Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP PROFIL FITOKIMIA

MINUMAN TEH YANG MENGGUNAKAN PEMANIS DAUN STEVIA YANG


DIUJI DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
DINA BAINI IRDINA
NIM 15.030

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


JULI 2018
PENGARUH WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP PROFIL FITOKIMIA
MINUMAN TEH YANG MENGGUNAKAN PEMANIS DAUN STEVIA YANG
DIUJI DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada
Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program D-III
bidang Farmasi

OLEH
DINA BAINI IRDINA
NIM 15.030

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

JULI 2018
HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim…
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan dan cinta kasih sayang-Mu
telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu, atas karunia serta
kemudahan yang engkau berikan akhirnya Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat
terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan kehadirat Rasulullahn
Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi

Ibunda dan Ayahanda Tercinta. Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa
terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada ibu dan ayah
yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan dan cinta kasih sayang tiada
terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk
membuat ibu dan ayah bahagia karena kusadar, selama ini belum bisa berbuat yang
lebih. Untuk ibu dan ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami
kasih sayang, selalu mendo’a kanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik,
Terimakasih ibu,…. Terimakasih Ayah….
Untuk adik-adikku, tiada yang paling mengharukan saat kumpul bersama kalian,
walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa
tergantikan, terimakasih atas bantuan dan do’a kalian selama ini, hanya karya kecil ini
yang dapat aku persembahkan. Maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya, tapi aku
akan selalu menjadi yang terbaik untuk kalian semua…
Sebagai tanda cinta kasihku, saya persembahakan karya kecil ini buatmu,
terimakasih atas kasih sayang, perhatian dan kesabaranmu yang telah memberikanku
semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan tugas Akhir ini, semoga kamu pilihan
yang terbaik buatku dan masa depanku. Terimakasih”F_U”,,,,,,. Untuk dosen
pembimbing saya yang paling baik hati pak bilal terimkasih banyak saya sudah dibantu
selama ini, sudah dinasehati diajari saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran dari
bapak dan seluruh dosen Putra Indonesia Malang terimakasih banyak untu semua ilmu,
didikan yang telah kalian berikan pada saya dan untuk teman-teman dan sahabat Akfar
D angkatan 2015 terimakasih atas bantuan, do’a nasehat hiburann, ejekanmu dan
semangat yang kalian berikan selama ini. Thankyou All.
ABSTRAK
Irdina, Dina Baini. 2018. Pengaruh Waktu Terhadap Profil Fitokimia Minuman Teh
Yang Menggunakan Pemanis Daun Stevia Yang Diuji Dengan Kromatografi
Lapis Tipis. Karya Tulis Ilmiah Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.
Pembimbing: Bilal Subchan. Agus Santoso.
Kata kunci : Daun teh, daun stevia, skrining fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis.
Teh dan stevia adalah tumbuhan liar yang dapat dimanfaatkam sebagai obat untuk
meyembuhkan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam daun teh yang
menggunakan pemanis stevia dengan waktu penyeduhan 5,10,30 menit. Teh yang
ditambah pemanis stevia dengan lama penyeduhan 5,10,30 menit diuji kandungan
metabolit sekundernya dengan menggunakan skrining fitokimia dan Kromatografi Lapis
Tipis. Senyawa yang diuji yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Berdasarkan
hasil uji skrining fitokimia teh dengan lama penyeduhan 5,10,30 menit mengandung
flavonoid, saponin dan tanin, dan hasil uji pada stevia dan teh yang ditambah pemanis
stevia dengan lama penyeduhan 5,10,30 menit mengandung alkaloid,flavonoid, saponin
dan tanin. Dan hasil pada KLT pada teh dengan suhu 90°C pada waktu seduh selama
5,10,30 menit menunjukkan bahwa minuman teh, mengandung senyawa flavonoid,
saponin, tanin dan minuman teh yang ditambah pemanis stevia mengandung, saponin
dan senyawa tanin.
ABSTRACT

Irdina, Dina Baini. 2018. Time effect on phytochemical profile of tea beverage used
stevia leaf which is tested by thin layer chromatography. Scientific papers. Putra
Indonesia Pharmacy Academy Malang.Supervisor : Bilal Subchan Agus
Santoso.
Keywords : tea leaf, stevia leaf, phytochemical screening and thin
LayerChromatography.
Tea and stevia are wild plants that can be used as a medicine to cure illness and health
care. The purpose of this study was to determine the secondary metabolites found in tea
leaves using stevia sweetener with a time of 5.10.30 minutes. Tea added with stevia
sweetener with a duration of 5.10.30 minutes was tested for its secondary metabolite
content using phytochemical screening and Thin Layer Chromatography. The tested
compounds are alkaloids, flavonoids, saponins and tannins. Based on the results of tea
phytochemical screening test with 5,10,30 minutes of brewing time containing
flavonoids, saponins and tannins, and the results of the test on stevia and tea added with
stevia sweetener with a duration of 5,10,30 minutes containing alkaloids, flavonoids,
saponins and tannins . And the results on TLC on tea at 90 ° C at 5.10.30 minutes for
brewing showed that tea drinks, containing flavonoid compounds, saponins, tannins and
tea drinks plus stevia sweeteners contained saponins and tannin compounds.
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
”Pengaruh waktu terhadap profil fitokimia minuman teh yang menggunakan pemanis
daun stevia yang diuji dengan Kromatografi Lapis Tipis” tepat pada waktunya.
Adapun Tujuan dari penulis karya tulis ilmiah ini adalah sebagai persyaratan
untuk menyelesaikan program D-III di Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.
Sehubung dengan terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya
mengucapkan terimakasih kepada pihal-pihak, yaitu sebagai berikut:
1. Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si.,MP. selaku Direktur Akademi Farmasi Putra
Indonesia Malang
2. Dr. Bilal Subchan. A.S, M.Farm.,Apt.selaku dosen pembimbing
3. Anggraeni In Oktavia, S.P.,M.Ling. selaku dosen penguji I
4. Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si.,MP. selaku dosen penguji II
5. Bapak dan ibu Dosen Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang serta staf
yang turut membantu dan mendukung selama penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini
6. Kedua orang tua dan adik-adikku yang telah membantu banyak hal yang
selalu memberi do’a serta memotivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini
7. Sahabat terdekat ku, dan Teman- teman yang telah memberikan dukungan
serta motivasi dan Arahan kepada penulis.
Harapan saya dengan adanya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua pihak.Penulis menyadari sepenuhnya Karya Tulis Ilmiah ini
masih memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat
diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat.Aminnn.
Malang, Juli 2018
Penulis
Daftar Isi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Keunggulan stevia dibandingkan pemanis buatan(Rukmana, 2003)...........14

Tabel 2.2Beberapa contoh penjerap pada kromatografi lapis tipis.............................27

tabel 4.1. Hasil skrining fitokimia minuman teh, stevia dan minuman teh yang ditambah
pemanis stevia dengan suhu 90°C yang diekstraksi selama 5 menit……...41

YTabel 4.2Hasil skrining fitokimiaminuman teh, stevia dan minuman teh yang
ditambah pemanis stevia dengan suhu 90°Cyang diekstraksi selama 10 menit…….43

Tabel 4.3Hasil skrining fitokimiaminuman teh, stevia dan minuman teh yang ditambah
pemanis stevia dengan suhu 90°C yang diekstraksi selama 30 menit........43
DAFTAR GAMBAR

YGambar 2. 1Daun teh (Setyamidjaja, 2000)...............................................................5


Gambar 2. 2Daun stevia (Natalia, 2017)................................................…………….11
Gambar 2. 3Struktur Alkaloid(Lusiana, 2009)............................................................16
Gambar 2. 4Struktur Flavonoid(Redha, 2013)............................................................18
Gambar 2. 5Struktur Saponin(Yunita et al., 2016)......................................................19
Gambar 2. 6Struktur Tanin (Ikalinus et al., 2015).......................................................20
Gambar 2. 7Reaksi tanin dengan pereaksi FeCl31% (Sa’adah, 2010)........................21
DAFTAR LAMPIRAN

YLampiran 1. Gambar serbuk daun teh dan daun stevia............................................56


Lampiran 2. Hasil determinasi daun teh dan daun stevia............................................56
Lampiran 3. Gambar sampel minuman teh, stevia dan minuman teh yang ditambah
pemanis stevia..............................................................................................................58
Lampiran 4. Gambar sampel minuman teh yang di ekstraksi menggunakan Hotplate
pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit.......................57
Lampiran 5. Gambar sampel minuman stevia yang di ekstraksi menggunakan Hotplate
pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit.......................57
Lampiran 6. Gambar sampel minuman teh yang ditambah pemanis stevia yang di
ekstraksi menggunakan Hotplate pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit
dan 30 menit...........................................................................................58
Lampiran 7. Gambar Hasil Skrining fitokimia Alkaloid pada minuman teh yang
ditambah pereaksi mayer, Dragendorf,Wagner pada suhu 90°C selama 5
menit, 10 menit dan 30 menit.................................................................59
Lampiran 8. Gambar Hasil Skrining fitokimia Flavonoid pada minuman teh pada suhu
90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit........................................60
Lampiran 9. Gambar Hasil Skrining fitokimia Saponin pada minuman teh pada suhu
90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit........................................61
Lampiran 10. Gambar Hasil Skrining fitokimia Tanin pada minuman teh pada suhu
90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit........................................61
Lampiran 11. Hasil Skrining fitokimia Alkaloid pada minuman stevia yang ditambah
pereaksi mayer, Dragendorf,Wagner pada suhu 90°C selama 5 menit, 10
menit dan 30 menit.................................................................................62
Lampiran 12. Gambar Hasil Skrining fitokimia Flavonoid pada minuman stevia pada
suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit................................64
Lampiran 13. Gambar Hasil Skrining fitokimia Flavonoid pada minuman stevia pada
suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit..............................64
Lampiran 14. Gambar Hasil Skrining fitokimia Saponin pada minuman stevia pada suhu
90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit......................................65
Lampiran 15. Hasil Skrining fitokimia Alkaloid pada minuman teh yang ditambah
pemanis stevia yang ditambah pereaksi mayer, Dragendorf,Wagner pada
suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit..............................66
Lampiran 16. Hasil Skrining fitokimia Flavonoid pada minuman teh yang ditambah
pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit67
Lampiran 17. Hasil Skrining fitokimia Saponin pada minuman teh yang ditambah
pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit68
Lampiran 18. Hasil Skrining fitokimia Tanin pada minuman teh yang ditambah pemanis
stevia pada suhu 90°C selama 5 menit, 10 menit dan 30 menit...........68
Lampiran 19. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Alkaloid pada minuman teh, stevia dan
minuman teh yang ditambah pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5
menit, 10 menit, 30 menit UV 254mm dan UV366mm......................69
Lampiran 20. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Flavonoid pada minuman teh, stevia dan
minuman teh yang ditambah pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5
menit, 10 menit, 30 menit UV 254mm dan UV366mm......................70
Lampiran 21. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Saponin pada minuman teh, stevia dan
minuman teh yang ditambah pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5
menit, 10 menit, 30 menit UV 254mm dan UV366mm......................72
Lampiran 22. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Tanin pada minuman teh, stevia dan
minuman teh yang ditambah pemanis stevia pada suhu 90°C selama 5
menit, 10 menit, 30 menit UV 254mm dan UV366mm......................73
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masyarakat terkadang tidak menyadari bahwa tumbuhan liar disekitarnya dapat

dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit dan pemeliharaan

kesehatan.Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat

bioaktif yang berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga tumbuhan

dapat digunakan sebagai bahan obat untuk berbagai macam penyakit. Salah satu

tumbuhan liar yang sering ditemukan di sekitar masyarakat yaitu daun teh dan stevia,

berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi kandungan

pada teh dan stevia dengan menggunakan metode secara skrining fitokimia. Dan untuk

mempertegas hasil positif pada skrining fitokimia, dilakukan analisis Kromatografi

Lapis Tipis yang bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder

yang terdapat pada daun teh dan stevia.

Teh adalah minuman yang mengandung kafeina, yang dibuat dengan cara

menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman

Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi 4

kelompok: teh hitam, teh olong, teh hijau, dan teh putih. Istilah "teh" juga digunakan

untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah atau tanaman obat lain yang

diseduh, misalnya, teh rosehip, camomile, krisan dan Jiaogulan. Teh yang tidak

mengandung daun teh disebut teh herbal (Ludiana & Handani, 2012)
Suhu penyeduhan Teh yang telah diseduh dengan suhu dan waktu perlakuan

(900C, dalam waktu 5 menit,10 menit, 30 menit)(Rahayuningsih, 2014). Kelebihan teh

yang di tambah stevia yaitu membantu mencegah diabetes, menurunkan berat badan

(diet), tidak menyebabkan ganguan pada gigi, mencegah hipertensi, anti kanker (Tahir

et al., 2017)

Bahan pemanis adalah salah satu bahan pangan yang keperluannya selalu

meningkat setiap tahun. Sampai saat ini indonesia masih harus mengimpor bahan

pemanis, terutama gula tebu untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sehingga

perlu dikembangkan alternatif tanaman lain yang dapat digunakan untuk mencapai

kebutuhan terhadap pemanis tersebut salah satunya yaitu daun stevia(Hariyadi and

Purnomo, 2012).

Daun stevia merupakan salah satu bahan pemanis alami yang rendah kalori,

tingkat kemanisan daun kering stevia 2,5 kali dari sukrosa ( gula tebu ). Sejak tahun

2008, FDA (food and drug administration) mengizinkan ekstrak daun stevia digunakan

sebagai bahan tambahan pangan dan menggolongkan ekstrak daun stevia dalam kategori

GRAS (Generally Recognize As Safe) dengan batas konsumsi ADI (Acceptable Daily

Intake) menurut WHO sebanyak 4 mg/kgBB/hari. Zat pemanis dalam stevia yaitu

steviosida dan rebaudiosida tidak dapat difermentasikan oleh bakteri di dalam mulut

menjadi asam. Asam ini apabila menempel pada email gigi dapat menyebabkan gigi

berlubang. Oleh karena itu, stevia tidak menyebabkan gangguan pada gigi(Laila, 2014).

Senyawa fitokimia adalah zat atau senyawa kimia bioaktif hasil metabolisme

sekunder dari tiap tanaman yang berfungsi sebagai sistem pertahanan tanaman dari

gangguan hama penyakit tanaman. Senyawa-senyawa kimia dapat diklasifikasikan


dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu saponin, steroid, triterpenoid,

alkaloid, fenolik.(Artini et al., 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh waktu penyeduhan terhadap profil fitokimia minuman Teh

yang menggunakan pemanis stevia?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Pengaruh waktu penyeduhan terhadap profil fitokimia

minuman Teh yang menggunakan pemanis stevia?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara umum yaitu dapat mengetahui kandungan

metabolit sekunder yang ada pada minuman teh yang ditambah dengan pemanis stevia

dari beberapa waktu 5 menit, 10 menit dan 30 menit.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan keterbatasan penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pengambilan sampel, melakukan

skrining fitokimia minuman teh, minuman stevia dan minuman teh yang menggunakan

pemanis daun stevia, dengan menggunakan metode KLT.

Keterbatasan penelitian ini tidak ditentukan umur dan waktu panen daun teh dan

stevia.

1.6 Definisi istilah

a. Skrining fitokimia adalahSkrining fitokimia atau penapisan kimia adalah

tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam

tumbuhan, krna pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia

yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.


b. kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang digunakan

untuk memisahkan campuran yang tidak volatil. Kromatografi lapisan tipis

dilakukan pada selembar kaca, plastik, atau aluminium foil yang dilapisi dengan

lapisan tipis bahan adsorben, biasanya silika gel, aluminium oksida, atau

selulosa.

c. Teh yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau, yaitu teh yang dibuat

dengan cara menginaktifasi enzim oksidase/fenolase yang ada dalam daun teh

segar,dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas. Teh

hijau disebut juga sebagai teh non fermentasi. Teh hijau memiliki kadar kafein

yang sangat rendah, mewariskan rasa yang berbeda dan sehat dari tempat teh itu

tumbuh.

d. fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.Metode skrining fitokimia

dilakukan dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang

berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode

ekstraksi
BAB II

TUJUAN PUSTAKA

2.1 Daun teh ( Camellia sinesis )

Gambar 2.Daun teh (Setyamidjaja, 2000)

Tanaman teh merupakan tanaman perdu yang bercabang-cabang dan berbatang

bulat.Daun teh berbentuk jorong dengan tepi bergerigi.Helaian daunnya berwarna hijau

serta mengkilap.Bunga teh berwarna putih yang berada di ketiak daun dengan aroma

harum.Buahnya berbentuk bulat. Pada saat masih muda buah berwarna hijau lalu

berubah coklat saat sudah masak..(Zulaekah & Widiyaningsih, 2005):


Adapun pada Tabel 2.1 menunjukkan keterangan klasifikasi tumbuhan daun teh

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Viridiplantae
Infra kingdom : Streptophyta
Super divisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Super ordo : Aseteranae
Ordo : Ericales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia L

2.1.1 Morfologi Tanaman

Tanaman teh umumnya ditanam diperkebunan, dipanen secara manual, dan

dapat tumbuh pada ketinggian 200 – 2.300 meter daerah permukaan laut (dpl). Ada dua

kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu var.assamica yang berasal dari assam dan

var. Sinensis yang berasal dari cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan

ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak

tumpul. Bila tidak dipangkas, pohon teh akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 – 10

meter, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tanaman teh tegak, berkayu,

bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berambat halus. Daun teh berupa daun

tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku sperti kulit tipis, bentuknya

elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan
menyirip, panjang 6 – 8 cm, lebar 2 – 6 cm, warnanya hijau dan permukaan mengilap.

Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu, berkelamin

dua, garis tengah 3 – 4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning

dan harum.Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda

hijau setelah tua cokelat kehitaman.Biji keras, 1 -3 pucuk dan daun muda yang

digunakan untuk pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, stek, sambungan

atau cangkokan (Dewi, 2010).

2.1.2 Jenis-Jenis

Secara umum, teh memiliki empat jenis berdasarkan cara pengelolahannya,

yaitu: (Anugrah, 2005)

1. Teh putih (white tea) yang selalu dianggap “tea of royals” (teh kerajaan), adalah

tehyang paing rentan dan paling sedikit diproses, diberi nama teh putih karena ada

hao serabut putih yang terdapat dipucuk daun, yang terkenal memiliki rasa ringan

dan manis alami. Teh putih dibuat dari daun muda yang tidak mengalami proses

oksidasi. Teh tesebut memproses sedikit kafein dari pada semua jenis teh yang ada

dan teh ini dihargai karena karakter kesejukan dan kesegarannya, memberikan

banyak elemen antioksidan dan penguat jatung, serta menjadi makin terkenal sejak

ditemukannya berbagai hasil penelitian baru manfaat kesehatan.

2. Teh hijau, yaitu teh yang dibuat dengan cara menginaktifasi enzim

oksidase/fenolase yang ada dalam daun teh segar,dengan cara pemanasan atau

penguapan menggunakan uap panas. Teh hijau disebut juga sebagai teh non
fermentasi. Teh hijau memiliki kadar kafein yang sangat rendah, mewariskan rasa

yang berbeda dan sehat dari tempat teh itu tumbuh.

3. Teh oolong, disebut juga teh sampanye, adalah daun teh yang mengalami proses

semi-oksidasi sehingga mengandung semua zat gizi dan factor penyembuhan alami

dalam teh hijau yang takterfermentasi, tetapi tanpa rasa yang kasar dan mirip

rumput. Jika diumpamakan, teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam,

tanpa rasa dan aroma kompleks. Daun teh mengalami proses fermentasi yag sagat

singkat sehingga mengurangi rasa tajam dari teh mentah dan menghasilkan aroma

dan rasa yang lembut, yang membedakan teh ini dengan yang lainnya.

4. Dari keempat jenis teh yag ada, teh hitam adalah yang paing lama dioksidasi dan

terkenal karena warna merahnya yang cantik, serta rasa manis yag ringan.proses ini

menghasilkan rasa yang kuat, dalam, dan kaya. Teh hitam mengandung paling

banyak kafein, tetapi tetap hanya separuh dari secangkir kopi. Sekitar 75% teh yang

dihasilkan di seluruh dunia adalah teh hitam. Di indonesi, kebanyakan masyarkatnya

mengkonsumsi teh hitam untuk minuman sehari-hari.

2.1.3 Komposisi

Komposisi kimia teh terdiri dari kafein, tanin, protein, gula dan minyak atsiri

yang berbentuk setelah fermentasi dan menghasilkan aroma.Daun teh mengandung

beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat golongan. Keempat

golongan tersebut adalah substansi fenol (katekin, flavanol), bukan fenol (karbohidrat,

pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil dan asam organik), senyawa aromatis dan

enzim (Anindita et al., 2012)


Teh dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama berdasarkan cara

pengolahannya, yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh olong (semi

fermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau dibuat dengan cara

menginaktivasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar

dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi

enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara teh olong dihasilkan melaui

proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling, penggulungan daun,

dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi(Yulia, 2006).

Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol

termasuk didalamnya flavonoid. Subkelas flavonoid yang banyak terdapat dalam teh

adalah flaanols dan flavonols senyawa polifenol akan mengalami perubahan kimia

menjadi beberapa senyawa turunan asam-asam galat dan katekin. Turunan asam galat

yang terpenting adalah senyawa tanin. Senyawa ini sangat berperan penting di dalam

penentuan mutu teh hitam dan teh hijau, karena hasil oksidasi tanin akan membentuk

“briskness”, strength”, dan warna seduhan teh(Budiyati et al., 2009).

Polifenol sangat menentukan mutu teh, karena selama ekstraksi senyawa

polifenol akan berubah menjadi senyawa yang menghasilkan warna, rasa, dan aroma

yag dikehendaki. Hasil utama oksidasi polifenol akan memberikan warna yag khas pada

seduhan teh. Polifenol akan teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin, mempengaruhi

karakteristik seduhan teh meliputi warna, rasa dan aroma. Teaflavin berpengaruh pada

kejernihan dan memebrikan warna kuning cerah pada seduhan teh, sedangkan

tearubigin memberikan warna coklat tua pada seduhan tersebut(Armigustien, 2012).


Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu

mutu minuma teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman

dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak

berwarna.Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tain tahan terhadap pemanasan.

Semain tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah

kadar tanin maka penampakn produk akan menjadi kurang menarik(Zulaekah and

Widiyaningsih, 2005).

2.2 Daun stevia (Stevia rebaudiana B.)

Stevia merupakan tanaman bebentuk perdu (semak), tingginya antara 60-90cm

dengan panjang daun 3 – 7 cm dan memiliki banyak cabang.Batang stevia bentuknya

lonjong, ditumbuhi oleh bulu-bulu yang halus.Demikian pula tepi daunnya yang

bergerigi tampak halus. Bentuk daun stevia lonjong, langsing dan duduk berhadapan

(Ratnani and Anggraeni, 2005).

Stevia adalah tanaman dari family compositae yang berasal dari paraguay. Daun

tanaman ini mengandung steviosid dan rebaudiosid A yang tingkat kemanisannya

mencapai 300 kali dari sukrosa yang terkandung dalam tanaman tebu. Tanaman stevia

merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak hingga 65 cm (Ulfa, 2017). Daun

berbentuk lonjong langsing sampai oval , bergerigi halus, terletak berhadapan, panjang

2-4cm, lebar 1-5cm, dan tulang daun meniyirip.


Gambar 2.Daun stevia (Natalia, 2017)

Menurut klasifikasi tanaman, stevia dapatdiklasifikasikan sebagai berikut:

Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Tribe : Eupatorieae
Genus : Stevia
Species : S. rebaudiana

2.2.1 Morfologi Tanaman

Batang tanaman stevia berbentuk bulat lonjong dan berbulu halus, memiliki

bayak percabagan. Bunga stevia merupakan bunga sempurna, bentuk terompet, dengan

mahkota berbentuk tabung, tangkai benag sari dan tangkai putik pendek, kepala sari

kuning, putik berbentuk silindris, purtih kotak, bentuk jarum. Bunga stevia kecil (7-

15mm), berwarna putih (Hariyanto, 1986). Perakaran tanamn stevia merupakan akar

serabut yang terbag menjadi dua bagian, yaitu perakaran halus dan perakaran
tebal.Tanaman ini memiliki daya regenerasi yang kuat sehingga tahan terhadap

pemagkasan.

Stevia dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik didaerah yang mempunyai

ketinggian antara 500-1000 meter daerah permukaan laut (dpl), suhu udara antara 140c-

270c, curah hujan antara 1600-1850 mm/tahun. tanaman ini menghendaki tempat yang

terbuka atau cukup mendapat sinar matahari,dengan panjang penyinaran lebih dari dua

belas jam per hari (Dewi, 2013).

Rasa manis pada tanaman stevia disebabkan karena dua komponen yaitu

stevioside (3 – 10% berat kering daun) dan rebaudioside (1 – 3%) yang dapat dinaikkan

250 kali maisnya dari sukrosa. Stevioside mempunyai keunggulan dibandingkan

pemanis buatan lainnya, yaitu stabil pada suhu tinggi (1000C), range pH 3 – 9, dan

tidak menimbulkan warna gelap pada waktu pemasakan. Stevioside mempunyai

rumusan molekul C38H60O18 dan berat molekul 804,90(Buchori, 2007).

Tanaman stevia dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif, namun yang

paing terbukti efisien adalah perbayakan secara vegetatif. Perbanyakan stevia secara

generatif dengan biji sulit dilakukan karena daya berkecambahnya yang sangat rendah

(Agung Rahmadi, 2013). Perbanyakan tanaman stevia secara vegetatif dapat dilakukan

dengan anakan, stek batang, dan kultur jaringan.


2.2.2 Kandungan

Daun stevia mengandung diterpen steviol glikosida, seperti steviosida,


Rebaudiosida A, Rebaudiosida B, Rebaudiosida C, Rebaudiosida D, Rebaidiosida E,
Rebaudiosida F, Steviolbiosida A, dan Dulkosida A(Raini and Isnawati, 2011). Jika
rebaudiosida A, D, dan E itu digabungkan, maka campurannya akan memiliki tingkat
kemanisan yang setara dengan steviosida. selain itu, diketahui pula bahwa pada struktur
kimia dari steviosida juga terdapat senyawa yang lain meliputi stveiol, rebaudiosida a,
isosteviol dan dihydroisosteviol.

Menurut (Sakinah, 2016) stevia sebagai pemanis alami mengandung seluruh


glikosida dalam daunnya, dan steviosida merupakan komponen yang paling banyak
terkandung (5-22% dari berat kering daunnya) sehingga, tanaman stevia sering disebut
juga dengan rumput manis, daun manis, herba manis, dan daun madu, dikarenakan
stevia memiliki tingkat kemanisan 300 kali lebih manis dibandingkan dengan gula.

Glikosida bila dikristalkan akan terbentuk serbuk putih yang tidak berbau.

Menurut (Prismaningrum et al, 2013), glikosida merupakan senyawa organik yang

mengandung senyawa gula (glycone) dan bukan gula (aglycone). Glycone terdiri dari

dua unsur pokok yaitu rhamnosa, fruktosa, glukosa, xylosa, arabinosa.Sedangkan yang

lainnya terdiri dari senyawa kimia yaitu sterol, tanin, dan karotenoid.Selain itu juga

stevia mengandung protein, karbohidrat, fosfor, besi, kalsium, potasium, sodium,

flavonoid, zinc, vitamin C dan vitamin A.

Menurut (Maretta, 2012), dalam daun stevia mengandung steviosida (5-10%)

dan rebaudiosida A (2-4%) sebagai sumber pemanis disamping sumber pemanis lain

yang jumlahnya sedikit seperti rebaudiosida C-E (1-2%) dan dulkosida A dan C (0,4-

0,7%), serta glukosida kecil, termasuk flavonoid glikosida, kumarin, asam sinamat dan

beberapa minyak penting. Tingkat kemanisan gula stevia antara 200-300 kali sukrosa.
Sumber pemanisnya sekitar 14% dari daun kering dan beberapa senyawa pemanisnya

serupa pada struktur aglikon steviol terhubung di C-13 dan C-19 sampai mono, di atau

trisakarida yang terdiri residu glukosa dan atau rhamnosa. Sementara itu, beberapa

pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat,

aspartam(Siagian, 2002). Pemanis sintetis seperti siklamat, kontroversial yang masih

digunakan, ternyata hanya mempunyai tingkat kemanisan antara 30-80 kali dari tingkat

kemanisan sukrosa.Aspartam juga termasuk pemanis sintesis kontroversial dan sering

digunakano, tingkat kemanisan antara 100-200 kali kemanisan sukrosa. Dengan kata

lain, perbandingan tingkat kemanisan gula stevia lebih unggul apabila dibandingkan

dengan siklamat atau asapartam yang selama ini banyak dipakai sebagai pemanis

berbagai produk makanan dan minuman (Maretta, 2012). Keunggulan stevia

dibandingkan salah satu pemanis buatan (Aspartam) dapat dilihat pada tabel 2.1

dibawah ini.

Tabel 2.Keunggulan stevia dibandingkan pemanis buatan(Rukmana, 2003)

Stevia Pemanis buatan


Mengatur atau membangkitkan selera Merangsang selera (makanan
(bekerja diotak untuk meningkatkan rendah energi, tubuh mengenali
perasaan kepuasan) berkurangnya sumber energi dan
mengirim sinyal yang merangsang
selera)
Membantu pengobatan kekurangan Menaikkan berat badan
maupun kelebihan berat badan (meningkatkan konsumsi
(mengurangi konsumsi makanan karbohidrat, merangsang
manis dan berlemak) penyimpanan makanan dan
kelebihan berat badan)
Belum menjadi perhatian utama dalam Penggunaan pemanis buatan dalam
studi kesehatan skala besar menimbulkan efek
samping.
Cocok untuk dimasak dan dibakar Tidak cocok di masak dan dibakar,
karena panasnya stabil di atas 2000C, ketika dipanaskan di atas 3000C
bukan untuk fermantasi akan melaksanakan methanol yang
terpecah menjadi formaldehid
(bahan pemicu kanker), asam cuka,
dan DKP (diketopiperazine),
penyebab tumor otak)
Nilai kalori 2,7 kcal/g Nilai kalori aspartam 4 kcal/g
Mengandung lebih banyak bahan Mengandung lebih sedikit bahan
pemanis pemanis
Lebih murah Mahal
Aman dan berperan dalam pengobatan Tidak aman dalam pengobatan
diabetes diabetes

2.2.3 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian

fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.Metode skrining fitokimia dilakukan

dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam

skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk,2008)

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder

Fisik tanaman sebagian besar terdiri atas air.kandungan air mencapai lebih dari

90% pada daun, bunga, buah (buah yang berair banyak), dan bagian tanaman yag berada

dibawah tanah. pada jaringan yang miskinorgan penyimpan, kandungan, airnya

menurun hingga sekitar 5% yaitu pada kulit dan kayu(Murniasih, 2005).

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ,

tanaman kering.senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur

tanaman (selulosa, kitin, lignin, dan pektin), sebagai cadangan makanan (amylum,

protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya (protein

dan enzim), senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat di saring dengan

pelarut umum (air, etanol, eter, benzene, eter minyak bumi) : berupa senyawa kimia

tanaman dengan molekul kecil. diantaranya senyawa kimia yang banyak dijumpai
dalam semua tanaman: dan kelompok senyawa kimia yang khas untuk tanaman tertentu.

Senyawa kimia bermolekul kecil dari kelompok yang disebut terakhir dengan

penyebaran terbatas, selanjutnya kelompok ini disebut sebagai metabolit

sekunder(Azka, 2010).

Banyak senyawa kimia tanaman yang telah diisolasi dan dipublikasikan sebelum

diketahui strukturnya. Sering kali waktu yang diperlukan sangat lama untuk

menguraikan strukturnya setelah proses isolasi. Pengelompokan senyawa kimia

tanaman berdasarkan sifat khas yang di milikinya (antara lain: warna, rasa, bau, pH,

kelarutan), merupakan hal penting sehingga sampai sekarang masih banyak

dipakai(Hanifah, 2014).

Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman antara lain:

1. Alkaloid

Gambar 2..3Struktur Alkaloid(Lusiana, 2009)

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua

jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang

biasanya bersifat basa dan membentuk cincin hetersiklik (Akbar, 2013). Alkaloid dapat

ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan.Kadar alkaloid

dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada

pula yang sangat berguna dalam pengobatan.Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna,
sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang

berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Apriandi, 2011).

Sifat-sifat Alkaloid 

a. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.

b. Berupa padatan kristal yang halus dengan titik lebur tertentu yang bereaksi

dengan asam membentuk garam.

c. Alkaloid berbentuk cair dan kebanyakan tidak berwarna.

d. Dalam tumbuhan alkaloid berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida

atau dalam bentuk garamnya.

e. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.

f. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalamkloroform,

eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.

g. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air, contohnya Strychnine

HCl lebih larut dalam air daripada bentuk basanya. 

h. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas, garam

pada atom N-nya.


2. Flavonoid

Gambar 2.Struktur Flavonoid(Redha, 2013)

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman

hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi

(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C-

dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan

dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol

O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering

ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut Markham (1988), flovonoid tersusun dari

dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan

susunan C6-C3-C6, Karakteristik flavonoid dapat didasarkan atas reaksi warna dan

kelarutannya. Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat dideteksi

dengan uap amonia dan memberikan warna spesifik untuk masing-masing

golongan.Flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi dengan

etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air, setelah ekstrak ini di kocok dengan

eter/minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol karena itu warnanya berubah bila

ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam

larutan(Harborne,1987).
3. Saponin

Gambar 2.Struktur Saponin(Yunita et al., 2016)

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang menimbulkan busa jika dikocok

dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah

merah.Dalam larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan dan

tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan beratus-ratus

tahun.Beberapa saponin juga bekerja sebagai antimikroba.Saponin dibedakan menjadi

dua jenis yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang

mempunyai rantai samping siroketal.Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol

tetapi tidak larut dalam eter.(Santosa and Hertiani, 2005).

Identifikasi senyawa saponin positif menggunakan uji forth menggunakan

pereaksi air dan HCl dibuktikan dengan terbentuknya busa dan dapat bertahan tidak

kurang dari 10 menit serta tidak hilang setelah penambahan HCl 2M. Timbulnya busa

pada uji forth menunjukan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk

buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Miryanti et al.,

2011).

Berikut adalah sifat-sifat dari Saponin :

a. Mempunyai rasa yang pahit


b. Dalam larutan air membentuk buih stabil

c. Menghemolisa eritrosit

d. Merupakan racun yang sangat kuat untuk ikan, amfibi dan hewan predator

e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya

f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

g. Berat molekul relatif tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris

yang mendekatiKromatogtrafi lapis tipis (KLT)

4. Tanin

Tanin merupakansenyawa kimia komplek, terdiri dari beberapa senyawa

polifenol. tanin tersebar luas pada seluruh tumbuhan, terutama pada daun, buah yang

belum masak dan kulit kayu. tanin bersifat amorf dan tidak dapat dikristalkan. dalam air

membentuk larutan kolodial, bereaksi asam dan mempunyai rasa sepat (Malangngi et

al., 2012).

Gambar 2.Struktur Tanin(Ikalinus et al., 2015)

Sifat kimia tanin diantaranya memiliki sifat umum, yaitu memilki gugus, phenol

dan bersifat koloid, sehingga jika terlarut dalam air bersifat koloid dan asam

lemah.Umumnya tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar dan akan meningkat

apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik

lainnya. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila
dipanskan sampai suhu 98,89 – 101,670C (Mabruroh, 2015). Tanin dapat dihidrolisa

oleh asam, basa, dan enzim.Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer-

polimer lainnya.Terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan

kovalen.Sedangkan sifat fisik tanin umumnya tanin mempunyai berat molekul tinggi

dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin bentuknya

amorf dan tidak mempunyai titik leleh.Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai

coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut.Tanin berbentuk serbuk atau

berlapis-lapis seperti kulit kering, berbau khas dan mempunyai rasa sepat

(astrigent).Warna tanin maka menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau

dibiarkan di udara terbuka. Tanin mempunyai sifat, atau daya bakterostatik, fungistatik

dan merupakan racun (Irianty and Yenti, 2014).

Identifikasi senyawa tanin positif apabila terbentuk warna hijau kehitaman,

menggunakan pereaksi FeCl31%.Terbentuknya warna hijau kehitaman pada ekstrak

setelah ditambahkan FeCl31%. Karena tanin akan bereaksi dengan ion Fe3- membentuk

senyawa komplek (Sa’adah, 2010).

Reaksi tanin dengan FeCl3 ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.Reaksi tanin dengan pereaksi FeCl31% (Sa’adah, 2010)


2.4 Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering digunakan untuk keperluan

produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut

peraturan menteri kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam

bahan tambahan kimia, selain zat yang lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, dan

lain sebagainya. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,

memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat

kimia sekaligus merupakn sumber kalori bagi tubuh (Daroini, 2006).

2.4.1 Jenis-jenis

Pemanis (gula) terbagi menjadi 2 menurut (Irwandani, 2017)berdasarkan proses

pembutannya, yaitu gula alami dan gula sintesis (buatan).

a. Gula alami/pemanis alami

Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang

utama adalah tebu (Saccharum OfficanarumL) dan bit (Beta VulgarisL). Kedua jenis

tanaman ini sering disebut gula alami atau sukrosa. Selain sukrosa ada jenis pemanis

alami lain yang sering digunakan antara lain: laktosa, maltose, galaktosa, D-glukosa, D-

fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, glisena.

Gula alami ini tidak mengandung vitamin, tidak ada serat kasar, hanya sejumlah

kecil mineral, akan tetapi tetap mengandung kalori 394 kkal dalam setiap 100 gram
bahan. Gula alami merupakan sumber kalori, semua bahan yang bernilai seperti vitamin

dan mineral akan hilang selama proses pengolahan dan pemurnian.

b. Gula sintesis/pemanis buatan

Gula sintesis adalah bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam

makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Gula sintesis adalah gula yang dibuat dengan

bahan-bahan kimia di laboratorium atau dalam suatu industri dengan tujuan memenuhi

produksi gula yang belum cukup dipenuhi oleh gula alami khususnya gula tebu.

Contohnya: sakarin, silamat, aspartam, dulsim, sorbitol sintesis dan nitropropoksi-

anilin.

Menurut peraturan menteri kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985

diantara semua pemanis buatan hanya beberapa yang diizinkan penggunaannya.

Terdapat 6 pemanis buatan yang diizinkan:

a) E950 kalium asesulfam, digunakan dalam makanan kaleng minuman ringan dan gula

dapur

b) E951 aspartam, digunakan dalam minuman ringan yoghurt, pencuci mulut, campuran

minuman, dan tablet pemanis

c) E954 sakarin (garam natrium dan kalsiumnya), digunakan dalam minuman ringan,

cider dan tablet pemanis

d) E957 taumatin, digunakan tablet pemanis dan yoghurt

e) E959 neohesperidin dohidrokhakon (NHDC), digunakan dalam minuman ringan dan

preparat farmasi seperti pil vitamin

f) E952 asam siklamat


Meskipun sakarin dan siklamat maasuk ke dalam golongan pemanis buatan yang

diizinkan oleh pemerintah, akan tetapi penggunaannya harus dihindari, karena tidak

semua masyarakat mengerti batas aman dari penggunaan sakarin dan siklamat. Berbagai

efek negatif akan muncul ketika mengkonsumsi sakarin dan siklamat dengan dosis yang

berlebih dengan akumulasi disetiap harinya.

2.5 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu peroses migrasi

diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu

diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalmnya zat-

zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas karena adanya perbedaan dalam absorbasi,

partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion

(Ardianingsih, 2010).

Secara umum kromatografi merupakan satu proses migrasi, diferensial dimana

komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam (Amalina and Ela

Turmala S, 2013).

Dalam analisa kimia suatu bahan kering diharapkan pada pekerjaan-pekerjaan seperti

menghilangkan konstituen-konstituen yang dikhendaki.Oleh karena itu, sebelum

melakukan identifikasi maupun pengukuran jumlahnya, diperlukan cara-cara

pemisahan.Cara pemisahan ada dua metode, yaitu metode klasik dan metode

modern.Metode klasik misalnya destilasi, kristalisasi, pengendapan, dan ekstraksi.

Adapun metode modern, misalnya kromatografi (Rubiyanto, 2017).


1. Klasifikasi kromatografi

Kromatografi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, (Rubiyanto, 2017) Yaitu:

a. Berdasarkan jenis fase yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua fase yaitu

fase diam dan fase gerak, misalnya : gas-cair, cair-cair, cair-padat.

b. Berdasarkan metode prinsip pemisahan kromatografi

Berdasarkan metode prinsip pemisahan kromatografi dibedakan menjadi dua,

yaitu: kromatografi partisi dan kromatografi absorbsi

c. Berdasarkan teknik yang digunakan

Berdasarkan teknik yang digunakan kromatografi dibedakan menjadi tiga yaitu

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom.

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisik dan kimia yang

lapisannya memisahkan terdiri dari butiran halus (fase diam) yang dilapiskan pada

lempeng atau pelat yang cocok.Dasar pemisahan bisa penyerapan (absorbsi), pembagian

(partisi) atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan jenis pelarut. Pada

kromatografi lapis tipis fase geraknya yaitu zat cair, sedangkan fase diamnya

merupakan lapis tipis pada permukaan lempeng yang rata(Wardani, 2008).

Keuntungan metode kromatografi lapis tipis adalah penyerapan sedikit, butiran-

butiran zat penjerap halus, cuplikan sedikit, komponen hasil pemisahan terlokalisir,

proses cepat dapat dipakai untuk senyawa hidrofob dan dapat digunakan pereaksi

korosif. Kerugian metode kromatografi lapis tipis adalah Rf tidak tetap sehingga harus

selalu menggunakan pembanding (Baraja, 2008).


1. Bagian-bagian dari kromatografi lapis tipis (Wahyuningsih et al., 2008).

a. Lempeng penyangga atau penyokong

Bahan penyangga hendaknya menggunakan bahan yang stabil terhadap pereaksi

korosif.Hal ini banyak digunakan adalah kaca, kecuali dari lemeng aluminium dan

plastik dengantebal dan rata pada seluruh permukaan. Ukuran baan penyangga,

panjangnya adalah 20 cm dan lebar 5 s/d 10cm atau 20 cm yang sering digunakan untuk

pengujian dengan ukuran 20x20 cm(Wahyuningsih et al., 2008).

2. Bejana kromatografi

Bejana kromatografi ini terbuat dari bahan yang tahan terhadap pelarut organik,

biasanya dari kaca.Ukuran tidak boleh terlalu besar atau tida boleh terlalu kecil,

penutupnya harus rata sehingga bisa tertutup rapat dapat dibantu dengan diolesi

vaselin.Bejana harus jenuh uap pelarut pengembang (fase gerak), tingkat kejenuhan

harus tetap terjaga selama proses.Untuk mengontrol dan mempercepat penjenuhan

dilakukan beberapa kegiatan. Pertama, memasukkan kertas saring hingga bagian dasar

kertas saring tercelup dan kemudian pelarut pengembang akan merembes pada kertas

saring sampai seluruh permukaan sudah basah yang berarti dalam bejana sudah jenuh

dengan uap pelarut (Wahyuningsih et al., 2008).

3. Fase diam atau penyerap

Fase diam zat penyerap bisa langsung dilapiskan pada lemeng bisa juga

ditambahkan zat pengikat yang bertujuan untuk menambah daya elkat pada lempeng zat

pengikat yang bisa dipakai, misalnya CuSO4 anhidrat, kanji.Dapat juga ditambahkan

indikator fluorosensi sehingga noda yang mengabsorbsi pada frekuensi tertentu (254
nm) gelap dan latar belakang berfluorosensi.Sifat-sifat fase diam ini adalah partikel

halus ukuran 1-25nm, harus homogen, mempunyai daya absorbsi (Mukaromah and

Maharani, 2008).

Tabel 2.3 Beberapa contoh penjerap pada kromatografi lapis tipis(Mukaromah

and Maharani, 2008).

Tabel 2.Beberapa contoh penjerap pada kromatografi lapis tipis

No Zat penjerap Digunakan untuk memisahkan

1 Silika Asam amino, alkaloid, gula lipida,


asam lemak

2 Alumina Al2O3 Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,


vitamin, karoten, asam amino

3 Kieselgur Gula, polisakarida,trigliserida,


asam lemak, asam amina, steroid

4 Cellulose Asam amina, alkaloid

5 Pati Asam-asam amino

(Mukaromah and Maharani, 2008)

4. Fase gerak atau pelarut pengembang

Fase gerak adalah medium angkut yag terdiri dari satu atau beberapa pelarut

yang bergerak didalam fase diam yang merupakan lapisan berpori karena adanya daya
kapiler. Cairan yang dipakai untuk kromatografi lapis tipis harus murni, karena cairan

pengembang tadi akan melarutkan kembali zat-zat yang terserap pada bahan penyerap

sesudah diteteskan keatas lempeng. Dengan adanya bahan lain yang menggangu atau

mengurangi kemurnian cairan eluen, seperti air ataupun alkohol maka kelarutan

kembali, zat-zat yang telah terserap akan berkurang atau terganggu sehingga tidak

didapatkan pemisahan yang sempurna (Parwata et al., 2010).

Cairan pengembang hendaknyadipilih sedemikian rupa sehingga bercak yang

diperoleh terletak pada daerah 20-80% dari jarak yang ditempuh fase gerak pada

lempeng tipis. Menurut (Setyowati et al., 2007)disebutkan bahwa dalam pemilihan fase

gerak harus memperhatikan empat hal. pertama, kelarutan senyawa dalam fase gerak.

kedua, polaritas senyawa pada fase gerak. ketiga, kemurnian komponen pelarut

penyusun fase gerak. keempat, pengaruh fisika kimia senyawa dan fase gerak seperti

terjadi interaksi antara senyawa dan cairan pengembang, sifat disosiasi atas asosiasi

antara senyawa dengan fase gerak tersebut.

5. Penotolan

Pembanding jika mungkin dilarutkan dalam pelarut organik dengan titik rendah

agar mudah menguap setelah larutan ditotolkan.Titik penotolan harusditandai terlebih

dahulu, dapat dilakukan dengan pensil untuk lapis tipis siap pakai, demikian juga untuk

jarak rambat atau pengembangan.penotolan dapat dilakukan dengan pipet mikro atau

pipet lamda atau jarum mikro dibantu dengan sablon pada jarak kira-kira 2 cm dari tepi

bawah lempeng. jarak penotolan 1,5 cm hingga 2 cm dan untuk ramabt atau

pengembang 10-15 cm dari titik penotolan. jumlah contoh yang ditotolkan untuk

pemisahan atau dengan tujuan analisa kualitatif adalah 1-20 dari larutan dengan
konsentrasi 0,5-1%. diameter penotolan hendaknya sekecil mungkin, biasanya lebih

kecil dari penotolan kromatografi kertas. penotolan dapat berupa bentuk titik atau

bulatan ataupun dalam bentuk garis. Kecuali dengan penotolan biasa (mikro-pipet)

dapat digunakan dengan alat yang lebih modern autoliner dan multispotler (Djatmiko

and Pramono, 2005).

6. Pengembangan atau eluasi

Pengembangan atau eluasi adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat

pelarut pengembangan merambat naik dalam fase diam. Untuk proses pengembangan,

pengembang dimasukkan kedalam bejana kromatografi dimana bejana tersebut sudah

dilapisi kertas saring, ditunggu sampai permukaan kertas saring basah dengan pelarut

lalu dimasukkan lempeng yang sudah ditotolkan dan secepat mungkin bejana segera

ditutup. Pada proses ini titik penotolan tidak boleh terendam. Disini fase gerak akan

merambat melalui fase diam sambil membawa komponen-komponen atau noda-noda

dari cuplikan. Pada pengembangan dilakukan sampai batas yang ditentukan, misalnya

antara 10-15 cm dihitung dari titik penotolan. Bila sudah mencapai batas yang sudah

ditentukan maka lempeng segera dikeluarkan, diangin-anginkan kemudian dilakukan

identifikasi(Armigustien, 2012).

7. Visualisasi noda

Penentuan kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan noda-noda

yang setelah visualisasi dengan cara fisika dan kimia. Visualisasi cara fisika adalah

melihat noda kromatogram yang mengabsorbsi radiasi ultra violet dan berfluorosensi

dengan radiasi ultra violet pada panjang gelombang 254 nm atau 364 nm. Visualisasi
cara kimia adah mereaksikan kromatogram dengan pereaksi warna yang memberikan

warna atau fluorosensi yang spesifik. Visualisasi ini dilakukan dengan cara

penyemprotan atomizer atau memberikan uap zat kimia pada kromatogram atau dengan

cara mencelupkan ke dalam pereaksi penampak warna atau noda,misalnya asam sulfat

pekat, uap atau iodium, larutan dragendrof, perhitungan kromatogram pada

kromatografi lapis tipis dapat dinyatakan dalam harga Rf (Faktor Retardasi). harga Rf

dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut(Kusuma, 2015):

Rf = jarak dari titik penotolan sampai titik pusat bercak atau jarak dari titik penotolan

sampai jarak pengembangan.

8. Letak Bercak

Posisi bercak dinyatakan dengan harga Rf (Retention factor) yaitu perbandingan

jarak antara titik penotolan dengan bercak dibanding dengan jarak rambat (Dwi, 2007).

Harga Rf merupakan parameter spesifik pada kromatografi kertas dan kromatografi

lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada

kromatogram.

Ada dua variasi dalam menetapkan harga Rf, yaitu:

a. Mengukur jarak antara titik pusat bercak dengan titik penotolan

Rf = jaraktitikpusatbercakdariawaltitikpenotolan

Jarak rambat

b. Mengukur jarak antara batas atas dan batas bawah bercak dengan titik penotolan
Rf = batasbawahdaripenotolan batasatasdaripenotolan

Jarakrambat jarakrambat

Jika tujuannya untuk memberikan harga orientasi saja, maka cukup diukur atau

ditetapkan harga satu Rf. Bila tujuannya untuk memperlihatkan besarnya bercak, maka

digunakan variasi kedua. Angka Rf berkisar antara 0,00-1,00 dan hanya dapat

ditentukan oleh dua decimal, sedangkan harga Rf adalah angka Rfdikalikan faktor 100

(hundred), menghasilkan angka berkisar 0-100.

9. Harga Rf

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf

yag diidentifikasi sebagai perbandingan atara jarak perambatan suatu zat dengan jarak

perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh

oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi

suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf

senyawa pembanding(Ningsih, 2009).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf (Ningsih, 2009):

1. Pelarut
Disebabkan pentingnya koefesien partisi, maka perubahan-perubahan yang sangat
kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf.
2. Suhu
Perubahan dalam suhu merubah koefesien partisi dan juga kecepatan aliran
3. Ukuran dari bejana
Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi
kecepatan penguapan komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar
digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan-perubahan
komposisi pelarut sepanjang keras, maka koefesien partisi akan berubah juga. Dua
faktor yaitu penguapan dan komposisi mempengaruhi harga Rf.
4. Kertas
Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan,
yang berbeda untuk macam-macam kertas mempengaruhi kecepatan aliran, dan juga
mempengaruhi pada keseimbangan partisi.
5. Sifat dari campuran
Berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume yang sama dari fase
tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan
satu terhadap lainnya hingga terdapat harga-harga Rf.
2.6 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai