Anda di halaman 1dari 79

SKRIPSI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI


SPONS LAUT Clathria sp SERTA UJI AKTIVITASNYA TERHADAP DPPH
(1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl)

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Oleh:

OLEH:

ANDI IQMAL JAYA PUTRA


F1F1 11 056

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

AGUSTUS 2016

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI
SPONS LAUT Clathria sp SERTA UJI AKTIVITASNYA TERHADAP DPPH
(1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl)

Diajukan oleh:

ANDI IQMAL JAYA PUTRA


F1F1 11 056

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. I. Sahidin, M.Si i Dr. Baru Sadarun, S.Pi., M.Si.,Apt.


NIP. 19690420 199403 1 004 NIP. 19710723 199903 1 004
19810705 200812 2 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi UHO,

Nur Illiyyin Akib, S.Si.,M.Si.,Apt


NIP. 19810319 200801 2 006
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

2
Kendari, Agustus 2016

Andi Iqmal Jaya Putra

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan hasil penelitian yang

berjudul ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT

SEKUNDER DARI SPONS LAUT Clathria sp SERTA UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl) dapat terselesaikan. Melalui

kesempatan ini dengan segala bakti penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga

3
kepada orang tua penulis ibunda Hj. Ira Toha dan ayahanda Jufri Andi Singke, atas

segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis. Semoga

Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian.

Terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Dr. I. Sahidin, M.Si. selaku pembimbing

pertama dan Dr. Baru Sadarun S.Pi., M.Si selaku pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis

selama mengikuti perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini

ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Prof. Dr. Sahidin.,M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Halu Oleo.

3. Ibu Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si., Apt. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Wahyuni, S.Si., M.Si,Apt, Sekretaris Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Halu Oleo yang telah memberikan banyak bantuan administratif.

5. Ibu Rini Hamsidi, S.Farm., M.Farm., Apt., selaku Kepala Laboratorium

Farmasi yang telah memberikan izin penelitian

6. Ibu Dr. Prima Endang Susilowati, M.Si., Ibu Nur Illiyyin Akib,

S.Si.,M.Si.,Apt, dan Ibu Hasnawati, S.Si., M.Sc, selaku Dewan Penguji yang

telah banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir.

4
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi, serta seluruh staf di lingkungan

Fakultas Farmasi UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan

selama penulis dalam menuntut ilmu.

8. Kepada Direktur Taman Wisata Pendidikan Laut Bintang Samudra yang telah

bekerjasama dalam jalannya penelitian. Semoga terus menjadi taman wisata

pendidikan laut yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

9. Buat kakak dan adikku tersayang Andi Irfan Widya Prawira S.H dan Andi

Widya Tri Pratiwi terima kasih untuk segala kebersamaan hingga saat ini.

10. Kepada saudari Gladys Dwiputri terima kasih telah memberikan motivasi,

dukungan, bantuan dan perhatiannya kepada penulis hingga saat ini.

11. Buat seniorku yang baik hati, Muh. Hajrul Malaka, S.Si., M.Sc, Wd. Siti

Musninah S.Si., M.Sc, Agung Wibawa Mahatva Yodha S.Si, Saripuddin S.Si

dan senior angkatan 2010 Ahmad Sapaa S.Farm., Apt, Ismayana S.Farm., Apt,

Muh. Nurdin S.Farm, Azhar S.Farm, Adi Suwandi S.Farm, Edi Mursidi

S.Farm, L.M Irfan Islami S.Farm, Muh. Sahid S.Farm, Harry Sunandar

S.Farm, La Ode Najamudin S.Farm, Faisal S.Farm, Ipul S.Farm, Andi

Erpiansah S.Farm, Lely Sulfiani S.Farm, muhajrianti S.Farm, dan Arly

S.Farm, terima kasih untuk bantuan dan arahannya selama ini. Semoga rahmat

Allah SWT selalu menyertai kanda.

12. Rekan-Rekan sepenelitian, Bapak Nohong S.Si., M.Si, Adnan Aprilianto Soni,

La Ode Abdul Salim, Muh. Hamri Rendi, Muh. Adha, Wawan Nurjadin, Muh.

Al - Asrin, Elshinta, Noermayanti, Catur , Andi Anugerah Agung, Ceria Atika

5
Fajrianti, Salim, Mahfudz, Rahmat Sutrisna, Rahmad Darmawan, Baharuddin,

Alifka, Hasriyani, Ifni Nurul Suci, Utami Nindiya, Nur Salimah Taano, Irvan

Anwar, serta rekan penelitian angkatan 2012 Dina, Wisda, Mail, Sujana,

Julpan, Dadang, Iin priska, Vena, Isra, Kiki, Dissa, Rahmi, Fadil, Dinan, filda,

iwan dan Nirma terima kasih buat semangat dan kerjasamanya selama ini.

13. Sahabat-sahabatku, seluruh Mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan 2011, yang

tidak bisa disebutkan satu persatu, yang merupakan teman seperjuangan

penulis dalam menuntut ilmu dan tumbuh dewasa bersama, semoga Allah

SWT memudahkan jalan hidup kita semua.

14. Kepada adik-adik Mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan, 2012, 2013, 2014

Dan 2015 yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, yang turut memberi

dukungan kepada penulis selama ini, Semoga kalian selalu diberi petunjuk

dan kemudahan oleh-Nya.

15. Kepada pengurus lembaga kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan

(HMJ) Farmasi periode 2013/2014, seluruh pengurus Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) Universitas Halu Oleo periode 2014/2015 dan periode

2015/2016 dan Pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia

(ISMAFARSI) periode 2012/2014 yang selama ini memberi motivasi dan

kerjasama dalam membangun peran sebagai mahasiswa serta sebagai wadah

pembelajaran dalam organisasi kemahasiswaan.

16. Kepada teman-teman Keluarga besar SMAN 1 Kendari angkatan 2011

khususnya kelas XII IPA 4 yang telah memberikan motivasi dan dukungan

6
kepada penulis, semoga kalian selalu diberi petunjuk dan kemudahan oleh-

Nya.

Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil ini, sudilah

kiranya memberikan koreksi untuk lebih baiknya tulisan ini. Semoga Allah SWT

memberi taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan

yang shalih dan memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Amin

Kendari, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN...............................................................xiv
ABSTRAK............................................................................................................................xvi
ABSTRACT........................................................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................3

7
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................5
A. Biota Laut Spons..........................................................................................................5
1. Spons Clathria sp.....................................................................................................6
2. Morfologi Spons.......................................................................................................6
3. Fisiologi Spons.........................................................................................................7
4. Reproduksi dan Daur Hidup Spons..........................................................................8
5. Makanan dan Kebiasaan Makan Spons....................................................................9
6. Kandungan Farmakologi spons................................................................................9
B. Metabolit Sekunder....................................................................................................10
C. Kandungan Kimia.......................................................................................................11
D. Metode Analisis Senyawa Bahan Alam......................................................................11
1. Metode Isolasi........................................................................................................11
2. Metode Identifikasi................................................................................................16
E. Uji bioaktivitas Antioksidan.......................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................................24
A. Waktu, Tempat Penelitian...........................................................................................24
B. Jenis Penelitian...........................................................................................................24
C. Bahan Penelitian.........................................................................................................24
D. Alat Penelitian............................................................................................................25
E. Variabel......................................................................................................................25
1. Variabel Bebas........................................................................................................25
2. Variabel Terikat......................................................................................................25
3. Variabel Kontrol.....................................................................................................26
F. Definisi Operasional...................................................................................................26
G. Prosedur Penelitian.....................................................................................................27
1. Pengambilan Sampel..............................................................................................27
2. Preparasi Sampel....................................................................................................27
3. Ekstraksi.................................................................................................................27

8
4. Pemisahan dan Pemurnian......................................................................................28
5. Identifikasi Kemurnian Isolat.................................................................................29
6. Uji Aktivitas Antioksidan.......................................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................31
A. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder..........................................................................31
1. Preparasi Sampel....................................................................................................31
2. Ekstraksi.................................................................................................................31
3. Pemisahan dan Pemurnian......................................................................................33
B. Identifikasi isolat........................................................................................................40
1. Analisis Spektrum Infra Red (IR)...........................................................................40
2. Analisis Spektrum 13C-NMR dan 1H-NMR (2D)....................................................40
C. Uji Aktivitas Antioksidan...........................................................................................46
Uji Kualitatif Isolat........................................................................................................46
BAB V PENUTUP................................................................................................................48
A. Kesimpulan................................................................................................................48
B. Saran..........................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................49
LAMPIRAN...........................................................................................................................54
Lampiran 1. Skema Alur Kerja Penelitian..............................................................................54
Lampiran 2. Proses Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder......................................................55
Lampiran 3. Uji Aktivitas Antioksidan...................................................................................56
Lampiran 4. Uji titik leleh isolat............................................................................................57
Lampiran 5. Korelasi penting proton dengan karbon dari data HMBC dan HSQC................58
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian......................................................................60

9
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Rentang chemical shift 1H jenis proton senyawa organik. 18
2. Pergeseran kimia pada atom-atom 13C 18
3. Fraksi utama hasil pemisahan tahap awal 19
4. Berat masing-masing fraksi F2 35
5. Perbandingan data 13C dan 1H-NMR senyawa isolat dengan 38
literatur

10
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Spons Clathria sp 6
2. Diagram sederhana kromatografi Kolom vakum 15
3. Kerangka konsep penelitian 24
4. Kromatogram ekstrak (Fase gerak n-heksan-etilasetat). 33
5. Hasil pemisahan dengan KKV dan fase gerak n-heksan :

Etilasetat (9:1) 34
6. Kromatogram fraksi utama 36
7. Hasil pemisahan fraksi F2 dengan fase gerak n-heksan :

etilasetat (9,5:0,5). 37
8. Kromatogram hasil gabungan KKV Fraksi 2 dengan fase
37
gerak n-heksan-etilasetat (9:1).
9. Kromatogram hasil pemisahan AS26 KR 1 mrnggunakan 38

fase gerak n-heksan : etilasetat (7:3).


10. Kromatogram hasil uji kemurnian isolat, Fase diam : Silika 39

gel 60 GF254, Deteksi : Serium sulfat


11. Spektrum inframerah isolate 40
12. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat 41
13. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat dengan tehnik HMBC 42
14. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat dengan tehnik HSQC 42
15. Signal 1H-NMR (500 MHz, CDCl3) isolate 43

11
16. 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane 45
17. Hasil uji kualitatif antioksidan 46
18. Reduksi DPPH dari senyawa antioksidan 47

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Skema Alur Kerja Penelitian 54

12
2. Proses Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder 55
3. Uji Aktivitas Antioksidan 56
4. Uji titik leleh isolat 57

5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian 58

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan Arti Lambang dan Keterangan

13
ATCC American Type Cultur Collection

CDCl3 Kloroform terdeuterasi

CH Metin

CH2 Metilen

CH3 Metil

Cq Karbon kuarterner

DBE Double Bond Equivalence

DPPH 1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl

d Doublet

dd Double doublet

J Tetapan kopling (Hz)

KLT Kromatografi lapis tipis

KKV Kromatografi kolom vakum

KR Kromatografi radial

SCUBA Self Contained Underwater Breathing Apparatus

MHz Mega hertz

m Multiplet

CHCl3 Kloroform

nm Nano meter

14
1
H NMR Proton Nuclear Magnetic Resonance

13
C NMR Carbon Nuclear Magnetic Resonance

HMBC Heteronuclear Multiple Bond Coherence

HSQC Heteronuclear Multiple Quantum Coherence

ppm Part per million

p.a Pro analis

Rf Retardation factor

s Singlet

sp2 Orbital hibrid dari karbon tak jenuh

sp3 Orbital hibrid dari karbon jenuh

Geseran kimia (ppm)

Bilangan gelombang (cm-1)

15
ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari


spons laut Clathria sp. serta uji aktivitasnya sebagai antioksidan. Isolasi dan
identifikasi senyawa kimia dari spons laut dilakukan dengan teknik kromatografi
kolom vakum (KKV), kromatografi radial (KR) dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Struktur senyawa dievaluasi dengan NMR-1D (1H, 13C-NMR) dan NMR-2D (HMBC,
HSQC), uji titik leleh serta spektroskopi IR, hasilnya kemudian dibandingkan dengan
data spektroskopi sejenis dari literatur. Isolat dievaluasi aktivitas antioksidannya
menggunakan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang
diperoleh adalah 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane. Senyawa tersebut
menunjukan tidak adanya aktivitas antioksidan.

Kata Kunci: Metabolit sekunder, Clathria sp, 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-


cholestane, antioksidan

16
ABSTRACT

Isolation and identification of secondary metabolite from marine sponges


Clathria sp. and its antioxidan activities. The isolation and identification of chemical
compounds from marine sponges were carried out by by using vacuum liquid
chromatography (VLC), radial chromatography (RC) and thin layer chromatography
(TLC). The structure compounds were evaluated by NMR-1D ( 1H, 13C-NMR), and
NMR-2D (HMBC,HSQC), melting point and IR spectroscopy, and then comparison
of the spectroscopy data with similar data from literatures. Isolates were evaluated
their antioxidant activity using DPPH method. The result showed that isolate is
secondary metabolite of the steroid that is 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane
Compounds are not active antioxidant activity.

Keywords: Secondary metabolite, Clathria sp, 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-


cholestane, antioxidant

17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif seperti kanker, Penyakit Jantung Koroner (PJK),

diabetes, liver, dan sebagainya akhir-akhir ini marak terjadi (Soeksmanto dkk., 2007).

Hal ini dipicu oleh aktivitas radikal bebas yang merusak sel dan biomolekul, seperti

DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh (Silalahi, 2002). Berbagai bukti ilmiah

menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi risiko berbagai penyakit

degeneratif (Kuntorini dan Astuti, 2010) melalui kemampuannya menangkal radikal

bebas tersebut (Prakash, 2001).

Antioksidan yang digunakan selama ini seperti BHT (Butylated

hydroxytoluene), BHA (Butylated hydroxyanisole), dan TBHQ (Tertiary

Butylhiydroquinone) bersumber dari bahan minyak bumi atau sintetis (Deiana dkk.,

2003). Penggunaan antioksidan sintetis pada saat ini tidak direkomendasikan oleh

Departemen Kesehatan karena diduga dapat menyebabkan penyakit kanker

(Carcinogenic Agent) (Hernani dan Rahardjo, 2005).

Sampai saat ini, berbagai usaha yang dilakukan untuk pengobatan berbagai

macam penyakit semakin hari terus semakin meningkat dan menuntut peranan dari

berbagai bidang untuk menemukan berbagai jenis obat-obatan yang dapat digunakan

pada manusia dari hasil kekayaan alam dengan tinjauan parameter keamanan obat

sebelum menjadi produk obat, Mengingat pentingnya fungsi antioksidan bagi tubuh

1
manusia dalam mengobati beberapa penyakit degeneratif seperti jantung

atherosclerosis dan kanker, maka diperlukan suatu penelitian mengenai aktivitas

antioksidan yang terdapat pada biota laut jenis terumbu karang seperti spons.

Indonesia memiliki terumbu karang dan secara khusus memiliki

keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (Jaswir dan masteria, 2014). Fungsi utama

ekosistem terumbu karang yang penting adalah menciptakan kesinambungan antara

daratan dan lautan, sedangkan fungsi kimia ekosistem terumbu karang adalah bahan

farmakologi dan obat-obatan serta sebagai penyerap karbon di alam (Sadarun dkk,

2008). Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia memberi peluang untuk

memanfaatkan biota laut jenis terumbu karang seperti spons untuk pencarian senyawa

bioaktif yang baru.

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang

mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini

mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan

dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Muniarsih, 2003).

Penelitian yang telah dilakukan terhadap spons menghasilkan senyawa baru dengan

struktur yang unik dan memiliki aktivitas farmakologi (Astuti dkk., 2005).

Wilayah Indonesia terdapat kurang lebih 1.500 jenis spons dari 5.000 jenis

yang tersebar di seluruh perairan dunia. Spons merupakan salah satu biota laut yang

cukup menarik para peneliti karena kandungan metabolit sekundernya yang

berpotensi besar untuk di kembangkan dalam bidang pengobatan. Pemanfaatan spons

laut sekarang ini cenderung semakin meningkat, terutama untuk mencari senyawa

2
bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu. Kandungan kimia dalam

spons memiliki potensi antara lain sebagai antioksidan, antimikroba, antikanker,

antiparasit, antiviral dan antiinflamasi (Endang Hanani, dkk 2006). Beberapa tahun

terakhir ini peneliti memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan

senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak

dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil

laboratorium (suparno, 2005).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dari spons jenis Clathria sp telah berhasil

diisolasi metabolit sekunder golongan alkaloid clathryimine A, namun demikian

belum diselidiki aktivitas biologisnya (Jaswir dan Masteria, 2014). Oleh karena itu,

dengan beragamnya jenis metabolit sekunder yang belum diketahui dan mungkin

terdapat dalam spons Clathria sp maka akan dilakukan kajian isolasi dan karakterisasi

senyawa metabolit sekunder dalam jenis spons tersebut untuk diselidiki aktivitas

antioksidannya.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Senyawa metabolit sekunder apa yang dapat diisolasi dan diidentifikasi

dalam spons Clathria sp.?

2. Bagaimanakah aktivitas antioksidan metabolit sekunder tersebut terhadap

radikal bebas DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl)?

3
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung

dalam spons Clathria sp.

2. Mengetahui aktivitas antioksidan metabolit sekunder tersebut terhadap radikal

bebas DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Bagi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo dapat mewujudkan

peran Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang penelitian yang dilakukan

mahasiswa dalam bidang Farmasi bahan alam khususnya isolasi senyawa

metabolit sekunder spons laut.

2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, tambahan informasi mengenai

struktur metabolit sekunder dari spons Clathria sp dan aktivitasnya sebagai

antioksidan.

3. Bagi pemerintah daerah khususnya Sulawesi Tenggara dapat

memberikan luaran dalam pengembangan industri bahan baku obat dengan

potensi biota laut yang dimiliki Indonesia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biota Laut Spons

Spons merupakan kelompok hewan invertebrata dengan bentuk yang tidak

simetris. Sebagian besar hidup di laut, spons umumnya hidup pada kedalaman 5-35

meter dari permukaan laut. Spons tidak bergerak tetapi tinggal dan hidup sampai

dewasa pada suatu tempat seperti layaknya tumbuhan. Sebarannya didukung oleh

larva yang bergerak aktif atau oleh hewan muda yang terbawa arus sebelum mereka

menempel. 5.000 spesies spons yang hidup dalam dasar laut dan beberapa dari

spesies spons ini telah ditemukan. Spons dikatakan hewan karena tidak dapat

membuat makanannya sendiri dibandingkan tumbuhan bisa membuat makanan

sendiri, selain itu spons bereproduksi secara seksual atau aseksual (Romimohtarto dan

Juwana, 2001).

Spons kelas Demospongia terdiri lebih dari 90% yang diperkirakan sekitar

4.500 5.000 spesies dari total spesies yang hidup di dunia, kelas ini dibagi menjadi

3 subkelas, 13 ordo, 71 family dan 1005 genera, kebanyakan spons yang kita lihat

sehari-hari termasuk kelompok ini. Spons ini berbentuk masif dan berwarna cerah

dengan sistem saluran rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil

yang bundar (Barnes, 1987).

5
1. Spons Clathria sp

Menurut (Hooper, 2002) spons Clathria sp diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Poecilosclerida

Famili : Microcionidae

Genus : Clathria

Spesies : Clathria sp Gambar 1. Spons Clathria sp (Koleksi Pribadi)

2. Morfologi Spons

Bentuk luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi dan

biologis lingkungannya. Spons yang berada di lingkungan yang terbuka, berombak

besar, dangkal, dan terkena sinar matahari cenderung pendek pertumbuhannya,

merambat dan memiliki kisaran warna yang gelap hingga terang seperti hitam,

coklat, abu, ungu, biru, hijau, orange dan kuning. Sebaliknya spons dari jenis yang

sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan

berarus tenang serta tidak terkena sinar matahari pertumbuhannya cenderung tegak

dan tinggi serta warnanya pucat hingga putih. Pada perairan yang lebih dalam spons

cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari

lingkungan yang stabil, apabila dibandingkan dengan jenis yang sama dengan yang

hidup pada perairan dangkal (Amir dan Budiyanto, 1996)

6
Spons mempunyai sistem saluran yang bertindak sebagai sistem sirkulasi pada

hewan tingkat tinggi. Sistem ini melengkapi jalan bebas untuk pemasukan makanan

ke dalam tubuh dan untuk pengangkutan zat buangan ke luar tubuh (Romimohtarto

dan Juwana, 2001). Spons menyaring air laut untuk makan, bernafas, dan

mengeskresikan sisa pencernaan. Jenis spons Clathria sp merupakan spons yang

termasuk dalam famili Petrosidae koloninya berbentuk kipas ujung tipis dan pangkal

spons tebal, teksturnya tidak lunak atau agak keras berpori, permukaan spons dilapisi

dengan kulit yang halus dan berwarna orange kemudian bagian dalam spons berwarna

putih dan berpori, ditemukan dari rataan terumbu sampai kedalaman 10 meter (Haris,

2006).

3. Fisiologi Spons

Proses fisiologi yang terjadi pada spons sangat tergantung pada aliran air. Air

masuk membawa O2 (oksigen) dan makanan serta mengangkut sisa metabolisme

keluar melalui osculum. Makanannya terdiri atas partikel yang sangat kecil, 80%

berukuran kurang dari 5 mikron dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagelata dan

nanoplankton. Pertikel makanan ditangkap oleh fibril kelepak pada choanocyte,

partikel yang berukuran antara 5-50 mikron dimakan dan dibawa oleh amebocyte.

Pencernaan dilakukan secara intraseluler seperti pada protozoa dan hasil

pencernaannya disimpan dalam archeocyte. Pertukaran gas terjadi secara difusi antara

air dan sel sepanjang aliran air (Sugiri, 1988).

7
4. Reproduksi dan Daur Hidup Spons

Porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Reproduksi

aseksual yaitu terjadi dengan cara pembentukkan umumnya fragmentasi yaitu

potongan-potongan dari spons yang patah dapat hidup dengan cadangan makanan

yang ada di tubuhnya kemudian beregenerasi membentuk tunas baru untuk menjadi

spons dewasa (Bergquist, 1978). Cara reproduksi fragmentasi ini dapat ditiru untuk

membuat kultur Spons.

Reproduksi seksual terjadi baik pada spons yang hermaprodit, kebanyakan

porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang

berbeda. Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte. Sperma keluar dari tubuh

induk melalui osculum bersama dengan aliran air, dan masuk ke individu lain melalui

ostium juga bersama aliran air. Bagian dalam Spongocoel atau flagellate, sperma

akan masuk ke choanocyte atau amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai

pembawa sperma menuju sel telur dalam mesohyl, kemudian amoebocyte beserta

sperma melebur dengan sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi). Perkembangan

embrio sampai menjadi larva berflagela masih didalam mesohyl. Larva berflagela

disebut larva amphiblastula, keluar dari mesohyl, dan bersama aliran air keluar dari

tubuh induk melalui osculum. Larva amfiblastula berenang bebas beberapa saat,

kemudian menempel pada substrat dan berkembang menjadi Spons muda, dan

akhirnya tumbuh menjadi besar dan dewasa (Amir dan budiyanto, 1996).

8
5. Makanan dan Kebiasaan Makan Spons

Spons memiliki pola makan melalui penyaringan air laut di pori-pori

permukaan tubuhnya sehingga dikenal sebagai filter feeder. Umumnya air laut

mengandung nutrien seperti alga, bakteri, jamur, fitoplankton dan mikroba lainnya.

Barnes (1991) melaporkan bahwa spons mempunyai kemampuan menyaring bakteri

yang ada di sekitarnya sebanyak 77 % yang dicerna secara enzimatik sehingga

menghasilkan senyawa aktif. Asosiasi bakteri dengan organisme laut memiliki

peranan penting dalam fungsi ekologis, industri dan kesehatan manusia (James

dkk.,1996).

6. Kandungan Farmakologi spons

Ekstrak spons telah dilaporkan memiliki sifat antibakteri dan antijamur

dengan sebagian besar spons menunjukkan aktivitas antibiotik spektrum luas

(Istiyani, 2014). Aktivitas sebagai antikanker dan antivirus juga ditunjukkan oleh

senyawa-senyawa dalam spons (Bhakuni dan Rawat, 2005). Aktivitas lainnya

ditemukan diperairan Indonesia dari spons yaitu sebagai antioksidan, antitumor,

antiinflamasi, analgetik, immunomodulator, alergi, antivirus, anti-AIDS, anti-TBC

dan anti-alzheimer (Ichiba dkk., 1994). Hal ini membuktikan bahwa spons sangat

potensial dalam pengembangan industri farmasi, mengingat senyawa- senyawa aktif

yang dihasilkan mempunyai perbedaan dengan senyawa yang dihasilkan oleh

tumbuh-tumbuhan darat yang selama ini merupakan sumber utama bahan obat-obatan

(Murniasih, 2003).

9
B. Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit

primer yang umumnya diproduksi oleh organisme. Metabolit sekunder berfungsi

sebagai alat pertahanan diri terhadap herbivora, mikroba, virus dan tumbuhan

kompetitor. Selain itu dalam reproduksi, metabolit sekunder juga berfungsi sebagai

penarik serangga agar terjadi penyerbukan, dengan kata lain metabolit sekunder

memiliki sifat adaptif sehingga tumbuhan dapat bertahan hidup atau tidak musnah

(Sahidin, 2006).

Semua jenis biota tidak terkecuali spons, menghasilkan metabolit primer dan

metabolit sekunder (saat ini umum dikenal dengan istilah natural produk) yang

merupakan hasil proses metabolisme dalam tubuh organisme. Pembentukan metabolit

sekunder dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga diasumsikan bahwa pada

lingkungan yang berbeda walaupun jenis sama akan menghasilkan metabolit yang

berbeda. Semula metabolit sekunder ini dianggap hanyalah produk buangan dari tiap

biota yang merupakan sisa proses metabolisme namun dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan dan teknologi peranan metabolit sekunder/natural produk mulai

terungkap dan ternyata mempunyai manfaat yang amat penting dan luas baik untuk

dirinya sendiri maupun untuk lingkungannya. Manfaat bagi biotanya sendiri misalnya

sebagai chemical defense untuk melindungi dirinya terhadap serangan lingkungannya,

dengan perkataan lain untuk mempertahankan hidupnya dari serangan predator,

sebagai mediator dalam berkompetisi, antifouling, sebagai fasilitator reproduksi,

10
melindungi dari radiasi ultra violet, melindungi dirinya dari keadaan lingkungan lain

yang buruk antara lain ombak, angin dan kondisi buruk lainnya. (rachmaniar, 1996).

Senyawa metabolit sekunder yang ada pada spons dapat dipisahkan melalui

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sehingga dihasilkan fraksi-fraksi. Fraksi-

fraksi hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat diidentifikasi dengan

menggunakan reagen kromogenik yang mengandung gugus fungsional tertentu

sehingga fraksi menjadi berwarna. Warna pada fraksi merupakan indikator suatu jenis

senyawa atau kelompok senyawa. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktifitas

bioaktif (antikanker, antimikroba dan antiparasit) yang berfungsi secara farmakologis.

(Amir dan Budiyanto,1996 dalam Hanani et al.,2006).

C. Kandungan Kimia

Berdasarkan pustaka, kandungan kimia dalam spons antara lain alkaloid,

terpenoid, steroid, asam lemak, dan turunan asam amino (Faulkner, 2002). Koleksi

biota laut Indonesia dari spons laut Clathria Sp yang berwarna orange telah berhasil

diisolasi menghasilkan senyawa golongan alkaloid clathryimine A yang belum

diselidiki aktivitas biologisnya (Jaswir dan masteria, 2014).

D. Metode Analisis Senyawa Bahan Alam

1. Metode Isolasi

Isolasi adalah pemisahan suatu komponen kimia dari campuran. Pemisahan

ini didasarkan atas perbandingan sifat partisi komponen tersebut terhadap

adsorbennya (Harborne, 2006). Proses isolasi yang harus dilakukan untuk

11
memeperoleh senyawa murni meliputi ekstraksi, fraksinasi dan pemurnian (Sahidin,

2012).

a. Penyiapan Sampel

Sampel bahan alam diambil dari spons dalam keadaan segar disimpan di udara

terbuka. Pengeringan dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya

perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan dikeringkan tanpa menggunakan suhu

tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang cukup. Setelah kering, spons dihaluskan

dalam bentuk serbuk dengan cara di rajang dengan menggunakan alat pencacah

hingga menjadi serbuk halus spons clathria sp (Harborne, 1996).

b. Ekstraksi

Ekstraksi adalah mengeluarkan senyawa dalam jaringan. Untuk mengekstrak

suatu senyawa diperlukan pengrusakan atau penghancuran dinding sel atau membran

sel secara fisik, mekanik atau kimiawi (Judomidjojo, 1990). Ekstraksi mengikuti

prinsip like dissolves like yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut

dalam pelarut polar, dan begitupun sebaliknya (Sudjadi, 1988). Tujuan ekstraksi

adalah untuk menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam suatu sampel

dengan menggunakan pelarut tertentu (Harborne, 1996).

Jenis ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi panas dan ekstraksi

dingin. Ekstraksi secara panas dilakukan dengan refluks, sokletasi dan destilasi uap,

sedangkan ekstraksi secara dingin dilakukan dengan maserasi (Harborne, 1996).

Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu

12
pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar

dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Rusdi dalam

Pratiwi, 2009). Proses ini digunakan untuk mengekstraksi spons Clathria sp.

c. Fraksinasi

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan

golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang

bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non-polar akan masuk ke

pelarut non-polar pula (Harbone,1987). Proses fraksinasi ini dapat diduga sifat

kepolaran dari senyawa yang akan dipisahkan. Berbagai metode kromatografi

memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya

sederhana untuk dipahami, caranya beragam mulai dari cara sederhana sampai yang

agak rumit dari segi kerja dan peralatan dan metode ini dapat dipakai untuk setiap

jenis senyawa (Gritter,dkk,. 1991).

d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu cara pemisahan

komponen senyawa kimia di antara dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Teknik

tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa

kimia, karena murah, sederhana, serta dapat menganalisis beberapa komponen secara

serempak. Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT diawali

dengan pembuatan lapisan tipis dengan cara mencuplikan adsorben pada permukaan

plat kaca. (kualitatif atau kuantitatif) (Hayani & Sukmasari, 2005).

13
Setelah proses pengembangan cuplikan, langkah selanjutnya yaitu mengamati

noda yang telah dipisahkan. Jika diperoleh noda yang berwarna maka dapat diamati

langsung secara visual. Sedangkan untuk noda yang tidak nampak, dapat dilihat

dengan menggunakan lampu ultraviolet (UV), umumnya pada panjang gelombang

254 nm 366 nm (Sastrohamidjojo, 1985).


Identifikasi noda dinyatakan dengan nilai Rf (Retardation factor) yang

didefinisikan sebagai rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap

titik awal (Anwar dkk., 1994).

e. Kromatografi Kolom Vakum

Kromatografi kolom adalah kromatografi adsorbsi, dimana komponen yang

dipisahkan secara selekstif teradsorbsi pada permukaan adsorben yang dipakai untuk

bahan isian kolom. Pada kromatografi ini digunakan zat padat sebagai adsorben yang

bertindak sebagai fasa stasioner dan menggunakan zat cair sebagai fase mobil

(Adnan, 1997).

Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam

jumlah banyak. Prinsip kromatografi kolom pada dasarnya sama dengan KLT, dimana

senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan oleh karena adsorpsi antara suatu

padatan penyerap sebagai fase diam dan suatu pelarut sebagai fase gerak. Kolom

kromatografi biasanya berupa pipa gelas yang dilengkapi sebuah kran atau kadang-

kadang juga dapat digunakan buret. Untuk menahan penyerap di dalam kolom dapat

digunakan wol kaca atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985). Gambar diagram sederhana

kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar 2.

14
Gambar 2. Diagram sederhana kromatografi Kolom vakum (Hostettmann dkk. 1995)

f. Kromatografi Radial

Kromatotron memiliki prinsip sama seperti kromatografi klasik dengan aliran

fase gerak yang dipercepat oleh gaya sentrifugal. Kromatografi jenis ini

menggunakan rotor yang dimiringkan dan terdapat dalam ruang tertutup oleh plat

kaca kuarsa, sedangkan lapisan penyerapnya berupa plat kaca yang dilapisi oleh silika

gel. Plat tersebut dipasang pada motor listrik dan diputar dengan kecepatan 800 rpm.

Pelarut pengelusi dimasukkan ke bagian tengah alat sehingga dapat mengalir dan

merambat karena gaya sentrifugal. Untuk mengetahui jalannya proses elusi dimonitor

dengan lampu UV. Gas Nitrogen dialirkan kedalam ruang plat untuk mencegah

pengembunan pelarut pengelusi dan mencegah sampel teroksidasi. Pemasukan

sampel itu diikuti dengan pengelusian menghasilkan pita-pita komponen berupa

lingkaran. Pada tepi plat, pita-pita akan terputar keluar dengan gaya sentrifugal dan

ditampung dalam botol (Hostettmann, 1995).

15
2. Metode Identifikasi

a. Karakterisasi

Karakterisasi struktur senyawa organik dengan cara kimia atau fisika meliputi

peleburan, titik didih, titik leleh, titik leleh campuran, indeks bias, rotasi optik, uji

kelarutan, uji gugus fungsi, pembuatan senyawa turunan, analisis elementer, berat

molekul, dan degradasi molekul senyawa organik. Karakterisasi dapat menggunakan

cara modern dengan metode spektroskopi yang dapat menghemat waktu dan sampel

(Harborne, 1996).

b. Spektrofotometri Inframerah

Spektrofotometri inframerah digunakan untuk penentuan gugus fungsi

khususnya senyawa organik dan juga analisis kuantitatif. Spektrum inframerah

memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimalnya.

Spektrum absorpsi dibuat dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase

transmitan (T) pada sumbu Y. Radiasi inframerah hanya terbatas pada perubahan

energi setingkat molekul, dimana pada tingkat ini, perbedaan dalam keadaan vibrasi

dan rotasi digunakan untuk mengadsorbsi sinar inframerah, sehingga untuk dapat

mengadsorpsi, molekul harus memiliki perubahan momen dipol sebagai akibat dari

vibrasi (Khopkar, 2003).

Pada spektrum inframerah posisi pita ditunjukkan sebagai bilangan

gelombang atau panjang gelombang. Gugus fungsional dapat ditentukan dengan

16
melihat bilangan gelombang atau panjang gelombangnya dimana bilangan gelombang

yang lebih tinggi (40001300 cm-1) disebut daerah gugus fungsional, dalam daerah

ini gugus-gugus fungsional yang penting seperti OH, -NH, -CCH, CN dan

CO menunjukkan puncak yang khas, dan letak puncak tersebut tidak berubah

karena bentuk atau ukuran molekulnya. Daerah (1300400 cm-1) yang disebut

sebagai daerah sidik jari (finger print region) adalah amat kompleks tetapi spektrum

daerah ini sangat berharga bila kita menggunakannya dan disesuaikan dengan daerah

yang lain (Sastrawijaya, 1985).

c. Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR

Menurut Khopkar (2003) menyatakan spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic

Resonance = Resonansi Magnetik Inti) berhubungan dengan sifat magnet dari inti

atom. Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan panjang gelombang radio oleh

inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan

magnet yang kuat. Inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni

atom unsur yang mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan

menimbulkan medan magnet. Dari resonansi magnet proton (RMP), akan diperoleh

informasi jenis hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu

senyawa begitu juga dari resonansi magnet karbon (RMC).

Ada beberapa parameter yang dapat membantu menginterpretasi spektra

NMR yaitu (1) pergeseran kimia, (2) tetapan kopling (J), dan (3) integrasi (Khopkar,

17
2003). Nilai-nilai pergeseran kimia untuk proton-proton dan karbon NMR dapat

dilihat pada Tabel 1, dan 2.

Tabel 1. Rentang chemical shift 1H jenis proton senyawa organik.


Senyawa H (ppm)
Tetrametisilan 0
Gugus metil 0,8-1,2
Gugus Metilen 1,0-1,5
Gugus metin 1,2-1,8
Proton Asetilen 2-3,5
Proton Olifenik 5-8
Proton Aromatik dan Heterosiklik 6-9
Proton Aldehid 9-10
Proton Karboksilat 11-12

Tabel 2. Pergeseran kimia pada atom-atom 13C


Gugus C (ppm) Gugus C (ppm) Gugus C (ppm)
H3C13-C 5-20 C- H3C13-N 35-65 (C)3C13-C-N 50-70
H3C13-C=C 15-30 C- H3C13-O 55-75 (C)3C13-C-O 70-90
H3C13-Ar 20 (C)2HC13-C 25-55 ArC13-H 115-135
H3C13-COO 20 (C)2HC13-CO 40-70 ArC13-C 137-147
H3C13-CO 22-32 (C)2HC13-Ar 40 ArC13-Cl 135
H3C13-N 25-40 (C)-(O)HC13-Ar 7-80 ArC13-CO 137
H3C13-O 45-55 (C)2HC13-O 65-85 ArC13-N 145-155
C- H3C13-C 16-46 (C)3HC13-C 35-55 ArC13-O 150-160
H3C13-CO 30-50 (C)3HC13-C-CO 45-65 C13=O 170-200
C- H3C13-Ar 30 (C)3HC13-C-Ar 45-65 O- H3C13-Ar 60-70
(Watson, 2009).

Persamaan Double Bond Equivalent (DBE) dapat digunakan untuk

memudahkan dalam menentukan struktur suatu senyawa. Nilai ini dapat memprediksi

banyaknya ikatan rangkap, siklik, karbonil dan gugus nitro dari suatu senyawa.

Pershitungan nilai DBE menggunakan persamaan (2) :

18
DBE = X 0,5Y + 0,5Z + 1 (2)
Keterangan :
X = atom tetravalen (C, Si)
E. Uji =bioaktivitas
Y Antioksidan
atom monovalen (H, halogen)
Z = atom trivalen (N, P) (Watson. 2009).
1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu

atau lebih elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat labil dan sangat reaktif

sehingga selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil. Hal ini

yang dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel seperti DNA, lipid, protein

dan karbohidrat. Radikal bebas dapat berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen,

atau ion logam transisi (Chen dkk., 1996).

Radikal bebas dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen

terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh. Sementara

radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui

pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit (Widyastuti, 2010).

Radikal bebas pada umumnya dapat mempunyai efek yang sangat

menguntungkan, seperti membantu destruksi sel-sel mikroorganisme dan kanker.

Akan tetapi, produksi radikal bebas yang berlebihan dan produksi antioksidan yang

tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan sel-sel jaringan dan enzim-enzim.

Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat gangguan oksidatif yang disebabkan oleh

radikal bebas asam lemak atau dikenal sebagai peroksidasi lipid. Aktivitas radikal

bebas dapat menjadi penyebab atau mendasari berbagai keadaan patologis.

19
2. Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah

terjadinya proses oksidasi. Karakter utama senyawa antioksidan adalah

kemampuannya menangkap radikal bebas (Prakash, 2001).

Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.

Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation

peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan

dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta

karoten (pro vitamin A) dan asam askorbat (vitamin C). Superoksida dismutase

berperan dalam melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan bakteri

aerob dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida. Antioksidan glutation

peroksidase bekerja dengan cara menggerakkan H2O2 dan lipid peroksida dibantu

dengan ion logam-logam transisi (Rohmatussolihat, 2009).

Oksidasi yang disebabkan oleh senyawa radikal bebas dapat menyebabkan

peroksidasi lipid, kerusakan membran protein dan mutasi DNA. Hal tersebut

merupakan pemicu terjadinya berbagai penyakit seperti kanker, penyakit

kardiovaskuler dan atherosclerosis. Senyawa antioksidan dengan aktivitas

antiradikalnya memegang peranan penting dalam pencegahan perkembangan

berbagai penyakit tersebut (Nurrahmi dkk, 2013).

20
3. Metode Uji Aktivitas Antioksidan

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal

bebas adalah metode DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl). Metode DPPH (1,1

Diphenyl-2-picrylhidrazyl) memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji

dengan suatu radikal stabil (Kuncahyo dan Sunardi, 2007). DPPH (1,1 Diphenyl-2-

picrylhidrazyl) merupakan radikal sintetik berwarna violet gelap yang larut dalam

pelarut polar seperti metanol dan etanol dan dapat diukur intensitasnya pada panjang

gelombang 515-517 nm (Rohman dan Riyanto, 2005).

Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas DPPH

(1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl) dipilih karena merupakan metode yang sederhana,

mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang

singkat (Hanani, dkk., 2005). Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol dapat

melarutkan kristal DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl), Metode uji DPPH (1,1

Diphenyl-2-picrylhidrazyl) merupakan salah satu metode yang paling banyak

digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan

sebagai antioksidan.

4. Vitamin E

Vitamin E atau tokoferol merupakan salah satu vitamin larut lemak yang

banyak terdapat pada telur, susu, buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayuran seperti

bayam. Di antara 8 jenis tokoferol yang ada di alam, -tokoferol merupakan bentuk

21
yang paling umum dengan aktivitas biologik paling besar (Tanu, 2007). Berikut

uraian bahan -tokoferol (Depkes RI, 1997).

O OH

Rumus kimia : C29H50O2

Rumus struktur :

Pemerian : tidak berbau atau sedikit berbau, tidak berasa atau sedikit

berasa, cairan seperti minyak, kuning, jernih, ada juga yang

berbentuk serbuk putih.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (95%), eter,

aseton, dan dalam minyak nabati. Sangat mudah larut dalam

kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya

Khasiat : Antioksidan

F. Kerangka Konsep Penelitian

Secara umum, penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan yaitu isolasi

senyawa metabolit sekunder, identifikasi struktur, dan uji aktivitas antioksidannya.

Pada tahap isolasi, pemilihan metode merupakan variabel bebas, meliputi teknik

ekstraksi, pemilihan jenis kromatografi, penentuan eluen, dan lain-lain. Variabel

bebas tersebut akan mempengaruhi varibel terikat yaitu senyawa murni yang berhasil

22
diisolasi (isolat). Senyawa murni kemudian ditentukan strukturnya berdasarkan data

spektroskopi.

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1 Diphenyl-2-

picrylhidrazyl). Pada tahap ini isolat berperan sebagai variabel bebas. Isolat

divariasikan konsentrasinya untuk memperoleh nilai IC50 (varibel terikat), yaitu

konsentrasi isolat yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal. Nilai ini

menunjukkan seberapa besar aktivitas antioksidan isolat, semakin kecil nilai IC 50

berarti aktivitas antioksidan isolat semakin baik. Kerangka konsep penelitian dapat

dilihat pada Gambar 3.

Spons laut Clathria sp


Teknik Isolasi

ISOLASI

Senyawa Murni

Aktivitas
Konsentrasi Isolat Antioksidan
Uji bioaktivitas

Keterangan:

= variabel bebas

= variabel terikat

23
Gambar 3. Kerangka konsep penelitian

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu, Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data lapangan dan sampel di

Taman Laut Pendidikan Bintang Samudra Kec. Soropia, kab. Konawe, Sulawesi

Tenggara. serta dilakukan isolasi dan identifikasi terhadap sampel di Laboratorium

Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, mulai bulan Oktober 2015

Maret 2016. Analisis spektrometri dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Halu Oleo dan Laboratorium KIMIA Bahan Alam ITB (Institut Teknologi

Bandung).

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian eksperimental eksplorasi, yaitu mengkaji

kandungan metabolit sekunder spons Clathria sp. dan menguji aktivitas

antioksidannya.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Spons Clathria sp,

metanol (teknis), aseton (teknis), etil asetat (teknis), n-heksan (teknis), diklorometan

(teknis), kloroform p.a (E. Merck), silika gel 60 GF254 p.a (E. Merck), silika 60 G (E.

Merck), air suling, serium sulfat (CeSO4), asam sulfat (H2SO4), radikal DPPH (1,1

Diphenyl-2-picrylhidrazyl), vitamin E.

25
D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian yakni satu set alat selam, satu set alat

destilasi (Duran-Germany), satu set alat kromatografi kolom vakum (KKV), satu set

alat kromatografi radial (KR), vacuum rotary evaporator (Buchi Rotavapor), oven

(Gallenkamp Civilab-Australia), timbangan analitik (Explorer Ohaus), hot plate,

pipet tetes, kertas saring biasa dan whatman No.1, botol vial, pisau, blender (Philips),

Erlenmeyer (Pyrex), lampu UV (Srahlen Germany), chamber, kaca, cutter, spatula,

pinset, mistar, aluminium foil, toples kaca, penotol/pipa kapiler, gelas ukur (Pyrex),

pipet ukur (Pyrex), filler, kuvet, spektronik 20D, spektrofotometer Infra Red dan

NMR 1H, 13C.

E. Variabel

Dalam penelitian ini ada tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel

terikat, dan variabel kontrol.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode isolasi yang digunakan

pada tahap isolasi dan konsentrasi senyawa murni pada uji aktivitas antioksidan.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah senyawa murni yang diperoleh dari

tahap isolasi dan nilai IC50 pada uji aktivitas antioksidan.

26
3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol pada percobaan ini adalah vitamin E yang dijadikan

pembanding pada uji aktivitas antioksidan.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Ekstrak metanol Spons Clathria sp yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

maserat metanol Spons Clathria sp yang telah diuapkan dengan rotary vacum

evaporator.

2. Eluen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah campuran dua atau lebih

pelarut organik, baik yang sudah didestilasi maupun yang belum didestilasi.

3. Kromatografi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah teknik pemisahan

senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan silika sebagai fasa diam dan

eluen sebagai fasa gerak, seperti KKV dan Kromatografi Radial, serta

dimonitoring dengan KLT.

4. Radikal bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah DPPH (1,1 Diphenyl-

2-picrylhidrazyl).

5. Metabolit sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah senyawa

murni/isolat yang diisolasi dari ekstrak metanol Spons Clathria sp.

6. Aktivitas antioksidan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas

antioksidan metabolit sekunder secara kualitatif dengan melihat noda kuning

27
dengan latar belakang ungu yang terbentuk pada plat KLT dan secara kuantitatif

dengan mengukur persentasi hambatannya (IC50).

G. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel Spons Clathria sp dilakukan pada daerah tubir karang

(Reef Slope) dengan kemiringan 700 mengikuti kontur sejajar garis pantai. Spons

diambil dari perairan pada kedalaman yang sama menggunakan peralatan selam

(SCUBA) dari kedalaman 10 meter dengan metode koleksi bebas. Spons dipotong 10

% dari volume awal untuk memberikan kesempatan beregenerasi.

2. Preparasi Sampel

Sampel spons yang telah diambil dibersihkan, dipotong kecil-kecil, dan

dikeringkan, setelah kering selanjutnya spons dihaluskan dalam bentuk serbuk

dengan cara di rajang dengan menggunakan alat pencacah hingga menjadi serbuk

halus spons clathria sp.

3. Ekstraksi

Serbuk spons Clathria sp dimaserasi dengan pelarut organik metanol selama 3

24 jam di dalam wadah yang tertutup. Tiap 1 24 jam filtrat dan residu

dipisahkan kemudian dilakukan penggantian pelarut. Filtrat yang terkumpul

dipekatkan dengan menggunakan rotary vakum evaporator dengan suhu 40-500C

hingga diperoleh ekstrak kental. rotary vakum evaporator adalah instrumen yang

menggunakan prinsip destilasi (pemisahan). Prinsip utama dalam instrumen ini

28
terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat

hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah titik didihnya.

Instrumen ini lebih disukai, karena hasil yang diperoleh sangatlah akurat. Bila

dibandingkan dengan teknik pemisahan lainnya, misalnya menggunakan teknik

pemisahan biasa yang menggunakan metode penguapan menggunakan oven. Maka

bisa dikatakan bahwa instrumen ini akan jauh lebih unggul.

4. Pemisahan dan Pemurnian

Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia melalui Kromatografi Kolom

Vakum (KKV), Kromatografi Radial (KR). Fasa diam berupa silika gel, sedangkan

fasa gerak berupa campuran pelarut organik (eluen). Pemisahan tahap awal (ekstrak

total) dapat menggunakan Kromatografi Kolom Vakum (KKV) berdiameter 4 cm

dengan jumlah sampel maksimal 30 g. Kromatografi radial dipilih untuk pemisahan

maupun pemurnian, ketika jumlah fraksi maksimal 2 g digunakan plat silika dengan

ketebalan 4 mm (plat 4), jumlah fraksi maksimal 1 g digunakan plat silika dengan

ketebalan 2 mm (plat 2), dan jumlah fraksi maksimal 0,5 g digunakan plat silika

dengan ketebalan 1 mm (plat 1). Setiap tahap pemisahan dan pemurnian akan

dimonitor dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1 dimensi. Hasilnya diamati di

bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm serta disemprotkan penampak noda serium

sulfat (CeSO4) lalu dilakukan pemanasan.

29
5. Identifikasi Kemurnian Isolat

Identifikasi kemurnian isolat dilakukan dengan berbagai teknik spektroskopi,

antara lain, spektrofotometer IR dan spektroskopi 2D-NMR (13C-NMR). Kemurnian

isolat diuji dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1 dimensi dengan tiga

sistem eluen yang berbeda, pengamatan lampu UV 254 nm dan 366 nm dengan

beberapa macam fase gerak sehingga akan menunjukkan pola noda yang tunggal.

6. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

menggunakan metode DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl) (Chow dkk., 2003).

Secara kualitatif, isolat ditotolkan pada plat KLT silika gel GF254 lalu disemprotkan

dengan larutan DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl), 1% dan didiamkan selama 30

menit. Terbentuknya warna kuning dengan latar belakang ungu menunjukkan isolat

memiliki aktivitas antioksidan.

Secara kuantitatif, 1 ml DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl), ditambah

metanol hingga volumenya menjadi 5 ml (blanko). Isolat dibuat dengan 5 seri

konsentrasi yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm. Tiap sampel ditakar dengan volume yang

sama kemudian ditambahkan 1 ml DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl), lalu

diencerkan dengan etanol hingga volumenya menjadi 10 ml kemudian diinkubasi

pada suhu 37C selama 30 menit. Uji serapan dilakukan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Persentase hambatan (%I)

dihitung berdasarkan persamaan berikut:

30
serapan blankoserapan sampel
%I= x 100%
serapanblanko

Persentase hambatan diplot dengan konsentrasi isolat yang telah divariasikan.

Persamaan garis yang diperoleh digunakan untuk menghitung Inhibition

Concentration 50% (IC50).

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder

1. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah spons laut Clathria sp.

Pada tahap awal, pengambilan sampel spons Clathria sp dilakukan pada daerah tubir

karang (Reef Slope) dengan kemiringan 700 mengikuti kontur sejajar garis pantai.

Spons diambil dari perairan pada kedalaman yang sama menggunakan peralatan

selam Self Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) dari kedalaman 10

meter dengan metode koleksi bebas. Sampel spons dibersihkan kemudian dipotong

hingga berukuran kecil dengan tujuan untuk memudahkan dalam proses pengeringan.

Pengeringan sampel dilakukan dengan cara diangin-anginkan atau pada suhu yang

tidak terlalu tinggi agar komponen-komponen kimia dalam sampel tidak mengalami

kerusakan karena pada umumnya senyawa bioaktif tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Pengeringan juga dimaksudkan agar sebagian besar kandungan air laut dari spons

dapat berkurang. Penghalusan dilakukan untuk mengubah ukuran sampel menjadi

lebih kecil dengan luas permukaan yang lebih besar untuk memaksimalkan kerja

pelarut pada tahap maserasi.

32
2. Ekstraksi

Metode maserasi dipilih untuk mencegah rusaknya senyawa yang dapat

terjadi apabila dilakukan metode ekstraksi dengan cara panas dan kemudahan dalam

pergerjaanya serta kemampuan menarik senyawa kimia relatif lebih efektif. Proses

penarikan komponen kimia dari simplisia menggunakan metode ini dengan cara

merendam simplisia mengunakan pelarut pada suhu ruangan selama 24 jam dengan

sesekali pengadukan dengan tujuan untuk mencegah rusaknya senyawa metabolit

sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Sebanyak 4 kg sampel dimaserasi menggunakan pelarut metanol 8 liter

karena pelarut tersebut yang mampu mengekstrak sebagian besar senyawa-senyawa

yang terkandung dalam sampel spons. Kemampuan tersebut disebabkan oleh sifat

metanol yang dapat melarutkan senyawa baik yang bersifat polar maupun nonpolar

karena pada struktur metanol memiliki gugus hidroksil sebagai gugus polar dan

gugus alkil sebagai gugus nonpolar serta dengan ukuran molekulnya yang kecil

mampu menembus dinding sel untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terkandung

didalamnya. Lama waktu maserasi adalah 3x24 jam, agar pelarut dapat menarik

sebagian besar senyawa kimia yang terkandung dalam sampel sehingga maserat yang

diperoleh pun lebih banyak. Pemekatan filtrat menggunakan rotary vacum

evaporator pada suhu 40-50C menghasilkan 300 gram ekstrak kental dengan warna

kuning kecokelatan. Ekstrak ditimbang dan dihitung persen rendemennya terhadap

berat simplisia awal dengan rumus yaitu:

33
berat ekstrak
% rendemen = berat simplisiaawal X 100%

300 gram
% rendemen = 4000 gram X 100%

Diperoleh % rendemen = 7,5

3. Pemisahan dan Pemurnian

Pemisahan dan pemurnian dalam isolasi senyawa kimia dilakukan

menggunakan teknik kromatografi. Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan

fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusi antara dua fasa yaitu fasa

gerak dan fasa diam.

Penentuan fase gerak yang digunakan dalam pemisahan dengan

kromatografi kolom ditentukan oleh pengamatan terhadap profil KLT ekstrak. Sistem

pelarut merupakan campuran dua atau lebih pelarut sebagai fasa gerak dalam

pemisahan menggunakan teknik kromatografi. Penggunaan dua atau lebih sistem

pelarut dilakukan dengan syarat dapat tercampur dengan sempurna. Uji KLT ekstrak

dilakukan menggunakan sistem pelarut n-heksan : etil asetat perbandingan 10:0, 9:1,

8:2, berturut-turut hingga 0:10. Pemisahan menggunakan sistem sistem


Keterangan pelarutfase
n-heksan
gerak: :
1. Fase gerak n-heksan (100 %)
etilasetat diperlihatkan dari hasil kromatogram pada Gambar
2. Fase4.gerak n-heksan: etil asetat (9:1)
3. Fase gerak n-heksan: etil asetat (8:2)
4. Fase gerak n-heksan: etil asetat (7:3)
5. Fase gerak n-heksan: etil asetat (5:5)
6. Fase gerak n-heksan: etil asetat (4:6)
7. Fase gerak n-heksan: etil asetat (3:7)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 67 8 9 10 8. Fase gerak n-heksan: etil asetat (2:8)
9. Fase gerak n-heksan: etil asetat (1:9)
a. UV 254 b. UV 366
10. Fase gerak etil asetat (10034
%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
c. Deteksi Serium Sulfat

Gambar 4. Kromatogram ekstrak (fase gerak n-heksan-etil asetat)


Hasil kromatogram pada Gambar 4 menunjukkan profil senyawa yang

terkandung dalam ekstrak metanol spons laut Clathria sp. Dari kiri ke kanan,

kepolaran fase gerak meningkat karena peningkatan konsentrasi etilasetat. Dari

kromatogram tersebut terlihat bahwa pemisahan yang baik terjadi dengan

menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat dengan perbandingan komposisi 9:1;

8:2; 7:3 ; 5:5. Fase gerak inilah yang kemudian digunakan untuk pemisahan

Kromatografi Kolom Vakum (KKV).

Sebanyak 300 gr ekstrak total dipisahkan secara bertahap menggunakan

KKV. Tiap pengerjaan menggunakan kolom berdiameter 13,5 cm dan tinggi 4 cm.

Fase gerak atau eluen yang digunakan adalah n-heksan : etilasetat dengan berbagai

perbandingan. Tiap tahapan menghasilkan 20 fraksi yang kemudian di KLT

menggunakan n-heksan : etilasetat (9:1) untuk melihat pola noda tiap fraksi. Hasil

KKV tahap I dapat dilihat pada Gambar 5.

F1 F1 F1

F4 F3 F4 F4
F2 F3 F2 F3
F2

F5
35
F5
F5

a.UV 254 b. UV 366 b. Deteksi Serium Sulfat

Gambar 5. Hasil pemisahan dengan KKV dan fase gerak n-heksan : Etil asetat (9:1),
Penggabungan fraksi hasil pemisahan dilakukan dengan analisis KLT yang

dilihat dari penampakan pola noda yang sama digabungkan karena cenderung

memiliki susunan senyawa yang sama. Penggabungan dilakukan terhadap fraksi 1-4;

5-9; 10-12; 13-17 dan 18. Hasil penggabungan fraksi dianalisis kembali dengan KLT

yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil Kromatogram menunjukkan bahwa senyawa-senyawa dalam ekstrak

telah terdistribusi berdasarkan tingkat kepolarannya. Silika gel sebagai fase diam

bersifat polar sehingga senyawasenyawa pada spons clathria sp yang bersifat

nonpolar akan keluar terlebih dahulu dan memiliki nilai Rf yang cenderung besar

sedangkan senyawa-senyawa polar akan tertahan pada fase diam sehingga memiliki

nilai Rf yang lebih kecil. Hal ini yang menyebabkan beragamnya nilai Rf dari fraksi-

fraksi yang telah dipisahkan. Fraksi -fraksi yang memiliki Pemisahan tahap awal

dilakukan pemisahan menggunakan KKV sebanyak 10 kali untuk menghabiskan

ekstrak yang tersedia sehingga setelah dilakukan penggabungan KKV 1 - KKV 10

diperoleh 5 fraksi utama dan dapat dilihat pada Tabel 3.

No Fraksi Berat (gr)


1. F1 1,1
2. F2 10
3. F3 2,9
4. F4 24

36
5. F5 97
Tabel 3. Fraksi utama hasil pemisahan tahap awal

Fraksi utama di KLT menggunakan n-heksan : etilasetat (9:1) untuk melihat

pola senyawanya sekaligus untuk menentukan fraksi mana yang akan dikerjakan

lebih lanjut. Kromatogram hasil penggabungan dapat dilihat pada Gambar 6.

a. UV 254 b.UV 366 c. deteksi serium


sulfat

Gambar 6. Kromatogram fraksi utama

Berdasarkan pola noda pada Gambar 6, fraksi F1 memperlihatkan jenis

senyawa yang cukup banyak, namun jumlah fraksi ini tergolong sedikit. Untuk

memaksimalkan proses pemisahan, fraksi F2 dikerjakan terlebih dahulu untuk

memisahkan bagian atas dan bagian bawahnya. Senyawa-senyawa yang ada di bagian

atas fraksi F2 digabungkan dengan fraksi F1 untuk dikerjakan lebih lanjut. Fraksi F3,

F4, dan F5 menunjukkan pola noda dan berat fraksi yang sangat banyak sehingga

pengerjaan ketiga fraksi ini belum dilanjutkan.


Sebanyak 10 gr fraksi F2 di KKV mengunakan kolom berdiameter 13,5 cm

dan tinggi 4 cm. Eluen yang digunakan adalah n-heksan : etilasetat dengan berbagai

perbandingan. Pemisahan ini menghasilkan 19 fraksi yang kemudian di KLT

menggunakan n-heksan : etilasetat untuk melihat pola nodanya.


Keterangan:
Fraksi AS21 = 1-4

AS21 AS22

37

AS23 AS26 AS27 AS28


AS24AS25
Fraksi AS22 = 5-6
Fraksi AS23 = 7-8
Fraksi AS24 = 9
Fraksi AS25 = 10
Fraksi AS26 = 11-13
Fraksi AS27 = 14-15
Fraksi AS28 = 16-19
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19
Gambar 7. Hasil kromatogram fraksi F2 dengan fase gerak n-heksan :
Penampakan pola noda pada analisis KLT yang ditunjukkan pada Gambar 7
etilasetat (9,5:0,5).

selanjutnya dilakukan penggabungan terhadap fraksi hasil pemisahan yaitu fraksi 1-4;
Kode Sampel Fraksi Berat (gr)
E (Ekstrak) - - 5-6; 7-8; 9; 10; 11-
F1 Fraksi Utama 1 1,1
F2 Fraksi Utama 2 10 13; 14-15 dan 16-
1. AS21 0,9
2. AS22 1 19. Kromatogram di
3. AS23 0,6
4. AS24 0,8 atas menunjukkan
5. AS25 1,9
6. AS26 1,1 bahwa senyawa-
7. AS27 1,7
8. AS28 2 senyawa pada fraksi

F2 telah menunjukkan pemisahan yang baik. Penggabungan kembali dilakukan

berdasarkan kemiripan penampakan noda. Hasil penggabungan fraksi F2 dapat dilihat

pada Gambar 8 dan Tabel 4.

Gambar 8. Kromatogram hasil gabungan KKV fraksi 2 dengan fase gerak n-heksan-
etilasetat (9:1).
E F1 F2 1 2 3 4 5 6
7 8
Tabel 4. Berat masing-masing fraksi F2

38
Berdasarkan hasil kromatogram di atas dengan eluen n-heksan : etilasetat

(9:1), fraksi F2 hasil penggabungan ditotol bersama ekstrak awal, fraksi F1 dan fraksi

F3 untuk melihat senyawa dari masing-masing fraksi yang akan dipisahkan dari fraksi

F2, hasil kromatogram penggabungan fraksi F2 dilakukan pemisahan lebih lanjut

pada fraksi AS26 dengan kromatografi radial. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan:
1 = Fraksi 1
2 = Fraksi 2
T = Total fraksi
3 = Fraksi 3
4 = Fraksi 4

1 2 T 3 4

Gambar 9. Hasil Kromatogram pemisahan AS26 menggunakan fase gerak n-


heksan : etilasetat (7:3).
Hasil pemisahan dengan kromatografi radial fraksi AS26 pada Gambar 9.

memperlihatkan hasil pemisahan yang sangat baik menggunakan fase gerak n-

heksan : etilasetat (7:3), fraksi AS26 bagian 1, 2, 3 dan 4 menunjukkan noda yang

tunggal, noda tunggal pada hasil pemisahan diindikasikan telah murni disebut sebagai

isolat, untuk lebih memastikannya dilakukan uji kemurnian menggunakan tiga sistem

fase gerak yang berbeda untuk mengecek kemurnian isolat. Hasil analisis KLT

39
dengan menggunakan tiga fase gerak yang berbeda menunjukkan penampakan noda

tetap tunggal pada Gambar 10.

Keterangan fase gerak:

(1) n-heksan : kloroform (8:2)


(2) n-heksan : aseton : kloroform (9:0,5:0,5)
(3) n-heksan : etilasetat : kloroform (8,5:1:0,5)

1 2 3

Gambar 10. Kromatogram hasil uji kemurnian isolat.

40
B. Identifikasi isolat

1. Analisis Spektrum Infra Red (IR)

Csp3-H
C-O

OH
Csp2 C=C

Gambar 11. Spektrum inframerah isolat.

Spektrum pada Gambar 11 menunjukkan serapan radiasi inframerah oleh

molekul yang terukur oleh spektrofotometer IR. Frekuensi uluran ikatan Csp 3-H

ditunjukkan dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 2954 cm-1. Keberadaan

ikatan antara Csp2 (C=C) ditunjukkan dengan adanya serapan pada bilangan

gelombang 1466 cm-1 dan 1643 cm-1. Serapan khas yang menunjukkan adanya vibrasi

uluran gugus hidroksil (-OH) ditunjukkan pada bilangan gelombang 3456 cm -1dan

diperkuat oleh adanya serapan ikatan C-O pada bilangan gelombang 1075 cm-1.

41
2. Analisis Spektrum 13C-NMR dan 1H-NMR (2D)

Hipotesa dari interpretasi data IR diperkuat oleh interpretasi data NMR 2-D

yaitu 13C NMR dan 1H NMR. Identifikasi dengan spektroskopi NMR memberikan

gambaran mengenai atom-atom karbon dan hidrogen dalam sebuah molekul yang

hanya diberikan sangat sedikit oleh spektrofotometri inframerah. Spektroskopi NMR

didasarkan oleh penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul

organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat (Fessenden &

Fessenden, 1997).

Spektrum NMR 13C dapat memberikan petunjuk mengenai atom-atom karbon

dalam molekul organik. Sedangkan spektrum NMR 1H memberikan informasi

struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Spektrum


13
C NMR senyawa isolat dengen menggunakan tehnik NMR 2D (HMBC dan HSQC)

dapat dilihat pada Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14.

42
Gambar 12. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat

Gambar 13. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat dengan NMR 2D HMBC

43
Gambar 14. Spektrum 13C-NMR (CDCl3) Isolat dengan NMR 2D HSQC
13
Sinyal C-NMR pada Gambar 12 memperlihatkan jumlah karbon yang

menyusun struktur senyawa isolat yaitu 27 Carbon. Melalui NMR 2D (HMBC dan

HSQC) pada Gambar 13 dan 14, diketahui bahwa Spektrum HMBC menunjukkan

hubungan korelasi antara proton dengan karbon yang berjarak 2-3 ikatan sedangkan

pada spektrum HSQC menunjukkan hubungan proton dan karbon yang

mempunyai jarak satu ikatan sehingga untuk mengetahui jenis karbon dari senyawa

tersebut diantaranya yaitu kontur yang bewarna biru adalah CH2 sedangkan kontur

yang berwarna merah adalah CH dan CH3, senyawa isolat memiliki 2 karbon

kuartener, 8 metin, 12 metilen dan 5 metil. Sedangkan banyaknya proton dapat dilihat

bentuk signal 1H-NMR dengan radio frekuensi 500 MHz pada Gambar 15.

Gambar 15. Signal 1H-NMR (500 MHz, CDCl3) isolat

44
Munculnya signal resonansi pada Gambar 15 disebabkan oleh karena proton

dalam lingkungan kimia yang berlainan. Signal-signal resonansi tersebut letaknya

dipisahkan oleh pergeseran kimia (chemical shift). Tidak semua signal sederhana

(berupa garis atau singlet), beberapa signal mengikuti pola splitting yang

karakteristik, seperti doublet (d), triplet (t), kuartet (q), dan sebagainya. Terjadinya

splitting disebabkan oleh spin-spin coupling, yaitu interaksi magnetik dari suatu inti

dengan inti lainnya (Harmita, 2007). Dari data tersebut menunjukan bahwa isolat

memiliki jumlah 1H-NMR sebanyak 46 proton dimana diwakili dari 15 signal, terdiri

dari 11 multiplet, 1 double doublet, 1 singlet, dan 2 triplet. Perbandingan data 13C dan
1
H-NMR senyawa isolat dan yang diperoleh dari pustaka dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Perbandingan data 13C dan 1H-NMR senyawa isolat dengan literatur
NO Ca (ppm) Cb (ppm) Ha (ppm) Hc ( ppm) HMBC
1 39.2 (CH2) 39.1 3.7 1h 3.7 dd C1-C2-C5
2 27.4 (CH2) 26.6 3.4 1h 3.4 t C2-C5-C1
3 42.7 (CH) 42.9 1.1 1h 1.1 d C3-C4-C1
4 67.0 (CH2) 66.7 0.85 1h 0.85 d C2-C3-C5
5 52.6 (CH) 50.0 0.7 1h 0.7 s C5-C9
6 24.6 (CH2) 24.9 0.6 1h 0.6 s
7 32.8 (CH2) 31.9 C7-C8
8 35.6 (CH) 35.0 C8-C7-C11
9 55.5 (CH) 53.3 C9-C10-C5
10 44.1 (CQ) 42.9
11 22.8 (CH2) 20.8 C11-C8
12 39.9 (CH2) 39.8 C12-C13-C14
13 43.1 (CQ) 42.6
14 56.5 (CH) 56.4 C14-C13-C12
15 24.6 (CH2) 24.2
16 28.3 (CH2) 28.2 C16-C21-C25-C7
17 56.4 (CH) 56.3 C17-C13
18 14.7 (CH3) 14.4
19 12.5 (CH3) 12.1
20 35.9 (CH) 35.8 C20-C21
21 18.9 (CH3) 18.7
22 36.3 (CH2) 36.2

45
23 23.9 (CH2) 23.9
24 40.9 (CH2) 39.5
25 28.1 (CH) 28.0
26 22.9 (CH3) 22.7
27 23.3 (CH3) 22.7

Keterangan : a). Senyawa Isolat b). Eggersdorfer dkk, 1982 c). Nantheuil dkk, 1985.
Dari data 13C dan 1H NMR dapat diperkirakan rumus molekul senyawa isolat

yaitu C27H46O dengan DBE (Double Bond Equivalence) = 4 berasal dari karbon

siklik. Melalui penelusuran literatur dari Eggersdorfer (1982) dan Nantheuil (1985),

hipotesis struktur senyawa isolat adalah 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane

ditunjukkan pada Gambar 16.

21 22 24 27

18 20 25
23
12
11 26
17
19 13
16
1 14
15
9
10 8
2

5 7
3
HO 6

Gambar 16. 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane

Data spektrum IR, NMR 1-D (1H, 13C-NMR) dan NMR 2-D (HMBC, HSQC)

menghasilkan sebuah dugaan bahwa senyawa yang berhasil diisolasi dari spons

Clathria sp. adalah senyawa gologan steroid. Berdasarkan literatur senyawa 3-

(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane diperoleh dari spons Axinella verrucosa.

46
C. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji

kualitatif bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan isolat sedangkan uji

kuantitatif bertujuan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antioksidan isolat

tersebut dalam menangkal radikal bebas (Yodha, 2012).

Uji Kualitatif Isolat

Uji kualitatif antioksidan dilakukan dengan merendam isolat yang telah

ditotolkan pada plat KLT ke dalam larutan DPPH 1%. Hasilnya terbentuk noda

kuning dengan latar belakang ungu pada plat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

isolat tidak memiliki aktivitas antioksidan, karena tidak memiliki noda kuning

dengan latar belakang ungu pada hasil uji kualitatif isolat, Perlakuan yang sama juga

diberikan pada vitamin E sebagai kontrol positif. Hasil uji kualitatif dapat dilihat

pada Gambar 17.

Keterangan
Gambar:
1) Isolat
2) Vitamin E

1 2

Gambar 17. Hasil uji kualitatif antioksidan

47
Hasil uji kualitatif pada isolat, isolat tidak mampu mereduksi DPPH

menjadi DPPH-H. Hal ini disebabkan karena struktur pada isolat mempunyai

struktur yang tunggal, berdasarkan struktur pada isolat, struktur isolat hanya

memiliki 1 gugus hidroksil dan tidak memiliki ikatan rangkap terkonjugasi pada

cincin aromatik. Hal ini menyebabkan sturuktur pada isolat tidak mampu

mendonorkan elektronnya kepada radikal bebas. Oleh karena itu, isolat tidak

mampu meredam radika bebas DPPH, Reaksi reduksi DPPH dan struktur pada

isolat dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Reduksi DPPH dari senyawa antioksidan (Prakash dkk., 2001).
Uji kuantitatif antioksidan terhadap isolat tidak di lakukan karena

berdasarkan hasil uji kualitatif pada isolat tidak menunjukkan aktivitas.

48
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Senyawa yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak metanol spons

laut Clathria sp. yaitu 3-(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan senyawa isolat tidak aktif sebagai

antioksidan.

B. Saran

Saran dari peneliti perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai

kandungan metabolit sekunder spons laut Clathria sp dan aktivitasnya dalam

berbagai sistem uji serta penentuan kadarnya dalam spons.

49
DAFTAR PUSTAKA

Amir, I. dan Budiyanto. A., 1996, Mengenal spons laut (Demospongiae) secara
umum. Oseana. 21(2): 15-31.
Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D., dan Wahyuono, S., 2005, Uji sitotoksik
senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp : potensial pengembangan sebagai
Antikanker, Majalah Farmasi Indonesia 16 (1) : 58 62.

Barnes, 1991, Invertebrata Zoologi, Blackywell scientific PV6 Oxford London,


Melbourne.
Bergquist, P.R., 1978, Sponges. Hutchinson. London.
Bhakuni. D.S.,dan Rawat. D.S., 2005, Bioaktif Marine Natural Products. Anamaya.
New Delhi.

Chen, H. M., Koji, M., Fumio, Y. dan Kiyoshi, N., 1996, Antioxidant Activity of
Designed Peptides Based on the Antioxidative Peptide Isolated from Digests of
a Soybean Protein, J. Agric Food Chem, 44 (26), hal. 19-23.

Chow, S. T., Chaw, W. W. dan Chung, Y. C., 2003, Antioxidant Activity and Safety of
50 % Ethanolic Red Bean Extract (Phaseolus raditus L, Var Aurea), Journal of
Food Science, 68 (1), hal. 5-21.
Depkes RI, 1997, Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan
Galenik,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Endang Hanani, Abdul Munim, Ryany Sekarini, dan Sumali Wiryowidagdo, 2006,
Uji Aktivitas Antioksidan Beberapa Spons Laut Dari Kepulauan Seribu. Jurnal
bahan alam indonesia ISSN 1412-2855 6 (1): 1-2.
Endang Hanani, Abdul Munim, dan Ryany Sekarini, 2005, Identifikasi Senyawa
Antioksidan Dalam Spons Callyspongia Sp Dari Kepulauan Seribu, Majalah
Ilmu Kefarmasian, 2 (3), 127-133.

50
Faulkner. D.J., 2002, Marine natural products. Natural Products. Hal 148.

G. De Nanthuil, A. Ahonq, C. Poupat, dan P. Potier, 1985, Isolement Et


Identification De Onze Sterols De Type Hydroxymethyl-3 Nor-A
Cholestane Du Spongiaire, Pseudaxinyssa Cantharella, 41 (24).

Handa. S.S., Suman. P.S.K., Gennaro. L., Dev.D.R., 2008, Extraction Technologies
for Medicinal and Aromatic Plants. International Centre For Science And High
Technology. Trieste.

Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.
Haris, A., 2006, Transplantasi spons Aaptos aaptos Schmidt: Densitas gamet dan
pertumbuhan. Torani, 16 (1): 1-7.
Hernani dan Rahardjo, M., 2005, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Hooper, J.N.A., 2002, Sponguide Guide to Spons Qollection and Identification,
Queensland Museum, South Brisbane.
Hostettmann, K., M. Hostettmann dan Marston A., 1995, Cara kromatografi
Preparatif: Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam, Penerbit ITB, Bandung,

Ichiba T, Corgiat JM, Scheuer PJ, Kelly-Borges M., 1994, 8-Hydroxymanzamine A, a


-Carboline Alkaloid from a Sponge, Pachypellina sp. Natural Products .57
(16).
Istiyani, WD., 2014, Kajian Aktivitas Antibakteri dan Metabolit Sekunder Beberapa
Jenis Spons, Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Perikanan,
Universitas Halu Oleo, Kendari.

James, S.G; Holmstrom,C and Kjelleberg, S., 1996, Purification and Characterization
of a Novel Antibacterial Protein from the Marine Bacterium D2, Appl Environ.
Microbiol,62:2783.
Jaswir.I ,dan Masteria.Y.P., 2014, The Alkaloids from Indonesian Marine Sponges.
Journal Oceanography.Volume 2. ISSN: 2332-2632.

Jobo dan Fachruddin, 2001, Fitokimia I, Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi


Universitas Hasanuddin, Makassar, 49.

Johnson, 2011, Dasar Kromatografi Cair, Penerbit ITB, Bandung.

51
Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indoneisa, Jakarta.

Kuncahyo, I. dan Sunardi, 2007, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH),
Prosiding Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta.

Kuntorini, E. M. dan Astuti, M. D., 2010, Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak


Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.), Sains dan
Terapan Kimia, 4 (1), hal. 1522.
Manfred L. Eggersdorfer, W. C. M. C. Kokke, Christopher W. Crandell, Jill E.
Hochlowski and Carl Djerassi. 1982. Sterols in Marine Invertebrates. 32.'
Isolation of 3P-(Hydroxymethyl)-A -nor-5a-cholest-l5-ene, the First Naturally
Occurring Sterol with a 15-16 Double Bond. J. Org. Chem. 5304-5309.
California

Muniarsih T, dan Rachmaniar R., 1999, Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari
Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan Indonesia I 98. Jakarta 1415 Oktober 1998: 151-158.
Murniasih,A., 2003, Metabolit Sekunder Dari Spons Sebagai Bahan Obat-Obatan.
Jurnal Oseana, VXXVIII ( 3), 27-33.

Nurrahmi Dewi Fajarningsih, Muhammad Nursid, Hedi Indra Januar, dan Thamrin
Wikanta, 2013, Bioprospeksi Spons Karang Lunak Dan Ascidian Asal
Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi: Antitumor Dan Antioksidan,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Octavia. D.R., 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Petroleum Eter, Etil
Asetat dan Etanol Daun Binahong (Anredera Corfolia (Tenore) Steen) dengan
metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrihidrasil), Skripsi. Universitas Muhamadiyah,
Surakarta.
Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity, Analytical Progress, 19 (2), hal. 1-4.
Rachmaniar R., 1996, Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif.
Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1995/1996. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Puslitbang Oseanologi.
Rohman, A. dan Sugeng, R., 2005, Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning
(Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro, Majalah Farmasi Indonesia, 16
(3), hal. 136-140.

52
Rohmatussolihat, 2009, Antioksidan Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia, Bio Trends,
4 (1).
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001, Biologi laut : Ilmu pengetahuan tentang
biota laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Jakarta.

Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991, Pengantar Kromatografi.


Penerbit ITB. Bandung.

Sadarun .B.,Lestari., Yusuf.A.A, Leri.N.,Eric.Z. 2008. Petunjuk Pelaksanaan


Tranplantasi Karang. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sahidin, I., 2012, Mengenal Senyawa Alami, Unhalu Press, Kendari.

Sastrawijaya. A. T., 1985, Penentuan Struktur Molekul. Jurusan Kimia IKIP


Surabaya. Cetakan Bina Ilmu Offse, Surabaya.

Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, UGM Press, Yogyakarta.

Stahl .E., 1985, Metode Pemisahan. Cetakan I. Kanasius. Yogyakarta.

Silalahi, J., 2002, Senyawa Polifenol sebagai Komponen Aktif yang Berkhasiat dalam
Teh, Majalah Kedokteran Indonesia, 52 (10), hal. 361-365.

Soeksmanto, A., Hapsari, Y. dan Simanjuntak, P., 2007, Kandungan Antioksidan pada
Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff)
Boerl. (Thymelaceae), Biodiversitas, 8 (2), hal. 92-95.

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan Kimia, Kanisius, Yogyakarta.

Sudjadi, 2007, Kimia Analisis Farmasi. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Sugiri. N., 1988, Zoo avertebrata 1. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU).
Institut Pertanian Bogor.

Sharker. S.D., Zahid. L., dan Alexander. I.G., 2006, Natural Products Isolation.
Second Edition. United Kingdom.

Suparno, 2005, Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera: Demospongiae) Suatu Peluang
Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi.
Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPs 7002). Institut Pertanian Bogor.

53
Thompson, E. B., 1985, Drug Bioscreening. America: Graceway Publishing
Company, Inc. Pp. 40, 118.

Townshend .A., 1995, Encyclopedia of Analytical Science., Academic Press Inc,Vol.


2 London.

Watson, D. G. 2009, Analisis Farmasi : Buku ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi, Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran, Jakarta.

Widyastuti, N., 2010, Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode Cuprac,


Dpph, dan Frap serta Korelasinya dengan Fenol dan Flavonoid Pada Enam
Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yodha, A. W. M., 2012, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia dari Kulit Batang
Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) serta Uji Aktivitasnya sebagai
Antibakteri, Antifungi dan Antioksidan, Skripsi, Universitas Halu Oleo,
Kendari.

54
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Alur Kerja Penelitian

Spons Clathria sp

- Diambil
- Dipreparasi
- Dimaserasi dengan metanol
- Diuapkan dengan rotary evaporator

Ekstrak
Metanol

- Kromatografi (Pemisahan)

Fraksi

- Kromatografi (Pemisahan)

Senyawa
Murni

Identifikasi
Uji fisik (Titik Leleh) dan Uji Bioaktivitas
Teknik Spektroskopi (FTIR
dan NMR)

Uji antioksidan

(Metode DPPH)

55
Lampiran 2. Proses Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder

Spons Clathria sp

- Diambil
- Dipreparasi
- Dimaserasi dengan metanol
- Diuapkan dengan rotary evaporator

Ekstrak
Metanol

- Kromatografi (Pemisahan)
menggunakan KKV
Fraksi

- Kromatografi (Pemisahan dan


pemurnian) menggunakan KKV dan
KR

Senyawa
Murni

56
Lampiran 3. Uji Aktivitas Antioksidan
a. uji kualitatif

Isolat menggunakan metode


DPPH

- isolat ditotolkan pada plat KLT silika gel


GF254
- disemprotkan dengan larutan DPPH (1,1
Diphenyl-2-picrylhidrazyl), 1%
- didiamkan selama 30 menit

Terbentuknya warna kuning dengan latar


belakang ungu menunjukkan isolat
memiliki aktivitas antioksidan

57
Lampiran 4. Uji titik leleh isolat

58
Lampiran 5. Korelasi penting proton dengan karbon dari data HMBC dan
HSQC

59
21 22 24 27

18 20 23 25
12
11 26
17
19 H 13
16
1 14
15
9
10 8
2

5 7
3
HO 6

4
H H

Korelasi penting proton dengan karbon dari data HMBC dan HSQC senyawa 3-
(hydroxymethyl)-A-nor-5-cholestane

60
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Eksplorasi Natural Product of Marine

Perajangan Pengeringan Penghalusan

Maserasi Evaporasi

61
Ekstrak Kromatorafi lapis tipis (KLT) Kromatogravi Kolom Vacum

Evaporasi Fraksi Fraksi Hasil KKV Pembuatan plat KR

Proses Kromatografi Radial Isolat Murni

Uji aktivitas antioksidan hasil uji kualitatif

62

Anda mungkin juga menyukai