari Pasar Bangkalan mengandung formalin sebesar 49,26mg/kg dan sampel dari

Pasar Sampang memiliki kandungan formalin 44,14mg/kg. Sedangkan, kandungan

formalin paling tinggi untuk Pasar Tradisonal yang ada di Jakarta adalah Pasar

Palmerah dengan kadar formalin mencapai 107, 98 mg/kg (Hastuti, 2010).

Uji Formalin pada Ikan Asin yang dilakukan oleh Yulisa dkk (2014), bahwa

20 sampel ikan asin gurami dari 6 Pasar Tradisional yang dikelola Dinas Pasar

Kota Pekanbaru positif mengandung formalin dengan konsentrasi berkisar antara

1,86%-7,66%. Analisis kandungan formalin dan kadar garam pada ikan sunu asin

32
dari Pasar Tradisional Makassar, Sulawesi Selatan yang telah dilakukan oleh

(Riana, 2015) dengan hasil positif mengandung formalin, sampel dari Pasar B, 2

positif 1,22µg/g dan 1,18µg/g. Pasar C, 2 positif 0,91µg/g dan 0,89µg/g. Pasar D,

2 positif 0,99µg/g dan 1,004 µg/g. Pasar E, 2 positif 0,94 µg/g dan 1,06µg/g. Pasar

F, 1 positif 0,77µg/g. Hal ini menunjukkan bahwa ikan jenis teri asin yang dijual di

Pasar Tradisional Makassar masih aman dari bahan pengawet formalin.

4.2 Hasil Uji Kuantitatif Bahan Pengawet Formalin dengan menggunakan


metode Spektrofotometri UV-Vis

Berdasarkan hasil uji secara kualitatif bahan pengawet formalin terhadap

sampel ikan teri (stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Kota Makassar

menunjukkan bahwa tidak terdapat formalin pada sampel diberbagai lokasi

pengambilan sampel. Oleh karena itu, uji kuantitatif dengan spektrofotometri

UV-Vis tidak dilakukan.

4.3 Hasil Uji Kualitatif Bahan Pengawet Boraks dengan Kertas Turmerik

Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan

turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi boraks atau asam borat.

Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks dengan cara membuat kertas

turmerik dahulu dengan memotong tanaman kunyit ukuran sedang, kemudian

ditumbuk dan disaring sehingga menghasilkan cairan kunyit berwarna kuning,

kemudian kertas saring dicelupkan ke dalam cairan kunyit tersebut dan dikering

anginkan. Kertas turmerik (kunyit) yang mengandung kurkumin atau turmeric

yellow adalah bahan yang biasa digunakan untuk mendeteksi boraks dan merupakan

bahan pewarna yang berasal dari rhizome curcuma Longa, L yang memberikan

warna merah kecoklatan. Reaksi kimia antara boraks dan kurkumin dapat dilihat

pada Gambar 5 (Roth, 1988).

33
Kurkumin
HO OH

8 + Na2B4O7 +
6HCl
H3CO OCH3

O O

HO OH

OH3C CH3O
O O
4 B
Cl+2NaCl+7H2O
O O

OH3C OCH3

HO OH
Kompleks Warna Merah Rosocyanine
Gambar 5. Reaksi Boraks dengan Kurkumin

Uji kualitatif boraks dengan kertas turmerik, sampel diabukan dan

diasamkan dengan asam klorida kemudian kertas kunyit dicelupkan dalam larutan

sampel tersebut, kertas kunyit yang semula berwarna kuning akan berubah menjadi

warna merah kecoklatan. Boraks atau asam borat akan merubah warna kuning dari

kurkumin menjadi warna merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan merupakan

warna dari kompleks Boro-Kurkumin (merah rosocyanin) (Roth, 1988). Adapun

hasil analisis uji kualitatif Boraks dengan kertas turmerik pada sampel ikan teri

(stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Makassar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil analisis uji kualitatif boraks dengan kertas turmerik


Sampel Uji Warna Kertas Turmerik Hasil

Pasar A A1 Merah Kecoklatan +

34
A2 Kuning -

A3 Kuning -

B1 Kuning -

Pasar B B2 Kuning -

B3 Merah Kecoklatan +

C1 Merah Kecoklatan +

Pasar C C2 Kuning -

C3 Merah Kecoklatan +

D1 Merah Kecoklatan +

Pasar D D2 Merah Kecoklatan +

D3 Merah Kecoklatan +

Pembanding Boraks Merah Kecoklatan +

Keterangan:
- = Negatif mengandung boraks

+ = Positif mengandung boraks

Berdasarkan hasil uji kualitatif boraks dengan kertas turmerik pada sampel

ikan teri (Stolephorus sp.) asin dari Pasar Tradisional Makassar, 7 dari 12 sampel

(58,3%) positif mengandung boraks, masing-masing 1 sampel dari Pasar A, 1

sampel dari Pasar B, 2 sampel dari Pasar C, dan 3 sampel dari Pasar D. Hal ini

menunjukkan bahwa ikan teri asin berbahan pengawet boraks beredar di Pasar

Tradisional Makassar. Pengawet boraks masih beredar di Kota Makasar hal ini

diperkuat dari temuan Balai Besar pengawasan Obat dan Makanan (POM)

Makassar melansir 72 jenis makanan hasil produksi industri rumah tangga yang

positif mengandung zat kimia berbahaya. Makanan tersebut mengandung bahan

35
kimia berbahaya seperti bahan pengawet jenis boraks dan formalin.

Penyalahgunaan boraks ditemukan pada produk mie basah, tahu, bakso, kerupuk,

dan pangan jajanan lainnya (Tribun Timur, 2011 dalam Muthalib, 2012). Ikan asin

berbahan pengawet boraks tidak hanya beredar di Pasar Tradisional Makassar,

tetapi juga di Pasar Besar Ngawi, Pasar Besar Madiun dan Pasar Pojok

menunjukkan seluruh sampel mengandung zat pengawet boraks, kadar boraks

tertinggi pada ikan asin jenis teri (C2) yaitu 3,69%. Dan kadar boraks terendah pada

ikan asin jenis gerih balur (B2) yaitu 1,21% (Umaroh dan Sulistyarsi, 2015).

4.4 Hasil Uji Kuantitatif Bahan Pengawet Boraks dengan Spektrofotometri


UV-Vis Menggunakan Pereaksi Kurkumin

Langkah pertama pada penelitian ini adalah penentuan panjang gelombang

maksimum pada larutan deret standar boraks yang dipreparasi. Preparasi larutan

standar boraks direaksikan dengan kurkumin, karena larutan boraks merupakan

larutan yang tidak berwarna, dan tidak memiliki gugus kromofor. Oleh asam kuat,

boraks terurai dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat dan diikat oleh kurkumin

membentuk kompleks warna merah rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau

senyawa Boron Cyanon Kurkumin kompleks, sehingga warna kompleks tersebut

yang dimanfaatkan untuk mengukur kadar boraks menggunakan alat

spektrofotemeter UV-Vis (Azas, 2013).

Konsentrasi kurkumin yang digunakan adalah 0,125%, berdasarkan

penelitian, bahwa pada kisaran 0,100%-0,150%, kurkumin dapat larut sempurna

dalam metanol dan asam asetat tanpa proses penyaringan (Saadah, 2006).

Pembuatan larutan kurkumin dalam metanol selalu harus dibuat baru. Hal

ini disebabkan oleh penggunaan metanol sebagai pelarut yang memiliki sifat mudah

36
menguap akan berpengaruh pada konsentrasi larutan. Penambahan pereaksi

kurkumin pada penelitian ini sebanyak 2mL, sesuai dengan peneliti terdahulu

penambahan pereaksi kurkumin sebanyak 1-3mL karena hasil nilai

absorbansinya paling tinggi (Horwitz, 2000). Kestabilan kompleks warna hanya

dapat dipertahankan selama 2 jam setelah kompleks warna tersebut

terbentuk dalam keadaan asam. Oleh karena itu, pengukuran kadar menggunakan

spektrofotometer tidak lebih dari 2 jam setelah kompleks tersebut terbentuk (Azas,

2013).

Penentuan nilai serapan suatu sampel harus berada pada panjang gelombang

maksimum sehingga didapatkan nilai yang maksimal. Pada penelitian sebelumnya

panjang gelombang maksimum terpilih dari hasil reaksi antara boraks dan

kurkumin adalah 541nm (Febri, 2007), pada penelitian Fuad (2014) 547nm, 545,

95nm pada penelitian Azas (2013), dan terdapat pada panjang gelombang 550nm

pada penelitian Marczenko dan Balcerzak (2000). Namun dikarenakan kondisi

preparasi sampel yang berbeda, pada penelitian ini didapatkan hasil pengukuran

panjang gelombang maksimum boraks adalah 549nm.

Metode analisis kuantitatif yang akan digunakan harus valid. Untuk

mengetahui apakah metode tersebut valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji

validasi metode analisis. Berdasarkan data kurva kalibrasi, dapat dilakukan validasi

metode yaitu linieritas. Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang

memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi

matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien kolerasi r pada

analisis regresi linier y= ax +b. hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai r2 = 1

37
atau mendekati 1 (Harmita, 2006). Pembuatan larutan untuk kurva kalibrasi natrium

tetraboraks dilakukan dengan membuat larutan deret standar berbagai konsentrasi

pengukuran yaitu 2ppm, 4ppm, 6ppm, 8ppm dan 10ppm, kemudian diukur

serapannya pada panjang gelombang 549nm. Kurva kalibrasi standar boraks dapat

dilihat pada gambar 6. Dan kurva kalibrasi tersebut didapat persamaan regresi y=

0,06965x + 0,00339 dengan koefisien korelasi (r2) sebesar 0,96090. Kriteria

penerimaan dari koefisen korelasi adalah (r2) sebesar ≥ 0,9999 (Harmita, 2006)

yang berarti bahwa hasil kurva antara absorban dan konsentrasi tersebut terdapat

hubungan yang linier.

0,8
0,7
0,6
Absorbansi (nm)

0,5
0,4
0,3 y = 0,0696x + 0,0036
R² = 0,9608
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)

Gambar 6. Kurva Kalibrasi Deret Standar Boraks

Pada kurva kalibrasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung

parameter kuantitatif. Kuantitatif merupakan parameter pada analisis renik dan

diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama. Kuantitas dapat dihitung secara statistik

melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan

38
nilai a pada persamaan garis liner y= ax + b (Harmita, 2006). Adapun nilai absorban

yang diperoleh dari uji kuantitatif larutan standar sampel positif mengandung

boraks menggunakan spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai absorbansi larutan deret standar dan sampel positif mengandung
boraks dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Deret Standar Absorbansi


Konsentrasi (ppm)
dan Sampel (nm)

Larutan standar 2 0,138

Larutan standar 4 0,239

Larutan standar 6 0,481

Larutan standar 8 0,589

Larutan standar 10 0,659

Pasar A1 171,0725 0,480

Pasar B3 79,5425 0,225

Pasar C1 138,4075 0,389

Pasar C3 140,2025 0,394

Pasar D1 11,7025 0,036

Pasar D2 7,0375 0,023

Pasar D3 278,035 0,778

Diperoleh persamaan garis y= 0,06965x + 0,00339. Sedangkan untuk

menghitung kadar boraks dalam sampel tersebut adalah dengan mengalikan nilai

konsentrasi dengan faktor pengenceran, yaitu sebesar 25 kali. Adapun sampel yang

dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis adalah

sampel yang positif mengandung boraks berdasarkan hasil pemeriksaan uji

kualitatif. Hasil pengukuran kadar pengawet boraks pada sampel menunjukkan

39
bahwa dari 12 sampel ikan teri asin dari Pasar Tradisional Makassar 7 sampel

menunjukkan positif mengandung boraks dengan kadar yang berbeda-beda, sampel

dari Pasar A1 positif mengandung boraks dengan kadar sebesar 171,0725ppm,

sampel dari Pasar B3 positif mengandung boraks dengan kadar sebesar

79,5425ppm, sampel dari Pasar C1 dan C2 positif mengandung boraks dengan

kadar sebesar 138,4075ppm dan 140,2025ppm, serta sampel dari Pasar D1, D2 dan

D3 positif mengandung boraks dengan kadar 11,7025ppm, 7,0375ppm, dan

278,035ppm. Kadar boraks terendah terdapat pada Pasar D2 dengan kadar

7,0375ppm dan kadar boraks tertinggi terdapat pada Pasar D3 dengan kadar sebesar

278,035ppm.

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh

tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Pada keadaan normal,

konsentrasi boraks di dalam serum sebesar 7µg/mL, tetapi pada keracunan

konsentrasinya 20-150µg/mL sedangkan pada kasus kematian dapat terjadi pada

konsentrasi 200-15000µg/mL (Flanaga dkk, 1995). Hasil dari penetapan kadar

boraks pada semua sampel dapat dilihat pada Gambar 7.

300
250 Sampel 1
Kadar (ppm)

200 Sampel 2
150 Sampel 3
100
50
0
Pasar A Pasar B Pasar C Pasar D
Sampel

Gambar 7. Grafik analisis kadar boraks pada sampel ikan teri


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

40
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan teri asin yang

dijual di Pasar Tradisional Makassar tidak mengandung formalin, akan tetapi dari

hasil analisis uji kualitatif 58,3% sampel ikan teri positif mengandung boraks, kadar

boraks terendah dari analisis uji kuantitatif terdapat pada sampel D2 dengan kadar

sebesar 7,0375ppm dan kadar boraks tertinggi pada sampel D3 sebesar

278,035ppm.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan bahan pengawet

boraks dan formalin pada ikan teri dengan metode atau instrumen yang lain.

2. Perlu dilakukan penelitian pada makanan-makanan lainnya terutama yang dijual

di kantin-kantin kampus UNHAS Makassar dan sekitarnya.

3. Pemerintah (BPOM Makassar) perlu meningkatkan pengawasan terhadap

penjualan makanan yang diduga mengandung bahan pengawet yang berbahaya

melalui pemantauan langsung ke Pasar atau tempat penjualan makanan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Allport, N.L., 1951, Colorimetric Analysis, Hall Chapman, Newyork.

41
Alsuhendra dan Ridawati., 2013, Bahan Toksik dalam Makanan, Rosda, Jakarta.

Azas, Q.S., 2013, Analisis Kadar Boraks pada Buah Kurma yang Beredar di Pasar
Tanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, Skripsi
tidak Diterbitkan, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Cahyadi, W., 2008, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Bumi
Aksara, Jakarta.

Depkes RI dan Dirjen POM., 2003, Formalin, Departemen Kesehatan RI dan


Direktorat Jenderal POM, Jakarta.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.,
1990, Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Departemen Kesehatan,
Bogor.

Fauziah., 2006, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penjualan Ikan Asin


Berformalin di Kalangan Pedagang Asin di Pasar Johar Semarang,
Skripsi tidak Diterbitkan, Jurusan Farmasi, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Febri, E.P.K., 2007, Analisis Boraks dalam Legendar yang Beredar di Kota
Magelang, Skripsi tidak Diterbitkan, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.

Flanaga, R.J., Braithwaite, R.A.,Brown, S.S., Widdop, B., and Wolff, F.A., 1995,
Basic Analytical Toxicology, World Healt Organization, Geneval.

Food and Drug Administration., 2006, Human Health and Ecological Risk
Assessment For Borax.

Fuad, N.R., 2014, Identifikasi Kandungan Boraks pada Tahu Pasar Tradisional di
Daerah Ciputat, Skripsi tidak Diterbitkan, Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Habibah, T.P.Z., 2013, Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan
Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang, Unnes
Journal of Public Health, 2 (3); 1-10

Harmita., 2006, Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi, Departemen
Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta.

Hastuti, S., 2010, Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin
Madura, Jurnal Agrointek, 4 (2); 132-137.

Horwitz, W., 2006, Official Methods of Analysis International, XVII Edition,


Gaitherburg Marryland AOAC International, USA.

42
Hutomo, M., Burhanuddin, A,. Djamali, S dan Martasewojo., 1987, Sumber Daya
Ikan Teri di Indonesia, Proyek Studi Sumber Daya Laut, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi, LIPI, Jakarta.

IARC, 2006, IARC Monographs on The Evaluation of Caacinogenic Risks to


Humans: Formaldehyde, 2-Butoxyethanol and 1-Tert-Butoxypropan-2-ol.
Lyon 88; WHO.

Kuswan, A.S., 2011, Optimasi Pereaksi Scryver dan Penerapannya pada Analisis
Formaldehid dalam Sampel Usus dan Hati Ayam Secara Spektrofometri,
Skripsi tidak Diterbitkan, Prgram Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.

Marczenko, Z., and Balcerzak, M., 2000, Separation Preconcentration and


Spectrophotometry in Organic Analysis, Elsevier Science BV,
Amsterdam.

Muchtadi, T.R., dan Sugiyono., 1989, Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB-Bogor.

Mujamil, J., 1997, Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada beberapa Jenis
Makanan di Kotamadya Palembang, Cermin Dunia Kedokteran, 1 (2): 17-
21.

Muthalib, C.A., 2012, Studi Penggunaan Bahan Pengawet Boraks dan Formalin
pada Makanan Jajanan yang Dijajankan oleh Pedagang Kaki Lima di
Pasar Sentral Makassar, Skripsi tidak Diterbitkan, Fakultas Ilmu
Kesehatan, UIN Alauddin Makassar.

Olson, K.R., 1994, Poisoning and Drug Overdose Prentice, Hall International,
United States of America.

Patong, A.R., 2013, Analisis Kimia Pangan Cetakan Pertama, Dua Satu Press,
Makassar.

Peraturan Menteri, 1988, Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan


RI nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, Jakarta.

Peraturan Menteri, 1999, Bahan Tambahan Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan


RI nomor 1168/Menkes/Per/X/1999, Jakarta.

Peraturan Menteri, 2012, Jenis BTP yang Diizinnkan dalam Penggolongan II,
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 033 Tahun 2012. Jakarta.

Renawati., 1989, Komposisi Kimia Bleng, Akademi Analisis IPB, Bogor.

Reynold, J.E.F,. 1982, Martindale the Extra Pharmacopoeia 28th, The


Pharmaceutical Press, London.

43
Riana, 2015, Kandungan Formalin dan Kadar Garam Pada Ikan Sunu Asin dari
Pasar Tradisional Makassar Sulawesi Selatan, Skripsi tidak Diterbitkan,
Program Studi Kedokteran Hewan, FK, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Saadah, L., 2006, Identitas Boraks dan Asam Borat pada Beberapa Jenis Mie yang
Diperoleh dari Pasar Depok, Skripsi tidak Diterbitkan, Departemen
Farmasi Program Ekstensi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia, Depok.

Saanin, H., 1984, Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta, Jakarta.

Salosa, Y., 2013, Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan total Bakteri Ikan asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarni Provinsi Papua, Jurnal Depik, 2 (1); 10-
15.

Sastra W., 2008, Fermentasi Rusip, Skripsi tidak Diterbitkan, Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, FIKP, Institut Pertanian Bogor.

Schryver, S.B., 1910, The Photochemical Formation of Formaldehyde in Green


Plants, Procroy Soc Series, London.

Sedjati, S., 2006, Pengaruh Konsentrasi Khitosan terhadap Mutu Ikan teri Asin
(Stolephorus sp) Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar, Tesis tidak
Diterbitkan, Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai,
Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sella, 2013, Analisis Pengawet Natrium Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada
Saus Tomat dari Pasar Tradisional kota Blitar, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 2 (2).

Siaka, I.M., 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang
Beredar di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia, 3 (2); 87-92.

Singgih, H., 2013, Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor
Warna dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent), Jurnal Eltek, 11
(1); 55-70.

Sonie, T.O., and Wilson, C.O., 1957, Inorganic Pharmacentical Chemistry, Sixth
Edition, Lea and Febiger, Philadelphia.

Sugiyarto, K.H., 2001, Dasar-dasar Kimia Anorganik Non Logam, Jurusan


Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Suryadi, H., Mansur, U dan Christine, N., 2008, Optimasi Pereaksi Schryver untuk
Identifikasi Formalin dalam Sampel Permen, Kongres Ilmiah XVI Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, Yogyakarta.

44
Suryadi, H.,Kurniadi, M dan Melanie, Y., 2010, Analisis Formalin dalam Sampel
Ikan dan Udang Segar dari Pasar Muara Angke, Majalah Ilmu
Kefarmasian, 7 (3); 16-31.

Suwahono, M., Taufik, N dan Faizah 2009, Analisis Kualitatif Adanya Formaldehid
pada Ikan Asin, Skripsi tidak Diterbitkan, Jurusan Tadris Kimia, Fakulatas
Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang.

Triastuti, E., 2013, Analisis Boraks pada Tahu yang Diproduksi di Kota Manado,
Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (3); 1-10.

Tubagus, I., Citraningtyas, G., dan Fatimawali., 2013, Identifikasi dan Penetapan
Kadar Boraks dalam Ikan Asin di Kota Madura, Jurnal Ilmiah Farmasi, 2
(4); 2302-2493.

Umaroh, N., dan Sulistyarsi, A., 2015, Analisis Boraks dan Uji Organoleptik pada
berbagai Ikan Asin yang di Jual di Pasar, Jurnal Floren, 3 (9); 1-4.

Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, LN 1996, Jakarta.

Vogel, A.L., 1979, a Text-Book of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic


Analysis, Diterjemahkan oleh Setiono, L., dan Hadyana, A., Edisi V, 343-
346, PT Kalman Media Pustaka, Jakarta.

WHO, 1989, Environmental Health Criteria 89 Formaldehyde, Geneva,


International Programme on Chemical Safety.

Widyaningsih, T.D dan Murtini, E.S., 2006, Alternatif Pengganti Formalin pada
Produk Pangan Cetakan Pertama, Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno, F.G., dan Rahayu, I.S., 1994, Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan, Sinar Pustaka harapan, Jakarta.

Windholz dan Susan., 1983, The Merck Index Edition 10th , Merckco Inc USA,
Newyork.

Wulan, S.R.S., 2015, Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang Bakso di
Kecamatan Panakukkang Kota Makassar, Skripsi tidak Diterbitkan,
Program Studi Kedokteran Hewan, FK, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Yulisa, N., 2014, Uji Formalin pada Ikan Asin Gurami di Pasar Tradisional
Pekanbaru, Jurnal Jorm FK, 1 (2); 1-12.

LAMPIRAN 1. Bagan Kerja

1. Teknik Pengambilan Sampel

45
Ikan Teri

- Diambil dari empat pedagang


- sampel dari Pasar Tradisional Pa’baeng-baeng (A), Pasar
Tradisional Terong (B), Pasar Tradisional Antang (C),
Pasar Tradisional Daya (D) masing-masing 3 sampel
- Sampel ikan teri asin dikemas dalam wadah plastik yang
kering
- Wadah plastik diberi kode

Dilakukan Tahap Pengujian di Laboratorium

2. Prosedur Kerja Analisis Formalin

2.1 Uji Kualitatif Senyawa Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Pereaksi Schryver

2.1.1 Preparasi Sampel

12 Sampel Ikan Teri Asin

- Dihaluskan
- Masing-masing ditimbang sebanyak 30g
- Dimasukkan ke dalam labu destilasi
- Ditambahkan 200mL akuades
- Diasamkan dengan larutan asam fosfat 85% 10mL
- Larutan didestilasi perlahan-lahan

Larutan Destilat

Larutan Destilat

46
- Dipipet sebanyak 10mL
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Larutan akan berubah menjadi merah apabila terdapat
formalin dalam sampel
Hasil

2.2 Uji Kuantitatif Kadar Formalin pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis

Formalin 403,3 mg/L

- Dibuat larutan induk dan standar dengan konsentrasi berbeda-


beda
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Sampel yang dinyatakan positif pada pengujian kualitatif
- Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang maksimum. (Riana, 2015)
Hasil

2.3 Penentuan Kurva Kalibrasi


2.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Formalin 100ppm

Formalin 403,3 mg/l


- Dipipet sebanyak 25mL kedalam labu ukur 1000mL
- Ditambahkan dengan akuades
- Diencerkan hingga tanda batas
- Dihomogenkan

Larutan Induk 100ppm

2.3.2 Pembuatan 50mL larutan Standar Formalin 10ppm

47
Larutan Induk 100ppm

- Dipipet sebanyak 5mL kedalam labu ukur 50mL


- Ditambahkan dengan akuades
- Diencerkan hingga tanda batas
- Dihomogenkan

Larutan Standar 10ppm

2.3.3 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Formalin 0,02ppm,


0,04ppm, 0,08ppm, 0,16ppm dan 0,32ppm

Larutan standar 10ppm

- Masing-masing dipipet sebanyak 0,1mL, 0,2mL, 0,4mL,


0,8mL, dan 1,6mL kedalam labu ukur 50mL
- Ditambahkan dengan akuades
- Diencerkan hingga tanda batas
- Dihomogenkan
- Kemudian masing-masing larutan deret standar dipipet
sebanyak 10mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Kemudian diukur absorbansinya

Hasil

2.3.4 Pembuatan Larutan Blanko

10mL akuades
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi schryver (2mL fenilhidrazin
hidroklorida 1%, 5mL HCl pekat dan 1mL K3[Fe(CN)6]
- Kemudian diukur absorbansinya

3. ProsedurHasil
Kerja Analisis Boraks

48
3.1 Uji Kualitatif Senyawa Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin
dengan Kertas Turmerik

3.1.1 Preparasi Sampel


12 Sampel Ikan Teri Asin

- Dihaluskan
- Masing-masing ditimbang sebanyak 10g
- Dimasukkan ke dalam cawan porselen
- Ditambahkan 10mL Natrium Karbonat 10% dan diaduk
rata
- Dipanaskan diatas tangas air sampai kering
- Diarangkan
- Dimasukkan ke dalam tanur atau furnace dan dipijarkan
pada suhu 550oC sampai pengabuan sempurna ± 4 jam
- Didinginkan dalam desikator
- Kemudian setelah dingin ditambahkan 10mL air panas
- Ditambahkan HCl (1:1) 2mL, disaring

Residu Filtrat

Filtrat

- Diambil ke dalam gelas kimia 50mL


- kertas Turmerik dicelupkan ke dalam filtrat
- Jika berwarna merah kecoklatan maka sampel positif
mengandung boraks

Hasil
(Tubagus dkk, 2013)

49
3.2 Uji Kuantitatif Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri Asin dengan
Metode Spektrofotometer UV-Vis

Na2B4O7.10H2O

- Dibuat larutan induk dan standar dengan konsentrasi berbeda-


beda
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label
- Ditambahkan pereaksi Kurkumin 2mL
- Sampel yang dinyatakan positif pada pengujian kualitatif
- Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
dengan panjang gelombang maksimum.
Hasil
(Tubagus dkk, 2013)

3.3 Penentuan Kurva Kalibrasi


3.3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Boraks 100ppm

Na2B4O7.10H2O
- Ditimbang sebanyak 0,1893 gram
- Dilarutkan dengan akuades
- Diencerkan dengan akuades hingga tanda batas di dalam
labu ukur 100mL
- Dihomogenkan

Larutan Induk 100ppm

3.3.2 Pembuatan 50mL larutan Standar Boraks 10ppm

Larutan Induk 100ppm

- Dipipet sebanyak 5mL kedalam labu ukur 50mL


- Ditambahkan dengan akuades
- Diencerkan hingga tanda batas
- Dihomogenkan

Larutan Standar 10ppm

50
3.3.3 Pembuatan 50mL Larutan Deret Standar Boraks 2ppm,
4ppm, 6ppm, 8ppm dan 10ppm

Larutan standar 10ppm

- Masing-masing dipipet sebanyak 2mL, 4mL, 6mL, 8mL,


dan 10mL kedalam labu ukur 50mL
- Ditambahkan dengan akuades
- Diencerkan hingga tanda batas
- Dihomogenkan
- Kemudian masing-masing larutan deret standar dipipet
sebanyak 4mL dan 1mL HCl ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi Kurkumin 2mL
- Dihomogenkan
- Kemudian diukur absorbansinya

Hasil

3.3.4 Pembuatan Larutan Blanko

4mL akuades dan 1mL HCl

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Ditambahkan pereaksi kurkumin 2mL
- Dihomogenkan
- Kemudian diukur absorbansinya

Hasil

3.3.5 Pengukuran Kadar Boraks pada Sampel Ikan Teri

5mL Sampel Positif


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan pereaksi kurkumin 2mL
- Dihomogenkan
- Kemudian diukur absorbansinya

Hasil
51
LAMPIRAN 2. Foto-foto Hasil Penelitian

1. Warna Kontrol Positif Formalin

A2
A1

A3

2. Uji Kualitatif Formalin pada Sampel Pasar A1, A2, A3

52
B1 B2

B3

3. Uji Kualitatif Formalin pada Sampel Pasar B1, B2, B3

C1 C2

C3

4. Uji Kualitatif Formalin pada Sampel Pasar C1, C2, C3

53
D1 D2

D3

5. Uji Kualitatif Formalin pada Sampel Pasar D1, D2, D3

A3
A2
A1

6. Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Pasar A1, A2, A3

54
B1 B2 B3

7. Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Pasar B1, B2, B3

C1 C3 C2

8. Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Pasar C1, C2, C3

D1 D2 D3

9. Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Pasar D1, D2, D3

55
6ppm 4ppm 2ppm
8ppm
Blanko
10ppm

10. Deret Standar Natrium Tetraboraks 2ppm, 4ppm, 6ppm, 8ppm, dan 10ppm

11. Data Panjang Gelombang Natrium Tetraborat

56
12. Data Linieritas Kurva Kalibrasi Deret Standar Natrium Tetraborat

57
13. Data Nilai Konsentrasi Sampel

58
LAMPIRAN 3. Perhitungan

1. Perhitungan Regresi Linear


𝒏 (∑ 𝒙𝒚) − (∑𝒙) (∑𝒚)
a=
𝒏 (∑𝒙𝟐 ) − (∑𝒙)𝟐
𝒏 (∑ 𝒚) (∑𝒙𝟐 ) − (∑𝒙) (∑𝒙𝒚)
b=
𝒏 (∑𝒙²) − (∑𝒙)²
Ket:
a = slope b = intercept
∑x = jumlah konsentrasi larutan standar
∑y = jumlah absorbansi larutan standar
∑xy = jumlah hasil perkalian antara konsentrasi dan absorbansi standar
n = jumlah data
2. Perhitungan Konsentrasi Sampel

𝒚− 𝒃
y = ax + b 𝒙= 𝒂

Ket: a = slope
b = intercept
x = konsentrasi
y = absorbansi

3. Perhitungan Analisis Boraks

3.1 Pembuatan 100mL Larutan Induk Boraks 100ppm

Mr Na2B4O7 mg
ppm = X
Mr Na2B4O7.10H2O L

201,37 mg
1000 = X
381,37 0,1L

mg = 189,3903 mg → 0,1893 gram

59
3.2 Pembuatan 50mL Larutan Standar Boraks 10ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 100 ppm = 50 mL × 10 ppm

V1 = 5 mL

3.3 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Boraks 2ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10 ppm = 10 mL × 2 ppm

V1 = 2 mL

3.4 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Boraks 4ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10 ppm = 10 mL × 4 ppm

V1 = 4 mL

3.5 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Formalin 6ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10 ppm = 10 mL × 6 ppm

V1 = 6 mL

3.6 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Boraks 8ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10 ppm = 10 mL × 8 ppm

V1 = 8 mL

3.7 Pembuatan 10mL Larutan Deret Standar Formalin 10ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 10 ppm = 10 mL × 10 ppm

V1 = 10 mL

60
3.8 Perhitungan Konsentrasi Sampel

Diperoleh persamaan garis y= 0,06965x + 0,00339

1. Konsentrasi Sampel (A1) y= 0,480nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,480 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,480 – 0,00339

0,480-0,0039
x=
0,06965

= 6,8429ppm

Konsentrasi sampel A1 = x . Fp

= 6,8429ppm x 25

= 171, 0725ppm

2. Konsentrasi Sampel (B3) y= 0,225nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,225 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,225 – 0,00339

0,225-0,0039
x=
0,06965

= 3,1817ppm

Konsentrasi sampel B3 = x . Fp

= 3,1817ppm x 25

= 79,5425ppm

61
3. Konsentrasi Sampel (C1) y= 0,389nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,389 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,389 – 0,00339

0,389-0,0039
x=
0,06965

= 5,5363ppm

Konsentrasi sampel C1 = x . Fp

= 5,5363ppm x 25

= 138,4075ppm

4. Konsentrasi Sampel (C3) y= 0,394nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,394 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,394 – 0,00339

0,394-0,0039
x=
0,06965

= 5,6081ppm

Konsentrasi sampel C3 = x . Fp

= 5,6081ppm x 25

= 140,2025ppm

62
5. Konsentrasi Sampel (D1) y= 0,036nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,036 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,036 – 0,00339

0,036-0,0039
x=
0,06965

= 0,4681ppm

Konsentrasi sampel D1 = x . Fp

= 0,4681ppm x 25

= 11,7025ppm

6. Konsentrasi Sampel (D2) y= 0,023nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,023 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,023 – 0,00339

0,023-0,0039
x=
0,06965

= 0,2815ppm

Konsentrasi sampel D2 = x . Fp

= 0,2815ppm x 25

= 7,0375ppm

63
7. Konsentrasi Sampel (D3) y= 0,778nm

y = 0,06965x + 0,00339

0,778 = 0,06965x + 0,00339

0,06965x = 0,778 – 0,00339

0,778-0,0039
x=
0,06965

= 11,1214ppm

Konsentrasi sampel D3 = x . Fp

= 11,1214ppm x 25

= 278,035ppm

64

Anda mungkin juga menyukai